Ceritasilat Novel Online

Permainan Maut 2

Permainan Maut The Cat And The Canary Karya Gerry Kingsley Bagian 2


tidak mempergunakan kesempatan itu untuk menyiksa Harry, ia hanya
mendorong Harry ke balik pintu dan mencoba menutupkannya. Tapi
kemudian Harry menangkapnya lagi dan menyeretnya ke tempat yang
rata. Harry tidak berhasil meninju Charlie, dan ada suara robekan
sementara Charlie berusaha melepaskan dirinya.
Kedua orang itu berhadapan dengan nafas terengah-engah.
"Ayolah, gigolo!" bentak Harry. "Tonjokkan di bawah perut. Tepat
seperti yang harapkan dari pahlawan Hollywood."
Wajah Charlie berubah pucat, dan kemarahan diam-diam
menguasainya. Pandangannya itu cukup membahayakan. Dalam
ketenangan seperti itulah dulu ia menembakkan senapan mesinnya
pada kapal musuh. Dengan suara yang dingin dan datar, ia bilang:
"Jangan memanggilku seperti itu. Aku tidak mau lagi menerima
penghinaan dari orang sehina kau. Kau, pembunuh laknat !"
Harry mendekati saudaranya dengan geram. "Aku tak pernah
membunuh siapapun," protes Harry sengit. "Itu suatu kecelakaan."
Charlie tersenyum sinis. "Tentu saja kau membunuhnya,
pemabuk. Cuma engkau lupa bahwa alkohol itu untuk pasien, bukan
untuk Dokter." Sebagai jawabannya, Harry meloncat menyerbu Charlie.
Charlie berusaha mengelak, tapi gerakannya terhalang oleh tiang.
Maka kedua orang itu bergumul, saling menarik, saling merenggut,
hampir terjatuh dan hampir berguling ke bawah tangga.
Mereka bergulingan di ruangan itu. Harrylah yang pertama
bangkit. Sedang Charlie terbaring tak berdaya. Harry menendangnendang Charlie
dengan puas. Ia sedang mengangkat kakinya, ketika
di belakangnya terdengar bunyi kaca pecah dan kayu yang patah.
Sebuah tangan yang kuat mencengkeram bahunya. Harry terkejut dan
berputar untuk menghadapi orang asing itu. Pengacau itu memegang
sebuah revolver. Dan dari ekspressi mukanya Harry tahu bahwa ia
betul-betul bermaksud menggunakannya.
Ketiga orang itu saling tatap dalam kebisuan yang
menegangkan. Lalu Charlie berdiri terhuyung-huyung, darah mengalir
dari bibirnya, juga dari jari-jarinya.
Orang yang meloncat dari jendela itu tidak lagi mengancam
Harry dengan revolvernya. Kini ia nampak kebingungan.
Charlielah yang pertama bicara. Ia mengabaikan Harry dan
membelalak pada pengacau itu. "Apakah kau gila?" katanya dengan
keras dan marah. "Kamu kira kamu ini siapa, menyelundup seperti
ini?" Orang itu membuka topinya dan mengangguk ke arah Charlie.
"Aku amat menyesal," katanya dengan suara tenang.
''Maafkanlah aku. Kesalahanku. Aku menyesal telah menganggu
kegembiraan kalian, tuan. Tentu saja aku bersedia membayar
kerusakan yang telah kubuat," orang itu menunjuk kaca jendela yang
pecah dengan revolvernya.
Harry akan mengatakan sesuatu, ketika orang asing itu
mengucapkan kata "kegembiraan", tapi tidak jadi.
Orang itu menaruh kembali revolver pada pinggangnya dan
bilang. "Andaikan aku telah membunuhmu, tentu aku akan merasa
ngeri, sungguh." Suara perkelahian dan kaca yang pecah itu telah mengganggu
tamu-tamu lainnya. Annabelle baru saja berganti pakaian ketika ia
mendengar keributan itu. Ia mengintip lewat pintunya untuk melihat
apa yang terjadi. Yang pertama kali dilihatnya adalah Susan sedang
menuruni tangga. Ia bertanya padanya. "Apa sih keributan di bawah
itu ?" Susan tersenyum manis. "Jangan kuatir, sayang. Mungkin Tom
Sayer dan Hucklebery Finn berkelahi lagi. Aku akan menyiramkan
seember air dingin pada mereka, kau tak usah turun."
Annabelle mengucapkan terima kasih dan menutupkan
pintunya. Ia berfikir bahwa selama ini ia telah berprasangka buruk
padanya. Ia tidak mendengar Susan bergumam. "Untuk apakah
keluarga yang miskin, jika bukan untuk diperintah ?"
Keributan itu juga menyebabkan Paul dan Miss Crossby ada di
sana. Ketika mereka masuk, orang asing itu sedang menanggalkan
mantelnya yang basah. Paul membelalak padanya dengan heran
"Siapa gerangan orang ini ?"
Harry menunjuk jendela yang pecah itu. "Ia hanya mampir."
"Izinkanlah aku untuk mengenalkan diri," kata orang asing itu
dengan senyum yang menawan.
"Namaku Hendricks. Aku kepala Psikiater di rumah sakit
Fairview." "Apa itu," kata Paul. "Rumah pensiunan pembalap ?"
"Kukira di dalamnya kurang terhormat," kata Hendrick sambil
tersenyum. "Itu adalah rumah sakit bagi orang gila yang jahat."
Ia diam, menunggu pengaruh kata-kata itu, kemudian
melanjutkan. "Sebenarnya kita bertetangga. Kami tinggal di ujung
dusun ini." "Menyenangkan sekali," kata Paul. "Suatu waktu kita bisa
minum teh bersama-sama."
Hendrick mengabaikan sindiran Paul. Ia berpaling pada Miss
Crossby, yang disangkanya tuan rumah. Ia bilang dengan agak cemas.
"Ibu, aku ingin sekali berbicara dengan anda dan tamu-tamu anda. Ini
sangat penting. Yakh....ini bisa dibilang persoalan hidup dan mati."
Miss Crossby menatapnya, seolah-olah mencoba menilai
kebenaran Hendrick. Lalu ia bilang dengan dingin. "Baiklah, Mr.
Hendricks. Cara anda masuk begitu dramatis. Jadi kupikir tidak
bijaksana sekali jika aku menolakmu. Katakanlah apa yang mau anda
katakan." Hendricks. mengangguk. "Pertama-tama akan kukatakan bahwa
penggunaan jendela itu ada hubungannya dengan apa yang akan
kukatakan pada anda. Jika aku tidak menguatirkan keselamatan anda
semua, aku tidak akan masuk dengan cara seperti itu."
Setiap orang menatap Hendricks. Miss Crossby bilang, "Mr.
Hendricks, apa yang anda maksudkan dengan mengatakan bahwa
anda menguatirkan keselamatan kami ?"
Hendricks menatap mereka satu demi satu.
Lalu berkata. "Maaf, saya harus mengatakan bahwa salah satu
pasienku di rumah sakit gila telah kabur. Ia amat berbahaya. Dia bisa
dibilang gila membunuh."
Ada nada yang mengerikan dalam suaranya ketika ia
mengatakan hal ini. Paul menatapnya lekat-lekat. Ia tidak tinggi. Ia
mengenakan pakaian yang biasa dikenakan orang-orang kampung
untuk berkuda. Jas wol, celana tentara yang dimasukkan pada sepatu
tumit tinggi. Ia amat nampak seperti orang Inggris, mukanya bersih,
rambutnya pirang. Cuma matanya yang biru kelam, dan dua buah
garis yang membentang dari pinggir hidung ke sudut mulutnya
menyatakan ketegangan dalam sikapnya. Suatu ketegangan yang aneh,
sebab kini ia telah bisa menguasai situasi. Ia betul-betul dingin dan
sopan ketika mengungkapkan suatu cerita yang luar biasa pada
mereka. "Aku mencari-cari orang itu, sebab pelariannya itu baru
diketahui sore tadi. Seperti anda ketahui, cuaca hari ini begitu buruk.
Jika aku bukan penunggang kuda yang baik, tentu saja pencarian itu
tidak mungkin kulakukan. Aku mendatangi rumah-rumah di sekitar
rumah sakit itu." Sambil bicara itu ia berjalan-jalan di sekeliling
ruangan, tapi suaranya tidak menunjukkan kegelisahan.
Miss Crossby, meskipun ia agak acuh, ternyata iapun sama
ngerinya seperti yang lain. Lalu ia bilang dengan hati-hati. "Apakah
anda punya alasan untuk menyangka bahwa ia berada dekat ke sini ?"
"Mungkin kini ia ada di dalam rumah," kata Paul, yang belum
mau mempercayai cerita itu. Pertanyaannya itu mempunyai efek yang
aneh pada Susan yang kini menjatuhkan dirinya ke kursi, mukanya
pucat. "Aku tidak suka hal ini," keluhnya, suaranya hampir berupa
bisikan. Hendricks berhenti melangkah dan berpaling pada Paul. Ia
bilang dengan tegas, "Hemmmm! Ia memang suka masuk rumah jika
ia kabur." Suara Harry terdengar dengan segala keangkuhannya, kali ini
didorong oleh keinginan untuk merendahkan saingannya."Maksudmu
ia telah pernah kabur sebelumnya?" Nada kebencian suara itu
tertangkap oleh Hendricks, tepat seperti yang dimaksudkan Harry.
Tapi Hendricks menyembunyikan kemarahannya, "Ya, kukira
begitu." katanya lembut.
Paul mengikuti percakapan itu. "Apa yang kau gunakan di
tempat ini " "Sistim kehormatan ?"
Hendricks mengabaikan kata-kata Paul. Dan melanjutkan. "Ia
biasa masuk rumah dan bersembunyi sampai setiap orang tidur."
"Seperti apa rupanya?" tanya Harry lagi.
Hendricks tersenyum. "Kukira orang yang paling tidak telitipun
tidak akan susah mengenalinya," katanya sambil melirik ke arah
Harry. "Ketika ia keluar, ia mengenakan jaket hitam yang panjang,
dan topi hitam. Ia bukan orang muda, rambutnya tipis, giginya tajam,
dan kukunya bagaikan cakar." Ia memperhatikan ekspressi kengerian
pada wajah setiap orang. Hanya Paul masih bisa bergurau. "Kukira aku pernah membawa
pergi anak perempuannya."
Hendricks membelalak. " Tuan, kutekankan bahwa orang itu
bukan sesuatu yang bisa dibuat lelucon, hal itu akan segera anda
ketahui jika kebetulan anda bertemu dengannya. "Lalu ia
menambahkan keterangannya. "Ia senang merayap."
"Seperti binatang?" tanya Miss Crossby.
Hendricks cepat-cepat mengangguk. "Ya, itu betul. Sebenarnya
ia menganggap dirinya itu kucing."
Susan merinding. Paul bilang, "Kau mempermainkan kami."
Charlie, yang dari tadi diam saja, kini berteriak. "Hemm ! Tak
akan ada yang percaya bahwa ia seekor kucing. Tak akan ada
seorangpun, yang berpikiran sehat."
"Apakah nama akhirnya kebetulan West ?" tanya Paul.
Hendricks menatapnya dengan heran.
Miss Crossby memotong percakapan mereka. Suaranya begitu
serius. "Apakah kau yakin bahwa ini betul-betul bukan suatu
lelucon?" Hendricks terkejut. Ia mengacungkan tangannya. "Itu sama
sekali bukan lelucon, bu. Aku betul-betul serius. Orang ini tidak hanya
menganggap dirinya kucing, tapi tingkah lakunya juga seperti kucing.
Kubilang tadi bahwa ia seorang pembunuh gila. Ia menganggap
membunuh itu olah raga, persis seperti kucing."
Hendrick mengambil saputangannya dan mengusap-usp
mukanya dengan gelisah. Ruangan itu sunyi, Paulpun berfikir bahwa
sudah tidak ada lagi hadirin yang mendengarkan gurauannya.
Hendricks melanjutkan. "Ia bukan saja membunuh untuk
olahraga, tapi ia juga menikmati kesenangan dari caranya membunuh.
Caranya membunuh amat mengerikan, sehingga aku tidak bisa
menceritakannya pada kalian. Tapi bila perlu, maka kalian akan
melihat apa yang sedang kita hadapi ini. Ia membunuh mangsanya,
dengan mengiris-irisnya lambat-lambat. Jadi....."
Ia menyobek lap yang dipegangnya seolah-olah
mendemonstrasikan tingkah laku pembunuh itu. Suara sobekan itu
mengejutkan semuanya. Hendricks mendekati Susan, yang duduk merinding ketakutan.
"kukira apa yang kukatakan itu memang agak menakutkan. Tapi orang
ini membunuh dengan kejam, seperti seekor kucing membunuh tikus
atau burung kenari, dan seperti juga tikus dan burung kenari,
mangsanya tidak akan berdaya untuk melawan." Ia berpaling lagi pada
hadirin dan berkata, "Satu-satunya cara untuk mengontrol dia ialah
dengan jalan mengurungnya."
"Apakah penjagaan yang harus kita lakukan?" tanya Miss.
Crossby. Hendricks angkat bahu. "Kita takkan pernah punya penjagaan
yang cukup. Orang gila itu amat cerdik. Kalian harus menggeledah
rumah ini dengan teliti. Lalu mengurung diri. Jangan membiarkan
jendela yang paling kecilpun terbuka. Ingat kucing itu pandai
memanjat. Karena cuaca buruk, mungkin rombongan pencarian baru
akan terbentuk besok pagi. Sayang di rumah ini tidak ada tilpon, jadi,
kalian harus mengandalkan kekuatan sendiri, jika kucing itu muncul.
Sayang sekali." "Apakah kau punya senjata lain selain revolver ?" kata Harry.
Hendricks menggelengkan kepala. "Tidak. Aku hanya akan
menggunakannya jika terdesak. Bedil sama berbahayanya dengan
mempercayakan orang itu pada tangan yang salah."
Mendengar kata revolver itu, nampaknya Susan akan
mengatakan sesuatu tapi tidak jadi.
"Kuharap aku dapat menangkapnya hidup-hidup."
Charlie mendengus tidak percaya. "Kenapa kau harus
menangkapnya hidup-hidup ?"
Hendricks berkata dengan amat sabar. "Tuan, kukira anda tidak
mengerti sifat pekerjaanku yang sebenarnya. Aku bukan penjaga
rumah gila. Aku seorang ilmiawan. Hanya dengan penelitian yang
konstantlah kita bisa melepaskan ummat manusia dari
ketidaksempurnaan. Betapapun menyebalkannya orang itu," katanya
sambil melirik Harry. "Ia tetap seorang manusia. Aku telah
memutuskan untuk mempelajarinya, mempelajari apa sebabnya ia jadi
begitu. Bukanlah hakku untuk menentukan apakah ia harus hidup atau
mati. Mungkin, suatu hari aku harus memilih antara nyawaku dan
nyawanya. Jadi ....."
Ia tak sempat menyelesaikan kalimatnya. Dengan sudut
matanya, ia melihat sebuah bayangan bergerak di dinding ruangan itu.
Tanpa ragu-ragu ia memasang bedilnya, ia memerintah pada orangorang itu. "Setiap
orang berbaring di lantai," perintahnya. "Jangan
bergerak!" Tanpa mengucapkan sepatah katapun mereka mengikuti
perintahnya. Lalu dari dalam rumah itu mereka mendengar langkahlangkah kaki.
Chapter 7 Cicily sudah tertidur lelap, meskipun tempat tidur itu keras.
Susan telah mengatakan sesuatu mengenai Charlie dan Harry yang
berkelahi lagi. Tapi ia tidak mau tahu tentang itu, maka ia tinggal di
kamar. Di samping itu, ia ingin berfikir. Ia tidak begitu yakin bahwa
dia dan Susan ada kemungkinan menjadi pewaris kedua, seandainya
pewaris pertama itu sudah tidak ada. Apapun yang dipikirkan Susan,
tapi baginya terasa agak tidak mungkin.
Cicily ingat peristiwa sore itu. Wajah Cyrus West terus-terusan
menghantui pikirannya. Masih terngiang kata-kata orang tua itu di
telinganya, terutama kata "kalung." Lalu ia ingat kata-kata Miss
Crossby; "Ia senang menyembunyikan sesuatu di tempat-tempat yang
luar biasa." Ia berjalan di sepanjang gang, debu dan sarang laba-laba
terdapat di mana-mana. Ia takut pada laba-laba. Dulu, ketika ia masih
kecil, kakaknya menaruh laba-laba pada lehernya. Rayapan labah-laba
itu membuatnya menjerit. Bahkan ketika ibunya berlari untuk melihat
apa yang terjadi, ia menjerit karena sentuhan tangannya. Pada
kesempatan lain, ia pernah berteriak "Jangan sentuh aku!" dan
kakaknya yang waktu itu mengenakan baju seragam membelalakkan
mata padanya. Kakak laki-lakinya itu kini telah mati. Bukan dalam
peperangan, tapi dalam kecelakaan motor pada tahun 1925. Cicily
hampir gila karena duka. Lalu ia bertemu dengan Susan, maka
kehidupanpun jadi menggairahkan lagi. Mereka pergi ke tempattempat yang indah


Permainan Maut The Cat And The Canary Karya Gerry Kingsley di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan mengerjakan hal-hal yang hebat bersamasama. Mereka pergi ke negara-negara
yang orang-orangnya tidak
begitu mau turut campur dengan cara hidup orang lain seperti orangorang di
Inggris. Kini dia tidak punya apa-apa. Tidak akan ada uang.
Uang. Mengapa sebagian orang memiliki uang terlalu banyak, sedang
yang lainnya begitu miskin " Itulah persoalannya. Annabelle memiliki
terlalu banyak, ia juga akan memiliki kalung itu. Itu tidak adil.
Kalung. Oh, andaikan dia memiliki kalung itu, maka ia akan punya
uang yang cukup banyak. Ia harus mendapatkan kalung itu. Annabelle
tahu di mana kalung itu adanya. Annabelle. Annabelle.
Cicily bangun dengan terkejut. Ia mendengarkan dentang jam.
Tak ada suara lain. Ia melonjorkan kakinya di tempat tidur. Lalu ia
membuka tangannya dan menyalakan rokok. Sambil menatap dirinya
di cermin meja cuci, ia mengusap-usap rambutnya yang menutupi
mata. Ia ingat, ia pernah dipuji untuk kecantikannya yang tidak seperti
orang Inggris. Ia menghembuskan asap pada bayangannya sendiri.
Oh! alangkah menipunya penampilan yang kekanak-kanakan serta
mata yang polos itu. Betapa munafiknya suara yang lembut itu. Ia tahu
apa yang bisa dilakukannya.
Hatinya sudah tetap. Sambil mengenakan sepatu, diam-diam ia
membuka pintu kamarnya. Jauh di sana ia bisa mendengar suarasuara. Ia melangkah
cepat-cepat ke bawah gang, dengan potretpotretnya yang murung dan perabotannya
yang berdebu. Lalu ia mengetuk pintu. "Siapa di luar?"
Cicily berbisik. "Annabelle, ada baiknya aku singgah untuk
melihat engkau. Barangkali kau menginginkan sesuatu."
Annabelle pergi ke pintu. Nampaknya ia juga telah beristirahat.
"Terima kasih," katanya sambil tersenyum. "Kukira aku baikbaik saja saat ini.
Aku sedang membiasakan diri bahwa rumah West
ini telah jadi rumahku. Itu adalah sesuatu yang luar biasa."
"Ya," kata Cicily sambil pikir-pikir. Lalu memberanikan diri
berkata. "Apakah kau sudah menemukan kalung itu" Kupikir mungkin
kau memerlukan bantuan untuk menemukannya. Aku bisa
membantumu dengan petunjuk-petunjuk. Aku memang ahli teka-teki."
Meskipun Annabelle telah memutuskan bahwa ia tidak akan
membiarkan harta itu menguasainya seperti pada Cyrus West, untuk
pertama kalinya Annabelle merasa bahwa ia harus melindungi apa
yang menjadi miliknya. Ia agak curiga, mengapa Cicily begitu mau
membantu, meskipun tawaran itu diajukan dengan lembut dan ramah.
Annabelle berkata hati-hati. "Terima kasih, Cicily. Tapi aku Kau tahu bagaimana cara kita, milyuner eksentrik."
Wajah Cicily berubah dengan jelas. Tapi ia bilang; "Baiklah,
Annabelle, tapi jangan lupa bahwa aku akan senang sekali
membantumu, jika kau merubah pikiranmu. Maksudku, sayang,"
katanya dengan senyum yang amat menawan. "Untuk apa lagi
keluarga itu ?" Sekali lagi Annabelle mengucapkan terima kasih dan menutup
pintu. Cicily berpaling. Ia sakit hati memikirkan kegagalannya untuk
memikat Annabelle yang tolol itu. Ia menendang-nendangkan kakinya
dengan jengkel. Bahkan kalungpun tidak! Annabelle sudah bulat
tekadnya. Segalanya akan dimilikinya sendiri. Itulah kekurangan
orang-orang kaya. Terlalu egois. Ia berjalan menuju tangga. Pegangan
tangga itu mengingatkannya bahwa tak ada satu barangpun di rumah
ini yang jadi miliknya. Dan sampai kapanpun takkan pernah jadi
miliknya. ?"?""L"W"S."?OG?"OT."?M
Di bawah tangga, kakinya berbunyi menginjak pualam. Angin
yang dingin berhembus dari jendela di ruang tengah yang pecah itu. Ia
memandang jendela itu dengan terkejut. Mungkin perkelahian antara
Harry dan Charlie lebih seru dari pada apa yang diduganya. Mungkin
mereka telah saling membunuh. Ada ribut-ribut di kamar makan. Ia
telah memutuskan untuk mengatakan pada Susan bahwa ia ingin
pulang. Sepanjang yang diketahuinya, kesempatan mereka untuk
mendapatkan uang itu telah hilang. Sedang mengenai Miss Crossby, ia
akan mengatakan pendapatnya mengenai wanita itu.
Di luar pintu ke kamar makan ia berhenti. Suara-suara di dalam
itu kini telah menghilang. Ia menarik nafas dan memasuki ruangan itu.
''Susan......aku .....'' Kata-kata itu membeku pada bibirnya. Seorang asing dengan
tampang yang seram sedang mengarahkan revolver pada jantungnya.
Di sekelilingnya terbaring tubuh saudara-saudaranya. Mulut Cicily
menganga mau menjerit, tapi kegelapan menghalanginya.
Terdengar desahan lega dari orang-orang yang berbaring di
lantai itu, ketika mereka mengetahui bahwa Cicilylah yang telah
menyebabkan ketakutan mereka itu.
Susan bangkit berdiri dan memeluk Cicily. "Cicily sayang, kau
hampir kena tembak," kata Susan sambil mengusap-usap kening
Cicily. Harry bilang dengan tidak simpatis "Aku tak pernah senang
melihat wajahmu yang kecut itu."
Charlie juga sama kasarnya. Ia berkata dengan jengkel. "Tidak
bisakah kau memberitahukan kedatanganmu seperti orang yang
beradab " Seperti kucing saja."
"Malu-malu kucing," kata Paul dengan gembira.
Cicily menatap tanpa berkedip pada Hendricks. "Siapa
engkau?" katanya. Hendricks kelihatan malu ketika ia menyadari kesalahannya. Ia
menyimpan revolvernya pada pinggang dan mengangguk penuh
hormat pada Cicily. "Maaf aku telah menakutkan anda."
Miss Crossby nimbrung sambil menatap Hendricks dengan
dingin. Lalu berkata dengan sinis. "Mr. Hendricks membawa berita
penting untuk setiap orang yang tinggal di daerah ini."
Untuk menjawab kebingungan Cicily, Hendricks cepat-cepat
bilang. "Aku di sini bukan untuk menakutkan anda, aku......''
Ia diganggu Harry yang berdiri di antara mereka. Ia berkata
penuh dengan keangkuhan dan kebencian. "Tentu saja tidak, sama
sekali tak perlu takut. Cuma saja, seorang pembunuh gila yang
menganggap dirinya seekor kucing telah kabur. Tapi janganlah kuatir
tentang hal itu. Ia sama sekali tidak berbahaya. Oh, tidak. Ia hanya
suka mengiris-iris kawannya dengan lambat. Itu saja. Sama sekali
tidak perlu anda merasa takut."
Siapapun yang memperhatikan muka Hendricks, maka ia akan
melihat kemarahan pada mukanya
sementara ia mendengarkan kata-kata Harry. Tangannya
mengepal, tapi ia tidak mengatakan apa-apa. Harry merasa senang
sendiri. Ia senang melihat Cicily gelisah.
"Oh, ya. Orang itu amat tidak berbahaya sehingga mereka
mengurungnya di kamar karet. Tapi beberapa kali dalam setahun ia
suka keluar. Mungkin ia menyiksa beberapa orang, tapi itu bukan
sesuatu yang perlu dikuatirkan. Mereka memang punya koleksi orangorang yang
tidak cakap. Mereka perlu mengurung diri. Aku tidak
heran." Harry minggir sambil menunjuk Hendricks. "Ini adalah kepala
orang yang kurang cakap itu, yang kini memohon agar kita tidak
mengatakan ke kantor perumahan apa yang sedang dihadapinya.
Membiarkan orang gila itu kabur bukanlah kecerobohan kriminil. Aku
punya ide yang baik untuk menulis tentang hal ini pada BMA."
Charlie mendengus. "Jangan menurutkan nafsu, kawan. Kukira
kau tidak berpengaruh lagi di organisasi itu, semenjak mereka
menendangmu keluar."
Hendricks tetap tenang, tapi ia semakin pucat. Ia mengambil
sebuah pisau dari meja dan memeriksanya dengan seksama. Suasana
berubah jadi tegang, karena ucapan Harry itu.
Paul berusaha mencairkan ketegangan itu dan berkata, "Itu tak
diragukan lagi, kau membocorkan rahasia."
Hendricks nampak tertarik dengan lukisan pada gagang pisau
itu. Harry marah karena tidak mendapat respons, maka ia maju ke
arah meja dan berteriak. "Ada seorang pembunuh yang berkeliaran,
dan engkaulah yang bertanggungjawab."
Hendricks terpaku sambil meneliti gagang pisau itu. Jari-jarinya
memucat sementara ia memegangnya erat-erat. Akhirnya ia
menyimpan kembali pisau itu persis pada tempatnya semula di meja.
Lalu ia berbalik menghadapi Harry. Ia berkata dengan penuh
perasaan. "Banyak pembunuh yang berkeliaran, tuan" Ia tertegun, dan
menancapkan matanya pada Harry. Kerutan-kerutan pada mukanya
nampak lebih jelas. Untuk pertama kalinya malam itu, tamu-tamu itu
melihat kesopanan Hendricks dan kekasaran orang yang ada di
sampingnya. Hendricks menatap mata Harry lekat-lekat dan berkata,
"Seringkali tidak jelas, siapa sebenarnya yang bertanggung jawab
untuk kebebasan pembunuh-pembunuh itu."
Harry tidak enak mendapat sindiran dingin seperti itu. Ia
berpaling dan mulai mempermainkan dasinya. Hadirin mulai melihat
bahwa belakang lehernya telah berubah merah.
Miss Crossby maju untuk mendamaikan suasana. "Mr.
Hendricks," katanya dengan ramah "anda sudah menerangkan dengan
jelas maksud kunjungan anda. Mungkin anda akan mau diperkenalkan
dengan orang-orang yang, demi keselamatannya, telah anda bikin
ketakutan." Ada kebijaksanaan pada kata-kata Miss Crossby itu, dan hal itu
membuat Hendricks menatapnya sejenak. Lalu ia merasa tenang dan
berkata : "Sekali lagi aku hanya dapat mengatakan bahwa aku sangat
menyesal telah mengacaukan pesta di rumah anda yang amat
menyenangkan ini. " Ia melirik ke arah Harry dan Charlie. "Aku bisa
melihat betapa menyenangkannya pertemuan itu."
Susan mulai tertawa, menghargai ironi itu, lalu ia bilang, "Mr.
Hendricks anda tidak tahu bahwa kita telah menikmati malam yang
amat menyenangkan." Miss Crossby mengabaikan interupsi itu dan berkata dengan
dingin. "Malam ini kami berkumpul untuk suatu urusan yang tidak
melibatkan anda. Dan hasilnya adalah problem-problem yang dapat
dimengerti mengenai kebangkitan pribadi." Setelah menjelaskan
alasan permusuhan para tamu itu, yang jelas terlihat oleh orang luar,
terutama seseorang yang terlatih untuk meneliti hal-hal seperti itu,
maka Miss Crossby melanjutkan, "Aku sendiri adalah pengacara yang
sah untuk almarhum Mr. Cyrus West, yaitu pemilik rumah ini. Anda
barusan berbicara dengan Mr. Harry Blythe."
Hendricks mengangguk ke arah Harry. "Aku kagum, Mr.
Blythe," katanya, "dengan pengetahuan tuan dalam bidang obatobatan. Apakah anda
seorang Dokter ?" Harry ragu-ragu. Keagressifannya telah menjadi dingin dan ia
lebih hati-hati memilih kata-kata yang akan diucapkannya. "Aku dulu
seorang Dokter bedah," katanya tenang.
Nampaknya jawaban ini menarik hati Hendricks. Ia lebih
menaruh perhatian. Ia maju, lalu memasukkan tangan pada sakunya,
bagaikan seorang dosen yang eksentrik.
"Oh, Dokter bedah, Mr. Blythe. Menarik sekali. Kita telah
memperbincangkan bahaya yang kita hadapi dari seorang gila yang
kabur, yang punya kecenderungan untuk membunuh." Suara
Hendricks amat bersemangat dan matanya bersinar seperti seorang
ahli yang antusias. "Kini marilah kita mempertimbangkan perbedaanperbedaan kita
yang relatif. Apa yang menyebabkan dia gila dan apa
yang menyebabkan kita berpikiran sehat " Apa yang membuat dia
merasa tidak normal dan kita merasa normal " Marilah kita mencoba
mendefinisikan kata normal. Misalnya, pasienku memotong sesuatu
dengan tangan atau apa saja yang ditemukannya. Kau memotongnya
dengan pisau bedah. Hasilnya memang berbeda. Tapi siapa yang bisa
mengatakan bahwa motifnya tidak sama ?" Langkahnya ternyata
membawa dia ke jendela. Ia berdiri di sana, dengan punggung
bersandar pada gordyn. Harry nampak bingung, tapi sebentar kemudian ia berseru, "Ini
mustahil. Kau tidak bisa membandingkan kedua aktifitas itu. Di
samping itu, pasienmu kan punya penyerangan yang tak terkontrol."
Hendricks tersenyum, seolah-olah seorang muridnya telah
memberikan jawaban yang tepat. "Kukira penyeranganmu barusan di
ruangan itu terkontrol dengan sempurna ?"
Harry membelalak padanya. Ia dan Charlie saling tatap.
Hendricks melanjutkan. "Kenapa anda berhenti jadi Dokter
bedah ?" Sebelum Harry bisa menjawab, Charlie nimbrung. "Ia
menghancurkan otak seseorang, seperti kucingmu. Cuma itu terjadi
pada meja operasi." Harry berteriak dengan marah. "Tutup mulut!" Ia mau
merenggut Charlie, tapi Charlie lebih sigap dan segera mengelak.
Miss Crossby maju ke depan Harry dan berkata dengan pedih,
"ini Charlie Wilder, aku yakin anda sudah mendengar tentang dia."
Hendricks mengangguk. "Ah, ya. Mr. Wilder, pahlawan perang
yang terkenal." Harry masih ada di sampingnya, marah. Ia berkata sengit, ''Bila
aku pembunuh gila jika aku mengoperasi, apa disebutnya engkau
ketika kau menembak kapal itu dengan senapan mesinmu ?"
Charlie menjawab. "Paling tidak aku mengenakan baju seragam
dan ....tidak mabuk."
Hendricks berpaling lagi pada Harry dengan nada agak
merendahkan, "Kukira kita harus tahu bahwa nilai peradaban perlu
ditunda pada waktu perang.Kakakku meninggal pada waktu perang,
dan aku ingin agar pengorbanannya itu dihargai. Mereka yang hidup
punya tagihan untuk apa yang mereka lakukan atas nama kita. Tapi,
bukankah Bertnard Russel mengatakan. "Apakah artinya seorang
pembunuh, kecuali seorang pahlawan yang tidak mengenakan
seragam ?" Kukira kedua tuan-tuan ini telah bisa membayangkan
maksudku, dengan tingkah laku mereka barusan. Tentu saja kita tak
dapat mengatakan bahwa mereka sebanding dengan kawan kita yang
menganggap dirinya seekor kucing. Tapi kelakuan mereka juga tidak
terpuji. Seorang ahli puisi, Dryden, mengatakan bahwa
"Kebijaksanaan yang besar sering dihubungkan dengan kegilaan yang
hampir terpadu, dan kedua hal itu hanyalah dibatasi dinding yang
tipis." Hendricks merasa puas, dan ia menatap Miss Crossby untuk
memperbincangkan hal-hal lainnya.
Charlie ingin memperlihatkan reputasi kepahlawannya. Ia
bertanya pada Hendricks apakah ia memerlukan bantuan untuk
mencari orang gila itu. Harry memberi komentar dengan sinis. "Dia kira ada
imbalannya." Hendricks berpikir sejenak, lalu sambil melirik Harry ia bilang,
"Aku menghargai tawaran itu, Mr. Wilder. Tapi orang-orang kamipun
cukup banyak, dan cuaca berfihak pada kita, jadi jika ia terpaksa
mencari tempat berlindung, kami akan menangkapnya."
Miss Crossby bilang dengan penuh kekuatiran. "Tapi
bagaimana mengenai mereka yang rumahnya itu digunakan untuk
tempat berlindungnya, Mr. Hendricks ?"
"Seluruh pegawaiku sedang mencarinya, aku sudah
memerintahkan mereka untuk menangkapnya. Tapi seperti yang tadi
kukatakan, aku tidak bisa menjamin bahwa kami akan bisa
menangkapnya dengan cepat."
Hadirin membisu, terpana oleh kata-kata Hendricks itu.
"Ada alasan-alasan tertentu untuk tidak menembak orang ini.
Kuharap itu memang tidak perlu." kata Hendricks lagi.
"Aku masih berpendapat bahwa itu satu-satunya jalan yang bisa
kita lakukan pada binatang yang luka itu."


Permainan Maut The Cat And The Canary Karya Gerry Kingsley di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata-kata Susan itu mengingatkan Hendricks pada sesuatu. Ia
menghampiri Susan dan berdiri di hadapannya. "Anda Susan Sillsby,
bukan" Kukira wajah anda amat terkenal. Sahabatku di Cambridge
hampir memecahkan rekormu untuk Zebra di Kenya musim panas
yang lalu. Ia mengagumi keberanianmu."
Susan merasa bangga dengan kemasyurannya itu. "Kukira
keberanianku belum lagi terbukti saat ini. Aku betul-betul merasa
takut dengan kaburnya orang gila itu. Orang gila selalu menakutkan
aku lebih dari apapun juga. Mungkin orang tuaku dulu pernah
menakut-nakuti aku dengan orang gila. Berburu singa dan harimau
bukanlah bandingannya. "Mereka tidak bisa balas menembak," kata Paul.
"Mereka bisa melakukan apa saja yang lebih ngeri." kata Susan,
"Tapi aku bukan pembunuh, aku seorang olahragawan."
Hendricks tersenyum, "Aku tak pernah setuju dengan mereka
yang tidak bisa melihat perbedaanya."
Susan merasa senang dengan kehadiran orang ini. Ia begitu
mantap dalam menghadapi bahaya itu. Ia berharap bahwa ia akan
tetap tinggal. Ia bertanya, "Bisakah anda......."
Hendricks tahu maksudnya, maka cepat-cepat ia bilang, "Kukira
tidak bisa. Oh, sebenarnya aku senang tinggal di sini. Tapi, yakh,
banyak sekali yang harus dikerjakan." Ia menatap ketiga wanita itu,
"Kukira anda ada pada tangan yang aman."
"Selama tidak ada orang yang kesalahan menembak kita," kata
Cicily sambil cemberut. la masih merasa kesal dengan kejadian pagi
itu. Dan ia merasa belum pulih dari kesedihannya. Ia menggamit mata
Susan. "Kupikir lebih baik kita pergi malam ini, tak ada perlunya lagi
kita tinggal." Hendricks menghampirinya. "Kukira anda tidak mungkin bisa
pergi sebelum pagi. Terlalu berbahaya. Aku tak akan pernah bisa
memaafkan diriku bila sesuatu terjadi, Mis...." Hendricks ragu-ragu,
ia menunggu Miss Crossby untuk melanjutkan formalitas itu.
"Ini Cicily Young," kata Susan.
Lagi-lagi Hendricks nampak seperti teringat pada sesuatu.
"Maaf, nona, tapi seorang kawan sejawatku, seorang psikiater, terlibat
dalam suatu kasus yang menyangkut seorang wanita yang namanya
sama dengan nama anda. Kawanku memberikan kesaksian untuk
pembelaan. Mungkin saja....."
Susan memotongnya, ''Orang itu terbunuh, atau dibunuh, Dr.
Freud. Nampaknya kau punya sumber informasi yang hebat dari
kawanmu." Hendricks angkat bahu. "Aku tahu bahwa ini suatu hal yang
menyakitkan, tapi sebenarnya amat berhubungan dengan apa yang
barusan kita perbincangkan, jadi....."
Harry nimbrung dengan jengkel. "Bisakah seseorang
mengatakan apa sih yang sedang kalian kalian pereakapkan ?"
Susan memeluk Cicily dan bilang, "Kukira ini tidak ada
urusannya denganmu," katanya.
Cicily melepaskan tangan Susan. "Oh, kini aku tidak keberatan,
Susan. Miss Crossby sudah tahu. Apa perlunya dirahasiakan lagi?"
Cicily bangkit berdiri di tengah-tengah kerumunan orang-orang
itu. "Aku dulu seorang gadis yang suka berdansa di Cosy Club di
London. Managernya mencoba memperkosa aku. Tentu kalian tahu
tentang itu dari koran minggu. Cukup ramai juga ketika aku diadili."
"Bagaimana engkau bisa diadili, jika engkau yang diserang?"
tanya Paul. "Sederhana sekali." jawab Cicily, "seperti juga yang kukatakan
pada orang-orang di pengadilan itu, karena tidak ada jalan lain lagi
bagiku untuk mencegah nafsunya itu, maka aku menembak
wajahnya." Hadirin membisu. Miss Crossbylah yarrg pertama memecahkan kesunyian itu.
"Pertahanan diri adalah peraturan yang pertama, tentu saja bagi
golongan yang lemah," katanya dingin.
Hendricks melanjutkan interogasinya. "Katakanlah, Miss.
Young, berapa buah peluru yang anda gunakan untuk menembak
orang itu?" Cicily membelalakkan matanya. "Enam" katanya, "revolver tak
bisa lebih dari enam."
Kesunyian kali ini malah semakin menegangkan. "Tapi keadaan
badannya agak rusak ketika mereka menemukannya," kata Hendricks
setelah berpikir sejenak.
"Setelah menembak aku pingsan karena shock. Setelah itu aku
tidak ingat apa-apa lagi."
Hendricks mengangguk dengan simpatis. "Tentu saja, itu bisa
dimengerti. Hakimnya juga tidak diketahui, atas permintaanmu. Tak
seorangpun tahu sampai sejauh mana rusaknya tubuh itu, tapi itu
mungkin cukup beralasan untuk pertahanan diri."
"Kalau begitu aku harus hati-hati, tidak boleh mengganggu
wanita mungil ini," kata Paul.
Cicily tersenyum manis. "Kini setiap orang tahu masa laluku
yang suram itu, bagaimana jika kau menceritakan tentang masa
lalumu, Alec." "Mr. Jones," kata Miss Crossby. "Mr. Jones adalah penggubah
lagu dari Amerika Serikat," tambahnya.
"Sering kali kita mengenal seseorang lewat karyanya yang
kreatif." "Apa karya anda yang terakhir ?"
"Sebuah lagu cinta." Air muka Paul berubah, karena ia
menyadari sesuatu. Ia menambahkan, "Judulnya adalah "Garuklah
punggungku dan aku akn menggaruk punggungmu."
Hendricks tersenyum ketika ia melihat kesempatan itu. Tapi
Paul cepat-cepat menambahkan : "Sebelum kau memulai analisa
psikologismu, baiklah kuceritakan tentang masa laluku yang ganjil.
Ketika aku kecil, aku senang mencampurkan semut hitam dan semut
merah. Dan aku pernah menghantam seorang penjahat dan tidak
berhenti di "Taconic State Parkway." Ia berhenti untuk mengambil
nafas. Yang lainnya memperhatikan dia dengan rasa ingin tahu. "Tapi
jangan mengandalkan aku jika kucingmu itu muncul. Itu dulu, dan aku
telah menyimpan bedilku untuk selama-lamanya."
Hendricks tertawa. "Aku bisa mengandalkan anda, Mr. Jones.
Kudengar dari tivi bahwa penggubah lagu adalah pembunuh yang
paling kejam." Lalu ia berpaling dari Paul.
Hadirin senang mendengar lelucon itu. Mereka mulai merasa
senang pada Hendricks, bahkan Miss Crossbypun tertawa mendengar
lelucon itu. Miss Crossby berpaling pada Hendricks sambil tersenyum.
"Bagaimana dengan aku " Bagaimana aku menurut teorimu ?"
Hendricks menatapnya. "Miss Crossby, anda seorang
pengacara; dan pengacara dianggap sebagai ikan hiu. Seperti kita
ketahui, ikan hiu adalah makhluk yang paling buas dan haus darah.
Bolehkah aku mehgenakan lagi jaketku ?"
Miss Crossby menatapnya. "Anda mempunyai pendapat yang
aneh dan mengerikan mengenai orang. Mungkin jika dilihat dari sudut
pandanganmu seluruh orang di dunia inipun mengerikan."
Hendricks menatapnya lagi, tapi tidak mengatakan apa-apa. Ia
memberikan jaketnya yang basah itu. Kini ia akan pergi, dan hadirin
nampak agak lega. "Bila kucing itu masuk, ia boleh tidur di kamarku," kata Susan.
"Oh," kata Paul, "Mari kita berharap bahwa kucing itu dididik
di rumah." Hendricks menatap mereka dengan jengkel. "Mungkin kau
senang bergurau sekarang, berdoalah supaya kucing itu tidak
menganggumu. Percayalah, kejahatan kucing itu. Dua kali aku harus
menembaknya tahun ini."
Cicilylah yang memberikan respons. "Maksudmu kau telah
menembaknya dua kali tahun ini ?"
Miss Crossby berkata dengan ragu. "Tapi itu kedengarannya
amat klassik." "Apa yang kaugunakan " Peluru perak?" tanya Paul.
Hendricks membelalak pada mereka. "Aku tahu bahwa kalian
mulai meremehkan bahaya ini." Ia telah mengenakan jaket dan
membetulkan topinya. Ia berdiri di depan Cicily. "Aku sendiri dulu
hampir mati. Pertama kali, aku menembaknya di sini," sambil
berbicara itu ia mengacungkan tangannya dan menunjuk bahu Cicily.
Bagi Harry, ia nampak seperti Dokter bedah yang memberi keterangan
pada murid-muridnya yang baru pertama kali membedah mayat.
"Kedua kalinya, aku menembaknya di sini," kata Hendricks sambil
menunjuk paha Cicily bagian atas. Lalu ia menarik nafas.
Cicily terpaku penuh kengerian. Hendricks menatapnya.
$ejenak mata mereka bertemu, lalu Hendricks melepaskan tangannya
dari paha Cicily. Ia melihat Susan menatapnya dengan ekspressi yang
aneh. Maka Hendricks menghampirinya.
"Meskipun ia luka-luka pada kali yang kedua itu, tapi ia
berhasil menyentuhkan tangannya padaku," katanya sambil
mengangkat tangannya dan menyentuh leher Susan dengan lembut.
Matanya tertancap pada mata Susan. Susan membiarkan lehernya
dipegang laki-laki itu. "Tangan orang itu mencekik leherku dengan
keras, Aku setengah mati ketika mereka menemukan kami.
Cekikannya itu hanya bisa dilepaskan oleh tiga orang yang kuat.
Bekasnya baru hilang beberapa minggu yang lalu." Hendricks
melepaskan tangannya dan melangkah ke pintu. Di sana ia berhenti.
"Ingatlah nasihatku dan jangan coba-coba berteman dengannya."
Paul membelalak. "Apapun yang engkau katakan."
Susan masih menatap orang itu, tangannya mengusap-usap
lehernya. Hendricks masih belum selesai. "Kemungkinan besar ia akan
masuk rumah dalam cuaca seburuk ini, itu kalau hal itu belum
dilakukannya. Sekali lagi aku memperingatkan kalian, jangan keluar
sebelum hari pagi, apapun yang terjadi. Kalian harus mengunci semua
jendela dan pintu luar. Bila kami berhasil menangkapnya, aku akan
memberi kabar." Susan berkata lembut. "Kami adalah tawanan di rumah ini."
Hendricks mencoba membujuknya. "Kukira ia adalah tawanan
di sana. Kumohon katakanlah tentang keadaan ini kepada setiap orang
yang ada di rumah ini. Nyonya-nyonya dan tuan-tuan, apapun tujuan
pertemuan kalian, kuharap hal ini tidak begitu mengganggu.
Kuucapkan selamat malam pada semuanya. Ingat apa yang dikatakan
Bismarck. "Dengan sedikit berhati-hati kita bisa mengepung pasukan
yang besar." Baru saja ia berdiri di ambang pintu, sedetik kemudian ia
telah menghilang, secepat ia datang.
Setiap orang sibuk dengan pikirannya sendiri. Mereka terlalu
tegang untuk bisa berbicara. Paul sedang memikirkan Annabelle. Dan
bukan hanya dia yang memikirkan gadis itu.
Chapter 8 Annabelle telah selesai membereskan kamar tidurnya. Ia duduk
di tempat tidur, mengagumi kamarnya yang anggun itu. Siapakah
yang akan percaya bahwa dia telah jadi pewaris kekayaan itu"
Terbayang kekagetan orang-orang di salon ketika mereka mendengar
berita itu. Bila ia mau, kini ia bisa membeli salon itu. Kehidupannya
tak akan seperti dulu lagi. Kini ia tak usah lagi melayani orang tua
gendut itu. Tak usah lagi dikejar-kejar waktu. Tak usah lagi memujimuji wartawan
yang kolokan itu. Ia tidak sengsara lagi. Wah! Selama
inipun ia tidak sengsara. Tapi alangkah berbedanya flat yang
disewanya bersama temannya, dengan kehebatan Manor Glencliff.
Annabellepun menyadari bahwa hidupnya dulu juga amat
berarti. Apapun yang dimilikinya adalah atas jerih payahnya sendiri.
Status apapun yang didudukinya, telah diperolehnya tanpa bantuan
orang lain. Ia dihargai karena usahanya sendiri, bukan karena
kekayaannya. Kini ia harus lebih berhati-hati pada setiap orang yang
dikenalnya. Apakah mereka cuma mengejar uangnya" Apakah mereka
benar-benar baik hati " Apakah mereka hanya berpura-pura "
Annabelle menyadari bahwa pertanyaan-pertanyaan seperti itu akan
tetap menghantuinya. Prosesnya telah dimulai oleh Cicily. Ia merasa
bersalah, kenapa ia memberikan respons sedingin itu padanya,
mungkin saja Cicily betul-betul mau membantunya. Tapi keraguan itu
selalu ada, dan akan tetap ada dalam hatinya.
Keraguan-keraguan itu semakin memuncak lagi jika ia
memikirkan laki-laki dalam kehidupannya. Saudara-saudara
sepupunya yang tidak sabaran itu kini nampak mencurahkan seluruh
perhatian mereka padanya. Ia menyukai mereka, tapi apa yang dulu
betul-betul tertarik pada uangnya. Kini ia bisa melihat dengan jelas,
alangkah cerdiknya West telah meninggalkan uangnya seperti itu.
Begitu cerdik. Dengan menunggu begitu lama, ia tahu bahwa
pewarisnya tidak akan tahu apa yang akan dilakukannya dengan uang
itu. West ingin memberikan balas dendam anumertanya kepada
saudara-saudaranya. Tidak ! Hati Annabelle sudah bulat bahwa West
tidak boleh memberikan balas dendamnya. Lalu ia membuka-buka tas
tangannya, di antara alat-alat kecantikannya, lipstick, mascara, parfum
dan saputangan, ia menemukan tiga buah foto. Ia mengambilnya dan
menjejerkannya di tempat tidur. Ketiga foto itu nampak seperti
memecahkan persoalannya. Foto yang pertama adalah yang paling tua. Annabelle dan Paul
ketika masih amat muda sedang berjalan bergandengan tangan di
Coney Island Roller Coaster. Mereka sedang memakan es, krim, dan
nampak begitu bahagia. Foto yang kedua memperlihatkan Annabelle
dengan Harry di Cafe Royale. Annabelle nampak begitu cakap.
Sedang Harry nampak begitu puas. Foto yang terakhir
memperlihatkan Annabelle dan Charlie di pantai Ascot. Mereka
bergandengan tangan di antara kerumunan orang-orang muda yang
pakaiannya rapi-rapi. Kawan-kawan Charlie tentu masih ingat pada
Annabelle. Tak satupun dari ketiga Annabelle yang ada di potret itu yang
sama dengan Annabelle yang telah menatap cermin beberapa menit
yang lalu. Ia mengeluh dan mengumpulkan foto-foto itu, lalu
menyimpannya kembali di tas. Cepat atau lambat ia harus
memutuskan orang macam mana sebenarnya dia itu.
Di lantai bawah, tak seorangpun yang merasa tenang semenjak
kunjungan Hendricks itu. Mereka saling tatap. Pintu kamar makan
tiba-tiba berderak dan terbuka.
Itu membuat mereka semua terkejut. Mrs. Pleasant masuk, ia
memandang berkeliling dengan bingung. Mukanya yang keriput
dengan rambutnya yang putih itu nampak tenang. Miss Crossby cepat
menghampirinya dan membisikkan sesuatu, sekali-sekali tangannya
menunjuk-nunjuk. Nampaknya penjaga rumah itu mengerti apa yang
dikatakannya, maka ia mengangguk dengan mantap. Ia meninggalkan
ruangan itu, menuju ke dapur.
Miss Crossby berpaling pada mereka dan dengan sikap
memerintah ia berkata, "Kukira hal ini tidak usah dikatakan pada Miss
West. Hal ini betul-betul penting. Ia baru saja mendapat kejutan,
meskipun kejutan yang menyenangkan. Dan kita tidak mau jika hal itu
diikuti dengan sesuatu yang tidak menyenangkan."
Terdengar gumaman persetujuan. Paul bilang, "Tentu saja
tidak! Hal seperti itu bisa membuatnya gila."'
Ada kesunyian yang mencekam. Paul menutup muka dengan
tangannya, setelah ia menyadari apa yang barusan dikatakannya.
"Tutuplah mulutmu, bego!" gumamnya pada diri sendiri.
Tak ada yang melihat bahwa Susan dan Cicily saling melirik
dengan penuh arti.

Permainan Maut The Cat And The Canary Karya Gerry Kingsley di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Miss Crossby menatap Paul; orang muda ini cerdik juga,
pikirnya. Lalu ia melanjutkan : "Tugas kita yang pertama adalah
mencek rumah ini dan memastikan bahwa semua pintu dan jendela
luar tertutup rapat-rapat seperti nasihat tuan Hendricks. Bila Miss
West bertanya, apa yang sedang kita lakukan dengan mengelilingi
rumah seperti itu, mungkin kita bisa menjawab bahwa kita sedang
mengagumi rumahnya yang indah ini. Atau sesuatu yang mirip dengan
itu. Apakah kalian setuju?"
Setiap orang mengangguk, kecuali Susan yang sedang asyik
menatap lantai. Harry menghampirinya dan membentangkan tangan di
depan mukanya. "Susan, setuju?" tanyanya,
Susan mengangkat muka. "Oh, tentu saja." katanya, sedang
matanya berkedip-kedip. "Kita, perempuan, tak pernah banyak omong
seperti lelaki." Tak ada seorangpun yang merasa yakin akan kata-katanya itu.
Harry tetap menatapnya dengan curiga. Paul menggumamkan
beberapa baris dari lagu "Bila anda tahu Susie."
Ketiga laki-laki itu segera pindah ke ruang tengah. "Baiklah,
mari kita mulai mengamankan jendela dan pintu-pintu," perintah
Harry. "Ya, ya. Tuan" kata Charlie.
"OK," kata Paul. "Kupikir aku tahu siapa yang baru saja
menemukan ruangan bawah tanah. Kau tahu ruangan bawah tanah
yang gelap pekat sebab semua cahaya tidak aktif lagi karena badai."
"Oh, engkau punya kekuatan batin, kawan." Paul menambahkan
dengan cepat. "Aku akan membiarkan hal itu sampai nanti, sebagai
pelayanan khusus." "Jangan terlalu lama," Harry memperingatkan. "Bila ia muncul,
aku akan menggubahkan lagu untuknya."
Harry berdesis. "Suatu ide yang bagus. Musik punya daya tarik
untuk menjinakkan binatang buas."
Miss Crossby yang mengikuti mereka mendengar kata-kata
Harry itu. "Kukira kau salah mengutip kali ini, Harry. Mr. Congreve
menuliskan aslinya sebagai "Musik mempunyai daya tarik untuk
menjinakkan dada yang buas" Seperti kata Hendricks, siapa tahu akan
bercokol pada dada siapa binatang buas itu?"
Harry agak terkejut dengan pandangan Miss Crossby itu. Ia
menghindarinya, dan menuju loteng. Mereka bertiga memperhatikan
Harry pergi. "Mari kita lanjutkan memeriksa jendela. Kita ingin memastikan
bahwa kucing itu tinggal di luar, bukan?" kata Charlie.
Charlie lari ke loteng mengejar Harry. Paul akan mengikutinya,
ketika Charlie menunjukkan jarinya ke arah lain dan berkata ''Apakah
kau telah melupakan sesuatu?"
Paul menggerakkan tangan, mengusap rambutnya. "Baiklah,
kapten." Ia berpaling menuju gudang di bawah tanah. Charlie
memperhatikannya sampai dia tidak terlihat lagi, baru ia lari ke loteng
mengejar Harry. Paul tiba di pintu gudang yang ada di bawah kaki tangga. Ia
memutarkan tombolnya. Pintu itu tertutup rapat. Ia mendorong tombol
itu dengan lebih keras, dan pintu itu terbuka. Ia menutup hidung,
gudang itu apeknya minta ampun. Ia meraba-raba di pintu itu, mencari
kontak lampu. Jarinya menemukan kontak itu, lalu ia menyalakannya.
Tak ada yang terjadi. Paul mengeluh dengan lemas dan menarik
tangannya. Ia termenung sejenak, lalu diam-diam ia menutup pintu itu,
menuju ke loteng menemui Charlie dan Harry.
Annabelle masih memikirkan situasinya yang baru itu sambil
duduk pada kursi ukir ketika ia mendengar ketukan di pintu.
"Masuklah," Harry menongolkan kepalanya di pintu. "Hallo, aku hanya ingin
memastikan bahwa engkau tidak kurang suatu apa."
Annabelle tersenyum. "Aku baik-baik saja, Harry."
Harry nampak seperti akan menarik kepalanya, tapi ia bilang,
"Kau sama sekali tidak nervous, bukan ?"
Annabelle berdesah. ''Tidak, aku tidak nervous."
"Bagus," tapi Harry masih ragu-ragu. Akhirnya ia bilang
"Kupikir aku akan berjalan-jalan sebentar untuk mengagumi rumahmu
yang, indah ini. Ada lemari Chippendale yang sudah sejak lama aku
ingin melihatnya dari dekat. Itupun jika kau tidak keberatan."
Annabelle menggelengkan kepala. Harry menarik kepalanya, tapi ia
tidak menutup pintu. Beberapa detik kemudian, kepalanya nongol
lagi. "Bolehkah aku berbicara dengan engkau nanti, secara pribadi ?"
Annabelle mengangguk. Harry menarik lagi kepalanya, kali ini
sambil menutup pintu. Annabelle merasa lucu sendiri. Ia baru saja
mau duduk, ketika ada ketukan lain di pintu. Charlie.
"Kupikir aku harus singgah sebentar dan melihat keadaanmu."
kata Charlie sambil menongolkan kepalanya seperti Harry.
Annabelle mulai merasa seperti penonton pertunjukan. "Aku
baik-baik saja, Charlie." katanya. Charlie berpikir sejenak, lalu bilang.
"Nampaknya setiap orang sedang sibuk mengagumi rumahmu, kupikir
akupun harus mengaguminya. Aku sudah tahu bahwa Cyrus punya
koleksi cap-cap olahraga yang hebat." Charlie berhenti, lalu
menongolkan kepalanya lagi sambil berbisik. "Aku harus mengatakan
sesuatu yang amat penting padamu. Aku akan menemuimu lagi nanti."
Pintu ditutupkan oleh Charlie untuk kemudian dibuka lagi oleh
Susan. Ia berdiri di ambang pintu sambil memegang tombolnya.
Dengan enggan Annabelle mendengarkan celotehnya. "Sayang, aku
datang betul-betul untuk menjengukmu. Kau nampak agak lelah
dengan semua kegembiraan ini."
Annabelle menjawab dengan nada yang agak hambar. "Aku
betul-betul sehat. Tidak ada masalah. Lihatlah," kata Annabelle sambil
menunjukkan kamarnya, ''Tak akan ada yang lebih menyenangkanku
dari pada ini." Susan memandang keadaan di sekitarnya lalu bilang, "Aku
hanya akan melihat-lihat dan mengagumi rumahmu. Banyak sekali
yang patut dikagumi. Orang tua itu memiliki piala-piala olahraga yang
hebat. Aku tidak habis pikir, di mana ia mendapatkannya. Aku akan
ke sini lagi nanti untuk mengucapkan selamat malam." Susan hampir
membuka pintu dan menatap ke gang. Tapi ia menutupnya lagi dan
masuk kamar. ''Ada satu hal lagi yang perlu kukatakan, sayang,"
bisiknya. "Seorang laki-laki dari rumah sakit gila di daerah ini barusan
datang dan mengatakan bahwa salah satu pasiennya telah kabur. Dia
betul-betul edan. Ia berkeliling untuk membunuh orang. Ia
menganggap dirinya kucing. Mungkin saja ia ada di dalam rumah ini.
Kupikir mungkin engkau perlu mengetahuinya bila engkau mendengar
bunyi-bunyi aneh." Annabelle menatap Susan, mulutnya menganga. "Menganggap
dirinya kucing?" katanya penuh ketakutan.
"Betul." kata Susan. "Kucing. Mengejanya K-U-C-I-N-G.
Sampai nanti!" Susan pergi sambil menutupkan pintu pelan-pelan.
Annabelle duduk di kurisnya, ia merasa percikan ketakutan
mulai merambati urat-nadinya. Ada sesuatu yang nampak nyata dalam
cara Susan menyampaikan berita itu. Cara Susan rnenyampaikannya
sama jeleknya dengan berita itu sendiri. Ia merasa bahwa Susan betulbetul
menginginkan dirinya menjadi gila dengan mendengar berita
tentang orang gila yang kabur itu. Susan ingin agar Annabelle gila.
Annabelle merasa amat sakit hati. Jadi itulah maksudnya, bukan"
Pewaris pertama harus dibuat gila supaya pewaris kedua bisa
menggantikannya. Hemmm,.! Orang gila yang kabur itu mungkin saja
menakutkan, pikir Annabelle, tapi aku tidak akan membiarkan hal itu
membuatku gila. Mungkin itu hanya karangan Susan saja, atau dia
membesar-besarkannya. Yang lainnya tidak nampak gelisah. Tapi
apakah mereka juga gelisah " Harry dan Charlie mungkin saja sedang
menjaganya. Mungkin orang gila itu sedang berjalan-jalan di sekitar
rumah, mencari-cari pintu yang terbuka. Lalu merayap masuk untuk
mengejutkan orang yang paling dulu ditemukannya dan
membunuhnya. Mungkin saja sekarang ia sedang berjalan di gang
rumah ini. Ada ketukan di pintu. Ketukan yang lembut. Annabelle
memperhatikan pintu itu dengan penuh ketakutan. Ketukan itu
terdengar lagi, kali ini lebih keras, dan lebih cepat.
Ia menahan rasa takutnya. "Siapa?" tanyanya dengan suara
gemetar walau ia telah berusaha sedemikian rupa untuk
menyembunyikan ketakutannya. Dengan, perasaan lega ia mendengar
nada suara Paul yang riang.
"Saya, tuan Puteri. Apakah tuan puteri sudah rapi?"
Annabelle tertawa. Ketakutannya langsung menghilang. Paul
masuk, ia menuju jendela dan menutupnya, sambil memastikan bahwa
cantelannya betul-betul aman. Lalu ia menutup gordiyn dan berdiri
sambil tersenyum. Annabelle berkata dengan polos. "Kau pikir apa
yang sedang kau kerjakan" Kebetulan aku sedang senang menghirup
udara segar" Dan Annabelle terkejut mendengar jawabannya.
"Nenek tua Jones bilang, tidak baik bagi seorang pewaris jika ia
masuk angin pada malam pertamanya, sama seperti pengantin."
"Hemm, Nenek tua Jones, aku tak pernah mendengar hal itu
sebelumnya. Kukira engkau mengada-ada."
Suara Paul normal kembali. "Kehormatan pandu, nona. Bukan
hanya itu. Tapi ada peraturan setempat bahwa kau akan kehilangan
setengah dari warisanmu itu. Mereka mengambilnya dan
memberikannya pada penganggur."
Ia terlalu mau tahu, pikir Annabelle dengan senang. Ia berkata
dengan polos. "Hemm, kau begitu baik, kau amat memperhatikan
kesehatan serta keberuntunganku."
"Pemburu harta macam apa aku jadinya, kalau aku tidak
mencek faktanya terlebih dulu?" kata Paul tanpa malu-malu.
Annabelle mengetuk-ngetuk tempat tidur. "Duduklah Paul,"
katanya dengan nada yang lebih serius. "Kukira engkau perlu tahu
bahwa aku tidak mudah masuk angin, juga tidak allergi pada kucing."
Paul menatapnya dengan tajam dan menggeleng-kan kepalanya
dengan jengkel. "Susan," katanya mencibir. "Kami perempuan tak
pernah banyak omong seperti kalian, laki-laki."
"Bibirku terkunci," jawab Annabelle.
"Tentu saja senang mengetahui siapa keluargamu," kata Paul
dengan pahit. "Aku merasa pasti bahwa ia terlalu membesar-besarkan.
Apapun yang dikatakannya, sebenarnya tidak separah itu."
Annabelle berdesah. "Aku merasa lega mendengarnya." Ia
memegang tangan kursi itu lebih erat. "Tapi, sungguh, Paul. Aku
sudah banyak memikirkan kedudukanku sebagai pewaris. Aku merasa
agak bingung. Bukan hanya karena ada orang gila yang kabur. Kukira
aku bisa mengatasi hal itu. Tapi pengaruh dari semua kekayaan ini
padaku sebagai seorang manusia. Itu sebenarnya yang
menakutkanku." Paul mengangguk. "Kau tidak usah kuatir tentang orang gila itu.
Aku akan tinggal di dekatmu. Kukira Harry dan Charlie juga akan
membantu. Tapi bukan orang gila di luar yang menakutkanku.
Sebenarnya ajag yang ada di dalamlah yang amat menakutkan aku."
Annabelle tertawa. "Tentunya engkau tidak sungguh-sungguh,
Paul. Kuakui bahwa Susan begitu tega menakul-nakuti aku seperti itu.
Tapi kau tokh tidak bermaksud mengatakan bahwa di rumah ini ada
orang lain yang perlu kutakuti " Harry dan Charlie" Omongan mereka
lebih besar dari pada tindakannya. Mereka berdua tidak berbahaya.
Kukira mereka amat memperhatikan aku dengan cara mereka sendiri."
Paul bangkit dari tempat tidur dan melangkah menuju jendela.
Ia berpikir keras. "Tak ada yang lebih memperhatikanmu dari pada
seorang saudara yang tamak. Itu teori kemungkinan Paul Jones.
Percayalah! Kini kau harus hati-hati. Kau tidak mau melibatkan diri
dengan orang-orang seperti....."
"Maksudmu seperti kau," potong Annabelle. Paul nampak
tersinggung. Ia menarik kursi, lalu bersandar di atasnya.
"Kau tidak usah menguatirkan motifku," katanya, lalu ia
menyeringai. "Kuakui bahwa aku hanya mengejar uangmu."
Annabelle tersenyum. "Kau tak pernah bersungguh-sungguh
lebih dari sedetik, bukan, Paul ?"
Paul bilang dengan mantap. "Hidup ini terlalu serius untuk bisa
dihadapi dengan serius."
Lalu ia bangkit untuk pergi. Annabelle juga berdiri. "Bila aku
bilang bahwa aku akan berhati-hati pada pelamar palsu, bagaimana
caranya membedakan seseorang yang hanya mengejar uangku?"
Paul berhenti, tangannya pada tombol pintu. Ia berpikir sambil
menggosok-gosok dagunya. "Ingatlah ini, Annabelle. Jika seorang
laki-laki masuk kamar ini untuk berbicara denganmu, jika hal yang
pertama kali dikerjakannya adalah melihat dirinya di kaca, maka dia
hanya mengejar uangmu."
Annabelle tertawa dengan gembira. "Hebat. Hati-hatilah
terhadap ksatria yang lebih mementingkan ketampanannya dari pada
seorang gadis cantik. Cermin, cermin di dinding, siapakah yang paling
lihay di antara mereka semua " Kini jangan kuatirkan aku, aku antipelamar,
sayangku." Ada ketegangan pada suara Annabelle. Ia
mengulurkan tangannya dan memegang tangan Paul. "Paul, berhatihatilah, demi
aku." Keharuan suaranya agak mengejutkan Paul. Maka ia
menatapnya, matanya berbinar-binar. "Jangan takut, gadis cantik,"
katanya. "Malam ini tikus akan lebih cerdik lagi dari kucing" Paul
menyentuh tangannya. Annabelle merasa terhibur dengan sentuhannya
itu, seperti juga ketika West membacakan surat wasiatnya. Tiba-tiba
Annabelle menyadari bahwa di balik tubuh Paul itu tersembunyi
seorang kuat yang bisa dipercaya. Dia juga menyadari bahwa
keakrabannya semasa sekolah pada saudaranya ini kini berubah
menjadi sesuatu yang lebih penting. Sungguh suatu waktu yang luar
biasa untuk jatuh cinta, pikirnya pada diri sendiri.
Paul membungkuk dan mencium pipinya. Annabelle merasakan
sentuhan lembut dari bibirnya. "Aku tidak senang meninggalkanmu
sendirian di sini," bisiknya, suaranya penuh kelembutan. Ia
memandang berkeliling dengan cemas. Di luar angin menderu, dan
hujan amat lebat, bagaikan butir-butir kerikil yang berjatuhan.
Mereka berdua menggigil karena keganasan badai itu. Paul
merasa enggan untuk pergi. Ia sadar bahwa ia telah menemukan
sesuatu yang patut diperjuangkannya, sesuatu yang lebih berharga dari
lelucon sinis atau sebuah balada yang sentimentil. Hatinya telah bulat
bahwa ia akan memperjuangkan hal itu, apapun rintangannya. Ia tidak
akan takut menghadapi bahaya; baik bahaya dari luar yang
diketahuinya, ataupun bahaya dari dalam, yang tidak diketahuinya.
Tiba-tiba ia merasa mampu bertanggung jawab, merasa mampu
menjaga orang lain. Ia adalah sensasi baru, dan dalam keadaan seperti
sekarang ini, akan banyak sekali pertentangan.
Paul dan Annabelle begitu asyik, sehingga mereka tidak melihat
tombol berputar dan pintu itu mulai terbuka.
Chapter 9 Miss Crossby merasa gelisah. Seharusnya ia merasa bahwa
setelah urusan surat wasiat itu selesai, tak ada lagi yang harus
dikerjakannya. Tapi ia tidak punya pikiran seperti itu. Sepanjang
karirnya itu ia sering menemukan sesuatu yang mengerikan, sesuatu
yang oleh sebagian orang dianggap sesuatu kejahatan dalam sifat-sifat
manusia. Dalam prosesnya ia telah mengembangkan sesuatu yang
oleh polisi disebut sebagai firasat untuk kasus yang ganjil. Mungkin
itu tidak lebih dari puncak pengalamannya yang bertahun-tahun itu,
tapi ia telah mengembangkan kecakapannya ini menjadi semacam
intuisi. Malam ini intuisinya mengatakan dengan jelas bahwa seluruh


Permainan Maut The Cat And The Canary Karya Gerry Kingsley di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

urusan surat wasiat Cyrus West itu mengandung kejahatan yang tidak
terhingga. Tapi tentang bagaimana kepingan-kepingan itu berkumpul
jadi satu, ia tidak merasa pasti, ia bahkan tidak tahu apa saja kepingankepingan
itu. Tapi ia yakin bahwa intuisinya benar, intuisinya tak
pernah mengecewakannya. Ia duduk di perpustakaan yang mulai gelap itu. Cahaya lilin di
ruang tengah menerobos lewat celah-celah pintu, sedang bagian lain
ruang itu hanya jadi bayangan. Ia duduk pada sebuah kursi bertutup
kulit yang terletak di depan meja tulis. Di meja itu terletak catatancatatan
tentang ahli-ahli waris yang telah dikumpulkannya untuk
pembacaan surat wasiat itu. Ia baru saja selesai membaca lagi map itu
untuk.......mungkin keseratus kalinya. Dengan lemas ia mengusap
keningnya. Lampu baca telah dipadamkan supaya ia bisa istirahat dan
berpikir. Andaikan ia tahu apa yang dicarinya, mungkin itu bisa
membantu. Tapi perasaan itu terus menghantuinya, perasaan bahwa
salah satu dari kelima orang ahli-waris yang tidak beruntung itu tahu
bahwa dirinya adalah pewaris kedua. Dan intuisinya mengatakan
bahwa orang itu akan membunuh Annabelle West.
Ia sedang mencari-cari petunjuk yang akan bisa mengatakan
identitas dari pewaris kedua itu, dan dengan jalan itu ia bisa mencegah
tragedi. Petunjuk yang akan memperlihatkan cara Cyrus West
memperidentitas pewaris kedua itu pada orang yang bersangkutan.
Sebab kini ia yakin bahwa maksud Cyrus West dalam pembacaan
surat wasiatnya itu adalah untuk membangkitkan iri-hati,
kesengsaraan, dan akhirnya pembunuhan.
Alison Crossby terkejut juga, kenapa ia bisa menganggap
majikannya sejahat itu. Etiket profesinya tidak mengizinkan dia
memberikan pertimbangan moral pada aktifitas kliennya. Tapi setelah
melihat film yang telah menunggu dua puluh tahun lamanya, ia
mengambil kesimpulan dari penampilan Cyrus yang sadis dan tamak
itu, bahwa Cyrus telah gila ketika ia membuatnya. Tidak ada alasan
lain untuk pameran ketamakan dan ketololan manusia seperti itu. Film
itu dibuat untuk melaksanakan suatu maksud yang jahat. Ia mengeluh
ketika ia ingat partisipasinya sendiri dalam hal itu. Kenapa dulu ia
setuju " Waktu itu ia memang masih muda, tapi tidak begitu muda.
Mungkin satu-satunya jawaban adalah waktu itu ia sendiri ada di
bawah pengaruh West, dan mungkin saja ia terharu atau bahkan takut
olehnya. Ia telah menghargai permintaannya, sebab itu permintaan
orang yang sedang sekarat. Dulu ia merasa telah berbuat baik, tetapi
kini ia merasa berdosa. Itu adalah suatu keadaan yang sulit baginya. Ia punya pilihan
yang jelas, yaitu: Tidak mengatakan apa-apa, dan itu berarti bahwa
kemungkinan besar tragedi itu akan terjadi; atau bilang pada
Annabelle tentang kecurigaannya, yang mungkin akan
menakutkannya dan mungkin akan membuat dia mencurigai
saudaranya yang tidak bersalah sekalipun. Ada juga tindakan lain
yang Miss Crossby merasa enggan untuk melakukannya, sebab itu
melibatkan dirinya pada pelanggaran janji yang diberikan pada
kliennya. Yaitu melihat sendiri film yang kedua itu supaya ia bisa
mengawasi gerak-geriknya yang mencurigakan dari pewaris kedua itu.
Tapi ada kesulitan untuk memutar film itu secara rahasia. Akan
berbahaya sekali jika kecurigaannya itu diketahui. Petunjuk itu pasti
ada pada riwayat hidup dari kelima ahli-waris yang tidak beruntung
itu. Oh, kalaulah ia bisa membaca apa yang tersirat di balik film
Cyrus West itu untuk petunjuk yang tentunya diselipkannya untuk
pewarisnya yang kedua itu. Ia mulai membuka salah satu map itu dan
melihat-lihat isinya. Di bagian lain dari meja itu tergeletak kaleng
yang berisi film kedua. Matanya bergerak ke arah benda itu sementara
ia membaca apa yang ada dalam map itu. Betapa mudah baginya
untuk memutar film itu, untuk mengungkapkan rahasia Cyrus West
yang disembunyikan dengan seksama.
Betapa sulitnya bagi dia untuk memutuskan hal itu. Ia tak
pernah ragu-ragu sebelumnya, tapi kini ia bingung seperti orang yang
sama sekali tidak punya pengalaman.
Tiba-tiba sesuatu terlintas pada pikirannya.
Ia melintasi ruangan dan menemukan album lama keluarga itu,
album yang telah dilihat-lihat Paul dan Annabelle sore harinya. Ia
membuka-buka halamannya sambil membawa album itu ke meja.
Pada suatu halaman tertentu ia tertegun dengan suatu penemuan yang
mengejutkannya. Dalam ketehangan cahaya lampu baca itu ia
menemukan jawaban yang dicarinya. Itu tidak diragukan lagi.
Kemudian ia ingat artikel surat kabar yang telah dibacanya di map itu.
Waktu itu nampaknya tidak penting. Dengan perasaan ngeri, kini ia
menyadari pentingnya artikel itu. Semuanya cocok. Petunjuk-petunjuk
West yang gelap itu punya arti. Ia tahu siapa pewaris kedua itu.
Annabelle ada dalam bahaya besar. Seseorang harus
memperingatkannya sebelum terlambat. Ia membunyikan bel untuk
memanggil Mrs. Pleasant. *************************************
Pintu ke kamar Annabelle tiba-tiba terbuka dengan keras,
didorong dengan kaki. Kaki Charlie. Tangannya menanting baki berisi
dua gelas coklat panas dan sepiring biskuit. Tanpa mengangkat muka,
Charlie bilang, "Ini dia, manisku. Aku telah menyerang tempat
makanan dan membawakan minuman malam untukmu." Ia
menyimpan baki itu pada sebuah meja kecil. Pada saat itulah ia
melihat Paul. "Halo, kau baru mau pergi, bukan?" tanyanya lembut.
"Apakah kau menemukan sesuatu?" tanya Paul.
Charlie membelalak pada Paul, mengabaikan pertanyaannya.
"Menemukan sesuatu" Apa maksudmu ?"
Paul berdesah. "Tidak apa-apa, Charlie," katanya sambil
menunjuk Annabelle. "Ia tahu tentang itu. Susan mengungkapkan
rahasia itu barusan."
Charlie berkata dengan marah. ''Keparat bego! Seharusnya dia
diam di hutan." Ia berpaling pada Annabelle. "Sebenarnya tak ada
yang perlu dikuatirkan. Kita sudah mengunci seluruh pintu rumah ini.
Aku sudah memeriksa semua jendela di atas dan agak menakutkan
Harry." Lalu ia melirik Paul dengan penuh arti. ''Kukira engkau mau
pergi ke gudang, bukan?"
Muka Paul memerah. "Kukira begitu" katanya sambil beranjak
pergi. "Okey, sampai nanti. Bila ini suatu sandiwara, kuharap aku
tidak berperan sebagai seseorang yang pertama kali ditemukan."
Charlie ketawa tanpa nada. "Mungkin kita semua akan
memainkan peranan itu," katanya. Lalu ia menutup pintu.
Annabelle membelalak pada Charlie. "Seharusnya kau tidak.
perlu begitu sengit, menyuruh-nyuruh dia seolah-olah dia itu anak
tukang kebun." "Sepanjang yang kuketahui, dia memang anak tukang kebun."
kata Charlie. Dan melihat kemarahan pada wajah Annabelle ia cepatcepat
menambahkan. "Aku yakin bahwa ia seorang anak tukang kebun
yang amat manis." "Apa yang kau inginkan" Membuat keributan?" tanya
Annabelle dingin. Charlie membentangkan tangannya. ''Aku datang untuk
membuat perdamaian," katanya. "Aku juga membawakan coklat panas
untukmu, dan aku perlu bantuanmu untuk menyembuhkan lukaku."
Charlie mengulurkan tangannya dan untuk pertama kalinya Annabelle
melihat bahwa tangan itu diperban dengan kaku.
Annabelle hanya bisa tersenyum. "Charlie yang malang, apakah
kau berkelahi lagi?"
Charlie mengangguk. "Begitulah kira-kira, nona."
Annabelle mengalihkan perhatiannya pada baki itu. Ia
menuangkan coklat panas itu, dan ketika ia mengangkat muka ia
melihat Charlie sedang meneliti mukanya di cermin. Annabelle
tersenyum. Charlie bilang dengan tenang, "Bibirku juga luka, aku
barusan memeriksa bagian yang sakitnya."
Annabelle menggelengkan kepalanya dengan sedih. "Charlie
Wilder, kau terlalu rewel untuk jadi seorang pahlawan."
Lalu Annabelle membuka perban itu, setelah membetulkan
kembali perban itu, meskipun tanpa keahlian khusus, Annabelle
bilang, "Kukira kau tidak mendapatkan pelayanan seperti ini di
Perancis ?" Charlie menyeringai. "Aku mendapatkan pelayanan yang lebih
baik." Annabelle menatapnya dengan tersinggung.
"Terima kasih banyak" katanya.
"Tapi." kata Charlie lembut. "Kau lebih harum dari seorang
Dokter." Pembalutan sudah selesai. "Kau memang terlalu banyak tahu
tentang orang yang lebih harum dari Dokter." kata Annabelle.
Charlie nampak tersinggung. "Annabelle," katanya dengan
sedih. "Apa yang telah terjadi pada kita" Setiap orang selalu bertanya
padaku di mana engkau berada, dan aku tidak tahu apa yang harus
kukatakan pada mereka." Ia mengulurkan tangan pada Annabelle.
"Aduh !" teriaknya. "Jangan lupa, rawatlah bibirku."
Ada salep pada tas tangannya. Maka ia membungkuk untuk
mengulaskaunya pada bibir Charlie. Charlie menepiskan salep itu dan
mengalungkan tangannya pada tubuh Annabelle. Bibirnya mencari
bibir Annabelle, tapi Annabelle memalingkan kepalanya dan
mendorong Charlie. "Charlie, kumohon, jangan kau lakukan itu."
katanya dengan gemetar. "Aku tidak bisa menahannya, kau begitu menarik." kata
Charlie. Sebagai jawabannya Annabelle mengulaskan salep pada bibir
Charlie, dan ia tertawa sementara Charlie merenggut kesakitan.
Charlie berusaha untuk memperlihatkan daya tariknya. ''Aku
telah mengatakan bahwa aku mencintaimu sebelum engkau kaya. Aku
tidak perduli dengan uang, apapun yang mereka katakan."
Annabelle memperhatikannya dari dekat. Ia duduk di depan
perapian yang membiru itu. Mukanya yang pucat, serta matanya yang
biru tidak lagi nampak muda. Pada sudut matanya sudah nampak
kerutan, tulang pipinya menonjol. Charlie, Wilder, pahlawan perang,
dan bintang pujaan layar putih. Akh ! ketampanannya itu akan segera
menghilang. Annabelle tidak lagi merasa tertarik Padanya.
Kebohongan dan kepura-puraannya sudah terlalu banyak untuk bisa
dipercaya lagi. Akh! Tidak! Cinta yang dulu bersemi itu kini telah
sirna. Annabelle berkata dengan sedih. "Tidak ada gunanya, Charlie.
Aku minta maaf, tapi perasaan itu sudah sirna."
Charlie menghunjamkan matanya ke perapian dan berkata
dengan pahit. "Kau benar. Aku tahu itu. Aku sudah terlalu sering
mengatakannya. Itulah kesalahanku. Aku telah terlalu sering
mengatakan segalanya. Aku hanyalah sebuah fotocopy. Bukan sesuatu
yang asli." Lama mereka membisu sambil menatap perapian yang
membara itu. Lalu Charlie bilang. "Engkaulah satu-satunya orang
kepada siapa aku bersikap asli," katanya dengan senyum pahit, lalu
menepuk-nepuk pipi Annabelle dengan sedih. "Jika aku bersamamu,
aku merasa seolah-olah aku memang ada artinya."
Annabelle lebih menghunjamkan tatapannya ke perapian.
Suaranya kini tidak begitu lembut, dan Charlie melihat kemantapan
sikap yang belum pernah ia lihat sebelumnya. "Dulu aku betul-betul
menyukaimu, kau tahu itu. Tapi banyak sekali sifat-sifatmu yang aku
kenal, atau langganan-langganan salon. Aku tidak tahan gosip yang
kudengar di belakangku. Sedang waktu itu aku mencintaimu, tapi
engkau menghibur gadis baru setiap malam."
Charlie protes, tapi begitu lemah, dengan mengatakan "kau tak
pernah mendengar versiku mengenai cerita itu."
Respons Annabelle begitu tajam "sukurlah aku tidak
mendengarnya Charlie. cerita yang kudengar saja sudah cukup parah.
Dan jangan coba-coba mengatakan bahwa versi ceritamu itu lebih
baik. Aku tidak membutuhkan keteranganmu. Tapi semuanya sudah
selesai. Selesai, kau mengerti " jadi jangan kau datang padaku dan
mengatakan bagaimana engkau akan memulihkan hubungan itu.
Mungkin engkau percaya bahwa itu akan bisa diperbaiki. Tapi aku
tahu bahwa itu sudah terlalu parah. Suara Annabelle bergetar dan
Charlie mendekatinya. "tapi aku sungguh-Sungguh. Okey mungkin
kau tahu bahwa aku tidak akan mampu membentuk hubungan akrab
dengan sembarang orang tapi apa yang kurasakan untukmu terlalu
kuat. Aku tidak perduli apakah kau menyukainya atau tidak, tapi kau
akan kembali padaku, aku bisa merasakan itu." Ada nada-nada aneh
dalam suaranya yang membuat Annabelle menatapnya dengan penuh
perhatian. Charlie angkat bahu "Hem, baiklah jika kau tidak mau, aku bisa
mengatakan pada setiap orang bahwa seorang pewaris kaya pernah
kupegang dalam telapak tanganku."
Annabelle tersenyum ramah padanya, air matanya berlinang
sementara ia berkata. "kau baik sekali untuk mengatakan hal itu.
Malam ini betul-betul penuh kenangan bagiku, Charlie, meskipun ada
juga orang gila yang kabur. Kumohon janganlah kau merusaknya
dengan berkelahi lagi dengan Harry."
Charlie tertegun, langsung ia melepaskan tangan Annabelle.
"Apakah Harry masih begitu berarti bagimu " Kukira kau sudah lama
tidak memikirkannya lagi."
"Setiap orang ada artinya bagiku saat ini. Juga engkau. Sikapmu
terhadap Harry begitu bego. Ia mengalami kesialan yang merusakkan
hidupnya dan kau tidak membiarkan dia melupakannya. Kenapa kau
tidak bisa mengucapkan kata-kata manis seperti barusan ?"
Charlie tertawa serak. "Kau tahu itupun tidak asli. Aku
membacanya pada buku "The Scarlet Pmpernel." LaIu katanya dengan
lebih serius, "Aku putus asa, Annabelle. Selamatkanlah aku," katanya
dengan pandangan pedih. Lama setelah itu, Annabelle berpikir apa yang akan terjadi
seandainya Mrs. Pleasant tidak mengetuk pintu dan mengganggu
mereka. Ia ingat muka Charlie yang kecewa ketika Mrs. Pleasant
bilang, "Miss Crossby mau berbicara dengan anda, saat ini juga, di
perpustakaan, nona."
Annabelle berpaling pada Charlie. "Aku heran, apakah yang
diinginkannya pada malam selarut ini?"
Charlie angkat bahu. ''Aku sama sekali tak bisa menerkanya,"
katanya, "hanya ada satu jalan untuk mengetahuinya." Ada
kekecewaan yang dalam pada suaranya, dan kemarahan yang tertahan.
Apapun yang dulu ada di antara mereka, kini telah layu. Charlie
menggerutu pada Mrs. Pleasant, dan mereka berdua mendengar
langkah Annabelle sementara ia turun untuk menemui Miss Crossby.
Ketika Annabelle memasuki perpustakaan, Miss Crossby
sedang duduk di bangku. Lampu baca menyinari dokumen-dokumen
yang berserakan di sana. Dia tidak mendengar Annabelle masuk, ia
sedang asyik berpikir, kepalanya terkulai pada tangan. Bagian lain
dari ruangan itu gelap. Lampu baca menyinari rambut serta cincin
berlian yang dikenakan di tangan kirinya.
Annabelle batuk-batuk dengan nervous. Ada sesuatu yang amat
mencekam mengenai perempuan yang nampak dingin ini, dengan
pakaiannya yang sederhana serta gerakan yang gesit.
Miss Crossby mengangkat muka, menatap gadis yang sedang
berdiri itu. Annabelle heran, kok nampaknya dia agak ragu-ragu untuk
memulai. Ia mengetuk-ngetukkan jarinya, lalu berkata dengan senyum
yang dipaksakan. "Terimakasih atas kedatanganmu pada malam
selarut ini, Miss West. Tentunya engkau merasa lelah dengan segala
kegembiraan yang engkau alami."


Permainan Maut The Cat And The Canary Karya Gerry Kingsley di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Annabelle mengangguk dengan tidak sabar. Ia merasa pasti
bahwa Miss Crossby bukan hanya ingin berbasa-basi. Annabelle
menunggunya untuk bicara lagi.
Wanita berambut putih itu bangkit menuju salah satu rak buku
di perpustakaan itu. Annabelle memperhatikan wanita itu menatap
buku-buku tanpa berkedip. Lalu ia berpaling lagi padanya.
"Miss West," katanya dengan suara yang sudah normal lagi.
"Seperti yang engkau ketahui, apa yang diperbincangkan antara klien
dan pengacaranya yang syah harus diperlakukan dengan amat rahasia.
Karena aku amat akrab dengan Mr. West, ia mengungkapkan
rahasianya padaku dan maksudnya tentang surat wasiat yang
dipercayakan padaku. Aku sudah melaksanakan perintahnya malam
ini. Kau adalah pewarisnya kini. Aku sudah memikirkan aspek-aspek
tertentu dari keinginan Mr. West semenjak kita melihat film itu, dan
aku mengambil kesimpulan bahwa apapun kewajibanku terhadap
klienku yang telah meninggal, tapi lebih penting lagi bahwa aku harus
melaksanakan tugasku terhadap pewarisnya yang hidup."
Percayalah pada seorang pengacara, pikir Annabelle, ia
menggunakan lima puluh kata, sedang satu katapun sebenarnya sudah
cukup. Apakah yang akan dikatakannya "
Miss Crossby melanjutkan, "Selama aku mengadakan
penyelidikan yang perlu untuk mengatur pertemuan ini sesuai dengan
keinginan Mr. West, aku telah mengetahui fakta-fakta tertentu
mengenai harta dan keluarganya yang mungkin saja akan memalukan
orang yang bersangkutan, jika hal ini tersebar luas. Waktu itu aku
bilang bahwa fakta-fakta itu mungkin sebenarnya kurang perlu. Kini
setelah aku punya waktu untuk berpikir, aku mulai merasa sangsi.
Sesuatu yang kutemukan dengan penyelidikanku barusan tentang
kejadian-kejadian di masa lalu, menyebabkan aku mengambil
kesimpulan yang menyedihkan tentang peristiwa-peristiwa yang akan
datang." Miss Crossby berhenti lagi.
Annabelle merasa bahwa perhatiannya mulai kabur. Ia
mengambil kesimpulan bahwa Miss Crossby sedang mencoba
memperingatkannya tentang kepura-puraan saudara-saudaranya.
Katakanlah sebuah berita, bukan sejarah, pikir Annabelle dengan
kecut. Annabelle membelakangi wanita itu dengan agak kasar. Pada
saat itu seekor kucing hitam berlari masuk dari ruangan tengah.
Dengan senang hati, Annabelle memangkunya dan mulai mengusapusapnya.
Di belakangnya Miss Crossby bilang, "Dengan sangat
menyesal, aku memberitahukan padamu, Miss West, bahwa
kemungkinan besar hidupmu ada dalam bahaya."
Annabelle mengeluh. Jadi Miss Crossby memanggilnya untuk
menceritakan orang gila yang kabur itu. Itu sebabnya dia menyeretnya
ke sini. Jauh dalam satu tempat di rumah itu, terdengar dentangan
mantap dari sebuah jam kuno. Dentangannya sama seperti yang telah
mereka dengar sebelumnya.
Annabelle ingat pada firasat jelek Mrs. Pleasant, maka ia
berpaling pada Miss Crossby dengan riang. "Kali ini kita harus
menghitung dentangannya." katanya untuk mencairkan suasana tegang
yang telah diciptakan Miss Crossby dengan kata-katanya itu. Gadis itu
amat terkejut serta langsung jadi panik ketika ia menyadari bahwa
tubuh tegak wanita yang telah mengundang mereka ke Manor
Glencliff itu tidak lagi berdiri di dekat rak buku.
Annabelle membelalak dengan liar di sekitar perpustakaan itu.
Tak ada orang di sana. Miss Crossby telah menghilang.
Chapter 10 Dengan enggan Paul kembali ke gudang. Bukan hanya karena ia
tidak senang dengan gudang tak berlampu, yang mungkin saja jadi
tempat persembunyian pembunuh gila itu; tapi ia juga agak curiga
akan maksud Charlie pada Annabelle. Ia merasa bahwa Charlie adalah
saingannya yang berat dan reputasi Charlie dengan gadis-gadis juga
memang sudah terkenal. Ia tidak mau Annabelle bergaul dengan orang
semacam Charlie. Meskipun ia sendiri bukanlah orang yang pantas
untuk bergaul dengan Annabelle.
Tekadnya sudah bulat bahwa ia harus sudah siap sebelum
memasuki lagi gudang itu, maka ia mengetuk ruangan Mrs. Pleasant.
Penjaga rumah itu muncul sambil mengusap-ngusap tangannya
dengan lap piring. Bau kari mengambang dari dapur. Itu
mengingatkan Paul pada West dan pembacaan surat wasiat. Aneh
juga, kenapa suatu peristiwa yang mengerikan bisa menghilangkan
kenangan pada peristiwa lainnya.
"Ya ?" kata Mrs. Pleasant.
Paul tahu bahwa ia tidak memanggilnya "tuan" dan ia merasa
jengkel. "Dengarlah, aku akan menggeledah ruangan bawah tanah
yang tidak berlampu. Apakah kau punya baterei ?"
Mrs. Pleasant pergi diam-diam dan kembali dengan membawa
sebuah baterei listrik yang besar. "Kau tidak akan menemukan apaapa," katanya
dengan pasti. "Tidak sekarang."
Paul mengambil baterei itu dan lari. Anehnya perempuan tua
itu! Ia membuka pintu gudang dengan hati-hati dan menuruni tangga
sambil menyorotkan batereinya. Gudang itu tepat seperti dugaannya.
Penuh debu, penuh sarang laba-laba dan lembab. Penuh dengan
barang-barang rongsokan. Jelas Cyrus West tak pernah membuang
apapun juga dalam hidupnya. Ada tumpukan koran-koran serta
majalah kuno, kotak-kotak karbon yang penuh dengan pakaianpakaian usang, kursi
berkaki tiga, meja-meja yang mungkin dulu
dipergunakan untuk pesta taman, karpet-karpet tua, serta bingkaibingkai gambar.
Semuanya penuh dengan debu. Ia menyinarkan lagi
batereinya, debu-debu berterbangan. Terdengar suara-suara berderit,
tapi setelah mendengarkan sejenak, ia tahu bahwa itu suara tikus,
bukan kucing. Ketika ia berpaling lagi ke tangga kayu, dua buah objek
menarik hatinya. Yang satu adalah roda untuk orang cacat yang
dikenalnya sebagai kursi mandi. Yang lainnya adalah sebuah
keranjang anyaman yang besar yang biasa dipergunakan untuk
mengangkut kostum-kostum theater. Ada sesuatu yang menarik
tentang keranjang itu, keranjang itu tidak begitu penuh debu seperti
benda-benda lainnya. Paul menghampiri dan membuka tutupnya. Tapi
ternyata kosong. Ia baru saja akan menaiki tangga ke ruang tengah ketika ia
mendengar jeritan ketakutan dari atas. Ia meloncati tangga itu tigatiga. Ia
merasa yakin bahwa itu jeritan Annabelle. Hanya Tuhan yang
tahu, bahaya apa yang sedang dihadapinya.
Ketika Annabelle menyadari bahwa Miss Crossby sudah
menghilang, ia menjerit minta tolong dan berlari ke ruang tengah.
Orang pertama yang ditemuinya adalah Mrs. Pleasant. Annabelle
memeluk wanita itu dengan erat serta menangis dengan histeris.
Sedang penjaga rumah itu menatapnya penuh keheranan.
Paul meloncat dari pintu gudang dan melihat kedua wanita itu;
Annabelle tersedu-sedu, dan Mrs. Pleasant berusaha melepaskan diri
dari pelukan yang tidak diinginkannya itu. Paul merasa lega melihat
Annabelle nampaknya tidak luka.
Dengan lembut ia menarik tangan Annabelle dan
melepaskannya dari Mrs. Pleasant. Ia menangis di bahu Paul.
"Demi Tuhan, Annabelle, apa yang terjadi?" tanyanya, suaranya
penuh dengan kecemasan dan perhatian. Annabelle mengangkat
mukanya yang, penuh air mata itu.
"Oh, Paul. Syukurlah kau ada di sini," katanya terengah-engah.
"Miss Crossby, ia menghilang."
"Apa maksudmu, menghilang?" tanya Paul dengan heran.
"Ya menghilang. Semenit sebelumnya ia masih bicara padaku.
Menit berikutnya ia menghilang."
"Mungkin ia hanya keluar dari pintu," kata Paul. "Mrs. Pleasant,
apakah kau melihat Miss Crossby keluar dari perpustakaan kecuali
Miss Annabelle." "Aku tak melihat seorangpun yang keluar dari perpustakaan
kecuali Miss Annabelle." kata Perempuan tua itu.
Jeritan itu menyebabkan orang lain datang ke sana. Susan dan
Cicily menuruni tangga bersama-sama. Mereka berdua mengenakan
baju tidur, dan nampak terbangunkan oleh jeritan itu.
"Aku mendengar jeritan," kata Susan. "Annabelle, sayang, apa
yang terjadi ?" Charlie yang juga telah muncul berteriak dari serambi, suaranya
penuh kekuatiran. "Annabelle, kau tidak apa-apa ?"
Annabelle sudah agak tenang. Ia melepaskan diri dari Paul dan
menyusut matanya dengan saputangan yang diulurkan padanya.
"Mengerikan sekali," katanya. "Ia sedang mengatakan sesuatu,
dan tiba-tiba ia berhenti. Aku memandang berkeliling. Ia
menghilang." "Apa yang sedang kau katakan" Siapa yang menghilang ?"
tanya Susan. "Miss Crossby." kata Paul.
Charlie sudah tiba di dasar tangga. "Di mana engkau berada
ketika semua ini terjadi ?"
"Aku ada di perpustakaan. Aku akan memperlihatkannya
padamu." kata Annabelle sambil menarik tangan Paul dan
membimbingnya ke ruangan itu. Yang lainnya mengikuti mereka.
Annabelle menunjuk rak buku. "Ia berdiri di sana, mengatakan bahwa
ia perlu mengatakan sesuatu yang amat penting padaku, demi
keselamatanku. Tadinya aku mengira bahwa ia akan berbicara tentang
pembunuh gila. Ia belum tahu bahwa saudaraku yang bijaksana,"
katanya sambil menatap Susan dengan penuh arti, "telah lebih dulu
menceritakannya." Susan mengabaikan tatapannya. "Apakah ia mengatakan bahwa
hidupmu ada dalam bahaya dari orang-orang di sekitarmu ?"
Annabelle menatapnya dengan penuh, tanda tanya. "Ya, sesuatu
yang hampir sama dengan itu, kukira."
"Apakah ia mengatakan orang-orang yang tidak disebutkan
namanya akan mencelakakan engkau?" desak Susan.
Annabelle nampak bingung. ''Ya, dengan caranya sendiri. Apa
sebenarnya yang kau maksudkan?"
Susan tidak menjawab. Annabelle memandang orang-orang itu satu-satu. Wajah
mereka semua memperlihatkan simpati. Tapi waktu itu juga terpikir
olehnya bahwa orang....gila.
Ia berusaha sekuat tenaga supaya suaranya tidak nampak panik.
"Charlie, ingatkah engkau ketika Miss Crossby memanggilku ?"
Charlie mengangguk. "Tentu. Apakah kau menemuinya?"
"Tentu saja aku menemuinya. Ia ada di perpustakaan ini. Ia
duduk di sana," katanya sambil menunjuk rak buku. "Aku berdiri di
sana, dan kucing itu masuk."
Terdengar desahan kaget dari setiap orang. "Kucing?" tanya
Cicily. "Ya," kata Annabelle. "Kucing yang kita bicarakan semalaman.
Aku telah memangku dan mengusap-usapnya."
Setiap orang bergumam dengan penuh pengertian.
"Lalu jam itu mulai berdentang," tambah Annabelle.
"Jam yang mana ?" potong Paul.
Annabelle jengkel sekali mendengar pertanyaan ini. "Apa
maksudmu jam yang mana " Jelas jam yang dentangannya telah kita
dengar sebelumnya. Aku mendengar dentangan itu, dan aku bilang
bahwa kini kita lebih baik menghitung dentangannya."
"Kepada siapa kau mengatakannya?" tanya Cicily.
Hal ini lebih menjengkelkan Annabelle. "Apa maksudmu " Kau
tahu dengan jelas bahwa aku berbicara dengan Miss Crossby. Kenapa
kalian terus-terusan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tolol"
Lebih baik kita segera mencari Miss Crossby, mungkin ia ada dalam
bahaya." Dan melihat muka mereka yang suram itu Annabelle
berpaling pada Mrs. Pleasant. ''Kau mendengar aku berbicara dengan
Miss Crossby, bukan?"
Mrs. Pleasant termenung lalu berkata pelan. "Miss Crossby
menyuruhku menjemputmu. Aku memberitahukan hal itu padamu,
lalu aku kembali ke tempatku. Ketika aku keluar, aku hanya
mendengar suaramu,Miss Annabelle."
"Dan kau tidak melihat Miss Crossby meninggalkan
perpustakaan?" tanya Susan.
"Ia tidak pergi," bentak Annabelle.
"Kalau begitu di mana dia?" tanya Cicily.
Mrs. Pleasant menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ia adalah
seorang wanita yang amat merdeka."
"Aku tidak melihat kucing di manapun juga," kata Charlie.
Kata-katanya ini membuat Annabelle marah. Ia menatap wajah-wajah
yang dungu itu dengan garang.
"Kenapa kalian semua" Kalian pikir aku hanya membayangkan
sesuatu" Kubilang bahwa aku memangku kucing itu, aku
menjatuhkannya ketika aku menjerit. Bagaimana aku akan tahu ke
mana perginya kucing itu" Kubilang bahwa Miss Crossby tadi ada di
sini. Ia sedang berbicara padaku ketika jam itu mulai berdentang,
dentangannya hanya enam kali, yang kata Mrs. Pleasant berarti
seseorang....." Annabelle tertegun ketika ia melihat pandangan
simpati itu muncul lagi. Susan berkata dengan manis. "Kau terlalu tegang malam ini,
Annabelle." Dan Cicily menyokongnya. "Akupun pernah membayangkan
sesuatu," katanya datar.
Annabelle menjatuhkan diri ke kursi. "Apakah kalian sedang
mencoba mengatakan padaku, bahwa aku hanya membayangkan
kejadian itu?" tanyanya, suaranya penuh dengan kengerian.
Paul maju ke muka dengan cemas. "Tentu saja tidak. Apakah
kau gila?" Kemudian ia menyadari apa yang barusan dikatakannya.
"Oh, Tuhan. Maksudku, tentunya itu bukan hayalanmu."
Charlie berkata dengan sabar. "Annabelle, tak seorangpun
menyangka bahwa engkau mengada-ada. Tapi menurut kami, orang
kan tidak biasa menghilang begitu saja. Dan mengenai jam itu...kami
bisa menerimanya dari Mrs. Pleasant tapi dari engkau....."
Dengan agressif Annabelle menjawab. "Baiklah, aku mengerti
sudut pandangan kalian. Katakanlah padaku, di mana Miss Crossby
kini, jika semua ini memang hanya hayalanku bahwa dia menghilang."
"Mungkin ia ada di kamamya," jawab Susan.
"Mungkin Harry tahu di mana ia berada." Lalu tiba-tiba Paul
teringat sesuatu. "Tunggu sebentar, di mana Harry?"
Sunyi. Lalu Charlie bilang, "Aku meninggalkannya untuk
memeriksa jendela pada lantai kedua." Mukanya nampak kuatir.
"Lebih baik aku pergi mencari dia."
Susan menarik tangan Cicily. "Kami akan kembali ke kamar.
Kami akan bertanya pada Miss Crossby apakah ia baik-baik saja, jika
kami melintasi pintu-pintunya." Lalu ia menambahkan. "Pertama kali
bepergian tanpa pistol, dan lihatlah apa yang terjadi!"
Tinggallah Paul dan Annabelle di perpustakaan itu. Paul duduk
pada kursi di samping Annabelle. Ia bersandar dan tersenyum.
Annabelle merasa lega bahwa senyum itu bukan senyum yang
diperuntukkan bagi orang-orang yang lemah ingatan. Annabelle
menendang-nendangkan kakinya pada kursi.
"Kau tentunya tidak berpendapat bahwa semua itu hanya
hayalanku, bukan, Paul?"
"Oh, tentu saja tidak. Kan hal itu sudah kukatakan barusan."
"Akupun yakin bahwa itu bukan hayalanku. Tapi apa yang bisa
terjadi pada Miss Crossby" Seperti kata Charlie, orang tidak bisa
menghilang begitu saja."


Permainan Maut The Cat And The Canary Karya Gerry Kingsley di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Orang tidak biasa mendengarkan pembacaan surat wasiat yang
sudah berusia dua puluh tahun dari film, kata Paul. "Tidak, pada dunia
yang nyata. Tapi aku lupa bahwa ini Inggris."
Annabelle tertawa. "Apakah kau merindukan kampung
halamanmu di Amerika sana " Di mana koboy-koboynya saling
menembak di jalanan ?"
Paul menyeringai. "Yah, kuakui bahwa itu lebih menyerupai
dunia nyata. Tapi dengarlah. Aku sedang mencoba memikirkan
hilangnya Miss Crossby ini."
Annabelle berdesis. Sementara Paul mulai melangkah di
ruangan itu, Annabelle memperhatikan topi serta jas hujannya yang
panjang, seragam orang-orang terpelajar.
"Kukira orang yang dari rumah sakit itu agak gila. Maka ia
ingin menuntut Hendricks. Ia juga tidak senang kalau terlalu sering
ditembak. Ia menyuruh Crossby untuk menguruskan kasus itu, tapi
Crossby juga mau membantu Hendricks dan mencoba membuat
persilangan. Itu menurut pendapatku. Katakanlah aku orang itu ; Miss
Crossby datang ke kantorku, ia ingin menyelidiki manusia kucing
itu..." Paul berhenti. Annabelle tertawa terpingkal-pingkal
Akhirnya Annabelle bilang. "Kau amat lucu. Aku tidak mau
menghentikanmu, jika engkau sedang berceloteh seperti itu. Tapi aku
tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi seandainya barusan itu
Susan masuk. Kau pasti akan jadi bahan lelucon."
Paul tersenyum. "Akh, biarin! Tapi betul-betul menyenangkan
mendengar engkau tertawa lagi. Tadinya aku mengira bahwa segala
ketegangan ini sudah menghilangkan rasa humormu."
"Selama engkau ada di sampingku, kukira tidak akan ada
bahaya," katanya sambil tersenyum. Lalu ia menambahkan dengan
nada yang lebih serius. "Mungkin aku memang hanya
membayangkannya. Mungkin terlalu banyak ketegangan yang
kualami." "Jangan membicarakan lagi hal itu," kata Paul tegas.
"Berbaringlah sebentar; kami akan menemukan Miss Crossby."
Annabelle tersenyum. "Mr. Jones, kapan saja aku punya
persoalan, aku akan meminta bantuanmu untuk memecahkannya.
Pemecahanmu betul-betul cerdik, meskipun pada akhirnya ternyata
salah." Mereka meninggalkan perpustakaan itu dengan bergandengan
tangan, keduanya merasa yakin bahwa apapun yang terjadi malam ini,
perhubungan mereka sedang berkembang pesat menjadi cinta.
Mungkin mereka tidak akan begitu yakin jika mereka melihat
sebentuk tubuh mengendap-ngendap dari lorong di belakang rak buku,
lalu mengambil film kedua dari gulungannya di meja, yang telah
dilupakan dalam suasana yang tegang itu.
Ketika Annabelle kembali ke kamarnya, ia merasa bahwa ia
takkan bisa istirahat dan berbaring, seperti nasihat Paul. Ia masih
bingung memikirkan peristiwa pada jam-jam terakhir itu. Ia juga ingat
tentang teka-teki Cyrus West mengenai kalung keluarga West itu.
Mungkin jika ia bisa menerka teka-teki itu pikirannya akan bisa
beristirahat. Mungkin itu bisa meyakinkannya bahwa ia masih mampu
bertindak rasional. Meskipun ia sadar bahwa Miss Crossby itu betulbetul
menghilang, tapi ia terpengaruh juga oleh kata-kata Susan dan
Cicily. Bila ia bisa menemukan sendiri kalung itu, paling tidak hal itu
akan bisa meyakinkan mereka.
Tapi nampaknya tak ada petunjuk yang bisa membantu untuk
memecahkan teka-teki itu. Mungkin jika ia menuliskannya,
pemecahannya akan lebih mudah. Ia duduk di meja tulis dan menarik
selembar kertas dari laci. Pada kertas itu ia menuliskan kata-kata
rahasia yang telah diucapkan orang tua itu padanya. "MENUNGGU
UNTUK BERNAFAS SELAMA DUA PULUH TAHUN."
Ia menatap kata-kata itu. Nampaknya kata-kata itu tidak punya
arti. Tapi pasti ada petunjuk tentang ternpat kalung itu. Ia bukan orang
bodoh, maka ia mulai menerka teka-teki itu seperti ketika ia mengisi
teka-teki silang. Pertama-tama, apakah kata-kata itu menunjukkan
suatu benda, peristiwa atau seekor binatang" Pasti bukan benda, sebab
benda tidak bisa bernafas; dan juga pasti bukan peristiwa. Maka
kemungkinannya tinggal dua. Binatang, atau manusia Tapi manusia
atau binatang macam apa yang telah menunggu dua puluh tahun untuk
bernafas" Tidak masuk akal. Ia merenungkan kata-kata dua puluh
tahun itu sejenak. Dua puluh tahun adalah jangka waktu semenjak
kematian Cyrus West. Apakah dua puluh tahun itu menunjukkan ''dia"
atau, mungkin filmnya, yang telah menunggu dua puluh tahun untuk
bernafas" Tapi itu tidak mungkin, sebab Cyrus West sendiri yang
menyembunyikan kalung itu. Jadi bukan itu jawabannya.
Ia merasa kehilangan sesuatu. Kini ia harus menemukannya,
demi harga dirinya. Apa pula ia telah menunggu dua puluh tahun"
Mrs. Pleasant. Oh, tentunya ia tidak menunggu untuk bernafas.
Annabelle memikirkan kembali suasana di mana petunjuk itu
diberikan padanya. Kamar makan. West telah memerintahkan orang
lainnya keluar. Mungkin petunjuk itu bisa dimengerti oleh setiap
orang yang hadir. Bukan hanya pewaris. Mungkin jika ia ada di kamar
makan, pemecahan teka-teki itu akan lebih mudah.
Dengan hati-hati ia membuka pintu kamar tidurnya. Tak ada
suara di rumah itu, sementara ia berlari kecil menuju kamar makan. Di
ambang pintu ia berhenti, lalu ia memberanikan diri untuk masuk.
Ruangan itu terang benderang dengan lampu kristal yang besar. Tak
ada yang berubah di ruangan itu. Proyektor masih ada di ujung meja,
terarah pada layar putih. Sisa-sisa makanan masih berserakan di meja,
piring-piring serta gelas-gelas kotor, seolah-olah suatu peringatan
tentang suatu pesta di mana semua tamu telah diracun oleh tuan
rumah. Annabelle menggigil. Oh, ia tidak boleh membiarkan pikiran
seperti itu memenuhi benaknya.
Ia berdiri di ujung meja menghadapi layar itu, seolah
mendengar lagi suara West yang kering dan desisannya yang tidak
sehat itu. Tiba-tiba saja ia merenungkan kembali ucapan West.
Kebenciannya pada mereka semua cukup jelas. Disebut apa mereka
itu" Keparat-keparat segar. Segar, sebab membandingkannya dengan
anggur yang sedang mereka minum. Oh, anggur itu sudah lama, tapi
segar. Anggur. Anggur itu mungkin sudah berusia dua puluh tahun. Dan apa
yang terjadi jika sebotol anggur dibuka" anggur itu "bernafas."
Annabelle lari ke lemari makan yang ada botol anggur kosong.
Semuanya normal. Pembuka botol. Harry telah membuka botol-btol
itu. Pembukanya masih tergeletak di sana. Ia mengambilnya dan
memperhatikannya dengan teliti. Dengan terkejut ia melihat bahwa
pada ujungnya tertulis kata "ES."
Nah ini dia! Penemuan yang rasional. Ia telah memecahkan
teka-teki itu, tapi kini menghadapi teka-teki lain, seperti permainan
anak-anak. Cyrus West betul-betul keparat, katanya dengan garang.
Annabelle seolah mendengar orang tua itu tertawa
mencemoohkannya, sementara ia memegang pembuka botol itu
dengan tulisan "es" di ujungnya, Oh!
Dengan perasaan kecewa, ia kembali ke kamar, tangannya
masih memegang pembuka botol itu. Di dalam kamar, ia mengunci
diri dan duduk pada kursi beledru untuk memikirkan tindakan
selanjutnya. Apakah yang dimaksudkan dengan "es". Ia tahu bahwa
itu suatu sebutan untuk berlian. Tapi hal itu sama sekali tidak
membantu. Dengan kecewa ia melemparkan pembuka botol itu ke
sudut kamar. Lalu ia memarahi dirinya sendiri untuk perhatian yang
dicurahkannya pada kalung itu. Sedang kekayaannya begitu banyak.
Annabelle mulai menyadari kenyataan tentang kehidupan orang-orang
kaya. Mereka tak pernah merasa cukup.
Ada ketukan pada pintu yang mengejutkan hayalannya. Kali ini
ia tidak merasa takut, sebab pintu itu terkunci. Ia berteriak, "Siapa?"
dan ia mengenal nada suara Harry.
Ia membuka pintu, terdengar Harry bilang, "Aku hanya ingin
memastikan bahwa kau baik-baik saja."
Annabelle bergumam, ia sudah terlalu sering mendengar ucapan
seperti itu. Ia memaksakan diri tersenyum. "Aku tidak apa-apa, Harry.
Sungguh." Harry nampak tidak percaya, ''kau tidak usah berpura-pura
padaku, Annabelle." Harry berdiri di depan perapian, pura-pura mengamati lukisan.
Tapi Annabelle tak bisa dikelabui. Ia bisa melihat Harry meluruskan
dasinya di depan cermin. Lalu berpaling padanya, dengan penuh
keyakinan bahwa penampilannya cukup menarik.
Annabelle bertanya dengan tajam. "Kau ke mana saja, kami
tidak melihatmu dari tadi ?"
Harry nampak jengkel dengan pertanyaan itu.
Ia memasukkan tangannya ke saku dan menatap karpet persia
itu, mencari inspirasi pada warna-warna merah yang membiru itu.
"Oh, aku ada di sekitar sini. Memeriksa jendela, menghindari orang
gila yang terkutuk itu kukira engkau sudah mengetahui semua itu."
Annabelle berkata dengan cemas, "Apakah kau melihat Miss
Crossby sementara kau memeriksa loteng ?"
Nampaknya Harry tidak mau menjawab pertanyaan itu secara
langsung. "Charlie bilang kau mengalami sesuatu yang tidak
menyenangkan," katanya dengan hati-hati.
Annabelle membentaknya. "Dengar! Miss Crossby memang
betul-betul menghilang. Aku tidak mengada-ada. Aku tidak tahu apa
yang kau dengar dari Charlie tapi kau harus percaya itu."
Harry nampak agak malu. "Annabelle Charlie bilang bahwa
Miss Crossby menghilang tepat di depan matamu, maksudku...." Ia
tidak meneruskan kata-katanya matanya terhunjam lagi pada karpet.
"Tidak tepat seperti itu, tapi ia memang menghilang."
Harry menjadi dokter keluarga yang ramah. Ia membimbing
Annabelle ke kursi, suaranya betul-betul penuh perhatian. "Annabelle,
sayang, kau terlalu tegang malam ini. Dengan warisan juga berita dari
Susan tentang kaburnya orang gila, tentunya engkau merasa lelah."
Annabelle tersenyum. "Tentu saja Susan tidak mengatakan
segalanya. Cuma cukup untuk membuatku panik."
"Jangan memperolokkan hal-hal seperti itu. Percayalah aku
sudah pergi ke sana." Harry betul-betul penuh perhatian.
Gadis itu hampir menangis. Tabir yang dibentangkannya buat
Harry mulai goyah. Ternyata ia orang baik juga. Nampaknya ia betulbetul mau
membantu. Tubuh yang dulu menjengkelkannya itu kini
nampak kuat dan menyenangkan.
Harry berkata dengan suara keras, penuh dengan perasaan,
"percayalah, kau tak perlu takut selama aku ada di sampingmu. Aku
tahu bahwa setiap orang akan mengira bahwa hal itu kulakukan karena
engkau adalah pewaris pertama, tapi kita pernah saling menyayangi,
dulu. Paling tidak kau amat berarti bagiku. Aku senang sekali jika
pada suatu saat kelak kita akan seperti itu lagi. Cuma kita akan hidup
bersama dalam ikatan yang permanen. Annabelle, kau dan aku akan
menjadi pasangan yang hebat. Aku tahu, aku tidak punya apa-apa.
Tapi...." Ia tidak meneruskan kata-katanya, sekali itu keberaniannya
menghilang. Harry yang malang, pikir Annabelle. Lalu ia bilang, "kenapa
kau bilang pewaris pertama, apakah kau kira akan ada pewaris
kedua?" Pertanyaan itu agak mengejutkan Harry. Mukanya agak merah.
"Tentu saja tidak. Itu hanya redaksinya. Seperti yang kubilang, kau
dulu mengatakan bahwa aku pernah berarti bagimu. Kau ingat, itu di
London, kita sedang jalan-jalan di dekat tanggul, memperhatikan sinar
bulan di air dan....."
"Ya, aku ingat. Kinipun engkau masih berarti sesuatu bagiku."
potong Annabelle. "Harry, kau tahu betapa aku menyenangimu..."
Ia tidak membiarkannya selesai, langsung ia memeluk
Annabelle erat-erat, dan berkata dengan penuh perasaan. "Kumohon
Annabelle, izinkanlah aku melindungimu."
Harry memeluknya begitu erat sehingga Annabelle hampir tidak
bisa bernafas. Ia bisa mencium bau alkohol pada wajahnya. Tiba-tiba
ketakutan yang aneh menghantuinya. Harry kadang-kadang ganjil, dan
perasaannya bisa memuncak. Ia mendengar bisikan serak di
telinganya. "Aku akan membunuh untukmu. Kau tahu itu, bukan ?"
Akhirnya Annabelle terlepas dari pelukannya. Ia membelalak
pada Harry. "Harry, kau tak usah memamerkan kasih sayangmu
dengan cara se-ekstrim itu. Sikapmu itu adalah salah satu alasan
mengapa aku memutuskanmu. Kau terlalu cemburu pada laki-laki lain
yang berbicara denganku."
Harry memprotesnya. "Tidak, Harry. Aku merasa tak bisa berbuat banyak malam ini."
Lalu suaranya berubah lembut. "Aku memang menghargai
perasaanmu. Aku amat terharu dan merasa bangga dengan itu. Tapi
kukira aku tidak bisa membuat keputusan mengenai masa depan saat
ini." Satu-satunya respon Harry adalah pelukan ketat. Ia mencium
bibir Annabelle dengan penuh nafsu. Ia menyadari bahwa Annabelle
tidak memberikan respon. "Oh, Annabelle," desahnya. "Engkau
menyiksaku dengan ketakacuhanmu. Aku takkan pernah
meninggalkanmu. Kita diciptakan untuk saling menyinta."
Annabelle mulai merasa bahwa ia harus bertindak tegas.
Misalnya, menendangnya; Untunglah Susan menyelamatkannya,
dengan suaranya yang sinis, memecah pencurahan nafsu itu.
"Aku mohon maaf," katanya. "Aku tidak tahu bahwa aku
mengganggu." Ia memandang Harry dengan sinis. "Dokter, aku tidak
tahu bahwa kau suka melakukan kunjungan rumah."
Annabelle mendorong Harry tepat ketika ia mendengar suara
Susan yang penuh cemoohan itu. Ia mengusap rambutnya dengan
nervous dan meluruskan kelim bajunya. Susan memperhatikannya
dengan lucu. Sedang Annabelle menyadari bahwa mukanya memerah.
Harry menatap karpet dengan marah sambil mencoba memikirkan
kata-kata yang bijaksana untuk Susan; tapi tidak berhasil.
"Hallo Susan," kata Annabelle dengan riang. "Kau baik sekali,
mengendap-ngendap seperti ini. Harry baru saja mau pergi. Bukankah
begitu Harry?" Harry mau protes, tapi Annabelle tidak memberinya
kesempatan. Ia melangkah ke pintu.
"Aku tahu dia sedang mengucapkan selamat tinggal yang mesra
padamu." kata Susan ketus.
Harry membelalak. Ia menggumamkan sesuatu sebelum pergi.
Annabelle mengambil nafas dalam-dalam. Ia baru mau bilang
pada Susan. "Bagaimana kau bisa menakut-nakuti aku seperti itu?"
Tapi Susan mendahuluinya. "Dengarlah, aku amat menyesal jika aku
telah menjengkelkanmu sebelumnya." Tingkahnya tidak lagi dingin
seperti dulu. Ia mencari-cari rokok playernya di tas dan
menawarkannya pada Annabelle. Annabelle menolak. Susan
menghembuskan asap rokoknya.
"Paul bilang, seharusnya aku tidak mengatakan padamu tentang
pasen Hendricks dari rumah sakit gila itu. Tapi waktu itu kupikir
bahwa setiap orang harus tahu apa yang sedang menunggu di sana,
dalam kegelapan. Betapapun mengerikannya kenyataan itu. Aku
mengerti alasan Paul. Ia ingin agar kau tidak tahu kenyataan yang
mengerikan itu. Tapi akupun tidak yakin bahwa aku benar. Jika kita
ada dalam safari, rombonga itu harus tahu macam apa jalan yang akan
dilaluinya." Annabelle tiba-tiba merasa takut. Ada suatu yang mengerikan
dalam suara Susan. Ia berkata pelan. "Ini Yorkshire, Susan. Bukan
Tanganyika."

Permainan Maut The Cat And The Canary Karya Gerry Kingsley di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Susan mengisap rokoknya pelan-pelan. Bulatan-bulatan asap
mengelilingi kedua gadis itu. Annabelle bisa melihat cat kukunya
yang merah. "Tapi engkau salah," kata Susan pelan. Memang ini Yorkshire,
tapi ini masih tetap hutan. Masih banyak binatang-binatang yang
hobinya membunuh. Dan binatang seperti itu jauh lebih berbahaya
dari binatang-binatang buas yang aku buru di Afrika atau India.
Kenyataannya, yang lebih buas dari segala binatang adalah manusia
itu sendiri." "Aku tidak mau lagi mendengarnya," bisik Annabelle.
Tapi Susan pura-pura tidak mendengar. Ia mematikan rokoknya
di asbak. Ia berdiri di dekat Annabelle. Rambutnya yang pirang
menutupi mukanya, wajahnya tegang, matanya liar. "Apakah mereka
tidak mengatakan padamu, apa yang dilakukan binatang buas itu pada
mangsanya " Tentunya ia punya maksud tertentu dengan menganggap
dirinya kucing. Apakah mereka tidak mengatakannya padamu ?"
Annabelle bersandar di kursinya. Segala kekuatan seolah sudah
meninggalkannya. Ia menutup telinga dengan tangannya. Tapi Suara
Susan yang keras itu masih tetap terdengar. Dan meskipun ia takut,
iapun merasa ingin tahu. "Susan, kumohon, janganlah......"
"Hemm! Kukira kau perlu tahu bahaya apa yang sedang kau
hadapi. Ia memiliki gigi yang tajam serta kuku-kuku yang panjang."
Sambil berbicara itu ia meruncingkan giginya, sedang tangannya
memegang rokok. "Ia suka bersembunyi di rumah-rumah sampai setiap orang
tidur. Lalu ia merayap pada mangsanya, dan menceraiberaikan
dagingnya yang utuh itu. Lalu mereka bangun. Bisakah kau
bayangkan kengerian saat itu. Annabelle " Bangun dari mimpi yang
menakutkan dan menyadari bahwa mimpi itu benar-benar terjadi,
bahwa perasaan takut yang kau rasakan dalam mimpi itu benar-benar
terjadi. Bahwa dagingmu disobek-sobek dari tubuhmu sedikit demi
sedikit." Annabelle merasa tersinggung sekali dengan kebahagiaan yang
nampak pada wajah Susan. Ia betul-betul tenang mengatakan hal-hal
yang mengerikan itu, ia berpura-pura menghawatirkan keselamatanku.
Sedang sebenarnya ia sedang mencoba menghancurkan fikiranku.
Annabelle mencoba menghentikannya, tapi kerongkongannya
terasa terkunci. Ia tidak bisa berbuat lebih dari pada mengeluh pada
dirinya sendiri. Susan terus berceloteh. "Ia amat kuat dan mangsanya
sama sekali tidak akan berdaya. Ia senang mencerai-beraikan usus
mangsanya. Tapi yang paling mengerikan adalah hobinya untuk
membuat mangsanya itu tetap sadar. Itulah seninya." Ia berbicara
dengan tenang seolah-olah sedang membicarakan caranya memasak
sesuatu. ''Pernahkah kau melihat kucing berkelahi dengan tikus,
Annabelle" Maksudku jika Kucing itu betul-betul ingin memuaskan
hatinya" Kucing itu senang sekali membiarkan tikus itu berlari pada
kedua kukunya. Tikus itu menggigil ketakutan. Mungkin Kucing itu
menggigit kakinya supaya tikus itu tidak bisa berlari cepat. Tapi tikus
itu akan tetap hidup sementara sang Kucing telah menghancurkan
dagingnya. Tikus itu sadar sampai saat terakhirnya. Dan itu persis
sama seperti KUCING KITA". Susan berhenti untuk melihat pengaruh
dari kata-katanya itu. Ternyata memuaskan. Ia bertanya pada
Annabelle. "Kuharap kau tidak merasa bahwa hal ini terlalu
menakutkanmu ?" Annabelle tidak menjawab. Ia tetap asyik di kursinya, dengan
pandangan yang amat suram.
"Ketika aku di India, aku tahu apa yang bisa terjadi pada orang
jika mereka merasa takut. Aku pernah melihat penduduk asli diserang
Harimau. Harimau itu menggigit kakinya. Tapi sebenarnya bukan hal
itu yang membuat ia mati. Ia mati karena panik dan karena detak
jantungnya terlalu kencang. Mulutnya penuh darah ketika kami
melepaskan Harimau itu dari tubuhnya. Itulah bahayanya rasa takut.
Kuharap kau tidak merasa takut, Annabelle ?"
Gadis yang malang itu diam. Ia berharap sepenuh hati bahwa
wanita yang menakutkan itu akan meninggalkannya. Apa yang
diinginkannya" Uangkah" tentunya ia tidak membutuhkan uang itu
begitu parah. Ia berusaha untuk berbicara. "Susan, pergilah sekarang. Aku
tidak tahu kenapa kau menakut-nakuti aku seperti ini." Kini tekad
Annabelle sudah bulat bahwa ia tidak akan menyerah pada wanita itu.
"Aku tidak akan gila dan memberikan kesempatan kepada siapapun
juga untuk mewarisi kekayaanku."
Dengan air mata berlinang ia menyuruh Susan pergi. Tapi
Susan tidak mengacuhkannya. Ia malah membuka lagi tasnya dan
mengeluarkan sesuatu yang membuat Annabelle lebih takut lagi.
Sebuah pistol otomatis berwarna hitam. Ia mengancungkannya ke arah
Annabelle. "Seandainya orang gila itu masuk dan peluru tidak mempan
padanya, tembakanlah pistol ini pada dirimu sendiri. Itu suatu cara
yang lebih cepat dan lebih enak untuk mati. Jangan mengandalkan
laki-lagi bego itu untuk membantumu. Bunuh diri saja, Annabelle. Itu
satu-satunya jalan."
Mata Annabelle membelalak sementara ia menatap pistol itu.
Susan mengarahkan ujungnya padanya. Ketika Annabelle
menggelengkan kepalanya, Susan menyimpan pistol itu di Meja tulis.
Lalu ia bilang, "pistol itu akan kau perlukan nanti, selamat Annabelle
sayang, mungkin aku akan menemuimu lagi besok pagi."
Ketika Annabelle mengangkat muka, Susan telah pergi.
Annabelle berjalan terhuyung-huyung dan menjatuhkan diri di tempat
tidurnya. Ia begitu tegang. Peristiwa-peristiwa yang dialaminya
sungguh amat mengerikan. Ia meninju-ninju seprei, dan ia terusterusan bergumam,
"Aku gila, aku gila." matanya penuh kepahitan dan
ia menangis tersedu-edu. Susan menutup pintu kamar Annabelle, ia berdiri di gang
sambil bersandar pada dinding, nafasnya menderu-deru. Ia merasa
lelah tapi matanya bersinar penuh kemenangan. "Ada beberapa cara
untuk menyisit kucing,". Ia bergumam pada dirinya sendiri, sedang
senyuman kejam terkembang di bibirnya.
Chapter 11 Mrs. Pleasant duduk di dapur, seperti yang biasa dijalaninya
selama empat puluh tahun itu. Ia tidak memiliki buku, koran ataupun
tivi. Ia sama sekali tidak mau tahu tentang kejadian di dunia luar
semenjak suaminya meninggal dalam suatu peperangan di Somme;
suatu peperangan yang tidak dimengerti baik oleh dia sendiri, isterinya
Keranda Maut Perenggut Nyawa 3 Pendekar Mata Keranjang 16 Arca Dewi Bumi Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 17

Cari Blog Ini