Ceritasilat Novel Online

Princess 1

Princess Kisah Tragis Putri Kerajaan Arab Saudi Karya Jean P Sassion Bagian 1


PRINCESS Kisah Tragis Putri Kerajaan Arab Saudi
Catatan Penulis Di akhir 1970-an, sebagai perempuan lajang aku
melakukan perjalanan ke Arab Saudi untuk mencari
pengalaman yang baru. Aku sampai di Kerajaan ini pada
tanggal 7 september 1978, dan menetap di sana hingga
musim semi 1991. Dari 1978 sampai 1982, aku bekerja di
Urusan Kesehatan Pemerintah di Rumah Sakit Khusus dan
Pusat Penelitian Raja Faisal. Selama empat tahun itu aku bertemu dengan berbagai
anggota keluarga Kerajaan
Saudi. Setelah keluar dari bekerja di rumah sakit kerajaan (karena aku menikah
dengan seorang warga negara
Inggris bernama Peter Sasson), aku tetap tinggal di
kerajaan ini selama sembilan tahun berikutnya, tinggal di lingkungan tetanggatetangga Saudi bersama dengan
suamiku. Selama dua belas tahun, aku berada dalam posisi
yang sangat menguntungkan karena aku bisa mempelajari
banyak hal tentang negeri ini, sesuatu yang sangat sedikit dipahami oleh dunia
luar. Aku banyak dibantu oleh
masyarakat Arab kelas menengah, dan warga negara Arab
lain yang hidup di Arab Saudi. Selama masa ini aku
melakukan perjalanan ke banyak tempat, mengenal
banyak daerah di Arab. (Karena pemerintah Saudi
i melarang perjalanan ke Israel, aku tak bisa mengunjungi
Israel hingga setelah tahun 1991.)
Tahun 1983, aku bertemu dengan seorang
perempuan Saudi yang luar biasa, Putri Sultana Al Saud.
Aku dengan cepat menyukai keluarga kerajaan ini.
Menurutku, menjadi seperti dia adalah mimpi semua
perempuan. Bukan hanya muda dan cantik, Sultana juga
sangat menyenangkan dan cerdas, dan memiliki semangat
kemandirian yang jarang aku temui pada perempuan
Saudi lain. Ketika persahabatan kami terus berkembang, aku
mulai tahu bahwa ia adalah perempuan yang sangat
terluka karena tidak mendapat kasih sayang ayah.
Walaupun ia lahir dalam keluarga yang sangat kaya,
memiliki empat rumah besar di tiga benua, memiliki
pesawat jet pribadi, dan perhiasan berharga jutaan, ketika sampai pada
kemerdekaan pribadi, Sultana tak
mendapatkannya. Dan, meskipun tampak riang dan
luwes, aku segera bisa melihat bahwa putri Sultana adalah seorang perempuan yang
mendidih hatinya karena ketidakkuasaannya untuk mengendalikan hidupnya
sendirian. Sanak saudara laki-laki dalam keluarganya
memiliki kekuasaan hidup dan mati atas dirinya, dan juga seluruh saudara
perempuannya. Waktu berlalu, persahabatan kami terus berjalan
dan Putri Sultana dengan perlahan menceritakan kisah
kehidupan pribadinya, dari masa kecilnya yang bergolak
sampai pengaturan pernikahannya. Begitu juga dengan
kisah-kisah kehidupan sembilan saudara perempuannya,
teman-temannya, dan pelayan-pelayannya. Dua atau tiga
tahun setelah pertemuan pertama dengan Sultana, dia
memintaku menuliskan kisahnya. Dia memutuskan bahwa
dunia harus tahu tentang penganiayaan perempuan di
negerinya. Aku kurang antusias, prihatin akan
ii keselamatannya. Aku juga mempertimbangkan bahwa tak
ada seorang pun yang akan tertarik pada kehidupan
seorang putri yang tinggal di kerajaan yang begitu
mencurigai orang asing, bahkan turis pun tidak diizinkan berkunjung.
Aku dan Peter bercerai setelah delapan tahun
perkawinan, tapi aku beruntung memiliki visa multi exit
dan re-entry, sehingga aku bisa tetap keluar masuk ke
Kerajaan Saudi. Aku baru benar-benar meninggalkan
Kerajaan pada musim semi 1991. Walaupun Sultana
sudah tidak sabar agar kisahnya segera dibukukan, aku
tetap menunggu sampai setiap orang yang aku anggap
sebagai teman dekat mendukungku menulis buku
semacam itu. Ketika Princess dipublikasikan, dunia merangkul
kisah nyata Sultana, menyambut dengan kasih
perempuan yang membolehkan mereka mengintip ke balik
cadar dan dinding istana. Para pembaca mengetahui
meskipun sebagian besar kehidupan Sultana suram, ia
juga menikmati saat-saat yang menyenangkan. Kisah
nyata kehidupannya digambarkan dalam buku ini,
menebarkan persahabatan, humor, dan cinta di antara
ibu, saudari, dan pelayan perempuannya. Para pembaca
memperoleh saat-saat yang menyenangkan ketika
mengetahui rahasia Sultana dalam pembalasan
dendamnya kepada saudara laki-lakinya, Faruq.
Buku ini menyentuh perempuan dari segala umur
dan bangsa, dan mencapai penjualan terbaik di banyak
negara. Sekarang banyak guru yang menjadikan buku
Princess sebagai karya yang harus dibaca untuk literatur kelas mereka. Dengan
bangga aku juga menceritakan
bahwa buku ini dikatakan sebagai salah satu dari 500
buku yang ditulis perempuan yang dijadikan acuan untuk
studi perempuan (lihat websiteku www.jeansasson.com)
iii semenjak tahun 1300. Sudah lebih dari tiga belas tahun sejak kali pertama
aku menuliskan Princess, namun buku ini tetap relevan.
Mengapa" Karena kehidupan perempuan Arab Saudi tetap
dan hampir sama dengan ketika aku tinggal di Kerajaan
tersebut. Saat itu banyak perbincangan tentang keinginan untuk mengubah
kehidupan perempuan dalam Kerajaan,
dan beberapa perempuan di Arab Saudi mencoba
memutuskan rantai yang mengikat mereka, namun aku
dengan sangat menyesal melaporkan bahwa di tahun
2004, perempuan-perempuan Arab Saudi masih belum
bebas untuk mewujudkan mimpi mereka. Walaupun tidak
ada aturan dalam agama Islam yang melarang perempuan
mengendarai mobil, perempuan Saudi masih terikat dalam
hukum itu. Walaupun 58% lulusan universitas adalah
perempuan, hanya 6% yang terlibat dalam dunia kerja.
Mengapa" Karena perempuan Saudi tidak diizinkan
bekerja atau bercampur baur dengan laki laki yang bukan
keluarga mereka. Walaupun Islam memberikan hak pada
perempuan untuk berkata "tidak" pada pernikahan yang tak diinginkannya, banyak
gadis muda di Arab Saudi masih harus menahan rasa takut karena perkawinan yang
sudah diatur dengan laki-laki yang berumur dua atau tiga kali umurnya.
Masih banyak yang harus dilakukan bila berkaitan
dengan kehidupan yang dijalani oleh begitu banyak
perempuan tak beruntung. Semua itu terserah pada kita
perempuan yang bebas mengekspresikan pikiran, dan
bebas mengontrol tindakan kita sendiri bagaimana
membantu perempuan-perempuan tak beruntung ini
dengan cara apa pun. Buku ini berisi tentang kebulatan tekad dan
keceriaan putri Saudi untuk mengubah kehidupan di
seluruh dunia. Banyak perempuan muda di seluruh dunia
iv sekarang bekerja untuk menciptakan kesadaran dan
perubahan. Para pelajar menulis padaku bahwa pelajaran
di universitas sudah berubah sehingga mereka bisa
berbicara mengenai persoalan yang berhubungan dengan
perempuan. Para ibu menulis padaku bahwa mereka
membesarkan anak laki-laki mereka agar menghargai
saudara perempuan mereka, dan perempuan lain sebagai
manusia yang setara dengan mereka.
Dengan bekerja sama, kita bisa menciptakan perubahan besar pada peran perempuan di seluruh dunia. Aku
minta Anda bergabung dengan Putri Sultana dan aku
dalam tujuan yang berharga ini, untuk hidup di dunia, di mana setiap perempuan
memiliki hak untuk menjalani
hidup yang bermartabat. Sebagai seorang penulis, dan sebagai seorang
teman, aku sangat bangga menjadi suara bagi Putri
Sultana. Juli, 2004 v Surat dari Putri Sultana Yang saya cintai, para pembaca Princess
Ketika menulis kata-kata ini, saya tersenyum puas
karena Anda membaca cerita tentang masa kecil sampai
awal perkawinan saya. Semenjak saya masih seorang
gadis kecil yang tak dicintai ayah, dan menderita karena kakak laki-laki yang
jahat, saya sangat ingin menceritakan kepada seluruh dunia betapa banyaknya
gadis muda Saudi yang hidup dirundung kesedihan atau marah karena
saudara laki-laki mereka sangat dicintai sementara
mereka, sebagai anak perempuan, diabaikan.
Saya hidup sebagai seorang Putri, meskipun begitu
saya tidak punya banyak pilihan. Ayah saya hanya
mencintai anak laki-lakinya. Saya sangat ingin dicintai
ayah, namun apa pun yang saya rasakan dan katakan
sama sekali tak mengubah ketakacuhannya kepada saya.
Meskipun tak terpelajar, orangtua saya adalah
keluarga kerajaan, sehingga semua kebuTuhan saya
terlengkapi, seperti pendidikan, makanan, pakaian, dan
perhiasan yang indah. Saya dikeliling oleh kakak
perempuan yang penuh kasih. Dan ibu yang sangat baik
selalu berusaha melindungiku dari laki-laki dalam keluarga kami. Saya sangat
beruntung dibanding kebanyakan gadis
kecil lain. vii Saya hampir tidak bisa membayangkan bagaimana
gadis-gadis muda Saudi lain bertahan dalam hidup
mereka. Saya mengenal gadis-gadis muda yang dipaksa
menjadi istri ketiga atau keempat seorang laki-laki tua.
Saya mengenal perempuan muda yang langsung dicerai
ketika didiagnosa memiliki penyakit serius. Beberapa dari perempuan ini adalah
para ibu, sementara anak-anak
mereka diambil dari pangkuannya dan dibesarkan oleh
perempuan lain. Saya mengenal gadis muda yang dibunuh
oleh anggota keluarganya tak lain hanya karena
merasakan adanya kelakuan yang tak senonoh.
Saya juga mengetahui begitu banyak cerita tragis.
Anda akan mengetahui cerita-cerita ini dalam ketiga buku yang membahas tentang
kehidupan saya, dan kehidupan
banyak perempuan yang saya kenal.
Anda mungkin bertanya: bagaimana kekejaman seperti itu bisa terus terjadi di negara kaya minyak, di mana setiap warga negara
menjadi terpelajar dan tercerahkan"
Saya percaya bahwa sebagian besar laki-laki di negara
saya ingin mengatur semua orang di sekeliling mereka.
Tindakan-tindakan seperti itu didukung oleh orang yang
dengan sengaja membelokkan kata-kata Nabi tercinta
kami, Nabi Muhammad, (semoga Allah memberikan
rahmat dan keselamatan padanya) untuk satu-satunya
tujuan, membuat perempuan tetap tak berdaya dan
patuh. Hanya sedikit kemungkinan bagi kami untuk dapat
melakukan perubahan. Kami, perempuan Saudi,
membutuhkan pertolongan Anda. Karena sebagian besar
dari kalian hidup di negara-negara di mana Anda bisa
meminta dengan tegas agar pemerintahan menuntut
perubahan pada salah satu patner politik dan ekonomi
negara kalian, Arab Saudi.
viii Namun kami, perempuan Saudi, bukanlah satusatunya masyarakat yang membutuhkan pertolongan
kalian. Ketika saya mengetahui tentang status perempuan
di seluruh dunia, saya terkejut mengetahui bahwa banyak
perempuan di negara-negara lain juga mendapat
perlakuan buruk dari laki-laki. Gadis muda dari Laos dan Kamboja serta Thailand,
dipaksa masuk dalam perdagangan budak seks. Bayi-bayi perempuan di Cina
yang hidup di lereng bukit menderita kelaparan. Bidanbidan di India dibayar untuk mematahkan tulang belakang
bayi perempuan, karena keluarga hanya menginginkan
anak laki-laki. Perempuan Amerika sering dibunuh oleh
kekasih atau suami yang cemburu. Saya sangat terluka
mengetahui semua itu, karena mengetahui semua itu
membuat saya sakit dan sedih.
Kita semua harus bekerja sama untuk menciptakan
perubahan di bumi ini. Kita harus terus melakukannya
sampai setiap anak perempuan diterima dengan baik
sebagaimana anak laki-laki.
Saya berdoa semoga Allah mengabulkannya.
Putri Sultana Al Saud ix PRINCESS Kisah Tragis Putri Kerajaan Arab Saudi
JEAN P. SASSON x Princess Diterjemahkan dari Princess karya Jean P. Sasson Copyright 1992, Jean P. Sasson
Hak cipta dilindungi undang-undang
All rights reserved Hak terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia ada pada RAMALA Books
Pewajah Sampul: Eja Assegaf
Pewajah Isi: Ahmad Bisri Penerjemah: Husni Munir Penyunting: Faruq Noer Zaman
Cetakan I: April 2007

Princess Kisah Tragis Putri Kerajaan Arab Saudi Karya Jean P Sassion di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ISBN: 979-1238-36-7 RAMALA BOOKS JI. Warga 23A, Pejaten Barat, Pasar Minggu
Jakarta Selatan 12510, Indonesia
Phone: 62-21 7976587, 79192866
Fax: 62-21 79190995 Blog : http://ramalabooks.blogspot.com
xi Daftar Isi Pendahuluan ~ 1 1. Masa Kecil ~ 10 2. Keluarga ~ 22 3. Kakakku Sara ~ 32 4. Perceraian ~ 43 5. Faruq ~ 52 6. Perjalanan ~ 64 7. Kematian ~77 8. Sahabat ~ 85 9. Perempuan Asing ~102 10. Huda ~124 11. Karim ~ 133 12. Pernikahan ~ 147 13. Kehidupan Perkawinan ~ 158
14. Kelahiran ~ 175 15. Rahasia Gelap ~ 187 16. Kematian Raja ~ 201 17. Ruang Perempuan ~ 216 18. Isteri Kedua ~ 230 xiii 19. Pelarianku ~ 240 20. Harapan Besar ~ 258 Epilog ~ 273 Kata Penutup ~ 275 Apendik A, Hukum-hukum di Arab Saudi ~ 285
Apendik B, Istilah ~ 290 Apendik C, Kronologi ~ 295
xiv Pendahuluan Aku seorang putri dari sebuah negeri yang diperintah oleh seorang Raja. Sebut
saja aku, Sultana. Namaku yang
sebenarnya tak bisa kukatakan, karena cerita yang akan
kusampaikan ini bisa membahayakan diriku dan
keluargaku. Aku seorang putri keluarga Kerajaan Saudi. Sebagai
perempuan di negeri yang dikendalikan oleh kaum lakilaki, aku tak bisa bercerita langsung kepada Anda,
sehingga aku terpaksa meminta perantara, seorang teman
perempuan dari Amerika yang juga penulis, Jean Sasson.
Meski terlahir sebagai orang merdeka, aku sekarang
berada dalam belenggu. Memang, belenggu itu tak
terlihat, dipasang secara longgar dan tak menarik
perhatian hingga aku mulai mengerti bahwa itu
mengurungku dalam ranah kehidupan menakutkan yang
sempit. Aku tak ingat apa-apa tentang kehidupan masa
kecilku hingga aku berusia empat tahun. Mungkin penuh
canda tawa dan permainan sebagaimana yang dialami
anak kecil, berbahagia tanpa kesadaran bahwa diriku tak
1 memiliki nilai di negeri yang mengunggulkan organ lakilaki. Untuk mengerti hidupku, Anda harus tahu siapa
leluhurku. Sebelum kami, telah ada enam generasi sejak
Amir pertama Nadj, negeri badui yang sekarang menjadi
bagian dari Kerajaan Arab Saudi. Para pemimpin bani
Saud yang pertama-tama adalah orang-orang yang hanya
bermimpi menaklukan tanah padang pasir di sekitar
mereka, dan melakukan petualangan serangan di malam
hari pada suku tetangga. Pada tahun 1891, bani Saud mengalami kekalahan
perang dan terpaksa meninggalkan Nadj. Kakekku, Abdul
Aziz, saat itu masih kecil. Ia nyaris tidak mampu bertahan dari penderitaan
dalam pelarian di padang pasir. Ia ingat betapa malunya ketika ayahnya menyuruh
masuk ke dalam sebuah tas besar yang kemudian diletakkan di atas
pelana unta. Saudaranya, Nura, juga dimasukkan ke
dalam tas untuk digantungkan di sisi pelana unta yang
lain. Karena masih kecil, ia tak bisa ikut bertempur
menyelamatkan rumahnya; dengan rasa marah ia
mengintai dari dalam tas yang terayun-ayun di atas
punggung unta. Merasa malu oleh kekalahan keluarganya,
itu adalah titik balik dalam kehidupan masa kecilnya, saat ia menatap keindahan
kampung halamannya yang menghilang dari pandangan.
Setelah berkelana selama dua tahun di padang pasir, keluarga Saud menemukan tempat perlindungan di
daerah Kuwait. Hidup di tempat perlindungan sangat
dibenci oleh Abdul Aziz sehingga ia sudah bersumpah
sejak dini untuk merebut kembali gurun pasir yang pernah menjadi rumahnya.
Maka, September tahun 1901, Abdul Aziz yang berusia 25 tahun kembali ke kampung halaman. Setelah
perjuangan berbulan-bulan, pada tanggal 2 Januari 1902,
2 ia dan anak buahnya mengalahkan lawannya, bani Rashid.
Pada tahun-tahun selanjutnya, untuk menjamin kesetiaan
suku-suku padang pasir, Abdul Aziz menikahi lebih dari
300 perempuan, yang lambat laun menurunkan lebih dari
lima puluh anak laki-laki dan delapan puluh anak
perempuan. Anak-anak lelaki dari istri yang paling
disukainya mendapat kehormatan dengan perlakuan
istimewa yang berlebihan, dan kelak bila dewasa, menjadi pemegang kekuasaan di
negeri kami. Istri yang paling di
cintai Abdul Aziz adalah Hassa Sudairi, dan sekarang
anak-anak lelakinya mengepalai pasukan-pasukan
gabungan bani Saud dalam memerintah kerajaan yang
dibangun sedikit demi sedikit oleh ayah mereka. Fahd,
salah satu dari anak-anak lelaki ini, sekarang adalah Raja kami.
Banyak anak laki-laki dan perempuan menikahi
saudara sepupu di dalam keluarga terkemuka kami seperti
dari Al Turkis, Jiluwis dan Al Kabirs. Para pangeran
keluarga Saudi yang berpengaruh sekarang ini berasal
dari perkawinan antar-keluarga ini. Pada tahun 1991,
keluarga besar kami terdiri dari hampir 21.000 anggota.
Dari jumlah ini, kira-kira seribu orang adalah putra-putri turunan langsung dari
pemimpin besar, Raja Abdul Aziz.
Aku, Sultana, adalah salah satu keturunan langsung
ini. Kenangan pertamaku yang masih terus terngiang
adalah kekerasan: saat masih berumur empat tahun aku
ditampar oleh ibuku yang biasanya lembut. Mengapa"
Gara-gara aku meniru cara salat ayahku. Gara-gara aku
salat menghadap ke kakak laki-lakiku, Faruq, yang
berumur enam tahun, karena kupikir dia Tuhan, bukannya
menghadap ke Makkah. Bagaimana aku tahu dia bukan
Tuhan" Tiga puluh dua tahun kemudian, aku teringat
kepedihan dari tamparan itu dan mulai bertanya-tanya
3 dalam kepalaku; jika kakak laki-lakiku bukan Tuhan,
mengapa ia diperlakukan seperti Tuhan"
Dalam sebuah keluarga dengan sepuluh anak
perempuan dan satu orang anak laki-laki, ketakutan
menyelimuti rumah kami; takut kematian yang kejam
akan merenggut satu-satunya anak laki-laki yang ada,
takut tak akan ada lagi anak laki-laki yang akan lahir,
takut Tuhan akan mengutuk rumah kami dengan sepuluh
anak perempuan. Ibuku selalu takut pada setiap
kehamilannya, karena mengharapkan kelahiran anak lakilaki, kalau-kalau yang akan lahir adalah anak perempuan.
Memang, ia selalu melahirkan bayi perempuan sampai
semuanya berjumlah sepuluh.
Ketakutan ibuku menjadi kenyataan ketika ayahku
menikahi perempuan lain yang lebih muda dengan
maksud mendapatkan lebih banyak anak laki-laki yang
memang lebih dihargai. Istri baru ini memberinya tiga
anak laki-laki, yang semuanya meninggal. Ayah kemudian
menceraikannya. Akhirnya, dari istri keempat, ayahku
mendapatkan banyak anak laki-laki. Namun abangku akan
selalu menjadi anak sulung dengan begitu dialah yang
paling berkuasa. Seperti saudara-saudara perempuanku,
aku berpura-pura menghormatinya, meski di dalam hati
aku membencinya. Saat berumur dua belas tahun, ibuku menikah dengan ayahku yang waktu itu berumur dua puluh tahun. Itu
terjadi tahun 1946, setelah perang dunia yang
menganggu produksi minyak di negeri kami. Saat itu
minyak belum memberikan kekayaan berlimpah pada
keluarga ayahku, bani Saud. Tapi akibatnya telah
dirasakan melalui cara-cara yang tak kentara. Pemimpin
bangsa-bangsa besar mulai memberi penghormatan pada
Raja kami. Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill,
menghadiahi Raja Abdul Aziz dengan mobil Roll Royce
4 yang mewah. Berwarna hijau cerah, dengan kursi
belakang seperti singgasana, mobil itu berkilau seperti
perhiasan ditimpa cahaya matahari. Meski mobil itu hebat, Raja sangat kecewa,
karena setelah diperiksa ternyata,
barang mewah itu diberikan pada saudara
kesayangannya, Abdullah. Abdullah, paman dan teman dekat ayahku,
menawari ayahku mengunakan mobil ini untuk perjalanan
bulan madu ke Jeddah. Ayah menerimanya, lebih untuk
menyenangkan ibuku, yang tak pernah menaiki mobil.
Sebelum tahun 1946 unta merupakan alat transportasi
yang biasa di Timur Tengah. Butuh waktu tiga dekade
sebelum rata-rata orang Saudi mengendarai mobil dengan
nyaman dan tidak lagi mengangkang di atas unta.
Berkenaan dengan bulan madu mereka selama tujuh
hari tujuh malam, orang tuaku dengan bahagia melintasi
padang pasir menuju Jeddah. Sialnya, akibat ketergesaan
berangkat dari Riyadh, ayah lupa membawa kemah;
karena kelalaian ini dan tidak adanya budak, perkawinan
mereka harus tertunda hingga mereka tiba di Jeddah.
Perjalanan yang melelahkan dan berdebu adalah
salah satu kenangan ibuku yang paling membahagiakan.
Ia senantiasa membagi kehidupannya menjadi dua
bagian; 'saat sebelum perjalanan' dan 'saat setelah
perjalanan'. Ia pernah mengatakan padaku bahwa
perjalanan tersebut merupakan akhir masa kecilnya,
karena dia terlalu muda untuk memahami apa yang
berada di depannya, di akhir perjalanan panjang itu.
Orang tuanya meninggal karena wabah demam,
membuatnya yatim piatu pada usia delapan tahun. Ia
menikah pada usia dua belas tahun dengan lelaki kuat
yang bengis. Tak sedikitpun yang dapat ia lakukan kecuali melakukan perintah
ayah. Setelah tinggal sebentar di
Jeddah, orang tuaku kembali ke Riyadh, karena di sanalah 5
keluarga bani Saud yang patriakal melanjutkan dinasti
mereka. Ayah adalah seorang yang tak kenal ampun, dan ibu
perempuan melankoli. Perkawinan mereka yang tragis
akhirnya menghasilkan enam belas anak dan hanya
sebelas yang bertahan hidup dari masa kecil yang penuh
bahaya. Sekarang, sepuluh anak perempuan mereka
menjalani hidup di bawah kendali kaum laki-laki yang
menikahi mereka. Satu-satunya anak laki-laki ayahku
yang bertahan hidup adalah seorang pangeran dan
pengusaha Saudi terkemuka dengan empat istri dan
sekian gundik, yang hidup dengan penuh kesenangan.
Dari membaca, aku tahu bahwa para penerus yang
paling beradab dari kebudayaan-kebudayaan sebelumnya,
tersenyum pada kebodohan primitif nenek moyang
mereka. Ketika peradaban semakin maju, ketakutan akan
kemerdekaan individu diatasi melalui pencerahan.
Masyarakat manusia dengan tak sabar menyerbu untuk
merangkul ilmu pengetahuan dan perubahan. Yang
mengherankan, negeri leluhurku hampir tidak berubah
dibanding seribuan tahun yang lalu. Ya, bangunanbangunan modern sudah bermunculan, pusat kesehatan
tercanggih tersedia bagi semua orang, namun masalah
perempuan dan kualitas hidup masih belum diacuhkan.
Bagaimanapun, bukanlah hal yang benar jika
dikatakan bahwa keyakinan Islamlah yang menempatkan
perempuan dalam posisi rendah di masyarakat kami.
Walaupun Alquran menyebutkan bahwa posisi perempuan
di bawah laki-laki, sebagaimana juga AlKitab memberi


Princess Kisah Tragis Putri Kerajaan Arab Saudi Karya Jean P Sassion di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kuasa laki-laki untuk memerintah perempuan, namun Nabi
kami Muhammad mengajarkan kebaikan hati dan keadilan
kepada perempuan. Orang-orang yang datang setelah
Nabi Muhammad memilih mengikuti tradisi Zaman
Kegelapan dibanding mengikuti kata-kata dan contoh dari
6 Nabi Muhammad. Nabi kami menolak praktik pembunuhan
bayi perempuan, sesuatu yang menjadi kebiasaan umum
pada masa beliau. Setiap kata-kata Nabi Muhammad
mengingatkan dengan keras tentang kemungkinan
pelecehan dan penghinaan kepada perempuan: 'Siapa pun
yang memiliki anak perempuan, dan tidak menguburnya
hidup-hidup, atau tidak mencercanya, atau tidak lebih
memilih anak laki-laki dibanding perempuan, maka Allah
akan memasukkannya ke Surga.'
Namun apa pun akan dilakukan semua laki-laki di
negeri ini untuk mendapatkan keturunan laki-laki, bukan
perempuan. Nilai kelahiran anak di Kerajaan Arab Saudi
masih diukur dengan ada tidaknya organ laki-laki.
Laki-laki di negeri kami merasa melakukan apa yang
pantas mereka lakukan. Di Arab Saudi, kebanggaan dan
kehormatan laki-laki berasal dari perempuan miliknya,
sehingga ia harus menjalankan otoritas dan pengawasan
atas seksualitas perempuan miliknya atau akan malu di
hadapan masyarakat umum. Diyakini bahwa perempuan
tak memiliki hak untuk mengontrol hasrat seksualnya
sendiri, sehingga menjadi sangat penting jika kaum lakilaki dominan dengan hati-hati harus menjaga seksualitas
perempuan. Pengawasan absolut terhadap perempuan tak
ada hubungannya dengan cinta, semua itu hanya
merupakan ketakutan akan hilangnya kehormatan lakilaki. Otoritas laki-laki Saudi tidak terbatas; istri dan
anaknya bertahan hidup hanya kalau diinginkan. Di rumah
kami, laki-laki adalah penguasa. Situasi kompleks ini
bermula dari pengasuhan anak laki-laki di rumah kami.
Sejak kecil anak laki-laki berfikir bahwa kaum
perempuan sama sekali tidak berharga; mereka ada
hanya untuk kenyamanan dan alat kesenangan hidup.
Pandangan ini diperoleh dari sikap ayahnya yang
7 meremehkan ibu dan saudara-saudara perempuannya;
penghinaan terbuka ini mendorong anak laki-laki
memandang rendah semua perempuan, dan membuatnya
merasa mustahil berteman dengan lawan jenisnya. Karena
hanya diajarkan peran tuan kepada budaknya, tidak
mengherankan ketika seorang anak laki-laki telah cukup
umur untuk kawin, ia menganggap perempuan hanyalah
barang bergerak, bukan partner.
Perempuan di negeriku diabaikan oleh ayah mereka,
dipandang rendah oleh saudara laki-laki mereka dan
dilecehkan oleh suami mereka. Lingkaran ini sulit
dihancurkan, selama laki-laki yang memaksakan
kehidupan seperti ini terhadap perempuan-perempuan
mereka, tetap menginginkan kehidupan perkawinan
mereka yang tak bahagia. Laki-laki macam apakah yang
bisa tahan dengan keadaan yang menyengsarakan ini"
Buktinya laki-laki di negeriku mencari kegembiraan
dengan beristri lagi dan lagi, kemudian gundik demi
gundik. Hanya sedikit laki-laki yang tahu bahwa
kebahagian mereka bisa ditemukan di dalam rumahnya
sendiri, dengan seorang perempuan yang sama
kedudukannya. Dengan memperlakukan perempuan
sebagai budak, sebagai properti, laki-laki hanya membuat dirinya tidak bahagia
sama seperti perempuan yang ia
kuasai; membuat cinta dan persahabatan sejati tak akan
dapat dicapai oleh keduanya.
Sejarah perempuan di negeri kami, dikubur di balik
kerahasiaan cadar hitam. Baik kelahiran maupun kematian
perempuan kami tak pernah tercatat dalam masyarakat
umum. Meskipun kelahiran anak laki-laki
didokumentasikan dalam catatan suku, tak satupun
tempat bagi perempuan. Perasaan umum yang
diekspresikan pada saat kelahiran anak perempuan adalah
dukacita dan malu. Walaupun kelahiran di rumah sakit dan 8
pencatatan oleh pemerintah meningkat, mayoritas
kelahiran di daerah pedesaan terjadi di rumah. Tak ada
sensus yang dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi.
Aku sering bertanya kepada diri sendiri" Apakah ini
berarti kami, perempuan padang pasir, tidak ada jika
kelahiran dan kematian kami tak pernah dicatat" Jika tak seorang pun tahu akan
keberadaanku, apakah itu berarti
aku tidak ada" Kenyataan ini, yang lebih dari sekadar ketidakadilan
dalam hidupku, mendorongku berani mengambil risiko
menceritakan kisah hidupku. Perempuan di negeriku
mungkin tersembunyi di balik cadar mereka dan dikontrol
dengan sangat ketat oleh masyarakat patriakal kami, tapi perubahan harus
terjadi, karena kami lelah oleh kekangan adat. Kami ingin sekali memiliki
kebebasan pribadi. Dari kenangan masa kecil, dibantu dengan catatan
harian yang rahasia, aku mulai menulis pada usia sebelas tahun. Aku akan mencoba
memberi Anda gambaran kehidupan seorang putri kerajaan Saudi. Aku akan
berusaha membongkar kehidupan perempuan Saudi lain
yang terkubur dan jutaan perempuan rakyat biasa yang
tidak lahir dari keluarga kerajaan.
Keinginanku sederhana, karena aku adalah salah
satu dari perempuan yang diabaikan oleh ayah,
diremehkan oleh saudara laki-laki dan dilecehkan oleh
suami. Aku tidak sendiri di sini. Masih banyak lainnya
yang tidak memiliki kesempatan untuk menceritakan kisah
mereka. Sangat jarang kisah sejati seperti ini bisa keluar dari
Istana Saudi, karena ini adalah rahasia besar masyarakat kami. Namun apa yang
aku ceritakan di sini dan apa yang
ditulis oleh penulis buku ini adalah kisah yang benar-benar terjadi.
9 1 Faruq menjatuhkanku ke tanah, tetapi aku tetap menolak
menyerahkan apel merah pemberian seorang juru masak
asal Pakistan. Wajah Faruq mulai marah saat aku dengan
cepat memakan apel itu dengan gigitan-gigitan besar dan
menelannya. Aku melakukan tindakan nekat dengan
menolak patuh pada superioritas hak prerogatif laki-laki, dan aku tahu akan
konsekuensinya. Faruq menendangku
dua kali dan lari ke arah sopir ayah bernama Omar,
seorang Mesir. Saudari-saudariku hampir sama takutnya
kepada Omar sebagaimana mereka takut kepada Faruq
dan Ayah. Mereka masuk ke rumah, membiarkanku
sendirian menghadapi kemarahan kaum laki-laki.
Tak lama kemudian, Omar, diikuti oleh Faruq, bergegas melintasi gerbang samping. Aku tahu bahwa dia
akan menjadi pemenang, karena sejak usia yang masih
dini, apa pun yang diinginkannya akan dipenuhi. Meskipun demikian, aku menelan
gigitan apel terakhir dan
memandang dengan penuh kemenangan ke arah Faruq.
10 Berjuang dengan sia-sia dalam genggaman tangan
besar Omar, aku diangkat dan dibawa ke ruang kerja
ayah. Dengan malas, dari balik buku besarnya, ayah
memandang jengkel pada anak perempuan yang
tampaknya tak pernah diinginkan, sambil bersamaan
mengulurkan tangan ke harta yang berharga, anak lakilaki tertuanya. Faruq diizinkan bicara, sementara aku dilarang
merespon. Terdorong keinginan untuk mendapatkan cinta
dan restu ayah, tiba-tiba muncul keberanianku. Aku
mengatakan kejadian sebenarnya. Ayah dan kakakku
diam terkejut dengan alur bicaraku yang bawel, karena di tempatku, masyarakat
akan mengerutkan dahi pada kaum
perempuan yang mengeluarkan pendapat. Sejak usia dini,
semua perempuan telah belajar untuk tidak berkonfrontasi langsung. Api
keberanian yang dulu pernah berkobar di
hati perempuan-perempuan badui telah padam; yang
tersisa tinggal perempuan lembut yang tak begitu mirip
dengan mereka. Ketakutan menyeruak dalam perutku ketika mendengar teriakan suaraku. Kakiku gemetar ketika ayah
bangkit dari kursinya, dan aku melihat gerakan
tangannya, meski aku tak pernah merasakan tamparan di
wajahku. Sebagai hukuman, semua mainanku diberikan
kepada Faruq. Untuk mengajarkan kepadaku bahwa lakilaki adalah majikan, ayah meminta Faruq mengisi piringku pada saat makan. Faruq
pun memberiku porsi yang sangat sedikit dan potongan daging yang paling jelek.
Setiap malam, aku tidur dalam keadaan lapar, karena
Faruq menugaskan penjaga di depan pintuku untuk
melarangku menerima makanan dari ibu atau saudarisaudariku. Abangku itu masuk ke kamarku dengan
mengejekku di tengah malam sambil membawa piring
11 yang berisi ayam dan nasi panas dengan bau yang sangat
enak. Akhirnya Faruq capek menyiksa, namun semenjak
itu, ia yang berumur sembilan tahun, adalah musuhku.
Meskipun peristiwa apel itu terjadi saat aku masih berusia tujuh tahun, namun
aku telah menyadari bahwa diriku
adalah perempuan yang terbelenggu oleh laki-laki yang
tak memiliki nurani. Aku melihat hancurnya semangat ibu
dan saudari-saudariku, namun aku tetap optimis dan tak
pernah ragu bahwa suatu hari aku akan menang dan
lukaku akan terobati dengan keadilan yang sejati. Dengan tekad ini, sejak
berusia masih sangat muda, aku menjadi
pengacau dalam keluarga. Ada juga saat yang sangat menyenangkan di masa
kecilku. Saat-saat paling membahagiakan itu kurasakan di rumah bibi ibuku,
seorang janda yang sudah terlalu tua
hingga tak menarik perhatian kaum laki-laki. Ia banyak
menyimpan cerita-cerita perang menakjubkan antar suku
yang terjadi pada masa mudanya. Ia menyaksikan
kelahiran negara kami dan memikat kami dengan ceritacerita tentang keberanian Raja Abdul Azis dan
pengikutnya. Duduk bersila di atas karpet oriental yang
tak ternilai, sambil menggigit kue kering dan kue almond, aku dan saudara
perempuanku larut dalam cerita drama
kemenangan besar leluhur kami. Bibi menumbuhkan rasa
bangga pada keluarga kami ketika ia menceritakan
keberanian bani Saud dalam perang.
Tahun 1891 keluarga ibuku menyertai bani Saud
melarikan diri dari Riyadh ketika mereka dikalahkan oleh bani Rashid. Sepuluh
tahun kemudian, bersama Abdul
Aziz, anggota laki-laki dari keluarga ibuku kembali untuk merebut tanah
kelahiran; saudara laki-laki bibiku bertempur berdampingan dengan Abdul Aziz.
Kesetiaan telah membuat keluarga ibuku bisa masuk ke dalam keluarga
12 kerajaan melalui pernikahan anak-anak perempuan
mereka. Takdir telah menjadikanku seorang putri.
Di masa kecil, keluargaku memiliki hak istimewa,
meskipun tidak kaya. Pendapatan dari produksi minyak
menjamin ketersediaan makanan dan perawatan
kesehatan, yang pada masa itu merupakan sebuah
kemewahan. Kami tinggal di sebuah rumah besar yang terbuat
dari balok-balok beton dengan cat warna putih salju.
Setiap tahun, badai pasir mengubah warna putih itu
menjadi warna krem. Tapi budak-budak ayah dengan
patuh mencatnya kembali. Dinding-dinding balok yang
mengelilingi tanah kami dirawat dengan cara yang sama.
Tempat tinggal saat aku masih kecil adalah sebuah rumah
besar jika diukur menurut standar Barat; kalau
dibandingkan dengan masa sekarang rumah seperti itu
sangat sederhana bagi sebuah keluarga kerajaan.
Sebagai seorang anak, aku merasa rumah
keluargaku terlalu besar untuk menciptakan kehangatan.
Ada lorong-lorong panjang yang gelap dan menakutkan.
Kamar kamar dengan berbagai bentuk dan ukuran,
menyembunyikan rahasia kehidupan kami. Ayah dan
Faruq tinggal di ruang laki-laki di lantai dua. Aku biasa mengintipnya dengan
rasa ingin tahu seorang anak.
Gorden beludru berwarna merah tua menghalangi sinar
matahari, bau tembakau Turki dan wiski membuat udara
jadi pengap. Aku mengintip dan kemudian dengan
tergesa-gesa kembali ke ruangan perempuan di lantai
dasar, kamar tempat aku dan saudara perempuanku,
Sara, tinggal. Kamar kami menghadap ke taman khusus
bagi perempuan. Ibu tinggal di kamar dengan cat
berwarna kuning cerah, sehingga kamar itu memancarkan
cahaya kehidupan yang tidak dimiliki ruangan lain.
Pelayan dan budak keluarga tinggal di ruangan kecil
13 yang tak berventilasi di bagian terpisah, di belakang
kebun. Berbeda dengan milik kami, tempat tinggal para
pelayan tidak dilengkapi dengan alat pendingin, sehingga mereka merasakan udara
padang pasir yang panas. Aku
ingat para pelayan asing dan para sopir membicarakan
ketakutan mereka saat akan tidur. Satu-satunya yang
membuat mereka terbebas dari panas adalah angin yang
dihasilkan kipas angin listrik yang kecil. Kata ayah, bila tempat tinggal mereka
diberi pendingin udara, mereka
akan tidur sepanjang hari.
Hanya Omar yang tidur di ruang kecil, di rumah
utama. Sebuah tali panjang tergantung di jalan masuk
utama rumah kami. Tali ini terhubung dengan lonceng
sapi di ruangan Omar. Jika dibutuhkan, Omar akan
dipanggil dengan membunyikan lonceng itu. Suara
lonceng yang berbunyi siang atau malam akan
membuatnya segera pergi ke ruangan ayah. Harus kuakui,


Princess Kisah Tragis Putri Kerajaan Arab Saudi Karya Jean P Sassion di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku sering membunyikan lonceng itu ketika Omar tidur
siang, atau di tengah malam. Kemudian dengan berdebardebar aku kembali ke tempat tidur dan berbaring diam,
pura-pura tidur nyenyak tanpa merasa bersalah. Suatu
malam ibuku menungguku saat aku berjalan kembali
dengan cepat ke tempat tidur. Dengan gurat kekecewaan
di wajahnya atas kelakuan buruk anak bungsunya, ia
menjewer telingaku dan mengancam akan melaporkannya
kepada ayah. Namun ia tak pernah melakukannya.
Sejak jaman kakekku, kami memiliki sekeluarga
budak Sudan. Jumlah budak kami meningkat tiap tahun
karena setiap pulang dari Haji, ayah membawa budak
baru yang masih kanak-kanak. Orang-orang dari Sudan
dan Nigeria yang pergi Haji, akan membawa serta anak
mereka untuk kemudian dijual pada orang Saudi yang
kaya, dengan begitu mereka bisa kembali ke kampung
halamannya. Setelah menjadi milik ayah, budak-budak itu
14 tidak diperjual-belikan seperti budak-budak di Amerika;
mereka berpartisipasi dalam kehidupan di rumah kami dan
ikut mengelola bisnis ayah seolah-olah semua itu milik
mereka sendiri. Mereka adalah teman sepermainan kami,
dan mereka tidak merasa ditekan dalam memberikan
pelayanan. Pada tahun 1962, ketika pemerintah
menghapuskan sistem perbudakan, budak-budak Sudan
yang tinggal bersama kami benar-benar menangis dan
memohon pada ayah agar mereka dipertahankan. Mereka
tinggal di rumah ayahku sampai sekarang.
Ayahku selalu mengenang Raja yang paling kami
cintai, Abdul Aziz. Ia membicarakan laki-laki hebat itu
seolah-olah ia melihatnya tiap hari. Waktu itu aku berusia delapan tahun, aku
sangat terkejut saat diberitahu bahwa Raja tua itu sudah wafat sejak tahun 1953,
tiga tahun sebelum aku lahir! Setelah kematian Raja pertama kami, kerajaan kami
berada dalam bahaya, karena Saud, anak laki-laki yang
dipilih sendiri oleh Raja lama sebagai penerus tahta, tidak memiliki kualitas
kepemimpinan sedikitpun. Ia menghambur-hamburkan kekayaan minyak
negara untuk membeli istana, mobil, dan perhiasan untuk
istri-istrinya. Akibatnya, negara kami tergelincir dalam kekacauan politik dan
ekonomi. Aku ingat suatu peristiwa di tahun 1963, ketika
banyak keturunan laki-laki dari keluarga penguasa ini
berkumpul di rumah kami. Waktu itu aku seorang gadis
berumur tujuh tahun yang memiliki rasa ingin tahu yang
besar. Omar, sopir ayah, masuk tergesa ke kebun dan
berteriak kepada para perempuan agar pergi ke lantai
atas. Ia menghalau kami seolah-olah sedang mengusir
setan jahat, dan menggiring kami ke lantai atas, ke
sebuah ruang duduk yang kecil. Sara dan kakakku tertua,
memohon dengan sangat pada ibu agar mengizinkan
15 mereka bersembunyi di belakang balkon untuk mengintip
apa yang sedang dilakukan para penguasa itu. Kami
sering melihat paman-paman dan saudara sepupu kami
berkumpul dalam acara keluarga biasa, namun tak pernah
melihat mereka di tengah-tengah persoalan negara yang
penting. Tentu saja, setiap perempuan yang sudah
menstruasi dan bercadar harus dipisahkan dari laki-laki
yang bukan ayah atau saudara laki-laki mereka.
Hidup kami benar-benar terasing dan
membosankan, itulah mengapa ibu sangat kasihan pada
kami. Hari itu, dia benar-benar bergabung dengan anakanak gadisnya di lantai lorong untuk mengintip melalui
balkon dan mendengarkan pembicaraan kaum laki-laki
yang berada di ruang tamu besar di bawah kami. Sebagai
anak bungsu, aku berada dalam pangkuan ibu. Untuk
jaga-jaga, ia menutup mulutku dengan tangannya. Sebab
jika kami ketahuan, ayah akan sangat marah.
Aku dan saudari-saudariku sangat tertarik dengan
parade besar para anak laki-laki, cucu dan keponakan
Raja yang sudah wafat. Para lelaki besar dalam jubah
berjela-jela, berkumpul diam-diam dan sangat serius.
Wajah suntuk Pangeran Faisal menarik perhatian kami. Di
mataku, ia tampak sedih dan sangat terbebani. Pada
tahun 1963, semua orang Saudi menyadari bahwa
Pangeran Faisal lebih memiliki kemampuan mengatur
negara ketimbang Raja Saud. Ada bisik-bisik yang
mengatakan bahwa kekuasaan Saud hanya sebuah simbol
persatuan keluarga yang begitu teguh dipertahankan.
Rasanya itu merupakan keputusan yang aneh, tidak adil
untuk Pangeran Faisal dan untuk negeri ini.
Pangeran Faisal tidak setuju dengan pendapat itu.
Suaranya yang biasanya tenang, terdengar keras ketika ia bertanya apakah ia
diizinkan berbicara tentang persoalan yang sangat penting mengenai keluarga dan
negara. Putra 16 Mahkota Pangeran Faisal khawatir jika tahta yang susah
payah didapatkan akan segera hilang. Ia mengatakan
bahwa masyarakat umum sudah jenuh dengan perbuatan
keluarga kerajaan yang sangat keterlaluan, dan ada rumor bahwa bukan hanya Raja
Saud yang akan didepak karena
kebobrokannya, tetapi juga pengusiran seluruh bani Saud
untuk diganti dengan seorang pemimpin pilihan Allah.
Pangeran Faisal memandang tajam kepada para
pangeran muda, dan dengan suara yang tegas, ia
menyatakan bahwa ketidakacuhan pada gaya hidup
tradisional kaum badui akan merobohkan singgasana. Ia
mengatakan hatinya sedih melihat sangat sedikit keluarga muda kerajaan yang mau
bekerja dan hanya puas hidup
bergantung pada gaji bulanan dari kekayaan minyak.
Kesunyian panjang menunggu komentar dari sanak
saudaranya. Ketika tak seorang pun berkomentar, ia
menambahkan bahwa jika dirinya yang mengendalikan
kekayaan minyak, aliran uang untuk para pangeran akan
dipotong. Ia menganggukkan kepala kepada saudaranya
Muhammad, dan kemudian duduk mendesah. Dari balkon,
aku melihat beberapa sepupu muda mengeliat gelisah.
Meskipun gaji bulanan terbesar tak lebih dari sepuluh ribu dollar, para lelaki
di keluarga bani Saud hidup semakin
kaya. Arab Saudi adalah negeri yang luas, dan sebagian
besar properti adalah milik keluarga kerajaan. Tambah
lagi, tak ada penandatanganan kontrak bangunan tanpa
keuntungan untuk salah satu dari keluarga kami.
Pangeran Muhammad, kakak tertua ketiga, mulai
bicara; dan, dari apa yang bisa kami ketahui, Raja Saud
sekarang ingin mengambil kembali kekuasaan absolut
yang dilepaskan di tahun 1958. Di daerah pedalaman, ada
desas-desus ia berteriak lantang menentang saudaranya,
Faisal. Itu adalah saat yang menghancurkan keluarga
Saud, karena anggota keluarga ini selalu tampak bersatu
17 di hadapan warga. Aku ingat ketika ayah menceritakan alasan
penyisihan Muhammad, putra tertua setelah Faisal, dari
tahta kerajaan. Raja lama mengatakan bahwa jika
Muhammad diberi jabatan putra mahkota, banyak orang
akan mati, karena Muhammad dikenal memiliki watak
yang kejam. Perhatianku kembali ke pertemuan itu, dan aku
mendengar Pangeran Muhammad mengatakan bahwa
monarki sedang dalam bahaya; ia mulai membicarakan
kemungkinan penggulingan kekuasaan secara fisik dan
mengangkat Faisal sebagai penggantinya. Pangeran Faisal
menghembuskan nafas dengan keras, hingga
menyesakkan Muhammad. Faisal tampak menangis ketika
ia berbicara. Ia mengatakan kepada sanak familinya
bahwa ia telah berjanji di ranjang kematian ayah
tercintanya kalau ia tak akan pernah menentang
kekuasaan saudaranya. Dan tak satu peristiwa pun yang
akan membuatnya melanggar janji itu, meskipun Saud
akan membangkrutkan negeri. Kalau pembicaraan tentang
pemecatan saudaranya menjadi inti pertemuan, maka
Faisal akan pergi. Semua keluarga setuju bahwa Muhammad, kakak
tertua setelah Faisal, harus berusaha berbicara dengan
Raja. Kami melihat para laki-laki itu bersulang dengan
gelas kopi mereka dan bersepakat untuk setia pada
harapan ayah mereka bahwa semua anak Abdul Aziz akan
bersatu menghadapi dunia. Setelah saling mengucapkan
selamat tinggal, kami melihat mereka berbaris dengan
tenang keluar dari ruangan, sama seperti ketika mereka
memasuki ruangan. Aku tak menyangka kalau pertemuan ini adalah awal
dari akhir kekuasaan pamanku, Raja Saud. Seperti yang
tertulis dalam sejarah, keluarga dan masyarakat tampak
18 sedih, anak-anak Abdul Aziz terpaksa mengusir salah satu keluarga mereka. Paman
Saud sangat kecewa dan akhirnya ia mengirim surat ancaman kepada saudaranya
Pangeran Faisal. Tindakan ini mengesahkan takdirnya,
karena tak mungkin seorang saudara menghina atau
mengancam saudara lainnya. Dalam aturan tak tertulis
suku badui, saudara tak pernah menentang saudara
lainnya. Krisis meledak dalam keluarga dan negara. Kami
tahu kemudian bahwa sebuah usaha revolusi oleh Paman
Saud dicegah oleh Putra Mahkota Faisal dengan
pendekatan halus. Ia menepi dan menyerahkan kepada
saudara-saudaranya dan para ulama untuk memutuskan
jalan terbaik untuk negeri kami yang masih muda. Dalam
melakukan itu, ia mengesampingkan drama pergerakan
pribadi sehingga persoalannya tidak terlalu menguap, dan para negarawan membuat
keputusan yang tepat. Dua hari kemudian, saat ayah dengan saudara
saudara dan sepupunya sedang pergi, salah satu istri
Paman Saud memberitahu kami tentang penurunan Raja.
Salah seorang bibi kesayangan kami, yang menikah
dengan Raja Saud, datang ke rumah kami dengan sangat
agitatif. Aku terkejut melihatnya melepaskan cadar dari
wajahnya di depan para pelayan laki-laki. Ia datang dari Istana Nasiriyah milik
Paman Saud (sebuah bangunan
besar yang, menurutku, menghabiskan banyak uang dan
bukti kebobrokan negeri kami).
Aku dan kakak-kakakku berkumpul di sekeliling ibu,
karena bibi sudah lepas kontrol dan berteriak membuat
tuduhan terhadap keluarga. Ia sangat marah pada Putra
Mahkota Pangeran Faisal dan menyalahkannya atas posisi
dilema yang dihadapi suaminya. Ia mengatakan bahwa
saudara-saudara suaminya telah berkonspirasi merebut
tahta yang diberikan oleh ayah mereka untuk anaknya,
19 Saud. Ia berteriak bahwa Majelis Ulama datang ke Istana
pagi-pagi dan menginformasikan kepada suaminya bahwa
ia harus turun tahta. Aku takjub dengan pemandangan di hadapanku, karena sangat jarang kami melihat konfrontasi. Berbicara
lembut, setuju dengan apa yang ada dihadapan kami, dan
kemudian mengatasi kesulitan dengan diam-diam,
merupakan sesuatu yang biasa kami lakukan. Ketika
bibiku, seorang perempuan yang sangat cantik dengan
rambut ikal panjang, mulai memotong-motong rambutnya
dan mencampakkan mutiara mahal dari lehernya, aku
baru sadar bahwa persoalannya sangat serius. Akhirnya
ibu menenangkannya dan membawanya ke ruang duduk
untuk minum teh dingin. Saudari-saudariku berkumpul di
sekitar pintu yang tertutup dan mendengarkan bisikan
mereka. Aku menendang sekumpulan rambut dan
membungkuk untuk mengumpulkan mutiara-mutiara
besar yang sangat halus. Aku menggenggam mutiara itu
dan meletakkannya dalam sebuah jambangan kosong
agar tersimpan dengan aman.
Ibu memapah bibi ke mobil Mercedes hitam yang
menunggunya. Kami semua mengawasi ketika sopir
melaju menjauh dengan penumpanganya yang sedang
bersedih dan tak seorang pun bisa menghibur. Kami tak
pernah lagi melihatnya, karena ia menemani Paman Saud
dan para pengiringnya ke pengasingan. Tapi ibu
menasehati kami untuk tidak menyalahkan Paman Faisal.
Ia mengatakan bahwa bibi mengucapkan kata-kata seperti
itu karena dia mencintai laki-laki yang sangat pemurah
dan baik hati, namun laki-laki itu tidak bisa menjadi
penguasa yang baik. Ia mengatakan pada kami bahwa
Paman Faisal akan membawa negara kita pada era yang
lebih stabil dan makmur, dan dengan melakukan itu ia
mendapat kekhawatiran dari orang-orang yang kurang
20 mampu. Meski menurut ukuran Barat, ibuku bukan orang
yang terpelajar, namun ia benar-benar bijak.
21 2 Iffat, istri Raja Faisal, menganjurkan ibuku agar
mengusahakan pendidikan bagi anak-anak
perempuannya, meskipun ayahku tidak mengizinkan.
Selama bertahun-tahun ayah menolak, bahkan sekadar
untuk mempertimbangkannya. Lima kakak perempuanku
tidak bersekolah, mereka hanya menghapal Alquran dari
guru privat yang datang ke rumah. Selama dua jam di
sore hari, enam hari seminggu, mereka akan mengulangi
kata-kata Fatima, seorang guru yang berasal dari Mesir,
perempuan keras berumur kira-kira empat puluh lima
tahun. Suatu kali ia pernah meminta izin orang tuaku
untuk mengembangkan pendidikan saudari-saudariku
dengan memasukkan tambahan pelajaran sains, sejarah
dan matematika. Ayah meresponnya dengan kata yang
tegas, tidak. Hanya lafal hadits-hadits Nabi yang terus
berdengung di rumah kami.
Setelah beberapa tahun berlalu, ayah melihat
banyak keluarga kerajaan yang mengizinkan anak


Princess Kisah Tragis Putri Kerajaan Arab Saudi Karya Jean P Sassion di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

22 perempuannya mendapatkan manfaat pendidikan.
Kekayaan yang bersumber dari minyak telah
membebaskan hampir semua perempuan Saudi kecuali
orang-orang suku badui dan masyarakat pedesaan dari
segala macam pekerjaan. Namun tanpa aktifitas dan rasa
kejenuhan telah menjadi persoalan nasional. Anggota
keluarga kerajaan jauh lebih kaya dari sebagian besar
orang Saudi, kekayaan minyak juga mendatangkan
pelayan-pelayan dari Timur Jauh dan daerah-daerah
miskin lain ke setiap rumah.
Semua anak perlu mendapat dorongan. Namun aku
dan saudari-saudariku tak memiliki pekerjaan apa pun
kecuali bermain di kamar atau di kursi panjang di taman
untuk kaum perempuan. Tak ada tujuan untuk bepergian
dan tak ada yang bisa dikerjakan, karena ketika aku kecil, di kota tidak ada
kebun binatang ataupun taman.
Melihat lima anak gadisnya yang energik merasa
jemu, Ibu, merasa bahwa sekolah akan membebaskan
disamping mengembangkan pikiran kami. Akhirnya,
dengan bantuan bibiku Iffat, Ibu membuat ayah mengalah
dan mendukung rencananya. Jadi lima anak perempuan
termuda, termasuk Sara dan aku, bisa menikmati jaman
baru yakni pendidikan bagi perempuan yang dikabulkan
dengan setengah hati. Ruang kelas pertama kami berada di rumah kerabat
kerajaan. Tujuh keluarga dari bani Saud mempekerjakan
seorang perempuan dari Abu Dhabi. Sekelompok kecil
murid, semuanya enam belas, pada saat itu disebut kutab, sebuah metode kelompok
yang kemudian dikenal secara
umum sebagai tempat untuk mengajar para gadis. Kami
berkumpul setiap hari di rumah sepupu kami dari jam
sembilan pagi sampai jam dua siang, dimulai dari hari
sabtu sampai kamis. Di sanalah, kakakku Sara menunjukkan kecer23 dasannya. Ia lebih cepat menerima pelajaran ketimbang
gadis-gadis berusia dua kali lipat di atas umurnya.
Gurunya bahkan bertanya apakah ia sudah lulus SD, dan
menggelengkan kepala keheranan ketika tahu bahwa Sara
belum lulus SD. Instruktur kami sangat beruntung memiliki ayah
berfikiran modern yang mengirimkannya ke Inggris untuk
melanjutkan pendidikan. Karena kakinya cacat, tak
seorang laki-lakipun mau menikahinya, sehingga ia
memilih jalan kebebasan dan mandiri untuk dirinya
sendiri. Ia tersenyum ketika ia mengatakan kepada kami
bahwa cacat kakinya adalah karunia Tuhan agar
pikirannya tidak ikut cacat. Meskipun ia tinggal di rumah sepupu kami (saat itu
masih tak terpikirkan perempuan
tanpa suami hidup sendiri di Arab Saudi), ia mendapatkan gaji dan bisa membuat
keputusan tentang hidupnya tanpa
pengaruh dari luar. Aku menyukainya semata-mata karena ia baik dan
sabar saat aku lupa mengerjakan tugasku. Tak seperti
Sara, aku bukan tipe pelajar yang berkemampuan tinggi,
dan aku lega guruku tidak banyak mengekspresikan
kekecewaan atas kelemahanku. Aku lebih suka
menggambar dan menyanyi daripada matematika dan
hapalan doa. Sara kadang-kadang mencubitku ketika aku
berperilaku buruk, tapi setelah aku menangis yang
mengganggu seluruh kelas, ia membiarkan kenakalanku.
Memang instruktur kami benar-benar cocok dengan nama
yang diberikan kepadanya dua puluh tujuh tahun yang
lalu Sakina, yang berarti 'ketenangan' dalam bahasa Arab.
Nona Sakina mengatakan kepada ibu bahwa Sara
adalah murid paling cerdas yang pernah ia ajar. Sambil
melompat-lompat aku berteriak, 'bagaimana denganku"'
Ia berfikir sesaat sebelum menjawab. Dengan tersenyum
dia berkata: 'Sultana tentu saja akan menjadi orang
24 terkenal.' Pada saat makan malam, ibu dengan bangga menyampaikan perihal Sara kepada ayah. Ayah, yang
tampak senang, tersenyum pada Sara. Ibu berseri-seri
karena senang, namun kemudian dengan kasar ayah
bertanya apa sebabnya anak-anak perempuan yang lahir
dari perut ibu bisa belajar dengan baik. Dia juga tidak
memberikan penghargaan pada ibu atas kontribusinya
atas kecerdasan Faruq, yang menjadi juara di kelasnya di sekolah menengah modern
di kota. Agaknya prestasi
intelektual anak-anak semata-mata merupakan warisan
dari ayah mereka. Bahkan sekarang aku merasa tak suka ketika
melihat kakak-kakak perempuanku berusaha menambah
atau mengurangi kontribusi mereka terhadap kecerdasan
anak. Aku berdoa dan berterimakasih pada Bibi Iffat,
karena ia telah mengubah kehidupan begitu banyak
perempuan Saudi. Pada musim panas 1932, paman Faisal pergi ke
Turki, dan di sana, ia jatuh cinta pada perempuan muda
yang unik bernama Iffat al Thunayan. Mendengar seorang
Pangeran Muda Saudi mengunjungi Konstatinopel, Iffat
muda dan ibunya mendekati Pangeran itu untuk
mengadukan properti yang diperselisihkan milik sang ayah yang sudah meninggal
dunia. (Keluarga Thunayan berasal
dari Saudi tapi dibawa ke Turki oleh kerajaan Turki
Usmani selama masa kekuasaannya yang panjang di
wilayah itu.) Terhenyak oleh kecantikan Iffat, Faisal
mengundang Iffat dan ibunya ke Arab Saudi untuk
menyelesaikan kesalahpahaman tentang persoalan
properti tersebut. Tidak hanya memberikan padanya
properti tersebut; Paman Faisal juga menikahinya.
Kemudian ia mengatakan bahwa itu adalah
keputusan terbijak dalam hidupnya. Ibuku bercerita
25 bahwa Paman Faisal telah berpindah dari satu perempuan
ke perempuan lain, seperti laki-laki kesurupan, sampai
akhirnya ia bertemu Iffat. Selama pemerintahan Paman
Faisal, Iffat menjadi pendorong pendidikan untuk
perempuan Saudi. Tanpa usahanya, perempuan di Arab
sekarang tidak akan diizinkan ke ruang kelas. Aku sangat kagum pada kekuatan
karakternya dan menyatakan kalau
aku besar nanti, aku akan seperti dia. Bahkan ia berani
menyewa pengasuh dari Inggris untuk anak-anaknya yang
sungguh tak terpengaruh oleh kekayaan yang melimpah.
Sedihnya, banyak sepupuku di kerajaan yang hanyut
oleh serbuan kekayaan. Ibu biasa berkata, orang badui
bisa bertahan dari kekejaman padang pasir, namun tidak
tahan akan kekayaan berlimpah dari ladang minyak.
Pencapaian dari pikiran dan kesalehan para leluhur bani
Saud tidak diwarisi oleh kebanyakan anak-anak mereka
sekarang. Aku yakin bahwa anak-anak pada generasi ini
telah mengalami kemunduran akibat kemudahan hidup
mereka. Keberuntungan yang besar telah mencabut
mereka dari ambisi atau kepuasan hidup yang sejati.
Sesungguhnya kelemahan monarki di Arab Saudi
dikarenakan terlalu asyik dan ketagihan pada kehidupan
mewah. Aku takut ini akan menjadi kehancuran kami.
Sebagian besar masa kecilku dihabiskan dengan
melakukan perjalanan dari satu kota ke kota. Darah
nomaden mengalir ke seluruh orang Saudi, dan segera
setelah kami kembali dari satu perjalanan, kami akan
mendiskusikan perjalanan selanjutnya. Kami orang-orang
Saudi tak lagi memiliki domba untuk digembalakan,
namun kami tidak berhenti mencari padang rumput yang
hijau. Riyadh adalah pusat pemerintahan, namun tak
satupun dari keluarga Saud yang menyukai kota ini.
Mereka selalu mengeluh dengan kesuraman hidup di
26 Riyadh. Kota ini terlalu panas dan kering, dan sangat
dingin di malam hari. Sebagian besar keluarga memilih
Jeddah atau Taif. Jeddah dengan pelabuhan kunonya lebih
terbuka untuk perubahan dan modernisasi. Di sana kami
bernafas lebih mudah dalam udara laut.
Umumnya kami menghabiskan waktu dari bulan
Desember sampai Februari di Jeddah. Kami akan kembali
ke Riyadh di bulan Maret, April dan Mei. Panasnya bulanbulan di musim panas akan membawa kami ke
pegunungan Taif dari bulan Juni sampai September.
Kemudian kembali ke Riyadh pada bulan Oktober dan
November. Tentu saja, kami menjalani bulan Ramadhan
dan dua minggu Haji di Mekkah, kota suci kami.
Tahun 1968 saat aku berumur dua belas tahun,
ayahku menjadi sangat kaya raya. Meskipun demikian, ia
termasuk salah satu dari keluarga Saud yang tidak terlalu boros. Tapi ia membuat
empat istana untuk setiap orang
dari empat istrinya, di Riyadh, Jeddah, Taif, dan Spanyol.
Istana-istana itu benar-benar sama bentuk dan isinya,
bahkan warna karpet dan perabotan yang dipilih. Ayahku
benci akan perubahan, dan ia ingin merasa seolah-olah ia berada di rumah yang
sama bahkan setelah perjalanan
dari kota ke kota. Aku ingat ia mengatakan kepada ibuku
agar membeli empat buah untuk setiap item, sampai pada
pakaian dalam anak-anak. Ia tidak mau bersusah-susah
mengepak pakaian dalam kopor. Aku merasa ngeri ketika
aku masuk ke kamarku di Jeddah atau Taif, rasanya sama
seperti kamarku di Riyadh, dengan pakaian serupa yang
tergantung di lemari pakaian yang serupa. Buku dan
mainanku semua berjumlah empat, untuk diletakkan di
setiap istana. Ibuku jarang mengeluh, tapi ketika ayah
membelikan empat buah mobil Porsche merah yang sama
untuk Faruq, yang saat itu baru berumur empat belas, ia
27 berteriak, itu melakukan pemborosan karena masih
banyak yang miskin di dunia ini. Bagaimanapun, bila
berkaitan dengan Faruq, tak ada ongkos yang harus
dihemat. Ketika Faruq berumur sepuluh tahun, ia mendapatkan jam Rolex emas pertamanya. Aku benar-benar
menderita, karena saat aku meminta kepada ayah sebuah
gelang emas yang ada di Souq (pasar), Ayah menolak
permintaanku dengan kasar. Selama dua minggu Faruq
memamerkan jam Rolex-nya, aku melihat ia meletakkan
jam itu di atas meja dekat kolam renang. Karena
cemburu, aku mengambil batu dan menghancurkan jam
itu. Kali ini, kenakalanku tak diketahui, dan sangat menyenangkan ketika aku melihat Faruq dimarahi ayah
karena kecerobohannya. Tapi tentu saja, dalam seminggu,
Faruq dibelikan lagi jam Rolex emas yang baru, dan aku
kembali marah dendam. Ibu sering berbicara padaku tentang kebencianku
kepada Faruq. Perempuan bijak itu melihat api kebencian
di mataku, meskipun aku berusaha menyembunyikannya.
Sebagai anak bungsu, aku paling dimanja oleh ibu, kakak
kakak perempuan dan anggota keluarga yang lain. Kalau
dikenang, sulit menyangkal bahwa aku dimanja terlalu
berlebihan. Karena untuk anak seusiaku, tubuhku
termasuk kecil, berbeda dengan kakak-kakak perempuanku, mereka tinggi dan berbadan besar, aku selalu
diperlakukan seperti bayi sepanjang masa kecilku. Semua
saudariku berperilaku tenang dan penuh kendali, cocok
sebagai seorang putri Saudi. Sedang aku anak yang ribut
dan tak penurut, tidak terlalu peduli dengan citra
kerajaan. Betapa aku benar-benar menguji kesabaran
mereka! Bahkan sekarang ini semua saudariku akan
menyerah padaku jika mereka mulai marah.
28 Sebaliknya, di mata ayahku, aku adalah gambaran
kekecewaan terakhir. Akibatnya, selama masa kecil, aku
berusaha mendapatkan kasih sayangnya. Akhirnya, aku
putus asa meski terus menuntut perhatiannya, termasuk
dalam bentuk hukuman karena kelakuanku yang buruk.
Menurut pikiranku, jika ayah cukup sering melihatku, ia
akan mengenali sifat istimewaku dan akan mencintai anak
perempuannya ini, sama seperti ia mencintai Faruq.
Namun ternyata, kegaduhan yang kubuat justru membuat
ayah berpindah dari acuh tak acuh menjadi benci secara
terbuka. Ibuku menerima kenyataan bahwa negeri tempat
kami lahir adalah tempat yang ditakdirkan untuk
kesalahpahaman antar-jenis kelamin. Meski masih kecil,
dengan dunia yang terbentang di hadapanku, aku sudah
sampai pada kesimpulan itu.
Kalau diingat kembali, aku mengira Faruq pasti
memiliki sifat pembawaan yang baik dan jelek, tapi sulit bagiku untuk melupakan
kejahatannya yang terbesar:
Faruq kejam. Aku melihatnya ketika ia mengejek anak
tukang kebun yang cacat. Anak malang itu memiliki
tangan yang panjang dan bentuk kaki yang aneh. Ketika
teman-teman Faruq datang berkunjung, ia sering
memanggil Sami yang malang itu dan menyuruhnya
'berjalan ala monyet.' Faruq tak pernah memerhatikan
wajah sedih Sami atau air mata yang menetes di pipinya.
Ketika Faruq menemukan anak-anak kucing, ia akan
memisahkan mereka dari induknya dan berteriak
kegirangan ketika induknya berusaha dengan sia-sia
untuk menemukan anak-anak itu. Tak seorang pun di
rumah kami yang berani menghukum Faruq, karena ayah
kami tak melihat bahaya dalam tindakan Faruq yang
kejam itu. Setelah pembicaraan yang menggetarkan hati
29 dengan ibu, aku berdoa tentang perasaanku pada Faruq
dan memutuskan untuk memakai cara-cara manipulatif
seperti yang biasa dilakukan perempuan Saudi, bukannya
berkonfrontasi seperti yang telah kulakukan, terutama


Princess Kisah Tragis Putri Kerajaan Arab Saudi Karya Jean P Sassion di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan abangku itu. Ibu sendiri juga menggunakan ayatayat suci sebagai landasannya. Memang, menggunakan
nama Tuhan selalu merupakan formula yang ampuh untuk
meyakinkan anak-anak agar mengubah perilaku mereka.
Dengan mengikuti pertimbangan ibuku, akhirnya aku tahu
bahwa apa yang kulakukan sekarang ini hanya akan
membawaku pada jalan yang sulit.
Maksud baikku berhenti dalam seminggu karena
kelakukan Faruq yang tak terpuji. Aku dan kakak-kakak
perempuanku menemukan anak anjing yang terpisah dari
induknya dan merintih kelaparan. Karena merasa senang,
kami buru-buru mengumpulkan botol-botol cantik dan
memanaskan susu kambing. Kami bergantian memberinya
makan. Dalam beberapa hari, anak anjing ini sudah sehat
dan gemuk. Kami memberinya pakaian bahkan melatihnya
duduk di dalam kereta dorong.
Meskipun benar bahwa orang-orang Islam tidak suka
dengan anjing, namun jarang yang menyakiti bayi hewan
apa pun. Bahkan ibu kami, seorang Muslim yang sangat
saleh, suka tersenyum dengan kelucuan anak anjing ini.
Suatu sore, kami membawa anjing yang kami beri
nama Basem, artinya 'wajah yang tersenyum,' itu di
dalam kereta dorong. Faruq kebetulan lewat dengan
teman-temannya. Merasa teman-temannya suka pada
anak anjing kami, Faruq memutuskan bahwa anak anjing
itu harus menjadi miliknya. Ketika Faruq berusaha
mengambil Basem dari tangan kami, kami semua
berteriak berusaha mempertahankannya. Mendengar
keributan itu, ayah keluar dari ruang kerjanya. Ketika
Faruq bilang bahwa ia menginginkan anak anjing itu, ayah 30
menyuruh kami menyerahkannya. Kami tak bisa berbuat
apa-apa. Faruq menginginkan anak anjing itu, dan ia pun
mendapatkannya. Kami menangis ketika Faruq dengan riang menjauh
membopong Basem yang kelelahan. Hilanglah selamanya
cinta kami untuk saudara laki-laki itu, dan aku semakin
membencinya ketika tahu bahwa Faruq segera bosan
dengan rengekan Basem, yang kemudian dilempar keluar
dari jendela mobil dalam perjalanan mengunjungi teman
temannya. 31 3 Sedih melihat kakak kesayanganku, Sara, menangis
dalam pelukan ibu. Di keluarga kami, dia anak perempuan
ke sembilan, tiga tahun lebih tua dariku. Hanya kelahiran Faruq yang menyelingi
kami. Saat itu ulang tahun Sara
yang ketujuh belas, dan ia seharusnya gembira, namun
ibu baru saja menyampaikan berita yang menyedihkan
dari ayah. Sara memakai cadar sejak menstruasi pertama, dua
tahun sebelumnya. Cadar itu telah mencabut dirinya yang
berpribadi, dan menghentikannya dari mimpi kanak-kanak
tentang prestasi yang hebat. Ia menjadi jauh dariku,
seorang adik yang belum terikat dengan institusi cadar.
Aku rindu kebahagiaan bersama di masa kanak-kanak.
Tiba-tiba aku sadar bahwa kebahagiaan baru dirasakan
bila kita berhadapan dengan ketidakbahagiaan, karena
aku tak pernah tahu kami begitu bahagia sampai
ketidakbahagiaan Sara menghampiriku.
Sara sangat cantik, jauh lebih cantik dari ku dan
saudara lainnya. Kecantikan justru menjadi kutukan yang
menimpa dirinya, sebab sekarang banyak laki-laki yang
32 ingin menikahinya setelah mendengar kecantikan Sara
melalui ibu dan saudara-saudara perempuan mereka. Sara
tinggi dan ramping, dan kulitnya putih. Mata coklatnya
yang besar berseri-seri penuh dengan pengetahuan,
sehingga semua orang yang mamandangnya, memuji
kecantikannya. Rambutnya yang hitam panjang,
menimbulkan kecemburuan saudari-saudarinya.
Selain cantik alami, Sara juga sangat manis dan
disukai oleh siapa pun yang mengenalnya. Parahnya,
selain mendapat kutukan karena kecantikannya, Sara juga
sangat pintar. Di negeri kami, kecerdasan dipercaya akan membuat seorang
perempuan sengsara di masa depan,
karena tak akan ada tempat untuk kejeniusannya.
Sara ingin belajar seni di Italia dan membuka galeri
pertama di Jeddah. Ia telah bekerja keras untuk cita-cita itu sejak berumur dua
betas tahun. Kamarnya dipenuhi
oleh buku dari semua maestro besar. Sara membuat aku
tenggelam dengan deskripsi-deskripsi seni yang
menakjubkan di Eropa. Tak lama sebelum pengumuman
perkawinan itu, saat aku secara diam-diam masuk ke
kamarnya, aku melihat daftar tempat yang rencananya
akan ia kunjungi; Florence, Venice dan Milan.
Sedih, karena aku tahu bahwa mimpi Sara itu tak
akan pernah jadi kenyataan. Memang benar, di negeri
kami, sebagian besar perkawinan diatur oleh para tetua
keluarga yang perempuan. Namun di keluarga kami, ayah
adalah pembuat keputusan dalam semua persoalan.
Sudah lama ia ingin anak perempuannya yang tercantik
akan menikah dengan laki-laki yang kaya dan terkemuka.
Laki-laki pilihan ayah untuk menikahi anak
perempuannya yang paling diminati adalah anggota
keluarga pedagang terkemuka di Jeddah yang memiliki
pengaruh keuangan pada keluarga kami. Mempelai lakilaki dipilih semata-mata karena hubungan bisnis di masa
33 lalu dan yang akan datang. Ia berumur enam puluh dua
tahun; Sara akan menjadi istrinya yang ketiga. Meskipun
belum pernah bertemu, laki-laki itu sudah mendengar
kecantikan Sara dari famili perempuannya, dan ingin
sekali tanggal perkawinan segera ditentukan. Ibu
berusaha ikut campur tangan membela Sara; tapi ayah,
sebagaimana biasanya, merespon dingin air mata anak
perempuannya. Dan sekarang Sara mendengar ia akan dikawinkan.
Ibu menyuruhku meninggalkan ruangan, sambil
membelakangiku; aku pura-pura keluar, dengan berjalan
dan membanting pintu. Aku masuk ke dalam lemari yang
pintunya terbuka, dan menangis diam-diam ketika
kakakku memaki-maki ayah, negeri dan kebudayaan
kami. Dia menangis begitu keras sehingga aku tak bisa
menangkap seluruh kata-katanya, tapi aku mendengar ia
berteriak bahwa ia telah dikorbankan seperti seekor anak biri-biri.
Ibu juga menangis, namun ia kehilangan kata-kata
untuk menghibur Sara. Ia tahu suaminya memiliki hak
penuh untuk mengatur anak-anak perempuannya dalam
perkawinan yang ia sukai. Enam dari sepuluh anak
perempuannya telah menikah dengan laki-laki yang bukan
pilihan mereka. Ibu tahu bahwa empat yang lainnya akan
mengalami hal yang sama; tak ada kekuatan di bumi yang
bisa menghentikan itu. Ibu mendengar gerakanku dalam
lemari. Ia menajamkan matanya dan menggelengkan
kepalanya ketika ia melihatku. Namun tak melakukan apa
pun untuk membuatku pergi. Ia menyuruhku mengambil
handuk dingin, dan kemudian kembali beralih ke Sara.
Ketika aku kembali, ia meletakkan handuk itu di kepala
Sara dan menyuruhnya tidur. Ibu duduk dan melihat anak
gadisnya selama beberapa menit, dan akhirnya dengan
lesu ia bangkit. Dengan menarik nafas sedih, ia
34 merangkulku dan membawaku ke dapur. Meskipun ini
bukan waktunya makan, dan tukang masak sedang tidur
siang, ibu menyiapkan sepiring kue dan segelas susu
dingin untukku. Aku berumur tiga belas tahun saat itu,
tapi karena tubuhku kecil, ia memelukku dalam
pangkuannya. Sialnya, airmata Sara hanya memperkeras hati
Ayah. Aku mendengar Sara benar-benar memohon kepada
Ayah. Ia semakin tenggelam dalam kesedihan sehingga ia
menuduh ayah pembenci perempuan. Ia mengucapkan
kata-kata Budha: 'kemenangan melahirkan kebencian,
karena yang kalah merasa tidak bahagia.' Ayah, yang
punggungnya kaku karena marah, berbalik dan pergi.
Sara meratap di belakangnya, menyatakan lebih baik tak
dilahirkan, bila harus menanggung luka hati yang begitu
berat. Dengan suara yang kasar, ayah merespon dengan
mengatakan bahwa tanggal perkawinan akan dimajukan
untuk mengurangi sakit yang semakin lama dirasakan.
Biasanya ayah datang ke rumah kami di hari keempat. Para lelaki Muslim, dengan empat istri, menggilir waktu malam mereka,
sehingga setiap istri dan keluarga
mendapatkan waktu yang adil. Keadaan menjadi sangat
serius ketika seorang laki-laki menolak pergi menemui
istri dan anak-anaknya, sebuah bentuk hukuman. Rumah
kami haru biru dengan penderitaan Sara. Ayah
memerintah ibu, yang merupakan istri pertama dan oleh
karena itu pemimpin para istri, untuk memberitahukan
pada ketiga istri ayah yang lain, bahwa ia akan menggilir mereka kecuali rumah
kami. Sebelum meninggalkan
rumah, Ayah dengan kasar mengatakan pada ibu agar
menghilangkan kemarahan anak perempuannya dan
membimbingnya menerima takdirnya dengan ikhlas, yang
dalam kata-katanya itu terkandung makna 'istri yang
patuh dan ibu yang baik'.
35 Aku hampir tidak ingat dengan perkawinan kakak
kakakku yang lain. Yang samar-samar teringat hanyalah
air mata. Aku masih terlalu muda, belum lagi trauma
perkawinan dengan orang asing merasuk ke dalam
pikiranku. Tapi aku bisa menutup mataku sekarang dan
mengingat setiap detik peristiwa yang terjadi di bulanbulan sebelum perkawinan Sara, hari perkawinan itu
sendiri, dan peristiwa menyedihkan yang terjadi di
minggu-minggu setelahnya.
Aku dikenal sebagai anak yang nakal di dalam
keluarga, anak perempuan yang paling menguji kesabaran
orang tua. Dengan sengaja dan nekat, aku menciptakan
malapetaka di rumah kami. Akulah yang memasukkan
pasir ke dalam mercedes baru Faruq; aku mencuri uang
dari dompet ayahku: mengubur koleksi koin emas Faruq
di halaman belakang; melepaskan ular hijau dan kadal
dari kandangnya ke kolam renang keluarga ketika Faruq
berbaring tidur di atas pelampungnya.
Sara adalah anak perempuan sempurna, yang selalu
patuh, dan mendapatkan nilai sempurna di sekolahnya.
Aku sangat mencintainya. Aku merasa Sara lemah.
Namun ia mengejutkan kami selama minggu-minggu
sebelum perkawinannya. Rupanya ia menyembunyikan
kekuatannya, ia menelpon kantor ayah setiap hari dan
meninggalkan pesan untuknya bahwa dia tidak akan
menikah. Ia bahkan menelpon kantor laki-laki yang akan
menikahinya dan meninggalkan pesan kasar pada
sekretarisnya yang berasal dari India bahwa menurutnya
bosnya adalah laki-laki tua yang menjijikkan, dan
seharusnya ia menikahi perempuan dewasa, bukan anak
kecil. Sekretaris India itu pun menyampaikan pesan Sara
pada majikannya, supaya laut tidak pecah dan gunung
tidak meletus. Sara memutuskan kembali menelpon dan
meminta untuk berbicara sendiri pada laki-laki itu! Namun 36
calon suaminya itu tidak ada di kantor. Sara diberitahu
bahwa lelaki itu berada di Paris untuk beberapa minggu.
Ayah, lelah oleh kelakuan Sara, memutuskan saluran
telepon kami. Dan Sara dikurung di kamarnya.
Takdir kakakku tampak di hadapan mata. Hari
pernikahan pun tiba. Minggu-minggu kelabu yang
melelahkan sama sekali tak mengurangi kecantikan Sara.
Ia malah tampak lebih cantik, bening, makhluk surga yang tidak diciptakan untuk
dunia ini. Karena berat tubuhnya
berkurang, matanya yang gelap mendominasi wajahnya,
dan roman wajahnya tampak seperti di pahat. Tatapan
matanya kosong, dan aku dapat melihat jiwanya melalui
manik mata hitamnya yang besar. Aku melihat ketakutan
di sana. Kakak-kakak kami yang lebih tua, suadara-saudara
sepupu dan bibi-bibi, datang lebih awal di pagi hari
perkawinan untuk mempersiapkan pengantin wanita.
Kehadiranku yang tak diinginkan, tak menarik perhatian
perempuan-perempuan itu, karena aku duduk seperti
patung di pojok ruang pakaian yang sangat besar, yang
diubah menjadi ruang persiapan pengantin wanita.
Tak kurang dari lima belas perempuan yang
mengurus berbagai macam detil perkawinan. Upacara
pertama, halawa, dilakukan oleh ibuku dan bibi tertua.
Semua bulu di tubuh Sara dicukur, kecuali alis mata dan
rambutnya. Campuran gula khusus, air mawar dan jus
lemon yang akan dilumuri ke tubuhnya sedang direbus
dengan api kecil di dapur. Ketika pasta manis itu sudah
mengering di tubuhnya, baru kemudian dihapus, dan bulu
di tubuh Sara dicabut bersama dengan menggunakan
campuran lengket itu. Aromanya manis dan wangi. Namun
teriakan kesakitan Sara membuatku merasa ngeri.
Inai sudah dipersiapkan untuk pembilasan terakhir
rambut ikal Sara yang lebat; rambutnya sekarang
37 bercahaya. Kukunya dicat dengan warna merah cerah
warna darah, aku membayangkannya dengan murung.
Gaun pengantin berenda warna merah jambu pucat
tergantung di depan pintu. Kalung berlian, gelang dan
giwang yang serasi terletak di atas meja rias. Meskipun sudah dikirim beberapa
minggu yang lalu sebagai hadiah
dari pengantin pria, perhiasan itu sama sekali tak dilihat apalagi disentuh oleh
Sara. Bila pengantin perempuan Saudi bahagia, ruang
persiapan penuh dengan suara tawa dan pengharapan.
Untuk perkawinan Sara, suasananya suram; para pelayan
seolah-olah menyiapkan tubuh Sara untuk dimakamkan.
Setiap orang berbicara dengan berbisik. Tak ada respon
dari Sara. Aku melihatnya menunduk aneh, dibanding


Princess Kisah Tragis Putri Kerajaan Arab Saudi Karya Jean P Sassion di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

reaksi-reaksi bersemangatnya selama beberapa minggu
sebelumnya. Kemudian, aku memahami keadaannya yang
seperti tak sadarkan Ayah, kuatir Sara akan mempermalukan nama
keluarga dengan mengemukakan penolakan, atau bahkan
menghina pengantin pria, memerintahkan seorang dokter
Istana agar menyuntik Sara dengan obat penenang yang
tahan sepanjang hari. Kepada pengantin pria dikatakan
bahwa Sara benar-benar gugup dengan kegembiraan
selama perkawinan, dan obat itu diberikan dengan resep
untuk perut mual. Karena mempelai laki-laki tak pernah
bertemu Sara, di hari-hari berikutnya ia mesti berasumsi bahwa ia adalah
perempuan jinak dan sangat tenang.
Tambahan lagi, banyak laki-laki tua di negeri kami yang
menikahi gadis muda; aku yakin mereka sudah terbiasa
menjadi teror bagi calon istri muda mereka.
Tabuhan gendang menandakan kehadiran tamu.
Akhirnya Sara selesai didandani. Pakaian yang lembut
disorongkan melalui kepalanya dan sendal merah jambu
dipasangkan ke kakinya. Ibuku memasangkan kalung
38 berlian di lehernya. Aku dengan suara keras
memberitahukan kalung itu mungkin sebuah jerat. Salah
satu bibiku menjitak kepalaku, dan yang lainnya
menjewer telingaku, namun tak ada suara dari Sara. Kami
semua menatapnya dalam keheningan yang
mengagumkan. Kami tahu tak ada pengantin yang
secantik dia. Tenda yang sangat besar telah didirikan di halaman
belakang untuk upacara. Kebun telah dibanjiri bunga
bunga yang dikirim dari Belanda. Dengan ribuan lampu
warna warni yang bergantungan, tempat ini menjadi
sangat menakjubkan. Masuk dalam kemegahan, sejenak
aku melupakan situasi yang suram.
Tenda sudah dipenuhi oleh tamu. Perempuan
perempuan dari keluarga kerajaan, yang benar-benar
diberati oleh berlian, ruby dan zamrud, bersama-sama
dengan rakyat jelata mengikuti acara ini sesuatu yang
jarang terjadi. Kelas bawah perempuan Saudi diizinkan
melihat perkawinan kerajaan selama mereka tetap
memakai cadar dan tidak bersosialisasi dengan anggota
kerajaan. Salah seorang teman mengatakan padaku
bahwa kadang-kadang laki-laki memakai cadar dan
bergabung dengan perempuan-perempun ini sehingga
mereka bisa melihat wajah terlarang perempuan.
Agaknya, semua tamu laki-laki dihibur di hotel besar di
kota ini, menikmati sosialisasi yang sama seperti tamu
tamu perempuan: ngobrol, menari, dan makan.
Pada pesta perkawinan di Arab Saudi, laki-laki
merayakannya di lokasi yang terpisah dari perempuan.
Satu-satunya laki-laki yang diizinkan di tempat perayaan perempuan adalah
pengantin laki-laki, ayahnya, dan ayah
pengantin perempuan dan penghulu, guna melakukan
upacara singkat. Dalam hal ini, karena ayah pengantin
laki-laki sudah meninggal, hanya ayahku yang akan
39 menemani pengantin laki-laki menemui pengantin
perempuan ketika tiba saatnya.
Tiba-tiba para budak dan pelayan mulai membuka
penutup makanan, yang langsung diserbu para undangan,
terutama mereka yang bercadar. Perempuan-perempuan
malang ini menjejalkan makanan ke mulut mereka melalui
balik cadar. Tamu yang lain mulai mencicipi salmon
asapan dari Norwegia, kaviar Rusia, telur puyuh dan
makanan lezat lainnya. Empat meja besar bergoyang
karena berat menahan makanan: makanan pembuka di
sebelah kiri, makanan utama di tengah, makanan penutup
di sebelah kanan, dan di seberangnya adalah minuman
yang menyegarkan. Tentu saja tak ada alkohol. Tapi
banyak perempuan kerajaan membawa botol kecil indah
di dalam tas tangan mereka. Sambil tertawa genit,
mereka akan membawa masuk minuman botol kecil itu ke
ruang bersih-bersih untuk diminum sedikit demi sedikit.
Penari perut dari Mesir bergerak ke tengah-tengah
tenda. Perempuan dari segala umur dengan perhatian
yang bercampur menonton gerakan-gerakan penari. Ini
adalah bagian yang paling kusukai dari pesta perkawinan, namun sebagian besar
perempuan tampak tidak nyaman
dengan tontonan erotis ini. Kami perempuan Saudi terlalu serius, melihat
kesenangan dan keriangan penuh dengan
curiga. Namun aku terkejut ketika salah satu bibi kami
melompat ke tengah keramaian dan bergabung menari
bersama para penari perut. Kemampuan menarinya
sangat menakjubkan, namun aku mendengar ucapan
mencela dari beberapa kerabatku.
Sekali lagi suara gendang memenuhi udara, dan aku
tahu ini saatnya Sara muncul. Semua tamu melihat ke
arah pintu masuk rumah. Tak lama kemudian di belakang
pintu yang terbuka lebar, Sara, diapit oleh ibu di satu sisi dan bibi di sisi
lain, dibimbing ke podium.
40 Aku melihat kakak, cadar merah jambu yang
melayang-layang menutupi wajahnya dijepit oleh mahkota
mutiara merah jambu. Cadar tipis itu semakin menambah
kecantikannya yang tak terlupakan. Ada gumaman dari
para tetamu yang ikut merasakan penderitaan Sara.
Bagaimanapun, pengantin perawan yang masih muda
tentu takut dengan inti kehidupannya.
Lusinan kerabat perempuan mengikuti di belakang,
memenuhi udara dengan suara-suara kegembiraan: bunyi
bernada tinggi dari lidah yang dicekikkan ke langit-langit mulut mereka.
Perempuan yang lebih tua ikut
mengeluarkan teriakan yang melengking. Sara tersandung
namun langsung dibantu ibu.
Tak lama kemudian ayah dan pengantin laki-laki
muncul. Aku tahu pengantin prianya lebih tua dari ayah
tapi aku menantang dengan tatapan pertamaku padanya.
Ia nampak usang di mataku, dan kupikir ia lebih
menyerupai musang. Aku ngeri membayangkan
tangannya menyentuh kakakku yang pemalu dan sensitif.
Pengantin pria kelihatan tersenyum mengerling
ketika ia mengangkat cadar kakakku. Sara tak kuasa
untuk bereaksi, dan ia berdiri tanpa bergerak di hadapan tuan barunya. Upacara
pernikahan telah diselenggarakan
seminggu sebelum pesta perkawinan ini: tak seorang
perempuanpun hadir. Hanya laki-laki yang ikut dalam
upacara itu. Upacara itu adalah upacara menandatangani
persetujuan mas kawin dan pertukaran surat-surat sesuai
undang-undang. Hari ini beberapa kata akan diucapkan
untuk melengkapi upacara pernikahan.
Pak penghulu melihat ke arah ayah ketika ia
mengucapkan kata-kata bahwa Sara sekarang telah
menikah dengan mempelai pria, berikut mas kawin yang
sudah disetujui. Kemudian ia melihat sekilas pada
mempelai pria yang membalas dengan jawaban bahwa ia
41 menerima Sara sebagai istrinya, yang mulai sekarang dan
selanjutnya akan berada di bawah perawatan dan
perlindungannya. Tak seorang laki-lakipun melihat ke arah Sara selama upacara
itu berlangsung. Dengan membaca ayat Alquran, penguhulu itu
memberkati pernikahan kakakku. Tiba-tiba, para perempuan mulai memekik dan berteriak. Sara sudah menikah.
Para laki-laki memandang, senang dan tersenyum.
Ketika Sara berdiri diam, mempelai pria
memindahkan kantong kecil dari saku jubahnya dan
melemparkan koin-koin emas kepada para tamu. Aku
gemetar ketika melihat laki-laki itu dengan puas
menerima ucapan selamat atas perkawinannya dengan
perempuan cantik. Ia mengapit kakakku dan dengan
buru-buru menggandengnya pergi.
Sara menatapku dengan sangat lekat ketika ia
berjalan melewatiku; aku tahu seseorang harus
menolongnya, namun aku merasa tak seorang pun bisa
melakukannya. Tiba-tiba aku teringat kata-kata Sara
kepada Ayah: 'kemenangan melahirkan kebencian, karena
yang kalah tidak bahagia.' Dalam jiwaku yang sangat
sedih, aku merasa tak terhibur dengan pengetahuan
bahwa mempelai laki-laki tak akan pernah mengenal
kebahagiaan dalam perkawinan yang tak adil ini. Hal itu
tak cukup bisa menghukum dia.
42 4 Ayah melarang kami mengunjungi Sara selama tiga bulan
pertama perkawinannya. Ia mengatakan bahwa Sara
membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan
kehidupan dan tanggung jawabnya yang baru; berkunjung
padanya hanya akan membangkitkan hasratnya pada
mimpi yang tak berguna. Kegelisahan kami atas
penghambaan Sara hanya akan berarti anggukan tanpa
semangat. Menurut Ayah, Sara sedang melakukan apa
yang harus dilakukan perempuan: melayani,
menyenangkan laki-laki, dan melahirkan anak.
Tak ada barang di kamarnya yang dibawa Sara.
Mungkin dia merasa bahwa buku-buku dan barang-barang
lain kesukaannya hanya akan membuat dirinya lebih
menderita. Bagiku, semua itu pertanda bahwa seolah-olah
Sara sudah meninggal. Kepergian Sara meninggalkan
lubang hitam dalam hidupku. Aku berduka cita dengan
menghabiskan waktu selama berjam-jam di kamarnya
bersama barang-barang miliknya. Aku mulai tertarik pada
43 hobi Sara dan menganggap diriku bagian dari pribadinya.
Aku membaca buku harian Sara. Aku merasakan mimpimimpi Sara seolah-olah menjadi mimpiku. Aku menangis
geram layaknya seseorang yang mempertanyakan
kebijaksanaan Tuhan, yang mengizinkan kejahatan
mengalahkan orang yang tak berdosa.
Ibu memerintahkan agar pintu kamar Sara dikunci
setelah ia tahu aku berada di tempat tidur Sara, memakai pakaian tidurnya, dan
membaca buku-buku seninya.
Kami tak perlu menderita menunggu tiga bulan
untuk bertemu Sara. Lima minggu setelah pernikahannya,
Sara berusaha bunuh diri.
Aku sedang di kebun, berbicara pada hewan-hewan
di kebun binatang mini kami yang baru dibangun, ketika
tiba-tiba Omar berlari terburu-buru sambil menenteng
sandalnya melintasi gerbang depan. Kulitnya yang
biasanya merah tua, tampak pucat pasi. Ia membersihkan
jubah dan mengibaskan pasir dari sandalnya di sisi
dinding. Ia menyuruhku berlari mencari ibu.
Ibu merasa ada sesuatu dengan anak-anaknya, dan
ketika ia melihat Omar, ia bertanya-tanya apa yang
terjadi pada Sara. Orang Arab biasa tidak mengatakan keadaan yang
sebenarnya ketika salah seorang anggota keluarganya
sakit, sekarat, atau mati. Orang Arab tidak bisa menahan sisi buruk. Jika ada
seorang anak meninggal, orang yang
bertugas memberitahukan keluarganya akan mengatakan
bahwa anak itu sedang tidak enak badan. Setelah ditanya, orang itu akan
memberitahukan bahwa si anak harus
dibawa ke dokter dan akhirnya ke rumah sakit. Setelah
didesak, ia baru mengatakan bahwa sakitnya parah dan
keluarga harus pergi melihatnya. Terakhir orang itu
dengan sangat tersiksa akan mengatakan bahwa anak itu
dalam bahaya kematian. Diperlukan beberapa jam untuk
44 bisa sampai ke tahap yang serius. Tapi tak seorang pun
akan mengatakan tentang kematian seseorang yang
disayangi. Seberapa pun jauh berita buruk yang
disampaikan, tujuannya hanyalah mempersiapkan
keluarga untuk mendengarkan berita yang lebih buruk
dari dokter. Omar mengatakan kepada ibu bahwa Sara telah
memakan daging busuk dan sekarang ada di klinik pribadi
di Jeddah. Dalam hitungan satu jam, ayah mengirim ibu
dengan pesawat pribadi. Ibu mengunci mulutnya, dan
segera berbalik untuk berkemas.
Aku berteriak dan memeluk ibu erat-erat, sehingga
ia merasa kasihan dan mengizinkan aku ikut dengan janji
aku tidak bikin gaduh di klinik jika Sara sakit parah. Aku berjanji dan lari ke
kamar Sara, mengetuk-ngetuk dan
menendang pintu yang terkunci, sampai salah satu
pelayan menemukan kuncinya. Aku ingin membawakan
salah satu buku seni kesukaan Sara.
Omar mengantar kami ke kantor ayah karena ia lupa
membawa surat-surat perjalanan untuk kami. Di Arab
Saudi, laki-laki harus menuliskan surat izin perjalanan
untuk anggota keluarganya yang perempuan. Tanpa surat
itu, kami mungkin akan diberhentikan di kantor pabean
dan dilarang masuk ke pesawat. Ayah juga memberikan
paspor kami karena, seperti yang ia katakan kepada ibu,
mungkin perlu bagi kami untuk merawat Sara ke London.
Daging busuk" London" Aku tahu apa itu busuk, dan itu
hanya karangan ayah. Aku pikir kakakku benar-benar
meninggal. Kami berangkat ke Jeddah dengan pesawat pribadi
yang kecil. Perjalanannya mulus, namun suasana di dalam
kabin penuh ketegangan. Ibu tak banyak bicara dan
menutup matanya hampir selama perjalanan.
Memang, belum lama ibu naik mobil untuk kali per45 tama. Sekarang aku lihat bibirnya bergerak dan aku tahu
itu dua buah doa agar dikuatkan oleh Tuhan: doa pertama
untuk keselamatan Sara dan yang kedua agar pesawat
membawa kami dengan selamat.
Pilot dan ko-pilotnya orang Amerika. Aku tiba-tiba
tertarik kepada sikap mereka yang terbuka dan
bersahabat. Mereka bertanya padaku apakah aku ingin
duduk di kokpit. Ibu mengangguk, sedikit keberatan


Princess Kisah Tragis Putri Kerajaan Arab Saudi Karya Jean P Sassion di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan kakiku yang menekan dan kedua tanganku yang
mengepak-epak. Aku tak pernah duduk di kokpit
sebelumnya. Faruq yang selalu duduk di sana.
Awalnya aku takut memandang langit yang terbentang, dan pesawat terasa seperti mainan di antara kami
dan bumi yang keras. Aku menjerit kecil dan berbalik.
John, yang berbadan terbesar di antara kedua orang
Amerika itu, memberiku senyum yang menentramkan
hati, dan dengan sabar menerangkan fungsi-fungsi
berbagai macam tombol dan alat. Karena terkejut, aku
memeluk bahunya, sangat nyaman; satu satunya
peristiwa pada masa kecilku di mana aku merasa tenang
dan nyaman dengan kehadiran laki-laki. Aku sangat takut
pada ayahku. Aku benci Faruq dan saudara laki-lakiku
yang lain. Meskipun terasa aneh, aku mabuk dengan
pengetahuan bahwa laki-laki, yang selama ini aku kira
dewa-dewa, bisa menjadi sangat biasa dan tidak
mengancam. Ini sesuatu yang baru dalam pikiranku.
Ketika aku memandang keluar lewat jendela
pesawat, aku mengerti mengapa burung elang yang
terbang tinggi sangat memikat hati, dan aku mengalami
perasaan bebas yang menakjubkan. Pikiranku melayang
ke Sara dan menyadari kenyataan yang mengejutkan
bahwa burung dan binatang buas lebih bebas dibanding
kakakku itu. Aku berjanji pada diriku bahwa aku akan
menjadi tuan dalam hidupku sendiri, tak peduli apa pun
46 tindakan yang akan kulakukan atau sakit yang akan
kutanggung. Aku bergabung dengan ibu kembali ketika pesawat
akan mendarat; ia memelukku dengan lembut ketika
pesawat berjalan menuju pangkalan. Meskipun ia
memakai cadar, aku tahu setiap ekspresinya, dan aku
mendengar desahan nafasnya yang panjang, tersiksa.
Aku mungucapkan selamat tinggal kepada dua orang
Amerika yang baik itu. Aku harap mereka yang akan
membawa kami kembali ke Riyadh, karena aku merasa
persahabatan dengan kedua laki-laki itu memberikan
makna penting padaku, anak yang penuh dengan
pertanyaan. Di klinik, ketika kami berjalan di koridor kami
mendengar ratapan dan tangisan. Ibu mempercepat
langkahnya dan menggenggam erat tanganku.
Sara nyaris meninggal. Kami sangat putus asa
mengetahui bahwa ia mencoba bunuh diri dengan
memasukkan kepalanya ke dalam kompor gas. Ia diam
dan sangat pucat. Suaminya tidak ada di sana, dan ia
mengirim ibunya sebagai ganti. Sekarang, dengan suara
keras, perempuan tua itu mulai memarahi Sara dengan
kasar karena mempermalukan anak laki-lakinya dan
keluarganya. Dia wanita tua yang jelek dan jahat. Aku
ingin sekali mencakar wajahnya dan mengusirnya, tapi
aku ingat janjiku pada ibu. Akhirnya aku berdiri, berusaha keras menahan amarah,
menepuk tangan Sara yang lembut. Ibu menaikkan cadarnya ke atas kepala dan
menghadapi perempuan tua itu. Ia resah dengan banyak
kemungkinan, namun sangat tidak menyangka anak
perempuannya berusaha bunuh diri. Aku ingin melonjak
dan bersorak senang ketika ibu berbalik dengan wajah
yang sangat marah ke arah besannya. Ia menghentikan
47 perempuan berdarah dingin itu dengan pertanyaan, apa
yang telah dilakukan putranya sehingga gadis muda ini
ingin bunuh diri. Ibu memintanya untuk meninggalkan
tempat tidur Sara, karena tidak ada tempat untuk seorang yang tak bermoral.
Perempuan tua itu pergi tanpa
memasang kembali cadarnya. Kami bisa mendengar
suaranya yang marah ketika ia berteriak pada Tuhan
memohon simpati. Ibu berbalik ke arahku dan melihat senyum
takjubku. Aku kagum pada kemarahannya, dan untuk
sesaat aku merasa Tuhan tidak akan meninggalkan kami.
Dan Sara akan selamat. Tapi aku tahu kehidupan ibu
akan sangat sengsara bila ayah mendengar kata-kata
yang baru saja diucapkannnya. Aku telah kenal dengan
watak ayah. Ia akan marah dan bukan simpati pada Sara
atas perbuatan nekadnya. Ia pasti akan sangat marah
kepada ibu karena membela anaknya. Di Arab Saudi,
kaum tua betul-betul dipuja. Tidak peduli apa yang
dilakukan atau diucapkannya, atau bagaimana
kelakuannya, tak seorang pun berani melawan orang yang
sudah berumur. Ketika menghadapi perempuan tua itu,
ibu seperti harimau betina yang melindungi anaknya.
Hatiku merasa seolah-olah itu muncul karena harga diri
dan keberaniannya. Setelah tiga hari, tanpa menelpon sebelumnya,
suami Sara datang ke klinik untuk mengklaim miliknya.
Pada saat ia datang, ibu telah mengetahui sumber
penderitaan Sara yang sangat mendalam. Ia menghadapi
menantunya itu dengan perasaan jijik. Suami Sara orang
yang sadis. Ia menjadikan saudaraku sasaran perilaku
seksualnya yang brutal hingga Sara merasa kematian
adalah satu-satunya tempat pelarian. Setelah tiba di
Jeddah, Ayahpun tak mengakui penderitaan yang dialami
anaknya. Dan ayah setuju dengan menantunya bahwa
48 seorang istri adalah milik suaminya. Suami Sara berjanji kepada Ayah bahwa
hubungannya dengan Sara akan
kembali seperti normal. Tangan ibu gemetar dan mulutnya meraung ketika
ayah mengatakan kepadanya tentang keputusan itu. Sara
mulai menangis dan mencoba meninggalkan tempat tidur,
sambil berkata ia tak ingin hidup. Ia mengancam akan
menyobek pergelangan tangannya jika dipaksa kembali ke
suaminya. Ibu berdiri melindungi anaknya seperti gunung
dan, untuk kali pertama dalam hidupnya, ia menentang
suaminya. Ia berkata pada suaminya bahwa Sara tak akan
pernah kembali ke rumah seorang monster.
Dirinya akan pergi ke Raja dan Majelis ulama untuk
menceritakan kisah ini, dan bila ini terjadi, tak seorang pun akan mengizinkan
kebringasan seorang suami terus
berlanjut. Ayah mengancam akan menceraikan ibu, ibu
langsung berdiri dan mengatakan pada ayah untuk
melakukan apa pun yang ingin dilakukannya. Tapi yang
pasti, anaknya tak akan kembali ke suami iblis.
Ayah berdiri, tanpa berkedip. Ia mungkin menyadari
bahwa, mungkin sekali Sara akan dipaksa oleh para ulama
untuk kembali ke suaminya. Seperti yang selama ini
terjadi, mereka akan menasehati si suami untuk
memperlakukan istrinya sesuai dengan yang
diperintahkan dalam Alquran, dan kemudian mereka akan
meremehkan situasi yang tak menyenangkan. Ayah diam,
melihat dan menganalisa ketetapan hati ibu. Tak percaya
dengan ketetapan hati ibu yang tampak nyata, dan ingin
menghindari campur tangan publik dalam persoalan
keluarganya, sekali dalam seumur hidup perkawinannya,
ia menyerah. Karena kami dari kelurga kerajaan dan tak ingin
merusak hubungan dengan ayahku, suami Sara dengan
enggan setuju untuk bercerai.
49 Islam memberikan hak untuk bercerai pada laki-laki,
apa pun alasannya. Namun sangat sulit bagi perempuan
untuk menceraikan suaminya. Sara akan dipaksa
mengajukan alasan mengapa minta bercerai, banyak
kesulitan akan muncul, karena para pemimpin agama
mungkin akan mengeluarkan kaidah, 'kamu mungkin tak
menyukai sesuatu yang menurut Allah itu untuk
kebaikanmu,' dan memaksa Sara untuk tetap dengan
suaminya. Tapi suami Sara mengalah dan mengucapkan
kata-kata 'Aku menceraikan kamu' tiga kali dengan
dihadiri dua saksi laki-laki. Dan perceraian selesai pada saat itu juga.
Sara bebas! Ia kembali ke rumah kami.
Setiap pergolakan adalah peralihan. Dunia remajaku
diisi dengan perkawinan, usaha bunuh diri, dan perceraian Sara. Pemikiran dan
ide-ide segar mulai tumbuh dalam
pikiranku; aku tak pernah berfikir seperti anak-anak lagi.
Lama aku merenungkan tradisi primitif seputar
perkawinan di negeriku. Banyak faktor yang menentukan
kelayakan seorang gadis untuk dinikahi di Arab Saudi:
nama keluarga, kekayaan keluarga, kesempurnaan, dan
kecantikannya. Bertemu di muka umum adalah sesuatu
yang tabu, jadi laki-laki harus bergantung pada mata
elang ibunya dan saudara perempuannya untuk
menemukan pasangan yang pantas baginya. Bahkan
setelah janji untuk menikah dibuat dan tanggalnya sudah
ditentukan, sangat jarang si gadis bertemu dengan calon
suaminya sebelum terjadi pernikahan, walaupun
terkadang anggota-anggota keluarga saling bertukar foto.
Jika si gadis dari keluarga yang baik dan tanpa kekurangan, ia akan mendapatkan sejumlah lamaran
perkawinan. Jika ia cantik, banyak laki-laki akan mengirim ibu atau ayah mereka
untuk memohonnya menjadi istrinya, karena kecantikan adalah komoditi pokok bagi
50 perempuan Saudi Arabia. Tentu saja tanpa skandal yang
bisa merusak reputasi kecantikan itu; kalau tidak, hasrat orang padanya akan
lenyap; gadis seperti ini akan
menjadi istri ketiga atau keempat seorang laki-laki tua di desa yang sangat
jauh. Banyak laki-laki Saudi menyerahkan keputusan final
perkawinan anak perempuannya pada istri-istri mereka,
karena tahu mereka akan mencarikan yang paling cocok
untuk keluarga. Namun masih sering terjadi seorang ibu
memaksakan perkawinan yang tak diinginkan anak
gadisnya. Karena bagaimanapun juga, ia sendiri menikah
dengan laki-laki yang ditakutinya, dan hidupnya berjalan dengan kengerian dan
kesakitan yang tak terbayangkan.
Cinta dan kasih sayang saja tidak akan mencukupi,
demikian peringatan sang ibu pada anak gadisnya; lebih
baik menikah dengan keluarga yang telah mereka kenal.
Dan ada laki-laki, seperti ayahku, yang mendasarkan
keputusan perkawinan putrinya demi keuntungan bisnis
dan pribadi, dan tak ada otoritas yang lebih tinggi untuk membatalkan keputusan
itu. Sara, karena kecantikan,
kecerdasan, dan mimpi masa kecilnya, pada akhirnya tak
lebih dari sebuah bidak dalam rencana licik ayah untuk
mendapat kekayaan. Mengetahui dengan sangat baik keadaan kakakku
yang berada dalam bahaya, membuat aku memutuskan:
kita perempuan harus memiliki hak berbicara untuk
keputusan akhir dalam persoalan-persoalan yang akan
mengubah kehidupan kita selamanya. Dari sekarang, aku
mulai hidup, bernafas dan merencanakan dengan diamdiam perjuangan untuk hak-hak perempuan di negeriku
sehingga kami bisa hidup lebih bermartabat dan dapat
memenuhi kebutuhan personal yang selama ini hanya
menjadi hak laki-laki sejak lahir.
51 5 Beberapa bulan setelah Sara kembali, kakak perempuanku
yang lebih tua, Nura, meyakinkan ayah bahwa Sara dan
aku perlu melihat dunia di luar Arab Saudi. Tak satupun
dari kami yang dapat membangkitkan Sara dari depresi
kronisnya, dan menurut Nura sebuah perjalanan mungkin
akan menjadi obat yang tepat. Dari sekian perjalanan
yang kulakukan, aku sudah dua kali mengunjungi
Spanyol, namun saat itu aku masih sangat kecil sehingga
tak banyak yang kuingat. Nura menikah dengan salah satu cucu Raja pertama
kami. Ayah puas dengan perkawinan Nura yang memang
memiliki pandangan kalem pada hidup. Dia melakukan
apa saja yang diperintahkan tanpa bertanya. Ayah benarbenar semakin mencintainya seiring berlalunya waktu,
karena sedikit dari saudara perempuanku yang memiliki
kualitas kepatuhan seperti Nura. Semenjak perceraian
Sara, ayah mengangkat Nura sebagai contoh untuk anakanaknya yang lain. Nura menikah dengan orang yang tak
52 dikenalnya, dan perkawinannya terbukti memuaskan.
Tentu saja, karena suami Nura baik budi dan penuh
perhatian. Dalam pikiran ayah, Sara jelas-jelas memprovokasi
suaminya untuk berperilaku kriminal. Kesalahan tak
pernah menjadi milik lelaki di Timur Tengah. Meskipun
membunuh istrinya, lelaki akan mengatakan alasan 'valid'
atas tindakannya, yang akan diterima oleh laki-laki lain tanpa tanya. Di
negeriku sendiri, aku pernah melihat surat kabar harian memberikan penghormatan
pada laki-laki yang mengeksekusi istri atau anak perempuannya karena
kesalahan 'perilaku yang tak senonoh'. Kecurigaan pada
tindakan seksual yang tak senonoh, seperti berciuman,
bisa membawa kematian pada seorang gadis muda.
Tambah lagi, ucapan selamat di depan umum diberikan
oleh para penjaga agama atas tindakan 'mulia' seorang
ayah yang menjalankan perintah Nabi!
Nura dan Ahmed sedang membangun istana, dan
Nura ingin pergi ke Eropa untuk membeli perabotan Italia.
Dalam perjalanan, kami akan berhenti di Mesir agar anakanak Nura yang masih kecil bisa melihat piramid.
Ayah, yang memiliki 22 anak perempuan dari empat
istri, sering terdengar menggerutu, 'perempuan adalah
kutukan bagi laki-laki.' Anak perempuannya yang paling
kecil, yang terus melakukan usaha pemberontakan yang
setimpal melawan kekuasaan absolut laki-laki, tak bisa
mengubah pendiriannya. Ucapan dan tindakan kami tidak
pernah dihargai dan diperhitungkan. Karena sangat yakin


Princess Kisah Tragis Putri Kerajaan Arab Saudi Karya Jean P Sassion di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kami tak akan pernah mencapai puncak yang kami
inginkan, maka ucapan kami saja adalah sebuah
kemenangan. Memang, tak ada perempuan Saudi yang
secara bebas pernah mendekati topik yang kami
diskusikan. Nura ingin ibu ikut dengan kami keluar negeri,
53 namun ibu menjadi sangat pendiam sejak Sara kembali.
Seolah-olah satu-satunya pemberontakan hebat yang ia
lakukan pada kekuasaan ayah telah menguras
semangatnya. Namun ia mendukung perjalanan itu, sebab
ia ingin Sara melihat Italia. Ia pikir aku terlalu muda dan harus tetap tinggal
di rumah, tapi seperti biasanya, sifatku yang keras menyempurnakan hasil yang
kuinginkan. Sara tidak begitu tertarik, meskipun nanti bisa melihat
keajaiban-keajaiban seni Italia, sebaliknya aku betul-betul gembira.
Kegembiraanku hilang oleh keinginan Faruq untuk
ikut dengan kami. Ayah merasa kami butuh pengawal.
Aku langsung berpikiran bahwa kehadiran Faruq yang
curang akan merusak liburanku. Aku memutuskan untuk
mempermainkan dia. Aku merebut ghutra (kain penutup kepala) barunya dan igaal
(tali hitam yang mengikat ghutra) dan berlari di tengah rumah menuju kamar
mandi. Aku tak tahu apa yang akan kulakukan terhadap bendabenda itu, namun laki-laki Saudi sangat sakit hatinya
kalau ada orang yang menyentuh ghutra-nya. Aku
merasa, harus menyakiti Faruq secepat mungkin.
Ketika Faruq mengejarku dan mengancam akan
mengatakannya pada ayah, aku membanting pintu kamar
mandi di hadapannya. Karena Faruq memakai Sandal,
jempol kakinya terluka, dan tangannya memar. Dari
teriakan dan rintihannya, para pelayan mengira aku
sedang membunuh Faruq. Meskipun begitu tak seorang
pun datang menyelamatkan dia.
Aku tidak tahu apa yang menyelimutiku mungkin
suara erangan yang sedang memohon simpati tapi aku
secara terburu-buru memasukkan ghutra-nya ke toilet dan
menghanyutkannya. Tapi Igaal-nya tidak hanyut, bahkan
ketika dengan kalut aku mendorongnya dengan alat
penyedot. Tali hitam yang basah itu menyumbat di toilet!
54 Ketika Faruq melihat apa yang kulakukan, ia
menyerangku. Kami berguling di lantai dan aku menang
dengan menarik dan membelit jarinya yang luka. Ibu,
mendengar teriakan kesakitan Faruq, ikut campur tangan
dan melindunginya dari kemarahanku yang tertahan
selama bertahun-tahun. Aku tahu aku dalam masalah besar. Tetapi aku
menganggap situasiku tidak buruk. Maka ketika Ibu dan
Omar mengantar Faruq ke klinik untuk membalut jarinya
yang luka, aku mengendap-endap masuk ke kamarnya
dan mengumpulkan timbunan 'harta karun' rahasianya
yang dilarang oleh agama dan negara.
'Harta karun' ini adalah barang-barang yang biasa
dikoleksi oleh semua anak laki-laki di seluruh dunia.
Namun memiliki barang-barang ini adalah pelanggaran
yang serius terhadap hukum agama di Arab. Lama
sebelumnya, aku telah menemukan koleksi playboy,
penthouse dan majalah-majalah Faruq yang lainnya.
Baru-baru ini aku menemukan koleksi barunya, slide
(film) porno. Karena ingin tahu, aku membawa semua
barang itu ke kamarku; dan melihatnya dengan proyektor
filmku. Laki-laki dan perempuan telanjang sedang
Kamandaka Murid Murtad 2 Persekutuan Tusuk Kundai Kumala Karya Wo Lung Shen Geger Di Bukit Seribu 1

Cari Blog Ini