Menyingkap Karen Karya Richard Baer Bagian 5
karena Miles menentang perkataannya. Ann muncul selama beberapa hari berikutnya
untuk membantu meredakan suasana. Saat dia muncul, Josh lebih banyak mendiamkan
mereka. Miles menelepon dan mengatakan bahwa tenggorokannya sakit, dan dia ingin
membunuh Josh. Dia teringat pada para pria penganiayanya yang mencekiknya
jika dia menjeritjerit. Dia tidak berani melapor ke polisi karena Josh
bersesumbar sebagai teman polisi, dan mereka akan membunuhnya. Aku mengatakan
kepada Miles bahwa Josh adalah seorang pembohong besar; dia tidak memiliki
hubungan khusus dengan polisi. Sudah seharusnya Karen menelepon polisi. Miles
tampak lega dan senang. Claire melihat mayat bayi di dalam peti mati dalam sebuah upacara pemakaman yang
mereka hadiri. Katanya, para pria memakaikan gaun putih kepadanya dan
memasukkannya ke dalam peti. Dia menanyakan kepadaku apakah pria-pria itulah
yang membunuh bayi itu. Aku mendiskusikan dengannya makna "meninggal dalam
kandungan". Aku menerima telepon sekitar pukul 1.00 dini hari dari "Elise Overhill" yang
mengatakan bahwa dia ingin melakukan bunuh diri. Dia lama tidak muncul, dan
sekarang dia tidak tahu di mana dirinya berada. Sepertinya dia ketakutan.
Aku mengatakan bahwa aku dapat menolongnya, dan karena dia tahu bahwa aku telah
menolong sosoksosok lainnya, dia membiarkanku menghipnosisnya; aku meminta
Katherine keluar. Katherine meminta maaf dan kesal karena Elise muncul,
mengatakan bahwa Elise belum siap dan masih perlu dilindungi. Setelah aku
menutup telepon, istriku membalikkan badan dan memukul bantalnya beberapa kali,
seolaholah bantalnya menyebabkannya sulit tidur. Aku terbaring diam, memandang
langit-langit, merasakan beban tak tertanggungkan dari Karen dan seluruh
sosoknya. Akhirakhir ini, pernikahanku sarat masalah rumit, dan Karen merupakan salah satu
di antaranya. Masalah rumah tanggaku akan sedikit mereda jika aku berusaha lebih menjaga jarak dengan
Karen, namun aku mengkhawatirkan efek hal ini bagi dirinya dan, setelah semua ?orang dalam kehidupannya mengecewakannya, aku tidak bisa membiarkan diriku
melakukan hal yang sama. PADA AWAL Oktober 1995, aku bertemu untuk pertama kalinya dengan Thea. Dia
menggenggam tangannya di depan wajahnya dengan sikap defensif, seolaholah
seseorang hendak memukulnya.
"Kukira kami semua akan mati," kata Thea.
"Apakah kamu sedang melindungi dirimu sendiri?" aku bertanya, mengacu pada
tangannya, bukan pada pernyataannya.
"Aku takut kamu akan memukulku."
"Takut aku akan memukulmu?"
"Semua orang memukuliku. Tapi, kata Claire kamu baik. Aku tidak suka dokter."
"Apa yang dilakukan dokter kepadamu?"
"Dr. Walsh membenciku. Dia membiarkan mereka menyakitiku. Dia memasukkanku ke
rumah sakit dan mereka juga menjahatiku, dengan jarum dan bendabenda." Thea
tetap menggenggam kedua tangannya di depan wajahnya.
"Apakah kamu masih takut aku akan memukulmu?"
"Tidak." "Tapi kamu masih melindungi dirimu."
"Aku tidak mau kamu melihat benjolan jelek di wajahku
ini." "Maksudmu, tumormu?"
"Ya. Anakanak lain mengejekku. Ibu memberi tahu semua orang bahwa aku akan
mati." "Kamu mungkin tidak tahu, tapi beberapa orang dokter
yang baik sudah mengangkat tumormu dan menjadikan wajahmu mulus. Kamu tidak
perlu bersembunyi lagi."
"Aku tidak percaya padamu."
"Lihat saja sendiri. Coba sentuhlah wajahmu."
Thea menyentuh keningnya, mencari tumornya. "Tidak ada lagi," katanya, terkejut.
"Memang sudah tidak ada." Aku terdiam dan membiarkan Thea menyadari bahwa
tumornya telah menghilang.
"Thea, bisakah kamu memberitahuku kapan kamu lahir?"
Aku menggunakan pertanyaan itu untuk mengalihkan Thea dari pikiran tentang
tumor. "Aku lahir pada 1965. Umurku enam tahun." "Kelas berapakah kamu?"
"Taman kanak-kanak. Waktu itulah aku masuk rumah sakit; untuk itulah aku ada.
Aku harus pergi sekarang." Wajah Karen tampak hampa, dan Thea pun pergi.
"IBU SAYA menyuruh saya berhenti menemui Anda," kata Karen.
"Mengapa begitu?"
Karen membuang muka, wajahnya memerah lantaran malu. "Katanya, yang Anda
inginkan hanyalah tidur ... berhubungan seks dengan saya. Katanya, kita sudah
sering melakukannya. Katanya, saya memang selalu begitu." Dia tampak merana dan
tak berdaya, seolaholah hal terpenting baginya, harapannya untuk dapat
tertolong, terempas dan hancur.
"Apakah yang dimaksud olehnya bahwa kamu selalu begitu?"
"Entahlah. Saya tidak ingat. Saya tidak ada untuk
itu." "Mungkin kita bisa mencari tahu lebih banyak tentang hal itu dengan hipnosis."
Karen mengatur posisi, dan sekali lagi kami menjalani rutinitas induksi.
"Saya rasa Anda ingin berbicara dengan saya."
"Siapakah yang kamu maksud dengan 'saya1?"
"Sandy, tentu saja."
"Sandy! Apakah yang bisa kamu ceritakan kepadaku tentang masalahmasalah Karen?"
Aku bersandar dan menantikan penjelasan Sandy.
"Kata Ibu, Karen melakukan hubungan seks dengan Anda. Katanya, dia memberikan
seks oral kepada Anda dan segala hal lainnya. Katanya, Karen tidak berbeda
dengan pelacur, dan Anda sebaiknya membayar dia." Sandy mengatakannya dengan
gaya asai-asa/an , seolaholah tidak peduli dengan kabar cukup mengagetkan yang
dibawanya. "Dari mana dia mendapatkan gagasan seperti itu?"
"Oh, saya rasa dia cuma cemburu. Tapi, ini memang selalu kami lakukan. Saat saya
SMA, si ayah akan dengan diam-diam mencarikan teman kencan untuk saya. Para pria
itu memberi dia uang, dan saya akan berhubungan seks dengan mereka." Dia
menatapku dengan mata terbuka lebar, tidak sedikit pun menunjukkan emosi.
"Itulah fungsi perempuan, untuk digunakan, untuk membuat pria merasa nikmat."
Dia memandang ke sekeliling kantor; aku tetap diam. "Kami sudah dilatih sejak
usia dini, dimulai saat kami berumur sekitar sebelas tahun, untuk melakukan
aksi-aksi seks tertentu. Jika saya tidak cukup bagus dalam memberikan seks oral,
Ayah akan membentak dan memukul kepala saya. Dia ingin saya berhubungan seks
dengan anakanak lakilaki berumur
dua belas atau tiga belas tahun." Dia menatapku. "Jika kami tidak menuruti
keinginannya, dia tentu sudah sejak lama membunuh kami."
Sandy memandang ke luar jendela. Aku tertarik saat melihat bahwa topik yang
begitu membuat Karen merana dapat dibicarakan oleh Sandy dengan nada biasa,
seolaholah dia sedang menjelaskan pemanggangan kue. Aku tetap diam; aku tidak
ingin menyela atau mengarahkan apa pun yang hendak dikatakannya.
"Mereka mengambil banyak foto. Karena itulah saya gendut supaya mereka tidak ?bisa menggunakan saya lagi." Dia memandangku sekali lagi, masih tetap dengan
ekspresi kosong. "Kata si ibu, Anda hanya ingin berhubungan seks dengan Karen.
Saya, Karen, dan Ann mendengar perkataannya itu. Saya tidak tahu apakah itu
benar; saya tidak di sana. Tapi, kemarin saya makan sangat banyak, hanya untuk
melindungi diri saya sendiri. Ann berdoa semalaman itu membuat saya gila."
?"Hmm, Sandy, perkataan ibumu tentangku itu tidak benar." Aku berusaha tetap
tenang, tegas, dan tidak terlihat membela diri terlalu berlebihan. "Kusarankan,
alih-alih makan untuk melindungi dirimu sendiri, kamu sebaiknya masuk saat ibumu
mengatakan omongan sampah semacam ini."
"Mungkin saya harus mulai melatih Sara. Ayah selalu berkata, 'Kau harus melatih
mereka sejak kecil.' Apakah menurut Anda saya sebaiknya melakukannya" Setidaknya
saat saya berpikir tentang berhubungan seks dengan Anda, rasanya menyenangkan,
tidak menyakitkan. Tapi, mungkin sebaiknya saya tidak memikirkan hal itu."
"Penting bagi Sara dan kamu untuk terlindung dari segala macam bahaya atau
pelecehan seksual. Bagaimana kalau kamu menghabiskan lebih banyak waktu bersama Katherine dan
Miles; mereka akan membantumu memahami lebih banyak tentang ibumu. Apakah
menurutmu kamu dapat melakukan itu?"
"Tentu, itu mungkin akan menyenangkan." Sandy adalah salah satu serpihan
kepribadian yang rusak.[]
15 Foto-Foto Mosum SEKEMBALINYA DARI liburan Natal, aku menelepon Karen untuk memastikan pertemuan
kami berikutnya dan mengatakan bahwa tagihanku telah menumpuk. Dia berjanji akan
berusaha membayar, tapi sepertinya terpukul dan menjaga jarak setelah aku
menyebut soal itu, seolaholah aku telah melukai perasaannya. Aku mencoba
bersikap sewajar dan seblak-blakan yang aku bisa untuk masalah keuangan.
Sehari setelah Tahun Baru 1996, aku mendapatkan telepon dari Karen. Ann yang
berbicara, dia mengatakan bahwa dia tidak bisa lagi melanjutkan terapi. Mereka
semua telah sepakat; sekaranglah saat untuk berhenti.
"Ada apa?" tanyaku. "Ini mengejutkan bagiku. Apa yang terjadi sejak kita
terakhir kali berbicara?"
"Tidak ada," kata Ann. "Ini ada hubungannya dengan perkataan Anda."
Aku mengaisngais isi kepalaku, berusaha mengingat-ingat perkataanku yang bisa
menimbulkan reaksi sedrastis ini.
"Maafkan aku, Ann, aku lupa," ujarku, berusaha menutupi kekesalanku karena telah
membuat kesalahan tanpa disadari. "Aku tidak tahu perkataanku yang mana
yang telah membuat kalian marah. Bisakah kamu memberitahuku?"
"Ini berhubungan dengan masalah keuangan."
"Maksudmu, garagara aku meminta Karen membayar tagihan?"
"Anda tidak sedang berbicara dengan Karen ketika itu. Anda berbicara dengan
Katherine. Miles mendengarnya dan memberi tahu semuanya." Jadi, saranku supaya
para sosok itu membagi waktu telah menjadi senjata makan tuan bagiku.
"Maafkan aku, Ann, aku masih belum mengerti. Mengapa permintaanku supaya kalian
membayar tagihan membuat kalian marah?"
"Tidak ada yang tahu bahwa Karen membayar Anda, kecuali Katherine dan
Holdon hingga Anda memberi tahu mereka." Ann terdiam. Dia sepertinya sedang ?berusaha menolongku. Dia melanjutkan.
"Para pria itu membayar untuk melakukan hubungan seks dengan Karen. Sekarang,
Karen membayar Anda. Kari ingin menyakiti kami." Aku berusaha memikirkan apa
yang harus kulakukan untuk meredam bahaya yang kutimbulkan ini.
"Mungkin aku sebaiknya bicara dengan Karl. Ann, apakah kamu keberatan?"
"Sama sekali tidak."
Terdapat jeda sejenak di ujung sambungan, lalu keheningan itu tiba-tiba terasa
mencekam. "Kari?"
"Kenapa kamu harus dibayar?" Suara Kari terdengar getir dan gusar.
"Karena aku seorang dokter, Kari. Menolong Karen adalah bagian dari pekerjaanku.
Aku mendapatkan penghasilan dari menolong orang."
"Kami sekadar bagian dari pekerjaan bagimu." "Itu benar, tapi kalian jauh lebih
berarti." Aku tahu Kari sangat ingin memercayaiku, tapi dia merasa dikhianati.
"Mungkin sulit dipahami, tapi pekerjaanku dengan Karen, kamu, dan yang lain
adalah hubungan kerja sekaligus pertolongan. Masuk akalkah bagimu bahwa hal itu
bisa dilakukan secara bersamaan?"
"Tidak ... aku tidak tahu," kata Kari.
"Bisakah kamu memberitahuku apa yang membuat membayar sebagai sesuatu yang
menyakitkan" Apa arti hal ini bagimu?"
"Para pria itu membayar si ayah agar Karen melakukan apa pun yang mereka mau."
"Bagaimanakah cara kerjanya?"
"Mereka memberikan uang kepada Karen, dan dia memberikannya kepada ayahnya. Si
ayah akan memberi tahu Karen tarifnya. Misalnya, berapa tarif seks oral." Kari
tampak berapiapi, penuh kemarahan. Aku perlu meredakan kemarahannya melalui
empati, dan menambahkan sedikit pencernaan kenyataan.
"Aku mengerti sekarang. Kamu menyamakan permintaanku untuk dibayar karena
menemui Karen dengan si ayah yang meminta uang, dan itu akan membuat hubungan
kita memburuk." "Ya!" "Dan itu merenggut seluruh kepercayaanmu kepadaku."
"Ya!" "Kari, aku adalah dokter untuk perasaan manusia, dan seperti semua dokter,
orangorang membayarku untuk menolong mereka. Itulah situasi antara Karen dan
aku. Hanya karena ada pembayaran, bukan berarti ada yang akan dilukai."
Setelah keheningan sesaat, Kari berkata, "Kamu yakin?"
"Aku jamin, Kari. Kamu boleh meminta Katherine dan Holdon membantumu memahami
hal ini. Mereka tidak keberatan dengan aturan ini."
"Oke." Kari tampak lebih tenang, tapi masih curiga. "Kita lihat nanti."
SUNGGUH IRONIS bahwa kemarahan Karen garagara aku menemui pasien untuk
mendapatkan uang muncul pada saat aku harus melepaskan pekerjaan setengah hari
selama semingguku sebagai psikiater akibat perampingan perusahaan. Karena baik
aku maupun dia tidak ingin mengganggu proses terapeutik yang telah kami jalani
begitu lama, kami harus mencari tempat pertemuan yang berbeda. Sayangnya, aku
dan istriku baru saja berpisah, sehingga tidak ada pilihan lain kecuali
menggunakan apartemenku. Aku tidak mampu membayar sewa kantor paruh waktu hanya
demi seorang pasien. Setelah sedikit kekacauan pada awalnya, Karen berhasil
beradaptasi pada perubahan tempat ini, dan kami pun melanjutkan pekerjaan kami.
PADA AWAL Februari, Karen terlambat beberapa menit bukan hal wajar baginya. ?Katanya, dia sakit kepala saat bermain bowling pada malam sebelumnya, dan
selanjutnya, dia terbangun dan mendapati dirinya berada di Prudential Building,
yang berada di dekat kantorku. Aku selalu terheranheran saat mendengar bagaimana
Karen menjalani hari-harinya. Dia
harus menanyakan arah menuju kantorku karena sosoknya yang lainlah yang biasanya
membawanya ke gedungku. Dia pernah kehilangan waktu saat bermain bowling
sebelumnya sosoknya yang lainlah yang biasa bermain bowling tetapi dia selalu
? ?kembali sebelum meninggalkan arena bowling. Aku mengatakan kepadanya bahwa aku
tidak tahu mengapa kali ini berbeda, namun tapi sosoksosoknya yang lain dapat
menjelaskan. "Karen sakit saat bermain bowling," kata Holdon dengan suara serak. "Dadanya
sakit. Saya bermain dua games untuknya. Rata-rata nilai Karen biasanya sekitar
1DD. Rata-rata saya 2D8 sehingga teman-temannya terkejut." Holdon memandang ke
luar jendela, ke gedung pencakar langit di dekat kantorku. "Saya suka memarkir
mobil di Prudential Building," lanjutnya. "Saya berjalan ke sini, lalu
membiarkan Karen muncul kembali." Holdon terbatuk beberapa kali.
"Kamu tidak apa-apa?" tanyaku.
"Saya batuk kira-kira setengah dari kami begitu. Saya tidak yakin mengapa
?sebagian dari kami tidak sakit. Saya lebih rentan daripada yang lain."
"Kuharap kamu segera sembuh," ucapku. "Mungkin yang lain ingin berbicara
denganku." Holdon memahami isyaratku, mengangguk dan mengucapkan selamat tinggal, lalu
memejamkan mata. Ketika mata Karen terbuka, dia menampilkan sikap sok garang
Miles yang sudah kukenal baik.
"Aku juga sakit," kata Miles dengan jengkel. "Sosok yang sakit lebih banyak.
Kami semua tidak pernah sakit bersamaan sebelumnya."
Kami telah mengusahakan supaya lebih banyak sosok membagi pengalaman mereka satu
sama lain. Aku meminta Ann untuk menghabiskan waktu bersama Miles dan Katherine untuk membantu
meredakan kemarahan Miles. Sekarang, sepertinya gejala-gejala fsik yang biasanya
memisahkan mereka juga turut terbagi. Aku menanti untuk melihat apa lagi yang
hendak dikatakan oleh Miles.
"Ann melakukan berbagai hal bersamaku dan Katherine. Dia pendengar yang baik;
aku berbicara banyak padanya, kamu tahu, yang terjadi padaku." Dia duduk lebih
tegak. "Namun, aku tidak bisa melakukan keinginanku garagara mereka menyertaiku
sepanjang waktu." "Aku bisa memahami mengapa itu membuatmu frustrasi. Aku bisa membayangkan bahwa
mereka tidak terus-menerus menolongmu sepanjang waktu." Untuk menerima empatiku,
Miles harus menerima bahwa mereka sesungguhnya menolongnya dalam sebagian besar
waktu. Semenit kemudian, Ann muncul dan mengatakan kepadaku bahwa Miles membuatnya
khawatir. Dia tidak mau mendengarkan, katanya, dan Ann mempertanyakan mengapa
dirinya harus keluar bersama Miles. Karena dia membutuhkanmu, Ann, ujarku. Ann
tidak bisa menerimanya. Dia tidak mau kehilangan dirinya, dan dia takut tidak
akan bisa berdiri sendiri lagi. Aku memberitahunya bahwa aku memahami
ketakutannya, namun aku harus memikirkan apa yang terbaik untuk semua sosok. Dia
memahami pandanganku, namun masih gusar. Saat dia hendak buang air kecil,
katanya, Miles akan panik dan menahan-nahannya. Miles harus mundur terlebih
dahulu sebelum Ann bisa melakukannya.
Menyingkap Karen Karya Richard Baer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Proses integrasi ini sepertinya memang sarat tantangan, Ann," ujarku dengan
nada meminta maaf. Dia terkekeh, tapi tidak tampak senang.
"Miles membagi kepada saya ingatan tentang dikurung di dalam peti mati di rumah
duka," kata Ann. "Saya tidak tahu apa yang terjadi pada mereka."
KAREN MEMANDANGKU dengan geli, senyuman tersungging di bibirnya.
"Saya bukanlah yang Anda kira," katanya.
"Oh!" Dia membuatku terkejut. "Apakah aku mengenalmu?"
"Tentu saja. Saya Karen 2." Dia bersandar, bersikap sangat santai, dan menatap
mataku. "Apakah yang membawamu menemuiku hari ini?" aku bertanya. Sekali lagi, aku
terkesan karena dia menunjukkan sikap santai, ceria, dan percaya diri. Sikapsikap yang tidak dimiliki oleh sosoksosok lainnya.
"Saya melihat ada perubahan dalam sistem kami," kata Karen 2. "Saya tidak
terlalu sering muncul, dan saya tidak suka terhadap apa yang terjadi pada kami.
Tubuh kami, misalnya. Saya merasa depresi saat melihat ke cermin."
"Kamu bisa mengamati saat yang lain muncul?"
"Tentu saja, dan saya bisa muncul kapan pun saya mau. Karen 3 tidak menyadari
keberadaan saya, tapi saya bisa memasukkan gagasan ke dalam kepalanya. Saya
tidak terpengaruh oleh hal-hal yang memengaruhi sosoksosok lainnya. Saya tidak
ikut mengidap penyakit bronkitis yang diderita Karen. Saya rasa mereka semua
sebaiknya menghilang saja dan membiarkan saya mengambil alih."
Dia memandangku dengan sorot mata jahil yang mendekati kesungguhan. Aku
memikirkan, jika dia dapat
muncul kapan pun dia mau, mengapa dia tidak muncul dan tetap bertahan di luar,
jika memang begitulah keinginannya. Aku tidak menanyakannya karena aku tidak mau
dia menganggap pertanyaanku sebagai saran.
"Jika kamu ingin lebih sering muncul, mengapa kamu tidak membagi waktu bersama
Karen 3 dan membagi lebih banyak lagi pengetahuanmu kepadanya?" Kupikir Karen 3
dapat memanfaatkan sedikit keceriaan den kepercayaan diri.
"Yah, kadangkadang saya bisa melakukannya, tapi saat dia sakit, saya pergi."
"Kapan dia mulai sakit?"
"Saya tidak menderita diabetes dan batuk seperti dia. Jadi, saat dia sakit, saya
langsung masuk." Sekali lagi, dia memandangku sambil tersenyum jahil. "Pikiran
adalah sesuatu yang sangat kuat, tidakkah Anda sependapat?" Aku merasa
seolaholah dia sedang menertawakanku.
"Haruskah aku berbicara dengan Karen 3 dan memberitahunya apa saja yang telah
kita bicarakan?" "Terserah Anda. Selamat tinggal." Karen memejamkan mata, dan aku membangunkannya
dari kondisi trance. Setelah membuka mata, dia memandang ke sekeliling ruangan
lalu menatapku, matanya membelalak ketakutan.
"Sosok yang lain datang menemuiku," ujarku. Dia baru menyadarinya. "Ada satu
sosok lain Karen 2. Katanya, kamu adalah Karen 3 yang akan menghabiskan lebih ? ?banyak waktu bersamamu. Ini akan sedikit menambah kepercayaan dirimu." Karen
mengangguk, dan aku meminta maaf kepadanya karena waktu kami telah habis,
meskipun "dia" baru saja tiba. Dia kembali mengangguk dan, saat dia berbalik
sebelum meninggalkanku, aku dapat melihat bahwa matanya basah. Dia berjalan
terhuyung-huyung keluar. BEBERAPA BULAN kemudian berlalu, dan aku menghabiskan sebagian besar sesi terapi
kami untuk berbicara dengan Juiiann. Aku terkesan oleh sikapnya. Dia memiliki
pesona dan keanggunan yang mencolok namun feminin. Dia duduk dengan memiringkan
tungkai, mencondongkan tubuh ke arahku, dan menelengkan kepala dengan lembut
saat berbicara. Matanya teduh dan memancarkan kebaikan. Meskipun aku pernah
berbicara secara singkat dengannya, aku mendapatkan banyak pengetahuan mengenai
dirinya hari ini. Dia dapat mendengarkan dengan penuh perhatian; dia
mempertimbangkan perkataanku, lalu menggunakan informasi yang baru saja
didengarnya untuk melontarkan pertanyaan-pertanyaan cerdas.
Aku menyadari bahwa inilah pertama kalinya aku mendapati Karen sebagai seseorang
yang menarik dalam segi personal, seolaholah kami bisa mengobrol sambil minum
kopi, dan dia akan menanggapiku dengan tenang namun menawan. Aku memikirkan
apakah dia menunjukkan sikap yang tenang dan kalem itu sebagai cermin sikapku;
dengan kata lain, jika aku mendapati dirinya menarik karena dia secara empatik
mencocokkan dirinya denganku. Aku mendapatkan frasat yang mengusik bahwa dia
lebih ahli melakukan hal ini daripada aku. Dan aku pintar dalam hal ini.
"Saya merasa sangat nyaman saat berbicara denganmu, Juiiann. Kamu orang yang
sangat menarik." "Saya suka mempelajari hal-hal baru," katanya, tersenyum tanpa menunjukkan
sedikit pun jejak rasa gelisah atau malu. "Saya memang tipe orang yang tenang
dan independen." "Peran apakah yang kamu mainkan untuk Karen; bagaimana kamu terlahir?"
"Saya lahir untuk berbicara kepada pria-pria yang datang untuk Karen. Kami akan
mengobrol panjang lebar. Saya harus mengenal dan memikat mereka."
"Apa yang akan terjadi setelah itu?"
"Sosok yang lain akan muncul untuk berhubungan seks dengan mereka."
"Mengapa kamu mau berurusan dengan mereka?"
"Jika mereka sedikit saja mengenal kami, mereka tidak akan terlalu ingin
menyakiti kami," katanya. Sangat bijaksana, menurutku.
"JENSEN, APA yang merisaukanmu?" Karen, sebagai Jensen, menggeleng dan
memandangku dengan mata melotot yang membuatku gentar.
"Aku marah!" katanya. Menarik sekali melihat Karen, yang kebanyakan menampilkan
sikap sangat tenang, pasif, depresif, dan kekanak-kanakan, menunjukkan kekesalan
seperti itu. Dia marah besar dan siap meledak. Aku harus bersikap layaknya pria
dewasa untuk menghadapi sikap urakan khas remaja lakilaki yang ditunjukkan
Jensen supaya dapat tetap mengendalikannya. Yang kumaksud dengan hal ini, secara
tepatnya, adalah bahwa ada sikap serapan sebagian kupelajari dari ayahku, lalu ?kusempurnakan dan kupoles untuk menghadapi anak laki-lakiku yang mencerminkan
?wewenang orangtua dan ketegasan untuk meredakan kemarahan seorang anak lakilaki.
Aku tahu bahwa sebesar pun amarah anak laki-lakiku, aku akan selalu
mengunggulinya. Putraku juga mengetahui hal itu. Dia
membutuhkannya. "Aku tahu kamu marah," ujarku, dengan tenang menyambut pelototannya. "Bagaimana
kalau kamu menceritakan duduk persoalannya kepadaku?"
"Aku sudah menghancurkan tembok di dalam, dan sekarang aku ingin membangunnya
lagi, tapi aku tidak bisa!"
"Kamu ingin membangunnya lagi?"
"Ya, aku tidak mau berada di luar sana. Aku ingin membunuh mereka semua! Aku
bahkan tidak pernah mau keluar!"
"Kamukah yang membangun tembok itu?" tanyaku, tidak terpengaruh oleh
kemarahannya. "Ya," katanya, selama sejenak mengalihkan perhatian. "Aku menghabiskan
bertahuntahun untuk membangun tembok itu. Setiap kali sesuatu terjadi, aku
membangun sepotong tembok dari perasaan, dari kenangan."
"Aku pernah mendengar kamu telah meruntuhkan sebagian tembok itu."
"Ya, aku membangun tembok batu yang besar di sekelilingku."
?"Tembok batu besar untuk melindungimu agar tidak disakiti?" tanyaku.
Jensen menatapku dengan terkejut, seolaholah dia tertangkap basah. Aku
menatapnya seolaholah aku tahu jawabannya. Dia menunduk, kemarahannya menguap.
"Aku sudah membangun tembok selama bertahuntahun untuk menjaga agar kami tetap
aman, dan sekarang tembok itu runtuh," katanya, sedih.
"Sekarang aku paham itu bisa jadi sangat menakutkan untukmu jika kamu berpikir
yang lain berada dalam bahaya
dan kamu tidak bisa menolong mereka seperti sebelumnya."
"Ya! Kami tidak akan mampu bertahan lagi jika tidak punya tembok."
"Tapi, kamu tidak lagi berada dalam bahaya seperti dahulu, Jensen. Kamu harus
memercayai saya. Karen tidak lagi disakiti seperti dahulu. Yang lain ingin
keluar dari balik tembok. Keadaan akan baik-baik saja."
Jensen tampak kebingungan, sakit hati, dan sedih. Tetapi, aku juga melihat
sekelumit kelegaan. Aku tidak menyadari betapa drastisnya perubahan ini bagi
dirinya tidak mengerti bahwa dia memandang dirinya berperan sebagai penjaga
?yang mengisolasi berbagai pengalaman. Aku merasa dia akan butuh waktu cukup lama
untuk sepenuhnya mendukung gagasan melakukan integrasi, alih-alih pemisahan.
Meskipun belum mendapatkan keyakinan, Jensen kembali mundur.
"AKU KANGEN padamu," kata Claire. Dia sangat pemalu; dia menunduk dan berbicara
sangat lirih sehingga aku kesulitan mendengarnya. "Aku takut, Dr. Baer."
"Apa yang membuatmu takut, Claire?"
"Kami menonton flm horor semalam. Aku juga ikut me nonton."
"Film apa?" "Sepertinya judulnya Primal Fear. Film itu mengingatkanku pada pada si ?pendeta."
"Apakah kamu mau menceritakan apa yang kamu ingat itu kepadaku?"
Secara terputus-putus, Claire menuturkan ceritanya:
Claire melihat jam: tiga puluh menit lagi sebelum
sekolah berakhir. Bapa Moravec memasuki kelas, melihat Karen, membi sikkan
sesuatu kepada guru, dan berjalan menghampirinya. Karen beralih, dan Claire
mendapati Bapa Moravec berdiri di depannya, berbisik menyuruh Claire menemuinya
di kantor nya setelah jam sekolah usai. Claire mengangguk dan duduk, memandang
ke depan, tidak mendengarkan gurunya. Menitmenit berjalan, dan bel pun berbunyi.
Saat beberapa siswa terakhir menghambur melewati pintu, Claire berjalan ke
kantor Bapa Moravec di ujung koridor. Ayahnya dan seorang opsir polisi, Bert,
telah berada di sana. "Duduklah, Karen," kata Bapa Moravec. "Kita akan me nunggu
hingga Scott datang." Scott adalah keponakan Bert. Claire memandang ayahnya,
yang menyunggingkan senyuman mengancam.
Claire duduk di salah satu bangku kayu yang biasa didu duki oleh para siswa yang
sedang menantikan hukuman. Dia pernah duduk di sana sebelumnya, namun bukan
akibat dia berbuat nakal.
Beberapa menit kemudian, dia dapat mende ngar Scott berjalan perlahan-lahan di
koridor. Setelah Scott tiba di kantor, Bapa Moravec membawa mereka ke gereja
yang tersambung dengan sekolah dan turun ke ruang bawah tanah. Bert membawa
sebuah koper yang tidak diperhatikan oleh Claire sebelumnya. Gereja itu sunyi,
dan satusatunya suara yang dapat didengarnya adalah ketukan sepatu mereka yang
menggema di lantai batu. Mereka melewati sebuah ruangan yang penuh berisi meja dan kursi kecil dengan
gambar domba tertempel di dinding. Mereka berbelok di sudut dan menyusuri sebuah lorong yang
lebih gelap. Bapa Moravec mengeluarkan kuncinya dan mem buka pintu
salah satu ruangan, lalu menunggu hingga semua orang masuk sebelum kembali
menutup dan menguncinya. Hanya ada sedikit perabot di ruangan
itu. Di dekat dinding terdapat sebuah sofa abu-abu. Lima kursi lipat tersusun di
sisi lain ruangan, menghadap ke sofa. Bert membuka kopornya dan mengeluarkan
sebuah kamera 3 5-mm dan kamera flm 8-mm. Dia juga membawa lampu bertiang dengan
layar kecil yang memungkinkannya mengarahkan cahaya. Dia menata alatalat itu
dengan cepat. "Kalian akan menjadi model terkenal," kata si pendeta dengan suara membuai.
"Kami akan mengirimkan beberapa foto kalian ke majalah." Bert menyerahkan
kameranya ke ayah Karen, menyalakan lampu, dan menyorotkan kamera flm. Dia
mengangguk ke arah si pendeta.
"Duduklah di sofa itu," kata si pendeta dengan nada ma nis. "Dan Scott, bukalah
baju Karen." Scott menatap Claire; mereka pernah melakukan hal ini sebelumnya,
dan mereka berteman, namun keduanya ketakutan. Scott telah mengatakan
kepada Claire bahwa setelah dewasa nanti, mereka berdua akan menikah. Claire
menyukai Scott, tapi dia tidak menyukai bagian ini.
Scott membantu Claire membuka kancing blusnya, lalu mengangkat pakaian dalamnya.
Claire memalingkan wajahnya dari Scott.
"Nah, sekarang bukalah baju Scott, Karen."
Claire melakukan hal yang sama kepada Scott, dan si pendeta mengarahkan mereka
untuk membuka rok Claire dan celana Scott, lalu celana dalam mereka. Saat kedua
anak itu saling membantu membuka baju, ayah Karen mengambil be berapa foto,
sementara Bert menyorotkan kamera flm. Setelah keduanya telanjang, Bert
mematikan kameranya dan mengam bil alih kamera yang dipegang ayah Karen.
Sementara si pen deta mengarahkan kedua anak itu untuk melakukan berma cammacam
pose yang tidak senonoh, Bert mengambil banyak foto. Air mata mengumpul di
pelupuk mata Claire. Ketika flm di kameranya habis, Bert memasang rol baru dan menyerahkan kamera itu
kembali ke tangan ayah Karen. Bert mengangguk kepada si pendeta sambil
menyalakan kame ra flm. "Sekarang, berlututlah di depan Scott, lalu pegang dan ci umlah tititnya," kata
Bapa Moravec. Claire mematuhinya, na mun dia merasa mual. Belum lama berselang,
dia menolak melakukan hal yang sama, dan ayahnya membawanya ke ru angan lain
untuk memukulinya. Dia dapat merasakan Scott gemetar; dia tahu bahwa Scott juga
ketakutan, sehingga dia memastikan supaya dirinya tetap bersikap lembut.
"Untuk inilah Tuhan menciptakan kalian," kata Bapa Moravec, "supaya kalian
saling mencintai." Si polisi memberikan isyarat kepada si pendeta, yang me nyuruh Claire berdiri.
Satu lagi rol dipasang di kamera flm, dan si pendeta berkata kepada Claire,
"Berbaringlah di sofa, Karen, dan bukalah
kakimu." Dia berpaling ke arah Scott. "Berlututlah di dekat kakinya."
Scott tahu bahwa dia akan disuruh mencium kemaluan Karen, padahal dia tidak
ingin melakukannya. Dia bergeming.
"Lakukan perintahku!" kata Bapa Moravec, lebih nya ring. "Apa kalian tidak tahu
bahwa Gereja memiliki kalian dan kami berhak melakukan apa pun yang kami
inginkan ke pada kalian. Iblis akan mencelakakan kalian jika kalian tidak
menuruti" Scott tetap diam. Bert meletakkan kameranya dan menyambar lengan
Scott. Si pendeta membuka pintu, dan si opsir polisi menyeret Scott di
belakangnya, dan Claire, yang ditinggalkan bersama ayahnya, mendengar mereka
memasuki ruangan terdekat.
Claire pernah berada di dalam ruangan itu. Tempat itu kosong, dan terdapat
sebuah pintu di salah satu sisinya. Bapa Moravec membuka pintu, memperlihatkan
sebuah lemari sem pit dan gelap, dengan pipa-pipa basah terpasang di salah satu
sisi dindingnya. "Kamu terlahir sebagai pendosa dan akan selamanya men jadi pendosa. Renungkanlah
dosa-dosamu di sana!" bentak Bapa Moravec. Scott diempaskan ke dalam, dan si
pendeta membanting pintu lemari itu. Bapa Moravec mengeluarkan kuncinya dan
mengunci pintu lemari. Mereka berjalan keluar dari ruangan itu dan membanting pintunya agar Scott dapat
mendengarnya, lalu kembali meng hampiri Claire. Merasa ketakutan akibat apa yang
didengar nya, Claire berpose sendirian, dan para pria itu memujinya se bagai seorang model
yang baik, dan dia merasa sedikit lebih cantik. Setelah kira-kira dua puluh
menit berlalu, mereka men dengar Scott mulai menjeritjerit.
Claire mengatakan bahwa dia tidak ingat lagi apa yang terjadi setelah itu.
"Kata Scott, kamu harus merahasiakannya," kata Claire, "atau kami akan masuk
neraka dan dipenjara." Claire menampakkan ekspresi penuh kesedihan dan kerapuhan
seorang gadis kecil. "Kadangkadang, Bapa Moravec memanggil kami setelah jam
sekolah dan menyuruh kami menonton flm-flm yang kami mainkan, sementara dia
memegang-megang tititnya hingga keluar lendir berwarna putih. Miles dan Kari
akan muncul saat aku sangat ketakutan."
"Film yang kamu tonton mengingatkanmu pada kejadian itu?"
"Ya, kupikir aku sama persis dengan anak lakilaki di flm itu, tapi ternyata dia
cuma berpurapura." Aku mengingat-ingat jalan cerita Primal Fear. "Dia berbohong kepada temannya, si
pengacara itu, bukan?"
"Ya. Apa kamu juga mengira aku berbohong kepadamu?"
"Itu tidak pernah terpikir olehku, Claire. Kenapa kamu harus berbohong?" "Aku
tidak mau berbohong, tapi mereka selalu mengatakan tidak ada yang akan
memercayaiku. Aku tidak mau kamu menganggap kami seperti anak lakilaki yang di
flm itu." "Kamulah sosok yang menginginkan pertolongan. Kamulah yang pertama kali menulis
surat untukku." "Ya, aku tahu. Aku ingin kamu menolong kami."
"Aku akan melakukan semua yang bisa saya lakukan, Claire." Dia mundur, dan tubuh
Karen tersentak ke depan.
"Menurutku flm itu hebat; ada darah di mana-mana!" kata Miles.
"Ada apa dengan darah?" tanyaku.
"Aku ingin melihat si pendeta dicincang. Aku selalu ingin melakukan hal-hal
semacam itu pada si pendeta Moravec. Namun, aku tidak membiarkan Claire melihat
yang berdarah-darah."
"Apakah kamu membantu Claire selama masa-masa dengan si pendeta?"
"Ya, aku tak pernah membiarkan dia melihat darah. Si pendeta pernah menamparnya
hingga bibirnya terluka. Lalu, aku muncul dan mereka menyuruhku mencium Scott,
lantas mereka mengambil fotonya, karena dia kelihatan seperti habis menggigitku,
soalnya di bibirnya juga ada darah." Perhatianku terusik sejenak akibat
memikirkan adegan itu. "Bagaimana pendapatmu tentang semua itu, Miles" Apa yang dicari para pria itu?"
"Mana aku tahu. Mereka mesum. Kupikir mereka melakukannya untuk mencari uang."
Menyingkap Karen Karya Richard Baer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mereka mengambil foto kalian untuk uang?"
"Ya. Itu membuatku sangat marah!"[]
16 Solusi Holdon "SAKIT KEPALA kami semakin parah saja, Dr. Baer," kata Holdon dengan suara Karen
yang lebih dalam. Karen berusaha duduk tegak; pembawaannya formal dan serius,
tapi nada mendesak terdengar dalam suaranya. "Ada terlalu banyak sosok yang
muncul pada waktu bersamaan; ini terlalu berlebihan! Perbedaan antara Miles,
Katherine, dan Ann sudah memudar. Claire dan Thea juga membaur. Tapi, ini
menyebabkan mereka sakit!"
Ini adalah masalah besar. Aku berharap pembagian waktu dan integrasi yang lebih
sering dilakukan antara sosoksosok yang berbeda akan meleburkan penghalang yang
memisahkan mereka. Tetapi, sekarang Holdon memberitahuku bahwa Karen tidak tahan
menghadapi proses ini. "Aku tidak yakin harus melakukan apa mengenai hal ini, Holdon," ujarku. "Di satu
sisi, aku ingin menyemangati sosoksosok yang berbeda untuk berbagi waktu dan
berintegrasi, tapi aku tidak mau ini membuat kalian semua merasa tertekan dan
sakit. Bisakah kamu memikirkan apa pun yang mungkin kita lakukan?"
"Saya akan memikirkannya, Dr. Baer."
SELAMA JUNI dan Juli 1996, Karen mendapatkan semakin banyak curahan pikiran dan
ingatan dari sosoksosoknya, tapi dia tidak tahan dengan meningkatnya waktu dia
yang hilang. Setiap hari memberinya kejutan baru. Dia pergi ke sebuah acara
pernikahan dan hanya mengenal beberapa orang di sana, tapi lebih banyak orang
mengenalnya dan memanggilnya dengan nama-nama berbeda. Dia tetap kehilangan
waktu agar dapat menghadapi siapa pun yang dijumpainya. Dia meninggalkan rumah
untuk pergi ke supermarket, namun terbangun dan mendapati dirinya di toko itu
dua jam kemudian, tidak mampu mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Malam
harinya, dalam "pertemuan" sistem, dia diberi tahu bahwa salah satu sosoknya
memiliki rencana janji makan siang yang tidak diketahuinya.
Dia mendapatkan sebuah penyeranta di tasnya, meskipun dia tidak ingat pernah
membelinya. Dia terbangun dan mendapati dirinya berada di sebuah toko swalayan,
di depan seorang kasir yang menantinya membayar baju yang telah dipilih oleh
salah satu sosoknya beberapa menit sebelumnya. Orangorang marah padanya karena
dia tidak menepati janji saat sosoksosok lainnya memiliki rencana dengan waktu
berbenturan. Dia bersikap angin-anginan dalam mendisiplinkan anakanaknya.
Meskipun dia merasa lebih baik secara fsik dan sedang menja lani pengobatan
untuk gula darahnya yang tinggi, saat mengukur kadar glukosanya, dia menyatakan
bahwa hasilnya bergantung pada sosok yang sedang muncul.
AKU MENGINFORMASIKAN kepada Karen bahwa aku akan berlibur selama hampir dua
minggu. Sebelum aku pergi, di tengah-tengah kekhawatiran yang sudah terduga dari
Karen mengenai keadaanku dan keadaannya, aku menerima surat berikut, atau lebih
tepat jika kusebut memo, dari Holdon.
Kepada-ur. Baer bar h Ha/dan
Perihal' Panduan Saya untuk Integrasi
Setelah berpikir cukup lama, saya mendapatkan rencana untuk memulai proses
integrasi kami. Karena mengetahui cara kerja kami, saya merasa ini adalah
satusatunya kemungkinan yang ada. Saya tidak boleh berbicara keras-keras tentang
hal ini hingga Anda mendapatkan kesempatan untuk membaca gagasan saya. Yang lain
dapat mendengar apa yang saya katakan, namun mereka tidak bisa mengetahui
pikiran saya atau membaca surat saya. Jika Anda menyetujui panduan berikut, kita
dapat membicarakannya setelah Anda pulang. J. Setelah menghipnosis Karen, Anda
harus meminta izin kepadanya untuk memasuki tempat amannya. Saya yakin dia akan
mengizinkan Anda masuk. 2. Anda harus menjelaskan kepadanya bahwa Anda akan menolongnya dalam
menggabungkan setiap sasak dengannya, satu per satu.
3. Pilihlah salah satu sasak dari luar ruangan. (Satu per satu.) Saya merasa
sasak-sasak berikut ini telah siap
untuk berintegrasi' Thea, 6 tahun; Kari, 10 tahun; Elise, 8 tahun; Sandy, IS
tahun; Karen Boo, 2 tahun; Julie, 13 tahun; Karen 1, 10 tahun; dan Claire, 7
tahun 4. Sembilan sasak lainnya belum siap berintegrasi untuk saat ini.
5. Or. Baer memanggil si sasak masuk dan menjelaskan kepada Karen siapa sasak
ini dan peranan si sasak dalam kehidupan Karen
6. Or Baer menjelaskan kepada Karen bahwa si sasak tidak perlu menjadi bagian
terpisah lagi. 7. Or Baer meminta si sasak untuk memasuki raga Karen Integrasi selesai.
Ha/dan Aku membaca surat itu hingga beberapa kali. Holdon telah memberiku
langkahlangkah untuk prosedur integrasi Karen. Aku betul-betul terkesan. Bisakah
ini berhasil" Prosedur ini mirip dengan ritual peleburan yang dijelaskan Putnam
dalam buku Diagnosis and Treatment of Multiple Personality Disorder. Aku tidak
benar-benar memahami apa yang dikatakannya ketika itu; penjelasan itu agak
kabur, juga sedikit menakutkan. Kami telah secara perlahan-lahan meleburkan
perbedaan di antara sosoksosok yang ada, namun ini adalah integrasi menyeluruh
dalam sekali waktu. Aku tidak mampu membayangkan apa yang akan terjadi.
Untungnya, rencana ini semestinya tidak akan terlalu sulit untuk dijelaskan
kepada para sosok lainnya karena berasal dari Holdon. Aku berterima kasih kepada
Holdon dan mengatakan kepadanya bahwa kami dapat memulai
proses ini sekembalinya aku dari liburan.
KETIKA AKU PULANG, Karen berada dalam kondisi genting. Ibunya tak henti
menuntutnya. Karen mendapati bahwa jika dirinya ragu-ragu dalam menghadapi
ibunya, dia akan kehilangan waktu. Sandy muncul, menyerah, dan menuruti ibunya.
Ann merasa bersalah dan mendambakan hukuman. Miles ingin mencekik dan membunuh
orangorang. Dia kembali memisahkan diri dari Katherine dan Ann, tidak lagi
berbagi waktu bersama mereka, namun sekarang merasa aneh dan sendirian.
Katherine gagal mengatur segala sesuatu untuk mereka; sosoksosok dalam diri
Karen terombang-ambing di antara satu krisis ke krisis lainnya. Dia mengeluhkan
sosoksosoknya yang muncul pada waktu-waktu yang tidak terduga. Holdon mengatakan
bahwa dia menjadi mirip mayat hidup lantaran terlalu sering mengemudi. Aku
memutuskan bahwa kami harus secepatnya mulai mengintegrasikan sistem Karen untuk
mencegahnya hancur berantakan. Aku membicarakan dengan Holdon mengenai siapa yang sebaiknya kami integrasikan untuk pertama kalinya. Holdon
menyarankan Julie; dia paling tertekan, dan gejala-gejalanya memengaruhi semua
sosok lainnya. KETIKA ITU 1 Agustus 1996, dan aku memegang surat Holdon sembari menunggu Karen
datang. Aku ingin menyarankan kepada Karen agar kami mencoba usul Holdon, namun
aku juga khawatir ini tidak akan berhasil dan kami harus memulai kembali dari
awal. Aku masih bergelut dengan pikiranku saat Karen muncul, tepat waktu seperti
biasanya, tidak menduga apa yang akan
terjadi padanya hari itu.
"Holdon mengusulkan sebuah prosedur untuk mengintegrasikan sosok-sosokmu ke
dalam dirimu," aku memulai. Aku menjelaskan langkahlangkah yang disebutkan dalam
surat Holdon. "Kuharap kita dapat mencoba untuk pertama kalinya hari ini.
Bagaimana pendapatmu?"
Karen mengangguk-angguk saat aku berbicara, lalu bertanya, "Bagaimana mereka
bisa memasuki saya?"
Inilah yang kucemaskan. "Aku tidak tahu bagaimana tepatnya," ujarku. Aku tidak
ingin menunjukkan bahwa aku tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya, dan aku
tidak tahu apakah ini akan berhasil. Penting bagi pasien untuk memiliki
keyakinan kepada dokter mereka; keyakinan dapat menyembuhkan. "Kupikir ini akan
kita jalankan melalui perwujudan bayangan dalam sesi hipnosis. Kamu akan melihat
dirimu dan sosokmu yang lain bergabung secara fsik. Kita akan melihat apa yang
akan kita lakukan setelah tiba di sana." Kurasa ucapanku tidak sungguhsungguh
meyakinkan, namun aku melakukan yang terbaik yang bisa kulakukan. Kami semua
memercayai kebijaksanaan Holdon. "Apakah kamu takut?" tanyaku.
"Tidak, saya bersedia mencobanya," kata Karen, "tapi saya mengkhawatirkan halhal yang tidak kita ketahui. Apa yang akan terjadi sesudahnya?"
"Kurasa kamu akan tetap sama, tapi kamu akan tumbuh dengan berbagai perasaan dan
ingatan baru. Setiap sosokmu adalah bagian kecil dari dirimu. Ingatan dan
perasaan milik sosoksosok itu, yang selalu menjadi bagian dari dirimu, akan bisa
kamu miliki. Kamu tidak akan banyak berubah." Aku hanya menduga-duga, tentu
saja. "Julie akan menjadi sosok pertama yang kita integrasikan. Kupikir sakit di
kepala dan kakimu akan berkurang setelah dia berintegrasi. Apakah kamu sudah
siap?" "Siap." Karen mencari posisi yang nyaman di kursinya, wajahnya menunjukkan
sekelumit ketakutan, tapi dia telah siap melakukan relaksasi dan memejamkan
mata. Aku membutuhkan waktu lebih lama untuk menghipnosis Karen, ingin memastikan
trance-nya betul-betul dalam. Jantungku berdebar-debar: aku berusaha tidak
menunjukkan keteganganku dalam suaraku. Meskipun merasa sangat aneh, aku harus
bersikap positif terhadap proses ini dan memercayai apa yang diusulkan oleh
Karen sendiri, melalui Holdon, yaitu mengintegrasikan kembali sosoksosok yang
berhamburan di dalam dirinya. Jadi, kami pun melakukannya.
"Kamu mendapati dirimu berada di dalam ruang amanmu," ujarku. Aku turut
memejamkan mata sejenak, berusaha lebih merasakan relaksasi Karen dan prosesnya
tenggelam dalam dirinya sendiri. "Kamu berada di dalam ruangan mungilmu,
tempatmu menyimpan segala macam benda yang membuatmu nyaman. Tengoklah ke
sekelilingmu dan lihatlah bendabenda itu dengan jelas, warna dan teksturnya.
Saat kamu telah merasa nyaman, anggukkanlah kepalamu."
Setelah beberapa detik, Karen perlahan-lahan mengangguk. Dia tampak seolaholah
sedang tenggelam dalam pikirannya.
"Bisakah kamu mundur dan membiarkan Julie berbicara denganku?"
"Oke," ujar Karen pelan, lalu wajahnya berubah menampilkan ekspresi kesakitan.
Dia mulai terbatuk-batuk.
"Julie?" "Ya, ini aku." "Sudahkah Holdon berbicara denganmu dan apakah kamu siap diintegrasikan ke dalam
tubuh Karen?" "Ya, kukira begitu, tapi aku takut."
"Aku mengerti. Menurutku, kamu akan merasa lebih baik setelah kamu bergabung
dengan Karen. Kamu sudah terlalu menderita sekarang." Dia mengangguk dan tampak
seperti hendak menangis. "Kamu ingin aku bilang apa saat memperkenalkan kamu?"
"Yah, aku tiga belas tahun," katanya sambil terbatuk-batuk. "Aku lahir pada
1970." Alisnya bertaut, dan dia mencondongkan tubuh ke depan di kursinya. "Kalau
aku tidak bisa berjalan, apakah Karen juga tidak akan bisa berjalan" Aku tidak
bisa berjalan waktu muncul kemarin."
"Karen mungkin ikut merasakan kakimu yang sakit, tapi dia akan bisa berjalan."
Itulah harapanku. "Apa lagi yang bisa kukatakan tentangmu?"
"Aku lahir waktu kakek Karen melecehkan dia. Aku muncul agar hubungan Karen
dengan kakeknya tidak memburuk. Kadangkadang aku juga muncul saat orang lain
menyakiti kami. Akulah yang selalu masuk rumah sakit, sejak Karen berumur
sebelas tahun, saat dia pertama kali terkena penyakit pneumonia garagara ayahnya
mencekiknya. Aku mengambil alih semua rasa sakit di kaki kami saat kami
dicambuki dengan kabel. Kadangkadang, aku memberikan rasa sakit ini kepada Karen
agar aku bisa beristirahat. Aku membuat kami jadi tuli di rumah sakit selama dua
minggu agar kami tidak mendengar hal-hal yang buruk. Mereka mengira kami koma,
tapi kami cuma mematikan sistem. Aku membantu saat Constantine menyakiti kami
"Ketika itukah kamu terluka?"
"Yah, Jensen juga membantu. Sebenarnya, kami berempat membantu waktu itu. Miles
mengambil alih rasa sakit garagara gantungan baju
"Peran apakah yang kamu jalankan sekarang?" tanyaku.
"Aku paling sering muncul saat Karen sakit Suaranya melirih, dan dia duduk diam
di kursinya. "Aku akan memberitahukan hal-hal ini kepada Karen saat saya memperkenalkan
kalian sebelum integrasi, oke?" Dia mengangguk. "Baiklah, kalau begitu,
bagaimana jika kamu mundur dan membiarkan Karen muncul kembali. Jangan menjauh;
aku akan segera memanggilmu lagi."
"Oke." Sejenak, ekspresi Karen tampak hampa saat Julie mundur dan mengembalikan
tempatnya kepada Karen. "Aku sudah berbicara dengan Julie, dan dia siap berintegrasi. Haruskah kita
melanjutkannya?" "Saya siap," kata Karen pelan. Dia seolaholah berbicara dari tempat yang jauh.
Dia berbicara perlahan-lahan, nyaris bergumam, kepalanya terangguk-angguk samar,
seolaholah dia sedang berusaha menjangkauku dari kedalaman dirinya. Aku diam
sejenak hingga dia tampak rileks di kursinya.
"Bolehkah aku masuk ke ruangan mungilmu bersamamu?" tanyaku. "Aku bisa melewati
pintu masuk yang sama denganmu. Apakah itu tidak apa-apa?"
Sekali lagi, Karen mengangguk perlahan.
"Kalau begitu, lihatlah aku memasuki ruangan mungilmu dan berdiri di sisinya."
Aku terdiam sembari membaca wajah Karen dan menyaksikan benaknya menciptakan
gerakan ini. "Apakah aku berada di sana bersamamu?" Karen mengangguk.
"Aku ingin kamu mengundang Julie masuk dan bergabung bersama kita di tempat
istimewamu ini ... Karen, ceritakan kepadaku apa yang kamu lihat."
"Saya melihat seorang gadis muda; Anda mengulurkan tangan kepadanya. Dia
berambut hitam. Dia masuk perlahan-lahan. Dia pincang dan menggunakan kruk."
"Karen, ini Julie," aku memulai. Sesungguhnya, aku masih meraba-raba. Aku
memegang surat Holdon, sehingga aku dapat mengikuti langkah-langkahnya dengan
tepat. Tetapi, mengenai apa yang harus kukatakan, aku mengarangnya sambil jalan.
"Dia berumur tiga belas tahun," lanjutku, "dan lahir supaya kamu tidak disakiti
oleh kakekmu." Aku memaparkan detaildetail yang baru saja diberitahukan oleh
Julie. Saat berbicara, aku berusaha mewujudkan gambaran ruangan mungil Karen di
benakku, sehingga aku dapat melihat proses ini bersama dirinya. Setelah selesai
menjelaskan, aku diam sejenak, membiarkan semuanya mengendap.
"Apakah kamu sudah siap?" tanyaku. Karen mengangguk dan berkata, "Siap." "Julie
juga?" tanyaku. "Dia mengangguk," kata Karen.
Baiklah, apa lagi sekarang" Aku tidak tahu bagaimana aku bisa menyatukan mereka,
tapi kurasa mereka harus melakukannya dalam kondisi trance di dalam ruangan
mungil itu. Holdon mengatakan bahwa sosok lainnya harus melangkah memasuki tubuh
Karen. "Julie, bisakah kamu berjalan mendekati Karen?" Aku menunggu sejenak sementara
Karen bekerja. "Julie tidak bisa berjalan," kata Karen. "Saya akan berbaring supaya dia lebih
mudah melakukannya."
"Kalau begitu, aku akan membantu agar Julie berbaring di sampingmu," ujarku.
"Dia masih memegang kruk," kata Karen, menunggu, sepertinya, supaya aku
melakukan sesuatu untuk mengatasi hal ini.
"Julie bisa menyingkirkan kruknya, dan dia bisa menyingkirkan seluruh rasa
sakitnya bersama kruknya. Semua itu adalah kenangan masa lalu." Sedikit
pembicaraan lagi sepertinya tidak apa-apa, kupikir. "Apakah Julie ada di
dekatmu" "Ya, aku ada di sini," kata Julie.
"Aku akan menyingkir," ujarku. "Julie, kamu sebaiknya bergeser mendekat dan
bergerak memasuki tubuh Karen. Bisakah kamu melakukannya?" Setelah keheningan
sesaat, suara Julie terdengar lembut dan bergetar.
"Kami bersentuhan. Rasanya aneh. Saya merasakan perubahan. Semuanya saling
bertaut." Karen bergerak-gerak di kursinya; dia sedang mengalami sesuatu yang
sangat penting aku hanya bisa menduga-duga apa yang terjadi.?"Ada ledakan-ledakan kecil," kata Julie. "Aku merasa seperti sedang di-rontgen."
Julie meronta-ronta. Wajah Karen menunjukkan ketegangan dan tubuhnya tegang.
"Kamu tidak akan bicara denganku lagi," kata Julie, lemah.
"Kamu akan selalu bersamaku sebagai bagian dari Karen," aku meyakinkannya.
"Karen kesakitan," kata Julie, suaranya terdengar semakin jauh.
"Dia sedang menerima kenangan masa lalumu." Aku ingin memberitahunya bahwa aku
masih bersama dirinya. Karen tampak tegang di kursinya, kedua tangannya
terkepal, alisnya bertaut, tenggelam dalam pikirannya.
"Apakah kamu baik-baik saja?"
"Rasanya seperti di pesawat ruang angkasa," kata Julie dari jauh, "menembus
bintang-bintang. Aku merasa seperti sedang sekarat semakin lemah. Apakah kamu ?akan mengingatku?"
"Ya," aku menjawab dengan kelembutan dan kasih sayang yang tulus, "dan aku akan
tetap mengenalimu di dalam diri Karen."
"Kalau begitu, aku akan pergi. Selamat tinggal." Aku mengucapkan selamat jalan
dan menyaksikannya memudar dari ekspresi wajah Karen.
Karen tampak terguncang, masih tenggelam dalam dirinya sendiri. Aku tidak ingin
memburu-burunya, tapi aku ingin tahu apakah dia baik-baik saja. Aku menunggu
selama beberapa menit hingga melihat proses integrasi memudar dari wajahnya.
"Karen?" aku bertanya. Dia sedikit menggerakkan tubuhnya. "Bagaimanakah
perasaanmu?" "Aneh," dia berhasil menjawab, seolaholah dia harus berjuang keras untuk dapat
berbicara karena batinnya sedang sibuk bekerja. "Tangan saya mati rasa. Darah
saya terasa berbeda. Jantung saya berdetak dengan cara berbeda." Dia sedikit
Menyingkap Karen Karya Richard Baer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendongakkan kepala. "Julie tidak menjawab lagi."
"Beristirahatlah dahulu," aku menyarankan.
"Saya melihat banyak hal saat dia masuk. Anggota-anggota keluarga yang saya
percayai menyakiti saya. Rasanya seperti menonton flm. Mereka mengejek
saya saya terhina. Kenangan tentang ibu saya. Saya merasa sekujur tubuh saya
?luka-luka." Dia menghela napas dan terkulai di kursinya. "Saya merasa lemah ...
letih ...." "Beristirahatlah," ujarku, "aku akan meninggalkanmu sekarang. Kamu bisa
melihatku meninggalkan ruangan mungilmu dan kembali ke kantorku." Aku membiarkan
Karen selama beberapa menit. Sebelum dia kembali, aku menyarankan kepadanya
untuk mengingat segalanya yang terjadi hari ini. Aku menggunakan prosedur yang
biasa kami gunakan untuk membangunkannya dari trance dan mengembalikannya ke
kantorku. Saat terbangun, dia meringkuk, seolaholah tidak tahan menerima sorotan
cahaya. "Apakah kamu baik-baik saja?"
"Entahlah. Semuanya begitu terang. Saya bisa mendengar segalanya: detak jantung
saya sendiri." Dia tampak kebingungan dan kehilangan arah.
"Apakah kamu ingat yang baru saja terjadi?" tanyaku.
"Ya, saya mengingat semuanya." Dia berusaha menenangkan diri, dan aku duduk
bersamanya selama beberapa menit berikutnya, namun akhir sesi telah hampir tiba.
"Setelah kamu pulang nanti, teleponlah aku jika ada yang kamu khawatirkan. Dan,
bagaimana jika kamu menuliskan perasaanmu tentang pengalaman ini?"
"Baiklah." Setelah merasa siap, Karen bangkit, masih gemetar, dan berjalan
tersendat-sendat keluar dari kantorku.
Aku memikirkan peristiwa yang baru saja terjadi. Akankah hal ini menyakiti atau
menolongnya" Aku merasa seperti berada di ujung tanduk. Aku tidak memiliki
panduan dalam melakukan hal ini, kecuali panduan Holdon. Aku hanya bisa berharap
Karen akan baik-baik saja. Aku sendiri juga merasa letih.
MESKIPUN AKU memeriksa keadaan Karen beberapa kali melalui telepon, baru dua
minggu kemudian aku bisa bertemu dengan Karen dan mendapatkan cerita
selengkapnya mengenai kelangsungan hidupnya setelah melakukan integrasi dengan
Julie. Dia mengatakan kepadaku bahwa perasaan aneh yang didapatkannya setelah
integrasi telah lenyap. Dia tidak lagi gemetar dan kebingungan, rasa nyeri di
kaki beserta penglihatannya yang kabur telah menghilang. Pengalaman berintegrasi
sungguh berat baginya mendapatkan berbagai perasaan baru yang sebelumnya ?dimiliki Julie.
"Awalnya, saya tidak percaya," katanya, penuh semangat, menggerak-gerakkan
tangannya sembari berbicara, "tapi kenangankenangan baru itu bersinggungan
dengan potongan-potongan ingatan saya sendiri. Misalnya, saya ingat pernah
berenang saat udara di luar bersuhu sepuluh derajat Celcius. Saya tidak mengerti
mengapa saya melakukannya. Tapi, saya tahu Julie menggunakan air dingin untuk
meredakan nyeri di kakinya. Saya mengingat semuanya kecuali bagian itu."
"Apa lagi?" "Yah, selama beberapa hari pertama, saat bercermin, saya harus melihat dua kali.
Sepertinya saya tidak sedang melihat diri saya sendiri; selama sesaat, rambut
saya tampak berwarna hitam. Tangan saya sepertinya bengkok, tapi ternyata tidak.
Saya merasa kikuk: saya harus sengaja memikirkan kaki yang mana yang akan saya
gunakan untuk berjalan. Semua itu membaik seiring berjalannya hari."
Ini membuatku terkesan. Yang mengherankanku, yang benar-benar tidak pernah
kuduga, adalah bukan hanya mendapatkan kenangan dari Julie, Karen juga
mendapatkan cara Julie merasakan tubuhnya, yang ternyata sangat berbeda dari
cara Karen merasakan tubuhnya sendiri, serta butuh waktu lama untuk mengatasi
dan membiasakan diri pada perbedaan ini. Karen memberiku sebuah surat tentang
integrasi pertamanya. 24 Agustus t$$6 Kepada Dr. Baer Penyatuan Julie
Tiga setengah minggu yang lalu, saya berintegrasi dengan sosok pertama dari
begitu banyak kepribadian saya. Meskipun awalnya ragu-ragu, saya segera
diyakinkan oleh sosoksosok lain di dalam diri saya, yang mengatakan bahwa inilah
saat yang tepat untuk mulai bergabung dengan masingmasing dari mereka. Saya
gugup memikirkan bagaimana hal ini akan me mengaruhi saya. Saya tidak tahu
apakah saya ingin mendapat kan kembali kenangan yang direnggut dari saya untuk
tujuan melindungi saya. Saya ingin melarikan diri dan bersembunyi, tapi pada
waktu yang sama, saya merasakan kebutuhan untuk dipandu menjalani proses ini.
Karen menghabiskan beberapa alinea berikutnya untuk menjelaskan tentang
pengalamannya memasuki ruangan mungilnya dan menjalani proses integrasi. Surat
tersebut berlanjut sebagai berikut:
Setelah saya dan Julie berintegrasi, saya langsung merasa sangat peka terhadap
semua suara di sekeliling saya. Saya dapat mendengar bunyi tarikan napas Anda
dan bunyi goresan pena Anda di atas kertas; keributan lalu lintas di bawah,
dengungan pendingin udara di! Saat Anda berbicara kedengarannya se olaholah Anda
sedang berteriak kepada saya meskipun Anda sesungguhnya berbicara dengan nada
biasa. Saat membuka mata saya merasa silau oleh terangnya kantor Anda. Mata saya terasa
pedih dan saya berharap kerai jendela ditutup. Saya merasa peka terhadap segala
sesuatu di sekeliling saya. Saya merasa gemetar dan kebingungan. Saya tidak
mengira akan merasa seperti ini, dan saya takut akan selamanya begini. Saya
memikirkan apakah ada yang salah, dan kami tidak semestinya berintegrasi.
Alinea berikutnya menjelaskan saat Karen memasuki mobil dan mengemudi pulang
dengan rasa nyeri yang menyiksa di kakinya, kemudian ....
Integrasi ini terasa bagaikan operasi besar, dan saya ragu-ragu apakah saya mau
melakukannya lagi. Saya menutup semua tirai dan mematikan semua lampu di kamar
saya. Saat berba ring dalam kegelapan yang pekat, pikiran saya berpacu
seolaholah saya sedang menonton flm dengan adegan yang dipercepat. Saat
kenangankenangan itu tercurah ke dalam diri saya saya merasakan setiap kepedihan
yang berhubungan dengannya dan meskipun kepedihan itu hanya bertahan sepanjang
mun cuhya kenangan itu (beberapa detik), saya merasa letih, dan yang saya
inginkan hanyalah agar semua itu berhenti. Kadangkadang, saat malam telah larut,
saya menelepon Anda ketika arus kenangan yang muncul telah mereda. Kepekaan
terhadap cahaya dan suara lenyap setelah hari keempat. Selama minggu berikutnya
saya mendapatkan semua kenangan Julie, tidak lagi merasa sakit, dan perlahanlahan mulai dapat berfungsi seperti sedia kala. Koordinasi saya kembali pada
akhir minggu kedua dan saya kembali bisa memegang pena dan berjalan lurus. Saya
lega karena semua ini telah berakhir dan efeknya tidak melekat untuk selamanya.
Saya bersyukur karena Anda ada untuk menolong saya. Saya tidak akan pernah
berhasil melewati semua ini tanpa Anda.
Aku hanya bisa membayangkan betapa menderitanya Karen karena sekonyong-konyong
mendapatkan semua pengalaman Julie. Memiliki Julie selalu menjadi sebentuk
perlindungan baginya, dan sekarang dia harus berurusan dengan berbagai kenangan
buruk yang menyusahkannya. Tidak ada pula jalan bagiku untuk mengetahui apakah
dia telah menerima seluruh diri Julie. Apakah Julie benar-benar telah
berintegrasi sepenuhnya dengan Karen" Apakah hal ini akan bertahan" Sepertinya
begitu sulit untuk memercayainya. Apakah panduan Holdon berhasil"
Aku juga teringat pada betapa aku harus sangat meningkatkan kehati-hatianku
seiring kemajuan kami. Karen telah mengalami begitu banyak hal yang tidak
kuperkirakan sebelumnya setelah berintegrasi dengan Julie. Aku harus lebih
memikirkan setiap langkahku. Mengintegrasikan Julie merupakan sebuah terobosan
luar biasa, namun ini baru awalnya. Kami masih memiliki enam belas kepribadian
lagi, dan aku khawatir jalan kami tidak akan mulus.[]
17 Menyatukan Claire PADA SESI kami selanjutnya, aku mendiskusikan tentang integrasi dengan sosok
lainnya, dan Karen setuju, namun sosok yang mana" Aku menghipnosisnya dan,
seperti biasanya, menanyakan apakah ada yang mau berbicara denganku. Karen
bersikap manis di kursinya. "Claire?"
"Dr. Baer, bisakah aku bergabung dengan Karen?" Claire menarik-narik rambut,
meneleng-nelengkan kepala, dan menatapku malu-malu. Claire sepertinya pilihan
yang bagus, tapi aku merasakan getaran di hatiku; aku akan merindukannya.
"Kurasa tidak akan apa-apa kalau kamu berintegrasi, Claire," ujarku. "Mari kita
rencanakan ini untuk minggu depan. Saat aku memperkenalkanmu kepada Karen, apa
yang harus kukatakan tentangmu?"
"Yah, kamu boleh bilang kalau aku lahir pada komuni pertama," katanya dengan
suara kecilnya yang merdu, "waktu Karen disakiti saat dia memakai gaun komuni
putihnya. Lalu, aku muncul kapan pun mereka memakaikan gaun putih itu kepadanya.
Itulah sinyalnya "Kapan pun mereka memakaikan gaun putih itu?"
"Iya, katanya aku akan dikawinkan dengan iblis. Kata mereka, Tuhan ingin aku
disakiti. Mereka menjadikanku kelinci percobaan memasukkan bendabenda ke dalam ?badanku. Lalu, mereka tertawa-tawa. Aku akan keluar saat mereka mengikat Karen
di meja logam di rumah duka. Saat mereka mulai menyakitiku, Miles akan muncul.
Waktu Karen menikah, dia memakai gaun putih, dan aku pun muncul. Aku takut pada
semua orang, jadi aku langsung masuk. Karen pingsan ketika itu." Aku tidak
pernah mendengar cerita ini dari sisi Claire sebelumnya sehingga kekosongan yang
ada pun terisi. Sidney muncul setelah Claire mundur dan mengatakan bahwa dia khawatir jika
dirinya bergabung dengan Karen maka Karen akan mulai mencuri. Sandy juga ingin
berintegrasi. Dia tidak bahagia; dia tidak bisa berhenti melakukan bermacammacam
hal untuk si ibu. Sandy menyaksikan Julie berintegrasi dan dia menganggap itu
tidak terlalu buruk. Aku lega; akan lebih mudah bagiku jika para sosok itu
menawarkan diri. Selama minggu ketiga Agustus 1996, Karen siap berintegrasi dengan Claire. Dia
membawa sebuah surat. Huruf-huruf besar dengan kesalahan ejaan tertulis
menggunakan pensil. Claire menulis sebagai berikut:
Dokter Baer yang baik. Aku ingin bercerita kepadamu sebelum kami bersatu. Aku melakukan semuanya
sebisaku agar Karen tidak ingat banyak hal dan kupikir dia akan ketakutan. Aku
tahu kamu tidak akan meninggalkannya. Apa aku sudah cerita soal permainan yang
tidak memperbolehkanku merasa sakit" Saat kami menyatu, apakah kami akan
melupakan cara agar tidak merasa sakit" Selama kami
kesakitan, aku 302richard Baerberpura-pura tidak merasakan apa-apa tapi
sebenarnya aku merasakannya dan tidak bisa bilang apa-apa karena mereka akan
memecut pergelangan kakiku dengan kabel. Bisakah kamu menjawab pertanyaanku ini
sebelum kami bersatu"
Apakah yang akan terjadi saat aku dibutuhkan"
Siapakah yang akan merawat Karen Boo"
Siapakah yang akan merawat Thea dan memintanya untuk keluar kapan-kapan karena
dia cuma mau keluar kalau kusuruh dan aku takut dia akan di lupakan.
Dokter Baer, ada sesuatu yang lain yang menggangguku tapi aku malu mengatakannya
karena Karen akan marah padaku dan tidak mau bergabung denganku. Aku tahu bahwa
aku tidak benar-benar akan mati, tapi ada perasaan yang harus kurasakan sebelum
aku pergi. Kamu tahu kalau aku selalu berharap bahwa kamu adalah ayahku dan mau
memelukku, kadangkadang aku berpurapura kamu memelukku saat aku ketakutan. Tapi,
aku tahu bahwa kamu tidak bisa memelukku dan itu membuatku sedih. Saat kamu
menemuiku di dalam, bolehkah aku berpurapura memelukmu sebelum berpisah. Kalau
aku bergabung dengan Karen apa yang akan dirasakannya tentangmu" Apakah kamu
akan marah padanya kalau dia mendapatkan perasaanku. Kamu membuatku menyukai
diriku sendiri dan aku merasa semua hal buruk yang telah menimpaku bukan salahku
dan aku merasa senang karenanya tapi aku agak takut memikirkan apa yang akan
dipikirkan Karen. Dokter Baer, terima kasih karena telah menjadi teman dan ayahku. Aku tahu bahwa
kamu baik hati dan aku senang karena kamu menjadi bagian dari kehidupan kami.
Aku senang bahwa aku adalah yang pertama memberitahumu dan menunjukkan pada yang
lain bahwa mereka bisa memercayai mu. Aku akan merindukanmu dan aku berharap
entah bagaimana aku masih akan bisa bersamamu lagi. Mungkin kamu tidak akan
melupakanku. Itu harapanku. Kamu bisa menulis sebuah cerita. Kamu menolong
menyingkirkan luka di hatiku. Aku merasa sekarang adalah saat bagiku untuk
tumbuh. Aku menyayangimu. Selalu sayangilah anak-anakmu dan perhatikanlah
mereka agar tidak ada yang menyakiti mereka. C\a\ re
Ya Tuhan, aku akan merindukan si kecil Claire. Aku menunjukkan halaman pertama
surat yang kudapatkan dari Claire itu kepada Karen. Aku merasa akan sangat
membantu jika Karen mengetahui tentang keikhlasan dan juga kekhawatiran Claire.
Aku tidak menunjukkan bagian akhir suratnya untuk mengantisipasi topik pelukan.
Karen membaca dan mengangguk-angguk. Dia membolak-balik dan menjauhkan surat itu
dari dirinya, memandang keseluruhan halamannya.
"Ini seperti tulisan anak kecil," kata Karen.
"Memang betul; dia baru berumur tujuh tahun. Kurasa dia sangat pintar. Kamu
ingat tentang rumah duka?"
"Saya hanya ingat sedikit. Tangki-tangki baja, sengatan listrik jika saya
mengekspresikan rasa sakit, dimasukkan ke dalam genangan air dangkal hanya ?sepotong-sepotong."
Kami berdua samasama terdiam; kurasa Karen menungguku melakukan sesuatu,
sehingga aku bertindak. Aku memulai proses hipnosis dan memberikan banyak waktu
untuk Karen untuk masuk sedalam-dalamnya ke kondisi trance-nya. Dia telah sangat
terbiasa melakukan hal ini sehingga kurasa dia hanya menungguku untuk
melanjutkan, namun aku ingin memastikan segalanya berjalan dengan lancar. Aku
meminta supaya Claire muncul.
"Ingatlah waktu Karen bermimpi," kata Claire, memainkan ujung blusnya, "waktu
seorang gadis kecil menghampiri dan duduk di dekatmu" Itu bukan mimpi; itu
adalah pikiranku yang kuberikan kepada Karen." Claire terdiam dan menggigiti
bibir bawahnya. "Bolehkah aku duduk di pangkuanmu sebelum aku berintegrasi?" dia
bertanya. "Sekarang?" "Tidak, tidak sekarang," katanya dengan sedikit nada menyesal. "Aku tahu kamu
tidak bisa melakukan itu. Di dalam ruang aman Karen."
"Tentu saja bisa, saya rasa itu tidak apa-apa." Senyum Claire mengembang.
"Aku siap," katanya, masih sambil tersenyum. Aku berterima kasih untuk suratnya,
dan meminta izin menggunakan sebagian ceritanya sebagai bahan perkenalan untuk
Karen. Claire mengiyakan.
"Baiklah, kalau begitu, bagaimana jika kamu mundur dan membiarkanku berbicara
dengan Karen." Aku bisa melihat Claire meninggalkan tubuh Karen, seolaholah dia
menguap begitu saja. "Karen?"
"Ya." "Claire sudah siap. Apakah kita bisa memulai proses
ini?" "Baiklah." "Aku berada di luar ruangan istimewamu," ujarku. "Jika kamu membuka pintu, aku
akan masuk dan duduk." Aku ingin memberi instruksi kepada Karen supaya dia dapat
membayangkan, tapi aku membiarkannya memutuskan di mana aku akan duduk. "Bisakah
kita mengundang Claire masuk?"
"Oke, saya akan membuka pintunya."
"Apakah Claire ada di dalam?"
"Tidak, dia sedang berdiri di ambang pintu."
"Aku akan membawanya masuk," ujarku. "Dia boleh
duduk di pangkuanku sementara kita berbicara." Aku terdiam sejenak untuk
membiarkan Karen membayangkan tindakan ini.
"Apakah kita sudah berkumpul?" aku bertanya.
"Ya, dia melingkarkan lengannya ke leher Anda. Dia kelihatan sangat bahagia."
"Bagus. Aku akan bercerita sedikit tentang Claire kepadamu." Aku memaparkan
sebagian fakta yang diungkapkan oleh Claire di dalam suratnya kepadaku. "Claire,
apakah kamu sudah siap?"
"Dia memeluk Anda lebih erat dan menyembunyikan wajahnya," kata Karen.
"Mari kita biarkan dia duduk di sini sejenak," ujarku. Aku diam dan menunggu
selama sekitar dua puluh detik. "Claire, sekaranglah saat bagimu untuk pindah ke
pangkuan Karen." Aku menyaksikan wajah Karen untuk melihat apakah gerakan itu
telah terjadi. "Dia sedang berbicara kepada saya."
"Ya?" "Dia berpesan agar saya menyayangi Anda dan selimut kesukaannya." Karen terdiam,
dan wajahnya tampak keruh. "Dia ketakutan."
"Jangan khawatir, Claire," ujarku. "Saya akan selalu menyertaimu dan Karen. Kamu
bisa masuk sekarang."
Wajah Karen menunjukkan konsentrasi, seolaholah dia sedang bekerja keras.
"Dia sedang merangkak ke dalam."
Aku tetap diam selama beberapa menit, membiarkan proses ini terjadi. Wajah Karen
berkerut-merut menandakan konsentrasi. "Aku akan meninggalkan ruanganmu
sekarang," ujarku, dan aku menyaksikan gerakan-gerakan tersamar di wajah Karen
yang menandakan bahwa proses integrasi sedang terjadi.
Wajah Karen menunjukkan kesedihan; air mata mengalir deras dari kedua matanya.
"Saya bisa membayangkan semua perkakas di rumah duka itu. Saya bisa melihat
meja-mejanya, ember-ember di ujung meja dengan selang yang terjulur, peralatan
operasi, gergaji, palu, lemari apakah isinya" Stoples-stoples berisi cairan. Di?luar ruangan itu terdapat peti-peti mati, ada yang berkilauan dan mulus, ada
yang terbuat dari kayu polos biasa. Semuanya abu-abu, dinding dan lantainya."
Menyingkap Karen Karya Richard Baer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bagaimana perasaanmu?"
"Saya sudah tidak gemetar lagi; kegugupan saya sudah berkurang." Karen tersenyum
samar. Indra pendengarannya kembali menajam. Setelah mengatakan kepadanya bahwa
dia akan mengingat segalanya yang telah terjadi, aku membangunkannya dari trance
hipnotiknya. Dia memicingkan mata untuk menghalau cahaya yang menyilaukan.
"Rasanya tidak seburuk sebelumnya," katanya sebelum terdiam, larut dalam
pikirannya sendiri. Dia memandangku sambil sedikit menelengkan kepala.
"Sebelumnya, rumah duka itu terasa seperti kisah orang lain. Saya mengetahui
sebagian peristiwa dan bayangan kejadian yang terjadi di sana, tapi saya tidak
merasakannya. Sekarang, saya mulai merasa semua itu menimpa saya." Dia berbicara
lebih banyak tentang adegan-adegan baru dari rumah duka yang baru diingatnya,
dan pabrik bahan kimia tempat kakeknya bekerja.
Integrasi ini sepertinya tidak terlalu memengaruhinya seperti sebelumnya, dan
aku lega karena kami tidak tergesa-gesa seperti saat mengintegrasikan Julie.
Ketika kami bertemu selanjutnya, Karen mengatakan bahwa dia telah menyerap kenangan
Claire, dan dia memberikan kepadaku tulisannya tentang integrasi dengan Claire.
25 Agustus 1996 Kepada Dr. Baer Penyatuan Claire Pada 22 Agustus 1996, Claire berintegrasi dengan saya. Pengalaman ini cukup
berbeda dari penyatuan dengan Julie, dan saya mendapati diri saya merasa puas.
Berikut ini adalah apa yang kami alami.
Pada harihari menjelang sesi kita yang telah dijadwakan, Claire mulai
mencurahkan sebagian kenangannya kepada saya. Menurut perasaannya ini akan
menjadikan penyatuan berjalan lebih lancar. Saya juga merasakan ketakutan Claire
dan pada malam hari, saya takut seseorang akan duduk di ranjang saya. Saya
menjadi agak gugup memikirkan apa yang akan terjadi saat saya menjumpai Anda
karena Claire memiliki perasaan yang kuat terhadap Anda. Setelah tiba di kantor
Anda saya memberikan surat Claire kepada Anda dan Anda membaca nya. Saya
memikirkan apa yang ditulisnya tapi saya menghormati privasinya dan menyadari
bahwa saya akan segera tahu.
Setelah menjelaskan tentang proses integrasi dengan urutan yang sama seperti
yang kualami, Karen melanjutkan dengan mendeskripsikan sebagian kenangan barunya
dan perubahan yang terjadi di dalam dirinya ....
Claire bahagia saat berada di dekat Anda. Saya merasa sedikit cemburu. Saya
menyaksikan dia meletakkan kepalanya di bahu Anda dan Anda mengalungkan lengan
Anda ke tubuh nya. Dia tampak sangat senang. Claire meragukan keinginan nya
untuk menyatukan diri. Saya rasa dia takut akan kehi /angan Anda Dr. Baer.
Claire memeluk Anda dan bergeser ke pangkuan saya
lalu mulai menangis. Saya mengatakan kepa danya bahwa dia telah sangat banyak
menolong saua sehing ga saya sangat bersyukur karena telah memilikinya sepanjang
waktu ini. Perkataan saya sepertinya berhasil menenangkan nya dan dia pun
merangkak memasuki tubuh saya. untuk pertama kalinya selama bertahuntahun kami
bersamasama dalam menjalani terapi, saya merasa disayangi dan dipedulikan oleh
Anda. Claire tentu sangat menyayangi dan memercayai Anda karena saya
merasakannya. uhtuk pertama kalinya dalam 23 tahun, saya mandi berendam alih-alih menggunakan
pancuran. Saya bahkan memakai sabun wangi.
Saya mendapatkan kesenangan saat bermain dengan anakanak saya.
Saya memerhatikan pemak-pemik yang cantik. Saya merasa lebih feminin. Saya
memakai body htion. Saya membeli bra baru dengan celana dalam senada (sangat perempuan saya tidak ?pernah membeli bendabenda cantik sebelumnya).
Saya menangis saat menonton kisah cinta.
Saya mendambakan susu cokelat.
Saya menyisir rambut dan mengecat kuku putri saya.
Saya merasa lebih muda. Saya bisa terus-menerus membicarakan perasaan saya yang membaik, namun terdapat
keburukan yang menyertai setiap kebaikan, dan saya harus menceritakan hal-hal
berikut kepada Anda. Claire lahir pada 29 Oktober 1967, pada komuni pertama saya. Mereka menghina
saya mempermalukan saya menyen tuh saya mengatakan hal-hal mesum kepada saya
menyum pah-nyumpahi saya tidak tahan lagi. Clair lahir untuk meno hng, agar ?saya tetap cantik, dan menjadi anak perempuan dan cucu yang sempurna. Jangan
melawan, kata mereka. Kamu di sini untuk mematuhi kami. Jangan pernah bilang
tidak! Patuhilah perintah Tuhan. Saun putih. Sefaks gaun putih. Tidak ada warna di
ruangan itu, hanya abu-abu. Rumah Duka. Selak tawa. Pria-pria jahat. Pendeta
jahat. Tidak seorang pun bisa menolong. Telepon berdering: pukul satu dini hari.
Jawablah. Pergilah bersama mereka. Perintah Tuhan. Peralatan telah disiapkan.
Berbaringlah. Kumohon, jangan lakukan ini. Jangan bergerak. Jarum di puting
payudara. Rasa sakit dimulai. Claire memanggil Miles.
Dr. Baer, saya tidak mampu memaparkan detaildetail kenangan itu. Saya harap
katakata membantu Anda dalam memahaminya. Saya tidak ingin memikirkannya.
Mengapa mereka memilih saya" Bagaimana para pria itu bisa saling bertemu"
Bagaimana mungkin Claire bisa tetap memercayai mereka setelah diperlakukan
seperti itu" Bagaimana Claire bisa tetap bersikap manis" Saya tidak mengerti.
"Claire menyimpan banyak perasaan untuk Anda, Dr. Baer." Karen duduk di
hadapanku dan tampak lebih lembut. Itu terlihat dalam posturnya, juga dalam
caranya sedikit menelengkan kepala. Setelah melakukan integrasi untuk kedua
kalinya, Karen menjadi manusia yang lebih utuh, tapi kali ini aku bisa benarbenar melihatnya. Aku juga menyimpan perasaan untuk Claire dan ini membuatku
memikirkan bagaimana aku selalu berusaha membiasakan diri dengan jadwal
kunjunganku dengan anak-anakku sendiri, dan tentang anak perempuanku yang sebaya
dengan Claire dan merasa tertekan akibat aku tidak lagi tinggal serumah
dengannya. "Apa lagi yang kamu perhatikan?" tanyaku.
"Saya mencoba bermain dengan anakanak saya. Saya harus memilahmilah dan memilih
kenangan Claire agar bisa bermain. Claire sering dipermainkan. Saat
bermain dengan Ayah, dia selalu dikenai hukuman fsik. Saat Ayah bermain kartu
bersama teman-temannya, pemenangnya boleh melecehkan Claire. Saat kami bermain
Monopoli dan dia tiba di petak tertentu, dia akan ditusuk menggunakan jarum."
"Kamu masih membicarakan hal-hal yang menimpa Claire."
"Saya memiliki kenangan itu sekarang, tapi saya tidak merasa pernah mengalami
semua itu." "Mungkin kamu akan merasakannya seiring waktu," ujarku, memikirkan apakah hal
itu perlu dikhawatirkan. "Apa lagi?"
"Keinginan untuk menyakiti diri sendiri kembali muncul sedikit, namun rasanya
itu tidak berasal dari Claire. Ada sosok lain yang marah akibat apa yang saya
tuliskan." "Mungkin kita bisa mencari tahu tentang hal itu," ujarku, dan aku melanjutkan
sesi itu dengan menghipnosis Karen untuk melihat apakah ada sosok lain yang bisa
memberi tahu kami soal keinginan untuk menyakiti diri sendiri ini. Karen duduk
di kursinya, tampak santai dan luwes. Aku menanyakan apakah ada yang ingin
berbicara kepadaku tentang keinginan Karen untuk menyakiti dirinya sendiri, dan
dia menegakkan badan, lalu memandangku dengan mata yang memancarkan ketakutan
dan kemarahan. "Aku tidak suka jika semua orang bersatu!" Karen membentak.
"Siapakah ini?" aku bertanya. "Kari."
"Kari!" ujarku. Siapa lagi Kari ini" Aku berusaha mengingat-ingat. Secara
samarsamar, aku ingat bahwa Kari dikaitkan dengan hal-hal terburuk yang terjadi
pada Karen, dan bahwa dia adalah "si Jahat". "Kekhawatiran apakah yang kamu miliki
jika seluruh sosok bersatu?" tanyaku, setulus-tulusnya.
"Apa lagi pekerjaanku sekarang" Semua orang mempelajari segalanya!" Karen,
sebagai Kari, gemetar dan menantangku dengan tatapan matanya.
"Pekerjaanmu?" Kari memandangku, tampak putus asa, seolaholah aku adalah seorang idiot.
"Ya, pekerjaanku!" tukasnya. "Soal sekte itu. Kami seharusnya merahasiakannya.
Aku dan Elise. Hanya kami yang tahu soal itu!" Kari memelototkan mata,
menyorotkan pandangan ke seluruh ruangan.
Aku harus menenangkannya; dia ketakutan dan marah. Aku akan berusaha mengalihkan
perhatiannya. "Ceritakanlah kepadaku, Kari, kapankah kamu lahir" Apakah yang terjadi ketika
itu?" "Aku lahir di tengah ritual," kata Kari, pertanyaanku membuatnya jengah. "Aku
tahu tentang semua detailnya terburuk dari yang paling buruk. Mereka ?menggunakan bahasa yang berbeda-beda. Aku menandatangani dengan darahku bahwa
aku milik iblis Suaranya kembali terdengar nyaring dan penuh emosi.
"Berapakah umurmu, Kari?" aku bertanya, menyelanya dan secara sengaja
memperlambat kecepatan berbicaraku.
"Sepuluh." "Dan kamu lahir untuk menyimpan rahasia?" "Ya."
"Dan, bagaimana tepatnya kamu lahir?" Aku maju secara perlahan-lahan sekarang,
berbicara dengan lembut. Pertanyaan yang kulontarkan tersebut tidak ada artinya,
selama Kari tidak harus berusaha
mempertahankan diri dengan menyampaikan jawaban faktual yang tidak terbantahkan.
Sesungguhnya aku hanya tertarik untuk memaksa Kari mengadopsi laju mentalku,
sehingga dia dapat menanggalkan kebiasaan histerisnya.
"Merekalah yang menyebabkan kami terpecah belah. Miles muncul sendiri serta
menciptakan aku dan Elise. Miles menanggung rasa sakit; aku menanggung katakata
mereka. Saat Miles tidak tahan lagi, aku juga akan muncul." Kari tampak lebih
tenang. "Kamu menyerap katakata dan merahasiakannya?" tanyaku dengan kecepatan rendah
yang selalu terjaga. "Ya. Aku juga menghancurkan banyak surat untukmu."
"Surat untuk saya?" aku terkejut.
"Ya," katanya tanpa sedikit pun ketertarikan. "Yang lain ingin menceritakan
banyak hal kepadamu, tapi aku menghentikan mereka. Aku menghancurkan surat-surat
itu sebelum terlambat."
"Terlambat?" tanyaku. "Mengapa kamu tidak ingin mereka bercerita kepadaku?"
"Mereka akan membunuhmu." Kari memandangku, dan aku melihat campuran antara
ketakutan dan kasih sayang di matanya.
Karena Kari baru berumur sepuluh tahun, dan aku menduga bahwa dia tahu
sosoksosok lainnya memercayaiku, terutama Holdon, Katherine, dan Miles, kurasa
aku bisa mengunggulinya hanya dengan memanfaatkan katakata. Dia bersedia
digiring oleh nada bicaraku sehingga aku mungkin dapat menggunakan wewenangku
untuk melawan sebagian keyakinan salah yang dipegangnya dengan teguh. Aku telah
mengatakan hal ini kepada sosoksosok yang lain, tapi sepertinya masingmasing dari mereka
perlu mendengarnya sendiri. Aku juga ingat bahwa aku harus berbicara sejenak
dengan Thea sebelum kami mengakhiri sesi hari ini.
"Kari, aku akan mengatakan beberapa hal penting kepadamu, jadi dengarlah baikbaik." Suaraku tidak mencerminkan kebengisan ataupun kegalakan, tapi
ketertarikan, ketulusan, dan ketegasan. Namun, aku tidak memberikan ruangan
untuk bantahan. "Orangorang dari ritual itu; mereka sekarang telah tiada. Mereka
tidak bisa menyakitiku dan mereka juga tidak bisa menyakitimu. Kejadian itu
berlangsung bertahuntahun lalu. Mereka semua sudah tiada." Kari tampak kaget,
tapi sikapnya mencair. "Penting bagiku memahami sebanyak-banyaknya tentang
dirimu, supaya kamu tidak perlu menyimpan rahasia lagi dariku. Tidak akan
berbahaya jika kamu bercerita kepadaku. Apakah kamu mengerti?" Aku menatap
langsung ke arahnya, mengetahui bahwa, pada usia sepuluh tahun, dia tidak cukup
kuat untuk membantahku. Kari mengangguk, ragu-ragu.
"Jika kamu khawatir, berbicaralah kepada Holdon, tapi kita berdua akan segera
berbicara lagi. Obrolan kita ini sangat menyenangkan. Bisakah kamu mundur dan
membiarkan aku berbicara dengan Thea?"
"Oke." Aku tahu bahwa dia mematuhiku. Penting bagiku untuk bisa mengendalikan
dia dan pikiran-pikiran kerasnya. Melalui sikap tangguh dan kebapakanku, dia
akan merasa aman, seperti layaknya bocah berumur sepuluh tahun.
Sikap urakan Kari digantikan oleh sikap lembut seorang gadis kecil.
"Apakah aku melakukan kesalahan?" tanya Thea, yang menatapku, lalu memalingkan
wajah. "Claire memintaku memeriksa apakah kamu baik-baik saja." Sekarang aku
menggunakan nada lembut, seperti seorang ibu.
"Aku bersama bayi."
"Karen Boo?" "Ya. Kalau aku memasuki Karen, aku akan membawa si bayi bersamaku."
"Gagasan yang bagus." Aku memikirkan bagaimana kami akan menyatukan bayi itu.
"Kita punya cukup banyak waktu; bisakah kamu menceritakan kepadaku bagaimana
kamu lahir?" "Aku enam tahun. Aku kelas satu. Aku harus menjaga agar semuanya baik-baik saja
di depan para guru karena Karen sakit. Aku harus pergi ke sekolah selama
beberapa waktu. Karen berada di dalamku selama sekitar setahun. Para guru
menyukaiku, tapi anakanak yang lain suka mengejekku; mereka memanggilku
Frankenstein" aku memandangnya dengan tatapan yang menandakan bahwa aku tidak ?mengerti-"karena bekas luka di keningku."
"Kapankah kamu lahir?"
"Waktu Karen meninggal yah, dia hanya meninggal semenit, lalu mereka ?menghidupkannya lagi. Tempatnya di Children's Memorial Hospital. Akulah yang
menjalani berbagai tes dan perawatan saat Karen masih bayi. Kami berlima saat
aku lahir. Katherine, Holdon, Karen Boo, lalu aku. Kami sakit tumor dan
aneurisme [dia tersendat-sendat saat menyebutkan kata ini] dan aku menjalani
operasi, radiasi, serta harus minum obat. Rambutku rontok semua. Aku lahir agar
Karen tidak mati." "Begitu, ya. Terima kasih. Kuharap kita bisa segera
berbicara lagi, Thea."
Aku menyuruhnya mundur dan meminta Karen kembali ke ruang amannya, mengatakan
kepadanya supaya mengingat semuanya, dan membawanya kembali ke kantorku. Dia
pergi, dan kami berdua sedikit terguncang akibat semua yang baru saja terjadi.[]
18 Sandy dan Milos "KAREN TIDAK tidur," kata Ann. Ann menelepon pada pukul 23.00, dan aku sedang
bersiap-siap tidur. Aku menerima telepon dari Karen hampir setiap malam, namun
kali ini lebih larut daripada biasanya. "Saat satu sosok tidur, sosok yang lain
mengambil alih; dia kewalahan dan tidak bisa terus bangun!" kata Ann. Aku juga,
pikirku. "Terima kasih, Ann. Aku akan mencoba menolong. Itu saja?" Aku betul-betul
kelelahan. "Tunggu sebentar." Suara di ujung sambungan berubah menjadi lebih parau dan
agresif. "Kamu mau memberi tahu mereka, kan?"
"Kari?" "Ya. Kalau kamu memberi tahu mereka, mereka akan membunuh kami."
"Kari, tahun berapakah sekarang?" "Sembilan belas enam lima."
"Kari, sekarang 1996. September. Tidak ada lagi yang bisa diberi tahu. Lagi
pula, aku tidak akan memberitahukan apa yang kamu katakan kepada siapa pun."
"Sembilan belas sembilan enam" Apa kamu yakin?"
"Lihatlah di koran, periksalah bersama Holdon, lalu kita akan membicarakan hal
ini bersama besok." Aku sudah mengatakan semua ini kepada Kari sebelumnya. Aku
memikirkan apa yang akan bisa membuatnya mengingatnya. Aku meminta Kari mundur.
"Oke," katanya. Karena menginginkan adanya peralihan, aku memperlakukan Karen
seolaholah dia sedang dihipnosis dan diam sejenak untuk melihat apakah mereka
memiliki kekhawatiran lain. Sebuah suara lain terdengar.
"Aku kembali bersama Katherine dan Ann."
"Halo, Miles, aku senang mendengarnya. Bagaimana keadaanmu?" "Keadaan kami tidak
terlalu baik. Sandy mencari-cari masalah. Kata Katherine, sebaiknya dialah yang
disatukan dengan Karen berikutnya."
"Baiklah, jika itu bisa menolong semua sosok yang lain," ujarku. Aku terkejut
karena mereka membuat keputusan mengenai Sandy, tapi aku akan melakukannya. Aku
harus tidur. Waktu sudah menunjukkan pukul 23.40. Aku menyuruh Miles mundur dan
meminta untuk berbicara dengan Karen, mengatakan kepadanya bahwa semua sosoknya
akan tidur malam ini. Saat aku membangunkannya, dia terkejut karena mendapati
dirinya sedang berbicara denganku di telepon. Aku menyuruhnya beristirahat.
LARUT MALAM) berikutnya, Karen kembali meneleponku ketika itu pukul 23.30.?"Karen ingin pergi ke pusat kota untuk menonton Oprah," kata suara Kari di
telepon, "tapi aku menghentikannya. Bagai-sanDy Dan mILes317mana kalau ada yang
melihat kami" Mereka akan datang dan membunuh kami."
"Kamu tidak akan disakiti lagi oleh orangorang itu," ujarku dengan nada paling
meyakinkan. "Apakah kamu sudah berbicara dengan Holdon?"
"Ya. Sekarang memang 1996. Kenapa kamu tidak bohong padaku seperti semua orang
lain?" Kari berbicara dengan lirih dan tergesa-gesa. "Kudengar Sandy akan
disatukan. Apakah dia akan kesakitan?"
"Tidak akan sakit, Kari. Bagaimana jika kamu menyaksikan penyatuan Sandy"
Bisakah kamu melakukan itu?"
Menyingkap Karen Karya Richard Baer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kurasa bisa." "Bagus, kalau begitu, kamu bisa melihatnya sendiri." Terdapat jeda di ujung
sambungan, lalu terdengarlah suara baru.
"Dr. Baer, ini Ann," katanya dengan suara jernih dan merdu. "Saya khawatir jika
Sandy menyatu, kebiasaan makannya akan diturunkan kepada Karen."
"Kebiasaan Sandy akan menjadi bagian dari Karen," ujarku, "sama seperti
sekarang, sebenarnya. Saat dia menyatu, kebiasaannya akan menjadi encer, dan
tidak lagi muncul dalam bentuk murni seperti ketika dia muncul sebagai dirinya
sendiri." "Oh, begitu; itu masuk akal. Terima kasih."
Semua itu masih berkelebatan di dalam kepalaku saat aku berusaha tidur. Waktu
sudah menunjukkan lewat tengah malam.
KAREN MENYERAHKAN beberapa foto yang belum pernah kulihat. Foto pertama
menunjukkan Rumah Duka Pankartz & Sons, sebuah bangunan bata kecil berwarna
suram, tempatnya menjalani penganiayaan di ruang bawah tanah. Beberapa foto
berikutnya menunjukkan rumah tempatnya dibesarkan, halaman rumahnya, pintu akordeon menuju
kamarnya, yang tidak bisa menahan suarasuara saat orangtuanya mengadakan pestapesta seks, dan akhirnya foto ayahnya, ibunya, kakeknya, dan pamannya. Aku
menatap lekatlekat foto-foto hitamputih berukuran kecil tersebut untuk melihat
apakah aku dapat mengintip jiwa orangorang itu. Aku tidak bisa melakukannya.
Dalam foto-foto ini, ibunya tampil sebagai seorang wanita penuh gaya yang
menyukai kamera; ayahnya adalah seorang pria bertubuh besar dan kekar dengan
mata menunjukkan kebengisan dan kesombongan; kakeknya, yang fotonya pernah
kulihat sebelumnya, adalah seorang pria botak berpenampilan sederhana berwajah
garang. Pamannya membuang muka dari kamera. Entah bagaimana, setelah semua yang
diceritakan oleh Karen kepadaku, aku berharap sosoksosok dari masa lalunya ini
tampak buruk rupa di atas kertas foto tua. Sulit untuk membayangkan kekejaman
sadis dilakukan oleh orangorang berpenampilan biasa seperti itu. Hanya ibunya
yang masih hidup. Aku mengatakan kepada Karen bahwa aku senang karena dia
membawa foto-foto itu, sehingga aku bisa membayangkan ceritanya secara lebih
baik. Hari ini, kami akan mengintegrasikan Sandy. Aku tahu bahwa beberapa sosok lain
masih memiliki masalah yang mendesak, sehingga setelah menghipnosis Karen, aku
menanyakan apakah ada yang ingin berbicara denganku.
"Dr. Baer, ini Thea."
"Apa yang merisaukanmu, Thea?"
"Aku tidak mau Sandy menghilang!"
"Apa masalahnya?"
"Tidak ada orang lain yang akan merawat si bayi. Ini
membuatku sedih. Aku tidak mau dia pergi." "Aku mengerti bahwa kamu akan merasa
berat selama beberapa waktu, tapi mengintegrasikan Sandy saat ini adalah pilihan
terbaik bagi semua orang. Jika mungkin, kamu dan si bayi akan segera
diintegrasikan juga, jadi kamu tidak akan merasa kesepian, untuk selamanya."
"Baiklah, aku tahu bahwa inilah yang mereka semua inginkan ... tapi ... oke ... terima
kasih." "Aku akan segera berbicara denganmu lagi, Thea. Bisakah kamu mundur sekarang?"
Sejenak, wajah Karen tampak hampa. Lalu, dia mengerjap-ngerjapkan mata.
"Aku mendengarkan sosoksosok yang lain
"Kari?" "Ya ... aku lebih paham. Aku tidak akan mengganggu penyatuan Sandy hari ini, tapi
dia sedang sakit; kurasa dia gugup."
"Terima kasih ... ada lagikah yang mengganggu pikiranmu?"
"Pikiran-pikiranku mulai berubah," katanya, "sejak aku tahu tahun berapa
sekarang. Aku mencari-cari orangorang yang menyakiti kami, di jalanan, ke mana
pun kami pergi, tapi mereka tidak ada. Sebelumnya, aku hanya muncul di rumah
duka, atau di ruang bawah tanah gereja, atau di mana pun Karen disakiti. Kupikir
seluruh dunia berada di dalam satu ruangan."
"Ini perkembangan yang menakjubkan bagimu, Kari," ujarku, sepenuhnya terkesan.
"Beri tahu aku jika kamu membutuhkan pertolongan atau memiliki pertanyaan
tentang apa yang sedang kamu pelajari. Saya ingin menolongmu. Bisakah kamu
mundur dan kita akan melihat siapa lagi yang ingin berbicara?" Sejenak, wajah
Karen kembali tampak hampa.
"Semalam saya sakit karena Ibu ada di rumah," kata Sandy. Aku mengenali sikap
tak berdaya dan putus asanya, serta caranya duduk terkulai di kursi.
"Apa yang membuatmu sakit?"
"Ibu membentak-bentak saya, katanya saya tidak menghormatinya, katanya saya
tidak tahu membersihkan rumah, lalu dia menyuruh saya mengulangi pekerjaan
saya." "Aku mengerti kamu telah menanggung penderitaan akibat segala kekerasan itu
sendirian. Tapi, kamu tidak harus menanggungnya sendiri lagi setelah kamu
menyatu dengan Karen." Sandy mengangguk; bagaimana mungkin dia akan menolaknya"
Dia tidak bisa mengatakan tidak kepada siapa pun.
"Bagaimana aku harus memperkenalkanmu kepada Karen" Apa yang sebaiknya kukatakan
kepadanya?" Sandy bergerak-gerak canggung, tersipu-sipu malu. Dia menenangkan diri dan
memulai ceritanya. "Saya lahir saat Karen berumur sebelas atau dua belas tahun. Saya lahir untuk
menggantikan tempat Claire. Saya harus selalu setuju, dan saya akan melakukan
apa pun yang diperintahkan oleh orang lain kepada saya. Saya harus mendengarkan
semua kritik dan hinaan, terutama dari Ibu, Ayah, dan Josh. Tapi, di depan semua
orang lain, saya berpurapura bahwa segalanya baik-baik saja. Saya depresi, dan
makanan membuat saya merasa lebih baik. Saya tahu bahwa tubuh kami kegemukan,
tapi kapan pun saya keluar, saya harus makan. Katakanlah kepada Karen bahwa saya
menyesal Sandy terdiam dan tenggelam semakin dalam di kursinya, mengisyaratkan
bahwa dia telah mengatakan semua yang ingin disampaikannya.
"Sandy, maukah kamu menunggu di luar pintu kamar Karen?" dia mengangguk dan
menghilang. Aku kembali memanggil Karen dan meminta izinnya untuk memasuki
ruangan mungilnya. Dia mengizinkanku. Aku menyuruh Sandy masuk dan bergabung
bersama kami. "Dia sangat, sangat berat," kata Karen.
Aku memperkenalkan Sandy kepada Karen dengan informasi yang baru saja diberikan
oleh Sandy kepadaku, lalu meminta Karen menceritakan apa yang sedang terjadi
padanya. "Katanya, dia menyesali segala ketidakpatutan dan semua makanan itu. Dia juga
menyesal karena meminta Ibu datang ke rumah hari ini, tapi dia ingin Ibu
melihatnya sebagai Sandy untuk terakhir kalinya." Karen terdiam, menangani
sesuatu bersama Sandy di dalam dirinya.
"Sandy sudah siap," katanya. "Dia berharap, dengan ingatan-ingatannya, saya akan
mampu menghadapi masalahmasalah saya."
"Kalian akan menghadapinya bersamasama," ujarku. Keheningan menyusul, sehingga
aku merasa kelangsungan proses ini bergantung kepadaku. "Apakah kalian siap
disatukan sekarang?"
"Saya memegang tangannya," kata Karen, lalu dia menautkan alis dan sedikit
bergeser. "Dia terlalu cepat!" kata Karen. "Dia lebih lambat daripada Sandy; dia
ingin cepatcepat menyelesaikannya." Dia terdiam, dan wajahnya memerah,
seolaholah dia sedang menahan beban yang berat. "Dia sudah masuk."
Aku menunggu selama beberapa saat, membiarkan Karen menyelami proses apa pun
yang sedang dilaluinya. Aku tidak berpurapura memahami semuanya bagaimana ?proses penyatuan ini meruntuhkan tembok tinggi yang
membatasi wilayahwilayah ingatannya, yang telah begitu lama dijaganya supaya
tetap terpisah, atau mengapa dia hipersensitif terhadap cahaya dan suara pada
akhir proses, tapi sepertinya semua itu melengkapi apa yang kami usahakan dengan
susah payah. Karena setiap sosok terlahir utuh, yaitu satu sosok pada satu
waktu, kurasa masuk akal jika mereka juga dapat berintegrasi secara utuh.
"Bagaimanakah perasaanmu?" aku bertanya. "Sangat berisik." Karen mengernyitkan
wajah dan tampak pucat. "Badan saya terasa bengkak, sakit kepala saya makin
parah, dan saya juga mual."
"Itu akan segera berlalu."
"Saya tidak mengerti mengapa dia melakukan semuanya untuk semua orang. Kenangan
membanjiri saya." Karen bergidik. "Saya tidak menyukai perasaan ingin menemui
Ibu, atau ingin berziarah di kuburan." Karen terkulai lemas di kursinya. "Dia
sama sekali tidak pernah merasa nyaman dengan dirinya sendiri. Dia merasa lebih
buruk daripada saya." Aku berharap integrasi ini tidak membuat Karen tertekan
sehingga dia bisa membahayakan dirinya sendiri. Dia tentu pernah teramat sangat
dipermalukan. "Mata saya sakit cahaya di sini menyilaukan sekali, bahkan meskipun saya sudah
?memejamkan mata." "Indramu menjadi lebih peka selama beberapa saat setiap kali kita selesai
melakukan integrasi." Ujarku untuk mengingatkannya bahwa keadaan ini hanyalah
sementara. "Lalu lintas di luar sangat berisik!"
Sudahsaatnya aku membangunkannya dari hipnosis, sehingga aku mengatakan sesuatu
yang bernada positif untuk mengakhiri proses ini.
"Kurasa integrasi ini akan menolong kalian berdua. Sandy akan mendapatkan
manfaat dari penilaianmu yang lebih bagus, dan kamu akan mendapatkan rasa kasih
sayang dan kesukaannya menolong." Aku mengatakan kepada Karen bahwa dia akan
mengingat semua yang terjadi hari ini, lalu menyadarkannya dari trance-nya dan
mengembalikannya ke kantorku.
16 September 1996 Kepada: Dr. Baer Penyatuan Sandy
Pada Kamis, 12 September 1996, Sandy menyatu ke dalam diri saya. Saat Anda
memperkenalkannya saya merasa ti dok nyaman dan tidak terlalu menyukainya. Dia
menghambur memasuki tubuh saya sebelum saya siap dan mampu meng ubah pikiran
saya. Setelah kami bersatu, saya merasa sangat sensitif dan sedih. Saya jijik
terhadap kelemahannya dalam menghadapi orangorang. Bagaimana dia bisa menjadi
senaif itu" Bagaimana mungkin dia membiarkan semua orang meng ambil keuntungan
darinya" Saya merasa gemuk dan buruk rupa. Saya merasa seolaholah berat badan
saya bertambah 50 kg dalam semenit.
Selama beberapa hari berikutnya banyak hal berubah dalam cara saya berfungsi.
Saya tidak lagi bisa kehilangan waktu saat berhadapan dengan ibu, suami, dan
temanteman saya Hanna dan Rose. Ini membuat saya marah karena saya tidak mau
berurusan dengan mereka. Saya merasa seperti sedang di hukum. Hanna terusmenerus menelepon saya dan mengata kan betapa saya telah banyak berubah menjadi?lebih buruk, menurut dia. Hanna selalu memanfaatkan saya. Rose selalu mencuri
barang-barang dari rumah kami. Saya berusaha me mahami peranan penting yang
dimainkan oleh Sandy dalam kehidupan saya tapi akibat perasaan saya ini, saya
tidak bisa melihatnya. Saya yakin bahwa seiring semakin banyaknya ke nangan dan
perasaan yang tercurah pada diri saya bermacammacam hal akan tampak berbeda
Tetapi, hingga saat itu tiba saya merasa kacau.
Aku menyadari bahwa berintegrasi dengan Sandy bukanlah hal yang menyenangkan
bagi Karen. Tidak ada yang bisa disyukuri dari bawaan Sandy: pada dasarnya
begitu banyak kepedihan, rasa malu, dan ketidakberdayaan. Memutuskan urutan
integrasi adalah pekerjaan yang sulit. Aku ingin menyerahkan pilihannya pada
sistem Karen; kurasa mereka akan lebih bijak dalam hal ini, dan memilih akan
menjadikan mereka lebih termotivasi untuk menanggung konsekuensi integrasi.
Karen kembali menemuiku beberapa hari kemudian, tampak letih dan depresi;
membungkukkan punggung dan menundukkan kepala. Dia bergerak lamban dan
menjatuhkan diri ke kursinya dengan ogah-ogahan.
"Sulit sekali untuk mencapai tempat ini," katanya, "karena koordinasi saya
kacau. Saya gugup saat mengemudi." Air mata membasahi pelupuk matanya. Aku
menunggu. "Sandy tentu banyak bercerita untuk mencari simpati, untuk menyenangkan orang
lain. Dia sering berbohong supaya tidak dipersalahkan. Dia akan purapura sakit
untuk menarik simpati Ibu; karena itulah Ibu baik padanya." Dia kembali terdiam.
Sekali lagi, aku menunggu. "Saya menyantap makanan yang tidak saya sukai. Saya
harus berhenti dan menyadari bahwa saya tidak menyukainya, lalu berhenti makan."
Dia menggeleng. "Josh menghina saya setiap hari. Saya tidak pernah mendengar
hinaan semacam itu sebelumnya. Saya tentu mengalihkan waktu pada Sandy saat Josh
mulai mengata-ngatai saya." Karena itulah aku tak pernah mendengar banyak
mengenai hal ini, pikirku.
"Tidak ada yang mau menolong saya," lanjutnya. "Tidak ada yang peduli." Karen
membenamkan wajahnya ke tangan, dan air matanya mulai mengalir.
"Mengintegrasikan Sandy adalah beban yang berat," ujarku, "karena dia menanggung
banyak penderitaan. Mungkin kita dapat menemukan cara terbaik untuk menolongmu
dengan mendiskusikan hal ini bersama beberapa sosok yang lain." Karen mengenali
ucapanku sebagai pertanda akan dimulainya bagian hipnosis dalam sesi kami; dia
mengangguk, dan kami pun menjalani proses induksi seperti biasanya.
"Karen menjadi cengeng," kata Miles dengan gaya meremehkan.
"Karena pengaruh Sandy?" tanyaku. Aku menyukai Miles. Dia secara konsisten
menunjukkan keberanian. "Kurasa begitu. Dia butuh pertolongan."
"Apakah kamu mau menolongnya?" Miles menatapku dengan ekspresi terkejut dan
kebanggaan tersamar. Kami membicarakan apakah yang akan terjadi padanya jika dia menyatu dengan
Karen, bagaimana dia dapat meminjamkan kekuatan dan menjadi tulang punggung
mereka. Miles mundur. "Keadaan berangsur-angsur membaik, meskipun sepertinya kacau," kata Holdon.
"Saya mengkhawatirkan keinginan bunuh diri Sandy. Saya tidak bisa melihatnya
lagi; yang ada hanyalah bayangan samarsamar dari sosoksosok yang telah
terintegrasi." "Seperti bayangan?"
"Ya, yang menaungi Karen." Dia terdiam selama satu atau dua detik. "Saya rasa
menyatukan Miles adalah gagasan yang bagus. Saya bisa mengatasi
bermacammacam hal yang berhubungan dengan anakanak di dalam."
"Baiklah, kalau begitu, kita akan merencanakan integrasi dengannya pada
kesempatan berikutnya."
KETIKA ITU pukul satu siang, dan Karen memiliki janji temu pukul dua. Telepon
berdering. Karen berbicara dengan suara kecil dan terguncang. Katanya, dia
berada di planetarium, menghadap ke danau. Dia berpikir untuk melompat ke danau,
dia kehilangan waktu, dan sekarang mendapati dirinya berada di sana. Aku
bersyukur diriku tidak sedang berada dalam sesi bersama pasien lain ketika itu.
Katanya, dia berusaha keras untuk tidak kehilangan waktu; dia takut dirinya akan
melakukan sesuatu yang buruk. Karen jelas tidak bisa menguasai dirinya sendiri,
dan aku membutuhkan seseorang yang bisa menolongnya. Melalui telepon, aku
cepatcepat menghipnosisnya dan meminta kehadiran Holdon, yang ternyata tidak
sedang mengawasi situasi Karen. Aku memintanya untuk mengambil alih dan membawa
Karen memenuhi janji temunya. Dia meyakinkanku bahwa dia akan melakukannya.
Meskipun baru saja menghadapi kekacauan, Karen tidak terlambat menghadiri janji
temunya. Setelah dihipnosis, Kari yang pertama kali berbicara.
"Aku tidak akan membiarkanmu mengintegrasikan Miles," kata Kari, lebih ketakutan
alih-alih marah. Aku menelengkan kepala dan menanyakan alasannya. "Aku, Miles,
dan Elise kamilah yang berurusan dengan iblis. Iblis dalam diriku sangat kuat."?Aku harus melakukan terapi bersama Kari sebelum kami dapat mengintegrasikan
Miles. "Apakah kamu pernah melihat iblis itu?" tanyaku.
"Tidak, tapi aku tahu dia ingin aku melakukan apa."
"Bagaimana kamu mendapatkan pesan dari iblis itu?"
Di Gua Kelelawar 2 Pendekar Rajawali Sakti 125 Rahasia Candi Tua Pedang Ular Mas 18
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama