Ceritasilat Novel Online

Petualangan Disirkus Asing 3

Lima Sekawan 07 Petualangan Di Sirkus Asing Bagian 3


"Polly, jerangkan air," kata Kiki. ia menelengkan kepalanya, memandang ibu
Pedro. Bonitageluta!" Ibu Pedro yang oleh orang-orang sirkus biasa disapa " "dengan sebutan Mak tertawa geli, sambil menepuk-nepuk lutut, ia menuding Kiki.
?"ia bicara bahasa Hessia!" serunya. Jack tercengang. Kenapa Kiki tahu-tahu sudah
bisa berbahasa itu" Burung itu benar-benar menakjubkan kepintarannya meniruniru. "Bonitageluta" Apa artinya?" tanya Jack.
"Selamat pagi," kata Pedro sambil nyengir.
Rombongan sirkus itu mampir di sebuah desa besar. Mereka akan tinggal selama dua
hari di situ. Jack sibuk sekali, karena harus membantu Pedro mengerjakan
bermacam-macam tugas. Memasang tenda,menarik gerobak-gerobak ke tempat-tempat
yang sudah ditentukan, mengatur letak bangku-bangku untuk para penonton,
disuruh-suruh Bos. Jack tidak mampu menyebut nama sebenarnya dari laki-laki
gendut itu. Jack disukai oleh orang-orang sirkus. Kecuali rajin dan cekatan,
tingkah lakunya juga sopan. Jack menyukai sebagian besar dari orang-orang sirkus
itu. Mereka ramah dan pemurah, selalu riang gembira. Walau penampilan mereka
tidak bisa dibilang bersih, dan kecuali itu juga tidak selalu jujur, tapi mereka
baik hati terhadap Jack. Anak itu dengan segera sudah dianggap salah seorang
dari mereka. Fank dengan ketiga beruangnya merupakan salah satu daya tarik terbesar dalam
pertunjukan sirkus itu. Beruang-beruang peliharaannya besar-besar, berbulu
coklat tua. Pertunjukan mereka sangat kocak. Mereka bertinju, berjumpalitan,
menari dengan gerak-gerik jenaka. Mereka sangat sayang pada Fank, pelatih
mereka. "Tapi mereka jangan terlalu didekati, karena bisa berbahaya," kata Pedro
memperingatkan Jack. "Hanya Fank saja yang bisa menangani mereka. Kita harus
berhati-hati menghadapi beruang, karena mereka cepat sekali marah."
Di samping itu ada pula dua ekor simpanse. Mereka juga sangat jenaka. Kalau akan
mengadakan pertunjukan, mereka berjalan bergandengan tangan dengan pengasuh
mereka, seorang wanita bertubuh mungil. Wanita itu bernama Madame Fifi. ia tidak
lebih tinggi dari kedua simpanse asuhannya. Jack sangat menyukai kedua binatang
kocak itu. Tapi dengan segera dialaminya bahwa mereka itu pencopet ulung! Tanpa
disadari oleh Jack, mereka merogoh kantungnya, dan mencopet sapu tangan, buku
catatan, serta dua batang pensil yang ada di situ.
Sambil tertawa Madame Fifi mengembalikan barang-barang itu pada Jack. Wanita itu
mengatakan sesuatu dalam bahasa Prancis. Atau mungkin juga bahasa Spanyol. Atau
Italia" Madame Fifi berbicara dengan begitu cepat, sehingga Jack tidak sempat
mengenali bahasa yang dipergunakan. Ketika Madame Fifi melihat bahwa Jack tidak
mengerti, ia berbicara lagi. Sekali ini dalam bahasa Inggris.
"Anak-anak bandel," katanya, sambil menuding dengan telunjuknya yang mungil ke
arah kedua simpanse itu, yang masing-masing bernama Fifo dan Fum. "Perlu
dipukul!" Lalu ada pula Toni dan Bingo, dua orang pemain akrobat. Kepandaian Toni berjalan
di atas tali yang terentang. Para penonton selalu bersorak dan bertepuk tangan,
apabila Toni mempertunjukkan kemahirannya di atas tali yang direntangkan tinggi
sekali, di bawah langit- langit tenda sirkus. Macam-macam yang dipertunjukkan
Toni di situ. Berlari, melompat menari dan bahkan berjumpalitan. Jack sealu "ngeri melihatnya, takut kalau Toni terjatuh.
"Kenapa tidak dipasang jala pengaman di rawah?" tanya Jack pada Pedro. "Kalau
jatuh dari tempat setinggi itu, Toni kan bisa mati!"
"Tanya saja pada Toni!" kata Pedro sambil tertawa. Ketika pemain akrobat itu
datang untuk berbicara dengan Mak, ibu Pedro, Jack menanyakan hal itu padanya.
Toni orang Spanyol, tapi bisa berbahasa Inggris, walau tidak begitu baik.
Hahh! Jala pengaman," katanya sambil mencibir. "Cuma di Inggris dipasang jala
"untukku. Aku tidak bisa jatuh. Aku kan Toni bukan sembarang pemain akrobat!"
"Tops, seorang badut, keistimewaannya berjalan dengan jangkungan. Para Penonton
tercengang- cengang, jika Tops masuk ke arena dengan tongkat-tongkat pemanjang
kaki itu Dengannya, Tops nampak seperti raksasa berkaki panjang, ia memakai
sepatu besar yang dipasang ke ujung jangkungan. Anak-anak kecil di antara
penonton menyangka Tops benar-benar raksasa. Apalagi karena suaranya juga besar.
Tops mempunyai sebuah sepeda yang dibuatkan khusus untuk pertunjukannya. Sepeda
itu sangat tinggi. Penonton selalu tertawa riuh, kalau ia mengendarainya. Yang
lebih menggelikan lagi, jika ada badut lain ingin bicara dengan Tops. Badut itu
mengambil tangga panjat yang tinggi, lalu menyandarkannya ke pinggang Tops.
Setelah itu ia memanjatnya. Begitu baru ia dapat bercakap-cakap dengan Tops.
Kalau tidak memakai jangkungan, Tops sesenarnya bertubuh kecil. Sama sekali
tidak sepadan dengan suaranya yang besar.
"Itulah sebabnya ia belajar berjalan dengan angkungan," kata Pedro. "ia ingin
tinggi tubuhnya sebanding dengan suaranya yang besar. Itu katanya sendiri."
Jack selalu bergidik, jika melihat Hola beraksi, memamerkan keterampilannya.
Hola menelan pedang, ia mendongakkan kepalanya ke belakang, lalu dimasukkannya
mata pedang ke salam mulutnya. Pedang itu masuk dengan pelan-pelan, sehingga
akhirnya hanya gagangnya saja yang masih kelihatan.
"Kalau yang ditelannya pisau atau keris,aku masih bisa mengerti," kata Jack. "ia
kan bukan benar-benar menelan, tapi cuma memasukkan benda-benda tajam itu ke
dalam kerongkongan. Tapi kalau pedang yang begitu panjang bagaimana caranya
"melakukan hal itu, Pedro" Aku selalu ngeri melihatnya!"
Pedro tertawa. "Nantilah akan kuperkenalkan kau padanya," kata Pedro. "Siapa
"tahu kalau nasibmu baik, mungkin ia mau mengatakan rahasianya."
"Pada suatu malam, Jack diajak oleh Pedro mendatangi Hola di karavannya, untuk
diperkenalkan padanya. Hola bertubuh kurus tinggi, dengan tatapan mata sayu.
Pedro berbicara dalam bahasa Jerman padanya. Hola mengangguk, sambil tersenyum
kecil. Digamitnya Jack diajak masuk ke dalam karavannya. Di situ nampak berbagai
jenis senjata tajam. Pisau belati, keris. Dan juga bermacam-macam pedang. Jack
menunjuk ke sebilah pedang yang sangat panjang. Hola mengambil pedang itu, lalu
mendongak. Ujung pedang dimasukkannya ke dalam mulut, lalu didorongnya pelanpelan. Mata pedang masuk ke dalam tenggorokannya, makin" lama makin dalam.
Akhirnya hanya gagangnya saja yang masih nampak mencuat. Jack melongo. Astaga
"itu kan mustahil" Hola mengeluarkan mata pedang dengari pelan-pelan, lalu
memandang Jack sambil tersenyum. Disodorkannya pedang itu padanya Kini barulah
Jack mengerti, kenapa pedang sepanjang itu bisa seluruhnya masuk ke dalam
kerongkongan Hola. Pedang itu bersendi-sendi yang bisa saling disusupkan,
sehingga akhirnya tinggal sepanjang belati. Pada gagang pedangnya itu ia melihat
betapa ujung mata pedang yang runcing melesak masuk ke dalam sendi berikutnya,
dan begitu terus sampai akhirnya hanya sepanjang pisau yang panjang.
Kehidupan bersama orang-orang sirkus sangat mengasyikkan. Tapi Jack juga selalu
cemas, jika mengingat nasib Lucy-Ann serta anak-anak yang lain! ia tidak sabar
lagi, ingin lekas-lekas berangkat ke Borken. ia takut terlambat datang, apabila
rombongan sirkus terlalu sering mampir di tengah jalan.
"Tapi aku harus ikut terus dengan mereka," pikirnya. "Di tengah mereka, aku
aman. Jika aku meneruskan perjalanan seorang diri, lambat laun pasti akan
ketahuan oleh polisi. Mudah-mudahan saja sirkus cepat sampai di Borken. Kalau
kita sudah sampai di sana, aku ingin mencoba masuk ke Puri, untuk menyelidiki
apakah anak-anak benar ditawan di situ!"
Bab 17 TIBA DI BORKEN Bos menepati janjinya. Jack diizinkan ikut mengadakan pertunjukan, bersama Kiki.
Pedro membantunya membuat tempat bertengger untuk Kiki, yang dipasang di atas
peti yang ditulisi nama burung itu. Palang tenggeran itu dicat keemasan. Kiki
bertengger di atas palangnya, sambil mengangguk-angguk dengan anggun.
"Kau merasa seperti bertengger di singgasana, ya," kata Jack sambil nyengir.
"Putri Kiki, kakaktua paling hebat di dunia. Nah, bagaimana jika kau menyanyi "saja sekarang, Kiki?"
Kiki selalu mau disuruh melakukan apa saja, apabila itu disambut dengan tepuk
tangan dan gelak tertawa. Fank, pelatih beruang, sampai merasa cemburu, karena
lebih banyak yang menonton Kiki! Kiki menyanyi dengan gembira. Lagu dan katakatanya selalu campur aduk. Tapi para penonton yang terdiri dari orang-orang
Tauri-Hessia tidak mengetahuinya. Mereka mengira lagu yang dinyanyikan Kiki
memang begitu bunyinya. Kiki selalu menjawab, jika ada yang mengajaknya
berbicara. Para penonton yang tidak memahami bahasa Inggris, tentu saja tidak
menangkap arti jawabannya. Tapi pokoknya Kiki selalu menjawab dengan segera, dan
biasanya disusul dengan tertawa terkekeh-kekeh. Itu menyebabkan para penonton
selalu tertawa ramai. Tapi penonton paling ramai tertawa, jika Kiki sudah mulai
memamerkan kepandaiannya menirukan berbagai macam bunyi. Caranya bersin, batukbatuk, dan tahu-tahu menirukan bunyi terceguk-ceguk, menyebabkan penduduk desa
yang menonton tertawa sampai sakit perut. Jeritannya menirukan bunyi kereta api
cepat yang lewat dalam terowongan agak mengagetkan mereka. Penonton hanya
melongo jika mendengar Kiki menirukan bunyi mesin pemotong rumput, karena mereka
belum pernah melihat mesin itu. Tapi mereka senang sekali jika burung kocak itu
berkotek-kotek seperti ayam betina, mendengus seperti beruang-beruang asuhan
Fank, dan menggonggong-gonggong seperti anjing.
Pertunjukan Kiki sangat disukai penonton. Jack merasa bahwa burung itu menjadi
agak besar kepala karenanya. Tapi di pihak lain, pertunjukannya menghasilkan
uang. Dan Jack perlu uang, untuk membayar ongkos makan di tempat Mak, ibu Pedro.
Sisanya disimpan baik-baik dalam sapu tangan. Siapa tahu, mungkin sesampainya di
Borken nanti ia akan perlu uang, kata Jack dalam hati. ia selalu berjaga-jaga
jika Fifo dan Fum ada di dekatnya, karena takut uangnya dicopet oleh kedua
simpanse itu. "Besok kita sampai di Borken," kata Pedro pada suatu malam, ketika datang
perintah untuk berkemas. "Bos sudah menyewa tempat yang bagus di sana di kaki
"bukit Puri Borken."
Jack senang sekali mendengar kabar itu. Nah akhirnya ia akan sampai juga di
"Borken. Sementara itu waktu sudah berlalu satu minggu sejak ia tiba di TauriHessia. ia selalu cemas, jika memikirkan nasib adiknya, serta anak-anak yang
lain. Mudah-mudahan nanti ia akan bisa mendengar kabar tentang mereka.
Keesokan harinya mereka sampai di Borken. Saat itu hari sudah petang. Dari
kejauhan, Jack sudah bisa melihat Puri Borken. Bangunan kuno itu terletak di
atas sebuah bukit. Bentuknya sangat kekar, dengan empat buah menara di sudutsudutnya. "Puri Borken," kata Pedro, sambil menunjuk ke arah puncak bukit besar itu.
"Sudah banyak orang ditawan di situ, tanpa pernah melihat alam bebas lagi.
Mereka dikurung...."
"Sudah, sudah jangan kauceritakan hal-hal seperti itu padaku," kata Jack. ia "merasa ngeri. Pedro memandangnya dengan heran.
"Eh kenapa kau begitu" Takut, ya?"
?"Tidak, bukan takut," jawab Jack. "Eh di manakah para tawanan dikurung di
"sana" Dalam menara" Atau ada tempat khusus?"
"Entah, aku tidak tahu," kata Pedro. "Kapan-kapan, kita bisa saja berjalan-jalan
mengelilinginya dari luar. Tapi kita takkan diizinkan datang terlalu dekat."
Rombongan sirkus menuju ke lapangan besar yang terhampar di kaki bukit, lalu
mulai memasang tenda-tenda. Penduduk kota berdatangan untuk menonton kesibukan
mereka. Rupanya tidak sering sirkus mampir di kota itu. Anak-anak berlari-lari,
sambil berteriak dan tertawa-tawa. Seorang anak perempuan yang masih kecil
menghampiri Pedro, sambil berseru-seru dengan gembira, ia berteriak-teriak
senang, ketika Pedro menjunjungnya. "Pedro, Pedro, allapinotoliuta!" Pedro
menjawab dalam bahasa yang sama.
"Ini sepupuku, Hela," katanya pada Jack. "Ayahnya anggota tentara Tauri-Hessia.
ia menikah dengan bibiku."
Kemudian ia bertanya pada Hela. Jawaban anak itu diterjemahkannya untuk Jack.
"Katanya, ayahnya ditugaskan di sini. Ibunya bekerja di puri, menjadi pelayan
Nyonya Tatiosa, yang sekarang juga tinggal di situ. Hela juga tinggal di dalam
puri." Wah, itu kabar yang sangat menarik, pikir Jack. Mungkin dengan begitu ia akan
bisa memperoleh kabar tentang Lucy-Ann serta anak-anak yang lain. Tapi ia harus
berhati-hati, jangan sampai rahasianya terbongkar, ia harus menyusun pertanyaan
dengan cermat. Jack mengerutkan kening, memikirkan pertanyaan yang hendak
diajukan. "Nyonya Tatiosa itu punya anak, Pedro?" tanyanya setelah beberapa saat berpikir.
"Kalau punya, kaurasa mungkinkah ia mau mengizinkan kita mengadakan pertunjukan
di dalam puri untuk mereka?"
"Nyonya itu tidak punya anak," jawab Pedro. "Kalau punya, ia pasti akan
mengusahakan agar salah seorang dari mereka yang diangkat menjadi raja! Wanita
itu licin sekali. Sangat berbahaya!"
Hela bertanya pada Pedro. Rupanya ia ingin tahu, apa yang ditanyakan oleh Jack.
Pedro menerjemahkan pertanyaan itu. Kemudian Hela mendekatkan mulutnya ke
telinga saudara sepupunya, ia membisikkan sesuatu, sementara matanya berkilatkilat. Setelah berbisik, ia menempelkan telunjuk ke bibir, seolah-olah hendak
mengatakan agar apa yang baru saja dikatakan olehnya jangan diteruskan pada
orang lain. "Ah mana mungkin"!" kata Pedro. "Kau pasti mimpi!"
?"Apa katanya?" tanya Jack. ia ingin sekali tahu, apa yang baru saja dikatakan
oleh Hela. Bayangkan anak itu tinggal di dalam puri. Siapa tahu, mungkin saja
"ia setiap hari bertemu dengan Lucy-Ann serta yang lain-lainnya!
"Hela mengatakan bahwa Nyonya Tatiosa kelihatannya memungut beberapa orang
anak," kata Pedro. "Soalnya, jika Hela ikut dengan ibunya mendatangi salah satu
menara puri, ia mendengar suara anak-anak di situ." Pedro tertawa, "ia juga
mengatakan, hanya Nyonya Tatiosa dan Adipati Paritolen saja yang boleh masuk ke
dalam menara itu. Orang lain rupanya tidak boleh tahu bahwa di situ ada anakanak. Ketika Hela bercerita tentang hal itu pada bunya, ia dimarahi!"
Jack bersikap tenang, seolah-olah itu berita yang biasa saja. "Tahukah Hela, di
mana letak menara itu?" tanya lagi, sambil lalu. "Bisakah ia menunjukkannya dari
sini?" "Masa kau mau percaya pada ocehan anak kecil ini, Jack!" kata Pedro. "Anak ini
suka mengada- ada!" "Coba tolong tanyakan," kata Jack. Pedro bertanya pada Hela. Anak itu memandang
ke atas, ke arah puri besar yang mirip benteng itu, lalu menuding ke menara yang
berada di sebelah selatan.
"Itu dia," katanya setengah berbisik pada Pedro. Jack langsung mengerti, meski
Hela berbicara dalam bahasa Tauri-Hessia. Sekali lagi Hela menempelkan
telunjuknya ke bibir. Jack mengajak Hela, untuk dibelikan permen, ia ingin sekali bisa berbicara dalam
bahasa daerah itu. Selama ikut dengan sirkus, sudah lumayan banyak kata-kata
yang dipahaminya walau masih kalah, kalau dibandingkan dengan Kiki. Tapi kata-"kata itu belum mencukupi, untuk bisa bercakap-cakap dengan Hela. Anak kecil itu
mengoceh terus, tanpa sedikit pun bisa dimengerti oleh Jack. Anak itu
merangkulnya setelah dibelikan permen, lalu lari mendatangi teman-temannya untuk
memamerkan hadiah itu pada mereka.
Dengan segera perkemahan sudah siap dibangun. Menurut rencana, malam berikutnya
sirkus akan mulai mengadakan pertunjukan. Jack sibuk sekali, membantu-bantu. ia
capek sekali. Tapi ia bertekad, malam itu juga akan mengadakan penyelidikan di
sekitar puri. ia agak bimbang, apakah Pedro perlu diajak. Akhirnya ia memutuskan
untuk tidak melakukannya. Jika ia nanti ternyata berhasil berhubungan dengan
anak-anak, ada kemungkinan Pedro malah akan merepotkan saja. ia akan terpaksa
menjelaskan segala-galanya pada anak itu. Sedang Jack belum tahu, bagaimana
sikap Pedro jika sudah mengetahuinya.
Seperti biasa, Jack ikut dengan Pedro, makan di tempat ibunya. Saat itu Mak
mengatakan sesuatu pada anaknya. Pedro mendengarkan dengan wajah serius.
"Ada apa?" tanya Jack ingin tahu. "Anu Fank merasa tidak enak badan," kata
"Pedro. "Sekarang Bos bingung."
"Kenapa harus bingung?" tanya Jack. "Itu kan hanya berarti bahwa tidak akan ada
pertunjukan beruang" Lagi pula, besok Fank mungkin sudah merasa segar kembali."
"Sirkus akan rugi besar, jika pertunjukan beruang terpaksa dibatalkan," kata
Pedro menjelaskan. "Tapi soalnya bukan cuma itu saja. Hanya Fank yang sanggup
menangani kawanan beruang asuhannya. Jika ia sampai jatuh sakit, binatangbinatang itu tidak bisa diatur lagi. Mereka tidak mau makan, berkelahi,
menyerang siapa saja yang berani mendekati kandang. Sekali mereka bahkan
berhasil meloloskan diri. Akhirnya Fank dalam keadaan sakit terpaksa turun
tangan. Nyaris saja ia mati karenanya!"
"Kasihan," kata Jack. "Yah mudah-mudahan saja ia sudah sehat kembali besok.
"Terus terang saja, aku tidak ingin mengalami beruang-beruang itu keluar dari
kandang mereka, lalu berkeliaran ke mana-mana. Fank hebat sekali kalau sedang
beraksi bersama mereka. Beruang-beruang itu sangat penurut, kalau berhadapan
dengan dia!" "Tidak banyak orang yang memiliki kemampuan seperti Fank," kata Pedro. "ia
pernah mengasuh singa, serta dua ekor harimau, ia sendiri yang melatih mereka.
Tapi kemudian dikatakannya bahwa binatang-binatang itu tidak cocok untuk
ditampilkan dalam pertunjukan sirkus. Mereka dijualnya pada kebun binatang.
Padahal belum pernah kulihat kawanan singa dan harimau yang begitu terlatih!"
"Dan sekarang ia memelihara beruang," kata Jack. "Orang itu mestinya sangat
sayang pada binatang, dan mereka juga sangat sayang padanya. Aku juga punya
teman seperti dia. Binatang-binatang selalu langsung jinak, jika didekati
temanku itu." "Pernahkah ia mencoba mendekati singa, atau harimau" Atau beruang?" tanya Pedro.
"Pasti belum! Binatang buas takkan mau jinak, jika didekati olehnya. Kalau
kucing, anjing, tikus, atau binatang-binatang lainnya seperti itu, memang


Lima Sekawan 07 Petualangan Di Sirkus Asing di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gampang dijinakkan. Tapi binatang buas yang besar-besar, tidak segampang itu
urusannya!" "Ya mungkin juga," kata Jack. Philip memang belum pernah mendapat kesempatan "untuk melakukannya. "Yah mudah-mudahan saja besok malam Fank sudah sembuh. Aku
"tidak ingin disuruh membersihkan kandang beruang!"
Malam itu Jack tidak tidur secepat biasanya, ia masih ingin mengadakan
penyelidikan ke kaki Puri Borken. Siangnya ia sempat pergi ke kota, untuk
membeli senter, ia tidak tahu apa yang diharapkannya dari penyelidikan itu. Tapi
satu hal sudah jelas, ia harus berbuat sesuatu!
Jack menunggu sampai Pedro sudah tidur. Kemudian ia menyelinap ke luar, dengan
membawa pakaiannya, ia bergegas mengenakan pakaian itu di tempat gelap. Setelah
itu dijemputnya Kiki, dan disuruhnya bertengger di bahunya. Kiki heran, tapi
diam saja. Jack berangkat, menuju ke bukit puri. Mudah-mudahan saja anak-anak
memang ada di sana! Bab 18 MASUK KE PURI Jack berjalan mengendap-endap. Keadaan di sekelilingnya sunyi senyap. Tidak ada
lagi lampu yang masih menyala di perkemahan itu. Orang-orang sirkus sudah tidur
semua. Mereka capek, setelah bekerja keras mempersiapkan kemah-kemah, agar malam
berikutnya sudah bisa mengadakan pertunjukan.
Malam itu tidak ada bulan di langit. Tapi Jack tidak perlu menyalakan senter,
karena sekelilingnya tidak terlalu gelap. Didakinya lereng bukit puri. Beberapa
saat kemudian ia sampai di suatu tembok yang tidak begitu tinggi. Disorotkannya
senternya ke sana dan kemari, mencari-cari tempat yang kelihatannya bisa
dipanjat. Akhirnya ia berhasil menemukan tempat itu. Batu-batu di situ tidak
licin, dan bertonjolan di sana-sini. Untung Jack memakai sepatu bersol karet.
Lebih baik lagi jika ia memakai sarung tangan dari karet kasar pula, sehingga
jari-jarinya setiap kali tidak terpeleset, saat ia mencoba berpegangan pada batu
tembok. Akhirnya Jack berhasil sampai di atas tembok, lalu meloncat turun ke seberang,
ia memandang berkeliling dengan waspada, ia tidak berani menyalakan senter.
Nampaknya saat itu ia berada di suatu pelataran sempit. Jack memicingkan mata.
Di depannya nampak bentuk puri yang besar. Bangunan itu menjulang tinggi.
Kelihatan kekar dan menyeramkan. Jack merasa putus asa. Takkan mungkin ia bisa
memasuki benteng setegar itu. Apalagi berusaha menghubungi Philip serta anakanak yang lain! Sambil merunduk. Jack melintasi pelataran itu. Beberapa kali ia tersandung, ia
kaget sekali, ketika tiba-tiba menyentuh sesuatu yang terasa lembut. Benda itu
menyelubungi kepalanya. Jack membebaskan diri, lalu lari maju. Tapi dengan
segera ada lagi sesuatu yang menutupi mukanya. Jack mulai panik. Dinyatakannya
senternya sebentar, untuk melihat. ia tertawa lega, begitu melihat benda yang
mengejutkannya, ia malu pada dirinya sendiri. Ternyata ia menubruk pakaian yang
sedang dijemur! Pertama-tama menubruk seprai. Sedang yang menutupi mukanya,
ternyata baju hangat. Baju hangat" Orang di Tauri-Hessia tidak biasa memakai
baju seperti itu. Dinyatakannya senternya lagi, dan disorotkannya ke baju itu.
ia tidak mungkin keliru baju hangat itu pasti milik Dinah, atau Lucy-Ann!
"Kalau begitu, anak-anak pasti ada di dalam puri. Syukurlah! Sekarang ia tinggal
menyelidiki, di mana mereka berada. Jack berpikir sebentar. Jika tempat anakanak itu dirahasiakan, kenapa pakaian mereka dijemur secara terang-terangan di
luar" Orang yang melihat, pasti akan merasa heran. Jadi kemungkinannya pelataran
itu terletak di tempat yang tidak didatangi orang lain, kecuali mungkin hanya
Nyonya Tatiosa saja. Tapi masa dia yang mencuci pakaian itu! Mungkin saja jika
ia tidak ingin orang lain tahu tentang anak-anak. Tapi bisa juga ibu Hela
disertakan dalam rahasia itu. Mungkin wanita itu yang mencuci pakaian Lucy-Ann
dan yang lain-lainnya, serta memasakkan makanan untuk mereka. Pasti ada yang
harus melakukan tugas-tugas itu.
Dari pelataran, pasti ada jalan masuk ke puri. Kemungkinannya jalan itu menuju
ke dapur, atau ruang cuci. Jack menghampiri dinding puri, lalu menyorotkan
senternya ke atas dan ke bawah. Apa boleh buat ia harus mengambil risiko "dilihat orang. Tanpa menyalakan senter sekali- sekali, ia takkan mungkin bisa
mengenali apa-apa. Dekat dinding puri ada sebuah bangunan kecil. Bangunan itu
ternyata tempat mencuci, persis seperti yang diduga Jack. ia berusaha membuka
pintu bangunan itu. Dikunci! ia menyorotkan senter ke dalam, lewat jendela, ia
melihat sejumlah ember di dalam. Jack memperhatikan bangunan kecil itu. Kemudian
disorotkannya senter ke bagian atap. ia melihat sebuah jendela di situ. Letaknya
tidak begitu jauh di atas atap rumah cuci. Dan dilihat dari bawah, jendela itu
nampaknya tidak berkaca. Jendela sempit. Tapi tidak berkaca!
"Jika aku bisa memanjat ke atas atap, aku akan bisa naik ke atas jendela itu,"
kata Jack dalam hati. "Dengan begitu aku akan sampai di dalam puri, lalu bisa
mencari anak-anak! Tapi bagaimana caraku naik ke atas atap" Walau tidak begitu
tinggi, tapi kurasa aku takkan mampu mencapainya."
Ternyata memang tidak bisa! Berulang kali Jack meloncat, berusaha meraih talang
yang terpasang di tepi atap. Tapi gagal terus.
"Aku harus mencari tangga," kata Jack dalam hati. ia mulai mencari, tapi tanpa
semangat. Kiki bertengger tanpa bergerak-gerak di bahu tuannya. Burung itu merasa bingung,
ia tahu bahwa ia tidak boleh bersuara. Tapi sebetulnya ia ingin melakukannya.
Apalagi ketika ada seekor kelelawar terbang menyambar di dekatnya. Setelah
beberapa lama mencari-cari di sekitar pelataran yang tidak begitu luas itu, Jack
menjumpai sebuah gudang kecil. Pintunya tidak dikunci, melainkan hanya
digerendel saja. Jack membukanya dengan hati-hati. ia terkesiap, ketika
terdengar bunyi berdecit. Tapi tidak ada orang di situ. Jack menyorotkan
senternya ke dalam. Nasibnya mujur. Di dalam gudang itu ada tangga. Jack
menghampirinya. Tangga itu sudah tua. Beberapa palang pijakannya sudah patah.
Tapi mungkin masih bisa dipakai, kata Jack dalam hati. Harus bisa!
Ketika ia menyeret tangga itu ke luar, tersenggol olehnya sebuah kaleng. Menurut
perasaannya, bunyi yang terjadi karenanya nyaring sekali. Jack tertegun, sambil
menahan napas. Sebentar lagi pasti akan ada orang datang untuk memeriksa. Tapi
tidak ada yang datang. Keadaan di situ tetap gelap dan sunyi. Jack menghela
napas lega. Mungkin memang tidak ada yang mendengar bunyi berisik itu. Atau
mungkin juga tidak ada orang di sebelah situ.
Dibawanya tangga ke rumah cuci. Tangga itu bisa dibawanya dengan mudah, karena
tidak begitu panjang. Tapi ia yakin, dengannya ia akan bisa mencapai atap.
Tangga disandarkannya ke dinding rumah cuci. Ujungnya mencapai atap. Jack
menyorotkan senternya sebentar, untuk memeriksa anak tangga mana saja yang sudah
tidak ada lagi. Setelah mengantungi senternya kembali, ia mulai memanjat.
Sementara itu Kiki terbang menggelepar, mengelilingi kepala Jack. Tangga itu
ternyata memang sudah sangat tua! Salah satu palang yang dipijaknya, langsung
patah dua. Jack buru-buru memindahkan kakinya ke palang yang berikut, ia
mengucap syukur dalam hati, ketika akhirnya sampai di ujung atas. Sekarang ia
harus menarik tubuhnya ke atas atap. Itu berhasil dilakukannya tapi lututnya
lecet. Jack duduk di atap, dengan napas tersengal-sengal. Sekarang langkah selanjutnya
naik ke jendela yang ada di sebelah atas, dan dari situ masuk ke dalam puri.
"Atap rumah cuci itu tidak curam, sehingga Jack bisa mencapai tepi dinding puri
dengan jalan merangkak. Kemudian ia berdiri, meraba-raba dinding. Setelah itu
diambilnya senternya lagi, lalu disorotkan sebentar ke atas.
"Sialan jendela itu terlalu tinggi letaknya, takkan bisa aku memanjat ke
" situ," pikir Jack. ia merasa kecewa. "Ambangnya masih bisa kuraih, tapi aku
takkan bisa menarik tubuhku ke atas." ia memutuskan untuk mempergunakan tangga
tua tadi. ia merangkak kembali ke tepi atap. Setelah meraba-raba sebentar,
tersentuh olehnya ujung atas tangga, segera ditariknya ke atas. Ia harus
mengerahkan seluruh tenaganya, karena menarik tangga itu ke atas jauh lebih
berat daripada menyeretnya di pelataran. Tapi akhirnya ia berhasil juga
mengangkat tangga itu ke atas atap.
Selama beberapa saat ia harus menunggu sambil memegang tangga, sampai napasnya
sudah biasa lagi. Jack puas. Kini tinggal menyandarkan tangga di bawah jendela!
Masuk ke dalam puri sesudah itu merupakan soal gampang! Tangga berhasil
dibawanya ke dekat dinding puri, walau itu merupakan pekerjaan berbahaya. Dua
kali Jack nyaris jatuh. Tapi akhirnya ia sampai juga di dinding, lalu
diangkatnya tangga dengan hati-hati. Agak sulit juga menemukan tempat yang aman
untuk menegakkannya. Akhirnya Jack merasa, tangga sudah cukup aman terpasang di atas atap. Kini ia
harus memanjat. Jantungnya berdebar keras. Mudah-mudahan saja tangganya nanti
tidak tiba-tiba terpeleset saat ia sedang memanjat ke atas! Kalau itu terjadi,
bisa gawat. Jack memanjat secepat-cepatnya. Akan kuatkah tangga itu" ia sampai
di ujungnya. Ketika kakinya diangkat untuk dipijakkan ke ambang jendela, tahutahu tangga terpeleset. Tangga itu jatuh ke atap, lalu ke pelataran. Aduh!
Sekarang pasti akan ada orang datang, untuk memeriksa keributan itu!
Jack menjunjung tubuhnya, naik ke ambang jendela, lalu meloncat ke dalam, ia
merunduk di lantai, dengan sikap menunggu. Jack menunggu selama beberapa menit.
Kiki rupanya merasakan ketegangan tuannya. Sejak tadi ia sama sekali tidak
bersuara. Kini Jack berdiri, lalu memandang ke luar. Tidak ada orang muncul di
pelataran, ia tidak melihat sinar senter atau lentera di situ. Juga tidak
terdengar suara orang. Rupanya memang tidak ada yang mendiami bagian puri di
sebelah sini. Karena kalau ada, orang itu pasti sudah keluar untuk memeriksa
penyebab bunyi keras yang tadi terdengar. ia masih menunggu beberapa saat lagi,
untuk memastikan bahwa benar-benar tidak ada orang di situ.
Kemudian dinyalakannya senter, sebentar saja. Tapi sudah cukup banyak yang
dilihatnya dalam waktu sesingkat itu ia berada di dalam sebuah ruangan kecil, ia
melihat kursi dan bangku bertumpuk-tumpuk rapi. Kecuali itu, tidak ada apa-apa
lagi di tempat itu. "Rupanya ini gudang tempat menyimpan perabot," kata Jack dalam hati. "Yuk, Kiki!
Kita harus mencari jalan lain untuk keluar nanti. Kita tidak bisa lagi lewat
jendela, karena tangga sudah jatuh ke pelataran!"
Jack membuka pintu, lalu mengintip ke luar. Nampaknya yang ada di depan itu
sebuah gang ia tidak mendengar apa-apa di situ. Tempat itu gelap gulita. Jack
menyalakan senternya lagi sebentar. Ya, betul di luar pintu terdapat sebuah "lorong panjang berlantai batu. Tidak ada alas menutupi lantai. Tidak ada lukisan
terpajang di dinding. Kursi-kursi juga tidak ada. Rupanya bagian puri ini memang
tidak didiami. Jack menyusur lorong yang panjang. Langkahnya tidak kedengaran, karena sepatunya
bersol karet, ia sampai di ujung lorong. Di situ ada jendela berbentuk bundar
dan berkaca. Pada suatu sudut ia membelok. Di depannya ada sebuah lorong lagi
yang juga panjang. Langit-langitnya tinggi. Ukurannya agak lebih lebar dari
lorong pertama, tapi juga tanpa perabot sama sekali. Kemudian Jack sampai ke
bagian lorong yang lantainya beralaskan permadani indah, terpasang hampir dari
tepi ke tepi lainnya. Pada satu sisi ada sebuah sofa besar, berlapis kain damas
berwarna keemasan. Di dinding terpajang lukisan-lukisan.
"Mulai sekarang aku harus sangat berhati-hati," kata Jack dalam hati. Tidak jauh
di depannya ada sebuah meja bundar. Ada lampu di atas meja itu. Nyalanya hanya
remang-remang. Tapi kalau ada orang kebetulan muncul, ia pasti akan melihat
Jack. Anak itu meneruskan penyelidikannya, ia melewati sebuah pintu yang terbuka, ia
mengintip dengan hati-hati ke dalam. Diterangi sinar samar sebuah lampu yang ada
di luar, ia melihat bahwa yang ada di balik pintu itu sebuah ruang duduk yang
indah, dengan permadani dinding menutupi keempat temboknya. Di situ juga
terdapat sejumlah cermin. Di tengah ruangan ada sebuah meja besar yang dihiasi
ukiran. Permukaan daunnya mengkilat, memantulkan sinar senter yang dinyalakan
sebentar oleh Jack. Anak itu berdiri sebentar di situ, sambil berpikir-pikir. Di
manakah letak menara di mana Hela mengatakan mendengar suara anak-anak" ia harus
berusaha menemukan jalan ke situ, dan menemukan tangga yang menuju ke sana.
Akhirnya Jack memutuskan untuk meneruskan langkah, menyusur lorong. Mungkin
sebentar lagi ia akan menjumpai tangga dan mungkin tangga itu akan membawanya "ke sebuah menara!
Jack sampai di depan sebuah pintu lagi, yang juga terpentang lebar, ia mengintip
ke dalam. Ruangan yang ada di belakang pintu kelihatannya sebuah perpustakaan
"karena banyak sekali buku-buku di situ. Tidak mungkin ada orang yang pernah
membaca semua buku itu. Seperseratusnya saja, sudah hebat! Tiba-tiba Jack
tertegun, ia mendengar sesuatu. Bunyi itu datang dari ruangan di mana ia saat
itu berada. Bunyi mendesir dan menggeretak. Kiki terpekik pelan, ia pun ikut
kaget. Bunyi apakah itu"
Bab 19, JACK MENEMUKAN JEJAK
Bunyi desir dan gemeretak itu disusul suara genta. Bunyinya bertalu-talu. Jack
terduduk lemas di sebuah kursi. Ternyata yang didengarnya tadi jam besar yang
hendak berdentang. Tapi ia sempat setengah mati ketakutan karenanya, ia
menghitung pukulan yang terdengar. Dua belas kali berturut-turut. Jadi saat itu
pukul dua belas tengah malam. Nah, orang-orang di puri pasti sudah tidur nyenyak
semuanya. Syukurlah! Jack pergi ke pintu, lalu meneruskan langkah menyusur lorong. Setelah membelok
di sudut berikutnya, ia melihat bahwa di depan ada tangga lebar yang terbuat
dari batu pualam. Tangga itu mengarah ke bawah, dan dilapisi dengan permadani
tebal berpola indah. "Kurasa lewat situ aku akan sampai ke ruang masuk yang ada di bawah." ia
menimbang-nimbang. Jika ruang masuk ada di bawah, maka menara yang dicari
tentunya terletak lebih jauh di depannya. "Yuk, Kiki," bisiknya, "kita terus
menyusur lorong ini saja!"
Ia meneruskan langkah, menyusur lorong yang kini diterangi lampu-lampu. Jack
agak cemas, karena tempat yang dilaluinya kini dianggapnya terlalu terang.
Pintu-pintu yang dilewati, semuanya tertutup. Mungkin kamar-kamar tidur yang ada
di balik pintu-pintu tertutup itu. Tapi ia tidak berani menjenguk ke dalam!
Kemudian ia sampai di depan sebuah pintu yang kelihatannya kokoh, terbuat dari
kayu ek. ia berhenti di situ. Letak menara mestinya di sekitar situ. Mungkin di
balik pintu itu terdapat jalan menuju ke situ, karena kelihatannya berbeda dari
pintu-pintu lain yang tadi dilewati. Dicobanya membuka pintu besar itu dengan
hati-hati. Diputarnya gelang besi yang merupakan pegangan. Pintu ternyata bisa
dibuka. Jack membukanya lebar-lebar. Di depannya nampak jenjang yang menuju ke
atas, diterangi sebuah lampu bersinar remang-remang. Bagaimana apakah
"sebaiknya ia memberanikan diri naik ke atas" Jack ragu-ragu. Tapi kemudian ia
membulatkan tekad. Ya pasti itu jalan menuju ke menara yang dicari.
"Jack berjingkat-jingkat mendaki tangga. Sampai di atas, ia memandang berkeliling
dengan perasaan heran. Ternyata ia sampai di sebuah bangsal besar, yang dindingdindingnya ditutupi tirai-tirai tebal yang nampak mewah Sebuah serambi menaungi
salah satu ujungnya Sedang di ujung yang satu lagi ada semacam pentas kecil. Di
atas pentas itu nampak sejumlah rak tempat menaruh kertas catatan musik. Lantai
bangsal itu mengkilat licin.
"Ah ini pasti ruang dansa," kata Jack dalam hati. "Bukan main luasnya! Tapi
" "kalau begitu aku salah jalan tadi. Mungkin di sekitar sini ada tangga lain yang
menuju ke menara!" Jack memeriksa ke sekeliling ruangan luas itu. Pada satu sisinya ia menemukan
pintu, tertutup di balik tirai, ia membukanya. Ternyata di belakang pintu itu
ada semacam ruang samping. Dan di ujung ruang itu ada tangga pilin berjenjang
batu. Tangga itu menuju ke atas.
"Pasti inilah tangga yang kucari, yang menuju ke menara!" pikir Jack. Tiba-tiba
ia terkejut. Bunyi apa itu?" ia mendengar bunyi derap sepatu, ia buru-buru
menyembunyikan diri di balik tirai yang ada di dekatnya. Langkah yang
didengarnya semakin mendekat, menghentak-hentak beberapa kali, menjauh lalu "datang mendekat lagi. Aneh!
Jack mengintip dari balik tirai, ia melihat sebuah lorong panjang, berlantai
batu. Seorang prajurit mondar-mandir di situ, menyandang senapan. Prajurit itu
kelihatannya sedang bertugas jaga. Pasti ia menjaga menara! Prajurit itu
menjauh, menyusur lorong. Makin lama makin jauh, sampai Jack tidak bisa
mendengar derap langkahnya lagi. Tapi kemudian muncul kembali, datang mendekat,
lalu berhenti dan berbaris di tempat, di kaki tangga. Duk-duk-duk! Prajurit itu
berbalik, lalu menjauh lagi memasuki lorong yang panjang.
Jack memperhatikannya dari belakang. Prajurit itu memakai seragam tentara TauriHessia yang meriah. Mungkinkah prajurit itu ayah Hela" ia menunggu sampai derap
langkah prajurit itu tidak terdengar, lalu dengan cepat ia melesat ke depan,
mendaki tangga pilin, ia tahu bahwa ia harus bergegas, karena setengah menit
lagi prajurit tadi akan muncul kembali di situ. Tangga yang didakinya berputarputar, dan makin lama makin bertambah curam. Akhirnya Jack tidak mampu lagi
lari, melainkan harus memanjat dengan hati-hati!
Kini ia sampai di semacam langkan. Di situ ada sebuah jendela berbentuk bundar.
Di bawahnya ada peti, dengan sebuah kursi usang di sisinya. Sedang di depan Jack
nampak sebuah pintu besar dan kokoh, juga terbuat dari Kayu ek berwarna coklat
tua. Pintu itu diperkuat dengan paku-paku besar. Jack memandang dengan bimbang.
Mungkinkah Lucy-Ann ada di dalam ruangan di balik pintu itu" Bagaimana jika ia
memanggil-manggil namanya"
Jack berjingkat-jingkat menghampiri pintu, lalu mencoba mendorongnya. Tidak
bisa! Dicobanya memutar pegangan yang terpasang di situ. Tapi juga tidak bisa
dibuka. Pintu itu dikunci, sedang anak kunci tidak ada di lubangnya, ia berusaha
mengintip ke dalam lewat lubang kunci. Tapi ia tidak bisa melihat apa-apa. ia
juga tidak mendengar apa pun di balik pintu.
Jack bingung sesaat. Jika ia mengetuk pintu sambil memanggil-manggil, bagaimana
jika kemudian ternyata bahwa yang ada di situ bukan anak-anak, tapi orang lain"


Lima Sekawan 07 Petualangan Di Sirkus Asing di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Orang yang tidak senang melihat Jack tiba-tiba muncul di situ" Lagi pula,
suaranya bisa terdengar oleh prajurit yang menjaga di lantai bawah. Bagaimana
jika prajurit itu nanti memburu ke atas" Jack pasti tertangkap, karena dari
langkan itu tidak ada jalan lari kecuali lewat tangga pilin.
Ketika ia sedang berpikir-pikir, tiba-tiba dilihatnya sesuatu menyusup ke luar
lewat celah sempit di bawah pintu. Jack menyalakan senternya. Diterangi sinar
senter itu ia melihat seekor makhluk kecil, yang memandang ke arahnya dengan
matanya yang besar dan hitam.
"Itu kan tikus pohon peliharaan Philip," kata Jack. ia berlutut dengan hatihati, di dekat binatang itu. "Penidur," katanya lirih, "kau Penidur, kan" Kalau
begitu, Philip ada di dalam!"
Tikus pohon itu sudah sangat jinak, karena selama berhari-hari dimanjakan oleh
anak-anak. Bahkan Dinah pun sementara itu sudah sayang padanya. Tapi ia tidak
mau jika binatang itu berkeliaran di atas tubuhnya. Dan kini Penidur duduk di
atas telapak tangan Jack. Sementara kumisnya yang panjang bergerak-gerak, tikus
itu memandang Jack dan Kiki. Kiki memperhatikannya dengan heran. Tapi tanpa
melakukan apa-apa. "Kau tadi mendengar aku di sini, ya?" bisik Jack. "Lalu kautinggalkan Philip,
karena ingin melihat siapa yang datang. Apa yang harus kulakukan, agar tuanmu
itu terbangun" Kau tahu cara yang baik, barangkali?" Saat itu terdengar jeritan
burung hantu di luar. Penidur ketakutan mendengarnya, ia cepat-cepat meloncat
turun dari telapak tangan Jack, lalu menyusup masuk lagi ke balik pintu. Tapi
Jack mendapat akal, setelah mendengar suara burung hantu itu. Jika ia menirukan
suara tadi dengan mendekatkan mulutnya ke celah di bawah pintu, ada kemungkinan
Philip bisa terbangun mendengarnya. Sedang prajurit yang menjaga di bawah pasti
akan mengira bahwa yang berbunyi burung hantu yang tadi juga! Siasat itu jauh
lebih baik daripada jika Jack menggedor-gedor pintu, karenanya bunyinya pasti
akan terdengar di bawah. Jack berbaring menelungkup. Didekatkannya mukanya ke celah di bawah pintu. Kedua
belah tangannya ditangkupkan, dengan telapak agak cembung. Kemudian ia meniup
lewat celah yang terdapat di antara kedua ibu jari. Terdengarlah suara burung
hantu. Begitu mirip bunyinya, sehingga burung hantu pun mungkin tidak bisa
membedakan dari teriakannya sendiri!
Setelah itu Jack mendekatkan telinganya ke celah. Ia mendengar bunyi berderik di
balik pintu. Bunyi tempat tidurkah itu" Kemudian terdengar suara seseorang.
Suara Philip! "He, Gussy! Kaudengar suara burung hantu itu" Bunyinya begitu dekat seakan-"akan burung itu ada di dalam ruangan ini!"
Tapi tidak terdengar suara Gussy menjawab. Anak itu rupanya tidur pulas.
"Philip! Philip!" Jack memanggil dengan suara lirih, sambil mendekatkan mulutnya
ke pintu. Di dalam terdengar suara seruan tertahan, disusul pertanyaan Philip
yang kedengarannya heran.
"Siapa itu?" "Aku Jack! Datanglah ke pintu!"
"Terdengar langkah orang mendekat. Setelah itu Jack mendengar napas mendesah
dekat lubang kunci. "Jack! Bagaimana kau bisa sampai ada di situ" Aduh, senangnya hatiku mendengar
suaramu, Jack!" "Bagaimana keadaan kalian?" bisik Jack. "Bagaimana Lucy-Ann?"
"Kami semua baik-baik saja," balas Philip sambil berbisik pula. "Kami kemari
diangkut dengan pesawat terbang...."
"Ya, aku tahu," kata Jack. "Lalu apa yang terjadi setelah itu?"
?"Lalu kami diangkut kemari dengan mobil," Kata Philip. "Di tengah jalan Gussy
mabuk lagi, seperti biasa. Nyonya Tatiosa, yang menjemput kami dengan mobil itu,
marah-marah padanya. Sekarang wanita itu ada di puri sini bersama abangnya,
"Adipati Paritolen. Selain itu kami tidak tahu apa-apa lagi. Kau mungkin
mendengar kabar baru" Gussy sangat cemas, memikirkan nasib pamannya."
"Sepanjang pengetahuanku, pamannya itu untuk sementara waktu masih tetap raja,"
kata Jack. "Tapi kurasa sebentar lagi akan terjadi penggulingan kekuasaan,
seperti yang direncanakan komplotan Adipati Paritolen. Orang di sini sudah tahu
semua. Dan kalau itu terjadi, Gussy akan menjadi orang penting!"
"He, Jack! Kaurasa, bisakah kau membebaskan kami dari tempat ini" Bagaimana kau
bisa sampai kemari" Selama ini kusangka kau jauh sekali dari sini, masih tetap
berada di Pondok Batu! Padahal kenyataannya kau sekarang ada di balik pintu.
Sayang pintu terkunci!"
"Ya, memang." jawab Jack. "Coba aku tahu di mana anak kuncinya disimpan, dengan
mudah aku akan bisa membukanya. Ngomong-ngomong, jendela di dalam menghadap ke
mana" Ke timur, atau ke utara?"
"Utara," jawab Philip. "Letaknya berhadapan dengan sebuah menara yang berdiri
sendiri. Di menara itu ada lonceng. Kata Gussy, zaman dulu lonceng itu
dibunyikan jika ada musuh datang. Jendela kamar kami berhadapan letaknya dengan
menara itu." "Lucy-Ann ada bersamamu, Philip?" tanya Jack.
"Tidak! ia dan Dinah ditempatkan di kamar sebelah," kata Philip. "Mereka pasti
senang, jika tahu kau ada di sini. Sebentar, akan kubangunkan mereka."
"Baiklah." Tiba-tiba Jack kaget, ia mendengar langkah orang datang. Dari bunyinya, orang
itu masih ada di kaki tangga pilin.
"Ada orang datang!" bisiknya cepat-cepat. "Aku harus pergi dari sini. Nanti
kucoba datang lagi, lalu kita mengatur rencana."
Jack berdiri, lalu memasang telinga. Ya prajurit yang tadi menjaga di bawah, "kini sedang mendaki tangga pilin ke atas. Mungkinkah ia mendengar apa-apa" Jack
memandang berkeliling dengan bingung. Di mana ia bisa bersembunyi di langkan
sesempit itu" Tapi nanti dulu itu, peti yang di bawah jendela!
"Jack bergegas ke tempat itu, lalu mengangkat tutup peti. Disorotkannya senternya
ke dalam. Hanya selembar selimut tua saja yang terdapat di situ. Jack melangkah
masuk ke dalam peti bersama Kiki, lalu ditutupnya lagi. ia masih sempat melihat
sinar senter disorotkan ke atas di tangga, disusul kemudian oleh prajurit yang
muncul di langkan. Prajurit itu menerangi tempat itu dengan senternya, sambil
memandang berkeliling. Beberapa saat kemudian ia berpaling, lalu turun lagi.
Sepatunya yang berat berdentam-dentam mengenai anak tangga yang terbuat dari
batu. Jack menghembuskan napas lega. ia buru-buru keluar dari dalam peti, lalu
memasang telinga, ia dikagetkan oleh suara Philip, yang berbisik-bisik dekat
lubang kunci. "ia sudah pergi lagi. Prajurit yang menjaga, memang biasa datang satu jam sekali
kemari untuk memeriksa. Aku tadi lupa menanyakan, Jack Kiki ada juga di situ?"
?"Jelas, dong! Selama ini ia ikut terus dengan aku."
Philip tidak tahu bahwa Kiki kini terkenal sebagai bintang sirkus, ia bahkan
juga tidak tahu, bagaimana caranya Jack bisa sampai di Tauri- Hessia. Wah
"banyak sekali yang bisa diceritakannya pada anak-anak yang lain, jika mereka
sudah bebas kembali! Kiki sudah tidak tahan lagi, setelah begitu lama disuruh membisu terus. Ia
berbisik-bisik. "Bersihkan hidung, tutup pintu, dingdongbel, Polly pilek, hidup
Raja!" Philip tertawa pelan. "Senang rasanya bisa mendengar ocehan Kiki lagi. Bagaimana
kubangunkan anak-anak perempuan sekarang?"
?"Jangan," kata Jack. "Lebih baik aku pergi saja, selama masih bisa. Sampai
ketemu, Philip." ia menuruni tangga pilin dengan hati-hati. Sesampainya di bawah ia berhenti,
lalu memasang telinga. Di manakah prajurit tadi" Jack mengintip. Rupanya sedang
patroli ke ujung lorong sebelah sana. Jack bergegas menyelinap ke ruang samping,
dan dari situ ke ruang dansa yang lapang.
Sampai di situ ia memandang berkeliling sejenak. Diperhatikannya ruangan yang
hanya remang-remang penerangannya itu. Tiba-tiba ia kaget. Di ujung seberang
ruangan ada sebuah lukisan berukuran besar. Ketika Jack sedang memandang ke arah
situ, tiba-tiba lukisan itu bergerak menyamping, menampakkan lubang gelap yang
ternyata ada di belakangnya. Astaga! Apa lagi yang akan terjadi sekarang"
Bab 20, JALAN KELUAR Tiba-tiba muncul seorang laki-laki dari dalam lubang gelap itu. Jack
mengenalinya, karena orang itu memakai kaca mata berlensa tunggal.
"Itu pasti Adipati," kata Jack dalam hati. "Apakah yang dilakukannya malam-malam
di sini" Dan kenapa lewat jalan rahasia?"
Orang yang muncul itu melompat turun ke lantai. Saat itu sebuah pintu yang ada
di dekatnya terbuka. Seorang wanita melangkah ke luar. Jack juga langsung
mengenalinya. Itu pasti Nyonya Tatiosa! Wanita itulah yang pura-pura pusing,
lalu mampir di Pondok Batu! Nyonya Tatiosa, istri Perdana Menteri! Rupanya ia
hendak mengadakan pertemuan rahasia di situ, dengan abangnya. Dari manakah
Adipati tadi" Kenapa kelihatannya begitu gelisah"
Kedua orang itu bercakap-cakap. Kelihatan bahwa Nyonya Tatiosa merasa senang,
karena ia mencium kedua belah pipi abangnya, serta menepuk-nepuk punggungnya.
"Rencananya berjalan lancar rupanya," pikir Jack. "Dan pasti itu ada hubungannya
dengan Raja. Mungkin mereka sudah mengatur penangkapannya. Itu berarti Gussy
akan dikeluarkan dari ruangan yang di atas tadi, lalu dinobatkan menjadi raja
yang baru." Sementara itu kedua orang yang diintai oleh Jack masuk ke ruangan dari mana
Nyonya Tatiosa tadi muncul, sambil meneruskan percakapan mereka. Pintu ruangan
mereka tutup kembali. Jack mendengar dentingan gelas-gelas. Rupanya mereka
berdua sedang merayakan sesuatu. Jack ingin sekali Bill ada di sampingnya saat
itu. Tapi mungkin Bill sama sekali tidak menduga bahwa anak-anak ada di TauriHessia. Mungkin saat itu ia sedang mencari-cari mereka ke segala penjuru di
Inggris. Jack memandang lubang di dinding, yang semula tersembunyi di balik
lukisan. Bagaimana jika ia memasukinya, untuk melihat apa yang ada di dalam"
Dentingan gelas serta suara Nyonya Tatiosa yang bercakap-cakap dengan abangnya
masih terdengar di ruangan dekat lubang itu.
Jack bergegas lari menghampiri lubang gelap yang menganga. Dipanjatnya sebuah
kursi, lalu ia memandang ke dalam lubang, ia tidak bisa melihat apa-apa, karena
tempat itu gelap. Ketika sedang merogoh senter yang ada di dalam kantungnya,
tahu-tahu dilihatnya pintu ruangan yang dimasuki Adipati Paritolen bersama
adiknya tadi terbuka kembali. Tidak ada kemungkinan lain bagi Jack saat itu,
kecuali cepat-cepat menyusup masuk ke dalam lubang!
Jack begitu terburu-buru masuk, sehingga nyaris saja tersungkur. Ternyata di
dalam lubang ada tangga yang menuju ke bawah. Jack bergegas menuruninya. ia
terpeleset, dan jatuh berdebam di dasar tangga. Selama beberapa detik ia
terduduk saja di situ, mendengarkan dengan perasaan cemas. Tapi Adipati
Paritolen dan Nyonya Tatiosa rupanya tidak mendengar apa-apa, karena mereka
masih terus bercakap-cakap. Jack mendengar suara mereka samar-samar. Kemudian ia
mendengar bunyi lain. Bunyi benda bergeser! Tiba-tiba rongga tempat Jack berada
menjadi gelap gulita. "Wah, aku terjebak sekarang! Lukisan besar itu sudah dikembalikan ke tempatnya
semula," pikir Jack ketakutan, ia naik lagi ke atas, lalu meraba-raba sisi
belakang lukisan. Bagian itu rasanya terbuat dari kayu tebal, yang terpasang
rapi menutup seluruh lubang, ia berusaha mendorong tutup itu. Tapi sedikit pun
tidak bisa digerakkan. Dan Jack juga tidak berani terlalu keras mendorong,
karena takut kalau terdengar oleh kedua orang yang mungkin masih di luar. Jack
menyalakan senternya, lalu disorotkan ke kaki tangga. Ternyata ada lorong yang
berpangkal di situ. Lorong itu pasti menuju ke salah satu tempat. Bahkan mungkin
lewat situ, ia akan bisa keluar dari puri.
Jack memutuskan untuk mencobanya. Ia menuruni tangga lagi, lalu dimasukinya
lorong sempit yang ada di bawah. Jack berkesimpulan bahwa lorong itu mestinya
terdapat di dalam tembok, dan letaknya sedikit lebih rendah dari lantai ruangan
yang di luar. Setelah beberapa saat, lorong itu tiba-tiba menikung tajam.
Kemudian ada lagi tangga menurun. Tangga itu sangat curam. Jack menuruninya. ia
mengucap syukur dalam hati, karena membawa senter. Lorong yang dilewatinya
berbau pengap. Akhirnya ia tiba di suatu tempat. Di tempat itu ada seberkas sinar memancar ke
dalam. Datangnya dari dinding sebelah kiri. Ternyata di situ ada lubang kecil,
yang dibuat pada dinding pelapis dari kayu. Jack mengintip ke luar lewat lubang
itu. ia melihat sebuah ruangan dengan penerangan remang-remang. Ruangan itu
nampaknya di pakai untuk perundingan, karena ia melihat sebuah meja bundar
dengan kursi-kursi mengelilinginya. Di atas meja diatur kertas-kertas, persis di
depan kursi-kursi yang melingkar.
"Hm lewat lubang ini orang bisa mengintip dengan baik ke dalam," kata Jack "pada dirinya sendiri. "Tapi aku harus terus. Ke manakah arah lorong ini, Kiki?"
Kiki tidak tahu. Burung kakaktua itu sudah bosan, diajak berjalan di dalam
lorong gelap itu. ia menggerutu, sambil bertengger di bahu Jack. Lorong yang
dilalui menurun lagi. Tapi kali ini bukan lewat tangga, tapi lorong itu sendiri
yang menurun arahnya. Jack harus berjalan sambil menunduk, karena jalan
tersembunyi itu Kini semakin sempit dan rendah. Dua orang pasti akan mengalami
kesulitan, jika harus berpapasan di situ. Kiki mengomel, karena kepalanya setiap
kali membentur langit-langit.
"Coba aku bisa mengetahui, ke mana tujuan lorong ini, Kiki," kata Jack. "Aku pun
tidak senang, harus lewat sini! He, di depan ada ruangan!"
"Ruangan yang dimasuki berbentuk bulat. Nampaknya merupakan gudang, karena di
situ banyak barang-barang usang. Jalan masuk ke situ hanya sebuah lubang yang
berbentuk bulat pula. Jack memasuki lubang itu. ia mengucap syukur, bahwa
badannya tidak segendut Bos di sirkus.
"Ke mana kita sekarang?" katanya dalam hati. Disorotkannya senternya,
memperhatikan sekelilingnya. Hanya barang-barang usang saja yang nampak di situ.
Kemudian diarahkannya sinar senter ke langit-langit, yang ternyata tingginya
hanya sekitar lima sentimeter saja di atas kepala Jack.
"Wah ada tingkap di situ! Mudah-mudahan saja aku bisa membukanya!"
"Jack mendorong sekuat tenaga dan pintu tingkap terbuka ke atas, lalu jatuh
"dengan bunyi keras! Jack kaget setengah mati, sedang Kiki menjerit seperti
burung hantu! Tapi tidak ada yang datang memeriksa. Jack menunggu selama
semenit. Setelah itu ia memanjat ke luar. Di manakah ia sekarang"
Anak itu mulai merasa seolah-olah sedang bermimpi buruk, karena ia masih saja
belum sampai ke mana pun juga. ia masih harus meneruskan langkah, melewati
tangga, lorong, lubang, gudang, pintu tingkap dan sekarang, apa lagi" ia
"menyalakan senternya lagi. Ternyata ia berada dalam sebuah ruangan berdinding
batu. Ruangan itu sempit, serta berlangit-langit tinggi. Di sekelilingnya
bergantungan tali temali. Ketika senter disorotkan ke atas, Jack langsung sadar
di mana ia berada saat itu!
"Aku berada dalam menara lonceng! Menara lonceng yang berseberangan letaknya
dengan kamar Philip! Lorong yang kulewati tadi rupanya jalan rahasia untuk masuk
ke dalam puri! Wah, bukan main!"
Jack menghampiri pintu ruang di dasar menara lonceng itu. Tapi yang ada hanya
ambang saja, tanpa daun pintu. Menara itu rupanya khusus dibangun sebagai tempat
lonceng saja. Dari ambang pintu, Jack melihat bahwa menara itu di bangun di
sebelah luar tembok puri, dan bukan di dalam! Ia menarik napas lega. ia berhasil
keluar! Kini ia tinggal lari menuruni lereng, menuju ke perkemahan sirkus. Tidak
ada lagi penghalang di depannya. Tidak ada tembok yang harus dipanjat, atau
jendela dari mana ia harus meloncat ke bawah, ia sudah sampai di luar puri.
"Yuk, Kiki kita sudah ada di luar sekarang," kata Jack dengan suara pelan.
?"Kita kembali ke sirkus. Aku sudah sangat mengantuk!"
Tidak lama kemudian Jack menyusup masuk ke dalam karavan Pedro. Lantai berderakderik ketika ia masuk. Tapi Pedro tidak terbangun. Sambil membuka pakaian, Jack
mengenang pengalamannya tadi. ia merasa lega, karena anak-anak ternyata selamat.
Mereka masih tetap aman, selama Gussy belum diangkat menjadi raja. Tapi jika itu
sampai menjadi kenyataan, dan pemerintah Inggris memihak pada raja yang
digulingkan, keadaan mereka bisa menjadi gawat.
"Mereka harus cepat-cepat diselamatkan, sebelum paman Gussy ditawan dan Gussy
dinobatkan sebagai penggantinya," kata Jack dalam hati. "Aku harus berusaha
menghubungi Bill. Tapi itu pasti sulit, karena penduduk daerah itu mungkin
memihak Adipati Paritolen. Jika aku mencoba mengirim kabar pada Bill, ada
kemungkinan aku sendiri juga akan tertangkap!
Jack tertidur, karena capek setelah mengalami berbagai kejadian menegangkan
malam itu. ia bahkan tidak terbangun keesokan paginya, ketika beruang-beruang
asuhan Fank menimbulkan kegemparan, karena berusaha mendobrak kandang. Pedro
bercerita mengenai hal itu, ketika mereka sedang sarapan pagi.
"Tidak ada yang berani mendekati kandang beruang-beruang itu," katanya. "Sampai
saat ini mereka belum berkelahi tapi itu nanti pasti terjadi. Dan kalau mereka"sampai berkelahi, mereka takkan bisa lagi ditampilkan untuk mengadakan
pertunjukan." "Fank belum sembuh juga?" tanya Jack.
"Belum sakitnya malah bertambah parah," kata Pedro. "Bos sudah benar-benar
"bingung sekarang. Sayang teman yang kau ceritakan itu tidak ada di sini. Jika ia
benar-benar sehebat ceritamu, ada kemungkinan ia bisa menenangkan beruangberuang itu." Pedro hanya berkelakar saja.
Tapi Jack menanggapinya dengan serius, ia merasa yakin, Philip pasti mampu
menangani beruang-beruang itu. Bagaimana jika ia mengatakan pada Pedro di mana
Philip saat itu berada dan jika Pedro mau membantunya membebaskan anak-anak,
"setelah itu Philip pasti mau berusaha menenangkan beruang-beruang"
"Apa yang sedang kaupikirkan?" tanya Pedro, sambil memandang Jack dengan heran.


Lima Sekawan 07 Petualangan Di Sirkus Asing di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kelihatannya begitu serius!"
"Begini - aku mungkin bisa mendatangkan teman yang kuceritakan itu. Tapi aku
memerlukan bantuan," kata Jack. "ia sebenarnya ia tidak jauh dari sini."
?"O ya" Kenapa selama ini tidak kaukatakan?" kata Pedro. "Di mana ia sekarang?"
Jack ragu-ragu. Bisakah Pedro dipercaya" Untuk mengetahuinya ia bertanya pada
anak itu. "Katakan terus terang Pedro - apakah kau pengikut salah satu pihak
dalam urusan Raja dan Adipati Paritolen" Maksudku, bagaimana pendapatmu tentang
urusan itu?" "Aku tidak punya pendapat," kata Pedro dengan segera. "Bagiku masa bodoh, siapa
yang menjadi raja! Itu urusan mereka sendiri. Aku cuma tidak ingin di sini pecah
perang saudara karena kalau itu terjadi, kami harus cepat-cepat meninggalkan
"negeri ini. Sirkus selalu menjadi korban, kalau ada peperangan. Tapi kenapa
"kau bertanya?"
"Lain kali sajalah kujelaskan." Tiba-tiba Jack merasa bahwa ia sudah terlalu
banyak berbicara. "Pokoknya begini saja jika temanku itu bisa kudatangkan
"kemari dan bersamanya, juga teman-temannya kita akan bisa mencegah pecahnya
" "perang saudara sedang beruang- beruang asuhan Fank akan bisa ditenangkan,
"dan...." "Dan apa lagi?" kata Pedro sambil tertawa. "Kau hendak mempermainkan aku, ya"
Jangan suka membual, ah!"
Jack tidak mengatakan apa-apa lagi. Tapi ketika kemudian ternyata bahwa Fank
makin parah sakitnya, sedang beruang-beruangnya semakin gelisah, timbul lagi
keinginan Jack untuk lebih banyak bercerita pada Pedro. Alangkah baiknya jika
Philip dan anak-anak yang lain bisa diselundupkan ke sirkus karena mereka akan
" bisa bersembunyi dengan aman di situ. Tapi Gussy agak sulit, karena anak itu
gampang sekali dikenali. Bagaimana enaknya menyamarkannya"
Kemudian Jack mendapat akal. "Ah, tentu saja! Dengan rambutnya yang panjang,
matanya yang besar, dan bulu matanya yang lentik tebal seperti bulu mata anak
perempuan, Gussy bisa didandani seperti anak gala-galanya pada Pedro."
Malam itu sirkus membuka pertunjukannya di kota Borken. Pembukaan berlangsung
dengan tiupan terompet meriah yang diiringi pukulan genderang. Penduduk kota
yang mendengar keramaian itu langsung berdatangan. Pertunjukan beruang tentu
saja terpaksa dibatalkan. Tapi yang lain-lainnya berjalan dengan lancar. Para
penonton banyak yang mengomel, karena tidak jadi menyaksikan pertunjukan beruang
yang sebelumnya sudah diumumkan. Ada di antara mereka yang menuntut agar uang
karcis dikembalikan. "Fank harus tampil, tidak peduli sedang sakit atau tidak. Pertunjukan beruang
harus dilangsungkan," kata Bos mengomel-ngomel. "Kita harus mencari pengganti
Fank. Ah, tidak mana Fank" Beruang-beruang itu semakin gawat saja, tidak lama "lagi mereka pasti sudah saling bercakaran!"
Sehabis makan malam, Jack mendatangi Pedro. "Banyak yang ingin kuceritakan
padamu," katanya. "Aku memerlukan bantuanmu, Pedro. Kau punya waktu" Urusannya
penting sekali! Maukah kau mendengarkan?"
Pedro agak heran menghadapi sikap Jack yang tidak seperti biasanya. Begitu
serius! "Ya, tentu saja aku mau," kata Pedro. "Katakanlah apa yang hendak
kauceritakan. Aku berjanji, aku pasti mau membantumu."
Bab 21, RENCANA YANG BERANI
"Di manakah kita sebaiknya berbicara?" kata Jack. "Bagaimana kalau di dalam
karavanmu saja karena di situ kurasa takkan ada yang bisa ikut mendengarkan."
"Kedua anak itu masuk ke dalam karavan yang sempit. Pedro semakin heran, melihat
Jack menutup pintu. Apa-apaan ini" Kemudian ia mengerti, setelah Jack mulai
bercerita. Tentang Gussy yang dititipkan dan ikut berlibur di Pondok Batu, dan
kemudian ternyata bahwa ia seorang pangeran. Pedro sangat terkejut ketika
mendengarnya. Apalagi ketika Jack menuturkan tentang peristiwa penculikan, lalu
bagaimana Jack dengan sembunyi-sembunyi mengikuti mereka mula-mula menyelundup
"ke dalam tempat bagasi mobil, kemudian menyusup masuk ke tempat barang di
pesawat terbang. "Wah, kau benar-benar berani," kata Pedro. ia memandang Jack dengan kagum.
"Kau..." Tapi Jack langsung memotong, ia melanjutkan ceritanya, sampai ke
petualangan yang dialaminya ketika menyusup masuk ke Puri Borken.
"Baru sekali ini aku mendengar pengalaman seperti itu," kata Pedro dengan kagum.
"Tapi kenapa kau kemarin tidak mengajak aku" Kau kan tahu, aku pasti mau jika
diajak. Menyusup seorang diri ke sana - itu kan perbuatan berbahaya!"
"Ah aku sudah biasa bertualang," kata Jack. "Aku sebelumnya ingin tahu, apakah
"adikku serta anak-anak yang lain memang ada di tempat itu. Tapi sekarang aku
memerlukan bantuanmu. Pedro. Aku harus membebaskan mereka sebelum Raja ditawan
atau dibunuh, dan Gussy dinobatkan sebagai penggantinya. Soalnya begini! Jika
Gussy tidak ada di tangan mereka, maka takkan ada gunanya jika raja yang
sekarang disingkirkan. Para penculik memerlukan Gussy agar bisa dinobatkan
mengganti pamannya. Mereka ingin menobatkannya menjadi raja, supaya setelah itu
mereka bisa berbuat semau-mau mereka lewat Gussy. Yang sebenarnya berkuasa nanti
Adipati Paritolen dan adiknya, Nyonya Tatiosa, serta Perdana Menteri. Kau
mengerti?" "Ya, aku mengerti," kata Pedro. "Tapi aku tidak biasa langsung tersangkut dengan
urusan begini. Rasanya seperti tidak benar-benar terjadi."
"Tapi ini merupakan kenyataan, Pedro," kata Jack. "Ingatlah jika Philip bisa "kita bawa kemari, ia nanti pasti akan mampu menangani beruang-beruang itu,
menggantikan Fank. Sungguh anak itu hebat sekali kalau disuruh menghadapi
"binatang - tidak peduli binatang apa! Kami pernah mengalami dikejar-kejar
kawanan anjing herder, yang mulanya kami sangka serigala. Tapi begitu mereka
sudah dekat, Philip berhasil menjinakkan mereka, sehingga anjing-anjing
bersahabat dengan kami!"
Pedro nampak terkesan. Dari semula ia sudah merasa bahwa Jack bukan seperti anak
yang lain- lainnya. Tapi kisah yang dituturkannya begitu luar biasa, sehingga
sulit baginya untuk bisa percaya. Tapi Pedro percaya, karena ia yakin Jack
takkan mungkin berbohong.
"Lalu apa yang harus kulakukan?" tanyanya setelah beberapa saat membisu. "Aku
tentu saja mau melakukan apa saja yang kausuruh. Tapi terus terang saja ya,
kurasa mustahil kita bisa membebaskan keempat anak itu, yang terkurung di ruang
menara Puri Borken, dijaga prajurit yang mondar-mandir di kaki tangga. Tidak
mungkin!" Jack duduk sambil mengerutkan kening, ia sendiri juga mulai sangsi, apakah
niatnya mungkin dilaksanakan. Selama itu sudah banyak rencana yang dipikirkannya
tapi tidak satu pun rasanya bisa dijalankan dengan berhasil. ia tidak bisa
"masuk lagi lewat jendela yang letaknya di atas rumah cuci. Itu sudah pasti!
Sementara itu orang di sana tentunya sudah menemukan tangga panjat yang
tergeletak di pelataran. Lagi pula, katakanlah ia bisa masuk lewat situ, lalu
setelah itu bagaimana caranya mengeluarkan Philip serta yang lain-lainnya dari
dalam ruang yang terkunci di atas menara" ia kan tidak tahu, di mana anak kunci
pintu ruangan itu disimpan!
"Masuk lewat jalan yang satu lagi, juga tidak ada gunanya," katanya dalam hati.
"Kalau sudah berhasil menyusup masuk lewat lorong-lorong itu, kemudian aku akan
sampai di belakang lukisan besar. Dan aku tidak tahu bagaimana cara menggeser
lukisan itu ke samping! Tapi katakanlah aku berhasil melakukannya aku masih
"saja tidak tahu di mana anak kunci ruang menara disimpan."
Pedro ikut duduk, sambil berpikir-pikir. Benar-benar menjengkelkan bersama
"Jack, ia memiliki kemungkinan untuk mencegah pecahnya perang saudara di TauriHessia, tapi kedua-duanya tidak tahu apa yang harus dilakukan!
"He, Jack," katanya setelah beberapa lama berpikir. "Bagaimana jika soal ini
kita ceritakan pada Toni dan Bingo" Kedua pemain akrobat itu sahabat karibku.
Mungkin mereka nanti bisa mengatur rencana. Mereka sudah biasa mencari akal yang
bagus-bagus!" "Tapi bagaimana jika mereka kemudian membocorkan rahasia?" tanya Jack. Ia tidak
begitu setuju dengan niat Pedro. "Orang lain tidak boleh sampai mengetahuinya.
Soalnya, begitu Adipati sedikit saja merasa curiga bahwa ada orang hendak
mencoba membebaskan tawanannya, anak- anak pasti dengan cepat akan
dipindahkannya ke tempat lain. Bukan itu saja ia pun mungkin lantas
"mempercepat pelaksanaan rencananya, sehingga kita tidak mungkin lagi bisa
mencegah." "Kalau tentang Toni dan Bingo, kau tidak perlu khawatir," kata Pedro. "Mereka
benar-benar sahabat karibku! Dan kalau disuruh melakukan tugas macam begini,
mereka sudah pasti langsung mau membantu. Sebentar akan kujemput mereka."
"Pedro pergi ke luar, meninggalkan Jack seorang diri. Jack merasa gelisah.
Perasaannya tidak enak, jika terlalu banyak yang tahu tentang urusan itu. Tidak
lama kemudian Pedro sudah kembali, bersama Toni dan Bingo. Dalam pakaian seharihari, penampilan mereka sedikit pun tidak seperti pemain akrobat. Mereka nampak
seperti pemuda biasa. Bertubuh langsing dan cekatan, dengan rambut lebat, serta
wajah yang riang. "Untuk apa kalian memerlukan kami?" tanya Toni. Bahasa Inggris pemain akrobat
yang jago berjalan di atas tali itu tidak sempurna, tapi bisa dipahami. "Ada
kesulitan dengan Bos?"
"Bukan, bukan begitu," kata Pedro. "Bagaimana, Jack bolehkah aku bercerita "pada mereka" Kalau boleh, lebih baik aku menceritakannya dalam bahasa Italia
saja. Dengan begitu bisa lebih cepat, karena bahasa itulah yang paling mereka
pahami." "Baiklah," kata Jack. ia agak iri pada Pedro. Anak sirkus yang sudah sering
mengembara ke mana-mana itu menguasai berbagai bahasa. Mungkin ada setengah
lusin bahasa asing yang dikuasainya! Percakapan yang menyusul, sama sekali tidak
bisa diikuti oleh Jack. Pedro berbicara dengan cepat sekali, sambil menggerakgerakkan tangan seperti kebiasaan para artis sirkus yang terdiri dari bangsa
Spanyol, Prancis, dan Italia. Bingo dan Toni mendengarkan dengan mulut
ternganga. Mereka rupanya juga sangat heran, seperti Pedro tadi. Kemudian mereka
yang berbicara. Mereka sangat bersemangat. Jack sudah tidak sabar lagi, ingin
mengetahui apa yang mereka katakan. Akhirnya Pedro menoleh padanya, sambil
tertawa lebar. "Aku sudah menceritakan segala-galanya, katanya. "Dan mereka langsung menemukan
"akal, bagaimana anak-anak itu bisa dikeluarkan dari ruang menara. Rencana mereka
benar-benar luar biasa tapi bagus sekali!"
?"Apa?" kata Jack dengan gembira, lalu menambahkan, "Tapi mudah-mudahan tidak
mustahil dilaksanakan, Pedro!"
"Bagaimana kuceritakan saja rencana kalian padanya?" tanya Pedro pada Toni.
?"Kalau aku yang bercerita, bisa lebih cepat."
"Ya, ceritakanlah," kata Toni sambil mengangguk.
"Nah rencana mereka begini," kata Pedro memulai penjelasannya. "Ketika aku
"tadi bercerita bagaimana kau bisa keluar lewat tingkap di dasar menara lonceng
yang tinggi, mereka langsung mendapat akal. Tadi kukatakan, letak menara itu
berseberangan dengan jendela menara tempat keempat anak itu ditawan. Lalu mereka
mengatakan, bagi mereka mudah saja untuk melemparkan tali dari puncak menara
lonceng, ke jendela kamar mereka!"
"Aku mau saja percaya, tapi lalu apa gunanya?" tanya Jack. "Maksudku anak-anak
"mana mungkin bisa menyeberang lewat tali! Mereka pasti jatuh!"
"Coba dengar dulu," kata Pedro. "Kau kan sudah pernah melihat ayunan yang
dipakai oleh Toni dan Bingo dalam pertunjukan mereka. Nah ayunan itu bisa
"dipasang ke tali dengan perantaraan roda-roda kerekan. Dengan tali lain, ayunan
itu bisa digerakkan maju-mundur. Jika anak-anak mau disuruh duduk bergantian di
atas ayunan, mereka kemudian akan bisa ditarik ke seberang. Ya, kan" Itu urusan
gampang!" "Astaga!" Jack benar-benar tercengang. "Gagasan apa itu" Mana mungkin bisa?"
"Bisa saja," kata Toni bersemangat. "Mula-mula kita naik - ke menara lonceng.
Lalu tali diseberangkan ke tempat teman-temanmu. Kalau sudah, aku berjalan ke
sana. Itu gampang! Ayunan kubawa serta, kutarik dengan tali. Lalu anak-anak
secara bergantian kusuruh duduk di atas ayunan lalu aku berjalan lagi di atas
"tali sambil menarik ayunan satu kali, dua kali, tiga kali, empat kali
" "semuanya selamat! Bagus kan, ideku itu?"
"Tapi apakah benar-benar bisa dilakukan" Kedengarannya sangat berbahaya," kata
Jack yang masih tetap merasa sangsi.
"Tidak dengan cara begini malah gampang," kata Toni. "Aku yang akan melakukan
"semuanya. Aku, Toni!"
Bingo hanya mengangguk-angguk saja. Rupanya ia sependapat dengan Toni bahwa
gagasan itu bagus, dan juga bisa dilaksanakan. Yang jelas, gagasan begitu hanya
mungkin timbul dalam benak pemain akrobat seperti kedua pemuda itu. Itu sudah
pasti, kata Jack dalam hati.
"Dan sesudah itu, kawanmu siapa namanya, katamu" - Filip" nah, anak itu " "kemudian akan membuat beruang Fank menjadi jinak kembali!" kata Toni. "Semua
akan senang kalau begitu!"
"Ya, semua akan senang," kata Jack, ikut-ikutan bersemangat. Bagaimanapun juga,
kedua pemain akrobat itu memang sudah biasa melakukan hal-hal seperti itu. Bagi
mereka, itu biasa saja walau menurut orang biasa mungkin sangat berbahaya,
"bahkan mustahil bisa dilakukan.
"Kita melakukannya besok malam, sesudah pertunjukan," kata Toni lagi. "Sementara
itu kami akan menyiapkan segala-galanya. Bos kita beri tahu atau tidak?"
"Jangan dulu," kata Pedro, setelah menimbang-nimbang sebentar. "Dan kalau nanti
kita ceritakan, lebih baik seperlunya saja. Tentang Pangeran dan yang lainlainnya, tidak usah! Kita hanya mengatakan bahwa kita akan menjemput seorang
teman Jack yang bisa membantu menangani beruang-beruang. Tentang ketiga anak
lainnya, nantilah kucari akal apa yang harus kita katakan. Tapi itu soal nanti!"
Toni dan Bingo kembali ke tempat mereka, sambil berembuk dengan bersemangat.
Rupanya mereka sangat asyik, akan melakukan sesuatu yang mereka gemari!
Keesokan harinya Jack tidak bisa tenang. Pikirannya selalu kembali pada rencana
Toni. Akan berhasilkah rencana itu" Bagaimana jika Lucy-Ann nanti tidak berani
duduk di atas ayunan yang akan diluncurkan lewat tali" Dan bagaimana dengan
Gussy" Anak itu pasti akan setengah mati ketakutan! Tapi tidak ada jalan lain
yang lebih baik, untuk bisa lari dari ruangan menara yang terkunci itu! Bahkan
hanya itulah jalan satu-satunya!
Pertunjukan sirkus dimulai seperti biasa Para penonton kembali mengomel, karena
tidak ada pertunjukan dengan beruang. Fank sebenarnya mau mengadakan
pertunjukan, tapi ia tidak mampu. Bahkan berdiri saja tidak kuat. Beruangberuang nampak gelisah, begitu mendengar bunyi ramai tanda pertunjukan sudah
dimulai. Tidak ada yang berani mendekati kandang mereka sehari itu. Makanan
mereka dimasukkan secara buru-buru, dengan bantuan tongkat panjang. Tapi makanan
itu tidak disentuh beruang-beruang itu. Mereka mondar-mandir di dalam kandang
sambil menggeram-geram. Akhirnya pertunjukan usai.
Para penonton kembali ke kota, sambil mengobrol dan tertawa-tawa. Jack membantu
Pedro membersihkan tempat pertunjukan.
"Kau memikirkan nanti malam?" bisik Pedro padanya. "Aku tadi melihat Toni
membawa ayunan. Mestinya ia hendak memendekkan tali-talinya, supaya tidak
terlalu terayun-ayun nanti."
Sehabis makan malam, ibu Pedro langsung masuk ke karavannya, ia sudah mengantuk.
Jack ikut dengan Pedro ke tempat tinggalnya. Mereka duduk di situ, menunggu Toni
dan Bingo datang untuk mengatakan bahwa mereka sudah siap. Beberapa waktu
kemudian pintu karavan diketuk dengan hati-hati dari luar. Pedro membukakan.
"Yuk!" kata Toni. Dengan cepat kedua anak itu menyelinap ke luar. Mereka ikut
dengan Toni dan Bingo mendaki lereng bukit puri. Puri Borken menjulang tinggi di
atas. Begitu besar kelihatannya, suram dan misterius. Mereka sampai di menara
lonceng. Siangnya Toni dan Bingo sudah datang ke situ, untuk meneliti.
"Kita masuk," kata Pedro dengan suara pelan. Begitu semua sudah berada di dalam,
ia menyalakan senter yang dibawa. Sinarnya menerangi tali kokoh yang dibawa
Bingo, serta ayunan yang dipegang oleh Toni. Semua mendongak, memandang ke arah
langit-langit menara. Bagaimana caranya naik ke sana"
"Di dinding sebelah situ ada tangga besi," kata Toni. "Aku dulu yang naik.
Kalian menyusul." Bab 22 MELARIKAN DIRI Tidak sukar memanjat tangga besi itu. Dengan cepat Toni sudah sampai di puncak
menara. Tapi Kiki lebih cepat lagi. Ia terbang membubung, lalu hinggap di atas
lonceng. Burung iseng itu kaget mendengar lonceng itu berbunyi sedikit, ketika
ia hinggap di situ. Lonceng itu tergantung pada sebatang balok besar. Di atasnya
ada semacam langkan dari batu yang sisinya berlubang, tempat tangga besi lewat.
Toni naik sampai ke langkan, disusul oleh Jack dan Pedro.
Bingo naik paling belakang. Di keempat sisi langkan ada lubang besar berbentuk
jendela melengkung. Keempat lubang itu masing-masing menghadap ke utara,
selatan, timur, dan barat. Toni mengintip lewat lubang yang berhadapan dengan
jendela menara puri di seberang. ia menaksir jarak yang memisahkan. Jack ikut
memandang ke seberang. Dalam gelap, jarak yang terbentang rasanya jauh sekali!
ia bergidik. Ingin rasanya membatalkan rencana itu, setelah melihat betapa
tingginya mereka dari tanah. Tapi Toni dan Bingo bersikap santai-santai saja.
Keduanya berunding sebentar. Terasa sekali bahwa mereka yakin sekali akan mampu
melakukan tugas itu. Kemudian Toni mengatakan sesuatu pada Pedro, yang langsung menerjemahkannya
untuk Jack. "Kata Toni, ia sudah siap. ia bertanya, bagaimana kita bisa menarik
perhatian kawan-kawanmu yang ada di seberang" Kita memerlu kan bantuan mereka,
menangkap lalu mengikat tali yang akan dilemparkan ke sana!"
"Kita bisa mencoba dengan menyalakan senter beberapa kali. Atau dengan menirukan
suara burung hantu," kata Jack. "Philip pasti akan memandang ke luar."


Lima Sekawan 07 Petualangan Di Sirkus Asing di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kita coba saja dengan suara burung hantu," kata Toni. Jack menangkupkan kedua
tangannya, lalu menirukan suara itu dua kali berturut-turut. Setelah itu "mereka menunggu, sambil memandang ke arah jendela yang gelap di seberang. Sesaat
kemudian nampak sinar memancar sebentar-sebentar di situ.
"Itu pasti Philip," kata Jack dengan gembira, lalu membalas isyarat tadi dengan
senternya. "Philip!" panggilnya dengan suarah lirih. "Kaukah itu?"
"Ya! Itu kau, Jack" Kau di mana" Kau naik ke menara lonceng?"
"Bilang padanya, Toni akan menyeberang lewat tali," kata Pedro. "Tapi sebelumnya
tali itu harus kita rentangkan dulu ke sana. Toni akan melemparkan tali itu
dengan dibanduli batu. Katakan pada temanmu agar bersiap untuk menangkapnya!"
"Aku tahu jalan yang lebih baik!" kata Jack bersemangat. "Biar Kiki saja yang
menyeberangkannya! Tentu saja bukan tali yang besar tapi yang lebih tipis,
"yang terikat padanya. Kiki bisa menggondolnya, lalu terbang ke seberang."
"Ya itu bagus!" kata Toni. "Dengan begitu, kita menghemat waktu!"
?"He, Philip," seru Jack dengan suara lirih. Kiki akan terbang ke tempatmu
sekarang, dengan membawa tali. Kalau ia sudah sampai di situ, kau ambil tali itu
lalu kau tarik. Pada tali itu terikat tali lain, yang lebih besar. Tali itu
nanti kauikatkan pada sesuatu, supaya bisa terentang. Jangan sampai kendur!"
"Baiklah! Tapi aku tidak mengerti..."
?"Sudahlah, sekarang kau panggil saja Kiki," kata Jack. Ujung tali yang kecil
sudah diberikan pada Kiki. Burung itu menarik-nariknya. "Bawa ke tempat Philip,
Kiki," kata Jack. Sementara tu Philip mulai memanggil-manggil.
"Kiki! Kiki!" Kiki langsung terbang ke seberang, dengan membawa ujung tali.
Burung cerdik itu mengerti, bahwa tali itu harus dibawa ke tempat Philip. Tapi
ia tidak tahu bahwa di belakangnya ada tali yang panjang, yang dengan cepat
diulur oleh Toni! Kiki hinggap di bahu Philip. Ujung tali dilepaskannya, karena
ia hendak mencubit telinga anak itu. Untung saja Philip sigap. Dengan cepat
disambarnya ujung tali, lalu ditariknya. Dengan segera tali yang lebih besar
sudah sampai di seberang. Philip menarik terus, sampai terasa sentakan untuk
memberi isyarat bahwa ia harus berhenti. Kini tinggal mengikatkan tali itu pada
sesuatu. Tapi apa" Dalam kamar Philip ada lentera. Ia menyalakannya, supaya bisa lebih jelas
melihat ke mana tali bisa diikatkan. Di ujung tali itu ada gelang dari besi.
Jadi ia tinggal memasukkan gelang itu pada suatu benda yang tidak bisa tergeser.
Nah kaki tempat tidurnya terbuat dari besi! Philip menariknya ke jendela, lalu
diselipkannya gelang besi di ujung tali ke salah satu kaki tempat tidur. Dengan
begitu tali itu takkan mungkin tergeser, karena kaki tempat tidur sudah menempel
ke tembok. Bunyi tempat tidur yang diseret oleh Philip menyebabkan Gussy
terbangun. "Ada apa?" tanya anak itu. Ia duduk di tempat tidur, ia tidak bisa melihat
dengan jelas, karena Philip sengaja mengecilkan nyala lentera.
"Sst, jangan berisik," desis Philip. "Jack ada di luar Bangunkan anak-anak
perempuan. Tapi jangan keras-keras, nanti terdengar oleh penjaga!"
Di atas menara lonceng, Toni mengencangkan bentangan tali, dibantu oleh Bingo.
Mereka merasa bahwa ujung yang di seberang sudah terpasang kokoh. "Cukup kokoh!"
kata Bingo pada Toni dalam bahasa mereka. "Kau bisa berjalan di atasnya dengan
aman!" Toni tidak membuang-buang waktu lagi. Ia melangkah ke luar, lalu berdiri di
ambang jendela yang sempit. Bingo mengarahkan sinar senter untuk menerangi tali
yang terentang ke seberang. Toni memijakkan kakinya ke atas tali untuk menguji.
Jack melongo, ketika tahu-tahu pemuda itu sudah berlari dengan cepat ke
seberang! Kelihatannya dengan enak saja ia melakukannya.! Sesampainya di
seberang. Toni berhenti sejenak sambil berdiri di ambang jendela. Setelah itu ia
menyusup masuk ke dalam kamar. Philip cepat-cepat datang memegang. Mukanya pucat
pasi. "Aduh, Anda kan bisa jatuh tadi?" katanya dengan gugup. Sementara itu Dinah dan
Lucy-Ann sudah dibangunkan oleh Gussy. Kini mereka ada di kamar itu. Kiki juga
ada di situ. Burung itu sangat gembira melihat mereka.
"Siapa dia?" tanya Lucy-Ann. ia kaget melihat Toni. "Apakah yang terjadi di
sini, Philip?" "Sekarang tidak ada waktu untuk memberi penjelasan," kata Philip, ia sendiri
sebenarnya juga masih agak bingung. "Pokoknya, kita akan dibebaskan!"
Sementara itu Toni sibuk menarik tali besar yang dibawanya menyeberang. Anakanak memperhatikannya dengan perasaan ingin tahu. Setelah beberapa saat menarik,
terdengar bunyi sesuatu menyentuh dinding menara sebelah luar. Toni menoleh ke
arah Philip. "Kau duduk di situ," katanya, sambil menunjuk ayunan yang tergantung di bawah
tali. "Tapi jangan bergerak-gerak! Nanti kau akan kuhela ke seberang."
Philip kaget. Dipandangnya ayunan yang tergantung di bawah tali. Di ujung atas
ayunan itu terpasang roda kerekan. Ah itu rupanya rencana mereka, kata Philip "dalam hati. ia dan anak- anak yang lain harus bergantian duduk di ayunan, yang
kemudian dihela ke seberang, ke menara lonceng. Wah!
"Ayo cepat!" kata Toni dengan nada tidak sabar. "Kau paling dulu!"
"Baik," kata Philip, ia memantapkan hati. Jika anak-anak yang lain melihat bahwa
ia bisa sampai dengan aman ke seberang, mereka takkan begitu merasa takut. "Aku
dulu yang menyeberang," katanya pada Gussy dan kedua anak perempuan yang nampak
kaget. "Setelah itu menyusul Lucy-Ann, lalu kau, Gussy dan yang paling akhir "kau, Dinah."
Philip naik ke tempat tidur, dan dari situ ke ambang jendela, ia berpegangan ke
tali yang terentang di luar. Tahu-tahu ia dijunjung oleh Toni, dan didudukkan di
atas ayunan "Aku menyeberang sekarang," kata Toni pada mereka yang memandang dengan gelisah
dari menara lonceng. Setelah itu ia berlari lagi di atas tali, sambil menarik
ayunan yang diduduki Philip. Tahu-tahu mereka sudah sampai di seberang. Philip
dijunjung lagi, lalu ditarik ke dalam, ke langkan di atas menara lonceng. Jack
menyalaminya. Kedua anak itu tidak mampu mengatakan apa-apa, karena terharu.
Sementara itu Toni sudah lari ke seberang lagi, sambil menarik ayunan. Lucy-Ann
sebenarnya sangat takut. Tapi ia menabahkan hati. Dibantu oleh Toni, ia duduk di
atas ayunan. Napas Lucy- Ann tersentak, ketika terlintas dalam ingatannya bahwa
saat itu ia berada di tempat yang sangat jauh dari tanah. Namun dalam beberapa
detik saja, ia pun sudah sampai di seberang dengan selamat. Dengan segera Toni
kembali lagi, untuk menjemput Gussy. Anak itu gemetar ketakutan, Toni sampai
khawatir kalau-kalau anak itu terjatuh di tengah jalan. Tapi Gussy berpegang
erar-erat ke tali samping dari ayunan yang diduduki. Hampir saja ia menangis
karena lega, ketika sampai di seberang dengan selamat. Menyeberangkan Dinah
tidak menimbulkan kesulitan. Anak itu tidak takut. Atau kalau pun takut, ia
tidak menampakkannya, ia duduk dengan tenang di ayunan, sementara Toni menghela
dengan langkah pasti. Semua bergembira. Lucy-Ann tidak henti-hentinya merangkul
Jack. Langkan sempit di puncak menara penuh sesak, sehingga hampir tidak ada
tempat lagi untuk Toni. "Bagaimana dengan tali ini?" tanya Pedro. "Bagaimana cara kita mengembalikannya
kemari?" "Biar saja tergantung di situ," kata Toni. "Aku punya tali lain, sebagai
cadangan." "Yuk, kita turun saja sekarang," kata Jack. ia agak khawatir, jangan-jangan
kemudian terjadi sesuatu yang menggagalkan usaha pembebasan itu. "Aku dulu."
Tidak lama kemudian semua sudah sampai di kaki menara. "Sekarang kita harus
sangat berhati-hati," bisik Jack, lalu menuruni lereng, menuju ke perkemahan
sirkus, ia menggandeng adiknya. Lega perasaannya sekarang, karena Lucy-Ann sudah
berhasil diselamatkan. Gussy ikut saja, tanpa mengerti apa sebenarnya yang
terjadi. "Anak-anak perempuan bisa tidur di dalam karavanku," kata Pedro pada Jack.
"Sedang kita bisa di kolongnya." Tapi sebelum mereka sampai di perkemahan
sirkus, tahu-tahu terdengar bunyi yang sangat nyaring. Mereka tertegun, karena
kaget dan takut. Bunyi apakah itu"
"Itu bunyi lonceng!" seru Jack, sambil menutupi telinga, "Lonceng yang di
menara, lalu lonceng di gereja dan masih ada satu lonceng lain. Apakah yang
terjadi" Apakah sudah ketahuan bahwa Gussy tidak ada lagi di dalam menara?"
Orang-orang sirkus terbangun, lalu bergegas keluar dari karavan masing-masing.
Semua bingung mendengar bunyi lonceng-lonceng yang tidak henti-hentinya
berdentang. Kemudian terdengar suara orang ramai berteriak-teriak di dalam kota.
Lampu-lampu dinyalakan di mana-mana. Sementara itu lonceng-lonceng masih terus
berdentang dentang. "Lonceng-lonceng di desa-desa sekeliling juga dibunyikan," kata Jack dengan
heran. "Rupanya bunyi itu untuk memberi tahu penduduk! Tapi memberi tahu tentang
apa" Mereka tidak mungkin sudah tahu semua bahwa Gussy melarikan diri. Kecuali
Adipati Paritolen dan adiknya, tidak ada yang tahu bahwa ia ditawan di atas
menara." Tidak lonceng-lonceng itu tidak berdentangan karena Gussy, melainkan untuk "menyampaikan kabar lain. Kabar yang serius.
"Raja hilang! Raja tidak bisa ditemukan! Raja hilang!" Penduduk kota berseruseru, saling menyampaikan berita itu dengan perasaan risau. Apakah yang terjadi
dengan raja mereka" Jangan-jangan tewas dibunuh orang! Raja diculik musuh. Tapi
siapakah mereka" "Wah untung kita cepat-cepat membebaskan Gussy," kata Jack. "Coba tadi
"menunggu setengah jam lagi, kini pasti sudah terlambat!"
"Ya," kata Philip. "Aku ingin bisa melihat tampang Adipati Paritolen saat ia
masuk ke dalam kamar di atas menara untuk menjemput Gussy dan menobatkannya
menjadi raja yang baru dan melihat bahwa Gussy sudah tidak ada lagi di situ!
"Raja lenyap dan tidak ada yang bisa dinobatkan sebagai penggantinya!"
"Tahu-tahu Gussy menangis. "Apakah yang terjadi dengan pamanku?" keluhnya. "Di
mana dia sekarang" Aku tidak mau dijadikan raja!"
"Diam!" bentak Jack.
"Kau ingin semua orang di sini tahu bahwa kau Pangeran Aloysius" Jika ada yang
membocorkan rahasia itu, kau pasti akan dengan segera ditawan lagi oleh Adipati!
Ayo masuk di dalam karavan itu, dan jangan menangis terus!"
Bab 23 AWAS BERUANG! Jack mendorong-dorong Gussy. Dinah, dan Lucy-Ann, menyuruh mereka lekas-lekas
masuk ke karavan Pedro. ia sama sekali tidak menduga akan kembali ke sirkus
bersama mereka, di tengah keributan seperti itu! Orang orang sirkus bermunculan
dari karavan-karavan mereka. Orang- orang itu berpakaian sekenanya saja. Mereka
bergerombol-gerombol, bercakap-cakap dengan sikap cemas. Itu benar-benar
merupakan saat yang paling tidak cocok untuk membawa Gussy ke perkemahan.
Bagaimana jika ada orang yang mengenalinya" Hal itu juga disadari oleh Pedro. ia
jauh lebih tahu daripada Jack, kesulitan mana yang akan menimpa sirkus jika
sampai ketahuan bahwa Pangeran Aloysius disembunyikan di situ! Seluruh awak
sirkus pasti akan langsung dijebloskan ke dalam penjara. Pedro sangat cemas
membayangkan kemungkinan itu.
"Aku harus memberi tahu Mak, Jack," bisiknya dengan gugup. "Tidak ada jalan
lain! Ia pasti mau menolong kita."
Jack tidak melihat kemungkinan lain, kecuali menyetujui. Dilihatnya Pedro
menghampiri ibunya, dan berbicara padanya dengar sikap mendesak. Setelah itu
Pedro ikut dengar ibunya masuk ke karavan. Mak menutup pintu tempat tinggalnya.
Jack memandang Philip yang merasa bingung menghadapi keributan yang terjadi
dengan begitu tiba-tiba. Gussy mengintip ke luar dari jendela karavan Pedro,
bersama Dinah dan Lucy-Ann. Ia ingin melihat apa yang terjadi di luar. Lucy-Ann
merasa cemas dan bingung, ia merasa lebih aman ketika masih terkurung dalam
kamar menara Mana Jack" Kenapa ia tidak muncul, dan menjelaskan apa sebetulnya
yang sedang terjadi" Pedro keluar dari karavan ibunya, ia langsung mendatangi
Jack. "Beres!" katanya. "Urusan kita diambil alih oleh Mak. ia mau menyembunyikan
Gussy. Ia sama sekali tidak merasa ngeri malah bisa dibilang senang! Gussy akan
"didandaninya menjadi anak perempuan. Dengan gaun, serta pita yang akan diikatkan
ke rambut Gussy yanc panjang. Pada orang-orang akan dikatakannya bahwa Gussy itu
cucu perempuannya, yang datang berkunjung untuk beberapa hari di sini.'
Jack terkikik, membayangkan Gussy menjadi anak perempuan. "Gussy pasti akan
marah-marah, jika didandani seperti anak perempuan," katanya.
"Mak takkan peduli," kata Pedro sambil nyengir. "Paling-paling Gussy nanti akan
ditamparnya beberapa kali dan tangan Mak keras sekali! Akan kujemput Gussy
sekarang, kuantar ke tempat Mak. Jika ia sudah didandani nanti, takkan ada orang
yang tahu bahwa ia sebenarnya Pangeran Aloysius."
Jack memandang Philip, sementara Pedro pergi menjemput Gussy. "Kasihan Gussy,"
kata Philip sambil nyengir. "Tapi itu gagasan yang hebat Gussy pasti akan "cantik, jika sudah didandani sebagai anak perempuan!"
Tiba-tiba terdengar teriakan ramai, disusul pekik jerit. Datangnya dari seberang
perkemahan. Orang lari berpencaran, sambil berteriak-teriak ketakutan.
"Beruang! Beruang! Mereka lepas!" Toni berlari-lari mendatangi Jack. "Mana
temanmu, yang katamu bisa menjinakkan binatang?" katanya dengan gugup.
"Ah itu dia! Beruang-beruang lepas! Mereka menjebol tiga batang terali kandang
"mereka. Kawanmu harus membantu karena Fank tidak mampu bangun dari tempat
"tidurnya!" Philip belum tahu apa-apa tentang beruang-beruang itu. Dengan cepat Jack
menceritakan persoalannya pada anak itu, sementara mereka berlari ke ujung
seberang lapangan. "Mudah-mudahan kau bisa berbuat sesuatu, Philip. Toni tadi
membantuku mengeluarkan kalian, dengan harapan kau akan bisa menolong. Sirkus
akan rugi besar, jika beruang-beruang itu nanti terpaksa ditembak."
Seekor beruang masih tertinggal di dalam kandang. Binatang itu tidak berani
keluar, mendengar suara orang ribut-ribut. Beruang itu bingung, ia menggeramgeram. Tidak ada yang berani datang mendekat. Fifo dan Fum berteriak-teriak
dalam kandang mereka yang ada di dekat situ. Kedua simpanse itu ikut ketakutan.
Madame Fifi, pengasuh mereka bergegas memeriksa keteguhan gembok kandang mereka.
Setelah itu ia berlari-lari mendatangi Jack. "Jangan kalian dekati beruang itu,
Anak-anak! ia berbahaya. Dan hati-hati terhadap yang dua lagi!"
"Lubang di kandang mereka harus cepat-cepat ditutup," kata Philip. "Kalau tidak,
beruang yang masih di dalam bisa keluar nanti!"
"Tidak ada yang berani melakukannya," kata Toni. Tapi Madame Fifi ternyata
berani! Diambilnya sebuah obor yang menyala di dekatnya. Setelah itu ia menuju
ke kandang beruang. Gagang obor ditancapkannya ke tanah, di depan kandang.
Beruang yang ada di dalam cepat-cepat mundur, lalu meringkuk di sudut, ia takut
melihat nyala api yang berkobar.
"Untuk sementara aman," kata Philip, "ia takkan berani keluar, selama obor itu
masih menyala di depan lubang. Nah di mana kedua beruang yang lepas?"
?"Di sana sedang mengendus-endus di sekeliling karavan Bos," kata Jack. ia
"menuding kedua sosok gelap yang nampak tidak jauh dari tempat mereka. "Bos pasti
sedang gemetar ketakutan, di dalam!"
"Aku perlu daging," kata Philip, sementara ia mendului lari menuju ke arah kedua
beruang itu. "Atau lebih baik madu atau sirup."
?"Ibu Pedro punya sirup sebotol besar," kata Jack. "Tunggu sebentar kuambilkan
"sekarang." ia cepat-cepat lari ke karavan Mak, lalu membuka pintu dengan buruburu. Gussy berdiri di balik pintu, hanya dengan pakaian dalam. Anak itu marahmarah, ia tidak mau didandani oleh Mak. Ibu Pedro sedikit pun tidak menampakkan
rasa heran, ketika Jack tahu-tahu masuk dan meminta sirup.
"Itu, di atas rak," katanya, sambil terus menyikat rambut Gussy yang panjang.
Jack mengambil botol sirup dari atas rak, lalu bergegas kembali ke tempat
Philip. Sementara itu Philip sudah menghampiri kedua beruang, yang menoleh ke
arahnya dengan sikap curiga.
"Hati-hati, Philip," kata Jack dengan suara pelan. "Mereka sudah melukai satu
orang." "Aku takkan mereka apa-apakan," kata Philip dengan tenang. "Tapi kau jangan
menampakkan diri dulu, Jack." Philip mencelupkan tangannya ke dalam botol sirup.
Setelah itu ia mendatangi kedua beruang, sambil menuangkan sedikit sirup ke
tanah. Kedua beruang menggeram-geram. Philip kembali ke tempat semula, lalu
duduk sambil meletakkan botol sirup di dekatnya. Orang-orang sirkus berkerumun
menonton, agak jauh dari tempat Philip duduk. Siapakah anak laki-laki itu"
Apakah yang hendak dilakukannya dengan beruang-beruang berbahaya itu" Mereka
memandang dengan perasaan ingin tahu bercampur takut, siap untuk lari begitu
kelihatan akan ada bahaya. Jack tidak menampakkan diri. Tapi ia tidak jauh dari
Philip, siap untuk cepat-cepat membantu jika ternyata perlu. Tapi ia merasa
bahwa ia takkan perlu membantu, ia yakin Philip pasti mampu menjinakkan kedua
beruang itu. Sementara itu kedua beruang sudah mencium bau sirup yang ditumpahkan Philip di
atas rumput. Binatang-binatang besar itu sangat menyukai makanan yang manismanis. Fank kadang-kadang memberi mereka sirup, sebagai upah. Mereka mengendusendus, lalu mendatangi tumpahan sirup di tanah. Satu di antaranya menjilati
tumpahan itu. Temannya menggeram-geram, sambil berusaha mendesaknya ke samping.
Tapi kemudian tercium olehnya bau sirup yang ditumpahkan di dekat situ. Tumpahan
itu didatangi, lalu dijilat-jilat. Kedua beruang itu mendengus-dengus dengan
senang. Rupanya di sekitar situ banyak sirup tumpah! Mereka sudah dua hari tidak
mau makan. Jadi tidak mengherankan, jika kini mereka lapar. Orang-orang yang
menonton menahan napas, ketika melihat kedua binatang buas itu semakin dekat
menghampiri anak laki-laki yang duduk di tanah.
"Siapakah anak itu" ia harus diperingatkan,! bahwa kedua binatang itu sangat
berbahaya." kata mereka. Tapi Bingo dan Toni menyuruh mereka diam.
"Tenang sajalah! Anak itu teman Jack dan kabarnya pandai menjinakkan binatang."Berilah kesempatan padanya! ia masih bisa lari, jika kedua beruang itu ternyata
menyerangnya!"

Lima Sekawan 07 Petualangan Di Sirkus Asing di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Beruang yang paling depan sudah sangat dekat ke tempat Philip duduk, ia masih
mengendus-endus terus, dengan kepala dekat ke tanah. Philip mencelupkan
tangannya lagi ke dalam botol sirup, lalu melambai-lambaikannya dengan gerakan
lambat, supaya tercium oleh kedua beruang itu. Beruang yang di depan mengangkat
kepalanya. Begitu melihat Philip, binatang itu mundur sedikit, ia mendengus
marah. Siapakah itu yang duduk di tanah" Mata beruang itu nampak berkilat marah,
memantulkan sinar lentera yang ada di dekat situ. Orang-orang yang menonton
mendesah, karena ngeri. Kemudian Philip berbicara, ia berbicara dengan suara
yang agak lain yang selalu dipakainya jika berbicara dengan binatang. Madanya
"rendah dan datar, lembut tapi berwibawa. Seperti menyihir! Beruang yang paling
"depan mendengarkan, ia mendengus lagi, lalu mundur sedikit membentur temannya
"yang ada di belakangnya. Philip berbicara terus. Apakah yang dikatakan olehnya"
Jack tidak bisa menangkap kata-katanya, ia merasa heran, walau sudah sering
melihat Philip beraksi seperti itu. Dari mana Philip tahu, bahwa berbicara
dengan binatang harus dengan cara begitu" Dan apa sebabnya binatang yang diajak
Philip berbicara, selalu mau mendengarkan"
Orang-orang sirkus tahu bahwa kebanyakan pelatih binatang biasa berbicara dengan
suara khusus jika berhadapan dengan binatang-binatang asuhan mereka. Tapi ini
"seorang anak laki-laki yang tidak dikenal, berbicara dengan tenang pada dua ekor
beruang yang sedang bingung dan curiga. Dan kedua beruang itu mendengarkan!
Sementara itu beruang yang satu lagi ikut mendekat, dengan telinga diruncingkan
ke depan, ia mengendus-endus. Bukan hanya bau sirup saja yang tercium olehnya,
tapi juga bau badan Philip, ia menyukainya. Philip berbau ramah! Bagi beruang,
manusia terdiri dari dua golongan yang berbau ramah, dan yang tidak. Beruang
"itu menghampiri Philip, lalu mengendusnya. Di antara orang-orang sirkus yang
berkerumun menonton, terdengar seseorang berteriak tertahan. Rupanya orang itu
takut kalau Philip tahu-tahu diserang oleh beruang itu. Tapi beruang itu tetap
mengendus-endus tanpa mengacuhkan pekik tertahan tadi. Philip berbicara terus.
Suaranya begitu lembut dan memukau, sehingga orang banyak yang berkerumun mulai
ikut merasa tertarik. Beruang yang ada di depannya menjilat tangannya yang
berlumuran sirup. Beruang yang satu lagi menyusul. Ketika melihat bahwa
saudaranya tidak takut, ia pun ikut-ikutan menjilati tangan Philip yang satu
lagi. Sekejap kemudian kedua binatang buas itu sudah mendengus-dengus dengan nikmat.
Anak itu baik! Baru sekali ini mereka berjumpa dengannya, tapi mereka merasa
pasti bahwa Philip sahabat mereka. Sementara itu Philip berbicara terus, dengan
suara datar dan ramah. Kini ia merasa sudah aman untuk bergerak, ia menggeser
tangannya lambat-lambat, mencelupkannya ke dalam botol yang berisi sirup. Tangan
itu kemudian disodorkannya lagi ke arah beruang. Seekor beruang merebahkan diri
di sisinya, supaya bisa menjilat-jilat dengan santai. Orang-orang yang melihat
mendesah lagi. Philip menyodorkan botol sirup pada beruang yang satu lagi.
Kemudian dielus-elusnya beruang yang berbaring di sampingnya. Beruang itu
mendengus nikmat. Kedua beruang itu sudah tenang. Mereka merasa senang, karena
sudah menemukan seseorang yang mereka sukai, dan bisa dipercaya. Philip tahu
bahwa ia sudah berhasil menguasai mereka. Mudah-mudahan saja orang-orang yang
menonton tidak melakukan sesuatu yang konyol seperti dengan tiba-tiba ribut, "atau bergegas mendatangi. Tapi orang-orang sirkus sudah berpengalaman menghadapi
binatang buas. Itu takkan mereka lakukan!
Philip berdiri. Segala gerakannya dilakukan dengan lambat, tidak mengejutkan.
Diambilnya botol sirup, lalu ia berjalan menuju ke kandang beruang sambil
memegang tengkuk beruang yang tadi berbaring di sampingnya. Beruang-beruang itu
mengikutinya dengan tenang, sambil menjilat-jilat bibir. Sampai di depan
kandang, Philip membuka pintunya lalu membiarkan kedua beruang itu masuk. Botol
berisi sirup diletakkannya di dalam kandang. Setelah itu ia keluar lagi. Pintu
kandang ditutupnya baik-baik. Saat itu barulah orang-orang yang menonton
bersorak-sorai! "Anak itu benar-benar ajaib! Siapakah dia" Katakan pada Fank, beruang-beruangnya
sudah aman. Siapakah anak laki-laki itu?"
Lembah Tiga Malaikat 2 Wiro Sableng 035 Telaga Emas Berdarah Senopati Pamungkas 16

Cari Blog Ini