Ceritasilat Novel Online

Hati Yang Terberkahi 13

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara Bagian 13


langsung menelannya untuk kemudian rebah tidur di sofa. Waktu rekaman kamera terus
berjalan, akan tetapi tubuhnya sama sekali tidak bergerak lagi. Aku dapat melihat cahaya
matahari yang bergerak cepat menyinari apartemen itu melalui jendela namun tubuh Nadia...
"Kamu lihat, dia sama sekali tidak bergerak. Orang tidur seharusnya menggerakkan
tubuhnya meski cuma sedikit," tambah Michelle. "Lagipula obat tidurku jenis yang berdosis
keras dan aku hanya diperbolehkan untuk menelan sebutir setiap malam oleh dokter,
sedangkan dia menelan segenggam obat itu."
Kakiku seketika menginjak gas dalam-dalam, membuat suara ban berdecit keras dan
segera melajukan mobil memasuki jalanan, berusaha memotong beberapa mobil di depanku
dengan kecepatan tinggi. Suara klakson dari mobil lain berbunyi tinggi memaki dan aku
tidak perduli ~ 533 ~ - B L E S S E D H E A R T lagi, jantungku berdetak begitu keras dan firasatku menjadi semakin buruk. Nadia
sudah menelan obat tidur itu sekitar lima jam yang lalu, tepat sebelum dia menelepon
ke telepon genggamku sebanyak lima kali dan tidak kuangkat sama sekali.
Aku merasa air mataku mengalir di sudut mataku.
"Jaime apakah kamu sedang ngebut?"
"Ya," kataku perlahan.
"PERINTAH, nyalakan sirene mobil!" sahut Michelle. Dalam sekejap suara sirene
mobil polisi terdengar dari atas mobil Michelle dan segera aku melihat beberapa mobil
di depan langsung memberikanku jalan dengan cara melambat atau bergerak ke samping
memberikanku jalan. "Terima kasih Michelle," kataku dengan suara yang bergetar.
"Hubungi aku kembali setelah kamu sampai di sana," kata Michelle.
"Baiklah," kataku mematikan sambungan telepon. Mobil yang kukendarai melesat
begitu cepat dan beberapa kali pada belokan tajam aku terpaksa menggunakan kekuatan
terbangku untuk mengembalikan posisi mobil ke atas jalanan.
Nadia. Aku tidak menyangka dia akan mengambil jalan sependek itu, meski kemarin
semuanya terlihat buruk tidak seharusnya dia mengambil jalan pintas. Seharusnya
dia menghubungiku... Teringat Nadia kemarin menghubungiku, aku segera mengeluarkan telepon genggamku
untuk melihat catatan waktu dia melakukan panggilan tak terjawab padaku. Saat itu aku
baru melihat sebuah pesan teks yang belum kubuka sedari tadi.
Pengirim: Nadia Jaime, aku mencintaimu dan membencimu.
Kali ini aku tidak akan merepotkanmu lagi.
Mohon maafkan aku. Air mataku mengalir. "Sialan," makiku memukul klakson dan kakiku segera
menginjak gas semakin dalam. Semoga aku punya cukup waktu mengantarkannya ke rumah sakit.
Tak berapa lama, aku segera tiba di apartemen Michelle, berlari cepat untuk
mencapai pintu depan dan meletakkan tanganku pada scanner pintu apartemen . Saat pintu terbuka,
aku ~ 534 ~ - B L E S S E D H E A R T langusng menerobos masuk dan melihat tubuh Nadia terkulai di atas sofa. Di atas
meja terlihat botol obat tidur serta beberapa butir pil obat tidur yang berserak.
Persis seperti rekaman yang diberikan Michelle.
Tidak mungkin... Aku tidak mengerti. Air mataku segera mengalir dan aku berjalan mendekati
tubuhnya. Tanganku gemetar mengambil botol obat yang jelas bertuliskan obat tidur dengan
catatan kandungan kimianya. Aku dapat melihat dengan jelas tulisan peringatan:
Mengkonsumsi lebih dari dosis dianjurkan dapat menyebabkan kematian. Aku melihat Nadia
tertidur dengan wajah begitu pucat dan tergeletak tak berdaya.
Hatiku terasa hancur. "Nadia," kataku menyentuh pipinya.
Terasa dingin. "Nadia, bangunlah," kataku menepuk pipinya lebih keras. Aku memegang tangannya
dan terasa dingin. Tidak ada kehangatan, tidak terasa ada detakan dan juga tubuhnya
begitu lunglai. Air mataku mengalir. Aku tidak seharusnya meninggalkannya kemarin hanya
karena permasalahan sepele. Tidak seharusnya aku meninggalkannya saat dia begitu lemah
dan membutuhkan seseorang. Tidak seharusnya aku mengikuti emosiku.
Aku menyesal. Ya Tuhan aku benar-benar menyesal.
"Nadia," kataku memanggil menggenggam tangannya yang terasa dingin dan aku
memeluk tubuhnya yang terkulai tidak berdaya.
"Nadia!!!! Nadia!!! Nadia!!!!" Aku berteriak hingga suaraku hilang. Aku tidak
tahu sudah menangis beberapa lama. Aku mendengar telepon genggamku berdering beberapa kali
dan membiarkannya saja sedangkan Nadia terkulai di atas sofa, tidak bergerak sama
sekali. Aku masih terus menangisinya saat telepon kembali berbunyi dan aku menatap nomor
Michelle, aku harus memberitahunya.
"Michelle," kataku dengan suara serak dan basah.
"Bagaimana keadaannya?"
"Dia...?" Aku kemudian terisak dan menangis. "Dia tidak mau bangun meski aku sudah
memanggilnya." "Jaime," kata Michelle dengan suara lembut dan menenangkan.
"...." ~ 535 ~ - B L E S S E D H E A R T "Dengarkan aku," kata Michelle. "Maukah kamu ke dapur dan melakukan sesuatu
untukku?" Aku menatap tubuh Nadia yang rebah tidak bergerak. Aku hanya mengiyakan, apa pun
yang diperintahkan mungkin aku akan melakukannya karena aku tidak tahu harus
melakukan apa pun lagi. Tubuhku bergerak ke dapur.
"Jaime, kamu butuh minum untuk menenangkan dirimu."
"Tidak perlu," kataku. "Ini semua salahku... dia ... dia tidak seharusnya dia..."
"Jaime tenangkan dirimu, di saat seperti ini kamu harus sabar," kata Michelle
mencoba menenangkan. "Aku sudah memanggil ambulans yang akan segera tiba di apartemenku
dalam beberapa menit.untuk saat ini tenanglah."
Air mataku kembali mengalir dan aku terisak duduk di lantai dapur. "Nadia...,"
panggilku tidak berdaya dan memukul dahiku berkali-kali dengan keras.
Aku bersalah padanya, tidak seharusnya aku meninggalkan dirinya.
"Jaime tetap tenang, kamu masih bersamaku" Jaime?" sahut Michelle cemans.
"Ya," kataku dengan isakan tangisku.
"Bukalah kulkas dan keluarkan botol berwarna hijau yang berisi cairan seperti
air mineral dan bawalah ke depan." Aku membuka kulkas, melihat botol berwarna hijau yang
berukuran 1.5 liter serta berisi air dan membawanya ke ruang tamu. "Dan ambilkan
pengering, handuk mungkin bisa membantu," kata Michelle.
Aku menurut saja mengambil handuk kering dari lemari dan meletakkannya di atas
meja. Aku menatap tubuh Nadia yang tergeletak, perasaanku remuk.
Semudah itukah sebuah nyawa berlalu. Begitu tidak berdayanyakah manusia itu. Ya
Tuhan. Aku jatuh berlutut memegang tangannya, menyesali begitu banyak hal, hal-hal yang
belum sempat kulakukan dengannya, hal-hal yang seharusnya dapat kulakukan untuk
membantunya. Kemarin malam seharusnya aku menerjang Almaria, Xian dan Vito untuk
memperjuangkan kekuatan Nadia, aku bahkan belum pernah membuatnya tersenyum. Aku belum pernah
membuatnya bahagia. Andai saja aku mengetahuinya, air mataku jatuh tidak
tertahankan lagi. "Nadia..." "Jaime, berhentilah menangis," kata Michelle, "Kamu masih bersamaku?"
"..." "Jaime, aku membutuhkanmu untuk tetap bersamaku," kata Michelle terdengar
serius. ~ 536 ~ - B L E S S E D H E A R T "Untuk apa!!!" teriakku marah." Nadia sudah meninggal. Apalagi yang kamu
inginkan!" "Demi Tuhan Jaime, dia meninggal di apartemenku!!!! Ini semua salahmu membawanya
ke tempatku, lakukan apa yang kukatakan padamu, setelah itu kamu boleh menangis
sepuasnya," teriak Michelle. "Buka tutup botol hijau itu dan tuangkan cairan di dalamnya
pada wajah dan seluruh tubuh Nadia."
Aku terdiam. "Michelle...," sahutku.
"Jaime, lakukan saja dan setelah itu terserah mau kamu apakan mayatnya, cukup
saat ini dengarkan aku dan tuangkan cairan itu," bentak Michelle. "Dia mungkin bisa hidup
kembali." Hidup kembali" Aku meletakkan telepon genggamku pada meja dan mengaktifkan speakerphonenya.
Kemudian membuka botol hijau itu yang tidak mengeluarkan aroma apa pun juga dan
tanganku berhenti sesaat. Ragu untuk menuangkan cairan di dalam botol itu pada
wajah dan tubuh Nadia. Aku merasa ragu, "Apakah dia dapat hidup kembali?"
"Demi Tuhan, Jaime! Lakukan saja perintahku!!!" teriak Michelle dari
speakerphone. Cairan itu pun terjatuh dari mulut botol dan membasahi wajah serta tubuh Nadia dari
kepala hingga ke kakinya. "Dan jangan biarkan tubuhmu terkena percikan cairan itu!!!" teriak
Michelle buru-buru dan khawatir. Botol itu segera berhenti tertuang dan aku berteriak pada Michelle. "Cairan apa
ini!!!" Michelle terdiam sebentar. "Cairan asam keras tidak berbau untuk menghancurkan
jenazah, maafkan aku Jaime," dan Michelle menutup teleponnya. Seluruh tubuh Nadia sudah
basah oleh cairan itu dan tubuhnya masih tidak bergerak, persis seperti saat aku
menemukannya. Aku jatuh terduduk, berlutut dan menangis keras. Sekarang aku akan segera
kehilangan tubuh Nadia. Apa yang dapat kulakukan... Ya Tuhan.
Aku melirik pada botol hijau dalam genggamanku yang masih memiliki setengah
cairan di dalamnya. Mataku menatap cairan bening itu dan menahan isak tangisku. Entah apa
yang terjadi padaku, tanganku menggerakkan mulut botolnya pada atas kepalaku.
Semua ini adalah gara-gara diriku yang meninggalkannya di saat dia
membutuhkanku. Diriku yang menjadi emosi meninggalkannya saat dia menyebut nama Lawrence.
Akulah penyebab dirinya meninggal.
~ 537 ~ - B L E S S E D H E A R T Mulut botol itu hendak menjatuhkan isi cairannya ke atas kepalaku dan telepon
genggamku terus berbunyi. Aku dapat melihat nomor Michelle muncul di layarnya, aku menatap
pada wajah Nadia yang pucat dan dingin.
Semuanya sudah selesai. Aku menutup mata dan berbagai alasan muncul dalam diriku, bahwa aku tidak
seharusnya mati di sini. Seharusnya aku menemui Almaria terlebih dahulu karena dialah
alasan dari semua keadaan ini dan aku bisa mati mencoba membalas dendam Nadia pada Almaria
atau mati setelah membunuhnya. Tanganku berhenti bergerak, aku harus membalaskan
dendam. Tapi apa gunanya semua ini setelah Nadia mati!!! Aku sudah kehilangan dirinya
dan cahaya hidupku. Aku menangis terisak dengan keras.
Pernah aku memiliki seorang putri yang menjadi matahari, bulan dan bintangku.
Kini aku kehilangan semuanya karena emosiku. Apalah gunanya aku menjelajahi kehidupan ini
dalam kegelapan, kesendirian dan kepedihan.
Aku menutup mata menuangkan cairan dingin itu ke atas kepalaku. Rasanya dingin
dan dari kepalaku cairan itu mengalir turun melewati pipi, dagu dan terus membasahi
pakaianku turun ke bawah. Aku membuka mata menatap Nadia.
Biarlah aku menemanimu di jalanmu agar kamu tidak kesepian dan berjalan
sendirian dalam kegelapan. Telepon genggamku terus berdering dan suara sirene ambulans terdengar di luar
apartemen berbunyi keras. Aku menutup mata meninggalkan semua itu.
~ 538 ~ - B L E S S E D H E A R T

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bab 33 PEMBURU YANG DIBURU "Jaime, apa yang kamu lakukan" Apa kamu akan mandi di tengah ruang tamu?" Aku
mendengar suara Nadia dan air mataku mengalir. Aku ingin mendengar suaranya
kembali. "Jaime?" panggil suara Nadia lagi. "Kamu membasahi karpet Michelle, apa kamu
sudah menjadi gila?" Suara Nadia terdengar begitu jelas.
Ya, aku gila karena dirimu, kekasihku. hatiku terasa pedih.
Cairan dalam botol akhirnya habis tertuang dan aku membiarkan botol kosong itu
jatuh. Saat mataku membuka berniat untuk melihat Nadia terakhir kalinya, aku melihat dirinya
sedang duduk di depanku. Aku mengusap mataku lagi. Tampaknya cairan kimia ini sudah
mempengaruhi mataku. Aku mengedipkan mata beberapa kali dan melihat lebih jelas
lagi dan Nadia ada di depanku sedang melihatku dengan pandangan aneh.
"Jaime! Kamu juga menyiramku!!" kata Nadia melihat tubuhnya yang basah.
Apakah dia nyata" Tanganku bergerak perlahan ingin meraihnya. Nadia terlihat mengawasiku dan
menarik diri sedikit menjauhi tanganku dengan tatapan curiga. "Apa yang hendak kamu lakukan
padaku saat aku tidur?" ~ 539 ~ - B L E S S E D H E A R T Dengan gemetaran aku menggerakkan tanganku dengan cepat dan menggenggam
tangannya dengan gemetar. Tangannya mulai bergerak menarik sedikit, meski tidak terlepas
dari genggamanku. Atau aku telah mati"
"Jaime?" tanya Nadia ketakutan.
"Kamu masih hidup?" tanyaku tanpa sadar.
"Tentu saja aku masih hidup," kata Nadia menjauh melihat keanehan pada diriku.
Tanganku menggenggam tangannya dengan erat, tidak akan pernah melepas tangan itu
lagi, dan berkata, "Nadia... Nadia...Maafkan aku, Maafkan aku," kataku. "Aku akan
melakukan apa pun juga untukmu." Air mataku mengalir mungkin juga ingusku. "Nadia," kataku
yang segera membuka tanganku dan menggerakkan tubuhku hendak memeluknya.
"Menjauhlah dariku!!" teriak Nadia dan tepat saat itu telapak kaki Nadia
menendang wajahku dan membuatku jatuh terbalik.
"Jaime, apa yang terjadi padamu?" tanya Nadia melihatku. "Jangan katakan kamu
hendak memperkosaku." Hidungku terasa sakit dan bangkit melihatnya yang sedang menatapku ketakutan.
Apa yang terjadi" "Kamu belum mati?" tanyaku terbengong melihatnya.
Hening panjang sesaat... Aku menatapnya dan Nadia menatapku tidak mengerti. "Kupikir kamu sudah mati,"
kataku menambahkan. "Mati?" tanya Nadia keheranan.
"Obat tidur" Bukankah kamu menelan dalam jumlah banyak, hendak bunuh diri?"
tanyaku Alis Nadia berkerut dan menatapku seperti orang bodoh. "Aku menelan delapan
butir seperti saran Kak Michelle?"
"Michelle?" tanyaku bingung. Nadia tertunduk dan rambutnya basah menetes bahkan
hingga semua pakaiannya, tanpa sadar aku mengambil handuk yang tadinya ada di atas meja
dan menyodorkan padanya. Nadia segera menyambutnya dan mengeringkan tubuhnya yang
basah. Detak jantungku menjadi hangat begitu melihatnya sedang mengeringkan rambutnya,
terlihat begitu cantik. ~ 540 ~ - B L E S S E D H E A R T "Kak Michelle menelepon ke telepon apartemen ini dan karena aku tidak berani
mengangkatnya. Maka dia menitipkan pesan di mesin penjawab ... " kata Nadia sambil
melirikku, "Pesannya jika aku susah tidur, dia punya obat tidur di dalam kotak
obat di kamar mandi dan memberitahuku untuk menelan lima sampai sepuluh biji jika benar-benar
ingin tertidur." Mulutku terbuka seperti orang bodoh dan air mataku langsung mengering. Tubuhku
bergerak ke telepon apartemen Michelle dan memutar kembali rekaman pesan yang ada.
Rekaman yang terbaru adalah rekaman dari suaraku dan rekaman pesan sebelumnya, terdengar
suara Michelle. "Hai Nadia, jika kamu susah tidur aku memiliki obat tidur di dalam kotak obat di
kamar mandi dan kamu bisa mencobanya. Tapi kamu harus menelan sekitar lima - sepuluh
butir jika ingin tertidur nyenyak. Botol obatnya memang terlihat seperti obat tidur
dosisi tinggi akan tetapi isi aslinya sudah kubuang dan kugantikan dengan obat tidur khususku
yang terbuat dari ramuan herbal yang alami karena aku alergi obat kimia. Daya obatnya
sangat rendah dan sama sekali tidak berbahaya juga tidak memiliki efek samping, tapi
jangan menelannya terlalu banyak karena kamu akan susah dibangunin dan perlu disiram
air dingin baru terbangun nantinya. Sampai jumpa Nadia."
Nadia melihat ke arahku dan aku melihat ke arahnya. Aku hampir dapat mendengar
suara tawa Michelle dan dengan kesal mengambil telepon genggamku. Tanganku menekan
tombol untuk menghubungi nomor Michelle dan mendapatkan jawaban. "Nomor yang anda tuju
sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan."
Aku akan menyiksa dirinya suatu saat nanti.
"Dan mengapa kamu menangis?" tanya Nadia padaku melihat mataku yang merah, "Ada
yang mati?" Aku melihatnya dan memasang wajah kesal. "Ya, Kamu," kataku meninggalkannya dan
hendak menuju ke dapur untuk mengeringkan diriku dan membuat sarapan. "Dan Nadia
pergilah mandi kurasa Michelle tidak akan keberatan jika kamu memakai bajunya?"
tambahku. "Bagaimana kamu tahu?" tatap Nadia padaku.
"Karena dia yang menyuruhku untuk menyirammu!" kataku kesal.
Nadia menatapku curiga dan mengejek. "Sebaiknya kamu tidak menyalahkan orang
lain atas kelakukan burukmu. Kamu yang telah menyiramku dan tidak mau membangunkanku
dengan cara baik-baik, tapi aku akan meminjam bajunya dan mencucinya kembali."
~ 541 ~ - B L E S S E D H E A R T Aku hanya dapat menggeleng kepala dan pergi ke dapur .
Suatu saat mereka berdua akan membunuhku.
*** Aku duduk di meja makan melihat Nadia sedang menyantap sarapannya yang baru saja
selesai kubuat. Roti, telur dan daging ham. Dari seluruh gerak dan bahasa
tubuhnya aku dapat memahami jika dia masih mencurigaiku atau belum mempercayaiku sepenuhnya.
Terlihat jelas dari bahasa tubuhnya yang duduk menjauhiku, ketegangan dan sikap waspada
tubuhnya yang mengarah padaku. Baiklah aku masih seorang yang menjebaknya. Tapi bukankah dia sudah mengirim
pesan teks hangat dan meminta maaf.
Sebenarnya aku tidak tahu bagaimana harus meluruskan semua masalah ini dan
kembali ke hubungan kami yang saling mempercayai. Aku sangat ingin bertanya, apakah dia
akan bersedia menerima risiko membahayakan dirinya untuk mendapatkan kembali
kekuatannya" Tapi suasana di antara kami berdua benar-benar tidak menyenangkan. Aku tidak
menyukai keadaan ini, rasanya kami berdua seperti orang asing yang akan saling ingin
menusuk dari belakang. Aku menarik nafas dalam-dalam, "Apa yang akan kamu lakukan
selanjutnya?" tanyaku menatapnya. Nadia melirik ke arahku dan terdiam tidak melanjutkan sarapannya, kelihatannya
selera makannya langsung hilang begitu permasalahan itu muncul.
Sialan, seharusnya aku tidak bertanya atau mungkin membiarkan dirinya makan
hingga selesai baru menanyainya.
Hening cukup lama. "Aku akan mencari jalanku sendiri," kata Nadia terlihat mengeraskan kepalan
tangannya. "Aku akan membantu," kataku. Meski hatiku sakit karena dia tidak lagi
mempercayaiku. "Tidak, Aku sudah memutuskan untuk tidak merepotkanmu lagi. Bukankah kamu sudah
membaca pesan teks dariku?" tambah Nadia menunduk tidak mau melihatku.
Jika maksudnya hendak mengeluarkan diriku dari hidupnya.
"Kamu harus membunuhku jika kamu ingin aku berhenti mengkhawatirkan dirimu,"
kataku tegas dan bersungguh-sungguh atas setiap patah kataku. Nadia membuang mukanya
dan diam mengigit bibir bawahnya. Kembali suasana menjadi hening.
Aku tidak tahu bagaimana cara memperbaiki suasana canggung ini.
~ 542 ~ - B L E S S E D H E A R T "Telepon genggammu tidak aktif?" tanyaku mengingat aku tidak dapat menghubungi
teleponnya. "Baterainya habis dan aku lupa membawa charger-nya," tambah Nadia.
Hening kembali. Aku menggerakkan tubuhku hendak meninggalkan meja dapur, kelihatannya lebih baik
aku secepatnya pergi dari tempat ini dan membiarkannya sendirian. "Aku akan kembali
ke Kafe Eve, jika kamu membutuhkan sesuatu seperti mengambil charger atau pakaianmu dari
asrama BtP. Aku dapat memberimu tumpangan dan akan segera mengantarkanmu kembali ke
tempat ini?" Aku mencoba menawarkan sesuatu. Nadia diam tidak menjawab.
Baiklah, aku menyerah. Sebaiknya aku pergi.
"Aku tidak bisa kembali ke markas BtP lagi," katanya mendadak dengan kepala
menunduk. "Mengapa?" "Aku sudah menuliskan surat cuti selama seminggu dengan persetujuan dokter Kumar
dan menurutnya sebaiknya aku melarikan diri sejauh mungkin dari BtP selama
kekuatanku belum kembali." Aku terdiam, dia juga terdiam. Itu berarti Nadia akan menjadi buronan. "Apa kamu
sudah menghubungi keluargamu?" tanyaku.
Nadia sedikit menggangguk, "Semalam."
"Dan bagaimana menurut mereka?"
"Tidak mungkin aku mengatakan pada mereka jika kekuatanku menghilang!" Nadia
meninggikan suaranya menatapku.
"Mengapa?" tanyaku. "Mereka keluargamu."
"Ibuku terlalu bangga dengan diriku sebagai anggota BtP. Dia tidak akan
memaafkanku jika aku menghancurkan mimpinya." Wajah Nadia terlihat begitu sedih.
Alisku berkerut. "Kamu tidak mengatakan apa pun?"
"Bagaimana aku bisa mengatakan padanya bahwa kekuatanku hilang sedangkan dia
terus berkata betapa bangganya dia padaku sebagai anggota BtP dan seterusnya. Dia
bahkan tidak mau mendengarkanku bicara."
~ 543 ~ - B L E S S E D H E A R T Aku melihat tangan Nadia yang tergetar, ingin rasanya aku memegang tangannya dan
memberikan ketenangan. "Apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?" tanyaku
menatapnya dengan sedih. Apakah dia akan marah jika aku memegang tangannya" Sialan dasar aku pengecut.
"Apa aku punya pilihan?" Nadia balik bertanya padaku.
Untuk saat ini mungkin pilihan yang ada padanya hanyalah melarikan diri atau...
"Bagaimana jika kamu menceritakan semua yang terjadi pada atasanmu atau juga
seluruh BtP dan membiarkan mereka yang mengurus kelompok itu. Sejujurnya aku juga tidak
senang dengan perbuatan mereka," kataku sambil berpikir mungkin aku akan segera membawa
Lily dan Xian sebelum anggota BtP membanjiri Kafe Shangri-la.
"Jangan!!" teriak Nadia mendadak. Aku melihatnya dengan terkejut. "Maaf," kata
Nadia, "Hanya saja..." Wajah Nadia menjadi pucat.
"Ada apa?" "Nenek itu, sewaktu dia mengembalikan ingatanku. Ia mengetahui seluruh
keluargaku, Gris dan juga Angelina. Dia juga memberitahu agar tidak menceritakan apa pun tentang
mereka pada BtP atau... atau... dia mungkin saja akan membunuh... mereka ... semua ...."
Jari-jariku mnegusap mataku dan merasa kelelahan, mungkin karena kurang tidur
atau karena masalah ini lebih pelik dari yang kukira. Tidak sia-sia Almaria menjadi ketua
kelompok 3rd dengan caranya seperti ini. "Apakah itu berarti pilihanmu hanya lari saja?"
tanyaku. Nadia terlihat menunduk sedih.
"Atau...," kataku melihatnya. Apakah ini waktu yang tepat untuk menawarkan pilihan
yang ada" Meski pilihan itu akan membahayakan nyawanya.
"Atau?" tanya Nadia.
"Kita bisa mengembalikan kekuatanmu dengan risiko."
"Caranya?" "Meminta mindreader untuk membuka segel ingatan yang Almaria lakukan pada


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pikiranmu untuk melumpuhkan kekuatanmu."
"Apakah itu memungkinkan?"
~ 544 ~ - B L E S S E D H E A R T Aku mengingat Xian pernah berkata padaku dan segera menjelaskan, "Itu mungkin
saja akan tetapi ada kemungkinan membahayakan pikiran dan kewarasan daripada orang yang
ingin dibuka pikirannya secara paksa."
"Mengapa demikian?" tanya Nadia sedikit tertarik.
Aku kembali duduk dan menyadari pernah melihat beberapa ingatan orang lain
sehingga dapat meraba hal tersebut. "Menurutku itu karena setiap mindreader menggunakan
cara yang berbeda dalam menyembunyikan ingatan dan menambah ingatan. Ini adalah seperti
memasukkan sebuah virus pada sebuah komputer, kita tidak dapat membasmi virus
tersebut jika kita tidak tahu apa yang dilakukannya atau di mana dia disembunyikan."
Terdiam sebentar, aku mencoba memikirkan semuanya kembali. "Kadang beberapa mindreader
kelas atas menurut Xian juga akan meletakkan sebuah ranjau tersembunyi di alam bawah
sadar yang sangat susah ditemukan dan hampir tidak terlihat. Jika sebuah ingatan yang
terkunci dibuka paksa tidak oleh pemasangnya, maka ranjau itu mungkin akan aktif dan
membuat ingatan orang tersebut hilang sepenuhnya atau kadang memenuhinya dengan ingatan
yang sangat banyak hingga menghilangkan kewarasan mereka."
Bulu kudukku merinding. "Apakah kamu mau mengambil risiko itu?" tanyaku menatapnya. Nadia tidak menjawab
sama sekali dan aku menyadari ini bukan hal yang bisa diputuskan dengan cepat.
"Beritahu aku jika kamu sudah memutuskan," kataku sambil berdiri mengambil sebuah memo
serta mencatat nomor telepon genggamku dan meletakkannya di atas meja mengingat
telepon genggamnya yang telah mati. "Hubungi aku di nomor ini jika kamu kamu membutuhkan
sesuatu agar dapat kubawa nanti sore. Aku harus kembali ke tempat kerja. Kamu
tetaplah di sini sampai kita dapat memikirkan tempat terbaik untukmu." Tidak ada lagi yang
dapat kulakukan, aku segera meninggalkannya.
*** Mobilku bergerak di jalanan besar dengan kecepatan menengah menembus pusat kota
Viginia untuk kembali ke Kafe Eve. Aku tidak tahu apakah Nadia akan membuat
pilihannya, jika Nadia tidak mau mengambil risiko sebaiknya aku juga menolak permintaan dari
Vito. Ataukah sudah terlambat untuk menolak" Karena dalam setengah mabuk aku telah
menerimanya. Apakah itu juga maksud Vito membawa minuman"
Sebuah sepeda motor melaju cepat dari belakang dan menyelinap di samping
mobilku. Pengemudinya menggunakan jaket kulit hitam dengan helm hitam tertutup kaca gelap
keseluruhan. Dia bergerak terlalu merapat ke arah pintu mobilku.
~ 545 ~ - B L E S S E D H E A R T Apa yang dilakukannya merapat dengan mobilku saat kecepatanku sudah mencapai 70
kilometer perjam" Aku masih mengemudi dan menatapnya melalui kaca spion berusaha untuk tidak
menyenggolnya. Ini mobil mahal Michelle, kalau tersenggol dan lecet bisa
berbahaya. Tapi apa yang kulihat berikutnya sungguh menarik, ia mengeluarkan sebuah senjata api
dari jaket kulitnya dan menodongkannya begitu dekat pada wajahku yang hanya dibatasi oleh
kaca mobil. Mataku menatap ke arah lubang senjata apinya dan dia menembak. Waktu
seolah-olah bergerak begitu cepat karena seketika saja sudah terlihat sebuah retakan di kaca
samping mobil serta suara ledakan terdengar keras menggetarkan jantungku. Aku segera
menundukkan kepalaku dalam-dalam saat pembalap itu kembali menembak empat hingga
lima kali lagi dan meninggalkan bekas retakan di kaca mobil. Tanganku segera
menggerakkan kemudi mobil agar bergerak merapat padanya dan sebuah suara
benturan, "Brukk," terdengar saat tubuh mobil mendorong sepeda motornya ke arah lain. Roda
depan sepeda motor itu seketika oleng dan terkunci yang membuat sepeda motornya
terbalik dan terjatuh di belakangku dengan suara keras menghajar aspal.
Mobilku terus melaju ke depan dan kecepatannya terus bertambah. Otakku sudah
berhenti berfungsi sejak tembakan pertama dan sesungguhnya tadi aku tidak sempat
mengerahkan kekuatanku untuk melindungi diri sama sekali. Jika bukan karena kaca mobil
Michelle adalah kaca tahan peluru tentu kepalaku sudah berlubang. Aku melirik pada kaca samping
yang retak tapi tidak satu pun terlihat berlubang. Aku terselamatkan untuk saat ini.
Di samping pintu mobil lainnya terlihat seorang pembalap lain yang sedang menempelkan
sesuatu di pintu samping mobil. "Tengg," sepertinya suara sebuah benda logam kecil yang
melekat. Layar komputer pada tengah mobil segera menayangkan gambar struktur mobil
Michelle dan pada bagian pintu samping terlihat tanda merah menyala.
"Bahaya peledak terdeteksi! Bahaya peledak terdeteksi," teriak suara komputer
mobil dengan keras. Aku melihat pembalap itu sudah melaju jauh ke depan.
"Perintah! Buka pintu samping," teriakku pada computer mobil dan pintu samping
langsung membuka ke atas, aku segera mengerahkan kekuatanku ke sekeliling tubuhku untuk
melindungi diriku. "DUARRRRRRR!!!!!!!"
Ledakan terjadi dan getaran keras mengguncang seluruh indera serta syarafku.
Telingaku langsung mendenging panjang. Kantung udara melesat muncul di depanku, menghentak
dan menghimpit tubuhku ke belakang kursi. Mobil yang tadinya melaju lurus seketika
terlontar ke atas dan kemudian bergerak ke samping dan berputar terbalik mengeluarkan suara
logam yang terbentur aspal jalanan serta terlihat percikan api di mana-mana. Dunia
berputar balik ~ 546 ~ - B L E S S E D H E A R T beberapa kali. Sisi tubuhku yang dekat dengan ledakan terasa sangat panas
terbakar dan benda-benda tajam kecil melayang menusuk ke dalam dagingku, juga langsung
menghancurkan kantong udara. Mobilku kini bergerak meluncur sambil berputar pada
aspal dan mengeluarkan percikan api serta bunyi logam yang terseret dengan pekik
tinggi, hanya suara mengerikan saja yang terdengar.
Pada saat mobil berhenti bergerak, aku sedang dalam posisi terbalik dengan
kepala di bawah dan aku dapat merasakan sesuatu yang hangat mengalir dari kepalaku ke bawah,
cukup deras. Jarak antara kepalaku dengan aspal hanyalah beberapa sentimeter. Atap mobil
terlihat hancur sebagian akibat ledakan dan sisi lain mobil sudah hancur total. Aku terjepit di
dalam mobil yang sudah hancur hampir setengahnya. Sebagian tubuhku terasa sakit dan panas
akibat terkena pecahan kaca atau pecahan logam dari mobil yang meledak.
Dengan susah payah aku mengerahkan kekuatanku untuk memutuskan sabuk pengaman
yang mengikat di tubuhku dan membuatku segera terjatuh ke bawah aspal dengan kepala
terlebih dahulu. Kepalaku terasa pusing dan berkunang-kunang, telingaku masih terus
mendenging begitu keras. Aku berusaha menggerakkan tubuhku yang terasa bebal dan berdenyut.
Bagian tubuh seperti wajah, lengan dan tanganku yang menyentuh aspal terasa sangat
panas terbakar karena aspal jalanan siang hari yang mendidih oleh terik matahari. Mataku
melihat sebuah lubang kecil bekas ledakan untuk keluar dari dalam mobil dan merangkak ke arah
tersebut yang segera disambut oleh sinar matahari dan beberapa mobil terlihat berhenti di
sekelilingku. Aku segera berusaha berdiri namun segera terjatuh karena rasa sakit menggigit
tulang kakiku dan seorang pria dari jalanan berlari mendekatiku memapahku serta membantuku
berjalan menjauh dari mobil untuk menuju ke pinggir trotoar. Tertatih-tatih serta merasa
limbung karena tulang kakiku serta tulang rusukku berteriak setiap kali tertekan ke atas
aspal untuk menahan tubuhku, keseimbanganku jelas terganggu. Saat mencapai bahu jalan aku
berbalik dan duduk di sana sambil melihat mobil Mercedes Michelle yang terbalik dengan
mesin mobil di atas, telingaku masih mendenging tinggi. Seseorang kembali mendekatiku
menawarkan air minum dan handuk, berkata mereka sudah menelepon ambulans yang
tidak terdengar oleh telingaku. Kepalaku mengalirkan darah dan sebelah tubuhku
terlihat hitam dengan beberapa daging yang menonjol keluar dari kulit, pakaianku robek dan
tulang-tulang dalam tubuhku berteriak kesakitan. Tak lama kemudian mobil Michelle meledak
mengeluarkan suara keras, kiranya api sudah mencapai tabung bahan bakar dan
membuat beberapa wanita yang menonton berteriak terkejut.
Bagaimana aku membayar mobil Michelle ini"
Seketika seluruh tempat menjadi gelap dan tubuhku terjatuh di depan trotoar.
*** ~ 547 ~ - B L E S S E D H E A R T Pada saat aku sadar aku sedang di dalam mobil ambulans karena suaranya yang
keras meraung-raung dan dua orang yang berpakaian putih seperti perawat atau dokter
sedang berada di sampingku sambil berteriak tidak jelas.
Dan aku tertidur kembali.
*** Berikutnya saat aku terbangun aku sedang berada di dalam rumah sakit, seluruh
tubuhku terasa sakit dan juga merasa begitu haus. Tenggorokanku terasa begitu kering,
aku berusaha mengangkat tanganku tapi rasanya begitu perih pada kulitku.
"A..air...," bisikku lemah dengan suara berat.
Seseorang berdiri di sampingku dan menyodorkan sebuah sedotan air pada mulutku.
Segera air mengalir ke dalam mulutku yang dengan lahap aku biarkan membanjiri
kekeringan dalam tenggorokanku. "Di mana aku?" tanyaku pada seorang pria di sampingku sehabis minum. Orang itu
memakai seragam BtP. "Kamu di rumah sakit dan mengalami luka bakar sepanjang tubuhmu, kaki dan
lenganmu patah serta beberapa tulang rusukmu retak, beruntung kamu masih hidup," kata
pria itu melihatku, ia memakai kacamata dan terlihat tegas, aku tidak mengenalnya.
"Apa yang terjadi?" tanyanya.
Aku mencoba berpikir apa yang terjadi. "Aku... aku..." untuk sesaat aku merasa
otakku kosong atau tidak memiliki jawaban apa pun juga. Kepalaku mulai berdenyut
kembali. Rasanya jawaban itu sudah di ujung bibirku namun tidak dapat keluar. "Aku, tidak
ingat." Pria itu menatapku dan berbalik tidak bertanya lebih lanjut. Tidak berapa lama
kemudian dokter datang memeriksa dan setelah beberapa pertanyaan tentang nama, tempat
kerja dan lainnya yang sebagian besar dapat kujawab semuanya, dokter hanya berkata bahwa
ingatanku baik-baik saja. Ada kemungkinan karena pengaruh obat bius yang diberikan padaku
membuat beberapa ingatanku sulit diakses sementara. "Beberapa jam atau beberapa hari
beristirahat kamu akan baik-baik kembali," kata dokter meninggalkanku sendirian.
Kelihatannya aku tertidur kembali dan terbangun saat mendengar seseorang membuka
pintu. Seorang pria botak dan sedikit gemuk berseragam BtP masuk. Peter, aku
mengenalnya karena ia langganan tetap Bar Eve dan dia juga seorang detektif BtP senior. "Yo Jaime,
bagaimana kabarmu?" "Sir," jawabku melihatnya, "Seperti yang terlihat."
~ 548 ~ - B L E S S E D H E A R T Dia duduk di sampingku dan mengeluarkan sebuah buku catatan kecilnya. "Kamu
ingat apa yang terjadi?" Aku mencoba mengingat yang telah terjadi dan kali ini pikiranku sudah lebih
jernih. "Kecelakaan mobil kupikir, mungkin lebih tepatnya seseorang meledakan mobil
Michelle." Peter mengangkat alisnya dan mengeluarkan sebuah buku catatan kecil. "Apa kamu
melihat pelakunya?" Aku segera menceritakan apa yang kuingat, pria bersepeda motor dengan helm serba
hitam dan seterusnya. Peter menggangguk dan menulis beberapa pada catatan pada buku
kecilnya.

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di saat semua orang menggunakan pad elektronik tetap saja ada orang yang merasa
lebih nyaman dengan pulpen dan kertas. "Apa yang sebenarnya terjadi, Sir?"
"Untuk sementara kami hanya dapat berasumsi seseorang atau mungkin sekelompok
orang menginginkan kematianmu." Peter melihatku dengan tajam. "Apa kamu punya
perkiraan siapa yang mungkin melakukannya?"
Aku meringis dan segera menjawab, "Seseorang menginginkan kematian bartender
sepertiku Sir" Aku nyaris tidak pernah berhubungan orang di kota kecuali para pelanggan
dan para penjual minuman." Yah batinku dalam hati, ditambah dengan 3rd, kelompok Mafia dan Kelompok
Pembebas, kupikir banyak yang menginginkan kematianku.
"Mengapa kamu mengendarai mobil Michelle?"
"Sir?" tanyaku karena sesaat aku sedang termenung.
"Mobil itu katamu milik Michelle. Mengapa kamu mengendarainya?"
"Michelle menitipkannya padaku untuk di antar ke bengkel dan meninggalkannya di
Kafe Eve. Sedangkan aku menggunakannya untuk menuju ke apartemennya tadi pagi untuk
membersihkan apartemen dan dalam perjalanan hendak kembali ke Kafe Eve." Peter
menggangguk dan mencatat sesuatu di bukunya.
"Apa benar ada orang yang sedang mengincarku, Sir?" tanyaku.
"Kamu beruntung masih hidup untuk saat ini. Jangan berpikir terlalu banyak,
beristirahatlah." "Hmm." Aku hanya meringis ingin menanyakan lebih lanjut tapi kelihatannya ia
tidak akan menjawab apa pun juga dan kembali sibuk membuat catatan kecil di bukunya serta
sesekali menggaruk kepalanya. ~ 549 ~ - B L E S S E D H E A R T Aku berharap memiliki gambaran mengapa aku diterjang bom. Apakah seseorang
menginginkan kematianku ataukah ada alasan lain" Sialan, aku butuh masukan.
Aku melihat pada Peter dan berharap seandainya Lily ada di sini, tentunya aku
dapat membaca pikirannya. Lily. Mendadak Peter memaki. "Mengapa Kelompok Pembebas itu meledakan mobil Michelle
dengan pemuda tolol ini di dalamnya."
"Ya, Sir?" tanyaku tidak mengerti.
Peter terlihat bingung menatapku, "Ada apa Jaime, kamu mengingat sesuatu?"
"Tadi, Sir mengatakan sesuatu?"
Peter melihatku dengan tatapan aneh, "Tidak aku tidak mengatakan apa pun juga."
Aku terdiam menatapnya. "Kali ini pemuda tolol ini bahkan menjadi gila karena kecelakaan."
Mulutku terbuka ingin mengatakan sesuatu akan tetapi aku baru menyadari Peter
berbicara tanpa membuka mulutnya sama sekali.
Apakah itu mungkin" Tidak beberapa lama seorang perawat masuk dan memeriksa angka-angka yang muncul
di layar monitor yang terhubung dengan alat-alat yang terpasang di badanku. "Apa
kamu butuh bantuan?" tanya perawat itu padaku sambil tersenyum.
Aku baru saja ingin mengatakan aku merasa haus saat ia mendadak berkata. "Tolong
katakan tidak, aku masih memiliki begitu banyak pekerjaan dan tidak ada waktu untuk ini.
Tolong jangan katakan kau ingin buang air kecil ataupun buang air besar, karena itu
akan sangat merepotkanku." "Ah, tidak, tidak, aku tidak mau buang air kecil ataupun besar aku hanya butuh
minum," tambahku. Perawat itu melihatku terkejut dan membawa air minum padaku sambil tersenyum.
"Jangan katakan pasien ini bisa membaca pikirkanku. Mereka adalah orang-orang BtP yang
semuanya adalah monster dan bajingan." Aku baru saja hendak mengatakan aku bukan anggota
BtP akan tetapi aku baru menyadari mulutnya juga tertutup.
Apakah aku baru saja membaca pikiran mereka.
~ 550 ~ - B L E S S E D H E A R T Aku melirik pada Peter dan mendengarkan pikirannya yang sedang berpikir, tentang
Kelompok Pembebas yang mengincar para mata-mata BtP yang ditempatkan untuk
menyelidiki kelompok mereka. Dan kemungkinan kali ini mereka mengincar mobil
Michelle karena menyangka aku adalah Michelle, mata-mata BtP. Akhir-akhir ini beberapa
anggota BtP sudah menjadi korban mereka, sekitar lima orang anggota BtP kehilangan kabar
saat sedang menyelidiki Kelompok Pembebas.
Aku terdiam dan bertanya, "Sir, apakah ada kemungkian mereka sebenarnya ingin
mengincar Michelle dan kebetulan akulah yang ada di dalam mobil?"
"Mungkin saja," kata Peter dan bangkit berdiri. Pikiran Peter berikutnya terbaca
olehku, "Apa pun mungkin terjadi sejak banyak yang membenci BtP. Tapi mengapa Michelle"
Apakah Michelle juga adalah mata-mata yang menyelidiki kelompok itu" Bukankah
Michelle itu hanyalah seorang petugas administrasi dari Divisi Intelijen?"
"Aku akan meninggalkanmu Jaime, beristirahatlah dan hubungi aku jika kamu
mengingat sesuatu," kata Peter meninggalkanku.
"Baik, Sir." "Di sini juga jalan buntu, sialan di mana ekor Kelompok Pembebas yang bisa
kuikuti," pikir Peter sambil keluar dari pintu kamar. Apakah aku sudah dapat membaca pikiran
sekarang" Atau ini adalah hasil dari apa yang dikatakan oleh Vito sebagai uang muka.
Apakah Vito telah memberiku attunement sehingga aku bisa menggunakan kekuatan
orang lain seperti Xian, benarkah"Wow ...
"Perawat?" panggilku.
"Iya?" "Apakah telepon genggamku masih utuh?" Perawat itu berjalan ke sebelahku dan
membuka sebuah lemari kecil memperlihatkan telepon genggamku yang dalam keadaan tidak
aktif. Aku dapat mencium samar-samar aroma parfum perawat itu. "Tolong diaktifkan, aku
butuh untuk menghubungi seseorang."
Aku ingin menghubungi Nadia, mengatakan mungkin aku tidak akan bisa ke
tempatnya. Setidaknya aku harus beristirahat berbulan-bulan dalam keadaan begini. Hatiku
menjadi sedih. Semoga Angelina mau membantuku.
Atau mungkin jika aku harus jujur, aku hanya sedang berusaha menarik perhatian
dan kasih sayang Nadia dengan memanfaatkan lukaku. Dasar orang lemah.
~ 551 ~ - B L E S S E D H E A R T Perawat itu tersenyum mengiyakan tetapi pikirannya yang kubaca adalah, "Pasien
ini membuang-buang waktuku saja."
Begitu suara nyala aktif telepon genggam berbunyi dan hanya butuh sesaat hingga
terdengar nada panggil yang masuk. Perawat itu melihatku meminta petunjuk berikutnya.
"Tolong diangkat," kataku dan perawat itu menerima telepon tersebut dan meletakkannya
pada telingaku. Seluruh tubuhku dibalut perban sehingga aku sama sekali tidak dapat
bergerak. "JAIME DI MANA KAMU!!!!" teriakan suara Michelle terdengar sampai mendengung di
telingaku. "Michelle?" "Bicaranya nanti saja!" teriak Michelle, "Kami sudah lama menunggu di sini."
Kami" "Kirimkan foto ruangan di mana pun kamu berada sekarang ke telepon genggamku!"
Aku meringis,"Baiklah."
"Segera!!" katanya dan menutup telepon.
"Perawat, tolong fotokan ruangan ini dengan telepon genggamku dan kirimkan ke
nomor yang baru saja memanggil," mohonku. Perawat itu kembali tersenyum padaku namun
tetap saja dia memaki di dalam pikirannya, mengerikan.
Aku sedang berpikir untuk apa Michelle meminta foto ruangan ini. Apakah agar dia
dapat teleport ke sini" Sejak teleporter dapat pindah ke mana saja selama ia memiliki
gambaran wilayah yang ingin dituju.
"Sudah kukirim," kata perawat itu ceria. "Tenang saja fotonya bagus kok."
"Foto bagus" Foto apa yang dikirimkan?"
"Tentu saja fotomu," kata perawat itu tersenyum manis.
Tidak!!! Terlambat sudah karena detik berikutnya aku dapat merasakan sakit yang luar
biasa menyengat. Seseorang menimpaku tepat di dada dan tanganku yang menimbulkan rasa
sakit juga membuatku sulit bernafas ditambah lagi seseorang menduduki kakiku yang
patah. Aku segera berteriak kesakitan. "Michelle turun!! Dan siapa saja turun sekarang!"
"Salah kamu sih menggirimkan fotomu. Padahal aku sudah meminta foto ruanganmu,"
protes Michelle menggerutu sambil menuruni tubuhku.
~ 552 ~ - B L E S S E D H E A R T Mataku berlinang air karena kesakitan. Perawat yang berdiri di tepi ranjangku
terlihat kebingungan menemukan tiga orang berseragam BtP yang tiba-tiba muncul di
depannya. Dua orang wanita dan seorang pria.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Michelle melihatku dengan sedih.
"Bertambah parah sejak kedatanganmu," sahutku kesal.
Michelle menunjukkan wajah tidak senang dan menarik seorang wanita ke hadapanku
"Aku membawa penyembuh super zoom-zoom untukmu seharusnya kamu berterima kasih
padaku." Wanita itu menatap pada Michelle dan memprotes, "Bukan penyembuh super zoom-zoom
segala. Aku penulis ulang kode genetik dalam tubuh untuk dikembalikan kepada
cetak biru awal tubuh..." "Apa pun itu," kata Michelle buru-buru mendorong dirinya ke hadapanku, "Tentu
saja kamu masih ingat Jaimeku, bukan" Lakukan apa pun padanya agar dia sembuh."
Seperti aku ini orang terkenal saja.
Wanita itu terlihat seperti seorang wanita ilmuan bertangan dingin dengan
kacamatanya yang tajam dan dagunya yang indah, dia sangat cantik menurutku. Dia mendekatiku
meletakkan tangannya di dahiku yang membuatku merasakan energinya menyusup memasuki seluruh
tubuhku dan tak lama kemudian seluruh sel-sel dalam tubuhku mulai terasa panas
dan bergerak atau berubah. Mendadak tubuhku segera menjadi luar biasa sangat panas
hingga setiap sel, kulit, daging dan tulang-tulangku terasa melumer. Demi apa pun juga,
rasanya sangat SAKIT SEKALI!!! Aku tidak berani berteriak sehingga hanya menahan di
antara gigi- gigiku dan mengeluarkan suara, "Ergghhhh.... Ergghh...." Rasanya tubuhku melumer dan
terbakar menjadi cairan panas. Setelah rasa panas yang membakar mendadak
semuanya langsung menjadi begitu tenang, teduh dan sejuk. Persis perasaan saat aku
disembuhkan dari luka akibat kasus pengeroyokan karena Macallan 1946. Wanita itu melepaskan
tangannya dari dahiku dan aku akhirnya dapat menghembuskan nafas kembali. Perasaanku
terasa begitu lega. "Tubuhnya sudah kembali seperti tadi pagi sebelum kecelakaan," kata wanita itu
tegas dan berbalik. Aku tidak percaya, aku mencoba menggerak-gerakkan tubuhku di antara
perban yang membalut dan mencoba untuk duduk.
Perawat tersebut terkejut dan berteriak, "Kamu tidak boleh duduk! Tulang
tanganmu, kaki dan rusukmu patah serta..."
Dia terdiam saat melihatku duduk dan menggerakkan otot tanganku di dalam gips
serta kakiku tanpa masalah. Seorang pria yang tadinya tiba dengan Michelle
mendekatiku, ~ 553 ~ - B L E S S E D H E A R T memberikn senyum penuh pengertian dan menyentuh gips yang membalut di tanganku.
Dalam sekejap gips itu menghilang dan muncul di samping tempat tidur, kembali
dia menyentuh gips yang membungkus kakiku dan seperti tadi gips tersebut juga
langsung menghilang dan muncul di samping tempat tidur.
Ini baru namanya teleporter level tinggi.
"Wow," kataku mencabut jarum infus pada tanganku dan melompat turun yang membuat
perawat itu ternganga. Aku menggerak-gerakkan badanku. "Luar biasa! Apa kamu
mengembalikan dan menuliskan ulang semua cetak biru selku" Keren habis," kataku
berterima kasih padanya. Michelle tersenyum. "Dia juga bisa membantu menuliskan cetak biru bagian bawah
tubuhmu agar lebih besar jika kamu mau."
Aku menatap pada Michelle yang menatapku dengan jahil sedangkan wajah wanita
penulis genetika itu terlihat memerah. "Tidak, aku hanya bisa mengembalikan cetak biru
sel namun terbatas maksimal 21 hari. Meski masa efektif sebenarnya adalah sekitar
seminggu." "Terima kasih banyak," sahutku padanya dan aku menatap Michelle dalam-dalam.
"Untukmu juga."

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kami terdiam saling melihat sejenak dan wajah Michelle berubah menjadi khawatir
segera mendekatiku dan memelukku. "Kupikir kamu sudah mati," katanya dan sedikit
terisak, "Aku tidak bisa berhenti khawatir sedari tadi sejak mendengar kecelakaanmu."
Aku balas memeluknya. "Michelle," bisikku. "Aku tidak apa-apa, masalahnya mobil
Mercedesmu hancur berantakan."
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Michelle dalam pelukanku.
"Aku tidak tahu tiba-tiba saja seorang pengendara menembak ke arahku dan yang
lainnya meletakkan bom yang menempel pada samping mobil saat sedang melaju."
Pelukan Michelle semakin erat. "Maafkan aku, kupikir mereka sedang mengincarku?"
kata Michelle berbisik. Aku memeluknya dan bertanya, "Kamu melakukan pekerjaan berbahaya lagi" Mengapa
mereka mengincarmu?"
Michelle berbisik agar hanya dapat kudengar. "Aku sedang menyelidiki tentang
Kelompok Pembebas dan menjadi mata-mata di sana, mungkin mereka mengetahuinya sehingga
mengincarku. Karena mereka tidak mengenal wajahku mungkin saja mereka mengira
kamu yang mengendarai mobil milikku adalah diriku."
~ 554 ~ - B L E S S E D H E A R T Aku tetap diam, merasa alasan itu begitu lemah. Akan tetapi, jika Michelle
sedang menyelidiki Kelompok Pembebas, maka setidaknya dia akan memiliki catatan di
laporannya pada BtP yang dapat kuakses secara online melalui identitas BtP-nya. Atau
sebaiknya aku membaca pikirannya sekarang dan menarik keluar informasi yang penting tentang
Kelompok Pembebas. Seketika aku merasa bersalah, merasa menjadi seperti seorang maling.
Tapi aku memerlukan informasi itu jika ingin menghancurkan Kelompok Pembebas dan jika
mereka sudah hancur tentu saja, Michelle, Nadia dan aku juga akan aman.
Kupikir aku sedang membuat alasan untuk membenarkan diriku sendiri seperti
seorang maling yang berusaha membenarkan perbuatannya. Apa pun itu, aku membutuhkannya.
Aku segera memasuki pikiran Michelle menarik keluar ingatan-ingatan tentang
Kelompok Pembebas. Mendadak Michelle mendorongku begitu keras dan melihatku dengan
terkejut. "Jaime," Dia menatapku sedikit ketakutan. "Apa yang kamu lakukan padaku?"
Aku terkejut menatapnya. Apakah dia mengetahui kalau aku sedang mencuri
informasi dari pikirannya" Tidak mungkin!!! Tapi...
Tubuhku mengigil dan wajahku menjadi pucat. Michelle mencoba tersenyum
mendekatiku dan berbisik lembut di telingaku, "Jaime, kami para mata-mata dilatih untuk
menjaga informasi. Jika ada yang berusaha mencuri informasi dari kepala kami, kami akan
mengetahuinya." Bulu kudukku berdiri.
"Mich," panggil pria BtP, "Kita tidak punya waktu lagi."
Michelle segera berbalik ke arah kedua temannya. "Aku harus buru-buru kembali ke
markas, sampai jumpa minggu depan," kata Michelle melihatku dan mereka bertiga langsung
menghilang membiarkan diriku yang mengigil di tempat.
Aku terlalu menganggap remeh mereka, para BtP internasional. Tidak heran jika
Michelle sering bertemu mindreader di BtP Pusat dan lagipula dia itu mata-mata, informasi
dijaga oleh mereka lebih daripada nyawa mereka. Sialan, makiku dalam hati sebaiknya aku
lebih berhati- hati dalam melakukan hal apa pun juga. Aku baru saja menjadi mindreader dalam
setengah jam terakhir dan hampir membuat diriku tertangkap sebagai rabbit.
Untung hanya Michelle. Bukankah aku akan jadi rabbit jika orang lain yang
megetahuinya" Aku berdiri menarik lemari kecil di sampingku dan menemukan dompet serta jam
pemberian Michelle yang sudah hancur, saat aku berbalik aku menemukan perawat sedang
menatapku. "Boleh aku meminta telepon genggamku kembali?"
~ 555 ~ - B L E S S E D H E A R T Perawat itu tersenyum. "Tentu saja," katanya dan mendekatiku serta menggenggam
tanganku erat sekali. "Sebelum kamu membayar biaya pengobatanmu, jangan harap kamu bisa
melarikan diri." *** "Dasar perampok," makiku di dalam kamar mandi rumah sakit. Aku harus membayar
biaya pengobatan selama empat jam yang hampir sama dengan uang gajiku bekerja selama
dua bulan. Jika aku menginap lebih lama lagi, bayangkan berapa banyak biaya yang
harus kukeluarkan. Aku juga terpaksa membeli baju kaos serta sebuah celana panjang
dari sebuah toko di dalam rumah sakit dengan harga dua kali lipat dari toko biasa setelah
pakaianku hancur. Aku tidak akan pernah menyukai rumah sakit!!!
Aku membuka pakaian rumah sakit dan menemukan luka tembak di bahuku masih ada.
"Kembali ke kondisi sebelum kemarin pagi," teringat kata gadis itu.
Luka tembak kemarin malam tidak termasuk proses penyembuhannya sehingga luka ini
masih mengeluarkan darah meski sudah dijahit. Mungkin tidak terjahit dengan
benar dan bersih. Jari-jariku menyentuh luka di bahuku ini dan mengingat kembali kekuatan
gadis itu, perasaanku segera berubah dan energi dari dalam diriku juga ikut berubah menjadi
persis seperti energi wanita penyembuh zoom-zoom tadi. Aku segera mengerahkan energi
itu pada luka dan meniatkan agar luka serta sel-sel di sekitarnya kembali ke waktu dua
hari yang lalu. Aku melihat di depan cermin saat lukaku terasa begitu panas membara namun
perlahan-lahan menutup dan menghilang. Tali yang menjahit lukaku terdorong keluar dari daging,
terlepas dan jatuh ke lantai. "Keren," sahutku tanpa sadar.
Tak berapa lama pintu masuk ke dalam kamar mandi terbuka dan seorang pria
bermata biru, berambut pirang menatapku. "Jaime?"
"Iya," kataku. Dia mengeluarkan senjata apinya dan mengarahkannya padaku, langsung menembakiku.
~ 556 ~ - B L E S S E D H E A R T Bab 34 PEMBURUAN Tubuhku muncul di dalam rumahku dengan jantung yang masih berdetak liar, hanya
berbeda sepersekian detik sejak aku berhasil teleport setelah melihat pria itu
menodongkan senjata apinya. Dia benar-benar mengincarku karena sebelum dia bertanya akan
namaku, aku sudah mendengar pikirannya terlebih dahulu.. Pria itu jelas dari Kelompok
Pembebas dan ingin membunuh diriku, bukan Michelle.
"Hooekkkk," aku muntah. Tiba-tiba saja tubuhku bergetar keseluruhannya. Perutku
serasa diaduk-aduk, syaraf-syaraf leher, tangan dan kakiku mengejang terkunci di
seluruh tubuh. Rasa sakit menusuk-nusuk menggerogoti setiap inci dagingku. Tubuhku terjatuh ke
lantai dingin dan mengalami kejang-kejang.
Apakah ini efek dari kebanyakan menggunakan kekuatan" Aku tidak tahu.
Dengan susah payah aku berusaha keras untuk menahan sakit dan menarik nafas
dalam- dalam menenangkan diriku, tanpa hasil. "Argghhh!!!" aku berteriak kesakitan
karena kembali mendapatkan kejang-kejang. Hanya dapat mengeraskan rahangku mencoba melawan rasa
sakit itu. Setelah beberapa kali kejang intens, seluruh tubuhku langsung terasa
lemas dan lunglai. Entah karena kecelakaan tadi atau mungkin karena tubuhku yang jelas
belum terbiasa dengan kekuatan baru ini, kepalaku terasa sangat pusing dan tubuhku tergeletak
lemas hampir selama satu jam di atas lantai dingin. Rasa sakit ini terasa berkali-kali lipat
dibandingkan dengan saat aku kelebihan memakai kekuatan terbangku.
~ 557 ~ - B L E S S E D H E A R T Detik demi detik terus berlalu, aku dapat mendengar bunyi detak jam tua di
dinding rumahku bersamaan dengan suara nafasku. Lamat-lamat pikiranku mulai tenang dan aku
merasa harus melakukan sesuatu pada Kelompok Pembebas, sejak mereka benar-benar mengejarku,
bukan mengincar Michelle. Tapi benarkah mereka Kelompok Pembebas dan bukan kelompok 3rd" Aku tidak
memiliki permusuhan dengan mereka. Kecuali mereka sudah mengetahui aku membuat perjanjian
dengan Vito untuk menghancurkan mereka.
Rasanya tidak mungkin, karena baru kemarin malam aku membuatnya dengan Vito.
Tapi mereka alinergi. Mungkin saja mereka memiliki alinergi yang dapat melihat ke
masa depan atau ... Vito menjualku. Aku berusaha keras untuk bangkit dengan susah payah dan naik ke atas kamarku,
tertatih- tatih membuka lemari pakaian, menarik keluar sebuah t-shirt serta mengenakannya.
Kemudian menarik keluar sebuah lemari kecil tersembunyi di bawah lemari pakaian,
mengeluarkan sebuah buku tebal, membukanya dan di tengahnya tersembunyi senjata
api magnum yang sudah kehabisan peluru. Tetap saja aku mengambilnya dan
menyelipkannya di belakang bajuku. Tubuhku terhempas duduk di atas ranjang dan mengeluarkan telepon genggamku,
menekan nomor Kafe Eve. "Halo Kafe Eve di sini," terdengar suara Susan menjawab.
"Ini Jaime, Master ada?" tanyaku.
"Jaime!" teriak Susan. "Apa kamu baik-baik saja" Aku mendengar kamu kecelakaan
mobil. Michelle tadi menelepon Master."
"Aku baik-baik saja, terima kasih Susan," hatiku terasa lembut.
"Tunggu, akan kupanggilkan Master."
Aku menarik nafas dalam-dalam, aku sudah harus memutuskan jalanku sekarang.
Berhenti bekerja pada Master dan menjauhkan mereka dari masalah.
"Jaime, apakah kamu baik-baik saja?" tanya Master dengan suara yang penuh
perhatian. Tiba-tiba saja mataku menjadi basah.
"Aku baik-baik saja hanya luka kecil," jawabku.
Bisa dikatakan tiada luka secuil pun.
"Aku melihat siaran berita tadi, mobil Michelle kelihatannya hancur tidak
berbentuk lagi. Syukurlah kamu tidak apa-apa," kata Master.
~ 558 ~ - B L E S S E D H E A R T Aku tersenyum pedih, patah tulang kaki, tangan dan juga rusuk, kulit yang hangus
terbakar, daging yang terkoyak. Jika aku tidak mengerahkan kekuatanku untuk menjaga
diriku, tentu aku tidak akan seberuntung ini.
Hening... Perasaanku bergolak hebat.
Kembali Master bertanya, "Jaime, benarkah kamu tidak apa-apa?" kali ini suaranya
begitu lembut hingga air mataku mengalir. Kesedihan menerpa diriku. Aku ingin berhenti
dari pekerjaanku karena ada kemungkinan mereka juga akan mengincar Kafe Eve tempatku
berada dan membahayakan mereka semua. Akan tetapi di sinilah aku berada,
tempatku, rumahku yang sudah bertahun-tahun kutinggali. Inilah satu-satunya tempat yang
dapat kupanggil rumah yang kumiliki.
Dan Kafe Eve, Master, Madame dan Susan ... aku terisak ... merekalah satu-satunya
keluarga yang kumiliki. Kehangatan Madame yang selalu menganggapku sebagai
putranya sendiri. Master yang selalu membimbingku menjadi seorang yang lebih baik,
seperti ayahku sendiri dan Susan yang sudah memperhatikanku seperti saudaranya. Aku... tidak
tahu... tanpa mereka semua, aku... aku....
Aku terisak hebat dan menangis.
Ya Tuhan, betapa aku tidak ingin meninggalkan mereka semua. Tempatku satusatunya. Biarlah aku sedikit egois untuk tetap tinggal lebih lama di tempat ini. Aku
belum ingin kehilangan semua ini. Menarik nafas dalam-dalam dan menenangkan diriku, suara serakku berkata,
"Master, bolehkan aku mengambil cuti sekitar seminggu?"
Tanganku terkepal keras. Aku memutuskan dalam seminggu ini aku akan menemukan
siapa pun yang bertanggung jawab atas semua ini dan mengembalikan hidupku pada
jalurnya. Aku akan menghancurkan mereka.
"... Tentu saja," kata Master setelah lama terdiam.
"Terima kasih Master."
Master tiba-tiba berkata, "Jaime, aku tidak tahu apa yang hendak kamu lakukan.
Tapi janganlah ragu untuk meminta bantuan kami jika kamu memiliki masalah ..."
*** Master melihat pada Madame dengan mata lembut dan menambahkan, " Kamu sudah
seperti putra kami sendiri."
~ 559 ~ - B L E S S E D H E A R T ***

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kembali air mataku menetes turun ... "Terima kasih," hanya itu yang bisa kukatakan
untuk membalas semua perhatian yang terlalu berlebihan ini.
*** Nadia sedang berada di dalam apartemen Michelle, duduk memikirkan masa depannya
dan ke mana dirinya akan melarikan diri. Ia sudah memutuskan tidak ingin melibatkan
Jaime dan mencoba keluar dari masalahnya sendiri. Bukan karena tidak mempercayai Jaime,
hanya saja ... dia sudah menyakiti Jaime, menembaknya, dan mengatakan hal yang buruk di
depannya. Air mata Nadia mengalir. Meski sebenarnya dia membutuhkan ... sangat membutuhkan Jaime. Ia takut untuk
menyakiti Jaime lagi. Takut jika Jaime akan membenci dirinya.
Hatinya terasa sakit sekali. Kedua tangan Nadia menutupi wajahnya dan menangis.
Ia tidak pernah sekali pun dirinya meragukan Jaime. Dia terlalu mencintai Jaime
untuk meragukannya. Di saat pesta topeng di mana dia belum mengenalnya sama sekali,
dia bahkan telah rela menyerahkan dirinya. Berada di sisi pria itu entah bagaimana membuat
dia merasakan kedamaian dan kenyamanan. Seolah-olah di sanalah ia harus berada,
tempatnya untuk kembali. Hanya saja kemarin malam tumpukan emosinya meledak keluar.
Nadia terisak begitu keras, dia benar-benar mencintai Jaime hingga rasanya
begitu sakit. Kemarin malam saat dia menyebut nama Lawrence dan melihat dinginnya mata Jaime.
Hatinya benar-benar hancur, ia merasa ingin mati saja. Kemarin dia benar-benar
ingin memeluk Jaime meminta maaf tapi dirinya penuh ketakutan melihat dinginnya Jaime.
Dia tidak ingin Jaime melihatnya dengan sorot mata itu lagi. Dia tidak akan mampu
bertahan lagi jika itu terjadi. Dia harus menjauhi Jaime ... meski itu sangat menyakitkannya.
Nadia mengusap air matanya. Jaime sudah membantunya berkali-kali.
Menyelamatkannya dari Jess dan Daniel, saat di dalam bus bersama dokter Kumar, saat di apartemen
Gris. Senyum Jaime selalu ada untuknya disaat dia membutuhkan. Dia merasa bersalah,
merasa tidak memiliki hal baik apa pun hingga dapat menerima perhatian sebesar itu dari
Jaime. Tapi tanpa Jaime ... Dadanya terasa sesak hingga ia menjatuhkan diri pada sofa, menatap langit-langit
ruangan. Air matanya mengalir, ia sama sekali tidak memiliki sebuah tempat pun untuk
dituju. ~ 560 ~ - B L E S S E D H E A R T *** Setelah menutup telepon aku berjanji akan segera menyelesaikan masalah ini.
Secepat mungkin. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul lima sore dan waktuku hanya tertinggal
sekitar empat hari untuk menyelesaikan semua ini. Tubuhku terasa lelah dan aku
merebahkan diriku pada tempat tidur untuk membiarkan otakku menyusun rencana. Lama berpikir, aku
sama sekali tidak memiliki gambaran dari mana hendak mulai menyelesaikan masalah ini
dan tubuhku terasa sakit juga kepalaku berdenyut.
*** Michelle sedang rapat bersama anggota BtP lainnya di BtP Pusat. Adapun agendanya
adalah tentang aktivitas Kelompok Pembebas. Kelompok yang diyakini memiliki ratusan
anggota alinergi dan cabang di berbagai negara.
Sedangkan pikirannya sedang memikirkan apa yang terjadi padanya saat memeluk
Jaime, untuk sesaat ia merasa pikirannya dibuka, diintip dan semua informasi yang
didapat tentang Kelompok Pembebas terhisap keluar.
Apakah Jaime yang melakukan itu" Jika benar ... bagaimana dia dapat melakukannya"
Apakah kejadian kali ini berhubungan dengan Jaime"
*** Setelah setengah jam aku merebahkan diri dan berpikir keras, aku tidak berhasil
mendapatkan rencana apa pun yang memuaskanku. Setidaknya kini aku memiliki sebuah tempat
memulai meski tanpa rencana. Terkadang maju terus tanpa rencana juga adalah sebuah rencana. Dan tidak lupa
beradaptasi sepanjang perjalanan, karena alam akan menuntun jalan keluar dengan
sendirinya. Aku menarik nafas dan membiarkan energi menyelimuti diriku, seketika tubuhku
terasa melarut juga menghilang serta muncul di sebuah kamar di dalam Kafe Shangri-la,
kamar Xian tepatnya. Kamar itu kosong sepenuhnya dan aku segera memancarkan kekuatanku
untuk mendeteksi seluruh alinergi di dalam gedung untuk menemukan Xian dan
meminta bantuannya menemukan Vito. Aku harus membicarakan sesuatu pada Vito juga
menanyakan beberapa hal pada Xian. Tubuhku seketika bergetar hebat dan perutku mulai merasa
mual. Kembali tubuhku tidak sanggup mengikuti penggunaan energiku yang berlebihan.
Sialan, aku baru ingat jika energi Xian memang tidak dapat dideteksi.
~ 561 ~ - B L E S S E D H E A R T Terpaksa aku duduk bersandar pada tempat tidur Xian, mengistirahatkan tubuhku.
Yang jelas sekarang aku tidak mampu melakukan teleportasi lagi. "Click." Suara pintu
terbuka dan Xian memasuki kamar ini serta melihatku.
"Selamat sore," kataku mencoba tersenyum dengan wajah pucatku.
"Aku sudah menduga kamu akan datang," kata Xian tertawa mengirimkan kata-katanya
ke dalam pikiranku. "Aku menginginkan beberapa penjelasan tentang kekuatan baruku ini," kataku pada
Xian. "Dan Vito, aku butuh berbicara padanya."
Xian tersenyum mendekatiku dan memegang tanganku, tak lama kemudian kami
menghilang dan muncul di sebuah taman luas di belakang sebuah rumah yang sangat besar.
Seorang pelayan yang berdiri di sana terkejut dan segera menyambut kami. Xian
menatapnya, kelihatannya berbicara langsung pada pikiran pelayan itu dan membuat pelayan
tersebut menunduk serta menambahkan, "Aku akan memberitahu Tuan Besar. Duduklah terlebih
dahulu," katanya sambil menarik keluar kursi untuk kami yang terdapat di tengah
taman dengan meja bundar. Aku dan Xian duduk menunggu di antara hembusan angin dingin dan langit yang
mulai menjelang sore. Saat itu Xian kiranya mengirimkan beberapa informasi ke dalam
pikiranku. Tentang kekuatan baruku dan cara pengaturannya. Setelah informasi itu aku baru
memahami kiranya Vito hanya memberi sebagian attunement-nya pada diriku. Oleh sebab itu,
meski aku dapat meniru kekuatan orang lain, namun akan membuat tubuhku kelelahan dan
terlalu sering menggunakannya akan dapat membahayakan diriku.
"Kakak Xian dan Jaime, apa kabar?" Vito terlihat keluar dengan dua orang
bodyguard-nya. Xian segera berbicara pada Vito dalam bahasa yang tidak kukenal dan Vito
langsung menjawab dengan bahasa yang sama. Keduanya terlihat terlibat dalam percekcokan,
namun suara Xian tetap lembut. "Baiklah," kata Vito akhirnya menatapku. "Aku akan memberikanmu attunement penuh
sebelum kamu memaksakan diri untuk memakai kekuatan setengah jadimu itu dan
membunuh diri mu sendiri." Vito segera menutup matanya berkomat-kamit sebentar
dan mendadak aku merasakan sebuah terjangan energi dari atas langit mengalir ke
dalam diriku dan seketika rasa sakit di badanku menghilang digantikan dengan arus energi yang
mengalir deras di sekeliling tubuhku. Seperti arus sungai yang kering selama musim panas
yang dialiri air jernih dari pegunungan.
~ 562 ~ - B L E S S E D H E A R T "Wow!" kataku saat merasakan kesegaran baru ini. Meski tubuhku masih lelah akan
tetapi tidak lagi terasa kering, sakit atau mengejang lagi. Semuanya terasa dialiri
aliran energi yang lembut. Xian mengucapkan sebuah kata pada Vito dan ia menerimanya. "Itukah yang
membuatmu ke sini untuk menemuiku" Mendapatkan attunement penuh?" tanya Vito.
"Tidak," jawabku segera. Aku pun menceritakan semua yang terjadi, tentang
bagaimana aku diburu oleh Kelompok Pembebas dan ada kemungkinan sebelum aku mengincar mereka,
mereka sudah mengetahuinya. Dan sekarang aku sedang diburu oleh mereka.
"Seseorang membocorkan informasi bahwa aku akan menyerang mereka," kataku.
Vito hanya menggangguk-angguk. "Mungkin saja mereka sudah mengetahui rencana
kita. Aku akan memerintahkan kelompokku untuk bersiaga dan jangan katakan kamu ke
tempat ini hendak membatalkan perjanjian kita karena ketakutan?"
"Aku tidak mengatakan aku akan berhenti, aku hanya mengatakan bahwa aku
membutuhkan bantuanmu," protesku.
"Kamu sendirian dan tidak ada bantuan dariku. Aku belum mau menjerumuskan
kelompokku," tegas Vito.
"Tapi aku membutuhkan uang untuk melakukan semuanya!" bantahku. "Apa yang dapat
kamu harapkan dariku jika aku bahkan tidak memiliki uang sepeserpun untuk
membeli sebutir peluru untuk ditembakkan pada mereka?"
Vito terdiam menatapku. Aku sedikit kesal dan mengeluarkan senjata api magnumku, meletakkannya di atas
meja dan membuat dua bodyguard di samping Vito bersiaga. "Aku persis seperti senjata api
ini, kosong tanpa peluru. Katakan padaku, apa gunanya senjata api yang kosong" Tanpa
biaya darimu, aku juga tidak akan berguna sama sekali. Menangkap ayam juga butuh
segenggam beras." Vito menghembuskan nafas merasa tidak puas dan mengeluarkan buku ceknya menulis
sesuatu di atasnya dan bertanya, "Berapa yang kamu butuhkan?"
"Penginapan, makanan, senjata, beberapa peralatan elektronik, kendaraan seperti
sepeda motor atau mobil, berapa menurutmu yang akan kubutuhkan?" tanyaku balik. "Setiap
perang itu tidak murah dan pasti menghabiskan biaya" Kamu tentunya orang yang paling
memahami hal itu." ~ 563 ~ - B L E S S E D H E A R T Ia kembali mendengus dan menuliskan sebuah angka, mengoyak cek itu dan
menyerahkannya padaku. Aku tersenyum sedikit melihat angka yang tertera.
Jumlahnya jauh dari perkiraanku, aku bahkan bisa membeli dua buah mobil bekas yang super mewah
dengan uang segitu. "Katakan di mana aku bisa membeli senjata dan peluru?" tanyaku dan seketika aku
mendapatkan sebuah gambaran di dalam kepalaku kemungkinan besar Vito yang
mengirimkannya padaku. "Jika kamu membawa uang, apa pun bisa kamu dapatkan dari sana," tambah Vito.
"Kuharap kamu tidak mengecewakanku."
"Kamu mengeluarkan uang dan aku menggadaikan nyawaku. Jika aku gagal kamu akan
mendapatkan nyawaku dan kehancuran yang jelas tidak kecil bagi Kelompok
Pembebas." Vito tersenyum puas. "Aku akan menunggunya," katanya sambil menatapku dalamdalam dan kembali bertanya, "Mengapa kamu mau mempertaruhkan nyawamu demi gadis itu."
Sebuah senyum tersinggung di bibirku, tanpa ragu aku menatapnya dan berkata,
"Karena aku mencintainya." "Mengapa kamu mencintainya?" tanya Vito menatapku dengan mata tuanya.
"Perlukah alasan untuk mencintai seseorang?" balasku. Dialah malaikatku,
bidadariku, matahari dan rembulanku. Vito menarik nafas dalam-dalam dan memandang pada langit, "Jaime, aku menyukaimu
dan memilihmu karena kamu memiliki keberanian seperti diriku. Dan jauh dalam dirimu
juga memiliki kesendirian seekor serigala terluka sepertiku."
Apakah aku memilikinya"
"Anak muda, sadarkah kamu jika kamu mencintainya karena emosimu?" Mencintainya
karena keinginanmu untuk memiliki seseorang untuk dilindungi" Mencintai karena
ingin memiliki arti dalam hidupmu?" tanya Vito lembut. "Akuilah, kamu mencintainya
hanya untuk memuaskan kelaparan dalam dirimu. Pada akhirnya kamu hanya mencintai
dirimu sendiri dan berenang dalam kedangkalan cinta."
"Aku tidak," kataku berdiri. Setelah kata itu keluar aku memahami sesuatu,
mungkin yang dikatakan Vito adalah kebenaran. Karena kebenaran tidak pernah perlu
dipertahankan, dia

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah benar adanya. Hanya kesalahan dan keraguanlah yang perlu dipertahankan.
Jika perkataannya salah menurutku, tentu aku hanya akan diam menertawakannya karena
aku ~ 564 ~ - B L E S S E D H E A R T paling memahami diriku. Tapi kini aku marah, tentu karena aku melihat keraguan
dalam diriku dan mencoba mempertahankan kesalahan dalam diriku.
Mata Vito menjadi tenang dan bijak berkata, "Jika kamu benar-benar menyukainya,
mengapa kamu tidak pernah membuka hatimu padanya. Memperlihatkan dirimu yang
sesungguhnya, kelemahan dan kekuranganmu?"
Aku terdiam, kata-katanya memang benar. Untuk beberapa hal, aku hanyalah seorang
pengecut yang tidak pernah membuka diriku padanya. Aku bersedia mati baginya
tapi tak bersedia membuka diriku untuknya. Tidak bersedia membuka kelemahanku padanya.
Aku telah menjadi seorang pengecut.
"Pada akhirnya kamu hanya mencintai dan melindungi dirimu sendiri, takut terluka
dan tidak pernah benar-benar mencintai. Kamu hanyalah seorang pengecut yang ditakdirkan
untuk sendirian selamanya," kata Vito yang berdiri dan meninggalkanku. Aku menatap
tubuh Vito yang berlalu dengan bahasa tubuh yang menunjukkan kesedihan.
Apakah aku tidak benar-benar mencintai Nadia" Aku tidak tahu, itu satu-satunya
kebenaran yang kusadari. Mataku melirik pada Xian, meminta petunjuk darinya. Setidaknya dia lebih tua
dariku meski aku meragukan apakah dia memiliki istri. Dia kelihatannya terlalu suci.
Xian tertawa terbahak-bahak memperlihatkan gigi ompongnya dan berkata dalam
pikiranku, "Aku memiliki seorang istri dan seorang putra. Tapi jangan tanyakan masalah
cinta padaku, aku juga bermasalah pada hal itu."
Dia tak bisa diharapkan batinku dan kemudian menatap Xian dan berkata dalam
pikiran agar aku permisi terlebih dahulu.
"Jaime," panggil Xian mendadak.
"Ya?" balasku. "Jalanmu ke depan mungkin tidak akan mudah untuk dilalui," kata Xian. Dan aku
mengakui hal itu. Aku sama sekali belum tahu akan memulai dari mana. "Apakah kamu percaya
pada Tuhan?" "Iya," jawabku. "Aku percaya."
Meski tidak terlalu tulus tapi aku percaya ada Tuhan yang menciptakan seluruh
"Jika kamu mengandalkan dirimu sendiri dan kekuatanmu, sesungguhnya semua itu
sangat terbatas dan terkadang kamu dapat membahayakan dirimu sendiri," kata Xian
menatapku. ~ 565 ~ - B L E S S E D H E A R T "Ada saatnya kamu boleh membiarkan Sang Pencipta dan kasih-Nya ikut membantu
serta dalam kerumitan dan perjalanan hidupmu. Bukalah hatimu untukNya."
"Apakah itu berarti engkau memintaku untuk banyak berdoa?" tanyaku sedikit
bingung. Xian tertawa dan menggangguk. "Kamu bisa mengganggapnya seperti itu."
"Baiklah, aku akan melakukannya" kataku berjanji pada Xian, "Aku akan segera
bekerja," kataku dan segera menghilang.
*** Vito kembali pada taman dan menatap tempat duduk yang kosong, "Apakah menurutmu
semuanya dapat berjalan dengan baik?" tanyanya pada Xian.
"Untuk sementara semuanya berjalan seperti rencana," balas Xian dan melihat ke
atas langit yang gelap. "Manusia dapat berencana namun Sang Penciptalah yang memutuskan."
*** Di luar apartemen Michelle terlihat dua orang pria berpakaian biasa yang sedang
berdiri, seorang pria botak bertato kalajengking di kepalanya dan seorang pria berambut
pirang. Pria berambut pirang terlihat sedang memperhatikan pad elektroniknya dan setelah
meneliti cukup lama ia melemparkan tatapannya pada pria bertato dan kemudian mengganggukkan
kepala. Tangan mereka menyentuh dinding apartemen Michelle dan perlahan-lahan lengan
mereka menerobos masuk melewati dinding itu seolah-olah dinding batu itu hanyalah
sebuah bayangan. Pria berambut pirang menatap pad elektroniknya dan tangannya menggapai
ke atas langit-langit ruangan serta menyentuh beberapa kamera tersembunyi dan
mematikannya. Nadia sedang duduk di sofa dan tidak mendengar suara sama sekali karena mereka
bergerak seperti udara. Hingga saat pria botak bertato menodongkan moncong senjata api di
belakang kepalanya. "Ssstt... diam di tempat anak manis," bisik pria itu bergerak perlahan
ke hadapan Nadia. "Di mana Jaime?" tanyanya dengan mata melotot dan wajah penuh
kesombongan. Jantung Nadia berdetak hebat. Tidak tahu apa yang harus diperbuat olehnya saat
melihat ada orang lain di dalam apartemen Michelle yang menodongkan senjata api padanya.
"Aku tidak tahu," kata Nadia sambil memajukan kepalanya menghindari senjata api dan
mengayunkan siku lengannya untuk menghajar leher pria itu. Membuat pria tersebut terjatuh
menabrak meja dan mengerang memegang lehernya. Nadia segera berdiri dari sofa hendak
melarikan diri. Setidaknya dia adalah anggota BtP dan menjalani latihan bela diri beberapa
kali setiap minggunya. Cukup tangguh untuk mengalahkan seorang pria.
Saat Nadia berdiri terlihat seorang pria berambut pirang yang menahan di
depannya. Kaki Nadia terangkat naik mengincar alat vital pria itu namun kemudian kakinya
menembus tubuh ~ 566 ~ - B L E S S E D H E A R T pria itu layaknya pria itu hanya sekedar bayangan. Dan tangan pria pirang itu
segera bergerak menampar Nadia hingga membuat dirinya terjatuh dan pria itu bergerak di samping
menjambak rambut Nadia, menariknya. "Sebaiknya kamu tidak bermain-main," kata
pria itu melihat ke arah Nadia dan sudut bibir Nadia telah mengalirkan darah.
"Di mana pria bernama Jaime itu?" tanyanya sekali lagi.
Mata Nadia terlihat ketakutan dan menggelengkan kepalanya.
Pria botak bertato berdiri dari kesakitannya untuk mendekati Nadia, sebelah
tangannya tertarik ke belakang membentuk kepalan dan meninju wajah Nadia. Seketika Nadia
berteriak kesakitan dan hidungnya patah mengeluarkan darah. "Mulailah berpikir!" kata pria
bertato pada Nadia dan melihat ke sekeliling sambil menghancurkan benda-benda yang
terlihat, melampiaskan emosinya. Di meja makan ia melihat secarik kertas bertuliskan nama Jaime dan nomor telepon
di bawahnya, Ia mengambilnya bersama telepon apartemen untuk dipindahkan ke dekat
Nadia. "Suruh dia kemari," kata pria itu setelah menekan nomor tersebut, menghidupkan
pengeras suara telepon dan meletakkannya persis di depan wajah Nadia.
Nada sambung telepon terdengar. "Jaime di sini, kamu punya pesanan yang kamu
inginkan Nadia?" Pria itu mengarahkan senjata apinya ke arah dahi Nadia dan mengetokngetokkannya. "Jai ... Jaime ..." kata Nadia susah payah karena darah mengalir di bibirnya
juga rasa sakit di hidungnya. "Nadia" Ada apa?"
Nadia menatap ke arah pria botak bertato yang membisikkan kata, "Suruh datang
kemari." Nadia menutup matanya dan air mata mengalir di antara wajahnya yang berlumuran
darah, rasanya sakit sekali. "Kamu mau makan malam" Nanti akan kubelikan." sahut suara dari telepon.
"Jangan datang!" bisik Nadia sambil menangis. Segera pria itu memukul pipi Nadia
dengan senjata apinya dan mengambil alih telepon.
"Datang ke sini jika kamu tidak mau gadis ini mati," sahut pria bertato.
"...." Suara hening terdengar panjang.
"Kamu mau gadis ini mati?"
~ 567 ~ - B L E S S E D H E A R T "... Aku sedang di depan apartemen bukakan pintunya dan jangan sakiti dia,"
terdengar jawaban dari telepon dan saat itu juga terdengar suara pintu diketok dari depan
pintu apartemen mengejutkan mereka. Pria botak menggerakkan kepalanya menyuruh
temannya untuk pergi ke depan sementara ia menjaga Nadia.
"Apa kamu sendirian?" tanya pria botak melalui telepon sambil melihat temannya
sedang bergerak ke arah pintu depan dengan menodongkan senjata apinya.
"Ya," jawab suara di telepon.
"Ketok pintunya tiga kali jika itu benar kamu."
"Tok, Tok, Tok...." suara berhenti.
"Dor! Dor! Dor! Dor! Dor! Dor..!!!" Pria berambut pirang menembakkan peluru dari
senjata api ditangannya menembus pintu kayu berkali-kali.
"Aukhhh!!!!" terdengar teriak kesakitan seseorang di depan pintu.
Dengan cepat pria berambut pirang membuka pintunya, melihat percikan darah di
atas lantai depan dan sebuah telepon genggam yang terjatuh. Di kejauhan ia melihat seseorang
yang sedang membungkuk memegang perutnya sambil berusaha berlari menjauh dari
apartemen. "Dia terkena tembakan, aku akan mengejar sekarang," teriak pria berambut pirang
pada rekannya. Pria botak yang berada di samping Nadia menatapnya dan mengarahkan senjata api
ke kepalanya. "Kami tidak membutuhkanmu lagi."
Dan menembak tepat di dahi Nadia
*** Kembali ke saat aku baru kembali dari tempat Vito.
Aku menuju ke ATM dan mengeluarkan seluruh uangku. Mengingat cek dari Vito tidak
akan dapat dicairkan di waktu yang sudah sore ini, sedangkan aku sudah sangat
membutuhkan peluru untuk menjaga diriku. Aku langsung berpindah menuju ke tempat penjualan
senjata, tempat yang terlihat seperti gudang dengan sebuah loket yang tertutup terali
besi hingga tidak dapat melihat ke dalamnya. Aku mengetok terali besi, "Ada orang?"
"Apa yang kamu inginkan?" balas sebuah suara serak dari balik terali besi.
"Satu kotak peluru untuk senjata apiku, sarung senjata atau holster dada dan
tempat peluru cadangan," sahutku. ~ 568 ~ - B L E S S E D H E A R T "Senjata apimu?" tanya sebuah suara dari dalam dan sebuah pintu kecil besi di
tengah-tengah loket terbuka dengan sebuah ember kecil berbentuk persegi kecil dari plastik
meluncur keluar. "Letakkan di sana." Aku meletakkan senjata apiku ke dalam dan seketika ember itu
ditarik ke dalam dan pintu kecil itu tertutup kembali. Dia segera menyebut sejumlah harga
yang membuatku sedikit meringis dan ember tempat senjata apiku sebelumnya terdorong
keluar. "Letakkan uangnya di dalam," sahutnya ketus.
"Apakah kamu menerima kredit?" tanyaku meringis karena uang tunaiku tidak
mencukupi jumlah tersebut. "Pergilah ke neraka, hanya tunai yang berlaku di sini," balas suara kasar dari
dalam. Sialan makiku ... terpaksa menarik seluruh uangku dari dompet serta meletakkannya ke
dalam ember. "Berikan saja secukup uang ini," kataku. Ember itu tertarik ke dalam dan hatiku
sedikit menyesal. Perang benar-benar tidak murah.
Tidak berapa lama ember plastik itu terdorong keluar dengan senjata apiku,
sebuah tempat peluru cadangan, holster dada sebagai tempat senjata api gantung dan satu kotak
peluru, yang ternyata saat aku membukanya hanya berisi sekitar setengah. Pintu kecil itu
kembali tertutup. Aku segera memasang holster itu pada tubuhku dan membiarkan senjata apiku
tersarung di bagian kiri dada. Terasa begitu nyaman.
Aku segera melakukan teleport ke dalam rumahku. Saat aku tiba, aku melihat
sekeliling dan tidak melihat apa pun yang menyerupai rumahku, pada sekeliling dindingnya
terlihat api menyambar-nyambar dan membara. Seluruh rumah sedang terbakar dan aku di tengahtengah merasakan hawa panas yang membakar seluruh tubuhku juga asap yang sudah mulai
bergelung ke bawah dari atas. Nafasku menjadi sesak karena menghirup asap di
dalam,

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan cepat aku berlari menuju ke meja di ruang tamu, melihat sofa kulitku
sedang terbakar. Aku menendang sofaku hingga terbalik, di bawahnya terdapat sebuah kotak yang
masih terbakar dan segera membuka kotak itu untuk mengeluarkan Laptop LXX-ku.
Cuma barang ini yang paling berharga dan harus kuselamatkan.
Dengan cepat aku melakukan teleport ke halaman belakang. Udara segar memasuki
hidungku dan kulitku sudah mulai terasa mendingin. Aku melihat ke sekeliling dan terlihat
seorang pria berjaket biru yang sedang mengeluarkan api dari kedua tangannya, membakari
rumahku. "Bangsat," makiku, meletakkan LXX di atas tanah serta mengeluarkan senjata apiku
untuk menembak ke arah pembakar itu. Namun, sebelum aku sempat menembak sebuah pukulan
~ 569 ~ - B L E S S E D H E A R T keras melayang dari belakang dan menghantam kepalaku. Aku terjatuh ke depan dan
segera melihat ke belakang namun tidak menemukan siapa pun. Tidak akan tertipu kedua
kalinya, aku segera mengerahkan kekuatanku ke sekeliling dan merasakan seorang alinergi
yang tidak terlihat sedang berada di sampingku. Seketika itu juga aku menyerap kekuatannya
dari jarak jauh dan ikut menghilang.
Dia terlihat bergerak ke sana kemari, jelas ia tidak memiliki kemampuan untuk
mendeteksi seperti diriku. Senjata apiku terulur dan segera menembaknya, aku tidak akan
membunuhnya, tidak sebelum aku mengetahui isi pikirannya. Menembak kakinya dalam keadaan
tidak terlihat terlalu berisiko untuk luput. Sehingga aku menembak tubuhnya bukan di
bagian vital seperti jantung atau perut. Hanya sekitar bahu dan samping perut dan aku tidak
perduli jika dia sedang sial, karena aku membidik sasaran tidak terlihat. Seketika ia jatuh
tergeletak dan tubuhnya mulai memunculkan wujudnya sambil memegang perutnya yang mengucurkan
darah. Suara ledakan senjata api itu menyadarkan alinergi pembakar dan menuju ke tempat
temannya sambil menyalakan api di kedua tangannya. Dia tidak dapat melihatku
karena aku sedang menghilang dan juga sedang mengarahkan senjata apiku padanya hendak
menembak. Namun aku segera mengurungkan niatku dan menyerap kekuatan apinya serta
memunculkan diriku. Begitu melihatku dia segera membiarkan terjangan badai api dari kedua
tangannya mengarah pada diriku, hendak membakarku. Gulungan-gulungan api besar yang
menyambar melewati tubuhku terasa begitu nyaman dan hangat sama sekali tidak membakar
pakaianku sama sekali. "Seharusnya kamu mencoba lebih keras lagi," kataku dan segera
menembak kedua lututnya yang membuatnya terjatuh seketika namun dia masih juga membiarkan
apinya memancar dari seluruh tubuhnya dan membakar diriku yang membuatku marah dan
menembak kedua lengannya.
Seketika itu juga apinya lenyap dan tubuhnya tergeletak meraung-raung,
setidaknya dia tidak akan mati. Tubuhku bergerak menuju ke samping rumah yang sedang terbakar dan
meniatkan agar menarik seluruh api itu untuk dikendalikan dan dihilangkan. Api yang
membakar rumah terlihat tertarik ke dalam diriku dan menghilang, tidak ada secuil api pun yang
terlihat menyala di rumahku namun tetap saja aku melihat dinding rumahku sudah menghitam.
"Trak ... Trak ... Trak...!!!"
Mendadak atap rumahku roboh dan langsung ke jatuh ke tanah dengan suara keras,
menerbangkan abu serta arang hitam bekas terbakar ke semua arah. Membuatnya rata
dengan tanah. Kemarahanku segera naik dan aku melihat ke belakang dengan penuh
kekesalan, "Apa yang kalian lakukan pada rumahku!" Tubuh pria itu kini terbalik dengan wajah
mencium tanah, saat aku mendekati dan membalikkan tubuhnya, kedua bola matanya terbuka
tidak ~ 570 ~ - B L E S S E D H E A R T fokus, kepalanya terkulai dengan bibir mengeluarkan darah. Aku segera menyentuh
hidungnya yang tidak lagi mengeluarkan nafas. "Sudah mati?"
Tidak mungkin secepat itu, aku tidak menembak bagian vitalnya.
Mendadak seluruh tubuhnya mengeluarkan asap berbau tajam dan kulit-kulitnya
terlihat melepuh seperti disiram cairan asam keras. Hanya dalam hitungan detik tubuhnya
lenyap hanya meninggalkan cairan berwarna hitam gelap yang mengeluarkan aroma menyengat
dan pakaiannya saja. Melihat ke arah alinergi yang bisa menghilang, dia juga telah
mengalami nasib yang sama, hanya tertinggal cairan dan pakaian.
"Bangsat!" makiku. Aku segera menggunakan kekuatanku menerbangkan celana mereka
yang basah penuh cairan hitam menjijikan dan mengeluarkan dompet mereka satu per
satu, tentunya mereka punya identitas diri. Dompet mereka juga basah oleh cairan itu
sehingga aku mengambil seember air dari kamar mandi, yang sama sekali tidak terbakar, untuk
menyiram dompet mereka. Beruntung bagian dalam dompet mereka belum terkena cairan apa pun
juga. Setelah diperiksa dan dibolak-balik berkali-kali, tidak terlihat satu benda pun
yang dapat menerangkan identitas diri mereka. Di dompet itu hanya berisi sebuah kartu
kosong yang tidak bertuliskan apa pun juga tapi memiliki ukuran menyerupai kartu identitas
dan beberapa lembar uang. Aku menarik keluar kartu kosong itu dan melihat dari semua arah, tetap hanyalah
sebuah kartu kosong. Mungkin membutuhkan kekuatan alinergi, pikirku teringat kartu
undangan penikahan dan mencoba mengalirkan kekuatanku. Di atas kartu kosong itu segera
muncul beberapa warna dan tulisan-tulisan serta foto diriku. Dan kemudian menjelma
menjadi kartu pengenal identitas yang sama persis seperti kartu identitas asliku, kecuali
semua nama dan alamatnya adalah jelas palsu. Wow, kiranya kartu ini digunakan untuk membuat
kartu identitas palsu bagi para alinergi Kelompok Pembebas.
Siapa pun alinergi yang dapat membuat kartu ini tentu orangnya sangat keren.
Aku menyimpan kartu identitas palsuku dan juga sebuah kartu yang masih kosong
dari dompet lain serta mengeluarkan seluruh uang mereka, jumlah yang jauh sangat
kecil dibandingkan dengan rumahku yang terbakar dan tentu saja orang mati tidak butuh
uang. Tubuhku jatuh terduduk menatap rumah tempatku tinggal selama tiga tahun lebih
yang kini rata dengan tanah. Entah Master akan semarah apa, aku tidak berani
membayangkannya. Satu hari ini saja aku sudah menyebabkan kehancuran mobil mewah Michelle dan rumah
Master yang tidak mungkin dapat kuganti meski bekerja seumur hidupku.
Apakah mereka juga akan membakar Kafe Eve juga demi mencariku" Sialan!
~ 571 ~ - B L E S S E D H E A R T Memandang langit yang sudah mulai gelap, aku menyentuh kepalaku yang
mengeluarkan darah akibat pukulan orang tersebut, mungkin dia menggunakan logam senjata
apinya untuk memukulku. Beruntung dia tidak langsung menembakku, jika tadinya dia menembak
aku pasti sudah mati. Tubuhku mengigil.
Nyawaku selamat hanya setipis rambut karena keberuntunganku.
Saat itulah telepon genggamku berbunyi, telepon dari Nadia dan saat dia berkata,
"Jangan datang." Aku sudah merasa was-was, segera memindahkan diriku ke dalam apartemen
Michelle, namun sambil menghilangkan diriku sepenuhnya. Beruntung aku sudah
merekam energi menghilang dari alinergi tadi. Aku melihat dua orang pria dan Nadia di
dalam dengan wajahnya yang berlumuran darah. Kemarahan langsung membakar diriku.
Karena mengincar nyawaku, rumahku dan orang yang kukasihi ikut menjadi korban.
Mereka akan membayar semua ini!!!
Amarahku meledak keras. Aku begitu ingin menerjang mereka, akan tetapi seorang
pria itu terlalu dekat dengan Nadia dan memegang senjata api. Kali ini aku harus
bertindak hati-hati, aku harus mengendalikan situasi serta mengetahui dengan tepat kekuatan setiap
alinergi di dalam ruangan ini sebelum menyerang. Aku memindahkan diriku ke depan pintu
apartemen, menjawab telepon mereka dan mengetok. Aku juga menyebarkan kekuatanku untuk
dapat membaca pikiran seorang alinergi berambut pirang di belakang pintu yang
energinya terasa jelas padaku dan aku segera menyerap kekuatannya.
Kekuatan alinergi yang dapat menembus benda-benda fisik dengan mudah.
Aku membaca pikirannya untuk mengetahui cara penggunaan energinya juga untuk
mengetahui bahwa dia ingin menembakku dari belakang pintu. Tanganku menyentuh
belakang kepalaku yang mengeluarkan darah dan memercikannya di atas lantai,
meletakkan telepon genggamku dan mengetok pintu tiga kali sambil menggunakan kekuatan
alinergi musuh untuk dapat membiarkan tembakan itu melewati tubuhku. Setelahnya aku
berusaha memperlihatkan diriku yang sedang berlari menjauhi apartemen Michelle agar
dikejar olehnya, hanya agar aku dapat meneleportkan diriku ke dalam ruang tamu Michelle
dan melihat Nadia yang sedang ditodongkan senjata api. Detik berikutnya senjata api
menempel dahi Nadia dan pelurunya menerjang masuk ke dahi Nadia dan melesat menembus sofa
di belakangnya. Pria itu melihat dahi Nadia yang sama sekali tidak mengeluarkan
darah. Aku segera memunculkan diriku, "Hei," sapaku menatap pria itu yang langsung menembak
diriku. Sayang sekali peluru itu menembus tubuhku begitu saja dan aku segera berjalan
menuju ke arahnya. "Jangan mendekat atau aku akan menembaknya!"
~ 572 ~ - B L E S S E D H E A R T "Kamu sudah menembaknya," kataku penuh amarah. "Dan juga memukulinya."
Pria itu menembak Nadia beberapa kali lagi hanya untuk mendapati peluru dari
senjatanya menembus tubuh Nadia begitu saja karena aku sudah menyinkronkan kekuatanku
padanya. Kekuatanku mengalir menyelubungi pria itu yang membuatnya berdiri tidak dapat
berkutik, juga tidak dapat mengerahkan kekuatannya agar dapat menembus benda lagi karena
sudah di bawah dominasi energiku. Aku akan membunuhnya, tapi sebelum itu aku menatap ke
arah Nadia. "Nadia, kamu ingin membalasnya atau aku akan melakukannya untukmu?"
Nadia berdiri sambil mengusap darah di hidung dan bibirnya dengan lengannya,
berjalan ke dapur serta kembali dengan tangannya memegang sebuah panci pengorengan dari
logam keras. Ia mendekati pria botak itu dan berkata, "Mulailah berpikir," dan
mengayunkan pengorengannya sekuat mungkin ke wajah pria itu berkali-kali yang bahkan dapat
membuatku meringis mendengarkan suara benturan logam keras pada tulang wajah
pria itu. Setelah pria itu segera rebah dengan wajah yang berlumuran darah, aku mendekat
pada Nadia, menyentuh pipinya. "Apakah kamu baik-baik saja?" Energiku mengalir ke wajahnya,
mengerahkan kekuatan yang dapat mengembalikan sel-sel dan tulang wajah Nadia
kembali ke satu jam sebelumnya tanpa terluka. Perlahan-lahan semua memar dan luka di
wajah Nadia sembuh dengan sendirinya, tulang hidung Nadia bergerak kembali ke tempat
aslinya. Nadia menatapku dan segera mengarahkan kedua tangannya memelukku sedikit terisak,
tubuhnya bergetar, aku dapat menyadari dia ketakutan sama sepertiku. Berada di bawah
todongan senjata api dan di ambang pintu kematian bukanlah hal yang menyenangkan.
Aku segera memeluknya. "Maafkan aku datang terlambat," kataku menyesal. Pria
berambut pirang kembali ke dalam apartemen dan melihat kami. Ia langsung mengarahkan
pistolnya pada kami dan aku serta Nadia sudah meneleportkan diri ke tempat lain. Ke sebuah
ruangan yang gelap keseluruhan. "Nadia ini di dalam kamarmu, di mana lampunya?" bisikku.
Nadia mendorongku dan melihat sekeliling kemudian berjalan ke sebuah sudut
dengan bantuan cahaya samar-samar dan menghidupkan semua lampu.
"Bagaimana kita bisa berada di sini?" tanyanya dan karena melihatku yang diam
tidak menjawab, ia langsung melanjutkan, "Jaime, mengapa kamu membawaku ke tempat
ini?" Aku tidak tahu. Melihat wajahnya yang berlumuran darah tadi karena Kelompok
Alinergi yang mencariku. Aku tidak ingin dia berada di dekatku.


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

~ 573 ~ - B L E S S E D H E A R T "Nadia," kataku, "Aku tidak ingin mencelakaimu, sekarang mereka semua sedang
mencariku, sangat berbahaya jika kamu berada di dekatku. Maafkan aku yang sudah membuatmu
terseret dalam kejadian ini."
Nadia menatapku seolah-olah tidak mengerti maksudku. "Jaime?" Nadia menarik
kerah bajuku dan melihatku dengan sedikit sorot ketakutan, "Kamu tidak akan
meninggalkanku di sini, bukan" Empat hari lagi jika kekuatanku tidak kembali mereka akan
memasukkanku langsung ke laboratiorium. Apa itu keinginanmu dengan membawaku ke sini?"
Kepalaku terasa berat dan melihatnya dengan lemah. "Ambillah barang-barang yang
kamu butuhkan dan aku akan meneleportkan dirimu ke suatu tempat yang menurutmu aman.
Aku akan segera berhadapan dengan mereka dan aku tidak ingin orang-orang di dekatku
terkena masalah," kataku melihatnya.
Jika dia tetap berada di sampingku, aku tidak tahu apa yang mungkin terjadi
padanya. Aku harus meninggalkannya meski hatiku sakit.
*** Hati Nadia terasa terkoyak melihat tatapan lemah Jaime dan kata-kata yang
mengusir. Apakah Jaime ingin meninggalkannya" Apakah semudah itu dia akan membiarkanku
sendiri" Meski aku ingin meninggalkan Jaime tapi bukan begini caranya. Aku tidak
terima. *** "Jaime, aku sudah tidak punya tempat bersembunyi lagi," kata Nadia menatap tajam
ke arahku memaksaku untuk memahaminya. Dadaku terasa sakit karena aku juga sudah
tidak memiliki tempat untuk bersembunyi lagi. Tidak tahu kami berdua akan ke mana
tanpa diincar oleh Kelompok Pembebas. "Mengapa mereka mengejarmu?" tanya Nadia mencoba mengetahui alasannya. Aku diam
tidak tahu bagaimana harus menjawabnya dan dia tetap menatapku, menunggu
jawaban. "Aku sedang menunggu," kata Nadia lagi.
Nadia sudah terlibat, ia memiliki hak untuk mengetahuinya.
"Kamu ingat seorang pria tua yang berpakaian mewah saat kita menemui Almaria"
Aku membuat perjanjian dengannya untuk memberikan serangan pada Kelompok Pembebas.
Akan tetapi mereka mengetahuinya terlebih dahulu sehingga memilih untuk
menghabisiku secepatnya," jawabku menatapnya.
"Kamu mau menyerang Kelompok Pembebas" Mengapa kamu mau menerima perjanjian itu"
Kelompok itu begitu besar dan mereka semua pembunuh berdarah dingin." tubuh
Nadia ~ 574 ~ - B L E S S E D H E A R T terlihat sedikit mengigil mengingat kejadian tadi dan juga kejadian sebelumnya
di mana Kelompok Pembebas pernah mengejarnya.
"Maafkan aku," kataku sungguh-sungguh. Aku mendekati Nadia memeluknya dan
menenangkannya. "Karena itulah aku tidak ingin kamu terlibat dengan masalahku
ini." "Apa semua ini ada hubungannya denganku?" bisik Nadia lembut merasakan
ketenangan. "..." aku tidak dapat menjawabnya.
"Jaime," Nadia mendorongku dan menatapku dalam-dalam. "Katakan apa perjanjian
yang kamu buat dengannya?"
"Aku akan mendapatkan kekuatan darinya," sahutku lemah.
"Kekuatan apa?"
Aku menatap mata Nadia yang serius ingin mengetahui.
Apakah aku dapat berbohong padanya"
"Nadia ini sama sekali tidak ada hubungannya denganmu, semuanya hanya urusanku
sendiri. Intinya aku hanya ingin kekuatan lebih," kataku.
Nadia belum memutuskan ingin mengembalikan kekuatannya dengan risiko. Hingga
saat ini, hanya karena keegoisankulah yang menyetujui penawaran Vito. Aku tidak dapat
membagi tanggung jawab ini dengannya.
Ataukah aku terlalu pengecut, seperti kata Vito, aku tidak ingin membuka hatiku
padanya" Tidak mempercayainya"
Nadia mendadak menatapku dengan dingin, "Jaime, aku tidak mengerti tentangmu.
Aku sama sekali tidak tahu siapa sebenarnya dirimu, kamu tahu Kelompok Pembebas sangat
besar dan kamu hanya sendirian." Nadia terlihat marah. "Dan kamu juga membuat perjanjian
untuk mendapatkan kekuatan dari orang-orang yang telah mengambil kekuatanku."
Aku hanya dapat diam dan mata Nadia basah menatapku, "Mengapa kamu di sini
sekarang" Mengapa kamu bersamaku?"
"...." Dapatkah aku mengatakan, karena aku mencintainya"
"Katakan padaku mengapa kamu mau membantuku! Apakah masih ada gunaku untuk di
sampingmu setelah kamu mengkhianatiku" Apa kamu bersamaku karena merasa bersalah
setelah apa yang kamu lakukan padaku?" Nadia menangis. "Katakan Jaime. Mengapa!"
~ 575 ~ - B L E S S E D H E A R T Seluruh tubuhku menjadi lemah dan tidak berdaya. Aku menggerakkan tanganku untuk
menyentuh wajahnya, namun Nadia segera menepis tanganku dengan kasar. "Jangan
sentuh aku!" Nadia berdiri terisak di depanku dan aku tidak berdaya untuk dapat
menghiburnya sama sekali. Hanya suara tangisan kesedihan Nadia yang terdengar di seluruh
ruangan. Dan kegelisahan dalam hatiku serta makian pada diriku sendiri, "Pengecut! Dasar
pengecut!"Aku ingin menghiburnya tapi aku tidak berani.
Tidak berani membuka diriku padanya dan berterus terangkah" Ingin menjadi
pahlawan sendirian" Tak berapa lama kemudian, isak tangis Nadia berhenti dan berkata, "Aku akan
mandi sebentar, menyiapkan pakaian dan barangku secepatnya."
"Aku akan menunggu," kataku lemah.
Nadia berjalan perlahan membuka lemari pakaiannya, mengambil pakaian dan masuk
ke dalam kamar mandi. Sedangkan aku merasa lemah dan mencari sebuah tempat duduk di
dekat meja belajarnya, terduduk tak berdaya dan menunduk kehilangan akal
sehatku. Situasi ini, bagaimana akan berakhir" Aku tidak tahu.
Terdengar suara air berjatuhan dari shower kamar mandi dan aku baru menyadari,
tubuhku begitu kotor dipenuhi bau asap, noda darah dan berdebu. Terlalu banyak hal yang
terjadi untuk satu hari. Kepalaku terasa berdenyut dan saat aku menyentuhnya terasa
cairan basah yang mulai mengering ada di sana, luka di kepalaku karena alinergi menghilang
itu belum sempat kuobati. Energiku segera terarah ke luka di belakang kepalaku
mengerahkannya hingga lukaku tertutup sepenuhnya. Tubuhku mendadak gemetar, seluruh tangan dan
kakiku gemetar dan kemudian terasa kejang yang membuat seluruh otot-otot dan sarafsaraf tubuhku tertarik sangat menyakitkan sekali.
Kembali aku terlalu banyak memakai kekuatanku.
Kepalaku berdenyut keras sekali, rahangku tertutup rapat menahan rasa sakit dan
sekeliling ruangan mendadak terasa bergoyang, tubuhku limbung dan terjatuh dari kursi
dengan otot kaki dan tangan yang tertarik keras.
Mendadak semuanya menjadi gelap.
*** "Ini catatan singkat mengenai apartemen Michelle yang meledak," kata seorang
anggota BtP memberi sebuah catatan pada Detektif Peter. Dia menatap catatan itu dan hanya
dapat mendesah, menurut catatan yang dipegangnya. Tertulis bahwa 20 menit sebelum
terjadi ~ 576 ~ - B L E S S E D H E A R T ledakan, Michelle melaporkan bahwa kamera keamanannya mati mendadak dan meminta
anggota BtP untuk melakukan pengecekan. Saat dua anggota BtP sedang menuju ke
lokasi untuk melakukan pemeriksaan, apartemennya tiba-tiba meledak terbakar dan hingga
saat ini sedang dilakukan pemeriksaan di lokasi kejadian. Selain itu juga, ia mendapat
laporan bahwa Jaime Hunter atau supir Michelle menghilang dari rumah sakit dan rumah
kediamannya sudah terbakar habis. Selain itu ditemukan dua buah pakaian dan cairan hitam di
belakang kediamannya. Apakah semua ini perbuatan Kelompok Pembebas" Jika benar Kelompok Pembebas,
siapakah yang mereka kejar" Jaime atau Michelle"
Tangan Peter membuka kembali catatan kecilnya dan membacanya berkali-kali
mencoba mencari jejak yang luput dari pandangannya.
Jika Jaime yang menjadi sasaran, apa alasan mereka mengejarnya"
Jari-jari Peter segera menari di atas keyboard komputer kantornya dan mengakses
pusat data infomasi BtP serta mengetikkan nama, "Jaime Hunter." Yang segera terlihat
tulisan pada layar, "Data yang dicari tidak ditemukan."
Alis Peter segera mengerut, ini adalah kejadian pertama selama diri menjadi
seorang detektif di BtP, bahwa pusat informasi BtP tidak memiliki data diri seseorang. Ia jelas
tidak mempercayainya, Peter segera memasuki jaringan kepolisian dan mencari data Jaime
yang berada pada kepolisian serta berhasil menemukan data diri Jaime, namun semuanya
terlihat normal, nama, pekerjaan, alamat dan data diri lainnya. Tidak ada yang spesifik
atau mencurigakan sama sekali. Tangannya menekan sebuah nomor pada pusat pendataan
dan informasi Divisi Intelijen BtP Graceland. "Nenangs, ini Peter. Tolong carikan
data untuk seorang bernama, Jaime Hunter ... benar ejaannya sudah tepat, aku akan
menunggu," tutupnya. Sekitar dua menit kemudian telepon di meja kantornya berbunyi. "Detektif Peter
di sini?" "Sir, Tuan Maxim memintamu ke kantornya," terdengar suara wanita.
Maxim, Pemimpin tertinggi Bagian Divisi Intelijen Graceland" Apa yang
diinginkannya" Peter menutup teleponnya, berjalan menuju lift dan naik ke lantai teratas gedung
yang juga diberi julukan, "The Eye." Tangan Peter mengetuk sebuah pintu kantor yang
bertuliskan Kepala Bagian Divisi Intelijen cab. Graceland dengan warna perak yang berkilat.
"Silakan masuk," terdengar suara berat dari balik ruangan.
"Anda memanggil, Sir?" tanya Peter.
~ 577 ~ - B L E S S E D H E A R T Pria itu terlihat berusia lima puluhan dan memiliki rambut yang sudah memutih
semuanya. Ia menatap Peter penuh selidik. "Detektif, mengapa kamu mencari data Jaime Hunter?"
"Jaime?" batin Peter.
Detektif Peter dengan cepat menjelaskan bahwa ada kemungkinan Kelompok Pembebas
sedang mengincar Jaime dan bukan Michelle. Maxim menggangguk dan akhirnya
berkata, "Detektif, aku takut harus memberitahumu bahwa kamu tidak lagi menangani kasus
ini. Semuanya akan diurus oleh bagian intelijen sendiri."
"Tapi, Sir," protes Peter.
"Aku sudah menghubungi kepala bagian divisimu. Kamu boleh bertanya padanya
secara langsung jika ada pertanyaan. Dan jauhi kasus ini," kata Maxim dengan nada
memerintah. "Sir, apa yang sedang engkau sembunyikan?" tanya Peter menatap lekat-lekat pada
Maxim. Tidak menerima perlakuan itu.
"Kamu boleh pergi." Maxim mencoba sibuk menatap lembar kerja di atas mejanya dan
tidak melihat Peter lagi. Peter tahu dia tidak akan mendapat jawaban apa pun di tempat
ini dan segera berbalik keluar dari kantor. Jika Maxim menyangka dia akan menyerah dan
mengikuti perintah hanya karena itu, dia sudah salah. Peter segera memakai lift dan turun
ke gedung pusat informasi dan data untuk mencari Nenangs.
Peter segera menerobos ke dalam gedung itu, melewati banyak ruang dan meja
kantor hingga menemui Nenangs di meja kerjanya. "Apa yang terjadi?" tanyanya.
Nenangs terlihat gugup dan berdiri melihat sekeliling, "Pete, ikuti aku."
Nenangs keluar dari ruangannya dan menuju ke kamar kecil yang segera diikuti
Peter. Di sana dia membuka keran air dan mencuci tangannya hanya untuk menyamarkan suara
serta berbicara dengan suara berbisik, "Pete, aku tidak menemukan data orang yang
ingin kamu cari sehingga aku memasuki pusat pendataan BtP Pusat untuk mencarinya. Saat itu
aku langsung di telepon oleh Maxim."
"Apa yang ditanyakan Maxim?" tanya Peter dengan suara kecil.
"Ia ingin tahu alasan mengapa aku mencari data orang tersebut dan terpaksa aku
mengatakan semuanya atas permintaanmu," tambah Nenangs.
"Aku baru saja dipanggil Maxim kekantornya," bisik Peter gelisah. "Apa yang kamu
temukan

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari nama Jaime itu?"
~ 578 ~ - B L E S S E D H E A R T Tubuh Nenangs bergerak gelisah dan melirik dengan cemas, "Peter, aku tidak
mendapatkan data apa pun juga." "Maksudnya?" "Data orang yang kamu minta dilindungi dengan keamanan tertentu dan dari jejak
log yang kulihat, kukira datanya hanya dapat diakses beberapa orang saja dan itu pun
harus melalui persetujuan seseorang." Nenangs mulai kelihatan tidak nyaman dan ingin keluar
secepat mungkin. "Siapa?" Peter mendekatinya.
"Pete, lupakan data itu. Dia bukan bagian kita, jangan menyentuhnya. Demi
nyawamu Pete lupakan saja," kata Nenangs mematikan keran dan berjalan keluar mencoba melewati
Peter. "Nenangs! Siapa?" desak Peter menarik kerah baju Nenangs, tidak akan
membiarkannya keluar. "Demi Tuhan, Pete lepaskan aku," kata Nenangs sambil mencoba melepaskan pegangan
itu. "Katakan terlebih dahulu," sahut Peter.
"Sherry! Kamu puas dan sekarang lepaskan aku," kata Nenangs.
"Sherry yang itu?" tanya Peter terkejut melepaskan dirinya.
"Sherry yang itu," kata Nenangs dan keluar, "Sebaiknya kamu segera keluar dari
kasus ini sebelum kamu menjadi rabbit."
Peter sendirian menatap cermin yang memantulkan bayangannya. "Sherry," bisiknya.
Sherry adalah salah seorang dari beberapa orang utama yang membangun dan membentuk BtP.
Para pendiri BtP yang posisi mereka bahkan masih di atas pemimpin-pemimpin BtP.
Apa yang dia lakukan dengan menyimpan data Jaime dan ... Siapa sebenarnya Jaime
Hunter itu. *** Nadia sedang mandi sambil berpikir. Jika Jaime ingin meninggalkannya, mengapa
tidak" Dia juga tidak perlu lagi menjadi beban Jaime. Dia juga tidak mau merendahkan
dirinya mengemis agar Jaime melindunginya. Dia adalah the perfect copier BtP, meski
tanpa kekuatannya dia masih memiliki banyak keunggulan dan bisa melindungi dirinya
sendiri. Lelaki sombong dan arogan itu. Bertingkah seolah-olah dapat menyelesaikan semua
Rajawali Sakti Dari Langit Selatan 3 Pendekar Pulau Neraka 04 Cinta Berlumur Darah Pedang Kiri 24

Cari Blog Ini