Ceritasilat Novel Online

Name Of Rose 8

The Name Of The Rose Karya Umberto Eco Bagian 8


dan dengan pandangan menghormat yang gembira aku mengagumi kebesaran dan
stabilitas penciptaan itu.
KERANGKA pikiranku sedang dalam keadaan baik seperti ini ketika guruku
menghampiriku. Diseret oleh kakiku dan tanpa menyadarinya, aku sudah hampir
mengelilingi biara itu, dan menemukan diriku sendiri kembali ke tempat di mana
kami berpisah dua jam sebelumnya. William ada di situ, dan apa yang ia ceritakan
menyentak pikiranku dan mengarahkan lagi pikiranku kepada misteri remang-remang
biara tersebut. William kelihatan cukup senang. Ia membawa perkamen Venantius, yang akhirnya
bisa ia pecahkan. Kami masuk ke dalam selnya, agar jangan sampai terdengar orang
lain, dan ia menerjemahkan untukku apa yang sudah ia baca. Setelah kalimat dalam
alfabet muntakul'buruj (Secretum finis Africae manus supra idolum primum et
septimum de quatuor) yang dalam bahasa Yunani bunyinya:
Racun mengerikan yang memurnikan ... Senjata terbaik untuk menghancurkan musuh
Gunakan orangorang bersahaja, hina dan
buruk, nikmati cacat mereka .... Mereka tidak boleh mati .... Tidak dalam rumah
rumah orang bangsawan dan berkuasa, tetapi dari desa-desa petani, setelah diberi
makanan dan minuman banyak sekali ... Tubuhtubuh bongkok, wajahwajah buruk.
Mereka memerkosa perawan dan tidur dengan pelacur, tidak jahat, tanpa takut.
Suatu kebenaran lain, suatu citra lain dari kebenaran...
Pohon ara yang rentan. Batu tak bermalu menggelinding di atas dataran .... Di depan mata.
Dusta itu perlu dan untuk memergoki dusta, untuk mengatakan kebalikan dari apa
yang dipercaya, untuk mengatakan satu hal dan
bermaksud mengatakan hal lain. Bagi mereka burung cicadas akan menyanyi dari
tanah. Cuma itu. Menurutku terlalu sedikit, hampir tak ada artinya. Katakata itu bagai
celoteh seorang gila, dan aku bilang begitu kepada William.
"Mungkin. Dan jelas tampak lebih gila berkat terjemahanku. Pengetahuanku tentang
bahasa Yunani agak sedikit. Dan toh, bahkan jika kita menganggap Venantius gila
atau pengarang buku itu gila, ini tidak bisa menjelaskan kepada kita mengapa
begitu banyak orang, tidak semua dari mereka gila, mau bersusah payah, mulamula
menyembunyikan buku itu dan kemudian mencarinya kembali ...."
"Tetapi apa hal-hal yang tertulis di situ berasal dari buku misterius itu?"
"Tidak diragukan lagi itu ditulis oleh Venantius. Kau bisa lihat sendiri: ini
bukan perkamen kuno. Dan ini pasti catatan yang ditulisnya sementara membaca
buku itu; kalau tidak Venantius tidak akan menulisnya dalam bahasa Yunani. Sudah
pasti ia menyalin, sambil meringkas, beberapa kalimat yang ia temukan dalam buku
yang dicuri dari finis Africae. Ia membawanya ke skriptorium dan membacanya,
sambil mencatat apa yang menurutnya perlu dicatat. Kemudian sesuatu telah
terjadi. Entah ia merasa tidak enak badan, atau mendengar ada orang naik. Maka
ia menaruh buku itu, bersama catatannya, di bawah meja tulisnya. Mungkin sambil
merencanakan untuk mengambilnya lagi besok malam.
Bagaimanapun juga, halaman ini adalah satusatunya kemungkinan titik awal bagi
kita untuk menciptakan kembali sifat buku misterius tersebut, dan hanya dari
sifat buku itu kita akan mampu menduga sifat si pembunuh. Karena dalam setiap
kejahatan yang dilakukan untuk menguasai suatu objek, sifat objek itu seharusnya
memberi kita suatu ide, biarpun hanya samarsamar, tentang sifat si pembunuh.
Jika seseorang membunuh untuk memperoleh segenggam emas, ia orangnya rakus; jika
untuk memperoleh sebuah buku, ia orang yang ingin menyimpan rahasia buku itu
untuk dirinya sendiri. Jadi, kita harus menemukan apa isi buku yang tidak kita
miliki itu." "Dan dari beberapa baris ini, apa Anda mampu memahami apa buku itu?"
"Adso, terkasih, ini agaknya seperti katakata kitab suci, yang maknanya lebih
jauh daripada itu. Waktu membacanya tadi pagi, setelah kita bercakapcakap dengan
Kepala Gudang, aku dikejutkan oleh kenyataan bahwa di sini, juga, penduduk biasa
dan petani juga disebutkan sebagai pendukung suatu kebenaran yang berbeda dari
kebenaran orang bijak. Kepala Gudang itu mengisyaratkan bahwa ia punya
keterlibatan aneh dengan Maleakhi.
Mungkinkah Maleakhi telah menyembunyikan suatu naskah bidah yang berbahaya yang
telah diserahkan oleh Remigio" Maka Venantius tentu
sudah membaca dan mencatat beberapa instruksi misterius berkaitan dengan suatu
komunitas orang hina dan kasar untuk memberontak terhadap setiap hal dan setiap
orang. Tetapi ...." "Tetapi?"
"Tetapi ada dua fakta yang bertentangan dengan hipotesisku.
Pertama, Venantius tidak tampak tertarik dalam masalah semacam itu: ia seorang
penerjemah naskah Yunani, bukan pengkhotbah kebidahan.
Yang kedua, kalimat-kalimat seperti tentang pohon ara dan batu dan burung
cicadas tidak bisa dijelaskan oleh hipotesis pertama ini ...."
"Mungkin kalimat-kalimat itu tekateki yang punya arti lain," tukasku. "Atau Anda
punya hipotesis lain?"
"Memang, tetapi masih samarsamar. Waktu membaca naskah ini, aku merasa seakan
sudah pernah membaca katakata tersebut, dan beberapa frasa yang hampir sama,
yang sudah kulihat entah di mana, muncul lagi dalam benakku. Bagiku
kelihatannya, perkamen ini memang bicara tentang sesuatu yang sudah dibicarakan
selama beberapa hari lalu .... Tetapi aku tidak bisa mengingatnya. Aku harus
memikirkannya lagi. Mungkin aku harus membaca bukubuku lain."
"Mengapa" Untuk mengetahui apa yang dikatakan oleh satu buku Anda harus membaca
bukubuku lain?" "Kadangkadang bisa begitu. Bukubuku sering membicarakan buku lain. Suatu buku
yang tidak berbahaya sering bagaikan sebutir benih yang akan tumbuh menjadi buku yang
berbahaya, atau sebalik nya: bagaikan buah yang manis dari tangkai yang pahit.
Kalau membaca buku Albert, tidak dapatkah aku mempelajari apa yang mungkin
dikatakan oleh Aquinas" Atau kalau membaca buku Thomas, aku jadi tahu apa yang
dikatakan oleh Averroes?"
"Betul," kataku keheranan. Sampai saat itu aku sudah berpikir bahwa setiap buku
bicara tentang benda, manusia, atau kedewaan, yang berada di luar bukubuku.
Sekarang aku menyadari bahwa tidak jarang suatu buku bicara tentang buku lain:
seakan mereka saling bercakapcakap. Diterangi oleh refleksi ini, perpustakaan
itu tampak benarbenar lebih membingungkan bagiku. Kalau begitu, perpustakaan
adalah tempat suatu gumaman panjang, berumur ratusan tahun, suatu dialog tak
kedengaran antara satu perkamen dan perkamen lain, suatu benda hidup, suatu
wadah kekuatan yang tidak dikuasai oleh suatu pikiran manusia, suatu harta
rahasia yang berasal dari banyak pikiran, sementara tetap menghidupkan kematian
dari mereka yang telah menghasilkan dialog itu atau yang telah menyampaikan
dialog tersebut. "Tetapi kalau begitu," kataku, "apa gunanya menyembunyikan buku, jika dari buku
yang tidak disembunyikan Anda dapat sampai kepada buku yang disembunyikan?"
"Selama berabadabad ini sama sekali tidak ada gunanya. Dalam jangka tahun atau
hari, ada sedikit gunanya. Kau lihat, nyatanya, kita amat bingung."
"Dan apakah perpustakaan, kalau begitu, suatu alat yang tidak untuk membagikan
kebenaran tetapi untuk menunda munculnya kebenaran itu?" tanyaku, terpana.
"Tidak selalu dan tidak usah begitu. Dalam hal ini, memang begitu." []
Sexta Dalam cerita ini Adso pergi berburu jamur, dan melihat orangorang Minorit
datang, mereka mengobrol panjang lebar dengan William dan Ubertino, dan hal-hal
amat menyedihkan tentang Yohanes XXIIj a di diketa h u i.
s~\f etelah mempertimbangkan itu semua, \w guruku memutuskan untuk tidak
melanjutkan lebih jauh. Aku sudah menyatakan bahwa kadangkadang ada saatnya
guruku sama sekali tidak melakukan apa-apa, seakan siklus bintang yang tak
pernah berhenti itu telah mandek, dan guruku bersama siklus itu dan
bintangbintang tersebut. Demikianlah yang terjadi pagi itu. Ia berbaring telentang di atas dipannya,
sambil menatap alam kosong, tangannya dilipat di atas dadanya, bibirnya kadang
bergerak sedikit, seakan sedang mengucapkan doa, tetapi tidak teratur dan tidak
khusyuk. Kukira ia sedang berpikir, dan aku memutuskan untuk menghormati meditasinya. Aku
kembali ke halaman dan melihat bahwa mentari sudah melemah. Meskipun indah dan
cerah seperti biasa, pagi itu (karena sudah menjelang tengah hari) lembap dan
berkabut. Awan tebal bergerak dari arah selatan dan mulai menguasai puncak
gunung itu, menutupinya dengan kabut tipis. Kelihatannya seperti kabut, dan mungkin
kabut juga muncul dari tanah, tetapi pada ketinggian itu sulit membedakan kabut
yang muncul dari bawah dan kabut yang turun dari atas. Bangunan-bangunan yang
lebih jauh tampak makin buram.
Aku melihat Severinus dengan gembira bergabung dengan penggembala babi dan
beberapa hewan mereka. Ia berkata kepadaku bahwa akan menuruni lereng gunung,
dan memasuki lembah, untuk berburu jamur.
Aku belum biasa melihat buah berharga semak belukar itu, yang ditemukan di
semenanjung itu dan agaknya khas dari wilayah Benediktin, entah di Norcia yang
warnanya hitam atau di tempat ini yang warnanya putih dan lebih wangi. Severinus
menjelaskan apa jamur itu, dan betapa lezat rasanya, kalau dimasak dalam
berbagai cara. Dan ia bilang bahwa jamur itu amat sulit dicari, karena
tersembunyi di bawah tanah, lebih tersembunyi daripada cendawan.
Dan satusatunya binatang yang mampu menggalinya adalah babi, dengan mengikuti
baunya. Tetapi kalau ketemu mereka ingin melahapnya sendiri, dan mereka harus
langsung diusir, agar kita bisa mendekati tempat itu dan menggali jamurnya.
Kelak aku jadi tahu bahwa banyak bangsawan dengan senang hati ikut berburu jamur
ini, mereka mengikuti babi-babi bagaikan anjing paling mulia, dan para pelayan
mengikuti di belakang mereka sambil membawa cangkul.
Aku ingat, sungguh, bahwa beberapa tahun kemudian seorang bangsawan di negeriku,
karena tahu bahwa aku kenal Italia, menanyakan kepadaku mengapa, seperti yang ia
lihat di Italia, beberapa bangsawan menggembalakan sendiri babi mereka. Dan aku
tertawa karena menyadari, bahwa para bangsawan itu justru berburu jamur. Namun,
ketika aku menceritakan bahwa para bangsawan tersebut berharap menemukan
"truffle"iD di bawah tanah, untuk dimakan, ia mengira aku bilang bahwa mereka
mau mencari der Teufel 'Iblis1, dan ia membuat tanda salib dengan hikmat sambil
memandangku keheranan. Seperti itulah keajaiban bahasa manusia, dan dengan
kemauan manusia, bunyi yang sama sering berarti lain.
Persiapan yang dilakukan Severinus menimbulkan rasa ingin tahuku, maka aku
memutuskan untuk ikut, juga karena aku menyadari bahwa ia melakukan perburuan
ini dengan tujuan melupakan kejadiankejadian menyedihkan yang membuat setiap
orang tertekan. Aku berpikir bahwa dengan membantunya melupakan kesedihannya, mungkin aku bisa,
jika tidak melupakan, paling sedikit menahan pikiranku sendiri. Aku juga tidak
akan menyangkal, karena aku sudah bertekad untuk selalu dan hanya menulis
tentang kebenaran, bahwa diamdiam aku tergoda oleh gagasan bahwa, di lembah
sana, mungkin aku bisa sekilas melihat seseorang yang tidak perlu kusebutkan.
Tetapi kepada diriku sendiri dan hampir dengan suara keras aku menyatakan bahwa,
karena 10 Sejenis jamur penerj?kedua rombongan duta itu diharapkan tiba hari ini, mungkin aku bisa melihat
salah satunya. Sementara kami menuruni tikungan gunung itu pelan pelan, udara menjadi lebih
jernih. Bukan karena matahari sudah bersinar kembali, karena bagian atas langit
dipenuhi awan, tetapi bendabenda jadi tampak jelas, meskipun kabut tetap berada
di atas kepala kami. Memang, waktu kami sudah berjalan cukup jauh, aku menoleh
untuk memandang puncak gunung itu dan tidak bisa melihat apa-apa lagi. Mulai
dari setengah jarak ke atas, puncak, dataran tinggi, Aedificium segalanya telah
lenyap di antara awan-awan.
Pada pagi ketika kami tiba, waktu sudah berada di tengah pegunungan, pada
tikungan tertentu kami masih bisa melihat laut, tidak lebih dari sepuluh mil
jauhnya, mungkin bahkan lebih dekat.
Perjalanan kami sudah diperkaya oleh kejutan-kejutan, karena tibatiba ternyata
kami berada di atas semacam teras di gunung itu, yang turun dengan tajam ke
pantai yang indah, dan tidak lama kemudian kami akan memasuki jurang-jurang yang
dalam, di mana ada gunung muncul di antara gununggunung, dan pemandangan ke
pantai yang jauh dari satu gunung tertutup oleh gunung lain, sementara matahari
hampir tidak bisa memaksa masuk ke dalam lembah-lembah yang dalam. Belum pernah
aku melihat, seperti yang telah kulihat di bagian Italia itu, lonjakan mendadak
dan sempit dari laut dan pegunungan, dari pantai-pantai yang diikuti lanskap
pegunungan, dan dalam angin yang
bersiul di antara celah-celah lembah kau dapat menangkap konflik lain dari aroma
lautan dengan bau tanah pegunungan yang dingin.
Bagaimanapun juga, pagi itu, semuanya kelabu, hampir seputih susu, dan cakrawala
tidak tampak meskipun ketika celah jurang membuka ke arah pantai di kejauhan.
Tetapi aku terlalu lama menceritakan kenangan yang tidak menarik perhatian
pembacaku yang sabar sehubungan dengan cerita ini. Maka aku tidak akan
menceritakan hal ihwal perburuan "der Teufel" kami, dan justru akan bercerita
tentang rombongan duta Imam Minor, yang kulihat lebih dulu. Aku langsung lari ke
biara untuk memberi tahu William.
Guruku menunggu sampai para tamu sudah masuk dan disambut oleh Abbas itu sesuai
dengan ritual. Kemudian ia pergi menjumpai kelompok itu dan ada serangkaian
sapaan dan pelukan persaudaraan.
Jam makan sudah lewat, tetapi sebuah meja sudah disiapkan untuk para tamu, dan
tanpa pikir panjang Abbas itu meninggalkan kami di tengah mereka. Sendirian
bersama William, lepas dari kewajiban Regula, mereka makan dengan bebas dan pada
saat yang sama saling bertukar kesan. Bagaimanapun juga, itu, ampuni aku, ya
Tuhan karena membuat persamaan yang tidak menyenangkan ini, ini bagaikan suatu
sidang peperangan, yang diadakan secepat mungkin sebelum tamu musuh itu, yakni
duta Avignon, tiba. Tidak perlu dikatakan, para pendatang baru itu
juga langsung menemui Ubertino, yang semuanya menyapa dengan takjub, gembira,
rasa hormat, bukan hanya karena Ubertino sudah lama menghilang dan karena
kengerian di seputar hilangnya Ubertino, tetapi juga karena kesatria pemb erani
itu selama puluhan tahun telah berjuang dalam peperangan mereka.
Para imam yang membentuk kelompok itu akan kubicarakan saat bercerita tentang
pertemuan hari esoknya. Mulanya aku cuma bicara sedikit dengan mereka, karena
aku terlibat dalam rapat tiga-orang yang langsung diadakan antara William,
Ubertino, dan Michael dari Cesena.
Michael tentunya orang yang sungguhsungguh aneh: paling bersemangat Fransiskan
(beberapa kali ia menunjukkan sikap dan aksen Ubertino pada saatsaat ia
terangkat secara mistik); amat manusiawi dan orangnya gembira, macam orang
Romagna, mampu memuji makanan lezat dan ramah dengan teman-temannya. Licin dan
pintar mengelak, tibatiba saja ia bisa menjadi licik dan pintar seperti seekor
rubah, sukar ditangkap bagai seekor tikus mondok, kalau menyentuh masalah
hubungan di kalangan orang kuat. Ia mampu tertawa terbahak-bahak, menjadi amat
tegang, amat diam, sigap mengalihkan pandangan dari penanyanya jika pertanyaan
dari yang disebut terakhir itu menuntutnya untuk, dengan sikap yang seakan tidak
peduli, menolak untuk menjawab.
Aku sudah bicara sedikit tentang dia pada halaman yang sebelumnya, dan itu
adalah hal-hal yang kudengar dari orang lain yang mungkin juga mendengar dari orang lain.
Sekarang, sebaliknya, aku lebih memahami sikap-sikapnya yang berlawanan dan
perubahan mendadak dari strategi politik akhir-akhir ini yang membuat temanteman dan pengikutnya keheranan. Sebagai minister jenderal ordo Imam Minor, pada
prinsipnya ia penerus Santo Fransiskus Assisi, dan sungguhsungguh penerus para
pendahulunya. Ia harus bersaing dengan kesalehan dan kebijaksanaan pendahulunya
seperti Bonaventura dari Bagnoregio. Ia harus mempertahankan rasa hormat kepada
Regula, dan bersamaan dengan itu, harta milik ordo tersebut, yang begitu kuat
dan luas. Ia juga harus tetap mengawasi pengadilan dan dewan kota, dari siapa
ordo itu, dengan kedok derma, menerima hadiah dan warisan, sumber kemakmuran dan
kekayaan; dan bersamaan dengan itu, ia harus memastikan agar persyaratan
penebusan dosa tidak menyebabkan kaum Spiritual yang lebih bersemangat ingin
menyingkirkan ordo tersebut, sementara memecah belah komunitas hebat yang
diketuainya itu, menjadi suatu konstelasi kelompok bidah. Ia harus menyenangkan
Paus, Kaisar, para Imam Saudara Dina, dan Santo Fransiskus, yang sudah tentu
akan mengawasinya dari surga, maupun umat Kristen, yang akan mengamatinya dari
bumi. Waktu Paus Yohanes mengutuk semua rahib Spiritual sebagai bidah, Michael
tidak ragu untuk menyerahkan lima dari imam paling membandel dari Provence
kepada Paus, sehingga Paus bisa menghukum bakar
mereka. Tetapi karena menyadari (dan Ubertino mungkin ikut serta dalam hal ini)
bahwa banyak di dalam ordo itu yang bersimpati kepada para pengikut kesahajaan
Evangelis, Michael lalu bertindak dalam suatu cara sedemikian rupa sehingga
rapat umum Perugia, empat tahun kemudian, memenuhi tuntutan orangorang yang
dibakar itu, dengan sendirinya mau mencoba merekonsiliasi suatu kebutuhan, yang
mungkin bidah, dengan caracara dan institusi ordo tersebut, dan sambil berusaha
menyelaraskan keinginan ordo itu dan kehendak Paus. Namun, karena Michael sibuk
meyakinkan Paus, yang tanpa persetujuan Paus ia tentu tidak bisa melanjutkan, ia


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

juga bersedia menerima uluran tangan Kaisar dan para teolog kekaisaran. Dua
tahun sebelum hari ketika aku bertemu dengannya, ia sudah mengajak
rahibrahibnya, di cabang pusat Lyons, untuk berbicara tentang pribadi Paus,
namun dengan sikap tidak berlebihan dan dengan hormat (dan ini hanya beberapa
bulan setelah Paus itu, sambil mengacu kepada kaum Minorit, telah mengeluh
tentang "teriakan, kekeliruan, kegilaan mereka"). Tetapi di meja makan ini,
dengan ramah, ia duduk bersama orangorang yang membicarakan Paus tanpa rasa
hormat sama sekali. Aku sudah menceritakan kisah yang selebihnya. Vohanes menginginkan dia di
Avignon. Ia sendiri menginginkan dan tidak ingin ke sana, dan pertemuan hari
berikutnya akan memutuskan bentuk dan jaminan perjalanannya ke Avignon, yang
tidak boleh tampak seperti suatu tindakan menyerah atau
sebagai suatu tindakan menolak.
Kukira Michael belum pernah bertemu Vohanes secara pribadi, paling sedikit
sebagai Paus. Bagaimanapun juga, ia sudah lama sekali tidak bertemu Paus, dan
teman teman Michael cepatcepat melukis wajah simoniak itu dalam rona paling
gelap. "Satu hal yang harus kauketahui," kata William kepadanya, "jangan pernah
memercayai janjinya, yang selalu ia katakan dalam surat itu, sementara isinya ia
langgar." "Setiap orang tahu," kata Ubertino, "apa yang telah terjadi pada masa
pemilihannya ...." "Menurutku itu bukan pemilihan, tetapi pemaksaan!" teriak salah seorang di meja
itu, kelak kudengar orang memanggilnya Hugh dari Newcastle, yang aksen bicaranya
serupa dengan aksen guruku.
"Dalam hal ini, kematian Clement V sendiri tidak pernah terlalu jelas. Raja
belum pernah memaafkannya karena ia berjanji akan mengadili Bonifasius VIII
secara anumerta dan kemudian melakukan segala sesuatu yang bisa ia lakukan untuk
menghindari pendahulunya itu diakui. Tak seorang pun benarbenar tahu bagaimana
Clement mati, di Carpentras. Nyatanya, ketika mengadakan konklaf (rapat
tertutup) di Carpentras untuk memilih paus baru, para kardinal tidak berhasil
memilih Paus baru karena (tidak salah) yang diperdebatkan justru memilih Avignon
atau Roma. Aku tidak tahu persis apa yang terjadi waktu itu konon terjadi
pembantaian dan para kardinal diancam oleh keponakan Paus yang sudah meninggal
itu, pelayan mereka dibunuh, istana dibakar, para kardinal mengajukan pemohonan
kepada Raja, yang menyatakan bahwa ia tidak pernah menginginkan Paus
meninggalkan Roma dan mereka harus sabar dan membuat pilihan yang bagus .... Lalu
Philip yang Tampan itu meninggal, sekali lagi hanya Tuhan yang tahu caranya
"Atau Setan yang tahu," kata Ubertino sambil membuat tanda salib, yang diikuti
oleh semua yang lainnya. "Atau Setan yang tahu," Hugh mengiyakan dengan sinis. "Bagaimanapun juga, raja
lain menggantikan, bertahan selama delapan belas bulan, dan meninggal. Bayinya
yang baru lahir juga meninggal beberapa hari kemudian, dan walinya, adik Raja,
naik takhta "Dan dia adalah Philip V. Raja itulah yang, waktu masih menjadi Count dari
Poitiers, mencegah para kardinal yang melarikan diri dari Carpentras," kata
Michael. "Ya," Hugh melanjutkan. "Ia memasukkan lagi para kardinal ke dalam konklaf untuk
memilih Paus di Lyons, dalam biara Dominikan, sambil bersumpah akan menjamin
keselamatan mereka dan tidak menjadikan mereka tawanan. Tetapi begitu mereka
menyerah ke dalam kekuasaan raja, Philip tidak hanya mengunci mereka (memang
sudah kebiasaan), tetapi setiap hari mengurangi makanan mereka sampai mereka
mencapai suatu keputusan. Dan setiap orang berjanji mendukung haknya atas
takhta. Waktu ia naik takhta, para kardinal itu
sudah begitu letih menjadi tawanan selama dua tahun, dan begitu takut kalau
harus tinggal di sana seumur hidup, dengan makanan buruk, sehingga mereka
menyepakati segala sesuatunya, dan di atas takhta Petrus itu mereka mengangkat
si kerdil tersebut, yang sekarang umurnya sudah lebih dari tujuh puluh
"Kerdil, ya, betul," kata Ubertino sambil tertawa. "Dan agak seperti penderita
penyakit paru-paru, tetapi lebih kuat dan lebih lihai daripada perkiraan siapa
saja." "Anak tukang sepatu," gerundel salah seorang.
"Kristus sendiri anak tukang kayu," Ubertino membantahnya.
"Bukan itu yang penting. Yohanes orang yang pandai, belajar hukum di Montpellier
dan kedokteran di Paris, ia mengolah cara persahabatannya dalam cara yang paling
cocok untuk memenangkan takhta kepausan dan topi kardinal kalau kelihatannya
menguntungkan baginya, dan sebagai kanselir dari Robert yang Bijak di Naples ia
membuat banyak orang heran akan kecerdasannya. Ketika jadi Uskup Avignon, ia
memberi semua nasihat yang betul (betul, yakni, demi hasil dari upaya jorok itu)
kepada Philip yang Tampan tentang caranya menghancurkan Templars. Dan setelah
terpilih, ia berhasil menggagalkan suatu persekongkolan para kardinal yang ingin
membunuhnya .... Tetapi bukan ini yang ingin kubicarakan: aku bicara tentang
kemampuannya untuk mengkhianati sumpah tanpa dituduh mengucapkan sumpah palsu.
Agar dipilih, ia berjanji akan mengembalikan takhta suci ke Roma kepada Kardinal Orsini, dan
setelah dipilih ia bersumpah di depan hosti suci bahwa jika tidak memenuhi
janjinya, ia tidak akan naik kuda atau keledai lagi.
Yah, kau tahu apa yang telah dilakukan rubah itu" Setelah ia sendiri dimahkotai
di Lyons (bertentangan dengan kehendak Raja yang ingin upacara itu dilaksanakan
di Avignon), ia naik kapal dari Lyons ke Avignon."
Para rahib itu semua tertawa. Paus itu licik, tetapi tidak bisa disangkal bahwa
ia punya kepintaran tertentu.
"Ia tidak punya malu," komentar William. "Bukankah Hugh mengatakan bahwa Yohanes
tidak berusaha menutupi imannya yang buruk"
Bukankah kau, Ubertino, yang telah menceritakan apa yang ia bilang kepada Orsini
pada hari ia tiba di Avignon?"
"Yang jelas," kata Ubertino. "Ia bilang kepada Orsini bahwa langit Prancis
begitu indah sampai ia tidak bisa memahami mengapa ia harus menginjakkan kaki
dalam sebuah kota yang penuh reruntuhan, seperti Roma. Dan lantaran Paus,
seperti Petrus, punya kekuasaan untuk mengikat dan mengendorkan, maka ia
menggunakan kekuasaan ini: dan memutuskan untuk tetap tinggal di tempat ia
berada, tempat yang disukainya. Dan ketika Orsini berusaha mengingatkannya bahwa
Paus wajib tinggal di atas Bukit Vatikan, dengan pedas ia menyuruh Orsini taat
dan menutup pembicaraan itu. Tetapi aku belum selesai dengan kisah tentang sumpah itu. Waktu turun dari
kapal, Yohanes harus menunggang seekor kuda putih, untuk diikuti para Kardinal
yang menunggang kuda hitam, menurut tradisi. Sebagai gantinya ia berjalan kaki
ke istana kepausan. Aku juga belum pernah dengar ia naik kuda lagi. Dan inilah orang itu, Michael,
kau berharap mematuhinya dengan jaminan yang akan ia berikan kepadamu?"
Michael lama berdiam diri. Lalu ia bilang, "Aku bisa memahami keinginan Paus
untuk tetap tinggal di Avignon, dan aku tidak akan menentangnya. Tetapi ia tidak
bisa menentang hasrat kita akan kemiskinan dan interpretasi kita tentang contoh
yang diberikan Kristus."
"Jangan sok jujur, Michael," tukas William, "kemauanmu, kemauan kita, membuatnya
tampak sinis. Kau harus menyadari bahwa selama berabadabad belum pernah ada
orang yang lebih rakus yang menduduki takhta suci itu. Pelacur Babylon yang
biasa dikecam dengan keras oleh Ubertino kita ini, paus-paus korup yang
dilukiskan oleh para penyair negerimu seperti Alighieri itu, semuanya domba
lembek dan waras dibandingkan dengan Yohanes. Ia seekor burung magpie pencuri,
seorang lintah darat Yahudi; perdagangan di Avignon lebih banyak daripada di
Florence! Aku sudah mendengar tentang transaksi tercela dengan keponakan
Clement, Bertrand dari Goth, pembantai Carpentras itu (yang
selama itu, secara tidak sengaja, para kardinal tidak mengenakan permata). Ia
telah menjarah harta kekayaan pamannya, yang tidak sedikit, dan Yohanes tidak
memedulikan apa saja yang telah dicuri Bertrand: dalam Cum Venerabilis Yohanes
memang mencatat secara tepat jumlah uang emas, bejana perak dan emas, buku,
permadani, batu berharga, ornamen ... Bagaimanapun juga, Yohanes pura-pura tidak
tahu bahwa Bertrand telah merampas lebih dari satu setengah juta florin uang
emas selama pembantaian di Carpentras; dia hanya menanyakan tentang tiga puluh
ribu florin yang oleh Bertrand diakui telah ia terima dari pamannya untuk suatu
'masalah suci1, yaitu untuk suatu perang salib. Lalu disepakati bahwa Bertrand
boleh menyimpan yang separuh untuk perang salib itu dan mendermakan yang
setengahnya lagi kepada takhta suci. Dan Bertrand tidak pernah melakukan perang
salib, atau paling tidak ia belum melakukannya, dan Paus tidak pernah melihat
satu florin ...." "Kalau begitu, ia tidak terlalu pintar," tukas Michael.
"Hanya sekali itu ia tertipu dalam masalah uang," kata Ubertino. "Kau harus
kenal baik saudagar macam apa yang akan kauajak berdagang. Dalam setiap
kesempatan ia telah memamerkan keterampilan jahatnya dalam mengumpulkan uang. Ia
seorang Midas: segala sesuatu yang ia sentuh berubah menjadi emas dan mengalir
ke dalam peti uang Avignon. Setiap kali aku masuk apartemennya, aku menemukan
bankir, penukar-uang, dan meja
penuh dengan emas, petugas gereja menghitung florin dan menumpuk satu demi satu
keping emas dengan rapi .... Dan kau akan menyaksikan istana yang katanya sudah ia
bangun untuk dirinya sendiri itu, dengan kekayaan yang hanya pernah dimiliki
oleh Kaisar Byzantium atau Khan yang Agung dari bangsa Tartar. Dan sekarang
kalian paham mengapa ia mengeluarkan bulla untuk menentang citacita kemiskinan.
Tetapi tahukah kalian bahwa ia telah memberi semangat kepada kaum Dominikan,
yang membenci ordo kita, untuk mengukir patungpatung Kristus bermahkota
kerajaan, mengenakan tunik warna ungu dan emas, dan sandal mewah. Di Avignon
mereka memasang salib dengan salah satu tangan Kristus dipaku dan tangannya yang
lain menyentuh kantong uang yang menggantung pada sabuknya, untuk menunjukkan
bahwa ia mengesahkan penggunaan uang untuk tujuan religius ...."
"Oh, memalukan sekali," seru Michael. "Tetapi ini sungguhsungguh penghujatan!"
"Ia sudah menambahkan," William melanjutkan, "mahkota ketiga pada tiara
kepausan, ya, kan, Ubertino?"
"Tentu saja. Pada awal milenium, Paus Hilde-brand sudah punya satu, dengan
tulisan 'Corona regni de manu Dei'; u kelak Bonifacius yang jahat menambahkan
mahkota kedua, bertuliskan 'Diadema imperii de manu Petri', iz dan Yohanes hanya
sekadar 11 Mahkota Kerajaan dari Tangan Allah penerj.?12 Mahkota Kekaisaran dari Tangan Petrus ptntrj
?menyempurnakan simbol itu: tiga mahkota, kekuatan spiritual, duniawi, dan
surgawi. Suatu simbol yang senilai dengan simbol raja-raja Persia, simbol
penyembah berhala ...."
Ada seorang rahib yang sampai saat itu masih diam saja, sibuk dan tekun
menyantap makanan lezat yang dihidangkan Abbas di meja itu. Dengan mata kosong
ia mengikuti berbagai diskusi tersebut, sekali tempo ia tertawa sinis mendengar
pemborosan Paus, atau menggumam mengiyakan seruan menentang dari rahib lainnya.
Tetapi kalau tidak, ia rajin menyeka dagunya yang belepotan saus atau remah
makanan yang meleleh dari mulutnya yang besar namun tak bergigi itu, dan ia
hanya mengucapkan satu patah kata kepada salah seorang di sampingnya untuk
memuji kelezatan. Kelak aku tahu bahwa ia adalah Guru Jerome, Uskup Kaffa yang,
beberapa hari sebelumnya, dikira sudah mati oleh Ubertino. (Aku harus
menambahkan bahwa berita kematiannya dua tahun sebelumnya itu sampai lama terus
beredar sebagai kebenaran di seluruh wilayah Kristen, karena sesudah itu aku
masih mendengarnya lagi. Dalam kenyataan ia meninggal beberapa bulan setelah
pertemuan kami itu, dan aku masih mengira ia mati karena dikuasai kemarahan
besar pada pertemuan keesokan harinya; aku hampir membayangkan bahwa ia langsung
meledak, tubuhnya begitu lemah dan humornya begitu besar.)
Pada saat itu ia menyela diskusi tersebut, sambil bicara dengan mulut penuh
makanan, "Dan kemudian, kalian tahu, bajingan itu mengeluarkan suatu konstitusi
mengenai taxae sacrae poeniten-tiariae,i3 yang di dalamnya ia mengeksploitasi
dosa keagamaan dengan tujuan memeras lebih banyak uang. Jika seorang biarawan
melakukan dosa jasmaniah, dengan seorang biarawati, dengan seorang sanak
keluarga, atau bahkan dengan seorang perempuan biasa (karena ini juga terjadi!),
ia baru akan diberi absolusi setelah membayar enam puluh lima keping uang emas
dan dua belas pence. Dan jika orang itu melakukan hal yang bersifat
kebinatangan, pembayarannya lebih dari dua ratus keping, tetapi jika ia hanya
melakukannya dengan pemuda atau binatang, dan tidak dengan orang perempuan,
pembayarannya dikurangi seratus keping.
Dan seorang biarawati yang menyerahkan diri kepada banyak lelaki, entah dalam
waktu yang bersamaan atau berbedabeda, di dalam atau di luar biara, jika kelak
ingin menjadi kepala biara, ia harus membayar seratus tiga puluh satu keping
emas dan lima belas pence ...."
"Nah, nah, Messer Jerome," protes Ubertino, "kau tahu betapa kecil cintaku
kepada Paus, tetapi dalam hal ini aku harus membelanya! Ini fitnah yang beredar
di Avignon. Aku belum pernah melihat konstitusi itu!"
"Ada," Jerome menyatakan dengan keras. "Aku juga belum melihatnya, tetapi ada."
Ubertino geleng-geleng kepala, dan lainnya
13 Pajak suci penitensi penerj.
?terdiam. Aku menyadari bahwa mereka terbiasa untuk tidak memberikan perhatian
besar kepada Guru Jerome, yang lusa kemarin William sudah menyebutnya orang
tolol. William berusaha mengembalikan percakapan itu, "Bagaimanapun juga, entah
itu betul atau tidak, rumor itu menunjukkan kepada kita tentang iklim moral di
Avignon, di mana semua, yang memanfaatkan dan yang dimanfaatkan, tahu bahwa
mereka berdiam dalam suatu pasar dan bukan dalam wilayah wakil Kristus.
Ketika Yohanes naik takhta, ada rumor bahwa kekayaannya berjumlah tujuh puluh
ribu florin dan sekarang ada yang bilang ia sudah mengumpulkan lebih dari
sepuluh juta." "Mari kita berusaha jujur," kata Michael. "Kita tahu bahwa orang kita sendiri
juga melakukan perbuatan yang keterlaluan. Aku sudah mendengar tentang rahib
Fransiskan yang melakukan serangan bersenjata ke biara biara Dominikan dan
merampok rahibrahib lawannya untuk memaksa agar mereka hidup miskin .... Inilah
sebabnya aku tidak berani menentang Yohanes tentang kejadiankejadian di Provence
.... Aku ingin mengadakan kesepakatan dengannya; aku tidak akan mengejek
kesombongannya, aku hanya ingin minta agar dia tidak mengejek kesahajaan kita.
Aku tidak akan membicarakan uang dengan dia, aku hanya akan minta agar dia
menyetujui suatu interpretasi kuat dari Kitab Suci. Dan inilah yang harus kita
lakukan dengan dutanya besok pagi. Bagaimanapun juga, mereka adalah orangorang
teologi, dan tidak semua akan rakus seperti Yohanes. Kalau beberapa orang bijak telah menetapkan
suatu interpretasi dari Kitab Suci, Yohanes tidak akan mampu-"
"He?" Ubertino memutus katakatanya. "Heran, kau masih belum tahu tentang
kebodohannya dalam bidang teologi! Ia sungguhsungguh ingin mengikat segala
sesuatu dengan tangannya sendiri, di atas bumi dan di surga. Kita sudah
menyaksikan apa yang ia lakukan di atas bumi. Akan halnya di surga .... Yah, ia
belum mengungkapkan ide-ide yang tidak dapat kukatakan kepadamu paling sedikit
tidak di depan umum tetapi aku tahu pasti bahwa ia sudah membisikkannya kepada
orangorang dekatnya. Ia tengah merencanakan dalil yang begitu gila jika tidak
bisa disebut dalil jahat, yang akan mengubah isi pokok doktrin itu dan bakal
mencabut izin khotbah kita sama sekali."
"Apa saja itu?" banyak yang tanya.
"Tanya saja Berengar, ia tahu, ia yang kasih tahu aku."
Ubertino sudah menoleh kepada Berengar Talloni, yang selama tahuntahun yang lalu
menjadi musuh Paus yang paling keras di rumahnya sendiri. Karena datang dari
Avignon, ia bergabung dengan kelompok orang Fransiskan lainnya dua hari
sebelumnya dan datang bersama mereka ke biara ini.
"Ini suatu cerita yan aneh dan sulit dipercaya," kata Berengar. "Agaknya Yohanes
merencanakan untuk menyatakan bahwa orang benar baru akan menikmati penampakan
suci setelah kiamat. Selama beberapa waktu ia telah merenungkan
bait kesembilan dari Kitab Wahyu bab enam, yang membicarakan tentang dibukanya
lima meterai itu, di mana di bawah mezbah tampak jiwa-jiwa mereka yang telah
dibunuh karena firman Allah dan karena kesaksian yang mereka miliki. Kepada
mereka masingmasing diberi jubah putih, dan kepada mereka dikatakan bahwa mereka
harus lebih lama lagi bersabar .... Suatu pertanda, menurut Yohanes, bahwa pada
dasarnya mereka tidak akan mampu melihat Allah sebelum pengadilan terakhir
terpenuhi." "Ia mengatakan hal ini kepada siapa saja?" tanya Michael, ketakutan.
"Sejauh ini hanya kepada beberapa orang dekat, tetapi ceritanya sudah tersebar;
mereka bilang Paus sedang menyiapkan suatu deklarasi terbuka, tidak segera,
mungkin beberapa tahun lagi. Ia mulai berkonsultasi dengan para teolognya."
"Ha ha!" Jerome mengejek sambil makan.
"Dan lebih lagi, kelihatannya ia ingin melanjutkan lebih jauh dan menyatakan
bahwa neraka juga tidak akan terbuka sebelum hari itu ... bahkan tidak bagi setansetan!" "Tolonglah kami, Tuhan Yesus!" seru Jerome. "Dan apa yang harus kita katakan
kepada para pendosa kalau begitu, jika kita tidak mengancam mereka dengan


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

langsung masuk neraka pada saat mereka mati?"
"Kita berada di tangan seorang gila," kata Ubertino. "Tetapi aku tidak paham
mengapa ia ingin mengatakan hal-hal ini ...."
"Seluruh doktrin indulgensia hilang bagai asap," keluh Jerome, "dan bahkan dia
sendiri tidak akan mampu menjual apa saja setelah itu. Mengapa seorang imam yang
telah melakukan dosa melakukan perbuatan bersifat binatang harus membayar begitu
banyak uang emas untuk menghindari suatu hukuman yang masih jauh seperti itu?"
"Tidak terlalu jauh," kata Ubertino tegas. "Waktunya sudah dekat!"
"Kau tahu itu, Saudara terkasih, tetapi orang biasa tidak tahu itu. Ini yang
terjadi!" seru Jerome, yang tampaknya sudah tidak bisa lagi menikmati
makanannya. "Sungguh suatu ide yang jahat; para imam pengkhotbah itu tentu telah
menaruh ide itu ke dalam pikirannya .... Ah!" Dan ia menggelengkan kepala.
"Tetapi mengapa?" Michael dari Cesena kembali kepada pertanyaan ini.
"Aku tidak percaya ada alasannya," kata William. "Ini suatu ujian yang ia buat
sendiri, suatu tindak kesombongan. Ia ingin sungguhsungguh menjadi satu satunya
yang mengambil keputusan untuk surga dan bumi. Aku tahu bisikbisik ini William
dari Ockham sudah menulis surat kepadaku. Kelak kita akan melihat apakah ini
cara Paus itu atau cara para teolog itu, suara seluruh gereja,
keinginan sebenarnya dari umat Allah, para uskup ii
"Oh, tentang masalah doktrin ia bahkan bisa menundukkan para teolog itu untuk
menuruti kemauannya," kata Michael sedih.
"Tidak selalu begitu," jawab William. "Kita hidup pada zaman ketika mereka yang
punya pengetahuan tentang hal-hal suci tidak takut menyatakan Paus sebagai orang
bidah. Tujuan dari mereka yang punya pengetahuan tentang hal-hal suci adalah
suara orang Kristen. Dan bahkan Paus sendiri tidak dapat melawan mereka
sekarang." "Lebih buruk, lebih buruk lagi," gumam Michael, ketakutan. "Di satu pihak ada
seorang Paus gila, di lain pihak ada umat Allah, yang bahkan jika melalui
katakata para teologNya, tidak lama lagi akan menuntut untuk menginterpretasi
Kitab Suci secara bebas ....
"Mengapa" Apa bedanya dengan yang dilakukan orang kita di Perugia," tanya
William. Michael bereaksi seperti tersengat. "Itulah sebabnya aku ingin menemui Paus.
Kita tidak bisa berbuat apa-apa jika ia tidak setuju."
"Kita akan lihat, kita akan lihat," kata William dalam nada bingung.
Guruku memang amat tajam. Bagaimana ia bisa meramalkan bahwa Michael sendiri
kelak akan mendukung para teolog kerajaan itu dan mendukung orang banyak
mengutuk Paus" Bagaimana William bisa meramalkan bahwa, dalam waktu empat tahun,
waktu Yohanes untuk pertama kalinya mengumumkan doktrinnya yang tak bisa
dipercaya itu, akan timbul pemberontakan di sisi semua Kristianitas" Jika dengan
cara demikian maka penampakan suci itu akan ditunda, bagaimana yang mati bisa
memohonkan pengampunan bagi yang masih hidup"
Dan akan jadi apa dengan kultus para santo itu" Adalah kaum Minorit sendiri yang
bisa memulai kekerasan dalam mengutuk Paus, dan William dari Ockham akan berada
di garis depan, argumentasinya keras dan tak tergantikan. Konflik itu akan
berlangsung selama tiga tahun, sampai Yohanes, hampir meninggal, memperbaiki
sebagian. Bertahuntahun kemudian, waktu ia muncul dalam satu acara pengukuhan
pada Desember 1334, lebih pendek daripada yang terlihat sebelumnya, renta oleh
usia, berumur delapan puluh lima dan hampir meninggal, wajahnya pucat, kudengar
ia menjelaskan dan mengatakan (rubah ini, begitu lihai bermain katakata, tidak
hanya mengingkari sumpahnya sendiri tetapi juga menyangkal kebebalannya
sendiri): "Kami mengakui dan percaya bahwa jiwa-jiwa dipisahkan dari tubuh dan
sepenuhnya dimurnikan di surga, di firdaus dengan para malaikat, dan dengan
Yesus Kristus, dan bahwa mereka melihat Tuhan da-lam inti sucinya, dengan jelas,
berhadapan muka dan kemudian, setelah berhenti sebentar dan tidak pernah diketahui apakah itu
disebabkan ia sulit bernapas atau punya keinginan jahat untuk memberi tekanan
kepada klausul terakhir itu sebagai keharusan "sampai sejauh mana keadaan dan
kondisi jiwa yang terpisah itu memungkinkan." Keesokan harinya, suatu hari
Minggu, ia membaringkan diri di atas kursi panjang dengan sandaran, dan ia
menerima para kardinal, yang mencium tangannya, dan ia meninggal.
Tetapi sekali lagi aku menyeleweng, dan menceritakan hal-hal yang lain yang
tidak seharusnya kuceritakan. Namun, bagaimanapun juga, percakapan selebihnya di
meja itu tidak menambah banyak kepada pemahaman akan peristiwa-peristiwa yang
mau kuceritakan. Orangorang Minorit itu menyepakati sikap yang akan diambil pada hari berikutnya.
Mereka memperkirakan lawan mereka satu per satu.
Dengan prihatin mereka mengomentari berita, yang diumumkan oleh William, tentang
Bernard Gui. Dan bahkan tentang kenyataan bahwa Kardinal Bertrand del Poggetto
akan mendahului kedatangan duta Avignon. Dua inkuisitor terlalu banyak: suatu
tanda mereka merencanakan untuk menggunakan argumentasi tentang kebidahan
melawan orang Minorit. "Yang juga lebih buruk," kata William. "Kita akan memperlakukan mereka sebagai
orang bidah." "Tidak, tidak," kata Michael, "mari kita maju dengan hatihati; kita tidak boleh
merusak setiap kesepakatan yang mungkin."
"Sejauh yang bisa kulihat," kata William, "meskipun aku juga ikut mengusahakan
realisasi pertemuan ini, dan kau tahu itu, Michael, aku tidak percaya orangorang
Avignon akan datang ke sini untuk mencapai hasil positif apa saja. Yohanes
menginginkan kau pergi ke Avignon sendirian, dan tanpa jaminan. Tetapi paling
sedikit pertemuan itu akan punya satu fungsi: untuk membuat kau memahaminya.
Tentunya akan lebih buruk lagi jika kau sudah ke sana sebelum mendapat
pengalaman ini." "Jadi kau sudah bekerja keras, dan selama berbulan bulan, untuk menghasilkan
sesuatu yang kau yakin sia-sia," kata Michael dengan pahit.
"Aku diminta, oleh Kaisar dan oleh kau," kata William. "Dan akhirnya akan sama
sekali bukan hal yang sia-sia untuk mengenal musuh seseorang secara lebih baik."
Pada saat itu mereka datang untuk memberitahukan bahwa delegasi kedua sudah
hampir memasuki biara. Orangorang Minorit itu bangkit dan keluar untuk menemui
orangorang Paus. [] Nona Dalam cerita ini Kardinal del Pogetto tiba, bersama Bernard Gui dan orang
Avignon lainnya, dan kemudian masing masing melakukan sesuatu sendirisendiri.
rangorang yang sudah lama saling kenal, orangorang yang belum saling kenal
tetapi sudah mendengar tentang satu sama lain, saling menyapa di halaman, jelas dengan
malu-malu. Di samping Abbas, Kardinal Bertrand del Poggetto bersikap seperti
orang yang biasa berkuasa, seakan ia sendiri pada dasarnya seorang paus kedua,
dan kepada semua orang, khususnya para Minorit, ia membagikan senyum ramah,
sambil memberi harapan baik akan tercapainya kesepakatan luar biasa dalam
pertemuan esok hari dan terangterangan menyampaikan keinginan untuk perdamaian
dan kebaikan (ia sengaja menggunakan ekspresi yang menyenangkan buat kaum
Fransiskan) dari Yohanes XXII.
"Hebat," katanya kepadaku ketika William berbaik hati untuk memperkenalkan aku
sebagai sekretaris dan muridnya. Kemudian ia bertanya apa aku tahu Bologna dan
dengan bangga ia menceritakan keindahannya, makanannya yang lezat dan
universitasnya yang hebat, sambil mengundangku untuk mengunjungi kota itu,
daripada pulang kelak, seperti yang ia katakan, untuk hidup di kalangan bangsa
Jermanku yang membuat tuan kita Paus amat menderita.
Kemudian ia mengulurkan cincinnya untuk kucium, sambil tersenyum kepada
seseorang yang lain. Karena itu, perhatianku langsung pindah kepada orang yang
akhir-akhir ini kudengar banyak dibicarakan: Bernard Gui, seperti orang Prancis
menyebutnya, atau di tempat-tempat lain ia dipanggil Bernardo Guidoni atau
Bernardo Guido. Ia seorang Dominikan berusia sekitar tujuh puluh tahun, kurus dan tegak. Aku
terpana oleh matanya yang kelabu, mampu menatap tanpa ekspresi apa-apa; nantinya
aku akan melihat mata itu sering mengilat dengan cahaya membingungkan, pintar
dalam menyembunyikan sekaligus dalam menyampaikan pikiran dan kegairahannya
secara terbuka. Selama acara penyambutan dan saling menyapa itu, Bernard Gui tidak menunjukkan
kasih sayang atau keramahan seperti lainnya, tetapi selalu dan cuma sekadar
sopan. Waktu bertemu Ubertino, yang sudah ia kenal, ia bersikap amat tak acuh,
tetapi menatapnya dalam suatu cara yang membuatku bergidik gelisah. Waktu
menyapa Michael dari Cesena, senyumnya sukar ditebak, dan ia menggumam tanpa
kehangatan, "Kau sudah lama ditunggu di sana," suatu kalimat yang di dalamnya
aku tidak bisa menangkap suatu isyarat senang sekali atau agak ironis, bukan
semacam perintah atau, dalam hal itu, suatu saran menarik. Ia bertemu William,
dan waktu tahu siapa dia, ia memandangnya dengan sopan tetapi bermusuhan: bukan
karena wajahnya menutupi perasaan rahasianya, aku yakin itu (bahkan meskipun aku
tidak yakin bahwa ia menunjukkan perasaan sama sekali), tetapi karena ia pasti
menginginkan William merasa bahwa ia bermusuhan. William membalas sikap
bermusuhan itu, sambil tersenyum kepadanya dengan keramahan yang berlebihan dan
berkata, "Sudah lama aku ingin bertemu seseorang yang ketenarannya sudah
merupakan pelajaran bagiku dan suatu saran untuk banyak keputusan penting yang
sudah mengilhami hidupku."
Sudah jelas merupakan katakata memuji, hampir menyanjung, bagi siapa saja yang
tidak tahu, namun Bernard tahu betul, bahwa salah satu keputusan terpenting
dalam hidup William adalah meninggalkan kedudukannya sebagai inkuisitor. Aku
mendapat kesan bahwa, andaikan William akan dengan senang melihat Bernard dalam
suatu penjara kerajaan, sudah tentu Bernard akan senang melihat William tibatiba
direnggut oleh kematian yang tidak disengaja dan mendadak; dan karena pada
harihari itu Bernard memimpin pasukan bersenjata, aku mengkhawatirkan jiwa
guruku yang baik itu. Tentunya Bernard sudah diberi tahu oleh Abbas tentang kejahatan yang terjadi di
biara itu. Nyatanya, sambil pura-pura mengabaikan racun dalam katakata William, ia berkata,
"Kelihatannya bahwa sekarang, sesuai dengan permintaan Abbas, dan dengan tujuan
memenuhi misi yang dipercayakan kepadaku menurut persyaratan kesepakatan yang
menyatukan kita semua di sini, aku harus melibatkan diriku sendiri dengan
beberapa kejadian amat menyedihkan yang di dalamnya nyata sekali ada bau busuk
Setan. Ini kukatakan kepadamu karena aku tahu bahwa dulu sekali, waktu kau lebih
dekat denganku, kau berjuang seperti yang sudah kulakukan dan seperti mereka
yang seperti aku dalam padang itu di mana kekuatan kebaikan disiapkan melawan
kekuatan kejahatan."
"Betul," kata William dengan kalem, "tetapi kemudian aku menyeberang ke sisi
lain." Bernard menerima baik pukulan itu. "Dapatkah kau menceritakan kepadaku apa saja
yang bisa membantu tentang perbuatan kriminal tersebut?"
"Sayang sekali, tidak," jawab William sopan. "Aku tidak mempunyai pengalamanmu
di bidang perbuatan kriminal."
Mulai saat itu aku kehilangan jejak setiap orang. William, setelah mengobrol
lagi dengan Michael dan Ubertino, mengundurkan diri ke skriptorium. Ia minta
izin Maleakhi untuk memeriksa bukubuku tertentu, tetapi aku tidak bisa mendengar
judulnya. Maleakhi memandangnya dengan aneh tetapi tidak bisa tidak memberi
izin. Anehnya, bukubuku itu tidak perlu dicari dalam perpustakaan.
Semuanya sudah ada di atas meja Venantius, semuanya. Guruku begitu asyik
membaca, dan aku memutuskan untuk tidak mengganggunya.
Aku turun ke dapur. Di sana aku melihat Bernard Gui. Mungkin ia ingin memahami
peta biara itu dan berjalan ke manamana. Aku mendengar dia menginterogasi para
tukang masak dan pembantu lainnya, dengan dialek setempat yang diperbarui. (Aku
ingat bahwa ia sudah pernah menjadi inkuisitor di Italia Utara.) Tampaknya ia
minta informasi tentang panenan, organisasi kerja di biara itu.
Namun bahkan sementara mengajukan pertanyaan yang paling tidak berbahaya, ia
akan memandang teman bicaranya dengan mata menembusi, lalu akan secara tibatiba
mengajukan pertanyaan lain, dan pada saat itu korbannya akan pucat dan bicara
dengan terbatabata. Aku menyimpulkan bahwa, dengan suatu cara istimewa, ia tengah melakukan suatu
inkuisisi, dan tengah memanfaatkan suatu senjata amat kuat yang, dalam
melaksanakan fungsinya, dimiliki dan dipakai oleh setiap inkuistor: yakni rasa
takut orang lain. Karena setiap orang, kalau ditanyai, biasanya menceritakan kepada inkuisitor,
karena takut dicurigai tentang sesuatu, apa pun yang bisa membuat seseorang lain
dicurigai. Selama sisa malam itu, karena berjalan berkeliling pelanpelan, aku melihat
Bernard terus melanjutkan gayanya ini, entah di kilang atau di kloster. Tetapi
ia hampir tidak pernah menghadapi
para rahib: selalu saudarasaudara awam atau petani. Sampai sejauh ini, itu
berlawanan dengan strategi William. []
Vespers Dalam cerita ini Alinardo seakan mau memberi informasi berharga dan William
mengungkapkan metodenya untuk sampai pada suatu kemungkinan kebenaran melalui
serangkaian kesalahan yang tidak bisa diragukan.
~Lt~\ antinya William turun dari skriptorium de-f_yy ngan gembira. Sementara
menunggu saat makan malam, kami bertemu Alinardo di kloster.
Karena ingat akan permintaannya, sehari sebelumnya aku sudah mengambil sedikit
kacang dari dapur dan memberikannya kepadanya.
Ia mengucapkan terima kasih sambil memasukkan kacang itu ke dalam mulutnya yang
ompong, mulut yang berliur. "Kau lihat, Nak?" katanya.
"Mayat yang lain juga terbaring di mana buku itu sudah mengumumkan akan terjadi
.... Sekarang tunggu bunyi sangkakala keempat!"
Aku bertanya kenapa ia mengira bahwa kunci urutan kejahatan itu terletak dalam
Kitab Wahyu. Ia memandangku keheranan, "Buku rasul Vohanes itu menawarkan kunci
untuk segala sesuatu!" Dan dengan seringai pahit ia menambahkan, "Aku tahu itu,
sudah lama sekali aku bicara banyak tentang itu .... Aku adalah orang, kau tahu,
yang menyarankan kepada Abbas ... Abbas waktu itu ... untuk mengumpulkan sebanyak mungkin
komentar tentang Kitab Wahyu. Waktu itu aku mau jadi pustakawan ... tetapi
kemudian Abbas yang lain itu berhasil pergi sendiri ke Silos, di mana ia
menemukan naskahnaskah paling bagus, dan ia pulang dengan barang rampasan yang
luar biasa .... Oh, dia tahu di mana harus mencarinya; ia juga menguasai bahasa
orang kafir .... Dan dengan begitu, perpustakaan itu ia urus sendiri, dan bukan
aku. Tetapi Tuhan menghukumnya, dan mengirimnya ke kerajaan kegelapan sebelum
saatnya. Ha ha ...." Ia tertawa menjijikkan, lelaki tua yang sampai saat itu
tersesat dalam kesalehan usia tuanya, bagiku terlihat seperti seorang anak kecil
yang masih murni. "Siapa rahib yang tengah kaubicarakan?" tanya William.
Ia memandang kami, terpana. "Siapa yang kubicarakan Aku tidak ingat ... itu sudah
lama sekali. Tetapi Tuhan menghukum, Tuhan memusnahkan, Tuhan bahkan memperburam
ingatan. Banyak tindakan angkuh dilakukan di perpustakaan itu. Terutama setelah perpustakaan itu jatuh ke tangan
orang asing. Tuhan masih terus menghukum
Kam i tidak bisa mengorek lebih jauh dari dia, dan kami meninggalkannya ke dalam
lamunannya yang tenang dan pahit itu. William menyatakan dirinya amat tertarik
dalam percakapan itu, "Alinardo adalah orang yang harus didengarkan; setiap kali
bicara, ia mengatakan sesuatu yang
menarik." "Apa yang ia katakan kali ini?"
"Adso," kata William, "menyelesaikan suatu misteri, tidak sama dengan mengambil
dari prinsip-prinsip pertama. Juga tidak sekadar menumpuk untuk mengumpulkan
sejumlah data khusus dari situ untuk menarik suatu hukum umum. Ini justru lebih
berarti, ambil satu atau dua data khusus yang jelas tidak mengandung sesuatu
yang sama, dan sambil mencoba membayangkan apakah data itu bisa mewakili begitu
banyak contoh dari suatu hukum umum yang belum kauketahui, dan mungkin belum
pernah disebarluaskan. Untuk pastinya, jika kau tahu, seperti dikatakan para
filsuf, bahwa manusia, kuda, dan keledai semua bisa bertahan hidup lama tanpa
empedu, maka kau bisa membuat spekulasi dari prinsip bahwa binatang tanpa empedu
bisa hidup lama. Tetapi coba ambil contoh binatang bertanduk. Mengapa mereka
bertanduk" Tibatiba kau menyadari bahwa semua binatang bertanduk tidak punya
gigi pada rahang atasnya. Ini suatu penemuan yang bagus, jika kau juga belum
menyadari bahwa, astaga, ada binatang yang rahang atasnya tidak bergigi yang,
toh, tidak bertanduk: misalnya saja, unta.
Dan akhirnya kau menyadari bahwa semua binatang yang rahang atasnya tak bergigi
punya empat perut. Nah, kalau begitu, kau bisa menduga bahwa binatang yang tidak
bisa mengunyah dengan baik tentu memerlukan empat perut untuk mencernakan
makanan dengan lebih baik. Tetapi
bagaimana dengan tanduk" Kau lalu membayangkan alasan material untuk tanduk itu
katakanlah, kekurangan gigi melengkapi binatang itu dengan suatu ekses benda
keras yang harus muncul di tempat lain. Tetapi apa penjelasan itu cukup" Tidak,
karena unta tidak punya gigi pada rahang atas, punya empat perut, tetapi tidak


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

punya tanduk. Dan kau juga harus membayangkan suatu alasan terakhir. Benda keras
itu hanya muncul dalam bentuk tanduk dalam binatang yang tidak punya cara
pembelaan yang lain. Tetapi unta punya kulit yang amat keras dan tidak
memerlukan tanduk. Jadi, hukumnya bisa ...."
"Tetapi apa hubungan tanduk itu dengan apa saja?" tanyaku tidak sabar. "Dan
mengapa Anda memikirkan binatang yang punya tanduk?"
"Aku sendiri tidak pernah memikirkannya, tetapi Uskup Lincoln amat tertarik
kepada itu, sementara mengikuti ide dari Aristoteles. Jujur saja, aku tidak tahu
apakah kesimpulannya benar, aku juga belum pernah memeriksa di mana letak gigi
unta atau berapa banyak perutnya. Aku hanya mau mengatakan kepadamu bahwa
pencarian tentang hukum-hukum yang tidak bisa dijelaskan dalam fakta alami
dikerjakan dalam suatu gaya yang meletihkan. Di hadapan beberapa fakta yang
tidak bisa dijelaskan itu kau harus berusaha membayangkan banyak hukum umum,
yang tidak kauketahui hubungannya dengan faktamu. Lalu tibatiba, dalam hubungan
yang tidak terduga dari suatu hasil, suatu situasi khusus, dan salah satu hukum
ini, kau mendapat suatu garis penalaran yang kelihatannya lebih meyakinkan daripada lainlainnya.
Coba kauterap-kan itu pada semua kasus yang serupa, gunakan itu untuk membuat
prediksi, dan kau akan tahu bahwa intuisimu betul. Tetapi sebelum kau mencapai
ujungnya, kau tidak akan pernah tahu prediksi mana yang bisa dimasukkan ke dalam
penalaranmu dan mana yang harus dibuang. Dan ini yang sedang kukerjakan
sekarang. Aku menjajar begitu banyak unsur yang terpisah-pisah dan melakukan
spekulasi dengan beberapa hipotesis. Aku harus banyak berspekulasi, dan banyak
di antaranya yang begitu absurd sehingga aku tentu malu menceritakannya
kepadamu. Kau lihat, dalam kasus Brunellus, waktu aku melihat tandatanda, aku
memikirkan banyak hipotesis yang berlawanan dan melengkapi: mungkin itu seekor
kuda yang melarikan diri, mungkin juga Abbas telah mengendarai kuda bagus untuk
menuruni lereng gunung, bisa jadi bahwa seekor kuda, Brunellus, telah
meninggalkan jejak dalam salju dan kuda lain, Favellus, sehari sebelumnya, bulu
ekornya tersangkut di semak-semak, dan mungkin ada orang yang mematahkan
ranting-ranting itu. Aku baru tahu hipotesis mana yang benar ketika melihat Kepala Gudang dan para
pelayan sibuk mencaricari. Maka aku paham bahwa hipotesis tentang Brunellus itu
yang betul, dan aku berusaha membuktikannya bahwa itu betul, dengan mengatakan
begitu kepada para rahib itu. Aku menang, tetapi mungkin saja bisa kalah. Yang
lainlainnya percaya bahwa aku bijaksana karena aku menang, tetapi mereka tidak
tahu bahwa beberapa detik sebelum aku menang, aku tidak yakin aku tidak akan
kalah. Nah, untuk kejadiankejadian di biara ini, aku punya banyak hipotesis
bagus, tetapi tidak ada fakta jelas yang memungkinkan aku untuk mengatakan mana
yang terbaik. Jadi, daripada nantinya tampak bodoh, aku tidak mau tampak pintar
sekarang. Biarkan aku tidak memikirkan apa-apa lagi, paling sedikit sampai besok
pagi." Saat itu aku mengerti metode penalaran guruku, dan bagiku tampak cukup berbeda
dari metode filsuf itu, yang membuat penalaran melalui prinsip pertama, sehingga
inteleknya hampir mengambil cava-cava intelek suci. Aku memahami bahwa, kalau
tidak punya jawaban, William mengusulkan banyak jawaban kepada dirinya sendiri,
satu dari lainnya amat berbeda. Aku tetap bingung.
"Tetapi kalau begitu aku mencoba mengomentari, "Anda masih jauh dari
penyelesaian ...." "Oh, sudah amat dekat," kata William, "tetapi aku tidak tahu yang mana."
"Jadi, Anda tidak punya satu jawaban tunggal untuk masalah itu?"
"Adso, jika sudah punya, seharusnya aku mengajar teologi di Paris."
"Apa di Paris mereka selalu punya jawaban yang benar?"
"Tidak pernah," kata William, "tetapi mereka a-mat yakin akan kesalahan mereka."
"Dan guru sendiri," kataku dengan kebandelan anak kecil, "tidak pernah melakukan
kesalahan?" "Sering," jawabnya. "Tetapi daripada hanya menarik satu jawaban, aku justru
membayangkan banyak, maka tidak ada yang memperbudak diriku."
Aku mendapat kesan bahwa William sama sekali tidak tertarik kepada kebenaran
itu, yang bukan apa-apa kecuali penyesuaian antara benda itu dan intelek itu.
Sebaliknya, ia menghibur diri dengan membayangkan betapa banyak peluang yang
mungkin ada. Pada saat itu, aku mengakui, aku putus asa dengan guruku dan ternyata aku
berpikir, "Ada baiknya inkuisitor itu sudah datang."
Aku memihak kehausan akan kebenaran yang mengilhami Bernard Gui itu.
Dan dalam suasana hati yang patut dicela ini, lebih buruk daripada Yudas pada
malam Kamis Putih, aku pergi bersama William ke ruang makan untuk menyantap
makan malamku. [] Komplina Dalam cerita iniSalvatore menceritakan tentang suatu mantra yang amat manjur.
7y*\3k3n malam bagi para duta itu luar biasa. t_yzfr Abbas itu pasti tahu betul
kelemahan manusia sekaligus kebiasaan dewan kepausan (yang, perlu kukatakan,
tidak membuat kaum Minorit dari Bruder Michael tidak senang). Tukang masak sudah
memberi tahu kami bahwa babi yang baru saja disembelih akan menghasilkan puding
darah menurut resep Monte Cassino. Tetapi kematian Venantius yang mengerikan
telah mengharuskan mereka membuang semua darah babi itu, meskipun akhirnya
mereka harus menyembelih beberapa ekor babi lagi. Aku yakin bahwa pada masa itu
setiap orang tidak menyukai ide tentang menyembelih ciptaan Allah. Bagaimanapun
juga, kami disuguhi daging merpati cincang, dicelup dalam anggur hasil kawasan
itu, kelinci panggang, kue Santa Clara, nasi dengan kenari dari perbukitan
hidangan masa puasa, yaitu tart boras, zaitun isi, keju goreng, daging domba
saus merica, kacang putih, dan manisan, kue Santo
Bernard, pai Sinterklas, kue bola Santa Lusia, dan anggur, dan minuman rempah
yang membuat setiap orang gembira, bahkan Bernard Gui yang biasanya serius:
minuman obat dari lemon verbena, anggur kacang amandel, anggur antiencok, dan
anggur gentian. Akhirnya, semua berdiri dengan amat bahagia, ada yang bilang tidak enak badan
sebagai alasan untuk tidak ikut komplina. Tetapi Abbas itu tidak melarang. Tidak
semua punya hak istimewa dan kewajiban yang oleh ordo kami dianggap suci itu.
Setelah para rahib itu meninggalkan ruang makan, rasa ingin tahuku membuatku
tinggal lebih lama di dapur, di mana mereka mulai bersiap-siap untuk mengunci
pintu dapur selama malam hari.
Aku melihat Salvatore menyelinap ke arah kebun sambil mengempit sebuah
bungkusan. Aku jadi lebih ingin tahu lagi. Aku mengikuti dan memanggilnya. Ia
berusaha menghindariku, tetapi ketika kutanyakan ia menjawab bahwa dalam
bungkusan itu (yang bergerakgerak seakan berisi sesuatu yang hidup) ia membawa
seekor kadal. "Basilischium gua! Raja ular naga, begitu penuh racun sampai seluruhnya racun!
Che dicam, il veleno, bahkan sengatnya keluar racun dan bisa membunuhmu!
Meracunimu ... Dan ia punya bintik hitam pada punggungnya, dan kepala seperti
gadis cantik, dan setengah tegak di atas tanah, dan setengah melata seperti ular
lainnya. Dan ia membunuh bellula ...."
"Bellula?" "Oh! Binatang parvissimum, cuma sedikit agak panjang daripada tikus, dan juga
disebut tikus kesturi. Dan begitulah ular dan botta itu. Dan kalau mereka
menggigitnya, bellula itu lari ke fenicula atau ke cicerbita dan mengunyahnya,
dan kembali ke battaglia. Dan mereka bilang ini keluar lewat oculi, tetapi
kebanyakan bilang mereka salah."
Aku menanyakan buat apa kadal itu, dan ia bilang itu urusannya sendiri. Karena
sekarang aku benarbenar ingin tahu, aku bilang bahwa harihari itu, dengan semua
kematian itu, seharusnya jangan ada rahasia lagi dan aku akan bilang kepada
William. Lalu Salvatore memohon dengan keras untuk tetap diam, sambil membuka
bungkusan itu, dan menunjukkan kepadaku seekor kucing hitam. Ia menyuruhku
mendekat dan, dengan senyum cabul, bilang bahwa ia tidak ingin Kepala Gudang,
yang kuat, atau aku, muda dan tampan, menikmati cinta gadis desa lagi, sedangkan
ia tidak bisa karena buruk rupa dan malang. Tetapi ia tahu suatu mantra manjur
yang bisa menaklukkan setiap perempuan. Kau harus membunuh seekor kucing hitam
dan mengeluarkan kedua matanya, lalu menaruhnya dalam dua telur dari seekor ayam
hitam, satu mata dalam satu telur, satu dalam telur lainnya (dan ia telah
menunjukkan kepadaku dua butir telur yang ia bersumpah sudah diambil dari ayam
yang betul). Lalu kau harus membiarkan telur-telur itu membusuk dalam tumpukan
kotoran kuda (dan ia sudah membuat sebuah tumpukan di suatu pojok yang tidak
dilewati orang), dan seekor
setan kecil akan lahir dari masingmasing telur, dan nanti akan melayanimu,
menyediakan bagimu semua kesenangan dunia ini. Tetapi, astaga, katanya kepadaku,
agar mantra ajaib ini bisa berhasil, perempuan yang cintanya ia inginkan harus
meludahi telur itu sebelum ditanam di dalam kotoran, dan masalah itu membuatnya
gelisah, karena ia harus menemukan perempuan yang ia inginkan malam itu, dan
menyuruh perempuan itu melakukan ritual tersebut tanpa tahu maksudnya.
Tibatiba diriku serasa panas, di wajah, atau perut, atau dalam seluruh tubuhku,
dan dengan suara lirih aku bertanya apa malam itu ia akan mengajak masuk gadis
yang sama. Ia tertawa, menertawakan diriku, dan menuduhku sungguhsungguh
tercengkam oleh nafsu yang besar (aku bilang tidak, aku hanya ingin tahu saja),
dan kemudian ia bilang bahwa ada banyak perempuan di desa, dan ia bisa mengajak
perempuan lain, jauh lebih cantik daripada yang kusukai. Kukira ia berbohong
kepadaku agar aku pergi. Dan toh apa yang harus kulakukan" Mengikutinya
sepanjang malam, sementara William menungguku untuk masalah yang amat berbeda"
Dan sekali lagi bertemu dengan gadis itu (andaikan dia perempuan betul) yang
seleraku mendorongku mendekatinya sementara akal sehatku mendorongku menjauh dan
yang seharusnya tidak pernah kutemui lagi meskipun aku memang berkeinginan
menemuinya lebih lanjut" Sudah pasti tidak. Jadi, aku membujuk diriku sendiri
bahwa Salvatore tidak bohong, sejauh berkaitan dengan perempuan.
Atau mungkin ia mau berbohong tentang segalanya, dan mantra yang ia jelaskan
hanyalah fantasi dari pikirannya yang naif dan takhayul, dan ia tidak akan bisa
berbuat apa-apa. Aku jadi jengkel terhadapnya, dengan kasar kukatakan kepadanya bahwa malam itu
lebih baik ia pergi tidur karena para pemanah akan berpatroli di dalam biara. Ia
berkata bahwa ia kenal biara ini lebih baik daripada para pemanah, dan kabut
akan membuat tak seorang pun bisa melihat siapa saja. Memang, katanya kepadaku,
kalau aku lari sekarang, kau tidak akan bisa melihatku lagi, bahkan jika aku
menikmati gadis yang kauinginkan di tempat yang cuma dua kaki jauhnya. Ia
mengungkapkan dirinya sendiri dengan katakata yang berbeda, tetapi ini maksud
katakatanya. Aku pergi dengan marah, karena tidak ada gunanya bagiku, yang
seorang novis dan bangsawan, bertengkar dengan orang semacam itu.
Aku bergabung dengan William dan kami melakukan apa yang harus dikerjakan.
Yaitu, mengikuti komplina di samping gang-tengah gereja, sehingga kalau ibadat
itu selesai, kami akan siap melaksanakan perjalanan kami yang kedua (bagiku yang
ketiga) kedalam isi perut labirin itu. []
Setelah Komplina Dalam cerita ini mereka mengunjungi labirin lagi, mencapai ambang dari jinis
Africa, tetapi tidak bisa masuk karena tidak tahu maksud dari yang pertama
dan yang ketujuh dari empat itu, dan akhirnya, meskipun dia terpelajar, penyakit
cinta Adso kambuh. unjungan ke perpustakaan itu menuntut kerja berjam-jam. Kalau dijelaskan dengan
-katakata, pembuktian yang ingin kami lakukan itu sederhana, tetapi perjalanan
kami dengan penerangan lampu sambil membaca tulisan pada perkamen, menandai
gang-gang dan dinding buntu di atas peta, mencatat tandatanda, mengikuti
berbagai rute di mana kami menemukan halangan dan permainan celah-celah itu,
amat lama. Dan sukar. Hawanya dingin menggigit. Malam itu tidak ada angin, dan kami tidak mendengar
siulan lirih yang telah mengagetkan kami pada malam pertama itu, tetapi udara
lembap dan amat dingin masuk dari celah-celah sempit itu. Kami harus mengenakan
sarung tangan wol agar bisa menyentuh bukubuku itu tanpa tangan kami jadi kaku.
Tetapi sarung tangan yang kami kenakan adalah yang dipakai untuk menulis pada
musim dingin, jadi ujung jarinya terbuka, dan kadangkadang kami harus menempelkan jarijari kami ke
dada atau menangkupkannya sambil melompat-lompat setengah beku.
Karena itulah kami tidak bisa mengerjakan seluruh tugas itu secara terusmenerus.
Kami berhenti untuk memeriksa kotak-kotak buku, dan sekarang karena William
dengan kacamata baru di atas hidungnya bisa membaca bukubuku itu sebentar, pada
setiap judul yang ia temukan ia berseru gembira, entah karena ia kenal buku itu,
atau karena ia sudah lama mencarinya, atau akhirnya karena belum pernah
mendengar judul itu dan amat gembira dan bergairah.
Singkat kata, baginya setiap buku bagaikan seekor hewan luar biasa aneh yang ia
temukan dalam suatu negeri asing. Dan sementara membuka-buka halaman suatu
naskah, ia menyuruhku mencari yang lain.
"Coba kau lihat apa yang ada di kotak itu!"
Dan aku, sambil menguraikan dan memindah-mindah buku, berkata, "Historia
anglorum oleh Bede .... Dan juga oleh Bede, De aedificatione templi, De
tabernaculo, De temporibus et computo et chronica et circuli Dionysi,
Ortographia, De ratione metrorum, Vita Sancti Cuthberti, Ars metrica
"Tentu saja, kumpulan karya lengkap dari orang Mulia .... Dan lihat ini! De
rhetorica cognatione, Locorum rhetoricorum distinctio, dan banyak ahli
gramatika, Priscian, Honoratus, Donatus, Victorinus,
Metrorius, Eutiches, Servius, Phocas, Asper .... Aneh, mulamula kupikir ada para
penulis dari Anglia .... Mari kita lihat di bawah ...."
"Hisperica ... famina. Apa itu?"
"Puisi Hibernia. Dengarkan:
Hoc spumans mundanas obval/at Pelagus oras terrestres amniosis fluctibus cudit
margines. Saxeas undosis molibus irruit avionias. Infima bomboso vertice miscet
glareas asphfero spergit spumas sulco, sonoreis frequenter quatitur flabris ..."
Aku tidak memahami artinya, tetapi waktu William yang membaca, ia seakan
menggelindingkan katakata itu dalam mulutnya sehingga seakan terdengar bunyi
ombak dan buih laut. "Dan ini" Aldhelm dari Malmesbury. Dengarkan: 'Primitus pantorum procerum
poematorum pio potissimum paternoque presertim privilegio panegiricum poemataque
passim prosatori sub polo promulgates1 .... Semua kata tersebut dimulai dengan
huruf yang sama!" "Orangorang dari kepulauanku semua agak sinting," kata William dengan bangga.
"Mari kita lihat kotak lain."
"Virgil." "Apa yang Virgil buat di sini" Virgil apa" Geor-gics?"
"Bukan. Epitomae. Aku belum pernah mendengarnya."
"Tetapi ini Virgil dari Toulouse, pakar retorika itu, enam abad setelah
kelahiran Tuhan kita. Dia dianggap seorang petapa agung ...."
"Di sini dikatakan bahwa seni adalah poema, rethoria, grama, leporia, dialecta,
geometria .... Tetapi dia menulis dalam bahasa apa?"
"Latin. Latin hasil temuannya sendiri, yang ia anggap jauh lebih indah. Baca
ini; ia bilang bahwa astronomi mempelajari tandatanda zodiak, yakni, mon, man,
tonte, piron, dameth, perfellea, belgalic, margaleth, lutamiron, taminon, dan
raphalut." "Apa dia sinting?"
"Aku tidak tahu: ia bukan berasal dari kepulauanku. Dan dengar ini; ia bilang
bahwa ada dua belas cara untuk menetapkan api: ignis, coquihabin (quia incocta
coquendi habet dictionem), ardo, calax ex calore, fragon ex fragore flammae,
rusin de rubore, fumaton, ustrax de urendo, vitius quia pene mortua membra suo
vivificat, siluleus, quod de silice siliat, unde et silex non recte dicitur,
nisi ex qua scintilla silit. Dan aeneon, de Aenea deo, qui in eo habitat, sive a
quo elementis flatus fertur."
"Tetapi tak ada yang bicara seperti itu!"
"Untunglah. Tetapi itu adalah masa-masa ketika, untuk melupakan dunia yang
jahat, para pakar gramatika menikmati pertanyaanpertanyaan yang muskil. Aku
dikasih tahu bahwa pada masa itu, selama lima belas hari dan lima belas malam,
Gabundus dan Terentius, keduanya pakar retorika, berdebat tentang vokatif dari
kata 'ego1, dan akhirnya mereka saling menyerang, dengan senjata."
"Tetapi ini, juga. Dengar ...." Aku sudah meraih sebuah buku yang diberi ilustrasi
begitu indah dengan labirin sayuran di mana kera-kera dan ular mengintip di
sela-selanya. "Dengar katakata ini: cantamen, collamen, gongelamen, stemiamen,
plasmamem, sonerus, alboreus, gaudifluus, glaucicomus ...."
"Kepulauanku," kata William, sekali lagi dengan nada mesra.
"Jangan terlalu keras dengan rahibrahib dari Hibernia yang jauh itu. Mungkin,
jika biara ini ada dan jika kita masih bicara tentang Kerajaan Romawi Suci, kita
berutang budi kepada mereka.
Pada waktu itu, Eropa yang selebihnya tinggal setumpuk puing; suatu hari mereka
menyatakan semua baptis yang diberikan oleh imam-imam Galilea tertentu tidak
sah, karena mereka membaptis 'in nomine paths et filiae'n dan bukan karena
mereka mempraktikkan suatu kebidahan baru dan menganggap Yesus seorang
perempuan, tetapi karena mereka tidak bisa lagi berbahasa Latin."
"Seperti Salvatore?"


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kira-kira begitu. Orang Viking dari Utara Jauh turun melalui sungai-sungai
untuk merampas Roma. Kuil-kuil pemujaan berhala hancur berkeping-keping, dan
orang Kristen belum ada. Waktu itu hanya ada rahib Hibernia yang menulis dan
membaca, membaca dan menulis, dan menggambar dalam biara mereka, dan kemudian
melompat ke dalam perahu-perahu kecil terbuat dari kulit binatang dan
14 Dalam nama Bapa dan Putra penerj?berlayar ke arah tanah-tanah ini dan mengajarkan agama kepada mereka seakan kau
orang kafir, paham" Kau sudah pernah ke Bobbio, yang didirikan oleh Santo
Columba, salah seorang dari mereka.
Jadi, jangan risau jika mereka menemukan bahasa Latin baru karena melihat sudah
tak ada orang yang bisa berbahasa Latin kuno di Eropa. Mereka orangorang hebat.
Santo Brendan sampai ke Kepulauan Blest dan berlayar di sepanjang pantai-pantai
neraka, di mana ia melihat Judas dirantai pada sebuah batu, dan suatu hari ia
berlabuh di suatu pulau dan naik ke darat dan menemukan seekor monster laut.
Tentu saja mereka semua gila," ulangnya dengan puas.
"Gambargambar ini adalah .... Aku hampir tidak bisa memercayai mataku! Begitu
berwarnawarni!" kataku sambil menikmati semuanya.
"Dari suatu negeri yang tidak punya banyak warna, hanya sedikit warna biru dan
banyak warna hijau. Tetapi kita tidak boleh berdiri di sini sambil mendiskusikan
rahib Hibernia. Apa yang ingin kuketahui adalah mengapa mereka berada di sini
bersama orang Inggris dan para pakar gramatika dari negeri lainnya. Lihat
petamu; seharusnya kita sekarang berada di mana?"
"Dalam ruangan-ruangan dari menara barat. Aku juga sudah menyalin gulungangulungan perkamen itu. Jadi, kalau begitu, setelah meninggalkan ruang buntu,
kita memasuki ruang heptagonal, dan di situ hanya ada satu jalan ke ruang
satusatunya dari menara itu; hurufnya yang berwarna merah adalah
H. Kemudian kita pergi dari satu ruang ke ruang lainnya, mengelilingi menara,
dan kita kembali ke ruang buntu. Urutan huruf-hurufnya berbunyi .... Anda betul!
HIBERNI!" "HIBERNIA, jika dari ruang buntu kita kembali memasuki heptagonal itu, yang,
seperti semua lainnya, punya huruf A untuk kata Apocalypsis (Kitab Wahyu), di
sana akan ada karya para pengarang dari Ultima Thule, dan juga karya para pakar
gramatika dan retorika, karena orangorang yang mengatur perpustakaan ini
berpendapat bahwa seorang pakar gramatika tentunya dekat dengan pakar gramatika
Hibernia, bahkan jika berasal dari Toulouse. Ini satu kriteria. Paham" Kita
mulai memahami sesuatu."
"Tetapi dalam ruang-ruang menara timur, dari mana kita masuk, kita membaca FON5
... apa artinya?" "Baca petamu dengan cermat. Baca terus huruf dari ruang-ruang selanjutnya, dalam
urutan masuknya." "FONS ADAEU "Bukan, Fons Adae; U adalah ruang buntu timur kedua, aku ingat itu; mungkin itu
cocok dimasukkan urutan lain. Dan apa yang sudah kita temukan dalam Fons Adae
itu, yang ada, dalam surga dunia itu (ingat bahwa di sana ada ruang dengan altar
yang menghadap matahari terbit)?"
"Ada banyak kitab Injil di sana, dan komentar tentang kitab Injil, dan hanya
bukubuku dari Injil Suci." "
"Dan dengan begitu, kau lihat, kata God cocok dengan surga dunia, yang katakan
saja letaknya jauh sekali ke arah timur. Dan di sini, ke arah barat: Hibernia."
"Jadi, rancangan perpustakaan ini menghasilkan peta dunia?"
"Itu mungkin saja. Dan bukubuku tersebut diatur menurut negeri asal mereka, atau
tempat kelahiran pengarangnya, atau, seperti dalam contoh ini, tempat di mana
seharusnya pengarang itu lahir. Dalam hati, para pustakawan mengatakan bahwa
salah kalau pakar gramatika Virgil lahir di Toulouse; seharusnya ia lahir di
negeri Barat. Mereka membetulkan kesalahan alam."
Kami berjalan lagi. Kami melewati serangkaian ruangan yang penuh dengan
kitabkitab Wahyu yang luar biasa, dan salah satunya adalah ruangan di mana aku
sudah mendapat penampakan. Memang, kami melihat bara itu lagi dari kejauhan.
William mendongakkan hidungnya, dan lari untuk mematikan bara itu sambil
meludahi abunya. Lewat sisi yang aman, kami bergegas melewati ruangan itu,
tetapi aku ingat bahwa aku sudah melihat Wahyu indah berwarnawarni dengan mulier
amicta sole dan naga itu. Kami merekonstruksi urutan ruang-ruang itu, dimulai
dari ruang yang kami masuki terakhir, yang dimulai dengan huruf Y yang berwarna
merah. Dengan membaca mundur kami mendapat kata YSPANIA, tetapi A yang terakhir
juga yang A untuk HIBERNIA. Suatu tanda, kata William, bahwa ada beberapa
ruangan yang di dalamnya disimpan karya-karya yang sifatnya campuran.
Bagaimanapun juga, kawasan yang meliputi YSPANIA agaknya diisi dengan banyak
naskah kuno Kitab Wahyu, semua dibikin secara luar biasa, yang dikenali William
sebagai seni Hispanik. Kami berpendapat bahwa perpustakaan itu mungkin punya
koleksi paling besar dari salinan buku penulis Injil yang masih ada di Kerajaan
Kristiani, dan banyak sekali komentar atas naskah tersebut. Bukubuku yang besar
hanya memuat komentar Kitab Wahyu oleh Beatus dari Liebana. Teks tersebut kurang
lebih selalu sama, tetapi gambar-gambarnya amat bervariasi dan fantastis.
William mengenali beberapa yang ia duga sebagai gambaran para pelukis paling
hebat dari kawasan Asturia: Magius, Facundus, dan lainlainnya.
Sementara meneliti ini dan mengobservasi lainnya, kami tiba di menara selatan,
yang sudah kami datangi malam sebelumnya. Ruang S dari YSPANIA tak berjendela
menuju ke dalam suatu ruang E, dan setelah pelanpelan kami mengelilingi lima
ruang dari menara itu, kami sampai pada yang terakhir, tanpa jalan lainnya, yang
punya huruf merah L. Dengan membaca mundur lagi kami menemukan kata LEONES.
"Leones: selatan. Pada peta kita, kita berada di Afrika, hie sunt leones.is Dan
ini menjelaskan mengapa kita telah menemukan begitu banyak teks karya penulis
kafir." 15 Di sini ada singa/berbahaya penerj?"Dan masih ada lebih banyak," kataku sambil mencaricari dalam kotak-kotak itu.
"Canon tulisan Avicena, dan naskah kuno dengan kaligrafi indah yang tidak
kukenali ...." "Dari hiasannya aku berani mengatakan itu sebuah Al Qur'an, tetapi sayangnya aku
tidak bisa bahasa Arab."
"Al-Qur'an, Kitab Injil orang kafir, suatu buku jahat ...."
"Suatu buku yang berisi suatu kebijaksanaan yang berbeda dari kebijaksanaan
kita. Tetapi kau mengerti mengapa mereka menaruhnya di sini, di mana ada singa
dan monster-monster. Itulah sebabnya kita menganggap buku itu tentang binatang
buas, di mana kau juga menemukan unicorn. Tempat yang dinamai LEONES ini berisi
bukubuku yang oleh para pencipta perpustakaan ini dianggap buku kebohongan.
Di sana itu apa?" "Bukubuku Latin, tetapi karya orang Arab. Ay-yub al Ruhawi, suatu risalat
tentang hidrofobia anjing. Dan ini buku tentang kekayaan. Dan ini De aspectibus
oleh Alhazen ...." "Kau lihat, di antara buku tentang monster dan kebohongan mereka juga menaruh
karya-karya sains yang harus banyak dipelajari oleh orang Kristen. Itulah cara
berpikir mereka waktu perpustakaan ini dibangun ...."
"Tetapi kenapa mereka juga menaruh sebuah buku dengan unicorn di antara buku
kebohongan?" tanyaku.
"Jelaslah bahwa pembangun perpustakaan ini punya ide-ide aneh.
Mereka tentunya percaya bahwa buku ini, yang bicara tentang hewan dan binatang
buas fantastis yang tinggal di negeri-negeri amat jauh, termasuk dalam katalog
kebohongan yang disebarkan oleh orang kafir
"Tetapi apa unicorn itu suatu kebohongan" Ia binatang paling cantik dan suatu
simbol agung. Ini mewakili Kristus, dan kemurnian; ia hanya bisa ditangkap
dengan meletakkan seorang perawan dalam hutan, sehingga hewan itu, karena
menangkap wanginya yang paling murni, akan datang dan meletakkan kepalanya di
atas pangkuan perawan itu, sambil menawarkan dirinya dijadikan mangsa pemburu
yang kejam." "Konon begitu, Adso. Tetapi banyak yang cenderung percaya bahwa itu dongeng
binatang, penemuan para penyembah berhala."
"Sungguh mengecewakan," kataku. "Aku akan senang bertemu dengan seekor unicorn
kalau lewat hutan. Kalau tidak, apa sih senangnya lewat hutan?"
"Binatang itu belum tentu tidak ada. Mungkin bentuknya berbeda dari gambar dalam
bukubuku itu. Seorang Venesia yang melakukan perjalanan ke tanah-tanah yang
jauh, hampir sampai di firdaus bumi seperti yang digambarkan dalam peta-peta
itu, dan ia melihat beberapa unicorn. Tetapi menurutnya binatang itu ternyata
kasar dan kikuk, dan amat jelek dan hitam. Aku yakin ia melihat seekor binatang
nyata dengan sepucuk tanduk
pada keningnya. Mungkin itu binatang yang sama dengan yang mulamula digambarkan
dengan amat persis oleh para ahli kuno. Mereka tidak pernah sepenuhnya salah,
dan telah mendapat kesempatan dari Tuhan untuk melihat hal-hal yang belum kita
lihat. Kemudian, deskripsi ini, disampaikan dari satu pelukis ke lain pelukis,
berubah lewat latihan-latihan imajinatif yang berurutan, dan jadilah unicorn
seekor binatang yang ajaib, putih dan lembut. Jadi, jika kau mendengar bahwa ada
seekor unicorn di hutan, jangan pergi ke sana bersama seorang perawan: binatang
itu mungkin lebih mirip dengan gambaran orang Venesia itu daripada yang
digambarkan dalam buku ini."
"Tetapi, apakah para ahli kuno itu kebetulan menerima wahyu tentang sifat
unicorn yang sebenarnya dari Tuhan?"
"Bukan wahyu: pengalaman. Mereka cukup mujur karena lahir di negeri tempat
unicorn hidup, atau pada masa-masa ketika unicorn hidup di negeri kita sendiri."
"Kalau begitu, bagaimana kita memercayai kebijaksanaan kuno, yang jejaknya
selalu Anda cari, jika itu di sampaikan oleh bukubuku bohong yang telah
menginterpretasikannya secara bebas seperti itu?"
"Buku tidak dibuat untuk dipercayai, tetapi untuk dipertanyakan. Dalam
mempertimbangkan sebuah buku, kita tidak boleh bertanya dalam hati, apa yang
dikatakannya, tetapi apa yang dimaksudkannya, suatu dalil yang dengan jelas
dipikirkan oleh para komentator bukubuku suci itu. Unicorn itu, seperti yang
diceritakan oleh bukubuku tersebut, mengandung suatu kebenaran moral, atau
alegorikal, atau analogikal, tetapi yang tetap merupakan kebenaran, seperti ide
bahwa ketidaktahuan adalah suatu kebajikan agung. Tetapi akan halnya kebenaran
harfiah yang mempertahankan ketiga kebenaran lainnya itu, kita masih harus
mempelajari pengalaman asli apa yang melahirkan tulisan itu.
Objek harfiah itu harus didiskusikan, bahkan jika artinya yang lebih tinggi
tetap baik. Dalam suatu buku, dituliskan bahwa intan hanya bisa dipotong dengan
darah seekor kambing jantan. Guruku yang agung, Roger Bacon, bilang bahwa itu
tidak betul, sekadar karena ia sudah mencoba tetapi gagal. Namun, jika hubungan
antara sebutir intan dan darah kambing punya arti yang lebih mulia, itu tetap
betul." "Jadi, kebenaran yang lebih tinggi dapat diungkapkan meskipun tulisan itu
bohong," kataku. "Namun, aku sedih memikirkan bahwa unicorn ini tidak ada, atau
tidak pernah ada, atau suatu hari tidak akan ada lagi."
"Adalah terlarang untuk membuat batasan atas kemahaesaan Tuhan, dan jika Tuhan
berkehendak begitu, unicorn juga bisa ada.
Tetapi jangan sedih, unicorn ada dalam bukubuku ini, yang, jika tidak bicara
tentang keberadaannya yang nyata, tentu tentang kemungkinan keberadaannya."
"Kalau begitu, apa kita lalu harus membaca buku tanpa kepercayaan, padahal itu
suatu kebajikan teologis?"
"Juga ada dua kebajikan teologis lainnya. Harapan bahwa yang mungkin itu
sekarang ada. Dan kemurahan hati, kepada mereka yang percaya dalam iman yang
baik bahwa yang mungkin itu dulu ada."
"Apa manfaat unicorn bagi Anda jika intelek Anda tidak memercayainya?"
"Bagiku manfaatnya sama dengan manfaat jejakjejak Venantius di salju setelah ia
diseret ke belanga babi itu. Unicorn dari bukubuku itu seperti sebuah jejak.
Jika jejak itu ada, tentunya ada sesuatu yang memiliki jejak itu."
"Tetapi Anda bilang lain dari jejak."
"Tentu saja. Jejak itu tidak selalu punya bentuk yang sama seperti tubuh yang
meninggalkannya, dan tidak selalu berasal dari tekanan suatu tubuh. Berkali-kali
ini menghasilkan kembali kesan suatu tubuh yang hanya ada dalam pikiran kita:
itu adalah jejak dari suatu ide. Ide adalah tanda dari hal-hal, dan gambaran
adalah tanda dari ide itu, tanda dari suatu tanda. Tetapi dari gambar yang
kurekons-truksi, jika bukan jejak tubuh itu, jejak ide yang dipunyai oleh
lainlainnya." "Dan ini cukup bagi Anda?"
"Tidak, karena pengetahuan yang betul tidak boleh puas dengan ide-ide, yang
adalah, memang, tandatanda, tetapi harus menemukan hal-hal dalam kebenaran
pribadinya. Dan dengan begitu aku
ingin kembali dari jejak suatu jejak kepada seekor unicorn yang berada pada awal
rantai itu. Seperti aku ingin kembali dari tandatanda tidak jelas yang
ditinggalkan oleh pembunuh Venantius (yang mengacu kepada banyak hal) kepada
tandatanda dari seorang pribadi saja, pembunuh itu sendiri. Tetapi ini tidak
selalu mungkin dikerjakan dalam waktu singkat, dan tanpa bantuan tandatanda
lain." "Kalau begitu aku bisa selalu dan hanya bicara tentang sesuatu yang bicara
kepadaku tentang sesuatu yang lain, dan seterusnya.
Tetapi sesuatu yang terakhir itu, yang paling betul apa itu tidak pernah ada?"
"Mungkin ada: itu adalah unicorn individual tersebut. Dan jangan khawatir, suatu
hari kau akan menemuinya, entah itu mungkin jelek atau hitam."
"Unicorn, singa, pengarang Arab, dan Moor pada umumnya," kataku saat itu, "tidak
heran inilah Afrika yang dibicarakan oleh para rahib."
"Memang tidak diragukan lagi. Dan jika memang itu, kita harus menemukan para
penyair Afrika yang disebutkan oleh Pacificus dari Tivoli."
"Dan nyatanya, kalau kita sudah melacak lagi langkah kita dan kembali ke ruang L
lagi, kita menemukan koleksi buku karya Floro, Fronto, Apuleius, Martianus
Capella, dan Fulgentius dalam satu kotak."
"Jadi, inilah seharusnya tempat yang oleh Berengar dikatakan sebagai penjelasan
dari suatu rahasia tertentu," kataku.
"Hampir di sini. Ia menggunakan ungkapan 'finis
Africae', dan inilah ungkapan yang membuat Maleakhi amat marah. Finis itu
mungkin ruang terakhir ini, kecuali Ia berseru, "Demi tujuh gereja dari
Clonmacnois! Apa kau tidak memerhatikan sesuatu?" "Apa?"
"Ayo kita kembali ke ruang S, tempat kita mulai tadi!"
Kami kembali ke ruang buntu yang pertama, di mana baitnya berbunyi "Super
thronos viginti quatuor". Ruang itu punya empat celah pada dinding. Satu menuju
ruang Y, yang pintunya membuka ke bagian dalam oktagon. Yang lain menuju ruang
P, yang melanjutkan, sepanjang teras luar, urutan YSPANIA. Celah itu menghadap
menara menuju ruang E, yang baru saja dilewati. Kemudian ada sebuah dinding
kosong, dan akhirnya satu celah yang menuju ruang buntu kedua dengan tanda U.
Ruang S adalah ruang yang ada cerminnya untungnya cermin itu pada dinding yang
persis di kananku, kalau tidak tentu aku tercekam ketakutan lagi.
Sementara memandang petaku dengan cermat, aku menyadari keanehan dari ruang itu.
Seperti ruang-ruang buntu dari ketiga menara lainnya, seharusnya ini menuju ke
ruang heptagonal pusat. Jika tidak, jalan masuk ke heptagon itu tentunya berada di ruang buntu
sebelahnya, ruang U. Tetapi ruang ini, yang melalui satu celah memasuki ruang T
dengan satu jendela pada oktagon itu, dan lewat ruang lain yang dihubungkan
dengan ruang S, punya tiga dinding yang dipenuhi kotak buku. Sambil memandang
sekeliling, kami menetapkan
bahwa sekarang jelas dari peta itu: untuk alasan logika maupun simetri ketat,
menara itu seharusnya punya ruang heptagon, tetapi tidak ada.
"Tidak ada," kataku. "Ruang semacam itu tidak ada."
"Tidak, bukan begitu. Jika tidak ada heptagon, ruang ruang lain tentu akan lebih
besar, sedangkan ruang-ruang itu sedikit banyak ukurannya sama dengan ruangruang seberang yang paling ujung. Ruang itu ada, tetapi tidak dapat dimasuki."
"Ditutup dinding?"
"Mungkin saja. Dan di sana ada finis Africae itu, itulah tempat di mana
rahibrahib yang sekarang sudah mati bergentayangan, karena masih ingin tahu. Ini
ditutup dinding, tetapi tidak berarti tidak punya jalan masuk. Memang, jelas
ada, dan Venantius sudah menemukannya, atau mendapatkan deskripsinya dari
Adelmo, yang mendapatkannya dari Berengar. Mari kita baca catatannya lagi."
William mengeluarkan catatan Venantius dari dalam jubahnya dan membacanya lagi:
"Penyerahan karya idol pada yang pertama dan yang ketujuh dari empat." Ia
memandang sekeliling. "Ha, tentu saja! 'Idolum' adalah gambar dalam cermin!
Venantius berpikir dalam bahasa Yunani, dan dalam bahasa itu, apalagi dalam
bahasa kita, 'eidolon' berarti gambar maupun hantu, dan cermin itu memantulkan
gambar kita, yang bentuknya tidak keruan: kita sendiri salah mengiranya sebagai
seorang hantu malam kemarin!
Tetapi apa, kalau begitu, maksud dari empat
'supra idolum'" Sesuatu di atas permukaan yang memantulkan" Kalau begitu kita
harus berdiri di suatu sudut tertentu dengan maksud mendapat sesuatu yang
dipantulkan dalam cermin yang cocok dengan deskripsi Venantius
Kami mencoba setiap posisi, tanpa ada hasilnya. Di samping gambar kami, cermin
tersebut hanya memantulkan garis besar buram dari ruang itu yang selebihnya,
samarsamar diterangi oleh cahaya lampu kami.
"Kalau begitu," William merenung, "dengan 'supra idolum' ia mungkin bermaksud


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengatakan di luar cermin itu ... yang akan membuat kita bisa masuk ke dalam ruang
lain, karena cermin ini jelas sebuah pintu
Cermin itu lebih tinggi daripada seorang manusia normal, dipasang pada dinding
oleh suatu kerangka oak yang kuat. Kami menyentuhnya di setiap bagian, kami
mencoba mencolekkan jarijari kami, kuku-kuku kami di antara kerangka itu dan
dinding, tetapi cermin itu tetap menempel seakan merupakan bagian dari dinding
tersebut, sebuah batu di antara batubatu.
"Dan jika tidak di luarnya, bisa jadi 'super idolum'," gumam William, dan
sementara itu mengangkat lengannya, berjinjit, dan menelusurkan tangannya
sepanjang tepi atas kerangka itu. Ia tidak menemukan apa-apa kecuali debu.
"Dalam hal ini," renung William sedih, "bahkan jika di baliknya ada sebuah
ruangan, buku yang sedang kita cari dan sudah dicari orangorang lain itu tidak ada lagi di ruang
itu, karena sudah diambil, mula mula oleh Venantius dan kemudian, hanya Tuhan
yang tahu di mana, oleh Berengar."
"Tetapi mungkin Berengar sudah mengembalikannya."
"Tidak, malam itu kita berada dalam perpustakaan, dan segala sesuatunya memberi
kesan bahwa dia meninggal tidak lama setelah pencurian itu, pada malam yang
sama, di pemandian. Kalau tidak, tentunya kita sudah bertemu dia lagi paginya.
Tidak apa-apa .... Untuk sekarang kita sudah bisa menetapkan letak finis Africae itu dan kita punya
hampir semua informasi yang perlu untuk menyempurnakan peta perpustakaan kita.
Kau harus mengakui bahwa banyak dari misteri labirin itu sekarang sudah
dijelaskan." Kami berjalan melewati ruang-ruang lain, sambil merekam semua penemuan kami di
atas petaku. Kami sampai di ruang-ruang yang hanya diisi tulisan tentang
matematika dan astronomi, lainnya dengan karya-karya dalam huruf Aramaik yang
tak satu pun dari kami berdua yang mengenalnya, lainnya dalam huruf yang bahkan
lebih tidak bisa dikenali, mungkin teks dari India. Kami berjalan di antara dua
urutan yang saling menumpuk yang berbunyi IUDAEA dan AEGYPTUS. Singkatnya, agar
pembaca tidak bosan membaca kronik uraian ini, ketika nantinya peta itu secara
pasti sudah sempurna, kami yakin bahwa perpustakaan itu benarbenar dirancang dan
diatur menurut gambar bola dunia. Ke arah utara kami menemukan ANGLIA dan GERMANI, yang
sepanjang dinding barat dihubungkan dengan GALLIA, yang lalu belok, pada ujung
barat, ke dalam HIBERNIA, dan ke arah dinding selatan ROMA (firdaus Latin
klasik!) dan YSPANIA. Kemudian ke selatan ada LEONES dan AEGYPTUS, yang ke arah
timur menjadi IUDAEA dan FONS ADAE. Di antara timur dan utara, sepanjang
dinding, ACAIA, suatu sinekdoke yang bagus, menurut William, untuk menunjukkan
Yunani, dan dalam keempat ruang itu ada, akhirnya, banyak sekali karya penyair
dan filsuf dari zaman pemujaan berhala yang antik.
Sistem katakata itu eksentrik. Berkali-kali ini berlanjut dalam satu arah
tunggal, lain kali berjalan mundur, dan lainnya ada yang berkeliling;
kadangkadang, seperti sudah kukatakan sebelumnya, huruf yang sama dipakai untuk
menyusun dua kata yang berbeda (dan dalam hal ini, ruangan itu punya satu kotak
yang hanya berisi buku dengan satu subjek dan satu lain yang isinya buku dengan
subjek lainnya). Tetapi jelas tidak ada gunanya mencari suatu aturan emas dalam
penataan ini. Ini murni suatu sarana mnemonik yang membuat pustakawan bisa
menemukan suatu karya tertentu. Kalau dikatakan buku itu ditemukan dalam "quarta
Acaiae" artinya buku itu berada di ruang keempat dihitung dari ruang dengan
inisial A, dan kemudian, untuk mengidentifikasikannya, kemungkinan pustakawan
itu hafal rute, memutar atau jalan terus, yang harus ia ikuti, karena ACAIA
dibagi atas empat ruangan yang ditata dalam suatu segiempat. Jadi, kami langsung mempelajari
permainan dari dindingdinding kosong itu.
Misalnya saja, kalau memasuki ACAIA dari timur, kau tidak menemukan satu pun
ruang yang menuju ke ruang berikutnya: pada titik itu labirin berakhir, dan
untuk mencapai menara utara kau harus melewati tiga ruang lainnya. Tetapi tentu
saja pustakawan itu masuk dari FONS, karena tahu benar bahwa untuk masuk,
katakan saja, ke dalam ANGLIA, mereka harus melewati AEGYPTUS, YSPANIA, GALLIA,
dan GERMANI. DENGAN ini, dan penemuan bagus lainnya, berakhirlah penjelajahan kami di
perpustakaan itu. Tetapi sebelum mengatakan bahwa kami siap, dengan puas,
meninggalkannya (hanya untuk terlibat dalam kejadian lainnya yang akan
kuceritakan dengan singkat), aku harus mengaku kepada pembacaku. Sudah kukatakan
bahwa penjelajahan kami dilakukan, mulanya, untuk mencari kunci tempat misterius
itu. Tetapi itu, sambil berjalan terus pelanpelan dalam ruang-ruang yang kami
tandai menurut subjek dan penataan, kami membuka-buka berbagai macam buku,
seakan kami sedang menjelajahi suatu benua misterius atau suatu tanah tak
dikenal. Dan penjelajahan kedua ini biasanya diikuti oleh kesepakatan umum:
sementara kami membolak-balik halaman buku yang sama, aku menunjukkan yang
paling aneh kepadanya, dan William menjelaskan banyak hal yang aku tidak
mampu memahaminya. Tetapi pada titik tertentu, dan tepat ketika kami akan berjalan mengelilingi
ruang-ruang dari menara selatan, dikenal sebagai LEONES, kebetulan guruku
berhenti dalam sebuah ruangan yang kaya akan buku berbahasa Arab dengan
gambargambar optik ganjil; dan karena malam itu kami tidak hanya membawa satu
lampu, melainkan dua, aku berjalan, dipenuhi rasa ingin tahu, ke dalam ruang
berikutnya, karena menyadari dengan bijaksana dan cermat, sepanjang salah satu
dinding perpustakaan itu telah dirancang untuk menyimpan bukubuku yang sudah
pasti tidak bisa diserahkan kepada siapa saja untuk dibaca, karena dalam
berbagai cara bukubuku itu membicarakan tentang penyakit jasmani dan rohani dan
hampir selalu ditulis oleh ilmuwan kafir. Dan mataku menangkap sebuah buku,
tidak tebal, tetapi dihiasi dengan miniatur-miniatur yang hampir tidak ada
hubungannya (untungnya!) dengan isinya: bunga, sulur, binatang berpasangan,
beberapa tanaman obat. Judulnya Speculum amoris, oleh Maximus dari Bologna, dan juga berisi kutipan
dari banyak buku lainnya, semua tentang kepedihan cinta. Pembaca tentu paham
bahwa dengan sendirinya ini gampang memanaskan pikiranku, yang sejak pagi tadi
terasa beku, dan membangkitkan lagi gambar tentang gadis tersebut.
Sepanjang hari itu aku sudah berusaha menghilangkan pikiranku pagi tadi, dengan
mengatakan bahwa itu bukan pikiran seorang novis yang sadar
dan jiwanya seimbang. Lebih-lebih lagi, karena peristiwa-peristiwa hari itu
sudah cukup banyak dan terusmenerus terjadi untuk melepaskan pikiranku sendiri,
selera makanku sudah kembali, sehingga kupikir sekarang aku sudah bebas dari apa
yang hanya sekadar suatu kegelisahan yang lewat. Karena itu aku justru harus
sekadar melihat buku itu dan terpaksa mengatakan, "De tefabule narratur," dan
ternyata aku merasa lebih sakit karena cinta daripada yang kukira sebelumnya.
Kelak aku mempelajari bahwa, kalau membaca buku obat, kau selalu yakin bahwa kau
merasakan sakit yang dibicarakan oleh buku itu. Jadi, hanya dengan sekadar
membaca halamanhalaman itu, melirik cepatcepat karena takut kalau William masuk
ruang itu dan menanyakan apa yang sedang kuperiksa dengan tekun, aku jadi
percaya bahwa aku sedang mengalami penyakit itu, yang gejala-gejalanya
dijelaskan dengan begitu pintar bahwa jika, di satu pihak, aku tertekan karena
tahu bahwa aku sakit (dan ada bukti tak terbantahkan dari begitu banyak
penulis), di lain pihak aku senang melihat situasiku sendiri digambarkan dengan
begitu jelas. Aku jadi yakin bahwa bahkan jika aku sakit, sakitku adalah, boleh
dikata, normal, apalagi tak terhitung banyaknya orang lain yang juga menderita
seperti itu, dan para pengarang yang dikutip mungkin secara pribadi menganggap
aku model untuk uraiannya.
Maka hatiku tergerak oleh halamanhalaman dari Ibnu Hazim, yang menjelaskan cinta
sebagai suatu penyakit yang obatnya ada dalam diri penyakit itu sendiri, karena orang
yang sakit itu tidak ingin disembuhkan dan enggan sembuh (dan Demi Tuhan, itu
memang!). Aku menyadari mengapa, pagi itu, aku merasa begitu tergugah oleh
segala sesuatu yang kulihat; seakan cinta masuk melalui mata, seperti juga
dikatakan oleh Basil dari Ancira, dan gejala yang tak dapat diragukan lagi ia
yang direnggut oleh penyakit semacam itu memperagakan suatu kegembiraan
berlebihan, sementara pada waktu yang sama ia berharap untuk merahasiakannya
untuk dirinya sendiri dan mencari ketenangan (seperti yang telah kulakukan pagi
tadi). Di samping itu, fenomena lain yang memengaruhinya adalah suatu
kegelisahan kuat dan suatu kekaguman yang membuatnya tak bisa mengucapkan apaapa .... Aku ketakutan membaca bahwa kekasih yang tulus itu, kalau menolak untuk
melihat objek yang dicintainya, pasti jatuh ke dalam suatu keadaan siasia yang
sering mencapai titik yang membuatnya hanya ingin tidur, dan kadangkadang
penyakit itu menguasai otak, dan subjek itu membuat pikirannya tersesat dan gila
(jelas aku belum lagi mencapai tahap itu, karena selama ini aku masih sigap
menjelajahi perpustakaan tersebut). Tetapi aku paham waktu membaca bahwa jika
penyakitnya tambah parah, bisa membawa kematian, dan aku bertanya kepada diriku
sendiri apakah kegembiraan yang kuperoleh dari memikirkan gadis itu sepadan
dengan pengorbanan besar tubuh itu, lepas dari semua
pertimbangan yang ada tentang kesehatan jiwa.
Aku belajar, lebih lanjut, dari beberapa kata Santo Hildegard bahwa humor
melankolis yang sudah kurasakan sepanjang hari itu, yang kuhubungkan dengan
perasaan pedih yang manis karena tidak melihat gadis itu, hampir mendekati
perasaan yang dialami oleh seseorang yang tersesat dari keadaan sempurna dan
harmonis yang dialami manusia di firdaus, dan perasaan melankolis yang "nigra et
amara"ie, adalah hasil napas ular dan pengaruh Setan. Suatu gagasan yang juga
disampaikan oleh orangorang kafir yang sama bijaksananya, karena mataku jatuh
pada baris-baris yang dihubungkan dengan Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi,
yang dalam buku Liber continens mengidentifikasi melankoli cinta dengan
likantropi, yang mendorong korbannya bertindak seperti seekor serigala.
Deskripsinya membuat tenggorokanku serasa tercekik: pertama, penampilan
jasmaniah kedua kekasih itu seakan berubah, pandangan mata mereka melemah, mata
mereka cekung dan air matanya kering, lidah mereka pelanpelan mengering dan
muncul bisul-bisul di atasnya, seluruh tubuh kering dan panas dan mereka
menderita kehausan terusmenerus; pada titik ini mereka melewatkan hari dengan
berbaring tengkurap, dan pada wajah dan tandatanda seperti gigitan anjing muncul
pada tulang kering, dan akhirnya korban itu gentayangan di makam-makam pada
malam hari 16 Hitam dan pedih penerj?seperti serigala.
Akhirnya, aku tidak ragu lagi akan gaya berat situasiku ketika aku membaca
kutipan dari Avicenna yang agung, yang mendefinisikan cinta sebagai suatu
pikiran melankolis yang terusmenerus, yang muncul sebagai akibat dari seseorang
yang memikirkan dan memikirkan lagi sosok, sikap atau perilaku dari seseorang
lawan seks (betapa jelasnya Avicenna menjelaskan keadaanku!): sebenarnya bukan
suatu penyakit, tetapi berubah menjadi penyakit ketika, karena tetap tak
terpuaskan, menjadi pikiran yang obsesif (dan mengapa tadi aku merasa begitu
terobsesi, aku yang, Tuhan ampunilah aku, selama ini hidup dengan puas" Atau
mungkinkah apa yang telah terjadi pada malam sebelumnya bukan pemuasan cinta"
Tetapi lalu bagaimana penyakit ini terpuaskan"), dan dengan begitu kelopak mata
jadi bergetar-getar, napas tidak teratur, suatu ketika korbannya menangis, lain
kali tertawa, dan jantung berdebar-debar (dan jantungku memang berdebar-debar,
dan napasku tertahan ketika membaca kalimat-kalimat itu!). Avicenna menyarankan
suatu metode mutlak yang sudah diusulkan oleh Galen untuk menemukan apakah
seseorang sedang jatuh cinta: pegang pergelangan tangan penderita itu dan
ucapkan banyak nama anggota lawan seks, sampai kau menemukan nama yang membuat
pulsa itu bertambah cepat.
Aku jadi khawatir guruku akan masuk secara tibatiba, memegang pergelangan
tanganku, dan mengamati debar rahasia jantungku, yang tentunya aku akan jadi malu sekali ....
Astaga, sebagai obat, Avicenna menyarankan untuk menyatukan kedua kekasih itu
dalam perkawinan, yang akan menyembuhkan penyakit itu. Ia sungguh kafir, meski
amat pintar, karena ia tidak mempertimbangkan kondisi seorang novis Benediktin,
sehingga bakal terkutuk tidak akan pernah sembuh atau, lebih tepatnya, sudah
disucikan, lewat pilihannya sendiri atau pilihan bijak sanak keluarganya, agar
tidak bakal jatuh sakit. Untungnya Avicenna, meskipun tidak berpikir tentang
ordo Cluny, memang mempertimbangkan kasus kekasih yang tidak bisa dipersatukan,
dan menyarankan pengobatan mandi air panas yang radikal. (Apa Berengar berusaha
disembuhkan dari sakit cintanya kepada almarhum Adelmo" Tetapi dapatkah
seseorang menderita sakit cinta kepada seorang makhluk dari jenis kelaminnya
sendiri, atau apakah itu hanya nafsu kebinatangan" Dan apakah malam yang telah
kulewati itu mungkin bukan bersifat binatang atau penuh nafsu" Aku langsung
mengatakan kepada diriku sendiri, tidak, tentu saja tidak, itu paling manis dan
kemudian langsung menambahkan: Tidak, kau salah, Adso, itu ilusi Setan, itu
paling bersifat binatang, dan jika kau berdosa karena menjadi seekor binatang
buas, kau lebih berdosa lagi kalau tidak mau mengakuinya!)
Tetapi kemudian aku membaca, juga dalam buku Avicenna, bahwa ada juga pengobatan
lainnya: misalnya, minta bantuan perempuan yang sudah tua dan berpengalaman,
yang mau menyediakan waktu untuk menjelekjelekkan orang yang dicintainya dan agaknya perempuan tua
lebih berpengalaman daripada laki-laki dalam tugas ini. Mungkin ini solusinya,
tetapi aku tidak dapat menemukan perempuan tua siapa saja di biara itu (apalagi
perempuan muda), dan dengan begitu aku harus minta seorang rahib untuk
menjelekjelekkan gadis itu di depanku, tetapi siapa" Dan di samping itu,
mungkinkah seorang rahib kenal banyak perempuan maupun kenal gosip lama" Solusi
terakhir yang disarankan Saracen benarbenar tidak sopan, karena menyuruh kekasih
yang tidak bahagia itu berpasangan dengan banyak gadis budak, suatu pengobatan
yang amat tidak cocok bagi seorang rahib. Dan karenanya, akhirnya aku bertanya
kepada diriku sendiri, bagaimana seorang rahib muda bisa disembuhkan dari cinta"
Apa benarbenar tidak ada penebusan baginya"
Apa mungkin seharusnya aku minta obat kepada Severinus"
Aku memang menemukan satu tulisan Arnold dari Villanova, William selalu menyebut
pengarang itu dengan penuh rasa hormat, yang berpendapat bahwa penyakit cinta
dilahirkan oleh humor dan pneuma yang berlebihan, kalau organisme manusia
menemukan dirinya sendiri ternyata merasa keterlaluan lembap dan panas, karena
darah (yang menghasilkan benih generatif itu), mulai meningkat terlalu banyak,
menghasilkan benih berlebihan, suatu "compexio venerea", dan suatu hasrat besar
untuk persatuan dalam laki-laki dan perempuan.
Ada suatu kemampuan menaksir dalam bagian belakang dari belahan tengah tengkorak
kepala (Aku ingin tahu, apa itu") yang tujuannya adalah menerima intensi tidak
peka yang diterima oleh indra, dan kalau hasrat terhadap objek yang diterima
oleh indra itu jadi terlalu kuat, kemampuan menaksir itu jadi kecewa, dan hanya
hidup dari bayangan orang yang dicintainya; lalu seluruh jiwa dan raga
membengkak, ketika kesedihan silih berganti dengan kegembiraan, karena panas itu
(yang pada saatsaat sedih turun ke dalam bagianbagian paling mendalam dari tubuh
dan membuat kulit menggigil) meningkat ke permukaan pada saatsaat gembira,
membuat wajah terasa panas. Pengobatan yang disarankan oleh Arnold berupa upaya
melepaskan keyakinan itu dan harapan untuk bertemu dengan objek yang dicintai,
sehingga pikiran itu akan hilang.
Buat apa, dalam hal itu aku sudah sembuh, atau hampir sembuh, kataku kepada
diriku sendiri, karena aku punya harapan kecil, atau tidak punya harapan bertemu
dengan objek pikiranku lagi, tidak berharap dia tetap dekat denganku, dan jika
aku melihatnya, tidak ada harapan untuk mendapatkannya, dan jika aku bakal
mendapatkannya, aku sama sekali tidak kerasukan lagi, dan jika aku kerasukan,
karena keadaanku sebagai rahib dan tugas-tugas yang dipaksakan kepadaku oleh
kedudukan keluargaku ... aku selamat, kataku kepada diriku sendiri, dan aku
menutup buku itu dan menenangkan diriku sendiri,
Malam Dalam cerita ini Salvatore membiarkan dirinya ditemukan dalam keadaan kacau oleh
Bernard Gui, gadis yang dicintai Adso ditangkap sebagai seorang penyihir, dan
semua pergi tidur dengan perasaan lebih tidak bahagia dan lebih cemas daripada
sebelumnya. ami baru mau turun ke ruang makan ketika mendengar suarasuara keras dan
samarsamar melihat beberapa kilas cahaya dari arah dapur. William langsung
mematikan lampunya. Sambil meraba-raba dinding, kami mencapai pintu ke dapur:
kami menyadari bahwa bunyi itu datang dari luar, tetapi pintu dapur terbuka.
Kemudian suarasuara dan lampu-lampu itu menjauh, dan seseorang membanting pintu
kuatkuat. Ada keributan besar yang mencanangkan sesuatu yang tidak menyenangkan.
Cepatcepat kami kembali lewat osarium, muncul kembali dalam gereja yang sekarang
kosong, keluar dari pintu selatan, dan sekilas melihat obor-obor menyala dalam
kloster. Kami mendekat, dan dalam kebingungan kami tentu terdesak keluar seperti banyak
lainnya yang sudah berada di situ, yang sudah datang dari asrama ataupun rumah
penginapan. Kami melihat para pemanah sedang memegangi Salvatore
kuatkuat, yang putih seputih matanya, dan seorang perempuan, yang sedang
menangis. Jantungku mengerut: itu adalah dia, gadis yang ada dalam pikiranku.
Dan ia melihatku, ia mengenaliku dan melemparkan suatu pandangan memohon dan
putus asa. Naluriku ingin maju dan membebaskannya, tetapi William mencegahku,
sambil membisikkan suatu bentakan yang jauh dari kasih sayang. Para rahib dan


The Name Of The Rose Karya Umberto Eco di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tamu-tamu sekarang bergegas masuk dari segala penjuru.
Abbas tiba, demikian pula Bernard Gui, lalu kapten pasukan pemanah memberikan
laporan singkat. Ini yang telah terjadi.
Atas perintah inkuisitor itu, mereka berpatroli di seluruh bagian biara itu pada
malam hari, sambil memberikan perhatian khusus pada jalanan dari gerbang utama
ke gereja, kebunkebun, dan bagian depan Aedificium. (Aku jadi ingin tahu
mengapa" Lalu aku paham: jelas karena Bernard Gui telah mendengar rumor dari
pelayan atau bahkan tukang masak tentang lalu lintas pada malam hari di antara
dindingdinding sebelah luar dan dapur itu, mungkin tanpa tahu persis siapa yang
bertanggung jawab; dan mungkin Salvatore yang tolol itu, karena sudah
menyampaikan maksudnya kepadaku, sudah bicara di dapur atau di lumbung kepada
seseorang yang malang, yang karena diintimidasi dengan pertanyaan petang itu,
telah menyampaikan rumor itu untuk mengambil hati Bernard.) Sambil bergerak
dengan hatihati dan menembus kegelapan kabut, akhirnya para pemanah itu mencokok
Salvatore bersama perempuan itu, ketika sedang berusaha membuka pintu dapur.
"Seorang perempuan dalam tempat suci! Dan bersama seorang rahib!" kata Bernard
dengan galak kepada Abbas itu. "Tuan yang paling hebat," lanjutnya, "jika ini
Tumbal Cemburu Buta 2 Goosebumps - 5 Kutukan Makam Mummy Hina Kelana 44

Cari Blog Ini