Ceritasilat Novel Online

Perintah Kesebelas 5

Perintah Kesebelas The Eleventh Commandment Karya Jeffrey Archer Bagian 5


"Oke, Dok," jawab orang itu.
"Dan bila palka telah ditutup, angkat tubuh-tubuh itu dan ikat pada tempat duduk
masing-masing." Saat orang itu mengangguk, truk mundur keluar hanggar dan kembali mengikuti rute
melewati landas pacu tua menuju ke gerbang. Sampai di jalan raya truk belok ke kiri
menuju ke arah Leesburg, di mana si sopir akan menyerahkan sebelas Toyota baru itu kepada
dealer setempat. Bayaran untuk kerja tak terjadwal selama enam jam ini telah cukup baginya untuk
membeli salah sebuah Toyota baru itu. Gerbang kawat telah tertutup dan dipasak menjelang saat van keluar hanggar dan
mulai berjalan pelan menuju area masuk dok kargo. Pengemudi melewati deretan pesawat kargo,
akhirnya berhenti di belakang pesawat 747 yang bertanda "Air Transport International.
Palka terbuka dan dua petugas pabean berdiri menunggu di pangkal jalur landai. Mereka memeriksa
dokumen-dokumen tepat saat dua petugas CIA dalam Ford biru meluncur melalui Avon
Place 1648. Setelah mengitari blok dengan hati-hati, para petugas itu
342 melaporkan ke Langley bahwa tak ada tanda-tanda baik mobil maupun tiga paket
itu. Toyota tua itu keluar dari Route 66 dan bergabung dengan jalan raya menuju
Washington. Pengemudi menginjak pedal gas dalam-dalam dan melejit menuju kota. Melalui
earphone ia mendengarkan kedua petugas dalam Ford biru diperintahkan menuju ke kantor Mrs.
Fitzgerald, untuk memeriksa apakah mobilnya berada di ruang parkir seperti biasa, di
belakang gedung Penerimaan. Setelah para petugas pabean puas bahwa dokumen-dokumen jenazah itu beres
semuanya, salah seorang dari mereka berkata, "Baiklah. Buka tutupnya."
Dengan cermat mereka memeriksa pakaian, mulut, dan lubang-lubang lain dari
ketiga jasad itu, kemudian menandatangani dokumen-dokumennya. Tutup peti mati dipasang kembali dan
orang-orang ber-overall putih mengangkut peti mati satu per satu menaiki jalur
landai pesawat dan meletakkan peti-peti itu sebelah menyebelah di dalam palka.
Jalur landai pesawat 747 dinaikkan ketika Toyota tua meluncur melalui Christ
Church. Mobil itu melaju mendaki bukit sejauh tiga blok lagi, lalu mendecit berhenti di jalur
masuk Avon Place 1648. Pengemudi telah menyelinap berputar melalui samping rumah dan masuk sendiri
melalui pintu belakang menjelang saat si dokter memeriksa nadi ketiga pasien. Ia lari ke atas,
ke ruang tidur utama dan membuka laci lemari di samping ranjang. Ia mencari-cari di antara
pakaian sport dan mengambil amplop cokelat bertu-liskan "Tak boleh dibuka sebelum 17 Desember",
lalu memasukkannya ke saku dalam. Ia menurunkan dua
343 koper dari atas lemari pakaian dan cepat-cepat mengisinya dengan pakaian.
Kemudian ia mengeluarkan kantong kecil yang terbungkus kertas kaca dari over-all-nya dan
memasukkannya ke tas kosmetik yang dilemparkannya ke dalam salah satu koper. Sebelum meninggalkan
kamar tidur ia menyalakan lampu kamar mandi, kemudian lampu di ujung tangga, lalu dengan
menggunakan remote control ia menyetel televisi di dapur dengan volume tinggi.
Ia meninggalkan dua koper itu dekat pintu belakang dan kembali ke Toyota tua. Ia
membuka kap mesin dan mengaktifkan alat pengikut jejak.
Para petugas CIA telah mulai mengitari area parkir universitas pelan-pelan untuk
kedua kalinya ketika ada titik muncul kembali di layar mereka. Si pengemudi dengan cepat
memutar dan kembali menuju rumah kediaman keluarga Fitzgerald.
Orang dengan topi Toyota kembali ke belakang rumah, mengangkat dua koper, dan
keluar melalui pintu pagar belakang. Ia melihat taksi parkir di depan Tudor Place, dan masuk ke
jok belakang tepat saat dua agen itu kembali ke Avon Place. Seorang muda dengan lega
menelepon Langley untuk melapor bahwa Toyota diparkir seperti biasa di tempatnya, dan bahwa ia
bisa melihat dan mendengar televisi disetel di dapur. Tidak. Ia tak dapat menjelaskan mengapa
alat pengikut jejak tak berfungsi selama hampir satu jam.
Pengemudi taksi bahkan tak perlu berpaling ketika orang itu meloncat masuk ke
jok belakang taksinya dengan dua koper. Tetapi ia tahu persis Mr. Fitzgerald ingin diantar ke
mana. 344 BAB DUA PULUH ENAM "Apa kau ingin mengatakan ketiga orang itu lenyap begitu saja dari muka bumi"'*
tanya Direktur. "Tampaknya memang demikian," jawab Gutenburg. "Operasi itu begitu profesional,
hingga jika tak tahu ia telah meninggal, aku pasti akan berkata itu khas Connor Fitzgerald."
"Tak mungkin, sebagaimana kita ketahui. Lalu menurut perkiraanmu siapa
pelakunya?" "Berani bertaruh itu Jackson," jawab Wakil Direktur.
"Nah, kalau dia kembali ke negeri, ini, Mrs. Fitzgerald akan tahu suaminya telah
meninggal. Jadi sekarang kita dapat berharap akan melihat tayangan videonya pada berita sore
suatu hari." Gutenburg menyeringai puas. "Tak mungkin," katanya sambil menyerahkan paket
tersegel kepada bosnya. "Salah satu agenku akhirnya menemukan re345 kaman video itu beberapa meni sebelum perpustakaan universitas tutup kemarin
malam." "Satu masalah sudah terpecahkan," kata Direktur sambil merobek pembungkus paket
itu. "Tapi lalu bagaimana cara menghalangi Jackson melapor kepada Lloyd siapa yang dikubur di
Crucifix?" Gutenburg mengangkat bahu. "Bahkan bila ia mela kukannya, apa gunanya informasi
tersebut bagi Lawrence" Hampir pasti ia takkan menelepon Zerimski beberapa hari sebelum
kunjungan persahabatannya ke Washington, hanya untuk memberitahu bahwa orang yang telah
mereka gantung karena merencanakan pembunuhan terhadap dirinya bukanlah teroris Afrika
Selatan yang disewa Mafia Rusia, melainkan agen CIA yang melaksanakan perintah langsung dari
Gedung Putih." "Mungkin tak ada gunanya," kata Dexter. 'Tapi selama Jackson dan anak-istri
Fitzgerald masih berkeliaran di sini, kita masih punya masalah. Maka kusarankan menyebarkan agenagen terbaik untuk melacak mereka, secepat mungkin. Tak peduli mereka bekerja di sektor mana
atau untuk siapa. Jika dapat membuktikan apa yang sebenarnya terjadi di St. Petersburg,
Lawrence akan punya alasan lebih dari cukup untuk meminta pengunduran diri seseorang."
Di luar kebiasaan, Gutenburg hanya bungkam.
"Dan karena tanda tanganmulah yang tertera di bawah tiap dokumen yang relevan,"
lanjut Direktur, "yah, aku tak punya pilihan lain kecuali melepasmu."
Butir-butir keringat muncul di dahi Gutenburg.
Stuart mengira ia terbangun dari mimpi buruk, ber346 usaha mengingat-ingat apa yang telah terjadi. Mereka telah dijemput di bandara
oleh ibu Tara, yang mengantarkan mereka dengan mobil menuju Washington. Tetapi mobil itu dihentikan
polisi lalu lintas, dan ia diminta menurunkan kaca jendela. Lalu..."
Ia melihat sekeliling. Ia berada di pesawat lagi, tetapi akan ke mana" Kepala
Tara bersandar pada bahunya. Di sisi lain Tara, ibunya juga tidur nyenyak. Semua tempat duduk
lainnya kosong. Ia mulai merunut kembali semua kejadian, seperti yang selalu ia lakukan bila
mempersiapkan kasus. Ia dan Tara telah mendarat di Dulles. Maggie telah menanti mereka di
gerbang... Konsentrasinya buyar ketika seseorang setengah baya yang berpakaian rapi muncul
di sampingnya dan membungkuk memeriksa denyut nadinya.
"Kita akan ke mana?" tanya Stuart tenang. Tetapi dokter itu tak menjawab,
sepintas memeriksanya, lalu beralih pada Tara dan Maggie, kemudian menghilang kembali ke bagian depan
pesawat. Stuart melepas sabuk pengaman, tapi tak cukup kuat untuk berdiri. Tara mulai
bergerak; sementara Maggie tetap tidur nyenyak. Ia memeriksa sakunya, dompet dan paspornya telah
diambil. Dengan susah payah ia mencoba mengartikan semuanya itu. Mengapa seseorang harus
bertindak sejauh itu hanya untuk mengambil beberapa ratus dolar, beberapa kartu kredit, dan paspor
Australia" Bahkan lebih aneh lagi mereka agaknya telah menggantinya dengan buku tipis berisi puisi
Yeats. Ia belum pernah membaca Yeats sebelum bertemu dengan Tara. Tetapi setelah Tara kembali ke
Stanford, ia mulai menikmati karya Yeats.
347 Ia membuka buku pada puisi pertama, "Sebuah Dialog antara Diri dan Jiwa". Katakata "Aku puas menghayati semuanya lagi, dan lagi" digarisbawahi. Ia membolak-balik halaman
demi halaman, dan melihat bahwa baris-baris lain juga digarisbawahi.
Ketika ia memikirkan arti semuanya itu, seorang pria tinggi kekar muncul di
sampingnya, berdiri menjulang penuh ancaman. Tanpa sepatah kata pun ia menyambar buku itu dari
tangan Stuart dan kembali ke bagian depan pesawat.
Tara menyentuh tangannya. Stuart cepat-cepat berpaling dan berbisik di telinga
Tara, "Jangan bicara." Tara melihat ibunya sekilas. Ibunya tetap tak bergerak, tampaknya
berdamai dengan dunia. Begitu Connor telah meletakkan dua koper dalam palka dan memeriksa bahwa ketiga
penumpang itu masih hidup dan tanpa luka-luka, ia meninggalkan pesawat dan naik ke jok
belakang BMW yang mesinnya sudah dihidupkan.
"Kita melanjutkan melaksanakan kewajiban kita sesuai dengan transaksi," kata
Alexei Romanov yang duduk di sebelahnya. Connor mengangguk setuju sementara BMW bergerak keluar
gerbang kawat dan memulai perjalanan ke Ronald Reagan National Air-port.
Setelah pengalamannya di Frankfurt, di mana agen CIA setempat hampir melihatnya,
sebab Romanov dan dua pembantunya melakukan segalanya kecuali mengumumkan kedatangan
mereka, Connor menyadari bahwa jika akan melaksanakan rencananya untuk menolong Maggie
dan Tara, ia harus mengerjakan 348 operasi itu sendiri. Romanov akhirnya menerima ini ketika diingatkan akan
klausul yang telah disetujui ayahnya. Kini Connor hanya bisa berharap agar Stuart tetap banyak akal
sebagaimana yang dilihatnya ketika diujinya di pantai Australia. Ia berdoa semoga Stuart
melihat kata-kata yang ia garis bawahi dalam buku yang ia selipkan ke dalam sakunya.
BMW mendekati jalan masuk ke ruang Keberangkatan Washington National Airport.
Connor turun, diikuti Romanov selangkah di belakangnya. Kedua orang itu bergabung
dengan mereka dan mengikuti Connor berjalan tenang masuk bandara dan terus ke gerai tiket. Yang ia
perlukan ialah mereka semua santai sebelum ia melancarkan gerakan berikutnya.
Ketika Connor menyerahkan tiket, orang di belakang meja American Airlines
berkata, "Maaf, Mr. Radford, Penerbangan 383 ke Dallas terlambat beberapa menit, namun kami berharap
dapat mengejar waktu selama en route. Anda akan boarding melalui Gerbang 32."
Connor berjalan santai menuju ruang tunggu, tetapi berhenti ketika tiba pada
deretan telepon. Ia memilih satu yang boks kanan-kirinya digunakan orang. Romanov dan kedua tukang
pukul itu menunggu beberapa langkah darinya. Mereka tampak tidak suka. Connor tersenyum
polos kepada mereka, kemudian menyisipkan kartu telepon internasional Stuart ke dalam celah
dan menekan nomor Cape Town. Telepon berdering beberapa saat dan akhirnya diangkat.
"Ya?" 349 "Ini Connor." Hening berkepanjangan. "Kukira hanya Yesus yang dapat bangkit dari mati," kata
Cari akhirnya. "Aku tinggal beberapa waktu di api pencucian sebelum bisa bangkit," jawab
Connor. "Nah, paling tidak kau hidup, sahabatku. Bisa kubantu?"
"Pertama, soal Perusahaan, takkan ada kedatangan yang kedua kali." "Paham," kata
Cari. Connor sedang mendengarkan jawaban Cari ketika mendengar panggilan kedua
Penerbangan 383 ke Dallas. Ia mengembalikan gagang pesawat telepon, kembali tersenyum kepada


Perintah Kesebelas The Eleventh Commandment Karya Jeffrey Archer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Romanov, dan cepat-cepat menuju ke Gerbang 32.
Ketika Maggie akhirnya membuka mata, Stuart membungkuk dan memperingatkannya
agar tak mengatakan sesuatu pun hingga ia benar-benar terjaga. Beberapa saat kemudian
seorang pramugari muncul dan meminta mereka merendahkan meja nampan mereka. Suatu sajian tak
termakan terhidang, seolah mereka sedang dalam penerbangan biasa kelas satu.
Sambil mengamati ikan yang seharusnya dibiarkan di laut, ia berbisik kepada
Maggie dan Tara, "Aku tak punya petunjuk mengapa kita di sini atau ke mana kita akan pergi. Tapi
aku harus percaya, entah bagaimana ini ada kaitannya dengan Connor."
Maggie mengangguk, lalu dengan tenang menceritakan kepada mereka apa saja yang
ia temukan sejak kematian Joan. "Tapi mungkin orang-orang yang menahan kita bu350 kan dari CIA," katanya. "Sebab aku sudah mengatakan pada Gutenburg, jika aku
hilang selama lebih dan tujuh hari, rekaman video itu akan diserahkan pada media."
"Kecuali bila mereka telah menemukannya," kata Stuart.
"Itu tak mungkin," kata Maggie penuh penekanan.
"Kalau begitu, siapa mereka itu?" tanya Tara.
Tak ada yang mengemukakan pendapat sementara seorang pramugari muncul lagi untuk
menyingkirkan nampan mereka.
"Apakah kita punya sesuatu lainnya yang bisa ditindaklanjuti?" tanya Maggie
setelah si pramugari pergi. "Hanya seseorang telah memasukkan buku puisi Yeats ke sakuku," kata Stuart.
Tara melihat Maggie mulai menangis.
"Ada apa?" tanyanya sambil menatap ibunya dengan cemas. Kini air mata Maggie
berlinangan. "Apa kau tak tahu apa artinya ini?"
"Tidak," jawab Tara bingung.
"Ayahmu pasti masih hidup. Coba lihat," kata Maggie." Ia mungkin meninggalkan
pesan di dalamnya." "Celakanya buku itu sudah tak ada padaku lagi. Waktu aku baru saja membolakbaliknya, seorang laki-laki kekar muncul dari depan dan menyambarnya lalu pergi," kata Stuart.
"Tapi aku melihat beberapa kata digarisbawahi."
"Kata apa saja?" desak Maggie.
"Aku tak bisa mengerti banyak."
"Tak apa. Kau bisa mengingat salah satunya?"
351 Stuart memejamkan mata dan mencoba berkonsen trasi. "'Puas'," katanya tiba-tiba
Maggie tersenyum. "'Aku puas menghayati si muanya lagi, dan lagC"
Penerbangan 383 benar-benar mendarat di Dallas tepat waktu. Dan ketika Connor
dan Romanov keluar dari bandara, sudah ada BMW putih lain yang menunggu mereka. Apakah Mafia
memesan borongan" batin Connor. Dan pasangan tukang pukul terakhir yang harus menemani
mereka seakan disewa dari pilihan orang pusat - meskipun sarung pistol di bahu mereka menonjol
di bawah jas. Ia hanya bisa berharap cabang Cape Town itu cabang tambahan baru. Namun ia sulit
mempercayai bahwa dengan pengalaman dua puluh tahun lebih sebagai detektif senior CIA di
Afrika Selatan, Kari Koeter tidak dapat menangani orang baru terakhir dalam blok itu.
Perjalanan menuju pusat kota Dallas memakan waktu sekitar dua puluh menit.
Connor duduk berdiam diri di jok belakang, sadar akan berhadapan dengan seseorang lainnya
yang telah tiga puluh tahun bekerja untuk CIA. Walau mereka belum pernah bertemu, ia tahu ini
risiko terbesar yang telah ia ambil sejak tiba kembali di Amerika. Tetapi jika orang-orang Rusia
itu berharap ia memenuhi klausul yang paling menuntut dalam perjanjian mereka, ia harus berbekal
senapan yang ideal untuk melaksanakan tugas itu.
Setelah saling diam selama perjalanan, mereka berhenti di depan Harding's Big
Game Emporium. Connor cepat-cepat menyelinap masuk ke toko itu,
352 lengan Romanov dan kedua bayang-bayangnya yang i embuntuti setiap langkahnya.
Ia menghampiri gerai, unentara ketiga orang itu berpura-pura tertarik meng-imati
satu rak pistol otomatis di sisi lain toko itu.
Connor memandang berkeliling. Pencariannya harus epat, tak mencolok tapi
mendalam. Setelah beberapa aat ia yakin tak ada kamera keamanan di toko.
"Selamat siang, Sir," kata seorang asisten muda mengenakan jas cokelat panjang.
"Bisa saya bantu?" "Saya sedang dalam perjalanan berburu, dan saya ingin membeli senapan."
"Apakah Anda menginginkan model khusus?"
"Ya, Remington 700."
"Tak ada masalah, Sir."
"Saya perlu beberapa modifikasi," kata Connor.
Asisten itu ragu-ragu. "Maaf sebentar saja. Sir." Ia menghilang di balik tirai
menuju ruang belakang. Beberapa saat kemudian muncul seorang yang lebih tua, juga mengenakan jas
cokelat panjang, dari balik tirai. Connor jengkel. Ia berharap membeli senapan tanpa harus bertemu
dengan Jim Harding yang legendaris itu. "Selamat siang," kata orang itu sambil mengamati pelanggannya. "Saya dengar Anda
berminat membeli Remington 700." Ia berhenti sejenak. "Dengan beberapa modifikasi."
"Ya. Anda direkomendasikan oleh sahabat saya," kata Connor.
"Sahabat Anda itu pasti seorang profesional," kata Harding.
Begitu kata "profesional" diucapkan, Connor tahu ia sedang diuji. Seandainya
Harding bukan Stradivarius- 353 nya para pembuat senapan, ia pasti akan meninggalkan toko itu tanpa sepatah kata
pun. "Modifikasi-modifikasi apa yang Anda inginkan, Sir?" tanya Harding sambil tetap
menatap mata pelanggan. Connor melukiskan dengan terperinci senapan yang ia tinggalkan di Bogota, sambil
mengamati dengan saksama kalau ada reaksi.
Wajah Harding tetap tenang. "Mungkin saya punya sesuatu yang Anda minati, Sir,"
katanya, kemudian ia berbalik dan menghilang di balik tirai.
Sekali lagi Connor berpikir-pikir akan pergi, tetapi beberapa saat kemudian
Harding muncul kembali dengan membawa koper kulit yang tak asing baginya dan menempatkannya di
atas gerai. "Model ini menjadi milik kami sesudah kematian pemiliknya baru-baru ini," jelas
Harding. Ia membuka kaitannya, mengangkat tutupnya, dan memutar koper itu, hingga Connor
dapat lebih mudah memeriksa senapan di dalamnya. "Setiap bagian buatan tangan, dan saya ragu
apakah ada contoh keahlian yang lebih bagus dari ini di wilayah Mississippi sebelah sini."
Harding menyentuh senapan itu dengan sayang. "Gagangnya terbuat dari fibreglass supaya ringan dan
lebih seimbang, sedangkan larasnya diimpor dari Jerman - saya pikir Kraut masih tetap memproduksi
yang terbaik. Jangkauannya Leupold 10 Power dengan titik-titik mil, sehingga orang tak perlu
menyesuaikannya dengan angin. Dengan senapan ini orang dapat membunuh tikus sejauh 400 langkah,
apalagi rusa. Bila berorientasi teknik, orang dapat menembak dengan sudut setengah menit dalam
jarak 354 seratus meter." Ia mendongak untuk melihat apakah si pelanggan memahami yang
dikatakannya, tapi ekspresi Connor tak me-nunjukkan apa-apa. "Remington 700 dengan modifikasi
seperti ini hanya dicari oleh pelanggan yang paling jeli." ia menyimpulkan.
Connor tidak memindahkan satu pun dari kelima bagian senapan itu dan tempatnya,
sebab takut Mr. Harding akan mengetahui betapa jeli pelanggannya itu.
"Berapa?" tanyanya seraya menyadari untuk pertama kali bahwa ia tak punya
gambaran sama sekali mengenai harga Remington 700 buatan tangan.
"Dua puluh satu ribu dolar," jawab Harding. "Namun kami juga punya model standar
seandainya..." "Tidak," kata Connor. "Inilah yang sesuai."
"Dan bagaimana cara pembayaran Anda, Sir?"
"Tunai." "Kalau begitu saya memerlukan tanda identifikasi," kata Harding. "Saya pikir
dibutuhkan beberapa surat lagi sejak diberlakukannya UU Identifikasi Instan dan Registrasi untuk
menggantikan RUU Brady" Connor mengeluarkan SIM Virginia yang ia beli beberapa ratus dolar dari pencopet
di Washington sehari sebelumnya. Harding memeriksa SIM itu dan mengangguk. "Yang kita perlukan sekarang, Mr.
Radford, Anda harus mengisi tiga formulir ini."
Connor menuliskan nama, alamat, dan nomor Jaminan Sosial dari asisten manajer
sebuah toko sepatu di Richmond. Ketika Harding memasukkan nomor ke komputer.
355 Connor mencoba berlagak bosan, tetapi diam-diam berdoa agar Mr. Radford tidak
melaporkan hilangnya SIM selama 24 jam yang lalu.
Tiba-tiba Harding mendongak dari layar. "Apakah nama ini dengan garis
penghubung?" tanyanya.
'Tidak," jawab Connor tak kalah cepat. "Gregory itu nama pertama saya. Ibu saya
terobsesi oleh Gregory Peck." Harding tersenyum. "Ibu saya juga begitu."
Setelah beberapa saat Harding berkata lagi, "Semuanya sudah beres, Mr. Radford."
Connor berpaling dan mengangguk kepada Romanov, yang berjalan mendekat dan
mengeluarkan segepok uang kertas dari saku. Dengan sok ia menarik lepas lembaran seratusan
dolar, dan menghitungnya sebanyak 210, kemudian menyerahkannya kepada Harding. Apa yang
semula diharapkan Connor merupakan jual-beli biasa, dengan cepat telah diubah oleh
orang Rusia itu menjadi pantomim. Kedua tukang pukul itu sepantasnya berdiri di jalan dan
menjual karcis untuk pertunjukan itu. Harding menulis kuitansi dan menyerahkannya kepada Connor, yang pergi tanpa
berkata sepatah pun lagi. Salah satu tukang pukul menyambar senapan itu dan lari keluar toko ke
trotoar seolah baru saja merampok bank. Connor naik ke jok belakang BMW dan bertanya-tanya
apakah mungkin mereka menarik perhatian lebih banyak lagi. Mobil itu melejit pergi dari tepi
jalan dan memotong masuk ke lalu lintas arus cepat sambil membunyikan klakson berkali-kali. Ya,
pikir Connor, jelas mereka bisa menarik perhatian lebih banyak lagi. Ia tetap bungkam ketika
pengemudi 356 melanggar batas kecepatan sepanjang jalan kembali ke bandara. Bahkan Romanov
mulai tampak agak cemas. Connor segera tahu bahwa Mafia baru di Amerika Serikat itu ternyata
hanya amatiran dibanding dengan sepupu mereka di Italia. Tetapi tak lama lagi mereka akan
menyainginya, dan bila itu terjadi, semoga Tuhan menolong FBI.
Seperempat jam kemudian BMW itu sampai di depan pintu masuk bandara. Connor
keluar dan berjalan menuju pintu putar, sementara Romanov memberi instruksi pada kedua
orang di mobil, lalu memberi mereka beberapa lembar uang seratusan dolar. Ketika bergabung
dengan Connor di gerai check-in, ia berbisik dengan pasti, "Senapan itu akan sampai di Washington
48 jam lagi." "Aku takkan bertaruh mengenai hal itu," kata Connor saat mereka menuju ke ruang
tunggu keberangkatan. "Anda hafal seluruh karya Yeats?" tanya Stuart tak percaya.
"Hm, sebagian besar," Maggie mengakui. "Tapi waktu itu aku membaca kembali
beberapa puisi hampir setiap malam sebelum tidur."
"Stuart sayang, kau perlu banyak belajar mengenai orang-orang Irlandia," kata
Tara. "Sekarang coba ingat beberapa kata lagi."
Stuart berpikir sesaat. "'Lembah'Y' katanya penuh
kemenangan. "'Melalui tanah-tanah berlembah dan berbukit'T'
tanya Maggie. "Betul, itu."
357 "Jadi bukan Holland - Tanah Rendah - yang kita tuju," kata Tara.
"Jangan bergurau," kata Stuart.
"Kalau begitu coba ingat beberapa kata lagi," kata Tara.
Stuart mulai berkonsentrasi lagi. "'Sahabat'" katanya akhirnya.
"'Kita selalu mempertemukan sahabat baru dengan sahabat lama'," kata Maggie.
"Jadi kita akan bertemu dengan sahabat baru di negeri baru," kata Tara.
'Tapi siapa" Dan di mana?" kata Maggie sementara pesawat melanjutkan penerbangan
menembus

Perintah Kesebelas The Eleventh Commandment Karya Jeffrey Archer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

malam. 358 BAB DUA PULUH TUJUH SEGERA setelah membaca pesan utama itu, Gutenburg menelepon Dallas. Saat Harding
menjawab, Wakil Direktur CIA hanya berkata, "Gambarkan dia."
"Tinggi antara 180 dan 183. Mengenakan topi, jadi aku tak bisa melihat warna
rambutnya." "Usia?" "Lima puluh. Kira-kira."
"Mata?" "Biru." "Pakaian?" "Jaket sport, pantalon dril, kemeja biru, sepatu murahan, tanpa dasi. Rapi tapi
santai. Kukira dia salah satu dari kita, sampai kulihat dia ditemani dua preman setempat yang
terkenal, walaupun dia pura-pura orang-orang itu tak bersamanya. Juga ada seorang muda tinggi yang tak
pernah buka mulut, tapi dialah yang membayar senjata itu dengan tunai."
359 "Dan orang pertama itu menjelaskan ia menginginkan modifikasi-modifikasi khusus
itu?" "Ya. Aku yakin benar ia tahu persis apa yang ia cari."
"Bagus - omong-omong soal uang tunai itu. Mungkin kita bisa mengidentifikasi sidik
jari dari lembarannya." "Takkan ditemukan satu sidik jari pun," kata Harding. "Orang muda itu membayar,
dan salah satu preman itu membawa senjata keluar toko."
"Siapa pun dia, jelas dia tak mau ambil risiko membawa senjatanya melalui
keamanan bandara," kata Gutenburg. "Kedua preman itu pasti kurir. Formulir ditandatangani dengan
nama siapa?" "Gregory Peck Radford."
"Tanda identitas?"
"SIM Virginia. Alamat dan tanggal lahirnya sesuai dengan nomor Jaminan Sosial
yang benar." "Dalam waktu satu jam aku akan mengirimkan seorang agen kepadamu. Ia bisa mulai
dengan mengirim e-mail kepadaku tentang detail kedua preman itu. Dan aku memerlukan
sketsa komputer wajah tersangka utama yang dibuat seniman polisi."
"Tak perlu," jawab Harding.
"Mengapa tidak?"
"Sebab seluruh transaksi itu direkam dengan video."
Gutenburg tidak dapat melihat senyum puas Harding ketika menambahkan, "Bahkan
kau pun takkan melihat kamera keamanan itu."
Stuart melanjutkan berkonsentrasi. "'Temukan'Y' katanya tiba-tiba.
360 '"Dan akan kutemukan kr mana ia pergi'," kata Maggie dengan tersenyum
"Kita akan bertemu dengan sahabat baru di negara baru, dan dia akan menemukan
kita," kata Tara. "Bisa ingat sesuatu yang lain lagi, Stuart?"
'"Semuanya runtuh...'"
'"...dan dibangun kembali'," bisik Maggie, ketika orang yang menyambar buku dari
tangan Stuart muncul kembali di samping mereka.
"Sekarang dengarkan, dan dengarkan baik-baik." kata orang itu sambil menunduk
memandang mereka. "Jika kalian berharap tetap hidup - dan aku tak peduli akan hal itu,
kalian harus mengikuti perintah-perintahku secara harfiah. Paham?" Stuart menatap mata orang itu, dan
tak ragu lagi bahwa orang itu memandang mereka bertiga hanya sebagai suatu pekerjaan. Ia
mengangguk. "Baik," lanjut orang itu. "Bila pesawat mendarat, kalian langsung pergi ke area
bagasi. Ambil bagasi kalian dan laluilah pabean tanpa menarik perhatian. Kalian tak boleh,
kuulangi, tak boleh menggunakan ruang istirahat. Begitu kalian melalui pabean dan tiba di area
kedatangan, kalian akan dijemput dua anak buahku dan diantar ke rumah tempat kalian tinggal dalam
waktu dekat ini. Aku akan bertemu dengan kalian lagi malam ini. Jelas?"
"Ya," jawab Stuart tegas atas nama mereka bertiga.
"Jika salah seorang dari kalian cukup bodoh untuk lolos atau mencoba mencari
pertolongan, Mrs. Fitzgerald akan segera dibunuh. Dan jika entah kenapa dia tak dapat ditemukan,
aku harus memilih antara ka- 361 lian berdua." Ia memandang Tara dan Stuart. "Itulah syarat-syarat yang telah
disetujui Mr. Fitzgerald." "Itu tak mungkin," Maggie protes. "Connor takkan pernah..."
"Mrs. Fitzgerald, menurutku lebih bijaksana membiarkan Mr. Farnham berbicara
atas nama kalian di kemudian hari," kata orang itu. Maggie sudah akan mengoreksi kalau kakinya
tak cepat-cepat ditendang Tara. "Kalian akan memerlukan ini," kata orang itu sambil menyerahkan
tiga paspor kepada Stuart. Stuart memeriksanya dan menyerahkan satu kepada Maggie dan satu
lagi kepada Tara. Sementara orang itu kembali masuk kokpit.
Stuart mengamati paspor yang masih di tangannya. Paspor ini seperti dua yang
lain, juga bersampul dengan gambar rajawali Amerika. Ketika membukanya ia melihat fotonya sendiri di
atas nama "Daniel Farnham". Profesi: profesor hukum di universitas. Alamat: Marina
Boulevard 75, San Francisco, California. Ia menyerahkannya kepada Tara yang tampak kebingungan.
"Aku senang sekali berurusan dengan para profesional," kata Stuart. "Dan aku
mulai menyadari ayahmu salah satu yang terbaik."
"Kau yakin tak dapat mengingat kata-kata lainnya lagi?" tanya Maggie.
"Rasanya tak bisa," jawab Stuart. "Nanti dulu, tunggu sebentar - 'anarki.?"
Maggie tersenyum. "Sekarang aku tahu kita akan pergi ke mana."
Perjalanan bermobil dari Dallas ke Washington itu
362 lama. Dua tukang pukul yang telah menurunkan Connor dan Romanov di bandara telah
merencanakan akan istirahat entah di mana sebelum melanjutkan perjalanan menuju
ke ibu kota hari berikutnya. Lewat pukul sembilan malam itu, setelah menempuh sekitar 650
kilometer, mereka berhenti di motel di pinggiran kota Memphis.
Dua petugas senior CIA yang mengawasi mereka memarkir BMW melaporkannya ke
Gutenburg tiga perempat jam kemudian. "Mereka telah mendaftar masuk ke Memphis Marriott,
kamar 107 dan 108. Mereka memesan layanan kamar pukul 21.33, dan sekarang mereka di kamar 107
sedang nonton Nash Bridges."
"Senapannya di mana?" tanya Gutenburg.
"Diborgolkan ke pergelangan orang yang terdaftar di kamar 108."
"Kalau begitu kalian perlu pelayan dan kunci pas," kata Gutenburg.
Pukul 22.00 lewat sedikit, seorang pelayan muncul di kamar 107 dan menata meja
untuk santap malam. Ia membuka botol anggur merah, menuangnya ke dua gelas, dan menyajikan
makanan. Ia berkata kepada para tamu akan kembali empat puluh menit lagi untuk membenahi
meja. Salah seorang dari mereka meminta supaya daging panggangnya dipotong-potong kecilkecil, sebab ia hanya bisa menggunakan satu tangan. Pelayan itu dengan senang hati menuruti
permintaannya. "Selamat makan," katanya, lalu keluar kamar.
Pelayan itu langsung pergi ke tempat parkir dan melapor kepada petugas senior.
Petugas itu berterima kasih kepadanya dan mengajukan permintaan lagi.
Pelayan mengangguk. Dan agen itu memberinya lima puluh dolar.
"Jelas dia takkan melepaskannya, walaupun sedang makan," kata agen yang lain
begitu si pelayan tak dapat mendengar mereka.
Si pelayan kembali ke tempat parkir beberapa menit lewat tengah malam. Ia
melaporkan bahwa kedua orang itu telah pergi tidur ke kamar masing-masing. Ia menyerahkan kunci
pas, dan sebagai imbalannya menerima lima puluh dolar lagi. Ia pergi dengan perasaan telah
melakukan suatu pekerjaan malam yang baik. Yang tak ia ketahui ialah bahwa orang di kamar 107
telah mengambil kunci borgol, supaya pasti bahwa tak seorang pun akan mencoba dan mencuri koper
dari partnernya sementara ia sedang tidur.
Keesokan paginya, tamu di kamar 107 bangun dengan masih mengantuk sekali. Ia
melihat jamnya, dan terkejut karena ternyata telah begitu siang. Ia mengenakan jins dan lari
melalui pintu yang menghubungkan dua kamar untuk membangunkan partnernya. Tiba-tiba ia berhenti,
jatuh berlutut, dan muntah. Sebuah tangan yang terpotong tergeletak bersimbah darah di karpet.
Ketika mereka keluar dari pesawat di Cape Town, Stuart sadar akan kehadiran dua
orang yang selalu mengawasi setiap gerak mereka. Petugas imigrasi menstempel paspor mereka,
dan mereka menuju ke area pengambilan bagasi. Beberapa menit kemudian bagasi mulai muncul
di ban berjalan. Maggie kaget melihat dua koper tuanya keluar dari tempat penu-364
runan barang. Stuart mulai terbiasa dengan cara kerja Connor Fitzgerald.
Begitu mereka telah menemukan tas dan koper mereka, Stuart meletakkannya dalam
troli, dan mereka berjalan menuju pintu keluar pabean warna hijau. Kedua orang itu antre
tepat di belakang mereka. Sementara Stuart mendorong troli melewati pabean, seorang petugas mencegatnya,
sambil menunjuk ke koper merah dan meminta si pemilik untuk meletakkannya di atas
gerai. Stuart menolong Maggie mengangkatnya, sementara dua orang itu dengan enggan berjalan
terus. Begitu melewati pintu dorong, kedua orang itu berhenti beberapa kaki dari pintu keluar.
Tiap kali pintu terbuka, mereka mengintai ke dalam kembali. Tak lama kemudian, ada dua orang
lain yang bergabung dengan mereka. "Tolong buka kopernya, Ma'am," kata petugas pabean.
Maggie membuka koper itu dan tersenyum disambut isi koper yang berantakan.
Hanya satu orang yang dapat mengemasi koper seperti itu. Beberapa saat petugas pabean mengadukaduk pakaiannya dan akhirnya mengeluarkan tas kosmetik. Ia membuka ritsleting dan mengeluarkan
kantong kertas kaca kecil yang berisikan bubuk putih.
'Tapi ini tak..." Maggie mulai. Kali ini Stuart yang menahannya.
"Mungkin kami harus mengadakan penggeledahan pada tubuh, Ma'am," kata si
petugas. "Barangkali, dalam keadaan ini, putri Anda ingin menemani Anda."
Stuart heran bagaimana mungkin petugas itu tahu
365 bahwa Tara putri Maggie, sementara tampaknya ia tidak menganggap Stuart sebagai
putranya. "Harap Anda bertiga mengikuti saya," kata si petugas. "Tolong bawa koper itu dan
bagasi lainnya." Ia mengangkat sebagian dari gerai dan mengantar mereka melewati pintu yang
menuju ke ruangan kecil yang kusam dengan sebuah meja dan dua kursi. "Salah satu rekan saya akan
menemui Anda sebentar lagi," katanya. Ia menutup pintu dan mereka mendengar anak kunci
diputar. "Ada apa ini?" tanya Maggie. "Kantong itu bukan..."
"Rasanya kita akan segera mengetahuinya," kata Stuart.
Sebuah pintu di sisi jauh ruangan itu terbuka. Dan seorang pria atletis tak
berambut masuk. Usianya tak lebih dari lima puluh tahun. Ia mengenakan jins biru dan sweter merah, dan
tentu saja tak menampilkan kesan petugas pabean. Ia langsung menghampiri Maggie dan memegang
tangan kanannya serta menciumnya.
"Namaku Cari Koeter," katanya dengan logat Afrika Selatan yang kental. "Ini
merupakan kehormatan besar bagiku, Mrs. Fitzgerald. Sudah bertahun-tahun aku ingin bertemu
dengan wanita yang cukup berani untuk menikah dengan Connor Fitzgerald. Kemarin siang ia
meneleponku dan memintaku untuk meyakinkanmu bahwa ia masih hidup segar bugar."
Maggie ingin mengatakan sesuatu, tetapi kata-kata Koeter meluncur tak hentihentinya. "Tentu saja aku mengenalmu jauh lebih baik daripada kau mengenalku. Tapi
sayangnya pada kesempatan ini kita tak punya waktu untuk membenahi hal ini " Ia 366
tersenyum kepada Stuart dan Tara, lalu membungkuk sedikit. "Mungkin kalian sudi
mengikutiku." Ia berpaling dan mulai mendorong troli melalui pintu.
"'Kita senantiasa mempertemukan sahabat baru dengan sahabat lama'" bisik Maggie.
Stuart tersenyum. Orang Afrika Selatan itu memimpin mereka melewati jalur terjal di sepanjang
lorong yang kosong dan gelap. Maggie segera berjalan menjajarinya dan mulai bertanya tentang
percakapannya dengan Connor di telepon. Di akhir terowongan mereka mendaki jalur terjal lagi, dan
muncul di sisi seberang bandara. Koeter memimpin mereka melalui keamanan, mereka hanya
diperiksa sepintas. Setelah berjalan cukup lama lagi mereka tiba di ruang tunggu kosong. Koeter
menyerahkan tiga tiket kepada petugas gerbang dan menerima kartu boarding penerbangan Quantas
menuju Sydney

Perintah Kesebelas The Eleventh Commandment Karya Jeffrey Archer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang secara misterius telah ditahan selama seperempat jam.
"Bagaimana kami dapat berterima kasih padamu?" tanya Maggie.
Koeter memegang tangan Maggie dan menciumnya lagi. "Ma'am," jawabnya, "kau akan
tahu orang-orang di seluruh dunia yang tak mungkin dapat membalas budi Connor
Fitzgerald sepenuhnya." Mereka berdua sedang duduk menonton televisi. Tak ada yang bicara sampai seluruh
rekaman video selama dua belas menit itu selesai.
"Mungkinkah ini?" tanya Direktur.
"Hanya bila entah dengan cara bagaimana Jackson
367 ganti peran dengan Connor di Crucifix," jawab Gutenburg.
Beberapa saat Dexter bungkam, kemudian berkata, "Jackson dapat berbuat demikian
hanya bila dia bersedia mengorbankan jiwanya."
Gutenburg mengangguk. "Dan siapa yang membayar senapan itu?"
"Alexei Romanov, putra Tsar dan orang kedua dalam Mafya Rusia. Salah seorang
agen kita melihatnya di bandara Frankfurt. Kami menduga dia dan Fitzgerald kini bekerja
sama." "Jadi pasti Mafya yang mengeluarkannya dari Crucifix," kata Dexter. "Tapi bila
ia memerlukan Remington 700, siapa yang jadi sasaran?"
"Presiden," jawab Gutenburg.
"Mungkin kau benar," jawab Dexter. "Tapi presiden yang mana?"
368 BAB DUA PULUH DELAPAN PRESIDEN AMERIKA SERIKAT dan Menteri Luar Negeri berada di antara 72
petugas yang berjajar di sepanjang landas pacu ketika pesawat Ilyushin 62 dari Angkatan Udara
Rusia mendarat di Lanud Andrews agak di luar Washington DC. Karpet merah telah digelar, podium
dengan selusinan mikrofon telah dipasang, dan sebuah tangga lebar telah ditarik ke
tempat yang tepat di tarmak di mana pesawat akan meluncur pelan-pelan hingga berhenti sama sekali.
Ketika pintu pesawat terbuka, Tom Lawrence menu-dungi mata dari sinar cerah
matahari pagi. Seorang pramugari tinggi semampai berdiri di pintu. Sesaat kemudian, seorang
pria gemuk pendek muncul di sampingnya. Lawrence tahu Zerimski hanya setinggi 160 senti, namun
ketika berdiri di samping pramugari tinggi itu kekerdilan postur Zerimski tampak nyata sekali.
Lawrence meragukan apakah orang setinggi Zerimski bisa menjadi Presiden Amerika Serikat
369 Sementara Zerimski dengan pelan menuruni tangga, gerombolan fotografer mulai
menjepretnya seperti kesetanan. Dari belakang tali pemisah mereka, para ka-merawan dari semua
saluran televisi mulai memfokus orang yang akan mendominasi berita dunia selama empat hari
mendatang. Kepala Protokoler Amerika Serikat melangkah maju untuk memperkenalkan kedua
presiden. Lawrence menjabat tangan tamunya dengan hangat. "Selamat datang di Amerika
Serikat, Mr. President." "Terima kasih, Tom," kata Zerimski langsung "menjegalnya".
Lawrence berpaling untuk mengenalkan Menteri Luar Negeri.
"Senang berjumpa denganmu, Larry," kata Zerimski.
Zerimski tampak baik hati dan ramah ketika diperkenalkan kepada setiap pejabat
baru: Menteri Pertahanan, Menteri Perdagangan, Penasihat Keamanan Nasional. Ketika tiba di
akhir deretan, Lawrence menyentuh sikunya dan membimbingnya menuju podium. Ketika mereka
melintasi landas pacu, Presiden Amerika membungkuk dan berkata, "Saya hanya akan
mengatakan beberapa patah kata sambutan, Mr. President, dan kemudian mungkin Anda mau
menanggapinya." "Tolong panggil saya Victor," desak Zerimski.
Lawrence naik panggung, mengeluarkan selembar kertas dari saku, dan
meletakkannya di mimbar. "Mr. President," ia memulai. Kemudian tersenyum sambil berpaling ke Zerimski dan
berkata, "Victor. Perkenankan saya memulai dengan mengucapkan selamat datang di Amerika.
Hari ini mencirikan pem- 370 bukaan era baru dalam hubungan khusus antara dua negara besar kita. Kunjungan
Anda ke Amerika Serikat mencanangkan..."
Connor duduk di depan tiga layar televisi, sedang nonton liputan upacara itu
melalui tiga saluran televisi terbesar. Malam itu ia akan memutar kembali rekaman-rekaman itu
berkali-kali. Ternyata ada penjagaan keamanan yang lebih besar di lapangan daripada yang telah ia
antisipasi. Dinas Rahasia tampaknya mengeluarkan Divisi Perlindungan Pejabat sepenuhnya bagi tiap
presiden. Tapi Gutenburg tak kelihatan, juga tak ada detektif CIA satu pun. Connor menduga
Dinas Rahasia tidak menyadari sedang ada pembunuh potensial yang berkeliaran.
Connor sama sekali tidak kaget bahwa senapan yang ia beli di Dallas tak pernah
mencapai tujuan. Dua tukang pukul Mafya itu telah melakukan segalanya guna memberi petunjuk CIA,
kecuali menelepon mereka dengan nomor saluran langsung mereka. Seandainya ia jadi wakil
direktur, ia pasti membiarkan mereka menyerahkan senapan itu dengan harapan bahwa mereka akan
menunjukkan orang yang berniat menggunakannya. Gutenburg jelas berpendapat bahwa
menghilangkan senjata itu lebih penting. Mungkin ia benar. Connor tak dapat
mengambil risiko kembali dilibatkan dalam kekacauan seperti yang ia alami di Dallas. Mereka telah
memaksanya mengeluarkan rencana alternatif.
Setelah kejadian di Memphis Marriott, jelas bahwa Alexei Romanov tak mau
dipersalahkan bila ada sesuatu yang tidak beres. Kini Connor mengendalikan seluruh persiapan
pembunuhan itu. Mereka yang membayanginya menjaga jarak, walau tak pernah membiar-371
kannya menghilang dari pandangan mereka. Bila tidak demikian, ia sudah akan
berada di Lanud Andrews pagi itu. Walau dengan mudah ia dapat melenyapkan mereka kapan saja ia
mau. Connor sadar benar dengan sikap mereka terhadap kegagalan ketika mengetahui bahwa bos
Mafya setempat di Dallas telah memotong tangan lain tukang pukul itu, sehingga ia
tidak dapat mengulangi kesalahan itu untuk kedua kalinya.
Presiden mengakhiri pidato penyambutannya dan menerima tepuk tangan bersama yang
tak begitu berdampak besar di lapangan luas terbuka seperti itu. Ia menyingkir membiarkan
Zerimski menanggapi. Tetapi ketika Presiden Rusia menggantikan tempatnya, ia tak tampak
terlihat di atas deretan mikrofon. Connor tahu bahwa pers akan mengingatkan Presiden Amerika yang
tingginya 180 senti itu pada bencana hubungan masyarakat ini terus-menerus selama empat
hari berikutnya, dan bahwa Zerimski akan menganggap ia sengaja diperlakukan dengan sombong.
Connor ingin tahu petugas protokoler Gedung Putih mana yang akan dikeluarkan kemudian pada
hari itu juga. Connor berefleksi: menembak orang setinggi 180 akan jauh lebih mudah daripada
menembak orang yang hanya 160. Ia mempelajari agen-agen Divisi Perlindungan Pejabat yang telah
ditugasi melindungi Zerimski selama kunjungannya. Ia mengenali empat dari mereka.
Semuanya sama bagusnya dalam profesi mereka, masing-masing dapat merobohkan orang dengan satu
tembakan dari jarak tiga ratus langkah, dan dapat melumpuhkan seorang penyerang dengan
satu pukulan. Connor tahu bahwa di balik kacamata hitam, mata mereka jelalatan ke mana-mana.
372 Walau Zerimski tak dapat dilihat oleh mereka yang berdiri di landas pacu, katakatanya dapat didengar dengan jelas. Connor terkejut karena gaya gertak dan bentak yang
digunakannya di Moskwa dan St. Petersburg kini diganti dengan nada yang jauh bersikap ber-damai.
Ia berterima kasih kepada "Tom" atas sambutan hangatnya, dan berkata bahwa ia yakin kunjungan
itu akan terbukti bermanfaat bagi kedua bangsa.
Connor yakin Lawrence tak akan teperdaya oleh pameran kehangatan yang lahiriah
ini. Jelas ini bukan tempat dan waktunya bagi Presiden Rusia untuk membiarkan orang-orang
Amerika mengetahui agenda yang sebenarnya.
Sementara Zerimski melanjutkan membaca naskahnya, Connor meneliti jadwal
perjalanan selama empat hari yang telah disiapkan Gedung PutTh dan dengan -rapi didaftar menit
demi menit di Washington Post. Ia tahu dari pengalaman bertahun-tahun bahwa bahkan dengan
rencana yang tersusun paling bagus pun, acara-acara itu jarang terselenggara sesuai jadwal
semula. Pada saat-saat tertentu selama kunjungan harus dian-daikan akan terjadi hal tak terduga, dan ia
harus me-mastikan bahwa saat itu ia tidak sedang menyiapkan senapannya.
Kedua presiden akan diterbangkan dengan helikopter dari Lanud Andrews ke Gedung
Putih. Di situ mereka akan langsung memulai sesi pembicaraan pribadi yang berlangsung hingga
selama makan siang. Setelah makan siang, Zerimski akan dibawa ke Kedutaan Rusia untuk
istirahat. Kemudian kembali ke Gedung Putih pada petang dan malam hari guna menghadiri jamuan santap
malam resmi untuk menghormatinya.
373 Hari berikutnya ia akan mengadakan perjalanan ke New York untuk berpidato di
depan PBB dan santap siang dengan Sekretaris Jenderal. Diikuti kunjungan sore hari ke Museum
Metropolitan. Connor tertawa keras ketika pagi itu ia membaca dalam rubrik gaya di Post bahwa
Tom Lawrence telah sadar akan kecintaan tamunya terhadap seni selama kampanye kepresidenan
yang baru lalu. Selama masa kampanye dengan jadwal ketat, Zerimski menyempatkan diri tak hanya
menghadiri balet Bolshoi, melainkan juga mengunjungi Museum Pushkin dan Museum Hermitage.
Setelah kembali ke Washington hari Kamis malam, Presiden Rusia hanya punya cukup
waktu untuk buru-buru ke Kedubes Rusia dan ganti jas santap malam, kemudian menghadiri
pertunjukan Swan Lake oleh - Balet Washington di Kennedy Center. Post secara kurang
bijaksana mengingatkan pada para pembaca bahwa lebih dari setengah corps de ballet adalah
imigran Rusia. Jumat pagi akan ada pembicaraan yang diperpanjang di Gedung Putih, disusul
dengan santap siang di Departemen Luar Negeri. Siangnya Zerimski akan mengucapkan pidato di depan
sesi gabungan Kongres yang akan merupakan titik puncak kunjungannya selama empat hari.
Lawrence berharap para penyusun undang-undang akan yakin bahwa pemimpin Rusia ini orang yang cinta
damai dan mendukung RUU Pengurangan Senjata. Dan sebuah tajuk di New York Times
memperingatkan bahwa ini mungkin menjadi kesempatan di mana Zerimski mengutarakan garis besar
strategi pertahanan Rusia selama dasawarsa mendatang. Koresponden diplomatik koran
tersebut 374 telah menghubungi kantor pers Kedubes Rusia, tetapi secara singkat diberitahu
bahwa tak akan ada ek-emplar pidato itu yang disebarkan sebelumnya
Malamnya Zerimski akan menjadi tamu kehormatan pada jamuan malam di Dewan Usaha
Amerika-Rusia. Pidato itu secara luas telah disirkulasikan dan seperti biasa
tanpa memedulikan embargo apa pun. Connor telah mempelajarinya tiap kalimat, dan tahu bahwa tak
akan ada wartawan yang tahu harga diri akan mencetak satu kata pun dari pidato tersebut.
Hari Sabtu Zerimski dan Tom Lawrence akan pergi ke Stadion Cooke di Maryland
untuk menonton pertandingan football antara Washington Redskins melawan Green Bay Packers, tim
yang seumur hidup didukung Lawrence sebagai senator senior dari Wisconsin.
Malamnya Zerimski akan menyelenggarakan santap malam di Kedubes Rusia sebagai
balas budi atas keramahan mereka semua yang telah menjamunya selama kunjungannya.
Pagi berikutnya ia akan terbang kembali ke Moskwa, tapi itu hanya bila Connor
gagal melaksanakan perjanjian. Ada sembilan tempat yang harus dipertimbangkan Connor, tapi tujuh di antaranya
telah ditolaknya sebelum pesawat Zerimski mendarat. Dari dua tempat yang tersisa, jamuan makan
Sabtu malam tampaknya paling menjanjikan. Khususnya setelah ia diberitahu Romanov bahwa
Mafya mengelola katering untuk semua pesta yang diadakan di Kedubes Rusia.
Tepuk tangan riuh mengembalikan perhatian Connor ke upacara penyambutan.
Beberapa orang yang berdiri di landas pacu baru sadar bahwa


Perintah Kesebelas The Eleventh Commandment Karya Jeffrey Archer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

375 Zerimski telah usai dengan pidatonya sesudah ia turun dari podium. Jadi
penyambutan yang diterimanya tidak begitu antusias sebagaimana yang diharapkan Lawrence.
Kedua pemimpin berjalan melintasi tarmak menuju helikopter yang telah menunggu.
Secara normal tak ada Presiden Rusia yang akan terbang dengan pesawat militer Amerika Serikat,
tetapi Zerimski telah mengesampingkan semua keberatan dengan mengatakan kepada para penasihat
bahwa ia ingin memanfaatkan setiap kesempatan guna "menjegal" Lawrence. Mereka naik
pesawat dan melambai kepada massa. Beberapa saat kemudian Marine One mengambang di atas
tanah beberapa detik lalu naik ke angkasa. Para wanita yang tidak menghadiri upacara
penyambutan sebelumnya, kebingungan harus memegangi topi ataukah gaun mereka.
Dalam waktu tujuh menit Marine One akan mendarat di Lapangan Selatan Gedung
Putih, disambut oleh Andy Llyod dan staf senior Gedung Putih.
Connor mematikan ketiga televisi, memutar kembali pita video, dan mulai
memikirkan alternatif-alternatif. Ia telah memutuskan untuk tidak pergi ke New
York. PBB dan Museum Metropolitan
sebenarnya tidak memungkinkan orang lolos. Dan dia sadar bahwa Dinas Rahasia
telah terlatih untuk melihat seseorang yang muncul dalam lebih dari satu kesempatan pada
kunjungan seperti ini, termasuk wartawan dan petugas televisi. Apalagi masih ditambah dengan sedikitnya
tiga ribu petugas New York yang terbaik, menjaga Zerimski setiap detik selama
kunjungannya. Sementara Zerimski ke luar kota, ia akan menggu376 nakan waktunya untuk memeriksa dua tempat yang paling menjanjikan. Mafia telah
mengusahakan supaya ia menjadi anggota tim katering yang akan me-ninjau Kedubes Rusia siang
itu, sehingga ia akan tahu perincian jamuan makan Sabtu malam itu. Dubes telah mengutarakan
keinginannya supaya pesta itu menjadi peristiwa yang tak terlupakan bagi kedua presiden.
Connor melihat jamnya. Ia mengenakan jas dan pergi ke lantai dasar. BMW telah
menunggunya, la naik ke jok belakang. "Stadion Cooke," hanya itu yang ia ucapkan.
Dalam mobil tak seorang pun berkomentar ketika pengemudi pelan-pelan memasukkan
mobil ke jalur tengah. Saat sebuah truk besar penuh dengan muatan mobil baru lewat di seberang jalan,
Connor memikirkan Maggie dan tersenyum. Pagi itu ia telah berbicara dengan Cari Koeter
dan diberi kepastian bahwa ketiga kanguru itu telah selamat dalam kantong mereka.
"Omong-omong, Mafia mendapat kesan bahwa mereka langsung dikirim kembali ke
Amerika," demikian penjelasan Koeter.
"Bagaimana kau mengaturnya sampai bisa begitu?" tanya Connor.
"Salah satu pengawal mereka mencoba menyuap petugas pabean. Ia mengambil uangnya
dan memberitahu dia bahwa mereka telah tertangkap membawa narkotika, dan telah
'dikembalikan ke bandara embarkasi mereka'."
"Apa menurutmu mereka teperdaya oleh itu?"
"Oh. ya," jawab Koeter. "Mereka harus membayar banyak untyk sepotong informasi
itu." 377 Connor tertawa. "Aku akan selalu berutang padamu, Cari. Katakan saja bagaimana
aku harus melunasinya." "Itu tak perlu, sobat," jawab Koeter. "Aku hanya rindu berjumpa lagi dengan
istrimu dalam keadaan yang lebih menyenangkan."
Pengawal Connor tak menyebutkan hilangnya Maggie, jadi ia tak tahu pasti apakah
mereka terlalu sombong untuk mengakui bahwa mereka telah kehilangan Maggie, Suart, dan Tara,
ataukah mereka masih berharap bisa mendapatkan mereka kembali sebelum Connor tahu yang
sebenarnya. Mungkin mereka takut Connor tidak melaksanakan tugas jika tahu istri dan
putrinya tidak lagi di tangan mereka, tetapi Connor tak pernah ragu bahwa jika ia gagal memenuhi
perjanjian, Alexei Romanov akhirnya akan melacak Maggie dan membunuhnya. Dan bila bukan Maggie, ya
Tara. Bolchenkov telah memperingatkan bahwa jika perjanjian belum diselesaikan - entah
dengan cara bagaimana, Romanov tak akan diizinkan kembali ke tanah airnya.
Ketika BMW itu belok ke jalan lingkar, Connor memikirkan Joan, yang satu-satunya
kejahatannya ialah telah menjadi sekretaris Connor. Ia mengepalkan tinju, berharap
perjanjiannya dengan Mafya
akan menghabisi Dexter dan wakilnya yang berkomplot dengannya. Itulah tugas yang
akan ia laksanakan dengan rasa lega.
BMW melewati batas kota Washington, dan Connor bersandar sambil memikirkan masih
berapa lagi persiapan yang perlu dilaksanakan. Ia harus mengitari stadion beberapa kali
sambil memeriksa setiap jalan keluar, sebelum memutuskan apakah ia mau masukjce sana.
378 Marine One mendarat dengan lembut di Lapangan Selatan. Kedua presiden keluar
dari helikopter dan disambut tepuk tangan meriah enam ratus anggota staf Gedung Putih yang
berkumpul di situ. Ketika memperkenalkan Zerimski kepada kepala stafnya, Lawrence melihat Andy
tampaknya sedang banyak pikiran. Kedua pemimpin menghabiskan waktu lama untuk berpose di
depan para fotografer, kemudian baru mengundurkan diri ke Ruang Oval dengan para penasihat
mereka untuk mengkonfirmasikan topik-topik yang akan dibahas dalam pertemuan kemudian.
Zerimski tidak keberatan dengan jadwal yang telah disusun Andy Lloyd, dan tampak santai
menghadapi topik-topik yang akan dibahas.
Ketika mereka istirahat untuk santap siang, Lawrence merasa diskusi permulaan
telah berjalan lancar. Mereka pindah ke Ruang Kabinet. Lawrence menceritakan kisah ketika
Presiden Kennedy bersantap siang dengan delapan peraih Hadiah Nobel dan memberi komentar bahwa
itu adalah pertemuan intelek terbesar di sana, karena Jefferson bersantap seorang diri
selama ini. Larry Harrington tertawa karena wajib, walau telah mendengar cerita itu dari Presiden
kira-kira selusin kali sebelumnya. Andy Lloyd bahkan tak mencoba tersenyum.
Sesudah santap siang, Lawrence menemani Zerimski ke limusin yang sedang menunggu
di jalan masuk diplomatik. Begitu mobil terakhir dari arak-arakan mobil itu menghilang
dari pandangan - sekali lagi Zerimski bersikeras ia harus mempunyai satu mobil le-379
bih daripada arak-arakan mobil mantan Presiden Rusia yang mana pun - Lawrence
buru-buru kembali ke Ruang Oval. Andy Lloyd yang cemberut berdiri di samping meja.
"Menurutku semuanya berjalan lancar sebagaimana diharapkan," kata Presiden.
"Mungkin," jawab Llyod. "Walau aku tak percaya orang itu mengatakan kebenaran,
bahkan pada dirinya sendiri. Menurutku ia terlalu kooperatif. Aku merasa kita sedang
dijebak." "Itukah sebabnya kau sangat tak komunikatif selama santap siang?"
"Tidak. Kupikir kita mempunyai masalah yang jauh lebih besar di pihak kita,"
kata Lloyd. "Apa kau telah membaca laporan terakhir Dexter" Kemarin sore kutinggalkan di mejamu."
"Belum. Aku belum membacanya," jawab Presiden. "Kemarin kuhabiskan sebagian
besar waktuku dengan mengasingkan diri bersama Larry Harrington di Deplu." Ia membuka berkas
berlambang CIA itu dan mulai membacanya.
Ia menyumpah keras-keras tiga kali sebelum sampai ke halaman dua. Menjelang saat
ia sampai di paragraf terakhir, wajahnya pucat lesi. Ia mengangkat mukanya ke sahabat
terkaribnya. "Kupikir
Jackson seharusnya ada di pihak kita."
"Memang, Mr. President."
"Lalu bagaimana mungkin Dexter mengklaim ia dapat membuktikan Jackson
bertanggung jawab atas pembunuhan di Kolombia, kemudian pergi ke St. Petersburg dengan niat
membunuh Zerimski?" "Sebab dengan demikian ia membersihkan diri dari
380 segala keterlibatan dan membiarkan kita yang lebih dulu menjelaskan mengapa kita
menugaskan Jackson. Saat ini ia pasti telah mempunyai satu lemari penuh dengan berkasberkas untuk membuktikan bahwa Jackson-lah yang membunuh Guzman, dan segala sesuatu mengenai
Jackson yang ia harapkan dipercaya seluruh dunia. Lihat saja foto-foto yang ia kirimkan
ini. Foto-foto Jackson di sebuah bar di Bogota sedang menyerahkan uang pada Kepala Polisi. Yang
tidak diperlihatkan ialah bahwa foto-foto itu dibuat hampir dua minggu sesudah
pembunuhan. Jangan lupa, Sir, CIA tak tertandingi dalam hal melindungi kedudukan."
"Bukan kedudukan mereka yang kukhawatirkan," kata Presiden. "Lalu bagaimana
dengan cerita Dexter bahwa Jackson telah kembali ke Amerika dan bekerja sama dengan Mafya
Rusia?" "Cocok, kan?" kata Lloyd. "Jika ada yang tak beres selama kunjungan Zerimski,
Dexter sudah punya seorang yang sedang antre menerima hukuman "
"Kalau begitu bagaimana menjelaskan fakta bahwa Jackson terekam oleh kamera
keamanan di Dallas beberapa hari lalu sedang membeli senapan bertenaga tinggi yang mirip
dengan spesifikasi senapan yang digunakan untuk membunuh Guzman?"
"Sederhana saja," sahut Lloyd. "Begitu disadari bahwa orang itu sebenarnya bukan
Jackson, segalanya cocok pada tempat masing-masing."
"Jika bukan Jackson, lalu siapa dia itu?"
"Connor Fitzgerald," jawab Lloyd tenang.
"Tapi kau bilang Fitzgerald dipenjara di St. Petersburg, kemudian digantung.
Kita bahkan telah membicarakan bagaimana mengeluarkannya dari sana."
381 "Aku tahu, Sir, tapi itu tak mungkin terjadi begitu Zerimski terpilih.
Kecuali..." "Kecuali?" "Kecuali Jackson menggantikan tempatnya."
"Astaga, mengapa dia berbuat demikian?"
"Ingat bahwa Fitzgerald menyelamatkan hidup Jackson di Vietnam, dan ia mempunyai
Medali Kehormatan untuk membuktikannya. Ketika Fitzgerald kembali dari perang, Jacksonlah yang merekrutnya menjadi NOC. Selama 28 tahun ia bekerja untuk CIA, dan memperoleh
reputasi sebagai perwira yang paling disegani. Kemudian tiba-tiba dalam waktu singkat ia
menghilang dan tak dapat dilacak dalam buku mereka. Sekretarisnya, Joan Bennett, yang bekerja
untuknya selama sembilan belas tahun, tiba-tiba meninggal dalam kecelakaan mobil yang misterius
ketika sedang dalam perjalanan menemui istri Fitzgerald. Kemudian istri dan putrinya juga
lenyap dari muka bumi. Sementara itu orang yang kita tugasi untuk menyelidiki apa yang terjadi
didakwa membunuh dan menipu sahabatnya. Tetapi bagaimanapun cermatnya kau meneliti begitu banyak
laporan Dexter, kau takkan menemukan nama Connor Fitzgerald disebut satu kali pun."
"Bagaimana kau tahu semuanya ini, Andy?" tanya Lawrence.
"Sebab Jackson segera meneleponku dari St. Petersburg begitu Fitzgerald
ditangkap." "Apa pembicaraan itu direkam?" "Ya, tentu, Sir."
"Sialan," kata Lawrence. "Dexter membuat J. Edgar Hoover tampak seperti Pramuka
Putri." "Jika kita menerima Jackson yang digantung di
382 Rusia, kita harus mengandaikan Fitzgerald-lah yang terbang ke Dallas dengan niat
membeli senapan itu sehingga dapat melaksanakan tugas yang sekarang ini."
"Akukah sasarannya kali ini?" tanya Lawrence tenang.
"Kukira bukan begitu, Mr. President. Itulah satu-satunya hal di mana Dexter
berterus terang - aku masih berpendapat Zerimski-lah yang jadi sasaran."
"Oh, ya Tuhan," kata Lawrence sambil rebah di kursinya.
"Tapi mengapa orang yang begitu terhormat, punya latar belakang dan reputasi
sebaik Fitzgerald terlibat dalam misi seperti itu" Aku tak bisa mengerti."
"Bisa dimengerti bila orang terhormat itu percaya bahwa perintah asli untuk
membunuh Zerimski datang darimu." Zerimski telah agak terlambat ketika pesawatnya tinggal landas dan
menerbangkannya dari New York kembali ke Washington, tetapi dalam hati ia senang. Pidatonya di PBB telah
disambut baik, dan santap siang dengan Sekretaris Jenderal telah diumumkan dalam komunike oleh
Sekretariat sebagai "mempunyai cakupan luas dan produktif.
Selama kunjungan ke Museum Metropolitan siang itu, Zerimski mampu menyebut artis
Rusia yang

Perintah Kesebelas The Eleventh Commandment Karya Jeffrey Archer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telah diberi kesempatan berpameran di salah satu galeri atas. Selain itu, ia
juga tak memedulikan jadwal perjalanan ketika telah meninggalkan museum itu, hingga pengawas Dinas
Rahasia kalang kabut. Ia bahkan berjalan-jalan di Fifth Avenue untuk berjabat tangan dengan
orang-orang yang berbelanja untuk Natal 383 Zerimski terlambat satu jam dari jadwal menjelang saat pesawatnya mendarat di
Washington, dan ia harus ganti pakaian dengan jas santap malam di bagian belakang limusin supaya
tak menunda dimulainya pertunjukan Swan Lake di Kennedy Center lebih dari seperempat jam.
Setelah para penari membungkuk untuk terakhir kali, ia kembali ke Kedubes Rusia untuk
melewatkan malam kedua. Sementara Zerimski tidur, Connor tetap terjaga. Ia jarang dapat tidur lebih lama
dari beberapa menit selama mempersiapkan sebuah operasi. Ia menyumpah keras-keras ketika
melihat tayangan liputan petang tentang Zerimski yang jalan-jalan. Itu mengingatkannya bahwa ia
selalu harus siap menghadapi hal-hal tak terduga: dari sebuah apartemen di Fifth Avenue, Zerimski
akan menjadi sasaran mudah, dan massa pasti begitu banyak dan tak terkendali, hingga ia dapat
menghilang dalam beberapa saat. Ia menyingkirkan New York dari pikiran. Sejauh yang menyangkut dirinya, hanya
tinggal dua tempat serius yang dapat dipertimbangkan.
Di tempat pertama, ada masalah. Ia tak mempunyai senapan yang membuatnya merasa
tenang bila menggunakannya, walaupun dengan massa begitu besar soal lolos akan jauh lebih
mudah. Mengenai tempat kedua, jika Romanov dapat memberikan Remington 700 yang telah
termodifikasi menjelang pagi hari diadakannya jamuan makan dan dapat menjamin lolosnya,
tampaknya itulah pilihan yang jelas. Atau apakah itu agak terlalu jelas"
Ia mulai menulis daftar pro dan kontra bagi ma384 sing-masing tempat. Menjelang pukul dua hari berikutnya, walau lelah, ia
menyadari bahwa ia harus mengunjungi dua tempat itu lagi sebelum dapat mengambil keputusan akhir.
Tapi bahkan di saat demikian itu pun ia tak berniat memberitahu Romanov mana
yang dipilihnya. 385 BAB DUA PULUH SEMBILAN "PUG" WASHER - tak seorang pun tahu nama sebenarnya - adalah salah satu pribadi yang
ahli dalam satu bidang. Dalam hal ini bidangnya ialah Washington Redskins.
Pug telah bekerja untuk Redskins, dewasa dan anak-anak, selama lima puluh tahun.
Ia telah bergabung dengan staf lapangan pada usia lima belas tahun, ketika tim itu masih
bermain di Stadion Griffith. Ia mulai kehidupannya di situ sebagai pembawa air minum dan
kemudian beralih menjadi pemijat tim. Ia menjadi sahabat yang tepercaya dan dipercaya dari para
pemain Redskins dari generasi ke generasi.
Tahun 1997, setahun sebelum pensiun, Pug bekerja bersama dengan kontraktor yang
membangun Stadion Jack Kent Cooke. Pengarahannya sederhana: memastikan agar para penggemar
dan pemain Redskins mendapatkan segala fasilitas yang mereka harapkan dari tim terbesar di
negeri itu. 386 Pada upacara pembukaan, arsitek senior mengatakan kepada para hadirin bahwa ia
selamanya akan berutang budi kepada Pug atas peranan yang ia mainkan dalam membangun stadion
baru itu. Selama pidato penutupan John Kent Cooke, presiden Redskins, telah mengumumkan
bahwa Pug telah dipilih masuk ke Hall of Fame tim. Ini merupakan tanda penghargaan yang
biasanya dikhususkan bagi para pemain terbesar. Pug bercerita kepada para wartawan, "Tak
akan lebih bagus lagi daripada ini." Walau telah pensiun ia selalu setia menonton permainan
Redskins, baik di kandang sendiri maupun di luar.
Connor dua kali menelepon untuk melacak Pug ke apartemen kecilnya di Arlington,
Virginia. Ketika menjelaskan kepada orang tua itu bahwa ia telab ditugasi untuk menulis
artikel di Sports lllustrated mengenai arti stadion baru bagi para penggemar Redskins, ia seperti
membuka keran. "Mungkin Anda bisa meluangkan waktu satu-dua jam untuk mengantar saya
mengelilingi 'the Big Jack'," demikian usul Connor. Untuk pertama kalinya monolog Pug berhenti, dan ia
tetap bungkam hingga Connor mengusulkan akan memberi honorarium sebesar $100. Ia telah
mengetahui bahwa imbalan Pug yang biasa untuk memandu tur sebesar $50.
Mereka setuju untuk bertemu keesokan harinya pukul sebelas.
Ketika Connor tiba pukul 10.59, Pug mengantarnya ke stadion seolah ia pemilik
klub. Selama tiga jam berikutnya ia menyuguhkan kepada tamunya sejarah lengkap Redskins dan
menjawab setiap pertanyaan Connor. Dari mengapa stadion tidak selesai tepat waktu untuk 387
upacara pembukaan hingga bagaimana manajemen mempekerjakan pekerja sementara
pada hari pertandingan. Connor jadi tahu bahwa Sony Jumbo Tron atau Peralatan Jumbo Sony
di belakang wilayah garis gawang hingga garis akhir merupakan sistem layar video terbesar di
dunia, dan bahwa deretan tempat duduk paling depan telah dinaikkan 2,7 meter di atas
lapangan pertandingan, sehingga para penggemar dapat melihat di atas kamera-kamera televisi dan para
pemain bertubuh kekar tak jemu-jemunya hilir-mudik di area luar garis tepi di depan mereka.
Connor adalah penggemar Redskins selama hampir tiga puluh tahun, jadi tahu bahwa
semua karcis pertandingan musiman selalu terjual habis sejak 1966, dan masih ada daftar
pembeli cadangan sebanyak 50.000. la tahu- karena ia salah satu pembeli cadangan itu. Ia juga
tahu Washington Post menjual karcis ekstra sebanyak 25.000 eksemplar bila Redskins memenangkan
pertandingan. Tetapi ia tak tahu di bawah lapangan permainan terpasang pipa-pipa uap panas
sepanjang 55 kilometer, dan ada tempat parkir untuk 23.000 kendaraan, dan ada band lokal yang
akan memainkan lagu kebangsaan Rusia dan Amerika Serikat sebelum dimulainya
pertandingan besok. Keba-' nyakan informasi yang dikemukakan Pug tak berguna bagi Connor, tetapi
tiap beberapa menit masih ada | informasi yang berguna.
Sementara mereka berjalan mengelilingi stadion, Connor dapat melihat pemeriksaan
keamanan yang ketat dilaksanakan oleh staf Gedung Putih yang dikirim lebih dulu untuk
pertandingan hari berikutnya. Magnetometer yang harus dilalui setiap orang yang 388
masuk lapangan dan yang dapat mendeteksi manakala mereka membawa sesuatu yang
bisa digunakan sebagai senjata, telah terpasang di tempat masing-masing. Semakin
dekat dengan boks tempat duduk pemilik - di mana kedua presiden akan menonton pertandingan pemeriksaan semakin ketat. Pug marah ketika dihentikan agen Dinas Rahasia yang menjaga jalan masuk ke boks
para eksekutif. Dengan keras ia menjelaskan bahwa ia anggota Hall of Fame Redskins dan salah
satu tamu yang akan bertemu dengan kedua presiden hari berikutnya. Namun agen itu tetap
melarangnya masuk tanpa kartu pas keamanan. Connor mencoba meyakinkan Pug bahwa itu tidak begitu
penting. Ketika mereka berjalan pergi Pug menggerutu sambil menahan napas, "Apakah aku
tampak seperti orang yang ingin membunuh Presiden?"
Ketika dua orang itu berpisah pada pukul dua siang, Connor menyerahkan kepada
pemandunya uang $120. Dalam waktu tiga jam orang tua itu memberitahukan lebih banyak
daripada seluk-beluk yang dapat diberitahukan oleh seluruh Dinas Rahasia seumur hidup. Sebenarnya ia
akan memberikan $200, tetapi itu mungkin menimbulkan kecurigaan Pug.
Connor melihat jamnya. Ternyata ia telah terlambat beberapa menit untuk janjinya
dengan Alexei Romanov di Kedubes Rusia. Ketika diantar meninggalkan stadion, ia menyetel radio
siaran C-SPAN, siaran yang jarang ia dengarkan.
Seorang komentator sedang melukiskan suasana di mimbar pidato DPR, sementara
para anggota menunggu kedatangan Presiden Rusia. Tak seorang pun
389 1 punya gambaran tentang apa yang akan dikatakan Zerimski, karena pers tak diberi
naskah pidato itu sebelumnya, dan telah dinasihati untuk mencocokkannya saat pidato itu
disampaikan. Lima menit sebelum pidato itu dijadwalkan dimulai, Zerimski masuk menuju mimbar
pidato DPR diiringi oleh panitia pendamping.
Komentator mengumumkan, "Semua yang hadir telah berdiri dan sedang bertepuk
tangan bagi tamu dari Rusia. Presiden Zerimski tersenyum dan melambaikan tangan sambil
berjalan di sepanjang gang, di antara kursi-kursi di ruang DPR yang penuh sesak, menuju ke
podium sambil berjabatan dengan orang-orang yang mengulurkan tangan." Selanjutnya komentator
meneruskan menggambarkan tepuk tangan itu "hangat dan tidak mengungkapkan rasa terpesona".
Ketika tiba di podium, dengan hati-hati Zerimski meletakkan kertas-kertasnya di
atas mimbar. Ia mengambil kotak kacamata dan mengenakan kacamatanya. Para pengawas Kremlin
langsung tahu bahwa pidato akan diucapkan kata demi kata dari naskah yang telah dipersiapkan,
dan tak akan ada improvisasi yang membuat Zerimski sangat dikenal selama kampanye pemilihan.
Para anggota Kongres, Mahkamah Agung, dan Korps Diplomatik kembali duduk.
Mereka tidak menyadari akan adanya bom yang segera diledakkan.
"Saudara Ketua DPR, Saudara Wakil Presiden, dan Saudara Ketua Mahkamah Agung,"
demikian Zerimski memulai. "Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih kepada Anda
sekalian dan para warga negara Anda atas penyambutan ramah dan menyenangkan 390
yang saya terima pada kesempatan kunjungan rJertama saya ke Amerika Serikat ini.
Saya pasti akan ingin kembali mengunjungi negara ini berkali-kali." Pada poin ini Titov
telah menuliskan "JEDA" di pinggir teks - memang tepat, sebab ini disusul dengan tepuk tangan yang
menyeluruh. Zerimski kemudian menyampaikan serangkaian pujian mengenai prestasi historis
Amerika, sambil mengingatkan kepada para pendengar bahwa tiga kali selama abad silam kedua
bangsa itu telah berjuang bersama melawan musuh yang sama. Kemudian ia melanjutkan dengan
melukiskan "hubungan sangat baik yang sedang dinikmati oleh kedua negara kita" Tom Lawrence
yang sedang mengamati pidato itu dengan Andy Lloyd melalui C-SPAN di Ruang Oval mulai agak
santai. Bahkan beberapa menit kemudian secercah senyum terulas di bibirnya.
Tetapi senyum itu hilang sama sekali dari wajahnya ketika Zerimski mengucapkan
kata-kata berikutnya. "Saya adalah orang terakhir di bumi ini yang menginginkan kedua bangsa besar
kita ini kembali terlibat dalam perang yang tak ada artinya." Zerimski. berhenti sejenak.
"Khususnya bila kita tidak
berada di pihak yang sama." Ia mengangkat muka dan tampak berseri-seri, walau
tak seorang pun yang hadir menganggap komentarnya sangat lucu. "Untuk memastikan bahwa bencana
seperti itu tidak akan menimpa diri kita lagi, Rusia mutlak perlu tetap kuat seperti Amerika
Serikat di medan perang bila harus memiliki bobot pada meja perundingan."
Di Ruang Oval, Lawrence menonton sementara kamera televisi menyorot wajah-wajah
cemberut para 391 anggota Majelis, dan tahu bahwa Zerimski hanya memerlukan sekitar empat puluh
detik untuk menghancurkan setiap kemungkinan diterimanya RUU Pengurangan Senjata menjadi
undang-undang. Sisa pidato Zerimski diterima dengan diam. Ketika ia turun dari podium, tak ada
tangan-tangan yang terulur, dan tepuk tangan terdengar jelas dingin.
BMW putih itu mendekati Wisconsin Avenue, Connor mematikan radio. Sampai di
gerbang Kedubes Rusia, salah satu pembantu Romanov memeriksa mereka melalui keamanan.
Connor dikawal memasuki area penerimaan tamu berlantai pualam putih untuk kedua
kalinya dalam tiga hari. la dapat langsung melihat apa yang dimaksud Romanov ketika
mengatakan bahwa keamanan intern kedubes itu kendor. "Bila dipikir-pikir, siapa yang akan
membunuh Presiden Rusia yang tersayang di kedutaan sendiri?" katanya dengan tersenyum.


Perintah Kesebelas The Eleventh Commandment Karya Jeffrey Archer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara mereka menyusuri koridor panjang, Connor berkata kepada Romanov,
"Tampaknya kau bisa menggunakan seluruh gedung ini dengan cuma-cuma."
"Kau pun juga demikian jika menyetor cukup uang ke rekening bank Swiss milik
Duta Besar untuk memastikan ia tak perlu kembali ke tanah air lagi."
Romanov meneruskan memperlakukan Kedubes seolah rumah sendiri, bahkan membuka
pintu ke kamar kerja Duta Besar dan memasukinya. Ketika mereka memasuki kamar yang
lengkap dengan perabotan penuh hiasan, Connor terkejut melihat Remington 700 sesuai pesanan
tergeletak di meja Duta Besar. 392 Ia mengambilnya dan memeriksanya dengan teliti. Sebenarnya ia akan menanyakan
kepada Romanov bagaimana dapat memperoleh senapan itu, jika ia berpendapat ada
kemungkinan diberitahu yang sebenarnya.
Connor memegang batang senapan dan menekuk gagangnya. Dalam ruang peluru hanya
terlihat satu butir peluru berekor bentuk perahu. Ia mengernyitkan alis kepada Romanov.
"Kuandaikan dalam jarak itu kau hanya memerlukan satu peluru," kata orang Rusia
itu. Ia mengantarkan Connor ke sudut kamar, dan menyingkap tirai untuk menunjukkan lift
pribadi Duta Besar. Mereka masuk, menutup pintunya, dan turun pelan-pelan ke galeri di atas
ruang dansa di lantai dua. Beberapa kali Connor memeriksa galeri setiap inci, kemudian menyelinap ke
belakang patung besar Lenin. Ia melihat melalui tangan patung yang miring untuk memeriksa garis
pandang ke tempat Zerimski akan mengucapkan pidato perpisahan. Ia memastikan bisa melihat
tanpa dapat dilihat. Ia sedang berpikir-pikir betapa mudahnya, ketika Romanov menyentuh
lengannya dan mengantarkannya kembali ke lift.
"Kau harus datang beberapa jam lebih awal, dan bekerja sama dengan staf katering
sebelum jamuan makan dimulai," kata Romanov.
"Mengapa?" "Kami tak ingin seorang pun curiga bila kau menghilang justru sebelum Zerimski
memulai pidato." Romanov melihat jam. "Kita harus pergi. Zerimski akan kembali beberapa menit
lagi." Connor mengangguk. Mereka berjalan menuju pin393 tu masuk belakang. Ketika naik ke jok belakang BMW ia berkata, "Aku akan
memberitahumu bila telah memutuskan tempat mana yang kupilih."
Romanov tampak terperanjat, tapi tak berkata apa-apa.
Connor telah diantar keluar melalui gerbang Kedubes beberapa menit sebelum
Zerimski kembali dari Capitol. Ia menyetel radio tepat waktu untuk mendengarkan berita petang: "Para senator dan
anggota Kongres berebut mikrofon untuk memastikan kepada para pemilih mereka
bahwa setelah mendengar pidato Presiden Zerimski, mereka tidak akan mendukung RUU
Pengurangan Senjata Nuklir, Biologis, Kimia, dan Konvensional."
Di Ruang Oval, Tom Lawrence sedang menonton reporter CNN yang melapor dari
galeri pers Senat. "Tak a'da pernyataan dari Gedung Putih," demikian katanya ."Dan
Presiden..." "Dan jangan berkeliaran menunggu Presiden," kata Lawrence marah sambil mematikan
televisi. Ia berpaling ke Kepala Staf. "Andy, aku bahkan tak yakin bisa duduk di samping
orang itu selama empat jam besok siang, apalagi menjawab pidato perpisahannya malam hari."
Lloyd tidak berkomentar "Aku sudah tak sabar lagi duduk bersebelahan dengan sahabat karibku, Tom, dan
melihatnya menggeliat di depan jutaan hadirin," kata Zerimski sementara limusin memasuki
wilayah Kedubes Rusia. Dmitri Titov tetap tenang
"Kupikir aku akan bersorak untuk Redskins. Akan
394 merupakan bonus tambahan bila tim Lawrence kalah." Zerimski tersenyum dibuatbuat. "Suatu permainan permulaan menjelang penghinaan yang telah kurencanakan untuknya malam
hari. Pastikan menyusun pidato yang begitu menyanjung hingga akan tampak semakin
tragis bila dipikirkan kembali." Ia tersenyum lagi. "Aku telah memerintahkan supaya daging
panggang disajikan dingin. Dan bahkan kau pun akan kaget dengan apa yang kubayangkan
sebagai makanan pencuci mulut." Selama beberapa jam malam itu, Connor berpikir-pikir apakah ia dapat melanggar
peraturan seumur hidup. Ia menelepon Romanov beberapa memt selewat tengah malam.
Orang Rusia itu tampaknya senang bahwa mereka berdua sampai pada satu kesimpulan
yang sama. "Akan kuusahakan seorang pengemudi menjemputmu pukul setengah empat, sehingga
kau dapat berada di Kedubes pukul empat."
Connor meletakkan pesawat telepon. Jika segalanya sesuai rencana, Presiden akan
mati menjelang pukul empat. "Bangunkan dia."
"Tapi ini baru pukul empat pagi," kata Sekretaris Pertama.
"Jika kau menghargai hidupmu, bangunkan dia."
Sekretaris Pertama mengenakan jubah tidur, berlari keluar kamar, dan menyusuri
koridor. Ia mengetuk pintu. Tak ada jawaban, maka ia mengetuk lagi. Beberapa saat kemudian
tampak cahaya di celah bawah pintu. 395 "Masuk," kata sebuah suara mengantuk. Sekretaris Pertama memutar pegangan pintu
dan memasuki kamar Duta Besar.
"Yang Mulia, maaf saya mengganggu Anda, tapi ada telepon dari seorang bernama
Mr. Stefan Ivanitsky dari St. Petersburg. Ia mendesak supaya kita rriembangunkan Presiden.
Katanya ia mempunyai berita mendesak untuknya."
"Aku akan menerima telepon itu di ruang kerjaku," kata Pietrovski. Ia menyingkap
selimut tanpa memedulikan erangan istrinya, berlari turun ke lantai dasar, dan menyuruh
penjaga pintu malam mentransfer tele-"pon ke ruang kerjanya.
Telepon berdering beberapa kali sebelum akhirnya diangkat oleh Duta Besar yang
terengah-engah. "Pietrovski di sini."
"Selamat pagi, Yang Mulia," kata Ivanitsky. "Saya minta disambungkan dengan
Presiden, bukan dengan Anda." "Tapi ini baru pukul empat pagi. Apa tak bisa menunggu?"
"Duta Besar, kau tak kubayar untuk memberitahukan waktu. Suara berikut yang
ingin kudengar ialah suara Presiden. Sudah jelas?"
Duta Besar meletakkan pesawat telepon di mejanya, berjalan pelan menaiki tangga
lebar ke lantai satu, dan berusaha memutuskan mana dari antara dua orang itu yang lebih
ditakutinya. Ia berdiri di
luar pintu suite Presiden beberapa lama, tetapi ketika melihat Sekretaris
Pertama memandangnya dari tangga, ia membatalkan keputusannya. Diketuknya pintu pelan-pelan, tapi tak
396 ada jawaban. Ia mengetuk lebih keras lagi, dan mencoba membuka pintu.
Dengan cahaya dari pintu lift, Duta Besar dan Sekretaris Pertama dapat melihat
Zerimski bergerak-gerak di ranjang. Yang tak mereka lihat ialah bahwa tangan
Presiden diselipkan di bawah bantal
tempat pistol disembunyikan.
"Mr. President," bisik Duta Besar ketika Zerimski menyalakan lampu di samping
ranjang "Ini harus berita penting," kata Zerimski. "Kecuali kalian ingin menghabiskan
sisa hidup kalian sebagai pengawas mesin pendingin di Siberia."
"Ada telepon untuk Anda dari St. Petersburg," kata Duta Besar nyaris berbisik.
"Mr. Stefan Ivanitsky. Katanya mendesak."
"Keluar dari kamarku," kata Zerimski sambil mengangkat telepon di samping
ranjang. Kedua orang itu melangkah mundur ke koridor dan Duta Besar menutup pintu pelanpelan. "Stefan," kata Zerimski. "Kenapa menelepon pada jam sepagi ini" Apa Borodin
mempersiapkan kudeta selama aku pergi?"
"Tidak, Mr. Presiden. Tsar meninggal," jawab Ivanitsky tanpa emosi.
"Kapan" Di mana" Dan bagaimana?"
"Sekitar sejam yang lalu. Di Istana Musim Dingin. Cairan tak berwarna itu
akhirnya menghabisinya." Ivanitsky berhenti sejenak. "Aku telah membayar kepala
pelayannya selama hampir setahun." Beberapa saat Presiden diam saja. Akhirnya ia berkata, "Bagus. Tak bisa lebih
bagus lagi buat kita." "Saya setuju, Mr. President, seandainya putranya
397 sekarang ini tidak berada di Washington. Saya tak dapat berbuat banyak dari sini
hingga ia kembali." "Masalah itu akan terpecahkan sendiri malam ini," kata Zerimski.
"Mengapa" Apakah mereka teperdaya oleh jebakan kita?"
"Ya," sahut Zerimski. "Menjelang malam ini aku akan menghilangkan mereka
berdua." "Mereka
berdua?" "Ya," sahut Presiden. "Aku sudah mengenal ungkapan yang cocok sejak aku ada di
sini: "membunuh dua burung dengan satu batu". Kalau dipikir-pikir, berapa kali orang
mendapat kesempatan melihat orang yang sama mati dua kali?"
"Saya ingin berada di sana menyaksikannya."
"Aku akan lebih menikmatinya daripada ketika melihat sahabatnya bergantungan
pada seutas tali. Bila mempertimbangkan segalanya, Stefan, ini adalah perjalanan yang paling
sukses, khususnya jika..." "Semuanya sudah diurus, Mr. President," kata Ivanitsky. "Kemarin saya
membereskan pemasukan dari kontrak-kontrak minyak dan uranium Yeltsin dan Chernopov ke rekening Anda
di Zurich. Itu bila Alexei tidak mengeluarkan perintah yang berlawanan dengan perintah-perintah
saya bila ia sudah kembali." "Kalau dia tak kembali, dia takkan bisa, ya kan?" Zerimski meletakkan telepon,
mematikan lampu, dan tertidur lagi beberapa saat kemudian.
Pukul lima pagi itu Connor terbaring tak bergerak di ranjangnya, berpakaian
lengkap. Ia sedang akan merunut rute yang ia lalui dalam meloloskan diri, ke-398
tika telepon bangun pagi berdering pukul enam. Ia bangkit, menarik sudut tirai,
dan memeriksa apakah mereka masih ada di sana. Ternyata masih ada: dua BMW putih diparkir di
seberang jalan sejak tengah malam. Saat ini para penumpangnya pasti mengantuk. Ia tahu mereka
berganti giliran jaga pukul delapan, maka ia merencanakan pergi sepuluh menit sebelum jam itu.
Selama setengah jam berikutnya ia melakukan peregangan ringan supaya badannya tidak kaku.
Kemudian ia melepas pakaian, membiarkan pancaran air shower menusuki tubuhnya. Tak lama
kemudian ia mematikan keran, mengambil handuk, lalu mengenakan kemeja biru, pantalon jins,
sweter tebal, dasi biru, kaus kaki hitam, dan sepatu Nike hitam lengkap dengan logonya.
Ia pergi ke dapur mini, menuang segelas jus jeruk serta semangkuk cornflakes dan
susu. Ia selalu menyantap makanan yang sama pada hari operasi. Ia menyukai rutinitas, karena
membuatnya percaya bahwa segalanya berjalan lancar. Sementara makan, ia membaca tujuh
halaman catatan yang ia buat sesudah pertemuannya dengan Pug, dan sekali lagi mempelajari dengan
cermat denah stadion dari arsitek. Ia mengukur balok penopang dengan penggaris, dan
memperkirakan jaraknya ke pintu jebakan 12,5 meter. Ia tak boleh melihat ke bawah. Ia merasakan
ketenangan yang dialami atlet yang telah terlatih dengan baik saat dipanggil menuju garis start.
Ia melihat jam dan kembali ke kamar. Mereka harus berada di persimpangan antara
Twenty-First Street dan Bundaran DuPont ketika lalu lintas baru mulai ramai. Ia menunggu
beberapa menit lagi, lalu memasukkan 399 uang tiga ratus dolar, sekeping 25 sen, dan sebuah pit.i kaset setengah jam ke
saku belakang jinsnya. Kemudian ia meninggalkan apartemen tak bernama itu untuk tei akhir
kalinya. Rekeningnya telah dibereskan.
400 BAB TIGA PULUH ZERIMSKI duduk sendirian di ruang makan Kedubes sambil membaca Washington Post
sementara kepala pelayan melayaninya sarapan. Ia tersenyum melihat judul berita utama yang
terpampang: KEMBALINYA PERANG DINGIN"


Perintah Kesebelas The Eleventh Commandment Karya Jeffrey Archer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sambil menyesap kopinya, ia merenung sesaat apa yang akan dijadikan berita utama
di P&st pagi berikutnya. USAHA PEMBUNUHAN ATAS PRESIDEN RUSIA GAGAL
Mantan Agen CIA Ditembak di Wilayah Kedubes
Ia tersenyum lagi dan membaca tajuk yang meng-konfirmasikan bahwa RUU
Lawrence tentang Pe- 401 ngurangan Senjata Nuklir, Biologis, Kimia, dan Konvensional kini dipandang oleh
para komentator terkemuka sebagai "mati sebelum lahir". Sebuah ungkapan yang baru saja ia kenal.
Pukul tujuh lewat beberapa menit ia membunyikan bel perak di sampingnya dan
meminta kepala pelayan menjemput Duta Besar dan Sekretaris Pertama. Kepala pelayan bergegas
pergi. Zerimski tahu bahwa kedua pria itu telah berdiri di luar pintu dengan cemas.
Duta Besar dan Sekretaris Pertama berpendapat mereka harus menunggu satu-dua
menit sebelum bergabung dengan Presiden. Mereka masih merasa tidak pasti apakah ia senang
dibangunkan pagi-pagi pukul empat. Tetapi karena mereka belum juga dipecat,
keduanya mengasumsikan telah
membuat kepu-tusan yang tepat.
"Selamat pagi, Mr. President," kata Pietrovski seraya memasuki ruang makan.
Zerimski mengangguk, melipat koran, dan meletakkannya di meja di depannya.
"Apakah Romanov telah datang?" tanyanya.
"Ya, Mr. President," kata Sekretaris Pertama. "Ia telah berada di dapur sejak
pukul enam pagi. Ia memeriksa sendiri makanan yang akan disajikan untuk jamuan makan nanti malam."
"Bagus. Saudara Duta Besar, mintalah padanya untuk bergabung dengan kita di
ruang kerjamu. Aku segera menyusul."
"Ya, Sir," kata Pietrovski sambil melangkah mundur keluar ruangan.
Zerimski mengusap mulut dengan serbet. Ia me-i mutuskan membuat mereka bertiga
menunggu bebe-i 402 rapa menit lebih lama lagi. Itu akan membuat mereka lebih gugup lagi.
Ia kembali membaca Washington Post dan tersenyum ketika membaca kesimpulan tajuk
untuk kedua kalinya: "Zerimski adalah pengganti alami Stalin dan Brezhnev, bukannya
pengganti Gorbachev atau Yeltsin." Ia tak berkeberatan mengenai hal itu. Sebenarnya ia
berharap sebelum hari berganti malam ia akan memperkuat citra tersebut. Ia bangkit dari kursi dan
berjalan keluar ruangan. Ketika ia berjalan di koridor menuju ruang kerja Duta Besar, seorang
muda yang datang dari arah berlawanan berhenti melangkah dan buru-buru membuka pintu untuknya.
Jam kuno berdentang saat ia memasuki mangan. Mengikuti naluri ia melihat jamnya. Tepat
pukul 07.45. Pukul 07.50 Connor muncul di pintu gedung apartemen dan pelan-pelan menyeberangi
jalan menuju ke BMW yang paling depan di antara dua BMW itu. Ia naik di samping
pengemudi yang agak kaget melihat ia datang begitu pagi. Ia telah diberitahu bahwa Fitzgerald
baru diharapkan berada di Kedubes pukul 16.00.
"Aku perlu pergi ke kota untuk mengambil beberapa barang," kata Connor. Orang
yang duduk di jok belakang mengangguk. Maka pengemudi memasukkan persneling satu dan bergabung
dengan lalu lintas di Wisconsin Avenue. Mobil kedua mengikuti mereka dari dekat,
sementara mereka membelok ke kiri ke P Street yang sangat padat sebagai akibat pekerjaan
konstruksi yang mengganggu Georgetown. Sementara hari berganti hari, Connor melihat bahwa
403 para pengawas telah menjadi semakin santai. Pada waktu yang kira-kira sama tiap
pagi, ia keluar dan BMW di tikungan antara Twenty-First Street dan Bundaran DuPont. Ia membeli
satu eksemplar Post dari penjaja koran dan kembali ke mobil. Kemarin orang yang duduk
di jok belakang bahkan tak berupaya menemaninya.
Mereka menyeberangi Twenty-Third Street, dan| dari kejauhan Connor dapat melihat
Bundarani DuPont. Mobil-mobil kini merapat, dan hampir masuk akal untuk berhenti. Di sisi
seberang jalan, lalu lin-( tas menuju ke barat bergerak jauh lebih lancar. Ia perlu menilai
dengan tepat kapan harus bertindak. Connor tahu lampu lalu lintas di P Street mendekati Bundaran berubah setiap tiga
puluh detik, dan j rata-rata ada dua belas mobil yang dapat melintas selama waktu itu. Paling
banyak yang dapat ia' hitung selama minggu itu ialah enam belas mobil.
Ketika lampu berganti merah, Connor menghitungi ada tujuh belas mobil di
depannya. Ia tetap tenang. Lampu berganti hijau dan si pengemudi memasukkan persneling satu. Tetapi
lalu lintas begitu padat, hingga butuh beberapa lama untuk bisa maju. Hanya delapan mobil
dapat lolos melintasi lampu. Ia punya waktu tiga puluh detik.
Ia berpaling, tersenyum kepada pengawasnya di jok belakang, dan menunjuk ke
penjaja koran. Orang itu mengangguk. Connor turun ke trotoar, dan mulai" berjalan pelan menuju
ke orang tua yang mengenakan rompi oranye manyala. Ia tak menoleh ke belakang sekali pun,
jadi tak tahu apakah ada seseorang dari mobil kedua yang mengikutinya. Ia berkonsentrasi 404
pada lalu lintas yang berlawanan arah di seberang jalan, seraya mencoba
memperkirakan berapa panjang deretan mobil itu - bila lampu berubah merah lagi. Ketika sampai di
penjaja koran, ia telah menggenggam 25 sen. Keping uang itu ia berikan kepada orang tua yang memberinya
satu eksemplar Post. Ketika ia membalik dan berjalan kembali ke BMW pertama, lampu
berganti merah dan lalu lintas berhenti.
Connor melihat kendaraan yang diperlukannya. Tiba-tiba ia berganti arah dan
berlari cepat, berkelok-kelok di antara lalu lintas yang bergeming di sisi barat jalan hingga
menemukan taksi kosong berjarak enam mobil dari lampu lalu lintas. Dua orang dalam BMW kedua
melompat keluar mengejarnya, tepat pada saat itu lampu di Bundaran DuPont berganti hijau.
Connor membuka pintu belakang taksi itu dan melompat masuk. "Jalan terus,"
teriaknya. "Kubayar $100 jika kaulanggar lampu itu."
Si sopir taksi menekan klaksonnya terus-menerus sambil melesat menerobos lampu
merah. Dua BMW putih itu berbalik dengan berdecit-decit, tapi lampu telah berganti lagi,
dan mereka terhalang oleh tiga mobil yang berhenti.
Sejauh itu segalanya berjalan menurut rencana
Taksi berbelok kiri masuk ke Twenty-Third Street. Connor menyuruh si sopir
menyeberang. Ketika mobil itu berhenti, ia memberikan lembaran $100 dan berkata, "Tolong jalan terus
ke Bandara Dulles. Jika melihat BMW putih di belakang, jangan biarkan menyalib. Begitu
sampai di bandara, berhentilah tiga puluh detik di luar area Keberangkatan, lalu jalankan mobil
pelan-pelan kembali ke kota " 405 "Oke, man, apa pun katamu," kata si pengemudi sambil memasukkan lembaran seratus
dolar itu ke sakunya. Connor menyelinap keluar taksi, berkelok kelok melintasi Twenty-Third
Street, dan menghenti kan taksi lain yang menuju ke arah berlawanan.
Ia menutup pintu taksi dengan bantingan ketika dua BMW melejit melewatinya
mengejar taksi pertama. "Mau ke mana pada pagi yang cerah ini?"
"Stadion Cooke."
"Semoga kau punya karcis, man, jika tidak, akan langsung kuantar kembali."
Ketiga orang itu berdiri ketika Zerimski memasuki ruangan. Ia melambai menyuruh
mereka duduk seolah mereka massa besar, dan ia duduk di kursi di balik meja Duta Besar. Ia
kaget melihat senapan di tempat biasanya terdapat pengering tinta, tetapi ia tak
memedulikannya dan berpaling
kepada Alexei Romanov yang tampaknya agak puas diri.
"Ada berita duka buatmu, Alexei," kata Presiden. Ekspresi wajah Romanov berganti
menjadi takut kemudian cemas selama keheningan yang lama yang dibiarkan saja oleh Zerimski.
"Pagi-pagi tadi aku menerima telepon dari Stefan sepupumu. Ternyata kemarin
malam ayahmu terkena serangan jantung, dan meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit."
Romanov menunduk. Duta Besar dan Sekretaris Pertama memandang Presiden untuk
mengetahui bagaimana harus bereaksi.
Zerimski bangkit, pelan-pelan menghampiri Romanov, dan memegang bahunya untuk
menghibur-406 nya. Duta Besar dan Sekretaris Pertama menyesuaikan diri dan mengungkapkan ikut
berbelasungkawa. "Aku berkabung untuknya," kata Zerimski. "Ia orang besar." Dua diplomat itu
mengangguk tanda setuju, sementara Romanov membungkuk berterima kasih atas kata-kata ramah
Presiden. "Kini jubah kebesaran telah berpindah padamu, Alexei. Kaulah pengganti yang
paling pantas." Duta Besar dan Sekretaris Pertama melanjutkan anggukan mereka.
"Dan sebentar lagi," kata Zerimski, "kau akan diberi kesempatan menunjukkan
otoritasmu sehingga tak seorang pun di Rusia akan meragukan tsar baru ini."
Romanov mengangkat muka dan tersenyum. Masa berkabung yang singkat telah
selesai. "Itu semua," tambah Zerimski, "dengan mengandaikan bahwa tak ada yang tak beres
malam ini." "Tak ada yang tak beres," kata Romanov dengan penekanan. "Aku telah bicara
dengan Fitzgerald tepat selewat tengah malam. Ia menyetujui rencanaku. Ia akan muncul di Kedubes
pukul empat sore, sementara kau sedang nonton bola dengan Lawrence."
"Kenapa begitu awal?"'4
"Biar semua orang mengira ia salah satu anggota tim katering, sehingga bila ia
menyelinap keluar dapur enam jam kemudian, tak ada yang memikirkannya. Ia akan tetap di dapur di
bawaH* pengawasanku hingga beberapa menit sebelum kau berdiri menyampaikan pidato
perpisahan." "Luar biasa," kata Zerimski. "Lalu apa yang akan terjadi?"
407 "Aku akan menemaninya menuju ruangan ini. tempat ia akan mengambil senapan. Ia
lalu akan naik lift pribadi menuju galeri yang punya pandangan dari atas ruang dansa."
Zerimski mengangguk. "Begitu ada di sana, ia akan mengambil posisi di belakang patung besar Lenin,
dan tetap di sana hingga kau sampai ke bagian pidato di mana kau berterima kasih kepada bangsa
Amerika atas kemurahan hati dan sambutan hangat yang kauterima di mana-mana, dan sebagainya
dan sebagainya, dan khususnya dari pihak Presiden Lawrence. Di bagian itu aku telah
mengatur supaya ada tepuk tangan berkepanjangan. Selama itu kau harus tetap tenang sepenuhnya."
"Kenapa?" tanya Zerimski.
"Sebab Fitzgerald takkan menarik picu bila menurutnya kau akan membuat gerakan
tiba-tiba." "Aku mengerti."
"Begitu menembak ia akan memanjat keluar ke langkan dekat pohon cedar di kebun
belakang. Kemarin sore ia telah menyuruh kami mengulang-ulang gerakan ini. Tapi malam ini
ia akan menemukan ada perbedaan kecil."
"Perbedaan apa itu?" tanya Zerimski.
"Enam dari tukang pukul pribadiku akan menunggu di bawah pohon," sahut Romanov.
"Mereka akan menembaknya lairp sebelum kakinya menyentuh tanah."
Zerimski terdiam beberapa saat, akhirnya berkata, "Tapi rencanamu punya
kelemahan kecil." Romanov tampak bingung. "Bagaimana aku diharapkan selamat dari tembakan
408 jago tembak dengan reputasi Fitzgerald dalam jarak . begitu dekat?"
Romanov bangkit dari kursi dan mengambil senapan itu. Ia mengeluarkan sepotong
kecd metal dan menyerahkannya kepada Presiden.
"Apa ini?" tanya Zerimski
"Pasak tembak," jawab Romanov.
409 BAB TIGA PULUH SATU KEDUA BMW putih melaju ke barat pada Rute 66, mengejar taksi kosong yang
sepanjang jalan ke Bandara Dulles melewati batas kecepatan. Taksi lainnya menuju ke timur dengan
laju yang lebih santai ke arah Stadion Cooke di Maryland.
Connor kembali memikirkan keputusannya untuk memilih stadion dengan segala
risikonya, dan bukannya Kedubes. Ia telah diizinkan keluar-masuk gedung itu dengan terlalu
mudah: tak seorang pun begitu kendor terhadap keamanan, khususnya bila presiden mereka berada di
kota itu. Ketika diturunkan di stadion, Connor tahu persis akan ke mana. Ia menapak di
jalur lebar berkerikil

Perintah Kesebelas The Eleventh Commandment Karya Jeffrey Archer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menuju pintu masuk utara serta dua baris antrean panjang orang-orang yang berada
di situ sebelum tiap pertandingan di kandang dengan harapan akan mendapatkan pekerjaan sehari.
Beberapa di antara mereka sekadar memerlukan uang tunai, sementara yang lain, 410
menurut keterangan Pug, adalah penggemar Skins yang fanatik sehingga mereka
memilih jalan apa pun, termasuk suap, untuk dapat masuk ke stadion
"Suap?" tanya Connor polos.
"Oh, ya. Seseorang harus melayani di suite para eksekutif," kata Pug sambil
berkedip. "Dan mereka
akhirnya memperoleh pemandangan terbaik atas pertandingan itu."
"Bahan yang sangat menarik bagi artikelku," demikian Connor meyakinkannya.
Antrean pertama adalah bagi mereka yang menghendaki pekerjaan di luar stadion
untuk mengatur parkir 23.000 mobil dan bus ataupun menjual jadwal acara, bantal, dan tanda mata
pada para penggemar yang berjumlah 78.000 orang. Antrean yang lain ialah untuk mereka yang
mengharapkan pekerjaan di dalam stadion. Connor bergabung dengan antrean ini.
Kebanyakan terdiri atas orang muda, para pengangguran, dan mereka yang digambarkan Pug
sebagai orang-orang tak bermutu yang memasuki pensiun dini, yang senang
menikmati bepergian keluar. Pug
bahkan telah melukiskan pakaian orang-orang ini, hingga tak ada yang merancukan
mereka dengan para pengangguran. Pada hari khusus itu sekelompok orang Dinas Rahasia sedang memperhatikan para
pelamar yang penuh harapan. Connor tetap membaca Washington Post sementara antrean bergerak
maju pelan-pelan. Sebagian besar halaman depan mengulas pidato Zerimski kepada
sesi gabungan Kongres. Secara keseluruhan para anggota bersikap memusuhi sebagai reaksinya. Sambil
beralih ke tajuk rencana, ia menduga Zerimski senang dengan sikap itu.
411 Ia beralih ke bagian Metro, dan tersenyum kecut ketika membaca berita kematian
mendadak seorang akademisi terkenal yang berasal dari kotanya.
"Hai," sapa sebuah suara.
Connor menoleh ke belakang, pada seorang pria muda berpakaian rapi yang antre di
belakangnya. "Hai," balasnya singkat, lalu kembali ke korannya. Ia tidak ingin terlibat dalam
pembicaraan yang tak perlu dengan seseorang yang kelak mungkin dapat dipanggil sebagai saksi.
"Namaku Brad," kata orang muda itu sambil mengulurkan tangan kanannya.
Connor menjabat tangannya tapi tak mengatakan sepatah kata pun.
"Aku berharap mendapat pekerjaan di salah satu menara lampu," tambahnya. "Kalau
kau bagaimana?" "Kenapa menara lampu?" tanya Connor, menghindari pertanyaan itu.
"Sebab di situlah Agen Khusus Dinas Rahasia yang bertugas akan ditempatkan, dan
aku ingin tahu bagaimana pekerjaan itu sebenarnya."
"Kenapa?" tanya Connor, sambil melipat koran. Ini jelas percakapan yang tak
dapat ia potong begitu saja. "Aku ingin bergabung dengan mereka bila sel*ai kuliah. Aku telah mengambil
kursus pelatihan tingkat sarjana, tapi aku ingin melihat lebih dekat bagaimana mereka bekerja.
Seorang agen mengatakan padaku bahwa pekerjaan yang tak disukai orang ialah membawakan
makanan pada orang-orang yang bertugas di panggung lampu di zona garis akhir. Tangga itu
membuat mereka takut." Anak tangganya berjumlah 172, pikir Connor. Ia
412 telah membuang gagasan menara lampu lebih awal, bukan karena tangga, melainkan
karena tak ada jalan untuk lolos. Brad mulai menceritakan kisah hidupnya. Dan menjelang saat
sampai di depan, Connor telah tahu di mana anak muda itu bersekolah. Sekarang ia mahasiswa senior
kriminologi di Georgetown - membuat Connor teringat pada Maggie - dan itulah sebabnya ia masih
belum dapat memutuskan apakah akan bergabung dengan Dinas Rahasia atau menjadi pengacara.
"Berikutnya," kata sebuah suara. Connor berpaling kepada orang yang duduk di
belakang meja yang ditopang kuda-kuda. "Apa yang masih tersisa?" tanya Connor.
"Tak banyak," kata orang itu sambil melihat ke daftar penuh dengan tanda.
"Ada pekerjaan dalam katering?" tanya Connor. Seperti Brad ia tahu persis mau
berada di mana. "Yang tersisa hanya cuci piring atau menyajikan makanan pada para karyawan di
seputar stadion." "Itu cocok." "Nama?" "Pave Krinkle," sahut Connor. "Tanda identitas?"
Connor menyerahkan SIM. Orang itu mengisi kartu pas keamanan dan seorang
fotografer maju untuk mengambil foto Connor dengan Polaroid yang beberapa detik kemudian
dilaminasi ke dalam kartu pas. "Oke, Dave," kata orang itu sambil menyerahkan kartu pas. "Kartu pas ini
membolehkanmu ke mana saja dalam stadion, kecuali area keamanan ketat, yang mencakup suite para
eksekutif, boks-boks klub, dan
413 bagian VIP. Kau tak perlu ke sana, kan." Connor mengangguk dan memasang kartu
pas pada sweternya. "Melaporlah ke Ruang 47, tepat di bawah Blok H." Connor berjalan ke
kiri. Ia tahu persis di mana Ruang 47 itu. "Berikutnya."
Melintasi tiga pemeriksaan keamanan, Termasuk magnetometer, memerlukan waktu
jauh lebih lama daripada hari sebelumnya. Karena sekarang dijaga personel Dinas Rahasia dan
bukannya para polisi sewaan seperti biasa. Begitu Connor berada dalam stadion, ia berjalan
pelan menyusuri gang, melewati museum dan panji-panji merah bertuliskan "SALAM KEMENANGAN", hingga
tiba di tangga dengan tanda panah menunjuk ke bawah ke "Ruang 47, Katering Pribadi". Di
dalam ruangan kecil di kaki tangga, ia menjumpai selusin orang sedang bermalasmalasan. Mereka semua tampak seolah sudah akrab dengan rutinitas. Ia mengenali satu-dua orang yang
antre berdiri di depannya. Tak ada orang di ruangan itu yang tampak seolah tak memerlukan uang.
Ia duduk di sudut dan kembali ke Post, mengulang membaca tinjauan tentang
pertandingan sore itu. Tony Kornheiser berpendapat bahwa akan merupakan mukjizat jika Redskins
mengalahkan Packers - tim terbaik di seluruh negeri. Sebenarnya ia meramalkan kemenangan
dengan selisih angka 21. Connor mengharapkan hasil yang berbeda sama sekali.
"Oke," kata sebuah suara, "tolong perhatikan." Connor mengangkat muka dan
melihat seorang laki-laki kekar berseragam koki berdiri di depan mereka. Ia
berusia sekitar lima puluh dengan dagu
besar menggelambir. Beratnya kira-kira 125 kilogram.
414 "Aku manajer katering," katanya, "dan seperti yang bisa kalian lihat, aku
mewakili akhir kegemilangan dunia usaha." Satu-dua pembantu lama tertawa sopan.
"Aku bisa menawarkan dua pilihan pada kalian. Mencuci piring atau melayani para
karyawan stadion dan orang-orang keamanan yang ditempatkan di seputar stadion. Ada yang
berminat cuci piring?" Kebanyakan orang di ruangan itu mengacungkan tangan. Pug telah
menjelaskan bahwa cuci piring selalu populer, sebab para pencuci piring tak hanya menerima upah
penuh $10 per jam, bagi beberapa dari mereka, sisa-sisa dari boks-boks eksekutif merupakan makanan
terbaik mereka sepanjang minggu. "Baik," kata orang itu seraya memilih lima dari mereka serta menulis nama
mereka. Ketika daftar itu telah selesai, ia berkata, "Sekarang, pelayanan. Kalian dapat melayani staf
senior atau personel keamanan. Staf senior?" tanyanya sambil mengangkat muka dari clipboard. Hampir
semua tangan yang tersisa diacungkan. Lagi-lagi si manajer katering menulis lima nama.
Setelah selesai ia menepuk clipboard dan berkata, "Oke. Tiap orang yang terdaftar sekarang dapat
melapor kerja." Para profesional lama bangkit dari kursi dan menyeret kaki melewatinya. Mereka
melalui pintu yang setahu Connor menuju ke dapur. Hanya dia dan Brad yang masih di ruangan
itu. "Aku masih punya dua pekerjaan tersisa di Keamanan," kata si manajer katering.
"Satu bagus, satunya jelek. Siapa di antara kalian yang beruntung?" Ia memandang penuh harap
kepada Connor, yang mengangguk dan memasukkan tangan ke saku belakang.
Manajer katering itu menghampirinya, tanpa me415 mandang Brad sedikit pun, dan berkata, "Aku punya firasat kau lebih suka
kenyamanan JumboTron." "Baru pertama kalinya," kata Connor, sambil menyelipkan lembaran seratus dolar.
"Seperti dugaanku," kata si manajer katering sambil membalas senyumnya.
Connor tak mengatakan sepatah kata pun ketika orang tua itu mengantongi uang
tunai darinya. Tepat seperti yang telah diperkirakan Pug.
Orang itu memang layak mendapatkan tiap sen dari imbalannya.
"Pertama-tama seharusnya aku tak pernah mengundangnya," gerutu Tom Lawrence
sambil naik ke Marine One yang akan mengangkutnya dari Gedung Putih ke stadion Redskins.
"Dan menurut firasatku masalah kita belum selesai," kata Andy sambil mengikat
dirinya pada tempat duduk. "Mengapa" Apa lagi yang bisa kacau?" tanya Lawrence ketika baling-baling
helikopter mulai berputar. "Masih ada dua peristiwa publik sebelum Zerimski pulang ke Rusia. Dan aku
bertaruh Fitzgerald pasti menunggu kita pada salah satu peristiwa itu."
"Malam ini tak ada masalah," kata Lawrence. "Duta Besar Pietrovski telah
memberitahu Dinas Rahasia berkali-kali bahwa orang-orangnya mampu melindungi Presiden mereka
sendiri. Bagaimanapun, siapa berani mengambil risiko macam itu dengan penjagaan keamanan
yang sangat ketat?" "Aturan biasa tak dapat diterapkan pada Fitzgerald," kata Lloyd. "Kerjanya tak
menurut buku." 416 Presiden memandang ke bawah ke Kedubes Rusia. "Sudah cukup sulit masuk ke gedung
itu," katanya, "tanpa harus mencemaskan bagaimana keluarnya."
"Fitzgerald takkan menemui kesulitan yang sama sore ini, di suatu stadion yang
memuat hampir 80.000 penonton," jawab Andy. "Itu suatu tempat yang ia anggap mudah untuk
keluar-masuk." "Jangan lupa, Andy, hanya ada waktu jeda tiga belas menit bila terjadi masalah.
Itu pun setiap orang di stadion harus melalui magnetometer lebih dulu, jadi tak mungkin orang
memasukkan pisau lipat, apalagi senapan."
"Apa menurutmu Fitzgerald tak tahu itu?" kata Andy sementara helikopter membelok
ke timur. "Belum terlambat untuk membatalkan bagian acara itu."
'Tidak," sahut Lawrence tegas. "Jika Clinton dapat berdiri tegak di tengah
stadion Olympiade di Atlanta untuk menghadiri upacara pembukaan, aku juga dapat melakukannya di
Washington untuk menghadiri pertandingan bola. Persetan, Andy! Kita hidup di negara demokratis
dan aku takkan mengizinkan hidup kita didikte dengan cara demikian itu. Dan jangan lupa, aku
akan berada di sana dengan risiko yang tepat sama seperti Zerimski."
"Aku setuju, Sir," kata Lloyd. "Tapi bila Zerimski harus dibunuh, tak seorang
pun akan memujimu karena berdiri di sampingnya, apalagi Helen Dexter. Dialah orang pertama yang
akan menegaskan..." "Siapa yang akan menang sore ini, Andy?" tanya Presiden.
Lloyd tersenyum atas kiat bosnya yang sering digunakannya jika tak menghendaki
diskusi lebih lanjut 417 tentang hal yang tidak mengenakkan. "Aku tak tahu, Sir," jawab Andy. "Tapi
hingga tadi pagi aku melih,? betapa banyak stafku yang mencoba berjejal-jejal dalam mobil yang
berangkat lebih dulu, aku benar-benar tak punya gambaran bahwa kita punya begitu banyak penggemar
Redskins yang bekerja di Gedung Putih."
"Beberapa di antara mereka mungkin juga peng gemar Packers," kata Lawrence. Ia
membuka berkas di pangkuannya dan mulai mempelajari profil singkat para tamu yang akan
ia jumpai di stadion. "Oke, tolong perhatikan," kata si manajer katering. Connor memberi kesan sedang
mendengarkan dengan cermat. "Hal pertama yang kaulakukan ialah mengambil jas putih dan topi Redskins, untuk
menunjukkan bahwa kau termasuk staf. Kemudian kau naik lift ke lantai tujuh dan tunggu aku
memasukkan

Perintah Kesebelas The Eleventh Commandment Karya Jeffrey Archer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

makanan ke lift pelayanan. Agen Dinas Rahasia mendapat makanan kecil pukul
sepuluh, dan makan siang - Coke, sandwich, dan apa pun yang mereka kehendaki - pada permulaan
pertandingan. Kautekan tombol di kiri," lanjutnya seolah sedang menjelaskan
kepada bocah sepuluh tahun, "dan makanan akan tiba dalam waktu kira-kira satu menit."
Connor sebenarnya bisa memberitahu orang itu bahwa lift memerlukan waktu 47
detik tepat dari basement ke lantai tujuh. Tetapi karena ada dua lantai - lantai dua (kursi klub)
dan lantai lima (suite para eksekutif) - yang juga punya akses ke lift pelayanan, mungkin ia harus
menunggu hingga pesanan 418 mereka dipenuhi sebelum lift tiba di tempatnya. Dalam hal ini dibutuhkan waktu
tiga menit. "Begitu pesanan tiba, kaubawa nampan ke petugas yang ditempatkan di JumboTron di
ujung timur lapangan. Kau akan menemukan pintu bertulisan "Pribadi" di gang sebelah kiri."
Tiga puluh tujuh langkah, seingat Connor. "Ini kuncinya. Kau masuk lewat situ menuju ke gang
beratap hingga tiba di pintu belakang JumboTron." 70 meter, batin Connor. Di masa ia masih main
football, jarak itu bisa ditempuhnya selama sekitar tujuh detik.
Sementara si manajer memberitahukan hal-hal yang telah diketahuinya, Connor
mempelajari lift pelayanan. 65 senti kali 77,5 senti. Dan di dalamnya jelas-jelas tertulis:
"Berat maksimum yang
diizinkan 75 kilogram". Connor berbobot 105 kilo, maka ia berharap perancang
lift memberikan sedikit kelonggaran. Masih ada dua masalah lagi: ia tak akan bisa mengetesnya,
dan ia tak bisa berbuat apa-apa bila dalam perjalanan turun ia dihentikan di lantai lima dan
lantai dua. "Bila telah sampai di pintu belakang JumboTron, ketuklah. Agen yang bertugas
akan membuka gerendel dan membiarkanmu masuk. Bila telah menyerahkan nampan, kau bisa ke
bagian belakang stadion dan nonton pertandingan perempat pertama. Waktu istirahat, ambil nampan
itu dan bawa ke lift pelayanan. Tekan tombol hijau, dan lift akan turun kembali ke basement.
Lalu kau bisa nonton seluruh sisa pertandingan selanjutnya. Paham semuanya itu, Dave?"
Connor tergoda untuk mengatakan, Tidak, Sir. Bisa diulangi sekali lagi, tapi
pelan-pelan" "Ya, Sir" 419 "Ada pertanyaan?" "Tidak, Sir."
"Oke. Jika petugas itu memperlakukanmu dengan baik, aku akan mengirimkan daging
panggang setelah pertandingan usai. Bila ia telah selesai memakannya, lapor padaku dan
ambil gajimu. Lima puluh dolar." la berkedip.
Pug telah menjelaskan bahwa para penggemar yang serius tidak akan mengambil upah
itu, jika ingin ditawari pekerjaan lagi. "Ingat," katanya, "jika si manajer menyebut kata
'upah', kedipkan saja matamu." Connor tak berniat mengambil uang $50 itu, atau kembali ke stadion itu lagi. Ia
berkedip. 420 BAB TIGA PULUH DUA "MENGAPA Lawrence nonton pertandingan dengan naik helikopter sementara aku
terduduk di jok belakang mobil ini?" tanya Zerimski ketika iring-iringan mobil sembilan limusin
meluncur keluar gerbang Kedubes. "Ia harus memastikan berada di sana sebelum Anda," sahut Titov. "Ia ingin
diperkenalkan pada semua tamu, sehingga saat Anda tiba, ia dapat memberi kesan telah mengenal
mereka semua seumur hidup." "Cara yang sulit sekali untuk mengelola negeri," kata Zerimski. "Padahal sore
ini tak begitu penting." Sesaat ia diam. "Tahukah kau, aku telah melihat senapan yang
direncanakan Fitzgerald untuk membunuhku," katanya akhirnya. Titov tampak terkejut. "Ia menggunakan
model yang sama dengan yang disediakan CIA untuknya di St. Petersburg, tapi lebih canggih." Ia
memasukkan tangan ke saku jas. "Menuiutmu
421 ini apa?" tanyanya sambil menunjukkan sesuatu yang mirip paku bengkok.
Titov menggeleng. "Saya tak tahu."
"Ini adalah pasak tembak Remington 700," jawab Zerimski. "Jadi kita bahkan bisa
membiarkannya menarik picu sebelum para tukang pukul menyemburkan peluru padanya." Ia
mengamatinya dengan lebih teliti. "Ini akan kupajang sebagai hiasan di mejaku di Kremlin." Ia
memasukkannya kembali ke saku. "Apakah pidato yang akan kusampaikan malam ini sudah disebarkan
pada pers?" "Sudah, Mr. President," jawab Titov. "Penuh dengan kata-kata hampa seperti
biasa. Dapat Anda pastikan tak sepatah kata pun akan dicetak pers."
"Lalu bagaimana dengan reaksi spontanku setelah Fitzgerald terbunuh?"
"Ada di sini, Mr. President."
"Bagus. Coba bacakan, aku ingin mendengarkannya," kata Zerimski sambil bersandar
di kursi. Titov mengambil berkas dari tas di sampingnya dan mulai membaca naskah tulisan
tangan: "Pada hari pemilihan saya, Presiden Lawrence menelepon saya di Kremlin dan memberi
saya undangan pribadi untuk mengunjungi negerinya. Saya menerima undangan itu dengan iktikad
baik. Apa yang terjadi ketika saya melaksanakannya" Uluran tangan saya bukannya disambut dengan
tangkai zaitun, tetapi dengan senapan terbi-dikkan langsung pada saya. Dan di mana" Di
kedutaan besar saya sendiri. Dan siapa yang menarik picunya" Seorang perwira CIA. Bila saja
saya tak begitu beruntung..." "Mantan perwira," Zerimski menginterupsi.
422 "Saya kira bijaksana," kata Titov, sambil mengangkat muka dari catatannya, "bila
Anda kadang-kadang membuat kesalahan, bahkan mengulang-ulangnya. Dengan begitu
tak ada orang yang akan mengira Anda selalu telah tahu apa yang akan terjadi. Di Amerika semua orang
ingin percaya bahwa semuanya itu komplotan."
"Aku senang sekali bisa menambah ketakutan mereka," kata Zerimski. "Lama sesudah
Lawrence dipecat, aku berharap orang-orang Amerika akan menulis berjilid-jilid buku
tentang bagaimana aku bertanggung jawab atas kerusakan total dalam hubungan antara dua negara ini.
Pemerintahan Lawrence akan berakhir sebagai tak lebih dari catatan kaki dalam sejarah
kebangkitan imperium Rusia selama masa kepresidenanku." Ia memandang Titov dengan berseri-seri. "Dan
setelah itu kucapai, takkan ada lagi pembicaraan tentang pemilihan. Sebab aku akan tetap
berkuasa hingga hari aku meninggal dunia."
Connor melihat jamnya. Pukul 09.56. Ia menekan tombol di samping lift pelayanan.
Ia langsung mendengar deru mesin ketika pelan-pelan naik ke lantai tujuh.
Masih ada waktu 34 menit sebelum stadion dibuka untuk umum. Walaupun tahu massa
masih memerlukan waktu beberapa lama lagi untuk melalui tiga puluh magnetometer dan
pemeriksaan keamanan pribadi. Connor menepati jadwal waktu jauh lebih ketat daripada siapa
saja di stadion itu. 47 detik kemudian ia mengambil nampan dan menekan tombol untuk memberitahu
staf bahwa ia telah menerima pesanannya.
423 Ia berjalan cepat melintasi tempat pertemuan di lantai tujuh, melalui stand
bisnis, menuju pintu yang bertulisan "Pribadi". Ia membawa nampan di tangan satu dan dengan tangan
yang lain ia memutar anak kunci, lalu menyelinap ke dalam. Kemudian ia menyalakan lampu dan
menyusuri lorong beratap di belakang JumboTron. Ia melihat jamnya lagi - 83 detik. Terlalu
lama. Tetapi karena dalam lari yang terakhir kalinya ia tak membawa nampan, seharusnya
Darah Pemuas Ratu 1 Pedang Siluman Darah 28 Runtuhnya Samurai Iblis Kisah Sepasang Rajawali 31

Cari Blog Ini