Llano Estacado Karya Dr. Karl May Bagian 5
menyerah!" Sambil mengucapkan kata-kata itu saya menarik picu bedil pembunuh beruang saya.
"Berilah kami buktinya," jawabnya dengan mengejek. "Ayo, kerjakanlah. Saya ingin
melihat siapa yang akan datang membantu Anda."
"Itu akan segera Anda lihat. Perhatikanlah!"
Tembakan saya meletus. Pada saat itu saya mendengar pekik peperangan orang
Apache dan dari lereng lembah di muka saya saya melihat lebih daripada tujuh
puluh orang Apache berlari-lari ke arah tempat saya. Kuda mereka ditinggalkannya
di atas. Di belakang saya pekik sorak itu dijawab pula dengan pekik Apache. Dari
sebelah kiri datanglah Winnetou dengan pasukannya dan dari sebelah kanan Old
Wabble. Orang-orang Comanche itu menjadi kaku karena terkejut.
"Lucutilah senjatanya dan ikatlah mereka!" seru Winnetou.
Segera mereka itu diikat semuanya dan terbaringkan di tanah. Setiap orang
Comanche dijaga oleh lima atau enam orang Apache. Kini orang-orang Comanche itu
meraung-raung dan memberi perlawanan, akan tetapi semuanya sudah tertangkap.
"Sir, adakah saya mengecewakan Anda?" tanya Old Wabble.
"Tidak," jawab saya. "Tetapi jangan hendaknya Anda merasa bangga, sebab itu
perbuatan yang sangat mudah saja."
"Ya, ya, jikalau saya tidak berbuat salah maka Anda katakan bahwa itu hanyalah
permainan kanak-kanak belaka; it's clear!"
Ia berpaling dengan kecewa.
Kini lembah itu penuh dengan kuda dan manusia. Kuda kami tambatkan semuanya dan
kini kami beristirahat. Tawanan-tawanan itu kami kumpulkan pada satu tempat.
Ketua sukunya saya suruh pisahkan dari prajurit-prajuritnya, agar mereka tidak
akan dapat mendengar apa yang akan saya bicarakan dengan dia. Saya tidak hendak
merendahkan dia di mata anak buahnya. Sekiranya mereka dapat mendengar apa yang
saya katakan kepadanya, maka untuk selanjutnya akan hilanglah kewibawaannya.
Lagi pula saya tahu bahwa peristiwa ini sudah merugikan kekuasaan dan
kewibawaannya. Menurut kebiasaan gentlemen tidaklah baik apabila saya kini akan membalas
penghinaannya. Jadi saya harus berdiam diri. Akan tetapi dalam hal ini lain
benar keadaannya. Anak muda Indian ini mempunyai bakat yang baik, akan tetapi budi pekertinya
perlu diberi arah yang benar, agar ia lebih berguna bagi anak buahnya daripada
seorang ketua suku yang kasar dan bengis belaka. Maka saya duduklah di sisinya.
Teman-teman saya saya beri isyarat agar meninggalkan kami. Schiba Bigk
memalingkan kepalanya serta memejamkan matanya.
"Nah," kata saya "saudara muda saya masih juga hendak mengatakan bahwa ia
seorang prajurit yang ulung dan masyhur?"
Ia tidak menjawab, akan tetapi rupa-rupanya ia tidak menduga bahwa perkataan
saya itu akan saya ucapkan dengan suara yang ramah, sebab dengan segera air
mukanya yang muram itu berubah menjadi lebih terang.
"Masihkah Schiba Bigk berpendapat bahwa Old Shatterhand adalah perempuan tua?"
Ia tidak bergerak dan tidak menjawab. Maka saya melanjutkan perkataan saya:
"Ayah saudara muda saya bernama Tevua Schohe, artinya Bintang Api. Saya ialah
sahabat dan saudara ayahnya. Bintang Api ialah satu-satunya prajurit Comanche
yang saya sayangi." Kini ia membuka matanya sedikit serta mengerlingkan matanya ke arah saya, akan
tetapi masih tetap bungkam.
"Bintang Api meninggal karena dibunuh oleh orang-orang kulit putih. Hati saya
merana ketika saya mendengar berita itu. Bersama-sama kita membalas kejahatan
itu dan rasa kasih sayang saya terhadap Bintang Api kemudian pindah kepada
anaknya." Ia menoleh ke arah saya serta mengangkat mukanya, akan tetapi ia tetap berdiam
diri. Saya berkata lagi: "Nama Old Shatterhand dikenal orang di mana-mana; Schiba Bigk masih seorang
kanak-kanak yang tidak dikenal orang. Akan tetapi saya melindungi Anda, sebab
saya mengingini agar putera muda Comanche ini akan menjadi seorang laki-laki
yang jantan seperti ayahnya. Menjadi orang yang halus budinya dan setia hatinya,
orang yang tajam akalnya dan kuat tangannya. Kemudian Anda saya bawa mengarungi
padang pasir ini, Anda saya tolong mengalahkan segala musuh; saya bawa ke rumah
Bloody Fox dan selama kita bersama-sama menumpang di sana saya menjadi guru
Anda. Jikalau saya berbicara kepada Anda, maka suara saya itu seakan-akan suara
ayah Anda dan apabila saya memegang tangan Anda maka muka Anda berseri-seri
kegirangan seakan-akan tangan itu ialah tangan ibu Anda. Dewasa itu Anda kasih
akan saya." "Uf, uf," katanya perlahan-lahan; matanya mulai berlinang-linang.
"Kemudian saya mengisi calumet dan bersama-sama kita mengisap pipa perdamaian
dan persahabatan. Saya saudara tua dan Anda saudara muda, sebab kita bersamasama mempunyai satu bapak, Manitou yang berjiwa besar, seperti yang sudah saya
ceriterakan kepada Anda. Anda saya perkenankan melihat isi hati saya dan
kepercayaan saya. Saya telah menanamkan benih di dalam hati Anda dan saya
berharap mudah-mudahan benih itu akan tumbuh menjadi tanaman yang subur."
"Uf, uf, uf!" katanya dengan perlahan-lahan sekali; rupa-rupanya ia berusaha
keras untuk menahan air matanya.
"Apakah jadinya dengan benih itu" Benih itu sudah menjadi kering, karena tidak
mendapat air dan cahaya matahari."
"Ke, ke, tidak, tidak!" jawabnya, tetapi dalam pada itu ia memalingkan kepalanya
lagi seakan-akan merasa malu.
"Ha, ha, ya, ya!" kata saya. "Apakah yang terjadi dengan sahabat muda saya! Ia
tidak tahu terima kasih, ia menjadi lawan saya yang mengejek saya dan hendak
membunuh saya. Bukankah itu menyedihkan sekali, karena Anda telah menjadi
prajurit muda yang hanya tahu undang-undang prairi yang keras. Ketika Anda tadi
mengutuki dan mengejek saya, saya tidak merasa terhina, tetapi saya merasa sedih
sekali bahwa Anda sudah melupakan pelajaran saya dan sudah menjadi orang dengan
siapa saya tidak akan dapat berjabat tangan lagi. Salah siapakah itu?"
"Nale Masiuv dan ketua-ketua suku yang lain," jawabnya sambil berpaling lagi ke
arah saya. "Segala yang Anda ajarkan kepada saya saya ceriterakan kepada mereka,
akan tetapi saya ditertawakannya dan mereka berkata: 'Old Shatterhand sudah
kehilangan akalnya dan sudah menjadi pendeta.'"
"Sekiranya saya benar-benar menjadi pendeta maka saya akan sangat bergirang hati
dan merasa berbahagia! Jadi Anda telah merasa malu bersahabat dengan Old
Shatterhand?" "Ha, ha, ya, ya," jawabnya dengan mengangguk.
"Sesungguhnya sekarang saya harus merasa malu telah bersahabat dengan Anda; akan
tetapi tidak begitu halnya, melainkan saya merasa sedih sekali. Akan Anda apakan
saya sekiranya saya jatuh ke tangan Anda?"
"Anda akan kami ikat pada tiang siksaan."
"Tetapi saya tidak berbuat jahat terhadap Anda! Anda hendak membunuh saya.
Sekarang Anda sudah menjadi tawanan saya. Apakah yang akan saya perbuat terhadap
Anda pada dugaan Anda?"
Ia membangkitkan badannya lalu menatap muka saya serta berseru:
"Katakanlah sendiri bagaimana Anda hendak membalas!"
"Membalas! Seorang Kristen tidak boleh membalas, sebab ia tahu bahwa Manitou
yang bersikap rahman dan rahim akan membalas segala perbuatan manusia dengan
semestinya. Anda akan menjadi tawanan kami untuk beberapa hari kemudian Anda
akan kami bebaskan."
"Saya tidak akan Anda bunuh, tidak akan Anda siksa dahulu?"
"Tidak, Anda akan kami ampuni."
Ia menarik napas panjang lalu berbaring kembali, akan tetapi seketika bangkit
lagi dan memandang saya dengan mata yang berkilat-kilat:
"Barangkali Old Shatterhand mengira bahwa saya mengucapkan pertanyaan itu oleh
karena saya takut akan menderita sakit."
"Tidak. Saya tahu bahwa Anda tidak menghiraukan penderitaan sakit jasmaniah.
Saya tahu bahwa kesakitan batinlah yang memaksa Anda mengucapkan pertanyaan itu.
Bukankah begitu?" "Itu benar." "Saya masih hendak menyampaikan satu pertanyaan lagi kepada sahabat muda saya.
Tetapi boleh jadi Anda tidak akan memahami pertanyaan saya. Tadi Anda mengira
bahwa Anda adalah bijaksana dan pandai sekali, karena sudah dapat menanyai saya;
akan tetapi saya sudah mengetahui segala-galanya oleh karena saya sudah
mendengarkan percakapan orang-orang Naiini di Air Biru dan mendengarkan pula
percakapan utusan Nale Masiuv. Dengan tiada Anda duga segala jawab saya itu
sesungguhnya mengandung pertanyaan dan tanpa Anda insafi pertanyaan itu sudah
Anda jawab semuanya. Bukan saya yang Anda tanyai, melainkan Anda yang saya
tanyai. Anda merasa bangga dan Anda mengira bahwa Anda kini sudah lebih cerdik
daripada saya; sungguhpun begitu Anda telah memberitahukan kepada saya apa yang
sebenarnya harus Anda rahasiakan, yakni Anda telah mengatakan bahwa Vupa Umugi
besok malam akan sampai ke Suksma Lestavi, bahwa Nale Masiuv akan menyusul
setengah hari kemudian. Bagaimanakah hal itu harus diterangkan."
"Saya tidak tahu."
"Tetapi saya tahu Anda merasa malu bersahabat dengan Old Shatterhand dan Anda
merasa malu telah memperhatikan ajaran Old Shatterhand, akan tetapi tanpa Anda
insafi keduanya sudah Anda kandung di dalam hati Anda. Ketika saya tadi
berhadapan dengan Anda maka dalam pandangan Anda, saya adalah pihak yang sudah
dikalahkan, tetapi sekaligus pihak yang menang juga. Hati Anda memberontak
terhadap diri Anda sendiri dan memaksa Anda mengatakan apa-apa yang sebenarnya
harus Anda rahasiakan. Mengertikah Anda?"
"Tidak mengerti benar, akan tetapi akan saya pikirkan masak-masak. Apakah nasib
saya sekiranya ketua-ketua suku yang lain mengetahui bahwa saya telah membuka
rahasia mereka?" "Anda tidak membuka rahasia apa-apa. Semuanya sudah saya ketahui lebih dahulu.
Ketika Vupa Umugi berunding dengan majelis kaum tua di Air Biru, maka
percakapannya telah saya dengar dan saya mengetahui bahwa mereka hendak
menyerang Bloody Fox. Selanjutnya saya mendengarkan juga percakapan antara dua
orang utusan Nale Masiuv dengan dua orang penjaga Naiini yang menunggu di dekat
api unggun. Lagi pula saya telah mendengarkan percakapan-percakapan yang
dikirimkan Vupa Umugi ke Hutan Kecil. Ya, Winnetou sudah lama mengetahui bahwa
Anda hendak menyerang Bloody Fox; karena itu maka ia lekas-lekas pergi ke Llano
Estacado untuk membantu Fox."
"Uf, Uf! Winnetou! Itulah sebabnya maka ia sekarang ada di sini dengan sekian
banyak prajurit orang Apache!"
"Agar Anda jangan menyesali diri, saya mau berterus terang. Kami tahu juga bahwa
Anda hendak memikat serdadu-serdadu kulit putih ke padang pasir ini. Tonggaktonggak yang Anda pancangkan di tanah pasir ini akan menunjukkan jalan ke waha
Bloody Fox kepada Vupa Umugi dan pasukannya. Kemudian tonggak-tonggak itu akan
dipindahkan, sehingga apabila serdadu-serdadu itu datang maka mereka akan sesat.
Di belakang tentara itu akan menyusul pasukan Nale Masiuv yang tugasnya
menghalang-halangi serdadu-serdadu itu balik ke pangkalannya. Saya tahu juga
bahwa Nale Masiuv telah menyuruh dua orang ke kampungnya untuk mengambil bala
bantuan sebanyak seratus orang prajurit."
"Uf! Uf! Anda jauh lebih pandai daripada kami atau Manitou lebih sayang kepada
Anda dan membantu Anda melawan kami."
"Manitou tidak memandang bulu; kasih sayang Manitou merata kepada orang kulit
putih dan orang kulit merah, akan tetapi siapa mematuhi Manitou dan bertindak
sesuai dengan kehendaknya, maka ia akan diperlindunginya terhadap setiap bahaya
dan akan diberinya akal dan kebijaksanaan supaya mengalahkan musuhnya. Prajuritprajurit orang Comanche akan kami tangkap semuanya."
"Ya, sekarang saya tidak sangsi lagi. Akan Anda apakan tawanan sebanyak itu?"
"Mereka akan kami ajak menjadi orang baik-baik lagi, kemudian mereka akan kami
bebaskan." "Walaupun mereka itu musuh Anda?"
"Orang Kristen mungkin mempunyai musuh, akan tetapi ia tidak boleh mempunyai
sikap bermusuhan. Pembalasannya harus berupa pengampunan."
Ia memalingkan kepalanya dan menarik napas panjang seakan-akan ia merasa sakit
batinnya. "Ya, orang kulit putih dapat bersikap begitu; orang kulit merah tidak boleh dan
tidak dapat bersikap demikian!"
"Anda salah! Justru prajurit orang kulit merah yang paling berani, paling jantan
dan paling masyhur selalu bersikap seperti yang saya katakan tadi."
"Siapa yang Anda maksud?"
"Siapa lagi lain daripada Winnetou" Anda selalu memulai penyerangan, akan tetapi
sungguhpun begitu kemarin malam Winnetou masih berkata bahwa seberapa mungkin
kami harus menghindari pertumpahan darah. Ia tidak menghendaki menumpahkan darah
seorang Comanchepun. Ia yakin bahwa orang-orang kulit merah akhirnya akan binasa
apabila mereka tidak berhenti-henti saling berperang. Manitou orang kulit merah
ialah Manitou yang meminta darah dan menuntut pembebasan. Manitou yang tidak
memberi ketenangan kepada jiwa orang kulit merah di padang perburuan abadi,
melainkan di sanapun orang-orang kulit merah akan terus berkelahi dan bunuhmembunuh tanpa berakhir. Sebaliknya Manitou kami memberi perintah yang membuat
sekalian orang yang percaya kepadanya merasa damai berbahagia di dunia ini dan
akan mencapai kebahagiaan abadi di akhirat."
"Maukah Old Shatterhand mengatakan kepada saya bagaimana bunyi perintah itu?"
"Bunyinya ialah: kita akan memuja dia dan semua orang akan mengasihi sesamanya
seperti kita mengasihi diri kita sendiri, biarpun mereka itu musuh atau sahabat
kita." "Musuh kita juga?" tanyanya sambil memandang saya dengan keheran-heranan. "Kalau
begitu maka saya harus mengasihi orang Apache yang hendak membunuh saya, seperti
saya mengasihi ayah saya dan diri saya sendiri?"
"Ya. Dengan rasa kasih sayang yang besar, yang tidak dapat dipecah-pecah atau
dipisah-pisah." "Kalau begitu kasih sayang serupa itu hanya dapat dimiliki oleh orang kulit
putih. Bagi seorang prajurit kulit merah tidak akan mungkinlah mengasihi
musuhnya." "Ingatlah akan Winnetou! Winnetou dan saya dahulu adalah musuh yang sebesarbesarnya, tetapi kini kami sudah menjadi saudara dan setiap saat bersedia
mengorbankan jiwanya untuk menolong, membantu atau menyelamatkan saudaranya.
Anda adalah musuh Winnetou, akan tetapi ia mau mengampuni Anda, walaupun Anda
telah mengancam jiwanya dan jiwa anak buahnya. Anda dibebaskan kembali walaupun
dia tahu bahwa Anda akan tetap membenci dia. Sudah berulang-ulang kali saya
menyaksikan bahwa Winnetou mengalahkan musuhnya yang hendak membunuh dia. Jiwa
musuhnya itu ada di tangannya, ia berhak membunuhnya, akan tetapi selalu ia
memberi ampun. Karena itulah maka ia dihormati orang dan menjadi masyhur ke
mana-mana. Karena itu pula maka saya berani mengatakan bahwa bagi seorang
prajurit kulit merahpun mungkin juga untuk mengampuni musuhnya, untuk
menunjukkan kasihnya kepadanya. Saya ingin sekali melihat saudara muda saya ini
menjadi orang seperti Winnetou."
Ia menutupi dahinya dengan kedua belah tangannya, berdiam diri sebentar, lalu
berkata: "Biarlah Old Shatterhand meninggalkan saya seorang diri di sini. Saya hendak
berbicara dengan diri saya sendiri. Saya ingin bertanya kepada hati sanubari
saya adakah mungkin saya menjadi orang seperti Winnetou, ketua suku orang
Apache." Permintaannya saya penuhi. Saya sadar bahwa Schiba Bigk saya tinggalkan dengan
kesedihan di dalam hatinya.
Saya mendapatkan teman-teman saya serta melihat bahwa Winnetou, Entschar Ko dan
teman-teman saya orang kulit putih sedang berunding. Saya tahu bahwa Winnetou
berdiam diri saja, sebab saya mengetahui kebiasaannya, yakni apabila saya
menemani dia maka tiada mau ia membentangkan pendapatnya sebelum saya mendapat
kesempatan untuk berbuat begitu.
"Ha, mujur sekali Anda datang, Old Shatterhand," kata Old Wabble. "Kami sedang
merundingkan apa yang harus kita kerjakan, akan tetapi kami tidak memperoleh
kata sepakat. Kami ingin mendengar pendapat Anda. Bilamanakah kita akan
berangkat?" "Sekarang juga," jawab saya.
"Ke mana" Ke waha?"
"Ya, tetapi tidak semuanya. Kita harus membagi pasukan kita. Tonggak yang
menunjukkan jalan ke waha itu hendaknya selekas-lekasnya kita cabut serta kita
pindahkan ke tempat yang menunjukkan arah ke hutan kaktus yang disebut oleh
Bloody Fox kemarin."
"Siapakah yang akan mengerjakannya" Saya ingin ikut."
"Itu tidak dapat. Pekerjaan itu harus dilakukan oleh orang Indian, sebab jejak
yang ditinggalkan oleh mereka tidak boleh menimbulkan curiga Vupa Umugi. Jumlah
merekapun tidak boleh kurang atau lebih daripada jumlah orang Comanche yang
sudah kita tawan. Karena itu maka Winnetou akan melaksanakan tugas itu bersamasama dengan limapuluh orang prajurit Apache. Tonggak-tonggak yang sudah
terpancangkan itu harus dicabutnya semua; mereka harus berjalan kembali ke
Gutesnonti Khai." Baru saja selesai saya berbicara, maka ketua suku Apache itu sudah bangkit serta
Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bertanya: "Masih adakah pesan lain bagi saya" Saya harus pergi."
"Hanya sebuah peringatan belaka. Karena Anda tidak tahu letak hutan kaktus itu,
maka saya hendak memberi petunjuk kepada Anda, agar Anda berjalan ke arah
Tenggara, Kemudian Bloody Fox akan saya suruh membantu Anda. Itulah pesan saya,
lain tidak." Winnetou dan saya tidak pernah memerlukan perundingan yang panjang. Lima menit,
sesudah itu ia sudah berangkat dengan limapuluh orang Apache, semuanya menuju ke
Pohon Seratus. "Orang yang luar biasa!" kata Old Wabble dengan kagum. "Winnetou tidak
memerlukan keterangan yang panjang lebar untuk mengetahui apa yang harus
dikerjakannya. Kami akan Anda beri tugas apa, Mr. Shatterhand?"
"Tidak apa-apa. Kita segera pergi ke waha. Di sana Anda akan menjaga tawanantawanan ini dan menunggu sampai Anda mendapat berita dari saya."
"Jadi Anda akan pergi."
"Ya. Saya harus pergi ke Pohon Seratus untuk mengintai kedatangan orang
Comanche. Mr. Surehand akan menemani saya."
"Bolehkah saya ikut" Saya berjanji tidak akan membuat kesalahan."
Sebenarnya saya lebih senang apabila ia tidak ikut, sebab pengalaman saya dengan
dia membuktikan bahwa orang tua itu tidak mengenal disiplin, akan tetapi ia
merintih sebagai kanak-kanak sehingga akhirnya saya harus mengalah:
"Ya, apa boleh buat. Anda boleh ikut. Akan tetapi apabila Anda membuat kesalahan
lagi, maka Anda tahu sendiri apa akibatnya. Anda harus membuat jejak secara
orang Indian. Jadi sepatu Anda harus Anda tukarkan dengan mocasin."
"Dari mana saya akan mendapatkan mocasin itu?"
"Dari tawanan-tawanan kita. Mereka tentu mau menolong Anda."
"Hm! Kaki mereka semuanya seperti kaki kanak-kanak saja."
Itu benar. Kaki Old Wabble memang kaki raksasa.
Kami harus berangkat. Orang-orang Comanche itu saya suruh naik, lalu saya suruh
ikat kakinya pada kuda. Mereka menurut saja, oleh karena mereka insaf bahwa
perlawanan tidak akan memberi hasil. Ketua sukunya hendak saya perlakukan secara
lain. Karena itu saya berkata kepadanya:
"Saya sudah menaruh kepercayaan penuh kepada saudara saya Schiba Bigk. Saya akan
merasa sedih, sekiranya saya paksa mengikat badannya seperti saya menyuruh ikat
prajurit-prajuritnya. Jikalau sekiranya ia saya perkenankan berjalan dengan kami
tanpa terikat, masihkah ia hendak mencoba melarikan diri?"
"Pertanyaan itu sukar sekali dijawab. Anda hendak menangkap prajurit-prajurit
Comanche semuanya. Jikalau saya dapat melarikan diri serta memberitahukan maksud
Anda kepada mereka, tentu mereka tidak akan jatuh ke tangan Anda. Karena itu
maka adalah kewajiban saya untuk berusaha melarikan diri."
"Kata-kata itu membuktikan bahwa Anda bukan saja seorang prajurit yang gagah
berani, melainkan Anda orang yang jujur juga. Walaupun begitu saya tidak hendak
mengikat Anda." "Uf!" katanya dengan tercengang. "Kalau begitu saya akan lari!"
"Pshaw! Bahkan apabila kita hanya berdua saja maka Anda tidak akan dapat lari.
Anda melihat sendiri berapa banyak teman saya. Lagi pula saya mempunyai akal
yang akan mengikat Anda kepada saya lebih erat daripada segala ikatan dengan
tali. Jimat Anda akan saya ambil."
"Uf! Uf!" serunya.
"Ya, jimat Anda akan saya rampas. Jikalau Anda hendak melarikan diri, maka
seluruh bedil kami akan terbidikkan kepada Anda. Sekiranya tidak sebuah
pelurupun mengenai Anda, maka Anda akan dikejar oleh dua ratus orang berkuda.
Andaikata mereka tidak dapat menangkap Anda, maka jimat ini akan saya binasakan
dan dengan demikian jiwa Andapun akan binasa."
Ia menundukkan kepalanya dan ketika saya mengambil jimatnya, ia tidak memberi
perlawanan sama sekali. Ia berusaha sekeras-kerasnya menyembunyikan pikirannya,
akan tetapi ia tidak dapat menipu saya. Matanya mengatakan kepada saya bahwa ia
akan mengambil segala risiko, bahkan risiko kehilangan jimatnya, untuk mencoba
melarikan diri. Sesungguhnya ada alasan yang cukup bagi saya untuk mengikat dia,
akan tetapi itu tidak saya lakukan, sebab saya ingin mengetahui apa sebabnya ia
mau menyalahi adat-istiadat orang Indian untuk meloloskan diri, yaitu pandangan
orang Indian terhadap jimat. Mungkinkah pelajaran saya sudah membekas benar
sehingga ia telah mengingkari ajaran orang Indian tentang padang perburuan
abadi" Apabila jimat itu tidak mempunyai arti lagi baginya, maka ia tentu tidak
percaya lagi akan adanya padang perburuan abadi. Karena itu maka Schiba Bigk
akan saya coba. Ia tidak saya ikat, akan tetapi ia akan saya jaga benar-benar
supaya usahanya untuk melarikan diri tidak akan berhasil. Cara yang sebaikbaiknya untuk mencapai maksud itu ialah memberi kesempatan kepadanya untuk
melarikan diri pada saat yang saya tentukan sendiri. Dengan demikian saya akan
tetap waspada. Sekiranya tipu saya itu mengena, maka ia segera dapat saya
tangkap kembali. Ketika kami mulai berjalan, maka saya berjalan di belakang sekali, untuk
menyiapkan lasso saya sekiranya lasso itu nanti saya perlukan. Kemudian saya
pergi ke depan dan berjalan di muka. Schiba Bigk saya minta berjalan di sebelah
saya. Saya bercakap-cakap dengan dia sambil pura-pura tidak mengindahkan dia.
Hari makin lama makin menjadi gelap. Saya memperlambat jalan kuda saya sehingga
lambat laun kami berdua berjalan di belakang sekali. Hari bertambah gelap lagi.
Schiba Bigk berjalan di sebelah kanan saya. Saya membungkukkan badan saya ke
arah kiri seakan-akan hendak membetulkan kedudukan pelana saya. Dengan demikian
maka saya menghadapkan punggung saya kepada dia. Jikalau kemungkinan ini tidak
dipergunakannya untuk melarikan diri, maka saya yakin bahwa ia tidak hendak lari
lagi. Dengan tangan kanan saya memegang lasso saya. Pada saat itu saya mendengar
depak kaki kuda menggeser pasir. Saya tahu bahwa itulah bunyi yang ditimbulkan
oleh kaki kuda yang memutar badannya. Segera saya tegak lagi. Saya melihat
Schiba Bigk berlari kencang-kencang ke arah yang berlawanan dengan arah kami.
Pada saat itu juga kuda saya sudah saya balikkan dan dengan cepat saya mengejar
Schiba Bigk. Tidak sia-sia kuda saya bernama Hatatitla. Kilat. Jalannya jauh
lebih kencang daripada kuda Schiba Bigk. Belum lewat satu menit maka saya sudah
sedemikian dekatnya pada pelari itu sehingga dapat saya melemparkan lasso saya.
"Berhenti!" seru saya.
"Uf! Uf!" jawabnya dengan suara yang nyaring. Itu berarti tidak, tidak terpikir
oleh saya untuk berbuat begitu.
Pada saat itu lasso saya sudah melayang di udara.
Simpulnya sudah turun mengelilingi badan dan tangannya. Dengan cepat lasso itu
saya tarik dan saya hentikan kuda saya. Oleh sentakan lasso itu maka orang
Indian itu terjatuh dari atas kudanya. Saya melompat ke tanah lalu berlutut di
dekatnya. Ketua suku Comanche itu tidak bergerak sedikitpun.
"Masih hidupkah saudara muda saya?" tanya saya, sebab ada kemungkinan bahwa
tulang tengkuknya patah. Kecelakaan serupa itu seringkali terjadi.
Ia tidak menjawab. "Jikalau Schiba Bigk tidak mau berbicara, maka ia akan saya ikatkan kepada
kudanya sebagai mayat. Jikalau dengan demikian badannya akan merasa sakit, maka
itu salahnya sendiri."
"Saya masih hidup," jawabnya,
"Anda luka?" "Tidak." "Kalau begitu panggil kuda Anda."
Kuda itu sudah berjalan terus sedikit. Ketua suku itu bersiul keras dan kuda itu
datang. "Kini saya terpaksa mengikat saudara muda saya. Itu salahnya sendiri."
Saya ikat tangannya lalu saya suruh naik ke atas kudanya. Kemudian kedua kakinya
saya ikat di bawah perut kuda. Selanjutnya tali kekangnya saya ikatkan kepada
tali kekang saya. Karena itu kuda itupun tidak akan dapat lepas. Lasso saya saya
belitkan pada bahu saya, lalu saya naik lagi serta berjalan cepat-cepat menyusul
pasukan saya. Teman-teman saya sudah berhenti dan menunggu saya. Old Surehand,
Wabble, Parker, Hawley dan Entschar Ko menyongsong kami.
"Syukur Anda sudah balik," seru raja cowboy itu. "Di mana Anda selama itu, Old
Shatterhand" Orang kulit merah itu mencoba melarikan diri?"
"Ya." "Nah, salahkah saya" Bukankah sudah saya katakan bahwa orang-orang kulit merah
itu tidak dapat dipercayai" Saya harap ia sudah diikat?"
"Semuanya seperti yang Anda kehendaki, Mr. Cutter."
"Mengapa itu Anda ucapkan dengan lagak yang mengejek, Sir?"
"Oleh karena tadi ia sudah saya ikat juga."
"Itu tidak ada saya lihat!"
"Adakah ia terikat dengan tali atau terikat dengan mata saya, itu bagi saya sama
saja." "Ai, kalau mata Anda sama dengan tali, maka jangan hendaknya Anda melihat ke
bawah, jangan-jangan mata Anda akan terinjak oleh kuda; it's clear!"
Sekarang saya dapat berjalan di belakang, sebab peristiwa itu tidak akan
terulang lagi. Walaupun begitu saya pergi ke muka, oleh karena tanpa pimpinan
saya pasukan ini tidak akan dapat menemukan jalan yang tepat.
Hari sudah pukul enam. Kira-kira satu setengah jam kemudian sampailah kami ke
tempat perhentian orang-orang Apache yang tinggal di dekat waha bersama-sama
dengan Bloody Fox. Bloody Fox ingin sekali mengetahui bagaimana hasil usaha
kami, akan tetapi sebentar kemudian jawabnya sudah diberikannya sendiri:
"O, Anda membawa pasukan orang Comanche, jadi Anda sudah bersua dengan mereka
dan mempersilahkan mereka mengikuti Anda. Schiba Bigk ada juga?"
"Ya," jawab Old Wabble. "Masakan kami akan membawa orang-orang kulit merah itu
tanpa pemimpinnya! Nanti akan saya ceriterakan juga bagaimana kami menyergap
mereka. Akan tetapi lebih dahulu kami harus memberi kuda kami minum. Itu perlu
sekali." Itu benar. Karena itu saya turun, lalu melepaskan ikatan Schiba Bigk.
"Jikalau saudara saya orang kulit merah mengira bahwa ia dapat menyerang Bloody
Fox, maka dugaannya itu salah sekali. Daerah ini sudah berubah sama sekali. Oleh
karena Anda hendak melarikan diri, maka Anda tidak boleh melihat jalan masuk
yang baru." Matanya saya tutup dengan kain, lalu saya tuntun dia masuk ke pekarangan Bloody
Fox. Teman-teman saya orang kulit putih dan Entschar Ko mengikuti kami. Tawanantawanan kami kami serahkan kepada orang-orang Apache.
Teman-teman saya duduk mengelilingi meja di pekarangan.
Schiba Bigk saya bawa masuk ke dalam rumah lalu saya ikat.
"Saudara saya terpaksa saya ikat; itu salahnya sendiri," kata saya. "Sekiranya
ia mau berjanji tidak akan berusaha melarikan diri, maka ia tidak akan saya
ikat." "Janji itu tidak boleh saya berikan," jawabnya. "Saya adalah seorang ketua suku
Comanche dan oleh karena prajurit-prajurit kami terancam oleh bahaya, maka saya
harus lari demi saya mendapat kesempatan."
"Kesempatan itu tidak akan ada!"
"Tadi kesempatan itu ada! Sekiranya kuda saudara saya orang kulit putih jalannya
tidak lebih kencang daripada kuda saya, maka saya sudah lolos."
"Betul-betul percayakah Anda" Saya sangka akal Anda lebih tajam. Mula-mula kita
berjalan di depan sekali. Mengapakah saya kemudian membawa Anda berjalan di
belakang pasukan kami?"
"Oleh karena Anda mengira bahwa Anda sudah menguasai saya."
"Tidak, bahkan sebaliknya. Karena saya tahu bahwa Anda hendak mencoba melarikan
diri. Untuk apakah saya membungkukkan badan saya ke sebelah kiri kuda saya?"
"Oleh karena ada bagian pelana Anda yang rusak atau oleh karena pelana Anda
salah duduknya." "Tidak, melainkan hendak memberi Anda kesempatan melarikan diri."
"Uf!" serunya dengan heran. "Old Shatterhand hendak menghalang-halangi saya lari
akan tetapi ia memberi kesempatan!"
"Tidakkah Anda mengerti" Justru oleh karena saya hendak menghalang-halangi Anda
lari maka saya memberi Anda kesempatan untuk berbuat begitu. Sekiranya Anda lari
pada suatu saat saya tidak bersiap-siap, maka niscaya Anda akan dapat lolos,
oleh karena hari gelap. Dengan demikian maka saya harus bersiap-siap dan itu
hanya dapat saya jalankan apabila saat yang sebaik-baiknya saya tetapkan
sendiri. Dengan begitu maka Anda dapat segera saya susul."
"Uf, uf! Benarlah apa yang dikatakan prajurit-prajurit kulit merah dan prajuritprajurit kulit putih: Old Shatterhand tidak dapat ditipu, melainkan ia selalu
menipu Anda. Anda harus mengucap syukur bahwa kuda saya lebih kencang larinya
daripada kuda Anda, sehingga saya dapat mempergunakan lasso. Sekiranya saya
tidak dapat menyusul Anda maka saya akan terpaksa menembak Anda."
"Schiba Bigk tidak takut akan mati!"
"Itu saya tahu, akan tetapi bukankah Anda hanya mempunyai maksud untuk
memberitahu orang-orang Comanche. Dapatkah itu Anda kerjakan apabila Anda mati
tertembak" Anda terlalu tergesa-gesa. Lagi pula saya heran mengapa Anda lupa
bahwa jimat Anda sudah ada pada saya! Berhasil atau tidak usaha Anda untuk
melarikan diri, namun jiwa Anda sudah hilang untuk selama-lamanya."
"Old Shatterhand mengatakan sesuatu yang dia sendiri tidak percaya!"
Saya segera menjawab: "Apa yang saya percaya, tidaklah penting; soalnya ialah adakah Anda sendiri
percaya." "Tidak. Dahulu saya percaya, akan tetapi kepercayaan itu sudah hilang sejak
saudara saya Old Shatterhand menceriterakan kepada saya adanya Manitou yang
berjiwa besar, yang menciptakan segala ummat manusia, yang membagi-bagikan kasih
sayangnya sama rata kepada setiap manusia. Tidak seorangpun dapat mencabut jiwa
orang lain. Dalam yang baka tidak ada orang yang memerintah dan orang yang di
perintah, tidak ada pihak yang menang dan pihak yang kalah. Bagi Manitou yang
rahman dan rahim semua jiwa adalah sama. Di sana hanya ada kasih sayang yang
abadi dan perdamaian yang abadi. Tidak ada perang, tidak ada perburuan dan tidak
ada pula penumpahan darah. Maka di manakah letak padang perburuan yang disebutsebut oleh dukun-dukun kami?"
Kata-kata itu diucapkannya dengan segala gairah. Hati saya merasa senang sekali.
Justru itulah yang ingin saya ketahui! Benih yang dahulu saya tanamkan di dalam
hatinya, kini sudah bertunas dan berakar.
"Ha, jikalau demikian pikiran Anda, maka jimat inipun tidak ada artinya lagi
bagi Anda," kata saya, pura-pura dengan tiada mempunyai maksud apa-apa.
"Jimat itu adalah tanda bahwa saya seorang prajurit, lain tidak."
"Kalau begitu tidak ada gunanya sama sekali saya menahannya. Jimat ini saya
berikan kembali kepada Anda."
Maka jimat itu saya ambil dari leher saya, lalu saya kalungkan kepada lehernya.
Kemudian saya meneruskan pembicaraan saya:
"Karena Anda berniat hendak melarikan diri, maka saya terpaksa masih
memperlakukan Anda sebagai musuh, akan tetapi di antara empat dinding ini Anda
akan saya beri kebebasan."
"Jadi ikatan saya hendak Anda lepaskan?"
"Itu akan dikerjakan oleh Bob."
"Orang Negro" Orang Negro akan menyentuh diri saya" Tiadakah Anda tahu bahwa
prajurit kulit merah tidak boleh disentuh badannya oleh seorang Negro!"
"Dan tiadakah Anda tahu bahwa Manitou yang berjiwa besar menciptakan segala
ummat manusia dengan rasa kasih sayang yang sama besarnya, dengan tidak
mengindahkan adakah mereka hitam, merah atau putih warna kulitnya?"
Schiba Bigk menundukkan kepalanya dengan kemalu-maluan.
"Dan apa keberatan Anda terhadap Bob?" kata saya selanjutnya. "Ia menemani saya
ketika saya menyelamatkan jiwa Anda. Anda tidak kurang berhutang budi kepadanya.
Ia selama ini adalah manusia yang jauh lebih baik daripada Anda. Ia tidak pernah
berbuat seakan-akan ia bersahabat dengan orang lain jikalau ia sebenarnya
bersikap bermusuhan. Anda berhutang budi terhadap Bloody Fox; jiwa Anda telah
diselamatkannya; Anda telah mengisap pipa perdamaian dan pipa persahabatan
dengan dia, akan tetapi sungguhpun begitu kini Anda datang kemari untuk mengusir
dia dari rumahnya dan akhirnya hendak membunuh dia. Katakanlah dengan terus
terang, siapakah yang lebih tinggi budi pekertinya, dia atau Anda?"
Ketua suku Comanche itu tidak menjawab.
"Anda berdiam diri. Itu mengandung makna yang jelas, Pikirkanlah dalam-dalam apa
yang Anda dengar malam ini. Anda saya beri kesempatan yang cukup untuk berpikir.
Saya akan pergi." Kata-kata saya itu tadi tidak selalu enak didengarkan, akan tetapi maksud saya
baik dan saya berharap mudah-mudahan kata-kata itu akan membekas dalam hatinya.
Saya keluar, lalu memanggil Bob. Saya tahu bahwa Bob dapat saya andalkan; hanya
perlu saya terangkan apa tugasnya. Tawanan itu harus dijaga baik-baik, akan
tetapi tidak boleh disiksa.
"Kemari Bob," kata saya. "Ada sesuatu hal yang penting yang hendak saya
sampaikan kepadamu. Saya tahu bahwa engkau orang yang kuat lagi berani, bukankah
begitu?" "Oh ya, oh! Bob orang yang berani dan kuat?"
"Orang yang cerdik juga."
"Sangat cerdik."
"Dengarkanlah. Saya memerlukan kekuatan, keberanian dan kecerdikanmu. Kamu telah
melihat bahwa Schiba Bigk saya bawa masuk ke dalam kamar. Ia ingin keluar,
Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
artinya ia ingin melarikan diri. Karena itu ia harus dijaga baik-baik. Itu
adalah tugasmu." "Masser Bob akan duduk di sampingnya slang dan malam dan tidak akan
melepaskannya dari pandangannya."
"Itu tidak perlu. Anda boleh melepaskan ikatannya; ia boleh berjalan dengan
bebas di dalam kamar, akan tetapi ia tidak boleh meninggalkan kamar itu."
"Oho, ia tidak boleh meninggalkan kamar! Demi ia berani menjengukkan hidungnya
ke luar kamar, maka hidung itu akan ditampar oleh Masser Bob."
"Jangan. Tamparan merupakan penghinaan yang sebesar-besarnya bagi seorang kulit
merah." Dengan kemalu-maluan Bob menjawab:
"Oh, hm, oh! Itu patut disayangkan! Masser Bob tidak boleh membiarkan ia ke luar
kamar, akan tetapi tidak pula boleh menamparnya! Masser Bob akan melepaskan
ikatannya, akan tetapi akan menahannya juga di dalam kamar."
"Ya," kata saya dengan tertawa, "tugas itu tidak mudah. Ia tidak akan terikat,
ia Anda beri makan dan minum secukupnya, akan tetapi ia tidak boleh meninggalkan
kamar ini, tidak boleh ke luar pintu dan tidak boleh pula ke luar jendela, akan
tetapi kamu tidak boleh pula memukul dia."
"Tidak boleh menembak juga?"
"Sama sekali tidak! Anda hanya boleh mempergunakan kecerdikan Anda."
Ia berpikir sejenak lalu menjawab dengan tersenyum:
"Oh, oh, oh! Masser Bob memang orang yang cerdik! Bob tahu apa yang harus
diperbuatnya. Akan saya katakanlah itu?"
"Tidak, saya tidak perlu mengetahuinya, tetapi saya yakin bahwa Anda tidak akan
mengecewakan saya." "Anda akan puas! Masser Bob mempunyai akal yang cerdik; Schiba Bigk boleh
berjalan dengan bebas di dalam kamar, akan tetapi tidak boleh ke luar; saya
tidak akan memukul dan tidak akan menembak. Masser Bob akan mempergunakan
kecerdikannya. Massa Shatterhand akan menyaksikannya!"
"Itu baik, Bob. Kalau saya nanti datang kembali, mudah-mudahan saya dapat memuji
kecerdikanmu." Dengan sengaja saya tidak mau mengetahui apa akal Bob itu. Saya tidak mau ikut
memikul tanggung jawab terhadap apa yang akan diperbuat oleh orang Negro itu.
Sekiranya ia berbuat sesuatu tanpa saya ketahui yang dapat menyinggung perasaan
Schiba Bigk, maka suku Comanche itu tidak boleh mengukurnya dengan ukuran yang
sama sekiranya saya mengetahuinya atau saya memerintahkannya.
Saya pergi mendapatkan Bloody Fox untuk membicarakan siasat selanjutnya. Ia
sedang bercakap-cakap dengan Old Surehand. Serta ia melihat saya, maka ia
menyambut saya dengan perkataan:
"Saya telah mendengar bahwa saya mendapat tugas untuk menyongsong Winnetou guna
menunjukkan kepadanya dan kepada orang-orang Apache yang mengikutinya jalan yang
harus ditempuhnya. Bilamanakah saya harus berangkat?"
"Malam ini juga; kalau dapat secepat-cepatnya."
"Di mana saya akan bertemu dengan dia?"
"Itu tidak dapat saya katakan dengan tepat, akan tetapi dapat kita hitung. Ia
kembali ke Pohon Seratus mengikuti jejak yang dibuat oleh pasukan Schiba Bigk.
Oleh karena ia harus mencabut tonggak dan membawanya ke Pohon Seratus, maka
Winnetou niscaya akan memerlukan lebih banyak waktu daripada apabila ia tidak
usah tiap-tiap kali berhenti."
"Pekerjaan itu dapat dilakukannya pada malam hari, sebab bulan akan segera
terbit," demikian ia menyela.
"Ya, dan karena itu maka pada hemat saya barangkali menjelang petang ia sudah
akan sampai ke Pohon Seratus."
"Di sana ia harus memberi minum kepada kudanya dan akan melepaskan lelah
beberapa waktu." "Betul, akan tetapi ia tidak akan tinggal lama di sana. Pokoknya ialah bahwa
kuda-kuda itu mendapat air; perkara kelelahan saya kira tidak akan seberapa
dihiraukannya, sebab ia tahu bahwa di tengah jalan ia dapat berhenti melepaskan
lelah sekehendak hatinya. Tadi saya katakan kepadanya bahwa dari Pohon Seratus
ia harus berjalan ke arah Tenggara. Andaikata ia setiap kilometer harus
memancangkan tonggak dan tidak terlalu tergesa-gesa, saya kira dapat kita hitung
pada tempat mana Anda dapat menjumpai dia."
"Nah kalau begitu saya rasa saya tidak memerlukan keterangan lebih lanjut. Masih
ada pesan lagi, Mr. Shatterhand?"
"Ya, Vupa Umugi akan mengikuti dia dari belakang, karena itu ia hanya boleh
menjumpai jejak-jejak Indian."
"Sepatu saya akan saya tukar dengan mocasin. Saya mempunyai persediaan beberapa
pasang, oleh karena dalam daerah ini saya harus mempunyai persediaan yang
cukup." "Aha, bolehkah saya meminjam sepasang?"
"Saya juga," kata Old Surehand. "Itu lebih baik daripada meminjam dari tawanan
kita orang Comanche sebab mocasin mereka tidak berapa baik."
"Ya, silahkan memilih sendiri: saya mempunyai pelbagai ukuran. Biarlah saya
ambil." Ia masuk ke dalam rumah, lalu datang kembali membawa mocasin-mocasin Indian yang
ternyata ada yang sesuai bagi Old Surehand dan bagi saya. Lain halnya dengan Old
Wabble, sebab kaki Old Wabble luar biasa besarnya. Karena itu cowboy tua itu
saya suruh minta tolong kepada Entschar Ko.
"Kembali kepada soal Winnetou, yang diperlukannya sekali ialah air minum. Saya
melihat bahwa Anda mempunyai banyak kantong air."
"Ya," jawab Fox. "Kantong-kantong itu akan segera saya isi, akan tetapi tiada
dapat saya membawa semuanya. Bolehkah saya membawa beberapa orang Apache?"
"Tentu saja, akan tetapi jangan terlalu banyak, sebab jangan-jangan Vupa Umugi
nanti dapat melihat bahwa ia mengikuti pasukan yang lebih banyak jumlahnya
daripada pasukan Schiba Bigk. Dalam pada itu ada satu hal yang terlintas dalam
pikiran saya. Mula-mula saya bermaksud hendak pergi dengan Mr. Surehand dan Old
Wabble saja, akan tetapi saya pikir bahwa sebaiknya saya membawa juga limapuluh
atau enampuluh orang Apache."
"Mengapa membawa orang sebanyak itu?" tanya Old Surehand dengan heran.
"Sepanjang pengetahuan kita Vupa Umugi akan datang lebih dahulu. Saya mendengar
dari Schiba Bigk bahwa ia akan datang besok malam. Tentu ia akan bermalam di
Pohon Seratus. Ia hendak memikat tentara kavaleri di belakangnya. Nale Masiuv
akan menyusul setengah hari kemudian. Tentara kavaleri itu tentu saja akan
datang lebih dahulu daripada Nale Masiuv, karena Nale Masiuv mendapat tugas
untuk mengikuti tentara kulit putih itu dari belakang."
"Jadi pasukan kavaleri itu barangkali akan datang lusa pagi-pagi."
"Begitulah dugaan saya juga. Kalau pasukan kavaleri itu sudah pergi mengikuti
Vupa Umugi, maka Nale Masiuv akan datang dan mengikuti mereka. Maksud saya ialah
membiarkan lalu pasukan-pasukan kulit merah itu serta mengepung mereka dalam
perangkap yang sudah kita sediakan bagi mereka...."
"Ya, itu jalan yang sebaik-baiknya," demikian Bloody Fox menyela.
"Itu tidak mudah. Perhatikanlah bahwa yang hendak kita kepung di dalam hutan
kaktus itu ialah dua pasukan Indian yang berlainan."
"Apa kesukarannya?"
"Pasukan kavaleri itu akan terjepit antara mereka."
"Ya. Itu benar!" seru Old Surehand. "Dengan demikian maka kita akan mengepung
pasukan kulit merah bersama-sama dengan pasukan kavaleri dan dengan demikian
maka akan sia-sia belaka usaha kita!"
"Orang-orang Comanche akan dapat menyergap pasukan kavaleri itu dan dengan
demikian mereka akan mempunyai sandera. Karena itu kita tidak akan bertiga saja,
melainkan akan membawa pasukan orang Apache. Nale Masiuv tidak akan kita
masukkan dalam perangkap kita, melainkan akan kita tangkap di Pohon Seratus."
"Itu bagus sekali, Sir," kata Bloody Fox. "Akan tetapi barangkali Nale Masiuv
disertai oleh seratus limapuluh orang prajurit. Bagaimana Anda hendak menangkap
pasukan sebesar itu hanya dengan limapuluh atau enampuluh orang Apache saja?"
"Itu usaha yang sembrono. Tidak, saya akan menghadapi pasukan Nale Masiuv dengan
pasukan yang lebih besar, yaitu pasukan kavaleri itu akan saya ajak bersama-sama
menyerang pasukan Nale Masiuv. Entschar Ko akan saya beritahu, bahwa... ah, itu
dia sudah datang!" Pemimpin muda orang Apache itu datang dengan Old Wabble. Ia saya minta memilih
prajurit-prajurit Apache yang akan menyertai kami. Dalam pada itu raja cowboy
memandang saya dengan pandang yang mengandung kekecewaan. Karena itu saya
bertanya: "Ada apa, Sir" Anda tidak enak badan?"
"Saya tidak merasa senang!" katanya sambil menunjuk ke arah kakinya.
"Ah! Mocasin Anda terlalu kecil?"
"Ya, orang-orang kulit merah itu kakinya seperti kaki kanak-kanak saja. Mocasin
yang terbesarpun masih terlalu kecil bagi saya. Bagaimana saya dapat memperbesar
sepatu Indian ini?" "Anda dapat membuat lubang."
"Aha! Itu baik sekali! Betul jari saya akan menjorok keluar, akan tetapi itu
tidak apa." Segera ia mencabut pisaunya lalu membuat lubang pada mocasinnya, tidak lama
kemudian kami sudah siap sedia.
"Adakah saudara saya kulit putih masih hendak memberi perintah lagi?" tanya
Entschar Ko. "Katakanlah kepada prajurit-prajurit Apache yang tinggal di sini bahwa mereka
harus memasang penjagaan sepanjang jalan masuk ke waha ini. Schiba Bigk saya
serahkan kepada Bob. Ia tidak terikat, akan tetapi tidak boleh meninggalkan
rumah ini. Sekiranya ia melarikan diri maka ia harus ditangkap oleh penjagapenjaga yang akan bertugas sepanjang jalan masuk itu."
"Apa yang harus kami kerjakan apabila ia lari?"
"Anda tangkap dan Anda ikat."
"Jikalau ia memberi perlawanan?"
"Anda harus mempergunakan kekerasan. Saya tak hendak menyiksa dia, akan tetapi
ia tidak boleh lolos. Jikalau tidak ada akal lain, maka ia harus mati. Terhadap
tawanan-tawanan orang Comanche yang lain hendaknya Anda bersikap keras juga."
Kini sudah tidak ada lagi yang akan saya pesankan kepada Entschar Ko. Bulan
sudah terbit, maka dengan segera berangkatlah kami.
Dengan ini selesailah jilid II. Jikalau ingin mengetahui bagaimana pertemuan
dengan Vupa Umugi, pasukan tentara kavaleri dan Nale Masiuv itu berakhir, maka
saya persilahkan pembaca membaca sambungan jilid ini, yaitu kisah pengembaraan
Dr. Karl May, Llano Estacado jilid III. Dalam jilid itu pembaca akan mengetahui
juga bagaimana akhirnya Old Wabble menjadi musuh Old Shatterhand.
Scan & DJVU: BBSC Konversi, Edit, Spell & Grammar Check:
clickers http://epublover.blogspot.com
http://facebook.com/epub.loverLLANO ESTACADO
Dr. Karl May JILID III Bagaimana Old Shatterhand dan Winnetou dapat mematahkan siasat serangan orangorang Comanche dengan menundukkan satu demi satu pasukan-pasukan Schiba Bigk,
Nale Masiuv dan Vupa Umugi. Bagaimana mereka menyelamatkan pasukan kavaleri dan
bagaimana Old Shatterhand dan Winnetou mendapat musuh baru, yakni Old Wabble dan
si Jenderal. Penerbit: PRADNYA PARAMITA
Cetakan ke - 3 KATA PENGANTAR Nama Dr. Karl May sebagai pengarang buku-buku lektur sangat populer pada pembaca
tua dan muda di Eropa Barat pada zaman sebelum perang dunia kedua.
Ceritera-ceriteranya bukanlah rentetan peristiwa yang seram di mana darah
mengalir dan kekejaman ditulis secara realistis, akan tetapi mengandung romantik
yang sehat, tindakan yang jantan dan secara kesatria, diseling dengan humor dan
gambaran cinta kepada alam terbuka.
Sangatlah dipuji caranya melukiskan tokoh-tokoh beserta wataknya dan unsur-unsur
pendidikan bagi pembaca-pembacanya. Oleh sebab itu tidak mengherankan, bahwa
semua hasil karyanya tetap mengasyikkan yang membacanya.
Banyak pembaca bertanya-tanya, adakah penulis ulung itu pernah mengunjungi
negeri-negeri yang diceriterakannya dan adakah petualangannya itu sungguhsungguh dialaminya" Dr. Karl May meninggal dunia pada tanggal 12 Maret 1912. Dari surat-menyuratnya,
catatan-catatannya dan surat-surat jalannya dapat ditarik kesimpulan, bahwa ia
telah menjelajah seluruh Eropa dan bahwa ia telah dua kali bepergian ke Amerika
yakni dalam tahun 1863 dan 1869.
Selanjutnya ia mengadakan perjalanan ke Aljazair, Tunisia dan jazirah Arab. Pada
tahun 1899 ia mengunjungi Mesir, Syria dan Palestina sampai di gurun-gurun.
Pada tahun 1908 ia pergi lagi ke Amerika dan Canada dan hidup selama beberapa
waktu bersama-sama orang-orang Indian.
Menurut temannya, seorang ahli bahasa, Dr. Karl May memang mengenal beberapa
bahasa asing dan bahasa suku, di antaranya: bahasa Turki, Persia, Arab, Indian,
Inggris, Portugis, Spanyol dan Latin.
Banyak tanda mata dan kenang-kenangan disimpan di rumahnya di Radebeul dekat
Dresden (Jerman) di antaranya bedil-peraknya dan bedil-pembunuh-beruangnya.
Ia telah pergi, tetapi karyanya tetap hidup.
ORANG TUA YANG TIDAK MENGENAL TUHAN
Demikianlah kami bertiga, Old Surehand, Old Wabble dan saya, dibantu oleh enam
puluh orang prajurit Apache, meninggalkan tempat tinggal Bloody Fox di dalam
waha yang terpencil dan tersembunyi di tengah-tengah padang pasir Llano
Estacado. Saya telah menyusul sahabat saya Winnetou ke rumah teman saya Bloody
Fox, karena saya mendapat berita dari Winnetou, bahwa ia sudah berjalan lebih
dahulu untuk memberitahu Fox, bahwa ia akan diserang oleh suku Comanche. Dalam
perjalanan saya ke padang pasir itu saya bertemu dengan Old Wabble, seorang
bekas raja cowboy yang melarikan diri dari kepungan orang Comanche. Old Wabble
memberitahukan, bahwa seorang pemburu prairi kulit putih yang bernama Old
Surehand telah tertangkap oleh sepasukan orang Comanche yang dipimpin oleh Vupa
Umugi, ketua suku orang kulit merah itu. Old Surehand dapat saya bebaskan dan
bersama-sama kami pergi ke Llano Estacado. Berkat penyelidikan kami bersama,
dapatlah kami mengetahui rencana orang-orang Comanche itu. Seorang ketua suku
muda, Schiba Bigk namanya, telah berjalan lebih dahulu untuk menyerang Bloody
Fox. Di tengah-tengah padang pasir, pasukan itu telah dapat kami kepung dan kami
tawan tanpa menumpahkan darah. Tawanan itu kami tinggalkan di dekat hutan kaktus
yang mengelilingi rumah Bloody Fox, di bawah penjagaan prajurit-prajurit Apache
yang kami tinggalkan di sana di bawah pimpinan Entschar Ko, wakil pemimpin suku
Apache. Kemudian akan menyusul pasukan Vupa Umugi yang bermaksud memikat
sepasukan kavaleri orang kulit putih agar mereka itu akan sesat di padang pasir
dan apabila mereka sudah kehabisan air minum, akan dengan mudah menjadi mangsa
Vupa Umugi. Dalam pada itu, pasukan Comanche yang ketiga akan mengikuti tentara
kavaleri itu dari belakang supaya serdadu-serdadu kulit putih itu tidak akan
mendapat kesempatan untuk balik ke pangkalannya kembali. Siasat orang-orang
Comanche itu harus kami gagalkan. Karena itulah, maka kami bertiga bersama-sama
dengan enam puluh orang prajurit Apache kini berjalan ke sebuah hutan kecil di
pinggir padang pasir Llano Estacado, yang terkenal sebagai Pohon Seratus. Di
sana pasukan Vupa Umugi akan berhenti dan di sana pula tentara kavaleri dan
kemudian pasukan Nale Masiuv akan berturut-turut berhenti pula. Rencana tadi
ialah akan membiarkan pasukan Vupa Umugi meninggalkan Pohon Seratus, masuk ke
padang pasir dengan mempergunakan tonggak-tonggak yang sudah dipancangkan ke
tanah pasir oleh Schiba Bigk, akan tetapi kemudian diubah tempat dan arahnya
oleh Winnetou agar Vupa Umugi dengan pasukannya akan sampai ke sebuah hutan
kaktus di mana mereka nanti dapat kami kepung. Kemudian, apabila tentara
kavaleri datang, mereka akan kami beritahu tentang maksud orang-orang Comanche
dan akan kami ajak menantikan kedatangan pasukan Nale Masiuv untuk menangkap
mereka. Demikianlah kami berjalan pada malam hari di bawah sinar bulan yang baru saja
terbit, melalui padang pasir Llano Estacado. Perjalanan melalui padang pasir di
bawah sinar bulan selalu membuai saya melamun. Pikiran dan perasaan saya
melayang ke dunia mimpi. Rasanya badan saya kehilangan berat; seakan-akan saya
tidak lagi menunggangi kuda, melainkan melayang dan terbang di udara. Padang
pasir yang tampak tidak terhingga itu memenuhi hati saya dengan rasa bahagia
yang hampir sempurna. Dalam pada itu saya memejamkan mata. Tidak terasa lagi
gerak kuda saya; yang terkenang oleh saya ialah kebesaran alam, keluasan
cakrawala saja dan makin dalamlah kepercayaan dan keinsafan saya akan kekuasaan
Tuhan yang menciptakan alam semesta ini.
Maka lebih mendalamlah rasa kasih sayang saya kepada pujaan saya terhadap
Pencipta Semesta Alam ini. Maka terasalah oleh saya betapa celaka orang yang
sudah kehilangan kepercayaannya kepada Tuhan.
Sambil saya termenung, tiadalah saya insafi bahwa kuda saya berjalan dengan
kencang sekali, jauh mendahului teman-teman saya. Sekonyong-konyong renungan
saya terganggu; saya mendengar suara di sebelah saya, yaitu suara Old Wabble
Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang berkata: "Sir, mengapa Anda" Saya kira Anda sedang berdoa, padahal kuda
Anda berlari kencang sekali."
Kata-kata itu diucapkan dengan agak mengejek. Saya tidak menjawab.
"Sir, peganglah tali kekang Anda!" demikianlah Old Wabble melanjutkan
perkataannya. "Kalau kuda Anda tersandung kakinya, mungkin tulang tengkuk Anda
patah!" "Peduli apa Anda kalau tulang itu patah," jawab saya dengan singkat.
"Sesungguhnya tidak peduli apa-apa, Mr. Shatterhand, akan tetapi oleh karena
kita berjalan bersama, maka saya tidak dapat membiarkan tulang Anda patah."
"Jangan Anda khawatir; tulang itu tidak akan patah!"
"Jangan Anda seyakin itu. Barangsiapa berjalan secepat itu, tidak boleh
meletakkan tali kekang pada tengkuk kudanya."
"Anda hendak memberi saya pelajaran bagaimana saya harus menunggang kuda?"
"Itu bukan maksud saya. Saya telah mengetahui bahwa Anda tidak memerlukan guru.
Akan tetapi saya belum pernah melihat seorang penunggang kuda yang melipatkan
tangannya serta duduk di atas pelana seakan-akan ia berdoa. Baru sekali ini saya
melihat seorang berbuat begitu, Mr. Shatterhand."
"Seakan-akan berdoa" Adakah Anda menaruh keberatan sekiranya saya benar-benar
berdoa?" "Tentu saja, Sir!"
"Itu sikap yang bodoh sekali. Manusia yang berakal sehati tidak akan mengecam
orang yang berdoa." "Tentu saja, apabila itu dilakukannya sedang ia menunggang kuda."
Kini saya segera berpaling kepadanya serta bertanya: "Anda tentu saja sudah
sering berdoa bukan?"
"Tidak." "Tetapi ada juga sekali-kali?"
"Tidak juga!" "Tidak pernah Anda berdoa?"
"Tidak, tidak pernah." katanya dengan suara yang menyatakan kebanggaan.
"Saya tidak percaya."
"Percaya atau tidak percaya, itu bagi saya sama saja. Sungguhpun begitu betul
saya belum pernah berdoa."
"Tetapi semasa muda Anda. sebagai kanak-kanak?"
"Tidak juga." "Anda tidak mempunyai ayah yang memberi Anda pelajaran tentang Tuhan?"
"Tidak." "Tidak mempunyai ibu yang mengajar Anda berdoa?"
"Tidak." "Tidak ada juga kakak perempuan yang mengajak Anda berdoa ketika Anda masih
kecil sekali?" "Tidak juga." "O, celaka, celaka! Bagaimanakah mungkin seorang yang usianya sudah lebih
daripada sembilan puluh tahun, tetapi dalam jangka waktu yang sepanjang itu
belum pernah sekali juga memuja Tuhan! Jikalau Anda tidak mengatakannya sendiri
kepada saya, maka saya tidak akan percaya."
"Jangan khawatir, Anda boleh percaya."
"Jangan khawatir" Bagaimana saya tidak akan khawatir?"
"Tidak ada alasan sama sekali bagi Anda untuk merasa khawatir."
"Betul-betulkah Anda bersikap acuh tak acuh tentang Tuhan" Betulkah begitu, Mr.
Cutter?" "Betul! Saya tidak mengira bahwa Anda dapat pura-pura berbuat sebagai orang yang
saleh!" "Pura-pura sebagai orang yang saleh" Saya tidak berbuat begitu, saya bukan orang
yang tak tahu akan Tuhannya."
"Jikalau Anda bermaksud hendak mengatakan bahwa saya tidak mengenal Tuhan, maka
itu betul. Saya tidak percaya akan Tuhan. Saya selalu berbuat apa yang menurut
pendapat saya sendiri baik."
"Kalau begitu, Anda selalu mengikuti undang-undang Anda sendiri. Tidakkah
undang-undang yang lebih tinggi daripada Anda sendiri?"
"Hm! Tentu saja; undang-undang Amerika Serikat; undang-undang itu harus saya
patuhi." "Selanjutnya" Tidak adakah undang-undang kesusilaan" Undang-undang keagamaan"
Undang-undang ketuhanan?"
"Bagi saya tidak ada. Saya pernah dilahirkan; itu suatu fakta. Saya dilahirkan
dengan sifat-sifat yang saya miliki sekarang ini; itu pun fakta juga. Saya tak
dapat menjadi orang lain daripada saya sendiri; itu fakta yang ketiga. Jadi saya
tidak bersalah tentang apa yang terjadi dengan saya dan apa yang saya perbuat;
itu fakta yang paling utama. Yang lain-lain adalah omong kosong."
"Ai, ai, Mr. Cutter! Pikiran Anda itu tidak logis, pikiran Anda itu pincang!"
"Biarkanlah pincang, Sir! Dengan pincang saya masuk ke dunia ini tanpa minta
ijin kepada siapa pun, dan saya boleh diambil oleh syaitan, sekiranya saya minta
ijin kepada siapa juga apabila saya akan keluar dari dunia ini dengan pincang!
Untuk itu saya tidak memerlukan agama atau Tuhan."
Terlalu, terlalu! Mendengar kata-kata itu bulu tengkuk saya tegak. Saya merasa
seakan-akan punggung saya digosok-gosok orang dengan sebongkah es. Orang tua
bangka ini, yang tidak memikirkan betapa dekat ia pada kuburnya, telah mengutuk
Tuhan dengan cara yang mengerikan hati saya.
"Jadi Anda benar-benar tidak percaya akan Tuhan?" tanya saya dengan suara yang
gemetar. "Tidak."
"Kepada Kristus?"
"Tidak." "Kepada dunia akhirat?"
"Tidak." "Kepada Surga dan Neraka yang abadi?"
"Sama sekali tidak. Apa gunanya kepercayaan bagi saya!"
Mendengar kata-kata itu tidak tahulah saya akan bersedih hati atau akan marah.
Akan tetapi dengan tidak saya sadari, sudah saya letakkan tangan di atas bahunya
seraya berkata: "Dengarkanlah, Mr. Cutter. Saya menaruh simpati terhadap Anda
seperti jarang sekali saya menaruh simpati kepada orang. Akan tetapi kini saya
ngeri melihat Anda. Sungguhpun begitu saya tak hendak melepaskan Anda. Saya
masih akan mencoba membuktikan bahwa Anda sedang sesat."
"Apakah arti semua itu" Anda hendak mengajar saya tentang apa yang Anda sebut
agama?" "Ya." "Terimakasih! Anda menghina saya. Janganlah Anda coba. Tadi Anda sudah mendengar
bagaimana pendirian saya dan bagaimana maka saya menjadi seperti sekarang ini.
Jangan hendaknya orang datang kepada saya dengan kata-kata dan ajaran. Usia saya
sudah terlalu lanjut dan akal saya sudah sangat lanjut pula berkembang! Saya
tidak menyukai kata-kata yang indah dan enak bunyinya. Bagi saya hanya fakta
saja yang berlaku sebagai bukti, lain tidak."
"Anda sudah pernah mendapat pelajaran-pelajaran agama?"
"Tidak." "Bagaimana Anda dapat mengeluarkan pendapat?"
"Diamlah, atau sebutkanlah fakta!" demikian ia menyela saya.
"Dengarkanlah saya beberapa menit saja Mr. Cutter! Saya yakin bahwa kata-kata
saya..." "Bukan kata-kata! Saya menghendaki fakta!" demikian ia menyela lagi.
"Saya tidak akan berpanjang-panjang, saya hanya hendak mengucapkan satu
pertanyaan lagi, yang...."
"Omong kosong! Pertanyaan bukanlah fakta."
Kini saya benar-benar menjadi marah. Saya hentikan kuda saya lalu saya pegang
tali kekang Old Wabble supaya ia pun berhenti juga. Dengan suara marah yang tak
dapat saya tahan, saya pun berkata: "Fakta, fakta, selalu fakta saja. Anda sudah
beberapa kali mengemukakan fakta. Rupa-rupanya Anda merasa bangga terhadap
logika Anda yang pada hemat saya adalah logika yang palsu. Anda mengatakan bahwa
Anda tidak memerlukan Tuhan dan tidak memerlukan agama. Saya minta Anda
perhatikan kata-kata saya: Saya yakin bahwa Anda akan dihadapkan dengan suatu
fakta yang akan menghempaskan Anda seperti perahu dihempaskan pada tanah batu.
Dalam keadaan yang demikian hanya doa saja yang akan dapat menyelamatkan jiwa
Anda. Saya berharap mudah-mudahan justru Tuhan, yang Anda tidak percaya dan yang
tak pernah Anda puja, akan menunjukkan rahmat dan rahimnya kepada Anda!"
Saya terkejut mendengar suara saya sendiri bergema dalam padang pasir yang luas
ini. Saya tahu bahwa padang pasir tak mungkin menimbulkan gema itu. Adakah itu
akibat keadaan batin saya" Old Wabble tertawa dengan singkat serta menjawab:
"Sir, saya tidak mengira bahwa Anda mempunyai bakat untuk menjadi gembala biribiri, akan tetapi saya mohon dengan sangat jangan hendaknya saya Anda pandang
sebagai biri-biri Anda! Old Wabble tidak akan pernah menjadi orang yang saleh,
it's clear." Kebiasaannya mengakhiri kata-katanya dengan "it's clear" itu sampai kini saya
pandang sebagai kebiasaan yang lucu. Akan tetapi pada saat ini mual hati saya
mendengar perkataan itu. Bahkan saya merasa bahwa rasa simpati saya terhadap dia
kini sudah jauh berkurang. Saya menjawab: "Biri-biri atau bukan biri-biri,
mudah-mudahan tidak akan tiba saatnya Anda merasa kena bencana tanpa dapat
diselamatkan lagi, sehingga Anda akan minta kepada saya agar saya menjadi
gembala Anda." "Kalau sampai begitu, Anda akan mendengarkan doa saya dan akan membawa saya ke
padang rumput yang hijau, Sir?"
"Ya, tentu, biarpun saya akan membawa jiwa saya dalam bahaya yang besar. Tetapi
sudahlah. Jangan kita mempercakapkan soal ini lagi."
Old Surehand dan orang-orang Apache sudah berhenti, karena mereka melihat bahwa
Old Wabble dan saya berhenti. Karena itu saya memberi tanda supaya berjalan
terus. Old Wabble berjalan di belakang saya; Old Surehand sekarang menggantikan
tempatnya. Akan tetapi untuk sementara ia tidak membuka mulutnya.
Saya merasa sedih sekali. Belum pernah saya merasa seperti itu. Saya menaruh
belas kasihan yang besar sekali terhadap tua bangka yang sudah sesat itu. Ia
pernah disebut orang, raja Cowboy! Itukah barangkali yang membuat dia bersikap
congkak! Peringatan saya tadi saya ucapkan tanpa sengaja sama sekali. Mengapa
saya berkata begitu, tiadalah saya ketahui. Rupa-rupanya itu adalah kehendak
yang lebih tinggi daripada kehendak saya. Demi kemudian ternyata bahwa ramalan
saya itu benar-benar terjadi, maka terasalah oleh saya seakan saya yang
menyebabkan kematian orang tua ini dengan sangat mengerikan. Lama sesudah itu
pikiran itu masih menggoda saya.
Old Surehand berjalan di sisi saya dengan berdiam diri. Ia mendengarkan
percakapan saya dengan Old Wabble; rupa-rupanya semua itu direnungkannya.
Akhirnya ia bertanya: "Bolehkah saya mengganggu Anda, Sir" Saya melihat bahwa
Anda sedang termenung."
"Silakan. Saya merasa senang Anda bebaskan dari renungan saya."
"Anda tahu bahwa saya sudah banyak sekali mendengar orang bercakap-cakap tentang
Anda. Dan saya seringkali pula mendengar bahwa Anda adalah orang yang saleh."
"Adakah sifat saya itu menjadi tertawaan orang?"
"Tidak, tidak pernah. Biasanya Anda membuktikan kepercayaan Anda itu dengan
perbuatan, tidak dengan kata-kata. Itulah yang sangat mengesan. Itu pula yang
sudah saya saksikan. Akan tetapi belum pernah saya mendengar Anda berbicara
dengan saya tentang agama."
"Barangkali perlu juga."
"Karena itu tidak perlu."
"Bagaimana?" "Karena... hm! Sir, adakah hidup Anda ini jalannya selalu tenang saja" Sebagai
anak, Anda pernah mendengar tentang adanya Tuhan Yang Esa dan Anda percaya. Anda
belum pernah merasa bimbang; kepercayaan yang Anda peroleh sebagai kanak-kanak
itu masih hidup terus dalam hati Anda! Saya rasa bahwa dugaan saya ini tidak
salah." "Anda salah. Tidak ada ketenangan yang tidak didahului oleh perjuangan.
Kehidupan batin saya tidak kurang menggelora daripada kehidupan jasmaniah saya.
Arus jiwa tidak selalu memercik dengan tenang pada tepi, melainkan seringkali
menempuh riak, menempuh batu-batuan, melalui tanah dangkal dan menjadi banjir."
"Kalau begitu Anda pernah juga berjuang di dalam batin?"
"Ya, bahkan berjuang dengan segala tenaga saya. Akan tetapi perjuangan itu
selalu saya lakukan dengan sungguh-sungguh. Ada berkian-kian manusia yang hidup
tanpa kesadaran. Mereka tidak memperdulikan ada tidaknya Tuhan. Itu sangat
menyedihkan. Bagi saya tujuan tertinggi daripada hidup ini ialah memperoleh
pengertian dan kesadaran itu. Saya merasa berbahagia sekali mempunyai orang tua
yang dikaruniai kepercayaan terhadap Tuhan. Saya adalah kesayangan nenek saya
yang mencapai umur sembilan puluh enam tahun. Nenek itu percaya kepada Tuhan.
Saya dipimpinnya ke hadirat Tuhan serta diinsafkannya akan kebesarannya.
Kepercayaan mendalam masa kanak-kanak itu adalah suatu karunia yang mengagumkan;
kepercayaan akan cinta semesta! Sebagai anak kecil tiap-tiap malam saya
memanjatkan permohonan yang kecil-kecil. Masih teringat oleh saya bahwa pada
suatu hari adik saya menderita sakit gigi. Tidak ada obat yang dapat meredakan
sakitnya. Maka adik saya itu saya bujuk-bujuk: 'Pauline, adikku, saya akan pergi
tidur dan akan saya katakan kepada Tuhan betapa adik menderita sakit.
Perhatikanlah, nanti sakit Anda akan hilang! Barangkali Anda akan menertawakan
saya. Sir, apabila saya katakan bahwa sakit gigi adik saya itu betul-betul
hilang.'" "Sama sekali tidak terpikir oleh saya untuk menertawakan Anda!"
"Masih banyak lagi yang dapat saya ceriterakan kepada Anda tentang permohonanpermohonan saya yang ajaib-ajaib. Seringkali saya merasa seakan-akan setiap
permohonan saya didengarkannya; walaupun banyak sekali yang tidak terkabul, akan
tetapi saya selalu merasa lega, seakan-akan hati saya merasa damai. Kemudian
saya bersekolah. Ada beberapa di antara guru-guru saya yang dengan ajarannya
menggoncangkan kepercayaan saya. Saya mempelajari bahasa Hibrani, bahasa Arab,
bahasa Yunani dan sebagainya untuk dapat membaca kitab-kitab suci dalam tulisan
yang asli. Kepercayaan masa kanak-kanak itu menjadi hilang; saya menjadi sangsi
oleh uraian dengan kata-kata yang bersifat ilmiah itu. Dari hari ke hari makin
tipis kepercayaan saya. Akan tetapi Tuhan bersifat rahim; saya dipimpinnya ke
arah pengakuan kembali bahwa kepercayaan masa kanak-kanak itu adalah yang
sebaik-baiknya. Kemudian saya membuat perjalanan-perjalanan yang jauh dan saya
bertemu dengan pengikut agama-agama lain. Saya bukanlah orang Kristen yang
menyangka bahwa agamanya melebihi segala agama yang lain, melainkan saya
mempelajari Qur'an, Veda, ajaran Zarathustra dan buku-buku suci yang lain.
Membaca buku-buku tersebut tidak menggoncangkan kepercayaan saya, bahkan
sebaliknya, persamaan-persamaan yang saya jumpai antara agama Kristen dan agamaagama besar yang lain membuat saya menjadi orang Kristen yang lebih baik.
Demikianlah kepercayaan masa kanak-kanak itu mendapat pelbagai percobaan, akan
tetapi akhirnya tetap utuh, sehingga kini memenuhi isi hati saya."
"Anda percaya bahwa kepercayaan itu akan tetap utuh selama-lamanya?"
"Selama-lamanya!"
Jawab saya itu saya berikan dengan sungguh-sungguh. Saya mulai menduga bahwa
sahabat saya pemburu prairi mengalami perjuangan batin, sedang mencari kembali
kebenaran yang dahulu barangkali dimilikinya, akan tetapi kemudian menjadi
hilang. Ia mengulurkan tangannya serta berkata: "Sir, maukah Anda berjanji demi.
kenang-kenangan Anda akan nenek Anda yang Anda sayangi itu, bahwa Anda bersedia
menjawab pertanyaan-pertanyaan saya menurut keyakinan Anda yang sebenarnya?"
"Inilah tangan saya; saya berjanji. Apa yang hendak Anda tanyakan?"
"Betulkah... Tuhan... itu... ada?"
Kata-kata itu diucapkannya terpisah-pisah dan tiap-tiap kata ditekannya. Old
Surehand bersungguh-sungguh. Nyatalah bahwa ia sedang berjuang, berjuang dengan
segala usaha, akan tetapi tidak memperoleh kemenangan.
"Ya," jawab saya dengan singkat akan tetapi dengan tekanan.
"Anda percaya bahwa Anda akan melihat kembali nenek Anda, bahwa sesudah hidup
ini akan ada hidup sesudah kita mati?"
"Ya!" "Buktikanlah!" "Ya, saya dapat membuktikannya, sebab saya ada mempunyai dua saksi yang
kejujurannya tak usah Anda sangsikan."
"Siapakah dua orang itu?"
"Yang satu mahatinggi kedudukannya yang satu biasa saja. Mereka itu Tuhan
sendiri dan saya." Ia menundukkan kepala, lalu berdiam diri beberapa lamanya.
"Adakah Anda merasa tersinggung bahwa saya sekaligus menyebutkan nama yang
mahatinggi dan nama seorang manusia belaka yang berjalan di sebelah Anda?" tanya
saya, oleh karena ia tetap berdiam diri.
"Tidak, tetapi saya tidak mengerti apa yang Anda maksud."
"Tuhan berkata dengan kata-kata dan karya. Barangsiapa memasang kedua telinga
dan matanya, niscaya akan mengakui kebenaran yang sudah saya ucapkan itu."
"Dan Anda?" "Itu suara hati saya."
"Itu Anda katakan dengan tenang dan sederhana, akan tetapi walaupun begitu isi
kata-kata Anda itu sangat dalam. Ah, sekiranya Tuhan memperkenankan hati saya
Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berbicara seperti hati Anda!"
"Mohonlah kepada Tuhan; maka suara Tuhan akan kedengaran oleh Anda."
"Dahulu itu mungkin; sekarang sudah tidak mungkin lagi."
Kalimat itu diucapkannya dengan suara yang mengandung keinginan besar.
"Dahulu Anda percaya, Mr. Surehand, tetapi kemudian kepercayaan itu hilang?"
"Ya, hilang sama sekali. Siapakah yang akan mengembalikan kepercayaan itu?"
"Tidak lain daripada Dia yang mengemudikan perasaan hati dan yang mengatakan:
Saya adalah jalan kebenaran, keselamatan dan kehidupan! Anda menghendaki
kebenaran, Sir! Itu tidak akan Anda peroleh dengan berpikir atau dengan belajar;
tetapi jangan Anda putus asa, pada suatu ketika kepercayaan itu akan datang
kembali dengan tiba-tiba. Saya yakin!"
Ia menjabat tangan saya lagi lalu berkata: "Tolonglah saya, Mr. Shatterhand!"
"Untuk itu saya terlalu lemah. Pertolongan yang sebenarnya hanya terletak di
tangan Tuhan. Saya tidak tahu apa yang sudah Anda alami, yang membuat Anda
kehilangan kepercayaan itu. Akan tetapi katakanlah kepada saya Mr. Surehand,
adakah Anda menyangka bahwa Anda adalah Tuhan?"
"Tidak." "Tetapi tampaknya begitu, sebab Anda sudah berani berbantah dengan Tuhan. Itu
hanya dapat dijalankan oleh dua pihak yang sama tinggi kedudukannya. Barangkali
Anda banyak sekali menderita. Tetapi ingatlah: bolehkah seorang anak yang
dipukul oleh ayahnya mengatakan kepada ayah itu: hai, kemarilah dan katakanlah
kepada saya dengan hak apa Anda memukul saya. Berilah saya tanggungjawab!"
"Saya... tidak selayaknya... mendapat... pukulan itu," jawabnya dengan raguragu. "Tidak selayaknya" Adakah Anda mempunyai hak untuk mempertimbangkannya. Adakah
Anda mengira bahwa Anda satu-satunya manusia yang diperlakukan dengan tidak adil
oleh nasib" Bukankah ada beribu-ribu orang lagi yang lebih menderita daripada
Anda" Adakah Anda mengira bahwa saya tidak pernah menderita" Saya dilahirkan
sebagai seorang anak yang lemah dan sakit-sakitan. Umur lima tahun saya baru
pandai merangkak, belum dapat bangkit, jangan lagi berjalan. Adakah itu nasib
yang selayaknya bagi saya" Tetapi lihatlah sekarang Old Shatterhand! Adakah Anda
mengira bahwa inilah anak yang lemah dan sakit-sakitan itu" Adakah itu nasib
yang buta, tiga kali mata saya dibedah dokter. Adakah itu nasib yang selayaknya
bagi saya" Saya tidak menggerutu sebagai Anda, melainkan menyerah kepada Tuhan,
karena saya insaf bahwa hanya Tuhan yang dapat menolong saya, memimpin saya ke
jalan yang benar. Ketika saya bersekolah, berpekan-pekan lamanya saya hanya
makan roti kering belaka, oleh karena orang tua saya bukan orang yang berada dan
tidak ada orang lain yang dapat atau mau menolong saya. Tetapi harga diri saya
melarang saya pergi minta-minta. Dengan jalan bekerja mempergunakan tangan saya
dan memberi pelajaran privat, saya dapat memperoleh nafkah saya, sedangkan
teman-teman saya yang lain mengobral-obralkan uang orang tuanya. Malam hari
kadang-kadang saya belajar di bawah lampu di pinggir jalan, oleh karena saya
tidak mampu membayar uang listrik. Adakah itu nasib yang selayaknya bagi saya"
Saya tidak pernah berutang. Hanya kepada dua pihak saya merasa berutang, yaitu
kepada Tuhan dan kepada diri saya sendiri. Tuhan mengaruniai saya dengan bakat
yang baik dan saya telah menuntut dari diri saya penderitaan yang besar, agar
saya dapat menunaikan kewajiban saya. Kemudian, ketika saya membuat perjalananperjalanan yang jauh, acapkali saya bertanya pada diri saya sendiri adakah nasib
yang saya alami pada saat itu nasib yang selayaknya bagi saya" Akan tetapi semua
itu berakhir dengan baik dan saya mengucap syukur."
Saya berhenti berbicara. Old Surehand memandang ke depan tanpa berkata apa-apa.
Karena itu saya melanjutkan perkataan saya: "Barangkali Anda merasa heran
mengapa saya berbicara sepanjang itu, akan tetapi apabila saya mendengar orang
menggerutu karena tidak merasa puas akan nasibnya, maka saya merasa terpaksa
mengatakan apa yang sudah saya katakan tadi. Terhadap Tuhan saya tidak mempunyai
hak, tidak dapat merasa berjasa, melainkan hanya mempunyai kewajiban. Setiap
hari saya harus mengucapkan syukur bahwa ia telah menciptakan saya untuk
mempersiapkan saya dalam dunia ini untuk kehidupan yang lebih tinggi kelak."
"Ah, alangkah saya akan merasa berbahagia sekiranya dapat berbuat begitu juga!"
demikian kata Old Surehand dengan mengeluh. "Anda sudah berjuang dan jiwa Anda
merasa puas. Akan tetapi saya diombang-ambingkan oleh nasib dari suatu tempat ke
tempat yang lain. Dengan demikian saya sudah kehilangan sauh yang mengikat saya
pada tanah tumpah darah saya."
"Anda akan menemukan apa yang Anda cari, asalkan Anda mau tetap mencari dengan
kesungguhan dan kejujuran. Semuanya itu akan Anda temukan di dalam kepercayaan
kepada Tuhan. Tadi Old Wabble sudah berani mengatakan bahwa ia tidak akan
memerlukan Tuhan. Saya berharap moga-moga Anda tidak akan mengambil teladan
kepada cowboy tua itu."
"Jangan khawatir, Mr. Shatterhand! Saya bukan orang yang mengingkari Tuhan, saya
hanya kehilangan kepercayaan kepada-Nya, tetapi saya berusaha untuk mendapatkan
kembali." "Tuhan akan menyongsong Anda. Tuhan akan memberi Anda kesempatan menjumpainya."
"Itulah harapan saya yang sebesar-besarnya. Tetapi marilah pokok pembicaraan ini
kita tinggalkan. Hati saya sudah merasa lega, pengharapan saya sudah hidup
kembali sejak saya berjabatan tangan dengan Anda tadi. Anda telah menyalakan
pelita yang dapat saya pergunakan untuk menempuh jalan yang benar dalam usaha
saya mencari kepercayaan itu."
Kata-kata itu sangat menyenangkan hati saya. Mungkinkah saya kelak menyaksikan
bahwa dengan bantuan saya Old Surehand akan mendapatkan apa yang dicarinya" Saya
yakin bahwa ia telah mengalami percobaan dan penderitaan yang besar sekali,
sehingga ia kehilangan kepercayaan. Soal itu selalu dirahasiakannya. Ah,
sekiranya ia mau mengatakan! Tanpa saya ketahui sendiri saya telah mendapat
dugaan bahwa saya telah mendapatkan jejak yang dapat menunjukkan jalan kepada
apa yang dicarinya. DI POHON SERATUS Perjalanan kami berlangsung tanpa gangguan. Menjelang pagi kami berhenti untuk
memberi kuda kami kesempatan melepaskan lelah. Setelah hari menjadi terang maka
di sebelah kiri kami melihat tonggak-tonggak yang pertama dan kami menjumpai
jejak Winnetou dan prajurit-prajuritnya. Kini mereka niscaya telah bertemu
dengan Bloody Fox. Satu kilometer jauhnya dari tempat ini kami melihat tonggak
yang kedua. Apabila kami mengikuti tonggak-tonggak ini maka segera kami akan
sampai ke tujuan kami. Tempat tujuan kami itu oleh orang Apache disebut Gutes Nonti Khai, oleh orang
Comanche, Suksma Lestavi, kedua-duanya berarti Pohon Seratus. Hutan belukar itu
letaknya di pinggir padang pasir.
Batas antara Llano dan padang rumput di sebelah baiat tidaklah merupakan suatu
garis lurus. Di sana sini batas itu berkeluk dan pada keluk serupa itulah
terletak hutan belukar yang disebut Pohon Seratus. Tempat itu mempunyai bentuk
ladam kuda yang dindingnya agak tinggi. Di bagian belakangnya ada sebuah batang
air yang memuntahkan airnya ke dalam suatu kolam yang garis tengahnya kira-kira
tujuh meter panjangnya. Dari kolam itu air mengalir terus ke arah padang pasir
dan di sanalah air itu menghilang di bawah pasir. Karena ada air itu maka tempat
itu di sana sini ditumbuhi rumput, sehingga kuda kami mendapat kesempatan untuk
makan. Dinding yang menanjak ke belakang itu ditumbuhi semak-semak belukar dan
di sana-sini ada pula pohon-pohonan. Pohon-pohon itulah yang memberi bahan
kepada Schiba Bigk untuk membuat tonggak yang dipergunakannya untuk menunjukkan
jalan ke waha kepada orang-orang Comanche yang akan datang di belakangnya. Di
sana kami melihat sisa ranting dan batang yang telah ditebangnya.
Sampai ke kolam kami turun untuk minum dan kemudian baru kuda kami beri
kesempatan pula untuk minum. Kemudian kuda itu kami lepaskan supaya dapat makan
rumput. Untuk menjaga keamanan maka saya suruh beberapa orang Apache memanjat
lereng untuk menjenguk ke arah barat, kalau-kalau Vupa Umugi datang dengan
pasukannya. Kami bermaksud hendak berhenti di sini hanya beberapa jam saja; kami tidak boleh
tinggal lebih lama lagi. Setelah waktu itu lewat, maka kuda kami suruh minum
lagi, lalu kami naik kembali. Kami harus segera pergi ke tempat di mana kami
akan bermalam. Tempat itu letaknya kira-kira dua mil Inggris di sebelah Utara
Pohon Seratus dan merupakan sebuah lembah kecil yang agak menyerupai lembab
tanah pasir di mana kami menangkap Schiba Bigk dengan pasukannya. Tempat itu
tidak ditumbuhi rumput, melainkan gundul sama sekali. Karena itu maka orangorang Comanche niscaya tidak akan memilih tempat itu sebagai tempat bermalam.
Lain daripada itu di sana kami boleh merasa aman, sebab dari luar lembah kami
tidak dapat dilihat orang. Setiba di tempat itu kami tambatkan kuda kami, lalu
kami berbaring di atas pasir. Tentu saja kami memasang penjagaan yang harus
berbaring di pinggir lembah untuk menjenguk kedatangan Vupa Umugi dan
pasukannya. Menurut keterangan Schiba Bigk orang-orang Comanche itu dapat diharapkan datang
malam itu juga. Saya berharap dengan sangat mudah-mudahan mereka jangan
terlambat datang, sebab tempat kami bermalam itu jauh daripada menyenangkan.
Pengharapan saya itu segera terkabul. Matahari belum lagi terbenam maka seorang
penjaga kami berseru: "Uf! Naiini an khuan peniyil! Orang-orang Comanche
datang!" Saya mengambil teropong saya dan bersama-sama dengan Surehand mendaki lereng
lembah. Ya, mereka datang. Nyata sekali bahwa mereka merasa aman. Mereka tidak
berjalan secara Indian, yaitu berjalan berurutan, melainkan berkelompokkelompok. Mereka berjalan ke arah Timur; akhirnya tidak kelihatan lagi. Kami perlu
mengetahui adakah mereka menjumpai jejak kami. Itu sangat boleh jadi, akan
tetapi barangkali mereka tidak akan memperhatikannya. Jejak itu akan disangkanya
jejak pasukan Schiba Bigk, sebab kami semuanya memakai mocasin. Sekiranya mereka
menaruh curiga, maka mereka pasti akan pergi ke tempat kami. Sejam lamanya kami
menunggu akan tetapi tidak seorang pun tampak. Setelah matahari terbenam sama
sekali, kami tidak usah merasa khawatir lagi. Karena itu kami kembali ke tempat
teman-teman kami. Pada hemat saya orang-orang Comanche itu akan berangkat pagipagi benar. Dengan demikian dapatlah kami harapkan bahwa mereka akan lekas pergi
tidur. Sejam sesudah matahari terbenam pergilah saya dengan Old Surehand untuk
menyelidik. Kami mengikuti jejak kami sendiri, lalu menyelidiki seluruh daerah
Pohon Seratus untuk mengetahui adakah orang-orang Comanche itu memasang
penjagaan. Kami tidak menjumpai orang Comanche, jadi Vupa Umugi merasa aman
sekali. Di bawah, kami melihat beberapa api kecil. Rupa-rupanya ketua suku itu sedang
duduk berunding. Prajurit-prajuritnya duduk sebelah-menyebelah kolam air. Kami
tidak melihat kuda, barangkali oleh karena hari sudah gelap sekali. Adakah
mereka memasang penjagaan di sebelah Llano, itu tidak dapat kami lihat juga,
akan tetapi itu tidak perlu kami hiraukan sebab kami tak usah pergi ke sana.
Tugas kami sekarang ialah merangkak sedekat-dekatnya pada tempat duduk ketua
suku, agar apabila mungkin dapat mendengarkan percakapan mereka. Kami menyuruknyuruk dan merangkak-rangkak melalui semak-semak; dalam pada itu menjaga agar
kami jangan membuat bunyi. Kami maju dengan perlahan-lahan sekali. Baru sesudah
satu jam sampailah kami di belakang semak-semak yang lebat, yang letaknya
sedemikian dekat pada kolam sehingga kami dapat mendengarkan percakapan orangorang Comanche sekiranya mereka bercakap-cakap. Akan tetapi mereka tidak berbuat
begitu. Mereka duduk berdiam diri dengan tidak bergerak-gerak. Kami mencium bau
daging yang dibakar, jadi mereka sedang menyiapkan makanan malam. Kami menunggu
seperempat jam lagi. Sekeliling kami sunyi senyap; hanya sekali-kali ada orang
Indian menggerakkan tangannya untuk melemparkan kayu ke atas api. Old Surehand
sudah menyentuh tangan saya untuk bertanya tiadakah lebih baik kami pulang saja,
akan tetapi pada saat itu kami mendengar orang Comanche berteriak di luar tempat
perhentian mereka. Kemudian teriak itu disambut dari beberapa pihak. Ruparupanya mereka melihat sesuatu yang menimbulkan curiga. Sebentar kemudian
seluruh perkemahan itu menjadi gempar. Vupa Umugi melompat bangkit; orang-orang
yang menemani dia duduk di situ berbuat begitu juga. Makin lama makin ramai
suara orang berteriak-teriak. Menilik kegaduhan itu agaknya mereka sedang
mengejar orang. Saya merasa cemas.
"Apakah itu?" tanya Old Surehand dengan berbisik-bisik.
"Saya kira mereka sedang mengejar orang," jawab saya dengan berbisik juga.
"Ya, tidak salah lagi. Siapakah yang dikejar itu" Jangan-jangan...."
Ia tidak menyelesaikan kalimatnya.
"Apa yang hendak Anda katakan?" tanya saya.
"Tidak apa-apa, Sir. Itu tidak masuk akal!"
"Apa yang tidak masuk akal?"
"Bahwa... akan tetapi tidak, itu mustahil!"
"Itu mungkin juga. Saya tahu apa yang Anda maksud. Old Wabble!"
"Astaga! Pendapat Anda begitu juga."
"Hanya dia seorang yang dapat berbuat sebodoh itu."
"Ya, ia gemar sekali pergi menyelidik. Dengarkanlah!"
Dari sebelah kiri kami ada orang berseru: "Sim tavo... orang!"
Kemudian kami mendengar beberapa orang berseru dari sebelah kanan: "Sim polih kuda!" Kemudian menjadi sunyi kembali. Kami mendengar sesuatu bergerak ke arah kami.
Ada orang atau barang dibawa ke tempat ketua suku. Apakah itu"
Agar dapat mengetahuinya, kami tidak usah menunggu lama. Apa yang kami
khawatirkan tadi kini ternyata benar. Beberapa orang Comanche membawa... Old
Wabble. Ia sudah dilucuti senjatanya dan sudah terikat. Sebentar kemudian datang
pula orang membawa kudanya. Old Wabble telah mengikuti kami, akan tetapi...
dengan berkuda. Gilakah ia" Bahwa ia dapat bertindak melawan disiplin, itu sudah
dapat saya duga, sebab sudah beberapa kali saya alami. Akan tetapi bahwa ia
pergi menyelidik dengan menunggangi kuda, itu adalah suatu kebodohan yang tidak
saya sangka-sangka. Dengan perbuatan yang bodoh itu bukan saja ia membahayakan dirinya sendiri,
melainkan membahayakan kami semua. Orang-orang Comanche tentu akan mengira bahwa
ia tidak seorang diri di sini, melainkan berteman. Untuk menjaga keamanan kami
maka sesungguhnya kami harus segera pergi, akan tetapi baikkah itu" Bukankah
kami justru harus tinggal di situ untuk mengetahui apa yang sudah terjadi"
Cowboy tua itu betul selalu tidak hati-hati, akan tetapi ia orang cerdik.
Barangkali ia dapat menipu, orang-orang Comanche.
"Uf, Old Wabble!" seru Vupa Umugi, ketika ia melihat bekas cowboy itu. "Di mana
orang itu Anda tangkap?"
Orang kulit merah yang ditanyai itu menjawab: "Ia berbaring di rumput dan
merangkak sebagai coyote yang sedang memburu mangsanya. Kuda kita menjadi
gelisah, karena mencium bau kuda yang ditambatkannya di luar tempat penjagaan
kita." "Adakah ia memberi perlawanan?"
"Pshaw! Ia hendak lari, tetapi kami giring kian-kemari sebagai anjing. Ketika
kami tangkap ia tidak berani memberi perlawanan."
"Adakah Anda melihat orang kulit putih yang lain?"
"Tidak." "Pergilah segera mencari jejak mereka. Orang kulit putih ini mustahil
berkeliaran seorang diri di pinggir Llano Estacado."
Prajurit Comanche itu pergi memenuhi perintah ketua sukunya. Vupa Umugi duduk
kembali dengan tenang, seakan-akan tidak ada sesuatu yang terjadi. Ia memandang
Old Wabble yang diikat den dua orang kulit merah. Ketua suku itu mencabut
pisaunya serta mencocokkannya ke dalam tanah. Kemudian ia berkata: "Saya
mencocokkan pisau saya. Pisau itu dapat membunuh Anda, akan tetapi dapat pula
memberi Anda ampun. Itu tergantung kepada sikap Anda. Sekiranya Anda mau berkata
benar, maka Anda akan diampuninya."
Raja cowboy itu melayangkan pandangan ke sekelilingnya, mengetahui bahwa kami
ada di dekat mereka. Ia mencari kami. Untung dengan segera ia menarik kembali
pandangannya. Sekiranya ia bersikap kurang hati-hati, maka dengan demikian ia
dapat membuat orang-orang Comanche itu mengetahui bahwa kami ada di dekat
mereka. "Di mana teman-teman Anda?" tanya ketua suku itu.
"Saya tidak berteman," jawab orang tua itu.
"Bohong! Mereka akan kami cari."
"Anda tidak akan menemukan apa-apa."
"Sekiranya nanti terbukti bahwa Anda berbohong, maka Anda akan mati dengan
penderitaan yang hebat,"
"Silakan mencari; saya tidak menaruh keberatan apa-apa!"
"Apa kerja Anda di pinggir Llano Estacado ini. Barangkali Anda akan mengatakan
juga bahwa Anda datang ke mari untuk berburu?"
"Tidak, Old Wabble tidak sebodoh itu. Akan tetapi sesungguhnya memang begitu."
"Hendak berburu apa Anda di sini" Di sini tidak ada binatang perburuan."
"Ada, bahkan banyak; binatang berkulit merah, yakni Indian. Saya datang ke mari
untuk memburu Anda."
Luarbiasa keberanian Old Wabble. Barangkali ia mengandalkan kami. Rupanya ia
yakin bahwa kami ada di dekatnya dan mendengar apa yang dikatakannya. Barangkali
juga ia yakin bahwa kami tidak akan membiarkan dia dalam keadaan yang sekarang
ini. Akan tetapi apabila ia menggunakan akal sehat, ia harus tahu bahwa dugaan
itu salah. Apabila ia sebagai anak kecil telah masuk ke dalam pelukan orang
Comanche, maka ia harus mengetahui sendiri bagaimana ia dapat keluar. Terutama
Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekali kami harus menjaga keamanan kami sendiri, Bahkan kami harus waspada,
jangan hendaknya kami sendiri tertangkap. Untuk membebaskan Old Wabble tidak
boleh kami dengan sembrono sekali membahayakan rencana kami.
Ketua suku Comanche itu rupanya tidak menduga sama sekali bahwa cowboy tua itu
akan memberi jawab seberani itu. Ia mengerutkan dahi lalu bertanya dengan
curiga: "Mengapa Anda memakai mocasin?"
"Mocasin ini saya rampas dari seorang prajurit Nale Masiuv dan saya pergunakan
agar jangan saya meninggalkan jejak yang mencurigakan, apabila saya menjalankan
tugas saya sebagai mata-mata."
Kini Vupa Umugi mulai mengancam: "Old Wabble jangan hendaknya membuat saya
marah!" "Mengapa Anda mengancam" Anda menghendaki agar saya berkata benar!"
"Ya, akan tetapi Anda tidak berbuat begitu. Kata Anda, Anda datang kemari untuk
memburu kami. Dapatkah satu orang saja memburu sepuluh kali lima belas orang
kulit merah?" "Tidak. Akan tetapi saya datang kemari hanya sebagai mata-mata saja. Teman-teman
saya akan menyusul. Dan baiklah saya memberi Anda peringatan! Sekiranya Anda
berani menyentuh rambut saya, maka teman-teman saya itu akan membalas secara
bengis." "Pshaw! Siapakah teman-teman Anda itu, maka Anda berani mengancam?"
"Sesungguhnya tidak boleh saya katakan, sebab Anda tentu tidak menyangka bahwa
mereka itu sedang mengejar Anda. Akan tetapi saya merasa bergirang hati dapat
membuka mata Anda. Itu bukan kesalahan, oleh karena Anda tiada mungkin akan
dapat mengelakkannya."
Dengan air muka yang menunjukkan kemenangan ia berkata lagi: "Kenalkah Anda
ketua suku yang bernama Nale Masiuv" Ia berani menyerang serdadu-serdadu kulit
putih, maka kini ia sudah dikalahkan."
"Uf!" jawab Vupa Umugi.
"Kemudian ia sudah bertindak tidak hati-hati sekali dengan mengirimkan utusan
kepada Anda. Tentara orang kulit putih itu sudah mendapatkan jejak Anda dan Anda
telah diikutinya." "Uf!" "Serdadu-serdadu itu mengikuti jejak orang Comanche sampai ke Air Biru di mana
Anda berkemah. Anda sudah meninggalkan tempat itu. Kini mereka sedang mengejar
Anda dan saya disuruhnya berjalan lebih dahulu untuk mengetahui di mana Anda
malam ini berhenti. Betul Anda telah menangkap saya, akan tetapi Anda harus
membebaskan saya lagi. Kalau tidak, Anda akan dibinasakannya sampai prajurit
yang terakhir." "Alhamdulillah!" demikian kata saya kepada diri saya sendiri. Itulah satusatunya dalih yang dapat dipergunakannya. Hanya secara itu belaka ia dapat
mengelakkan curiga mereka. Dengan demikian mereka barangkali akan mengira bahwa
Old Wabble betul-betul hanya mengembara seorang diri. Ya, cowboy tua itu betulbetul orang yang cerdik. Namun begitu belum lagi hilang rasa jengkel saya.
Vupa Umugi membuat gerak dengan tangannya secara mengejek, lalu berkata: "Old
Wabble jangan hendaknya terlalu sombong dan mengira bahwa ia sudah menang. Ia
terkenal sebagai pembunuh orang Indian dan kami semua tahu bahwa ia belum pernah
memberi ampun kepada prajurit kulit merah. Kami bergirang hati bahwa ia sekarang
sudah jatuh ke tangan kami dan kami akan berusaha sekeras-kerasnya jangan
hendaknya dia dapat meloloskan diri. Ia akan mati pada tiang siksaan dan ia akan
menderita sakit yang sehebat-hebatnya sebagai pembalasan terhadap sekian banyak
pembunuhan yang telah dilakukannya."
"Ya, kini Anda dapat berkata begitu; akan tetapi sebentar lagi keadaan akan
berubah sama sekali," jawab Cutter dengan congkak.
"Anjing, kurang ajar!" seru ketua suku itu. "Barangkali Anda mengira bahwa kami
belum mengetahui apa yang Anda ceriterakan itu. Serdadu-serdadu itu sampai kini
adalah pihak yang menang, akan tetapi tidak lama, sebab Nale Masiuv telah
mendapat tambahan prajurit seratus orang lagi."
"Ah!" seru Old Wabble, seolah-olah ia kecewa.
"Ya," demikian ketua suku itu menyambung. "Dan kami sudah mengetahui juga bahwa
anjing-anjing kulit putih itu mengejar kami. Itu kehendak kami sendiri, sebab
mereka dapat kami binasakan. Percayalah bahwa kami sudah menyediakan perangkap
bagi mereka sehingga mereka tak akan dapat lolos."
"Ya, sekiranya kami bodoh dan tidak mengetahui maksud Anda."
"Anda telah masuk ke dalam perangkap kami!"
"Karena itu maka serdadu-serdadu itu akan lebih bersikap hati-hati lagi."
"Mereka pun akan masuk perangkap; mereka tak akan dapat berbuat lain. Kami
meninggalkan Air Biru justru dengan maksud agar serdadu-serdadu itu mengikuti
kami. Kami akan segera berangkat untuk memikat mereka kepada pasir di mana
mereka akan binasa."
"Binasa" Mereka akan melawan dan mereka akan menang!"
"Mereka tidak akan mendapat kesempatan untuk berperang. Serdadu-serdadu itu akan
kami pikat masuk sejauh-jauhnya ke dalam padang pasir di mana tidak ada air. Di
sana mereka akan mati kehausan sehingga perlawanan tidak ada gunanya lagi. Besok
pagi mereka akan datang ke mari, akan tetapi kami sudah tidak ada di sini lagi
dan mereka akan mengikuti jejak kami. Di belakang mereka akan menyusul pasukan
orang Comanche yang dipimpin oleh Nale Masiuv. Dengan demikian, maka serdaduserdadu kulit putih itu akan terjepit antara dua pasukan Comanche, atau lebih
tegas lagi antara lapar, haus dan bedil-bedil kami dan mereka akan tumpas
sebagai coyote." "Thunderstorm!" seru Old Wabble sambil berbuat pura-pura takut sekali.
"Ya, Anda terkejut dan takut!" kata ketua suku itu sambil tertawa. "Kini Anda
mengetahui bahwa Anda tidak berdaya lagi. Akan tetapi ada satu hal lagi yang
masih hendak kami rundingkan dengan Anda. Di manakah teman-teman Anda orang
kulit putih yang bersama-sama dengan Anda datang ke Air Biru?"
"Orang-orang kulit putih" Siapa yang Anda maksud?"
"Old Shatterhand, selanjutnya Old Surehand yang Anda rampas dari tangan kami dan
orang-orang kulit putih yang lain."
"Bagaimana saya tahu" Kami sudah berpisah."
"Bohong, Anda tidak mau mengatakan bahwa mereka sudah menggabungkan diri dengan
tentara kulit putih!"
"Menggabungkan diri dengan tentara" Masakan mereka mau. Old Shatterhand bukanlah
orang yang mau menggabungkan diri dengan serdadu dan dengan demikian akan
kehilangan kebebasannya. Adakah Anda barangkali mengira bahwa Old Shatterhand
mau merendahkan diri menjadi mata-mata mereka?"
"Ya, Old Shatterhand terlalu congkak untuk berbuat begitu," kata Vupa Umugi.
"Bukan itu saja. Ia adalah sahabat orang kulit putih dan orang kulit merah.
Bagaimana ia akan mau mencampuri peperangan antara orang kulit putih dan orang
kulit merah!" "Uf! Itu benar juga."
"Bukankah ia sudah mengikat tali perdamaian dengan Anda di Air Biru?"
"Itu benar juga. Akan tetapi di mana ia sekarang?"
"Ia pergi ke Rio Pecos hendak menemui Winnetou di perkampungan orang Apache
Mescalero." "Ia berjalan seorang diri saja?"
"Tidak, orang-orang yang lain ikut."
"Mengapa Anda tidak ikut?"
"Oleh karena saya harus kembali ke tentara orang kulit putih, oleh karena saya
penyelidik mereka." "Betul-betulkah Anda berjalan seorang diri saja" Saya tidak percaya. Kata-kata
Anda yang terakhir menimbulkan curiga saya. Old Shatterhand bersama-sama dengan
Anda." "Saya selalu mengira bahwa Vupa Umugi mempunyai akal sehat. Tidakkah ia
mengetahui bahwa dengan kecurigaan itu ia telah membuka rahasianya sendiri"
Bukankah Old Shatterhand lebih berharga daripada seratus orang prajurit"
Bukankah Old Surehand begitu juga" Apabila orang-orang semasyhur mereka ada pada
kami, tidakkah akan saya katakan itu kepada Anda supaya Anda menjadi takut, dan
agar Anda tidak akan menyiksa saya?"
"Uf!" kata ketua suku itu sambil menganggukkan kepala.
"Sekiranya saya dapat mengancam Anda dengan dua orang kulit putih itu, maka itu
merupakan keuntungan besar bagi saya. Bahwa itu tidak saya kerjakan, hendaknya
menjadi bukti bagi Anda bahwa mereka benar-benar tidak ada pada kami."
"Uf!" "Jadi sekiranya saya hendak berbohong, maka lebih baik saya mengatakan, bahwa
kedua orang kulit putih itu akan menolong saya daripada mengingkarinya. Jikalau
Vupa Umugi tidak dapat memahaminya maka otaknya sudah tidak sehat lagi."
"Anjing! Otak saya bukan urusanmu. Prajurit-prajurit saya akan menyelidiki
seluruh daerah ini untuk mencari jejak. Ada atau tidak jejak itu, tidak akan
dapat mengubah nasib Anda. Anda akan saya bawa, sebab seluruh rakyat Comanche
harus menyaksikan bagaimana Anda menderita sakit dan menemui ajal Anda di tiang
siksaan. Ha, itu dia sudah datang. Adakah Anda menemukan jejak?"
Pertanyaan itu ditujukannya kepada seorang prajurit kulit merah yang baru saja
datang. Prajurit itu menjawab: "Seluruh daerah ini telah kami selidiki, akan
tetapi kami tidak menemukan jejak. Orang kulit putih ini tidak berteman."
"Kalau begitu perbuatan itu harus ditebus dengan nyawanya. Ikatlah kakinya juga.
Tariklah erat-erat, jangan sampai ia dapat bergerak! Ia harus dijaga oleh lima
orang prajurit yang harus bertanggung jawab dengan nyawanya sendiri. Daerah di
belakang kita ini hendaknya dijaga juga; jangan hendaknya kita bersikap kurang
hati-hati." Kini kami harus lekas-lekas mengundurkan diri, supaya tidak terjebak oleh
penjaga. Dengan cepat akan tetapi perlahan-lahan, kami mendaki lereng. Setelah
tidak dapat dilihat lagi, maka kami berlari cepat-cepat. Kemudian kami dapat
berjalan lebih lambat lagi.
"Sir, apa pendapat Anda?" tanya Old Surehand. "Tolol benar si tua itu."
"Sayang! Sesungguhnya Old Wabble ialah orang yang cakap dan sekiranya ia tidak
selalu berbuat lancang maka ia berguna sekali bagi kita. Akan tetapi kini kita
harus bersikap lebih hati-hati terhadap dia daripada terhadap seorang plonco.
Orang itu tidak boleh kita bawa dalam suatu kelompok, sebab selalu ia
membahayakan teman-temannya. Jikalau ia nanti sudah bebas kembali, biarlah ia
meninggalkan kita. Sudah lama saya ingin berkenalan dengan dia, akan tetapi
pengalaman membuktikan bahwa ia selalu mengecewakan. Kesenangan hati saya
bertemu dan bergaul dengan dia kini sudah hilang sama sekali. Lebih senang saya
ditemani oleh seorang plonco yang belum mempunyai pengalaman sama sekali.
Seorang greenhorn selalu menurut perintah karena ia insaf akan kekurangannya.
Tetapi bekas raja Cowboy ini merasa dirinya lebih unggul daripada orang lain dan
karena itu hanya mau menuruti kehendaknya sendiri saja. Seorang Cowboy yang
cakap boleh jadi pandai menunggang kuda dan pandai menembak, akan tetapi untuk
dapat disebut penjelajah hutan orang memerlukan sifat-sifat dan kecakapankecakapan yang lain lagi!"
Hati saya sudah jengkel sekali. Sekiranya pada saat itu kami belum tiba di
tempat perhentian kami maka belum selesai saya menggerutu.
Demi orang-orang Apache itu mendengar, bahwa Old Wabble telah tertangkap oleh
orang-orang Comanche, maka orang yang tertua di antara mereka berkata: "Orang
tua itu pergi tanpa izin kami. Dapatkah kami menghalang-halanginya?"
"Tidak," jawab saya. "Ia tidak akan mau mendengarkan teguran Anda. Mengapa ia
tidak berjalan kaki, mengapa ia menunggang kuda, tahukah Anda?"
"Ya, kami tahu. Justru itulah satu-satunya yang dikatakan kepada kami. Ia hendak
mendahului Anda." "Supaya nanti dapat membual dan berlagak. Nah, sekarang ia memperoleh alasan
untuk melagakkan perbuatannya. Jagalah agar penjaga-penjaga kita sangat waspada.
Kini kami hendak pergi tidur, sebab sebelum matahari terbit, kita sudah bangun."
Lama sekali tak dapat saya memejamkan mata saya, sebab kejengkelan saya tak
kunjung reda. Ketika pagi-pagi saya dibangunkan orang, belum hilang sama sekali
kantuk saya. Kini kami harus mengintai gerak-gerik orang Comanche. Kami dapat
melihat Pohon Seratus sebagai bayangan hitam, akan tetapi tidak dapat melihat
orang Comanche. Karena itu maka saya mengambil teropong saya, lalu mengajak Old
Surehand menemani saya mengintai orang-orang Comanche dari jarak yang lebih
dekat. Separoh perjalanan kami berhenti. Di sana kami menunggu. Tidak berapa
lama kemudian kami melihat orang-orang Comanche keluar dari semak belukar.
Mereka berjalan berkelompok-kelompok lagi, tidak secara orang Indian berurutan
yang satu di belakang yang lain. Nyatalah bahwa mereka bermaksud membuat jejak
sejelas-jelasnya, agar tentara kavaleri nanti dapat mengikuti mereka dengan
mudah. Dalam pada itu mereka menempuh jalan yang ditunjukkan oleh tonggaktonggak yang dipancangkan oleh Winnetou. Justru itulah yang kami inginkan.
Mereka menyangka bahwa tonggak-tonggak itu dipancangkan di sana oleh Schiba
Bigk. Sedikit pun mereka tidak menaruh syak bahwa tempat tonggak-tonggak itu
telah berubah. Setelah mereka menghilang di sebelah tenggara kami, maka lebih dari sejam kami
menunggu dengan hati berdebar-debar. Maka kami melihat di sebelah barat sosok
tubuh enam orang berkuda yang menuju ke Pohon Seratus.
"Itulah serdadu kavaleri," kata Old Surehand. "Akan kita songsongkah mereka?"
"Jangan. Sekali ini saya ingin berolok-olok. Komandan pasukan itu telah
memperlakukan saya sebagai seorang plonco."
"Tolol benar!" "Hm! Sebenarnya salah saya sendiri, oleh karena saya mengaku seorang pencari
kuburan. Kini saya ingin mengetahui bagaimana sikap komandan nanti, apabila ia
dengan tiba-tiba bersua dengan saya di Llano Estacado ini."
"Jadi Anda akan seorang diri saja mendapatkan mereka?"
"Orang-orang Apache akan saya tinggalkan, akan tetapi Anda boleh ikut."
"Bagus! Saya ingin pula mengetahui apa yang akan dikatakannya demi ia mengetahui
bahwa yang disangkanya pencari kuburan itu tiada lain daripada Old Shatterhand."
Kami mengikuti gerak-gerik enam orang penunggang kuda itu dengan teropong.
Mereka niscaya disuruh berjalan lebih dahulu untuk menyelidiki daerah Pohon
Seratus. Setelah mereka mendekati tujuan mereka, maka mereka memencar. Mereka
masuk ke dalam semak belukar. Kira-kira sepuluh menit kemudian kami melihat
seorang dari mereka berjalan kembali dengan cepat sekali, rupa-rupanya akan
melaporkan kepada komandannya, bahwa daerah Pohon Seratus itu telah ditinggalkan
oleh musuh. Kira-kira setengah jam kemudian datanglah tentara kavaleri itu. Kami
balik kembali ke tempat perhentian untuk mengambil kuda. Orang-orang Apache kami
beri perintah agar mereka menyusul kami sejam kemudian. Kami berjalan cepatcepat, akan tetapi demi kami dapat dilihat dari Pohon Seratus, maka kami
berjalan lambat-lambat seperti orang yang tidak mempunyai maksud tertentu. Kirakira seribu langkah jauhnya dari hutan belukar itu, maka kami melihat beberapa
orang penjaga. Serdadu-serdadu yang lain belum dapat kami lihat, oleh karena
mereka berkemah di belakang semak belukar. Penjaga-penjaga itu melihat kami.
Seorang dari mereka masuk ke dalam semak-semak belukar, rupa-rupanya dengan
maksud untuk memberitahukan kedatangan kami. Sebentar kemudian kami melihat
banyak serdadu keluar dari semak-semak. Oleh karena kami hanya berdua saya dan
kami bukan orang Indian, maka mereka menunggu, kedatangan kami dengan tenang.
"Berhenti!" demikian penjaga yang paling depan berseru kepada kami. "Apa maksud
Anda datang ke mari?"
"Hendak beristirahat."
"Siapakah Anda?"
"Itu bukan urusan Anda; hanya opsir saja boleh menanyai kami!"
"Oho! Saya berhak menanyai Anda dan Anda wajib menjawab pertanyaan saya. Kalau
tidak mau maka Anda akan saya tembak!"
"Cobalah! Sebelum Anda mengangkat bedil Anda, Anda sudah menjadi mayat!"
Sementara itu bedil saya sudah saya bidikkan kepadanya. Saya berkata lagi: "Kita
sama-sama mempunyai hak untuk datang ke mari. Kami boleh juga bertanya kepada
Anda: Siapakah Anda" Untuk apa Anda datang ke mari" Lebih baik segera Anda
katakan kepada kami siapa komandan Anda. Jangan kami Anda ganggu! Kami hendak
pergi ke kolam air."
Kami mengelilingi semak-semak untuk pergi ke kolam di mana sudah didirikan kemah
komandan mereka. Penjaga itu tidak mengganggu kami lagi, akan tetapi serdaduserdadu yang mendengar jawab kami sudah berlari-lari mendahului kami untuk
memberitahukan kepada komandan mereka betapa kurang ajarnya sikap kami. Komandan
itu berdiri di muka kemah dan mendengarkan laporan serdadu-serdadunya. Ia
menyambut kami dengan dahi berkerut. Demi kami sudah dekat, maka segera ia
mengenali saya, lalu berseru: "Hai, bukankah itu pencari kuburan kita! Kini saya
mengerti mengapa ia bersikap sebodoh itu. Tahu apa ia tentang keadaan kita dan
kewajiban seorang pengawal."
Kami turun dari atas kuda kami.
"Good morning, Sir," demikian saya memberi salam. "Perkenankanlah kami duduk di
sini. Kami memerlukan air untuk kami sendiri dari kuda kami."
Ia tertawa gelak-gelak lalu berpaling, kepada opsir-opsirnya yang semuanya
tertawa juga. "Tuan-tuan, lihatlah orang itu baik-baik! Masih Anda kenalkah dia" Orang ini
pikirannya tidak waras seratus persen. Tentu saja ia tidak tahu bahwa pengawalpengawal kita sesungguhnya harus menembak mereka. Ia sudah memperoleh teman yang
tak boleh tidak tentu cocok sekali bagi dia. Orang-orang seperti mereka itu
boleh kami izinkan datang ke mari, karena mereka tidak akan merugikan kami."
Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia berpaling lagi kepada kami seraya berkata: "Ya, Anda boleh tinggal di sini
dan boleh minum sepuas-puasnya. Anda sudah mendapatkan kuburan, Sir?"
"Tidak sebuah pun," jawab saya.
"Patut! Barangsiapa hendak mencari kuburan Indian jangan pergi ke Llano
Estacado!" "Llano Estacado?" jawab saya pura-pura tercengang.
"Ya." "Di mana letak tempat itu?"
"Tidak tahukah Anda?"
"Saya hanya mengetahui bahwa itu bukanlah tempat yang subur."
"Astaga! Ke mana Anda pergi setelah Anda meninggalkan perkemahan kami?"
"Ke arah Timur terus-menerus."
"Kemudian?" "Kemudian ke sebuah danau yang oleh orang Indian disebut Air Biru."
"Ke Air Biru!" katanya dengan heran, ya, hampir-hampir dengan terkejut. "Di sana
pasukan Comanche berkemah!"
"Betulkah?" tanya saya pura-pura tidak tahu-menahu.
"Tiadakah mereka melihat Anda dan tidakkah Anda ditangkapnya?"
"Melihat, boleh jadi! Akan tetapi tertangkap, tidak. Bahkan kami sudah berenang
di dalam danau itu."
"Dan Anda tidak kedapatan oleh mereka?"
"Tidak. Sekiranya kami didapati oleh mereka, maka kami niscaya tidak akan ada di
sini." Mendengar jawab saya itu ia tertawa gelak-gelak, lalu berseru: "Itu benar! Anda
tentu tidak akan ada di sini, melainkan sudah terbunuh dan sudah diambil scalp
Anda!" "Sir, itu tidak gampang. Kami akan memberi perlawanan."
Kata-kata itu saya ucapkan dengan sungguh-sungguh, sehingga komandan itu tertawa
lagi terkekeh-kekeh. Old Surehand berusaha sekuat-kuatnya untuk tidak ikut
tertawa Sungguhpun begitu saya mengetahui bahwa di dalam hati ia sangat
bergembira. Setelah selesai tertawa maka komandan itu menyambung: "Aneh bin
ajaib! Berapa lama Anda ada di Air Biru?"
"Sehari penuh!"
"Kemudian ke mana Anda pergi?"
"Selalu ke arah Timur."
"Itu suatu keajaiban yang besar! Saya tidak mengerti mengapa Anda datang ke mari
dengan sehat wal'afiat!"
"Mengapa Anda merasa heran?"
"Anda ini luar biasa! Orang-orang Comanche itu berjalan ke mari juga dari Air
Biru. Dan mereka tidak melihat Anda?"
"Itu saya tidak tahu. itu urusan mereka."
"Ya, itu urusan mereka," katanya sambil tertawa, "Ya, mereka tidak melihat Anda,
sebab Anda belum mati. Kalau saya tidak melihat sendiri, maka saya tidak akan
mau percaya. Orang-orang ini selalu berjalan ke arah tempat orang Comanche.
Mereka selalu menyilang jalan mereka, akan tetapi tidak pernah tertangkap.
Seorang pemburu prairi atau seorang serdadu tidak akan semujur mereka. Anda ini
rupa-rupanya selalu dilindungi Tuhan! Dan Anda tidak menyadari bahwa Anda selalu
berhadapan dengan bahaya besar. Kini sudah terbukti kebenaran pepatah lama:
Orang yang bodoh selalu beruntung."
"Sir, jangan kami Anda sebut orang bodoh! Di tanah air saya ada pepatah yang
lebih luas lagi isinya. Pepatah itu begini bunyinya: Petani yang paling bodoh
akan memungut kentang yang paling besar."
Karena kata-kata itu saya ucapkan dengan tenang dan sambil tertawa, maka mulai
tertarik perhatiannya. Ia menatap saya dengan pandang yang bersungguh-sungguh,
lalu berkata: "Hai, jangan Anda berbuat seakan-akan Anda sudah dewasa. Jangan
Anda berlagak lebih tahu daripada kami!"
"Jangan khawatir, Sir! Kami sama sekali tidak bermaksud hendak membuat
perbandingan antara kami dengan Anda. Itu tidak masuk akal."
"Ya, itu benar!" jawabnya dengan mengangguk-anggukkan kepala tanpa memahami
maksud perkataan saya. "Saya tak usah berterang-terang dengan Anda. Karena Anda
masih bodoh, akan saya katakan juga kepada Anda bagaimana keadaan tempat ini
sekarang. Kami sudah menyerang orang Comanche dan mereka telah kami kalahkan.
Mereka lari ke arah Air Biru, lalu kami kejar. Dari sana mereka lari ke sini.
Mereka kami giring ke Llano Estacado di mana mereka akan mati kehausan atau akan
binasa oleh peluru kami apabila mereka tidak menyerah. Itu saya beritahukan
kepada Anda agar Anda tahu."
"Betul-betulkah Anda mengira bahwa itu tidak kami ketahui?" tanya saya, sekarang
dengan lagu yang lain. "Anda tahu apa?" jawabnya dengan mengejek.
"Pertama: kami tahu bahwa apabila Anda melaksanakan rencana Anda, orang-orang
Comanche itu tidak akan jatuh ke tangan Anda."
"Betulkah?" tanyanya dengan menyindir.
"Ya! Bahkan saya tahu, bahwa bukan mereka melainkan Anda yang akan mati kehausan
di padang Llano." "Ah! Sekarang timbul akal sehat Anda! Katakanlah apa sebabnya maka kami akan
mati kehausan?" "Adakah Llano itu mengandung air?"
"Tidak!" "Adakah Anda membawa kantong air untuk bersedia-sedia apabila Anda nanti haus?"
"Keparat, tidak! Akan tetapi jangan Anda mengucapkan pertanyaan sebodoh itu."
"Pertanyaan saya sama sekali bukan pertanyaan yang bodoh! Di padang pasir orang
selalu memerlukan air. Tahukah Anda berapa jauh Anda harus masuk ke dalam padang
pasir agar dapat menyusul orang-orang Comanche itu" Tahukah Anda berapa lama
kuda Anda dapat bertahan tanpa mendapat air di padang pasir yang sangat panas
dan kering itu?" "Kami tahu bahwa kami tak usah pergi jauh-jauh, sebab orang-orang kulit merah
itu tidak membawa air juga."
"Sekarang saya harus menaruh belas kasihan kepada Anda, seperti Anda sendiri
tadi menaruh kasihan kepada saya. Orang-orang Comanche itu mengetahui suatu
tempat di Llano Estacado di mana mereka dapat mengambil air."
"Adakah tempat serupa itu" Mustahil!"
"Mengapa mustahil! Tiada pernahkah Anda mendengar bahwa di gurun pasir selalu
ada waha?" "Ya, tetapi tidak di Llano Estacado!"
"Justru di sana ada kolam yang mengandung air, yang tidak dapat dihabiskan oleh
seribu ekor kuda!" "Omong kosong! Tahu apa Anda tentang tempat air itu?"
"Kalau saya tidak tahu, tentu saya tidak akan membuka mulut saya. Kami yakin,
teman saya dan saya ini, keduanya tahu dengan pasti bahwa di sana ada waha."
"He! Dua orang pencari kuburan! Tahu apakah Anda?"
"Saya tahu bahwa Anda bersikap sembrono sekali, bahwa Anda semua ini akan binasa
sekiranya tidak ada dua orang yang hendak menolong Anda."
"Binasa" Terlalu. Siapakah dua orang itu, Sir!"
"Sebenarnya ada tiga orang, yaitu Winnetou, Old Surehand dan Old Shatterhand."
Komandan itu mengerutkan dahinya lalu berkata: "Mereka hendak mencampuri urusan
kami?" "Itu tidak dapat dielakkannya, apabila mereka tidak hendak membiarkan Anda masuk
ke dalam perangkap yang sudah disediakan oleh orang-orang Comanche."
"Saya kira Anda sedang bermimpi."
"Kalau ada orang yang bermimpi, maka orang itu bukanlah saya, melainkan Anda.
Mustika Naga Hitam 1 Satria Gendeng 06 Kiamat Di Goa Sewu Delapan Kitab Pusaka Iblis 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama