menendang sepatu mandi karet itu ke bawah ranjang dan takkan pernah melihatnya
lagi. Dengan hati-hati ia meletakkan pakaian barunya di atas ranjang,
mengaturnya sedemikian rupa, lalu perlahan-lahan membuka kancing kemeja lengan
pendek itu dan mengenakannya. Kemeja itu cocok, la memasukkan kaki ke dalam
celana khaki yang tersetrika kaku, menarik ritsleting, dan mengancingkan
"pinggangnya. Celana itu dua inci terlalu panjang, maka ia duduk di ranjang dan
melipat ujungnya dengan rapi. Kaus kaki katun itu tebal dan nyaman. Sepatunya
sedikit terlalu besar tapi cukup pas. Perasaan memakai pakaian benar-benar
membawa kembali memori menyakitkan akan dunia bebas. Ini adalah celana yang ia
pakai selama empat puluh tahun, sampai dirinya dipenjarakan. Ia dulu membelinya
di toko tua di alun-alun Clanton, selalu menyimpan empat atau lima celana di
laci terbawah lemari pakaiannya yang besar. Istrinya menyetrika tanpa kanji, dan
sesudah dicuci setengah lusin kali celana itu terasa seperti piama tua. la
memakainya untuk bekerja dan ke kota. Ia memakainya dalam perjalanan memancing
bersama Eddie, dan ia memakainya di teras sambil meng-II.. ifecil. Ia memakainya
ke coffee ^-ayunkan 1***^ Klan. Ya, ia bah-shop dan pertemuanp ymg kan
memakainya pa"8" kan nasib ke Greenville .untuk mengebom kantor Yahudi radikal
tersebut. Ia duduk di atas ranjang dan menjepit lipatan tajam di bawah lutut.
Sudah sembilan tdmn enam bu/an sejak terakhir ia memakai celana ini. Rasanya
cocok, cuma sekarang ia harus memakainya untuk ke kamar gas. ? Celana itu akan
dipotong dari tubuhnya, dimasukkan ke dalam tas, dan dibakar. Adam lebih dulu
mampir ke kantor Lucas Mann. Louise di gerbang depan memberinya sehelai catatan
yang mengatakan itu urusan penting. Mann menutup pintu di belakangnya dan
menawarkan tempat duduk. Adam menolak. Ia ingin buru-buru menemui 5am.
"Pengadilan Fifth Circuit menerima pengajuan banding itu tiga puluh menit yang
lalu," kata Mann. "Kupikir kau mungkin ingin memakai teleponku untuk menghubungi
Jackson." 'Terima kasih. Tapi aku akan pakai telepon di The Row." "Baiklah. Aku
bicara dengan kantor Jaksa Agung tiap setengah jam, jadi kalau dengar se-suatu
aku akan meneleponmu." "Terima kasih." Adam bergerak-gerak
resah. "Apakah Sam ingin santapan terakhir"' "Akan kutanyakan sebentar lagi."
"Baiklah. Teleponlah aku, atau beritahu saja Packer. Bagaimana dengan saksi?"
"Sam tak menginginkan adanya saksi.* | 'gagairnana denganmu?" Tidak. Dia takkan
mengizinkannya. Kita sudah ^nyepakatinya sejak lama." Baiklah. Aku tak bisa
memikirkan hai lain lagi. ^Itu punya fox dan telepon, dan segalanya sedikit
lebih tenang di sini. Silakan saja kalau kau mau memakai kantorku." "Terima
kasih," kata Adam, melangkah keluar dari kantor. Ia mengemudi perlahan-lahan ke
The Row dan parkir untuk terakhir kalinya di halaman tanah di samping pagar. Ia
berjalan perlahan-lahan ke menara jaga dan memasukkan kuncinya ke dalam ember.
Empat minggu yang lalu ia berdiri di sana dan menyaksikan ember merah itu turun
untuk pertama kafinya, dan ia berpikir betapa sederhana tapi efektifnya sistem
kecil ini. Cuma empat minggu! Rasanya seperti sudah bertahun-tahun. Ia menunggu
gerbang ganda itu, dan menemui Tiny di anak tangga. Sam sudah berada di kantor
depan, duduk di tepi meja, mengagumi sepatunya. "Aku baru saja memeriksa pakaian
baru ini," katanya bangga ke-tika Adam masuk. Adam melangkah mendekat dan
niemeriksa pakaian tersebut dari sepatu sampai kemeja.^ Saur bersinar-sinar.
Wajahnya tercukur bersin. 'Rapi. Sungguh rapi." "Aku pesolek biasa, kan?" "Kau
kelihatan bagus, Sam, sungguh bagus. Apakah Donn/e membawakan ini semua?" "Yeah.
Dia membelinya di toko obral. Aku sebenarnya ingin memesan pakaian dari desainer
di New York, tapi peduli amat. Ini cuma eksekusi. Kukatakan padamu aku takkan
membiarkan mereka membunuhku dalam pakaian terusan merah itu. Sudah beberapa
saat yang lalu aku melepaskannya, takkan pernah memakainya lagi.. Harus kuakui,
Adam, rasanya menyenangkan." "Kau sudah dengar perkembangan terakhir?" "Tentu.
Semuanya ada dalam siaran berita. Maaf tentang sidang itu." "Petisi itu sekarang
ada di Fifth Circuit, dan aku lebih lega. Aku suka dengan peluang kita di sana."
Sam tersenyum dan berpaling, seolah-olah bocah kecil ini sedang menceritakan
kebohongan yang tak berbahaya kepada kakeknya. "Siang tadi ada seorang pengacara
kulit hitam di televisi yang mengatakan dia bekerja untukku. Apakah yang
terjadi?" "Itu mungkin Hez Kerry." Adam meletakkan kopernya di atas meja dan
duduk. "Apakah aku membayarnya juga?" "Yeah, Sam, kau membayarnya dengan farip
yang sama seperti kau membayarku." "Sekadar ingin tahu. Dokter sinting itu,
siapa namanya - Swinn" Dia pasti bicara banyak tentang diriku." "Sangat
menyedihkan, Sam. Ketika dia selesai -ikan kesaksian, seluruh ruang sidang bisa
Vmu berkeliaran di selmu, menggaruk-garuk * dan kencing & atas lantai." 1 Ih,
aku akan dilepaskan dari pendentaan." pn Sam terdengar kuat dan keras, nyaris
meriang. Tak ada sedikit pun tanda-tanda ketakut-0 "Dengar, aku ingin minta
bantuan kecil dari-0,' katanya sambil merogoh untuk mengambil situ amplop lain.
'Siapakah orangnya kali ini?" Sam menyerahkannya kepada Adam. "Aku ingin jaii
membawa ini ke jalan raya di pinggir gerbang depan, dan aku ingin kau menemui
pimpinan gembolan orang Klan di luar sana, dan aku ingin Kau membacakan ini
kepadanya. Coba kumpulkan lamera untuk merekamnya, sebab aku ingin masyarakat
tahu apa bunyi surat itu." Sam memegangnya dengan curiga. "Apakah buinya?"
"Ringkas dan to the point. Aku minta mereka semua pulang. Membiarkanku sendiri,
sehingga aku mati dengan damai. Aku tak pernah dengar tentang kelompok-kelompok
itu, dan mereka mendapatkan banyak perhatian dari kematianku." Kau tak bisa
membuat mereka menyingkir, kau tahu." "Aku tahu. Dan aku tak berharap mereka
akan i. Tapi televisi membuatnya seolah-olah mt-reka ini teman-teman dan
sahabat-sahabatku. Ata kenal seorang pun di luar sana." Aim tidak yakin kalau
ini gagasan ya" * Acara Adam, berpikir dengan ba'k sekarang i keras. "Mengapa
tidak" "Sebab saat kita bicara sekarang, kita seda mengatakan kepada Fifth
Circuit bahwa pada J samya kau adalah tanaman, tak mampu menyuSni) pemikiran
seperti ini." Sam sekonyong-konyong gusar. "Kalian neng. acara," katanya
mencemooh. "Apakah kau tak per. nah menyerah" Urusan ini sudah selesai, Adam
berhentilah bermain." "Belum." "Dari pihakku, urusan ini sudah selesai.
Sekarang, bawa/ah surat itu dan kerjakan seperti yang kukatakan." \flm "Sekarang
juga?" Adam bertanya, melihat jam tangan. Saat itu pukul 13.30. "Ya! Sekarang
juga. Aku akan menunggu di sini." Adam parkir di samping gardu jaga di gerbang
depan, dan menjelaskan kepada Louise apa yang akan ia lakukan. Ia cemas. Louise
mengerling curiga pada amplop putih di tangannya, dan berseru kepada dua penjaga
terseragam agar mengantarkan. Mereka mengawal Adam melewati gerbang depan dan
menghampiri daerah demonstrasi. Beberapa reporter yang sedang meliput para
pemrotes itu mengenali Adam, dan langsung mengerumuniu dan dua penjaga itu
berjalan cepat me-* - pagar depan, tak menghiraukan pertanyaan
amukannya. ja berjalan langsung ke payung biru dan putih flig menandai markas
Klan, dan saat ia berhenti, kelompok jubah putih sudah menunggunya. Pers
mengelilingi Adam, penjaganya, dan orang-orang flan tersebut. "Siapakah pimpinan
di sini?" Adam deltanya sambil menahan napas. "Siapa yang ingin tahu?" tanya
seorang laki-laki muda bertubuh besar dengan jenggot hitam dan pipi yang
terbakar matahari. Keringat menetes-netes dari alis ketika ia melangkah ke
depan. "Aku membawa pernyataan ini dari Sam Cay-tell," kata Adam keras, dan
lingkaran itu merapat. Kamera berbunyi "klik-klik". Para reporter menyorongkan
mikrofon dan recorder ke sekitar Adam. "Diam," seseorang berseru. "Mundur!"
salah satu penjaga membentak. Sekelompok anggota Klan yang tegang, semuanya
dengan jubah yang seragam tapi kebanyakan tanpa kerudung, berdesakan lebih rapat
di depan Adam. Ia tak mengenali orang-orang yang ia hadapi Jumat kemarin. Orangorang ini tidak kelihatan terlalu ramah. Kegaduhan berhenti di lapangan "mpf''u
sementara kerumunan orang itu mendesak lebih dekat untuk mendengarkan pengacara
Sam. Adam mencabut catatan itu dari amplop dat) memegangnya dengan dua belah
tangan. "Nama saya Adam Hal/, dan saya pengacara Sam Cayhali, Ini adalah
pernyataan dari Sam," ia mengulangi. "Pernyataan ini tertanggal hari ini, dan
ditujukan kepada semua anggota Ku KIiu Klan, serta ke-fompofc-kelompofc lain
yang berdemonstrasi untuknya di saat hari ini. Saya kutip, 'Harap pergi.
Kehadiran kaitan di sini tidak menyenangkanku. Kalian memakai eksekusiku sebagai
alat untuk mengejar kepentingan sendiri. Aku tak kenal satu pun di antara
kalian, dan aku sama sekali tak berminat Menemui kalian. Harap kalian segera
pergi. Aku /ebih suka mati tanpa pertunjukan kalian." Adam melink wajah keras
orang-orang klan itu. semua kepanasan dan berkeringat "Alinea terakhir berbunyi
sebagai berikut, saya kutip. 'Aku bukan lagi anggota Ku K lux Klan. Aku
melepaskan diri dan organisasi itu dan segala yang diperjuangkannya. Aku akan
/adi orang bebas hari ini seandainya aku tak pernah mendengar rentang Ku KJui
Klan.' Ditandatangani oleh Sam Cayhali." Adam membaliknya dan menyodorkannya ke
arah orang-orang Klan itu. yang semuanya tak sanggup b/cara dan tercengang.
Laki-laki dengan jenggot hitam dan pipi terbakar rmuhan itu melompat pada, Adam
dan mencoba merebut surat itu. "Berikan padaku!" ia berseru, fapr Adam
menariknya. Penjaga di lebe/an Adam melangkah cepat ke depan dm mens laki.Jaki
itu." yang mendorong si penjaga ^")api balas mendorongnya, dm selama be-detik
yang menegangkan .pengawal Adam ',"l;,t dengan beberapa orang Klan. Penjaga\0f
si pemimpin balas berlain selama ini mengawasi di dekat tempat dan dalam
beberapa detik sudah berada di ' ah pertarungan saling mendorong. Ketertiban
dipulihkan dengan cepat. Kerumunan orang itu mundur Adam mengernyit pada orangorang Klan tersebut. "Enyahlah!" teriak Adam. "Kalian sudah dengar apa yang dia
katakan! Dia malu dengan jgtianf" "Enyahlah ke neraka!' teriak, Dua penjaga tadi
memegang Adam dan membawanya pergi sebelum ia membakar mereka lagi. Mereka
bergerak cepat ke arah gerbang depan, menumbuk para reporter dan kru kamera yang
menghalangi jalan. Mereka praktis berlari melewati gerbang, melewati sederet
penjaga lain. melewati kerumunan reporter lain. dan akhirnya ke mobil Adam.
"Jangan kembali ke sini, jaga itu memohon padanya. oke?" salah satu penKantor
McAllister dikenal bocor lebih hebat daripada toilet tua Menjelang sore, hari
Selasa, gosip paling panas yang beredar di Jackson mengatakan Gubernur secara
serius mempertimbangkan pentberian pengampunan kepada Sam Ca itu menyebar cepat
dari gedung kapitof G?siP para wartawan di luar tempat desas-des kepada kutip
wartawan-wartawan lain dan pen S 'tu d'-diulangi lagi, bukan hanya sebagai
gosip"*0" Serta bagai desas-desus kuat. Dalam satu jam ^ Se~ bocor, desas-desus
itu telah menanjak sa SeteIah tingkat hampir mendekati fakta. mpai ke Mona Stark
bicara dengan pers di rotunda menjanjikan pernyataan Gubernur bebera ^ lagi.
Beberapa pengadilan belum selesai** ^ ngani kasus tersebut, jelasnya. Ya,
GubernuT"' di bawah tekanan luar biasa. ada EMPAT PULUH DELAPAN Pengadilan fifth
ciRcuiTbutuh kurang dari empat jam untuk melemparkan' banding gangplank terakhir
ke Mahkamah Agung AS. Rapat pendek melalui telepon diadakan pada pukul 15.00.
Hez Kerry dan Gamer Goodman bergegas ke kantor Roxburgh di seberang gedung
kapital negara bagian. Sang Jaksa Agung punya sistem telepon yang cukup canggih
untuk secara bersamaan menghubungkan dirinya, Goodman, Kerry, Adam, dan Lucas
Mann di Parchmanr Hakim Agung Robichaux di Lake Charles, Hakim Agung Judy di New
Orleans, dan Hakim Agung McNeely di Amarillo, Texas. Panel tiga hakim itu
memperkenankan Adam dan Roxburgh mengemukakan argumentasi mereka, lalu rapat itu
dibubarkan. Pukul 16.00, pnitera pengadilan itu menelepon semua p". IWngabarkan
penolakan, danjfc Kerry dan Goodman
cepat-cepat ? kah banding ke Mahkamah Ag?*. ^ Sam sedang dalam proses men, saan
fisik terakhir ketika Adam menyelesaikan percakapan pendeknya dengan panitera
itu. Ia pelan-pelan meletakkan telepon. Sam menatap tajam dokter muda yang "
dengan takut-takut mengukur tekanan darahnya. Packer dan Tiny berdiri di
dekatnya, atas permintaan dokter tersebut. Dengan kehadiran lima orang, kantor
depan itu jadi sesak. "Fifth Circuit baru saja menolak," kata Adam murung. "Kita
dalam perjalanan ke Mahkamah Agung." "Sama sekali bukan tanah perjanjian," kata
Sam, masih menatap si dokter. "Aku optimis," kata Adam setengah hati, karena
kehadiran Packer. Si dokter cepat-cepat memasukkan peralatannya ke dalam tas.
"Selesai," katanya seraya beranjak ke pintu. "Jadi, aku cukup sehat untuk mati?"
tanya Sam. Dokter itu membuka pintu dan berlalu, diikuti Packer dan Tiny. Sam
berdiri dan meregangkan punggung, lalu mulai mondar-mandir perlahan-lahan
melintasi mangan itu. Tumitnya terasa licin dalam sepatu itu, sehingga
mempengaruhi langkahnya. "Apa kau cemas?" ia bertanya dengan senyum nakal. Tentu
saja. Dan kurasa kau tidak." "Kematian itu tak mungkin lebih buruk daripada saat
menunggunya. Persetan, aku sudah siap. Aku ingin menyudahi semua ini," Adam
nyaris mengucapkan hal usang tentang luang mereka di Mahkamah Agung, tapi tak
Jrselera menerima umpatan. Sam mondar-mandir L, merokok, tidak berminat bicara.
Adam, seperti kjasa, sibuk dengan telepon. Ia menelepon Good-.jun dan Kerry,
tapi percakapan mereka pendek Tak banyak yang dibicarakan, dan tak ada 0ptimisme
apa pun. Kolonel Nugent berdiri di teras Balai Pengunjung n meminta mereka
tenang. Di lapangan rumput depannya berkumpul pasukan kecil reporter dan
wartawan, semuanya resah menunggu undian. Di sampingnya ada meja dengan ember
kaleng. Setiap ta pers memakai lencana oranye bernomor yang dibagikan pengurus
penjara sebagai tanda pengenal. Kerumunan orang banyak itu luar biasa tenang.
Menurut peraturan penjara, ada delapan tempat duduk untuk jatah anggota pers,"
Nugent menerangkan perlahan-lahan, kata-katanya bergema sampai hampir ke gerbang
depan. Ia menikmati sorotan perhatian. "Satu tempat duduk dijatahkan untuk AP,
satu untuk UPI, dan saru untuk Missis-i Network. Berarti tersisa lima yang harus
dipilih secara acak. Saya akan mencabut lima nomor dari ember ini, dan bila
salah satu cocok jan nomor pengenal Anda, hari ini adalah hari keberuntungan
Anda. Ada pertanyaan?" Beberapa lusin reporter sekonyong-konyong kehabisan
pertanyaan. Banyak di antara mereka mengambil lencana oranyenya untuk memeriksa
nomor mereka. Gelombang ketegangan menyapu kelompok itu. Dengan dramatis Nugent
merogoh ke dalam ember dan mencabut secarik kertas. "Nomor 4843." "Di sini,"
seorang laki-laki muda dengan tegang berseru membalas, mencabut lencana
keberuntungannya. "Nama Anda?" Nugent berseru. "Edwin King, dari Arkansas
Gazzette." Seorang wakil kepala penjara di samping Nugent menuliskan nama orang
itu serta surat kabarnya. Edwin King dikagumi rekan-rekan sekerjanya. Nugent
dengan cepat memanggil empat angka Jain dan menyelesaikan undian itu. Gelombang
kekecewaan dengan jelas bergulung menimpa kelompok itu ketika nomor terakhir
diserukan. Mereka yang kalah sangat kecewa. "Pukul 11.00 tepat, dua van akan
berhenti di sana." Nugent menunjuk jalan masuk utama. "Kedelapan saksi harus
hadir dan siap. Kalian akan dibawa ke Maximum Security Unit untuk menyaksikan
eksekusi. Tanpa kamera atau alat perekam apa pun. Kalian akan digeledah begitu
tiba di sana. Sekitar pukul 12.30, kalian akan naik kembali ke van dan kembali
ke sini. Sesudah itu jumpa pers akan diadakan di aula utama gedung administrasi
yang baru, yang akan dibuka pukul 21.00 untuk kenyamanan Anda. Ada pertanyaan?"
Berapa orang yang akan menyaksikan eksepsi?" seseorang bertanya. "Akan ada
sekitar tiga belas atau empat belas B(ilDg dalam ruang saksi. Dan di dalam Kamar
Mr. Elliot Kramer, sang kakek, direncanakan akan menjadi saksi." "Bagaimana
dengan Gubernur?" "Menurut peraturan, Gubernur punya hak atas dua tempat duduk
dalam ruang saksi. Salah satu I (empat duduk itu akan diberikan kepada Mr.
Kramer. Saya belum diberitahu apakah Gubernur akan berada di sini." "Bagaimana
dengan keluarga Mr. Cayhali?" Tidak. Tak satu pun sanaknya akan menyaksikan
eksekusi." Nugent telah membuka sekaleng umpan. Pertanyaan-pertanyaan
bermunculan di mana-mana, dan ia punya urusan yang harus dikerjakan. "Tidak ada
pertanyaan lain. Terima kasih," katanya, lalu beranjak meninggalkan teras.
Donnie Cayhali tiba untuk kunjungan terakhir beberapa menit menjelang pukul
18.00. Ia langsung dibawa ke kantor depan, dan mendapati saudara914 915 nya yang
berpakaian rapi tertawa-tawa bersama Adam Hall. Sam memperkenalkan mereka
berdua. Selama ini Adam dengan hati-hati menghindari adik Sam. sampai sekarang.
Donnie ternyata bersih dan rapi. terurus dan berpakaian pantas. Ia pun mirip
Sam, setelah Sam bercukur, memangkas rambut, dan menanggalkan pakaian terusan
merah itu. Tinggi mereka sama, dan meskipun Donnie tidak kegemukan, Sam jauh
lebih kurus. Donnie jelas bukan orang udik seperti yang ditakutkan Adam. Ia
benar-benar senang bertemu Adam dan bangga dengan fakta bahwa ia pengacara. Ia
laki-laki yang menyenangkan dengan senyum ramah dan gigi bagus, tapi matanya
sangat sedih saat ini. "Bagaimana keadaannya?" ia bertanya sesudah beberapa
menit percakapan ringan. Yang ia maksudkan pengajuan banding itu. "Semuanya ada
di Mahkamah Agung." "Jadi, masih ada harapan?" Sam mendengus mendengar gagasan
ini. ;j "Sedikit," kata Adam, berserah pada nasib, Mereka terdiam lama ketika
Adam dan Donnie mencari bahan pembicaraan yang tidak begitu sensitif. Sam sama
sekali tak peduli. Ia duduk tenang di kursi, kaki disilangkan, dan mengepulngepul-kan rokok. Pikirannya dipenuhi berbagai hal yang tak dapat mereka
bayangkan. "Aku mampir ke Albert hari ini," kata Donnie. Sam masih menatap
lantai. "Bagaimana prostatnya?" I -Entahlah. Dia menyangka kau sudah mati."
"Itulah kakakku." [ "Aku juga menemui Bibi Finnic" "Kupikir dia sudah mati,"
kata Sam sambil tersenyum. "Hampir. Dia 91 tahun. Benar-benar terguncang dengan
apa yang terjadi padamu. Katanya sejak dulu kau kemenakan favoritnya." "Dia tak
pernah menyukaiku, dan aku tak menyukainya. Persetan, lima tahun sebelum aku
sampai ke sini, aku tak pernah menemuinya." "Ah, dia benar-benar terguncang
dengan kejadian ini." "Dia akan pulih." Wajah Sam tiba-tiba menyunggingkan
senyum lebar, dan ia mulai tertawa. "Ingat saat kita melihatnya pergi ke kakus
di belakang rumah Nenek, lalu melemparinya dengan batu" Dia keluar sambil
menjerit-jerit dan menangis." Donnie tiba-tiba teringat, dan mulai tertawa
terbahak-bahak. "Yeah, atap kakus itu dari seng," katanya di sela-sela napas,
"dan setiap batu kedengaran seperti ledakan bom." "Yeah, waktu itu kita bertiga aku, kau, dan Albert. Kau pasti belum lagi empat tahun." I, "Tapi aku ingat."
Cerita itu berkembang dan tawa mereka menular. Adam mendapati dirinya terkekeh
Novel The Chamber Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyaksikan dua orang tua ini tertawa seperti anak kecil. Cerita tentang Bibi
Finnic dan kakus beralih ke tas keji wa mereka berlanjut. Santapan terakhir
adalah penghinaan yang disengaja terhadap koki-koki tak berjati di dapur dan
ransum membosankan yang telah menyiksanya selama sembilan setengah tahun, la
minta sesuatu yang rinsan. makanan dari karton, dan bisa didapatkan dengan
mudah. Ia kerap kali kagum pada para pendahulunya yang memesan santapan dengan
tujuh macam makanan - steak, lobster, dan cheesecake. Suster Mo*, melahap dua
lusin kerang mentah, lalu salad ala Yunani, lalu sepotong daging iga dan
beberapa masakan lain h tak mengerti bagaimana mereka biaa mengerahkan selera
seperti itu cuma beberapa j tm menjelang ajal Sedikit pun ia tidak merasa lapar
ketika Nugent mengetuk pintu pada pukul 19 30 Di belakangnya berdiri Packer, dan
di belakang Packer ada narapidana pembawa nampan Di lengah nampan itu ada
mangkuk besar dengan f iga Eskimo Pie di dalamnya, dan di sebelahnya ada satu
termos kecil berisi kopi French Market, favorit Sam. Nampan di meja. malam yang
sangat sederhana. Sam." "Bisakah aku menikmatinya dengan tenang, atau kau akan
berdiri di sana dan menggangguku dengan omongan idiotmu?" Nugent terenyak kaku
dan menatap Sam berapiI ?pi. "Kami tikan kembali satu jam lagi. Saat itu umumu
hams pergi, dan kami akan mengenv tulikanmu ke Sel Observasi. Oke'" "Enyahlah
saja." kata Sam. duduk di bangku. Begitu mereka menghilang, Donnie berkata.
"Sialan. Sam. mengapa kau tidak memesan sesuatu yang bisa kita nikmati" Santapan
terakhir macam apa ini?" "Ini santapan terakhirku. Bila saatmu tiba. pesanlah
apa saja yang kauinginkan." Ia mengambil garpu dan dengan hati-hati mengerik es
krim vanili dan balutan cokelatnya dan batang la melahap satu gigitan besar,
lalu perlahan lahan menuang kopi ke dalam cangkir. Kopi itu hitam dan kental,
dengan aroma sedap Donnie dan Adam duduk di kursi sepanjang dinding, mengawasi
punggung Sam sementara ia menikmati santapan terakhirnya. Mereka berdatangan
sejak pukul 17.00. Mereka dalang dan segala penjuru negara bagian itu, semuanya
mengemudi sendirian, semuanya memakai mobil besar empat pintu bermacam warna
dengan simbol, emblem, dan tanda-tanda rumit pada pintu dan spat bor Beberapa di
antaranya memakai rak untuk lampu darurat di atapnya. Beberapa mt? majang
senapan pada kisi-kisi di atas jok depan. Semuanya memakai antena tinggi yang
b$nym-ayun diterpa angin. Mereka adalah para sheriff, masing-masing # I P.l.h
county mereka untuk menjaga keten w tam masyarakat. Sebagian besarkuT* W tohun
mengabdi dan sudah ambil ba^' ritual jamuan eksekusi yang tak tercatat^ ^
Seorang koki bernama Miss Mazola menv;a . jamuan itu, dan menunya tak pernah
ber2" menggoreng ayam besar dengan minyak
hewan i memasak kacang black eyed dengan babi as Dan ia membuat biskuit
buttermilk seukuran phi" kecil. Dapurnya terletak di belakang kafetaria kecil,
dekat gedung administrasi. Makanan selalu dihidangkan pukul 19.00, tak peduli
berapa sheriff yang hadir. Kerumunan orang malam itu adalah yang terbesar sejak
Teddy Doyle Meeks diantar ke tempat istirahat terakhir pada tahun 1982. Miss
Mazola sudah bersiap akan hal ini, sebab ia membaca koran dan setiap orang tahu
tentang Sam Cayhali. Ia memperkirakan sedikitnya akan ada lima puluh ^M^reka
dipersilakan lewat dengan lambaian takir sembarangan di sepU ! noan buncit dan
selera makan besar. Mei telah perjalanan panjang mereka ringanw serpihan ayam
dan gigi dan meng?re*akar, Miss Mazola. Mereka irakan dio berkuak-kuak, seolaholah ka-rlCa" Cayhatt akan disiarkan setiap saat. ??""kernanan ------ - V bicara
tentang eksekusi dan kejahatan keji ^di ter"Pat asal mereka> dan tentang oranglokal di The Row. Kamar gas terkutuk itu 'J cukup sering dipakai. " Mereka
memandang tercengang pada ratusan demonstrator di dekat jalan raya di depan
mereka. Mereka mengorek gigi lagi, lalu kembali ke dalam menikmati kue cokelat.
ntuk mem ' Saat itu huku"1malam yang luar biasa bagi penegakan EMPAT PULUH
SEMBILAN Kegelapan membawa kebeningan mencekam di jalan raya di depan Parchman.
Orang-orang Klan - tak satu pun mempertimbangkan meninggalkan tempat itu setelah
Sam memintanya - duduk di kursi lipat dan rumput yang telah terinjak-injak, dan
menunggu. Para skinhead dan kelompok-kelompok semacamnya yang telah terpanggang
di bawah matahari bulan Agustus duduk dalam kelompok-kelompok kecil dan minum
air es. Para biarawati dan aktivis lain disusul rombongan Amnesty International.
Mereka menyalakan lilin, memanjatkan doa, menyenandungkan lagu-lagu. Mereka
mencoba menjaga jarak dari kelompok-kelompok pembenci. Pilih hari lain, eksekusi
lain, narapidana lain, dan para pembenci yang sama akan berteriak-teriak
menuntut darah. Ketenangan itu terputus sejenak ketika satu pickup penuh remaja
mengurangi kecepatan di gerbang depan. Mereka mendadak mulai berteriak keras
bersama-sama, "Gas dia! Gas dia! Gas dia!" om m, truk itu menetek dan melaju
pergi. Beberapa ^gota Klan melompat berdiri, siap bertempur, ppi bocah-bocah itu
sudah menghilang, tak pernah kembali lagi. Kehadiran mencolok polisi patroli
jalan raya membuat situasi terkendali. Pasukan itu berdiri berkelompok-kelompok,
mengawasi lalu lintas, mengawasi dengan ketat para anggota Klan dan kaum
skinhead. Sebuah helikopter berputar-putar di atas. Goodman akhirnya
memerintahkan kegiatan analisis pasar dihentikan. Selama lima hari yang panjang,
mereka membukukan dua ribu telepon. Ia membayar para mahasiswa itu,
menyingkirkan telepon genggam, dan berkali-kali mengucapkan terima kasih kepada
mereka. Tak seorang pun di antara mereka rasanya bersedia menyerah, maka mereka
berjalan bersamanya ke gedung kapitol, tempat demonstrasi menyalakan lilin
sedang berlangsung di tangga depan. Gubernur masih berada di kantornya di lantai
dua. Salah satu mahasiswa itu menawarkan diri untuk membawakan telepon pada John
Bryan Glass yang sedang berada di Mahkamah Agung Mississippi di seberang jalan.
Goodman meneleponnya, lalu menelepon Kerry, lalu menelepon Joshua Caldwell,
seorang sahabat lama yang setuju menunggu di meja kerja Death Clerk di
Washington. Goodman sudah menempatkan setiap orang pada posisi. Semua telepon
bekerja. Ia menelepon Adam. Sam sedang menghabiskan santapan terakhirnya, kata
Adam. dan ia tak ingin bicara dengan Goodman. Namun ia ingin mengucapkan terima
kasih atas segalanya. Ketika kopi dan es krim itu habis, Sam berdiri dan
meregangkan kaki. Donnie lama terdiam. Ia menderita dan siap pergi. Nugent akan
segera datang, Donnie ingin mengucapkan selamat tinggal sekarang Ada noda es
krim pada kemeja Sam, Donnie mencoba menghapusnya dengan serbet. "Itu tidak
penting." kata Sam. menyaksikan adiknya. Donnie terus menangis. "Yeah, kau
benar. Lebih baik aku pergi sekarang. Sam. Mereka akan ke sini sebentar lagi "
Dua laki-laki itu berpelukan lama. saling menepuk lembut punggung masing-masing.
"Aku menyesal, Sam," kata Donnie, suaranya bergetar. "Aku sungguh menyesal"
Mereka memisahkan diri, masih saling memegang pundak, mata kedua laki-laki itu
berkaca-kaca, tapi tidak meneteskan air mata. Mereka tak sampai hati menangis di
hadapan satu sama lain. "Jaga dirimu." kata .Sam "Kau juga Panjatkan doa, Sam.
okc7" "Ya. Terima kasih atas segalanya. Kau satu-satunya yang peduli." Donnie
menggigit bibir dan menyembunyikan ' dari tatapan Sam. la berjabatan dengan ttan
tapi wk sanggup mengucapkan sepatah kata la berjalan di belakang Sam sampai kc
pintu. jju meninggalkan mereka. Tak ada kabar dari Mahkamah Agung?" tanya Sam
tak terduga, seolah-olah mendadak percaya masih ada peluang. "Tidak." kata Adam
sedih. "Di Cina. mereka menyelinap di belakangmu dan menembakkan sebutir peluru
ke kepalamu. Tak ada mangkuk nasi terakhir. Tak ada selamat tinggal. Tak ada
saat menunggu. Bukan gagasan buruk.* , Adam melihat jam tangan untuk kesejuta
kali dalam satu jam terakhir ini. Sejak sore terasa kesenjangan-kesenjangan saat
jam seakan-akan lenyap, lalu mendadak waktu berhenti. Waktu terbang, lalu
merangkak. Seseorang mengetuk pintu. "Masuk," kata Sam samar-samar. Pendeta
Ralph Griffin masuk dan menutup pintu, la sudah dua kali menemui Sam siang tadi,
dan jelas terguncang berat. Ini eksekusinya yang pertama, dan ia sudah
memutuskan ini akan jadi yang terakhir baginya. Sepupunya di senat negara bagian
harus mencarikan pekerjaan lain untuknya, h mengangguk pada Adam dan duduk di
samping Sam di bangku. Saat ttu hampir pukul 21.00. "Kolonel Nugent ada di luar
sana, Sam Katanya dia sedang menunggu Anda." "Nih, kalau- begitu, kita jangan
keluar. Kita duduk di sini saja." sempit itu dan melangkah ke Kamar Gas, tempat
sedang diadakannya persiapan terakhir. Sang algojo sedang sibuk dan sangat
terkendali. ? Ia seorang laki-laki pendek kuras bernama Bill ? Monday. Ia benari
sembilan dan akan mendapatkan lima ratus dolar untuk jasanya bila eksekusi
benar-benar berlangsung. Menurut undang-undang, ia dipilih Gubernur. Ia ada
dalam bilik sempit yang dikenal sebagai Ruang Kimia, kurang dari saru setengah
meter dari Kamar Gas. Ia sedang mengamati checklist pada. clipboard. Di
hadapannya, di atas counter, ada kaleng berisi satu pon pellet sodium sianida,
botol sembilan pon asam sulfat, kaleng satu pon asam kaustik, botol besi berisi
lima puluh pon amonia, dan satu botol berisi lima galon air suling. Di
sampingnya, di atas counter lain yang lebih kecil, ada tiga masker gas, tiga
pasang sarung tangan karet, sebuah corong, sabun, handuk tangan, dan lap pel. Di
antara dua counter itu ada pot pencampur asam, ditempatkan di atas pipa bergaris
tengah lima senti yang terjulur ke dalam lantai, ke bawah dinding, dan muncul
lagi ke permukaan di samping Kamar Gas dekat tuas-tuas. Monday punya tiga
checklist. Satu berisi instruksi untuk mencampurkan bahan-bahan kimia itu: asam
sulfat dan air suling dicampur sampai mencapai konsentrasi sekitar 41 persen,
larutan soda kaustik dibuat dengan melarutkan satu pon asam kaustik dalam dua
setengah galon air, dan ada beberapa 098 bahan lain yang harus dicampurkan untuk
membersihkan Kamar Gas setelah eksekusi selesai. Sam 0tar berisi segala bahan
kimia dan perlengkapan yang diperlukan. Daftar ketiga adalah prosedur yang hams
diikuti pada eksekusi sebenarnya. Nugent bicara dengan Monday; segalanya
berjalan seperti yang direncanakan. Salah satu asisten Monday mengoleskan gemuk
di tepian jendela Kamar Gas. Seorang anggota tim eksekusi berpakaian preman
memeriksa sabuk dan pengikat pada kursi kayu. Dokter sedang mengotak-atik
monitor EKG. Pintu terbuka ke luar, tempat sebuah ambulans sudah terparkir.
Nugent melihat checklist itu sekali lagi, meskipun sudah lama menghafalnya.
Bahkan ia sebenarnya sudah menulis satu checklist lagi, suatu bagan yang
disarankannya untuk mencatat eksekusi tersebut. Bagan itu akan dipakai oleh
Nugent, Monday, dan asisten Monday. Bagan itu berisi daftar kronologis bernomor
tentang peristiwa-peristiwa dalam eksekusi itu: air dan asam dicampur, tahanan
memasuki kamar gas, pintu kamar gas di-[ kunci, sodium sianida dimasukkan dalam
asam, gas menimpa wajah tahanan, tahanan terlihat jelas tak sadarkan diri,
tahanan pasti tak sadarkan diri, gerakan-gerakan tubuh tahanan, gerakan terakhir
yang terlihat, jantung berhenti, pemapasan berhenti, katup ventilasi dibuka,
katup pembersih dibuka, katup udara dibuka, pintu kamar gas dibuka, tahanan
dikeluarkan dari Kamar Gas, tahanan di929 nyatakan mati. Di samping masingmasing catatan itu ada garis kosong untuk mencatat waktu antara peristiwa
sebelumnya. Dan ada satu daftar eksekusi, bagan berisi 29 langkah untuk memulai
dan menyelesaikan tugas itu. Tentu saja daftar eksekusi itu punya lampiran,
daftar tentang lima belas hal yang harus dilakukan setelah eksekusi terlaksana yang terakhir adalah membawa narapidana itu ke dalam ambulans. Nugent tahu
setiap langkah dalam setiap daftar. Ia tahu bagaimana mencampur bahan-bahan
kimia, bagaimana membuka katup, berapa lama harus membiarkannya terbuka, dan
bagaimana menutupnya. Ia tahu semuanya. Ia melangkah ke luar untuk bicara dengan
sopir ambulans dan mencari udara, lalu berjalan kembali melewati Ruang Isolasi,
menuju Tier A. Seperti yang lainnya, ia sedang menunggu Mahkamah Agung terkutuk
itu memutuskan eksekusi jadi dilaksanakan atau tidak. Ia mengirimkan dua penjaga
bertubuh paling tinggi ke tier untuk menutup jendela-jendela di atas dinding
luar. Seperti bangunan itu sendiri, jendela-jendela itu sudah berumur 36 tahun
dan tidak dapat ditutup dengan tenang. Penjaga-penjaga itu mendorongnya sampai
terbanting dengan suara keras, tiap kali bergema di tier itu. Semuanya ada 35
jendela, setiap narapidana tahu jumlahnya dengan tepat, dan setiap kali satu
jendela tertutup, tier itu jadi
lebih gelap dan sunyi. 930 Dua penjaga itu akhirnya selesai dan berlalu. The
Row sekarang terkunci rapat - setiap narapidana ada di dalam sel, semua pintu
terkunci, puma jendela tertutup. Sam mulai gemetar bersama tertutupnya jendela.
Kepalanya tertunduk makin rendah. Adam melingkarkan lengan pada'pundaknya yang
rapuh. "Aku selalu menyukai jendela-jendela itu," kata Sam, suaranya rendah dan
parau. Satu regu penjaga berdiri tak sampai empat setengah meter dari sana,
mengintip lewat pintu tier seperti anak-anak di kebun binatang, dan Sam tak
ingin ucapannya terdengar. Sulit membayangkan Sam menyukai apa pun di tempat
ini. "Dulu, bila hujan lebat turun, airnya akan bepercikan ke jendela, sebagian
akan masuk dan menetes ke lantai. Aku suka hujan. " Dan rembulan. Kadang-kadang,
bila tak ada awan, aku bisa berdiri di selku dan sepintas memandang bulan
melalui jendela-jendela itu. Aku selalu ber'? tanya-tanya dalam hati, mengapa
mereka tidak memasang lebih banyak jendela di sini. Maksudku, aduh, maaf, Pak
Pendeta, bila mereka bertekad mengurungku dalam sel sepanjang hari, mengapa laku
tak boleh melihat ke luar" Aku tak pernah mengerti. Kurasa aku tak pernah
mengerti banyak hal." Suaranya mengecil, lalu lenyap, dan beberapa [ lama ia
tidak bicara lagi. Dari kegelapan bergaung suara tenor sendu si tPreacher Boy
menyanyikan Just a Closer Walk with Thee. Nyanyian itu cukup merdu. 931 "Just a
closer walk with Thee, Grant it, Jesus, is my plea, Daily walking close to
Thee..." "Diam!" seorang penjaga berseru. "Biarkan dia!" Sam balas berseru,
membuat Adam dan Ralph terkejut. "Nyanyikanlah, Randy," kata Sam, cukup keras
untuk didengar di sebelah. Preacher Boy berhenti beberapa saat, perasaannya
jelas terluka, lalu mulai lagi. Sebuah pintu terempas entah di mana, dan Sam
melonjak. Adam menekan pundaknya dan ia tenang kembali. Matanya menerawang dalam
kegelapan lantai. ?"Kurasa Lee takkan datang," katanya, ucapannya datar. Adam
berpikir sejenak, dan memutuskan untuk menceritakan yang sebenarnya. "Aku tak
tahu di mana dia. Sudah sepuluh hari aku tidak bicara dengannya." "Kupikir dia
ada di klinik rehabilitasi." "Kupikir begitu, tapi aku tidak tahu di mana. Maaf.
Sudah kucoba segala cara untuk menemukannya.". "Aku banyak memikirkannya harihari terakhir ini. Tolong katakan padanya." "Baiklah." Bila Adam bertemu lagi
dengan Lee, ingin rasanya ia mencekik bibinya itu. "Dan aku banyak memikirkan
Eddie." "Dengar, Sam, kita tak punya banyak waktu. Mari kita bicara tentang halhal yang menyenang-Ican, oke?" "Aku ingin kau memaafkan apa yang kuperbuat
terhadap Eddie." "Aku sudah memaafkanmu, Sam. Itu sudah selesai. Aku dan Carmen
memaafkanmu." Ralph menundukkan kepala di samping kepala Sam dan berkata,
"Mungkin ada beberapa orang lain yang harus kita pikirkan juga, Sam." "Mungkin
nanti," kata Sam. Pintu tier terbuka di ujung gang, dan terdengar suara langkah
bergegas ke arah mereka. Lucas Mann, dengan seorang penjaga di belakangnya,
berhenti di sel terakhir dan melihat tiga sosok samar-samar berkerumun rapat di
ranjang. "Adam, ada telepon untukmu," katanya cemas. "Di kantor depan." Tiga
sosok bayangan itu menegak bersamaan. Adam melompat berdiri dan tanpa sepatah
kata pun melangkah keluar dari sel ketika pintu dibuka. Perutnya bergolak hebat
ketika ia setengah berlari melintasi tier itu. "Kalahkan mereka, Adam," kata
J.B. Gullit ketika ia lewat dengan terburu-buru. "Dari siapa?" tanya Adam pada
Lucas Mann yang ada di sebelahnya, mengikuti setiap langkah. "Garner Goodman."
Mereka berkelok-kelok di tengah MSU dan tergopoh-gopoh ke kantor depan. Telepon
tergeletak di meja. Adam meraihnya dan duduk di bangku. "Garner, ini Adam." "Aku
ada di gedung kapitol, Adam, di rotunda di luar kantor Gubernur., Mahkamah Agung
baru saja menolak semua petisi permohonan peninjauan u Jang kita. Tak ada lagi
yang tersisa di sana." Adam memejamkan mata dan terdiam. "Ah, kurasa inilah
akhirnya," katanya, memandang Lucas Mann. Lucas mengernyit dan menjatuhkan
kepala. "Tetaplah di sana. Gubernur akan memberikan pengumuman. Aku akan
meneleponmu lima menit lagi." Goodman menghilang. Adam meletakkan telepon dan
menatapnya. "Mahkamah Agung menolak segalanya," ia melapor kepada Mann.
"Gubernur akan memberikan pernyataan. Sebentar lagi dia akan menelepon kembali."
Mann duduk. "Aku ikut sedih, Adam. Sangat sedih. Bagaimana perasaan Sam?"
"Kurasa Sam jauh lebih tabah menghadapi hal ini daripadaku." "Aneh, kan" Ini
eksekusiku yang kelima, dan aku selalu tercengang melihat betapa tenangnya
mereka pergi. Mereka menyerah ketika cuaca jadi gelap. Mereka menikmati santapan
terakhir, mengucapkan selamat tinggal kepada keluarga, dan jadi tenang
menghadapi segalanya. Kalau aku, mungkin aku akan menendang-nendang, menjerit,
menangis. Akan butuh dua puluh orang untuk menyeretku keluar dari Sel
Observasi." Adam berhasil melontarkan senyum sepintas, lalu melihat kotak sepatu
dalam keadaan terbuka di meja. Kotak itu dilapisi aluminium foil dan ada
beberapa potong remah kue di dasarnya Benda itu tak ada di sana ketika mereka
berlalu satu jam yang lalu. "Apa itu?" ia bertanya, tidak benar-benar ingin
tahu. "Itu kue eksekusi." "Kue eksekusi?" "Yeah, wanita kecil yang tinggal di
ujung jalan itu membuatnya tiap kali ada eksekusi." > "Kenapa?" "Entahlah. Aku
sama sekali tidak tahu." "Siapa yang memakannya?" tanya Adam, melihat kue dan
remah-remah yang tersisa seolah-olah melihat racun. "Para penjaga dan narapidana
pekerja" Adam menggelengkan kepala. Terlalu banyak urusan dalam otaknya untuk
menganalisis maksud di balik sajian kue eksekusi tersebut. Untuk peristiwa itu,
David McAllister berganti memakai setelan jas biru tua, kemeja putih yang bani
disetrika, dan dasi merah anggur. Ia menyisir dan menyemprot rambut, menggosok
gigi, lalu berjalan ke dalam kantornya dari pintu samping. Mona Stark sedang
meneliti angka-angka. "Telepon-telepon itu akhirnya berhenti," katanya lega.
"Aku tak ingin mendengarnya," kata McAllister, memeriksa dasi dan giginya di
cermin. "Mari berangkat." Ia membuka pintu dan melangkah ke serambi; dua
pengawal pribadi menemuinya. Mereka mengapitnya sewaktu ia berjalan ke rotunda
tempat lampu-lampu terang sedang menanti. Serombongan reporter dan kamera
mendesak ke depan untuk mendengarkan pengumuman. Ia melangkah ke podium
sementara, dengan selusin mikrofon tergabung jadi satu. Ia meringis terkena
sinar lampu-lampu itu, menunggu mereka tenang, lalu^ bicara. "Mahkamah Agung
Amerika Serikat baru saja menolak pengajuan peninjauan kembali vonis terhadap
Sam Cayhali," katanya dramatis, seolah-olah para reporter itu belum mendengar
hal tersebut. Ia berhenti lagi, sementara kamera berdetakan dan mikrofon
Novel The Chamber Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menunggu. "Dengan demikian, setelah tiga sidang di hadapan juri, setelah
sembilan tahun upaya banding melalui setiap pengadilan yang ada di bawah
konstitusi kita, setelah kasus ini diperiksa kembali oleh tak kurang dari 47
hakim, akhirnya keadilan tiba bagi Sam Cayhali. Kejahatannya dilakukan 23 tahun
yang lalu. Keadilan mungkin berjalan lamban, tapi tetap bekerja. Saya menerima
banyak telepon yang meminta saya mengampuni Mr. Cayhali, tapi saya tak dapat
melakukannya. Saya tak dapat mengabaikan kebijaksanaan juri yang memvonisnya,
dan saya tak bisa pula memaksakan pertimbangan saya sendiri atas keputusan yang
telah diambil oleh berbagai pengadilan kita. Saya pun tidak bersedia menentang
keinginan keluarga Kramer, sahabat-sahabat saya." Berhenti lagi. Ia bicara tanpa
catatan, dan langsung terlihat bahwa ia sudah lama mempersiapkan komentar ini.
"Besar harapan saya bahwa eksekusi terhadap Sam Cayhali akan membantu
menghapuskan bab menyedihkan dalam sejarah negara bagian kita. Saya menghimbau
semua warga Mississippi untuk bersatu sejak malam yang menyedihkan ini, dan
mengupayakan persamaan. Semoga Tuhan mengampuni jiwanya." Ia mundur sementara
pertanyaan-pertanyaan beterbangan. Pengawal pribadi membuka pintu samping dan ia
pun menghilang. Mereka menuruni tangga dan keluar dari pintu utara, tempat
sebuah mobil sudah menunggu. Satu mil dari sana, sebuah helikopter juga sedang
menunggu. Goodman berjalan keluar dan berdiri di samping meriam tua, yang entah
mengapa dibidikkan ke gedung-gedung tinggi di tengah kota. Di bawahnya, di kaki
tangga depan, sekelompok besar pemrotes memegang lilin. Ia menelepon Adam dengan
berita itu, lalu berjalan menerobos orang banyak yang memegangi lilin itu, dan
meninggalkan gedung kapitol. Sebuah lagu pujian mulai dinyanyikan ketika ia
menyeberangi jalan, dan setelah dua blok nyanyian itu perlahan-lahan menghilang.
Ia berkeliaran sebentar, lalu berjalan ke arah kantor Irlez Kerry. LIMA PULUH
Perjalanan kembali ke Sel Observasi jauh lebih panjang dari sebelumnya. Adam
seorang diri menyusuri tempat itu, yang sekarang terasa begitu biasa. Lucas Mann
menghilang entah di mana dalam labirin The Row. Sewaktu menunggu di depan pintu
berat berjeruji di tengah bangunan itu, Adam mendadak tersadar akan dua hal.
Pertama, banyak orang berlalu lalang sekarang - lebih banyak penjaga, lebih banyak
orang tak dikenal dengan lencana plastik dan pistol di pinggang, lebih banyak
laki-laki berwajah keras dengan kemeja lengan pendek dan dasi poliester. Ini
suatu fenomena besar, peristiwa oti terlalu menegangkan untuk dilewatkan. Adam
memperkirakan setiap pegawai penjara yang punya cukup kekuasaan dan pengaruh
tentu akan berada di The Row saat vonis mati Sam dilaksanakan. Hal kedua yang ia
sadari adalah kemejanya telah basah kuyup dan kerahnya menempel ke leher. Ia
mengendurkan dasi ketika pintu berdetak teras, lalu bergeser terbuka diiringi
dengung motor listrik tersembunyi. Seorang penjaga di suatu tempat di "tengah
simpang siurnya dinding beton, jendela, dan jeruji sedang mengawasi dan menekan
tombol yang tepat. Ia melangkah lewat, masih sambil mengendurkan ikatan dasi dan
kancing di bawahnya, dan berjalan ke penghalang berikutnya, sebuah dinding
jeruji menuju Tier A. Ia menyeka
kening, tapi tak ada keringat di sana. Ia mengisi paru-paru dengan udara panas
dan lembap. Karena semua jendela tertutup, tier itu sekarang terasa mencekik.
Terdengar suara klik keras lagi, dengung motor listrik lain, dan ia melangkah ke
gang sempit yang kata Sam lebarnya dua meter lebih. Tiga lampu neon kusam
melontarkan sinar redup ke langit-langit dan lantai. Ia mendorong kakinya yang
berat melewati sel-sel gelap, semua terisi dengan pembunuh brutal yang sekarang
berdoa atau merenung, beberapa bahkan menangis. "Kabar baik. Adam?" J.B. Gullit
bertanya dari kegelapan Adam tak menjawab. Masih terus berjalan, ia menengadah
memandangi jendela-jendela dengan berbagai warna cat tertempel pada daunnya yang
kuno, dan ia tersentak oleh pertanyaan berapa banyak pengacara sebelum dirinya
yang pernah melakukan perjalanan terakhir dari kantor depan ke Sel Observasi
untuk memberitahu orang yang sedang sekarat bahwa helaian tipis harapan terakhir
sekarang sudah lenyap. Tempat itu punya sejarah eksekusi yang sangat kaya, jadi
ia menyimpulkan sudah ada banyak orang lain yang menderita di sepanjang jalan
ini. Gamer Goodman sendiri pernah membawakan berita terakhir itu untuk Maynard
Tole, dan ini memberi Adam sedikit kekuatan yang sangat ia butuhkan. Ia tak
menghiraukan tatapan ingin tahu sekelompok orang yang berdiri dan mengawasinya
di ujung tier. Ia berhenti di sel terakhir, menunggu, dan pintu itu dengan patuh
membuka. Sam dan sang Pendeta masih duduk di ranjang, . berbisik-bisik, kepala
mereka hampir bersentuhan dalam kegelapan. Mereka mengangkat muka memandang Adam
yang duduk di samping Sam dan melingkarkan lengan pada pundaknya, pundak yang
sekarang serasa lebih rapuh lagi. "Mahkamah Agung baru saja menolak segalanya,"
katanya sangat pelan, suaranya di ambang tangis. Sang Pendeta mengembuskan
rintihan pedih. Sam mengangguk, seolah-olah ini memang sudah terduga. "Dan
Gubernur baru saja menolak memberikan pengampunan." Sam mencoba mengangkat
pundak dengan berani, tapi tak ada cukup tenaga. Ia terpuruk makin rendah lagi.
"Semoga Tuhan mengampuni," kata Ralph Griffin. "Kalau begitu, semuanya selesai,"
kata Sam. "Tak ada apa pun yang tersisa," bisik Adam. Gumam tegang dapat
terdengar dari pasukan pelaksana hukuman mati yang berjejalan di ujung tier.
Akhirnya ini terjadi juga. Pintu terbanting entah di mana di belakang mereka,
dari arah Kamar Gas, dan lutut Sam terentak. Ia diam beberapa saat - satu atau
lima belas menit, Adam tak tahu. Waktu masih melesat tiba-tiba, dan berhenti.
"Kurasa kita hams berdoa sekarang, Pak Pendeta," kata Sam. "Kurasa begitu. Kita
sudah cukup lama menunggu." "Bagaimana Anda akan melakukannya?" "Ah, Sam,
tepatnya apa yang ingin Anda doaykan?" Sam merenungkannya sejenak, lalu berkata,
"Saya ingin memastikan Tuhan tidak marah pada saya saat saya mati." "Gagasan
bagus. Dan mengapa Anda berpikir Tuhan mungkin marah pada Anda?" "Cukup jelas,
bukan?" Ralph menggosokkan kedua belah tangan. "Saya rasa cara terbaik adalah
mengakui dosa-dosa Anda, dan memohon agar Tuhan mengampuni Anda." "Semuanya?"
"Anda tak perlu mendaftar semuanya, minta saja agar Tuhan mengampuni segalanya."
"Semacam pertobatan total?" vfifl "Yeah, begitulah. Dan itu akan berhasil, bila
Anda serius." t "Saya sangat serius mati." "Apakah Anda percaya akan neraka,
Sam?" "Saya percaya." "Apakah Anda percaya akan surga. Sam?" "Saya percaya"
"Apakah Anda percaya semua orang Kristen masuk ke surga?" Sam memikirkan hal ini
lama-lama, lalu mengangguk sedikit sebelum bertanya. "Anda percaya?" "Ya. Sam.
Saya percaya." "Kalau begitu, saya percaya apa kata Anda" "Bagus. Percayalah
pada saya tentang hal ini, "Rasanya terlalu mudah. Anda tahu. Saya memanjatkan
doa pendek, dan segalanya diampuni." "Mengapa itu meresahkan Anda?" "Sebab saya
telah melakukan beberapa perbuatan buruk. Pak Pendeta." "Kira semua pernah
melakukan perbuatan buruk. Tuhan kita adalah Tuhan dengan kasih tak ter-bmgga
"Anda tak pernah melakukan apa yang saya "Apakah Anda akan merasa lebih lega
bila membicarakannya ?" "Yeah. rasanya tidak enak kecuali saya mengatakannya."
"Saya ada di sini, Sam." "Apakah aku harus pergi dulu?" tanya Adam. am
mencengkam iutut. Tidak. "Kita tak punya banyak waktu. Sam," kata Ralph, sambil
melihai sepintas ke balik jeruji. Sam menghela napas dalam, lalu bicara dengan
suara rendah yang monoton, berhati-hati supaya hanya Adam dan Ralph yang bisa
mendengar. "Saya membunuh Joe Lincoln dengan darah dingin. Saya sudah mengatakan
saya menyesal." Ralph menggumamkan sesuatu pada diri sendiri sambil
mendengarkan. Ia sudah tenggelam dalam doa. "Dan saya membantu saudara-saudara
saya membunuh dua orang yang membunuh ayah kami. Terus terang, saya tak pernah
menyesali hal itu sampai sekarang. Hidup manusia rasanya jauh lebih berharga
hari-hari ini. Saya keliru. Dan saya ambil bagian dalam penghukuman semena-mena
sampai mati ketika saya berumur lima belas atau enam belas tahun. Saya cuma
bagian dari gerombolan itu, dan mungkin saya lakkan mampu menghentikannya
seandainya mencoba. Tapi saya tak mencobanya, dan saya merasa bersalah akan hal
itu." Sam berhenti. Adam menahan napas dan berharap pengakuan itu sudah selesai.
Ralph menunggu dan menunggu, dan akhirnya bertanya, Ttu saja. Sam?" "Tidak.
Masih ada satu lagi." Adam memejamkan mata dan bersiaga mendengarnya. Matanya
berkunang-kunang dan ia ingm muntah. "Ada pembunuhan tanpa peradilan lainnya.
Seorang bocah bernama Cetus. Saya tak ingat nama keluarganya. Pembunuhan oleh
Klan. Saya berumur delapan belas tahun. Itu saja yang bisa saya katakan. " Mimpi
buruk ini takkan pernah berakhir, pikir Adam. Sam menarik napas daiam dan
terdiam beberapa menit. Ralph berdoa keras. Adam cuma menunggu. "Saya tidak
membunuh anak-anak Kramer itu," kata Sam, suaranya bergetar. "Saya tak ada
urusan berada di sana, dan saya salah telah terlibat dalam kekacauan itu.
Bertahun-tahun saya menyesalinya, semuanya. Keliru bergabung dengan Klan, ntembencj semua orang, dan memasang bom. Tapi saya tidak membunuh anak-anak itu. Tak
ada niat mencelakakan siapa pun. Bom itu seharusnya meledak tengah malam, ketika
tak ada siapa pun di dekat tempat itu. Itulah yang benar-benar saya yakini.
Samun bom itu dirakit orang lain, bukan saya. Saya cuma mata-mata, sopir,
pesuruh. Orang lain m) menyetel bom itu agar meledak jauh lebih lama dari yang
saya sangka. Saya tak pernah tahu pasti apakah dia berniat membunuh seseorang,
tapi saya curiga dia memang punya niat itu." Adam mendengarkan kata-kata itu,
menerimanya, menyerapnya, tapi terlalu tercengang untuk bergerak. "Tapi saya
seharusnya bisa menghentikannya. Dan itu membuat saya merasa bersalah. Anak-anak
kecil itu akan hidup seandainya saya bertindak lain setelah bom itu dipasang.
Darah mereka ada di tangan saya, dan bertahun-tahun saya menyesali hal ini."
Ralph dengan lembut meletakkan satu tangan di f belakang kepala Sam. "Berdoalah
bersama saya, Sam." Sam menutup mata dengan dua belah tangan dan menumpukan siku
pada lutut. "Apakah Anda percaya bahwa Yesus Kristus adalah putra Allah; bahwa
Dia datang ke bumi ini, dilahirkan dari seorang perawan, hidup tanpa dosa,
dihukum, dan wafat di salib sehingga kita bisa mendapatkan keselamatan abadi"
Apakah Anda percaya ini, Sam?" "Ya," bisiknya. "Dan bahwa Dia bangkit dari kubur
dan naik ke surga?" "Ya." I "Dan bahwa melalui diri-Nya segala dosa Anda j
diampuni" Segala hal mengerikan yang membe-I bani hati Anda sekarang diampuni.
Apakah Anda I percaya ini, Sam?" f "Ya, ya." Ralph melepaskan kepala Sam dan
menyeka air mata. Sam tak bergerak, cuma pundaknya bergun-1 cang. Adam
merapatkan tubuh makin erat. Randy Dupree mulai menyiutkan bait lain dari \Just
a Closer Walk with Thee. Nadanya jernih dan tepat, dan nyanyian itu bergema
merdu di sepanjang tier. "Pak Pendeta," kata Sam dengan punggung menegak,
"apakah anak-anak Kramer itu ada di surga?" "Ya." "Tapi mereka Yahudi." "Semua
anak masuk ke surga, Sam." "Apakah saya akan bertemu mereka di sana?" "Saya
tidak tahu. Banyak hal tentang surga yang tidak kita ketahui. Tapi Injil
menjanjikan bahwa takkan ada penderitaan saat kita sampai di sana." "Bagusi
Kalau begitu, saya berharap bisa bertemu dengan mereka." Suara Kolonel Nugent
yang tak mungkin salah didengar memecahkan ketenangan itu. Pintu tier
berdentang, berderak, dan membuka. Ia berjalan satu setengah meter ke pintu Sel
Observasi. Enam penjaga berdiri di belakangnya. "Sam, sudah saatnya pindah ke
Ruang Isolasi," katanya. "Sekarang pukul 23.00." Tiga laki-laki ku berdiri
berdampingan. Pintu sel terbuka, dan Sam melangkah ke luar. Ia tersenyum pada
Nugent, lalu berbalik dan memeluk sang Pendeta. "Terima kasih," katanya. "Aku
mengasih i mu, saudaraku!" Randy Dupree berteriak dari selnya, tak sampai tiga
meter dari sana. Sam memandang Nugent dan bertanya, "Bisakah aku mengucapkan
selamat tinggal pada teman-temanku?" Suatu penyimpangan. Panduan itu cuma
mengatakan bahwa tahanan langsung dibawa dari Sel Observasi ke Ruang Isolasi,
tanpa menyebut-nyebut salam perpisahan terakhir di tier itu. Nugent ter-enyak
bingung, tapi setelah beberapa detik pulih dengan baik. "Tentu, tapi lakukanlah
dengan cepat." Sam berjalan beberapa langkah dan memegang tangan Randy melalui
jeruji. Kemudian ia melangkah ke sel berikutnya dan bersalaman dengan Harry Ross
Scott. Ralph Griffin menyelinap melewati para penjaga dan meninggalkan tier. Ia
menemukan sudut gelap dan menangis bagaikan anak kecil. Ia takkan melihat Sam
lagi. Adam berdiri di pintu sel, dekat Nugent, dan bersama-sama mereka
menyaksikan Sam menyusuri gang, berhenti di setiap sel, membisikkan sesuatu
kepada masing-masing narapidana. Ia menghabiskan waktu paling lama bersama JB.
Gullit yang sedu sedannya bisa terdengar. Kemudian ia berbalik dan berjalan
kembali dengan tegar ke arah mereka, menghitung langkah sambil berjalan,
tersenyum pada sahabat-sahabatnya sepanjang jalan. Ia menggandeng tangan Adam.
"Ayo berangkat," katanya pada
Nugent. Begitu banyak penjaga berdesakan di ujung tier, sehingga agak sulit
mereka melewatinya. Nugent berjalan lebih dulu, lalu Sam dan Adam. Kerumunan
manusia yang berjejalan itu menambah suhu udara beberapa derajat dan beberapa
lapis udara lengas. Show of forte itu tentu saja dibutuhkan untuk menaklukkan
tahanan yang bandel, atau mungkin untuk menakut-nakutinya agar menurut. Rasanya
konyol luar biasa dengan orang tua kecil seperti Sam Cay hall. Perjalanan dari
satu ruang ke ruang lain hanya butuh beberapa detik, jaraknya sejauh enam meter,
tapi Adam meringis bersama setiap langkah menyakitkan. Melewati lorong penjaga
bersenjata, melewati pintu baja yang berat, ke dalam ruangan sempit Pintu di
dinding seberang tertutup. Pintu itu menuju Kamar Gas. Kasur lipat lusuh itu
dibawa masuk ke sana untuk peristiwa ini. Adam dan Sam duduk di atasnya. Nugent
menutup pintu dan berlutut di hadapan mereka. Mereka bertiga sendirian. Adam
kembali melingkarkan tangan pada pundak Sara. Nugent memperlihatkan ekspresi
amat pedih. Ia meletakkan satu tangan pada lutut Sam dan berkata, "Sam, kita
menyelesaikan semua ini bersama-sama. Sekarang..." "Kau tolol," kata Adam tanpa
pikir, tercengang atas komentar luar biasa ini. "Dia tak bisa lain," kata Sam
pada Adam. "Dia memang tolol. Dia bahkan tak menyadarinya." . Nugent merasakan
cacian tajam itu dan berusaha memikirkan sesuatu yang pantas diucapkan. "Aku
cuma berusaha menangani ini, oke?" katanya pada Adam. "Mengapa kau tidak enyah
saja?" kata Adam. "Kau tahu, Nugent?" tanya Sam. "Aku sudah membaca berton-ton
buku hukum. Dan aku sudah membaca berhalaman-halaman peraturan penjara, pan di
mana pun tak pernah kubaca peraturan yang mengharuskan aku melewatkan jam-jam
terakhirku bersamamu. Tak ada undang-undangnya, peraturannya, atau apa pun."
"Keluarlah saja dari sini," kata Adam, siap menyerang bila perlu. Nugent
melompat berdiri. "Dokter akan masuk melalui pintu itu pukul 23.40. Dia akan
menempelkan stetoskop ke dadamu, kemudian berlalu. Pukul 23.55, aku akan masuk,
juga lewat pintu itu. [ Saat itu kita akan; pergi ke Kamar Gas. Ada pertanyaan?"
"Tidak. Pergilah," kata Adam, mengibaskan tangan ke pintu. Nugent keluar dengan
cepat. Sekonyong-konyong mereka sendirian. Dengan t satu jam tersisa. Dua mobil
van penjara yang serupa menggelinding lalu berhenti di depan Balai Pengunjung,
diisi de-; lapan wartawan yang beruntung dan seorang sheriff. Undang-undang
mengizinkan, tapi tidak mengharuskan sheriff dari county tempat kejahatan itu
terjadi untuk menyaksikan eksekusi. L Orang yang menjadi sheriff Washington
County pada tahun 1967 sudah lima belas tahun mati, (api meriff yang sekarang
tentu tak mau melewatkan peristiwa ini. Hari itu ia sudah memberitahu Lucas Mann
bahwa ia sepenuhnya berniat menunaikan apa yang disebutkan oleh undang-undang.
Katanya ia merasa berutang pada masyarakat Greenville dan Washington County. Mr.
Elliot Krammer tidak hadir di Parchman. Ia sudah merencanakannya bertahun-tahun,
tapi dokternya campur tangan pada detik terakhir. Jantungnya lemah dan itu
terlalu riskan. Ruth tak pernah secara serius berpikir untuk menyaksikan
eksekusi tersebut. Ia ada di rumahnya di Memphis, duduk bersama teman-teman,
menunggu hal itu berakhir. Takkan ada anggota keluarga korban yang hadir untuk
menyaksikan pembunuhan Sam Cayhall. Mobil-mobil van itu difoto berkali-kali dan
direkam saat mereka berangkat dan menghilang di jalan masuk utama. Lima menit
kemudian, keduanya berhenti di gerbang MSU. Setiap orang diminta keluar, lalu
diperiksa apakah membawa kamera atau alat perekam. Mereka kembali naik van dan
dipersilakan melewati gerbang. Dua van itu melaju melintasi rumput di sepanjang
bagian depan MSU, mengelilingi lapangan rekreasi di ujung barat, lalu berhenti
sangat dekat dengan ambulans. Nugent sendiri sedang menunggu. Para wartawan itu
turun dari van dan secara naluriah mulai melihat nyalang ke sekeliling, mencoba
menyerap semua untuk direkam nanti. Mereka tepat berada di luar bangunan persegi
dari bata merah yang tertempel pada bangunan datar dan rendah, yaitu MSU.
Bangunan kecil itu punya dua pintu. Satu tertutup, satu lagi sedang menunggu
mereka. Nugent tidak berselera menghadapi wartawan-wartawan yang ingin tahu. Ia
bergegas membawa -mereka melewati pintu yang terbuka itu. Mereka melangkah ke
dalam ruangan sempit tempat dua deret kursi lipat sudah menunggu, menghadap pa" nel tirai hitam yang menyeramkan. "Duduklah," katanya kasar. Ia menghitung
delapan reporter, satu sheriff. Tiga tempat duduk dalam keadaan kosong.
"Sekarang pukul 23.10," katanya dramatis. "Tahanan ada di Ruang Isolasi. Di
depan kalian, di balik tirai-tirai ini, adalah Kamar Gas. Dia akan dibawa masuk
pukul 23.55, diikat, pintu dikunci. Tirai akan dibuka tepat tengah malam, dan
saat kalian melihat Kamar Gas, sang tahanan sudah akan berada di dalam, tak .:
sampai setengah meter dari jendela. Kalian hanya akan melihat belakang
kepalanya. Saya tidak merancang ini, oke" Perlu sekitar sepuluh menit sebelum
dia dinyatakan mati. Saat itu tirai akan ditutup dan kalian kembali ke van.
Kalian akan menunggu lama, dan maaf kalau mangan ini tak ber-AC. Ketika tirai
dibuka, segalanya akan berlangsung cepat. Ada pertanyaan?" "Apakah Anda sudah
bicara dengan tahanan itu?" fW I "Bagaimana sikapnya" "Saya tidak akan menjawab
semua itu. Jumpa pers direncanakan pukul 01.00, dan saat itulah saya llliilb J/k
951 jiigjji akan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Saat ini saya sibuk."
Nugent meninggalkan ruang saksi dan mengempaskan pintu di belakangnya. Ia
berjalan di sekitar pojokan dan memasuki Kamar Gas. "Kita punya waktu kurang
dari satu jam. Apa " yang ingin kaubicarakan?" tanya Sam. "Oh, banyak hal. Tapi
kebanyakan tak menyenangkan." "Rasanya sulit melakukan percakapan yang
menyenangkan pada titik ini, kau tahu." "Apa yang kaupikirkan saat ini, Sam" Apa
yang terlintas dalam pikiranmu?" "Segalanya." "Apa yang kautakuti?" "Bau gas
itu. Apakah itu menyakitkan atau tidak. Aku tak ingin menderita, Adam. Aku
berharap itu berlangsung cepat. Aku ingin menghirupnya banyak-banyak, dan
mungkin aku langsung melayang tak sadarkan diri. Aku tidak takut pada kematian,
Adam, tapi saat ini aku takut sekarat. Aku cuma berharap semua ini selesai. Saat
Novel The Chamber Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menunggu ini mengerikan." "Apakah kau siap?" "Hati kecilku yang keras ini sudah
damai. Aku telah melakukan berbagai perbuatan buruk, Nak, tapi aku merasa Tuhan
akan memaklumi. Tentu saja aku tak layak menerimanya." "Mengapa kau tidak
menceritakan padaku tentang orang yang bersamamu?" "Panjang ceritanya. Kita tak
punya banyak waktu." "Itu seharusnya bisa menyelamatkan nyawamu." "Tidak, tak
seorang pun akan percaya. Pikirkanlah. Dua puluh tiga tahun kemudian aku
mendadak mengubah cerita dan menimpakan semua kesalahan kepada orang misterius.
Janggal sekali." "Mengapa kau bohong padaku?" "Aku punya alasan." "Untuk
melindungiku?" "Itu salah satunya." "Dia masih di luar sana, kan?" "Ya. Dia ada
di dekat sini. Bahkan saat ini dia mungkin ada di depan sana bersama orang-orang
gila lain. Cuma mengawasi. Tapi kau takkan pernah melihatnya." "Dia membunuh
Dogan dan istrinya?" "Ya." "Dan putra Dogan?" "Ya." "Dan Clovis Brazelton?"
"Mungkin. Dia pembunuh yang sangat cakap, Adam. Dia mematikan, dia mengancam aku
dan Dogan pada sidang pertama," "Apakah dia punya nama?" r "Tidak. Aku toh
takkan mengatakannya padamu. Kau takkan boleh mengucapkan sepatah kata pun
tentang ini." "Kau mati karena kejahatan orang lain." "Tidak. Seharusnya aku
bisa menyelamatkan bocah-bocah itu. Dan Tuhan tahu aim sudah cukup banyak
membunuh orang. Aku pantas menerima ini, Adam." "Tak seorang pun pantas menerima
ini." "Ini jauh lebih baik daripada hidup. Seandainya mereka membawaku kembali
ke sel saat Tni juga dan mengatakan padaku aku akan tinggal di sana sampai mati,
tahukah kau apa yang akan kulakukan?" "Apa?" "Aku akan bunuh diri." Setelah
menghabiskan jam terakhir itu dalam sebuah sel, Adam tak dapat mendebat ini. Ia
bisa memahami kengerian hidup 23 jam sehari dalam sangkar sempit. "Aku hipa
rokokku," kata Sam, meraba saku kemeja. "Kurasa sekarang saat yang tepat untuk
berhenti." "Apakah kau mencoba melucu?" "Yeah." "Itu tak berhasil." "Apakah Lee
pernah memperlihatkan padamu buku dengan foto pembunuhanku di dalamnya?" "Dia
tidak memperlihatkannya padaku. Dia mengatakan tempat buku itu, dan aku
menemukannya." "Kaulihat foto itu?" "Ya." Testa biasa, kan?" "Menyedihkan."
"Apakah kau melihat foto lainnya, satu halaman sesudah itu?" fpgTa. Dua anggota
Klan." "Dengan jubah, kerudung, dan topeng?" "Ya, aku rnelihatnya." "Itu aku dan
Albert. Aku bersembunyi di balik salah satu topeng itu." Saraf Adam sudah
melewati titik batas terguncang. Foto-foto mengerikan itu berkelebat dalam
pikiran, dan ia mencoba menyisihkannya. "Mengapa kau menceritakan ini padaku,
Sam?" "Sebab rasanya melegakan. Sebelum ini aku tak pernah mengakuinya, dan ada
kelegaan dalam menghadapi kebenaran. Aku sudah merasa lebih baik." "Aku tak
ingin mendengar lebih banyak lagi." "Eddie tak pernah tahu. Dia menemukan buku 1
itu di gudang atas, dan entah bagaimana menduga aku ada di foto lainnya. Tapi
dia tidak tahu aku salah satu dari dua orang Klan itu." "Mari jangan bicara
tentang Eddie, oke?"' "Gagasan bagus. Bagaimana dengan Lee?" "Aku marah pada
Lee. Dia lari dari kita." "Tentu menyenangkan seandainya bisa bertemu dengannya,
kau tahu. Itu menyakitkan. Tapi aku begitu senang Carmen datang." Akhirnya,
pokok pembicaraan yang menyenangkan. "Dia orang yang menyenangkan," kata Adam.
"Gadis hebat. Aku sangat bangga denganmu, Adam, dan dengan Carmen. Kalian punya
semua gen bagus dari ibumu. Aku sungguh beruntung punya dua cucu yang hebat."
Adam mendengarkan dan tidak berusaha menanggapi. Sesuatu berdentang di sebelah,
dan mereka berdua melonjak. "Nugent pasti sedang main-main dengan peralatannya
di sana," kata Sam, pundaknya bergetar lagi. "Tahukah kau apa yang menyakitkan?"
"Apa?" "Aku sudah berpikir banyak tentang ini, benar-benar memeras otak beberapa hari
terakhir ini. Aku melihatmu, dan melihat Carmen, dan aku menyaksikan dua anak
muda cemerlang dengan pikiran dan hati terbuka. Kalian tidak membenci siapa pun.
Kalian toleran dan berpikiran luas, berpendidikan baik, ambisius, pergi ke manamana tanpa beban yang kubawa sejak lahir. Dan aku melihatmu, cucuku, darah
dagingku, dan aku bertanya pada diri sendiri. Mengapa aku tidak menjadi sesuatu
yang lain" Seperti kau dan Carmen" Sulit untuk mempercayai kita benar-benar
punya hubungan keluarga." "Sudahlah, Sam. Jangan lakukan ini." "Aku tak tahan."
"Sudahlah, Sam." "Oke, oke. Sesuatu yang menyenangkan." Suaranya menghilang dan
ia membungkuk. Kepalanya tertunduk dalam dan bergantung nyaris di antara kaki.
Adam ingin percakapan mendalam tentang pelaku kejahatan yang misterius itu. Ia
ingin mengetahui semuanya, perincian sebenarnya dari pengeboman tersebut,
pelariannya, bagaimana dan me956 1 ngapa Sam tertangkap. Ia juga ingin tahu apa
yang terjadi dengan orang ini, terutama karena ia ada di bar sana, mengawasi dan
menunggu. Namun pertanyaan-pertanyaan ini takkan dijawab, jadi ia membiarkannya.
Sam akan membawa banyak rahasia ke kuburnya. Kedatangan helikopter Gubernur
menciptakan kegaduhan sepanjang pintu depan Parchman. Heli-I kopter itu mendarat
di sisi lain jalan raya, tempat sebuah van penjara sudah menunggu. Dengan
seorang pengawal di masing-masing siku dan Mona Stark memburu di belakang,
McAllister berlari tergesa-gesa ke dalam van. "Itu Gubernur!" seseorang berseru.
Suara nyanyian dan doa terhenti sejenak. Kamera berpacu merekam van yang
melewati gerbang depan dan menghilang. Beberapa menit kemudian, kamera berhenti
dekat ambulans di belakang MSU. Para pengawal dan Miss Stark tetap berada dalam
van. Nugent menyambut Gubernur dan mengawalnya ke dalam mang saksi; ia duduk di
deretan depan. Ia mengangguk kepada saksi-saksi lain, sekarang semuanya sudah
berkeringat dan basah kuyup. Ruangan itu panas seperti oven. Nyamuk-nyamuk hitam
beterbangan menumbuk dinding. Nugent bertanya apakah ada sesuatu yang bisa ia
ambilkan untuk Gubernur. "Popcorn," McAllister melucu, tapi tak seorang pun
tertawa. Nugent mengernyit dan meninggalkan mangan. 957 "Mengapa Anda ada di
sini?" seorang reporter bertanya. "No comment," kata McAllister muram. Sepuluh orang itu duduk dalam
keheningan, menatap tirai hitam, dan dengan resah memeriksa jam tangan mereka.
Percakapan gelisah sudah berakhir. Mereka saling menghindari kontak mata,
seolah-olah malu menjadi partisipan dalam peristiwa mengerikan itu. Nugent
berhenti di pintu Kamar Gas dan memeriksa sebuah checklist. Saat itu pukul
23.40. Ia memerintahkan dokter untuk masuk ke Ruang Isolasi, lalu melangkah ke
luar dan memberi tanda agar para penjaga turun dari empat menara jaga sekitar
MSU. Sangat kecil kemungkinan gas yang lolos sesudah eksekusi bakal mencelakakan
penjaga menara, tapi Nugent menyukai detail. Ketukan pada pintu itu benar-benar
sangat samar, tapi saat itu terdengar bagaikan suara bor beton. Ketukan itu
merobek keheningan, mengejutkan Adam dan Sam. Pintu terbuka Dokter muda itu
melangkah masuk, mencoba tersenyum, menekuk satu lutut, dan meminta Sam membuka
kancing kemeja. Sebuah stetoskop bundar ditempelkan pada kulitnya yang pucat,
dengan kabel pendek dibiarkan tergantung sampai ke sabuk. Tangan dokter itu
gemetar. Ia tak mengucapkan apa-apa. 1 LIMA PULUH SATU Pukul 23.30, Hez Kerry,
Gamer Goodman, John Bryan Glass, dan dua mahasiswanya menghentikan percakapan
ringan mereka dan bergandengan tangan di sekitar meja yang sesak acak-acakan di
dalam kantor Kerry. Masing-masing memanjatkan doa hening bagi Sam Cayhall, lalu
Hez memanjatkannya dengan suara keras untuk kelompok tersebut. Mereka duduk di
kursi mereka, tenggelam dalam pikiran, dalam keheningan, dan memanjatkan doa
singkat untuk Adam. Akhir peristiwa itu berlangsung cepat. Jam yang berdesis dan
berjalan lamban selama 24 jam terakhir ini mendadak melaju kencang. Selama
beberapa menit setelah dokter berlalu, mereka melakukan percakapan ringan dan
resah sementara Sam berjalan dua kali melintasi mangan sempit itu, mengukurnya,
lalu bersandar pada dinding di seberang ranjang. Mereka bicara tentang (Chicago
dan Kravitz & Bane. Sam tak dapat membayangkan bagaimana tiga ratus pengacara
hidup dalam gedung yang sama. Satu-dua kali ada tawa gelisah, dan beberapa kali
senyum tegang saat mereka menunggu ketukan mengerikan berikutnya. Ketukan itu
terdengar tepat pukul 23.55, tiga ketukan tajam, lalu jeda panjang. Sam menarik
napas dalam dan merapatkan rahang. Ia menudingkan satu jari pada Adam. "Dengar
aku," katanya tegas. "Kau boleh berjalan ke dalam sana bersamaku, tapi kau tak
boleh tinggal." "Aku tahu. Aku tak ingin tinggal, Sam." "Bagus." Jari bengkok
itu turun, rahang mengendur, wajahnya melayu. Sam mengulurkan tangan ke depan
dan meraih pundak Adam. Adam menariknya rapat dan memeluknya lembut. "Katakan
pada Lee aku mencintainya," kata Sam, suaranya serak. Ia menjauh sedikit dan
menatap mata Adam. "Katakan padanya aku memikirkannya sampai akhir. Dan aku
tidak marah padanya karena tidak datang. Aku pun tak ingin datang ke sini kalau
tidak terpaksa." Adam mengangguk cepat, dan ia berusaha keras menahan tangis.
Apa saja, Sam, apa saja. "Sampaikan salam untuk ibumu. Aku selalu menyukainya.
Sampaikan sayangku pada Carmen, dia anak yang hebat. Aku menyesal atas semua
ini, Adam. Ini warisan beban berat bagi kalian." "Kami akan baik-baik saja,
Sam." 960 "Aku tahu. Aku akan mati sebagai orang yang sangat bangga, Nak, karena
kau." "Aku akan merindukanmu," kata Adam, air matanya bergulir ke pipi. Pintu
terbuka dan sang Kolonel melangkah masuk. "Sudah saatnya, Sam," katanya sedih.
Sam menghadapinya dengan senyum tegar. "Mari kita laksanakan!" katanya mantap.
Nugent berjalan lebih dulu, lalu Sam, lalu Adam. Mereka melangkah ke dalam Kamar
Gas yang sudah penuh orang. Setiap orang menatap Sam, lalu langsung berpaling.
Mereka malu, pikir Adam. Malu berada di sini, ambil bagian dalam tindakan keji
ini. Mereka tak mau memandang Adam. Monday, sang algojo, dan asistennya ada di
dekat dinding di samping Ruang Kimia. Dua penjaga berseragam berdiri di samping
mereka. Lucas Mann dan seorang wakil kepala penjara ada di dekat pintu. Sang
dokter sedang sibuk di'sebelah kanannya, menyetel EKG dan berusaha kelihatan
tenang. Dan di tengah ruangan, sekarang dikelilingi berbagai partisipan, adalah
kamar gas itu, sebuah tabung berbentuk segi delapan dengan lapisan cat baru
keperakan. Pintunya terbuka, kursi kayu penentu nasib itu menunggu, sederet
jendela tertutup ada di belakangnya. Pintu keluar ruangan itu terbuka, tapi tak
ada angin masuk. Ruangan itu bagaikan sauna, setiap orang basah kuyup oleh
keringat. Dua penjaga membawa Sam dan menggiringnya ke dalam Kamar Gas. Ia
menghitung langkah - cuma lima langkah dari pintu ke kamar gas itu - dan sekonyongkonyong ia sudah berada di dalam, duduk, melihat sekeliling orang-orang itu,
mencari Adam. Tangan orang-orang itu bekerja cepat. Adam berhenti tepat di dalam
pintu. Ia bersandar pada dinding, mencari kekuatan, lututnya lemas dan lemah. Ia
memandang orang-orang dalam ruangan itu, pada Kamar Gas, pada lantai, EKG.
Semuanya begitu bersih! Dinding-dinding yang baru dicat. Lantai beton yang
mengilat. Dokter dengan mesin-mesinnya. Kamar sempit yang bersih dan steril
dengan kilauannya yang cemerlang. Bau antiseptik dari Ruang Kimia. Segalanya
tanpa noda dan higienis. Seharusnya kamar ini dijadikan klinik tempat orang
mendapatkan pengobatan. Bagaimana kalau aku muntah di lantai, tepat di sini, di
kaki dokter yang baik ini, apa akibatnya terhadap ruangan sempit suci hama ini,
Nugent" Bagaimana buku panduan menangani hal itu, Nugent, seandainya aku
memuntahkannya di sini di depan Kamar Gas" Adam mendekap perutnya. Pengikat
terpasang pada lengan Sam, dua pada masing-masing lengan, lalu dua lagi untuk
kaki, di atas celana Dickies baru yang mengilat, lalu pengikat kepala yang
menyeramkan itu agar ia tidak melukai diri sendiri ketika gas menyerang. Ini
dia, semua sudah terpasang dan siap untuk gas itu, Semuanya rapi, tanpa noda,
dan suci hama, tak ada darah yang tercecer. Tak ada apa pun yang mencemari
pembunuhan bermoral yang mulus tanpa cacat ini. Para penjaga mundur keluar dari
pintu sempit itu, bangga dengan pekerjaan mereka. Adam memandangnya duduk di
sana. Mata mereka bertemu dan seketika Sam memejamkannya. Dokter itu yang
berikutnya. Nugent mengatakan sesuatu kepadanya, tapi Adam tak dapat mendengar
kata-kata itu. la melangkah ke dalam dan memasang kabel yang menyambung ke
stetoskop. Ia melaksanakan pekerjaan dengan cepat. Lucas Mann melangkah ke depan
dengan sehelai kertas. Ia berdiri di pintu Kamar Gas. "Sam, ini'surat Keputusan
hukuman mati. Aku diwajibkan oleh undang-undang untuk membacakannya kepadamu."
"Cepatlah," Sam mendengus tanpa membuka bibir. Lucas mengangkat kertas itu dan
membacanya. "Sesuai dengan vonis bersalah dan vonis hukuman mati yang dijatuhkan
padamu oleh Pengadilan Circuit Washington County pada tanggal 14 Februari 1981,
dengan ini kau dihukum mati dengan gas mematikan dalam Kamar Gas Penjara Negara
Bagian Mississippi di Parchman. Semoga Tuhan mengampuni jiwamu." Lucas mundur,
lalu meraih telepon pertama di antar dua telepon yang tergantung pada dinding.
Ia menelepon kantornya untuk memeriksa apakah ada mukjizat penundaan pada 963
detik terakhir. Tak ada apa pun. Saluran telepon kedua disiapkan untuk
menghubungi kantor Jaksa Agung di Jackson. Sekali lagi semua sistem berjalan.
Sekarang tengah malam lewat tiga puluh detik. Rabu, S Agustus. Tak ada
penangguhan," katanya kepada Nugent. Kata-kata itu berloncatan di sekeliling
ruangan yang lengas itu dan menerpa dari segala penjuru. Adam melirik kakeknya
untuk terakhir kali. Tangan Sam terkepal. Matanya terpejam rapat, seolah-olah ia
tak bisa memandang Adam lagi. Bibirnya bergerak, seolah-olah ia memanjatkan satu
doa pendek lagi. "Apakah ada alasan "eksekusi ini tidak bisa dilaksanakan?"
Nugent bertanya secara formal, mendadak mengharapkan nasihat hukum yang mantap.
Tidak ada," kata Lucas dengan penyesalan sungguh-sungguh. Nugent berdiri di
pintu Kamar Gas. "Ada pesan terakhir, Sam?" ia bertanya. "Bukan untukmu. Sudah
saatnya Adam berlalu." "Baiklah." Nugent perlahan-lahan menutup pintu, gasket
karetnya yang tebal menahan suara. Tanpa suara, Sam sekarang terkunci, dan
terikat. Ia memejamkan mata rapat-rapat Cepatlah. Adam bergeser ke belakang
Nugent yang masih menghadap pintu Kamar Gas. Lucas Mann membuka pintu keluar,
dan mereka berdua cepat-cepat keluar. Algojo meraih sebuah tuas. Asistennya
beringsut ke samping untuk mengintip. Dua penjaga tadi mencari posisi, agar bisa
menyaksikan bangsat tua itu mati. Nugent, wakil Kepala Penjara, dan dokter
berkerumun di sepanjang dinding lain, semuanya beringsut lebih dekat, kepala
bermunculan dan tumpang tindih, masing-masing takut melewatkan sesuatu. Suhu 32
derajat di luar terasa jauh lebih sejuk. Adam berjalan ke ujung ambulans dan
sejenak bersandar di sana. "Kau baik-baik saja?" tanya Lucas. "Tidak."
Tenanglah." "Kau tak menyaksikannya?" Tidak. Aku sudah melihat empat Bn cukup
untukku. Yang ini betul-betul sulit." Adam menatap pintu putih di tengah dinding
bata. Tiga van diparkir di dekatnya. Sekelompok penjaga merokok dan berbisikbisik di samping van. "Aku ingin pergi," katanya, takut ia akan muntah. "Ayo."
Lucas memegang sikunya dan membimbingnya ke van pertama. Ia mengucapkan sesuatu
kepada seorang penjaga yang melompat ke jok depan. Adam dan Lucas duduk di
bangku di tengahnya. Adam tahu, pada saat ini kakeknya ada di tengah gas,
terengah mencari napas, paru-parunya hangus oleh racun yang membakar. Tepat di
sana, dalam bangunan bata merah kecil itu, saat ini, ia sedang mengisapnya,
mencoba menelan sebanyak mungkin, berharap langsung terapung menuju dunia yang
lebih baik. Ia mulai menangis. Van itu bergerak mengitari lapangan rekreasi dan
melintasi rumput di depan The Row. Ia menutupi mata dan menangis untuk Sam,
untuk penderitaannya saat ini, untuk cara mengerikan ia dipaksa mati. Ia tampak
begitu mengibakan, duduk di sana dengan pakaian bani, diikat seperti binatang.
Ia menangisi Sam dan sembilan setengah tahun terakhir yang ia habiskan memandang lewat jeruji,
mencoba menangkap pandangan sepintas pada rembulan, bertanya-tanya dalam hati
apakah ada seseorang di luar sana yang peduli padanya. Ia menangis untuk seluruh
keluarga Cayhall yang menyedihkan dan sejarah mereka, yang mengerikan. Ia
menangis untuk diri sendiri, untuk penderitaannya saat ini, untuk hilangnya
orang yang dicintai, untuk kegagalannya menghentikan kegilaan ini. Lucas
menepuk-nepuk pundaknya dengan lembut. Van itu meluncur, lalu berhenti, lalu
menggelinding, dan berhenti lagi. "Aku ikut menyesal," katanya lebih dari satu
kali. "Ini mobilmu?" tanya Lucas ketika mereka berhenti di luar gerbang.
Lapangan parkir tanah itu terisi penuh. Adam menarik pegangan pintu dan
melangkah ke luar tanpa sepatah kata pun. Ia bisa mengucapkan terima kasih
nanti. Ia memacu mobil di sepanjang jalan tanah, di antara deretan kapas, sampai
tiba ke jalan masuk utama. Ia melaju cepat ke gerbang depan, hanya sebentar
mengurangi kecepatan sewaktu berkelok melintasi barikade, lalu berhenti di
gerbang depan, supaya penjaga bisa memeriksa bagasinya. Di sebelah kirinya ada
segerombolan reporter. Mereka berdiri, resah menunggu kabar dari The Row. Minicam mereka siap. Tak ada siapa pun dalam bagasinya, dan ia dipersilakan
melintasi barikade lain, nyaris menabrak seorang penjaga yang tidak cukup cepat
bergerak. Ia berhenti di jalan raya dan melihat acara menyalakan lilin yang
sedang berlangsung di sebelah kanannya. Lagu himne sedang dinyanyikan dari suatu
tempat. Ia memacu mobilnya, melewati polisi-polisi negara bagian yang lalu
lalang, menikmati istirahat mereka. Ia melewati mobil-mobil yang diparkir di
bahu jalan sejauh dua mil, dan tak lama Parchman sudah di belakangnya. Ia
menekan tombol turbo dan dengan segera mencapai sembilan puluh mil per jam. Ia
menuju utara karena suatu alasan, meskipun tak berniat pergi ke Memphis. Kotakota kecil seperti Tutwiler, Lambert, Marks, Sledge, dan Crenshaw terbang lewat.
Ia membuka jendela dan udara hangat bergulung di sekitar tempat duduk. Kaca
depan ditaburi kutu dan serangga besar, yang ^ketahuinya sebagai hama di wilayah
Delta. I Ia cuma mengemudikan mobil, tanpa tujuan ter-tentu. Perjalanan ini tak
pernah direncanakan. Ia 967 tak pernah memikirkan ke mana akan pergi segera
setelah Sam meninggal, sebab ia tak pernah benar-benar percaya hal itu akan
terjadi. Mungkin ia akan berada di Jackson sekarang, minum dan merayakan
kemenangan bersama Garner Goodman dan Hez Kerry, mabuk berat karena mereka
berbasil mengeluarkan kelinci dari topi. Mungkin ia ada di The Row, masih
menelepon sana-sini, berusaha mendapatkan perincian penangguhan yang kelak akan
jadi permanen. Mungkin banyak hal. Ia tak berani pergi ke rumah Lee, sebab ia
mungkin benar-benar ada di sana. Pertemuan mereka berikutnya mungkin akan berat,
dan ia lebih suka menundanya. Ia memutuskan mencari motel yang layak. Melewatkan
malam. Mencoba tidur. Memikirkan segalanya besok setelah matahari Baik. Ia
berpacu melewati puluhan desa dan kota kecil yang tak 'satu pun punya kamar
untuk disewa. Ia mengurangi kecepatan. Satu highway beralih ke lainnya. Ia
tersesat, tapi tak peduli. Bagaimana bisa tersesat bila tak tahu ke mana akan
menuju" Ia mengenali kota-kota dari rambu-rambu jalan, berbelok ke sini, lalu ke
sana. Perhatiannya tertuju pada sebuah toko yang buka sepanjang malam di luar
Hernando, tak jauh dari Memphis. Tak ada mobil diparkir di depannya. Seorang wa
Novel The Chamber Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nita setengah baya dengan rambut hitam pekat berdiri di belakang counter,
merokok, mengunyah permen karet, dan bicara di telepon. Adam meng968 hampiri
pendingin bir dan mengambil satu bungkus isi enam kaleng. "Maaf, Sayang, tidak
bisa beli bir setelah jam dua belas." "Apa?" Adam bertanya keras sambil merogoh
saku. Wanita itu tak suka bentakannya. Dengan hati-hati ia meletakkan telepon di
samping cash register. "Kami di sini tak bisa menjual bir setelah tengah malam.
Itu undang-undang." "Undang-undang?" st/Ya. Undang-undang." "Dari Negara Bagian
Mississippi?" "Benar," katanya manis. "Kau tahu apa yang kupikir saat ini
tentang undang-undang negara bagian ini?" "Tidak, Sayang. Dan teras terang aku
tak peduli." Adam meletakkan selembar pecahan sepuluh dolar di atas counter dan
membawa bir itu ke mobil. Wanita itu mengawasinya pergi, lalu menyisipkan uang
ke dalam saku dan kembali ke telepon. Mengapa harus merepotkan polisi karena
enam kaleng bir" Adam berangkat lagi, menuju selatan di jalan raya dua lajur,
mematuhi batas kecepatan dan meneguk bir pertama. Berangkat lagi mencari kamar
bersih dengan sarapan gratis, kolam renang, televisi kabel, HBO, tanpa anakanak. Lima belas menit untuk mati, lima belas menit untuk mengangini Kamar Gas,
sepuluh menit un969 tak bernyawa itu, mutt total, menurut dokter muda dan EKGnyj. Nugent menunjuk ke sana kemah -pakai masker gas, pakai sarung tangan, bawa
re. porter-reporter terkutuk itu ke van dan keluar dari Adam bisa membayangkan
Sam d) sana. kepala H rkulai ke satu sisi. masih tenkat dengan pengikat kulit
yang kokoh itu. Bagaimana waraa kulitnya sekarang" Pasti bukan putih pucat
seperti sembilan setengah tahun ini. Pasti gas itu mengubah bibirnya jadi ungu
dan dagingnya jadi merah muda. Kamar gas itu sekarang benih, sama "nun Masuk kc
Kamar Gas. kata Nugent, buka ikatannya Ambil luar'.7 Apakah kandung kemihnya
bocor" Im "cUki terjadi. Hati-hati. Ini. ini tas pin tik Masukkan pakaiannya ke
sini Semprot tubuh telanjang itu. Adam bisa melihat pakaian hara itu - celana Mati
k.iku. sepatu yang kebesaran, kaus kati putih tanpa noda. Sam begitu bangga
kembali memakai pakaian siingguhan Sekarang pakaian itu , gombal dalam kantong
sampah hijau, ditacelana penjara biru dan kaus putih" Ambil Masuk ke Kamar Gas.
Pakaikan padi mayat mi Tak perlu sepatu. Tak perlu kaus kakl peduli amat. dia
cuma akan pergi ke rumah Biarkan pihak keluarga yang ^?"irsungmi Baw. dia keluar
Kc Atl.un sampai " dekat sebuah danau entah di ^na. melewati jembatan, melewati
bawahnya ^, mendadak Icmbap dan sejuk. Tersesal lagi LIMA PULUH DUA . Kilauan
pertama matahari terbit itu berupa lingkaran merah muda di bukit di atas
Clanton. Cahayanya menerobos pepohonan, dan dengan cepat berubah jadi kuning,
lalu oranye. Tak ada awan, tak ada apa pun kecuali warna-warna cerah di langit
yang gelap. Dua kaleng bir yang belum terbuka bertengger di rumput. Tiga kaleng
kosong telah dilemparkan pada batu nisan di dekatnya. Kaleng kosong pertama
masih ada di mobil. Fajar merekah. Bayang-bayang jatuh ke arahnya dari deretan
batu nisan. Matahari segera menginapnya dari balik pepohonan. Ia sudah dua jam
berada di sana, meskipun sudah kehilangan jejak waktu. Jackson, Hakim Slattery,
dan sidang hari Senin terasa seperti sudah bertahun-tahun yang lalu. Sam
meninggal beberapa menit yang lalu. Atau meninggalkah dia" Apakah mereka sudah
selesai melakukan tindakan kotor mereka" Waktu masih bermain-main. 972 f . Ia
tak menemukan motel, dan tidak pula mencari dengan sungguh-sungguh. Ternyata
dirinya sampai di dekat Clanton, lalu tertarik ke sini, tempat ia menemukan
nisan Anna Gates Cayhall. Sekarang ia bersandar di sana. Ia minum bir hangat dan
melemparkan kalengnya pada monumen terbesar yang ada dalam jangkauan. Bila
polisi menemukannya di sini dan membawanya ke penjara, ia tak peduli. Ia sudah
pernah masuk sel. "Yeah, baru saja keluar dari Parchman," ia akan berkata kepada
rekan seselnya, partnernya. "Baru saja keluar dari death row." Dan mereka akan
membiarkannya sendiri. Jelas polisi-polisi itu sibuk di tempat lain. Kuburan itu
aman. Empat bendera merah kecil ditan-- capkan di samping kubur neneknya. Adam
melihatnya ketika" matahari terbit di timur. Kuburan lain akan digali. Terdengar
pintu mobil ditutup di suatu tempat di belakangnya, tapi ia tak mendengarnya.
Satu sosok berjalan ke arahnya, namun ia tak mengetahuinya. Sosok ? itu bergerak
perlahan-lahan, memeriksa tempat pemakaman itu, hati-hati mencari sesuatu. Suara
ranting patah mengejutkan Adam. Lee sedang berdiri di sampingnya, tangannya ada
pada nisan ibunya. Adam memandangnya, lalu berpaling. I "Apa yang kaukerjakan di
sini?" ia bertanya, terlalu kebas untuk terkejut. Lee perlahan-lahan berlutut,
lalu duduk sangat 973 dekat dengan Adam, punggungnya menempel pada ukiran nama
ibanya. Ia melingkarkan lengan pada siku Adam. "Ke mana saja kau selama ini,
Lee?" "Menjalani pengobatan." "Kau mestinya bisa menelepon, sialan." "Jangan
marah, Adam, aku mohon. Aku butuh teman." Ia menyandarkan kepala pada pundak
Adam. "Aku tak yakin kalau aku temanmu, Lee. Apa yang kaulakukan sungguh
menyebalkan." "Dia ingin menemuiku, kan?" "Benar. Kau, tentu saja, sedang
tersesat dalam dunia kecilmu sendiri, tenggelam dalam persoalan sendiri, seperti
biasa. Tidak memikirkan orang lain." "Sudahlah, Adam, aku menjalani perawatan.
Kau tahu betapa lemah diriku. Aku butuh pertolongan." "Kalau begitu, carilah."
Lee memperhatikan dua kaleng bir itu, dan Adam cepat-cepat membuangnya. "Aku
tidak minum,1' kata Lee, mengundang iba. Suaranya sedih dan kosong. Wajahnya
yang cantik terlihat letih dan berkerut. "Aku mencoba menemuinya," katanya.
"Kapan?" "Tadi malam. Aku pergi ke Parchman. Mereka tak mengizinkan ku masuk.
Katanya sudah terlambat" Adam menundukkan kepala, hatinya melunak. Ia takkan
mendapatkan apa pun dengan mengumpat 974 Lee. Lee pecandu alkohol, bergulat
mengatasi iblis yang ia harap tak pernah Adam jumpai. Dan Lee adalah bibinya,
Lee-nya tercinta. "Sampai akhir dia menanyakan dirimu. Dia memintaku
menyampaikan bahwa dia mencintaimu, dan dia tidak marah karena kau tidak datang
menjenguknya." Lee mulai menangis pelan. Ia menyeka pipi dengan punggung tangan,
dan menangis lama. "Dia pergi dengan penuh keberanian dan martabat," kata Adam.
"Dia sangat tegar. Dia mengatakan hatinya bersama Tuhan, dan dia tak membenci
siapa pun. Dia sangat menyesal atas semua yang telah diperbuatnya. Dia orang
hebat, Lee, prajurit tua yang siap teras berjuang." "Tahukah kau ke mana aku selama ini?"
Lee bertanya di sela-sela sedu sedan, seolah-olah tak mendengar apa pun yang
diucapkan Adam. "Tidak. Ke mana?" "Aku berada di rumah lama itu. Tadi malam dari
Parchman aku pergi ke sana." "Untuk apa?" "Sebab aku ingin membakarnya. Dan
ramah itu terbakar dengan indah. Rumah dan ilalang di sekitarnya. Api besar,
semua habis jadi asap." "Aduh, Lee." "Itu benar. Aku nyaris tertangkap, kurasa.
Aku barangkali melewati sebuah mobil sewaktu meninggalkannya. Tapi aku tidak
khawatir. Kubeli tempat itu minggu lalu. Kubayarkan 13.000 dolar 975 ke bank.
Kalau kau memilikinya, kau bisa membakarnya, benar" Kau kan pengacara." "Kau
serius?" "Pergilah, lihat sendiri. Aku parkir di depan gereja satu mil dari
sana, untuk menunggu mobil pemadam kebakaran. Mereka tak pernah datang. Rumah
terdekat jaraknya dua mil. Tak seorang pun melihat-kebakaran itu. Pergi dan
lihatlah. Tak ada yang tertinggal kecuali cerobong asap dan setumpuk abu."
"Bagaimana..." "Bensin. Ini, cium tanganku." Ia menyodorkannya ke bawah hidung
Adam. Kedua tangannya mengeluarkan bau bensin yang menusuk. Tapi kenapa?" ^28
"Seharusnya itu kulakukan bertahun-tahun yang lalu." "Itu tak menjawab
pertanyaannya. Kenapa?" "Banyak kejahatan terjadi di sana. Tempat itu penuh
iblis dan roh jahat. Sekarang mereka hilang." "Jadi, mereka mati bersama Sam?"
Tidak, mereka tidak mati. Mereka pergi menghantui orang lain." Adam cepat-cepat
memutuskan takkan ada gunanya menuntaskan pembicaraan ini. Mereka harus pergi,
maagkin kembali ke Memphis, tempat ia bisa mengembalikan Lee agar pulih. Dan
mungkin terapi. Ia akan tinggal bersama Lee dan memastikan bibinya mendapatkan
pertolongan. Sebuah truk pickup kotor memasuki .pemakaman 976 ia, melalui
gerbang besi di bagian lama, dan melaju perlahan-lahan di jalan setapak beton,
di an-lara monumen-monumen kuno. Truk itu berhenti di gudang peralatan kecil di
sudut pemakaman itu. Tiga laki-laki kulit hitam perlahan-lahan keluar dan
meregangkan punggung. "Itu Herman," kata Lee. "Siapa?" "Herman. Aku tak tahu
nama keluarganya. Sudah empat puluh tahun dia menggali liang kubur at sini."
Mereka menyaksikan Herman dan dua orang lainnya melintasi lembah batu nisan.
Mereka bisa mendengar suara lamat-lamat ketika laki-laki itu bersiap. Lee
menghentikan sedu sedan dan tangisnya. Matahari tepat di atas pucuk pepohonan,
sinarnya menerpa langsung ke wajah mereka. Hawa sudah hangat. "Aku senang kau
datang," kata Lee. "Aku tahu itu sangat besar artinya baginya." "Aku kalah, Lee.
Aku mengecewakan klienku, dan sekarang dia mati." "Kau sudah mencoba sebaik
mungkin. Tak seorang pun bisa menyelamatkannya." "Mungkin." "Jangan menghukum
diri sendiri. Malam pertama di Memphis, kau mengatakan padaku bahwa kemungkinannya amat kecil. Kau sudah hampir berhasil. Kau bertarung dengan baik.
Sekarang saatnya kembali ke Chicago dan meneruskan sisa hktapmu." 977 "Aku
takkan kembali ke Chicago." "Apa?" "Aku ganti pekerjaan." "Tapi kau baru setahun
jadi pengacara." "Aku masih akan jadi pengacara. Cuma jenis prakteknya berbeda."
"Mengerjakan apa?" "Litigasi hukuman mati." "Kedengarannya mengerikan." "Ya,
memang. Terutama pada hidupku saat ini. Tapi aku akan terbiasa. Aku tidak cocok
untuk biro hukum besar." "Di mana kau akan praktek?" "Jackson. Aku akan
menghabiskan waktu lebih banyak lagi di Parchman." Lee menggosok wajah dan
menarik rambut ke belakang. "Kurasa kau tahu apa yang kaukerjakan," katanya, tak
mampu menyembunyikan keraguan. "Jangan terlalu yakin." Herman berjalan mengitari
sebuah mesin pengeruk tanah usang berwarna kuning yang diparkir di bawah pohon
peneduh di samping gudang. Ia mengamatinya dengan penuh perhatian, sementara
laki-laki lainnya meletakkan sekop ke dalam pe-ngeruknya. Mereka meregangkan
tubuh lagi, tertawa tentang sesuatu, dan menendang ban depan. "Aku punya
gagasan," katanya. "Ada sebuah kafe kecil di utara kota, namanya Ralph's. Sam
dulu membawaku ke sana..." "Ralph's?" 07" "Yeah." "Pendeta Sam bernama Ralph.
Dia bersama kami kemarin malam." "Sam punya pendeta?" "Ya. Pendeta yang baik."
"Omong-omong, Sam membawa aku dan Eddie ke sana pada hari ulang tahun kami.
Tempat itu sudah berdiri seratus tahun. Kami makan biskuit besar, minum cokelat
panas. Mari kita lihat apakah tempat itu masih buka." "Sekarang?" "Yeah." Ia
jadi bersemangat dan bangkit berdiri. "Ayolah. Aku lapar." Adam meraih batu
nisan dan menarik tubuhnya j berdiri. Ia tidak tidur sejak Senin malam, dan
kakinya terasa berat dan kaku. Bir itu membuatnya I pening. Di kejauhan, sebuah
mesin dihidupkan. Suaranya bergema tak teredam, menembus tempat pemakaman itu.
Adam diam membeku. Lee menoleh untuk melihatnya. Herman sedang mengoperasikan
mesin pengeruk tanah, asap biru mendidih dari knalpot. Dua rekan kerjanya ada di
pengeruknya dengan kaki tergantung. Pengeruk tanah itu maju dengan gigi rendah,
lalu beringsut di jalan masuk, sangat perlahan, melewati deretan makam, lalu
berhenti dan berputar. Mesin itu mendatangi ke arah mereka. 979
Playboy Dari Nanking 15 Pendekar Mata Keranjang 20 Takhta Setan Pendekar Lengan Buntung 5