Hidup Abadi Eternally Karya Maureen Child Bagian 1
?"Satu TUBUHNYA ditemukan telentang di atas gambar bintang bertuliskan Nicole Kidman di Hollywood Boulevard.
Para turis yang melewatkan malam dengan berpesta, tersandung sisa-sisa tubuh Mary Alice Malone dan mengakhiri liburan mereka dengan pekik ketakut an.
Cahaya matahari menyilaukan lensa-lensa kame ra dan menyorot tempat kejadian dengan silau tanpa ampun. Darah berkubang di bawah tubuh wanita muda itu, dalam bentuk aliran kecil pekat yang keluar dari pembuluh darah yang terbuka, menuju saluran pembuangan. Mata biru wanita muda itu membelalak kaku karena terkejut, menatap langit pagi. Payudara kirinya lenyap, terpotong, seolah dipotong oleh ahli bedah berbakat tapi tak bermoral, dan blus sutra kuningnya sengaja dirobek dan diatur sedemikian rupa untuk memamerkan luka itu.
Sehelai selimut tampaknya disampirkan belakangan di atas tubuh itu. Namun Mary Alice Malone sudah tidak lagi membutuhkan privasi itu.
Kerumunan orang yang penasaran rela berdesakan demi posisi paling strategis, bunyi kamera bersahutan, dan turis-turis malang menangis. Polisi memasang pita kuning dan menyembunyikan rasa iba di mata mereka.
Di Los Angeles, pembunuh yang kejam sekalipun hanya akan mendapatkan pemberitaan kecil dari stasiun TV setempat dan artikel kecil di halaman kedua pada surat kabar lokal.
Namun seorang pria membuat catatan. Pria itu berdiri di pinggir tempat kejadian, pandangannya menyapu kerumunan. Ia tahu buruannya tidak jauh. Ia mengenali pekerjaan tangan pembunuh itu. Ia pernah mengejarnya. Dan menang. Dan sekarang ia dipaksa untuk melakukannya lagi.
Dan ia tahu pembunuhan ini baru permulaan.
*** Pesta berlangsung meriah dan Julie Carpenter berputar-putar di kursi putar di belakang meja kerja, menatap pintu yang memisahkan kamar tidurnya dengan ruangan lain di rumah itu. Suara musik rock yang memekakkan gendang telinga berdentum memenuhi ruangan, dentum bas menggetarkan dinding seperti bapak tua kelelahan yang mencari tempat untuk berbaring.
Kepalanya seakan dipukuli dan perutnya melilit, Julie menyerah pada kondisi tak terelakkan itu. Tidak akan mungkin ia bisa menyelesaikan pekerjaan apa pun saat ini.
Terima kasih, Evan Fairbrook, gumamnya dan melempar bolpoinnya ke buku catatan di hadapannya. Ia membiarkan kepalanya bersandar ke belakang, memandangi langit-langit lewat matanya yang tegas dan mengucapkan sumpah serapah lagi untuk mantan suaminya.
Mantan suaminya bukan hanya penipu dan tukang selingkuh. Oh, bukan. Tidak cukup hanya dengan meniduri sahabatnya dan Tuhan tahu berapa banyak wanita lain di Cleveland, Evan ternyata bajingan kelas satu. Sebelum Julie menyadarinya, pria itu sudah mengosongkan rekening bank mereka dan mencuri mobilnya. Kalau Julie memiliki anjing, mungkin Evan sudah menendangnya juga.
Ia tidak bisa lagi tinggal di Cleveland. Tidak dengan semua orang menatapnya, berbisik membicarakannya, dan bertanya-tanya bagaimana mungkin wanita cerdas seperti dirinya bisa sangat bodoh. Julie menarik napas panjang dan mengingatkan diri sendiri bahwa pindah ke California merupakan keputusan baik walaupun ia harus berpisah dari orangtua dan adik lelakinya. Ia berada di kota baru, dengan pekerjaan baru, dikelilingi orang-orang baru yang cukup beruntung karena belum pernah mendengar tentang Evan Fairbrook.
Tidak ada lagi ruangan bersekat di pinggiran kota untuknya. Sekarang ia berbagi rumah kuno di Hollywood Hills dengan dua wanita yang menjadi teman baiknya. Dan, ia sedang meniti kembali kariernya. Karier yang telah menyokong Evan ketika dia menjalankan bisnis perangkat lunak yang sedang berkembang.
Bisnis perangkat lunak yang ditutup saat Evan mencairkan semua uangnya dari sana dan terbang ke Barbados. Harapan Julie saat ini hanyalah Evan akan mengidap kanker kulit di seluruh badannya karena berjemur telanjang di bawah sinar matahari bersama Carol, mantan sahabatnya.
Di hidungnya, Julie membayangkan sambil tersenyum. Dia harus mendapat tahi lalat besar dan hitam di hidungnya. Atau bagian lain di tubuhnya yang sangat dia banggakan. Yeah. Dan sesudahnya, itu akan membusuk dan lepas dari badannya. Bagian tubuhnya, bukan tahi lalatnya. Pelan-pelan.
Dan kutukan-kutukan itu terus berlanjut, tapi kutukan ini salah satu yang terbaik, pikir Julie, sambil membayangkan Evan berdiri tak berdaya sambil menatap bagian tubuh yang dibanggakannya perlahan luruh, lepas, dan jatuh ke pasir. Dan untuk Carol, si wanita pengkhianat, dengan dia berhubungan dengan Evan saja sudah merupakan kutukan.
Julie mengembuskan napas dan mendengus. Ini bagus untukku. Setahun setelah Evan menghancurkan hidupnya, Julie dapat melihat sisi lucu dari kejadian yang menimpanya. Kira-kira begitu. Harga dirinya terguncang sedikit baiklah, sebenarnya hancur, ter injak-injak, dan terludahi namun begitu Evan menyingkir dari hidupnya, ia terpaksa mengakui bahwa ia tidak terlalu kehilangan pria itu. Jadi apa kata-kata yang bisa menjelaskan kondisinya ini"
Julie menggeleng. Sudahlah, sudah terlambat untuk mengintrospeksi diri. Sebaliknya, ia sudah menghabiskan es krim Coney Island Waffle Cone di lemari pendingin. Ia bangun dan berjalan ke pintu kamarnya, menuju lorong yang menghubungkan kamar dengan dapur rumah kuno yang besar itu. Kamar terpisah yang ia tempati di rumah bergaya Craftsman 1920-an ini terletak di bagian belakang bangunan, memberinya privasi yang ia sukai.
Julie beruntung karena menemukan tempat ini. Alasan pertama, ia membenci suasana apartemen. Namun lebih dari itu, sebagai penulis lepas di L.A. Times, ia membutuhkan rumah yang fleksibel. Ia banyak bepergian dan memiliki teman serumah berarti ia tidak perlu mengkhawatirkan tempat tinggalnya saat beper gian. Apalagi, ia memiliki teman jika membutuhkannya dan privasi jika sedang tidak membutuhkan teman.
Sesungguhnya, suatu saat nanti ia ingin tinggal di pantai. Dan ia akan berlibur saat musim panas dan juga bermain-main pasir sendirian.
Telepon genggamnya berdering sebelum ia sempat membuka pintu kamar, dan Julie memeriksa identitas penelepon sebelum menerimanya. Hai, Kate.
Hai. Kate Davies, salah satu teman serumahnya berbisik di telepon, suaranya nyaris teredam ingar-bingar musik di rumah ini. Hei, kau mau makan malam apa"
Julie tersenyum. Tinggal bersama dua teman wanita yang menganggap bahwa menggigit sebutir cokelat M&M sama saja dengan menjalani kehidupan tak terkontrol, mendatangkan keuntungan tersendiri. Kate ataupun teman serumahnya yang lain, Alicia Walker, tidak pernah makan jika mereka sanggup. Dan karena mereka berketetapan untuk menjaga bentuk tubuh agar tetap ramping dan apik setiap kali pergi berkencan yang, harus diakui, lebih sering daripada Julie mereka membawakan makanan untuknya.
Ke mana dia mengajakmu malam ini" tanya Julie, berharap sesekali menyantap steak lezat. Kalau Kate atau Alicia membawakannya sekotak sushi lagi, tubuh Julie pasti akan ditumbuhi insang.
Oh, bisik Kate. Kau akan menyukainya. Ruth s Chris. Kurasa bernapas di sini saja membuat berat badanku naik sekilo.
Terima kasih Tuhan. Daging. Jadi, kau mau apa" Filet mignon"
Julie menghela napas. Rasanya aku baru saja mencapai orgasme.
Tawa berderai di telepon. Kentang panggang atau kentang tumbuk dengan bawang putih"
Please. Kentang tumbuk dengan bawang putih. Tentu saja. Tanpa peduli bahwa Julie harus menarik napas terlebih dulu. Bilang agar steak-nya setengah matang sehingga bisa dipanaskan nanti. Dan jika teman kencanmu mau membayari makanan penutupnya, tolong pesankan yang berbau cokelat.
Sudah lama sekali aku tidak makan cokelat, kata Kate setengah mengeluh.
Nikmatilah hidup sedikit, desak Julie sambil memperhatikan bayangannya di cermin di seberang ruangan. Celana jins favoritnya sudah tua dan pudar, sudah lebih banyak benangnya daripada kainnya. Dan T-shirt-nya menutupi tubuh yang tampak tak berbentuk. Tapi Julie tidak sedang memburu seorang pria, bukan"
Julie mengalihkan perhatian dari bayangannya dan kembali berkonsentrasi pada Kate. Makanlah sesuatu yang bisa kaukunyah sebagai alternatif.
Ada pemotretan besok, Julie. Aku tidak bisa makan.
Julie memutar bola matanya. Benar. Maaf. Apa yang kupikirkan"
Bagaimana pestanya" Aku belum ke sana.
Kate menghela napas. Nikmatilah hidup sedikit, balasnya, melempar balik kalimat Julie. Pergilah. Minumlah. Bercakap-cakap dengan orang lain. Mungkin beberapa pria. Satu pria. Terserah.
Julie menjauh dari pintu dan menggeleng. Tidak, terima kasih. Aku pernah berada dalam masamasa itu, dan sudah kulewati.
Kau terlalu muda untuk menjadi biarawati. Dan kau terlalu kurus untuk melakukan diet. Begini, kata Kate, berbisik di telepon, kalau kau tidur dengan seorang pria, maka aku akan makan sandwich.
Satu sandwich penuh" goda Julie. Setengah, Kate berkompromi. Akan kupertimbangkan.
Bagus. Kate diam, lalu, Ups. Aku harus pergi sekarang. Dia sudah kembali dari toilet. Sampai jumpa.
Baiklah. Sampai jumpa. Sambil tersenyum, Julie menyelipkan telepon genggamnya ke kantong depan celana jins dan membuka pintu. Tiba-tiba suara musik menghantamnya. Entakan drum, petikan gitar, dan dentuman bas menggetarkan lantai dan terasa sampai ke kakinya yang telanjang.
Julie menggeleng, mengedipkan mata, dan berjalan menuju lorong yang gelap. Ingar-bingar pesta menariknya melewati kegelapan menuju dapur. Lampu-lampu menyala, menerangi dinding kuning terang dan lemari lemari putih, menusuk mata Julie seperti jarum. Di sisi lain di ruangan itu, sepasang pria dan wanita berpelukan sangat lekat seperti bungkus plastik DVD baru.
Rasa iri tiba-tiba menyergap, tapi Julie segera menekannya.
Seks = Buruk. Kalau bukan karena hormonnya menari kegirangan saat bertemu Evan, semua ini tidak akan terjadi. Hidup selibat merupakan pilihan yang lebih baik daripada membiarkan hasrat menuntunmu menuju jalan buntu.
Perlahan ia memutar badan dari pasangan itu, tidak memedulikan sama sekali bunyi helaan napas dan erangan. Namun, bagian dalam tubuhnya mengejang dan hawa panas mengalirinya meski ia berusaha keras melawannya. Untuk memerangi kebutuhannya, Julie mengambil sendok dari laci peralatan perak dan menuju kesenangan sensual yang tidak pernah menge cewakan wanita.
Ia menarik pintu lemari es sampai terbuka dan udara dingin menerpanya. Ia mengambil sekarton es krim, berhenti sejenak untuk mensyukuri keadaan karena berbagi rumah dengan satu orang yang berhas rat menjadi aktris dan seorang model paruh waktu, sehingga es krim yang dibelinya selalu ada di lemari pendingin menunggunya. Sambil tersenyum, Julie membuka tutupnya dan menyendok es krim itu meski ia belum menutup pintu lemari es.
Astaga! Julie terkejut, melangkah mundur dan menatap sepasang mata biru pucat dan dingin itu. Aku tidak tahu kau di situ.
Ia tidak mendengar pria itu memasuki ruangan. Tapi itu tidak mengherankan mengingat bunyi musik begitu kencang. Namun ia mengaku dalam hati, agak sulit untuk tidak menyadari kehadiran pria ini. Pria itu mengalihkan pandang ke sepasang pria dan wanita di seberang ruangan dengan rahang terkatup rapat.
Pria itu tinggi, sekitar 190 sentimeter, dengan dada bidang, kaki jenjang, rambut hitam pekat, dan raut wajah tegas. Pria itu berpakaian serbahitam, mulai dari celana jins yang membungkus erat kakinya dan T-shirt yang membungkus ketat dada berototnya sampai mantel tiga perempat yang menjuntai hingga pertengahan pahanya.
Mantel" Pada musim panas"
Ah, kehidupan Hollywood di mana penampilan adalah segalanya.
Saat pria itu kembali mengarahkan pandang padanya, Julie menarik napas dalam-dalam dan melahap sesendok penuh es krim. Namun tindakan itu tidak cukup untuk mendinginkannya. Dan ia merasa bahkan berdiri telanjang bulat di tengah badai salju pun tidak akan dapat mendinginkannya.
Pria itu mengerutkan dahi, menggeleng, dan memandang kembali pasangan yang berpelukan erat dalam keadaan berbaring di atas meja. Sebelum Julie bisa mengatakan sesuatu, pria asing tinggi gelap itu su dah berjalan menuju seberang ruangan. Dia menarik bahu pria itu dan mendorongnya menjauh.
Pria yang sedang bercumbu tersebut tidak menyukai gangguan itu. Hei, apa masalahmu" Hei, teman wanitanya memprotes sambil menarik kembennya untuk menutupi dada.
Pergi. Sekarang juga. Sesuatu dalam suara Mr. Tinggi, Tampan, dan Berbahaya itu sangat meyakinkan. Pria yang lebih pen dek itu menarik teman wanitanya, menurunkannya dari meja, dan menariknya keluar ruangan. Sebelum sampai di pintu ayun, pria itu berteriak sekali lagi untuk mengungkapkan kemarahannya. Kau sangat beruntung karena malam ini aku tidak terlalu berniat untuk berkelahi.
Julie hampir tertawa melihat pasangan tersebut menghilang dalam kemeriahan pesta. Kau lihat, dia tidak mencoba mengancammu sebelum yakin bisa lari darimu.
Dia di sini. Aku tahu dia di sini. Di suatu tempat. Siapa" Ya ampun, kata Julie agak gugup karena berduaan saja dengan pria yang kental dengan nuansa kekuatan ini, setengah dari penduduk Hollywood ada di sini malam ini.
Ini rumahmu. Tatapannya seolah menampar Julie dan suara pria itu sangat rendah dan berat, bergetar bagai suara bas.
Julie menelan ludah. Segala sesuatu mengenai pria ini di luar jangkauan pikirannya. Dia tampak dikelilingi bahaya dalam wujud kilatan arus listrik yang mungkin diterangi lampu neon. Dia bukan jenis pria yang biasa datang ke pesta semacam ini. Pria ini... berbeda. Ya. Kenapa"
Dia bergerak mendekat dan Julie dapat merasakan gelombang panas menguar dari tubuhnya. Hanya dengan melihatnya berjalan kaki panjang, perlahan, langkah yang terukur sudah cukup untuk membuat seorang wanita menjadi hangat dan sentimental. Bukan tipe pria yang cocok untuk dihadapi oleh wanita yang baru-baru ini mendeklarasikan hidup selibat. Lutut Julie gemetar, bahkan denyut nadinya semakin cepat.
Julie pun sadar, dengan suara musik yang bising itu, walaupun ia berteriak, tindakan itu tidak akan membantunya. Tidak akan ada yang dapat mendengar nya.
Apa kau melihat ada orang asing di sini" Hah" Maksudmu, selain dirimu" kata Julie sambil memaksakan diri untuk tertawa dan kembali menyuapkan sesendok besar es krim sambil terus berharap makanan beku itu bisa meredam panas yang muncul dalam tubuhnya. Kau bercanda, kan"
Julie mengayunkan sendoknya ke arah pintu ayun yang memisahkan dapur dari ruang tengah. Semua orang di sini orang asing. Pesta terbuka bagi siapa saja di kota ini. Satu orang menyampaikan kepada orang lain, yang menyampaikan pada orang lain lagi, dan ia berhenti untuk menyuapkan es krim lagi, kau paham.
Pria itu mengerutkan dahi dan matanya menyipit. Sudah kuduga.
Julie menyuapkan sesendok es krim lagi dan sejenak menikmati rasa karamelnya sambil mengamati pria di hadapannya. Baiklah, mungkin ia tidak akan membutuhkan pertolongan. Yang ia butuhkan adalah mandi air dingin. Setiap Sel tubuhnya tergelitik. Mata pria itu menatap menghipnotis. Julie nyaris merasakan tubuhnya merebah ke badan pria itu dan perlu kerja keras untuk menahan dorongan tersebut.
Pandangan pria itu menyapu ruang dapur lagi, seakan memeriksa sesuatu yang hilang darinya saat pertama kali memasuki ruangan ini. Namun akhirnya, tatapan itu kembali pada Julie dan Julie menelan ludah dengan susah payah.
Namun, pria itu tetap tidak mengancam keselamatannya dan Julie tidak ingin pria itu sadar bahwa sebenarnya ia sedikit khawatir. Julie mlambaikan sendok es krimnya pada pria itu, ke atas dan ke bawah. Kau aktor, kan"
Bukan. Benarkah" Apakah ruangan dapur ini panas" Atau hanya tubuhnya yang seolah menyala seperti api unggun" Karena kau tampak paling misterius dan Sebaiknya kau juga pergi.
Maksudmu" Pergi dari sini, pria itu mengulang kata-kata nya, mengulurkan tangan untuk menarik lengan Julie.
Sekarang. Tangan pria itu menyentuh kulit telanjang Julie dan hawa panas menguar di antara mereka.
Salah satu di antara mereka pasti terserang demam. Namun Julie tidak yakin siapa.
Pria itu segera melepaskannya dan matanya me nyipit saat memandang Julie. Seakan dia menyalahkan Julie karena hawa panas yang muncul.
Sambil melangkah mundur menjauhinya, Julie berkata, Bagus karena kau mengusir Don Juan dan pelacur itu dari sini, tapi ini rumahku. Paling tidak sepertiga dari rumah ini. Dan saat ini Julie akan sangat senang jika Alicia atau Kate muncul dan masuk dari pintu itu.
Ruang dapur terasa semakin sempit. Dan semakin panas. Aku tidak akan pergi ke mana-mana. Tapi sebaiknya kau pergi.
*** Kieran Maclntyre merasakan hawa panas masih membakar ujung-ujung jarinya dan sebagian dirinya tercenung dan berusaha mencari tahu penyebabnya. Telah bertahun-tahun ia berkelana di bumi ini, tapi ia belum pernah merasakan sentakan itu. Ia tahu bahwa rekan-rekannya pernah merasakan hal itu dan pada awalnya, ia bahkan iri pada mereka.
Namun waktu berlalu dan tahun-tahun tertimbun di belakangnya seperti manik-manik kotor pada seutas tali, ia menyadari bahwa ia beruntung. Kieran tidak mendapat interupsi yang mengganggu perburuannya. Ia tidak memiliki hal lain yang harus dikhawatirkan. Kieran tidak perlu berduka kehilangan Pasangan Takdir karena belum pernah mendapatkannya. Hingga saat ini.
Kieran telah menyadari keberadaan wanita itu tiga bulan lalu saat wanita itu menghubungi rumahnya, berusaha untuk mewawancarainya. Biasanya permintaan semacam itu akan ia tolak, namun Kieran mencari informasi mengenai wanita tersebut di internet karena terserang rasa ingin tahu. Sejak saat itu foto wanita tersebut menghantuinya dan membuat nya merasa perlu untuk mengawasinya dari jauh. Sam pai malam ini, saat ia terpaksa berhadapan langsung dengannya.
Rambut ikal berwarna merah gelap terlepas dari kuciran konyol di atas kepala wanita itu. Mata hijaunya terlihat besar pada wajah pucat yang dihiasi sedikit bintik keemasan. Insting membuatnya ingin meraih wanita itu. Memeluknya. Menyorongkan kepalanya ke belakang, merasakan lehernya, merasakan nadi wanita itu berdenyut di dalam mulutnya. Memenuhi tangannya sendiri dengan payudaranya dan menenggelamkan diri dalam kehangatan wanita itu.
Tubuhnya menggeram dengan kehidupan dan rasa lapar yang belum pernah ia rasakan. Dan Kieran tidak menginginkan hal itu. Tidak membutuhkannya. Ia bertahan sekian lama tanpa Pasangan Takdir dan bekerja dengan sangat baik. Ia tidak pernah menyukai kerumitan. Tidak saat hidup dan tentu saja tidak setelah mati. Lebih mudah baginya untuk menjaga jarak dari dunia kehidupan manusia, menjalankan tugas, dan menghilang dari ingatan orang-orang yang kehidupannya pernah ia sentuh.
Lebih baik sendirian. Tidak mengandalkan siapa pun kecuali dirinya sendiri dan para Penjaga lainnya.
Namun wanita itu harum. Segar. Hidup.
Sampo wangi bunga yang dia gunakan menggela yutinya dengan cara yang menggoda dan ia ingin tahu apakah kulit wanita itu akan semanis aroma tubuhnya. Payudaranya yang kencang dan padat naik-turun dengan cepat seiring embusan napasnya yang mengganggu dan matanya terlihat semakin besar, lebih lebar, saat menatap Kieran.
Apa wanita itu merasakan ikatan antara mereka" Apa wanita itu menyadari apa yang akan terjadi" Siapa kau" tanya Julie pelan, bisikannya hampir lenyap tertelan kebisingan dari ruang sebelah.
Siapakah dirinya" Pertanyaan menarik. Penjaga" Pejuang" Kesatria" Terlalu banyak jawaban dan terlalu sedikit waktu.
Kieran melangkah mendekat, dan Julie juga bergerak mundur hingga tertahan meja dapur di belakangnya. Julie terkejut dan menjatuhkan karton es krim ke lantai.
Julie tidak akan paham. Tidak akan membayang kan dunia yang sudah dilalui Kieran.
Mereka saling menatap lekat-lekat, Kieran bergerak lebih dekat, menunduk, membiarkan aroma Julie memenuhinya dengan aroma memabukkan, yang menyiraminya seperti anggur mahal.
Jantungnya berdegup kencang dalam dada. Ia tidak punya waktu untuk hal semacam ini. Tapi Kieran juga tahu bahwa ia tidak dapat meninggal kan wanita ini tanpa merasakannya. Sejak pertama kali melihatnya melalui foto, ia tahu momen ini akan datang sekarang, ia tidak akan menyia-nyiakannya. Ia memegang pipi Julie dengan tangannya, menyentuh bibirnya, bermaksud memberikan ciuman dalam yang akan meredam segala kebutuhan yang bergejolak dalam dirinya. Namun sedikit sentuhan di bibir Julie, dan Kieran kehilangan kendali diri.
Julie mengembuskan napas ke mulutnya dan bibirnya terbuka untuk Kieran. Lidahnya menyapu masuk ke mulut Julie dan Kieran serasa tenggelam dalam kehangatannya. Sensasi membanjiri semua indranya, tubuhnya bagai terbakar. Julie menghela napas lagi dan suara lembut itu merasuki Kieran seperti pisau, merobek perasaan datar ratusan tahun seolah tahun-tahun itu hanya sutra rapuh.
Dada Julie menekan dadanya, Kieran merasakan degup jantung Julie seolah itu degup jantungnya sendiri. Degup itu menggetarkannya, mengentak dalam kepalanya, dalam darahnya.
Julie menjatuhkan sendok dan benda itu bergemerincing di lantai seperti bel peringatan.
Kieran menggeram, melepaskan Julie, dan dengan enggan melangkah menjauh, memberi kesempat an bagi tubuhnya untuk tenang. Insting untuk memeluk wanita itu lagi sangat kuat, hampir tak terkendalikan. Badan Julie gemetar, matanya melebar, dan Kieran ingin membaringkannya di lantai dan tenggelam dalam kehangatannya.
Wow, kata Julie lembut, kau sangat ahli melakukannya.
Kieran mengusap mulutnya dengan satu tangan dan menolak mengaku bahwa ia pun gemetar. Ia tidak punya waktu untuk ini. Tidak ada waktu untuk Sesuatu yang tidak akan ia miliki.
Ia tidak berada di sini untuk wanita ini. Tentu saja tidak.
Kieran sudah membuntuti aroma mangsanya sampai ke rumah ini. Sepanjang hari ia memburunya, selalu tertinggal selangkah atau dua langkah di belakangnya. Memburu jejak energi samar yang ditinggalkan iblis saat mereka muncul. Sekarang, tampaknya sang Takdir sudah berbalik arah dalam perburuan ini. Kenapa buruannya harus datang ke tempat ini"
Ke rumah wanita ini"
Kekuatan makhluk itu mengambang di udara, rasa laparnya, hasratnya berdetak liar dan membuat Kieran heran mengapa manusia tidak dapat merasakannya. Di suatu tempat di rumah ini, iblis itu bergerak bebas, mulai berburu, memutuskan kapan dan siapa yang akan dia bunuh.
Dan ia satu-satunya yang dapat menghentikan makhluk itu.
?"Dua KAU belum menjawab pertanyaanku, kata Julie, suaranya tercekat, matanya melebar. Siapa kau"
Kieran MacIntyre. Cukup nama saja. Wanita itu tidak perlu tahu hal lain. Brengsek, dia tidak perlu tahu namanya. Kieran tidak akan menemuinya lagi jika ia bisa menahan diri.
Mata Julie semakin lebar dan berkilat dengan gairah. Kau MacIntyre"
Ya. Pria misterius itu" sambung Julie dan Kieran hampir dapat melihat benak wanita itu berkecamuk. Sang dermawan yang mengasingkan diri, Kieran MacIntyre" Benarkah"
Dan kau Julie Carpenter. Wartawan. Mata hijau terang Julie yang memesona menyipit perlahan.
Bagaimana kau bisa tahu"
Ketika kau mencoba mewawancaraiku, balas Kieran. Apa kau benar-benar mengira aku tidak akan mencari tahu juga tentang dirimu"
Oh. Julie mengangguk lalu melanjutkan, Baiklah kalau begitu, itu masuk akal. Dan sekarang kau di sini. Bukankah ini kebetulan yang menyenangkan" Kau, ada di sini, maksudku. Bersamaku. Julie menggosok-gosokkan telapak tangannya dengan penuh semangat.
Aku tidak berada di sini untuk wawancara. Bukan berarti kita tidak bisa melakukannya. Ya, jawab Kieran singkat. Itu benar. Tidak boleh membuang-buang waktu. Tidak dengan wanita ini. Gangguan adalah hal yang tidak bisa ia maklumi saat ini. Walaupun untuk wanita semenarik Julie. Kebutuhan bergejolak dan berperang dengan kesadaran bahwa ia sedang membuang-buang waktu. Perburuanlah yang paling penting. Satu setengah abad lalu, ia menemukan iblis ini. Dan ia melakukannya tanpa Pasangan di sisinya. Sekarang, ia akan melakukannya lagi.
Namun sulit menatap Julie tanpa menginginkannya. Bibir wanita itu merah dan membengkak akibat ciuman yang ingin ia lupakan. Terkutuklah dirinya selamanya jika membiarkan hasrat mengendalikan keputusannya.
Brengsek, berbuat itu hanya akan membuatnya langsung terbunuh.
Kieran membungkuk, memungut sendok dan es krim di lantai, saat ia bangkit, ujung mantelnya tersibak.
Apa itu pedang" Suara Julie meninggi saat mengucapkan kata terakhir dan Kieran dapat melihat kilatan takut di matanya.
Sialan. Ia menatap Julie sekilas, melemparkan es krim beserta sendoknya ke meja lalu menarik mantelnya ke posisi semula. Apa pun yang kaupikirkan kau salah.
Pasti. Tentu saja. Julie mengangguk. Konglomerat dengan pedang. Biasa saja. Terjadi setiap hari. Di planet Bizzaro World.
Ia melihat pikiran Julie berkecamuk dan dengan mudah membaca kegelisahan di matanya. Kieran merasa putus asa. Ia datang ke rumah ini mengikuti jejak dan karena ia khawatir Julie terancam bahaya. Sekarang, Julie dengan jelas membayangkan bahaya itu datang dari diri Kieran.
Kenapa wanita itu bisa hadir dalam hidupnya" Ini seharusnya merupakan perburuan yang mudah. Menemukan mangsanya, melumpuhkannya, dan melanjutkan hidupnya.
Namun tidak satu pun rencananya berjalan. Aku tidak memiliki waktu untuk menjelaskannya padamu, gumam Kieran dan berjalan menjauhi Julie. Lebih mudah untuk berpikir bila ia tidak harus menghirup aroma wanita itu.
Julie melompat menuju telepon yang tergantung di dinding di seberang lemari es. Dengan gagang telepon di tangan dan jari menempel pada tombol angka 9, dia berkata, Cobalah, sparky. Beri aku satu alasan untuk tidak meughubungi 911.
Hanya dengan satu langkah panjang, Kieran sudah berada di samping Julie, mengambil gagang telepon dari tangan Julie dan meletakkannya kembali ke tempatnya. Telepon sialan. Sejak telepon ditemukan, semua hal menjadi lebih sulit bagi Kieran dan orang-orang sejenisnya. Terlalu mudah bagi saksisaksi mata untuk menelepon polisi atau lebih buruk lagi, tabloid.
Karena, kata Kieran, dengan tangan masih memegang pesawat telepon agar Julie tidak bisa meraihnya, polisi hanya akan membuat semuanya semakin rumit.
Julie mendengus. Semua penjahat akan berkata begitu.
Aku bukan penjahat. Semua penjahat akan berkata seperti itu juga. Julie mengibaskan tangan, berusaha melepaskan diri, yang hanya membuat Kieran memegangnya lebih kuat. Julie meringis dan berkata, Jadi siapa kau sebenarnya" Apakah semua hal terkait kegiatan kemanusianmu hanya kedok" Atau kau hanya suka berdandan dan menakut-nakuti orang"
Brengsek... Tangan Kieran lebih erat menggenggam pergelangan tangannya.
Lepaskan aku, orang gila.
Tulang-tulang Julie terasa rapuh di balik kulitnya yang lembut dan hangat. Ibu jari Kieran bergerak menelusuri kulitnya, sesaat mengalihkan pikiran Julie dari rasa takut yang menari-nari di matanya. Kieran menatapnya dan berkonsentrasi untuk meyakinkan Julie bahwa dia aman. Kau tidak perlu takut padaku.
Alih-alih menjadi tenang seperti yang diharapkan Kieran, dengan marah Julie menatap tangan Kieran yang masih menggenggam pergelangan tangannya. Akhirnya, ia melepaskan genggamannya dan Julie mengusap-usap bekas genggaman itu. Merasakan sentuhannya" Atau mencoba menghapusnya"
Kau membawa pedang dan berharap aku memercayai perkataanmu" Julie menyusup keluar dari kungkungan tubuh Kieran dan melangkah ke sisi lain. Demi Tuhan, orang macam apa yang membawa pedang"
Jangan coba-coba melarikan diri, Kieran memperingatkan dengan lembut. Aku akan menangkapmu.
Julie bersandar pada meja dapur. Kau mungkin akan menangkapku. Baiklah. Aku tidak akan lari. Hanya tolonglah... pergi dari sini.
Kieran menatapnya. Jika kau berpikir dapat menulis artikel tentang peristiwa ini kau tahu penga caraku akan membuat hal itu tidak akan terjadi.
Kau datang ke rumahku membawa pedang, me matahkan pergelangan tanganku, dan sekarang kau akan menuntutku"
Aku tidak mematahkan pergelangan tanganmu, kata Kieran dan mendengar sendiri kemarahan dalam suaranya.
Tapi hampir saja. Dasar perempuan, geram Kieran, berharap ia berada di suatu tempat, bertempur membunuh iblis. Itu akan lebih mudah daripada menghadapi wanita ini. Ada peristiwa lain yang terjadi di tempat ini tanpa kauketahui.
Aku paham, kata Julie, membentak Kieran. Kieran menatap Julie, dan sesungguhnya tidak mampu berhenti memandangi wanita itu. Walaupun takut pada Kieran, Julie masih menguatkan diri. Dia mengangkat dagu dan menatap Kieran tepat di matanya, dengan kekuatan pejuang. Dan Kieran memahami tindakan itu. Menghargainya.
Selama berabad-abad ia berkelana di bumi. Ia telah melihat yang terburuk dan yang terbaik dari umat manusia. Ia memerangi iblis dan manusia dengan satu keyakinan kuat. Ia pernah bersama wanita yang ketakutan ketika melihatnya, tapi tetap berharap bisa mencicipi bahaya untuk menambah bumbu bagi hubungan percintaan mereka. Tapi ia belum pernah bertemu wanita yang dapat menjangkaunya. Wanita yang mungkin, jika dongeng dapat dipercaya, menjadi penyelamatnya.
Memikirkan kata itu saja membuatnya tersedak. Tidak ada keselamatan bagi makhluk seperti dirinya. Yang paling bisa ia harapkan hanyalah pertarungan selanjutnya. Untuk hidup hingga bertahun-tahun, tak tersentuh oleh sang waktu dan dapat mengubah ingat an mereka yang kehidupannya ia perbarui agar dirinya tak lagi diingat.
lnilah yang ia tahu. Inilah yang ia harapkan. Wanita ini merupakan kejutan.
Mata hijau Julie terpaku padanya, Kieran dapat merasakan pikirannya, pergulatan liar antara insting dan hasrat. Wanita itu gemetar dan kekuatan rasa mendambanya sekuat ketakutan yang dia rasakan.
Sebelum Kieran sempat berpikir, ia mencoba sesuatu yang ia sangka harap tidak akan berhasil. Kau aman denganku, woman.
Julie mendadak menjauhi meja dan menghunjamkan pandang, penuh tanya sekaligus ketakutan. Bagaimana kau melakukannya" Berkata padaku dalam kepalaku" Bagaimana bisa aku mendengarmu" Apa yang terjadi"
Kieran menyisir rambutnya dengan satu tangan, menggarukkan kukunya yang pendek dan terpotong rapi di kulit kepalanya, berharap tindakan itu dapat mengalihkan pikirannya dari kekacauan yang tibatiba muncul ini. Wanita ini tidak seharusnya bisa mendengarnya. Seharusnya tidak bereaksi sama sekali. Kenyataan bahwa dia bisa mendengarnya sangat mengejutkan Kieran. Aku melakukan telepati.
Ah... Julie mengangguk kencang dan melangkah mendekati pintu ayun menuju ruang pesta yang masih berdentum keras. Ia menyandarkan tangan pada dinding seakan untuk menyeimbangkan gerakannya. Well, itu menjelaskan semuanya. Pria dengan pedang yang bisa bertelepati. Mengagumkan. Aku sangat beruntung.
Berhenti. Julie berhenti. Seolah Kieran menembakkan peluru ke kakinya.
Kieran mendekatinya, meraih lengan atasnya, dan menariknya mendekat. Napas Julie memburu saat dada Julie menekan dadanya.
Aku akan berteriak, Julie memperingatkan. Tidak, kau tidak akan melakukannya. Kenapa tidak"
Karena kau tahu aku tidak akan menyakitimu. Julie mengambil napas pendek-pendek dan mengerutkan badan dengan cara yang membuat Kieran berharap ia memiliki lebih banyak waktu. Pinggul Julie beradu dengan tubuhnya, padat dan kencang, dan tiap gerakan menjadi siksaan yang indah.
Aku bahkan tidak tahu siapa kau, kenapa aku harus memercayaimu"
Tidak ada alasan kau harus memercayaiku. Tapi kau memercayaiku. Pikiran Kieran menggapai pikiran Julie dan dengan serbuan jalinan sensasi dan emosi, Kieran menenangkan Julie dengan bisikan halus.
Hentikan itu, perintah Julie, namun berhenti berusaha untuk melepaskan diri dari pelukan erat Kieran. Menakutkan ada seseorang yang merayap masuk ke pikiranku.
Aku juga tidak suka melakukannya.
Pertanyaan bergumul di kepala Kieran dan segera reda. Ia tidak memiliki waktu untuk legendalegenda itu. Tidak memiliki waktu untuk menjelajahi teritori baru di hadapannya. Julie Carpenter tidak men dapat tempat dalam hidupnya, begitu pula sebaliknya. Wanita ini kebetulan belaka. Perputaran nasib, selingan yang dilempar di hadapannya untuk menghalangi perburuannya.
Terkutuklah bila itu tidak berhasil.
Melalui kain T-shirt-nya, kulit Julie terasa halus, kenyal. Kieran ingin tenggelam dalam diri wanita ini, menghirup aromanya dalam-dalam. Ia ingin menjilat tiap jengkal tubuh Julie dan saat selesai, ia akan melakukannya lagi. Ia ingin memenuhi tangannya dengan payudara Julie, mengulum puncaknya yang tegang hingga wanita itu menggeliat di bawahnya, memohon kenikmatan yang hanya bisa diberikan olehnya. Dan saat tubuh Julie bergetar ia akan menyatukan tubuh mereka, memenuhi Julie dengan kehangatannya hingga, bersama-sama, mereka berdua ditelan api gairah.
Tapi ia melepaskan tubuh Julie, mendorongnya menjauh, seolah membutuhka jarak antara mereka. Ia tidak menyangka Julie dapat mendengarnya lewat tele pati. Hanya Pasangan Takdir yang bisa melakukannya. Hanya satu wanita yang ditakdirkan berada di sisi Penjaga yang bisa disentuh oleh pikirannya. Ia tidak menduga Julie akan lolos dari ujian telepati tadi. Ia berharap Julie akan gagal.
Tapi dia tidak gagal dan sekarang Kieran memiliki lebih banyak hal untuk dipertimbangkan. Ia mundur selangkah lagi. Pedang panjang dan dingin yang ia bawa menampar samping tubuhnya, mengingatkannya dengan sangat baik mengenai tujuan kehadirannya di sini.
*** Dengan semangat dan riang gembira makhluk itu mengitari rumah tua ini.
Musik merasukinya, menari-nari di nadinya, ber dentum di kepalanya. Rasa lapar menggelegak dalam dirinya, menuntut pembebasan.
Terlalu banyak pilihan. Makhluk itu bergerak dalam keramaian, tak terli hat dalam kerumunan, jari-jarinya menelusuri tubuhtubuh menggiurkan, napasnya yang panas menyapu kulit-kulit yang basah oleh keringat, tangannya merindukan pedang.
Sebentar lagi, pikirnya. Sebentar lagi darah akan mengalir, kental dan
pekat. Sebentar lagi, perburuan akan kembali dimulai.
*** Di belakang mereka, pintu dapur terbanting membuka, membuat dentuman musik dan percakapan melengking serta tawa dari pesta itu menyergap. Julie melihat melalui bahu lebar pria di hadapan nya ke wanita berambut pirang yang tersenyum lebar padanya dari pintu.
Julie! Kau bersama seorang pria" Kau hebat! Tiba-tiba dia menutup mulutnya dengan satu tangan dan meringis. Aku berkata terlalu keras ya"
Oh, ya, sahut Julie, dagunya menunjuk dadanya. Alicia selalu masuk ke ruangan pada saat yang salah. Atau ini saat yang tepat" Julie tidak yakin lagi.
Maafkan aku, kata Alicia sambil mengangkat bahu untuk menunjukkan rasa malu. Terlalu banyak minum anggur, kukira.
Tidak masalah. Julie tersenyum datar pada teman serumahnya, sadar bahwa seharusnya ia lega karena wanita pirang itu menerobos ke sini.
Lalu mengapa aku tidak lega" Pertanyaan bagus, pikir Julie dan mencari-cari jawabannya.
Beberapa bulan lalu, ia mencoba semua strategi yang ia tahu untuk mewawancarai tokoh superkaya misterius di L.A. Ia belum bisa menerobos anjing-anjing penjaga pria itu para pengacara. Sekarang pria itu di sini tampak luar biasa, pencium ulung, dan mungkin orang gila di dapur rumahnya. Ia bahkan tidak tahu apa yang ia pikirkan tentang pria itu. Tampan, tentu saja. Menggairahkan, tidak diragukan lagi. Namun pria macam apa yang membawa pedang dan menyusup ke pikiran orang lain"
Dengan semua pertimbangan yang ada, Julie seharusnya takut berduaan saja dengan pria itu. Namun, satu-satunya yang ia khawatirkan saat ini adalah moralnya yang jujur saja, sudah lenyap sejak dulu.
Lagi pula, jika Kieran MacIntyre berniat membunuhnya, pria itu dapat melakukannya saat mereka berciuman. Julie bergetar mengingat ciuman itu dan meredam hasrat untuk melakukannya lagi. Demi Tuhan, apa yang terjadi"
Jadi, kata Alicia memulai percakapan mengang guk pada Kieran sambil berbicara pada Julie, siapa temanmu ini"
Dia bukan temanku, bantah Julie, menatap Alicia, lalu menatap Kieran, dan kembali menatap teman serumahnya. Hanya beberapa saat lalu ia khawatir karena berduaan saja dengan pria itu. Sekarang, ia nyaris menyesali kedatangan Alicia di situ. Aku baru bertemu dengannya, kata Julie, menghindari menyebutkan nama Kieran pada Alicia karena beberapa alasan tertentu.
Sebelah alis pirang Alicia terangkat dan dia tersenyum lebar. Kemajuan yang bagus, Jules.
Oh ya, aku hebat, gumam Julie, kembali memandang pria di hadapannya.
Alicia tertawa dan berjalan menuju lemari es, mengayunkan pinggulnya dengan cara yang seolah merupakan undangan tak lekang oleh waktu, gerakan yang tidak dia sadari, bukan karena sengaja dilakukan, Benar, kan" Aku sudah berkata padamu selama berminggu-minggu bahwa kau perlu melepaskan pikir anmu dari pekerjaan sesekali.
Yah, well... Ia menatap Kieran tapi pria itu tidak sedang menatapnya. Sebaliknya, mata dingin pria itu sedang memandang teman serumahnya. Itu biasa terjadi.
Well, apa yang kuharapkan" Aku memang tidak berdandan untuk tujuan menggoda, ciuman hebat tadi tidak masuk hitungan, pikir Julie. Lalu ia sadar Kieran kembali menatapnya. Wanita ini temanmu"
Ya, sahut Julie sambil melirik Alicia yang meng obrak-abrik isi lemari es. Dia tinggal di sini bersamaku.
Dia harus pergi dari sini, kata Kieran lembut, suara itu entah bagaimana mampu mengatasi kebisingan pesta.
Hah" Julie menjauh dari Kieran. Demi Tuhan, apakah pria ini berusaha mengosongkan rumah dari penghuninya satu demi satu"
Alicia berseru, Hah! Aku tahu masih ada sebotol lagi di dalam sini! Ia mengambil hadiahnya, sebotol anggur chardonnay dari lemari es sebelum menutup pintunya lagi. Siapa yang akan pergi"
Tak seorang pun, kata Julie tanpa melepaskan pandang dari Kieran. Pria ini bisa melelehkan baja dengan tatapan panasnya itu, namun Julie tidak akan menyerah.
Alicia berdiri di samping Julie. Dia ingin kita pegi" Dari rumah kita sendiri"
Demi keselamatan kalian. He-eh. Alicia mengangguk perlahan seakan sedang menenangkan anak usia tiga tahun yang rewel. Oke. Julie sayang, aku akan kembali ke pesta sekarang. Kau mau ikut"
Lampu di atas kepala mereka bersinar sangat terang, menyinari Kieran sehingga lekukan-lekukan tubuhnya tampak jelas. Pria itu tampak... berasal dari dunia lain. Misterius. Berbahaya. Dan sedikit baiklah sangat seksi. Bayangan menutupi matanya, namun Julie tetap dapat merasakan kekuatannya.
Ada yang salah di sini, akhirnya Kieran berkata, seakan masih ingin mengatakan lebih banyak lagi.
Aku setuju, gumam Alicia, lalu menatap remeh pada Kieran sebelum mengembalikan perhatian pada Julie. Ayo, Jules. Kita pergi.
Tidak, kata Julie, masih menatap Kieran. Ia tidak tahu kenapa, tapi ada alasan tertentu yang membuatnya belum siap meninggalkan pria penciummisterius-yang-menenteng-pedang ini. Aku akan baik baik saja. Alicia menatap Kieran dengan tajam. Jika dia sampai mengganggumu, hubungi polisi. Tidak usah khawatir. Sayang, aku tidak pernah khawatir, sahut Alicia sambil mengedipkan mata, tetap tidak memedulikan pria yang saat ini memperhatikan mereka. Kekhawatiran bisa memunculkan kerut.
Alicia tidak melihat ke arah Kieran lagi saat meninggalkan dapur.
Jadi kau tidak akan pergi" tanya Kieran ketika mereka tinggal berdua saja.
Tidak. Kieran mengangguk. Aku tidak bisa berjanji akan melindungimu.
Siapa yang memintamu melakukannya" Julie menegakkan punggung walaupun sedikit kekhwatiran menari-nari di perutnya.
Lucunya, selama enam bulan tinggal di Hollywood, ia belum pernah merasa memerlukan perlindungan. Sampai malam ini. Saat ini.
Itu tugasku, kata Kieran sambil berjalan melintasi ruangan untuk mendekati Julie hanya dalam beberapa langkah panjang.
Kau baru saja bertemu denganku dan tiba-tiba aku sudah menjadi tanggung jawabmu" Bagaimana akhirnya Julie dapat berbicara melawan ganjalan di tengah kerongkongannya tetap menjadi misteri. Sama misteriusnya dengan pria yang berjalan mendekatinya ini.
Pria itu membuat Julie melangkah mundur hingga menyentuh meja sehingga Julie bisa merasakan dinginnya keramik di punggungnya. Bulu kuduk Julie meremang, namun ia sangat menyadari bahwa itu bukan karena dingin keramik. Bukan, melainkan karena hawa panas yang dipancarkan pria ini ke sekelilingnya, untuk menguasainya, untuk membuatnya ingin... oh, ya ampun.
Bagaimana mungkin kehidupan normalnya sehari-hari berganti dengan keganjilan hanya dalam dua puluh menit" Dan bagaimana mungkin ia lebih tertarik untuk merasakan pria itu memeluknya, menciumnya lagi, daripada mencari tahu apa yang terjadi saat ini"
Kau tidak mau pergi. Aku bisa menerimanya. Wah, terima kasih.
Masuk ke kamarmu. Kunci pintunya. Percayalah, bisik Julie. Itu hal pertama yang akan kulakukan.
Aku akan kembali. Bagus, kata Julie, kutipan dialog film. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan pada mu, Kieran mengaku, mengangkat satu tangan untuk menelusuri pipi Julie dengan jarinya, lalu perlahan, dengan lembut, hingga ke lehernya.
Julie menarik napas melalui gigi yang gemertak dan berusaha tidak mengacuhkan darah yang bergejolak di pembuluh nadinya. Jari pria itu menelusuri lekukan kerah T-shirt-nya dan Julie menahan napas, menunggu... berharap pria itu tidak berhenti. Tapi Kieran berhenti dan Julie ingin merengkuhnya. Ya Tuhan.
Ia belum pernah merasakan hal seperti ini. Tidak pernah tahu ia bisa merasakan ini. Percintaan dengan Evan tidak seperti percintaan yang dituliskan dalam novel-novel romantis dan mantan kekasihnya yang lain, saat masih kuliah, tidak lebih baik. Namun pria ini membuatnya berpikir bahwa mungkin masih ada yang bisa ditemukan.
Dan seberapa gila dirinya" Berdiri di dapur, melamunkan konglomerat yang dapat membaca pikiran dan membawa pedang"
Kieran meraihnya ketika ia seharusnya dapat melepaskan diri dari pria itu, lalu sambil menggenggam lengannya erat-erat, pria itu menengadah, memejamkan mata, dan berkonsentrasi. Detik demi detik berlalu, seiring degup jantung Julie. Ia mendongak memandangi garis keras wajah Kieran, menemukan kekuatan dalam sosoknya.
Akhirnya Kieran membuka mata dan menatap Julie. Makhluk itu sudah pergi.
Makhluk" Julie menggeleng, semakin bingung dibanding sebelumnya. Makhluk apa"
Aku harus pergi. Benar, bisik Julie, mengangguk kencang. Mung kin akan lebih baik jika dia pergi. Secepatnya. Ide bagus. Kau pergi. Aku tinggal. Tapi sebelumnya beritahu aku apakah makhluk itu.
Tidak penting lagi sekarang. Kau mungkin aman, namun itu tidak bisa dipastikan. Kieran melangkah mundur dan menjauh seakan berusaha sekuat tenaga menghindarinya. Tatapannya menelusuri wajah Julie semantap sentuhan jarinya beberapa saat lalu. Seharusnya aku tidak bertemu denganmu malam ini. Tidak ada ruang untukmu dalam hidupku.
Julie menarik napas cepat. Aku juga tidak punya ruang untukmu dalam hidupku.
Suka atau tidak, kita memang terhubung, gumam Kieran, lebih kepada dirinya sendiri daripada pada Julie. Aku belum tahu apa artinya.
Pastikan kau akan memberitahuku saat kau menemukan artinya, desah Julie, masih terguncang.
Kieran berjalan menuju pintu belakang, menariknya kencang, dan berjalan keluar. Lalu ia berhenti, berdiri di antara kegelapan dan cahaya, lalu berbalik untuk menatap Julie dengan tajam. Kunci pintumu.
Saat pria itu sudah pergi, Julie membungkuk di meja dapur dan menggapai-gapai karton es krim yang isinya sudah meleleh. Ia mengangkatnya dan meminum yang masih tersisa, sebelum mengambil sendok baru, lalu berjalan ke pintu belakang. Ia memutar gerendel, mengaitkan rantai, dan menyingkap tirai kuning untuk memandang kegelapan.
Kieran sudah menghilang. Ditelan kegelapan.
Berdiri di bawah terangnya cahaya lampu dapur, Julie merasakan getar kecemasan merasuki dirinya. Lehernya tercekat, jantungnya berdetak kencang ia berjalan menuju koridor gelap dan kamarnya di ujung.
Dalam tiap langkah ia dapat merasakan mata tak terlihat mengawasinya. Bulu-bulu halus di tengkuknya meremang dan hawa dingin menyapu tulang pungungnya. Ia mempercepat langkah, napasnya semakin pendek. Rasa takut mengiringi langkahnya saat masuk kamar dan membanting pintu di belakangnya. Sambil bersandar ke pintu, ia mengunci gerendel tembaga yang dingin itu, lalu kunci antik di pegangan pintu, dan menunggu degup jantungnya kembali normal.
*** Kieran mengeluarkan telepon satelit dari saku mantelnya dan membukanya. Ia menekan tombol panggilan cepat, menunggu sementara telepon di seberang sana berdering dan berdering. Akhirnya... Santos.
Hidup Abadi Eternally Karya Maureen Child di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kenapa kau lama sekali"
Suara tawa terdengar sayup-sayup dari seberang telepon. Kieran. Seharusnya aku tahu kau akan menelepon. Kudengar makhluk itu lepas lagi.
Kieran menggeram, menatap jalanan gelap dan menyeberanginya dengan cepat, bergerak menuju Lexus hitam yang ia tinggalkan di bawah sinar lampu jalan. Sudah ada yang terbunuh. Pagi ini. Tidak memerlukan banyak waktu.
Memang tidak. Sebelumnya, iblis itu sudah terkunci aman selama lebih dari ratusan tahun. Tentu saja makhluk itu ingin segera melakukan pembunuhan. Strategi Kieran adalah untuk mencegah lebih banyak korban.
Ia menekan tombol di rangkaian kuncinya dan membuka kunci pintu mobil sambil berjalan mendekat. Ia membuka pintu sisi pengemudi, namun sebelum masuk, ia berhenti sejenak, berkonsentrasi, memusatkan energi pada pemangsa yang harus ia temukan.
Kau menemukan jejaknya" tanya Santos. Sempat kutemukan, kata Kieran mengakui, me noleh ke belakang, ke rumah tempat ia meninggalkan Julie Carpenter. Ia membiarkan diri terganggu oleh kehadiran wanita itu. Ia memenuhi pikiran dengan aromanya dan melupakan hal lain. Tentang misinya. Sulit dipercaya. Sekarang menghilang lagi.
Jadi kau menelepon untuk memperoleh dukungan" kata suara berlogat Spanyol itu dengan nada gembira.
Tidak, jawab Kieran, percaya pada kemampuan berburunya. Ia tidak pernah memerlukan bantuan. Dan ia juga tidak memerlukannya kali ini. Paling tidak untuk perburuan sesungguhnya. Sebagai Penjaga, ia telah melaksanakan tugas-tugasnya selama ratusan tahun, menyelesaikan tugas apa pun yang diberikan padanya.
Saat ini, ia bersumpah tidak akan ada yang berubah. Walaupun sebenarnya sudah ada yang berubah.
Dengar, kata Kieran, melepas pedangnya dan melem parkannya di kursi penumpang sebelum masuk ke mobil dan mengenakan sabuk pengaman apa yang kau tahu mengenai Pasangan Takdir"
Tawa tertahan terdengar oleh Kieran dan ia menatap marah bahkan saat menyalakan mesin dan menginjak pedal gas. Ada yang lucu"
Ah, temanku, kata Santos dengan aksen Castilia mewarnai setiap kata, ini hanya soal waktu sampai kau datang padaku dengan pertanyaan semacam itu.
Selera humor orang Spanyol itu bisa muncul kapan saja, biasanya pada saat yang sama sekali tidak tepat. Namun mereka telah berteman selama lima ratus tahun. Sejak malam itu di Madrid ketika mereka berdua berusaha menahan kerumunan orang yang hendak membakar Penjaga lain, Adrienne Marcel, yang disangka penyihir. Bukan karena mereka yang Abadi akan mati oleh api, namun penyembuhan untuk luka bakar parah bisa makan waktu bertahun-tahun.
Malam ini, Kieran tidak ingin main-main. Maksudmu..."
Maksudku, bahwa kesatria Inggris tidak akan menjadi kekasih layaknya orang Spanyol. Santos tertawa lagi. Aku akan senang sekali memberikan saransaran yang kaubutuhkan.
Kieran memutar bola matanya, membelokkan mobil di sudut dan mengarah turun menuju Hollywood Boulevard. Jika tidak ada hal lain, ia akan kembali ke lokasi pembunuhan pertama. Memeriksa sekeliling. Berusaha mencari jejak lagi.
Aku bukan orang Inggris, geram Kieran, seperti yang sudah kubilang lebih dari ribuan kali padamu. Aku orang Skotlandia, dan saat aku meminta saran darimu terkait wanita adalah saat kau bisa menguburku.
Ah, sahut Santos dengan hanya sedikit penyesalan, tapi penguburan tidak diperuntukkan bagi makhluk seperti kita, temanku. Itu hanya untuk mengubur mereka yang mati, kan"
Kita sudah mati, Santos. Kita hanya tidak mema hami cara untuk berbaring. Kieran memandangi dua kilatan di lampu depan mobilnya, menyayat kegelapan, menyibak semak dan pepohonan rimbun di tepi jalan sempit itu. Kilatan mata merah tersorot lampu mobilnya, namun Kieran tidak mengurangi kecepatan nya. Itu bukan iblis. Hanya makhluk malam lainnya.
Itu benar, Mac. Tapi kurasa bukan itu tujuan percakapan ini, membicarakan situasi menyedihkan dari kehidupan kita yang terlalu panjang.
Ya, bukan. Terlalu panjang" Kieran tidak tahu lagi. Ia memperhatikan manusia dan sering kali ingin tahu bagaimana mereka bisa puas hanya dengar hidup delapan puluh tahun atau lebih singkat lagi. Namun ia sudah bertarung beratus-ratus tahun dan terkadang mengira mungkin manusia lebih beruntung Ia kembali membelok tajam saat pikirannya ber cabang-cabang memikirkan banyak hal. Ia melirik alat pengukur kecepatan dan sedikit melambatkan laju mobil. Satu-satunya yang tidak ia butuhkan adalah petugas kepolisian L.A. menilangnya. Aku ingin tahu apa yang kauketahui tentang Pasangan Takdir. Legenda Penjaga.
Legenda yang tidak pernah benar-benar Kieran pikirkan, meski beberapa Penjaga yang ia kenal selama beberapa tahun terakhir menemukan wanita yang bisa mengikat mereka. Namun tampaknya bukan karena ia tidak memercayai legenda itu, tapi karena hal tersebut tidak terjadi padanya.
Ah. Rasa ingin tahu mewarnai suara Santos ketika bertanya, Kau sudah bertemu...
Seorang wanita. Selalu menjadi awal yang baik.
Wanita ini... berbeda. Pilihan kata yang bodoh. Tidak lengkap. Julie Carpenter lebih dari sekadar berbeda. Dia bagai lidah api bagi rabuk keringnya. Kehangatan bagi dinginnya. Dan hanya dengan memikirkan nya sekarang membuat tubuh Kieran tegang hingga rasa nyeri mengganggunya seperti gigi keropos. Apa yang ingin kauketahui"
Semua di luar pengetahuan umum, kata Kieran datar ketika Lexusnya tiba di dasar bukit. Ia berbe lok tajam ke kanan, mengendarai mobil seperti seseorang yang berencana bunuh diri atau seperti seseorang yang menganggap kematian tidak berarti. Aku tidak pernah merasa perlu mencari tahu di luar halhal umum. Sekarang aku ingin tahu. Jadi cari informasi yang dapat kautemukan dan ceritakan padaku. Dan pemangsa itu"
Aku dapat mengatasinya. Jika kau berubah pikiran, aku di dekat sini. Santos berhenti, mereguk minuman yang Kieran duga adalah brendi Napoleon, Aku menelusuri perburuanku sampai San Francisco.
Kau mendapatkannya" Apakah kau meragukanku" kata Santos terkekeh. Tidak, sahut Kieran, kini tersenyum. Sebagai kesatria, ia dapat menghargai kemampuan kesatria lain. Aku belum pernah tahu kau mengalami kegagalan.
Kau juga, temanku. Lagi pula, kita memiliki reputasi untuk menjaga, kata Santos menerawang. Saat ini aku sedang menikmati pemandangan jembatan di teluk dari hotelku. Aku akan ke kota sebentar lagi.
Terima kasih. Aku akan memberitahumu jika aku membutuhkan bantuan. Kieran menutup telepon dan melemparkannya ke kursi penumpang di sebelahnya.
Walaupun ia tidak pernah tertarik untuk memin ta bantuan, Kieran harus mengakui bahwa ia senang karena tahu Santos berada di dekatnya. Dan, berkat telepon satelit dan pesawat jet pribadi, tak ada Penjaga yang terisolasi lagi.
Banyak hal telah berubah selama ratusan tahun, pikirnya, menghentikan mobil di depan lampu merah. Pandangannya bergerak memperhatikan trotoar yang ramai orang. Pelacur, berdandan untuk menjajakan diri, berdiri di samping gedung-gedung dan melambai putus asa pada pengendara mobil. Gelandangan, pria dan wanita, meringkuk di pintu-pintu kotor, dan anak anak muda pencari masalah berjalan bergerombol.
Kieran memandangi mereka sebagaimana iblis akan memandang. Sebagai calon korban. Bergerak dari cahaya ke kegelapan, orang-orang berjalan, berpisah dan berpencar.
Dan ia sadar, tak peduli berapa banyak yang telah berubah, kematian masih tetap sama.
?"Tiga GARIS polisi sudah lama dilepas. Namun sebagai pengingat akan peristiwa yang sudah terjadi, percikan darah kering tertinggal di pinggir jalan di bawah cahaya kuning pucat lampu jalan di dekat tempat itu.
Nicole Kidman, bintang film, layak mendapatkan yang lebih baik. Begitu pula gadis muda yang hidupnya berakhir di jalanan kotor kota ini. Kieran mengitari tempat kejadian, mencari jejak energi samar yang biasa ditinggalkan iblis saat mereka muncul. Tak lebih jelas daripada goresan di udara, jejak itu merupakan senjata kunci untuk memerangi iblis. Namun jejak itu sudah sangat samar, sehingga tidak mungkin mengikutinya dengan cara biasa. Jadi, Kieran mengambil risiko.
Ia berdiri di gambar bintang di trotoar dan mem buka pikirannya, meraba koneksi dengan iblis. Hubungan telepati tidak selalu berhasil. Setiap iblis berbeda meski semuanya meninggalkan elemen jejak samar masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Iblis satu ini dapat melakukan telepati sesuatu yang mungkin dapat membantu Kieran menemukannya.
Kieran mengerutkan dahi saat berkonsentrasi. Kedengkian iblis itu dirasakan Kieran, tapi tidak sepenuhnya. Tidak cukup signifikan untuk membantunya menangkap buruannya. Namun iblis itu lebih tua daripada Kieran, sehingga kemampuannya untuk mengela bui pemburunya tidak terlalu mencengangkan. Hanya membuat frustrasi.
Kieran jengkel, lalu ia menyusuri lokasi itu, tidak memedulikan deretan mobil dengan pengemudi yang marah dan saling mengutuk selagi duduk di belakang kemudi karena terjebak kemacetan. Lalu lintas tidak pernah berubah di tempat ini. Pukul dua dini hari ataupun pukul dua siang mobil-mobil akan berjejer rapat, bumper bertemu bumper. Sempat terpikir olehnya bahwa zaman berkuda jauh lebih baik. Walaupun Kieran termasuk salah seorang pembeli kendaraan roda empat bermesin, ia rindu bepergian menggunakan kuda.
Pelacur berambut pirang berjalan perlahan melewatinya, menatapnya sekilas, tatapan menilai, lalu mempercepat langkah, sedikit tertatih karena sepatu hak tingginya. Seorang pemuda dengan mata liar dan janggut tak terawat membagikan selebaran, mengundang pejalan kaki untuk mendapatkan minuman gratis di sebuah bar mesum dan papan iklan di seberang jalan tempat Kieran berdiri berkedip-kedip seperti de tak jantung yang berkejaran. Iblis satu ini bisa berada di suatu tempat saat ini. Bisa juga telah meninggalkan kota untuk melarikan diri darinya. Tapi Kieran tidak berpikir begitu.
Iblis ini sudah terbiasa dengan situasi ini. Makhluk itu menyukai daerah ramai, tempat orang-orang berimpitan. Dan biasanya, saat makhluk itu menemukan sebuah lokasi, dia akan mengunci lokasi tersebut. Terakhir kali, pada 1988, lokasi itu adalah London, di East End.
Whitechapel. Salah satu sudut kota itu sangat ramai dengan gang-gang sempit dan rumah-rumah kecil berimpitan, membuat Kieran menghabiskan hampir lima bulan untuk mengikuti jejaknya.
Kenangan-kenangan tersebut dengan cepat kembali merasuki benaknya. Kabut lembap berputar di jalanan padat yang kotor dan menjijikkan bagai gumpalan asap, mengitari mereka yang tak sadar akan bahaya yang mendekat ke tengah kota. Kieran bahkan dapat mencium bau menjijikkan minuman keras murahan dan aroma toko jagal di sana. Lapisan keputusasaan dan bangkai yang mewarnai setiap sudut Spitalfields.
Lima bulan telah ia lewatkan di tempat yang mirip lubang neraka itu. Ia mengejar jejak iblis tanpa henti bukan tugas mudah karena makhluk terkutuk itu terlalu sering berganti wujud. Namun Kieran berhasil menangkap makhluk itu. Seperti yang akan ia lakukan kali ini.
Kieran tiba-tiba berbalik, menelusuri Hollywood Boulevard. Meski malam telah larut, trotoar ini sangat ramai. Bukan oleh para turis yang biasanya masih memiliki kesadaran untuk tetap tinggal di hotel pada jam-jam seperti ini, namun oleh penghuni setem pat yang menguasai jalanan pada malam hari.
Remaja-remaja yang lari dari rumah, mata mere ka tampak waswas, bergerombol untuk mendapatkan perlindungan dalam bentuk apa pun. Gelandangan mengais tempat sampah untuk mencari makanan, dan para pelacur yang tak pernah absen menyembunyikan kelelahan dengan senyum lemah dan keinginan yang dipaksakan.
Di jalanan ini, tidak ada yang mengharapkan sesuatu darinya. Tidak ada yang mengira dialah Kieran MacIntyre, pria kaya raya dengan latar belakang miste rius. Di sini, ia dikenal hanya dengan nama Mac . Pria penyendiri dengan tatapan tajam dan tidak sabaran. Kieran berbaur dalam kerumunan, menjadi bagian dari mereka yang berkeliaran dalam kegelapan. Para wanita memperhatikan saat ia melintas dan, seringnya, para pria akan berusaha menghindar darinya. Hei, Mac.
Kieran berhenti, menoleh ke kanan, dan mengangguk pada Howie Jenkins. Dia veteran Perang Teluk, mengenakan tanda jasa Purple Heart di mantel kusam yang dikenakannya terus-menerus, musim dingin dan panas. Janggutnya yang hitam dan putih tergantung hingga ke dadanya yang sempit, dan mata birunya tampak menerawang karena pengaruh alkohol.
Walaupun berakhir dengan kehidupan seperti ini, Howie tetap memiliki jiwa pejuang. Menjadikannya sumber informasi yang dapat diandalkan dari waktu ke waktu.
Howie. Bagaimana situasi malam ini" Kau tahu, kata pria itu, satu tangan memegang erat pegangan kereta dorong supermarket yang dipenuhi barang-barangnya. Seperti biasanya. Apa kau melihat orang baru belakangan ini" Howie terbahak, suara kasar dan menyayat berderai hingga membuatnya terbatuk cukup keras seakan bisa merobek paru-parunya. Ketika dia akhirnya dapat bernapas lagi, kedua pipinya memerah. Itu pertanyaan bagus, Mac. Sialnya, selalu ada orang baru di tempat ini. Tidak pernah menetap, namun selalu datang.
Benar sekali, gumam Kieran, membiarkan tatapannya menyapu jalanan sebelum kembali menatap Howie. Tapi yang satu ini berbeda. Dia selalu berlindung di bawah bayang-bayang. Mengamati para wanita.
Tidak ada cara untuk mengetahui bagaimana penampilan iblis itu saat ini. Dia dapat muncul pada dimensi ini, namun biasanya, dia menguasai tubuh manusia yang merelakan dirinya dirasuki. Dan Tuhan tahu betapa banyak jiwa sesat di L.A. yang dapat dipilih oleh iblis itu. Di Whitechapel, iblis itu berpindah dari satu tubuh ke tubuh lain, selalu mengubah bentuk dan penampilan untuk mengelabui Penjaga yang ditugaskan memburunya.
Namun masih ada satu hal yang tidak akan ber ubah nafsu iblis ini terhadap darah dan kegemarannya membunuh wanita.
Howie tertawa lagi hingga napasnya berbunyi. Well, kita semua mengamati para wanita, Teman. Tidak seperti dia.
Kilatan cerdas dan paham berkelebat di mata Howie yang berair. Dengan bibir hampir terkatup rapat, ia bertanya, Dia yang membunuh wanita muda itu tadi pagi"
Ya, itu dia. Apa kita tahu seperti apa rupanya"
Tidak. Terkutuk. Iblis itu bisa berwujud siapa saja. Dia mengambil dan meninggalkan identitas di setiap pembunuhan. Itulah alasan mengapa sangat banyak saksi mata yang melaporkan penampakan Jack the Ripper. Beberapa orang melihat orang tua, tinggi. Yang lain bersumpah melihat pria pendek berusia tidak lebih dari tiga puluh tahun. Scotland Yard tidak memedulikan mereka semua. Hanya Kieran yang tahu bahwa setiap saksi menceritakan kebenaran mutlak.
Sambil menarik dan mendorong keretanya dengan main-main, Howie menoleh ke jalan lalu mengerutkan dahi ketika seorang pelacur menempelkan badan di jendela terbuka mobil SUV. Howie mengangguk ke arah pelacur itu. Wanita seperti Heather harus diperingatkan.
Kau bisa mencobanya, gumam Kieran, tahu bahwa peringatan mereka tidak akan ditanggapi serius. Bahkan orang-orang itu tetap merasa tidak ada yang bakal terjadi pada mereka. Sialan, ia sudah berusaha memperingatkan Julie Carpenter bahwa wanita itu terancam bahaya dan ia malah membuat wanita itu takut padanya.
Kieran menyakinkan diri bahwa bukan berarti ia merasa terganggu akan hal itu.
Namun, pikiran tentang Julie menimbulkan getaran di nadinya dan nyeri di ulu hatinya. Untuk beberapa saat, wanita itu menguasainya. Beberapa ciuman dan sentuhan, ditambah mata hijau besar itu, wanita itu pun merasuki pikirannya.
Tapi, kata Howie ketika Heather memasuki mobil pelanggannya. Mereka tidak akan mendengarkan.
Tampaknya memang tidak. Kau memburu orang ini"
Ya, jawab Kieran pelan. Aku memburunya. Kalau begitu kau akan menangkapnya. Pasti. Namun di Whitechapel, lima wanita harus mati mengenaskan sebelum Kieran berhasil menangkap iblis itu. Dan andaikan makhluk itu tidak terlalu menikmati korban terakhirnya, Mary Kelly, dan memberi Kieran cukup waktu untuk mengikuti jejak darah dan rasa takut...
Buka matamu lebar-lebar untukku kata Kieran tiba-tiba sambil merogoh kantongnya dan mengambil sejumlah uang yang sudah disiapkannya. Ia menarik selembar lima puluh dolar, memberikannya pada Howie, dan dalam sekejap uang itu berpindah ke kantong mantel Howie. Jika kau melihat sesuatu hubungi aku.
Selalu, Mac, kata pria tua itu sambil menyusuri jalan, mencari kaleng dan botol kosong, seperti biasanya.
Kieran memperhatikan Howie pergi, sesaat memikirkan para tentara yang ditemuinya dari abad ke abad. Tidak peduli apa pun kondisi mereka, selalu ada jiwa sekokoh besi yang perlu diperhitungkan. Dan untuk perburuan ini, ia akan memerlukan semua jiwa sekokoh besi yang dapat ia temukan.
*** Makhluk itu bisa merasakan kefrustrasian sang Penjaga. Kemarahannya. Dan makhluk itu tersenyum.
Kesenangan kelam dan riang tumbuh dalam diri makhluk itu dan dia menikmatinya, merasakan gejolak penantian. Dunia telah banyak berubah beberapa abad belakangan. Walaupun beberapa hal tetap sama. lblis itu mengangkat tangan dan mengamatinya. Tubuh manusia yang didiaminya ini masih muda. Kuat. Jiwa manusia ini segelap yang pernah ditemuinya dan iblis itu tersenyum. Memang selalu mudah untuk menemukan mitra yang mau didiami.
Menelan jiwa manusia merupakan hal yang cukup mudah. Begitu juga dengan mempelajari cara berbaur untuk menjadi bagian dari manusia. Peradaban manusia berkembang pesat pada abad terakhir, namun manusia yang lapar akan tetap ada. Dan iblis itu akan hidup dalam diri mereka yang lapar hingga kota ini menangis meminta pengampunan.
lblis itu menyelinap ke dalam kegelapan dan me nangkap mereka yang tidak waspada. Menjadi bagian dari kegelapan. Makhluk itu akan mengamati. Dan membunuh. Dan kali ini, ia tidak akan bisa dihentikan.
Kali ini, ia akan mengalahkan sang Penjaga yang dikirim untuk mengurungnya sekali lagi. Ia senang karena bisa beradu kepintaran dengan musuhnya lagi. Puas karena ia sudah mengalahkan strategi MacIntyre. Ia sudah meninggalkan tempat pesta lebih awal, cukup lama untuk menjauhkan sang Penjaga dari mangsa pilihannya.
Dan saat MacIntyre berkeliaran di jalanan, ia kembali ke sinar-sinar terang dan dentuman musik.
Kembali pada wanita yang akan mati sebelum matahari terbit.
*** Julie terjaga semalaman. Bayangan Kieran MacIntyre yang kaya, tampan dan gila, tidak dapat meninggalkan benaknya. Pikiran tentang pria itu memunculkan perasaan yang tidak ingin ia pikirkan terlalu dalam saat akal sehatnya terus berusaha mengusir pria itu. Konglomerat penyendiri yang bepergian menenteng pedang"
Ini semua tidak masuk akal. Beberapa bulan lalu, Julie menyelami kehidupan MacIntyre, mempelajari sebanyak mungkin informasi mengenai pria itu. Sebelum berusaha mendapatkan kesempatan mewawancarainya. Dan tidak satu pun dari hasil penelusurannya yang menyebutkan bahwa pria hebat itu ternyata orang gila.
Sepertinya informasi itu layak ditulis dalam satu atau dua catatan kaki, gumam Julie, pandangannya menyapu sekeliling kamar setiap lampu menyala dan menyinari ruangan, mengusir bayangan. Tapi rupanya tidak.
Tidak ada yang menyebut-nyebut tentang kegila an pria tersebut. Julie mengerutkan dahi, mengingat bahwa dari hasil penelitiannya, ia tidak mendapatkan banyak informasi. Tampaknya tidak seorang pun tahu banyak tentang pria yang tinggal di benteng yang sangat tinggi di Hollywood Hills itu. Oh, banyak informasi mengenai sumbangan yang pria itu berikan dari tahun ke tahun. Termasuk sumbangan yang pria itu berikan pada yayasan setempat dan tempat perlindungan wanita.
Tapi tidak ada informasi mengenai latar belakangnya. Siapa dia. Dari mana asalnya. Dia baru tinggal di L.A. selama sepuluh tahun, dan tetap saja, tidak ada catatan mengenai tempat asalnya sebelum datang ke California.
Kenapa" Apa semua wartawan sebelum aku terlalu takut untuk menggali informasi terlalu dalam" pikir Julie.
Mengingat kilatan berbahaya di mata biru dingin pria itu, Julie dapat memahaminya. Namun pada saat bersamaan, ia juga bertanya-tanya bagaimana Kieran MacIntyre berhasil mengintimidasi semua war tawan.
Dengan kening berkerut, Julie mengingat pedang yang dibawa pria itu di samping tubuhnya dan berpikir ini bukan mengenai intimidasi. Mungkin pria itu mengusir para wartawan yang terlalu dekat atau tidak takut untuk mewawancarainya.
Oh, itu pikiran yang indah, Julie bergumam, tubuhnya gemetar.
Matanya terasa gatal, perutnya terasa melilit, dan pikirannya belum sempat beristirahat semalaman. Ia mendekap lututnya, mendengar suara Kieran berulang-ulang dalam benaknya. Ia melihat mata pria itu, mata biru pucat yang dalam, yang seolah mampu menatap menembus dirinya. Dan ia merasakan ciuman pria itu.
Semua perkataan Kieran terngiang dalam benak nya. Ketakutan bertarung dengan hasrat dan rasa kehi langan yang sangat dalam. Ia tidak memiliki bukti pria itu berbahaya. Lagi pula, Kieran tidak membunuhnya. Dia memiliki banyak waktu untuk melakukannya.
Bagus sekali, Julie berbisik. Hanya satu kualitas yang perlu dicari wanita dalam diri seorang pria.
Hei, dia belum membunuhku. Hebat. Pahlawanku.
Di luar, kegelapan menyelimuti langit malam. Pesta berlangsung berjam-jam, musik, tawa, dan teriakan sayup-sayup menyelinap ke kamarnya yang terletak di bagian belakang rumah. Dan meski tergang gu oleh dentuman musik, Julie berterima kasih karena nya. Paling tidak ia tidak harus sendirian di tengah kesunyian rumah tanpa siapa pun dan hanya ditemani pikiran gilanya. Setidaknya ia tahu ada orang-orang lain di sekitarnya.
Dan ketika akhirnya pesta usai, ia tahu bahwa Alicia dan Katie ada di rumah bersamanya. Ia tidak sendirian.
Julie menatap kosong saat pikirannya terus berputar, selama berjam-jam ia menunggu fajar merekah di langit. Ia tetap duduk membatu, menatap malam lenyap dengan perlahan. Dan ketika sinar pucat pertama berubah menjadi merah keunguan, Julie menarik napas lega.
Bodoh, gumamnya merasa aman sekarang dalam cahaya siang hari, selamat dari rasa takut yang mencengkeramnya selama berjam-jam. Julie merangkak turun dari ranjang, dan mematikan lampu tidur di samping ranjang, serta lampu utama yang terus menyala sepanjang malam.
Ia melewati malam dalam ketakutan semua karena pencium ulung dengan gayanya yang tidak biasa dan pedang yang dibawanya. Dia membuat Julie takut, memberikan peringatan tegas, dan selain itu, tidak terjadi apa pun setelahnya.
Julie tidak diancam. Namun ia merasa terancam.
Apa dia hanya menikmati permainan perampok malam" Menipu wanita-wanita bodoh untuk memercayai kegiatan pria malam itu" Julie menyibakkan helai-helai rambut dari wajahnya, membiarkan amarahnya memuncak marah lebih baik daripada takut. Apa dia mendapat kesenangan dengan menakut-nakuti orang lalu menghilang begitu saja"
Suara Julie bergema kosong dan menghilang di kamarnya, tapi tidak memberikan kepuasan sedikit pun. Karena walaupun tidak terjadi apa pun pada dirinya, ia merasa seperti orang bodoh karena mengunci diri di kamar dan terjaga semalaman sebagian dirinya masih yakin Kieran tidak main-main.
Namun apa arti semua itu" Ia mengerutkan dahi, menggumamkan jawaban untuk pertanyaannya sendiri. Itu artinya kau sedang berbicara pada dirimu sendiri. Bukan pertanda baik. Jika kau tidak hati-hati, Nona, kau akan sama gilanya seperti dia.
Julie sedikit menggeram saat otot-ototnya berte riak protes karena kelelahan, ia meregangkan tubuh, meringis, lalu berjalan menuju kamar mandi. Seiring datangnya pagi, ia berdiri di bawah pancuran air panas, berharap sengatan air panas dapat mengusir sisasisa ketakutannya.
Namun saat ia mengeringkan diri dan mengoles kan losion beraroma melati yang biasa ia gunakan di tubuhnya, wajah Kieran masih terbayang di benaknya. Ia memejamkan mata dan merasakan tangan pria itu di lengannya, bibir pria itu di bibirnya, tiap lekukan tubuh pria itu menekan tubuhnya. Dan sesuatu dalam dirinya bergerak cepat seperti berpacu. Jelas bahwa ini sudah terlalu jauh.
Oh, demi Tuhan. Ia menggerutu, berusaha menghilangkan ingatan akan pria itu, berkeras untuk tidak membiarkan pria itu memengaruhi harinya seperti tadi malam. Ketakutan menemaninya semalaman. Ia melonjak kaget tiap kali mendengar suara, terus menatap pintu kamarnya yang terkunci, serta tidak dapat beristirahat meski pesta akhirnya usai dan rumah itu kembali sunyi.
Sekarang ia harus berpakaian, menyerahkan pekerjaan, dan mengambil catatan di meja kerjanya. Ia memiliki janji wawancara dengan Selene tanpa nama belakang penata rambut para bintang.
Ia menggeleng dan mengingatkan diri bahwa pe kerjaan mudah itu dibayar mahal dan biasanya selalu dipilih oleh AP.
Tidak perlu waktu lama bagi Julie untuk mengenakan pakaian yang sering disebutnya sebagai seragam . Celana panjang hitam, blus putih, jaket hitam, dan sepatu bot hitam. Bukan penampilan modis, tapi fotografer yang ditugaskan bersamanya tidak akan memotret dirinya.
Ia mengambil tas kantor, memastikan sudah membawa alat perekam mini, buku catatan baru, dan sedikitnya tiga bolpoin. Lalu Ia menelan sisa-sisa mim pi buruknya semalam, melangkah keluar, dan menutup pintu di belakangnya.
Sol sepatu botnya mengeluarkan suara berirama ketika menyentuh lantai saat ia berjalan menuju dapur lalu berhenti tiba-tiba. Ruangan itu seperti baru saja tertimpa bom nuklir. Gelas-gelas kotor, piringpiring kosong dan gulungan serbet makan berserakan di meja dapur. Pecahan gelas anggur terserak di lantai dan penyangga tirai jendela miring karena salah satunya terlepas dari dinding.
Apa yang terjadi" Ia melangkah mendengarkan suara gemeretak kaca di bawah kakinya, lalu meri ngis, melangkah lebar-lebar untuk menghindari kekacauan itu, dan berjalan di pinggir ruangan menuju pintu ayun.
Ia mendorong pintu menuju ruang tengah lebarlebar dan menarik napas panjang dengan jijik. Kekacauan di ruang ini lebih parah daripada di dapur. Sisasisa kemeriahan pesta berserakan di seluruh ruangan hingga ke ruang makan. Bantalan sofa terkoyak setengah di lantai kayu, seseorang membuang kemejanya di meja kopi, bagian lengannya tergantung lunglai di pinggir meja dengan semangkuk keripik kentang tergeletak di sampingnya, isinya berhamburan dan terserak, menciptakan pemandangan yang tidak sedap dilihat.
Asap rokok membubung bagaikan kabut biru memenuhi ruangan dan aromanya berbaur mengalahkan aroma tumpahan minuman keras. Baru beberapa saat lalu Julie bersyukur atas keberadaan temanteman serumahnya. Sekarang rasanya ia ingin menendang mereka berdua.
Julie menggeleng, menggeser gelas kosong ke samping, dan meletakkan tasnya di meja makan. Ia me nyeberangi ruangan, membuka kedua jendela sambil terus menggumamkan ancaman, berjalan kembali ke ruangan, tersandung sampah-sampah di lantai, lalu menuju pintu Prancis yang mengarah ke teras kecil berdinding.
Ya ampun, Alicia, geramnya marah, saat kakinya terpeleset guacamole yang lengket di lantai, apa kau tidak bisa paling tidak membereskan sampah ini dulu sebelum jatuh pingsan"
Namun karena sudah mengenal teman serumah nya, Julie dapat membayangkan Alicia berkenalan dengan pria di pesta dan memutuskan untuk tidak membereskan sampah yang berserakan sampai dia sempat melakukannya. Alicia tidak dikenal sebagai orang yang menyukai kebersihan. Begitu pula Katie, walaupun Katie setidaknya akan merasa bersalah keti ka meninggalkan rumah dengan sampah berserakan.
Julie memutar gerendel di selot pintu tembaga, membuka pintu Prancis agar udara segar mengalir masuk dan menghirup udara pagi yang segar. Amarah muncul dalam dirinya saat melihat Alicia, telentang di salah satu bantalan kursi panjang, wajahnya membe lakangi rumah, menghadap matahari terbit.
Dia masih mengenakan pakaian pesta dan masih mengenakan sepatu hak tinggi yang dia beli dengan seluruh penghasilannya, sepertinya dia meregangkan tubuh untuk bersantai tadi malam dan jatuh tertidur.
Julie menggeleng mulai berjalan menyeberangi teras berlantai petak itu dan tak sengaja menendang botol bir kosong, membuat benda itu menggelinding menyeberangi ruangan lalu menghilang di semaksemak yang membatasi dinding. Julie mengembuskan napas ketika botol itu membentur batu bata.
Alicia, kata Julie, mengerutkan dahi saat melihat rombongan semut mendaki timbunan kecil saus bawang kering yang tumpah di lantai teras. Sisa rasa takutnya lenyap seketika disapu gelombang rasa jijik. Brengsek Alicia, rumah ini seperti kapal pecah dan kali ini aku tidak akan membersihkannya.
Biasanya urusan membersihkan rumah usai pesta dilakukan oleh Julie karena ia satu-satunya yang tidak tahan melihat rumah berantakan. Tingkat toleransi Alicia dan Kate lebih tinggi darinya.
Namun Alicia tidak bergerak. Brengsek, dia bahkan tidak sedikit pun beringsut dan amarah Julie memuncak. Alicia! bentak Julie. Bukankah kau ada audisi pagi ini"
Temannya bahkan tidak mengernyit.
Ya Tuhan. Julie mengembuskan napas kuatkuat, mendekati wanita itu dan menunduk, memegang bahu Alicia dan mengguncangnya. Kau bisa tetap tidur meski ada bom meledak, ya"
Tubuh Alicia tergeser perlahan, rambut pirangnya terurai membentuk juntaian indah, terus menjuntai hingga kepalanya tergantung di pinggir sofa. Seben tuk sayatan berdarah melingkari batang lehernya.
Julie melangkah mundur sambil memandang mata membelalak teman serumahnya yang menatap kosong.
Sinar matahari yang cerah dan ceria menyinari aliran darah yang sudah terserap bantalan kursi berbunga-bunga biru di bawah tubuh Alicia. Burungburung berkicau dan bernyanyi di atas pohon. Suara mobil berkelebat di jalan, mesinnya meraung-raung.
Dan di teras sempit itu, terlindung dari para tetangga, Julie seakan terangkat dari lantai. Ia menarik napas lalu mengembuskannya dalam teriakan.
Ia masih berteriak saat mobil pertama kepolisian tiba.
?"Empat JULIE tidak bisa berhenti menggigil.
Ia memeluk tubuhnya sendiri erat-erat dan menenggelamkan diri di bantalan sofa. Dengan satu tangan ia mendorong sekantong keripik dari dekatnya dan melipat kakinya. Di suatu sudut pikirannya ia sadar bahwa ia sedang berusaha agar dirinya tak bisa dilihat. Untuk bersembunyi dari kenyataan yang tibatiba mengubah dunianya.
Dan ia tidak peduli. Ya Tuhan, ia ingin keluar dari rumah ini. Menjauh dari aroma darah dan aroma kuat aftershave yang digunakan oleh belasan pria yang mondar-man dir rumahnya.
Ia menatap kosong pada mereka seakan tidak percaya pria-pria itu ada di sini. Para penyelidik peristiwa kriminal berbaur dengan polisi berseragam. Radio-radio bersuara dan percakapan timbul-tenggelam bagai gelombang ketika dua detektif mempelajari teras tempat Alicia masih terbaring seakan menunggu bukti-bukti muncul sambil berteriak Aku di sini!
Di luar pintu Prancis, bayangan menaungi teras dan Julie tidak akan dapat melangkah ke sana tanpa membayangkan Alicia terbaring dengan tatapan kosong. Angin lembut berembus perlahan menerpa rumah, membelai kulit Julie dan membuatnya merinding.
Petugas tempat kejadian perkara menyapukan kuas-kuas mereka, mendekorasi setiap permukaan da tar dengan bubuk grafit yang mereka gunakan untuk memunculkan sidik jari. Tindakan sia-sia, karena setengah penduduk Hollywood berada di rumah ini tadi malam. Namun ada rutinitas yang harus dilakukan, peraturan yang harus dipatuhi, dan Julie masih sangat terguncang hingga tidak memedulikan kegiatan yang mereka lakukan.
Apa pentingnya semua ini" Alicia telah tiada dan Kate . . .
Suara roda berputar dan besi bergesekan mema suki ruangan, membuat Julie terlonjak kaget. Ia bangkit dari sofa, tidak memedulikan orang lain di ruangan ini dan hanya memperhatikan brankar lipat yang dido rong oleh dua pria menuju pintu depan.
Kate, bisiknya, sambil meraih tangan temannya dan berusaha menyentuhnya. Tubuh Kate bergeming, kulit cokelatnya tampak pucat.
Perban putih terang membungkus lehernya dan jarum infus tertancap di lengannya, slang panjang tersambung ke kantong plastik yang meneteskan cairan ke tubuhnya. Perut Julie bergolak dan air mata yang ia kira telah kering kembali mengalir dari matanya. Bahkan bernapas saja menyakitkan seakan paru-parunya diremas menggunakan penjepit.
Bagaimana ini bisa terjadi"
Bagaimana Alicia bisa tewas"
Bagaimana Kate bisa terluka sangat parah" Apa yang sedang terjadi"
Permisi, Miss, seorang paramedis berkata padanya sambil melirik sekilas pada pasien yang dibawa nya. Tolong mundur sedikit, biarkan kami membawanya ke rumah sakit.
Aku harus pergi bersamanya, kata Julie sambil menatap wajah Kate, tapi harapan agar Kate membuka mata cokelatnya yang besar pupus.
Maaf, Anda tidak bisa ikut. Pria itu tidak benar benar minta maaf, dia hanya sedang terburu-buru. Julie melompat mundur saat mereka mendorong bran kar lipat itu melewatinya. Yang mampu ia lakukan hanyalah berdiri dan mengamati.
Baru satu jam lalu ia menemukan Alicia. . . jenazahnya dan bergegas masuk ke rumah untuk menghubungi polisi. Saat itulah ia menemukan Kate, teman serumahnya yang lain, terbaring di lantai di belakang sofa. Tanda merah gelap yang sama melingkar di leher Kate, tetapi sayatannya tidak cukup dalam untuk membunuhnya. Meski Kate terluka parah dia masih bernapas. Terima kasih, Tuhan.
Sejauh ini, polisi menduga Kate menyebabkan pembunuh Alicia terkejut dan saat terburu-buru melarikan diri, pembunuh itu tidak sempat memastikan bahwa korban keduanya sudah tewas.
Pembunuh yang teledor. Apakah fakta itu membuat ketakutan Julie sedikit berkurang atau bertambah"
Ya Tuhan, ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dengan mulut kering, air mata terus mengalir, ia memutar badan perlahan, berusaha memahami peristiwa ini. Namun bagaimana ia mampu melakukannya" Tak seorang pun siap menghadapi kejadian seperti ini. Pembunuhan tidak terjadi di rumahmu sendi ri. Pembunuhan hanya menimpa orang-orang ceroboh malang yang untungnya berada pada jarak aman dari kita di layar TV. Pembunuh tidak menyusup ke rumah mu, membunuh orang yang kaucintai, meninggalkan mereka terbaring dalam kubangan darah mereka sendiri seperti boneka terbuang.
Di luar rumah, mobil-mobil van milik berbagai media sudah terparkir. Tidak butuh waktu lama bagi berita macam itu hingga tersebar luas. Tidak butuh waktu lama bila semua stasiun televisi dan surat kabar di kota itu tersambung pada frekuensi radio polisi. Saat ini, semua reporter sudah bersiap di tempat masing-masing, menahan diri bukan karena nilai-nilai moral, tetapi karena barisan polisi yang menjaga rumah itu.
Dalam beberapa jam, tidak akan ada yang bisa menahan mereka. Dan ia sangat mengenal rekanrekan wartawannya hingga ia tahu mereka tidak akan membiarkannya tenang. Namun apa yang bisa ia katakan pada mereka" Bahwa seorang temannya tewas, yang seorang lagi terluka, dan bahwa ia tidak tahu kenapa ia sendiri tidak terluka"
Mereka tidak akan menerima penjelasan itu. Brengsek, ia sendiri sulit menerimanya.
Karena ia memiliki jawaban bagus kenapa ia tidak terluka.
Sejak tadi pagi, bukan kali pertama ini ia memikirkan Kieran MacIntyre. Baru tadi malam pria itu berdiri di dapurnya dan memperingatkan bahwa Julie berada dalam bahaya. Meminta Julie untuk mengunci kamarnya. Untuk berlindung.
Bagaimana pria itu bisa tahu"
Dan jika memang Julie-lah yang terancam bahaya, kenapa saat ini Alicia yang tewas" Kenapa Kate sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit"
Dan apakah segala sesuatu akan berbeda bila Ju lie memberitahu Alicia mengenai peringatan Kieran" Apakah itu akan berguna" Pertanyaaan-pertanyaan itu akan menghantuinya sepanjang waktu.
Semua sudah selesai diperiksa, terdengar suara berat dari teras dan Julie memutar badan untuk melihat melalui pintu Prancis yang terbuka.
Dua pria berseragam bertuliskan Petugas Medis perlahan mengangkat tubuh Alicia dan Julie harus memejamkan mata. Seperti yang selalu dilihat semua orang Amerika pemilik pesawat televisi, Julie tahu apa yang akan terjadi berikutnya.
Pria bermata sayu itu akan mengangkat tubuh Alicia, meletakkannya dalam selembar plastik hitam berat, dan mereka akan menutup ritsleting plastik tersebut. Selanjutnya Alicia akan dibawa ke kamar mayat dan dimasukkan ke laci-laci pendingin. Dan dia akan menjadi tidak lebih dari sekadar angka-angka statistik di kota di mana pembunuhan merupakan hal biasa, bukan luar biasa.
Miss Carpenter" Ya. Julie membuka mata dan melihat ke atas jauh ke atas pada Detektif Coleman. Pria itu paling tidak bertinggi badan 190 sentimeter, rambutnya hitam tebal, mata cokelatnya tajam, dan kerutan yang terlihat di keningnya menunjukkan usia sekitar empat puluh tahun.
Dia menutup buku catatan dan memasukkannya ke kantong bagian dalam jaketnya. Kami sudah selesai untuk saat ini. Sambil menatap sekilas pada petugas penyelidik tempat kejadian perkara, dia menambahkan, Mereka masih memproses tempat kejadian perkara, dan saya kira bukan ide bagus bila Anda tetap tinggal di sini.
Ya, saya kira juga demikian. Julie merinding lagi dan melingkarkan lengan di pinggangnya. Ia tidak mau berada di sini.
Petugas bisa mengantarmu ke hotel, tawar detektif itu.
Tidak perlu. Julie menggeleng lalu menambahkan, Terima kasih, tapi tidak perlu. Saya belum tahu akan pergi ke mana dan...
Tidak mengapa, katanya sopan. Saya paham. ini persoalan berat. Dia mengeluarkan kartu nama dari kantong dan menyerahkannya pada Julie. Ini nomor telepon saya. Jika Anda teringat sesuatu, telepon saya. Bila Anda sudah tahu akan pergi ke mana, kabari saya. Saya akan terus menghubungi Anda.
Ia menatap kartu nama itu, sulit untuk membacanya dengan genangan air mata yang mengaburkan penglihatan. Terima kasih.
Saat detektif itu meninggalkannya, Julie masih bendiri di tempatnya selama satu-dua menit. Ia merasa tersesat. Ketakutan.
Sendirian. *** Kieran tidak terlalu mendengarkan petugas poli si yang berkeliaran di teras kecil itu. Ia tidak tertarik pada spekulasi mereka. Ia tidak perlu menebak monster jenis apa yang membunuh teman Julie Carpenter dan melukai temannya yang satu lagi.
Ia sudah memiliki jawaban untuk pertanyaan
itu. Rasa bersalah bergejolak dalam dirinya seperti gema aneh yang ia coba singkirkan. Kieran telah hidup selama beberapa abad, bergerak di antara manusia bagaikan bayangan. Ia melakukan tugasnya tanpa pernah tenggelam dalam rasa bersalah yang siasia dan terlalu personal karena tidak mampu menyela matkan korban yang tewas di tangan iblis. Ia bukan penyelamat jagat raya. Ia hanyalah pejuang. Ia hanya dapat menelusun jejak dan membunuh iblis setelah iblis itu melakukan pembunuhan pertama.
Ia tidak mampu menyelamatkan mereka yang telah ditakdirkan untuk mati.
Dengan marah ia mengingatkan diri sendiri bah wa ia sudah memperingatkan Julie akan bahaya yang membayangi wanita itu. Ia mengikuti jejak iblis itu nyaris semalaman. Ia tidak menyangka makhluk terku tuk itu akan kembali dan melakukan pembunuhan di rumah ini.
Namun jika ia tidak terganggu oleh Julie sejak awal, ia mungkin dapat menangkap iblis itu sebelum dia mendapat kesempatan untuk membunuh lagi. Jika ia benar-benar menjalankan tugas dan bukannya mencium wanita yang tidak memiliki urusan apa pun dengannya, mungkin dua orang itu tidak akan menjadi korban.
Bajingan kejam, seorang petugas bergumam dan Kieran harus menyetujuinya.
Dan iblis itu baru memulai aksinya.
Ia berjalan melewati petugas polisi, sekarang membungkuk untuk mencari bukti di lantai teras berpetak yang tidak akan ia temukan. Petugas tidak menyadari kehadirannya. Penjaga memiliki kemampuan untuk menyamarkan diri sesuai keinginan, menjadi tidak lebih penting daripada bayangan yang meringkuk di bawah cahaya.
Kieran melangkah memasuki rumah, pandangannya menyapu ruangan, menatap melewati para penyelidik tempat kejadian untuk mencari wanita yang selamat.
Kenapa" Kenapa wanita itu selamat" Apakah iblis itu terlalu keasyikan dengan korban pertama sehingga tak mau repot-repot mencari korban lain"
Gerakan yang tertangkap oleh sudut matanya menarik perhatian dan Kieran menoleh, lalu melihat Julie melangkah pelan dan gontai menuju dapur. Secara naluriah, ia mengikutinya, sambil tetap mempertahankan aura yang membuatnya tak kasatmata.
Kieran menjaga jarak dari Julie yang berjalan menuju dapur dan lorong panjang yang ia duga kamar wanita itu. Ia mendengar isakan Julie dan badannya tampak bergetar karena tangis, dan di sudut hatinya yang terdalam Kieran merasakan dorongan untuk menenangkan Julie.
Namun kenyamanan apa yang ia miliki untuk ditawarkan"
Julie menyelinap masuk ke kamar dan menutup pintu perlahan. Sinar matahari menerobos jendela yang tirainya terbuka lebar. Kieran memandang sekeli ling kamar, lalu fokus lagi pada Julie, yang menjatuhkan diri di tepi ranjang, menutupi wajahnya dengan tangan.
Rasa sakit, sama asingnya seperti rasa bersalah, menerpa Kieran dalam gelombang-gelombang hitam tebal. Ia tidak pernah berusaha menenangkan satu pun manusia selama berabad-abad. Sudah pasti ia tidak bisa melakukannya dengan baik, sehingga ia tidak akan mencoba. Julie.
Julie mendongak dan mata hijaunya yang berair menatap Kieran. Air muka terkejut tampak di wajah Julie selama setengah detik, lalu amarah mengambil alih. Dia melompat dari tempat tidurnya dan meluapkan amarahnya pada Kieran. Tangannya melayang dan menampar wajah Kieran, lalu mencakar-cakar dengan panik, terluka, dan marah. Matanya berkilat-kilat ketika dia akhirnya berbisik, Ini semua salahmu. Kau yang melakukannya. Kau yang menyebabkan semua ini.
Kieran menangkap tangan Julie dan menggenggamnya erat. Kieran bisa merasakan sakit yang dirasa kan Julie. Ikatan di antara mereka begitu terasa, mena riknya saat ia berusaha mundur dan menjauhi wanita itu.
Hentikan, perintah Kieran. Ini tidak membantu. Membantu" Julie berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Kieran, menarik tangannya kuatkuat hingga Kieran melepaskan tangannya, lebih untuk menenangkan dirinya sendiri daripada menenang kan Julie.
Tidak ada yang bisa membantu, kata Julie marah. Tidakkah kau paham" Alicia tewas. Kate di rumah sakit dan paramedis terlihat seperti akan menguburkannya meski mereka masih memasukkan obat ke tubuhnya.
Aku tahu, kata Kieran. Kau tahu. Julie mengangguk dan melangkah pendek dan tersendat, mondar-mandir di kamarnya, berhenti sebentar untuk menatap Kieran. Tentu saja kau tahu. Kau memberitahuku tadi malam bahwa ada sesuatu di sini. Sesuatu yang berbahaya. Julie berhenti sebentar di depan Kieran, menyingkirkan helai rambut yang menutupi mata dan menyipit curiga. Bagaimana aku tahu itu bukan kau" Bagaimana aku tahu bukan kau yang menyerang mereka"
Kieran marah lagi, pada Julie dan pada dirinya sendiri, ia menyisir rambut dengan satu tangan dan membentak, Kau tahu. Kau merasakannya.
Yang kurasakan, balas Julie, tiba-tiba mengusap-usap lengannya, adalah rasa muak dan ketakutan oh Tuhan. Alicia meninggal.
Amarah Julie lebih mudah dihadapi daripada menghadapi penderitaan yang dia rasakan. Kieran me ngembuskan napas, mengertakkan gigi, dan berkata, Kau tidak bisa tinggal di sini.
Aku tahu itu. Tidakkah kaupikir aku tahu itu" Julie memutar badan, berjalan ke jendela dan memandang pepohonan di luar kaca. Sinar matahari menyina rinya, membuat tubuhnya seperti disepuh emas. Aku tidak akan pernah mampu tinggal di sini lagi. Aku tidak mampu. Aku tidak mampu berada di sini dan tidak melihat. . . Ia menarik napas dengan gemetar dan menggeleng. Walaupun aku mampu, polisi ingin aku keluar dari rumah ini. Mereka menutup rumah ini untuk keperluan penyelidikan.
Mereka tidak akan menemukan apa pun. Julie menoleh dan sinar matahari hanya menimpa sebagian wajahnya, meninggalkan sebagian lagi dalam bayangan. Bagaimana kau tahu"
Karena aku tahu apa yang membunuh temanmu. Julie melangkah mendekat lalu berhenti. Jika kau tahu siapa yang melakukan ini, kau harus memberitahu polisi.
Aku bilang apa, Kieran meluruskan. Bukan siapa.
Apa yang kaubicarakan"
Bukan apa-apa. Seharusnya ia tidak mengatakan apa pun. Julie tidak akan memercayainya dan itu hanya akan membuat masalah ini menjadi lebih rumit. Kemasi barang-barangmu. Aku akan membawamu ke rumahku. Kau akan aman di sana.
Kau tidak akan membawaku ke mana pun. Julie mengangkat dagunya, menegakkan punggung, dan memberinya tatapan yang mungkin dapat membekukan setiap pria yang ingin ia bekukan. Tatapan itu tak berarti bagi Kieran.
Ia tidak memedulikan Julie, berjalan menuju lemari pakaian, membuka pintunya dengan kencang, dan meraih segenggam baju tanpa peduli apa yang ia ambil.
Hentikan! Dengan suara melengking, Julie bergegas ke arah Kieran lagi, menarik baju-bajunya dari genggaman pria itu. Ia berdiri di depan pintu lemari pakaiannya yang terbuka, layaknya penjaga benteng yang berdiri di antara ratu dan musuhnya. Pergi. Pergilah sekarang. Aku tidak akan pergi ke mana pun denganmu.
Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian. Julie kembali menatap Kieran dengan tajam. Aku tidak ingat pernah memberimu kesempatan untuk mengambil keputusan. Aku akan ke hotel. Ia melangkah melewati Kieran dan melempar bajunya ke tempar tidur.
Persetan, woman, kaupikir ini semua sudah selesai" Kieran menarik lengan Julie dan memutar badan wanita itu hingga menghadapnya. Ia menarik Julie agar mendekat hingga Julie harus mendongak agar bisa memandangnya. Ketika Kieran mengguncang-guncang tubuh Julie, ikatan rambutnya lepas, rambut merah gelapnya terurai di bahu.
Walaupun Kieran merasa situasi ini sangat genting ia juga merasakan tusukan tajam gairah menyerangnya. Keinginan untuk merengkuh Julie, merasakannya. Untuk memuaskan ikatan mereka. Untuk meli hat dengan mata kepala sendiri bahwa semua legenda Penjaga kuno mengenai Pasangan Takdir memang nyata.
Jemari Kieran semakin erat memegang lengan Julie. Tatapan mereka bertemu dan sesaat, Kieran melupakan iblis buruannya. Hanya sekejap, Kieran tenggelam di mata Julie, dan sebagian dirinya bereaksi lebih kuat daripada amarah yang berkelebat dalam dirinya.
Aku tidak punya waktu untukmu, gumam Kieran, tatapannya menyapu wajah Julie.
Kalau begitu lepaskan aku, pinta Julie, mendorong dada Kieran dengan dorongan tak berarti. Tidak.
Ia mengangkat Julie, mencium bibirnya, frustasi dan amarah memenuhi ciuman itu hingga Kieran merasa seolah tenggelam dalam diri Julie.
Sulur-sulur sesuatu yang kuat, namun halus menjulur dari Julie ke dirinya dan kembali lagi, mengikat mereka dalam momen yang terpisah dari waktu. Dunia seakan lenyap.
Ia mendekap erat Julie, mencium bibir Julie dengan ciuman yang menariknya ke tepi jurang yang tak pernah ia sadari sebelumnya. Napas Julie bersatu dengan napasnya, dan Kieran merasakan degup jantung Julie berdentum dalam tubuhnya bagaikan dentuman drum. Ia melepaskan Julie hanya untuk menggenggam rambut Julie, menciumnya lebih keras, kuat, makin mendamba.
Lidah Kieran menyentuh lidah Julie, mulutnya melumat bibir Julie. Julie bergerak dalam pelukan Kieran, secara naluriah mendekatkan tubuhnya, tenggelam dalam dirinya, menyerahkan diri dengan penuh gairah yang menyesakkan dadanya.
Tubuh Julie gemetar. Dari ujung kepala sampai ujung kaki, kulit Julie bergetar dan berdengung. Ciuman Kieran menyiksanya sekaligus memberinya kenikmatan. Julie tahu benar seharusnya ia mendorong pria itu agar menjauh. Ia tidak mengenalnya. Tidak tahu apa pun tentang Kieran kecuali kenyataan bahwa pria itu berada di rumahnya pada malam Alicia terbunuh. Pria itu telah memperingatkannya tentang bahaya yang mengancam.
Sejauh yang Julie tahu, pria itulah sumber bahaya.
Akal sehat akan menyuruhnya menjauh dari pria itu. Namun siapa yang membutuhkan akal sehat ketika ia dapat merasakan sensasi kenikmatan menjalari tubuhnya"
Payudaranya menekan dada Kieran dan puncak payudaranya mengeras. Ia merana menunggu Kieran menyentuhnya. Untuk merasakan sentuhan tangannya di kulitnya. Untuk merasakan seberapa besar pera saan itu akan terwujud.
Kieran mengerang dan semakin mendekap tubuh Julie, lengannya melingkar di tubuh Julie seperti penjepit. Dan benak Julie tiba-tiba berpacu dengan pikiran-pikiran yang bukan miliknya. Saat Kieran mengacaukan indra-indranya dengan rasa mendamba yang belum pernah Julie kenal, ia mencoba memahami gambaran-gambaran yang dengan sangat cepat muncul di benaknya hingga ia sulit memilah.
Kastil, berdiri anggun di tebing menatap ombakombak liar lautan. Kesatria menunggang kuda, baju besinya berkilauan ditimpa sinar mentari. Hutan terbentang berkilo-kilometer. Manusia berukuran raksasa dengan rompi kulit mengacung-acungkan pedang ke arahnya.
Julie menahan napas, menghentikan ciuman mereka, dan membuka mata, setengah berharap dapat melihat pria dalam gambaran tadi. Untuk merasakan bisikan angin saat pedang diayunkan padanya.
Namun hanya ada dirinya dan Kieran MacIntyre di ruangan itu. Segalanya tak satu pun sama. Ya Tu han. Tubuhnya masih membara dan pikirannya masih dipenuhi kenangan yang dia tahu bukan miliknya. Apa itu tadi" bisik Julie, melangkah mundur. Kieran mengusap wajah dengan satu tangan, me narik napas panjang, dalam, lalu mengembuskannya. Mata pucatnya bertemu dengan mata Julie, lalu ia berpaling. Itu tidak penting.
Pernyataan yang tidak menjawab itu tidak berguna bagi Julie.
Saat Kieran kembali menatapnya, mata Julie waswas, sosoknya tegar. Kemasi barang-barangmu. Kita akan pergi.
Aku tidak akan pergi ke mana pun, kata Julie, kembali melangkah mundur.
Aku tidak bisa melindungimu kecuali kau bersamaku.
Benar. Lalu bagaimana jika dari kaulah aku perlu dilindungi"
Brengsek. Kau tahu itu tidak benar.
Yang aku tahu, kau muncul dan hidupku berubah menjadi neraka. Apalagi, Julie melanjutkan menggeleng, berusaha mengenyahkan gambaran yang masih membakar otaknya, kau seperti orang gila yang bisa menghipnotis atau semacamnya. Membuatku bisa melihat gambaran-gambaran. Menyusup ke pikiranku . . .
Hidup Abadi Eternally Karya Maureen Child di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku tele patis, Julie menyelesaikan kalimat itu. Yah, itu yang kaubilang.
Hubungan... antara kita ini bukan ideku, jawab Kieran segera, tampak sama tidak senangnya dengan Julie atas situasi ini.
Baiklah. Sempurna. Julie mengangkat tangan tinggi-tinggi lalu membiarkannya jatuh lagi di samping tubuhnya. Terserahlah. Aku tidak tertarik pada bentuk hubungan apa pun denganmu. Pembohong, benaknya berbisik. Yang membuatku tertarik adalah kau mengatakan bahwa kau tahu siapa yang membunuh Alicia.
Mengucapkan kata-kata itu saja membuat tubuh Julie goyah seakan seseorang menonjok perutnya. Alicia. Tewas. Oh Tuhan.
Kau harus berbicara pada polisi. Aku tidak bisa.
Apa maksudmu kau tidak bisa" tanya Julie memaksa. Kau harus berbicara pada mereka!
Tidak ada gunanya. Mereka tidak dapat menghentikan makhluk itu.
Makhluk" Mimpi buruk ini semakin buruk setiap menitnya.
Sudahlah. Itu tidak penting. Tidak ada hubungannya denganmu.
Tentu saja ada hubungannya denganku. Teman ku mati. Dan sejauh yang kutahu, Kate juga.
Polisi tidak dapat menemukannya. Tidak dapat melawannya. Hanya aku yang bisa. Lagi pula, tambah Kieran tak peduli, mereka tidak akan memercayaiku walaupun aku mengatakan kebenaran.
Jika kau tidak mengatakannya pada mereka, aku yang akan melakukannya, kata Julie, jengkel pada Kieran. Pada dirinya sendiri. Demi Tuhan, temannya diserang di rumah mereka dan dia justru mencium pria yang sangat mencurigakan ini.
Kieran menangkap tubuh Julie yang berjalan cepat menuju pintu. Kau tidak bisa. Lihat saja.
Pembunuh ini bukan sesuatu yang biasa kau hadapi.
Maksudmu" Sebelum kau memasuki hidupku, aku belum pernah berurusan dengan pembunuh.
Pembunuh yang membunuh temanmu bukan manusia.
Aku setuju. Dia keji, pembunuh bajingan sadis. Bukan. Mulut Kieran bergerak-gerak seakan ia mencerna kata-kata sambil berusaha memutuskan untuk menyampaikannya atau tidak. Bukan itu maksudku. Maksudku, dia bukan manusia.
Apa" Julie menggeleng lagi. Situasi ini semakin aneh. Ia melangkah mendekati pintu kamar, rencana kabur terbentuk di pikirannya. Lari ke polisi. Mereka masih berkeliaran di ruang tengah. Pertolongan hanya berjarak beberapa langkah atau satu teriakan. Jangan tinggal di ruangan ini bersama pria yang jelas-jelas gila.
Namun di lain pihak, pikirnya sesaat kemudian, saat Kieran menciumnya, dia mengingat kenangankenangan yang bukan miliknya. Jadi sebenarnya, siapa di antara mereka yang gila"
Mata biru pucat Kieran terpaku pada mata Julie, menginginkan Julie untuk percaya. Untuk yakin. Suara nya rendah, lembut, mendesak. Pembunuh ini sama sekali bukan manusia. Dia iblis.
Iblis. Itu benar. Jenis dari Neraka. Ya. Baiklah kalau begitu, kata Julie sambil mengangguk. Pertanyaannya terjawab. Kaulah yang gila. ?"Lima
AKU tidak gila, kata Kieran, tapi demi Tuhan, mungkin kita diberi lebih banyak waktu untuk bersama.
Sangat menyanjung hati, terima kasih, kata Julie sambil melangkah mengitari Kieran menuju lemari pakaian.
Aku tidak sedang mencoba menaklukkan hatimu, woman, kata Kieran, berbalik perlahan mengikuti gerakan Julie. Aku berusaha membuatmu tetap hidup.
Huh. Julie mengambil koper hijau tua, membawanya ke tempat tidur, lalu membantingnya di tempat tidur. Setelah itu, ia menarik ritsleting koper, membuka tutup atasnya, lalu melangkah ke lemari tinggi dari kayu mahoni. Ia membuka lebar-lebar laci pertama memasukkan tangannya dan mengambil segenggam pakaian dalam.
Kieran bahkan tidak memperhatikan saat ia melemparkan benda-benda itu ke dalam koper yang terbuka. Ia tidak ingin tahu apakah Julie mengenakan pakaian dalam warna pink, hitam, atau merah. Ia tidak membutuhkan imajinasi lain untuk mengganggu pikir annya yang sudah membara.
Perburuan ini tidak akan berjalan seperti seharusnya. Saat ia berdiri di hadapan wanita yang mengganggu keseimbangannya, iblis itu kemungkinan besar berada di luar sana memilih korban berikutnya. Seharusnya ia membuntuti iblis itu saat ini. Namun, ia belum bisa membiarkan Julie Carpenter menjaga dirinya sendiri.
Julie tidak tahu betapa berbahayanya pembunuh itu. Ia tidak tahu bahwa dunia yang ditinggalinya hanyalah sebagian dari kisah sesungguhnya. Jika Kieran menceritakan tentang dimensi lain yang hadir berdampingan dengan dimensi ini, masing-masing dengan realitanya sendiri, wanita itu akan semakin menganggap Kieran lebih gila daripada yang dia bayangkan.
Bukan berarti Kieran memedulikan anggapan wanita itu. Namun semakin berbahaya dirinya dalam pikiran Julie, semakin kecil kesempatan yang dimilikinya untuk menyelamatkan wanita itu dari iblis.
Saat pikiran itu dan ribuan pikiran lain berkelebat dalam benaknya, Julie masih berkemas. Ia melipat kemeja, celana jins, dan celana kain, menyusun rapi pakaian-pakaian itu di koper yang terbuka. Lalu ia me langkah ke kamar mandi dan Kieran dapat mendengar laci ditarik, lalu ditutup kembali dengan kencang. Keti ka Julie keluar dari ruangan itu, ia membawa dua tas, alat pengering rambut, dan beberapa sikat.
Kau harus pergi, kata Julie, diam-diam melirik sekilas pada Kieran.
Aku akan pergi saat kau pergi. Apa yang kulakukan, ke mana aku pergi bukan urusanmu, kata Julie, jelas berusaha menjaga suaranya tetap tegas dan meyakinkan.
Woman, kau menguji kesabaranku,
Dan berhenti memanggilku woman! bentak Julie, menutup koper dan menarik ritsleting di sekeliling koper dengan bunyi keras. Namaku Julie, kau manusia purba!
Kieran tidak ingin mengucapkan nama wanita itu. Itu akan membuat Julie merasa penting. Dan ia tidak ingin wanita itu menjadi penting. Jika Julie memang Pasangan Takdir-nya, ia tidak tertarik. Sejak malam saat ia tewas di tangan kekasih istrinya, Kieran menjaga hati dengan keteguhan yang ia miliki untuk menjaga gerbang antardimensi.
Ia tidak akan pernah lagi membiarkan wanita sedemikian menyihirnya hingga bisa menghancurkannya.
Ia tidak akan pernah lagi membiarkan hasrat memengaruhi jalan pikirannya.
Kieran menelan kembali keinginan naluriahnya untuk menjaga Julie, dan berkata, Jika kau tidak mau pergi ke rumahku tempat aku bisa menjagamu, aku akan menemanimu ke hotel yang keamanannya memadai.
Julie menarik koper dari tempat tidur dan nyaris jatuh ketika koper itu membentur kakinya. Kau tidak mendengarkan, pria berpedang. Aku tidak meng inginkan bantuanmu. Aku tidak membutuhkan bantuanmu. Aku tidak memercayaimu.
Itu mengecewakan. Selama berabad-abad, ia telah menjaga dunia manusia. Kieran mendapatkan penghormatan dari sesama Penjaga. Mengalahkan iblis yang tak terhitung jumlahnya. Ia telah memasuki neraka yang tak pernah terbayangkan oleh manusia mana pun demi menjalankan tugas.
Dan wanita ini tidak memercayainya" Kieran menggigit kata-kata pahit yang memenuhi mulutnya, mengulurkan tangan, merebut koper Julie, dan mengangkatnya dengan mudah. Aku tidak membutuhkan kepercayaanmu, hanya kepatuhanmu.
Julie mendengus dan melipat tangannya di depan dada. Ia menatap Kieran dari atas sampai bawah dengan tatapan meremehkan, dan berkata, Dengar, hanya karena kau pencium ulung bukan berarti aku ingin menjadi anjing peliharaanmu. Tidak ada yang bisa mendikteku, paham" Aku menentukan keputusan ku sendiri.
Seperti ketika kau memutuskan untuk mengun ci pintu kamarmu semalam" tukas Kieran marah, mendekati Julie cukup dekat sehingga wanita itu harus mundur sedikit, membuat jarak aman. Seperti ketika kau memutuskan untuk tetap berada di kamar ini"
Wajah Julie memerah. Baiklah. Aku memang mengikuti perkataanmu semalam Julie mengacung kan jari telunjuknya pada Kieran. Tapi hanya karena aku takut padamu. Ia merebut koper dari genggaman Kieran, berdiri dengan goyah, menurunkan koper, dan menariknya lagi. Dan kalau-kalau kau belum sadar, sekarang aku tidak takut lagi padamu.
Ya, kau masih takut, bisik Kieran dan beradu pandang dengan Julie. Aku bisa merasakan gelombang ketakutan merayapimu saat ini, semudah aku merasakan penyerahan dirimu saat kita berciuman.
Menyerahkan diri" Julie menyapukan pandang ke sekeliling ruangan mengalihkan pandang dengan gugup ke semua arah selain Kieran. Oh, sudahlah.
Kau menyerahkan diri padaku saat itu, kata Kieran, sambil terus melangkah maju hingga Julie terpojok di dinding dan tidak mungkin lagi baginya untuk melepaskan diri. Kieran merasakan ketakutan dan hasrat Julie, bersatu menjadi aura nyata yang merayap keluar dari tubuh Julie dan menjerat Kieran dengan jaringnya. Kieran menahan diri agar tidak terpancing jaring itu meski jaring itu menyiksa Julie. Kieran mengangkat satu tangan mencolek pipi Julie, lalu membiarkan tangannya terkulai lagi.
Kau bisa menyangkalnya jika kau harus, tapi kita berdua tahu ada sesuatu di antara kita. Kita berdua sama-sama ditarik oleh kekuatannya.
Julie menarik napas panjang dengan gemetar lalu ekspresinya menegang dan berkata, Tidak. Mata Kieran menyipit. Wanita keras kepala. Kau mungkin perlu mengingat itu.
Kieran mengangguk dalam-dalam dan tetap diam ketika Julie menarik pegangan koper.
Sekarang, aku akan ke hotel, kata Julie, melang kah ke pintu tanpa sekali pun menoleh ke belakang. Hotel yang akan kupilih sendiri. Ia sampai di pintu, memegang pegangan pintu dan barulah ia menengok ke belakang untuk menatap Kieran. Aku tidak ingin bertemu denganmu lagi.
Ya, kata Kieran pelan, menatap Julie dengan tajam. Kau akan bertemu denganku lagi.
Julie menelan ludah dengan susah payah. Meski keadaan sedang sangat gila dan aneh, perkataanku benar... aku tidak akan bertemu denganmu. Aku beren cana untuk menjauhimu sebisa mungkin.
Kieran menahan keinginan untuk membantah pernyataan itu. Terus mendebat wanita ini merupakan pekerjaan sia-sia. Apa pun yang Julie pikirkan, ia akan tetap mengawasinya. Bukan hanya karena bahaya yang menghantui dari dekat, tapi karena bila memang Julie Pasangan Takdir-nya, maka ia akan membutuhkan wanita itu dalam perburuan ini.
*** Saat malam tiba, Julie sudah mengunci diri di kamar hotel, mendengarkan bunyi degup jantungnya sendiri, berharap ia tidak sendirian. Berharap ia tidak sangat ketakutan seperti ini. Berharap . . .
Bodoh kalau aku terus berharap, gumamnya dan beranjak menuju jendela, memandangi kota L.A.
Biasanya, saat ia ingin keluar sejenak dari rumah, dan menyelesaikan tugas dalam suasana tenang dan hening, ia akan memilih hotel terdekat. Hotel kecil di kawasan eksklusif di sekitar. Hollywood, seperti Ch"teau Marmont atau Sunset Towers. Namun malam ini berbeda. Malam ini ia mencari hotel besar, tidak terkenal, dan aman.
Hotel Westin Bonaventure merupakan hotel paling tepat dalam perkiraan siapa pun. Lima menara kaca silindernya menjadikan hotel itu tonggak di kota yang terkenal sering memamerkan diri. Bila hotel boutique yang lebih kecil terkenal akan sentuhan personal, Bonaventure terlalu besar untuk itu. Di sini, Julie hanya tamu biasa. Satu dari ribuan tamu yang bergerak naik-turun di lift kaca transparan yang menyajikan panorama kerlip kota.
Dalam film True Lies, Arnold Scwarzenegger dan kuda pinjaman -nya menggunakan lift itu untuk men capai puncak gedung dalam pengejaran menangkap teroris. Namun malam ini, dalam perjalanan naik ke kamarnya, Julie belum memikirkan adegan film itu. Sebaliknya, ia memandangi lautan cahaya yang terben tang di bawahnya dan bertanya-tanya di mana pembu nuh itu berada.
Dan ia masih bertanya-tanya. Iblis.
Kieran menyampaikan kata itu dengan sangat jelas hingga membuat Julie menggigil. Apakah Kieran benar-benar memercayai itu" Apakah pria itu sama gilanya dengan pembunuh yang membuat hidupnya berantakan"
Julie memeluk tubuh, menggosok telapak tangan ke lengan atasnya, berusaha mengusir hawa dingin yang sudah menemaninya berjam-jam. Usaha itu tidak berhasil.
Tak seorang pun sedang mengamatiku, gumamnya, memandang kegelapan yang dilingkupi caha ya. Namun ia tidak dapat mengusir perasaan bahwa seseorang sedang mengawasinya. Ia menarik napas panjang, mengembuskannya buru-buru, dan mencoba mengurai ikatan yang seakan mengimpit perutnya.
Namun sensasi mencekam itu masih bertahan. Bulu kuduknya meremang dan ia mencoba melemaskan mereka dengan telapak tangannya. Jantungnya berdebar kencang dan ia bertanya-tanya apakah hidupnya akan kembali seperti kemarin"
Bagus sekali, Julie, katanya, jijik pada diri sendiri. Alicia tewas, Kate di ruang ICU, dan ia mengasihani diri karena ketakutan.
Julie bergerak menjauhi jendela, menutup tirai jendela penghalang dari linen yang memisahkannya dari bahaya yang merangkak di luar jendela. Lalu ia berjalan ke pesawat telepon, duduk di pinggir tempat tidur, dan segera menekan nomor telepon yang sangat ia hafal.
Terdengar dering pesawat telepon tiga kali sebe lum suara seorang wanita menyahut, Halo"
Kenna" Julie bertanya dan mendengar suaranya sendiri kehabisan napas.
Adik Kate menjawab, Julie, Sayang, apa kabar" Kurang baik, ia mengaku dan memainkan jari telunjuk di kabel spiral telepon.
Ada kabar soal Kate"
Kenna dan semua anggota keluarganya menung gu di ruang tunggu rumah sakit. Julie seharusnya berada di sana juga, namun ia merasa sangat... bersalah karena melewati malam itu tanpa terluka sedangkan Kate sedang terbaring dan berjuang untuk hidup.
Belum ada, sahut Kenna, suaranya semakin pelan hingga terdengar sedang berbisik. Tunggu sebentar, aku keluar dulu. Perawat memelototiku karena menggunakan telepon seluler di ruangan.
Beberapa saat berlalu sebelum Kenna mulai ber bicara lagi. Dia belum sadar, Julie. Dokter mengatakan kepada kami bahwa tubuhnya yang akan menyem buhkan dirinya. Aku tidak tahu harus percaya atau tidak, tapi mereka meningkatkan kondisinya dari kritis menjadi siaga.
Bagus, itu bagus. Yah, memang bagus. Namun dia kelihatan parah, Julie. Siapa yang tahu bahwa wanita kulit hitam bisa terlihat pucat"
Ya Tuhan, Kenna. Julie menarik jarinya dari lilitan kabel pesawat telepon, mengangkat tangan dan menyibakkan rambut dari wajahnya ke belakang.
Maaf, maaf. Aku hanya... aku tidak tahu. Aku mencoba bergurau agar tidak berteriak atau menendang tembok atau apa pun. Aku hanya merasa sangat tak berdaya. Kau paham"
Yah, kata Julie, tahu persis perasaan adik Kate. Aku tahu. Dengar, kau harus kembali masuk untuk bergabung bersama keluargamu. Tapi apakah aku boleh meneleponmu untuk mengetahui kondisi Kate" Kapan saja, Jules. Aku akan terus mengabarimu. Terima kasih. Julie duduk di tempat tidur, tetap memegang gagang telepon beberapa saat setelah Kenna menutup teleponnya dan dengung suara telepon terputus bersenandung di telinganya.
*** Julie Carpenter aman. Untuk saat ini. Kieran merasakan keraguan dan ketakutan wanita itu, dan ia memejamkan mata saat mendongak ke menara hotel. Ia memusatkan pikiran, mencoba menenangkannya, meredakan rasa takut yang pasti akan membuat Julie terjaga sepanjang malam. Namun ia tidak dapat menjangkau pikiran Julie dan setelah berusaha beberapa kali, ia menyerah.
Ia menggeram, sadar bahwa ikatan antara mere ka belum cukup kuat baginya untuk mengikat mereka dari jarak jauh. Namun itu bagus, pikir Kieran. Ia juga tidak menginginkan ikatan dengan Julie.
Paling tidak Julie memiliki naluri untuk meninggalkan kawasan tempat tinggalnya saat dia memerlukan keamanan. Dia berada cukup jauh dari lokasi pem bunuhan sehingga iblis itu tidak akan repot-repot mencarinya. Namun Kieran tidak bisa yakin sepenuhnya. Dengan jalan bebas hambatan menghubungkan setiap sudut kota sampai daerah-daerah terpencil di kota ini, tidak ada lokasi yang tak dapat dijangkau. Julie seharusnya bersembunyi di rumahnya. Paling tidak dengan itu Kieran bisa yakin bahwa dia aman.
Wanita keras kepala, pikir Kieran, matanya sendu, mulutnya terkatup menunjukkan ketidaksenangan. Wanita itu lebih memilih risiko terbunuh daripada menerima pertolongannya. Namun mungkin memang itu cara terbaik. Kieran sudah pasti tidak ingin keberadaan wanita itu di dekatnya. Wanita itu hanya membuat persoalan yang seharusnya terang benderang menjadi semakin rumit.
Namun, pikiran yang mengganggu masih menghantui Kieran sehingga ia tidak bisa mengalihkan pikiran sepenuhnya dari Julie. Menurut legenda kuno Penjaga, setelah ia bercinta dengan Pasangan Takdirnya, ia akan mampu terhubung secara telepatik dengan iblis yang sedang dibuntutinya memudahkan upaya untuk menangkapnya.
Ia menggumam sumpah serapah, lalu menyisir rambut dengan satu tangan. Perburuan ini semakin rumit dari waktu ke waktu. Selama berabad-abad, ia mengikuti buruannya, dan ia selalu berhasil. Dan lagi, ia melakukan semua itu tanpa Pasangan Takdir di sisinya.
Ia mengalihkan pandang dari menara kaca yang berkilauan di Bonaventure, memandang melalui kaca depan mobil dan menyalakan mesin. Julie akan cukup aman di tempatnya. Bahwa iblis itu tidak mengikuti - nya itu dapat Kieran pastikan. Tidak ada aroma tertentu menetap di tempat ini. Tidak ada jejak kejahatan di udara malam. Di mana pun iblis itu berada saat ini, dia sedang berkonsentrasi pada pembunuhan berikutnya bukan pada satu-satunya yang selamat dari pem bunuhan sebelumnya.
Teleponnya berdering dengan nada yang meng ganggu dan ia menariknya keluar dari kantong mantel, lalu membukanya Ya"
Ah, temanku, kata Santos, suaranya rendah dan berdengung di kegelapan, kau terdengar tidak senang. Iblis itu masih bebas"
Kieran mengerutkan dahi, memasukkan roda gigi, melepas rem pengaman, dan menginjak pedal gas. Ia mengemudikan Lexusnya menjauhi Bonaventure, bergerak menuju keramaian lalu lintas. Untuk saat ini.
Itu akan berubah. Tentu saja akan berubah. Aku mempunyai beberapa informasi untukmu Kieran membelok ke kanan, dan mengarah ke Figueroa. Apa"
Aku meminta pertolongan dan terhubung dengan Rom.
Kieran berkedip terkejut. Romulus Durant adalah satu dari para Penjaga tertua. Perwira Romawi, dia telah menyaksikan Milenium hancur dan mati na mun dia terkenal sangat penyendiri, menghindar dari Penjaga lain, mengasingkan diri di istana berbenteng di pinggir Tuscany.
Bagaimana kau dapat melakukannya" Itu tidak mudah, temanku, Santos mengaku sambil menghela napas. Dan sekarang aku berutang pada Marguerite.
Kieran menyeringai, kaget karena ia mampu menemukan sedikit humor saat hari berubah menjadi bencana. Bukan hal sulit, bukan"
Benar, jawab Santos. Tapi dia sendiri juga pejuang tangguh.
Marguerite LeClaire, cantik, berbahaya, pernah menjadi mata-mata kehilangan nyawa pada Perang Dunia I. Sejak saat itu, dia menjadi satu dari beberapa Penjaga paling kejam.
Namun, tidak satu pun informasi yang disampai kan Santos merupakan informasi yang ingin ia dengar. Apa kata Rom mengenai legenda Pasangan Takdir itu"
Bahwa legenda itu benar. Semuanya.
Sesuatu dalam dadanya mengencang bagaikan tangan terkepal yang akan meninjunya. Ia sudah tahu tentang itu sejak melihat foto Julie berbulan-bulan lalu, Kieran tahu bahwa entah bagaimana jiwa mereka bertaut. Pertanyaanya adalah, apakah ia akan membiarkan keterkaitan itu berlanjut"
Kieran mengerutkan dahi saat mobil berhenti karena lampu merah dan ia semakin erat menggenggam teleponnya. Di sekitarnya, petunjuk-petunjuk lam pu neon memancarkan kilatan-kilatan warna dalam kegelapan. Tatapannya terkunci pada pejalan kaki yang berlarian menyeberangi jalan, lalu ia menatap pengemudi lain di samping kanan dan kirinya. Selalu memperhatkan. Selalu waspada. Strategi Penjaga.
Bagaimana Penjaga bisa mempertahankan kewaspadaan teguh yang diperlukan itu jika ada Pasangan Takdir di sampingnya" Bodoh.
Kau masih di sana, temanku" Ya.
Dan maukah kau memberitahuku mengapa legenda Pasangan Takdir ini mendadak menjadi sangat penting bagimu"
Tidak. Lampu lalu lintas berganti hijau dan ia menginjak pedal gas, mobilnya melompat meninggalkan kawanan seperti harimau yang hendak menerkam kijang.
Santos tertawa. Tak masalah. Kau sudah bercerita cukup banyak.
Pergilah membunuh sesuatu, Santos, gerutu Kieran dan menutup telepon, memasukkannya ke kantong mantel, lalu membelok tajam di tikungan ke kanan lagi, mengarah ke bukit di atas kota.
Menit-menit berlalu saat ia berkonsentrasi pada jalanan dan tugas di hadapannya. Ia mengemudi keluar-masuk jalur, tidak menghiraukan isyarat jari tengah yang diacungkan oleh para pengemudi yang ke sal karena ia berkonsentrasi pada misi di tangannya. Waktunya singkat. Iblis itu masih menyesuaikan diri saat ini, pada dunia ini. Dengan begitu, Kieran memiliki keuntungan beberapa hari. Ia harus memanfaatkannya sebaik mungkin.
Udara malam menerpa mobil dan dalam angin kencang itu, ia menangkap aroma yang telah ia caricari. Panas dan kejam, terasa asam, seperti minuman anggur pahit yang basi dalam botol. Kieran tersenyum pada dirinya sendiri saat memarkir mobil di pinggir jalan.
Bumi Cinta 8 Misteri Listerdale The Listerdale Mystery Karya Agatha Christie Tanah Warisan 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama