Ceritasilat Novel Online

Sang Penebus 8

Sang Penebus Karya Wally Lamb Bagian 8


mematikan TV dan pergi ke toko membeli TV Guide lagi. Kalau Ray tahu kau merobek
edisi terbaru, dia akan mengamuk."
Thomas memandang ke atas, padaku. "Kau itu aku," katanya,
"Apa?" "Kau bilang kalau kau jadi aku, kau akan beli TV Guide yang baru. Tapi kau
memang aku." "Bukan, aku bukan kau," kataku. "Jauh." "Ya, kau memang aku."
"Bukan." Senyum Thomas terlihat damai dan penuh rahasia. Jantungku berdegup kencang,
ketakutan. Dua Puluh Dua 1969 Aku berdiri di luar, bersandar ke dinding, menunggu, ketika Leo datang
mengendarai Skylarknya. Aku melemparkan alat pancingku ke tempat duduk belakang dan duduk di depan.
"Nih," kataku melemparkan salah satu daging gulung terbungkus alumunium foil
yang dibuatkan Ma untukku semalam. "Hadiah dari ibuku."
"Lihat kan, Birdsey," katanya. "Bahkan cewek yang lebih tua pun menyukaiku.
Kalau kau punya pesona, berarti kau memang punya pesona." Ma, cewek" Aku tak
bisa menahan tawa meskipun pusing dan masih memikirkan masalahku dengan Dessa,
juga perkelahianku dengan kakakku yang bodoh dan gila.
Leo memakan sandwich itu sambil menyetir. Bertanya ada berita apa.
"Tak banyak," kataku padanya. "Hanya saja, dalam jangka dua puluh empat jam, aku
berhasil membuat kakakku, ibuku, dan pacarku marah besar padaku." Aku melewatkan
bagian saat Thomas bersikap seperti psikopat.
"Whoa, Sobatku," Leo tertawa. "Kenapa manis kecilmu marah" Kau lupa memanaskan
ovennya sebelum memasukkan sosismu atau bagaimana?"
Aku melotot padanya, terkejut betapa dia hampir mendekati kebenaran. Tapi Leo,
yang masih tak tahu masalahnya memakan sandwich-nya dengan enak. "Kurasa kita
bisa mencoba memancing di dekat jembatan," katanya. "Ralphie bilang padaku kalau
ikan biuegiiis banyak sekali di sana dua malam lalu. Dia bilang dia mendapat
ikan trout juga minggu lalu."
"Kau seharusnya bertanya padanya apa dia mau ikut dengan kita," kataku.
Leo menggigit sandwich-nya lagi. "Aku sudah mengajaknya. Tapi dia bilang sibuk
seperti biasa. Hei, ngomong-ngomong tentang Drinkwater, lihat di laci
dashboard." "Drinkwater di laci dashboard?" kataku.
"Lucu sekali, Dominick. Ayo. Lihat."
Aku melakukan perintahnya. Mencari-cari di dalam laci. "Yeah?" "Apa" Laci
dashboard sialan." "Lihat dalam kaleng Sucrets," kata Leo.
Di dalam kaleng terdapat tiga rokok mariyuana, dilinting dalam tiga lintingan
merah. "Ralphie baru mendapat barang baru ini dari temannya. Katanya dia bisa
mencarikan untuk kita kalau kita mau. Bagaimana menurutmu, Birds" Kau mau iuran
untuk persediaan kembali ke sekolah ini?"
Aku tak mau. Mabuk ganja saat kau memotong rumput adalah satu hal; melakukannya
saat kau berusaha melalui semester berat seperti apa yang
akan kuhadapi adalah hal lain. Aku semester ini mengambil mata kuliah Poly Sci,
Sastra Inggris, Peradaban Barat, Trigonometri. Hal terakhir yang ingin kulakukan
adalah terbangun dari mabuk panjang selama satu semester dengan IPK seperti
kakakku. Tetapi, aku tetap saja mengambil satu linting, mengendus manisnya
mariyuana, aromanya. "Berapa?" kataku. "Nikel" Sen?"
"Ini yang kupikirkan," kata Leo. "Kalau barang ini sebagus yang dibilang
Ralphie, bagaimana kalau kita membeli sekitar beberapa pon."
"Beberapa pon?" kataku.
"Diam dan dengar dulu," kata Leo. "Yang kupikirkan adalah mungkin kita bisa
menyimpan sedikit dan menjual sisanya. Di South Campus ada beberapa pecandu yang
serius. Kita bisa menjual benda ini dengan mudah."
"Nggak." "Tunggu dulu, Birdsey. Dengar. Kita mendapat barang dari Drinkwater, lalu
menaikkan harganya sekitar tujuh atau delapan dolar per ons dan mendapat sedikit
keuntungan. Kita berdua bisa mendapat sekitar seratus dolar bersih."
"Aku bilang tidak."
"Mengapa tidak?"
"Karena aku tak tertarik jadi pengedar, dan Drinkwater mungkin juga tidak
tertarik jadi suppiier-mu. Dia memberimu rokok ini bukan" Apa dia bilang tentang
mau menjual?" "Tidak, dia tak bilang. Tapi bukan berarti dia tak mau. Kau pernah dengar
kapitalisme?" "Lagi pula, ngomong-ngomong, Leo, aku tidak bisa membeli dua pon mariyuana. Aku
mau beli mobil. Dan bicara tentang mobil, maukah kau menolongku" Dalam
perjalanan ke jembatan, maukah kau berhenti di rumah Dell sebentar saja?"
"Dell?" katanya. "Rumah Dell?"
Aku mengatakan padanya tentang mobil istri Dell. "Dia tinggal dekat penggilingan
tua di Bickel Road," kataku. "Dia bilang rumahnya tak jauh dari situ. Sama
dengan arah yang kita tuju tak akan memakan waktu lebih dari sepuluh menit, ?kok."
"Baiklah, Birdsey. Baik. Tapi kubilang padamu, Sobat, hal terakhir yang ingin
kulakukan setelah melihat si jelek Dell sepanjang pekan adalah mengunjunginya
saat akhir pekan." "Yah, kau memang orang baik, Leo," kataku. "Pangeran di antara manusia."
"Hei," katanya. "Mungkin yang baru kau bilang tadi merupakan pertanda."
"Apa?" "Kau baru bilang aku pangeran di antara manusia. Hari ini aku dapat surat dari
jurusan teater. Mereka baru mengumumkan jadwal baru untuk tahun depan. Mereka
akan mementaskan Hamlet, dan drama karya orang Spanyol siapa, siapa Lorca dan
? ?drama musikal, You're a Good Man Charlie Brown. Dan kau baru bilang: 'Aku
pangeran di antara manusia.' Mungkin aku akan ikut audisi untuk Hamlet." Leo
meremas alumunium foil pembungkus sandwich dari Ma dan melemparnya ke lantai
mobil. "Yeah, dan kalau mereka mementaskan Charlie Brown, kau mungkin akan dapat peran
sebagai babi dalam kandang," kataku. Kau harusnya melihat sampah yang berserakan
di lantai mobil. Mobil Leo selalu jorok seperti itu.
Leo mengabaikan komentarku. Untuk seseorang yang mendedikasikan hidupnya sebagai
sekadar permainan, Leo bisa menjadi sangat serius saat bicara tentang akting.
"Begini, mereka biasanya mengambil mahasiswa ju-nior dan senior untuk peran
utama, iya kan" Tapi dosenku di kelas teater Shakespeare semester lalu yang
?namanya Brendan" Dia bilang benar-benar menyukai kerjaku. Dia bilang aku punya
proyeksi yang bagus dan aku tidak takut untuk bagaimana dia
?bilang" 'membiarkan orang masuk'. Dan dia adalah orang yang akan menyutradarai
?Hamlet. Jadi, siapa tahu" Aku mungkin punya kesempatan. Dengar ini: 'Untuk mati,
untuk tidur untuk tidur berdiri di atas mimpi: ay, itulah yang menyedihkan."? ?"Kau yang menyedihkan," kataku.
"Hei, kau tahu apa masalahmu, Birdsey" Kau seperti seseorang yang terperangkap
di pembuangan limbah budaya. Kau tak bisa membedakan tragedi Shakespeare dengan
What' s New Pussycat?" Leo bersendawa, mengusap mulut dengan lengan bajunya.
"Jadi, kenapa ibumu marah padamu?"
"Dia tahu aku tak sekamar dengan Thomas." "Oh oh. Kau akhirnya menjatuhkan
bomnya?" Aku menggeleng. "Aku baru mau bilang padanya," kataku. "Akhir pekan
ini. Tapi kantor asrama sialan itu mendahuluiku." "Mereka meneleponnya?"
"Mengirim surat. Mereka memasangkannya dengan anak pindahan dari Waterbury."
"Hei, dengar. Kakakmu kan, sudah besar. Bagaimana reaksinya?"
Aku membayangkan Thomas duduk di sofa, mengenakan topi bodoh itu dan merobekrobek TV Guide. Aku tak menjawab Leo.
"Tapi dia memang tak terduga juga, ya" Bagaimana dengan apa yang dia lakukan di
bendungan kemarin" Menurunkan celana, menunjukkan kemaluannya pada Dell. Itu
aneh sekali, Man." "Dia berhenti," kataku.
"Thomas" Berhenti kerja, maksudmu" Mengapa?"
Aku bilang pada Leo kalau aku mau membicarakan hal lain saja bahwa aku mau
?bicara tentang hal apa saja asal bukan tentang kakakku yang bodoh.
"Hei, santailah, Birdsey," kata Leo. "Yang dia lakukan hanya sedikit menakutkan.
Itu saja yang kukatakan. Dia menganggap Dell dengan begitu serius .... Tapi aku
sedikit iri juga padanya. Aku tak bisa menunggu hingga bisa bilang sayonara pada
pekerjaan itu. Dinas Pekerjaan Umum sialan. Tapi, ngomong-ngomong Birds,
kubilang padamu. Kurasa kita sebaiknya mencoba sedikit sampel rokok yang
diberikan Ralph malam ini, dan kalau memang bagus, kita bisa berinvestasi.
Mendapatkan penghasilan ekstra semester ini."
* Aku tak ingat nomor rumah Dell. Kami melewati penggilingan lalu berjalan
perlahan ketika kami sampai ke jajaran rumah kumuh setelah penggilingan. Tempat
itu adalah lingkungan tempat mesin mobil di halaman depan dan kereta belanja
yang ditinggalkan terbalik di pinggir jalan. Kebanyakan orang yang nongkrong di
luar rumah adalah orang kulit hitam atau Spanyol bukan lingkungan yang kau
?bayangkan menjadi tempat tinggal seorang rasis seperti Dell. Tapi itu memang
tipikal, menurut dosen sosiologiku. Orang yang paling fanatik dan rasis biasanya
justru mereka yang merasa paling terancam oleh keberadaan 'kelas bawah1. Mereka
yang merasa paling terdesak. Kami berkendara sepanjang jalan bolak-balik, bolakbalik berusaha menemukan mobil Dell sehingga membuat orang-orang memandang kami
curiga. Akhirnya, aku turun dan mulai melihat di halaman belakang sementara Leo
mengikutiku dengan Skylarknya.
Aku menemukan mobil Valiant yang dikatakan Dell di halaman belakang rumah di
ujung jalan. Interiornya hitam berkotak-kotak putih yang sudah buram. Body-nya
karatan; dan dua bannya sudah gundul. Knalpotnya bergerak-gerak mau jatuh kalau
kau sentuh dengan kaki. "Yah, mobil ini jelas tak akan menang kontes kecantikan," kata Leo mendekat. Dia
mengintip ke dashboard-nya. "Berapa mil dia bilang mobil ini baru
berjalan?" "Sekitar enam puluh."
"Coba tujuh puluh delapan lebih. Kau sudah lihat tempat duduk pengendaranya"
Busanya keluar semua. Istri Dell pasti kentut keras sekali saat dia menaiki
benda ini. Ayo, Birdsey. Kau tak mau sampah ini."
"Aku mau kalau mesinnya bagus dan dia melepaskannya seharga dua ratus dolar,"
kataku. "Aku bisa menutupnya dengan penutup kursi. Ayo. Kita sudah di sini. Ayo
bicara dengannya." "Tunjukkan semua kejelekan mobil ini," kata Leo padaku. "Buat daftar di
kepalamu. Begitulah caranya kalau kau mau memenangi penawaran."
Kantong sampah di beranda belakang Dell robek dan tumpah; sekitar semiliar lalat
beterbangan pergi ketika kami melewatinya. Tangga beranda sudah lapuk. "Ini
benar-benar tempat di mana aku membayangkan Dell tinggal," bisik Leo. "Dell
Weeks, pria dari kota sampah."
Aku mengetuk pelan. Mengintip melewati pintu kasa. Seekor kucing duduk di atas
kompor, menjilati wajan. Di dalam terdengar suara TV yang disetel keras-keras.
Aku mengetuk lagi, lebih keras. "Tunggu, tunggu," kata seseorang di dalam.
Lalu Ralph Drinkwater tiba-tiba muncul di pintu, telanjang dada dan kaki,
terlihat sangat kaget melihat kami sebagaimana kami juga sangat kaget
melihatnya. Selama beberapa detik, kami bertiga terpaku. "Apa yang kau lakukan
di sini?" tanya Leo akhirnya. Ralph terlihat gugup. Dia kembali ke dalam selama beberapa detik lalu kembali
lagi, berusaha mengancingkan kemejanya saat dia keluar melewati kami. "Aku baru
saja mau pergi," katanya. Dia memegang sepatu di tangannya.
"Hei!" teriakku padanya. "Apa Dell di rumah?" "Mana kutahu?" kata Ralph, tak
berpaling ke belakang. Di trotoar depan, dia mulai berlari, ujung-ujung
kemejanya melambai di belakangnya.
Leo dan aku berdiri diam, memandangnya pergi. Aku ingat, dengan bodohnya aku
mengira dia telah membunuh Dell datang ke rumah Dell, membunuh si bangsat itu, ?lalu karena perpotongan nasib yang aneh, bertemu dengan kami. Alasan apa lagi
yang bisa menjelaskan keberadaannya di sana" Mengapa dia lari"
"Birdsey, tanggal berapa hari ini?" kata Leo. "Apa" Hari ini ... tanggal dua puluh
dua. Kenapa?" "Karena kau utang dua puluh dolar padaku." "Apa?"
"Taruhan kita. Hari ini tanggal genap dan Ralphie mengenakan baju lain selain
baju kutung birunya. Kau berutang dua puluh dolar padaku."
Aku menunggu beberapa detik, berusaha memikirkan apa yang harus kulakukan. Lalu
Leo memutar gagang pintu kasa dan masuk. "Hei, Dell?" panggilnya. "Kau di
rumah?" Tidak ada jawaban.
"Ini Leo dan Dominick. Kami datang untuk melihat
mobil." Dari arah lorong aku mendengar suara batuk Dell. "Bukannya aku sudah bilang
untuk menelepon dulu."
"Mauku begitu," kataku. "Tapi kami mau memancing dan kupikir .... Kami bisa
kembali lagi nanti kalau" '
"Aku akan menemuimu sebentar lagi. Pergilah ke belakang dan lihat sendiri dulu."
"Kami baru saja melihatnya, berengsek," bisik Leo. Kami berdiri di sana,
menunggu. Tempat itu mirip kandang babi: piring kotor dan berantakan di mana-mana, bulu
kucing bertebaran di lantai. Tempatnya juga bau seluruh tempat itu berbau ?seperti Dell. Di atas meja kopi ada sandwich yang baru setengah dimakan dan
sebotol 7-up yang baru setengah diminum. Buku Soul on Ice punya Drinkwater
terbuka di atas setumpuk majalah.
"Kau tahu apa yang kupikir?" kataku. "Kurasa Ralph tingga/ di sini."
"Benar, Sherlock," kata Leo. "Kau pintar sekali."
Leo berjalan mendekati barbel di lantai, mengangkatnya beberapa kali. Lalu dia
meletakkan barbel itu dan mengambil Soui on Ice. "Buku ini menceritakan seperti
yang sebenarnya, Man1." katanya menirukan Ralph. "Aku sudah membacanya 153
kali!" Dia melemparkan buku itu ke sofa dan mulai membuka-buka majalah. "Hei,
Birdsey, ke sini," bisiknya. Dia melirik sepintas ke lorong untuk melihat apakah
ada Dell. "Lihat ini!"
Bercampur dengan majalah Roiling Stone dan komik, ada majalah kaum homo.
"Mereka homo!" bisik Leo. "Ralphie dan Dell! Mereka saling suka!"
"Tidak mungkin," kataku. "Dell punya istri."
"Yeah" Di mana dia" Dan majalah siapa ini" Punya istrinya?"
Di lorong terdengar suara siraman toilet. "Ayo," kataku. "Aku akan keluar. Aku
mau keluar dari sini."
Dell keluar semenit kemudian, memanggil kami dari beranda. Aku tak bisa
menatapnya. Keinginanku pergi dari sana hampir sebesar kebutuhanku mendapatkan
mobil itu. "Aku menyalakan baterainya dan menyalakan mesinnya setelah kerja kemarin," kata
Dell saat kami bertiga berjalan ke halaman belakang. "Kedengarannya bagus. Coba,
biar aku nyalakan lagi."
"Kenapa istrimu menjualnya?" tanyaku.
"Aku kan, sudah bilang padamu. Dia kena MS (Multiple Sclerosis). Dokter tak
memperbolehkannya menyetir lagi." Aku mengikuti pandangan mata Dell ke jendela
lantai atas. Benar: seorang wanita setengah baya, gemuk dan mengibakan, ada di
depan jendela. Dia melambai ke arah kami; aku melambai kembali.
Dell memundurkan Galaxynya dari garasi dan mendekatkannya ke Valiant hingga
bumpernya saling berdempetan. Kami membuka kap kedua mobil itu, menyambungkan
kabel aki. Ketika tangan Dell menyapu tanganku saat dia mengecek koneksi kabel,
aku langsung menarik tanganku menjauh. "Kalau seorang homo mencoba mendekatimu,"
kata Ray suatu kali menasihati kakakku dan aku, "hantam selakangannya dengan lututmu
dulu baru bertanya kemudian."
Dell menyuruhku masuk ke Valiant dan menyalakan mesinnya.
"Jadi, bagaimana menurutmu?" katanya. "Terdengar bagus, bukan?"
"Kedengarannya lumayan," kataku. "Kau tak berkeberatan kalau kami membawanya
untuk test drive?" "Mobil ini tak terdaftar dan tidak ada asuransi. Istriku membiarkannya tak
dibayar." "Benda ini punya ban salju?" tanya Leo.
Dell menggeleng. "Yang kau lihat itulah yang kau dapat."
Kami bertiga berdiri, memandangi Valiant itu. Lalu Dell mengulurkan tangan dan
mematikan mesin. Suasana menjadi sunyi dan tak nyaman.
"Jadi, Dell," kata Leo. "Bagaimana cerita tentang Ralph?"
Mata Dell menyipit. "Apa maksudmu, cerita tentang dia?"
"Dia membuka pintu tadi. Apa dia tinggal di sini atau bagaimana?"
"Kenapa?" "Aku tak tahu. Aku cuma bertanya-tanya."
Dell memasukkan tangannya ke saku celana, menggemerincingkan uang receh. "Yeah,
dia tinggal di sini. Dia, aku, dan nyonyaku. Kau punya masalah dengan itu?"
"Nggak," kata Leo. "Kami cuma tak tahu dia
tinggal di sini, itu saja. Kalian tak pernah menyebutkannya. Kalian berdua ada
hubungan kerabat atau bagaimana?"
Selama beberapa detik mereka berdua cuma saling pandang. "Aku putih dan dia
negro," kata Dell akhirnya. "Bagaimana menurutmu?"


Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jadi, ngomong-ngomong," kataku. "Tentang mobil."
Dell mengabaikanku dan meneruskan kontes pelotot-pelototan dengan Leo. Lalu dia
berpaling padaku. "Aku akan memberikan padamu dengan harga empat ratus dolar,"
katanya. "Itu harga yang pantas."
Aku bilang padanya aku tak punya empat ratus dolar bahwa aku sudah bilang ?padanya bahwa uangku hanya dua ratus dolar.
"Dua ratus dolar untuk mobil ini" Kalau hanya dua ratus dolar lebih baik aku
biarkan mobil ini di sini dan jadi hiasan halaman."
"Dua ratus lima puluh kalau begitu," kataku. "Aku tak bisa lebih tinggi daripada
itu." Dell meludah ke rumput. Tak mengatakan apa pun. "Oke. Dua tujuh lima. Itu
saja. Itu tawaran terakhirku."
Dell berdiri diam, tersenyum dan menggelengkan kepala.
"Mobil ini sudah berjalan lebih dari tujuh puluh delapan mil, Dell. Knalpotnya
bisa copot kapan saja. Aku harus mengasuransikan dan mendaftarkannya lagi."
"Yeah?" katanya. "Memangnya kenapa?"
"Kau bilang sendiri, mobil ini didiamkan saja di
sini. Aku butuh mobil."
"Kita semua butuh barang, Dicky Bird. Tiga tujuh lima. Ambil atau tidak."
Aku menggeleng. "Tidak."
Dia mengangkat bahu. "Tak masalah buatku. Sampai ketemu Senin."
Kami sudah setengah jalan ketika Leo tiba-tiba berbalik dan mendekati Dell. Aku
mengikutinya, bingung. "Kau tahu, seperti yang kau katakan kemarin, Dell," Leo
mulai. "Apa yang dilakukan kru kita bukan urusan orang lain. Benar" Seperti kami
yang merokok mariyuana. Atau kau mabuk dua tiga hari dalam seminggu. Atau
melecehkan kakak temanku hingga dia menangis. Hingga dia"
"Kakaknya adalah banci cengeng," kata Dell. "Berhenti kerja hanya karena hal
kecil bodoh seperti itu. Aku tak bisa mencegahnya kalau dia"
"Hei, kau tahu apa yang tak aku mengerti, Dell?" kata Leo. Aku sama sekali tak
tahu apa maksud semua ini. "Aku tak bisa mengerti kenapa sepanjang musim panas
kau sangat tertarik dengan apa yang ada di dalam celana kakak Dominick. Ngomongngomong, mengapa kau terus-menerus menggodanya dan mengolok-oloknya tentang
burungnya selama musim panas ini, Dell" Huh?"
Dell terlihat gugup rapuh. "Anak bodoh itu tak tahan dengan ejekanku, itu bukan?masalahku. Tapi masalahnya."
"Yeah, kurasa memang begitu. Karena apa yang dilakukan kru kita bukan urusan
orang lain, benar kan" Bukan urusan Lou Clukey atau orang lain.
Seperti misalnya, pengaturan tempat tinggal antara kau dan Ralph di sini. Lou
tahu kalian berdua teman sekamar, Dell?"
"Ayo, Leo," kataku, berbalik pergi. "Dia tak mau menjual mobilnya padaku, tak
apa-apa." Tapi ada senyum di mata Leo. Dia tetap tinggal. "Sudah berapa lama dia tinggal
di sini" Kau dan Ralph sudah lama jadi teman sekamar atau baru sebentar?"
"Kami bukan teman sekamar," kata Dell. "Dia sering menginap dan tidur di sofa.
Sejak ibunya pergi tak keruan entah ke mana."
Leo memasukkan tangannya ke saku. Mengorek tanah dengan ujung sepatu kets-nya.
"Yeah" Benarkah" Apakah saat itu dia masih anak-anak?"
Sekarang terlihat ada ketakutan di mata Dell. "Kau lihat rumah itu?" katanya.
Dia menelan ludah. Mencoba tersenyum. "Rumah di sebelah situ" Yang hijau" Dia
dan ibunya dulu tinggal di sana. Di lantai atas. Ibunya bukan wanita baik-baik.
Gadis kulit putih, tapi dia lebih memilih orang kelas bawah daripada bangsanya
sendiri. Setelah gadis kecil itu terbunuh adiknya ibunya jadi nggak keruan.
? ?Mabuk-mabukan, berteriak-teriak, dan bertengkar dengan pacar-pacar negronya.
Ralph seperti kucing liar yang sekali kau beri makan lalu tak mau pergi."
"Ayolah, Leo," kataku. "Ayo pergi."
"Diaiah sebabnya," kata Dell, mengangguk ke arah rumahnya. "Istriku. Dia terlalu
baik hati. Kulit putih, kulit berwarna, dia tak peduli. Dia menerima anjing liar
jenis apa pun. Anak itu lebih sering
makan di sini daripada makan di rumahnya sendiri. Lalu, yang kemudian terjadi"
"Majalah homo siapa di dalam sana?" kata Leo. "Yang ada di ruang tamumu" Milikmu
atau milik Ralph" Atau kalian berbagi?"
Dell menyilangkan lengan gemuknya di depan dada. Melihatku dan Leo bergantian.
Mendekat hingga wajahnya tinggal beberapa inci dari wajahku. Kenyataannya: dalam
perkelahian, dia dengan mudah bisa membunuh Leo dan aku. "Apa ini, Dicky Boy?"
tanyanya padaku. "Pemerasan" Kau dan si Mulut Besar ini mencoba memerasku?"
Apakah getaran di wajahku terlihat jelas" Pemenang dari permainan ini adalah
orang yang tak kalah mata duluan. "Pemerasan?" kataku.
"Karena kau dan sobatmu ini dan kakakmu yang cengeng akan menyesal kalau berani
mempermainkanku. Kau mengerti?"
Perutku melilit, tapi aku sudah kepalang basah sekarang. Tak ada jalan mundur
dari apa yang dimulai Leo. "Bukan, ini bukan pemerasan," kataku. "Kalau ini
pemerasan, aku akan memintamu memberikan mobil itu. Tapi aku tak begitu. Aku
cuma ingin kau menjualnya sesuai dengan harga sebenarnya."
Saat aku mengira hal terburuk akan terjadi, Dell mengangguk. "Dua tujuh lima kau
bilang tadi?" Aku memandang Leo. Memandang Dell lagi. "Aku bilang dua lima puluh."
"Bagaimana denganmu, Mulut Besar?" kata Dell mengangguk ke arah Leo. "Kalau
sobatmu ini dan aku membuat perjanjian, kau akan tutup mulut?"
"Demi ibuku, Man," kata Leo. "Demi ibuku."
"Oke, kalau begitu, Dicky Boy. Bawa uangnya ke sini Senin malam. Aku mau cek.
Dua tujuh lima. Tujukan pada Delbert Weeks."
"Tak masalah," kataku.
"Tak masalah sama sekali," kata Leo. "Delbert."
"Bagus," kata Dell. "Sekarang, kalian berdua segera pergi dari tempatku sebelum
aku berubah pikiran. Dan tolong ya, Dicky Boy" Jelaskan pada si Mulut Besar ini
apa perbedaan seorang kulit putih dan negro. Dia sepertinya tak mengerti.
Meskipun dia sepertinya Tahu Segala, namun hal satu itu tak masuk dalam
pikirannya." Dell masuk kembali ke rumah, membanting pintu.
Kami berjalan ke tempat Leo memarkir mobilnya. Masuk. Tak satu pun dari kami
yang berbicara. Kami berkendara sekitar satu mil atau lebih dalam diam.
Leolah yang pertama kali bicara. "Tak bisa dipercaya," katanya. "Benar-benar tak
bisa dipercaya." "Apa?" "Semuanya! Fakta bahwa mereka homo! Fakta bahwa kita mendapat mobil itu dengan
harga dua lima puluh! Terus terang, Birds, aku tak mengira kau berani, tapi itu
tadi adalah kemenangan termanis yang pernah kulihat. Apa yang kau bilang
padanya" Tidak Dell, kalau ini pemerasan, aku akan memintamu memberikan mobil
itu. Kuharap aku bisa merekam itu tadi, Birdseed. Kau pahlawan baruku."
Aku bilang padanya untuk tutup mulut. Bilang padanya bahwa Ralph bukan homo.
"Hei yang benar Birds. Sejam lalu aku mengira kau penakut karena kau tak mau
menjual mariyuana sebagai sambilan denganku. Sekarang, ternyata kita berdua ini
sepasang, apa sebutannya ... pemeras! Aku akan membeli dua botol Boone's Farm
dalam perjalanan ke jembatan. Aku yang mentraktir, Teman. Ini perlu dirayakan."
"Aku bilang tutup mulut Leo. Oke?"
"Oke, Sobat. Tentu. Tak masalah. Karena kau adalah pahlawanku."
Anggur dan dua atau tiga isapan rokok mariyuana dari Ralph membuatku sedikit
santai. Di jembatan, aku terus merasa sesuatu menggigit kailku, tapi tak ada
yang menyangkut. Leo terus berbicara tentang homo. "Dan bagaimana tentang anak
lelaki yang seperti wanita yang sekolah di SMU Kennedy bersama kita" Dia lulus
bersamaan denganmu. Anak yang selalu dilempari uang sen di lorong?"
"Francis Freeman?" kataku.
"Itu dia. Francis Freeman. Dia jelas kelihatan homo."
"Ya Tuhan," kataku. "Rokok dari Ralph ini sangat kuat. Aku mabuk."
"Aku juga. Jadi bagaimana menurutmu, Birds" Apa kau bisa melakukannya?"
"Melakukan apa?"
Leo mengisap rokoknya dalam-dalam. Ketika dia
menawarkan mariyuana itu padaku, aku menggeleng. "Bercinta dengan pria lain,"
katanya, mengembus. "Yeah, benar," kataku. "Bawa saja dia ke sini."
"Aku serius. Bagaimana kalau masalahnya adalah hidup dan mati?"
"Bagaimana mungkin hal seperti itu bisa terkait dengan hidup dan mati?" kataku.
"Aku tak tahu. Misalnya saja ... oke, misalnya homo gila ini mengancammu dengan
pistol dan berkata, 'Oke aku sudah menyiapkan peluru untukmu, tapi aku akan
membiarkanmu hidup kalau kau biarkan aku menidurimu.' Apa kau mau melakukannya?"
"Yesus Kristus, Leo," kataku, melemparkan pancing. "Berhentilah bicara tentang
itu, oke?" "Kau mau tidak?"
"Itu pertanyaan yang sangat bodoh. Aku tak akan mau menjawabnya."
"Baiklah, baiklah, bagaimana kalau ada pria datang kepadamu dan bilang, 'Lihat
ada mobil Chevelle SS-396 keluaran '69" Bagaimana kalau kau berkendara ke Boston
College tiap akhir pekan dan mengunjungi pacarmu dengan mobil keren ini" Yang
perlu kau lakukan hanyalah memuaskanku sekali seminggu.' Apa kau mau
melakukannya?" "Kamu ini gila atau apa?" Aku berubah pikiran tentang rokok itu dan
mengambilnya. "Mengapa" Apa kau mau?"
"Aku" Tak mungkin Sobat. Aku tak semurah itu." Aku memutar tali pancing,
melemparnya lagi. Leo juga melempar. "Aku mungkin akan mempertimbangkannya kalau mobilnya Mustang,"
katanya. Aku memandangnya. "Aku bercanda, Birdseed. Aku bercanda, bercanda."
Pikiranku melayang dari Valiant yang baru aku beli pada Drinkwater yang berdiri
di depan pintu kasa di rumah Dell lalu ke suara deringan telepon di rumah Dessa.
Ikan atau tanpa ikan, rasanya lebih baik duduk di luar sini di bawah sinar
matahari sore daripada di rumah bersama kakakku yang bodoh dan gila. Lebih baik
memancing dan fly daripada menunggu seharian agar Dessa mengangkat telepon.
Biarkan dia menunggu sekarang, pikirku. Biarkan dia duduk dan menunggu telepon
dari pria yang kata ayahnya tak cukup pantas untuknya .... Kecuali jika dia
sekarang setuju dengan ayahnya, setelah tindakan bodoh yang kulakukan di mobil
ibunya. Aku sudah membuatnya takut: itulah masalahnya. Mengkhianati
kepercayaannya. Aku menarik tali pancingku. Melemparnya sejauh mungkin. Ya ampun, aku benarbenar mabuk. "Kau pernah didekati seorang pria?" kata Leo.
"Apa?" "Homo. Apa kau pernah didekati dan dirayu seorang homo?"
"Ya ampun, Leo, berhentilah bicara tentang homo."
"Pernah tidak?"
"Tidak. Kenapa" Kau pernah?"
"Nggak. Nggak juga sih, ... cuma satu kali, seorang pria tua. Di pantai. Dia
datang ke tempatku berjemur dan menanyakan apa aku mau jalan-jalan dengannya dan melayaninya."
Aku memandang mata Leo yang fly. "Dan kau bilang apa?"
"Aku bilang tidak. Kubilang, aku menyimpan pelayananku untukmu, Birdseed. Hei,
kau tahu" Mungkin kau dan aku dan Ralph dan Dell bisa kencan bareng kapankapan." Aku memutar mataku. "Mungkin Dell memang homo. Tapi Ralph bukan."
"Ingat kata-kataku, Birdsey. Percayalah padaku." "Mengapa" Apa yang membuatmu
sangat ahli tentang homo?"
"Yah, satu hal, jurusanku adalah teater bukan?"
"Yeah" Jadi" Apa hubungannya?"
"Karena banyak orang homo di teater. Banyak sekali. Kau tahu profesor yang
kubicarakan tadi" Dosen kelas Shakespeare" Dia homo."
"Yeah?" kataku. "Dan bagaimana kau tahu itu" Dia mengumumkannya di depan kelas?"
Leo menarik pancingnya. "Ini tak berguna," katanya. "Ayo, kita pergi."
"Tidak. Jawab dulu pertanyaanku," kataku. "Kau bilang kalau dosenmu homo. Kau
bilang kau ahli masalah itu. Aku cuma ingin tahu bagaimana kau bisa tahu."
"Aku tahu, itu saja." Aku duduk diam, memandangnya melepaskan tali pancing.
Meskipun aku sangat mabuk, gerakan tangan Leo melepas tali pancing itu terlihat
sangat menarik bagiku. "Karena dia pernah mencumbuku sekali. Oke?"
Pandanganku beralih dari jari Leo ke wajahnya.
"Dia menciummu" Seorang dosen menciummu" Itu gombal, Leo."
"Kenapa aku harus menggombal tentang itu?" katanya. "Kau kira aku ke mana-mana"
"Di mana" Di kelas" Di panggung?"
"Di apartemennya."
"Di apartemennya?" Aku tak tahu apakah aku harus memercayai Leo atau tidak. "Apa
yang kau lakukan di apartemennya?"
"Aku tidak berniat sendiri pergi ke sana," katanya. "Ada banyak mahasiswa di
sana." Leo meneguk anggur terakhir di botol. Melemparkan botol itu ke langkan
jembatan. Kami berdua terdiam sejenak menikmati kepuasan suara botol yang ?pecah. "Dia mengundang kami makan-makan di rumahnya pada akhir semester. Seluruh
kelas. Dia membeli semua makanan, minuman, dan lainnya, tapi hanya sekitar enam
atau tujuh orang yang datang. Aku mabuk maksudku dia membeli minuman untuk
? sekitar dua puluh orang dan sebelum aku sadar ... aku tak tahu tiba-tiba aku ?menjadi orang terakhir yang tinggal. Aku dan dia .... Dan dia lalu ...."
"Lalu, apa?" "Aku sudah bilang tadi. Dia menciumku." Aku terpaku.
"Itu bukan masalah besar, Dominick. Kau tak perlu memandangku seperti itu. Dia
melakukannya, lalu kami berdua tertawa sedikit, dan aku bilang terima kasih tapi
tidak, dan dia bilang, oke, oke, dia cuma bagaimana dia bilang, ya" dia cuma
? ?memberikan pilihan yang bisa kupertimbangkan kalau aku ingin mencobanya. Itu
saja." "Itu aneh," kataku.
"Kenapa?" tanya Leo. "Apanya yang aneh" Memang berbeda di jurusan teater .... Hei,
sumpah demi Kristus, Birdsey, kalau kau bilang-bilang tentang"
"Aku tak percaya ada dosen yang" "Itu karena kau terlalu naif," kata Leo. "Kau
besar di kota kecil ini. Kau tak pernah ke mana-mana, Sobat. Ayo. Kita pergi
dari sini." Aku berdiri, agak goyah karena mabuk, dan mengikuti Leo di jalan setapak.
Di mobil, kami memutuskan untuk mengisap mariyuana yang kedua. Leo menyalakannya
dan membaginya denganku. Aku duduk diam, berpikir. "Itu terjadi pada kakakku suatu kali," kataku.
"Apa?" "Thomas. Seorang pria merayunya saat dia mencari tumpangan. Dia ... dia
menceritakannya kepadaku."
"Cerita apa?" kata Leo. Dia mabuk berat.
"Pria ... pria mengendarai mobil station wagon berhenti. Nomornya dari luar negara
bagian. Michigan, dia bilang begitu kurasa .... Dan dia ... Thomas bilang dia
terlihat seperti kakek yang ramah, orang ini rambut putih, memakai sweter
?kakek-kakek dengan tambalan di siku, foto-foto keluarga ditempel di dashboard.
Jadi, dia ... Thomas masuk ke mobil dan Leo terlihat sangat mabuk,
sehingga aku tak yakin dia masih sadar. Apakah dia mendengarkanku. "Dan pria
tadi bilang kalau dia baru mengunjungi anak perempuannya dan keluarganya. Dan
dia memutuskan untuk keluar dan jalan-jalan sebentar. Bilang dia sangat
kesepian. Jadi ... jadi mereka berkendara bersama. Thomas dan dia. Dia terlihat
seperti pria tua yang ramah. Lalu, tiba-tiba saja dia bilang, 'Kau tahu" Kau
anak yang tampan. Bagaimana kalau kita berdua pergi ke suatu tempat sehingga
kita bisa berkenalan sedikit lebih baik"' Dia bilang dia akan membayarnya dua
puluh dolar untuk Aku duduk di sana, mengingatnya. Tangan lelaki itu meraba-rabaku, mengelusku
seperti binatang. Dia tak mendengarkan saat aku menyuruhnya berhenti.
"Dominick, berhenti! Kau menakutkanku!" Aku mendengar suara Dessa, dan ingatanku
kembali ke tempat parkir DialTone kemarin malam. "Hentikan! Hentikan!" Aku
bilang pada diriku kalau kedua peristiwa itu tidak sama: bagaimana pria tua itu
membuatku ketakutan di mobilnya di jalanan, dan bagaimana aku membuat Dessa
ketakutan kemarin malam. Bagaimana bisa kedua hal itu sama"
"Dan lalu apa?" kata Leo.
"Huh" Kau bilang apa?"
"Dia bilang pada kakakmu kalau dia akan membayar dua puluh dolar dan lalu apa?"
Aku berpaling ke Leo. Mengapa ada celana abu-abu di sisi jendelanya"
"Selamat malam, Tuan-Tuan," terdengar
seseorang berkata. Leo kaget. Mengumpat. Mencoba, dengan sia-sia, menyembunyikan mariyuana di bawah
kursinya. Aku sangat mabuk, sehingga awalnya aku tak paham. Polisi itu meminta
SIM dan STNK Leo. "Rekanku dan aku sudah mengamati kalian berdua dan kami menduga kalian mungkin
menyimpan barang ilegal." Terdengar pintu mobil ditutup. Mobil polisi. Di spion
di sisi jendelaku, aku melihat polisi lain mendekati kami.
Oh, sial, pikirku. Kami benar-benar sial sekarang.
"Kami akan menggeledah kendaraan kalian," kata polisi pertama. "Silakan Anda
keluar dari mobil dan berdiri di sini."
"Tentu saja, Pak," kata Leo. "Temanku dan aku akan membantu sebisa mungkin."
Dua Puluh Tiga 1969

Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika ayah tiriku memperingatkan untuk tidak terlalu memercayai Leo Bloods, aku
mengabaikan nasihat itu dan menganggapnya sebagai pandangan sinis Ray lainnya
tentang manusia. Tapi malam itu, di ruang interogasi di Connecticut State Police
Department, barak J, aku mengerti apa maksud Ray.
Hanya dalam beberapa menit pertama pemeriksaan mobil Skylark Leo di jembatan,
Perwira Avery dan Overcash menemukan rokok mariyuana yang belum dinyalakan dan
rokok yang sudah menyala yang dibuang Leo ke bawah kursi. "Hei, bagaimana itu
bisa sampai ke sana?" kata Leo dengan bodohnya melihat rokok yang menyala itu.
"Birdsey, kau tahu tentang ini?"
Mereka membawa kami ke markas polisi dengan mobil polisi, sambil menjelaskan
kalau mereka juga akan menderek mobil Leo ke sana. Berkendara dalam mobil polisi
melewati pusat kota Three Rivers, aku duduk merosot rendah-rendah dan mengingat
semua hal yang mungkin akan hilang karena perjalanan memancingku kali ini:
pacarku, pinjaman uang kuliah dari Ray, karier mengajarku pada masa
depan. Sekolah mana yang mau mempekerjakan guru yang mempunyai catatan kriminal
penyalahgunaan narkoba" Aku mungkin akan berakhir di Vietnam dalam kantong mayat
juga akhirnya. Bodoh, kataku pada diri sendiri. Bodoh, bodoh.
Di markas polisi, mereka menyuruh kami duduk di bangku kayu dengan para
pecundang dan pelanggar hukum lainnya yang mereka jaring malam itu: pria imigran
tua yang menembak anjing tetangganya, setan jalanan yang memukul kepala polisi
dengan kepalanya. Mereka tak memperbolehkan Leo dan aku duduk bersama. Mereka
mendudukkannya di seberang ruangan dan aku disuruh duduk di samping wanita yang
sangat jorok dan mabuk, dia bahkan tak sadar kalau bagian selangkangan dari
pempersnya menggantung di bawah roknya. Dia terus menggumam tentang seorang pria
yang bernama Buddy. Di belakangku dan si Crotch Lady, AC yang berisik
mengeluarkan aliran udara lembap. Aku takut. Aku kedinginan. Aku pengin kencing.
Leo meregangkan kakinya, berdiri dan berjalan ke pancuran air: Mr. Nonchalance.
Apakah aku terlihat semabuk dia" Aku baru sadar bahwa kakakku benar ketika dia
mengatakan padaku bahwa kami tak bisa menipu siapa pun di tempat kerja semua ?orang tinggal melihat kami dan langsung tahu bahwa kami merokok mariyuana saat
kerja. Berteman dengan Leo akan membawaku dalam masalah, Thomas telah
memperingatkanku, dan di sinilah aku, di markas polisi. Si berengsek
bodoh, pikirku. Pecundang. Berengsek.
Lewat di depanku, Leo berdiri di depanku dan berjongkok. Membuka lalu mengikat
kembali tali sepatunya, mencoba mengatakan sesuatu dengan tidak menggerakkan
mulut dan aku tak bisa mendengarnya karena suara AC dan gumaman Crotch Lady di
sampingku. "Apa?" bisikku.
"Aku bilang, kalau kita masuk nanti, biarkan aku yang bicara. Setuju saja dengan
apa yang kukatakan."
"Kenapa?" bisikku. "Apa yang akan kau katakan?"
"Aku belum tahu. Aku masih berpikir. Pokoknya ikuti saja aku."
"Kau kenal orang yang bernama Buddy Paquette?" tanya Crotch Lady ke Leo.
"Apa" Yah, tentu saja," kata Leo. "Buddy dan aku teman lama."
"Apa dia pernah menyebut namaku?"
"Kau" Siapa namamu?"
"Marie. Marie Skeets."
"Oh, yeah. Marie Skeets. Dia sering menyebutmu." Polisi di meja depan berteriak
menyuruh Leo duduk di tempatnya lagi.
Inilah strateginya: mereka menanyai Leo dan aku secara terpisah. Leo masuk dulu.
Bagaimana aku bisa menguatkan apa pun cerita bohong yang dikatakannya kalau aku
bahkan tak tahu apa itu" Pusing mulai menggerogoti rasa mabuk yang kurasakan
sejak di jembatan tadi. Ketika aku berdiri dan bertanya pada polisi di meja
depan apa aku boleh ke kamar mandi, dia menyuruhku menunggu
dan bertanya pada polisi yang akan menanyaiku.
"Bagaimana orang itu kenal Buddy?" Crotch Lady bertanya padaku.
"Dia nggak kenal," kataku.
"Dia bilang dia kenal."
"Tidak, dia nggak kenal. Setidaknya setahuku dia nggak kenal."
'Oh. Di sini dingin, ya?" "Yup."
"Apa sekarang Januari"'
Aku bilang bukan sekarang Agustus. Akhir Agustus.?"Oh," katanya. "Punya permen karet?"
Setengah jam kemudian, aku berpapasan dengan Leo di lorong. Dia terlihat
panik berusaha mengatakan sesuatu yang tak bisa kudengar. "Pintu yang ini,"
?kata Perwira Overcash. Aku mendapatkan keinginanku: kunjungan ke toilet rusak di kamar mandi yang
berhubungan dengan ruangan interogasi. Hanya saja, aku harus membiarkan pintu
terbuka. Harus membiarkan Perwira Avery melihat saat aku kencing, mengarahkan
kencingku ke cangkir sampel seukuran seloki vodka. Awalnya, karena gugup, aku
'demam panggung'. Avery dan aku, menunggu dan menunggu. Lalu ketika akhirnya aku
bisa mengatasi masalah kecil itu, aku berhasil mengencingi celana jinku dan
lantai. Aku membersihkannya dengan tisu toilet, meminta maaf seakan-akan aku
baru melakukan pembunuhan.
Ketika kami kembali ke ruang interogasi, seorang
polisi lain duduk di meja berlapiskan enamel itu. Dia bilang namanya Kapten
Balchunas dan menyuruhku duduk. Balchunas lebih tua daripada Avery dan
Overcash rambut abu abu dengan potongan cepak, wajah merah, matanya berkilat ? ?Jenaka seperti Santa Claus. Aku duduk, menyilangkan tangan di dada. Di bagian
meja tempatku menyandarkan siku bagian, enamelnya sudah lepas.
Mereka memutuskan untuk tidak merekam perbincangan ini, kata Balchunas. Avery
dan Overcash duduk di kedua sisinya, sepasang pencatat bermuka kaku. Overcash
mengeluarkan pulpen dan kertas catatan. Apakah aku punya pertanyaan sebelum
mereka mulai" "Apakah aku ... apakah aku perlu pengacara?" kataku.
"Untuk apa?" tanya Kapten Balchunas. "Kau bandar narkoba besar atau bagaimana?"
"Bukan. Aku hanya"
"Kau kira kedua polisi ini dan aku akan menginjak-injak hakmu" Begitu" Kau salah
satu anak yang berpikir bahwa semua polisi adalah babi fasis?" Dia tersenyum
saat mengatakan itu. "Tidak."
"Kalau begitu apa?" Dia membaca catatanku dengan cepat. "Katakan kenapa kau
pikir kau butuh pengacara, Dom."
"Aku hanya ... tak apa-apa. Teruskan."
"Begini, yang kami pikirkan adalah kau bekerja sama dengan kami seperti yang
baru dilakukan sobatmu tadi, maka kami akan mempercepat
prosesnya. Bahkan kau mungkin bisa keluar dari sini sebelum pengacara punya
waktu masuk ke mobilnya dan datang ke sini. Kau mengerti apa yang kukatakan?"
Aku tak begitu mengerti, tapi kedengarannya bagus. Aku mengangguk.
Kapten Balchunas bilang dia membaca aku tinggal di Hollyhock Avenue. Saat masih
kecil, katanya, dia sering berjalan-jalan ke sana, ke Rosemark's Pond. Dia dan
saudara-saudaranya sering menangkap kura-kura di sana. "Kolam itu penuh dengan
mereka kura-kura berengsek yang pemarah," katanya. "Lumayan besar-besar juga.
?Kau menusukkan tongkatmu dan mereka akan menggigitnya erat-erat. Kadang bahkan
sampai mematahkan tongkatnya, patahannya rapi seperti potongan gunting." Dia
mengambil pulpen Overcash dan memasukkannya ke mulut, meniru kura-kura menggigit
tongkat. Gigi palsunya terlihat jelas sekali sudah mulai berwarna kehijauan.
?Aku merasa sedikit lucu, meskipun gugup. Atau karena gugup mungkin: Dia
menggigit pulpen itu, menggoyang-goyangkannya, lemak pipinya ikut bergoyang.
Jari kaki dan tanganku terasa bergelenyar. Aku mungkin masih mabuk dua puluh
lima persen. Balchunas berhenti memainkan pulpen. Memandangku. Terus memandangku. "Kenapa kau
gemetar, Dom?" tanyanya. Aku memandang ke Avery. Mengangkat bahu. Aku sedikit
gugup, begitu kataku. "Gugup" Yeah?" katanya mereka sudah melakukan cek awal padaku dan catatanku
bersih. "Semua orang pernah berbuat kesalahan, Dom," katanya. "Pernah salah
menilai. Kau terus terang saja dengan kami dan kami akan terus terang padamu.
Oke?" "Baik," kataku.
"Karena sobatmu Leon dia sangat terus terang pada kami dan kami juga jujur
?padanya. Dan semuanya berjalan baik. Iya kan, teman-teman?"
Sangat baik, kata kedua polisi lain menyetujui. Aku teringat wajah Leo saat
berpapasan di lorong beberapa saat lalu. Kalau dia terus terang dan jujur pada
mereka, mengapa dia berusaha keras mengatakan sesuatu padaku"
"Leon bilang dia dan kau kuliah, benar?" kata Balchunas. "Akan menjadi teman
sekamar tahun ini" Di universitas?"
"Ya." "Kau pernah melakukan penelitian, Dom" Untuk kuliahmu" Melakukan penelitian pada
subjek tertentu, lalu menulis laporan?"
"Ya." "Nah, ini juga seperti itu. Kedua perwira ini dan aku sedang melakukan
penelitian, itu saja. Begini, Dom, kau mungkin perlu pengacara kalau masalahnya
adalah untuk melindungi hakmu. Itu tak sepenuhnya tepat dalam 'situasi' ini.
Setidaknya kami berpikir begitu. Sampel urine yang kami ambil tadi tidak akan
memberikan hasil mengejutkan, bukan?"
"Mengejutkan"1 "Seperti kau adalah pecandu heroin atau LSD, atau semacamnya?" "Bukan."
"Bagus," katanya. "Itu bagus. Permen mint?"
Sebuah benda buram digoyangkan di depan wajahku. Sebungkus permen Life Savers.
"Uh, tidak ... tidak terima kasih."
"Tidak" Kau yakin" Padahal sobatmu Leon makan dua atau tiga permen ini. Dia
bilang mulutnya kering. Kurasa mabuk memberikan efek berbeda untuk orang yang
berbeda, ya" Satu orang mulutnya jadi kering dan satunya tidak. Memang, dia juga
banyak bicara, sobatmu itu. Dia benar-benar dianugerahi mulut yang berguna."
Aku duduk diam. Tak mengatakan apa pun. Semakin sedikit yang kukatakan semakin
sedikit risiko kontradiksi dengan apa yang telah dikatakan Leo pada mereka.
"Kenapa" Kau kena tahan Saint Vitus atau apa" Apa kami menakutimu?"
Sungguh sia-sia berusaha tidak gemetaran saat melihat mereka menatapku. "Aku
cuma ... aku baik-baik saja."
"Rileks saja. Aku mungkin salah, Dom, tapi kurasa kau tidak akan mendapatkan
tuduhan dari masalah ini." Dia mengatakannya dengan datar, lalu tersenyum.
Aku balas tersenyum. Balchunas mengulum satu Life Savers.
"Aku berhenti merokok tiga minggu lalu, dan aku terus-menerus mengisap benda ini
sejak itu," katanya. "Biasanya sehari aku habis dua pak
setengah. Bagaimana denganmu, Dom" Kau merokok?"
Aku memandang Avery. Memandang Balchunas lagi. Tidak menjawab.
"Maksudku tembakau" Sigaret?" Aku menggeleng.
"Tidak" Bagus. Dengarkan nasihatku dan jangan mulai merokok. Aku sudah berhenti
lebih dari dua minggu dan masih berdahak."
"Urn ... apakah kau ... apakah kau akan menahan kami?"
"Siapa" Kalian" Kau dan Leon" Begini. Kami akan mencoba tidak menahan kalian.
Jujur saja, Dom, kau dan temanmu bukan masalah besar. Sepasang serangga di kaca
depan, kau mengerti" Bagi kami, maksudku. Bagi sistem peradilan. Tentu aku yakin
ini bukan masalah kecil bagi orangtuamu. Atau pacarmu. Kau punya pacar, Dom?"
"Ya, Pak." Pernah punya setidaknya, sebelum akhir pekan aneh ini. Aku melihat
Dessa, tertindih olehku di kursi belakang mobil ibunya. Memukulku, mendorongku.
"Tentu kau punya. Pria tampan seperti kamu. Dia cantik?"
Apa pedulinya" Apa hubungan Dessa dengan semua ini" "Ya."
"Jelas, tentu saja." Balchunas mencondongkan tubuh ke depan dan tersenyum. "Apa
dia berdada besar, Dom?"
Aku memandang ke Avery. Tak ada ekspresi. "Uh
"Bukan urusanku, iya kan" Oke, Dom. Aku menarik kembali pertanyaanku. Anggap
saja dicabut. Tapi aku iri pada kalian anak muda sekarang. Tentang semua masalah
revolusi seksual yang kubaca di koran. Saat aku seumurmu, seorang pria harus
berdiri di atas kepalanya dan mengintip untuk bisa merasakan sedikit, dan
sekarang kalian anak muda bilang, 'Buka kakimu', dan ceweknya hanya ingin tahu,
'Seberapa lebar, Sayang"' Benar kan, Dom?"
Aku berkata dalam hati bahwa dia hanya ingin membuatku kesal membuatku marah ?untuk merugikan diriku sendiri. Kalau aku bilang aku ingin pengacara, bukankah
mereka seharusnya mengizinkan aku menelepon pengacara" Kecuali menelepon
pengacara berarti aku harus menelepon Ma dan Ray juga. Sialan, kalau Ray tahu ....
"Tapi seperti yang kukatakan, Dom, kalian cuma kentang kecil," kata Balchunas.
"Kau dan ... siapa namanya tadi" Teman memancingmu" Mulut besar itu?"
"Leo," kataku. "Benar, Leo. Kami mungkin bisa membereskan ini dengan cepat. Itulah yang
kukatakan. Orangtuamu orang baik-baik, Dom?"
Oh, sial. "Ya."
"Itu juga yang kupikir. Aku yakin mereka pasti agak kesal kalau mereka tahu apa
yang terjadi di sini. Benar bukan" Ini. Kesempatan terakhir." Dia menawarkan
permen Life Savers sialan itu lagi.
"Buat senang pak tua ini, ya" Ambil satu."
Aku mengulurkan tangan dan mengambil satu permen mint sialannya. Memasukkannya
ke mulut. Mengunyahnya. "Bagaimana dengan kalian?" dia bertanya pada kedua polisi lain. "Mint?"
"Nggak terima kasih, Kapten."
"Aku baik-baik saja, Kapten."
"Okidoki." Balchunas berpaling ke Overcash. "Sampai di mana aku tadi, Clayton?"
Overcash melihat catatannya: membuat tanda silang di pinggir kertas, satu atau
dua kata. "Kentang kecil," katanya.
"Oh, yeah, benar. Begini, Dom, dengan semua masalah yang terjadi di kota ini,
kau dan Leon adalah apa yang kami sebut dengan 'kasus gangguan'. Terus terang,
menghukum kalian berdua akan membuang-buang waktu dan tenaga polisi. Kau tahu
maksudku" Bukan berarti kami tidak bisa memproses kasus ini kalau kami harus.
Maksudku, ayolah, Dom. Dua perwira ini menangkap basah kalian berdua." Balchunas
berhenti, mengendus udara. "Aku masih bisa mencium bau mariyuana padamu. Demi
Tuhan, kau sangat bau. Jadi, apa yang kami cari dalam 'situasi' seperti ini
adalah pertukaran. Sesuatu yang membuat penangkapan kalian berdua jadi berharga.
Kami ingin tahu siapa yang menjual pada kalian, kau dan Leon, dan siapa yang
menjual pada mereka, dan seterusnya hingga ke tingkat teratas rantai makanan.
Capisce?" "Ya." "Bagus. Itu bagus. Sekarang ceritakan pada kami tentang Ralph Drinkwater."
"Ralph?" kataku. "Uh ... apa yang kau ingin tahu?"
"Apa pun yang ingin kau ceritakan pada kami."
Tanpa tahu kenapa, aku mulai bercerita tentang pembunuhan Penny Ann Drinkwater
bertahun-tahun lalu di The Falls. Tentang penanaman pohon untuk mengingatnya.
Tentang kemunculan Ralph di kelas sejarahku bertahun-tahun kemudian, dan lalu
kami bertemu lagi di tempat kerja. Aku menceritakan pada mereka tentang
graveball seberapa jauh Ralph dapat memukul bola Wiffle. Aku sedang menjelaskan?aturan kami tentang pelari hantu ketika Balchunas memotongku. "Seberapa banyak
mariyuana yang pernah kau lihat dimiliki Ralph" Berapa maksimumnya?"
"Uh ... coba kuingat. Dua batang rokok mungkin" Tiga?"
"Kau yakin" Karena Leon bilang dia pernah melihat Ralph punya lebih banyak
daripada itu. Malam ini bahkan. Kalian berdua mampir ke rumah Ralph tadi, bukan"
Kau dan Leon" Kau yakin yang pernah kau lihat hanya dua ba-tang rokok?"
Setuju dengan apa pun yang kubilang pada mereka, begitu kata Leo. Tapi ini"
Menjebak orang" "Aku ... aku tak yakin apa yang dilihat Leo. Yang aku lihat
hanyalah dua batang rokok."
"Bagaimana dengan hash" Ralph pernah mencoba dan menjual hash padamu?"
"Tidak." "Ekstasi" Penenang" LSD?"
"Tidak. Dia tak pernah"
"Oke. Ayo ganti topik. Apa yang kau ingat tentang orang yang mempekerjakan
Ralph?" "Maksudmu Dell" Mandor kami"1
"Maksudku orang yang menjadi bandarnya."
"Dia tidak menjual untuk siapa pun," kataku. "Setahuku tidak."
Balchunas tertawa kecil. "Oh, ayolah, Dom. Ke mana saja kau selama ini negeri
?antah-berantah" Kalau Ralph pengedar, dia pasti mendapatkannya dari seseorang.
Benar, kan" Kupikir kita tadi akan saling berterus terang. Tinggalkan saja semua
omong kosong ini, ya?"
Bagaimana aku melewati semua ini tanpa menjerat Ralph dan juga Leo" Tidak
?berakhir dengan menjerat diriku sendiri"
"Kami ... kami ke sana untuk melihat mobil, oke" Ralph tinggal di rumah mandor
kami dan mandor kami punya mobil yang hendak dia jual. Dan ... dan aku di sana
hanya untuk melihat mobil. Dan untuk beberapa saat, beberapa menit, Ralph dan
Leo ada di dalam rumah, jadi mungkin Leo melihat sesuatu saat itu. Tapi aku
tidak .... Dia tak pernah menjual apa pun pada kami. Ralph. Yang kami lakukan
adalah mengisap mariyuana bersama beberapa kali saat kerja, itu saja. Waktu
makan siang atau semacamnya. Dia cuma, kau tahu, menyalakan rokok mariyuana dan
membagikannya beberapa kali."
"Hanya membagikan, heh" Berapa kali jelasnya 'beberapa kali' itu Dom?"
"Aku tak tahu ... enam atau tujuh mungkin"
Delapan?" Balchunas berpaling pada Overcash. "Kau dengar itu Clayton" Ini pasti matematika
baru yang mereka ajarkan di sekolah sekarang. 'Beberapa kali' sama dengan
delapan kali." Dia berpaling lagi padaku. "Kau ingat Ralph pernah bicara tentang


Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seseorang bernama Roland?"
"Roland" Tidak. Siapa Roland?"
"Leon bilang Ralph pernah bicara pada kalian tentang seseorang bernama Roland.
Menurut Leon dia berasal dari New York. Mungkin dia koneksi Ralph" Apa yang kau
ingat tentang percakapan itu, Dom" Sobatmu bilang kau ada di sana saat Ralph
bicara tentang Roland."
Leo bisa mendapatkan masalah besar berbohong pada polisi seperti itu. Bisa
membuat kami berdua dalam masalah besar. "Aku tak ingat apa pun tentang Roland.
Mungkin Ralph bilang sesuatu ke Leo aku tak tahu. Tidak padaku."?"Kau punya alasan untuk melindungi dia, Dom?"
"Melindungi siapa" Ralph" Tidak."
"Tidak" Kau yakin" Karena ceritamu tidak begitu cocok dengan sobatmu. Yang
membuatku menyimpulkan bahwa seseorang dari kalian tidak seratus persen jujur."
Aku diam saja. Ini hebat: mereka berpikir akulah yang berbohong, bukan Leo.
Biarkan aku yang bicara, katanya. Kalau aku akhirnya harus menelepon Ray, aku
benar-benar dalam masalah besar.
"Mulutmu jadi kering, Dom" Kau terus menelan
ludah. Mau permen mint lagi?"
"Tidak, terima kasih." Bangsat babi sialan. Buang saja mintmu itu.
"Jadi, Ralph ini tak pernah menjual apa pun padamu, benar" Hanya 'membagikan
rokoknya'. Murah hati, ya" Hanya membawa persediaannya ke tempat kerja dan
membagikannya." Balchunas tersenyum. Mencondongkan tubuhnya ke depan cukup
?dekat sehingga aku bisa mencium napasnya yang bau peppermint, melihat bopeng di
hidungnya. Dia membisikkan pertanyaan selanjutnya. "Dan bagaimana denganmu, Dom"
Kau tak pernah membagi milikmu dengan Ralph?"
"Apa ... apa maksudmu?"
"Yah, bagaimana mengatakannya dengan halus, ya" Temanmu Leon bilang bahwa Ralph
ini adalah orang yang di mana dia lebih suka cowok dibandingkan dengan cewek.
?Leon bilang Ralph dan mandornya di Bickel Road mungkin punya hubungan khusus.
Lebih daripada sekadar hubungan mandor dan pekerja. Kau mengerti yang kukatakan"
Jadi, kurasa aku cuma bertanya-tanya apakah kau dan Ralph pernah mengadakan
perjanjian pribadi. Kau tahu. Dia memberikan sesuatu yang kau inginkan dan kau
memberinya apa yang dia inginkan."
Apa yang dia tanyakan ini apakah Ralph dan aku pernah tidur bersama" Apakah Leo
?mengatakan sesuatu seperti itu" Kalau ya, aku akan menghajarnya. Tapi Leo tak
mungkin berkata seperti itu. Benarkah" "Kalau yang kau maksud adalah apa yang
kupikirkan, maka tidak. Tidak
mungkin. Tak akan pernah!"
"Tapi ini menarik lho. Bagaimana kau dan Leon pergi ke rumah mereka, nongkrong
bersama mereka pada akhir pekan. Tak biasa bagi dua pria Amerika normal untuk
menginginkan hal seperti itu. Aku tidak menuduh, Dom. Aku hanya mengamati."
"Kami tidak 'nongkrong' di sana. Aku cuma melihat mobil. Mobil istri Dell." Aku
berpaling ke Overcash. "Pria ini punya istri." Lalu aku berkata pada Avery.
"Mereka menjual mobilnya karena istrinya terkena multiple sclerosis .... Dengar,
aku mau pengacara, oke?"
"Untuk apa kau ingin pengacara?" tanya Overcash. "Kapten sudah bilang padamu
kami cuma melakukan penelitian. Menanyakan beberapa pertanyaan, melihat apa yang
kami bisa buang." "Yeah, kalian bisa mengujiku dengan detektor kebohongan kalau kalian pikir"
"Hei, kau ingin pengacara, Dom?" kata Balchunas. "Kami akan senang
mempersilakanmu menelepon pengacara. Tapi seperti yang kubilang tadi, yang ingin
kami lakukan adalah membereskan masalah ini. Sehingga kau dan sobatmu bisa
keluar dari sini dengan mudah dan enak. Yang perlu kami lakukan adalah
meluruskan beberapa ketidakcocokan di sini. Sedikit inkonsistensi antara apa
yang kau katakan pada kami dan apa yang dikatakan Leon. Seperti masalah kontak
Ralph ini misalnya. Si Roland dari New York."
Persetan mereka Ralph dan Leo. Aku tak akan membiarkan beberapa polisi bodoh ?duduk di depanku
dan memanggil-Zcu homo-aku tak peduli omong kosong apa yang diceritakan Leo pada
mereka. "Dia cuma ... Ralph menanam sendiri, oke" Setidaknya begitulah yang
dikatakannya pada kami. Dia bilang dia punya beberapa tanaman di suatu tempat.
Di hutan ... sumpah Demi Tuhan. Itu saja yang kutahu."
"Pasti tanaman yang benar-benar bagus, ya?" kata Balchunas. "Pasti hasilnya
banyak sekali. Karena Leo bilang dia pernah melihat berpon-pon barang itu.
Sekarang kau bilang Ralph mendapat berpon-pon barang itu dari beberapa gelintir
tanaman" Maksudku, bahkan kalau sedikit itu sembilan atau sepuluh pohon, itu
masih terlalu sedikit. Benar bukan, Dom" Ralph ini pasti penanam yang sangat
berbakat." "Aku tak pernah melihat berpon-pon. Mungkin Leo pernah, tapi yang kulihat
hanyalah dua batang rokok."
"Ralph ini orang Negro. Benar?" "Apa?"
"Dia kulit hitam" Keturunan Negro?" "Kukira begitu."
"Kau kira" Yesus, kau bahkan tak bisa menjawab langsung pertanyaan itu?"
"Dia ... kukira dia juga keturunan Indian."
"Yeah" Indian Amerika atau Indian India?"
"Indian Amerika. Wequonnoc kukira."
"Benarkah" Setengah hitam setengah Indian, ya?" Balchunas berpaling pada Perwira
Overcash. "Pria yang malang. Mungkin dia tak tahu apakah
harus keluar dan mencari makan atau membiarkan tunjangan sosial membiayainya."
Dia kembali melihatku. "Kau tahu apa yang dikatakan Leon, Dom" Dia bilang Ralph
banyak membaca buku radikal. Tentang Black Panther. Tentang penggulingan
pemerintahan dan semacamnya. Kau tahu sesuatu tentang itu?"
Aku menggeleng. Apa ini rencana besar Leo menghindarkan kami berdua dari
tuduhan" Menjebak Ralph" Mengorbankan dia" Mengorbankan aku juga mungkin"
"Kau pernah melihat Ralph dengan senjata" Senjata api jenis apa pun?" "Tidak."
"Tidak, huh" Kau yakin?"
"Dia membaca ... dia membaca satu buku berjudul Soul on Ice. Itu saja yang pernah
kudengar dia bicara tentang kekuatan kaum kulit hitam, people power atau
semacamnya." "Soul on Ice, eh" Aku pernah mendengar tentang buku itu. Ayo, Brother1. Ngomongngomong siapa yang mengarang buku itu, Dom" Aku lupa."
"Eldridge Cleaver."
"Eldridge Cleaver. Bagus nggak buku itu" Apa kau akan menyarankan orang lain
?membacanya?" Aku bilang aku belum pernah membacanya.
"Belum" Bagaimana dengan Roland" Pria dari New York" Dia juga kulit hitam juga
bukan" Anggota Black Panther, mungkin?"
"Aku sudah bilang padamu. Aku sama sekali tak kenal yang namanya Roland."
"Kau punya kakak yang juga bekerja dalam satu kru. Benar?"
Kenapa dia menyeret Thomas dalam masalah ini juga" Apa yang sudah dikatakan
Thomas tentang Leo" "Kakakku tak ada hubungannya dengan ini," kataku.
"Tidak ada" Leo bilang mandor homomu agak sedikit tertarik padanya. Kau dan
kakakmu kembar, bukan?"
Aku mengangguk. Jantungku berdetak tambah kencang. "Dia cuma suka menggoda
Thomas, itu saja. Mengejeknya. Dia suka mengganggu .... Dia tahu dia dapat
mengerjainya." "Mengerjainya, ya" Menarik juga caramu mengatakannya. Kalian berdua kembar
identik?" Aku menelan ludah. "Ya."
"Kakakmu memamerkan dirinya di tempat kerja Jumat lalu bukan, Dom" Homo di krumu
menyuruhnya bermain lihat dan katakan, iya bukan"1
Aku jelas akan menghajar Leo saat kami keluar dari sini. Apa hak dia
menceritakan penghinaan yang dialami Thomas pada polisi. Dan kenapa" Untuk apa"
"Dengar, kau salah menyimpulkan: Kakakku cuma"
"Apa yang mereka lakukan menukar dua rokok mariyuana untuk melihat?"?"Sama sekali tidak seperti itu!" Aku hampir menangis. Aku tahu mereka
mengintimidasiku bermain-main seperti kucing mempermainkan tikus sebelum
?menggigit putus kepalanya. Tapi kenapa kakakku" Kenapa Leo harus menyeret-nyeret Thomas dalam
masalah ini" "Dell mengganggu kakakku sepanjang musim panas," kataku.
"Mengejeknya. Menghinanya. Dan dia ... kakakku syarafnya agak tegang dan dia ... dia
lepas kontrol. Mereka mendorongnya melakukan itu."
"Siapa yang mendorongnya" Ralph?"
"Del/. Benar. Kau salah menduga. Dia cuma mengganggunya. Mengolok-oloknya."
"Hanya mengolok-oloknya," kata Balchunas.
"Ya, Tuhan, kau memutarbalikkan semuanya. Kakakku"
"Lihat telinganya, Clayton," kata Balchunas. "Telingamu memerah, Dom. Mengapa
kau melindungi Ralph?"
"Aku tidak meiindungi-nya."
"Dia cuma orang yang murah hati yang suka membawa mariyuananya saat kerja dan
membaginya, iya kan?"
"Aku tak tahu dia orang macam apa. Kami cuma bekerja bersama. Dia sangat
tertutup." "Uh-huh. Kau pernah membiarkannya mengajakmu ke ruang tertutup bersama" Untuk
mendapatkan hasish?"
"Tidak!" Leo akan membayar semua ini, dengan mahal.
"Tenang saja, Dom. Ini off the record. Ini cuma penelitian."
"Aku tak peduli apa ini. Aku tak akan pernah ... aku atau kakakku!"
"Rileks, Dom. Rileks. Kami tahu kau oke. Kami
tahu semua tentang pacarmu." Balchunas menangkupkan kedua tangannya di depan
dadanya, pura-pura mengelus payudara khayalan.
"Jangan seret-seret pacarku dalam hal ini," kataku. "Dan kakakku juga. Kakakku
tak pernah mengisap benda sialan itu sepanjang musim panas." Aku berusaha
menahan tangis. "Oke, tenang saja," kata Avery. "Ayo, kita ubah topiknya."
Tinju Balchunas menghantam meja. "Tidak. Jangan ubah topiknya." Katanya. "Ayo,
kita akhiri topik ini dan biarkan si picik kecil ini mendapatkan pengacara
seperti yang dia inginkan. Karena kau tahu?" Dia berpaling ke Overcash. "Kau
tahu, Clayton" Aku sudah mulai capek membuang-buang waktu sementara si sialan
ini bicara berputar-putar. Aku mulai berpikir mungkin si berengsek arogan ini
mungkin memang butuh pengacara. Atau menelepon ayah ibunya, atau sobatnya di
Bickel Road, atau seseorang. Karena Leon bilang ke kita satu hal dan orang ini
bilang hal lainnya, padahal yang ingin kita lakukan cuma mengeluarkan mereka
berdua dari sini." "Aku mengatakan yang sebenarnya," kataku. Berpaling ke Avery. "Benar."
"Kau tahu?" kata Balchunas. "Pulangkan yang satunya. Aku tidak bermasalah
dengannya: dia bekerja sama dengan kita. Itulah yang sepertinya tak dipahami si
berengsek ini." "Aku bekerja sama!" kataku. "Apa yang seharusnya kulakukan berbohong" Kalau aku?tidak
mendengar dia menyebutkan tentang orang bernama Roland, apakah aku harus ..." Kau
menuduh aku dan kakakku melakukan semua penyimpangan yang tak pernah kami
lakukan dan apakah aku harus"
"Oke, Oke, pelankan suaramu, ya?" kata Perwira Avery. "Tidak ada gunanya terlalu
emosi. Bagaimana kalau kami mengatakannya secara berbeda" Kau mendengarkanku?"
"Ya." "Apakah mungkin Ralph pernah bicara dengan kalian tentang Roland dan mungkin kau
tak ingat sejelas Leo" Mungkin saat itu kau mabuk atau memikirkan pacarmu atau
apa" Atau mungkin ingatan Leo lebih baik daripada kamu" Tapi mungkin kau ingat
sesuatu meski samar tentang Roland" Apa itu mungkin?"
?"Aku tidak ... aku bingung ... mungkin juga kurasa. Semuanya mungkin."
"Tapi kau masih mengatakan kalau Ralph tak pernah menjual mariyuana padamu,
benar?" kata Overcash. "Cuma membaginya, membiarkanmu ikut mengisap?"
"Ya." "Bagaimana dengan barang yang kalian isap malam ini" Di jembatan" Ralph tidak
membaginya. Dia bahkan tak bersama kalian."
"Aku tidak ... kurasa dia cuma memberikannya pada Leo."
"Memberi atau menjual?"
"Memberi. Itu yang kutahu. Leo tak pernah bilang
tentang membelinya."
"Apakah Ralph berencana untuk menjual lagi pada kamu?" tanya Avery. "Kau
tahu dalam jumlah banyak" Bicara pada kalian tentang kemungkinan itu" Apakah ?yang kalian isap tadi adalah sampelnya?"
Leolah yang punya gagasan untuk menjual mariyuana di kampus, bukan Ralph. Tapi
apa yang harus aku lakukan menjeratnya seperti dia mungkin sudah menjeratku"
?Atau apakah dia sudah menjeratku" Aku tak tahu apa pun lagi. Aku menggeleng.
"Setahuku tidak."
"Setahumu tidak, setahumu tidak," Balchunas menirukanku. "Benda yang kalian isap
malam ini: sangat kuat bukan" Lebih kuat daripada yang biasa kalian isap di
kerja. Benar?" "Dengar, bagaimana dengan hak-hakku?" kataku. "Aku punya hak, bukan?"
Balchunas berdiri mendadak dari kursinya. Mulai menunjuk-nunjukkan jarinya
padaku. "Kau tahu siapa yang selalu khawatir tentang hak-haknya, sok pintar"
Saat mereka terpojok" Kubilang padamu, ya. Mereka adalah orang-orang yang
berbohong. Orang yang berusaha menutupi sesuatu."
"Aku tidak berusaha menutupi apa pun. Aku hanya-" Balchunas melambaikan tangan
dengan ekspresi jijik. Duduk lagi.
"Begini, Dominick," kata Perwira Avery. "Kami memperingatkanmu tentang hak-hakmu
kalau kami berencana menahanmu. Yang mana kami berusaha keras tidak
melakukannya, kalau bisa. Sekarang
Leon bilang kalau barang yang kalian isap semalam adalah sampel. Apa benar"
Bahwa Ralph meminta kalian mencobanya dan kalau kalian suka, kalian dan dia bisa
membuat perjanjian" Menjual untuknya di kampus?"
"Aku ... dia tak pernah bilang seperti itu padaku."
"Kau tak pernah mendengar Ralph bilang dia ingin kalian membeli dua pon
mariyuana darinya lalu berbalik dan"
"Aku tidak mendengarnya mengatakan itu. Tidak."
"Tapi mungkin dia bilang ke sobatmu, Leon?" tanya Balchunas. "Mungkin dia
menawarkan itu pada Leon untuk kalian berdua" Leon pernah bilang mengenai itu
padamu?" "Aku tak tahu. Kurasa tidak. Mungkin."
"Itu kata yang tak jelas, Dom. 'Mungkin.1 Menurut perkiraanmu, apakah kau
mengklasifikasikan 'mungkin' sebagai 'ya' atau 'tidak'?"
"Berapa lama lagi aku harus tinggal di sini?"
"Yah, itu terserah kamu, Dom. Kalau 'mungkin' adalah 'ya' si Radikal Ralph
mencoba melakukan perjanjian dengan kalian berdua untuk menjual mariyuananya di
universitas, maka mungkin kau bisa berdiri dan keluar dari sini dalam tiga atau
lima menit. Dan kalau 'mungkin' artinya 'tidak' dia tidak menawarkan perjanjian
itu, maka semua ini akan perlu sedikit waktu lagi. Kau mengerti apa yang
kukatakan" Akan agak sedikit rumit kalau 'mungkin'
artinya 'tidak'. Karena kemudian akan ada ketidakcocokan antara apa yang kau
katakan dan apa yang dikatakan temanmu Leon. Kalau 'mungkin' itu 'tidak' kurasa
kami harus mencarikan pengacara untukmu juga akhirnya, atau menelepon ayahmu
atau seseorang. Karena, ayolah, akui saja antara apa yang kami temukan di mobil
?itu dan apa yang akan muncul di sampel urinemu, kami punya bukti kuat untukmu,
Sobat. Dan jujur saja, teman, aku sudah bekerja sama denganmu sebaik mungkin.
Kami punya banyak tangkapan lain di luar, di ruang tunggu. Jadi, katakan pada
kami, Dom, dan sebaiknya kau cepat. Apa artinya 'mungkin'" Apakah 'mungkin' ya,
kau tahu Ralph menawarkan perjanjian pada kalian untuk menjual mariyuana" Atau
'mungkin' 'tidak', dia tak menawarkan itu."
Aku cuma ingin keluar dari sana. Tidak ditahan. Tidak menangis di depan mereka.
"Ya." Sudah lewat tengah malam ketika mereka melepaskan kami. Bangku-bangku di ruang
depan tempat kami menunggu hampir kosong. Crotch Lady masih di sana, mendengkur
dengan mulut terbuka. Avery mengantar kami ke belakang markas tempat mobil Leo
diderek. Membuka gerbang. Menyuruh kami pergi.
Awalnya, tak ada yang bicara. Kami berkendara dalam diam melewati Three Rivers
dengan jendela terbuka, radio mati. Leo terus-menerus melirik ke
spion. Itu adalah salah satu dari beberapa kesempatan di mana aku melihatnya
kehilangan kata-kata-tidak membuka mulutnya.
"Ngomong-ngomong, omong kosong seperti apa yang kau katakan pada mereka?" kataku
akhirnya. Leo bersenandung, mengetukngetuk setir. "Siapa" Polisi" Aku tak tahu. Aku bilang
banyak hal." "Seperti apa?" "Kenapa" Apa yang mereka tanyakan padamu?" Sebagian dari diriku tak ingin
membicarakannya. Tak ingin mengetahui seberapa liciknya Leo seberapa rendah dia?mau menghinakan dirinya untuk melepaskan diri dari jeratan. Mengapa dia menyeret
kakakku yang bodoh dalam hal ini" Atau mengatakan pada mereka kalau Ralph homo"
Seorang radikal bersenjata"
"Birdsey, lihat ke belakang," katanya. "Apa itu seseorang?"
Aku berbalik. "Apa?"
Leo memandang ke spion dan tidak memandang jalan di depannya. "Kau pikir mereka
akan mengikuti kita" Polisi?" Di spion samping, aku melihat mobil di belakang
kami berbelok ke kanan. "Nope, salah," katanya mengembuskan napas lega. "Ya ampun, ibuku akan marah
sekali kalau tahu hal ini .... Hei, Birdsey, berbaliklah ke belakang dan ambilkan


Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kaset di kursi belakang itu, dong. Aku lagi nggak mau ngomong. Aku hanya ingin
santai, mendengar lagu. Sayang sekali mereka mengambil rokok terakhir yang
diberikan Ralph, ya" Aku bisa melupakan semuanya dengan benda itu. Aku masih
gugup." Aku mengulurkan tangan ke belakang dan mengambil kotak kaset. Meletakkannya di
antara kursi depan. Kami keluar dari Kota Three Rivers, ke rute 22. Aku tak tahu
Leo akan pergi ke mana. Tak begitu peduli. Aku lebih marah daripada gugup.
"Hei, aku tahu," kata Leo. "Ayo kita makan telur. Itu yang kubutuhkan sekarang.
Beberapa telur, roti panggang, dan kentang goreng. Dan kopi juga. Sekitar dua
galon. Kopi yang banyak sehingga aku bisa membasuh semua pengalaman ini dengan
kencingku." Aku terus memandang ke spion samping. "Apa yang kau katakan pada mereka?"
tanyaku lagi. "Polisi" Aku tak tahu. Sebagian aku mengatakan yang sebenarnya dan sebagian lagi
omong kosong. Mencampurnya, kau tahu" Sesuatu muncul di kepalaku dan aku cuma ...
menggunakannya. Hei, bukan maksudku mengganti topik, tapi kau punya uang" Aku
cuma punya tiga dolar. Restoran Oh Boys buka sepanjang malam bukan" Aku akan
mengganti uangmu." Kami berkendara dalam diam, sekitar setengah mil. "Dan mereka percaya, kau
tahu?" kata Leo. "Itu yang lucu. Aku tahu mereka akan percaya. Polisi memang
bodoh." Dia menepuk kotak kasetnya. "Setel satu. Ayo Birdsey. Lady's choice."
"Apa yang kau katakan tentang kakakku?" kataku.
"Apa" Aku tak mengatakan apa pun tentang
dia." "Kau pasti bilang. Mereka tahu tentang dia melepaskan celana di tempat kerja."
"Oh, yeah, itu. Aku lupa. Aku bicara sangat cepat, tahu" Ngomong saja pokoknya.
Mereka bertanya padaku semua cerita tentang kru kerja kita dan"
"Apa hubungannya itu dengan semuanya" Kenapa kau menyeret-nyeret Thomas" Mereka
membuat semua itu terdengar seakan-akan kita semua homo."
"Aku cuma oke, dengar. Polisi benci homo, Birdsey. Tanya saja ibuku. Tanya ?siapa saja yang berkecimpung di bidang hukum. Jadi, yang kulakukan adalah aku
membuat sebuah tabir, oke" Membuat seakan-akan Ralph dn Dell adalah, kau tahu,
berusaha merayu kita dan Thomas cuma .... Itu cuma tabir, Dominick. Sesuatu untuk
mengalihkan perhatian dari kita yang mabuk di jembatan tadi."
"Jadi, kau menyeret kakakku menjebak Ralph agar kita bisa lolos dari"
? ?"Aku tidak menjebak siapa pun. Bagaimana mungkin aku menjebak mereka, Dominick"
Kakakmu mulai menangis dan dia memang menurunkan celananya, bukan" Apakah aku
mengkhayalkan hal itu" Kau melihat majalah homo yang mereka punya. Apa majalahmajalah itu jatuh dari langit begitu saja ke sana" Bangun, Sobat. Ralph homo dan
Dell juga, dan yang kulakukan cuma mengatakannya."
"Jadi, memangnya kenapa kalau mereka homo" Itu tak berarti kau bisa seenaknya"
"Hei, dengar, Dominick. Aku melakukan apa yang harus aku lakukan. Oke" Mengapa
kau tidak tutup mulut saja, setel kaset itu dan jangan khawatir. Kita berdua ada
di luar sini dan bukannya ada di barak polisi sialan, bukan" Mereka tidak
menangkap kita bukan" Aku melakukan apa yang harus aku lakukan, dan aku tidak
mau mendengar omongan sampah darimu."
Aku diam sekitar satu mil.Terngiang semua pertanyaan memalukan yang ditanyakan
Balchunas padaku. Melihatnya menggigit pulpen, menirukan kura-kura.
"Kau juga memfitnahku saat kau di sana. Iya, kan?" kataku.
"Tidak, Dominick, aku tidak memfitnahmu. Aku mengeluarkanmu dari masalah, itulah
yang kulakukan. Tapi, terima kasih banyak atas tuduhannya. Kau benar-benar sobat
yang baik. Kau" "Kau yakin" Karena salah satu hal yang ingin mereka ketahui apakah aku pernah
membiarkan Ralph, merayuku untuk mendapatkan hash. Mengapa mereka ingin tahu
itu, Leo" Apa yang kau lakukan menjebak kami bertiga" Thomas, Ralph, dan aku"
?Menghancurkan tiga orang sekaligus?"
"Dengar, Birdsey, kau seharusnya berterima kasih padaku sekarang, bukannya
menuduhku dengan semua omong kosong ini. Itu saja yang aku katakan. Menurutku,
topik ini sudah ditutup." Leo mengalihkan perhatiannya ke radio, mencari-cari
gelombang, mematikannya lagi. "Dan lagi pula, bukan salahku kalau polisi
mengambil omonganku dan memutarbalikkannya. Mereka cuma membuatmu bingung, kau idiot. Berusaha
membuatmu marah. Itu tekniknya, berengsek. Jangan menyalahkan aku. Polisi selalu
melakukan itu. Tanya saja ibuku."
"Jadi, apa yang kau katakan" Apa yang kau katakan pada mereka tentang
perjanjianku dengan Ralph untuk mendapatkan hashish?"
"Yang kukatakan hanya ... aku katakan Ralph menawarkan pada kita kalau dia, kau
tahulah, memberi kita hashish kalau kita mau dengannya. Dan lalu kita berdua
bilang persetan padanya. Kubilang padamu, Birdsey, polisi benci homo, dan mereka
juga tidak jatuh cinta pada orang negro terutama kelompok seperti Panther. ?Jadi, aku agak sedikit mengembangkan kebenaran dan-"
"Semua itu gombal!"
"Yeah, tapi berhasil, bukan" Kau mau aku berbalik dan menurunkanmu di markas
polisi agar kau bisa mengatakan yang sebenarnya dan
sebenar-benarnya semoga Tuhan membantumu" Maaf, Dominick. Rupanya aku memang
tidak sesuci dirimu. Aku lebih memilih di luar sini daripada di dalam markas
polisi itu." Aku mendongak memandang bulan. Tak menjawab. Aku tak tahu harus berpikir apa.
"Dengar, Birdsey, aku harus memikirkan dan mengatakan sesuatu dengan cepat, oke"
Dan selain itu, aku mabuk berat. Ingat" Itu adalah hal terbaik yang bisa
kulakukan. Apa yang harus kulakukan duduk diam dan menunggumu mengeluarkan kita
?dari masalah ini?" Leo benar. Kalau aku yang menanganinya, kami mungkin masih di Barak J, diambil
sidik jari, dan difoto sebagai kriminal. Bukan berarti aku tak mau mengakui itu.
"Yah, aku harus bertepuk tangan untukmu Leo, itu saja," kataku. "Saat kau
memutuskan untuk menjebak temanmu, kau benar-benar tanpa ampun."
"Aku tak berusaha 'menjebak' siapa pun, Dominick. Itu cuma ... seleksi alam. Jadi
tolong, tutup mulut saja oke" Ayo, kita makan."
Seleksi alam: aku membiarkan kata-kata itu menggantung di udara selama sekitar
satu mil. Membiarkannya menggantung dan membuatku marah. Leo mengambil kaset
dari kotak dan memasukkannya ke piayer. Mulai ikut bernyanyi mengikuti lagu. I'm
your captain. Yeah, yeah, yeah, yeah ....
Aku mengulurkan tangan dan menarik kaset itu keluar. Menarik pita kaset sehingga
menjulur keluar sekitar dua meteran dan melempar kaset sialan itu keluar
jendela. "Hei!" protes Leo. Dia mengerem mendadak sehingga kami berdua hampir
menghantam dashboard. Lalu, dia berubah pikiran dan menginjak gas. "Kenapa kau
melakukan itu?" "Karena aku mau, berengsek."
"Yeah, baiklah, kau yang berengsek, Birdsey. Kau utang satu kaset padaku."
"Seieksi aiam?" kataku. "Kau menjebak dia karena dia hitam, atau karena dia
homo, tapi itu tak apa-apa karena itulah hukum rimba?"
"Yeah, itu benar, Dominick. Pilihannya adalah
Ralph atau kita, jadi aku memilih kita. Kau berkeberatan?"
"Jadi bandar ganja hitam dan besar berusaha membujuk kita, dua mahasiswa tak
berdosa untuk jadi pengedarnya. Benar bukan" Itu gagasan hebat-mu, Leo. Ingat"
Bukan Ralph. Kau. Kau yang ingin tahu apakah Ralph mau menjual barang sialan itu
lalu kita akan menaikkan harganya dan untung besar. Ingat?"
"Apa kau bilang begitu ke mereka" Polisi" Bahwa itu adalah ideku."
"H m m m m, aku tak tahu Leo. Apa aku bilang atau tidak" Aku bicara sengat
cepat aku mabuk berat aku tak ingat apa yang kukatakan ke mereka."? ?"Hentikan, Birdsey. Apa kau bilang pada mereka kalau itu ideku atau bukan?"
"Bilang yang sebenarnya, Leo" Tidak, aku tak bilang. Dan kau tahu kenapa aku tak
bilang" Karena aku tidak menjebak teman-temanku. Tapi mungkin aku seharusnya
bilang. Mempraktikkan 'seleksi alam'."
"Hei, bagaimana kau tahu Ralph bukan pengedar, Birdsey" Semua mariyuana yang
kita isap selama musim panas. Itu mungkin yang sebenarnya dia maksudkan membuat
?kita tertarik sehingga dia bisa memanfaatkan kita dalam jaringan operasinya."
"Yeah, benar, Leo. Kurasa aku pernah melihat itu dalam sebuah episode The Mod
Squad juga. Kenyataan memang persis seperti TV, ya?"
"Jelas. Pikirkan saja. Kita bekerja dengan dia
sepanjang musim panas dan kita bahkan tak tahu hingga malam ini kalau dia
tinggal di rumah Dell. Kalau dia homo. Bagaimana kita tahu dia bukan pengedar?"
"Siapa Roland?" kataku. "Dari mana dia berasal?"
"Roland" Roland bukan siapa-siapa. Roland adalah paman buyutku dari New
Rochelle. Aku cuma memberikan mereka petunjuk yang salah."
"Yeah, dan mungkin itu akan menjadi senjata makan tuan. Untuk kita berdua
karena" "Karena kamu apa?"
"Karena aku melindungimu, berengsek. Sejak aku bilang aku mungkin pernah
mendengar Ralph menceritakan teman bandar imajinernya ini. Bilang kalau dia
mungkin tertarik untuk merekrut kita."
"Jadi, kau rupanya bukan Santa Dominick, ya" Kau juga menjebak Ralph."
"Karena kau memojokkan aku. Apa yang harus kulakukan mengatakan yang sebenarnya
?dan membiarkan polisi menangkapmu karena memiliki barang haram dan memberikan
informasi palsu" Kurasa aku tak tahu bagaimana caranya bermain menjebak teman
sebaik kamu, Leo. Sialan, kau benar-benar profesional dalam masalah itu. Kau
bahkan bisa mengajari Judas."
Leo meludah ke luar jendela. Berpaling padaku. "Hei, mungkin Ralph memang
sobatmu, Birdsey. Mungkin dia sobat akrabmu. Tapi bagiku dia cuma orang yang
kerja denganku saja. Teman merokok mariyuana. Karena secara pribadi, aku tak mau
berteman dengan homo. Oke?"
"Tidak" Bagaimana dengan dosen dramamu" Yang bercinta denganmu?"
"Persetan kau, Birdsey! Aku tidak 'bercinta' dengan siapa pun. Lagi pula itu
kuceritakan padamu sebagai rahasia. Tutup mulutmu tentang hal itu."
"Apa yang akan kau lakukan untuk mendapatkan peran utama, Leo bermain sebagai
?Hamlet di drama semester ini" Kau akan membiarkan orang itu menidurimu atau
semacamnya" Atau itu sudah terjadi" Apa kau sudah menjadi Pangeran Denmark
sialan?" "Diam, Birdsey. Sebaiknya kau tutup mulut sebelum kau menyesal."
"Kau tak suka, iya kan" Ketika seseorang menciptakan omong kosong tentangmu"
Berengsek!" "Jangan panggil aku berengsek, Birdsey. Kau yang berengsek."
"Yeah, dan kau pembohong sialan! Kau ular yang merayap di rumput!" Aku mengambil
kotak kasetnya dan melemparkannya ke luar jendela.
Leo menginjak rem. Mendorongku ke pintu. Aku membalas.
"Kenapa kau, gila" Kau jadi gila seperti kakakmu?" Aku langsung
menerkamnya mencekiknya, meninjunya. Aku mencengkeram kepalanya dengan dua ?tangan siap menghantamkannya ke setir. Mematahkan giginya. Hidungnya.
?"Hentikan!" Leo berteriak. "Hentikan, Dominick! Ada apa denganmu?"
Ketakutan di suaranyalah yang
menghentikanku cara dia berteriak yang terdengar seperti teriakan Dessa di
?tempat parkir kemarin malam. Aku melihat darah menetes dari hidungnya. Melihat
tinjuku yang terangkat membuka, menutup, membuka.
"Jangan kau pernah ...V' Aku kehabisan napas. Jantungku berdegup sangat keras,
sehingga dadaku sakit. "Jangan pernah mengatakan aku gila. Aku atau dia,
mengerti" Mengerti?"
"Oke. Baiklah. Yesus."
Aku keluar. Membanting pintu mobil sekeras mungkin dan mulai berjalan menjauh,
menendang kotak kasetnya. Ketika aku berbalik setelah berjalan sekitar lima
puluh yard, Leo sudah keluar dari mobil, membungkuk di jalan memunguti kasetkasetnya yang berceceran. Aku mengambil batu dan melemparkannya mengenai mobil
Skylark bodohnya. Batu itu berdentang saat mengenai bumpernya. "Kalau mobil ini
penyok, kau yang bayar!" teriaknya. "Kaset-kasetku juga. Aku akan menyetel
mereka satu per satu besok, dan kaset mana pun yang rusak, kau harus bayar! Aku
serius!" Aku mendengar suara pintu terbanting tertutup. Mendengarnya menyalakan
mesin, menginjak gas. Persetan dia, pikirku. Berengsek. Si Berengsek Keren. Pergi saja sana ....
Aku berjalan sepanjang jalan yang gelap, kepalaku penuh dengan suara dan
bayangan yang tak ingin aku ingat: Thomas, menangis dan menurunkan celananya di
depan Dell. Dessa di bawahku, menangis dan mendorongku. Wajah lebar Balchunas.
Aku berjalan selama berjam-jam delapan atau sembilan mil. Dan saat aku sampai
?di Hollyhock Avenue, lengan dan leherku bengkak-bengkak digigit nyamuk. Kakiku
panas seakan-akan aku berjalan di atas bara.
Aku berdiri diam, memandang rumah kami rumah yang dibangun kakekku. Aku tak
?bisa masuk, meskipun aku sangat kelelahan. Tak bisa menguatkan diri untuk naik
tangga teras, membuka pintu, naik tangga ke lantai atas, berjalan di lorong
menuju kamar kakakku dan aku. Tak bisa masuk kamar dan melihat kakakku yang
sedang tidur. Ada sesuatu yang salah dengannya, tak peduli apakah aku mau
mengakuinya atau tidak. Aku tak bisa melakukannya.
Jadi, aku terus berjalan. Mendaki Hollyhock Hill, lalu keluar melewati rimbunan
pinus dan ke tempat terbuka, Rosemark's Pond.
Kau tahu apa yang kulakukan selanjutnya" Aku membuka semua pakaianku, masuk ke
air dan berenang. Berenang hingga lengan dan kakiku mati rasa, berat. Hingga tak
bisa menendang atau mendorong air lagi. Kurasa ... kurasa aku mencoba mencuci
bersih diriku sendiri dari segala sesuatu: busuk keringat dan mariyuana,
kebusukan yang telah kami lakukan pada Ralph apa yang telah kulakukan pada ?Dessa di tempat parkir itu. Manusia macam apa aku" Kalau kakakku gila, mungkin
aku ikut menjadi penyebabnya. Ray bukanlah satu-satunya pengganggu di rumah kami
.... Seleksi alam, pikirku: hancurkan yang lemah, tunjukkan
siapa yang berkuasa. Tapi berenang tak mengubah semuanya. Kau tak bisa berenang dan mencuci dosadosamu. Itulah yang kupelajari malam itu. Aku keluar dari kolam merasa tetap
kotor seperti saat aku masuk tadi. Aku ingat berdiri di tepi, masih telanjang,
terengah-engah. Memandangi bayangan diriku di air.
Tak berpaling. Tak berdusta pada diriku sendiri untuk pertama kalinya dalam
hidupku. Menghadapi siapa aku sebenarnya.
"Dan apa itu?" "Apa?"
"Kau bilang kau berdiri di tepi kolam pagi itu dan menghadapi dirimu sebenarnya.
Aku bertanya-tanya apa itu. Apa kesimpulanmu?"
"Kesimpulanku" Bahwa aku adalah seorang bajingan."
"Tolong jelaskan."
"Seorang bajingan. Pengganggu. Kurasa itu pertama kalinya aku mengakui hal itu
pada diriku sendiri .... Setidaknya begitulah aku mengingatnya. Aku tak pernah
tahu, selama sesi yang kita jalani ini apakah aku mengingat sejarah atau
mengarang sejarah baru."
"Yah, benar, memori memang selektif, Dominick. Sebuah interpretasi fakta sesuai
dengan ingatan kita, akurat ataupun tidak. Tapi yang kita pilih untuk diingat
bisa bersifat sangat instruktif. Benar, bukan?"
"Dia bekerja di sana, tahu. Di Hatch." "Siapa?"
"Ralph Drinkwater. Dia salah satu staf bagian pemeliharaan." "Benarkah"1
"Aku pernah bertemu dengannya di sana. Malam ketika Thomas dimasukkan ke sana.
Dia mengalami kecelakaan, kencing di celana. Dan tebak siapa yang muncul dengan
kain pel?" "Bagaimana perasaanmu saat kau melihat Ralph?"
"Bagaimana perasaanku" Oh, kukira aku merasa ... seperti orang Amerika yang baik."
"Ya" Tolong jelaskan." "Kaum minoritas harus tahu tempatnya. Tempatkan mereka di
bagian cleaning service. Seleksi alam."
"Kau hanya bersikap sinis, bukan." "Kau tahu banyak tentang sejarah Amerika,
Dok" Apa yang kami lakukan pada kaum Indian" Para budak?"
"Maaf, aku tidak mengerti maksudmu, Dominick."
"Maksudku adalah: kau kira siapa yang akan dipercayai oleh tiga polisi kulit
putih malam itu dua anak kulit putih atau pengedar mariyuana keturunan kulit
?hitam campur Indian" Homo yang beraliran radikal" Maksudku, kau harus memuji
Leo. Memang itu agak berlebihan, tapi berhasil. Benar, kan" Maksudku, mabuk atau
tidak, itu adalah taktik pertahanan yang bri-lian."
"Jadi, saat kau melihat Ralph di Hatch sini kau merasa ...."
"Aku tak tahu. Banyak hal yang terjadi malam itu ... aku merasa buruk, kurasa."
"Bisakah kau lebih spesifik" Apa artinya 'buruk'?"
"Bersalah. Bersalah karena berdosa ... kami mengumpankan dia ke polisi."
"Ah. Menarik." "Apanya"' "Ini adalah kedua kalinya kau menggunakan kata itu."
"Kata apa" 'Bersalah'" "'Dosa'." "Yeah" Jadi?"
"Kau ingat konteks lain saat kau menyebutkan dosa?"
"Tidak." "Kau bilang saat kau naik dari kolam, kau sadar bahwa berenang tak akan
menghapus dosamu." "Yeah. Dan?"
"Aku hanya memerhatikan kalau kau mendeskripsikan berenang hampir sebagai usaha
menyucikan diri. Dan sekarang, referensi kedua terhadap rasa bersalah dan dosa.
Aku hanya memerhatikan religiusitas dari -"
"Itu cuma perumpamaan. 'Bersalah karena berdosa': orang mengatakan itu setiap
saat." "Apa kau marah?"


Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak, aku hanya ... kurasa kau menganggap aku sebagai si kembar Birdsey
satunya." "Tidak, tidak. Aku yakinkan kau. Aku tahu perbedaan antara"
"Lihat, Mal Dua tangan!"
"Dominick, duduklah."
"Aku nggak ingin duduk! Aku cuma .... Kau tahu" Biar kuberi tahu kau. Saat kau
mengangkat anakmu bayi perempuanmu yang cantik dari boks bayinya suatu pagi ? ?dan ... dan dia sudah ... sudahlah. Cuma jangan menyamakan aku dengan kakak gilaku
yang hanya punya satu tangan. Aku tidak percaya agama, oke" Aku tak percaya
Tuhan sejak lama .... Saat itu, aku cuma anak bodoh yang bingung di kolam pagi
itu. Aku kepanasan, lelah dan ...."
"Pegang tanganku, Dominick. Nah begitu. Sekarang pandang aku. Ya begitu. Bagus.
Aku ingin meyakinkan dirimu, Temanku, bahwa aku tidak bingung membedakan kau dan
kakakmu. Aku tahu benar perbedaan antara kalian berdua. Oke?"
"Aku" "Aku hanya bertanya begini: bahwa selama proses ini, coba jangan menolak
pandanganmu sendiri."
"Pandanganku" Apakah aku sudah punya pandangan?"
"Ya! Dan akan datang yang /ainnya. Bersabarlah, Dominick. Mereka akan datang.
Apa kau tahu Bhagirath" Sebuah legenda Hindu?"
"Siapa?" "Bhagirath. Dia membawa Sungai Gangga dari Surga ke Bumi."
"Yeah" Hebat sekali. Siapa dia insinyur sipil?"
? "Semacam itu kurasa. Begini, Bhagirath punya sebuah misi. Dia ingin
mengembalikan kehormatan leluhurnya karena mereka telah dikutuk. Dibakar hingga hangus. Jadi, dia
menggali sungai dari kaki Brahma, Sang Pencipta, melewati rambut gimbal Shiva,
Sang Perusak, hingga ke bumi. Itu adalah persembahan darinya. Sungai Suci.
Itulah sebabnya kaum Hindu ortodoks mandi di sungai itu untuk menyucikan diri.
Untuk menghapus dosa leluhurnya." "Uh-huh."
"Teruslah berpikir tentang masa lalu, Dominick. Teruslah mengingat."
"Aku cuma ... ini menyakitkan. Aku tak mengerti apa gunanya."
"Intinya adalah ini: bahwa sungai kenangan akan membawamu ke sungai pemahaman.
Dan pemahaman, pada akhirnya, menuju ke sungai pengampunan. Mungkin, Dominick,
kau masih belum benar-benar keluar dari kolam yang kau renangi pagi itu. Dan
mungkin, saat kau keluar nanti, kau tak lagi melihat ke air dan melihat bayangan
seorang bajingan." '
Dua Puluh Empat 1969-7D Keesokan harinya, Dessa dan aku berkendara ke The Falls dan bicara. Kami
berbaikan. Bercinta. Senin paginya, aku berhenti dari Dinas Pekerjaan Umum sehingga aku tak harus
bertemu dengan Ralph lagi. Masuk ke kantor Lou Clukey dan bilang padanya bahwa
aku harus berhenti lebih awal dari yang kuperkirakan karena urusan sekolah. Leo
juga berhenti, kata Lou. Tapi setidaknya aku datang dan mengatakan padanya
sendiri. Dalam perjalanan keluar, aku bertemu dengan Ralph. Dia terlihat malu,
bukan marah. Berarti polisi belum menciduknya untuk ditanyai.
"Yah," kataku padanya. "Selama ini sangat menyenangkan." Aku mengulurkan tangan
untuk menjabat tangannya.
"Memang menyenangkan," ulang Ralph. Dan dia memegang dan menjabat tangan kotor
si pengkhianat. Tangan si anak kulit putih.
Akhir pekan sebelum kuliah dimulai lagi, Dessa mampir ke rumah dengan adiknya.
Thomas dan aku sedang duduk di beranda depan, mengupas jagung untuk makan malam.
Angie duduk di sebelah kakakku dan langsung menggodanya. Merayunya. Sejak dulu hingga sekarang, selalu
merasa kalah bersaing dengan kakaknya, Angie langsung memutuskan bahwa kalau
Dessa menginginkan aku, maka dia menginginkan orang terdekatku. Angielah yang
menyarankan agar kami berempat pergi ke Ocean Beach bermain golf mini. Dalam
perjalanan pulang, Angie dan Thomas mulai bercumbu di kursi belakang. Agak lucu
juga: melihat Thomas dicumbu seperti itu. Dan kalau kaca spion tidak berbohong,
dia juga merespons. Bersikap normal pertama kali dalam hidupnya. Bersikap
manusiawi .... Itu lucu, tetapi tidak lucu juga. Perilaku Thomas selalu tak pernah
bisa diduga. Dan adik Dessa adalah cewek yang liar.
Angie dan Thomas pergi berkencan besok malamnya dan keesokan malamnya lagi. Pagi
sebelum kami kembali ke universitas, aku keluar dari shower dan menemukan Thomas
berdiri di depan cermin lemari obat, telanjang dada, menyentuh guratan merah
bekas ciuman Angie di dada dan lehernya. "Hei, dengar ioverboy," kataku. "Kalau
kau melakukan sesuatu yang bodoh sesuatu yang bisa mengganggu hubunganku dengan?Dessa kau akan mati. Kau dengar?" Thomas memandangku, bingung, seakan-akan
?seks, cewek, dan pembunuhan antarsaudara tidak pernah terjadi di bumi. Lalu dia
kembali memandang cermin menyentuh dadanya lagi, mengusapkan jarinya di bekas?bekas merah di kulitnya.
Malam itu, aku bermimpi meniduri Angie. "Jangan
bilang Dessa," kataku padanya, tetapi tiba-tiba kusadari kakakku berdiri di
samping, memandang kami. Selama minggu-minggu pertama kami sebagai teman sekamar, Leo dan aku hanya
bertukar sepatah dua patah kata, lalu dalam kalimat-kalimat basa-basi, lalu
normal kembali. Aku melemparkan selembar dua puluhan dolar ke mejanya, ganti
rugi untuk kasetnya yang rusak. Kami tak saling minta maaf. Kami tak banyak
bicara tentang peristiwa dengan polisi dan bagaimana kami meloloskan diri dan
bagaimana aku kehilangan kendali dan hampir menghancurkan wajahnya. Kami
membiarkan hal itu mengendap. Membiarkannya ditumpuki berbagai kelas kuliah,
musik berisik dari piringan hitam, anak-anak masuk ke kamar untuk bermain gulat
atau poker. Profesor drama Leo menemukan aktor yang lebih baik sebagai Hamlet
dan memberikan Leo peran sebagai Osric, si berengsek di pengadilan, 'Berengsek
Keren' zaman Elizabethan. Leo mungkin punya lima atau enam dialog. Dua atau tiga
adegan yang menyedihkan. Melihat Leo dalam drama itu bagian kostum berlebihan ?mendandaninya dengan celana kotak-kotak ketat, topi lebar dengan bulu yang
besar aku memaafkan dia karena menjadi dirinya: pelawak, si mulut besar,
?seseorang yang tak bisa kau percaya sepenuhnya.
Di kampus sebelah, Thomas dan teman sekamar barunya memulai penyesuaian yang
canggung satu sama lain. Randall Deitz adalah anak yang lumayan ramah salah
?satu anak yang pendiam dan tak
menarik perhatian. "Bagaimana kabarmu dengan kakakku?" tanyaku suatu pagi ketika
aku bertemu dengannya saat akan masuk kelas. Aku takut menunggu jawabannya.
"Lumayan," katanya. "Dia berbeda."
Tak diduga hubungan Thomas dengan Angie Constantine terus berlanjut bahkan
?berlebihan. Pada saat yang sama, kelas-kelas yang keras dan radiator mobilku
yang kubeli dari Dell bocor, sehingga membuat hubunganku dengan Dessa agak
menurun. Angie mulai menyetir ke UConn saat akhir pekan dan menginap. (Pada
akhir pekan, Deitz bekerja di toko farmasi dekat rumahnya dan tak pernah ada di
kamar asrama.) Suami istri Constantine marah besar. Big Gene mengancam untuk
memecat Angie dari pekerjaannya sebagai akuntan magang di diler mobil kalau dia
tak mau bertindak sebagai gadis yang sopan sesuai dengan harapan mereka. Tapi
Angie melayani gertakan ayahnya. Ketidaksetujuan ayah merupakan salah satu daya
tarik, bukan" Salah satu cara agar dia diperhatikan. Dalam satu hal, Angie hanya
memanfaatkan kakakku yang bodoh. Tapi sebagian diriku merasa lega: Thomas
normal, kataku pada diri sendiri. Cukup normal untuk tidur dengan cewek pada
akhir pekan seperti orang lain.
Suatu Minggu pagi, Angie menelepon Dessa di Boston. Inilah, katanya. Ini yang
sebenarnya. Dia dan Thomas saling jatuh cinta. Angie bilang ke Dessa kalau
mungkin mereka akan bertunangan. Dan ada hal lain: dia mungkin hamil. Tapi itu
tak masalah. Mereka memang menginginkan anak. Ingin membentuk keluarga secepat
mungkin. Dessa meneleponku dari Boston, menangis.
Aku menunggu hingga mobil Angie meninggalkan tempat parkir asrama siang itu,
lalu masuk ke kamar kakakku dan menanyainya. Aku mengingatkan Thomas kalau dia
dalam percobaan akademik nasibnya tergantung pada seutas benang dan sekarang
? ?ini" Orangtua Dessa dan Angie akan mengamuk ketika mereka tahu. Dan bagaimana
dengan Ma dan Ray" Apa Angie tak pernah minum pil antihamil" Apakah Thomas tak
pernah memakai kondom" Bagaimana dia bisa begitu bodoh" Thomas memandangku
kosong, seakan-akan menghamili pacarmu sama sekali bukan masalah rumit.
Lalu sesuatu yang aneh terjadi. Thomas melakukan sesuatu yang kata Angie tak
akan pernah diceritakannya kepada orang lain, tidak juga pada Dessa. Sesuatu
yang membuat Angie takut. Angie memutuskan Thomas dengan dingin dan mulai
? ?mengatakan pada siapa pun yang mau mendengar bahwa kakakku adalah 'orang yang
paling aneh sedunia'. Tapi akhirnya, Angie mengatakan tentang apa yang terjadi: mengoceh pada semua
orang, begitu dia mulai bisa cerita, bahwa kakakku membeli buku berjudul The
Lives of The Martyred Saints dan menjadi sangat terpesona dengan deskripsi
siksaan aneh dan mengerikan yang dialami para santa itu. Thomas akan berbaring
telanjang di ranjangnya, kata Angie, dan memintanya membaca keras-keras tentang pemukulan dan siksaan
pemotongan anggota tubuh, pembakaran, tusukan anak panah, dan kait. Dia tak
ingin melakukannya, kata Angie membacakan buku itu untuk Thomas tapi Thomas ? ?memohon kepadanya. Jadi dia membacakannya, dan Thomas akan meringkuk dan
berguling-guling di ranjang, mengerang dan merintih. Dan lalu ... dan lalu dia,
yah kau tahu. Bermasturbasi sendiri, di ranjang di depan Angie. Angie bahkan
tidak menyentuhnya. Angie bilang dia melakukan itu dua kali Thomas yang
?memintanya. Dia terlalu aneh untuk bisa diceritakan. Angie ingin pacar yang
normal: seseorang yang suka berdansa dan bersenang-senang dan melakukan double
date bersama pasangan lain. Tak ada lagi pembicaraan tentang bayi. Tak pernah
ada bayi, kata Angie pada Dessa. Dia cuma terlambat; dia salah menghitung, oke"
Angie tak peduli apakah Nona Sempurna percaya padanya atau tidak.
Aku mengenalkan Angie pada Leo dua bulan kemudian. Itu adalah gagasan Angie,
bukan aku ataupun Dessa. Aku berjanji akan mempertemukan mereka berdua kalau
Angie berhenti mengoceh pada semua orang tentang kakakku. Yang lucu adalah, saat
baik ataupun buruk, sejak itu Angie dan Leo selalu bersama. Mereka berhasil
dengan dua anak, dua kali berpisah dan rujuk kembali, Leo masuk ke rehab
narkoba, dan selingkuh sana-sini. Sekarang mereka sudah melembaga: Leo dan
Angie. Tapi sebelum itu selama sebulan atau lebih pasangan
? ?sempurnanya adalah Angie dan kakakku, panas dan liar. Susah dibayangkan sekarang
kalau itu bahkan pernah terjadi bahwa itu bisa terjadi. Kurasa itu adalah salah
?satu perjalanan hidup yang aneh .... Bukan berarti kehidupan tak jadi lebih aneh
setelah itu. Setidaknya pada musim gugur 1969, dunia belum hancur berantakan.
My Lai, protes antiperang itu, saat polisi menembaki kelompok Panthers. Dan
suatu pagi, sebuah headline di koran yang mengingatkan akan rumah. "Lihat ini,
Birdsey!" kata Leo masuk kamar dengan terburu-buru. Dia melambaikan Hartford
Courant di depan wajahku seperti bendera kemenangan. "Yesus Kristus! Lihat!"
PASANGAN SUAMI ISTRI MENJADI TERSANGKA PORNOGRAFI ANAK. PENGGELEDAHAN POLISI
MENDAPATKAN FILM DAN FOTO-FOTO.
Saat itu bulan November, kukira dua atau tiga bulan setelah Leo dan aku
?berbohong pada polisi tentang Ralph. Di koran terdapat foto Dell dan istrinya
yang berkursi roda memasuki markas polisi yang pernah aku masuki bersama Leo.
Awalnya melakukan pengintaian untuk peredaran narkoba, menurut berita itu rumah
pasangan Weeks dari Bickel Road digeledah oleh polisi negara bagian pada bulan
September. Dan secara tak terduga mereka menemukan tumpukan bukti-bukti tentang
pornografi anak. Materi yang disita termasuk peralatan untuk produksi dan
distribusi juga ratusan foto cabul dan film amatir delapan milimeter dengan
anak-anak sebagai subjek. Penghuni rumah
pasangan Weeks lainnya yang berusia dua puluh tahun, tidak terkait keluarga
dengan tersangka, telah menjadi saksi bagi pemerintah dalam investigasi ini.
Saksi, yang namanya dirahasiakan, dilaporkan adalah subjek dari sebagian besar
foto dan film porno yang disita, yang paling tua tertanggal sepuluh tahun lalu.
"Ya Tuhan, bayangkan saja Birdsey. Kita bekerja sepanjang musim panas dengan dua
orang cabul itu," kata Leo. "Kita pernah masuk rumahnya."
Sepuluh tahun, pikirku. Itu artinya, semua dimulai ketika Ralph berumur sepuluh
tahun. Joseph Monk membunuh adiknya, ibunya kehilangan ingatan, lalu Dell Weeks
dan istrinya masuk untuk memangsanya. Mereka membawanya ke rumah, memberinya
makan dan memanfaatkannya selama sepuluh tahun membunuhnya setiap kali kamera
? berputar, setiap kali ka-mera foto berkedip.
"Yesus, Birdsey. Kau tahu?" kata Leo. "Kalau bukan karena kita, polisi pasti tak
akan pernah masuk ke rumah mesum itu. Kau tahu apa yang kita lakukan" Kubilang,
ya. Kita melakukan pelayanan demi kepentingan umum. Kita membantu publik. Mereka
seharusnya memberi kita penghargaan atau semacamnya."
* Pada malam menjelang 1 Desember, 1969, Leo, aku, dan sekitar dua lusin mahasiswa
dari asrama kami duduk di ruang TV dan menonton lotre wajib militer
pertama di Amerika Serikat sejak 1942. Itu adalah hiburan utama malam itu:
beberapa tentara dari Selective Service di Washington memasukkan tangan ke drum
yang berputar dan mengambil kertas, tanggal lahir demi tanggal lahir, nasib para
pemuda Amerika, usia sembilan belas hingga dua puluh enam tahun. Selective
Service memperkirakan bahwa mereka yang ulang tahunnya merupakan salah satu dari
sekitar 120-an tanggal lahir yang ditarik dari drum akan mendapatkan "ucapan
selamat" dari Tricky Dick dan pergi perang.
"Hidup itu absurd!" kata dosen filsafatku pagi itu di depan dua ratus mahasiswa
yang mengantuk. "Itu adalah kesimpulan Sartre, Camus, dan kaum eksistensialis
lainnya yang mengalami kegilaan perang, Eropa yang dibom habis." Tapi
setidaknya, Perang Dunia II punya medan perang dengan definisi jelas, pahlawan
dan penjahat penduduk desa yang tidak berubah pihak saat malam dan kembali lagi?ke pihak satunya pada pagi hari. Ray dan teman-temannya ikut perang dengan
keyakinan bahwa mereka melakukan hal yang benar. Bahwa kami adalah orang yang
baik. Tapi, kami tidak begitu. Tidak tahun 1969 dengan Nixon sebagai presiden,
jumlah kematian tentara terus meningkat dan My Lai dimuat di halaman-halaman
fuii color majalah Life. Tentara di TV memasukkan tangan ke drum itu 366 kali, dengan selang-seling satu
tahun. Secara acak menentukan mana tanggal lahir yang akan mengirimkan kami ke
wajib militer begitu penundaan
sekolah kami tak berlaku lagi dan tanggal lahir mana yang akan menyelamatkan
kami dari kesia-siaan perang. Seseorang di asrama tadi menarik iuran dan kami
membeli minuman. Ketika lotre selesai, anak-anak yang merayakan dan anak-anak
yang tenggelam dalam kesedihan menggunakan kesempatan itu untuk mabuk berat. Leo
bebas karena ada di nomor 266. Lahir pada 12.03 pagi tanggal 1 Januari, aku
malah lebih baik, ada di nomor 3DS. Tapi kakakku yang lahir enam menit sebelum
pada pukul 11.57, 31 Desember, mendapat nomor 100. Dia dan masa percobaan
akademiknya membuat dia menjadi salah seorang yang paling mungkin ditarik wajib
militer dia selamat selama penundaan kuliah 2-S-nya tetap berlaku. Aku pergi
?tidur dalam keadaan mabuk berat malam itu, merasa lega sekaligus bersalah,
terselamatkan sekaligus terkutuk.
Semua hal selalu lebih menguntungkan aku, kata Thomas padaku di kamarku. Aku
selalu lebih beruntung sejak hari kita lahir.
Hari-hari saat kita lahir, pikirku, tapi tak mengatakannya. Kami lahir berbeda
enam menit pada hari yang berbeda. Bahkan pada dua tahun yang berbeda.
Kartuku selalu lebih bagus, kata Thomas putus asa. Dia menyalakan rokok lagi.
Dia sekarang merokok rokok Trues. Dia mulai merokok setelah Angie mengajarinya.
?Awalnya dia mengambil punya Deitz Deitz merokok seperti cerobong asap lalu dia
? ?mulai membeli sendiri. Cuma Thomas tidak
merokok seperti pria umumnya tidak memegang rokoknya dengan menangkupkan jari,
?seperti orang lainnya. Dia memegang rokoknya mengarah keluar dan ke atas,
seperti orang Eropa. Seperti banci. Dia masih merokok seperti itu hingga
sekarang. Setelah bertahun-tahun. Aku masih sebal melihat cara kakakku merokok.
"Tak peduli apakah kartuku lebih bagus atau tidak," kataku padanya. "Kalau
nilai-nilaimu bagus, kau mendapatkan penangguhan hingga tiga tahun. Dalam tiga
tahun, perang sialan ini mungkin sudah selesai. Kau belajar tidak" Kau masuk
kuliah" Bagaimana nilaimu?"
Bukannya langsung menjawabku, Thomas malah mengulangi lagi alasan-alasan yang
telah dia katakan setahun sebelumnya: asramanya terlalu panas, dia tak bisa
konsentrasi, dosen-dosennya menanyakan pertanyaan menjebak karena mereka ingin
dia gagal. Selama ujian pertengahan tahun, Thomas mengundurkan diri dari universitas.
"Apa maksudmu, kau mengundurkan diri?" Aku berteriak di telepon ketika dia
meneleponku. "Apa kau gila?" Saat itu dia sudah kembali ke rumah di Three
Rivers mengepak barangnya dan meninggalkan kampus tanpa memberitahuku dulu. ?"Mengapa kau tidak pergi saja dan mendaftar wajib militer, Thomas?" teriakku.
"Mengapa kau tidak secara sukarela pergi perang dan mati terkena bom?"
Aku ingat, sepanjang liburan Natal dia sangat
gugup. Dia berusaha menelepon Angie berkali-kali sehingga ayahnya mengancam
untuk lapor polisi. Dia tak membelikan hadiah Natal untuk siapa pun bahkan juga
?tidak untuk Ma dan itu sangat aneh. Tidak seperti dia sama sekali. Thomas sejak
?dulu adalah pria Natal, murah hati hingga saat kau membuka hadiah darinya kau
akan malu sendiri teringat apa yang kau berikan untuknya. Tapi Natal kali itu,
tak ada apa pun. Bahkan, tidak untuk Ma. Thomas menangis tersedu saat dia
membuka ha6\ah-nya. Mulai berbicara tentang betapa dia orang yang sangat jahat
dan Natal tahun depan mungkin dia sudah tak akan hidup lagi dan tak pantas


Sang Penebus Karya Wally Lamb di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hidup. Lalu Ma juga menangis. Ray jadi muak dengan mereka berdua sehingga dia
berdiri dan keluar tak kembali hingga petang. Ho ho ho. Selamat Natal di rumah
?Birdsey. Itu sudah tradisi.
Pada ulang tahun Thomas seminggu kemudian, Ma membuatkan cake untuknya. Dessa
dan aku akan keluar berpesta malam tahun baru, jadi kami menyanyikan "Happy
Birthday" lebih awal Ma, Dessa, dan aku. Ray tak mau beranjak dari depan TV.
?Dia mendiamkan semua orang sepanjang minggu. Thomas berdiri gelisah di depan
lilinnya yang berjumlah dua puluh buah. Lalu, ketika lagu selesai, dia bukannya
meniup lilin-lilin itu, tapi malah mengambilnya satu per satu dan menusukkannya
ke lapisan frosting cake. Kami bertiga terpaku memandangnya, tak bisa berkatakata. Dan ketika dia telah mematikan lilin terakhir ketika ruang berbau asap
?dan gula yang terbakar Ma mulai
?menyanyikan "For He's a Jolly Good Fellow". Seakan-akan semuanya normal. Seakanakan semuanya adalah apa yang disebut Ma sebagai hunky-dory. Malam itulah Dessa
bercerita padaku tentang Thomas dan adiknya: semua kisah tentang buku The Lives
of Martyred Saints itu Thomas berbaring di ranjang, terangsang oleh deskripsi
?penyiksaan, pembakaran, dan semua penderitan itu. Selamat Tahun Baru! Selamat
Datang 197D! Selamat Datang di dekade yang baru!
Pada pertengahan Januari, aku kembali ke universitas dan Thomas tinggal di
rumah. Dia bangun hingga larut malam, kata Ma, lalu tidur seharian seakan-akan
dia bekerja di shift malam seperti Ray. Ma berusaha sekeras mungkin mencegah Ray
lepas kendali, kata Ma padaku, tapi Ray sudah muak. Masih berbulan-bulan sebelum
wajib militer memanggil Thomas, kata Ray; dia seharusnya keluar mencari kerja
bukannya bermalas-malasan. Dia malas dan tak bertanggung jawab. Militer akan
menghilangkan semua kemalasan itu darinya, dengan cepat.
"Ada yang salah dengannya, Dominick," kata Ma padaku lewat telepon. "Kurasa ini
lebih daripada sekadar kegugupannya." Thomas menolak ke dokter, kata Ma. Tapi
apa yang bisa dilakukannya" Dia tak bisa mengangkat dan menggendong Thomas ke
sana kalau Thomas tidak mau pergi. Ma hanya berharap Thomas menjauh dari Ray.
Itu saja yang dia minta. Dia doakan. Ma tak ingin menggangguku, tapi dia harus
menumpahkan semua ini. Aku
sebaiknya tetap di universitas dan belajar keras, katanya. Dia sangat bangga
padaku. Aku sudah punya terlalu banyak hal untuk kupikirkan. Ma bilang, dia bisa
mengatasi masalah di rumah. Dia khawatir, tapi dia bisa mengatasinya.
Pada Februari, Selective Service Board memberi tahu kakakku kalau dia telah
direklasifikasi dari 2-S ke 1-A. Awal Maret, Thomas diminta pergi ke New Haven
untuk menjalani pemeriksaan fisik awal. Ray mengantarnya ke sana. Pulangnya, Ray
bilang ke Ma kalau Thomas sangat pendiam sepanjang jalan, dia gelisah. Dia harus
ke toilet tiga kali selama perjalanan. Dia bicara tak lebih dari sepuluh kata.
Tapi dia bersikap "lumayan normal", menurut Ray. Ray bilang ke Thomas bahwa
militer akan baik baginya. Meyakinkan dia bahwa sebagian besar ditugaskan di
Amerika Serikat atau di Jerman, Filipina, bukan Vietnam. Apa pun yang terjadi,
Ray berjanji, militer akan membuat Thomas menjadi orang yang lebih baik.
Membuatnya tangguh. Memberikan sesuatu yang dapat dia banggakan. Lihat saja
nanti. Thomas lulus tes penglihatan, pendengaran, dan koordinasi. Detak jantung dan
tekanan darahnya baik. Dia tak buta warna ataupun bermasalah dengan kakinya.
Dia gagal pada tes psikiatrik.
Ray membawanya pulang lagi.
"Aku tak tahu, Dominick," kata Ma. "Kalau kau bisa pulang akhir pekan ini, itu
akan bagus sekali. Aku tahu kau sibuk. Tapi Thomas tidak makan, tidak
mau mandi. Aku mendengarnya mondar-mandir ke seluruh penjuru rumah sepanjang
malam. Dia bahkan tak mau bicara padaku lagi, Sayang. Ingatkah kau bagaimana dia
selalu bicara denganku setiap waktu" Dia dulu sering bilang, "Hei Ma, ayo kita
ngobrol". Tapi sekarang dia jarang sekali bicara, kecuali menggumam sendiri. Dan
ketika dia bicara, perkataannya tak masuk akal sama sekali."
"Apa maksudmu" Apa yang dia katakan."
"Aku tak tahu. Dia terus-menerus bicara tentang orang Rusia. Ada orang Rusia di
otaknya. Dan aku juga menemukan darah di wastafel kamar mandi. Ketika kutanyakan
padanya dari mana asal darah itu, dia tak mau bilang. Mungkin dia mau bicara
padamu, Dominick. Mungkin dia akan bilang pada-mu tentang apa yang
mengganggunya. Kalau kau bisa pulang, bagus sekali. Tapi kalau kau tak bisa, tak
apa-apa. Aku mengerti. Tapi aku sangat khawatir tentang Thomas. Aku dulu
berpikir itu cuma kegugupannya saja, tapi mungkin lebih daripada itu. Aku tak
tahu apa itu, Sayang. Aku takut bicara pada Ray."
Sabtu besoknya, Thomas dan aku pergi makan siang di McDonald. Itu adalah ideku:
menyuruhnya mandi dan membawanya keluar rumah. Dia tidak menyambut gagasan itu
ataupun menolaknya. Ma bilang, dia sedang mengalami salah satu hari baiknya.
Bodoh sekali hal-hal yang kau ingat: kami berdua memesan shamrock shake yang ?disediakan di McDonald setiap perayaan hari St. Patrick.
Cheeseburger, french fries, dan milkshake hijau, itulah yang kami makan. Saat
itu McDonald penuh pengunjung, kami duduk di sebelah pesta ulang tahun seorang
anak. Anak-anak terus memandangi kami, memandang dua kembar identik yang makan
pesanan identik mereka. Aku ingat, bertanya pada Thomas apakah dia sudah melihat
berita di koran tentang Dell dan Ralph dan semuanya. Proses pengadilannya sudah
selesai. Dell dinyatakan bersalah dan dihukum lima belas tahun penjara di
Penjara Somer: istrinya dihukum enam bulan penjara di Niantic. Ralph sendiri
bebas dengan hukuman percobaan. "Aneh, bukan?" kataku. "Semua itu terjadi dan
kita pernah bekerja dengan mereka" Bahwa semua itu terjadi sejak kau, aku, dan
Ralph di SD?" "No comment," kata Thomas. Dia melakukan hal aneh pada roti hamburgernya:
menyobek kulit rotinya sedikit demi sedikit. Mengamati setiap serpihan yang
disobeknya. "Kenapa kau melakukan itu?" tanyaku padanya.
Dia bilang, kalau Komunis menargetkan tempat seperti McDonald.
"Yeah?" kataku. "Untuk apa?"
Dia bilang lebih baik bagiku kalau aku tidak tahu.
"Hei, kau kenapa, sih?" tanyaku. "Ma bilang, kau mengalami masa sulit. Dia
khawatir padamu, Sobat. Apa yang mengganggumu?"
Thomas bertanya padaku, apakah aku tahu bahwa Dr. DiMarco, dokter gigi kami
sejak kecil, adalah agen Komunis dan anggota keluarga Manson.
"Dr. DiMarco?" kataku. Saat kami kecil, Dr. DiMarco memberi kami majalah Jack
and Jill edisi lama, bersenandung pada kami saat mengobati gigi kami dengan
lagu-lagu seperti 'Mairzy Doats1. Sangat menggelikan dan lucu.
Kata Thomas, Dr. DiMarco membiusnya dan menanamkan penerima sinyal radio di
Pedang Sakti Tongkat Mustika 4 Hardy Boys Sindikat Pencuri Mobil Masalah Besar Dua 2

Cari Blog Ini