Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara Bagian 18
setidaknya hati kami dapat bernafas lega di sana. Di tempat ini terlalu banyak orang yang
menggadaikan hati mereka untuk keserakahan, kesombongan, kekuasaan, kemunafikan, kelicikan
dan emosi rendah lainnya. Apakah seorang manusia yang tidak berhati masih terhitung
manusia" Apa itu manusia" Aku menarik nafas dalam-dalam. "Aku hanya ingin membalas dendam pada mereka,"
kataku pada Sherry. ~ 764 ~ - B L E S S E D H E A R T Sherry menatapku sedikit marah tidak suka dirinya diragukan. "Saat kamu memiliki
kekuatan Xian pun kamu tidak menggunakannya untuk kepentinganmu sendiri. Tanggung jawab
terhadap sesama dengan kekuatan yang kamu miliki, itulah yang membuatku
memilihmu." Tanggung jawab terhadap sesama atas apa yang kumiliki.
Aku memahami itu dan segera membuatku tertawa begitu keras dengan mata yang
basah. Wajahku menyinggungkan sebuah senyum dan mengeluarkan telepon genggamku sambil
mengetik beberapa hal dengan teleponku dan di sana aku melihat sebuah pesan
masuk, kiriman dari Michelle. "Saat kamu membaca pesan ini seharusnya kamu sudah mengingat dirimu dan diriku.
Jaime, selama hampir empat tahun ini apakah kamu masih mengira aku begitu getol mencari
pasangan setiap kali" Dan nangis layaknya wanita kesepian" Aku melakukan itu
semua untuk menemukan mata-mata di tubuh BtP dan juga untuk mengawasi mata-mata lain...
seperti Alphonso mata-mata Jushin, Alec mata-mata Vito.... Sudah lama aku ingin
memberitahumu hal ini, tapi saat itu kamu belum mengingat dirimu sehingga aku
terpaksa merahasiakannya." "Jaime datanglah ke tempat biasa kita sering makan. Kami sudah menyiapkan pesta
untuk merayakan kepulanganmu semoga kamu masih mengingatnya setelah hampir empat
tahun. Kami semua menunggu kedatanganmu."
"NB: Datanglah secepatnya ada yang ingin kukatakan padamu ... "
Aku melihat sebuah foto yang dikirimkan Michelle, di mana terlihat Michelle dan
lima orang alinergi BtP dari Divisi Intelijen Pusat yang merupakan teman seangkatanku.
Mereka juga teman-teman akrabku, dulu. Terlihat juga latar belakang sebuah tempat makan di
mana kami biasanya makan saat aku masih menjadi anggota BtP, aku mengenal mereka semua.
Termasuk dua orang yang kemarin dibawa oleh Michelle, Ed Ruben sang teleporter
dan Arabelle, penyembuh atau penulis kode genetik dan tiga lainnya, Millie, Kean dan
Juan. Ingatan-ingatan saat bersama mereka mengalir deras.
Aku tersenyum dan mengetik beberapa tulisan membalas pesan itu sebelum akhirnya
menutup telepon genggamku dan memasukkannya kembali ke dalam kantong. Kantongan
itu kuangkat tinggi dengan sebelah tanganku untuk diperlihatkan pada Sherry dan
Lawrence dan segera kekuatan apiku muncul membakarnya hingga menjadi debu.
"Apa yang kamu lakukan?" teriak Lawrence.
"Aku tidak membutuhkan kalian lagi," kataku tegas menatapnya dan juga Sherry,
aku tersenyum serta tertawa menghina. "Setelah aku memiliki kekuatan lebih dari BtP
dan ~ 765 ~ - B L E S S E D H E A R T sanggup untuk menghancurkan BtP, mengapa aku harus mengikuti kalian" Seharusnya
kalianlah yang mengikutiku." Aku menghilang dan muncul di belakang Lawrence,
memegangnya serta menariknya untuk dapat terbang melayang ke tengah-tengah
gedung. Lawrence berteriak, tapi terlambat karena aku sudah memaksa seluruh kekuatanku
untuk mendominasinya. Mataku menatap langsung ke mata Lawrence. "Sejujurnya aku sangat muak padamu
dari dulu. Karena kekayaanmu, kamu selalu berfoya-foya, saat menghadapi masalah kecil
saja kamu selalu mengandalkan kekuatanmu dan memamerkannya. Kamu juga sering
mengganggu para junior karena kehebatanmu. Sedikit masalah saja pada sesama
rekan anggota BtP yang tidak bisa kamu atasi, kamu pasti berbohong pada ibumu dan
menggunakan kekuasaan ibumu sebagai pendiri BtP untuk membalas dendam pada
mereka. Tidak ada kejujuran, tidak ada ketabahan, tidak ada kesederhanaan, tidak ada
keberanian, tidak ada hati yang memaafkan dan kamu bertanya mengapa ayahmu tidak mau
memberimu attunement?" Aku menggerakkan tanganku dan menamparnya sekali. "Biar aku yang
mengajarimu." Lawrence terlihat sangat marah, akan tetapi karena aku sudah meletakkan kekuatan
penuh dan mendominasinya ia hanya dapat berdiri seperti patung tidak bergerak. Sherry
marah dan menyerangku dengan gelombang energi yang dengan mudah punah karena energiku
membuat sebuah pelindung di antara kami. Lagipula saat itu terlihat Jushin
berdiri menatap marah pada Sherry sehingga dirinya tidak berani bergerak macam-macam.
Aku melanjutkan menampar Lawrence sekali lagi. "Andai saja kamu becus menjalani
kehidupanmu dan mengikuti pelatihan dari pembimbing di BtP. Tidak merasa terlalu
sombong untuk meminta pembelajaran dan kebijaksanaan dari paman gurumu, kamu
tidak akan memiliki sosok secongkak ini hingga harus berakhir di tanganku dan berakhir
seperti ini." Aku menggerakkan tanganku dan menamparnya lagi.
Aku juga tidak akan berakhir dipermainkan seperti ini oleh masalah keluarga
mereka! "Jaime lepaskan Lawrence atau aku membunuh Nadia," sahut Sherry tidak sanggup
melihat penganiayaan pada putranya, sedangkan Vito dan Xian hanya diam.
Aku tertawa keras. "Bunuh saja dia. Aku sudah mengingat segalanya dan juga dulu
saat aku diam-diam menyukai Michelle jauh sebelum mengenal Nadia. Mungkin karena itulah
kamu menyuruh Michelle mendekatiku setelah membaca pikiranku. Dan Nadia" Mengapa aku
harus memperhatikannya, kamu bisa membunuhnya sesukamu toh dia adalah anggota
BtP, Sang Perfect Copier- mu dan juga pengendaliku." Aku mendengus marah. "Aku tidak
ingin dikendalikan lagi!!!" teriakku marah yang membuat Sherry tidak berani
melanjutkan ancamannya. ~ 766 ~ - B L E S S E D H E A R T Kekuatanku segera terarah pada pikiran Lawrence dan memaksa seluruh kekuatanku
untuk menembus dinding pelindungnya. Dengan bantuan dari energi paling murni dari
semesta yang terakses melalui diriku. Energiku menghancurkan semua energi pelindungnya
dan membuat sebuah dorong angin kencang ke semua arah. Lawrence kemudian berteriakteriak dan aku segera melemparkannya dengan mudah yang membuatnya jatuh tersungkur ke
lantai. Aku tersenyum menghina padanya.
Tidak dapat menerima kenyataan dan penghinaan itu Lawrence segera bangkit
berdiri dan menggerakkan tangannya untuk mengirimkan serangannya padaku, yang bahkan tidak
dapat membunuh seekor semut pun.
Membuatku tertawa keras. "Kamu mendapatkan semua kekuatanmu dari pamanmu karena
pengaruh ibumu. Sekarang aku telah mengambil semua kekuatanmu dan aku ingin
melihat siapa dirimu tanpa semua yang kamu miliki. Apakah kamu akan menggunakan kekuatan
ibumu lagi untuk memohon dari paman-pamanmu atau menggunakan kekuatanmu sendiri
untuk bangkit?" Aku melayang turun dan berjalan ke depannya serta meninjunya
tanpa kekuatan alinergi sama sekali. Lawrence terlihat takut dan terkejut kehilangan
kekuatannya. Dia melihatku dengan sorot mata ketakutan sama sekali tidak membalasku. "Jadi
tanpa kekuatan alinergi kamu sama sekali tidak memiliki apa pun juga! Di mana hatimu
yang pantang menyerah! Di mana keberanianmu yang kamu katakan kamu miliki lebih
dariku!" teriakku kesal. Karena dia, makhluk berhati pengecut ini aku jadi terjebak dalam
kerumitan ini. Aku mengarahkan mataku pada Sherry yang marah, Vito, Xian, Almaria dan Jushin.
"Aku akan melenyapkan kalian semua," kataku marah. "Setelah itu aku akan menjadi
penguasa tunggal atas ketiga kelompok dan juga diri kalian. Jika kalian berpikir
aku akan selamanya menjadi budak kalian yang dapat digerakkan sesuka hati kalian"
Kukatakan sekarang akulah yang sudah tidak membutuhkan kalian lagi." Aku menatap pada
Sherry, "Aku akan menghancurkan dirimu dan kemudian mengambil alih BtP."
Mataku kemudian berbalik tertuju pada Vito mentapnya erat-erat. "Dan aku akan
mengambil alih Kelompok Mafia."
Vito malah tertawa dan menepuk pahanya, "Kebetulan sekali anak muda, pintunya
selalu terbuka untukmu. Lagipula aku tidak pernah berencana untuk memegang kelompok ini
seumur hidupku. Semakin cepat kamu mengambilnya malah semakin bagus buatku
asalkan kamu membiarkanku hidup tenang."
Aku sedikit tertegun padanya. "Kelompok 3rd," kataku melihat pada Jushin dan
Almaria, "Aku akan mengambil alih semuanya."
~ 767 ~ - B L E S S E D H E A R T "Ambil saja semuanya," kata Jushin hampir sedikit marah." Almaria sudah
kehilangan kekuatannya dan aku sudah tidak berniat melakukan apa pun lagi." Air mata Jushin
jatuh sedikit. "Semakin cepat kamu mengambilnya, semakin bagus." Mulutku ternganga dan
menatap pada Xian. "Kalau kamu mau mencari posisi pemimpin BtP tertinggi, kupikir tempat itu masih
kosong," kata Xian. "Aku dapat merekomendasikanmu."
Sherry menatapku penuh kebencian.
"Jaime?" Aku mendengar suara itu, suara yang menggetarkan jiwaku. "Nadia," kataku
melihatnya penuh kerinduan dan kecemasan menatap pada kedua bola matanya yang sedang
melihatku dari kursi rodanya. "Jaime," kata Nadia berdiri dari kursi roda dan berlari ke arahku dengan kedua
tangannya terbuka dan aku segera memeluknya begitu mendamba.
"Nadia," bisikku betapa menginginkannya. "Nadia...Nadia...."
Isak nangis Nadia terdengar dalam pelukanku. "Aku takut," kata Nadia. "Mereka,
mereka menangkapku." Aku mengelus kepalanya dan berkata, "Aku tahu, maafkan aku yang terlambat
menemukanmu." Nadia terus menangis dan aku terus memeluknya dengan lembut untuk menenangkan
dirinya. Sesaat kemudian isak tangis Nadia semakin melemah dan aku mencoba menatap
wajahnya serta mencium air mata di pipinya. "Nadia," bisikku lembut. "Aku menemukan
cincinmu kembali," kataku dan dengan kekuatanku aku mencabut cincin miliknya dari
rantaiku langsung tanpa membuka ikatannya serta menyerahkannya pada tangannya yang
langsung digenggam olehnya. Aku melihat air matanya untuk yang ke sekian kalinya. Menderita dan menangis
tersiksa hanya karena diriku. Tanganku bergerak menyentuh pipinya dan menghapus air
matanya kemudian memeluknya sepenuh hatiku.
"Nadia lupakanlah aku, " bisikku.
Aku tidak tahu sudah berapa banyak penderitaan yang kuberikan padanya karena
semua ini. Aku pantas dibenci olehnya dan aku seharusnya membebaskan kutukan yang telah
kuberikan padanya karena telah mencintaiku. Kelak di depan nanti aku ingin dia bebas dan
menemukan orang yang pantas untuknya, bukan diriku yang pengecut ini.
~ 768 ~ - B L E S S E D H E A R T Air mataku mengalir. Bukan diriku yang akan menyiksanya karena terlalu mencintainya.
Tubuh Nadia dalam pelukanku menegang dan seketika jatuh tertidur. Seluruh
ingatannya tentang pernah berada di Divisi Penelitian dan saat bersamaku yang mengenaliku
sebagai pria bertopeng, alpha dan orang yang menghabiskan waktu bersamanya di penginapan
sudah putih bersih. Dia tidak akan mengingat diriku lagi, mungkin jika pada akhirnya dia
mengingatku. Dia hanya akan mengenalku sebagai seorang pelayan dan bartender Kafe Eve. Aku
memeluk tubuh Nadia yang hangat dan lembut dalam pelukanku tidak ingin melepaskannya.
Sialan, aku membenci semua ini, aku membenci akhir seperti ini, aku membenci
tidak dapat bersama dengan Nadia tapi begitu banyak nyawa dan masa depan bergantung pada
diriku yang kecil ini, aku tidak mau membahayakan Nadia untuk apa pun juga. Tapi aku
Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akan selalu ada untuknya, melindunginya dengan segenap nafasku.
Aku mengangkat tubuh Nadia dan mengerahkan kekuatanku untuk meneleportkannya ke
atas tempat tidur di kamar asramanya. Melihat jejak tubuh dan kehangatannya yang
menghilang dari kedua tanganku membuat diriku merasa begitu sakit. Tapi aku harus tetap
tabah menjalani semua ini. Aku berdiri dan marah menatap pada Vito, Xian, Sherry, Jushin dan Almaria. "Aku
tidak perduli dengan semua kekuasaan kalian, hari ini kalianlah yang lenyap atau
diriku!" Dan aku menerjang pada Xian dengan segenap kekuatanku.
*** "Apa yang ditulis Jaime?" tanya Arabelle.
"Selamat tinggal," kata Michelle menatap layar telepon genggamnya.
"Cuma itu?" Michelle menggangguk dan membaca tulisan itu sekali lagi tiba-tiba saja air
matanya terjatuh di pipinya. ~ 769 ~ - B L E S S E D H E A R T EPILOG Terdengar suara ramai burung berkicau dan aku terbangun di dalam tenda
sederhanaku. Kedinginan dan bersin beberapa kali sebelum berjalan keluar dari tenda sambil
memeluk tubuhku yang mengigil menyambut udara dingin dan melihat kabut di sekelilingku.
Aku melihat rumahku yang sudah berdiri setengahnya dan berharap agar rumah itu cepat
selesai. Berdiri kedinginan menatap rumah itu aku mendesah dan masih mengingat dengan
jelas jika rumah sebelumnya rubuh karena ... karena ....
Aku tidak ingat. Baiklah, aku sudah melupakannya. Yang pasti rumah sebelumnya terbakar dan rubuh
kemudian BtP berbaik hati mau menggantinya. Tapi berkat mereka aku bisa
mendapatkan tempat tinggal baru. Dengan tubuh menggigil aku memasuki kamar mandi untuk
membersihkan tubuh dan saat keluar aku menemukan seorang pekerja berusia empat
puluhan yang juga hendak memakainya. "Yo Jaime," panggilnya yang segera kubalas
sapaannya. Aku segera memasuki tenda untuk mengganti pakaian, memakai sepatu dan mengambil
benda lainnya untuk bersiap-siap kerja. Tak lama kemudian aku sudah keluar dari
tenda dan berjalan menjemput sepedaku yang terikat pada sebuah pohon di belakang rumah.
Menaiki dan mendayungnya untuk berangkat pergi bekerja ke Kafe Eve. Di sepanjang jalanan
yang masih berkabut putih, sayup-sayup terdengar suara ombak memecah. Aku mengayuh
sepedaku menaiki jalanan mendaki, pagi ini suasananya terasa berbeda dengan
hari-hari sebelumnya. Aku merasakan sesuatu yang kosong dalam hatiku dan juga merasa
sebuah beban yang terlepas dari diriku yang kini membuatku merasa begitu ringan dan
bebas. ~ 770 ~ - B L E S S E D H E A R T Menarik nafas dalam-dalam, aku menyentuh dadaku, merasakan debar jantungku dan
harus mengakui bahwa aku merasa kehilangan sesuatu dan merindukannya.
Tapi aku tidak tahu apa yang telah hilang dari diriku.
Kakiku terus mengayuh menaiki jalanan mendaki yang sudah kukenal begitu lama,
tanpa terasa waktu telah berlalu dan kini sudah mendekati tahun keempat aku bekerja di
Kafe Eve. Kuharap semuanya dapat berjalan lancar, mungkin saja setelah aku punya simpanan
yang cukup aku akan dapat membuka kafe sendiri atau mungkin kelak akan terus bekerja
membantu Master dan Madame mengurus Kafe Eve setelah mereka pensiun, sejak
mereka hanya memiliki diriku dan Susan.
Bukan hal yang jelek. *** Nadia terbangun di kamarnya dan tidak mengerti mengapa semua orang bertanya ke
mana ia pergi jika yang diingatnya hanyalah ia sedang berada di kamar. Pagi itu dia juga
harus cukup terkejut saat melihat gedung-gedung di Markas Besar BtP yang hancur, tidak
mengetahui apa pun yang telah terjadi. Waktu berjalan perlahan dan kepergiannya untuk ke BtP Pusat akhirnya semakin
dekat. Ia sudah membuat pesta kecil-kecilan perpisahan pada Angelina, Gris dan teman-teman
lainnya di kantin asrama BtP. Ia akan segera menjadi finder atau mindreader dan harus
berhasil menguasai salah satu kemampuan itu.
Tidak ada alasan untuk gagal.
Nadia melihat kamarnya yang akan segera ditinggalkannya dan merasakan sedikit
kehampaan. Ia menyentuh dadanya serta mendesahkan nafasnya, jantungnya berdetak merindukan
sesuatu dan memberikan perasaan sedih padanya karena telah kehilangan sesuatu. Akan
tetapi ia tidak ingat apa yang telah dihilangkannya.
Sebuah kerinduan pada seseorangkah"
Ia melihat sebuah cincin dalam genggamannya, cincin putih dengan empat buah
permata kecil yang membuat perasaannya merindu dan hati yang bergejolak dengan berbagai
emosi, sedih, sakit dan hangat menyenangkan. Ia tidak mampu mengingat siapa yang telah
memberikan cincin ini padanya, tapi ia tahu, ini adalah cincin untuknya dari
seseorang dan jauh dalam hatinya ia masih mengingat bayangan pria itu secara samar meski
otaknya menolak memberi jawaban. ~ 771 ~ - B L E S S E D H E A R T Nadia mengambil cincin putih itu dan melihat di baliknya terukir tulisan, "Love
U ForEver," dan mendesah lemah. Apakah ada yang akan selalu mencintainya"
Air mata Nadia menetes di pipinya tanpa diketahui alasannya.
*** Hari demi hariku berjalan seperti biasanya. Aku datang ke Kafe Eve, bekerja,
membuat minuman, membersihkan ruangan kafe dan seterusnya. Hanya saja perasaanku
memasuki tempat ini dalam beberapa hari terakhir terasa berbeda. Aku menatap meja bar
yang sudah bersamaku hampir empat tahun, menatap botol-botol minuman, menatap kursi dan
meja pelanggan yang kosong sambil mengelap gelas-gelas koktail.
Berapa kali pun aku melihat sekeliling, kini semuanya terasa begitu hampa. Aku
merasa telah kehilangan sesuatu yang sangat berharga sekali, sesuatu yang selalu dapat
menghangatkan jiwaku, sebuah senyuman yang akan mencerahkan hatiku. Terkadang aku menatap pada
sebuah tempat duduk di depanku yang kukira akan ada seseorang di sana sedang
tersenyum hangat padaku, tapi hanya mendapati sebuah kursi kosong yang dingin. Hatiku
menjerit-jerit akan sebuah bayangan yang tidak dapat kuingat, tapi membuatku begitu
merindukannya. Hatiku menjadi begitu sedih dan tanpa sadar air mataku mengalir di pipi.
Apa yang telah kuhilangkan"Mengapa kehidupanku terasa menjadi begitu hampa dan
meyakitkan" Siapa sebenarnya bayangan yang sedang dirindukan oleh hatiku"
*** "Nadia, persiapkanlah barang-barangmu kita akan berangkat besok pagi," kata
Ketua divisinya. "Baik," jawab Nadia menerima sebagian berkas-berkas dirinya dan keluar dari
kantor Ketua divisinya, Ia terus berjalan melalui lorong panjang untuk keluar dari dalam
gedung yang segera disambut udara segar dan matahari yang bersinar lemah. Nadia berjalan
sambil menatap puing-puing gedung Divisi Penelitian dan gedung Polisi Khusus BtP yang
terbengkalai begitu saja karena hampir seluruh staf dan orang yang bertanggung
jawab atas kedua divisi ini sedang dalam perawatan. Sedangkan pembersihan puing-puing pada
gedung Divisi Keamanan dan salah satu gedung Divisi Kesehatan Markas Besar BtP berjalan
dengan cepat dan lancar karena banyaknya alinergi di pihak mereka yang bekerja dengan
kekuatan penuh. Nadia mengingat beberapa hari lalu ketua divisinya dan beberapa pemimpin divisi
memanggilnya khusus untuk menanyakan tentang ingatannya akan selama dua hari
yang ~ 772 ~ - B L E S S E D H E A R T terlupakan. Yang menurut mereka, dirinya telah ditangkap oleh Polisi Khusus BtP
dan dimasukkan ke dalam Divisi Penelitian selama dua hari. Tapi Nadia sama sekali
tidak dapat mengingat apa pun juga untuk waktu dua hari tersebut. Ketua divisi dan pemimpin
divisi hanya bisa menduga bahwa trauma yang dialami dirinya selama di dalam Divisi
Penelitian terlalu berat dan menyakitkan sehingga tanpa sadar dirinya maupun bawah sadarnya
melupakan semua kejadian menyakitkan itu.
Kembali Nadia menatap puing-puing Divisi Penelitian dan mengingat kembali
perkataaan Ketua divisinya, "Seseorang telah memasuki BtP seorang diri dan menghancurkan
empat gedung dalam Markas Besar BtP hanya untuk berusaha menemukan dirimu."
Siapakah yang mencarinya"
Hati Nadia terasa merindukan seseorang tapi ingatannya tidak dapat menemukan
siapa pria itu. Tangannya menggenggam cincinnya erat-erat dan berjongkok di tengah-tengah
lapangan BtP menahan rasa sakit di dadanya dan air matanya mengalir. Mengapa ia dapat
melupakan orang yang begitu penting baginya, pikirannya tidak dapat mengingatnya tapi
hatinya dan dadanya terasa sesak penuh kerinduan akan kehadiran pria itu.
Siapa yang sedang dirindukan oleh hatinya" Mengapa semua ini terasa menyakitkan"
*** "Jaime, apakah kamu sudah tua dan mulai pikun?" tanya Madame yang selalu terusterang mengatakan isi pikirannya.
"Aku" Kupikir tidak," kataku jujur. "Lagipula apa yang kulupakan" Bukankah itu
hal biasa jika kita hanya ingat beberapa hal saja dalam setahun apalagi jika ruang
lingkupku hanyalah kafe dan rumahku?" "Tapi kamu bahkan melupakan Michelle!" kata Madame tidak percaya.
"Michelle, ponakan paman yang tukang mabuk" Lihat bukankah aku mengingatnya,"
protesku dengan bangga menatap Madame.
"Aku tidak tahu apa alasan kamu menjauhinya dan Michelle juga tiba-tiba
memanggilmu begitu formal.kalian seperti orang yang baru mengenal saja." Madame menatapku
sambil berspekulasi. "Apakah ini semua karena kamu sudah menyakiti hatinya kemarin dan
membuatnya menangis sehingga kalian memutuskan untuk saling menjauhi?"
Aku meringis. "Kupikir kami sama sekali tidak pernah akrab."
"Bukannya, dia yang memberikanmu laptop mahal?" protes Madame.
~ 773 ~ - B L E S S E D H E A R T "Ayolah Madame, aku tidak ingat aku pernah diberi sesuatu olehnya," jawabku
sesungguhnya. "Lagipula aku pasti tidak akan pernah melupakan jika pernah
diberikan laptop mahal. Madame selama empat tahun ini aku sama sekali tidak memiliki sebuah
laptop pun, hanya ada komputer tua dan itu pun sudah terbakar."
"Baiklah, baiklah," kata Madame menyerah dan mengangkat kedua tangannya yang
gempal ke atas. "Entah kamu yang semakin pikun atau aku yang tua ini sudah pikun, kamu
bahkan tidak ingat pernah membersihkan kamar Michelle, jangan katakan kamu pun
melupakan Nadia?" kata Madame.
"Nadia?" aku mencoba berpikir keras. "Aku tidak mengenal nama itu."
Tapi hatiku berdetak bereaksi atas nama itu.
*** Michelle sedang duduk di dalam sebuah kamar hotel sementaranya di Viginia selama
apartementnya diperbaiki. Ia terlihat meneguk beberapa minuman langsung dari
botolnya sambil melihat LXX yang diberikannya pada Jaime. LXX itu diambil kembali olehnya
sesuai perintah dari atasannya untuk mencoba membuka isinya yang kemungkinan besar
memiliki data para alinergi non-BtP.
Kemarin dia sudah menemui Jaime dan ... dan ... Jaime melihatnya seperti tidak lagi
mengenalnya. Albert, pimpinannya hanya menyampaikan pesan bahwa Jaime sudah
kehilangan kekuatan dan melupakan banyak hal. Dirinya sudah dibebas-tugaskan
dari menjaga Jaime. Air mata Michelle mengalir. Bagaimana dia bisa melupakan Jaime jika selama ini
dia telah terbiasa bersama dirinya" Bagaimana dapat melupakan Jaime jika hatinya masih
tulus mencintai Jaime" Dan bagaimana bisa Jaime dengan mudah melupakan dirinya yang begitu dalam
mencintai Jaime. Michelle melempar botol kosongnya ke dinding ruangan hotel dan
Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memecahkannya membentuk sebuah cairan merah di dinding. Kemudian menundukkan tubuhnya menangis
keras. "Jaime... Jaime...." isaknya. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi.
*** Nadia memutuskan untuk berjalan pulang menuju ke asramanya, menikmati
kesendirian dan menyisir jalanan yang dilewatinya hampir setiap pagi dan sore selama hampir
setahun ini ~ 774 ~ - B L E S S E D H E A R T untuk ke terakhir kalinya. Udara bertiup hangat dan awan menutupi matahari
memberikan suasana dan keteduhan yang menyenangkan untuk berjalan pulang ke asramanya. Ia
menatap Kafe Eve di seberang jalan dan melihat kafe kecil yang cantik itu, pernah
beberapa kali ia menikmati makan siang di tempat itu bersama Gris dan Angelina. Tangannya
bergerak menyentuh dadanya merasakan munculnya sebuah perasaan hangat ingin mengunjungi
kafe itu, tapi tubuhnya hanya dapat berdiri menatap dari kejauhan, karena ia tidak
dapat memikirkan alasan apa pun untuk diri pergi menuju ke tempat itu.
Saat itu terlihat olehnya seorang pria menaiki sepedanya dari arah belakang kafe
dan meluncur menuju ke arahnya untuk memasuki jalanan. Pria itu menatapnya sekilas
dan terus melaju melewati dirinya dengan mengendarai sepedanya. Jantung Nadia berdebar
kencang dan nafasnya serasa berhenti saat melihat pria itu meliriknya sejenak dan
melewatinya. Matanya terus terkunci pada pria itu dan terus mengikuti bayangan belakang tubuh
pria itu hingga untuk sesaat terlihat sepeda pria itu berhenti.
Jantung Nadia berdetak keras dan terdiam berdiri menatap punggung itu. Merasa
dirinya begitu mengenal punggung itu dan hatinya meleleh terisi dengan sebuah perasaan
hangat dan merindu. *** Saat aku hendak pulang, aku melewati seorang gadis yang menatap ke arahku,
seorang anggota BtP tepatnya dengan seragam dan ikat lengannya. Gadis itu menatapku
dengan tatapan yang membuat perasaanku menjadi kacau. Saat melewatinya, tubuhku dan
perasaanku segera menjerit bergetar menginginkannya. Otakku mendadak menjadi
kacau. Tak lama melewatinya dengan dipenuhi oleh perasaan yang kacau dan sesak, aku
menekan kedua rem sepedaku dan menghentikan sepedaku untuk menarik nafas dalam-dalam.
Aku juga sudah setengah gila saat nekat untuk menatap ke belakang melihatnya,
seorang gadis cantik yang sedang berdiri menatap ke arahku .
Aku membencinya namun perasaanku begitu menginginkannya. Hatiku berdebar-debar
menjeritkan nada-nada yang tidak dapat dipahami oleh otakku.
*** Nadia duduk di depan kamarnya, menatap ruangannya yang sudah kosong. Seorang
utusan dari BtP sedang membantunya membawa dan memasukkan barang-barang bawaannya
memasuki bagasi mobil yang sedang menunggu di depan asrama untuk mengantarnya
menuju ke Markas Besar BtP. Tepatnya menuju ke lapangan pacunya di mana pesawat
yang akan mengantarnya ke BtP Pusat akan berangkat dalam satu jam.
~ 775 ~ - B L E S S E D H E A R T Berjalan keluar dari asrama yang sudah dilewatinya ratusan kali membuat
perasaannya gundah, ia akan meninggalkan semuanya namun akan kembali lagi dalam setahun.
Tubuhnya memasuki mobil yang mulai bergerak keluar dari asrama dan memasuki jalanan.
Matanya menatap ke sekeliling, tepat saat kendaraannya akan melewati Kafe Eve. Ia
merasakan detak jantungnya meningkat kembali, meski di dalam pikirannya ia tidak dapat merasakan
adanya sesuatu yang penting atau istimewa akan tempat itu ... akan tetapi...
"Hentikan mobilnya," bisik Nadia tanpa sadar.
"Ya?" tanya supirnya.
"Aku ingin membeli beberapa barang di kafe itu apa kita bisa berhenti di sana
sebentar?" tanya Nadia meski tidak mengetahui apa yang ingin dibeli. Ia hanya ingin singgah
di tempat itu untuk yang ke terakhir kalinya meski ia tidak mengetahui alasannya tapi
detak jantungnya benar-benar menginginkannya.
"Cringg!!!" suara pintu terbuka. Suara yang memberikan perasaan akrab
ditelinganya dan seolah-olah memberitahunya ada sesuatu yang indah akan menyambutnya setelah
suara itu berhenti bergema. "Selamat Datang," sambut sebuah suara yang membuat Nadia melihat ke arah Master.
Orang tua pemilik Kafe yang menyambutnya dengan sebuah senyuman lembut. Bukan sambutan
yang dirindukan hatinya dan membuatnya merasa sedikit kecewa. "Oh, Nadia apakah
kamu akan berangkat hari ini?" tanya Master tersenyum.
Bagaimana dia mengetahuinya" Tatap Nadia bingung pada orang tua pemilk Kafe,
"Iya," balas Nadia. "Jaime ada di dapur, masuklah ke belakang," tambah Master kembali tersenyum
lembut padanya. Aku tidak ingat jika aku seakrab ini dengan pemiliknya dan Jaime" Nama itu
sedikit banyak mengetarkan jiwanya. Nadia tersenyum dan ragu sejenak, ia jelas tidak tahu alasannya ia menuju ke
Kafe Eve, mungkinkah ia ingin mencari seseorang" Nadia menatap seluruh isi Kafe dan sebuah
perasaan hangat menyergap dirinya. Ia menyentuh sebuah kursi bar dan menatap ke
dalam meja bar. Sekilas bayangan melesat tapi langsung menghilang. Hatinya berdenyut
hangat merasa jika ia duduk di tempat ini, maka ia akan selalu mendapatkan sebuah
senyum dan kedamaian dari seseorang di balik meja bar, tapi dia tidak mengingat siapa yang
memberikannya. Kaki Nadia pun melangkah ke dalam dapur di sana ia melihat
seorang lelaki sedang mencuci piring. ~ 776 ~ - B L E S S E D H E A R T Pria yang bersepeda kemarin" Mengapa jantungnya berdetak begitu keras dan ingin
berlari ke dalam pelukan pria itu. Tubuhnya terasa tertarik oleh kerinduan yang begitu
mendalam dan merasa hanya di dalam pelukan pria itulah ia bisa beristirahat dan menemukan
tempatnya. *** Aku sedang mencuci piring pada saat seorang gadis muda masuk.
Gadis yang cantik, gadis yang kemarin yang menatapku dan membuat perasaanku
kacau. Kini menatapnya memasuki ke dalam ruangan dapur membuatku merasa aku menemukan
kembali apa yang selama ini hilang dari tempat ini dan dari dalam hatiku. Merasa
dirinya seharusnya ada di tempat ini untuk melengkapi dan menyempurnakan diriku. Hati
dan perasaanku bergejolak hebat membuatku ingin melompat ke sisinya dan memeluknya
akan tetapi pikiranku secara tiba-tiba bergerak ke arah berlawanan dari perasaanku
dan membangkitkan sebuah pikiran tidak suka atau membencinya tanpa alasan jelas.
Bukan sebuah kebencian yang mendendam atau berlandaskan amarah, akan tetapi
sebuah kebencian yang membuat hatiku ingin menangis.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyaku dengan nada sedikit marah karena
perasaanku yang kacau ingin membuatnya segera menjauhiku meski perasaanku begitu
merindukannya. "Ini bukan tempat yang boleh sembarangan dimasuki."
"Nadia!" panggil Madame tersenyum cerah sambil memasuki dapur. "Apa kamu mencari
Jaime?" Mencariku" "Jaime" Apa yang kamu lakukan" Nadia sudah mau berangkat siang ini, kalian tidak
akan bertemu dalam setahun lagi," kata Madame mencoba mengingatkanku. "Dan tinggalkan
saja piring-piring itu, mereka bisa menunggu."
Nadia" Setahun"
Jantungku berdebar merasa sakit dan sedih tanpa alasan, meski pikiranku
membencinya. Namun akhirnya aku juga meninggalkan piringku dan menatapnya serta keluar dari
belakang pintu dapur yang diikuti oleh gadis itu.
Saat di luar kami berdua berdiri berhadap-hadapan dan aku sama sekali tidak
mengerti apa yang akan aku lakukan karena hati dan perasaanku begitu kacau. Jika harus jujur,
hatiku merindu dan merasa begitu mengenalnya, akan tetapi pikiranku membencinya dan
~ 777 ~ - B L E S S E D H E A R T memaksaku untuk menjauhinya. Yang pastinya aku tidak mengenalnya dan kemungkinan
besar dirinya juga tidak mengenalku karena dia terlihat canggung.
Dia menatapku dalam hening panjang dan lidahku juga terasa kelu, kemudian tak
berapa lama dia berbalik begitu saja dan melangkah begitu saja melewatiku.
"..." Aku merasakan sebagian dari diriku menghilang terputus jauh dariku begitu saja.
Hatiku terasa menjerit. "Tunggu," kataku mendadak tidak mengerti dan kakiku sudah
melangkah untuk memeluk dirinya dari belakang. Aku tidak tahu mengapa tapi air mataku
mendadak mengalir sendiri, hatiku terasa begitu sakit sambil memeluk tubuhnya dari
belakang untuk beberapa saat. Hingga saat pikiranku kembali waras aku segera melompat mundur. "Maaf," kataku
canggung. "Aku ... aku tidak tahu mengapa aku memanggilmu dan memelukmu... aku
tidak bermaksud untuk kurang ajar padamu... aku ... aku ..." Perasaanku terasa begitu
sakit dan baru menyadari aku bahkan menangis sehingga tanganku buru-buru mengusap air
mataku dengan malu sekali dan mencoba tertawa. "Maaf, mataku kemasukan debu," kataku
mencoba berbohong. Gadis itu berbalik dan berjalan mendekatiku menatapku dengan dua bola matanya
yang indah dan untuk sesaat aku merasa kami begitu akrab. Dia berkata lirih, "Kamu cengeng
sekali." Tangannya menyentuh lembut pipiku.
Aku menelan ludahku dan otakku menjadi kosong menatapnya. "Sudah kukatakan,"
kataku tergagap, "Mataku kemasukan debu." Air mataku mengalir dan setiap sentuhannya
terasa menyiksa diriku dan hatiku begitu ingin menjerit...
"Aku mencintaimu dan merindukanmu."
Gadis itu menatapku dengan cara yang dapat meledakan seluruh diriku dan semakin
mendekat padaku perlahan-lahan. Sangat dekat hingga aku dapat merasakan
kehangatan nafasnya. Ia menatapku langsung dengan mata polosnya, tanpa malu-malu dan
memelukku. "Jangan menangis lagi," bisiknya lembut dan aku dapat merasakan air matanya ikut
mengalir. Aku memeluknya merasakan kehangatan tubuhnya, aroma harum tubuhnya dan lembut
rambutnya. Rasanya sudah begitu lama aku memimpikan hal ini, rasanya tubuhku
mengenali tubuhnya, jauh dalam hatiku aku mengenalnya begitu dekat dengan tempatku
seharusnya berada. "Aku begitu merindukanmu," kataku lirih tanpa sadar.
~ 778 ~ - B L E S S E D H E A R T Tubuh Nadia tergetar dan aku segera mendorongnya sambil terkaget-kaget dan
segera menatapnya kembali. "Maaf," kataku, "Aku baru bertemu denganmu pertama kali dan
aku tidak mengerti tapi... tapi ... maaf otakku dan perasaanku kacau..."
Aku tidak tahu" Tapi aku begitu merindukannya dan sekaligus menderita.
Gadis itu terlihat tertawa dan mencoba mengusap air matanya sendiri. "Aku juga
merasa aneh," katanya mencoba tertawa dan mendadak melihat ke arahku. "Apakah itu
cincinmu?" tanya Nadia yang melihat sebuah cincin putih tergantung di rantaiku.
"Kupikir demikian," kataku. "Aku tidak ingat pernah memilikinya tapi yah, ini
milikku." "Apakah ada tulisan di belakangnya?" tanya gadis itu.
Aku menggaruk kepala sebentar. "Aku tidak mengingat jika ada." tanganku
melepaskan kalung itu dan mengeluarkan cincin putih tersebut dengan bantuan cahaya matahari
aku mencoba membaca tulisan di belakangnya dan tertawa keras.
"Apa yang tertulis?" tanyanya penasaran.
"Kamu bisa membacanya," kataku menyerahkan cincin itu padanya dan gadis itu
menyipitkan mata melihat tulisan di belakangnya.
"Kupikir cincin itu memaksaku untuk harus terus memakainya hingga saat aku
meninggal," kataku tersenyum geli dan hatiku terasa bahagia. Nadia juga segera tertawa
begitu keras dan terlihat air matanya kembali jatuh.
Sebuah klakson berbunyi di depan.
Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Maaf aku harus pergi," kata Nadia menyerahkan cincinku kembali dan dia segera
berbalik untuk pergi... Dengan setengah dari hatiku.
Aku tidak mengenalnya, tapi aku merasa berat saat melihatnya pergi, kembali
tanganku tanpa sadar menangkap sebelah tangannya. "Apakah kamu akan kembali?" tanyaku berbisik.
Nadia berbalik, menggengam rapat tanganku dan menatapku untuk kemudian
mendekatiku serta mencium bibirku dan berbisik lembut, "Aku akan kembali."
*** Kembali pada beberapa hari sebelumnya.
Saat aku nekat menyerang Xian dengan seluruh kekuatanku, dia melakukan sesuatu
dengan mengirimkan sebuah gelombang energi besar yang menyebabkan sebuah bentrokan
energi ~ 779 ~ - B L E S S E D H E A R T antar kami berdua. Membuat ledakan angin keras ke semua arah dan menahan tubuhku
untuk dapat bergerak ke depan. Saat aku hendak mengerahkan kekuatanku lagi, mendadak
Xian berkata, "Jaime bersabarlah sebentar lagi, kita akan bertarung jika kamu
menginginkannya tapi aku ingin memintamu untuk menahan diri sebentar dan membantuku."
Menarik nafasku dalam-dalam, aku menatapnya menunggu perkataannya yang berikut.
"Jaime, apakah kamu masih mengingat cerita kakek tua pendongeng padamu waktu
kamu masih kecil yang menyerupai keadaan saat ini" Aku harap kamu mau mengingatnya
dan mengirimkannya ke dalam pikiran kami agar kami semua dapat ikut melihatnya,"
kata Xian menatapku dengan tatapan lembut.
Aku tidak mengetahui maksud Xian, tapi Kakek tua pendongeng itu adalah pujaanku
dan aku mendengar begitu banyak cerita darinya pada saat diriku kecil. Akan tetapi
cerita untuk mereka yang menyerupai keadaan ini" Mendadak aku mengingat sesuatu yang mirip
dengan keadaan saat ini dan mengingatkanku kembali ke ingatan yang sudah sangat lama.
*** Saat itu aku masih kecil dan baru pulang dari sekolah dasar di siang hari.
Memang aku hampir selalu menyempatkan diriku untuk duduk di samping kakek pendongeng yang
sedang memancing di sungai sebelum kembali ke rumah. Berharap kakek itu mau
menceritakan satu atau beberapa cerita dongeng untukku seperti biasanya dan menghibur diriku
dengan dongeng-dongeng indahnya.
Saat itu Kakek pendongeng mendadak menatapku untuk waktu cukup lama dengan
matanya yang terang dan berkata, "Jaime, ingatlah cerita ini. Di suatu saat di masa
depan nanti kamu akan bertemu dengan empat orang tua bodoh yang sudah kehilangan hatinya karena
telah menggadaikan hatinya pada hal lain."
"Oh ya?" tanyaku tertarik mendengar cerita itu. " Memangnya hati bisa
digadaikan?" Kakek Pendongeng tertawa, "Tentu saja, terutama saat kamu mengingkari kata
hatimu dan mengikuti hal yang tidak seharusnya kamu lakukan. Saat itu kamu telah
menggadaikan hatimu." "Jadi dengan apa mereka gadaikan hati mereka?" tanyaku.
Kakek itu menarik nafas dalam-dalam dan mulai bercerita, "Yang pertama
menggadaikan kejujuran hatinya dengan kebohongan demi sebuah keinginan akan kemenangan dari
saudarinya sendiri. Yang kedua menggadaikan kesederhanaan hatinya dengan
keserakahan dan kesombongan demi untuk mengejar kekuasaan semu. Yang ketiga menggadaikan
hatinya yang lembut dan pemaaf dengan kebencian dan kelicikan demi sebuah dorongan balas
~ 780 ~ - B L E S S E D H E A R T dendam yang salah. Sedangkan yang keempat menggadaikan keberanian hatinya dengan
kepengecutan demi untuk menjaga kenikmatan dunianya. Dia melumpuhkan hatinya
dengan lari dari tanggung jawabnya di dalam kehidupan serta membutakan mata hatinya
untuk melihat kebenaran dan kepantasan atas tindakannya."
"Apakah mereka mendapatkan sesuatu yang lebih baik dengan menggadaikan hati
mereka?" tanyaku bingung. Kakek itu mendesah dan menatap ke atas langit. "Saat seorang manusia menukarkan
kebersihan dan kekayaan hatinya yang merupakan sumber dan pembawa kedamaian
serta kebahagiaan dalam hidupnya, dengan keburukan dan kejelekan atau dengan alasan
apa pun juga, mungkin mereka akan mendapatkan kekayaan atau hal yang mereka inginkan.
Akan tetapi hanya kesedihan, penderitaan, rasa bersalah, ketidak jujuran dan
ketakutan yang akan selalu mengikuti kehidupan mereka. Tidak akan ada lagi kedamaian yang dapat
mereka cicipi sepanjang hidup mereka. Karena merela telah kehilangan hati mereka."
"Apakah ada orang-orang bodoh seperti itu, Kek?" tanyaku tidak memahami mengapa
ada yang mau menukar sumber kedamaian dan kebahagiaan hidup mereka dengan hal-hal
yang begitu buruk. Kakek pendongeng menarik nafas dalam-dalam dan sambil menatap pada tongkat
pancingnya. "Jaime, suatu hari nanti saat kamu bertemu mereka, beritahulah pada mereka,
kehidupan ini hanyalah sebuah sarana dan panggung sandiwara untuk memahami arti dan tujuan
dari kehidupan setiap manusia. Yaitu untuk selalu mengingat Tuhan Yang Maha Kuasa
selalu mengasihi dan menyayangi mereka. Tidak seharusnya mereka terikat pada semua
masalah di dunia ini dan menggadaikan hati mereka dengan dendam, iri, kesombongan dan
melupakan hati mereka yang diberikan oleh Tuhan untuk mereka jaga."
"Orang-orang yang malang," kataku seenaknya sambil mengambil batu dan melempari
sungai. "Hidup hanya bergelimang emosi-emosi jelek pasti sangat tidak
menyenangkan. Mereka tentunya orang-orang bodoh."
"Benar, orang-orang tua yang bodoh semakin tua semakin bodoh," kata Kakek
pendongeng tertawa dengan memperlihatkan giginya yang ompong. "Tapi aku menyayangi mereka,"
kata Kakak pendongeng dan aku dapat melihat mata lembut darinya.
"Kakek, siapakah mereka?" tanyaku setelah melihat tatapan lembut itu.
Kakek pendongeng tersenyum padaku. "Mereka adalah murid-muridku yang bodoh.
*** ~ 781 ~ - B L E S S E D H E A R T Aku mengingat hal itu sudah lama sekali, belasan tahun yang lalu bahkan sebelum
adanya hujan energi. dan kini aku melihat pada Xian yang sedang menutup mata. Vito juga
menutup mata sambil menyinggungkan sebuah senyum sedih dan terlihat setetes air mata di
sudut matanya. Almaria menangis tersedu-sedu menyebut, "Guru... Guru..." beberapa kali.
Sherry terlihat terguncang dan mengigit bibirnya sedikit ketakutan dan Jushin menutup
mata meneteskan air mata yang mengalir deras dan terisak hanya dapat berbisik lirih,
"Guru..." Apakah itu berarti benar kakek pendongeng adalah guru mereka"
Xian membuka mulutnya, "Kalian mungkin ada yang tidak menerima saat aku
memberikan attunement terakhir pada Jaime daripada untuk Lawrence darah dagingku sendiri.
Dulu aku sudah pernah bertanya pada Guru mengenai hal ini."
Dan kemudian beberapa bayangan muncul dalam pikiranku dan mungkin pada semua
pikiran orang di sini... Terlihat Xian masih begitu muda dan kakek pendongeng itu juga sedang duduk di
sebuah gubuk kayu sederhana di tengah hutan. "Guru," tanya Xian, "Apakah persyaratan
untuk memilih calon penerus kita berikutnya?"
"Pilihlah yang terbaik menurut hatimu Xian," jawab Guru itu lembut.
"Tapi Guru, dengan adik Sherry dan Adik Almaria yang selalu berjalan berlawanan
arah, jika aku salah dalam memilih seseorang penerus yang akan mendukung salah satu dari
mereka. Tentu hal itu akan menghancurkan yang lainnya dan aku akan merasa sangat
bersalah sekali Guru," jawab Xian terlihat sedih.
"Mengapa kamu berpikir demikian, Xian?"
"Guru memberikan Attunement dasar untuk Almaria dan Sherry, tentu saja penerus
berikutnya akan berasal dari salah satu mereka."
Guru Xian tertawa keras seolah hal itu sangat lucu. "Tidakkah kamu bisa berpikir
jika calon penerusmu berikutnya akan berasal dari mereka berdua?"
Xian terkejut. "Seorang yang mendapatkan attunement dari mereka berdua" Apakah
itu mungkin" Mereka berdua bagaikan api dan air."
"Xian, selalulah mengingat di dalam kehidupan ini jika kamu bertanya tentang
mungkin atau tidak, lihatlah pada Sang Pencipta dan pertanyakanlah, apakah Dia mungkin
melakukannya atau tidak" Apakah kamu sudah kehilangan kepercayaan hatimu kepada-Nya" Jika
demikian kepada siapa kamu harus mempercayakan kehidupanmu ini" Kepada dirimu sendiri
yang kecil dan tiada berarti ini?"
~ 782 ~ - B L E S S E D H E A R T Xian terdiam untuk waktu cukup lama dan menarik nafas mencoba memahami arti itu.
Ia kembali menatap Gurunya dengan mata penuh kedamaian. "Maafkan saya Guru," kata
Xian sesungguhnya dari hatinya, "Aku akan selalu mengingat tujuan kehidupanku di
dunia yang sebenarnya, hanyalah sebagai sarana untuk mengingat Sang Pencipta yang Agung
selalu mengasihi dan menyayangi kita."
"Xian, sepeninggal diriku nanti kalian akan menghadapi dunia dan berbagai
masalah duniawi untuk menyempurnakan kehidupan kalian. Kalian juga akan membantu yang lain
dengan melakukan hal-hal yang baik sesuai jalan kalian masing-masing. Gurumu ini hanya
dapat mengatakan kehidupanmu di depan belum tentu mudah dan mungkin akan lebih berat
dari adik-adikmu. Akan tetapi tetaplah percaya pada-Nya dan bersabarlah. Jangan
sekali-kali kamu menggadaikan hatimu yang merupakan sumber kedamaian dan kebahagiaan untuk
kekayaan, kekuasaan, nama baik atau apa pun juga. Ingatlah segala sesuatu di
dalam hidup ini hanyalah ilusi dari ego yang tidak menyadari siapa dirinya sesungguhnya.
Selalulah mengingatkan adik-adikmu akan hal ini."
... Bayangan itu menghilang dan Xian menatap kami semua. "Segala sesuatu terjadi
bukan karena kehendak kita tapi karena kehendak-Nya lah semua hal terjadi. Begitu juga
bagaimana Jaime dapat terpilih, mungkin kita semua membuat rencana dan merasa kitalah yang
menentukannya atau juga memilihnya. Akan tetapi sejak belasan tahun lalu dan
mungkin jauh sebelum kelahiran anak muda ini, Guru sudah mengetahui siapa yang akan
melanjutkan aliran ini setelah diriku."
Kami semua terdiam dan mendadak sebuah desah nafas terdorong keluar mulutku. aku
merasa dadaku terdorong ke depan dan jantungku menjadi begitu lemah terasa
tercabut keluar. Saat kepalaku membungkuk, aku dapat melihat sebuah tangan muncul di tengahtengah dadaku sambil memegang jantungku yang masih berdetak dan mengeluarkan darah.
"Aku tidak akan menerima siapa pun yang akan mewarisi aliran ini kecuali
Lawrence," bisik Sherry begitu marah di belakangku. "Meski takdir memilihmu, tapi aku tidak
memilihmu." Aku masih sempat menatap mata Xian yang terlihat terkejut sarat dengan
ketidakpercayaan, penderitaan, dan sedikit kemarahan. Akan tetapi ia segera menutup matanya dan
membuka lagi, kini dengan sorot yang penuh kedamaian. Ia berkata, "Sherry meski aku
mencintaimu, kali ini aku tidak dapat membiarkan semua ini berlalu begitu saja."
Sesaat aku merasa kepalaku menjadi ringan dan darah menyembur keluar dari dada
dan mulutku. Saat ini aku hanya berharap semua ini dapat berakhir karena pada
akhirnya aku ~ 783 ~ - B L E S S E D H E A R T tidak membutuhkan semua kekuasaan dan kekayaan, yang kubutuhkan hanyalah sebuah
kehidupan yang tenang dan damai buatku dan orang yang kukasihi.
Apa gunanya semua kekayaan dan kekuasaan jika aku tidak mendapat ketenangan
batin dalam hidupku dan tidak dapat tidur nyenyak selalu mencemaskan orang-orang yang
kukasihi" Kekuasaan selalu diikuti dengan tanggung jawab dan aku bukanlah orang yang
tepat. Aku hanya menginginkan sebuah rumah kecil, hidup yang tenang dan seorang untuk
Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dicintai dan aku percaya suatu saat nanti Tuhan akan memberikannya padaku... Yang terbaik untuk
diriku selama hatiku tidak kugadaikan pada apa pun juga dan selalu mempercayaiNya yang selalu mengasihi dan menyayangiku.
Waktu seakan-akan bergerak begitu lambat. Xian mendadak menghilang dari
hadapanku dan tangan Sherry tertarik keluar dari belakang tubuhku dengan percikan-percikan
darah dan diriku segera terjatuh ke depan dengan tubuh yang langsung rebah ke lantai dan
pipiku mencium dinginnya lantai.
Oleh karena itu... Aku mengembalikan semua yang bukan milikku dan pasrah
membiarkan Tuhan mengatur jalan hidupku kembali dari tempatku tersesat sekarang. Karena aku
percaya .... Apa yang akan menjadi milikku pasti akan kembali padaku. Apa yang bukan milikku
tidak perduli seberapa keras aku mengejarnya, ia akan keluar dari cengkeramanku dan
selalu jalan-Nya lah yang terbaik.
"Yah Tuhan kepadaMu kuserahkan semuanya kembali.
Karena aku tahu... Engkau selalu mengasihi dan menyayangi kami dan selalu memberi yang terbaik
untuk kami semua. Sang Pencipta dari Segala-galanya."
Aku menghembuskan nafas perlahan mengunci seluruh kekuatanku sendiri dan membuat
diriku melupakan diriku pernah terbang saat di kampungku, pernah menjadi BtP di
Graceland, pernah bertemu Michelle, dan terutama Nadia.
"Nadia..." kuharap jika aku bertemu dengannya lagi aku akan membencinya sehingga
menjauhkan dirinya dari orang-orang yang akan melukainya karena menginginkan
diriku. Meski aku tahu hatiku akan terus mencintainya, selamanya.
~ 784 ~ - B L E S S E D H E A R T Mataku mulai tertutup dan samar-samar aku mendengar teriakan atau tangisan
Sherry. Kemudian Xian muncul di hadapanku menatapku dengan lembut dan aku mencoba
tersenyum padanya dengan bibirku yang terasa kaku.
Air mata mengalir di sudut mataku karena aku ingin berterima kasih padanya.
Setidaknya berkat dirinya juga aku pernah menjadi alinergi dan merasakan kenikmatan terbang
dapat bertemu Tuan Putriku. Perlahan-lahan aku menutup mata dengan ingatan tentang
mereka semua yang semakin memudar hilang.
Aku tidak pernah menyesali apa yang sudah terjadi ... kematian... aku siap untuk
itu. ~ 785 ~ Kutunggu Di Pintu Neraka 1 Kisah Si Rase Terbang Karya Chin Yung Pendekar Bodoh 16
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama