Ceritasilat Novel Online

Kongo 5

Kongo Karya Michael Crichton Bagian 5


menggerutu karena. beban peralatan teknis yang mereka bawa alat pengukur jarak ?dengan sistem optikal, kompas data-lock, penunjuk arah dengan sistem frekuensi
radio yang dilengkapi pemancar, serta transponder gelombang mikro yang semuanya?dianggap penting untuk melakukan evaluasi kecepatan tinggi mengenai suatu situs
arkeologis. Mereka hanya tertarik pada intan. Schliemann hanya tertarik pada emas ketika
menggali kota Troy a, dan ia menghabiskan tiga tahun untuk itu. Ross bertekad
menemukan intan-intannya dalam waktu tiga hari.
Berdasarkan simulasi komputer ERTS, cara terbaik untuk mencapai tujuan itu
adalah dengan 375 EKOR MACAN membuat gambar denah kota tersebut. Berbekal denah, mereka akan dapat mendeduksi
lokasi tarn-bang berdasarkan pola penyusunan kota.
Menurut perkiraan mereka, denah yang cukup teliti dapat dibuat dalam waktu enam
jam. Dengan menggunakan transponder frekuensi radio, mereka hanya perlu berdiri
di keempat sudut sebuah bangunan dan menekan tombol pemancar di masing-masing
sudut. Dua penerima yang ditempatkan berjauhan di perkemahan akan menangkap
sinyal-sinyal itu, dan komputer kemudian mengubah data tersebut menjadi titiktitik koordinat pada gambar dua dimensi. Masalahnya, reruntuhan kota hilang itu
cukup luas, lebih dari tiga kilometer persegi. Mereka akan terpaksa berpencarpencar dan, mengingat apa yang terjadi dengan ekspedisi sebelumnya, ini rasanya
?kurang bijaksana. Satu-satunya alternatif adalah cara yang oleh ERTS dinamakan survei
nonsistematik, atau "pendekatan ekor macan". (Orang-orang di ERTS sering
bergurau bahwa salah satu cara untuk menemukan macan adalah dengan terus
berjalan sampai ekornya terinjak.) Mereka berjalan di antara bangunan-bangunan
runtuh. Berkali-kali mereka berhenti untuk menghindari ular dan labah-labah
raksasa yang melarikan diri ke celah-celah gelap. Ross tercengang karena labahlabah seukuran telapak tangan pria dewasa itu mengeluarkan bunyi klik keras.
Mereka memperhatikan bahwa pemasangan
376 batu-batuan dikerjakan dengan teliti, meskipun batu gamping yang digunakan sudah
bopeng dan lapuk di banyak tempat. Dan di mana-mana mereka menjumpai pintu dan
jendela berbentuk bulan sabit, yang tampaknya merupakan ragam hias khas
kebudayaan setempat. Tapi selain bentuk lengkung itu, mereka tidak menemukan ciri khusus pada
ruangan-ruangan yang mereka lewati. Ruangan-ruangan tersebut pada umumnya
berbentuk persegi panjang, dan kira-kira sama besar; semua dinding tampak polos,
tanpa hiasan apa pun. Zinj sudah berabad-abad menjadi kota mati, dan mereka sama
sekali tidak menjumpai peralatan sehari-hari meskipun Elliot akhirnya menemukan
?sepasang piringan batu bergagang yang menyerupai'dayung. Menurut dugaan mereka,
dayung-dayung itu dulu digunakan untuk menumbuk rempah-rempah atau gandum.
Semakin lama penampilan kota yang serba monoton itu terasa semakin mencekam.
Mereka juga mengalami kesulitan untuk membeda-bedakan satu tempat dari tempat
lain. Mereka mulai memberi nama untuk ruangan-ruangan yang mereka lewati. Ketika
Karen Ross melihat sejumlah lubang kecil pada dinding salah satu ruangan, ia
mengumumkan bahwa ruangan tersebut pasti bekas kantor pos, dan sejak itu mereka
menyebutnya "kantor pos".
Mereka menemukan deretan ruangan kecil dengan lubang-lubang untuk memasang
jeruji kayu. Munro berpendapat ruangan-ruangan itu merupa 377 kan sel-sel penjara, namun ukuran masing-masing amat kecil. Ross berkomentar
bahwa penduduk Zinj mungkin memang berbadan kecil, atau mungkin juga sel-sel
tersebut sengaja dibuat kecil agar para terhukum jera. Sedangkan Elliot
berasumsi ruangan-ruangan itu bekas kerangkeng kebun binatang. Tapi kalau
begitu, kenapa semuanya berukuran sama" Dan Munro mengingatkan bahwa tidak
disediakan tempat untuk menonton binatang-binatang di dalam kerangkeng. Ia tetap
berpegang pada teori penjara, dan untuk selanjutnya ruangan-ruangan itu disebut
"penjara". Di dekat penjara, mereka menemukan pekarangan terbuka yang mereka beri nama
"lapangan olahraga". Di sana terdapat empat tonggak batu tinggi, masing-masing
dengan gelang batu terpasang di bagian atas. Tonggak-tonggak ini tampaknya
digunakan untuk sejenis permainan bola. Di sudut lapangan ada palang mendatar
setinggi satu setengah meter. Palang yang rendah itu membuat Elliot menarik
kesimpulan bahwa tempat tersebut merupakan tempat bermain untuk anak-anak. Ross
tetap berpendapat bahwa para penduduk Zinj berbadan pendek. Munro bertanyatanya, apakah lapangan itu merupakan tempat latihan tentara.
Ketika melanjutkan pencarian, mereka semua sadar bahwa reaksi mereka sekadar
cerminan prasangka masing-masing. Kota itu begitu sedikit memberi informasi,
sehingga menjadi semacam psikotes bagi mereka. Yang mereka butuhkan ada 378 lah informasi objektif mengenai orang-orang yang membangun kota tersebut, serta
kehidupan mereka. Informasi itu sebenarnya ada, hanya saja mereka tidak segera menyadarinya. Di
banyak ruangan, salah satu dindingnya pasti tertutup lapisan jamur berwarna
hijau kehitaman. Munro memperhatikan bahwa pertumbuhan jamur itu tidak
ditentukan oleh cahaya dari jendela, aliran angin, maupun oleh faktor lain yang
bisa mereka kenali. Di beberapa ruangan, lapisan jamur itu tumbuh subur dari
langit-langit sampai pertengahan dinding, lalu berhenti mendadak pada suatu
garis datar, seakan-akan dipotong pisau.
"Aneh sekali," Munro berkomentar. Ia mengamati lapisan jamur itu sambil
menggosok-gosok-nya dengan jari. Ujung jarinya memperlihatkan sisa-sisa cat
berwarna biru. Begitulah caranya mereka menemukan gambar timbul yang semula dibuat berwarnawarni dan ternyata terdapat di seluruh kota. Namun akibat lapisan jamur serta
kondisi batu gamping yang sudah keropos, mereka tak dapat memastikan apa yang
terpahat pada dinding-dinding.
Saat makan siang, Munro menyayangkan mereka tidak membawa tim ahli sejarah seni
untuk memulihkan ukiran-ukiran itu. "Dengan segala peralatan khusus yang mereka
gunakan, mereka pasti langsung bisa melihat apa yang diabadikan di sini,"
katanya. 379 Ucapannya itu memicu sebuah ide dalam benak Ross.
Teknik-teknik mutakhir untuk memeriksa karya-karya seni, seperti yang
dikembangkan oleh Degusto dan sejumlah pakar lain, melibatkan cahaya inframerah
dan proses intensifikasi citra, dan ekspedisi Kongo memiliki peralatan yang
dibutuhkan untuk merancang metode serupa di tempat. Paling tidak, mereka dapat
mencobanya. Seusai makan siang, mereka kembali ke reruntuhan sambil membawa
kamera video, lampu inframerah, serta layar monitor komputer yang mungil.
Setelah mengotak-atik peralatan selama satu jam, mereka berhasil menyusun sebuah
sistem. Dengan mengarahkan cahaya inframerah ke dinding-dinding dan merekam
gambarnya dengan kamera video, lalu mengirim gambar tersebut melalui satelit
guna diproses dalam komputer di Houston, untuk selanjutnya dikirim kembali ke
komputer portabel mereka, ukiran-ukiran pada dinding dapat dipulihkan kembali.
Prosedur ini mengingatkan Peter Elliot pada kacamata pandangan malam. Jika
menatap dinding-dinding dengan mata telanjang, kita tidak melihat apa-apa selain
lumut gelap dan batu keropos. Tapi dengan menatap layar komputer, setiap ade-gan
dalam gambar-gambar timbul tersebut tampak jelas dan hidup. Bagi Elliot, ini
"teramat janggal. Kami berada di tengah rimba belantara, namun tidak dapat
mengamati lingkungan sekitar secara
380 langsung, melainkan harus melalui mesin-mesin. Kami mengandalkan kacamata khusus
untuk melihat pada malam hari, dan video untuk siang hari. Kami menggunakan
mesin-mesin agar dapat melihat apa yang takkan terlihat dengan cara lain, dan
kami sepenuhnya tergantung pada mesin-mesin itu."
Ia juga merasa aneh bahwa informasi yang terekam melalui kamera video harus
menempuh jarak lebih dari 30.000 kilometer sebelum kembali ke layar monitor yang
berjarak hanya beberapa meter dari tempat mereka berdiri. Belakangan Elliot
berkomentar bahwa ini adalah "saraf tulang belakang terpanjang di dunia". Dengan
kecepatan cahaya pun transmisi tersebut membutuhkan sepersepuluh detik, dan
berhubung komputer di Houston juga memerlukan waktu untuk mengolah data, segala
sesuatu yang direkam tidak langsung tampak di layar, melainkan baru muncul
sekitar setengah detik kemudian. Melalui gambar-gambar yang mereka lihat itu,
mereka mulai mengenal kota tersebut beserta para penduduknya.
Warga Zinj ternyata orang-orang kulit hitam yang relatif jangkung, dengan kepala
bundar dan tubuh berotot. Dari segi penampilan, mereka menyerupai masyarakat
berbahasa Bantu yang pertama memasuki Kongo dari sabana dataran tinggi di utara,
dua ribu tahun silam. Mereka digambarkan bersemangat dan energik. Tanpa
menghiraukan iklim, 381 mereka mengenakan jubah-jubah panjang berwarna-warni dan penuh hiasan. Sikap dan
gerak-gerik mereka berkesan terbuka. Dalam segala hal, mereka seakan-akan
bertolak belakang dengan bangunan-bangunan monoton yang kini merupakan satusatunya sisa peradaban mereka.
Lukisan-lukisan dinding yang pertama berhasil diamati rombongan ERTS
memperlihatkan adegan di pasar: para penjual jongkok di samping keranjangkeranjang anyaman berisi benda-benda bulat, sementara para pembeli berdiri
sambil tawar-me-nawar. Mula-mula mereka menyangka benda-benda bulat itu buah,
tapi Ross berpendapat barang dagangan tersebut merupakan batu.
"Itu intan-intan mentah yang masih terbungkus bebatuani" ia berkata sambil
menatap layar komputer. "Mereka berjualan intan."
Lukisan-lukisan dinding itu membuat mereka bertanya-tanya, apa yang terjadi
dengan para penduduk kota Zinj, sebab kota tersebut jelas-jelas ditinggalkan,
bukan dihancurkan tak ada tanda-tanda mengenai peperangan maupun bencana alam.?Ross segera mengutarakan kekhawatirannya yang paling besar. Ia menduga tambangtambang intan telah terkuras habis, sehingga Zinj kemudian mengalami nasib
seperti entah berapa kota pertambangan dalam sejarah, dan menjadi kota hantu.
Menurut Elliot, kota tersebut mati karena para
382 penduduk kota terjangkit wabah. Munro menuduh gorila-gorila yang bertanggung
jawab. "Jangan tertawa," ia berkata serius. "Ini daerah gunung berapi. Letusan, gempa
bumi, kekeringan, kebakaran di sabana binatang-binatang menjadi liar dan ?menunjukkan perilaku berbeda dari biasanya."
"Alam mengamuk?" Elliot bertanya sambil menggelengkan kepala. "Di sini letusan
gunung berapi terjadi setiap beberapa tahun sekali, padahal kita tahu kota ini
ada selama berabad-abad. Pasti bukan itu penyebabnya."
"Barangkali terjadi pemberontakan di istana, sebuah kudeta."
"Tapi itu takkan berpengaruh terhadap gorila-gorila," balas Elliot sambil
tertawa. "Belum tentu," Munro menyangkal. "Anda mungkin tidak tahu, binatang-binatang di
Afrika selalu bersikap aneh jika ada perang." Ia lalu menceritakan sejumlah
kejadian di mana gerombolan monyet babon menyerang rumah-rumah pe-tani di Afrika
Selatan dan bus-bus di Etiopia.
Elliot tidak terkesan. Gagasan bahwa alam mencerminkan tindakan manusia sudah
sangat tua paling tidak setua kisah-kisah Aesop, dan kira-kira sama ilmiahnya.
?"Alam tidak memedulikan manusia," ia berkata.
"Oh, itu jelas," Munro menyahut, "tapi alam sendiri sudah terancam punah."
Elliot enggan membenarkan pendapat Munro,
383 tapi justru pandangan itulah yang dikemukakan oleh sebuah tesis ilmiah yang
sangat terkenal. Tahun 1955, pakar antropologi asal Prancis, Maurice Cavalle,
menerbitkan karya tulis kontroversial berjudul "Kematian Alam". Dalam karya
tulis tersebut ia menyatakan:
Satu juta tahun silam, dunia merupakan daerah liar yang biasa kita sebut "alam".
Di tengah-tengah alam liar ini terdapat kantong-kantong permukiman manusia.
Apakah berupa gua dengan api unggun untuk menghangatkan tubuh, atau kemudian
kota-kota dengan ladang-ladang buatan untuk bercocok tanam, kantong-kantong itu
jelas tidak alami. Selama ribuan tahun berikut, wilayah alam perawan yang
mengelilingi kantong-kantong permukiman manusia terus menyusut, meskipun proses
ini berlangsung secara tersembunyi, sehingga tidak terpantau.
Sampai tiga ratus tahun lalu di Prancis atau Inggris, kota-kota besar buatan
manusia tetap terisolasi oleh alam tempat binatang-binatang liar bebas
berkeliaran. Meski demikian, proses penyebaran manusia berlangsung tanpa henti.
Seratus tahun lalu, di masa akhir kejayaan para penjelajah Eropa, alam telah
menyusut demikian banyak, hingga terasa asing. Itulah sebabnya kegiatan
penjelajahan Afrika mempunyai pesona khusus bagi imajinasi manusia abad
kesembilan belas. Memasuki dunia yang sungguh-sungguh alami merupakan pengalaman
eksotik, sesuatu yang takkan pernah dialami oleh sebagian besar umat manusia,
yang sejak 384 Iahir sampai mati hidup dalam lingkungan buatan manusia.
Di abad kedua puluh, keseimbangan tersebut telah bergeser demikian jauh,
sehingga dapat dikatakan alam telah punah. Tumbuh-tumbuhan liar dilestarikan di
'dalam rumah kaca, hewan-hewan liar di kebun binatang dan taman margasatwa. Tapi
hewan-hewan di kebun binatang maupun taman margasatwa tidak menjalani kehidupan
alami, begitu pula manusia penghuni kota.
Dewasa ini kita dikelilingi manusia dan hasil cip-taannya. Manusia ada di manamana, dan alam kini merupakan khayalan belaka, mimpi masa lalu yang sudah lama
hilang. Ross memanggil Elliot saat makan malam. "Untuk Anda," ia berkata, sambil
menunjuk komputer di samping antena. "Dari teman Anda lagi."
Munro menyeringai. "Biarpun di tengah hutan, telepon tetap berdering terus."
Elliot menghampiri layar dan membaca pesan yang tertulis: ANALISS KOMPUTR UTK
BAHASA GAGL BUTH MASUKN TAMBHN DPT KIRM"
MASUKN APA" Elliot mengetik. MASUKN AUDIO-KIRM REKMN. Elliot menjawab, YA JIKA
ADA FREKUNSI REKMN 22-50.000 HZ-PENTING Elliot mengetik, MENGRTI. Layar kosong
sebentar, kemudian terbaca: APA KABR AMY"
385 Elliot ragu-ragu. BAIK. STAF KIRM SALM, Seamans menyahut, lalu transmisi terpotong sejenak.
TON TRNSMSI. Elliot menunggu agak lama.
BRITA BAGS, ia akhirnya membaca pada layar. MRS SWENSN KTEMU.
386 2 Mula-mula Elliot tidak mengenali nama itu. Swensn" Siapa itu" Kesalahan
transmisi" Namun kemudian ia sadar: Mrs. Sxvenson! Wanita yang menemukan Amy,
yang memboyongnya dari Afrika, lalu menyumbangkannya pada kebun binatang
Minneapolis. Wanita yang berada di Borneo selama minggu-minggu terakhir. COBA DR
PRTAMA TAU INDK AMY TDK DIBUNH ORG PRBUMI.
Elliot tak sabar menanti pesan berikut dari Seamans.
Ia menatap pesan yang tercetak pada layar. Dari dulu ia menyangka induk Amy
dibunuh di sebuah desa bernama Bagimindi oleh orang-orang pribumi. Induknya
dibunuh untuk dimakan, dan Amy menjadi yatim-piatu.
APA MAKSD" INDK SDH MATI TDK DIMAKN.
Induk Amy tidak dibunuh oleh orang-orang pribumi" Ia sudah mati"
387 BRITA SWENSN JLASKN SWENSN BIKN FOTO BISA KIRM"
Elliot mengetik tergesa-gesa, jarinya menekan-nekan tombol keyboard.
KIRM. Sekali lagi ia terpaksa menunggu lama. Kemudian layar video menerima gambar yang
dikirim dan mencetaknya dari atas ke bawah. Sebelum gambar itu memenuhi layar,
Elliot sudah tahu apa yang akan diperlihatkan.
Foto bangkai gorila dengan tengkorak remuk. Binatang itu tergeletak di lapangan
tanah, tampaknya di sebuah desa pribumi.
Saat itulah Elliot merasa teka-teki yang selama ini menghantuinya, yang
membingungkannya selama berbulan-bulan, telah terpecahkan. Kalau saja mereka
berhasil menghubungi Mrs. Swenson lebih cepat....
Citra elektronik pada layar meredup, lalu menghilang.
Elliot mendadak dibanjiri pertanyaan. Tengkorak-tengkorak remuk ditemukan di
suatu daerah terpencil dan konon tak berpenghuni di Kongo, kanyamagufa, tempat ?tulang-belulang. Tapi Bagimindi merupakan desa perdagangan di tepi Sungai
Lubula, dan berjarak lebih dari 150 kilometer.
388 Bagaimana Amy dan induknya yang sudah mati bisa sampai di sana"
Ross bertanya, "Ada masalah?"
"Saya tidak begitu memahami urut-urutannya. Saya perlu menanyakan..."
"Sebelumnya," Ross memotong, "sebaiknya Anda pelajari lagi transmisi tadi.
Semuanya terekam dalam memori." Ia menekan tombol bertulisan REPEAT.


Kongo Karya Michael Crichton di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Transmisi itu kembali muncul pada layar. Ketika Elliot mengamati jawaban-jawaban
Seamans, ada satu kalimat yang menarik perhatiannya: INDK SDH MATI TDK DIMAKN.
Kenapa induk Amy tidak dimakan" Daging gorila merupakan bahan makanan yang
umum bah-kan dicari-cari di bagian Kongo ini. Elliot segera mengetikkan sebuah
? ?pertanyaan: KNP INDK TDK DIMAKN"
INDK7BAYI DITMUKN PATRLI TNTRA DR SUDAN GOTNG BNGKT/BAYI 5 HR KE DESA BAGMINDI
UTK DIJUAL KPD TURIS. SWENSN SANA.
Lima hari! Serta-merta Elliot mengetikkan pertanyaan yang amat penting.
DITMUKN MANA" Jawaban Seamans segera muncul pada layar: DAERH TDK DIKENL DI KONGO.
389 JLASKN. TNP DETIL. Jeda sejenak, lalu: ADA FOTO LGI.
KIRM, balas Elliot. Layar kosong, lalu kembali terisi dari atas ke bawah. Kali ini Elliot bisa
melihat tengkorak gorila betina yang remuk itu dari jarak lebih dekat. Dan di
samping kepala besar itu terdapat makhluk kecil hitam yang mengepalkan tangan
dan kaki. Mulutnya menganga lebar, seakan-akan menjerit.
Amy. Berkali-kali Ross membaca ulang transmisi itu, yang diakhiri foto Amy semasa
bayi kecil, hitam, menjerit.
?"Pantas saja dia terus mengalami mimpi buruk," ujar Ross. "Mungkin dia
menyaksikan induknya dibunuh."
Elliot berkata, "Hmm, paling tidak, sekarang sudah pasti pelakunya bukan gorila.
Mereka tak pernah saling membunuh."
"Saat ini," balas Ross, "kita tak bisa memastikan apa pun." ^
Suasana pada malam tanggal 21 Juni begitu tenang, sehingga pukul 22.00 mereka
mematikan 390 lampu inframerah untuk menghemat energi. Hampir seketika mereka rnendengar bunyi
menggerisik di semak-semak di luar perkemahan. Munro dan Kahega langsung
membidikkan senapan. Bunyi itu bertambah keras, dan mereka juga rnendengar bunyi
aneh menyerupai desahan. Elliot pun mendengarnya, dan ia segera merinding. Bunyi desahan itu sama dengan
bunyi pada rekaman ekspedisi Kongo pertama. Cepat-cepat ia menyalakan alat
perekam dan mengarahkan mikrofon. Semuanya tegang, waspada, menunggu.
Tapi selama satu jam berikut tidak terjadi apa-apa. Semak-semak di sekitar
mereka bergerak-gerak, namun mereka tidak melihat sesuatu yang mencurigakan.
Kemudian, beberapa saat sebelum tengah malam, pagar pengamanan yang dialiri
listrik tiba-tiba memercikkan bunga api. Munro langsung membidikkan senapan dan
menembak. Ross segera menyalakan lampu malam, dan seluruh perkemahan dibanjiri
cahaya merah tua. "Ada yang sempat melihatnya?" tanya Munro. "Ada yang sempat melihat* apa yang
ada di pagar tadi?" Mereka menggelengkan kepala. Tak ada yang tahu apa yang terjadi.
Elliot memutar ulang rekamannya. Ternyata hanya ada bunyi tembakan dan suara
percikan bunga api. Tak ada suara napas.
Sisa malam itu berlangsung tanpa gangguan.
391 HARI 10 ZINJ 22 Juni 1979 di-scan dan di-djvu-kan unluk dimhader (dimhad.co.cc) oleh
OBI Dilarang meng-komersil- kan atau keslalan men imp a anda selamanya
AMY KEMBALI Suasana pada pagi tanggal 22 Juni serba kelabu dan berkabut. Ketika Peter Elliot
bangun pada pukul 06.00, perkemahan ternyata sudah ramai. Munro sedang menyusuri
pagar pengamanan. Pa-kaiannya basah sampai dada, akibat embun yang menempel di
semak-semak. Ia menyambut Elliot dengan senyum kemenangan, lalu menunjuk ke
tanah. Elliot menunduk dan melihat jejak kaki baru. Jejak itu dalam dan pendek,
berbentuk agak segi tiga, jempol dan keempat jari lainnya terpisah cukup
jauh kira-kira sama seperti jempol dan jari tangan manusia.?"Bukan jejak manusia," ujar Elliot sambil membungkuk untuk mengamati jejak itu
dari dekat. Munro tidak menyahut. "Seperti jejak primata."
Munro tetap membisu. "Tapi pasti bukan gorila." Elliot menyudahi pengamatannya dan kembali berdiri
tegak. Ko - 395 munikasi video semalam telah memperkokoh keyakinannya bahwa musibah yang menimpa
ekspedisi Kongo pertama tidak melibatkan gorila. Gorila tidak membunuh sesama
gorila, apalagi dengan cara induk Amy dibunuh. "Pasti bukan gorila," ia
menegaskan. "Ini memang jejak gorila," Munro membantah. "Coba lihat ini." Ia menunjuk tempat
lain di tanah becek. Di sana terlihat empat cekungan berderet. "Itu bekas bukubuku yang ditinggalkan waktu mereka merangkak."
"Tapi gorila termasuk binatang yang tidur pada malam hari dan menghindari.
kontak dengan manusia," bantah Elliot.
"Yang satu ini tidak."
"Jejaknya kecil untuk jejak gorila," ujar Elliot. Ia memeriksa pagar pengamanan
di dekat situ, tempat hubungan pendek terjadi semalam, dan menemukan bulu-bulu
kelabu. "Dan gorila tidak berbulu kelabu."
"Bagaimana dengan gorila jantan dewasa?" tanya Munro.
^"Ya, tapi warna bulu mereka lebih muda dari ini, lebih keperak-perakan. Bulubulu ini betul-betul kelabu." Elliot terdiam sejenak. "Barangkali ini bulu
kakundakari" Munro tersenyum melecehkan.
Kakundakari merupakan primata misterius yang dikabarkan hidup di Kongo. Seperti
yeti di Himalaya dan bigfoot di Amerika Utara, hewan ini
396 pernah dilihat namun belum pernah ditangkap. Orang-orang pribumi sering
bercerita mengenai monyet berbulu lebat setinggi 1,8 meter yang berjalan dengan
dua kaki belakang dan berperilaku seperti manusia.
Banyak ilmuwan percaya kakundakari benar-benar ada. Mungkin mereka masih ingat,
bagaimana pihak berwenang dulu menyangkal keberadaan gorila.
Tahun 1774 , Lord Monboddo menulis tentang gorila bahwa "ciptaan alam yang indah
dan menakutkan ini berjalan tegak seperti manusia, memiliki tinggi badan antara
2,1 dan 2,7 meter... dan kekuatan luar biasa; berbulu hitam legam dan lebat di
seluruh tubuh, tapi lebih panjang di kepala; berwajah lebih mirip manusia
daripada .simpanse, namun dengan kulit berwarna hitam, dan tidak berekor".
Empat puluh tahun kemudian, Bowditch menggambarkan monyet Afrika "dengan tinggi
badan rata-rata 1,5 meter dan lebar bahu 1,2 meter; ca-karnya dikabarkan lebih
mencengangkan lagi daripada lebar badannya; satu pukulan saja konon akan
berakibat fatal". Tapi baru pada tahun 1847. Thomas Savage, misionaris Afrika,
dan Jeffries Wyman, ahli anatomi asal Boston, menerbitkan karya tulis yang
membahas "spesies kedua di Afrika, yang belum dikenal oleh para ahli ilmu alam".
Mereka mengusulkan nama Troglodytes gorilla untuk satwa tersebut. Pengumuman
mereka segera menimbulkan kehebohan di kalangan ilmuwan.
397 Orang-orang di London, Paris, dan Boston berlomba-lomba untuk lebih dulu
memperoleh kerangka tulang. Pada tahun 1855 tak ada keraguan lagi, memang ada
spesies monyet kedua yang sangat besar di Afrika.
Di abad kedua puluh pun spesies-spesies baru masih terus ditemukan di hutan
tropis: babi biru pada tahun 1944 dan burung belibis berdada me-rah pada tahun
1961. Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan ada satwa langka hidup
tersembunyi di tengah hutan. Tapi bukti nyata mengenai kakundakari tetap tidak
ditemukan. "Ini jejak kaki gorila," Munro berkeras. "Atau lebih tepat, sekelompok gorila.
Saya menemukan jejak kaki di sepanjang pagar pengamanan. Kelihatannya mereka
mengintai perkemahan kita."
"Mengintai perkemahan kita," Elliot mengulangi sambil menggelengkan kepala.
"Ya," ujar Munro. "Perhatikan saja jejak kaki mereka."
Kesabaran Elliot mulai menipis. Ia mengatakan sesuatu tentang dongeng api unggun
para pemburu, dan Munro membalas dengan menyindir orang-orang yang mengandalkan
pengetahuan teoretis dari buku.
Saat itulah kera-kera colobus di pepohonan mu* lai memekik-mekik dan
mengguncang-guncangkan dahan-dahan.
Mayat Malawi tergeletak di luar batas perkemah 398 an. Pengangkut itu hendak pergi ke kali untuk mengambil air ketika ia terbunuh.
Tulang teng-koraknya diremukkan dari samping; wajahnya tampak ungu dan bengkak,
mulutnya menganga lebar. Para anggota rombongan yang lain sangat terpukul oleh kematiannya yang
mengenaskan. Ross membuang muka karena mual; para pengangkut bergerombol di
sekitar Kahega, yang berusaha menenangkan mereka; Munro membungkuk untuk
memeriksa cedera yang dialami Malawi. "Perhatikan cekungan di kedua sisi kepala,
seakan-akan kepalanya dijepit...."
Munro lalu minta salah satu pengangkut mengambil dayung batu yang ditemukan
Elliot di reruntuhan kota pada hari sebelumnya. Ia menoleh ke arah Kahega.
Kahega berdiri tegak dan berkata, "Kami mau pulang sekarang, Bos."
"Tidak bisa," balas Munro.
"Kami mau pulang. Kami harus pulang, saudara kami mati, kami harus membuat
upacara untuk istri dan anak-anaknya, Bos."
"Kahega..." "Bos, kami mau pulang sekarang."
"Kahega, kita harus bicara." Munro menegakkan badan, merangkul pundak Kahega,
dan mengajaknya menjauh, ke seberang lapangan. Mereka berbicara beberapa menit
sambil merendahkan suara.
"Mengerikan," ujar Ross. Sepertinya ia terpukul sekali, dan Elliot segera
berbalik untuk menghibur 399 nya, tapi Ross telah melanjutkan, "Ekspedisi kita terancam gagal. Ini gawat.
Kita harus mencoba bertahan, atau kita takkan pernah menemukan intan-intan itu."
"Hanya itukah yang Anda pedulikan?"
"Hmm, mereka sudah diasuransikan...."
"Ya Tuhan," Elliot bergumam.
"Anda kesal karena kehilangan monyet brengsek itu," kata Ross. "Jangan terlalu
emosional. Mereka sedang memperhatikan kita."
Para pengangkut memang sedang memperhatikan Ross dan Elliot, sambil menerkanerka penyebab perselisihan di antara kedua orang itu. Tapi mereka pun sadar
bahwa negosiasi sesungguhnya sedang berlangsung antara Munro dan Kahega yang
masih berdiri di tepi lapangan. Beberapa menit kemudian, Kahega kembali sambil
menyeka mata. Ia berbicara sejenak dengan saudara-saudaranya dan semuanya
mengangguk. Setelah itu ia berpaling pada Munro.
"Kami akan tinggal, Bos."
"Bagus," ujar Munro. Suaranya kembali bernada memerintah ketika ia berkata,
"Ambil dayung-dayung itu."
Setelah menerima batu-batu bergagang tersebut, Munro menempelkan keduanya ke
sisi kiri dan kanan kepala Malawi. Bentuk dayung-dayung itu ternyata persis sama
dengan bentuk cekungan pada kepala si pengangkut.
Munro lalu mengatakan sesuatu pada Kahega
400 dalam bahasa Swahili, dan Kahega mengatakan sesuatu pada saudara-saudaranya;
mereka mengangguk. Baru setelah itu Munro melakukan tindakan mengerikan berikut.
Ia merentangkan ta-ngan lebar-lebar, lalu mengayunkan kedua dayung ke kepala
Malawi yang telah remuk. Bunyi benturan yang terdengar membuat bulu roma
berdiri; percikan darah mengenai baju Munro, tapi ia tidak berhasil merusak
tulang tengkorak Malawi lebih lanjut.
"Tenaga manusia tidak memadai untuk melakukan ini," Munro berkomentar dengan
nada datar. Ia menoleh ke arah Peter Elliot. "Mau coba?"
Elliot menggelengkan kepala.
Munro bangkit. "Dilihat dari caranya jatuh, Malawi sedang berdiri ketika
kepalanya dihantam." Munro berpaling kepada Elliot dan menatap matanya.
"Binatang besar, kira-kira setinggi orang. Binatang besar dan kuat. Gorila."
Elliot tak bisa menjawab.
Sudah bisa dipastikan bahwa Peter Elliot menganggap perkembangan itu sebagai
ancaman, meskipun bukan ancaman terhadap keselamatannya. "Saya betul-betul tak
bisa menerimanya," ia berkomentar di kemudian hari. "Saya menguasai bi-dang
saya, dan tak bisa menerima gagasan mengenai perilaku buas yang diperlihatkan
gorila di alam bebas. Semuanya tidak masuk akal. Sekelom-401
pok gorila membuat batu bergagang untuk meremukkan tengkorak manusia" Tak
mungkin." Setelah memeriksa mayat Malawi, Elliot pergi seorang diri ke kali untuk membilas
darah yang menempel di tangannya. Ia jongkok di tepi kali, memandang air yang
mengalir jernih, dan merenungkan kemungkinan ia keliru. Ia sadar benar bahwa
para periset primata sudah sering salah menilai subjek-subjek mereka.
Elliot sendiri ikut berperan dalam upaya menghapus salah satu prasangka paling
umum, yaitu bahwa gorila bodoh, kasar, dan kejam. Dalam penelitian pertama
mereka, Savage dan Wyman berkesimpulan, "Satwa ini memperlihatkan tingkat
kecerdasan lebih rendah dibandingkan simpanse; penyebabnya mungkin karena satwa
ini menyimpang lebih jauh dari susunan manusia." Peneliti-peneliti di kemudian
hari menganggap gorila "buas, murung, dan brutal". Tapi kini banyak bukti dari
penelitian lapangan maupun laboratorium bahwa dalam banyak hal, gorila lebih
cerdas daripada simpanse.
Lalu masih ada kisah-kisah terkenal mengenai simpanse yang menculik dan memangsa
bayi manusia. Selama berpuluh-puluh tahun, para peneliti memandang cerita-cerita
orang pribumi seperti itu sebagai "takhayul tak berdasar". Namun kini telah
terungkap bahwa dalam berbagai kesempatan simpanse me man g menculik dan ?memangsa bayi manusia. Ketika Jane Goodall mempelajari simpanse-simpanse Gombe,
?ia mengurung bayinya su-paya tidak diculik dan dibunuh oleh simpanse-sim-panse
tersebut. Simpanse memburu berbagai jenis binatang, berdasarkan tata cara yang rumit. Dan
penelitian lapangan oleh Dian Fossey mengungkapkan bahwa dari waktu ke waktu
gorila pun berburu binatang kecil dan kera, setiap kali...
Elliot mendengar bunyi menggerisik di seberang kali, dan sekonyong-konyong
seekor gorila jantan dewasa yang sangat besar muncul dari semak-semak setinggi
dada. Peter sempat tersentak kaget, tapi setelah berhasil mengatasi rasa
takutnya, ia langsung sadar bahwa ia aman. Gorila tak pernah melintasi air,
biarpun hanya kali kecil. Ataukah itu juga termasuk prasangka yang keliru"
Gorila jantan itu menatapnya dari seberang kali. Sorot matanya tidak mengancam,
lebih berkesan ingin tahu. Elliot mencium bau apak yang khas, dan ia mendengar
bunyi mendesis waktu gorila itu mengembuskan napas melalui lubang hidungnya yang
pesek. Ia masih memikirkan apa yang harus dilakukannya ketika gorila di seberang
kali tiba-tiba menerobos semak-semak, lalu menghilang.
Elliot terbengong-bengong dan hanya bisa berdiri di tempat sambil menyeka
keringat. Lalu ia sadar bahwa semak belukar di seberang kali masih bergerakgerak. Sesaat kemudian seekor gorila lain muncul, lebih kecil dari yang pertama.
Seekor betina, Elliot berkata dalam hati, meskipun ia tak
I 403 402 dapat memastikannya. Gorila ini pun menatapnya tanpa berkedip. Kemudian
tangannya bergerak. Peter sini main gelitik.
"Amy!" Elliot berseru, dan tanpa pikir panjang berlari menyeberangi kali. Amy
melompat ke dalam pelukannya, mendekapnya erat-erat, menghu-janinya dengan
ciuman-ciuman basah dan mendengkur bahagia.
Kemunculan Amy secara tak terduga itu nyaris membuatnya tewas tertembak oleh
para pengangkut yang sedang gelisah. Hanya karena Elliot cepat-cepat melindungi
Amy dengan badannya, mereka tidak jadi menarik picu. Namun dua puluh menit
kemudian semua orang sudah terbiasa lagi dengan kehadirannya dan Amy segera ?mulai menuntut macam-macam.
Ia merengut ketika diberitahu mereka tidak mendapatkan susu maupun biskuit
selama ia pergi, tapi ketika Munro mengeluarkan botol Dom Perignon yang sudah
hangat, Amy bersedia menerima sampanye itu sebagai gantinya.
Mereka semua duduk mengelilingi Amy sambil minum sampanye dari cangkir-cangkir
logam. Elliot bersyukur ia berada di tengah orang banyak, sehingga terpaksa
menahan diri, sebab setelah Amy kembali dengan selamat, kekhawatiran Elliot
mulai berubah menjadi kekesalan.
Munro meringis ketika menyerahkan sampanye


Kongo Karya Michael Crichton di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

404 kepada Elliot. "Tenang, Profesor, tenang. Dia masih kecil."
Roman muka Elliot tetap berkesan gusar. Percakapan yang menyusul sepenuhnya
berlangsung dalam bahasa isyarat, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Amy, Elliot berisyarat. Kenapa Amy pergi"
Amy menempelkan mulut ke cangkirnya dan menjawab, Minuman gelembung minuman
enak. Amy, Elliot mengulangi. Amy kasih tahu Peter kenapa pergi.
Peter tidak suka Amy. Peter suka Amy. Peter tembak Amy Amy sakit Peter tidak suka Amy Amy sedih sedih.
Peter suka Amy. Amy tahu Peter suka Amy. Amy kasih tahu Peter kenapa...
Peter tidak gelitik Amy Peter tidak sayang Amy Peter suka perempuan tidak suka
Amy Peter tidak suka Amy Amy sedih Amy sedih.
Isyarat bertubi-tubi ini menandakan ada yang mengganggu pikiran Amy. Amy pergi
ke mana" Amy pergi gorila-gorila baik. Amy suka.
Pernyataan ini memicu rasa ingin tahu Elliot. Mungkinkah Amy bergabung dengan
sekelompok gorila liar selama beberapa hari" Kalau memang demikian, itu
merupakan kejadian yang teramat penting, sebuah tonggak sejarah dalam penelitian
primata seekor gorila yang dapat berbahasa sem - ?405
pat bergabung dengan kelompok liar, lalu kembali lagi. Elliot ingin tahu lebih
banyak. Gorila baik dengan Amy"
Ya. Amy cerita Peter. Amy memalingkan wajah dan tidak menjawab. Amy cerita Peter.
Elliot menjentikkan jari untuk menarik perhatian Amy. Amy menoleh pelan-pelan,
seakan-akan terpaksa. Amy cerita Peter. Amy tinggal dengan gorila" Ya.
Amy bersikap acuh tak acuh, sebab ia tahu Elliot sedang penasaran. Amy selalu
bersikap demikian jika tahu Elliot menginginkan sesuatu darinya.
Amy cerita Peter, Elliot berisyarat setenang mungkin.
Gorila baik suka Amy Amy gorila baik.
Jawaban itu tidak berguna. Amy memberikan jawaban standar; satu lagi cara untuk
menegaskan bahwa ia sedang di atas angin.
Amy. Amy melirik. Amy cerita Peter. Amy pergi tempat gorila" Ya.
Gorila bikin apa" Gorila cium-citm Amy. Semua gorila"
Gorila besar gorila punggung putih cium Amy
406 bayi cium Amy semua gorila cium Amy gorila suka Amy.
Rupanya Amy diendus-endus oleh gorila-gorila jantan dewasa, lalu oleh anak-anak,
lalu oleh seluruh kelompok. Bagian itu cukup jelas. Tapi bagaimana setelah itu"
Apakah Amy diterima oleh kelompok tersebut" Elliot memberi isyarat, Habis itu
apa" Gorila kasih makan. Makanan apa" Tidak ada noma kasih makan Amy.
Sepertinya mereka memperlihatkan tnakanan pada Amy. Ataukah mereka menyuapinya"
Kejadian seperti itu belum pernah dilaporkan di alam bebas, tapi di pihak lain,
belum pernah ada yang menyaksikan kedatangan anggota baru dalam suatu kelompok.
Amy gorila betina, dan ia sudah mendekati usia reproduktif.
Gorila mana kasih makan"
Semua kasih makan Amy coba Amy suka.
Rupanya bukan hanya gorila-gorila jantan yang mendekati Amy. Tapi apa yang
menyebabkan ia diterima oleh kelompok itu" Memang, kelompok gorila tidak
tertutup seperti kelompok kera, tapi sebenarnya apa yang terjadi"
Amy tinggal dengan gorila"
Gorila suka Amy. Ya. Amy bikin apa" Amy tidur Amy makan Amy tinggal dengan gorila-gorila baik Amy suka.
407 Berarti ia sempat mengikuti kehidupan sehari-hari kelompok tersebut. Apakah itu
berarti kehadirannya diterima sepenuhnya oleh mereka"
Amy suka gorila" Gorila bodoh. Kenapa bodoh" Gorila tidak bicara. Tidak bicara isyarat"
Gorila tidak bicara. Tampaknya Amy mengalami frustrasi karena mereka tidak menguasai bahasa isyarat.
(Primata berkemampuan bahasa pada umumnya merasa frustrasi dan jengkel jika
dicampur dengan satwa yang tidak memahami isyarat-isyarat tersebut.)
Gorila baik dengan Amy"
Gorila suka Amy Amy suka gorila suka Amy suka gorila.
Kenapa Amy kembali" Mau susu mau biskuit.
"Amy," ujar Elliot, "Amy, kau tahu kita tidak puny a susu dan biskuit."
Ucapannya yang tiba-tiba itu mengejutkan yang lain. Mereka menatap Amy dengan
pandangan bertanya-tanya.
Amy diam agak lama. Akhirnya ia memberi isyarat, Amy suka Peter Amy sedih cari
Peter. Elliot hampir menitikkan air mata karena ter-haru.
Peter orang baik. Sambil mengedip-ngedipkan mata, Elliot mem 408 beri isyarat, Peter gelitik Amy. Dan Amy langsung melompat ke dalam pelukannya.
Beberapa waktu kemudian, Elliot kembali minta keterangan mengenai kepergian Amy,
kali ini lebih mendetail. Prosesnya lamban sekali, terutama karena Amy mengalami
kesulitan dengan konsep waktu.
Amy bisa membedakan masa lalu, masa kini, dan masa depan ia ingat peristiwa-?peristiwa yang sudah terjadi, dan menantikan hal-hal yang dijanji-kan
padanya tapi staf Proyek Amy tidak berhasil mengajarkan perbedaannya secara
?tuntas. Sebagai contoh, Amy tidak bisa membedakan kemarin dari kemarin dulu. Tak
seorang pun tahu apakah ini akibat cara pengajaran yang keliru atau memang suatu
ciri dari dunia konseptual Amy. (Staf Proyek Amy memperoleh bukti bahwa ada
perbedaan konseptual. Amy sulit menerima metafora ruang untuk waktu, seperti
"kita sudah melewati itu" atau "itu akan kita hadapi". Para pelatihnya
beranggapan masa lalu berada di belakang dan masa mendatang di depan mereka.
Tapi perilaku Amy mengisyaratkan ia menganggap masa lalu berada di
depannya sebab ia bisa melihatnya dan masa depan berada di belakang karena
? ? ?belum kelihatan. Jika sedang menanti teman yang dikatakan akan da-tang, ia
berulang kali menoleh ke belakang, meski sedang menghadap ke pintu.)
Sekarang pun konsep waktu menyulitkan per 409 cakapan dengan Amy, dan Elliot terpaksa menyusun semua pertanyaannya dengan
hati-hati. Ia bertanya, "Amy, apa yang. terjadi setelah gelap" Dengan gorilagorila itu?" Amy menatap Elliot sambil mengerutkan ke-ning, seperti biasanya kalau Elliot
menanyakan sesuatu yang menurut Amy sudah jelas. Amy tidur malum.
"Dan gorila-gorila yang lain?" Gorila tidur malam. "Semua gorila?" Amy enggan
menjawab. "Amy," ujar Elliot, "gorila-gorila datang ke ke-mah kita semalam." Datang tempat
ini" "Ya, tempat ini. Gorila datang malam-malam."
Amy termenung-menung. Tidak.
Munro bertanya, "Apa katanya?"
Elliot menyahut, "Dia bilang 'Tidak.' Ya, Amy, mereka datang."
Amy diam sejenak, kemudian memberi isyarat, Makhluk datang.
Munro kembali menanyakan jawaban Amy.
"Dia bilang, 'Makhluk datang.'" Elliot lalu menerjemahkan semua jawaban Amy
untuk yang lain. Ross bertanya, "Makhluk apa, Amy?"
Makhluk jahat. Munro berkata, "Apakah mereka gorila, Amy?" Bukan gorila. Makhluk jahat. Banyak
makhluk 410 jahat datang hutan datang. Bicara napas. Datang malam datang.
"Di mana mereka sekarang?" tanya Munro.
Amy memandang berkeliling. Sini. Ini tempat tua jahat makhluk datang.
Ross berkata, "Makhluk apa, Amy" Apakah mereka binatang?"
Elliot memberitahu mereka bahwa Amy tidak memahami kategori "binatang". "Bagi
Amy, manusia juga binatang," ia menjelaskan. "Apakah makhluk jahat orang, Amy"
Orang manusia?" Tidak. Munro bertanya, "Kera?" Bukan. Makhluk jahat, tidak tidur malam. "Apakah
ceritanya bisa dipercaya?" tanya Munro. Apa maksud"
"Ya," jawab Elliot. "Seratus persen." "Dia tahu gorila?"
Amy gorila baik, Amy memberi isyarat.
"Ya, Amy gorila baik," ujar Elliot. "Dia bilang dia gorila baik."
Munro mengerutkan kening. "Dia tahu gorila, tapi dia bilang makhluk-makhluk itu
bukan gorila?" "Begitulah." 411 2 Elliot meminta Ross memasang kamera video di tepi reruntuhan kota, menghadap ke
perkemahan. Setelah menyalakan kamera dan alat perekam, Elliot lalu mengajak Amy
ke tepi perkemahan untuk mengamati bangunan-bangunan tua itu. Ia ingin
menghadapkan Amy dengan kota hilang tersebut, dengan kenyataan di balik mimpimimpinya dan ia ingin merekam reaksi Amy saat itu. Namun sikap Amy ternyata di?luar dugaan.
Ia sama sekali tidak bereaksi.
Roman mukanya tidak berubah, tubuhnya tidak menegang. Ia juga tidak memberi
isyarat. Ia malah tampak jemu, seakan-akan terpaksa mengikuti ke-mauan Elliot.
Elliot mengamatinya dengan saksama. Amy tidak melakukan apa pun. Ia menatap kota
di hadapannya dengan sikap masa bodoh.
"Amy tahu tempat ini?"
Ya. "Amy cerita Peter tempat apa." Tempat jahat tempat tua.
412 "Gambar tidur?" Ini tempat jahat. "Kenapa jahat, Amy?" Tempat jahat tempat tua.
"Ya, tapi kenapa, Amy?" Amy takut.
Ia tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia me-rasa takut. Ia jongkok di tanah, di
samping Elliot, sambil memandang lurus ke depan, tenang sekali.
"Kenapa Amy takut?"
Amy mau makan. "Kenapa Amy takut?"
Amy tidak mau menjawab, sama halnya ia tak sudi menjawab pertanyaan Elliot jika
ia sedang benar-benar jemu. Elliot tak bisa memancingnya untuk membicarakan
mimpi-mimpinya lebih lanjut. Sama seperti waktu di San Francisco, Amy tidak
bersedia membahas topik tersebut. Ketika Elliot mengajaknya memasuki reruntuhan,
Amy menolak dengan tenang. Di pihak lain, Amy tampaknya tidak gelisah karena
Elliot hendak memasuki tempat itu, dan ia bahkan melambaikan tangan dengan ceria
sebelum minta makan lagi dari Kahega.
Baru setelah ekspedisi mereka berakhir dan Elliot kembali ke Berkeley ia
mendapatkan penjelasan mengenai kejadian yang membingungkan ini dalam ?Interpretasi Mimpi karya Freud, yang pertama kali diterbitkan tahun 1887.
Sesekali dapat terjadi bahwa seorang pasien dihadap 413 TANDA TANYA kan pada kenyataan di balik mimpi-mimpinya. Entah berupa objek fisik, orang,
atau situasi yang terasa sangat familier, tanggapan subjektif oleh orang yang
mengalami mimpi tersebut selalu sama. Muatan emosional yang terkandung dalam
mimpinya apakah menakutkan, menyenangkan, atau misterius terkuras habis saat
? ?menghadapi kenyataan. Kejemuan yang diperlihatkan subjek bukan bukti bahwa isi
mimpinya tidak nyata. Kejemuan justru dirasakan jika isi mimpi itu nyata. Subjek
bersangkutan menyadari ke-tidakmampuannya mengubah kondisi yang dihadapinya, dan
ia akan diliputi rasa letih, jemu, dan tidak peduli, yang menutup-nutupi
ketakberdayaannya da-' lam menghadapi masalah nyata yang hams diatasi.
Berbulan-bulan kemudian, Elliot sampai pada kesimpulan bahwa reaksi Amy yang
berkesan masa bodoh itu justru menunjukkan hebatnya gejolak perasaan yang
dialaminya, dan analisis Freud te-pat; sikap acuh tak acuh itu melindungi Amy
dari suatu situasi yang harus diubah, tapi sekaligus membuat Amy merasa tak
berdaya, apalagi mengingat kenangan masa kecil yang disebabkan oleh, kematian
ibunya yang traumatis. Namun saat itu Elliot merasa kecewa karena sikap Amy yang netral. Sejak bertolak
dari San Francisco, ia sempat membayangkan reaksi-reaksi yang mungkin akan
diperlihatkan Amy, tapi kejemuan sama sekali di luar dugaan, dan ia pun gagal
memahami maknanya bahwa kota Zinj be-gitu penuh bahaya, sehingga Amy merasa
?perlu 414 menyingkirkannya dari pikirannya, dan tidak menggubrisnya.
Elliot, Munro, dan Ross menghabiskan pagi yang panas dan melelahkan dengan
menebas rumpun-rumpun bambu dan tumbuhan rambat yang mencirikan hutan sekunder,
untuk mencapai bangunan-bangunan di tengah kota. Menjelang siang, usaha tersebut
akhirnya membuahkan hasil, ketika mereka menemui gedung-gedung yang berbeda
dengan yang mereka lihat sebelumnya. Gedung-gedung ini dibangun secara
mengesankan, mewadahi ruangan-ruangan besar yang masuk tiga-empat tingkat ke
dalam tanah. Ross gembira melihat konstruksi bawah tanah ini, sebab ini merupakan bukti
baginya bahwa para penduduk Zinj telah mengembangkan teknologi untuk menggali ke
dalam bumi, seperti yang diperlukan untuk tambang-tambang intan. Munro pun
sependapat. "Orang-orang itu memang jago dalam urusan gali-menggali," ia
berkomentar. Namun ternyata mereka tidak menemukan apa-apa di perut kota. Menjelang sore,
mereka mulai menjelajahi tingkat-tingkat yang lebih tinggi. Mereka menemukan
suatu bangunan yang begitu penuh gambar timbul, sehingga mereka menamakannya
"galeri". Setelah menghubungkan kamera video dengan pemancar ke satelit, mereka
mulai memeriksa gambar-gambar di galeri.
Gambar-gambar tersebut memperlihatkan
415 adegan-adegan kehidupan sehari-hari, antara lain wanita-wanita sedang memasak
sambil mengelilingi api, rombongan anak yang sedang bermain bola dengan tongkat,
sejumlah juru tulis sedang jongkok di tanah sambil membuat catatan pada
lempengan tanah liat. Selain itu ada satu dinding penuh adegan berburu, kaum
pria mengenakan ca-wat dan membawa tombak. Dan akhirnya adegan pertambangan,
memperlihatkan orang-orang meng-gotong keranjang-keranjang berisi batu melalui *
terowongan-terowongan di perut bumi.
Ada beberapa hal yang menimbulkan tanda tanya dalam benak Ross dan yang lain.
Para penduduk Zinj memelihara anjing untuk berburu dan kucing untuk binatang
rumah, namun rupanya tak pernah terpikir oleh mereka untuk memanfaatkan binatang
guna melakukan pekerjaan-pekerjaan be-rat. Semua tugas kasar dilakukan oleh
budak-bu-dak. Dan sepertinya mereka juga tidak mengenal roda, sebab tak ada
gambar gerobak atau kendaraan beroda lainnya. Segala sesuatu digotong dalam
keranjang-keranjang. Munro lama mengamati gambar-gambar itu, dan akhirnya ia berkata, "Ada lagi yang
tidak kelihatan di sini."
Mereka sedang mengamati adegan dari tambang intan. Orang-orang muncul dari
lubang-lubang ge-lap di tanah, sambil membawa keranjang-keranjang berisi intan
mentah. 416 "Oh ya!" ujar Munro sambil menjentikkan jari. "Tidak ada polisi!"
Elliot memaksakan diri untuk tidak tersenyum. Ia sudah menduga, orang seperti
Munro akan mempersoalkan ketidakhadiran polisi dalam suatu masyarakat yang sudah
lama mati. Tapi Munro berkeras bahwa pengamatannya memang berarti. "Coba pikir," ia
berkata. "Kota ini ada karena tambang intannya. Tak ada alasan lain untuk
keberadaannya di tengah-tengah hutan. Zinj merupakan peradaban
tambang kemakmurannya, perdagangannya, kehidupan sehari-harinya, semuanya ?tergantung pada kegiatan pertambangan. Semuanya tergantung pada intan.
Mungkinkah mereka tidak menjaganya, tidak mengaturnya, tidak mengontrolnya?"
Elliot menyahut, "Masih banyak hal lain yang tidak ada di sini gambar orang
?sedang makan, misalnya. Siapa tahu ada larangan untuk memperlihatkan para


Kongo Karya Michael Crichton di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penjaga." "Bisa jadi," balas Munro dengan ragu. "Tapi di setiap kompleks pertambangan di
seluruh dunia, kehadiran penjaga justru ditonjolkan. Kalau Anda pergi ke tambang
intan di Afrika Selatan atau tambang zamrud di Bolivia, hal pertama yang akan
Anda perhatikan adalah segi keamanan. Tapi di sini," ia berkata sambil menunjuk
gambar-gambar timbul di dinding, "tidak ada penjaga sama sekali."
Karen Ross menyinggung kemungkinan bahwa
417 penjaga tidak dibutuhkan, karena masyarakat Zinj begitu teratur dan tenteram.
"Bagaimanapun, mereka hidup beratus-ratus tahun lalu," ia berkilah.
"Sifat manusia tidak berubah," Munro bersikeras.
Setelah meninggalkan galeri, mereka menemukan pekarangan dalam yang tertutup
tumbuhan rambat. Pekarangan itu berkesan formal, dan kesan tersebut diperkuat
oleh pilar-pilar sebuah bangunan menyerupai kuil di salah satu sisinya.
Perhatian mereka segera tertuju pada lantai pekarangan. Lusinan batu bergagang
seperti yang ditemukan Elliot sebelumnya tampak berserakan di lantai.
"Astaga," Elliot bergumam. Mereka melangkahi dayung-dayung batu itu, lalu
memasuki bangunan yang untuk selanjutnya mereka sebut "kuil".
Bangunan itu terdiri atas satu ruangan besar berbentuk bujur sangkar. Langitlangitnya telah re-tak di beberapa tempat, dan di sana-sini sinar_ matahari
menerobos masuk. Tepat di depan mereka ada onggokan tumbuhan rambat setinggi
tiga meter, sebuah piramida tetumbuhan. Kemudian mereka menyadari bahwa terdapat
patung di bawahnya. Elliot memanjat ke atas patung dan mulai mencabut tumbuhan rambat yang menempel.
Pekerjaan itu tidak mudah; akar-akar tumbuhan itu telah menyusup ke dalam celahcelah pada permukaan batu. Elliot menoleh ke arah Munro. "Bagaimana sekarang?"
418 "Turunlah dan lihat sendiri," ujar Munro dengan ekspresi janggal pada wajahnya.
Elliot turun, lalu mundur untuk mengamati patung itu. Meskipun patung tersebut
telah keropos dan belang, ia segera mengenali sosok gorila raksasa yang sedang
berdiri. Wajah gorila itu tampak bengis, kedua tangannya terentang lebar. Di masing-masing tangannya ada dayung batu yang di-pegang seperti bering-bering yang
siap diadukan. "Ya Tuhan," Peter Elliot bergumam.
"Gorila," Munro berkata dengan nada puas.
Ross berkomentar, "Sekarang semuanya sudah jelas. Para penduduk Zinj memuja
gorila. Itu aga-ma mereka."
"Tapi kenapa Amy bilang makhluk-makhluk itu bukan gorila?"
"Tanya saja dia," sahut Munro sambil melirik arlojinya. "Kita hams bersiap-siap
untuk nanti malam." 419 3 Mereka menggunakan sekop-sekop yang dapat di-Iipat untuk menggali parit di luar
pagar pengamanan. Pekerjaan itu berlangsung sampai lama setelah matahari
terbenam. Mereka terpaksa menyalakan lampu malam yang berwarna merah, semen tara
mengisi parit dengan air yang dialirkan dari kali. Ross menganggap parit itu
sebagai rintangan tak berarti kedalamannya hanya beberapa inci dan lebarnya ?tiga puluh sentimeter. Setiap orang dapat dengan mudah melangkahinya. Sebagai
jawaban, Munro menyeberang ke luar parit dan berkata, "Kemarilah, Amy, aku akan
menggelitikmu." Amy mendengus gembira dan mulai menghampiri Munro, tapi mendadak berhenti begitu
tiba di tepi air. "Ayo, aku akan menggelitikmu," Munro mengulangi sambil
mengulurkan tangan. "Ayo, Amy."
Amy tetap tidak mau menyeberang. Dengan jengkel ia memberi isyarat. Munro
melangkahi pa - 420 rit dan menggendongnya ke seberang. "Gorila ben-ci air," katanya kepada Ross.
"Saya pernah melihat gorila yang tidak mau menyeberangi parit yang lebih kecil
dari ini." Amy menggaruk-garuk ketiak Munro, lalu menunjuk dirinya sendiri.
Artinya sudah jelas. "Dasar perempuan," Munro bergumam. Kemudian ia membungkuk
dan menggelitik Amy yang berguling-guling di tanah sambil mendengus, mengendus,
dan menyeringai. Ketika Munro berhenti, Amy tetap berbaring dan menunggu kelanjutannya. "Cukup sekian," ujar Munro.
Amy memberi isyarat padanya.
"Sori, aku tidak mengerti. Sori, Amy," Munro tertawa, "berisyarat lebih pelan
juga tidak membantu." Tapi kemudian ia menangkap keinginan Amy, dan ia kembali
menggendongnya melintasi parit, ke perkemahan. Amy langsung mencium pipinya.
"Wah, monyet Anda pandai merayu," Munro berkelakar ketika ia dan Elliot duduk
untuk makan malam. Ia terus mempertahankan sikapnya yang santai dan penuh canda,
karena sadar bahwa hanya dengan cara itu ia dapat mencairkan ketegangan yang
meliputi rekan-rekannya; semuanya gelisah, meringkuk di sekeliling api unggun.
Namun seusai makan malam, ketika Kahega membagi-bagikan amunisi dan memeriksa
semua senapan, Munro berkata pada Elliot, "Sebaiknya Anda ikat Amy di tenda
Anda. Kalau kita harus melepaskan tem-421
SERANGAN bakan nanti malam, saya tak ingin Amy berkeliaran dalam gelap. Anak buah saya
mungkin tidak terlalu jeli membedakan satu goriia dari yang Iain. Jelaskan pada
Amy bahwa suara tembak-menem-bak mungkin akan bising sekali, tapi dia tidak
perlu takut." "Apakah bakal ramai nanti?" tanya Elliot.
"Saya kira ya," balas Munro.
Elliot mengajak Amy ke tendanya dan memasang rantai pengikat yang biasa
dikenakan Amy di California. Ujung rantai diikatnya ke kaki tempat tidur, tapi
tindakan itu lebih bersifat simbolis; Amy bisa melepaskannya dengan mudah jika
ia mau. Elliot menyuruhnya berjanji untuk tetap di dalam tenda.
Amy berjanji. Sebelum Elliot keluar, Amy memberi isyarat, Amy suka Peter.
"Peter suka Amy," Elliot menyahut sambil tersenyum. "Semuanya akan beres."
Elliot keluar tenda, dan seakan-akan memasuki dunia lain.
Lampu malam yang berwarna merah telah di-padamkan, tapi dalam cahaya api unggun
yang menari-nari, ia melihat para penjaga berkacamata khusus mengambil tempat di
sekeliling perkemahan. Diiringi bunyi berdengung dari pagar beraliran listrik,
pemandangan ini menimbulkan kesan menyeramkan. Peter Elliot mendadak sadar akan
po-sisi mereka yang sarat bahaya segelintir orang?422
yang ketakutan di tengah-tengah hutan tropis Kongo, tiga ratus kilometer dari
permukiman manusia terdekat.
Kakinya tersandung kabel hitam yang tergeletak di tanah. Kemudian ia melihat
kabel-kabel lain malang melintang di perkemahan, masing-masing berhubungan
dengan senapan di tangan para penjaga. Ia memperhatikan bahwa senapan-senapan
itu berbentuk janggal terlalu langsing, terlalu kecil dan kabel-kabel tadi
? ?menghubungkan senapan-senapan dengan sejumlah mekanisme berhidung kecil yang
dipasang pada tripod-tripod kecil di sekeliling perkemahan.
Ia melihat Ross di dekat api unggun. Wanita itu sedang memasang alat perekam.
"Apa itu semua?" Elliot berbisik sambil menunjuk kabel-kabel.
"Itu LATRAP. Singkatan dari laser-tracking projectile" bisik Ross. "Sistem
LATRAP terdiri atas LGSD ganda yang dihubungkan ke unit-unit RFSD."
Ross menjelaskan bahwa para penjaga memegang senapan yang sesungguhnya merupakan
senapan laser untuk membidik, yang dihubungkan ke unit sensor berdaya tembak
tinggi yang dipasang pada tripod. "Unit itulah yang mengunci sasaran dan
melepaskan peluru setelah sasaran diidenti-fikasi," ia berkata. "Ini sistem
perang hutan belantara. Setiap unit RFSD dilengkapi peredam khusus, sehingga
musuh tidak bisa memastikan arah tem-423
bakan. Jangan berdiri di depan unit-unit itu, sebab semuanya melacak panas tubuh
secara otomatis." Ross menyerahkan alat perekam pada Elliot, lalu pergi untuk memeriksa bateraibaterai yang merupakan catu daya untuk mengalirkan listrik ke pagar pengamanan.
Elliot melirik ke arah penjaga-penjaga di kegelapan, di tepi perkemahan. Munro
melambaikan tangan dengan ceria. Elliot menya-^ dari bahwa para penjaga dengan
kacamata khusus mereka dapat melihat jauh lebih jelas daripada ia sendiri. ?Mereka tampak bagaikan makhluk luar angkasa yang terdampar di tengah rimba
belantara. Mereka menunggu. Jam demi jam berlalu. Tak ada bunyi apa pun selain suara percikan air di parit.
Sesekali para pengangkut berkelakar dalam bahasa Swahili, tapi mereka tidak
berani menyalakan rokok karena ada-nya peralatan yang dapat melacak panas. Pukul
23.00 berlalu, kemudian tengah malam, kemudian pukul 01.00.
Elliot mendengar Amy mendengkur di dalam tenda. Ia menoleh ke arah Ross yang
tidur di tanah, dengan jari menempel pada sakelar lampu malam. Ia melirik jam
tangannya dan menguap; takkan terjadi apa-apa malam itu; Munro keliru.
Kemudian ia mendengar bunyi napas itu.
Para penjaga juga mendengarnya, dan mereka segera membidikkan senapan ke
kegelapan yang mengelilingi mereka. Elliot mengarahkan mikrofon alat perekam ke
arah bunyi tersebut, namun ia
424 mengalami kesulitan untuk menentukan. lokasi sumbernya. Bunyi desahan tersengalsengal itu se-akan-akan datang dari segala arah, terbawa kabut malam, sayupsayup dan menyebar. Ia memperhatikan jarum-jarum pengukur kekuatan sinyal yang bergetar-getar.
Sekonyong-konyong Elliot mendengar bunyi berdebam serta suara air bercipratan,
dan jarum-jarum pengukur langsung meloncat ke daerah merah. Semuanya mendengar
bunyi itu; para penjaga segera membuka kunci pengaman senapan masing-masing.
Sambil membawa alat perekam, Elliot merangkak menghampiri pagar dan memandang ke
parit. Semak belukar di balik pagar tampak bergerak-gerak. Bunyi desahan napas
pun bertambah keras. Elliot mendengar bunyi gemercik dan melihat sebatang pohon
mati melintang di atas parit.
Rupanya itulah sumber bunyi berdebam tadi: sebuah jembatan dipasang melintang
pada parit. Seketika Elliot menyadari bahwa mereka terlalu meremehkan lawan. Ia
memanggil Munro dengan lambaian tangan, tapi Munro malah memberi isyarat agar
Elliot menjauhi pagar dan menunjuk tripod di dekat kakinya. Sebelum Elliot
sempat bergerak, kera-kera colobus di pepohonan mulai memekik-mekik dan gorila
?pertama menyerang tanpa bersuara.
Elliot melihat binatang besar berbulu kelabu berlari menghampirinya, semeyitara
ia tiarap. Sedetik kemudian gorila itu menabrak pagar beraliran
425 listrik. Bunga api beterbangan dan Elliot mencium bau daging hangus.
Itulah awal dari pertempuran mengerikan yang berlangsung dalam suasana hening.
Berkas-berkas sinar laser berwarna hijau zamrud membelah kegelapan malam.
Senapan-senapan me-sin yang dipasang pada tripod berbunyi dep-dep-dep ketika
menembak, mekanisme pembidik berdesir-desir saat laras-laras senapan berputar
dan memuntahkan peluru, lalu berputar dan memberondong lagi. Setiap peluru
kesepuluh merupakan tracer yang berpendar putih; garis-garis hijau dan putih
bersilangan di atas kepala Elliot.
Gorila-gorila itu menyerang dari segala arah. Enam gorila menerjang pagar secara
bersamaan dan terpental di tengah hujan bunga api. Serangan datang bergelombang,
menerjang pagar yang terbuat dari anyaman tipis, namun mereka tidak mendengar
apa-apa selain percikan bunga api dan teriakan kera-kera colobus. Dan kemudian
Elliot melihat gorila-gorila pada dahan-dahan pohon yang membentang di atas
perkemahan. Munro dan Kahega mulai menembak ke atas. Berkas-berkas sinar laser
yang bisu tampak menerobos dedaunan. Elliot kembali mendengar bunyi napas
tersengal-sengal. Ia berbalik dan melihat sejumlah gorila mengguncang-guncangkan
pagar yang kini telah mati tak ada lagi bunga api beterbangan.?Serta-merta ia sadar bahwa peralatan canggih tersebut tidak dapat menghalau
gorila-gorila itu ?426 mereka membutuhkan suara bising. Munro rupanya berpikiran sama, sebab ia memberi
aba-aba dalam bahasa Swahili agar Kahega dan anak buahnya menghentikan tembakan.
Kemudian ia berseru pada Elliot, "Cabut peredam suara! Peredam suara!"
Elliot meraih tabung hitam pada tripod pertama dan mencabutnya sambil
mengumpat tabung itu panas sekali. Begitu menjauhi tripod, ia mendengar bunyi
?tembakan senapan bersusul-susulan. Dua gorila jatuh dari pohon, satu masih
hidup. Gorila itu menerjang Elliot ketika Elliot mencabut peredam suara dari
tripod kedua. Laras senapan yang pen-dek berputar dan memberondong gorila itu
dari jarak dekat; cairan hangat bercipratan ke wajah Elliot. Ia mencabut peredam
suara dari tripod ke-tiga, lalu segera tiarap di tanah.
Suara senapan mesin yang memekakkan telinga serta awan mesiu ternyata efektif
untuk menghalau serangan gerombolan gorila; mereka mundur tunggang-langgang.
Suasana menjadi hening, meskipun para penjaga masih melepaskan tembakan laser ke
semak belukar, yang membuat senapan-senapan mesin pada tripod berputar-putar
mencari sasaran. Akhirnya mesin-mesin tersebut pun berhenti. Hutan belantara kembali sunyi.
Gorila-gorila itu telah pergi.
427 HARI 11 ZINJ 23 Juni 1979 di scan dan di-djvu kan untuk dimhader (dimhad.co.ee) oleh
Bl D ilarang meng-komersil-kan atau kesialan men imp a anda selamanya
1 Bangkai-bangkai gorila itu tergeletak di tanah, masing-masing sudah mulai kaku.
Elliot menghabiskan dua jam memeriksa binatang-binatang itu, kedua-duanya jantan
yang sedang gagah-gagahnya.
Ciri paling menonjol adalah bulu mereka yang kelabu. Kedua ras gorila.yang
dikenal sampai saat itu, gorila pegunungan yang hidup di Virunga dan gorila
dataran rendah yang hidup di dekat pesisir, sama-sama berbulu hitam. Bayi gorila
sering kali berbulu cokelat dengan bercak putih di sekitar pantat, tapi bulu
mereka akan bertambah gelap dalam lima tahun pertama. Pada usia dua belas, bulu
benvarna perak akan muncul di punggung dan pantat gorila jantan, yang sekaligus
menipakan tanda kematangan seksual mereka.
Dengan bertambahnya umur, bulu gorila menjadi kelabu sama halnya dengan ?manusia. Gorila jantan mula-mula berbulu kelabu di atas telinga, dan semakin
lama semakin banyak bulu yang berubah menjadi kelabu. Gorila-gorila tua berumur
431 GORILA ELLIOTENSIS tiga puluhan tahun sering kali sepenuhnya berbulu kelabu, kecuah pada lengan
yang tetap hitam. Tapi berdasarkan pemeriksaan gigi kedua gorila yang mati, Elliot menaksir usia
mereka tak lebih dari sepuluh tahun. Seluruh pigmentasi mereka tampak lebih
muda, baik pada mata, kulit, maupun bulu. Kulit gorila hitam, mata mereka
cokelat tua. Tapi di sini pigmentasinya berwarna kelabu, sementara mata mereka
cokelat muda kekuningan. Warna mata itulah yang menarik perhatian Elliot.
Kemudian Elliot mengukur panjang badan kedua binatang tersebut. Panjang dari
ubun-ubun sampai ke tumit adalah 139,2 dan 141,7 sentimeter. Panjang badan
gorila pegunungan jantan tercatat antara 147 sampai 205 sentimeter, dengan
panjang rata-rata 175 sentimeter. Tapi tinggi kedua gorila yang tewas hanya 135
sentimeter. Mereka termasuk kecil untuk ukuran gorila. Elliot juga menimbang
keduanya: 127,5 dan 173,5 kilogram. Gorila pegunungan pada umumnya memiliki
berat badan yang berkisar antara 140 dan 225 kilogram.
Elliot lalu melakukan tiga puluh pengukuran-tambahan untuk dianalisis dengan
komputer setelah ia kembali ke San Francisco. Sebab kini ia yakin telah
memperoleh temuan penting. Dengan menggunakan pisau, ia membedah kepala gorila
pertama dan memotong kulitnya yang kelabu, agar dapat melihat otot-otot dan
tulang di bawahnya. Perhatiannya tertuju pada sagittal crest, tonjolan tulang
pada tengkorak yang membujur dari kening
432 sampai ke tengkuk. Sagittal crest merupakan ciri khas tengkorak gorila yang
tidak ditemukan pada monyet lain maupun manusia; akibat sagittal crest inilah
kepala gorila berbentuk lancip.
Elliot mengamati bahwa sagittal crest kedua gorila itu tidak berkembang
sempurna. Secara umum, otot-otot tengkorak keduanya lebih mirip otot simpanse
daripada gorila. Elliot lalu mengukur gigi geraham, rahang, simian shelf, serta
rongga otak. Menjelang tengah hari, kesimpulan Elliot sudah jelas: kedua binatang itu paling
tidak merupakan ras gorila yang baru, sederajat dengan gorila pegunungan dan
dataran rendah dan tidak tertutup kemungkinan ia sedang menghadapi sebuah
?spesies baru. Seseorang yang menemukan spesies binatang baru akan mendadak berubah, tulis Lady
Elizabeth Forstmann pada tahun 1879. Seketika ia melupakan keluarga dan kerabat,
dan semua orang yang disayanginya; ia melupakan rekan-rekan yang mendukung usaha
profesionalnya; lebih jauh lagi, ia melupakan orangtua dan anak-anaknya; singkat
kata, ia meninggalkan semua orang yang mengenalnya sebelum ia terjangkit nafsu
meraih kemasyhuran di tangan iblis bernama Ilmu Pengetahuan.
Lady Forstmann memahami hal itu, sebab ia baru saja ditinggalkan suaminya


Kongo Karya Michael Crichton di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setelah suaminya menemukan belibis Norwegia berdada biru pada
433 tahun 1878. "Sia-sia belaka," ia berkomentar, "kita bertanya apa pengaruhnya
satu burung atau binatang lagi dalam keanekaragaman ciptaan Tuhan,
yang berdasarkan taksiran Linnaeus telah berjumlah jutaan. Tak ada jawaban ? ?untuk pertanyaan semacam itu, sebab sang penemu telah bergabung dalam jajaran
nama kekal, paling tidak dalam bayangannya sendiri, dan manusia biasa tak
berdaya untuk mengalihkan perhatiannya."
Peter Elliot pasti akan menyangkal bahwa tingkah lakunya menyerupai tingkah laku
bangsawan Skotlandia yang tak bermoral itu. Meski demikian, ia sadar bahwa ia
tak berminat menjelajahi Zinj lebih lanjut. Ia tidak tertarik pada intan maupun
mimpi-mimpi Amy. Ia hanya ingin pulang membawa tulang-belulang monyet baru, yang
akan mencengangkan rekan-rekannya di seluruh dunia. Tiba-tiba saja ia teringat
bahwa ia tidak memiliki tuksedo, dan pikirannya pun disibukkan oleh masalah
pemberian nama. Ia membayangkan tiga spesies monyet Afrika:
Pan troglodytes, simpanse. Gorilla gorilla, gorila.
Gorilla elliotensis, spesies gorila baru berbulu kelabu.
*Sir Anthony Forstmann meninggal tahun 1880 akibat utang judi dan sifllis
434 Kalaupun pembagian spesies dan pemberian nama itu akhimya ditolak, Elliot tetap
telah mencapai hasil lebih gemilang dibandingkan sebagian besar ilmuwan yang
terlibat dalam penelitian primata.
Elliot dibuat terkesima oleh masa depannya sendiri.
Jika ditinjau kembali, tak seorang pun berpikir dengan jernih pada pagi itu.
Ketika Elliot berkata ia hendak mentransmisikan rekaman suara napas yang
dibuatnya ke Houston, Ross menyahut bahwa detail sepele seperti itu bisa
menunggu. Elliot pun tidak mendesak lebih jauh; belakangan, mereka berdua
menyesalkan keputusan tersebut.
Mereka juga tidak menggubris suara letusan-letusan yang menyerupai tembakan
artileri di kejauhan pagi itu. Ross menduga pasukan Jenderal Muguru sedang
menggempur orang-orang Kigani. Munro memberitahunya bahwa pertempuran itu
berlangsung paling tidak delapan puluh kilometer dari tempat mereka, terlalu
jauh untuk terdengar, namun tidak memberikan penjelasan alternatif.
Dan berhubung Ross tidak melakukan transmisi pagi ke Houston, ia tidak
memperoleh informasi mengenai perkembangan geologis terakhir, yang mungkin dapat
menempatkan letusan-letusan tersebut pada konteks yang tepat.
Mereka terbuai oleh teknologi yang mereka gunakan semalam, dan merasa aman
karena ke - 435 kuatan yang mereka anggap tak terkalahkan. Hanya Munro yang tidak terpengaruh.
Ia telah memeriksa persediaan amunisi, dan hasilnya tidak menggembirakan.
"Sistem laser itu memang ampuh, tapi boros peluru," Munro berkata. "Semalam kita
menghabiskan setengah dari persediaan peluru kita."
"Apa yang bisa kita lakukan?" tanya Elliot.
"Saya justru berharap Anda bisa memberikan pemecahannya," ujar Munro. "Anda yang
memeriksa bangkai-bangkai gorila itu."
Elliot menyatakan keyakinannya bahwa mereka menghadapi spesies primata yang
belum dikenal. Ia merangkum temuan-temuan anatomis yang diperolehnya, dan
temuan-temuan tersebut memang memperkuat teorinya.
"Oke," kata Munro. "Tapi saya membutuhkan keterangan tentang perilaku binatangbinatang itu, bukan mengenai penampilan mereka. Anda sendiri bilang, gorila
termasuk binatang yang aktif pada siang hari dan tidur pada malam hari;
sedangkan yang ini justru sebaliknya. Gorila pada umumnya pemalu dan menghindari
kontak dengan manusia; sedangkan yang ini bersikap agresif dan menyerang manusia
tanpa kenal takut. Kenapa?"
Elliot terpaksa mengakui bahwa ia juga tidak tahu.
"Mengingat persediaan amunisi kita, sebaiknya kita segera mencari tahu," sahut
Munro. 436 2 KUIL Tempat paling tepat untuk mengawali penyelidikan adalah bangunan kuil, dengan
patung gorilanya yang besar dan menyeramkan. Sore itu mereka kembali ke sana,
dan di balik patung tersebut mereka menemukan sederet ruangan kecil. Ross
menduga ruangan-ruangan itu dulu dihuni oleh para pendeta yang memimpin pemujaan
gorila. Ia menawarkan penjelasan rumit, "Para penduduk Zinj diteror gorila-gorila yang
hidup di hutan di sekeliling kota, dan mereka memberikan korban pada binatangbinatang itu. Para pendeta merupakan kelas tersendiri, hidup terpisah dari
masyarakat umum. Lihat, di pintu masuk ke deretan ruang kecil itu ada kamar
sempit. Ini tempat penjaga yang menjauhkan orang-orang dari para pendeta."
Tapi Elliot meragukannya, begitu pula Munro. "Agama pun bersifat praktis," ujar
Munro. "Para pemeluknya harus bisa menarik manfaat tertentu."
"Manusia selalu memuja sesuatu yang ditakuti 437 nya," balas Ross, "dengan harapan bisa mengendalikannya."
"Tapi bagaimana mereka bisa mengendaiikan gorila-goriia itu?" tanya Munro. "Apa
yang bisa mereka Iakukan?"
Ketika jawabannya akhirnya terungkap, mereka semua tercengang, sebab segenap
dugaan mereka ternyata terbalik.
Mereka melewati deretan ruang kecil dan memasuki serangkaian lorong panjang yang
dihiasi gambar-gambar timbul. Dengan menggunakan sistem komputer inframerah,
mereka dapat mengamati gambar-gambar tersebut, yang merupakan adegan-adegan
berurutan seperti daiam buku bergambar.
Adegan pertama memperlihatkan sejumlah gorila di dalam kerangkeng. Seorang pria
kulit hitam berdiri di dekat kerangkeng-kerangkeng, sambil memegang tongkat.
Gambar kedua menampilkan pria Afrika berdiri bersama dua gorila yang mengenakan
tali pengikat leher. Gambar ketiga memperlihatkan orang Afrika yang tengah melatih gorila di sebuah
pekarangan dalam. Gorila-gorila itu diikat ke tiang-tiang dengan gelang di
bagian atas. Gambar terakhir memperlihatkan gorila-gorila menyerang barisan boneka jerami
yang digantung-kan dari tonjolan batu di atas. Kini Ross, Elliot,
438 dan Munro telah mengetahui apa yang mereka temukan di lapangan olahraga dan
penjara. "Ya Tuhan," ujar Elliot. "Gorila-gorila itu dilatih."
Munro mengangguk. "Dilatih sebagai penjaga untuk. mengawasi tambang intan.
Pasukan pilihan, tidak kenal ampun, dan tak bisa disuap. Bukan ide buruk, kalau
dipikir-pikir." Ross kembali mengamati bangunan di sekelilingnya, yang kini telah diketahui
merupakan.sekolah, bukan kuil. Ada sesuatu yang terasa mengganjal dalam dirinya:
gambar-gambar tersebut berusia ratusan tahun, para pelatih sudah lama pergi.
Tapi gorila-gorila itu tetap ada. "Siapa yang melatih mereka sekarang?"
"Mereka sendiri," kata Elliot. "Mereka saling melatih."
"Apakah itu mungkin?"
"Mungkin saja. Pengajaran sejenis memang terjadi di kalangan primata."
Hal ini sudah lama diperdebatkan oleh para ilmuwan. Tapi Washoe, primata pertama
dalam sejarah yang belajar bahasa isyarat, mengajarkan ASL pada anak-anaknya.
Primata berkemampuan bahasa biasa mengajari binatang-binatang lain dalam
penangkaran; mereka bahkan mengajari manusia dengan berisyarat secara pelan dan
berulang-ulang, sampai manusia bodoh yang tak berpendidikan akhirnya menangkap
apa yang dimaksud. Jadi, memang ada kemungkinan tradisi bahasa
439 dan perilaku primata diteruskan secara turun-temu-run selama generasi demi
generasi. "Maksud Anda, orang-orang yang membangun kota ini sudah pergi sejak
berabad-abad lalu, tapi gorila-gorila yang mereka latih masih berada di sini?"
"Kelihatannya begitu," jawab Elliot.
"Dan mereka menggunakan perkakas dari batu?" Ross bertanya lagi. "Dayung batu?"
"Ya," ujar Elliot. Ia tidak mengada-ada. Simpanse mampu menggunakan alat, dan
contoh paling mencengangkan adalah kegiatan "memancing rayap". Simpanse biasa
membengkok-bengkokkan ranting sesuai spesifikasi mereka, lalu menghabiskan waktu
berjam-jam di sarang rayap dengan menggunakan ranting tersebut untuk memancing
tempayak. Para peneliti menyebut kegiatan ini "penggunaan alat primitif", sampai mereka
mencoba melakukannya sendiri. Membuat ranting yang memenuhi sya-rat dan
menangkap rayap ternyata tidak semudah yang diduga. Orang-orang yang berusaha
meniru-kan kegiatan itu akhirnya gagal. Orang-orang yang gemar memancing pun
menyerah dan terpaksa angkat topi. Para peneliti lalu menyadari bahwa simpansesimpanse muda menghabiskan waktu berhari-hari memperhatikan orangtua mereka
menyiapkan ranting dan memutar-mutar ranting itu di dalam sarang rayap.
Simpanse-simpanse muda belajar cara melakukannya, dan proses belajar itu
berlangsung selama bertahun-tahun.
440 Kehidupan simpanse mulai memperlihatkan ciri-ciri kebudayaan: masa magang
Benjamin Franklin muda, pencetak, tidak berbeda jauh dari masa magang simpanse
muda, pemancing rayap. Kedua-duanya mempelajari keahlian masing-masing dalam
kurun waktu beberapa tahun, dengan mengamati senior mereka; kedua-duanya
melakukan kesalahan dalam perjalanan menuju sukses.
Namun perkakas batu yang dibuat khusus merupakan lompatan besar dari ranting dan
rayap. Kalau bukan karena seorang peneliti yang hendak mendobrak anggapan bahwa
hanya manusia yang sanggup menggunakan perkakas batu, anggapan tersebut tetap
tak tergoyahkan. Tahun 1971, ilmuwan asal Inggris bernama R.V.S. Wright
memutuskan untuk mengajarkan pembuatan perkakas batu pada seekor monyet.
Muridnya adalah Abang, orang utan berusia lima tahun yang menghuni kebun
binatang Bristol. Wright menghadapkan Abang dengan kotak berisi makanan yang
diikat tali. Ia menunjukkan pada Abang bagaimana tali itu bisa dipotong dengan
menggunakan serpihan batu api, agar Abang dapat memperoleh makanan-nya. Abang
membutuhkan satu jam untuk menyerap pelajaran tersebut.
Wright lalu menunjukkan cara membuat serpihan batu dengan membenturkan kerikil
pada bongkahan batu api. Pelajaran ini lebih sulit; dalam selang waktu beberapa
minggu, Abang menghabiskan tiga jam untuk mempelajari cara meme 441 gang bongkahan batu api dengan jari kaki, membuat serpihan tajam, memotong tali,
dan mendapatkan makanan. Tujuan eksperimen tersebut bukan untuk memperlihatkan bahwa monyet menggunakan
perkakas batu, melainkan bahwa mereka memiliki kemampuan membuat perkakas batu.
Eksperimen Wright sekali lagi menunjukkan bahwa manusia ternyata tidak
seistimewa yang mereka duga sebelumnya.
"Tapi kenapa Amy bilang makhluk-makhluk itu bukan gorila?"
"Karena memang bukan," balas Elliot. "Penampilan dan perilaku binatang-binatang
itu bukan seperti gorila." Kemudian ia menyatakan dugaannya bahwa binatangbinatang tersebut bukan saja dilatih, tapi juga dikembangbiakkan mungkin ?melalui kawin silang dengan simpanse atau, lebih aneh lagi, dengan manusia.
Rekan-rekannya menganggap teori itu sebagai lelucon. Tapi fakta yang ada terasa
mengganggu. Tahun 1960, penelitian protein darah pertama berhasil mengukur
tingkat kekerabatan antara manusia dan monyet. Secara biokimia, kerabat terdekat
manusia adalah simpanse, jauh lebih dekat dibandingkan gorila. Tahun 1964,
ginjal simpanse berhasil ditransplantasi ke tubuh manusia; transfusi darah juga
dapat dilakukan. Tapi derajat kemiripan belum diketahui sepenuhnya sampai tahun 1975, ketika
sejumlah ahli 442 biokimia membandingkan DNA simpanse dan manusia. Mereka menemukan bahwa
perbedaan DNA antara kedua spesies tersebut hanya sebesar satu persen. Dan
nyaris tak seorang pun berani mengakui konsekuensinya: dengan teknik penyilangan
DNA modern serta implantasi embrio, penyilangan monyet-monyet pasti dapat
dilakukan, sementara penyilangan manusia-monyet memiliki peluang untuk berhasil.
Namun para warga Zinj di abad keempat belas tentu saja tidak mengetahui cara
menggabungkan untaian DNA. Tapi Elliot mengungkapkan bahwa sejak awal mereka
telah meremehkan kemampuan masyarakat Zinj, yang lima ratus tahun silam telah
menjalankan prosedur pelatihan binatang yang ru-mit, yang baru dalam sepuluh
tahun terakhir berhasil ditiru oleh ilmuwan-ilmuwan Barat.
Dan menurut Elliot, binatang-binatang yang dilatih oleh orang-orang Zinj kini
merupakan masalah besar. "Kita harus menghadapi kenyataan," ia berkata. "Amy memperoleh nilai 92 ketika
menjalani tes IQ manusia. Dari segi itu, Amy secerdas manusia, dan dalam banyak
hal bahkan lebih cerdas lagi lebih peka dan sensitif. Dia sama pandainya ?memanipulasi kita, seperti kita memanipulasi dia.
"Gorila-gorila kelabu ini memiliki kecerdasan sama, tapi dikembangbiakkan secara
khusus untuk menjadi padanan anjing doberman di dunia primata binatang penjaga,
?binatang penyerang, yang
443 dilatih untuk kecerdikan dan kebuasan. Tapi mereka jauh lebih cerdas dan lebih
berakal dibandingkan anjing. Dan mereka akan terus menyerang sampai berhasil
membunuh kita, sama halnya mereka membunuh semua orang yang datang ke sini
sebelumnya." 3 MENDEKAM DI BALIK TERALI Pada tahun 1975, seorang ahli matematika bernama S.L. Berensky melakukan
tinjauan pustaka mengenai bahasa primata dan mencapai kesimpulan mengejutkan.
"Tak ada sebersit keraguan pun," ia mengumumkan, "bahwa primata jauh lebih
cerdas daripada manusia."
Dalam pikiran Berensky, "Pertanyaan pokok yang oleh setiap pengunjung kebun
?binatang secara tak sadar diajukan pada dirinya sendiri adalah, siapa
?sesungguhnya yang mendekam di balik terali" Siapa yang terkurung, dan siapa yang
bebas" Di kedua sisi terali kita bisa melihat primata berpandangan. Terlalu
mudah untuk mengatakan bahwa manusia yang lebih unggul, karena manusialah yang
membangun kebun binatang. Kita ngeri membayangkan kehidupan di balik terali
?suatu bentuk hukuman khas spesies kita dan kita berasumsi bahwa spesies-spesies
?lain memiliki perasaan sama."
Berensky membandingkan primata dengan duta
444 445 bangsa asing. "Monyet telah beratus-ratus tahun dapat hidup berdampingan dengan
manusia, sebagai duta spesies mereka. Belakangan ini mereka bahkan belajar
bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan manusia; tapi upaya diplomatik itu
ibarat bertepuk sebelah tangan; tak satu manusia pun pernah mencoba hidup dalam
masyarakat monyet, mempelajari bahasa dan kebiasaan mereka, makan makanan
mereka, dan hidup seperti mereka. Monyet telah belajar berbicara dengan kita,
tapi kita tak pernah belajar berbicara dengan mereka. Kalau begitu, siapa
sesungguhnya yang patut dianggap lebih cerdas?"
* Berensky menambahkan sebuah ramalan. "Suatu ketika," ia berkata, "keadaan akan
memaksa sejumlah manusia untuk berkomunikasi dengan masyarakat monyet
berdasarkan ketentuan yang diberlakukan oleh primata-primata itu. Saat itulah
manusia akan menyadari keangkuhan mereka terhadap binatang-binatang lain."
Ekspedisi ERTS, yang terpencil di tengah hutan tropis, kini mengalami masalah
seperti itu. Mereka berhadapan dengan spesies binatang baru yang menyerupai
gorila, dan mau tak mau harus mengikuti ketentuan yang diberlakukan binatangbinatang tersebut. Menjelang malam, rekaman bunyi napas ditransmisikan ke Houston oleh Elliot,
kemudian 446 diteruskan ke San Francisco. Transkrip yang menyertai transmisi itu singkat
saja: Seamans menulis: TRIMA TRNSMISI. MSTINYA BRGUNA.
PNTING-BUTH TRJMAHN SGRA, balas Elliot. KAPN BSA DPT"
ANALISS KOMPUTR SLIT-LBH SLIT DR TRJMAHN BIC/BU.
"Apa artinya itu?" tanya Ross.
"Dia bilang masalah penerjemahan ini melebihi masalah penerjemahan bahasa
isyarat Cina atau Jepang."
Ross baru tahu ada bahasa isyarat Cina dan Jepang, tapi Elliot menjelaskan bahwa
semua bahasa utama memiliki bahasa isyarat, dan masing-masing mengikuti
aturannya sendiri. BSL, British Sign Language, misalnya, sama sekali berbeda
dari ASL, American Sign Language, meskipun bahasa Inggris lisan dan tulisan yang
digunakan di kedua negara itu hampir sama.
"Tapi ini bahasa lisan," ujar Ross.
"Ya," jawab Elliot, "tapi permasalahannya cukup rumit. Kita takkan memperoleh
terjemahannya dalam waktu dekat."
Ketika malam tiba, mereka telah mendapatkan dua penggal informasi tambahan. Ross
melakukan simulasi komputer melalui Houston, yang menghasilkan perkiraan bahwa
tambang intan dapat ditemukan dalam waktu tiga hari, dengan deviasi standar dua


Kongo Karya Michael Crichton di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hari. Itu berarti mereka harus bersiap 447 siap tinggal lima hari lagi di lokasi. Persediaan makanan tidak menjadi masalah,
lain halnya dengan persediaan amunisi. Munro mengusulkan untuk memakai gas air
mata. Mereka menduga gorila-gorila kelabu itu akan mencoba cara lain, dan dugaan
mereka terbukti benar. Binatang-binatang tersebut menyerang segera setelah
gelap. Pertempuran pada malam tanggal 23 Juni dicirikan oleh suara ledakan
tabung dan bunyi mendesis gas. Strategi mereka ternyata berhasil. Para penyerang
dipaksa mundur, dan tidak kembali lagi pada malam itu.
Munro merasa lega. Ia memberitahu yang lain bahwa mereka memiliki persediaan gas
air mata memadai untuk menghalau serangan selama satu minggu. Untuk sementara,
masalah-masalah mereka tampaknya sudah terpecahkan.
448 HARI 12 ZINJ 24 Juni 1979 di-scaa dan di-djvu-kan untuk dimhader (dimhad.co.cc) oleh
II Dilarang meng-komersil-kan atau kesialan menimpa anda selamanya
1 Tidak lama setelah fajar, mereka menemukan ma-yat Mule we dan Akari di dekat
tenda mereka. Serangan semalam rupanya hanya usaha untuk mengalihkan perhatian,
sehingga seekor gorila berhasil menyusup ke dalam perkemahan, membunuh kedua
pengangkut, lalu menyelinap keluar lagi. Munro semakin waswas, karena mereka
tidak menemukan petunjuk bagaimana gorila itu dapat melewati pagar yang dialiri
listrik. Penyelidikan secara saksama mengungkapkan bahwa sebagian pagar terkoyak di
bagian bawah. Di dekatnya ada sebatang kayu panjang tergeletak di tanah.
Tampaknya gorila-gorila itu menggunakan tongkat tersebut untuk mengungkit bagian
bawah pagar, sehingga salah satu dari mereka dapat merangkak melewatinya.
Sebelum pergi, mereka mengembalikan pagar ke keadaan semula.
Kecerdasan yang tercermin melalui perilaku seperti itu sungguh sulit diterima.
"Berulang kali," Elliot belakangan berkomentar, "kami dihadapkan
451 MENGAMBIL INISIATIF pada prasangka-prasangka kami tentang binatang.^ Kami terus beranggapan gorilagorila itu akan me: nempuh langkah-langkah bodoh yang stereotip, tapi ternyata
tidak. Kami tak pernah memandang mereka sebagai lawan yang tanggap dan
fleksibel, meskipun mereka telah berhasil membunuh seperempat dari rombongan
kami." Munro pun sulit menerima sikap gorila-gorila-itu yang penuh perhitungan.
Pengalamannya me^ ngatakan bahwa binatang di alam bebas tidak me^, medulikan
manusia. Akhirnya ia menyimpulkar^ bahwa "binatang-binatang tersebut dilatih
manusia, dan harus dihadapi seperti manusia. Pertanyaannya kini: Apa yang akan
saya lakukan seandainya mereka manusia?"
Bagi Munro, jawabannya sudah jelas: mengambil inisiatif.
Amy bersedia mengantar mereka ke bagian hutan yang dikatakannya sebagai tempat
tinggal kawanan gorila. Pukul 10.00 pagi itu, mereka menyusuri lereng-lereng
bukit di sebelah utara kota, dengan membawa senapan mesin. Tak lama kemudian
mereka menemukan jejak gorila tinja, serta sarang-sarang di tanah dan di atas ?pohon-pohon. Munro gelisah karena apa yang dilihatnya; beberapa pohon berisi dua
puluh sampai tiga puluh sarang, yang menunjukkan populasi cukup besar.
Sepuluh menit setelah itu, mereka menemukan kelompok gorila kelabu yang terdiri
atas sepuluh 452 binatang yang sedang melahap tumbuhan rambat: empat jantan, tiga betina, satu
gorila muda, dan dua bayi yang sedang bermain-main. Gorila-gorila dewasa itu
tampak santai. Mereka berjemur dan makan tanpa terburu-buru. Beberapa gorila
lain sedang tidur dalam posisi telentang sambil mendengkur keras. Semuanya
memberi kesan bahwa mereka merasa aman sepenuhnya.
Munro memberi isyarat; kunci pengaman pada senapan-senapan segera dibuka. Ia
sudah hendak melepaskan tembakan ketika Amy menarik-narik pipa celananya. Munro
menoleh dan tersentak ka-get. "Saya seperti disambar petir. Di atas kelompok
pertama ada satu kelompok lagi, sekitar sepuluh sampai dua belas gorila.
Kemudian saya melihat satu kelompok lagi dan satu lagi dan satu lagi. Secara ? ?keseluruhan ada tiga ratus gorila atau lebih. Seluruh lereng bukit penuh
gorila." Kelompok gorila terbesar yang pernah terlihat di alam bebas terdiri atas 31
gorila, di Kabara pada tahun 1971, dan itu pun diragukan. Sebagian besar
peneliti berpendapat kelompok tersebut sesungguhnya dua kelompok yang kebetulan
terlihat bersama-sama, karena kelompok gorila pada umumnya terdiri atas sepuluh
sampai lima belas individu. Elliot mengakui bahwa tiga ratus gorila di satu
tempat merupakan "pemandangan menakjubkan". Tapi ia lebih terkesan lagi oleh
perilaku binatang-binatang itu. Ketika mencari makan, me-453
reka menunjukkan perilaku sama dengan gorila biasa di alam bebas, namun dengan
beberapa perbedaan mencolok.
"Sejak pertama melihat mereka, saya langsung yakin mereka memiliki bahasa.
Selain itu, mereka juga menggunakan bahasa isyarat, meskipun bukan seperti yang
telah kami ketahui. Isyarat tangan mereka dilakukan secara anggun dengan lengan
terentang, mirip penari Muang Thai. Gerakan-ge-rakan tangan itu kelihatannya
melengkapi atau menambah pengertian dari pengucapan mereka yang mendesah-desah.
Tampak jelas gorila-gorila itu memiliki sistem bahasa jauh lebih canggih
dibandingkan bahasa isyarat murni yang digunakan monyet-monyet laboratorium di
abad kedua puluh. Yang belum bisa dipastikan adalah, apakah mereka mempelajari
sistem bahasa itu dari manusia, atau mengembangkannya sendiri."
Jiwa ilmuwan Elliot menganggap temuan ini sangat menggairahkan, tapi di pihak
lain, ia pun ketakutan seperti orang-orang di sekelilingnya. Mereka jongkok di
balik semak belukar lebat, memperhatikan kawanan gorila itu makan di le-reng
bukit seberang. Meskipun binatang-binatang tersebut tampak tenang, orang-orang
yang memperhatikan mereka dicekam ketegangan yang mendekati panik, karena berada
begitu dekat dengan mereka. Akhirnya Munro memberi aba-aba, dan mereka mundur
lewat jalan setapak yang mereka lalui tadi, kembali ke perkemahan.
454 Para pengangkut sedang menggali liang lahat untuk Akari dan Mulewe di
perkemahan. Kegiatan tersebut mengingatkan yang lain akan bahaya yang mereka
hadapi ketika mereka membahas alternatif-alternatif yang ada. Munro berkata
kepada Elliot, "Sepertinya mereka tidak agresif pada siang hari."
"Sepertinya memang begitu," ujar Elliot. "Perilaku mereka tipikal mungkin malah
?lebih lamban daripada perilaku gorila biasa pada siang hari. Saya kira hampir
semua gorila jantan dalam kelompok itu sedang tidur."
"Berapa banyak jantan yang ada di lereng tadi?" tanya Munro. Mereka telah
memastikan bahwa hanya gorila jantan yang terlibat dalam penye-rangan. Munro
bermaksud menghitung peluang untuk lolos.
Elliot berkata, "Sebagian besar penelitian menunjukkan dalam setiap kelompok
terdapat sekitar lima belas persen gorila jantan dewasa. Penelitian juga
menunjukkan bahwa taksiran jumlah individu per kelompok biasanya meleset 25
persen artinya, 25 persen terlalu rendah. Selalu ada lebih banyak individu
?daripada yang terlihat."
Perhitungannya ternyata tidak menggembirakan. Mereka sempat menghitung tiga
ratus gorila di lereng bukit tadi, berarti jumlah sesungguhnya sekitar empat
ratus, dan lima belas persen dari itu adalah jantan dewasa. Berarti terdapat
enam puluh binatang yang dapat menyerang, sedangkan kelompok yang bertahan
terdiri atas sembilan orang saja.
455 "Berat," ujar Munro sambil menggelengkan kepala.
Amy menawarkan jalan keluar. Ia memberi isyarat, Pergi sekarang.
Ross bertanya apa yang dikatakan Amy, dan Elliot memberitahunya. "Dia ingin
pergi dari sini. Saya kira dia benar."
"Jangan konyol," balas Ross. "Kita belum menemukan intan-intan itu. Kita tidak
bisa pergi sekarang."
Pergi sekarang, Amy mengulangi.
Semuanya menoleh ke arah Munro. Tampaknya mereka semua menyerahkan keputusan
mengenai langkah selanjutnya pada Munro. "Saya juga menginginkan intan-intan
itu," katanya. "Tapi intan-intan itu takkan berguna kalau kita mati. Kita tak
punya pilihan. Kita harus pergi, kalau bisa."
Ross mengumpat dengan gaya Texas yang se-ngit.
Elliot berkata pada Munro, "Apa maksud Anda, kalau bisa?"
"Maksud saya," jawab Munro, "gorila-gorila itu mungkin takkan membiarkan kita
pergi." 456 2 Sesuai instruksi Munro, mereka membawa perbekalan dan amunisi dalam jumlah
seminimal mungkin. Barang-barang lain ditinggalkan begitu saja di tengah
lapangan yang dibanjiri sinar matahari siang tenda-tenda, perlengkapan ?pertahanan, peralatan komunikasi, semuanya.
Munro menoleh ke belakang, dan dalam hati berharap ia telah mengambil keputusan
yang tepat. Di tahun 1960-an, para tentara bayaran Kongo berpegang pada satu
aturan yang ironis: jangan keluar rumah. Aturan itu bermakna ganda, termasuk
bahwa mereka semua seharusnya jangan datang ke Kongo. Arti lain adalah bahwa
setelah menduduki sebuah benteng atau kota kolonial, mereka seharusnya jangan
keluar ke hutan sekeliling, apa pun alasannya. Sejumlah teman Munro tewas di
hutan karena secara sembrono keluar rumah. "Digger mati minggu lalu di luar
Stanleyville." "Di luar" Kenapa dia keluar rumah?"
Munro kini membawa ekspedisi itu keluar, se 457 KEBERANGKATAN dangkan rumah adalah perkemahan dengan sistem pertahanan keliling yang mereka
tinggalkan. Jika tetap di perkemahan, mereka akan merupakan sasaran empuk bagi
gorila-gorila yang menyerang. Untuk itu pun para tentara bayaran mempunyai
pepatah yang cocok, "Lebih baik jadi sasaran empuk daripada sasaran yang mati."
Ketika mereka menerobos hutan belantara, Munro terus memikirkan barisan satusatu yang menyusulnya formasi yang paling tidak menguntungkan untuk menghadapi
?serangan. Ia memperhatikan semak belukar bergerak-gerak, sementara jalan setapak
bertambah sempit. Ia tidak menyadari bahwa jalan setapak tersebut sesempit itu
ketika mereka mendatangi kota Zinj. Kini mereka seakan-akan dijepit oleh pakispakis dan palem-palem. Goria-gorila itu mungkin saja berada pada jarak beberapa
meter di tengah semak belukar lebat, dan mereka takkan mengetahuinya sampai
terlambat. Mereka terus berjalan. Munro berpendapat mereka akan aman setelah mencapai lereng timur Mukenko.
Gorila-gorila kelabu itu hidup di sekitar kota, dan takkan mengejar sejauh itu.
Dengan berjalan kaki selama satu-dua jam, mereka akan terbebas dari bahaya yang
mengancam. Ia melirik jam tangannya, mereka baru berjalan sepuluh menit.
Kemudian ia mendengar bunyi mendesis. Bunyi
458 itu seakan-akan datang dari segala arah. Ia melihat daun-daun di depannya
berayun-ayun, seakan-akan tertiup angin. Hanya saja tidak ada angin. Bunyi
mendesis itu bertambah keras.
Barisan mereka berhenti di tepi sebuah jurang yang mengikuti sungai yang diapit
lereng-lereng berhutan lebat. Tempat yang sempurna untuk pe-nyergapan. Munro
mendengar bunyi "klik" di belakangnya ketika kunci pengaman pada senapan-senapan
dibuka. Kahega menghampirinya. "Kap-ten, bagaimana sekarang?"
Munro memperhatikan daun-daun yang bergerak-gerak. Bunyi mendesis itu masih
terus terdengar. Ia hanya bisa menduga-duga, berapa gorila yang bersembunyi di
tengah semak belukar. Dua puluh" Tiga puluh" Yang jelas, terlalu banyak untuk
dilawan. Kahega menunjuk ke lereng, ke jalan setapak yang melintas di atas jurang. "Naik
ke sana?" Munro membisu untuk waktu lama. Akhirnya ia berkata, "Tidak, kita tidak naik."
"Lalu ke mana?"
"Kembali," ujar Munro. "Kita kembali."
Mereka berpaling dari jurang. Bunyi mendesis itu menghilang dan semak belukar
berhenti bergerak-gerak. Ketika Munro menoleh ke belakang, jurang itu tampak
seperti lintasan biasa di tengah hutan, tanpa ancaman apa pun. Tapi Munro tahu
itu tidak benar. Ia tahu mereka tak bisa pergi.
459 3 Gagasan itu tiba-tiba saja muncul dalam benak Elliot. "Di tengah perkemahan," ia
belakangan mengenang, "saya sedang mengamati Amy memberi isyarat ke Kahega. Amy
minta minum, tapi berhubung Kahega tidak memahami Ameslan, dia terus angkat bahu
dengan bingung. Sekonyong-ko-nyong saya sadar bahwa kemampuan bahasa gorilagorila kelabu itu merupakan kelebihan sekaligus kelemahan mereka yang paling
besar." Elliot mengusulkan untuk menangkap satu gorila, mempelajari bahasanya, lalu
memanfaatkan bahasa itu untuk berkomunikasi dengan gorila-gorila lain. Dalam
keadaan biasa, upaya mempelajari bahasa monyet yang baru akan memakan waktu
berbulan-bulan, tapi Elliot yakin sanggup melakukannya dalam beberapa jam saja.
Seamans sudah mulai meneliti pengucapan gorila-gorila kelabu itu; yang
dibutuhkannya hanyalah masukan baru. Tapi Elliot telah menyimpulkan binatangbinatang tersebut menggunakan gabungan
460 bahasa lisan dan bahasa isyarat. Dan bahasa isyarat mereka pasti tidak sulit
dipelajari. Di Berkeley, Seamans telah mengembangkan program komputer yang diben nama APE,
singkatan untuk animal patterns explanation. APE mampu memantau Amy dan
menentukan arti isyarat-isyarat yang diberikannya. Berhubung program APE
didasarkan pada perangkat lunak yang dikembangkan pihak militer untuk memecahkan
san-di musuh, program itu juga mampu mengenali dan menerjemahkan isyarat-isyarat
baru. Meskipun APE dibuat untuk memantau pemakaian bahasa ASL oleh Amy, tak ada
alasan program itu tidak dapat digunakan untuk bahasa yang sama sekali baru.
Jika mereka dapat membentuk hubungan satelit dari Kongo melalui Houston ke
Berkeley, mereka bisa merekam binatang yang berhasil ditangkap, lalu memasukkan
data video tersebut langsung ke program APE. Dan APE menjanjikan penerjemahan
dengan kecepatan jauh melebihi kemampuan manusia. (Perangkat lunak militer yang
menjadi dasar bagi APE dirancang untuk memecahkan san-di musuh dalam waktu
beberapa menit saja.) Elliot dan Ross yakin usaha itu akan berhasil; Munro menyangsikannya. Ia memberi
komentar meremehkan mengenai interogasi tawanan perang. "Apa yang akan Anda
lakukan?" ia bertanya. "Me-nyiksa binatang itu?"
"Kami akan menempatkannya dalam situasi
461 KEMBALI stres," ujar Elliot, "untuk memancing penggunaan bahasa." Ia sedang menyiapkan
perlengkapan yang akan dimanfaatkannya: sepotong pisang, semang-kuk air,
sepotong permen, sebatang kayu, sepotong tumbuhan rambat, sepasang dayung batu.
"Kalau perlu, kami akan membuat betina itu ketakutan setengah mati." "Betina?"
"Tentu saja," jawab Elliot sambil mengisi pistol panah Thoralen. "Betina."
462 4 Elliot mengincar gorila betina tanpa bayi. Kehadiran bayi hanya akan merepotkan.
Ia menerobos semak belukar setinggi pinggang, sampai mencapai punggung sebuah
bukit kecil yang curam. Di bawah, ia melihat sembilan gorila mengelompok: dua
jantan, lima betina, dan dua gorila tanggung. Mereka sedang mencari makan
sekitar enam meter di bawahnya. Elliot mengamati kelompok itu, sampai yakin tak
ada bayi gorila tersembunyi di balik semak-semak. Kemudian ia menunggu
kesempatan. Gorila-gorila itu makan dengan tenang di antara tumbuhan pakis. Mereka mencabut
tunas-tunas muda, yang lalu mereka kunyah dengan santai. Setelah beberapa menit,
salah satu betina memisahkan diri, untuk mencari makan di dekat punggung bukit
tempat Elliot sedang jongkok. Gorila betina itu terpisah lebih dari sepuluh
meter dari kelompoknya. Elliot mengangkat pistol dengan kedua tangan,
463 PENANGKAPAN dan membidik gorila betina tersebut. Posisinya sa-ngat menguntungkan. Elliot
menunggu, meremas picu dan kehilangan tempat berpijak. Serta-merta ia berguling?menuruni lereng, ke tengah-tengah kelompok gorila di bawah.
Elliot tergeletak tak sadar, namun dadanya bergerak naik-turun dan lengannya
berkedut-kedut. Munro yakin ia tidak mengalami cedera serius. Perhatian Munro
sepenuhnya tertuju kepada kawanan gorila.
Gorila-gorila kelabu itu melihat Elliot jatuh, dan kini mereka bergerak
mendekat. Delapan atau sembilan binatang mengelilinginya sambil saling memberi


Kongo Karya Michael Crichton di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

isyarat. Munro membuka kunci pengaman senapannya.
Elliot mengerang, meraba-raba kepala, lalu membuka mata. Munro melihat tubuh
Elliot menegang ketika melihat gorila-gorila yang menge-pungnya. Meski demikian,
Elliot tidak bergerak. Tiga gorila jantan dewasa duduk di dekatnya, dan Elliot
sadar ia berada dalam situasi sangat berbahaya. Selama satu menit ia berbaring
tanpa bergerak. Gorila-gorila itu berbisik-bisik dan berisyarat, namun tidak
bergerak mendekat. Akhirnya Elliot bertumpu pada sebelah siku. Gerakan itu memancing isyaratisyarat bertubi-tubi, tapi tidak disertai perilaku yang berkesan mengancam.
Sementara itu, di punggung bukit, Amy me 464 narik-narik lengan baju Munro dan memberi isyarat. Munro menggelengkan kepala,
ia tidak mengerti; ia kembali mengangkat senapan mesin, dan Amy menggigit
tempurung lututnya. Nyerinya luar biasa. Munro terpaksa mengertakkan gigi agar
tidak berteriak kesakitan.
Elliot berusaha mengatur napasnya. Gorila-gorila itu berada dekat sekali
dengannya. Elliot tinggal mengulurkan tangan untuk menyentuh mereka. Ia mencium
bau badan mereka yang khas. Mereka tampak gelisah; yang jantan mengeluarkan
suara ho-ho-ho secara berirama.
Elliot memutuskan ia harus bangkit, pelan-pelan dan hati-hati. Ia pikir gorilagorila itu akan merasa lebih aman jika ia menjauhi mereka. Tapi begitu ia mulai
bergerak, suara mereka bertambah keras, dan salah satu gorila jantan mulai
bergerak menyamping seperti kepiting, sambil memukul-mukul tanah dengan telapak
tangan. Seketika Elliot merebahkan diri lagi. Gorila-gorila itu kembali tenang, dan
Elliot menyadari bahwa ia telah mengambil tindakan yang tepat. Mereka dibuat
bingung oleh manusia yang tiba-tiba muncul di tengah-tengah mereka. Rupanya
mereka tak menyangka akan bertemu manusia di tempat-tempat mereka mencari makan.
Elliot memutuskan untuk menunggu. Kalau per-lu, ia akan telentang selama
beberapa jam, sampai mereka bosan dan pergi. Ia bernapas pelan-pelan,
465 teratur. Ia sadar keringatnya bercucuran. Kemungkinan besar ia menyebarkan bau
takut tapi sama seperti manusia, gorila pun tidak memiliki pen-ciuman tajam. ?Mereka tidak bereaksi terhadap bau takut. Elliot terus menunggu. Gorila-gorila
itu mendesah-desah dan sibuk memberi isyarat, seakan-akan sedang berunding
tentang apa yang harus mereka lakukan. Kemudian salah satu gorila jantan
mendadak kembali merayap seperti kepiting, memukul-mukul tanah sambil menatap
Elliot. Elliot tidak bergerak. Dalam hati ia mengingat-ingat tahap-tahap
perilaku menyerang: mendengus-dengus, bergerak menyamping, memukul-mukul,
mencabik-cabik rumput, menepuk-nepuk dada... Menyerang.
Gorila jantan itu mulai mencabik-cabik rumput. Elliot merasakan jantungnya
berdebar-debar. Gorila itu besar sekali, beratnya paling tidak 150 kilogram.
Binatang tersebut menegakkan badan dan berdiri di atas kedua kaki, lalu mulai
memukul-mukul dada dengan telapak tangan. Elliot bertanya-tanya, apa yang sedang
dilakukan Munro di atas. Kemudian ia mendengar bunyi berdebam. Ia menoleh dan
melihat Amy menuruni lereng bukit sambil berpegangan pada dahan-dahan dan akarakar. Amy jatuh di kaki Elliot.
Gorila-gorila itu terkejut sekali. Gorila jantan tadi berhenti memukul-mukul
dada, kembali merayap, dan memelototi Amy.
Amy mendengus-dengus. 466 Gorila jantan itu menghampiri Peter, namun pandangannya terus melekat pada Amy.
Amy memperhatikannya tanpa bereaksi. Kelihatan sekali mereka sedang mengadu
wibawa. Gorila jantan itu semakin mendekat, tanpa keraguan sedikit pun.
Amy meraung keras; suaranya memekakkan telinga. Elliot tersentak kaget. Ia baru
satu-dua kali mendengar Amy bersuara seperti itu, saat sedang marah sekali.
Tidak biasanya gorila betina meraung, dan gorila-gorila yang lain langsung waswas. Lengan Amy menegang, lehernya menjadi kaku, wajahnya mengencang. Ia menatap
gorila jantan di hadapannya dengan pandangan menantang, dan kembali meraung.
Gorila jantan itu berhenti, lalu memiringkan kepala. Sepertinya ia sedang
berpikir. Akhirnya ia mundur dan bergabung dengan gorila-gorila lain yang
mengelompok di sekeliling kepala Elliot.
Amy sengaja meletakkan tangannya pada kaki Elliot, untuk menunjukkan
kepemilikannya. Seekor gorila muda berusia empat atau lima tahun menerjang maju
sambil menyeringai. Amy menampar mukanya dengan keras. Gorila itu memekik,
langsung mundur untuk berlindung di tengah kelompoknya.
Amy memelototi gorila-gorila yang lain. Kemudian ia mulai berisyarat. Pergi
tinggal Amy pergi. Gorila-gorila itu tidak bereaksi.
Peter orang baik. Tapi Amy sadar bahwa gorila-gorila itu tidak memahaminya,
sebab kemudian 467 ia melakukan sesuatu yang luar biasa ia mendesah-desah dengan suara tersengal-?sengal yang sama seperti gorila-gorila itu.
Gorila-gorila itu terenyak dan saling pandang.
Tapi kalaupun Amy menguasai bahasa mereka, hasilnya tetap nihil, mereka tidak
beranjak dari tempat. Dan semakin lama Amy mendesah, semakin sedikit reaksi yang
diperlihatkan gorila-gorila itu, sampai mereka akhirnya menatap Amy dengan
pandangan kosong. Amy gagal berkomunikasi dengan mereka.
Amy lalu pindah ke samping kepala Peter dan mulai membelai-belainya, menariknarik janggut dan rambutnya. Gorila-gorila kelabu itu sibuk berisyarat. Kemudian
gorila jantan tadi kembali bersuara ho-ho-ho. Ketika melihat ini, Amy berpaling
pada Peter dan memberi isyarat, Amy peluk Peter. Elliot terkesima. Amy tak
pernah menawarkan diri untuk memeluknya. Biasanya ia justru minta di-peluk dan
digelitik. Elliot duduk tegak, dan Amy segera mendekapnya dengan erat. Seketika gorila
jantan itu terdiam. Kawanan gorila kelabu itu mulai mundur, seakan-akan mereka
telah melakukan kesalahan. Dan tiba-tiba Elliot paham: Amy memperlakukannya
seperti bayinya. Ini merupakan perilaku klasik dalam situasi agresif. Primata enggan melukai
bayi, dan keengganan ini dimanfaatkan oleh binatang-binatang dewasa dalam
berbagai konteks. Pertikaian di antara dua
468 kera babon jantan sering kali berhenti saat salah satu dari mereka meraih seekor
bayi dan mendekapnya di dada; kehadiran binatang kecil itu mencegah serangan
lebih lanjut. Simpanse menunjukkan variasi-variasi lebih beragam dari perilaku
yang sama. Jika permainan simpanse-simpanse muda mulai terlalu kasar, simpanse
jantan kerap menangkap salah satu simpanse muda bersangkutan dan memeluknya
Napas Vampir 1 Dewi Ular Terjerat Asmara Mistik Misteri Pedang Naga Suci 3

Cari Blog Ini