Ceritasilat Novel Online

Domba Domba Telah Membisu 5

Domba Domba Telah Membisu The Silence Of The Lambs Karya Thomas Haris Bagian 5


membantunya bernapas. Tate menemukan denyut nadi. Dan embusan napas, perlahan
dan tak teratur. Pembry masih sanggup bernapas tanpa bantuan.
Radio Tate bergemeresik. Letnan polisi di luar gedung mengambil alih komando dan
menanyakan situasi. Tate harus memberi laporan.
"Coba kemari, Murray," Tate memanggil anak buahnya yang masih muda. "Temani
Pembry dan pegang dia di mana dia bisa merasakan tanganmu. Bicaralah dengan
dia." "Siapa namanya, Sarge?" Murray tampak pucat.
"Namanya Pembry, sekarang bicaralah dengan dia, brengsek."
Perhatian Tate beralih ke radio. "Dua petugas jatuh, Boyle mati dan Pembry
cedera berat. Lecter menghilang. Dia bersenjata - dia mengambil pistol mereka.
Sabuk dan sarung pistol ada di meja."
Suara si letnan kurang jelas karena terhalang dinding-dinding tebal.
"Konfirmasikan, tangga aman untuk tandu?"
"Ya, Sir. Hubungi lantai empat sebelum dibawa naik. Di setiap bordes ada
penjaga." "Roger, Sersan. Pos Delapan di luar sepertinya melihat gerakan di balik jendela
lantai empat gedung utama. Semua pintu keluar dijaga, dia tidak mungkin lolos.
Pertahankan posisi di bordes. SWAT
sedang menuju ke sini. Kita biarkan SWAT memaksanya keluar.
Konfirmasikan." "Roger. SWAT akan bergerak."
"Senjata apa yang dipegangnya?"
"Dua pistol dan sebilah pisau, Letnan - Jacobs, coba periksa apakah masih ada
amunisi di sabuk-sabuk mereka."
"Kantong amunisi Pembry masih penuh," jawab Jacobs.
"Kantong Boyle juga. Si tolol tidak mengambil peluru tambahan."
"Jenis pelurunya?"
"Tiga-delapan +Ps jacketed hollowpoints "
Tate kembali bicara lewat radio. "Letnan, sepertinya dia pegang dua
.38 isi enam. Kami sempat mendengar tiga tembakan dan kedua kantong amunisi
masih penuh, berarti pelurunya mungkin tinggal sembilan. Beritahu SWAT pelurunya
+Ps jacketed hollowpoints.
Bajingan itu mengincar wajah."
Plus Ps termasuk hot rounds, namun takkan menembus pelindung tubuh SWAT.
Tembakan yang mengenai wajah kemungkinan besar berakibat fatal, tembakan yang
mengenai anggota tubuh akan melumpuhkan.
"Tandu sudah dibawa naik, Tate." Mobil-mobil ambulans tiba dalam waktu sangat
singkat, namun rasanya masih kurang cepat bagi Tate, yang terus mendengar
erangan-erangan memilukan dari mulut Pembry. Murray, sambil memalingkan wajah,
masih memegangi tubuh yang kejang-kejang itu sambil berusaha bicara dengan nada
menenangkan, "Kau tidak apa-apa, Pembry, jangan kuatir." Ia mengatakannya
berulang-ulang, dengan suara memelas.
Begitu melihat petugas-petugas ambulans di bordes, Tate berseru, "Corpsman
seperti yang dilakukannya waktu perang.
Ia meraih pundak Murray dan menariknya mundur. Para petugas- ambulans bekerja
dengan cekatan. Mereka segera mengikat tangan yang terkepal dan penuh darah itu,
memasukkan selang oksigen, dan menempelkan perban bedah tanpa perekat untuk
memberi tekanan pada wajah dan kepala yang berdarah-darah-Salah satu dari mereka
hendak menancapkan jarum untuk memasang kantong plasma darah, tapi rekannya,
yang telah memeriksa tekanan darah dan denyut nadi, menggelengkan kepala dan
berkata, "Bawa turun saja."
Sejumlah perintah disampaikan melalui radio. "Tate, tarik para petugas dari
menara dan tutup semua pintu. Amankan pintu-pintu dari gedung utama, dan awasi
dari bordes. Saya akan mengirim rompi dan senapan. Tangkap dia hidup-hidup kalau
dia mau keluar, tapi jangan ambil risiko ekstra untuk menyelamatkan dia. Paham?"
"Paham, Letnan."
"Tak ada yang masuk gedung utama selain tim SWAT.
Konfirmasikan." Tate mengulangi perintah itu.
Tate memahami tugasnya. Ini terbukti ketika ia dan Jacobs mengenakan rompi
antipeluru dan mengikuti tandu yang dibawa turun ke ambulans. Regu kedua
menyusul bersama Boyle. Para penjaga bordes tampak marah ketika kedua tandu
melewati mereka, tapi Tate segera memberi nasihat, "Jangan mati konyol karena
emosi." Sementara sirene terdengar meraung-raung di luar, Tate.
ditemani Jacobs yang berpengalaman, memeriksa semua ruang kantor dengan hatihati dan menutup menara. Angin sejuk berembus di koridor lantai empat. Di balik pintu, di ruangan-ruangan
gedung utama yang luas dan gelap, terdengar bunyi telepon berdering-dering tanpa
henti. Tombol-tombol pada pesawat-pesawat telepon di seluruh gedung kelap-kelip
bagaikan kunang-kunang. Pihak pers telah mendapat kabar bahwa Dr. Lecter
terkurung di dalam gedung, dan wartawan-wartawan radio dan TV langsung berlombalomba memperoleh kesempatan mewawancarai sang monster. Untuk menghindari ini,
pihak SWAT biasanya memutuskan semua sambungan telepon, kecuali satu yang
digunakan oleh juru runding. Namun gedung ini terlalu besar, ruang-ruang
kantornya terlalu banyak.
Tate menutup dan mengunci pintu ruangan-ruangan tempat pesawat telepon berkelapkelip. Dada dan punggungnya basah dan terasa gatal di balik rompi.
Ia meraih radionya. "Pos Komando, di sini Tate, menara sudah diamankan, ganti."
"Roger, Tate. Kapten menunggumu di PK."
"Ten-four. Lobi menara masuk."
"Ya, Sarge." "Saya sedang di lift. Saya akan turun."
"Oke, Sarge." Jacobs dan Tate sedang menumpang lift ke lobi ketika setetes darah mengenai
pundak Tate. Satu tetes lagi jatuh ke sepatunya.
Ia menatap langit-langit lift, menyentuh lengan Jacobs, memberi isyarat agar
rekannya tidak bersuara. Darah menetes dari celah di sekeliling pintu reparasi
di bagian atas lift. Perjalanan turun ke lobi terasa lama sekali. Tate dan
Jacobs keluar sambil mundur, dengan senjata terarah ke langit-langit. Tate
meraih ke dalam dan mengunci elevator.
"Ssst," Tate berkata di lobi. Pelan-pelan ia menambahkan,
"Berry, Howard, dia di atas lift. Awasi terus."
Tate keluar lewat pintu utama. Van SWAT yang berwarna hitam tampak di pelataran
parkir. Tim SWAT selalu membawa aneka macam kunci lift.
Dalam sekejap saja mereka sudah siap bergerak. Dua petugas SWAT dengan pelindung
tubuh berwarna hitam dan headset naik tangga sampai ke bordes lantai tiga. Tate
disertai dua petugas lain di lobi. Senapan-senapan mereka terarah ke langitlangit elevator. Seperti semut besar yang suka berkelahi, pikir Tate.
Komandan tim SWAT berbicara melalui headset-nya. "Oke, Johnny."
Di lantai tiga, jauh di atas lift, Officer Johnny Peterson memutar anak kuncinya
dalam lubang kunci dan pintu lift membuka. Lubang lift tampak gelap. Sambil
telentang di lantai koridor, ia mengambil granat asap dari rompi dan
meletakkannya di sampingnya. "Oke, aku mau mengintip dulu."
Ia mengambil cermin bertangkai panjang dan menjulurkannya tnelewati tepi lubang,
sementara rekannya mengarahkan berkas senter yang terang ke bawah.
"Aku melihatnya. Dia di atas lift. Di sampingnya ada senjata. Dia tidak
bergerak." Di earphone Peterson terdengar pertanyaan, "Tangannya kelihatan?"
"Sebelah tangannya kelihatan, yang satu lagi tertindih di bawahnya. Badannya
terbungkus seprai." "Peringatkan dia."
"LETAKKAN TANGAN ANDA DI ATAS KEPALA DAN JANGAN
BERGERAK," seru Peterson ke dalam lubang.
"Dia tidak bereaksi, Letnan... Oke."
"KALAU ANDA TIDAK MELETAKKAN TANGAN DI ATAS KEPALA, SAYA AKAN MELEMPARKAN GRANAT
ASAP. ANDA SAYA BERI WAKTU
TIGA DETIK," Peterson kembali berseru. Dari rompinya ia mengambil ganjal pintu
yang termasuk perlengkapan standar petugas SWAT.
"OKE, HATI-HATI DI BAWAH SANA - SAYA AKAN MELEMPAR." Ia melemparkan ganjal pintu
dan melihatnya membentur sosok di atas lift.
"Dia tidak bergerak, Letnan."
"Oke, Johnny, pintu reparasi akan kami buka dengan tongkat dari luar. Kau bisa
lindungi kami?" Peterson berguling ke posisi tiarap.
Ia membidik sosok di bawah dengan Colt 10 mm di tangannya. "Oke, kalian bisa
mulai." Peterson mengintip ke bawah dan melihat garis terang di sekeliling pintu
reparasi yang sedang didorong oleh rekan-rekannya di lobi. Sosok yang diam itu
setengah menindih pintu reparasi dan sebelah lengannya bergerak ketika para
anggota tim SWAT mendorong dari bawah. Jari Peterson semakin kencang menempel pada picu Colt-nya.
"Tangannya bergerak, Letnan, tapi sepertinya karena terdorong pintu."
"Roger. Dorong terus."
Pintu reparasi membuka dan didorong sampai bersandar pada dinding lubang lift.
Peterson sulit melihat karena adanya cahaya dari arah berlawanan. "Dia tidak
bergerak. Tangannya tidak memegang senjata."
Suara tenang di telinganya berkata, "Oke, Johnny, tahan dulu.
Kami akan masuk, jadi awasi situasi dengan cerminmu. Kalau ada tembakan, maka
itu tembakan kami. Jelas?"
"Jelas." Di lobi, Tate memperhatikan bagaimana mereka memasuki lift.
Penembak dengan senapan berisi peluru berdaya tembus tinggi mengarahkan
senjatanya ke langit-langit elevator. Rekannya memanjat tangga aluminium dengan
membawa pistol otomatis kaliber besar dengan senter terpasang di bawah laras.
Cermin dan pistol berlampu disodorkan lebih dulu melalui pintu reparasi. Kepala
dan pundak petugas itu menyusul. Tak lama kemudian, ia menyerahkan revolver .38
ke bawah. "Dia mati," ia melaporkan.
Tate bertanya-tanya apakah kematian Dr. Lecter berarti Catherine Martin akan
tewas pula. Semua informasi di dalam kepala Lecter hilang ketika ia mengembuskan
napasnya yang terakhir. Para anggota tim SWAT menariknya ke bawah, dengan kepala
lebih dulu, dan mayatnya disambut terlalu banyak tangan. Sungguh pemandangan yang janggal di dalam sebuah kotak terang benderang.
Lobi mulai ramai. Petugas-petugas polisi mendesak maju agar bisa melihat.
Seorang sipir menerobos kerumunan dan menatap lengan bertato yang terentang
lebar. "Ini Pembry," katanya.
Bab Tiga Puluh Delapan Petugas paramedis di dalam ambulans berpegangan untuk menghadapi gerak mengayun
kendaraan yang sedang melaju kencang itu. Ia berpaling ke radionya dan memberi
laporan kepada atasannya di ruang gawat darurat. Suaranya terpaksa dikeraskan
untuk mengalahkan sirene yang meraung-raung. "Dia koma, tapi tanda-tanda
kehidupannya cukup baik. Tekanan darahnya bagus. Seratus tiga puluh-sembilan
puluh. Yeah, sembilan puluh. Denyut nadi delapan lima. Beberapa luka parah di
wajah dengan daging terkelupas, sebelah bola mata terlepas. Saya sudah membalut
wajahnya dan memasang selang oksigen. Kemungkinan ada luka tembak di kepala,
tapi saya tidak bisa memastikannya." Pada tandu di belakangnya, kedua tangan
berlumuran darah yang semula terkepal tampak mengendur. Tangan kanan bergeser,
meraih gesper pengikat dada.
"Saya tidak berani memberi tekanan terlalu besar pada kepalanya - dia sempat
kejang-kejang sebelum dipindahkan ke tandu.
Yeah, dia dalam posisi Fowler sekarang."
Di belakang anak muda itu, tangan tadi meraih perban dan mengusap-usap mata.
Si petugas paramedis mendengar desis selang oksigen di belakangnya. Ia membalik
dan melihat wajah yang berdarah-darah itu di depan hidungnya. Ia tidak melihat
pistol yang diayunkan, dan pistol itu menghantam kepalanya di atas telinga.
Mobil ambulans itu berhenti di tengah jalan bebas hambatan berjalur enam. Para
pengemudi kendaraan di belakangnya bingung.
Mereka membunyikan klakson, ragu-ragu untuk mendahului ambulans itu. Terdengar
dua letupan kecil menyerupai bunyi knalpot di tengah lalu lintas, dan ambulans
itu maju lagi, mula-mula oleng, lalu lurus, berpindah ke jalur paling kanan.
Pintu keluar bandara sudah tampak di depan. Ambulans itu merayap di jalur
lambat. Berbagai lampu darurat di sisi luarnya berkedap-kedip, wiper-nya hidup
sejenak, lalu mati. Sirenenya meraung sekali lagi, kemudian terdiam dan lampu-lampu yang berkedapkedip pun padam. Ambulans itu meluncur ke pintu keluar, menuju Memphis
International Airport yang diterangi lampu sorot, melewati jalan melingkar
sampai ke gerbang otomat tempat parkir bawah tanah yang luas. Sebuah tangan
berdarah muncul untuk mencabut karcis. Sesaat kemudian ambulans itu telah
memasuki terowongan dan menghilang dari pandangan.
Bab Tiga Puluh Sembilan Dalam keadaan biasa, Clarice Starling pasti ingin melihat rumah Crawford di
Arlington, tapi kabar mengenai pelarian Dr. Lecter yang didengarnya melalui
radio mobil segera membuyarkan keinginan itu.
Ia mengemudi seperti robot. Ia melihat rumah rapi berjaya ranch dari tahun 50-an
itu tanpa penuh minat, dan hanya sepintas saja ia bertanya-tanya apakah jendela
redup dengan tirai tertutup di sebelah kiri adalah tempat Bella berbaring. Bunyi
bel pintu terasa terlalu keras. Crawford membuka pintu pada deringan kedua. Ia
mengenakan jaket longgar dan sedang bicara melalui telepon wireless.
"Copley di Memphis," katanya. Ia memberi isyarat agar Starling mengikutinya dan
menuju dapur sambil bergumam ke telepon.
Di dapur, seorang juru rawat mengeluarkan botol kecil dari lemari es dan
mengamatinya di depan lampu. Crawford menatapnya sambil mengangkat alis, tapi
wanita itu menggelengkan kepala.
Kehadiran Crawford tidak diperlukan.
Ia mengajak Starling ke ruang kerja, menuruni tangga. Starling segera tahu
ruangan itu bekas garasi dua mobil yang telah dirombak.
Ruangannya cukup luas, dengan sofa dan kursi-kursi. Pada meja tulis yang penuh
barang, monitor komputer berpendar hijau di samping alat ukur ketinggian bintang
yang antik. Karpetnya keras, seakan-akan melapisi lantai beton. Crawford
Starling mempersilakan duduk.
Crawford menutupi alat penerima telepon. "Starling, aku tahu ini tidak mungkin,
tapi apakah kau memberikan sesuatu pada Lecter di Memphis?"
"Tidak." "Coba ingat baik-baik."
"Tidak ada yang kuberikan."
"Kau mengambil gambar-gambar dan barang-barang dari selnya."
"Ya, tapi tidak jadi kuserahkan. Semuanya masih dalam tasku.
Justru dia yang memberikan berkas kasus padaku."
Crawford menjepit telepon dengan pundak dan rahang. "Copley, itu hanya omong
kosong tak berdasar. Labrak bajingan itu sekarang juga. Langsung ke atasannya di
FBI. Dan pastikan bahwa hotline kita terpasang bersama yang lain. Burroughs yang
akan menanganinya setelah terpasang." Ia mematikan telepon dan menyelipkannya ke
dalam kantong. "Mau minum kopi, Starling" Coke?"
"Ada apa sebenarnya?"
"Chilton curiga kau memberikan sesuatu pada Lecter, sehingga dia bisa membuka
borgol. Bukan dengan sengaja, katanya - hanya karena lalai." Kadang-kadang mata
Crawford tampak menyala-nyala karena marah. Ia memperhatikan reaksi Starling.
"Apakah Chilton sempat merayumu" Itu sebabnya dia selalu mencari gara-gara?"
"Mungkin. Aku minta kopi saja, tanpa susu, terima kasih."
Crawford pergi ke dapur. Starling menarik napas panjang dan memandang
berkeliling. Bagi orang yang tinggal di asrama atau barak, setiap rumah terasa
nyaman. Meskipun Starling sedang diguncang kesulitan, kesan yang diperolehnya
mengenai kehidupan suami-istri Crawford di rumah ini membuatnya lebih tenang.
Crawford sudah kembali. Dengan hati-hati ia menuruni tangga sambil membawa dua
cangkir. Ia satu senti lebih pendek jika mengenakan sepatu moccasin. Ketika
Starling berdiri untuk menerima kopinya, mata mereka hampir sejajar. Crawford
berbau sabun, dan rambutnya tampak mengembang dan kelabu.
"Copley bilang ambulansnya belum ditemukan. Polisi disiagakan di seluruh wilayah
Selatan." Starling menggelengkan kepala.
"Aku belum tahu detail-detailnya. Aku baru mendengar laporan lewat radio - Dr.
Lecter membunuh dua petugas polisi dan melarikan diri."


Domba Domba Telah Membisu The Silence Of The Lambs Karya Thomas Haris di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dua sipir penjara." Crawford berpaling pada komputernya.
"Boyle dan Pembry. Kau sempat bertemu mereka?"
Starling mengangguk. "Mereka... mengusirku dari ruang tahanan. Mereka sekadar
menjalankan perintah." Pembry melewati Chilton, rikuh, tegas, namun sopanSilakan ikut saya, katanya.
Bercak-bercak cokelat pada tangan dan kening. Kini ia mati, pucat di sekitar
bercak-bercaknya. Starling meletakkan cangkirnya. Ia--menarik napas dalam-dalam
dan menatap langit-langit sejenak.
"Bagaimana dia lolos?"
"Menurut Copley, dia kabur dengan ambulans. Nanti kita bicarakan lagi. Bagaimana
hasil penyelidikan terhadap blotter acid itu?" Atas perintah Krendler, Starling
menghabiskan sore hari dengan membawa lembaran-lembaran bergambar Pluto
berkeliling di Scientific Analysis.
"Belum ada hasil. Sekarang sedang dibandingkan dengan arsip DEA, tapi barang itu
sudah berumur sepuluh tahun. Rasanya sulit melacak asal-usulnya. Barangkali
seksi Dokumen bisa melacak tempat lembaran-lembaran itu dicetak."
"Tapi memang blotter acid, bukan?"
"Ya. Bagaimana dia lolos, Mr. Crawford?"
"Kau ingin tahu?" Starling mengangguk.
"Baiklah. Lecter diangkut ke ambulans karena dikira Pembry yang cedera berat."
"Apakah dia memakai seragam Pembry" Ukuran baju mereka kira-kira sama."
"Dia memakai seragam Pembry dan sebagian dari wajahnya.
Dan dia juga mengambil sekitar setengah kilo daging Boyle. Mayat Pembry
dibungkusnya dengan seprai kedap air dari selnya, agar darahnya tidak menetesnetes, dan diletakkan di atas lift. Lecter memakai seragam Pembry, mengatur
penyamarannya, berbaring di lantai, dan melepaskan tembakan ke langit-langit,
yang membuat orang-orang di sana kalang-kabut. Aku tidak tahu pistolnya
diapakan, mungkin diselipkan di punggung. Ambulans datang, polisi di mana-mana
dengan senjata di tangan. Para paramedis bergerak cepat dan bertindak sesuai
latihan dalam keadaan darurat - pasang selang oksigen, balut luka-luka yang paling
parah, beri tekanan untuk menghentikan perdarahan, lalu bawa korban keluar.
Mereka melaksanakan tugas sesuai prosedur. Tapi ambulansnya tak sampai di rumah
sakit. Polisi masih terus mencarinya. Aku kuatir terhadap para paramedis itu.
Copley bilang rekaman DISPATCHER sedang diputar ulang. Ambulansnya dipanggil dua
kali. Ada kemungkinan Lecter sendiri juga menelepon sebelum melepaskan tembakan,
supaya dia tidak perlu berbaring terlalu lama. DR. LECTER SENANG BERMAIN-MAIN."
Starling belum pernah mendengar Crawford berbicara dengan nada getir seperti
sekarang. Dan karena ia mengasosiasikan getir dengan lemah, ia merasa ngeri.
"Kejadian ini tidak berarti Dr. Lecter berbohong." ujar Starling.
"Oke, memang ada yang dia bohongi - kita atau Senator Martin - tapi barangkali
bukan kedua-duanya. Dia memberitahu Senator Martin pelakunya bernama Billy Rubin
dan mengaku hanya itu yang diketahuinya. Kepadaku dia berkata pelakunya
seseorang yang menganggap dirinya transseksual. Ucapannya yang terakhir padaku
adalah, 'Kenapa tidak kauteruskan pengejaranmu"' Dia berbicara mengenai teori
penggantian kelamin yang... "
"Aku tahu, laporanmu sudah kubaca. Percuma saja kita membahas teori itu sebelum
ada daftar nama dari klinik-klinik. Alan Bloom sudah menghubungi para kepala
departemen secara pribadi.
Mereka bilang mereka sedang mencari. Aku terpaksa percaya."
"Mr. Crawford, apakah Anda mendapat kesulitan karena kasus ini?"
"Aku diminta mengambil cuti," jawab Crawford. "Ada gugus tugas baru, gabungan
FBI, DEA, dan 'unsur-unsur tambahan' dari Kejaksaan Agung - berarti Krendler."
"Siapa yang memimpin?"
"Resminya, FBI Assistant Director John Golby. Katakan saja dia dan aku saling
berkonsultasi. John bisa diandalkan. Kau sendiri bagaimana, apakah KAU mendapat
kesulitan?" "Aku disuruh Krendler mengembalikan ID dan senjata dan kembali ke sekolah."
"Itu SEBELUM kau mengunjungi Lecter. Starling, tadi sore dia mengirim memo ke
Office of Professional Responsibility. Memo itu berisi permintaan 'tanpa
prasangka' agar pihak Academy menjatuhkan skorsing terhadapmu sampai ada
evaluasi ulang apakah kau memenuhi persyaratan untuk terus berdinas. Ini balas
dendam murahan. John Brigham yang melihatnya waktu rapat fakultas di Quantico.
Dia langsung marah-marah, lalu meneleponku."
"Seberapa parahnya ini?"
"Kau berhak mendapat HEARING. Aku akan menegaskan kemampuanmu dan itu sudah
cukup. Tapi kalau kau terus meninggalkan sekolah, kau pasti akan disuruh
mengulang dari awal, apa pun hasil HEARING nanti. Kau tahu apa yang terjadi
kalau kau disuruh mengulang?"
"Tentu, kita dikirim kembali ke kantor wilayah tempat kita direkrut. Kita
disuruh mengurus laporan dan membuat kopi sampai ada tempat kosong di Academy."
"Kujamin kau akan mendapat tempat, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa jika kau
disuruh mengulang karena tidak mengikuti kuliah."
"Jadi, aku kembali ke sekolah dan berhenti menangani kasus ini, atau..."
"Yeah." "Apa yang harus kulakukan?"
"Tugasmu adalah Lecter. Dan sudah kaulaksanakan. Aku tidak ingin kau mengulang.
Kau akan kehilangan waktu, mungkin setengah tahun, mungkin lebih."
"Bagaimana dengan Catherine Martin?"
"Sudah hampir empat puluh delapan jam dia disekap - tengah malam nanti tepat empat
puluh delapan jam. Kalau kita gagal menangkap Buffalo Bill, kemungkinan besar
Catherine dihabisi besok atau lusa, kalau polanya tetap seperti sebelum ini."
"Andalan kita bukan cuma keterangan dari Lecter."
"Sampai sekarang ada enam William Rubin yang berhasil ditemukan, dan semuanya
pernah berurusan dengan polisi. Tapi aku meragukan bahwa salah satu dari mereka
yang kita cari. Nama Billy Rubin tidak ada pada daftar langganan jurnal-jurnal
serangga. Asosiasi Pembuat Pisau mencatat lima kasus antraks gading dalam
sepuluh tahun terakhir. Tinggal dua kasus lagi yang harus kita selidiki. Apa
lagi" Klaus belum berhasil diidentifikasi. Interpol melaporkan surat penangkapan
buronan yang dikeluarkan di Marseilles untuk pelaut Norwegia bernama 'Klaus
Bjetland.' Kalau ada kabar dari klinik-klinik, dan kau kebetulan ada waktu, kau
bisa membantu. Starling?"
"Ya, Mr. Crawford?"
"Kembalilah ke sekolah."
Starling letih sekali. "Tentu," katanya.
"Tinggalkan mobilmu di tempat parkir di markas besaf, dan Jeff akan mengantarmu
ke Quantico kalau kau sudah selesai."
Sebelum menuju mobilnya, Starling menoleh ke jendela bertirai yang terang,
tempat juru rawat sedang berjaga, lalu kembali berpaling kepada Crawford.
"Aku turut prihatin, Mr. Crawford."
"Terima kasih, Starling."
Bab Empat Puluh "Officer starling, Dr. Pilcher menunggu Anda di Insect Zoo. Saya akan mengantar
Anda ke sana," ujar si penjaga.
Untuk mencapai Insect Zoo dari sisi Constitution Avenue, pengunjung museum harus
naik lift ke tingkat di atas gajah besar, lalu melintasi lantai luas tempatmemamerkan sejarah manusia.
Peragaan pertama yang dilewati adalah deretan-deretan tengkorak
yang diatur menanjak dan menyebar untuk menggambarkan ledakan populasi manusia sejak zaman Yesus Kristus.
Starling dan penjaga itu melintasi ruangan remang-remang berisi gambar-gambar
yang menjelaskan asal-usul manusia dan berbagai variasinya.
Mereka melewati peragaan-peragaan ritual - tato, kaki ikat, modifikasi gigi,
pembedahan Peru, mumifikasi.
"Anda pernah melihat Wilhelm von Ellenbogen?" si penjaga bertanya sambil
mengarahkan senternya ke dalam salah satu peti.
"Rasanya belum," Starling menyahut tanpa memperlambat langkahnya.
"Mampirlah kapan-kapan kalau lampu-lampu menyala dan tengoklah dia. Kalau tak
salah dia dikubur di Philadelphia di abad kedelapan belas. Berubah jadi sabun
waktu permukaan air tanah naik dan merendam tubuhnya."
Insect Zoo menempati ruangan luas yang kini remang-remang dan dipenuhi suara
serangga. Kandang demi kandang berisi serangga hidup saling berdempetan. Tempat
itu digemari anak-anak dan selalu ramai pada siang hari. Pada malam hari, saat
tak ada gangguan, para penghuninya mulai sibuk. Beberapa kandang diterangi
cahaya merah, dan tanda di atas pintu-pintu darurat tampak merah manyala dalam
kegelapan. "Dr. Pilcher?" si penjaga memanggil dari pintu.
"Sebelah sini," sahut Pilcher sambil mengangkat senter kecil sebagai tanda.
"Anda yang mengantar tamu kita keluar nanti?"
"Ya, terima kasih. Officer."
Starling mengeluarkan senter dari tas dan menemukan sakelarnya sudah dalam
posisi on, baterainya habis. Rasa kesal yang sempat timbul mengingatkannya bahwa
ia letih dan perlu mengendalikan diri. "Halo, Officer Starling."
"Dr. Pilcher." "Bagaimana kalau 'Profesor Pilcher'?"
"Anda profesor?"
"Tidak, tapi saya juga tidak bergelar doktor. Tapi saya senang kita bisa ketemu
lagi. Anda mau melihat-lihat serangga?"
"Tentu. Di mana Dr. Roden?"
"Dia sibuk dengan chaetaxy selama dua malam terakhir dan akhirnya harus tidur
dulu. Anda sempat melihat serangga itu sebelum kami mulai menelitinya?"
"Tidak." "Kondisinya sudah parah sekali."
"Tapi Anda berhasil, Anda mengidentifikasinya."
"Yap. Baru saja." Pilcher berhenti di sebuah kandang kawat anyam. "Sebelumnya
saya ingin memperlihatkan serangga seperti yang Anda bawa hari Senin. Tidak
persis sama, tapi satu famili, burung hantu kecil." Berkas senternya menerangi
ngengat besar berwarna biru bertengger pada ranting kecil, dengan sayap terlipat
Pilcher meniupnya dan serta-merta wajah burung hantu yang galak muncul ketika
ngengat itu merentangkan sayap. Kedua titik mata pada sayapnya menyala-nyala.
"Ini Caligo beltrao - jenis yang banyak ditemui. Tapi spesimen Klaus itu
tergolong istimewa. Mari."
Di ujung ruangan terdapat kotak yang ditempatkan pada ceruk di dinding dan
diberi pagar penghalang di sebelah depan. Kotak itu di luar jangkuan tangan
anak-anak dan ditutup kain. Alat pelembap udara berdengung-dengung di
sampingnya. "Kami sengaja memasang kaca untuk melindungi jari para pengunjung - serangga ini
termasuk galak. Dia juga suka udara lembap,
dan kacanya sekaligus mempertahankan tingkat kelembapan." Dengan hati-hati Pilcher mengangkat kotak itu dan memindahkannya ke
depan. Ia melepaskan kain penutup dan menyalakan lampu kecil di atas kandang.
"Ini Ngengat Tengkorak," katanya. "Tumbuhan tempat dia bertengger adalah
nightshade - kami berharap dia akan bertelur."
Ngengat itu indah sekaligus mengerikan. Sayapnya berwarna cokelat-hitam,
punggungnya lebar dan berbulu, ciri khas yang membuat orang-orang membelalakkan
mata karena ngeri kalau mereka melihatnya di kebun rumah. Tengkorak sekaligus
wajah, dengan mata gelap dan tulang pipi, tergambar jelas di samping mata.
"Acherontia styx," ujar Pilcher. "Namanya diambil dari hama dua sungai di
neraka. Orang yang Anda cari, para korbannya selalu dibuang ke sungai, betulkah
itu?" "Ya," jawab Starling. "Serangga ini termasuk langka?"
"Di bagian dunia ini, ya. Tidak ada yang hidup di alam bebas."
"Dari mana asalnya?" Starling merapatkan wajah ke kawat anyam yang menutupi
kandang. Embusan napasnya membelai bulu-bulu pada punggung ngengat. Serangga itu
mengerik dan mengepak-ngepakkan sayap. Starling bisa merasakan angin yang
ditimbulkannya. "Malaysia. Ada juga yang berasal dari Eropa, namanya atropos, tapi yang ini dan
yang ditemukan di mulut Klaus berasal dari Malaysia."
"Berarti ada yang memeliharanya."
Pilcher mengangguk. "Ya," ia berkata ketika Starling tak lagi menatapnya.
"Serangga itu dikirim dari Malaysia dalam bentuk telur atau lebih mungkin lagi
berbentuk pupa. Sejauh ini belum ada yang bisa mengembangbiakkannya dalam
penangkaran. Ada yang berhasil dikawinkan, tapi tidak sampai bertelur. Bagian
yang sukar adalah mencari ulatnya di hutan. Setelah itu tak ada kesulitan lagi."
"Tadi Anda bilang jenis ngengat ini termasuk galak."
"Proboscis-nya tajam dan kokoh, dan Anda akan disengat kalau mengganggunya.
Senjata ini tidak lazim dan tidak terpengaruh alkohol pada spesimen-spesimen
yang telah diawetkan. Ini sangat membantu, sehingga kami berhasil
mengidentifikasinya sedemikian cepat." Pilcher mendadak salah tingkah, seakanakan malu karena menyombongkan diri.
"Serangga ini juga berani," ia cepat-cepat menambahkan.
"Mereka biasa masuk sarang lebah untuk mencuri madu. Suatu ketika kami sedang
mengumpulkan serangga di Sabah, dan serangga-serangga ini mendatangi lampu di
belakang youth hostel. Rasanya aneh mendengar suara mereka, dan kami... "
"Spesimen ini berasal dari mana?"
'"Penukaran dengan pemerintah Malaysia. Saya tidak tahu ditukar dengan apa. Lucu
sekali, kami menunggu dalam gelap sambil... "
"Apa saja dokumen pabean yang diperlukan untuk membawa spesimen ini kemari"
Catatannya masih ada" Apakah harus dilaporkan kalau mau dibawa keluar dari
Malaysia" Siapa yang menyimpan dokumen-dokumennya"' '
"Rupanya Anda terburu-buru. Begini, saya sudah mencatat semua informasi yang
kami miliki, juga semua tempat di mana Anda bisa memasang iklan untuk
penyelidikan lebih lanjut. Mari, saya antar Anda keluar."
Sambil membisu mereka melintasi ruangan luas itu. Dalam cahaya dari lift,
Starling melihat Pilcher sama letihnya.
"Anda bekerja lembur untuk ini," katanya.
"Saya sangat menghargainya. Ehm, saya tidak bermaksud bersikap kasar tadi, saya
hanya... " "Saya berharap orang itu bisa ditangkap. Saya berharap Anda segera bisa
menyelesaikan urusan ini," ujar Pilcher. "Saya mencatat sejumlah bahan kimia
yang mungkin dibelinya untuk mengawetkan spesimen. Officer Starling, saya ingin
berkenalan lebih jauh dengan Anda."
"Barangkali saya bisa menelepon Anda kalau ada kesempatan."
"Saya setuju sekali," kata Pilcher.
Pintu lift menutup. Pilcher dan Starling menghilang. Lantai yang diperuntukkan
bagi sejarah manusia menjadi hening dan tak satu sosok manusia pun bergerak,
baik yang bertato, yang telah menjadi mumi, maupun yang kakinya terikat.
Tanda di atas pintu-pintu darurat menyala merah di Insect Zoo, dan cahayanya
memantul pada puluhan ribu mata. Alat-alat pelembap udara berdengung dan
berdesis. Di balik kain penutup, di dalam kandang yang gelap, Ngengat Tengkorak
turun dari tempat bertenggernya. Serangga itu merangkak di lantai, dengan sayap
terlipat ke belakang bagaikan jubah, dan menemukan potongan sarang lebah di
tempat makannya. Sambil menggenggam potongan tersebut dengan kaki depannya yang
kuat, ngengat itu menjulurkan proboscis-nya yang tajam dan menancapkannya ke
dalam sel madu, lalu mengisap-isap tanpa suara, sementara kegelapan di
sekelilingnya dipenuhi bunyi mengerik-ngerik.
Bab Empat Puluh Satu Catherine martin meringkuk dalam kegelapan yang menakutkan.
Kegelapan berkeriap di balik pelupuk matanya dan, setiap kali tertidur sejenak,
ia bermimpi kegelapan merasuki dirinya Kegelapan datang mengendap-endap, melalui
hidung dan telinga, bagaikan jari lembap yang menyatroni semua lubang tubuhnya.
Ia menaruh tangan pada mulut dan hidung, pada vagina, mengencangkan pantat,
memalingkan sebelah telinga ke kasur dan mengorbankan telinga yang satu lagi.
Kegelapan disertai bunyi, dan ia langsung terjaga. Bunyi riuh yang akrab di
telinganya, bunyi mesin jahit. Kecepatannya berubah-ubah.
Cepat, sekarang pelan. Lampu basement menyala - ia melihat bulatan berwarna kuning redup jauh di atasnya.
Ia mendengar anjing pudel menyalak beberapa kali, lalu ditegur oleh suara aneh
itu. Menjahit. Tidak seharusnya orang menjahit di bawah sini. Orang menjahit di
tempat terang. Ia terkenang ruang jahit yang cerah di masa kanak-kanaknya...
Pembantunya, Bea Love, duduk di mesin jahit... anak kucingnya mencakar-cakar
tirai yang tertiup angin. Suara itu membuyarkan segala kenangannya.


Domba Domba Telah Membisu The Silence Of The Lambs Karya Thomas Haris di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Precious, letakkan itu. Apa jadinya kalau kau tertusuk jarum, hmm" Aku sudah
hampir selesai. Ya, Darlingheart. You get a Chew-wy when we get through-y, you
get a Chew-wy doody doody doo."
Catherine tidak tahu sudah berapa lama ia ditawan. Ia tahu ia mandi dua kali terakhir ia disuruh berdiri di bawah sorot lampu karena si penculik ingin
melihat tubuhnya, namun dalam cahaya yang menyilaukan, ia tidak bisa memastikan
apakah orang itu memang menonton dari atas. Catherine Baker Martin telanjang
merupakan pemandangan yang mencengangkan, dan ia pun menyadarinya. Ia sengaja
memamerkan diri. Ia ingin keluar dari lubang sumur. Kalau ia bersedia
berhubungan intim, berarti ia juga sanggup bertarung - kata-kata itu terus
diulanginya dalam hati sambil membersihkan diri. Ia diberi makan sedikit sekali,
dan ia sadar ia harus bertindak saat tenaganya masih memungkinkan. Ia tahu ia
akan bertarung. Ia tahu ia sanggup. Apakah lebih baik berhubungan intim dulu,
sesering mungkin, untuk menguras tenaga penculiknya" Kalau saja ia bisa menjepit
leher orang itu dengan kakinya yang panjang, waktu satu setengah detik saja
sudah cukup untuk mengirimnya ke neraka.
Sanggupkah aku melakukannya" Persetan, aku sanggup. Buah zakar dan mata. Buah
zakar dan mata. Buah zakar dan mata. Tapi tak ada suara dari atas ketika ia
selesai mandi dan mengenakan baju bersih.
Tawaran-tawarannya tidak ditanggapi ketika ember mandinya ditarik ke atas dan
digantikan dengan ember kosong.
Kini, berjam-jam sesudahnya, ia menunggu sambil mendengarkan suara mesin jahit itu. Ia tidak memanggil. Akhirnya, mungkin seribu
tarikan napas kemudian, ia mendengar orang itu menaiki tangga sambil mengatakan
sesuatu kepada anjingnya, sesuatu yang terdengar seperti "...sarapan kalau aku
kembali." Lampu basement dibiarkan menyala. Kadang-kadang penculiknya tidak
memadamkan lampu. Suara langkah pada lantai dapur di atas. Suara anjing merintih-rintih. Catherine
menduga penculiknya pergi. Kadang-kadang orang itu pergi untuk waktu cukup lama.
Catherine menunggu. Anjing kecil di dapur itu berjalan ke sana kemari sambil
merintih. Anjing itu mendorong-dorong sesuatu di lantai, mungkin mangkuk
makannya. Bunyi menggaruk-garuk dari atas. Lalu suara menyalak, pendek-pendek,
kali ini tidak sejelas ketika suara itu terdengar dari dapur. Karena anjing itu
tidak di dapur. Anjing itu telah membuka pintu dan kini berada di basement,
mengejar-ngejar tikus, seperti yang suka dilakukannya saat majikannya pergi. Di
tengah kegelapan di bawah, Catherine Martin meraih ke bawah kasur.
Ia meraba-raba, menemukan tulang ayam yang sengaja ia simpan, dan mengendusendusnya. Sejenak ia tergoda untuk menggerogoti kerat-kerat daging yang masih
tersisa. Ia memasukkannya ke mulut untuk menghangatkannya. Kini ia bangkit. Ia
agak terhuyung-huyung dalam kegelapan yang membuat kepalanya pening. Di dalam
lubang sumur tidak ada apa-apa selain kasur tipis, baju yang dikenakannya, ember
plastik, serta tali katun yang terentang ke atas.
Catherine telah memikirkannya di saat-saat ia dapat berpikir.
Sambil berjinjit ia meraih tali setinggi mungkin. Lebih baik disentak atau
ditarik pelan-pelan" Pertanyaan itu pun telah ia pikirkan masak-masak. Lebih
baik menarik pelan-pelan.
Tali katun itu ternyata meregang, lebih panjang dari yang diduganya. Ia kembali
meraih setinggi mungkin dan menarik sambil menggerakkan tangan ke kiri-kanan. Ia
berharap talinya akan putus tergores bibir lubang di atas. Ia mengayun-ayunkan
tangan sampai bahunya pegal, dan terus menarik sampai talinya tak lagi meregang.
Moga-moga putus di atas. Pop, talinya jatuh bergulung-gulung dan menerpa
wajahnya. Ia jongkok di lantai, dengan tali pada kepala dan pundak.
Cahaya dari mulut lubang jauh di atas terlampau redup untuk melihat.
Ia tidak tahu seberapa panjang tali itu. Pelan-pelan ia meletakkan tali di
lantai, bergelung-gelung. Jangan sampai kusut. Panjang tali diukurnya dengan
menggunakan lengan bawah. Semuanya ada empat belas hasta. Tali itu putus di
bibir lubang sumur. Ia mengikat tulang ayam beserta sisa dagingnya di tempat
tali katun tersimpul pada gagang ember. Sekarang bagian yang sulit.
Ia harus berhati-hati. Setiap tindakan harus dipikirkan masak-masak. Ia
membayangkan dirinya sedang berlayar dengan perahu kecil di tengah cuaca buruk.
Ujung tali yang bebas diikatnya ke pergelangan tangan.
Simpulnya dikencangkan dengan bantuan gigiIa berdiri sejauh mungkin dari gulungan tali di lantai. Sambil memegang gagang
ember, ia mengayunkannya dan melemparkannya ke arah mulut lubang di atasnya.
Ember itu gagal melewati lubang, membentur bagian bawah penutup lubang, dan
jatuh menimpa wajah dan pundak Catherine. Anjing kecil di atas menyalak lebih
keras. Catherine kembali menggulung tali dan melempar lagi, dan lagi.
Pada lemparan ketiga, embernya jatuh dan menimpa jarinya yang patah. Ia terpaksa
bersandar pada dinding dan menarik napas dalam-dalam untuk mengatasi rasa mual.
Lemparan keempat pun gagal, tapi lemparan kelima tidak. Embernya berada di luar,
tergeletak pada penutup kayu di samping pintu kecil yang terbuka. Seberapa jauh"
Ia menarik pelan-pelan. Gagang ember terdengar bergesekkan pada kayu di atasnya.
Anjing kecil itu kembali menyalak keras-keras.
Jangan menarik terlalu keras. Jangan sampai jatuh lagi.
Embernya harus dekat ke lubang, tapi jangan sampai jatuh lagi.
Anjing kecil itu berlari-lari di antara maneken-maneken dan cermin-cermin di
salah satu ruang basement. Mengendus-endus potongan benang dan kain sisa di
bawah mesin jahit. Mengendus-endus lemari besar. Menoleh ke arah suara yang
didengarnya. Melesat ke bagian yang gelap untuk menyalak, lalu kembali lagi.
Kini terdengar suara yang bergema pelan di basement. "Preeee-cious."
Anjing kecil itu menyalak dan melompat di tempat. Tubuhnya yang gemuk bergetar
setiap kali ia menyalak. Kini bunyi ciuman. Anjing itu menoleh ke lantai dapur di atas, tapi bukan dari sana suara tersebut
berasal. Bunyi mengecap-ngecap, seperti orang makan.
"Sini, Precious. Sini, Sweetheart." Pelan-pelan anjing itu menuju bagian yang
remang-remang. Telinganya tegak. "Sini, Sweetums, sini, Precious."
Pudel itu mencium tulang ayam yang terikat ke gagang ember, dan mencakar-cakar
dinding sumur sambil merintih.
Decap-decap-decap. Pudel kecil itu melompat ke atas penutup lubang sumur. Bau sedap yang diciumnya
ada di sini, antara ember dan lubang di hadapannya. Anjing itu menyalak-nyalak,
lalu merintih-rintih karena bingung. Tulang ayam di depan matanya berkedut
sedikit. Pudel itu menungging, ekornya kupat-kapit tanpa henti. Ia menyalak
dua kali, lalu menerjang tulang ayam dan mencengkeramnya dengan gigi. Tapi ia merasa terancam oleh ember yang menganga.
Pudel itu menggeram dan mempertahankan tulang ayam. Tiba-tiba ia tertabrak ember
sampai jatuh, lalu didorong-dorong. Pudel itu segera bangkit, tertabrak lagi,
bergumul dengan ember. Sebelah kakinya terjerumus ke dalam lubang, kaki depannya
mencakar-cakar kayu. Pantatnya terjepit ember, tapi akhirnya anjing kecil itu
berhasil lolos, sementara ember merosot melewati tepi lubang dan jatuh beserta
tulang ayam. Pudel itu menyalak-nyalak ke bawah.
Kemudian ia terdiam dan memiringkan kepala karena bunyi yang hanya dapat
didengar oleh telinganya. Anjing itu melompat ke lantai dan berlari menaiki
tangga sambil mendengking-dengking. Dari atas terdengar suara pintu dibanting.
Air mata Catherine Baker Martin terasa panas di pipi dan membasahi bagian depan
bajunya, jatuh ke dadanya. Ia yakin ia akan mati.
Bab Empat Puluh Dua Crawford berdiri seorang diri di tengah kamar kerja, kedua tangan diselipkannya
ke kantong celana. Ia berdiri dari pukul 12.30 sampai 12.33, mencari-cari ide.
Kemudian ia mengirim teleks kepada California Department of Motor Vehicles,
meminta agar pihak DMV melacak karavan yang menurut keterangan Dr. Lecter dibeli Raspail di California,
karavan yang digunakan Raspail dalam affairnya. dengan Klaus. Crawford juga
menanyakan surat tilang atas nama pengemudi selain Benjamin Raspail.
Kemudian ia duduk di sofa sambil memangku clipboard dan menyusun iklan proaktif
untuk dimuat di kolom jodoh di harian-harian utama:
Wanita seksi, kulit mulus, penuh gairah hidup, 21, model, mencari teman pria
yang menghargai kualitas DAN kuantitas. Model tangan dan kosmetika, kau
mengenalku dari iklan-iklan majalah, sekarang aku ingin berkenalan denganmu.
Kirim foto dan surat pertama.
Crawford berpikir sejenak, menggaruk-garuk kepala, lalu mencoret kata "seksi"
dan menggantinya dengan "padat berisi".
Kepalanya merunduk dan ia tertidur. Layar monitor komputer yang berwarna hijau
tercermin sebagai bujursangkar kecil pada lensa kacamatanya. Kini ada gerakan
pada monitor, baris-baris teks merangkak ke atas, memantul pada kacamatanya.
Sambil tidur Crawford menggelengkan kepala, seakan-akan tergelitik.
PESAN ITU BERBUNYI: POLISI MEMPHIS MENEMUKAN 2 BENDA SAAT MENGGELEDAH SEL
LECTER. (1) KUNCI BORGOL YANG DIBUAT DARI TABUNG TINTA BOLPOIN.
DIIRIS DENGAN CARA MENGGOSOK, BALTIMORE MINTA SEL RSJ
DIPERIKSA, AUTH COPLEY, SAC MEMPHIS.
(2) SATU LEMBAR KERTAS DITINGGALKAN MENGAMBANG DI TOILET OLEH BURONAN.
LEMBAR ASLI DIKIRIM KE WX DOCUMENT SECTION/LAB. BERIKUT INI TULISAN YANG
DITEMUKAN. GRAPHIC SPLIT KE LANGLEY, UP: BENSON - KRIP-TOGRAFI.
KETIKA TULISAN YANG DIMAKSUD MUNCUL DI LAYAR, YANG TERBACA ADALAH SEBAGAI
BERIKUT: C33H361 L T O6N4 Bunyi bip-bip dari komputer tidak membangunkan Crawford, tapi tiga menit
kemudian ia terjaga karena pesawat teleponnya berdering-dering. Peneleponnya
Jerry Burroughs di hotline National Crime Information Center.
"Sudah lihat monitor, Jack?"
"Sebentar," ujar Crawford.
"Yeah, oke." "Lab sudah menguraikannya, Jack. Gambar yang ditinggalkan Lecter di WC. Angkaangka di antara huruf-huruf pada nama Chilton, ini biokimia - CBH36N406 - rumus
suatu pigmen dalam kotoran manusia yang disebut bilirubin. Lab bilang ini zat
warna utama pada tinja."
"Sial." "Kau benar tentang Lecter. Dia cuma mempermainkan mereka.
Malang bagi Senator Martin. Anak-anak lab bilang, warna bilirubin persis seperti
warna rambut Chilton. Humor RSJ, kata mereka. Kau lihat Chilton di berita jam
enam tadi?" "Tidak." "Marilyn Sutter sempat menontonnya di atas. Chilton gembar-gembor mengenai
'Pencarian terhadap Billy Rubin'. Setelah itu dia pergi makan malam bersama
reporter TV. Dia sedang di restoran waktu Lecter kabur. Dasar brengsek."
"Lecter berpesan kepada Starling untuk mengingat-ingat bahwa Chilton tidak punya
gelar kedokteran," ujar Crawford.
"Yeah, aku membaca laporannya. Menurut aku Chilton mencoba merayu Starling, tapi
ditolak mentah-mentah. Chilton memang tolol, tapi dia tidak buta. Bagaimana
keadaan Starling?" "Dia capek. Tapi kelihatannya baik-baik saja."
"Apakah dia juga dipermainkan Lecter?"
"Bisa jadi. Tapi petunjuknya akan kita lacak terus. Aku tidak tahu apa yang dilakukan oleh
klinik-klinik. "Seharusnya sejak awal catatan mereka kita minta melalui pengadilan. Sekarang
kita jadi tergantung pada mereka, dan aku tidak suka itu. Kalau sampai siang
nanti belum juga ada kabar, kita ambil jalur pengadilan."
"Ehm, Jack... mestinya ada orang yang tahu tampang Lecter, bukan?"
"Tentu." "Kemungkinan besar dia sedang tertawa-tawa."
"Tapi takkan lama," sahut Crawford.
Bab Empat Puluh Tiga Dr. Hannibal Lecter berdiri di meja registrasi Marcus Hotel yang mewah di St.
Louis. Ia memakai topi cokelat serta mantel hujan yang dikancingkan sampai ke
leher. Perban bedah yang rapi menutupi hidung dan pipinya.
Ia mengisi buku tamu dan membubuhkan tanda tangan "Lloyd Wyman," tanda tangan
yang telah dilatihnya di mobil Wyman.
"Bagaimana Anda hendak membayar, Mr. Wyman?" tanya petugas di balik meja.
"American Express." Dr. Lecter menyerahkan kartu kredit milik Wyman.
Alunan piano yang lembut terdengar dari lounge. Dr. Lecter melihat dua orang
dengan hidung diperban berdiri di bar. Sepasang pria-wanita setengah baya
melintas ke lift sambil menyenandungkan lagu ciptaan Cole Porter. Mata si wanita
tertutup kain kasa. Petugas penerima tamu selesai menggesek kartu kredit. "Anda sudah tahu Anda
berhak menggunakan gedung parkir rumah sakit, Mr.
Wyman?" "Ya, terima kasih," jawab Lecter. Ia telah memarkir mobil Wyman di sana, dengan
Wyman di dalam tempat bagasi.
Pelayan yang membawakan koper Wyman ke suite. Ia memperoleh tip lima dolar dari
dompet Wyman. . Dr. Lecter memesan minuman dan sandwich, lalu menyegarkan diri
dengan berdiri lama di bawah shower.
Setelah bertahun-tahun disekap dalam sel, Lecter senang sekali berada di dalam
suite yang dirasakannya teramat luas. Ia berjalan mondar-mandir, kian kemari,
dan ia benar-benar menikmatinya.
Dari jendela suitenya ia bisa melihat Myron and Sadie Fleischer Pavilion dari
St. Louis City Hospital di seberang jalan, yang menampung salah satu pusat bedah
craniofacial terkemuka di dunia.
Wajah Dr. Lecter terlalu dikenal, sehingga ia tak mungkin menjalani bedah
plastik di sini, namun ini satu-satunya tempat di dunia di mana ia bisa
berjalan-jalan dengan wajah diperban tanpa menarik perhatian.
Ia sudah pernah menginap di sini, bertahun-tahun lalu, ketika melakukan riset
psikiatri di Robert J. Brockman Memorial Library.
Betapa nikmatnya mempunyai jendela. Ia berdiri di jendela dalam gelap, menonton
lampu-lampu mobil melintasi MacArthur Bridge, dan menikmati minumannya.
Perjalanan mobil selama lima jam dari Memphis telah menimbulkan rasa letih yang
menyenangkan. Satu-satunya kesulitan sore itu dialaminya di garasi bawah tanah di Memphis
International Airport. Membersihkan diri dengan kapas, alkohol, dan air suling
di bagian belakang ambulans ternyata cukup merepotkan. Namun setelah mengenakan
seragam putih petugas paramedis, ia tinggal menunggu mangsa di tempat sepi di
garasi luas itu. Pria yang diincarnya membungkuk untuk mengambil barang dari
tempat bagasi dan sama sekari tidak sadar ada orang menghampirinya dari
belakang. Dr. Lecter bertanya-tanya, apakah polisi menganggapnya cukup bodoh
untuk mencoba naik pesawat dari bandara.
Satu-satunya masalah dalam perjalanan ke St. Louis adalah mencari tombol lampu,
dimmer, dan wiper di mobil buatan luar negeri yang asing baginya.
Besok ia akan berbelanja barang-barang yang dibutuhkannya - obat untuk memudakan
warna rambut, alat cukur, lampu untuk mencokelatkan kulit, lalu masih ada
barang-barang yang dapat dibeli dengan resep, barang-barang yang akan mengubah
penampilannya dengan seketika. Kalau keadaannya sudah memungkinkan, ia akan
bergerak lagi. Tak perlu terburu-buru.
Bab Empat Puluh Empat Ardelia mapp berada dalam posisi seperti biasa, duduk bersandar di tempat tidur
sambil memegang buku. Ia sedang mendengarkan radio khusus berita. Ketika Clarice
Starling melangkah masuk, ia mematikan radio. Melihat wajah Starling yang kuyu,
ia tidak menanyakan apa-apa, hanya menawarkan; "Mau minum teh?"
Kalau sedang belajar, Mapp selalu ditemani minuman seduhan dari daun-daun
kiriman neneknya, yang disebutnya "Smart People's Tea".
Dari dua orang paling pandai yang dikenal Starling, yang satu sangat tenang,
sementara yang satu lagi justru paling menakutkan.
Starling berharap keadaan menjadi seimbang.
"Kau beruntung tidak masuk hari ini," ujar Mapp. 'Si Kim Won sialan itu benar

Domba Domba Telah Membisu The Silence Of The Lambs Karya Thomas Haris di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

benar memacu kami sampai ambruk. Aku tidak bohong. Sepertinya gravitasi di Korea
lebih kuat dibandingkan di sini.
Mereka datang kemari dan mendadak jadi ringan. Mereka disuruh mengajar olahraga,
karena bagi mereka tidak ada susahnya... o ya, John Brigham sempat mampir."
"Kapan?" "Sore tadi. Dia tanya apa kau sudah pulang. Rambutnya dilicinkan ke belakang.
Dia mondar-mandir seperti anak baru di lobi.
Aku mengobrol sebentar dengannya. Dia bilang bila kau merasa ketinggalan
pelajaran, kita bisa menggunakan jam-jam latihan menembak untuk belajar selama
beberapa hari. Dan ia akan membuka lapangan pada akhir pekan untuk memberi kita
kesempatan berlatih menembak. Aku bilang aku akan memberi kabar padanya. Untung
saja ada pelatih sebaik dia."
"Yeah, dia memang baik."
"Kau sudah tahu kau diminta ikut dalam pertandingan antarinstansi melawan DEA
dan Bea Cukai?" "Belum." "Bukan pertandingan wanita. Pertandingan terbuka. Pertanyaan berikut: Kau sudah
tahu bahan Fourth Amendment untuk hari Jumat?"
"Sebagian besar sudah."
"Oke, bagaimana dengan Chimel versus California "Penggeledahan di sekolah-sekolah lanjutan."
"Ada apa dengan penggeledahan di sekolah?"
"Entahlah." "Ini menyangkut konsep 'immediate reach.' Siapa Schneckloth."
"Aduh, mana kutahu."
"Schneckloth versus Bustamonte."
"Ehm, reasonable expectation of privacyl"
"Huh, itu prinsip Katz. Schneckloth adalah izin melakukan penggeledahan.
Kelihatannya kita harus buka buku. Aku punya semua catatan."
"Jangan malam ini."
"Oke. Tapi besok pagi kau akan bangun dengan pikiran jernih dan kosong, dan kita
mulai menabur benih-benih untuk panen hari Jumat. Starling, Brigham bilang seharusnya dia tidak boleh cerita, jadi aku berjanji - dia bilang kau akan lolos
dari hearing. Menurut dia, Krendler takkan mengingatmu dua hari dari sekarang.
Nilai-nilaimu bagus, ujian ini akan kita lalap bersama." Mapp mengamati wajah
Starling yang letih. "Kau sudah berusaha sekuat tenaga untuk menolong wanita malang itu, Starling.
Kau mengambil resiko dan mendapat tekanan dari atas. Sekarang waktunya kau
memikirkan dirimu sendiri. Ayo, tidurlah. Aku juga sudah hampir selesai."
"Ardelia, Thanks." Dan setelah lampu dipadamkan.
"Starling?" "Yeah?" "Siapa yang lebih tampan, Brigham atau Hot Bobby Lowrance?"
"Ini pertanyaan sulit."
"Brigham punya tato di bahu. Aku melihatnya di balik kemeja.
"Apa tulisannya?"
"Mana kutahu." "Tapi kau akan memberitahuku kalau kau sudah tahu?"
"Kurasa tidak."
"Kau sudah kuberitahu bahwa Hot Bobby memakai celana dalam bermotif kulit ular
piton." "Kau melihatnya dari jendela waktu dia lagi latihan angkat beban."
"Pasti Gracie yang memberitahu, ya kan" Anak itu memang perlu..." Starling sudah
terlelap. Bab Empat Puluh Lima Beberapa menit sebelum pukul 3.00 dini hari, Crawford, yang tidur di samping
istrinya, terjaga. Napas Bella terhenti sejenak dan ia bergerak di tempat tidur.
Crawford duduk tegak dan meraih tangan istrinya.
"Bella?" Wanita itu menarik napas panjang dan mengembuskannya.
Untuk pertama kali dalam beberapa hari, matanya terbuka. Crawford merapatkan
wajah, tapi tidak yakin Bella bisa melihatnya. "Bella, aku cinta padamu,
Sayang," katanya. Rasa takut memenuhi dadanya, berkeliling bagaikan kelelawar di dalam rumah.
Kemudian ia berhasil mengendalikan diri.
Ia ingin mengambilkan sesuatu untuk Bella, apa saja, tapi ia tak ingin Bella
merasakan tangannya dilepas.
Ia menempelkan telinga ke dada Bella. Ia mendengar denyut pelan, tak berirama,
lalu jantung Bella berhenti. Tak ada lagi yang terdengar selain bunyi berdesir.
Crawford tidak tahu apakah bunyi itu ada di dada Bella atau hanya di telinganya
sendiri. "Semoga Tuhan memberkatimu dan menerimamu di sisiNya...
bersama keluargamu," ujar Crawford, kata-kata yang berasal dari lubuk hatinya.
Ia bersandar pada kepala tempat tidur dan mendekap Bella.
Dagunya menggeser syal yang menutupi sisa-sisa rambut istrinya. Ia tidak
menangis. Air matanya telah kering.
Crawford mengganti baju Bella dengan baju kesukaannya, lalu duduk di tempat
tidur sambil menempelkan tangan Bella ke pipinya.
Tangannya berbentuk persegi, menyiratkan kecerdasan, tangan yang gemar berkebun,
namun kini ditandai bekas-bekas jarum infus.
Setiap kali Bella kembali dari kebun, tangannya berbau wangi.
("Anggap saja seperti putih telur di jarimu," teman-teman Bella di sekolah
menasihatinya tentang seks. Bella dan Crawford masih menertawakan hal itu di
tempat tidur, bertahun-tahun silam, bertahun-tahun kemudian, tahun lalu. Jangan
pikirkan itu, ingatlah kenangan yang baik, yang murni. Itulah kenangan yang
murni. Bella mengenakan topi bundar dan sarung tangan putih, dan sedang naik
lift ketika pertama kali Crawford menyiulkan Begin the Beguine dengan aransemen
yang dramatis. Di dalam kamar, Bella sempat menggodanya dengan berkata kantong
celananya penuh sesak seperti kantong anak kecil.)
Crawford pindah ke kamar sebelah - ia masih bisa membalik setiap kali ia mau dan
melihat Bella melalui pintu yang terbuka, tersorot cahaya hangat dari lampu di
samping tempat tidur. Ia menunggu jasad Bella menjadi objek seremonial yang
terpisah dari dirinya, terpisah dari orang yang didekapnya di tempat tidur, dan
terpisah dari teman hidup yang kini dikenangnya. Agar ia bisa memanggil mobil
jenazah untuk menjemputnya.
Dengan tangan kosong tergantung di sisinya, ia berdiri di jendela dan memandang
ke timur. Bukan fajar yang dicarinya; timur adalah arah jendelanya menghadap.
Bab Empat Puluh Enam "Siap, Precious?" Jame Gumm bersandar pada kepala tempat tidur, anjing kecilnya
melingkar di perutnya. Mr. Gumb baru selesai keramas dan kepalanya masih dibungkus handuk. Tangannya
menggapai-gapai di bawah seprai, menemukan remote control VCR, dan menekan
tombol play. Ia telah menyusun program sendiri dengan menggabungkan dua rekaman video pada
satu kaset. Ia menontonnya setiap hari, kalau sedang melakukan persiapan
penting, selalu sebelum mengambil kulit.
Bagian pertama direkam dari film Movietone News, film berita hitam-putih tahun
1948. Film tersebut memperlihatkan perempat final kontes Miss Sacramento, tahap
pendahuluan pada jalan panjang menuju kontes Miss America di Atlantic City.
Ini kompetisi baju renang, dan semua peserta membawa bunga ketika mereka
berbaris di tangga dan menaiki panggung satu per satu.
Pudel Mr. Gumb sudah sering menyaksikannya, dan anjing kecil itu memejamkan mata
begitu musik mulai terdengar, karena tahu punggungnya akan diremas-remas.
Para peserta kontes sangat bergaya Perang Dunia II. Mereka mengenakan baju
renang Rose Marie Reid, dan beberapa di antara mereka berwajah cantik. Kaki
mereka pun berbentuk menawan, paling tidak beberapa, tapi semuanya kurang
kencang dan bahkan kelihatan agak kendur di sekitar lutut. Gumb meremas
pudelnya. "Precious, ini dia, inidia ...inidia!"
Dan itu dia, menghampiri tangga dengan baju renang berwarna putih, memberi
senyum memikat kepada anak muda yang membantu di tangga, lalu segera melangkah
maju dengan sepatu hak tinggi, sementara kamera membidik bagian belakang
pahanya: "Mom. Itu Mom."
Mr. Gumb tak perlu menyentuh remote control, semuanya sudah ia edit ketika
membuat rekaman itu. Dalam gerak mundur, Mom menuruni tangga, mengambil kembali
senyumnya dari anak muda tadi, menjauhi tangga, sekarang maju lagi, maju-mundur,
maju-mundur. Ketika ia tersenyum, Gumb ikut tersenyum.
Mom tampil sekali lagi bersama sekelompok kontestan, tapi gambar itu selalu
kabur kalau dihentikan. Lebih baik diputar seperti biasa dan melihat sekilas
saja. Mom bersama peserta-peserta lain, mengucapkan selamat kepada para
pemenang. Bagian berikut direkamnya dari televisi kabel di sebuah motel di Chicago - ia
terpaksa membeli VCR dan menginap semalam lagi agar dapat merekamnya. Film itu
diputar berulang-ulang pada malam hari oleh saluran-saluran TV kabel murahan,
sebagai latar belakang iklan-iklan seks yang melintas di bagian bawah layar.
Adegan-adegan film dari tahun empat puluhan dan lima puluhan disambung-sambung,
antara lain memperlihatkan pertandingan voli di perkemahan nudis.
Ada juga penggalan-penggalan film seks dari tahun tiga puluhan, di mana para
pelaku pria memakai hidung palsu dan masih mengenakan kaus kaki. Iringan
musiknya dipilih asal saja. Kini terdengar The Look of Love, yang sama sekali
tidak cocok dengan adegan yang terlihat.
Mr. Gumb tak dapat berbuat apa-apa mengenai iklan-iklan yang melintas di layar.
Ah, ini dia, sebuah kolam renang - melihat tanaman di sekelilingnya, mestinya ini
di California. Hiasan taman bermutu baik, semuanya bergaya tahun lima puluhan.
Sejumlah gadis cantik berenang telanjang. Beberapa di antara mereka mungkin
pernah tampil dalam film kelas B. Riang gembira mereka keluar dari kolam dan
berlari, jauh lebih cepat dari musik pengiring, ke tangga luncuran, memanjat,
lalu- - uiiiih! Payudara mereka berayun-ayun ketika mereka meluncur, tertawa,
dengan kaki lurus ke depan.
Sekarang giliran Mom. Ini dia, keluar dari air di belakang gadis berambut
keriting. Wajahnya tertutup sebagian oleh iklan Sinderella, sebuah butik seks,
tapi kini ia kelihatan menjauhi kamera. Tubuhnya basah mengilap. Di perutnya ada
luka kecil bekas operasi Caesar. Ia menaiki tangga, lalu meluncur turun - uiiih!
Begitu menawan, dan walaupun Mr. Gumb tak dapat melihat wajah wanita itu, ia
tahu itu Mom, direkam setelah terakhir kali ia benar-benar melihatnya. Kecuali
dalam pikirannya, tentu saja.
Adegan di layar TV beralih ke iklan marital aid dan mendadak berakhir.
Anjing pudel Mr. Gumb memejamkan mata dua detik sebelum dipeluk erat-erat oleh
majikannya itu. "Oh, Precious. Kemarilah ke Mommy. Mommy bakal caantik sekali."
Banyak yang harus dikerjakan, banyak yang harus dikerjakan, banyak yang harus
dikerjakan untuk besok. Untunglah suara spesimen yang disekap di bawah tidak terdengar dari dapur,
biarpun dia berteriak-teriak sekuat tenaga. Tapi kini, ketika Mr. Gumb menuruni
tangga ke basement, ia bisa mendengarnya. Semula ia berharap tawanannya sedang
tidur. Anjing pudel yang digendongnya menggeram-geram.
"Kau saja lebih tahu sopan santun," Mr. Gumb berbisik ke telinga anjingnya.
Ruang sumur bisa dicapai melalui pintu di sebelah kiri kaki tangga. Mr. Gumb
tidak menghiraukan teriakan-teriakan yang terdengar dari sana, menengok pun
tidak - baginya, suara dari lubang sumur itu sedikit pun tidak menyerupai bahasa
Inggris. Mr. Gumb membelok ke ruang kerja di sebelah kanan, menurunkan pudelnya, dan
menyalakan lampu. Beberapa ngengat mengepak-ngepakkan sayap, lalu bertengger
pada kawat pelindung lampu di langit-langit.
Mr. Gumb sangat rapi di ruang kerjanya. Semua larutan dicampurnya dalam wadah
baja tahan karat. Ia tak pernah menggunakan wadah aluminium.
Ia telah terbiasa mempersiapkan segala sesuatu jauh sebelum waktunya. Sambil
bekerja, ia berkata kepada dirinya sendiri: Kau harus rapi, kau harus teliti,
kau harus cekatan, sebab masalah-masalahnya sangat besar. Kulit manusia cukup
berat - enam belas sampai delapan belas persen berat seluruh tubuh - dan licin.
Satu kulit utuh sukar ditangani dan mudah terlepas dari tangan saat masih basah.
Waktu juga penting; begitu dilepaskan, kulit segera mulai mengerut, terutama
pada orang dewasa muda, yang kulitnya paling kencang.
Ditambah lagi dengan sifat kulit yang tidak elastis sempurna, biarpun berasal
dari spesimen muda. Sekali direnggangkan, kulit takkan kembali ke proporsi
semula. Kulit yang dijahit licin namun ditarik terlalu keras saat dipasang pada
maneken akan menggembung dan mengisut. Duduk di mesin jahit sambil mencucurkan
air mata takkan ada gunanya. Lalu masih ada garis-garis pembelah, dan letakletaknya harus diketahui dengan tepat. Daya regang kulit tidak sama untuk semua
arah; jika kulit ditarik ke arah yang salah, bekasnya takkan hilang.
Kulit yang masih basah, luar biasa sulit dikerjakan. Mr. Gumb harus
bereksperimen dan acap kali terpaksa menahan kecewa sebelum keterampilannya
mencapai tingkat memadai. Ia telah sampai pada kesimpulan bahwa cara-cara
lamalah yang terbaik. Prosedur yang digunakannya adalah sebagai berikut: Mulamula ia merendam bahan bakunya dalam akuarium berisi sari tumbuhan yang
dikembangkan penduduk asli Amerika - semuanya bahan alami tanpa garam-garam
mineral. Kemudian ia memakai metode yang menghasilkan kulit rusa yang lembut tak
tertandingi - penyamakan klasik dengan menggunakan otak. Penduduk asli Amerika
percaya bahwa otak setiap binatang cukup besar untuk menyamak kulitnya sendiri.
Mr. Gumb tahu ini tidak benar, dan ia sudah lama berhenti mencobanya, biarpun
dengan primata berotak paling besar. Freezer-nya kini penuh otak sapi, sehingga
tak perlu kuatir kehabisan persediaan.
Mr. Gumb sanggup mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan proses
penyamakan; sudah cukup lama ia berlatih.
Masalah-masalah struktural yang akan dihadapinya pun tak membuatnya gentar.
Ruang kerjanya menyambung ke koridor yang menuju bekas kamar mandi tempat Mr.
Gumb menyimpan katrol dan jam, juga ke studio dan ruang kosong yang luas dan
gelap di baliknya. Mr. Gumb membuka pintu studio dan disambut cahaya terang benderang - lampu-lampu
sorot dan lampu neon, semuanya lampu khusus yang memancarkan cahaya menyerupai
cahaya siang, terpasang pada balok-balok di langit-langit. Sejumlah maneken
berpose pada pelataran yang terbuat dari kayu ek. Semuanya tidak berpakaian
lengkap, ada yang mengenakan baju kulit, ada yang mengenakan baju dari bahan
tipis yang akan digunakan sebagai pola.
Bayangan delapan maneken tampak pada cermin-cermin di dua sisi dinding - cermincermin besar berlapis emas, bukan potongan-potongan seukuran keramik. Sebuah
meja rias berisi kosmetik, sejumlah wig, serta kepala plastik untuk menyimpan
wig. Inilah studio yang paling terang.
Maneken-maneken itu mengenakan baju pesanan yang tengah dikerjakan, sebagian
besar tiruan rancangan Armani dari kulit cabretta hitam.
Pada dinding ketiga ada meja kerja berukuran besar, dua mesin jahit, dua boneka
torso untuk mengepas baju, serta satu lagi yang dibuat berdasarkan ukuran tubuh
Jame Gumb. Pada dinding keempat terdapat lemari besar hitam dengan motif-motif Cina yang
hampir menyentuh langit-langit setinggi hampir dua setengah meter. Lemari itu
sudah tua dan motif-motifnya sudah pudar; beberapa sisik emas merupakan sisa
gambar naga, matanya yang putih masih kelihatan jelas, dan di sebelahnya tampak
lidah merah naga lain yang badannya sudah lenyap. Lapisan lak di bawah motifmotif itu masih utuh, walaupun sudah retak-retak.
Lemari besar itu tidak ada sangkut-pautnya dengan baju-baju pesanan. Isinya
adalah Proyek Khusus, dan pintunya tertutup rapat.
Anjing pudel kecil itu menjilat-jilat air dari mangkuknya di pojok, lalu
berbaring di antara kaki salah satu maneken sambil menatap Mr.
Gumb. Sebenarnya Mr. Gumb sedang mengerjakan jaket kulit. Ia ingin segera
menyelesaikannya agar tak ada yang mengganggu nanti, namun jiwa kreatifnya
sedang meluap-luap, dan ia belum puas dengan pola Proyek Khusus.
Keterampilan menjahit Mr. Gumb telah jauh melampaui apa yang diajarkan padanya
oleh California Department of Corrections ketika ia masih muda, tapi ini
merupakan tantangan besar.
Mengerjakan kulit cabretta yang tipis pun bukan persiapan memadai untuk
pekerjaan yang benar-benar halus. Ia telah membuat dua pola dari bahan tipis,
satu sesuai ukurannya sendiri, satu lagi berdasarkan ukuran yang diambilnya saat
Catherine Baker Martin belum siuman.
Ketika memasang pola yang lebih kecil pada boneka torso, masalah-masalahnya
segera terlihat. Catherine Martin memang besar untuk ukuran wanita, dan juga
mempunyai proporsi yang baik, namun ia tidak sebesar Mr. Gumb, dan punggungnya


Domba Domba Telah Membisu The Silence Of The Lambs Karya Thomas Haris di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kalah lebar. Cita-cita Mr. Gumb adalah baju tanpa sambungan. Itu tidak mungkin. Tapi ia telah
bertekad membuat baju dengan bagian depan tanpa jahitan. Berarti semua koreksi
harus dilakukan di bagian belakang. Sulit sekali. Ia telah membuang satu pola
dan mulai dari awal lagi. Dengan meregangkan kulitnya secara hati-hati, ia cukup
membuat dua irisan segitiga di ketiak - bukan irisan gaya Prancis, melainkan
irisan vertikal dengan ujung menghadap ke bawah. Dan dua irisan pinggang di
belakang, di sebelah dalam ginjal. Ia sudah terbiasa bekerja dengan memberi
kelonggaran sedikit saja untuk membuat keliman.
Pertimbangannya melampaui aspek visual dan juga mencakup indra peraba; bukan
tidak mungkin bahwa orang yang atraktif akan dipeluk.
Mr. Gumb menaburkan bedak ke telapak tangan, lalu memeluk dengan gaya alami dan
santai boneka torso yang meniru bentuk tubuhnya.
"Ciumlah aku," ia bergurau sambil menatap tempat kosong di mana seharusnya ada
kepala. "Bukan kau, bodoh," katanya ketika anjingnya menoleh.
Gumb membelai-belai punggung boneka sejauh tangannya bisa menjangkau. Kemudian
ia berjalan ke belakangnya dan mengamati bercak-bercak bedak. Tak seorang pun
ingin meraba jahitan. Tapi saat berpelukan, tangan kita tumpang tindih di tengah
punggung. Selain itu, ia berkata dalam hati, kita juga terbiasa dengan garis
tulang belakang. Berarti ia tidak dapat membuat sambungan di bahu.
Jawabannya adalah irisan segitiga di bagian atas tulang belakang, dengan ujung
sedikit di atas titik tengah tulang belikat. Jahitan itu sekaligus akan
berfungsi sebagai penahan lapisan dalam. Panil-panil Lycra akan dipasang di
balik placket di kedua sisi - jangan lupa membeli Lycra - dan penutup Velcro di
balik placket sebelah kanan. Ia membayangkan gaun-gaun Charles James yang
menawan, dengan jahitan bersusun agar datar sempurna.
Jahitan di punggung akan tertutup oleh rambutnya, atau tepatnya, rambut yang
akan dibiarkan tumbuh panjang.
Mr. Gumb melepaskan pola dari boneka torso dan mulai bekerja.
Mesin jahitnya sudah tua, semula digerakkan dengan pedal kaki, namun sekitar
empat puluh tahun lalu dilengkapi motor listrik. Pada mesin itu terdapat tulisan
dari emas "Aku Tak Pernah Lelah. Aku Melayanimu."
Pedal kakinya masih berfungsi, dan Gumb menggerakkannya setiap kali mulai menjahit. Untuk jahitan halus, ia selalu
membuka sepatu agar lebih mudah mengendalikan laju mesinnya. Beberapa saat hanya
ada suara mesin jahit, suara dengkur anjingnya, dan suara mendesis dari pipapipa uap di dalam basement yang hangat.
Setelah selesai membuat jahitan pada pola, ia mencobanya di depan cermin. Anjing
kecilnya menonton dari pojok, sambil memiringkan kepala.
Jahitannya perlu dilonggarkan sedikit di bawah lubang tangan.
Lalu masih ada beberapa masalah dengan facing dan interfacing.
Selain itu, semuanya sudah sesuai keinginannya. Luwes, namun sekaligus ketat. Ia
membayangkan dirinya bergegas menaiki tangga luncuran di tepi kolam renang. Mr.
Gumb lalu bereksperimen dengan lampu dan wig untuk memperoleh kesan dramatis,
dan ia juga mencoba kalung mutiara yang indah. Semua orang akan tercengang jika
ia memakai gaun dengan belahan di dada.
Sebenarnya ia tergoda untuk melanjutkan pekerjaannya, tapi matanya letih. Ia tak
ingin tangannya gemetaran, dan ia pun sedang tidak siap menghadapi kegaduhan.
Dengan sabar ia membuka semua jahitan dan menyusun bagian-bagian polanya - pola
yang sempurna. "Besok, Precious," ia berkata kepada anjingnya sambil mengeluarkan otak sapi
dari freezer agar melunak. "Pagi-pagi besok.
Mommy bakal caaantik sekali!"
Bab Empat Puluh Tujuh Starling tidur seperti mati selama lima jam, lalu mendadak terbangun di malam
buta, tergugah rasa takut pada mimpinya. Ia menggigit sudut selimut dan menutup
telinga dengan kedua tangan, untuk memastikan ia betul-betul telah terjaga dan
aman. Hening, anak-anak domba tak lagi mengembik-embik. Perlahan-lahan detak
jantungnya kembali normal, tapi kakinya tetap tak mau diam di balik selimut. Ia
tahu emosinya akan segera meledak.
Namun perasaan yang timbul dalam dirinya adalah kemarahan membara, bukan
ketakutan mencekam, dan ia menarik napas lega.
"Brengsek," katanya, lalu mengangkat sebelah kaki. Sepanjang hari tadi ia telah
mengalami banyak hal. Ia diusir oleh Chilton, dihina oleh Senator Martin,
dikorbankan dan dimarahi oleh Krendler, diejek oleh Lecter dan dikejutkan oleh
pelariannya, kemudian dibebas tugaskan oleh Jack Crawford. Tapi dari semua
kejadian itu, ada satu yang paling menyakitkan: dituduh sebagai pencuri. Senator
Martin adalah ibu yang sedang mengalami cobaan berat, dan ia sudah muak melihat
para petugas Perlukah ia terus berjaga-jaga terhadap Krendler selama sisa hidupnya"
Di hadapan Senator Martin, orang itu berusaha mencuci tangan.
Setiap kali teringat kejadian tersebut, Starling kembali sakit hati.
Krendler tidak percaya bahwa amplop itu berisi barang bukti.
Keterlaluan. Starling membayangkan Krendler, dan ia melihatnya memakai sepatu
model oxford angkatan laut seperti si wali kota, atasan ayahnya, ketika datang
untuk mengambil mesin absen. Yang lebih gawat, Jack Crawford kini tampak kecil
di mata Starling. Orang itu menghadapi masalah yang nyaris tak tertahankan oleh
siapa pun. Ia menyuruh Starling memeriksa mobil Raspail tanpa dukungan maupun bukti
otoritas. Oke, memang Starling sendiri yang menginginkannya - kesulitan yang
timbul hanyalah suatu kebetulan.
Tapi Crawford seharusnya tahu akan ada persoalan ketika Senator Martin melihat
Starling di Memphis; persoalan tetap akan muncul, biarpun Starling tidak
menemukan foto-foto itu. Catherine Baker Martin tergeletak dalam kegelapan yang sama seperti yang
menyelubungi dirinya sekarang. Hal itu terlupakan sejenak, sementara Starling
memikirkan masalahnya sendiri.
Bayangan-bayangan mengenai kejadian-kejadian dalam beberapa hari terakhir
seakan-akan hendak menghukum Starling atas kelalaiannya.
Semuanya timbul dengan warna terang, warna mencolok, warna yang muncul dari
kegelapan pekat saat petir menyambar pada malam hari.
Kimberly yang kini menghantui pikirannya. Kimberly yang gemuk dan malang, yang
menindik telinga agar tampak cantik dan menabung untuk menghilangkan bulu di
kakinya. Kimberly tanpa bulu. Kimberly saudaranya. Starling tidak yakin
Catherine Baker Martin mau peduli pada Kimberly. Kini mereka terikat oleh nasib.
Kimberly yang terbaring di rumah duka, di tengah Starling tak tahan lagi. Ia
berusaha memalingkan wajah, bagaikan perenang yang menoleh untuk menarik napas.
Semua korban Buffalo Bill wanita, obsesinya adalah wanita, ia hidup untuk
memburu wanita. Tapi tak satu wanita pun memburu Buffalo Bill sebagai pekerjaan
utama. Tak satu penyelidik wanita pun mempelajari semua kejahatannya.
Starling bertanya-tanya, apakah Crawford berani memanfaatkannya sebagai teknisi saat harus menangani Catherine Baker Martin.
Crawford meramalkan Catherine akan dihabisi besok.
Dihabisi. Dihabisi. Dihabisi.
"Sialan!" Starling mengumpat keras-keras, lalu mengayunkan kaki ke lantai.
"Kau bawa orang idiot ke tempat tidur, ya, Starling?" ujar Ardelia Mapp.
"Kauselundupkan dia kemari waktu aku sedang tidur, dan sekarang kau memberikan
instruksi padanya - jangan kausangka aku tidak dengar."
"Sori, Ardelia, aku tidak..."
"Kau harus lebih spesifik, Starling. Yang kaukatakan tadi belum cukup. Merayu
idiot persis sama seperti jurnalisme. Kau harus menjelaskan Apa, KaPan, Di Mana,
dan Bagaimana. Kukira soal Kenapa akan jelas dengan sendirinya."
"Kau punya baju kotor yang perlu dicuci?"
"Sepertinya kau menanyakan pakaian kotor?"
"Yap, rasanya aku mau cuci pakaian dulu. Mau titip?"
"Cuma ada celana training di belakang pintu."
"Oke. Pejamkan mata. Aku mau menyalakan lampu sebentar."
Bukan catatan Fourth Amendment untuk ujian yang akan datang yang ditaruhnya di
atas tumpukan baju kotor dan digotong ke ruang cuci.
Ia membawa berkas Buffalo Bill, tumpukan kertas setebal sepuluh senti penuh
penderitaan, sampulnya ditulis dengan tinta berwarna darah. Juga terlampir
printout hotline mengenai laporannya tentang Ngengat Tengkorak.
Berkas itu harus dikembalikan besok, dan jika ia menginginkan isinya lengkap,
cepat atau lambat ia harus menyisipkan laporannya. Di ruang cuci yang hangat,
diiringi bunyi mesin cuci yang berirama, ia melepaskan tali karet yang mengikat
berkas itu. Kertas-kertasnya ia susun pada rak untuk melipat pakaian, dan ia
berusaha menyisipkan laporannya tanpa memandang foto-foto yang terlihat, tanpa
membayangkan foto-foto yang mungkin akan segera ditambahkan.
Petanya terletak paling atas. Tapi pada peta itu ada tulisan tangan.
Tulisan tangan Dr. Lecter yang anggun melintasi Great Lake, dan berkata:
Clarice, bukankah penyebaran lokasi yang acak ini berkesan terlalu dibuat-buat"
Terlalu acak" Berlebihan" Bukankah ini menyerupai cerita seseorang yang tidak pandai
berbohong" Ta, Hannibal Lecter P.S. Jangan buang-buang waktu, kau takkan menemukan apa pun lagi.
Starling menghabiskan dua puluh menit dengan membolak-balik halaman, sebelum
yakin memang tidak ada apa-apa lagi.
Ia menghubungi hotline dari telepon umum di lorong dan membacakan pesan itu
kepada Burroughs. Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah Burroughs tidak pernah
tidur. "Asal tahu saja, Starling, saat ini informasi dari Lecter tidak terlalu laku,"
ujar Burroughs. "Kau sudah diberitahu Jack soal Billy Rubin?"
"Belum." Starling bersandar ke dinding dan memejamkan mata sambil'mendengarkan penjelasan
mengenai lelucon Dr. Lecter.
"Entahlah," Burroughs akhirnya berkata. "Jack bilang klinik-klinik ganti kelamin
itu akan terus ditekan, tapi seberapa keras" Kalau kita amati informasi di
komputer, cara informasi itu disusun, terlihat bahwa semua keterangan Lecter
diberi awalan khusus, baik yang kauperoleh maupun yang didapat di Memphis. Semua
informasi dari Baltimore atau dari Memphis, atau kedua-duanya, bisa dihapus
dengan sekali menekan tombol. Sepertinya pihak Kehakiman mau menyingkirkan
semuanya itu. Aku terima memo yang menyatakan serangga di tenggorokan Klaus,
ehm, sebentar, 'tersangkut tidak sengaja'."
"Tapi Anda akan menyampaikannya pada Mr. Crawford, bukan?"
tanya Starling. "Tentu, informasi ini akan tampil di monitornya, tapi untuk sementara aku tidak
akan menelepon dia. Kau juga jangan. Bella meninggal beberapa waktu lalu."
"Oh," ujar Starling.
"Aku juga ada kabar baik untukmu. Orang-orang kita di Baltimore sudah memeriksa
sel Lecter di rumah sakit jiwa. Mereka dibantu penjaga bernama Barney. Mereka
menemukan serpihan logam pada kepala baut di tempat tidur Lecter, tempat dia
membuat kunci borgolnya. Tenang saja, Nak. Namamu akan harum nanti."
Namanya harum. Tapi hidungnya harus digosok Vicks VapoRub.
Fajar menyingsing pada hari terakhir dalam hidup Catherine Martin.
Apa yang dimaksud Dr. Lecter"
Tak ada yang bisa memastikan apa yang dimaksud orang itu.
Ketika berkas kasus diserahkan, Starling menyangka Lecter akan menikmati fotofoto yang terpampang dan menggunakan berkas itu sebagai tameng untuk
menceritakan hal-hal yang telah diketahuinya mengenai Buffalo Bill. Barangkali
sejak awal Lecter sudah berbohong, seperti ia membohongi Senator Martin.
Barangkali ia tidak mengetahui apa pun mengenai Buffalo Bill.
Pengamatannya tajam - nyatanya dia memahami aku luar-dalam. Rasanya sukar menerima
kenyataan bahwa seseorang memahami kita tanpa bermaksud baik terhadap kita.
Starling masih muda dan ini sesuatu yang baru baginya. Terlalu acak, demikian
Dr. Lecter berkomentar. Starling dan Crawford dan semua orang lain sudah kenyang menatap peta dengan
titik-titik yang menandakan lokasi penculikan dan lokasi mayat ditemukan. Di
mata Starling, susunan itu tampak bagaikan gugus bintang, dan ia tahu seksi Ilmu
Perilaku sempat mencocokkannya dengan tanda-tanda zodiak, namun tanpa hasil.
Jika Dr. Lecter membaca sekadar untuk mengisi waktu, untuk apa ia mengotak-atik
peta itu" Starling membayangkannya membalik-balik laporan tersebut sambil
mencemooh gaya tulisan beberapa kontributor.
Lokasi-lokasi penculikan dan pembuangan mayat tidak menunjukkan pola tertentu.
Tanggal-tanggalnya tidak bertepatan dengan pertemuan-pertemuan bisnis maupun
dengan laporan mengenai pencurian yang berkaitan dengan perilaku menyimpang.
Sementara cuciannya berputar dalam mesin pengering, Starling menelusuri peta
dengan jari. Di sini korban diculik, di sana mayatnya dibuang. Di sini
penculikan kedua, di sana mayatnya ditemukan. Di sini yang ketiga dan - Tapi
tanggalnya terbalik atau, bukan, mayat kedua memang ditemukan lebih dulu.
Fakta itu tercatat di samping tanda bintang pada peta, tanpa diberi komentar.
Mayat korban kedua ditemukan pertama mengapung di Sungai Wabash di pusat kota
Lafayette, Indiana, tidak jauh dari Interstate 65.
Wanita muda pertama yang dilaporkan hilang diculik di Belvedere, Ohio, di dekat
Columbus, dan belakangan ditemukan di Sungai Blackwater di Missouri, di luar
Lone Jack. Berbeda dengan para korban lain, tubuhnya diberi pemberat.
Tubuh korban pertama ditenggelamkan di daerah terpencil.
Korban kedua dibuang ke sungai di sebelah hulu sebuah kota, sehingga pasti cepat
ditemukan. Kenapa". Korban pertama sengaja disembunyikan, korban kedua tidak.
Kenapa" Apa yang dimaksud dengan "terlalu acak?"
Utamakan yang utama. Apa kata Dr. Lecter mengenai "hal utama?" Apa maksud dari
segala keterangan Dr. Lecter"
Starling menatap catatan yang dibuatnya ketika terbang ke Memphis.
Dr. Lecter bilang, keterangan di dalam berkas kasus ini sudah memadai untuk
menemukan si pembunuh. "Kesederhanaan," katanya.
Ada apa dengan "hal utama," apa yang menjadi hal utama" Ah "prinsip-prinsip utama" yang harus diperhatikan.
Apa hal utama, hal pokok yang dilakukannya, kebutuhan apa yang dipenuhinya
dengan membunuh" Dia berhasrat mendapatkan sesuatu. Bagaimanakah awal mula kita mendambakan
sesuatu" Kita mulai dengan mendambakan sesuatu yang kita lihat setiap hari.
Starling lebih mudah merenungkan pernyataan-pernyataan Dr.
Lecter tanpa merasakan tatapannya yang tajam. Ia lebih mudah memikirkan segala
sesuatu di asrama yang aman. Kalau memang benar bahwa yang kita dambakan adalah
sesuatu yang kita lihat sehari-hari, mungkinkah Buffalo Bill sendiri terkejut
ketika membunuh korbannya yang pertama" Mungkinkah ia membunuh seseorang yang
dikenalnya" Itukah sebabnya ia menyembunyikan korban pertama, dan membiarkan
korban kedua ditemukan dalam waktu singkat"
Apakah ia menculik korban kedua jauh dari rumah, lalu membuangnya di tempat
korban cepat ditemukan untuk menimbulkan kesan lokasi penculikan dipilih secara
acak" Setiap kali Starling memikirkan para korban, yang pertama muncul dalam benaknya
adalah Kimberly Emberg, sebab ia sempat melihat Kimberly tergeletak tak
bernyawa. Lalu korban pertama. Fredrica Bimmel, dua puluh dua tahun, Belvedere, Ohio. Ada
dua foto. Pada foto dari buku tahunan, ia tampak besar dan tidak menarik, dengan
rambut lebat dan kulit mulus. Pada foto kedua, yang diambil di kamar mayat
Kansas City, ia tak lagi menyerupai manusia. Starling kembali menelepon
Burroughs. Suara orang itu agak serak, tapi ia mendengarkannya dengan sabar.
"Jadi, apa maksudmu, Starling?"
"Barangkali dia tinggal di Belvedere, Ohio, sama seperti korban pertama.
Barangkali mereka bertemu setiap hari, dan dia membunuhnya secara spontan.
Barangkali dia semula sekadar ingin...
mentraktirnya minum dan mengobrol soal kor. Jadi, dia menyembunyikannya dengan
saksama, kemudian menculik korban kedua jauh dari rumah. Yang ini sengaja
dibuang di tempat yang mudah ditemukan, untuk mengalihkan perhatian ke tempat


Domba Domba Telah Membisu The Silence Of The Lambs Karya Thomas Haris di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lain. Anda tahu sendiri bagaimana laporan orang hilang ditanggapi sebelum
mayatnya ditemukan."
"Starling, hasilnya akan lebih baik kalau jejaknya masih hangat.
Orang-orang mengingat lebih banyak, para saksi... "
"Itu yang saya maksud. Dia tahu itu."
"Sekarang, misalnya, kau tak bisa berbuat apa-apa tanpa diketahui polisi di kota
asal korban terakhir - Kimberly Emberg dari Detroit. Kimberly Emberg mendadak
jadi pusat perhatian sejak anak Senator Martin menghilang. Tiba-tiba saja semua
orang jadi sibuk dengan urusan itu. Tapi ingat, informasi ini bukan dariku."
"Maukah Anda bicara dengan Mr. Crawford, soal kota pertama itu?"
"Tentu. Aku juga akan memasukkannya ke hotline untuk diketahui semua orang. Aku
tidak mengatakan ini ide buruk, Starling, tapi seluruh kota Belvedere sudah
diperiksa begitu wanita tersebut - siapa namanya, Bimmel, bukan" - begitu Bimmel
ditemukan. Bukan cuma oleh kepolisian setempat, tapi juga oleh perwakilan kita
di Columbus. Pagi ini kau takkan bisa membangkitkan minat terhadap Belvedere
atau teori-teori lain dari Dr. Lecter."
"Dia hanya..." "Starling, kita akan memberikan sumbangan kepada UNICEF
atas nama Bella. Kalau mau ikut, namamu akan kucantumkan di kartunya."
"Tentu, terima kasih, Mr. Burroughs."
Starling mengeluarkan cuciannya dari alat pengering. Baju-baju yang hangat itu
terasa lembut dan berbau wangi. Ia mendekap semuanya erat-erat.
Ibunya membawa setumpuk seprai. Hari ini hari terakhir dalam hidup Catherine.
Burung gagak berbulu hitam-putih mencuri dari kereta dorong. Ia tak mungkin
mengusirnya di luar dan sekaligus berada di dalam ruangan. Hari ini hari
terakhir dalam hidup Catherine.
Ayahnya mengayunkan tangan sebagai pengganti lampu sein saat membelokkan pickupnya ke pekarangan. Waktu masih kecil, ia menyangka tangan ayahnya memberitahu
mobil itu ke mana harus membelok, memberi perintah untuk membelok.
Starling menitikkan air mata ketika memutuskan langkah selanjutnya. Dan ia
membenamkan wajahnya ke cucian yang hangat.
Bab Empat Puluh Delapan Crawdfqrd keluar dari rumah duka dan menoleh ke kiri-kanan, mencari-cari mobil
yang dikemudikan Jeff. Namun yang dilihatnya justru Starling, yang mengenakan
setelan jas berwarna gelap dan menunggu di bawah awning. "Tugaskanlah aku,"
Starling berkata. Crawford baru saja memilih peti jenazah untuk istrinya dan membawa kantong
kertas berisi sepatu Bella yang sebenarnya tidak perlu dibawa. Ia mengalihkan
pikirannya. "Aku minta maaf," ujar Starling. "Aku takkan datang sekarang kalau ada
kesempatan lain. Tugaskanlah aku."
Crawford menyelipkan tangan ke kantong dan tiba-tiba menggerakkan kepala hingga
tulang lehernya berbunyi. Matanya bersinar-sinar. "Tugaskan ke mana?"
"Anda mengirimku untuk mempelajari Catherine Martin - sekarang aku perlu
mempelajari yang lain. Kita tinggal mengusut cara Buffalo Bill berburu.
Bagaimana dia menemukan para korbannya, bagaimana dia menculik mereka. Soal
penyelidikan, aku tidak kalah dari anak buah Anda yang lain, dan dalam beberapa
hal aku malah lebih baik. Semua korbannya wanita, dan tidak ada wanita yang
menangani kasus ini. Aku bisa masuk ke kamar wanita dan mengetahui tiga kali
lebih banyak mengenai dia daripada penyelidik pria, dan Anda tahu itu benar.
Tugaskanlah aku." "Kau siap disuruh mengulang dari awal?"
"Ya." , "Kemungkinan besar kau akan rugi enam bulan." Starling diam saja.
Crawford menendang-nendang rumput dengan ujung sepatu, lalu menatap Starling.
Wanita itu mempunyai keberanian, seperti Bella.
"Kau mau mulai dari mana?"
"Dengan yang pertama, Fredrica Bimmel, Belvedere, Ohio."
"Bukan dengan Kimberly Emberg yang sempat kaulihat?"
"Dia tidak mulai dengan Kimberly." Perlukah Lecter disebut"
Tidak. Dia akan melihatnya di hotline.
"Emberg adalah pilihan yang emosional, bukan begitu, Starling"
Ongkos perjalananmu akan diganti setelah kau pulang. Kau punya uang?" Bank-bank
baru buka satu jam lagi. "Masih ada sisa di Visa saya."
Crawford merogoh kantongnya. Ia memberikan tiga ratus dolar tunai serta sebuah
cek. "Berangkatlah, Starling. Yang pertama saja. Hubungi hotline.
Dan telepon aku." Starling hendak menyodorkan tangan. Namun ia tidak menyentuh wajah maupun tangan
Crawford: rasanya tak ada tempat yang dapat disentuh, jadi ia berbalik dan
berlari ke Pintonya. Crawford menepuk-nepuk kantong setelah Starling pergi. Ia telah memberikan
seluruh uang yang dibawanya "Sayangku perlu sepatu baru," ia berkata. "Sayangku
tidak perlu sepatu lagi." Ia menangis di tengah trotoar, seorang kepala seksi
FBI, tak kuasa menahan perasaan.
Dari mobil, Jeff melihat pipi atasannya berkilau, dan ia mundur ke sebuah gang,
tempat Crawford tak bisa melihatnya. Jeff turun dari mobil dan menyalakan
sebatang rokok. Sebagai hadiah untuk Crawford, ia akan berdiri di sini sampai
atasannya itu selesai menangis dan jengkel karena menunggu begitu lama, sehingga
mempunyai alasan untuk mendampratnya.
Bab Empat Puluh Sembilan Pada pagi hari keempat, Mr. Gumb siap memetik panennya. Pulang dari berbelanja
barang-barang kebutuhan terakhir, ia harus menahan diri untuk tidak bergegas
menuruni tangga ke basement. Ia masuk ke studio dan membongkar kantong-kantong
belanja, selambu dinding baru, beberapa panil Lycra untuk dipasang di bawah
placket, sekotak garam Kosher. Tak ada yang terlupakan.
Ia pindah ke ruang kerja dan menyusun pisau-pisaunya pada handuk bersih di
samping tempat cuci piring yang panjang. Pisaunya ada empat: pisau berpunggung
lengkung untuk melepas kulit, pisau runcing yang dapat mengikuti setiap lekuk
jari telunjuk, pisau bedah untuk pekerjaan paling halus, serta sangkur dari masa
Perang Dunia Pertama. Sisi sangkur yang melengkung merupakan alat terbaik untuk
membersihkan kulit tanpa mengoyaknya.
Selain itu, ia juga memiliki gergaji bedah Strycker, namun gergaji tersebut
jarang sekali digunakan, dan ia pun menyesal telah membelinya.
Kini ia mengoleskan minyak ke kepala boneka penyimpan wig, menaburkan garam
kasar, lalu menaruh boneka itu di sebuah wadah dangkal. Dengan jenaka ia
mencubit hidung boneka dan memberinya ciuman jarak jauh.
Ia sulit mengendalikan diri - rasanya ia ingin menari-nari seperti Danny Kaye. Ia
tertawa dan meniup pelan untuk mengusir ngengat yang terbang di depan wajahnya.
Sudah waktunya menyalakan pompa di akuarium-akuarium berisi larutan segar yang
telah disiapkannya. Oh, sepertinya ada kepompong di dalam tanah, di dasar
kandang. Ia menekan-nekan dengan jari. Ya, ternyata memang ada. Sekarang giliran
pistolnya. Sudah berhari-hari Mr. Gumb memikirkan cara terbaik untuk membunuh spesimen yang
satu ini. Ia tak mungkin menggantungnya, karena akan menimbulkan bercak-bercak
di dada; lagi pula, ia tidak mau mengambil risiko kulit di belakang telinga
terkoyak akibat goresan simpul tali. Mr. Gumb telah belajar dari percobaanpercobaan sebelumnya. Ia sempat membuat sejumlah kesalahan yang cukup
menyakitkan. Kini ia bertekad menghindari berbagai mimpi buruk yang sudah
dialaminya. Ada satu hal yang ia jadikan pedoman: meski lemah karena lapar dan
diam karena takut, para korbannya selalu melawan ketika melihat peralatannya.
Di masa lalu, ia kerap berburu wanita muda di basement yang gelap gulita dengan
menggunakan kacamata dan senter inframerah, dan ia sangat menikmatinya. Ia
menyaksikan mereka meraba-raba mencari jalan, mencoba bersembunyi di pojok-pojok
ruangan. Ia suka memburu mereka dengan pistol. Ia senang menggunakan pistol. Mereka
selalu menjadi bingung, kehilangan keseimbangan, menabrak-nabrak rintangan. Ia
berdiri dalam kegelapan pekat dengan mengenakan kacamata, menunggu sampai mereka
menurunkan tangisan dari wajah, lalu menembak mereka di kepala. Atau di kaki
dulu, di bawah lutut, agar mereka tetap bisa merangkak. Perbuatan itu kekanakkanakan dan sia-sia, dan ia pun telah menghentikan kebiasaan tersebut. Untuk
proyek yang sedang dikerjakan sekarang, tiga korban pertama diajaknya mandi
shower di lantai atas sebelum ditendang dari tangga dengan leher terikat tali semuanya berjalan lancar. Masalah baru muncul pada percobaannya yang keempat. Ia
terpaksa menggunakan pistol di kamar mandi, dan ia membutuhkan waktu satu jam
untuk membersihkan semua percikan darah. Ia membayangkan gadis itu, basah kuyup,
merinding, gemetaran ketika ia mengokang pistol. Ia senang mengokangnya - klik
klik - satu letusan, lalu hening.
Ia menyukai pistolnya, dan itu bisa dimengerti, sebab pistol itu memang bagus,
sebuah Colt Python stainless steel dengan laras sepanjang lima belas senti.
Semua pistol Python disetel khusus di custom shop Colt, dan yang ini pun terasa
enak di tangan. Ia mengokangnya, menarik picu, menahan martilnya dengan ibu
jari. Kemudian ia mengisi peluru dan menyimpan senjatanya di counter ruang kerja.
Mr. Gumb ingin sekali menyuruh mangsanya kali itu keramas, sebab ia ingin
melihatnya menyisir rambut. Ia bisa belajar banyak, untuk membantunya berdandan
kelak, dengan memperhatikan bagaimana rambut spesimen ini tergerai. Tapi yang
ini berbadan jangkung dan tampaknya cukup kuat. Yang ini terlalu berharga untuk
disia-siakan dengan menembaknya.
Ia akan menggunakan cara lain. Ia akan mengambil katrolnya dan menawarkan
kesempatan mandi, dan setelah perempuan itu memasang tali di tubuhnya, ia akan
mengatrolnya sampai tergantung di lubang sumur, lalu menembaknya beberapa kali
di bagian bawah punggung. Korbannya akan pingsan, dan selebihnya akan
dikerjakannya dengan kloroform.
Ya, itu cara terbaik. Sekarang ia akan naik dan menanggalkan baju. Ia akan
membangunkan Precious dan mengajaknya menonton video bersama-sama, kemudian
mulai bekerja, telanjang bulat di basement yang hangat, telanjang bulat seperti
bayi yang baru lahir. Kegembiraannya nyaris meluap sewaktu ia menaiki tangga.
Cepat-cepat ia melepaskan baju dan mengenakan kimono. Ia memasukkan kaset video.
"Precious, sini, Precious. Kita bakal sibuk. Ayo, Manis." Ia harus mengurung
Precious di kamar tidur di atas, sementara ia mengerjakan bagian yang bising di
basement - Precious membenci kebisingan dan selalu kalang kabut. Supaya anjing itu
tidak bosan menunggu, ia sengaja membelikan sekotak Cheweez ketika pergi
belanja. "Precious." Anjingnya tidak muncul, dan ia memanggilnya di koridor, "Precious!"
dan di dapur, dan di basement, "Precious!" Ketika memanggil di pintu ruang
sumur, ia mendapat jawaban. "Dia di bawah sini, bangsat!" seru Catherine Martin.
Mr. Gumb langsung dicekam ketakutan akan keselamatan Precious. Kemudian
kemarahan mencengkeram dirinya. Sambil menempelkan kepalan tangan ke pelipis, ia
menyandarkan kening ke kusen pintu dan berusaha mengendalikan diri. Mulutnya
mengeluarkan bunyi parau dan anjing kecilnya menyahut dengan menyalak pelan. Ia
pergi ke ruang kerja dan mengambil pistol.
Tali untuk menarik ember telah putus. Ia tidak tahu bagaimana perempuan itu
melakukannya. Terakhir kali talinya putus, ia menduga sebabnya karena perempuan
itu berusaha memanjat. Semuanya berusaha memanjat - hal-hal yang paling tak masuk
akal pun mereka coba. Ia membungkuk dan memandang ke bawah. Nada suaranya
terkendali. "Precious, kau tidak apa-apa" Jawablah."
Catherine mencubit pantat anjing itu. Precious berkaing-kaing dan mencoba
menggigit lengan Catherine.
"Bagaimana?" ujar Catherine.
Mr. Gumb sesungguhnya enggan bicara dengan perempuan itu, namun ia tidak punya
pilihan. "Aku akan menurunkan keranjang.
Masukkan dia ke dalamnya."
"Turunkan pesawat telepon atau aku terpaksa mematahkan lehernya. Aku tidak
berniat buruk terhadapmu, dan aku tidak mau mencelakakan anjing kecil ini. Aku
hanya minta telepon." Mr. Gumb mengangkat pistolnya. Catherine melihat siluet
moncong senjata dalam cahaya lampu. Ia segera merunduk dan mengangkat anjing
pudel itu sebagai perisai. Dari atas terdengar bunyi klik, menandakan pistol
telah dikokang. "Kalau kau menembak, berdoalah supaya aku langsung mati, sebab kalau tidak,
lehernya akan kupatahkan. Demi Tuhan, lehernya akan kupatahkan."
Ia mengepit anjing itu, mencengkeram moncongnya dengan sebelah tangan, dan
mengangkat kepalanya. "Mundur, haram jadah!"
Anjing kecil itu merintih: rintih. Pistol di atas menghilang dari pandangan.
Catherine menyibakkan rambut di keningnya yang basah oleh keringat. "Aku tidak
bermaksud menghinamu," katanya. "Aku cuma minta telepon. Kau boleh pergi, aku
tidak peduli, aku tidak tahu tampangmu. Precious akan kurawat baik-baik."
"Tidak." "Kujamin dia takkan kekurangan apa pun. Pikirkan kepentingan dia, jangan hanya
kepentinganmu sendiri. Dia bakal tuli kalau kau menembak di sini. Aku cuma minta
telepon. Pasang kabel-kabel tambahan dan turunkan pesawatnya ke sini. Anjingmu
akan kukirim ke mana pun kauinginkan, dengan pesawat terbang. Keluargaku
memelihara anjing. Ibuku pencinta anjing. Kau bebas pergi, aku tidak peduli apa
yang kaulakukan." "Kau takkan kuberi air."
"Aku masih punya air di botol, dan airnya takkan kubagi dengan Precious. Maaf,
tapi sepertinya kakinya patah." Itu tidak benar - anjing kecil itu, berikut ember
yang digunakan untuk mengikat umpan, jatuh menimpa Catherine dan justru pipi
Catherine yang tergores cakar Precious yang meronta-ronta. Ia tak bisa
menurunkannya, sebab orang di atas akan tahu itu tidak pincang.
"Dia kesakitan. Kakinya tertekuk dan dia berusaha menjilatnya.
Aku tidak tegamelihat dia menderita," Catherine berbohong. "Dia harus dibawa ke
dokter hewan." Raungan kemarahan Mr. Gumb membuat anjing kecil itu kembali merintih. "Tahu apa
kau soal itu," ujar Mr. Gumb. "Awas, kalau kau menyakiti dia, akan kusiram kau
dengan air panas." Catherine Martin mendengar suara langkah menaiki tangga dan ia terduduk sambil
gemetaran. Ia tak sanggup lagi memegang Precious, tak sanggup menahan kencing,
tak sanggup melakukan apa pun.
Ketika anjing kecil itu naik ke pangkuannya, ia segera mendekapnya dan bersyukur
atas kehangatan yang diberikannya.
Bab Lima Puluh Bulu burung tampak mengambang di air yang cokelat pekat, bulu-bulu dari kandangkandang merpati, terbawa embusan angin yang membelai permukaan sungai.
Papan-papan iklan yang dipasang para makelar rumah di depan rumah-rumah di Fell
Street, jalan tempat tinggal Fredrica Bimmel di Belvedere, Ohio, sebuah kota
industri berpenduduk 112.000 orang di sebelah timur Columbus, menjanjikan
pemandangan sungai karena pekarangan-pekarangan belakang menghadap ke anak
sungai Licking, yang sesungguhnya tidak pantas menyandang sebutan sungai.
Lingkungan kumuh itu terdiri atas rumah-rumah tua yang besar.
Beberapa rumah dibeli murah oleh pasangan-pasangan muda dan telah direnovasi
dengan enamel Sears Best, sehingga rumah-rumahyang lain justru kelihatan lebih
buruk lagi. Rumah keluarga Bimmel belum direnovasi.
Clarice Starling berhenti sejenak di pekarangan belakang Fredrica, dengan tangan
terselip di kantong mantel. Ia menatap bulu-bulu yang mengambang di air. Di
tengah ilalang masih terdapat sisa salju yang tampak biru di bawah langit biru
pada hari yang tidak terlalu dingin ini.
Ia mendengar ayah Fredrica memalu di antara kandang-kandang merpati yang
membentang dari tepi air sampai hampir ke rumah. Ia belum bertemu Mr. Bimmel.
Para tetangga mengatakan pria itu berada di rumah. Wajah mereka berkesan kencang
ketika mengatakannya. Starling sendiri sedang mengalami pergulatan batin. Saat menyadari di tengah
malam buta bahwa ia harus meninggalkan Academy untuk memburu Buffalo Bill,
berbagai suara yang selama ini membebani pikirannya mendadak lenyap, jiwanya
terasa tenang dan tenteram. Namun kini hati kecilnya terus berbisik bahwa ia
telah melakukan tindakan bodoh.
Masalah-masalah sepele sepanjang pagi tak digubrisnya - baik penerbangan ke
Columbus dengan pesawat yang pengap maupun kekacauan di tempat penyewaan mobil.
Ia sempat membentak petugas yang melayaninya agar bekerja lebih giat, namun
perasaannya tetap kosong. Starling membayar harga tinggi untuk kesempatan ini
dan ia bertekad memanfaatkannya sebaik mungkin.
Waktu yang dimilikinya bisa habis sekonyong-konyong, jika perintah Crawford
dibatalkan dan ia disuruh kembali.
Ia perlu bekerja, cepat. Memikirkan penderitaan Catherine pada hari terakhir ini
hanya membuang-buang waktu.
Angin berhenti dan permukaan air tampak selicin kaca. Sebuah bulu berputar-putar
di dekat kaki Starling. Bertahanlah, Catherine.
Starling

Domba Domba Telah Membisu The Silence Of The Lambs Karya Thomas Haris di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggigit bibir. Kalau Buffalo Bill sampai menembaknya, mudah-mudahan ia bisa menembak dengan benar, kata Starling dalam
hati. Bimbinglah kami untuk peduli dan tidak peduli. Bimbinglah kami untuk diam.
Ia berpaling ke deretan kandang merpati dan menyusuri papan-papan yang
tergeletak di lumpur, menuju bunyi palu tadi. Ia melihat ratusan merpati dengan
berbagai warna dan ukuran; ada yang besar dengan kaki pengkar keluar, ada yang
menggembungkan tembolok dan membusungkan dada. Burung-burung itu merentangkan
sayap di bawah sinar matahari yang pucat dan mendekur-dekur ketika Starling
lewat. Ayah Fredrica, Gustav Bimmel, jangkung dan berpinggang lebar.
Matanya yang berwarna biru muda dikelilingi bayangan merah. Topi rajut yang
menutupi kepalanya ditarik sampai menutupi alis. Ia sedang membuat kandang
merpati lagi di depan gudang peralatan.
Starling mencium bau vodka ketika pria itu mengamati kartu identitasnya sambil
memicingkan mata. "Tidak ada hal baru yang bisa saya ceritakan kepada Anda," kata Bimmel.
"Kemarin dulu, polisi kemari lagi untuk membahas keterangan saya. Mereka
membacakannya kembali. 'Betulkah itu" Betulkah itu"'
Saya bilang, tentu saja betul, kalau tidak betul, untuk apa saya ceritakan waktu
itu." "Saya berusaha memperoleh gambaran di mana... di mana si penculik mungkin
bertemu Fredrica. Di mana dia mungkin melihatnya dan memutuskan untuk
menculiknya." "Fredrica sempat pergi naik bus ke Columbus untuk melamar kerja di sebuah toko.
Menurut polisi, sudah diwawancara. Tapi dia tak pernah pulang. Saya tidak tahu
ke mana lagi dia pergi hari itu. Pihak FBI mempelajari semua slip tagihan Master
Chargenya, tapi tidak ada tagihan untuk hari itu. Anda sudah tahu semua itu,
bukan?" "Mengenai kartu kreditnya, saya tahu. Mr. Bimmel, Anda masih menyimpan barangbarang Fredrica" Barang-barangnya masih di sini?"
"Kamarnya di lantai atas."
"Boleh saya lihat?"
Sejenak Bimmel tampak bingung, di mana harus meletakkan palu. "Baiklah,"
katanya. "Mari ikut saya."
Bab Lima Puluh Satu Ruang kerja Jack Crawford di markas besar FBI di Washington terasa menyesakkan
karena dicat abu-abu, tapi mempunyai jendela-jendela besar.
Crawford berdiri di jendela sambil memegang clipboard. Ia sedang mempelajari
daftar yang dicetak dengan printer dot-matrix.
Sudah lama ia hendak mengganti printer itu.
Ia langsung datang kemari dari rumah duka tadi, dan bekerja sepanjang pagi. Ia
telah menelepon kepolisian Norwegia dan meminta sekali lagi agar mereka segera
mengirim catatan perawatan gigi dari pelaut bernama Klaus yang dilaporkan
hilang. Kemudian ia mendesak kantor perwakilan San Diego untuk memeriksa temanteman Benjamin Raspail di Konservatorium tempat ia mengajar. Kantor pabean pun
dihubunginya, untuk menanyakan apakah mereka sudah meneliti pelanggaranpelanggaran impor menyangkut serangga hidup.
Lima menit setelah Crawford tiba di kantor, FBI Assistant Director John Golby,
pemimpin gugus tugas antarinstansi yang baru dibentuk, mampir sejenak. "Jack,
kami turut berduka cita," katanya.
"Kami menghargai kau tetap masuk hari ini. Tanggal upacara sudah ditetapkan?"
"Besok malam Bella disemayamkan. Pemakamannya hari Sabtu, jam sebelas."
Golby mengangguk. "Kami bermaksud mengirim sumbangan ke UNICEF, Jack. Kau ingin
mencantumkan nama Bella atau Phyllis?"
"Bella, John. Tulis Bella saja."
"Ada yang bisa kubantu, Jack?"
Crawford menggelengkan kepala. "Aku cuma ingin bekerja. Aku cuma mau bekerja
sekarang." "Oke," ujar Golby. Ia terdiam sejenak.
"Frederick Chilton minta perlindungan FBI."
"Bagus. John, orang-orang di Baltimore sudah bicara dengan Everett Yow,
pengacara Raspail" Aku sempat menyinggung soal dia.
Barangkali dia tahu sesuatu mengenai teman-teman Raspail."
"Yeah, sedang dikerjakan sekarang. Aku baru mengirim memo kepada Burroughs.
Direktur memasukkan Lecter pada daftar Most Wanted. Jack, kalau kau butuh
sesuatu..." Golby mengangkat alis dan tangan, lalu mundur meninggalkan ruangan.
"Kalau kau butuh sesuatu."
Crawford berpaling ke jendela. Pemandangannya bagus. Ia bisa melihat gedung
Kantor Pos tua tempat ia menjalani sebagian latihannya. Di sebelah kiri ada
markas besar FBI lama. Ketika diwisuda, ia bersama para lulusan yang lain
berbaris melewati ruang kerja J- Edgar Hoover. Hoover berdiri di atas peti kecil
dan menyalami mereka satu per satu. Setelah itu Crawford tak pernah lagi bertemu
dengannya. Keesokan harinya, ia menikahi Bella.
Mereka berjumpa di Livorno, Italia. Crawford masih jadi tentara, Bella bekerja
sebagai staf NATO, dan waktu itu ia dikenal dengan nama Phyllis. Ketika mereka
berjalan-jalan di dermaga, seorang pelaut di kapal berseru, "Bella," dan sejak
itu Crawford pun selalu menggunakan nama tersebut.
Bella telah tiada. Mestinya
pemandangan dari jendela-jendela ini juga berubah. Tidak seharusnya
pemandangannya tetap sama. Kenapa kau meninggalkanku" Ya Tuhan, aku tahu ini
akan terjadi, tapi hatiku tetap pedih.
Apa kata orang tentang wajib pensiun pada usia lima-lima" Kita akan jatuh cinta
pada pekerjaan, tapi cinta kita bertepuk sebelah tangan. Crawford sempat
menyaksikan hal ini terjadi.
Ia bersyukur Bella telah menyelamatkannya dari nasib itu. Ia berharap Bella ada
di suatu tempat, di mana ia akhirnya merasa nyaman. Ia berharap Bella dapat
melihat ke dalam hatinya.
Pesawat telepon berdengung. Nadanya menunjukkan telepon intern.
"Mr. Crawford, telepon dari Dr. Danielson di... "
"Oke." Ia menekan tombol. "Jack Crawford di sini."
"Apakah ini saluran aman, Mr. Crawford?"
"Ya, ujung sini aman."
"Percakapan ini tidak direkam, bukan?"
"Tidak, Dr. Danielson. Apa yang hendak Anda sampaikan?"
"Pertama-tama, saya ingin menegaskan bahwa ini tidak ada sangkut-pautnya dengan
siapa pun yang pernah dirawat di Johns Hopkins."
"Oke." "Kalau ada kelanjutan, saya minta Anda menjelaskan kepada umum bahwa orang ini
bukan transseksual, dan dia tidak memiliki kaitan apa pun dengan lembaga ini."
"Tentu. Saya jamin itu." Jangan bertele-tele, bangsat. Crawford bersedia
mengatakan apa saja. "Dia mendorong Dr. Purvis."
"Siapa, Dr. Danielson?"
"Tiga tahun lalu, dia mendaftarkan diri untuk program kami. Dia mengaku sebagai
John Grant dari Harrisburg, Pennsylvania."
"Ciri-cirinya?"
"Pria kulit putih, usia tiga puluh satu. Tinggi satu delapan lima, berat
Pedang Kunang Kunang 13 Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang Jodoh Si Mata Keranjang 5

Cari Blog Ini