Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Sang Raja 6

Kembalinya Sang Raja The Return Of The King The Lord Of The Rings Buku Tiga Karya J.r Tolkien Bagian 6


Setelah berjalan ke sana kemari dan mencari-cari, akhirnya mereka menemukan
jalan yang bisa mereka panjat. Dengan merangkak sambil mencakar sepanjang
sekitar tiga puluh meter, akhirnya mereka, sampai di atas.
Mereka sampai ke suatu celah di antara dua tebing batu terjal yang gelap,
dan setelah melewatinya, mereka mendapati bahwa mereka sudah berada di batas
pagar terakhir Mordor. Di bawah mereka, di dasar tebing. curam setinggi sekitar
450 meter, padang luas terbentang sampai menghilang dalam keremangan tak
berbentuk di luar batas pandang. Angin sekarang bertiup dari Barat, awan-awan
besar terangkat tinggi, melayang ke arah timur; tapi hanya cahaya kelabu yang
menerangi padang-padang muram Gorgoroth.
Di sana asap merayap di atas tanah dan bersembunyi di dalam cekungancekungan,
sementara uap merembes keluar dari celah-celah di tanah. Mereka
melihat Gunung Maut masih jauh sekali, setidaknya masih empat puluh mil,
kakinya beralaskan puing-puing kelabu, kerucutnya yang besar menjulang tinggi,
Halaman | 214 The Lord of The Rings dan kepalanya yang menyebarkan asap, terbungkus awanawan. Apinya sekarang
redup, seolah tertidur sambil tetap membara, berbahaya dan mengancam, seperti
binatang buas yang sedang tidur.
Di belakangnya menggantung bayangan besar, mengancarn seperti awan
petir, tirai-tirai Barad-dur yang berdiri jauh di sana, di atas jajaran panjang
Pegunungan Abu yang menjulur dari Utara. Kekuasaan Gelap sedang berpikir
keras, dan Mata sedang melihat ke dalam, merenungi kabar-kabar tentang bahaya
dan kebimbangan: ia melihat sebuah pedang bersinar, dan sebuah wajah keras
dan mulia seperti raja, dan untuk sementara Ia tidak terlalu memperhatikan halhal lain; semua bentengnya yang besar, gerbang demi gerbang, dan menara demi
menara, sedang terselubung kemuraman pekat.
Frodo dan Sam memandang negeri itu dengan jijik bercampur heran. Di
antara mereka dan gunung berasap, dan sekitarnya di utara dan selatan,
semuanya tampak seperti reruntuhan, gurun yang terbakar dan tercekik. Mereka
bertanya-tanya, bagaimana Penguasa wilayah ini merawat dan memberi makan
budak-budak dan bala tentaranya. Meski begitu, ia memang mempunyai bala
tentara. Sejauh mata memandang, sepanjang pinggiran Morgai dan di sebelah
selatan berdiri kemah-kemah, beberapa berupa tendatenda, beberapa seperti kota
yang tersusun rapi. Salah satu yang terbesar berada tepat di bawah mereka. Tidak
sampai satu mil masuk ke padang itu, perkemahan tersebut kelihatan bergerombol
seperti sarang serangga, dengan jalan-jalan suram didereti gubuk-gubuk dan
bangunan panjang rendah yang tidak menarik di sisi-sisinya.
Di sekitarnya banyak orang sibuk mondar-mandir; sebuah jalan lebar menjulur
dari tenggara dan bergabung dengan jalan Morgul, dan di sepanjang jalan itu
barisan-bari sari panjang sosok hitam kecil sedang berjalan cepat.
"Aku sama sekali tidak suka apa yang kulihat," kata Sam. "Boleh dibilang tak
ada harapan lagi kecuali bahwa di mana ada banyak orang, pasti juga banyak
sumber air, apalagi makanan. Dan mereka manusia, bukan Orc, atau barangkali
penglihatanku keliru."
Baik Sam maupun Frodo tidak tahu tentang padang-padang besar jauh di
selatan di wilayah ini, yang diolah oleh para budak, di seberang asap Gunung
dekat Telaga Nurnen dengan airnya yang gelap dan murung; mereka pun tidak
tahu tentang jalan-jalan besar yang menjulur sampai ke timur dan selatan ke
negeri-negeri jajahan, dari mana serdadu yang sudah lama direncanakan; di sini
Kekuasaan Gelap menggerakkan pasukannya bagai bidak-bidak di papan catur.
Kembalinya Sang Raja Halaman | 215 Gerakangerakannya yang pertama, peraba-peraba pertama kekuatannya, sudah
diuji di perbatasan barat, selatan, dan utara. Untuk sementara ia menarik mereka
mundur, dan mengerahkan pasukan baru, mengumpulkan mereka di Cirith Gorgor
untuk serangan balasan. Seandainya ia bermaksud mempertahankan Gunung
terhadap pendekatan dari mana pun, Ia sudah mempersiapkannya dengan sangat
baik. "Nah!" kata Sam. "Apa pun yang mereka makan dan minum, kita tak mungkin
bisa mendapatkannya. Aku tidak melihat ada jalan turun ke sana. Dan kita tak
mungkin melintasi daratan terbuka yang dipenuhi musuh, andai pun kita bisa turun
ke sana." "Tapi kita harus mencoba," kata Frodo. "Ini tidak lebih buruk daripada yang
kudup. Aku memang tidak berharap bisa menyeberang ke sana. Aku tidak melihat
sedikit pun harapan. Tapi aku tetap harus berusaha melakukan yang terbaik.
Berarti aku tak boleh sampai tertangkap, selama mungkin. Jadi, kita masih harus
pergi ke utara, melihat keadaannya di tempat padang terbuka ini lebih sempit."
"Aku bisa menduga keadaannya," kata Sam.
"Di tempat yang lebih sempit, Orc dan Manusia pasti bergerombol lebih rapat
lagi. Lihat saja nanti, Mr. Frodo." "Kelihatannya begitu, kalau kita bisa sampai
sejauh itu," kata Frodo, dan Ia membalikkan badan.
Segera mereka mendapati bahwa mereka tak mungkin berjalan melewati
punggung Morgai, atau di mana pun sepanjang dataran tingginya, karena tidak ada
jalan, dan banyak ngarai di sana-sini; Pada akhirnya mereka terpaksa kembali
turun ke jurang yang sudah mereka daki, dan mencari jalan melalui lembah.
Jalannya sulit sekali, karena tnereka tidak berani masuk ke jalan di sisi barat.
Setelah kurang-lebih satu mil atau lebih, sambil meringkuk di suatu cekungan di
kaki batu karang, mereka melihat benteng Orc yang sudah mereka duga berada di
dekat sana: sebuah tembok dan sekelompok gubuk batu yang terletak dekat mulut
sebuah gua gelap. Kelihatannya sepisepi saja, tapi kedua hobbit merangkak lewat dengan hatihati,
sedapat mungkin tetap berada dekat semak-semak berduri yang tumbuh rapat
di tempat itu, di kedua sisi palung sungai lama. Mereka berjalan dua atau tiga
mil lebih jauh, dan benteng.Orc sudah tersembunyi dari penglihatan; tapi baru saja
mereka mulai bernapas agak lega, terdengar suara-suara Orc yang parau dan
keras. Dengan cepat mereka menyelinap bersembunyi di balik belukar cokelat
yang kerdil. Suara-suara itu mendekat. Akhirnya dua Orc terlihat. Salah satu
Halaman | 216 The Lord of The Rings berpakaian cokelat dan bersenjata busur dari tanduk; ia dari jenis yang kecil,
berkulit hitam, dengan lubang hidung lebar yang mengendus-endus: rupanya ia
semacam pencari jejak. Satunya lagi Orc besar jenis petarung, seperti anak buah
Shagrat, memakai lambang Mata. Ia juga membawa busur di punggungnya dan
sebuah tombak berkepala lebar. Seperti biasanya mereka sedang bertengkar, dan
karena mereka dari jenis yang berbeda, mereka menggunakan Bahasa Umum
sesuai gaya mereka. Hanya dua puluh langkah dari tempat kedua hobbit
bersembunyi, Orc yang kecil berhenti.
"Tidak!" geramnya. "Aku mau pulang saja." Ia menunjuk ke seberang lembah,
ke benteng Orc. "Tak ada gunanya melelahkan hidungku dengan mencium-cium
bebatuan. Sudah tak ada jejak tertinggal, menurutku. Aku kehilangan jejaknya
setelah menuruti kemauanmu. Jejaknya naik ke perbukitan, bukan melewati
lembah, sudah kubilang."
"Kau tidak banyak berguna, bukan?" kata Orc yang besar. "Kupikir pasti mata
lebih baik daripada hidung kalian yang beringus."
"Kalau begitu, apa yang kaulihat dengan matamu?" gertak yang satunya.
"Keparat! Kau bahkan tidak tahu apa yang harus kaucari."
"Salah siapa itu?" kata serdadu itu. "Bukan salahku. Datangnya dari Petinggi
di Atas. Mula-mula mereka bilang itu seorang Peri besar dengan senjata bersinar,
lalu katanya dia semacam kurcaci manusia kecil, lalu katanya pasti itu
segerombolan pemberontak Uruk-hai; atau mungkin semuanya bersamasama."
"Ah!" kata si pencari jejak. "Mereka pasti sudah kehilangan akal sehat. Dan
beberapa pimpinan akan dihukum juga, kukira, kalau apa yang kudengar memang
benar: Menara diserang, ratusan kawanmu mati, dan tawanan berhasil lolos. Kalau
begitu caranya kalian berulah, tidak heran kalau ada kabar buruk dari medan
perang." "Siapa bilang ada kabar buruk?" teriak si serdadu. "Ah! Siapa bilang
tidak ada?" "Itu omongan terkutuk para pemberontak, dan aku akan menusukmu kalau
kau tidak berhenti bicara seperti itu, tahu?" "Baik, baik!" kata si pencari
jejak. "Aku tidak akan bicara lebih banyak lagi dan akan terus berpikir. Tapi apa
hubungannya penyelinap hitam itu dengan semua ini" Kalkun jantan dengan tangan
mengepakngepak itu?"
"Aku tidak tahu. Mungkin tidak ada. Tapi pasti dia bermaksud jahat, mematamatai.
Terkutuklah dia! Baru saja dia luput dari tangan kita dan lari, datang perintah
bahwa dia harus ditangkap hidup-hidup, dengan segera."
Kembalinya Sang Raja Halaman | 217 "Well, kuharap mereka menangkapnya dan menghukumnya," geram si pencari
jejak. "Dia merusak jejak di sana, dengan mencuri rompi mau yang ditemukannya,
dan berjalan ke sana kemari sebelum aku tiba di sana."
"Tapi tindakan itu menyelamatkannya," kata si serdadu. "Sebelum aku tahu dia
harus ditangkap, aku menembaknya, sangat jitu, dari jarak lima puluh langkah,
tepat di punggungnya; tapi dia terus lari."
"Persetan! Kau gagal," kata si pencari jejak. "Mula-mula kau menembak
acakacakan, lalu kau berlari terlalu lamban, kemudian kau meminta bantuan para
pencari jejak yang malang. Aku sudah muak denganmu." Ia mengeloyor pergi.
"Kembali ke sini," teriak si serdadu, "kalau tidak, aku akan melaporkanmu!"
"Pada siapa" Bukan ke Shagrat-mu yang hebat. Dia tidak akan menjadi kapten
lagi." "Aku akan memberi nama dan nomormu pada para Nazgul," kata si serdadu
sambil merendahkan suaranya sampai mendesis. "Salah satu dari mereka yang
sekarang berkuasa di Menara." Orc satunya itu berhenti, suaranya penuh
ketakutan dan kemarahan. "Kau maling lihai terkutuk!" jeritnya. "Kau tidak mampu
melakukan tugasmu, juga tidak bisa membela bangsamu sendiri. Pergi kau ke
Penjerit-mu yang najis. Semoga mereka merontokkan dagingmu, kalau musuh
tidak lebih dulu memusnahkan mereka. Kudengar musuh sudah menewaskan.
Nomor Satu, dan kuharap itu benar!" Orc yang besar, dengan tombak siap di
tangan, melompat mengejarnya. Tapi si pencari jejak melompat ke belakang
sebuah batu, dan menembak mata si serdadu dengan panah ketika ia berlari
mendekat. Serdadu itu jatuh berdebum. Si pencari jejak lari melintasi lembah dan
menghilang. Selama beberapa saat kedua hobbit duduk diam. Akhirnya Sam bergerak
"Well, itu baru benar-benar jitu," katanya. "Kalau sikap bersahabat yang ramah
ini menyebar di seluruh Mordor, separuh kesulitan kita hilang."
"Diam, Sam," bisik Frodo. "Mungkin masih ada yang berkeliaran. Rupanya kita
nyaris lolos, dan mereka yang memburu kita ternyata lebih tahu jejak kita
daripada yang kita sangka. Tapi begitulab memang semangat di Mordor, Sam; dan itu sudah
menyebar ke seluruh penjurunya. Tapi tidak banyak harapan yang bisa kaupetik
darinya. Mereka jauh lebih benci pada kita, seluruhnya dan sepanjang waktu.
Seandainya dua Orc tadi melihat kita, mereka pasti menghentikan pertengkaran
mereka sampai kita mati." Sepi lagi untuk waktu lama. Sam memecahnya lagi, tapi
Halaman | 218 The Lord of The Rings kali ini ia berbisik. "Kaudengar apa kata mereka tentang kalkun jantan itu, Mr,
Frodo" Sudah kubilang Gollum belum mati, bukankah begitu?"
"Ya, aku ingat. Dan aku heran bagaimana kau bisa tahu," kata Frodo. "Well, ya
sudah! Kupikir sebaiknya kita tidak keluar dari sini lagi, sampai hari sudah
gelap. Lalu kau akan menceritakan padaku bagaimana kau tahu itu, dan semua yang
sudah terjadi. Kalau kau bisa melakukannya dengan tenang." "Akan kucoba," kata
Sam, "tapi aku jadi marah dan ingin teriak-teriak bila memikirkan si Stinker
itu." Begitulah kedua hobbit itu duduk di bawah naungan belukar berduri, sementara
cahaya muram Mordor dengan lambat memudar menjadi malam kelam tanpa
bintang; Sam membisikkan ke telinga Frodo semua kata yang bisa ditemukannya
untuk mengungkapkan pengkhianatan Gollum, Shelob yang mengerikan, dan
petualangannya sendiri dengan para Orc. Ketika Ia selesai, Frodo tidak
mengatakan apa pun, tapi meraih tangan Sam dan meremasnya. Akhirnya ia
bergerak. "Nah, kita harus pergi lagi," katanya. "Aku ingin tahu, berapa lama
lagi sebelum kita benar-benar tertangkap dan semua jerih payah serta penyelinapan
kita berakhir sia-sia." Ia bangkit berdiri. "Sudah gelap, dan kita tidak bisa
memakai tabung kaca Lady. Simpanlah dengan aman untukku, Sam.
Aku tak bisa menyimpannya sekarang, kecuali di tanganku, sedangkan aku
membutuhkan kedua tanganku di malam buta ini. Tapi kuberikan Sting padamu.
Aku punya pedang Orc, tapi rasanya aku tidak akan memukul dengan pedang lagi."
Sangat sulit dan berbahaya berjalan di malam hari, di daratan tanpa jalan itu;
perlahan-lahan, dengan tersandung-sandung, kedua hobbit bekerja keras jam demi
jam ke arah utara, menyusuri sisi timur lembah berbatu. Ketika cahaya kelabu
sudah merangkak kembali di atas dataran tinggi barat, lama setelah pagi hari
merebak di negeri-negeri seberang, mereka bersembunyi lagi dan tidur sejenak,
bergiliran. Kala sedang terbangun, Sam sibuk memikirkan makanan. Akhirnya
ketika Frodo bangun dan menyinggung tentang makan serta bersiapsiap untuk
upaya selanjutnya, Sam mengajukan pertanyaan yang sangat mengganggunya.
"Maaf, Mr. Frodo," katanya, "apa kau tahu kira-kira masih berapa jauh
perjalanan kita?" "Tidak, Sam, aku tak punya perkiraan jelas," jawab Frodo.
"Di Rivendell, sebelum pergi aku ditunjukkan peta Mordor yang dibuat
sebelum Musuh kembali ke sini; tapi aku hanya ingat samar-samar. Yang paling
kuingat adalah ada tempat di utara, di mana pegunungan barat dan timur
menjulurkan taji yang nyaris saling bertemu. Tempat itu setidaknya dua puluh
league dari jembatan dekat Menara. Mungkin itu tempat yang baik untuk
Kembalinya Sang Raja Halaman | 219 menyeberang. Tapi tentu saja, kalau sampai di sana, kita berada lebih jauh dari
Gunung, menurutku kira-kira enam puluh mil jaraknya. Menurut perkiraanku, kita
sudah berjalan sekitar dua belas league ke arah utara dari jembatan. Meski
semuanya berjalan baik, aku tak mungkin mencapai Gunung dalam waktu
seminggu. Aku khawatir beban ini akan semakin berat, dan semakin dekat ke sana,
jalanku akan semakin lamban."
Sam mengeluh. "Persis seperti yang kukhawatirkan," katanya. "Nah, tanpa
menyinggung masalah air, makanan kita juga sangat kurang, Mr. Frodo, atau kita
harus bergerak sedikit lebih cepat, setidaknya sementara kita masih berada di
lembah ini. Satu kali makan lagi, lalu habislah semua makanan kita, tinggal roti
dari para Peri." "Aku akan mencoba berjalan lebih cepat, Sam," kata Frodo sambil menarik
napas dalam. "Ayo! mari kita berangkat lagi!"
Hari belum begitu gelap. Mereka berjalan dengan susah payah, hingga larut
malam. Jam demi jam mereka lalui dengan langkahlangkah berat melelahkan
sambil terseok-seok, dengan beberapa Perhentian singkat. Saat tanda-tanda
pertama cahaya kelabu muncul di bawah tepian langit-langit bayangan, mereka
menyembunyikan diri lagi di sebuah cekungan, di bawah batu yang menonjol.
Lambat laun cahaya semakin terang, hingga lebih terang daripada selama ini.
Angin kencang dari Barat sekarang mendorong uap-uap Mordor dari langit atas.
Tak lama kemudian kedua hobbit bisa lnelihat wujud daratan sampai sejauh
beberapa mil di sekitar mereka. Palung di antara pegunungan dan Morgai semakin
mengecil sementara ia menjulang ke atas, dan punggung sebelah dalam sekarang
tak lebih dari sebuah birai di lereng terjal Ephel Duath; tapi di timur ia
terjun dengan curam ke Gorgoroth. Di depan sana, saluran air berakhir di tangga baru karang yang sudah hancur;
sementara dari pegunungan utama muncul sebuah taji tinggi dan gundul, menonjol
ke arah tirnur bagai tembok. Sebuah lengan panjang menjulur keluar dari
pegunungan utara Ered Lithui yang kelabu dan berkabut, mendekati taji itu; di
antara.ujung-ujungnya ada celah sempit: Carach Angren, Isenmouthe, dengan
lembah Udun di seberangnya. Di lembah di belakang Morannon itulah terletak
terowongan-terowongan dan gudang-gudang senjata yang dibuat para budak
Mordor untuk pertahanan Gerbang Hitam negeri mereka; dan di sanalah sekarang
Penguasa mereka sedang mengumpulkan dengan cepat pasukan-pasukan besar
untuk menghadapi serbuan para Kapten dari Barat.
Halaman | 220 The Lord of The Rings

Kembalinya Sang Raja The Return Of The King The Lord Of The Rings Buku Tiga Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di atas taji-taji yang menonjol, benteng-benteng dan menara-menara sudah
dibangun, dan api penjagaan menyala; melintang di seluruh celah itu sudah
berdiri suatu tembok tanah, dan sebuah parit dalam sudah digali, yang hanya bisa
diseberangi melalui satu jembatan tunggal. Beberapa mil ke utara, tinggi di
sudut tempat taji barat menyimpang dan pegunungan utama, berdiri kastil lama Durthang,
yang sekarang menjadi salah satu benteng Orc yang banyak terdapat di sekitar
lembah Udun. Sebuah jalan berkelok-kelok, yang sudah mulai kelihatan dalam
cahaya yang semakin terang, menjulur keluar dari benteng itu.
Kira-kira dua mil dari tempat kedua hobbit berbaring, jalan itu membelok ke
timur, menyusuri birai yang terpahat di sisi lereng, dan akhirnya turun ke
padang, lalu terus ke Isenmouthe. Ketika kedua hobbit melihat sekeliling, rasanya
seluruh perjalanan mereka ke utara sudah sia-sia. Padang di sisi kanan mereka kabur dan
berasap, dan mereka tidak melihat kemah maupun pasukan bergerak; tapi seluruh
wilayah itu di bawah pengawasan benteng-benteng Carach Angren.
"Kita sudah sampai jalan buntu, Sam," kata Frodo. "Kalau berjalan terus, kita
hanya akan sampai ke menara Orc itu, tapi satu-satunya jalan yang bisa diambil
adalah yang turun dari benteng kecuali kalau kita kembali. Kita tak bisa mendaki
ke arah barat, atau turun, ke arah timur."
"Kalau begitu, kita harus mengambil jalan itu, Mr. Frodo," kata Sam. "Kita
harus mengambilnya dan mengadu keberuntungan kita, itu pun kalau ada
keberuntungan di Mordor. Kalau kita mengembara terus, atau mencoba kembali, itu
sama saja dengan menyerahkan diri makanan kita tidak akan cukup. Kita harus lari
cepat!" "Baiklah, Sam," kata Frodo. "Tuntunlah aku! Selama kau masih menyimpan
harapan. Harapanku sudah sirna. Tapi aku tak bisa lari, Sam. Aku hanya akan
berjalan pelan-pelan di belakangmu."
"Sebelum mulai berjalan pelan-pelan lagi, kau butuh tidur dan makanan, Mr.
Frodo. Ayo, tidurlah dan makanlah sebisa mungkin!" la memberikan air pada Frodo
dan wafer tambahan dari roti Peri, lalu dari jubahnya Ia membuat bantal untuk
kepala majikannya. Frodo terlalu lelah untuk memperdebatkan masalah itu, dan
Sam tidak mengatakan pada Frodo bahwa Frodo sudah minum tetes terakhir
persediaan air mereka, dan sudah makan bagian Sam juga selain bagiannya
sendiri. Ketika Frodo sudah tidur, Sam membungkuk di atasnya dan mendengarkan
bunyi napasnya, sambil mengamati wajahnya. Wajah Frodo kurus dan bergurat,
Kembalinya Sang Raja Halaman | 221 tapi dalam tidurnya Ia kelihatan puas dan tidak takut. "Nah, ini dia, Master!"
gerutu Sam pada diri sendiri. "Aku terpaksa meninggalkanmu sejenak, dan menggantungkan harapan pada
nasib baik. Kita harus mendapat air, kalau tidak kita tidak bisa jalan terus."
Sam merangkak keluar, dan sambil melompat dari batu ke batu dengan sangat hati-hati
layaknya seorang hobbit, Ia pergi ke saluran air, lalu mengikutinya beberapa
lama sambil mendaki ke utara, sampai Ia tiba di tangga batu karang di mana lama
berselang, mata airnya turun mengalir sebagai air terjun. Sekarang semuanya
kelihatan kering dan diam; tapi Sam menolak berputus asa. la membungkuk dan
mendengarkan, dan dengan gembira Ia menangkap bunyi tetesan air. Setelah
mendaki beberapa langkah, Ia menemukan sungai kecil berair gelap yang muncul
dari sisi bukit dan mengisi sebuah kolam kecil gundul, dari mana airnya meluap
dan menghilang di bawah bebatuan gersang.
Sam mencicipi airnya, rasanya cukup baik. Lalu Ia minum sepuasnya, mengisi
kembali botolnya, dan membalikkan badan untuk kembali. Saat itu ia melihat
sekilas suatu sosok hitam atau bayangan melintas di antara batu karang di dekat
tempat persembunyian Frodo. Sambil menahan teriakan, Sam melompat turun dari
mata air dan berlari, melompat dari batu ke batu. Makhluk itu berhati-hati,
sulit dilihat, tapi Sam tidak meragukannya: Ia ingin sekali mencekiknya. Tapi Sosok
itu mendengar Sam datang dan cepat menyelinap pergi. Sam merasa melihat sekilas
sosok itu mengintip dari pinggiran jurang timur, sebelum merunduk dan lenyap.
"Well, keberuntunganku masih ada," gerutu Sam, "tapi tadi itu nyaris sekali!
Bukankah sudah cukup bahwa ada ribuan Orc, tanpa harus ada keparat busuk itu
berkeliaran di sini" Seandainya dulu dia ditembak!" Ia duduk dekat Frodo dan
tidak membangunkannya; tapi ia sendiri tidak berani tidur. Akhirnya, ketika merasa
matanya mulai terpejam dan ia tak sanggup lagi menahan kantuk, Ia
membangunkan Frodo dengan lembut.
"Aku khawatir si Gollum ada di sekitar sini, Mr. Frodo," katanya "Kalau itu
bukan dia, berarti ada dua Gollum. Aku pergi mencari air dan melihatnya
berkeliaran tepat saat aku akan kembali. Kupikir tidak aman kalau kita berdua
tidur bersamaan, dan maaf sekali, aku sudah tak bisa membuka kelopak mataku lebih
lama lagi." "Sam yang baik!" kata Frodo. "Berbaringlah dan tidurlah sekarang! Tapi aku
lebih suka pada Gollum daripada Orc. Setidaknya dia tidak akan mengkhianati kita
kecuali dia sendiri tertangkap."
Halaman | 222 The Lord of The Rings "Tapi dia mungkin saja merampok dan membunuh dengan tangannya sendiri,"
geram Sam. "Bukalah matamu terus, Mr. Frodo! Ada sebotol penuh air. Minumlah
sampai habis. Kita bisa mengisinya lagi saat kita berangkat lagi." Setelah
mengatakan itu Sam tertidur.
Cahaya sudah memudar lagi ketika ia bangun. Frodo duduk bersandar ke batu
karang di belakangnya, tapi ia sudah tertidur. Botol air sudah kosong.
Tak ada tanda-tanda Gollum. Kegelapan Mordor sudah kembali, dan api
penjagaan di dataran tinggi menyala merah garang ketika kedua hobbit berangkat
lagi, memasuki tahap perjalanan mereka yang paling berbahaya. Mula-mula
mereka pergi ke mata air kecil, setelah mendaki dengan hati-hati mereka sampai
ke bagian jalan yang membelok ke arah timur, menuju Isenmouthe yang berjarak
dua puluh mil dan sana. Bukan jalan lebar, tidak ada tembok atau dinding rendah
sepanjang pinggirannya, sedangkan lereng di sisinya semakin jauh semakin curam.
Kedua hobbit itu tidak mendengar gerakan apa pun, dan setelah mendengarkan
sebentar mereka pergi ke arah timur dengan langkah tegap. Setelah berjalan
sekitar dua belas mil, mereka berhenti. Sedikit di belakang mereka, jalan itu
agak membelok ke arah utara, dan jalur yang baru saja mereka lewati agak terhalang
dan pandangan. Ternyata itu membawa malapetaka. Mereka berhenti beberapa
menit, lalu berjalan lagi; baru maju beberapa langkah, tiba-tiba di kesunyian
malam mereka mendengar bunyi yang selama itu sudah mereka khawatirkan: bunyi
langkah kaki berbaris. Masih agak jauh di belakang, tapi ketika menoleh mereka
bisa melihat kerlip obor-obor dari balik tikungan yang tidak sampai satu mil
jaraknya, dan bergerak cepat: terlalu cepat bagi Frodo untuk bisa lolos dengan
berlari melewati alan di depan.
"Sudah kukhawatirkan, Sam," kata Frodo. "Kita percaya pada keberuntungan,
dan ternyata gagal. Kita terjebak." Ia memandang dengan mata melotot ke tembok
yang cemberut, di mana para pembuat jalan masa lampau sudah memotong batu
karang menjadi curam sejauh beberapa fathom di atas kepala mereka. la lari ke
sisi lain dan melihat dan atas pinggiran ke dalam sumur gelap yang kelam. "Akhirnya
kita terjebak!" katanya. Ia terduduk di tanah bawah dinding batu karang dan
menundukkan kepala. "Rupanya begitu," kata Sam. "Well, kita hanya bisa menunggu dan melihat."
Setelah mengatakan itu, ia duduk di samping Frodo di bawah bayangan batu
karang. Mereka tak perlu menunggu lama. Para Orc melangkah sangat cepat. OrcOrc
yang berjalan di barisan terdepan membawa obor. Mereka berdatangan, nyala
merah dalam gelap, yang dengan cepat membesar. Sekarang Sam juga
Kembalinya Sang Raja Halaman | 223 menundukkan kepala, berharap wajahnya tersembunyi saat obor-obor melewati
mereka; Ia meletakkan perisai mereka di depan lutut, untuk menyembunyikan kaki.
"Mudah-mudahan mereka terburu-buru dan mengabaikan sepasang serdadu yang
letih, dan berjalan terus!" pikir Sam.
Kelihatannya itulah yang akan terjadi. Para Orc yang memimpin di depan
datang berlari dengan napas terengah-engah, kepala merunduk. Mereka dan jenis
yang lebih kecil, yang di luar keinginan mereka sedang didorong menuju perang
Penguasa Kegelapan; mereka hanya ingin perjalanan itu cepat selesai dan lolos
dari cambuk. Di sisi mereka, berlari mondar-mandir di samping barisan, ada dua
uruk besar dan galak yang melecutkan cambuk dan berteriak. Baris demi baris
lewat, dan cahaya obor yang menerangi sudah agak jauh di depan. Sam menahan
napas. Sudah lebih dari separuh pasukan lewat.
Tiba-tiba salah satu mandor budak melihat kedua sosok di sisi jalan. la
melecutkan cambuk ke arah mereka dan berteriak, "Hei, kau! Bangun!" Mereka
tidak menjawab, dan sambil berteriak Ia menghentikan seluruh pasukan.
"Ayo, kalian siput!" teriaknya. "Ini bukan saatnya berlambat-lambat." Ia
melangkah mendekati mereka, dan bahkan dalam keremangan itu ia bisa
mengenali lambang pada perisai mereka.
"Desersi, ya?" gertaknya. "Atau sedang memikirkannya" Semua pasukanmu
seharusnya sudah berada di dalam Udun sebelum kemarin sore. Kalian tahu itu.
Ayo bangkit dan masuk barisan, kalau tidak aku akan mencatat nomor kalian dan
melaporkannya." Mereka bangkit berdiri dengan susah payah, dan sambil tetap
merunduk, berjalan terpincang-pincang bagai serdadu yang sakit kakiinya,
menyeret kaki mereka ke arah barisan belakang. "Tidak, jangan di belakang!"
mandor budak berteriak. "Tiga baris ke depan. Dan tetap di sana, atau kuhajar kalian kalau aku sedang
lewat!" Ia melecutkan cambuknya yang panjang di atas kepala mereka; lalu dengan
satu lecutan disertai teriakan Ia menyuruh pasukan berangkat lagi dengan berlari
cepat. Bagi Sam itu sudah cukup berat, karena Ia begitu letih; tapi bagi Frodo
itu suatu siksaan, dan segera menjadi mimpi buruk. la menabahkan hati dan mencoba
menghentikan pikirannya, dan terus berjuang. Bau busuk Orc-Orc berkeringat di
sekitarnya terasa mencekik, dan Ia mulai terengah-engah kehausan. Mereka
melaju terus, terus, dan ia menguatkan tekad agar tetap menarik napas dan
kakinya tetap berlari; namun Ia tidak berani memikirkan akhir yang menantinya di
Halaman | 224 The Lord of The Rings ujung segala siksaan ini. Tak ada harapan bisa keluar dari barisan tanpa
terlihat. Sesekali mandor Orc itu mundur dan mengejek mereka.
"Nah, kan!" tawanya sambil melecut kaki mereka. "Di mana ada cambuk di situ
ada kemauan, siput-siputku. Ayo tegak! Aku ingin sekali menyegarkan kalian
dengan cambuk, tapi kalian pasti akan dihajar sebanyak yang bisa diterima kulit
kalian, kalau kalian datang terlambat ke kemah. Bagus untuk kalian. Kalian tidak
tahu ya, kita sedang perang?"
Mereka sudah berlari beberapa mil, dan jalan itu akhirnya menjulur menuruni
lereng panjang ke padang, ketika kekuatan Frodo habis dan tekadnya berkurang. la
terhuyung ke depan dan tersandung. Dengan nekat Sam mencoba menolongnya
dan menahan badannya agar tetap tegak, meski ia sendiri sudah hampir tidak
tahan berlari lebih jauh lagi. Sekarang ia tahu bahwa akhir kisah ini mungkin
akan tiba: majikannya akan pingsan atau jatuh, semuanya akan terungkap, dan jerih
payah mereka akan sia-sia.
"Tapi aku mau membalas si mandor budak, setan besar itu," pikirnya. Tapi
tepat ketika ia meletakkan tangan di atas pangkal pedangnya, tanpa terduga
muncul kesempatan baru. Mereka sekarang ada di padang, dan semakin dekat ke
gerbang masuk Udun. Sedikit di depannya, sebelum gerbang di ujung jembatan,
jalan dan barat bergabung dengan jalan-jalan lain yang datang dan selatan, dan
dari Barad-dur. Di semua jalan pasukanpasukan sedang bergerak; karena para
Kapten dari Barat semakin dekat dan Penguasa Kegelapan memacu pasukanpasukannya
ke utara. Dengan demikian beberapa pasukan bertemu di pertemuan jalan, dalam
kegelapan di luar cahaya api penjagaan di atas tembok. Segera terjadi
dorongmendorong dan umpat-mengumpat ketika setiap pasukan berusaha sampai ke
gerbang lebih dulu, dan dengan demikian sampai ke akhir perjalanan mereka.
Meski para mandor berteriak dan menghujani mereka dengan lecutan cambuk,
terjadi baku hantam, bahkan beberapa pedang dihunus. gepasukan uruk
bersenjata berat dari Barad-dur menyerbu pasukan dan Durthang dan
memorakporandakan mereka. Meski pusing karena kesakitan dan kelelahan, Sam
terbangun dan dengan cepat meraih kesempatan, melemparkan dirinya ke tanah,
sambil menyeret Frodo bersamanya.
Orc-Orc tersandung berjatuhan di atas mereka, menggertak dan mengumpat.
Dengan perlahan kedua hobbit merangkak keluar dan kerusuhan itu, lalu berhasil
meloncat tanpa terlihat dari pinggir jalan di seberang. Pembatasnya tinggi,
untuk Kembalinya Sang Raja Halaman | 225 panduan para pemimpin pasukan saat malam gelap atau berkabut, bertumpuk
beberapa meter di atas permukaan daratan terbuka. Mereka diam tak bergerak
untuk beberapa saat. Terlalu gelap untuk mencari perlindungan, itu pun kalau ada
yang bisa ditemukan; tapi Sam merasa mereka perlu menjauh dan jalan jalan raya
dan keluar dari jangkauan cahaya obor.
"Ayo, Mr. Frodo!" bisiknya. "Satu kali lagi merangkak, lalu kau bisa berbaring
diam." Dengan susah payah Frodo mengangkat dirinya dengan bertopang pada
tangan, dan berjuang untuk maju kurang-lebih dua puluh meter. Lalu ia
menjatuhkan diri ke dalam lubang dangkal yang tiba-tiba ada di depan mereka, dan
di sana Ia berbaring seperti mati.
Halaman | 226 The Lord of The Rings Gunung Maut Sam meletakkan jubah Orc-nya yang koyak-koyak di bawah kepala
majikannya, dan menyelimuti mereka berdua dengan jubah kelabu dari Lorien;
pada saat yang sama, pikirannya menerawang ke negeri nun jauh di sana, kepada
Peri-Peri; Ia berharap kain yang ditenun Peri-Peri itu bisa menyembunyikan
mereka, meski hampir tak ada harapan lagi dalam belantara mengerikan ini. la
mendengar suara perkelahian dan teriakanteriakan mereda saat pasukan-pasukan
itu masuk ke Isenmouthe. Rupanya dalam kekacauan dan campur-aduknya aneka
Kembalinya Sang Raja Halaman | 227 ragam pasukan, kepergian mereka tidak ketahuan, setidaknya belum. Sam
meneguk sedikit air, tapi Ia mendesak Frodo agar minum.
Setelah kekuatan majikannya agak pulih, Ia memberikan satu wafer utuh dari
bekal roti mereka yang berharga dan memastikan Frodo memakannya. Lalu
mereka berbaring, namun sudah terlalu letih untuk merasakan ketakutan. Mereka
tidur sebentar-sebentar dengan gelisah; keringat membuat tubuh mereka terasa
dingin, sementara bebatuan keras menusuk-nusuk, dan mereka menggigil. Dari
utara, dari Gerbang Hitam melalui Cirith Gorgor, udara tipis dingin mengalir
berbisik di atas tanah. Di pagi hari cahaya kelabu datang lagi, sementara di datarandataran tinggi Angin Barat masih berembus. Tapi di atas bebatuan di belakang pagar
Negeri Hitam udara seolah-olah mati, dingin menusuk, namun mencekik.
Sam melihat sekelilingnya dari dalam cekungan. Daratan sekitarnya muram,
datar, dan bernada suram. Di jalan-jalan dekat situ tak ada yang bergerak; tapi
Sam mengkhawatirkan mata yang waspada di atas tembok Isenmouthe, yang
jaraknya tak lebih satu furlong ke arah utara. Di tenggara, jauh bagai bayangan
gelap yang berdiri, menjulang gunung. Asap mengalir keluar darinya, naik ke
angkasa dan mengalir pergi ke arah timur, sementara awanawan besar
menggulung turun di sisi-sisinya dan menyebar ke atas seluruh negeri. Beberapa
mil ke arah timur laut, perbukitan di kaki Pegunungan gelabu berdiri bagai
hantuhantu kelabu yang murung, di belakangnya menjulang puncak-puncak pegunungan
di utara, seperti garis awan di kejauhan yang nyaris sama gelapnya dengan langit


Kembalinya Sang Raja The Return Of The King The Lord Of The Rings Buku Tiga Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang rendah. Sam mencoba menduga-duga jarak, dan memutuskan jalan mana yang perlu
mereka anibil. "Tampaknya benar-benar jauh, sejauh lima puluh mil," gerutunya
murung, sambil memandang ke pegunungan yang mengancam itu, "dan itu akan
makan waktu seminggu, mungkin malah lebih, kalau melihat keadaan Mr. Frodo."
Ia menggelengkan kepala dan mengotak-atik pikirannya. Perlahan-lahan suatu
pikiran gelap muncul dalam benaknya. Selama itu belum pernah harapan lenyap
untuk waktu lama dari dalam hatinya yang tabah, dan sampai sekarang Ia masih
berharap mereka bisa pulang kembali nanti. Tapi akhirnya ia menyadari kenyataan
pahit itu: paling-paling persediaan makanan mereka hanya cukup untuk berjalan
sampai ke tujuan; saat tugas sudah terlaksana, mereka akan menghadapi ajal di
sana, sendirian, tanpa rumah, tanpa makanan, di tengah-tengah gurun
mengerikan. Halaman | 228 The Lord of The Rings Mereka takkan bisa kembali. "Jadi, itulah tugas yang kurasa harus kulakukan
ketika aku memulai perjalanan ini, pikir Sam, "untuk menolong Mr. Frodo sampai
langkah terakhir, lalu mati bersamanya" Nah, kalau memang itu tugasku, aku harus
melakukannya. Tapi aku sangat ingin melihat Bywater lagi, Rosie Cotton dan
saudara-saudaranya, juga Gaffer, Marigold, dan semuanya. Entah mengapa, aku
merasa tak mungkin Gandalf mengirim Mr. Frodo melakukan tugas ini, kalau sama
sekali tak ada harapan dia bisa kembali. Semuanya kacau ketika Gandalf tewas di
Moria. Andai itu tidak terjadi. Dia pasti akan bertindak."
Tapi meski harapan dalam diri Sam padam, atau seakan-akan padam,
ternyata Ia justru mendapat kekuatan baru. Wajah hobbit Sam yang polos menjadi
keras, hampir suram, ketika tekadnya membaja dan getaran semangat mengaliri
seluruh tungkai dan lengannya; ia seolah-olah berubah menjadi makhluk dari batu
dan baja yang tak mungkin terpatahkan oleh keputusasaan, keletihan, maupun
oleh jarak bermil-mil yang gersang.
Dengan perasaan tanggung jawab yang baru, Ia mengalihkan pandang ke
daratan yang lebih dekat memikirkan tindakan berikutnya. Ketika cahaya agak
membesar, dengan heran Ia melihat bahwa yang dari jauh terlihat sebagai daratan
luas dan datar sebenarnya hancur berantakan. Bahkan seluruh permukaan padang
Gorgoroth dipenuhi bercak-bercak lubang besar, seolaholah ditimpa hujan panah
dan batu katapel besar saat tanahnya masih berlumpur lembek. Lubang-lubang
terbesar berpinggiran bubungan batu karang pecah, dan retakan, retakan lebar
menyebar dari pinggiran ke semua arah.
Daratan ini memungkinkan orang merangkak dari satu tempat persembunyian
ke tempat persembunyian lain tanpa terlihat, kecuali oleh mata yang sangat
waspada: orang yang kuat dan tidak memerlukan kecepatan pasti bisa
melakukannya. Bagi yang lapar dan lelah, yang harus pergi jauh sebelum hidup
berakhir, daratan itu kelihatan kejam. Sambil memikirkan semua itu Sam kembali
ke majikannya. la tak perlu membangunkan Frodo. Frodo sedang berbaring
telentang dengan mata terbuka, menatap langit berawan.
"Well, Mr. Frodo," kata Sam, "aku sudah melihat-lihat sekeliling dan
berpikirpikir. Jalan-jalan kosong, dan sebaiknya kita pergi selagi masih ada
kesempatan. Kau bisa berjalan?" "Aku bisa," kata Frodo. "Aku harus bisa."
Sekali lagi mereka berangkat, merangkak dari cekungan ke cekungan,
melompat ke belakang perlindungan yang bisa mereka temukan, tapi selalu
Kembalinya Sang Raja Halaman | 229 bergerak dalam arah miring menuju kaki perbukitan dari pegunungan di utara.
Sepanjang perjalanan, jalan paling timur mengikuti mereka, sampai suatu saat Ia
menyimpang dan menyusuri pinggir pegunungan, menjulur masuk ke tembok
bayangan gelap, jauh di depan. Tak ada orang maupun Orc yang berjalan melewati
jalur datar kelabu itu; sebab Penguasa Kegelapan sudah hampir selesai
mengumpulkan semua pasukannya, dan bahkan di wilayahnya yang luas itu ia
mengharapkan kerahasiaan malam hari, dan Ia cemas akan angin dunia yang
sudah berbalik arah menyerangnya, sambil menyingkap selubungnya; Ia juga
terganggu oleh berita-berita yang dibawa mata-matanya yang berani, yang sudah
pergi keluar dari pagar-pagarnya.
Kedua hobbit berhenti setelah menempuh beberapa mil yang melelahkan.
Frodo tampaknya hampir kewalahan. Sam melihat Frodo tak mungkin bisa
melanjutkan perjalanan dengan cara seperti itu, merangkak, membungkuk,
kadangkadang mengambil jalan yang meragukan dengan sangat lamban, kadang-kadang
berlari tersandung-sandung.
"Aku akan kembali ke jalan, sementara cahaya masih ada, Mr. Frodo,"
katanya. "Percaya pada nasib baik lagi! Kali terakhir kita hampir gagal, tapi
tidak sepenuhnya. Langkah tetap untuk beberapa mil lagi, lalu kita istirahat." Sam
mengambil risiko jauh lebih besar daripada yang diketahuinya; tapi Frodo tak
bisa mendebat, karena sudah terlalu sibuk dengan bebannya dan perjuangan dalam
benaknya; Ia bahkan hampir putus asa, sehingga tidak begitu peduli. Mereka
memanjat ke atas jalan lintas dan berjalan dengan susah payah, melalui jalan
keras dan kejam yang menuju Menara Kegelapan. Tapi nasib baik mereka
bertahan, dan sepanjang hari itu mereka tidak bertemu makhluk hidup atau
bergerak; ketika malam tiba, mereka menghilang dalam kegelapan Mordor.
Seluruh negeri itu seolah sedang menunggu kedatangan badai besar: para
Kapten dari Barat sudah melewati Persimpangan Jalan dan membakar padangpadang
mematikan di Imlad Morgul. Demikianlah perjalanan nekat itu berlanjut,
sementara Cincin pergi ke selatan dan panji-panji Raja melaju ke utara. Bagi
kedua hobbit, setiap hari, setiap mil, lebih pahit daripada yang sebelumnya, sementara
kekuatan mereka menyusut dan daratan itu semakin kejam. Sesekali di malam
hari, ketika mereka gemetar ketakutan atau tertidur gelisah di suatu tempat
persembunyian di samping jalan, mereka mendengar teriakan dan bunyi berisik
banyak kaki atau derap langkah kuda jantan yang ditunggangi dengan kejam. Tapi
jauh lebih buruk daripada segala macam bahaya itu adalah ancaman yang semakin
dekat, yang mendera mereka saat berjalan maju: ancaman mengerikan dari
Halaman | 230 The Lord of The Rings Kekuasaan yang menunggu, sambil merenung dan menanti dengan
kekejaman yang tak pernah tertidur, di balik selubung gelap sekitar Takhta-nya.
Semakin dekat dan semakin dekat Ia menghampiri, muncul semakin hitam, bagai
kedatangan tembok malam di penghujung kiamat dunia. Akhirnya tibalah malam
yang mengerikan; ketika para Kapten dari Barat semakin dekat ke batas negeri
hidup, kedua pengembara sudah tertimpa keputusasaan mendalam. Sudah empat
hari berlalu sejak mereka lolos dari para Orc, tapi masa itu rasanya bagai mimpi
yang semakin kelam. Sepanjang hari terakhir itu Frodo tidak berbicara, tapi
berjalan setengah membungkuk, sering tersandung, seakan-akan matanya tidak
lagi melihat apa yang ada di depan kakinya. Sam menduga bahwa di tengah
semua kepedihan yang mereka pikul, Frodo-lah yang memikul beban terberat,
beban Cincin yang semakin besar, beban bagi tubuh dan siksaan bagi pikiran.
Dengan cemas Sam memperhatikan bahwa majikannya sering mengangkat
tangan kirinya, seolah-olah mengelakkan pukulan, atau untuk melindungi matanya
dari Mata mengerikan yang ingin menatap ke dalamnya. Kadang-kadang juga
tangan kanannya bergerak perlahan ke dada, mencengkeram, lalu perlahan-lahan,
setelah tekadnya pulih, tangan itu ditariknya kembali. Sekarang, ketika
kekelaman malam turun lagi, Frodo duduk dengan kepala di antara lutut, lengannya
tergantung lemas ke tanah, sementara tangannya berkedut-kedut lemah. Sam
memperhatikannya, sampai malam menyelimuti mereka dan mereka sudah tak bisa
saling melihat lagi. Sam tak bisa menemukan kata-kata untuk diucapkan, dan ia
mulai terpengaruh pikiran gelapnya sendiri. la masih punya sisa kekuatan, meski
Ia letih dan tertekan bayangan ketakutan. Tanpa lembas yang berkhasiat mungkin
mereka sudah lama menyerah dan berbaring untuk mati. Makanan itu tidak
memuaskan hasrat, dan sesekali pikiran Sam dipenuhi ingatan tentang makanan;
ia mendambakan roti dan daging yang biasa. Meski begitu, roti Peri itu mempunyai
daya kekuatan yang semakin bertambah bila mereka memakannya tanpa dicampur
makanan lain. Lembas itu memperkuat tekad, memberi kekuatan untuk bertahan,
dan mengendalikan otot serta tungkai melebihi ukuran kemampuan makhluk fana.
Tapi kini perlu mengambil keputusan baru. Mereka tak bisa lagi mengikuti jalan
itu; karena jalan itu mengarah ke timur dan masuk ke dalam Bayangan besar,
sedangkan Gunung sekarang menjulang di sebelah kanan mereka, hampir di
selatan, dan mereka harus membelok ke arahnya.
Tapi di depannya masih terbentang daratan luas berasap, gersang, dan penuh
abu. "Air, air!" gerutu Sam. Ia sudah berhemat-hemat, lidahnya seakan-akan tebal
dan bengkak di dalam mulutnya yang kering; tapi meski ia sudah begitu hatihati,
Kembalinya Sang Raja Halaman | 231 sisa air mereka hanya sedikit, mungkin hanya setengah botol, dan mungkin masih
berhari-hari lagi mereka harus berjalan.
Semuanya mungkin sudah lama habis seandainya mereka tidak berani
mengikuti jalan para Orc. Sebab sepanjang jalan itu, pada jarak-jarak tertentu
yang cukup jauh, sudah dibangun wadukwaduk untuk digunakan oleh pasukan-pasukan
yang bergerak cepat di wilayah tanpa air. Di salah satu waduk Sam menemukan
sedikit air tersisa, sudah basi, dikotori para Orc, tapi masih mencukupi bagi
keadaan mereka yang gawat. Tapi itu sudah sehari yang lalu. Tak ada harapan
akan menemukan air lagi. Akhirnya Sam tertidur, karena letih oleh kekhawatiran. Malam bergulir menuju
pagi; ia sudah tak bisa melakukan apa pun. Mimpi dan bangun berbaur dengan
gelisah. la melihat cahaya seperti mata yang memandang dengan tamak, dan
sosok-sosok gelap yang merangkak, dan ada bunyi seperti bunyi binatang buas
atau teriakan mengerikan makhluk-makhluk yang disiksa; ia tersentak bangun dan
mendapati dunia gelap; hanya ada kehitaman kosong di sekitarnya hanya satu kali,
ketika ia berdiri dan memandang gelisah ke sekelilmgnya, meski sudah terjaga Ia
seolah-olah masih melihat cahaya pucat seperti mata; tapi segera cahaya itu
berkelip dan padam. Malam kejam itu berlalu sangat lamban, seakan-akan enggan. Cahaya pagi
yang menyusulnya redup sekali; karena semakin dekat ke Gunung udara selalu
suram, sementara dari Menara Kegelapan selubung Bayang-Bayang yang dijalin
Sauron di sekitar dirinya sendiri merangkak keluar. Frodo berbaring telentang
tanpa bergerak. Sam berdiri di sampingnya, enggan berbicara, meski tahu bahwa
sekarang ia harus berbicara: Ia harus membangkitkan tekad majikannya untuk
mencoba berupaya lagi. Akhirnya Ia membungkuk, dan berbicara di telinga Frodo,
sambil membelai dahi majikannya itu.
"Bangun, Master!" katanya. "Sudah waktunya berangkat lagi." Seolah
terbangun oleh bunyi lonceng yang tiba-tiba, Frodo bangkit berdiri dengan cepat
dan memandang ke arah selatan; tapi ketika matanya melihat Gunung dan gurun,
Ia gemetar ketakutan lagi.
"Aku tidak sanggup, Sam," katanya. "Beban ini sangat berat untuk dipikul,
sangat berat." Sam tahu bahwa apa yang ingin diucapkannya akan sia-sia, dan
kata-katanya mungkin akan lebih banyak merugikan daripada membawa kebaikan,
tapi karena merasa iba ia tak bisa tinggal diam.
Halaman | 232 The Lord of The Rings "Kalau begitu, biarkan aku membawanya untukmu, Master," katanya. "Kau
tahu aku bersedia, selama aku masih punya kekuatan." Sinar liar memancar dari
mata Frodo. "Mundur! Jangan sentuh aku!" teriaknya. "Ini milikku, tahu! Pergi!" Tangannya
bergerak ke arah pangkal pedangnya. Tapi kemudian suaranya cepat berubah.
"Tidak, tidak, Sam," ia berkata sedih. "Tapi kau harus mengerti. Ini bebanku,
dan tak ada orang lain yang bisa memikulnya. Sudah terlambat sekarang, Sam
yang baik. Kau tak bisa membantuku dengan cara itu lagi. Aku sudah hampir di
bawah kekuasaannya sekarang. Aku takkan bisa menyerahkannya, dan
seandainya kau mencoba mengambilnya, aku akan gila."
Sam mengangguk. "Aku mengerti," katanya. "Tapi aku sudah berpikir-pikir, Mr.
Frodo. Ada barang-barang lain yang tidak kita butuhkan. Mengapa tidak kita
ringankan beban kita" Kita akan pergi ke arah sana, selurus mungkin." Ia
menunjuk ke Gunung. "Tak ada gunanya membawa apa-apa yang tidak kita butuhkan." Frodo
melihat lagi ke arah Gunung. "Tidak," katanya, "kita tidak membutuhkan banyak di
jalan itu. Pada akhirnya bahkan sama sekali tidak ada yang kita butuhkan."
Ia memungut perisai Orc-nya dan membuangnya, setelah itu ia membuang
helmnya. Lalu sambil membuka jubah kelabu ia melepaskan sabuknya yang berat
dan menjatuhkannya ke tanah, sekaligus pedang yang masih di dalam sarungnya
Sobekan-sobekan jubah hitam dirobeknya dan disebarkannya.
"Nah, aku tidak akan jadi Orc lagi," teriaknya. "dan aku tidak akan memanggul
senjata, bagus maupun jahat. Biar mereka menangkapku, kalau mereka mau!"
Sam juga melakukan hal serupa. dan menyingkirkan perlengkapan Orc-nya; ia juga
mengeluarkan semua barang dalam ranselnya. Entah mengapa, semua benda itu
sudah lekat di hatinya, meski mungkin hanya karena Ia sudah membawanya
sebegitu jauh dengan susah payah. Yang paling sulit adalah berpisah dengan
perlengkapan masaknya. Air mata menggenangi matanya ketika memikirkan harus
membuangnya. "Kauingat kelinci itu, Mr. Frodo?" katanya. "Dan, tempat kita di
bawah tebing panas di negeri Kapten Faramir, di hari aku melihat oliphaunt?"
"Tidak, rasanya tidak, Sam," kata Frodo. "Aku tahu ada beberapa peristiwa
terjadi, tapi aku tak bisa melihatnya. Tak tersisa sedikit pun rasa makanan,
rasa air, bunyi angin, ingatan tentang pohon atau rumput atau bunga, tak ada citra tentang
bulan atau bintang tersisa bagiku. Aku telanjang dalam gelap, Sam, dan tak ada
tirai antara aku dengan lingkaran api itu. Aku mulai melihatnya bahkan saat
sedang terjaga, dan semua yang lain memudar." Sam mendekati Frodo dan mengecup
Kembalinya Sang Raja Halaman | 233 tangannya. "Kalau begitu, semakin cepat kita bisa membuangnya, semakin cepat
kita bisa istirahat," Ia berkata terbata-bata, tak bisa menemukan kata-kata yang
lebih baik untuk diucapkan. "Berbicara tidak akan memperbaiki apa pun,"
gerutunya pada diri sendiri, sambil mengumpulkan semua barang yang sudah mereka pilih
untuk dibuang. la tak mau meninggalkan semuanya di tempat terbuka di belantara,
sehingga ada yang bisa melihatnya.
"Rupanya Stinker memungut rompi Orc itu; jangan sampai dia memungut
pedang juga. Tangannya yang kosong saja sudah cukup berbahaya. Dia juga tidak
boleh menyentuh panci-panciku!" Sambil berkata begitu, Sam membawa
semuanya ke salah satu retakan menganga yang banyak bertebaran di daratan itu,
dan membuangnya ke dalam. Bunyi gemerincing panci-pancinya yang berharga
saat terjatuh dalam gelap terdengar bagai bunyi lonceng kematian di telinganya.
la kembali ke Frodo, lalu dari tambang Peri-nya ia memotong seutas kecil untuk
digunakan majikannya sebagai sabuk, mengikat jubah kelabu rapat ke
pinggangnya. Sisanya ia gulung rapi, lalu dimasukkan kembali ke ranselnya.
Selain itu ia hanya menyimpan sisa-sisa roti perjalanan dan botol air, serta Sting yang
masih menggantung pada sabuknya; di kantong kemejanya, dekat ke dada,
tersembunyi tabung kaca Galadriel dan kotak kecil pemberian sang Lady untuk
Sam sendiri. Akhirnya mereka mengalihkan pandang ke arah Gunung dan berangkat, tidak
memikirkan lagi persembunyian, berusaha mengalahkan kelelahan dan tekad yang
sudah menyusut, memusatkan mat pada satu-satunya tugas, yakni untuk tetap
berjalan maju. Dalam keremangan hari yang muram itu, hanya sedikit yang bisa
melihat mereka di negeri yang penuh kewaspadaan itu, kecuali kalau sudah berada
dekat sekali. Dari semua budak Penguasa Kegelapan, hanya para Nazgul yang
bisa memperingatkannya tentang bahaya yang merambat, kecil tapi gigih, masuk
ke pusat wilayahnya yang dijaga ketat.
Tapi para Nazgul dan sayap hitam mereka sedang berada di luar negeri untuk
melaksanakan tugas lain: mereka dikumpulkan jauh di sana, membayangi
perjalanan para Kapten dari Barat, dan ke sanalah pikiran Menara Kegelapan
tertuju. Hari itu Sam merasa majikannya sudah menemukan kekuatan baru, bukan
karena beban yang dibawanya sudah berkurang sedikit. Di awal perjalanan,
mereka pergi lebih jauh dan lebih cepat daripada yang diharapkan. Daratan di


Kembalinya Sang Raja The Return Of The King The Lord Of The Rings Buku Tiga Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

situ kasar dan tidak bersahabat, namun mereka maju dengan pesat, dan Gunung itu
semakin dekat. Tapi ketika hari semakin larut dan cahaya mulai meredup, Frodo
Halaman | 234 The Lord of The Rings terbungkuk lagi dan mulai terhuyung-huyung, seolah-olah sisa kekuatannya sudah
habis terserap oleh upayanya hari ini.
Pada perhentian terakhir mereka, Frodo menjatuhkan diri dan berkata, "Aku
haus, Sam," lalu ia tidak berbicara lagi. Sam memberinya seteguk air, dan
tinggal satu teguk tersisa. la sendiri tidak minum; sekarang, ketika malam Mordor
kembali menyelubungi mereka, lngatan akan air memenuhi pikirannya, dan semua sungai
atau selokan atau mata air yang pernah dilihatnya, di bawah bayang-bayang pohon
willow atau berkilauan di bawah sinar matahari, menari-nari dan beriak
menyiksanya di balik matanya yang terpejam. la merasakan lurnpur sejuk di
sekitar jari kakinya ketika ia berjalan dalam Telaga di Bywater bersama Jolly Cotton,
Tom, dan Nibs, dan adik mereka Rosie.
"Tapi itu sudah bertahun-tahun lalu," keluhnya, "dan jauh Sekali dari sini.
Jalan kembali, kalau ada, harus melalui Gunung." Sam tak bisa tidur, dan Ia berdebat
dengan dirinya sendiri. "Nah ayolah, kita sudah berbuat lebih baik daripada yang
kauharapkan katanya dengan tegas. "Setidaknya awalnya sudah bagus. Hitunghitung
kita sudah menjalani separuh jarak sebelum berhenti. Satu hari lagi, dan
sampailah kita." Lalu Ia berhenti. "Jangan bodoh, Sam Gamgee," datang jawaban dengan
suaranya sendiri. "Dia tak mungkin bisa berjalan terus satu hari lagi, itu pun
kalau dia bisa bergerak. Dan kau tak bisa lebih lama lagi memberinya semua air dan
hampir sebagian besar makanan."
"Aku masih bisa jalan cukup jauh, dan itu akan kulakukan. "Ke mana?" "Ke
Gunung, tentu." "Tapi setelah itu apa, Sam Gamgee, apa setelah itu" Kalau kau
sudah sampai di sana, apa yang akan kaulakukan" Dia tidak akan mampu
bertindak sendiri." Dengan cemas Sam menyadari bahwa Ia belum menemukan
jawaban untuk hal itu. la sama sekali belum punya gagasan jelas. Frodo tidak
banyak menceritakan tugasnya pada Sam, dan Sam hanya tahu samar-samar
bahwa entah bagaimana Cincin itu harus dimasukkan ke dalam api.
"Celah-Celah Maut," gerutunya, teringat nama lama itu. "Well, mungkin Master
tahu bagaimana menemukannya, sebab aku tidak tahu." "Nah, itu dia!" datang
jawabannya. "Semuanya sia-sia. Dia sendiri sudah bilang begitu. Kaulah yang
bodoh, terus saja berharap dan bersusah payah. Seharusnya kau bisa berbaring
dan tidur bersama-sama dua hari yang lalu, kalau saja kau tidak begitu keras
kepala. Bagaimanapun, kau akan mati, atau mungkin lebih buruk. Sekarang kau
Kembalinya Sang Raja Halaman | 235 bisa berbaring dan menyerah saja. Toh kau tidak akan pernah sampai ke puncak
itu." "Aku akan sampai ke sana, meski harus meninggalkan segalanya kecuali
tulang-tulangku," kata Sam. "Dan akan kugendong sendiri Mr. Frodo, meski
punggung dan hatiku patah karenanya. Jadi, berhentilah berdebat!" Saat itu Sam
merasa tanah di bawahnya bergetar, dan Ia mendengar atau merasakan gemuruh
sayup-sayup jauh di dalam, seolah-olah guntur terkungkung di bawah tanah. Ada
kilatan nyala merah sejenak, yang berkelip di bawah awan-awan dan kemudian
padam. Gunung rupanya juga tidur dengan resah. Mereka ke Orodruin sudah tiba,
dan menipakan siksaan lebih hebat daripada yang sanggup dihadapi Sam. Ia
sangat kesakitan, dan mulutnya begitu kering sampai Ia sudah tak bisa menelan
makanan. Hari tetap mendung, bukan hanya karena asap dari Gunung:
kelihatannya akan ada badai, dan jauh di sebelah timur laut ada kilauan
halilintar di bawah langit yang hitam. Yang paling parah, seluruh udara dipenuhi asap; bernapas terasa sakit dan
sulit, dan mereka merasa pusing, hingga terhuyung-huyung dan sering terjatuh.
Namun tekad mereka tidak melemah, dan mereka terus berjuang. Gunung semakin
dekat, dan kalau mereka menengadahkan kepala yang terasa berat, gunung itu
mengisi seluruh pemandangan di depan mereka, menjulang tinggi dan besar:
sosok raksasa terdiri atas abu dan ampas bijih serta batu terbakar, di tengahnya
muncul kerucut berlereng terjal, naik sampai ke awan-awan. Sebelum senja
berakhir dan malam yang sesungguhnya datang lagi, mereka sudah merangkak
dan terseok-seok sampai ke kakinya. Dengan napas tersentak Frodo menjatuhkan
diri ke tanah. Sam duduk di sampingnya.
Dengan heran Ia mendapati bahwa Ia letih, tapi merasa lebih ringan, dan
kepalanya terasa jernih lagi. Tak ada lagi perdebatan yang mengganggu
pikirannya. la sudah tahu semua alasan untuk berputus asa, dan ia tak mau
mendengarkannya. Tekadnya sudah bulat, dan hanya kematian yang bisa
mematahkannya. la sudah tidak lagi merasakan keinginan atau kebutuhan untuk
tidur, tapi justru merasa harus waspada. la tahu bahwa sekarang semua risiko dan
bahaya sedang meruncing menuju satu titik: hari berikutnya akan menjadi hari
maut, hari untuk upaya terakhir atau bencana, tarikan napas terakhir. Tapi kapan
datangnya" Malam terasa tak berujung dan tanpa waktu, menit demi menit tak
bergerak dalam waktu yang tidak berlalu, dan tidak membawa perubahan. Sam
mulai bertanya-tanya, apakah kegelapan kedua sudah dimulai dan takkan pernah
Halaman | 236 The Lord of The Rings ada hari baru lagi. Akhirnya Ia meraba-raba mencari tangan Frodo. Tangan Frodo
dingin dan gemetar. Majikannya itu menggigil. "Seharusnya aku tidak meninggalkan selimutku,"
gerutu Sam; sambil berbaring ia mencoba membuat nyaman Frodo dengan lengan
dan tubuhnya. Lalu Ia tertidur; dalam cahaya redup hari terakhir pencarian
mereka, kedua hobbit itu tidur berdampingan. Angin sudah berhenti sehari sebelumnya,
saat beralih dari Barat; kini angin datang dari Utara dan mulai membesar;
perlahanlahan cahaya Matahari yang tidak tampak mulai merembes masuk ke dalam
bayangan tempat kedua hobbit berbaring.
"Ayo maju! Tarikan napas terakhir!" kata Sam sambil berdiri dengan susah
payah. la membungkuk di atas Frodo dan membangunkannya dengan lembut.
Frodo mengerang, tapi dengan tekad besar Ia bangkit terhuyunghuyung, lalu jatuh
berlutut. Dengan susah payah ia mengangkat matanya untuk memandang lerenglereng
gelap Gunung Maut yang menjulang di atasnya, lalu dengan mengibakan ia
mulai merangkak maju dengan tangannya. Sam memandangnya dan menangis
dalam hati, tapi tidak ada air mata keluar dari matanya yang kering dan terasa
menusuk. "Sudah kubilang aku akan menggendongnya, meski punggungku patah,"
gumamnya, "dan itu akan kulakukan!"
"Ayo, Mr. Frodo!" teriaknya. "Aku tak bisa memikulnya untukmu, tapi aku bisa
menggendongmu sekalian benda itu juga. Jadi, bangkitlah! Ayo, Mr. Frodo yang
baik! Sam akan menggendongmu. Katakan saja ke mana kau mau pergi, dan dia
akan pergi ke sana." Maka Frodo menempel erat di punggung Sam, memegangi
sekeliling lehernya, tungkai kaki mendekap erat di bawah lengannya. Sam
bersusah payah berdiri, lalu dengan heran Ia mendapati bahwa bebannya ringan.
la sudah cemas kalau-kalau Ia tak punya kekuatan untuk mengangkat majikannya
sendiri, apalagi Ia sudah menduga akan berbagi beban berat Cincin terkutuk itu.
Tapi ternyata tidak demikian.
Entah karena Frodo sudah menyusut karena lama kesakitan, luka-luka
tertusuk pisau dan sengatan beracun, serta duka dan ketakutan, dan
pengembaraan tak berujung, atau karena ia diberkati dengan kekuatan baru, Sam
bisa mengangkat Frodo dengan sangat mudah, seperti menggendong anak hobbit
di punggungnya dalam permainan kejarkejaran di halaman atau padang rumput di
Shire. Ia menarik napas dalam, lalu mulai berjalan. Mereka sudah mencapai kaki
Gunung di sisi utara, dan agak ke barat; di sana lereng-lerengnya yang panjang
dan kelabu tidak terjal, meski berantakan. Frodo tidak berbicara, maka Sam
berjuang sebaik mungkin, tanpa pemanduan kecuali tekad untuk mendaki setinggi
Kembalinya Sang Raja Halaman | 237 mungkin sebelum kekuatannya lenyap dan tekadnya patah. la pun bekerja keras,
mendaki dan mendaki terus, membelok ke sana kemari untuk meringankan
pendakian, sering Ia terjungkal ke depan, dan akhirnya ia merangkak bagai siput
dengan beban berat di punggungnya. Ketika tekadnya sudah tak bisa lagi
mendorongnya maju, dan tungkainya lemas, ia berhenti dan dengan lembut
meletakkan Frodo di tanah.
Frodo membuka mata dan menarik napas. Rasanya lebih enteng bernapas di
atas sini, di atas asap yang melingkar-lingkar dan melayang ke bawah. "Terima
kasih, Sam," Ia berkata dengan bisikan parau. Masih berapa jauh jaraknya?"
"Aku tidak tahu," kata Sam, "karena aku tidak tahu ke mana kita pergi."
Sam menoleh, lalu menengadah ke atas; dan ia kaget melihat betapa jauh
upaya terakhir ini sudah mengantarnya. Gunung yang berdiri mengancam dan
sendirian itu ternyata tidak setinggi kelihatannya. Sam sekarang melihat bahwa
Gunung itu tidak setinggi celah-celah Ephel Duath yang sudah ditempuhnya
bersama Frodo. Pundak-pundak kakinya yang berantakan dan runtuh menjulang
sekitar 900 meter di atas padang, dan di atas mereka berdiri kerucut pusatnya
yang tinggi, dengan ketinggian separuh tinggi kakinya, bagai bangunan beratap runcing
atau cerobong asap bermahkotakan kawah bergerigi. Tapi Sam sudah lebih dari
separuh mendaki kakinya, dan padang Gorgoroth tampak kabur di bawahnya,
terselubung asap dan bayangan.
Ketika melihat ke atas ia ingin berteriak, seandainya dimungkinkan dengan
tenggorokannya yang kering; karena di tengah gundukan kasar dan pundakpundak di
atasnya, dengan jelas Ia melihat sebuah jalan. Jalan itu mendaki seperti
sabuk yang naik dari barat, dan melingkar seperti ular mengelilingi Gunung, dan
sebelum hilang dari pandangan, jalan itu sampai ke kaki kerucut di sisi timur.
Sam tak bisa langsung melihat jalur yang berada tepat di atasnya, di tempat
terendah, sebab ada lereng terjal mendaki dari tempat ia berdiri; tapi Ia menduga bahwa
bila Ia bisa mendaki terus sedikit lagi, pasti mereka akan sampai ke jalan itu.
Secercah harapan timbul dalam dirinya.
Mungkin mereka bisa menaklukkan Gunung. "Wah, barangkali jalan itu
memang sengaja ada di sana!" katanya pada diri sendiri. "Seandainya tidak ada,
aku akhirnya terpaksa mengaku kalah." Jalan itu sebenarnya berada di sana bukan
untuk tujuan Sam. Ia tidak tahu bahwa sebenarnya Ia sedang memandang Jalan
Sauron dari Barad-dur ke Sammath Naur, Bilik Apt. Jalan itu keluar dari gerbang
barat yang besar dari Menara Kegelapan, melintasi sebuah jurang dalam melalui
Halaman | 238 The Lord of The Rings sebuah jembatan best, lalu masuk ke padang dan menjulur sejauh satu league di
antara dua ngarai berasap, mencapai jalan lintas panjang mendaki yang menuju
sisi timur Gunung. Di sana, berkelok-kelok dan menyusuri lingkaran lebar gunung dari selatan ke
utara, akhirnya jalan itu menanjak, sampai tinggi di kerucut bagian atas, tapi
masin jaun dari puncaknya yang berasap, ke tempat masuk gelap yang menghadap ke
timur, langsung berhadapan dengan Jendela Mata di benteng Sauron yang
terselubung keremangan. Karena sering terhalang atau rusak oleh gejolak tungku
api Gunung jalan itu selalu diperbaik: dan dibersihkan oleh sejumlah Orc yang
tak terhitung banyaknya. Sam menarik napas dalam. Jalan itu ada, tapi entah
bagaimana ia akan mendaki lereng itu. Pertama-tama ia perlu mengistirahatkan
punggungnya yang sakit. la berbaring datar di samping Frodo untuk beberapa saat.
Tak ada yang bicara. Lambat laun cahaya semakin terang. Mendadak perasaan
mendesak yang tidak ia mengerti, timbul dalam dirinya. la seolah-olah dipanggil,
"Sekarang, sekarang, kalau tidak, terlambat sudah!" ia menguatkan hati dan
bangkit berdiri. Rupanya Frodo juga merasakan panggilan itu. la juga berlutut
dengan susah payah. "Aku akan merangkak, Sam," Frodo terengah-engah. Maka kaki demi kaki,
seperti serangga kecil kelabu, mereka merangkak mendaki lereng. Mereka sampai
ke jalan dan mendapati jalan itu lebar, dilapisi reruntuhan dan abu yang
dipadatkan. Frodo memanjat ke atasnya, lalu bergerak bagai terdorong,
perlahanlahan menghadap ke Timur. Nun jauh di sana bayangan Sauron menggantung;
tapi awan-awan yang menyelubungi beterbangan berputarputar dan sejenak
tersingkap, karena terkoyak embusan angin dari dunia, atau mungkin tergerak oleh
suatu keresahan jauh di dalam; lalu Frodo melihat, menjulang tinggi hitam, lebih
hitam dan kelam daripada keremangan luas di sekitarnya, puncak-puncak dan
mahkota besi kejam dari menara paling atas di Barad-dur.
Hanya sekejap ia tampak, tapi dari dalamnya melesat keluar nyala api merah
ke utara, seolah-olah dari sebuah jendela besar yang tingginya tak terhingga;
kedipan Mata yang menusuk; lalu keremangan menggulung lagi, dan
pemandangan mengerikan itu lenyap. Mata itu bukan tertuju pada mereka: ia
sedang menatap ke utara, tempat para Kapten dari Barat sedang bertahan, dan ke
sanalah seluruh kekejiannya sedang terarah, sementara Kekuatan bergerak untuk
melancarkan pukulannya yang mematikan; tapi gara-gara pemandangan sekilas
itu, Frodo jatuh seperti tersambar pukulan maut.
Kembalinya Sang Raja Halaman | 239 Tangannya mencari-cari rantai di lehernya. Sam berlutut di dekatnya. Sayupsayup,
nyaris tidak terdengar, ia mendengar Frodo berbisik, "Tolong aku, Sam!
Tolong aku, Sam! Peganglah tanganku! Aku tak bisa menghentikannya." Sam
memegang tangan majikannya dan menangkupkannya, telapak ke telapak, dan
mengecupnya; lalu dengan lembut ia memegangnya di antara kedua telapak
tangannya sendiri. Tiba-tiba terpikir olehnya, "Dia sudah melihat kita! Sudah
gagal semuanya, atau tak lama lagi gagal. Nah, Sam Gamgee, inilah akhir dari segala
akhir." Sekali lagi ia mengangkat Frodo dan menarik tangannya sampai ke dada,
membiarkan kaki majikannya tergantung. Lalu ia menundukkan kepala dan berjalan
dengan susah payah di jalan mendaki itu. Ternyata berjalan di situ tidak semudah
kelihatannya. Untung api yang menyembur keluar pada saat gejolak besar ketika Sam
berdiri di atas Cirith Ungol, kebanyakan mengalir turun di lereng-lereng selatan
dan barat, dan jalan di sisi ini tidak terhalang. Tapi di banyak tempat jalan itu
runtuh dan menghilang, atau dilintasi retakan besar yang menganga lebar. Setelah mendaki ke
arah timur, jalan itu membelok tajam memutar balik, dan untuk beberapa lama
mengarah ke barat. Di tikungan, jalan itu menembus tebing batu terjal, batu aus
yang dimuntahkan dari tungku api Gunung, lama berselang. Sambil terengahengah
membawa bebannya, Sam membelok; dan tepat pada saat itu, dengan sudut
matanya ia melihat sekilas sesuatu jatuh dari tebing batu, seperti batu hitam
kecil yang tumbang ketika ia lewat. Tiba-tiba ia tertimpa suatu beban, dan ia
terjerembap ke depan, sehingga tangannya yang masih menggenggam tangan majikannya,
terluka. Lalu ia tahu apa yang terjadi, sebab saat terbaring, dari atasnya ia
mendengar suara yang dibencinya.
"Masster kejam!" desis suara itu. "Masster jahat, mengkhianati kami;
mengkhianati Smeagol, gollum. Tidak boleh pergi ke sana. Tidak boleh melukai
Yang Berharga. Berikan pada Smeagol, yaaa, berikan pada kami! Berikan pada
kami!" Dengan sentakan keras Sam bangkit. Segera ia menghunus pedangnya; tapi
ia tak bisa melakukan apa-apa. Gollum dan Frodo terpiting dalam rangkulan
masing-masing. Gollum mencakar-cakar majikannya, berusaha mengambil rantai
dan Cincin. Mungkin justru itu satu-satunya hal yang mampu membangkitkan bara
api yang nyaris padam dalam hati dan tekad Frodo: suatu serangan, suatu
percobaan untuk merebut hartanya secara paksa. la membalas serangan itu
dengan amukan dahsyat yang mengherankan Sam, dan juga Gollum. Tapi
mungkin kejadiannya bisa jauh berbeda seandainya Gollum sendiri belum berubah;
Halaman | 240 The Lord of The Rings tapi entah karena sudah melewati jalan yang mengerikan, sendirian, lapar dan


Kembalinya Sang Raja The Return Of The King The Lord Of The Rings Buku Tiga Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanpa air, terdorong hasrat membara dan ketakutan yang melahapnya, semua itu
meninggalkan tanda-tanda memilukan. ia menjadi makhluk kurus-kering dan
cekung, tinggal tulang-belulang dan kulit pucat yang membungkus ketat. Sinar
liar menyala di matanya, tapi kekejiannya sudah tidak diimbangi dengan kekuatannya
yang lama, yang tajam menyakitkan.
Frodo mengempaskannya dan bangkit berdiri sambil gemetar. "Turun, turun!"
teriak Frodo terengah-engah, tangannya mencengkeram dada, sehingga ia
menggenggam Cincin di balik lapisan rompi kulitnya.
"Turun, kau keparat merangkak, dan pergi dari sini! Waktumu sudah habis.
Kau tidak bisa mengkhianati atau memukulku sekarang." Lalu mendadak, seperti
dulu di bawah pinggiran atap Emyn Mull, Sam melihat kedua seteru itu dengan
pandangan berbeda. Sebuah sosok meringkuk, nyaris hanya berupa bayangan
makhluk hidup, makhluk yang kini sudah hancur terkalahkan, namun dipenuhi
nafsu dan amarah menjijikkan; dan di depannya berdiri teguh, tak bisa tersentuh
rasa iba, sebuah sosok berjubah putih, tapi di dadanya Ia memegang lingkaran
api. Dari dalam api itu sebuah suara berbicara dengan nada berwibawa.
"Pergi, dan jangan ganggu aku lagi! Kalau sekali lagi kau sentuh diriku, kau
sendiri akan dibuang ke dalam Api Maut." Sosok meringkuk itu mundur, dari
matanya yang berkedip terpancar ketakutan yang amat sangat, namun masih
diwarnai hasrat tak terpuaskan. Lalu pemandangan itu berlalu, dan Sam melihat
Frodo berdiri dengan tangan di dada, napasnya tersengal-sengal, dan Gollum
dekat kakinya, bertopang pada lutut dengan tangan-tangan merenggang di tanah.
"Awas!" teriak Sam. "Dia mau melompat!" Sam maju ke depan, sambil
mengacungkan pedangnya. "Cepat, Master!" Ia tersentak. "Jalan terus! Jalan
terus! Tidak boleh kehilangan waktu. Aku akan menghadapinya. Jalan terus!" Frodo
memandang Sam, seolah melihat seseorang yang sudah jauh sekali.
"Ya, aku harus jalan terus," katanya. "Selamat berpisah, Sam! Inilah akhirnya.
Di Gunung Maut, maut akan menjemput. Selamat berpisah!" Ia membalikkan badan
dan terus berjalan, melangkah lambat tapi tegak, mendaki jalan yang menanjak.
"Nah!" kata Sam. "Akhirnya aku bisa berhadapan denganmu!" Ia melompat
maju dengan pedang siap bertarung. Tapi Gollum tidak nelompat. la jatuh rebah di
tanah dan merengek. Kembalinya Sang Raja Halaman | 241 "Jangan bunuh kami," isaknya. "Jangan sakiti kami dengan baja kejam yang
jahat! Biarkan kami hidup, yaa, hidup sedikit lebih lama lagi hancur, hancur!
Kami sudah hancur. Dan kalau Yang Berharga pergi, kami juga akan mati, yaa, mati
dalam debu." Ia mengais-ngais abu jalan dengan jari-jarinya yang panjang kurus.
"Debuuu!" desisnya. Tangan Sam gamang. Pikirannya panas penuh
kemarahan dan ingatan pada kejahatan. Sangat adil bila membunuh makhluk
pengkhianat dan pembunuh ini, adil dan patut; dan kelihatannya inilah tindakan
paling aman. Tapi jauh di hatinya ada sesuatu yang menahamiya: Ia tak bisa
memukul makhluk yang berbaring dalam debu itu, makhluk yang sedih, hancur,
dan sangat sial. Sam sendiri, meski cuma sebentar, sudah pernah membawa Cincin, dan kini
samar-samar ia bisa menduga penderitaan pikiran dan tubuh Gollum yang sudah
mengerut, diperbudak oleh Cincin, tak pernah lagi bisa mendapatkan kedamaian
atau ketenangan dalam hidupnya. Tapi Sam tidak memiliki katakata untuk
mengungkapkan perasaannya.
"Ah, terkutuklah kau, makhluk busuk!" katanya. "Pergi! Enyah! Aku tidak
mempercayaimu, sama sekali tidak; tapi enyahlah. Kalau tidak, aku akan
menyakitimu, ya, dengan baja kejam yang jahat." Gollum bangkit, bertopang pada
kaki dan tangannya, dan mundur beberapa langkah, lalu membalik; sementara
Sam bergerak akan mendcpaknya, Ia berlari lewat jalan. Sam tidak
menghiraukannya lagi. Tiba-tiba Ia ingat majikannya. la memandang ke jalan, tapi tak bisa melihat
Frodo. Secepat mungkin Ia melangkah. maju. Seandainya ia menoleh, mungkin ia
melihat bahwa tak jauh di bawah, Gollum berbalik lagi, lalu dengan sinar liar
menyala di matanya, ia datang dengan cepat namun hati-hati, merangkak
mengikuti di belakang, menyelinap di antara bebatuan.
Jalan itu terus menanjak. Tak lama kemudian, jalan itu membelok lagi, dan
terakhir arahnya menuju timur, melewati terobosan sepanjang Sisi kerucut, dan
sampai ke pintu gelap di sisi Gunung, pintu Sammath Naur. Nun jauh di sana, naik
ke Selatan, matahari yang menembus asap dan kabut menyala mengancam,
lingkaran merah Pudar yang muram; tapi seluruh Mordor membentang di sekitar
Glinting, bagai negeri mati dan sunyi, berselubung keremangan, menanti suatu
pukulan mematikan. Sam datang ke mulut yang menganga dan melihat ke dalam.
Di dalamnya gelap dan panas, dan bunyi gemuruh berat menggetarkan udara.
Halaman | 242 The Lord of The Rings "Frodo! Master!" panggilnya. Tak ada jawaban. Untuk beberapa saat Ia berdiri,
jantungnya berdebar-debar keras ketakutan, lalu ia masuk ke dalam. Sebuah
bayangan mengikutinya. Mulanya Ia tak bisa melihat apa pun. Dalam keadaan
gawat itusekali lagi Ia mengeluarkan tabung Galadriel, tapi tabung itu pucat dan
dingin dalam tangannya yang gemetar, dan tidak mengeluarkan cahaya dalam
kegelapan yang mencekik itu. la sudah sampai ke pusat wilayah Sauron dan
bengkel kekuasaannya yang hebat, terbesar di Dunia Tengah; semua kekuatan lain
tertekan di sini. Dengan takut ia maju beberapa langkah dalam gelap, lalu mendadak muncul
kilasan merah yang melompat naik, memukul atap tinggi yang hitam. Lalu Sam
melihat bahwa Ia berada di dalam sebuah gua panjang, atau terowongan yang
menembus kerucut Gunung yang berasap. Tapi tidak jauh di depan, lantai dan
dinding di kedua sisinya terbelah retakan besar, dan sinar merah keluar dari
sana, terkadang melompat naik, kadang hilang dalam gelap; sementara itu, jauh di
bawah ada bunyi gemuruh dan gejolak, seolaholah banyak mesin berdenyut dan
bekerja. Cahaya menyala lagi, dan di pinggir jurang, tepat di atas Celah Ajal,
Frodo berdiri, hitam berlatar belakang nyala merah, tegang, tegak, tapi Ia seolah
sudah menjadi batu. "Master!" teriak Sam. Lalu Frodo bergerak dan berbicara dengan
suara jernih, lebih jernih dan kuat daripada yang pernah didengar Sam; suaranya
melebihi bunyi berisik denyut dan gejolak Gunung Maut yang berdengung di atap
dan dinding-dinding. "Aku sudah datang," katanya. "Tapi sekarang aku memilih untuk tidak
melakukan niatku. Aku tidak akan melakukannya. Cincin ini milikku!" Dan
tibatiba, saat ia memasang Cincin itu di jarinya, ia lenyap dari pandangan Sam. Sam
menarik napas kaget, tapi tak sempat berteriak, karena pada saat itu banyak hal
terjadi sekaligus. Sesuatu memukul punggung Sam dengan keras, kakinya
ditendang dan Ia terlempar, sampai kepalanya terbentur ke lantai berbatu,
sementara sebuah sosok gelap melompatinya. la berbaring diam, dan sejenak
semuanya jadi hitam. Jauh di sana, saat Frodo memakai Cincin dan mengakuinya
sebagai miliknya, Kekuatan di Barad-dur terguncang sampai di Sammath Naur,
pusat wilayah kekuasaan Sauron, dan Menara itu bergetar mulai dari fondasinya
sampai ke puncaknya yang sombong dan getir.
Penguasa Kegelapan tiba-tiba menyadari keberadaan Frodo, Mata-nya yang
menembus semua bayangan memandang melintasi padang, sampai ke pintu yang
sudah dibuatnya; baru sekarang ia menyadari kedahsyatan kebodohannya yang
terungkap dalam satu kilasan menyilaukan, dan semua tipu muslihat musuhnya
Kembalinya Sang Raja Halaman | 243 akhirnya tersingkap. Lalu kemarahannya berkobar dengan nyala dahsyat melahap,
sedangkan ketakutannya timbul bagai asap hitam pekat yang mencekiknya. Sebab
ia menyadari bahaya mematikan yang dihadapinya, dan betapa tipis benang
tempat ajalnya tergantung sekarang.
Direnggutkannya pikirannya dari semua rancangan dan jaring-jaring ketakutan
serta pengkhianatan, dari semua strategi dan peperangan; seluruh penjuru
negerinya bergetar, budak-budaknya gemetaran, dan pasukanpasukannya
berhenti, para kaptennya tiba-tiba tak terkendali, kehilangan tekad, menjadi
bimbang dan putus asa. Karena mereka terlupakan. Seluruh pikiran dan mata
kekuasaan yang mengendalikan mereka kini tertuju dengan kekuatan dahsyat ke
Gunung. Atas perintahnya, para Nazgul, para Hantu Cincin, terbang berputar-putar
dengan teriakan mengoyak, berpacu cepat dalam upaya terakhir yang nekat, lebih
cepat daripada angin, dan dalam kepakan sayap sedahsyat badai mereka
meluncur cepat ke selatan, menuju Gunung Maut.
Sam bangkit berdiri. la pusing, darah yang mengucur dari kepalanya mengalir
masuk ke mata. la meraba-raba sambil maju, lalu Ia melihat sesuatu yang sangat
aneh dan mengerikan. Di pinggir jurang, Gollum sedang bertarung liar dengan
musuh yang tidak tampak. la bergoyang maju-mundur, kadang begitu dekat ke
pinggir jurang, sampai hampir jatuh ke dalamnya, kadang menyeret mundur, jatuh
ke tanah, bangkit lagi, dan jatuh lagi. Sementara itu ia mendesis terus, tapi
tidak mengucapkan sepatah kata pun. Api di bawah bangkit dengan marah, nyala merah
berkobar, dan seluruh gua dipenuhi cahaya panas yang dahsyat. Tiba-tiba Sam
melihat Gollum mengangkat tangannya yang panjang ke mulutnya; taringnya yang
putih tampak bersinar, lalu mengatup sambil menggigit.
Frodo berteriak, dan ... itu dia, jatuh berlutut di pinggir jurang. Tapi Gollum,
yang berjingkrak-jingkrak liar, mengacungkan Cincin dengan satu jari di dalam
lingkarannya. Sekarang Cincin itu bersinar, seolaholah ditempa dari api yang
berkobar. " Kesayangan-ku, Kesayangan-ku, Kesayangan-ku!" teriak Gollum. "Milikku
Yang Berharga! Oh milikku yang Berharga!" Sementara itu, sambil menatap harta
di tangannya dengan tamak, Ia melangkah terlalu jauh, terjungkal, goyah sebentar
di tepi jurang, lalu sambil menjerit ia jatuh. Dari dalam jurang terdengar
ratapannya yang terakhir: Kesayangan-ku, lalu Ia lenyap. Bunyi gemuruh menggelegar dan
hiruk pikuk besar terjadi. Api berkobar tinggi dan menyentuh atap. Denyut
gemuruh mengeras sampai menjadi kegemparan dahsyat, dan Gunung itu bergetar keras.
Sam lari mendekati Frodo dan menggendongnya keluar dari pintu.
Halaman | 244 The Lord of The Rings Di sana, di atas ambang gelap Sammath Naur, tinggi di atas padang, padang
Mordor, Ia diliputi kekaguman dan kengerian, sampai-sampai ia berdiri diam dan
lupa semuanya, memandang seperti patung batu. Sekilas Ia melihat awan
berputar-putar, di tengahnya menara-menara dan benteng-benteng setinggi bukit
didirikan di atas takhta gunung luar biasa besar, di atas sumur-sumur yang tak
terukur kedalamannya; pelataranpelataran dan ruang bawah tanah raksasa,
penjara-penjara tanpa mata yang curam bagai lereng, dan gerbang-gerbang baja
yang menganga dan kokoh: lalu semuanya berlalu.
Menara-menara jatuh dan gunung-gunung runtuh; tembok-tembok hancur dan
melebur, jatuh berantakan; tiang-tiang besar asap dan uap menyembur naik
membubung tinggi, terus naik, sampai terjungkal bagai ombak yang
menenggelamkan, puncaknya menggulung dan menimpa tanah sambil berbusa.
Akhirnya, melintasi jarak bermil-mil jauhnya, datang bunyi gemuruh, memuncak
sampai menjadi bunyi benturan dan deruman memekakkan telinga; bumi bergetar,
padang terangkat dan retak, dan Orodruin terhuyung-huyung.
Api menyembur keluar dari puncaknya yang retak. Langit terbelah guntur, dan
halilintar menghanguskannya. Hujan hitam turun deras bagai cambuk yang
memecut. Dan menerobos masuk ke pusat badai, dengan teriakan melebihi semua
bunyi lain dan mengoyak awan-awan, datanglah para Nazgul, melesat seperti
panah berapi ketika mereka terjebak ke dalam reruntuhan bukit dan langit
membara, lalu terbakar, mengering, dan padam. .
"Nah, inilah akhir dari semuanya, Sam Gamgee," kata sebuah suara di sisi
Sam. Dan di situ berdiri Frodo, pucat dan letih, tapi sudah seperti semula lagi;
dari matanya kini terpancar kedamaian, tak ada tekanan hasrat, kegilaan, maupun
ketakutan. Bebannya sudah hilang. la sudah kembali menjadi majikan yang baik,
seperti di masa lalu di Shire.
"Master!" teriak Sam, dan Ia jatuh berlutut. Di tengah reruntuhan dunia saat itu
Ia hanya merasakan kegembiraan, kegembiraan besar. Beban itu sudah hilang.
Majikannya sudah selamat; Frodo sudah seperti semula lagi, Ia bebas. Lalu Sam
melihat tangannya yang luka dan berdarah.
"Tanganmu yang malang!" katanya. "Dan aku tak punya apa pun untuk
membebatnya. Atau meredakan sakitnya. Lebih baik seluruh tanganku kuberikan
padanya. Tapi dia sudah pergi dan tidak akan kembali, pergi untuk selamanya."
"Ya," kata Frodo. "Tapi ingatkah kau kata-kata Gandalf: Bahkan Gollum
mungkin masih punya peran" Kalau bukan karena dia, Sam, aku takkan bisa
Kembalinya Sang Raja Halaman | 245 menghancurkan Cincin itu. Misi kita akan sia-sia, meski sudah sampai ke akhirnya
yang getir. Jadi, biarlah kita memaafkannya! Sebab misi kita sudah berhasil, dan
sekarang semuanya selesai. Aku senang kau berada di sini bersamaku. Di saatsaat
terakhir ini, Sam." Halaman | 246 The Lord of The Rings Padang Cormallen Di mana-mana di perbukitan, pasukanpasukan Mordor mengamuk. Para Kapten
dari Barat tenggelam dalam lautan yang
semakin besar. Matahari bersinar merah,
dan di bawah sayap para Nazgul, bayangan
kematian yang gelap jatuh ke tanah.
Aragorn berdiri di bawah panjinya, diam dan
teguh, seperti orang merenungi hal-hal yang
sudah lama berlalu atau berada sangat
jauh; tapi matanya bersinar bagai bintang
yang semakin terang kala malam semakin
kelam. DI puncak bukit berdiri Gandalf, putih
dan dingin, tak ada bayang-bayangan
menimpanya. Serangan gencar dari Mordor
memecah bagai ombak ke perbukitan yang terkepung, dengan suara-suara
meraung seperti gelombang pasang di tengah rongsokan dan benturan senjata.
Gandalf bergerak, seolah-olah mendapatkan visi tiba-tiba; ia menoleh,
memandang ke arah utara yang langitnya pucat dan jernih. Lalu ia mengangkat
tangannya dan berteriak nyaring mengatasi suara gaduh peperangan: Elang-elang
datang! Dan banyak suara membalas berteriak: Elang-elang datang! Pasukanpasukan
Mordor menengadah dan bertanyatanya, apa artinya tanda itu. Datanglah
Gwaihir si Penguasa Angin, bersama Landroval saudaranya, yang terbesar di
antara semua elang dari Utara, yang paling hebat di antara keturunan Thorondor
lama, yang membangun sarangnya di puncak-puncak yang tak mungkin didatangi
di Pegunungan Melingkar ketika Dunia Tengah masih muda. Di belakang mereka,
dalam barisan panjang yang melesat cepat, datang semua pengikutnya dari
pegunungan utara, berpacu menunggang angin yang semakin kencang. Mereka
langsung menukik menuju para Nazgul, menukik tajam dan tiba-tiba dari angkasa,
dan angin yang ditimbulkan kepakan sayap mereka ketika terbang melintas,
bagaikan angin badai. Tetapi para Nazgul berbalik dan lari, lenyap ke dalam
bayangan Mordor, karena mendengar panggilan mendadak dari Menara
Kembalinya Sang Raja Halaman | 247 Kegelapan, dan tepat pada saat itu seluruh pasukan Mordor gemetar,
kebimbangan mencekam hati mereka, tawa mereka meluntur, tangan mereka
gemetar, dan tungkai mereka lemas. Kekuasaan yang mendorong mereka maju
dan memenuhi diri mereka dengan kebencian dan kemarahan sedang gamang,
tekadnya tidak lagi mengikat mereka; dan kini, ketika menatap ke dalam mata
musuh, mereka melihat sinar mematikan yang menciutkan hati. Lalu semua Kapten
dari Barat berteriak nyaring, sebab hati mereka dipenuhi harapan baru di tengah
kegelapan. Dari perbukitan yang terkepung, para ksatria dari Gondor, Penunggang dari
Rohan, Dunedain dari Utara, pasukanpasukan yang berjajar rapat, maju menyerbu
musuh mereka yang bimbang, menembus desakan musuh dengan dorongan
tombak-tombak sengit. Tetapi Gandalf mengangkat tangannya dan sekali lagi berseru dengan
suaranya yang jernih, "Berhenti, Orang-Orang dari Barat! Berhenti dan tunggulah!
Ini saatnya ajal datang." Dan saat ia berbicara, bumi bergoyang di bawah kaki
mereka. Suatu kegelapan besar membubung tinggi di langit, dengan api berkobar,


Kembalinya Sang Raja The Return Of The King The Lord Of The Rings Buku Tiga Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

naik dengan cepat, jauh tinggi di atas Menara-menara Gerbang Hitam, tinggi di
atas pegunungan. Bumi meraung dan bergoyang. Menara-Menara Gigi berayunayun,
terhuyung-huyung, dan jatuh; kubu besar itu runtuh; Gerbang Hitam
terlempar sampai hancur; dan dari jauh, mula-mula sayup-sayup, lalu semakin
keras, akhirnya berbunyi dahsyat sekali, terdengar gemuruh berdentam, suatu
raungan, alunan bunyi berisik yang bergema panjang.
"Negeri Sauron sudah hancur!" kata Gandalf. "Pembawa Cincin sudah
menyelesaikan Misi-nya." Dan saat para Kapten memandang ke selatan ke Negeri
Mordor, di depan awan-awan yang pudar seolah muncul sosok gelap besar, tak
bisa ditembus, bermahkotakan halilintar, memenuhi seluruh langit. Sosok besar
itu menggantung di atas dunia, mengulurkan tangannya yang besar dan mengancam
ke arah mereka, mengerikan tapi tak berdaya: sebab saat ia menghampiri mereka,
angin besar mengembusnya, sosoknya tertiup hingga lenyap dan berlalu; lalu
semuanya sunyi. Para Kapten menundukkan kepala; ketika mereka memandang lagi, lihat!
musuh-musuh mereka berlarian, dan kekuatan Mordor berhamburan bagai debu
ditiup angin. Sama seperti ketika kematian menimpa onggokan diam membengkak
yang mendiami bukit dan menyatukan mereka, semut-semut akan berkeliaran
kebingungan dan tanpa tujuan, kemudian mati tak berdaya, begitu pula
makhlukmakhluk Sauron, Orc, troll, atau hewan yang tersihir, berlarian ke sana
kemari Halaman | 248 The Lord of The Rings dengan bingung; beberapa bahkan bunuh diri, atau menjatuhkan diri ke dalam
sumur-sumur, atau berlari sambil meraTapi kembali untuk bersembunyi di
lubanglubang dan tempat-tempat gelap tanpa cahaya yang jauh dari segala harapan.
Tapi Orang-Orang dari Harad, Easterling, dan Southron, menyaksikan kehancuran
perang mereka dan keagungan serta kegemilangan para Kapten dari Barat.
Mereka yang paling lama dan paling setia dalam pelayanan kejahatan,
membenci Barat, dan juga gagah berani, sekarang pada gilirannya berkumpul
untuk melancarkan serangan terakhir yang nekat. Tapi kebanyakan lari ke timur
sebisa mungkin; beberapa membuang senjata dan meminta pengampunan. Lalu
Gandalf, yang menyerahkan segala perkara tentang pertempuran dan perintah
pada Aragorn dan penguasa-penguasa lain, berdiri di puncak bukit dan memanggil;
elang besar pun turunlah, Gwaihir si Penguasa Angin, lalu berdiri di depannya.
"Sudah dua kali kau membawaku, sahabatku Gwaihir," kata Gandalf. "Tiga kali
akan melengkapinya, kalau kau bersedia. Kau tidak akan merasa lebih berat
daripada saat membawaku dari Zirakzigil, di mana hidupku yang lama musnah
terbakar." "Aku akan membawamu," jawab Gwaihir, "ke mana saja kau minta, meskipun
kau terbuat dari batu."
"Kalau begitu, mari. Ajaklah saudaramu serta beberapa di antara bangsamu
yang paling cepat terbangnya, ikut dengan kita. Sebab kita harus lebih cepat
daripada angin, melebihi kecepatan terbang para Nazgul."
"Angin Utara berembus, tapi kami akan terbang lebih cepat," kata Gwaihir.
Lalu Ia mengangkat Gandalf dan terbang cepat ke selatan; bersamanya ikut
Landroval dan Meneldor yang masih muda dan bisa terbang cepat. Mereka
melintasi Udun dan Gorgoroth, dan melihat seluruh negeri hancur berantakan dan
kacau-balau di bawah mereka; di depan mereka Gunung Maut berkobar,
memuntahkan apinya. "Aku senang kau bersamaku di sini, Sam." kata Frodo. "Di sini, di akhir
semuanya." "Ya, aku bersamamu Master." kata Sam sambil mendekapkan tangan Frodo
dengan lembut ke dadanya. "Dan kau bersamaku. Perjalanan kita sudah berakhir.
Tapi setelah pergi sejauh ini, aku belum mau menyerah. Ini bukan watakku, kalau
kau paham maksudku."
Kembalinya Sang Raja Halaman | 249 "Mungkin tidak, Sam," kata Frodo, "tapi memang seperti inilah keadaan di
dunia. Harapan-harapan gagal. Akhirnya sudah tiba. Kita hanya perlu menunggu
sebentar lagi. Kita sudah tersesat dalam puing-puing dan reruntuhan, dan tak ada
jalan keluar." "Well, Master, setidaknya kita bisa agak menjauh dari tempat berbahaya ini,
dari Celah Ajal ini, kalau itu memang namanya. Bukankah begitu" Ayo, Mr. Frodo,
mari kita turuni jalan ini!"
"Baiklah, Sam. Kalau kau memang ingin pergi, aku akan ikut," kata Frodo;
mereka bangkit berdiri dan perlahan-lahan menuruni jalan yang berkelok-kelok;
ketika mereka menuju kaki Gunung yang bergoyang, asap dan uap besar
dimuntahkan dari Sammath Naur, sisi kerucut terbelah, dan muntahan besar
menyala bergulir, mengalir ke bawah dengan perlahan dan gemuruh, melalui sisi
timur gunung. Frodo dan Sam tak bisa maju lebih jauh. Kekuatan terakhir pikiran
dan tubuh mereka dengan cepat menyusut. Mereka sudah sampai ke sebuah bukit
abu yang berdiri di kaki Gunung; tapi dari sana tak ada jalan untuk keluar.
Bukit itu sekarang merupakan pulau yang takkan bertahan lama lagi. Di sekelilingnya bumi
menganga, dari retakan dan lubang-lubang yang dalam, asap dan nap membubung
naik. Di belakang mereka Gunung kejang-kejang. Retakan-retakan besar terbuka di
sisinya. Sungai api mengalir lamban menghampiri mereka. Tak lama lagi mereka
akan tertelan. Hujan abu panas jatuh dengan deras.
Sekarang mereka berdiri; Sam membelai tangan Frodo yang masih
dipegangnya. la mengeluh. "Hebat benar kisah yang kita alami, bukan, Mr. Frodo?"
katanya. "Seandainya aku bisa mendengar kisah ini diceritakan! Apa kaupikir
mereka akan bilang: Ini dia kisah tentang Frodo yang berjari sembilan dan Cincin
Pembawa Petaka" Lalu semuanya akan diam, seperti kita, ketika di Rivendell
mereka menceritakan kisah Beren Sam Tangan dan Permata Agung. Aku berharap
bisa mendengarnya! Dan aku ingin tahu jalan ceritanya setelah peran kita."
Tapi sementara ia berbicara, demi mengusir ketakutan sampai titik terakhir,
matanya berkeliaran ke utara ke arah angin, di mana langit jauh di sana masih
jernih, sementara angin dingin yang semakin kencang, mengusir kegelapan dan
awan-awan yang tercerai-berai.
Dan demikianlah Gwaihir melihat mereka dengan mata tajamnya yang bisa
melihat jauh, ketika ia menunggang angin kencang; dan dengan menentang
bahaya di langit Ia berputar-putar di udara: dua sosok kecil gelap, kesepian,
bergandengan tangan di atas sebuah bukit kecil, sementara dunia berguncang di
Halaman | 250 The Lord of The Rings bawah mereka, dan tersentak, dan sungai-sungai api semakin mendekat. Saat
Gwaihir melihat mereka dan terbang menukik ke bawah, tampak olehnya mereka
jatuh keletihan, atau tercekik oleh asap dan panas, atau terpukul oleh
keputusasaan, sambil menyembunyikan mata mereka dari kematian. Mereka
berbaring berdampingan; Gwaihir terbang turun, begitu juga Landroval dan
Meneldor si cepat; bagai dalam mimpi, tanpa tahu apa yang terjadi dengan diri
mereka, kedua pengembara diangkat dan dibawa pergi, jauh dari kegelapan dan
api. Ketika Sam terbangun, Ia mendapati dirinya berbaring di sebuah tempat tidur
empuk, tapi di atasnya berayun lembut dahan-dahan pohon beech, sinar matahari
berkilauan dengan warna emas dan hijau di antara dedaunannya yang masih
muda. Seluruh udara dipenuhi keharuman beraneka ragam. la ingat keharuman itu:
aroma Ithilien. "Ya ampun!" renungnya. "Sudah berapa lama aku tertidur?" Karena
keharuman itu mengingatkannya akan hari saat Ia menyalakan api kecilnya di
bawah tebing yang disinari matahari; dan untuk sementara semua yang terjadi
setelahnya hilang dari kesadarannya. la meregangkan tubuh dan menarik napas
panjang. "Wah, aku bermimpi aneh sekali!" gerutunya. "Aku senang sudah bangun!" Ia
bangkit duduk, lalu melihat Frodo berbaring di sampingnya, tidur dengan tenang,
satu tangan di belakang kepala, satunya lagi di atas selimut-tangan yang kanan,
jari tengahnya hilang. Ingatannya tersingkap kembali, dan Sam berteriak keras,
"Ini bukan mimpi! Kalau begitu, di mana kita?"
Lalu sebuah suara berbicara lembut di belakangnya, "Di negeri Ithilien, dan
dalam pemeliharaan Raja; beliau menunggumu." Lalu Gandalf berdiri di depannya,
berjubah putih, jenggotnya sekarang mengilap bagai salju murni dalam kerlipan
sinar matahari yang menembus dedaunan. "Nah, Master Samwise, bagaimana
perasaanmu?" katanya.
Tapi Sam berbaring kembali, dan memandang sambil ternganga. Sejenak,
antara bingung dan bahagia, Ia tak bisa menjawab. Akhirnya ia menarik napas
kaget dan berkata, "Gandalf! Kukira kau sudah mati! Tapi aku sendiri mengira aku
juga sudah mati. Apakah semua peristiwa menyedihkan itu tidak benar-benar
terjadi" Apa yang terjadi dengan dunia?"
"Bayangan besar sudah pergi," kata Gandalf, lalu Ia tertawa, dan bunyinya
seperti musik, atau seperti air di negeri yang gersang; ketika mendengarnya,
Kembalinya Sang Raja Halaman | 251 terlintas dalam benak Sam bahwa sudah tak terhitung lamanya Ia tak mendengar
bunyi tawa, bunyi kegembiraan yang murni.
Bunyi itu masuk ke telinganya seperti gema dari semua kegembiraan yang
pernah dialaminya. Tapi Ia sendiri malah menangis. Lalu, sama seperti kalau
hujan lembut berakhir, angin musim semi dan matahari akan bersinar semakin jernih,
maka tangisnya reda dan tawanya muncul, dan sambil tertawa Ia melompat turun
dari tempat tidurnya. "Bagaimana perasaanku?" teriaknya. "Well, aku tidak tahu bagaimana
mengatakannya. Aku merasa, aku merasa ..." Ia melambaikan tangannya di udara
... "aku merasa seperti musim semi setelah musim dingin, dan matahari di atas
dedaunan; seperti terompet dan harpa dan semua nyanyian yang pernah
kudengar!" Ia berhenti dan menoleh ke majikannya. "Tapi bagaimana dengan Mr.
Frodo?" katanya. "Bukankah malang sekali tangannya" Tapi kuharap selebihnya
dia baik-baik saja. Dia sudah mengalami masa yang berat."
"Ya, selebihnya aku baik-baik saja," kata Frodo, yang bangkit duduk dan
tertawa juga. "Aku tertidur lagi sambil menunggumu, Sam; kau tukang tidur. Aku
sudah bangun pagi-pagi tadi, dan sekarang mungkin sudah hampir tengah hari." "
Tengah hari?" kata Sam, mencoba menghitung-hitung. "Tengah hari dari hari
apa?" "Hari keempat belas dari Tahun Baru," kata Gandalf. "Atau kalau kau suka,
hari kedelapan bulan April menurut hitungan di Shire. Tapi di Gondor sekarang
Tahun Baru akan selalu mulai pada tanggal dua puluh lima Maret, saat Sauron
jatuh dan kau dikeluarkan dari api, dibawa kepada Raja. Dia sudah merawatmu,
dan kini dia menantimu. Kau akan makan dan minum bersamanya. Bila kau sudah
siap, aku akan membawamu kepadanya."
"Raja?" kata Sam. "Raja apa, dan siapa dia?" "Raja Gondor dan Penguasa
negeri-negeri Barat," kata Gandalf. Dia sudah mengambil kembali seluruh
wilayahnya yang lama. Tak lama lagi dia akan dinobatkan, tapi dia menunggumu."
"Apa yang akan kami pakai?" kata Sam; sebab Ia hanya melihat pakaian lusuh
dan koyak-koyak yang mereka kenakan selagi mengembara, terlipat di lantai
samping tempat tidur mereka.
"Pakaian yang kalian pakai dalam perjalanan ke Mordor," kata Gandalf.
"Bahkan pakaian Orc compang-camping yang kami pakai di negeri hitam, Frodo,
akan disimpan. Tak ada sutra dan linen, atau senjata serta lambang yang lebih
terhormat. Tapi nanti aku mungkin bisa menemukan pakaian lain." Lalu Ia
mengulurkan tangannya pada mereka, dan mereka melihat tangannya bercahaya.
Halaman | 252 The Lord of The Rings "Apa yang kaupegang?" teriak Frodo. "Apakah itu ..." "Ya, aku membawa
kedua harta kalian. Kami menemukannya pada diri Sam ketika kalian
diselamatkan; hadiah-hadiah dari Lady Galadriel: tabung kacamu, Frodo; dan
kotakmu, Sam. Kalian akan senang bisa menyimpannya lagi."
Selesai mandi dan berpakaian, serta makan sedikit, kedua hobbit mengikuti
Gandalf Mereka melangkah keluar dari rumpun pohon beech tempat mereka tadi
berbaring, dan masuk ke sebuah halaman panjang yang hijau, bercahaya kena
sinar matahari, dibatasi pohonpohon megah berdaun gelap yang berbunga lebat
warna merah padam. Di belakang mereka terdengar bunyi air terjun, dan sebuah
sungai mengalir di depan mereka, di antara tebing-tebing berbunga, sampai ke
sebuah hutan di kaki halaman, kemudian masuk ke bawah lengkung pepohonan.
Melalui pepohonan itu mereka melihat kilau air di kejauhan. Ketika sampai ke
tempat terbuka di hutan itu, mereka heran melihat ksatriaksatria berpakaian
logam mengilap dan pengawalpengawal tinggi berseragam perak dan hitam berdiri di
sana, menyambut mereka dengan penuh hormat dan membungkuk di depan
mereka. Lalu salah satu meniup terompet, sementara mereka berjalan meiewati lorong
pepohonan di samping sungai yang bernyanyi. Mereka sampai di sebuah dataran
hijau luas, di seberangnya mengalir sebuah sungai lebar diselubungi kabut
keperakan, dan di tengahnya muncul sebuah pulau panjang berhutan, banyak
kapal berlabuh di pantainya. Tapi di padang tempat mereka sekarang berdiri,
pasukan besar berkumpul dalam barisan dan kompi-kompi, gemerlap di bawah
sinar matahari. Saat kedua hobbit mendekat, pedang-pedang dihunus, tombaktombak
digoyangkan, terompet-terompet bernyanyi, dan orang-orang berteriak
dalam banyak suara dan bahasa,
"Panjang umur para Hafling! Pujilah mereka dengan puji pujian! Cuio i Pheriain
anann! Aglar'ni Pheriannath! Pujilah mereka dengan sanjungan agung, Frodo dan
Samwise! . Daur a Berhael, Conin en Annun! Eglerio! Pujilah mereka! Eglerio! A
laita te, laita te! Andave laituvalmet! Pujilah mereka! Cormacolindor, a laita
tkrienna! Pujilah mereka! Para Pembawa Cincin, pujilah mereka!"
Begitulah Frodo dan Sam dengan wajah merah dan mata bersinar heran,
melangkah maju dan melihat bahwa di tengah pasukan yang hiruk-pikuk sudah
diletakkan tiga tempat duduk tinggi terbuat dari tanah kering berumput hijau. Di
belakang tempat duduk di sebelah kanan berkibar panji bergambar seekor kuda
besar putih berlari bebas di kehijauan; di sebelah kiri sebuah panji, perak di
atas biru, bergambar kapal berhaluan angsa yang berlayar di laut; dan di belakang
Kembalinya Sang Raja Halaman | 253 takhta paling tinggi di tengah, sebuah pataka besar berkibar diembus angin,
dengan gambar pohon putih berbunga di atas latar gelap, di bawah mahkota
bercahaya dan tujuh bintang bersinar.
Di takhta itu duduk seorang pria berpakaian logam, pedang besar diletakkan di
atas lututnya, tapi ia tidak memakai helm. Ketika mereka mendekat, ia bangkit
berdiri. Dan mereka mengenalinya, meski Ia begitu berubah, begitu agung dan
berwajah gembira, sangat mulia, Penguasa Manusia, berambut gelap dan bermata
kelabu. Frodo berlari menemuinya, dan Sam mengikutinya dari dekat.
"Nah, ini benar-benar puncak dari segalanya!" katanya. "Strider, tak salah
lagi!" "Ya, Sam. Strider," kata Aragorn. "Sudah jauh sekali, bukan, sejak di Bree,
ketika kau tidak menyukai penampilanku" Perjalanan panjang bagi kita semua, tapi
perjalanan kalianlah yang paling gelap." Lalu ia menekuk lutut dan membungkuk di
depan mereka, membuat sam terkejut dan bingung; sambil memegang tangan
mereka, Frodo di tangan kanan dan Sam di tangan kiri, ia menuntun mereka ke
takhta dan menempatkan mereka di sana, lalu Ia berbicara kepada orang-orang
dan para kapten yang berdiri di dekatnya; dengan suara nyaring yang bisa
didengar seluruh pasukan Ia berseru, "Pujilah mereka dengan puji-pujian
setinggitingginya!" Ketika teriakan gembira membahana dan mereda lagi, Sam merasa
memperoleh kepuasan terakhir yang paling sempurna ketika seorang penyanyi dari
Gondor melangkah maju, berlutut, dan meminta izin untuk bernyanyi. Dan
dengarlah, Ia berkata, "Dengar! Para penguasa dan ksatria dan orang-orang gagah
berani raja-raja dan para pangeran, orang-orang gagah dari Gondor, para
Penunggang dari Rohan, putra-putra Elrond, kaum Dunedain dari Utara, Peri dan
Kurcaci, serta para pemberani dari Shire, dan seluruh bangsa merdeka dari Barat,
dengarkan sajakku. Aku akan bernyanyi tentang Frodo yang Berjari Sembilan dan
Cincin Pembawa Petaka."
Mendengar itu, Sam tertawa keras karena begitu gembira, lalu ia bangkit
berdiri dan berteriak, "Oh, alangkah indah dan mulia! Semua harapanku jadi
kenyataan!" Lalu ia menangis. Seluruh pasukan tertawa dan menangis, dan di
tengah keceriaan dan air mata mereka, suara jernih si penyanyi terdengar bagai
perak dan emas, dan semua orang terdiam. la bernyanyi untuk mereka, kadang
dalam bahasa Peri, kadang dalam bahasa Barat, hingga hati mereka serasa perih
oleh suka cita, melimpah oleh kebahagiaan, kegembiraan mereka serasa setajam


Kembalinya Sang Raja The Return Of The King The Lord Of The Rings Buku Tiga Karya J.r Tolkien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Halaman | 254 The Lord of The Rings pedang, dan pikiran mereka terbawa ke suasana hati di mana kepedihan dan
kebahagiaan mengalir bersama dan air mata menjadi anggur kenikmatan yang
tiada tara. Akhirnya, ketika Matahari beringsut dari tengah hari dan bayangan pohonpohon
semakin panjang, Ia mengakhiri nyanyiannya. "Pujilah mereka dengan
pujian tertinggi!" katanya, lalu ia berlutut. Kemudian Aragorn berdiri, dan
seluruh pasukan bangkit, lalu mereka pergi ke paviliun-paviliun yang sudah disiapkan,
untuk makan-minum dan bergembira sepanjang hari itu. Frodo dan Sam dibawa
terpisah menuju sebuah tenda; di sana pakaian mereka yang lama dilepaskan, tapi
dilipat dan disimpan dengan penuh hormat; pakaian bersih diberikan pada mereka.
Lalu Gandalf datang, dan dengan heran Frodo melihat bahwa ia membawa
pedang, jubah Peri, dan rompi mithril yang direbut darinya di Mordor untuk Sam
Ia membawa baju besi berlapis emas serta jubah Peri yang sudah diperbaiki semua
goresan dan koyakannya; lalu Gandalf meletakkan dua bilah pedang di depan
mereka. "Aku tidak ingin membawa pedang," kata Frodo. "Setidaknya malam ini kau
harus menyandang satu," kata Gandalf.
Maka Frodo mengambil pedang kecil yang pernah dimiliki Sam, dan yang
sudah diletakkan di sisinya ketika ia di Critih Ungol. "Aku sudah memberikan
Sting padamu, Sam," katanya.
"Tidak, Master! Mr. Bilbo memberikannya padamu, berpasangan dengan
rompi perak itu; dia tidak akan mau orang lain memakainya." Frodo mengalah;
Gandalf seolah-olah menjadi dayang-dayang mereka, berlutut dan memasangkan
sabuk pedang pada mereka, lalu sambil berdiri ia memasang hiasan berbentuk
bulan sabit dan perak di dahi mereka.
Setelah berpakaian lengkap, mereka pergi ke pesta besar; mereka duduk
semeja dengan Raja dan Gandalf, bersama Raja Eomer dari Rohan, Pangeran
Imrahil, dan semua kapten utama; di sana hadir juga Gimli dan Legolas. Tapi
setelah upacara Berdiri Hormat, ketika anggur dihidangkan, dua pelayan masuk
untuk melayani para raja; atau begitulah kelihatannya: satu berpakaian perak dan
hitam seperti para Pengawal Minas Tirith, satunya lagi berpakaian hijau dan
putih. Sam heran apa yang dilakukan anak-anak lelaki itu di tengah pasukan orang-orang
hebat. Ketika mereka mendekat, barulah Ia melihat mereka dengan jelas, dan Ia
berseru, Kembalinya Sang Raja Halaman | 255 "Wah, lihat Mr. Frodo! Lihat ini! Nah, ini kan Pippin. Mestinya aku bilang Mr.
Peregrin Took, dan Mr. Merry! Mereka sudah tumbuh pesat! Ya ampun! Bisa
kulihat bahwa mereka punya lebih banyak kisah untuk diceritakan daripada kita."
"Memang," kata Pippin sambil menoleh kepadanya. "Dan kami akan mulai
menceritakannya, segera sesudah pesta ini berakhir. Untuk sementara ini kau bisa
coba tanya pada Gandalf. Sekarang dia sudah tidak begitu diam seperti dulu,
meski sekarang dia lebih banyak tertawa daripada berbicara. Sementara ini Merry
dan aku sedang sibuk sekali. Kami menjadi ksatria Kota dan Mark, kuharap kau
menyadarinya." Akhirnya hari yang gembira itu selesai sudah; ketika Matahari sudah lenyap
dan Bulan bundar merayap lambat di atas kabut Anduin, berkelip di antara
dedaunan yang gemersik bergetar, Frodo dan Sam duduk di bawah pohonpohon
yang berbisik, diselimuti keharuman Ithilien yang indah; mereka bercakap-cakap
sampai larut malam dengan Merry, Pippin, dan Gandalf, dan setelah beberapa
lama Legolas dan Gimli juga bergabung dengan mereka. Saat itulah Frodo dan
Sam mendengar semua yang terjadi dengan Rombongan, setelah persekutuan
mereka terpecah di hari naas di Parth Galen, dekat Air Terjun Rauros; meski
begitu, masih banyak juga yang perlu ditanyakan dan diceritakan.
Orc, pohon berbicara, rumput luas, penunggang-penunggang yang menderap,
gua-gua cemerlang, menara-menara putih dan balairung emas, pertempuran serta
kapal-kapal besar berlayar, semua mengisi benak Sam hingga ia kebingungan.
Tapi di tengah semua keajaiban itu Ia lagi-lagi merasa kagum atas ukuran tubuh
Merry dan Pippin; ia menyuruh mereka berdiri berpunggungan dengan Frodo dan
dirinya sendiri, dan Ia menggaruk-garuk kepalanya.
"Aku tidak mengerti, kok ini bisa terjadi pada usia kalian!" katanya. "Tapi
memang begitu: kalian tiga inci lebih tinggi daripada seharusnya; atau mungkin
aku yang jadi Kurcaci. "Pasti bukan," kata Gimli. "Tapi apa kataku" Makhluk fana tak bisa minum
minuman Ent tanpa kena efeknya, melebihi kalau minum bir."
"Minuman Ent?" kata Sam. "Kau mulai mengoceh lagi tentang para Ent; tapi
apa sebenarnya mereka itu, aku tidak mengerti. Nah, akan makan waktu
berminggu-minggu sebelum semua ini selesai diceritakan!"
"Memang berminggu-minggu," kata Pippin. "Lalu Frodo harus dikunci di
menara di Minas Tirith untuk menuliskannya semua. Kalau tidak, dia akan lupa
separuhnya, dan Bilbo tua yang baik akan sangat kecewa."
Halaman | 256 The Lord of The Rings Akhirnya Gandalf bangkit berdiri. "Tangan Raja adalah tangan yang
menyembuhkan, sahabat-sahabatku yang baik," katanya. "Tapi kau sudah sampai
ke pinggir jurang kematian sebelum dia memanggilmu kembali dengan
mengerahkan seluruh kekuatannya, dan membuatmu bisa tidur nyaman. Dan
meski kau sudah tidur lama dan sangat nyenyak, sekarang saatnya kau tidur lagi."
"Bukan hanya Frodo dan Sam," kata Gimli, "tapi kau juga, Pippin. Aku
menyayangimu, meski alasannya karena kepedihan yang sudah kutanggung demi
kau, yang takkan pernah kulupakan. Aku juga takkan pernah lupa saat aku
menemukanmu di bukit, pada pertempuran terakhir. Kalau bukan karena Gimli si
Kurcaci, kau sudah hilang saat itu. Setidaknya sekarang aku tahu bentuk kaki
hobbit, meski hanya itu yang kelihatan di bawah setumpuk mayat. Ketika aku
memindahkan mayat besar dari atasmu, aku yakin kau sudah mati. Rasanya aku
ingin mencabut jenggotku. kini baru sehari sejak kau pertama kali bangun dan
bergiat lagi. Sekarang kau harus tidur. Aku juga."
"Dan aku," kata Legolas, "akan berjalan-jalan di hutan, di negeri yang indah
ini. Bagiku itu sudah istirahat cukup. Di masa mendatang, kalau diizinkan
penguasa Peri negeriku, beberapa dari bangsa kami akan pindah ke sini; saat kami datang
negeri ini akan teberkati, untuk sementara waktu. Untuk sementara: sebulan, satu
kehidupan, seratus tahun kehidupan Manusia. Tapi Anduin dekat sekali, dan
Anduin mengalir ke Samudra. Ke Samudra!
Ke Samudra, ke Samudra! Camar-camar putih berteriak, Angin bertiup, dan
busa putih terbang beriak, Barat, di barat nun di sana, matahari bundar sedang
jatuh, Kapal kelabu, dengarkah kau mereka memanggil, kapal kelabu, Suara-suara
orang sebangsaku yang sudah pergi sebelum aku" Ku kan pergi, tinggalkan hutan
yang melahirkanku; Karena hari-hari kita kan berakhir dan tahun-tahun pun buyar
Ku kan sendirian mengarungi lautan luas berlayar Pantai Akhir diterpa ombak
panjang, Suara-suara indah memanggil di Pulau nan Hilang, Di Eressea, di rumah
Peri yang tak bisa ditemukan manusia, Di mana daun-daun tidak berjatuhan:
negeriku tuk selamanya! Sambil bernyanyi Legolas berjalan menuruni bukit. Lalu yang lain juga pergi;
Frodo dan Sam pergi tidur. Esok paginya mereka bangun dengan penuh harapan
dan kedamaian; mereka melewatkan beberapa hari di Ithilien. Padang Cormallen,
tempat pasukan sekarang berkemah, berada dekat Henneth Annfin, dan sungai
yang mengalir dari air terjunnya bisa terdengar di malam hari, saat ia meluncur
deras melalui gerbang bebatuan, melewati padang rumput, masuk ke aliran Sungai
Anduin di Pulau Cair Andros.
Kembalinya Sang Raja Halaman | 257 Para hobbit melancong ke sana kemari, mengunjungi lagi tempat-tempat yang
pernah mereka datangi; Sam selalu berharap melihat sekilas seekor Oliphaunt
besar di suatu pojok gelap hutan, atau di lapangan tersembunyi di tengah hutan.
Saat mendengar bahwa dalam penyerbuan Gondor banyak sekali hewan seperti
itu, tapi semuanya sudah mati, ia menganggapnya suatu kehilangan yang
menyedihkan. "Ya sudah, memang orang tak mungkin berada di banyak tempat sekaligus,"
katanya. "Tapi rupanya aku kehilangan banyak." Sementara itu pasukan mulai
bersiap-siap kembali ke Minas Tirith, Yang letih beristirahat, dan yang sakit
disembuhkan. Sebab beberapa di antara mereka sudah bekerja keras dan
bertarung dengan sisa-sisa kaum Easterling dan Southron, sampai semuanya
ditundukkan. Yang terakhir adalah mereka yang masuk ke Mordor dan menghancurkan
benteng-benteng di bagian utara negeri itu. Akhirnya, ketika bulan Mei sudah
dekat, para Kapten dari Barat berangkat lagi; mereka pergi naik kapal bersama
semua anak buah mereka, dan mereka berlayar dari Cair Andros sampai ke
Osgiliath, mengarungi Sungai Anduin; mereka tinggal di sana selama satu hari;
hari berikutnya mereka tiba di padang-padang hijau Pelennor dan melihat lagi
menaramenara putih di bawah Mindolluin yang tinggi, Kota Orang-Orang Gondor,
peninggalan terakhir yang mengingatkan pada Westernesse, Kota yang sudah
melampaui kegelapan dan kebakaran, menuju hari baru. Dan di sana, di tengah
padang, mereka mendirikan paviliun dan menunggu sampai esok paginya; karena
malam itu Malam bulan Mei, dan Raja akan memasuki gerbangnya saat matahari
terbit. Halaman | 258 The Lord of The Rings Pejabat Istana Dan Raja Kebimbangan dan kengerian besar merundung Gondor selama itu. Cuaca
bagus dan matahari cerah serasa mengejek orang-orang yang sudah tak punya
banyak harapan, yang setiap pagi menanti kabar tentang bencana. Penguasa
mereka mati terbakar, Raja Rohan juga terbaring mati di benteng mereka, dan raja
baru yang datang pada mereka sudah pergi lagi ke medan perang, melawan
kekuatan yang terlalu gelap dan dahsyat untuk ditaklukkan.
Tak ada kabar berita sedikit pun. Setelah pasukan meninggalkan Lembah
Kisah Para Penggetar Langit 8 Pendekar Bodoh 12 Munculnya Sang Pewaris Mayat Misterius 4

Cari Blog Ini