Sepasang Kaos Kaki Hitam Karya Pujanggalama Bagian 5
'melewatkan' orang di deketnya" Yah maksud gw...maksud gw...bisa aja kan 'orang yg
tepat' itu sebenernya ada di dekat kita" Iya kan" Yah siapa tau! Yaa..yaa..siapa tau
kan?" Gw mengangguk. "Siapa tau..." kata gw lirih. Gw lirik Meva. Sepertinya dia sudah
membuang ego dalam dirinya untuk mengatakan itu. "Oiya Va, kalo boleh tau," lanjut
gw. "Cowok yg lagi lo suka itu..." "Ya?" "Apa gw kenal sama dia?" Meva terdiam. Lalu
dia menggeleng. "Enggak. Lo nggak kenal kok," jawabnya. "Ooh..." kata gw tertahan.
"Temen kuliah lo di kampus?" "Bukan." "Anak kosan sini" Lantai bawah?" "Bukan!"
"Lantai dua?" "Bukan!!" "Oh..apa diantara Rio dan Egi?" gw menunjuk dua kamar di
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
samping gw. "BUKAN!!!" Gw tertawa. "Ooh yaudah, ntar kapan-kapan kenalin gw ke dia
yak.." Meva malah cemberut. Dia mencibir lalu masuk ke kamarnya. Part 73 Senin
pagi... I don't like Monday! Suasana kerja lagi serius-seriusnya begitu masuk hari
pertama. Agenda yg selalu sama tiap hari Senin : meeting pagi selama sepuluh menit
bareng seluruh karyawan, dilanjut meeting internal masing-masing departemen, dan
diakhiri omelan-omelan nggak puas dari bos mengenai hasil kerja seminggu kemarin.
Kalo udah gitu, yg ada kita cuma pura-pura khusyuk ngerjain job. Pesawat telepon
extension gw bunyi. Bos gw minta salinan data review bulan kemaren. Dia soalnya
diminta oleh manajer yg diminta juga sama bapak Presdir. Kebetulan minggu kemaren
memang ada trouble di Production Line gara-garu human error. "Pagi Mas Ari," OB
petugas fotokopi menyapa gw dari balik mejanya. "Mmh Bang Jo," demikian gw panggil
dia. "Tolong kopi in ini dua lembar. Plus satu lembar dalam format A3 yak." "Sip," dia
mengambil lembaran kertas yg gw berikan lalu menuju mesin fotokopinya sementara gw
mengisi buku daftar pengguna jasa fotokopi hari ini. "Hay Ri," Lisa berdiri di samping gw.
Meletakkan kertas miliknya lalu gantian mengisi buku. "Sory ya kemaren gw nggak jadi
maen ke kosan lo. Ada perlu mendadak soalnya." "Oh nggak papa kok," sambil dalam
hati gw malah bersyukur demikian. "Itu laporan buat ke mana?" "Orang Maintenance.
Problem kemaren kan dari kita, jadi mereka minta report nya." "Lo udah sarapan?"
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"Belum," Lisa menggeleng. "Kenapa emangnya?" "Gw juga belum. Gw baru mau minta
tolong Bang Jo beliin roti di koperasi. Lo mau?" "Boleh deh. Yg keju yak?" Gw
mengangguk setuju. Dan setelah memesan titipan ke Bang Jo gw ke ruangan bos gw
lalu balik ke meja gw. Masih banyak yg harus gw kerjakan. -KRIINGExtension gw bunyi
lagi. "Halo?" "Ri, bisa ke tempat gw bentar?" Lisa yg nelpon. "Gw lagi sibuk. Ada apaan
emang?" sebisa mungkin gw pelankan suara gw biar nggak kedengeran orang lain.
"Ada gajah makan kawat. GAWAT Ri!" "Hahh" Gawat napa?" "Data Problem Sheet di
kompie gw kok mendadak nggak ada ya?"!!" "Yaah gw turut berduka deh..." "Kampret!
Sini ngapa" Bantuin gw!" "Bantuin apaan" Gw nggak punya back up punya loe." "Jadi
gw mesti gimana donk" Jam sembilan nanti bos Maintenance minta report nya lengkap
selama sebulan!" "Ya bilang aja jujur datanya keapus gitu.." "Sama aja bunuh diri itu
mah!" "Yaudah cari alesan laen," gw mikir. "Bilang deh PC nya baru diinstal ulang."
"Nggak menolong....." Hah, gw jadi ikutan cemas nih. Lisa itu satu departemen sama
gw. Bisa kena juga gw kalo gini. Gw memandang berkeliling dan mata gw tertuju pada
sosok Lisa beberapa meja di belakang gw. Dia melambaikan tangannya dengan
ekspresi 'gw nyeraah...' "Halo Lis, gw tau cara ngatasinnya." "Iya" Gimana" Gimana?"
"Pertama, lo berdiri deh. Abis itu lo jalan dua meja ke samping kanan." "Emang ngaruh
yak?" "Ya ngaruh lah. Yg lagi lo tempatin sekarang kan mejanya Pak Enjang! Balik sana
ke meja lo!" Sejenak sunyi di gagang telepon. "Hahaha! Iya yak..gw lupa! Duh sorry
sorry....." "Dodol loe." "Hahaha...maap bos! Gini nih kalo belom sarapan, jadi nggak
conect euy." Gw tutup telepon dan mencoba konsentrasi ke monitor di depan gw. Lima
menit ngetik, gw gatel juga pengen maen HamsterBall. Game favorit gw tuh kalo lagi
sumpek di kerjaan. Setelah memastikan keadaan aman, orang-orang pada sibuk sama
komputernya masing-masing, gw miringkan posisi monitor lalu mulai ngegame dah.
Hahaha.. -BIP BIIPHandphone gw bunyi. Sms dari Lisa. *jam setengah
sembilan..monitor dimiringin..waktunya ngegame yak! haha..masih doyan aja
ngegelindingin hamster! Gw bales.. *biariin. *ganti lah maenannya! gw mah udah tamat
empat kali tuh. *biariin. *eh rotinya udah dateng nih. *anterin donk ke sini. *ogah. lo aja
yg ke meja gw. *ZZZZ.....gak ada pahalanya banget! *biariin. Akhirnya gw ngalah deh.
Gw ke meja Lisa ngambil roti terus ke pantry dan makan di sana ditemani para OB yg
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
mulai sibuk nyiapin minuman buat staff. Saat itulah ada pesan singkat di handphone gw.
*kebooo... Nomer asing. *sapa yak" *ini gw... *singkat banget nama lo dua huruf doank.
G ama W doank" *err...ini Meva! dasar kebo! Gw baca beberapa kali sms nya. Nggak
salah nih" Sejak kapan dia punya hape?" Langsung gw telpon deh. "Pake hp sapa lo?"
"Hp gw laah..baru beli kemaren nih. Lg ngapain lo?" "Lagi mikirin loe." "Haha! Pagi-pagi
digombalin. Lo dimana?" "Di kantor lah." "Kok gw berasa di surga yak?" "Kok bisa?"
"Iya. Denger suara loe di hp, gw berasa di surga..hahaha!" Gw ketawa sendiri. Bisa
banget nih anak! Mendadak Lisa masuk. "Lo dipanggil Pak Agus tuh," katanya. "Eh
ntar gw telpon lagi yak," kata gw ke Meva lalu memutus panggilan. "Bilang aja ke Pak
Agus gw lagi di WC gitu." "Bilang sendiri deh! Gw laper mau nyarap dulu."
"Hadeuuh...mau ngapain sih si Botak pagi-pagi gini manggil gw" Nggak ada kerjaan
banget deh bos kita itu. Paling juga mau nyuruh gw beli es panta di koperasi. Padahal
kan ada OB yak?" Males banget sumpah!" "EKHEM!" "Eh, Pak Agus......" Part 74 Lisa
membuka pintu pantry dengan kasar dan menghenyakkan diri di kursi dengan gusar.
"Eh mmh...gimana tadi sama Pak Agus?" tanya gw ragu. "Ah nggak asyik loe Ri,"
omelnya. "Lo yg ngomong kok gw yg kena getahnya?"" "Emang melon ada getahnya
juga yak?" yg gw maksud di sini tentu saja sindiran. Lisa melirik gw kesal. "Oke oke
sorry Lis," buru-buru gw tanggapi lirikan itu. "Khan gw tadi nggak tau tiba-tiba si
upz...ada orangnya lagi nggak yah...si Melon manggil lo buat marahin lo." "Tapi kan
jelas-jelas yg ngomong itu elo! Suara cowok! Kok bisa-bisanya sih dia nyangka gw yg
ngomong!" Lisa masih dalam tahap ingin mematahkan leher seorang janda. Lho?"
"Tenang Lis...tenang...Nih gw bikinin kopi," gw menyodorkan cangkir kopi yg
sebenernya buat gw sendiri. "Minum dulu lah." "Thanks," ucapnya pendek. "Hei hei
hei..." Leo dari divisi Purchasing masuk ke pantry. "Romantis kali kalian ini! Dua-duaan
di pantry sambil ngupi-ngupi...Ajak aku juga lah! Aku juga kan mau nyantai seperti ini,"
dengan logat batak yg kental. Lalu duduk di samping gw. "Hey, ada apa sama kau Lis"
Muram kali muka kau?" "Enggak papa kok." "Ah kau ini..." dia menarik gelas dari
hadapan Lisa dan meminumnya. "Kayak nggak tau aku aja. Aku kan bisa ngeramal, aku
bisa baca pikiran kau. Kau juga Ri. Aku tau apa yg lagi kau bayangin sekarang." "Oiya"
Coba baca pikiran gw." "Sebentar..." Leo menatap mata gw lekat-lekat. "Hmm..begitu
ya.." "Begitu apanya?"
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"Kau lagi mikirin cara yg tepat buat motong-motong melon." "Hah! Tau darimana kau?"
Leo tertawa lebar. Padahal tebakannya ngelantur. "Leo Parlindungan!" dia menepuk
dada. Lisa cuma geleng-geleng kepala liat tingkah si upil ini. Leo emang dikenal di
kantor sebagai peramal ulung. Hampir semua orang di kantor ini pernah diramalnya, dan
anehnya semuanya menolak percaya pada ramalannya. Karena memang kebanyakan
yg diakui sebagai ramalannya adalah kabar buruk. Beberapa bos diramal akan turun
jabatan, digantikan OB yg biasanya mereka suruh. Termasuk Pak Agus. Dia diramal
akan kena virus antraks saat usianya memasuki 60 tahun. Satu-satunya cara untuk
terhindar virus ini adalah dengan rutin mengkonsumsi daging orok setengah mateng tiap
malem bulan purnama. Begitulah yg dia ramalkan. "Eh eh sebentar," tiba-tiba Leo
menarik tangan gw dan Lisa. Diamatinya baik-baik telapak tangan kami bergantian, lalu
tertawa lebar. "Sarap!" komentar Lisa. "Huss...jangan kurang ajar. Itu bapak aku. Sarap
Parlindungan!" Gw dan Lisa saling lirik kemudian mengangkat bahu. "Kalian berdua,"
kata Leo. "Kau Lisa...dan kau Ari..." "Hebat! Darimana lo tau nama kita berdua?" "Bentar
laah aku belum selesai bicara ini. Maksud aku tadi kalian berdua," dia menunjuk gw
kemudian Lisa. "Ari...Lisa..." "Hebat! Darima..." "Aku belum selesai ngomong! Jangan
disela dulu laah!" Leo kesal dan meminum kopi milik Lisa dan mengembalikannya tapi
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
Lisa menolak dengan pandangan jijik. "Aku tadi barusan dapet wangsit dari Mbah Sewu
Pakuningrat di Gunung Semeru. Aku liat garis tangan kalian berdua. Ternyata kalian
jodoh! Cocok! Kelak kalian berdua akan jadi pasangan hidup yg harmonis. Punya empat
anak yg baik dan benar sesuai Ejaan Yang Disempurnakan." Pipi Lisa merona merah.
Dia tertunduk dan beberapa kali meluruskan poninya. "Jangan gila kau," komentarnya.
"Eh aku serius lho!" Gw sendiri menganggap ramalannya sebagai lelucon. Gw bukan
orang yg percaya sama ramalan. "Kalian berdua...adalah jodoh..." Leo mengulangi
ucapannya. "Iya iya gw percaya," gw bohong. "Yaudah gw cabut dulu deh. Belum
ngerjain apa-apa nih." "Gw juga," Lisa ikut berdiri. Kami berjalan bareng keluar. Gw tau
beberapa kali Lisa curi pandang ke gw tapi gw pura-pura nggak tau aja. Kami berpisah
di meja kami masing-masing. Yg pertama gw lakuin adalah menyalurkan bakat
terpendam gw : pura-pura sibuk padahal nggak ngelakuin apa-apa. Mood kerja gw
buruk banget kalo hari Senin kayak gini. Baru juga mau close tab HamsterBall ketika di
layar muncul admin messenger. Dari komputernya Lisa. -ri, lo percaya sama ramalan
leo barusan"Gw ketik balesan gini.. -gak tau deh. ramalan si upil mana ada benernya
sih"-terus gimana kalo itu beneran"-ya syukur aja. itu artinya gw nggak perlu
capek-capek pasang iklan di koran buat nyari istri.-haha...-kok 'haha'
doank"-haha..hihi..huhu..hehe..hoho..Gw mengernyit konyol. -?""-!!!...-hmm...-kenapa hmm"-enggak papa-nanti makan siang di kantin atas atau
bawah"-bawah aja deh. kalo di atas ntar ketemunya pak agus lagi.-woooy....kalo mau
pacaran jangan pake am! atau seenggaknya pake user pribadi biar nggak nongol di
komputer orang! lisa, laporan validasi kamu mana?" ari, cepet selesaikan manufacturing
instruction buat mesin baru! deadline nya tiga hari lagi!-eh, baik pak agus...- Part 75
Pulang kerja sorenya gw mendapati Meva lagi duduk di selasar balkon, memunggungi
pemandangan di belakangnya, sambil membaca sebuah majalah. "Ciee yg punya hp
baru," goda gw. Meva nyengir lebar. Kayaknya PMS yg semalem udah selesai. "Baru
pulang?" tanyanya. "Enggak, ini mau berangkat." "Nenek-nenek ompong juga tau lo
baru balik!" dia mencibir. Gw balas dengan menjulurkan lidah. Dan tiba-tiba...Ada
sesuatu yg berdebar dalam dada gw. Mendadak gw inget ucapannya semalem. "Apa yg
dikatakannya semalem, maksudnya adalah gw" Apa dia sebenernya pengen gw
ngungkapin perasaan ke dia...?" Ah enggak! Gw nya aja yg ke GR an! Meva kan emang
gitu anaknya, suka asal ngomong. Kadang emang sengaja suka nge GR in gw. Dia
ahlinya! Gombalannya maut banget tu bocah! "Woyy bengong!" "Ah enggak," buru-buru
gw hapus khayalan-khayalan yg sempet berkelebat di benak gw. "Gw terpesona aja.
Sore ini lo keliatan cantik banget Vaa..." sumpah, gw nggak nyadar kalimat ini meluncur
begitu saja dari dari mulut gw. Meva senyum lebar. Pipinya merona merah. "Aneh!
Nggak biasanya ekspresi dia kayak gitu..." Gw memutuskan masuk kamar, mandi, ganti
baju, tapi nggak sedetikpun wajah Meva beranjak pergi dari kepala gw.
AAAARRGGGGHH...What's wrong?"! Gw malah jadi mondar-mandir sendiri di dalem
kamer kayak orang bingung dikejer deadline. Sambil sesekali ngintip dari balik gorden,
ah beneran gw dag-dig-dug! Gw suka! Dia cantik banget sore ini! Kayaknya dia
masang pelet di stokingnya! "Apa gw ungkapin aja perasaan gw sekarang?" Gw butuh
lebih dari seribu kali mikir. Gimana kalo dia malah ngetawain gw" Ya ya ya...Gw yakin
dia pasti bakal habis-habisan ngejek gw! Orang kayak dia mana punya sense of
romantic" Ckckck... Gw keder! Asli keder! Bener-bener keder! Udahlah, biar aja gw
simpen dalam hati... "Gw takut," kata gw dalam hati. "Gw terlalu takut buat jujur sama
diri gw sendiri. Gw suka Meva. Tapi gw nggak berani ngungkapin ke dia..." Gw
pengecut! Apa susahnya ngomong jujur ke dia! Tinggal bilang aja, 'Gw suka elo Va..
Mau nggak lo jadi istri gw?"' "Enak aja! Istri" Jadi babu lo aja gw ogah!" gw
membayangkan ekspresi Meva. "Ekhem!" gw pandangi wajah gw di cermin. Dia balas
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
menatap gw pongah. "Va, gw mau ngomong sesuatu ke elo...." Ini kata pengantar yg
cool nggak sih?" "...kita kan udah lama kenal..." Tolol! Ya iyalah, udah tiga tahun! Nggak
cocok, jangan pake kalimat ini! "...gw udah kenal lo deket. Lo juga, udah paham banget
sifat gw. So, kita ke penghulu aja yuk?" Goblok! Mana ada cowok langsung nembak mati
di tempat kayak gitu"! AAAAARRGGGH!!! Gw nggak sanggup! Kayaknya mending gw
terjun bebas dari atap kosan, daripada mesti ngomong itu... Huuffft.....gw usapi keringat
di wajah gw. Slow, Ri...yg elo butuhkan sekarang adalah ketenangan. Lo tenangin diri lo
dulu, buka pintu kamer, duduk di samping dia...terus lo ungkapin deh isi hati lo selama
ini. Gampang kan?" "Enggak segampang itu," gw gelengkan kepala dengan keras dan
mulai mondar-mandir lagi. Gw intip dari jendela, Meva masih asyik baca sambil sesekali
senyum mencerna yg dia baca. Kacamatanya merosot di ujung hidungnya. "Ah, gw
heran deh! Tuh anak makannya apaan sih, bisa semanis itu?"?"?" Shit, gw gugup
banget. Sebelum-sebelum ini gw nggak pernah deh kayak gini. Nembak mah nembak
aja! Tapi kok ini beda yak... Jelas beda laah... Meva emang beda dari cewek-cewek yg
gw kenal selama ini. Ada sentuhan magic dari dirinya yg bikin gw klepek-klepek sampe
nggak sanggup buat sekedar ngungkapin perasaan gw. Gw bercermin lagi dan...Hey!
Kenapa muka gw jadi pucet?"" Sebesar itukah pengaruh Meva ke gw"! Ya udahlah.
Entar aja lah gw ngomongnya. Masih banyak waktu. Masih ada besok, lusa, lusanya
lagi, lusanya lagi.......... Oke deh, deal! Gw pending deh sesi penembakannya sampe
waktu yg belum ditentukan. Tapi gimana,
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
kalo dia direbut dulu?" Kan kemaren dia bilang ada cowok yg lagi dia suka! Tapi bukan
anak kosan sini... "Berarti bukan gw," kata gw frustasi. Tapi kan semalem gw nggak
sempet nanya gini : "cowok itu gw bukan?"" "Jelas BUKAN!!" pasti itu yg dikatakan
Meva. Udahlah, gw kumpulin keberanian gw dulu... Gw buka pintu kamar. Meva cantik
bangeeet... Gw merapikan rambut gw. Penampilan luar itu penting coy... Gw masukkin
ujung kaos gw ke celana. Kayak orang idiot! Keluarin lagi! Gw keluarin lagi kaos gw.
Nah... "Ekhem!" Cool boy! Gw berjalan ke tempatnya. Mendadak kok gw ngerasa kayak
jalan di catwalk yak! Gw duduk di samping Meva. Dia cuma melirik sebentar lalu
ngebaca lagi. Rambutnya yg panjang menutupi samping wajahnya yg tertunduk ke
majalah di pangkuannya. "Ekhem..." Minum obat batuk woyy!! Mendadak bingung nih
mau ngomong apa. Kan tadi udah deal, acara nembaknya ditunda!! Ngapain bingung?"
"Va, gw mau ngomongin sesuatu sama loe.........." WADUH!!! Part 76 Meva menoleh ke
gw lalu mengangkat kedua alisnya. Mungkin artinya 'ada apa"'. Dia tersenyum sesaat
dan kembali konsentrasi ke majalahnya. Lumayan lah senyumnya cukup nenangin gw.
"Denger Va," kata gw kali ini cukup berani. "Ada yg harus gw omongin ke elo. Kalo
nggak diomongin tuh ngeganjel banget di hati." Meva menaikkan posisi majalahnya dan
mengangguk beberapa kali. Kedua kakinya berayun ke depan dan belakang. Ah, gw jadi
gugup lagi. Gw turun dan memutuskan berdiri menatap padang hijau di depan gw.
Beberapa kali gw ketukkan jari ke tembok untuk menenangkan diri. Dan setelah sekuat
hati membuang ego dalam diri gw, akhirnya gw bulatkan tekad buat ngungkapin
perasaan gw ke Meva saat ini juga. Gw siap apapun resikonya, diterima syukur...ditolak
ya jangan sampe lah! Haha. "Ekhem," gw masih lumayan gugup. "Gw harus akui gw
nggak cukup pinter ngomongin kayak ginian. Gw juga tadinya nggak mau ngomong ini,
tapi gimana yak kayaknya gw bisa demam tujuh hari tujuh malem deh kalo ini
terus-terusan gw pendam. Tolong jangan ketawain gw ya Va?"" Malah gw yg pengen
ketawa sendiri. "Mmmh gw cuma mau coba jujur sama diri gw sendiri," lanjut gw.
"Tentang perasaan gw. Sip! Cocok banget nih kalimatnya. Gw mau jujur ke elo, soal
perasaan gw ke lo. "Seperti yg lo bilang semalem ke gw, adakalanya seseorang terlalu
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
sibuk nyari orang yg tepat sampe melupakan orang terdekatnya. Kalo gw, dari awal gw
udah sadar kok sapa yg menurut gw tepat buat gw. Ya sebenernya sih dari awal ketemu
elo, gw udah ngerasain something different. Ada lo gw nyaman, nggak ada lo gw
ngerasa sepi. Hambar. Itu gw rasain waktu enam bulan kemaren lo pergi." Hmm gw
mulai enjoy nih ngomongnya. Gw pikir, Meva harus tau semuanya. Gw mau jelasin ke
dia sedetail mungkin biar dia juga ngerti posisi gw. "Waktu lo pergi, gw ngerasa gw udah
ngebuang semua kesempatan yg ada. Dan sekarang, saat kesempatan ini dateng lagi
buat yg kedua kalinya, gw nggak mau menyiakannya. Gw harus terus terang ke elo,
bahwa gw suka sama lo Va..." Sunyi. Cuma angin sore yg bertiup menyejukkan
suasana. Meva belum ngasih tanggapan. Nggak papa lah. Emang lebih baik gw
selesaikan dulu 'jatah' bicara gw. Hemmmph...gw menarik napas berat. Gw mulai
dihantui sedikit keraguan buat ngelanjutin pembicaraan ini. Lancang nggak sih gw
ngungkapin perasaan gw ke Meva" Mevally. Cantik luar biasa menurut gw (maklum
kalo lagi dibutakan oleh cinta ya kayak gini ). Parasnya bersih dan cantik. Sebuah sosok
yg sempurna. Sosok yg dipandang fiktif bagi banyak orang, namun ada. Dia. Di samping
gw... "I don't think I can live without you, Va....." Masih sunyi. Apa gw berhasil"
Mudah-mudahan. Belum ada reaksi dari Meva. Mungkin dia lagi berfikir mencari kata yg
tepat buat menjawab gw. Gw beranikan diri berbalik, berdiri di depan Meva dan menatap
wajahnya. "Please Va...," lanjut gw. "Mau nggak lo jad..." "Eh Ri! Lo tau nggak lagu
Endless Love yg versi Mariah Carey?"" Meva menyibakkan rambutnya sampe ke
belakang telinga. Ada benda hitam di kedua telinganya. "Coba dengerin deh." Meva
memasang headset di telinga gw. Volumenya kenceng banget! Gw lepas headset nya.
"Tunggu dulu," kata gw mulai diselimuti rasa was-was. Jantung gw kembali berdegup
kencang. "Lo...daritadi...lagi pake headset?" Meva mengangguk mantap. "Gw baru beli
discman kemaren bareng sama hape," dengan innocent nya dia menunjukkan sebuah
discman kecil di balik majalahnya. "Gimana lagunya keren yak?" "Jadi lo nggak denger
semua yg gw omongin barusan?" Meva menggeleng pelan. "Emang lo ngomong apa
gituh?" tanyanya polos. O MY GOSH!! Jadi tadi gw ngapain aja donk?" Mendadak gw
sesak napas. Rasanya enak banget nih makan daging kodok setengah mateng! "Lu
ngomong apa sih tadi?" Meva mengulangi pertanyaannya. "Kok pucet gitu muka lo?"
Gw menggeleng pasrah. "Nggak kok...tadi...tadi, gw cuma mau ngajak lo makan. Lo
udah makan belum?" "Udah." "Ooh..." "Lo mau makan?" "Iyah." "Titip fanta yak." "Sip
lah. Gw ke warung dulu yaah......" "Oke." Part 77 Seminggu berlalu sejak 'tragedi
headset'. Yeah begitulah gw menyebutnya untuk menggambarkan betapa konyolnya gw
saat itu. Sebenernya ada beberapa nama yg lain, tapi gw pikir 'tragedi headset' yg paling
pas. Bel pulang sudah berlalu beberapa menit yg lalu. Sore ini mendung rapet banget.
Gw berdiri di sudut pantry, menatap keluar jendela sambil menikmati secangkir kopi di
meja. Satu stel jas hujan terlipat rapi di sebelahnya. Sore ini gw nebeng sama temen,
tapi dia lembur sampe setengah lima jadi gw nunggu dia selesai dulu. "Lo masih di sini
Sepasang Kaos Kaki Hitam Karya Pujanggalama di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ri," Lisa masuk ke pantry. "Lagi nunggu Sugeng selesai lembur," gw senyum ke Lisa.
"Tolong biarin pintunya terbuka aja. Takut ada yg salah paham kalo liat cewek sama
cowok di ruang tertutup kayak gini." "Oke," Lisa menekan pintu ke dinding sampe
terdengar bunyi klik pelan. "Keberatan kalo gw temenin sampe Sugeng balik?" Gw lirik
arloji gw. Limabelas menit lagi. "No problem." Lisa menyeduh teh hangat dan duduk di
kursi sementara gw tetap berdiri membelakanginya. Iseng gw ketuk-ketuk kaca jendela.
Tebal. Mencegah orang buat terjun bunuh diri menembusnya. Tapi emangnya
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
siapa yg mau bunuh diri dengan cara konyol seperti itu" Pak Agus mungkin" Hahaha...
Gw mulai ngelantur. Entah kenapa akhir-akhir ini gw selalu terganggu dengan 'tragedi
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
headset'. Sikap Meva ke gw tetep kayak biasanya, seolah nggak pernah ada pengakuan
gw ke dia. Hmmm mungkin memang nggak pernah ada kali yak" Kan Meva nggak
denger" So, buat dia mungkin nggak pernah ada. Tapi buat gw, tragedi itu cukup
menciutkan nyali gw. Gw takut untuk ngungkapin lagi perasaan gw ke Meva. "Lo kenapa
Ri" Murung gitu deh seminggu ini." "Oiya" Enggak ah. Gw rada nggak enak badan aja,"
kata gw bohong. Enggan mengakui bahwa selama tujuh hari ini pikiran gw selalu
tercurah ke Meva. "Masa sih" Tapi lo kayak orang yg lagi patah hati tuh?" "Kok tau"
Ups...maksud gw...tau darimana emangnya" Gw nggak patah hati kok." "Ya kali aja.
Gw tuh apal banget karakter dan mimik wajah elo Ri. Lo lagi seneng, sedih, marah...gw
apal deh." "Hebat." "Orang kita ketemu tiap hari. Wajar aja gw hafal." "Oh..." Tapi kok gw
nggak pernah bisa ngebaca ekspresi Meva ya" Padahal sama juga ketemu tiap hari.
"Masih ada roti nih," Lisa mulai ngoprek lemari gantung punya OB. "Lo mau?" Gw
menggeleng pelan dan memilih meneguk cangkir kopi gw. "Tell me..." kata Lisa lagi. Dia
berdiri di sebelah gw. "Lo sebenernya kenapa" Something problem?" Gw menggeleng
lagi. "Enggak kok Lis." "Come on...Gw tuh tau elo. Lebih tau dari yg lo kira."
"Wouw...hebat donk! Sejak kapan lo punya indra keenam?" "Gw nggak becanda Ri."
"Gw juga." "Gw nggak suka sama cowok yg selalu nyembunyiin perasaannya." "Emang
gw gitu yak?" "Seperti yg gw bilang tadi, gw hafal banget elo." "Nah itu udah hafal,
ngapain nanya lagi?" "Ri..." "Ayolah, Lisa! Sejak kapan sih gw harus cerita semua
masalah pribadi gw ke lo?" "Oke, kalo memang kehadiran gw nggak membantu
masalah yg lagi lo hadapi.." "Enggak akan lah," kata gw sangat pelan nyaris bergumam.
"Gw cuma peduli sama elo Ri," lanjut Lisa. "Gw nggak rela aja liat lo murung, apalagi
sedih. Gw pengennya elo tuh seneng. Syukur-syukur kalo senengnya elo itu karena
andil gw.." Gw tertegun. Bayangan Meva di kepala gw mulai berganti jadi wajah Lisa.
"Lo mungkin nggak mau denger ini," ujarnya lagi. "Tapi lo harus tau, kalo...kalo gw...gw
sayang sama lo Ri." Gw nggak begitu terkejut. Yg gw nggak nyangka adalah Lisa berani
jujur bilang itu ke gw. Dan ekspresinya juga tenang banget. Kalem plus tegar. Beda
banget sama gw kemaren. Gw tertunduk lesu. "....." "Gw jujur, gw suka sama lo Ri.
Sejak dimutasi ke departemen yg sama, gw udah naruh hati ke lo." "Denger Lis..."
"Enggak. Lo yg denger gw." Gw diam. "Silakan lo judge gw ini cewek apaan, berani
ngomong kayak gini ke cowok..." "Gw justru salut kok." "...Gw peduli sama lo. Gw care.
Sebisa mungkin gw jadi temen ngobrol yg baik buat lo. Tempat lo numpahin unek-unek
lo soal kerjaan. Rasanya menyenangkan aja, ngelakuin sesuatu yg berarti buat orang yg
gw sayang, tanpa gw berharap dapet balasan yg sama. Itu resiko buat gw, dan gw udah
sadar hal itu sejak gw memutuskan suka sama lo." Napas gw jadi berat. "Dan lo nggak
perlu jawab pernyataan gw ini Ri. Gw cuma pengen lo tau aja..." Gw mendadak
speechless. Ternyata ada yak orang yg sayang sama gw sampe segitunya! Lisa duduk
di kursinya. Dia meminum teh nya lalu berkata. "Eh, lo nggak marah kan gw bilang ini?"
nada suaranya biasa lagi. Gw menggeleng. "Oke! Kita masih rekan kerja yg baik kan?"
Lisa senyum. "Yaiyalah! Gw nggak bisa mecat orang karna dia suka sama gw. Dasar
dodol loe." Kami berdua tertawa. Tawa yg lepas. "Lagian lo bukan bos gw!" "Haha."
"Emmh ya udah gw balik kerja lagi deh. Lembur panjang nih gw," dia melangkah pergi.
"Lisa.." "Ya?" "Thanks...buat semua perasaan lo ke gw." Lisa mengangguk dan
tersenyum lebar. Dia menghilang dari pandangan gw di balik pintu yg perlahan
menutup...... Part 78 Minggu-minggu selanjutnya gw lalui dengan bertekad melupakan,
atau setidaknya mengesampingkan yg namanya 'tragedi headset'. Gw dalam hati
menganggap itu adalah mutlak kegagalan gw sebagai seorang laki-laki. Soal Lisa,
setelah hari dimana dia mengungkapkan perasaannya, kami berdua tetap berhubungan
baik seperti sebelumnya. Seolah nggak pernah ada momen itu. Cukup saling tau dan
diinget dalam hati. Kadang suka kikuk sendiri sih kalo ada momen gw mesti lembur
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
berdua bareng Lisa. Tapi gw berusaha seenjoy mungkin aja. Suatu malam di akhir
Oktober 2003.. Hujan turun dengan derasnya. Ditambah kilatan petir dan suara gemuruh
yg memekakan telinga, mendadak gw berasa ngekos di tengah hutan. Angin kencang
juga menambah horornya malem ini. Nggak cukup sampe di situ, beranda kamer juga
digenangi air. Saking derasnya hujan yg turun airnya sampe masuk dan membasahi
sepanjang koridor lantai tiga. Gini nih nggak enaknya dapet kamer paling pojok. Udah
ujan, gw belom makan, mendadak mati lampu pula! Ckckck...sial banget gw malem ini.
Hape gw berdering. Ada sms dari Meva. -lo dimana bo" gw takut nih...Gw bales deh. -di
kamer lah.-sama. gw juga di kamer-oh...-kok 'oh' doang?"" kesini kek! temenin gw!
parno nih denger geledeknya!-susah cing...-lo panggil gw apaan?"-cing...itu loh
'cacing'-kurang ajar!! sembarangan lo ngatain gw cacing!- -heheh...soalnya gw pikir itu
cocok buat lo. kan lo tuh nggak bisa diem tuh. kayak cacing kepanasan, uget-uget mulu
-dasar kebo! buruan lah kesini...tuh kan geledeknya ngeriin banget!-wah...susah
va...-susah apanya" tinggal jalan semeter juga nyampe kamer gw!-justru itu...-ini apaan
sih" nggak jelas!-gw belom selesai ngomong, jangan disela dulu lah-KALO BELUM
SELESAI NGAPAIN DIKIRIM?"-ya kalo elo tau itu sms gw belum selesai ya jangan
dibales donk-kampret! kesini laah...-asal tau aja va. saat ini kamer kita tuh terpisahkan
samudera luas. lo tega ya liat gw tenggelam di tengah samudera yg ganas...-ah,
ngomong apa sih lo?"-liat ke luar kamer deh.Sekitar semenit kemudian Meva baru
bales. -samudera apaan?" cuma becek setengah senti doank. banci loe ah...-takut
gw.-bisa nggak sih sms nya tuh JANGAN SEUPIL-UPIL AMAT! gw udah ngetik panjang
lebar juga lo balesnya pendek banget-JANGAN SEUPIL-UPIL AMAT-rrrrrrrr.....bukan itu
maksud gw! udahlah mahal nih sms an mulu, cepetan kesini!- -iyaDengan malasnya
gw buka pintu dan akhirnya sampe di kamer Meva dengan kaki yg sangat basah. "Nah
daritadi kek," kata Meva. Walaupun kamar gelap gw tau dia lagi cemberut ke gw. "Kok
gelap di sini?" "Pertanyaan bodoh yg nggak perlu dijawab.....Eh awas itu kaki gw!! Maen
injek aja!" "Sory...nggak keliatan..." gw duduk di kasur. Dari parfumnya sih Meva ada di
sebelah gw. "Gw takut Ri.." bener, dia di sebelah gw. "Takut kenapa" Ini ujan biasa kok.
Sebelum-sebelumnya juga sering ujan kayak gini mah." "Ya gw takut aja...ujan gede,
mana gelap pula! Gw berasa ada di dalem kuburan." "Huss, sembarangan kalo
ngomong." "Iya abisnya gw takut! Dari kecil gw tuh emang phobia sama suara geledek!
Tuh kan lo denger nggak?" "Orang di alun-alun juga denger kali suara segede gitu mah."
"Ya makanya elo tuh cepet kesini coba kalo ujan geledek kayak gini tuh! Malah
bertele-tele di sms..."
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"Iya sorry. Gw nggak tau lo setakut itu. Eh, lo nangis?" gw cuma bisa denger
sesenggukannya. "......" "Tutupin kuping lo pake bantal gih. Nggak akan kedengeran
deh." "Tetep aja Ri..." "Yaudah pake discman deh! Kan kalo lo pake headset, lo nggak
akan denger suara apapun?" "Discman nya lobet..." "Hmmm yaudah lo tidur aja." "Mana
bisa gw tidur dalam keadaan mencekam kayak gini?"" "Okelah kalo gitu, sini gw tidurin
elo." -PLAAK"......" "Maksud gw...gw ninabobo-in elo biar bisa tidur Va...dinyanyiin apa
didongengin gituh..." "Ah elo nya sih kalo ngomong tuh yg jelas coba biar gw nggak
salah paham." "....." Hebat bener, bisa ngena pipi gw padahal gelap lho. Hujan sudah
mulai mereda sedikit demi sedikit. "Eh, lo pernah nggak sih ngerasa kayak lagi mati
gitu?" tanya Meva. "Tau ah." "Yeeey ngambek." "Sakit dodol!" "Maaf..." "....." "Lo
percaya sama yg namanya reinkarnasi nggak Ri?" "Lo mulai ngelantur deh. Nanyanya
aneh-aneh aja. Udah buruan tidur." "Gw nggak ngantuk. Jawab aja pertanyaan gw tadi."
"Enggak. Gw nggak percaya." "Kenapa?" "Ya lo pikir aja, kalo tiap manusia reinkarnasi,
mau sampe kapan kehidupannya berakhir?" gw merasa pertanyaan tadi konyol. "Udah
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
ah, tidur sana. Gw lagi males ngebahas yg kayak gituan." "Oke oke. Pertanyaan terakhir
deh," Meva maksa. "Kalo lo dikasih kesempatan reinkarnasi, apa yg akan lo perbaiki di
kehidupan kedua lo?" "Pertanyaan aneh!" "Coba yak..tinggal dijawab aja tuh!" "Oke.
Kalo gw bisa reinkarnasi, gw akan pastikan dulu bahwa tiap orang yg gw ajak ngomong,
dia nggak lagi pake headset." "Lho kok gitu...?" Meva bingung. "Udah, buruan tidur gieh.
Apa perlu gw tidurin?"?" -PLAKK- Part 79 Malem minggu lagi...Melongo lagi... Cuma
tiduran di kamar sambil nonton tivi. Pengen gitaran tapi lagi nggak mood nyanyi.
Iseng-iseng gw malah ngehayal seandainya bisa duet bareng vokalis Jamrud, bawain
lagu 'Pelangi di Matamu'. Gw maen gitar, dia yg nyanyi. Wah pasti menyenangkan tuh!
Lagi asyiknya ngebayangin enaknya maen dari D atau E#, pintu kamar gw diketuk.
"Ari..." panggil Meva dari luar. "Orangnya lagi pergi," sahut gw. "Maap aja Mbak." "Lo
kata gw minta sumbangan!" Meva membuka pintu. "Eh elo Va..." kata gw dengan
bodohnya. "Nggak malmingan?" Meva duduk di sebelah gw. "Ah elo kayak nggak tau gw
aja. Mana pernah sih gw malem mingguan" Paling banter juga kan maen catur sama
lo," katanya ketus. "Ya elo cari pacar lah biar ada yg ngajakin jalan malem minggu."
Meva malah tertawa. "Cariin gw cowok lah Ri," ujarnya sambil tetap tertawa. "Cari
sendiri lah. Elo kan cantik, tinggal deketin aja cowok pasti nggak akan ada yg nolak..."
gw sok ngasih nasehat padahal gw miris sendiri. "Emang menurut lo gw cantik?"?"
tanya Meva semangat. Yah ni anak ke GR an. "Mmmh lumayan lah," gw mengklarifikasi.
"Tadi bilangnya cantik! Kok lumayan?" dijewernya kuping gw. "Iya cantik cantik deh!" gw
tepis tangannya. "Kok pake 'deh' " Nggak ikhlas banget ngomongnya!" "Iya Nona
Meva.....elo itu cantik," tegas gw. "Nggak pake 'deh'." Meva mencibir. "Eh emang lo
pengen punya pacar Va?" tanya gw. "Yah nyoba aja lah. Pengen tau gimana sih yg
namanya pacaran" Meva terkikih. "Waduh...pacaran kok coba-coba!" Meva sekarang
ketawa. "Emang nggak ada ya cowok yg deketin lo di kampus?" tanya gw lagi. Meva
menggeleng frustasi. "Kebanyakan pada takut sama gw." "Kok bisa?"" "Enggak tau.
Banyak yg nggak suka lho sama gw di kampus. Mulai dari temen cewek yg pada usil,
suka ngerjain...ngusilin gw lah...sampe ada yg nyabotase tugas yg udah gw buat..." Gw
terenyuh. Sampe segitunya kah" Gw baru inget Meva memang nggak pernah cerita
kegiatannya di kampus. "Kenapa yak gw tuh kayak dianggep aneh, Ri. Dijauhin...dan
sikap-sikap nggak enak lainnya. Menurut lo gw aneh nggak sih?" "Aneh" Mmmh..." gw
berusaha mencari kata yg tepat. "Enggak lah. Biasa aja. Tapi kalo ada yg nganggep lo
aneh, lo harusnya bangga." "Kok bangga sih?" Elo yg aneh nih kayaknya." "Dengerin
gw. Aneh itu nggak melulu jelek. Kalo menurut kamus bahasa indonesia, aneh berarti
beda dari yg lain. Dan beda, harusnya itu nilai lebih. Yg lain biasa aja. Lo tuh beda.
Berarti lo lebih baik dari yg biasa-biasa aja. Gitu lho maksud gw," kata gw sok
memotivasi. "Nah, beda nya di apanya Ri" Gw sama kan sama cewek yg laen?" "Lo itu
beda. Lo satu-satunya cewek yg rutin ngegamparin gw" gw becanda. "Waduh! Gw
sejahat itu yaa.........." "Hehehe. Enggak kok, sedikit doank sih." "....." "Tapi gw yakin
nggak banyak cewek yg dalam usianya yg muda kayak lo, udah ngadepin segitu banyak
masalah seperti yg udah lo hadapi selama ini. Ibaratnya petinju nih ya, lo itu udah
pernah ngalahin petinju-petinju lain yg kelasnya tinggi. Jadi lo itu udah terakreditasi A"
gw sekenanya. Meva tertawa lebar. "Kok bisa sih, lo nganggep gw kayak gitu"
Sementara orang lain berpikiran gw aneh, lo justru nempatin gw lebih tinggi dari yg lain."
"Iya ya" Nggak tau lah...mungkin karna gw tau lebih banyak soal elo?" Meva tersenyum
senang. "Pasti seneng banget ya Ri cewek yg jadi pacar lo..." katanya tiba-tiba. ?"?""
"Nggak akan deh dia dipandang sebelah mata karena kekurangannya." "Buat gw
kekurangan adalah kelebihan yg belum dimanfaatkan." Meva tertawa lagi. "Lo itu
yak...selalu memandang sesuatu dari sisi baiknya aja." "Nggak papa. Kadang kita
memang lebih baik nggak pernah tau apa yg ada di balik 'sesuatu' itu sendiri." Lagi-lagi
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
Meva tertawa. "Udah ah ngobrol sama lo tuh kebanyakan speechless nya gw."
"Hahaha...mungkin karena gw lebih tua dari elo Va jadi cara berpikir gw sedikit lebih
luas." 2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"Yayaya...gw jadi bisa banyak belajar dari elo. Thanks ya Ri." Gw tersenyum sambil
anggukkan kepala. "Eh lo mau bikin teh, lo mau sekalian gw bikinin?" Meva
menawarkan diri. "Mau banget!" gw antusias. Lalu Meva mulai mengambil gelas dan
memanaskan dispenser. "Ri," kata dia lagi. "Seandainya ada cewek yg suka sama lo,
tapi dia beda sama lo...Gimana menurut lo?" "Beda gimana maksudnya?" "Yaa beda
aja. Dari agama, terus latar belakangnya, pokoknya semuanya deh. Dia itu beda banget
sama elo! Gimana tuh, lo suka nggak sama cewek kayak gitu?"" Gw berpikir sebentar.
"Yg pasti perbedaan tuh nggak jadi kunci mati buat gw. Justru dari perbedaan itu kita
bisa saling mengisi. Bukan begitu Nona Manis Yg Selalu Pake Stoking Hitam?"" Meva
senyum lebar. "Ri, boleh gw ngomong satu kalimat buat elo?" "Ya?" "Ternyata lo
beneran tua yak!!" Part 80 Senin pagi. Gw selalu nggak suka dengan hari Senin,
seperti yg sudah gw ceritakan. "Pagi Ri." "Pagi Pak.." Gw duduk di kursi gw, menyalakan
komputer dan langsung ngecek cangkir di samping mouse pad. Belum dicuci. Setelah
tengok kanan-kiri-depan-belakang dan nggak menemukan Bang Jo, gw terpaksa
menuju pantry dan mencuci cangkir gw lalu menuang teh manis hangat. Pagi-pagi
minum teh hangat baik buat kesehatan, kata ustad gw di kampung. Gw kembali ke meja
gw. "Hay Lis." "....." Lisa cuma mengangkat alis sebagai jawaban. Dia berlalu ke
mejanya. "Lagi PMS," gumam gw menanggapi sikap dinginnya. Nggak biasanya Lisa
nggak jawab sapaan gw. Lisa adalah tipe periang. Jadi mudah buat gw mengindikasikan
penyebab murungnya dia. "Eh hay Ri," Leo udah di kursi gw aja. Ngutak-atik folder lagu.
"Ngapain lo?" tanya gw. "Ngopi lagu coy. Bosan aku sama playlist di kompi ku. Aku liat
lagumu enak-enak." "Ya elo, limapuluh folder isinya lagu Batak semua. Gimana nggak
bosen?" Leo nyengir. "Aku lagi suka sama pop Sunda, eh kau punya kan?" "Ada
kayaknya. Cari aja," gw ambil koran Sabtu kemarin di atas lemari kabinet. Udah gw baca
sih sebenernya, tapi siapa tau aja ni koran bisa update secara otomatis. Dan setelah
satu menit yg sia-sia karena gw cek ternyata beritanya masih sama dengan Sabtu
kemarin, gw taroh lagi koran di tempatnya. "Oke. Makasih ya," Leo bergegas pergi. Gw
ambil alih komputer gw. Meng-close explorer dan bermaksud maen hamster, ketika gw
dapati desktop gw wallpapernya berubah. Leo menggantinya dengan foto dia lagi
pelukan sama onta. "Dasar anak onta," gerutu gw dalam hati dan langsung ganti
wallpaper pake foto gw dan temen-temen waktu lagi acara family day tahun kemaren.
Sejenak gw lirik Lisa. Dia lagi menatap lesu monitornya. -woyy...Gw kirim admin
messenger ke komputernya. ".........." Dia nggak bales. Gw makin yakin dia lagi PMS. It's
oke. Gw melewati Senin pagi yg cukup menjenuhkan. Jam sepuluh tepat waktu 'hot
time' gw menuju ruang merokok bareng empat atasan gw dari departemen berbeda.
Hanya butuh kurang dari satu menit untuk ruang persegi sempit berdinding kaca itu
mendadak jadi cerobong asap mini. Gw liat Lisa masuk ke pantry. Gw matikan puntung
rokok gw dan menyusul Lisa. Dia lagi duduk sambil memegangi selembar tisue yg
sudah basah. Lisa nangis... "Halo nona manis," gw duduk di seberang mejanya. Lisa
menoleh sebentar lalu menunduk lagi. "Ada apa?" tanya gw. "Kok elo nangis?" "Gw
ngeluarin airmata, jadi gw nangis..." "Wah hebat! Gw pikir selama ini orang nangis
ngeluarin nanas dari matanya." ".........." "Tell me girl, what's wrong?" Lisa usap
airmatanya. "Sejak kapan," katanya. "Gw harus cerita masalah pribadi gw ke lo?" Gw
tertegun. Mencari kalimat yg tepat buat menjawab pertanyaan 'repost' macem ini.
"Sejak hari ini..." "Oiya" Kenapa gw harus cerita ke elo?" "Karena...ya karena...nggak
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
baik buat cewek yg lagi PMS, memendam semua masalahnya. Cerita aja. Emang nggak
akan menyelesaikan masalah, tapi pasti sedikit mengurangi beban lo." "Oh jadi kalo gw
nggak lagi PMS gw boleh, nggak cerita?" "Ya enggak gitu juga.." "Jadi intinya?"
"Intinya...elo lagi PMS enggak?" Lisa berusaha untuk tidak tertawa dan
mempertahankan wajah kusutnya. "Enggak," Lisa menggeleng. "Jadi apa dong masalah
lo?" "Kemaren Sisi meninggal..." "Sisi?" "Sahabat gw. Udah gw anggep ade malah."
"Oh..gw turut berduka.." "Gw sedih banget Ri! Elo bisa bayangin kan kalo ditinggal
sahabat deket lo" Tempat lo bisa curhat sebebas-bebasnya tanpa takut dihakimi..." Gw
mengangguk pelan. Airmata Lisa meleleh. "...nggak ada tanda-tanda kalo Sisi bakal
pergi ninggalin gw. Dia lucu, imut dan menyenangkan. Gw kehilangan banget..." "Gw
bisa rasain yg elo rasain. Tapi nggak baik juga buat terus bersedih," kata gw sambil
dalam hati gw mengingkari betapa susahnya dulu gw ngelupain Echi. "Gw yakin Sisi
nggak mau elo terpuruk karena kepergiannya," gw sok bijak. "Kalo boleh tau nih,
seberapa deket sih elo sama Sisi?" Lisa nangis lagi. Dia mengguncang jari tangan gw
meminta gw untuk menenangkannya. Gw genggam dan usapi punggung tangannya.
Berhasil. Lisa usapi airmatanya. "Deket banget Ri. Tiap balik kerja gw ke rumahnya. Gw
suka curhat juga..." Gw mencoba berempati. "...gw paling suka kalo dia udah
loncat-loncat gitu. Lucu banget..." Lisa tampak senang mengatakannya. Loncat-loncat"
"...kumisnya suka bikin geli..." "K-U-M-I-S?"?" "Iya kumis." "Ini...tunggu dulu. Temen lo
tuh cewek apa cowok sih?" "Cewek." "Kok punya kumis?" "Iya punya donk. Semua
kelinci kan ada kumisnya?" "Oh..." gw mendesah dengan sangat frustasi. "Jadi yg lagi
kita omongin ini, temen lo yg namanya Sisi, itu seekor kelinci?"" "Iya. Umurnya udah
setahun." "Hufft...oke. Dalam beberapa kasus, cukup normal kok, ngajak ngobrol
sahabat." "Thanks Ri udah dengerin curhat gw." "Oke, kalo gitu gw balik ke tempat gw
dulu. Mau nemuin Santi."
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"Santi?" "Iya. Vas bunga di meja gw, namanya Santi." "........." Part 81 Ada satu
kejadian yg nggak terlupakan. Waktu itu menjelang akhir tahun. Sudah lama kami
dikabari akan ada kunjungan oleh tim dari perusahaan pusat kami di Jepang. Semua
berbenah. Infrastruktur di jalur produksi jadi prioritas utama karena katanya mereka
akan melakukan inspeksi di sana selama seharian penuh. Sudah tentu, gw dan
temen-temen staff di Machining Departement kebagian repotnya. Selain relay out,
dokumen-dokumen yg dibutuhkan di jalur produksi seperti SOP dan QCS butuh banyak
revisi. Belum lagi 'dokumen wajib' kami sendiri. Jadilah suasana kantor mengalami
peningkatan grafik kesibukan yg cukup signifikan. Dan hari yg ditunggu pun datang. Dr.
Nakata selaku Chief Technical Research Fellow beserta tujuh anggota timnya tiba di
perusahaan sekitar jam delapan pagi. Setelah acara penyambutan di ruang meeting
Sepasang Kaos Kaki Hitam Karya Pujanggalama di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
intern mulailah mereka menuju jalur produksi. Ruang atas tempat gw nampak serius.
Para supervisor termasuk si Melon mendampingi tim inspeksi turun ke line. "Jangan lupa
bungkukkin badan sambil ucap salam kalo ketemu orang Jepang," kata Lisa di sebelah
gw menirukan instruksi Pak Agus. Mata tetep ke monitor dan jari-jari menari di atas
keyboard, kami mencuri waktu ngobrol. "Semoga mereka nggak nyasar kemari deh.
Repot gw jawabnya. Bahasa Indonesia mereka buruk banget." "Wajar lah. Jepang
adalah negara yg mandiri. Kebanyakan rakyatnya enggan bersusah payah belajar
bahasa asing, karena menurut mereka, justru kita yg seharusnya belajar bahasa
mereka," dia tersenyum ke gw. "Oh..lo tau banyak soal Jepang kayaknya." "Cuma
sedikit kok. Gw selalu suka sama alam Jepang. Kayaknya menyenangkan ya kalo bisa
tinggal di sana?" Gw mengangkat bahu. "Lo nggak tertarik gitu Ri?" Gw menggeleng.
"Bukan nggak tertarik, gw cuma belum nemu alasan logis yg bisa membawa gw ke
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
sana." "Ya berandai-andai kan boleh aja." "Justru itu. Gw belum mau mengharapkan
sesuatu yg belum gw harapkan. Bahasa gampangnya apa yak..." "Bisa aja kan elo
ditugaskan di sana" Supervisor Logistik katanya pernah tugas selama dua tahun di
Jepang." "Ah gw beneran belum mikir ke arah sana Lis. Gw masih betah di Karawang."
"Ya pokoknya kalo elo ke sana ajak gw ya!" "Ngajak lo" Gimana caranya" Yg ditugasin
gw, kok elo mau ngikut." "Bisa aja! Lo nikahin gw, kan gw jadi ada alasan...mendampingi
suami gitu! Hehe," dia melet ke gw. "Duh coba yak...gw belum gableg apa-apa udah
disuruh nikahin anak orang. Kalo lo nya mau gw kasih makan sama nasi campur pasir
tiap hari sih nggak papa." "Enggak! Ogah gw juga makan pasir. Mending jadi perawan
seumur idup." "Perawan tua maksudnya?" "Eh enggak dink! Idih amit-amit Ya
Allaah...gw tadi becanda, semoga nggak ada malaikat yg nyatet." Gw terkikih pelan. "Eh
gw baru sadar deh," kata gw. "Meja lo kan di belakang gw" Kok bisa ada di sini sih?"
"Relay out...mulai hari ini kita tetanggaan. Yg lain juga diubah tempatnya. Mengikuti
perintah Jepang, katanya jangan sampe ada ruang yg terbuang. Bahkan kalo
memungkinkan nih, satu kantor dimasukkin semua ke WC biar ngirit lay out," kami
berdua tertawa. "Eh anak onta kenapa tuh?" gw menunjuk Leo Parlindungan yg baru
saja datang. Dia senyum-senyum sendiri. Leo yg ngeliat gw nunjuk dia, berjalan ke
tempat kami. "Napa lu?" "Ah orang Jepang ternyata tidak lebih pintar dari orang
Indonesia," pake logat Batak yg kental. "Kenapa emangnya?" "Tadi itu yak..aku kan
mendampingi mereka ke jalur, nah salahsatu dari mereka ngajak aku bicara," Leo
nyerocos. "Tapi pake bahasa Indonesia yg aneh. Dia tanya gini ke aku : 'hey nama
benda ini apa"'. Dia bilang gitu sambil nunjukkin spidol dari kantongnya." Leo
memperagakan kejadiannya. "Ya sudah aku tulis di hand table nya dia, S-P-I-D-O-L.
Spidol." "Apa anehnya?"" -TING TONGBel pengeras suara dari resepsionis. "Panggilan
kepada Bapak.....eh, kepada Bapak Spidol.....ditunggu di 5C Line. Sekali lagi...." "Tuh,
itu dia!" kata Leo. "Ternyata yg dia maksud tadi, dia itu tanya nama aku...bukan nama
benda itu. Jadilah mereka manggil aku 'Spidol'! Udah ah buru-buru ngambil laporan..."
dan dia bergegas ke mejanya lalu turun lagi. Gw dan Lisa cuma bisa tertawa. Saat itulah
handphone gw berdering. Telepon dari Indra. "Halo Dul." "Halo Ri. Lagi kerja?" "Iya."
"Hari ini balik jam berapa?" "Jam empat. Kenapa?" "Yaudah balik nanti gw jemput lo
deh. Lo tunggu di pos satpam aja." "Mau kemana emangnya?" "Ke Rumah Sakit."
"Siapa yg sakit Dul?" "Bini gw.." "Bini lo sakit apa?" "Bukan. Bini gw barusan
melahirkan. Anak pertama gw Ri! Gw lagi seneng banget ini!" "Wouw selamat ya! Laki
apa cewek?" "Cowok." "..." "Eh si Meva udah balik belom" Gw ajak Meva juga ya biar
anak gw ketemu Om sama Tante nya." "Oke deh." "Yaudah tunggu gw ntar sore." "Sip."
Benar-benar kabar yg sangat membahagiakan! Gw jadi nggak sabar nunggu sore.
Pengen liat 'ponakan' gw kayak apa. Gw bisa bayangin si Gundul senengnya kayak apa.
Sambil dalam hati gw ngebayangin giliran gw punya anak kapan yak" Hehehe! Part 82
Bayi mungil yg terbungkus kain putih itu nampak tenang dalam lelap. Dadanya bergerak
naik turun seirama nafasnya. Wajahnya agak kemerahan tapi meneduhkan. Dia
mewarisi bentuk wajah ayahnya, tapi hidungnya yg meski masih kecil tapi mancung dan
lancip sangat identik dengan ibunya. -HAFA AL FAYYADNama yg tertulis di papan
penunjuk nama yg ditempel di keranjangnya. Dia satu dari sepuluh bayi di ruangan ini yg
sedang menikmati tidur pertamanya setelah terlahir sebagai kehidupan baru yg
membahagiakan kedua orangtuanya. "Hafa artinya hujan yg lembut," Indra menjelaskan.
"Al-Fayyad yg berarti dermawan. Gw berdoa kelak anak gw jadi orang yg peduli dengan
orang di sekitarnya. Dermawan dan menyejukkan layaknya hujan yg turun dengan
lembut." Senyumnya masih tertinggal cukup lama di wajahnya. "Namanya bagus
banget," komentar Meva yg berdiri di sebelah gw. Dia bergerak mendekati keranjang
kecil dan usapi pipi Hafa kecil. "Lucu. Bikin gemes." Indra tampak sangat bahagia. Dua
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
matanya yg agak sayu karena kelelahan, tertutupi saking bahagianya. "Gw sempet takut
kalo mesti cesar," ceritanya. "Sebelum ini dokter sempet bilang janin anak gw agak
nyungsang gitu, tapi untunglah istri gw nurut anjuran-anjuran dokter, dan saat persalinan
pagi tadi berjalan normal." Indra lalu menceritakan bagaimana telatennya dia menjaga
kondisi istrinya menghadapi kelahiran buah
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
hati mereka. Juga bagaimana kagetnya dia sewaktu pagi tadi mendadak pihak Rumah
Sakit meneleponnya. Untunglah dia nggak melewatkan momen bersejarah kelahiran
anak pertamanya. Indra ada di samping istrinya mendampinginya melalui detik-detik
mendebarkan itu. "Liat nih tangan gw sampe merah gini gara-gara Dea kuat banget
pegangannya," dia usapi bekas luka di lengan kirinya. "Pah..." kata Meva sambil nengok
ke gw. "Kapan nih kita punya anak?"" "Gimana pengen punya anak, Papah disuruh tidur
di sofa terus!" balas gw lalu disusul tawa kami bertiga. Rupanya suara kami
mengganggu. Hafa terbangun dan langsung menangis lantang. Suaranya melengking
tapi halus. Seorang suster di ruangan itu menghampiri kami tapi Indra berinisiatif
menggendong bayinya. "Elo apain Hafa tadi?" gw berbisik ke Meva. "Enggak gw
apa-apain kok," Meva gelengkan kepala. "Cuma nyubit pipinya doang. Sedikiiiit..."
"Sedikit tapi kenceng ya pantes aja nangis tuh." "......" Indra menepuk-nepuk bayi dalam
gendongannya. "Kita ngobrol di luar aja," katanya. "Yg lain nanti pada bangun. Kita
bawa Hafa ke mamahnya. Dia laper kayaknya." Lalu kami didampingi suster tadi menuju
ruangan istrinya Indra berada. Karena di sana ada beberapa family yg juga datang
menjenguk, gw dan Meva cuma ikut nimbrung sebentar lalu keluar ruangan. "Thanks ya
Ri, Va, udah pada mau jenguk ponakan.." kata Indra sumringah. Gw dan Meva kompak
mengangguk. "Selamat deh ya," gw menepuk bahunya pelan. "Semoga kelak Hafa bisa
jadi seperti yg dicita-citakan kalian." "Amiin..." Gw menoleh ke Meva dengan pertanyaan
"mau pulang sekarang?". Yg dijawab Meva dengan mengangkat kedua bahunya. Gw liat
arloji udah jam setengah tujuh petang. "Dul gw sama Meva pamit yah...udah malem..."
kata gw. "Oke. Gw anter balik?" "Boleh kalo lo nggak kecapean." "Bentar gw ambil kunci
mobil di dalem." Dan kami diantar pulang sampe depan kosan oleh Indra menggunakan
mobil pinjeman dari kantornya. Hari sudah benar-benar gelap waktu gw dan Meva
sampe di beranda kamar kami. Gw duduk selonjoran di kursi dan Meva di tembok
balkon melepas penat. Gw belum sempet ganti pakaian, pulang kerja tadi langsung
dijemput Si Gundul lalu dilanjutkan menjemput 'paksa' Meva yg sebenernya masih ada
jam kuliah. "Ri," kata Meva sambil melepas kacamatanya. "Hidup Indra tuh sempurna
banget ya?" Gw tersenyum. "Dia udah punya segalanya yg dia mau," lanjut Meva.
"Pokoknya udah lengkap deh dengan kehadiran Hafa." Gw juga membayangkan
demikian. "Kira-kira kita bisa nggak ya kayak Indra, beberapa tahun ke depan?" kata
Meva lagi. "Jelas bisa laah. Berusaha dari sekarang. Ngumpulin dulu yg bener.." "Kalo
elo, apa yg lagi lo kumpulin sekarang?" "Duit buat beli rumah. Kan nggak mungkin
selamanya gw ngekos di sini." "Lo mah enak udah punya kerjaan. Nah gw..." "Ya elo
juga berusaha dong, sesuai keadaan lo saat ini. Lo kan mahasiswa nih, ya lo kuliah aja
dulu yg bener. Wisuda. Cari kerja, terus mulai tentuin apa aja yg elo mau. Beli rumah
kek, beli mobil...ya target lo aja apa." "Hehehe. Iya juga yak. Soalnya kadang suka takut
sendiri ngebayangin masa depan gw nanti." "Rejeki udah ada yg ngatur kok." Meva
tersenyum lalu turun dan masuk ke kamarnya. Gw masih duduk sambil pejamkan mata.
Dalam hati gw berdoa, semoga kelak gw juga punya kehidupan yg sempurna seperti yg
gw inginkan.. Part 83 Hello, is it me youre looking for" 'Cause I wonder where you are
And I wonder what you do Are you somewhere feeling lonely Or is someone loving you"
Tell me how to win your heart For I haven't got a clue But let me start by saying "I love
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
you.........." Lantunan lagu Lionel Ricchie terdengar sayup-sayup dari salahsatu
komputer di ruang staff. Saat itu jam makan siang. Cuma ada beberapa orang di sini,
termasuk gw, yg memanfaatkan jam ini buat lanjutin kerjaan yg lagi nanggung ataupun
sekedar molor di bawah AC. -GAME OVERUntuk ketiga kalinya gw tewas di level 4.
Ngeselin juga. Padahal kalo gw liat Lisa udah berkali-kali namatin ini game. Dia
merekomendasikan ke gw buat nyoba maenin "Metal Slug", katanya dia nggak tega tiap
liat hamster guling-gulingan dalem bola kaca. "Lo mikirin nggak sih perasaan tuh
hamster tiap kali bolanya pecah?" ini kalimat yg sering dikatakannya ke gw. Atau
sekedar bilang, "Ri...kasian atuh hamsternya..." Gw close game. Masih ada sisa waktu
istirahat setengah jam lagi. Gw liat-liat koleksi foto di komputer Lisa. Foto waktu acara
family day di Kebun Raya. Ada beberapa foto konyol yg bikin gw cengar-cengir. Dan
setelah gw liat-liat lagi, ada satu pertanyaan yg terngiang di kepala gw : kok Leo demen
banget foto bareng onta" Ada sepuluh an gambar di mana dia berpose sambil membelai
punggung onta. Lisa sendiri nggak terlalu sering muncul di foto. Kalopun muncul, itu foto
bareng temen, itu juga temennya yg ngajakin foto bareng. Ada satu foto lagi yg bikin gw
senyum. Foto gw bareng Lisa, di depan pintu masuk Kebun Raya. Sejenak gw tertegun.
"Cantik....." (Lisa nya yak, bukan pintu masuknya) Ah, Lisa emang gitu sih. Kadang
cantik kadang biasa aja, tergantung dandanannya. Kalo Meva kan didandanin apapun
juga tetep cantik. Duh coba yak, kenapa jadi Meva dibawa-bawa?" Hehehe. Acara
"oprek-oprek" berlanjut. Gw nemu satu folder yg menarik perhatian gw. Entah kenapa
tiap liat tulisan "Jangan Dibuka" gw justru malah pengen ngebuka. Di folder itu gw nemu
satu file tanpa ekstension berjudul "LisA". Ukurannya cuma beberapa puluh kilobyte. Gw
buka pake windows media player, nggak bisa. Gw coba masukkin ekstension audio,
foto, tetep aja unread. Ngasal aja gw coba pake ekstension Ms.Word dan.......berhasil !
Icon file itu muncul, dan langsung gw klik. Tengok kanan-kiri, mastiin yg punya komputer
belum nongol, lalu gw baca dokumen itu. Hmm seperti sebuah catatan... ...Kenapa sih,
gw selalu mikirin dia" Kenapa juga gw selalu berharap yg hadir di mimpi gw, cuma dia"
Kenapa tiap kali gw berangkat kerja, orang pertama yg gw sapa adalah dia" Kenapa di
tiap hari gw selalu dia yg bisa bikin gw ceria" Lawakannya kadang-kadang garing, tapi
kenapa buat gw itu lucu yaaa?" Gw sakit. Dia yg pertama nanyain keadaan gw... Gw
laper. Dia yg nawarin buat nitip roti ke Bang Jo... Gw sedih. Dia yg bikinin gw teh anget
di pantry... Gw kesel. Dia jadi pelawak yg hebat! Biar garing tapi tetep lucu. Sedalam
itukah dia hadir di hidup gw" Mungkin dia nggak pernah mikirin gw seperti gw mikirin
dia. Mungkin buatnya, semua perhatiannya ke gw hanya satu hal kecil. Tapi buat gw itu
berarti banget! Gw sayang dia, Tuhan...Gw pengen tetep seperti ini. Gw pengen dia yg
ada di samping gw tiap gw bangun dari tidur. Gw pengen dia yg membelai perut gw
menjelang kelahiran buah hati kami kelak. Gw pengen membangun sebuah keluarga
dengannya..... Tolong katakan Tuhan, apa gw salah berharap seperti ini" Kalo memang
salah, biarkan gw belajar bagaimana menjalani hari tanpa harus ada dia. Tanpa harus
memanggil namanya. Tanpa harus mendengar semua candaannya. Tanpa harus duduk
berdampingan di tempat yg sama. Tapi gw yakin gw nggak sanggup! Gw udah terlalu
terbiasa dengan kehadirannya. Gw belum siap nyeduh teh sendiri tiap gw sedih. Gw
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
belum siap, nggak ada yg sms gw nanyain 'Gimana keadaan kamu sekarang"' ketika gw
sakit. Beberapa hari ini dia kelihatan murung dan sedih. Gw paling nggak bisa liat orang
yg gw sayang, seperti itu. Gw akan hibur dia. Hari ini gw akan menyatakan perasaan
gw ke dia. Gw pengen dia tau yg gw rasain selama ini. Mungkin ini akan nggak nyaman
buatnya, tapi gw harus jujur ke dia. Gw nggak mau jadi orang paling menyesal di dunia
yg nggak pernah bisa mengungkapkan perasaan ke orang yg gw sayang. Mendung nih.
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
Walaupun gw nggak berhasil menemukan korelasi antara mendung dengan sukses atau
nggak nya gw mengungkapkan perasaan, gw akan jujur. Dia lagi sendirian di pantry,
semoga ini waktu yg tepat buat gw..... Gw diam. Pikiran gw melayang kembali ke sore
dimana Lisa mengungkapkan perasaannya ke gw. Lalu lebih jauh lagi ke
momen-momen yg pernah gw lalui sebelumnya. Becanda bareng, ngecengin Pak Agus
secara sembunyi-sembunyi, kongkalikong masukin garam ke kopinya Leo, nitip absen
tiap salahsatu telat dateng, nonton bioskop, dinner, semuanya berputar di kepala. Gw
juga terbiasa dengan dia. Apa mungkin sebenernya gw juga sayang sama Lisa" Part
84 I need you... And I couldn't live a day without you I need you... More than everyone
could ever know I need you... And I wanna build my world around you I need you... I
need you... "Ini siapa pula yg nyetel lagu ginian siang-siang kayak begini," Leo
menggerutu sambil jalan. "Bikin ngantuk aja." Dia berhenti di depan meja gw. "Ah aku
kira kau yg nyalain lagunya," lanjutnya. Gw gelengkan kepala dengan gesture yg
mengatakan 'bukan gw..' "Padahal tempo hari aku baca di Kompas, katanya Michael
Jackson udah mati." "Yg lo baca koran bekas 'kali?" "Enggak. Edisi terbaru aku beli."
"Nah kalo emang iya udah mati, terus kenapa?" "Tak apa sih. Aku cuma kasian aja."
"....." "Hah, aku beneran ngantuk jadinya." Leo kembali ke mejanya. Hampir bersamaan
dengan itu Lisa datang dan langsung mengambil posisi duduk di kursinya. Kayaknya
sebelum ini dia ke WC dulu, semprot parfum, rapihin make up minimalisnya, nyisir
rambut sekalian olesin lipgloss yg sempet luntur gara-gara makan tadi. Dia wangi
banget. "Kenapa?" Lisa nanya gw yg mendadak tertegun melihatnya. "Eh, enggak..."
gw salah tingkah sendiri. Buru-buru gw sok sibuk buka kerjaan. "Cantik..." Lisa mulai
sibuk dengan kerjaannya. Untung tadi gw sempat kembalikan catatan yg gw baca ke
keadaannya semula. Entah kenapa siang ini kalimat dalam catatan Lisa berputar-putar
di kepala gw. "Ekhem," gw pura-pura berdehem begitu Lisa menangkap pandangan
mata gw yg curi pandang ke dia. "....." Gw jadi nggak konsen. Agak gelisah sendiri
jadinya. "Ekhem!" giliran Lisa yg berdehem mendahului gw. Lagi-lagi dia ngegep gw lagi
curi pandang. Gw purapura nggak ngerti aja. Dan akhirnya kejadian itu berlangsung
selama beberapa lama. Curipandang-buangmuka-ekhem! "Eh bener deh...lo kenapa sih
Ri?" "Mmmh enggak...enggak papa kok. Beneran." "Lo mendadak aneh siang ini."
"Oiya" Enggak ah." "Daritadi batuk-batuk terus." "Gw sakit perut soalnya." Gw jawab
dengan bodohnya. "Emang ngaruh" Baru tau gw sakit perut bisa mengakibatkan batuk."
"Baru tau kan" Sama, gw juga." "Kenapa daritadi liatin gw kayak gitu?" "Eh, gw..." Liatin
elo" Enggak kok." "....." "Gw ke WC dulu ah. Jadi sakit perut beneran." "Tuh kan yg tadi
bohong yak?" "Enggak kok, yg tadi juga beneran." Buru-buru gw pergi. Gw nggak sakit
perut sebenernya. Gw ke pantry, nyeduh teh manis. Duh napa yak mendadak aneh
sendiri gw. Lima menit terdiam di pantry ditemani senandung fals dua OB yg lagi nyuci
piring, gw berjalan menuju pintu. Gw terdiam lagi. Berdiri dengan sudut kemiringan
37,85 derajat ke arah timur. Dari sini gw bisa memandang bebas Lisa yg duduk
membelakangi gw. Jaraknya cukup jauh, tapi gw masih bisa melihatnya dengan jelas.
Gw kembali tertegun. Ada pikiran-pikiran aneh yg mendadak menari di otak gw. -BIP
BIIPHandphone gw bunyi. Ada sms. Dari Lisa. -Lo lagi ngapain sih?" Bengong di depan
pantry ngeliatin gw?"-Tau dari mana" Gw nggak liat ada mata di belakang kepala
lo.-Leo sms gw.Spontan gw memandang ke meja Leo. Dia lagi nyengir lebar ke gw,
selebar lapangan bola yg memperlihatkan gigi ontanya yg seukuran sepatu orang
dewasa. Dua jari tangannya diangkat seolah mengatakan "Peace..." "Haduh..." gumam
gw menggerutu. Lalu gw kembali ke kursi gw. "Pak Agus minta daftar rekap lembur
bulan ini," kata Lisa begitu gw duduk. "Bentar gw selesaiin dulu.." Setelah beberapa
lama gw print laporannya. "Mau ke mana?" tanya gw ke Lisa yg bergegas mengambil
kertas dari printer lalu beranjak pergi. "Nyerahin laporan ini ke Pak Agus lah." "Apa dia
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
juga minta lo yg nyerahinnya?" "Enggak. Gw cuma berbaik hati nganterin laporan."
"....." Nggak kurang dari dua menit kemudian Lisa balik lagi. Masih membawa kertas yg
tadi, ditodongkannya ke muka gw. "Kenapa?" gw ambil kertasnya dan mulai
memperhatikan. "Laporannya salah?" "Cek yg bener lah." "Ini udah bener kok. Rincian
jam sampe TUL nya bener ah!" "Iya itunya emang bener. Tapi nama-nama
karyawannya.........." Gw langsung cek daftar nama 20 karyawan di laporan lembur gw.
"...........kenapa mendadak semua karyawan namanya Lisa Maharani?"" Itu kan nama
gw!" ?"?"?"" Bener. Nama pertama sampe nama terakhir, semuanya Lisa!! KOK BISA
YAA?" "Pak Agus sewot tuh tadi." "Hehehe...Maaf." "Buruan diganti yg bener.
Ditungguin katanya." "Iya ini gw kerjain." Lima menit kemudian gw udah selesai
mengoreksi nama. Langsung gw print. "Lo kenapa sih Ri siang ini aneh banget!"
"Enggak kok..." "Ada yg salah ya sama penampilan gw" Daritadi juga lo liatinnya aneh
gitu. Terus kok nama-namanya bisa jadi nama gw semua?" "Ah, biasa ajah...Mungkin
gw lagi nggak konsen ajah." "Lagi ada yg dipikirin?"
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
Sejenak gw pengen menggeleng, tapi entah kenapa gw malah ngangguk. "Mikirin
apa?" "Enggak. Bukan apa-apa." Gw berdiri, mengambil kertas laporan dan bergegas ke
ruangan Pak Agus. "Gw mikirin elo Lis...." "Entah kenapa.......mendadak siang ini lo
keliatan cantik banget............" Part 85 Enggak. Berulangkali gw berusaha meyakinkan
hati gw, perasaan yg sekarang gw rasakan cuma efek dari catatan yg gw baca.
Perasaan gw ke Lisa, enggak sama seperti perasaan gw ke Meva. Gw sayang sama
Meva... Lisa" Entahlah, gw belum paham perasaan apa yg ada sekarang. "Pilihannya
cuma dua," kata Indra beberapa hari yg lalu waktu gw berkunjung menjenguk ponakan.
"Elo kejar cinta orang yg elo sayangi, atau elo menerima cinta orang yg menyayangi lo."
"Kalo itu mah gw juga tau Dul." "Nah ya udah, terus apa yg bikin bingung?" "Ya gw
bingung harus pilih yg mana diantara dua itu?" Indra cuma senyum-senyum aja. "Belum
ada yg minta elo buat milih," katanya. "Lisa emang udah ngungkapin perasaannya ke
elo. Tapi dia nggak pernah minta elo buat milih dia kan" Meva, apa lagi tuh
anak.....ngomong soal perasaannya aja nggak pernah kan?" "So, itu artinya?" "Berarti lo
sok cakep. Belagak bingung mesti pilih yg mana..........." "Hehehe." "Lo jalanin aja dulu.
Kalo udah saatnya, baru dah elo tentuin pilihan lo. Pasti bakal ada yg sakit memang,
tapi lebih baik gitu kan daripada malah kalian bertiga yg sakit?"" Gw senyum-senyum
sendiri inget 'wejangan' si Gundul. Harus gw akui, dia memang lebih pengalaman soal
kayak ginian. Lagipula kayaknya memang gw nya ke GR an deh. Belum tentu juga kan
Meva mau sama gw?" Ah, sebenernya gimana sih perasaan dia ke gw" Apa dia juga
Sepasang Kaos Kaki Hitam Karya Pujanggalama di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bisa rasain yg gw rasain" Gw nggak akan pernah tau kalo nggak nanyain langsung ke
orangnya. Tapi gimana caranya" Gw masih belum cukup punya nyali setelah kegagalan
di kesempatan pertama gara-gara headset. Gw belum pernah sepengecut ini sama
wanita. Gw selalu berani mengungkapkan perasaan gw ke orang yg gw suka. Tapi
Meva" Ah, dia memang unik. Dia berbeda. Dan perbedaan itulah yg justru sebenernya
membuat gw sayang ke dia. Suatu siang di pertengahan Januari 2004......... "Ri,"
Meva membuka pintu kamar gw. Dia senyum lebar dengan tatapan matanya yg khas.
"Temenin gw makan yuk" Laper nih." Waktu itu gw lagi nyetrika seragam. "Entar yah gw
beresin dulu setrikaan gw." Kebetulan gw juga belum makan dari pagi. "Oke. Gw juga
mau ganti baju dulu." "Ganjen amat makan di warteg ajah pake ganti baju segala." "Ya
iyalah, masa gw ke warung mau pake anduk aja gitu?"" dia melotot ke gw. Gw liat lagi,
meva baru selesai mandi. Dia masih pake handuk. Beberapa kali butiran air menetes
dari ujung rambutnya. "Ya udah pake baju dulu sana." "Dari tadi juga gw bilang gituh!"
"........." Meva berlalu. Gw buru-buru selesaikan kerjaan gw. Udah laper banget soalnya.
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
Dan kurang dari sepuluh menit kemudian gw sudah di depan kamar. Mengunci pintu lalu
ke menyusul Meva di kamarnya. "Mau makan apa?" Tanya Meva dalam perjalanan kami
menuruni tangga. "Apa aja boleh." "Apa aja yaa..........Mmmh.....Makan pasir, mau?"
"Ada menu yg lain?" "Sop buntut kecoa. Enak tuh!" "Waaah.....menunya high class
banget yah" Gw yakin kalo lo buka rumah makan Padang, pasti laku keras." Dengan
nada menyindir. "Ya elo mau makan aja pake bingung. Biasa makan sayur asem sama
sambel pete juga." Gw tertwa kecil. Kami berjalan keluar gang menuju warung makan
langganan kami. Gw pesen nasi telor, Meva katanya lagi pengen makan semur kodok
setengah mateng plus jus kutil tapi katanya lagi kosong jadi dia pesen sama kayak gw.
"Gw mau beli motor Va..." gw cerita soal rencana yg sebenernya udah lama pengen gw
wujudkan. "Wah ide bagus tuh!!" Meva mengacungkan dua jempol tangannya. "Bentar
gw tebak. Ide bagus, karena nanti lo bisa maksa gw buat jemput lo di kampus yak?""
"Hebat! Kok tau?"" "Udah kebaca sama gw mah." "Yeeeeeeeey emang otak gw sejelek
itu yak?" Meva memasang raut muka sedih. "Gw kan juga pengen kayak temen-temen
yg laen di kampus, pada jalan sama cowoknya pake motor. Anter-jemput lah." "Kenapa
lo nggak bilang dari dulu?" Tau gitu kan gw bisa carter tukang ojek buat anter jemput lo
ke kampus?" "Ya Tuhan...tukang ojek" Kejem bener lo Ri." "Hehehe..." "Yah pokoknya
gw dukung deh kalo lo pengen beli motor." "Gw capek ngojek mulu. Kadang suka telat
nyampe kantor juga. Kalo punya motor sendiri kan bisa berangkat kerja semau gw,
nggak perlu diburu-buru waktu." Kami melanjutkan makan. "Gimana kuliah lo?"
"Lancar-lancar aja. Cuma agak sibuk sih, udah semakin deket semester akhir soalnya."
"Baguslah. Belajar yg rajin biar nggak jadi mahasiswa abadi." "Tenang ajah, gw pasti
bisa penuhi deadline cita-cita yg gw tulis kok. Eh, by the way entar kalo pas gw wisuda,
lo hadir yak" Gw pengen ada yg menyaksikan salahsatu momen bersejarah di hidup gw.
Ya" Dateng ya?" "Beresss. Apa sih yang enggak buat elo Va?" "So sweet
bangeet......." Dia mencubit pipi gw. "Kalo gw minta elo ngambil bunga di tepi jurang, elo
mau?" "Ya enggak lah!" "Tadi katanya anything for me?"?" "Iya kecuali bagian yg
ngambil bunga itu." "Berarti elo bukan tipe cowok yg mau berkorban demi ceweknya
yak?" "Yg namanya pengorbanan nggak mesti seekstrim itu kali. Lagian lo bukan cewek
gw. Ngapain juga berkorban buat lo?" Meva pasang muka cemberut. "Gw berharap,
seandainya gw punya cowok......gw pengen punya cowok yg mau ngambilin bunga di
tepi jurang buat gw...." "Denger gw Va, kalo suatu saat gw punya cewek dan dia minta
gw ngambil bunga di tepi jurang, gw nggak akan mau. Karena kematian gw hanya akan
membuat dia sedih. Gw nggak mau bikin orang yg gw sayang menangis. Masih banyak
cara buat nunjukkin pengorbanan. Dan cinta nggak mesti selalu berwujud 'bunga'....."
"Jadi intinya.........." Kata Meva pelan........sangat pelan............ "......" "Lo mau nggak
jadi cowok gw?" "Hah" Apa tadi, gw nggak denger pertanyaan lo...?" "Eh, pertanyaan
yg mana?" Enggak kok! Enggak! Gw nggak nanya apa-apa.." wajahnya bersemu
merah. Hufffttt...............padahal tadi sempet shockterapy nih jantung. Apa gw salah
denger yak?" Tapi kayaknya enggak deh... "Udah ah, buruan abisin makannya!" Meva
mendahului gw berdiri. "Gw bayar dulu yah. Gw tunggu di luar. Cepetan yak mendadak
gw sakit perut nih." "....."
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
Part 86 Nggak pernah ada yg bisa mengendalikan waktu. Di satu waktu kadang gw
merasa waktu sangat lambat berjalan, menahan gw lebih lama dari yg semestinya. Tapi
di lain hari, seperti yg gw rasakan hari ini, waktu sangat cepat berlalu meninggalkan hari
kemarin. Yg tersisa hari ini, hanya serpihan kenangan yg tertinggal dalam hati, atau
bahkan terlupakan begitu saja. Hampir empat tahun sudah gw di Karawang. Semakin
hari matahari bersinar semakin indah menerpa helai demi helai padi di sawah Teluk
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
Jambe. Sinarnya hangat, menyemai benih-benih yg tumbuh dalam hati. Gw...sudah
dalam tahap nggak bisa dipungkiri lagi...rasa sayang gw ke Meva tercipta begitu dalam.
Menembus semua batas-batas perbedaan diantara kami. Bukan, bukan kecantikannya
yg memang sangat mengganggu ketenangan hati gw, tapi kebersamaan kami yg
membuat gw seolah memilikinya hidup dan mati. Rasa yg seharusnya nggak boleh
terlalu melenakan. Toh pada akhirnya gw juga sadar, nggak ada yg abadi di dunia.
Semua yg bernyawa akan mati. Dan semua pertemuan akan mengalami perpisahan.
Adalah Meva yg menyadarkan gw akan hal itu. Di satu pagi yg hangat, ketika matahari
baru saja menampakkan diri di balik awan pagi. Gw baru bangun tidur. Membuka mata,
dan mendapati sesuatu yg hangat di pipi gw. Meva. Dia tertidur pulas di samping gw.
Satu tangannya di pipi gw dan satu yg lainnya menopang pipinya. Wajahnya yg damai
cukup menceritakan indahnya mimpi yg sedang ia nikmati. Mendadak hati gw mencelos
seperti ada sebongkah es yg meluncur dan meliuk-liuk dalam perut. Tuhan, kalau boleh
gw berharap...gw nggak mau momen seperti ini berakhir. Gw mau terus seperti ini. Gw
mau ada di sampingnya. Melihatnya terlelap di samping gw dan mengucapkan selamat
pagi ketika dia membuka matanya. Semalam gw temui Meva menangis dalam
kamarnya. Suaranya yg serak terdengar menembus dinding pintu. "Lo kenapa Va?" gw
buka pintu kamarnya dan mendapati Meva meringkuk di sudut kamar. Meva
mengangkat wajahnya dan begitu melihat gw, dia bergegas memeluk membenamkan
wajah di dada gw. Tangisnya membasahi kaos yg gw pake. "Ada apa?" gw menepuk
pundaknya pelan. "......" "Lo puasin dulu deh nangisnya. Kalo udah tenang baru cerita..."
"......" "...atau tidur kalo lo mau." "Gw nggak mau tidur Ri..." "Yaudah yaudah sok atuh
sekarang nangis aja dulu." "Lo gimana sih..." dengan suara sengaunya. "...ada orang
nangis bukannya disuruh tenang..." "......" "...malah disuruh puasin nangisnya." "Yaudah
lo jangan nangis lagi. Cerita ke gw, ada apa?" "Gw nggak mau cerita." "Yaudah kalo gitu
silakan nangis." "Gw nggak mau nangis." "Kalo gitu gw gampar lo, boleh?" Meva
menarik wajahnya. Sejenak menatap gw, lalu melayangkan telapak tangannya ke pipi
gw. "......" "Kenapa?" tanya gw ke Meva yg terdiam. Telapak tangannya cuma berjarak
setengah inchi dari pipi gw. "Nggak papa..." Meva menurunkan tangannya. "Gw lagi
sedih aja." Meva melepas pelukannya dan mulai menyeka airmata dengan ujung kemeja
putih gombrang yg dipakainya. Kemeja itu sangat besar sampai menutupi hampir ke
lututnya. Malam ini Meva tanpa stoking hitamnya. "Gw lagi sedih Ri..." "Gw akan dengan
senang hati dengerin cerita lo. Kalo lo mau cerita..." "Nggak ada yg perlu gw ceritain
kok. Gw cuma lagi mikirin beberapa hal kecil." "Apa itu?" "Gw nggak mau wisuda Ri."
"Kenapa" Lo betah jadi mahasiswa abadi ya?" "Enggak gitu juga. Gw takut aja..." "Takut
apa?" "Gw masih takut ngadepin masa depan gw. Gw takut, begitu gw keluar dari kosan
ini, gw nggak akan dapetin suasana kayak gini lagi.." "......" "...gw nggak mau kehilangan
yg udah gw dapatkan saat ini." "Bukannya emang udah harusnya gitu ya?" gw mulai
merasakan yg dikatakan Meva. "Tantangan sebenernya kan saat lo selesai kuliah. Mulai
kerja. Mulai ngebangun kehidupan lo tanpa bimbingan siapa-siapa. Mulai mandiri."
"Justru itu! Gw nggak suka, kalo gw mesti mandiri. Gw nggak suka, tanpa bimbingan
siapapun. Gw masih labil Ri. Gw masih butuh bimbingan orang di dekat gw..." "......"
"Gw...masih...butuh...elo....." Dia terdiam. Airmatanya sudah berhenti mengalir. Dan saat
kedua mata kami bertemu, gw bisa merasakan caranya menatap gw, sama dengan cara
gw menatap dia. "Dasar manja." "Biarin!" "Terus mau sampe kapan lo kayak gini?"
"Biarin aja. Gw pengen kayak gini terus." "Berarti lo nggak akan dewasa donk.."
"Biarin!" "Manja.." "Enggak papa." "......" "Ri..." "Kenapa lagi?" "......" "Apa maksudnya
nih, merem-merem kayak gitu?" "......" Meva mengangkat dagunya. "Jangan becanda
ah..." "......" "Gw nggak becanda..." katanya tanpa membuka mata. "Eh mau ujan tuh,
angkatin jemuran sono." "......" "By the way kemeja yg lo pake punya siapa" Kok
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
gombrang gitu yaa?" "......" "Wah malem ini mendadak kamernya panas." "......" "Oiya
kemaren gw sempet ke toko bu......" "......" ".........." "....................." "Va?" "Iya?"
"Jangan buka mata lo............" "......" Part 87 "Va.." "Ya?" "Jangan buka mata loe ya..."
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"Mmm...kenapa gitu?" "....." "....." "Gw lagi ngupil soalnyah." Meva membuka matanya,
kaget dan secara refleks mendorong kepala gw ke belakang. "Najong lu!!" dia
mengambil bantal dan memukul-mukulkannya ke gw. "Ya elo juga ngapain pake
merem-merem gituh?"?" gw melindungi kepala gw dengan kedua tangan. "Jorok
banget!" masih memukulkan bantal ke gw. "Nggak sopan ngupil depan cewek!"
"Enggak! Tadi gw boongan Vaa..." "Gw liat tangan lo di idung!" "Gw garuk-garuk doang!
Gatel.." "Gatel apaan" Orang jelas tadi gw liat lo lagi ngupil di depan gw!!" "Makanya
tadi gw bilang lo jangan melek!" "Udah balik sana ke kamer loe!" "Iya gw balik....tapi
berenti dulu lah mukulin gw nya." Meva melempar bantal ke kasur. Dia berkacak
pinggang di depan gw dengan ekspresi wajah yg aneh. "Sebagai hukumannya, tiga hari
ini lo nggak boleh masuk kamer gw!" katanya. "Iya juragan...ampuun..." "Yaudah pergi
sana! Sebelum gw berubah pikiran buat makan daging orang!" Gw mencibir lalu
beranjak keluar menuju kamar gw. Kayaknya ni anak beneran sewot. Ya abisnya
ngapain tiba-tiba dia merem-merem gitu" Gw baru mau nutup pintu kamar waktu
mendadak Meva menahannya. Dia memegang daun pintu dari luar. "Jangan ditutup,"
katanya lalu asal masuk ke kamar gw. "Mau ngapain lo" Tadi katanya gw nggak boleh
ke kamer lo?" "Kan belum ada larangan buat gw ke kamer lo" Yg nggak boleh tuh elo ke
kamer gw...kalo gw ke kamer elo..." "Iya iya elo boleh ke kamer gw!" "Nah tuh ngerti,"
Meva menuang teh. Gw duduk dan menyalakan televisi. Lebih baik gw mah ngalah aja
deh kalo sama dia. "Lo mau teh?" kata Meva. "Nggak, makasih." "Kopi?" "Emang ada?"
"Enggak..enggak ada..." "......" "Nih teh gw aja." "Wuih udah nggak marah lagi nih
ceritanya." "Ini kan kamer elo. Kalo di kamer gw, lain lagi ceritanya."
Hadeuuh...beneran nih cewek gampang bener emosinya berubah! Meva duduk di
sebelah gw dan menyandarkan kepalanya ke pundak kiri. Kedua tangannya memeluk
lutut. "Ganti dong pilemnya nggak seru," katanya. Tanpa mendebat gw mengganti
channel. "Ini?" "Nggak asyik. Masa nonton berita?" "Ini?" "Sinetron lama ini mah, diulang
lagi!" "Ini?" "Jangan lah. Ganti ganti." "......" "Nah ini dia! Kayaknya bagus nih pilem!" "INI
KAN YG PERTAMA TADI?"?" Zzzzzt... Meva cengar-cengir nggak jelas. Dia masih
menyandarkan kepalanya. Wangi shampo dari rambutnya mengalir masuk ke rongga
hidung. Gw hafal banget sama wangi ini. Meva belum pernah pake shampo selain yg
biasa dipakainya. "Lo kenapa sih Va" Tadi nangis, terus ngamuk...sekarang
cengar-cengir gitu?" "Enggak kok enggak papa. Cuma lagi sensi ajah." "PMS?"
"Absolutely." "Oiya udah tanggal muda. Udah waktunya yak" Hehehe." "......" Entah
karena filmnya yg beneran jelek atau wangi shampo Meva yg 'mengganggu', malam ini
mendadak tivi ngebosenin banget. "Gw takut Ri..." Meva mulai curcol. "Takut kenapa?"
"Ya takut aja! Secara gw kan udah nggak punya siapa-siapa lagi. Apa jadinya gw begitu
wisuda nanti" Nggak ada yg peduli." "Oma" Tante?" "Oma udah terlalu tua buat
merhatiin cucunya. Tante...yah tentu aja tante gw sibuk ngurusin keluarganya sendiri.
Coba lo jadi gw, sedih nggak sih kayak gitu?" "Iya lah pasti sedih. Gw ngerti kok. Tapi
kalo lo nggak lulus-lulus, mau jadi apa?" "Enggak tau! Ya pokoknya gw belum siap aja,
ngadepin masa depan gw sendiri..." "......" "...gw ini masih labil Ri. Jujur aja gw ngerasa
selama ini gw belum nemuin jati diri gw sebenernya. Gw masih butuh bantuan orang lain
buat nemuin itu.." "Tenang aja, semua pasti ada prosesnya kok. Jalani aja apa adanya."
"Huh...seandainya aja gw bisa muter waktu...gw pengen banget balik ke masa kecil
gw......masa-masa di mana belum ada yg namanya beban hidup. Belum ada yg
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
namanya tanggungjawab. Indah banget deh!" "Boleh aja punya keinginan kayak gitu,
tapi lo juga pasti tau kan nggak mungkin kita bisa muter waktu." "......" "Di hidup ini ada
yg pergi dan akan kembali, ada juga yg pergi tapi nggak mungkin kembali. Kita nggak
mungkin muter waktu, tapi kita bisa memanfaatkan waktu yg sekarang kita punya. Meski
nggak banyak, kita bisa menggunakannya untuk menciptakan kenangan yg berarti.."
"......" "Gw yakin suatu saat nanti lo bakal ketawa inget kejadian-kejadian hari ini." "......"
Meva diam. Mungkin lagi berusaha mencerna kalimat gw tadi. Sepuluh menit tetep
nggak ada suara. Gw tengok Meva. Anjrid, pantesan dari tadi nggak nyaut ni anak
ternyata molor! "Kampret," gerutu gw dalam hati. Gw teruskan nonton tivi nya tanpa
bergerak sedikitpun dari duduk gw. Gw takut ngebangunin Meva. Dia pasti kecapekan
setelah nangis tadi. Ya sudahlah, akhirnya gw pun tertidur dalam duduk gw...... Part 88
Gw pandangi lagi wajahnya yg penuh damai. Seolah beban yg semalam
diungkapkannya menguap bersama embun pagi yg mulai mengering. Dalam hati gw
sebenernya iba melihat keadaannya sekarang. Tanpa ayah dan tanpa ibu, tentu sangat
sulit buat Meva yg anak tunggal untuk berjuang sendirian. Dengan masa lalu yg begitu
hancur serta trauma yg dialaminya, itu akan menambah berat bebannya. Meva butuh
seseorang yg membantunya keluar dari masa-masa sulit. Dia butuh kuping yg bersedia
mendengarkan curhatannya. Dia butuh mulut yg mau memberikan nasihat dan support
saat dia terpuruk. Dia butuh tangan yg selalu menuntunnya untuk tetap berada di jalan
yg akan membawanya ke ujung impiannya. Dia butuh kaki yg rela meninggalkan jejak,
untuk dia ikuti, saat dia tersesat dari jalan yg seharusnya dia tapaki. Dia butuh hati yg
mau menerima dia apa adanya seburuk apapun masa lalunya. Dan dia butuh pundak
untuk menyandarkan kepalanya ketika dia lelah dengan semua bebannya..... Telapak
tangan Meva terasa hangat di pipi gw. Gw genggam tangannya, sejenak gw tergoda
untuk 2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
sekedar mencium jari-jarinya yg lentik, sebelum akhirnya gw menaruhnya pelan di sisi
tangan yg lainnya. Gw bangun. Tapi belum mau beranjak dari tempat tidur. Gw terdiam
di tempat gw. Memejamkan mata sambil membayangkan seandainya ada satu diantara
kami yg pergi. Apa yg harus dilakukan" Meva nggak lebih dari seorang anak kecil yg
merengek-rengek meminta sesuatu pada ibunya saat melihat sesuatu yg disenanginya.
Dia masih butuh bimbingan untuk menemukan jati diri sebenarnya. Dia masih labil.
Makanya kadang gw suka sok bijak ngasih nasihat gitu. Gw tau Meva adalah tipe orang
yg mudah mencerna dan biasanya selalu termotivasi setelah mendengar ocehan nggak
jelas gw. Gw care sama dia. Gw nggak mau sesuatu yg buruk menimpanya. Saat inilah
gw sadar tahap sayang gw ke Meva bukan sekedar suka ke lawan jenis, tapi ini adalah
tentang bagaimana menjaga orang yg kita sayang supaya nggak terluka. Menjaga hati
dan tubuhnya. Saat gw mengetikkan tiap sms balasan ke Meva, gw telah memberikan
tangan gw untuk tetap membuatnya tersenyum dengan banyolan-banyolan garing gw.
Setiap dia minta ditemani makan, gw sudah memberikan kedua kaki gw untuk berjalan
di sampingnya, menjaganya dari hal buruk yg mungkin saja terjadi ketika dia berjalan.
Dia membuat gw terjaga di tengah malam cuma untuk mendengarkan curhatnya, gw
telah dengan rela menyerahkan sebagian mimpi indah gw, sebagian waktu yg
seharusnya gw gunakan untuk istirahat dan menggantinya dengan ocehan ngawurnya.
Gw selalu berdiri di beranda tiap Senin sore yg hujan, mengorbankan mata gw untuk
melihat kalau saja Meva pulang kuliah, turun dari angkutan umum dan cuma bisa
berteduh di bawah telepon umum rusak. Gw akan selalu segera menjemputnya dengan
payung yg menjaganya dari air hujan yg bisa membuatnya sakit. Tiap kalimat yg gw
ucapkan, adalah doa semoga dia tetap dalam lindungan Tuhan. Maafin gw Va, gw
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
bukan bermaksud membuat sebuah perhitungan atas apa yg telah gw lakukan. Gw
cuma ngerasa, gw sudah berusaha memberikan semua yg gw miliki buat elo. Entah lo
menerimanya seperti apa, gw nggak peduli. Yg jelas, sayang gw ke elo lebih dari
sayang seorang lelaki yg rela memetik sekuntum edelweiss di tepi jurang demi
wanitanya. Lebih dari sebuah rasa ingin memiliki. Tapi yg gw punya adalah sebuah
keinginan untuk menjaga. Gw nggak akan memaafkan diri gw sendiri kalo sampe terjadi
sesuatu yg buruk sama lo. Gw buka mata dan mendapati gw masih terduduk dalam
kamar yg pengap ini. Meva...dia masih di sebelah gw. Meringkuk di balik kemeja gw yg
digunakannya sebagai selimut. "Gw sayang elo Va," gw cuma bisa berkata dalam hati.
"Gw juga sama seperti lo. Gw nggak mau waktu ini cepet berakhir. Gw pun masih butuh
elo, untuk mewarnai pelangi di hidup gw. Elo adalah pelita saat gw di tengah gelap
malam. Elo adalah jiwa saat raga gw nggak lagi bernyawa." Lagi-lagi hati gw berdesir.
Ah, shit! Gw kok semellow itu yak?" "Ri..." panggil Meva pelan tanpa terbangun dari
tidurnya. Tangannya meraba kasur dengan mata terpejam. "Gw di sini Va," gw raih
tangannya. Dia berhenti bergerak. "Kenapa Va?" tanya gw. "Lo jangan kemana-mana
ya..." kayaknya ni anak ngelindur. "...temenin gw." "Iya gw nggak kemana-mana kok.."
"......" Lama kami diam. Genggaman tangannya mengendur. Gw ambil selimut dari
lemari dan menutupi tubuhnya. Sekali lagi gw pandangi Meva. "Endless Love," gumam
gw pelan. Dan pagi itu gw akhiri dengan mengecup keningnya pelan........... Part 89
"Dari dulu juga gw bilang apa..lo tuh suka sama Meva," kata si Gundul. "Sekarang
kebukti kan." Gw cuma senyum lebar. "Dulu nggak sedalem ini soalnya. Gw masih bisa
nutupin perasaan gw waktu itu," ujar gw. "Tapi kok makin lama yg gw rasain kok gw
makin nggak bisa tutupi kalo gw sayang dia ya Dul?" Indra tersenyum lebar. Gw tarik
nafas panjang dan mengembuskannya cepat. Gw pandangi bayangan gw sendiri yg
tampak melengkung dalam pantulan cangkir putih berisi teh hangat. Indra meraih
cangkirnya dan meminum sedikit tehnya. "Jadi," ucapnya kemudian meletakkan cangkir
ke tatakannya. "Apa alasan lo cinta sama Meva?" Gw termenung. "Gw...gw....." rasanya
bingung mencari kalimat yg tepat untuk dijelaskan. "Gimana yak ngomongnya..?" "Lo
pasti punya alasan donk kenapa lo bisa segitu cintanya sama Meva?" Gw menggeleng
pelan. "Kalo lo beneran cinta, gw yakin lo punya alasan untuk itu." Gw tarik nafas
panjang lagi. Jujur gw sulit sekali buat ngejawab pertanyaan Indra. "Menurut gw semua
hal itu butuh alasan. Lo makan karena lo laper, lo minum karena haus, lo tidur karena
ngantuk." Lanjut Indra lagi. "Nah sekarang lo sayang sama Meva...lo cinta sama dia...itu
juga punya alasannya dong?" Ah, gw nggak berhasil menemukan kalimat yg tepat. "Gw
Sepasang Kaos Kaki Hitam Karya Pujanggalama di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
suka senyumnya yg manis," kata gw sedikit ragu. "Gw suka jarinya yg lentik. Gw suka
caranya bicara ke gw. Gw suka teriakannya yg kadang bikin budek kuping gw. Gw suka
setiap gerak tubuhnya. Gw suka bentuk matanya yg agak sipit. Gw suka perhatiannya.
Gw suka hidungnya yg mancung dan rambut panjangnya. Gw suka perhatian yg dia
kasih. Gw suka karena dia selalu ada nemenin gw. Gw suka semuanya deh....." "......"
"Ya ya ya...gw suka Meva karena itu." "......." Sejenak kami berdua diam. "Tapi itu
semua bukan alasan gw mencintainya Ndra," kata gw. "Kalo gw bilang gw cinta Meva
karena kecantikannya, maka saat dia tua nanti dan mulai kehilangan kecantikannya, gw
nggak akan punya alasan lagi untuk mencintainya." Sejenak gw menarik nafas. "Kalo gw
katakan gw cinta karena perhatiannya, saat nanti dia nggak perhatian lagi, gw pun
nggak punya alasan untuk mempertahankan cinta gw. Kalo gw cinta karena dia selalu
ada di samping gw, saat dia mati nanti...tentu nggak akan ada alasan lagi buat gw tetap
mencintainya..." "......" "Gw cinta Meva, karena gw tulus..." Indra menunduk dan usapi
matanya yg sempat berkaca-kaca. "Lo hebat Ri..." dia menepuk bahu gw pelan. "Gw
bahkan belum bisa mencintai istri gw seperti yg elo lakuin ke Meva. Terharu gw sob. Gw
nggak tau ternyata lo sedalam itu cinta ke Meva." Gw masih termenung. "Tapi, lo nggak
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
kepikiran buat ngungkapin perasaan lo ke dia?" Gw senyum sendiri. Yg ada di ingatan
gw adalah 'tragedi headset'. "Belum..." jawab gw. "Kenapa?" "Gw belum berani Ndra.
Gw belum berani ngadepin resikonya." "Kenapa" Lo takut ditolak" Menurut gw dia juga
ada rasa kok ke elo?" Gw menggeleng pelan. "Bukan itu...Gw belum berani, kalo
ternyata perbedaan yg ada diantara gw dan Meva, cuma akan membuat hubungan kami
kandas. Yah seperti yg elo tau, keyakinan Meva kan beda sama gw." "Bukannya lo
pernah bilang yak, kalo perbedaan nggak akan jadi penghalang buat lo?" "Iya tapi ini
dalam konteks berbeda Dul. Gw bukan cuma sekedar pengen jalanin hubungan tanpa
tujuan yg jelas. Gw mulai berpikir bahwa gw harus membangun sebuah keluarga,
seperti yg udah lo lakukan sekarang. Gw mau itu. Tapi gw juga nggak mau maksa Meva
buat melepas yg selama ini diyakininya. Dan gw pun sama, gw akan tetap seperti ini
adanya sampe gw tua nanti." Indra mengangguk perlahan. "Kalo gitu lo jalanin ajah
dulu. Setelah lo pastikan Meva juga punya tujuan yg sama dengan lo, kalian rundingkan
deh gimana baiknya. Gw yakin Meva orang yg mengerti soal perbedaan ini." Gw
termenung. Menunduk dan melamun. Mungkin gw orang yg egois. Gw nggak bisa
memungkiri hati kecil gw bahwa ingin memiliki Meva seutuhnya, gw ingin kami
membangun sebuah keluarga, tapi tentu saja dengan keyakinan yg sama. Nggak
mungkin kan dalam satu kapal ada dua nahkoda. Karena gw pun pengen anak-anak gw
kelak seiman dengan gw. Ini dia egoisnya gw! Gw belum bisa terima dia apa adanya!
Maybe" Gw nggak peduli dengan masa
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
lalunya yg kelam. Gw nggak peduli dengan kebiasaan anehnya melukai diri sendiri. Tapi
kalo soal keyakinan" "......." Hufft......Gw tatap lagi wajah damai Meva yg masih terlelap
pagi itu. Percakapan gw dan Indra beberapa hari yg lalu saat gw berkunjung ke
rumahnya, menguap dalam pikiran gw. Gw cuma bisa memaki diri sendiri dalam hati.
Gw masih merasa jadi orang paling egois. Gw ingin memiliki Meva tanpa gw mau
menerima satu sisi kecil yg berbeda. "Maaf Va," kata gw dalam hati. "Gw masih harus
banyak belajar untuk bisa mencintai lo apa adanya. Dan kelak ketika saat itu
datang...gw akan lakukan apapun demi kita berdua. Bahkan seandainya harus
membangun kehidupan di tempat yg menerima perbedaan keyakinan pun, gw akan
lakukan itu......" Part 90 "Woy kebo," Meva muncul di depan kamar gw sambil
kucek-kucek matanya. Kemeja putih gombrang yg dipakainya tampak kusut. Gw buang
puntung rokok yg lagi gw hisap. Gw inget Meva nggak suka liat gw ngerokok. Sejak
kepergian Echi, gw memang sudah hampir meninggalkan kebiasaan merokok. Cuma
beberapa kali aja di kantor. Itu pun kalo bener-bener lagi sumpek. "Eh udah bangun loe
cing," sahut gw sambil tetap memetik senar gitar warisan si Gundul. Meva menguap,
menggeliatkan badan lalu berjalan mendekati gw di beranda. Tanpa basa-basi dia
meminum kopi gw. "Kok rasanya agak aneh ya" Agak gimanaa gitu.." dia mengamati air
berwarna hitam dalam gelas putih di tangannya. "Ini kopi apaan sih?" "Kopi biasa kok..."
Meva kernyitkan dahi. "...cuma emang kopi itu gw bikinnya kemaren." "Jadi ini kopi basi
donk?" Ah sialan lo Ri.!" "Yeey yg salah siapa maen sruput ajah nggak minta ijin dulu."
Meva meludah beberapa kali lalu usapi mulutnya sementara gw ngakak puas. "Kok
doyan sih minum kopi basi?"" "Enggak papa. Gw males nyeduh lagi. Baik buat
kesehatan juga kok." Meva menyeringai jijik. "Bikinin gw teh lah," pintanya sedikit
memerintah. "Entar lah...lagi asyik nih. Lagi nemu nada, kali aja bisa jadi lagu." "Buruan
bikinin lah." Zzzztt...mulai nongol deh cerewetnya. Kok bisa ya gw jatuh cinta sama
cewek kayak gini" Gw taro gitar di lantai dan beranjak ke kamar, kebetulan
dispensernya udah nyala sejak semalem, kayaknya Meva lupa matiin setelah nyeduh
teh buat gw. Gw lagi nyari-nyari dimana gw naro teh, ketika terdengar petikan gitar dari
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
luar. Lalu disusul suara cewek nyanyi. I can't live... If livin is without you... I can't live... I
can't give anymore... Gw hafal liriknya. Itu lagu "Without You" nya Mariah Carey. Gw
pernah denger Meva nyanyi lagunya Jamrud, tapi yg kali ini beda. Suaranya merdu
banget. Sangat terlatih. "Gw baru tau lo bisa maen gitar," kata gw. Gw taro cangkir teh di
sebelah Meva. "Udah biasa kok. Dulu gw sering nyanyi di Kelas Minggu. Tapi sekarang
udah jarang ke gereja lagi." "Hmm...suara lo bagus," gw memujinya. Meva tertawa
pelan. "Wajar lah gw dulu sempet ikut les vokal." "Oh..." Meva turun dari pagar beranda.
Dia memberikan gitarnya ke gw. "Kenapa" Lanjutin aja." "Gw mau mandi." "Nah ini teh
nya gimana?" "Buat lo ajah." Errrr....tadi ngotot minta dibuatin teh anget, sekarang
malah ditinggal gitu aja! "Yaudah," gw dengan kesal meminum habis teh nya. "Lho kok
diabisin!" Meva mengambil cangkir kosong dari tangan gw. "Katanya buat gw?" "Ya
tapi kan enggak pake diabisin juga kalee!" "Entar gw bikin lagi deh!" biar kesel tapi gw
ngalah aja. Nggak akan mudah buat debat sama Meva. "Bagus...bagus....entar bikinnya
nggak usah manis-manis yak." "Lo diabetes?" "Enggak. Gw kan udah manis jadi nggak
perlu minum yg manis, soalnya kata dokter nanti gw tambah maniiis...." katanya pede
BANGET.! "Pantesan di kamer lo banyak kecoanya. Ternyata lo manis yak"!" kalimat
terakhir gw ucapkan dengan nada menyindir. Meva cuma nyengir nggak jelas. "Eh tapi
gw agak gendutan nggak sih?" tanyanya entah ke gw apa ke dirinya sendiri. "Ri,
menurut lo gw gendut nggak?" dia meraba pinggangnya. "Enggak." jawab gw males.
Paling males gw dapet pertanyaan khas cewek semacam ini. "Tapi berat badan gw naek
loh dibanding bulan kemaren. Jangan bohong laah...gw gendut nggak sih?" "Enggaak..."
"Bohong ah!" "Hmmm..iya deh, mungkin lo perlu sedikit diet." "Ooh jadi menurut lo gw
gendut yak!!" Sempat kepikiran buat loncat bunuh diri tapi karena gw nggak punya
asuransi jiwa, jadi gw tunda deh sampe batas waktu yg nggak ditentukan. "Gw nggak
gendut ah segini mah. Iya kan?"" Gw mengangguk terpaksa. "Jawabnya nggak ikhlas
banget." "......." Meva menguap lagi. Dia menggeliatkan badan. "Eh tadi kok pas gw
bangun tidur, kancing atas gw kebuka yak?" kata Meva. "Hayyooo......elo ngapain aja
semalem?" dia melotot dengan ekspresi dibuat-buat. "Weiitz tunggu dulu. Kayaknya gw
tersinggung nih ditanya ginian." Gw bales melotot. "Elo mimpi berjemur di pantai kalee,
kan panas tuh trus lo buka kancing lo sendiri." "Masa sih?" Meva berpikir keras sambil
mengetukkan jari telunjuk ke dagu. Keliatan tolol banget sumpah. "Yakin nih lo nggak
ngapa-ngapain?" "......." "Oh yaudah. Awas kalo gw sampe kenapa-kenapa, lo yg bakal
gw mintain tanggungjawab." "......." Meva masuk ke kamarnya. Terdengar suara kran air
mengucur deras dari dalam. Limabelas menit kemudian Meva keluar. Masih
mengenakan handuk, dia buru-buru bilang. "Riii.....gw 'dapet'!" katanya setengah
berteriak. "Terus kenapa?" Apa hubungannya sama gw!" "Ya berarti lo nggak perlu
tanggungjawab." "Duh yak..kita kan ENGGAK ngapa-ngapain semalem!!" "Hehehe.."
Meva nyengir bodoh. "Becanda kok. Beliin gw pembalut yak" Gw nggak ada stok nih."
"Beli sendiri sana!" "Repot nih. Beliin laah..!" "Nggak mau!" "Beliin!" "...Iya..iya.."
"Tengkyu," Meva balikkan badan dan bergegas masuk lagi ke kamarnya.
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"......." Part 91 Di salahsatu sudut kafe kecil di daerah Cikarang... Malam yg dingin
disulap menjadi hangat berkat lantunan lagu-lagu jazz dari band pengisi acara. Gw suka
banget waktu lagu Fly Me To The Moon nya Frank Sinatra dibawakan versi akustik.
Nadanya catchy banget di kuping. Gw liat pengunjung yg lain juga menikmati sajian
lagunya. "Lo mau pesen apa?" tanya Lisa ke gw ketika waitress cewek dengan celemek
bertuliskan nama kafe ini menyambangi kami. "Kentang goreng aja deh..." gw buka
pilihan menu di buku yg disodorkan waitress. "Sama wedang jahe.." "Maaf Pak, di sini
nggak sedia wedang jahe" si waitress langsung nyela gw. "Oh.." kata gw oon. Padahal
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
maksudnya tadi mau candain Lisa doang. Si pelayan tersenyum geli yg segera
ditutupinya dengan note book kecilnya. "Kalo gitu lemon tea aja deh." Lisa kernyitkan
dahi mendengar paduan menu yg gw pesan. "Saya samain aja deh mbak.." ucapnya
agak terpaksa. Waitress itu berlalu meninggalkan kami. Gw senyum sendiri. Di depan
gw, duduk dengan tenang Lisa dengan senyum yg seperti nggak ada habisnya buat gw.
Malam ini dia membiarkan rambutnya tergerai rapi tanpa menutupi kedua telinganya.
Kacamata berbingkai tipis menghiasi bola matanya yg indah. Kalung emas tipis
melingkari lehernya yg jenjang. Dress hijau sopan dengan kerahnya yg jatuh manis itu
semakin melengkapi penampilan bedanya malam ini. "Lo pinter milih tempat," komentar
gw memandang berkeliling. "Enggak juga. Ini gw boleh dapet referensi dari temen kok."
Gw mengangguk pelan. Kami ngobrol basa-basi sampai hidangan datang. Sambil
ngemil pun kami mulai obrolan ke arah yg lebih serius. "Selamat ulang tahun ya..." kata
gw sambil tersenyum lebar. Lisa tersipu malu. Dia meminum lemon tea nya cuma untuk
sekedar menenangkan diri. "Makasih. Tapi kadonya mana?" jawabnya malu. "Wah
justru itu. Gw mau bilang kalo gw lupa bawa kado. Hehehe..." "Jiaah," Lisa menepuk
jidatnya sendiri. "Gw pikir gw bakal dapet kado.." "Enggak kok becanda. Gw bawa kok.
Tapi ntar aja yah dikasihnya pas mau pulang." Lisa tertawa kecil. "Nggak papa kok Ri.
Nggak usah ngerepotin. Lo bisa dateng aja gw udah seneng banget." Gw senyum lagi.
Nampaknya malam ini agendanya adalah lomba memberi senyum. Yg paling banyak
senyum, dia yg bayarin makanannya. Hehehe. Besok hari ulang tahun Lisa. Dia
ngajakin gw dinner gitu, nraktir katanya. Karena kebetulan hari ini juga libur yaudah gw
iyakan ajakannya. Lisa yg milih tempat. Gw tinggal nunggu dijemput depan kosan terus
cabut deh. Lumayan jauh memang dari Karawang. Untung tadi berangkatnya sore jadi
nggak kemaleman di sini. "Mungkin nggak sih doa di malam ulang tahun tuh dikabulkan
sama Tuhan?" Lisa mengaduk lemon tea nya. "Hmm jelas mungkin lah. Kapanpun mau
doa, Tuhan pasti denger kok," gw sok diplomatis. "Apa cuma sebatas 'didenger' aja?"
Lisa nampaknya memberi penekanan bahwa dia ingin gw tau dia punya satu doa yg
seharusnya gw juga tau. "Enggak juga. Pasti dikabulkan kok." "Tapi kok ada beberapa
doa gw yg dikabulkan Tuhan" Dari dulu lho, sampe sekarang." Gw tertawa pelan. Gw
juga sebenernya nggak terlalu paham sama masalah beginian. Harusnya Lisa curhat aja
sama ustad. Hehehe. "Gini deh, gw mau sedikit cerita, boleh?" kata gw dijawab
anggukan kepala Lisa. "Mmmh..jadi gini. Suatu hari ada seorang pelukis dan asistennya
yg lagi mengerjakan sebuah lukisan di atap gedung. Objek mereka saat itu adalah
pemandangan kota dari ketinggian..." Lisa memperhatikan secara saksama. "...selesai
lukisannya jadi, si pelukis sangat terkagum-kagum dengan hasil yg dia buat. Dia mulai
nyoba ngeliat lukisannya dari arah-arah yg berbeda. Hasilnya tetep sama. Lukisan ini
sangat indah di matanya, sementara sang asisten cuma senyum sendiri liat si pelukis yg
mulai berjalan mundur, mencari sudut pandang yg lain..." "......." "...tanpa sadar, si
pelukis berjalan ke ujung gedung. Asistennya kebingungan buat memperingatkan si
pelukis. Kalau saat itu dia berteriak, si pelukis pasti terkejut dan malah kehilangan
keseimbangan. Jadi si asisten segera ngambil pisau dan mulai ngerobek lukisan indah
itu. Si pelukis yg heran kemudian berhenti jalan dan menghampiri asistennya. Dia marah
besar. Tapi setelah diceritakan kejadian yg sebenernya, si pelukis menangis terharu dan
berterimakasih ke asistennya.." Lisa menatap gw kalem dari balik kacamatanya. "Jadi
gini loh. Kadang, kita ngerasa kita sudah melukis kehidupan kita dengan begitu indah.
Tapi tiba-tiba aja Tuhan 'merusak' lukisan kita. Kita kecewa, tapi kita pasti akan mulai
melukis lagi lukisan lainnya yg hasilnya pasti akan lebih baik dari lukisan sebelumnya,"
gw sedikit ngawur. "Percaya deh, Tuhan 'merusak' lukisan kita karena Tuhan tau ada
'lukisan' lain yg lebih indah yg bisa kita buat..." Lisa terdiam. Gw juga diam. Sama-sama
menatap kosong ke cangkir di depan kami. Lisa tampak mencerna cerita gw tadi. Dia
2Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
mengangguk pelan. "Oke. Jadi intinya jangan pernah berhenti berdoa sampe kita
berhasil membuat guratan indah lukisan kita.." katanya pelan lalu tersenyum. Part 92
"Bener banget," gw mengamini ucapan Lisa. Lisa menunduk dan selama beberapa saat
sibuk memandangi minumannya. "Jadi," katanya kemudian. "Menurut lo kalo gw suka
sama cowok, terus si cowok Tuhan nggak ngijinin gw sama dia, itu artinya ada cowok
laen yg lebih baik buat gw gitu?" Gw tertegun. Setelah mencoba membaca raut wajah
Lisa, akhirnya gw bicara. "Masih banyak yg lebih dari gw Lis..." Lisa melepas sendoknya
dan membiarkannya berputar pelan mengikuti arus air. "Oh iya, gw lupa kalo cowok yg
gw bicarakan ada di depan gw..." ujarnya. "Tapi gw serius loh. Lo pantes dapet cowok
yg baik. Banyak yg lebih baik dari gw Lis. Lebih cakep. Lebih tajir. Yah gitu lah gw mah
nggak ada apa-apanya, nggak ada lebihnya.." gw tertawa hambar. "Justru karena lo
nggak ada lebihnya, makanya gw suka sama loe.!" Gw tersenyum. Agak salah tingkah
juga sebenernya. "Gw punya peluang nggak sih Ri, buat gw suatu hari nanti jadi cewek
lo?" tanya Lisa dengan raut wajah yg aneh. Gw diam. Nyoba nyari kata yg tepat buat
diungkapkan. "Apa lo udah cinta mati sama cewek depan kamer lo itu?" cecarnya.
"Meva maksudnya?" "Iya dia. Lo suka kan sama dia?" "Mmh....gimana yak," pengen
banget gw jawab IYA!! tapi gw nggak mau merusak malamnya yg berbahagia ini. "Bisa
nggak kita ngomongin ini laen kali aja" Sorry...Gw cuma nggak mau bikin suasana
Api Di Bukit Menoreh 3 Pelangi Hitam Putih Karya Cherry Ashlan Winnetou Kepala Suku Apache 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama