Konspirasi Hari Kiamat The Doomsday Conspiracy Karya Sidney Sheldon Bagian 5
"Untuk menangkapku."
"Kau bisa membuatnya lebih mudah dengan menyerahkan dirimu."
"Terima kasih, paesano". Kalau aku perlu nasihat, aku akan menghubungi Dear Abby." Ia membanting telepon itu.
Robert menyadari makin lama ia berkeliaran, makin besar bahaya yang dihadapinya. Agen-agen rahasia dari setengah lusin negara akan mengepungnya.
Aku harus mencari pohon untuk berlindung, pikir Robert Ia pernah mendengar cerita tentang seorang pemburu yang menceritakan pengalamannya ketika bersafari. "Singa yang sangat besar itu sedang berlari ke arahku, dan semua anak buah penembakku telah lari. Aku tidak memegang senjata, dan tak ada tempat untuk bersembunyi. Sama sekali tidak ada semak-semak atau pohon di sekitar situ, dan binatang itu sedang menuju ke arahku, semakin dekat dan semakin dekat" "Bagaimana Anda bisa lolos?" seorang pendengar bertanya. "Aku berlari ke pohon yang terdekat dan memanjatnya." "Tapi Anda bilang tadi di situ tidak ada pohon." "Anda tidak mengerti. Harus ada pohon!" Dan aku harus menemukannya, pikir Robert.
Ia melihat ke sekeliling piazza itu. Sudah sangat sepi pada jam-jam begini. Ia memutuskan bahwa, sekaranglah waktunya berbicara dengan orang yang memulai semua mimpi buruk ini, Jenderal Milliard. Tapi ia harus sangat hati-hati. Pelacakan telepon dengan peralatan elektronik modern bisa sangat
orang kampung cepat Robert melihat bahwa dua booth telepon di samping booth yang sedang dipakainya kosong kedua-duanya. Bagus. Dengan mengabaikan nomor khusus yang diberikan Jenderal Hilliard, ia memutar nomor umum NSA. Ketika operatornya menjawab, Robert berkata, "Tolong kantor Jenderal Hilliard."
Tak lama kemudian, ia mendengar suara seorang sekretaris. "Kantor Jenderal Hilliard."
Kata Robert, "Harap tunggu, ini telepon antarnegara." Ia menjatuhkan gagang telepon dan bergegas ke booth sebelah. Dengan cepat diputarnya kembali nomor itu. Seorang sekretaris lain menjawab, "Kantor Jenderal Hilliard."
"Harap tunggu, ini telepon antarnegara," kata Robert Ia membiarkan gagang telepon menggantung, pergi ke booth yang ketiga, dan memutar lagi. Ketika sekretaris yang lain lagi menjawab, Robert berkata, "Ini Letkol Bellamy. Saya ingin bicara dengan Jenderal Hilliard."
Terdengar desah terkejut "Sebentar, Letnan." Sekretaris itu membunyikan interkom. "Jenderal, Letkol Bellamy ada di saluran tiga."
Jenderal Hilliard menoleh ke Harrison Keller. "Bellamy ada di saluran tiga. Lakukan pelacakan, cepat"
Harrison Keller bergegas menghampiri telepon di sebuah meja samping dan menghubungi Pusat Operasi Jaringan* yang dijaga dan dimonitor dua
"Network Operations Center
puluh empat jam sehari. Pejabat senior yang bertugas menjawab. "NOG Adams."
"Berapa lama dibutuhkan untuk melakukan pelacakan darurat terhadap telepon masuk?" Keller berbisik.
"Sekitar satu sampai dua menit."
"Lakukan sekarang. Kantor Jenderal Hilliard, saluran tiga. Akan saya tahan."* Ia menoleh kepada sang Jenderal dan mengangguk.
Jenderal Hilliard menerima telepon itu.
"Letnan" Anda di situ?"
Di pusat operasi, Adams mengetikkan sebuah nomor ke dalam komputer. "Nah, pelacakan dimulai," katanya.
"Saya pikir sudah waktunya Anda dan saya bicara, Jenderal."
"Saya gembira Anda menelepon, Letnan. Bagaimana kalau Anda datang ke sini dan membicarakan masalahnya" Saya akan menyiapkan sebuah pesawat untuk Anda, dan Anda akan tiba di sini dalam?"
"Tidak, terima kasih. Terlalu banyak kecelakaan terjadi dalam pesawat, Jenderal."
Di ruang komunikasi, ESS?electronic switching system?telah diaktifkan. Layar komputer mulai nampak terang. AX121-B" AX122-C" AX123-C"
"Apa yang terjadi?" Keller berbisik ke dalam telepon.
"Pusat Operasi Jaringan di New Jersey melacak Washington, D.C., saluran induk, sir. Tahan dulu."
Layar itu jadi kosong. Lalu kata-kata Saluran Induk Luar Negeri Satu tertayang di layar.
"Telepon itu berasal dari suatu tempat di Eropa. Kami sedang melacak negerinya"."
Jenderal Hilliard berkata, "Letkol Bellamy, saya kira ada sedikit salah paham. Saya punya usul?"
Robert meletakkan gagang telepon.
Jenderal Hilliard menoleh ke Keller. "Apa sudah ditemukan?"
Harrison Keller berbicara di telepon kepada Adams. "Apa yang terjadi?" "Kami kehilangan dia."
Robert pergi ke booth yang kedua dan ^mengangkat telepon.
Sekretaris Jenderal Hilliard berkata, "Letkol Bellamy menelepon di saluran dua."
Kedua orang itu saling berpandangan. Jenderal Hilliard menekan tombol untuk saluran dua.
"Letnan?" "Izinkan saya mengajukan usul," kata Robert.
Jenderal Hilliard menutupi gagang telepon dengan tangannya. "Lacak lagi."
Harrison Keller mengangkat telepon dan berkata kepada Adams, "Dia ada lagi. Saluran dua. Cepat"
"Baik." "Usul saya, Jenderal, yaitu Anda batalkan semua kegiatan anak buah Anda. Sekarang juga."
"Saya rasa Anda salah menafsirkan situasinya, Letnan. Kita bisa menyelesaikan masalah ini kalau?"
"Akan saya katakan bagaimana kita bisa menyelesaikannya. Ada perintah untuk membunuh saya. Saya mau Anda membatalkannya."
Di Pusat Operasi Jaringan, layar komputer me nayangkan pesan baru: AX155-C Saluran Induk Sekunder A21 dilacak Sirkuit 301 ke Roma. Saluran Induk 1 Atlantik.
"Kami telah menemukannya," Adams berkata lewat telepon. "Kami telah melacak salurannya ke Roma."
"Dapatkan nomor dan lokasinya," kata Keller kepadanya.
Di Roma, Robert sedang mengamati arlojinya. "Anda memberikan tugas. Saya telah melaksanakannya."
"Anda melaksanakannya dengan sangat baik, Letnan. Pendapat saya be?" Hubungan terputus.
Sang Jenderal menoleh ke Keller. "Ia memutuskannya lagi." Keller berbicara di telepon, "Bisa dilacak?" "Terlalu cepat, sir."
Robert pergi ke booth berikutnya dan mengangkat telepon.
Suara sekretaris Jenderal Hilliard terdengar lewat interkom. "Letkol Bellamy ada di saluran satu, Jenderal."
Jenderal itu membentak, "Dapatkan bajingan ini!" Ia mengangkat telepon itu. "Letnan?"
"Dengarkan, Jenderal, dan dengarkan baik-baik. Anda telah membunuh banyak orang yang tidak bersalah. Kalau Anda tidak membatalkan kegiatan anak buah Anda, saya akan pergi ke media massa
dan menceritakan kepada mereka apa yang sedang terjadi."
"Sebaiknya Anda tidak melakukan itu, kecuali Anda ingin menciptakan kepanikan di seluruh dunia. Makhluk-makhluk asing itu benar-benar ada, dan kita tak berdaya menghadapi mereka. Mereka sudah siap menyerang kita. Anda tidak tahu apa yang akan terjadi"kalau ini sampai bocor."
"Anda juga tidak tahu," Bellamy menukas. "Saya tidak memberi Anda pilihan. Batalkan kontrak untuk membunuh saya. Kalau masih ada usaha untuk membunuh saya, saya akan mempublikasikan semua ini."
"Baiklah," kata Jenderal Hilliard. "Anda menang. Saya akan membatalkannya. Bagaimana kalau begini" Kita bisa?"
"Pelacakan Anda pasti sudah ada hasilnya sekarang," kata Robert. "Selamat siang."
Hubungan diputuskan. "Bisa dilacak?" Keller membentak lewat telepon.
Adams berkata, "Hampir, sir. Dia menelepon dari sebuah kawasan di pusat kota Roma. Ia terus-terusan mengubah nomornya."
Sang Jenderal menoleh ke arah Keller. "Well?"
"Maafkan saya, Jenderal. Yang kami tahu hanya bahwa dia berada di suatu tempat di Roma. Anda percaya ancamannya itu" Apakah kita akan membatalkan kontrak untuk membunuhnya?"
"Tidak. Kita akan menyingkirkan dia."
Robert menimbang-nimbang lagi pilihan yang
dipunyainya. Ternyata sangat sedikit Mereka akan mengawasi bandara-bandara, stasiun-stasiun kereta api, terminal-terminal bus, dan persewaan-persewa-an mobil. Ia tidak bisa mendaftar di hotel karena SIFAR akan menyebarkan pengumuman peringatan. Padahal ia harus bisa keluar dari Roma. Ia memerlukan penyamaran. Seorang pendamping. Mereka pasti tidak akan mencari seorang pria dan seorang wanita yang pergi bersama. Ini satu permulaan.
Sebuah taksi sedang menunggu di pojok jalan. Robert mengacak rambutnya, menarik dasinya ke bawah, dan berjalan terhuyung-huyung ke arah taksi itu. "Hei," ia berseru. "Kamu!"
Pengemudinya memandangnya dengan wajah kurang senang.
Robert mengeluarkan lembaran dua puluh dolar dan menamparkannya ke tangan pengemudi itu. "Hei, buddy, aku ingin bersenang-senang. Kau tahu maksudnya" Apa kau bicara bahasa Inggris?"
Pengemudi itu melihat ke uang kertas itu. "Anda ingin perempuan?"
"Betul, pai. Aku ingin perempuan."
"Andiamo?mari," kata pengemudi itu.
Robert menyusup ke dalam taksi, dan taksi itu berangkat Robert menoleh ke belakang. Ia tidak sedang dikuntit Adrenalin mengalir deras di pemindah darahnya. "Setengah dari semua pemerintah di dunia sedang mencari dirimu,* Dan tidak ada ! peluang untuk minta keringanan. Perintahnya adalah membunuh dia.
Dua puluh menit kemudian, mereka sampai di Tor di Ounto, kawasan lampu merah Roma, yang dihuni para mucikari dan wanita tuna susila. Mereka meluncur melewati Passeggiata Archeologica, dan pengemudi itu berhenti di sebuah sudut jalan. "Anda akan mendapatkan wanita di sini," katanya. "Terima kasih, buddy." Robert membayar ongkos sesuai meternya dan turun dari taksi itu. Taksi itu langsung melesat pergi diiringi derit ban, mengeluarkan bunyi menggerit.
Robert melihat ke sekelilingnya, mengkaji lingkungannya. Tidak ada polisi. Ada beberapa mobil dan segelintir pejalan kaki. Nampak lebih dari selusin pelacur sedang menjelajahi jalanan. Dengan prinsip "Mari kita giring teman-teman lama kita," polisi melakukan penggerebekan dua bulan sekali untuk memuaskan tuntutan moralitas dan untuk memindahkan para pelacur kota dari Via Veneto? kawasan yang terlalu terbuka?ke kawasan ini. Di sini mereka tidak akan menyinggung perasaan wanita-wanita kaya terhormat yang sedang minum teh di Donny"s. Karena itulah, sebagian besar dari para wanita ini cukup menarik dan berpakaian keren. Ada satu yang menarik perhatian Robert secara khusus.
Ia nampaknya berumur awal dua puluhan. Rambutnya panjang dan hitam, dan ia mengenakan rok hitam dan blus putih yang" sedap dipandang, yang ditutup dengan mantel bulu unta. Robert menduga bahwa ia pasti seorang aktris atau model part-time. Ia sedang memandang kepada Robert.
Robert terhuyung di depannya. "Hai, baby," bergumam, "kau bicara bahasa Inggris?" "Ya."
"Bagus. Mari kita bikin sedikit pesta."
Ia tersenyum dengan ragu-ragu. Orang mabui bisa membuat repot "Barangkali Anda sebaikny; segarkan diri dulu." Ia berbicara dengan logat Italia yang halus.
"Hei, aku cukup sadar."
"Biayanya seratus dolar."
"Oke, honey.* Ia menetapkan niatnya. "Va bene?baik. Mari. Ada hotel pas di ujung jalan itu." "Bagus. Siapa namamu, baby?" "Pier."
"Aku Henry." Sebuah mobil polisi muncul di kejauhan, menuju ke arah mereka. "Ayo, kita pergi dari sini."
Wanita-wanita yang lain memandang dengan iri kepada Pier dan pelanggan Amerika-nya yang berlalu dari situ.
Hotel itu memang tidak seperti Hassler, tapi pemuda dengan wajah seperti germo yang bertugas di meja di lantai bawah tidak menanyakan paspor. Ia malahan hampir sama sekali tidak mengangkat wajahnya ketika ia memberikan kunci kamar kepada Pier. "Lima puluh ribu lira."
Pier memandang Robert Robert mengeluarkan uang dari sakunya dan memberikannya kepada pemuda itu.
Ruang yang mereka masuki berisi sebuah tem- "j
pat tidur besar di sudut, sebuah meja kecil, dua kursi kayu, dan sebuah cermin di atas wastafel. Ada juga sebuah rak pakaian di balik pintunya.
"Anda harus membayar di muka."
"Tentu." Robert menghitung seratus dolar.
"Grazie." Pier mulai menanggalkan pakaiannya. Robert berjalan ke jendela. Ia menyingkap sedikit tirainya dan mengintip ke luar. Semuanya nampak normal saja. Ia berharap bahwa saat itu polisi sedang mengikuti truk merah itu kembali ke Prancis. Robert menjatuhkan tirai itu dan membalikkan badannya. Pier sudah telanjang. Tak disangka ternyata tubuhnya sangat indah. Payudara yang kencang, pinggul yang penuh, pinggang yang ramping, dan kaki-kaki yang panjang.
Ia sedang mengawasi Robert. "Kau tidak akan menanggalkan pakaianmu, Henry?"
Ini bagian yang sulit, ?"terus terang saja," kata Robert, "aku rasa aku terlalu banyak minum tadi. Aku tidak bisa melakukannya sekarang."
Pier mengamatinya dengan pandang menyelidik. "Jadi mengapa kau?""
"Kalau aku tinggal di sini dan tidur supaya mabukku hilang, kita bisa bercinta esok pagi."
Pier mengangkat bahu. "Aku harus bekerja. Itu berarti aku kehilangan?"
"Jangan kuatir. Aku akan menutupnya." Robert mengeluarkan beberapa lembar ratusan dolar dan memberikannya kepada Pier. "Apakah itu cukup?" Pier melihat ke uang itu dan membuat Jcepu383 tusan. Itu cukup menggoda. Di luar dingin, dan bisnis sedang payah. Di lain pihak, ada sesuatu yang aneh dengan laki-laki ini. Pertama, yang jelas ia sepertinya tidak mabuk. Cara berpakaiannya rapi, dan dengan uang sebanyak itu, sebenarnya bisa saja ia membawanya ke hotel yang bagus. Well, pikir Pier, peduli amat! Que s to cazzo se ne frega" "Baiklah. Hanya ada satu tempat tidur untuk kita berdua." "Tidak apa-apa."
Pier menyaksikan ketika Robert menghampiri jendela lagi dan menyingkap sedikit tirainya.
"Kau sedang mencari sesuatu?"
"Apa ada pintu belakang untuk keluar dari hotel?"
Aku terlibat dalam apa ini" Pier bertanya dalam hati. Sahabatnya baru saja terbunuh karena bergaul dengan para penjabat. Pier biasa menganggap dirinya cukup pintar menilai laki-laki, tapi yang satu ini sungguh membuatnya heran. Ia tidak nampak seperti orang jahat, tapi toh" "Ya, ada," katanya.
Tiba-tiba ada suara jeritan, dan Robert memutar badannya.
*Dio! Diol Sono venuta tre volte!" Suara wanita yang berasal dari kamar sebelah menembus dinding tipis itu.
"Apa itu?" Jantung Robert berdebar keras,.
Pier menyeringai. "Dia sedang bersenang-senang Katanya dia sudah mencapai "itu" untuk ketiga kalinya."
Robert mendengar bunyi gemeretak per-per tempat tidur.
"Kau mau tidur?" Pier berdiri di situ, telanjang
dan tidak malu-malu, memandangnya. "Tentu." Robert duduk di tempat.tidur. "Kau tidak akan melepas pakaianmu?" "Tidak."
"Terserah kau saja." Pier menghampiri tempat tidur dan berbaring di samping Robert "Kuharap kau tidak mendengkur," kata Pier.
"Kau bisa mengatakannya kepadaku esok pagi."
Robert tidak mempunyai niat untuk tidur. Ia ingin memeriksa jalanan sepanjang malam untuk memastikan bahwa mereka tidak datang ke hotel itu. Mereka pasti akan sampai juga ke hotel kecil kelas tiga ini akhirnya, tapi itu akan makan waktu. Terlalu banyak tempat yang harus mereka liput terlebih dulu. Ia terbaring di situ, seluruh persendiannya terasa sakit, menutup matanya untuk beristirahat sejenak. Ia tertidur. Ia merasa seakan sudah berada di rumahnya kembali, di tempat tidurnya sendiri, dan ia merasakan tubuh Susan yang hangat berada di sebelahnya. Ia sudah kembali, pikirnya senang. Ia telah kembali kepadaku. Baby, aku begitu merindukanmu.
Hari Ketujuh Belas /"i
Roma, Italia Robert dibangunkan oleh cahaya matahari yang menerpa wajahnya. Ia langsung duduk tegak, melihat ke sekelilingnya dengan cemas, belum sadar
ia berada di mana. Ketika ia melihat Pier, ingatannya pulih kembali Ia bisa lebih santai. Pier sedang di depan cermin, menyisir rambutnya.
"Buon giorno" katanya. "Kau tidak mendengkur."
Robert melihat arlojinya. Jam sembilan. Ia telah menyia-nyiakan waktu yang berharga.
"Kau mau bercinta sekarang" Bukankah kau sudah membayar untuk itu?"
"Tidak apa-apa," kata Robert.
Pier, telanjang dan menggoda, berjalan menghampiri tempat tidur. "Sungguh?"
Aku tidak bisa walaupun seandainya aku mau, Manis. "Sungguh."
*Va bene." Pier mulai mengenakan pakaiannya. Ia bertanya sepintas lalu, "Siapa Susan?"
Pertanyaan itu mengejutkan Robert "Susan" Apa yang membuatmu bertanya?"
"Kau mengigau dalam tidurmu."
la ingat mimpinya. Susan telah kembali kepadanya. Barangkali ini sebuah pertanda. "Dia seorang teman." Dia istriku. Dia akan bosan kepada Moneybags dan kembali kepadaku satu hari nanti. Itu kalau aku masih hidup.
Robert menghampiri jendela. Ia mengangkat Urainya dan melihat ke luar. Jalanan penuh dengan pejalan kaki dan para pedagang yang mulai membuka toko-tokonya. Tidak ada tanda-tanda mara bahaya.
Sudah waktunya untuk melaksanakan rencananya. Ia menoleh ke gadis itu. "Pier, bagaimana kalau kau ikut bepergian sedikit bersama aku?"
Ia memandang Robert dengan curiga. "Bepergian?ke mana?"
"Aku harus ke Venesia untuk urusan bisnis, dan aku paling tidak senang bepergian sendirian. Kau
suka Venesia?" "Ya"."
"Bagus. Aku akan membayarmu untuk waktumu, dan kita akan menikmati sedikit liburan bersama." Robert menatap ke luar jendela lagi. "Aku tahu di sana ada hotel yang bagus. Cipriani" Bertahun-tahun yang lalu ia dan Susan tinggal di Royal Daniel i, dan ia pernah kembali lagi, tapi hotel itu sudah sangat merosot pengelolaannya dan tempat tidurnya sangat kotor. Satu-satunya sisa kejayaan hotel itu adalah Luciano, petugas yang melayani counter reception.
"Biayanya seribu dolar sehari." Tapi ia sebenarnya bersedia melakukannya untuk lima ratus dolar.
"Baik," kata Robert. Ia menghitung dua ribu dolar. "Ini dulu."
Pier nampak ragu. Nalurinya mengatakan bahwa ada sesuatu yang tidak* benar. Tapi janji peranan figuran dalam sebuah film yang dinanti-nanti sampai saat ini belum juga ada kabarnya, dan ia sangat membutuhkan uang. "Baiklah," katanya.
"Mari kita pergi."
Di lantai bawah, Pier melihat Robert mengamati jalanan dengan saksama sebelum melangkah ke luar untuk memanggil taksi. Dia ini sedang dikejar-kejar orang, pikir Pier. Aku tidak jadi ikut.
"Begini," kata Pier, "aku tidak yakin apakah aku jadi ikut ke Venesia denganmu. Aku?"
"Kita akan senang sekali di sana," tukas Robert.
Tepat di seberang jalan terletak sebuah toko permata. Ia memegang tangan Pier. "Ayo. Kau akan kuberi sesuatu yang bagus."
"Tapi?" Ia menarik Pier menyeberangi jalan ke toko permata itu.
Petugas di balik counter berkata, "Buon giorno, signore. Boleh saya bantu?"
"Ya," kata Robert. "Kami mencari sesuatu yang bagus untuk nona ini." Ia menoleh ke Pier. "Kau suka zamrud?"
"Aku" ya."
Robert berkata kepada petugas itu, "Anda punya gelang zamrud?"
"Si, signore. Saya punya sebuah gelang zamrud yang bagus." Ia menghampiri sebuah lemari kaca dan mengeluarkan sebuah gelang. "Ini koleksi kami yang terbagus. Harganya lima belas ribu dolar."
Robert melihat ke Pier. "Kau suka?"
Pier tak sanggup mengucapkan apa-apa. Ia mengangguk.
"Kami ambil itu," kata Robert Ia memberikan kartu kredit ONI-nya kepada sang petugas.
"Mohon tunggu sebentar." Petugas itu menghilang ke ruang belakang Ketika ia kembali lagi, ia berkata, "Perlu saya bungkus untuk Anda, atau?""
"Tidak. Teman saya akan memakainya." Robert
mengenakan gelang itu ke pergelangan tangan
Pier. Pier mengamatinya, tertegun.
Robert berkata, "Itu akan nampak cantik di Venesia, ya?"
Pier mengangkat wajahnya dan tersenyum. "Sangat."
Ketika mereka berada di jalan, Pier berkata, "Aku" aku tak tahu bagaimana harus berterima
kasih kepadamu." "Aku cuma ingin kau merasa senang," kata Robert. "Kau punya mobil?"
"Tidak. Tadinya aku punya satu mobil tua, tapi
dicuri orang." "SIM-mu masih ada?"
Pier memandangnya dengan terheran-heran. "Ya, tapi tanpa mobil, apa gunanya SIM?"
"Kita lihat nanti. Mari kita pergi dari sini."
Ia memanggil taksi. "Tolong ke Via Po."
Pier duduk di taksi itu, berpikir tentang Robert. Mengapa ia begitu ingin ditemani olehnya" Padahal ia bahkan tidak menyentuh dirinya. Bisa jadi dia?"
"Qui!" Robert berseru kepada pengemudinya. Mereka berada seratus yard dari Agen Persewaan Mobil Maggiore.
"Kita turun di sini," kata Robert kepada Pier. Ia membayar pengemudi itu dan menunggu sampai taksi itu sudah jauh. Ia memberikan setumpuk uang kertas kepada Pier. "Aku ingin kau menyewa mobil untuk kita. Minta Fiat atau Alfa Romeo. Bilang kita perlu itu untuk empat atau lima hari.
Uang ini cukup untuk uang mukanya. Sewa atas namamu. Aku akan menunggumu di bar di seberang jalan."
Kurang dari delapan blok jauhnya dari situ, dua orang detektif tengah menanyai pengemudi sebuah truk merah yang naas, yang berpelat nomor Prancis.
"Vous me faites chier. Saya benar-benar tidak tahu bagaimana kartu sialan itu bisa berada dalam bak truk saya," pengemudinya berteriak. "Seorang Italia gila barangkali menaruhnya di situ."
Kedua detektif itu saling berpandangan. Salah seorang berkata, "Aku akan menelepon dulu."
Francesco Cesar sedang duduk di belakang meja tulisnya, memikirkan tentang perkembangan terakhir. Sebelumnya penugasan ini nampak begitu mudah. "Anda tak akan sulit menemukannya. Kalau sudah tiba saatnya, kami akan mengaktifkan alat pelacak itu, dan itu akan membawa Anda langsung
kepadanya." Ternyata mereka salah mengukur kemampuan Letkol Bellamy.
Kolonel Frank Johnson sedang duduk di kantor Jenderal Hilliard, perawakannya yang besar itu memenuhi seluruh kursi.
"Setengah dari seluruh agen di Eropa sedang memburu dia," kata Jenderal Hilliard. "Sejauh ini mereka belum mujur."
"Diperlukan lebih dari sekadar kemujuran," kata Kolonel Johnson. "Bellamy agen yang andal."
"Kita tahu bahwa dia berada di Roma. Bajingan itu baru saja membeli sebuah gelang seharga lima belas ribu dolar. Kita sudah berhasil-mengurungnya. Tak ada jalan baginya untuk bisa keluar dari Italia. Kita tahu nama yang digunakannya di paspornya?Arthur Butterfield."
Kolonel Johnson menggelengkan kepala. "Kalau saya tidak salah menilai Bellamy, sampai sekarang kita belum tahu apa-apa mengenai nama apa dipakainya. Satu-satunya hal yang dapat kita pastikan tentang Bellamy adalah bahwa dia tidak akan melakukan apa-apa yang kita sangka akan dilakukannya. Kita sedang memburu seseorang yang paling andal di bidang ini. Mungkin malahan lebih dari itu. Seandainya masih ada tempat pelarian, Bellamy akan lari ke sana. Seandainya masih ada tempat untuk sembunyi, dia akan sembunyi di sana. Saya rasa alternatif yang terbaik bagi kita adalah membawanya keluar ke tempat terbuka, mengasapinya supaya keluar. Saat ini, dialah yang mengendalikan semua situasi. Kita harus merebut inisiatif itu darinya."
"Maksud Anda, mempublikasikannya" Membukanya kepada pers?" "Tepat sekali."
Jenderal Hilliard mengerutkan bibirnya. "Itu akan sangat sensitif. Jangan sampai kita mengumumkan diri kita sendiri."
"Kita tidak perlu sampai begitu. Kita akan mengeluarkan pernyataan pers bahwa dia dicari k" rena menyelundupkan obat terlarang. Dengan begitu kita bisa melibatkan Interpol dan semua korps kepolisian di seluruh Eropa tanpa harus repot-repot lagi."
Jenderal Hilliard menimbang gagasan itu sesaat. "Saya suka itu."
"Bagus. Saya akan berangkat ke Roma," kata Kolonel Johnson. "Saya sendiri yang akan memimpin perburuan itu."
Ketika Kolonel Frank Johnson kembali ke kantornya, ia tepekur. Ia sedang melibatkan diri dalam suatu permainan yang berbahaya. Tak pelak lagi. Ia harus menemukan Letkol Bellamy.
Bab Tiga Puluh Tujuh Robert mendengarkan telepon itu berdering dan
berdering lagi. Saat itu jam enam pagi di Washington. Aku selalu membangunkan orang tua itu dari tidurnya, pikir Robert
Sang Admiral menjawab setelah dering yang keenam. "Halo?"
"Admiral, saya?"
"Robert! Apa?""
"Jangan berkata apa-apa. Telepon Anda barangkali disadap. Saya hanya sebentar saja. Saya hanya ingin mengatakan kepada Anda, jangan percaya apa pun yang dikatakan mereka tentang diri saya. Saya ingin Anda mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi. Barangkali saya akan memerlukan bantuan Anda kelak."
"Tentu saja. Apa saja yang bisa kulakukan, Ro- . bert."
"Saya tahu." "Aku akan menghubungimu nanti." Robert meletakkan gagang telepon. Tidak akan cukup waktu untuk melacak. Ia melihat sebuah
Fiat biru berhenti di depan bar. Pier berada di belakang setir.
"Geser ke sana," kata Robert "Aku yang menyetir."
Pier memberinya tempat sementara ia menyusup masuk ke belakang setir.
"Apakah kita langsung ke Venesia?" tanya Pier.
"Uh-huh. Kita perlu singgah di beberapa tempat dulu." Sudah waktunya membuat sedikit ulah di sana-sini. Ia membelokkan mobil ke Viale Rossini. Di depan nampak Rossini Travel Service. Robert menghentikan mobilnya di pinggir trotoar. "Aku akan kembali sebentar lagi."
Pier mengamatinya berjalan ke biro perjalanan itu. Aku bisa saja lari sekarang, pikirnya, dan membawa uangnya, dan dia tidak akan bisa menemukan aku. Tapi mobil ini disewa atas namaku. Cacchio!
Di dalam kantor biro itu, Robert menghampiri wanita yang bertugas di balik counter.
"Selamat siang. Bisa saya bantu?"
"Ya. Saya Letkol Robert Bellamy. Saya bermaksud melakukan sedikit perjalanan," kata Robert. "Saya ingin memesan tiket"
Ia tersenyum. "Itu tugas kami di sini, signore. Anda merencanakan pergi ke mana?"
"Saya perlu tiket kelas satu ke Beijing, oneway."
Ia mencatat itu. "Dan kapan Anda ingin berangkat?"
"Hari Jumat ini."
"Baik." Ia menekan beberapa tombol pada komputer. "Ada flight dengan Air China yang berangkat jam tujuh empat puluh Jumat malam."
"Itu bagus sekali."
Ia menekan beberapa tombol lagi. "Beres. Pemesanan Anda sudah dikonfirmasi. Akan dibayar
tunai atau?"" "Oh, saya belum selesai. Saya ingin memesan tiket kereta api ke Budapest."
"Dan untuk kapan itu, Letnan?"
"Senin depan." "Atas nama siapa?"
"Sama." Ia memandang Robert dengan aneh. "Anda terbang ke Beijing pada hari Jumat dan?"
"Masih ada lagi," kata Robert dengan simpatik. "Saya pesan satu tiket one-way ke Miami, Florida, untuk hari Minggu."
Sekarang ia terang-terangan menatap Robert "Signore, kalau ini cuma sekadar?"
Robert mengeluarkan kartu kredit ONI-nya dan memberikannya kepadanya. "Saya bayar harga tiket-tiket itu dengan kartu ini."
la mengkajinya sebentar. "Maafkan saya." Ia masuk ke kantor belakang dan muncul lagi setelah beberapa menit. "Tidak ada masalah sama sekali. Kami sangat senang mengaturnya untuk Anda. An^ da ingin semua pesanan ini atas satu nama saja?"
"Ya. Letkol Robert Bellamy."
"Baiklah." Robert menyaksikan ketika ia menekan beberapa tombol lagi pada komputernya. Semenit kemudian, tiga tiket muncul. Ia menyobeknya dari printer.
"Tolong masukkan tiket-tiket itu dalam amplop terpisah," kata Robert "Baik. Anda ingin saya mengirimkannya ke?"" "Saya akan membawanya." "Si, signore."
Robert menandatangani slip kartu kredit itu, dan sang petugas memberikan tanda terimanya.
"Beres sudah. Semoga perjalanan" eh, perjalanan-perjalanan Anda menyenangkan."
Robert menyeringai, "Terima kasih." Semenit kemudian ia sudah berada di belakang setir lagi.
"Kita berangkat sekarang?" tanya Pier.
"Kita tinggal singgah di beberapa tempat lagi," kata Robert
Pier melihatnya mengamati jalanan lagi dengan saksama sebelum menjalankan mobil.
"Aku ingin kau melakukan sesuatu buatku," kata Robert
Nah, ini dia, pikir Pier. Dia akan minta aku melakukan sesuatu yang menakutkan. "Apa itu?" ia bertanya.
Mereka sudah berhenti di depan Hotel Victoria. Robert memberikan salah satu amplop tadi kepada Pier. "Aku ingin kau pergi ke resepsionis dan memesan sebuah suite atas nama Letkol Robert Bellamy. Bilang padanya kau adalah sekretarisnya dan bahwa dia akan datang sejam lagi, tapi bilang bahwa kau akan ke atas untuk memeriksa suite
untuk memberikan persetujuan. Sesampai kau di dalamnya, tinggalkan amplop ini di atas meja di
dalam kamar itu." la memandang Robert dengan heran. "Cuma
itu?" "Cuma itu."
Orang ini benar-benar tidak masuk akal. "Bene." Betapa inginnya ia mengetahui apa yang sedang dilakukan orang Amerika gila ini. Dan siapa gerangan Letkol Bellamy itu" Pier keluar dari mobil dan berjalan ke lobi hotel itu. Ia agak gugup. Dalam perjalanan profesinya ta pernah beberapa kali diusir dari hotel-hotel kelas satu. Tapi petugas di bagian penerimaan tamu menyapanya dengan sopan. "Bisa saya bantu, signoraV
"Saya sekretaris Letkol Robert Bellamy. Saya diminta memesan sebuah suite untuknya. Dia akan datang ke sini satu jam lagi." ^
Petugas itu memeriksa daftar kamar. "Kami kebetulan punya satu suite yang sangat bagus yang masih kosong."
"Boleh saya lihat dulu?" tanya Pier.
"Tentu. Saya akan suruh orang mengantar Anda."
Seorang asisten manajer mengantarkan Pier ke atas. Mereka berjalan menuju ruang duduk suite itu dan Pier memeriksa berkeliling. "Apakah ini cukup memuaskan, signoraV
Pier sama sekali tidak bisa menilai. "Ya, ini cukup bagus." Ia mengeluarkan amplop itu dari tasnya dan meletakkannya di atas meja kopi.
Konspirasi Hari Kiamat The Doomsday Conspiracy Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Saya akan meninggalkan ini untuk Letkol Bellamy," katanya. "Bene."
Pier tak dapat membendung rasa ingin tahunya. Ia membuka amplop itu. Di dalamnya terdapat satu tiket one-way dengan tujuan Beijing atas nama Robert Bellamy. Pier memasukkan tiket itu kembali ke dalam amplop, meninggalkannya di atas meja, dan pergi ke lantai bawah.
Fiat biru itu diparkir di depan hotel.
"Ada masalah?" tanya Robert.
"Tidak." "Hanya tinggal dua urusan lagi saja, lalu kita berangkat," kata Robert dengan ceria.
Yang berikutnya adalah Hotel Valadier. Robert memberikan amplop lain kepada Pier. "Aku ingin kau memesan suite di sini atas nama Letkol Robert Bellamy. Bilang pada mereka dia akan check-in satu jam lagi. Lalu?"
"Kutinggalkan amplop ini di atas."
"Benar." Kali ini, Pier berjalan masuk ke hotel itu dengan lebih percaya diri Bersikap seperti wanita terhormat saja, pikirnya. Kita harus menyandang wibawa. Itulah kunci dari semua hal.
Ada suite yang masih kosong di hotel itu.
"Saya ingin melihatnya dulu," kata Pier.
"Tentu saja, signora."
Seorang asisten manajer mengantarkan Pier ke lantai atas. "Ini salah satu suite kami yang paling bagus." Memang sangat indah.
Pier berkata dengan angkuh, "Saya rasa ini cukup lumayan. Letkol Bellamy orangnya sangat pemilih, tahu." Ia mengeluarkan amplop yang kedua itu dari tasnya, membukanya, dan melihat isinya. Ternyata tiket kereta api ke Budapest atas nama Letkol Robert Bellamy. Pier menatapnya dengan heran. Permainan apa ini" Ia meninggalkan tiket itu di meja samping, tempat tidur.
Ketika Pier kembali ke mobil, Robert bertanya, "Bagaimana?"
"Beres." "Yang terakhir sekarang." Kali ini hotelnya adalah Leonardo da Vinci. Robert memberikan amplop yang ketiga kepada
Pier. "Aku ingin kau?" "Aku tahu."
Di dalam hotel itu, petugas berkata, "Ya, signora, kami punya suite yang bagus. Tadi Anda bilang Letkol akan datang kapan?"
"Satu jam lagi. Saya ingin memeriksa suite-nya dulu apakah cukup memuaskan."
"Tentu, signora."
Ternyata suite itu lebih mewah dari dua suite yang dilihat Pier sebelumnya. Asisten manajernya menunjukkan kepadanya kamar tidur yang sangat besar dengan tempat tidur raksasa berkanopi di tengah ruangan. Sayang benar tidak dipakai, pikir Pier. Dalam satu malam saja, aku bisa kaya di sini. Ia mengambil amplop yang ketiga dan melihat isinya. Amplop itu berisi sebuah tiket pesawat
ke Miami, Florida. Pier meninggalkan amplop itu di tempat tidur.
Asisten manajer mengantarkan Pier kembali, ke ruang duduk. "Kami punya TV berwarna," katanya. Ia menghampiri televisi itu dan menyalakannya. Foto Robert sedang ditayangkan di layar. Si penyiar berkata, ?"dan Interpol menduga bahwa dia saat ini berada di Roma. Ia dicari karena akan diinterogasi sehubungan dengan operasi penyelundupan obat terlarang. Saya Bernard Shaw dari CNN News," Pier menatap ke layar, tertegun.
Asisten manajer mematikan televisi itu. "Apa semuanya sudah cocok?"
"Ya," kata Pier perlahan. Penyelundup obat terlarang!
"Kami menunggu kedatangan Letnan."
Ketika Pier sudah bergabung lagi dengan Robert di mobil di bawah, ia sudah mempunyai penilaian yang berbeda tentang diri Robert.
"Sekarang kita siap berangkat" Robert tersenyum.
Di Hotel Victoria, seorang laki-laki yang mengenakan setelan jas hitam-hitam sedang mengkaji daftar tamu hotel. Ia mendongakkan kepalanya ke petugas administrasi. "Jam berapa Letkol Bellamy
check-in?" "Dia belum datang. Sekretarisnya tadi memesan suite. Katanya dia akan datang dalam waktu satu
jam." Pria itu menoleh ke rekannya. "Kepung hotel
ini. Panggil bala bantuan. Aku akan menunggu di atas." la menoleh ke petugas administrasi itu. "Buka suite itu."
Tiga menit kemudian, sang petugas membuka pintu kamar suite tersebut. Pria berpakaian hitam itu masuk dengan mengendap-endap, pistol di tangan. Suite itu kosong. Ia melihat amplop di atas meja dan memungutnya. Di bagian depannya tertulis: "Letkol Robert Bellamy." Ia membuka amplop itu dan melihat isinya. Beberapa saat kemudian ia menelepon markas besar SIFAR.
Francesco Cesar sedang berbincang dengan Kolonel Frank Johnson. Kolonel Johnson mendarat di Bandara Leonardo da Vinci dua jam sebelumnya, tapi ia tidak menunjukkan tanda-tanda kelelahan.
"Sepanjang yang kami tahu," kata Cesar, "Bellamy masih ada di Roma. Kami mempunyai lebih dari tiga puluh laporan mengenai di mana dia berada."
"Ada yang sudah dicek?"
"Tidak." Telepon berdering. "Ini Luigi, Kolonel," kata suara di telepon itu. "Kami sudah menemukan dia. Saya berada di dalam suite-nya di Hotel Victoria. Saya memegang tiket pesawatnya ke Beijing. Dia merencanakan untuk berangkat hari Jumat ini."
Suara Cesar terdengar penuh gairah. "Bagus! Tetaplah di sana. Kami akan ke sana segera/ Ia meletakkan gagang telepon dan menoleh ke Kolonel Johnson "Saya kuatir perjalanan Anda ke sm,
sia-sia, Kolonel, Kami sudah mendapatkan di Dia mendaftar di Hotel Victoria. Anak buah saya menemukan tiket pesawat atas namanya dengan tujuan Beijing hari Jumat ini.
Kata Kolonel Johnson dengan ringan, "Bellamy mendaftar ke hotel atas namanya sendiri?"
"Ya." "Dan tiket pesawat itu juga atas namanya?" "Ya." Kolonel Cesar bangkit "Ayo kita ke sana."
Kolonel Johnson menggelengkan kepala. "Jangan buang-buang waktu Anda."
"Apa?" "Bellamy tidak akan pernah?"
Telepon berdering lagi. Cesar menyambarnya. Sebuah suara berkata, "Kolonel" Ini Mario. Kami telah menemukan jejak Bellamy. Dia di Hotel Valadier. Dia akan naik kereta api Senin ini ke Budapest. Apa tindakan kami sekarang?"
VUtu akan meneleponmu lagi nanti," kata Kolonel Cesar. Ia menatap Kolonel Johnson. "Mereka menemukan tiket kereta api ke Budapest atas nama Bellamy. Saya tidak mengerti apa?"
Telepon berdering lagi. "Ya?" Suaranya lebih melengking daripada sebelumnya.
"Ini Bruno. Kami telah menemukan jejak Bellamy. Dia mendaftar di Hotel Leonardo da Vinci. Dia merencanakan untuk berangkat hari Minggu ini ke Miami. Apa yang harus saya?""
"Balik dulu ke sini," Cesar menukas. Ia membanting telepon itu. "Gila dia, permainan apa lagi
ini?" Kolonel Johnson berkata dengan muram, "Ia berusaha supaya Anda membuang-buang banyak
tenaga pelacak, bukan begitu?" "Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Kita jebak bajingan itu."
Mereka meluncur di Via Cassia, dekat Olgiata, menuju ke arah utara ke Venesia. Polisi pasti menjaga semua titik-titik keluar dari negeri Italia yang penting-penting, tapi mereka pasti menyangka ia akan menuju ke barat, untuk pergi ke Prancis atau Swiss. Dari Venesia, pikir Robert, aku akan naik hydrofoil ke Trieste dan berusaha menyusup ke Austria. Setelah itu"
Suara Pier memutuskan permenungannya. "Aku lapar."
"Apa?" "Kita belum sarapan dan belum makan siang."
"Sori," kata Robert. Ia terlalu tegang sehingga lupa makan. "Kita akan berhenti di restoran pertama yang kita lewati."
Pier mengamatinya sementara ia mengemudi. Ia semakin lama semakin bingung. Ia hidup dalam dunia mucikari dan maling?dan penyelundup obat terlarang. Tapi orang ini bukan penjahat.
Mereka berhenti di kota berikutnya di depan sebuah trattoria kecil. Robert membawa mobilnya ke lapangan parkir, kemudian mengajak Pier-turun dari mobil.
Restoran itu penuh sesak oleh pelanggan, dan ramai oleh ocehan mereka dan gemerincing piring. Robert menemukan meja dekat dinding dan mengambil kursi yang menghadap ke pintu. Seorang waiter datang dan memberikan menu.
Robert sedang berpikir, Susan barangkali ada di kapalnya sekarang. Ini mungkin kesempatan terakhir untuk berbicara dengan dia. "Lihat menunya." Robert bangkit "Aku sebentar kembali."
Pier menyaksikannya menghampiri telepon umum dekat meja mereka. Robert memasukkan koin ke lubangnya.
"Saya ingin berbicara dengan operator marinir di Gibraltar. Terima kasih."
Siapa yang dia telepon di Gibraltar" Pier bertanya-tanya. Apa itu tempat persembunyiannya"
"Operator, tolong disambungkan ke yacht Amerika, Halycon, lepas pantai Gibraltar. Whiskey Sugar 337. Terima kasih."
Beberapa menit berlalu sementara operator-operator saling berbicara dan akhirnya teleponnya diterima.
Robert mendengar, suara Susan di telepon. "Susan?"
"Robert! Kau baik-baik saja?"
"Ya. Aku hanya ingin mengatakan padamu?"
"Aku tahu apa yang akan kaukatakan. Semua radio dan televisi menyiarkannya. Mengapa Interpol memburumu?"
"Ceritanya panjang."
"Tidak apa-apa. Aku ingin tabu."
Robert ragu. "Ini masalah politik, Susan. Aku punya bukti-bukti yang ingin dipendam oleh pemerintah beberapa negara. Karena itulah Interpol mengejarku."
Pier menyimak dengan saksama semua yang diucapkan Robert.
"Apa yang bisa kubantu?" tanya Susan.
"Tidak ada, honey. Aku hanya menelepon karena ingin mendengar suaramu sekali lagi?kalau-kalau aku tidak berhasil lolos dari ini."
"Jangan bilang begitu." Suara Susan terdengar panik. "Boleh aku tahu kau di negara mana?"
"Italja." Hening sejenak. "Baiklah. Kami tidak jauh dari-mu. Kami dekat sekali dengan pantai Gibraltar. Kami bisa menjemputmu ke tempat mana pun
yang kausebutkan." "Tidak, aku?"
"Dengarkan aku. Ini mungkin kesempatan terakhirmu untuk meloloskan diri."
"Aku tidak bisa membiarkanmu melakukan itu, Susan. Kau akan berada dalam bahaya.*
Monte masuk ke ruang itu pas ketika itu diucapkan. "Biar aku bicara padanya."
"Sebentar, Robert, Monte ingin berbicara denganmu."
"Susan, aku belum?"
Suara Monte terdengar di saluran. "Robert, aku mengerti kau sedang dalam kesulitan."
Jauh lebih gawat daripada sekadar kesulitan. "Boleh dikatakan begitu."
"Kami ingin membantumu. Mereka tidak akan mencarimu dalam sebuah yacht. Bagaimana kalau kau kami jemput?"
"Terima kasih, Monte, kuhargai itu. Tapi aku tidak bisa menerimanya."
"Kurasa kau keliru dalam hal ini. Kau akan aman di sini."
Mengapa dia begitu ingin membantu" "Terima kasih saja. Biar kutanggung risikonya. Aku ingin bicara dengan Susan lagi."
"Tentu." Monte Banks memberikan gagang telepon kepada Susan. "Bujuk dia supaya mau," desaknya.
Susan berbicara melalui telepon. "Biarkan kami menolongmu."
"Kau sudah menolongku, Susan." Bicaranya terhenti sejenak. "Kau adalah bagian terindah dari hidupku. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku akan selalu mencintaimu." Ia tertawa kecil. "Meskipun selalu sekarang sudah tidak penting lagi."
"Maukah kau menelepon lagi?"
"Kalau aku bisa."
"Berjanjilah." "Baik. Aku janji."
Robert meletakkan telepon itu dengan pelan. Mengapa kulakukan ini kepadanya" Mengapa kulakukan ini kepada diriku sendiri" Kau seorang tolol yang sentimentil, Bellamy. Ia berjalan balik ke mejanya.
"Ayo kita makan," kata Robert. Mereka memesan.
"Aku mendengar percakapanmu. Polisi sedang
mencarimu, kan?" Robert jadi tegang. Kurang hati-hati Dia akan menjadi masalah. "Hanya sedikit kesalahpahaman.
Aku?" "Jangan perlakukan aku seperti orang tolol. Aku ingin menolongmu."
Robert mengamatinya dengan waspada. "Mengapa kau ingin menolongku?"
Pier mencondongkan tubuhnya ke depan. "Karena kau sudah begitu bermurah hati kepadaku. Dan aku benci polisi. Kau tidak tahu bagaimana rasanya berada di jalanan, diburu-buru mereka, diperlakukan seperti sampah. Mereka menangkapku karena tindakan asusila, tapi mereka membawaku ke ruang belakang dan menggilir diriku. Mereka itu binatang. Aku akan melakukan apa saja untuk membalas dendam. Apa saja. Aku bisa membantumu."
"Pier, tak ada yang bisa kau?"
"Di Venesia, polisi dengan mudah bisa menangkapmu. Kalau kau tinggal di hotel mereka akan menemukanmu. Kalau kau mencoba naik kapal, mereka akan menjebakmu. Tapi aku tahu suatu tempat di mana kau akan aman dari mereka. Ibu dan saudara laki-lakiku tinggal di Napoli. Kita bisa tinggal di rumah mereka. Polisi tidak akan pernah mencarimu ke sana."
Robert terdiam untuk sesaat, memikirkan itu. Apa yang dikatakan Pier masuk akal juga. Rumah penduduk biasa jauh lebih aman daripada tempat
mana pun, dan Napoli adalah kota pelabuhan yang besar. Gampang sekali naik kapal keluar dari sana. Ia ragu-ragu sebelum memberikan jawabannya. ia tidak ingin membahayakan diri Pier.
"Pier, kalau polisi menemukan diriku, mereka diinstruksikan untuk membunuhku. Kau akan dianggap sebagai pembantu kejahatan. Kau bisa membahayakan dirimu sendiri."
"Gampang saja." Pier tersenyum. "Jangan sampai mereka menemukan dirimu."
Robert membalas senyumnya. Ia telah membuat keputusan. "Baiklah. Makanlah dulu. Kita akan pergi ke Napoli."
Kolonel Frank Johnson berkata, "Anak buah. Anda tidak tahu ke mana dia pergi?"
Francesco Cesar menghela napas. "Sekarang belum. Tapi ini hanya soal waktu saja?"
"Kita tidak punya waktu. Sudah Anda cek di mana bekas istrinya berada?"
"Bekas istrinya" Belum. Saya tidak paham apa?"
"Kalau begitu Anda belum mengerjakan PR Anda," Kolonel Johnson menukas. "Dia. menikah dengan seseorang bernama Monte Banks. Menurut saya Anda sebaiknya menemukan mereka. Dan cepat"
Bab Tiga Puluh Delapan Wanita itu berjalan tanpa arah di sepanjang boulevard yang lebar, tidak tahu akan ke mana. Sudah berapa hari sejak terjadinya kecelakaan yang mengerikan itu" Ia sudah tidak bisa menghitung lagi. Ia begitu capek sehingga sulit rasanya berkonsentrasi. Ia sangat memerlukan air; bukan air ter-polusi yang biasa diminum makhluk bumi, tapi air hujan yang segar dan jernih. Ia membutuhkan cairan murni itu untuk memulihkan kembali inti hidupnya, untuk memperoleh kekuatan agar dapat mencari kristal yang hilang itu. Ia sedang sekarat "
Ia terhuyung-huyung dan menabrak seorang pria.
"Hei! Lihat ke mana?" Salesman Amerika itu mengamatinya dengan saksama dan tersenyum. "Halo. Bayangkan menabrak dirimu seperti ini!" Cantik bagai boneka hidup.
"Ya, aku bisa membayangkannya."
"Kau dari mana, honey?"
"Matahari ketujuh dari kawasan Pleiades."
Ia tertawa. "Aku suka gadis yang punya selera humor. Kau mau ke mana?"
409 Graceful One menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tabu. Aku orang asing di sini."
Wah, ada harapan, nih. "Sudah makan?"
"Belum. Aku tidak bisa makan makananmu."
Aneh juga cewek ini Tapi cakep sekali. "Di mana kau tinggal?"
"Aku tidak tinggal di mana-mana."
"Kau tidak tinggal di hotel?"
"Hotel?" Ia ingat sekarang. Kotak-kotak untuk orang-orang asing yang bepergian. "Tidak. Aku harus menemukan tempat untuk tidur. Aku sangat lelah."
Senyum sang salesman bertambah lebar. "Well, Papa akan mengatur itu. Bagaimana kalau kita pergi ke kamar hotelku saja" Aku punya tempat tidur yang enak dan empuk di sana. Kau mau?"
"Oh, ya, mau sekali."
Ia tidak percaya ia bisa seberuntung itu. "Hebat!" Aku yakin dia pasti hebat di atas jerami.
Gadis itu memandangnya dengan heran. "Tempat tidurmu terbuat dari jerami?"
Salesman itu terpana. "Apa" Bukan, bukan. Kau suka bercanda, ya?"
Ia hampir-hampir tidak mampu membuka matanya lagi. "Bisa kita pergi ke tempat tidur sekarang?"
Sang salesman itu menggosok-gosokkan kedua tangannya. "Pasti! Hotelku dekat sekali dari sini." la mengambil kunci kamarnya di counter, dan
mereka naik lift ke lantai atas. Ketika mereka tiba
di kamarnya, pria itu bertanya, "Kau mau minum
dulu sedikit?" Kita bersantai dulu.
Ia memang sangat menginginkannya, tapi bukan cairan yang biasa diminum makhluk"bumi. "Tidak," katanya. "Mana tempat tidurnya?"
Ya Tuhan, dia benar-benar. sudah ngebet. "Di dalam sini, honey." Ia mengantarkan gadis itu ke kamar tidur. "Sungguh kau tidak mau minum?"
"Sungguh." Ia menjilat bibirnya. "Kalau begitu, bagaimana kalau kau" ehm" menanggalkan pakaianmu?"
Graceful One mengangguk. Ini kebiasaan makhluk bumi. Ia melepaskan pakaian yang dikenakannya. Ia tidak memakai apa-apa lagi di baliknya. Tubuhnya sangat indah.
Pria itu mengamatinya dan berkata dengan gembira, "Ini adalah malam keberuntunganku, honey. Kau juga." Aku akan memberikan kepadamu kenikmatan yang belum pernah kaualami sebelumnya. Ia merenggut lepas pakaiannya secepat mungkin dan melompat ke tempat tidur ke samping gadis itu. "Nah!" katanya. "Aku akan tunjukkan kepadamu sesuatu yang hebat." Ia memandang ke atas. "Sialan! Aku lupa mematikan lampu." Ia sudah akan turun lagi.
"Tidak apa-apa," kata gadis itu dengan mengantuk. "Aku akan mematikannya."
Dan sang salesman menyaksikan lengan Graceful One memanjang melintasi ruangan yang luas itu, dan jari-jarinya berubah menjadi sulur-sulur hijau, meraba-raba tombol lampu itu serta mematikannya.
Pria itu sendirian bersamanya di dalam gelap. Ia menjerit
Bab Tiga Puluh Sembilan Mereka meluncur dengan kecepatan tinggi di sepanjang Autostrada del Sole, jalan raya menuju Napoli. Mereka berdiam diri sejak setengah jam yang lalu, masing-masing asyik dengan permenungannya.
Pier-Iah yang memulai lebih dulu. "Berapa lama kau akan tinggal di rumah ibuku?" ia bertanya.
"Tiga atau empat hari, kalau mereka tidak keberatan."
"Tidak ada masalah."
Robert tidak mempunyai niatan untuk tinggal di sana lebih dari satu malam, dua paling banyak. Tapi ia merahasiakan rencananya itu. Begitu ia bisa mendapatkan kapal yang aman, ia akan pergi meninggalkan Italia.
"Aku ingin sekali bertemu dengan keluargaku," kata Pier.
"Kau hanya punya satu saudara laki-laki?" "Ya. Cario. Dia lebih muda dariku." "Ceritakan padaku tentang keluargamu, Pier." Ia mengangkat bahu. "Tak banyak yang bisa
diceritakan. Ayahku bekerja di pelabuhan seumur hidupnya. Dia tertimpa mesin derek dan tewas ketika aku berumur lima belas tahun. Ibuku sakit waktu itu, dan aku harus menunjang hidupnya dan hidup Carlo. Aku kebetulan punya teman di Studio Cinecitta, dan dia mencarikan peran-peran figuran untukku. Aku dibayar sangat sedikit, dan aku harus tidur dengan asisten sutradaranya. Aku memutuskan bahwa aku bisa mendapatkan lebih banyak uang di jalanan. Sekarang ini aku melakukan kedua jenis pekerjaan itu bersama-sama." Tidak ada nada mengasihani diri sendiri di dalam suaranya.
"Pier, kau yakin ibumu tidak keberatan kau membawa orang tak dikenal ke rumah?"
"Aku yakin. Hubungan kami sangat dekat. Ibu akan senang melihatku. Apa kau sangat mencintainya?"
Robert memandangnya dengan tak mengerti. "Ibumu?"
"Wanita yang kautelepon di restoran tadi?Susan."
"Apa yang membuatmu mengira bahwa aku
mencintainya?" "Nada suaramu itu. Siapa dia?" "Temanku."
"Dia sangat beruntung. Kalau saja ada orang yang menyayangi aku seperti itu" Apakah Robert Bellamy nama aslimu?"
"Ya." "Dan kau benar seorang letnan kolonel?"
Ini lebih sulit dijawab. "Sekarang aku tidak yakin, Pier," katanya. "Sebelumnya memang."
"Bisa kauceritakan mengapa Interpol mencarimu?"
Ia berkata dengan hati-hati, "Lebih baik aku tidak mengatakan apa-apa kepadamu. Berada bersamaku mi saja sudah cukup menyulitkan dirimu. Makin sedikit yang kauketahui, makin baik."
"Baiklah, Robert"
Robert berpikir tentang situasi ganjil yang mempertemukan mereka berdua. "Aku ingin menanyakan sesuatu. Seandainya kau tahu bahwa makhluk-makhluk asing sedang mendarat di bumi kita ini dengan pesawat ruang angkasa, kau akan merasa panik?"
Pier mengamati dia sejenak. "Kau sungguh-sungguh?" "Sangat."
Pier menggelengkan kepala. "Tidak. Kukira itu akan sangat mengasyikkan. Kau percaya bahwa hal seperti itu benar-benar ada?" "Ada kemungkinan," katanya hati-hati. Wajah Pier berbinar, "Masa" Apakah mereka punya" maksudku" apakah bentuk tubuhnya seperti manusia?" Robert tertawa. "Aku tidak tahu." "Apakah semua ini ada hubungannya dengan mengapa polisi mengejar-ngejar dirimu?" "Tidak," kata Robert dengan cepat "Sama sekali
"Kalau kukatakan sesuatu padamu, kau mau
berjanji tidak akan marah kepadakftfr"^-" "Aku berjanji."
Ketika Pier berbicara, suaranya begitu pelan sehingga Robert hampir-hampir tidak bisa mendengarnya. "Kukira aku jatuh cinta kepadamu."
"Pier?" "Aku tahu. Aku memang bodoh. Tapi aku belum pernah mengucapkan itu kepada siapa pun. Aku ingin kau tahu."
"Aku merasa tersanjung, Pier."
"Kau tidak menertawakan aku?"
"Tidak, sungguh." Robert melihat ke indikator bahan bakar. "Kita sebaiknya mencari pompa bensin."
Mereka sampai ke sebuah pompa bensin lima belas menit kemudian. "Kita akan mengisi bensin di sini," kata Robert.
"Baiklah." Pier tersenyum. "Aku bisa menelepon ibuku dan mengatakan bahwa aku akan membawa seorang asing yang ganteng ke rumah."
Robert meluncurkan mobilnya ke pompa bensin itu dan berkata kepada petugasnya, "II piano, per favor e.n
"Si, signore." Pier beringsut mendekati Robert dan menciumnya di pipi. "Aku akan segera kembali." Robert menyaksikan dia berjalan ke kantor dan
menukar uang kecil untuk menelepon. /a ^ benar cantik, pikirnya. Dan cerdas pula. Aku h rus berhati-hati jangan sampai dia terkena. "
Di dalam kantor itu, Pier sedang memutar no. mor. Ia menoleh, tersenyum, dan melambai kepada Robert Ketika operator menerimanya, Pier berkata, "Sambungkan dengan Interpol. Subito?segera!"
Bab Empat Puluh Sejak Pier melihat siaran berita tentang Robert Bellamy, ia tahu bahwa ia akan jadi kaya. Kalau Interpol, angkatan kepolisian kriminal internasional, sedang mencari Robert, pasti ada hadiah besar bagi orang yang menemukannya. Dan ia satu-satunya yang tahu di mana Robert berada! Hadiahnya akan diberikan hanya untuknya. Membujuk Robert untuk pergi ke Napoli, di mana ia bisa terus mengawasinya, adalah satu gagasan cemerlang. ? Suara seorang pria di telepon berkata, "Interpol. Bisa saya bantu?"
Pier berdebar-debar. Ia memandang ke luar jendela untuk memastikan bahwa Robert masih ada di pompa bensin itu. "Ya. Anda sedang mencari seseorang yang bernama Letkol Robert Bellamy, ya?"
Hening sesaat. "Siapa yang menelepon?"
"Tidak penting. Benar Anda mencari dia atau tidak?"
"Saya harus mentransfer Anda ke orang lain. Mohon jangan ditutup dulu, ya?" Ia menoleh kepada asistennya, "Segera lacak telepon ini. Pronto?"."
Tiga puluh detik kemudian, Pier berbicara dengan seorang pejabat senior. "Ya, signora. Bisa saya bantu?"
Bukan begim, tolol. Aku yang akan bantu kamu. "Saya bersama Letkol Robert Bellamy. Anda menginginkan dia atau tidak?"
"Tentu*saja, signora, kami sangat menginginkan dia. Anda bilang tadi Anda ada bersamanya?"
"Betul. Dia bersama saya sekarang. Berapa nilainya bagi Anda?" .
"Anda berbicara tentang hadiah?" "Tentu saja saya berbicara tentang hadiah." Ia memandang ke luar jendela lagi. Orang-orang goblok macam apa ini"
Pejabat itu memberi isyarat kepada asistennya untuk mempercepat pelacakan.
"Kami belum menetapkan nilainya saat ini, signora, jadi?" "Well, tetapkan sekarang. Saya tergesa-gesa." "Berapa yang Anda harapkan?" "
"Saya tidak tahu." Pier berpikir sebentar. "Bagaimana kalau lima puluh ribu dolar?"
"Lima puluh ribu dolar itu cukup tinggi. Kalau Anda mau mengatakan Anda ada di mana, kami bisa datang dan merundingkan hal itu?"
Memang aku tolol"! "Tidak. Pokoknya Anda setuju membayar apa yang saya minta atau?" Pier mengangkat wajahnya dan melihat Robert sedang mendekati kantor itu. "Cepat! Ya atau tidak?"
"Baiklah, signora. Ya. Kami setuju membayar Anda"."
Robert masuk dan menghampirinya.
Pier cepat-cepat berkata, "Kami akan tiba di sana sekitar waktu makan malam, Mama. Mama pasti menyukainya. Dia sangat baik. Baiklah. Sampai nanti. Ciao.n
Pier meletakkan gagang telepon dan menoleh ke Robert. "Ibu sangat ingin bertemu denganmu."
Di markas besar Interpol, pejabat senior itu berkata, "Apakah teleponnya sudah dilacak?"
"Ya. Telepon itu berasal dari sebuah pompa bensin di Autostrada del Sole. Kelihatannya mereka sedang menuju Napoli."
Kolonel Francesco Cesar dan Kolonel Frank Johnson sedang mengkaji sebuah peta di dinding kantor Cesar.
"Napoli adalah sebuah kota besar," kata Kolonel Cesar. "Ada seribu tempat sembunyi baginya."
"Bagaimana tentang wanita itu?"
"Kami tidak tahu siapa dia."
"Mengapa tidak kita cari tahu saja?" tanya Johnson.
Cesar memandangnya dengan heran. "Bagaimana?"
"Kalau Bellamy membutuhkan seorang teman wanita dalam keadaan tergesa-gesa, untuk penyamarannya, apa yang akan dilakukannya?"
"Barangkali dia akan mengambil seorang pela- ?
cur." "Benar. Di mana kita mulai?" "Tor di Ounto."
Mereka naik mobil ke Passeggiata Archeologica dan mengamati para wanita tuna susila "menjajakan" dagangannya. Di dalam mobil, bersama Kolonel Cesar dan Kolonel Johnson, duduk Kapten Bellini, kepala polisi dari distrik yang bersangkutan.
"Ini tidak akan mudah," kata Bellini. "Mereka memang saling bersaing, tapi jika urusannya menyangkut polisi, mereka seperti saudara sedarah. Mereka tidak akan bicara." "Kita lihat saja nanti," kata Kolonel Johnson. Bellini memerintahkan pengemudi untuk berhenti di pinggir trotoar jalan, dan ketiga pria itu turun dari mobil. Para pelacur itu mengamati mereka dengan waspada. Bellini menghampiri salah seorang dari mereka. "Selamat sore, Maria. Bagaimana bisnis?" "Akan lebih baik kalau Anda pergi." "Kami tidak akan tinggal lama-lama. Aku cuma mau mengajukan satu pertanyaan. Kami sedang mencari seorang Amerika yang mengambil salah satu dari kalian tadi malam. Kami kira sekarang mereka sedang bepergian bersama. Kami ingin tahu siapa gadis itu. Bisa kau membantu kami?" Ia menunjukkan foto Robert.
Sejumlah pelacur lain mengitarinya dan mendengarkan pembicaraan itu.
"Saya tidak bisa membantu Anda," kata Maria, "tapi saya tahu seseorang yang bisa."
Bellini mengangguk dengan penuh harap. "Bagus. Siapa"-"
Maria menunjuk ke arah sebuah kios di seberang jalan. Papan merek di etalasenya berbunyi: Peramal?Pembaca Garis Nasib. "Madam Lucia barangkali bisa menolong Anda." Gadis-gadis itu tertawa dengan riang Kapten Bellini menatap mereka dan berkata, "Jadi kalian ingin bercanda, ya" Well, kami akan sedikit bercanda juga dan kalian akan sangat menyukainya; Kedua bapak ini sangat ingin mengetahui nama gadis yang pergi dengan orang Amerika itu. Kalau kalian tidak tahu siapa dia, aku anjurkan sebaiknya kalian tanya kepada teman-teman kalian, .cari siapa yang tahu, dan kalau kalian sudah tahu jawabnya, hubungi aku."
"Mengapa kami harus melakukannya?" salah seorang berkata, menentang. "Kalian akan tahu mengapa." Satu jam kemudian, pelacur-pelacur kota Roma dikepung. Mobil-mobil patroli menggerebek seluruh kota, mengangkut semua wanita yang sedang bekerja di jalanan bersama dengan mucikari mereka. Terdengar jeritan-jeritan protes.
"Anda tidak bisa melakukan ini" saya sudah membayar uang perlindungan*polisi." "Saya sudah lima tahun bekerja begini"." "Saya sudah melayani gratis Anda dan teman-teman Anda. Di mana rasa terima kasih Anda?""
"Buat apa uang perlindungan yang sudah saya bayar?""
Keesokan harinya, jalan-jalan praktis kosong dari pelacur, dan penjara jadi penuh.
Cesar dan Kolonel Johnson sedang duduk di kantor Kapten Bellini. "Akan sulit untuk terus menahan mereka di dalam penjara," Kapten Bellini memperingatkan. "Bisa saya tambahkan juga bahwa ini dampaknya buruk untuk kepariwisataan."
"Jangan kualir," kata Kolonel Johnson, "pasti ada yang akan buka mulut Terus saja tekan."
Apa yang mereka harapkan terjadi sore hari mendekati senja. Sekretaris Kapten Bellini berkata, "Ada seorang bernama Mr. Lorenzo ingin berjumpa dengan Anda."
"Suruh dia masuk."
Mr. Lorenzo mengenakan setelan jas yang mahal dan cincin berlian pada tiga jarinya. Mr. Lorenzo adalah seorang mucikari. "Apa yang bisa saya bantu?" tanya Bellini. Lorenzo tersenyum. "Soalnya adalah apa yang bisa saya bantu, Tuan-tuan. Beberapa rekan saya, memberitahu saya bahwa Anda sedang mencari seorang gadis tertentu yang meninggalkan kota bersama seorang Amerika, dan karena kami selalu bersedia bekerja sama dengan pihak yang berwajib, saya kira saya bisa memberitahukan namanya."
Kolonel Johnson berkata, "Siapa dia?"
Konspirasi Hari Kiamat The Doomsday Conspiracy Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lorenzo mengabaikan pertanyaan itu. "Karena itu, saya yakin Anda akan memberikan penghargaan Anda dengan melepaskan rekan-rekan saya bersama kawan-kawan mereka."
Kolonel Cesar berkata, "Kami tidak tertarik pada pelacur-pelacurmu itu. Yang kami inginkan hanyalah nama gadis itu."
"Itu kabar yang "sangat menggembirakan, sir. Kami selalu senang berurusan dengan orang-orang yang penuh pengertian. Saya tahu bahwa?"
"Namanya, Lorenzo."
"Ya, tentu. Namanya Pier. Pier Valli. Orang Amerika itu menginap semalam dengannya di Hotel LTncrocio, dan keesokan paginya mereka berangkat. Ia bukan anak buah saya. Kalau boleh saya katakan?"
Bellini sudah menelepon. "Bawa data-data Pier Valli. Subitor
"Saya harap tuan-tuan akan menunjukkan penghargaan Anda dengan?"
Bellini mengangkat wajahnya, lalu berkata di telepon, "Dan batalkan Operasi Puttana."
Wajah Lorenzo jadi cerah. "Grazie."
Data-data Pier Valli sudah berada di meja Bellini lima menit kemudian. "Dia mulai menjadi pelacur jalanan ketika berumur lima belas tahun. Dia pernah ditangkap selusin kali sejak itu. Dia?"
"Dari mana asalnya?" Kolonel Johnson menyela.
"Napoli." Kedua pria itu saling berpandangan. "Ia mempunyai ibu dan saudara laki-laki yang tinggal di sana."
"Bisa Anda cari tahu di mana?".
"Saya akan mengeceknya."
"Lakukan itu. Sekarang."
Bab Empat Puluh Satu Mereka hampir tiba di pinggiran kota Napoli. Bangunan-bangunan apartemen tua berderet-deret di sepanjang jalanan yang sempit, dengan jemuran yang melambai-lambai dari hampir setiap jendela, membuat bangunan-bangunan itu nampak seperti bukit-bukit beton yang melambaikan bendera-bendera warna-warni.
Pier bertanya, "Kau sudah pernah ke Napoli?"
"Sekali." Suara Robert terdengar kaku. Susan duduk di sampingnya, tertawa cekikikan. Aku dengar Napoli itu kota mesum. Apa bisa kita melakukan hal-hal yang mesum di sini darling"
Kita akan menemukan beberapa hal baru, Robert berjanji
Pier sedang memandang kepadanya. "Kau tidak apa-apa?"
Robert mengembalikan pikirannya ke saat seka rang "Aku tidak apa-apa."
Mereka meluncur di sepanjang lengkung pela buhan, yang dibentuk oleh Castei dell"Ovo, istana kuno dan kosong di tepi pantai.
; tana Ketika tiba di Via Toledo, Pier berkata dengan
bersemangat, "Belok di sini."
Mereka sampai di Spaccanapoli, kawasan kota lama dari Napoli.
Pier berkata, "Terus sedikit lagi. Belok ke kiri ?ke Via Benedetto Croce."
Robert membelok. Lalu lintas di sini lebih ramai, dan bunyi klakson mobil memekakkan telinga. Ia sudah lupa betapa bisingnya Napoli. Ia mengurangi laju mobilnya supaya tidak menabrak para pejalan kaki dan anjing-anjing yang berlari di depan mobil seakan mereka memiliki dua nyawa.
"Di sini belok kanan," Pier mengarahkan, "masuk ke Piazza del Plebiscite" Lalu lintas lebih parah lagi di sini, dan lingkungannya lebih usang.
"Stop!" Pier berseru.
Robert menghentikan mobil ke pinggir. Mereka berhenti di depan sederet toko kumuh.
Robert memandang ke sekelilingnya. "Ibumu tinggal di sini?"
"tidak," kata Pier. "Tentu saja tidak." Ia melongok ke luar dan menekan klakson. Sesaat kemudian, seorang wanita muda keluar dari salah satu toko itu. Pier keluar dari mobil dan berlari-lari untuk menyambutnya. Mereka berpelukan.
"Kau nampak hebat!" wanita itu berseru. "Pasti enak hidupmu sekarang."
"Memang." Pier mengacungkan pergelangan tangannya. "Lihat gelangku yang baru ini!" "Apa zamrud asli itu?"
"Tentu saja asli."
Wanita itu berteriak kepada seseorang di dalam toko. "Anna! Mari ke luar. Lihat siapa ini!"
Robert menyaksikan semua adegan itu, tidak percaya dengan apa yang disaksikannya. "Pier?"
"Sebentar, darling," katanya. "Aku harus bilang halo kepada teman-temanku."
Dalam beberapa menit setengah lusin wanita sudah mengerumuni Pier, mengagumi gelangnya, sementara Robert duduk di situ dengan tak berdaya, menggertakkan giginya.
"Dia sangat mencintaiku," Pier menyatakan. Ia menoleh ke Robert "Ya tidak, caroV
Robert rasanya ingin mencekik dia, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. "Ya," katanya. "Bisa kita pergi sekarang, Pier?" "Sebentar."
"Sekarang!" kata Robert
"Oh, baiklah." Pier menoleh kepada wanita-wanita itu. "Kami harus pergi sekarang. Ada janji penting. Ciao!"
"Ciaor Pier naik ke mobil di sebelah Robert, dan para wanita itu berdiri di sana menyaksikan mereka berlalu.
Pier berkata dengan gembira, "Mereka semua teman lama." "Bagus. Di mana rumah ibumu?" "Oh, dia tidak tinggal di dalam kota." "Apa?"
"Dia tinggal di luar kota di sebuah rumah pertanian kecil, setengah jam dari sini."
Rumah pertanian itu terletak di daerah pinggiran Napoli bagian selatan, sebuah bangunan tua dari batu agak jauh dari jalanan.
"Itu dia!" Pier berseru. "Bagus sekali, ya?"
"Ya." Robert senang melihat rumah itu ternyata jauh dari pusat kota. Tidak mungkin ada orang yang akan mencarinya ke sini. Pier benar. Ini merupakan tempat persembunyian yang sempurna.
Mereka berjalan ke pintu depan, dan sebelum mereka sampai ke situ, pintu terbuka lebar dan ibu Pier berdiri di situ tersenyum kepada mereka. Dia amat mirip dengan putrinya, hanya lebih tua, kurus dan beruban, dengan wajah keriput yang mencerminkan penderitaan hidup.
"Pier, caral Mi sei mancata!"
"Aku juga rindu padamu, Mama. Ini teman yang di telepon tadi aku bilang akan kubawa ke rumah."
Mama cepat menangkap maksud Pier. "Ah" Si, selamat datang Mr".?"
"Jones," kata Robert.
"Silakan masuk, silakan."
Mereka masuk ke ruang duduk. Ruang itu besar, nyaman, dan hangat, penuh dengan perabotan.
Seorang pemuda berumur awal dua puluhan memasuki ruangan. Ia. pendek dan berkulit gelap, dengan wajah yang cekung dan cemberut serta mata coklat yang seakan tepekur. Ia mengenakan
jeans dan jaket bertuliskan D ia vol i Rossi. Wajahnya berbinar ketika melihat kakak perempuannya. "Pier!"
"Halo, Carlo." Mereka berpelukan.
"Kau sedang apa di sini?"
"Kami datang berkunjung untuk beberapa hari." Ia menoleh ke Robert "Ini adikku, Carlo. Carlo, ini Mr. Jones."
"Halo, Carlo." Carlo mengamati Robert dengan saksama. "Halo."
Kata Mama, "Aku siapkan kamar tidur yang nyaman untuk sepasang merpati ini di belakang."
Robert berkata, "Kalau Anda tidak keberatan? maksud saya, kalau Anda punya kamar tidur ekstra, saya lebih senang tidur sendiri."
Semua diam. Ketiganya memandangi Robert.
Mama menoleh kepada Pier. "Omosessuale?"
Via mengangkat bahu. Aku tidak tahu. Tapi ia yakin Robert bukan seorang homoseksual. ,
Mama mengalihkan pandang kepada Robert "Terserah Anda saja." Ia memeluk Pier lagi. "Aku senang sekali melihatmu. Ayo kita ke dapur. Aku akan membuat kopi buat kita semua."
Di dapur, Mama berseru, "Benissimo?hebat! Bagaimana kau bertemu dengannya" Dia kelihatan sangat kaya. Dan gelangmu itu. Pasti harganya sangat mahal. Astaga! Malam ini aku akan memasak santap malam yang enak. Aku akan mengundang semua tetangga supaya mereka bisa bertemu
dengan?" sMba?"
"Tidak, Mama. Jangan lakukan itu."
"Tapi, cara, kenapa tidak kita beritakan kabar keberuntunganmu ini" Semua teman kita akan senang sekali."
"Mama, Mr. Jones hanya ingin beristirahat beberapa hari. Tak ada pesta. Tak ada tetangga."
Mama menghela napas. "Baiklah. Terserah kau saja."
Akan kuatur supaya dia diambil jauh dari rumah, supaya Mama tidak terganggu.
Carlo juga sudah melihat gelang itu. "Gelang itu. Zamrud asli, ya" Anda yang membelikannya untuk kakak saya?"
Ada sesuatu dalam sikap pemuda ini yang tidak disukai Robert. "Tanyakan kepadanya saja.*
Pier dan Mama keluar dari dapur. Mama melihat ke Robert. "Sungguh Anda tidak ingin tidur dengan Pier?"
Robert merasa malu. "Terima kasih. Tidak."
Kata Pier, "Kutunjukkan kamar tidurmu." Ia mengantarkan Robert ke bagian belakang rumah, ke sebuah kamar tidur yang besar dan nyaman dengan tempat tidur besar di tengah-tengahnya.
"Robert, apa kau takut Mama akan berpikir yang bukan-bukan kalau kita tidur bersama" Ia tahu pekerjaanku."
"Bukan itu," sahut Robert. "Soalnya?" Sulit baginya memberikan penjelasan. "Maafkan aku, aku?" Suara Pier bernada dingin. "Tidak apa-apa. Ia merasa tersinggung tanpa sebab. Dua kali
Robert menolak tidur dengannya. Tidak salah kalau kuserahkan dia kepada polisi, pikirnya. Tapi oh" ia merasa ada semacam perasaan bersalah yang menggelitik di benaknya. Robert benar-benar orang baik. Tapi lima puluh ribu dolar adalah lima puluh ribu dolar.
Ketika makan malam bersama, Mama terus berceloteh, tapi Pier, Robert, dan Carlo diam saja dan asyik dengan pikiran masing-masing.
Robert sedang sibuk memikirkan rencananya untuk meloloskan diri. Besok pagi, pikirnya, aku akan pergi ke pelabuhan dan mencari kapal untuk keluar dari sini
Pier sedang mereka-reka maksudnya untuk menelepon Interpol Aku akan menelepon dari kota, sehingga polisi tidak bisa melacak ke sini
Carlo sedang mempelajari orang asing yang dibawa kakaknya ke rumah. Dia pasti gampang digarap.
Setelah santap malam selesai, kedua wanita itu pergi ke dapur. Robert sendirian dengan Carlo.
"Anda laki-laki pertama yang dibawa kakak saya ke sini," kata Carlo. "Dia pasti sangat menyukai Anda."
"Saya sangat menyukainya.?" j\ J
"Masa" Apakah Anda akan tnenjaganya7" "Saya rasa kakak Anda bisa menjaga dirinya sendiri,"
Carlo menyeringai. "Yeah. Saya tahu." Orang *nya ini berpakaian
keren dan jelas sangat kaya. Mengapa dia mau tinggal di sini padahal ia bisa tinggal di hotel mewah" Satu-satunya alasan yang bisa dipikirkan Carlo adalah bahwa orang ini sedang bersembunyi. Dan itu membawanya ke suatu pemikiran yang menarik. Kalau seorang kaya bersembunyi, maka dengan suatu cara,"entah bagaimana, pasti ada uang yang bisa digali dari situasi ini. "Dari mana asal Anda?" tanya Carlo. "Tidak dari suatu tempat tertentu," kata Robert dengan simpatik. "Saya banyak bepergian."
Carlo mengangguk. "Begitu." Aku akan tanyakan kepada Pier dia ini siapa. Seseorang mungkin mau membayar mahal untuknya, dan Pier dan aku bisa membagi hasilnya.
"Anda bergerak dalam bidang bisnis?" tanya Carlo. "Sudah berhenti."
Tidak akan sulit membuat orang ini bicara, demikian Carlo memutuskan. Lucea, pimpinan Diavoli Rossi, akan bisa membuka mulutnya dalam sekejap.
"Berapa lama Anda akan tinggal bersama kami?"
"Sulit dikatakan." Rasa ingin tahu pemuda itu mulai membuat Robert kesal.
Pier dan ibunya keluar dari dapur.
"Anda mau kopi lagi?" tanya Mama.
"Tidak, terima kasih. Santap malamnya tadi enak sekali."
Mama tersenyum- "Ku bukan apa-apa. Besok saya akan menyiapkan pesta buat Anda."
"Bagus." Ia sudah akan pergi saat itu. Ia bang. kit "Kalau Anda tidak keberatan, saya agak lelah Saya ingin masuk dulu."
"Tentu saja," kata Mama. "Selamat malam."
"Selamat malam."
Mereka mengawasi Robert ketika ia berjalan menuju kamar tidur.
Carlo menyeringai. "Dia menganggapmu tak cukup baik untuk tidur dengannya, eh?"
Komentar itu menyengat perasaan Pier sesuai tujuannya. Ia tidak akan tersinggung seandainya Robert seorang homoseksual, tapi ia pernah mendengar ia berbicara dengan Susan, dan ia tahu bahwa Robert bukan homoseksual. Akan kutunjukkan kepadanya.
Robert berbaring di tempat tidur memikirkan tentang langkahnya setelah ini. Menciptakan jejak palsu dengan alat pelacak yang disembunyikan dalam kartu kredit itu memang bisa mengulur sedikit waktu, tapi ia tidak mau menggantungkan diri terlalu banyak padanya. Mereka barangkali sudah menangkap truk merah itu. Orang-orang yang mengejarnya itu kejam dan pintar. Apakah kepala-kepala negara ikut terlibat dalam operasi rahasia besar-besaran ini" Robert bertanya-tanya. Ataukah ini sebuah organisasi dalam organisasi, suatu komplotan rahasia dalam masyarakat intelijen yang bertindak sendiri secara tidak sah" Semakin dipikirkannya, semakin besar kemungkinannya bahwa kepala-kepala negara tidak tahu-menahu akan semua yang sedang terjadi ini. Dan sebuah gagasan
terlintas di benaknya. Sudah lama ia merasa aneh bahwa Admiral Whittaker tiba-tiba dipensiunkan dari ONl" dan dipindahkan ke sebuah pos yang terpencil. Tapi kalau seseorang memaksanya turun karena mereka tahu bahwa ia tidak akan pernah mau bergabung dalam komplotan itu, maka semuanya jadi masuk akal. Aku harus menghubungi Admiral, pikir Robert. Ia satu-satunya orang yang bisa dipercaya untuk menyingkapkan kebenaran sehubungan dengan semua yang sedang terjadi ini. Besok, pikirnya. Besok. Ia menutup mata dan tidur.
Bunyi derik pintu kamar tidur membangunkannya. Ia bangkit dan duduk di tempat tidur, langsung terjaga penuh. Seseorang sedang bergerak mendekati tempat tidur. Robert bersiaga, siap untuk melompat Ia mencium bau parfum Pier dan merasakan Pier menyusup ke tempat tidur di sebelahnya. "Pier" Apa yang kau?"" "Ssh." Tubuhnya menempel di tubuh Robert Telanjang. "Aku kesepian," ia berbisik. Ia beringsut mendekati Robert.
"Maafkan aku, Pier, aku" aku tidak bisa melakukan apa-apa terhadapmu."
Kata Pier, "Tidak" Kalau begitu biarkan aku yang melakukan sesuatu terhadapmu." Suaranya terdengar lembut.
"Percuma. Kau tak akan bisa." Robert merasakan kekecewaan yang pahit Ia ingin jangan sampai terjadi hal yang memalukan di antara mereka berdua.
"Kau tidak menyukaiku, Robert" Tidakkah kau berpendapat bahwa tubuhku bagus?"
"Ya." Dan memang benar. Robert merasakan hangatnya tubuh Pier yang semakin merapat
Pier mengusap-usap Robert dengan sangat lembut, memainkan jari-jarinya di dadanya, ke atas, ke bawah.
Ia harus menghentikannya sebelum terjadi "musibah" memalukan seperti yang sudah-sudah. "Pier, aku tidak bisa bercinta. Aku tidak bisa lagi bermesraan dengan wanita sejak" lama."
"Kau tidak perlu melakukan apa-apa, Robert," katanya. "Aku hanya ingin bermain-main. Kau senang kumain-mainkan?"
Robert tidak bisa merasakan apa-apa. Susan yang bikin aku jadi begini! Susan pergi bukan hanya membawa dirinya pergi sendiri, tapi juga sebagian kejantanannya.
Pier sudah semakin ke bawah sekarang. "Berbalik," katanya.
"Percuma saja, Pier. Aku?" Pier membalikkan tubuh Robert, dan Robert terbaring di situ menyesali Susan, menyesali ketidakmampuannya sebagai laki-laki. Ia bisa merasakan lidah Pier bergerak di sepanjang punggungnya, berputar-putar membuat lingkaran-lingkaran kecil, ke bawah dan semakin ke bawah. Jemarinya dengan lembut menggelitik kulit tubuhnya. "Pier?" "Sah."
Robert merasakan lidah Pier membuat gerak
spiral, semakin lama semakin" Ia mulai terangsang, digerakkannya tubuhnya. "Pier-/
"Ssh. Jangan bergerak."
Lidahnya terasa lembut dan hangat, dan Robert bisa merasakan payudaranya menyentuh kulit tubuhnya. Denyut nadinya mulai bertambah cepat Ya, pikirnya. Ya! Oh, ya! Hasratnya mulai tergugah dan mengeras seperti batu, dan ketika ia sudah tidak kuasa menahannya lagi, ia menyambar tubuh Pier dan membalikkannya.
Pier merasakan sebuah sentuhan dan terengah, "My God, bukan main kau ini. Aku ingin kau?"
Sesaat kemudian Robert sudah berada di dalam Pier, kemudian lagi dan lagi, dan ia merasa seakan telah dilahirkan kembali. Pier sangat mahir dan sangat liar, dan Robert terlena dalam kelembutan beludru yang membius sukma. Tiga kali mereka bercinta malam itu. Akhirnya, mereka tertidur. .
Hari Kedelapan Belas Napoli, Italia
Keesokan paginya, saat cahaya pucat menerobos melalui jendela, Robert terbangun. Ia memeluk Pier erat-erat dan berbisik, "Terima kasih."
Pier tersenyum nakal. "Bagaimana perasaanmu?"
"Luar biasa," kata Robert Dan memang benar begitu.
Pier merapatkan tubuhnya. "Kau binatang!"
Robert menyeringai. "Kau telah memuaskan egoku," katanya.
Pier duduk tegak dan berkata dengan serius, "Kau bukan penyelundup obat bius, lean?"
Itu pertanyaan yang sungguh naif. "Bukan."
"Tapi Interpol mencarimu."
Yang ini lebih kena. "Ya."
Wajah Pier berbinar. "Aku tahu! Kau seorang mata-mata!" Ia begitu bergairah seperti kanak-kanak.
Robert tak sanggup menahan tawanya. "Apa iya?" Dan ia berpikir, Yang bertekuk lutut di kaki wanita.".
"Akui saja," Pier bersikeras. "Kau mata-mata,
kan?" "Ya," kata Robert serius. "Aku mata-mata." "Sudah kuduga!" Mata Pier berbinar-binar. "Bisa kauceritakan padaku beberapa rahasia?" ! Rahasia apa?"
"Itu lho, kode-kode rahasia mata-mata?dan yang semacam itu. Aku senang membaca novel-novel spy. Banyak sekali yang kubaca."
"O, ya?" "Ya! Tapi itu kan cuma cerita bohongan. Kau tahu semua yang sebenarnya, bukan" Seperti isyarat-isyarat yang dipakai oleh mata-mata. Apa kau diperbolehkan untuk mengatakan kepadaku satu saja?"
Kata Robert dengan serius, "Well, seharusnya tidak, boleh, tapi kurasa kalau cuma satu saja tidak apa-apa." Apa yang bisa kukatakan yang bisa
dipercayainya" "Ada satu trik kuno yang disebut
penutup jendela." Pier terbelalak. "Trik kuno penutup jendela?"
"Ya." Robert menunjuk ke sebuah jendela di kamar tidur itu. "Kalau semuanya beres, kita biarkan penutup itu terbuka. Tapi jika ada masalah, kita tarik penutup itu ke bawah. Itu merupakan isyarat bagi rekan agen kita untuk pergi menjauh."
Pier berkata dengan bersemangat, "Hebat! Aku belum pernah .membacanya di buku-buku."
"Tidak akan ada," kata Robert. "Itu sangat rahasia."
"Aku tidak akan mengatakannya kepada siapa pun," Pier berjanji. "Ada lagi?"
Ada lagi" Robert berpikir sesaat "Well, ada lagi yang disebut trik telepon."
Pier merapatkan tubuhnya. "Katakan padaku."
"Hm" katakan saja seorang rekan mata-mata meneleponmu untuk mencari tahu apa semuanya beres. Ia ingin bicara dengan Pier. Kalau semuanya beres, kau akan bilang, "Ini Pier." Tapi kalau ada masalah, kau akan bilang, "Anda salah sambung.*"
"Itu hebat!" Pier berseru.
Para instrukturku di Farm akan mendapat serangan jantung kalau mereka mendengar omong kosong ini
"Bisa kaukatakan padaku yang lain lagi?" Pier bertanya.
Robert tertawa. "Kurasa untuk pagi ini cukup sekian dulu saja."
I ft I "Baiklah." Pier menggosokkan tubuhnya ke tubuh Robert "Kau mau mandi?" tanya Pier. "Mau."
Mereka saling membasuh tubuh dengan sabun di bawah dus air panas, dan ketika Pier merenggangkan kaki-kaki Robert dan mulai membasuhnya, ia mulai terangsang lagi.
Mereka bercinta di bawah dus.
Ketika Robert sedang berpakaian, Pier mengenakan jubah mandinya dan berkata, "Aku akan mengecek sarapan pagi dulu."
Carlo sedang menunggu Pier di kamar makan.
"Ceritakan padaku tentang temanmu itu," katanya.
"Tentang apanya?"
"Di mana kau jumpa dia?"
"Di Roma." "Pasti dia sangat kaya bisa membelikan gelang zamrud itu untukmu."
Ia mengangkat bahu. "Dia suka padaku."
Carlo berkata, "Kau tahu apa yang kupikirkan" Kukira temanmu itu sedang lari dari sesuatu. Kalau kita laporkan kepada pihak yang berwenang, pasti ada hadiah besar antuk itu."
Pier menghampiri adiknya itu dengan .mata bernyala-nyala. "Jangan ikut campur, Carlo."
"Jadi benar, dia memang sedang lari."
"Dengar, kau piscialetto kecil, kuperingatkan kau?urus urusanmu sendiri." Pier tidak ingin membagi hadiah itu dengan orang lain.
Carlo berkata dengan marah, "Kakakku yang
baik, kau ingin semuanya untukmu sendiri." "Tidak. Kau tidak mengerti, Carlo."
"O, ya?" Pier berkata dengan serius, "Kukatakan yang sebenarnya. Mr. Jones sedang melarikan diri dari istrinya. Istrinya itu menyewa detektif untuk mencarinya. Cuma itu saja masalahnya."
Carlo tersenyum. "Kenapa kau tidak bilang dari tadi" Kalau begitu tidak ada apa-apanya dia, aku tidak akan mempersoalkannya lagi."
"Bagus," kata Pier.
Dan Carlo berpikir, Aku harus mencari tahu
siapa dia itu sebenarnya.
Janus sedang berbicara di telepon. "Sudah dapat berita lagi?"
"Kami tahu bahwa Letkol Bellamy berada di Napoli."
"Data-data sudah diperoleh tentang itu?"
"Ya. Mereka sedang mencarinya sekarang. Kami punya petunjuk. Dia bepergian dengan seorang pelacur yang mempunyai keluarga di Napoli. Kami rasa mereka mungkin ke sana. Kami akan melanjutkan pelacakan ke sana."
"Hubungi saya terus."
Di Napoli, Biro Perumahan Kota Madia sedang sibuk melacak rumah ibu Pier ValJi. Selusin agen keamanan dan korps kepolisian
kota Napoli sedang mengacak-acak kota "h menemukan Robert u u"hik
Carlo asyik dengan rencananya terhadap R Pier bersiap-siap menelepon Interpol lagi rt
Bab Empat Puluh Dua Aroma bahaya yang menggantung di udara seakan-akan nyata, dan Robert merasa seolah-olah ia bisa menggapainya dan menyentuhnya. Di pelabuhan kesibukan sama seperti di sarang lebah, dengan kapal-kapal barang yang bongkar-muat. Tapi ada yang lainnya: Mobil-mobil polisi nampak berlalu-lalang di dermaga, dan polisi-polisi berseragam dan detektif-detektif yang gagal menyembunyikan identitasnya nampak sedang menanyai para pekerja pelabuhan dan para pelaut Perburuan berskala besar itu sangat mengherankan Robert Hampir-hampir sepertinya mereka itu tahu bahwa ia berada di Napoli, sebab tidak mungkin mereka melakukan pencarian seintensif ini di setiap kota besar Italia. Percuma saja keluar dari mobilnya. Ia memutar mobilnya dan menjauh dari pelabuhan itu. Apa yang tadinya disangkanya merupakan rencana yang mudah?menumpang kapal barang yang menuju Prancis?ternyata sangat berbahaya sekarang. Entah bagaimana mereka telah berhasil melacaknya ke sini. Ia menimbang alternatif-alternatif-nya lagi. Mengendarai mobil ke mana saja sudah jelas terlalu besar risikonya. Saat ini di sekeliling kota pasti jalan-jalan ke luar sudah dijaga. Pelabuhan dijaga. Itu artinya stasiun kereta api dan bandara juga dijaga. Ia sudah masuk dalam jepitan sekarang. Dan jepitan itu sedang mengatup atas dirinya.
Robert teringat akan tawaran Susan. "Kami berada di lepas pantai Gibraltar. Kami bisa berputar dan menjemputmu, ke tempat mana pun yang kau mau. Barangkali ini satu-satunya jalan bagimu untuk meloloskan diri" Ia sebenarnya enggan melibatkan Susan dalam bahaya ini, tapi ia tidak bisa menemukan alternatif lain. Itu adalah satu-satunya cara untuk melepaskan diri dari perangkap ini. Mereka tidak akan mencarinya dalam sebuah yacht pribadi. Kalau aku bisa mencari jalan untuk mencapai Halcyon, pikirnya, mereka akan bisa menurunkan aku di dekat pantai Marseilles, dan aku akan bisa ke pantai sendiri Dengan begitu, tidak akan berbahaya bagi mereka.
Ia memarkir mobilnya di depan sebuah trattoria kecil di sebuah jalan samping dan masuk ke dalamnya untuk menelepon. Lima menit kemudian, ia sudah disambungkan dengan Halcyon.
Tolong Mrs. Banks." "Dari siapa ini?"
Monte punya resepsionis khusus di yacht-nya. "Bilang saja dari seorang teman lama."
Semenit kemudian ia mendengar suara Susan. "Robert., kaukah itu?"
"Musuh masyarakat."
"Mereka" mereka belum menangkapmu, bukan?"
"Belum, Susan." Sulit baginya mengajukan pertanyaan ini. "Apa tawaranmu masih berlaku?"
"Tentu saja masih. Kapan?""
"Bisakah kau mencapai Napoli malam ini?"
Susan ragu. "Aku tidak tahu. Tunggu sebentar." Robert mendengar pembicaraan di luar pesawat telepon. Susan melanjutkan, "Monte bilang kami mengalami kerusakan mesin, tapi kami bisa mencapai Napoli dalam waktu dua hari."
Sial. Setiap hari di sini berarti meningkatkan kemungkinan kena tangkap. "Baiklah, begitu juga boleh."
"Bagaimana kami akan menemukanmu?" "Kau akan kuhubungi lagi." "Robert, aku mohon jaga dirimu baik-baik." "Akan kucoba. Sungguh." "Tak akan kaubiarkan sesuatu terjadi atas dirimu?"
"Tidak, tak akan kubiarkan apa pun terjadi atas diriku." Atau atas dirimu.
Ketika Susan meletakkan telepon itu, ia menoleh kepada suaminya dan tersenyum. "Ia akan segera naik ke kapal ini."
Satu jam kemudian, di Roma, Francesco Cesar memberikan sebuah telegram kepada Kolonel Frank Johnson. Telegram itu dari Halcyon. Bunyinya: BELLAMY AKAN NAIK KE HALCYON. ANDA AKAN DIHUBUNGI LAGI. Tanpa tanda tangan.
"Saya sudah ? mengatur supaya sem kasi dari dan ke Halcyon dimonitor" v lc?niu,"i-"Begitu Bellamy naik ke atas kanal "i" 3ta ^r. tangkap dia." P " ,an"sung kita
Bab Empat Puluh Tiga Semakin Carlo Valli memikirkannya, semakin yakin dia bahwa ia pasti akan memperoleh tangkapan besar. Cerita karangan Pier mengenai si Amerika yang lari dari istrinya itu sungguh menggelikan. Mr. Jones sedang buron, memang benar, tapi ia sedang lari dari polisi. Mungkin tersedia hadiah untuk buronan ini. Mungkin besar. Ini harus ditangani dengan hati-hati. Carlo memutuskan untuk memperbincangkan ini dengan Mario Lucca, pimpinan Diavoli Rossi.
Pagi-pagi sekali, Carlo naik skuter Vespa-nya menuju Via Sorcella, di belakang Piazza Garibaldi. Ia berhenti di depan sebuah bangunan apartemen yang kumuh, dan memencet bel pada kotak surat yang sudah rusak bertuliskan "Lucca".
Semenit kemudian terdengar bentakan, "Siapa itu"!"
"Carlo. Aku perlu bicara denganmu, Mario." "Sebaiknya ada gunanya bicaramu itu?pagi-pagi begini. Ayo naik ke atas."
Bel pintu berdering, dan Carlo naik ke lantai atas.
Mario Lucca sedang berdiri di ambang pintu, telanjang. Di ujung ruangan, Carlo melihat seorang gadis di atas tempat tidurnya.
*Che cosa" Kamu ini apa-apaan pagi-pagi begini?"
"Aku tidak bisa tidur, Mario. Aku terlalu tegang. Kurasa aku dapat tangkapan besar." "Yeaa" Masuk."
Carlo memasuki apartemen yang kecil dan berentakan itu. "Tadi malam kakakku membawa seorang laki-laki" "Jadi" Pier itu pelacur. Ia?" "Yeah, tapi yang satu ini sangat kaya. Dan dia sedang bersembunyi" "Bersembunyi dari siapa?" "Aku tidak tahu. Tapi aku akan cari tahu. Kurasa mungkin ada hadiah yang tersedia bagi yang menemukannya."
"Mengapa kau tidak menanyakannya kepada kakakmu?"
Carlo mengerutkan dahi. "Pier ingin menguasainya sendiri. Kau harus lihat gelang yang dibelikannya untuk Pier?zamrud."
"Gelang" Yeafa" Berapa nilainya?"
"Nanti kuberitabu. Aku akan menjualnya pagi isi."
Lucca berdiri di situ, tepekur, "Begini saja, Carlo. Bagaimana kalau kita berbicara sedikit dengan teman kakakmu itu" Kita jemput saja dia dan kita bawa ke kiah pagi fa j." KJub yang dimaksud
adalah sebuah gudang kosong di Quartiere Santo yang memiliki satu ruangan kedap suara.
Carlo tersenyum. "Bene. Aku "bisa membawanya ke sana dengan cukup mudah."
"Kami akan menunggunya," kata Lucca. "Kita akan berbicara dengannya. Kuharap suaranya cukup merdu, sebab ia akan bernyanyi untuk kita."
Ketika Carlo kembali ke rumah, Mr. Jones sudah pergi. Carlo panik.
"Ke mana temanmu pergi?" tanyanya kepada Pier.
"Dia bilang dia harus ke kota sebentar. Sebentar dia kembali. Kenapa?"
Ia memaksakan diri untuk tersenyum. "Cuma ingin tahu."
Carlo menunggu sampai ibunya dan Pier pergi ke dapur untuk menyiapkan makan siang, lalu ia bergegas masuk ke kamar Pier. Ia menemukan gelang itu disembunyikan di bawah setumpuk pakaian dalam di sebuah laci pakaian. Dengan cepat dikantonginya benda itu, dan keluar dari rumah pas saat ibunya keluar dari dapur.
"Carlo, kau tidak makan siang dulu?"
"Tidak. Aku ada janji, Mama. Sebentar aku kembali."
Ia menaiki Vespa-nya dan menuju Quartiere Spagnolo. Barangkali gelang ini palsu, pikirnya. Jangan-jangan cuma bahan perekat saja. Mudah-mudahan aku tidak malu di depan Lucca nanti. Ia memarkir sepeda motornya di depan sebuah toko
permata kecil yang papan mereknya bertuliskan: Orologia. Pemiliknya, Gambino, adalah seorang laki-laki tua keriput dengan wig hitam yang kurang pas, dan semulut penuh gigi palsu. Ia mengangkat wajahnya ketika Carlo masuk.
"Selamat pagi, Carlo. Pagi sekali kau keluar."
"Yeah." "Kau punya apa buat aku kali ini?"
Carlo mengeluarkan gelang itu dan meletakkannya di atas counter. "Ini."
Konspirasi Hari Kiamat The Doomsday Conspiracy Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gambino mengambilnya. Ketika mengamatinya, matanya terbelalak. "Dari mana kaudapatkan ini?"
"Bibiku yang kaya meninggal dan mewariskan-nya kepadaku. Apakah ada nilainya?"
"Mungkin saja," kata Gambino dengan hati-hati.
"Jangan main-main denganku."
Gambino seakan tersinggung. "Pernahkah aku menipumu?"
Tak pernah tidak." "Kalian anak-anak muda selalu main-main. Akan kukatakan padamu apa yang sebaiknya kulakukan, Cario. Aku tidak yakin apa aku bisa menangani ini sendiri Nilainya sangat tinggi."
Jantung Cario seakan berhenti berdenyut. "Benar?"
"Aku harus menjajaki dulu apa ini bisa ditaksir di suatu tempat. Nanti malam kutelepon."
"Oke," kata Carlo. Ia mengambil lagi gelang itu. "Akan kubawa dulu sampai kudengar berita dari-mu."
Carlo meninggalkan toko itu dengan perasaan
bagai di awang-awang. Jadi, ia ternyata benari Si brengsek itu kaya, dan juga gila. Siapa orangnya yang mau memberikan sebuah gelang mahal kepada seorang pelacur"
Dari dalam toko itu, Gambino menyaksikan Cario pergi dari situ. Ia berpikir, Terlibat apa lagi idiot-idiot ini" Dari bawah counter, ia mengambil sebuah selebaran yang baru saja dibagikan kepada semua toko gadai. Ada gambar di selebaran itu yang menguraikan ciri-ciri gelang yang baru saja dilihatnya, tapi bagian paling bawah yang biasanya memuat keterangan nomor telepon polisi untuk dihubungi, kini diisi dengan keterangan khusus yang berbunyi: "Hubungi SIFAR segera." Gambino biasanya mengabaikan selebaran polisi biasa, seperti yang sudah pernah diperolehnya beratus-ratus kali sebelum ini, tapi ia cukup mengenal apa SIFAR itu, dan tidak ingin berurusan dengannya. Ia memang menyesal tidak bisa menikmati keuntungan dari penjualan gelang itu, tapi ia tidak ingin mempertaruhkan lehernya. Dengan setengah hati, ia mengangkat telepon dan memutar nomor yang tercantum di selebaran.
Bab Empat Puluh Empat Itu adalah masa-masa penuh ketakutan, penuh bayang-bayang maut yang mengancam setiap saat. Bertahun-tahun sebelum ini Robert pernah ditugaskan ke Borneo, dan ia menyusup ke hutan-hutan lebat untuk mengejar seorang pengkhianat. Waktu itu bulan Oktober, yaitu musim takoot, musim berburu tradisional, saat para penduduk asli hidup dalam ketakutan akan teror Balli Salang, roh yang memburu manusia untuk diisap darahnya. Musim itu merupakan musim pembunuhan, dan sekarang ini bagi Robert, Napoli tiba-tiba menjadi hutan rimba Borneo. Kematian terasa menggantung di udara. Jangan keluar berkeliaran di kegelapan malam, pikir Robert. Mereka harus berusaha menangkapku terlebih dulu. Bagaimana mereka bisa melacaknya ke sini" Pier. Mereka pasti telah melacaknya melalui Pier. Aku harus kembali ke rumah untuk memperingatkannya, pikir Robert. Tapi sebelumnya aku harus menemukan jalan untuk bisa keluar dari sini. Ia mengendarai mobilnya ke arah pinggiran
kota, tempat jalan tol bermuara, sambil berharap terjadinya mukjizat?yaitu, jalan itu tidak dijaga. Lima ratus yard sebelum dia mencapai gerbang masuk ke jalan itu, ia melihat sepasukan polisi membuat hambatan jalan. Ia memutar dan kembali ke arah pusat kota.
Robert meluncur pelan-pelan, berkonsentrasi, mencoba menempatkan dirinya di dalam pikiran para pemburunya. Mereka pasti membuat hambatan jalan di semua jalan raya yang merupakan gerbang ke luar dari Italia. Semua kapal yang akan meninggalkan negeri itu pasti digeledah. Tiba-tiba terbetik sebuah rencana di benaknya. Mereka tidak akan menggeledah kapal-kapal yang tidak akan meninggalkan Italia. Ini sebuah peluang. Ia kembali lagi ke arah pelabuhan.
Lonceng kecil di atas pintu toko permata itu berdering, dan Gambino mendongak. Dua pria berpakaian hitam-hitam masuk.-Mereka bukan pelanggan.
"Bisa saya bantu?" "Mr. Gambino?"
Ia menyeringai memamerkan gigi palsunya. "Ya."
"Anda menelepon tentang gelang zamrud."
SIFAR. Ia memang sudah menunggu mereka. Tapi -kali ini ia berada di pihak para malaikat. "Benar. Sebagai seorang warga negara yang patriots, saya merasa adalah tugas saya?"
"Tak perlu omong kosong itu. Siapa yang membawanya?"
"Seorang pemuda bernama Carlo."
"Apa gelangnya ditinggalkan di sini?"
"Tidak, ia membawanya lagi."
"Apa nama belakang Carlo?"
Gambino mengangkat babu. "Saya tidak tahu nama belakangnya. Dia salab satu anggota Diavoli Rossi. Itu salah satu geng lokal di sini. Dipimpin oleh seorang bernama Lucca."
"Anda tahu di mana kami bisa bertemu dengan Lucca?"
Gambino ragu. Kalau Lucca tahu bahwa ia telah berbicara, maka lidahnya akan dipotong. Kalau ia tidak mau mengatakannya kepada orang-orang ini, maka otaknya akan dicerai-beraikan. "Dia tinggal di Via Sorcella, di belakang Piazza Garibaldi."
Terima kasih, Mr. Gambino. Anda sangat membantu."
"Saya selalu senang bekerja sama dengan?" Orang-orang itu sudab pergi.
Lucca sedang berada di tempat tidur dengan pacarnya ketika kedua agen itu mendesak pintu apartemennya.
Lucca melompat dari tempat tidurnya. "Apa-apaan ini" Kalian siapa?"
Salah satu agen itu menunjukkan kartu identitasnya.
SIFAR! Lucca menelan ludah. "Hei. saya tidak melakukan sesuatu yang salah. Saya seorang warga taat hukum yang?"
"Kami tabu itu, Lucca. Kami bukan mencarimu.
Kami sedang mencari seseorang yang bernama
Carlo." Carlo. Jadi inilah biang persoalannya. Gelang celaka itu! Carlo ini kena urusan apa" SIFAR tidak akan mengirim orangnya kalau hanya urusan permata curian saja.
"Well" kau mengenalnya atau tidak?"
"Mungkin." "Kalau kau tidak yakin, kami akan menyegarkan ingatanmu di markas besar."
"Tunggu! Saya ingat sekarang," kata Lucca. "Pasti maksud Anda Carlo Valli. Memangnya dia kenapa?"
"Kami ingin bicara dengannya. Di mana dia tinggal?"
Setiap anggota Diavoli Rossi harus bersumpah dengan darah untuk bersikap setia, suatu sumpah yang menyatakan bahwa mereka lebih baik mati daripada mengkhianati rekan sesama anggota. Itulah yang membuat Diavoli Rossi menjadi klub yang begitu kuat. Mereka sangat kompak. Satu buat semua dan semua buat satu.
"Anda mau ikut kami ke pusat kota ke markas kami?"
"Buat apa?" Lucca mengangkat bahu. Ia memberikan alamat Carlo.
Tiga puluh menit kemudian, Pier membukakan pintu untuk dua orang tak dikenal yang berdiri di situ.
"Signorina Valli?"
Gawat "Ya." "Boleh kami masuk?"
Ia ingin mengatakan -tidak, tapi tidak berani. "Anda siapa?"
Salah seorang agen itu mengeluarkan dompetnya dan menunjukkan kartu identitasnya. SIFAR. Ini bukan orang-orang yang berurusan dengannya sebelum ini. Pier merasa panik bahwa mereka tidak akan membayar hadiahnya nanti. "Apa yang Anda inginkan dari saya?" "Kami ingin mengajukan beberapa pertanyaan." "Silakan. Tak ada yang perlu saya sembunyikan." Syukurlah Robert tidak ada, pikir Pier. Aku masih bisa mempertahankan harganya.
"Anda kemarin naik mobil dari Roma, bukan." Itu sebuah pernyataan, bukan pertanyaan.
"Ya. Apa ha melanggar hukum" Apa saya melewati batas kecepatan?"
Pria itu tertawa. Tapi tawanya itu tidak mengubah ekspresi wajahnya. "Anda be
rsama seorang teman?"
Pier menjawab dengan hati-hati, "Ya." "Siapa dia, signorind?"
Ia mengangkat babu. "Seorang laki-laki yang menumpang mobil saya di tengah perjalanan. Dia ingin nebeng sampai ke Napoli."
Pria yang kedua bertanya, "Apakah dia di sini bersama Anda sekarang?"
"Saya tidak tahu di mana dia. Saya menurunkannya di jalan ketika kami masuk kota, dan dia menghilang."
454 "Apakah nama penumpang Anda itu Robert Bellamy?"
Pier mengerutkan dahi seakan berkonsentrasi. "Bellamy" Saya tidak tahu. Rasanya dia tidak menyebutkan namanya."
"Oh, kami rasa iya. Dia mengambil Anda di Tor di Ounto, Anda menginap dengannya di Hotel L"Incrocio, dan keesokan paginya ia membelikan Anda gelang zamrud. Dia menyuruh Anda pergi ke beberapa hotel dengan membawa tiket pesawat dan kereta api, dan Anda menyewa mobil dan pergi ke Napoli. Benar?"
Mereka tahu semuanya. Pier mengangguk, sinar matanya memancarkan ketakutan.
"Apakah teman Anda itu nanti kembali, atau dia sudah meninggalkan Napoli?"
Pier ragu, menimbang jawaban apa yang paling baik. Kalau ia mengatakan pada mereka bahwa Robert sudah meninggalkan kota, mereka toh tidak akan percaya kepadanya. Mereka akan menunggu di sini di rumahnya, dan kalau Robert muncul, mereka akan menuduhnya berdusta dan menganggapnya membantu kejahatan. Ia memutuskan bahwa yang terbaik adalah berbicara apa adanya. "Dia akan kembali," kata Pier. "Sebentar lagi?" "Saya tidak yakin."
"Well, kami akan bersantai sedikit di sini. Anda tidak keberatan kalau kami melihat-lihat, bukan?" Mereka membuka jas mereka sehingga senjata mereka nampak.
455 "T" tidak."
Mereka menyebar, memeriksa seluruh, bagian rumah.
Mama masuk dari dapur. "Siapa Tuan-tuan ini?"
"Mereka teman-teman Mr. Jones," kata Pier. "Mereka datang untuk menemuinya."
Wajah Mama berbinar. "Orang yang sungguh baik. Anda mau ikat makan siang?"
"Tentu, Mama," salah seorang pria itu berkata. "Ada makanan apa?"
Pikiran Pier kacau. Aku harus menelepon Interpol lagi, pikirnya. Mereka bilang akan membayar lima puluh ribu dolar. Sementara itu ia harus menjauhkan Robert dari rumah sampai ia selesai berunding tentang harga penyerahannya. Tapi bagaimana caranya" Tiba-tiba ia ingat percakapan mereka pagi itu. Kalau ada masalah fata tarik satu penutup jendela ke bawah" supaya rekan kita menjauhkan dirinya dari situ. Kedua agen itu duduk di meja makan sambil menikmati semangkuk capellmi.
"Terlalu terang di sini," kata Pier. Ia bangkit dan berjalan ke ruang duduk lalu menarik ke bawah penutup jendela. Lalu ia kembali ke meja: Kuharap Robert ingat akan isyarat peringatan ini.
Robert sedang meluncur menuju rumah itu sambil berpikir, memantapkan rencananya untuk melarikan diri. Belum sempurna, pikirnya, tapi paling
tidak ini akan membuat mereka kehilangan jejak cukup lama untuk mengulur waktu. Ia sudah hampir sampai ke rumah itu sekarang. Ia mengurangi laju mobilnya dan mengamati sekelilingnya. Semuanya nampak normal. Ia bermaksud memperingatkan Pier untuk keluar dari situ laki pergi. Ketika Robert sudah akan memarkir mobilnya di depan rumah, ia melihat ada yang ganjil. Salah satu penutup jendela depan turun ke bawah. Padahal yang lainnya terangkat. Barangkali itu cuma suatu kebetulan, tapi toh" Ia tiba-tiba seperti diperingatkan. Apakah mungkin Pier menganggap semua senda guraunya itu serius" Apakah itu dimaksudkan sebagai semacam isyarat" Robert menginjak gas dan meluncur terus. Ia tidak berani mengambil risiko, bagaimanapun juga kecilnya. Ia menuju ke sebuah bar satu mil dari situ dan masuk ke dalam untuk meminjam telepon.
Mereka sedang duduk di meja makan ketika telepon berdering. Agen-agen itu tegang. Yang satu mulai bangkit dari duduknya.
"Apakah Bellamy akan menelepon ke sini?" Pier memandangnya dengan nada melecehkan. "Tentu saja tidak. Apa perlunya?" Pier bangkit dan menghampiri telepon itu. Ia mengangkatnya. "Halo?"
"Pier" Aku melihat penutup jendela itu dan?"
Pier cuma perlu mengatakan bahwa semuanya beres, dan Robert akan kembali ke rumah itu. Agen-agen itu akan menangkapnya, dan Pier bisa menuntut hadiahnya. Tapi apakah mereka hanya
Ain akan menangkap Robert" Pier seakan mendengar suara Robert berkata, "Kalau polisi menemukan aku, mereka diinstruksikan untuk membunuhku."
Agen-agen di meja makan itu mengawasinya. Banyak sekali yang bisa dilakukannya dengan lima puluh ribu dolar. Pakaian-pakaian bagus, bepergian ke mana-mana, sebuah apartemen kecil yang molek di Roma____ Ia tidak ingin Robert-mati. Selain
itu, ia benci kepada polisi sialan itu. Pier menjawab, "Salah sambung."
Robert mendengar bunyi klik pesawat telepon dan berdiri di Situ, tercengang. Ternyata Pier mempercayai semua omong kosongnya, dan itu barangkali telah menyelamatkan jiwanya. Semoga dia diberkati Tuhan.
Robert memutar balik mobilnya dan meluncur menjauh dari rumah itu ke arah pelabuhan, bukan ke bagian utama pelabuhan yang melayani kapal-kapal barang dan kapal-kapal samudera yang akan meninggalkan Italia, tapi ke arah lain, lewat Santa Lucia, ke sebuah dermaga di mana nampak sebuah papan bertuliskan: "Capri dan Ischia". Robert memarku-mobilnya di tempat yang mudah dilihat, dan berjalan menuju tempat penjualan tiket.
"Hydrofoil yang berikutnya ke Iscbia jam berapa?"
"Tiga puluh menit lagi." "Dan ke Capri?" "Lima menit."
"Minta satu tiket one-way ke Capri." "Si, sigfiore."
"Apa itu *si, signore?"?" Robert menukas dengan suara keras. "Mengapa Anda tidak berbahasa Inggris saja seperti yang lain-lain?"
Orang itu terbelalak karena terkejut.
"Kamu orang-orang brengsek semuanya sama saja. Stupid! Atau, dalam istilahmu, stupido." Robert menyorongkan uangnya ke orang itu, menyambar tiketnya, dan berjalan menuju hydrofoil.
Tiga menit kemudian ia sudah dalam perjalanan ke Pulau Capri. Perahu itu memulai pelayarannya perlahan-lahan, menyusuri terusan. Setelah sampai di batas keluar, ia meluncur keras ke depan, badannya melayang di atas air bagaikan seekor lumba-lumba yang lincah. Ferry itu penuh dengan turis dari berbagai negara, berceloteh dalam bahasa masing-masing. Tak seorang pun memperhatikan Robert Ia berjalan menuju bar kecil yang menjual minuman. Katanya kepada bartender, "Minta vodka dan tonic."
"Baik, Tuan." Ia menyaksikan bartender itu mencampur minuman yang dipesannya. "Silakan, signore."
Robert menerima gelas itu dan meneguknya. Ia membanting gelas itu kembali ke atas bar. "Ini kamu sebut minuman?" katanya. "Rasanya seperti kencing kuda. Kalian ini bagaimana, Italia edani"
Orang-orang di sekitarnya menoleh melihat adegan itu.
Bartender dengan nervous berkata, "Maafkan saya, signore, kami menggunakan merek yang paling?" .
459 "Tai kucing!" Seorang Inggris yang ada di dekat situ berkata dengan sikap kaku. "Ada wanita di sini. Bisakah kaujaga sedikit bicaramu?"
"Aku tidak perin menjaga bicaraku," Robert membentak. "Kalian tahu aku siapa" Letkol Robert Bellamy. Dan mereka sebut ini kapal" Ini barang rongsokan!"
Ia menyibakkan orang-orang untuk menuju ke bagian depan kapal dan duduk di situ. Pandang mata tak senang mengikutinya Hatinya berdebar-debar, tapi sandiwaranya ini belum selesai.
Ketika hydrofoil itu berlabuh di Capri, Robert menghampiri kios tiket di pintu masuk yang menuju funicolare. Seorang pria tua bertugas menjual tiket dalam kios itu.
"Satu tiket," Robert membentak. "Dan cepat sedikit! Aku terburu-buru. Kau sudah terlalu tua untuk menjual tiket Kau seharusnya tinggal di rumah saja. Istrimu barangkali sedang tidur dengan tetanggamu."
Orang tua its sudah akan bangkit karena marah. Orang-orang yang lewat memandang Robert dengan sebal. Robert menyambar tiket itu dan melangkah masuk ke dalam funicolare yang penuh sesak. Mereka akan ingat aku, pikirnya dengan geram, la sedang mencoba meninggalkan jejak yang mencolok.
Ketika funicolare itu berhenti, Robert menerobos maju menyibakkan kerumunan orang-orang. Ia berjalan menyusuri Via Vittorio Emanuele yang berliku-liku menuju Hotel Quisisana.
"Saya perlu kamar." kata Robert kepada petugas di belakang meja.
"Maafkan saya," sahut petugas itu, "tapi kamar sudah habis dipesan. Ada?"
Robert memberinya enam puluh ribu lira. "Kamar yang mana saja."
"Well, kalau begitu, kami rasa kami bisa menerima Anda, signore. Mari saya daftar?"
Robert menuliskan namanya: Letkol Robert Bellamy.
"Berapa lama Anda akan tinggal di sini, Letnan?" "Satu minggu."
"Tak ada masalah. Boleh saya pinjam paspor Anda?"
"Ada di dalam koper saya. Lima menit lagi akan ada di sini."
"Akan saya suruh bellboy mengantarkan Anda ke kamar Anda."
"Jangan sekarang. Saya harus keluar dulu beberapa menit. Saya akan segera kembali."
Robert melangkah keluar dari lobi, menuju ke jalanan. Kenangan lama menerpanya bagaikan guyuran air dingin. Ia pernah berjalan di tempat ini bersama Susan, menjelajahi gang-gang kecil, dan berjalan menyusuri Via Ignazio Cerio dan Via Li Campo. Masa-masa itu terasa seperti surga. Mereka mengunjungi Crotta Azzurra, dan minum kopi pagi-pagi di Piazza Umberto. Mereka menumpang
. funicolare ke Anacapri, dan naik keledai ke Villa JovB, vila milik Tiberius, dan berenang di air yang hijau bagai zamrud di Marina Piccola. Mereka berbelanja di sepanjang Via Vittorio Emanuele dan naik kursi gantung ke puncak Monte Solaro, dengan kaki mereka meluncur di atas daun-daun anggur dan pepohonan hijau. Di sebelah kanan nampak rumah-rumah bertebaran memenuhi lembah sampai ke pantai, semak hijau berbunga kuning terhampar di mana-mana; perjalanan sebelas menit menembus tanah bidadari yang penuh pepohonan hijau, rumah-rumah putih dan, di kejauhan, laut biru. Di puncak bukit itu,-mereka minum kopi di Barbarossa Ristorante, lalu pergi ke gereja kecil di Anacapri untuk bersyukur kepada Tuban atas semua berkat yang mereka dapatkan, dan untuk cinta mereka. Saat itu Robert mengira bahwa Capri adalah sumber semua mukjizat itu. Tapi ia keliru. Ternyata mukjizatnya adalah Susan, dan ia telah meninggalkan panggung pertunjukan.
Robert kembali ke stasiun funicolare di Piazza Umberto, dan menumpang trem itu lagi menuju ke bawah, berbaur dengan para penumpang yang lain. Ketika funicolare itu sampai di bawah, ia berjalan ke luar, diam-diam menyusup menghindari penjual tiket Ia berjalan menuju kios tiket di tempat kapal berlabuh. Dalam logat Spanyol yang kental, Robert bertanya, "A que hora sale el barco a Ischia?"
"Sale en treinta minutos."
"Gracias.* Robert membeli sebuah tiket
Ia memasuki sebuah bar di tepi pantai dan mengambil tempat duduk di bagian belakang, lalu
memesan scotch. Saat ini mereka pasti sudah menemukan mobilnya, dan perburuan terhadapnya sudah semakin menyempit. Ia membentangkan peta Eropa di benaknya. Pengejar-pengejar pasti mengira ia pergi ke Inggris dan mencari jalan untuk kembali ke Amerika, sebab itu yang paling logis. Tak ada perlunya ia kembali ke Prancis. Tapi justru karena itu negara tersebut menjadi sasarannya. Ia harus mencari pelabuhan yang ramai untuk meninggalkan Italia. Civitavecchia. Aku harus bisa sampai ke Civitavecchia. Halcyon.
Dua Menara 4 Pendekar Kembar 5 Gairah Sang Pembantai Membela Teman 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama