Ceritasilat Novel Online

Name Of Rose 2

The Name Of The Rose Karya Umberto Eco Bagian 2


itu, jejak tapak kaki kuda yang istimewa. Boleh dibilang saat itu aku
terperangkap di antara keistimewaan jejak itu dan ketidaktahuanku, yang
merumuskan bentuk amat 2 kata Jiwa - penrj transparan dari suatu ide tentang kuda pada umumnya. Jika melihat sesuatu dari
kejauhan, dan kau tidak mengerti apa itu, kau akan puas dengan menggambarkannya
sebagai sosok dari suatu dimensi. Kalau lebih mendekat, maka kau akan
menggambarkannya sebagai seekor binatang, bahkan jika belum tahu itu kuda atau
bagal. Dan akhirnya, kalau lebih dekat lagi, kau akan bisa mengatakan bahwa itu seekor
kuda meskipun belum tahu apa itu si Brunellus atau si Niger. Dan baru kalau
sudah berada pada jarak yang memadai, kau akan melihat bahwa itu si Brunellus
(atau, lebih tepatnya, kuda itu dan bukan yang lain, apa pun nama yang akan
kauberikan). Dan itu benarbenar suatu pengetahuan, pelajaran tentang
keistimewaan. Maka satu jam yang lalu aku bisa mengharapkan semua kuda, tetapi
bukan karena intelekku luas, tetapi karena aku kurang pintar menarik kesimpulan.
Dan kerinduan intelekku baru terpuaskan ketika melihat si kuda yang tali
kekangnya dipegangi oleh para rahib tersebut. Saat itu aku baru betulbetul tahu
bahwa penalaranku yang sebelumnya telah mendekatkan aku kepada kebenaran. Begitu
pula ide-ide yang kugunakan sebelumnya, untuk membayangkan seekor kuda yang
belum lagi kulihat, adalah pertanda murni, karena jejak tapak kuda di atas salju
itu adalah pertanda dari ide tentang 'kuda'; dan pertanda dari pertanda hanya
dipakai kalau kita tidak punya apa-apa."
Pada kesempatan lainnya aku sudah mendengar guruku bicara dengan amat skeptis
tentang ide-ide universal dan dengan penghargaan besar terhadap bendabenda
tertentu, dan setelah itu, juga, kukira ia memiliki kecenderungan ini karena ia
seorang Inggris sekaligus seorang Fransiskan. Tetapi hari itu ia sudah kehabisan
tenaga untuk melakukan perdebatan teologis, jadi aku meringkuk di tempat yang
disediakan untukku, menutupi tubuhku dengan selimut dan tidur dengan nyenyak.
Siapa pun yang masuk akan mengira aku sebuah bungkusan. Dan jelas Abbas
mengiranya begitu ketika mengunjungi William menjelang jam ketiga. Dengan cara
itu aku bisa mendengarkan, tanpa diperhatikan, percakapan mereka yang pertama.
MAKA Abbas itu datang. Ia minta maaf karena mengganggu, mengulangi sambutannya,
dan mengatakan bahwa ia harus bicara dengan William secara pribadi, tentang
suatu masalah yang amat serius.
Ia mulai dengan memberi selamat atas keterampilan yang diperagakan tamunya dalam
masalah kuda tersebut, dan menanyakan bagaimana William mampu memberikan
informasi tepercaya seperti itu tentang hewan yang belum pernah dilihatnya.
William menjelaskan dengan singkat tanpa menceritakan secara terperinci, dan
Abbas itu memuji-muji kecerdasan William. Katanya, seharusnya ia sudah tahu
bahwa tidak kurang dari itu yang ia harapkan dari seseorang yang memang sudah
punya reputasi sebagai orang amat bijak. Ia menyatakan sudah menerima surat dari
Abbas dari Farfa yang tidak hanya menceritakan tentang misi William atas nama
Kaisar (yang akan mereka bicarakan pada harihari mendatang) tetapi juga
menambahkan bahwa guruku pernah menjadi inkuisitor dalam beberapa pengadilan
Inkuisisi di Inggris dan Italia, dan di situ ia mencolok karena cerdas di
samping amat rendah hati.
"Aku senang sekali mengetahui," lanjut Abbas itu, "bahwa dalam banyak sekali
kasus kau memutuskan terdakwa tidak bersalah. Aku percaya, dan tidak pernah
lebih daripada selama harihari menyedihkan itu, bahwa Iblis terusmenerus hadir
dalam masalah manusia" dan tanpa kentara ia memandang sekeliling, seakan takut
ada musuh bersembunyi di dalam temboktembok itu-"tetapi aku juga percaya bahwa
Iblis sering bekerja lewat penyebab kedua. Dan aku tahu ia dapat mendorong
korbannya untuk melakukan kejahatan dengan cara sedemikian rupa sehingga
kesalahannya menimpa orang yang tak bersalah, dan Yang Jahat bergembira ketika
orang yang tak bersalah itu dibakar dalam tempat kediamannya. Para inkuisitor
sering, untuk mendemonstrasikan semangat mereka, dengan segala cara memaksa
terdakwa mengaku, karena mengira bahwa inkuisitor yang baik adalah yang
menyelesaikan pengadilan itu
dengan menemukan seekor kambing hitam ...."
"Seorang inkuisitor, juga bisa didorong oleh Iblis," kata William.
"Itu mungkin," Abbas itu mengakui dengan amat hatihati, "karena tujuan Yang
Mahakuasa tak dapat diduga, dan semoga jangan sampai aku mencurigai orang orang
hebat seperti itu sedikit pun.
Memang, hari ini aku membutuhkan Anda sebagai salah seorang dari mereka. Dalam
biara ini telah terjadi sesuatu yang menuntut perhatian dan pertimbangan dari
seseorang yang tajam dan bijaksana seperti Anda. Tajam dalam membuka rahasia,
dan bijaksana (jika perlu) dalam menutup rahasia. Jika seorang gembala khilaf,
ia hanya perlu dikucilkan dari para gembala lainnya, tetapi celakalah kita jika
biribiri mulai tidak memercayai para gembala."
"Aku paham maksud Anda," kata William. Aku sudah pernah mengamati bahwa kalau
William mengungkapkan dirinya sendiri begitu cepat dan dengan sopan, biasanya ia
mencoba menutupi, dalam suatu cara yang tulus, bahwa ia tidak sepakat atau
bingung. "Karena alasan ini," Abbas itu melanjutkan, "aku mempertimbangkan bahwa setiap
kasus yang melibatkan kesalahan seorang gembala hanya bisa dipercayakan kepada
orangorang seperti Anda, yang bisa membedakan, tidak hanya antara yang baik dan
yang jahat, tetapi juga yang bermanfaat atau tidak. Rasanya kukira Anda hanya
akan menyatakan seseorang bersalah kalau ...."
"... terdakwa bersalah telah melakukan tindakan kriminal, meracuni, atau
memanfaatkan pemuda yang masih murni, atau kejahatan lain yang tidak berani
diucapkan oleh mulutku ...."
"... bahwa Anda menyatakan seseorang bersalah hanya kalau," lanjut Abbas itu,
tanpa memedulikan interupsi tersebut, "kehadiran Iblis begitu nyata di hadapan
semua mata sehingga tidak mungkin bertindak yang sebaliknya tanpa pengampunan
itu jadi lebih keji daripada kejahatan itu sendiri."
"Kalau aku menemukan seseorang bersalah," William menjelaskan, "ia harus
betulbetul melakukan kejahatan yang sedemikian gawat sehingga benarbenar bisa
kuserahkan ke tangan sekulir."
Abbas itu bingung sejenak. "Mengapa," tanyanya, "Anda bersikeras membicarakan
tindakan kriminal tanpa mengacu kepada alasan jahat mereka?"
"Karena mempertimbangkan bahwa alasan dan efek adalah hal yang amat sulit, dan
aku percaya hanya Tuhan yang dapat menghakimi.
Sulit bagi kita untuk membangun hubungan antara suatu efek, misalkan sebuah
pohon yang hangus, dan cahaya halilintar yang membakarnya.
Karenanya, kurasa melacak rantai penyebab dan efek yang kadang tak ada, pada
akhirnya seakanakan sama tololnya seperti berusaha membangun sebuah menara yang
akan menyentuh langit. "Andaikan kita mengira seseorang mati karena
diracun. Ini suatu fakta tertentu. Tidak mustahil bagiku untuk membayangkan,
dengan adanya pertanda tertentu yang tak bisa diingkari, bahwa yang meracuni itu
orang kedua. Pada rantai penyebab sederhana seperti itulah maka pikiranku bisa
bertindak dalam kekuatan dari keyakinan tertentu. Tetapi bagaimana aku bisa
membuat rantai itu rumit, dengan membayangkan bahwa, sebagai penyebab perbuatan
jahat itu, masih ada campur tangan lainnya, kali ini tidak manusiawi, tetapi
kejam" Aku tidak bisa mengatakan bahwa itu mustahil : Iblis itu, seperti kuda
Anda, Brunellus, juga menunjukkan jalan yang dilaluinya lewat pertanda yang
jelas. Tetapi buat apa aku memburu bukti-bukti tersebut" Apa belum cukup bagiku
untuk tahu bahwa orang itu adalah pihak yang bersalah dan bagiku untuk
menyerahkannya ke tangan sekulir" Toh ia bakal dihukum mati, Tuhan
mengampuninya." "Tetapi kudengar bahwa orangorang tertentu dituduh melakukan kejahatan berat
dalam pengadilan di Kilkenny tiga tahun yang lalu, Anda tidak menyangkal adanya
intervensi kekejaman setelah pihak yang bersalah dapat diidentifikasi."
"Aku juga tidak menegaskan secara terbuka, dalam begitu banyak kata. Anda betul,
aku tidak menyangkal itu. Siapa aku ini sampai berani menilai rencana dari Yang
Jahat itu, khususnya," William menambahkan, dan seakan ingin mendesakkan alasan
ini, "dalam kasus ketika mereka yang telah memulai inkuisisi itu, uskup, pejabat
kota, dan seluruh penduduk, mungkin para terdakwa itu sendiri, memang ingin merasakan
kehadiran Iblis" Nah, mungkin satusatunya bukti nyata kehadiran Iblis adalah
besarnya hasrat setiap orang untuk mengetahui bahwa Iblis sedang bekerja ...."
"Kalau begitu, Anda mau mengatakan kepadaku," kata Abbas itu dengan nada cemas,
"bahwa dalam banyak pengadilan, Iblis tidak hanya bertindak di dalam yang
bersalah tetapi mungkin dan terutama dalam diri para hakim?"
"Mungkinkah aku bisa membuat pernyataan seperti itu?" tanya William, dan
kuperhatikan bahwa pertanyaan itu diformulasikan sedemikian rupa sehingga Abbas
itu tidak mampu menegaskan bahwa ia bisa; maka William memanfaatkan diamnya
Abbas itu untuk mengalihkan percakapan mereka. "Tetapi ini semua, bagaimanapun
juga, adalah hal-hal yang amat muskil. Aku sudah keluar dari pekerjaan mulia itu
dan itu kulakukan karena Allah menghendakinya
"Aku tidak meragukannya," Abbas itu mengakui.
"... Dan sekarang," lanjut William, "aku ingin mengajukan pertanyaan sulit
lainnya. Dan jika tidak keberatan, sudi kiranya Anda menceritakan tentang orang
yang membuat Anda sedih itu."
Kurasa Abbas itu merasa senang mengakhiri diskusi macam tadi dan kembali kepada
masalahnya. Lalu ia mulai bercerita, dengan pilihan kata yang amat cermat dan
uraian panjang-panjang, tentang kejadian tidak lazim yang telah terjadi beberapa
hari sebelumnya dan menimbulkan kecemasan besar di
kalangan para rahib. Masalah itu ia utarakan kepada William, katanya, karena,
berhubung William punya pengetahuan hebat tentang ruh manusia sekaligus muslihat
dari Yang Jahat, Abo berharap tamunya akan mampu menyumbangkan waktunya yang
berharga itu untuk mengungkap tekateki yang menyakitkan itu. Ceritanya: Adelmo
dari Otranto, seorang rahib yang masih muda namun sudah terkenal sebagai ahli
menggambar ilustrasi, yang selama itu sudah menghiasi naskah dari perpustakaan
itu dengan gambargambar paling indah, suatu hari telah ditemukan oleh seorang
gembala kambing di dasar batu karang di bawah Aedificium. Karena para rahib
lainnya sudah melihatnya berada di koor pada ibadat komplina, tetapi tidak
muncul pada ibadat matina, mungkin ia jatuh di sana selama jam-jam paling gelap
malam itu. Malam itu ada badai besar, sementara bunga salju setajam pisau
berjatuhan, hampir seperti hujan es, didorong oleh angin selatan yang menderuderu. Tertimbun oleh salju itu, yang mulamula mencair dan sesudah itu membeku
menjadi lapisan es, tubuh tersebut diketemukan di kaki lereng curam dalam
keadaan luka-luka karena menubruk karang ketika jatuh. Tubuh fana yang lemah dan
menyedihkan, semoga Tuhan memberkatinya. Karena menabrak karang ketika jatuh,
tidak mudah menentukan dari tempat mana persisnya ia jatuh; tentu saja dari
salah satu yang membuka dalam deretan pada lantai tiga di ketiga sisi menara
yang menghadap jurang itu.
"Dikubur di mana tubuh malang itu?" tanya William.
"Tentu saja di makam," jawab sang Abbas. "Mungkin Anda sudah melihatnya;
letaknya di antara sisi utara gereja, Aedificium dan kebun sayuran."
"Aku paham," kata William, "dan menurutku persoalan Anda adalah sebagai berikut.
Andaikan anak muda yang tidak berbahagia itu, astaga, bunuh diri, maka hari
berikutnya Anda tentu menemukan salah satu jendela itu terbuka, sedangkan semua
ternyata tertutup, dan tidak satu pun kaki jendela itu yang ada bercak airnya."
Abbas tersebut, seperti sudah kukatakan, adalah seseorang yang amat tenang dan
diplomatis, tetapi kali ini ia membuat gerakan keheranan sehingga benarbenar
kehilangan sopan santun yang cocok dengan seseorang yang serius dan murah hati,
seperti sikap Aristoteles.
"Siapa yang mengatakan kepada Anda?"
"Anda yang mengatakan," kata William. "Jika jendela itu selama ini terbuka, Anda
bisa langsung mengira ia telah menjatuhkan diri dari situ. Dari yang bisa
kulihat dari luar, jendelajendela itu besar dan berpanel kaca buram, dan dalam
bangunan sebesar ini, bukannya tidak lazim kalau jendela macam itu dipasang
setinggi manusia. Jadi, bahkan jika ada satu jendela yang terbuka, tidak mungkin
orang malang itu melongok keluar dan kehilangan keseimbangan, sehingga bunuh
diri adalah satusatunya penjelasan yang bisa diterima. Kalau
itu yang terjadi, Anda tentu tidak mengizinkan ia dikubur dalam makam yang sudah
disucikan. Tetapi karena Anda memakamkannya secara Kristen, jendelajendela itu
pasti tertutup. Dan jika tertutup karena belum pernah kutemui, bahkan dalam
pengadilan ilmu sihir, Tuhan atau Iblis belum pernah mengizinkan orang mati
memanjat naik dari jurang untuk menghapus bukti kejahatannya maka jelaslah bahwa
dugaan bunuh diri itu, justru sebaliknya: didorong, kalau tidak oleh tangan
manusia, menurutku oleh kekuatan jahat. Dan Anda menebak-nebak siapa yang mampu,
maksudku bukan mendorongnya ke dalam jurang, tetapi mengangkatnya ke kosen
jendela; dan Anda sedih karena ada kekuatan jahat, entah alami atau supralami,
tengah bekerja di dalam biara ini."
"Itulah kata Abbas itu, dan tidak jelas
apakah ia mengiyakan katakata William atau menerima alasan yang sudah
dikemukakan William dengan begitu mengagumkan dan dapat diterima akal sehat.
"Tetapi bagaimana Anda bisa tahu bahwa tidak ada air di kaki jendela mana saja?"
"Karena Anda bilang waktu itu ada embusan angin selatan, maka air tidak bisa
menerpa jendela yang terbuka ke arah timur."
"Mereka belum memberi tahu cukup banyak tentang bakat Anda," kata Abbas itu.
"Dan Anda betul, tidak ada air, dan sekarang aku tahu mengapa. Tepat seperti
yang Anda katakan. Dan sekarang Anda memahami kecemasanku. Masalahnya bakal
cukup serius jika salah seorang
rahibku telah menodai jiwanya dengan dosa bunuh diri yang mengerikan itu. Tetapi
aku punya alasan untuk mengira bahwa ada lainnya di antara mereka yang telah
menodai dirinya dengan dosa yang juga mengerikan. Dan jika itu semua ...."
"Yang pertama ingin kutanyakan, mengapa salah seorang rahib"
Di biara ini ada banyak orang lain, tukang kuda, gembala kambing, pelayan ...."
"Tentu saja, biara ini kecil tetapi kaya," Abbas itu mengiyakan dengan bangga.
"Seratus lima puluh pelayan untuk enam puluh rahib. Tetapi segala sesuatunya
terjadi di Aedificium. Di sana, mungkin Anda sudah tahu, meskipun di lantai
bawah ada dapur dan ruang makan, pada dua lantai di atasnya terdapat skriptorium
(ruang kerja penyalin naskah dan pelukis) dan perpustakaan.
Setelah makan malam, Aedificium ditutup, dan ada aturan amat keras yang melarang
siapa pun masuk." Ia membayangkan pertanyaan William yang berikutnya dan
langsung menambahkan, meskipun nyata dengan amat enggan, "Termasuk, tentu saja,
para rahib, tetapi ...."
"Tetapi?" "Tetapi aku sepenuhnya menolak sepenuhnya, Anda paham kemungkinan bahwa seorang
pelayan akan punya keberanian untuk masuk kesana pada malam hari." Ada semacam
senyum menentang dalam kedua matanya, meski cuma sebentar bagaikan sekilas
cahaya, atau bintang jatuh. "Anda tahu, lebih baik dikatakan bahwa semestinya
mereka takut ... terkadang perintah yang diberikan kepada orang awam harus
diperkuat dengan ancaman, diberi kesan bahwa sesuatu yang mengerikan akan
terjadi atas mereka yang tidak patuh, dengan memaksakan sesuatu yang supraalami.
Sebaliknya, seorang rahib ...." "Aku paham."
"Lebih-lebih lagi, seorang rahib tentunya punya alasan lain untuk mencoba masuk
ke tempat terlarang. Maksudku alasan yang ... masuk akal, meskipun melawan aturan
...." William menangkap kegelisahan Abbas itu dan mengajukan pertanyaan yang mungkin
maksudnya mengubah topik pembicaraan, meskipun ini justru membuat Abbas itu
makin gelisah. "Bicara tentang suatu kemungkinan pembunuhan, tadi Anda bilang, 'Dan jika itu
semua ....' Apa maksud Anda?"
"Apa aku bilang begitu" Yah, tak seorang pun bunuh diri tanpa alasan, betapapun
jahat alasan itu. Dan aku gemetar kalau memikirkan jahatnya alasan yang mungkin
telah mendorong seorang rahib membunuh sesama rahib. Nah. Begitulah."
"Tidak ada lainnya?"
"Tidak ada lainnya yang bisa kukatakan kepada Anda."
"Maksud Anda, tidak ada lainnya yang boleh Anda katakan?"
"Kumohon Bruder William, Bruder William," dan Abbas itu menggarisbawahi kedua
kata "Bruder" itu.
William amat tersipu dan berkomentar, "Eris
sacerdos in aeternum.":
"Terima kasih," kata Abbas itu.
Ya Tuhan, suatu misteri mengerikan apa yang dihadapi guruku waktu itu, yang
seorang didorong oleh kecemasan, yang lain didorong oleh keingintahuan. Karena,
sebagai novis, waktu itu masih amat muda, yang makin dekat dengan misteri dari
ketuhanan Allah, aku, juga, memahami bahwa Abbas itu tahu sesuatu, tetapi tahu
dari pengakuan dosa. Sudah tentu ia telah mendengar cerita panjang lebar dari
bibir seorang pendosa yang mestinya berkaitan dengan akhir hidup Adelmo yang
tragis itu. Mungkin karena itulah ia memohon Bruder William untuk mengungkap
suatu rahasia yang ia sendiri sudah menduga, meskipun tidak bisa
mengungkapkannya kepada siapa saja dan berharap guruku, dengan kekuatan
inteleknya, akan bisa mencerahkan apa yang harus ia, Abbas itu, sembunyikan di


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

balik bayangbayang karena sublimnya hukum kemurahan hati.
"Baiklah," kata William kemudian, "apa aku boleh menanyai para rahib?"
"Silakan." "Bolehkah aku jalanjalan dengan bebas di sekitar biara ini?"
"Kuberikan izinku."
"Maukah Anda menugaskan misi coram monachis4 ini kepadaku?" "Malam ini juga."
3 "Kau akan menjadi imam selama-lamanya" penerj.?4 Di hadapan rahib penerj.
?"Bagaimanapun juga, aku akan mulai hari ini, sebelum para rahib tahu tugas apa
yang Anda berikan kepadaku. Di samping itu, aku sudah berkeinginan besar bukan
alasan paling kecil untuk kunjunganku ke sini untuk mengunjungi perpustakaan
Anda, yang dibicarakan dengan kekaguman dalam semua biara Kerajaan Kristiani."
Abbas itu berdiri, hampir kaget, dengan wajah amat tegang.
"Seperti sudah kukatakan, Anda boleh berjalanjalan dengan bebas di seluruh
biara. Tetapi tidak, tepatnya, di lantai paling atas Aedificium itu,
perpustakaan." "Mengapa tidak?"
"Seharusnya aku menjelaskan sebelumnya, tetapi kukira Anda sudah tahu. Anda
tahu, perpustakaan kami tidak seperti perp ...."
"Aku tahu perpustakaan di sini memiliki lebih banyak buku daripada setiap
perpustakaan Kristiani lainnya. Aku tahu bahwa dibandingkan dengan kotak-kotak
buku kalian, Perpustakaan Cluny atau Fleury, seakanakan cuma kamar seorang anak
laki-laki yang belum bisa menghitung dengan swipoa. Aku tahu bahwa enam ribu
naskah kuno yang menjadi kebanggaan Novalesa sekitar seratus tahun lalu cuma
sedikit dibandingkan milik Anda, dan yang sekarang ada di sini, mungkin lebih
banyak lagi. Aku tahu bahwa biara Anda adalah satusatunya cahaya sehingga
Kristianitas bisa menantang tiga puluh enam perpustakaan di Bagdad, sepuluh ribu
naskah kuno dari Wazir Ibnu
al-Alkami, bahwa jumlah Kitab Injil Anda sama dengan dua ribu empat ratus AlQur'an yang merupakan kebanggaan Kairo, dan bahwa kotak-kotak buku kalian
nyatanya merupakan bukti gemerlapan yang mengalahkan legenda sombong orang kafir
yang bertahuntahun lalu menyatakan (mungkin sama dengan Pangeran Kebohongan)
bahwa perpustakaan Tripoli kaya karena memiliki enam juta jilid buku dan didiami
oleh enam puluh ribu komentator dan dua ratus penulis buku."
"Anda betul, terpujilah Tuhan."
"Aku tahu bahwa banyak rahib yang tinggal di antara kalian datang dari biara
lainnya yang tersebar di seluruh dunia. Ada yang tinggal untuk sementara waktu,
untuk menyalin naskah yang tidak ditemukan di tempat lain dan membawanya kembali
ke rumah mereka sendiri, tanpa membawakan naskah lain yang bisa disalin dan
ditambahkan kepada harta Anda; dan lainnya tinggal untuk waktu lama,
kadangkadang sampai mati, sebab hanya di sini mereka bisa menemukan karya-karya
yang menjernihkan penelitian mereka. Dengan begitu di antara kalian ada orang
Jerman, Dacian, Spanyol, Prancis, Yunani. Aku tahu bahwa Kaisar Frederick,
bertahuntahun yang lampau, menyuruh mengumpulkan ramalan Merlin menjadi satu
buku dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, untuk dihadiahkan kepada Sultan
Mesir. Aku tahu, akhirnya, bahwa suatu biara agung seperti Murbach pada masa
menyedihkan ini sudah tidak punya penulis lagi, bahwa di St. Gali cuma ada
beberapa rahib yang tahu caranya menulis, bahwa di kotakota sekarang bermunculan
pabrik dan gilde, kumpulan orang awam yang bekerja untuk universitas, dan hanya
biara Anda yang dari hari ke hari diperbarui, atau apa ya" lebih dan makin
meningkatkan kemuliaan dari ordo Anda ...."
"Monasterium sine libris," Abbas itu bersenandung, dengan serius, "est sicut
civitas sine opibus, castrum sine numeris, coquina sine suppellectili, mensa
sine cibis, hortus sine herbis, pratum sine floribus, arbor sine foliis ....s Dan
ordo kami, yang berkembang karena diperintahkan untuk berdoa dan bekerja dua
kali lipat, merupakan cahaya bagi seluruh dunia yang dikenal, gudang ilmu
pengetahuan, penyelamatan ilmu pengetahuan kuno yang terancam punah oleh
kebakaran, perampokan, gempa bumi, pemalsuan tulisan baru dan peningkatan dari
yang kuno .... Oh, seperti yang juga Anda ketahui, kita sekarang hidup di zaman
kegelapan, dan aku agak malu menceritakan bahwa belum terlalu lama ini Dewan
Wina harus menegaskan kembali bahwa setiap rahib punya kewajiban menjalankan
perintah .... Berapa banyak biara kita, yang dua ratus tahun lalu gemerlapan
dengan keagungan dan kesucian, sekarang hanya jadi tempat pelarian para pemalas"
Ordo ini masih kuat, tetapi keberengsekan kota mulai menggerogoti tempat-tempat
suci kita, anak-anak 5 "Biara tanpa buku," Abbas itu bersenandung, dengan serius, "seperti masyarakat
tanpa kekayaan, benteng tanpa tentara, dapur tanpa perabot, meja tanpa makanan,
kebun tanpa rumput tumbuh, padang tanpa bunga, pohon tanpa daun" penerj.?Allah sekarang cenderung berdagang dan saling bertempur; di perumahan luas di
sana, di mana semangat kesucian tidak mendapat tempat penginapan, mereka tidak
hanya bicara (siapa lagi kalau bukan orang awam) dalam bahasa vulgar, tetapi
sudah mulai menulis dalam bahasa itu, meskipun tidak satu jilid pun dari tulisan
itu yang bakal masuk ke dalam temboktembok kami sudah jelas bukubuku itu akan
mendorong kebidahan! Karena dosa umat manusia, dunia ini harus berjalan tertatih-tatih sambil
menyeimbangkan tubuh di tepi jurang, diserap ke dalam jurang itu sendiri
manakala dikehendaki jurang itu. Dan kelak, seperti kata Honorius, tubuh manusia
akan lebih kecil daripada tubuh kita, sama seperti tubuh kita lebih kecil
daripada tubuh orang kuno. Mundus senescit.e Jika sekarang Tuhan memberi kita
suatu misi, itu adalah untuk mencegah ras ini tercebur ke dalam jurang, dengan
melestarikan, mengulangi, dan mempertahankan harta kebijaksanaan yang sudah
dipercayakan nenek moyang kepada kita.
Tuhan Yang Suci telah memerintahkan bahwa pemerintah universal, yang pada awal
dunia berada di Timur, harus sedikit demi sedikit, ketika makin mendekati
pemenuhan, bergerak ke arah Barat untuk memperingatkan kita bahwa akhir dunia
sudah dekat, karena jalannya peristiwa sudah mencapai batas-batas alam semesta.
Tetapi sebelum milenium benarbenar terjadi, sebelum kemenangan, meskipun hanya
sebentar, dari 6 Dunia menjadi tua penerj.?binatang buas jahat, yakni Antikristus, terserah kepada kita untuk
mempertahankan harta dunia Kristen, dan sabda Allah sendiri, seperti yang Ia
diktekan kepada para nabi dan penulis Injil, karena sesepuh kita itu
mengulanginya tanpa mengubah satu suku kata pun, karena sekolah sudah berusaha
menyuntingnya, bahkan jika di dalam sekolah-sekolah itu kini bersarang
kesombongan, kedengkian, dan kebodohan.
Dalam masa terbenamnya matahari ini, kami masih jadi lentera dan cahaya, tinggi
di atas cakrawala. Dan selama temboktembok ini masih berdiri, kami masih menjadi
penjaga Sabda suci."
"Amin," kata William dengan nada menghormat. "Tetapi apa ini ada hubungannya
dengan kenyataan bahwa perpustakaan itu tidak boleh dikunjungi?"
"Ketahuilah, Bruder William," kata Abbas itu, "untuk memenuhi tugas suci dan
amat berat untuk memperkaya temboktembok tersebut" dan ia mengangguk ke arah
bangunan besar Aedificium, yang tampak sekilas dari jendelajendela bilik itu,
menjulang di atas gereja biara itu sendiri" orangorang sudah tekun membanting
tulang selama berabadabad, dengan menaati aturan tangan besi. Perpustakaan itu
disusun di atas suatu rancangan yang tetap samarsamar selama berabadabad, dan
tak ingin diketahui oleh seorang rahib pun. Hanya pustakawan yang tahu rahasia
itu, dari pustakawan yang sebelumnya, dan ia menyampaikannya, sementara masih
hidup, kepada asisten pustakawan, sehingga kematian yang menjemputnya
secara mendadak tidak akan merampok himpunan pengetahuan itu. Dan rahasia itu
memeterai bibir kedua orang tersebut. Di samping tahu rahasianya, hanya
pustakawan yang berhak untuk berjalan di seluruh labirin buku itu, ia sendiri
yang tahu persis tempat buku buku itu dan di mana mengembalikannya, ia sendiri
yang bertanggung jawab untuk menyimpan dengan aman. Para rahib lainnya bekerja
di skriptoriumr, dan mungkin tahu daftar buku yang disimpan di perpustakaan.
Tetapi daftar judul buku sering hanya memberi informasi sedikit sekali; hanya
pustakawan yang tahu, dari sanding-kata buku itu, dari derajat kesukarannya,
rahasia apa, kebenaran atau kebohongan apa, yang terkandung dalam buku tersebut.
Hanya dia yang memutuskan caranya, kapan, dan siapa rahib yang memintanya boleh
diberi; kadangkadang ia berkonsultasi dulu dengan aku. Karena tidak semua
kebenaran boleh didengar oleh semua orang, tidak semua kebohongan bisa dikenali
sebagai kebohongan oleh suatu jiwa suci; dan para rahib, akhirnya, punya tugas
persis di skriptorium, yang menuntut mereka untuk membaca buku tertentu dan
bukan bukubuku lain, dan untuk tidak memburu setiap rasa ingin tahu tolol yang
menguasai diri mereka, entah lewat kelemahan intelek atau lewat kesombongan atau
lewat desakan hati yang jahat."
"Jadi, di dalam perpustakaan itu juga ada buku yang berisi kebohongan ...."
7 Ruang menulis di biara i pen.
?"Iblis ada karena mereka merupakan bagian dari rencana suci, dan dalam sosok
mengerikan dari Iblis yang sama itu, maka kekuatan Sang Pencipta terungkap. Dan
oleh rencana suci, pula, muncul pula bukubuku oleh penyihir, dongeng berhala
orang Yahudi, perumpamaan dari penyair bidah, kebohongan orang kafir.
Mereka yang membangun biara ini dan mempertahankannya selama berabadabad punya
keyakinan kuat dan suci, bahwa justru dalam bukubuku kebohongan, di mata pembaca
yang bijaksana, refleksi kebijaksanaan suci bisa berkilauan. Dan oleh karena
itu, perpustakaan itu juga merupakan suatu tempat dari ini semua.
Tetapi untuk alasan ini sendiri, Anda paham, perpustakaan itu tidak bisa
dikunjungi oleh setiap orang. Dan di samping itu," tambah Abbas itu, seakan mau
minta maaf atas lemahnya argumentasi terakhir ini, "buku adalah makhluk rentan,
bisa rusak oleh waktu, hewan pengerat, cuaca, tangan-tangan usil. Jika selama
seratus dan seratus tahun setiap orang boleh memegangnya dengan bebas, sebagian
besar naskah kuno kami tentunya sudah tidak ada lagi.
Maka pustakawan melindungi naskahnaskah itu, tidak hanya terhadap umat manusia,
tetapi juga terhadap alam, dan membaktikan hidupnya untuk memerangi kekuatan
kealpaan, musuh dari kebenaran."
"Dan dengan begitu tak seorang pun, kecuali dua orang, memasuki lantai paling
atas Aedificium Abbas itu tersenyum. "Tak seorang pun boleh. Tak seorang pun bisa. Tak seorang
pun, bahkan jika berkeinginan, akan berhasil.
Perpustakaan itu melindungi dirinya sendiri, begitu hebat bak kebenaran yang ada
di dalamnya, pintar memperdaya bak kebohongan yang dilestarikannya. Ini
merupakan labirin spiritual, juga labirin bumi. Mungkin Anda bisa masuk, dan
boleh jadi tidak bisa keluar. Dan karena aku sudah mengatakan hal ini, kuharap
Anda mau menaati Regula biara ini."
"Tetapi Anda belum menghilangkan kemungkinan bahwa Adelmo jatuh dari salah satu
jendela perpustakaan itu. Dan bagaimana aku bisa menyelidiki kematiannya jika
tidak melihat tempat yang mungkin mengawali kisah kematiannya?"
"Bruder William," kata Abbas itu, dalam suatu nada mendamaikan, "seseorang yang
menggambarkan kudaku Brunellus tanpa melihatnya, dan kematian Adelmo melalui
pengetahuan yang pada dasarnya tidak ada, tidak akan mendapat kesulitan
mempelajari tempat yang tidak bisa dimasukinya."
William membungkukkan badan. "Anda juga bijaksana kalau bersikap keras. Baiklah,
kalau itu mau Anda."
"Andaikan aku pernah bijaksana, itu karena aku tahu caranya bersikap keras,"
jawab Abbas itu. "Satu pertanyaan terakhir," tanya William. "Ubertino?"
"Ia di sini. Ia menunggu Anda. Anda bisa
mencarinya di gereja." "Kapan?"
"Selalu," kata Abbas itu dan tersenyum. "Anda harus tahu bahwa, meskipun amat
pandai, ia bukan orang yang menghargai perpustakaan. Itu dianggapnya suatu daya
pikat sekuler .... Untuk sebagian besar waktunya ia berada di gereja, bersemadi,
berdoa ...." "Ia sudah tua?" tanya William ragu.
"Sudah berapa lama sejak Anda bertemu dengannya?"
"Bertahuntahun."
"Ia sudah renta, amat menjauhi bendabenda duniawi. Usianya enam puluh delapan.
Tetapi aku yakin ia masih memiliki semangat masa mudanya."
"Aku akan segera mencarinya. Terima kasih."
Abbas itu menanyakan apa William mau ikut makan siang, setelah sekte. William
bilang ia baru saja makan juga, kenyang dan ia lebih suka langsung menemui
Ubertino. Abbas itu lalu pamit.
Abbas itu baru saja akan keluar dari bilik ketika terdengar jeritan melengking
yang menggerus hati dari halaman, seperti jeritan seseorang yang luka berat,
diikuti jeritan lain, juga sama mengerikan. "Apa itu?" tanya William, bingung.
"Bukan apaapa," jawab Abbas itu sambil tersenyum. "Pada bulan-bulan ini mereka
menyembelih babi. Pekerjaan penggembala babi. Ini bukan darah yang perlu membuat
Anda prihatin." Abbas itu keluar, dan ia melakukan tindakan yang merugikan reputasinya sebagai
seseorang yang pintar. Karena keesokan paginya .... Tetapi sabar dulu, lidahku yang bawel.
Karena pada hari yang akan kuceritakan, dan sebelum malam tiba, banyak hal lagi
terjadi yang bakal paling baik untuk diceritakan. []
Sexta Dalam cerita ini Adso mengagumi pintu gereja, dan William bertemu lagi dengan
Ubertino dari Casale. ereja biara itu tidak megah seperti gereja lainnya yang kelak kulihat di
Strasbour Chartres, Bamberg, dan Paris. Justru lebih menyerupai gereja-gereja
yang sudah kulihat di Italia, yang agak cenderung menjulang tinggi sekali ke
langit, benarbenar berdiri dengan kuat di tanah, sering lebih lebar daripada
tingginya. Tetapi lantai pertama bangunan biara ini dikelilingi dinding
segiempat, seperti benteng. Di atas lantai pertama ini menjulang bangunan lain,
tidak terlalu persis berupa menara yang kuat, tetapi semacam gereja kedua,
ditutupi atap runcing dan dilubangi dengan jendelajendela besar. Suatu gereja
biara amat megah seperti yang dibangun oleh nenek moyang kita di Provence dan
Lanquedoc, hampir tidak punya ciri lekuk-lekuk berani yang berlebihan dari gaya
bangunan modern. Di atas tempat koor dibangun suatu puncak amat runcing ke arah
langit, yang kukira baru dibangun pada waktu yang lebih
kemudian. Dua pilar lurus dan polos berdiri pada kedua sisi pintu masuk, yang membuka,
pada pandangan pertama, bagai satu saja pelengkung yang besar; tetapi dari celah
kedua pilar itu, dengan satu lagi di atasnya, merentang busur-busur ganda, yang
mengarahkan pandangan, seakan memasuki inti sebuah jurang, ke arah ambang pintu
itu sendiri, yang bagian atasnya dihiasi suatu timpanums besar. Kedua sisi
ambang pintu itu ditunjang oleh dua impos dan di tengahnya oleh suatu pilar
berukir, yang membagi pintu masuk itu menjadi dua dengan daun-daun pintu dari
kayu oak berbingkai metal. Pada saat itu, sinar matahari yang redup hampir
langsung menerpa atap dan sinarnya yang berupa garis miring jatuh ke atas tedeng
atap tanpa menerangi timpanum itu; jadi setelah melewati kedua pilar tersebut,
ternyata tibatiba kami sudah berada di bawah kubah yang hampir seperti hutan
dengan pelengkung-pelengkung merentang dari serangkaian pilar lebih kecil yang
secara pas memperkuat kerangka. Ketika mata kami mulai terbiasa dengan keredupan
itu, batu batu berukir yang berbicara dalam diam, jadi tampak dan langsung
membangkitkan imajinasi siapa saja (karena gambargambar itu adalah kesusastraan
orang awam), menyilaukan mataku dan melemparkan diriku ke dalam suatu penampakan
yang sampai sekarang lidahku hampir tak mampu menggambarkannya.
8 Genderang yang terbuat dari tembaga dan atasnya ditutupi kulit i pen.?Aku melihat sebuah takhta terpasang di langit dan suatu sosok duduk di atas
takhta itu. Wajah dari Dia yang duduk di takhta itu angker dan tenang, matanya
besar dan membelalak ke arah umat manusia bumi yang sudah mencapai akhir
kisahnya; rambutnya amat megah dan janggutnya menjurai dari seputar wajahnya
sampai ke atas dada bagaikan air sebuah sungai, dalam arus yang semuanya sama,
secara simetris terbagi dua. Mahkota di atas kepalanya mengilat penuh permata,
tunik kerajaan berwarna ungu itu dibuat lipatan-lipatan lebar menutupi lutut,
dirajut dengan sulaman dan dihiasi renda dari benang emas dan perak. Tangan yang
kiri, menumpu pada satu lutut, memegang sebuah buku bermeterai, yang kanan
diangkat dalam sikap memberi berkat atau entah apa menegur.
Wajah itu diterangi oleh suatu halo yang sangat indah, yang di dalamnya tertera
sebuah salib dan dihiasi bunga-bunga, sementara di seputar takhta dan di atas
wajah Dia yang duduk di takhta itu aku melihat pelangi permata berkilauan. Di
depan takhta, di bawah kaki Dia yang duduk di takhta, mengalir lautan kristal,
dan di seputar Dia yang duduk di takhta, di samping dan di atas takhta, aku
melihat empat makhluk aneh melayang-layang yang bagiku aneh ketika kupandangi,
tetapi jinak dan disayangi oleh Dia yang duduk di takhta, tidak berhenti
menyanyikan pujian. Atau, lebih tepatnya, tidak semua dapat di bilang aneh, karena menurutku ada
satu yang tampan dan ramah, yakni orang di sebelah kiriku (artinya di kanan Dia yang duduk
di takhta), yang mengulurkan sebuah buku. Tetapi di sisi lainnya ada seekor
rajawali yang menurutku amat mengerikan, paruhnya menganga, bulunya yang tebal
tertata bagai genting sirap, cakar cakarnya kuat, sayapnya yang besar mengepak.
Dan di kaki Dia yang duduk di takhta, di bawah kedua sosok pertama, ada dua
sosok lain, seekor banteng dan seekor singa. Masingmasing monster itu
mencengkeram sebuah kitab di antara cakar atau kaki mereka, tubuh mereka
berpaling dari takhta, tetapi kepala mereka menengok ke arah takhta, seakan bahu


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan leher berpuntir dengan kemauan kuat, panggul mereka tegang, kaki mereka
seperti kaki binatang mau mati, meregang terbuka, ekor mereka bagai ular berbisa
bergelunggelung dan menggeliat, dan ujungnya berupa nyala api. Kedua monster itu
bersayap, keduanya bermahkota halo; meskipun penampilannya buruk. Mereka bukan
makhluk dari neraka, tetapi dari surga, dan kelihatan mengerikan karena tengah
meraung-raung memuji Dia Yang Akan Datang dan yang akan menghakimi orang yang
hidup dan yang mati. Di seputar takhta, di samping keempat makhluk itu dan di bawah Dia yang duduk di
takhta, seakan tampak melalui air tembus pandang dari lautan kristal, seakan
memenuhi seluruh ruang penampakan itu, di kedua sisi takhta besar itu ada dua
puluh empat takhta kecil yang ditata menurut kerangka segitiga dari timpanum
itu, paling bawah tujuh plus tujuh, di atasnya tiga plus tiga, dan di atasnya lagi dua plus dua.
Di atas dua puluh empat takhta kecil itu duduk dua puluh empat penatua,
mengenakan mantel putih dan bermahkota emas. Ada yang membawa kecapi, seorang
membawa guci minyak wangi, dan hanya satu yang sedang memainkan alat musik.
Semua lainnya dalam keadaan ekstase dengan wajah menoleh ke arah Dia yang duduk
di takhta, sambil menyanyikan pujian, kaki mereka juga memuntir seperti keempat
makhluk tadi, sehingga semua bisa melihat Dia yang duduk di takhta, namun tidak
dengan semaunya, namun dengan gerakan tari ekstase seperti tahan Daud di depan
Tabut Allah sehingga di mana pun murid mereka berada, melawan hukum alam yang
menguasai sikap-sikap tubuh, mereka mengarah ke titik terang yang sama. Oh,
sungguh suatu harmoni yang bebas dan naluriah dari postur-postur tidak alami
namun anggun itu, dalam bahasa anggota tubuh mistik yang tidak dibebani masalah
jasmaniah. Jumlah yang besar itu diperbesar menjadi bentuk kuat baru, seakan
kelompok suci itu diterpa suatu angin berkekuatan besar, napas kehidupan,
kegembiraan luar biasa; lagu pujian kegembiraan yang secara ajaib diubah, dari
bunyi yang kedengaran, menjadi lukisan.
Setiap bagian tubuh itu didiami oleh Roh Kudus, diterangi oleh wahyu, wajahwajah
memancarkan kekaguman, matamata bersinar dengan antusias, pipi-pipi merona oleh
kasih, pupil-pupil mata melebar karena gembira. Yang satu termangu oleh
ketakutan besar yang nikmat, yang lain tertusuk oleh nikmatnya ketakutan besar,
ada yang berubah rupa karena takjub, ada yang jadi muda kembali karena bahagia.
Begitulah mereka semua, mulai menyanyi dengan ekspresi pada wajah mereka,
kibaran tunik mereka, posisi dan tegangnya anggota tubuh mereka, menyanyikan
suatu lagu baru, dengan bibir membuka dalam suatu senyum pujian abadi. Dan di
bawah kaki para penatua itu, dan melengkung di atas mereka dan di atas takhta
dan di atas kelompok tetramorfik itu, ditata dalam orkes-orkes simetris, hampir
tidak bisa dibedakan satu sama lain karena keterampilan seniman telah membuat
mereka semua begitu setara satu sama lain, bersatu dalam keragaman mereka dan
beragam dalam kesatuan mereka, unik dalam perbedaan mereka dan berbedabeda dalam
kesatuan mereka yang tepat, dalam bagianbagian yang secara menakjubkan serasi
dengan kecantikan rona warna yang menyenangkan, keajaiban konsonan dan harmoni
suara di antara mereka sendiri yang tidak serupa, tampaklah suatu rombongan berjajar bagaikan tali
kecapi. Dengan suara bulat rombongan itu bersepakat meneruskan kesadaran melalui
kekuatan luar dan mendalam yang pas untuk menyajikan dalam drama lain yang sama
dari kesamaran, hiasan dan bentuk tatanan indah dari makhlukmakhluk yang amat
sulit diubah dan berkurang oleh perubahan, karya kasih yang berkaitan
dipertahankan oleh suatu hukum yang surgawi sekaligus duniawi (ikatan dan
hubungan tetap dari kedamaian, kasih, kebajikan, cara hidup, kekuasaan, aturan, asal
mula, kehidupan, cahaya, keagungan, spesies, dan figur), begitu banyak dan samasama gemilang karena gemerlapnya bentuk di atas bagianbagian materi yang sepadan
itu. Di sana, semua bunga dan daun dan pohon menjalar dan semak belukar dan
benalu saling berkait, dari semua rumput yang memperindah kebunkebun di bumi dan
di surga, violet, sistus, pandan, bakung, privet, narsis, taro, akantus, mallow,
mur, dan balsam Mekah. Tetapi sementara jiwaku terhanyut oleh konser keindahan alam dan pertanda
supraalami luar biasa itu, dan hampir mengidungkan suatu mazmur kegembiraan,
mataku mengikuti ritme pas dari jajaran mawar yang mekar di kaki tua-tua itu
tertarik pada figurfigur saling berjalin dari pilar tengah, yang menyangga
timpanum. Figur apa itu dan pesan simbolis apa yang mereka sampaikan, ketiga
pasang singa bersilang merajalela, bagaikan pelengkung-pelengkung, masingmasing
dengan cakar belakang menunjam tanah, cakar depan di atas punggung temannya,
bulu kuduk keriting berkeluk-keluk, mulut tegang menggeram mengancam, menempel
pada badan pilar itu oleh suatu sulur dari tali atau sarang" Yang membuat jiwaku
jadi tenang, karena mereka mungkin juga dimaksudkan untuk menjinakkan sifat
jahat singa itu dan mengubahnya menjadi suatu kiasan simbolis bagi bendabenda
yang lebih agung, ada dua sosok manusia pada sisisisi pilar itu. Keduanya luar
biasa tinggi seperti pilar itu sendiri dan kembar dengan dua lainnya yang menghadap
mereka pada kedua sisi dari impos yang berhias itu, di mana kosen masingmasing
pintu oak itu dipasang. Jadi sosok-sosok itu, empat orang tua, yang dari busana
dan perlengkapannya kukenali sebagai Petrus dan Paulus, Yeremia dan Yesaya, juga
meliuk seakan sedang menari. Tangan mereka yang kurus panjang terangkat,
jarijari mereka merentang bagai sayap, dan bagaikan sayap pula janggut dan
rambut mereka digerakkan oleh suatu angin yang meramalkan, lipat-lipat dari
jubah amat panjang yang digerakkan oleh kaki-kaki panjang itu mulai menghidupkan
gelombang dan putaran, berbeda dari singa-singa itu tetapi sama kuat seperti
singa-singa tadi. Dan ketika aku melepaskan mataku yang terpesona itu dari
kombinasi berbagai nada dari anggota tubuh suci dan otot-otot kuat itu, aku
melihat di samping pintu, di bawah pelengkung-pelengkung runcing, kadang tertera
pada cakupan dalam ruang di antara pilar ramping yang menyangga dan
menghiasinya, dan juga pada daun tebal dari kapital setiap pilar, dan dari sana
bercabang ke arah kubah penuh pelengkung itu, gambargambar yang mengerikan untuk
direnungkan, dan hanya dibenarkan di tempat itu oleh kekuatan alegoris atau
parabolik mereka atau oleh pelajaran moral yang mereka sampaikan. Aku melihat
seorang perempuan yang menggiurkan, digerogoti oleh katakkatak keji, diisap oleh
ular-ular berbisa, berpasangan dengan seorang dewa hutan berperut
buncit dengan kaki-kaki grifon tertutup rambut panjang, meraung meratapi keadaan
terkutuknya sendiri dengan tenggorokannya yang bercarut-carut. Dan aku melihat
seorang kikir, ketakutan menghadapi kematian mengerikan di atas tempat tidurnya
yang berpilar dan mewah, sekarang tak berdaya dimangsa sekelompok iblis, salah
satunya menarik jiwa si kikir yang berbentuk seorang bayi dari mulut orang yang
hampir mati itu (astaga, tidak akan pernah dilahirkan kembali untuk kehidupan
kekal). Dan aku melihat seorang congkak dengan iblis bergantung pada bahunya dan
mencocok cakarnya ke dalam mata orang itu. Sementara itu dua iblis rakus lainnya
dengan menjijikkan saling berkelahi dengan tangan sampai cabik-cabik, juga
makhlukmakhluk lain, berkepala kambing dan berbulu singa, berahang macan tutul,
semua tawanan dalam suatu belantara nyala api yang napas panasnya seakan bisa
kurasakan. Dan di seputar mereka, bercampur dengan mereka, di atas kepala mereka
dan di bawah kaki mereka, ada lebih banyak wajah dan anggota tubuh: seorang
lelaki dan seorang perempuan saling menjambak rambut, dua ekor kera mengisap
mata salah seorang yang terkutuk, seorang laki-laki menyeringai tengah merobek
tenggorokan seekor hidra dengan tangannya yang bengkok.
Dan semua koleksi binatang Iblis, berkumpul menjadi satu dan dipasang sebagai
penjaga mahkota takhta di hadapan mereka, sambil menyanyikan kemuliaanNya dalam
kekalahan mereka: pasukan dewa hutan yang bertanduk dan berkaki kambing, makhluk
berkelamin ganda, iblis dengan tangan berjari enam, iblis perayu, hiposentaurus,
gorgon, harpi, inkubi, naga jahat, minotaurus, lynx, macan kumbang, kimera,
sinopal yang menyemburkan api dari lubang hidungnya, buaya, polikodat, ulat
berbulu, salamander, ular bertanduk, kura-kura, ular, makhluk berkepala dua yang
punggungnya bergigi, serigala, berang-berang, gagak, hidrofora dengan tanduk
bergigi gergaji, katak, grifon, kera, makhluk berkepala anjing, lekrota,
belalang, burung nasar, parander, musang, naga, hoopo, burung hantu, basilisk,
hipnal, prester, spektafis, kalajengking, saurian, ikan paus, skital,
amphisbene, iakuli, dipsas, kadal hijau, ikan pilot, oktopus, moray, dan penyu
laut. Seluruh penghuni neraka seakan berkumpul untuk membentuk ruang depan, rimba
gelap, tanah pembuangan yang menyedihkan, di hadapan penampakan Orang Yang
Bertakhta dalam timpanum itu, di hadapan wajahNya yang memberi harapan dan
mengancam. Mereka, Armagedon (Hari Kiamat) yang kalah, berhadapan dengan Dia
yang akhirnya akan datang untuk menghakimi orang hidup dan mati. Dan karena
tertegun (hampir) oleh pemandangan itu, saat itu tidak yakin apa aku berada di
suatu tempat yang ramah atau dalam jurang pengadilan terakhir, aku ketakutan dan
hampir tidak bisa menahan air mataku, dan seakan aku mendengar (atau apa aku
memang mendengar") suara itu dan aku melihat bayangbayang yang telah menemani
masa mudaku sebagai seorang novis, bukubuku suci yang pertama kubaca dan
malammalam meditasiku dalam koor di Melk, dan dalam igauan kelemahanku dan
indraku yang melemah aku mendengar suatu suara sekeras sangkakala yang
mengatakan, "Tulislah dalam buku apa yang sekarang kaulihat" (dan ini yang
sedang kukerjakan), dan aku melihat tujuh batang lilin keemasan dan di tengah
lilin-lilin itu. Satu seakan menyerupai putra manusia.
Dadanya berlilitkan ikat pinggang emas, kepala dan rambutnya bagaikan bulu yang
putih metah, matanya bagaikan nyala api, kakinya mengilap bagaikan tembaga
membara dalam suatu perapian, suaranya bagaikan desau air bah, dan tangan
kanannya memegang tujuh bintang dan dari mulutnya keluar sebilah pedang tajam,
bermata dua. Dan aku melihat sebuah pintu terbuka di surga, dan Dia yang duduk
di takhta tampak olehku bagaikan permata jasper dan permata sardis, dan ada
pelangi melingkungi takhta dan dari takhta ini keluar kilat dan halilintar. Dan
Dia yang duduk di takhta itu mengambil sebuah sabit yang tajam dengan tanganNya
dan berseru dengan suara nyaring: "Ayunkanlah sabitmu itu dan tuailah, karena
sudah tiba saatnya untuk menuai; sebab tuaian di bumi sudah masak," dan Dia yang
duduk di atas awan mengayunkan sabitnya ke atas bumi dan bumi pun dituailah.
Pada titik itulah aku menyadari bahwa gambaran itu secara persis menceritakan
apa yang tengah terjadi dalam biara tersebut, tentang apa yang telah kami
pelajari dari bibir Abbas yang meragukan itu dan entah berapa kali pada harihari
berikutnya aku memang kembali untuk merenungkan ambang pintu tersebut, merasa
yakin aku tengah mengalami kejadian sebenarnya yang dikisahkannya. Dan aku tahu
bahwa kami telah melakukan perjalanan naik ke sana dengan tujuan menyaksikan
suatu pembantaian gerejani dan hebat.
Aku gemetar, seakan diguyur air musim dingin yang amat dingin.
Dan toh aku mendengar suara lain, tetapi kali ini datangnya dari belakangku dan
suara itu beda, karena datang dari bumi dan bukan dari inti penampakanku yang
membutakan; dan suara itu benarbenar membuyarkan penampakan itu, karena William
(aku jadi sadar lagi akan kehadirannya), yang sampai saat itu juga terhanyut
dalam kontemplasi, juga menoleh kepadaku.
MAKHLUK di belakang kami itu jelas seorang rahib, meskipun jubahnya yang rombeng
dan lusuh itu membuatnya terlihat seperti seorang pengelana, dan wajahnya punya
kesamaan dengan wajah monster-monster yang baru saja kulihat pada timpanum itu.
Tidak seperti banyak saudaraku sebiara, seumur hidupku aku belum pernah
dikunjungi oleh Iblis; tetapi aku percaya bahwa andaikan suatu hari ia akan
muncul di hadapanku, yang oleh perintah Allah tidak bisa sepenuhnya
menyembunyikan sifatnya meskipun ia lebih suka menyerupai seorang manusia,
tentunya ia akan punya ciri-ciri seperti teman bicara kami saat itu. Kepalanya
tidak berambut, bukan karena dicukur dalam pertobatan, tetapi akibat semacam
eksim; keningnya begitu rendah sehingga andaikan kepalanya berambut, tentu akan
bercampur dengan rambut alisnya (yang tebal dan tidak rapi); matanya bulat,
dengan pupil kecil yang bergerak terus, dan aku tidak yakin apa tatapannya murni
atau jahat; mungkin secara sekilas dua-duanya, tergantung suasana hatinya.
Hidungnya tidak bisa disebut sebuah hidung, karena cuma berupa tulang yang
dimulai dari antara matanya, tetapi ketika naik dari wajah, langsung melesak
lagi, dengan sendirinya hanya berupa dua lubang gelap, lubang hidung lebar penuh
bulu. Mulutnya, menyatu dengan hidung itu oleh segores bekas luka, lebar dan
buruk rupa, lebih tertarik ke arah kanan daripada ke arah kiri, dan di antara
bibir atas, hampir tidak ada, dan bibir bawah, yang tebal dan mencolok,
menonjollah gigi-gigi, tidak rata, yang hitam dan setajam gigi anjing.
Orang itu tersenyum (atau paling tidak aku yakin begitu) dan, sambil mengangkat
satu jari seakan menegur, ia berkata, "Penitenziagite! Waspadalah akan draco
yang akan datang di masa depan untuk menggerogoti anima-mu! Kematian adalah
super nos! Berdoalah kepada Santo Petrus untuk liberar nos a malo, dan dari
semua dosa kita! Ha, ha, kalian menyukai bahasa dalam Domini Nostri
Jesu Christi! Et anco jois m'es dols e plazer m'es dolors .... Cave el diabolo!
Semper berbaring untuk menungguku dalam suatu angulum untuk menjegal kakiku.
Tetapi Salvatore tidak bodoh!
Bonum monasterium, dan aqui refectorium dan demi dominum nostrum.
Dan resto tidak sebaik merda, Amin. Ya, kan?"9 Kelak aku akan harus bicara lagi,
dan secara panjang lebar, tentang makhluk ini dan merekam pidatonya. Aku
mengakui bahwa rasanya amat sulit melakukannya karena aku sekarang tidak bisa
mengatakan, karena waktu itu tidak pernah bisa memahami, bahasa yang ia pakai.
Itu bukan bahasa Latin, bahasa yang biasa dipakai oleh orangorang terpelajar di
biara, bukan bahasa vulgar setempat, atau apa saja yang pernah kudengar. Aku
yakin hanya samarsamar memahami cara bicaranya, seingatku aku hanya menuliskan
katakata pertamanya yang kudengar. Kelak setelah aku mendengar tentang hidupnya
yang penuh petualangan dan tentang berbagai tempat yang ia pernah tinggal, tidak
ada yang sampai lama, aku menyadari bahwa Salvatore bicara dalam semua bahasa,
dan tidak satu pun bahasa. Atau, boleh dibilang, ia telah menemukan untuk
dirinya sendiri 9 "Bertobatlah! Waspadalah akan naga yang akan datang di masa depan untuk
menggerogoti jiwamu! Kematian adalah sudah dekat! Berdoalah kepada Santo Petrus
untuk membebaskan kita dari yang jahat, dan dari semua dosa kita! Ha, ha, kalian
menyukai bahasa dalam Tuhan Kita Vesus Kristus! Dan datang untuk menebus dosaku
.... Hatihati terhadap setan! Vang selalu berbaring dalam suatu sudut sambil
menunggu untuk menjegal kakiku. Tetapi Salvatore tidak bodoh! Biara baik dan
makanan lezat dan demi Tuhan kita. Dan makanan tidak sebaik tahi. Amin. Va
kan?" i penerj.?suatu bahasa yang menggunakan inti dari bahasa-bahasa tempat ia berlindung
selama ini. Dan aku mengira pernah bahasanya adalah, bukan bahasa Adamik yang
dipakai oleh umat manusia yang bahagia, semuanya disatukan oleh bahasa tunggal
dari zaman awal dunia sampai Menara Babel, atau salah satu bahasa yang muncul
setelah kejadian mengerikan waktu mereka tercerai-berai, tetapi bahasa orang
Babel tepat pada hari pertama setelah runtuhnya menara itu, jelas bahasa awal
yang membingungkan. Karenanya, aku juga tidak bisa menyebut pidato Salvatore itu suatu bahasa,
karena setiap bahasa manusia selalu punya aturan dan setiap istilah menandakan
pengganti suatu benda, menurut suatu hukum yang tidak berubah, karena orang
tidak bisa menyebut seekor anjing, sekali anjing dan lain kali kucing, atau
mengucapkan bunyi yang menurut orang banyak tidak punya arti yang jelas, seperti
kalau ada orang mengucapkan kata "blitiri". Dan toh, entah bagaimana, aku
memahami maksud Salvatore, dan demikian pula orangorang lain. Buktinya ia tidak
cuma pakai satu, tetapi semua bahasa, tidak ada yang secara betul, kadang
mengambil katakata dari satu bahasa, kadang dari bahasa lain. Nantinya aku juga
memerhatikan bahwa mungkin ia akan mengatakan sesuatu, mulamula dalam bahasa
Latin dan kemudian dalam bahasa Provencal, dan aku menyadari bahwa ternyata
kalimat yang ia temukan sendiri itu tidak banyak mengikuti aturan bahasa
umum. Suatu hari aku mendengar ia menggunakan kata kerja masa-lalu untuk
mengungkapkan masa-kini, dan ia menyebut bendabenda, makanan misalnya, hanya
dengan katakata orang lain yang pernah makan bersamanya, dan mengungkapkan
kegembiraannya hanya dengan kalimat yang ia dengar telah diucapkan oleh
orangorang yang bergembira pada hari ia juga bergembira. Entah bagaimana
pidatonya menyerupai wajahnya, dipasang dari potongan-potongan wajah orang lain,
atau semacam benda keramat lainnya yang pernah kulihat si licet magnis componere
parva.io Pada momen itu, ketika bertemu untuk pertama kalinya, menurutku, karena
wajahnya sekaligus cara bicaranya, Salvatore seakan makhluk yang bukannya tidak
menyerupai bastarbastar berkuku binatang dan berbulu yang baru saja kulihat di
bawah portal itu. Kelak aku menyadari bahwa orang itu mungkin baik hati dan
humoris. Kelak, lama setelah itu .... Tetapi kita hentikan dulu ceritanya.
Terutama karena, setelah Salvatore selesai bicara, guruku bertanya dengan penuh
rasa ingin tahu. "Mengapa kau bilang Penitenziagite?" tanyanya.
"Domine frate magnificentissimo," jawab Salvatore sambil seakan membungkukkan
badan. "Jesus venturus est dan les hommes harus melakukan penitenzia. Ya, kan?"n
10 Jika boleh menggabungkan hal-hal kecil dan hal-hal besar penerj.?11 "Paduka Saudara yang sangat mulia," jawab Salvatore sambil seakan
membungkukkan badan. "Yesus akan turun ke dunia dan manusia harus melakukan
penitensi. Va, kan?" i penerj.
?William menatapnya dengan tajam. "Apa kau datang ke sini dari suatu biara
Minorit?" "Non comprends."iz
"Aku mau tanya apa kau pernah hidup di kalangan biarawan Santo Fransiskus; aku
tanya apa kau kenal yang disebut sebagai para rasul itu ...."
Salvatore jadi pucat, atau, lebih tepatnya, wajahnya yang kecokelatan dan


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengerikan itu berubah kelabu. Ia membungkuk dalam-dalam, lewat bibir setengah
tertutup ia menggumamkan suatu "pamitan singkat", dengan hormat membuat tanda
salib, dan lari, sambil setiap kali menengok ke belakang ke arah kami.
"Apa yang Anda tanyakan kepadanya?" tanyaku kepada William.
William merenung sejenak. "Tidak penting; nanti kuceritakan kepadamu. Sekarang,
mari kita masuk. Aku mau mencari Ubertino."
Waktu itu baru jam keenam. Mentari yang pucat masuk dari arah barat, dan
karenanya, memasuki bagian-dalam gereja itu hanya melalui beberapa jendela
kecil. Suatu garis halus cahaya masih menyentuh altar utama yang bagian depannya
seakan bersinar dengan suatu cahaya keemasan. Bagian sampingnya remang-remang.
Dekat kapel terakhir di depan altar, di bagian samping kiri, berdiri suatu pilar
ramping yang di atasnya dipasang sebuah patung Sang Perawan, diukir dengan gaya
modern, dengan senyum yang tak terlukiskan indahnya dan perut yang mencolok,
12 "Tidak tahu"-penrj
mengenakan gaun cantik dengan korset kecil, menggendong putranya. Di bawah kaki
Sang Perawan, hampir tak berdaya, seseorang yang mengenakan jubah ordo Cluny,
sedang berdoa. Kami mendekat. Orang itu, karena mendengar langkah kami, mengangkat kepalanya.
Ia tua, botak, dengan wajah licin, mata birupucat besar, mulut tipis merah,
kulit wajah putih, boleh dikata kerangka kurus dengan kulit melekat seperti
kulit mumi yang diawetkan dalam susu. Tangannya putih, dengan jarijemari runcing
yang panjang. Ia menyerupai seorang gadis yang layu karena mati sebelum saatnya.
Ia melontarkan suatu pandangan ke arah kami yang mulamula marah, seakan kami
telah mengganggunya ketika sedang mengalami penampakan ekstase; kemudian
wajahnya menjadi cerah karena gembira.
"William!" serunya. "Saudaraku terkasih!" Ia bangkit dengan susah payah dan
menghampiri guruku, memeluknya, dan mencium mulutnya.
"William," ulangnya, dan matanya membasah oleh air mata.
"Sudah berapa lama, ya! Tetapi aku masih mengenalimu Sudah lama sekali, begitu
banyak yang telah terjadi! Begitu banyak cobaan yang dikirim oleh Allah!" Ia
menangis. William membalas pelukannya, jelas terharu. Kami berhadapan dengan
Ubertino dari Casale. Aku sudah mendengar banyak kisah tentang dia, bahkan sebelum aku datang ke
Italia, dan mendengar lebih banyak lagi waktu aku bertemu
para rahib Fransiskan dari konsili" kerajaan. Ada yang mengatakan kepadaku bahwa
penyair terbesar masa itu, Dante Alighieri dari Florence, baru beberapa tahun
lalu meninggal, telah menciptakan sebuah puisi (yang aku tidak bisa membacanya
karena ditulis dalam bahasa Tuskania yang vulgar) yang dari itu banyak syair
yang tidak lain kecuali pengulangan dengan kata Dante sendiri dari bagianbagian
yang ditulis oleh Ubertino dalam bukunya Arbor vitae crucifixae. Ini juga bukan
satu satunya pengakuan yang berhak diterima orang terkenal itu. Tetapi agar
pembacaku lebih bisa memahami arti penting pertemuan ini, aku harus berusaha
merekonstruksi kejadiankejadian pada masa itu, yang kuketahui selama tinggal
sebentar di Italia Tengah dan dari mendengarkan banyak pembicaraan William
dengan para abbas dan rahib selama perjalanan kami.
Aku akan mencoba menceritakan apa yang kupahami tentang masalah tersebut,
biarpun tidak yakin bisa menjelaskannya dengan baik. Guru-guruku di Melk sering
mengatakan kepadaku bahwa amat sulit bagi seorang penduduk dari Utara untuk
membentuk gagasan jernih apa saja tentang perubahan politik dan religius di
Italia. Semenanjung itu, di mana kekuasaan gereja lebih nyata daripada di negeri
lain mana saja, dan di mana gereja lebih memamerkan kekuasaan dan kekayaan
dibandingkan negeri lain mana saja, selama paling sedikit dua abad telah
mendorong gerakan orangorang yang
13 Musyawarah besar pemuka gereja Katolik Roma -pen.
condong pada kehidupan yang lebih miskin, dalam protes mereka melawan imam
korup, bahkan dengan cara menolak menerima sakramenw dari mereka. Mereka
berkumpul dalam komunitas-komunitas mandiri, juga dibenci oleh para bangsawan
feodal, kerajaan, dan para pejabat kota.
Akhirnya muncul Santo Fransiskus, yang menyebarkan kasih akan kemiskinan namun
tidak menentang persepsi mereka; dan atas upayanya, gereja diperintahkan untuk
menindas perilaku dari gerakangerakan yang mendahuluinya dan membersihkan mereka
dari unsurunsur pemecah belah yang bersembunyi di dalam mereka. Seharusnya, ini
diikuti oleh masa kelembutan dan kesucian, tetapi ketika tumbuh dan menarik
orangorang terbaik, ordo Fransiskan ini menjadi terlalu kuat, terlalu terikat
pada masalah duniawi, dan banyak orang Fransiskan ingin mengembalikannya kepada
kemurniannya yang semula. Suatu masalah yang amat sulit bagi suatu ordo yang
pada saat ketika aku berada di biara itu, anggotanya sudah berjumlah lebih dari
tiga ribu dan berpencar di seluruh dunia. Tetapi begitulah adanya, dan banyak
rahib Santo Fransiskus menentang Regula yang sudah ditetapkan oleh ordo itu.
Menurut mereka, ordo yang sekarang mengambil karakter dari lembaga-lembaga
gerejawi telah datang ke dunia untuk mengadakan reformasi. Dan
14 Upacara suci dan resmi untuk bertemu dengan Tuhan dan untuk menerima rahmat
Tuhan lewat tandatanda - pen.
ini, kata mereka, sudah terjadi pada masa Santo Fransiskus masih hidup, dan
katakata serta tujuannya sudah dikhianati. Banyak dari mereka pada waktu itu
menemukan kembali sebuah buku yang ditulis pada awal abad kedua belas, karya
seorang rahib Cistersia bernama Joachim, yang menghubungkan dengan semangat
nujum itu. Joachim memang sudah meramalkan kedatangan suatu zaman baru, yang di
dalamnya, semangat Kristus, sudah lama dirusak lewat tindakan para nabi palsu,
akan dapat diperoleh kembali di atas bumi. Dan ia telah mengumumkan
kejadiankejadian tertentu di masa depan dalam suatu cara yang membuatnya seakan
jelas bagi semua bahwa, tanpa disadari, ia bicara tentang ordo Fransiskan. Dan
oleh karenanya, banyak rahib Fransiskan sangat gembira, bahkan berlebihan
gembiranya, sehingga agaknya, sejak itu, sekitar pertengahan abad itu, para
doktor dari Sorbonne mengutuk ajaran Abbas Joachim. Jelaslah mereka berbuat
begitu karena para rahib Fransiskan (dan Dominikan) menjadi terlalu berkuasa,
terlalu pandai, di Universitas Paris; dan para doktor Sorbonne itu ingin
melenyapkan mereka dengan menuduh sebagai orang bidah. Tetapi syukurlah bagi
gereja, rencana ini tidak terlaksana, sehingga karya-karya Thomas Aquinas dan
Boneventura dari Bagnoregio dapat disebarkan, tentu saja bukan bidah.
Sementara jelas di Paris, juga, ada gagasan yang membingungkan atau ada orang
yang ingin membuat gagasan itu membingungkan demi
tujuannya sendiri. Dan inilah kejahatan yang ditimbulkan oleh kebidahan atas
orang Kristen, mengacaukan gagasan dan membujuk semua untuk menjadi inkuisitor
demi kepentingan pribadi mereka. Karena apa yang pada waktu itu kulihat di biara
tersebut (dan sekarang teringat kembali) membuat aku berpikir bahwa inkuisitor
sering menciptakan orang bidah. Dan bukan hanya dalam artian bahwa hanya
membayangkan adanya orang bidah yang sebenarnya tidak ada, tetapi para
inkuisitor itu juga begitu gigih menindas kebusukan kebidahan sehingga, karena
benci terhadap hakim-hakim, banyak yang terdorong untuk ikut dalam kebusukan
kebidahan itu sendiri. Sungguh, suatu lingkaran Iblis. Semoga Tuhan menjaga
kita. Tetapi aku akan bicara tentang kebidahan (andaikan memang seperti itu) dari kaum
para pengikut Joachim. Di Tuscani, seorang rahib Fransiskan, Gerard dari Borgo
San Donnino, mengulangi ramalan Joachim dan menciptakan kesan mendalam pada
rahib Minorit. Maka di antara mereka muncul sekelompok pendukung Regula lama, menentang
reorganisasi ordo yang diupayakan oleh Boneventura agung, yang sudah menjadi
jenderal ordo itu. Selama tiga puluh tahun yang menentukan dari abad lalu,
Konsili Lyons menyelamatkan ordo Fransiskan dari musuh-musuhnya, yang ingin
melenyapkannya, dan mengizinkannya memiliki semua harta yang diperlukannya
(sudah merupakan undang undang bagi ordo-ordo yang lebih tua). Tetapi beberapa
rahib di Marches merampok karena yakin bahwa semangat Regula itu sudah selamanya dikhianati,
sebab rahib Fransiskan tidak boleh memiliki apa-apa, secara pribadi atau sebagai
suatu biara atau sebagai suatu ordo. Para perampok ini dipenjarakan seumur
hidup. Bagiku kelihatannya mereka tidak mengkhotbahkan halhal yang bertentangan
dengan Injil, tetapi kalau yang dipertanyakan adalah bendabenda duniawi, orang
sulit berpikir dengan adil. Kudengar bahwa bertahuntahun kemudian, jenderal baru
ordo itu, Raymond Gaufredi, menemui para narapidana ini di Ancona dan ketika
membebaskan mereka, berkata, "Mungkinkah Tuhan ingin kita semua dan seluruh ordo
ini tercemar oleh suatu kejahatan seperti itu." Suatu pertanda bahwa apa yang
dikatakan para bidah itu tidak benar, dan masih ada orangorang amat baik yang
tinggal dalam gereja. Di antara narapidana yang dibebaskan itu ada satu, Angelus Clarenus, yang
kemudian bertemu dengan seorang rahib dari Provence, Pierre Olieu, yang
mengkhotbahkan ramalan Joachim, lalu menemui Ubertino dari Casale, dan dengan
cara ini gerakan Spiritual dimulai. Pada tahuntahun tersebut, seorang petapa
paling suci naik ke takhta kepausan, Pietro dari Murrone, yang memerintah dengan
nama Paus Celestine V; dan ia disambut dengan lega oleh para rahib Spiritual.
"Seorang santo akan muncul," kata orang, "dan ia akan mengikuti ajaran Kristus,
ia akan hidup seperti malaikat, gemetarlah kalian, para imam korup." Mungkin
hidup Celestine terlalu seperti malaikat,
atau para prelat di sekelilingnya terlalu korup, atau ia tidak tahan menghadapi
konflik tak berkesudahan antara Kaisar dan raja-raja lain di Eropa.
Nyatanya Celestine meninggalkan takhtanya dan mengundurkan diri ke suatu
pertapaan. Tetapi dalam periode yang singkat, kurang dari setahun, semua harapan
rahib Spiritual terpenuhi. Mereka pergi kepada Celestine, yang bersama mereka
mendirikan komunitas yang dikenal sebagai komunitas fratres et pauperes
heremitae domini Celestiniis. Di lain pihak, sementara Paus harus bertindak
sebagai penengah di kalangan kardinal Roma yang paling kuat, ada beberapa,
seperti Kardinal Colonna dan Kardinal Orsini, yang diamdiam mendukung gerakan
kemiskinan baru itu, suatu pilihan yang benar benar menggelisahkan bagi
orangorang kuat yang hidup di tengah kekayaan dan kemewahan; dan aku belum paham
apakah mereka sekadar memanfaatkan rahib Spiritual itu untuk tujuan politik
mereka sendiri atau entah bagaimana merasa kehidupan jasmaniah mereka dibenarkan
kalau mendukung kecenderungan Spiritual. Kalau kukaji dari sedikit yang
kuketahui tentang masalah dalam negeri Italia, mungkin dua-duanya betul. Tetapi
sebagai contoh, Ubertino tetap dipakai sebagai imam oleh Kardinal Orsini ketika,
karena paling dihormati di kalangan rahib Spiritual, ia bersedia mengambil
risiko dituduh sebagai seorang bidah. Dan kardinali6 itu sendiri telah
melindungi Ubertino di Avignon.
15 Biarawan dan petapa miskin C e\est\n\ penerj.?16 Pejabat tinggi Vatikan yang diangkat oleh Paus pen
?Bagaimanapun juga, seperti selalu terjadi, dalam kasus-kasus semacam itu, di
satu pihak Angelus dan Ubertino berkhotbah sesuai dengan doktrin, di lain pihak,
massa besar orang awam menerima khotbah mereka dan menyebarkannya di seluruh
negeri, tanpa terkendali. Jadi, Italia dikuasai oleh Fraticelli atau Imam HidupDina tersebut, yang dianggap berbahaya oleh banyak orang.
Pada titik ini, rasanya sulit untuk membedakan guru-guru spiritual, yang
mempertahankan hubungan dengan penguasa gerejawi, dari pengikut-pengikut mereka
yang lebih awam, yang sekarang hidup di luar ordo, sambil mengemis dan tetap
hidup dari hari ke hari dengan bekerja keras, tanpa memiliki harta apa saja. Dan
mereka, yang oleh penduduk sekarang disebut Fraticelli, tidak seperti Beghard
Prancis, diilhami oleh Pierre Olieu.
Celestine V digantikan oleh Bonifasius VIII, dan Paus ini langsung kurang
memerhatikan rahib Spiritual dan Fraticelli pada umumnya: pada tahuntahun
terakhir abad yang hampir mati itu ia menandatangani Firma cautela, suatu bulla
yang di dalamnya dengan sekali sabet ia mengutuk kaum bizochi, rahib pengemis
yang berkeliaran di pinggiran ordo Fransiskan, dan rahib Spiritual sendiri, yang
telah meninggalkan kehidupan ordo dan mengundurkan diri ke suatu pertapaan.
Setelah Bonifacius VIII meninggal, rahib Spiritual berusaha mendapat izin dari
paus tertentu penggantinya, di antaranya Clement V, untuk meninggalkan ordo
secara damai. Aku yakin tentunya mereka akan berhasil, tetapi munculnya Yohanes XXII merampas semua
harapan mereka. Ketika dipilih pada 1316, Paus itu menulis surat untuk menyuruh
Raja Sisilia mengusir rahibrahib tersebut dari negerinya, di mana banyak yang
mencari suaka di sana; dan Yohanes meringkus Angelus Clarenus dan rahib
Spiritual dari Provence. Semua tidak mungkin berjalan dengan lancar, dan banyak dalam kuria yang
menentang. Nyatanya Ubertino dan Clarenus berhasil mendapat izin meninggalkan
ordo, dan Ubertino diterima oleh ordo Benediktin, Clarenus oleh ordo Celestian.
Tetapi bagi mereka yang tetap menjalani kehidupan bebas, Yohanes tidak berbelas
kasihan, dan menyuruh mereka dihukum oleh Inkuisisi, dan banyak yang dijatuhi
hukum bakar. Namun demikian, ia menyadari bahwa untuk menghancurkan benih Fraticelli, yang
mengancam fondasi otoritas gereja itu sendiri, ia harus mengutuk sikap-sikap
yang menjadi dasar iman mereka. Mereka menyatakan bahwa Kristus dan para rasul
tidak memiliki apaapa, milik pribadi atau milik bersama; dan Paus mengutuk
gagasan ini sebagai bidah. Suatu posisi yang mengherankan, karena tidak ada
bukti alasan mengapa seorang paus harus mempertimbangkan kebalikan sikap bahwa
Kristus miskin; tetapi hanya setahun sebelumnya, suatu cabang Fransiskan di
Perugia telah melanjutkan pendapat ini, dan kalau mengutuk yang satu itu, Paus
juga harus mengutuk yang lain. Seperti sudah kukatakan, cabang itu amat
bertentangan dalam perjuangannya melawan Kaisar; ini satu kenyataan.
Maka setelah itu, banyak Fraticelli, yang tidak tahu apa-apa tentang kekaisaran
atau tentang Perugia, dibakar sampai mati.
PIKIRAN ini muncul dalam benakku sementara menatap sosok legendaris Ubertino.
Guruku memperkenalkan aku, dan orang tua itu mengusap pipiku, dengan sebuah
tangan yang hangat, hampir membara.
Dengan sentuhan tangannya aku memahami banyak hal yang sudah kudengar tentang
orang suci itu dan segala yang sudah kubaca dalam tulisannya Arbor vitae
crucifixae; aku memahami api mistik yang telah membakarnya sejak masa mudanya,
ketika, dengan belajar di Paris, ia telah mengundurkan diri dari spekulasi
teologis dan membayangkan dirinya berubah menjadi Magdalena yang menyesal, dan
kemudian hubungannya yang erat dengan Santa Angela dari Foligno, yang
mendorongnya masuk ke dalam kekayaan kehidupan mistik dan pemujaan salib; dan
mengapa para pembesarnya, pada suatu hari, karena takut pada semangat
khotbahnya, telah menyuruhnya bertapa di La Verna.
Aku mengamati wajah itu, romannya manis seperti roman perempuan yang diangkat
jadi santa dengan siapa secara persaudaraan ia sudah saling
bertukar pikiran mistik yang kuat. Kuduga ia tentu bisa menunjukkan ekspresi
yang jauh lebih keras ketika, pada 1311, Konsili Wina, dengan dekrit Exivi de
paradiso, telah memecat para superior Fransiskan yang keras terhadap rahib
Spiritual, tetapi telah menugaskan rahib Spiritual untuk hidup dengan damai di
dalam ordo tersebut; dan juara pembuangan ini tidak mau menerima kompromi licik
itu dan telah berjuang untuk lembaga suatu ordo yang lain, berdasarkan pada
prinsip aturan keras yang maksimum. Pejuang hebat itu kemudian kalah perang,
karena pada tahuntahun tersebut Yohanes XXII memerintahkan pembantaian terhadap
pengikut Pierre Olieu (Ubertino sendiri dianggap salah seorang dari mereka), dan
ia mengutuk rahibrahib dari Narbonne dan Beziers. Tetapi Ubertino tidak ragu
membela kenangan temannya melawan Paus itu, dan, karena kalah suci, Yohanes
tidak berani mengutuknya (meskipun kemudian mengutuk lain lainnya). Pada
kesempatan itu, ia justru menawari Ubertino suatu jalan untuk menyelamatkan
dirinya sendiri, mulamula menasihatinya dan kemudian memerintahkannya masuk ke
dalam ordo Cluny. Ubertino, jelas begitu tak berdaya dan lemah, tentu sama terampilnya dalam
mendapat pelindung dan sekutu dalam sidang kepausan, dan, nyatanya, ia setuju
memasuki Biara Gemblach di Flanders, tetapi aku yakin ia tidak pernah pergi ke
sana, dan tetap tinggal di Avignon, di bawah panji-panji Kardinal Orsini,untuk
membela masalah kaum Fransiskan.
Baru akhir-akhir ini (dan rumor yang kudengar tidak jelas), bintangnya di sidang
sudah memudar, ia harus meninggalkan Avignon, dan Paus menyuruh orang bandel ini
dikejar-kejar sebagai seorang bidah yang per mundum discurrit vagabundusi7.
Kemudian, konon, semua jejaknya hilang. Malam itu aku jadi tahu, dari percakapan
antara William dan Abbas itu, bahwa Ubertino bersembunyi di biara ini. Dan
sekarang aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.
"William," katanya, "mereka sudah hampir membunuhku, tahu. Aku harus melarikan
diri di malam buta."
"Siapa yang akan membunuhmu" Vohanes?"
"Tidak. Yohanes tidak pernah menyukaiku, tetapi ia tidak pernah berhenti
menghormatiku. Bagaimanapun juga, ia adalah orang yang menawariku suatu cara
untuk menghindari pengadilan sepuluh tahun yang lalu, memerintahkan aku masuk
ordo Benediktin, dan dengan begitu membungkam musuh-musuhku. Lama mereka
memberungut, mereka jadi ironis tentang fakta bahwa seorang juara kemiskinan
harus memasuki suatu ordo kaya dan tinggal di keuskupan Kardinal Orsini ....
William, kau tahu aku jijik pada bendabenda duniawi!
Tetapi inilah jalannya untuk tetap tinggal di Avignon dan membela saudarasaudaraku. Paus takut kepada Orsini, ia tidak akan pernah mencederai sehelai pun
rambut di kepalaku. Yang 17 Pergi ke manamana menjelajahi seluruh bumi penerj?terakhir, tiga tahun yang lalu, ia mengirimku sebagai duta kepada Raja Aragon."


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lalu, siapa yang menginginkan kau sakit?"
"Semua dari mereka. Kuria. Mereka berusaha membunuhku dua kali.
Mereka berusaha membungkamku. Kau tahu apa yang terjadi lima tahun yang lalu.
Rahib Beghard dari Narbonne sudah dikutuk dua tahun sebelumnya, dan Berengar
Talloni, meskipun salah seorang hakim, telah memohon kepada Paus. Itu masa-masa
yang sulit. Yohanes sudah mengeluarkan dua bulla melawan rahib Spiritual, dan bahkan Michael
dari Cesena sudah menyerah oh, ya, kapan ia akan datang?"
"Ia akan tiba di sini dua hari lagi."
"Michael ... aku sudah begitu lama tidak bertemu dia. Sekarang ia akan datang, ia
paham apa yang kami inginkan, dan pertemuan Perugia menyatakan bahwa kami benar.
Tetapi kemudian, masih pada 1318, ia berpaling kepada Paus dan menyerahkan lima
rahib Spiritual dari Provence yang tidak mau tunduk. Dibakar, William .... Oh,
amat mengerikan!" Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
"Apa yang tepatnya terjadi setelah Talloni mengajukan permohonan?" tanya
William. "Yohanes membuka kembali perdebatan itu, kau paham" Ia harus melakukan itu,
karena dalam kuria, juga, ada orangorang yang dikuasai keraguan, bahkan rahib
Fransiskan dalam kuria itu kaum farisi, iblis gadungan, siap menjual diri untuk
mendapat 18 Sumbangan umat berupa uang kepada gereja apabila umat meminta intensi
misa pen. ?stipendiumis. tetapi mereka dikuasai keraguan. Waktu itulah Yohanes menyuruhku
menyusun suatu peringatan tentang kemiskinan. Suatu karya yang bagus, William,
semoga Tuhan mengampuni kesombonganku ...."
"Aku sudah membacanya. Michael menunjukkan itu kepadaku."
"Ada yang ragu, bahkan di antara orang kita sendiri,
Provinsial dari Aquitaine, Kardinal dari San Vitale, Uskup Kaffa
"Seorang idiot," kata William.
"Beristirahat dalam damai. Ia diambil Tuhan dua tahun yang lalu."
"Tuhan tidak sekasih itu. Itu laporan palsu yang datang dari Konstantinopel. Ia
masih di tengah-tengah kita, dan kabarnya ia akan menjadi anggota delegasi.
Semoga Tuhan melindungi kita!"
"Tetapi ia cenderung ke arah pertemuan Perugia," kata Ubertino.
"Persis. Ia termasuk ras manusia itu yang selalu menjadi juara terbaik musuh
mereka." "Terus terang saja," kata Ubertino, "waktu itu ia justru tidak membantu
memecahkan masalah. Dan hasilnya nol, tetapi paling sedikit gagasannya tidak
dinyatakan bidah, dan itu penting. Karenanya yang lain lainnya tidak pernah
memaafkan aku. Mereka berusaha mencelakai aku dengan segala cara, mereka telah
mengatakan itu di Sachsenhausen tiga tahun yang lalu, ketika Louis menyatakan
Yohanes seorang bidah. Dan toh
mereka semua tahu aku berada di Avignon bulan Juli itu bersama Orsini .... Mereka
melihat bahwa ternyata bagianbagian dari deklarasi Kaisar itu mencerminkan ideideku. Gila!" "Tidak segila itu," kata William. "Aku telah memberinya ideide yang kuambil dari
Deklarasi Avignon-mu dan dari beberapa halaman tulisan Olieu."
"Kau?" seru Ubertino, setengah kaget setengah senang. "Kalau begitu kau setuju
denganku!" William terlihat malu. "Ide-ide itu cocok bagi Kaisar, waktu itu," katanya
mengelak. Ubertino memandangnya dengan curiga. "Ah, tetapi kau tidak sungguhsungguh
memercayai ide-ide itu, kan?"
"Coba ceritakan," kata William, "ceritakan kepadaku bagaimana kau menyelamatkan
diri dari anjinganjing itu."
"Huh, memang anjing, William. Anjing gila. Kau tahu, ternyata aku lalu jadi
bertikai dengan Bonagrasia?"
"Tetapi Bonagrasia berada di pihakmu!"
"Sekarang ya, setelah aku bicara panjang lebar dengannya. Lalu ia jadi yakin,
dan ia memprotes Ad conditorem canonum itu. Dan Paus memenjarakannya selama satu
tahun." "Kudengar ia sekarang dekat dengan temanku di kuria, William dari Ockham."
"Aku tidak terlalu kenal dia. Aku tidak menyukainya. Seseorang yang tidak punya
perasaan, semua kepala, tidak punya hati."
"Tetapi kepala itu cantik."
"Mungkin, dan itu akan membawanya ke neraka."
"Kalau begitu, aku akan menemuinya lagi di sana, dan kami akan berdebat tentang
logika." "Hush, William," kata Ubertino sambil tersenyum penuh kasih.
"Kau lebih baik daripada para filsufmu. Andaikan kau dulu menginginkan ...."
"Apa?" "Waktu kita bertemu terakhir kali di Umbria ingat" Aku baru saja disembuhkan
dari sakitku melalui perantaraan perempuan luar biasa itu ... Clare dari
Montefalco ia bergumam, wajahnya cerah. "Clare .... Manakala sifat perempuan,
tentu saja begitu suka menentang, menjadi sublim lewat kesucian, maka itu bisa
menjadi sarana keagungan yang paling mulia. Kau tahu betapa hidupku selama ini
telah diilhami oleh kesahajaan yang paling murni. William" ia mencengkeram
lengan guruku, kuatkuat "kau tahu dengan apa itu ... dahsyat ya, itu kata yang
tepat dengan kehausan yang dahsyat untuk memperoleh pengampunan, aku sudah
berusaha membunuh degup daging dalam diriku sendiri, dan membuat diriku sendiri
sepenuhnya terbuka kepada kasih kepada Yesus yang Disalib .... Bagaimanapun juga,
tiga perempuan dalam hidupku itu adalah tiga utusan surgawi bagiku. Angela dari
Foligno, Margaret dari Citta di Castello (yang mengungkapkan kepadaku akhir dari
bukuku padahal baru sepertiganya yang kutulis), dan akhirnya,
Clare dari Montefalco. Adalah suatu rahmat dari surga bahwa aku, ya aku, harus
menyelidiki kekuatan-kekuatan gaibnya dan menyatakannya sebagai santa di depan
orang banyak, sebelum Ibu Gereja Suci tergerak. Dan kau ada di sana, William,
dan seharusnya kau membantuku dalam upaya suci itu, dan kau tidak mau-"
"Tetapi upaya suci yang aku kauminta ikut serta akan mengirimkan Bentivenga,
Jacomo, dan Giovannuccio ke tiang gantungan," kata William pelan.
"Mereka menodai kenangan akan Clare dengan kejahatan mereka.
Dan waktu itu kau seorang inkuisitor!"
"Dan itu persisnya ketika aku minta untuk diizinkan meninggalkan kedudukan
tersebut. Aku tidak menyukai pekerjaan itu. Aku pun tidak menyukai terus terang
saja caramu mendesak Bentivenga mengakui kesalahannya. Kau berpura-pura ingin
masuk sektenya, andaikan itu sekte; kau mencuri rahasia-rahasianya, dan kau mau
mengirimnya ke penjara."
"Tetapi ini caranya untuk terus melawan musuh-musuh Kristus! Mereka bidah,
mereka Rasul Palsu, mereka tertular bau belerang Fra Dolcino!"
"Mereka teman Clare."
"Tidak, William, kau tidak boleh mengotori kenangan akan Clare sedikit pun."
"Tetapi mereka berhubungan dengan Clare."
"Mereka kaum Minorit, mereka menyebut diri mereka rahib Spiritual, dan
sebenarnya mereka Minorit! Tetapi kau tahu, dalam pengadilan itu muncul dengan jelas bahwa
Bentivenga dari Gubbio memproklamasikan diri sebagai rasul, dan kemudian dia dan
Giovannuccio dari Bevagna merayu para biarawati, dengan mengatakan kepada mereka
bahwa neraka itu tidak ada, bahwa hasrat jasmaniah mereka bisa dipuaskan tanpa
menentang Tuhan, dan bahwa tubuh Kristus (Tuhan, ampuni dosaku!) bisa diterima
setelah seseorang tidur bersama seorang biarawati, bahwa Magdalena lebih baik di
mata Allah daripada Agnes yang perawan, bahwa apa yang disebut Iblis oleh orang
Vulgar sebenarnya Tuhan sendiri, karena Iblis adalah pengetahuan dan Tuhan
didefinisikan sebagai pengetahuan!
Dan Clare yang teberkati itu, setelah mendengar percakapan ini, yang justru
mendapat penampakan yang di dalamnya Tuhan Sendiri mengatakan kepadanya bahwa
mereka adalah pengikut jahat Spiritus Libertatis, Roh Bebas!"
"Mereka adalah rahib Minorit yang pikirannya terbakar oleh penampakan seperti
penampakan Clare, dan penampakan ekstase sering tidak bisa dibedakan dari
kegilaan penuh dosa itu," kata William.
Ubertino meremas kedua tangannya dan sekali lagi matanya berkaca-kaca. "Jangan
berkata begitu, William. Bagaimana kau bisa membaurkan momen kasih ekstase, yang
membakar isi rongga perut dengan wewangian dupa, dan indra yang kacau, dengan
bau busuk belerang" Bentivenga
mendesak yang lainlainnya untuk menyentuh anggota tubuh telanjang seseorang; ia
menyatakan ini satusatunya cara ke arah kebebasan dari pengaruh indra, homo
nudus cum nuda iacebat, dengan telanjang mereka berbaring bersama, lelaki dan
perempuan ...." "Et non commiscebantur ad invicem, tetapi tidak bersentuhan."
"Bohong! Mereka mencari kenikmatan, dan mereka menemukannya.
Jika hasrat jasmaniah itu sudah hilang, mereka tidak menganggapnya suatu dosa
jika, untuk memuaskannya, lelaki dan perempuan berbaring bersama, dan yang satu
menyentuh dan mencium setiap bagian tubuh yang lain, dan perut telanjang
menempel pada perut telanjang!"
Aku mengakui bahwa cara Ubertino menuduh kejahatan orang lain sebagai noda tidak
mengilhami pikiran saleh dalam diriku. Guruku pasti sudah menyadari bahwa aku
menjadi marah, dan guruku menyela orang suci itu.
"Semangatmu kuat, Ubertino, baik dalam kasih kepada Tuhan dan dalam membenci
kejahatan. Yang kumaksud adalah ada perbedaan kecil antara semangat serafin dan
semangat Lucifer, karena mereka selalu lahir dari suatu kemauan yang dinyalakan
dengan ekstrem." "Oh, ada bedanya, dan aku tahu itu!" kata Ubertino bersemangat. "Maksudmu, hanya
ada suatu langkah pendek antara hasrat baik dan hasrat jahat, karena itu selalu
masalah mengarahkan hasrat itu. Itu betul. Tetapi
perbedaannya terletak dalam objeknya, dan objek
itu jelas dapat dikenali. Tuhan pada sisi ini, Iblis
pada sisi itu." "Dan aku khawatir aku tidak tahu lagi caranya
membedakan, Ubertino. Bukankah Angela-mu dari
Foligno yang menceritakan tentang hari ketika
ruhnya terangkat dan menemukan dirinya sendiri
dalam makam Kristus" Tidakkah ia menceritakan
bagaimana mulamula ia mencium dadaNya dan
melihatNya berbaring dengan mata terpejam,
kemudian ia mencium mulutNya, dan dari bibir itu
muncul suatu kemanisan yang tiada taranya, dan
setelah berhenti sebentar ia menempelkan pipinya
pada pipi Kristus, dan Kristus menaruh tangannya
pada pipinya dan mendekap Angela erat-erat dan
seperti ia katakan kebahagiaannya menjadi sublim" ii
"Apa hubungannya ini dengan nafsu indrawi?" tanya Ubertino.
"Itu suatu pengalaman mistik, dan tubuh itu adalah tubuh Allah kita."
"Mungkin aku terbiasa dengan Oxford," kata
William, "di mana pengalaman mistik justru semacam m
"Semua cuma dalam kepala." Ubertino tersenyum.
"Atau dalam mata. Tuhan diterima sebagai cahaya, dalam sinar matahari, pantulan
dalam cermin, warna-warna kacau di atas bagian dari benda yang tertata, dalam
pantulan cahaya pagi pada dedaunan basah .... Tidakkah kasih ini lebih dekat dengan kasih Fransiskus
Assisi ketika ia memuji Tuhan dalam makhluk, bunga, rumput, air, udaraNya" Aku
tidak percaya kasih macam ini dapat menghasilkan jerat apa saja. Sebaliknya, aku
syak terhadap suatu kasih yang mengubah ke dalam suatu hubungan dengan Yang
Mahakuasa, yang getarannya terasa dalam kontak fisik ...."
"Kau menghujat, William! Ini tidak sama. Dan ada suatu jurang sangat dalam di
antara ekstase tinggi dari hati yang mengasihi Kristus Tersalib dan esktase
bawah yang busuk dari Rasul Palsu dari Montefalco
"Mereka bukan Rasul Palsu, mereka Rahib dari Roh Bebas, kau sendiri bilang
begitu." "Apa bedanya" Kau belum mendengar segala sesuatunya tentang pengadilan itu, aku
sendiri tidak pernah berani mencatat beberapa pengakuan tertentu, karena takut
akan memancarkan, meskipun hanya sekilas, bayangan Iblis di atas atmosfer
kesucian yang telah diciptakan Clare di tempat itu. Tetapi aku mempelajari halhal tertentu, hal-hal tertentu, William! Mereka berkumpul di suatu gudang pada
malam hari, mereka mengangkat seorang bayi yang baru lahir, yang lalu
dilemparkan dari seorang ke orang yang lain sampai bayi itu mati, karena empasan
... atau penyebab lainnya .... Dan yang terakhir menangkap bayi itu hidup-hidup, dan
menggendongnya ketika mati, akan dijadikan pemimpin sekte tersebut .... Dan tubuh
anak itu dipotong-potong dan dicampur
dengan gandum, untuk dibuat hosti yang menghina Tuhan!"
"Ubertino," kata William dengan tegas, "hal-hal itu sudah dikatakan, berabadabad
yang lalu, oleh seorang Uskup Armenia, tentang sekte Paulisian. Dan tentang
sekte Bogomil." "Apa itu mengherankan" Iblis itu bandel, ia punya pola tertentu dalam membuat
perangkap dan membujuk, ia mengulangi ritualnya sepanjang milenium, ia selalu
sama, ini persisnya mengapa ia dikenali sebagai musuh! Aku bersumpah kepadamu:
Mereka menyalakan lilin-lilin pada malam Paskah dan membawa gadis-gadis ke dalam
gudang. Kemudian mereka mematikan lilin-lilin itu dan menghamburkan diri kepada
gadis-gadis tersebut, bahkan jika mereka punya hubungan darah .... Dan jika dari
hubungan ini lahir seorang bayi, ritus jahanam itu diadakan lagi, semua
mengelilingi buli-buli kecil berisi anggur, yang mereka sebut keg. Setelah mabuk
mereka akan memotong-motong bayi itu, dan menuang darahnya ke dalam piala, dan
melemparkan bayi itu ke dalam api, masih hidup, dan mereka mencampur abu bayi
itu dengan darahnya, dan minum!"
"Tetapi Michael Psellus menulis hal ini dalam bukunya tentang cara kerja Iblis
tiga ratus tahun yang lalu! Siapa menceritakan hal-hal ini kepadamu?"
"Mereka sendiri. Bentivenga dan lainlainnya, dan setelah disiksa!"
"Hanya satu hal yang lebih membangkitkan perikebinatangan daripada kenikmatan,
dan itu adalah kesakitan. Saat disiksa, kau merasa seakan di bawah kuasa ganja yang
menimbulkan penampakan itu. Segala sesuatu yang sudah kaudengar terngiang
kembali, segala sesuatu yang sudah kaubaca muncul kembali dalam pikiranmu,
seakan kau sedang terangkat, tidak menuju surga, tetapi menuju neraka. Waktu
disiksa kau tidak cuma mengatakan apa yang diinginkan oleh inkuisitor, tetapi
juga apa yang kaubayangkan mungkin bakal menyenangkan inkuisitor, karena terjadi
suatu ikatan (ini, sungguhsungguh, jahat) di antara kau dan dia .... Aku tahu halhal ini, Ubertino; aku juga sudah menjadi bagian dari kelompok-kelompok orang
yang percaya bakal bisa menghasilkan kebenaran dengan besi panas membara.
Baiklah, biar kukatakan kepadamu, panas membara kebenaran berasal dari nyala
lain. Di bawah siksaan, Bentivenga mungkin telah menceritakan kebohongan yang
paling absurd, karena yang bicara bukan dirinya sendiri lagi, tetapi nafsunya,
Iblis dari jiwanya." "Nafsu?"
"Ya, ada suatu nafsu akan kesakitan, seperti juga ada nafsu untuk memuja, dan
bahkan suatu nafsu untuk rendah hati. Jika semangat para malaikat pemberontak
itu untuk memuja dan merendahkan diri mudah sekali diarahkan pada kesombongan
dan pemberontakan, apa yang bisa kita harapkan dari seorang manusia"
Nah, sekarang kau tahu, inilah pikiran yang muncul dalam benakku selama
melakukan inkuisisi. Dan inilah sebabnya mengapa aku tidak ingin melakukan aktivitas itu lagi. Aku
tidak punya keberanian untuk menyelidiki kelemahan orang jahat, karena ternyata,
kelemahan itu sama dengan kelemahan orang suci."
Ubertino telah mendengarkan katakata terakhir William tetapi seakan tidak paham.
Dari ekspresi orang tua itu, sementara semakin merasakan simpati penuh kasih,
aku menyadari bahwa ia menganggap William mudah merasa bersalah, yang ia maafkan
karena amat mengasihi guruku itu. Ubertino menyela dan berkata dengan suara amat
getir, "Tidak apa-apa. Jika itu yang kaurasakan, kau betul kalau berhenti.
Godaan harus diperangi. Bagaimanapun juga, aku tidak mendapat dukunganmu lagi;
padahal seharusnya kita sudah menghancurkan kelompok tersebut. Kau tahu apa yang
terjadi, aku sendiri justru dituduh bersikap lemah terhadap mereka, dan aku
dicurigai sebagai bidah. Kau juga lemah, William, dalam memerangi kejahatan.
Kejahatan, William! Apakah kutukan ini tidak pernah berhenti, bayangbayang ini,
lumpur yang mencegah kita sampai ke sumber suci ini?" Ia terus mendekati
William, seakan takut kalaukalau ada seseorang yang ikut mendengarkan.
"Di sini, juga, bahkan di antara dindingdinding yang diabdikan kepada doa, kau
tahu?" "Aku tahu. Abbas itu sudah bicara denganku; terus terang, ia minta aku membantu
menjernihkan masalah itu."
"Kalau begitu selidiki, periksalah, pandang dengan mata kucing hutan ke kedua
arah: berahi dan kesombongan "Berahi?"
"Ya, berahi. Ada sesuatu ... feminin, dan karenanya menjijikkan, tentang pemuda
yang mati itu. Ia punya mata seorang gadis yang mencari hubungan dengan hantu.


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi aku juga menganggap itu 'kesombongan1, kesombongan intelek, dalam biara
yang diabdikan kepada kesombongan kata ini, kepada ilusi kebijaksanaan."
"Jika kau tahu sesuatu, tolong bantu aku."
"Aku tidak tahu apa-apa. Tidak satu pun yang kuketahui.
Tetapi hati ini merasakan hal-hal tertentu. Biarkan hatimu bicara, tanyai
wajahwajah, jangan dengarkan lidah-lidah ....
Tetapi, ayolah, mengapa kita harus membicarakan hal-hal menyedihkan ini dan
membuat teman muda kita ini takut?" Ia memandangku dengan matanya yang biru
pucat, sambil mengusap pipiku dengan jari-jemarinya yang panjang dan putih, dan
secara naluriah aku hampir mundur; aku menahan diri dan itu tindakan yang betul,
karena aku tentu sudah membuatnya sakit hati, padahal maksudnya baik. "Sebagai
gantinya, ceritakan tentang dirimu sendiri,"
katanya sambil kembali menoleh kepada William. "Apa yang telah kaulakukan sejak
itu" Rasanya sudah-"
"Delapan belas tahun. Aku pulang ke negeriku. Melanjutkan studi di Oxford. Aku
mempelajari pengetahuan alam." "Alam itu baik karena ia adalah putri Tuhan," kata Ubertino.
"Dan Tuhan pasti baik karena Dia menjadikan alam," kata William sambil
tersenyum. "Aku belajar, aku bertemu beberapa teman yang bijaksana. Kemudian aku
berkenalan dengan Marsillius, aku tertarik pada ide-idenya tentang kekaisaran,
penduduk, tentang undang-undang baru bagi kerajaan-kerajaan bumi, dan akhirnya
aku masuk dalam kelompok saudarasaudara kita yang menjadi penasihat Kaisar itu.
Tetapi kau sudah tahu ini semua: aku sudah menyuratimu.
Di Bobbio aku senang sekali ketika diberi tahu bahwa kau berada di sini. Kami
sudah yakin kau lenyap. Tetapi sekarang kau bersama kami sehingga bisa membantu
banyak dalam beberapa hari ini, kalau Michael juga datang. Akan terjadi
pertentangan besar dengan Berengar Talloni. Aku sungguh yakin kita tentu akan
terhibur." Ubertino memandang William dengan suatu senyum ragu. "Aku tidak pernah bisa
memastikan kapan kalian orang Inggris bicara dengan serius. Tidak ada yang
menyenangkan tentang suatu pertanyaan serius seperti itu. Yang dipertaruhkan
adalah kelangsungan hidup ordo, yaitu ordomu; dan secara tidak langsung juga
ordoku. Tetapi aku akan membujuk Michael untuk tidak pergi ke Avignon. Yohanes
menginginkan dia, mencari-carinya, terlalu sering mengundangnya.
Jangan percaya kepada orang Prancis tua itu.
Oh, Tuhan, akan jatuh ke tangan apa gerejaMu ini!" Ia menoleh ke arah altar.
"Kalau diubah menjadi pelacur, dilemahkan oleh kemewahan, ia bergulung dalam
berahi bagaikan seekor ular kepanasan! Dari kemurnian telanjang kandang
Betlehem, terbuat dari kayu karena lignum vitae salib itu, ruhnya, adalah kayu,
sampai pesta pora emas dan permata! Lihat, lihat di sini: kau telah melihat
ambang pintu itu! Tidak ada gambar yang menunjukkan kesombongan! Harihari
Antikristus akhirnya akan tiba, dan aku khawatir, William!"
Ia memandang ke sekeliling, sambil dengan menatap mata lebar di antara loronglorong gelap itu, seakan setiap saat Antikristus akan muncul, dan aku benarbenar
berharap bisa melihatnya sekilas. "Letnan-letnannya sudah ada di sini, dikirim
seperti Kristus mengutus rasul-rasulnya ke seluruh dunia! Mereka menginjak-injak
Kota Allah, membujuk lewat penipuan, kemunafikan, kekerasan.
Waktu itu Tuhan akan harus mengutus pelayan-Nya, Eliah dan Henokh, yang Ia
pertahankan tetap hidup di firdaus duniawi sehingga suatu hari mereka bisa
memerangi Antikristus itu, dan mereka akan datang sebagai nabi yang berpakaian
kain linen, dan mereka akan berkhotbah tentang pengampunan dengan kata dan
contoh ...." "Mereka sudah datang, Ubertino," kata William sambil menunjukkan jubah
Fransiskannya. "Tetapi mereka belum lagi menang; inilah saatnya ketika Antikristus, dengan
penuh kemarahan, akan memerintahkan pembunuhan Elia dan Henokh dan memajang mayat mereka agar
semua dapat melihat dan dengan begitu orang banyak takut meniru mereka. Persis
seperti mereka ingin membunuhku
Pada saat itu, dengan ngeri, kupikir Ubertino berada dalam kekuasaan semacam
semangat besar suci, dan aku mencemaskan pendapatnya.
Sekarang, setelah ada jarak waktu yang panjang, karena tahu apa yang kuketahui
ialah, bahwa dua tahun kemudian ia akan dibunuh secara misterius di suatu kota
Jerman oleh seorang pembunuh yang tidak pernah diketemukan aku merasa amat
ketakutan, karena malam itu sudah jelas Ubertino sedang meramal.
"Kau tahu, Abbas Joachim bicara tentang kebenaran. Kita sudah mencapai era
keenam dari sejarah manusia, saat dua Antikristus akan muncul, Antikristus
mistik dan Antikristus sungguh itu. Ini yang terjadi sekarang, dalam era keenam,
setelah Fransiskus Assisi muncul untuk menerima lima luka Kristus Tersalib dalam
dagingnya sendiri. Bonifasius adalah Antikristus mistik itu, dan penurunan
takhta Celestine tidak sahih. Bonifasius adalah bangsat yang muncul dari laut
dengan tujuh kepalanya melanggar sepuluh perintah Allah, dan para kardinal di
sekelilingnya adalah belalang-belalang, yang tubuhnya Apolion! Tetapi bangsat
yang paling hebat, jika kau membaca nama itu dalam huruf Yunani, adalah
Benediktus!" Ia menatapku untuk memeriksa apakah aku sudah paham, dan ia
mengangkat satu jarinya, untuk memperingatkan aku, "Benediktus XI nyata-nyata
Antikristus, bangsat yang muncul dari bumi itu! Tuhan membiarkan seorang monster
yang jahat dan tidak adil itu memerintah gerejaNya sehingga kebajikan para
penerusnya akan bersinar oleh kemuliaan!"
"Tetapi, Imam yang Suci," jawabku dalam suara lirih, sambil mengumpulkan
kekuatanku, "penerusnya adalah Yohanes!"
Ubertino menaruh tangannya pada keningnya seakan mau menghapuskan suatu mimpi
yang meresahkan. Dengan sulit ia menarik napas : ia kelelahan. "Betul,
perhitungannya yang salah, kami masih menanti datangnya Paus Sebaik Malaikat itu
.... Tetapi sementara itu Fransiskus dan Dominikus sudah muncul." Ia mengangkat
matanya ke langit dan berkata, seakan tengah berdoa (tetapi aku yakin ia tengah
mengutip satu halaman dari bukunya yang hebat tentang pohon kehidupan): "Quorum
primus seraphico calculo purgatus et ardore celico inflammatus totum incendere
videbatur. Secundus vero verbo predicationis fecundus super mundi tenebras
clarius radiavit ....19 Ya, itu janjinya: Paus Sebaik Malaikat pasti datang."
"Dan semoga terjadilah, Ubertino," kata William, "Sementara itu, aku datang ke
sini untuk mencegah Kaisar manusia digulingkan. Paus Sebaik Malaikatmu juga
dikhotbahi oleh Fra Dolcino ...."
19 "Di antara mereka yang pertama, setelah dibersihkan dengan bara serafin dan
nyala yang panas tampak membakar semuanya. Adapun yang kedua adalah yang subur
oleh sabda pewartaan dengan lebih terang menyinari kegelapan dunia pene/j'.
"Jangan sekali-kali menyebut nama ular berbisa itu!" jerit Ubertino, dan untuk
pertama kalinya aku melihat kesedihannya berubah menjadi kemarahan. "Ia telah
mencemari katakata Joachim dari Calabria, dan membuat katakata itu menjadi
pembawa kematian dan kekotoran Andaikan ada, dia utusan Antikristus! Tetapi kau,
William, bicara seperti ini karena kau tidak sungguhsungguh percaya akan
kedatangan Antikristus, dan guru-gurumu di Oxford telah mengajarimu mengidolakan
nalar, sementara mengeringkan kemampuan meramal dalam hatimu!"
"Kau salah, Ubertino," jawab William dengan amat serius. "Kau tahu bahwa di
antara guru-guruku aku menghormati Roger Bacon lebih daripada yang lainnya ...."
"Yang tergila-gila pada mesin terbang?" gumam Ubertino dengan pedih.
"Yang berbicara dengan jelas dan kalem tentang Antikristus, dan menyadari
datangnya kerusakan dunia dan merosotnya cara belajar. Bagaimanapun juga, ia
mengajarkan bahwa hanya ada satu cara untuk bersiap menghadapi kedatangannya:
mempelajari rahasiarahasia alam, menggunakan ilmu pengetahuan untuk memperbaiki
ras manusia. Kita bisa siap memerangi Antikristus dengan mempelajari sifat-sifat
tetumbuhan yang menyembuhkan, sifat batu-batuan, dan bahkan dengan merencanakan
mesin terbang yang membuatmu tersenyum."
"Antikristus Baconmu adalah suatu dalih untuk
mengolah kesombongan intelektual." "Suatu dalih suci."
"Tidak ada dalih yang suci. William, kau tahu aku mengasihimu.
Kau tahu bahwa aku amat memercayaimu. Bunuh inteligensiamu, belajarlah menangisi
luka-luka Allah, buang buku-bukumu."
"Aku akan mengabdikan diriku sendiri hanya kepadamu." William tersenyum.
Ubertino juga tersenyum dan melambaikan satu jari peringatan kepada William.
"Orang Inggris tolol. Jangan terlalu menertawakan saudarasaudaramu. Mereka yang
tidak bisa kaukasihi, seharusnya justru kautakuti. Dan berhati-hatilah di biara
sini. Aku tidak menyukai tempat ini."
"Terus terang saja, aku ingin mengenal lebih baik tempat ini," kata William, dan
sambil berjalan pergi, "Ayo, Adso."
"Sudah kubilang tempat ini tidak baik, dan kau menjawab bahwa kau ingin
mengenalnya lebih baik. Ah!" kata Ubertino sambil geleng-geleng kepala.
"Oh, ya," kata William, sementara sudah setengah jalan menyusuri jalan-tengah
gereja, "siapa rahib yang kelihatan seperti seekor binatang dan berbicara dengan
bahasa Babel?" "Salvatore?" Ubertino, yang sudah berlutut, menoleh. "Kukira ia adalah hadiah
dariku untuk biara ini ... bersama-sama dengan Kepala Gudang. Waktu aku melepas
jubah Fransiskan-ku, aku kembali sebentar ke biaraku yang lama di Casale, dan di
sana aku menemukan rahibrahib lain yang sedang
mengalami kesulitan, karena komunitas menuduh mereka anggota Spiritual dari
sekteku ... begitu istilah mereka. Aku menggunakan pengaruhku untuk membantu
mereka, berusaha mencarikan izin bagi mereka untuk mengikuti contohku. Dan dua
orang, Salvatore dan Remigio, kutemui di sini ketika aku datang tahun lalu.
Salvatore ... ia memang kelihatan seperti seekor binatang. Tetapi ia taat."
William termangu sejenak. "Aku dengar ia mengatakan Penitenziagite."
Ubertino diam saja. Ia melambaikan satu tangannya, seakan mengusir suatu pikiran
yang mengganggu. "Tidak, kukira tidak begitu.
Kau tahu bagaimana saudarasaudara awam itu. Orang desa, yang mungkin telah
mendengar seorang pengkhotbah keliling dan tidak mengerti apa yang mereka
katakan. Seharusnya aku mencela Salvatore lagi: ia seekor binatang rakus dan
bernafsu. Tetapi sama sekali, sama sekali tidak menentang ortodoksi. Tidak,
sakit biara ini suatu masalah lain; carilah di kalangan mereka yang tahu terlalu
banyak, tidak dalam mereka yang tidak tahu apa-apa.
Jangan membangun suatu kastil kecurigaan di atas satu kata saja."
"Aku tidak akan pernah berbuat begitu," jawab William.
"Persisnya aku berhenti sebagai inkuisitor untuk menghindari berbuat begitu.
Tetapi aku juga suka mendengarkan katakata, dan kemudian merenungkannya."
"Kau berpikir terlalu banyak,Nak," katanya sambil memandangku, "jangan terlalu
banyak mempelajari contoh buruk dari gurumu. Satusatunya hal yang harus
direnungkan dan aku menyadari ini terjadi pada akhir hidupku adalah kematian.
Mors est quies viatoris finis est omnis laboris.zD Sekarang aku mau berdoa." []
20 Kematian adalah istirahat musafir akhir segala jerih payah pUriirj,? ?Menjelang Nona
Dalam cerita ini William melakukan percakapan amat ilmiah dengan seorang
kerbalis: Severinus ami menyusuri lagi bagian tengah gereja dan keluar melalui pintu yang tadi kami
lewati ketika masuk. Aku masih bisa mendengar katakata Ubertino, semuanya,
berdengung di dalam kepalaku.
"Orang itu ... aneh," akhirnya aku berani mengatakannya kepada William.
"Di a adalah, atau sedari dulu, dalam banyak cara, orang yang hebat. Tetapi
untuk alasan tertentu ia aneh. Hanya sedikit orang yang kelihatan normal.
Ubertino tentunya bisa menjadi salah seorang bidah yang ia kirim ke tiang
pembakaran, atau seorang kardinal dari Gereja Romawi Suci. Ia amat mendekati
kedua hal yang bertentangan itu. Kalau bicara dengan Ubertino, aku mendapat
kesan bahwa neraka adalah surga yang dilihat dari sisi lain."
Aku tidak menangkap maksudnya. "Dari sisi mana?" tanyaku.
"Ah, betul," William mengakui masalah itu. "Ini masalah tahu apakah sisisisi itu
ada dan apa sebagai suatu keseluruhan.
Tetapi tidak usah memerhatikan katakataku. Dan berhentilah memandangi ambang
pintu itu," katanya sambil memukul tengkukku pelanpelan ketika aku menoleh,
tertarik oleh ukir-ukiran yang telah kulihat pada pintu masuk. "Itu sudah cukup
membuatmu takut hari ini. Semuanya."
Ketika aku menoleh lagi ke pintu keluar, aku melihat rahib lain di hadapanku.
Agaknya ia seusia dengan William. Ia tersenyum dan menyapa kami dengan ramah. Ia
memperkenalkan diri sebagai Severinus dari Sankt Wendel, dan rahib peramu obat,
herbalis, yang bertugas di pemandian, klinik, kebun, dan siap mengantar jika
kami mau mengenal lebih baik jalanjalan di seputar bangunan biara itu.
William mengucapkan terima kasih dan mengatakan bahwa ia sudah memerhatikan,
ketika masuk tadi, kebun sayuran yang amat bagus, yang menurut apa yang ia
lihat, tidak hanya ditumbuhi tanaman yang bisa dimakan, tetapi juga tanaman
obat-obatan, meskipun tertutup salju.
"Pada musim semi atau panas, melalui aneka ragam tanamannya, saat itu
masingmasing berhiaskan bunga-bunganya, kebun ini menyanyikan pujian kepada Sang
Pencipta dengan lebih bagus," kata Severinus, sedikit banyak memberi alasan.
"Tetapi bahkan sekarang, pada musim dingin, mata ahli obat bisa melihat lewat
cabang cabang kering dari tanaman yang akan tumbuh, dan berani
bertaruh bahwa kebun itu lebih kaya daripada kebun obat yang pernah ada, dan
warnanya lebih beraneka ragam, indah bagaikan gambar di bukubuku. Lebih-lebih
lagi, tanaman obat yang baik juga tumbuh di musim dingin, dan lainnya kuawetkan
dengan mengumpulkannya dan kutanam dalam pot-pot di laboratoriumku. Dan begitu
pula dengan akar kayu sorrel yang kupakai mengobati katarak, dan rebusan akar
althea yang kupakai membuat boreh untuk penyakit kulit; eksim; mencacah dan
menumbuk akar sulur rhizoma untuk mengobati diare dan keluhan tertentu orang
perempuan. Cabe baik untuk pencernaan, daun pegagan bisa meredakan batuk, dan di
sini juga ada gentian yang bagus untuk pencernaan, dan aku punya gliceriza dan
jintan untuk membuat infus yang mustajab, dan kulit kayu tua untuk membuat jamu
rebus untuk lever. Soapwort, kalau akarnya dibuat empuk dengan merendamnya dalam
air dingin bisa mengobati katarak, juga valerian, yang jenis-jenisnya jelas kau
sudah tahu." "Kau punya tanaman obat yang amat beraneka ragam, dan cocok untuk cuaca yang
berbedabeda. Bagaimana kau berhasil merawatnya?"
"Di satu pihak, aku bersyukur atas kerahiman Tuhan, yang menempatkan dataran
tinggi kami di antara suatu kawasan yang menghadap laut ke arah selatan dan
menerima angin hangatnya, dan pegunungan lebih tinggi menghadap utara dan kami
menerima hutanhutan balsamnya. Dan di lain pihak, aku bersyukur atas
kepandaianku yang, tidak memadai, kupelajari berkat keinginan guru-guruku. Beberapa tanaman tertentu
bahkan akan tumbuh dalam cuaca yang sebaliknya jika tanah di sekelilingnya
dipelihara, dipupuk, dan diamati pertumbuhannya."
"Tetapi kau juga punya tanaman yang hanya baik untuk dimakan?" tanyaku.
"Ah, anak kudaku muda yang lapar, tidak ada tanaman yang baik untuk dimakan yang
tidak baik untuk merawat tubuh, asalkan dimakan dalam jumlah yang tepat. Hanya
saja, kalau terlalu berlebihan justru menimbulkan penyakit. Ambil contoh saja
labu. Sifatnya dingin dan lembap dan memuaskan dahaga, tetapi jika kau makan yang
sudah terlalu matang, kau bisa diare dan kau mengikat rongga perutmu dengan
pasta air asin dan mustard. Dan bawang merah" Hangat dan lembap, dalam jumlah
kecil bisa mendorong koitus (tentu saja bagi mereka yang tidak mengangkat sumpah
kita), tetapi terlalu banyak membuat kepala terasa berat, harus dilawan dengan
susu dan arak. Suatu alasan yang baik," tambahnya dengan pintar, "mengapa rahib
muda harus selalu makan bawang merah sedikit saja. Sebagai gantinya makanlah
bawang putih. Hangat dan kering, bawang putih bagus untuk melawan racun. Tetapi jangan terlalu
banyak, karena otakmu menjadi tidak bisa berpikir yang menyenangkan. Sebaliknya
kacang-kacangan, merangsang urine dan menggemukkan badan, dua hal yang amat
bagus. Tetapi kacang merangsang
mimpi buruk. Bagaimanapun juga, pengaruhnya jauh lebih kecil dibandingkan
tanaman obat tertentu lainnya. Ada juga beberapa tanaman obat yang benarbenar
merangsang khayalan menyeramkan." "Yang mana?" tanyaku.
"Aha, novis kita ini ingin tahu terlalu banyak. Ada hal-hal yang hanya boleh
diketahui oleh ahli obat; kalau tidak, setiap orang yang sembrono bisa membagibagikan khayalan itu ke manamana; dengan lain kata, berbohong dengan tanaman
obat." "Tetapi kau hanya butuh sedikit jelatang," kata William waktu itu, "atau roybra
atau olieribus untuk melindungi diri terhadap khayalan semacam itu. Kuharap kau
punya beberapa tanaman bagus itu."
Severinus melirik guruku. "Kau tertarik pada herbalisme?"
"Sedikit," kata William jujur, "karena aku membaca Theatrum Sanitatis tulisan
Abukasim de Baldach ...."
"Abu Hasan al-Muchtar bin-Botlan."
"Atau kalau kau lebih suka Alikasim Alimitar. Aku ingin tahu apa buku itu ada di
sini." "Suatu buku yang paling indah. Penuh ilustrasi."
"Puji Tuhan. Dan buku De virtutibus herbarum tulisan Platearius?"
"Itu juga. Dan De plantis karya Aristoteles, diterjemahkan oleh Alfred dari


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sareshel." "Kudengar orang bilang bahwa Aristoteles tidak benarbenar menulis karya itu,"
komentar William, "persis seperti sudah ketahuan bahwa dia bukan pengarang buku
De causis." "Bagaimanapun juga, itu suatu buku hebat," Severinus memberikan pendapatnya, dan
guruku hampir langsung mengiyakan, sambil tidak bertanya apa yang dimaksud buku
Pedang Pembunuh Naga 5 Lima Sekawan Melacak Topeng Hitam Medali Wasiat 2

Cari Blog Ini