Ceritasilat Novel Online

Juri Pilihan 2

Juri Pilihan The Runaway Jury Karya John Grisham Bagian 2


nakal. "Nicholas Easter," jawab Nicholas sambil menyambut tangan yang sudah diulurkan.
Wanita itu meremas-nya dengan erat, mengguncangnya penuh semangat, dan menemukan
nama Nicholas dalam kertas catatan nya. Satu lagi senyum lebar, lalu, "Selamat
datang di ruang juri. Ini sidang pertama Anda?"
"Ya." "Mari," katanya, sambil mendorong Nicholas memasuki ruangan. "Kopi dan kue donat
ada di sini," ia berkata, menarik lengan Nicholas, sambil menunjuk ke sebuah
sudut. "Buatan saya sendiri," katanya bang-ga, seraya mengangkat keranjang
berisi muffin hitam berminyak "Semacam tradisi. Saya selalu membawakan ini pada
hari pertama. Saya namakan kue muffin juri. Cobalah."
78 Meja itu ditutupi dengan beberapa jenis donat yang diatur rapi di atas nampan.
Dua poci kopi sudah terisi dan mengepulkan uap. Piring-piring dan cangkir,
sendok dan garpu, gula, krim, beberapa macam pemanis. Dan kue muffin juri itu
terletak di tengah meja. Nicholas mengambil satu. sebab tak punya pilihan Iain.
"Sudah delapan belas tahun saya membuatnya," kata wanita itu. "Dulu saya
masukkan kismis juga, tapi lalu tidak lagi. Terpaksa." Ia memutar mata ke atas,
seolah-olah sisa ceritanya terlaiu berbau skandal.
"Kenapa?" tanya Nicholas, sebab ia merasa terpaksa.
"Menimbulkan gas. Kadang-kadang setiap suara di dalam ruang sidang bisa
terdengar. Tahu maksud saya?"
"Saya rasa tahu."
"Kopi?" "Saya bisa ambil sendiri."
"Kalau begitu, baiklah." Ia memutar badan dan menunjuk setumpuk kertas di tengah
meja panjang itu. "Di sana ada daftar instruksi dari Hakim Harkin. Dia ingin
setiap anggota juri mengambil satu, membacanya dengan cermat, dan menandatangani
bagian bawahnya. Saya akan mengumpulkannya nanti."
"Terima kasih."
"Saya ada di samping pintu kalau Anda memerlukan saya. Di situlah tempat saya.
Mereka akan menempatkan seorang deputi bersama saya untuk sidang ini, bisakah
Anda percaya" Mungkin jenis orang tolol yang tidak bisa menembak gudang
sekalipun dengan senapannya. Tapi bagaimanapun, saya rasa ini sidang
79 terbesar yang pernah diadakan di sini. Sidang pengadilan perdata. Anda takkan
percaya bagaimana hebat-nya beberapa sidang pidana yang pernah berlangsung di
sini." Ia memegang kenop pintu dan menariknya ke dalam. "Saya ada di luar, kalau
Anda membutuhkan." Pintu tertutup dan Nicholas menatap muffin itu. Perlahan-lahan ia menggigit
sepotong kecil. Kue itu sebagian besar adalah gabah dan gula, beberapa saat ia
memikirkan bunyi-bunyi dalam ruang sidang. Ia melemparkan muffin itu ke
keranjang sampah dan menuang kopi hitam ke dalam cangkir plastik. Cangkir
plastik ini harus disingkirkan. Bila ia harus tinggal di sini selama empat
sampai enam minggu, mereka mesti menyediakan cangkir sungguhan. Dan bila county
ini bisa menyediakan donat yang enak, mereka tentu bisa menyediakan kue bagel
dan croissant. Di situ tak ada kopi tanpa kafein. Ia membuat catatan mengenai hal ini. Dan
tidak ada air panas untuk teh, kalau seandainya beberapa teman barunya bukan
peminum kopi. Makan siangnya mudah-mudahan enak. Ia tidak mau makan salad tuna
selama enam minggu mendatang.
Dua belas kursi diatur rapi mengelilingi meja di tengah ruangan. Lapisan debu
tebal yang dilihatnya tiga minggu lalu sudah dibersihkan; tempat ini jauh lebih
rapi, dan siap dipakai. Pada salah satu dinding-nya ada papan tulis besar,
penghapus, dan kapur tulis baru. Di seberang meja, pada dinding di hadapannya,
ada tiga jendela besar, dari dinding ke langit-langit, menghadap ke halaman
rumput gedung pengadilan yang masih hijau dan segar, meskipun musim panas
80 sudah berakhir sebulan yang lalu. Nicholas memandang ke luar jendela dan
menyaksikan lalu lintas pejalan kaki di trotoar.
Edaran terbaru dari Hakim Harkin adalah daftar beberapa hal yang harus
dikerjakan, dan banyak hal yang harus dihindari: Bekerjalah dengan rapi.
Pilihlah seorang ketua, dan bila tidak bisa melakukannya, beritahulah Hakim, dan
dengan senang hati ia akan memilihkan. Pakailah selalu tanda pengenal juri
merah-putih itu. Lou Dell akan membagikannya. Bawalah sesuatu untuk dibaca pada
saat jeda. Jangan ragu-ragu meminta apa saja. Jangan membicarakan kasus ini di
antara kalian sendiri, kecuali diinstruksikan demikian oleh Hakim. Jangan
membicarakan kasus ini dengan siapa pun, titik. Jangan meninggalkan gedung
pengadilan tanpa izin. Jangan memakai telepon tanpa izin. Makan siang akan
diantar dan dimakan dalam ruang juri. Menu harian akan disediakan setiap hari
sebelum sidang dimulai pukul sembilan. Segeralah beritahu pengadilan apabila
Anda atau siapa saja yang Anda kenal dihubungi orang dalam kaitannya dengan
keterlibatan Anda dalam sidang ini. Segeralah beritahu pengadilan bila Anda
melihat atau mendengar atau tahu sesuatu yang mencurigakan dan mungkin atau
mungkin juga tidak berkaitan dengan tugas Anda sebagai anggota juri dalam kasus
ini. Petunjuk yang aneh. dua yang terakhir itu. Namun Nicholas tahu detail sidang
perkara tembakau di Texas Timur, yang dibatalkan hanya sesudah satu minggu
berjalan, ketika ditemukan adanya agen-agen misterius menyelinap keluar-masuk
kota kecil itu dan menawarkan uang dalam jumlah besar kepada sanak
81 keluarga juri. Agen-agen itu menghilang sebelum tertangkap, dan tak pernah
diketahui di pihak mana mereka bekerja, meskipun kedua belah pihak saling
menuduh dengan seru. Orang yang berpikir dengan kepala dingin lebih cenderung
menyangka bahwa itu ulah pihak perusahaan tembakau. Simpati juri tampaknya
dibengkokkan ke sana, dan pihak pembela senang ketika dinyatakan mistrial.
Meskipun tidak ada cara untuk membuktikannya, Nicholas yakin Rankin Fitch-lah
dalang di balik pe-nyogokan itu. Dan ia tahu bahwa Fitch dengan cepat akan
menggarap teman-teman barunya.
Ia menandatangani bagian bawah lembaran itu dan meninggalkannya di meja.
Terdengar suara-suara di gang, dan Lou Dell menyambut satu anggota juri lain.
Pintu terbuka dengan bunyi gedebuk dan ten-dangan, lalu Mr. Herman Grimes masuk
lebih dulu sambil mengetuk-ngetukkan tongkat di depannya. Istrinya mengikuti di
belakangnya, tidak menyentuhnya, tetapi langsung memeriksa ruangan dan
menjelaskannya dengan suara pelan, "Ruangan panjang, 7,5 kali 4,5 meter,
panjangnya di depanmu, lebarnya dari kiri ke kanan, ada meja panjang di tengah
ruangan dengan kursi-kursi di sekelilingnya, kursi terdekat darimu berjarak 2,5
meter." Mr. Grimes diam mendengarkan, kepalanya bergerak ke arah sesuai yang
dijelaskan oleh istrinya. Di belakang si istri, Lou Dell berdiri di belakang
pintu dengan tangan di pinggul, tak sabar ingin menawarkan muffin pada laki-laki
buta itu. Nicholas maju beberapa langkah dan memperkenalkan diri. Ia meraih tangan Herman
yang terulur dan 82 mereka bertukar basa-basi. Ia menyapa Mrs. Grimes, membimbing Herman ke meja
makanan dan kopi, lalu menuangkan dan mengadukkan kopi dengan menambahkan gula
dan krim. Ia menjelaskan tentang donat dan muffin itu, mendahului Lou Dell yang
tetap berdiri di dekat pintu. Herman tidak lapar.
"Paman kesayangan saya juga tunanetra," kata Nicholas pada mereka bertiga. "Saya
anggap suatu kehormatan bila Anda mengi/inkan saya membantu Anda selama sidang
ini." "Saya sepenuhnya sanggup menjaga diri sendiri," sahut Herman dengan nada agak
jengkel, namun istrinya memberikan seulas senyum hangat. Kemudian ia mengedipkan
mata dan mengangguk. "Saya yakin Anda bisa," kata Nicholas. "Tapi saya tahu ada banyak hal kecil.
Saya hanya berniat membantu."
"Terima kasih," kata laki-laki itu sesudah diam sejenak.
'Terima kasih," kata istrinya.
"Saya ada di luar bila Anda sekalian membutuhkan sesuatu," Lou Dell berkata
"Pukul berapa saya harus datang menjemputnya?" Mrs. Grimes bertanya.
"Pukul lima. Bila lebih awal, saya akan telepon." Lou Dell menutup pintu sambil
memberondongkan instruksi.
Mata Herman ditutup de"ngan kacamata hitam Rambutnya cokelat, tebal, diminyaki,
dan sudah mulai beruban. "Ada beberapa keterangan," kata Nicholas ketika mereka sudah sendirian. "Silakan
duduk di kursi di 83 depan Anda, dan akan saya ambilkan kertas itu." Herman meraba meja, meletakkan
kopinya, kemudian menggerakkan tangan mencari kursi. Ia merabanya dengan ujung
jari, menangkap bentuknya, dan duduk. Nicholas mengambil sehelai kertas
instruksi dan mulai membaca.
Sesudah menghabiskan banyak uang untuk seleksi ini, berbagai pendapat
bermunculan. Setiap orang punya pendapat. Para pakar di pihak pembela saling
memben selamat pada diri sendiiri karena telah memilih juri yang demikian bagus,
meskipun sebagian besar pekerjaan dan proses itu dilaksanakan oleh pasukan
pengacara yang bekerja terus-menerus. Durr Cable sudah pernah menyaksikan juri
yang lebih buruk, tapi ia juga pernah melihat yang lebih ramah. Ia pun telah
belajar bertahun-tahun yang lalu bahwa sebenarnya mustahil memprakirakan apa
yang akan dilakukan dewan juri. Fitch gembira, atau ^egembira yang bisa ia
lampiaskan. namun tidak berhenti mengomel dan membentak-bentak mengenai segala
hal. Ada empat perokok dalam dewan juri ini. Fitch tetap berpegang pada
kepercayaan yang tak terucapkan bahwa Gulf Coast, dengan bar-bar topless dan
kasino serta jaraknya yang dekat dengan New Orleans, saat ini bukanlah tempat
buruk karena toleransinya pada kebusukan.
Di seberang jalan itu, Wendall Rohr dan penasihat-nya menyatakan diri puas
dengan komposisi dewan juri. Mereka terutama senang dengan tambahan yang tak
terduga, Mr. Herman Grimes, juri tunanetra pertama dalam sejarah. Mr. Grimes
bersikeras agar die- 84 valuasi sama seperti mereka yang "punya penglihatan", dan mengancam akan
menempuh cara hukum bila diperlakukan berbeda. Sikapnya yang begitu mengandalkan
gugatan hukum sangat menghangatkan hati Rohr dan gerombolannya, dan kecacatannya
merupakan impian dari pengacara penggugat. Pembela sudah mengajukan keberatan
atas berbagai dasar, termasuk ketidakmampuan melihat barang-barang bukti. Hakim
Harkin mengizinkan para pengacara itu menanyai Mr. Grimes tentang hal ini, dan
ia meyakinkan mereka bahwa ia bisa melihat barang bukti bila barang bukti itu
diuraikan secara memadai dalam tulisan. Yang Mulia Hakim kemudian memutuskan
untuk menyediakan satu notulis pengadilan terpisah yang akan mengetik deskripsi
barang-barang bukti. Kemudian dis-ketnya dimasukkan ke komputer braille Mr.
Grimes, dan ia bisa membaca di waktu malam. Mr. Grimes sangat senang, dan ia
berhenti bicara mengenai gugatan diskriminasi. Pihak pembela melunak sedikit,
terutama ketika mengetahui bahwa dulu selama bertahun-tahun ia seorang perokok
dan tidak punya masalah berdekatan dengan orang-orang yang meneruskan kebiasaan
tersebut. Jadi. dua belah pihak sama-saina senang bercampur waspada dengan dewan juri ini.
Tidak ada orang berpandangan radikal yang terpilih. Tidak ada tanda-tanda sikap
buruk. Dua belas orang tersebut memiliki ijazah SMA, dua punya gelar sarjana
muda. dan tiga orang lagi pernah kuliah. Jawaban tertulis Easter menyebutkan
bahwa ia lulus SMA, tapi kuliahnya di college masih merupakan misteri.
Sementara dua belah pihak bersiap untuk kegiatan
85 sidang peradilan sebenarnya yang akan berlangsung sepanjang hari, mereka diamdiam merenungkan pertanyaan besar itu, menerka-nerka jawabannya. Sewaktu
memandangi denah tempat duduk juri dan mengamati wajah-wajah itu untuk kesejuta
kali, mereka bertanya-tanya lagi, "Siapakah yang akan jadi pemimpin?"
Setiap dewan juri punya pemimpin, dan dari sanalah didapatkan amar putusan.
Apakah ia akan tampil dengan cepat" Atau ia akan menarik diri dan mengambil
peran hanya dalam diskusi pengambilan keputusan" Bahkan para anggota juri pun
belum tahu. Pukul sepuluh tepat. Hakim Harkin mengamati ruang sidang yang penuh sesak dan
memutuskan bahwa semua orang sudah berada di tempatnya. Ia mengetukkan palunya
dengan ringan dan suara bisik-bisik itu mereda. Semua orang sudah siap. Ia
mengangguk pada Pete, bailiff tua berseragam cokelat yang sudah pudar, dan
berkata, "Bawa masuk dewan juri." Semua mata mengawasi pintu di samping boks
juri. Lou Dell yang pertama muncul, memimpin kawanannya bak induk ayam, kemudian
dua belas orang yang terpilih itu masuk dan menuju tempat duduk masing-masing.
Tiga anggota cadangan mengambil posisi di kursi lipat. Setelah beberapa saat
lewat untuk mengatur diri menyesuaikan bantal tempat duduk, merapikan pakaian, ?serta meletakkan dompet dan buku paperback di lantai para anggota juri itu
?terdiam dan tentu saja menyadari bahwa mereka sedang diamati.
"Selamat pagi," Yang Mulia Hakim berkata dengan suara keras dan senyum lebar.
Hampir semuanya balas mengangguk.
86 "Saya yakin Anda sekalian telah menemukan ruang juri dan bersiap." Diam sejenak,
kemudian ia mengangkat lima belas formulir bertanda tangan yang tadi dibagikan
dan dikumpulkan lagi oleh Lou Dell. "Apakah kita sudah punya ketua?"
Dua belas kepala mengangguk bersama-sama.
"Bagus. Siapa orangnya?"
"Saya, Yang Mulia," Herman Grimes berkata dari deretan pertama, dan untuk sesaat
pihak pembela, semua pengacara, konsultan juri, dan wakil-wakil perusahaan,
serentak seperti kena serangan jantung mendadak. Kemudian mereka bemapas
perlahan-lahan, berusaha keras menunjukkan bahwa perasaan mereka terhadap juri
tunanetra yang kini menjadi ketua itu adalah perasaan sayang dan cinta. Mungkin
sebelas juri lainnya merasa kasihan pada si tua ini, sehingga memilihnya menjadi
ketua. "Bagus," Yang Mulia berkata, lega bahwa dewan juri ini bisa membereskan
pemilihan rutin tersebut tanpa kencuhan Ia sudah pernah melihat yang jauh lebih
buruk. Pernah ada satu dewan juri, sebagian kulit putih dan sebagian lagi kulit
hitam, tidak mampu memilih ketua. Mereka kemudian bercekcok sengit mengenai menu
makan siang. "Saya yakin Anda sudah membaca instruksi tertulis saya," ia meneruskan, kemudian
langsung memberikan kuliah terperinci, mengulangi kembali segala yang sudah ia
uraikan secara tertulis. Nicholas Easter duduk di deretan depan, bans kedua dari kiri. Wajahnya beku
seperti topeng, tidak menunjukkan komitmen apa pun. Sementara Harkin bicara
berlarut-larut. ia mulai memperhatikan para
87 pemain lain dalam sidang itu. Dengan sedikit gerakan kepala, ia mengarahkan
pandang ke sekeliling ruang sidang. Para pengacara, yang bergerombol di sekitar
meja mereka seperti burung pemangsa siap menerkam, tanpa kecuah menatap para
anggota jun tanpa malu-malu. Tak lama lagi mereka pasti letih dengan semua ini.
Pada deretan kedua di belakang pembela, duduklah Rankin Fitch, wajahnya yang
gemuk dan jenggotnya yang seram memandang lurus ke pundak laki-laki di depannya.
Ia mencoba mengabaikan peringatan Harkin dan pura-pura sama sekali tak peduli
dengan dewan juri, tapi Nicholas tahu yang sebenarnya. Fitch tidak melewatkan
apa pun. Empat belas bulan lalu. Nicholas melihatnya di gedung pengadilan Cimmino di
Allentown, Pennsylvania. Saat itu pun ia tampak sama seperti sekarang ini buram?dan samar. Dan ia melihatnya di trotoar di luar gedung pengadilan Broken Arrow,
Oklahoma, selama berlangsungnya sidang kasus Glavine. Dua kali melihat Fitch
cukuplah. Nicholas tahu bahwa sekarang Fitch tahu-bahwa ia tidak pernah kuliah
di North Texas State. Ia tahu bahwa Fitch lebih mence-maskannya daripada anggota
juri lainnya, dan dengan alasan kuat.
Di belakang Fitch ada dua deret laki-laki bersetelan jas rapi dengan wajah-wajah
cemberut, dan Nicholas tahu bahwa mereka tentulah bocah-bocah gelisah dari Wall
Street. Menurut koran pagi ini, pasar memilih untuk tidak bereaksi terhadap
komposisi juri. Harga saham Pynex tetap stabil pada delapan puluh dolar per
lembar. Mau tak mau ia tersenyum. Seandainya
88 ia tiba-tiba berdiri dan berteriak, "Aku pikir penggugat harus menerima jutaan
dolar!" orang-orang itu akan melompat ke pintu dan pada saat makan siang nanti.
saham Pynex akan jatuh sepuluh poin.
Tiga perusahaan lainnya Trellco, Smith Greer, dan ConPack juga diperdagangkan
? ?dengan stabil. Di deretan depan ada kumpulan-kumpulan orang tegang, dan Nicholas yakin bahwa
mereka adalah para pakar juri. Sekarang, setelah seleksi selesai, mereka maju ke
tahap selanjutnya mengamati. Tanggung jawab merekalah untuk mendengarkan setiap
?kata dari setiap saksi dan meramalkan bagaimana para juri menyerap kesaksian
tersebut. Strateginya, bila saksi tertentu memberikan kesan lemah atau bahkan
merusak kepada juri, ia harus ditarik dari tempat saksi dan dikirim pulang.
Mungkin saksi lain yang lebih kuat bisa dipakai untuk menambal kerusakan


Juri Pilihan The Runaway Jury Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tersebut. Nicholas tidak yakin mengenai hal ini. la sudah banyak membaca tentang
konsultan juri, bahkan menghadiri seminar di St. Louis, tempat para pengacara
menceritakan kisah mereka mendapatkan vonis besar, namun ia tetap tidak yakin
pada para pakar "penentu" ini, yang menurut pendapatnya tidak lebih dari seniman
penipu. Mereka menyatakan bisa mengevaluasi anggota juri hanya dengan mengamati reaksi
tubuh mereka, betapapun kecilnya, terhadap apa yang dikatakan. Nicholas
tersenyum lagi. Bagaimana seandainya ia memasukkan -jari ke lubang hidung dan
membiarkannya di sana selama lima menit" Bagaimanakah ekspresi bahasa tubuh itu
akan ditafsirkan" Ia tak bisa mengklasifikasikan penonton yang Iain.
89 Pasti ada beberapa wartawan, segerombolan pengacara lokal yang bosan, dan
pengunjung tetap gedung pengadilan itu. Istri Herman Grimes duduk agak di
belakang, berseri-seri bangga melihat suaminya dipilih - untuk posisi demikian
tinggi. Hakim Harkin menghentikan ocehannya dan menunjuk pada Wendall Rohr, yang
berdiri perlahan-lahan, mengancingkan jas kotak-kotaknya sambil memamerkan gigi
palsu kepada dewan juri, dan melangkah dengan lagak penting ke mimbar. Ini
adalah pidato pembukaannya, jelasnya, dan di sini ia akan menguraikan garis
besar kasus ini kepada juri. Ruang sidang itu sunyi senyap. Mereka akan
membuktikan bahwa rokok menyebabkan kanker paru-paru, dan, lebih tepatnya, Mr.
Jacob Wood almarhum, seorang baik-baik. menderita kanker paru-paru setelah
hampir tiga puluh tahun merokok Bristol. Rokok itu membunuhnya, Rohr mengumumkan
dengan serius, sambil menarik ujung jenggot kelabu di bawah dagunya Suaranya
serak, tapi tepat, bisa melambung naik-turun membentuk nada dramatis. Rohr
seorang bintang panggung, aktor kawakan dengan dasi kusut dan gigi palsu, yang
setelan jasnya tidak seragam namun sengaja dirancang untuk memikat orang
kebanyakan. Ia tidak sempurna. Biar para pembela itu, mengenakan setelan jas
hitam tanpa cela dan dasi sutra mahal, berbicara pongah dengan hidung terangkat
kepada juri ini. Tapi Rohr tidak Ini adalah orang-orangnya.
Tapi bagaimanakah mereka membuktikan bahwa rokok menyebabkan kanker paru-paru"
Sebenarnya ada banyak bukti. Pertama, mereka akan membawa beberapa pakar dan
peneliti kanker paling terkemuka
90 di negeri ini. Ya, benar, orang-orang besar itu sedang dalam perjalanan menuju
Biloxi untuk duduk dan bercakap-cakap dengan juri, menjelaskan sejelas-jelas-nya
dan dengan segunung statistik bahwa rokok benar-benar menyebabkan kanker.
Kemudian dan Rohr tidak dapat menahan senyum jahatnya ketika bersiap ?mengungkapkan hal ini penggugat akan menghadapkan orang-orang yang dulu pernah
?bekerja untuk industri tembakau. Semua kebusukan itu akan dibeberkan, tepat di
dalam ruang sidang ini. Bukti-bukti memberatkan sedang dalam perjalanan ke sini.
Pendeknya, penggugat akan membuktikan bahwa as ip rokok menyebabkan kanker paruparu karena mengandung karsinogen alami, pestisida, partikel radio-aktif, dan
serafseperti asbes. Sampai di sini, hampir tak ada keraguan dalam ruang sidang itu bahwa Wendall
Rohr akan bisa membuktikan ini tanpa banyak kesulitan. Ia berhenti, menarik
ujung-ujung dasinya dengan sepuluh jarinya yang gemuk, dan melihat catatannya,
lalu dengan sangat serius ia mulai bicara tentang Jacob Wood almarhum. Ayah
tercinta yang sayang pada keluajga, pekerja keras, penganul Katolik yang taat,
anggota tim sofbol gereja, veteran. Mulai merokok ketika masih bocah yang,
seperti semua orang lain saat itu, tidak menyadari bahayanya. Seorang kakek. Dan
sete-rusnya. Sejenak Rohr bersikap terlaiu dramatis, tapi tampaknya menyadari hal itu. Secara
singkat ia memaparkan tuntutan kliennya. Ini sidang besar, ia mengumumkan, salah
satu yang paling penting. Penggugat
91 mengharapkan, dan sudah pasti meminta, banyak uang Bukan sekadar kerugian
aktualnya nilai ekonomis hidup Jacob Wood, ditambah hilangnya kasih sayang dan ?cinta yang diderita oleh keluarganya tetapi juga punitive damage, pembayaran
?ganti rugi sebagai hukuman.
Rohr bicara panjang-lebar mengenai punitive damage, beberapa kali keluar jalur,
dan jelaslah bagi kebanyakan anggota juri bahwa ia begitu terpesona oleh prospek
akan menerima vonis besar, sehingga ia kehilangan konsentrasi.
Hakim Harkin, secara tertulis, memberikan waktu satu jam kepada masing-masing
pihak untuk menyampaikan pidato pembukaan. Secara tertulis pula ia menyataknn
akan memotong pengacara mana pun yang bicara melewati waktu itu. Meskipun Rohr
juga menderita penyakit bicara berlebihan yang lazim di antara pengacara, ia
tahu sebaiknya tidak main-main dengan jam yang ditentukan oleh Hakim, la selesai
dalam waktu lima puluh menit, dengan permohonan sedih meminta keadilan,
berterima kasih kepada para anggota juri atas perhatian mereka, tersenyum dan
membunyikan gigi palsunya, lalu duduk.
Lima puluh menit duduk di kursi, tanpa percakapan dan tanpa melakukan gerakangerakan kecil, serasa bagaikan berjam-jam, dan Hakim Harkin tahu itu. Ia
mengumumkan reses selama lima belas menit, diteruskan dengan pidato pembukaan
pihak tergugat. Durwood cable menyelesaikan pidatonya tidak lebih dari tiga puluh menit. Dengan
tenang dan hati-hati ia meyakinkan para juri bahwa Pynex memiliki pakar 92 pakar sendiri, ilmuwan dan peneliti yang akan menerangkan sejelas-jelasnya bahwa
rokok sebenarnya tidak menyebabkan kanker paru-paru. Pandangan skeptis dari para
juri memang wajar, dan Cable hanya meminta kesabaran serta keterbukaan pikiran
mereka. Sir Durr bicara tanpa memakai catatan, dan setiap patah kata ditancapkan
ke mata masing-masing anggota juri. Tatapannya bergeser pada deretan pertama,
lalu naik sedikit ke yang kedua, membalas pandangan ingin tahu mereka satu demi
satu. Suara dan tatapannya nyaris seperti hipnotis, tapi jujur. Orang terdorong
untuk mempercayai laki-laki ini.
93 Enam Krisis pertama terjadi saat istirahat makan siang. Hakim Harkin mengumumkan
reses siang pada pukul 12.10, dan seluruh ruang sidang duduk diam ketika para
juri keluar. Lou Dell menyambut mereka di iorong sempit itu dan sudah tak sabar
untuk membawa mereka ke dalam ruang juri. "Silakan duduk," katanya, "sebentar
lagi hidangan makan siang akan siap. Kopinya baru." Begitu dua belas orang itu
sudah masuk ke ruangan, ia menutup pintu dan pergi untuk memeriksa tiga orang
cadangan yang ditempatkan dalam ruangan terpisah yang lebih sempit di koridor
itu. Sesudah lima belas orang itu berada di tempatnya, ia kembali ke pos dan
dengan bersungut-sungut menatap Willi deputi dengan sedikit keter-belakangan
mental yang ditugaskan berjaga dengan pistol terisi di pinggang, melindungi
orang. Para anggota juri itu perlahan-lahan menyebar di sekitar ruang juri, beberapa
orang meregangkan badan dan menguap, lainnya meneruskan perkenalan
formal kebanyakan berbicara basa-basi mengenai cuaca. Bagi beberapa orang,
?gerakan dan percakapan basa-basi itu terasa kaku; bisa dimaklumi, mengingat me 94 reka mendadak dikumpulkan dalam satu ruangan dengan orang-orang yang belum
dikenal. Makanan apa yang akan dihidangkan" Mudah-mudahan cukup enak.
Herman Grimes duduk di kepala meja; cocok untuk tempat duduk ketua, pikirnya,
dan bercakap-cakap dengan Millie Dupree, wanita baik hati berusia lima puluh
tahun yang punya kenalan tunanetra lain. Nicholas Easter memperkenalkan diri
pada Lonnie Shaver, satu-satunya laki-laki kulit hitam dalam dewan juri ini, dan
sebenarnya tidak ingin bertugas sebagai juri. Shaver adalah manajer toko bahan
makanan yang menjadi bagian dari serangkaian toko, dan ia orang kulit hitam
dengan jabatan tertinggi di perusahaan itu. Ia kurus dan penggelisah, dan merasa
sulit untuk santai. Gagasan untuk meninggalkan toko itu selama empat minggu
mendatang sungguh menakutkannya.
Dua puluh menit berlalu, dan tak ada makanan yang muncul. Tepat pukul setengah
satu, Nicholas berkata dari ujung ruangan, "Hei, Herman, mana makan siang kita?"
"Aku cuma ketua," balas Herman sambil tersenyum, sementara ruangan itu mendadak
sepi. Nicholas berjalan ke pintu, membukanya, dan memanggil Lou Dell. "Kami lapar,"
katanya. Perlahan-lahan Lou Dell menurunkan novel paperback-nya, memandang sebelas wajah
lainnya, dan berkata, "Makanan sedang dalam perjalanan."
"Dibeli di mana?" tanya Nicholas.
"O'Reilly's Deli. Hanya di sudut jalan sana." Lou Dell tidak menyukai
pertanyaan-pertanyaan itu.
"Dengar, kita terkurung di dalam sini seperti binatang peliharaan," Nicholas
berkata. "Kita tidak bisa
95 pergi makan seperti orang normal Aku tidak mengerti mengapa kita tidak dipercaya
untuk pergi ke jalan dan menikmati santap siang, tapi Hakim sudah
mengatakannya." Nicholas maju selangkah lebih dekat dan menatap tajam poni
beruban yang tergantung menutupi mata Dell. "Makan siang tidak akan jadi masalah
tiap hari, oke?" "Oke."
"Kusarankan kau menelepon dan mencari tahu di mana makan siang kami, atau aku
akan membicarakannya dengan Hakim Harkin."
"Oke." Pintu menutup dan Nicholas berjalan menghampiri poci kopi.
"Rasanya kau agak keras padanya, bukan begitu?" Millie Dupree bertanya. Yang
lain mendengarkan. "Mungkin, dan kalau memang kasar, aku minta maaf. Tapi bila kita tidak
meluruskan persoalan sejak awal. mereka akan melupakan kita."
"Itu bukan kesalahannya," kata Herman.
"Tugasnya adalah mengurus kita." Nicholas berjalan ke meja dan duduk dekat
Herman "Apakah kalian tahu bahwa sebenarnya dalam sidang lain mereka mengijinkan
juri untuk pergi makan seperti orang normal" Menurut kalian, untuk apa kita
memakai tanda pengenal juri ini?" Yang lain bergeser lebih mendekat ke meja.
"Bagaimana kau tahu?" tanya Millie Dupree tepat di seberang meja.
Nicholas angkat bahu, seolah-olah ia tahu banyak, tapi mungkin tidak bisa bicara
banyak. "Aku tahu sedikit tentang sistemnya."
96 "Bagaimana itu?" tanya Herman.
Nicholas diam sejenak, lalu berkata, "Aku pernah dua tahun kuliah hukum." Ia
meneguk kopinya lama-lama, sementara yang lain menimbang-nimbang sedikit
pengungkapan latar belakang ini.
Kedudukan Easter di mata rekan-rekannya langsung naik. Ia sudah membuktikan diri
sebagai orang yang ramah dan suka menolong, sopan dan cerdas. Tapi sekarang ia
diam-diam terangkat sebab ia tahu hukum.
Pukul 12.45 tetap tak ada makanan yang datang. Dengan tiba-tiba Nicholas
menghentikan percakapan dan membuka pintu. Lou Dell sedang melihat arlojinya di
koridor. "Aku sudah mengirim Willis," katanya resah. "Mestinya sebentar lagi
datang. Aku sungguh menyesal."
"Di mana kamar kecil?" tanya Nicholas.
"Di balik sudut sana, di sebelah kananmu," kata Lou Dell dengan perasaan lega,
dan menunjuk. Nicholas tidak berhenti di kamar kecil, tapi berjalan diam-diam
menuruni tangga belakang dan keluar dari gedung pengadilan. Ia menyusuri Lamuese
Street sejauh dua blok hingga sampai di Vieux Marche, sebuah mall untuk pejalan
kaki dengan toko-toko yang rapi di sepanjang daerah yang dulu adalah pusat
bisnis Biloxi. Ia kenal baik daerah itu, sebab gedung apartemennya hanya
terpisah empat ratus meter dari sana. Ia suka kafe-kafe dan deli di sepanjang
Vieux Marche Di sana juga ada toko buku yang bagus.
la belok ke kin dan memasuki bangunan besar, tua, berwarna putih yang ditempati
oleh Mary Mahoney's, restoran lokal yang terkenal, tempat komunitas hukum kota
itu biasa berkumpul untuk makan siang
97 bila sedang tidak ada sidang. Seminggu yang lalu ia sudah mengingat-ingat jalan
ini, bahkan bersantap siang di meja dekat Hakim Frederick Harkin.
Nicholas memasuki restoran dan menanyai pelayan pertama yang dijumpainya, apakah
Hakim Harkin sedang makan di situ. Ya. Di mana dia" Si pelayan menunjuk, dan
Nicholas berjalan cepat melintasi bar, melewati bilik kecil, dan masuk ke ruang
makan besar dengan jendela-jendela, sinar matahari, dan banyak bunga segar.
Tempat itu penuh, tapi ia melihat sang hakim pada meja untuk empat orang. Harkin
melihatnya datang, dan gerakan garpunya terhenti dengan udang bakar gemuk
tertancap di ujungnya. Ia mengenali wajah itu sebagai salah satu anggota
jurinya, dan ia melihat tanda pengenal juri berwarna merah-putih mencolok itu.
"Maaf mengganggu, Sir," Nicholas berkata, berhenti di pinggir meja yang tertutup
roti hangat, salad segar, dan gelas-gelas besar berisi es teh. Gloria Lane,
panitera Circuit Court, sesaat juga tak sanggup mengeluarkan kata-kata. Wanita
kedua di sana adalah notulis pengadilan, dan yang ketiga adalah asisten Harkin.
"Apa yang Anda kerjakan di sini?" Harkin bertanya, setitik sisa keju tertempel
pada bibir bawahnya. "Saya ke sini atas nama dewan juri Anda." "Ada apa?"
Nicholas membungkuk agar tidak menarik perhatian. "Kami lapar," katanya,
kemarahannya jelas terlihat dari giginya yang terkatup dan diserap oleh empat
wajah yang terperanjat itu. "Sementara kalian duduk di sini menyantap makanan
lezat, kami duduk di 98 dalam ruang sempit, menunggu makanan dari deli yang, entah kenapa, tidak bisa
sampai ke tempat kami. Dengan segala hormat, Sir, kami lapar. Dan kami kesal."
Harkin menjatuhkan garpunya ke piring dengan keras, udangnya terpantul dan jatuh
ke lantai. Ia melemparkan serbetnya ke meja sambil menggumamkan sesuatu yang tak
dapat dipahami. Ia memandang tiga wanita itu, melengkungkan alisnya, dan
berkata, "Nah, ayo kita lihat." Ia berdiri, diikuti oleh wanita-wanita itu, dan
mereka berlima berbondong-bondong keluar dari restoran.
Lou Dell dan Willis tidak tampak ketika Nicholas dan Hakim Harkin serta tiga
wanita itu memasuki lorong dan membuka pintu ke ruang juri. Meja itu masih
kosong tak ada makanan. Saat itu pukul 13.05. Para juri menghentikan obrolan ?dan menatap Yang Mulia.
"Sudah hampir satu jam," kata Nicholas sambil mengibaskan tangan ke meja kosong
itu. Para anggota juri yang semula terkejut melihat sang hakim, dengan segera
berubah marah. "Kami berhak diperlakukan dengan hormat," tukas Lonnie Shaver. Harkin sepenuhnya
takluk. "Mana Lou Dell?" katanya ke arah tiga wanita tadi. Semua orang memandang ke
pintu, dan sekonyong-konyong Lou Dell muncul. Ia diam mematung ketika melihat
sang hakim. Harkin menatapnya tajam.
"Apa yang terjadi?" Harkin bertanya tegas, tapi terkendali.
"Saya baru saja bicara dengan deli itu," katanya, terengah-engah dan ketakutan,
butiran-butiran keringat 99 muncul di pipinya. "Ada kekeliruan di sana. Mereka bilang, seseorang menelepon
dan mengatakan makan siang harus dikirim pukul setengah dua."
"Orang-orang ini kelaparan," kata Harkin. seolah-olah sampai saat ini Lou Dell
masih belum tahu. "Setengah dua?"
"Ini kekeliruan di deli. Ada orang yang salah sambung."
"Deli yang mana?"
"O'Reilly's." "Ingatkan aku untuk bicara dengan pemilik deli itu."
"Ya, Sir." Hakim mengalihkan perhatian kepada jurinya. "Saya sangat menyesal. Ini takkan
terulang lagi." Ia berhenti sedetik, melihat jam tangannya, lalu menawarkan
senyum ramah pada mereka. "Saya mengundang Anda sekalian untuk ikut ke Mary
Mahoney's dan makan siang bersama." Ia menoleh kepada asistennya dan berkata,
"Telepon Bob Mahoney dan beritahu dia supaya menyiapkan ruang belakang."
Mereka makan kepiting dan kakap bakar, kerang segar dan gumbo Mahoney yang
terkenal. Nicholas Easter menjadi tokoh saat itu. Selesai menyantap makanan
penutup beberapa menit sesudah setengah tiga, mereka mengikuti Hakim Harkin
dengan Iangkah santai, kembali ke gedung pengadilan. Sewaktu juri dipersilakan
duduk untuk sidang sore, semua yang hadir sudah mendengar cerita tentang makan
siang mereka yang hebat. Neal O'Reilly, pemilik deli tersebut, sesudahnya menemui Hakim Harkin dan
bersumpah bahwa ia 100 bicara dengan seseorang, perempuan muda yang mengaku bekerja di kantor Panitera
Circuit Court, dan secara spesifik perempuan itu memberikan instruksi untuk
mengirimkan makan siang tepat pukul setengah dua
Saksi pertama dalam sidang itu adalah mendiang Jacob Wood, memberikan
deposisi pernyataan saksi di bawah sumpah dengan video yang direkam beberapa ? ?bulan sebelum kematiannya. Dua buah monitor dua puluh inci didorong ke hadapan
juri, dan enam lainnya dipasang di sekitar ruang sidang itu. Pema-sangan kabelkabelnya dilakukan ketika dewan juri berpesta di Mary Mahoney's.
Jacob Wood duduk disaitgga bantal-bantal di ranjang rumah sakit. Ia memakai Tshirt putih polos dengan selimut menutupinya dari pinggang ke bawah. Ia kurus,
cekung, dan pucat, serta menghirup oksigen dari slang kecil yang menjulur dari
belakang leher kurusnya ke hidung. Setelah diberitahu agar mulai, ia memandang


Juri Pilihan The Runaway Jury Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kamera dan menyatakan nama dan alamatnya. Suaranya parau dan Iemah. Ia juga
mendenta emfisema. Meskipun dikelilingi para pengacara, hanya wajah Jacob yang terlihat. Tidak
tampak dalam kamera, sekali-sekali meledak pertempuran kecil di antara
pengacara-pengacara itu, tapi Jacob tidak peduli. Ia berumur 51, tapi kelihatan
lebih tua dua puluh tahun, dan jelas sedang menggedor pintu kematian.
Dengan dorongan dari pengacaranya, Wendall Rohr, ia menguraikan biografinya
mulai sejak lahir, dan ini memakan waktu hampir satu jam. Masa kanak-kanak,
101 pendidikan, sahabat-sahabat, rumah, Angkatan Laut, perkawinan, pekerjaan, anakanak, kebiasaan, hobi, sahabat-sahabat sesudah dewasa, perjalanan, liburan,
cucu, niat untuk pensiun. Menyaksikan orang mati berbicara pada mulanya terasa
memesona, tapi dengan cepat para juri itu mengetahui bahwa kehidupan orang itu
sama membosankannya dengan hidup mereka sendiri. Makan siang yang berat tadi
mulai menimbulkan pengaruh, dan mereka bergerak-gerak resah. Otak dan kelopak
mata jadi berat. Bahkan Herman, yang hanya bisa mendengar suara dan membayangkan
wajah, jadi bosan. Untunglah, Yang Mulia Hakim juga mulai menderita sindroma
pascamakan-siang, dan sesudah satu jam dua puluh menit, ia mengumumkan reses
singkat. " Empat orang perokok dalam dewan juri itu butuh istirahat, dan Lou Dell dengan
senang hati membawa mereka ke ruangan dengan jendela terbuka, di samping toilet
pria, bilik kecil yang biasanya dipakai untuk menahan remaja remaja nakal
sebelum muncul dalam sidang. "Bila kalian tidak bisa berhenti merokok sesudah
sidang ini, tentu ada sesuatu yang tidak beres," katanya, berusaha bergurau. Tak
ada sedikit pun senyum dari empat orang itu. "Maaf," katanya sambil menutup
pintu di belakangnya. Jerry Fernandez, 38 tahun, salesman mobil dengan utang
judi besar dan pemikaban yang berantakan, menyalakan rokok pertamanya, kemudian
menggoyangkan koreknya di depan tiga wanita itu. "Ini untuk Jacob Wood," kata
Jerry sebagai toast. Tak ada tanggapan dari tiga wanita itu. Mereka terlaiu
sibuk merokok. Pak Ketua Grimes sudah memberikan kuliah singkat
102 bahwa membicarakan kasus ini adalah tindakan ilegal; ia tidak akan
mentolerirnya. sebab Hakim Harkin sudah berulang-ulang menegaskan hal itu dengan
keras. Tetapi Herman ada di ruang sebelah, dan Jerry tergelitik oleh rasa ingin
tahu. "Menurut kalian, apakah si Jacob pernah mencoba untuk berhenti?" tanyanya
iseng-iseng. Sylvia Taylor-Tatum menyedot keras ujung rokoknya yang ramping dan menjawab,
"Aku yakin kita akan segera tahu," kemudian melepaskan badai asap ke-biruan yang
hebat dari hidungnya yang panjang mancung. Jerry suka nama julukan, dan diamdiam ia sudah menjuluki Sylvia sebagai Poodle karena wajahnya yang sempit,
hidung mancung tajam, serta rambut kelabu tebal dan kusut yang dibelah tepat di
tengah dan tergerai ke pundak. Tingginya paling sedikit 180 senti, sangat kurus,
dengan wajah yang selalu cemberut, hingga membuat orang takut. Poodle ingin
dibiarkan sendiri. "Entah siapa yang berikutnya," kata Jerry, mencoba memulai percakapan.
"Kurasa semua dokter itu," kata Poodle, menatap ke jendela.
Dua perempuan lainnya hanya merokok, dan Jerry pun menyerah.
Nama wanita itu Marlee, setidaknya itulah nama alias yang dipilihnya untuk masa
hidupnya saat ini. Ia berusia tiga puluh tahun, berambut cokelat pendek, mata
cokelat, tinggi sedang, ramping, dengan pakaian sederhana yang dipilih hati-hati
untuk menghindari perhatian. Ia tampak hebat dengan jeans ketat dan rok pendek;
ia tampak hebat dengan pakaian apa pun
103 atau tanpa apa pun, tapi untuk sementara ini ia tak ingin ada orang
memperhatikannya. Ia sudah berada dalam ruang sidang itu dalam dua kesempatan
sebelumnya sekali dua minggu yang lalu, ketika ia duduk menyaksikan sidang ?lain, dan sekali dalam pemilihan juri untuk kasus tembakau ini. Ia tahu tempat
itu Ia tahu di mana kantor Hakim dan di mana ia makan siang. Ia tahu nama semua
pengacara pihak penggugat dan pembela bukan tugas kecil. Ia sudah membaca
?berkas pengadilan. Ia tahu di hotel mana Rankin Fitch bersembunyi selama sidang
itu. Pada saat reses, ia melewati detektor logam di pintu depan, dan menyelinap ke
deretan belakang di ruang sidang itu. Penonton meregangkan badan, para pengacara
berkerumun dan berunding. Ia melihat Fitch berdiri di satu sudut, bercakap-cakap
dengan dua orang yang ia yakin adalah konsultan juri. Fitch tidak
memperhatikannya. Di situ ada sekitar seratus orang
Beberapa menit berlalu. Ia mengamati pintu di belakang meja hakim dengan cermat.
Ketika notulis pengadilan muncul dengan secangkir kopi, Marlee tahu bahwa sang
hakim tidak mungkin jauh di belakangnya. Ia mengambil sehelai amplop dari
dompet, menunggu sedetik, lalu berjalan menghampiri salah satu deputi yang
menjaga pintu depan. Ia melontarkan seulas senyum menawan dan berkata, "Bisakah
Anda membantu saya?"
Deputi itu hampir saja bala* tersenyum dan melihat amplop itu. "Akan saya coba "
"Saya harus pergi. Bisakah Anda sampaikan amplop ini pada laki-laki di sudut
sana itu" Saya tidak mau menyelanya."
104 Deputi itu memicingkan mata ke arah yang ditunjuk, di seberang ruangan. "Yang
mana?" "Laki-laki kekar di tengah itu, berjenggot, berjas hitam."
Pada saat itu. seorang bailiff masuk dari belakang meja hakim dan berseru,
"Sidang akan dimulai!"
"Siapa namanya?" deputi itu bertanya, suaranya direndahkan.
Ia mengangsurkan amplop itu pada si deputi dan menunjuk nama di atasnya. "Rankin
Fitch. Terima kasih." Ia menepuk lengan si deputi dan menghilang dari ruang
sidang. Fitch membungkuk ke deretan bangku dan membisikkan sesuatu pada seorang
associate, lalu berjalan ke belakang ruang sidang pada saat juri kembali. Untuk
sehari ini ia sudah cukup banyak melihat. Fitch biasanya tidak berlama-lama di
ruang sidang setelah juri dipilih. Ia punya cara-cara lain untuk memantau
persidangan itu. Si deputi menghentikannya di pintu dan menyerahkan amplop itu kepadanya. Fitch
terperanjat melihat namanya tertulis di sana. Ia adalah bayangan tanpa nama, tak
dikenal dan tidak memperkenalkan diri pada siapa pun. Firmanya di D.C. dinamakan
Arlington West Associates, sekabur dan sesamar yang bisa ia bayangkan. Tak
seorang pun tahu namanya kecuali tentu saja pegawai-pegawainya. kliennya, dan ?beberapa pengacara yang ia sewa. Ia menatap tajam pada deputi itu tanpa
mengucapkan terima kasih, lalu melangkah ke atrium, masih memandangi amplop itu
dengan perasaan tak percaya. Huruf cetak itu tak disangsikan lagi tulisan tangan
wanita. Ia membukanya 105 perlahan-lahan dan mengeluarkan secarik kertas putih. Sebuah catatan tertulis
rapi di tengahnya: Dear Mr. Fitch, Besok, anggota juri nomor 2, Easter, akan memakai kemeja golf pullover abu-abu
dengan garis tepi merah, celana khaki, kaus kaki putih, serta sepatu kulit
cokelat dan bertali. Jose* si sopir berjalan dari pancuran air dan berdiri bak anjing penjaga yang
patuh di samping bosnya. Fitch membaca kembali catatan itu, lalu menatap kosong
pada Jos6. Ia berjalan ke pintu, membukanya sedikit, dan meminta deputi tadi
keluar dari ruang sidang.
"Ada apa?" tanya deputi itu. Posisinya adalah di dalam, di balik pintu, dan ia
orang yang mengikuti perintah.
"Siapa yang memberikan ini pada Anda?" Fitch bertanya seramah mungkin. Dua
deputi yang mengoperasikan detektor logam memandang dengan perasaan ingin tahu.
"Seorang wanita. Saya tidak tahu namanya."
"Kapan dia memberikannya?"
'Tepat sebelum Anda pergi. Cuma satu menit yang lalu."
Fitch cepat-cepat melihat berkeliling. "Apakah Anda melihatnya di sini?"
'Tidak," jawab deputi itu sesudah melihat sepintas.
"Bisakah Anda menjelaskan penampilannya?"
Sebagai polisi, deputi itu dilatih untuk memperhatikan berbagai hal. "Tentu.
Akhir dua puluhan. Tinggi 106 nya 175, mungkin 180 senti. Rambut cokelat pendek. Mata cokelat. Sangat cantik.
Ramping." "Pakaiannya bagaimana?"
Si deputi tidak memperhatikan, namun ia tak mau mengakuinya. "Uhm, gaun warna
muda, semacam putih kekuningan, katun, kancing di depan."
Fitch menyerap keterangan ini, berpikir sejenak, lalu bertanya, "Apa yang dia
katakan pada Anda9" 'Tidak banyak. Cuma meminta saya menyerahkan ini pada Anda. Kemudian dia pergi."
"Apakah ada yang luar biasa dalam caranya berbicara?"
'Tidak. Dengar, saya harus kembali ke dalam." 'Tentu. Terima kasih."
Fitch dan Jose* menuruni tangga dan menjelajahi koridor-koridor lantai satu.
Mereka keluar dan berjalan mengitari gedung pengadilan, merokok dan berlagak
sedang mencari sedikit udara segar.
Rekaman deposisi Jacob Wood memakan waktu dua setengah hari ketika ia masih
hidup dulu. Hakim Harkin, setelah menyunting pertarungan di antara para
pengacara, interupsi oleh perawat, dag. bagian deposisi yang tidak relevan,
menyisakannya hingga tinggal 2 jam 31 menit.
Pernyataan melalui video itu serasa berhari-hari. Mendengarkan laki-laki malang
itu memberikan sejarah kebiasaan merokoknya memang menarik, sampai titik
tertentu, namun tak lama kemudian para juri berharap Harkin memotong lebih
banyak. Jacob mulai merokok Redtop pada usia enam belas tahun, sebab semua
temannya merokok Redtop. Tak lama kemudian, itu
107 jadi kebiasaan dan ia menghabiskan dua bungkus sehan. Ia berhenti merokok Redtop
ketika meninggalkan Angkatan Laut untuk menikah, dan istrinya meyakinkannya agar
mengisap rokok berfilter saja. Sang istri ingin ia berhenti. Ia tidak bisa, maka
ia mulai merokok Bristol, sebab iklannya menyatakan bahwa rokok itu mengandung
ter dan nikotin lebih rendah. Pada usia 25 tahun, ia mengkonsumsi tiga bungkus
sehari. Ia ingat betul hal ini, sebab anak pertama mereka lahir ketika Jacob
berusia 25 tahun, dan Celeste Wood memperingatkan bahwa ia tidak akan hidup
untuk melihat cucu-cucunya bila tidak berhenti merokok. Sang istri menolak
membelikan rokok saat berbelanja, maka Jacob membelinya sendiri. Rata-rata ia
membeli dua karton seminggu, dua puluh bungkus, dan biasanya ia membeli satu-dua
pak lagi sampai ia bisa membeli yang dalam karton.
Ia ingin sekali berhenti. Suatu ketika ia berhenti selama dua minggu, tapi suatu
malam ia menyelinap turun dari ranjang dan mulai lagi. Beberapa kali ia
menguranginya; sampai dua bungkus sehari, kemudian jadi satu bungkus sehari,
kemudian sebelum menya-dannya, ia sudah kembali merokok tiga bungkus. Ia sudah
pergi ke dokter dan pernah berobat pada ahli hipnotis. Ia mencoba akupunktur dan
permen nikotin. Tapi ia tak bisa berhenti. Bahkan setelah didiagnosis menderita
emfisema, dan setelah kemudian diberitahu bahwa ia menderita kanker paru-paru.
Ini tindakan paling tolol yang pernah dilakukannya, dan pada usia 51, ia sekarat
karena itu. Tolong, ia memohon di sela-sela batuknya, bila Anda merokok,
berhentilah. 108 Jerry Fernandez dan Poodle saling bertukar pandang.
Jacob berubah jadi melankolis ketika berbicara tentang hal-hal yang akan ia
nndukan Istrinya, anak-anaknya, cucunya, sahabatnya, memancing ikan di sekitar
Ship Island, dan lain-lain. Celeste mulai menangis pelan di samping Rohr, dan
tak lama kemudian Millie Dupree, anggota juri nomor 3, di samping Nicholas
Easter, menyeka matanya dengan Kleenex.
Akhirnya saksi pertama mengucapkan kata-kata ter-akhimya dan layar monitor pun
kosong. Hakim mengucapkan terima kasih kepada juri untuk hari pertama yang baik,
dan menjanjikan hal yang sama untuk besok. Ia berubah serius dan melontarkan
peringatan keras untuk tidak membicarakan kasus ini dengan siapa pun, bahkan
dengan suami atau istri. Lebih penting lagi, bila ada yang mencoba memulai
kontak dengan cara apa pun dengan anggota juri, harap segera melaporkannya. Ia
menandaskan hal ini pada mereka selama sepuluh menit, kemudian membubarkan
mereka sampai pukul sembilan besok pagi.
Fitch pernah menimbang-nimbang gagasan untuk memasuki apartemen Easter sebelum
ini, dan sekarang sudah saatnya. Mudah saja melakukannya, la mengirim Jose dan
seorang pelaksana bemama Doyle ke gedung apartemen tempat Easter tinggal.
Easter, tentu saja. pada saat itu masih terkurung dalam boks juri* menonton
kisah Jacob Wood. Ia diawasi dengan cermat oleh dua anak buah Fitch, berjagajaga bila sidang mendadak ditunda.
Jose tetap tinggal di dalam mobil, dekat telepon.
109 dan mengawasi pintu masuk depan; sementara Doyle menghilang ke dalam. Doyle
menaiki satu tingkat tangga dan menemukan Apartemen 312 di ujung koridor yang
remang-remang. Tak ada suara apa pun dari apartemen-apartemen di dekatnya. Semua
orang sedang berada di tempat kerja.
Ia mengguncang pegangan pintu yang sudah goyah, kemudian memegangnya dengan
kokoh sewaktu menyisipkan lempengan plastik sepanjang dua puluh senti ke
celahnya. Kunci itu berdetak, pegangan berputar. Pelan-pelan ia mendorong pintu
hingga terbuka selebar lima senti, dan menunggu kalau kalau ada alarm yang
berbunyi. Tidak ada apa-apa. Gedung apartemen itu sudah tua dan murah, serta
kenyataan bahwa Easter tidak punya sistem alarm sama sekali tidak mengejutkan
Doyle. Dengan segera ia sudah berada di dalam. Memakai kamera kecil dengan lampu kilat,
ia cepat-cepat memotret dapur, ruang duduk, kamar mandi, dan.kamar tidur. Ia
membuat close-up dari majalah-majalah di meja kopi murahan, buku-buku yang
tertumpuk di lantai, CD di atas stereo, dan disket software yang bertebaran di
sekitar komputer PC yang cukup bagus. Berhati-hati dengan apa yang disentuhnya,
ia menemukan kemeja golf pullover abu-abu berpinggiran merah tergantung dalam
lemari, dan memotretnya. Ia membuka lemari es dan memotret isinya, lalu lemari
makan dan bagian bawah bak cuci.
Apartemen itu kecil dan perabotnya murah, tapi ada usaha untuk menjaga
kebersihannya. AC-nya kalau tidak dimatikan tentu rusak. Doyle memotret
termostat-nya. Tidak sampai sepuluh menit ia berada di dalam
110 apartemen itu, cukup lama untuk menghabiskan dua rol film dan memastikan Easter
memang tinggal seorang diri. Jelas tidak ada jejak orang lain, terutama wanita.
Dengan hati-hati ia mengunci pintu dan tanpa suara meninggalkan apartemen
tersebut. Sepuluh menit kemudian, ia sudaM berada dalam kantor Fitch.
Nicholas meninggalkan gedung pengadilan dengan berjalan kaki, dan kebetulan
berhenti di O'Reilly's Deli di Vieux Marche, membeli sekilo kalkun asap dan
sekotak salad pasta. Tanpa tergesa-gesa ia berjalan pulang, menikmati sinar
matahari setelah seharian berada di dalam ruangan. Ia membeli sebotol air
mineral dingin di toko makanan di sudut dan me-minumnya sambil berjalan. Ia
mengamati beberapa bocah kulit hitam bermain bola basket dengan sera di halaman
parkir gereja. Ia menyelinap ke sebuah taman kecil, dan sejenak hampir berhasil
lolos dari orang yang mengikutinya. Namun ia keluar di sisi seberang, masih
meneguk air, dan kini yakin dirinya dikuntit. Salah satu suruhan Fitch, Pang,
laki-laki Asia berperawakan kecil dengan topi bisbol, hampir saja panik di taman
tadi. Nicholas melihatnya dari balik sederet tanaman boxwood.
Di pintu apartemennya, ia mengeluarkan keypad kecil dan memasukkan kode empat
digit Lampu merah kecil itu berubah jadi hijau, dan ia membuka pintu
Kamera pengamat itu tersembunyi di lubang angin, tepat di atas lemari es, dan
dari tempat bertenggernya bisa memantau dapur, ruang tengah, serta pintu kamar
tidur. Nicholas langsung menghampiri komputernya, memastikan bahwa, pertama, tak
ada seorang pun 111 yang mencoba menyalakan komputer itu, dan, kedua, telah terjadi
UAEA unauthorized entry/apartment pada pukul 16.52.? ?Ia menarik napas dalam-dalam, melihat sekeliling, dan memutuskan untuk memeriksa
tempat itu. Ia menduga takkan menemukan bukti orang masuk. Tidak tampak ada
perubahan pada pintunya, pegangannya kendur dan mudah dibuka. Dapur dan ruang
duduknya tepat seperti ketika ia meninggalkannya. Asetnya satu-satunya stereo
?dan CD, TV, komputer kelihatan tidak tersentuh. Di dalam kamar tidur, ia juga
?tidak menemukan bukti pembongkaran atau kejahatan. Kembali ke komputer itu, ia
menahan napas dan menunggu pertunjukan. Ia memeriksa serangkaian file, menemukan
program yang tepat, lalu menghentikan video pengawas. Ia menekan dua tombol
untuk memutarnya kembali, lalu memeriksa rekaman pukul 16.52. Hopla! Dalam
gambar hitam-putih pada layar monitor enam belas inci, tampak pintu apartemen
itu membuka, dan kamera langsung tertuju ke sana. Pintu terbuka sedikit,
sementara tamunya menunggu alarm berbunyi. Tidak ada alarm, kemudian pintu
terbuka dan seorang laki-laki masuk. Nicholas menghentikan video dan menatap
wajah yang ada di monitornya Ia belum pemah melihat orang ini.
Video berputar terus ketika laki-laki itu cepat-cepat mengeluarkan kamera dari
saku dan mulai men-jepretkannya kian-kemuri. Ia memeriksa sekeliling apartemen,


Juri Pilihan The Runaway Jury Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sesaat menghilang di dalam kamar tidur, meneruskan pemotretan. Sesaat ia
mengamati komputer, tapi tidak menyentuhnya. Nicholas tersenyum menyaksikan ini.
Komputemya tak mungkin dinyalakan
112 orang lain. Maling ini tidak bisa menemukan tombol power-nya.
Ia berada dalam apartemen itu selama sembilan menit tiga belas detik, dan
Nicholas hanya bisa menebak-nebak mengapa hari ini ia datang. Terkaan terbaiknya
adalah bahwa Fitch tahu apartemennya akan kosong hingga sidang ditunda.
Kunjungan itu tidak menakutkan, karena sudah diduganya. Nicholas kembali
menonton video itu, tertawa sendiri, kemudian menyimpannya untuk pemakaian di
masa mendatang. 113 Tujuh Fitch sedang duduk di bagian belakang mobil van pengintai itu pada pukul delapan
esok pagi-nya, ketika Nicholas Easter berjalan di bawah sinar matahari dan
melihat sekeliling halaman parkir. Pada pintu van itu ada logo tukang leding dan
nomor telepon palsu yang ditulis dengan cat hijau. "Itu dia," Doyle mengumumkan
dan mereka semua melompat. Fitch meraih teleskop, memfokuskannya dengan cepat
dari lubang pengintai, dan berkata, "Keparat."
"Ada apa?" tanya Pang, teknisi Korea yang menguntit Nicholas kemarin.
Fitch mencondongkan badan ke dekat jendela bun-dar, mulutnya terbuka, bibir
atasnya mencuat ke atas. "Gila. Pullover abu-abu, khaki, kaus kaki putih, sepatu
kulit cokelat." "Kemeja yang sama seperti dalam foto?" tanya Doyle. "Ya."
Pang menekan tombol pada radio portabel dan memberitahu pengawas lain dua blok
dari sana. Easter berjalan kaki. mungkin ke arah gedung pengadilan.
Ia membeli secangkir besar kopi kental dan sural
114 kabar di toko sudut yang sama, dan duduk di taman yang sama selama dua puluh
menit sambil memeriksa surat kabar. Ia memakai kacamata hitam dan memperhatikan
orang-orang yang berjalan di sekitarnya.
Fitch langsung pergi ke kantornya, tak jauh dari gedung pengadilan, berkumpul
bersama Doyle, Pang, dan seorang mantan agen FBI bernama Swanson. "Kita harus
menemukan perempuan itu," kata Fitch berulang-ulang. Maka disusun rencana untuk
menempatkan satu orang di deretan belakang ruang sidang, satu di luar dekat
puncak anak tangga, satu dekat mesin softdrink di lantai pertama, dan satu di
luar dengan radio. Mereka akan bertukar pos bersama setiap reses. Deskripsi
tentang wanita itu dibagikan. Fitch memutuskan untuk duduk tepat di tempat
kemarin, dan melakukan gerakan yang sama.
Swanson, sebagai pakar pengintaian, tidak yakin dengan segala kerepotan itu.
'Tidak akan berhasil," katanya.
"Kenapa tidak?" tanya Fitch.
"Sebab dia akan mencarimu. Dia punya sesuatu yang hendak dikatakan, jadi dia
akan mengambil langkah berikutnya."
"Mungkin. Tapi aku ingin tahu siapa dia."
"Tenanglah. Dia akan mencarimu."
Fitch berdebat dengannya hingga hampir pukul sembilan, kemudian berjalan cepat
kembali ke gedung pengadilan. Doyle bicara dengan si deputi, dan mem-bujuknya
untuk menunjuk wanita itu bila kebetulan muncul lagi.
Nicholas memilih Rikki Coleman untuk diajak ber 115 cakap-cakap sambil menikmati kopi dan croissant pada pagi hari Jumat. Rikki
berumur tiga puluh tahun dan mams, sudah menikah dengan dua anak yang masih
kecil, dan bekerja sebagai administrator arsip di rumah sakit swasta di
Gulfport. Ia seorang yang fanatik dalam hal kesehatan, menghindari kafein,
alkohol, dan, sudah tentu, nikotin. Rambutnya yang pirang seperti rami dipangkas
pendek model anak laki-laki, dan mata bimnya yang indah tampak lebih mams di
balik kacamata buatan desainer. Ia sedang duduk di sudut, minum sari jeruk dan
membaca USA Today, ketika Nicholas menghampirinya dan berkata, "Selamat pagi.
Kurasa kemarin kita belum resmi berkenalan."
Ia tersenyum dan mengulurkan tangan. "Rikki Coleman."
"Nicholas Easter. Senang berkenalan denganmu."
'Terima kasih untuk makan siang kemarin," katanya sambil tertawa cepat.
"Kembali. Boleh aku duduk?" tanya Nicholas sambil mengangguk ke kursi lipat di
samping Rikki. "Tentu." Ia meletakkan koran itu di pangkuannya.
Dua belas anggota juri itu sudah berkumpul, dan kebanyakan bercakap-cakap dalam
kelompok-kelompok kecil.' Herman Grimes duduk seorang diri di belakang meja, di
kursi ujung favoritnya, memegangi cangkir kopi dengan dua belah tangan, dan tak
disangsikan lagi sedang mendengarkan kata-kata sinis mengenai sidang itu. Lonnie
Shaver juga duduk seorang diri di meja, matanya meneliti printout komputer dari
super-marketnya. Jerry Fernandez sudah pergi ke gang untuk merokok bersama si
Poodle. 116 "Jadi, bagaimana rasanya bertugas sebagai juri?" Nicholas bertanya.
'Terlaiu dilebih-lebihkan."
"Apakah ada yang mencoba menyuapmu tadi malam?"
'Tidak. Kau?" 'Tidak. Sayang sekali, sebab Hakim Harkin akan sangat kecewa bila tidak ada
seorang pun yang mencoba menyuap kita."
"Mengapa dia terus menekankan tentang kontak tanpa izin ini?"
Nicholas mencondongkan tubuh ke depan, namun tidak terlaiu dekat. Rikki juga
mencondongkan badan dan melontarkan pandangan waswas pada sang ketua, seolaholah ia bisa melihat mereka. Mereka menikmati kedekatan dan percakapan pribadi
ini, layaknya dua orang yang menarik secara fisik kadang kala saling tertarik.
Hanya sedikit main mata yang tidak berbahaya. "Itu sudah pernah terjadi.
Beberapa kali," kata Nicholas, nyaris berbisik. Suara tawa meledak di samping
poci kopi ketika Mrs. Gladys Card dan Mrs. Stella Hullic menemukan sesuatu yang
lucu di koran lokal. "Apa yang pernah terjadi?" tanya Rikki.
"Dewan juri yang tercemar suap dalam perkara tembakau. Bahkan hal itu hampir
selalu terjadi, biasa nya dilakukan oleh pihak tergugat."
"Aku tidak mengerti," katanya, percaya sepenuhnya dan menginginkan informasi
lebih banyak lagi dari laki-laki yang pemah mengecap dua tahun kuliah hukum ini.
"Pernah ada bebenipa kasus gugatan semacam ini
117 di seluruh penjuru negeri, dan industri tembakau belum pernah dijatuhi vonis
bersalah. Mereka membayar berjuta-juta dolar untuk pembelaan, sebab mereka tidak
boleh kalah satu kali pun. Satu saja vonis kemenangan untuk penggugat, maka
tanggul akan jebol." Ia berhenti, melihat berkeliling, dan meneguk kopinya.
"Jadi, mereka memakai segala cara kotor." "Seperti?"
"Seperti menawarkan uang kepada anggota keluarga juri. Menyebarkan desas-desus
di masyarakat bahwa mendiang, siapa pun orang itu, dulu punya empat simpanan,
suka memukuli istri, mencuri dari teman-temannya, pergi ke gereja hanya pada
upacara pemakaman, dan punya anak homoseks."
Rikki mengernyitkan dahi tak percaya, maka Nicholas meneruskan, "Ini benar, dan
sudah umum di kalangan hukum. Aku yakin Hakim Harkin tahu tentang hal ini,
itulah sebabnya dia terus memberikan peringatan."
'Tidak bisakah mereka dihentikan?"
"Belum. Mereka sangat pintar, lihai, dan licik. Mereka tidak meninggalkan jejak.
Plus, mereka punya jutaan dolar." Ia berhenti ketika Rikki mengamati nya "Mereka
mengamatimu sebelum pemilihan juri."
'Tidak!" "Tentu saja ya. Itu prosedur baku dalam sidang perkara-perkara besar. Undangundang melarang mereka untuk langsung menghubungi calon anggota juri sebelum
proses pemilihan, jadi mereka mengambil segala tindakan lain. Mereka mungkin
memotret rumah, mobil, anak-anak, suami, tempat kerjamu. Mereka mungkin sudah
bicara dengan rekan kerja, atau
118 mendengarkan percakapan di kantor atau di mana saja kau makan siang. Kau tak
pernah tahu." Rikki meletakkan air jeruknya di ambang jendela. "Itu kedengarannya ilegal. atau
tidak etis, atau entah apa."
"Entah apa. Tapi mereka bebas melakukannya, sebab kau tidak tahu mereka
melakukannya." 'Tapi kau tahu?"
"Ya. Aku melihat fotografer dalam mobil di apartemenku. Dan mereka mengirim
wanita ke toko tem-patku bekerja untuk mengajak bertengkar mengenai
kebijaksanaan no-smoking di sana. Aku tahu persis apa yang mereka lakukan."
'Tapi tadi kau bilang kontak langsung dilarang."
"Ya. Tapi aku tidak mengatakan mereka bermain jujur. Sebaliknya. Mereka akan
melanggar aturan apa pun untuk menang."
"Mengapa kau tidak memberitahu Hakim?"
"Sebab itu tidak berbahaya, dan aku tahu apa yang mereka lakukan. Karena
sekarang aku jadi anggota juri, aku mengawasi setiap gerakan."
Setelah rasa ingin tahu Rikki tergugah, Nicholas merasa sebaiknya menyimpan
rahasia selanjutnya untuk kelak. Ia melihat arloji dan sekonyong-konyong
berdiri. "Sebaiknya aku ke kamar kecil dulu sebelum kita kembali ke boks juri."
Lou Dell menerobos masuk ke ruangan, mengguncang kenop pintu. "Sudah waktunya
pergi," katanya tegas, mirip pelatih tentara yang sok kuasa.
Hadirin sudah menipis hingga setengah dari jumlah kemarin. Nicholas
memperhatikan penonton, sementara anggota juri lainnya duduk dan mengatur diri
di jok 119 kursi yang sudah usang. Fitch, sudah bisa diduga, duduk di tempat yang sama,
kini dengan kepala tersembunyi sebagian di balik koran, seolah-olah ia sama
sekali tak peduli dengan juri; tak peduli dengan apa yang dikenakan Easter. Ia
akan menatap nanti. Para wartawan itu tidak terlihat, meskipun siangnya mereka
datang satu per satu. Bocah-bocah Wall Street itu kelihatan sudah sangat bosan;
semuanya masih muda, baru lulus dari college dan dikirim ke Selatan, sebab
mereka orang baru dan bos mereka punya kesibukan lain yang lebih penting. Mrs.
Herman Grimes menempati posisi sama, dan dalam hati Nicholas bertanya-tanya,
apakah ia akan berada di sana setiap hari, mendengarkan segalanya dan selalu
siap membantu suaminya menentukan nasib.
Nicholas sepenuhnya yakin akan melihat laki-laki yang telah memasuki
apartemennya, mungkin tidak hari ini, tapi suatu saat dalam sidang itu. Saat ini
laki-laki itu tidak ada di ruang sidang.
"Selamat pagi." Hakim Harkin berkata hangat kepada juri ketika semua orang sudah
diam. Senyum di mana-mana: dari Hakim, dari para panitera bahkan para ?pengacara, yang cukup lama berhenti berkerumun dan berbisik-bisik, untuk
memandang para juri dengan senyum dibuat-buat. "Saya yakin semuanya sehat-sehat
hari ini." Ia berhenti dan menunggu lima belas wajah itu mengangguk canggung.
"Bagus. Madam Clerk telah memberitahu saya bahwa semuanya siap untuk sehari
penuh." Sulit membayangkan Lou Dell dipanggil sebagai Madam apa pun.
Yang Mulia kemudian mengangkat sehelai kertas berisi daftar pertanyaan yang
kelak dibenci oleh para 120 juri. Ia berdeham dan berhenti tersenyum. "Nan, saudara-saudara anggota juri.
Saya akan mengajukan beberapa pertanyaan yang sangat penting. dan saya ingin
Anda menanggapinya bila Anda merasa perlu. Juga, saya ingin memperingatkan bahwa
bila Anda Udak memberikan tanggapan di saat diperlukan, hal itu bisa saya anggap
sebagai tindakan menghina pengadilan, bisa diganjar dengan hukuman kurungan."
Ia membiarkan peringatan seram ini terapung-apung ke seluruh penjuru ruang
sidang; menerimanya saja sudah membuat para anggota juri itu merasa bersalah.
Setelah yakin sasarannya mengena, ia mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan itu:
Apakah ada yang mencoba membicarakan sidang ini dengan Anda" Apakah Anda
menerima telepon yang tidak biasa sejak kita bubar kemarin " Apakah Anda melihat
orang tak di kenal mengawasi Anda atau anggota keluarga Anda" Apakah Anda
mendengar desas-desus atau gosip mengenai pihak-pihak yang terlibat dalam
perkara ini" Pengacara-pengacaranya" Saksi-saksinya" Apakah ada yang menghubungi
teman-teman atau anggota keluarga Anda untuk membicarakan sidang ini" Apakah ada
teman atau anggota keluarga yang mencoba membicarakan sidang ini dengan Anda
sejak bubar kemarin" Apakah Anda melihat atau menerima bahan tertulis yang
menyebutkan sesuatu yang berkaitan dengan sidang ini"
Di antara setiap pertanyaan dalam kertas itu, sang hakim berhenti, memandang
penuh harap pada masing-masing juri, kemudian seolah-olah kecewa, kembali
ke'daftarnya. Yang dirasakan ganjil oleh para anggota juri itu
121 adalah kesan berharap yang melingkupi pertanyaan-pertanyaan tersebut. Para
pengacara mendengarkan setiap patah kata, yakin bahwa tanggapan celaka itu akan
muncul dari panel juri. Para asisten, yang biasanya sibuk membalik-balik kertas
atau barang bukti atau melakukan berpuluh pekerjaan yang tak berkaitan dengan
sidang itu, same sekali diam dan memandang dengan waspada anggota juri mana yang
akan memberikan pengakuan. Wajah Hakim yang bersungut dan alisnya, yang
melengkung sesudah masing-masing pertanyaan, seolah menantang integritas masingmasing anggota juri, dan ia menerima sikap bungkam mereka sebagai kebohongan.
Ketika selesai, dengan tenang ia berkata, "Terima kasih," dan ruang sidang itu
serasa bernapas lega. Para juri merasa diserang habis. Yang Mulia Hakim meneguk
kopi dari cangkir tinggi dm tersenyum pada Wendall Rohr. "Panggil saksi Anda
berikutnya. Counselor."
Rohr berdiri, ada noda cokelat besar di tengah kemeja putihnya yang kusut,
dasinya sekumal biasanya, sepatu yang lecet makin kotor setiap hari Ia
mengangguk dan tersenyum hangat kepada juri, dan mau tak mau mereka balas
tersenyum padanya. Rohr punya konsultan juri yang bertugas mencatat segala yang dipakai para
anggota juri. Bila salah satu dan lima laki-laki itu suatu hari memakai sepatu
lars koboi, Rohr akan menyiapkan sepasang sepatu tua yang sama. Ia bahkan punya
dua satu dengan ujung runcing, satu bulat. Ia siap untuk memakai sepatu ?olahraga bila saatnya tepat. Ia sudah pernah melakukannya ketika sepatu olahraga
muncul di boks 122 juri. Hakimnya, bukan Harkin, mengajukan keluhan di ruang tertutup. Rohr
menjelaskan bahwa ia sakit kaki. dan mengeluarkan sural dari dokternya. Ia bisa
memakai celana khaki tersetrika rapi, dasi rajut, jas sport poliester, ikat
pinggang koboi, kaus kaki putih, pantofel (baik yang berkilat atau yang sudah
usang). Koleksi pakaiannya yang campur aduk itu dirancang agar berkaitan dengan
koleksi mereka yang terpaksa duduk di sana dan mendengarkannya selama enam jam
sehari. "Kami akan memanggil Dr. Milton Fricke," ia mengumumkan.
Dr. Fricke disumpah dan didudukkan, dan bailiff menyesuaikan mikrofonnya. Dengan
segera diketahui bahwa resumenya banyak sekali berbagai gelar dari banyak ?sekolah, ratusan artikel yang sudah diterbitkan, tujuh belas buku, pengalaman
mengajar selama ber-* tahun-tahun, beberapa dekade riset terhadap efek rokok. Ia
seorang laki-laki berperawakan kecil dengan wajah bulat sempurna dilengkapi
kacamata berbingkai hitam; ia kelihatan seperti jenius. Rohr menghabiskan hampir
satu jam untuk menyebutkan koleksi kredensial-nya yang mencengangkan. Ketika
Fricke. akhirnya ditawarkan sebagai saksi ahli, Durr Cable tidak ingin
mengajukan pertanyaan apa pun. "Kami menetapkan bahwa Dr. Fricke qualified dalam
bidangnya," kata Cable, nadanya seperti meremehkan.
Selama bertahun-tahun ini bidangnya telah dipersempit, sehingga kini Dr. Fricke
menghabiskan sepuluh jam sehari untuk meneliti pengaruh kebiasaan merokok pada
tubuh manusia. Ia adalah direktur Smoke Free Research Institute di Rochester,
New York. Para juri 123 segera mengetahui bahwa ia sudah dipekerjakan oleh Rohr sebelum Jacob Wood
meninggal dunia. dan ia hadir dalam autopsi terhadap Mr. Wood yang dilakukan
empat jam setelah kematiannya. Dan ia mengambil beberapa foto dari autopsi
tersebut. Rohr menegaskan adanya foto-foto itu, dan meyakinkan para juri bahwa mereka pun
kelak akan melihatnya. Akan tetapi Rohr belum siap. Ia perlu melewatkan beberapa
lama dengan pakar kimia dan farma-kologi rokok yang luar biasa ini. Fricke
terbukti profesor yang andal. Dengan hati-hati ia menjelajahi penelitian medis
dan ilmiah yang membosankan itu, menyisihkan kata-kata sukar dan memberi juri
apa yang bisa mereka pahami. Ia santai dan sangat percaya diri.
Ketika Yang Mulia mengumumkan reses makan siang, Rohr memberitahu sidang bahwa
Dr. Fricke akan memberikan kesaksian sepanjang hari itu.
?Santapan siang sudah menunggu di dalam ruang juri. Mr. O'Reilly sendiri yang
menangani penyaji-annya dengan menyampaikan permintaan maaf atas apa yang
terjadi sehari sebelumnya.
"Ini piring kertas dan garpu plastik," kata Nicholas ketika mereka duduk di
kursi masing-masing di sekeliling meja. Ia tidak duduk. Mr. O'Reilly memandang
Lou Dell, yang berkata, "Jadi?"
"Jadi, kami secara spesifik mengatakan ingin makan dengan piring keramik dan


Juri Pilihan The Runaway Jury Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

garpu asli. Bukankah kami sudah memberitahukan hal itu?" Suaranya meninggi, dan
beberapa anggota juri memalingkan wajah. Mereka hanya ingin makan.
"Apa salahnya dengan piring kertas?" Lou Dell bertanya resah, poninya bergetar.
124 "Piring kertas menyerap minyak, oke" Jadi basah dan meninggalkan noda di meja,
kau mengerti" Itulah sebabnya aku minta piring asli. Dan garpu asli." Ia
mengambil garpu plastik, mematahkannya jadi dua. dan melemparkannya ke dalam
tong sampan. "Dan yang membuatku marah, Lou Dell, saat ini Hakim, para
pengacara, klien mereka, para saksi, para asisten dan penonton, serta semua
orang lain yang terlibat dalam sidang ini sedang duduk menghadapi santap siang
lezat di restoran yang nyaman, dengan piring sungguhan, gelas sungguhan, dan
garpu sungguhan yang tidak patah jadi dua. Dan mereka memesan makanan lezat dari
buku menu tebal. Itulah yang membuatku marah. Kami, para juri, orang-orang
paling penting dalam sidang keparat ini, kami terkurung di sini seperti bocah
kelas satu SD menunggu diberi jatah kue dan limun."
"Makanannya cukup enak," Mr. O'Reilly membela diri.
"Kurasa kau berlebihan," kata Mrs. Gladys Card, seorang wanita rapi dengan
rambut putih dan suara manis.
"Kalau begitu, makanlah sandwich lembekmu dan jangan ikut campur," bentak
Nicholas, agak kasar. "Apakah kau akan jual lagak tiap hari saat makan siang?" tanya Frank Herrera,
pensiunan kolonel dari daerah Utara. Herrera berperawakan pendek gemuk dengan
tangan kecil dan banyak pendapat tentang segala hal. Dialah satu-satunya yang
benar-benar ke-cewa ketika tidak terpilih sebagai ketua.
Jerry Fernandez sudah memberinya julukan Napoleon, disingkat Nap atau Kolonel
Terbelakang sebagai alternatif.
125 "Kemarin tidak ada keluhan," Nicholas balas membentak.
"Ayo kita makan. Aku kelaparan," kata Herrera, membuka bungkusan sandwich.
Beberapa lainnya berbuat sama.
Aroma ayam panggang dan kentang goreng membubung dari meja. Sewaktu Mr O'Reilly
selesai membuka tempat salad pasta, ia berkata, "Dengan senang hati akan saya
bawakan piring dan garpu Senin nanti. Tidak ada masalah."
Nicholas berkata pelan, 'Terima kasih," dan duduk.
Kesepakatan itu dibuat dengan mudah. Detail-detailnya diselesaikan di antara dua
sahabat lama sambil bersantap siang selama tiga jam di "21" Club di Fifty-second
Street. Luther Vandemeer, CEO dari Trellco, dan mantan anak didiknya, Larry
Zell, kini CEO dari Listing Foods, telah membahas pokok-pokoknya di telepon,
tetapi perlu bertemu langsung sambil makan dan minum anggur, sehingga tidak ada
yang bisa mendengar mereka. Vandemeer memberikan latar belakang ancaman senus
terakhir yang terjadi di Biloxi, dan tidak menyembunyikan kekhawatirannya.
Benar, Trellco tidak disebut sebagai tergugat, namun seluruh industri itu sedang
dalam bahaya dan the Big Four berdiri teguh. Zell tahu hal ini. Ia pernah
bekerja di Trellco selama tujuh belas tahun, dan sudah sejak lama belajar
membenci pengacara. Ada sebuah jaringan toko bernama Hadley Brothers di Pensacola, yang kebetulan
memiliki beberapa toko di sepanjang pantai Mississippi. Salah satu toko itu ada
di Biloxi, dan manajernya adalah seorang laki 126 laki muda kulit hitam bernama Lonnie Shaver. Lonnie Shaver kebetulan menjadi
anggota juri di sana. Vandemeer ingin agar SuperHouse, jaringan toko lain yang
lebih besar di Georgia dan Carolina, membeli Hadley Brothers, berapa pun
harganya. SuperHouse adalah satu dari sekitar dua puluh divisi Listing Foods.
Transaksi kecil anak buah Vandemeer sudah menghitungnya Listing hanya butuh ? ?enam juta dolar. Hadley Brothers dimiliki oleh swasta perorangan, jadi transaksi
ini tidak akan menarik perhatian. Tahun lalu Listing Foods meraih penjualan
kotor sebesar dua miliar dolar, jadi enam juta dolar bukanlah urusan besar.
Perusahaan itu punya 80 juta dolar yang tunai dan hanya sedikit utang. Dan untuk
mempermanis kesepakatan itu, Vandemeer berjanji bahwa dalam dua tahun Trellco
akan membeli Hadley Brothers secara diam-diam bila Zell berniat melepasnya.
Transaksi ini bisa dipastikan akan lancar. Listing dan Trellco sepenuhnya
independen, tidak berkaitan. Listing sudah memiliki bisnis jaringan toko bahan
pangan. Trellco tidak terkait langsung dengan gugatan perkara di sana. Ini
adalah perjanjian sederhana antara dua sahabat lama.
Kelak, tentu saja, perlu ada perombakan pegawai dalam Hadley Brothers, salah
satu penyesuaian biasa yang selalu ada dalam pembelian perusahaan atau merger
atau apa pun namanya. Vandemeer perlu menyampaikan beberapa instruksi untuk
dikirimkan Zell ke bawahannya, hingga tekanan yang tepat bisa ditimpakan pada
Lonnie Shaver. Dan hal itu harus cepat-cepat dikerjakan. Sidang ini dijadwalkan akan
berlangsung selama empat 127 minggu. Minggu pertama akan berakhir beberapa jam lagi.
Sesudah tidur siang singkat di kantornya di pusat kota Manhattan, Luther
Vandemeer menelepon sebuah nomor di Biloxi dan meninggalkan pesan agar Rankin
Fitch meneleponnya di rumah keluarga Hampton di akhir pekan.
Kantor Fitch terletak di belakang toko kosong, toko murahan yang sudah lama
tutup. Sewanya murah, tempat parkir luas, tempat itu tidak mencolok, dan gedung
pengadilan bisa dicapai dalam beberapa menit berjalan kaki. Di sana ada lima
ruangan luas, semuanya dibangun dengan tergesa-gesa, dinding plywood-nya tidak
bercat; serbuk gergaji masih bertebaran di lantai. Perabotannya adalah barang
sewaan, murah, dan terutama terdiri atas meja lipat serta kursi plastik.
Penerangannya banyak memakai lampu neon. Pintu-pintu depannya tertutup rapat.
Dua laki-laki bersenjata terus-menerus menjaga tempat itu.
Meski sewanya sangat murah, peralatan di tempat itu luar biasa mahal. Komputer
dan monitor ada di mana-mana. Kabel-kabel faks, mesin fotokopi, dan telepon
simpang siur di lantai, tanpa pola yang jelas. Fitch punya teknologi terbaru,
dan orang-orang untuk mengoperasikannya.
Dinding salah satu ruangan ditutupi foto-foto besar kelima belas anggota juri.
Printout komputer ditempelkan pada dinding lain. Satu denah tempat duduk
berukuran besar tergantung pada dinding lain lagi, dan seorang pegawai sedang
menambahkan data pada blok di bawah nama Gladys Card.
128 Ruangan di belakang adalah yang paling sempit, dan tidak bisa dimasuki oleh
pegawai biasa, meskipun mereka semua tahu apa yang terjudi di dalamnya. Pintunya
terkunci secara otomatis dari dalam, dan Fitch memiliki kunci satu-satunya.
Ruang itu adalah ruang pengamatan, tanpa jendela, sebuah layar besar di dinding,
dan setengah lusin kursi yang nyaman. Jumat sore. Fitch dan dua orang pakar juri
duduk dalam kegelapan dan menatap layar itu. Pakar-pakar itu tidak suka berbasabasi dengan Fitch, dan Fitch pun tidak berniat bercakap-cakap dengan mereka.
Diam. Kamera yang digunakan adalah Yumara XLT-2, unit kecil yang bisa dipasang hampir
di mana saja. Lensanya berdiameter setengah inci, dan kamera itu sendiri
bobotnya kurang dari dua kilo. Perangkat itu dipasang rapi oleh salah satu anak
buah Fitch, dan kini ditempatkan dalam tas kulit cokelat yang lusuh di lantai
ruang sidang di bawah meja pembela, dan . "ecara diam-diam dijaga oleh Oliver ?McAdoo, pengacara dari Washington dan satu-satunya orang asing yang dipilih
Fitch untuk duduk bersama Cable dan lainnya. Tugas McAdoo adalah memikirkan
strategi, tersenyum kepada para juri, dan menyediakan dokumen-dokumen untuk
Cable. Tugasnya yang sebenarnya. hanya diketahui oleh Fitch dan beberapa orang
lain, adalah berjalan ke ruang sidang setiap hari, membawa segala alat tempur,
termasuk dua koper cokelat besar yang persis sama, salah satunya berisi kamera
tersebut, dan duduk di meja pembela. Setiap pagi ia adalah pengacara pertama
dari pihak tergugat yang datang di ruang sidang. Ia meletakkan
129 tas itu tegak lurus, membidikkannya ke boks juri, kemudian cepat-cepat
menghubungi Fitch dengan telepon seluler untuk menyesuaikan peralatan.
Dalam sidang itu ada sekitar dua puluh tas kerja berserakan di dalam ruang
sidang, kebanyakan berkumpul di atas atau di bawah meja para pengacara, tapi
beberapa ditumpuk jadi satu dekat tempat duduk panitera, beberapa di bawah kursi
tempat pengacara-pengacara dengan kedudukan lebih rendah bekerja, beberapa
bahkan disandarkan pada jerjak pembatas, seperti ditinggalkan tak terurus.
Meskipun ukuran dan warnanya beragam, sepintas kumpulan tas itu kelihatan hampir
sama, termasuk milik McAdoo. Yang satu sekali-sekali ia buka untuk mengambil
kertas-kertas, tapi tas berisi kamera itu terkunci begitu rapat, sehingga perlu
peledak untuk membukanya. Strategi Fitch sederhana saja; seandainya, karena
suatu alasan, kamera itu sampai menarik perhatian, maka dalam kekacauan yang
timbul McAddo akan menukar tas-tas itu dan berharap ia tidak ketahuan.
Kemungkinan tepergok sangatlah kecil. Kamera itu tidak menimbulkan bunyi dan
mengirimkan sinyal-sinyal yang tidak dapat didengar manusia. Tas itu diletakkan
dekat beberapa tas lain, dan sekali-sekali terdesak atau bahkan tertendang, tapi
penyesuaian kembali bisa dilakukan dengan mudah. McAdoo hanya perlu mencari
tempat sepi dan menelepon Fitch. Mereka telah menyempurnakan sistem ini dalam
sidang Cimmino tahun lalu di AI lento wn.
Teknologinya mencengangkan. Lensa mungil itu bisa menangkap keseluruhan boks
juri dan mengirimkan kelima belas wajah di situ dalam gambar ber 130 warna ke ruang tempat dua orang konsultan juri di kantor Fitch duduk sepanjang
hari dan mengamati setiap gerakan kecil atau juri yang menguap.
Tergantung pada apa yang terjadi di boks juri, Fitch kemudian akan bercakapcakap dengan Dun-Cable, memberitahunya bahwa orang-orang mereka di ruang sidang
sudah menangkap ini dan itu. Baik Cable maupun pengacara lokal itu takkan pernah
tahu tentang kamera tersebut.
Jumat siang, kamera itu merekam tanggapan yang dramatis. Sayangnya, fokusnya
terpaku diam pada boks juri. Orang-orang Jepang itu masih harus merancang kamera
yang bisa melacak dari dalam tas terkunci dan mengarahkan fokus pada kejadian
menarik lainnya. Jadi, kamera itu tidak bisa melihat foto-foto pembesaran paruparu Jacob Wood yang hitam dan layu, tapi sudah pasti para juri melihatnya.
Sementara Rohr dan Dr. Fricke menguraikan sesuai skenario mereka, para juri,
tanpa kecuali, terpana ngeri melihat luka-luka menyeramkan yang timbul perlahanlahan selama 35 tahun dalam tubuh Jacob Wood.
Waktu yang dipilih Rohr benar-benar sempurna. Dua foto itu diletakkan di atas
tripod besar di depan tempat saksi, dan ketika Dr. Fricke menyelesaikan
kesaksiannya pada pukul lima seperempat, tibalah saatnya untuk bubar dan
istirahat akhir pekan. Gambaran terakhir dalam pikiran para juri, yang akan
terpatri selama dua hari mendatang dan bakal terbukti tak tergoyahkan, adalah
gambar paru-paru yang hangus seperti arang, diambil dari jenazah Jacob Wood dan
diperagakan di sehelai kain putih.
131 Delapan Easter meninggalkan jejak yang mudah diikuti sepanjang akhir pekan. Hari Jumat
ia meninggalkan ruang sidang, dan berjalan lagi ke O'Reilly's Deli, bercakapcakap tenang dengan Mr. O'Reilly. Mereka terlihat sedang tersenyum. Easter
membeli sekantong penuh makanan dan minuman dalam cangkir tinggi. Kemudian ia
langsung pulang ke apartemennya dan tidak pergi-pergi lagi. Pukul delapan pagi
hari Sabtu, ia mengendarai mobilnya ke mail, tempat ia bekerja menjual komputer
dan segala peralatan dalam shift dua belas jam. Ia makan taco dan kacang goreng
di kedai, bersama seorang remaja bernama Kevin, rekan sekerjanya. Tidak terlihat
ada komunikasi dengan perempuan yang mirip dengan yang sedang mereka can. Ia
kembali ke apartemennya sesudah bekerja, dan tidak pergi ke mana-mana.
Hari Minggu membawa kejutan menyenangkan. Pada pukul delapan pagi, ia
meninggalkan apartemen dan pergi ke pelabuhan kapal-kapal kecil Biloxi, menemui
Jerry Fernandez. Mereka terakhir kali dilihat meninggalkan dermaga dengan perahu
pemancing ukuran sembilan meter bersama dua orang lain, yang
132 menurut dugaan adalah teman-teman Jerry. Mereka kembali delapan setengah jam
kemudian dengan wajah merah, satu kotak pendingin berisi beragam spesies ikan
air laut, dan kapal yang penuh dengan kaleng bir kosong.
Memancing adalah hobi pertama Nicholas Easter ang terungkap, dan Jerry adalah
teman pertama yang bisa mereka temukan.
Tidak ada tanda-tanda dari perempuan itu, dan Fitch memang tidak berharap akan
menemukannya. Wanita itu terbukti cukup sabar; ini saja sudah menjengkelkan.
Isyarat kecil pertama darinya itu sudah bisa dipastikan akan disusul dengan yang
kedua dan ketiga. Saat-saat menunggu itu jadi seperti siksaan.
Akan tetapi, Swanson, mantan agen FBI itu, yakin wanita itu akan kembali
memperlihatkan diri minggu ini. Rencana jahatnya, apa pun bentuknya,
diperkirakan membutuhkan kontak lebih lanjut.
Wanita itu muncul lagi pada pagi hari Senin, setengah jam sebelum sidang
dimulai. Para pengacara sudah tiba, menyusun rencana dalam kelompok-ke-lompok
kecil di sekitar ruang sidang. Hakim Harkin ada di ruang kerjanya, sedang
mengurus masalah darurat dalam suatu kasus kriminal. Para juri berkumpul dalam
ruang juri. Fitch ada di kantornya di ujung jalan, dalam lubang perlindungan
tempat memberikan komando. Seorang asisten, laki-laki muda bernama Konrad, yang
sangat ahli dengan telepon, penyadap, kaset, dan alat-alat pengawas berteknologi
tinggi, masuk dari pintu yang terbuka dan berkata, "Ada telepon yang mungkin
ingin Anda terima." 133 Fitch, seperti biasa, menatap Konrad dan langsung menganalisis situasi. Semua
telepon untuknya, bahkan dari sekretarisnya yang terpercaya di Washington, harus
melalui front desk lebih dulu dan baru disampaikan kepadanya melalui sistem
interkom yang terpasang dalam telepon itu. Selalu demikianlah caranya.
"Kenapa?" ia bertanya dengan sangat curiga. "Dia mengatakan punya pesan lain
untuk Anda." "Namanya?"
"Dia tidak mau mengatakannya. Dia tidak banyak bicara, tapi bersikeras bahwa ini
penting." Fitch kembali terdiam cukup lama, memandangi lampu yang berkedip-kedip pada
salah satu telepon itu. "Tahu bagaimana dia mendapatkan nomor ini?"
'Tidak." "Apakah kau melacaknya?"
"Ya. Beri saya satu menit. Usakakan agar dia tetap bicara."
Fitch menekan tombol dan mengangkat gagang telepon itu. "Yeah," katanya semanis
mungkin. "Apakah ini Mr. Fitch?" perempuan itu bertanya, cukup ramah.
"Benar. Dan siapakah ini?"
"Marlee." Dia menyebutkan nama! la diam sedetik. Setiap telepon secara otomatis direkam,
jadi ia bisa menga-nalisisnya nanti. "Selamat pagi, Marlee. Apakah Anda punya
nama keluarga?" "Yeah. Juri nomor 12, Fernandez, dua belas menit lagi akan memasuki ruang sidang
sambil membawa majalah Sports Illustrated, terbitan tanggal 12 Oktober
134 dengan gambar Dan Marino di sampulnya."
"Begitu," katanya, seolah-olah membuat catatan. "Ada yang lainnya?"
'Tidak. Tidak sekarang."'
"Kapankau akan menelepon lagi?"
"Entahhih." "Bagaimana kau mendapatkan nomor ini?"
"Gampang. Ingat, nomor 12, Fernandez." Terdengar bunyi klik, dan suaranya pun
lenyap. Fitch menekan nomor lain, kemudian sebuah kode yang terdiri atas dua
belas angka. Seluruh percakapan itu diulang kembali pada speaker di atas
telepon. Konrad menerobos masuk dengan sehelai printout. "Deri telepon umum di sebuah
toko, di Gulfport." "Kejutan hebat," kata Fitch sambil meraih jas dan meluruskan dasi. "Kurasa aku
akan pergi ke pengadilan."
Nicholas menunggu sampai sebagian besar rekannya duduk atau berdiri di dekatnya,
dan suara percakapan mereka mereda. Lalu ia berkata keras, "Nan, apakah
sepanjang akhir pekan ini ada yang disuap atau dibuntuti?" Beberapa orang
tersenyum dan tertawa sedikit, tapi tidak ada yang mengaku.
"Suaraku memang tidak untuk diperjual-belikan, tapi sudah pasti bisa disewakan,"
kata Jerry Fernandez, mengulangi lelucon yang didengarnya dan Nicholas di kapal
pancing kemarin. Lelucon ini menggelikan bagi semua orang, kecuali Herman
Grimes. "Kenapa dia terus menguliahi kita seperti itu?" tanya Millie Dupree, jelas
senang bahwa seseorang 135 telah mengendurkan suasana kaku dan membangkitkan semangat untuk mulai bergosip.
Yang lain bergeser lebih dekat dan mencondongkan badan untuk mendengarkan
pendapat si mantan mahasiswa hukum mengenai persoalan ini. Rikki Coleman tetap
duduk di sudut, membaca surat kabar. Ia sudah mendengar pembicaraan itu.
"Kasus-kasus seperti ini sudah pernah disidangkan," Nicholas menerangkan dengan
enggan. "Dan ada yang main gila dengan jurinya."


Juri Pilihan The Runaway Jury Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kurasa tidak seharusnya kita membicarakan persoalan ini," kata Herman.
"Mengapa tidak" Tidak ada bahaya apa pun. Kita tidak membicarakan bukti atau
kesaksian," kata Nicholas tegas. Herman tak yakin.
"Hakim mengatakan jangan bicara tentang sidang ini," protesnya, menunggu
seseorang memberikan dukungan. Namun tidak ada sukarelawan. Nicholas memegang
kendali, dan berkata, 'Tenanglah, Herman. Ini bukan mengenai bukti atau hal-hal
yang akan kita putuskan kelak. Ini tentang..." Ia bimbang sebentar, agar
omongannya lebih mengesankan, lalu meneruskan, "Ini tentang penyuapan juri."
Lonnie Shaver menurunkan printout inventaris toko makanannya dan bergeser lebih
dekat ke meja. Rikki sekarang mendengarkan. Jerry Fernandez sudah mendengar
semuanya di perahu kemarin, tapi cerita ini masih tetap sangat menarik.
"Kurang-lebih tujuh tahun yang lalu, pernah ada sidang perkara tembakau yang
amal mirip dengan ini di Quitman County, Mississippi, di daerah Delta. Beberapa
dari kalian mungkin masih ingat. Perkara
136 itu menyangkut perusahaan rokok lain, tapi beberapa pemain dari kedua belah
pihak tetap sama. Dan ada beberapa perilaku yang cukup memalukan, baik sebelum
dewan juri dipilih maupun sesudah sidang itu dimulai. Hakim Harkin tentu sudah
mendengar semua kisah ini, dan dia mengawasi kita dengan sangat ketat. Banyak
orang yang mengawasi kita."
Sesaat Millie memandang sekeliling meja. "Siapa?" ia bertanya.
"Kedua belah pihak." Nicholas memutuskan untuk bermain adil, sebab dalam sidangsidang terdahulu, kedua belah pihak memang bersalah melakukan tindakan-tindakan
yang tidak pantas. "Kedua pihak membayar orang-orang yang dinamakan konsultan
juri, dan mereka datang ke sini dari seluruh penjuru negeri untuk membantu
memilih dewan juri yang sempurna. Juri yang sempurna, sudah tentu, bukanlah yang
adil, melainkan yang akan memberikan keputusan sesuai dengan yang mereka
inginkan. Mereka meneliti kita sebelum kita dipilih. Mereka..."
"Bagaimana cara mereka melakukannya?" Mrs. Gladys Card menyela.
"Well, mereka memotret rumah dan apartemen kita, mobil kita, lingkungan tempat
tinggal kita, kantor kita, anak-anak kita serta sepeda mereka, bahkan kita
sendiri. Semua ini legal dan sesuai dengan etika, tapi mereka sudah hampir
melewati batas. Mereka memeriksa ^catatan pemerintah, dokumen-dokumen seperti
berkas pengadilan dan surat pajak kita, dalam upaya untuk mengenai diri kita.
Mereka bahkan mungkin berbicara dengan sahabat-sahabat, rekan-rekan kerja, dan
tetangga-tetangga kita. 137 Hal ini terjadi dalam setiap persidangan besar belakangan ini."
Sebelas orang itu mendengarkan dan menatap, beringsut lebih dekat dan mencoba
mengingat apakah mereka pernah melihat orang-orang tak dikenal yang mengintai di
sudut-sudut dengan kamera mereka. Nicholas minum kopinya seteguk, lalu
meneruskan, "Sesudah dewan juri terpilih, mereka berganti siasat sedikit. Panel
itu sudah dipersempit dari dua ratus, menjadi lima belas, dengan demikian kita
jadi jauh lebih mudah diawasi. Sepanjang sidang, masing-masing pihak akan
memasang satu kelompok konsultan juri di ruang sidang, mengawasi kita dan
berusaha membaca reaksi kita. Mereka biasanya duduk pada dua deret pertama,
meskipun mereka juga sering berpindah-pindah "
"Kau tahu siapa mereka?" Millie bertanya dengan perasaan tak percaya.
"Aku tidak tahu nama-namanya, tapi mereka cukup mudah dikenali. Mereka memakai
pakaian bagus, dan terus-menerus menatap kita."
"Tadinya kukira orang-orang itu wartawan," kata Kolonel Purnawirawan Frank
Herrera, tak bisa mengabaikan percakapan itu.
"Aku tidak melihatnya," Herman Grimes berkata, dan semua orang tersenyum, bahkan
si Poodle. "Coba perhatikan mereka hari ini," kata Nicholas. "Biasanya mereka mulai di
belakang pengacara masing-masing pihak, Sebenarnya aku punya gagasan bagus. Ada
seorang wanita yang aku yakin adalah konsultan juri di pihak tergugat. Umurnya
sekitar empat puluh, berperawakan besar dan berambut pen 138 dek tebal. Sampai sejauh ini, setiap pagi dia duduk di deretan depan di belakang
Durwood Cable. Saat keluar pagi ini, mari kita menatapnya. Kita semua, dua belas
orang, memandang tajam-tajam padanya agar dia gentar."
"Aku juga?" tanya Herman.
"Ya, Herm, kau juga. Berpalinglah ke arah pukul sepuluh, dan menatapnya bersama
kami." "Mengapa kita main-main seperti ini?" tanya Sylvia "Poodle" Taylor-Tatum.
"Mengapa tidak" Apa lagi yang harus kita kerjakan selama delapan jam mendatang?"
"Aku suka," kata Jerry Fernandez. "Mungkinkah ini akan membuat mereka berhenti
menatap kita?" "Berapa lama kita akan melakukannya?"
"Mari kita lakukan saat Hakim Harkin membacakan pertanyaan-pertanyaan pagi ini.
Hal itu akan makan waktu sepuluh menit." Mereka kurang-lebih setuju dengan
rencana Nicholas. Lou Dell datang menjemput tepat pukul sembilan, dan mereka meninggalkan ruang
juri. Nicholas memegang dua majalah salah satunya adalah Sports Illustrated ?terbitan 12 Oktober. Ia berjalan di samping Jerry Fernandez hingga mereka sampai
di pintu ke ruang sfdang, dan sewaktu mereka masuk satu per satu, ia menoleh
wajar kepada teman barunya dan berkata, "Mau sesuatu untuk dibaca?"
Majalah itu sedikit menekan perut Jerry, maka dengan sama wajarnya Jerry
menerimanya dan berkata, "Baiklah, terima kasih." Mereka berjalan memasuki pintu
ruang sidang. Fitch tahu bahwa Fernandez, juri nomor 12, akan
139 membawa majalah tersebut, tapi melihatnya langsung tetap membuatnya tersentak.
Diawasinya Fernandez berjalan di deretan belakang dan duduk. Fitch sudah melihat
sampul majalah itu di kios koran yang terpisah empat blok dari gedung
pengadilan, dan ia tahu bahwa itu adalah gambar Marino berkaus biru. lengannya
tertekuk, siap melemparkan bola.
Perasaan terkejut itu dengan cepat berubah jadi perasaan bergairah. Gadis bemama
Marlee itu bekerja di luar, sementara seseorang dalam dewan juri menggarap
bagian dalam. Mungkin ada dua atau tiga atau empat orang anggota dewan juri yang
berkomplot dengannya. Tidak jadi soal bagi Fitch. Makin banyak makin baik.
Orang-orang ini menggelar meja permainan. dan Fitch siap bermain.
Konsultan juri itu bernama Ginger, dan ia bekerja untuk firma Carl Nussman di
Chicago. Sudah puluhan sidang ia ikuti. Biasanya ia menghabiskan setengah hari
di ruang sidang, berpindah tempat saat reses, menanggalkan jas, melepaskan
kacamatanya Ia seorang profesional kawakan dalam meneliti para juri, dan ia
sudah melihat semuanya. Ia duduk di deretan depan. di belakang para pembela;
seorang kolega duduk beberapa meter darinya sambil membaca koran ketika para
anggota juri duduk "
Ginger memandang pada dewan juri dan menunggu Yang Mulia memberi salam pada
mereka. Sebagian besar juri mengangguk pada Hakim, kemudian semuanya, termasuk
juri yang tunanetra, berpaling dan menatap langsung padanya. Satu-dua orang menyunggingkan senyum, tapi kebanyakan tampak cemas
140 Ia memalingkan wajah. Hakim Harkin terus membaca naskahnya satu pertanyaan yang tak menyenangkan, di ?ikuti yang berikutnya tapi dengan cepat ia melihat bahwa perhatian dewan
?jurinya tertuju pada salah satu penonton.
Mereka terus menatap, bersama-sama.
Nicholas menahan diri agar tidak melolong. Keberuntungannya sungguh luar biasa.
Ada sekitar dua puluh orang duduk di sebelah kiri ruang sidang, di belakang
pembela, dan di belakang Ginger duduklah sosok seram Rankin Fitch. Dari boks
juri, Fitch duduk pada garis pandang yang sama dengan Ginger, dan dari jarak
lima belas meter sulit mengatakan dengan tepat siapa yang sedang ditatap oleh
para juri ^Ginger atau Fitch.
?Ginger merasa dirinyalah yang sedang dipandang. Ia mencari beberapa catatan
untuk dipelajari, sementara koleganya bergegas menjauh.
Fitch merasa dirinya ditelanjangi ketika dua belas mata itu mengamatinya dari
boks juri. Butiran-butiran keringat menyembul di atas alisnya. Hakim mengajukan
lebih banyak lagi pertanyaan. Satu-dua pengacara menengok ke belakang dengan
tingkah canggung. "Teruslah menatap," kata Nicholas pelan. tanpa menggerakkan bibir.
Wendall Rohr melirik ke balik pundak untuk melihat siipa yang duduk di sana.
Ginger sibuk dengan tali sepatunya. Mereka terus menatap
Belum pernah terdengar ada hakim yang meminta dewan juri agar memperhatikan.
Harkin pernah ter - 141 goda untuk melakukan hal itu, tapi biasanya kepada seorang anggota juri yang
sudah jemu mendengarkan kesaksian, sehingga tertidur dan mendengkur. Maka ia
bergegas membaca pertanyaan-pertanyaan membosankan itu, lalu berkata keras,
"Terima kasih, Bapak-Ibu sekalian. Sekarang kita akan melanjutkan dengan
kesaksian Dr. Milton Fricke."
Ginger tiba-tiba harus pergi ke kamar kecil dan meninggalkan ruang sidang ketika
Dr. Fricke masuk dari pintu samping dan mengambil tempat di kursi saksi.
Cable hanya punya beberapa pertanyaan dalam pemeriksaan silang; ia berbicara
dengan sopan dan menunjukkan sikap sangat hormat pada Dr. Fricke. Ia tidak
hernial berdebat mengenai ilmu pengetahuan dengan ilmuwan, namun ia berharap
bisa memberikan sedikit kesan bagus kepada juri. Fricke mengaku bahwa tidak
seluruh kerusakan paru-paru Mr. Wood diakibatkan oleh merokok Bristol selama
hampir tiga puluh tahun. Jacob pernah lama bekerja sekantor bersama perokokperokok lain, dan, ya, memang benar sebagian besar kerusakan paru-parunya
mungkin disebabkan oleh asap rokok orang lain. "Tapi asap rokok tetap asap
rokok," Dr. Fricke memperingatkan Cable, yang langsung setuju.
Dan bagaimana dengan polusi udara" Mungkinkah menghirup udara kotor juga
memperburuk kondisi paru-paru" Dr. Fricke mengaku bahwa ini juga suatu
kemungkinan. Cable mengajukan suatu pertanyaan berbahaya dan ia melakukannya dengan mulus.
"Dr. Fricke, bila Anda melihat semua kemungkinan penyebabnya?142
merokok langsung, merokok tidak langsung, polusi udara, dan sebab-sebab lain
yang belum kita sebutkan bisakah Anda mengatakan sejauh mana kerusakan paru?paru itu disebabkan oleh mengisap rokok Bristol?"
Dr. Fricke memusatkan perhatian pada pertanyaan ini, lalu berkata, "Mayoritas
kerusakan itu." "Berapa banyak 60 persen, 80 persen" Bisakah ilmuwan medis seperti Anda
?memberikan perkiraan persentasenya?"
Itu tidak mungkin, dan Cable tahu benar hal itu. Ia punya dua orang pakar yang
siap memberikan bantahan bila Fricke melangkah keluar batas dan berspekulasi
terlaiu jauh. "Saya tidak bisa melakukannya," jawab Dr. Fricke.
'Terima kasih. Satu pertanyaan terakhir, Dokter. Berapa persenkah dari seluruh
perokok yang akhirnya menderita kanker paru-paru?"
"Tergantung dari penelitian mana yang Anda percayai."
"Anda tidak tahu?"
"Saya punya gambaran."
"Kalau begitu, jawablah pertanyaan ini."
"Kurang-lebih 10 persen."
"Tidak ada pertanyaan lebih lanjut."
"Dr. Fricke, Anda dipersilakan meninggalkan ruang sidang," kata Yang Mulia. "Mr.
Rohr, silakan panggil saksi Anda selanjutnya."
"Dr. Robert Bronsky."
Ketika dua saksi itu berpapasan di depan meja Hakim, Ginger masuk kembali ke
ruang sidang dan duduk di deret belakang, sejauh mungkin dari juri.
143 Fitch mengambil kesempatan jeda singkat itu untuk pergi. Jose melihatnya di
atrium, dan mereka bergegas keluar dari gedung pengadilan, kembali ke kantor
sempit mereka. Bronsky juga seorang peneliti medis yang sangat terpelajar dan memiliki gelar,
serta sudah menerbitkan artikel hampir sama banyaknya dengan Fricke. Mereka
kenal baik, sebab mereka sama-sama bekerja pada pusat penelitian di Rochester.
Dengan senang hati Rohr menuntun Bronsky menguraikan asal-usul-nya yang hebat.
Setelah ia ditetapkan sebagai saksi ahli, mereka mulai membahas pokok-pokok
aspek klinisnya: Asap tembakau merupakan sesuatu yang sangat kompleks; lebih dari 4.000 senyawa
telah diidentifikasi dalam komposisinya. Termasuk di dalamnya adalah 16 macam
karsinogen yang sudah dikenal, 14 macam alkali, serta banyak lagi senyawa dengan
aktivitas biologis tertentu. Asap rokok merupakan campuran dari berbagai gas
dalam partikel-partikel yang sangat halus, dan saat seseorang menghirupnya,
sekitar 50 persen dari asap yang masuk akan tertahan dan tertanam pada dinding
saluran paru-paru. Dua orang pengacara dari regu Rohr cepat-cepat memasang tripod besar di tengah
ruang sidang, dan Dr. Bronsky meninggalkan kursi saksi untuk memberikan sedikit
kuliah. Bagan pertama berisi daftar semua senyawa yang diketahui ada dalam asap
rokok. Ia tidak menyebutkan semuanya, sebab itu tak perlu. Setiap nama kelihatan
mengancam, dan bila dilihat sebagai satu kelompok, nama-nama itu tampak
mematikan. 144 Bagan berikutnya merupakan daftar karsinogen yang sudah dikenal. dan Bronsky
memberikan ulasan ringkas mengenai masing-masing karsinogen. Di samping enam
belas macam ini, katanya sambil mengetukkan tongkat penunjuk di tangan kirinya,
mungkin masih ada karsinogen lain yang belum terdeteksi dalam asap rokok. Dan
ada kemungkinan dua atau lebih karsinogen ini bisa berkombinasi, saling
memperkuat sehingga menimbulkan kanker.
Sepanjang pagi itu, mereka membahas karsinogen secara panjang-lebar. Setiap
bagan baru membuat Jerry Fernandez dan perokok-perokok lain merasa makin mual,
dan Sylvia si Poodle hampir berkunang-kunang ketika mereka meninggalkan boks
juri untuk makan siang. Yang mengherankan, mereka berempat lebih dulu pergi ke
"smoking hole", istilah yang dipakai Lou Dell, untuk cepat-cepat merokok sebelum
bergabung dengan yang lain untuk bersantap siang.
Hidangan makan siang sudah menunggu, dan jelaslah bahwa kekacauan sudah
diluruskan. Mejanya diatur dengan perangkat makan dari porselen dan es tehnya
dituang ke dalam gelas asli. Mr. O'Reilly menghidangkan sandwich sesuai
keinginan pemesan-nya, dan untuk yang lain ia membuka panci-panci besar berisi
sayur serta pasta yang masih mengepulkan uap. Nicholas memberikan pujian banyakbanyak. Fitch berada di dalam ruang pengamat, bersama dua pakar jurinya, ketika telepon
tersebut masuk. Konrad dengan gelisah mengetuk pintu. Sudah ditetapkan perintah
tegas yang melarang orang mendekati ruangan itu tanpa seizin Fitch.
145 "Dari Marlee. Saluran 4," Konrad berbisik, dan Fitch diam membeku mendengar
kabar itu. Kemudian ia berjalan cepat-cepat ke pintu kantomya, melewati lorong.
"Lacak," perintahnya.
"Sudah kami kerjakan."
"Aku yakin dia bicara di telepon umum."
Fitch menekan tombol 4 pada pesawat teleponnya. lalu berkata, "Halo."
"Mr. Fitch?" jawab suara yang sudah dikenal itu.
"Ya." "Apakah Anda tahu mengapa mereka menatap Anda?" 'Tidak."
"Akan kuceritakan kepada Anda besok " "Katakanlah sekarang."
'Tidak. Sebab Anda melacak telepon ini. Dan bila Anda terus melakukannya, aku
akan berhenti menelepon."
"Oke. Aku akan berhenti melacak." "Dan Anda berharap aku percaya?" "Apa yang
kauinginkan?" "Nanti, Fitch." Ia memutus sambungan. Fitch memutar kembali percakapan itu
sambil menunggu hasil pelacakan. Konrad muncul dengan kabar sesuai yang sudah
diduga, bahwa telepon itu di lakukan dari telepon umum, kali ini di sebelah mall
di Gautier, setengah jam dari sana. Fitch menjatuhkan diri di kursi putar sewaan
dan mengamati dinding beberapa lama. "Dia tidak ada di dalam ruang sidang pagi
ini," katanya pe-lan, berpikir keras seraya menarik-narik jenggot. "Jadi,
bagaimana dia tahu mereka menatapku?"
146 "Siapa yang menatap?" tanya Konrad. Tugas-tugds-nya tidak termasuk menjadi
penjaga di ruang sidang. Ia tidak pernah meninggalkan toko loak itu. Fitch
menjelaskan peristiwa aneh saat ia ditatap oleh para juri.
"Jadi, siapa yang bicara padanya?" tanya Konrad. "Justru itulah pertanyaannya."
Siang itu dihabiskan untuk membahas nikotin. Sejak pukul setengah dua hingga
pukul tiga, kemudian dari pukul setengah empat sampai sidang dibubarkan pada
pukul lima, para juri sudah belajar lebih banyak mengenai nikotin: Nikotin
adalah racun yang terkan-dung dalam asap tembakau. Setiap batang rokok
mengandung satu sampai tiga miligram nikotin, dan bagi perokok yang
menghirupnya, seperti Jacob Wood, hingga sembilan puluh persen dari nikotin
tersebut diserap ke dalam paru-paru. Dr. Bronsky menunjuk-nunjuk berbagai bagian


Juri Pilihan The Runaway Jury Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tubuh manusia yang diperagakan dalam gambar berwarna cemerlang seukuran aslinya
pada tripod. Secara terperinci ia menjelaskan bagaimana nikotin menyebabkan penyempitan pembuluh-pembuluh darah atas pada anggota badan, meningkatkan tekanan
darah dan kecepatan denyut nadi, membuat jantung bekerja lebih keras. Efeknya
pada sistem pencernaan sangat rumit dan membahayakan. Nikotin bisa menyebabkan
mual dan muntah, terutama pada orang yang baru mulai merokok. Pengeluaran air
liur dan gerakan usus mula-mula dirangsang, kemudian ditekan. Nikotin juga
bertindak sebagai stimulan sistem saraf pusat. Bronsky menerangkan dengan
teratur, tapi sungguh-147
sungguh; ia membuat satu batang rokok kedengaran seperti satu dosis racun
mematikan. Dan yang paling buruk pada nikotin adalah sifatnya yang menimbulkan kecanduan.
Satu jam terakhir sekali lagi diatur dengan sempurna oleh Rohr dihabiskan ? ?untuk meyakinkan para juri bahwa nikotin sangat menimbulkan ketergantungan, dan
bahwa pengetahuan ini sudah ada sedikitnya selama empat dasawarsa.
Kadar nikotin dapat dimanipulasi dengan mudah dalam proses pembuatannya.
Bila, dan Bronsky menekankan kata "bila" itu, kadar nikotin ditingkatkan secara
buatan, sudah sewa-jarnya perokok akan jadi lebih cepat kecanduan. Semakm berat
perokok itu mengalami ketergantungan, makin banyak rokok yang terjual.
Titik yang sempurna untuk mengakhiri hari itu.
148 Sembilan Nicholas tiba di ruang juri lebih awal, sementara Lou Dell sedang menjerang kopi
tanpa kafein dan dengan hati-hati mengatur piring-piring berisi bolu gulung dan
donat baru. Satu set cangkir dan piring baru yang berkilauan ada di dekat
makanan. Nicholas mengatakan ia benci minum kopi dari cangkir plastik, dan
untunglah dua rekannya memiliki sikap serupa. Mereka membuat daftar permintaan
yang dengan cepat dikabulkan oleh Yang Mulia.
Lou Dell tergesa-gesa menyelesaikan pekerjaannya ketika Nicholas memasuki
ruangan. Ia tersenyum dan menyapa Lou dengan ramah, tapi Lou Dell masih
menyimpan dendam atas perselisihan mereka sebelumnya. Nicholas menuang kopi dan
membuka koran. Seperti diperkirakan Nicholas, Kolonel Purnawirawan Frank Herrera tiba tak lama
sesudah pukul delapan, hampir satu jam penuh sebelum mereka mulai: ia membawa
dua surat kabar, salah satunya adalah The Wall Street Journal. Ia ingin
sendirian di dalam ruangan itu, tetapi toh tersenyum juga kepada Easter.
"Pagi, Kolonel," kata Nicholas hangat. "Pagi sekali Anda datang."
149 "Kau juga." "Yeah, aku tidak bisa tidur. Bermimpi tentang nikotin dan paru-paru yang hitam."
Nicholas mengamati halaman olahraga.
Herrera mengaduk kopinya dan duduk di seberang meja. "Selama sepuluh tahun dalam
dinas ketentaraan, aku merokok," katanya sambil duduk dengan sikap kaku, pundak
dilebarkan, dagu diangkat, siap melompat berdiri dalam sikap sempurna. 'Tapi aku
punya cukup nalar untuk berhenti."
"Beberapa orang tidak bisa melakukannya, kurasa. Seperti Jacob Wood."
Sang kolonel mendengus muak, dan membuka surat kabar. Baginya membuang kebiasaan
buruk tidak lebih dari pengerahan kekuatan kemauan. Bereskan dulu pikiran, maka
tubuh bisa melakukan apa saja.
Nicholas membalik satu halaman, sambil berkata, "Mengapa Anda berhenti?"
"Sebab kebiasaan itu buruk. Tidak perlu seorang jenius untuk mengetahuinya.
Rokok adalah benda mematikan. Semua orang tahu itu."
Seandainya Herrera demikian terus terang pada sedikitnya dua kuesioner sebelum
sidang, ia takkan terpilih sebagai juri. Nicholas ingat jelas pertanyaanpertanyaan itu. Fakta bahwa Herrera memiliki sikap demikian tegas mungkin hanya
berarti satu hal: Ia ingin duduk dalam dewan juri. la seorang pensiunan tentara.
Bukit Pemakan Manusia 18 Kereta 450 Dari Paddington 4.50 From Paddington Karya Agatha Christie Iblis Sungai Telaga 11

Cari Blog Ini