Forgotten Eve Karya Phoebe Bagian 2
Ivea menelan ludahnya. Apa yang harus dilakukanya
sekarang" Kay pasti memintanya melupakan kejadian
memalukan tadi. Ivea bahkan merasa dia sudah tidak
punya muka untuk bertemu dengan Kay. Langkahlangkahanya yang berat di paksakanya
untuk berjalan keluar dari kamar mandi dan menuju ruangan Kay,
wajahnya tertunduk begitu Kay membukakan pintu lalu
memintanya masuk. Laki-laki itu menutup pintu dan
kembali duduk di meja kerjanya. Hati Ivea sudah sangat
berantakan, mungkin penampilanya juga sama.
"Eve. Kau kenapa?" Kata Kay, masih sama lembutnya
dengan nada bicaranya yang biasa.
Tapi bisa-bisanya dia masih menunjukkan perhatian
seperti itu, perhatianya hanya akan membuat hati Ivea
semakin sakit. "Miseur memanggilku karena apa?"
"Ummm..."Suara Kay terdengar bergumam. Ia jelas
menyiapkan sesuatu. Sesuatu yang akan dia katakan,
sesuatu yang akan membuat hati Ivea merasa semakin
kecewa. "Lupakan kejadian tadi. Tadi siang saat melihat
wajahmu..." "Kumohon hentikan!" Tiba-tiba saja suara Ivea
menjadi bertenaga. Ia mengangkat wajahnya dan berusaha
memandang wajah Kay yang terkejut dengan nada
suaranya. "Aku yang salah. Aku akan melupakan
semuanya. Jadi tolong Miseur juga melupakanya!"
*** Ivea menangis" Melihat gadis itu keluar dari kamar
mandi dengan mata bengkak membuat Nathan merasa
serba salah. Seharusnya hari ini dia meminta maaf kepada
Ivea atas pertengkaran kemarin. Nathan memang sengaja
datang ke galeri meskipun sebenarnya ia sedang tidak
bersemangat. Tapi walau bagaimanapun Nathan
membutuhkan Ivea dan perasaan itu sama sekali tidak bisa
di bohongi. "Kalian punya masalah?" Tara bertanya, mungkin
karena melihat wajah Nathan yang bersedih dan tidak
bersemangat. "Kenapa dia menangis ya" Aku kira dia
sedang ada masalah di kampus. Tapi melihat tampangmu
kali ini sepertinya masalah itu terjadi antara kalian berdua
saja. "Kemarin memang ada pertengkaran, Mbak!"
"Wah, ternyata benar. Kalian punya masalah apa?"
"Cuma salah faham kok mbak, Aliya sumber
masalahnya." "Lha...memangnya kamu masih berhubungan sama
Aliya?" "Nggak tau lah, Mbak!" Nathan memegang kepalanya.
Nathan mungkin kurang tegas, ia bersalah karena
masih bertemu dengan Aliya sampai malam itu, karena dia
berjanji untuk tidak melepaskan Aliya sebelum gadis itu
yang menyuruhnya pergi. Tapi perasaanya kepada Ivea
tidak main-main. Nathan benar-benar menyukai Ivea
dengan sepenuh hati dan kemarin siang semuanya menjadi
kacau. Ia menyesali emosinya yang terlalu cepat
tertumpah. Seharusnya dia memohon Ivea untuk tinggal di
sisinya, seharusnya ia tidak membiarkan Ivea pergi dan
memaksanya untuk mendengarkan penjelasan Nathan
tentang Aliya. Bunyi suara Ivea Intens terdengar dari dalam ruangan
Kay, hanya satu kata yang samar yang cukup untuk
membuat Nathan terdorong mendekati pintu ruang kerja
Kay dan mendapati Ivea membuka pintu dan berhadapan
denganya. Gadis itu menangis lagi" Nathan berusaha
menggapai tangan Ivea yang meninggalkanya, tapi tidak
dapat, Ivea berhasil keluar dari galeri. Nathan tidak akan
menyerah begitu saja, ia mengejar ivea sampai tangan Ivea
berhasil di gapainya dan membuat gadis itu menghentikan
langkahnya. "Eve!" desisnya.
Ivea terisak, Nathan berusaha melihat wajahnya yang
tertunduk.Tapi Ivea menolak dan berusaha melepaskan
tanganya yang di genggam Nathan dan hanya mengatakan
beberapa kata sebelum pergi meninggalkan Nathan dalam
keadaan termangu. "Maaf, Nat! Maafkan aku!"
*** Tara masuk ke ruangan Kay setelah melihat Ivea
berlari keluar galeri sambil menangis. Kay terlihat sedang
bingung sambil memandangi I-pod silver yang di jatuhkan
Ivea dengan pandangan kosong. Pasti telah terjadi sesuatu.
Fikir Tara. Tadi, beberapa saat setelah Ivea masuk
keruangan Kay, ia mendengar teriakannya. Mungkin Kay
dan Ivea berdebat, karena apa"
"Kay!" Tara berusaha mengembalikan kesadaran Kay.
"Kau kenapa?" "Ya?" Kay mungkin berharap Tara mengulangi katakatanya. Tapi Kay sudah kembali
bicara sebelum Tara membuka mulut. "Aku cuma bingung dengan anak itu hari
ini. Mungkin aku sudah melakukan kesalahan besar!"
"Bingung" Oh, mungkin karena dia menangis ya" Tadi
setelah kau mengantarkan kunci Galeri ke caf?, aku
langsung kembali kesini dan membuka galeri. Lalu ku
dengar ada suara tangis di Fitting room, ternyata dia.
Mungkin dia sedang punya masalah dengan Nathan."
Tiba-tiba Tara merasakan ada sebuah atmosfir aneh.
Kay memandangnya dengan ekspresi serius yang tak biasa.
"Jadi dia sudah disini sebelum kau datang?" Tanya
Kay. Tara mengangguk. "apakah dia mendengarkan pembicaraanku dan
Bian?" Kay tiba-tiba memegangi kepalanya. Dia terlihat
sangat kesal. "Kay, Sebenarnya ada masalah apa" Apa ada yang
bisa ku bantu?" "Tara, Aku tau kau bisa menyimpan rahasia." Kay
berdiri dari kursinya dan mendekati Tara yang berdiri
membelakangi pintu. "Sebenarnya, aku dan Eve...."
*** Lupakan kejadian tadi. Tadi siang saat melihat wajahmu aku
benar-benar kelepasan menunjukkan perasaanku. Semula ku kira
ini bisa berlanjut dengan baik tapi kemudian aku merasa bahwa
hubungan yang seperti ini akan merusak persahabatan kita.
Seharusnya Kay mengatakanya saat itu, Meskipun
ucapan seperti ini benar-benar hanya sebuah kepurapuraan, tapi Kay merasa katakata yang seperti itu akan
tepat dan tidak menyakiti hati Ivea. Ini memang bukan
pertama kalinya Kay menghadapi masalah dengan
perempuan karena ulahnya sendiri, Ivea entah yang
keberapa, tapi Ivea adalah orang pertama yang
membuatnya memikirkan semua ini secara lanjut.
Aku akan melupakan semuanya. Jadi tolong Miseur juga
melupakanya. Kata-kata yang masih membayangi Kay hingga
sekarang. Dan Miseur" Ivea hanya memanggilnya Miseur
bila mereka sedang di Kampus, selama ini dirinya dan Ivea
bersahabat sangat baik dan anak itu juga merupakan
sahabat yang menyenangkan. Meskipun usia mereka
terpaut tujuh tahun, Ivea selama ini selalu memanggil Kay
dengan nama, dan hari ini dia memanggil Kay dengan
sebutan Miseur" Padahal Kay sangat berharap kalau semuanya akan
segera membaik setelah dia mengucapkan kata-kata itu.
Tapi Ivea tidak memberikan kesempatan sama sekali. Katakata melupakan yang Ivea
ucapkan entah mengapa menjadi begitu menusuk. Kata melupakan itu tampaknya
bukan hanya kata-kata yang menuju pada kejadian saat itu,
tapi semuanya. Ivea mungkin memang berniat membuang
semuanya. Gadis itu tidak datang kekelas Kay, bahkan
mungkin tidak datang ke Kampus sama sekali dan di
galeri, Kay tidak lagi mendengar Ivea tertawa riang
bersama Tara ataupun melihatnya bersama Nathan. Kay
juga tidak melihat Ivea yang menungguinya untuk minta
diantar pulang dengan headset di telinganya.
Kay seringkali menunggui kehadiran Ivea di
persimpangan jalan dimana dirinya biasa menjemput atau
mengantar Ivea pulang, dan Ivea tidak pernah muncul. Kay
sangat menyesal karena dirinya tidak pernah memaksa
untuk mengantarkan Ivea sampai rumah, sekarang dirinya
tidak tau lagi harus mencari Ivea kemana. Bahkan alamat
yang berada di buku data karyawan pun bukan alamat
dimana Ivea sekarang. Gadis itu memang pernah tinggal
disana pada awal kedatanganya kekota ini, tapi sekarang
Ivea sudah pindah entah kemana. Sudah seminggu ini yang
Kay bisa lakukan hanya memandangi kursi dimana Ivea
biasa duduk di kelas atau melihat gaun rancangan Ivea
yang di pajang di ruangan Kay setiap hari. Ivea benarbenar menghilang dari
sisinya. "Kay, Bagaimana dengan Fashion Show di Tokyo
pertengahan tahun ini" Kau akan ikut mengisi acara, kan?"
Bian mengagetkan Kay. Jendela yang Kay pandangi tidak berisi sesuatu yang
spesial, tapi ia memang tidak membutuhkan sesuatu yang
spesial karena perhatian Kay memang tidak sedang menuju
kesana. Kay berbalik memandangi Bian yang sibuk
menyantap donat di kantornya. Bian memang tukang
makan, meskipun begitu wanita ini sama sekali tidak
pernah kelebihan berat badan. Semua wanita di dunia pasti
sangat iri dengan anugrah spesialnya yang satu itu.
"Biarkan aku berfikir dulu!"
"Kau mau memikirkanya dulu" Kau tidak pernah
melewatkan kesempatan untuk menampilkan busanabusana rancanganmu di luar negri,
Lagipula ibumu juga masih berada di Tokyo kan" Kau sedang punya masalah?"
Kay menekan pelipis kananya dengan jari. Wajahnya
seharian ini hanya berisikan ekspresi gusar. Bian mungkin
heran dengan Kay hari ini, biasanya Kay sangat pandai
menyembunyikan perasaanya tapi kali ini, Kay sama sekali
tidak bisa menyembunyikan ketidak tenanganya. Kay bisa
maklum melihat alis Bian yang terangkat karena
melihatnya uring-uringan hari ini "Boleh aku minta kopi?"
"Tentu saja kalau itu bisa menenangkanmu!" Bian
kemudian mengangkat telpon dan berbicara pada
sekretarisnya. "Chastine, tolong bawakan secangkir kopi
keruanganku, ya?" Dan wanita itu lalu menutup telpon.
"Chastine?" Tanya Kay.
"Kau tidak sedang menanyakan siapa Chastine kan"
Dia adalah kariawanmu yang kau oper kekantorku. Kau
bilang saat itu, Chastine harus bisa mengembangkan
dirinya." Ya, tentu saja Kay ingat. Chastine adalah salah satu
kariawanya, juga salah seorang mahasiswa yang pernah di
ajarinya saat Kay masih di Paris. Chastine adalah salah satu
kariawan tercerdas yang Kay punya dan keputusan untuk
memindahkan Chastine kekantor majalah mode milik Bian
adalah salah satu usaha Kay untuk membuat chastine lebih
berkembang. Karena dengan begitu, Chastine bisa lebih
memperkaya diri dengan pengetahuan Mode yang Bian
miliki. Dan satu lagi, Chastine yang membawa Ivea ke
Gallerinya untuk menggantikan pekerjaannya. Saat itu
chastine bilang kalau Ivea adalah teman serumahnya di
tempat tinggal yang baru. Chastine pasti tau dimana Ivea,
Chastine mungkin bisa membantunya.
*** 8 Kay berjalan gusar mengitari koridor rumah sakit.
Ruang Lavender nomor tujuh, Chastine bilang Ivea berada
disana, Ivea jatuh dari tangga rumah Kos-nya dan sempat
koma selama 34 Jam. Dan begitu bangun Ivea kelihatanya
benar-benar seperti orang kebingungan. Gadis itu
mengalami Amnesia Parsial yang membuatnya melupakan
kejadian yang dialaminya selama satu tahun terakhir.
Chastine juga mengatakan bahwa dia bingung harus
melakukan hal seperti apa, mereka tidak tau siapa orang
tuanya karena Ivea tidak pernah bercerita, tidak ada data
yang pasti dan sekarang dia mulai kehabisan uang untuk
membayar biaya rumah sakit.
Ketemu, Bisik Kay. Ruang Lavender nomor tujuh
tertera di depan pintu yang berwarna baby blue. Kay
membuka pintu dan menemukan Ivea disana. Gadis itu
tengah duduk dan memandangnya dengan bingung saat
Kay mendekat dan duduk disamping tempat tidurnya. Ivea
mengenakan piama rumah sakit dengan kening yang di
tutupi perban, mungkin dibaliknya ada luka. Dan
rambutnya yang panjang, sekarang hanya tinggal sebahu.
"Kau siapa?" Tanya Ivea dengan pandangan heran.
"Kau benar-benar tidak mengingatku?"
"Maaf. Mungkin kita pernah kenal, tapi aku sedang
tidak mengingat siapa-siapa. Chastine bilang aku amnesia."
Ivea berbicara sambil menggosok-gosok tengkuknya,
kelihatanya ia sedang merasa tidak enak karena sudah
melupakan Kay."Aku bahkan tidak ingat pada Chastine,
tapi dia sangat baik. Dia selalu menemaniku disini"
"Kau bahkan tidak ingat Chastine?"
Ivea mengangguk. "Kurasa biaya disini sangat mahal.
Aku ingin pulang, dia pasti terbebani." Katanya. Matanya
memandangi sekeliling ruangan tempatnya dirawat.
"Kau ingin pulang kemana" Kau ingat rumah orang
tuamu?" Ivea menggigit bibirnya."Seingatku, Aku tidak punya
siapa-siapa. Aku datang kekota ini untuk bekerja dan
melanjutkan sekolah. Chastine bilang aku serumah
denganya, mungkin kembali tinggal disana akan lebih baik
daripada menghabiskan uang disini!" Ivea tersenyum.
Senyum yang nyaris saja Kay lupakan karena Kay
belakangan ini hanya bisa mengingat wajah Kecewa Ivea
saat pertemuan mereka yang terakhir. "Kau belum
menjawab pertanyaanku, Kau siapa?"
"Aku?" Kay termenung sesaat. Dia harus mengatakan
apa" Hubunganya dengan Ivea sangat complicated. Ivea
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
adalah karyawan terbaiknya. Ivea juga mahasiswanya di
Kampus. Dia dan Ivea seringkali bersama-sama meskipun
perdebatan selalu mewarnainya. Tapi belakangan Ivea
terasa sangat jauh, dan begitu mereka punya kesempatan
untuk bersama, sesuatu yang mengejutkan terjadi. "Nanti
aku ceritakan!" Kay naik keatas tempat tidur dan memeluk
Ivea erat-erat. Walau bagaimanapun Ivea adalah teman
yang dirindukan "Yang pasti kita adalah sahabat baik."
"Begitukah" Bagaimana kita bisa bersahabat?"
"Chastine yang memperkenalkan kita!" Jawab Kay.
Hatinya merasa lebih lega. Setidaknya Ivea dan dirinya bisa
berbicara tanpa ganjalan seperti ini lagi. Setidaknya Ivea
tidak mengingat kejadian buruk yang membuatnya
menangis dan pergi meninggalkan Kay. "Eve, maukah kau
menjadi sahabatku lagi?"
"Tentu saja!" "Kalau begitu jangan menghilang lagi." Kay membelai
kepala Ivea. "Oh, Ya. Rambutmu kenapa?"
"Oh, ini" Waktu aku terbangun, aku lihat rambutku
sudah sangat panjang. Aku cuma mengingat wajahku
dengan rambut yang seperti ini, Jadi jika aku melihat
cermin aku seperti sedang melihat orang asing. Lalu aku
meminta Chastine memotongnya untukku. Kenapa" Aneh
ya?" Kay melepaskan pelukanya dan memandangi wajah
Ivea yang tersenyum untuknya sekali lagi. "Tidak, Kau
cantik!" *** Kay sudah mengambil alih semuanya dengan motivasi
yang tidak di mengerti. Mungkin perasaan bersalah disertai
keinginan besar untuk menebusnya yang membuat Kay
mengganti semua uang Chastine yang keluar untuk Ivea
dan melunasi biaya rumah sakit. Semula Chastine menolak
karena walau bagaimanapun, baginya Ivea sudah seperti
adik. Tapi Kay berkeras sehigga Chastine tidak bisa
mengatakan apa-apa lagi. Keinginan Chastine untuk
merawat Ivea setelah keluar dari rumah sakitpun di tolak
oleh Kay begitu melihat keadaan tempat tinggal Chastine
dan Ivea selama ini. Kamar yang sempit harus di tempati
oleh tiga orang. Bagi Kay, keadaan seperti itu tidak akan
membantu kepulihan Ivea sama sekali.
Sekarang, Kay lebih memilih Bian sebagai orang yang
diyakininya akan menampung Ivea hingga kesehatanya
membaik. Dirinya dan Ivea sedang berada di rumah Bian
sekarang, Rumah yang sejuk dan di atur seminimalis
mungkin membuat tempat yang sederhana itu kelihatan
luas. Rumah ini sengaja di bangun untuk iklim tropis
dengan banyak dinding kaca dan tanaman rambat yang
menutupi tembok. Rumah yang sudah banyak berubah
sejak terakhir kali Kay kunjungi, mungkin sekitar setengah
tahun. Selama ini Kay lebih suka berbicara dengan Bian di
kantornya, di galeri atau di Kampus.
"Bagaimana" Tanya Kay setelah menjelaskan semua
persoalanya. Bian memandang Ivea yang duduk di sebelah Kay.
Gadis itu tampak bingung karena dikelilingi oleh tempat
yang asing. "Teentu saja aku mau! Dia bisa menemaniku
disini!" "kalau begitu aku bisa tenang. Aku mungkin akan
menitipkanya selama seminggu..."
"Selama-lamanya juga boleh!" potong Bian. "Tapi apa
benar dia tidak ingat apa-apa?"
Kay mengangkat bahunya. "Aku juga sedang bingung
bagaimana cara menjelaskan banyak hal kepadanya. Aku
harap setelah seminggu terlewati Eve tetap bisa
melanjutkan kehidupanya secara normal meskipun tidak
mengingat apa-apa." "Kembali ke Kampus misalnya" Begitu kan?"
"Tentu saja. Aku harus banyak menjelaskan tentang
keadaanya kepada ketua yayasan, jika tidak Eve bisa di
keluarkan dari Kampus!"
"Kampus?" Ivea tiba-tiba ikut campur mendengar
kata-kata Kampus. "Aku sudah mendaftar masuk ke
universitas" Aku sudah lulus" Jurusan apa yang ku pilih?"
"Pertanyaanmu banyak sekali, darimana aku harus
menjelaskanya?" Kata Bian sambil tersenyum pada Ivea.
"Kau mungkin tidak ingat, kau sudah mendaftar beberapa
bulan lalu kekampus tempat Kay dan aku mengajar. Kau
juga mendapatkan nilai tertinggi pada desain wedding
dress mu, itu karena aku yang jadi juri!" Bian kemudian
tertawa anggun. "Dan rancanganmu itu, berhak tampil di
dalam majalahku edisi bulan lalu. Tunggu sebentar!" Bian
kemudian berdiri dan masuk kesalah satu ruangan di
dalam rumahnya. Tak lama kemudian dia keluar dengan
membawa majalah bertajuk SmiloQueen itu dan membuka
salah satu halaman penting sambil menjatuhkan
pinggulnya disamping Ivea. Ia menunjukkan sebuah foto
disana dimana Ivea berada dalam rangkulan Kay dengan
mata yang saling beradu pandang. Foto itu menunjukkan
kesederhanaan dan kehangatan dari Gaun yang di kenakan
Ivea. Kesan itu semakin di perkuat dengan penampilan Kay
yang mengenakan jas putih. Rambut panjang Kay yang
diurai terkesan seperti di tiup angin dan menunjukkan
wajah Kay dari samping dengan Jelas. "Lihat ini!"
Ivea memandang Kay seakan tak percaya. Lalu
matanya kembali memandangi gambar dirinya dan Kay
dimajalah. Gambar itu sudah tidak pernah Kay Lihat lagi
semenjak Bian memberikannya kepada Kay pada hari
majalah SmiloQueen terbit. Ini kedua kalinya, tapi Kay
mendapati kesan yang berbeda saat melihat fotonya kali
ini. "Kalian berdua kelihatan serasi sekali." Bian kembali
berceloteh. "Lihat pandangan itu, meskipun sedang akting,
kalian benar-benar kelihatan seperti pasangan yang sedang
jatuh cinta." "Disini Aku akting ya?" Ivea bertanya sambil
mengamati wajahnya di gambar. "Ternyata aku berbakat
jadi artis ya" Di foto ini, aku kelihatan benar-benar seperti
orang yang sedang jatuh cinta! Aku ingin segera bertemu
dengan fotografernya!"
"Tentu saja. Kalian semua berteman baik di galleri
milik Kay yang dinamainya chinamons itu! Kau juga
bekerja disana menggantikan posisi Chastine, lalu Kay
memberikan kau formulir pendaftaran Kampus mode itu.
Jadi Kau ke Kampus pada pagi hari dan ke galleri pada
siang hari" "Benarkah?" Tanya Ivea kepada Kay dengan wajah
gembiranya. "Aku bekerja di gallerimu" Bersama fotografer
yang memotret kita ini?"
"Ya, Tentu saja" Jawab Kay sekenanya. "Setelah
keadaanmu membaik aku akan mengajakmu kesana"
"Kapan?" "Mungkin seminggu lagi. Besok, aku akan berangkat
ke Tokyo!" Kay berusaha tersenyum. Akting, mengapa
belakangan ini dia sulit berakting seperti yang seringkali di
lakukanya" Dulu dengan mudahnya Kay memanipulasi
perasaanya. Tapi belakangan mengatur perasaanya
menjadi begitu sulit. Kay merasa kalau dirinya sudah
berubah pelan-pelan. *** Kay berjalan cepat diiringi Tara Soedarnadi menuju
mobil yang menjemputnya. Ia merasa sangat lelah karena
jet lag ringan. Kegiatan di Tokyo yang padat membuatnya
tidak sempat beristirahat sama sekali. Indonesia masih
sangat pagi tapi Kay sudah merasakan panas yang
menyengat, udara yang menyadarkan Kay kalau dia sudah
kembali ke tanah air dan sudah meninggalkan musim
dingin di Tokyo. Selama disana Kay seringkali mengingat
Ivea, bukankah Ivea pernah menanyakan tentang Tokyo
padanya sebelum kejadian buruk merusak hubungan
mereka berdua dengan sukses. Ivea mengatakan ingin
melihat salju di Tokyo, tapi saat itu Kay mematahkan
harapanya dengan mengatakan bahwa di Tokyo sama
sekali tidak ada salju yang turun meskipun sedang musim
dingin. Mengenang semuanya mengingatkan Kay pada
Ivea. Seminggu sudah dirinya dan Ivea tidak bertemu,
bagaimana keadaanya sekarang"
"Tara, kau bawa berapa mobil?" Tanya Kay kepada
Tara yang berjalan bersisian denganya sambil mendorong
troli barang-barang milik Kay.
"Tentu saja dua!" Jawab Tara sambil menunjuk mobil
yang semakin mereka dekati. Sebuah Nissan merah milik
Kay dan Picato hijau milik Tara. "Barang-barangmu yang
banyak itu tidak akan cukup dalam satu mobil."
"Siapa yang menyetir mobilku?"
"Nathan!" "kalau begitu, Aku pinjam kunci mobilmu. Aku masih
ada urusan lain yang harus di selesaikan. Kau kembali ke
galleri saja bersama Nathan!"
Meskipun ragu, Tara tetap mengambil kunci mobilnya
dan memberikanya kepada Kay. Kay sendiri dengan
tangkas berjalan menuju Picato Hijau milik Tara dan
melajukanya sekencang mungkin menuju rumah Bian. Jam
segini Bian pasti ada di kantor, tapi seharusnya Ivea berada
di rumah dan tidak kemana-mana. Meskipun selama di
Tokyo Kay tidak pernah berbicara dengan Ivea, tapi dirinya
dan Bian selalu membicarakanya setiap hari. Bian
kelihatanya sangat suka dengan keberadaan Ivea
dirumahnya sehingga selama pembicaraan Bian berkali-kali
memuji Ivea. "Dia rajin sekali, aku jadi sering makan siang dirumah.
Begitu aku pulang dia selalu memasak masakan yang enak
untukku. Dan aku bersumpah kalau aku tidak pernah
memintanya melakukan itu. Itu kemauanya sendiri."
Kata-kata Bian yang satu itu sudah sangat melekat di
benak Kay. Bian selalu mengucapkanya berulang-ulang
dan tidak pernah bosan. Tapi bagaimana dengan Ivea" Bisa
jadi gadis itu malah merasa sebaliknya.
Kay sudah sampai dirumah Bian. Pintu pagar Bian
terbuka secara otomatis karena sensor telapak tangan Kay
sudah tertanam dalam memori pengamanya. Kay bisa saja
masuk kerumah ini tanpa password apapun seperti yang
sering dilakukanya setengah tahun lalu. Tapi kelihatanya
kali ini tidak begitu. Pintu utama tidak terbuka dengan
sendirinya setelah Kay menekan beberapa Tuts password.
Mungkin Paswornya sudah di ganti. Hal tersebut memaksa
Kay untuk menekan tombol bel pada pads password itu
beberapa kali dan ia harus menunggu hingga pintu
terbuka. Ivea yang berada di balik pintu terlihat senang
dengan kedatanganya, tapi gadis itu kelihatan tidak sama.
Penampilanya tidak seperti Ivea yang biasa, rambut
pendeknya yang berwarna hitam sudah berubah menjadi
coklat gelap, kulitnya lebih bersih dan menebarkan aroma
wangi Issey Miyaki yang sangat Kay kenal sebagai salah
satu parfum yang sangat Bian sukai. Terakhir, Ivea tidak
menggunakan Jeans atau celana pendek. Sebuah dress mini
berwarna baby pink dikenakanya untuk melapisi baju kaos
kuning berlengan pendek yang sangat pas di tubuhnya.
Bian benar-benar sudah membuatnya menjadi seperti
boneka. "Kau sudah pulang?" katanya.
"Tentu saja!" Jawab Kay sambil menguap dan
melangkah masuk kerumah itu tanpa dipersilahkan
terlebih dahulu. Kay memilih sofa ruang tengah dan berbaring disana
dengan nyaman. Badanya benar-benar sangat lelah dan
butuh relaksasi. Mungkin setelah ini Kay akan memanjakan
dirinya di Spa. Ivea yang tadi menghilang beberapa menit,
datang mendekatinya dan membawa secangkir teh hangat
lalu meletakkanya di atas meja. Kay tau itu dibuat
untuknya, ia kemudian duduk dan menghirup aroma
wangi dari teh melati. "Bian belum pulang!"
"lalu kenapa?" Tanya Kay dengan kening berkerut.
Kenapa Ivea memberikan informasi basi itu" Tentu saja
Kay sudah tau kalau Bian tidak ada dirumahnya pada jam
segini. "Aku kesini untuk numpang istirahat. Galleriku
pasti sedang sangat berantakan dan aku tidak mungkin
beristirahat disana. Tapi aku rasa Tara dan yang lain akan
membereskanya hari ini juga."
"Bagaimana dengan Tokyo" Disana sedang turun salju
kan?" "Di Tokyo tidak ada salju yang turun!" Jawab Kay.
"Bohong!" "Tentu saja tidak. Aku sudah berkali-kali ke Tokyo
dan tidak pernah melihat salju!"
Ivea tidak menjawab apa-apa lagi, wajahnya yang
memandang Kay dengan ekspresi kesal membuat Kay
menahan tawanya, ia ingat kalau dulu, Kay sangat suka
melihat wajah Ivea yang seperti ini, ia juga seringkali
menertawakan gadis itu bila dia terjatuh atau menabrak
sesuatu. Kay merogoh saku celananya dan mengeluarkan
sebuah kotak beludru berwarna merah muda lalu
memberikanya kepada Ivea. Ivea menerimanya dengan
heran, pelan-pelan ia membuka kotak itu dan melihat
sebuah kalung dengan bandul berbentuk Kristal salju yang
terbuat dari perak. Kalung itu memiliki rantai yang tidak
begitu panjang dan berwarna hitam pekat.
"Ini untukku?" Tanyanya.
"Aku cuma meminjamkanya! Kau bilang ingin lihat
salju di Tokyo, aku berkeliling mencarinya dan salju yang
ku temukan hanya itu. Sudah ku bilang kan, di Tokyo tidak
turun Salju. Kalaupun ada, sangat jarang sekali terjadi!"
Jawab Kay. "Ingat, Kau harus mengembalikanya kalau kau
melihat Salju turun di Tokyo suatu saat nanti"
Apa kita sering seperti ini?" Tanya Ivea lagi.
Kali ini Kay tidak langsung menjawab. Ia memandang
Ivea bimbang. "Seperti apa?"
"berdebat maksudku!"
"Iya, tentu saja begitu. Tapi kita bukan musuh, aku
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berani bersumpah! Bukankah aku pernah bilang kalau kita
bersahabat baik?" "Iya, Berdebat bukan berarti bermusuhan kan" Kau
tidak perlu ketakutan begitu!" Kata Ivea sambil
memperhatikan salju yang dibawakan Kay untuknya
dengan wajah penuh rona bahagia.
Kay menggigit bibirnya. Apakah benar dia bertindak
seperti orang ketakutan tadi" Kay memang takut kalau Ivea
membencinya seperti waktu itu. Meskipun pada waktu itu
Ivea tidak mengatakan apa-apa, tapi dari pandangan
matanya yang penuh dengan kekecewaan Kay bisa
merasakan bahwa Ivea yang dihadapanya saat itu sudah
membencinya. Kay memandang Ivea lagi. Wajah Ivea yang
terlihat sangat senang kali ini membuat Kay seolah hanya
bermimpi buruk saja, wajah penuh binar ini sepertinya
tidak mungkin menghadirkan ekspresi yang benar-benar
mengahancurkan hati Kay seperti saat itu. Tapi bukankah
ini terjadi karena Ivea tidak mengingatnya" Lalu
bagaimana bila ingatanya sudah kembali"
*** Kay benar-benar tidur nyenyak di sofa berwarna hitam
pekat itu, cahaya silau dari jendela bahkan sama sekali
tidak mengganggunya. Melihat Kay yang seperti ini
membuat Ivea merasa kalau Kay pernah menjadi bagian
yang sangat penting dlam hidupnya. Tapi memang begitu
seharusnya kan" Seperti cerita Bian, bisa di bilang selama
setahun belakangan ini, Kay adalah sosok yang paling
sering ditemuinya. Pagi di Kampus siang sampai sore di
galeri, bahkan tak jarang sampai malam hari. Bahkan pada
hari liburpun, dia dan Kay akan bertemu seharian penuh
karena Kay tinggal di galerinya dan menjadi penyebab
mengapa Galeri itu tidak pernah ditutup.
Selain itu Kay juga pernah bilang kalau mereka
bersahabat baik, juga sering berdebat. Dan sepertinya
hubungan mereka semakin dekat semenjak busana
rancangan Ivea menang dalam penilaian Bian dan
membuat pertemuan mereka semakin intens karena
membuat gaun itu. Tapi menurut Kay, hubunganya dan
Kay juga sempat renggang karena foto dirinya bersama
Kay tersebar di Kampus dan Kay mendadak menjadi idola
yang dikejar-kejar para siswi seantero Kampus. Sejak itu
komunikasi diantara mereka nyaris tidak ada sama sekali.
Mungkin itulah yang membuat Kay seperti menemukan
sesuatu yang sudah lama hilang saat melihat Ivea dirumah
sakit. Bunyi tapak high heels yang di pakai Bian terdengar
jelas dan berisik. Dia pulang untuk makan siang seperti
biasa. Ivea mendekati Bian dan mengatakan kalau Kay
sedang tidur dan Bian sebaiknya jangan terlalu berisik.
Maka wanita itu segera melepas sepatunya dan berjingkat
menuju kamarnya di lantai atas dan kembali beberapa
menit kemudian untuk memantu Ivea menyiapkan makan
siang. "kau sepertinya sangat memperhatikan Eve, begitu
sampai disini kau langsung kerumahku!" Bian menggoda
Kay saat mereka makan siang bertiga di rumahnya. Ia
belakangan memang sering makan siang di rumah karena
Ivea selalu memasakkan masakan-masakan lezat untuknya
dan menelpon untuk makan siang bersama.
"Aku mau menjemputnya!"
"Apa?" ekspresi nakal Bian tadi langsung berubah.
"Menjemputnya" Aku sudah terlanjur suka pada Eve.
Memangnya kau mau membawanya kemana?"
"Umm..." Kay berhenti memasukkan makanan
kemulutnya. "Mungkin kembali kerumah Chastine.
Chastine mungkin cemas!"
"Tidak bisa! Kalau Chastine khawatir dia bisa datang
kerumahku kapan saja! Aku akan menelponya!"
"Bi, Sudah ku katakan kalau setelah seminggu,
kehidupan Eve harusnya kembali normal meskipun
ingatanya belum pulih."
"Apakah dia jadi tidak normal kalau dia hidup
bersamaku" Dia bisa ku antar ke Kampus, aku juga tidak
akan melarangnya bekerja di gallerimu."
"Kau memperlakukanya seperti boneka." Kay
memandang Ivea yang memperhatikan pertengkaranya
dan Bian dengan bingung. "Dia bukan Manekin yang bisa
kau dandani sesukamu. Bagiku Eve yang sekarang tidak
seperti Eve yang pernah ku kenal sebelumnya."
"Kenapa" Karena di tanganku dia berubah menjadi
cantik seperti cinderella" Kau khawatir kalau nanti kau
menyukainya?" "Kau gila" Bukan sekali dua kali aku bertemu dengan
model yang jauh lebih cantik darinya. Aku cuma berfikir
kalau sekarang perubahanya terlalu mencolok!"
Kay tertegun sesaat, Ia segera menutup mulutnya
karena khawatir kalau-kalau Ivea tersinggung dengan katakatanya. Tapi
kelihatanya Ivea sama sekali tidak
tersinggung dan malah membela bian dengan mengatakan
kalau dirinya menyukai penampilan barunya dan Ivea juga
menyukai Bian, Bahkan Ia memanggil Bian dengan sebuan
Mom, sama seperti Kay memanggil ibunya. Kay merasa
dikeroyok hingga akhirnya dia hanya bisa menyerah dan
membiarkan Ivea tetap bersama Bian sampai pada waktu
yang di kehendakinya. *** "Benarkah kau tidak mengingat apa-apa?" Tara
bertanya pada Ivea dengan antusias. Masih sulit baginya
untuk percaya kalau Ivea benar-benar telah mengalami
Amnesia. Rasanya baru kemarin Tara memeluk Ivea yang
menangis seorang diri di Fitting room dan sekarang ia
melihat Ivea tersenyum seolah tidak pernah terjadi masalah
apa-apa terhadapnya. "Kau benar-benar melupakanku?" Tanya Nathan ikut
campur. "Waktu aku melihatmu terakhir kali, kau
meninggalkan Chinamons sambil menangis, ku kira karena
beberapa hari sebelumnya kita bertengkar!"
"Aku menangis?" Ivea bertanya, wajahnya tampak
berubah menjadi lebih heran.
Tara meninggalkan Natahan dan Ivea berbincangbincang. Tadi ia melihat kalau Kay
masuk keruanganya dan masih mengenakan pakaian yang sama dengan
pakaian yang dikenakanya di bandara sepulang dari
Jepang. Tara mengetuk pintu ruang kerja Kay dan Kay
membukakan pintu untuknya.
"Ada apa?" Tanyanya.
Tara duduk di sofa yang berada di sebelah kanan
pintu sambil memandang Kay yang duduk di atas meja
kerjanya. "Kau semalam tidak pulang" Kau bersamanya?"
Kay tertawa ringan. "Kau sedang memikirkan apa"
Aku semalaman di rumah Pamanku dan pagi tadi mampir
kerumah Bian untuk menjemputnya. Dia tinggal di rumah
Bian sekarang!" "Memangnya kau pikir aku mengira apalagi" Kau
tidak mengganti pakaian lalu datang bersamanya setelah
hampir jam makan siang. Setelah apa yang terjadi pada
kalian berdua, kau dan dia bisa saja..."
"Kalau kau berfikir seperti itu, aku jadi menyesal
bercerita padamu." Kay berpindah duduk ke sofa dan
berhadapan dengan Tara. Ia terlihat masih tidak begitu
baik, wajah yang biasanya tampak bersinar itu sedikit
pucat menunjukkan kalau dirinya lelah dan kurang tidur.
"Kay, dia benar-benar hilang ingatan?" Tanya Tara
penasaran. "Begitulah kenyataanya. Aku di beritahu Chastine
kalau dia sedang dirawat dirumah sakit dan saat aku
kesana dia bertanya aku siapa" Kay tertawa getir.
"Chastine bilang dia terjatuh di tangga rumah Kos. Semula
aku tidak percaya. Tapi setelah melihat keadaan tempat
tinggal mereka aku rasa hal yang seperti itu mungkin
untuk terjadi" "Kalau begitu kau beruntung, setidaknya dia tidak
akan menuntutmu karena melakukan pelecehan kepadanya!" Dan Tara harus menahan sakit sebagai
ganjaran dari ucapanya. Kay sudah mencubit pipinya
keras-keras dan memandanginya dengan mata yang
melotot. "Kau bilang apa?" Kata Kay, lalu melepaskan
siksaanya terhadap Tara pelan-pelan." Aku malah jadi
merasa bersalah. Dengan bodohnya aku mengambil alih
semua yang bersangkutan denganya, memindahkanya
kerumah Bian dan membayar rumah sakit. Atau bisa saja
aku membayar uang semesternya untuk semester depan.
Karena beasiswanya sudah pasti di cabut. Dia sangat
banyak meninggalkan mata kuliah."
"Tinggal beberapa bulan lagi. Bukanya Eve salah satu
murid tercerdas" Kalau aku jadi kau, aku juga akan
mencarikan beasiswa yang lain. Tapi tidak perlu khawatir.
Kau juga pernah melakukanya dengan Chastine kan?"
Kedua alis Kay bertaut. "melakukan apa?"
"Sekarang pikiranmu yang entah kemana! Tentu saja
menyekolahkanya, kau pikir melakukan apa?" Suara Tara
terdengar agak kesal. Tapi kemudian ekspresi wajahnya
membaik. "Memangnya,
kau dan Chastine pernah melakukan apa?" "Aku menganggap Chastine seperti adikku, kau kira
aku setega apa terhadap adik sendiri?"
"Bukankah dulu kau juga pernah bilang kalau Ivea
mengingatkanmu kepada adikmu itu" Tapi akhirnya kau
juga..." "Sudah! Cukup. Bagaimana kalau dia mendengarnya?" Sekarang giliran Kay yang kesal. Tara tertawa
terbahak-bahak dan hampir tidak bisa berhenti jika mereka
tidak mendengar suara ketukan pintu. Kay berdiri dari
sofanya dan membukakan pintu untuk seseorang. Bian.
Wanita ini masih se-trendi biasanya, segala yang
dimilikinya selalu membuat Tara merasa iri. Wanita Kaya,
dan berkepribadian baik, Bian selalu mudah untuk dekat
dengan orang lain. Seperti sekarang, Wanita itu mendekati
Tara dan menyapa dengan senyumnya yang cantik.
"Kedengaranya seru sekali, Kalian sedang bicara
tentang apa?" katanya. "Tara, apa kabarmu?"
"Tentu baik-baik saja, Madame" jawab Tara. Dia
memang selalu memanggil Bian dengan panggilan
Madame meskipun dia tau kalau Bian sama sekali belum
menikah sejak mereka berkenalan pertama kali di paris.
"Kau masih setia saja dengan laki-laki ini!" Bian
berkata sambil menunjuk wajah Kay yang berada di
hadapanya. "apa kau tidak mau pindah kerja" Ke
SmiloQueen misalnya. Pengalaman kerjamu bisa membuat
karirmu menjulang tinggi!"
"Hey, Chastine sudah ku serahkan kepadamu dan kau
masih mau merampok tangan kananku?" Kay menyela.
"Sebenarnya kau kesini untuk apa?"
"Aku mau melihat Cinderellaku!"
Tara memandang Kay. Cinderella" Siapa"
"Bukankah tadi dia berada di luar bersama Nathan?"
Kay bertanya penasaran, Cinderella itu kelihatanya
menghilang. Bian menggeleng. "Tidak ada! Biar aku telpon!"
Wanita itu kemudian mengeluarkan ponsel dari tasnya dan
menelpon seseorang. " Hallo, Bonjour.... Apa Eve
bersamamu" Oh, sedang makan siang. Aku bisa tenang.
Aku membawakan ponselnya yang ketinggalan. Nanti biar
dia minta kepada Kay saja ya. Merci!" Dan Bian menutup
telponya. Ia kemudian mengeluarkan sebuah ponsel mahal
dan menyerahkanya kepada Kay. "Aku titip untuk Eve,
katakan padanya tidak usah menunggu karena malam ini
mungkin aku tidak pulang" Kemudian Bian membuka
pintu tanpa kata-kata pamit. Ia hanya melambaikan
tanganya lembut kearah Tara dan Tara berusaha
membalasnya. "Cinderella yang dimaksud Bian, Eve?" Tanya Tara
setelah Bian pergi. Kay memasukkan Ponsel itu kesaku pakaianya. "Tentu
saja. Kau bisa lihatkan perubahan Eve yang drastis" Ku
rasa dia mendadak menganggap dirinya sebagai ibu peri
begitu aku meninggalkan Eve dirumahnya dan begitu aku
kembali dari Tokyo, Anak itu sudah berubah dan hampir
tidak ku kenali." "Ya, Aku juga begitu tadi. Ivea tidak terlihat seperti
gadis sederhana pada umumnya. Dia terlihat seperti putri
dengan perawatan spesial dan barang-barang bermerek."
Tara teringat akan penampilan Ivea yang berbeda, anak itu
tidak lagi menggunakan kaos oblong atau kemeja yang di
padu dengan Jeans dan Sepatu kets. Ivea berubah menjadi
putri manis dengan make Up tipis dan kemeja sutra
berwarna coklat. Sebuah Belt emas melilit pinggangnya dan
high heels berwarna senada menghiasi kakinya. "Dia seperti
model. Apa kau tidak tertarik padanya?"
"Apa?" Tanya Kay kaget. Dia tau kalau Tara sedang
bercanda, tapi baginya pertanyaan ini harus di jawab
dengan serius. "Entahlah, ku rasa penampilan barunya
membuatku merasa risih, dia mengingatkanku pada
seseorang. Aku lebih menyukai Eve yang ku kenal dulu!"
"Tapi kurasa, Eve yang kau kenal dulu bahkan tidak
mau memandangmu!" Tara tersenyum penuh canda. Tapi
senyumnya segera pudar saat melihat wajah Kay yang
tidak seperti biasa. "Aku lapar. Ayo kita makan ke caf?
sebelah!" katanya kemudian mengalihkan pembicaraan.
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
*** 9 Ivea, Mungkin penampilanya berbeda, tapi Nathan
yakin kalau Ivea tetap orang yang sama. Orang yang
Nathan harapkan untuk senyum setiap saat dan orang
yang di inginkan untuk selalu memberi senyuman itu
kepadanya. Ivea sedang sibuk membolak-balik komik
Vampire Knight yang dari tadi di bawa-bawa Nathan dan
yang bisa Nathan lakukan hanya memandanginya.
"Kamu suka baca komik ya?" Ivea berbicara dengan
suara yang Nathan rindukan, meskipun kedengaranya Ivea
tidak berbicara dengan logatnya yang biasa. Mendengar
Ivea seperti mendengarkan Bian berbicara. Ivea meniru
Bian seratus persen, dimulai dari Style, Atitude, hingga
gaya bicara. "Ceritanya bagus" Boleh pinjam yang Volume
satu?" "Eve, volume satu sudah ada di tanganmu." Jawab
Nathan. "Benarkah" Aku letakkan dimana ya" Nanti akan ku
cari, mungkin tertinggal di rumah Chastine." Ivea lalu
tersenyum. "Ceritakan tentang hubungan kita, Kau bekerja
di galeri juga" Sebagai apa" Hubungan kita dekat tidak?"
Nathan tersenyum sebelum ia bicara. "Aku harus
cerita seperti apa" Bagaimana harus memulainya ya?"
"Dari mulai kita ketemu bagaimana?"
"Ivea, Setahun lalu kau datang ke galeri, di bawa oleh
Chastine untuk menggantikanya. Chastine dulu bekerja di
galeri juga sebelum dia di mutasi ke kantornya Bian. Saat
itu kau sama sekali tidak menarik. Demi tuhan, aku sama
sekali tidak membayangkan kalau akhirnya kita bisa seing
bersama dan bergandengan tangan. Aku dulu sangat tidak
suka kalau harus dekat-dekat denganmu. Tapi Kay
sepertinya bertindak, dan seringkali melibatkan kita berdua
dalam situasi yang sama."
"Kalau begitu kita punya hubungan khusus?"
"Bagiku iya! Setidaknya kau pernah tersenyum dan
mengatakan tidak apa-apa saat aku minta maaf karena
terlalu lama membiarkanmu menunggu kata-kata kalau
aku sangat menyukaimu."
"Astaga, Are ya my boy friend?"
"Entahlah. Karena beberapa saat setelah itu kita
langsung bertengkar hebat dan kau pergi meninggalkanku.
Kita hanya bertemu di galeri saat kau keluar dari ruangan
Kay sambil menangis. Aku kira saat itu kau cerita tentang
masalah kita pada Kay, tapi entahlah!" Nathan mengulangi
kata-kata itu sekali lagi. Ia tidak begitu yakin kalau Ivea
menangis saat itu karenanya, Tapi bukankah Ivea hanya
punya masalah denganya"
"Kita bertengkar karena masalah apa?"
"Karena Aliya!..." Dan Nathan kemudian menceritakan semuanya, tentang dirinya dan Aliya,
tentang dirinya dan Ivea serta masalah yang terjadi
diantara mereka dengan sangat detail. Berkali-kali Nathan
menyalahkan dirinya atas semua yang terjadi. Nathan juga
mengatakan kalau ia sempat mengira Ivea tidak ingin
bertemu denganya lagi sehingga tidak pernah kembali lagi
ke chinamons. Hatinya benar-benar diliputi emosi pada
dirinya sendiri dan segala kebodohan yang dilakukanya. Ia
baru berhenti bicara saat Ivea menggenggam tanganya dan
mereka saling pandang beberapa saat.
"Aku minta maaf!" Ujar Ivea.
"Maaf" Aku yang bersalah dan harusnya aku yang
minta maaf!" Ivea menggeleng. "Sepertinya itu terjadi karena aku
tidak mengerti masalah antara kau dan Aliya. Seandainya
aku saat itu lebih bersabar dan meminta kau menjelaskanya
dengan baik-baik, kau tidak akan sekacau ini sekarang!"
"Kau sudah meminta maaf, Eve. Saat itu aku berusaha
mengejarmu. Kau minta maaf meskipun kau tidak
mengizinkan aku melihat airmatamu dan pergi!"
"Kalau begitu. Light Up! Kita lupakan masalahnya dan
mulai dari awal lagi bagaimana" Untuk sekarang mungkin
aku masih bingung. Tapi kita jalani saja semuanya dulu,
Aku rasa kau orang yang baik!"
*** Ivea tadi memandang Nathan dengan perasaan aneh
meliputinya. Nathan mungkin memang seseorang yang
spesial yang pernah ada di hidupnya dulu. Ia dapat
merasakan semua chamistry nya. Hatinya entah mengapa
merasa begitu tenang bila ada di dekat laki-laki ini dan
Komik yang dibawanya juga membuat Ivea merasa sangat
dekat. Terlebih saat Nathan bilang kalau Volume satu dari
Komik Vampire knight saat itu sudah ada padanya. Ivea
menjadi semakin yakin dengan perasaanya dan kata-kata
Nathan mungkin saja benar.
Ivea Melihat keadaan Caf? dengan mata berkeliling,
Dejavu sangat sering terjadi belakangan ini, tapi Ia maklum
karena semuanya memang terjadi di tempat-tempat yang
pernah dia datangi. Ivea mengangkat tangan memanggil
pelayan yang ada di dekat pintu, dengan tangkas pelayan
itu mendekat dan menanyakan pesananya, dan sebuah
Ekspresso dengan krim menjadi sasaranya. Tidak berapa
lama kemudian pesananya segera datang dan tersaji. Ivea
berterimakasih dengan memberikan seulas senyum,
beberapa detik kemudian senyumnya bertambah lebar saat
Tara dan Kay mendekat dan duduk di mejanya setelah
Tara berbicara banyak dengan pelayan yang di temuinya
saat masuk. "Bagaimana Eve" Pelayanan di Caf? ku baik kan?"
Tanya Tara sambil tersenyum. Ia dan Kay duduk
berdampingan dan kelihatanya sangat dekat.
"Ini caf?-mu?" "Ya, Kau mungkin tidak ingat. Tapi semua pegawai
dari Galeri sebelah ataupun yang pernah bekerja dan
pernah berhubungan dengan Chinamons akan mampir
kesini saat makan siang seperti sekarang. Dulu kau juga
begitu, kau suka kemari meskipun hanya memesan
secangkir teh!" Tara kemudian memandang isi cangkir
yang ada di hadapan Ivea. "Tapi sepertinya seleramu
berubah." "Oh" Ini" Aku sedang ingin minum kopi!" Ivea
mengkonfirmasi mengapa ia memesan kopi siang-siang
begini. "Tadi Mom, menelpon Nathan dia menitipkan
ponselku tidak?" "Ya,"Jawab Kay, ia mengeluarkan sebuah ponsel
mahal penuh dengan permata berwarna oranye menempel
pada casingnya. Kristal yang berkilauan itu juga menempel
di ponsel Bian dengan warna yang berbeda, bukan stiker
permata plastik biasa seperti yang di jual di pasaran. Orang
yang jeli pasti tau kalau Bian sangat suka dengan perhiasan
dan Kristal mahal yang menempel di ponselnya dan juga
ponsel Ivea itu juga menjadi perhiasan baginya. "Nathan
mana?" "Dia" Tadi dapat telpon dari rumah dan baru saja
pulang!" Jawab Ivea. "Ada satu pertanyaan yang ingin ku
tanyakan pada kalian. Kalian tau aku dan Nathan sedang
menjalin hubungan?" "Well."Tara bersuara lebih dulu, karena Kay
kelihatanya tidak antusias dengan pertanyaan Ivea tentang
Nathan. "Selama ini kedekatan kalian memang agak
berbeda. Dulu kau mengejarnya dengan cara yang cukup
sopan dan manis, berusaha menarik hatinya terus menerus,
sampai tiba-tiba dia membawa Aliya ke galeri dan
mengatakan kalau dia tidak bisa menyukaimu lebih dari
seorang teman." "Ya, dia sudah menceritakan yang itu, dan sudah
menarik kata-katanya!"
"Oh, Ya" Tentu saja harus begitu. Karena setelah
kejadian itu perhatiannya kepadamu malah semakin
bertambah. Biasanya Nathan pulang sebelum jam makan
siang, tapi semenjak itu dia selalu kemari hanya untuk
melihatmu makan siang. Dia juga membantumu saat kau
kebingungan dengan desain gaunmu yang di tugaskan Kay
pada waktu itu!" "Benarkah" Kalau begitu seharusnya aku berfoto
dengan dia untuk majalah waktu itu!"
"Apa yang kau katakan" Kau cuma model pengganti!
Kau tidak punya hak memilih pasangan!" Kay tiba-tiba saja
menuding. Tara menyenggolnya sambil membisikkan
sesuatu yang kelihatanya membuat Kay bersikap lebih
tenang dan berbicara lagi dengan nada yang lebih datar.
"Lagi pula mana mungkin dia berfoto denganmu, dia
bertugas memotret pada saat itu!"
"Jadi dia fotografernya?" Ivea kelihatan senang.
Kay mengangguk, ada sesuatu yang tidak bisa di
mengerti sedang terjadi padanya sekarang. Kay merasa
cemburu dan dia tidak bisa menyembunyikan perasaanya"
Kay menyesali sikapnya barusan.
"Tentu saja, dia sering mengambil fotomu diamdiam!"
"Dia sudah menceritakanya juga dan memperlihatkan
salah satunya kepadaku!"
"Benarkah?" suara Tara terdengar bersemangat. "Apa
dia sudah menceritakan tentang kenakalanya padamu" Dia
pernah mencideraimu. Kalian membuat cerita konyol
tentang vampir dan dia menggigitmu. Sehari setelahnya
lengan kananmu akan terasa sakit kalau di sentuh, lalu dia
memberimu komik sebagai ucapan permintaan maaf,
judulnya...vampire...ummm...vampire apa ya?"
"Vampir Knight" Aku sudah menduganya. Saat
melihatnya membawa komik itu aku merasa sudah sangat
akrab dengan Vampire Knight. Ternyata begitu" Aku jadi
ingin membaca komik itu segera. Kay, nanti kau mau
mengantarku kerumah Chastine?"
"Baiklah! Lagipula aku ragu membiarkanmu pergi
sendiri, Kau mungkin tidak ingat jalanya!"
Lalu, Kau...Aku biasa memanggilmu apa?" Wajah
Ivea beralih memperhatikan Tara.
"Mbak Tara, seperti Nathan!"
"Mbak Tara!" Ivea mengangguk-angguk. "Sepertinya
kau banyak tau tentang Nathan, mungkin nanti aku akan
sering bertanya padamu! Tidak apa-apa, Kan?"
Tara mengibaskan telapak tanganya sambil tersenyum.
"Tentu saja tidak, Aku akan menceritakan semua yang ku
ketahui tentang Nathan." Katanya sambil melirik Kay
yang disadarinya juga sedang memandangnya dengan
pandangan tak suka!"
*** Seharusnya Ivea menjalani kehidupan yang normal,
Itu yang sangat Kay harapkan. Tapi meskipun Ivea selalu
menjalankan kegiatanya seperti sedia kala, tetap saja ada
yang tidak sama. Ivea seringkali datang ke galeri bersama
Bian atau membawa mobil sendiri, terlalu mewah untuk
seorang pegawai. Selain itu di kampus, Ivea mendadak
menjadi ramah dan punya banyak teman selain Voni yang
sebangku denganya. Gadis itu sekarang sering berpindahpindah tempat duduk,
sering nongkrong di kantin dan
yang paling menonjol Ivea sangat suka memakai barangbarang Mahal. Menjadi anak
angkat dari Bianca Karta membuat Ivea akhirnya meniru semua perilaku Bian
seratus persen. Ivea yang Kay kenal dulu sudah
menghilang berganti dengan orang baru yang meskipun
berwajah sama tapi semua yang dilakukan dan apapun
yang melekat padanya sangat berbeda.
Belakangan ini Kay merasakan ada yang berbeda dari
sikapnya kepada Ivea. Dia seringkali tidak bisa menolak
permintaan Ivea padanya dan akan memperhatikan Ivea
dengan perhatian ekstra, tapi kemudian bisa diam seribu
bahasa setelah melihat Ivea bersama Nathan, atau
menanggapi cerita tentang Nathan dengan tidak
bersemangat. Ivea benar-benar hanya menganggapnya
sebagai seorang sahabat. Entah mengapa Kay merasa
kecewa dan berharap Ivea segera kembali mengingat
perasaanya kepada Kay saja.
"Kau lihat" Ini surat-suratnya. Ivea akan segera
menjadi anaku dan resmi secara hukum!"
Kay memandang Bian yang dari tadi duduk di
depanya. Hari ini Bian datang kekampus meskipun tidak
ada jam mengajar. Hal yang paling jarang di lakukanya.
Kay tau Bian hanya sedang memamerkan rencananya yang
sudah terlaksana meskipun belum sempurna. Ia bahkan
juga menambah embel-embel Karta di belakang nama Ivea
sebagai tanda kalau Ivea memang putrinya. Kay
menggeleng heran. "Kau serius mengangkat gadis yang
lebih muda sekitar tujuh tahun darimu sebagai anak" Dia
lebih pantas jadi adikmu bukan"!"
"memangnya kenapa" Aku suka saat dia memanggilku dengan sebutan Mom!"
Kay memandangi wajah sahabatnya dengan anggukan
tak mengerti. Bian sepertinya sedang menikmati peranya
sebagi Ibu. Dia sekarang punya seorang putri yang dengan
suka rela meniru semua perilakunya. "Ya, tentu saja. Kau
bahkan sudah berhasil membuatnya mirip denganmu!"
"Memangnya kenapa" Kau selalu mengungkit hal
seperti itu! Kau kesal karena aku sudah mengubahnya jadi
tipe-mu?" "Apa?" "Aku tau, aku adalah satu-satunya perempuan di
dunia ini yang sangat sesuai dengan seleramu. Tapi kau
tidak mungkin mencintaiku kan" Karena kau tau aku tidak
suka punya hubungan khusus dengan laki-laki, cinta cuma
akan menghambat karirku saja! Karena itu kau menggoda
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sepupuku, Kau berharap kami punya sikap yang sama tapi
ternyata tidak." Kay tertawa mengejek. "Kau percaya diri sekali!"
"Apa kau lupa kau pernah mengatakan hal seperti itu
sewaktu kita kuliah dulu" Wah gampang sekali kau
melupakanya! Tapi kau pasti tidak akan pernah melupakan
seleramu sendiri kan" Karena itu kau menyukai Ivea.
Karena anak itu sangat mudah berubah menjadi aku, dan
dia adalah peniru yang cerdas!"
Kay melengos. Ia memang pernah menyukai Bian.
Tapi itu sudah sangat lama sekali dan dia bahkan sudah
melupakanya, juga melupakan bagaimana cara mencintai
seseorang dengan perasaan seperti itu. Dan belakangan
perasaan seperti itu tumbuh tanpa disadarinya saat melihat
perubahan Ivea perlahan-lahan. Kay tidak suka dengan
perubahan Ivea. Perubahan itu membuatnya risih, karena
perubahan Ivea itu akan membuatnya kembali konyol dan
bodoh seperti saat dia menanti perasaan Bian untuknya
dulu. "Terserah kalau kau tidak mau mengakuinya. Yang
jelas kau tidak boleh merusak hubungan Ivea dengan
Nathan, mereka sedang hangat-hangatnya."Kata Bian
sambil membereskan surat-surat yang tadi di tunjukkanya
kepad Kay. "Aku mau ke Paris besok pagi. Tolong gantikan
aku mengajar beberapa kali ya" Sekarang aku pergi dulu.
Take Care!" *** 10 Ivea memandangi pintu galeri dengan ragu. Jam di
ponselnya sudah menunjukkan pukul sembilan malam dan
dia tidak bisa kembali kerumah karena ia sudah melupakan
pasword untuk masuk kerumah. Selama ini Ivea memang
tidak pernah di tinggal oleh Bian lebih dari sehari dan ini
pertama kalinya. Kepergian Bian ke Paris sudah berjalan
dua hari dan masih ada tiga atau empat hari lagi menjelang
kepulanganya kembali ke Indonesia.
Lampu di lantai dua masih menyala terang, Kay pasti
masih bangun dan mau membantunya. Ivea menetapkan
hati untuk melangkah masuk kedalam galeri dan disana
masih ada Tara yang mungkin tidak sedang
memperhatikanya, Wanita itu kelihatanya sedang
menerima telpon penting dan Ivea juga tidak mau
mengganggu. Ia menaiki tangga menuju lantai dua,
membuka satu-satunya pintu yang ada disana lalu melihat
Kay yang sedang berkutat dengan gaun rancanganya yang
kemudian memandang kearahnya.
"Kau sedang apa?" Tanya Kay. "Bukankah tadi kau
sudah pulang bersama Nathan?"
"Apa kau membantuku" Aku melupakan password
untuk masuk kerumah. Apa kau bisa memberitahuku
paswordnya?" Kay menghentikan pekerjaanya. Ivea tau, Kay pasti
menganggapnya bodoh. Ivea juga tidak mengerti apa yang
ada di fikiranya hari ini sehingga ia bisa melupakan
paswornya sama sekali. "Apa kau fikir aku tau" Pasword
rumah itu sudah diganti oleh Bian. Apa kau sudah
mencoba menelponya?"
Ivea mengangguk. "Tapi tidak bisa terhubung!"
"Kalau begitu masuk saja dulu, istirahatlah di tempat
manapun yang kau suka!" Kata Kay sambil memainkan
ponselnya. Mungkin dia mencoba menghubungi Bian. Fikir Ivea. Ivea
menutup pintu kembali dan duduk di sofa yang
menghadap ke televisi. Ini pertama kalinya Ivea masuk
keruang tinggal Kay, Atau sudah pernah sebelumnya"
Ruangan ini lebih persis dengan ruang kerja dibandingkan
dengan kamar. Di semua tempat dipenuhi dengan kain dan
patung, Ruang kerja Kay di lantai bawah jauh lebih rapi
dibandingkan dengan ini. "Sepertinya tidak aktif. Biasanya dia menelponku
kalau pekerjaanya sudah selesai. Kita tunggu saja!" Kata
Kay sambil mengembalikan ponselnya keatas meja yang
berada dekat dengannya. "Nathan tau?"
"Tidak, tadi dia cuma mengantar sampai depan
rumah. Aku tidak mengizinkanya masuk karena Bian
berpesan begitu. Jadi dia pulang sebelum aku masuk
kerumah." "Seharusnya dia memastikan sampai kau masuk
kerumah, baru pergi!"
"Aku yang menyuruhnya pergi!" Ivea membela. Tapi
dia segera menutup mulutnya. Entah mengapa Ivea merasa
kalau pembicaraanya dan Kay tidak seperti biasanya. Kay
terkesan sangat cuek, mungkin karena sedang sibuk
bekerja. *** "Aku yang menyuruhnya pergi!" Kata-kata Ivea itu
membuat Kay yersenyum kecut. Ivea masih berusaha
membela Nathan saat Kay menyalahkanya.
Kay hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya dan
kembali berkonsentrasi pada gaunya. Pemasangan payet
yang sama sekali tidak bisa di bilang sederhana membuat
mata Kay mulai mengabur. Ini memang belum jam tidur
Kay yang biasa, tapi melihat kerumitan yang seperti ini
membuat Kay merasa lebih cepat mengantuk. Kay hanya
punya sisa waktu dua minggu sebelum busana rancangan
ini di perlihatkan kepada banyak orang nantinya.
Perhelatan Show busana pengantin besar-besaran akan
diadakan kembali di Tokyo bulan depan dan tentunya Kay
harus ikut serta. Sekarang Kay harus berkonsentrasi untuk
menyelesaikan pemasanganya. Bila malam ini dia tidak
tidur, seharusnya busana ini bisa diselesaikan dengan
sukses besok pagi. Ponsel Kay berbunyi nyaring
membuatnya kembali mengentikan pekerjaanya. Mungkin
telpon dari Bian. Ia memandang Ivea sejenak sebelum
meraih ponselnya dan melihat gadis itu memandanginya
penasaran. Telpon dari Tara.
"Ya?" Kay menjawab telponya setelah memberikan
gelengan kepada Ivea yang mengisyaratkan bahwa bukan
Bian yang menelpon. "Kay, aku mau pulang! Aku sudah lelah sekali.
Bagaimana dengan pintunya?"
"Kau tunggu disana sebentar, aku akan turun!" Kay
lalu menutup ponselnya. Ia kemudian berbicara kepada
Ivea. "Kau mau kopi?"
"Kalau tidak merepotkan!"
"Kalau begitu tunggu saja disini. Aku mau kebawah
dulu!" Jarum dan benang yang ada di tangannya diletakkan
Kay diatas meja dan ia segera membuka pintu lalu
menuruni tangga. Sebenarnya Kay masih kesal dengan
penolakan Ivea saat Kay ingin mengantarnya pulang. Ivea
lebih memilih pergi bersama Nathan karena mereka berdua
mau makan malam dulu. Tapi melihat Wajah Ivea barusan,
rasa kesal Kay mendadak sirna.
"Terimakasih untuk hari ini!" Kay berkata kepada
Tara yang berada didepan pintu.
Tara hanya tersenyum dan melambaikan tangan
menuju mobilnya yang di parkir di pinggir jalan. Setelah
mobil berwarna Hijau itu melesat pergi, Kay mengunci
pintu dan membuat dua cangkir kopi di pantry. Dengan
tangkas kedua cangkir kopi itu dibawanya menaiki tangga
lalu membuka pintu dengan menggunakan kaki. Kay
sudah terbiasa melakukan ini. Ivea berada dekat dengan
Busna rancanganya, Kay bisa melihat wajahnya yang
sangat antusias melihat setiap detil dari segala sisi.
"Ini kopimu!" Kay menyerahkan secangkir kopi
kepada Ivea dan Ivea menyambutnya.
"Terima kasih" "Kembali!" balas Kay sambil menyeruput kopinya.
Ivea juga melakukan hal yang sama sambil
memandangi busana pengantin buatan Kay. Busana yang
sangat cantik berwarna putih bersih. Ivea memperhatikan
busana unik itu dengan tidak bosan-bosanya. Seperti
busana pengantin pada umumnya, super panjang dan
menyapu lantai. Tapi Kay membuatnya sedikit berbeda,
Bagian atasnya dibuat sedemikian rupa menyerupai rompi
dengan lengan yang ketat hingga kesiku. Bagian ini
memiliki payet yang sangat Kaya dan bahu yang terbuka.
Kay sengaja membuatnya terkesan seperti kebaya mini
diatas gaun mewah. Tapi pemasangan payet yang belum
selesai membuat Kay selalu merasa kalau rancanganya
belum sempurna. "Ini yang akan dibawa ke Tokyo?" Tanya Ivea.
"Ya, Mungkin dibawah dadanya akan kupasang Obi
berwarna Gold tapi aku masih ragu dengan warna itu.
Sudah ku coba tapi aku merasa masih belum sempurna."
"Aku rasa akan terlihat bagus, aku bisa
membayangkanya!" "Kau membayangkan yang seperti apa?"
"Tentu saja pemasangan Obi di patung itu!"
"Itu masalahnya! Patung dan tubuh manusia itu
berbeda" Kay berujar gusar. Tentu saja apapun yang
dipasangkankan ke patung itu akan terlihat baik-baik saja.
Mungkin Kay memang perlu melihat gaunya dipakai oleh
manusia. Dia lalu memandang Ivea, dan tiba-tiba saja
timbul ide. Bagaimana bila Ivea yang mengenakan gaun
ini, Kay bisa melihat kekuranganya dan menutupinya
dengan menambah ini itu seperti yang pernah dilakukanya
pada gaun rancangan Ivea dulu.
"Eve, kau mau membantuku?"
*** Ivea mengenakan gaun indah itu. Dicermin, gaun
rancangan Kay tampak berkilauan di terpa cahaya lampu
yang terang benderang. Ivea tidak bosan-bosanya
memandangi bayangan dirinya dan memikirkan apa yang
membuat penampilanya akan lebih sempurna. Dengan
susah payah Ivea mengambil salju pemberian Kay dan
mengenakanya di lehernya. Rantai hitamnya membuat
warna kulitnya terlihat lebih bercahaya dan dia merasa
benar-benar sudah menjadi Cinderella.
Tinggal sepatu kaca dan semua beres. Bisiknya. Ivea
kemudian mengikat rambutnya rapi dan memandangi
dirinya dicermin sekali lagi. Ia sudah merasa cukup. Tapi
kenapa dirinya ingin terlihat cantik di depan Kay" Ivea
menggigit bibirnya bingung.
*** "Apa kau masih lama?" Kay berteriak dari luar pintu
kamarnya. Ia sudah sangat gelisah dan tak sabar lagi untuk
melihat ivea mengenakan gaun buatanya. Anak itu sudah
menghabiskan waktu hampir tiga puluh menit dan
membiarkan Kay berdiri di depan pintu dalam waktu yang
cukup lama. Kaki-kaki Kay sudah lelah berdiri.
"Sudah, Kau boleh masuk"
Akhirnya. Bisik Kay lega. Ia membuka pintu dan
menemui Ivea yang membuatnya benar-benar terkejut.
Gadis itu berubah menjadi orang yang berbeda lagi. Bukan
Ivea yang mengatakan akan melupakanya, Bukan juga Ivea
yang hidup di bawah bayang-banyang Bian. Melainkan
Ivea yang dulu sempat membuatnya terperangah saat gadis
itu mengenakan gaun rancanganya sendiri yang menang
atas penilaian Bian. Ya, Kay ingat kalau saat itu jantungnya
sempat berdetak cepat melihat Ivea mengenakan pakaian
indah berwarna putih, sama seperti saat ini. Tidak, saat ini
mungkin adalah saat dimana Jantungnya berdetak dalam
tempo tercepat seumur hidupnya.
"Beautiful!" Seru Kay tanpa sengaja.
"Maksudmu aku?" Tanya Ivea dengan pandangan
nakalnya. Kata-katanya itu benar-benar mengembalikan
Kay kedunia nyata dengan sangat sukses.
Kay mendekat. "Tentu saja gaun rancanganku!".
Katanya geram. Kay memegang pergelangan tangan Ivea
dan menunjuk satu garis diagonal dari siku hingga ke
bahu. "Kurasa bisa di tambah payet disini"
"Sekarang Kenakan obinya!"
"Mmm...baiklah!" Kay kemudian berjalan kesalah
satu dari tiga lemari pakaianya yang berjejer didinding
yang sama dengan dinding tempat televisi bersandar. Ia
kelihatan bingung memilih, sesekali Kay melihat kearah
Ivea dan kembali tanpa membawa apa-apa.
"Mana obinya?" Tanya Ivea heran.
"Aku rasa sudah sempurna tanpa itu!" Kata Kay
sambil mengangkat sebelah alisnya. "Coba katakan, bagian
mana yang rasanya tidak nyaman?"
"Mmm.." Ivea meraba tubuhnya Kemudian memposisikan kedua tanganya di punggung. "Aku rasa
bagian dadanya sedikit sempit.
Kay memperhatikan tubuh Ivea sebentar lalu
meninggalkanya untuk mengambil pisau Cutter yang
berada diatas meja kerjanya dan kemudian kembali
berjalan menuju punggung Ivea. "Coba lepaskan
Kebayanya!" Katanya. Dan perintahnya segera di turuti.
Ivea membuka lapisan terluar dari gaun itu dan
memberikanya kepada Kay. Setelah meletakkan Kebaya itu
diatas sofa, Kay berusaha membuka jahitan di punggung
gaunya dengan pisau cutter. Tanganya gemetar tanpa
alasan yang jelas. Kay heran dengan dirinya yang merasa
gugup saat berdekatan dengan Ivea seperti ini, Tidak
seperti biasa dan berbeda dengan sebelumnya. Selama ini
Kay bahkan terbiasa membantu modelnya untuk
berpakaian dan dirinya sama sekali tidak pernah ragu
untuk memotong apa saja dengan cutter setiap kali Fitting.
Tapi kali ini... Tenanglah Kay!. Gumamnya dalam hati.
Kay mencoba menenangkan diri dan akhirnya ia
memutuskan untuk segera menyelesaikan pekerjaanya.
Semula semuanya berjalan baik-baik saja, tapi kemudian
terdengar teriakan kesakitan dari mulut Ivea karena
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
punggung sebelah kananya terluka dan berdarah. Kay
menjadi sangat Shock dan segera melempar pisau cutternya
jauh-jauh. "Apa yang harus ku lakukan?" Katanya bingung.
*** "Kau hampir saja membuatku trauma dengan ini!"
Kay menggerutu sambil mengoleskan revanol dengan
kapas pada luka Ivea. Beberapa kali Ivea terdengar
mengaduh pelan. Kay tau Ivea pasti kesakitan, luka yang
didapatnya cukup dalam dan mengeluarkan banyak darah.
Selimut coklat muda milik Kay sekarang sudah dihiasi
noda merah yang beberapa menit lalu terus mengalir dari
lukanya. "Seharusnya aku yang mengatakan kata-kata trauma!"
Ivea balas menggerutu. Lalu Ia kembali menggigit bibirnya
menahan perih saat Kay membubuhkan obat luka di
punggungnya. "Kau tau rasanya nyeri sekali."
Kay tau pasti memang begitu rasanya. Ini pertama
kalinya dia melakukan kesalahan seperti ini dalam
hidupnya. Selama ini dirinya selalu menggunakan cutter
untuk merapikan benang atau untuk membuka Jahitan bila
gaun buatanya kekecilan seperti tadi. Kay tidak bisa
membayangkan bagaimana bila salah satu pelanggan
Gellerinya yang mengalami ini. Galleri miliknya bisa segera
di tutup dan bangkrut, selain itu nama baiknya bisa rusak
dan masa depannya yang semula terang dan jelas berubah
jadi gelap. Fikiriannya melayang kekejadian penuh kepanikan
tadi, Kay sama sekali tidak bisa berfikir jernih karena
otaknya di penuhi dengan emosi-emosi yang tak bisa
dikendalikanya seperti biasa. Yang difikirkanya hanya
membantu Ivea membuka gaun itu dan segera menutupi
tubuh Ivea dengan selimutnya. Kay menggigit bibirnya, ia
sama sekali tidak menyangka akan ada kejadian sekonyol
itu yang membuatnya terlihat seperti orang gila hingga
berakhir seperti ini, duduk di atas sofa dan mengobati luka
Ivea dengan hati-hati. Ivea seringkali terluka karenanya
dan luka yang paling parah adalah luka yang merenggut
ingatan gadis itu hingga sekarang. Kay menelan ludahnya
berat, kegugupanya bertambah parah begitu menyadari
dirinya sedang menghadapi punggung Ivea dengan
tubuhnya yang dibungkus selimut. Otak Kay kembali
mencoba meruntut mengapa hal yang seperti ini bisa
terjadi, ia menyentuh dadanya yang rasanya akan meledak.
"bagaimana dengan gaunmu?" Tanya Ivea setelah
mereka saling diam beberapa lama.
"Aku akan memperbaikinya malam ini! Masalah yang
lain jangan kau fikirkan dulu." Jawab Kay, ia menempelkan
perban pada luka Ivea sebagai langkah terakhir. "Besok
kita kerumah sakit!"
"Aku akan membantumu memperbaikinya!" Ivea
berujar pelan sambil berusaha mengambil pakaianya yang
berada di lantai yang tidak jauh dari sofa tempat dirinya
dan Kay duduk sekarang. Tapi Kay merampas pakaian
Ivea seketika saat menyadari kalau Ivea ingin
mengambilnya. Gadis itu terperangah sambil memandang
Kay tak mengerti. "Kau tidak boleh mengenakan pakaian ini!"
"Apa maksudmu" Lalu bagaimana caranya aku
membantumu" apa aku harus berselimut seperti ini sampai
pagi" Apa yang akan Kau lakukan?"
"Kau fikir aku akan melakukan apa?" Kay berkata
sinis sambil mendorong kepala Ivea dengan lagak kesal.
"Pakaianmu ini sangat sempit. Makanya, rubahlah cara
berpakaianmu jangan meniru Bian. Kalau kau masih
berkeras untuk memakai pakaian seperti ini, lukamu bisa
bermasalah!" *** Ivea tertidur dengan tenang disebelahnya, itu yang
Kay lihat saat pertama kali dia membuka mata. Semalaman
dirinya benar-benar memperbaiki gaunya dan di bantu
oleh anak itu. Kay menguap dan melihat darah di pakaian
yang dikenakannya tanpa sengaja. Semula Kay mengira
kalau semua yang terjadi adalah mimpi, saat dirinya
meihat Ivea mengenakan gaun buatanya, saat Kay gugup
berdiri di belakang Ivea, teriakan gadis itu saat cutter Kay
mengenai punggungnya, dan saat Kay mengobati luka itu
dengan perasaan yang tak menentu.
Kay memandang Ivea yang tertidur dengan
menggunakan Piama milik Kay yang kelihatan kebesaran
pada tubuh Ivea yang kecil. Mereka berdua mungkin baru
tidur setelah langit berubah warna menjadi biru karena
Ivea benar-benar nekat menyelesaikan gaun buatan Kay
malam itu juga. Kay turun dari ranjangnya dan beranjak
kekamar mandi. Setelah beberapa waktu, ia keluar dan
mengganti pakaianya lalu mencari dompet dan ponselnya
yang entah berada dimana karena kegaduhan semalam
membuat semua barangnya berpindah. Kay menemukan
ponselnya terjatuh diatas meja dan dompetnya di sekitar
patung yang mengenakan gaun bermasalah itu. Setelah
semuanya beres, Ia kembali mendekati Ivea dan
membangunkanya dengan lembut. Tidak begitu sulit
karena meskipun Ivea pastinya sedang dalam keadaan
yang sangat mengantuk, gadis itu tetap membuka mata.
"Kau sudah bangun?" Tanyanya.
Kay mengangguk diiringi senyum. "Ayo kita kerumah
sakit." "Sekarang?" "Tentu saja, Sebelum karyawan yang lain datang dan
berfikir yang tidak-tidak, ayo kita pergi!"
"Aku masih sangat mengantuk!"
"Nanti kita lanjutkan saja dirumahmu, atau dimana
saja. Yang jelas jangan disini. Bagaimana kalau nanti
pacarmu datang dan salah sangka!" Sebenarnya Kay
merasa sangat berat mengatakan hal itu. Memangnya
kenapa kalau Nathan datang dan salah sangka" Seharusnya
itu memang terjadi agar Kay tidak perlu menyaksikan Ivea
dan Nathan bersama-sama lagi. Kay memukul kepalanya
keras-keras, apa yang sedang di fikirkanya"
*** Tara Soedarnadi baru saja tiba ke galeri saat sebuah
pesan singkat masuk ke inbox ponselnya. Pesan dari Kay
yang mengatakan bahwa dia pergi pagi-pagi sekali karena
harus mengerjakan sesuatu yang penting. Kay
meninggalkan Kuncinya tergantung pada banner galeri di
pinggir jalan. Dengan langkah agak terburu-buru Tara
kembali ke pinggir jalan dan mengamati banner yang
lampunya masih menyala, Ternyata Kay menyembunyikan
kunci itu di tempat yang tidak begitu tersembunyi dan bisa
di lihat dengan jelas. Perbuatan nekat Kay yang seperti ini
baru pertama kali dilakukanya karena selama ini Kay selalu
membawa kunci Galeri kemana-mana dan bila Tara butuh,
Tara akan menjemputnya ketempat yang di beritahu Kay.
Urusan Kay hari ini kelihatanya bukan urusan yang Kay
ingin Tara ketahui. "Mbak...cepetan buka ni!" Nathan berteriak dari pintu
galeri sambil menggendong kiriman untuk Kay yang pagipagi sekali sudah sampai di
rumahnya. Tara kemudian mendekat dan membuka pintu dengan
terburu-buru dan membiarkan Natahan masuk terlebih
dahulu dan meletakkan kotak seukuran televisi 24 inch itu
di depan pintu ruang kerja yang dikunci. Kiriman dari
Jalan Jalak di daerah luar kota sana. Dari alamatnya, Tara
sudah tau bahwa kotak itu berisi woll yang dipesan Kay
untuk kebutuhan desainya yang baru. Kay memang
meminjam alamat Nathan untuk pengiriman barang dari
luar kota. "Apa perlu di antar kekamar?" Tanya Nathan.
Nafasnya terengah-engah. "Nanti biar aku yang bawa. Kau ini kenapa"
Kelihatanya capek sekali, karena bawa kotak woll itu?"
"Bukan, aku kesini naik bis dicampur jalan kaki karena
motorku masuk bengkel! Tapi banyakan jalan kakinya."
Jawab Nathan. Ia kemudian duduk selonjoran dilantai
marmer dan berusaha menenangkan dirinya. "Bos kita
kemana" Sudah berangkat ke kampus?"
Tara angkat bahu. Dengan cueknya ia mengambil
kotak kiriman yang diletakkan Nathan begitu saja dan
membawanya kelantai atas. Kay pernah berpesan bila Woll
pesananya datang, Nathan harus segera meletakkan
kiriman itu dikamarnya, Tapi melihat keadaan Nathan
yang sangat kelelahan itu, Tara menjadi tidak tega. Lagi
pula Kunci kamar Kay hanya Tara yang memiliki
duplikatnya dan hanya Tara yang bisa masuk kesana kapan
saja dia butuh. Tara meletakkan kotak kiriman di lantai
sebelum ia membuka pintu lebar-lebar. Kamar Kay kali ini
lebih berantakan daripada yang biasanya, seperti sudah
terjadi kegaduhan besar disini. Ia berjalan masuk dan
meletakkan kotak tersebut disisi tempat tidur lalu kembali
memandangi kamar yang berantakan. Tanpa sengaja
matanya tertuju kepada selimut yang berhiaskan noda
darah diatas tempat tidur, Tara mendekat.
Ini darah siapa". Fikirnya. Apa yang terjadi semalam"
Apakah Kay terluka lalu diculik" Tara mengibaskan tangan
di depan wajahnya untuk melenyapkan fikiran paniknya.
Mana mungkin Kay di culik kalau dia masih bisa mengirim
pesan kepada Tara dengan bahasa khasnya yang tidak bisa
ditiru orang lain. Tara merasa ini bukan waktunya untuk
ambil pusing, Tapi begitu melihat pakaian perempuan
diatas sofa Ia hanya bisa terkesiap. Pakaian yang sangat
dikenalinya, milik Ivea. "Eve ada disini semalam" Mereka melakukan apa"
Kenapa bisa ada noda darah diatas tempat tidur" Kenapa
Pakaian Eve bisa berserakan dilantai" Aku seharusnya
mencurigai mereka sejak awal" Tara menggerutu.
Tanganya dengan cepat mengambil ponsel yang akan
digunakanya untuk menelpon Kay dan bertanya mengenai
kecurigaanya. Tapi Tara segera mengurungkan niatnya,
Bahkan Kay sampai menggantungkan kunci Galerinya di
banner, ini kejadian yang Kay tidak ingin siapapun tau,
kejadian yang seharusnya sebagai teman, ia juga
membantu untuk menyembunyikanya. Tara menggigit
bibirnya, untung saja yang naik kesini adalah dirinya
bukan Nathan. Sekarang yang harus dilakukanya hanya
diam dan pura-pura tidak tau.
*** "Aku di rampok. Sejak kemarin aku berada di kantor
polisi dan ponselku di tahan sebagai barang bukti. Aku
baru saja keluar dan sangat ingin mandi!" Bian menggerutu
di ponsel. Dia menjelaskan penyebab ponselnya tidak bisa
dihubungi. Di paris mungkin sedang gelap. Kay tau Bian pasti
sangat lelah meskipun wanita itu bercerita dengan
semangat menggebu-gebu. Kay sendiri masih harus
menguap beberapa kali karena menunggu Ivea yang
sedang berada di ruang dokter. "Sekarang harusnya kau
beristirahat." "Tentu saja aku akan begitu kalau tidak melihat
panggilan darimu dan beberapa pesan dari Eve. Pagi-pagi
sekali aku menghubungi Eve tapi ponselnya tidak aktif.
Jadi aku menghubungimu!"
Kay menggeliat. Mungkin ponsel Ivea sudah
kehabisan batrei karena semalaman Ivea bersamanya dan
sibuk dengan masalah-masalah tadi malam. Kay
memandangi pintu ruang dokter dan berharap Ivea segera
keluar, ia sudah bosan menunggu. "Jadi Pasword
rumahmu apa?" "Kenapa aku harus memberitahumu" Aku mau bicara
dengan Eve. Di pesanya dia mengatakan kalau dia
bersamamu tadi malam!"
"Kenapa aku tidak boleh tau?" Kay bertanya dengan
agak berang. "Kau menggantinya karena aku?"
"Tentu saja! Karena aku punya privasi dan aku tidak
ingin lelaki manapun tau. Kau laki-laki kan?"
Pertanyaan bodoh yang selalu membuat Kay tertawa.
Tentu saja dia laki-laki, Jika tidak Kay tidak akan
merasakan perasaan apa-apa tadi malam. Tidak akan
gugup dan melakukan hal konyol yang jadi penyebab Ivea
berada diruang dokter sekarang. "Kau perlu bukti yang
seperti apa?" "Tidak, tentu saja aku percaya kalau kau laki-laki,
karena itu aku mengganti paswornya dan tidak
menginginkan kau masuk kerumahku lagi sembarangan
seperti dulu. Sekarang ada Eve dirumahku. Aku tidak mau
kejadian yang seperti dulu terulang lagi."
Kay menelan ludahnya. Kejadian dulu itu adalah
kejadian yang hampir saja Kay lupakan jika Bian tidak
mengingatkanya. Kay tentu saja tidak akan melakukan apaapa kepada Bian, tapi
saat itu Kay melakukan sesuatu
kepada Mia sepupu bian sebelum wanita itu akhirnya
kembali ke Paris. "Kenapa kau mengungkitnya?"
"Karena aku tidak mau melihatmu meniduri Eve
seperti yang kau lakukan pada sepupuku! Kalau itu terjadi
pada Eve persahabatan kita bisa putus!"
"Kau mengubah password karena takut aku tidur
seranjang dengan Eve" Karena dia melupakan Paswordmu,
Kami semalaman sudah tidur diranjang yang sama!" Kay
berkata dengan nada geram, ia tau kalau Bian akan sangat
terganggu dengan hal ini. Di ujung sana Bian mencaci
makinya dalam bahasa Prancis yang sangat Kay rindukan.
"...Kau akan mati setelah aku pulang!" Teriak Bian
keras. "Kau fikir kami melakukan apa" Kami tidak
melakukan hal yang aneh selain tidur karena semalaman
dia membantuku memasang payet gaunku." Kay menguap
lebar. "See" Kalau aku bisa aku sudah melakukanya
semalam! Tapi semalaman tidak terjadi apa-apa!"
"What?" "Sekarang berikan Paswordnya!"
"Mom menelpon" Boleh aku bicara?" Suara Eve
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membuat Kay terkejut. Ia mengelus dadanya dan menggelengkan kepalanya.
Kay harap jantungnya yang shock segera kembali normal.
Telpon genggam berwarna hitam itu disodorkanya kepada
Ivea dan gadis itu mengambilnya. Ivea membawa ponsel
Kay menjauh seolah-olah pembicaraannya dan Bian tidak
boleh didengar siapa-siapa.
Kay menguap sekali lagi dan memegangi kepalanya
yang mulai pusing. Senyumnya tiba-tiba saja mengembang
mengingat pembicaraanya dan Bian tadi. Kekhawatiran
Bian membuatnya terdengar seperti seorang ibu dan Kay
baru mengingat kembali kalau selama ini Bian
memperlakukan Ivea seperti anaknya sendiri. Bukankah
Ivea memanggil Bian dengan sebutan Mom" Pengalaman
buruk Bian dengan Kay membuatnya sangat berhati-hati
menjaga Ivea. Tentu saja Kay bisa paham, tapi ia merasa
kalau Bian sedikit keterlaluan. Apa yang bisa dilakukanya
pada Ivea" Kalau dia bisa dia sudah melakukanya. Walau
bagaimanapun Kay adalah laki-laki normal yang pasti
sangat menginginkan hal seperti itu dalam keadaan
romantis seperti tadi malam. Kay punya banyak
kesempatan, tapi berdekatan dengan Ivea hanya bisa
membuatnya gugup dan membeku.
"Ayo pulang!" Ivea mengembalikan ponsel milik Kay.
"Dia sudah memberi tahuku Paswordnya. Kau lelah kan"
Nanti beristirahat di rumah saja!"
Kay menggeleng. "Aku akan mengantarmu pulang
dan kembali ke Galeri setelah mengerjakan urusan lain.
Aku mau istirahat disana saja."
*** "Bicaranya nanti saja, Aku sangat lelah, semalaman aku
tidak bisa tidur karena mengerjakan sesuatu"
Kata-kata Kay begitu dia kembali ke galeri sangat
mengusik Tara. Semalaman Kay tidak tidur karena
melakukan sesuatu" Sesuatu yang seperti apa" Tara
Melayani pelanggan yang sedang Fitting gaun pengantinya
dengan sedikit kehilangan konsentrasi. Benaknya masih
memikirkan segala macam kecurigaan yang menunjuk
kepada satu arah. "Ini sudah pas! Dimana aku harus membayarnya" Kau
bisa langsung mengantarkanya kerumahku kan?"
Pelanggan wanita itu membangunkan Tara dari
lamunanya. Sebisa mungkin Tara melayani semuanya dengan baik,
mengenai pembayaran dan packing gaun sampai
memerintahkan Nathan mengantarkan gaun itu kealamat
yang diberikan pelanggan mereka dengan mobil miliknya.
Lalu Tara kembali termenung sambil bersandar kepatung
yang menggunakan kebaya berwarna hijau.
"Mesra sekali!" Kay mengejeknya sambil terus berjalan
kedapur. Tara hanya bisa memandang Kay masih dengan
pandangan curiga. Tiba-tiba Ivea masuk, wajahnya yang
segar itu tersenyum dan menyapa Tara ramah.
"Kenapa kau datang?" Suara Kay menyambut sapaan
Ivea yang ditujukan kepada Tara. "Seharusnya kau tidur
saja!" "Aku sudah tidur, dan sekarang waktunya aku kerja!"
Ivea segera mendekati Kay dan keduanya berjalan
beriringan di dapur. Tara menggigit bibirnya. Mereka berdua sedang
membicarakan apa" Mengapa membuat Tara semakin salah
paham" Tara mengikuti keduanya ke pantry dan
menyaksikan Ivea membuatkan secangkir kopi untuk Kay.
Keduanya kemudian duduk berhadapan dan mengorol
dengan suara yang cukup jelas untuk Tara dengar.
"Setelah ini kau harus membereskan kamarku!" Kay
berbicara lalu menyeruput kopinya.
"Kenapa aku?" Tanya Ivea. "bukankah ruangan itu
memang sudah berantakan?"
"Hei, apa kau tidak lihat kalau semalam semuanya
berpindah tempat. Itu karena kau!"
"Kenapa aku lagi" Kau lupa kalau kau sudah
membuatku mengeluarkan banyak darah" Aku yang
dirugikan!" "Kalau kau tidak berteriak aku tidak akan sepanik tadi
malam! kenapa kau suka sekali membantah" Padahal tadi
malam kau terlihat sangat manis!"Kay melengos.
Ivea juga melakukan hal yang sama. Meskipun
keduanya sempat diam, tapi itu tidak memakan waktu
lama. Ivea dan Kay kembali berbicara seolah-olah mereka
tidak pernah berdebat sebelumnya. Masalah perdebatan,
bukan hal yang aneh bagi Tara, melainkan mengenai apa
yang mereka bicarakan. Tara benar-benar sudah jadi
penjahat kali ini, sejak kapan ia jadi suka menguping
pembicaraan orang" "Kau mengatakan semua yang terjadi semalam kepada
Bian?" Suara Kay lebih pelan dari sebelumnya. Apakah dia
sudah sadar kalau Tara sedang memperhatikan mereka"
"Sedikit, dan harus ku lanjutkan begitu dia pulang!"
"Dia bisa membunuhku!" Kay memegangi kepalanya.
"Bagaimana lukanya?"
"Masih sedikit nyeri, apalagi waktu tersiram air. Habis
mau bagaimana lagi, aku sangat ingin mandi. Rasanya
tubuhku di penuhi bau-bau aneh!"
Luka" Tara ingat kalau ada darah di selimut Kay saat
ia memasuki kamar Kay untuk meletakkan barang kiriman.
Fikiran Tara semakin tidak menentu, ia menggigit bibirnya
lagi dengan bingung. Tara tidak akan membiarkan Kay dan
Ivea melakukan ini kepadanya, membuat wanita intelek
seperti dirinya menjadi terlihat bodoh. Walau Kay ingin
merahasiakanya, Tara tetap harus menanyakanya.
"Kay! Sepertinya aku harus membicarakan sesuatu
padamu!" Kata Tara begitu keberanianya terkumpul untuk
masuk ke Pantry untuk menghampiri Kay dan Ivea yang
terkejut melihatnya. *** 11 "Astaga!" Bian berseru kaget saat melihat luka yang
sudah mengering di punggung Ivea. Tentu saja ini sangat
membuat Bian juga merasakan perih yang sama karena
Ivea sudah sangat-sangat di sayanginya. Setelah
mendengar cerita Ivea, selama di Paris Bian tidak bisa
tenang, fikiranya selalu ingin pulang dan melihat sendiri
luka yang disebabkan oleh sahabatnya. "Masih sakit?"
Ivea menggeleng. "Ceroboh sekali dia!"
"Kay bilang, aku terlalu gemuk. Katanya dia tidak
pernah melakukan kesalahan seumur hidupnya, termasuk
salah dengan ukuran pakaian!"
"Apa yang dia katakan, tentu saja kau tidak gemuk!
Bahkan kau sudah mengurangi banyak dari bobot
tubuhmu yang dulu. Dia itu membuat pakaian dengan
ukuran siapa" Ukuran model-modelnya yang berdada rata
itu, seenaknya saja dia mengatakan kalau kau gemuk!"
Ivea tersenyum. Senyum yang perlahan menenangkan
kekesalanya untuk sementara. Tapi walau Bian sangat tau
kalau Kay mengatakan hal-hal seperti itu untuk
melindungi diri ia masih merasa kesal, tentu saja ia sangat
mengenal orang seperti apa Kay itu. Mereka bersahabat
bukan sehari dua hari, Mereka bersahabat hampir sepuluh
tahun. Bian tiba-tiba teringat pada kata-kata Kay tempo
hari tentang dia dan Ivea yang sudah menghabiskan
malam bersama. Ivea juga telah menceritakan semuanya,
dan hal itu membuatnya penasaran.
"Apa benar kalian tidak melakukan apa-apa?" Tanya
Bian. "Tentu saja, Mom!"
Bian kembali bernafas lega lalu memeluk Ivea eraterat. "Aku bisa tenang!"
Katanya pelan. Meskipun begitu
ada seberkas perasaan heran terbersit di benaknya. Kay
tidak melakukan apa-apa dalam keadaan yang sudah
sangat terbuka lebar untuknya melakukan sesuatu" Bian
tau kalau Kay bukan orang seperti itu, Kay bahkan bisa
melakukan sesuatu disaat suasana dan keadaan sama sekali
tidak mendukung. Tapi kepada Ivea dia tidak melakukan
apapun, Kay benar-benar melewatkan kesempatanya kali
ini. "Apa Nathan tau?"
"Mmm!" Ivea bergumam mengiyakan. "Tapi aku
cuma bilang kalau aku bermalam di galeri dan tidak
melakukan apa-apa selain membantu Kay menyelesaikan
gaunya. Aku tidak menceritakan semuanya, Dia bisa
berfikiran macam-macam tentang kami!"
"Ya, Sebaiknya Nathan tidak usah tau! "
"Mom," "Ada apa?" "Sebenarnya aku dan Kay ada hubungan apa?"
Bian terkejut untuk kesekian kalinya. Mengapa Ivea
bertanya seperti itu" Setahu Bian, perlakuan Kay kepada
Ivea dimasa lalu sama dengan perlakuanya kepada semua
orang yang dekat denganya. Kay memang sosok yang bisa
dekat dengan siapa saja dan bila ada orang lain yang dekat
dengan Kay secara spesial, bisa di bilang Tara Soedarnadi
orangnya. Kay selalu membagi apapun yang dia punya
dengan Tara, berbagi cerita dan rahasia. Meskipun Bian
dan Kay adalah teman dekat, Bian sendiri ragu kalau Kay
pernah menceritakan rahasianya secara terbuka kepada
Bian jika laki-laki itu tidak sedang dalam keadaan mabuk.
"Kenapa kau bertanya seperti itu?"
"Entah kenapa aku meras dekat denganya sejak
pertama kali kami bertemu di rumah sakit, tapi saat dia
bilang kami pernah bersahabat baik, aku kira aku mengerti
kenapa perasaan seperti itu timbul. Tapi terkadang aku
selalu ingin marah saat melihatnya. Apa yang harus ku
lakukan" Meskipun sudah berusaha menjauh, aku sering
sekali mendekatinya tanpa sadar. Mom, aku rasa ada
sesuatu yang penting antara aku dan dia yang sudah
terlupakan!" "Kalau begitu kau Tanya saja kepadanya! Tapi
yakinkan dulu kalau itu memang penting. Jangan sampai
kau membuatnya tertawa!"
*** "Berhentilah bersikap seperti ini. Kenapa kau suka sekali
berfikiran yang tidak-tidak tentang aku dan Ivea" Aku sangat
sulit menerima diriku sendiri bila aku benar-benar terlibat hal-hal
seperti yang kau fikirkan itu!"
"Karena kau selalu membuatku curiga. Harusnya aku ingat
kalau kau menganggap Ivea seperti adikmu sendiri, iya kan?"
Kay menghela nafas berat. Pertanyaan Tara terus
mengelayuti fikiranya. Meskipun saat itu mulutnya
mengatakan Ya, Tapi hatinya merasa Tidak. Sikapnya
kepada Sachi tidak seperti ini. Pada awalnya memang iya,
perdebatanya dengan Ivea selalu mengingatkanya pada
perang saudara yang selalu terjadi antara dirinya dan adik
perempuan satu-satunya. Karena Ivea dan Sachi sama,
sama persis. Tapi Ivea yang sekarang adalah orang yang
bisa membuat perasaanya berubah menjadi naif secara tibatiba. Menbuat Kay sering
kehilangan kendali dan membuatnya melupakan cara untuk menyembunyikan
segala macam perasaan dan emosi.
Angin yang berhembus dari jendela yang terbuka
membuat rambut pendek Ivea berkibar beberapa saat, Ivea
pun kemudian menyeka sejumput rambut yang menempel
di wajahnya. Kay hanya bisa memperhatikan Ivea sesekali
dan Ivea benar-benar tidak menyadari pandangan Kay
kepadanya. "Miseur ada di dalam gak?" Suara-suara berisik di luar
mengganggu Kay. Pasti anak-anak itu, anak-anak yang tidak bosanbosanya mengejar-ngejarnya. Kay
kali ini benar-benar tidak
sedang ingin di ganggu. Dia sedang menikmati sesuatu
tentang Ivea dan masih tidak ingin berhenti begitu saja.
Lalu apa yang harus dilakukanya" Mungkin Ivea shock
saat Kay menarik tanganya untuk bersembunyi di bawah
meja dan menutup mulut gadis itu. Suara-suara di luar
membuka pintu dan tidak menemukan apa-apa.
"Lalu Miseur kemana?" Kata suara itu.
"Mungkin di ruangan lain"
"Tapi bukanya Ivea tadi di panggil oleh Miseur"
Madame Rhea yang memanggilnya tadi kan?" Suara yang
berbeda lagi. Berarti yang mencari-cari Kay memang bukan
hanya satu atau dua orang.
"Sudah, ke katin sajalah. Sebentar lagi bel berbunyi"
Dan pintu ditutup dengan bunyi yang keras. Kay
memandang Ivea beberapa saat, kali ini di sangat grogi,
tapi Ivea sama sekali tidak memberikan kesempatan apaapa kepada Kay, dia kembali
duduk di kursi yang di sediakan untuknya dan Kay pun akhirnya melakukan hal
yang sama. Dejavu. Kenangan yang tidak bisa terlupakan di kelas
waktu itu terulang kembali dan kali ini Kay yang
melakukanya. Tapi melihat reaksi Ivea yang biasa-biasa
saja, entah mengapa Kay merasa kecewa. Apa benar Ivea
sudah melupakan perasaanya kepada Kay seperti yang
pernah di ungkapkannya dengan cara berbeda waktu itu"
Diam-diam Kay menyesal pernah meminta Ivea untuk
melupakanya. "Wah, Miseur! Sepertinya kau sudah punya fans setia!"
Kata Ivea. Kay memandang Ivea dan tersenyum pahit. "Ini
berkat desain wedding dressmu itu. Juga berkat model dari
Bian yang tidak bisa datang karena terjebak macet."
"Yep, Juga karena penduduk Indonesia yang
memenuhi jalan raya waktu itu, berkat ketidak teraturan
lalu lintas kota, berkat takdir kita karena tinggal di Negara
seperti ini!" Ivea tertawa kecil seolah-olah yang
dikatakanya barusan adalah kejadian yang lucu.
Ya, tentu saja, semua berkat takdir, berkat Tuhan. Jika
wedding dressmu tidak menang aku tidak akan difoto bersamamu,
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
aku tidak akan di kejar-kejar anak-anak itu sehingga bersembunyi
di kelasmu, aku tidak akan melihat wajah kecewamu di bawah
meja kelas waktu itu, dan aku tidak akan menciummu. Tapi
berkat kesalahanku kau benar-benar terasa jauh meskipun
sebnarnya kita sangat dekat.
"Miseur, kau masih menyimpan majalah yang memuat
foto kita?" Suara Ivea mengembalikan Kay kedunia nyata.
"Aku ingin melihatnya"
"Tentu saja!" Kay berusaha memberi senyum
terbaiknya meskipun senyum itu palsu, Ia sebenarnya
sedang tidak ingin tersenyum saat ini.
Kay membuka laci meja kerjanya dan mengeluarkan
beberapa tumpukan majalah. Ia memperhatikan edisinya
satu persatu dan menemukan majalah itu di tumpukan
paling bawah. Kay memang tidak pernah menyimpan
majalah edisi lawas terkecuali yang satu itu. Ia
menyodorkanya kepada Ivea.
Ivea membukanya perlahan halaman demi halaman,
sepertinya dia sedang tidak terburu-buru untuk
menemukan halaman spesial itu. Dan Kay menunggu
dengan hati berdebar sampai pada akhirnya lembaran itu
terbuka juga. Foto dirinya dan Ivea yang difoto seluruh
badan dalam posisi berpandangan, dimana tengan kirinya
merangkul pinggang Ivea erat-erat seolah-olah Ivea
memang hanya miliknya, dan pandangan Ivea itu, benarbenar pandangan penuh cinta
sedangkan Kay, dia sangat
mengetahui bahwa apapun yang terlihat dalam foto itu
hanya sandiwara. "Gaun ini bagus ya?"
Ivea menunjuk ke pinggangnya yang di rangkul Kay
dalam gambar dengan telunjuknya. Dan Kay tiba-tiba
menggenggam tanganya erat. genggaman yang menyiratkan 'jadilah milikku' itu membuat perhatian Ivea
beralih kepada Kay. Kay melakukan itu karena ingin,
benar-benar karena kehendak hatinya yang paling dalam,
hatinya ingin meneriakkan sesuatu, tapi mengapa sangat
sulit untuk di keluarkan"
"Bel sudah berbunyi. Kembalilah kekelas!" katanya
sambil tersenyum. *** Ivea berjalan menapaki lantai koridor selangkah demi
selangkah. Fikiranya masih melayang ke kejadian tadi,
dimana Kay menggenggam tanganya erat-erat. Sulit
baginya untuk menyembunyikan perasaanya waktu itu,
Ivea tidak yakin kalau ia bisa menyembunyikan
kegalauanya seratus persen. Belakangan ini dirinya
seringkali berfikir tentang kedekatanya dengan Kay.
Mengapa dia cemburu saat melihat Kay bersama Tara di
caf? waktu itu" Ia juga heran dengan hasratnya untuk jadi
lebih cantik di depan Kay, selain itu perhatian-perhatian
Kay selalu membuat Ivea merasa kalau antara dirinya dan
Kay ada sesuatu, Kay menyembunyikan sesuatu. Atau
sebenarnya Ivea sendiri yang mulai bimbang"
Tapi dirinya dan Nathan sedang baik-baik saja. Lalu
kenapa Ivea bisa memikirkan orang lain" Kadang terlintas
di fikiranya kalau Kay hanya bercanda, atau perhatian Kay
kepadanya hanya sebatas perhatian antar saudara. Tapi
siapapun akan tau kalau perhatian Kay kepadanya sama
seperti perhatian yang Nathan berikan. Menghasilkan
perasaan yang sama, kebahagiaan yang sama. Tapi saat
bersama Kay jiwanya sama sekali tidak tenang, tidak
seperti saat dirinya bersama Nathan. Kay membuatnya
takut kalau interaksi mereka yang berlebihan di lihat orang
sedangkan bersama Nathan Ivea seolah-olah ingin semua
orang tau dan mengatakan betapa serasinya mereka.
Ivea menggeleng. Ia hanya milik Nathan dan tidak
boleh memikirkan orang lain. Bukankah dia pernah marah
besar pada Nathan karena merasa di khianati" Meskipun
Ivea tidak mengingat kejadian itu sama sekali tapi ia bisa
membayangkan bagaimana kecewanya Nathan padanya
saat itu. Dia tidak akan melakukan hal yang sama kepada
Nathan. Tidak akan pernah. Ivea mengambil ponsel dari
dalam tasnya dan sibuk menekan beberapa tuts lalu segera
berkonsentrasi mendengarkan sesuatu disana.
"Ya, Eve! Sudah pulang kuliah?" Nathan menjawabnya dengan semangat.
"Sudah, Kau ada dimana sekarang?"
"Di Lapangan. Aku sedang tidak di galeri sekarang,
jadi tidak bisa menjemputmu!"
"Tidak apa-apa. Kita bertemu di galeri saja ya" Ingat
jangan langsung pulang karena aku akan menunggu
sampai kau datang!" "Iya, Baiklah!"
"Nat.." Ivea memanggil nama Nathan dengan manja.
"Aku merindukanmu!"
*** "Hari ini di kampus sangat-sangat membosankan. Aku
teringat kau terus setiap jam, setiap menit, setiap detik..."
Ivea berbicara dengan nada mesra sambil menopang
dagunya dan memandangi Nathan yang sibuk minum air
putih. Sepertinya Nathan sangat kehausan karena seharian
ini dia sibuk membantu Tara mengantar beberapa Gaun
pernikahan. "Hei. Sejak kapan kau jadi suka merayu sepeti ini?"
Tanya Nathan diiringi tawa heranya. Ia kemudian duduk
di hadapan Ivea yang masih memandanginya.
Ivea menggeleng, dia sendiri juga tidak tau mengapa
tiba-tiba begini. Yang di ketahuinya, Ia sedang mengingat
orang lain dan tidak ingin Nathan tau. Sikap Kay padanya
di Kampus belakangan ini semakin membuatnya merasa
bimbang. Bagaimana mungkin Kay menunjukkan
perhatianya dengan sangat menonjol di depan temantemanya. Gosip sudah merebak
tentang hubungan antara dirinya dan Kay. Tapi Ivea sendiri juga bingung mengapa
ia sama sekali tidak mampu menolak ataupun menghindar.
"Kenapa menggeleng" Artinya, aku tidak tau, atau aku
tidak sedang merayu?" Nathan melanjutkan perkataanya
setelah melihat gelengan ringan dari Ivea.
"Mungkin yang pertama,"
"Jadi kau mengakui kalau sedang merayuku?"
"Memangnya kenapa" Tidak aneh kan bagi orang
yang sedang pacaran?"
Kali ini Nathan kembali tertawa disertai anggukan
mengerti dari kepalanya. Nathan memandang jam di
dinding, waktu sudah menunjukkan pukul 16.45, perutnya
sudah berbunyi berkali-kali. "Kau ada pekerjaan"
Maksudku. Apa kita bisa pulang dan makan" Aku sangat
lapar. Sejak pagi aku sama sekali tidak menyentuh
makanan." "Kalau begitu begini saja!" Ivea menyodorkan
pergelangan tangan bagian dalamnya kepada Nathan.
"Drink My blood, please!"
Nathan memandangi Ivea dengan pandangan kaget
bercampur heran. Ia pernah melakukan ini, membahas
mengenai vampir dan darah. Apa Ivea ingat sesuatu" "Apa
kau mengingatnya?" "Mengingat apa?"
"Kita pernah melakukan ini, memang tidak seratus
persen mirip. Tapi ini mengingatkan aku pada kejadian
itu." "Waktu kau menggigitku dulu" Aku tidak ingat tapi
aku pernah mendengarnya dari Mbak Tara dan selama ini
aku bertanya-tanya apa sebabnya. Beberapa waktu lalu aku
mengunjungi rumahku yang lama untuk mengambil
beberapa barang. Dan di antara barang-barangku, aku
menemukan Komik Vampire knight dan di sampulnya ada
namamu. Waktu kita ke caf? pada saat pertama kali
bertemu, ...umm, maksudnya saat pertama kali bertemu
setelah aku kehilangan ingatanku, Saat itu kau membawa
komik dengan judul yang sama. Jadi aku penasaran dan
mencari-cari kelanjutanya di toko buku."
"Akhirnya kau membacanya juga" Dulu kelihatanya
kau tidak tertarik!"
"Benarkah" Mungkin karena yang kau berikan itu
Volume pertama. Aku dulu juga tidak terlalu suka
membaca buku yang ada gambarnya." Ivea kemudian
tersenyum. "selama membacanya. Aku seringkali bertanyatanya. Hubungan kita ini
seperti apa" Jika aku Yuki kau
Zero atau Kaname?" "Mungkin aku Zero! Aku tidak seperti Kaname Kuran
yang memperhatikan Yuki sejak awal karena ternyata Yuki
dan Kaname bersaudara. Kau sudah baca?"
Ivea mengangguk. "Aku selalu memperhatikanmu
sejak awal, benarkan" Berusaha untuk dekat meskipun kau
selalu bersikap dingin sampai akhirnya entah apa yang
membuatmu simpati dan mulai memperhatikanku."
"Zero memperhatikan Yuki karena gadis itu selalu
dalam lindungan Kaname."
"Tunggu dulu. Kalau aku benar-benar seperti Yuki
lalu siapa Kaname Kuran?"
"Kau masih tidak sadar?" Mata Nathan membesar
seolah-olah pembicaraan mereka adalah pembicaraan yang
seru. "Kay adalah Kaname Kuran bagimu. Semua orang
mengatakan kalau aku tidak perlu khawatir karena dia
menganggapmu sebagai saudaranya. Tapi Bukankah
Kaname mencintai adiknya sendiri?"
"Astaga, Kata-katamu terkesan kalau kau sedang
cemburu! Ini pertama kalinya!" Ivea menyipitkan matanya.
"Walau bagaimanapun aku sangat senang mendengar katakatamu barusan!"
Nathan dan Ivea saling pandang. Ada binar
kebahagiaan saat Ivea dan Nathan bersama. Nathan pelanpelan berubah menjadi
orang yang berbeda. Ia bisa
merasakan perbedaanya. Saat bersama Ivea Nathan
bukanlah dirinya lagi dan tidak begitu mengerti kenapa
bisa begitu, Tapi bukankah cinta tidak perlu alasan"
"Baiklah, Aku sudah tidak bisa menahanya lagi!" Ujar
Nathan. Tanganya kemudian menarik tangan Ivea yang
terkulai di atas meja, tangan yang tadi disodorkan Ivea
untuknya. Nathan mendekatkan pergelangan tangan
bagian dalam milik Ivea kemulutnya. Gurat-gurat nadi
berwarna biru yang tergambar disana benar-benar
membuatnya dahaga. "Nona, Kau yang menawarkan, jadi
jangan mengeluh bila ini terasa sakit seperti waktu itu!"
Jantung Ivea memacu lebih cepat. Ini yang dia cari dan
inilah yang seharusnya. Perasaan seperti ini seharusnya
hanya di rasakanya dengan Nathan. Ivea menggigit
bibirnya dan memejamkan matanya sebagai antisipasi dari
rasa sakit yang akan di terimanya.
*** Sial, bernafaslah Kay!, Bisik Kay pada dirinya sendiri.
Entah sudah berapa lama ia termangu memandangi Ivea
dan Nathan di dalam sana. cuma tangan kan" Cuma tangan
Ivea yang di sentuh tapi itu sudah cukup berhasil membuat
Kay merasakan perih di hatinya. Ia menarik nafasnya
dalam-dalam seolah-olah Kay memang harus memaksakan
udara untuk masuk kejantungnya karena hanya dengan
cara itulah oksigen dapat memenuhi rongga paru-parunya.
Seumur hidupnya ini adalah pertama kali dirinya merasa
sesakit ini, sangat pedih. Apa yang harus di lakukanya"
Apa dia akan terus membiarkan kejadian-kejadian seperti
ini mengganggunya" Dulu dengan tega dia mampu untuk
merampas milik orang lain. Apa sekarang dia harus
melakukanya juga" *** Ivea dan Nathan berjalan bergandengan keluar dari
Pantry. Kay berusaha melemahkan tubuhnya yang kaku.
Emosi sudah berhasil memenuhi kepalanya. Mengapa
mereka bisa punya cerita semanis itu" Mengapa Ivea selalu
membiarkan dirinya di lukai oleh Nathan karena cerita
Vampir. Kisah yang bodoh dan aneh!. Kay tertawa
menyembunyikan kesedihanya. Tentu saja, karena Nathan
dan Ivea punya lebih banyak waktu bersama. Fikir Kay. Dan
selanjutnya mereka tidak akan punya kisah apa-apa lagi.
Kay mendekati keduanya dan merampas tangan Ivea
dari genggaman Nathan, Bukan hal yang di sukai untuk di
lakukan. Tapi harus karena Kay tidak ingin membagi Ivea
dengan Nathan lagi seperti sebelum-sebelumnya. Kay bisa
merasakan ada Atmosfir aneh menyelisip. Pandangan mata
Ivea dan Nathan yang sama heranya tertuju pada Kay
seorang. Bahkan mereka bisa memiliki kesamaan seperti itu
dalam waktu yang seperti ini.
"Kay" Ada apa?" Desis Nathan.
Kay memandang Ivea sejenak lalu kembali menatap
mata Nathan dengan tegas. "Aku perlu mengakui sesuatu.
Nat, bukan cuma kau yang memiliki hati Eve. Aku juga!
Dan perlu kau tau saat Eve menangis keluar dari
ruanganku dulu, Ivea menangis bukan karena kau, tapi
karena kami bertengkar." Kay agak berbohong. "Eve,
pernah mengkhianatimu denganku pada saat itu. Dan kami
sudah pernah berciuman."
Kay tau, Nathan cukup bijak sana untuk tidak
melayangkan pukulan apapun kewajahnya. Yang
dilakukan Nathan hanya memandangi Kay dan Ivea secara
bergantian dan penuh kekecewaan. Ia tidak percaya, tentu
saja. Bahasa tubuhnya mengatakan seperti itu. Perlahanlahan ia mundur dan
akhirnya berjalan pergi dengan
langkah yang sangat cepat.
Tapi semuanya belum berakhir. Ivea berontak. Ia
menjerit histeris dan memanggil-manggil nama Nathan.
Air mata itu keluar lagi, Ivea menangis lagi. Gadis itu
berusaha melepaskan tanganya dari genggaman Kay.
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Lepaskan aku...Nathan tunggu!..." Ivea mengemis
belas kasihan Kay. Dan Kay tidak bisa menolak lagi.
Dengan berat hati ia melepaskan genggaman tanganya
dan membiarkan Ivea pergi mengejar Nathan. Beberapa
saat kemudian terdengar suara gaduh di luar, keduanya
bertengkar hebat. Tidak, lebih tepatnya Nathan mencaci
maki Ivea dan gadis itu terus mengiba dan meminta maaf.
Tapi Nathan kelihatanya tidak semudah itu untuk
memaafkan. :Kau ini kenapa" Mengapa harus bertindak seperti
itu?" Tara tiba-tiba saja bersuara.
Kay sendiri hanya bisa terdiam membisu ia duduk
begitu saja dilantai sambil memegangi kepalanya. Katakata Tara barusan terdengar
seperti menghakiminya dengan sangat sinis. Tiba-tiba saja Kay merasa tersingkir. Ia
merasakan sentuhan lembut Tara di kepalanya. Gadis itu
sekarang duduk di hadapanya dengan pandangan
bijaksananya. "Kau sudah benar-benar berhasil melukai banyak
orang dalam satu waktu!" Suara Tara terdengar lebih
lemah meskipun ucapanya masih sinis seperti sebelumnya.
"Semuanya sedang sakit sekarang."
"Aku hanya ingin Eve menjadi milikku saja!"
"Ya, tapi kau malah membuat dia semakin menjauh.
Kay sejak kapan Kau merasakan perasaan seperti ini"
Mengapa untuk yang satu ini tidak kau ceritakan padaku"
Kau tidak pernah menyembunyikan sesuatu dariku kan?"
Tubuh Kay bergetar. Suaranya juga begitu. "Aku tidak
yakin untuk bercerita padamu!"
"Sejak kapan kau butuh keyakinan untuk bercerita
kepadaku" Selama ini kau selalu datang kepadaku dalam
keadaan tidak yakin. Kau tidak sedang merampas permen
dari tangan anak kecil kan" Kau suka tapi tidak terlalu
butuh, sedangkan Nathan, dia suka dan sangat butuh.
Sekarang kau sudah menghancurkan semuanya!"
"Kenapa kau malah memojokkanku!" Suara Kay
berubah menjadi lebih Intens.
Tara terkejut. Tapi kemudian Ia merangkul sahabatnya
itu erat-erat. "Apa harus aku membelamu dan
menyalahkan Nathan" Kita bukan anak kecil lagi. Sudah
lah. Mudah-mudahan ini akan jadi yang terbaik untuk
semuanya." *** 12 Ivea hari ini tidak ingin datang ke galeri. Ia tidak ingin
bertemu Kay dan siapapun. Hari ini adalah hari pertama
dirinya tidak melihat air mata lagi di wajahnya. Benarkah
bahwa Ivea sudah mengkhianati Nathan dengan Kay" Ivea
mengerti mengapa selama ini dia bisa berebar saat berada
dekat dengan Kay. Mengapa Kay sangat memperhatikanya.
Bahkan ia dan Kay pernah berciuman" Nathan bahkan
mengaku tidak pernah melakukan itu sebelumnya.
Mungkinkah selama ini cinta Ivea kepada Kay lebih besar
dibandingkan dengan perasaanya kepada Nathan" Ivea
bimbang. Ranjang yang sangat kusut itu sudah menjadi pelarian
Ivea selama berjam-jam. Sejak pagi dia ada dirumah, Bian
juga begitu. Hari ini hari libur yang paling membosankan
dalam hidup Ivea selama ini. Dia tidak ingin melakukan
apa-apa, tidak bersemangat untuk melakukan sesuatu.
Yang Ivea lakukan hanya memejamkan mata berharap rasa
kantuk menyerang dan dirinya segera melewati hari ini
karena tertidur sampai besok. Tapi apapun yang
dilakukanya untuk itu, sudah sangat sia-sia. Bahkan obat
tidur yang sudah di telanya sepertinya tidak memberikan
reaksi apa-apa. Ponsel Ivea berdering keras, sebuah pesan
masuk dari Kay. Sore ini aku berangkat Ke Tokyo. Mungkin akan Lebih lama dari sebelumnya
c.u! (Sender: Kay 08984455xxx)
Ivea mendesah, sudah lebih dari seminggu ia
melarikan diri dan ia juga sudah melewatkan banyak hari
dari cerita-cerita apapun di luar sana. Hari ini
keberangkatan Kay ke Tokyo dalam rangka fashion
shownya. Tapi kenapa Ivea merasa seperti akan kehilangan
Kay selama-lamanya" Kenapa ia merasa Kay seperti akan
meninggalkanya" "Dear, Kau kenapa" Sakit" Apa perlu ku bawakan
obat?" Suara Bian terdengar di depan pintu.
"Tidak, aku baik-baik saja!"
"Kalau begitu kau bisa keluar sebentar" Nathan
menunggumu di bawah. Dengan langkah lemah Ivea melangkah dan membuka
pintu. "Mom, bisakah kau mengatakan padanya untuk
menunda pertemuan ini" Aku akan bertemu denganya
nanti malam, sekarang aku benar-benar sedang tidak
bersemangat!" *** "Jaga galeri selama aku pergi. Suatu saat nanti aku
pasti kembali." Kay berkata sambil menepuk bahu Tara.
Cuma Tara yang bisa di andalkan saat ini. Cuma Tara
orang yang paling Kay percaya.
Lonceng yang berada di pintu kaca galeri berbunyi
karena daun pintu bergeser dari tempatnya. Ivea masuk
dan memandangi Kay dengan tatapan yang tidak bisa di
mengerti. Ini pertama kalinya Kay melihat Ivea lagi setelah
kajadian waktu itu. Wajahnya kelihatan sembab dan
matanya bengkak. "Bisa kita bicara?" Kata Ivea dengan suara parau.
Kay mengangguk dan berjalan menuju kamarnya di
lantai dua. Ivea mengikutinya dengan patuh. Gadis ini
pasti tidak berhenti mengeluarkan air mata selama
seminggu ini, matanya merah menandakan kalau kejadian
ini sudah menjadi pukulan yang berat baginya. Kay
kembali mengemasi barang-barangnya. Terlalu banyak
untuk sekedar menghadiri fashion Show ke Tokyo. Dia
membawa dua buah koper besar hanya untuk tinggal
disana selama seminggu" Ivea merasa kalau Kay benarbenar akan pergi jauh.
"Kau mau pindah" Kenapa membawa barang
sebanyak ini?" Tanya Ivea.
"Aku mau istirahat, liburan." Jawab Kay sambil
tersenyum. "Kau ingin melarikan diri" Apa karena kau sudah
mengakui sesuatu waktu itu?"
Gerakan Kay tiba-tiba terhenti. Wajah Ivea yang
kecewa terlihat lagi. Mengakui apa" Nyaris lima puluh
persen dari pengakuan Kay waktu itu berisi kebohongan,
Ivea dan dia tidak mengkhianati Nathan, mereka bahkan
tidak memiliki hubungan spesial apa-apa pada waktu
kejadian itu. Kay mengerti, cepat atau lambat seharusnya
dia bersikap jujur. Tapi bukankah lebih baik Ivea
mengingatnya dengan sendirinya"
"Bisakah Kau menceritakan seperti apa hubungan kita
dulu?" "Aku takut menceritakanya dengan membohongi
perasaanmu. Aku bisa saja menceritakan kejadian itu dari
sudut pandangku, lalu aku jadi benar dan kau bersalah."
"Apanya yang benar dan salah?"
Kay menyelesaikan Packingnya dan memutar
tubuhnya menghadapi Ivea dengan serius. Masih
terkenang di benaknya saat dia lepas kendali dan
merampas tangan Ivea dari genggaman Nathan dan
mengeluarkan kata-kata bodoh itu, saat itu Ivea menangis
dan terlihat sangat terluka oleh rasa cemburu laki-laki itu.
Kay menyesalinya. "Bagaimana dengan hubunganmu dan Nathan?"
Ivea menggeleng tak yakin. "Kurasa sudah berakhir."
"Kau sangat sedih?"
"Kau ingin menghindariku" Kau merasa bersalah
kepada Nathan?" "Eve, Aku selalu menyakiti orang lain bila aku
mengikuti perasaanku. Semua pernah menjadi korbanya,
Bian, Nathan, bahkan kau!"
"Seharusnya kau pergi setelah masalahnya beres.
Kenapa kau menyakitiku seperti ini!" Ivea menahan air
matanya yang hampir jatuh. Tapi bulir bening itu tidak bisa
di tahan lagi, dan tumpah tanpa di inginkan. "Kau ingin
aku menyelesaikan masalah seperti ini sendiri" Aku
bahkan tidak punya kenangan apa-apa untuk mencari jalan
keluarnya, bahkan untuk sekedar membuat alasan!"
Kay memegangi kepalanya. Bagaimana ini" Kenapa ia
merasa terdesak" seharusnya masalah itu tidak menjadi
kusut seperti sekarang. Apa yang harus ia lakukan" Walau
bagaimanapun, tinggal disisi Ivea baginya sudah menjadi
keinginan yang juga berarti Kay mengikuti perasaanya.
Kay menyeka air mata Ivea dan membelai wajahnya
dengan lembut. "Aku rasa lebih baik kau mengingat semuanya sendiri.
Setelah kau ingat, Kau boleh mendatangiku dan melakukan
apa saja! Tapi jangan pernah katakan akan melupakan
semuanya. Semula aku merasa lega saat tau kau
melupakan masalah itu, Tapi setelah menyadari kalau kau
melupakan perasaanmu kepadaku hatiku jadi sakit!"
"Perasaanku yang bagaimana?"
Kay menggeleng. "Aku sendiri juga belum tau. Aku
butuh waktu untuk memikirkanya"
"lalu kenapa kau berkata seperti itu?"
Kay kehabisan kata. Kenapa ia berkata begitu" Kay
dan Ivea memang tidak pernah memiliki hubungan Khusus
dimasa lalu. Tapi hubungan seperti itu mendadak ada saat
melihat Ivea dirumah sakit. Saat Ivea berubah, saat Ivea
menceritakan tentang hubunganya dan Nathan, saat-saat
yang belakangan membuatnya sudah kehilangan sesuatu
yang penting. "Eve, aku tidak bisa menjawab apa-apa. Tapi
aku harap, ini bisa membantumu mengingat sesuatu." Dan
bibir Kay membelai bibir Ivea lembut sekali lagi. Kay
sendiri tidak mengerti apa yang sebenarnya diharapkan
oleh dirinya. Ivea mengingat semuanya atau tidak, Ivea
yang menjauh atau dia yang pergi. Air mata Ivea jatuh
membasahi tangan Kay yang masih menyentuh wajahnya.
Kay bisa merasakan isakanya pelan. Dan secara perlahan
juga Kay mengakhiri keinginanya yang diharapkanya tidak
akan pernah berakhir. Saat-saat seperti ini membuat Kay
merasakan kalau perasaan kasihnya sangat nyata, kalau
kali ini dia tidak bersalah dan Ivea juga, kalau seharusnya
ia merasakan perasaan seperti ini sejak awal. Kay menyeka
air mata Ivea. Ivea menggigit bibirnya sambil memandang Kay
heran. "Apa kita sering melakukanya?"
Kay tidak menjawab apa-apa. Ini yang kedua, tapi
yang pertama kali di lakukanya dengan penuh cinta.
Ivea semakin membenci dirinya. Sepertinya Ia benarbenar memiliki Affair dengan
Kay dan mengkhianati Nathan. Kenapa dia membiarkan bibirnya di sentuh orang
lain selain kekasihnya. Nathan bahkan tidak pernah
melakukanya. "Aku pergi dulu!" Kata Ivea dan berusaha
menjauh secepat mungkin. Kay tidak bisa berbuat apa-apa
selain memandangi Ivea hingga bayanganya menghilang.
*** Nathan duduk dengan gelisah di ruang tamu. Jam
didinding menunjukkan pukul 22. 15 Malam. Ivea belum
datang juga padahal dia menjanjikan akan menemui
Nathan mala mini. BIan juga sangat gelisah dan berulang
kali menghubungi Ponsel Ivea tapi tidak tersambung juga.
Dia juga berkali-kali menghubungi ponsel Kay dan sama.
Nathan memejamkan matanya berharap di beri
ketenangan untuk menghadapi semua ini. Ivea dan Kay,
mereka berdua sedang apa" Bian bilang kalau Ivea tadi sore
minta izin untuk pergi menemui Kay yang akan berangkat
ke Jepang. Ada sejumput kecemburuan di sudut hati
Nathan mendengarnya, tapi dia tidak bisa marah kepada
Ivea. Bukan salah Ivea sendiri.
"Baiklah kalau kau berfikir begitu Aku akan mengabulkan
permintaanmu. Aku menyukai Kay! dan kau, jangan pernah lagi
mendekatiku selamanya."
Kata-kata Ivea waktu itu terus berputar berulang kali
di dalam kepalanya. Karena itukan Ivea pergi kepada Kay"
Mereka berciuman setelah pertengkaran itu kan" Sewaktu
mendengar cerita dari Tara hatinya merasa sakit yang lebih
daripada sekedar merasa di khianati. Ivea, wanita yang
dicintainya dengan sepenuh hati pergi meninggalkan
Nathan karena kesalahanya. Ivea mengkhianati nya karena
Nathan sudah terlalu sering membuatnya merasa bimbang.
"Eve! Kenapa kau baru pulang?" Bian berteriak
melampiaskan kekhawatiranya. "Kau tidak apa-apa Kan"
Kay tidak melakukan apa-apa terhadapmu kan?"
Nathan menoleh kearah pintu dimana Bian
menyambut Ivea dengan penuh kecemasan. Ivea
menggeleng singkat. "lalu kenapa kau pulang semalam ini?"
"Aku pergi nonton, Mom. Kebioskop!"
"Sayang!" Bian memeluknya erat-erat. "Kau pasti
menangis di dalam bioskop! Lihat matamu bengkak seperti
ini! Kau mau istirahat" Pasti sangat lelah! Nathan dari tadi
menunggumu. Tapi kalau kau tidak mau bicara biar dia
pulang dulu saja dan bertemu besok pagi! Tidak apa-apa
kan Nat?" Bian memandang Nathan dengan mata yanag agak
memohon. Berat memang bagi Nathan untuk menerima
permintaan Bian, tapi dirinya tidak akan memaksakan
kehendaknya. Nathan berusaha untuk tersenyum. "Ya,
tidak masalah!" Ivea memandangnya. Matanya merah seperti orang
yang kurang tidur. Wajahnya yang sembab membuat
Nathan merasa kasihan. Pasti Ivea sangat ingin berbaring
dan tidur. Atau sekedar mengurung diri dikamar untuk
melanjutkan lagi tangisanya. Tapi Ivea menolak, ia
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melepaskan diri dari rangkulan Bian dan duduk di sofa
yang sama dengan Nathan. "Mom, bisa kami bicara berdua saja?" Pintanya
dengan suara parau. Bian tidak langsung meng-iya kan. Dia gelisah apakah
menolak permintaan Ivea dan tetap tinggal atau pergi. Tapi
akhirnya dia memilih opsi kedua dan pergi ke kamarnya.
"Nat, Aku mohon maaf!" Ivea memulai.
Nathan tersenyum kecut. "Akhirnya aku mengerti apa
makna kata maafmu saat kau keluar dari ruang kerja Kay
waktu itu." Ivea tidak menjawab ataupun membalas, dia hanya
diam saja seolah-olah siap untuk mendengarkan cacian dari
Nathan sekali lagi. "Kau tidak bersalah, Semua yang terjadi juga
disebabkan olehku sendiri. Kau mungkin tidak ingat, Tapi
kurasa perasaanmu sekarang sama dengan perasaanku saat
kita bertengkar karena Aliya waktu itu. Rasa kecewa
karena orang yang kita sayangi tidak percaya pada kita.
Aku bahkan tidak yakin kalau aku masih orang yang kau
sayangi." "Nat!" Ivea memandangnya. "Aku sedang bingung
sekarang. Aku tidak ingat apa-apa. Tapi harus mengalami
kejadian seperti ini dimana aku sama sekali tidak punya
kenangan untuk membela diri. Sekarang aku mengerti
mengapa aku selalu merasa tidak tenang saat bersama Kay.
Karena Aku sudah melakukan hal buruk kepadamu dan
aku takut kau mengetahuinya."
Jari-jari Nathan spontan membelai kepala Ivea.
"Sekarang siapa pilihanmu?"
Ivea menggeleng. Dia tidak tau. Dia pasti sangat
bingung. "Siapapun pilihanmu, aku akan selalu ada disisimu.
Setidaknya sampai perasaanku kepadamu benar-benar
hilang dan kita bisa berteman baik!"
*** Mengapa sampai sekarang aku masih tidak bisa
mengingatnya" Kapan ingatanku akan kembali" Sebenarnya aku
dan Kay ada masalah apa"
Ivea memandangi cermin di kamarnya. Kay sudah
pergi ke Tokyo hampir setahun dan beberapa bulan
belakangan tidak memberikan kabar sama sekali. Tidak ada
satu orangpun yang membicarakanya. Begitu juga dengan
Tara. Meskipun Ivea sudah tau banyak tentang dirinya dan
Kay dari Tara, Ivea masih bingung dengan semua jalan
cerita yang ada. Dia dan Nathan sangat intim, seolah-olah
mereka berdua adalah pasangan paling bahagia di dunia,
hingga tiba-tiba Aliya datang dan hubungan mereka
hancur pada hari itu juga. Lalu Ivea dan Kay berciuman di
kelas, karena apa" Saat itu perasaanya pada Kay
bagaimana" Apakah dia mencintai Kay"
"Eve! Nathan mencarimu!" Bian berteriak dari luar
pintu kamarnya. Ivea memejamkan matanya. Nathan sudah datang
kembali dan menunggu keputusanya dengan setia. Aku
menunggu sampai kau benar-benar bersama Kay dan
meninggalkanku. Jika bukan Kay, aku tidak akan pernah
melepaskanmu. Kata-kata Nathan yang masih terus
membayangi Ivea hingga sekarang. Ivea masuk ke kamar
mandi dan membasuh mukanya. Setelah membubuhkan
bedak tipis di wajahnya, ia segera turun menemui Nathan
yang menyambutnya dengan pandangan khawatir.
"Kemana senyumanmu yang biasa?" Tanya Ivea. Ia
selalu berusaha bersikap senatural mungkin pada Nathan.
Setidaknya, Tanpa Kay, selama setahun ini dirinya dan
Nathan bisa tertawa bersama lagi.
"Aku dapat berita buruk untukmu!"
"Berita buruk apa?"
"Kay akan menikah di Tokyo akhir minggu ini. Aku
tidak akan mendapatkanya jika saja Mbak Tara tidak
keceplosan bicara. Sepertinya hal ini memang di rahasiakan
rapat-rapat dari siapapun."
"Menikah?" Otak Ivea tiba-tiba terasa kosong.
Menikah" Ia bahkan perlu waktu yang lama untuk
mencerna kata-kata itu. Kay akan menikah dengan orang
lain di Tokyo, berarti Kay akan meninggalkanya untuk
selama-lamanya. *** Ivea dan Kay duduk berhadapan di restoran tiga lantai
itu. Tokyo sedang musim dingin, tapi dada Ivea terasa
begitu sesak dan panas . bagaimana dia harus bersikap"
Apakah dia harus marah-marah"
"Maaf karena tidak memberi tahu sebelumnya!" Kata
Kay dengan suara parau. Sejurus kemudian ia berdehem
kecil berusaha menormalkan suaranya.
"Seharusnya aku yang bilang begitu. Aku benar-benar
payah, mengejarmu ke Tokyo berharap kau membatalkan
pernikahanmu dan kembali ke Indonesia bersamaku!"
"Aku sangat menyayangimu Eve. Rasa sayang yang
tidak pernah ku rasakan kepada orang lain sebelumnya.
Semula aku ragu karena ku fikir perasaan kali ini ada
karena kau sudah menyerupai perempuan yang pernah
aku cintai. Tapi ternyata perasaan seperti ini pada akhirnya
hanya kepadamu saja. Tapi rasa sayangku sendiri tidak
cukup!" Ivea memandang Kay shock. Apakah Kay sedang
mengatakan bahwa dia mencintai Ivea" Lalu mengapa dia
masih memilih untuk menikah dengan orang lain"Bukankah Ivea pernah meminta Kay untuk tinggal
dulu" Itu artinya Ivea juga ingin bersama Kay kan" "apa
alasanmu mengatakan itu" Apa kau mengerti perasaanku
bagaimana?" "Perasaan yang bagaimana?"
"Meskipun aku tidak ingat apa-apa, Aku sudah
mendengar ceritanya dari Mbak Tara! Cukup banyak untuk
tahu orang seperti apa aku ini sebenarnya."
Kay diam sejenak lalu berbicara lagi. "Semula aku
mengira juga begitu. Kita berciuman, itu awal dari
semuanya. Kau pergi lalu meninggalkanku dalam rasa
bersalah yang tak berujung. Kemudian kita dipertemukan
lagi dalam keadaan berbeda. Kau menepati janjimu untuk
melupakan semuanya dan aku tertekan karena kau juga
melupakan perasaanmu kepadaku. Semua yang terjadi
antara kita sangat membuatku stress. Aku kira aku bisa
merampasmu dari Nathan. Tapi melihatkau menangis
histeris saat Nathan meninggalkanmu membuat aku sadar
kalau aku cuma merasakan cinta ini sendiri"
Ivea memijat kepalanya yang terasa sakit sebulir air
mata mengalir dipipinya dengan anggun. Ivea yang sama
persis dengan Bianca Karta. Menjadi putri Bian membuat
Ivea benar-benar meniru segala tindak tanduknya. Tapi
Kay meyakini perasaanya kepada Ivea dan perasaanya
kepada Bian adalah perasaan yang sama. Ia mungkin
mencintai Ivea karena Bian, tapi dia tidak pernah berfikir
menjadikan Ivea sebagai pengganti Bian karena perasaanya
kepada Bian sendiri juga sudah sangat lama lenyap dan
menghilang. Kay tersenyum getir untuk dirinya sendiri,
tapi Ia berusaha setegar mungkin untuk menghadapinya.
"Apa kau baik-baik saja?" Kay bersuara lagi. Tapi kali
ini Ivea tidak menjawab. Tubuhnya kaku dan terjatuh ke
lantai begitu saja. Epilog Gaun merah darah yang Ivea kenakan tersembunyi
dalam mantel bulu yang dihadiahkan Bian untuknya sehari
sebelum Ivea memutuskan untuk berangkat ke Tokyo
bersama Nathan. Laki-laki itu berjalan bersamanya dalam
dandanan prima tuxedo hitam yang membuat Nathan
benar-benar tampak maskulin. Keduanya memasuki toko
bunga yang baru saja buka di pusat kota Tokyo.
"ohai-o gozaimasu!" Nathan menyapa pemilik toko
dengan aksen bahasa Jepang yang sangat mahir. Beberapa
detik kemudian ia dan pemilik toko berbincang-bincang
dan membiarkan Ivea berjalan mengelilingi toko bunga dan
melihat-lihat. Serumpun lilac berwarna putih bersih menarik
pehatianya. Ivea menyentuh kalung berbandul salju yang
di kenakanya. Fikiranya mengawang, kembali mengingat
Kay, kembali mengingat masa lalu satu persatu dan
semuanya tersusun rapi sejak awal. Sejak hari dimana
hujan turun lebat dan Kay memintanya memanggil
Nathan, saat dimana Kay menepis tangan Nathan waktu ia
terjatuh dan mendapatkan sebuah luka memar di
keningnya. Saat pulang dari Karaoke, saat ia dan Kay
bercumbu di dalam kelas. Cepat atau lambat kau akan menyadari kalau perasaanmu
padaku hanya pelarian, Eve. Kau menyukaiku saat itu karena
Kau terlanjur kecewa pada Nathan yang selalu menyebabkan
kebimbangan dalam hatimu. Semenjak itu kau mencari orang lain
yang bisa menggantikan posisi Nathan dan aku adalah orang
yang kau pilih. Karena kita selalu bersama dan berinteraksi lebih
sering karena aku membalas ciumanmu di kelas waktu itu. Aku
juga sudah terlibat rasa yang sama dalam waktu yang cukup
lama, berharap kau melihatku. Di satu sisi aku sangat ingin kau
kembali ingat semuanya dan mengingat perasaanmu waktu itu.
Tapi disisi lain aku takut, bila kau mengingat semuanya kau akan
pergi jauh. Aku menunggu sampai hatiku sendiri tidak sanggup
menahanya dan aku berfikir untuk merampasmu dari Nathan.
Tapi hari itu juga aku sadar kalau aku cuma figuran dalam kisah
kalian. Kau memohon Nathan untuk tidak meninggalkanmu,
ingat" Kau tidak pernah memohon kepadaku untuk bersamamu
saat aku akan berangkat ke Tokyo.Kau juga dengan mudahnya
memaafkan Nathan yang saat itu mengatakan kalau dia tidak bisa
menyukaimu lebih dari seorang teman, Tapi kau tidak bisa
memaafkankuseperti kau menerima semua kekuarangan Nathan
dengan baik. Yang ada di hatimu cuma dia, dari awal dan hingga
akhirnya. Seandainya aku tidak ada, Aliya tidak ada, kalian
mungkin sudah menjadi pasangan termanis di dunia. Aku
cemburu. Kau lihat, kau pasti bisa melihat tubuhku sendiri
bergetar hebat menahan perasaan ini. Tapi aku harus kuat untuk
mengatakan semuanya, agar bukan cuma aku yang sadar. Tapi
dirimu juga menyadarinya.
"Eve, kau sudah dapatkan bunga yang cocok?" Suara
Nathan mengejutkanya. Ivea memandang wajah Nathan dan berusaha untuk
tersenyum. Bagaimana dengan Buket bunga Lili" Aku ingin
buket besar yang bisa ku berikan kepada mempelai
wanitanya secara langsung."
"Apa tidak apa-apa kita hanya membawa bunga
kepernikahan Kay" Kau tidak ingin memberikan hadiah
yang lain?" Ivea merogoh tas tangan miliknya dan mengeluarkan
sebuah kotak beludru berwarna merah muda. Ia kemudian
meletakkan kotak itu di atas meja dan melepas kalung yang
di pakainya. "Aku harap ini di bungkus di dalam buket
bunganya. Ini Kalung pemberian Kay. Dia pernah bilang,
Aku harus mengembalikanya setelah aku melihat salju
turun di Tokyo!" Nathan tersenyum. Ia lalu memberikan kotak beludru
bersama kalung berbandul Kristal salju itu kepada pemilik
toko dan mengucapkan sesuatu dalam bahasa Jepang.
Pemilik toko kemudian memberikan secarik kartu kepada
Nathan. "Tulislah ucapanmu disini selama dia merangkai
bunga!" Nathan meletakkan kartu itu di atas meja,
kemudian mengeluarkan sebuah bolpoint silver dari balik
tuxedonya. Ivea menuliskan sesuatu setelah berfikir lama, ia harap
kata-kata yang di tulisnya bisa menjadi doa yang
terkabulkan oleh Tuhan yang menentukan takdir manusia.
For : Kay Wish You Happiness From: Ivea Ivea mengamati kartunya sekali lagi. "Umm, Nat,
boleh aku minta kartu lagi?"
"tunggu sebentar!" Nathan kemudian berjalan
mendekati pemilik toko yang sedang serius merangkai
bunga. Beberapa saat kemudian Nathan kembali dengan
membawa kartu yang sama persis dengan yang pertama ia
dapat. Ia kemudian memberikan kartu itu kepada Ivea
tanpa kata-kata. Ivea menyambutnya dengan senyum. Ia
kembali menulis kata-kata baru.
For :Miseur Keith Fujisawa
Wish you Happiness, Sensei!
From :Eve & Nat Ivea memberikan kartu itu kepada Nathan. Dalam
beberapa menit kemudian, buket bunga sudah siap dalam
tampilan yang agung dan cantik. Ivea memegangnya
dengan sangat manis. Setelah Nathan membayarnya,
mereka keluar dari Toko itu sambil bergandengan tangan.
Salju turun perlahan menghiasi pagi hari di Tokyo. Pagi ini
benar-benar akan jadi permulaan yang baru bagi
semuanya. "Eve, Kita naik taksi saja! Kepalamu bisa putih di
penuhi salju!" "Aku sudah lama sekali ingin melihat salju di Tokyo.
Kita jalan kaki saja dulu. Kalau aku lelah, baru kita naik
taksi!" "Setelah dari pesta pernikahan ini, kita mau kemana?"
"Terserah" "Bagaimana kalau kita makan malam saja" Kita
tambah sehari lagi ya" Jangan pulang besok!"
"Hei, Mom bisa marah padaku! Dia akan datang hari
ini dan kurasa dia tidak akan mengizinkanku untuk
menghabiskan waktu di Tokyo bersamamu."
Forgotten Eve Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Memangnya kenapa" Kau kan di Tokyo bersama
calon suamimu!" Ivea hanya tertawa. Tawa yang kali ini benar-benar
menandakan kalau dirinya sudah terlepas dari segala
beban yang menggelayutinya selama ini. Dulu, saat ia
bertengkar dengan Nathan, dan saat Kay mengatakan
kepada Bian kalau dia akan meminta Ivea melupakan
kejadian yang terjadi di antara mereka, Ivea benar-benar
berharap tuhan mencabut ingatanya. Tapi ternyata
melupakan sesuatu bukan jalan keluar terbaik, Saat dirinya
sudah melupakan semua, Ivea malah sibuk untuk
mengingat kembali apa yang pernah di lupakanya. Karena
manusia tidak pernah puas. Sekarang semuanya sudah
kembali terkumpul menjadi satu, tidak ada satupun yang
ingin Ivea lupakan. Semuanya akan menjadi kisah yang
tertanam dalam dasar hatinya dan akan di bukanya
sewaktu-waktu untuk sekedar di kenang.
Fitnah Berdarah Tanah Agam 2 Pendekar Mabuk 057 Misteri Bayangan Ungu Pedang Sakti Tongkat Mustika 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama