Ceritasilat Novel Online

Orang Orang Sisilia 8

Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo Bagian 8


berjalan kaki daripada menggunakan Zu Peppino. Ia mengucapkan terima kasih
kepada pria tua itu dan menyelinap pergi.
Tempat pertemuan cadangan itu berupa reruntuhan puri Yunani kuno yang disebut
Acropolis Selinus. Di selatan Castelvetrano, dekat Mazara del Vallo, reruntuhan
itu berdiri di dataran terpencil dekat laut, menjadi titik akhir tempat tebing
mulai menjulang. Selinus terkubur akibat gempa bumi sebelum Kristus cWahirkan,
tapi sederet pilar marmer dan lengkungan-lengkungan-nya masih ada. Atau lebih
tepat dibangkitkan dari kubur oleh para penggali. Jalan utamanya masih ada,
meski kini tinggal puing-puing gedung kuno yang menjajari kedua sisinya. Ada
kuil dengan atap yang dijalari tanaman dan lubang-lubang menganga bagai
tengkorak dan tiang-tiang batu kelabu yang kelelahan akibat termakan usia.
AkropoHs itu sendiri, kota benteng Yunani kuno, seperti biasa, dibangun di tanah
tertinggi, maka reruntuhan itu menghadap pedalaman yang gersang di bawahnya.
Sirocco, angin padang pasir yang mengerikan, bertiup sepanjang hari. Sekarang,
di malam hari, begitu dekat dengan laut, angin meniup kabut hingga bergulunggulung menerobos reruntuhan. Guiliano, kelelahan akibat perjalanan panjangnya,
berputar ke tebing laut agar bisa memandang ke bawah dan mengamati keadaan.
Pemandangannya begitu indah hingga sejenak ia melupakan bahaya yang
mengancamnya. Kuil Apollo telah runtuh menjadi puing-puing pilar saling
menjalin. Kuil-kuil lain yang juga telah runtuh berkilau tertimpa cahaya
bulan tanpa dinding, hanya pilar-pilar, sepetak atap dan satu dinding benteng ?dengan apa yang tadinya merupakan jendela berjeruji dan terletak tinggi di
dinding, sekarang kosong kehitaman, cahaya bulan menerobos masuk melewatinya. Di
bawahnya, dalam apa yang tadinya merupakan balai kota, di bawah akropolis, satu
pilar berdiri sendirian, dikelilingi reruntuhan yang rata, yang selama ribuan
tahun tidak pernah runtuh. Inilah "II Fuso di la Vecchia" yang terkenal, Jarum
Tenun Wanita Tua. Orang Sisilia begitu terbiasa dengan monumen-monumen Yunani
yang bertebaran di seluruh pulau sehingga mereka memperlakukannya dengan
campuran antara sayang dan benci, Hanya orang asing yang meributkannya.
Dan orang asinglah yang membangkitkan kembali kedua belas pilar raksasa yang
sekarang berdiri di hadapan Guiliano. Kemegahan pilar-pilar itu luar biasa, tapi
di belakangnya hanya ada panorama reruntuhan. Di kaki kedua belas pilar,
berjajar bagaikan prajurit yang menghadap komandan mereka, berdiri panggung anak
tangga batu yang seolah tumbuh dari bumi. Guiliano duduk-di anak tangga
tertinggi, punggungnya bersandar ke salah satu pilar. Ia memasukkan tangan ke
balik mantel dan menanggalkan pistol otomatis
dan lupara, dan meletakkan keduanya satu anak tangga di bawahnya. Kabut
bergulung-gulung melintasi reruntuhan, tapi ia tahu ia akan mendengar suara
siapa pun yang mendekat melewati puing-puing dan ia dengan mudah bisa melihat
musuhnya sebelum sang musuh melihatnya.
Ia bersandar ke salah satu pilar, senang bisa beristirahat, mbuhnya . merosot
kelelahan. Bulan di atas tampak bagai melewati tiang-tiang putih keabuan dan
beristirahat di tebing yang menuju lautan. Dan di seberang lautan itu terletak
Amerika. Dan di Amerika ada Justina serta anak mereka yang akan cfflahirkan. Tak
lama lagi ia akan aman dan tujuh tahun terakhirnya sebagai bandit akan lenyap
bagaikan mimpi. Sejenak ia bertanya-tanya kehidupan macam apa yang akan
dijalaninya, apakah ia bisa bahagia tidak tinggal di Sisilia. Ia tersenyum.
Suatu hari nanti ia akan kerhbali dan mengejutkan" mereka semua. Ia mendesah
kelelahan dan menanggalkan sepatu bornya. Ia melepaskan kaus kaki dan kakinya
menyambut dinginnya batu. Ia memasukkan tangan ke saku dan mengeluarkan salah
satu dari dua buah pir, dan sari buah yang manis dan disejukkan oleh malam itu
menyegarkan dirinya. Dengan satu tangan pada pistol otomatis yang tergeletak di
sampingnya, ia menunggu kedatangan Aspanu Pisciotta. Bab 27
MICHAEL, Peter Clemenza, dan Don Domenic makan malam lebih awal. Untuk menepati
pertemuan fajar nanti, operasi menjemput Guiliano harus dimulai saat senja.
Mereka kembali membahas rencananya dan Domenic menyetujuinya. Ia menambahkan
satu detail: Michael tidak boleh membawa senjata. Kalau ada yang tidak beres dan
carabinieri atau Polisi Keamanan menangkapnya, tidak ada tuduhan yang bisa
dikenakan terhadap Michael, dan ia bisa meninggalkan Sisilia tanpa peduli apa
yang terjadi. Mereka menikmati sekaraf anggur dan lemon di kebun, lalu tiba waktunya pergi.
Don Domenic mencium adiknya sebagai ucapan selamat berpisah. Ia berpaling kepada
Michael dan memeluknya sejenak. "Sampaikan salamku untuk ayahmu," katanya. "Aku
berdoa untuk masa depanmu. Kuharap kau berhasil. Dan di tahun-tahun mendatang,
kalau kau butuh bantuanku, beritahu aku."
Mereka bertiga berjalan menyusuri dermaga. Michael dan Peter Clemenza naik ke
perahu motot yang penuh orang bersenjata. Perahu bergerak menjauh, Don Domenic
melambai dari dermaga. Michael dan Peter Clemenza turun ke kabin tempat Clemenza
tidur di np satu ranjang susunnya. Ia sibuk seharian tadi padahal mereka akan tiba di
tujuan menjelang fajar keesokan harinya.
Mereka telah mengubah rencana. Pesawat di Mazara del Vallo yang semula mereka
rencanakan untuk terbang ke Afrika akan digunakan sebagai umpan; mereka akan
melarikan diri ke Afrika memakai perahu. Clemenza-lah yang keberatan, dengan
alasan ia bisa mengendalikan jalanan dan menjaga perahu bersama anak buahnya,
tapi ia tidak bisa mengawasi lapangan terbang. Terlalu banyak jalan darat yang
bisa dipakai mendekati landasan dan pesawat terlalu berisiko; me-rekjfttisa
terperangkap selagi masih di darat. Kecepatan tidaklah sepenting tipuan, dan di
laut lebih mudah bersembunyi daripada di udara. Selain itu mereka juga bisa
pindah ke perahu lain; kita tidak bisa berpindah pesawat di udara.
Clemenza sibuk sepanjang hari mengatur orang-orang dan mobil-mobil di titik
pertemuan di jalan menuju Castelvetrano; lainnya mengamankan kota Ma2ara del
Vallo. Ia mengirim mereka dalam tenggang waktu satu jam; ia tidak ingin matamata melihat konvoi kendaraan yang tidak biasa keluar dari gerbang vila. Mobilmobil itu melaju ke arah berbeda-beda sehingga semakin membingungkan mata-mata
mana pun. Sementara itu perahu motor mengitari ujung barat laut Sisilia untuk
bersembunyi di balik kaki langit sampai fajar mulai merekah, saat itulah perahu
akan melesat ke pelabuhan Mazara del Vallo. Mobil-mobil dan orang-orang sudah
menanti mereka di sana. Dari sana lama $fctjalanan dengan mobil ke Castelvetrano
tidak lebih dari setengah jam bahkan meskipun mereka harus memutar ke utara
untuk mencapai jalan ke Trapani yang mengarah ke tempat Pisciotta akan mencegat
mereka. Michael berbaring di salah satu ranjang susun. Ia bisa mendengar Clemenza
mendengkur dan terkagum-kagum karena pria itu mampu tertidur pulas dalam situasi
seperti ini. Michael berpikir dalam 24 jam ia akan berada di Tunisia dan dua
belas jam sesudahnya ia akan berkumpul kembali dengan keluarganya di rumah.
Sesudah dua tahun dalam pengasingan ia akan mempunyai semua pilihan yang
layaknya dimiliki pria bebas, tidak lagi melarikan diri dari polisi, tidak lagi
diatur-atur para pelindungnya. Ia bisa melakukan apa pun yang diinginkannya.
Dengan catatan kalau ia berhasil melewati 36 jam yang akan datang. Sementara ia
membayangkan apa yang akan dilakukannya pada hari-hari pertamanya di Amerika,
goyangan lembut perahu menenangkan dirinya dan ia pun terlelap dalam tidur tanpa
mimpi. Fra Diavalo tidur lebih nyenyak lagi.
Stefan Andolini, di pagi hari saat ia seharusnya menjemput Profesor Hector
Adonis di Trapani, pergi ke Palermo terlebih dulu. Ia harus menemui Kepala
Polisi Keamanan Sisilia, Inspektur Velardi; ini salah satu dari pertemuan yang
cukup sering mereka lakukan di mana Inspektur menjelaskan tentang rencana
operasional Kolonel Luca hari itu kepada Andolini. Andolini akan menyampaikan
informasi itu kepada Pisciotta, yang lalu menyampaikannya kepada Guiliano.
Pagi itu indah; padang-padang di kedua sisi jalan dipenuhi bunga. Ia tiba lebih
awal dari janji temunya jadi ia berhenti di salah satu altar tepi jalan untuk
merokok dan lalu berlutut di depan kotak bergembok berisi patung Santa Rosalie.
Doanya sederhana dan praktis, permohonan agar Santa melindunginya dari musuhmusuhnya. Pada hari Minggu yang akan datang ia akan mengakui dosa-dosanya kepada
Pater Benjarnino dan menerima Komuni. Sekarang cahaya matahari menghangatkan
kepalanya; wangi bunga di udara begitu tajam sehingga membersihkan cuping hidung
dan mulurnya dari nikotin, dan ia sangat lapar. Ia menjanjikan sarapan lezat
bagi clirinya sendiri di restoran terbaik di Palermo seusai pertemuannya dengan
Inspektur Velardi. Inspektur Frederico Velardi, kepala Polisi Keamanan Sisilia, memperoleh
kemenangan besar yang hanya dirasakan seseorang yang sabar menunggu, yang selalu
percaya Tuhan akhirnya akan menertibkan alam semestanya, dan yang akhirnya
mendapatkan upahnya. Karena selama hampir setahun, berdasarkan perintah langsung
dan rahasia Menteri Trezza, ia membantu Guiliano meloloskan diri dari
carabinieri dan pasukan gerak cepatnya sendiri. Ia telah bertemu Stefan
Andolini, Fra Diavalo. Akibatnya, sepanjang tahun itu Inspektur Velardi menjadi
anak buah Don Croce Malo.
Velardi berasal dari kawasan utara Italia, tempat orang-orang meraih prestasi
melalui pendidikan, penghormatan terhadap aturan-aturan masyarakat, kepercayaan
kepada hukum dan pemerintah. Pengabdian Velardi selama bertahun-tahun di Sisilia
menanamkan kejijikan dan kebencian mendalam terhadap orang-orang Sisilia, baik
dari kalangan tinggi maupun rendah. Orang Sisilia kaya tidak memiliki hati
nurani sosial dan menekan kaum miskin melalui persekongkolan kriminal mereka
dengan Mafia. Mafia, yang berpura-pura melindungi kaum miskin, mempekerjakan
diri kepada kaum kaya untuk menekan kaum miskin. Para petani terlalu bangga,
mempunyai ego begitu rupa sehingga bersedia membunuh meski harus menghabiskan
sisa hidup mereka di penjara.
Tapi sekarang situasinya akan berbeda. Tangan Inspektur Velardi akhirnya
dibebaskan dan pasukan gerak cepatnya bisa dilepaskan. Dan orang-orang akan
melihat lagi perbedaan antara Polisi Keamanan yang dipimpinnya dan badut-badut
carabinieri. Yang menyebabkan Velardi heran adalah Menteri Trezza sendiri yang memerintahkan
semua orang yang mendapat kartu izin bertepi merah dan bertanda tangan
Menteri kartu izin yang sangat ampuh sehingga memungkinkan pembawanya melewati ?blokade jalan, membawa senjata api, kebal dari penangkapan rutin ditahan dalam
?sel tersendiri. Kartu-kartu itu harus dikumpulkan. Terutama kartu yang diberikan
kepada Aspanu Pisciotta dan Stefan Andolini.
Velardi siap-siap bekerja. Andolini tengah menunggu di ruang kecil untuk
mendapat penjelasan. Ia akan mendapat kejutan hari ini. Velardi meraih telepon
dan memanggil seorang kapten dan empat sersan polisi. Ia memberitahu mereka agar
bersiap-siap menghadapi masalah. Ia sendiri menyandang pistol pada sarung
pinggangnya, sesuatu yang biasanya tidak "dilakukannya di kantor. Lalu ia
menyuruh anak buahnya membawa Stefan Andolini menemuinya.
Rambut merah Stefan Andolini tersisir rapi. Ia mengenakan setelan hitam
bergaris-garis, kemeja putih, dan dasi berwarna gelap. Bagaimanapun, mengunjungi
kepala polisi merupakan acara resmi di mana kita harus menunjukkan penghormatan.
Ia tidak bersenjata. Berdasarkan pengalaman ia tahu semua orang selalu digeledah
bila memasuki markas besar kepolisian. Andolini berdiri di depan meja Velardi,
menunggu diizinkan duduk seperti biasa. Izin itu tidak diberikan, jadi ia tetap
berdiri dan sinyal peringatan pertama berbunyi dalam kepalanya.
"Coba kulihat kartu izinmu," kata Inspektur Velardi kepadanya.
Andolini tidak bergerak. Ia mencoba mengira-ngira alasan Velardi mengajukan
permintaan yang aneh itu. Dengan tegas ia berbohong, "Aku tidak membawanya,"
jawabnya. "Lagi pula aku mengunjungi Teman." Ia menekankan secara khusus kata
"Teman". Ucapan itu memicu kemurkaan Velardi. Ia mengitari meja dan berdiri berhadapan
dengan Andolini. "Kau tidak pernah menjadi temanku. Aku bahkan cuma mematuhi
perintah kalau beramah-tamah dengan babi seperti dirimu. Sekarang dengarkan aku
baik-baik. Kau ditangkap. Kau akan ditahan dalam selku sampai pemberitahuan
lebih lanjut, dan harus kukatakan aku mempunyai cassetta di sel bawah tanah.
Tapi kita akan bercakap-cakap sedikit di sini di kantorku besok pagi dan kau
tidak perlu menderita, kalau kau pintar."
Keesokan paginya Velardi menerima telepon dari Menteri Trezza dan telepon yang
lebih eksplisit dari Don Croce. Beberapa menit kemudian Andolini di-dari selnya
ke ruangan Velardi. Saat melewati malam sendirian, memikirkan penangkapannya
yang aneh ini Andolini merasa yakin dirinya dalam bahaya maut Ketika ia masuk,
Velardi tengah mondar-mandir dalam ruangan, matanya yang biru berkilat-kilat,
jelas ia marah. Stefan Andolini sedingin es. Ia mengamari segala sesuatu Kapten?dan keempat sersan polisi yang siaga, pistol di pinggang Velardi. Ia tahu
Inspektur membencinya sejak dulu, dan ia juga sama bencinya terhadap Inspektur.
Kalau ia bisa membujuk Velardi agar menyingkirkan para penjaga, ia mungkin bisa
membunuh Velardi sebelum ia sendiri terbunuh. Jadi ia berkata, "Aku mau bicara,
tapi tidak di hadapan para sbirri ini." Sbirri adalah idiom vulgar dan menghina
bagi Kepolisian Keamanan.
Velardi memerintahkan keempat polisi meninggalkan ruangan tapi memberi isyarat
agar perwiranya tetap tinggal Ia juga memberinya isyarat agar bersiap-siap
mencabut pistolnya. Lalu ia mengalihkan perhatian sepenuhnya kepada Stefan
Andolini. "Aku menghendaki informasi apa pun mengenai cara menangkap Guiliano," katanya.
"Terakhir kali kau bertemu dengannya dan Pisciotta."
Stefan Andolini tertawa, wajah buasnya membentuk seringai jahat Kulitnya yang
dipenuhi bakal janggut merah menyala-nyala penuh kekejaman.
Tak heran mereka menyebutnya Fra Diavalo, pikir Velardi. Ia memang berbahaya. Ia
pasti tidak menduga sedikit pun apa yang akan terjadi.
Velardi berkata tenang, "Jawab pertanyaanku atau kurentangkan kau di cassetta."
Andolini berkata jijik, "Kau keparat pengkhianat, aku di bawah perlindungan
Menteri Trezza dan Don Croce. Setelah mereka membebaskanku, akan kucabut jantung sbirri-mu"
Velardi menegakkan tubuh dan menampar wajah Andolini dua kali, sekali dengan
telapak, lalu dengan punggung tangan. Ia melihat darah mengalir dari mulut
Andolini dan kemarahan di matanya. Ia sengaja berbalik memunggunginya untuk
duduk. Pada saat itu, kemarahan membutakan naluri bertahan hidup, Stefan Andolini
merampas pistol dari sarung pinggang Inspektur dan mencoba menembak. Pada saat
yang sama perwira polisi mencabut pistolnya dan menembakkan empat peluru ke
tubuh Andolini. Andolini terempas ke dinding seberangi dan tergeletak di lantai.
Kemeja putihnya memerah dan, pikir Velardi, tampak serasi dengan rambutnya. Ia
membungkuk dan mengambil pistol dari tangan Andolini sementara polisi-polisi
lain berhamburan masuk. Ia memuji Kapten atas kesiagaannya, lalu di bawah
pandangan perwira itu ia mengisi pistolnya dengan peluru-peluru yang telah
dikeluarkannya sebelum pertemuan ini. Ia tidak ingin Kapten menyombongkan diri,
bahwa dirinya berhasil menyelamatkan nyawa kepala Kepolisian Keamanan yang
ceroboh. 'p^?$m Lalu ia memerintahkan anak buahnya menggeledah mayat itu. Sesuai dugaannya,
kartu izin keamanan bertepi merah itu ada dalam tumpukan kartu identitas yang
harus selalu dibawa setiap orang Sisilia. Velardi mengambil kartu izin itu dan
menyimpannya dalam lemari besi. Ia akan menyerahkannya sencliri kepada Menteri
Trezza, dan kalau beruntung ia juga akan mendapatkan kartu izin Pisciotta pada
saat itu. Di geladak seseorang membawakan cangkir-cangkir berisi espresso panas
kepada Michael dan Clemenza, yang mereka nikmati sambil bersandar ke pagar.
Perahu itu pelan-pelan meluncur ke darat, motornya tak bersuara, dan mereka bisa
melihat lampu-lampu dermaga, berupa bintik-bintik kebiruan yang samar.
Clemenza berjalan-jalan di geladak, memberikan perintah kepada orang-orang
bersenjata dan nakhoda. Michael mengamati lampu-lampu biru yang seolah tengah
berlari mendekatinya. Perahu menambah kecepatan, dan air yang tersibak bagai
membelah kegelapan malam. Fajar mulai merekah di langit, dan Michael bisa
melihat geladak dan pantai-pantai Mazara del Vallo; payung-payung berwarna-warni
di meja kafe tampak temaram di depannya.
Sewaktu mereka merapat, tiga mobil dan enam orang telah menunggu. Clemenza
mengajak Michael ke mobil terdepan, mobil jelajah kuno yang terbuka dan hanya
berisi sopir. Clemenza naik ke kursi depan dan Michael duduk di belakang.
Clemenza berkata kepada Michael, "Kalau kita dihentikan patroli carabinieri,
tiaraplah di lantai. Kita tidak bisa bermain-main di jalan sini, kita harus
menembaki mereka dan melarikan diri."
Ketiga mobil jelajah berbadan lebar itu melaju di bawah cahaya matahari fajar
yang pucat melalui pedalaman yang hampir-hampir tidak berubah sejak kelahiran
Kristus. Saluran-saluran air kuno dan pipa-pipa menyiramkan air ke ladangladang. Cuaca hangat dan lembap, dan udara dipenuh wangi bunga yang mulai membusuk akibat musim panas
Sisilia yang menyengat. Mereka melintasi Selinunte, reruntuhan kota Yunani kuno,
dan Michael kadang-kadang bisa melihat puing pilar-pilar marmer kuil yang
ditebar di Sisilia Barat oleh para penjajah Yunani lebih dari dua ribu tahun
lalu. Pilar-pilar ku menjulang menakutkan dalam cahaya kekurangan, kepingankepingan atapnya seperti tetesan hujan kehitaman di langit biru. Tanah yang
hitam pekat meluap pada dinding-dinding tebing granit. Tidak ada rumah, hewan,
maupun manusia yang terlihat. Pemandangan itu diciptakan oleh tebasan sebilah
pedang raksasa. Lalu mereka berbelok ke utara memasuki jalan Trapani-Castelvetrana Kini Michael
dan Clemenza lebih waspada; sepanjang jalan inilah Pisciotta akan mencegat
mereka dan mengantar mereka menemui Guiliano. Michael merasakan gairah menyalanyala. Ketiga mobil jelajah sekarang melaju lebih lambat. Clemenza meletakkan


Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pistol otomatis di kursi di sisi kirinya agar ia bisa mengangkatnya dengan mudah
melewati pintu mobil. Kedua tangannya diletakkan di atasnya. Matahari menanjak
menempati posisinya, dan sinarnya panas keemasan. Mobil-mobil itu terus melaju
pelan-pelan; mereka hampir tiba di kota Castelvetrano.
Clemenza memerintahkan sopirnya bergerak lebih pelan lagi. Ia dan Michael
mencari-cari tanda kehadiran pisciotta. Mereka sekarang tiba di pinggir kota
Castelvetrano, mendaki jalan berbukit, dan berhenti agar bisa memandang ke bawah
ke jalan utama kota yang membentang di hadapan mereka. Dari posisi yang
menguntungkan itu Michael bisa melihat jalan dan Palermo penuh sesak oleh
kendaraan kendaraan militer jalan-jalan dipenuhi carabinieri dalam seragam ?hitam dan bergaris putih. Terdengar lolongan sirene -sirene yang agaknya tidak
berhasil membubarkan kerumunan orang di jalan utama. Di atas kepala dua pesawat
kecil melayang berputar-putar.
Sopir memaki dan menginjak rem sambil menepikan kendaraan. Ia berpaling kepada
Clemenza dan berkata, "Kau mau terus?"
Michael merasa gelisah. Ia bertanya kepada Clemenza, "Berapa orang yang
kausiapkan menunggu kita di kota?"
"Tidak cukup," jawab Clemenza kesal, Wajahnya hampir-hampir ketakutan. "Mike,
kita harus pergi dari sini. Kita harus kembali ke perahu."
"Tunggu," kata Michael, sekarang melihat kereta dan keledai yang tengah susah
payah mendaki bukit, mendekati mereka. Kusirnya pria tua bertopi jerami yang
ditarik rendah menutupi kepalanya. Berbagai legenda dilukiskan pada roda-roda,
papan-papan, dan sisi-sisi keretanya. Kereta itu berhenti tepat di samping
mereka. Wajah kusirnya keriput dan tidak menunjukkan ekspresi apa pun, dan
lengannya, yang sangat berotot, telanjang hingga ke bahu, karena ia hanya
mengenakan rompi hitam di. atas celana kanvas lebarnya. Ia bertanya, "Don
Clemenza, kaukah itu?"
Suara Clemenza terdengar lega, "Zu Peppino, apa yang terjadi di sini" Kenapa
anak buahku tidak muncul dan memperingatkanku?"
Wajah keriput Zu Peppino yang kaku tidak berubah sedikit pun. "Kalian bisa
kembali ke Amerika," katanya. "Mereka sudah membantai Turi Guiliano."
Michael mendapati dirinya mendadak pusing. Tiba-tiba pada saat itu cahaya seolah
jatuh dari langit. Ia teringat ayah dan ibu Guiliano yang sudah tua, Justina
yang menunggu di Amerika, Aspanu Pisciotta, dan Stefan Ajidolini. Hector Adonis.
Karena Turi Guiliano merupakan cahaya bintang kehidupan mereka, dan tidak
mungkin bila cahayanya tidak lagi ada.
"Kau yakin dia yang tewas?" tanya Clemenza parau. Pria tua itu mengangkat bahu.
"Itu salah satu tipuan lama Guiliano, meninggalkan mayat atau boneka untuk
menarik perhatian carabinieri agar dia bisa membunuh mereka. Tapi sudah dua jam
berlalu dan tidak ada kejadian apa pun. Mayat itu masih tergeletak di halaman
tempat mereka membunuhnya. Orang-orang pers dari Palermo sudah datang membawa
kamera mereka, memotret semua orang, bahkan keledaiku. Jadi terserah apa yang
kaupercayai." Michael merasa nelangsa tapi berhasil berkata, "Kita harus ke sana dan
melihatnya. Aku harus yakin."
Clemenza berkata kasar, "Hidup atau mati, kita tidak bisa membantunya lagi. Aku
akan membawamu pulang, Mike."
'Tidak," kata Michael pelan. "Kita harus ke sana. Mungkin Pisciotta menunggu
kita. Atau Stefan Andolini Untuk memberitahu apa yang harus kita lakukan.
Mungkin itu bukan Guiliano, aku tidak percaya itu Guiliano. Dia tidak bisa mati,
tidak sesudah dia begitu nyaris meloloskan diri. Apalagi Wasiatnya sudah aman di
Amerika." Clemenza mendesah. Ia melihat ekspresi menderita di wajah Michael.
Mungkin mayat itu bukan Guiliano; mungkin Pisciotta sedang menunggu, siap
bertemu. Mungkin bahkan kejadian ini bagian dari trik mengalihkan perhatian
pihak berwenang dari rencana pelariannya, terutama karena mereka membuntutinya.
Sekarang matahari telah naik sepenuhnya. Clemenza memerintahkan anak buahnya
memarkir mobil dan mengikutinya. Lalu ia dan Michael menyusuri jalan yang
dipenuhi orang itu. Mereka berkumpul di sekitar pintu masuk jalan kecil yang
dipenuhi mobil militer dan dihalangi serombongan carabinieri. Di jalan samping
ini terdapat sederet rumah yang dipisahkan halaman-halaman. Clemenza dan Michael
berdiri di belakang kerumunan, menyaksikan bersama orang-orang lainnya. Perwira
carabinieri mengizinkan para wartawan dan pejabat melewati para penjaga sesudah
memeriksa kartu identitas mereka. Michael bertanya kepada Clemenza, "Bisakah kau
membawa kita melewati perwira itu?"
Clemenza meraih lengan Michael dan menariknya meninggalkan kerumunan.
Sam jam kemudian mereka berada di salah satu rumah kecil di gang itu. Rumah ini
juga memiliki halaman sempit dan jaraknya hanya sekitar dua puluh rumah dari
rumah tempat orang-orang berkerumun. Clemenza meninggalkan Michael di sana
bersama empat orang, lalu ia dan dua orang lainnya kembali ke kota. Mereka pergi
selama satu jam dan ketika Clemenza kembali ia jelas terguncang hebat.
"Situasinya buruk, Mike," katanya. "Mereka menjemput ibu Guiliano dari
Montelepre untuk mengidentifikasi mayatnya; Kolonel Luca ada di sini, Komandan
Pasukan Khusus. Dan wartawan dari seluruh dunia terbang kemari, bahkan dari
Amerika. Kota ini akan menjadi gila. Sebaiknya kita pergi dari sini." Besok,"
tegas Michael. "Kita berangkat besok. Sekarang coba lihat apakah kita bisa
melewati para penjaga itu. Kau sudah mencobanya?" "Belum," kata Clemenza.
"Well, sebaiknya kita keluar dan lihat apa yang bisa kita lakukan," kata
Michael. Bertentangan dengan protes Clemenza, mereka keluar ke jalan. Seluruh kota
bagaikan tertutup carabinieri. Pasti sedikitnya ada seribu orang, pikir
Michael.' Dan ratusan fotografer. Jalan dipadati van dan mobil dan mustahil
mendekati halaman itu. Mereka melihat sekelompok pejabat tinggi memasuki
restoran, dan bisik-bisik pun menyebar bahwa mereka adalah Kolonel Luca dan
stafnya yang hendak makan siang untuk merayakan peristiwa ini. Michael sekilas
melihat sang kolonel. Ia pria kecil bertubuh ramping dan berwajah muram, dan
karena panas ia menanggalkan topinya serta mengusap kepalanya yang separo botak
dengan saputangan putih. Sekelompok fotografer sibuk memotret dan segerombol
wartawan mengajukan pertanyaan kepadanya. Ia melambai mengusir mereka tanpa
menjawab dan menghilang ke dalam restoran.
Jalan-jalan kota begitu sesak oleh manusia sehingga Michael dan Clemenza hampir
tidak bisa bergerak. Clemenza memutuskan sebaiknya mereka kembali ke rumah dan
menunggu informasi. Menjelang sore berita disampaikan oleh salah satu anak
buahnya bahwa Maria Lombardo telah mengidentifikasi mayat itu sebagai putranya.
Mereka makan malam di kafe terbuka. Radio di sana meneriakkan laporan kematian
Guiliano. Menurut laporan itu polisi mengepung rumah tempat mereka percaya
Guiliano tengah bersembunyi. Pada saat Guiliano keluar ia diperintahkan
menyerah. Ia seketika menembak. Kapten Perenze, kepala staf Kolonel Luca,
diwawancarai sejumlah wartawan dalam siaran radio itu. Ia menceritakan bagaimana
Guiliano melarikan diri dan ia, Kapten Perenze, mengikutinya dan menyudutkannya
di halaman itu. Guiliano berbalik bagai singa tersudut, kata Kapten Perenze, dan
ia, Perenze, balas "menembak dan menewaskannya. Semua orang di restoran
mendengarkan siaran radio itu. Tidak ada yang makan. Para pramusaji tidak
berpura-pura melayani mereka juga mendengarkan. Clemenza berpaling kepada
Michael dan berkata, "Seluruh situasi ini busuk. Kita berangkat malam ini"
Tapi pada saat itu jalan-jalan di sekitar kafe dipenuhi Polisi Keamanan. Sebuah
mobil pejabat berhenti di tepi jalan dan dari dalamnya turun Inspektur Velardi.
Ia mendekati meja mereka dan memegang bahu Michael. "Kau ditangkap," katanya. Ia
menatap Clemenza dingin. "Dan demi keberuntungan kau juga ditangkap. Aku punya
satu nasihat. Seratus anak buahku mengepung kafe ini Jangan menimbulkan
keributan atau kalian akan bergabung bersama Guiliano di neraka."
Van polisi berhenti di tepi jalan. Michael dan Clemenza dikepung Polisi
Keamanan, digeledah, lalu didorong kasar ke dalam van. Beberapa fotografer surat
kabar yang tengah makan di kafe itu melompat sambil membawa kamera mereka dan
seketika dihajar polisi Keamanan agar mundur. Inspektur Velardi mengawasi seluruh kejadian
diiringi senyum puasnya yang muram.
Keesokan harinya ayah Turi Guiliano berbicara dari balkon rumahnya di Montelepre
kepada orang-orang di jalan di bawahnya. Sesuai tradisi lama Sisilia, ia
menyatakan vendetta terhadap pengkhianat putranya. Secara spesifik ia menyatakan
vendetta terhadap pembunuh putranya. Orang itu, katanya, bukan Kapten Perenze,
bukan carabinieri. Orang yang disebutkannya adalah Aspanu Pisciotta. Bab 28
ASPANU PISCIOTTA merasakan ulat hitam pengkhianatan tumbuh dalam hatinya selama
setahun terakhir. Pisciotta selama ini setia. Sejak kecil ia menerima kepemimpinan Guiliano tanpa
iri. Dan Guiliano selalu menyatakan Pisciotta sebagai pemimpin kedua
kelompoknya, bukan salah satu pemimpin anak buah seperti Passatempo, Terranova,
Andolini, dan Kopral. Tapi kepribadian Guiliano begitu kuat sehingga pemimpin
kedua hanyalah mitos belaka; Guiliano yang memerintah. Pisciotta menerimanya
tanpa protes. Guiliano lebih berani daripada semua orang. Taktiknya dalam perang gerilya tidak
tertandingi, kemampuannya membangkitkan cinta kasih dalam hati orang-orang
Sisilia tidak ada bandingnya sejak Garibaldi. Ia idealis dan romantis, dan
memiliki kecerdikan yang begitu dikagumi orang Sisilia. Tapi Pisciotta menemukan
kelemahan Guiliano dan berusaha memperbaikinya.
Sewaktu Guiliano berkeras memberikan sedikitnya lima puluh persen hasil jarahan
kelompok kepada kaum miskin, Pisciotta berkata kepadanya, "Kau bisa menjadi
orang kaya atau orang yang disayangi. Menurutmu orang-orang Sisilia akan bangkit
dan membelamu dalam perang melawan Roma. Mereka tidak akan pernah melakukannya.
Mereka akan mencintaimu saat menerima uangmu, mereka akan menyembunyikanmu
sewaktu kau memerlukan tempat perlindungan, mereka tidak akan pernah
mengkhianati dirimu. Tapi mereka tidak memiliki semangat revolusi."
Pisciotta menolak mendengarkan bujukan Don Croce dan Partai Demokrat Kristen. Ia
menentang rencana menghancurkan organisasi Komunis dan Sosialis di Sisilia.
Ketika Guiliano mengharapkan pengampunan dari Demokrat Kristen, Pisciotta
berkata, "Mereka tidak akan pernah mengampunimu, dan Don Croce tidak akan pernah
mengizinkan dirimu berkuasa. Takdir kita adalah membeli jalan keluar dan dunia
bandit dengan uang, atau suatu hari nanti tewas sebagai bandit. Bukan cara yang
buruk untuk mati, paling tidak menurutku begitu." Tapi Guiliano tidak
mendengarkan nasihatnya, dan ini akhirnya membangkitkan kemarahan Piscotta dan
memulai tumbuhnya ulat pengkhianatan yang tersembunyi.
Guiliano sejak dulu orang yang mudah percaya dan polos; Pisciotta selalu melihat
jelas segala situasi. Seiring kehadiran Kolonel Luca dan Pasukan Khususnya,
Pisciotta tahu akhir pemalangan mereka telah tiba. Mereka bisa meraih seratus
kemenangan, tapi satu kekalahan memastikan kematian mereka. Sebagaimana Roland
dan Oliver bertengkar dalam legenda Charlemagne, Guiliano dan Pisciotta pun
bertengkar dan Guiliano menjadi terlalu keras kepala dalam kepahlawanannya.
Pisciotta merasa seperti Oliver, berulang-ulang memohon Roland meniup
terompetnya. 517 Lalu sewaktu Guiliano jatuh cinta kepada Justina dan menikahinya, Pisciotta
menyadari nasibnya dan nasib Guiliano memang berbeda. Guiliano akan melarikan
diri ke Amerika, mempunyai istri dan anak. Ia, Pisciotta, akan menjadi buronan
selamanya. Ia tidak akan pernah berumur panjang; peluru atau penyakit paru-paru
akan mengakhiri riwayatnya. Itulah nasibnya. Ia tidak akan pernah tinggal di
Amerika. Yang paling mengkhawatirkan Pisciotta adalah Guiliano yang menemukan cinta dan ?kelembutan dalam diri seorang gadis sebagai bandit bertindak semakin buas. Ia
?membunuh carabinieri padahal sebelumnya ia hanya menangkap mereka. Ia
mengeksekusi Passatempo dalam masa bulan madunya. Ia tidak menunjukkan belas
kasihan kepada siapa pun yang dicurigainya menjadi mata-mata. Pisciotta takut
orang yang disayangi dan dibelanya selama bertahun-tahun akan berubah sikap
terhadapnya. Ia khawatir kalau Guiliano mengetahui beberapa tindakannya barubaru ini, Guiliano akan mengeksekusi dirinya juga.
Don Croce mempelajari hubungan 'antara Guiliano dan Pisciotta dengan teliti
selama tiga tahun terakhir. Mereka merupakan satu-satunya bahaya dalam
rencananya membangun kekaisaran. Mereka satu-satunya penghalang cita-citanya
untuk menguasai Sisilia. Mula-mula ia mengira bisa menjadikan Guiliano dan
kelompok bersenjatanya bagian dari Friends of the Friends. Ia mengirim Hector
Adonis untuk membujuk Guiliano. Tawarannya jelas. Turi Guiliano akan menjadi
pejuang hebat, Don Croce menjadi negarawan hebat. Tapi Guiliano harus
merendahkan diri, dan ia menolaknya.
Ia memiliki cita-cita sendiri, membantu kaum miskin, menjadikan Sisilia negara
merdeka, bebas dari kungkungan Roma. Ini tidak bisa dipahami Don Croce.
Tapi dari tahun 1943 hingga 1947, bintang Guiliano terus menanjak. Don masih
harus menyatukan Friends. Friends masih belum pulih dari pembantaian habishabisan, yang dilakukan pemerintahan Fasis Mussolini. Jadi Don menjinakkan
kekuatan Guiliano dengan merayunya agar bersekutu dengan Partai Demokrat
Kristen. Sementara itu ia membangun kembali kekaisaran Mafia dan mengulur waktu.
Pukulan pertamanya, rancangan pembantaian di Portella della Ginestra, dengan
kesalahan dibebankan pada Guiliano, merupakan mahakarya, namun ia tidak bisa
menuntut penghargaan atas keberhasilan itu. Pukulan itu menghancurkan
kemungkinan pemerintah Roma mengampuni Guiliano dan mendukung upayanya menguasai
Sisilia. Pembantaian itu juga selamanya menodai mantel kepahlawanan yang
dikenakan Guiliano sebagai pembela kaum miskin Sisilia. Dan sewaktu Guiliano
mengeksekusi keenam pemimpin Mafia, Don tidak punya pilihan lain. Friends of the
Friends dan kelompok Guiliano harus bertempur hingga salah satu hancur.
Jadi Don Croce lebih memusatkan perhatian pada Pisciotta. Pisciotta pintar, tapi
sama saja seperti semua anak muda yang pintar ia tidak mempertimbangkan ?kekejaman dan kejahatan yang tersembunyi dalam hati manusia. Dan Pisciotta juga
menyukai kekayaan dan godaan duniawi. Sementara Guiliano tidak menyukai uang,
Pisciotta menyukai apa yang bisa dibeli dengan uang. Guiliano tidak memiliki
satu sen pun kekayaan pribadi walaupun ia memperoleh lebih dari satu miliar lira
dari kejahatannya. Ia membagikan hasil jarahannya kepada kaum miskin dan
keluarganya. Namun Don Croce mengamari Pisciotta mengenakan setelan terbaik buatan Palermo
dan mengunjungi pelacur-pelacur paling mahal. Selain itu kehidupan keluarga
Pisciotta jauh lebih baik daripada keluarga Guiliano. Dan Don Croce tahu
Pisciotta menyimpan uang di bank Palermo dengan nama palsu, dan telah mengambil
tindakan berjaga-jaga lainnya yang hanya dilakukan orang yang tertarik bertahan
hidup. Misalnya dokumen identitas palsu dengan tiga nama berbeda, rumah aman di
Trapani. Dan Don Croce tahu semua ini dirahasiakan dari Guiliano. Jadi dengan
penuh minat dan kegembiraan ia menunggu kunjungan Pisciotta, kunjungan atas
kemauannya sendiri, yang mengerti rumah Don selalu terbuka baginya, dengan minat
dan kegembiraan, namun juga dengan kehati-hatian dan pikiran jauh ke depan. Ia
dikelilingi para pengawal bersenjata, dan telah memberitahu Kolonel Luca dan
Inspektur velardi agar bersiap-siap mengadakan pertemuan kalau semua berjalan
baik. Kalau tidak, kalau, ia keliru menuai Pisciotta, atau kalau ini malah
merupakan pengkhianatan segitiga yang diatur Guiliano untuk membunuh Don,
pertemuan itu akan menjadi pemakaman Pisciotta.
Pisciotta membiarkan dirinya dilucuti sebelum diantar menemui Don Croce. Ia
tidak takut, karena hanya beberapa hari lalu ia memberikan bantuan luar biasa
kepada Don Croce; ia telah memperingatkan Don akan rencana penyerangan Guiliano
ke hotel. Mereka hanya berdua. Para pelayan Don Croce
telah menyiapkan semeja hidangan dan anggur, dan Don Croce, layaknya tuan rumah
gaya lama, mengisi piring dan gelas Pisciotta,
"Saat-saat indah sudah berlalu," ujar Don Croce. "Sekarang kita harus sangat
?serius, kau dan aku. Tiba waktunya mengambil keputusan yang akan menentukan
hidup kita. Kuharap kau siap mendengarkan apa yang harus kukatakan."
'Aku tidak tahu masalahmu," kata Pisciotta kepada Don. "Tapi aku tahu aku harus
sangat pandai untuk menyelamatkan nyawaku."
I "Kau tidak ingin pindah ke luar negeri?" tanya Don. "Kau bisa pergi ke Amerika
bersama Guiliano. Anggurnya tidak selezat di sini dan minyak zaitunnya terlalu
cair dan mereka memiliki kursi listrik, lagi pula mereka tidak seberadab
pemerintahan kita di sini. Kau tidak bisa gegabah melakukan apa pun. Tapi
kehidupan di sana tidaklah buruk."
Pisciotta tertawa. "Apa yang akan kulakukan di Amerika" Akan kucari
keberuntunganku di sini. Begitu Guiliano lenyap, mereka tidak akan mencariku
sekeras sekarang, dan pegunungan sangat dalam."
Don berkata cemas, "Kau masih punya masalah dengan paru-parumu" Kau masih minum
obat?" "Ya," jawab Pisciotta. "Itu bukan masalah. Kemungkinan paru-paruku tidak akan
sempat membunuhku." Ia menyeringai kepada Don Croce.
"Mari bicara sebagai orang Sisilia," ajak Don serius. "Sewaktu kecil, sewaktu
masih muda, wajarlah kita menyayangi teman-teman kita, bersikap dermawan kepada
mereka, memaafkan kesalahan mereka. Setiap hari merupakan hari baru, kita
memandang masa depan dengan gembira dan tanpa takut. Dunia sendiri tidak
seberbahaya itu saat-saat yang menyenangkan. Tapi seiring bertambahnya usia dan
kita harus bekerja mencari nafkah, persahabatan tidak lagi bertahan semudah itu.
Kita harus selalu waspada. Orang-orang tua tidak lagi merawat kita, kita tidak
lagi puas akan kesenangan-kesenangan sederhana anak kecil. Kebanggaan tumbuh
dalam diri kita kita ingin menjadi orang hebat atau berkuasa atau kaya rap, ?atau sekadar menghindari kesialan. Aku tahu betapa sayangnya kau kepada Turi
Guiliano, tapi sekarang kau harus bertanya pada diri sendiri, apa harga untuk
perasaan sayang ini" Dan sesudah sekian tahun ini, apa perasaan itu masih ada
atau sekadar kenangannya yang masih bertahan?" Ia menunggu Pisciotta menjawab,


Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tapi Pisciotta memandangnya dengan ekspresi lebih kaku daripada bebatuan di
Pegunungan Cammarata dan sama putihnya. Karena wajah Pisciotta berubah sangat
pucat. Don Croce melanjutkan. "Aku tidak bisa membiarkan Guiliano tetap hidup atau
melarikan diri. Kalau kau tetap setia padanya, kau juga musuhku. Camkan ini
Dengan kepergian Guiliano, kau tidak bisa tetap hidup di Sisilia tanpa
perlindunganku." Pisciotta berkata, "Wasiat Turi sudah aman di tangan teman-temannya di Amerika.
Kalau kau membunuhnya Wasiat akan dipublikasikan dan pemerintah akan jatuhi
Pemerintahan baru mungkin akan memaksamu pensiun di tanah pertanianmu di Villaba
ini atau bahkan lebih buruk lagi."
Don tergelak. Lalu tertawa terbahak-bahak. Ia berkata menghina, "Kau pernah
membaca Wasiatnya yang terkenal itu?"
"Ya," jawab Pisciotta, heran melihat reaksi Don.
"Aku belum," kata Don. "Tapi aku memutuskan untuk bertindak seakan dokumen itu
tidak pernah ada." Pisciotta berkata, "Kau memintaku mengkhianati Guiliano. Kenapa menurutmu itu
mungkin terjadi?" Don Croce tersenyum. "Kau memperingatkan diriku mengenai serangan di hotelku.
Apa itu bukan tindakan persahabatan?"
"Aku melakukannya demi Guiliano, bukan untukmu," kilah Pisciotta. "Turi tidak
lagi rasional. Dia merencanakan pembunuhanmu. Begitu kau mati, aku tahu tidak
ada harapan lagi bagi kami. Friends of the Friends tidak akan pernah berhenti
sampai kami tewas, ada Wasiat maupun tidak. Dia bisa saja meninggalkan negeri
ini berhari-hari yang lalu tapi dia bertahan, berharap bisa membalas dendam dan
mencabut nyawamu. Aku datang ke pertemuan ini untuk mengadakan perjanjian
denganmu. Guiliano akan meninggalkan negeri ini beberapa hari lagi, dia akan
mengaldbiri vendetta terhadapmu. Biarkan dia pergi."
Don Croce menjauh dari piringnya di meja. Ia menghirup gelas anggurnya. "Kau
bersikap kekanak-kanakan," komentarnya. "Kita sudah mendekati akhir sejarah.
Guiliano terlalu berbahaya bila dibiarkan hidup. Tapi aku tidak bisa
membunuhnya. Aku harus tinggal di Sisilia aku tidak bisa membunuh pahlawan
?terbesar negeri ini dan melakukan apa yang harus kulakukan. Terlalu banyak orang
yang menyayangi Guiliano, terlalu banyak pengikutnya yang akan membalaskan
kematiannya. Harus carabinieri yang melakukannya. Itulah yang harus diatur. Dan
kau satu-satunya yang bisa menggiring Guiliano ke dalam jebakan itu." Ia diam
sejenak lalu berkata hati-hati, "Akhir duniamu sudah tiba. Kau bisa bertahan
sampai dunia itu hancur atau kau bisa keluar dan sana dan hidup di dunia lain."
Pisciotta berkata, "Aku mungkin saja dilindungi Kristus, tapi aku tidak akan
hidup lama kalau orang-orang tahu aku mengkhianati Guiliano."
"Kau hanya perlu memberitahukan di mana kau akan bertemu lagi dengannya," kata
Don Croce. "Tak akan ada orang lain yang tahu. Aku akan mengatur segalanya
dengan Kolonel Luca dan Inspektur Velardi. Mereka yang akan menangani sisanya."
Ia diam sejenak. "Guiliano sudah berubah. Dia bukan lagi teman masa kanakkanakmu, bukan lagi sahabat terbaikmu. Dia orang yang menjaga dirinya sendiri.
Kini kau pun harus begitu."
Maka pada malam tanggal 5 Juli, sewaktu Pisciotta menuju Castelvetrano, ia telah
mengabdikan diri kepada Don Croce. Ia memberitahu Don Croce tempat ia akan
menemui Guiliano, dan ia tahu Don akan memberitahu Kolonel Luca dan Inspektur
Velardi. Ia tidak memberitahu mereka lokasinya adalah rumah Zu Peppino, ia hanya
mengatakan pertemuan akan berlangsung di kota Castelvetrano. Dan ia
memperingatkan mereka agar berhati-hati, karena Guiliano memiliki indra keenam
dalam mencium jebakan. Tapi saat Pisciotta tiba di rumah Zu Peppino, pria tua itu menyapanya dengan
sikap dingin yang aneh. Pisciotta berpikir apakah pria tua itu mencurigai
dirinya. Ia pasti menyadari aktivitas tidak biasa para carabinieri di kota dan
dengan sifat paranoia orang
Sisilia yang tak pernah salah, berhasil menebak apa yang terjadi.
Sejenak Pisciotta merasakan kepedihan mendalam. Kemudian melintas pikiran lain
yang menyakitkan. Bagaimana kalau ibu Guiliano mengetahui Aspanu tercintanya
mengkhianati Guiliano" Bagaimana kalau suatu hari Maria Lombardo berdiri di
hadapannya dan meludahi wajahnya dan menyebutnya pengkhianat dan pembunuh"
Mereka pernah menangis bersama sambil berpelukan dan ia telah bersumpah
melindungi putra Maria Lombardo dan ia malah memberinya ciuman Yudas. Sejenak
terlintas dalam benaknya untuk membunuh pria tua itu dan juga dirinya sendiri.
Zu Peppino berkata, "Kalau kau mencari Turi, dia sudah datang dan pergi lagi."
Ia merasa iba terhadap Pisciotta; wajahnya begitu pucat, seakan kesulitan
menghirup udara. "Kau mau anisette?"
Pisciotta menggeleng dan berbalik, hendak pergi. Pria tua itu berkata, "Hatihati, kota penuh carabinieri^
Pisciotta sekejap merasa takut. Betapa bodohnya ia mengira Guiliano tidak akan
mencium adanya jebakan. Dan bagaimana kalau sekarang Guiliano tahu pengkhianatnya" Pisciotta berlari keluar rumah, mengitari kota, dan mengambil jalan setapak di
ladang yang akan membawanya ke tempat pertemuan cadangan, Acropolis Selinus di
kota hantu kuno Selinunte.
Reruntuhan kota kuno Yunani itu kemilau tertimpa cahaya bulan musim panas. Di
tengahnya, Guiliano duduk di anak tangga batu kuil yang telah runtuh di sanasini, memimpikan Amerika. Ia merasa begitu nelangsa. Mimpi-mimpi lamanya telah
lenyap. Ia semula begitu penuh harap akan masa depannya dan masa depan Sisilia
ia semula begitu memercayai keabadiannya. Begitu banyak orang yang
menyayanginya. Dulu ia anugerah bagi mereka, dan sekarang, menurut Guiliano, ia
adalah kutukan. Entah mengapa ia merasa ditinggalkan. Tapi ia masih memiliki
Aspanu Pisciotta. Dan akan riba saatnya mereka berdua membangkitkan kembali
semua rasa sayang dan mimpi-mimpi lama itu. Bagaimanapun, pada mulanya hanya
mereka berdua. Bulan menghilang dan kota kuno itu lenyap ditelan kegelapan; sekarang reruntuhan
itu bagaikan tulang-belulang yang digoreskan pada kanvas malam. Dalam kegelapan
itu terdengar desir kerikil dan tanah bergeser, dan Guiliano berguling ke
belakang ke antara tiang-tiang marmer, pistol otomatisnya siap ditembakkan.
Bulan melayang keluar dengan indahnya dari balik awan, dan ia melihat Aspanu
Pisciotta berdiri di jalan lebar yang telah hancur, yang menuju akropolis.
Pisciotta melangkah pelan menyusuri reruntuhan, matanya mencari-cari, suaranya
membisikkan nama Turi. Guiliano, bersembunyi di balik pilar-pilar kuil, menunggu
sampai Pisciotta melewatinya, lalu muncul di belakangnya. "Aspanu, aku menang
lagi," katanya, memainkan permainan masa kanak-kanak mereka. Ia terkejut ketika
Aspanu berbalik dengan ngeri.
Guiliano duduk di anak tangga batu dan menyingkirkan senjatanya"Kemari dan
duduklah sebentar," ajaknya. "Kau pasti capek, dan ini mungkin kesempatan
terakhir kita bercakap-cakap berdua."
Pisciotta berkata, "Kita bisa berbicara di Mazara del Vallo, kita akan lebih
aman di Sana." Guiliano berkata kepadanya, "Kita punya banyak waktu dan kau akan muntah darah
lagi kalau tidak beristirahat. Ayo, duduklah di sampingku." Dan Guiliano duduk
di puncak anak tangga. Ia melihat Pisciotta menurunkan senjatanya dan mengira hendak meletakkannya. Ia
berdiri dan mengulurkan tangan untuk membantu Aspanu menaiki tangga. Lalu ia
menyadari temannya itu mengarahkan senapan kepadanya. Ia membeku, untuk pertama
kali selama tujuh tahun dirinya lengah.
Benak Pisciotta menggemuruh dengan apa yang ditanyakan Guiliano seandainya
mereka berbicara. Ia akan bertanya, "Aspanu, siapa Yudas dalam kelompok kita"
Aspanu, siapa yang memperingatkan Don Croce" Aspanu, siapa yang membawa
carabinieri ke Castelvetrano" Aspanu, kenapa kau bertemu Don Croce?" Dan di atas
semua itu, ia takut Guiliano akan berkata, "Aspanu, kau saudaraku." Teror
terakhir itulah yang menyebabkan Aspanu menarik picu.
Hujan peluru menghancurkan tangan Guiliano dan mencabik-cabik tubuhnya.
Pisciotta, ngeri melihat tindakannya sendiri, menunggu Guiliano roboh.
Sebaliknya Guiliano pelan-pelan menuruni anak tangga, darah menyembur dari lukalukanya. Ngeri akan takhayul kematian, Pisciotta berbalik dan lari, ia bisa
melihat Guiliano berlari mengejarnya dan kemudian roboh.
Tapi Guiliano yang sekarat, mengira dirinya masih berlari. Neuron-neuron otaknya
yang hancur saling menjerat kusut dan ia mengira dirinya berlari di pegunungan
bersama Aspanu tujuh tahun lalu, air segar
527 menyembur dari sumur Romawi kuno, aroma bunga-bunga aneh menghanyutkan,
berlari melewati patung-patung orang suci dalam altar mereka yang terkunci, dan
ia berteriak, sama seperti pada malam itu, "Aspanu, aku percaya," percaya akan
takdirnya yang bahagia, akan kasih sejari sahabatnya. Lalu kebaikan kematian
mengantarkan kesadaran akan pengkhianatan dan kekalahan terakhirnya. Ia tewas
dalam impiannya. Aspanu Pisciotta melarikan diri. Ia berlari melewati ladang-ladang dan memasuki
jalan menuju Castelvetrano. Di sana ia menggunakan kartu izin khususnya untuk
menghubungi Kolonel Luca dan Inspektur Velardi Merekalah yang menyebarkan berita
Guiliano masuk perangkap dan tewas di tangan Kapten Perenze.
Maria Lombardo Guiliano terjaga pada dini hari tanggal 5 Juli 1950 itu. Ia
terjaga oleh ketukan di pintu; suaminya turun untuk membukakan pintu. Suaminya
kembali ke kamar tidur dan memberitahu Maria Lombardo ia akan pergi dan mungkin
sepanjang hari. Maria Lombardo memandang ke luar jendela dan melihat suaminya
naik ke kereta keledai Zu Peppino yang dilukisi legenda pada papan-papan dan
roda-rodanya. Apa mereka mendapat kabar dari Turi, apa Turi berhasil melarikan
diri ke Amerika, atau ada yang tidak beres" Ia merasakan kecemasan yang memuncak
menjadi rasa takut yang biasa dirasakannya selama tujuh tahun terakhir. Perasaan
itu menyebabkan ia resah, dan setelah membersihkan rumah dan menyiapkan sayurmayur untuk hidangan hari itu, ia membuka pintu dan memandang ke jalan.
Para tetangganya tidak terlihat di sepanjang Via Belia. Tidak ada anak kecil
bermain-main. Banyak kaum prianya yang dipenjara karena dicurigai bersekongkol
dengan kelompok Guiliano. Para wanitanya terlalu takut untuk mengizinkan anakanak mereka keluar ke jalan. Pasukan-pasukan carabinieri ada di kedua ujung Via
Belia. Para prajurit-dengan senapan melintang di bahu berpatroli di sepanjang
jalan. Jip-jip militer diparkir di dekat gedung-gedung. Kendaraan lapis baja
menghalangi mulut Via Belia di dekat Barak Bellampo. Dua ribu anggota pasukan
Kolonel Luca menduduki kota Montelepre, dan mereka menjadikan penduduk kota
musuh mereka dengan melecehkan para wanitanya, menakut-nakuti anak-anak,
menyiksa para pria yang tidak dipenjarakan. Dan semua prajurit ini berada di
sini untuk membunuh putranya. Tapi putranya telah terbang ke Amerika, ia akan
bebas, dan bila saatnya tiba, ia dan suaminya akan bergabung bersamanya di sana.
Mereka akan hidup dalam kebebasan, tanpa rasa takut.
Ia masuk kembali ke rumah dan menyelesaikan berbagai pekerjaan rumah tangga. Ia
pergi ke balkon belakang dan memandang ke pegunungan. Pegunungan tempat Guiliano
mengawasi rumah ini melalui teropongnya. Maria Lombardo selalu merasakan
kehadiran putranya; ia tidak merasakannya sekarang. Putranya pasti telah berada
di Amerika. Ketukan keras di pintu menyebabkan ia membeku ketakutan. Pelan-pelan ia
menghampiri dan membukanya. Yang pertama dilihatnya adalah Hector Adonis, dan
Maria Lombardo belum pernah melihatnya seperti itu. Ia tidak bercukur, rambutnya
berantakan, ia tidak mengenakan dasi. Kemeja di balik, jasnya kusut dan kerahnya
ternoda kotoran. Tapi yang paling disadari Maria Lombardo adalah seluruh
kewibawaan lenyap dari wajahnya. Wajahnya kusut memancarkan kedukaan amat dalam.
Mata Adonis berkaca-kaca memandangnya. Maria Lombardo menjerit tertahan.
Hector Adonis masuk ke rumah dan berkata, 'jangan, Maria, kumohon padamu."
Seorang letnan carabinieri yang masih sangat muda menemaninya. Maria Lombardo
menatap ke jalan di belakang mereka berdua. Tiga mobil hitam diparkir di depan
rumahnya, pengemudinya para carabinieri. Sekelompok orang bersenjata berdiri di
kedua sisi pintu. Letnan itu masih muda dan berpipi kemerahan. Ia menanggalkan topi dan
menyelipkannya ke ketiaknya. "Kau Maria Lombardo Guiliano?" tanyanya resmi.
Aksennya dari utara, tepatnya dari Tuscany.
Maria Lombardo membenarkan. Suaranya serak penuh derita. Mulutnya kering.
"Aku harus memintamu menemaniku ke Castelvetrano," kata perwira itu. "Mobil
sudah kusediakan. Temanmu ini akan menemani kita. Tentu saja, kalau kau setuju."
Mata Maria Lombardo membelalak. Ia berkata dengan suara lebih tegas. "Kenapa aku
harus' pergi ke sana" Aku tidak tahu apa-apa tentang Castelvetrano atau kenal
siapa pun di sana." Suara Letnan menjadi lebih lembut, ragu-ragu. "Kami memintamu mengidentifikasi
seseorang di sana. Kami percaya dia putramu."
"Itu bukan putraku, dia tidak pernah ke Castelvetrano," kata Maria Lombardo.
"Orang itu tewas?"
"Ya," jawab perwira itu.
Maria Lombardo melolong panjang dan jatuh berlutut. "Putraku tidak pernah pergi
ke Castelvetrano," katanya. Hector Adonis mendekatinya dan memegang bahunya.
"Kau harus pergi," katanya. "Mungkin ini salah satu tipuannya, dia sudah pernah
melakukannya." "Tidak," tegas Maria Lombardo. "Aku tidak mau pergi. Aku tidak
mau pergi." Letnan bertanya, "Suamimu di rumah" Kami bisa mengajaknya."
Maria Lombardo teringat kedatangan Zu Peppino pagi tadi, memanggil suaminya. Ia
teringat firasat buruk yang dirasakannya ketika melihat kereta keledai berlukis
itu. "Tunggu," katanya. Ia naik ke kamar tidur dan mengganti pakaiannya dengan
gaun hitam dan mengenakan syal hitam menutupi kepalanya. Letnan membukakan pintu
baginya. Ia keluar ke jalan. Prajurit bersenjata di mana-mana. Ia memandang Via
Belia, tempat jalan itu berakhir di alun-alun. Dalam cahaya matahari bulan Juli
yang terik ia melihat jelas Turi dan Aspanu membimbing keledai mereka untuk
dikawinkan tujuh tahun lalu, pada hari Turi menjadi pembunuh dan pelanggar
hukum. Ia mulai menangis, Letnan meraih lengannya dan membantunya masuk ke salah
satu mobil hitam yang menanti. Hector Adonis duduk di sisinya. Mobil melesat
melewati serombongan carabinieri yang membisu. Maria Lombardo membenamkan wajah
di bahu Hector Adonis, sekarang tidak terisak-isak melainkan dicekam kengerian
hebat membayangkan apa yang akan dilihatnya di akhir perjalanannya. Mayat Turi
Guiliano tergeletak di halaman selama tiga jam. la seperti sedang tidur,
tubuhnya menelungkup dan kepalanya berpaling ke kiri, satu kaki terlipat. Tapi
kemeja putihnya hampir-hampir merah tua. Di dekat lengan yang tercincang
tergeletak pistol otomatis. Para fotografer dan wartawan dari Palermo dan Roma
sudah berada di lokasi. Fotografer majalah Life tengah memotret Kapten Perenze
dan fotonya akan muncul dengan keterangan inilah orang yang menewaskan Guiliano
yang agung. Wajah Kapten Perenze dalam foto tampak ramah dan sedih, juga agak
bingung. Ia mengenakan topi yang membuatnya lebih mirip pedagang, kelontong yang
baik hati daripada perwira polisi.
Tapi foto-foto Turi Guiliano-lah yang memenuhi koran-koran di seluruh dunia. Di
satu tangannya yang terulur terdapat cincin zamrud yang diambilnya dari Duchess.
Di pinggangnya melilit sabuk bergesper emas berukir elang dan singa. Darah
menggenang di bawah tubuhnya.
Sebelum kedatangan Maria Lombardo, mayat itu dibawa ke kamar mayat kota dan
diletakkan di atas meja marmer besar berbentuk oval. Kamar mayat itu bagian dari
pemakaman, yang dikelilingi pepohonan cypress hitam. Ke sanalah Maria Lombardo
dibawa dan diminta duduk di bangku batu. Mereka menunggu Kolonel dan Kapten
menyelesaikan makan siang kemenangan di Hotel Selinus di dekat tempat itu. Maria
Lombardo mulai menangis melihat para wartawan,
penduduk kota yang penasaran, begitu banyak carabinieri yang berusaha mengatur
mereka. Hector Adonis berusaha menghiburnya.
Akhirnya mereka mengajaknya masuk ke kamar mayat. Para pejabat di sekitar meja
oval mengajukan berbagai pertanyaan. Maria Lombardo menengadah dan melihat wajah
Turi. Turi tidak pernah tampak begitu muda. Ia bagaikan anak kecil yang kelelahan
setelah bermain seharian bersama Aspanu-nya. Tidak ada tanda apa pun di
wajahnya, kecuali kotoran halus di tempat keningnya menyentuh halaman. Kenyataan
menyadarkan Maria Lombardo, memberinya ketenangan. Ia menjawab pertanyaanpertanyaan itu. "Ya," katanya, "ini putraku Turi, dilahirkan dari tubuhku dua
puluh tujuh tahun lalu. Ya, kuidentifikasi dirinya." Para pejabat masih
berbicara kepadanya, memberinya dokumen-dokumen untuk ditandatangani, tapi Maria
Lombardo tidak mendengar atau melihat mereka. Ia tidak melihat atau mendengar
kerumunan orang yang berdesakan di sekitarnya, para wartawan yang berteriakteriak, para fotografer yang melawan carabinieri agar bisa memotret.
Maria Lombardo mengecup kening Turi, yang seputih marmer berurat kelabu, ia
mengecup bibir Turi yang mulai membiru, tangan yang tercabik-cabik peluru.
Pikiran Maria Lombardo luluh dalam duka. "Oh darah dagingku, darah dagingku,"
katanya, "betapa mengerikan kematian yang menimpamu."
Ia jatuh pingsan, dan sewaktu dokter yang hadir menyuntiknya serta ia tersadar
kembali, Maria Lombardo berkeras pergi ke halaman tempat mayat
533 putranya ditemukan. Di sana ia berlutut dan mencium
noda darah di tanah. Setelah dibawa pulang ke Montelepre ia mendapati suaminya tengah menanti kedatangannya. Pada saat itulah ia
tahu bahwa pembunuh putranya adalah Aspanu-nya yang tercinta.


Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

534 Bab 29 MICHAEL CORLEONE dan Peter Clemenza dikirim ke penjara Palermo segera setelah
ditangkap. Dari sana mereka dibawa ke ruangan Inspektur Velardi untuk
diinterogasi. Bersamanya Velardi menyiapkan enam perwira carabinieri, bersenjata lengkap. Ia
menyapa Michael dan Clemenza dengan kesopanan yang dingin. Ia berbicara kepada
Clemenza terlebih dulu. "Kau warga negara Amerika," katanya. "Kau memiliki
paspor yang menyatakan kedatanganmu kemari untuk mengunjungi kakakmu. Don
Domenic Clemenza dari Trapani. Orang yang sangat terhormat, kata orang. Pria
terhormat." Ia mengucapkan ungkapan tradisional itu dengan kesinisan yang nyata.
"Kami mendapati dirimu bersama Michael Codeone, dan kau membawa senjata maut di
kota tempat Turi Guiliano menemui kematiannya hanya beberapa jam sebelumnya. Kau
mau memberi pernyataan?"
Clemenza berkata, "Aku sedang berburu, kami mencari kelinci dan rubah. Lalu kami
melihat semua kegemparan di Castelvetrano sewaktu berhenti di kafe untuk
menikmati kopi pagi. Jadi kami ke sana untuk melihat apa yang terjadi."
"Di Amerika kau menembak kelinci dengan pistol
otomatis?" tanya Inspektur VeJardi. Ia berpaling kepada Michael Corleone, "Kita
pernah bertemu, kau dan aku, kita tahu untuk apa kau datang kemari. Dan
teman gendutmu ini juga tahu. Tapi situasi berubah sejak kita menikmati makan
siang yang memesona bersama Don Croce beberapa hari lalu. Guiliano sudah mati.
Kau terlibat konspirasi kejahatan untuk membantunya melarikan diri. Aku tidak
lagi diwajibkan memperlakukan sampah seperti dirimu sebagai manusia. Pengakuan
sedang disiapkan, kusarankan kalian menandatanganinya."
Pada saat itu seorang perwira carabinieri masuk dan berbisik ke telinga
Inspektur Velardi. Velardi berkata kasar, "Suruh dia masuk."
Ternyata Don Croce, dan seingat Michael caranya berpakaian tak lebih baik
daripada saat mereka makan siang bersama. Wajah kerasnya tampak tenang. Ia
terhuyung-huyung mendekati Michael dan memeluknya. Ia menjabat tangan Peter
Clemenza. Lalu ia berbalik dan menatap Inspektur tanpa mengatakan apa pun.
Kekuatan kasar memancar dari manusia tinggi besar itu. Kekuasaan memancar dari
wajah dan matanya. "Dua orang, ini temanku," katanya. "Atas alasan apa kau
memperlakukan mereka dengan tidak hormat?" Tak ada kemarahan dalam suaranya, tak
ada emosi. Seolah ia sekadar mengajukan pertanyaan yang menuntut jawaban
berdasarkan fakta. Suaranya juga menyatakan tidak ada fakta yang bisa
membenarkan penangkapan mereka.
Inspektur Velardi mengangkat bahu. "Mereka akan menghadap hakim dan dia akan
membereskan masalahnya Don Croce duduk di salah satu kursi berlengan di
samping meja Inspektur Velardi. Ia mengusap alis
matanya. Ia berkata dengan suara pelan yang lagi-lagi tanpa nada mengancam
sedikit pun, "Demi menghormati persahabatan kita, hubungilah Menteri Trezza dan
tanyakan pendapatnya dalam hal ini. Kau membantuku dengan berbuat begitu."
Inspektur Velardi menggeleng. Mata birunya tidak lagi dingin tapi menyala-nyala
penuh kebencian. "Kita tidak pernah berteman," bantahnya. "Aku bertindak atas
dasar perintah yang sekarang tidak lagi mengikat karena Guiliano sudah mati.
Kedua orang ini akan diadili. Kalau aku memiliki kekuasaan kau juga akan diadili
bersama mereka." Pada saat itu telepon di meja Inspektur Velardi berdering. Ia tak
mengacuhkannya, menunggu jawaban Don Croce. Don Croce berkata, "Terimalah
teleponnya, itu pasti dari Menteri Trezza."
Pelan-pelan Inspektur meraih telepon, matanya mengawasi Don Croce. Ia
mendengarkan selama beberapa menit, lalu berkata, "Ya, Yang Mulia," dan menutup
telepon. Ia merosot di kursinya dan berkata kepada Michael dan Peter Clemenza,
"Kalian bebas."
Don Croce bangkit berdiri dan menggiring Michael serta Clemenza keluar dengan
gerakan seperti mengusir, seolah mereka hanyalah ayam-ayam yang terjebak di
halaman. Lalu ia berpaling kepada Inspektur Velardi. "Aku memperlakukan dirimu
dengan sangat ramah selama setahun terakhir meskipun kau orang asing di Sisiliaku. Tapi di depan teman-teman dan sesama perwira kau menunjukkan sikap tidak
hormat padaku. Tapi aku bukan orang. pendendam. Kuharap dalam
waktu dekat kita bisa makan malam bersama dan memperbarui persahabatan kita
dengan pemahaman yang lebih jelas."
Lima hari kemudian di tengah hari, Inspektur Frederico Velardi ditembak mati di
jalan raya utama Palermo.
Dua hari kemudian Michael tiba di rumah. Diadakan pesta keluarga menyambut
kepulangannya kakaknya Fredo terbang dari Vegas, ada Connie dan suaminya Carlo,?ada Clemenza dan istrinya, Tom Hagen dan istrinya. Mereka berpelukan dan
menyidangi Michael serta mengomentari betapa tampan dirinya. Tak seorang pun
membicarakan tahun-tahun pengasingannya, tak ada yang terang-terangan mengatakan
wajahnya bertambah cekung, tak seorang pun menyinggung kematian Sonny. Ini pesta
keluarga seakan ia cuma pergi kuliah atau berlibur panjang. Ia kini berada di
sisi ayahnya Akhirnya ia aman.
Keesokan paginya ia tidur sampai siang, tidur pertama yang benar-benar nyenyak
sejak ia lari dari negara ini. Ibunya telah menyiapkan sarapan dan menciumnya
sewaktu ia duduk di meja makan, tanda kasih sayang yang jarang dilakukannya.
Ibunya hanya sekali melakukannya sebelum ini, sewaktu ia pulang dari perang
Usai sarapan ia pergi ke perpustakaan dan mendapati ayahnya telah menunggu. Ia
terkejut melihat Tom Hagen tidak ada di sana, lalu menyadari Don ingin berbicara
empat mata dengannya. Don Corleone dengan takzim menuangkan dua gelas anisette dan mengulurkan satu
gelas kepada Michael. "Untuk, kemitraan kita/' kata Don.
538 Michael mengangkat gelasnya. "Terima kasih," katanya. "Banyak yang harus
kupelajari." "Ya," Don Corleone membenarkan. "Tapi kita punya banyak waktu, dan
aku di sini untuk mengajarimu" Michael berkata, "Menurutmu tidakkah kita
sebaiknya membereskan soal Guiliano terlebih dulu?" . .
Don duduk terenyak dan mengusap mulutnya, membersihkannya dari minuman. "Ya,"
katanya. "Urusan yang menyedihkan. Aku berharap dia bisa meloloskan diri. Ayah
dan ibunya teman baikku." " Michael berkata, "Aku tidak pernah sungguh-sungguh
memahami apa" yang terjadi, aku bingung mana pihak yang benar dan mana yang
salah. Kau menyuruhku memercayai Don Croce, tapi Guiliano membencinya. Kukira
dengan Wasiat di tanganmu mereka tidak akan membunuh Guiliano, tapi mereka tetap
saja membunuhnya. Dan sekarang kalau kita sebarkan Wasiat kepada seluruh surat
kabar, artinya mereka menggorok leher mereka sencliri."
Ia melihat ayahnya menatapnya tenang. "Itulah Sisilia," kata Don. "Selalu ada
pengkhianatan dalam pengkhianatan."
Michael berkata, "Don Croce dan pemerintah pasti mengadakan perjanjian dengan
Pisciotta." "Tak diragukan lagi," ujar Don Corleone. Michael masih bingung.
"Kenapa mereka berbuat begitu"- Kita memiliki Wasiat yang membuktikan pemerintah
bekerja sama dengan Guiliano. Pemerintah Italia akan jatuh kalau koran-koran
mempublikasikan apa yang kita berikan kepada mereka. Tidak masuk akal sama
sekali." Don tersenyum tipis dan berkata, "Wasiat akan tetap tersembunyi. Kita tidak,
akan memberikannya kepada siapa pun."
Michael pedu waktu untuk meresapi apa yang dikatakan ayahnya dan apa artinya.
Lalu, untuk pertama kali seumur hidupnya, ia benar-benar marah kepada ayahnya.
Wajahnya memucat, ia berkata, "Apa itu berarti selama ini kita bekerja sama
dengan Don Croce" Apa itu berarti aku mengkhianati Guiliano dan bukannya
membantunya" Berarti aku berbohong kepada orangtuanya" Kau mengkhianati temantemanmu dan membiarkan putra mereka tewas" Kau memanfaatkan diriku, membodobiku,
begitukah" Pop, ya Tuhan, Guiliano orang baik, pahlawan sejati bagi orang-orang
miskin di Sisilia. Kita harus menyebarluaskan Wasiat."
Ayahnya membiarkan dirinya berbicara lalu bangkit dari kursinya dan memegang
bahu Michael. "Dengarkan aku," katanya. "Segala sesuatu disiapkan agar Guiliano
bisa meloloskan diri. Aku tidak mengadakan perjanjian apa pun dengan Don Croce
untuk mengkhianati Guiliano. Pesawatnya sudah menunggu, Clemenza dan anak
buahnya diperintahkan membantumu sepenuhnya. Don Croce memang ingin Guiliano
melarikan diri, itu cara paling mudah. Tapi Guiliano bersumpah akan melakukan
vendetta kepadanya dan mengulur waktu dengan harapan bisa memenuhinya. Dia bisa
saja menemuimu dalam beberapa hari, tapi dia tetap tinggal untuk melakukan upaya
terakhirnya. Itu yang membuatnya terbunuh."
Michael menjauhi ayahnya dan duduk di salah satu kursi kulit berlengan. "Ada
alasan kau tidak mem-pubhkasikan Wasiat," katanya. "Kau mengadakan perjanjian."
"Ya," sahut Don Corleone. "Kau harus ingat sesudah dirimu terluka oleh bom,
kusadari aku dan teman-temanku tidak lagi bisa melindungimu sepenuhnya di
Sisilia. Kau bisa menjadi korban usaha pem-Imnuhan lainnya. Aku harus sungguhsungguh yakin kau bisa kembali dengan selamat. Jadi aku mengadakan perjanjian
dengan Don Croce. Dia akan melindungimu dan sebagai gantinya aku berjanji-akan
membujuk Guiliano agar tidak mempublikasikan Wasiat saat dia berhasil lari ke
Amerika." Dengan perasaan terguncang yang memuakkan Michael teringat dirinyalah yang
memberitahu Pisciotta bahwa Wasiat sudah aman di Amerika. Pada saat itu ia telah
memutuskan takdir Guiliano. Michael mendesah. "Kita berutang kepada ibu dan
ayahnya," katanya. "Dan kepada Justina. Dia baik-baik saja?" "Ya," jawab Don.
"Dia dijaga dengan baik. Butuh waktu beberapa bulan sampai dia bisa menerima apa
yang terjadi." Ia diam sejenak. "Dia gadis yang sangat pandai, dia bisa
menjalani kehidupan di sini dengan baik."
Michael berkata, "Kita mengkhianati ayah dan ibunya kalau tidak mempublikasikan
Wasiat." "Tidak," bantah Don Codeone. "Ada yang kupelajari selama bertahun-tahun tinggal
di Amerika. Kau harus bersikap logis, bisa bernegosiasi. Apa gunanya
mempublikasikan Wasiat" Mungkin pemerintah Italia akan jatuh, mungkin juga
tidak. Menteri Trezza akan kehilangan jabatan, tapi apa kaupikir mereka akan
menghukumnya?" Michael berkata marah, "Dia pejabat pemerintah yang bersekongkol membunuh
rakyatnya sendiri." Don mengangkat bahu. "Lalu kenapa" Biarkan aku melanjutkan.
Apakah mempublikasikan Wasiat akan membantu ibu dan ayah atau teman-teman
Guiliano" Pemerintah akan memburu mereka, memenjarakan mereka, menyiksa mereka
dengan berbagai cara. Lebih buruk lagi, Don Croce mungkin akan memasukkan mereka
ke daftar hitamnya. Biarkan mereka menjalani kedamaian di usia tua. Aku
mengadakan perjanjian dengan pemerintah dan Don Croce untuk melindungi mereka.
Dengan begitu keberadaan Wasiat di tanganku ada gunanya."
Michael berkata sinis, "Dan berguna bagi kita kalau suatu saat kita
membutuhkannya di Sisilia."
"Apa boleh buat," kata ayahnya sambil menahan senyum.
Setelah membisu cukup lama Michael berkata pelan, "Entahlah, rasanya perbuatan
itu tidak terhormat. Guiliano pahlawan sejati, dia sudah menjadi legenda. Kita
seharusnya membantu kenangan akan dirinya. Bukannya membiarkan kenangan itu
lenyap dalam kekalahan." Untuk pertama kali Don menunjukkan kejengkelan. Ia menuang segelas anisette lagi
untuk dirinya sendiri dan langsung menghabiskannya. Ia menuding putranya. "Kau
ingin belajar," katanya. "Sekarang dengarkan aku. Tugas pertama seorang pria
adalah bertahan hidup. Berikutnya adalah melakukan segala hal yang disebut
kehormatan. Perbuatan yang tidak terhormat ini seperti katamu tadi, dengan
senang hati kutanggung sendiri. Aku melakukannya demi menyelamatkan nyawamu
karena kau sekali waktu dulu melakukan perbuatan menyelamatkan nyawaku. Kau
tidak akan pernah meninggalkan Sisilia hidup-hidup lanpa perlindungan Don Croce.
Jadi terserah. Kau mau jadi pahlawan seperti Guiliano, jadi legenda" Dan mati"
Aku mencintainya sebagai putra kawan baikku, tapi aku tidak iri akan
ketenarannya. Kau hidup dan Sila mati. Ingat selalu hal itu dan jalani
kehidupanmu bukan untuk menjadi pahlawan, melainkan untuk tetap hidup. Seiring
berlalunya waktu, kepahlawanan tampak konyol."
Michael mendesah. "Guiliano tidak punya pilihan," katanya.
"Kita lebih beruntung," tegas Don.
Itulah pelajaran pertama yang diterima Michael dari ayahnya sekaligus yang
paling baik. Pelajaran itu mewarnai kehidupannya di masa depan, mendorongnya
mengambil keputusan-keputusan menakutkan yang tak pernah ia bayangkan harus
dilakukannya. Pelajaran itu mengubah persepsinya mengenai kehormatan dan keterpesonaannya akan kepahlawanan. Pelajaran itu membantunya bertahan hidup, tapi
menjadikan clirinya tidak bahagia. Karena kendati ayahnya tidak merasa iri
terhadap Guiliano, Michael tetap iri. Bab 30
KEMATIAN Guiliano menghancurkan semangat rakyat Sisilia. Ia pembela mereka,
perisai mereka melawan kaum kaya dan bangsawan, Friends of the Friends,
pemerintah Demokrat Kristen di Roma. Dengan tiadanya Guiliano, Don Croce Malo
menempatkan Pulau Sisrha di mesin peras dan memeras kekayaan melimpah baik dari
kaum kaya maupun miskin. Sewaktu pemerintah mencoba membangun dam-dam yang
menyediakan air murah, Don Croce memerintahkan anak buahnya meledakkan
peralatan-peralatan berat yang digunakan membangun dam-dam itu. Dirinyalah yang
mengendalikan semua sumur di Sisilia; dam pemasok air murah tidak sesuai dengan
kepentingannya. Seusai perang, bisnis pembangunan gedung semakin marak, dan
melalui informasi dari dalam dan gaya negosiasi persuasif, Don Croce memperoleh
gedung-gedung di lokasi terbaik dengan harga murah; lalu ia menjualnya dengan
harga berkali-kali lipat. Ia mengontrol semua bisnis di Sisilia.. Kita tidak
bisa menjual sayur artichoke di pasar Palermo tanpa membayar komisi beberapa
centesimi kepada Don Croce; orang kaya tidak bisa membelikan perhiasan bagi
istri mereka atau kuda balap untuk putra mereka tanpa membayar - asuransi
kepada Don Croce. Dan dengan tangan besi ia melenyapkan harapan bodoh para
petani yang ingin mengklaim lahan tidak terurus milik Pangeran Ollorto, akibat
undang-undang tidak masuk akal yang disahkan Parlemen Italia. Terjepit di antara
Don Croce, kaum bangsawan dan pemerintah Roma, rakyat Sisilia berhenti berharap.
Dalam dua tahun setelah kematian Guiliano, lima ratus ribu orang Sisilia,
sebagian besar pemuda, pindah ke luar negeri. Mereka pergi ke Inggris dan
menjadi tukang kebun, pembuat es krim, pramusaji restoran. Mereka pergi ke
Jerman dan melakukan pekerjaan kasar, ke Swiss untuk menjaga kebersihan negara
itu dan membuat jam kukuk. Mereka pergi ke Prancis sebagai pembantu dapur dan
penyapu di rumah-rumah mode. Mereka ke Brasilia untuk menebang pohon membuka
hutan. Beberapa pergi ke Scandinavia di musim dingin yang menggigit. Dan tentu
saja ada yang beruntung dan direkrut Clemenza untuk melayani Keluarga Corleone
di Amerika Serikat. Mereka dianggap yang paling beruntung di antara semuanya.
Maka Sisilia pun menjadi tanah para pria tua, anak-anak, dan wanita yang menjadi
janda akibat vendetta ekonomi. Desa-desa mati itu tidak lagi memasok buruh bagi
lahan orang kaya, dan orang kaya juga menderita. Hanya Don Croce yang makmur.
Gaspare "Aspanu" Pisciotta disidang atas kejahatan-kejahatannya sebagai bandit
dan dijatuhi hukuman seumur hidup di Penjara Ucciardone. Tapi semua orang tahu
ia akan mendapat pengampunan. Satu-satunya kekhawatiran Aspanu adalah dirinya
dibunuh dalam penjara. Namun demikian amnesti tidak juga diterimanya. Ia
mengirim kabar kepada Don Croce menyatakan kalau ia tidak segera diampuni, ia
akan mengungkapkan semua kontak yang berlangsung antara kelompoknya dengan
Trezza, bagaimana Perdana Menteri yang baru bersekongkol dengan Don Croce untuk
membunuhi rakyatnya sendiri di Portella della Ginestra.
Pada pagi hari setelah kenaikan Menteri Trezza menjadi Perdana Menteri Italia,
Aspanu Pisciotta terjaga pukul delapan pagi Selnya besar, berisi tanaman-tanaman
dan kain-kain sulaman besar yang dibuatnya untuk mengisi waktu di penjara. Polapola sulaman yang cemerlang pada kain sutra itu agaknya menenangkan pikirannya,
karena sekarang ia sering terkenang masa kanak-kanak bersama Turi Guiliano, dan
cinta kasih antara mereka berdua.
Pisciotta menyiapkan kopi paginya dan minum. Ia takut diracun. Jadi segala
sesuatu di dalam cangkir kopi itu dibawakan oleh keluarganya. Makanan penjara
diberikannya secuil terlebih dulu pada kakatua yang dipeliharanya dalam
kurungan. Dan untuk keadaan darurat, di salah satu raknya, bersama tumpukan kain
dan jarum-jarum sulam, ia menyimpan sebotol besar minyak zaitun. Ia berharap
dengan meminum minyak itu banyak-banyak, ia bisa menetralkan pengaruh racun atau
menyebabkan ia muntah. Ia tidak takut kekerasan lainnya- ia dijaga sangat baik.?Hanya para tamu yang disetujuinya yang diizinkan datang ke selnya; ia tidak
pernah diizinkan keluar sel. Ia menunggu dengan sabar sementara kakatuanya makan
dan mencerna makanannya kemudian ia menyantap sarapannya itu penuh selera.
Hector Adonis meninggalkan apartemennya di Palermo
dan menggunakan trem untuk menuju Penjara Ucciardone. Matahari bulan Februari
sudah terik kendati hari masih pagi, dan ia menyesal mengenakan setelan hitam
dan dasinya. Tapi ia merasa harus berpakaian resmi untuk peristiwa ini. Ia
menyentuh selembar kertas penting dalam saku-dada jasnya, yang aman ditempatkan
dalam-dalam. Selama perjalanan melintasi kota, hantu Guiliano memaninya. Ia teringat suatu
pagi menyaksikan satu trem penuh carabinieri meledak, salah satu pembalasan
Guiliano karena orangtuanya ditahan di penjara yang hendak dikunjunginya
sekarang. Dan ia kembali bertanya-tanya bagaimana bocah lembut yang diajarinya
membaca literatur klasik itu bisa bertindak begitu mengerikan. Kini, walaupun
dinding-dinding gedung yang dilewatinya kosong, ia masih melihat dalam
imajinasinya tulisan-tulisan cat merah berbunyi PANJANG UMUR GUILIANO yang
sering kali dicatkan di sana. Well, putra baptisnya tidak berumur panjang. Tapi


Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang selalu mengganggu Hector Adonis adalah Guiliano dibunuh orang yang seumur
hidup menjadi temannya, teman sejak ia masih kecil. Itu sebabnya ia gembira
menerima perintah untuk mengirimkan surat dalam saku jasnya. Surat itu dikirim
Don Croce bersama perintah khusus.
Trem berhenti di depan bangunan batu bata panjang, itulah Penjara Ueciardone.
Bangunannya dipisahkan dari jalanan oleh dinding batu yang dilengkapi kawat
berduri di atasnya. Para penjaga mengawasi gerbang, dan batas-batas pagar dijaga
polisi bersenjata berat. Hector Adonis, membawa semua dokumen yang diperlukan,
diantar masuk oleh penjaga khusus, dan dikawal menuju apotek rumah sakit. Di
sana ia disambut sang apoteker, pria bernama Cuto. Ia mengenakan mantel putih
bersih di atas setelan bisnis dan dasinya. Ia juga, melalui proses psikologis
yang tidak kentara, memutuskan untuk mengenakan pakaian resmi untuk peristiwa
ini. Ia menyapa riang Hector Adonis dan mereka duduk menunggu.
"Apakah Aspanu mengkonsumsi obatnya secara teratur?" tanya Hector Adonis.
Pisciotta masih harus menelan streptomycin' untuk mengobati tuberkulosisnya.
"Oh, ya," jawab Cuto. "Dia sangat hati-hati menjaga kesehatannya. Dia bahkan
berhenti merokok. Kusadari ada sesuatu yang menarik dari para narapidana. Ketika
bebas mereka mengabaikan kesehatan mereka merokok berlebihan, minum sampai ?mabuk, berhubungan seks hingga kehabisan tenaga. Mereka tidak cukup tidur atau
berolahraga. Lalu saat mereka harus menghabiskan seumur hidup di penjara, mereka
melakukan push-up, mereka menolak tembakau, mereka mengawasi makanan mereka, dan
berhati-hati dalam segala hal"
"Mungkin karena mereka memiliki lebih sedikit kesempatan," komentar Hector
Adonis. "Oh, tidak, tidak," kilah Cuto. "Kau bisa mendapatkan apa saja di Ucciardone.
Para sipir di sini miskin dan para narapidananya kaya, jadi wajar ada uang yang
berpindah tangan. Kau bisa melakukan segala macam kesenangan di sini"
Adonis memandang sekeliling apotek. Ada rak-rak penuh obat dan lemari-lemari
kayu ek besar berisi perban dan peralatan medis, karena apotek itu juga
berfungsi sebagai ruang gawat darurat bagi para narapidana. Bahkan ada dua
ranjang tertata rapi di ceruk ruangan yang luas itu.
"Kau-punya masalah mendapatkan obatnya?" tanya Adonis.
"Tidak, kami punya izin khusus," kata Cuto. "Tadi pagi aku menginminya botol
obat yang baru. Dilengkapi semua segel khusus ekspor yang ditempelkan orang
Amerika. Obat yang sangat mahal. Aku terkejut pihak berwenang begitu bersusah
payah mempertahankan hidupnya."
Keduanya saling tersenyum.
Dalam selnya Aspanu Pisciotta mengambil botol streptomycin dan merobek segelnya
yang rumit. Ia mengukur dosisnya dan meminumnya. Selama sedetik, saat ia bisa
berpikir, ia terkejut oleh pahitnya rasa obat itu, lalu tubuhnya terdorong ke
belakang dan terlempar ke tanah. Ia menjerit, yang mendatangkan sipir ke pintu
selnya. Pisciotta bersusah payah bangun, bergumul melawan sakit yang mencabikcabik tubuhnya. Tenggorokannya terasa nyeri dan ia terhuyung-huyung menuju botol
minyak zaitunnya. Tubuhnya kembali terjengkang dan ia menjerit kepada sipir,
"Aku diracuni. Tolong, tolong." Lalu sebelum jatuh lagi, ia merasakan kemurkaan
hebat karena akhirnya ia dikalahkan oleh Don Croce.
Para sipir yang membawa Pisciotta menerobos apotek sambil berteriak narapidana
itu diracuni. Cuto menyuruh mereka membaringkan Pisciotta di salah satu ranjang
dan memeriksanya. Lalu ia bergegas menyiapkan obat perangsang muntah dan
menuangkannya ke tenggorokan Pisciotta, Bagi para sipir ia tampak berusaha keras
menyelamatkan Pisciotta. Hanya Hector Adonis yang tahu obat perangsang muntah
itu hanyalah campuran encer yang tidak akan membantu orang sekarat itu. Adonis
bergeser ke samping ranjang dan mengeluarkan kertas dari saku-dadanya,
memegangnya tersembunyi dalam telapak tangannya. Berpura-pura membantu sang
apoteker, ia menyelipkan kertas itu ke dalam kemeja Pisciotta. Pada saat
bersamaan ia menunduk memandang wajah Pisciotta yang tampan. Wajahnya bagai
berkerut oleh kedukaan, tapi Adonis tahu kerutan itu akibat rasa sakit luar
biasa. Sebagian kumis kecil Pisciotta tergigit dalam kesakitannya. Saat itu
Hector Adonis berdoa bagi jiwa Pisciotta dan merasakan kesedihan mendalam. Ia
ingat ketika orang ini dan putra baptisnya berjalan berangkulan di perbukitan
Sisilia sambil mengutip puisi tentang Roland dan Charlemagne.
Hampir enam jam kemudian surat itu ditemukan pada mayat Pisciotta, tapi masih
cukup pagi untuk dipublikasikan di berita surat kabar mengenai kematian
Pisciotta dan dikutip di seluruh Sisilia. Kertas yang diselipkan Hector Adonis
ke dalam kemeja Pisciotta bertuliskan KEMATIAN BAGI SEMUA YANG MENGKHIANATI
GUILIANO. 550 Bab 31 DI Sisilia, kalau kau punya uang, kau. tidak menguburkan orang terkasih di dalam
tanah. Itu kekalahan yang terlalu telak, dan tanah Sisilia telah lama
bertanggung jawab atas terlalu banyak penghinaan. Jadi pemakaman dipenuhi batu
nisan kecil dan mausoleum marmer bangunan-bangunan persegi kecil yang disebut ?congrega^ioni. Pintu-pintu baja berjeruji menghalangi jalan masuknya. Di
dalamnya terdapat ceruk-ceruk tempat peti mati diletakkan dan ceruk itu cktutupi
semen. Ceruk-ceruk lain disediakan untuk anggota keluarga lainnya.
Hector Adonis memilih hari Minggu yang cerah tak lama setelah kematian Pisciotta
untuk mengunjungi Pemakaman Montelepre. Don Croce akan menemuinya di sana untuk
berdoa di makam Turi Guiliano. Dan karena ada yang harus mereka diskusikan,
adakah tempat yang lebih baik selain pemakaman bagi pertemuan mereka, orang? ?orang tanpa pretensi yang saling memahami" Juga bagi pertemuan untuk memaafkan
luka-luka lama, pertemuan yang clirahasiakan"
Dan adakah tempat yang lebih baik, selain pemakaman, untuk memberikan selamat
kepada kolega yang melakukan tugas dengan baik" Sudah menjadi tugas
551 Don Croce menyingkirkan Pisciotta, yang terlalu vokal dan memiliki ingatan
terlalu baik. Don Croce memilih Hector Adonis untuk merancang tugas itu. Surat
yang ditinggalkan di mayat Pisciotta merupakan salah satu aksi Don yang paling
halus. Surat itu memuaskan Adonis, dan pembunuhan politis disamarkan sebagai
aksi keadilan yang romantis. Di depan gerbang pemakaman, Hector Adonis mengawasi
sopir dan para pengawal mengangkat Don Croce keluar dari mobil. Tubuh Don
bertambah besar selama setahun terakhir, seakan tumbuh pesat seiring semakin
besarnya kekuasaan yang diraihnya.
Kedua orang itu melewati gerbang. Adonis menengadah memandang lengkungan di atas
gerbang. Pada kerangka jeruji besinya terdapat tulisan bagi para pelayat.
Bunyinya: KAMI TELAH MENJADI SEPERTI KALIAN DAN KALIAN AKAN MENJADI SEPERTI
?KAMI. Adonis tersenyum membaca tantangan sinis itu. Guiliano tak akan pernah
berperilaku kasar seperti itu, tapi itulah yang akan diteriakkan Pisciotta dari
kuburnya. Hector Adonis tidak lagi merasakan kebencian getir terhadap Pisciotta, kebencian
yang merasukinya setelah kematian Guiliano. Ia telah membalas dendam. Sekarang
ia teringat keduanya saat bermain sewaktu kecil, menjadi penjahat bersama-sama.
Don Croce dan Hector Adonis berada jauh di perkampungan batu nisan dan bangunan
marmer. Don Croce dan para pengawalnya berjalan berkelompok, saling mendukung di
jalan setapak berbatu-batu; sopir membawa buket bunga besar yang diletakkannya
di 552 gerbang congrega^one makam Guiliano. Don Croce sibuk menata kembali bungabunganya, lalu menatap tajam foto kecil Guiliano yang ditempelkan di pintu batu.
Para pengawalnya memegangi tubuhnya agar tidak jatuh.
Don Croce menegakkan tubuh. "Dia bocah pemberani,", kata Don. "Kita semua
mencintai Turi Guiliano. Tapi bagaimana kita bisa hidup bersamanya" Dia ingin
mengubah dunia, menjungkirbalikkannya. Dia menyayangi sesama manusia dan siapa
yang lebih banyak membunuh mereka" Dia percaya pada Tuhan dan menculik
Kardinal." Hector Adonis mengamati foto itu. Foto itu dibuat sewaktu Guiliano masih tujuh
belas tahun, dengan ketampanan Laut Mediterania. Ada sesuatu yang manis pada
wajahnya yang menyebabkan orang menyayanginya, dan orang tak bisa membayangkan
dirinya akan memerintahkan seribu pembunuhan, mengirim seribu jiwa ke neraka.
Ah, Sisilia, Sisilia, pikirnya, kau menghancurkan putra terbaikmu dan menjadikan
mereka debu. Anak-anak yang lebih cantik daripada malaikat muncul dari tanahmu
dan berubah menjadi iblis. Kejahatan tumbuh subur di tanah ini seperti bambu dan
pir. Tapi kenapa Don Croce datang kemari dan meletakkan bunga di makam Guiliano"
"Ah," kata Don, "kalau saja aku memiliki putra seperti Turi Guiliano. Aku akan
meninggalkan kekaisaran luar biasa untuk dipimpinnya. Siapa bisa menebak
kejayaan macam apa yang akan dimenangkannya?"
Hector Adonis tersenyum. Tidak ragu lagi Don Croce orang hebat, tapi ia tidak
memiliki persepsi sejarah. Don Croce memiliki seribu putra yang akan melanjutkan
kepemimpinannya, mewarisi kelicikannya, menjarah Sisilia, mengorupsi "Roma. Dan
ia, Hector Adonis, Dosen Terkemuka Sejarah dan Sastra di Universitas Palermo,
adalah salah satu di antaranya.
Hector Adonis dan Don Croce berbalik pergi. Deretan panjang kereta tengah
menunggu di depan pemakaman. Setiap jengkal kereta-kereta itu dilukisi legenda
Turi Guiliano dan Aspanu Pisciotta dalam warna-warna cerah: perampokan Duchess,
pembantaian para pemimpin Mafia, pembunuhan Turi oleh Aspanu. Dan Hector Adonis
merasa ia mengetahui semuanya. Bahwa Don Croce akan dilupakan kendati ia begitu
hebat, namun Turi Guiliano akan terus hidup. Bahwa legenda Guiliano akan terus
tumbuh, bahwa beberapa orang percaya ia tidak pernah mati melainkan masih
berkeliaran di Pegunungan Cammarata dan suatu hari kelak akan muncul kembali
untuk membebaskan Sisilia dari rantai pengekang dan kesengsaraannya Di ribuan
desa yang penuh tanah dan batu, anak-anak yang belum dilahirkan akan berdoa bagi
jiwa dan kebangkitan Guiliano.
Bagaimana dengan Aspanu Pisciotta dan benaknya yang licik, yang mengaku tidak
mendengarkan sewaktu Hector Adonis menceritakan legenda Charlemagne, Roland dan
Oliver, dan karena itu memutuskan pergi ke arah yang berlawanan" Kalau tetap
setia, Pisciotta akan terlupakan, Guiliano akan mengisi legendanya seorang diri.
Tapi dengan melakukan kejahatan besarnya, Pisciotta akan mendampingi Turi-nya
yang terkasih selama-lamanya. Pisciotta akan dimakamkan di pemakaman ini juga.
Mereka berdua akan menatap selamanya pegunungan yang mereka cintai, pegunungan
yang juga menyimpan tulang-belulang gajah Hannibal, yang sekali waktu
menggemakan raungan keras terompet Roland sewaktu ia tewas dalam pertempuran
melawan bangsa Saracen, juri Guiliano dan Aspanu Pisciotta mati muda, tapi
mereka akan tetap hidup, kalau bukan untuk selamanya, jelas lebih lama daripada
Don Croce maupun clirinya, Profesor Hector Adonis.
Kedua pria itu, yang satu begitu raksasa, yang lain begitu mungil, meninggalkan
pemakaman. Kebun-kebun berteras memenuhi lereng-lereng pegunungan di sekeliling
mereka dengan pita-pita hijau, batu-batu putih besar berkilau-kilau, seekor
rajawali merah Sisilia melayang ke arah mereka pada seberkas cahaya matahari.
Misteri Pedang Naga Suci 2 Pendekar Gila 50 Prahara Di Gunung Kematian Hati Budha Tangan Berbisa 16

Cari Blog Ini