Ceritasilat Novel Online

Hati Yang Terberkahi 6

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara Bagian 6


menunduk semakin bersalah, terlihat ketakutan dan tak lama kemudian air matanya mengalir.
~ 212 ~ - B L E S S E D H E A R T Oh, ayolah... Air matamu tidak berharga sepeser pun.
Aku sudah mengetahui dia tidak akan mampu membantu, aku tidak menyalahkan
dirinya. Mungkin para pria itu tapi lebih tepatnya mungkin nasibkulah yang harus
disalahkan, berada di tempat yang salah dan di saat yang kurang tepat. "Pergilah, tidak ada yang
bisa kamu lakukan di sini," kataku sambil menunduk kembali, tidak ingin diganggu siapa pun
dan tidak ingin menghibur siapa pun. Gadis itu duduk di sampingku terisak beberapa saat
sebelum meninggalkanku tanpa mengatakan apa pun lagi.
Mr. Drick akhirnya kembali dengan kantong minuman di mana terdapat Macallan
1964, Gin dan Sherry. "Bagaimana dengan pembayarannya, apakah aku akan menagihkannya pada
Kafe Eve seperti biasa?" "...." Aku tidak tahu harus membayar dengan cara apalagi saat ini, aku menggangguk
dan berjanji pada diriku sendiri akan segera menjual LXX-ku dan mengembalikan uang
itu pada Master. "Bisakah seseorang mengantar minuman itu langsung ke Kafe Eve" Aku akan
mengganti biaya pengirimannya," tanyaku karena merasa trauma pada kejadian tadi
dan merasa sebaiknya aku tidak memegang benda terkutuk ini lagi. Mr. Drick
mengerutkan dahi, "Maaf kami tidak menyediakan layanan antar, peraturan perusahaan."
Aku meringis dan dengan terpaksa mengangkat kantong minuman itu, entah bagaimana
benda itu kini terasa semakin berat saja. Aku harus secepat mungkin menemukan
taksi yang akan membawaku langsung menuju ke Kafe Eve dan menyerahkan semua ini pada Master
sebelum kejadian lainnya menimpaku. Tapi mungkin saja aku tidak akan mengalami
kesialan apa pun lagi, tidak mungkin rasanya mengalami kesialan dua kali berturut-turut
dalam satu siang meski aku sendiri tidak akan mau menguji pendapatku itu. Saat aku keluar
dari Mall, terlihat sebuah taksi yang berhenti tepat sekitar 30 meter di dekat jalan keluar
Mall sedang menunggu pelanggan. Tidak akan ada masalah apa pun lagi jika aku sudah masuk ke
dalam taksi itu dan langsung menuju ke Kafe Eve.
Belum juga aku mampu berjalan lebih dari sepuluh langkah, diriku sudah dicegat
oleh tujuh orang pemuda. "Mau ke mana kamu setelah melukai teman-teman kami?" sapa seorang
yang berwajah penuh tindik dengan sebuah tongkat baseball di bahunya sambil tersenyum
mengerikan padaku. Ketujuh orang itu jelas terlihat sok hebat dengan gaya mereka
dan pastinya karena jumlah mereka yang banyak.
Jika aku menghajar anjing pengecut, mereka pasti akan segera kembali dengan
kawanan anjing pecundangnya. Tidak usah ditanya lagi, aku ingin melawan mereka namun tanpa sadar tanganku
sudah memeluk kantong minuman. Macallan yang ada di dalam adalah Maccalan 1946
terakhir ~ 213 ~ - B L E S S E D H E A R T yang dimiliki Toko Minuman dan Anggur itu dan jika katanya ini adalah yang
terakhir maka tidak mungkin akan ada lagi Macallan yang sama di seluruh Viginia. Jika botol
kali ini pecah lagi LXX-ku pun mungkin tidak akan dapat menggantinya lagi, aku tidak ingin yang
satu ini hancur juga atau aku akan mendapat masalah besar. Meski kini kemarahan sudah
memenuhi ubun-ubunku, aku segera berbalik hendak lari, akan tetapi begitu berbalik aku
sudah salah menduga, di belakangku sudah menunggu sekitar belasan orang pemuda yang juga
semuanya masing-masing membawa tongkat baseball sedang menuju ke arahku dari samping
kiri, kanan dan belakang, mereka semua sedang melihat ke arahku. Tidak akan ada
pembicaraan baik-baik kali ini. Jika aku tidak ingin Macallan ini hancur maka satu-satunya
jalan adalah Lari!!! Tanpa memberi kesempatan lagi buat siapa pun termasuk diriku, aku langsung
berbalik kembali dan maju menerobos ke depan dari sisi kiri, menabrak dan mendorong
seorang dari ketujuh itu yang menurutku paling lemah dan berperawakan kecil. Aku memilih
menerobos dari depan karena aku sadar belasan orang yang berada di belakang pasti sudah
siap menghadang jika aku kabur tapi tujuh orang yang depan tidak akan mengira bahwa
mereka akan diterobos. Tepat seperti yang kuduga, mereka tidak menyangka mangsa mereka
akan berani berlari menerobos ke depan sehingga mereka kehilangan satu langkah di
belakangku meski seorang di antara mereka berhasil memutarkan tongkat baseballnya dan
menghantam punggungku. Sakit dan bebal terasa di punggungku tapi aku harus terus berlari, tidak mungkin
berhenti dan menunggu untuk dihajar secara massal, harus kabur dan berlari terus sejauh
mungkin melindungi minuman ini. Di sepanjang depan pusat pembelanjaan yang ramai itu aku
mulai berlari seperti kesetanan, mereka semua berteriak-teriak di belakangku sambil
mengejar. Nafasku memburu cepat dan adrenalineku terpompa aku harus lari untuk
menyelamatkan hidupku dan Macallan ini.
"Tunggu." "Jangan lari." "Jangan kabur."
Sialan apa yang dipikirkan mereka, apakah mereka berharap aku akan mendengar
perkataan mereka" Menjadi anak manis yang menjawab, "iya" dan berdiri menunggu mereka
untuk membiarkan mereka memukulku.
Kakiku terus berlari semakin cepat dan hampir menabrak beberapa orang di depanku
serta terus berlari tanpa sadar ke mana aku mengarah. Selama ada tempat untuk berlari
di sanalah aku mengarah. Andai saja aku tidak diliputi dengan ketakutan yang mendalam, aku
akan ~ 214 ~ - B L E S S E D H E A R T memilih untuk berlari memasuki pusat pembelanjaan ataupun tempat-tempat di mana
memiliki pegawai keamanan atau pos-pos polisi. Tapi kini aku baru menyadari
setelah berlari cukup lama, aku menuju ke tempat pemukiman yang cukup sepi. Keringatku mulai
mengalir dan suhu udara semakin panas. Ketakutan terus menerus mengeroggoti diriku dan
membuatku mengigil di kedalaman tubuh.
Trak ... trak ... trak. Tiga buah batu terbang melewatiku dari belakang dan jatuh ke aspal di depanku.
Beberapa pengejar sudah mulai melempariku dengan batu karena tidak mampu mengejarku. Jika
batu itu mengenai kepalaku, aku pasti tidak akan sanggup memikirkannya lagi, tapi
kini ketakutanku sudah berbalik mengisi lubang-lubang kemarahan.
Aku marah. Bremm... Bremmm... Sebuah sepeda motor melesat mendekatiku, seorang penumpang di
belakangnya mengayunkan tongkat baseballnya dan menghantam kepalaku seketika
yang membuatku jatuh terguling. Wajahku segera melesat jatuh ke atas aspal yang
berdebu, terasa begitu panas di kulit tanganku dan kepalaku terasa pusing bergoyang. Kantong
minuman terjatuh dan botol di dalamnya pecah di atas aspal jalanan, tepatnya botol Gin
dan Sherry yang pecah, kotak Macallan masih bagus. Tanpa menunggu waktu lagi aku segera
bangkit dengan kepala yang masih pusing dan menyambar kotak Macallan.
Beberapa pengejar sudah berada di belakangku dan mendekatiku. Seorang memukulkan
tongkat baseballnya ke atas punggungku namun aku berhasil lari sebelum
tongkatnya menghancurkan tulangku. Secepat aku mulai berlari kembali sepeda motor hitam
segera berbalik dan menerjang ke arahku, terpaksa aku berlari cepat menjauhi arah
datangnya dan berbelok memasuki sebuah jalanan lain. Aku sudah benar-benar marah, tapi semarah
apa pun aku tidak akan membuatku nekat melawan dua puluhan orang bersenjata tongkat
baseball sedangkan diriku tanpa apa pun dengan sekotak benda rapuh yang harus dilindungi.
Sebuah batu terbang menyerempet menggores lenganku, membuat jantungku ciut seketika,
aku dapat merasakan batu yang berterbangan sudah semakin banyak. Mereka semua berlari
mengejarku sambil berteriak-teriak. Beberapa batu terbang mengenai leher dan punggungku,
terasa sakit tapi aku tidak akan berhenti, sesaat kemudian terdengar suara sepeda motor
bergerak menuju ke arahku. Aku melihat sebuah gang kecil di sebelah kiri dan segera berbelok masuk hanya
untuk menghindari terjangan batu serta sepeda motor. Tapi hal yang tidak pernah
kubayangkan adalah begitu berlari sekitar 40 meter, gang sempit itu ternyata buntu, sebuah
tembok setinggi empat meter dari batu bata terlihat menutupi semua jalan. "Sialan," makiku.
Dengan segera berbalik, berharap masih dapat melarikan diri. Hanya beberapa langkah sebelum
aku dapat ~ 215 ~ - B L E S S E D H E A R T mencapai kembali jalanan utama, seorang dari pengejar itu sudah berhasil
memperlihatkan dirinya dengan nafas yang terengah-engah. Tidak menunggu lagi aku segera
menendang kepalanya dan segera mundur kembali ketika semakin banyak orang yang
bermunculan. Meski sudah mencoba mencari jalan keluar di gang sempit ini aku tetap tidak
dapat menemukan apa pun yang dapat dipanjat.
Aku sudah terkurung. Nafasku juga sudah terengah-engah, menatap jalan keluar yang kini setidaknya
dipenuhi delapan orang pemuda yang terlihat tertawa senang sambil menggerak-gerakkan
tongkat baseball mereka, jelas dapat melihat aku sudah terpojok. Aku menarik nafas
dalam-dalam untuk menenangkan ketegangan di jantungku, aku ketakutan bukan untuk diriku tapi
kotak yang sedang kupeluk. Kotak ini berisi harapan terakhirku, pekerjaanku, masa
depanku dan semuanya. Jika benda itu hancur maka tidak ada lagi yang berharga dari diriku,
aku akan dipecat dan tempat tinggalku yang merupakan milik Master pasti akan ikut
menghilang. Diriku akan terlunta-lunta kembali. Memikirkan hingga ke sana, hatiku menjadi
pilu. Aku memaksakan diriku tetap bernafas tenang mencoba mengusir rasa lelah dan rasa
sakit dari kepalaku. Saat aku menyentuhnya terasa cairan hangat, terlihat darah pada jari
dan tanganku. Dengan perlahan aku meletakkan kotak Macallan di belakang sudut gang dan
memutuskan aku harus mempertahankan kotak minuman ini dengan nyawaku. Benda ini adalah masa
depanku. Kembali menarik nafas dalam-dalam aku melihat tajam ke arah mereka, satu per
satu dan berjalan selangkah demi selangkah maju menghadapi mereka yang sudah mulai
mendekatiku, sekitar dua puluhan orang. Aku mungkin akan menjadi sansak bagi tongkat-tongkat
pemukul mereka tapi tidak akan pernah menjadi sansak yang bisa dipukuli tanpa membalas.
Aku membuka pakaianku, karena tahu dalam pertarungan dengan banyak orang memakai
pakaian sama saja memberikan mereka kesempatan untuk menarik pakaianku dan
menjatuhkanku. Aku tidak perduli apa yang sedang kuhadapi tapi aku tahu mereka ingin
menghancurkanku hanya karena mereka ingin bermain-main. Aku menarik nafas dalam-dalam
menenangkan diriku melihat mereka yang tersenyum dan tertawa seolah-olah ingin berpesta
denganku. Berpesta" Mereka mungkin saja dapat membunuhku jika dua puluhan orang masing-masing
melayangkan sebuah pukulan yang totalnya berjumlah dua puluhan pukulan pada
tubuhku, sulit rasanya membayangkan ada dua puluhan orang yang bersedia mengejarku jauhjauh dan kembali tanpa meninggalkan sebuah atau dua buah pukulan pada tubuhku
Mereka akan membunuhku. ~ 216 ~

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

- B L E S S E D H E A R T Tapi untuk apa" Mataku menatap mereka yang berdiri di depanku, aku tidak
mengenal mereka. Aku tidak memiliki dendam berdarah dengan mereka, aku tidak pernah
mengganggu mereka, tidak pernah menyentuh keluarga mereka. Jadi mengapa mereka ingin
memukulku dan ingin membunuhku. Tanganku mengeras. Mereka hanyalah manusia-manusia yang
haus kekerasan dan memukul untuk kesenangan mereka. Kemarahan kini membakar setiap
sel-sel darahku. Kawanan mereka jugalah yang sudah menghancurkan Macallanku.
Biarlah aku mati di sini tapi aku akan membawa mereka ikut serta.
Empat orang datang menyerangku bersamaan karena gang yang lumayan sempit dan aku
segera menerjang ke arah mereka. Meyerang serta membuat seorang yang tepat di
tengah terkejut dan tanpa sempat mengayunkan tongkat pemukulnya aku meninju langsung ke
arah tenggorokannya. Semua kekuatan yang kukerahkan hanya untuk satu tujuan.
Membunuh atau aku yang akan terbunuh.
Tinju itu membuatnya terjatuh ke belakang dan melepas tongkatnya untuk memegang
lehernya sambil bernafas tercekik. Dua buah pukulan tongkat baseball menghantam
ke arah kepalaku yang berhasil kutahan dengan lengan kiri dan kananku. Sakit namun aku
tidak memperdulikannya karena aku harus terus menyerang. Otot-ototku menegang dan
menangkap tongkat pemukul yang jatuh kemudian segera mengayunkannya kepala
lawan, sekuat mungkin, kembali dengan satu niat.
Membunuh. Tidak ada keraguan dalam diriku untuk tidak melakukannya, pilihannya hanya dua,
membunuh atau dibunuh dan aku tidak ragu memilih untuk membunuh. Gerakan yang
diikuti niat membunuh akan memberikan kecepatan yang mengerikan dan mematikan, kepala
lawan langsung melayang jatuh dan membuat tongkat baseball berderak tanda retak. Aku
mendapat dua pukulan dan memberikan dua pukulan.
Dua orang rubuh tanpa dapat kembali menyerang. Empat orang lainnya kembali
datang menyerang dari depan dan dua orang yang sudah berada di belakangku kembali
menyerang. Aku tidak akan melangkah mundur selangkahpun, oleh karenanya aku terus maju
menyerang ke arah empat orang di depan. Tongkat pemukulku segera menyerang lulus menusuk
pada tenggorokan seorang penyerang di depanku dan ia terpelanting ke belakang. Dengan
cepat aku berusaha menghindari pukulan dari samping dan belakang serta terus maju ke
depan meski tetap saja sebuah pukulan masuk ke punggung belakangku dan satu lagi
menusuk masuk ke samping bahuku. Rasa sakitnya menyerang hingga ke tulangku.
Aku mengeraskan rahang menahannya. Mendadak aku segera berbalik ke belakang dan
menerjang ke arah orang di belakangku yang berpikir aku akan terus maju dan
merasa aman ~ 217 ~ - B L E S S E D H E A R T menyerangku dari belakang. Tanpa basa basi aku mengayunkan tongkat pemukulku
dari samping dan menghantam giginya. Jelas giginya patah karena mulutnya segera
mengucurkan darah dan tongkat baseball yang kupegang hancur berantakan. Kejutan selalu
menjadi siasat ampuh, menyerang di tempat mereka tidak berpikir aku akan menyerang, sambil
berlindung di samping tubuhnya. Aku menendang seorang lainnya tepat di tempat kemaluannya
sekeras mungkin. Di saat ini aku harus menyelamatkan diri dan tempat-tempat terbaik untuk
menyarangkan satu pukulan dan melumpuhkan lawan secara langsung adalah pilihan terbaik
bagiku. Aku kembali memungut sebuah tongkat baseball yang terjatuh dan sebuah pukulan
tongkat menghantam kepalaku sekali lagi dari belakang yang membuat mataku gelap
seketika, sekeliling terasa bergoyang. Tanpa melihat lagi aku segera membalas dengan
tongkat pemukulku yang mengayun keras memasuki rusuk kanannya. Yang tentu saja
mengakibatkan retak di tulang rusuknya dan membuatnya jatuh berteriak kesakitan meraung keras.
Lima orang dan aku menerima lima pukulan.
"Tangkap dia... Lumpuhkan dia!!!" Teriak seorang yang tidak terlihat olehku,
kembali aku menghadapi mereka dan tiga orang berikutnya menyerang ke arahku tidak lagi
memukul dengan tongkat seperti yang kuinginkan. Mereka menerjangku ingin memelukku,
menangkapku dan menjatuhkanku.
Jarak, aku membutuhkan jarak dan mereka mengetahui itu.
Mereka menerjangku membabi buta, sesaat aku berhasil memukul seorang jatuh satu
di tengah dadanya dan kemudian tongkatku berputar menghantam keras dagu yang
lainnya dari bawah namun seorang dari mereka berhasil menerkam badanku dan membuatku terjatuh
ketanah. Sekali aku terjatuh, nasibku sudah di takdirkan, pada jarak dekat aku
tidak akan memiliki kekuatan untuk memukul, oleh karenanya aku mengarahkan tanganku pada
wajahnya dan jari-jariku segera menusuk ke dalam mata orang yang sedang menahan
tubuhku. Seketika ia meraung begitu keras dan melepaskanku namun semua orang
sudah mengelilingiku dan memukulkan tongkat mereka padaku juga menginjak-injak
tubuhku. Tangan dan kakiku segera tertekuk melindungi bagian vital diriku, mencoba
menahan pukulan yang sekarang menghajar lengan dan tulang kakiku. Ke mana pun aku
melihat hanyalah kaki dan merasakan begitu banyak tendangan dan pukulan tongkat
baseball. Aku meraung keras tanpa memperdulikan pukulan dan tendangan yang memasuki tubuhku
serta menangkap seseorang yang mengarahkan kakinya padaku dan kemudian mengangkat
kakinya tinggi ke atas hingga ia terpelanting ke belakang. Kepalanya langsung
menghantam dinding di belakangnya dan tidak sadarkan diri. Di sisi lain tanganku segera
meninju pada kemaluan seseorang yang hendak menghampirku dan membuatnya langsung jatuh
~ 218 ~ - B L E S S E D H E A R T membungkuk. Aku mengeraskan seluruh tubuhku melupakan pukulan dan tendangan di
punggungku yang terus berdatangan dan sangat menyakitkan. Meski sakit pukulan
dan tendangan masih kurasakan, tapi semua itu menghilang begitu aku sudah berniat
untuk menyerang mereka bukan mempertahankan diri. Aku mencoba mengayunkan tanganku
menyerang dan luput beberapa kali hanya membuatku mendapat pukulan bertubi-tubi.
Aku merasa sudah terlalu kesakitan, marah dan lemah, tanganku segera berhenti
memukul namun menangkap seseorang yang tidak kukenal.
Orang terakhir yang akan kubawa bersamaku dengan semua kekuatanku.
Aku menerjangnya seperti babi hutan yang terluka hingga ia jatuh terbalik dan
aku duduk di dadanya dengan penuh amarah dan kebuasan manusia primitif untuk membunuh aku
meninju wajahnya berkali-kali. Beberapa pukulan dari teman-temannya masih terus mengarah
padaku, membuatku kesakitan namun aku tidak akan melepas seseorang itu. Kedua kepalan
tanganku masih menghajar wajahnya yang berteriak-teriak dengan bibir yang mengeluarkan
darah. Kepalaku mendadak dihantam begitu keras dan tubuhku limbung. Aku tidak perduli,
dengan sedikit fokus aku tetap memukul seorang itu. Darah sudah mengalir dari kepalaku
sedari tadi, aku berteriak keras, tepatnya meraung untuk menambah semangatku sendiri.
Nama tengahku adalah "Rage".
Dengan semua kekuatanku, aku terus menyerang seseorang itu terus dan terus.
Kepalan tanganku terus meninju ke wajahnya berkali-kali dengan segenap kemampuanku.
Dalam kalapku aku mengambil sebuah tongkat yang tergeletak di samping kepalanya dan
menggunakannya untuk menghancurkan wajah pria itu dalam kebengisan. Kepalan
tanganku yang sudah berlumuran darah dari memukulinya kini berwarnah merah menyala dan
tongkat yang kupegang juga mulai memercikan darah ke sekeliling. Wajah orang itu sudah
pecah- pecah, hidungnya patah dan gigi-giginya putus mengalirkan darah.
Seketika tempat itu menjadi senyap, tidak ada pukulan padaku lagi. Hanya
terdengar suara nafas beratku dan tongkatku yang sedang menghantam wajah pria yang berlumuran
darah tergeletak tak sadarkan diri lagi. Suara tongkat itu berbunyi menembus kesunyian
dengan suara yang mengidikkan. Pria itu persis seperti mayat, tidak bergerak lagi meski
sudah kupukuli. Kerumunan orang disekelilingku terdiam berdiri, mungkin mereka sedari
awal hanya ingin bermain-main, tapi pilihannya adalah mereka bermain-main dengan
mayatku atau aku bermain-main dengan mayat mereka.
Seperti saat ini. ~ 219 ~ - B L E S S E D H E A R T Mereka semua jelas terlihat ketakutan saat aku berhenti memukul dan menatap
mereka dengan darah yang membasahi tubuhku dan kedua tanganku. "Jangan bergerak,"
seorang mengeluarkan senjata apinya dan mengarahkannya padaku. Aku menatap senjata api
itu. Jadi di sinikah aku akan berakhir.
Mendadak aku tertawa begitu keras, jika nasibku sudah mati di sini mengapa aku
takut. "Jangan bergerak," kembali kata seorang pemuda yang kelihatannya pemimpin
mereka. Aku berdiri mendekat ke arahnya membiarkan senjata api itu tetap mengarah padaku.
Aku dapat melihat tangannya gemetar dan bola matanya masih terlihat ketakutan. Kakiku
berjalan hingga di depannya sambil terseok-seok dan telapak tanganku yang berdarah
memegang senjata api itu dan menempelkannya pada dahiku.
"Jangan bergerak," katanya kembali. Aku tertawa dengan wajahku yang dipenuhi
darah dan berkata padanya, "Aku menantangmu untuk menembakku." Mataku dengan tajam menatap
ke arah matanya menantangnya langsung untuk menembak di dahiku.
"Tembak aku," kataku.
Dia bimbang sekejap dan aku segera menaikkan arah moncong senjata api ke atas
dan senjata api itu meledak di atas rambutku memekakkan telingaku. Kakiku dengan cepat
menendang selangkangnya yang segera membuatnya terkulai melepaskan senjata apinya di
tanganku. Saat tanganku memegang senjata api itu, dengan cepat aku menembak pada lutut
pria itu. Membuat terkejut semua orang dan segera aku berteriak, "Jangan ada yang bergerak
atau kutembak." Beberapa orang di ujung gang mencoba lari keluar dan aku segera menembak mereka
di bagian kaki mereka. Dua letusan dan dua orang pemuda segera terjatuh ketanah
meraung- raung, darah memercik di tanah dan seketika semua orang tidak lagi bergerak.
Mereka semua gemetaran. "Ampuni aku," kata seorang mendadak berlutut, "Aku hanya ikut ikutan saja, aku
tidak memukulmu." Dan aku menembak pahanya yang sedang berlutut dua kali, membuatnya
menangis meraung-raung kesakitan, karena aku ingat dialah yang memukulku dari
belakang di atas sepeda motor, mengejek dan merasa senang setelah berhasil memukulku.
Tidak ada orang yang bergerak. Mereka semua terdiam.
Beberapa orang terlihat seperti kehilangan sukma mereka. Aku merasa seluruh
tubuhku terasa begitu sakit. Aku harus percaya beberapa tulangku mungkin patah akibat banyaknya
pukulan mereka. "Kalian begitu senang memukulku," tanyaku dengan nafas berat, "Kalian
sekarang ~ 220 ~ - B L E S S E D H E A R T boleh pilih saling memukul dengan teman kalian hingga kalian berdua roboh
bersama atau aku menembak kalian."
Hening. Aku kemudian menggerakkan senjata apiku pada seseorang dan langsung menembak
kakinya. Pemuda itu terjatuh berteriak menangis memanggil bapak ibunya. Seketika itu juga
semua orang di sana langsung saling memukul dengan orang di sampingnya, pukulan demi
pukulan terjadi dan aku tahu karena ketakuan mereka akan kutembak, mereka lebih memilih
pingsan dipukul temannya. Mereka seharusnya tahu, beramai-ramai mengikuti teman mereka
memukuli seseorang dapat menyebabkan kematian dan kini merekalah yang menjadi
mangsanya karena bertemu orang yang sudah nekat mengadu nyawa dengan mereka.
Beberapa orang memukul temannya hingga berdarah dan yang lainnya hanya sekedar
memukul dan aku menembak sekali lagi pada kaki orang yang memukul perlahan itu.
"Kamu tidak memukul dengan benar," kataku yang kini bersandar pada dinding gang
mencoba mempertahankan tubuhku, agar dapat tetap berdiri tidak ingin terlihat


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lemah hingga mereka akan nekat menghajarku lagi. Dinding itu terasa dingin dibandingkan
dengan tubuhku yang terasa begitu panas dan berdenyut. Seketika itu juga mereka benar-benar
saling memukul demi nyawa mereka, daripada mereka ditembak. Aku melihat wajah-wajah
pecah berdarah mereka dan gigi yang patah. Hingga saat orang terakhir rubuh bersimbah
darah, aku juga ikut jatuh terduduk.
Lukaku, luka di kepalaku, tulang-tulangku yang patah, aku tidak yakin juga kalau
diriku akan selamat. Mendadak aku teringat masa lalu yang bersusah payah keluar dari desaku.
Untuk apa" Untuk apa aku mati di sini" Gara-gara seseorang yang merasa tidak terima karena
sudah dipukuli setelah membuatku kehilangan Macallan 1946 dan aku harus membayar
dengan LXX. Kemudian ingin mengambil nyawaku.
Apakah nyawa manusia semurah itu"
Aku tertawa, kupikir air mataku jatuh berderai. Aku melihat beberapa orang
meraung-raung, menangis mencoba menutup lubang luka di kakinya. Aku bertanya-tanya mengapa dia
di sini menutupi lukanya" Karena ingin memukuli seseorang dengan temannya dan ikut
mengambil tongkat mengejarku. Aku marah, "Diamlah! Kalian mau memukuli orang sebaiknya
kalian bersiaplah untuk dipukul," kataku dan segera menembak tepat di samping kepala
seseorang yang sedang terduduk menangis. Tubuhnya langsung gemetar dan aku dapat melihat
wajahnya menjadi pucat dan celananya terlihat basah.
~ 221 ~ - B L E S S E D H E A R T Apakah mereka ketakutan"
Aku mendadak tertawa mengerikan membuat semua orang di sana semakin ketakuan dan
aku mulai menembak lagi. Terus menembak beberapa kali membuta dan membuat kepala
mereka menunduk menyelamatkan jiwa mereka, ketakutan sudah mencengkeram setiap sudut
jiwa mereka. Beberapa terlihat berteriak-teriak kacau dan menangis ketakutan.
Akulah yang seharusnya menangis karena dipukuli, akulah seharusnya yang
ketakutan setelah semua ini. "Aku akan menghitung hingga sepuluh, sebaiknya kalian menghilang dari hadapanku
dan menyeret semua teman kalian keluar dari gang ini sebelum aku menembak kalian
semua. Satu!!!" Teriakku dan seketika itu juga beberapa orang mulai bergerak, mereka
yang kakinya tertembak segera bersusah payah keluar sambil menyeret tubuh mereka dan beberapa
orang tidak tertembak segera menarik mereka yang pingsan keluar. Pada hitungan ke lima
mereka semua sudah keluar dari gang itu. Meninggalkan diriku sendiri, bau darah dan
amunisi memenuhi gang itu. Sejauh yang kulihat tidak satu pun dari mereka yang mati.
Hal yang baguskah" Aku duduk bersandar pada dinding, kelelahan dan ingin tidur. Mungkin riwayatku
juga sudah selesai di sini, air mata menetes di sudut mataku dan perlahan-lahan mataku
terpejam. *** Aku mungkin tertidur sejenak hingga aku merasa seseorang berusaha
membangunkanku, membawaku, tanpa sadar aku segera berteriak lirih, "Macallan... Macallan.." dan
menujuk ke arah di mana aku meletakkan kotak Macallan itu dengan lemah. Seorang gadis dalam
pandangan samarku berlari ke tempat itu dan berteriak, "Aku menemukan minuman
itu, minumannya baik-baik saja."
Dan seketika aku menjadi lega dan tertidur.
~ 222 ~ - B L E S S E D H E A R T Bab 12 JATUH BEBAS Alarm telepon genggam berbunyi bising membangunkanku, membuatku bergelung
sebentar dan menatap ke arah jam dinding yang menunjukkan tepat pada pukul
06:10. Sebaiknya aku segera bangun atau aku akan terlambat ke tempat kerja, dengan
cepat aku mematikan alarm, melompat bangun dari tempat tidur di lantai atas rumahku dan
turun memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri seperti biasanya.
Seperti biasanya" Aku menatap cermin dan menggerak-gerakkan lengan serta jari-jariku, rasanya ada
sesuatu yang berbeda, melompat-lompat sedikit aku merasa seluruh badanku begitu ringan
dan berenergi. "Wow," kataku terpesona, tidak pernah sebelumnya aku merasa sesehat
ini. Aku kemudian membuka bajuku dan melihat tubuhku di depan cermin, tubuh yang bagus
dan berotot batinku senang. Tak lama kemudian aku segera keluar dari kamar mandi
melihat melihat kotak minuman Macallan 1946, Gin dan Sherry di atas meja makan. Aku
mengingat diriku mengambil minuman ini semalam sekitar pukul 12 siang dan setelahnya..
Setelahnya... Aku memegang kepalaku dan aku tidak menemukan ingatan apa pun juga, aku tidak
tahu bagaimana kemarin aku tiba di rumahku sendiri dan tertidur. Aku tidak memiliki
ingatan apa pun tentang setelah jam 12 siang kemarin hingga pagi ini. Dengan cepat aku
memukul kepalaku, tidak menyangka semuda ini aku sudah terkena penyakit pikun. Tanpa
menunggu ~ 223 ~ - B L E S S E D H E A R T apa pun lagi aku segera memasukkan minuman-minuman itu ke dalam tas ranselku dan
berangkat ke Kafe Eve. Aku masih memiliki pekerjaan yang harus kuprioritaskan
daripada sibuk memikirkan mengapa aku lupa ingatan. Pada siang hari di Kafe Eve, Master
bercerita bahwa seseorang telah mencuri Macallan 1946 dan beberapa botol anggur mahal dari
Toko Minuman dan Anggur langganan mereka, Mr Drick kelihatannya sangat kesal.
"Siapa yang mencurinya?" tanyaku penasaran.
"Tidak ada yang tahu, karena mendadak semua orang kehilangan ingatan mereka dan
kamera keamanan mereka tidak berfungsi sama sekali."
Mengherankan karena aku juga kehilangan ingatan.
"Tapi," lanjut Master, "Pencurinya bodoh meninggalkan sebuah senjata api yang
berlisensi di tempat Macallan itu hilang, polisi akan menyelidiki kepemilikannya dan pasti
akan segera menemukan orang yang mencuri Macallan 1946 tersebut."
Kuharap begitu, karena harga Macallan 1946 sangat mahal sekali.
Seminggu berikutnya berlalu dan sejujurnya dalam seminggu sejak kehilangan
ingatanku, tubuhku terasa berbeda. Aku tidak begitu memahami apa perbedaan yang terjadi
tapi tubuhku terasa jauh lebih berenergi, ringan, tidak cepat merasa lelah, konsentrasiku
semakin tajam dan entah bagaimana aku hampir dapat merasakan energi yang mengalir saat aku sedang
melakukan meditasi. Terasa misterius saat aku merasakan ada hawa yang selembut
sutra mengalir ke dalam tubuhku dan berputar-putar ke setiap sel-sel dan memenuhi
saraf-saraf tubuhku. Berbicara mengenai meditasi, aku tidak lagi merasa mengantuk seperti
biasanya, aku bahkan merasa begitu damai dan tenang, terasa begitu menyatu dengan
sekeliling dan emosiku menjadi semakin stabil. Mungkin inilah yang dikatakan dengan rutin
bermeditasi maka tubuh akan terbiasa dengan ketenangan dan energi. Akhirnya meditasiku
memberikan hasil, tidak sia-sia aku memaksakan diri setiap hari.
Siang ini aku sedang mengelap beberapa gelas yang baru saja dicuci dan waktu
sudah menunjukkan pukul 14.45. Aku mendengar suara Susan yang baru saja tiba dan masuk
dari pintu dapur belakang, sudah saatnya aku bersiap-siap untuk pulang.
"Cring," suara lonceng pintu terdengar merdu. "Selamat datang," tambahku
seketika. Seorang wanita cantik masuk dan begitu melihatku ia langsung tersenyum manis.
Aku tidak mengenalnya dan segera membalas senyum perkenalan itu.
"Jaime," panggil wanita itu mesra.
~ 224 ~ - B L E S S E D H E A R T "Michelle," bisikku seketika mendengar caranya memanggil dan dia tersenyum, di
belakangnya ikut masuk seorang pria tinggi besar dan menatapku dengan pandangan
yang bisa kukatakan tidak bersahabat sama sekali. Mereka segera mencari tempat duduk
dan tepat pada saat aku ingin mengambil pesanan mereka terlihat Susan yang baru keluar
dari dapur segera menuju ke meja Michelle untuk mencatatnya.
Pukul 15.02 dan Susan sudah dapat mengambil alih semua pekerjaanku. Dengan buruburu aku menuju dapur, berniat secepat mungkin mengganti pakaian dan pulang
membereskan beberapa tugas di rumah yang belum selesai seperti mencuci pakaian atau menyapu.
Michelle dapat dengan jelas melihatku memasuki dapur dan dengan gerakan cepat ia
menggerakkan tangannya untuk permisi pada teman prianya serta ikut menuju ke dalam dapur.
"Wow, nona muda, anda tidak boleh masuk," kata Madame yang kebetulan dekat
dengan pintu dapur. "Aduh Bibi, masa sih tidak kenal sama saya?" Michelle segera
memeluk Bibinya dan mengecup pipinya di kedua belah sisi. Membuat Madame terbengong dan menatap
Michelle sambil mencoba keras mengingat-ingat apakah ia pernah mengenal seorang
wanita cantik dengan mata lebar yang berwarna hijau.
"Madame, dia itu Michelle," sahutku dari ruang ganti sambil mengganti pakaianku.
Madame menyipitkan matanya untuk melihat lebih jelas dan menggelengkan kepalanya, "Oh,
Michelle tak kusangka kamu tumbuh begitu cantik sekarang dan matamu berwarna hijau?" kata
Madame kebingungan. Aku tertawa dan menambahkan, "Madame, dia alinergi yang bisa
operasi plastik." Michelle menatapku dengan mata menegur.
"Aku selalu terheran-heran bagaimana pamanmu yang bisa mengenalimu hanya dengan
sekali lihat," tambah Madame mencubit pipi Michelle untuk melihat lebih jelas.
Michelle tersenyum manis pada Bibinya, "Kupikir mungkin cuma paman dan Jaime yang bisa
melakukan hal itu." Aku menutup laci pakaian dan segera berjalan keluar dari pintu dapur belakang
tergesa-gesa, "Madame, Michelle, aku permisi."
"Jaime tunggu," Michelle segera melewati Madame dan menerjangku, melingkarkan
kedua lengannya pada leherku dari belakang. "Lepaskan Michelle!" sahutku.
"Tidak sebelum kamu mau mendengarkan permintaanku," paksa Michelle sambil masih
memeluk leherku dari belakang.
Sialan aku sudah mengetahuinya.
~ 225 ~ - B L E S S E D H E A R T Aku sudah merasakan firasat buruk sejak Michelle tersenyum manis padaku di pintu
masuk. Belajar dari pengalamanku sebelumnya, Michelle hanya tersenyum begitu manis saat
ia memiliki tugas yang ingin dilimpahkan padaku, semakin manis senyumannya maka
semakin berat pekerjaan yang akan diberikan. Dan kali ini juga aku tidak berhasil kabur
padahal aku sudah berusaha sebaik mungkin.
"Haih. Baiklah ... apalagi yang mau dikerjakan kali ini?"
Michelle melepas pelukannya dan melompat ke depan menatapku, "Kamu tahu saja,"
kata Michelle setengah tertawa dan segera memegang kedua tanganku dari depan.
"Alphonso mungkin akan datang ke apartemenku malam ini. Jadi aku berharap sebelum jam
sepuluh malam kamu mau membersihkan apartemenku dan memasak sedikit makan malam untuk
ditinggalkan di kulkas untuk nantinya dihangatkan," kata Michelle membujuk.
Pekerjaan berat bagiku. Aku menatap Madame dan berusaha mencari dukungan, "Madame, tolong bantulah aku
untuk menolak permohonan ini?" Mungkin Madame mau menegur ponakannya ini yang
sudah semena-mena menggunakan pekerja pamannya untuk membersihkan apartemennya
sendiri, setidaknya Madame adalah orang yang cukup keras mengutarakan isi
hatinya. Michelle membalikkan kepalanya dan menatap bibinya, "Bibi," panggil Michelle,
"Bibi tahu sudah berapa kali aku patah hati dan menangis." Sepertinya aku salah melihat
tapi kelihatannya mata Michelle berair. "Bibi aku tidak lagi ingin mengalami sakit
karena patah hati, aku tidak mau Alphonso memutuskanku karena ruangan apartemenku yang jorok
dan kotor. Aku hanya ingin dia mencintaiku."
Wajah Madame menjadi lembut dan hatinya tersentuh, "Jaime sebaiknya kamu
membantunya, Michelle gadis yang baik jangan lukai hatinya." Mataku membelalak menatap
Michelle yang segera menatapku balik dengan senyum kemenangan dan menjulurkan lidahnya tanpa
terlihat

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Madame. "Setan kecil," bisikku padanya, aku sudah kalah sejak awal.
"Terima kasih," wajah Michelle menjadi ceria dan secara spontan memeluk dan
mengecup pipiku, "Aku akan meninggalkan mobilku di depan rumahmu agar kamu dapat menuju
ke apartmentku, dari sana Alphonso akan menjemputku."
"EHMMM.....!!!"
Kami semua segera melihat ke arah suara. Seorang pria besar yang datang bersama
Michelle tadi sedang memasang wajah garang padaku, dia persis berada di pintu masuk dapur
dan menatapku dari sana. Michelle segera berlari mendekati Alphonso dan sumpah mati
aku ~ 226 ~ - B L E S S E D H E A R T dapat melihat wajah Alphonso yang tadinya tajam menusuk seketika berubah sejinak
anak kucing dan mereka berdua kembali ke tempat duduk mereka. Aku memandang ke arah
Madame dan ia hanya tersenyum memberi pesan, "Hati-hati di jalan nak Jaime."
Tidak ada yang dapat kulakukan lagi selain menuju ke belakang Kafe Eve, tempat
sepedaku di kunci. Pulang secepatnya dan secepatnya juga pergi ke tempat Michelle. Semoga
aku masih memiliki sisa waktu untuk diriku sendiri. Aku menaiki sepedaku dan mulai
melajukannya hendak melewati Kafe Eve untuk memasuki jalanan saat Alphonso
mendadak muncul di sampingku serta memegang stang depan sepedaku yang seketika
menghentikanku. "Kamu apanya Christine?"
Aku melihat wajahnya yang jelas tidak bersahabat dan ditambah dengan tubuhnya
yang besar setidaknya 15 atau 20 cm lebih tinggi daripadaku membuat kata-kata itu terasa
sangat mengancam. Meski sebenarnya lambang BtP di lengan kiri atasnyalah yang lebih
mengancamku. Dia alinergi. "Siapa?" Tanyaku spontan tidak memahami. Dua buah tangan kekar Alphonso segera
mencengkeram kerah baju depanku dan mengangkatku tinggi meninggalkan sepedaku
yang terjatuh. "Bangsat, sekarang kamu pura-pura tidak kenal setelah ia menciummu tadi?"
"Sialan," pikirku, aku benar tidak mengenal nama Christine karena bagaimanapun
biasanya Michelle sering merubah wajah namun ia tidak pernah mengubah namanya, tidak
disangka Michelle sekarang bahkan sudah mengubah namanya.
Mungkin sebentar lagi dia akan mengubah kelaminnya dan menggoda para wanita.
"Kamu apanya dia?" Tanya Alphonso keras sekali lagi. Dadaku sekarang terasa
panas, aku jarang ketakutan karena aku mengubah semua jenis emosi negatif menjadi amarah.
Meski dia alinergi, aku mungkin akan tetap menghajarnya sekali namun karena ini adalah
tempat kerjaku dan aku tidak ingin Madame ataupun Master ikut terlibat, sehingga aku
menahan diri. Tapi tetap saja aku tidak menyukai cara dia memaksa dan mengangkatku, jika
tadinya ia bertanya baik-baik tentu akan-akan mengatakan aku ini budak, pelayan dan
pembersih apartemennya Michelle. Karena diam memikirkan apakah aku mau menjawabnya atau
tidak, Alphonso segera menggerakkan tangannya dan menarikku lebih dekat ke wajahnya,
"Kamu siapanya?" Aku balas menatap matanya dan berjanji pada diriku, dia akan membutuhkan lebih
dari ini untuk memaksaku berbicara. Tangan kanannya mendadak bergerak menamparku,
tamparan ~ 227 ~ - B L E S S E D H E A R T yang cukup keras karena membuat bibirku pecah dan cairan panas memenuhi mulut
bagian dalamku, lidahku langsung mengecap rasa darah yang seperti besi. Aku menatap ke
arahnya dengan penuh kemarahan dan meludahi cairan dalam mulutku ke wajahnya yang
seketika terlihat berwarna merah. Dengan gusar ia membuang tubuhku sejauh tiga meter ke
tempat aspal parkir di dekat taman kecil Kafe Eve. "Anjing!!!" Teriaknya dan segera
maju untuk menghajarku, aku tidak tahu kemampuan alinerginya tapi tentu saja dengan
tubuhnya yang cukup besar saja aku sudah pasti akan kalah meski. Tanganku segera mencari dan
menemukan sebuah batu di samping taman, berharap saat ia mendekat batu ini akan
menyentuh hidung dan wajahnya. Tubuhnya melesak ke tempatku dan tanganku yang
memegang batu segera kuarahkan pada wajahnya.
"Hentikan, apa yang sedang kalian lakukan?" Madame terlihat berlari mendekatiku.
Batu seukuran segenggam yang sudah hampir mengenai hidungnya segera kubuang, aku
tidak ingin mencari masalah di depan Madame, Alphonso dapat melihat batu itu nyaris
mengenainya terdiam seketika dan menarik kerah bajuku sekali lagi serta
mencekikku, "Aku hanya bertanya apa yang dia lakukan tadi dengan gadisku." Gigi-gigiku gemertak,
aku merasa marah sekali. "Lepaskan dia, wanita tadi hanya memintanya untuk membersihkan apartemennya dan
memasak untuk makan malam kalian," Sahut Madame yang segera mendapat perhatian
dari Alphonso. Entah itu jawaban yang dibutuhkan atau tidak tapi pastinya Alphonso
kehilangan semangat untuk meneruskan intimidasinya, ia melemparkanku ke aspal jalanan.
"Cih, hanya pelayan, lain kali jangan kamu berani memeluknya lagi." kata Alphonso sambil
meninggalkanku. "Sialan, memangnya Michelle milikmu, sampai kamu dapat melarangku! " ingin
rasanya aku memaki seperti itu tapi aku masih cukup waras untuk tidak memancing amarah
seorang alinergi, tidak di depan Madame. Tubuh dan otakku kini masih dipenuhi dengan
kemarahan, Madame melihat bibirku yang terluka dan berdarah wajahnya terlihat cemas
bertanya akan keadaanku namun dengan cepat aku berhasil menyakinkannya bahwa tidak ada yang
perlu dikhawatirkan. "Orang yang kasar," kata Madame mendengus tidak suka, "Mengapa Michelle bisa
menyukai orang seperti itu," dan kembali ke dalam dapur. Hampir lima menit berikutnya aku
masih terduduk dengan tubuh yang panas dan emosi yang membara. Ingin rasanya aku
menerobos masuk ke dalam kafe, menemukannya dan melayangkan beberapa pukulan ke wajahnya.
Akan tetapi imajinasi tinggallah imajinasi karena jika aku nekat melakukannya
maka aku harus siap meninggalkan pekerjaanku, kehidupanku dan belum tentu nyawaku tidak
melayang. ~ 228 ~ - B L E S S E D H E A R T Pada akhirnya aku hanya dapat kembali menaiki sepedaku dan meluncur ke jalanan.
Kakiku mengayuh keras pedal sepeda di jalanan yang membuat sepedaku melesat dengan
kecepatan tinggi menembus udara yang sedikit banyak melegakan hatiku dan menguras habis
sisa-sisa kemarahanku. Tidak perduli seberapa marah, seberapa panas hati dan badan ini
jika sudah melaju kencang menembus udara semuanya akan menjadi tiada arti lagi. Apalagi
belakangan ini semuanya terasa lebih jelas seakan-akan cakrawala pandanganku melebar dan
aku merasa terbebaskan. Memikirkan semua itu aku merasa tubuhku begitu damai dan penuh
kelegaan. Sayup-sayup telingaku menangkap suara mobil yang meraung dan segera menepikan
diriku dengan melambatkan kecepatan sepedaku.
Hembusan angin dari laju mobil para BtP yang rata-rata di atas ratusan km perjam
dapat setiap saat menerbangkanku keluar dari jalanan, dan mendorongku memasuki jurang
di sebelah kiri. Belum lagi terhitung hempasan angin laut dari sebelah kiri yang
kadang dapat menerbangkanku ke arah jalan raya dan menunggu dilindas mobil. Aku tidak berniat
menjadi korban di sisi mana pun dan melambat adalah keputusan bijak karena aku juga
benci harus menghentikan sepedaku sama sekali meski kadang aku lebih memilih melakukan hal
itu. Sebuah mobil melewatiku, mobil mercedes Michelle dan dia memberikan klakson
tanda salam. Berikutnya sebuah mobil jenis empat WD yang besar mengkilap, mobil Hummer
keluaran terakhir, kendaraan yang menurutku lebih tepat digunakan di ajang
perang, mobil itu melambatkan lajunya dan bersisi-sisian dengan sepedaku selama beberapa saat,
entah apa maksudnya yang jelas ini berbahaya bagiku yang mengendarai sepeda.
TEK!!! Aku merasa sebuah suara dan getaran kecil pada sepedaku, mungkin aku hanya
sekedar menabrak batu kecil atau apalah. Mobil hummer itu tiba-tiba meraung-raung keras
dan melaju dengan kecepatan tinggi seakan-akan mengejekku dan kecepatan sepedaku.
Hatiku kembali panas, meski seluruh kaca mobil itu hitam dan tidak dapat terlihat dari
luar, aku mengetahui Alphonso berada di dalam dan tentunya mobil itu miliknya. Bangsat,
tidak seharusnya orang seperti Alphonso merasa terancam atau cemburu padaku yang hanya
seorang pelayan dan hanya memiliki sepeda butut seharga keset kaki mobilnya.
"Sialan," makiku keras mengeluarkan dorongan panas hati dengan mempercepat laju sepedaku
untuk mencapai kecepatan tinggi, mencoba membuang emosi hatiku kembali.
Aku melihat sekitar seratus meter di depan terdapat persimpangan yang terkenal
tajam dan juga jurang curam karena siapa saja yang melaju terlalu cepat dapat langsung
melaju terbang memasuki jurang yang di bawahnya. Setengah berharap jika mobil hummer Alphonso
itu menerjang keluar dan terjun ke jurang akan tetapi kelihatannya mobil itu baikbaik saja berbelok dengan kecepatan tinggi hingga tidak terlihat oleh mataku. Aku mulai
hendak ~ 229 ~ - B L E S S E D H E A R T menurunkan kecepatanku karena bagaimanapun juga aku sedang meluncur turun. Saat
mendekati persimpangan, aku menekan rem depan dan belakang sepedaku perlahanlahan, laju sepedaku sama sekali tidak berkurang bahkan semakin bertambah.
Tidak mungkin!! Dengan cepat aku menekan berkali-kali lagi dan mendapati rem sepedaku sama
sekali tidak bekerja, kedua-duanya! Kecepatan melajuku semakin tinggi karena jalanan yang
menurun, aku dengan panik mulai menekan rem sepedaku keras sekali dan ketakutan melanda
diriku. Jelas aku ingat tadinya aku berhasil melambatkan sepedaku sesaat sebelum mobil
Michelle maupun Alphonso mendekatiku. Tidak mungkin remku blong tiba-tiba, apalagi keduaduanya sekaligus. Sepedaku terus melaju semakin cepat. Dengan nekat aku hendak
membelokkan stang sepeda untuk membelok tajam namun saat itu juga aku menyadari ... stang
sepedaku tetap tegak tidak mau membelok sama sekali. Seolah-olah ia sudah dilekatkan
hanya untuk dapat melaju lurus ke depan.
"Tidak mungkin!!!!" teriakku begitu keras. Jarak dengan pembatas jurang sudah
semakin dekat. Dengan cepat aku menurunkan sebelah kakiku agar sepatuku menapak jalanan
dan dapat menghentikan laju sepeda dengan gesekan sepatu dengan aspal.
Kecepatanku berkurang meski hanya sedikit dan sama sekali tidak membantu. Tepat
pada saat sudah mendekati pagar pembatas aku nekat menurunkan kedua kakiku sekaligus
ingin menghentikan semua laju ini seketika. Tanpa ampun kedua kakiku terlempar ke
belakang dan tubuh depanku terdorong ke depan bergantung di atas sepeda. Bersamaan dengan
sepedaku, aku terus melaju ke depan dan menabrak pembatas jalanan membuat tubuhku
terlempar melewati pembatas dan jatuh menghajar tanah di ujung jurang. Memberikan hentakan
rasa sakit pada seluruh tubuh dan kemudian tubuhku berguling jatuh ke dalam jurang
bersama dengan sepedaku yang juga terbalik dan terlontar ke dalam jurang. Aku melihat
tanah dan sejenak kemudian langit, kembali tanah dan akhirnya langit.
Mendadak untuk sesaat aku merasa melayang di udara dan berikutnya gravitasi
melakukan tugasnya menarikku jatuh bebas dengan punggung yang langsung jatuh ke bawah.
Menuju ke laut yang dangkal dan dipenuhi batu-batu karang yang besar dan mencuat. Dilihat
dari sisi mana pun juga air laut yang terdalam pada karang di bawah hanyalah sekitar satu
atau dua meter dan aku akan jatuh bebas dari ketinggian puluhan meter. Jantungku terasa
tercabut dan

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suara udara yang bertiup kencang terdengar menjerit di samping telingaku.
Aku akan mati kali ini. Tubuhku tak berdaya terus terjatuh bebas, tanganku mencoba bergerak-gerak
menggapai udara kosong, nafasku tertahan, tenggorokanku tercekat tidak dapat berteriak
meski ada ~ 230 ~ - B L E S S E D H E A R T begitu banyak rasa sesak di dada yang ingin melompat keluar. Bayangan jurang
semakin mengecil, aku tidak ingin terjatuh, tidak ingin mati, tidak ingin semua ini
terjadi tapi apa yang dapat kulakukan. Aku merasa begitu tidak berdaya dan menarik nafas berat menatap langit dan awan
di atas dengan beberapa burung terbang melintas. Sekarang, aku hanya dapat memasrahkan
diriku padaNya menerima semuanya. Beberapa ingatan kehidupanku berputar balik dan
perasaanku menjadi begitu tenang serta terasa begitu sakral. Kematian terasa begitu dekat
dengan bibirku, aku melihat langit jauh di atas... dan sebuah kenangan muncul.
Tanganku terdorong perlahan ke atas ingin meraih langit biru itu.
Langitku... Mimpiku... Aku ingin terbang...
Ingin terbang ke langit biru.
Aku melihat langit di antara tanganku dan menutup mataku perlahan-lahan.
Yah Tuhan suatu saat nanti biarkanlah aku terbang. Mungkin di kehidupanku yang
mendatang... Tubuhku terus terjatuh dan aku pasrah menerima nasibku. Detik demi detik
berlalu. Semuanya begitu senyap dan damai, aku kembali membuka mataku melihat langit biru
dan sepedaku yang tepat di atasku terlihat jatuh begitu lambat.
Begitu lambat atau mungkin tidak bergerak sama sekali.
Telingaku dapat dengan jelas mendengar suara ombak yang pecah oleh dinding
karang di bawahku, bahkan percikan air dingin menciprati punggungku. Seketika itu juga
otak sadarku mengambil alih, aku seharusnya jatuh dan menghantam karang, dan tubuhku mendadak
terjatuh kembali. Punggungku menghantam air dan tanganku membentur batu karang
yang menonjol, langsung memberikan rasa perih dan sakit hingga ke tulang. Detik
berikutnya lagi sepedaku ikut jatuh dan menubruk kakiku di dalam air. Tubuhku berhenti tenggelam
setelah punggungku membentur sebuah karang di dasar laut dan secepat itu juga aku
merasakan lukaku yang tergores bebatuan curam di atas tadi menjerit perih oleh air laut
yang asin. Melupakan semua kesakitan itu aku berenang ke atas mengambil nafas mendorong
wajahku ke permukaan air. Tanganku segera meraih sebuah karang yang cukup besar dan
memaksa tubuhku mendekatinya untuk merangkak naik ke atasnya. Karang itu terasa dingin,
licin dan pada beberapa tempat terasa kasar dan tajam, bersusah payah aku akhirnya
berhasil membaringkan punggungku di atas batu licin, paru-paruku mengembang dan mengempis
dengan cepat. Lidahku terasa asin. Tubuhku terasa dingin mengigil.
~ 231 ~ - B L E S S E D H E A R T Suara ombak terus terdengar menghempas keras dan air bercipratan ke mana-mana
pada tubuh dan wajahku. Mataku menatap langit biru yang di atas, otakku belum dapat
berpikir dan aku melihat pada ujung atas persimpangan jalan tempat tadinya aku jatuh,
terlihat jauh sekali. Dan aku tidak mati. Terdengar suara pekik nyaring burung dan aku mengigil dalam hening hingga
akhirnya suaraku berhasil keluar, "He...hehehe..." aku tertawa, merasa cukup beruntung atau
mungkin karena dadaku yang sekarang terlalu kaget hingga tidak tahu harus menunjukkan
reaksi apa. Mataku basah dan aku tertawa begitu keras mengeluarkan rasa sesak di dada dengan
detak jantung yang berdetak hebat.
Bahagia rasanya masih hidup.
Amarah pada Alphonso lenyap begitu saja menjadi tidak berarti sekali
dibandingkan kejadian ini. Nafasku menjadi semakin perlahan setelah tertawa hebat dan mataku terpejam,
aku merasa yakin sekali bahwa sesaat tadi aku berhenti sejenak di tengah udara
dengan sepedaku. Aku masih mengingat setiap sensasi itu dan kesakralan saat mengambang di udara.
Aku merindukan setiap perasaan itu, perasaan saat aku pertama kali merasa diriku
terbang di atas tempat tidur. Perasaan yang kurasakan saat belajar terbang dalam bus. Perasaan
saat terbang terlepas dari gravitasi bumi yang begitu menyesakkanku. Aku merindukannya. Air
mataku mengalir aku yakin ini bukan mimpi, tubuhku mengingatnya, perasaan itu. Rahang
gigiku mengatup rapat. Yah Tuhan katakan padaku, bahwa aku terbang.
Mataku basah. Aku merindukan diriku untuk terbang, aku menginginkannya benarbenar menginginkannya, tapi apakah aku masih bermimpi, hendak menipu diriku lagi.
Begitu banyak emosi yang bergejolak dalam diriku, ketakutan, ketidakpercayaan,
keinginan untuk kembali, kemarahan dan sebagainya.
"Hehe..hehe..." akhirnya sebuah suara tawa keluar dari bibirku. Aku memikirkan
sesuatu dan aku merasa aku akan segera melakukannya, sebuah hal gila dan nekat.
Dengan perlahan-lahan aku menggerakkan tubuhku untuk duduk, membuka pakaian yang
basah dan melihat luka-luka lecet serta memar di tangan dan punggungku. Aku
tidak perduli kembali membuka kedua sepatuku dan dengan bertelanjang kaki aku menceburkan diri
ke laut serta mulai berenang ke tepian. Aku tahu, tidak beberapa jauh dari tempatku
berada terdapat sebuah jalan kecil menanjak yang akan membawaku kembali ke atas jalan
raya. Aku berjalan perlahan meniti tanjakan berhati-hati agar tidak tergelincir dan sambil
tersenyum menyeramkan karena merasa pasti aku akan melakukan hal gila.
~ 232 ~ - B L E S S E D H E A R T Aku tidak tahu apakah aku dapat terbang namun aku punya banyak alasan untuk
mencoba mencari kebenaran itu. Kebenaran yang sudah menyiksaku selama tiga tahun,
membuatku ragu akan diriku dan menghantui di setiap mimpi burukku. Tubuhku mengigil dan
mataku basah. Kaki telanjangku terus bergerak menginjak bebatuan mendaki jurang hingga
mencapai aspal yang panas oleh matahari.
Tak berapa lama kemudian aku sudah berdiri tepat di persimpangan jalan di mana
aku menabrak pembatas rendah tadi. Aku dapat melihat bekas benturan sepedaku pada
pembatas jalan. Menarik nafas, kakiku melangkah melewati pembatas itu dan berdiri
setengah meter dari tepi jurang sambil menatap ke bawah di mana ombak memukul-mukul menciptakan
buih-buih putih dan udara bertiup kencang di sela-sela kulit wajahku, membuat
celanaku yang basah menjadi semakin dingin dan membuai kulit tubuhku.
Aku memandang jauh ke tengah laut, pada matahari yang sudah mulai memancarkan
sinar kemerahan untuk pertama kalinya sebelum malam menjemput dan bulan bersinar. Air
laut berkilau diterpa cahaya kemerahan, bergulung-gulung ditiup angin, langit yang
luas membentang jauh sekali hingga membentuk saebuah garis di kejauhan bercumbu
dengan garis laut, langit dihias warna biru tua, jingga dan kemerahan. Sebuah keteduhan
menyusup masuk dalam diriku bersama suara ombak dan hembusan angin. Kakiku dapat
merasakan tanah dan bebatuan di bawah kakiku yang telanjang dan beberapa luka lecet di
tangan serta sikuku kini memberikan rasa perih dan dingin oleh tiupan angin. Sesaat pikiran
waras kembali menjengukku, apakah aku akan melakukan hal gila ini"
Apakah aku yakin akan terjun dari ketinggian ini lagi"
Aku menatap ke bawah sekali lagi...
Jika aku tidak berhasil mungkin kali ini aku akan mati, apa aku terlalu
memaksakan keberuntunganku" Mungkin sebaiknya aku mulai dari tempat yang lebih rendah, yang tidak mengancam
nyawa atau sesuatu dengan tali. Aku menarik nafasku dalam-dalam. Air laut yang
membasahi rambutku jatuh menetes perlahan-lahan dan luka-luka tergores di tubuhku terasa
sakit berdenyut. Aku sudah terlalu lama menunggu diriku dapat terbang, tiga tahun bukanlah waktu
yang sebentar. Rahangku merapat keras, gigi-gigiku menggigit keras dan rapat, seolaholah semua ini dapat menguatkan semangat, jantung dan jiwaku. Nafasku menjadi dalam dan
perlahan, aku tidak akan mati, jika aku harus mati maka aku akan mati dalam mencoba
menggapai mimpiku. Ini bukanlah jalan kematian, ini adalah jalan yang akan membuka jalan
hidup baruku. ~ 233 ~ - B L E S S E D H E A R T Tapi bagaimana jika aku mati.
Jika aku tidak melakukannya sekarang aku pasti akan terus menyesalinya seumur
hidupku. Mataku tertutup rapat, aku berdoa kepada Tuhan yang telah menciptakan langit dan
bumi dan dengan perlahan aku membuka mata, kembali melihat matahari yang begitu indah,
awan yang menari-nari di langit kemerahan seolah-olah mengundang diriku untuk ke sana.
Angin mulai bertiup melewati belakang tubuhku mengajakku untuk ikut terbang ke langit yang
begitu bebas, menari bersama angin. Detak jantungku bersenandung mengajakku untuk
menggapai kebebasanku. Tanganku membuka lebar ke samping, bagaikan burung yang mengepakkan sayapnya.
Angin semakin terasa berhembus di dalam diriku, kulit dadaku yang telanjang, lenganku
dan jari- jariku yang terbuka. Nafasku semakin tenang, seluruh tubuhku terasa santai dan
serasa begitu damai serta bebas. Rasa takut perlahan-lahan menghilang sepenuhnya, setitik rasa
yang telah lama hilang kini mulai muncul dalam diriku, sebuah sensasi kebebasan. Tanpa
menggerakkan tubuh bagian atas aku menjatuhkan diri terlentang dengan kedua tanganku yang
membuka ke samping. Aku segera terjatuh dan udara berhembus menerjang wajahku membuat mataku terasa
pedih, tidak seperti tadi, kini wajahku menatap langsung ke arah karang dan ombak laut.
Memberikan ketakutan padaku sehingga aku memutuskan untuk menutup mata dan
mencoba memfokuskan diri ke dalam diriku sepenuhnya, merasakan angin keras yang meniup
di sekitar tubuhku. Sebuah sensasi muncul dari tengah-tengah dada, perasaan yang
sudah sangat lama kurindukan dan seluruh tubuhku terasa bergetar ringan oleh sebuah sensasi
yang sangat agung dan nikmat itu, sekaligus membangkitkan sebuah perasaan bebas yang
menakjubkan. Perasaan yang membakar seluruh sel tubuhku dan menyengatku di setiap syarafku.
"AKU DAPAT TERBANG!!!!!!!!!!!!" teriakku sekeras mungkin sambil membuka mata
membiarkan sebuah sensasi rasa yang begitu hebat melanda diriku berlipat-lipat
dan bergulung-gulung seperti ombak besar dan meledak keluar dari dalam tubuhku
mengetarkan seluruh sel dan sarafku. Rasa yang membuatku merasa begitu hebat, begitu
menakjubkan dan tidak dapat dikalahkan, seolah-olah aku mampu melakukan segala hal.
Perasaan sakral itu kembali.
Kembali terasa sebuah ledakan energi dari dalam diriku yang mendesak keluar.
Menghancurkan apa pun yang selama ini telah menahan atau mengunci energi itu dan
membebaskannya untuk mengalir keluar dari dalam diriku ke semua arah. Dirikuyang
terjatuh mulai melambat hingga akhirnya berhenti di tengah-tengah udara.
Melayang di antara tebing-tebing curam.
~ 234 ~ - B L E S S E D H E A R T Bersamaan itu aku merasa diriku begitu ringan dan mengapung dikelilingi energi
yang mengalir lembut ke sekeliling. Terasa seperti sedang mengapung di dalam air
hangat yang begitu ringan, aku berenang di dalam udara dan saat aku berpikir untuk maju,
tubuhku meluncur begitu damai dan menyenangkan menembus udara menuju ke arah depan.
Semuanya terasa begitu alamiah. Aku menatap karang-karang di bawah dan tidak ada
perasaan takut atau khawatir, aku menatapnya seperti apa adanya, hanya sebuah
karang dan

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku merasakan kedamaian dalam diriku yang begitu menyejukkan dan tidak tersentuh
oleh perasaan negatif apa pun.
Hanya kebahagiaan dan kegembiraan sejati.
Tubuhku terus terbang meluncur ke arah lautan bersama angin dan burung-burung
yang juga berterbangan di sekeleling tebing. Kegembiraan dan kebahagiaan meluap-luap di
setiap bagian diriku hingga... tiba-tiba aku berpikir seandainya aku jatuh dan mendadak
tubuhku menjadi berat. Rasanya energi dan kedamaian dalam tubuhku terasa bocor berlarian
keluar yang berikutnya aku merasakan diriku sedang terjatuh dan segera seluruh
permukaan tubuh depanku serta wajahku menghantam permukaan air laut.
Rasanya sakit sekali dan panas, dengan buru-buru aku berenang ke atas,
menyemburkan serta membatukkan air yang memaksa masuk ke dalam mulut, hidung dan tenggorokanku.
Sambil menggerakkan tangan dan kakiku di dalam air untuk menjaga diriku agar tetap
terapung, aku membalikkan diri menatap tempat di mana aku tadinya melompat yang berjarak
sekitar 100 meter. Aku terbang sekitar 100 meter menjauhi jurang.
"WOOOOHOOOO!!!!!!!!" teriakku penuh kegembiraan.
Bibirku tersenyum, jantungku berdetak keras, seperti sedang jatuh cinta berat
dan seluruh tubuhku terasa dialiri semangat, aku begitu gembira. Kali ini tidak ada keraguan
lagi bahwa aku dapat terbang. "Aku terbang ... hahahah ... hahaha.... hahaha!!!"
Aku berteriak berkali-kali lagi hingga akhirnya lelah dan tidur terlentang
sambil terapung di atas permukaan air laut. Aku memandang langit dan mencoba menahan sensasi
kegembiraan dalam tubuhku yang masih juga meluap-luap.
"Aku terbang," Bisikku begitu lirih... Aku terbang.... ~ 235 ~ - B L E S S E D H E A R T Meski hanya mampu terbang sebentar tapi inilah langkah pertama yang akan
mengubah hidupku. Aku tidak bermimpi dan aku yakin sepenuhnya aku dapat terbang.
"Aku terbang ...."
Air mataku tiba-tiba mengalir kembali. Rasa sedih, rasa kebebasan dan semua
bebanku selama ini perlahan-lahan berubah menjadi begitu ringan, kecil dan menguap
keluar. Pertama kali aku merasakan keindahan dalam hidupku setelah semua perjuanganku dan semua
penderitaanku selama ini. Akhirnya mimpiku pun tercapai.
Terima kasih Tuhan. Dan air mataku mengalir lembut, mencuci bersih seluruh diriku dan beban-beban
yang ada. Rasanya seperti aku sedang dimurnikan kembali.
Kembali aku merasakan sebuah sensasi nyaman, tenang dan diselimuti energi yang
lembut mengalir dari dalam diriku. Tubuhku merasakan hembusan angin dingin di belakang
punggungku dan saat aku membuka mata, aku sudah terbang sekitar dua meter di
atas permukaan laut. Membuatku terkejut dan terjatuh kembali ke laut dengan punggung
tegak menghantam permukaan air laut.
Rasanya sakit sekali. *** Malamnya Michelle pulang ke apartemennya dan menemukan seluruh ruangan dan
kamarnya sudah dibersihkan. Di dalam kulkas terdapat beberapa piring masakan yang siap
dipanaskan dan di pintu kulkas atas terdapat sebuah memo bertuliskan.
"Ucapkan terima kasih pada Alphonso atas kebaikannya."
Michelle membaca kertas itu dan kemudian menatap Alphonso, "Apakah kau melakukan
sesuatu pada Jaime yang membuatnya berterima kasih padamu?" Mata Alphonso
tersenyum, "Mungkin sedikit perbaikan pada sepedanya."
Michelle tertawa senang "Senang kalian bisa akrab," tangannya mengeluarkan
sebuah piring spaghetti dari dalam kulkas dan meletakkannya pada microwave.
"Apakah dia yang memasak itu?"
"Tentu saja, dia pemasak yang handal."
Saat microwave berbunyi dan Michelle meletakkannya di meja makan, dengan gelisah
Alphonso bertanya, "Apakah tidak ada racunnya?"
~ 236 ~ - B L E S S E D H E A R T "Mengapa dia meletakkan racun di dalamnya?"
Alphonso tersenyum risih dan berbisik, "Karena dia berterima kasih padaku."
*** Beberapa hari berikutnya aku selalu berlatih sebelum tidur. Malam ini tepat
sebelum tidur, aku menggerakkan pikiranku mencoba untuk memerintahkan agar tubuhku dapat
melayang di atas tempat tidur, tapi sama sekali tanpa hasil. Aku belum mampu untuk terbang
sesuka hatiku dan bahkan di saat benar-benar menginginkannya aku malah tidak mampu
terbang barang satu sentipun. Tapi kebalikannya beberapa kali aku dapat terbang sendiri
di saat tidak menginginkannya, pagi tadi saat meditasi aku mendapati diriku sedang melayang
dan kemudian terjatuh kembali. Membuat kakiku kesakitan menghajar lantai keras.
Kontrol diriku kacau tapi sejauh yang dapat kuingat, aku dapat terbang jika
pikiranku tenang dan damai, bergerak dengan niat yang teduh bagaikan air mengalir. Akan tetapi
begitu aku benar-benar menginginkan tubuhku untuk terbang, tubuhku malahan kembali
terjatuh. Titik pengendalian itu sangat tipis dan sangat sensitif, begitu lembut dan sulit di
tangkap ketepatan perasaannya. Perasaannya persis seperti sedang berjalan di atas seutas benang
tipis, sedikit kesalahan saja maka tubuh akan terjatuh, namun jika menginjaknya dengan tepat
maka tubuh akan terbang. Aku hanya dapat melatih ketenangan pikiran lebih dalam melalui
meditasi dan pemahaman diriku atas energi yang mengalir dari dalam tubuh. Mengenai sepedaku,
aku terpaksa membeli yang baru setelah yang kemarin tercebur ke laut dan reyot di
sana sini, belum lagi memikirkan kesusahan untuk mengangkatnya naik ke atas jalanan
sehingga aku lebih memilih untuk membeli yang baru.
Berminggu-minggu ke depan berikutnya aku terus berlatih dan aku berjanji jika
sudah menguasai terbangku dengan bagus, aku akan langsung mendaftarkan diriku pada
BtP. Tidak ingin mendapat malu lagi dengan terbang setengah-setengah. Aku akan menjadi
anggota BtP mengejutkan semua orang, untuk saat ini aku hanya dapat berlatih sendiri. Sering
di tengah malam buta, aku akan masuk ke dalam hutan di belakang rumah dan berlatih terbang
di sana hingga suara kicauan burung dan sinar matahari pagi menyadarkanku yang sering
lupa waktu. Selama berlatih terutama pada saat meditasi aku semakin dapat merasakan energi
yang mengalir lembut dan hangat di dalam diriku dan aku merasa pusat gelombang energi
di dalam diriku berpusat di hati atau tepatnya terletak di tengah-tengah dada.
Dengan demikian di saat aku berfokus pada hati atau tengah dada, aku merasakan
kebahagiaan, ketenangan, kedamaian dan dapat dengan tenang terbang. Berlawanan
bila aku memaksakan untuk merasakan seluruh kontrol diriku terpusat pada kepala atau
otak, aku tidak dapat mengendalikan apa pun dan biasanya langsung terjatuh. Aku juga
merasakan saat aku terbang dalam keadaan biasa, pakaianku akan tertahan oleh gravitasi dan
terasa berat, ~ 237 ~ - B L E S S E D H E A R T meski itu sangat kecil sekali. Akan tetapi saat aku berniat mengalirkan energi
di sekitar pakaianku, dengan jelas terasa sebuah energi menyelubungi pakaian itu dan aku
dapat terbang tanpa merasa pakaian itu menjadi beban.
Aku mencoba untuk mengangkat sepedaku untuk dapat terbang dan segera merasakan
beban berat daripada sepeda itu yang membuatku capek mengangkatnya. Berlainan jika aku
berniat menyalurkan energi tubuhku ke dalam sepeda itu dan membuat sepeda diselimuti
oleh energiku maka aku dapat terbang dengan sepedaku tanpa merasakan beban dari
sepeda, tapi itu luar biasa melelahkan karena harus mengalirkan energi terus menerus.
"Latihan membuat semuanya menjadi sempurna." Sebuah tulisan tangan di atas
kertas besar ditempel olehku di semua tempat yang dapat dilihat oleh mata. Aku terus berlatih
terbang di dalam rumah dan kapan saja aku memiliki kesempatan. Pada awalnya terbang selama
satu menit telah membuat tubuhku lelah tidak termasuk akal, kepalaku terasa begitu
pusing dan ruangan terasa berjungkir balik, mungkin inilah yang dinamakan mabuk terbang
jika itu benar ada. Karena mendadak aku seperti kehilangan arah antara atas dan bawah,
lagipula cara terbangku yang belum sempurna mengalir, membuatku sering berputar-putar dan
merasa mual. Perlahan-lahan seiring berjalannya waktu dan latihan, waktu untuk terbang dapat
menjadi semakin lama. Hingga setelah berapa bulan latihan kini aku dapat terbang
selama satu jam hingga beberapa jam tanpa harus merasa kelelahan.
Tidak ada hal yang aneh terjadi kecuali porsi makanku yang mendadak bertambah
dan menghabiskan gajiku lebih banyak. Terbang adalah sesuatu yang sangat
menyenangkan. Tidak bosan-bosannya aku meluncur di kegelapan malam, menerobos langit malam
dalam kebebasan yang begitu menakjubkan.
Aku mencintai semua ini. Madame dan Master sepakat kalau belakangan ini wajahku selalu kelihatan
bersinar-sinar, binar mataku begitu hidup dan mereka menebak aku akan segera menikah. Aku tetap
tersenyum manis juga misterius ingin mengejutkan mereka kelak.
*** "TIDAK MUNGKIN!!!!!!" Teriakku begitu keras saat menatap balasan dari BtP
melalui situs online mereka. Sudah sejak pagi dini hari aku membuat data diriku dengan lengkap dan
mengirimkannya pada situs penerimaan alinergi BtP, dengan penjelasan lengkap kekuatanku yang
kali ini dapat aku akui tidak akan berakhir memalukan seperti yang pertama kalinya.
Wajahku menjadi merah, bangga dan senang jika memikirkan aku akan segera diterima di
BtP. Sejujurnya aku bahkan sudah sibuk memikirkan semua itu dalam seminggu belakangan
dan ~ 238 ~ - B L E S S E D H E A R T bahkan sudah membuat rencana masa depan untuk membeli rumah baru demi anak dan
calon istriku, Nadia, hingga mengidap penyakit susah tidur bermalam-malam.
Cara pendaftaran alinergi pada BtP saat ini hanya boleh melalui situs online
untuk membuat janji temu, tidak lagi seperti yang terdahulu membiarkan calon langsung masuk ke
dalam markas dan dites. Jika ditelusuri alasannya adalah karena beberapa tahun lalu di
salah satu cabang BtP di luar negeri diserang oleh para alinergi musuh yang berpura-pura
mendaftar dan meledakan markas itu dari dalam. Sejak saat itu berlaku untuk semua Markas Besar
maupun cabang BtP bahwa penerimaan alinergi harus dikonfirmasi terlebih dahulu melalui
surat, e- mail online atau mengisi data diri lewat situs online BtP yang kemudian dari
informasi data diri itu akan diperiksa latar belakangnya yang bersih atau tidak. Kemudian jika
dipanggil maka akan mendapatkan sebuah kartu pass yang dapat digunakan untuk memasuki
markas BtP menjalani tes kekuatan.
Kini wajahku serius menatap layar komputer, ingin rasanya aku membanting apa pun
di dekatku. Data diriku ditolak secara otomatis oleh komputer dan aku tidak
dipersilakan untuk mencoba atau mendaftar sama sekali.
Sebuah peringatan tertulis,
"Nama anda sudah berada di dalam daftar hitam kami, karena sudah pernah
mendaftar sebelumnya dan tidak terbukti dapat menunjukkan kekuatan anda. Anda tidak
diperkenankan untuk mendaftar lagi, membuat janji temu atau menjadi anggota BtP."
Ingin rasanya aku berteriak keras dan memaki siapa pun. Pada waktu lalu aku
tidak diterima karena tidak dapat menunjukkan kekuatan tapi sekarang jelas aku ditolak setelah
dapat menguasai kekuatanku. Aku terus mencari dan membaca informasi yang mana pun juga
yang berhubungan dengan penerimaan anggota BtP selain dari situs resmi mereka. Aku


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

baru mengingat bahwa diriku sudah pernah masuk ke dalam daftar hitam karena peristiwa
kemarin, tapi sulit rasanya menerima jika aku sungguh ditolak.
Dari beberapa situs aku mendapatkan informasi, jika orang yang sudah masuk dalam
daftar hitam BtP dan memaksa untuk mendaftar pada BtP secara langsung hal itu sama saja
mendaftarkan dirinya menjadi rabbit. Kedua tanganku memegang kepalaku dan
mencoba berpikir keras, jika aku adalah alinergi dapat terbang namun tidak dapat
mendaftar pada BtP apa gunanya semua diriku!
Aku mengamuk. Semua usahaku sia-sia. Kembali aku ingin menghancurkan sesuatu,
ingin membanting meja, menendang sofa atau menghancurkan sesuatu tapi memikirkan semua
biaya yang harus kuganti dan usaha yang kulakukan untuk memperbaikinya, aku
memilih untuk duduk diam. ~ 239 ~ - B L E S S E D H E A R T Aku berdiri, karena tidak dapat duduk diam,
Aku berjalan ke sana kemari, gelisah.
Selama beberapa bulan ini aku habiskan semuanya untuk berlatih terbang. Untuk
apa" Selama ini aku bertahan di sini. Untuk apa"
Aku keluar dari desaku. Untuk apa"
Tanpa sadar aku meninju dinding rumahku begitu keras. Meninjunya lagi dan terus
meninjunya lagi. "Untuk apa...?" tanyaku pada diriku sendiri. Sekarang aku bisa
terbang tapi untuk apa. Sekarang aku sudah menjadi alinergi tapi aku tidak bisa memasuki BtP,
jadi apa kegunaanku, jadi penjahat" Air mata kesalku mengalir. Apa yang akan terjadi
padaku. Dan aku hanya dapat berbisik lirih, "Apa yang akan kulakukan sekarang..." tubuhku
terasa begitu lelah. *** Aku kembali bekerja di Kafe Eve seperti biasa tapi kupikir aku sudah kehilangan
binar di mataku. Madame dan Master sepakat kalau aku baru saja patah hati, rencana
pernikahanku gagal dan ditendang oleh kekasih hati. Mereka bersikap begitu baik padaku dengan
harapan aku tidak membunuh diri. Dunia belum berakhir bila kamu diputuskan, kata Madame dan aku tetap tersenyum
manis dengan wajah yang tidak ada beda dengan mayat yang sudah kehilangan sinar
kehidupan. Berikutnya aku melewati hari demi hariku dengan kehilangan sukmaku, aku pergi
bekerja, pulang, makan, tidur dan tidak melakukan apa pun selain itu. Tidak ada terbang,
tidak ada meditasi dan tidak ada lagi hal-hal yang berkaitan dengan alinergi.
Aku adalah alinergi, tapi tidak memiliki takdir memasuki BtP dan pilihanku
hanyalah menjadi alinergi liar, alinergi penjahat atau rabbit. Aku tidak tahu lagi. Apa
gunanya aku alinergi jika tidak bisa memasuki BtP"
Aku tidak tahu lagi ... Aku merasa lelah dan capek bermimpi
Aku hanya ingin tidur dan melupakan semuanya.
Melupakan Nadia... Dia terlalu jauh untukku, untuk digapai oleh kedua tanganku dan aku terlalu
lelah untuk melakukan apa pun juga. Tapi ... aku tidak tahu apa yang telah terjadi padaku,
aku masih ~ 240 ~ - B L E S S E D H E A R T dengan bodoh mencintainya. Mengapa perasaanku tidak sedikit pun memahami
kesusahanku, mengapa perasaanku tidak mengurangi sedikit pun kesakitan karena begitu
menginginkannya setelah melihat ketidak berdayaanku.
Kegilaan ini. Penipuan diri ini. Penyiksaan diri ini... entah kapan akan berakhir.
Kini takdirku cuma satu ... bersembunyi ... menyembunyikan kekuatanku atau aku
akan dijadikan rabbit. Aku tidak pernah terbang lagi.
Setidaknya tidak hingga saat itu.
~ 241 ~ - B L E S S E D H E A R T Bab 13 TERBANGKAN KAMI KE PERTEMPURAN Pagi ini kekesalanku meningkat berkali-kali lipat mengikuti kenaikan suhu udara
sekitar yang semakin panas dan menyesakkan. Aku sedang berada di tengah pusat kota
Viginia, tepatnya terlantar di depan sebuah kios tempat penjualan burger, duduk berdesakdesakan dengan beberapa orang yang keluar dari kendaraan mereka dan ikut duduk di depan
kaki lima pertokoan terdekat. Berhubung karena semua kafe dan toko makanan maupun minuman
terdekat dipenuhi orang-orang yang memesan satu atau dua minuman dan duduk
hampir tiga - empat jam. Sejak pukul 09.00 pagi semua jalanan pusat kota sudah mengalami
macet total dan tidak tanggung-tanggung hampir seluruh jalanan dipenuhi kendaraan dan bus
umum yang berhenti beroperasi hingga jarak tiga - empat kilometer dan mungkin sudah
semakin panjang. Dapat terlihat bahwa aktivitas penduduk Viginia lumpuh total, tidak ada yang
dapat bergerak dengan macet seperti ini. Keadaannya memang agak darurat, layar televisi di
sebuah toko televisi kini terus mengabarkan situasi terakhir dari penyebab kemacetan itu.
Beberapa alinergi, mungkin lebih tepatnya sekelompok alinergi yang menamai dirinya
kelompok Themis3 nekat menyerang sebuah bank terbesar di pusat kota Viginia demi
mendapatkan uang untuk membiayai perjuangan mereka. Kelompok Themis merupakan kelompok yang
3 Dalam legenda yunani kuno, Themis adalah dewi keadilan. Patungnya memegang
pedang dan timbangan dengan mata ditutup secarik kain hitam
~ 242 ~ - B L E S S E D H E A R T dinamakan sebagai Kelompok Pembebas oleh BtP, karena kegiatan mereka yang sering
membebaskan tawanan BtP. Dan BtP melarang siapa pun termasuk media massa
menggunakan nama kelompok Themis karena mereka dianggap sebagai teroris bukan
kelompok keadilan. Mereka berhasil menguasai bank tersebut sejak pukul 08.30
pagi. Hingga saat ini pukul 13:15 di depan jalanan bank tersebut sudah terjadi kerusakan
berat yang diakibatkan oleh beberapa anggota Kelompok Pembebas yang menggunakan peluncur
roket untuk menembakkan puluhan roket dan meledakan mobil-mobil yang sedang berada di
jalanan. Sengaja menciptakan kemacetan untuk menghambat laju para petugas
keamanan. Tidak hanya sampai di situ, peluru-peluru dari senjata api mereka juga telah
melukai tidak sedikit para petugas keamanan dan para pejalan kaki di luar bank.
Kelihatannya mereka memiliki persenjataan yang cukup lengkap bahkan menurut
kabar, kelompok mereka berjumlah lebih dari lima puluhan orang dengan perkiraan
sebagian besar dari mereka adalah alinergi. Ini merupakan jumlah terbesar di mana berkumpulnya
alinergi bukan BtP dalam tiga tahun terakhir. Bank yang mereka rampok terletak tepat di
sebuah sudut persimpangan jalanan besar yang merupakan urat nadi perkotaan dan kini
dengan banyaknya kendaraan yang hangus terbakar dan juga penutup jalan yang disiapkan
oleh petugas keamanan bekerja sama dengan petugas pemadam kebakaran serta anggota
BtP, membuat seluruh akses dari dan ke pusat kota tertutup dan lumpuh total.
Sedangkan jalan- jalan alternatif lainnya dalam keadaan macet luar biasa dan bahkan hampir tidak
bergerak, kelihatannya beberapa alinergi Kelompok Pembebas juga sengaja merusak jalanjalan tersebut sebelum memulai aksi mereka. Keadaan ini sama sekali tidak menunjukkan
adanya tanda-tanda akan segera berakhir setelah mereka berhasil menyandera ratusan
orang di dalam gedung bank tersebut yang bertingkat 10.
Aku harus memutuskan untuk segera menelepon Master agar ia menahan Susan karena
bagaimanapun juga aku bakal terlambat atau mungkin aku terpaksa harus mengambil
cuti terakhir bulan ini karena aku tidak yakin sama sekali dapat tiba di kafe sebelum
pukul 15.00. Yang terutama adalah aku sudah bosan menunggu, menunggu dan menunggu semua
keributan ini untuk selesai sejak berjam-jam lalu. Tidak ada satu pun kendaraan
yang bisa bergerak mengantarkanku pulang. Selain itu yang lebih membuatku khawatir sedari
tadi adalah sepasang suami istri yang berada di dalam mobil tepat di depan jalanan di
mana aku berada. Mobil itu terjebak macet sedari pukul 10:00 dan istrinya yang sedang
hamil tua menjerit-jerit emosional sejak berjam-jam lalu, membuat suaminya kalang kabut
dan ambulans darurat belum juga tiba. Baiklah mungkin hanya ambulans jenis
helikopterlah yang bisa menyelamatkannya mengingat kemacetan mobil yang sudah begitu panjang dan
itupun diragukan jika ada tempat berhenti untuk helikopter tersebut.
~ 243 ~ - B L E S S E D H E A R T Kini istrinya mulai mengumpat dengan kata-kata yang jauh lebih kasar daripada
makian seorang pelacur paling buruk sekalipun. Mendengar rintihan bercampur umpatan
yang keluar dari wanita itu sama sekali tidak menyenangkan, berjam-jam lalu aku mendengar
suaminya dengan penuh kekhawatiran dan nada menenangkan mengatakan pada istrinya bahwa
rumah sakit telah mengirimkan pertolongan ke lapangan. Entah bagaimana pertolongan
yang dimaksud tidak tiba-tiba juga setelah tiga jam berlalu. Aku mendengar seluruh
rumah sakit terdekat penuh karena cukup banyak orang yang terluka akibat ulah Kelompok
Pembebas itu. Kini kebanyakan orang hanya bisa duduk menunggu di dalam mobil atau beristirahat
di toko- toko sekeliling, sambil mengumpat atau berteriak. Aku sendiri sedang berjuang
mengendalikan diri untuk tidak membantu istri yang sedang hamil itu dengan
membawanya terbang ke rumah sakit. Detik demi detik terus berlalu, aku berpikir kembali
bahwa aku tentu saja dapat membantu tapi permasalahannya aku akan dikenali oleh kamera-kamera
jalanan dan itu bukanlah hal cerdas yang ingin kulakukan, pastinya aku tidak akan
menolongnya karena aku tidak mau dijadikan rabbit jika ketahuan nanti.
Aku hanya ingin pulang dan menyerahkan semua urusan ini pada pihak BtP saja,
sejak bagi mereka hampir tidak ada yang mustahil. Dengan kesal aku sudah mulai berpikir
untuk memilih berjalan kaki pulang dan hingga pada tempat sepi mungkin aku dapat
terbang tinggi sambil berharap tidak ada orang yang akan memotretku. Memikirkan hingga ke sana
aku tidak menyukai apa yang kupikirkannya, apalagi aku akan menjadi rabbit untuk BtP
jika aku ketahuan, terlalu berisiko, aku tidak akan mengambil risiko membunuh diriku
hanya karena hal sekecil ini. Jika ada alasan mengapa aku belum berjalan pulang dari tadi
adalah karena aku berpikir semua masalah akan selesai dengan cepat jika para alinergi BtP
sudah turun tangan namun ternyata hingga kini setelah semua anggota BtP tiba di lokasi pada
pukul 09.30 semua permasalahannya tidak selesai-selesai juga.
Sebuah tamparan luar biasa bagi para anggota BtP yang biasanya menyelesaikan
masalah dalam hitungan menit. Dengan pasrah aku mengeluarkan telepon genggam dan
menelepon Master yang beberapa menit kemudian aku segera menutup telepon. Master tidak
menerima cutiku dan tidak juga menahan Susan, karena bagaimanapun juga akibat kejadian
perampokan ini seluruh anggota BtP dalam keadaan siaga dan sibuk, dengan
demikian Kafe Eve yang keseluruhan para pelanggannya adalah anggota BtP sama sekali tidak
memiliki pengunjung. "Yah bagaimanapun Kafe Eve hidup dari para pegawai BtP," desahku. Detik demi
detik terus berlalu dan menit demi menit pun permisi dari depanku seakan-akan mengejek.
Menunggu adalah hal yang paling kubenci dan aku bahkan tidak pernah memiliki kosakata
sabar dalam diriku. Aku tidak dapat duduk diam selama berjam-jam tanpa melakukan apa pun,
setidaknya ~ 244 ~ - B L E S S E D H E A R T aku membutuhkan buku bacaan atau sejenisnya dan aku sudah kehabisan pilihan itu
karena

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tadi pagi aku sudah nekat membeli sepasang pakaian baru yang cukup mahal.
Orang miskin ini harus berhemat sekarang. Mungkin sebaiknya aku terbang pulang
saja dan menghemat uang taksi. Pikiranku tidak dapat menunggu lebih lama lagi, aku sudah menunggu berjam-jam
dan tidak berniat menunggu lebih lama lagi. Perampokan ini sama sekali tidak menunjukkan
tanda- tanda akan berhenti, aku teringat ada juga kasus penyanderaan yang berlangsung
panjang hingga menghabiskan waktu tiga bulan seperti yang terjadi di negara timur
beberapa tahun lalu. Tidak ada yang lebih buruk dari suhu yang panas pengap, suara bising
beberapa mesin mobil yang masih hidup, asap dan debu yang berterbangan dan semua keributan ini.
Aku semakin kesal dan begitu juga ibu hamil itu karena makiannya yang sudah semakin
menjadi- jadi dengan menyebut urutan nama-nama penghuni kebun bintang.
Ayam, anjing, monyet, babon, kera, kucing, kambing, babi, ular...
Baiklah, aku harus meninggalkan tempat ini. Dorongan demi dorongan kekesalan
yang terus kutahan kini menjebol pintu pertahanan kesabaran terakhirku yang memang sangat
tipis. Aku memutuskan untuk terbang pulang.
Aku bangkit berdiri meninggalkan jalanan panas dan berjalan mengarah ke sebuah
gedung hotel yang hanya berjarak beberapa gedung dari tempat aku berada sebelumnya.
Memasuki gedung itu, aku segera disambut udara dingin ruangan dan melihat banyaknya orang
yang berada di lobby hotel. Kakiku langsung melangkah ke dalam lift dan menekan
tombol menuju ke lantai 20 yang merupakan lantai tertinggi yang dapat dicapai. Tiba di lantai
tersebut aku segera mencari sebuah pintu dengan tanda emergency exit untuk menelusuri tangga
ke atas gedung hotel. Aku sudah memperhatikan hotel ini sedari tadi dan tempat ini jelas
aman dari kamera pengawas jalanan. Udara panas segera menerjangku saat aku mendorong sebuah pintu berat yang tidak
terkunci menuju ke lantai teratas tempat ini. Tempat ini kosong sepenuhnya dan dari
tempat ini aku dapat melihat beberapa asap hitam yang sedang bergelung naik dari tempat lokasi
perampokan bank itu. Pertempuran masih terjadi dan semua itu tidak ada
hubungannya denganku. Tanganku segera mengeluarkan sepasang pakaian baruku dan tersenyum,
tidak nantinya aku nekat akan terbang jika bukan karena kebetulan membeli sepasang
pakaian baruku ini. Otakku sudah memiliki rencana yang kususun selama berjam-jam kebosanan tadi. Aku
akan segera berganti dengan pakaian baru, menggunakan pakaian lama menutupi wajahku
dan melesat terbang ke atas langit sangat tinggi sekali menembus awan hingga orangorang hanya ~ 245 ~ - B L E S S E D H E A R T akan melihatku sebagai sebuah titik dan kemudian baru terbang mengarah pulang.
Berganti pakaian adalah keharusan karena kamera pengawas jalanan jelas merekam diriku dan
pakaian yang kukenakan di bawah sana. Mataku melihat pada dataran tinggi kehijuan di
kejauhan tempat Graceland berada dan memperkirakan jaraknya. Puas memperhitungkan
semuanya aku segera kembali bersembunyi di balik pintu hotel untuk menukar pakaianku dan
rencananya adalah setelah aku berganti selesai aku akan membuka pintu dan
langsung melesat terbang ke atas langit secepat mungkin. Tidak akan ada yang akan
menyadarinya. Selesai berganti celana dengan celana jeans dan membuka pakaianku, aku terkejut
mendengar suara di ujung bawah tangga, kemungkinan beberapa orang sedang berbicara sambil
berjalan menuju ke atas lantai untuk melihat tempat kejadian. Dengan gugup aku segera
mendorong pintu dan keluar dengan terburu-buru sambil memasukkan pakaian lamaku ke dalam
kantongan baju dan mengeluarkan pakaian baruku. Detik berikutnya sebelum aku
dapat mengenakan pakaian, aku mendengar suara deburan helikopter yang berputar keras
di atasku. Menolehkan kepalaku ke atas, terlihat sebuah helikopter yang sedang terbang atau
tepatnya melayang jatuh. Helikopter itu mengeluarkan asap yang lebat dan berputar tak
terkendali dari arah lokasi pertempuran yang sekarang sedang jatuh menuju kejalanan ramai di
depan jalanan hotel. Mataku dapat melihat tanda silang merah yang biasa dipakai ambulans dan
juga lambang BtP pada heli tersebut.
Jelas helikopter itu adalah heli penyelamat BtP dan seingatku heli itu sudah
berkali-kali melewati atas Kafe Eve. Tidak diragukan helikopter itu menerima serangan yang
menyebabkan mesinnya terus menerus mengeluarkan asap hitam dan melayang jatuh
tak terkendali. Tanganku menjadi kaku karena helikopter itu semakin mendekati ke
arahku dan akan segera jatuh menabrak gedung. Kemungkinan lebih besar helikopter itu akan
jatuh ke jalanan dan menghantam mobil-mobil yang sedang berjejer di bawahnya.
Seorang wanita yang sedang mengandung dan memaki dengan kata-kata kasar itu
tepat berada di bawah jalanan tempat heli tersebut mungkin jatuh.
Detik berikutnya pakaian baruku terjatuh di lantai. Saat aku menyadarinya aku
sudah sedang melesat terbang menuju ke arah helikopter yang sedang berputar-putar liar itu.
Tidak perduli jika aku akan ketahuan, aku bahkan tidak memikirkannya. Mengingat
nyawa manusialah yang sedang dipertaruhkan. Aku dapat saja lari jika aku ketahuan
sebagai alinergi, tapi setidaknya aku berhasil menyelamatkan beberapa nyawa di bawah sana. Tubuhku
terbang mendekati helikopter yang dengan baling-baling liarnya berputar tidak
karuan hampir menyambar tubuhku. "Huk," asap panas dan hitam segera menerjang wajahku. Untuk
sementara aku tidak dapat melihat apa pun kecuali asap hitam dan mendadak
baling-baling helikopter menyambar membelah asap tepat di dekat dadaku.
~ 246 ~ - B L E S S E D H E A R T Wajahku langsung memucat dan jantungku berhenti berdetak untuk sejenak.
Dengan nekat aku melayang terbang turun ke bawah helikopter untuk menghindari
asap juga baling-balingnya dan kedua telapak tanganku berhasil menyentuh bagian bawah
tubuh heli tersebut. Aku segera membiarkan energi dari tengah dada tubuhku menyebar
menyelimuti heli dan mendorongnya naik menjauh dari jalanan dan semua gedung-gedung yang
ada. Meski heli tersebut berhasil naik ke atas namun baling-baling mesinnya masih
hidup sehingga aku juga ikut berputar-putar di tengah udara bersamanya. Tepatnya
dipaksa berputar-putar tidak menentu dan aku berusaha keras mengendalikan keliaran itu
tanpa hasil, hal ini persis seperti aku berhasil menyelamatkan seorang yang sedang tenggelam
dan saat aku berhasil menyentuh orang malang itu, dia mulai kalap menyambar-nyambar dan
mengancam keselamatan kami berdua.
Aku harus menghentikan deru mesin helikopter tersebut sebelum membawanya ke
tempat yang aman. Dengan perjuangan keras aku segera membawa helikopter liar itu jauh
semakin ke atas langit meski dengan cara berputar-putar tak menentu. Hingga ketinggian
tertentu, aku segera melepaskannya kembali dan dengan cepat aku terbang menuju ke arah depan
helikopter. Di sana terlihat kaca helikopter tersebut pecah berlubang terkena
beberapa tembakan dan secara keseluruhan semuanya sedikit buram, susah untuk melihat ke
dalam maupun bagi orang dalam untuk melihat keluar. Dengan cepat aku menempelkan
diriku di depan kaca, mengikuti perputaran heli dan memukul kaca itu berkali-kali sambil
berteriak keras, "Matikan Mesinnya!!!!!!!"
Aku dapat melihat seorang co-pilotnya masih berusaha mengendalikan helinya yang
berputar-putar. "Matikan mesinnya," teriakku sekali lagi sambil terus mengedor
keras dan saat itu juga aku menyadari bahwa heli tersebut sudah terjatuh cukup dekat ke
arah jalanan dan gedung-gedung, aku harus sekali lagi mengangkat heli liar ini ke atas
langit. "Sialan, Matikan mesinnya," teriakku sekali lagi, kemudian terbang ke bawah menangkap
bagian bawah heli dan sekali lagi menerbangkannya ke atas langit. Heli itu berputar
beberapa kali sebelum mesinnya tiba-tiba menderu menjadi perlahan dan setelah terdengar sebuah
ledakan di bagian belakangnya mesin tersebut mati sama sekali. Semangatku hidup kembali,
setidaknya pilot itu mematikan mesinnya. Saat heli menjadi tenang, aku segera
memusatkan perhatian dan energiku agar dapat menyelimuti seluruh heli dan mencari tempat
untuk mendaratkannya. Perlahan namun pasti heli itu terus bergerak turun dan aku dapat mendengar
beberapa suara gemersik percikan listrik, ledakan-ledakan kecil dan juga suara-suara ribut di
dalam heli. Kini jantungku berdebar semakin cepat, aku sudah melihat sebuah gedung yang akan
menjadi tempat meletakkan heli ini dan aku harus segera terbang kabur setelah heli ini
mencapai ~ 247 ~ - B L E S S E D H E A R T gedung tersebut atau aku akan ketahuan. Dengan perlahan heli tersebut mendarat
dan sebelum ketiga roda helinya menyentuh lantai gedung sepenuhnya kembali terdengar
suara ledakan dari bagian mesin yang terbakar dan membuat asap hitam semakin berkobar.
Suara teriakan demi teriakan permintaan tolong terdengar semakin keras dari
dalam badan heli, jelas beberapa orang terjebak di dalamnya. Saat heli berhenti sepenuhnya
dengan suara api yang terus terbakar, di sisi kiri heli terdengar pintu pilot yang terbuka
dan seorang co- pilotnya segera keluar sambil terbatuk keras diikuti asap hitam. Saat itu aku
segera melompat ke sisi kanan. Aku ingat sebelumnya melihat seorang pilot yang berada di sisi
kanan dan aku harus menyelamatkannya berharap co-pilot yang baru keluar akan membuka pintu
samping heli dan menyelamatkan orang-orang yang terjebak.
Tanpa berpikir panjang, aku membuka pintu pilot di sebelah kanan dan asap hitam
segera menyembur dengan hawa panas yang menyengat. Aku menemukan seorang pilot yang
sedang terikat dengan sabuk pengaman dan dengan cepat membuka sabuknya,
menariknya keluar untuk menjauhi heli tersebut yang mulai terbakar. Tubuh orang itu
mengeluarkan darah dan aku tidak dapat memastikan apakah ia masih hidup atau tidak.
"Tolong!!" "Tolong!!!" Terdengar suara minta tolong, suara terbatuk dari dalam helikopter dan juga
gedoran pada pintu tengah helikopter. Tampaknya Co-pilot tidak menolong mereka tapi rebah
pingsan di atas gedung dan asap hitam yang keluar dari di dalam helikopter sudah sangat
gelap dan pekat hingga mereka tidak dapat menemukan pintu keluar. Aku ingin segera
menerobos untuk menolong tapi bagaimanapun sedari awal aku tidak ingin dikenali dan tentu
saja nyawa di atas segalanya tapi tetap saja nyawaku juga terancam menjadi kelinci
percobaan. "Sialan,"
teriakku, aku meletakkan pilot di bawah kakiku dan dengan cepat mendorong pintu
samping heli tersebut. Asap hitam segera menerjang keluar bersama dengan dua orang pria
dan wanita berlarian keluar sambil terbatuk-batuk. Mereka memakai baju putih, dokter dan
perawat pikirku. Berkat asap itu aku tidak dapat melihat mereka dan mereka juga tidak
dapat melihatku, tidak menunggu lebih lama aku memegang tubuh pilot yang kuletakkan di
bawah kaki tadi, terbang sedikit menjauhi mereka dan meletakkan tubuh pilot pada
lantai ingin segera kabur lari sebelum mereka melihatku.
"Tolong, tolong, masih ada orang di dalam," teriak seorang dokter tadi.
"Tolong bantu mereka," tambah perawatnya. Mataku melihat ke arah heli dan dua
orang yang baru keluar kelihatan tergeletak tanpa daya hanya bisa berteriak minta tolong
sambil mencoba mengambil nafas dalam-dalam.
~ 248 ~ - B L E S S E D H E A R T Mereka tidak berguna sama sekali.
Aku harus kembali menolong orang-orang di dalam.
Aku akan ketahuan!!!! teriakku pada diriku sendiri.


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sialan aku memaki dan dengan kecepatan tinggi tanganku membuka jaket pilot
tersebut yang berlumuran darah dengan logo BtP di belakangnya serta memakainya di atas tubuh
telanjangku. Tanganku segera mengambil kacamata hitam lebar pilot dan
mengenakannya, tidak lupa aku melihat sebuah topi yang terselip di kantung baju kiri pilot
tersebut dan memakainya menutupi wajahku dalam-dalam, dengan cekatan tanganku menyentuh darah
di tubuh pilot tersebut dan memoleskan ke wajahku.
Bagaimanapun juga aku tidak akan mudah dikenali dengan berpakaian begini.
Detik berikutnya aku sudah melesat ke dalam helikopter dan menerobos hawa panas
serta asap hitam yang membuatku sedikit banyak harus menahan nafas. Semampu mungkin
aku berusaha menarik beberapa orang yang pingsan agar keluar dari helikopter, tanpa
memperdulikan mereka yang terluka atau tidak, aku menarik, mengangkat mereka
dengan kasar dan juga menjatuhkan mereka dengan kasar di luar helikopter. Aku memburu
dengan waktu dan harus mengerjakan semuanya dengan cepat atau heli ini dapat meledak
kapan saja. Dengan api yang berkobar dan asap yang semakin tebal, aku tidak ingin bertaruh
jika aku masih memiliki banyak waktu.
Tubuhku bolak-balik dari helikopter dan lantai gedung berkali-kali dan terakhir
kali aku menerobos dalam tubuh heli serta memastikan tidak ada lagi yang tertinggal di
dalam, aku menemukan seorang yang tertidur di atas lantai helikopter yang terikat dengan
tandu lipat, segera menyentuhnya dan mengirimkan energiku untuk membawanya keluar dalam
keadaan terbang. "Duar!!!!!" kali ini juga terdengar lagi suara ledakan dan aku tidak
perduli apa pun lagi kecuali ingin keluar secepatnya dari dalam heli ini. Dengan kasar aku
mencengkeram pasien itu dan kemudian terbang keluar yang bertepatan dengan suara ledakan
terdengar kembali begitu keras mengejutkan jantungku yang membuatku berhenti mengalirkan
energi untuk terbang serta terjatuh ke lantai.
Udara panas menerjang di atasku membuat jaketku terlempar berkibar ke depan dan
kulit punggungku yang telanjang terasa panas terbakar. Beberapa keping badan
helikopter yang pecah karena ledakan berterbangan dan memperdengarkan suara benda-benda metal
yang membentur keras pada lantai gedung, dada telanjangku yang menyentuh pemukaan
lantai gedung juga terasa begitu panas terbakar. Saat suara ledakan berakhir dan
menyisakan suara heli yang sedang terbakar, aku berdiri dan melihat seorang perawat, seorang
dokter, lima ~ 249 ~ - B L E S S E D H E A R T pasien dan dua orang pilot, total sembilan orang semua dalam kondisi mengenaskan
dan wajah serta pakaian mereka yang hitam bercampur merah.
"Dr. Kumarwell, panggil aku Kumar," dokter berkulit gelap dan berhidung mancung
itu segera berlari ke tempatku mengulurkan tangannya untuk berkenalan. "Aku...." Aku
tidak tahu harus menjawab apa padanya. "Duarr!!!!" Heli di belakang kami kini meledak
sekali lagi dan menerjangkan hawa panas yang segera membuatku dan Kumar merunduk. "Kamu
harus membawa kami semua ke rumah sakit!!!" kata dokter itu segera berteriak
saat kami berjalan bersisian merunduk menjauhi helikopter. Mataku membelalak menatapnya
meski dia tidak akan melihatnya karena aku memakai kacamata hitam. Dia gila pikirku, baru
saja nyawanya diselamatkan dari ujung tanduk sekarang sudah menyuruhku membawa semua
orang ke rumah sakit. "Mereka harus segera mendapatkan perawatan," teriak Kumar keras di dekatku. Aku
menatap hampir lima orang dari kumpulan itu adalah pasien yang sekarang sedang dirawat
seadanya oleh perawat tersebut, mereka merintih, terluka dan berdarah. Mereka benar-benar
membutuhkan bantuan. "Kita tidak punya cara untuk ke rumah sakit, apa aku harus mengangkat mereka
satu persatu?" tanyaku. "Tidak itu terlalu lama, kamu harus mencari sesuatu untuk dapat membawa kita
semua sekaligus ke rumah sakit," jawab Kumar tidak perduli.
"Bus tidak dapat berjalan karena macet total," balasku memaksanya untuk berpikir
logis. Kumar segera hendak mengatakan sesuatu namun seorang pasien berteriak kesakitan
dan perawat segera memohon padanya untuk memeriksanya, "Usahakan caranya!!!"
teriaknya. Aku meringis saat Kumar memeriksa luka yang mereka derita, beberapa luka
tembakan. Mungkin aku benar-benar harus mencari sesuatu untuk dapat mengangkat mereka
semua, perlahan-lahan tubuhku mengapung ke atas dan kemudian melayang terjun dari
gedung tinggi itu menuju ke atas jalanan. Semua orang di bawah sedang menatap ke arahku dan
menunjuk ke arahku, mau tak mau aku merasa kagum juga saat meluncur turun ke atas
jalanan. Rasanya menyenangkan bisa bergerak ke atas jalanan di antara gedung-gedung dan di atas
mobil yang macet. Jarang-jarang bisa tampil keren seperti ini.
Kali ini aku tidak begitu takut akan dikenali karena aku memakai kacamata hitam
besar jenis yang sering dipakai para penerbang, topi dengan lambang BtP yang menutup rapat
rambut dan dahiku, juga wajahku yang pastinya kotor oleh darah dan asap. Jelas saat ini
aku terlihat seperti anggota BtP dengan lambang BtP besar di belakang jaket biruku. Jaketku
berkibar- ~ 250 ~ - B L E S S E D H E A R T kibar saat aku sedang terbang, menunjukkan dadaku yang telanjang, Aku tidak
ingin mengunci jaket ini menutupi tubuhku karena bagian depannya telah penuh dengan
darah yang masih basah. Intinya aku tidak akan ketahuan dan bagaimanapun juga nyawa orang
harus menjadi prioritasku di atas kepentingan sendiri.
Mungkin... jawabku pada diriku sendiri yang tidak yakin, karena sebenarnya aku
hanya ingin kabur secepat mungkin, tapi entah bagaimana aku terseret dalam arus ini. Saat
itu juga mataku melihat sesuatu yang besar dan cukup untuk membawa banyak orang
sekaligus. Sebuah bus pariwisata berwarna biru dan putih yang kelihatannya sanggup memuat
40 - 60 orang dan di dalamnya terlihat kosong. Aku tahu bus tersebut sudah terjebak
macet sedari pagi dan orang-orang di dalamnya milih untuk keluar dan berjalan kaki
berkeliling, kupikir sebagian besar para turis di dalamnya menuju ke arah kejadian lokasi untuk
menyaksikan pertempuran yang terjadi. Tubuhku terbang rendah dan hinggap di atas atap bus
pariwisata yang lebar, meletakkan tanganku pada atap mobil yang terasa begitu panas dan
segera berkonsentrasi untuk merasakan keseluruhan bus tersebut. Aku tidak yakin dapat
mengangkat benda sebesar itu tapi setidaknya aku harus mencobanya. Energiku dari tengah
dada mulai menyebar sepanjang bagian tubuh bus dan memerintahkan diriku juga bus itu untuk
terbang. Roda-roda bus terangkat dan bus mengeluarkan suara berderak sedikit sebelum
akhirnya terbang tinggi disaksikan banyak orang di sekeliling dengan suara riuh rendah.
Biar BtP yang akan mengatasi semua ini.
Aku menatap ke atas gedung dan dengan kedua tanganku yang masih menempel pada
bus segera terbang tinggi menuju ke gedung pencakar langit tempat mereka berada.
Beberapa pengemudi yang melihat mesin dan roda-roda bus pariwisata dari bawah cukup
membuat mereka bergidik membayangkan jika bus sebesar itu akan jatuh menimpa mereka.
Saat aku tiba di atas atap, dapat terlihat bagaimana Kumar serta perawatnya menatapku
dengan terkejut. Keempat roda berdecit saat aku meletakkan bus besar itu di atas gedung
pencakar. "Masukan mereka semua," perintah Kumar pada yang perawatnya tanpa perlu
menanyakan apa pun padaku lagi, benar-benar orang yang memahami semua hal.
"Kalian tidak boleh masuk," seorang yang kelihatannya pembantu supir bus keluar
dari pintu bus dan menghadang jalan masuk ke dalam. Kumar menatapnya sebentar saja dan
menarik sebuah senjata api dari sarung senjata api pilot yang sedang pingsan dan
menodongkan ke arahnya, "Kami akan meminjamnya sebentar." Pembantu supir bus itu langsung
mengangkat tangan dan menyingkir. Kerja yang bagus. ~ 251 ~ - B L E S S E D H E A R T "Bantu aku mengangkat semua orang masuk," kata Kumar pada pembantu supir busnya
yang tanpa daya langsung melakukan perintahnya. Sebuah radio tangan yang tergantung
di pinggang Kumar berbunyi memanggil dan Kumar dengan wajah pucat menjawabnya yang
setelah beberapa patah kata wajahnya menjadi cerah. Pada saat semua pasien sudah
masuk ke dalam bus, Kumar keluar dari bus untuk menemukanku yang baru saja mendarat
kembali ke atas gedung dengan seorang wanita pemarah dengan mulut yang paling kotor yang
pernah kudengar bersama suaminya. Kumar melihat kondisi sang wanita yang sedang hamil
dan tidak bertanya lebih lanjut lagi hanya menyuruh perawatnya membawa wanita hamil
itu masuk bersama suaminya. "Aku hanya berharap dia dapat sedikit lebih tenang," kataku meringis merasakan
telingaku masih mendengung karena teriakannya, "Rumah sakit mana kita akan menerbangkan
mereka semua, Sir ?" "Kita akan terbang ke sana terlebih dahulu," Kumar menunjuk ke arah lokasi
pertempuran, "Masih ada korbannya yang harus segera kita bawa ke rumah sakit." Aku menatapnya
lekat- lekat tidak tahu apakah pria ini bercanda, padahal dirinya sendiri tahu dia
sudah hampir tewas dalam heli tadi dan kini orang yang sama ingin kembali ke tempat di mana ia
mungkin akan mendapatkan tembakan lagi hanya untuk menolong orang. Kenapa dia tidak berpikir
waras. "Kita harus segera ke sana," sambil berteriak Kumar langsung memasuki pintu bus
dan menutupnya. Aku menatap pria itu dan menghela nafas, mungkin dedikasinya sebagai
seorang dokter dan penyelamat sungguh melebihi nyawanya sendiri.
Dia gila dan aku tidak mau bersama dia meski sedetik lebih lama.
Untuk saat ini aku tidak punya pilihan lain selain bergerak ke atas bus dan
sekali lagi menerbangkannya. Aku sungguh tidak yakin akan menerbangkan mereka ke tempat di
mana asap masih terlihat berkobar. Tempat di mana semua anggota BtP berada.
Sialan, mungkin seharusnya aku segera menerbangkan bus itu ke salah satu rumah
sakit dan kabur. Aku tidak yakin dengan pilihan yang mana yang terbaik. "Sir, Sir, " suara Kumar
memanggil terdengar dari kaca pintu depan supir dan aku tidak yakin harus bergerak ke arah
sana untuk mendengarkannya karena aku ada di tengah-tengah bus. Dia menepuk-nepuk atap
mobil dan terus memanggil. Baiklah, aku menghela nafas dan menyerah, karena suaranya
semakin tinggi. Perlahan-lahan aku merayap di atas atap mempertahankan sentuhanku pada
bus agar tetap terjaga dan sambil tetap mempertahankan fokus energi menyelimuti seluruh
bus, membayangkan bus ini sebagai kesatuan dengan tubuhku.
~ 252 ~ - B L E S S E D H E A R T "Ada apa?" teriakku cepat saat aku berada di depan bus dan hanya berjarak satu
meter di samping pintu supir bus. "Pilot berkata agar berhati-hati untuk terbang terlalu
tinggi karena musuh akan menembakkan roket peledak mereka seperti sebelumnya," teriak Kumar.
Aku segera menyadari alasan heli itu jatuh dan kini sebelum aku dapat melakukan apa
pun juga mataku dapat melihat sebuah roket sedang meluncur lurus di depanku.
"MEREKA MENEMBAK!!!!" teriakku terkejut. Dengan cepat aku menerbangkan bus lebih
tinggi lagi untuk menghindari roket dan mau tak mau memberikan goncangan yang
tidak sedikit bagi orang yang berada di dalam bus. Teriakan isteri hamil itu terdengar


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sampai luar. Setelah roket pertama lewat kini dua buah roket kembali muncul ke arahku, dahiku
langsung dipenuhi oleh keringat, aku harus bergerak cepat sebelum roket-roket itu
menghajar bus atau aku akan menyesalinya seumur hidupku jika roket itu mengenai bus. Bus segera
bergerak cepat ke kiri dan turun ke bawah yang membuat kedua roket itu meluncur melewati
bus dan meledakan apa pun yang kebetulan berada di belakang kami. Kini di depan
terdengar suara- suara ledakan dan pertempuran kembali berkobar. Kelihatannya dari pihak BtP dan
petugas pengamanan memberikan serangan untuk melindungi kami setelah tiga buah roket
Terbang Harum Pedang Hujan 11 Meraba Matahari Karya Sh Mintardja Keris Naga Merah 2

Cari Blog Ini