Permainan Maut The Cat And The Canary Karya Gerry Kingsley Bagian 1
Chapter 1 Cyrus West sedang sekarat. Ia berbaring di tempat tidur mewah
yang diciptakannya sendiri di tengah-tengah kehebatan Manor
Glencliff. Matahari September yang redup bersinar lewat jendela.
Udara di kamar itu dingin dan lembab, sebab ia menganggap
pemanasan kamar tidur sebagai suatu kemewahan yang berlebihan.
Dokter-dokter telah dipanggil, tapi ketuaan adalah penyakit yang tidak
bisa mereka obati, karena itu West menyuruh mereka pergi. Bego.
Mereka hanya menguras uangnya; seperti juga orang-orang lainnya. Ia
akan membuat kejutan bagi mereka. Hemmm ! Mereka mengira
bahwa kematian itu adalah akhir dari segalanya. Mereka salah.
Mereka tidak menyangka bahwa Ilmu pengetahuan moderen bisa
mengubah fenomena aneh yang dinamakan kehidupan. Mereka sedang
menunggu untuk menguras uangnya. Uang yang telah ia cari dengan
susah payah bertahun-tahun lamanya. Tidak ! Mereka tidak akan
mendapatkan uang itu dengan cara yang begitu mudah. Ia harus
merasa pasti akan hal itu.
Ia menatap cahaya matahari yang menyinari kamar itu. Di
samping tempat tidurnya duduk pemelihara rumahnya, Mrs. Pleasant,
seorang yang amat setia, yang menolong West dalam hari-hari
akhirnya; dan bila perlu ia akan menunggu selamanya, supaya West
bisa melaksanakan cita-citanya. West menyeringai, lalu ia
mengulurkan tangannya. Nafasnya semakin dangkal. Cahayanya
semakin suram. Mrs. Pleasant memegang tangannya erat, tapi West semakin
tidak merasakannya. Seolah-olah tangannya itu sudah terpisah dari
tubuhnya. Terpisah. Bibirnya terbuka, kemudian ia mengucapkan "Miou-miou."
Lalu ia diam. Seorang wanita bangkit dari sisi lain tempat tidurnya. Ia
mengusap-usap roknya dan bilang pada penjaga rumah itu : ''Kukira
kau akan mengerjakan segala sesuatu yang perlu bagi Mr. West, tepat
seperti yang telah diperintahkan padamu." Ia melihat jam sakunya.
"Bila aku cepat-cepat, aku akan bisa mengejar kereta api berikutnya
ke London. Aku akan menyetir sendiri. Wilkins bisa mengambil
kendaraan itu nanti dari Setatsion. "Ia berhenti di pintu. "Au revoir"
nampaknya ucapan selamat tinggal yang paling tepat. Aku akan
bertemu lagi denganmu dua puluh tahun mendatang."
Pintu yang besar itu dibuka dan ditutup kembali olehnya, dan
Mrs. Pleasant kini hanya berdua dengan Cyrus West.
Chapter 2 Dua puluh tahun kemudian, Alison Croby kembali untuk
memenuhi janjinya. Ia menatap kelebatan hujan lewat jendela taksi.
Perkampungan itu betul-betul gelap dan sunyi. Yokshire bukanlah
daerah favoritnya di Inggris ini, apalagi di waktu hujan. Ia ingin cepatcepat
menyelesaikan segalanya dan kembali ke London.
Dari permulaanyapun bisnisnya dengan West memang agak
aneh. Dan Tuhan tahu, itu kini sudah lama berlalu. Adakah empat
puluh tahun semenjak ia pertama kali bertemu dengan Cyrus West "
Akh ! Rasanya seperti kemaren. Waktu itu West boleh dibilang
tampan. Hidungnya seperti paruh burung rajawali, mukanya
kemerahan. Ia mengenakan baju berwarna gelap seperti orang kaya
yang lainnya. Ia ingat lagi kantor yang berantakan di GraY's Inn Road,
setiap tempat yang kosong pasti berisi dokumen. Ia ingat, betapa
nervousnya dia, sedang biasanya ia suka tenang. Sebaliknya West
begitu tenang ketika ia meminta Miss Crossby untuk menjadi
pengacaranya. Sejak itu, terjadilah hubungan timbal balik di antara
mereka, tapi hubungan itu terbatas pada hubungan bisnis. Ia mengatur
bisnis Cyrus West itu dengan rajin, bahkan ia terus menguruskannya
walaupun West sudah tidak mampu memimpin perusahaan itu secara
langsung. Lalu, dua puluh tahun yang lalu ia telah menerima suatu
tugas yang paling aneh dari segalanya.
Alison Crossby menggigil. Taksi itu dingin. Ia lebih merapatkan
baju hangatnya. Lewat cahaya yang redup itu, ia bisa melihat bahwa
taksi itu sedang melewati kampung Entstrath. Rumah itu hanya
beberapa mil dari kampung Enstrath. Dan tidak lama lagi
kewajibannya yang terakhir akan segera terpenuhi.
Renungan wanita itu terganggu dengan suara supir taksi.
"Ma'af, bu, tapi kukira kurang baik jika ibu pergi ke Manor
malam ini. Dengan hujan selebat ini, mungkin anda tinggal lebih lama
jika jembatan itu rubuh kena banjir. Saya tidak bisa menjamin untuk
menjemput anda besok pagi, sebab jembatan itu satu-satunya jalan
untuk bisa sampai ke Manor."
Alison ingat. Bagairnana ia bisa melupakan rumah sunyi di
ujung jalan itu" Dengan pohon-pohon yang merimbuninya" Ia telah
mengunjunginya beberapa kali, tapi ia selalu terharu dengan
keterpencilan rumah itu; seolah-olah rumah itu terpisah dari
perkampungan di sekitarnya. Selokan yang mengalir di pintu gerbang
utama bagaikan parit di Istana pada abad pertengahan, dan benteng
sepanjang taman itu, menutup pintu bagi orang-orang yang iseng.
Rumah itu sendiri seolah-olah dibangun untuk dipamerkan, bukan
untuk dinikmati. Kamarnya besar-besar, dihias dengan mewah, tapi
terasa hampa dan tidak menggairahkan. Cyrus West menghuni rumah
itu bagaikan seorang kepala musium. Kecuali ruang-ruang utama dan
kamar-kamar tidur dengan perlengkapan untuk tamu, bagian rumah
lainnya tidak dihias. Ruangan-ruangannya hampa. Lembab.
Suasananya selalu murung dan melelahkan. Alison tak pernah datang
ke sana kecuali untuk urusan bisnis. Tak pernah ! Kecuali saat yang
tak terlupakan itu. Ia tak pernah tinggal di sana lebih lama dari yang
diperlukan. Manor Glencliff adalah lambang keberhasilan Cyrus West
di dunia. Rumah itu melambangkan kekayaannya, kebanggaannya dan
kebenciannya pada manusia-manusia lain. Ada sesuatu yang
menyedihkan mengenai keberhasilan yang diukur seperti itu.
Dua puluh tahun yang lalu ia pergi dengan suatu janji. Kini ia
kembali untuk memenuhi janji itu. Tanggung jawab rahasia yang
dibebankan padanya itu betul-betul berat.
"Jangan kuatir, kedatanganku ke sana terlalu penting untuk bisa
menunggu baiknya cuaca." katanya.
Meskipun supir itu bukan orang yang teliti, tapi ia bisa
bersumpah bahwa penumpangnya menggigil ketika mengatakan hal
itu. Ketakutan supir mengenai jembatan itu rupanya cukup
beralasan. Sementara taksi itu melintasi jembatan, mereka bisa
mendengar deru angin dan gemuruhnya air sungai yang banjir.
Perjalanan menuju rumah itu sendiri bagaikan parit, dan mobil itu
melaju begitu lambat, sementara supir itu, menghindari lubang-lubang
becek serta dahan-dahan yang berjatuhan dari pohon di atasnya.
Akhirnya mereka melihat rumah itu. Menaranya nampak sesuai untuk
tempat tinggal hantu-hantu yang sering kita baca dalam legenda.
Betul-betul sesuai, pikir Alison Crossby, dengan urusan yang akan ia
selesaikan malam itu. Taksi itu berhenti di depan pintu gerbang. Miss Crossby berdiri
mencari-cari bell, Akhirnya ia menemukannya, tapi tekanannya itu
hanya menyebabkan tombol itu terlepas. Karena jengkel, ia
menggunakan tombol itu untuk mengetuk pintu keras-keras. Bunyinya
bergema di ruangan yang sunyi itu. Ia melihat ke sekelilingnya,
halaman yang dulu indah itu kini penuh rerumputan yang tak terurus,
penuh ilalang. Akhirnya ia mendengar langkah-langkah orang, dan pintu itu
pelan-pelan terbuka.Seorang wanita tua yang gemuk berdiri di pintu
itu, sementara supir taksi itu menyimpan sebuah bungkusan besar di
dekatnya. Setelah dibayar supir itu pergi, tingallah kedua wanita itu.
Mereka saling tatap. Dengan terang-terangan Miss Crossby meneliti
wanita di depannya. Mildred Pleasant hampir tidak berubah sama sekali. Rambutnya
yang abu itu dipotong di pinggir wajahnya. Ia masih mengenakan
seragam pembantu yang dulu, ketika Ratu masih hidup. Yang paling
mengesankan adalah matanya, besar, gesit dan amat teliti. Dari dulu
Miss Crossby menyangka bahwa hubungan Mr. West dengan Mrs.
Pleasant lebih dari hubungan seorang tuan rumah dengan
pembantunya. Pandangan Mrs. Pleasant yang aneh itu seolah
mengingatkan Miss Crossby akan hal ini. Ia merasa bahwa Mrs.
Pleasant tidak menyukai kehadirannya. Ia membenci, gangguan pada
tempat suci yang telah diciptakannya untuk Cyrus West. Ia benci
bahwa Miss Crossby kembali untuk merenggut majikannya itu dari
tangannya. "Selamat malam, Mrs. Pleasant. Kau nampak sama seperti
dulu." Mrs. Pleasant menganggap hal itu sebagai pujian. "Terima
kasih, bu. Ibu nampak sehat."
Miss Crossby kini menatap berkeliling dengan penuh
kepercayaan. Adanya penjaga rumah itu mengingatkannya bahwa dialah yang
bertanggung jawab, dan ia harus memperlihatkannya pada orang lain,
tidak peduli bagaimana perasaan mereka yang sebenarnya.
"Pertama aku ingin pergi ke perpustakaan." kata Miss Crossby
sambil menunggu Mrs. Pleasant mengantarkannya. "Kukira aku yang
pertama tiba?" "Ya, bu, anda yang pertama tiba. Kecuali Mr. West sendiri
tentunya." "Tentunya ia telah menunggu malam ini selama dua puluh
tahun." Alison Crossby tersenyum. Dan engkaupun menunggu
bersamanya, pikirnya. Sungguh setia sampai akhir.
Alison meraba-raba papan penutup dinding. Segalanya indah
dan utuh; suatu pekerjaan yang penuh kecintaan.
"Kau menjaga rumah ini dengan seksama. Aku selalu
memikirkanmu." Memang ia selalu memikirkan Mrs. Pleasant dan rumah ini.
Tapi pikiran itu seolah sebuah dosa. Ia ingat tugas yang harus
dilaksanakannya. Karena terkurung di rumah yang diabaikan ini, Mrs.
Pleasant telah kehilangan aspek-aspek lain dari abad kedua puluh ini.
Perpustakaan itu hanya diterangi sebagian. Sebagiannya lagi
gelap. Miss Crossby menanggalkan jaketnya, Lalu ia mengusap-usap
rambutnya. Sedang penjaga rumah itu memandangnya,
mengaguminya. Alison Crossby tetap cantik, tinggi tegak, tingkahnya
agak kelaki-lakian. Ia tetap kuat, meskipun telah tua. Baju yang
dikenakannya biasa-biasa saja, meskipun potongan dan kwalitasnya
memang yahud. Jacketnya cukup bermode, di dekat lehernya terlihat
kerah bajunya yang berwarna putih.
Satu-satunya ciri kefeminimannya hanyalah sebuah cincin
berlian yang dikenakannya di jari manisnya. Tak ada seorangpun yang
tahu, untuk siapa dia mengenakan cincin itu, dan Miss Crossby tak
pernah membicarakan hal itu dengan siapapun juga. Tapi hal itu
mengingatkannya bahwa ia seharusnya jadi seorang ibu, atau seorang
isteri dan bukan seorang wanita yang dingin serta hanya
menyenangkan diri sendiri.
Mrs. Pleasant memperhatikan dia menumpahkan isi tasnya pada
meja. Ada beberapa map, serantai kunci, juga sebuah revolver kecil.
Mrs. Pleasant tidak menanyakan untuk apa revolver itu, Miss Crossby
juga tidak menerangkannya. Ia hanya bilang pada penjaga rumah itu:
"Hemm! Ayolah kita mulai. Jalanlah duluan."
Mereka kembali ke ruang tengah dan mulai menaiki tangga
utama. Di lantai pertama Miss Crossby tertegun, ia memandang
penjaga rumah itu, menunggu reaksinya.
"Apakah Mr. West aman?"
"Seperti pada waktu ibu meninggalkannya." jawab wanita itu
datar. Mereka berjalan di sepanjang gang itu.
Miss Crossby nampak lega. "Bila segalanya beres,
kerusakannya pasti minim. Pasti asing untuk melihatnya lagi, untuk
mendengarnya lagi. Apakah temperaturnya diatur terus-terusan ?"
Mrs. Pleasant nampak agak ragu-ragu. "Ya, kira-kira
begitulah." Miss Crossby menatap tajam. "Apa maksudmu, kira-kira ?"
"Ya, selamanya tetap konstant, kecuali sekali, delapan belas
tahun yang lalu." "Maksudmu dua tahun setelah dia meninggal?"
"Ya. Itu sesuatu yang tidak bisa dihindari. Ada gangguan dari
general Power...." "Kan ada motor serep ?"
"Kebetulan itu juga sedang diperbaiki."
"Apakah kau merasa pasti bahwa temperatur itu hanya sekali
terganggu?" tanya Miss Crossby masih agak kesal.
Mereka berhenti di pintu. Mrs. Pleasant memungut sebuah buku
besar. Ia membuka-buka halaman?=nya. "Sangat yakin, bu. Aku
mencatatnya di sini. Selama tiga jam empat puluh tujuh menit, tanggal
17 Agustus 1916." Miss Crossby merasa lega. "Akh! Kalau begitu, kukira tidak
akan ada kerusakan. Paling tidak harapanku begitu. Bagaimana
kelembabannya?" "Betul-betul konstan. Tak ada perubahan apapun."
"Bagus." Pengacara itu membuka pintu. Dengungan yang samar
terdengar di kesunyian ruangan itu. Ia meraba-raba mencari kontak
lampu. "Aku ingat bahwa kelembaban itu sama pentingnya dengan
temperatur." Ia menemukan kontak lampu itu. Ruangan itu benderang
dengan lampu kristal, cahaya itu sesuai sekali dengan irama mesin
yang memenuhi ruangan itu. Miss Crossby menggigil ketika ia
mengingat sumber suara itu.
Sebuah peti berbentuk persegi panjang, terletak di tengah
ruangan itu, bagaikan peti mati yang kebesaran. Di sekelilingnya
terpancang beberapa pipa. Tutup peti itu digemblok rapat, dikelilingi
rantai besi yang besar. "Kulkas ini mulai kelihatan tuanya. Kukira setiap orang
mempunyai barang seperti ini di Amerika. Aku ingat, dulu kulkas itu
dianggap sesuatu yang amat modern. Sedang penggunaannya kinipun
mungkin masih dianggap baru."
Kini Miss. Crossby merasa relaks. Mrs. Pleasant nampak
semakin murung semenjak ia memasuki kamar itu. Ia memandang
berkeliling dengan nervous.
Miss Crossby mulai memeriksa gembok itu dan berkata penuh
kepuasaan. "Gembok ini nampak utuh."
"Tak pernah disentuh, bu. Pintunya tak pernah dibuka semenjak
ibu menutupkannya." Miss Crossby mengeluh. "Ya, Mrs. Pleasant. Itu telah lama
berlalu. Tapi rasanya tidak lama."
"Dua puluh tahun."
"Malam ini." Miss Crossby melanjutkan penelitiannya, sedang Mrs. Pleasant
menunggu dengan tidak sabar. Pengacara itu amat teliti. Cyrus West
telah mengajarkan hal itu padanya.
Akhirnya ia merasa puas. Ia memilih sebuah kunci dan
membuka gembok pertama, kemudian yang lainnya. Rantai besi itu
berdenting jatuh ke lantai, seolah mempunyai keinginan sendiri.
Ketika semua kunci dan rantai telah terbuka, Miss Crossby tertegun,
seolah puncak upacara rahasia telah selesai.
Permainan Maut The Cat And The Canary Karya Gerry Kingsley di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Rasanya aneh sekali membuka sesuatu yang kita kunci dua
puluh tahun sebelumnya, tepat dua puluh tahun, hari ini, bahkan jam
ini." Ia mengangkat penutup kulkas itu. "Selamat ulang tahun, Mr.
West Selamat datang di tahun 1934."
Saat itu banyak yang terjadi. Kaca jendela bergetar keras.
Ruangan itu disapu deru angin yang kencang. Seekor ngengat terbang
dari penjaranya di kulkas. Dan Mrs. Pleasant yang hampir gila
ketakutan menjerit : "Tuhanku! Itu pasti hantu! Oh, kasihanilah
kami!" Miss Crossby, yang merasa pusing dengan semua ini, melihat
dengan pandangan kosong pada sebentuk tubuh gelap di bawah
jendela. *****************************************
Asalnya Harry tidak mau datang ke Yokshire sebab ia telah
merencanakan untuk menikmati akhir-pekannya di Paris, menengok
kenalan-kenalan lama, dan berharap mendapatkan kenalan baru.
Ketika ia menerima surat dari Alison Crossby, reaksinya yang
pertama adalah menganggap saran Alison itu sebagai suatu lelucon
yang menyakitkan. Kini bahkan ia menganggapnya lebih menyakitkan lagi. Ia
diundang untuk menghadiri pembacaan surat wasiat Cyrus, saudara
sepupunya. Bahwa Cyrus telah memerintahkan untuk merahasiakan isi
surat wasiatnya dan ahli warisnya sampai dua puluh tahun setelah
kematiannya, betul-betul mengherankan. Seharusnya ia tahu bahwa
orang tua itu tidak akan puas meninggalkan uangnya begitu saja.
Kekayaannya itu baru mau diserahkan setelah semua orang melupakan
hal itu. Dan itu akan membuat pewarisnya menyesal, kenapa ia tidak
mendapatkan kekayaan itu dari dulu. Begitu juga orang lainnya harus
menanti untuk akhirnya kecewa. Akh ! Andaikan saja Harry tahu
sebagian saja dari hal yang sebenarnya!
Tapi akhirnya ia memutuskan bahwa ia akan datang pada
pembacaan wasiat itu. Ia memutuskan hal ini setelah merasa pusing di
kantornya. Ia telah memarahi bawahannya hanya karena soal yang
sepele. Untuk melupakan hal itu ia minum-minum.
Harry kini jadi sering minum, hampir jadi pemabuk. Ia minum
untuk melupakan segalanya. Iapun menyadari hal itu, menyadari
kerusakan pada dirinya. Setelah merusak karirnya sebagai dokter,
mungkin baik juga jika ia merusakkan dirinya sendiri.
Hal inilah yang menyebabkannya pergi ke Yorkshire. Siapa
tahu ia jadi pewarisnya " Cyrus adalah seorang keparat, mungkin saja
ia akan mewariskan uangnya pada keparat lain. Mungkin saja ia yang
akan jadi pewarisnya. Dan Harry tahu bahwa Annabelle akan ada di sana. Bayangan
tentang Annabelle itu menyakitkan sekaligus menyenangkannya.
Menyakitkan, jika ia ingat kenangan lama. Menyenangkan, sebab kini
ia punya harapan-harapan tertentu. Andaikan ia punya uang, mungkin
ia bisa praktek lagi, dan memenangkan kembali kehormatan dirinya.
Mungkin keberuntungan tidak selalu meninggalkannya. Dan pagi itu
ia siap untuk menghadiri pembacaan wasit dengan tujuan baru.
Ia mengendarai Lagondanya melalui Great North Road. Ia
begitu relaks, bahkan ia sempat makan siang di rumah makan tua.
Baru ketika ia hampir sampai di York, cuaca berubah jadi amat buruk,
hujan turun lebat, dan Harry merasa keinginannya untuk minum tak
bisa ditahan lagi. Ia terlalu lelah untuk memperhatikan lubang-lubang di jalan itu.
Maka ketika mobilnya menggelincir pada salah satu lubang
becek pada jalan yang menuju Manor Glencliff, ia menyumpahnyumpah. Lampu
mobilnya bersinar di kegelapan. Dan ia merasa
melihat seseorang berlari di semak-semak dekat halaman, tapi ia tidak
begitu memperdulikannya. Ia menghentikan mobil itu di depan rumah. Rumah itu nampak
gelap. Ia menyumpah lagi, dan menggebrag pintu. Tak ada jawaban.
Lalu ia melihat cahaya redup dari jendela loteng pertama. Dari sana ia
bisa melihat dua buah tubuh lewat kaca yang pecah. Dengan jengkel ia
melemparkan kerikil pada jendela itu. Suara kaca pecah berdentang
keras. Dari dalam terdengar jeritan seorang wanita.
Harry menatap jendela yang pecah itu, dan kini ia melihat muka
Alison Crossby yang penuh ketakutan.
Kali ini ia tidak mau bersikap ramah. "Buka pintu, keparat!"
teriaknya. "Aku sudah sepuluh menit menunggu di sini."
Alison Crossby nampak agak lega. "Tunggulah sebentar, Mr.
Blythe. Mrs. Pleasant akan segera turun untuk mempersilakan anda."
Harry menggumamkan sesuatu, lalu pergi ke serambi.
Miss Crossby berpaling pada Mrs. Pleasant yang sedang
terisak-isak. "Demi Tuhan! Kuasailah dirimu," katanya dengan tidak
simpatik. "Tamu-tamu Mr. West sudah mulai tiba. Kau tidak bisa
menangis seperti itu di depan mereka. Situasinya saja sudah cukup
mengerikan." "Ma'af, nyonya. Aku takut. Kupikir....."
"Aku tidak tertarik dengan pikiranmu, Mrs. Pleasant. Pergilah,
sambut Mr. Blythe, senangkan dia. Yang lainnya akan segera tiba.
Aku harus melihat apakah Mr. West sudah siap untuk menerima tamutamunya."
Sambil berkata begitu Miss Crossby membuka kembali kulkas
itu dan memeriksa isinya.
Harry kembali ke depan rumah dan dipersilakan masuk oleh
Mrs. Pleasant yang pucat dan judes. Ia tidak bilang apa-apa pada
Harry, ia cepat-cepat pergi lagi. Harry melemparkan kopornya yang
basah dan pergi ke perpustakaan. Ia menyalakan semua lampu, dan
mulai menuangkan segelas besar soda dan whyski. Ia sudah meminum
setengah isi gelas itu ketika ia mendengar suara batuk. Alison Crossby
muncul dari gudang. Ia menatap orang yang tinggi gemuk itu dengan
pandangan remeh. "Selamat malam, Harry. Aku baru saja akan mempersilakanmu
minum. Tapi kini kurasa itu tidak perlu. Kau sama sekali tidak
berubah." "Masih manja seperti dulu. Aku menyesal telah memecahkan
kaca itu. Aku tidak bermaksud memberitakan kedatanganku dengan
cara yang dramatis seperti itu. Nampaknya orang-tua itu betul-betul
kesal." "Ya, memang. Kami waktu itu sedang asyik beroperasi."
"Seluruh urusan ini betul-betul ganjil. Berapa orang lagi yang
diharapkan kedatangannya" Aku tahu bahwa Annabelle akan datang.
Sebenarnya aku menawarkan dia untuk ikut mobilku, tapi ia menolak.
Mungkin karena mengingat masa lalu. Aku tahu bahwa saudara
sepupuku yang tidak mau bicara, Charlie, juga akan datang.
Seharusnya ia tidak usah datang. Berapa orang lagi keluarga West
yang akan ditunggu?"
Miss Crossby telah pindah pada meja, di mana ia meninggalkan
surat-surat pentingnya. Ia mengambil map, sementara itu ia menyadari
bahwa revolver kecil itu tidak ada lagi di sana. Ia tidak mengatakan
apa-apa, tapi alisnya berkerut, dan ia menatap Harry tajam-tajam.
Sedang Harry tidak menyadari tatapannya.
"Aku menghubungi dan mencatat lima orang keluarga yang
masih hidup, termasuk engkau. Aku tidak tahu berapa orang yang
akan datang." "Prospek untuk menjadi milyuner berpengaruh besar dalam
penerimaan undangan akhir pekan ini."
"Mungkin engkau benar. Aku yakin pembacaan wasiat itu
mengimbangi aspek-aspek yang tidak menyenangkan untuk datang ke
sini." "Misalnya Charlie Wilder. Cukup berharga untuk pembaca
surat wasiat." Miss Crossby menatapnya, senyumnya agak aneh. "Oh, Aku
tidak akan membacakan surat wasiat malam ini."
"Tidak" Lalu siapa yang akan membacakannya?"
"Siapa lagi" Cyrus West sendiri."
Gelas yang dipegang Harry tiba-tiba jatuh dan pecah, tangannya
tiba-tiba saja menggapai tak berdaya.
Chapter 3 Pemuda Amerika itu terlambat mengejar keretanya. Ia begitu
terhanyut memikirkan kehebatan York sehingga ia tidak merasa
cepatnya waktu berlalu. Ia melambaikan karcisnya dengan cepat pada
pemeriksa dan menghampiri platform dengan langkah-langkah
panjang. Penjaga itu baru saja mau melambaikan bendera hijau dan
meniup peluitnya ketika ia meloncat ke pintu dan terus maju ke dalam.
Kompartemen itu kosong maka ia membaringkan dirinya pada bangku
berdebu itu dengan tenang. Kereta itupun melaju.
Rumah mungil yang berteras itu kurang sesuai dengan
kehebatan Great Minster. Pemuda itu melihat arlojinya. Ia harus tiba
tepat pada waktunya. Akh! Hebat sekali pergi dengan kereta api pagi
menuju York. Di ruangan itu udaranya sesak. Matahari musim gugur
itu makin bertambah suram, di langit sudah bergumpal awan hitam.
Guruh kereta, udara yang sesak, dan teh pahit yang diminumnya
campur aduk dan membuatnya ngantuk. Masih ada waktu untuk tidur
dalam perjalanan menuju Poughkeepsie, NY, tempat kelahiran orangtuanya. Itu
adalah perjalanan yang paling panjang dan paling gila yang
pernah dilakukannya. Ia sama sekali tidak membayangkan bahwa ia akan memenuhi
undangan itu. Ada alasan lain yang lebih pribadi, kenapa ia mau
datang ke tempat sejauh itu. Ia bepergian dengan penuh harapan.
Di kompartemen lainnya, dua orang wanita duduk
berdampingan, wajahnya penuh dengan kehampaan perjalanan itu.
Wanita yang tua yang berkulit bule dan bertubuh atletis, memandang
jauh keluar jendela. Air mukanya memancarkan ketegangan, ia
memutarkan kaos tangannya dengan nervous.
Temannya, seorang gadis berusia kira-kira dua puluh tiga atau
dua puluh empat tahun, dengan air muka pucat dan rambut yang hitam
subur. Ia menendang-nendang tempat duduk di depannya. Ekspresinya
menunjukkan bahwa ia merasa tidak puas dengan kehidupan ini.
Perjalanan dari London itu telah membosankannya. Kini kereta itu
melewati kebun-kebun yang damai, sapi-sapi berkeliaran di
pinggirnya. "Berapa lama lagi kita harus ada pada kereta api sialan ini,
Susan?" Sambil ngomong itu ia menendang bungkusan pakaian di
depannya, menyebabkan debu-debu berterbangan.
Kawannya berpaling dari jendela. Suaranya penuh bujukan.
"Tidak lama lagi, Cicily sayang."
Cicily diam, lalu ia berpaling sambil mendekatkan wajahnya
pada Susan. "Adakah kesempatan bahwa ia akan ..... ....?" Ia tidak
melanjutkan kalimatnya. Susan memandang lagi keluar jendela.
Kegelapan pedesaan itu membuatnya bisa bercermin pada kaca mobil.
Ia melihat wajahnya tegang. Ia angkat bahu. "Cicily sayang, itu akan
segera kita ketahui."
Di kompartemen paling depan pada kereta api itu, seorang gadis
yang amat cantik sedang membaca novel. Wajah dan tubuhnya betulbetul sempurna.
Ia bagaikan bunga ros Inggris yang tidak layu.
Tangannya memegang buku itu erat-erat, tapi seringkali ia melihat
keluar jendela, memperhatikan kelebatan hujan. Saat itu suatu
bayangan yang menakutkan memasuki matanya yang biru cerah. Tibatiba ia
menggigil. Tolol sekali, pikir gadis itu. Tak ada yang perlu
ditakutkan. Keempat orang yang ada dalam kereta dari York itu mempunyai
tujuan yang sama. Mereka semua adalah keluarga West yang masih
hidup. Dan kesempatan untuk mewarisi kekayaan West itu akan
berubah menjadi peristiwa yang takkan mereka lupakan seumur hidup.
Ia ada di sebuah bangunan besar, sekelilingnya gelap, penuh
dengan rerumputan, bagaikan hutan. Ia dikelilingi cahaya kehijauan.
Di depan, sebuah pintu gerbang besi terbuka lebar-lebar. Tapi ketika
ia menghampiri, pintu gerbang itu mulai menutup.
Ia hampir sampai, tapi pintu gerbang itu tertutup.
Sebuah suara menyahut "Cepat!" Orang lainnya berteriak
"Ujungnya di sini, ujungnya di sini." Ia terperangkap di pintu gerbang
yang kejam itu. Pemuda Amerika itu bangun dengan terkejut. Kereta telah
berhenti. Ia merasa lega, sebab yag dialaminya barusan itu ternyata
hanya mimpi. Ia telah tiba. Penjaga berteriak "Enstrath! Enstrath!"
Cepat-cepat ia menuju tombol pintu. Angin yang dingin berhembus.
Penjaga itu hampir membunyikan peluitnya.
"Cepat-cepatlah, tuan!"
Ia meloncat ke platform sambil menyeret kopornya. Masinis
meniup peluitnya dan kereta itu mulai melaju lagi. Cahayanya yang
samar itu mulai menghilang. Ia berdiri di platform, lalu melangkah
menuju tempat yang terlindung dari hujan.
Saat itulah ia melihat tiga orang lain yang tadi keluar dari kereta
dan kini berdiri berkerumun di platform itu. Mereka mengenakan baju
hangat yang tebal dan syal penahan dingin.
Pemuda itu mengacungkan topinya pada mereka, dan bilang
dengan kelembutan ala Inggris pada ketiga wanita itu. "Bisakah salah
seorang dari anda berbaik hati dan menunjukkan jalan ke Manor
Glencliff ?" Wanita yang terjangkung, yang rambutnya tidak lagi terjepit,
dan berkulit bule, menatap pemuda jangkung yang mengacungkan
topi itu. Akhirnya ia tertawa dan berkata dengan tidak feminin : "Oh,
apakah ini Paul. Oh, tidak salah ini Paul Jones. Dik Paul, apa yang
menyebabkanmu ada di sini?"
"Bila ia mau pergi ke Manor Glencliff, pastilah ia mengejar
warisan Mr. West." Kata wanita yang satunya dengan nada datar.
"Kalau begitu kita semua adalah saudara sepupu!" kata
temannya. Tapi wanita yang agak tua itu tetap tenang. Ia bilang, ''Kedua
orang ini nampaknya sudah saling mengenal, Bila akan mengikuti
lotre kekayaan Cyrus West, maka kita harus saling mengenalkan diri.
Aku Susan Silsby, dan ini saudara sepupuku, Cicily Young."
"Dan Aku Annabelle West, dan ini saudara sepupuku, Paul
Jones." "Nah, kini kita sudah saling mengenal, bagaimana kalau kita
menyewa taksi bersama-sama" Itupun jika taksinya ada di daerah ini."
Paul melihat-lihat ke sekelilingnya, ke cahaya redup yang
datang dari kemah kepala stasiun. Ia menyembunyikan berbagai
macam nostalgia yang dirasakannya setelah berjumpa kembali dengan
Annabelle. Ahnabelle bilang : "Jangan begitu nervous, Paul. Penduduk asli
di sini sudah tidak saling memakan lagi, paling tidak, lima tahun yang
lalu." "Aku tidak begitu yakin akan hal itu," kata Susan. "Siapa tahu,
apa yang akan terjadi pada keluarga West, jika mereka dikumpulkan
bersama untuk membagikan peninggalannya."
Kepala stasiun terpaksa memanggilkan taksi, yang oleh Paul
disebut sebagai auto musium. Mereka menunggu taksi itu di ruang
tunggu. Api menyala di tungku kecil. Keempat orang itu saling tatap.
Annabelle telah menanggalkan topinya; dan Paul kagum akan
kecantikannya. Air mukanya bersinar cerah dan penuh kepercayaan.
Matanya cemerlang. Akh! Betulkah itu terjadi lima tahun yang lalu"
Di taksi, mereka semua membisu, sibuk dengan pikirannya
masing-masing. Paul duduk di depan Annabelle. Annabelle tersenyum
padanya. Ia ingat pertemuan terakhir dengannya lima tahun yang lalu.
Paul melambaikan tangannya, sementara kapal itu telah melaju
meninggalkan dermaga. Annabelle baru saja keluar dari Oxford. Ia
merancang pakaian untuk orang-orang theater dan ia ingin menjadikan
Permainan Maut The Cat And The Canary Karya Gerry Kingsley di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perancangan pakaian itu sebagai karirnya. Tapi tanpa disangka-sangka
ia ditawari pekerjaan di suatu rumah mode. Annabelle akan menikmati
dulu liburan panjang, sebelum ia memasuki karirnya yang baru. Ia
menerima undangan dari saudara sepupu ayahnya yang tinggal di New
York bagian utara. Annabelle hampir tidak tahu apa-apa tentang
mereka, kecuali bahwa mereka punya anak laki-laki yang hampir
seumur dengannya yang baru saja menamatkan pelajarannya di
Universitas negeri Amerika.
Musim panas itu adalah waktu yang paling membahagiakan
dalam hidupnya. Ke manapun mereka selalu berduaan. Ke bioskop,
berjalan-jalan, pergi dansa dan sebagainya. Paul adalah seorang kawan
yang menarik, lebih matang dan lebih tenang dari pada pemudapemuda yang
ditemuinya di Oxford. Paul sendiri amat berbahag ia
bisa mengenal Annabelle. Mereka bersahabat akrab, tapi percakapan
mereka tak pernah menyinggung persoalan pribadi. Seolah-olah
mereka takut mendengar respons yang akan diberikan kawannya.
Pada hari terakhir dari liburannya, Paul membawanya ke New
York. Pada musim gugur yang indah itu mereka telah melakukan apa
yang dilakukan orang lain di kota besar. Mereka berjalan di bawah
pohon di Central Park, mengunjungi musium Metropolitan, belanja di
Fifth Avenue, dan berperahu ke Statue Liberty. Annabelle menunggu
Paul untuk mengatakan sesuatu, sesuatu yang rnenunjukkan bahwa ia
tidak mau mengakhiri perhubungan mereka itu hari berikutnya. Tapi
tak ada yang dikatakan. Mereka berpisah masih sebagai sahabat. Tapi
Annabelle merasa amat kehilangan. Dan perasaan itu selalu
menghantuinya di tengah-tengah kesibukannya sebagai perancang
mode, meskipun banyak laki-laki lain yang mengaguminya, bahkan
ada yang mengajak kawin dengannya. Ketika ia melihat Paul lagi
dalam keremangan Stasiun, ia tahu bahwa kata-kata yang dulu tidak
dikatakan itu kini pasti akan dikatakannya.
Ganjil sekali kenapa mereka harus bertemu dalam pembacaan
wasiat seorang keluarganya yang amat kaya. Ayah Annabelle selalu
mengeluh bahwa kekayaan Cyrus West itu ditinggalkan dengan siasia. Dan Annabelle
ingat, ayahnya itu meninggal dengan penuh
kecewa. Ia selalu bilang, bahwa jika ia punya uang, ia akan jadi
pelukis yang berhasil. Sayang, bakatnya itu terabaikan. Dan kini,
bisakah anaknya itu jadi pewaris, karena ayahnya telah gagal" Akh!
Anabelle tidak berharap. Ia tak pernah ketemu Cyrus West, bagaimana
ia bisa mewariskan kekayaannya itu kepadanya"
Bayangan tentang uang terus menerus memenuhi benak Susan,
sementara ia memandang keluar jendela taksi. Di sampingnya Cicily
mengantuk, ia memang juara ngantuk, meskipun sedang tegang. Kulit
mukanya itu sesegar embun pagi ketika ia bangun. Sedang muka
Susan sendiri begitu tegang. Uang. Uang. Keinginan untuk memiliki
uang itu hampir membunuhnya. Hanya, orang yang pernah kaya yang
akan merasakan pedihnya tidak punya uang. Dan beberapa tahun yang
lalu Susan Silsby memang cukup kaya. Bagaimana ayahnya bisa
begitu tolol dalam menginventasikan uangnya " Depresi telah
mengakhiri ketentraman keluarga yang pernah mereka nikmati. Dan
hal itu telah membunuh ayahnya. Kata Dokter, ia kena serangan
jantung, tapi Susan lebih tahu. Ia tidak bisa bertahan pada kemiskinan.
Lalu, ibunyapun menyusulnya.
Untunglah mereka tidak menyaksikan kekayaan keluarganya
dijual untuk membayar utang. Rumah di Surrey. Perkebunan di
Kenya, bungalow di Calcutta. Semuanya sudah terjual. Tidak bisa lagi
dinikmati. Kini ia tidak bisa lagi berkuda pada kecerahan pagi Afrika, dan
pulang untuk menikmati senja yang jatuh bagaikan layar, dan duduk
di beranda, mendengarkan suara-suara di balik semak. Tak akan
dialaminya lagi berburu harimau di Bengal dengan rombongan
Residen Inggris. Tak akan ada lagi suara tembakan, lolongan binatang.
Dan....akhirnya tak akan ada lagi Cicily.
Ia tidak bisa membayangkan saudara misannya yang egois itu.
Ia seperti binatang, hanya menempel jika ada makanan. Seperti
binatang, iapun akan segera pindah jika tempat tinggal atau
makanannya tidak makmur lagi. Yang menjadi daya tariknya untuk
tinggal dengan Susan adalah uang, dan segala kenikmatan yang bisa
dibeli dengan uang. Kini uang telah habis, dan Cicilypun pada suatu saat, akan
meninggalkannya. Susan membayangkan kehidupannya di London kelak, dengan
penghasilan yang minim. Flat lapuk di Earls Court Square, kunjungan
yang lama ke rumah kawan, berpura-pura bahwa flat itu sedang
diperbaiki. Itulah ngerinya hidup tanpa uang. Sedang Cyrus West
mempunyai kekayaan yang lebih dari pada yang dibutuhkan seratus
orang manusia dalam hidupnya. Tentunya ia meninggalkannya
sebagian untuk Susan Silsby " Tentunya di dunia ini masih ada
keadilan " Oh ! Pasti ada sesuatu baginya dalam surat wasiat itu. Pasti
ada ! Bantingan mobil itu membuyarkan pikiran Susan. Taksi itu
sedang melintasi jembatan menuju Manor.
Supir taksi tua itu memberikan peringatan yang sama seperti
pada Miss Crossby. "Tidak apa-apa macet untuk selamanyapun, jika
aku bersamamu" kata Paul kepada Annabelle ketika mendengar berita
itu. "Kuharap kami tidak mengganggu." kata Susan dengan dingin.
"Oh, Susan. Aku tidak tahu bahwa kau memperdulikan hal itu."
Jawabannya itu tidak terdengar, sebab rumah itu telah terlihat.
Lampu-lampunya kelihatan pada bagian mukanya.
"Selamat datang di Chateau d'If, saudara-saudaraku," kata Paul.
"Kukira bahwa semalam bersamamu akan lebih dari cukup"
Susan mendengus sambil mengangkat kopornya.
Ketukan mereka dijawab oleh Mrs. Pleasant yang kini telah
pulih dari keterkejutannya.
Paul bertabrakan dengan kucing hitam besar yang tiba-tiba saja
lari dari balik gordin. Kucing itu mengeong dan mundur.
Annabelle mentertawakannya. "Hemm, Paul. Kau beruntung.
Seekor kucing hitam menabrakmu dan kekayaan Cyrus West akan
jatuh ke tanganmu." Susan dan Cicily menatap keadaan sekelilingnya dengan penuh
kekaguman. "Oh, Susan. Tepat seperti yang kubayangkan. Rumah ini begitu
romantis, begitu hebat. Pasti rumah ini amat berharga."
"Ya, begitulah, sayang."
"Aku akan mati jika pewarisnya aku. Oh, bukankah kaupun
begitu ?" Mrs. Pleasant muncul kembali dan mempersilakan mereka ke
perpustakaan. Miss Crossby bangkit dari tempat duduknya untuk
menyambut mereka. "Selamat malam, Miss Sillsby, Miss Young,
Miss West. Alangkah senangnya bertemu lagi dengan kalian. Dan
anda, Mr. Jones, bukan" Kuharap perjalanan anda dari New York
menyenangkan. Apakah anda naik kapal "Mauretania" "
"Kukira bila dilihat dari kecepatannya hanya "Marie Celeste",
tapi ketenangannya. Hemm, siapa yang akan mengeluh ?"
Miss Crossby berpaling pada Harry yang sudah menghbiskan
empat gelas wiski. "Izinkan saya untuk mengenalkan Dr. Harry Blythe, yang
ayahnya adalah saudara sepupu kedua dari ibumu, Miss Sillsby, dan
saudara sepupu kedua dari ayahmu, Miss Young."
"Hallo, saudara-saudaraku," kata Harry tanpa antusias.
"Tentu engkau telah mendengar mengenai Miss Silsby, Harry.
Ia seorang ahli olahraga yang ternama."
"Miss Young juga ternama," tambah Susan.
"Tentu saja. Dan ini, Harry, adalah Paul Jones."
"Siapa ?" tanya Harry yang hampir mabuk.
"Anaknya tante Emma," kata Paul.
"Saudaranya Ernest," tambah Miss Crossby.
"Oh, yang me....nikah dengan orang Amerika" kata Harry
tersendat. Alison Crossby memegang lengan Paul dan berkata pada Harry
"Ya, tapi ia hidup senang, atau begitulah yang kudengar."
Lalu ia berpaling lagi pada Paul. "Ia lelah setelah perjalanan
jauh itu." "Oh, begitukah ?"
"Santailah dan silakan ngomong-ngomong dengan yang
lainnya. Selamat datang kembali di Inggris."
"Tapi aku tak pernah ke sini sebelumnya."
Mereka menghampiri Cicily dan Susan. "Tentunya cuaca ini
betul-betul sempurna untuk pembacaan sebuah surat wasiat." kata
Susan sambil mengambil minuman dari baki.
"Tuangkan lagi untukku, sayang," kata Cicily.
"Terlalu pagi bagimu, sayang." Susan berpaling pada Paul, lalu
bilang. "Ia tak pernah minum sebelum Matahari naik."
Cicily sudah mengalihkan perhatiannya pada Miss Crossby
''Aku tahu siapa engkau," katanya seperti anak kecil. "Engkau telah
membuka surat wasiat itu sebelumnya dan menggantikan nama
pewarisnya supaya segalanya engkau peroleh."
Suasana berubah jadi tegang. Mrs. Crossby bilang dengan
dingin, "Aku senang anda bisa mengikuti acara kita malam ini.
Alangkah baiknya bertemu dengan seseorang yang punya imajinasi
seperti itu." Cicily segera berpaling, menatap perabotan.
"Jadi kau anaknya tante Emma," kata Susan pada Paul. "Setiap
anak tante Emma adalah anakku."
Paul gembira sekali melihat Annabelle muncul dan secara halus
memisahkannya dari Susan.
"Terima kasih. Ini akan menjadi akhir pekan yang telah
dipersiapkan untuk kita. Pisau-pisaunya sudah di luar."
"Oh, tidak apa-apa. Aku akan melindungimu. Bagaimanapun
aku yakin bahwa Susan hanya menembak harimau."
"Mungkin ia juga perlu mempraktekkan tembakannya pada hal
lain." Annabelle berpaling pada Paul dan menatapnya dalam-dalam,
seolah ia baru menemuinya malam itu. Paul balas menatapnya dengan
penuh perasaan. "Sudah lama sekali, Annabelle. Bertahun-tahun aku
merindukanmu. Oh ! Seandainya kita tidak bertemu dalam suasana
seperti ini !" Annabelle diam sejenak, lalu bilang. "Aku tahu, Paul. Tapi kita
tidak selalu bisa memilih waktu. Kita harus memanfaatkannya."
Harry sedang mencoba berbasa-basi dengan kedua saudara
sepupunya. "Apakah kalian berdua datang dari London?"
"Kami datang dengan kereta yang sama dengan Miss West dan
pemuda Amerika itu. Lucu sekali, kok kita baru bertemu setelah
keluar dari kereta itu. Bila direncanakan mungkin tidak akan begini
baik jadinya. Menyenangkan sekali bertemu dengan saudara, ya,
Dokter ?" "Aku akan mengatakannya nanti."
"Akh seperti pada obat saja. Di mana kau praktek ?"
Susan amat tersinggung dengan kekasaran Harry. Sayang, ia
tidak bisa menggunakan pistolnya. Maka kini mulutnyalah yang akan
dijadikan senjata. "Aku dulu praktek di Beverly Hills, London dan Geneva."
"Oh, perubahan sirkuit kehidupan," kata Susan dengan sinis.
Harry menuangkan lagi whiski.
Miss Crossby dan Mrs. Pleasant yang telah kembali ke
perpustakaan sedang asyik bercakap cakap. Selang sebentar Miss
Crossby melirik ke sekeliling ruangan untuk memastikan bahwa tak
ada seorangpun tamu yang mendengarkan. Ia melihat, tak seorangpun
di antara mereka yang menaruh perhatian. Susan dan Cicily sedang
bercakap-cakap di sofa, Harry sedang berdiri di dekat perapian, Paul
dan Annabelle sedang melihat-lihat album tua yang mereka temukan
di rak. "Sudahkah kau mempersiapkan segalanya seperti yang
kukatakan ?" "Ya, bu. Kamar makan sudah siap, kecuali kartu penempatan.
Ibu melarang memasangnya sebelum setiap orang datang."
"Ya. Masih ada seorang tamu yang belum datang, dan kupikir
dia pasti datang." Ia melihat jam tangannya. "Hampir setengah
delapan. Dalam undangan kukatakan bahwa makan malam disajikan
jam delapan." Seolah sudah diatur, terdengar ketukan keras pada pintu. Mrs.
Pleasant pergi untuk membukanya. Harry Blythe bangkit ketika
mendengar suara itu lalu katanya seperti pada diri sendiri. ''Aku tahu
siapa dia, si badut kecil."
Kata-kata Harry itu tidak terdengar karena jeritan Cicily yang
keras ketika ia melihat benda gelap yang menakutkan, bergulingguling pada lantai di depannya sambil mengeluarkan bunyi yangmenakutkan.
Susan segera bangkit, tangannya menarik tasnya. Paul juga
bergerak lebih cepat, melepaskan tas Harry dari kucing itu, sedang
kucing itu mencakarnya. Dan mereka menarik napas lega ketika
mereka melihat pencipta lelucon itu masuk dengan bangga.
Charlie Wilder sudah biasa masuk seperti itu. Kebiasaan
pahlawan. Bagi sebagian orang, kepahlawanan itu sudah tidak lagi
menarik. Tapi nama Charles Headington Wilder, D.S.O., DFC. masih
amat berpengaruh, kecuali bagi mereka yang amat sinis. Fakta tentang
kepahlawanannya itu memang tak bisa ditolak,
Charlie telah memasuki Angkatan Udara dengan melarikan diri
dari Eton dan berbohong mengenai umur dan fakta kelahirannya.
Pada tahun 1916, tak seorangpun yang begitu ketat meneliti
identitas seseorang. Ketika keluarganya menemukannya, ia telah
menjalani training penerbangan selama enam minggu, dan ia telah
ditugaskan untuk unit garis depan di Perancis. Angkatan itu tidak mau
melepaskannya karena mereka telah mengeluarkan uang untuk
trainingnya. Apalagi ketika mereka melihat kemampuannya untuk jadi
pilot amat meyakinkan. Di akhir perang ia telah jadi pahlawan yang dipuja-puja, banyak
pembunuhan yang telah dilakukannya. Seharusnya ia tetap bekerja di
Angkatan Udara. Tapi Angkatan Udara di waktu damai kurang begitu
menarik bagi jiwanya yang gelisah, juga kebiasaan yang didapatnya
selama peperangan di Perancis itu, kurang begitu menyenangkan
teman sekerjanya. Baru setelah Charlie tertangkap basah meniduri isteri
komandannya, karirnya di Angkatan Udara itu tertutup baginya,
karena kenakalan seksnya. Bahkan dalam pengadilan perang yang
tidak resmi juga Charlie dinyatakan tidak patut menjadi tentara. Bukan
hanya karena ia meniduri isteri komandannya, tapi juga anak
perempuannya. Dengan enggan Charlie keluar dari Angkatan udara, dan mulai
mencari karir lain yang bisa memberikannya kombinasi terbang,
bahaya dan wanita. Setelah ia berusaha ke sana kemari, akhirnya ia
mendapatkan karir impiannya di Hollywood.
Hollywood memenuhi segala kebutuhannya, untuk sementara.
Tapi akhirnya produser impiannya itu bosan menggunakan pahlawan
perang yang sudah tua. Bagiannya dalam film juga jadi lebih jarang.
Bahkan bagian advertensipun kurang mempercayainya. Lalu ia
lebih memusatkan diri pada kecakapannya yang lain, supaya tetap
bergaya seperti pada "The Californian Sunshine". Aktris-aktris dan
aktor-aktor meninggalkannya dalam kesibukan tahun dua puluhan itu.
Permainan Maut The Cat And The Canary Karya Gerry Kingsley di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dan tahun tiga puluhan itu ia memang kurang beruntung. Bahkan
ketampanannyapun terkalahkan oleh kurun waktu.
Lalu ia bertemu dengan Annabelle West di London. Waktu ia
sering pulang menemani kenalan barunya, seorang Amerika yang
terpesona oleh keharuman Hollywood dan oleh.....Charlie Wilder.
Annabelle hampir jadi perancang mode muda yang terbaik di
kota itu. Ia hampir menyaingi Balenciaga, dan ia telah dipotret oleh
Cecil Beaton. Mereka bertemu dalam suatu pesta dan dikenalkan
sebagai saudara. Mereka tidak begitu mengetahui sejarah keluarga
mereka, tapi semakin hari mereka semakin saling menyenangi. Tapi di
pihak Annabelle, affair itu tidak lebih dari menyenangi, apalagi ketika
ia tahu bahwa Charlie ada main dengan wanita-wanita lainnya.
Sebagian dari wanita itu dikenalnya, bahkan sebagian lagi adalah
langganannya. Dan Annabelle tidak mau dicemoohkan karena telah
jatuh hati pada seorang gigolo.
Charlie rnerasa amat sakit hati, dan ia kembali ke Amerika.
Lebih sakit hati lagi ketika ia tahu bahwa kasih sayangnya pada
Annabelle itu kini digantikan oleh saudara sepupunya, Harry Blythe.
Suasana pertemuan Charlie dan Harry kurang begitu
menyenangkan. Sebab sebenarnya mereka saling membenci. Charlie
membenci Harry karena ia adalah seorang Dokter bedah yang
ceroboh; salah seorang pasennya meninggal di meja operasi, dan
karena kecerobohannya itu Harry dilarang praktek lagi. Dan Harry
menganggap Charlie sebagai bekas pahlawan perang, seorang gigolo
dan sebagai orang yang kurang ajar.
Ketika Charlie masuk, yang pertama dilihatnya adalah wajah
Harry yang penuh dengan permusuhan. Andaikan penglihatan itu bisa
membunuh, maka Charlie bisa menuduhnya sebagai pembunuh.
Charlie mengabaikan Harry dan berpaling pada yang lainnya.
"Hai! Saudara-saudaraku!"
''Ah, Charles Headington Wilder! Masih seperti dulu." Miss
Crossby menepuk bahunya dan membawanya ke kerumunan keluarga
itu. Mereka menatap Charlie dengan mulut menganga karena
kagum. Semuanya, kecuali Harry yang cepat memalingkan muka.
Tentunya Charlie telah bersiap untuk membuat penampilan yang
mengesankan. Ia mengenakan setelan malam lengkap dengan jas
hitam, sarung tangan putih dan topi sutera. Di lehernya tergantung
sebuah tas yang berisi berbotol-botol sampanye. Ia menaruh kopornya
dan membuka sampanye. "Kita minum untuk kebahagiaan keluarga," katanya sambil
mengedipkan mata pada setiap wanita yang hadir, lalu mengambil
gelas dari saku jasnya. "Ta Ra ! Untuk lelucon berikutnya." Ia
mengambil gelas lainnya dari saku itu, dan yang lainnya lagi. "Aku
mendapatkan jas ini dari seorang dukun nganggur sebagai imbalan
untuk pelajaran penerbangan. Ayolah kawan-kawan ! Kita minum,
kita bergembira !" Dia memang menarik, pikir Annabelle, sambil mengumpulkan
gelas sampanye. Akh! Kalaulah dia tidak mempunyai pertimbangan
lain. Cicily hampir meloncat.
"Oh, Charlie Wilder ! Aku nonton semua filmmu. Kapan yang
berikutnya beredar ?" Charlie tidak usah menjawab pertanyaan yang
agak membuatnya malu ini, sebab Cicily melanjutkan, "Maukah kau
berbaik hati padaku " Misalnya, bawalah aku berjalan-jalan. Bila aku
naik plane dengan Charlie ,Wilder, aku rela mati. Aku tahu itu."
Charlie mengedipkan matanya. "Kapanpun juga, sayangku.
Sebutkan saja harinya. Aku akan berbuat apapun untuk saudara.....
terutama seseorang yang.....beberapa jam lagi akan menjadi kaya."
Cicily merah mukanya. "Mungkin pewarisnya engkau, Charlie."
"Kuharap begitu. Tapi lucu juga, bukan" Aku bahkan tidak
ingat orang tua itu."
Mrs. Pleasant, yang telah kembali dari perpustakaan untuk
mengambil kartu kursi dari Miss Crossby, tertegun seolah ingin
mendengar apa yang dikatakan Charlie, lalu ia bilang. "Makan malam
hampir siap, bu." "Terima kasih, Mrs. Pleasant. Kita akan segera siap."
Miss Crossby menatap kelompok keluarga itu. Semuanya
kelihatan tenang, kecuali Harry. Miss Crossby merasa berterima kasih
pada Charlie, meskipun pada dasarnya ia tidak setuju dengannya. Tapi
malam itu ia tidak begitu tegang. Miss Crossby melihat arlojinya.
Sudah hampir waktunya. Annabelle telah pindah ke dekat Charlie. Ia memegang gelas
sampanyenya pada tangannya yang lembut. "Hallo, Charlie. Lama kita
tidak jumpa." "Hallo, kekasihku. Bagaimana kau bisa hidup tanpa aku begitu
lama?" "Aku baik-baik saja. Terima kasih."
"Kukira engkau tidak begitu akrab dengan sainganku di sana,
kata Charlie sambil menunjuk ke arah Harry. "Casanova, Dokter
bedah itu kok memisahkan diri di sudut."
"Harry yang malang. Kukira aku belum mengucapkan sepatah
katapun padanya semenjak kami tiba. Tentu saja engkau tidak tahu
bahwa kami tidak lagi berhubungan, tidak lama setelah kau pergi ke
New York. Ia begitu cemburuan. Aku tidak tahan."
"Aku pun tidak tahan ada bersama dia. Kini kami berdua berdiri
di sini sebagai monumen atas kecakapanmu untuk mematahkan hati
orang, kecakapanmu berjanji yang tidak dipenuhi, untuk......"
Annabelle memotongnya. "Oh, Charlie, sudahlah! Apa yang
sudah berlalu, biarkan berlalu. Kukira kita masih bisa bersahabat."
"Maaf, sayang. Tentu saja kita bisa bersahabat. Sahabat lama."
"Seharusnya aku tidak minum sampanye terlalu banyak. Aku
telah bekerja keras dua hari seminggu ini. Aku masih lelah.
Ngomonglah pada Harry, Charly. Aku tidak tahan melihat kalian
berdua saling mendelik sepanjang akhir pekan ini."
"OH ! Aku akan melakukan apapun yang dikatakanmu." kata
Charlie sambil menghampiri Harry.
"Oh, sorry jika kau masih memusuhiku, Harry. Tapi lebih baik
kau turut minum, setiap orang mesti minum, tak perduli apapun yang
telah dilakukannya."
Harry mendengus. "Hati-hatilah ! Jika kau tidak ingin minuman
itu kusemburkan pada mukamu."
"Bukan yang pertama kali, kawan. Bukan yang pertama." kata
Charlie sambil menyurungkan gelas ke muka Harry, sehingga hanya
ada dua pilihan bagi Harry; menerimanya atau melemparkannya.
Sebelum saat yang tegang itu terjadi, Annabelle memisahkan
mereka seperti pada anak kecil. "Demi Tuhan ! Kalian berdua !" Ia
menatap Charlie. "Ayo damai ! Berjabatan tangan !"
Mereka melakukannya dengan enggan.
Miss Crossby batuk-batuk. ''Saudara-saudara sekalian." Itu
tandanya bahwa ia telah siap. Ia memberi isyarat kepada mereka untuk
duduk. Lalu ia memasang kacamatanya dan melihat catatannya di
meja. Suasananya agak tegang. Meskipun seluruh tamu itu telah
mengatur masing-masing untuk duduk di sofa dan kursi, tapi mereka
tetap gelisah. Masing-masing punya keinginan dan kebutuhan sendiri,
mereka punya motif untuk berharap bahwa mereka adalah pewaris
Cyrus West. Mrs. Pleasant masuk. Ia memandang berkeliling, lalu duduk di
belakang, di dekat pintu.
Miss Crossby mengangkat muka. "Nah, kini semuanya telah
hadir. Kita mulai " Kukira kalian semua sudah duduk dengan tenang."
Terdengar suara kursi digeser. Tamu-tamu itu berusaha supaya
kelihatan tenang. Miss Crossby membuka-buka mapnya. Lalu dari bagian lain di
rumah itu, jam berdentang tujuh kali.
Mrs. Pleasant segera memberikan reaksi yang menakutkan
semuanya. "Ada sesuatu yang tidak beres," katanya, memecahkan
kesunyian. Tamu-tamu itu saling tatap. Miss Crossby menanggalkan
kacamatanya dan membuka-buka lagi mapnya.
"Tentu saja ada yang tidak beres. Pada arlojiku tujuh tigapuluh
lima. Jam itu terlalu lambat." kata Paul.
Mrs. Pleasant mengabaikan Paul, lalu ia menatap Annabelle.
"Jam itu tak pernah bunyi selama dua puluh tahun." Ia menggerakkan
tangannya, suaranya lebih keras. "Tidak pernah! Semenjak Mr.
West..." Mrs. Pleasant tertegun dan menatap semua tamunya.
"Memang begitu lambat," kata Paul. "Mungkin ada perpaduan
dengan yang meninggal."
Mrs. Pleasant menatap langit, seolah meminta ampun untuk
keteledorannya. "Ada delapan orang di rumah ini, dan jam itu berdentang tujuh
kali." kata Mrs. Pleasant lagi dengan suara yang agak aneh.
"Lalu apa ?" tanya Harry. "Jam memang untuk menghitung
waktu, bukan menghitung penghuni."
Mrs. Pleasant tidak terpengaruh olehnya. "Sebagian dari kalian
tidak akan hidup." katanya.
"Ayolah Mrs. Pleasant. Kau tidak perlu menakut-nakuti tamu
kita dengan cerita itu." kata Miss Crossby dengan tajam.
"Hantu tak pernah salah." kata Mrs. Pleasant dengan bandel.
Harry batuk keras-keras untuk menutupi ketegangan itu.
"Kukira Harry amat akrab dengan hantu malam ini," gumam
Charlie. Muka Harry memerah, ia membelalak pada Charlie. Miss
Crossby mengetukkan pulpennya supaya mereka diam, maka
merekapun membisu. Chapter 4 Miss Crossby menunggu sampai mereka tenang kembali. Ia
menatap Mrs. Pleasant, lalu memulai :
"Pada tanggal 27 September tahun 1914, Cyrus Canby West
meninggal di rumah ini. Saya diperintahkan untuk mengumpulkan
seluruh keluarganya pada tanggal 27 September malam tahun 1934,
tepat dua puluh tahun semenjak dia meninggal."
Miss Crossby memandang berkeliling, menatap wajah tamutamunya. Mereka semua
mendengarkan dengan seksama, sambil
melihat tanda-tanda untuk menebak siapakah yang akan menjadi
pewarisnya. Alison Crossby amat bangga, karena ia mengetahui
sesuatu yang tidak diketahui mereka. Ia telah memutuskan untuk
mengungkap fakta-fakta yang diketahui sebelum mengungkapkan
rahasianya pada mereka. Ia selalu menyenangi sesuatu yang dramatis.
Bila ia pernah jadi sri-panggung, mungkin ia akan menyenangi
peranan Portia. Ia melanjutkan. "Rudyard Kipling pernah menulis bahwa masa
lalu itu bagaikan gerhana, bila engkau memandangnya, engkau akan
menjadi buta. Tapi.....malam ini kita harus melihat dengan langsung
pada...." "Kipling tidak mengatakan hal itu". Potong Harry sambil
berdiri. Ia mencoba melirik Annabelle untuk mendapatkan
persetujuannya. "Joyce Kilmer yang mengatakannya, seorang
Amerika. Kuharap Surat Wasiat itu lebih tepat dari pada bahanbahanmu." katanya
dengan datar. Miss Crossby tidak terpengaruh oleh tantangan itu.
"Kukira yang mengatakannya Kipling."
"Kilmer" kata Harry ngotot.
Miss Crossby mempertimbangkan bagaimana caranya
mencairkan situasi yang tegang itu. Akhirnya ia bilang : "Ya, engkau
benar. Yang mengatakannya adalah Kilmer."
Kini Harry duduk dengan tenang sambil menunggu persetujuan
dari semuanya: Miss Crossby melanjutkan : "Kilmer dalam puisinya
"Gunga Din." Setiap orang tertawa, termasuk Harry.
"Terimakasih, bu. Aku hangga kau bisa mengakui kekalahanmu
dengan begitu lembut."
"Kau terlalu baik."
Charlie membentak dengan kesal. ''Apakah kami harus
mendengarkan kalian berdua bertengkar sepanjang malam " Siapakah
yang perduli tentang orang yang mengatakan hal itu ?"
Cicily memberanikan diri berkata. ''Kapan kita akan mengetahui
siapakah Yang beruntung ?"
Miss Crossby memandangnya dengan garang. Tapi Cicily tidak
terpengaruh, ia akan bicara lagi. Tapi Susan mencegahnya. "Diamlah
Cicily, biasanya kau tidak banyak omong."
"Kukira kau bilang aku cakap dalam segala hal." Ada kesunyian
yang mencekam, lalu "Demi Tuhan ! Katakanlah sesuatu!" kata Susan.
Petir menggema di ruangan itu seolah-olah sebagai jawabannya.
Susan mengangkat gelasnya : "Terima kasih, Cyrus."
Orang-orang ribut. Mrs. Pleasant berkata dengan gusar. "Maaf,
nona, dengan segala hormat, tapi orang yang mencemoohkan roh yang
terkutuk itu biasanya suka sial."
Susan terkejut. ''Apa yang kau maksud dengan terkutuk ?"
tanyanya. Mrs. Pleasant tertegun. "Maksudku roh yang tak mau diam di
kuburannya." Muka Susan dan Cicily berubah jadi pucat.
Paul berbisik pada Cicily. "Jangan kuatir, Mrs. Pleasant
memang agak aneh setelah tinggal sendirian di sini dua puluh tahun
lamanya." "Bila ia sendirian," kata Harry.
"Kita lanjutkan," kata Miss Crossby dengan tegas. "Supaya aku
merasa yakin bahwa aku akan bisa mengumpulkan keluarga West
pada waktu yang telah ditentukan oleh klienku, tentu saja aku
menyelidiki keluarganya, katakanlah aku memperhatikan segala
aktifitas kalian. Akibatnya aku sudah mengetahui rahasia-rahasia
kalian yang paling dalam, tanpa kalian sadari."
Ketika ia mengatakan hal ini, ia merasa bahwa ia melihat
kerdipan di salah satu muka tamunya, sayang kerdipan itu begitu
cepat, sehingga ia tidak bisa mengatakan siapa yang melakukannya.
Tapi ia menggigil, karena kerdipan itu penuh dengan kejahatan.
"Bisa kukatakan bahwa kalian telah lulus dari itu semua dengan
sikap yang cukup seimbang." Tamu-tamu itu tidak lagi tegang.
"Kehidupan kalian cukup sukses dan produktif. Salah satu maksud
Mr. West dalam penangguhan pembacaan wasiat ini ialah bahwa
siapapun yang menjadi pewarisnya, maka orang itu sudah sempat
berusaha dan menderita cukup lama sebelum mendapatkan
kekayaannya. Tapi saya yakin, dia akan puas dengan keberhasilan
kalian. Sebagian dari kalian bahkan telah menjadi orang penting di
dunia ini. "Miss Crossby tersenyum sambil memperlihatkan sebuah
poster, potret Charlie dalam seragam pilot, giginya tersenyum,
mengiklankan kehebatan odol "Denta-Thash."
Hadirin ribut lagi. Charlie menyembunyikan kejengkelannya. Ia
berpaling pada Annabelle. "Mari kita dengar juga tentang
kemasyhuran keluarga West." katanya.
"Oh, Charlie. Kami tahu engkau betul-betul ternama." kata
Annabelle sambil menatap posternya.
"Hampir ternama," jawab Charlie dengan menyesal.
"Itu betul," kata Harry.
Untuk menyelamatkan Charlie dari cemoohan lainnya Miss
Crossby melipat poster itu dan menyimpannya pada map. "Ayolah,
Harry. Jangan sinis. Sebagian di antara kalian memang terkenal di
dunia. "Miss Sillsby," katanya sambil menatap Susan. "Miss Sillsby
kau amat terkenal dalam bidang berburu." Ia berhenti untuk melihat
mapnya. "Engkau sudah memenangkan beberapa piala berburu. Kau
Permainan Maut The Cat And The Canary Karya Gerry Kingsley di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sudah bisa mengalahkan harimau Bengali. Itu adalah suatu
keberhasilan yang luar biasa bagi seorang wanita muda."
"Terima kasih untuk kata "muda"nya Miss Crossby", kata
Susan. "Kehidupan dimulai pada usia tiga puluh," kata Charlie.
"Kehidupanmu seharusnya berakhir pada usia yang sama
dengan dimulainya." kata Harry. Maka kita tak akan mendengarkanmu
lagi malam ini." Harry membelalak pada Charlie dengan penuh
kebencian. Charlie angkat bahu, acuh tak acuh.
Miss Crossby diam, sampai ia yakin bahwa kedua orang itu
sudah menyelesaikan pertengkarannya. "Miss Young, engkau terkenal
dalam menembak hal-hal lainnya." Mendengar namanya disebut,
Cicily menatap kukunya. Ekspressi mukanya berubah menjadi
menakutkan. Ia memandang Miss Crossby dengan dingin.
"Itu betul-betul suatu hal yang tidak bisa dimaafkan untuk
dikatakan lagi." Suara Cicily gemetar. Susan merengkuh bahunya dan
menggumamkan sesuatu di telinganya. Tamu-tamu itu menatap lantai,
dan pura-pura tidak mendengar. Harry memecahkan kesunyian. itu,
"Sayang, ia tidak menembak Charlie," katanya datar.
Miss Crossby kini sudah tenang kembali. Ia berpaling pada
Harry dan berkata dengan lembut. "Harry, dulu kau amat terkenal dan
berhasil." "Terutama dengan hakim," potong Harry, suaranya penuh
dengan kebencian. "Berapa lama sampai mereka membebaskanmu,
Dokter " Berapa lama " Satu setengah jam ?"
Muka Harry amat pucat karena marah. Ia bangkit dan berteriak
pada Charlie: "Dengarlah ! Kau, keparat gornbal ! Orang bego dari
Hollywood. Kau tidak lagi aman di Amerika sekarang. Dengan mudah
aku bisa menjatuhkanmu....."
Muka Miss Crossby berubah pucat. Akh ! Berkumpulnya
orang-orang tak tahu adat ini mungkin bisa merusak sesuatu yang
telah direncanakan bertahun-tahun lamanya. OH! Andaikan ia
menolak untuk melibatkan diri dalam urusan gila itu !
Harry dan Charlie sudah hampir saling mencekik. Ia berusaha
menyadarkan mereka. Dengan penuh kepedihan ia bilang.
"Tenanglah! Tenanglah ! Harry, meskipun kisahmu tidak begitu
beruntung beberapa tahun yang lalu, kau sudah mampu mengurus
dirimu "Mengurus dirinya dengan menjajakan obat-obat murahan."
teriak Charlie. "Kubilang tutup mulut, kunyuk," teriak Harry. Ia mau
merenggut leher Charlie, tapi hanya berhasil memegang kerah
bajunya. "Demi Tuhan ! Aku tidak akan berbicara lagi pada kalian
berdua, jika kalian tidak menghentikan perkelahian itu saat ini juga,"
kata Annabelle. "Di samping itu kini giliranku untuk mendengarkan
penelitian Miss Crossby. Dan aku ingin mendengarkannya."
Kata-kata Annabelle itu betul-betul bertuah dalam
menenangkan kedua orang yang bermusuhan itu.
Paul berkata dengan kagum,"Oh, bagaikan dalam dongeng. Si
cantik dan Binatang Buas. Orang yang bisa mengalahkan kedua orang
itu tentunya bukan orang biasa."
Dengan gembira Miss Crossby melanjutkan pidatonya. "Terima
kasih, Miss West. Engkau betul-betul luar biasa. Aku punya salinan
"The Times." Ia memperlihatkan selembar surat kabar pada tamutamunya. "Kulihat
engkau telah menjadi perancang mode yang
ternama di London. Suatu keberhasilan yang patut membuat iri
seseorang yang berusia dua kali lipat darimu. Mr. West adalah seorang
Laki-laki yang tak pernah....."
Paul mengacungkan tangannya untuk menarik perhatian. Miss
Crossby berhenti dan menatapnya. "Dengarlah, bu! Aku tahu anda
akan menyebutkannya, tapi aku memenangkan sebuah radio di Macy's
tahun yang lalu." "Oh, maaf, beribu maaf Mr. Jones. Aku telah melupakanmu."
Miss Crossby membuka-buka mapnya. "Nyatanya engkau juga telah
berhasil sebagai penggubah lagu. Aku mengerti bahwa engkau
mendapat banyak perhatian dan......imbalan tahun lalu untuk lagumu
yang berjudul....." Miss Crossby membuka lagi mapnya. "Yang berjudul "The
Pollen Count". Paul tersenyum. "Ya, itu betul. Itu mengenai demam rumput
kering. Anda takkan percaya betapa populernya demam rumput kering
saat ini. Aneh juga bukan " Tak ada seorangpun yang pernah
menggubah lagu mengenai orang yang menderita...."
"Ya, tentu saja." Miss Crossby sama sekali tidak kagum akan
cara Paul mencari nafkah. "Keberhasilanmu patut dihargai, itu tidak
diragukan lagi." "Lanjutkanlah! " kata Harry dengan jengkel.
Ia menutup mapnya dan menatap wajah-wajah yang penuh
harap itu. Kini tak boleh ditangguhkan lagi. Ia mulai bicara, nadanya
lebih serius dan tegas dari sebelumnya.
"Cyrus West bukanlah orang biasa. Selama hidupnya ia
mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, dan setelah ia pensiun, ia
menghabiskan waktunya untuk melindungi kekayaannya itu dari
saudara-saudaranya yang tamak dan serakah." Ia menatap wajahwajah yang cemas di
depannya. ''Tentu saja kecurigaan Mr. West itu
kurang beralasan, mengingat keluarganya yang penuh dengan
kecintaan." katanya dengan lembut.
Harrylah yang pertama memberikan respons. "Terimakasih atas
kepercayaanmu pada kami, bu," katanya dengan sinis. "Paling tidak
mengenai kalung keluarga West itu ia amat baik merahasiakannya. Itu
betul-betul dilindungi dari kami semua."
"Apa sih yang dimaksud dengan kalung keluarga West itu?"
tanya Paul tidak mengerti.
Susan terpaksa menjawab. "Kenapa anak tante Emma" Betulbetulkah engkau belum
pernah mendengar mengenai kalung keluarga
West " Tentu saja beritanya takkan tersiar ke Amerika Serikat. Kalung
itu amat terkenal. Harganya lebih dari setengah juta pound. Bila kau
bisa mendapatkan intan, sekarang ini."
Paul mengabaikan sindiran Susan itu.
"Kalau kalung itu begitu terkenal, kini di mana adanya ?" desak
Paul. "Itulah soalnya," kata Harry. "Tak ada seorangpun yang tahu."
"Tak adakah seorangpun yang bisa menerkanya?" kata Cicily,
kecemasannya tentang identitas pewaris itu terlupakan karena adanya
misteri-misteri lain yang amat menarik.
Miss Crossby kini menguasai medan.
"Nampaknya tidak bisa. Lima tahun terakhir dalam hidupnya,
Mr. West semakin mirip pertapa dan semakin eksentrik; misalnya
surat wasiatnya yang pembacaannya akan kita saksikan malam ini.
Merahasiakan sesuatu sudah membudaya pada dirinya. Dan aku harus
mengakui bahwa aku enggan untuk mengkritik tingkah lakunya.
Hilangnya kalung itu termasuk salah satu tipu dayanya dalam
merahasiakan sesuatu dan menyembunyikan sesuatu di tempat-tempat
yang kurang wajar. Pasti kalung itu disembunyikan di suatu tempat di
rumah ini. Itu tidak ada di antara harta peninggalannya. Dan ia tidak
memberikan petunjuk tentang di mana kalung itu disembunyikan."
Wajah-wajah mereka mencerminkan kekecewaan, seperti anakanak yang tidak jadi
ditraktir. Di luar, petir bergema lagi.
"Seperti yang kalian katakan tadi, malam ini betul-betul malam
yang sesuai untuk pembacaan wasiat," kata Miss Crossby," terutama
karena surat wasiat ini akan dibacakan dalam suasana yang agak
mengerikan. Tentu saja aku tidak dapat menerangkan, sampai sejauh
mana mengerikannya. Tapi aku tidak dapat lagi menangguhkan hal
itu. Kukira aku agak mengejutkan Harry tadi ketika aku mengatakan
padanya tentang siapa yang akan membacakan surat wasiat itu."
Miss Crossby melihat Harry salah tingkah, mungkin karena ia
takut, atau karena memecahkan kaca jendela tadi.
"Baiklah, semua itu akan kuterangkan pada kalian. Pada tahun
terakhir dalam hidupnya, Mr. West telah membuat film tentang
dirinya sendiri yang sedang membacakan surat wasiat, sekaligus
membuat rekaman suaranya. Karena itu, dia sendirilah yang akan
membacakan surat wasiat malam ini." Ia berhenti untuk
memperhatikan wajah mereka. Mereka semua tertegun. Harry adalah
yang pertama bicara. "Ini pasti sebuah lelucon."
"Seperti yang anda ketahui; Mr. Blythe, professi saya tidak
mengizinkan untuk membuat lelucon seperti itu. Aku menyerahkan
hal itu kepada klien."
"Miss Crossby, apakah film itu bisa bicara?" Pertanyaan
Annabelle ternyata lebih praktis.
Miss Crossby mengangguk. Akh! ternyata di balik kecantikan
wajahnya itu Annabelle mempunyai pertimbangan yang amat baik.
"Mr. West menggunakan sistim terbaru yang pada waktu itu
masih dalam taraf perkembangan. Tentu saja kedengarannya agak
primitif oleh telinga kita, tapi bila film itu gagal; ada persediaan
lainnya." "Oh, tentunya kita berasal dari orang-orang berpikiran maju."
kata Susan. "Ia hanya mempermainkan ahli warisnya," kata Paul.
Sebelum melanjutkan, Miss Crossby memandang Paul dengan
dingin. Mungkin humor Paul itu dikarenakan dia orang Amerika, tapi
tentunya itu bukan satu-satunya alasan. Paul tersenyum kembali
padanya. "Problem yang paling besar mengenai surat wasiat Mr. West
adalah bagaimana caranya melindungi film itu dari kerusakan dalam
jangka waktu dua puluh tahun. Aku meminta nasihat teknis mengenai
hal ini dan jawabannya ialah dengan cara menyimpannya pada
temperatur dan kelembaban yang konstan selamanya. Waktu itu
kulkas belum begitu biasa, tapi karena Mr. West menginginkan alat
untuk menyempurnakan rencananya dengan biaya berapapun juga,
maka dibuatlah kulkas khusus untuk melindungi film. Aku
mempercayakan penjagaan film dan kulkas itu kepada Mrs. Pleasant.
Sebagai juru masak dan penjaga rumah Mr. West, tentu saja ia rela
memperpanjang pelayanannya tidak hanya sampai kematiannya, tapi
jauh setelah ia meninggal. Kita harus berterima kasih padanya malam
ini. Terima kasih, Mrs. Pleasant."
Paul melihat bahwa muka Mrs. Pleasant yang kusut itu basah
dengan air mata. Paul terharu melihat kesetiaan wanita tua itu.
Tapi beda lagi dengan Cicily. Ia berkata dengan keras.
"Bagaimana kita bisa tahu bahwa Mrs. Pleasant tidak melihat dulu
film itu?" Miss Crossby terkejut mendengar kecurigaan itu. Akhirnya
Miss Crossby bilang. "Mrs. Pleasant adalah seorang pembantu Mr.
West yang berbakti, ia begitu bijaksana," katanya sambil melihat
Cicily dengan garang. "Di samping itu, film itu juga dijaga oleh suatu
gembok yang dirancang secara khusus, sedang kuncinya tak pernah
lepas dari tanganku." Miss Crossby menatap mereka lagi. "Mungkin
hal itu akan meyakinkan kalian; bahwa apapun rahasia itu, maka itu
tetap utuh sebagai rahasia selama dua puluh tahun."
"Rahasia yang dirahasiakan adalah rahasia yang terbaik. Oh, itu
akan jadi lagu yang populer. Sayang, aku harus berhenti menggubah
jika aku pewarisnya." kata Paul.
"Apa sih disebutnya bisnis penulisan lagu itu?" tanya Harry
kasar. "Sebelum kita sampai pada pembacaan surat wasiat itu sendiri,"
kata Miss Crossby, "masih ada hal yang harus kalian ketahui yang
berhubungan dengan maksud Mr. West. Sebenarnya ada dua film,
bukan satu." "Cyrus mungkin senang melihat dirinya dalam. film."
"Tidak, Miss Sillsby. Ada alasan yang praktis untuk pembuatan
film kedua ini. Film pertama berisi Mr. West yang sedang membaca
surat wasiatnya dan menentukan siapa pewarisnya. Film kedua tidak
boleh diputar malam ini dan sebaiknya dihancurkan tepat dua belas
jam dari saat ini, kecuali jika....."
"Kecuali jika apa?" potong Harry dengan marah.
"Kecuali jika pewaris pertama itu mati malam ini, atau terbukti
gila." Kesunyian yang tegang itu dipecahkan oleh teriakan Charlie.
"Apa sih artinya itu?"
Miss Crossby tetap tenang. "Film yang kedua berisi identitas
pewaris penggantinya."
"Ini tidak masuk akal," kata Harry sambil menggeser tempat
duduknya. "Pewaris kedua pasti ingin membunuh pewaris pertama.
Wasiat itu sama dengan surat izin untuk membunuh."
"Hanya kau yang begitu cepat menyatakan kemungkinan
pembunuhan," kata Charlie.
"Pewaris pertama tak usah dibunuh," kata Cicily, "tidak, jika
mereka berubah jadi gila."
Setiap orang berpaling dan menatapnya.
"Kukira siapapun tak usah bersedih. Kalian menyangka bahwa
identitas pewaris kedua itu diketahui, sedang sebenarnya tidak," Miss
Crossby nampak lebih meyakinkan dari pada apa yang dirasakannya.
"Saudara-saudara, silakan habiskan minumannya dan kita pindah ke
kamar makan. Dalam beberapa menit makan malam pasti siap."
Setiap orang menuju pintu. Harry menghabiskan minumannya
dalam tegukan panjang. Ia menunjuk Paul : "Orang itu datang jauhjauh dengan siasia jika ia bukan pewarisnya."
"Ia datang terlalu dekat jika ia pewarisnya," jawab Charlie.
Mrs. Pleasant menggiring mereka ke kamar makan. Ruangan itu
amat luas, dirancang sama seperti perpustakaan. Meja makan yang
besar sudah dipasang dengan indah. Taplaknya Linen putih. Gelas
anggurnya terbuat dari kristal yang terbaik. Alat-alat dari perak
nampak di mana-mana. Tak ada cahaya, kecuali lilin yang berkelip
pada tempat lilin perak. Ruangan itu masih tetap seperti dulu, ketika
Cyrus West mengundang orang-orang terkenal. Objek yang amat
menarik perhatian hadirin adalah layar film di ujung meja. Di ujung
lainnya mereka bisa melihat bayangan proyektor film.
Miss Crossby pindah ke ujung meja. "Kalian akan menemukan
kartu tempat dipasang di meja. Silakan duduk pada tempat yang
tepat." Hadirin ribut mencari tempat duduk masing-masing.
Tiba-tiba terdengar suara Paul memecah kesunyian. "Hey,
lihatlah! Seseorang telah menyediakan tempat untuk Cyrus West."
Miss Crossby menjawab pertanyaan itu dengan tenang. "Tidak
salah. Silakan duduk. Aku akan menyerahkan acara untuk malam ini
ke tangan Cyrus West sendiri."
Mereka duduk pada tempat yang sesuai dengan kartu. Paul
menatap susunan pisau, garpu, sendok dan gelas-gelas kristal yang
berkilauan di hadapannya. Ia mengambil sebuah pisau dan meneliti
lukisan pada gagangnya. Lukisan sebuah tupai sedang menjaga
pohon-pohon kelapa Lambang keluarga West.
Susan yang duduk di antara Paul dan Harry, melihat Perhatian
Paul pada pisau itu, maka ia bilang; "Itu pisau, untuk memotong
sesuatu." "Terima kasih. Aku sedang berusaha membaca mottonya.
Cahayanya suram, tapi nampaknya "radix est pecunia." Uang adalah
dasar dari segalanya."
"Nampaknya itu betul." jawab Susan.
Miss. Crossby mengeluarkan film yang nampak kuno dari
Permainan Maut The Cat And The Canary Karya Gerry Kingsley di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kulkas. Film itu masih terbungkus kain.
Ia membuka bungkusnya dan membuka tutupnya dengan
sekrup. Tutupnya jatuh ke lantai dan bunyinya membuat setiap orang
meloncat. Ia mengangkat film itu dan mulai membentangkannya pada
pemutaran proyektor. Susan memperhatikannya sejenak, lalu bilang, "Bagaimana
kami akan tahu bahwa film itu tidak ada salinannya ?"
"Pertanyaan yang hebat," Charlie menyetujui.
"Aku tahu bahwa film itu tidak ada salinannya." kata Miss
Crossby tegas. "Aku memeriksa sendiri pembuatannya."
Mendengar ini Cicily buka suara dengan jengkel. "Katakan saja
siapa pewarisnya?" Miss Crossby mengeluh. "Aku tidak bisa. Mr. West tidak
mengatakannya dan aku tidak melihat filmnya. Tak ada yang pernah
melihat. Aku juga harus mengatakan padamu, Miss Young; bahwa
kalaupun aku tahu identitas pewaris itu, tentu aku tak akan
mengatakannya pada orang lain. Aku akan membiarkan klienku, Mr.
West, melaksanakan haknya yaitu mengumumkan surat wasiatnya
dengan cara yang telah dipilihnya."
Miss Crossby masih membentangkan film itu pada gelinding
proyektor. Harry masih bergumam. "Si tua West sendirilah yang
sebenarnya gila." "Tidak, Harry. Ia hanya agak ganjil."
"Kami menghargai kesetiaan anda, Miss Crossby, tapi ia
memang orang gila," kata Charlie.
"Ia eksentrik," kata Miss Crossby.
Susan merasa tidak puas. "Ayolah, kau harus mengakui bahwa
pembuatan rencana ini membuatnya agak gila."
"Ia agak ketinggalan zaman," kata Miss Crossby tidak
terpengaruh. "Hemm, paling tidak kau bisa mengatakan bahwa ia ganjil,"
kata Annabelle. "Kubilang ia unik, khas."
"Ayo-yo," kata Paul.
"Mr. Jones, aku sudah berusaha mengerti dialek Amerika yang
luar biasa, tapi aku tidak mengerti kata-katamu yang terakhir. Dan aku
tidak mau mengerti."
"Baiklah," kata Paul, "engkau menang. Cyrus West adalah
seorang tua yang baik yang menyukai anak-anak dan tidak akan mau
menyakiti seekor lalatpun."
Tanpa diduga Mrs. Pleasant bilang. "Oh, ia menyayangi kucing
dan anak-anak." Miss Crossby yang telah memasang alat-alat film itu berpaling
lagi pada hadirin. "Film yang akan kalian lihat itu dibuat atas perintah
Cyrus West. Kini film itu diputar olehku untuk memenuhi
permintaannya. Tentu saja ini adalah sebuah dokumen yang sah. Itu
sebabnya aku menyampaikannya dengan formil. Sekarang mari kita
lihat, apa isi surat wasiat itu. "Ia mengangguk pada Mrs. Pleasant yang
pergi untuk membawa piring-piring.
Proyektor mulai berdengung, hadirin memperhatikan layar
dengan seksama. "Mari kita berharap bahwa film ini lebih baik dari salah satu
filmnya Charlie," kata Harry sambil tertawa. Layar itu
memperlihatkan sederet angka yang menurun.
Layar berubah jadi kelabu, dan mereka melihat seseorang
duduk di ujung meja di depan mereka, seorang tua berpakaian formil,
dengan kerah yang kuno. Orang itu adalah Cyrus West.
Bayangan yang diciptakan film itu betul-betul sempurna.
Seolah-olah ia duduk pada ruangan yang sama. Latar belakang film itu
adalah kamar makan itu juga. Di hadapan West disiapkan alat-alat dan
gelas yang sama seperti yang mereka hadapi sekarang ini. Orang tua
yang bernama Cyrus West dan yang telah meninggal dua puluh tahun
yang lalu itu kini duduk tegak di kursinya dan berpidato pada tamutamunya.
Chapter 5 "Selamat malam, lintah darat."
Meskipun mereka telah mengharapkan hal itu, terdengar
gumaman-gumaman dari mereka sementara orang pada layar itu
bicara. Volume suaranya betul-betul baik. Suaranya penuh cemoohan
dan kepercayaan pada diri sendiri. Suara seseorang yang menguasai
pendengarnya. Dan menikmati suasana itu. "Duduklah," lanjut orang
tua itu. "Aku Cyrus West. Pertama, baiklah kukatakan bahwa kalian
semua adalah keparat."
Hadirin jadi gelisah di tempat duduknya masing-masing.
Bagaimanapun mereka tentu tidak mengharapkan untuk dihina oleh
seseorang yang telah lama mati.
"Aku mengenalmu keparat....Aku tahu orang tua kalian. Dan
mereka juga adalah keparat-keparat semua. Ibu kalian, bapak kalian,
saudara, paman, bibi, keponakan, saudara sepupu semuanya keparat!
Kecuali Miou-miou dan satu atau dua orang lainnya, mungkin."
Ketika orang tua itu mengucapkan Miou-miou, Susan merasa
mendengar desisan terkejut dari seseorang yang duduk di meja.
"Mungkin aku adalah orang yang paling keparat, karena
mengumpulkan kalian, pada waktu yang masih jauh....mendatang dan
duduk di sini memperhatikan reaksi kalian, parasit."
West memandang mereka di sepanjang meja itu, seolah-olah ia
betul-betul menatap mereka yang duduk di sana. "Inilah orang yang
tahu karakternya sendiri." pikir Paul pada dirinya sendiri.
West sudah selesai meneliti tamunya dan melanjutkan. "Aku
telah menyuruh Mrs. Pleasant, yang meyakinkan padaku bahwa ia
takkan mati, untuk menyiapkan makan malam bagi kalian seperti
makanan yang disiapkannya bagiku malam ini."
Di layar, hadirin terpesona melihat pembantu rumah ketika
muda, mendekati Cyrus West dan menuangkan anggur untuk
dicicipinya. Pada waktu yang sama, Mrs. Pleasant yang tua itupun
mulai menuangkan anggur bagi mereka dari botol yang sama, yang
diberikannya pada Harry untuk dibuka.
Di layar, Mrs. Pleasant sibuk melayani Mr. West, dan kini Mrs.
Pleasant yang sebenarnya sibuk mengelilingi meja, melayani para
tamu. Suasana malam itu seperti dalam mimpi. Lilin berkelap-kelip,
menyembunyikan warna-warna hidup di ruang makan itu; sesuai
sekali dengan warna ruang makan yang hitam-putih pada layar. West
kini sedang menikmati anggurnya, sambil tersenyum pada mereka.
"Anggur ini betul-betul segar," ia berhenti untuk meneguk
anggurnya lalu berkata dengan gembira, "Tapi kalian harus
meminumnya pada waktu yang betul-betul cocok."
Harry sudah melupakan suasana sebenarnya dan menjawab.
''Ya, anggur ini betul-betul hebat."
"Aku heran, kok indera rasamu masih berfungsi," gumam
Charlie. Sementara mereka minum anggur, Mrs. Pleasant menyodorkan
piring "pate" kepada Mr. West, kemudian menyodorkan piring itu
kepada tamu-tamunya. West menyimpan gelasnya. Suaranya semakin sinis. "Kita tidak
sama dengan anggur." katanya,
"Anggurku segar, sedang anggur kalian matang. Dugaanku
adalah aku yang sudah matang, dan kalian yang segar, muda. Keparatkeparat muda."
Katanya sambil meludah dengan penuh kejijikan.
"Tenang, tenang," kata Paul.
Mr. West diam, lalu menunjuk piring yang ada di depannya.
''Makanlah, bila kalian masih mau. "Foie grass" ini berasal dari
Perigerd dekat Lot. Para tamu itu mulai memakan "Pate" nya. Satu-satunya yang
makan dengan lahap hanyalah Paul. Susan menyipitkan mata untuk
melihatnya. Mungkin Paul merasa pasti bahwa ialah pewarisnya, atau
mungkin ia tidak perduli hal itu. Yang lainnya penuh dengan
ketegangan. Harry membuka lagi botol anggur.
West menghabiskan "Pate"nya, meneguk anggur, lalu bicara :
"Kebanyakan orang mencari keabadian. Itu adalah suatu
kesalahan. Kesalahan yang abadi. Berapa orangkah Fir'aoun yang kita
kenal ?" Ia menatap berkeliling pada tamu-tamunya, seolah-olah
mengharapkan jawaban. "Tidak ada. Orang-orang itu tamak. Mereka
terlalu banyak menuntut. "Ingin dikenang selamanya". Hemmm! Luar
biasa!" West berdecak. "Berlebihan! Aku tidak ingin dikenang
selamanya. Kegembiraan yang paling besar bagiku adalah duduk di
sini dan mengetahui bahwa aku menikmati suatu malam denganmu
dua puluh tahun jaraknya dari waktu aku meninggal. Dan di sinilah
tempatnya." "Tidak diragukan lagi tempatnya di mana," kata Harry, dan di
belakang punggungnya, Mrs. Pleasant membelalakkan matanya pada
Harry. West seolah-olah mendengar kata-kata Harry itu. Ia bilang :
"Aku yakin bahwa kalian tahu tempatnya. Malam ini aku ada di sini
bersama kalian. Aku bersama kalian secara emosionil dan secara
fisik," sambil ngomong itu ia mengampil garpu dan membantingnya
pada gelas, bunyinya berderak, menakutkan para tamu. West berdecak
dengan sinis dan menyimpan lagi garpu itu. ''Bukankah itu
menyakitkan telinga kalian " Jangan lupa bahwa aku ada bersama
kalian. Aku tahu apa yang sedang kalian pikirkan. Aku dapat melihat
kalian tidak mau diam karena cemas. Apakah aku yang akan
beruntung" Kalian harus menunggu sebentar lagi. Bagaimanapun aku
sudah menunggu dua puluh tahun."
"Apakah dia tidak akan kehabisan film?" kata Harry sambil
menatap proyektor yang gemuruh.
Lagi-lagi orang tua itu seperti mendengar ucapan Harry. "Masih
banyak waktu, tidak usah tergesa-gesa jika kita menikmati malam
yang menyenangkan dengan keluarga. Terutama jika mereka hidup
dan kalian mati. Karena malam ini milikku, maka aku akan menikmatinya
dengan cara yang aku sukai. Aku membuat daftar tamu. Aku yang
memimpin percakapan, aku menceritakan cerita yang mengasyikkan,
aku yang mengatur menu, aku masih mengatur keluargaku. Hari ini
adalah pesta ulang tahun Cyrus West. Atau katakanlah....suatu
kebangkitan, dua puluh tahun setelah kematianku. Mungkin aku sudah
tidak ada, tapi aku tidak dilupakan. Tidak! Aku ada bersama kalian."
Susan mengernyitkan hidungnya dengan jengkel. "Senang
sekali mengetahui bahwa darah yang mengalir pada urat nadi kita itu
sama dengan darahnya."
"Kukira ia ada pada jam," kata Paul. ''Semenit lagi ia akan
meloncat, seperti elang yang menakutkan."
Di layar, Mrs. Pleasant sedang menyajikan makanan buat Mr.
West. Bau bumbu menyengat hidung para tamu, sementara Mrs.
Pleasant membuka makan, di mana Mrs. Pleasant menyiapkan piring
besar berisi nasi dan kari. West menunjuk pada piringnya yang penuh.
"Ini ayam Bombay. Aku sudah menyuruh kari selebihnya untuk
disimpan di meja. Dia.." Dari layar, Mr. West langsung menunjuk
Mrs. Pleasant yang sebenarnya. "Ia tak pernah menyajikan banyakbanyak. Dua puluh
tahun takkan merubahnya. Estafetkan makanan
itu." West mengambil lagi kari dari piring besar, Harry menyadari
bahwa iapun mengambil kari dari piring yang sama.
"West mengacungkan garpunya pada para tamu. "Tenang saja.
Jangan tergesa-gesa. Jangan memakan makananmu cepat-cepat. Itu
memperpendek umur." Ia mulai makan kari itu dengan lahap.
Mulut Paul sudah penuh. "Ayam ini mati pada tahun 1914"
katanya dengan penuh kepercayaan.
"Mungkin mereka menyimpannya bersama-sama dengan film,"
kata Charlie sambil melirik Miss Crossby. Sedang Mrs. Pleasant
memperhatikan Mr. West di layar dengan terharu.
Cicily berbisik pada Harry. ''Mari kita buat perjanjian. Jika
pewarisnya salah seorang di antara kita, kita bagi rata."
Annabelle yang mendengar hal itu berpaling pada Paul. "Itu
bagus. Bagaimana dengan kau dan aku " Fifty-fifty?" Paul
menatapnya, mata Annabelle bersinar penuh dengan kecintaan.
Ia menggelengkan kepala. "Sia-sia. Bagaimanapun aku akan
kalah." "Kenapa begitu?"
"Sebab tak akan ada seorangpun yang menganggap aku gila.
Aku berani bertaruh untuk itu." kata Paul sambil tersenyum dan
kembali menekuri piringnya.
Annabelle tersenyum. "Tidak apa-apa Paul, mungkin aku gila,
kok aku bisa dilahirkan dari keluarga ini."
"Aku tidak gila ketika aku tiba di sini," kata Charlie, suaranya
penuh kekecewaan. "Tapi aku akan segera gila bila Si tua bego itu
tidak segera membacakan surat wasiatnya. Aku jengkel duduk di sini,
mendengarkan dia memaki kita."
"Berceritalah tentang peperangan, jendral," cemoh Harry. "Itu
akan menenangkan syarafmu."
Di layar, West batuk-batuk. Ia membersihkan mulutnya dengan
lap makan. Ia menyingkirkan piringnya dan mulai memberi kuliah.
"Ilmu pengetahuan tentang peralihan sifat-sifat fisik dan mental
keturunan dinamakan Genetics." Ia membiarkan kata-kata itu dicerna
pendengarnya. Lalu ia meluruskan badan, membetulkan kacamatanya,
seolah-olah ia betul-betul ada di hadapan mereka. "Secara genetis, aku
merasa bahwa aku sedang memperhatikan masing-masing mata
kalian, seperti kalian menatap mataku."
Annabelle semakin gelisah. Suara yang kering itu punya daya
hipnotis. Mata West seolah-olah melihat jauh ke dasar hatinya,
memaksa dia untuk mengenal sesuatu tentang dirinya yang
sebelumnya tidak ia ketahui. Ia mencoba berpaling, tapi mata itu tetap
menatapnya. Tiba-tiba ia merasakan sentuhan hangat. Paul. Tiba-tiba
West nampak dalam close-up. Ia seperti orang tua yang murung. Oh,
andaikan ia kaya, Annabelle tak akan membiarkan dirinya dikuasai
harta. "Keluargaku yang tercinta, bahwa saat ini, seperti juga dua
puluh tahun yang lalu, aku ada di ujung lidah kalian. Sebelum kalian
jengkel, izinkanlah aku menyelesaikan kata-kata pembukaan dengan
mengatakan bahwa aku akan ada bersama hati kalian semalam suntuk,
bukan saja hanya bagian yang formil ini, tapi juga bagian-bagian lain
yang lebih menarik." Ada sesuatu pada cara Mr. West menyampaikan
hal itu yang membuat tamu-tamu menggigil. Miss Crossby, yang
selama ini memperhatikan kliennya di layar dengan tenang, tertegun
mendengar ucapannya itu. Apakah orang tua itu akan menyebabkan
sesuatu yang lebih dari mestinya"
Adakah petunjuk pada map-map itu" Ia ingat reaksi akan katakatanya tadi.
Kejahatan apakah yang akan disaksikannya malam ini"
Dan apakah yang bisa dilakukannya untuk mencegah keributan itu"
Bila saja orang tua itu menyebutkan pewarisnya.
West seolah tahu efek dari kata-katanya.
"Aku tahu sesuatu yang tidak kalian ketahui," desisnya. "Secara
genetis, jika yang hadir lebih dari tiga orang, dan kukira tidak akan
kurang dari itu, maka kemungkinan bahwa salah seorang di antara
kalian itu kurang waras, tidak akan kalian sukai."
Miss Crossby memperhatikan hadirin saling tatap, mencari
kemungkinan gila pada mata yang ditatapnya.
Di layar, West tersenyum sinis. "Itu menakutkan kalian,
bukan?" Mungkin sementara kalian memikirkan hal itu, lebih baik
kalian minum kopi, lebih baik kukatakan bahwa informasi itu
kudapatkan dari sumber yang dapat dipercaya."
Di layar, Mrs. Pleasant sedang menuangkan kopi untuk Mr.
Permainan Maut The Cat And The Canary Karya Gerry Kingsley di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
West. Sedang di ruang makan itu Mrs. Pleasant menuangkan kopi
untuk tamu-tamunya. "Silahkan ambil gula dan kremnya. Itu ada di hadapan kalian, di
meja." kata West. ''Tapi jangan terlalu banyak makan gula, itu akan
membunuhmu. Ingat, kopi dulu, baru kerem." Lalu West memberikan
contoh. Hadirin melihat keler gula itu dengan curiga. "Apa yang
dikatakannya mengenai gula, adalah sesuatu yang paling bijaksana
malam ini." kata Cicily. Hadirin mengabaikannya; mereka lebih
memperhatikan Mr. West di layar, tentu ia akan segera mengatakan
pewarisnya. West meluruskan tenggorokannya. "Jika pewaris itu terbukti
gila, maka kalian harus berkumpul lagi dua belas jam mendatang dan
makan pagi bersamaku."
Hadirin sudah jengkel. "Kenapa ia tidak segera saja
menyebutkannya?" kata Susan.
Annabelle terkejut melihat jari-jarinya yang pucat, ia terlalu erat
memegang taplak meja. West tersenyum sinis. "Aku bisa mendengar kalian semua
bilang, "Kenapa ia tidak segera saja menyebutkannya" Izinkanlah
orang tua ini untuk bersenang-senang, sayang. Seperti yang
kukatakan, jika pewaris pertama mati atau gila, pada waktu makan
pagi, kita akan memutar film yang kedua." Sambil berkata itu ia
mengeluarkan sebuah amplop, ia membuka lemnya dengan pisau
meja. "Sepertinya film itu berubah lambat," kata Paul.
"Ini segalanya gila. Mungkin kita semua pun gila." kata Cicily.
"Aku cukup sehat dan waras." kata Paul dengan cerah.
"Dan aku tidak biasa makan pagi," kata Annabelle.
Kini West telah membuka amplop itu. Isinya selembar kertas
halus. Orang tua itu membentangkannya, bunyi gemerisik kertas itu
terdengar oleh hadirin. Itu adalah surat wasiat Cyrus West. Mereka
bisa melihat tulisan tangan yang formil.
"Jadi," Cyrus West mempersiapkan diri untuk membaca
wasiatnya. Ia membetulkan kacamatanya dan menatap tamu-tamunya itu.
"Jika Alison Crossby masih hidup dan belum meninggal karena
terlalu banyak kerja....."
Miss Crossby tersenyum ketika namanya disebutkan. Ia tidak
menyenangi pujian-pujian yang disenangi wanita lainnya. Satusatunya pujian yang
disenanginya adalah pujian akan keberhasilan dan
kegunaan pekerjaannya. Dan pujian Cyrus West itu terasa amat
berharga. Ternyata Cyrus West tetap mengingatnya pada surat
wasiatnya. "Tentu dia sudah mengatakan," kata Mr. West, "bahwa uangku
diinvestasikan selama dua puluh tahun sesuai dengan perintahku.
Kalau dia tidak mengatakannya, pasti wakilnya mengatakan padamu
bahwa jika pewaris pertama terbukti gila, maka nama pewaris kedua
disebutkan pada film lainnya."
West mendekatkan matanya pada kertas itu dan mulai
membaca. ''Saya, Cyrus Canby West."
Hadirin di ruang makan itu membisu, lilin sudah hampir habis.
Annabelle tidak lagi menatap layar, tapi kini ia memperhatikan langitlangit yang
terlihat samar dalam cahaya lilin itu. Ia memperhatikan
bayangan-bayangan yang diciptakan cahaya itu. Dan lilin itu padam
satu demi satu, tinggal dua buah lagi yang menyala.
Ruangan itu hanya diterangi oleh cahaya kedua lilin yang
suram, proyektor gemuruh di kegelapan, cahayanya memantul pada
wajah tamu-tamu, sehingga mata setiap orang bersinar penuh
pengharapan. Di tengah-tengah deru mesin, Cyrus West bilang; "Saat
ini badan dan fikiranku dalam keadaan sehat. Dan aku menyatakan
bahwa pewaris tunggal untuk seluruh kekayaanku, laki-laki atau
perempuan, yang menggunakan nama keluarga West. Jika lebih dari
seorang yang menggunakan nama West, maka kekayaan itu dibagi
rata di antara mereka. Jika tidak ada keluarga yang hidup atau waras,
maka kekayaan itu harus diserahkan kepada Cyrus West Foundation.
Tertanda : Cyrus Canby West."
Selesai. West melipat tangannya di meja, seolah-olah
memperhatikan ekspressi muka setiap orang di depannya.
Ruangan itu sunyi, setiap orang memperhatikan Annabelle.
Mulut Annabelle menganga, pipinya kemerahan. Dan ia hanya bisa
berdesali, oh dan oh, dan membunyikan tangannya seperti seorang
anak yang menatap peri natal. Dia nampak seperti orang yang
berharga lima puluh juta dollar, pikir Paul.
Kesunyian itu dipecahkan dengan serentetan ucapan selamat.
Muka Susan kelihatan lebih tua dan lebih tegang. Kekecewaan itu
membuat dunianya hancur. Ia tersenyum kecut dan bilang dengan
seenaknya: "Ahli nujumku bilang bahwa akulah yang akan
mendapatkannya. Aku akan membunuh keparat itu."
Suara, Mr. West mengalihkan lagi perhatian mereka, seolaholah West betul-betul
hadir di ruangan itu. "Tenanglah, tenang," kata
West. "Dan sekarang, selamat malam. Senang sekali menikmati
malam ini bersama kalian."
West duduk kembali di kursinya, tapi film itu masih berderak
pada proyektor. Cicily memandang layar itu sekejap kemudian bilang dengan
penuh kecewa. "Hemmm ! Tidak ada kalung."
Air muka West begitu tenang ketika ia duduk di kursinya. Ia
berbicara dengan keramahan seorang tuan rumah."Ada cognac yang
enak, baiklah kita sama-sama minum. Yakinlah bahwa aku ada
bersamamu dalam permainan selanjutnya malam ini."
Mendengar kata-kata itu Miss Crossby menggigil lagi. Apakah
yang dimaksudkan dengan "permainan" oleh orang tua itu" Permainan
apakah yang akan dihadapi keenam orang itu; Di mana lima orang di
antaranya adalah orang-orang yang kecewa" Dan siapakah pewarisnya
yang kedua " Oh ! Ia ingin pagi cepat datang supaya bisa
meninggalkan rumah yang mengerikan ini, yang pemiliknya ngotot
dari kuburan untuk mengatur dan mengarahkan kehidupan orang lain.
Suara geseran kursi berderit ketika hadirin bersiap untuk
kembali ke perpustakaan. Tapi terdengar lagi suara West. "Satu hal
lagi sebelum kalian pergi. Tunggulah sebentar, kalian bisa dengar
tentang kalung keluarga West."
West tersenyum memperhatikan reaksi mereka. Cicily cepat
melirik Susan. Bibirnya terkatup rapat, tegang. West kelihatan puas.
"Ah, tentunya kalian tidak mengira bahwa aku telah melupakan
kalung itu, bukan?" Hadirin tertegun. Kemauan mereka seolah-olah diserahkan pada
perintah orang yang sudah mati itu.
Ketamakan, dan keinginan untuk memiliki harta West sudah
menguasai mereka semua. Meskipun pewarisnya sudah ditentukan,
tapi masih ada seberkas harapan pada hati mereka. Tapi harapan
mereka hancur ketika orang tua itu bilang. "Tidak! Oh, maaf maaf
keluargaku yang tercinta, ini bukan untuk kalian semua. Aku hanya
ingin berbicara dengan ahli warisku." Ia berdecak dan menggerakkan
tangannya. "Maukah yang lainnya meninggalkan kami?"
West memperhatikan mereka, sementara mereka, kecuali
Annabelle, meninggalkan ruangan. West berteriak "Aku akan bertemu
lagi dengan kalian!"
Annabelle berdiri di depan layar dan menunggu orang tua yang
telah lama mati itu bicara lagi.
Di layar, West tertegun, dan menatap Annabelle dengan teliti
lewat kacamatanya. Kedua orang itu amat kontras; Annabelle dengan
kesegaran masa mudanya, sedang orang tua itu begitu keriput
termakan usia. Anehnya Annabelle merasa berani meskipun suasana
itu cukup mengerikan, di mana ia menemui nenek moyangnya yang
hampir legendaris itu. Waktu kecil, tentu saja ia pernah mendengar
tentang Cyrus West, tapi tak pernah ia bermimpi bahwa ia akan
menjadi pewaris tunggalnya. Ia tahu hubungan darahnya dengan West
sama seperti tamu-tamu lainnya. Kini ia merasa tenang, dan pemilikan
kekayaan yang amat banyak itu mengingatkannya bahwa ia tidak
boleh dikuasai oleh harta, seperti Cyrus West, sehingga hal itu hampir
membuatnya gila. Meskipun masih muda, dan masih hijau, tapi
Annabelle memiliki pendekatan moral yang mantap. Kini ia kaya, dan
ia tidak mau menganggap kekayaan itu sebagai alasan untuk
mementingkan diri sendiri. Iapun tidak mau menjadi mangsa bahaya
yang mengintai gadis cantik yang kaya.
West sudah selesai meneliti pewarisnya. "Hemm, sayang.
Duduklah ! Kukira engkau agak tertegun dengan kegembiraan dan
kejutan ini. Mengejutkan juga, kok engkau bisa memiliki uang begitu
banyak, bukan " Akupun selalu berpikir begitu. Tapi, kau tahu, aku
tak pernah mendapat warisan. Aku harus berusaha untuk mendapatkan
uang itu. Hidupku tidak sesenang kehidupanmu sejak saat ini. Aku
harus berusaha untuk mendapatkan apa yang kini kumiliki." Ia
menggapaikan tangannya ke ruangan itu. "Misalnya, rumah ini. Aku
harus berusaha untuk mendapatkannya. Aku ingat apa yang kulakukan
untuk mendapatkan setiap bata, setiap kaleng cat, setiap perabot perak.
Itu sebabnya aku ingin merasa pasti bahwa siapapun yang mewarisi
kekayaanku telah merasakan bagaimana susahnya tidak punya uang,
bagaimana rasanya menderita dan kelaparan. Aku harus merasa pasti
bahwa keluargaku takkan dekat-dekat pada uangku sampai mereka
mati atau terlalu tua untuk bisa menikmatinya." Orang tua itu tertawa.
Bukan tertawa yang menyenangkan; dan Annabelle melihat
bahwa matanya telah dibakar kegairahan tertentu. Selama makan
malam, ia bertingkah seolah-olah pembacaan surat wasiat itu suatu
lelucon yang mengasyikkan. Kini ia bisa melihat bahwa West betulbetul ingin
keluar dari pekuburannya untuk menekankan keinginannya
pada orang-orang yang masih hidup. Annabelle mendengarkan,
sifatnya yang terbuka dan baik hati itu tertarik dengan motivasi dan
ketamakan yang tidak bersifat manusiawi ini.
"Tentu saja aku sangat mengharapkan bahwa pewarisku itu
adalah seorang generasi muda yang hampir tidak mengenalku sama
sekali. Seseorang yang tidak mendoakan aku supaya cepat mati. Saat
ini aku punya firasat bahwa aku sedang berbicara dengan seseorang
yang muda, bahkan mungkin cantik. Apakah aku benar?"
Kemampuannya yang aneh untuk mengetahui sifat dan tingkah
laku pendengarnya selalu benar saja, pikir Annabelle. Ia menggigil.
West melanjutkan : "Aku yakin seseorang yang muda dan
cantik akan lebih menghargai barang yang disebutkan paling akhir
dalam surat wasiat. Kalung keluarga West. Aku menyuruh
membuatnya pada tukang permata modern yang amat termasyur di
dunia, aku membayar mahal untuk berliannya.
Kalung itu betul-betul berharga. Tapi aku tidak akan
melepaskannya dengan mudah. Kalung itu disembunyikan. Kalung itu
ada di sini, tapi engkau harus menemukannya. Aku yakin bahwa
engkau akan menemukannya. Tapi penemuannya adalah suatu
permainan yang kusiapkan untukmu. Aku akan memberikan
petunjuknya padamu. Kalung itu telah duapuluh tahun menunggu
untuk bisa bernafas. Itu saja. Selamat mencari. Kuharap engkau tetap
hidup, dan tetap waras. Jika tidak, aku menunggu makan pagi." Ia
menggapaikan tangannya menyuruh Annabelle pergi.
Annabelle memperhatikan West mengambil sebuah kartu dari
map di meja, di dekat sikutnya. Dalam kartu itu tertulis dengan huruf
cetak. "JIKA SUARANYA RUSAK." Ketika Annabelle berpaling dan
meninggalkan ruangan itu, West sedang memegang kartu-kartu
lainnya dengan surat wasiat yang tertulis di atasnya.
Gadis muda itu masih memikirkan falsafah Cyrus West, dan ia
agak bingung dengan petunjuknya mengenai kalung itu. Ketika
meninggalkan ruangan, tiba-tiba ia sadar bahwa orang-orang yang
sedang ngobrol di ruang tengah itu adalah saudara-saudaranya yang
miskin. Ia juga menyadari, meskipun ia mencoba menghilangkan hal
itu dari fikirannya, bahwa ia akan jadi korban atau mangsa dari siapa
saja yang merasa dirinya adalah pewaris kedua.
Ketika ia muncul, semua mata tertuju padanya. Mereka semua
tersenyum penuh dengan rasa persahabatan. Tapi siapakah yang tahu
tentang apa yang ada di balik wajah-wajah yang menyenangkan itu "
Setiap orang begitu memperhatikan Annabelle, sehingga tak ada
seorangpun yang melihat bahwa Mrs. Pleasant kembali lagi ke ruang
makan, menuju layar yang kini telah bisu, dan menyentuhnya dengan
kelembutan yang sebenarnya tidak bisa diharapkan dari seseorang
bertangan kasar. Paling tidak ada sebuah hati yang mencintai dan
menghormati kenangan Cyrus West pada hari itu, seperti ia telah
mencintai dan menghormatinya hampir selama enam puluh tahun.
Chapter 6 Orang berkuda putih itu kedinginan. Ia begitu dingin sehingga
ia merasa bahwa ia takkan merasa hangat lagi. Ia juga basah kuyup.
Hujan masih lebat. Ia memecut kendali kuda itu dengan keras, kuda
itu begitu lambat dan menundukkan kepalanya; ia ingin beristirahat di
bawah pohon sepanjang malam itu. penunggangnya menendang
pinggang kuda itu dengan jengkel.
Tapi, bagaimanapun, kuda adalah satu-satunya alat transport di
malam seperti itu dan di tempat seperti itu. Jalan yang mereka lalui
berlobang-lobang, juga ada bekas-bekas dokar perkebunan di jalan itu.
Meskipun langkah kuda itu mantap, tapi penunggangnya merasa takut
terhuyung jatuh pada jalan becek yang penuh lumpur.
Jalan kecil itu mulai menanjak. Sementara mereka menjauh dari
tempat berlindung, angin berhembus menggigilkan. Angin itu
menggoncangkan pohon-pohon di pinggir jalan. Di kejauhan
terdengar bunyi burung hantu. Kuda itu meringkik-ringkik, seolaholah tidak
setuju dengan cuaca buruk hari itu.
Mereka terus melaju. Ketika orang itu menatap ke atas, ia hanya
melihat awan yang tidak begitu kelabu di sekeliling perkampungan
yang gelap itu. Dunia ini nampak mati. Suatu malam yang baik bagi
penjahat, pikirnya. Tiba-tiba kuda itu mulai tertatih-tatih di lumpur, sebab jalan
kecil itu menurun dengan curam. Orang itu memecut kudanya sampai
kuda itu berdiri lagi, lalu ia turun. Ia mendengar gemuruhnya air.
Ia meraba-raba jeketnya, mencari pelita listrik. Dalam cahaya
pelita ia melihat bahwa jalan itu bersatu dengan jalan besar yang
berbelok mengikuti tepi sungai. Ada jembatan kayu di atas sungai itu.
Di sebelah jembatan itu ada dua buah pilar dari batu.
Orang itu membimbing kudanya melintasi jembatan. Terdengar
bunyi kaki kuda itu menimpa jembatan. Kuda itu tiba-tiba jadi lelah,
sehingga ia harus menyeretnya. Ia berhenti pada pilar sebelah kiri.
Ada besi besar yang dihubungkan dengan batu itu, tapi pagar itu
tidak lagi bergantung pada besinya. Orang itu menyorotkan pelitanya
sepanjang jalan di antara dua pilar itu. Dahan-dahan pohon tergantung
di atasnya. Jalan itu sendiri penuh lumut dan berlobang-lobang.
Ia melihat bekas-bekas kendaraan besar di permukaan jalan itu.
Ia menyinarkan lagi pelitanya pada batu-batu di pilar itu.
Puncak pilar itu dihiasi batu berukir. Di bawahnya juga ada ukiran
lain. Cahaya pelita itu memperlihatkan sebuah tulisan yang hanya bisa
dibacanya dengan susah payah, "MANOR GLENCLIFF".
Ia seolah-olah merasa puas dengan apa yang dilihatnya itu, lalu
ia menaiki lagi kudanya dan melaju melalui jalan berumput. Hujan
lebat itu kini telah berubah jadi gerimis. Jalan itu berkelok indah,
membawa kuda dan penunggangnya itu ke sebuah rumah. Mereka
berhenti. Orang itu mendekatkan pelitanya untuk melihat jam. Rumah
di depannya itu diterangi cahaya dari jendela ruang tengah. Sementara
ia mendekat, dua tubuh bisa dilihat dari jendela yang terang itu. Orang
itu mendorong kudanya ke muka. Dari dekat, ia bisa melihat dari
Permainan Maut The Cat And The Canary Karya Gerry Kingsley di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gerakan-gerakannya bahwa kedua orang itu sedang berkelahi.
Kecemasan memenuhi hatinya. Tentunya ia tidak terlambat
untuk mencegah tragedi itu " Dengan teriakan kejengkelan ia
meloncat dari kuda menuju jendela. Ketakutannya itu memang cukup
beralasan. Ia melihat di dalam ruangan itu seorang laki-laki berbaring
tak berdaya. Laki-laki yang satunya lagi berdiri, siap untuk
melemparkan mangsanya. Orang itu memperhatikan mereka dengan
ngeri. Tak ada waktu lagi. Ia mundur, lalu ia melemparkan diri lewat
jendela. *******************************************
Sambutan mereka pada Annabelle, setelah ia berwawancara
dengan Cyrus West, begitu hangat sehingga Annabelle melupakan
kecurigaan yang telah ditanamkan Cyrus West padanya. Mereka
semua memberi selamat padanya dan berusaha supaya Annabelle
merasa bahwa di samping mendapat kekayaan, iapun telah
mendapatkan keluarga. Pada mereka berkerumun di tangga yang
menuju ke kamar masing-masing, Annabelle memikirkan segala hal
yang akan dilakukannya untuk meningkatkan kehidupan mereka.
Pastilah mengasyikkan, melakukan sesuatu yang berguna dengan uang
yang tercecer sia-sia bertahun-tahun lamanya. Banyak sekali yang bisa
dilakukannya untuk menolong mereka. Ia harus mengaturnya dengan
bijaksana supaya mereka tidak merasa terhina. Tapi itu adalah
tantangan yang pasti akan bisa diatasinya.
Paul mengangkut kopor Annabelle ke kamar yang ditunjukkan
oleh Mrs. Pleasant. Annabelle menatapnya. Ia adalah satu-satunya
orang yang sama sekali tidak kecewa karena tidak mendapatkan
warisan. Annabelle tahu, bahwa, meskipun mereka mengucapkan
selamat padanya, sebenarnya mereka menginginkan merekalah yang
diberi ucapan selamat itu. Tapi Paul tidak. Tadi ia bilang. "Oh, hebat
sekali, jika aku yang mendapatkannya, pastilah sebulan juga sudah
habis." Dan Annabelle tahu bahwa sifat Paul yang terbuka itu betulbetul asli.
Paul terlalu baik untuk kebaikannya sendiri di dunia yang
jahat ini. Paul menyimpan kopornya, dan mereka saling tatap sambil
tersenyum. "Kamar ini cocok sekali untuk seorang pewaris." kata
Paul. Ia benar. Kamar tidur itu, meskipun tidak luas, tapi dihias
dengan mewah, dengan gaya yang sesuai dengan Manor Glencliff. Di
lantai terhampar karpet Persia yang mahal. Perabotannya dari ukiranukiran kenari
dan mahoni. Sepreinya dari brukat sutera, begitu juga
gordiynnya. Meja hiasnya gemerlapan dengan proselin dan kristal. Di
perapian, api menyala. Biru, hangat.
Mereka duduk berdampingan di tempat tidur. Paul nampak
lebih pendiam dari biasa. Saat itu ia kehabisan kata-kata. Lalu ia
bilang, "Sekali lagi, selamat."
"Sekali lagi, terima kasih, Paul."
Paul menatapnya lekat-lekat. "Kau tahu, penampilanmu tidak
sama." Annabelle agak terkejut dengan ucapannya itu. "Aku tidak
sama" tidak sama dengan apa?"
Paul mengeluh. "Tidak sama dengan ketika kau datang ke New
York. Ambillah cermin dan lihat dirimu. Dan ingatlah rupamu waktu
itu." "Itu lima tahun yang lalu. Orang kan berubah," kata Annabelle
lembut. "Tapi," ia melanjutkan dengan gembira. "Waktu itu aku masih
kecil dan belum mengenal dunia. Aku betul-betul kekanak-kanakan.
Apakah dulu rambutku dibuntut kuda" Apakah dulu aku mengenakan
pakaian olah raga ?"
Paul tertawa. "Dulu kau seorang foto yang berjalan."
"Oh !" Annabelle menggigil, memperolokkan Paul. "Tentunya
aku mengerikan waktu itu."
Paul tersenyum mengingat kenangan itu. "Tidak ! Kau tidak
mengerikan. Hanya berbeda. Kau seorang Inggris, sedang aku orang
Amerika. Kini...." "Kini aku lebih ke-Inggrissan lagi, dan kau ...."
"Aku tidak menerangkannya dengan baik, bukan ?" kata Paul.
"Maaf. Aku hanya menggodamu. Kukira aku tahu maksudmu.
Tapi sebenarnya aku tidak berubah sama sekali. Mungkin aku
berbeda. Pakaianku berbeda, cara hidupkupun berbeda. Tapi jauh di
dalam, aku masih Annabelle yang dulu. Aku bekerja pada bidang yang
menjadi perhatian umum. Tapi itu tidak berarti bahwa aku telah
melupakan hal-hal yang betul-betul penting."
"Senang sekali mendengarnya," kata Paul dengan kecut. "Aku
merasa bahwa kita akan lebih jauh terpisah, karena kini kau telah jadi
milyuner." "Paul! Kau lucu. Kau harus tahu betapa senangnya kau
padamu." Annabelle lebih merapat dan memegang tangannya. "Kukira
dik Annabelle dari London, Inggris, bisa saja merusak musim panas
tahun 1929 karena memikirkan saudaranya, Paul, yang tinggal di
Negara Amerika yang besar dan dingin itu. Kenapa ia tidak menulis
padaku ?" Paul merasa malu, ia menunduk menatap seprei.
"Kukira aku tidak tahu bagaimana aku harus menyatakannya
kepadamu. Aku menuliskannya dalam lagu. Dan aku menjualnya. Itu
adalah lagu pertama yang pernah kujual."
Annabelle terharu. "Betul " Apa judul lagu itu?"
Paul makin merasa malu. "Aku tidak ingat," katanya.
"Kau tidak ingat judul lagu pertamamu!" Kata Annabelle
dengan heran. "Katakanlah!"
Paul bangkit, dan melangkah menuju jendela. Annabelle
mendengar ia bergumam. "Hey, Kukira aku melihat cahaya di luar
sana." Annabelle mengeluh. "Ayolah, aku tahu kau akan
mengatakannya padaku."
Paul berpaling dari jendela. "Baiklah," katanya. "Aku memang
melihat cahaya." Lalu setelah melihat ekspressi muka Annabelle ia
menambahkan, "Lagu itu, berjudul ....Kukira judulnya adalah "Musim
Panas Annabelle." ************************************
Susan dan Cicily dibawa ke kamar yang jauh berbeda dengan
kamar Annabelle. Susan melihat dinding dan perabotan yang
sederhana. Tempat cuci muka yang murahan, tempat tidurnya dari
besi hitam. Susan berkata dengan sinis. "Periode favoritku. Pulau
setan Zaman dulu." Cicily mengelilingi kamar itu sambil menendang-nendangkan
kakinya ke lantai. "Ibuku bilang bahwa di Glencliff tidak ada manusia yang
menyenangkan kecuali Cyrus sendiri, atau seseorang yang akan
dikurasnya. Ia betul-betul seorang keparat yang kejam. Seharusnya
yang kalah itu mendapatkan sesuatu. Kita bahkan tidak memperoleh
kamar yang baik. Kukira Si keparat Crossby itu telah
menyembunyikan sesuatu untuk dirinya sendiri. Kita tidak
memperoleh apa-apa."
Susan menggerakkan kepalanya. "Akh, sayang, belum tentu kita
kalah." katanya kepada Cicily.
Cicily termenung sejenak, kemudian senyum yang penuh
perhatian merekah di bibirnya. "Aku mengerti maksudmu," katanya.
Lalu kedua orang itu berpelukan.
Kamar Charlie juga hampir sama dengan kamar Susan dan
Cicily. Ia terus-terusan ngomel.
"Kukira aku tidak akan hidup di barak lagi," gumamnya sambil
mengganti bajunya dengan pakaian santai. Ia sedang menatap dirinya
di cermin ketika ia menyadari bahwa ia tidak lagi sendiri. Harry telah
masuk tanpa diundang. "Pakai baju kerja ?" Tanyanya sinis.
Charlie meluruskan bajunya. "Apakah yang sedang kau
kerjakan di kamarku " Kau tahu kau tak pernah punya selera yang
sama denganku. Begitu juga yang lainnya."
Harry duduk pada kursi satu-satunya yang ada di ruangan itu
dan melonjorkan kakinya. Alkohol yang tadi diminumnya telah
membuat ia ceroboh. Ia akan membereskan persoalannya dengan
saingannya, sesuatu yang ada hubungannya dengan Annabelle.
"Hemm, Charlie, kini Annabelle telah jadi pewarisnya, jadi ia
harus hati-hati. Bukan aku menguatirkanmu...." Harry berhenti,
Charlie telah berpaling dari cermin dan menatapnya dengan benci.
Harry menambahkan. "Kau tahu, engkau hanyalah pesolek yang
menyakitkan Annabelle."
Kebencian Charlie semakin memuncak. "Bila aku memang
menyakitkannya, kau bisa mencarikan dokter yang baik baginya.
Jangan Dokter sepertimu, supaya dia tidak mati selagi dioperasi."
Kata-kata itu membuat Harry meloncat dari kursi. Ia merenggut
jaket Charlie. Mukanya merah padam, matanya membelalak. Ia
berteriak dengan penuh nafsu. "Babi ! Itu sesuatu yang paling tidak
mau kudengar. Takkan pernah. Kau mengerti?"
Ia mengguncangkan tubuh Charlie seperti anjing pada tikus.
Charlie sebal sekali mencium bau alkohol dari mulut Harry,
maka ia mendorong muka Harry, ia berusaha melepaskan diri, tapi
Harry mencengkamnya dengan lebih erat. Tapi kemudian Charlie
menggunakan taktik yang telah dipelajarinya di Angkatan Udara, ia
membanting Harry dengan tangan kirinya, sedang tangan kanannya
meninju perut Harry. Harry menggeram dengan terkejut dan melepaskannya, Charlie
Si Dungu 1 Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Badik Sumpah Darah 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama