Ceritasilat Novel Online

Love Latte 3

Love Latte Karya Phoebe Bagian 3


rumahku. Ayah dan ibuku sedang keluar kota, dan kami sudah
mempersiapkan segalanya. Hari bahagia seharusnya di sambut
dengan bahagia, Kan?"
Haruka mengangguk. Ya, ini adalah hari bahagia. Dirinya akan
menikah di usia lima belas tahun dengan laki-laki berusia dua
puluh lima tahun" Mungkin ini adalah kisah tergila yang terjadi
dalam hisup manusia. Tapi meskipun begitu, hari ini ia akan
segera berjalan menyongsong Kent di Altar dan mereka akan
hidup sebagai pasangan suami istri selamanya
Tiga Puluh Empat... Entah hari yang bodoh atau hari yang indah. Tapi Kent merasa
kalau dirinya sangat bahagia. Menikah muda sama sekali bukan
tujuan hidupnya, apa lagi dengan seorang gadis muda. Tidak,
gadis kecil. Haruka masih berusia lima belas tahun. Ia bahkan baru
menyelesaiakan sekolah menengah pertamanya saat Kent
menidurinya untuk pertama kali dan sekarang di dalam perutnya,
sudah ada calon anak mereka, gadis kecil itu akan segera tumbuh
dewasa dan kehilangan masa remajanya karena ini.
Bunyi detak pintu kamar madi di buka, Haruka keluar dari
ruangan sempit itu dengan piamanya. Kent mendesah, seharusnya
Haruka tidak menggunakan piama, tapi seharusnya Kent tidak
kesulitan untuk membukanya. Kent terkekeh dalam hati.
"Ada apa?" Haruka bertanya saat melihat reaksi aneh Kent
begitu melihatnya. Gadis itu duduk di pinggir ranjang dimana
Kent berbaring dengan nyaman.
Kent menarik tangannya sehingga Haruka berbaring di
sebelahnya, dalam pelukannya "Bagaimana rasanya jadi
pengantin?" "Aku tidak tau!"
"Tidak tau" Tidak bahagia?"
"Bahagia, jelas saja. Tapi alangkah bahagianya jika aku melihat
Ayahku tersenyum padaku hari ini!"
Kent mencium pipi Haruka. Ia lalu mematikan lampu kamar
dan Haruka bisa melihat pendar lampu berbentuk bintang-bintang
yang sangat banyak di atap kamar itu. Kent sudah memasangnya
sendiri semalaman kemarin, dan ia harap Haruka senang. "Kita
akan memberi tau kepadanya begitu dia siap, karena itu lahirkan
anak kita secara sehat. Lalu hiduplah untuk membanggakan
Ayahmu, setelah kuliahmu selesai, kita akan menikah ulang tapi
kau sekarang adalah istriku!"
"Nichan, Aku berjanji akan kembali kepadamu, apapun yang
terjadi nanti!" "Tentu saja harus begitu."
"Lalu sekarang kita harus bagaimana?"
"Jalani saja semuanya dulu. Yang pasti sekarang aku hanya
ingin memelukmu sampai pagi. Besok pagi aku harus
mengantarmu kembali ke rumah. Satu lagi, Kau belum bilang
padaku kalau kau di keluakan dari sekolah!" Kent menyentuh
perut Haruka dan ia merasakan kalau tangan Haruka ada disana.
Bukan membelai seperti biasa, Haruka sedang menekan perutnya.
Gadis itu masih berusaha menyimpan suara halusnya yang
meringis menahan sakit. "Kau kenapa?"
"Nichan, aku merasa perutku sangat sakit."
Mendengar keluhan Haruka Kent langsung duduk dan
memandangi tangan Haruka yang menekan perutnya. "kau sedang
tidak main-mainkan" Aku sedang tidak ingin bercanda malam ini!"
"Aku serius, dan sekarang semakin..."Haruka meringis
semakin keras, ia mulai merasakan sakit yang signifikan.
"Kau tidak terjatuh di kamar mandi tadi, Kan?"
Haruka menggeleng. Kent semakin khawatir, kenapa Haruka
tidak mengatakannya sejak awal sejak merasakan rasa sakit itu" Ia
segera keluar kamar dan menggedor-gedor pintu kamar Roth.
Tidak lama kemudian, Roth membawa semua orang yang berada
di rumah ke dokter kandungan. Haruka tidak melihat Mark, lagi.
Ada dokter lain yang belum di kenalnya sedang memeriksanya
dengan tangkas dan cepat. Beberapa saat kemudian ia memanggil
Kent untuk menghadapnya. Haruka ingin tau ada apa dengannya.
Tapi Sebuah suntikan bius akhirnya membuatnya tidak sadarkan
diri dan tertidur pulas, ia menerimanya karena sangat lelah,
Haruka merasa sudah mencapai batas kelelahannya.
Tiga Puluh Lima... Ia keguguran, dokter mengatakan kalau janin yang ada di
kandungannya sudah mati sebelum hari dimana Haruka
merasakan sakit. Haruka masih merasa tidak percaya, ia bahkan
tidak mengeluarkan setetespun air mata.
Padahal saat pemeriksaan yang terakhir kali dengan dokter Mark, Haruka
masih bisa melihat janinnya berdetak, ia masih bisa merasakan
keajaiban yang berada dalam dirinya. Tapi sekarang ia harus
menerima kenyataan bahwa sesuatu yang ajaib itu sudah
menghilang. Charlene datang ke rumah sakit hampir setiap hari
dan akan menemaninya semalaman, Roth juga pernah datang dua
kali, tapi Kent tidak pernah ada. Kent hanya datang saat
membawanya kerumah sakit, hanya ada saat dokter mengatakan
kalau bayinya sudah tidak ada dan semenjak itu Kent tidak pernah
memunculkan wajahnya lagi. Untuk yang satu ini Haruka
menangis sejadi-jadinya sehingga pagi ini matanya bengkak lagi
seperti hari-hari sebelumnya. Sudah tiga hari dan Kent masih
belum datang. Haruka memandangi foto yang Mark berikan
dengan perasaan sedih. Mungkin Kent kecewa. Mungkin saat
terjatuh di stasiunlah penyebab kematian janinnya dan itu adalah
salah Haruka. Ia mengerti jika Kent marah dan tidak ingin
menemuinya lagi untuk selamanya.
"Nona Haruka, sudah saatnya operasi!" Perawat yang baru
saja masuk berbicara dengan lantang. Ia membawa kursi roda dan
bergegas memindahkan Haruka keatasnya dengan bantuan ibu
dan Charlene. Dengan perasaan takut Haruka menuju ke ruangan
dokter, di pindahkan ke sebuah kursi yang berbentuk aneh dan
harus siap saat rahimnya di korek.
Kent dimana"Aku sangat membutuhkannya! Haruka mengerang
di dalam hati. Ia dibius, meskipun begitu Haruka masih merasakan
sakit yang tidak bisa di toleransi, ia sempat berteriak dan
kemudian semuanya gelap. Haruka kehilangan baayinya, juga
kehilangan Kent karena ini.
Tiga Puluh Enam... "Bu, Apakah Kent belum datang juga?" Haruka masih menanti.
Ini hari keempat dan dia masih berharap Kent menemuinya
meskipun Haruka harus melalui semuanya sendirian.
"Belum," jawab ibunya. "Sekarang saatnya kita pulang,
Haruka!" Haruka mendesah, ibunya sudah selesai mengemasi semua
barang-barangnya dan seharusnya dia pulang. Haruka menyentuh
perutnya dan masih tidak bisa menerima kalau dirinya baru saja
kehilangan. Minggu lalu ia masih bisa melihatnya dan sangat
bahagia dan minggu ini Tuhan mengambilnya dengan sangat
segera. Mungkin Tuhan tau kalau Haruka tidak akan mampu
merawatnya, Tuhan tau kalau Kent belum benar-benar siap jadi
Ayah, dan Tuhan juga berfikiran sama dengan ibunya. Lebih baik
Haruka kehilangan bayinya daripada menyakiti Ayah yang
mengurusinya sendirian selama lima belas tahun.
Haruka turun dari ranjangnya dengan hati-hati. Ia bisa
berjalan meskipun pelan. Ibunya terus berusaha memapah
lengannya agar Haruka tidak jatuh. Ia memandangi ruang
rawatnya sejenak, lalu keluar dan menyusuri koridor. Tiba-tiba
langkah ibunya terhenti dan Haruka juga melakukan hal yang
sama. Wanita itu memandang Haruka dengan senyum.
"Haruka, kau bisa pulang sendiri" Nanti naik taksi saja, biar
ibu bayar di rumah. Ibu duluan ya?"
Haruka mengerutkan dahinya. Ibunya pergi meninggalkannya"
Semula Haruka tidak megerti sampai akhirnya ia melihat Kent
berada disana, bersandar di tembok rumah sakit. Haruka nyaris
bersorak karena Kent datang. Laki-laki itu datang untuk
menemuinya. Ia berusaha melangkah dengan cepat meskipun
masih kesulitan, Haruka berusaha menyentuh tangan Kent dan
tangannya menggenggam sesuatu. Sebuah Jimat berwarna merah
di jalin dengan yarn cantik berwarna senada. Di sela-seanya juga
terdapat benang dengan gradasi warna hijau, mengingatkan
Haruka pada topi yang Kent berikan di stasiun. Ia memandangi
Kent, matanya merah. Kent terlihat sangat lelah dan Haruka segera
di jalari rasa panas di tangannya saat ia menyentuh wajah Kent.
Kent sakit" "Nichan, Kau kenapa" Kenapa tubuhmu panas begini?" Kata
Haruka dengan suara parau.
Kent memandangnya, tangisnya tiba-tiba meledak dan ia
memeluk Haruka erat-erat. Di sela-sela tangisnya Kent masih
berusaha menerangkan semuanya dengan terbata-bata. "Aku
berdo'a, dimana saja...ke gereja, kuil, masjid. Begitu dokter
mengatakan...kau akan kehilangan calon bayimu aku mencari
dimana Tuhan berada...aku mendatangi semuanya dan memohon
agar kau dan anakku di selamatkan..." Dan tangis Kent benarbenar tumpah ruah. Ia
tidak bisa menahan tangisnya lagi dan
Haruka juga sama. Haruka mencium aroma apek dari tubuh Kent
dan baru sadar kalau Kent masih mengenakan pakaian yang sama
dengan yang terakhir kali Haruka lihat. Jadi selama ini dia berdo'a.
Haruka mengira kalau Kent akan meninggalkannya, ia hampir saja
berburuk sangka. Butuh waktu lama hingga semuanya mereda. Kent sudah
menghapus air matanya dan menenangkan Haruka. Laki-laki itu
membawa Haruka kesebuah tempat. Sebuah sungai yang entah
berada di lokasi mana dan memiliki tempat yang cukup
tersembunyi. Kent memapah Haruka untuk duduk di pinggir
sungai. Kent juga melakukan hal yang sama setelah meninggalkan
Haruka beberapa saat dan kembali dengan membawa bungabunga yang di ambilnya dari
semak-semak. Kent mengajak Haruka
menghanyutkan bunga-bunga itu bersama-sama dan Haruka
menurut meskipun masih tidak mengerti.
"Selamat jalan anakku. Besok terlahir kembali ya" menjadi
anak papa, kita bisa bermain bersama!" Kent berteriak dan
suaranya menggema. Haruka akhirnya mengerti apa yang Kent maksud dengan
semua ini. Tanpa terasa air matanya mengalir begitu saja. Haruka
melingkarkan telapak tangannya di sekeliling mulutnya dan ikut
berteriak. "Iya, Terlahir kembali ya" Saat itu tiba nanti, mama akan
memasak-masakan yang paling enak!"
Kent memandangnya dengan senyum. Sakit mereka bisa
lenyap meskipun sedikit. Beban itu sudah terangkat. "Anak kita
akan pergi ke laut lepas. Jadi tenanglah, suatu saat dia akan terlahir
kembali menjadi anak kita. Dan saat itu harusnya kita bahagia
bersama-sama!" Haruka mengangguk, ia menyeka air matanya.
"Kau tidak bilang kalau dirimu di keluarkan dari sekolah!"
Ekspresi Kent tiba-tiba berubah. Ia bisa terlihat lebih santai.
"Sepertinya aku hanya memberikan masalah untukmu!"
"Aku juga memberikan masalah untuk Nichan!"
Kent tertawa. "Besok ku jemput di rumah ya?"
"Kenapa" Bukannya kau sedang sakit" Tadi tubuhmu sangat
panas.." "Besok pagi juga lebih baik. Aku ingin minta di hibur. Siapsiaplah besok karena
kau akan sangat lelah. Kita akan berkeliling
Manhattan. Aku ingin memborong semua pakaian bayi yang bagus
di hypermarket untuk anak kedua kita!"
Tiga Puluh Tujuh... Hanya mimpi. Hari itu Haruka benar-benar menunggu Kent
untuk datang tapi Kent tidak datang, hari selanjutnya juga, setelahsetelahnya
juga. Kent benar-benar menghilang dan tidak menemui
Haruka. Semula Haruka mengira laki-laki itu sakit sampai
akhirnya sebuah pesan masuk ke ponselnya dan Haruka harus
menerima kata putus dari Kent hanya dengan beberapa kata; Lebih
baik kita putus saja.. Selanjutnya nomor Kent tidak bisa di hubungi
lagi. Sudah hampir dua minggu dan Haruka selalu mencari-cari
keberadaan Kent. Kent bahkan juga tidak datang ke kampusnya. Ia
sedang cuti kuliah. Beberapa temannya mengatakan kalau Kent
sempat bekerja keras dan memberi tau kepada Haruka dimana
Kent pernah bekerja. Pelayan restoran, penjaga toserba, bahkan
kuli, pekerjaan apa saja yang bisa memberikannya uang dengan
cepat. Tapi Kent tidak ada di semua tempat dan dia sudah sangat
putus asa. Ibunya juga sudah mendesak Haruka karena tahun
ajaran baru akan segera tiba. Haruka harus kembali bersekolah.
Haruka tau Kent mungkin kecewa padanya. Seandainya saat
itu dia tidak berkeras mempertahankan tasnya mungkin sekarang
Kent masih berada disisinya. Kent kecewa padanya dan saat itu dia
masih berusaha menyembunyikannya. Tapi sepertinya Kent tidak
akan bisa menyembunyikannya lagi. Ia ingin berpisah dan itu
sudah membuat Haruka putus asa. Haruka memutuskan untuk
kembali bersekolah. Dalam beberapa hari Haruka akan ke London
menemui ayahnya dan memohon untuk bisa bersekolah di Jepang
agar bisa melupakan semuanya. Butuh waktu untuk meyakinkan
ayahnya hingga laki-laki itu setuju. Haruka tidak ingin
mengganggu keluarga ayahnya yang baru dan dia akan berusaha
untuk hidup sendiri. Karena itu menjauh adalah pilihannya. Tapi
sebelumnya ia ingin bertemu Kent. Ia ingin melihat Kent untuk
yang terakhir kali dan memberi tahu Kent kalau dirinya akan
pindah ke Hokaido. "Tapi kau akan kecewa kalau melihat Kent yang sekarang!"
Kata Roth. Haruka mendesah, ia benar-benar sudah putus asa karena
Roth masih menolak memberi tahukan dimana Kent berada.
Mustahil Roth tidak tau apa-apa, dia dan Kent sangat dekat. Ini
hari wisudanya dan seharusnya juga hari wisuda Kent seandainya
tidak ada Haruka dalam kehidupan laki-laki itu.
"Beri tau, aku. Aku harus bertemu dengannya untuk yang
terakhir kali!" Roth mendesah. Ia memandangi Charlene sejenak. "Bawalah
Haruka ke flat Kent. Kau tau tempatnya dimana Kan?"
Charlene mengangguk. "Aku akan mengantarmu."
"Beritahu saja. Kau juga harus menghadiri diklat Roth, kan?"
Haruka menolak untuk di antar. Dirinya sama sekali tidak ingin
merusak acara keluarga Dimitry karena anak tertua mereka sudah
bergelar Master. "Roth sudah sangat sering wisuda. Aku tidak datang sekalikali juga bukan
masalah. Lagi pula acara seperti itu membosankan.
Ayo!" Haruka mengangguk ia memandangi Roth Dimitry dan
membungkuk sebagai ucapan terima kasih. Saat itu ia bisa melihat
pandangan tidak rela di wajah Roth meskipun laki-laki itu
tersenyum. Haruka berusaha untuk tidak perduli. Ia hanya
mengikuti kemanapun Charlene pergi karena dirinya sama sekali
tidak tau dimana selama ini Kent tinggal. Yang Haruka tau, Kent
tinggal di sebuah apartemen besar dan dia memiliki satu lantai


Love Latte Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

khusus untuk dirinya sendiri. Itu juga dari cerita Charlene. Haruka
tidak pernah tau kalau Kent punya cukup uang untuk itu. Selama
ini Kent tidak pernah menunjukkan beetapa kayanya dia.
"Kau jadi pindah ke Jepang?" Tanya Charlene saat mereka
menaiki sebuah lift. "Aku harus begitu. Tapi akan ku usahakan untuk tetap kuliah
di Inggris. Hanya beberapa tahun kita berpisah dan aku akan
kembali." "Kalau begitu nanti jangan lupa kirim e-mail, telpon dan..."
Bunyi dentingan halus menghentikan ucapan Charlene. Ia
memandangi Haruka sejenak. "kita sudah sampai, kau siap untuk
masuk?" Haruka mengangguk. Selanjutnya Charlene membuka pintu
flat besar itu tanpa izin. Ternyata memang tidak di kunci. Sebuah
pemandangan luar biasa Haruka tangkap dengan kepalanya
membuatnya terkesiap. Kent Tokeino berciuman dengan seorang
perempuan. Ia kelihatannya sangat mabuk. Di ruangan yang sama
juga banyak orang lain yang melakukan hal yang sama, beberapa
melakukan hubungan seks tanpa perduli dengan teman-temannya
yang lain, dan beberapa sedang memakai obat-obatan.
"Nichan..." Haruka berdesis. Kent memandangnya sejenak lalu
Charlene segera menggenggam tangan Haruka.
"Ayo kita pulang. Sudah cukup, kan" Aku dan Roth sudah
melihat ini sebelumnya. Karena itulah Roth tidak ingin kau
melihatnya. Kent dan Roth sudah berkelahi karena ini!"
Haruka menoleh kepada Charlene. Akhirnya ia mengerti
dengan tatapan Roth yang terakhir kali di lihatnya. Pandangannya
kembali tertuju pada Kent. Kenapa Kent bisa begini" Sekecewa
inikah Kent kepadanya sampai dia melakukan hal ini" Atau ini
memang aktivitas yang sering di lakukannya" Tidak, bila Roth
sampai marah, artinya ini bukan aktivitas yang biasa Kent lakukan
sebelumnya. "Ayo Haruka! Percuma kalau kau datang sekarang. Dia
sedang tidak sadar."
Haruka nyaris melangkah. Tapi tiba-tiba seseorang menarik
lengannya dan membuat Haruka terbaring di atas lantai. Haruka
merasakan mulutnya di bekap dengan sesuatu sehingga ia merasa
sangat lemas. Tapi Haruka masih bisa menoleh dan berharap Kent
menolongnya. Laki-laki itu terus menjelajahi tubuhnya dan Haruka
tidak bisa berbuat apa-apa. Kent juga hanya memandanginya dan
sesekali tertawa bersama gadis yang berada di sampinya. Charlene
terus beteriak dan memukul. Itu cukup untuk membuat laki-laki
yang menggerayangi Haruka terganggu. Tapi laki-laki itu
mendorong tubuh Charlene dan membawa Haruka pergi menjauh
dari tempat itu. Charlene masih berusaha menyusul dan ia
terlambat saat laki-laki itu menendang kepalanya sebelum
menghilang di dalam lift bersama Haruka yang hanya bisa
memandanginya tanpa berbuat apa-apa.
Tiga Puluh Delapan... Toby Liguira baru saja pulang dari liburannya di Italia. Ia
mencari-cari Sbastian kakaknya dan menemukan sesuatu yang gila,
seorang gadis kecil di ikat dalam keadaan tanpa busana di atas
tempat tidur. Beberpa luka di tubuhnya menghasilkan darah yang
menodai seprai putih. Toby juga bisa melihat beberapa buah
kamera menyoroti gadis itu dan sebuah monitor komputer yang
terhubung ke internet. Komentar-komentar gila bekas semalam
masih ada dan Toby terperangah melihatnya.
Biarkan saja kaos kakinya, itu akan membuatnya lebih
menggairahkan. Aku ingin melihat rahimnya.
Cabik-cabik bajunya dengan pisau.
Sayat lagi, lebih banyak darah.
Tiba-tiba ponsel Toby berdering, dari Sbastian kakanya. Toby
berusaha menenangkan diri dan menjawab telpon itu. Sbastian
tidak boleh tau kalau Toby sudah menjelajahi kamarnya yang
selama ini terlarang untuk di masuki. Ia merasa beruntung
sekaligus sial karena datang beberapa jam lebih awal dari rencana
karena harus mengetahui kelakukan kakaknya.
"Hallo?" "Kau sudah sampai dimana?"
"Aku masih di bandara!" Toby berbohong.
"Baguslah, jangan dulu pulang kerumah karena rumah masih
sangat berantakan. Kau main-main saja dulu dan nanti ku jemput
di rumah temanmu. Oke!"
"Baiklah!" Dan Sbastian menutup telponnya.
Toby mengehela nafas dan baru mengetahui kalau kakaknya
adalah stakler yang punya penyimpangan seks. Bukan hanya itu, ia
bahkan menjual hobynya untuk mendapatkan uang dari orang
yang sama dengannya. Toby berusaha mengambil selimut dari
dalam lemari dan menyelimuti gadis itu. Matanya memandangi
wajah yang sangat lemah, gadis itu menangis, air mata mengalir
dipipinya saat melihat Toby dan saat itu juga Toby tau kalau gadis
itu masih dalam keadaan sadar meskipun tubuhnya sama sekali
tidak bergerak. "Kau tidak apa-apa?"
Toby menunggu lama. Gadis itu tidak menjawab ucapannya
dan ia segera menduga kalau gadis itu mungkin sudah di cekoki
obat. Toby mendekatkan mulutnya ke telinga gadis itu, "Aku akan
membawamu pergi dari sini."
Semuanya berlalu begitu cepat karena toby memang berusaha
bergerak secepat yang dirinya bisa. Ia mengemasi semua barangbarang yang mungkin
saja milik Haruka dan segera membawa
gadis itu kerumah sakit dengan taksi. Toby harus menggu lama
sampai dokter menyatakan kalau Haruka siap di temui.
"Obatnya sangat tajam. Penculik yang kau katakan itu sudah
sering di cari-cari oleh polisi dan mereka memang sering
mengincar anak sekolah, setelah ini ada baiknya kau
melaporkannya segera!" Ujar dokter di depan pintu ruang rawat.
"Aku sudah melaporkannya, tapi aku menemukan gadis itu di
sebuah rumah kosong." Jawab Toby, ia berbohong. Walau
bagaimanapun Toby tidak mungkin melaporkan kejahatan
kakaknya. Biarkah ini semua hanya menjadi rahasianya sendiri.
"Bagaimana dengan lukanya?"
"Tidak ada yang serius, beberapa sayatan di bagian perut dan
dada. Untungnya tidak dalam. Mudah-mudahan tidak berbekas.
Penculik itu sangat kejam, menyayat-nyayat tubuh seorang gadis
sedangkan gadis itu dalam keadaan sadar dan bisa merasakan
semuanya. Bukan hanya itu, gadis itu juga benar-benar sudah di
perkosa berkali-kali. Vaginanya juga luka karena benturan benda
keras, sepertinya penculik itu melakukan hal yang lebih dari yang
kita bayangkan. Gadis itu kelihatan sangat Shock, tapi sekarang
sudah bisa di temui. Berhati-hatilah!"
Toby hanya bisa mengangguk. Ia lalu membuka pintu
perlahan sambil menyilangkan tangannya sebagai antisipasi jika
gadis itu melemparkan barang apa saja kearahnya. Ternyata tidak.
Gadis itu hanya terbaring lemah dengan infus dan pipa oksigen di
lubang hidungnya. Ia memandangi Toby masih dengan linangan
air mata. Toby mendekat dan duduk di sebelahnya.
"Kau baik-baik saja?" Tanya toby dengan suara yang sangat
pelan. Gadis itu mengangguk "Siapa namamu?"
"Ha..ruka.." Jawab Haruka parau.
"Mau minum?" Haruka menggeleng. "Terimakasih"
"Hanya minum tidak perlu berterimakasih."
"Terima kasih sudah menolongku!"
Toby memandangnya iba. "Kau pasti sangat ketakutan. Kalau
begitu semua hal seperti itu tidak perlu di ingat-ingat lagi.
Lupakanlah." Haruka mengangguk lalu kembali berbisik. "Aku ingin
pulang!" "Aku tau, tapi sebaiknya kau pulih dulu. Mudah-mudahan
besok baikan. Tapi sebaiknya setelah ini kau pergi menjauh dari
Manhattan, berubahlah menjadi orang lain dan jangan biarkan
penculik itu mengenalimu. Stalkler biasanya setia mengincar satu
orang yang di anggapnya.."
"Aku akan ke hokaido dua hari lagi. Ibuku pasti sudah
menunggu." Haruka memotong masih dengan suara lemahnya.
Toby mengangguk. "Kalau begitu beri tau aku nomor telpon
rumah atau ponsel ibumu. Aku akan menghubunginya!"
"Tuan, jangan katakan apa-apa pada ibuku tentang masalah ini,
katakan saja aku mengalami kecelakaan dan kau membantuku.
Aku harap semuanya baik-baik saja karena aku tidak mau
membuatnya lebih khawatir.
Toby mengangguk. "Aku akan mengusahakan agar dokter bisa
memberimu izin pulang besok. Tadi dia bilang tidak ada luka yang
serius, kau hanya shock dan seharusnya kau bisa pulang besok.
Sekarang beristirahatlah. Aku akan berjaga di luar pintu ruang
rawatmu, jadi tidurlah dengan tenang."
Tiba-tiba seseorang masuk. Seorang wanita dengan setelan
kerjanya menghampiri Toby dan langsung marah-marah. Toby
memintanya diam dan menghargai Haruka yang sedang sakit.
Meskipun masih kesal wanita itu berusaha menyembunyikan
amarahnya dan menoleh kepada Haruka dengan pandangan sedih.
"Kau juga korbannya?" Desisnya. "laporkan dia ke polisi!"
"Mana bisa begitu." Toby memotong.
"Sampai kapan kau akan terus membelanya" Aku sudah
mengatakan kepadamu sebelumnya tapi kau tidak percaya. Perlu
berapa korban lagi agar kau sadar kalau kakakmu sakit jiwa?"
Toby menggigit bibirnya. Ia memandangi wanita itu dengan
perasaan bersalah dan hanya bisa mendengus pelan saat wanita itu
mendekati Haruka dan membelai kepalanya.
"Aku Viva Medelsohn. Aku juga korban dari Sbastian!"
katanya. "Apapun yang pernah di lakukannya kepadamu juga
pernah di lakukannya kepadaku. Tapi aku beruntung karena saat
itu aku sangat mencintainya dan semua penderitaanku ku anggap
sebagai pengorbanan yang tak terlupakan. Tapi dirimu tentunya
tidak begitu." Viva Medelshon mendesah lalu membuka cangkir
plastik berisi kopi panas yang sejak tadi di bawa-bawanya kemanamana. Ia
menjulurkannya kepada Haruka dengan sebuah senyum
yang ramah. "Saat aku mendapati diriku dalam keadaan sepertimu,
kau tau apa yang terjadi" Toby memberiku kopi dan itu berhasil
menenangkanku. Sekarang Toby memesan ini untuk di berikan
kepadamu, Kau mau?" Haruka memandang Toby dan Viva Medelshon bergantian.
Sebuah aroma hangat merebak menyumbat hidungnya
memberikan perasaan yang manis dan tenang. Ia memandangi
Kopi itu sejenak lalu mengangguk. "Aku mau!"
For This Time... Something to do, to repare
Everythings Tiga Puluh sembilan... Kent menghela nafas. Ia putus asa mendengar cerita Charlene
yang menggantung. Haruka sudah mengalami hal buruk dan itu
karenanya, ia bisa menangkapnya dari cerita itu. Kent akhirnya
bisa mengingat saat dia terbangun pada keesokan harinya, Roth
datang dan memukulinya sekali lagi. Saat itu Charlene berteriak
dan mengatakan kalau Kent jahat. Tapi Charlene tidak mengatakan
apa-apa. Ia bahkan tidak mau bertemu Kent dalam waktu yang
lama. "kenapa kau baru menceritakannya kepadaku?"
Charlene berdehem. "Aku tidak banyak tau pada waktu itu,
yang ku tau saat itu Haruka mengalami kecelakaan dan toby
menolongnya. Setelah itu Haruka memintaku untuk tidak
mengatakan apa-apa kepadamu selain kepergiannya keluar negri.
Haruka juga melarangku memberi tahukan kepadamu kalau dia
berangkat ke Jepang. Sampai akhirnya dia kembali lagi ke London
sebagai orang yang baru dan pada saat itu barulah dia
menghubungiku lagi semenjak keberangkatannya waktu itu.
Makanya aku berusaha sekuat tenaga untuk bisa kuliah di London
meskipun kampus kami berbeda. Sejak awal kedatanganku ke
London, Haruka sudah sangat dekat dengan Toby, Aku kira
selama ini mereka masih berhubungan. Dia banyak mengajarkan
hal baru kepada Haruka dan Haruka menerimanya dengan baik.
Mereka sempat bertengkar sengit karena Sbastian tapi segera
berbaikan lagi. Dan kau tau apa masalah yang pada akhirnya
membuatku mengetahui semuanya" Malam itu Haruka membawa
Toby datang ke flat kami, mereka langsung masuk ke kamarnya
dan ku kira mereka biasa melakukannya sebelumnya meskipun
bukan di rumah. Tapi yang ku dengar hanya teriakan Haruka. Saat
itu aku berusaha untuk masuk kekamar dan Aku melihat Haruka
meringkuk ketakutan. Dia trauma, tidak bisa di sentuh oleh lakilaki manapun dan
Toby juga baru mengetahuinya. Malam itu
Tobby benar benar mengutuki dirinya sendiri karena menuntut
Haruka untuk melakukan itu."
Kent memandangi foto yang ada di ponselnya sekali lagi. Toby
adalah laki-laki yang pernah di lihatnya di coffee shop tempat
Haruka bekerja saat pertama kali ia melihat wanita itu di Soho.
Saat itu Haruka tampak sangat bersedih, sekarang Kent tau
alasanya. "Jadi karena itu dia dan Toby berpisah?"
Charlene menggeleng. "Toby masih terus berusaha untuk setia
kepadanya. Masih mengajarkannya banyak hal dan semacamnyalah. Hingga di suatu saat Sbastian melihat Haruka lagi.
Ia tertarik pada Haruka dan berniat mengulangi perbuatannya.
Saat itu Tobby benar-benar marah, dan memukuli Sbastian sampai
laki-laki itu di rawat di rumah sakit. Haruka akhirnya meminta
Tobby untuk menganggapnya sebagai teman biasa saja karena
sepertinya, dia juga sudah merusak hidup Toby. Lalu laki-laki itu
melarikan diri ke Italia dan baru muncul belakangan ini. Aku rasa
kemunculannya juga karena Sbastian yang sudah sembuh dari
lukanya yang parah. Mungkin Tobby memutuskan untuk tetap
berada di sisi sbastian agar dia bisa mengawasi laki-laki itu jika
mencoba melecehkan Haruka lagi."
"Dia sangat mencintai Toby?"
"Semula ku fikir hanya ungkapan terima kasih, ia ingin
membalas budi. Toby bukan hanya menyelamatkan hidupnya,
laki-laki itu juga memberikan kebahagiaan yang sangat berlimpah,
mengajarkannya segala macam hal, mempertemukan Haruka
dengan ibu kandungnya dan semua itu lewat kopi. Tapi sepertinya
iya, Haruka sudah jatuh cinta pada Tobby dan menyesali diri
karena tidak bisa melayani Tobby dengan baik malam itu."
Kent mengangguk. Jadi karena itu Haruka sangat mencintai
Kopi"

Love Latte Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sekarang apa yang akan kau lakukan?" Tanya Charlene
Kent angkat bahu. "Entahlah, aku sekarang sangat ingin
menyeret bajingan itu kepolisi dan menuntutnya dengan hukuman
yang seberat-beratnya. Seberapa jauh dia menyentuh Haruka" Apa
yang sudah terjadi sebenarnya?"
"laki-laki itu sudah mati, Kau tidak lihat beritanya di Televisi"
Dia mungkin sedang dalam perjalanan keneraka."
Kent mendengus entah karena putus asa atau karena bisa
merasa lebih lega. Semuanya karena salahnya, Kent bahkan tidak
bisa mengingat kalau dirinya pernah berteman dengan Sbastian, ia
juga tidak pernah bertemu dengan Roth lagi semenjak itu. Tanpa
sadar perbuatannya sudah membuat Kent kehilangan segalanya.
Empat puluh... "Ini jus untukmu, aku bawakan beberapa kaleng!" Toby
duduk di trotoar depan apartemen sambil menyodorkan beberapa
kaleng jus kepada Haruka yang baru saja datang.
Tengah malam sudah lewat beberapa menit yang lalu dan
jalanan memang benar-benar sepi tanpa tanda-tanda keberadaan
manusia kecuali mereka berdua. Ini malam kedua Haruka bertemu
dengan Toby Liguira setelah beberapa hari yang lalu ia menanti
Toby setiap malam. Meskipun hanya untuk melihat wajahnya,
mskipun hanya untuk mendengar suaranya.
"Kemarin laki-laki itu bilang, dia tidak suka melihat dirimu
minum bir. Dan aku memutuskan untuk membawa jus!"
"Terima kasih!" jawab Haruka setelah Toby meletakkan
bebrapa kaleng jus itu di salah satu sisinya, tepat diantara dirinya
dan Haruka duduk sekarang dengan di terangi cahaya lampu jalan.
Mereka kemudian melakukan hal yang sama seperti malammalam sebelumnya. Duduk
sambil menikmat beberapa kaleng
minuman tanpa percakapan yang signifikan. Haruka masih
gamang, ia sudah berjanji kepada dirinya sendiri untuk
menjadikan pertemuan kali ini sebagai pertemuannya yang
terakhir kali dengan Toby. Haruka sebenarnya merasa sangat tidak
bisa merelakannya. Perasaanya sama sekali tidak menginginkan
raganya terpisah dari Toby. Hampir dua tahun dia dan Toby tidak
bertegur sapa dan pertemuan anehnya bersama Toby beberapa hari
belakangan ini pelan-pelan sudah memberikan harapan baru
baginya. Tapi setiap kali dirinya dan Toby saling berdekatan,
Haruka hanya bisa mengenang kejadian buruk saja.
"Umm, T-Man!" Haruka buka suara.
"Kenapa?" "Aku harap...ini pertemuan kita yang terakhir kali!"
Toby tiba-tiba menatapnya penuh dengan tanya. Untuk
beberapa lama waktu hanya di penuhi oleh desauan angin malam
yang dingin. "Kau tau, kan. Aku sebenarnya sangat ingin selalu bersamamu.
Tapi bersamamu membuat aku teringat dengan masa lalu dan
membuka luka lama. Maksudku, ini bukan salahmu. Jelas bukan
karena kau sudah menolongku. Tapi aku hanya tidak mau kalau..."
"Jangan bicara lagi!" Toby memotong perkataan Haruka.
Tanganya yang besar kemudian membelai kepala Haruka lembut.
"Selama ini aku merasa aku yang paling terluka. Tapi aku tau kau
juga sakit. Perasaan egoisku memutuskan untuk tidak menemuimu
lagi. Tapi sekuat hati aku berusaha untuk mencari keberadaanmu
dan bisa duduk disini bersamamu adalah perang besar yang terjadi
dalam hatiku. Selama ini aku hanya bisa melihat tanpa bisa bicara."
"Tapi..." "Tapi tak bisa ku pungkiri, pemikiran buruk itu terus melintas.
Kau ingin mengatakan itu?"
"Maafkan aku!" "Kenapa kau yang minta maaf" Seharusnya aku juga
mengatakan hal yang sama malam ini. Aku juga memikirkan kalau
seharusnya malam ini akan jadi malam terakhirku untuk bisa
melihatmu, Aku akan menyerahkan diri"
Kedua alais Haruka bertaut. "Menyerahkan diri?"
"Sbastian! Aku membunuhnya dan sampai sekarang aku
masih bisa menyembunyikanya!"
Haruka terkesiap lalu menutup mulutnya. Toby membunuh
Sbastian" Tidak mungkin dan sangat tidak masuk akal. Toby
sangat menyayangi Sbastian. Ia bahkan tidak menemui Haruka lagi
karena sbastian. Lalu sekarang Toby menghabisi nyawa orang
yang dikasihinya dengan sepenuh hati itu" Mereka bahkan masih
terlihat akrab berbincang-bincang di bandara saat Haruka
menemui Viva Madelsohn di sana.
"Aku minta maaf atas perlakuan sbastian juga atas
perlakuanku kepadamu meskipun aku tau maaf saja tidak cukup.
Semua kejadian ini bahkan sudah banyak mengubah hidupmu.
Tapi aku sangat berterima kasih karena kau tidak melaporkan
Sbastian kepolisi pada waktu itu!" Toby kembali menenggak
birnya dalam jumlah banyak, kemudian berbicara lagi. "hiduplah
baik-baik. Semoga suatu saat nanti kita bertemu di kehidupan yang
berbeda!" "Tapi kenapa harus seperti ini" Aku masih tidak bisa percaya
kalau kau membunuh sbastian"
"Kurasa kau bisa menebak apa sebabnya!" potong Toby. "Dia,
orang yang selalu berusaha terlihat terhormat telah merusak
wanita yang paling aku cintai, memintaku meninggalkanmu dan
berencana untuk mengulangi perbuatanya lagi kepadamu!"
Haruka kembali terperangah.
Toby tersenyum getir. "Saat kau dan laki-laki itu
bergandengan tangan dan melintasi kami berdua di bandara. Dia
menertawaiku habis-habisan. Aku sempat terpengaruh tapi tidak
lama. Dengan bekal ingatan itu dia mengajakku untuk
membalasmu tentang perasaan sakit hati yang ku dapat karena kau
menolakku. Aku tidak bisa menahanya dan kami bertengkar hebat
untuk yang kedua kalinya. Aku membunuhnya dengan sengaja,
bukan untuk membela diri atau apapun, aku sudah
merencanakanya setiap kali dia mengutarakan maksud buruknya
padaku!" Haruka menyentuh kepala Toby dengan telapak tanganya.
"Aku terkejut kau melakukan hal itu. Kau bisa menyesal nanti!"
"Aku rasa tidak akan pernah. Hal yang paling aku sesalkan
adalah saat aku mengatakan kepadamu pada malam naas itu agar
kita tidak bertemu lagi. Dan itu menggerogotiku selama dua tahun.
Mengikutimu, melihat dari jauh seberapa besar penderitaanmu
karena hal itu membuat penyesalanku semakin dalam. Aku sudah
gila! Aku menggali rasa sakitku sendiri!" Toby tersenyum sinis
pada dirinya sendiri yang dianggapnya begitu bodoh dan na?f.
"Sekarang kau masuklah kerumahmu. Aku sudah melanggar
perjanjian dengan laki-laki itu untuk menjemputmu secara baikbaik di rumah. Dia
pasti sangat marah kalau tau!"
"T-Man, kau benar-benar tidak apa-apa?"
Toby menggeleng dan tersenyum. "Sekarang tinggalkan aku,
agar aku bisa merasakan bagaimana rasanya melihat orang lain
pergi meninggalkan kita seperti yang terjadi padamu dulu!"
Empat Puluh Satu... Kent sudah menanti cukup lama di sofa ruang tengah sambil
beberapa kali memantau keadaan Haruka lewat jendela. Malam ini
ia lebih khawatir dari biasanya sehingga membuat dirinya tidak
bisa lebih tenang meskipun ia memutuskan untuk tidak mengikuti
Haruka lagi. Tapi ada debaran yang berbeda saat menanti Haruka
kembali kerumah, karena ia akan melihat Haruka yang berbeda,
Haruka yang sedikit banyak sudah dia ketahui rahasianya. Bunyi
pintu terbuka setelah beberapa tuts password di tekan dan
mengeluarkan suara halus. Haruka masuk kedalam flat lalu
bersandar ke pintu sambil menghela nafas berat. Ia sedang
menahan desakan air matanya.
Lampu tiba-tiba menyala membuat Haruka kelihatan sangat
terkejut dan memandangi Kent yang berdiri di hadapanya.
Sesegera mungkin ekspresinya berganti dengan keriangan yang di
buat-buat. Haruka akan berpura-pura seperti apapun, kali ini tidak
akan memberikan pengaruh apa-apa pada Kent. Karena Kent
sudah tau beberapa hal penting yang selalu di sembunyikan
Haruka dari semua orang di dunia ini. Kent sudah bisa membaca
kalau di dalam mata hitam milik Haruka bukan hanya berisi
kebencian saja, Sinar ketakutan yang sempat tersirat selama inipun
terlihat semakin jelas. Ia akan melakukan apa saja untuk
melindunginya supaya Haruka tidak terluka, ia bersedia
melakukan apa saja. "Kau membuatku terkejut. Aku kira sudah tidur!" Kata
Haruka sambil mengelus dadanya, kamuflase yang brilian.
Kent tersenyum tipis dan menggeleng. Sebelah tanganya
terjulur kedepan hendak menyentuh Haruka namun tiba-tiba ia
mengurungkan niat dan malah mendorong pintu yang ada di
belakang Haruka dengan tak bertenaga.
"Sudah terkunci, tenang saja!" Kata Haruka sambil melepas
high heelnya dan duduk di sofa ruang tengah setelah mengambil
sebotol air mineral dalam kulkas sebelumnya.
"Kau baik-baik saja?" Kent berujar sambil duduk di sebelah
Haruka dengan agak kikuk. Ada sesuatu dalam suaranya yang
tidak bisa Kent mengerti.
Haruka pasti merasa gelisah, ia memandang Kent lurus-lurus
seakan-akan mencari tau sesuatu yang membuatnya gelisah. Tapi
mata itu hanya akan terus bertanya kepada Haruka tentang apa
yang sedang di sembunyikanya di dasar hati yang paling dalam.
"Apa kau fikir aku minum lagi" Aku kan sudah berjanji untuk jadi
anak yang baik dan tidak menyentuh minuman keras lagi!"
Haruka berdiri dari duduknya dan berjalan ke dapur.
Kent memandangnya dengan pandangan kosong, gadis itu
menoleh dan memandang Kent penuh tanya, tapi Haruka juga
tidak berani bertanya apa-apa. Ia hanya bertanya apakah Kent mau
di buatkan kopi" Dan Kent hanya mengangguk. Beberapa saat
kemudian Haruka sudah kembali duduk bersisian dengan Kent
dan menyeruput kopi buatanya. Ia memandang Kent yang tidak
menyentuh kopi buatanya sama sekali.
"Kenapa" Kau takut kopi buatanku tidak enak" Aku
bersumpah itu adalah kopi ternikmat yang pernah ku buat. Kau
lihat" Aku masih menggunakan seragam, jadi keahlianku belum ku
simpan!" Katanya sambil membentangkan kedua tanganya. Tapi
Haruka segera mengkerut karena Kent tidak memberi reaksi apaapa selain
memandangnya. "Kau kenapa?"
Kent menggendorkan dasi yang dari tadi masih di kenakanya.
Ia belum mengganti pakaianya sama sekali."Kenapa kau tidak
menceritakanya?" "Apa?" "Tentang Toby, juga kakaknya, tentang pederitaanmu karena
aku!" Haruka tidak menjawab, tapi ia merasakan ketegangan gadis
itu. Tanganya tiba-tiba bergetar dan Haruka membatalkan
keinginanya untuk meminum kopinya sekali lagi. Gadis itu
meletakkan cangkir itu kembali keatas meja lalu berusaha
menggenggam tanganya yang lain untuk menyembunyikan
keteganganya. "Aku mau istirahat dulu!" katanya.
Haruka berdiri dari duduknya, tapi Kent segera menarik
tanganya sehingga Ia duduk kembali di tempat semula. Ia tidak
akan mengizinkan Haruka melarikan diri sebelum memberikan
ketenangan kepadanya. "Apa yang terjadi malam itu?"
"Kau sedang mengatakan apa! Malam yang mana" Aku baikbaik saja!" suara Haruka
terdengar lebih pelan dari biasanya.
Tanganya yang berada dalam genggaman Kent masih gemetaran.
Haruka tidak menariknya dan juga tidak melakukan apa-apa.
"Benarkah?" "Kau sedang menyelidikiku" Kau tidak akan dapat apa-apa."
"Charlene tau kan" Dia sudah memberi tahu, jadi berhentilah
berpura-pura!" Kent berusaha menyerang. Ia melihat Haruka
semakin gugup. Tapi gadis ini masih berusaha untuk kelihatan
biasa meskipun semuanya sudah tampak dengan jelas. "Kenapa
kau tidak lapor polisi?"
"Aku..." Haruka menyiapkan kata-katanya, beberapa saat
kemudian kata demi kata keluar dengan suara bergetar dan
terdengar sangat lirih. "Aku tidak mungkin melakukanya."
"Karena tidak ingin melukai Toby" Perasaanmu sangat
bodoh!" Haruka menggeleng pelan. "Bukan cuma itu. Ayahku, dia
adalah satu-satunya alasan mengapa aku tidak melakukanya. Saat
itu terjadi, ayahku sedang sakit keras, bila kau lapor polisi ayahku
pasti akan segera tau. Aku cuma tidak ingin dia kecewa padaku.
Semenjak aku kembali padanya, dia adalah orang yang paling
bangga dengan keberadaanku dan aku tidak ingin membuatnya
merasa malu. Kalau Ayah tau ada banyak hal buruk yang terjadi
padaku, kalau dia tau aku sudah pernah mengandung, keguguran,
kalau dia tau kalau tubuhku sudah menjadi konsumsi para netter
yang sakit jiwa itu...aku tidak bisa berfikir apa yang terjadi
padanya. Aku bisa gila karena ini..." Kedua tanganya terkepal erat,
ia terlihat semakin tertekan.
"Karena itu kau tidak kembali kerumah Ayahmu setelah
kejadian itu?" Kent menatap Haruka iba. Seharusnya saat itu
Haruka mencari seseorang yang bisa menjadi tempatnya mengadu.
"Karena itu juga kau menerima penawaranku di kantor polisi
karena takut Ayahmu tau kau bermasalah" Selama ini kau
membiarkan Ayahmu menganggap kalau dirimu dalam keadaan
baik-baik saja dan kau juga selalu ketakutan setiap kali ada
kemungkinan jika Ayahmu melihat sesuatu yang buruk terjadi
padamu!" Haruka berusaha meng-iyakan komentar Kent dengan
senyum kakunya. Ia menarik tanganya dari genggaman Kent dan
menghapus air matanya. "Setidaknya aku tidak hamil lagi karena
itu. Aku lega!" Kent terdesak, rasa frustasi mulai menjalarinya karena ia
sudah melihat luka besar yang selama ini di sembunyikan Haruka
dari semua orang. Akhirnya Haruka mau bercerita meskipun ia
terlihat sangat tersiksa. Firasat Kent benar kalau sudah terjadi
sesuatu yang lebih buruk di bandingkan dengan tindak pelecehan
seperti yang dikatakan Charlene. "Berapa kali dia melakukannya
malam itu?" Haruka mendengus keras. Ia tidak menyangka kalau Kent
berhasil memancingnya untuk membuka rahasia terbesar dalam
hidupnya. Ia mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan, di
pipinya terlihat garis samar yang hitam searah dengan aliran air
matanya yang membawa eyelinernya serta. Haruka terlihat sangat
kacau sekarang tapi ia merasa lebih tenang. "Setidaknya aku
merasa lebih baik karena ada seorang lagi yang tau hal ini! Tapi
aku tidak bisa mengingat berapa kali dia melakukannya, Aku
bersyukur dia bukanlah orang yang merenggut keperawananku.
Karena jika itu yang terjadi, aku pasti sudah mencari cara untuk
bunuh diri. Jika bukan karena Ayah, mati adalah pilihan paling
baik. Aku tidak ingin Ayah bersedih jika aku memilih bunuh diri
sebagai akhir hidupku."
Lagi-lagi Kent melihat wajah Haruka tertunduk, kisah buruk
itu tidak akan hilang begitu saja dari kepalanya. Pasti sulit bagi


Love Latte Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Haruka untuk melupakanya. Kent menggigit bibirnya, melihat
Haruka yang mematung di hadapanya membuatnya memberanikan diri untuk menggenggam tangan-tangan Haruka
yang dingin dan menyentuh bibir gadis itu dengan bibirnya,
lembut. Haruka terkejut dan segera melepaskan tanganya dari
genggaman Kent lalu mendorong tubuhnya menjauh.
"Kau...kau membuatku takut!" Haruka bergumam pelan. Ia
menunduk semakin dalam dan tubuhnya bergetar lagi. Haruka
takut di sentuh, Kent bisa merasakanya. Ini sudah berkali-kali
terjadi dan dia baru menyadarinya hari ini.
"Aku akan menghapus semuanya. Cukup katakan padaku
dimana dia pernah menyentuhmu. Aku akan membuatmu
menganggap kalau kejadian itu tidak pernah ada!"
Haruka menggeleng keras. "Aku tidak bisa melakukanya,
Aku sangat takut!" Kent menelan ludah dengan susah payah. "Aku tau, Kau
megharapkan Toby yang melakukanya!" Suara Kent yang pelan
dan berat membuat Haruka mengangkat wajah. Ia menatap
kedalam mata Kent yang berwarna gelap, matanya sudah benarbenar di butakan untuk
malam ini. Tapi walau bagaimanapun,
Haruka hanya bisa merasakan keberadaan Kent, meskipun
matanya sudah tertutup. "Yang perlu kau lakukan hanya
membayangkan kalau aku adah dia!"
Haruka menggigit bibirnya setelah tubuhnya di peluk dengan
hangat. kedua tanganya terkepal disisi tubuhnya. jangan
menangis...jangan menangis...jangan..... Haruka tidak bisa menahan
air matanya untuk tumpah sekali lagi. sebuah rasa yang megah
menjalar kesekujur tubuhnya. apa yang dirasakanya" sedih
ataukah bahagia" Yang ia tau, dirinya berusaha membendung
perasaan takut yang hadir setiap kali Kent menyentuh tubuhnya.
Kent sudah berhasil membuka semua pakaiannya, dan pada
akhirnya Haruka benar-benar berteriak ketakutan karena semua
perasaan megah yang dirasakannya diawal tiba-tiba berubah
menjadi terror yang membuatnya teringat dengan apa yang sudah
Sbastian lakukan kepadanya, tapi Kent terus memaksanya dan
sama sekali tidak berhenti. Kent memeluk Haruka yang menggigil
saat ia merasa terpuaskan di klimaks yang pertama. Haruka sangat
ketakutan, tubunya gemetaran dan berusaha menjauhkan tubuh
Kent dari dirinya. Berkali-kali ia menyebut nama Sbastian dan
mencaci makinya. "Haruka, buka matamu!" Kent membentak keras. "Buka
matamu. Lihat kalau yang bersamamu adalah aku, Bukan Sbastian!"
Haruka membuka matanya dengan susah payah. Ia benar
benar ketakutan dan tidak membiarkan Kent menyentuhnya sekali
lagi saat laki-laki itu hendak memeluknya. "Pergi..lah!" Desisnya.
"Tinggalkan aku sendiri!"
Empat Puluh Dua... Kembali Haruka membuka mata di pagi hari dengan
perasaan galau. Ia memandangi pintu kamarnya berkali-kali
karena takut jika harus bertemu Kent pagi ini. Kejadian semalam
benar-benar membuatnya merasa bahwa Kent adalah orang yang
paling menakutkan saat ini. Kent memaksa, sama seperti yang
Sbastian lakukan dan sekarang baginya Kent sudah menjadi
pengganti Sbastian sebagai terror baginya. Apakah Haruka
sanggup melihat wajah Kent hari ini" Atau dirinya akan sama
tertunduknya seperti setiap kali Haruka bertemu dengan Sbastian"
Kent memilih waktu dan cara yang sama sekali tidak tepat, di saat
Haruka mulai merasa nyaman dengannya laki-laki itu merampas
rasa nyamannya hingga tidak tersisa sama sekali.
Dering ponsel terdengar nyaring. Haruka tau kalau poselnya
sedang tidak bersamanya di kamar karena semua barangbarangnya tertinggal di
ruang tengah setelah kejadian tadi malam.
Dan sekarang dirinya harus mendengarkan dering yang berkalikali itu tanpa berani
keluar kamar untuk sekedar mengambil dan
menjawabnya. Haruka perlahan turun dari ranjangnya lalu
memandangi dirinya di cermin. Semalam dirinya segera
menggunakan pakaian yang baru yang di harapkannya tidak
mengundang hasrat Kent kepadanya karena Kent selalu
menunjukkan ketertarikannya setiap kali ia mengenakan seragam
baristanya. Ia menghela nafas berat, bagaimanapun ia harus
mengambil ponsel itu, bagaimana bila ada pesan penting" Atau
telpon dari ayahnya" Ayahnya akan khawatir bila ia tidak
menjawab telpon lebih dari tiga kali.
Ponsel berbunyi sekali lagi, Haruka tau itu adalah bunyi
pesan masuk. Mungkin penelpon sudah bosan menghubungi
Haruka karena tidak kunjung di angkat juga. Haruka menggigit
ujung kukunya, bagaimana bila ada Kent di luar" Keluarlah Haruka,
bagaimana bila Ayahmu yang menelpon. Bisiknya pada diri sendiri.
Bagaimanapun ia harus mengambil ponselnya dan bila Kent
mengganggu, Haruka akan pergi. Dia memang harus pergi karena
mustahil setelah kejadian semalam dirinya bisa berinteraksi
dengan tenang kepada Kent. Perlahan Haruka membuka pintu dan
memandang ke sekeliling. Jauh di dalam lubuk hatinya ia merasa
sagat lega karena Kent pasti sudah tidak ada di rumah. Seharusnya
Kent kerja dan mana mungkin sesiang ini dia berada di rumah.
Lagi-lagi Haruka menghembuskan nafas perlahan. Hari ini dirinya
akan pergi dengan aman dan tenang, terserah mengenai apapun
yang terjadi padanya nanti, dirinya tidak akan membiarkan Kent
melihatnya lagi. Tas, seragam kerja, bahkan pakaian dalamnya
masih berserakan di sekitar sofa ruang tengah. Mengingatkannya
pada kejadian semalam, dan Haruka hampir meledak. Secepat
mungkin ia mengambil ponsel di dalam tas dan menyingkir
kedapur, dia tidak akan sanggup melihat ruang tengah untuk
sementara waktu. Bel berbunyi. Ada seseorang di depan pintu flat dan lagi-lagi
itu membuat Haruka ketakutan. Kent datang" Dia pulang lebih
cepat" Haruka menggeleng kuat. Jika Kent yang pulang, dia tidak
perlu menekan bel karena Kent pasti tau password rumahnya
sendiri. Dengan gerakan yang sangat pelan Haruka mendekati
pintu dan membukanya sedikit. Seorang wanita tersenyum
kepadanya sambil menggendong seorang bocah laki-laki berusia
tiga tahun. Wanita yang sangat cantik dan kelihatan sangat ramah.
Haruka mengerjapkan matanya beberapa kali.
"Ada yang bisa saya bantu?" Tanyanya dengan suara parau.
Wanita itu lagi-lagi tersenyum sebelum berkata-kata.
"Selamat siang. Aku Vanessa Gershon dan ini anakku, Yusuke
Tokeino." Tokeino" Haruka membatin. Apa hubungan mereka berdua
dengan Kent Tokeino" Bocah ini anaknya" Jadi wanita itu adalah
istrinya... Haruka menelan ludah. Apa yang harus di lakukannya"
Apakah harus berbohong mengatakan kalau mereka salah alamat"
Jika wanita itu memang istrinya pasti tidak sedang salah alamat.
Haruka memandang tas jinjing dan sebuah kantong kertas
berwarna biru muda yang di bawa Vanessa, ia segera mengulurkan
tangan dan memberikan bantuan sambil mempersilahkan mereka
masuk. "Kau Haruka" Nany untuk Anakku" Kent sudah
mengatakannya sejak seminggu yang lalu, tapi saat itu aku sedang
berada di rumah ibuku. Tidak menyangka kalau kau sudah ada
di..." Vanessa berhenti berkata-kata saat melihat pakaian wanita
yang berserakan di ruang tengah.
Haruka terkesiap. Ia segera membungkukkan tubuhnya dan
meminta maaf sedalam-dalamnya karena Vanessa harus melihat
itu. Tapi Vanessa Gershon menepuk punggungnya dan meminta
Haruka membawa kantong kertas yang ada padanya di bawa
kedapur karena ia akan segera masak makan siang. Dengan
perasaan rupa-rupa Haruka melakukan semua permintaan
Vanessa. Setelah itu dirinya berusaha membereskan semua hal
yang tidak sepantasnya di lihat di ruang tengah. Vanessa Gershon
adalah nyonya Tokeino, tapi dirinya sama sekali tidak marah
melihat itu tadi" Tiba-tiba saja Haruka di lingkupi perasaan sedih,
Kent ternyata bukan miliknya lagi. Ada sebulir air mata menetes
begitu saja saat menyadari kalau dirinya bukan lagi nyonya
Tokeino seperti dulu. Tapi Haruka segera menyeka air matanya
dan menyusul Vanessa yang berada di dapur, dia tidak akan
membiarkan kesedihannya semakin berlarut larut. Wanita itu
sudah mulai sibuk dengan sayur-sayuran dan beberapa batang roti.
Sedangkan Yusuke Tokeino duduk di atas meja makan sambil
memandangi ibunya memotong-motong brokoli untuk di rebus.
"Nyonya Tokeino?" Haruka mencoba meyakinkan prasangkanya, tapi dirinya sedang berusaha keras untuk
menyamarkan intonasi penuh tanya yang keluar dari mulutnya.
"Panggil Vanessa saja!" Katanya.
Jadi benar" Bisiknya. Haruka nyaris terkulai lemas, tapi
senyuman Vanessa lagi-lagi mampu membuatnya bertahan.
"Haruka, kau masih punya waktu berapa lama untuk
praktik?" "Masih dua bulan kedepan," Haruka mulai bergerak dan
berusaha membantu sebisanya. Vanessa terlihat senang karena
gadis itu berusaha membantu kerepotannya.
"Kalau begitu kau akan menjadikan , Yu-Chan sebagai bahan
riset?" "Jika anda tidak keberatan..."
"Tidak masalah, Sekarang kau boleh memperhatikanku, ini
menu makan siang yang biasa Yu-Chan makan, untuk sarapan YuChan hanya minum susu
dan makan sereal, tapi kalau malam
makannya sedikit lebih banyak."
Haruka mengangguk. Dia akan jadi nany yang sebenarnya
dari anak suaminya dengan wanita lain" Menyedihkan sekali.
Dirinya bahkan belum bercerai dengan Kent, tapi pernikahan
mereka sama sekali tidak tercatat dan dia tidak bisa melakukan
apa-apa. Seandainya tercatatpun Haruka tidak akan tega untuk
melakukan apa-apa terhadap orang-orang yang sekarang sedang
bersamanya dan kelihatannya sangat bahagia.
"Haruka, Kau tidak ingat padaku?"
Haruka memandangi Vanessa lebih lekat, jadi ia pernah
bertemu dengan Vanessa sebelumnya" Ia tidak mengingat apa-apa.
Haruka hanya mengingat semua kejadian buruk dalam hidupnya
dan melupakan semua kejadian indah kecuali yang berkaitan
dengan Kent. "Maaf, Nyonya. Aku tidak punya ingatan yang
bagus!" "Sekedar mengingatkan, kita pernah bertemu di Kedai
kakakku, Dhany di sebelah caffee mu di Soho."
Haruka mengangguk lagi. "Usiamu berapa" Kau dan Kent punya hubungan apa?"
Kali ini Haruka mulai merasa kehilangan ketenangan. Apa
yang harus di katakannya" Ia dan Kent...
"Dia mengatakan kepadaku kalau kalian pernah menikah.
Sudah bercerai" Melihat ruang tengah tadi sepertinya sudah terjadi
sesuatu semalam." "Maafkan saya, Nyonya!" Haruka sama sekali tidak bisa
menyembunyikan rasa khawatirnya. "Saya tidak bermaksud
menggoda suami anda, sama sekali tidak. Anda boleh melakukan
apa saja kepada saya..."
"Hei!" Vanessa memotong ucapan Haruka. "Kau mengenal
suamiku" Sudah pernah bertemu dengannya" Dia sedang
mempersiapan banyak hal sekarang dan aku terkejut saat kau
mengatakan tidak bermaksud menggodanya. Percayalah aku tidak
akan menyalahkanmu karena laki-laki itu memang suka menggoda
wanita manapun yang di temuinya." Vanessa Gershon tertawa, ia
benar-benar sudah membuat Haruka merasa keheranan. "Kau
menyangka kalau aku adalah istri Kent" Apa menurutmu Yu-Chan
mirip dengannya?" Haruka menoleh kepada bocah berusia tiga tahun yang terus
memandangi ibunya. Yusuke Tokeino memiliki kemiripan dengan
Kent, tapi sangat sedikit. Lalu kenapa" Sangat banyak anak-anak di
luar sana yang tidak memiliki kemiripan dengan orang Tuanya.
"Ku ralat." Vanessa bersuara lagi. "Kent pamannya, bisa jadi
ada kemiripan di antara mereka. Maksudku, Haruka. Aku memang
nyonya Tokeino, tapi bukan istri Kent Tokeino. Aku adalah istri
Natsuki jadi kau tidak perlu bersikap seolah-olah sedang
melakukan kesalahan seperti itu. Bukan urusanku jika memang
sudah terjadi sesuatu pada kalian semalam. Yang ku tau, aku
menemukan pengasuh Yu-Chan selama kami di London!"
Benarkah. Haruka merasa kalau sebuah beban berat terangkat
dari pundaknya. Tapi meskipun begitu bagaimana bisa dia
mengasuh Yusuke dan terus bertemu dengan Kent" Mungkin dia
harus mengundurkan diri. "Nyonya, Apa aku akan mengurus
Tuan muda disini" Karena ku fikir..."
"Sudah ku bilang, panggil aku Vanessa. Usiaku mungkin jauh
di atasmu dan memanggil nyonya membuatku semakin merasa tua.
Memangnya kenapa" Tadi Kent menelponku dan mengatakan
kalau kau sedang sakit, makanya aku kemari. Tapi jika kau sudah
sehat aku akan membawamu kerumah ibuku. Kau akan mengurus
Yu-Chan selama seminggu di sana dan setelah itu, jika tidak
keberatan aku dan suamiku ada urusan bisnis yang menharuskan
kami untuk naik kapal. Kapal itu akan langsung menuju Jepang,
jadi Yu-Chan tidak mungkin di tinggal. Aku akan sedikit
merepotkanmu, kau mau ikut kami ke Jepang" Semua surat-surat
akan di urus suamiku dan ku pastikan kalau dirimu akan kembali
ke London sebelum masa praktikmu berakhir. Kau tidak keberatan,
Kan?" Ponsel Haruka berbunyi lagi. Ada satu pesan masuk. Ia
membuka pesannya setelah mengucapkan kata maaf untuk
Vanessa. Pesan dari Kent.
Kau sangat marah padaku"
Kau tidak mengangkat telpon,
tidak juga membalas pesanku
Aku sedang dalam perjalanan menuju Italia sekarang
Dan seharusnya tadi pagi aku mengantarkanmu
Ke rumah kakak iparku. Dia sudah datang" (Sender; Kent xxx) Haruka memeriksa pesan yang sebelumya dan sebelumnya
lagi. Kent sudah mengirim pesan sejak jam delapan pagi lebih dari
lima buah pesan dan hampir semuanya berisi permintaan maaf.
Dia juga mengatakan kalau Dirinya mungkin akan sangat sibuk
dan tidak bisa menemui Haruka jika Haruka mengikuti jadwal
keluarga Natsuki Tokeino di banyak tempat. Haruka menghela
nafas. Tidak bertemu Kent saat ini lebih baik. Ia memandangi
pesan Kent yang pertama pagi ini.


Love Latte Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Haruka, kau sudah bangun" Aku
takut pulang, takut melihat
wajahmu Yang memandangku penuh kebencian Seperti tadi
malam. Aku minta maaf yang
sebesar-besarnya. Sama sekali
bukan maksudku untuk memaksa.
Aku hanya marah karena menyadari ada orang lain yang
menyentuh tubuhmu. Maaf karena melampiaskan semuanya
kepdamu Malam tadi (Sender; Kent xxx) Empat Puluh Tiga... Seminggu lebih dan Haruka benar-benar tidak bertemu
dengan Kent sekalipun. Kesibukan karena mengurusi Yusuke sama
sekali tidak cukup untuk membuatnya melupakan Kent. Haruka
terus bertanya kepada hatinya, apa dia jatuh cinta lagi kepada Kent
Tokeino" Dia mencintai Toby kan" Tapi tidak sekalipun Haruka
memikirkan Toby lagi semenjak malam itu. Hanya Kent dan tidak
ada orang lain. Sebenarnya selama mengurusi Yu-Chan, Haruka merasa
bahwa hidupnya benar-benar di permudah. Ternyata keluarga
Vanessa juga berkumpul di Ilchester, sehingga memungkinkan
Haruka untuk membawa Yu-Chan kerumah ayahnya yang juga
berada di wilayah yang sama. Sesekali ayahnya juga bermain
dengan Yusuke dan itu membuat Haruka dan ibunya saling
pandang saat ayahnya meminta Haruka untuk segera memberinya
cucu. Ibu tirinya masih merahasiakan semuanya dari Ayahnya
hingga sekarang dan Haruka sangat berhutang budi pada wanita
itu. Dia sama sekali tidak tau harus menjawab bagaimana atas
permintaan ayahnya. Besok dirinya dan keluarga Natsuki Tokeino akan naik kapal.
Vanessa memberikan Haruka libur seharian penuh dan
kesempatan itu di gunakannya untuk beristirahat di rumah
ayahnya. Membersihkan rumah, memasak untuk makan siang dan
makan malam sekaligus sudah di lakukannya dengan baik.
Sekarang yang harus di lakukannya dalah packing. Haruka sempat
termenung memikirkan berapa banyak barang yang harus di bawa.
Berapa lama ia akan berada di Jepang untuk mengurusi Yusuke"
Yang pasti Haruka tidak boleh melewatkan Laptop karena dirinya
tetap harus membuat laporan.
Haruka memilih beberapa pakaian sederhananya untuk di
bawa. Sebuah koper yang berukuran sedang sekarang penuh dan
siap di bawa besok pagi. Ia merasa tidak perlu membawa banyak
barang karena itu hanya akan merepotkannya nanti. Seseorang
mengetuk pintu kamarnya. Haruka mempersilahkan orang itu
masuk dan ia melihat ibu tirinya datang sambil membawakan semug susu vanilla
hangat untuknya. Dengan senyum Haruka
menyambutnya dan meminumnya beberapa teguk.
"Kau benar-benar akan pergi besok?" wanita itu duduk di
sampingnya. "Sekarang sudah memasuki musim gugur, udara di
kapal pesiar pasti sangat dingin. Bawalah beberapa jaket."
"Iya, aku sudah melakukannya!"
"Cepat kembali, Ya" Ibu bisa pusing mendengar ayahmu
menyebut-nyebut namamu setiap menit. Dia pasti sangat khawatir.
Sejak tadi dia sudah menunjukkan ke khawatirannya, untungnya
sekarang dia dan hiro sedang pergi, jadi tidak ada yang perlu
terganggu dengan ke khawatirannya itu."
Cangkir mug yang hangat membuat Haruka melingkupi
kedua telapak tangannya di permukaan luar mug. Ia memandangi
keramik putih yang isinya tinggal setengah itu lalu mendesah. "Ibu,
aku bertemu dengan Kent!"
Wanita itu memandang Haruka heran. "Kent" Kapan?"
"Sudah lama, sebenarnya. Hanya saja aku saat itu tidak ingin
membahasnya. Seharusnya aku mengatakannya kepadamu."
"Bagaimana keadaannya" Tidak. Bagaimana keadaanmu
setelah bertemu dengannya?"
"Keadaannya sepertinya sangat baik. Keadaanku..."Haruka
menggantung ucapannya dan mengangka bahu. Ia merasa risih
saat bertemu dengan Kent untuk pertama kali, lalu Kent sempat
membuatnya merasa nyaman beberapa waktu. Malah pada saat itu
Haruka sempat berfikir untuk tinggal bersama Kent, tapi setelah
malam itu dia sangat takut untuk bertemu dengan Kent. Haruka
bahkan tidak mengangkat telpon Kent, tidak membalas pesannya,
bahkan tidak mau menerima telpon saat Kent meminta Vanessa
memberikan ponselnya demi berbicara kepada Haruka. Beberapa
kali Kent mengirimkan pesan yang berisi kecaman dan amarah,
dan yang terakhir Kent mengatakan dirinya tidak akan menelpon
ataupun mengirim pesan kepada Haruka lagi untuk waktu yang
lama. "Dia tidak berbuat buruk, kan?"
Seandainya aku tau itu buruk atau tidak. Haruka membatin. Ia
menggeleng pelan lalu memaksakan sebuah seyum.
"Kau masih menyimpan hati untuknya! Ibu tau dan bisa
merasakannya. Jika dia memang satu-satunya yang terbaik kau
boleh menikah dengannya. Mungkin sekarang sudah saatnya
setelah lewat delapa tahun."
"Dia tidak pernah mengatakan itu. Jadi akupun tidak akan
berharap banyak." "Seandainya hanya ada Ibu dan hiro, seandainya ayahmu
tidak punya penyakit jantung, semuanya mungkin akan lebih baik.
Ibu tidak perlu memisahkan kalian. Ibu sangat bersipati pada
sikapnya yang datang hampir setiap malam meskipun saat itu ibu
menolaknya dengan keras. Ibu juga sedih saat melihat dia
menangis di rumah sakit waktu mengetahui kalau janinmu sudah
tidak bernyawa. Maafkan ibu, Haruka. Semuanya salah ibu!"
"Apa yang kau katakan?" Suara yang lebih berat menyeruak
di balik pintu yang terbuka dengan keras.
Haruka dan ibunya memandangi Tuan Asada yang terpaku
menatapi putri dan istrinya bergantian. "Coba jelaskan padaku,
siapa Kent" Janinmu tidak bernyawa maksudnya..."Laki-laki itu
memperbesar bola matanya. "Haruka, Kau permah mengandung?"
Empat Puluh Empat... Angin berhembus kencang di haluan kapal pesiar yang
mewah. Sudah dua hari Haruka meninggalkan rumah setelah
perdebatan sengit dengan ayahnya tempo hari. Ayahnya pada
akhirnya tetap mengetahui segalanya meskipun semua masalah itu
terus berusaha di sembunyikan darinya. Ibu tirinya menjadi
korban amukan ayahnya yang lebih besar lagi karena itu dan saat
itu Haruka sama sekali tidak tau harus berbuat apa-apa. Semua
tentang Kent sedikit banyak membuat ayah merasa lega karena
laki-laki itu tidak lepas tangan begitu saja.. Tapi ayahnya sangat
marah saat mengetahui kalau mereka sempat berencana
menyingkirkan dan menyembunyikan kandungan Haruka.
Meskipun melalui perdebatan yang parah, Haruka merasa lebih
lega. Ayah tidak terserang penyakitnya, hanya sedikit shock yang
membuatnya demam seharian dan tadi ibunya menelpon kalau
ayahnya sudah sembuh. Haruka memeluk Yusuke semakin erat. Anak itu belakangan
ini semakin dekat dengannya. Tadi Yusuke mengeluh kepanasan
di dalam kamarnya dan sekarang Haruka harus memastikan kalau
Yusuke tidak kedinginan karena tertidur di haluan dengan angin
yang cukup kencang. Haruka menggendong Yusuke dan ingin
membawanya masuk ke dalam kamar. Sepanjang koridor menuju
kamarnya, Haruka terus berdendang agar Yusuke bisa tenang.
Tapi Yusuke menggeliat dan menangis begitu menyadari kalau
hawa di sekelilingnya berubah menjadi lebih Hangat. Vanessa
Gershon dari kejauhan menyongsong dengan gerakan cepat dan
segera mengambil alih anaknya lalu berusaha menenangkannya. Ia
menggoyang-goyangkan tubuh Yusuke yang sangat kecil.
"Dia hanya rewel saja, seharian ini Yu-chan susah tidur!" Kata
Vanessa. Ia berusaha menenangkan Haruka yang memperlihatkan
wajah penuh rasa bersalah. "Nanti malam aku butuh bantuanmu.
Ada pesta besar disini, jadi aku meminta kau menjaga Yusuke!"
Haruka mengangguk. "Saya akan menjaganya di kamar."
"Di kamar" Tidak, tidak. Ayahnya ingin Yusuke ikut ke pesta.
Dia sangat bangga kepada anak laki-lakinya dan berharap bisa
memperkenalkan Yusuke kepada teman-temannya. Jadi ku harap
kau bisa ikut kepesta."
Pesta" Haruka tidak membawa satu pakaianpun yang pantas
untuk di bawa ke pesta. Yang ada di dalam kopernya hanya jeans
dan jeans. Pantaskah bila ia menggunakan itu di pesta nanti"
Haruka sama sekali tidak keberatan untuk melakukannya tapi itu
sama seja degan tidak menghormati orang-orang yang mungkin
memberikan penampilan terbaiknya nanti malam. Haruka
mendesah. "Boleh saya menggunakan Jeans, nyonya" Saya hanya
punya Jeans..." "Sudah berapa kali ku bilang, jangan panggil aku nyonya.
Soal itu, Kau ikut denganku saja!"
Vanessa Gershon menggelengkan kepalanya memberikan
kode kepada Haruka untuk mengikutinya. Haruka tau kalau
Vanessa sedang membawanya ke kamarnya di sudut lain kapal.
Selama ini Vanessa selalu tidur bersama suaminya dan Haruka
bersama Yusuke di kamar yang lokasinya berjarak cukup jauh.
Untungnya selama ini Yusuke tidak pernah berteriak-teriak
sehingga harus membuat penumpang kapal yang lain kewalahan.
Kamar Vanessa sama sekali tidak berbeda degan kamar yang di
tinggali Haruka selama di kapal ini, semuanya sama persis seperti
duplikat. Vanessa bahkan memindahkan pakaiannya kelemari
sebagai tanda kalau dia akan tinggal lama di kapal ini. Ia membuka
lemari pakaian lebar-lebar dan mempersembahkan kepada Haruka
beberapa pakaian pestanya. Haruka benar-benar terperangah.
Bukan sebuah pakaian yang mewah, tapi cukup untuk
membuatnya terkagum-kagum. Vanessa gershon memilih warnawarna yang tak lazim untuk gaunnya, tidak ada warna hitam
seperti yang di harapkan Haruka.
"Kau bisa mengenakan ini" Kata Vanessa. "Ukuran tubuh
kita tidak berbeda jauh, aku hanya sedikit lebih tinggi darimu. Jadi
kau pakai yang rok pendek saja. Itu juga untuk memudahkan
pekerjaanmu kalau nanti harus mengejar-ngejar Yusuke yang nakal.
Kau punya sepatu?" Haruka mengangguk. "Kalau sepatu, aku punya!"
Empat Puluh Lima... Sebuah gaun Shippo berintonasi lembut membalut tubuh
Haruka. Selera Natsuki Tokeino atas karya istrinya membuat lakilaki itu memuji
Haruka semalaman dan mendapat cubitan
cemburu dari istrinya. Jika Vanessa Gershon yang menggunakan,
mungkin gaun itu akan lebih pendek karena Vanessa adalah sosok
yang tinggi besar bagaikan dewi. Tapi di tubuh Haruka, gaun itu
menutupi sebagian betisnya dengan chiffon yang selalu bergoyang
ringan setiap kali dia bergerak. Haruka menggunakan sepatu
coklat yang biasa di gunakannya ke Coffee shop. Untungnya tidak
ber-hak terlalu tinggi sehingga ia masih bisa mengikuti gerak
Yusuke yang entah mengapa malam ini tidak mau diam.
Selebihnya Haruka benar-benar polos, ia hanya mengenakan
sebuah anting perak untuk menghiasi telinganya karena gaun yang
bergantung di lehernya sama sekali tidak memungkinkannya
untuk mengenakan kalung meskipun lehernya berpotongan
rendah. Berkali-kali pandangan mata orang-orang tertuju padanya.
Haruka adalah satu-satunya yang berbinar-binar karena ia satu
satunya wanita yang menggunakan gaun berwarna terang dan
sangat lembut. Selebihnya, semua orang mengenakan gaun
berwarna sama, hitam, merah, silver dan beberapa orang memakai
warna ungu dan hijau. Vanessa Gershon memilih warna hijau
zaitun sehingga membuat kulitnya terlihat sangat cerah. Dan gaun
Shippo yang Haruka kenakan juga memiliki efek yang sama.
Semuanya karena Vanessa, ia memilihkan gaun yang akan Haruka
kenakan, bahkan sampai menginspeksi seperti apa sepatu yang
Haruka kenakan dan menyamakannya dengan warna cat kuku
Haruka saat ini. Dia memaksa Haruka berdandan semaksimal
mungkin. Meskipun begitu, adanya Yusuke di pangkuannya membuat
tidak seorang laki-lakipun yang berani mengajak Haruka berdansa
dan ia patut bersyukur karena itu. Haruka hanya memandangi
pasangan paling serasi di dunia, Vanessa Gershon dan Natsuki
Tokeino yang sedang asik bertengkar di lantai dansa. Vanessa
Gershon sangat superior dan Natsuki Tokeino selalu punya cara
untuk membantah. Mereka mungkin bertemu karena pertengkaran
sebelum akhirnya jatuh cinta. Itu terlihat dari semua interaksi
mereka selama ini. Dan setiap kali mereka bersikap seperti itu,
keduanya berhasil menghibur Haruka dan membuatnya berusaha
menahan tawa seperti kali ini. Tiba-tiba Yusuke menggeliat turun
dan berlari mendekati ibunya. Dalam sekejap anak itu sudah
berada di atas leher ayahnya dan bersenang-senang dengan
keluarganya. Haruka menjadi sangat iri, seandainya ia dan Kent
bisa seperti itu... Astaga kenapa tiba-tiba memikirkan Kent lagi" Haruka membatin..
ia tidak seharusnya memikirkan Kent. Yang harus di lakukannya
adalah menolak semua permintaan dansa yang di tujukan
kepadanya. Haruka benar-benar merasa risih setiap kali ada
tangan-tangan terjulur untuknya. Ia berharap Yusuke segera
kembali meskipun sepertinya mulai mustahil. Keluarga itu bahkan
sudah meghilang entah kemana.
"Maaf, aku tidak bisa!" Haruka menolak lagi. Ia sempat
memandang laki-laki yang membungkukkan badan di depannya
sekilas. "Tapi Nona, Permohonan ini tidak bisa di tolak."
"Aku tidak bisa menari. Aku sedang sakit..." Haruka
menghentikan ucapannya. Ia memandang seseorang yang tiba-tiba
berdiri di hadapannya sambil terperangah. Kent Tokeino. Sekali
lagi Haruka memandang laki-laki yang tadi menjulurkan
tangannya kepada Haruka. Joan, orang itu...
"Aku mengutus Joan untuk memintamu berdansa denganku
dan kau menolak" Dengan susah payah aku menyusul kemari, kau
fikir mudah mencapai sebuah kapal yang ada di tengah lautan"
Degan yacth?" Haruka segera menundukkan wajahnya. Walau bagaimanapun dia tidak mungkin berdansa dengan Kent. "aku
sedang menunggu Yu-Chan!"
"Dan jadi orang bodoh disini" Mereka sudah kembali ke
kamarnya." Kent meraih tangan Haruka yang berada di pangkuan
gadis itu dan berusaha menariknya. "Ikut aku, kita bicara..."
"bicara disini saja!" Haruka menggeliat untuk melepaskan
tangannya dari genggaman Kent dan berhasil. Kent berpindah ke


Love Latte Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lengannya sehingga Haruka meringis. "berhentilah bersikap
seperti ini. Aku tidak suka di paksa. Kau membuatku takut!"
Kent tidak perduli. Dia benar-benar menyeret Haruka keluar
dari ruangan itu menyusuri koridor menuju tempat yang Haruka
kenal. Kamarnya dan Yusuke. Ia harus terkejut saat Kent memiliki
kuncinya dan mendapatkannya dari Joan. Sesaat kemudian Kent
memerintahkan Joan menunggu di luar sebelum menutup pintu.
Pada akhirnya mereka berakhir seperti ini, Haruka terpaku saat
Kent menatapnya dengan tatapan yang sangat tidak Haruka sukai.
"Aku tidak menyangka kalau malam ini kau berubah menjadi
wanita idaman Natsuki." Kent berdesis.
"Ini bukan mauku, Vanessa memaksaku..."Haruka terdiam
sejenak lalu menantang wajah Kent yang semakin mendekat
kepadanya. "Kalian merencanakannya?"
Kent tersenyum. Meskipun berbeda warna, Haruka harusnya
sadar kalau gaun yang di kenakannya sama persis dengan gaun
merah yang Haruka kenakan saat mereka menikah. Sengaja" Iya.
Kent merencanakannya semenjak Haruka tidak memperdulikannya. "Apa yang kau inginkan?"
"Aku sudah mengurus semuanya." Jawab Kent. "Aku bahkan
siap membunuh orang-orang yang pernah menatapmu dengan
pandangan binatang mereka. Aku membuat para Netter yang
menjadikan tubuhmu sebagai objek hobi aneh mereka delapan
tahun yang lalu melupakan semuanya, Aku membuat mereka
semua menjauh dari dunia ini."
"Kau sedang mengatakan apa?"
"Aku tidak suka saat istriku di gunakan sebagai bahan untuk
memanjakan pandangan laki-laki lain. Sekarang aku sudah
menghapusnya dari dunia ini, aku tinggal menghapusnya dari
ingatanmu." Haruka memijat dahinya sejenak. "Apa yang sudah kau
lakukan?" "Apa kau akan percaya bila aku katakan kalau mereka semua
sudah mati" Mereka semua sudah musnah dari pandanganmu dan
sekarang biarkan aku membantumu melupakan semuanya!"
"Kau ingin memaksaku lagi?"
"Aku tidak akan memaksa.."
"Kalau begitu aku tidak mau!" Potong Haruka tegas, ia
kemudian berusaha mendekati pintu. Tapi Kent berhasil membuka
simpul di lehernya sehingga membuat gaun Haruka nyaris melorot
kebawah. Untungnya Haruka berhasil menahannya secara spontan
dan berusaha mengikatnya kembali dengan ikatan yang lebih solid.
Haruka masih berusaha tidak memandang wajah Natsuki,
tubuhnya mulai gemetar karena dirinya tau sekarang dia sedang
tidak bisa lari. Ada Joan di depan pintu yang siap menghalanginya
saat ia keluar nanti. "Sampai kapan kau akan begini?" Desis Kent.
"Aku tidak bisa melakukannya. Malam itu kau benar-benar
membuatku takut dan itu cukup untuk jadi alasan mengapa aku
tidak akan melakukannya lagi. Kau tidak lihat tubuhku sudah
mulai gemetaran..." Haruka mengulurkan tangannya untuk
meyakinkan Kent betapa takutnya dia membayangkan apa yang
akan Kent lakukan padanya.
"Itu karena saat itu kau berfikir Sbastian yang menyentuhmu.
Sekarang berbaringlah. Kita coba sekali lagi dan aku tidak akan
memaksa. Bila kau ketakutan aku akan berhenti."
Haruka menggigit bibirnya. Ia sangat merindukan Kent,
Ternyata. Tapi Haruka ragu kalau dirinya akan baik-baik saja. Ia
ingin mencoba, hatinya tengah membujuknya untuk mencoba.
Tapi otaknya menolak dan dengan keras haruka mengatakan tidak.
"Aku tidak bisa!"
Kali ini Kent mendekat. Ia memandangi Haruka yang masih
menolak untuk memandang wajahnya. "Haruka, lihat aku. Kau
akan baik-baik saja, ruangan ini sangat terang dan kau bisa melihat
wajahku dengan jelas."
Haruka menghela nafas berat, rasa rindu pada Kent sudah
tidak bisa di toleransi. Perasaan itu bahkan mencampuri rasa
takutnya sehingga semuanya menjadi meragukan. Ia akan
melakukannya" Haruka tau kalau dirinya sangat merindukannya.
Tapi setiap kali di sentuh laki-laki, yang terbayang hanya Sbastian,
hanya pemaksaan dan hanya kesakitan. Tubuhnya merasa nyilu
mengenang bagaimana sayatan demi sayatan mendarat di
tubuhnya, bagaimana daerah sensitifnya di permainkan dengan
berbagai cara, di masuki macam-macam benda. Sekali lagi Haruka
menatap wajah Kent dan semua bayangan itu tercampur dengan
semua kebahagiaan yang sudah Kent berikan. Janinnya yang
berdetak di monitor, Kent yang berlutut di hadapan ibunya, Topi
woll berwarna hijau, Jimat merah dan airmata Kent saat do'anya
tidak di kabulkan, sepertinya Haruka mulai terbujuk. Ia
membiarkan Kent membaringkan tubuhnya di atas ranjang tanpa
kata-kata. Membiarkan Kent merangkak di atas tubuhnya dan
harus merasa gelisah saat laki-laki itu menghujani wajahnya
dengan ciuman berkali-kali. Kedua tangan Haruka menggenggam
seprai sutra berwarna merah dengan erat, dia yakin sebentar lagi
dirinya akan segera berteriak, Haruka tidak sanggup menahannya
lagi. "Buka matamu! Lihat aku!" Suara Kent berbisik.
Haruka membuka matanya dan memandang wajah Kent
dalam jarak yang dekat. Terbersit rona malu saat ia dan Kent
bertatapan. Bahkan delapan tahun lalu, setiap kali dirinya dan
Kent bercinta Haruka tidak pernah memandang wajah Kent
sekalipun. "Jangan pernah biarkan matamu terpejam lama. Lihat aku,
aku yang menyentuhmu. Mengerti?"
Haruka mengangguk pelan. Selang beberapa detik ia
mengerang saat ada bagian dari tubuhnya dan tubuh Kent yang
menyatu, dirinya mulai di jalari perasaan takut, Haruka nyaris
memejamkan matanya lagi jika Kent tidak menyebut namanya.
"Pengang tanganku kalau kau merasa takut! Aku ada disini,
seandainya kau membayangkan wajah Sbastian, aku ada disini
untuk menolongmu." Kent menjulurkan tangannya dan Haruka
menggenggamnya. Ia mendekap sebelah tangan Kent dengan
kedua tangannya di atas dada. Selang beberapa waktu kemudian
Kent mulai bergerak, membuat nafas Haruka hampir saja berhenti.
Haruka harus menahan diri untuk tidak terpejam dan melihat
kedalam mata Kent yang tidak berhenti menatapnya. Sesekali
bayangan Sbastian muncul, tapi Haruka berhasil menepisnya. Kent
ada disini bersamanya, Sbastian" Laki-laki itu sudah mati.
Perlahan-lahan Haruka mulai mendesah dalam suara yang
sangat halus, genggamannya pada tangan Kent mengendor
memberikan kesempatan kepada Kent untuk menyentuh bagian
tubuhnya yang lain. Dan mereka terus berpacu meskipun gaun
Haruka sama sekali tidak di tanggalkan, meskipun Kent juga masih
mengenakan kemejanya lengkap dengan dasi yang masih rapi
yang berjuntai menyentuh dada Haruka. Semakin lama semakin
cepat sehingga akhirnya Haruka sampai lebih dulu dan Kent
segera menyusulnya. Ia benar benar terengah-engah dan merasa
sangat lega. Kent masih menatapnya, masih disini bersamanya.
"You did it! Aku berhasil membuatmu tidak berteriak kali ini!"
Kent masih berbisik. "Kau membutuhkanku, bukan Tobby!"
Haruka menelan ludah berusaha menenangkan nafasnya. Ia
memejamka matanya lama, beberapa bulir keringat mulai mengalir
di sela-sela rambutnya. Ia bisa merasakan kalau Kent belum ingin
berpisah, setiap kali ada sesuatu yang membasahi daerah
sensitifnya yang terdalam benar-benar membuat Haruka tidak bisa
jika tidak berdesah halus. Ia sudah sangat lama tidak merasakan ini,
sudah sangat lama tidak menikmatinya.
"Kau baik-baik saja?"
"I'm okay!" Jawab Haruka, ia membuka matanya dan menatap
Kent yang masih memandanginya. "Sampai kapan kau akan
bertahan dalam posisi seperti ini?"
Kent tersenyum malu-malu, tapi dirinya sama sekali tidak
bergerak. "Aku hampir kehilanganmu untuk selamanya. Sekarang
mana mungkin aku melepasmu begitu saja!"
Haruka tidak menjawab, ia masih berusaha mengatur
nafasnya. "Berapa usiamu sekarang?" Tanya Kent.
Dahi Haruka berkerut. Untuk apa Kent menanyakan usianya
sekarang" Kent tau berapa rentang usia mereka dan seharusnya
laki-laki itu bisa menghitungnya sendiri. Dengan ragu-ragu
Haruka menjawab. "dua puluh tiga..."
Dan ia merasakan kalau Kent mencumbunya. Sebuat ciuman
panjang yang sangat manis. Haruka sangat merindukannya. Kedua
lengan Kent melingkarkan sesuatu yang menghadirkan rasa dingin
di lehernya. Haruka menyentuh benda itu dan berusaha
melihatnya, sebuah kalung dengan bandul mutiara putih yang
cantik siap menggantung di lehernya. Kent sudah mengenakannya
dengan baik. "Selamat ulang tahun pernikahan kita yang kesembilan."
Bisik Kent lirih. "Kau ingat hari ini kan?"
Kali ini Haruka tidak memandang Kent dengan rona malu,
ada sesuatu yang lebih luar biasa lagi tergurat disana. Haruka
menjulurkan tangannya melingkari leher Kent dan memeluknya
erat sehingga Kent benar-benar jatuh di atas tubuhnya, Haruka
sedikit mengerang saat merasa bagian tubuh Kent yang tadi masih
berada di dalam dirinya menekan semakin kedalam. Gadis itu
bersyukur ia masih bisa bernafas di sela-sela air matanya yang
mendesak. "Aku fikir aku tidak akan merasakan kebahagiaan seperti ini
lagi." Desis Haruka.
Mereka berpelukan lama, karena Kent juga tidak mengerti
harus mengatakan apa. Ia membiarkan Haruka menangis dalam
pelukannya, berusaha menopang tubuhnya dengan tangan agar
Haruka tidak merasa terbebani dengan tubuhnya. Tiba-tiba bunyi
pintu di ketuk. Haruka perlahan-lahan melepaskan rangkulannya
dan menyeka air matanya. Kent kali ini melepaskan diri dari
tubuhnya dan merapikan pakaiannya lalu membuka pintu. Haruka
juga berusaha duduk dalam keadaan yang lebih rapi, ia bersyukur
masih mengenakan gaunnya saat Yusuke menghambur kedalam
pelukannya. Setidaknya Yusuke tidak melihat-hal-hal aneh yang
tidak pantas untuk mata anak seusianya.
"Dia merengek ingin tidur bersama nany-nya. Aku sudah
berusaha membujuknya!" Natsuki Tokeino berdiri di depan pintu
bersama istrinya. Keduanya sudah mengenakan pakaian tidur dan
Yusuke juga sudah mengenakan piama berwarna kuning gading
dengan gambar tokoh kartun idolanya.
Kent memandangi Haruka sejenak lalu tersenyum kepada
Natsuki. "Kalau begitu biarkan Yu-Chan tidur bersama kami
malam ini." "Tapi kalian berdua..."
"Kami sudah selesai. " Kent memotong ucapan Vanessa.
"Sekarang kembalilah kekamar kalian. Aku juga lelah dan ingin
tidur!" Vanessa dan Natsuki masuk ke kamar itu sebentar dan pergi
setelah mencium kening putranya. Beberapa saat kemudian Kent
hanya bisa memandangi Haruka yang sibuk menidurkan Yusuke
dengan penuh kasih. Ia mengeluarkan sebuah foto hasil UsG yang
di ambilnya dari Haruka tempo hari dan memandanginya lekatlekat. Seandainya anak
itu lahir, mungkin sudah berlarian bersama
Yusuke sekarang, mungkin sudah menggendong Yusuke atau
malah menidurkannya seperti yang sedang Haruka lakukan saat
ini. Yusuke sudah terlelap dan Haruka sepertinya juga sudah mulai
mengantuk. Ia menguap beberapa kali sambil memandangi Kent
yang mendekat kepadanya. "Mama, tidurlah." Ujar Kent. Ia nyaris membuat Haruka
tidak bisa menahan tawanya. Mama" Sudah sangat lama Haruka
tidak memberi respon sebaik ini saat ia mengucapkannya. "Sampai
anak kedua kita lahir, Yu-Chan adalah anak kita. Kau sangat
menyayanginya kan" Vanessa bilang dia sangat dekat denganmu."
"Maksudmu?" "Selama di kapal ini dia akan jadi anakmu. Apakah Natsuki
sudah mengatakan kalau dia dan istrinya sedang bulan madu yang
kedua" Mereka beruntung ada dirimu disini, seharusnya mereka
melakukan hal yang lebih kejam lagi dengan meninggalkan YuChan bersama neneknya
di London. Bisa kau bayangkan
bagaimana Yu-Chan menangis memanggil ibunya?"
Haruka mengangguk mengerti. Ia berbisik agar Kent segera
mengganti pakaiannya dan Setelah itu giliran Haruka, karena tidak
mungkin dirinya akan mengenakan gaun semalaman. Semua
berjalan dengan bahagia. Setelah ini, dirinya hanya perlu,
menikmati kebahagiaan yang tertunda yang seharusnya sudah
menghampiri hidup mereka sejak lama.
As Ever Everything must be Ended,
finally... Empat Puluh Enam... "Kau memuat nama semua orang di laporanmu, Natsuki dan
Vanessa juga, Tapi kenapa hanya aku yang tidak" Kenapa kau
tidak mengucapkan terima kasih kepadaku?" Kent mengerang
untuk yang kesekian kalinya minggu ini. Ia masih kesal karena
tidak ada Nama Kent Tokeino dalam laporan Haruka. Kent
bertindak seolah-olah hal itu adalah hal yang paling menyakitinya
di dunia. Bahkan hari ini dia sama sekali tidak berhenti
melakukannya meskipun mereka sedang dalam perjalanan menuju
sebuah tempat di Manhattan.
Sadar atau tidak kelakuan kekanak-kanakannya berhasil
membuat Haruka tertawa. Bukan hanya Haruka, Ayah dan ibunya
bahkan juga Hiro melakukan hal yang sama. Kent kelihatannya
sangat kesal sekali karena merasa tidak di anggap ada.
"Namamu sudah ada di hatiku, tidak cukup?" tanya Haruka.
Kent menggeleng. "Tidak. Aku ingin semua orang tau, aku
ingin kau menuliskan terimakasih untuk suamiku tercinta Kent
Tokeino..." "Kenapa kau tiba-tiba jadi kekanak-kanakan begini" Kau
ingin siapa lagi yang tau" Dengan kelakuanmu belakangan ini,
sudah berhasil membuat semua orang tau kalau aku bukan wanita
lajang. Bahkan teman-teman di coffee shop juga. Kau tau,
bagaimana mereka mengejekku setiap hari?"
"Marahi saja! Sekarang Kau Bosnya. Aku mengambil alih
Coffee shop itu untukmu sebagai hadiah ulang tahunmu dua bulan
yang lalu. Jadi kau berhak memarahi mereka tentunya." Gumam
Kent. Taksi yang membawa mereka berdua berhenti di sebuah
tempat yang sangat Haruka kenal. Meskipun dirinya hanya pernah
sekali datang kemari, tapi semua ingatannya tentang tempa ini


Love Latte Karya Phoebe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih sangat jelas. Sungai itu, masih tersembunyi dari keramaian.
Tempat dimana mereka melepas calon bayi mereka dengan ikhlas,
tempat dimana Haruka dan Kent berjanji untuk bersama
selamanya. Keduanya keluar dari Taksi dan membiarkannya pergi,
dalam hitungan menit, Kent sudah menggenggam tangan istrinya
dan duduk di pinggir sungai dengan tenang. Pohon yang rindang
membuat tempat ini menjadi sangat teduh.
"Sekarang lakukanlah!" Bisik Kent.
Haruka menganguk lalu menghanyutkan bunga-bunga yang
di bawanya dengan tenang. Ia lebih banyak diam dan terhenyak
mengenang kehilangan yang sudah di lewati dalam kurun waktu
yang lama. Untuk beberapa menit suasana menjadi sangat hening
hingga akhirnya Kent kembali berbisik. "Sudah selesai" Kita
kesana saja!" Ujarnya sambil menunjuk ke sebuah pohon rindang
yang meneduhi sekelompok rumput-rumput tebal di bawahnya.
Tanpa persetujuan selanjutnya Kent kembali meraih tangan
istrinya sampai keduanya berakhir dengan berbaring di bawah
pohon itu denga nyaman. Kent melepas rasa lelahnya dengan
menghela nafas beberapa kali. Perjalalan seharian ini benar-benar
sudah berhasil membuat pinggangnya sakit. Ia memandangi
Haruka yang berada dalam pelukannya sejenak lalu beralih kepada
cahaya yang menelisip dari balik dedaunan.
"Kau merindukan anak kita tidak?" Katanya.
Haruka menyandarkan kepalanya ke lengan Kent lalu
mengangguk. "Setiap hari, setiap jam, setiap detik selama sembilan
tahun aku selalu merasakan hal itu."
"Aku juga sama! Tapi dia akan terlahir kembali, Kan?"
"Bagaimana kalau tidak" Bagaimana kalau akau benar-benar
tidak akan pernah bisa memberimu anak?"
Kent mendesah. "Haruka-chan, Berarti benar firasatku kalau
sebenarnya anak kita sudah terlahir dalam bentuk Yusuke Tokeino.
Kau tau, kan" Vanessa juga sama sepertimu. Hanya saja wanita itu
lebih kuat untuk membuat pertahanan terhadap dirinya sendiri
dan pasti bisa hidup tanpa Natsuki bila saat itu dia benar-benar
membawa rahasia kehamilannya pergi dari kami. Aku
merasakannya, saat mengetahui kalau Vanessa sedang
mengandung aku merasa kalau yang berada dalam kandungannya
adalah anakku." "Seandainya aku lebih kuat, mungkin aku tidak akan
kehilangan janinku. Tidak akan kehilanganmu, dan..."
"Berhentilah berbicara seperti itu. Kau memang harus tercipta
sebagai sosok yang lemah agar aku bisa selalu melindungimu. Jika
kau sama kuatnya seperti Vanessa, aku yakin kalau sekarang kita
tidak akan bersama lagi. Kau akan benar-benar menjauh dan tidak
akan kembali demi ayahmu. Kau tau tidak" Saat itu Vanessa sudah
siap meninggalkan semua keluarganya. Jadi aku tidak akan rela
kalau kau seperti dia!"
Haruka tertawa halus. Benar, jika Haruka sama seperti
Vanessa, maka Haruka tidak akan pernah kembali ke London,
tidak akan melarikan diri ke Jepang, Haruka pasti akan lebih
memilih untuk pergi ke tempat dimana tidak ada seorangpun
yang akan menduga kalau dirinya berada disana. Dia beruntung
menjadi orang yang lemah, beruntung karena masih di beri
kesempatan untuk bersama Kent pada akhirnya dalam damai
seperti sekarang. Haruka mengangguk mengerti. "Kau belum memberi
jawaban yang ku inginkan. Jika aku benar-benar tidak bisa
memberimu anak bagaimana?"
"Kita jemput saja anak kita yang ada di Jepang. Selagi Yusuke
masih bisa di iming-imingi dengan mainan, dia pasti akan ikut
dengan kita!" Haruka memukul dada suaminya dengan kesal. "Aku serius!"
Kent tertawa senang. Lalu memejamkan matanya perlahan.
"berhentilah berkata sedih seperti itu. Masih banyak cara untuk
bahagia di dunia ini. Jika kau mengatakan tidak pernah
memberiku anak, itu anggapan bodoh. Kau sudah pernah hampir
memberikannya meskipun bocah itu gagal lahir kedunia seperti
rencana kita. Itu sudah cukup. Aku masih bisa melakukan hal lain
bersamamu untuk bahagia, kan?"
Sejenak Hening. Nafas Kent mulai teratur karena dirinya
mulai mengantuk. Tapi meskipun ia suda memejamkan matanya,
Kent masih belum bisa tidur dengan nyenyak. Ia ingin membuka
matanya dan melihat apa yang Haruka lakukan saat ini. Apakah
Haruka sedang tersenyum, atau sedang menangis...
Akhirnya Kent membuka matanya saat sebuah kecupan
hangat haadir hanya untuknya. Ia memandangi Haruka yang
tersenyum untuknya. Haruka mendesis mengucapkan terimakasih
dengan bisikan yang sangat halus di telinga Kent. Kent menghela
nafas dalam berusaha untuk menyembunyikan perasaan haru yang
mendesak. Ia sangat bahagia.
"Kenapa kau berterima kasih?" Tanya Kent gugup. "Untuk
semua kebaikanku, ya" Kau tidak perlu melakukan itu. Sudah
sifatku..." "Untuk bersedia menerimaku kembali setelah semua yang
terjadi. Aku beruntung karena mencintaimu Kent Tokeino!"
"Aku juga." Suara Kent terdengar lebih pelan dari yang tadi.
"Jarang sekali ada pria yang seberuntung aku. Saat usiaku hampir
empat puluh tahun, aku masih bisa memandangi wanita seksi
berusia dua puluh tahunan yang menjadi istriku sekarang." Kent
lalu tertawa bangga. Kebahagiaannya bukana hanya karena itu.
Tapi lidahnya teramat sulit untuk menjelaskan semuanya.
Special Thanks for Shoujo Magic.
Thanks for the great Animation in this book's. I love
Animation Ever After... ^_^
Hina Kelana 2 Pendekar Rajawali Sakti 142 Istana Ratu Sihir Kisah Pengelana Di Kota Perbatasan 6

Cari Blog Ini