Ceritasilat Novel Online

Eyes Wide Open 1

Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller Bagian 1


Eyes Wide Open (The Blackstone Affair #3)
by Raine Miller Judul: Eyes Wide Open (The Blackstone Affair #3)
Pengarang: Raine Miller Sinopsis: "Buku ketiga dari The Blackstone Affair series: Cinta di ambang kehancuran.
Perjuangan sekali seumur hidup untuk tetap bertahan hidup.
Kejutan besar terjadi terkait situasi Ethan dan Brynne saat mereka berjuang
untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang mereka hadapi. Iblis dari masa lalu mengancam untuk
menghancurkan ikatan gairah yang mereka jalin meskipun mereka telah bersumpah bahwa tidak ada yang
akan memisahkan mereka. Sakitnya kehilangan ditambah dengan janji tentang harapan baru membuka mata
mereka pada apa yang paling penting, namun apakah mungkin bagi pasangan ini untuk melupakan
sejarah menyakitkan yang terus menghantui mereka"
Penguntit masih mengintai di kegelapan, merencanakan kejahatan di tengah-tengah
Olimpiade London 2012. Brynne dan Ethan berada di ambang kehilangan segalanya ketika
taruhannya meningkat. Apakah mereka menyerah pada keadaan di luar kendali atau akankah
mereka memberikan setiap tetes perlawanan yang tersisa untuk menyelamatkan satu sama lain dan
memenangkan hadiah utama yaitu kehidupan bersama?"
Eyes Wide Open adalah kisah yang ditempa oleh gairah dan menunjukkan kepada kita
bahwa cinta yang murni dapat diraih ketika menghadapi cobaan dan bagaimana hati dapat
melakukannya meskipun dalam bahaya dan kemalangan."
Kali ini, kita bisa mendengar kisah dari Brynne itu POV dan dari Ethan POV. Kita
akhirnya bisa melihat bagaimana Brynne memandang peristiwa pada waktu yang sama seperti kita
melihat bagaimana Ethan memandangnya.
Overall, this book was so hot. Just like previous books, the heat level is just
about off the charts! Just
go and grab these book. You WON'T regret it!
Copyright? 2013 by Raine Miller
Prolog July 2012 London Aku melihatnya. mengingat dirinya terasa seperti apa. Bagaimana
dia bergerak dan bersuara. Semuanya-segalanya tentang dirinya.
Meskipun dia tidak melihatku. Awalnya itu menggangguku, tapi
sekarang aku tahu itu tidak masalah karena dia akan melihatku. Tak
lama lagi dia akan melihatku.
Takdir datang dan menempatkan dia di jalanku selama beberapa
tahun yang lalu dan takdir membuat wujud yang lain ketika pesawat
itu mendarat. Aku tidak pernah lupa betapa manisnya Brynne
Bennett. Tidak akan pernah. Aku sudah berpikir tentang dia selama
bertahun-tahun, aku hanya tidak pernah membayangkan kami akan
bertemu lagi. Aku tahu dia meninggalkan Amerika dan pindah ke
London, tapi setelah aku melihat foto-foto dengan model dirinya,
aku menyadari betapa inginnya aku menemukan dia lagi.
Sekarang aku sudah menemukan dirinya.
Takdir sudah selaras. Semuanya datang secara bersamaan. Aku bisa
mendapatkan hakku dan memiliki dia dengan cara ini. Brynne layak
mendapatkannya. Dia bagaikan sebuah harta. Permata langka yang
ada di mahkota. Sesuatu untuk dinikmati dan dimiliki selama yang
kuinginkan. Kami bagaikan pion-pion. Dia kurang lebih sama dengan diriku.
Bidak dalam permainan yang tidak kuciptakan, tapi tentu saja salah
satunya bisa kumainkan. Aku berjuang untuk menuntut keadilan. Ini
adalah kesempatanku seumur hidup dan aku tidak akan membiarkan
hal itu, atau dia, lolos dari tanganku. Brynne hanya datang itu
sebagai nilai tambah, dan aku melihat kedepan saat aku bisa
menunjukkan kepadanya betapa aku merindukan dirinya di saat
kami bersama-sama. Dalam pembelaanku, aku mencoba mendapatkan dia dan langsung
membantuku. Aku akan merayunya dan bersikap baik. Dia pasti
senang bertemu denganku lagi. Aku tahu dia pasti begitu. Para
bajingan itu tidak berhak mendapatkan dirinya, dan mereka pasti
membayar apa yang sudah mereka lakukan. Meskipun itu tidak
penting sekarang. Mereka sudah tidak masuk hitungan dan itu
membuatku jauh lebih baik. Pada akhirnya toh aku akan menjadi
satu-satunya yang menerima keuntungan.
Sekarang, bagian cerita lain dari Blackstone. Bajingan itu datang lalu
merebut Brynne dan memasukkan wanita itu kedalam hidupnya. Aku
tahu dia membuat Brynne berpaling pada ketampanan dan uangnya,
dan itu juga sangat memalukan, karena tanpa dia semuanya akan
berjalan tanpa hambatan. Blackstone menghancurkan rencana awalku, tapi tidak semuanya.
Meskipun dia punya naluri yang baik, aku akan memberinya itu.
Kupikir aku sudah akan mendapatkan wanita itu saat ia pergi keluar
untuk merokok di belakang bangunan di gala amal itu. Aku tidak
bisa percaya keberuntunganku. Dia berada di luar. Brynne berada di
dalam. Alarm berbunyi seperti jarum jam. Kesalahanku hanyalah
tidak berpikir bahwa dia yang memegang ponsel Brynne. Itu benarbenar membuatku
terkejut. Tapi tetap saja, aku ingin dia tahu tentang
aku. Dia harus tahu. Aku punya waktu bertahun-tahun sebelum ia
melakukannya. Lalu sesuatu terjadi yang seharusnya bekerja di pihaknya. Aku tidak
yakin mengapa, tapi Brynne tidak ada di mana dia seharusnya berada
dan dia tidak keluar seperti yang seharusnya dia lakukan. Jika waktu
itu Brynne yang memegang ponselnya sendiri ketika pesanku
sampai, aku yakin kami akan bersama-sama sekarang, mengambil
tempat yang kami tinggalkan tujuh tahun lalu.
Aku kehilangan dirinya karena kejadian penganiayaan itu...dan
selama proses itu, yang sebenarnya merupakan kesempatan emas
bagiku. Hal ini sangat tidak menyenangkan. Beberapa hukuman
harus disampaikan dalam rangka untuk mengembalikan
keseimbangan ke suatu tempat yang layak bagi mereka di dunia ini.
Meskipun hal ini bukan masalah. Segala sesuatunya akan datang
dengan semua caraku pada waktu yang tepat.
Blackstone melindungi Brynne dengan baik saat ini, tapi aku juga
melakukan sesuatu padanya. Dia tidak memiliki semua jawaban, dan
aku akan memastikan untuk melempar berita lebih menarik lagi
untuk membingungkan dia. Spesialisasiku.
Tidak, aku tidak akan menyerah. Aku belum mengeluarkan beberapa
trik yang kumiliki, dan aku bisa menjadi sangat sabar. Masih ada
banyak waktu untuk membuat pergerakanku, dan aku semakin dekat
sepanjang waktu. Lebih dekat. Aku tidak tahu pada saat itu, tetapi ketika orang-orang bodoh telah
memilih lagu itu mereka sebenarnya sudah mati. Ini sempurna.
Begitu sempurna. *** Bab 1 Ethan menatapku saat ia menahan tubuhku, cengkeramannya kuat di
pinggulku, kejantanannya mengisiku dan bergerak didalam diriku,
mulutnya di seluruh tubuhku, giginya di atas kulitku.
Semua ini dilakukan oleh seorang pria yang telah menghancurkan
dinding yang sudah kubangun dan berhasil menawanku. Seluruh
sentuhan serta kenikmatan sudah didemonstrasikan, suatu sarana
untuk mempererat hubungan di antara kami, menjaga aku lebih
dekat dengan dirinya. Inilah cara dia. Meskipun seharusnya dia tidak
perlu merasa khawatir. Ethan memiliki aku. Meskipun semua kekacauan yang terjadi malam ini, dia memiliki
aku di dalam pelukannya dan di bawahnya, perintahnya yang kuat
mengambil alih sejak dari awal kami bertemu. Melindungi aku
supaya aman. Malam itu di jalan ketika ia membujukku masuk ke
mobilnya kemudian beberapa panggilan telepon darinya yang
menuntutku untuk mengakui keberadaannya, itulah awal dari
pemahamanku tentang sosok Ethan Blackstone. Ada lebih banyak
lagi tentang pria ini dari yang pernah kubayangkan pada saat itu.
Aku tidak akan pergi kemanapun. Aku telah jatuh cinta kepadanya.
"Aku ingin penisku di dalam dirimu sepanjang malam," suaranya
serak, mata birunya berkedip diantara cahaya bulan saat ia bergerak.
Menjulang di atasku, dia menghujani tubuhku di segala sisi saat
cahaya yang masuk melalui jendela balkon menyinari tubuh
telanjang kami. Tangan, mulut, kejantanannya, lidah, gigi, jarijarinya-dia
menggunakan itu semua. Ethan mengatakan hal seperti itu kepadaku selama berhubungan
seks. Sesuatu mengejutkan yang membuatku lebih panas dari neraka,
menambah kepercayaan diriku, dan menunjukkan betapa dia
menginginkan aku. Justru itulah yang aku butuhkan. Ethanlah
jawabanku, dan dia tahu persis apa yang aku dambakan. Aku tidak
tahu bagaimana dia memahami aku dengan begitu baik, tapi dia
melakukannya tanpa ragu-ragu. Malam ini sudah menegaskan pesan
itu dengan keras dan jelas. Kurasa aku akhirnya mengakui bahwa
aku membutuhkan orang lain untuk menjadi bahagia.
Orang lain itu adalah Ethan.
Aku membiarkan seseorang masuk kedalam hidupku. Cangkang
keras yang mengelilingi hatiku sudah mau berkompromi, dan juga
secara keseluruhan. Ethan yang melakukan itu. Dia berusaha
untukku, dan mendorongku serta meminta perhatianku. Dia tidak
pernah menyerah padaku dan mencintai aku terlepas dari ruang
gelap masalah yang menyangkut emosionalku. Ethan melakukan
semua itu untukku. Pada kenyataannya sekarang aku bisa berbahagia
karena aku dicintai oleh seorang pria yang juga aku cintai.
"Tatap mataku, sayang," perintahnya sambil bernapas dengan keras.
"Kau tahu aku harus menatap matamu ketika aku bercinta
denganmu!" Tangannya pindah keatas mencengkeram rambutku dan
dia menariknya. Meskipun dia tidak pernah menyakiti aku ketika dia
menariknya. Ethan tahu seberapa besar tekanan yang harus
dikerahkan dan sepenuhnya menyadari itu akan mengirimku ke
tepian orgasme. Aku tahu tentang kebutuhannya bahwa aku harus
memandang matanya dan aku menatap mata birunya yang terbakar
dengan semua yang aku miliki.
Tapi Ethan tahu lebih banyak mengenai diriku daripada aku
mengenal dirinya. "Kau akan datang pertama terlebih dahulu!" Dia menggertakkan
gigi, menghentak kedalam dan keras, menemukan titik sensitif
didalam diriku yang dibutuhkan untuk mencapai perintahnya.
Saat aku merasakan adanya tekanan yang menumpuk, aku
membiarkan diriku pergi ke tempat yang luar biasa nikmat itu,
terjepit di bawah tubuh Ethan, yang terbenam didalam diriku, mata
birunya hanya beberapa inci di atas mataku. Dia menciumku saat
orgasme merobek ke dalam diriku, mengisi bagian lain dari tubuhku,
membuatku menerima lebih dari dirinya, mengikat kami berdua
lebih dalam lagi. Orgasmenya mengikuti aku dalam hitungan detik. Aku selalu bisa
melihat dirinya begitu dekat karena aku merasakan bagaimana dia
menegang sampai sangat keras sekali tepat disaat dia akan datang.
Perasaan itu keluar dari alam ini dan secara intens menguasaiku.
Bahwa aku bisa menarik reaksi semacam ini dari dia dan
menimbulkan perasaan seperti itu pada orang lain yang telah
melakukan sesuatu untukku. Sesuatu yang sedikit menyembuhkan
aku setiap kali itu terjadi- pikiranku terus menjadi lebih baik karena
Ethan dan cara dia menunjukkan cintanya padaku. Aku memiliki
beberapa harapan tentang diriku sendiri bahwa aku bisa bahagia dan
hidup normal. Ethan telah memberiku harapan itu.
"Katakan padaku, sayang," dia menghela napas sambil membisikan
dengan keras, tapi aku bisa mendengar kerentanan yang disertai
keberaniannya. Ethan bukannya tidak memiliki kegelisahan, ia
hanya seorang manusia biasa seperti kita semua.
"Selalu milikmu!" Aku sungguh-sunguh mengucapkan setiap katakataku saat aku
merasa dia menumpahkan dirinya didalam diriku.
Ketika aku membuka mataku beberapa saat kemudian, aku
menyadari bahwa aku pasti tertidur sebentar. Ethan telah mengatur
ulang posisi kami dengan berbaring miring, tapi kami masih
terhubung. Dia menyukai tetap terkubur didalam diriku untuk
sementara waktu setelah selesai kami bercinta. Aku tidak keberatan,
karena itu sesuatu yang dia inginkan dan aku suka membuatnya
bahagia. Aku hanya berharap dia akan bercerita lebih banyak tentang tempat
gelap yang dimilikinya. Dia takut untuk berbagi, meskipun hal itu
menggangguku, aku sangat memahami ketakutannya. Aku sering
bertanya-tanya apakah alasannya sampai butuh menyentuhku
sepanjang waktu karena secara keseluruhan hal itu membuatku gila
selama berhubungan seks, dan juga sesudahnya, sesuatu yang
dilakukan sewaktu dia sebagai seorang tahanan. Mereka
menyiksanya dan melukainya dan menyakitinya. Rasanya
menyakitkan aku, saat mengingat bagaimana keadaannya malam itu
ketika mimpinya telah membangunkan dia dengan keadaan panik.
Aku menyusuri bahu dan punggungnya dengan jariku. Aku
membayangkan tato sayap malaikat miliknya dan kata-kata di
bawahnya. Dan aku juga merasakan bekas lukanya. Ethan membuka
matanya dan menatapku dengan intens. "Kenapa sayap" Mereka
indah, kau tahu." "Sayap itu mengingatkan aku pada ibuku," katanya setelah beberapa
saat dia terdiam, "dan itu juga untuk menutupi beberapa bekas luka."
Aku mencondongkan tubuh ke depan, mencium bibirnya dengan
sentuhan lembut. Aku menangkup rahangnya dan memutuskan untuk
mengambil risiko. Aku tidak ingin menakut-nakuti Ethan sehingga
menjauh aku saat berbicara kepadaku jika ia dalam keadaan senang,
tapi kupikir aku harus mencoba lagi di beberapa titik. "Dan darimana
sumbernya" Mengapa memilih satu-satunya gambar itu?"
Dia mengangkat bahu dan berbisik, "Aku pikir aku mau mati malam
ini." Semakin jauh dia mau membuka diri dan berbagi. Dia tidak siap
untuk menggali lebih banyak masa lalunya. Aku bisa menebaknya.
"Apa maksudmu kau mau mati?"
"Ketika aku tidak bisa menemukan kamu setelah pesan itu masuk
pada ponselmu." Ia menelusuri pipiku kemudian bibirku dengan
jarinya, hanya sentuhan ringan, dan aku merasa sebuah getaran
berputar melewati diriku.
"Well, pada akhirnya kau bisa menemukan aku, dan tidak ada
kematian yang diperbolehkan untuk lewat, mister. Itu akan menjadi
seorang mayor buzzkill (perusak suasana) yang nyata." Aku


Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencoba menggodanya supaya lebih meringankan suasana hatinya,
tapi tampaknya tidak bekerja. Ketika pikiran Ethan dalam kondisi
yang serius, ia tidak akan mengubah itu dengan mudah.
"Aku senang kau merasa lebih baik," ia berhenti sebentar dan
mendorong pinggulnya dengan ereksi yang mulai bangun lagi,
tenggelam di dalam tubuhku, "karena aku butuh ini denganmu,
begitu buruk." "Aku di sini dan kau memiliki aku," gumamku dibibirnya saat dia
menaikkan kakiku ke atas bahunya dan mengambil alih putaran
kenikmatan selanjutnya. Sekali saja tidak cukup baginya.
Ethan membuatku merasa diinginkan. Dia membuatku merasa cantik
dan seksi, dari kata-kata yang keluar dari mulutnya sampai pada
sentuhan tubuhnya didalam diriku ketika dia bercinta denganku. Dan
setelah itu, saat dia memelukku seolah aku ini sangat berharga.
Seseorang menginginkan aku, meskipun semua itu sudah
menghilang di masa laluku. Seseorang bersedia berjuang untukku.
Aku menjadi seseorang yang penting bagi orang lain. Dan orang itu
adalah Ethan. Memahami hal ini telah mengubah hidupku.
Cara khas Ethan memberi perhatiannya dengan secara intens, pada
awalnya membuatku merasa kewalahan untuk menerimanya, tapi
akhirnya berhasil juga padaku. Ethan melakukan itu untukku. Dia
bisa menunjukkan padaku betapa dia menginginkan aku, dan untuk
pertama kalinya aku memiliki beberapa harapan bahwa kami benarbenar bisa membuat
hubungan ini akan berhasil. Bagian "ayo kita
menjalani hubungan ini secara pelan-pelan" sama sekali tidak terjadi
seperti yang kami sepakati ketika kami pertama kali bertemu. Tapi
kalau kami menjalani perlahan-lahan, aku sangat ragu karena saat ini
aku telanjang di tempat tidur dengan dia di pantai Somerset, dalam
sebuah manor (tanah milik bangsawan) Inggris yang cocok untuk
seorang raja, dan kebetulan dimiliki oleh kakak perempuannya, serta
sedang disetubuhi hingga ke jurang orgasme sekarang. Seorang
gadis harus mengambil sesuatu saat mereka datang.
Butuh sedikit waktu bagiku untuk bangkit lagi setelah seks putaran
kedua sampai mengacak-acak sprei, tapi aku berhasil lolos dari
pelukannya karena ingin ke kamar mandi sehingga aku bisa
membersihkan diri dan bersiap untuk tidur. Aku suka bagaimana ia
menyentuhku di sepanjang waktu. Aku membutuhkannya, jelas dan
simple, dan Ethan tahu itu. Itu juga cara lain yang secara emosional
kami kompatibel. Aku mengisi air digelas dan mengambil pil yang telah diresepkan Dr
Roswell untuk mimpi yang menerorku. Aku punya rutinitas. Pil KB
dan vitamin di pagi hari, pil tidur pada malam hari, begitu aku sudah
siap ingin segera tidur. Aku menyeringai di depan cermin kamar
mandi elegan yang terlihat seperti sesuatu yang keluar dari Istana
Buckingham, menyadari bahwa tempat tidur dan tidur tidak pernah
identik ketika berbagi dengan Ethan. Kami menghabiskan waktu
yang banyak bersama-sama di tempat tidur tapi tidak untuk tidur,
tapi aku tidak mengeluh. Aku tidak berharap menemukan dia terjaga ketika aku keluar dari
kamar mandi, tapi matanya terbuka, melacak setiap gerakanku saat
aku duduk kembali ke tempat tidur. Dia meraihku dan memegang
wajahku, sesuatu yang sering ia lakukan ketika kami dekat seperti
ini. "Kenapa kau masih terjaga" Kau seharusnya kelelahan setelah
perjalanan panjang," Aku berhenti sejenak untuk memberi
penekanan pada kata-kata, "dan semua percintaan yang luar biasa-"
"Aku mencintaimu dan aku tidak ingin membiarkanmu pergi," ia
menyela. "Jadi jangan biarkan aku pergi." Aku menatap mata birunya yang
membakarku didalam cahaya redup.
"Aku tidak akan pernah melakukannya." Katanya dengan penekanan
yang kuat dan aku merasa bahwa dia bersungguh-sungguh.
"Aku juga mencintaimu, dan aku tidak akan kemana-mana." Aku
membungkuk untuk mencium bibirnya, gesekan bulu kasar
janggutnya terasa akrab bagiku sekarang. Dia membalas ciumanku,
tapi aku tahu dia memiliki lebih banyak yang ingin dikatakan dan
aku bisa merasakan itu didalam dirinya, mengejutkan mengingat
orgasme yang baru saja dihentakkan ke dalam diriku.
"Masalahnya adalah aku-aku perlu sesuatu yang lebih permanen
tentang kita. Aku ingin kau bersamaku sepanjang waktu sehingga
aku bisa melindungimu dan kita bisa bersama setiap hari...dan setiap
malam." Aku merasa jantungku mulai berdegup kencang, bisikan kepanikan
mengambil alih pikiranku. Tepat ketika aku merasa nyaman dengan
satu aspek hubungan kami, Ethan akan mendorongnya lebih jauh.
Dia selalu seperti itu...
"Tapi kita bersama setiap hari sekarang," kataku padanya.
Dia mengernyitkan alisnya dan sedikit menyipitkan matanya. "Ini
tidak cukup, Brynne. Tidak setelah apa yang terjadi malam ini dan
pesan sialan itu muncul entah dari siapa. Aku telah meminta Neil
untuk berusaha mencari jejak di ponselmu sekarang dan kita akan
mendapatkan jawabannya, tapi aku butuh sesuatu yang lebih formal
yang memberitahu pada dunia bahwa kau dilindungi dan tak bisa
disentuh oleh rancangan apapun yang mungkin mereka ingin
melakukan itu padamu."
Aku menelan ludah cepat-cepat, merasakan ibu jarinya mulai
bergerak di atas rahangku ketika aku mencoba untuk membayangkan
kemana arah pembicaraannya ini. "Apa maksudmu ketika kau
mengatakan 'formal'" Seberapa formal kita berbicara?" Oh Man,
suaraku terdengar melemah, dan jantungku terasa seperti akan
melompat keluar dari dadaku sesaat kemudian.
Dia tersenyum padaku dan membungkuk dengan memberikan
ciuman lembut, lambat sedikit menenangkan aku. Ethan selalu
menenangkan aku. Jika aku gelisah atau ketakutan, ia memiliki cara
menghiburku dan meringankan stres pada saat ini. "Ethan?" Tanyaku
ketika ia akhirnya menarik diri.
"Tidak apa-apa, sayang," katanya menenangkan, "semuanya akan
baik-baik saja dan aku akan menjagamu, tapi aku tahu apa yang kita
butuhkan untuk melakukan itu-apa yang harus dilakukan."
"Kau tahu?" "Mmm-hmm." Dia menggulingkan tubuh kami dan memegang
wajahku lagi, bersandar pada sikunya dan menjebakku di bawah
kakinya yang seperti terpahat, keras dan halus terhadap bagian
tubuhku yang lembut. "Sebenarnya, aku yakin sekali." Bibirnya
turun ke leherku dan mencium sampai ke telingaku dan kemudian
menuruni rahangku, di atas tenggorokan, dan kembali ke telingaku
yang lain. "Sangat, sangat yakin," bisiknya diantara ciuman lembut.
"Aku menyadari malam ini begitu kita tiba disini dan aku melihat
kalau kau mengenakan ini." Dia mencium tempat di mana liontin
ametis yang dia berikan padaku terbaring di lekukan tenggorokanku.
"Apa yang begitu kau yakini?" Suaraku melemah, tapi setiap kata
terdengar jelas seperti lonceng dengan jarak pendek di antara kami,
seolah-olah aku meneriakan pertanyaanku.
"Apakah kau percaya padaku, Brynne?"
"Ya." "Dan kau mencintaiku?"
"Ya, tentu saja. Kau tahu aku mencintaimu."
Dia tersenyum padaku lagi. "Kalau begitu sudah jelas."
"Apa yang jelas?" Aku memohon di depan wajah tampannya, yang
telah mempesonaku sejak pertama kali, satu sisi mulut indahnya
bergerak naik dengan percaya diri, menahanku dengan kuat di
bawahnya dalam suatu tindakan posesif yang begitu khas dari Ethanku.
"Kita akan menikah."
Aku menatapnya, aku yakin kata-kata yang baru saja datang dari
mulutnya keluar dari sebuah adegan sebuah novel roman. Mungkin
aku sedang mengalami mimpi. Aku berharap itu benar.
Ethan bergeser di atasku dan melemparkan gagasan itu sampai ke
neraka. Sialan! "Ini sangat masuk akal," katanya dengan senyum lambat, "kita
membuat sebuah pengumuman yang besar, kau akan tinggal
denganku secara resmi, dan membiarkan semua orang tahu bahwa
tunanganmu bekerja di bisnis keamanan-"
"Apa kamu gila?" Aku memotongnya dan melihat matanya bergerak
di atas wajahku, mempelajari reaksiku terhadap kata-katanya.
"Ethan, aku tidak bisa menikah. Aku tidak ingin. Aku baru saja
membiasakan diri berada dalam suatu hubungan. Cara ini, terlalu
cepat untuk mempertimbangkan sesuatu seperti itu untuk kita..."
Dia menyeringai ke arahku, benar-benar tenang dan percaya diri.
"Aku tahu, sayang. Hal ini terlalu cepat, tetapi dunia tidak harus tahu
itu. Bagi mereka kau akan segera menjadi istri mantan SF (Special
Forces/pasukan khusus), CEO dari perusahaan tingkat tinggi
Blackstone Inc. Untuk siapapun yang di luar sana dengan agenda
tertentu, mereka mendapat pesan dengan keras dan jelas. Bahwa
mereka harus tetap menjauh darimu; mereka tidak akan bisa
menyentuhmu dengan cara apapun, dengan format dan bentuk
apapun, mereka tidak boleh mendekat bahkan hanya berkedip
padamu, apalagi mengirimkan ancaman seperti kekacauan sialan itu
tadi malam." Dia menciumku dengan lembut, tampak sangat bangga
pada dirinya sendiri. "Ini rencana yang sangat brilian."
Aku hanya terus menatapnya, yakin bahwa kata-katanya cuma
isapan jempol dari beberapa mimpi fantastis yang aku alami. "Ini
juga tidak jujur, Ethan. Pernahkah kau mempertimbangkan apa yang
kau minta padaku untuk melakukan sesuatu" Untuk berbohong"
Untuk menyesatkan keluarga dan teman-teman kita agar
mempercayai suatu cerita fiksi dimana kita bertemu dua bulan yang
lalu dan sekarang kita akan menikah?"
Dia menegang di atasku, dan rahangnya langsung mengeras menjadi
keras kepala. "Ketika itu muncul untuk melindungimu, aku akan
melakukan apapun yang harus aku lakukan. Aku tidak akan
mengambil risiko denganmu-sudah terlambat untuk itu. Aku bilang
padamu aku akan masuk pada dirimu secara keseluruhan, dan itu
tidak berubah sampai saat terakhir."
Ekspresinya menyorot sedikit mengintimidasi, bahkan dalam cahaya
redup. Aku mencoba untuk menjelaskan pada diriku sendiri. "Well,
tidak, perasaanku juga tidak berubah, tapi itu bukan berarti kita
bisa..." Kata-kataku terhenti saat aku mencoba untuk memproses apa yang
baru saja ia nyatakan dengan percaya diri -bahwa menikah akan
menjadi ide yang bagus- seperti ide makan lebih banyak sayuran
atau memakai tabir surya adalah ide yang bagus. Aku harus
bertanya-tanya apakah kram perut yang aku alami malam ini
membuatku mengalami halusinasi.
"Tidak ada alasan kita tidak bisa." Ethan tampak sedikit terluka saat
dia mempelajari responku dengan hati-hati, dan hal itu membuat aku
sedikit menyesal, tapi hanya sekitar dua detik. Apa yang ia usulkan
benar-benar gila. Aku nyaris tidak bisa memahami isi kepalaku yang
berputar menjadi jatuh cinta dengan pria yang telah menyerbu masuk
ke dalam kehidupanku, dengan sangat berani dan tanpa meminta
maaf, hanya dua bulan yang lalu. Bagaimana mungkin aku bisa
menyetujui sebuah pernikahan berdasarkan alasan untuk melindungi
aku dari beberapa ancaman misterius oleh orang-orang yang tidak
dikenal dengan motivasi yang tidak diketahui"
"A-aku-kamu benar-benar keluar-dari-pikiranmu, benar-benar gila
sekarang! Ethan, apakah kau menyadari apa yang kau usulkan di
sini?" Dia mengangguk ke arahku, wajahnya hanya beberapa inci dari
wajahku. Aku sungguh-sungguh tidak bisa mengatakan apa yang dia
pikirkan sekarang. Dia ingin rencananya berjalan, aku bisa
menebaknya, tapi motifnya lebih mengejutkan aku lagi. Aku tahu dia
mencintaiku. Ia memastikan untuk memberitahuku sesering
mungkin. Dan aku tahu perasaanku pada dia adalah
sama...tapi...pernikahan"! Aku yakin dia tidak bisa mengusulkan
sesuatu lagi yang lebih mengejutkan jaringan emosiku yang sedang
rapuh dibandingkan dengan hal ini. Tentunya Ethan tidak
menginginkan seorang istri. Ini masih terlalu dini.
"Ya, Brynne, aku sangat tahu apa yang baru saja aku katakan
kepadamu." Dia terus menjaga wajahnya netral namun tegas, tidak
menunjukkan emosi apapun.
"Kau ingin menikahiku, seorang wanita yang baru saja kau temui
delapan minggu yang lalu, yang memiliki fobia suatu hubungan dandan memiliki
kekacauan di masa lalunya-"
Dia mendiamkan aku dengan sebuah ciuman mendominasi, sesuatu
yang tidak menyisakan keraguan apapun tentang keseriusan dari
usulannya itu. Ya Tuhan! Apakah aku berada di Dunia Bizarro
(tempat di mana semuanya terbalik, mundur, atau hanya tidak tepat,
tetapi mirip)" Aku membiarkan bibirnya melumat bibirku sejenak,
kemudian membawa tanganku ke belakang kepalanya. Aku menarik
kepalanya ke belakang dan menangkup pipinya, mencari matanya
lagi. "Sayang...hal yang terjadi malam ini menakutkan aku," bisiknya.
"Aku tidak merencanakan ini; aku baru saja tahu apa yang kurasa
benar. Aku ingin kamu tinggal bersamaku. Kau tidak perlu visa kerja
lagi. Kau dapat tinggal di sini dan bekerja di London di suatu tempat
yang sesuai dengan bidangmu. Kau akan memiliki waktu untuk
menemukan pekerjaan yang sempurna tanpa tekanan untuk
bertengkar dengan hukum keimigrasian, dan yang paling penting,
kita bisa bersama-sama. Itulah apa yang kuinginkan. Aku bisa
melindungi kamu sebagai suamimu. Aku bisa memastikan kau selalu
dilindungi. Tidak ada yang tidak bisa aku lakukan untuk
membuatmu tetap aman. Aku mencintaimu. Kau mencintaiku, kan"
Apa masalahnya" Inilah solusi yang sempurna." Dia memiringkan
kepalanya ke arahku dan menyipitkan matanya seolah-olah aku
orang bodoh yang tidak logis.
"Aku benar-benar belum siap untuk itu, Ethan, meskipun bagaimana
perasaanku kepadamu."
"Aku juga dan saatnya memang kurang tepat, tapi aku pikir ini satusatunya
pilihan yang terbaik bagi kita." Dengan lembut dia
mengusap rambutku kebelakang yang menutupi wajahku dengan
sentuhan lembut. "Aku tidak ragu...dan kupikir kau setidaknya harus
mempertimbangkan itu." Dia memberiku tatapan dengan menaikkan
alisnya. "Aku tidak bisa menanggung untuk menghadapi episode
lain seperti yang kita alami malam ini di Museum Nasional."
Aku mulai memprotes tapi dia mendiamkan aku dengan tuntutan lain
sebuah ciuman yang begitu sangat khas dari dirinya. Dia menahanku
di bawahnya, menekan aku di kasur yang lembut dan membelai di
dalam mulutku dengan lidahnya yang terampil. Aku membiarkan dia
menciumku dan hanya sedikit merasakan melayang bersamanya,
berusaha sebaik mungkin untuk memproses apa yang baru saja dia
utarakan. "Sebelum kau menjadi sangat marah dan khawatir, aku ingin kau
hanya berpikir tentang hal ini mulai sekarang. Kita bisa memiliki
pertunangan yang panjang, tapi pengumumannya yang akan
membuat orang duduk tegak dan memperhatikan. Kita mengalami
malam yang sulit dan ada satu ton masalah yang mesti diurus, tapi
pada akhirnya, kita bisa bersama-sama dan itu tidak akan berubah."
Dia mencium dahiku. "Dan kau akan tinggal bersamaku."
Aku hanya menatapnya dan menyerap kata-katanya.
"Bagian terakhir bukan permintaan, Brynne. Apa yang terjadi malam
ini benar-benar gila dan kita tidak bisa hidup di dua tempat."
"Ya Tuhan, apa yang akan kulakukan denganmu?" Aku menahan


Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk menguap dan menyadari pil itu yang membuatku mengantuk.
Aku tahu aku tidak akan bisa melanjutkan percakapan ini lebih lama
lagi. Idenya terlintas di benakku karena ia mungkin menggunakan
fakta itu untuk keuntungannya. Tidak ada gunanya Ethan tidak jujur
bermain poker. "Kau lelah, dan terus terang aku juga."
Aku menguap lagi dan setuju dengan dia. "Ya...tapi aku masih tidak
tahu apa yang harus kukatakan tentang apa yang kau sarankan itu,"
kataku, berbicara sambil menatap matanya, yang hanya beberapa
inci dari mataku. Dia memeluk tubuhku sebagai persiapan akan tidur dan
membenamkan wajahnya di leherku. "Kau akan tidur sekarang, dan
pikirkan tentang hal ini...dan percayalah padaku...dan pindah
kerumahku secara resmi."
"Hanya seperti itu?" Tanyaku.
"Ya, hanya seperti itu." Bibirnya bergerak ke bagian belakang
leherku. "Cara termudah yang seharusnya dilakukan." Aku merasa
janggutnya menggesek kulitku saat ia menempel lebih dekat. "Aku
mencintaimu, sayang. Sekarang tidurlah."
Lengan Ethan yang kuat melingkari tubuhku terasa sangat nyaman,
meskipun fakta itu kupikir dia sudah keluar dari pikirannya bahwa
dia selalu mencintaiku. Tapi mengetahui bahwa ia akan melakukan
sesuatu yang begitu drastis bagiku hanya untuk membuatku
terlindungi, jelas ia sangat mencintaiku, membuat senyum kecil di
wajahku terasa cukup luar biasa, mengulangi dari kata-kata kekasih
tentara-ku berlidah tajam.
Aku tertidur tak lama kemudian, aman dalam pelukannya.
?"" Bab 2 "Saat berpatroli diluar kami melihat segala macam kekacauan yang
mengerikan. Demokrasi adalah sesuatu yang membuat kebanyakan
orang tidak pernah benar-benar memiliki kesempatan
untuk berapresiasi. Kurasa itu adalah suatu keberuntungan bagi
sebagian besar dunia, tapi masih menjadi bahan pertimbangan bagi
mereka yang bahkan tidak tahu seberapa baik mereka memilikinya.
Sesuatu hal yang paling menggangguku adalah potensi pemborosan
yang luar biasa. Orang-orang menekan dan meneror orang lain
yang memiliki sedikit sekali potensi - persis yang dilakukan diktator
dunia ketiga. Sebelumnya kami pernah melihat perempuan itu sedang mengemis
di sekitar jalanan Kabul, tetapi tidak pernah dengan anak laki-laki.
Para prajurit dibatasi berinteraksi dengan perempuan Afghanistan.
Terlalu berbahaya, dan tidak hanya untuk tentara, tetapi para pria
horni yang paling mudah diprediksi, makhluk bodoh di planet ini.
Mereka akan pergi mencari wanita sebagai pelampiasannya dan
menemukan kesulitan hampir setiap saat. Itu wajar jika kita
menganggap wanita itu seorang pelacur. Meskipun tidak lazim,
pelacuran memang ada di Kabul, tapi tidak, aku pernah menemukan
satu orang meninggal. Tetapi beberapa pria mengambil risiko ini,
mereka itu orang-orang bodoh, hanya memikirkan kejantanan
mereka saja. Aku juga melakukan hal yang porno dan sesekali
secara rahasia berhubungan seks dengan "rekan" bintara yang bisa
diatur secara diam-diam. Aku memiliki sedikit perhatian yang
lumayan dan tawaran yang cukup banyak dari tentara wanita.
Kebijaksanaan adalah kunci untuk hubungan seks di pangkalan.
Tentara wanita memiliki alasan untuk waspada ketika jumlah
mereka jauh lebih sedikit dari laki-laki.
Nama wanita itu adalah Leyya dan dia meninggal secara tidak
manusiawi. Taliban mengeksekusi dirinya di town square untuk
kejahatannya. Kejahatan yang dia lakukan untuk memberi makan
anaknya. Tangisan keras anaknya yang memberitahu kami tentang
situasinya. Dia berusia sekitar tiga tahun dan duduk diatas darah
ibunya di tengah jalan. Kemudian aku bertanya-tanya apakah ada
orang di kota ini akan menjemputnya, atau apakah mereka akan
membiarkan dia yang seharusnya disana dengan tubuh ibunya yang
ternoda. Pada akhirnya poin itu perlu diperdebatkan.
Hal itu membuatku gila meninggalkan dia di sana sementara
kemungkinan untuk menghentikan bom bunuh diri itu hal yang tidak
mungkin. Butuh waktu yang sangat cepat. Aku satu-satunya orang
yang akan keluar untuk menjauhkan dia dari mayat ibunya. Aku
pergi dengan cepat dan langsung meraupnya. Dia tidak ingin
meninggalkan ibunya dan mencengkeram burkanya, menariknya
dari wajah ibunya saat aku mengangkatnya. Tenggorokannya telah
digorok dari telinga ke telinga, kepalanya hampir terputus. Aku
berharap ia masih terlalu muda untuk mengingatnya saat dia
melihat kondisi ibunya seperti itu.
Seketika itu juga aku mendapat firasat yang sangat mengerikan.
Rasa dingin menyapu seluruh tubuhku saat aku membawa lari dia
keluar dari sana. Kemudian tangisannya tiba-tiba berhenti.
Terdengar suara mendesing di udara melewati telingaku
kemudian...ada darah. Begitu banyak darah untuk tubuh sekecil itu.
Beberapa saat kemudian terjadi kepanikan...
"Sayang, kau bermimpi," terdengar suara lembut di telingaku.
Aku menoleh ke arah suara itu, berusaha keras untuk
menemukannya. Suara menenangkan itu sepertinya tidak ada
sebelumnya. Aku ingin mendengar suara itu.
Dan sekali lagi, "Ethan, sayang, kau bermimpi."
Aku membuka mataku, saat aku menghirup nafas aku melihatnya,
dan langsung mempercayai kata-katanya. "Benarkah?"
"Ya, hanya beberapa igauan dan kau bergerak-gerak." Dia
mengulurkan satu tangannya lalu menempatkan di belakang
kepalaku dan aku menatap tepat di matanya. "Aku
membangunkanmu karena aku tidak ingin kau bermimpi sesuatu
yang mengerikan." "Sialan, aku minta maaf. Aku membangunkanmu?" Aku masih
merasa bingung, tapi Aku berusaha mengembalikan diriku dengan
cepat. "Tidak apa-apa. Aku ingin membangunkanmu sebelum itu menjadi. .
. buruk." Suaranya terdengar sedih bagiku dan aku hanya bisa
membayangkan bahwa dia mencoba untuk membuatku berbicara
tentang mimpi ini seperti yang pernah dia lakukan terakhir kalinya.
"Maaf," ulangku, merasa malu karena minta maaf lagi dan
mengganggu dia dengan permintaan maafku itu.
"Kau tidak perlu minta maaf karena kau bermimpi, Ethan," katanya
tegas. "Tapi sebenarnya aku lebih suka jika kau menceritakan
padaku mimpimu itu."
"Oh, sayang." Aku menarik dirinya agar mendekat dan merapikan
rambut di atas kepalanya dengan tanganku. Aku menekan bibirku
pada dahinya dan menghirupnya. Hanya menghirup aromanya sudah
sangat membantuku, seperti halnya ketika aku merasakan
payudaranya menempel di jantungku yang berdebar keras saat aku
memeluknya dengan erat. Dia nyata, disini, sekarang. Aman
denganku. Tubuhku kaku. Panas dan keras menempel di kulitnya yang halus.
"Aku tetap minta maaf karena membangunkanmu," kataku dengan
cepat saat bibirku menemukan bibirnya. Lidahku berusaha
memasuki mulutnya, mendesak kedalam dengan kuat, bertekad
untuk memiliki lebih banyak lagi. Tidak ada yang bisa membantuku
sekarang kecuali Brynne. Dialah satu-satunya obatku.
Dan aku menyesal, tapi aku sudah seperti ini dengan dia
sebelumnya. Bangun di tengah malam dan membutuhkan seks
karena jatuh dalam kepanikan yang begitu parah dari manapun aku
berada di dalam mimpiku di malam hari.
"Tidak apa-apa," katanya serak saat menempel di mulutku.
Responnya semakin membuatku semakin berani. Hampir semua
yang dia lakukan selalu merangsangku. Aku suka menjadi dominan,
namun senang rasanya ketika Brynne meyakinkan aku kalau dia
menuruti kemauan dan hasratku dengan cara yang sama yang aku
lakukan kepadanya. Secara naluri aku tahu dia menginginkan aku.
Itu hanya bentuk lain dari komunikasi kami untuk saling berbagi.
Aku berharap semua aspek hubungan kami menjadi mudah. Bagian
dari seks telah kami pahami dengan cepat, sejak awal. Ya, seks kami
selalu panas dan liar dan itu baik bagi kami.
Aku menggulingkan dia dibawahku dan membuka lebar kakinya
dengan lututku, membuka ke atas dan menurunkan kepalaku. Aku
melemparkan selimut dan membawa mataku turun melihat
keindahan itu, tubuhnya seakan rela kalau nantinya aku akan
menguburkan diriku jauh kedalamnya. Terima kasih Tuhan.
?"" "Bagus, karena aku ingin bercinta denganmu sampai kau datang,
memanggil namaku," katanya dengan cara khasnya. "Lalu aku akan
mengeluarkan kejantananku dari vaginamu yang indah dan bercinta
di mulutmu yang cantik dengan milikku itu. Dan menonton bibirmu
yang nikmat itu membungkus disekelilingku dan mengisapku sampai
kering." Matanya menyala dan dadanya terpahat sempurna bergerak
karena napasnya yang berat saat ia mengambil posisi. "Ya, sayang,
aku akan melakukan semua itu."
Ethan dengan omongan kasarnya. Benar-benar membuatku sangat
gila, tapi bicaranya yang kasar itu membuatku semakin terangsang.
Menegang dalam mengantisipasi apa yang akan dia lakukan, aku
mengerang saat dia memasukkan dirinya dengan cepat kedalam
diriku, keras dan sangat dalam, mengisiku sampai terasa begitu
penuh, membawa kami begitu dekat bersama-sama, ingatanku
kembali pada apa dia katakan kepadaku sebelumnya tadi
malam. Kami akan menikah. Bukan mengajukan lamaran, tapi
seperti satu instruksi karena hanya Ethan yang bisa membuat
keputusan itu untuk menghindari kekacauan, sama seperti yang
sering kali ia lakukan sejak kami bertemu.
Ethan menahan pergelangan tanganku dengan satu tangannya dan
yang satunya berkeliaran kemana-mana saat ia mendorongku dengan
keras. Keluar dan masuk dengan kecepatan yang berapi-api, hampir
seperti kalau dia sedang marah. Meskipun aku tahu dia sedang tidak
marah denganku. Dia seperti memerangi mimpinya. Dia butuh
mengeluarkan itu dari kepalanya. Aku benar-benar mengerti apa
yang sedang terjadi pada dirinya. Tidak masalah bagiku. Aku rela
mengambil bagian lengkap dalam bentuk kedisiplinan dirinya.
Dia mendorongku supaya lebih terbuka lebih lebar dan memasukkan
kejantanannya kedalam miliku dengan begitu sempurna dan tidak
membutuhkan waktu yang sangat lama sebelum aku berjuang untuk
mencapai orgasme, merasakan ketatnya ototku yang menyiapkan
untuk ledakan yang akan membawaku ke surga pada suatu fenomena
yang panas dan bercahaya.
Dia mencubit putingku, jauh lebih sensitif dari biasanya, dan rasa
sakit seakan membutakan aku untuk sesaat... Aku berteriak saat
klimaks mulai bergulir melewati tubuhku. Dia menenangkan
diantara lidahku dengan lidahnya dan berbicara: "Sebut namaku!
Aku ingin mendengarnya."
"Ethan, Ethan, Ethan!" Aku berteriak dibibirnya saat ia
menenggelamkan lidahnya ke dalam mulutku dan aku menelan katakataku. Aku
bergetar dan menjepitkan otot bagian dalamku
mengelilingi kejantanannya, menahannya dengan kuat dan
mengambil sepenuhnya miliknya. Dan tidak pernah ada yang lebih
puas daripada diriku saat ini. Dia selalu mengontrol kenikmatanku
dan tidak pernah mengecewakan aku.
Tapi dia belum mengambilnya. Aku ingat apa yang pernah dia
katakan kepadaku sebelumnya.
Ethan mengeram dengan suara yang sangat primitif dan menarik
keluar dari dalam diriku. Aku memprotes karena kehilangan dirinya,
tetapi menyambut kejantanannya yang disodorkan dihadapanku dan
kepala penisnya yang panas mengisi mulutku saat dia menyesuaikan
lagi titik penetrasinya. Aku bisa merasakan diriku bercampur dengan
rasanya dan sisa ledakan erotisme itu juga terasa sangat mencolok.
Mencengkeram pinggulnya, aku menariknya lebih dalam dan
mengisapnya sampai kebelakang tenggorokanku. Hanya beberapa
hisapan di bibirku sepanjang poros miliknya sebelum aku merasakan
semburan cairan sperma keluar. Suara yang dibuat menandakan dia
merasa puas dan rentan, sepertinya aneh untuk seorang yang suka
bertindak dominan. Hal itu selalu membuatku merasa seperti
berkuasa ketika Ethan datang. Akulah yang membuat semua ini
terjadi. Dia menatapku, aku melihat semuanya saat ia datang, mata kami
saling terhubung begitu mendalam lebih dari sekedar aktivitas fisik.
"Oh, Tuhan," bisiknya saat ia meluncur keluar dari mulutku dan
menarik kembali menuruni tubuhku untuk menekan kami supaya
dekat. Dia melingkupi diriku lagi, kali ini dengan lembut, meluncur
kedalam diriku dimana tubuhnya sangat sesuai untuk tubuhku
sebelum ereksinya menghilang. Aku bisa merasakan debar
jantungnya menyatu dengan jantungku.
Aku berpegangan pada dirinya dan membiarkan dia menuntunku. Ia
mencium dan menyentuhku dengan cukup lama, membutuhkan
waktu yang lebih lama lagi berada didalam diriku, mengatakan
padaku bahwa dia mencintaiku dan membuatku merasa dihargai.
Aku memahami begitu banyak tentang pria ini dan semua perilaku
serta kepribadiannya. Begitu banyak. . . kecuali untuk satu hal yang
ingin kuketahui, yang sama sekali tidak aku ketahui.
Tempat gelap Ethan masih menjadi misteri bagiku karena belum
pernah dia ceritakan. "Aku menyukai saat kau membawaku ke sini." Aku merasa diriku
diam-diam mulai tergelincir memasuki rasa kantuk lagi,
memutuskan untuk berbicara tentang mimpi buruknya besok saja,
dan aku tahu kalau dia tidak akan menyukainya, tapi aku tidak
peduli, aku akan tetap menanyakannya. Aku bertanya-tanya dalam
diriku apakah dia merasakan apa yang akan kulakukan besok. Ethan
memiliki kemampuan luar biasa untuk memprediksi apa yang
menjadi niatku itu. "Dan aku mencintaimu."
Dia menempatkan aku kedalam pelukannya dan membelai
rambutku. Aku menghirup aroma khasnya bercampur dengan semua
seks itu dan parfumnya kemudian membiarkan diriku menuju alam
mimpi, mengetahui aku berada dalam pelukan satu-satunya pria
yang pernah membuatku tinggal di sana.
Saat pagi mulai terang aku melepaskan diriku dengan sangat hatihati dari tubuh
Ethan yang membungkus di sekelilingku. Ethan
hanya mendesah di bantalnya dan berguling lebih dalam masuk ke
selimut. Dia kelelahan karena stres pada kejadian di pameran
National Gallery semalam kemudian mengendarai mobil selama tiga
jam menuju pantai sampai larut malam. Aku belum menyebutkan
waktu yang kami habiskan untuk seks setelah tiba di sini. Atau
mimpi buruknya. Dan seks lagi setelah itu. Sorot mata dan kebisuan
dominasinya menandakan pengulangan mimpi buruk yang pernah
dia alami dulu. Aku tahu apa itu. Akibat pertemuan yang tidak
seintens dengan yang sebelumnya, tapi aku merasa Ethan telah
bekerja sangat keras untuk mengendalikan reaksinya sehingga dia
tidak cukup kehilangan kontrolnya sampai separah ketika terakhir
kali dia bermimpi. Kekasihku yang malang. Aku tidak pernah
mengatakan itu kepadanya, tapi hal itu menyayatkan hatiku saat
melihat dia kesakitan, bahkan lebih disaat aku tidak bisa berbuat
apa-apa karena ia menolak untuk berbagi denganku. Para pria sangat
membuat frustasi. Di kamar mandi, aku menggosokkan sabun pada kulitku dengan
jengkel dan buru-buru menyelesaikan mandiku, bertekad untuk


Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

segera berpakaian dan keluar dari ruangan tanpa membangunkan
Ethan dari kebutuhan akan tidurnya yang banyak.
Aku menyelipkan ponselku ke dalam saku celana jeansku dan
berjingkat keluar ruangan, menutup pintu pelan di belakangku. Aku
hanya berdiri dan melihat ke bawah lorong dari sisi bangunan di
mana kamar kami terletak di salah satu sudut perkebunan. Tempat
ini benar-benar seperti sesuatu yang lain, bernuansa perkebunan
Pemberley milik Mr Darcy seperti dalam novel Jane Austen 'Pride
and Prejudice' dan terhubung dengan Thornfield Hall, rumah tokoh
romantis Mr. Rochester. Aku tidak sabar menunggu sampai diajak
berkeliling melihat tempat ini, masih terpesona pada kenyataan kalau
adik Ethan dan suaminya yang memiliki tempat ini.
Aku menuruni tangga baru setengah jalan, tiba-tiba aku berhenti
mendadak. Di dinding ada lukisan yang paling menakjubkan. Lebih
besar dari ukuran yang sebenarnya dan aku begitu yakin dia seorang
pelukis yang kukenal dengan baik. Sebuah potret yang tidak salah
lagi dibuat tangan oleh Sir Tristan Mallerton tergantung pada
dinding di rumah pribadi. Wow. Aku merasa tidak sepadan dengan
keluarga ini. Aku menarik telepon genggamku dari kantong jenas dan
menghubungi Gaby. "Kau tidak akan percaya dengan apa yang
kulihat sekarang," Aku langsung berbicara sampai terdengar bodoh
seakan mengatakan itu seperti kata "Halo" hanya pada teman
sekamarku tapi semua itu tidak terdengar seperti dia memiliki rasa
percaya dirinya yang biasa.
"Oh" Apa yang terjadi" Dan sekarang masih pagi sekali, kan?"
"Maaf, Gab, tapi aku tidak bisa menahannya. Air liurmu akan
menetes jika kau bisa melihat ini. . . oh. . . lukisan Mallerton pada
pertengahan abad menjulang bukan diatas kakiku. Aku bisa
menggosokkan kedua tanganku di seluruh permukaannya jika aku
ingin." "Lebih baik jangan lakukan itu, Bree. Ceritakan padaku," desaknya,
suaranya terdengar sedikit lebih dari biasanya.
"Well, lukisan ini mungkin sekitar tujuh kaki empat inci(2,2m), dan
indah sekali. Sebuah potret keluarga dari seorang wanita berambut
pirang dan suaminya, dan dua anak mereka, laki-laki dan
perempuan. Wanita itu mengenakan gaun pink dan mutiara yang
terlihat cocok dengan koleksi permata pada ujung mahkotanya. Pria
itu sepertinya tampak sangat mencintai istrinya. Ya Tuhan, ini benarbenar
indah." "Hmmm, aku tidak bisa membayangkan begitu saja. Bisakah kamu
menanyakan apakah boleh mengambil foto lukisannya jadi aku bisa
melihatnya?" "Aku akan menanyakan, sesegera mungkin setelah aku bertemu
dengan seseorang yang bisa aku tanyakan."
"Bisakah kau melihat tanda tangannya?"
"Tentu saja. Hal itu yang pertama kucari. Tepatnya di sebelah kanan
bawah, T.Mallerton dengan bentuk tulisan khasnya. Tidak diragukan
lagi, benar-benar otentik."
"Wow," kata Gaby, dengan suara yang sangat tidak tenang.
"Apakah semuanya baik-baik saja denganmu" Tadi malam benarbenar gila dan aku
tidak melihatmu lagi setelah alarm berbunyi. Aku
merasa tidak enak badan dan Ethan dalam kondisi stres tinggi karena
ada berbagai hal lain yang terjadi."
"Seperti apa?" "Umm, sebenarnya aku tidak yakin. Ada beberapa pesan aneh masuk
ke telepon lamaku dan Ethan membaca pesannya. Seorang mengirim
teks gila dan lagu dari. . . ah. . . video itu yang waktu itu mereka buat
untukku." "Sial, kau serius?"
"Yep. Aku sangat takut." Hanya menceritakan saja membuat perutku
sedikit bergejolak. Aku hanya tidak ingin berurusan dengan itu
sekarang. Menghindari untuk memikirkan masa laluku sendiri sudah
bekerja dengan baik, dan akan kulakukan sekali lagi, aku yakin itu.
"Tidak heran Ethan stres, Bree. Kenapa kau tidak?"
"Aku tidak tahu. Aku hanya ingin percaya bahwa tidak ada orang
yang bisa melewati aku dan ini hanyalah semacam penyimpangan
tertangkap radar yang akan berakhir ketika pemilu berakhir.
Percayalah, Ethan sudah menangani ini semua."
"Yeah, well, Bagus kalau sudah ada seseorang yang menanganinya,"
gerutunya. Aku memutuskan pada saat ini kalau aku tidak akan
menceritakan "Proposal" Ethan kemarin malam. Aku butuh kopi
sebelum aku menangani apapun besarnya kerumitan itu. Lebih baik
aku menunggu saat menceritakan padanya tentang Ultimatum Ethan
untuk tinggal bersamanya juga. Gaby tidak memiliki masalah
memberikan pendapatnya tentang hal-hal seperti itu. Dan saat ini
aku tidak ingin mendengar pendapatnya.
"Hei," aku bertanya padanya, "Kau tidak menjawab pertanyaanku.
Apakah kamu baik-baik saja" Tadi malam kacau sekali. Aku tahu
kita sudah saling kirim SMS dan tidak ada kerusakan yang terjadi,
tapi tetap saja. . ."
Tidak ada suara. "Gabrielle?" Tanyaku lagi, memanggilnya sangat intens dengan
menggunakan nama lengkapnya.
"Aku baik-baik." Suaranya terdengar datar dan aku tahu dia
menahannya. "Kemana kau pergi" Aku ingin memperkenalkan kau pada sepupu
Ethan, tapi yang jelas tidak pernah terjadi."
"Aku sedang kacau. . . kemudian alarm berbunyi dan aku harus
segera keluar seperti yang dilakukan orang lain. Aku menunggu di
luar di jalan sebentar sampai aku mendapatkan SMS darimu. Setelah
aku tahu kau aman, aku mencari taksi dan pulang ke rumah. Aku
hanya ingin mandi dan tidur. Semalam benar-benar hari yang aneh."
Dia terdengar lebih mirip seperti dirinya, tapi aku bertanya-tanya
apakah dia sedang memberiku sebuah jarak. "Benny juga
menelepon. Dia melihatnya dari berita dan mengkhawatirkan kita.
Aku berbicara dengannya lama sekali."
"Oke. . . kalau begitu." Gaby sangat keras kepala dan apakah dia
sedang tidak mood untuk berbicara tentang sesuatu, melalui telepon
tidak akan menyelesaikan itu. Aku harus berbicara dengannya secara
pribadi. "Bagaimanapun juga aku ingin bertemu sepupu Ethan dengan
segudang Mallertons suatu hari nanti. Mungkin kau bisa
mengaturnya," katanya seperti suatu tawaran perdamaian.
"Ya, mungkin. Aku akan mengaturnya dengan Ethan."
Tiba-tiba setelah aku mengucapkan kata-kata itu, aku merasa tidak
sendirian lagi. Aku berbalik dan bertemu dengan wajah serius gadis
kecil yang sangat cantik, mata birunya begitu mengingatkanku pada
pasangan lain yang aku kenal dengan baik. "Aku harus pergi, Gab.
Aku akan bicara denganmu nanti dan aku akan melihat apa yang bisa
kulakukan untuk mengirim foto dari lukisan. Sampai jumpa ya."
Aku menutup telepon dan menyelipkan ponsel kembali ke sakuku.
Teman baruku yang tampak serius terus saja menatap. Aku
tersenyum padanya. Dia tersenyum kembali, rambut ikalnya yang
panjang dan hitam membingkai wajah yang aku prediksi suatu hari
nanti akan menjelma menjadi seorang yang sangat cantik. Aku tidak
sabar Ethan memperkenalkanku dengannya.
"Saya Brynne." Aku mengulurkan tanganku. "Siapa namamu?"
Tanyaku, meskipun aku mengenalinya dari Ethan.
"Zara." Dia meraih tanganku dan menjabat tanganku. "Saya tahu
siapa kamu. Paman Ethan mencintaimu dan minum bir Meksiko
sekarang gara-gara kamu. Saya mendengar saat Mami menceritakan
itu pada Daddy." Aku tidak bisa menahan tertawa yang lolos begitu saja. "Saya juga
tahu tentang kamu, Zara. Ethan mengatakan padaku betapa dia
mengagumi kecerdasanmu dalam menangani saudara-saudaramu. "
"Benarkah dia bilang begitu?"
"Uh-huh." Aku mengangguk saat dia mendongak dengan rasa ingin
tahu. "Kemana kita akan pergi?"
Zara tidak menjawabnya, namun aku membiarkan dia menarikku
terus melangkah, menyusuri jalan berliku melewati kamar dan
koridor sampai cahaya dari dapur yang hangat terlihat jelas dan yang
pasti aroma kenikmatan kopi telah menusuk hidungku.
"Mami, aku bersamanya," Zara mengumumkan saat dia menarikku
masuk ke dalam dapur. "Ahh, aku melihatnya, sayang," kata Si cantik berambut gelap yang
kuyakini pasti kakak Ethan, Hannah. Dia tersenyum padaku saat dia
menjawab putrinya, dan aku menangkap sekilas ada kemiripan
dengan Ethan di wajahnya. Yang pasti ada kesamaannya, tapi kurasa
dia lebih mirip ayah mereka, daripada Ethan. Hannah memiliki
warna rambut hitam yang sama, tapi matanya tidak sebiru mata
Ethan. Matanya abu-abu. Dan dia mungil, sedangkan Ethan berotot
dan tinggi. Hasil genetika yang menarik dari percampuran gen lakilaki dan
perempuan menjadi kombinasi yang masuk akal.
"Selamat datang, Brynne. Senang bertemu denganmu," katanya,
sambil melangkah maju, matanya seperti membuat penilaian dengan
cepat. "Hannah Greymont, ibu dari penculik kecilmu yang di sana,
dan kakak dari pria yang tidak pernah kubayangkan akan
menempatkanku dalam situasi seperti ini. Masih belum banyak
kejutan dari dia, aku menyadari itu."
Aku tertawa dengan apa yang dia katakan, menyukai kejujurannya,
seketika itu juga kami saling berjabat tangan. "Sama-sama, Hannah.
Aku sudah menantikan perjalanan ini sejak lama. Ethan selalu
bercerita dengan penuh kasih sayang tentangmu. Aku sudah pernah
bertemu dengan Ayahmu. Dia sangat mempesona, aku yakin kau
juga tahu." "Ya memang. Itulah ayahku. "Dia menyodorkan secangkir kopi dan
menunjuk ke arah meja tempatnya krim dan gula berada. "E sudah
menceritakan padaku tentang kopi kesukaanmu. "Dia tersenyum dan
mengedipkan mata kearah Zara.
"Terima kasih." Aku menghirup asap dari aroma yang lezat dan
memberikan kedipan mataku sendiri kearah Zara. "Anakmu
memberitahuku kalau Ethan minum bir Meksiko sekarang, dan itu
sepenuhnya semua salahku."
Dia menganga dengan mimik tidak percaya kearah Zara. "Yang
benar saja!" Zara tertawa. "Adikku hampir tak bisa dikenali, Brynne. Bagaimana kau bisa
melakukan itu, dan omong-omong di mana dia?"
Aku mulai menambah kopi dengan gula dan krim. "Well, bisa
kukatakan dengan jujur, aku sama sekali tidak tahu. Ethan cukup. . .
ah. . . pikirannya hanya satu fokus saja di sebagian besar waktunya.
Kecuali sekarang." Aku tertawa. "Dia agak keluar dari sana, dan aku
meninggalkan dia tidur. Perjalanan panjang tadi malam dan sorenya
berakhir. . . mengerikan." Aku memandang Zara, yang menyerap
setiap kata percakapan kami, dan kupikir sedikit kata yang
didengarkan akan menjadi lebih baik. Sedikit mendengar bisa
menjadi sangat besar, dan aku benar-benar tidak mengenal orangorang ini,
meskipun bagaimana mereka begitu terpesona
memandang ke arahku sekarang.
"Ya, aku mendengar tentang hal itu ketika dia meneleponku." Dia
mengangkat bahu dan menggelengkan kepalanya. "Pasti orang gila
yang di luar sana. Adapun E dengan pikirannya hanya satu fokus,
bukan hal yang baru. Dia selalu seperti itu. Bossy, keras kepalasangat
menjengkelkan sebagai anak laki-laki."
Aku hanya tersenyum dan bersandar di meja, berseberangan dengan
dia yang tampak sedang membuat roti. Jadi, Hannah seorang koki.
"Rumah ini- sungguh menakjubkan. Aku tadi menelepon teman
sekamarku dan menceritakan dengan antusias tentang Mallerton
yang tergantung di tanggamu."
"Kau menemukan Sir Jeremy Greymont dan Georgina-nya. Leluhur
Freddy. . . dan kau benar, Mallerton seorang seniman."
Aku mengangguk kearahnya dan meneguk kopi. "Aku belajar
konservasi seni di University London."
"Aku tahu. Ethan menceritakan kepada kami semua tentang dirimu,"
Hannah berhenti sejenak sebelum menambahkan, "sangat
mengejutkan kami." Aku memiringkan kepalaku ingin bertanya dan mengajukan
keberatan dengan langsung menatapnya. "Terkejut dengan apa yang
ia ceritakan mengenai aku?"
Dia mengangguk pelan dengan sedikit menyeringai. "Oh, ya. Adikku
tidak pernah menceritakan tentang seorang gadis, atau siapapun yang
pernah dibawa ke rumah orangtuaku untuk berakhir pekan. Semua
ini," katanya sambil memberi isyarat dengan tangannya, "sangat
berbeda untuk seorang Ethan."
"Hmmm, well, hal seperti ini cukup berbeda juga buatku. Dari
pertama kali aku bertemu dengannya, ia sangat sulit untuk ditolak."
Aku meneguk kopi lagi. "Benar-benar, sesuatu yang mustahil."
Dia tersenyum padaku. "Well, aku ikut senang untuk dia, dan senang
juga akhirnya bisa bertemu denganmu, Brynne. Aku merasakan
adakah lagi yang akan muncul dari kalian berdua?"
Hannah menekankan kata-kata itu sebagai pertanyaan, dan aku harus
memberi dia pengakuan karena menjadi sangat intuitif, tapi aku
benar-benar tidak akan menceritakan usulan Ethan yang sangat gila
itu tentang pernikahan yang telah disampaikan padaku semalam.
Tidak akan. Kami masih membutuhkan diskusi yang sangat panjang
tentang saran kecil itu. Sebaliknya aku mengangkat bahu. "Ethan
sangat. . . yakin tentang apa yang dia inginkan. Dia tidak pernah
punya masalah menceritakan sesuatu padaku. Kurasa akulah yang
lebih sulit mendengaran sesuatu dibandingkan dia dengan
omongannya itu. Adikmu seakan bisa berterus terang pada papan
kayu." Dia tertawa mendengar penilaianku. "Aku juga tahu itu.
'Kelembutan' tidak ada dalam kosa katanya."
"Kau bisa mengatakan itu lagi-" Mataku menangkap gambar di rak
lemari. Seorang ibu dengan dua anak- seorang anak perempuan dan
anak laki-laki. Aku ingin tahu. . . Aku melangkah lebih dekat dan
bisa melihat lebih lama pada foto yang aku yakini itu Ethan dan
Hannah sebagai anak-anak mereka dan ibu yang cantik, mereka
sedang duduk diatas tempat duduk yang terbuat dari batu dengan
sedikit berpose, tapi mungkin saja hanya kebetulan tertangkap
kamera di saat yang tepat. "Ini kalian berdua dengan ibumu?"
"Ya," kata Hannah lembut. "Diambil tidak lama sebelum dia pergi."
Saat ini perasaanku aneh. Aku begitu ingin tahu ketika aku
memperhatikan foto Ethan berumur empat tahun dan wanita yang
telah membesarkannya, aku tidak ingin menjadi tidak sopan untuk
menanyakan kenangan sedih mereka. Namun, rasa ingin tahu ini
telah menahanku untuk berpaling. Mrs. Blackstone luar biasa cantik
seperti seorang bangsawan, elegan dengan senyumnya yang ramah.
Rambutnya ditata keatas dan dia memakai gaun model mantel merah
anggur yang sangat cocok ditubuhnya dan sepatu bot tinggi warna
hitam. Selera modenya luar biasa pada jaman itu. Aku tidak ingin
berhenti mengamati foto itu. Disitu Ethan bersandar pada tubuh
ibunya, meringkuk di lengannya, tangannya di pangkuannya.
Hannah duduk di samping sisi lain ibunya, kepalanya miring ke arah
bahu ibunya. Tampaknya manis sekali, momen penuh kasih yang
tertangkap kamera pada waktu itu. Ada begitu banyak pertanyaan
yang ingin kutanyakan, tapi aku tidak berani. Untuk melakukan itu
sepertinya tidak sopan dan mengganggu. "Dia cantik. Aku bisa
melihat banyak kemiripan antara kalian berdua." Dan Hannah


Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memang terlihat seperti wanita dalam foto itu, tapi aku ingin
menatap Ethan sewaktu masih kecil dengan berlama-lama. Wajahnya
bulat, polos dan tubuh kecilnya mengenakan celana pendek dan
sweater putih yang membuatku ingin memeluk tubuhnya.
"Terima kasih. Aku suka mendengar orang mengatakan hal itu
padaku. Aku tidak pernah bosan mendengarnya."
"Kalian berdua tampak seperti dia," kataku, masih menatap foto itu,
berharap aku bisa memegangnya, namun aku tidak yakin untuk
mengambil risiko akan bertanya lebih jauh lagi.
"Dad memberi kami salinan foto itu." Hannah menatapku penuh
tanda tanya. "Kau sebelumnya belum pernah melihatnya?"
Aku menggelengkan kepalaku. "Tidak, foto itu tidak dipajang di
apartemennya. Aku tidak pernah melihat ketika aku ke kantornya
waktu itu. " Aku merasakan kepedihan yang tiba-tiba datang ketika aku
menyebutkan kantornya; terakhir kali aku menginjakkan kaki di
tempat itu tidak berakhir dengan baik bagi kami. Aku dalam kondisi
sangat marah dan meninggalkannya, tidak mau mendengarkan
apapun yang dia katakan padaku. Termasuk "Aku
mencintaimu." Aku bisa mengingat penampilan wajahnya yang
terluka tepat di luar lift saat pintu diantara kami tertutup.
Menyakitkan, kenangan yang tidak menyenangkan. Ethan tidak
memintaku untuk berhenti setelah kami berpisah dan aku tidak
berusaha untuk mendatanginya. Aneh rasanya. Sepertinya kami
berdua di kantornya pada saat itu adalah sesuatu yang sedikit agak
kacau untuk menyaring semua kejadian pada waktu itu. Ah, well,
mungkin kali ini kami bisa merasakan kembali kenyamanan dari
kantor Blackstone Security International, Ltd.
"Hmmm. . . sangat menarik. . . Aku ingin tahu di mana ini." Hannah
berbalik kembali meneruskan proyek pembuatan rotinya dan
mengangkat kainnya dari mangkuk.
Aku meneguk kopiku dan terus mengamati foto itu.
"Ethan tidak berbicara selama hampir satu tahun setelah
kematiannya. Dia berhenti berbicara setelah satu hari ibuku
meninggal. Aku pikir dia sangat shock ketika ibu kami tidak kembali
lagi. . . membuat dirinya butuh beberapa waktu untuk menerimanya,
meskipun dalam pemikirannya sebagai anak yang masih berusia
empat tahun," kata Hannah lembut saat ia mengolah adonannya.
Wow. Ethanku yang malang. Rasanya menyakitkan hatiku meskipun
hanya mendengar ceritanya. Kesedihan dalam kata-kata Hannah
cukup intens dan aku berjuang untuk mengendalikan apapun
responku itu agar tidak terdengar bodoh. Aku berharap aku tahu
bagaimana ibu mereka meninggal.
"Aku bahkan tidak bisa membayangkan betapa sulitnya yang harus
dilalui semua orang. Ethan berbicara betapa baiknya dirimu dan
ayah kalian. Bahkan dia bilang padaku kalian menjadi semakin dekat
dan saling ketergantungan sejak ibumu meninggal."
Hannah mengangguk sambil terus bekerja. "Ya, itu benar." Dia
memukul-mukul adonan yang berbentuk seperti bola kemudian
menutupi mangkuknya dengan kain lagi supaya adonannya
mengembang untuk yang kedua kalinya. "Kupikir kematiannya yang
tiba-tiba adalah hal yang terbaik. Tidak menderita penyakit yang
cukup lama atau tempat tinggal penuh dengan kesedihan yang tidak
bisa diubah, dan waktu itu Ethan menyesuaikan diri dan mulai
berbicara lagi. Nenek kami sangat luar biasa." Dia tersenyum sedih
ke arah Zara. "Dia sudah pergi meninggalkan kami sekitar enam
tahun yang lalu." Aku tidak tahu harus berkata apa, jadi aku hanya tetap tenang dan
meneguk kopiku, dan berharap dia akan lebih banyak berbagi lagi
tentang riwayat keluarganya.
"Kecelakaan mobil. Terjadi sudah larut malam. Ibu dan bibiku
Rebecca dalam perjalanan pulang kerumah dari pemakaman kakek
mereka." Hannah berbalik melihat Zara, yang sudah turun dari
kursinya dan sedang menuju arah keluar dari dapur. "Jangan
bangunkan Paman Ethan, sayangku. Dia sangat lelah."
"Tidak." Zara menjawab ibunya tetapi sambil menatapku dan
melambaikan tangannya. Hatiku luluh saat aku membalas dengan melambaikan tanganku
padanya dan memberikan kedipan mata kearahnya.
"Dia salah satu anak menggemaskan yang kau miliki. Begitu
mandiri. Aku menyukainya."
"Terima kasih. Dia kadang-kadang merepotkan, dan rasa ingin
tahunya sangat besar dan baik untuk dirinya. Aku tahu dia akan
mencoba untuk membangunkan Ethan dari tempat tidur dan
meminta permennya." Aku tertawa membayangkan adegan itu. Aku berharap aku bisa
menyaksikannya. "Dan kau juga memiliki dua anak yang lain -dua
anak laki-laki, Aku sudah mendengarnya. Aku tidak tahu bagaimana
kau menangani semua itu."
Dia tersenyum seolah-olah memikirkan anak-anaknya telah
memberinya kedamaian di hatinya. Aku tahu Hannah seorang ibu
yang hebat dan aku mengaguminya untuk hal itu.
"Aku cukup beruntung dengan suamiku dan aku menikmati memiliki
tamu di sini. Kami bertemu banyak sekali orang yang menarik. Ada
beberapa yang kami tidak ingin bertemu lagi, tapi secara
keseluruhan, ini menyenangkan," katanya sambil bercanda. "Dan
pernah suatu hari aku tidak tahu bagaimana aku mengelola tanpa
Freddy. Dia mengajak anak laki-laki untuk menjadi sukarelawan di
sebuah acara sarapan amal untuk Pramuka. Mereka sekelompok
kecil yang tinggal dirumah, dan kau akan bertemu dengan sisa klan
itu." "Kau tidak memiliki tamu lain yang tinggal di sini?"
"Tidak akhir pekan ini. Hanya kau dan adikku saja. Omong-omong,
apa yang bisa kubuatkan untuk sarapanmu?"
Aku datang mendekatinya dan mengintip adonan rati yang
dibuatnya. "Oh, aku cukup minum kopi saat ini. Aku akan
menunggu Ethan. Sementara ini, bisakah kamu menerimaku untuk
membantumu membuat roti ini" Aku suka memanggang. Mungkin
ini bisa menjadi terapi bagiku setelah kegilaan tadi malam."
Dia tersenyum dan mendorong sejumput rambut agar menjauh dari
mukanya dengan menekuk pergelangan tangannya. "Kau diterima,
Brynne. Celemek ada di belakang pintu dapur dan aku ingin
mendengar semua tentang kegilaan tadi malam."
"Ternyata mudah sekali," kataku saat aku mengambil celemek.
"Aku tidak bodoh. Aku sudah belajar selama bertahun-tahun bahwa
bantuan itu hal yang baik." Dia menatapku dengan mata abu-abu
penuh kehangatan. "Dan kau tidak perlu bertanya dua kali padaku."
?"" Bab 3 "Aku tidak tahu apa yang memaksaku untuk membuka mata.
Mungkin seseorang yang bernapas di dekat wajahku, samar-samar
berbau selai, tapi terlepas dari itu, sekarang aku mengerti mengapa
film horor menggunakan anak-anak ikut bermain di dalamnya, tidak
diragukan lagi, film yang paling menakutkan dari semua yang ada.
Tidak ada yang lebih menyeramkan ketika melihat seorang bocah
tidak bergerak menatapmu saat kau sedang tidur, atau bahkan lebih
buruk, untuk membangunkanmu.
Beberapa pertanyaan sangat cepat muncul dalam pikiran. Seperti
berapa lama kau berdiri di situ mengawasi aku layaknya salah satu
saudara perempuan Grady yang membawa sial di film The Shining"
Ketakutan yang berkelanjutan keluar dari diriku sekitar dua detik.
Lalu dia tersenyum. "Paman Ethan sudah bangun!" Teriaknya kencang saat ia berlari ke
pintu, membukanya dengan keras dan lebar.
"Zara! Tolong tutup pintu dibelakangmu." Aku duduk tegak dengan
hati-hati, menyadari diriku telanjang dan menjaga selimutku agar
tetap menutupi tubuhku. Aku juga sendirian di tempat tidur, jadi aku
bersandar dan melihat ke arah kamar mandi untuk mencoba dan
mencari sosok Brynne. Tidak ada Brynne. "Dia dibawah lagi ngobrol sama Mummy. Mereka sedang minum
kopi." Zara menjulurkan kepalanya keluar lalu masuk kembali.
"Begitukah?" Kataku, bertanya-tanya mengapa aku tidur seperti
orang mati sekarang dan berapa lama keponakanku menungguku.
Aneh" Sekitar jam dua belas.
Zara mengangguk dengan serius. "Dia turun ke bawah sudah dari
tadi." "Apa pendapatmu tentang dia?"
Dia mengabaikan pertanyaanku dan memiringkan kepalanya ke
arahku. "Apa kau sudah menikah, Paman Ethan?"
Aku yakin mataku membelalak keluar, karena Zara memberiku
tatapan menyeluruh saat dia menunggu tanggapan dariku.
"Um...tidak. Brynne pacarku."
"Mummy and Daddy sudah menikah."
"Ya memang. Aku datang di pesta pernikahannya." Aku tersenyum
dan berharap aku bisa keluar dari tempat tidur dan mengenakan
beberapa pakaian, tapi dia terus menatapku dan aku benar-benar
terjebak. "Kenapa kau tidur telanjang?"
"Maaf" Zara, aku ingin mengenakan pakaian-"
"Daddy tidak pernah tidur telanjang seperti yang kamu lakukan.
Brynne orangnya baik. Apa kau mau mengajakku minum es krim
dengan Rags" Dia suka es krim dan aku membiarkan dia menjilati
itu dan Mummy mengatakan itu kotor tapi aku tetap
membiarkannya. Mummy bilang agar aku tidak kesini, tapi aku
bosan menunggumu bangun. Kau satu-satunya orang yang masih
tidur." Sulit dipercaya. Seorang anak kecil berusia lima tahun menahanku
seperti tawanan di tempat tidur dimana aku tidak bisa melakukan
apa-apa selain mendengarkan, terpesona oleh rentetan kata-kata dari
pengamatannya, pendapat dan permintaannya, dan berdoa agar bisa
mendapatkan cara untuk bisa melarikan diri. Dia memberiku sedikit
tatapan jijik saat bagian kalimat terakhir itu. Semacam kata yang tak
terungkap, "Apa sih yang salah denganmu, Paman Ethan?" Dan
benar, aku seharusnya setuju juga dengan logikanya anak limatahun. Sialan banyak
kesalahanku. "Oke. Aku akan memberitahumu, Miss Zara. Aku akan melihat
apakah aku bisa mengajakmu minum es krim bersama Rags jika kau
keluar dulu jadi aku bisa bangun dan berpakaian." Aku menaikkan
alis ciri khasku yang terbaikku kearahnya. "Setuju?"
"Bagaimana dengan Mummy?" Ia melontarkan kata-katanya dengan
tidak merubah ekspresinya sama sekali. Ekspresi ini bisa dimainkan
saat bermain poker dengan penampilan the big shot(pemegang
kekuasaan) suatu hari nanti, tidak diragukan lagi. Keponakanku
sangat mengagumkan. "Apa Mummy tidak tahu kalau es krim tidak akan menyakitinya, aku
selalu mengatakan itu." Aku bertanya-tanya butuh berapa lama
sebelum pernyataannya datang lagi untuk menghantuiku. Mungkin
sama lamanya saat ia berjalan ke lantai bawah, tapi sial, apakah itu
berhasil karena aku ingin segera mendapatkan privasi. . .
"Setuju." Dia memandangku secara saksama sebelum menuju pintu
dengan berjalan mundur keluar, mata birunya menelusuri diriku
dengan pesan khusus. Sebaiknya kamu cepat turun ke bawah dalam
waktu yang singkat atau aku akan kembali kesini lagi.
"Aku akan segera turun," aku menegaskan dengan mengedipkan
mata. Aku menunggu selama satu menit untuk menenangkan diri setelah ia
pergi sebelum beranjak bangun. Aku menggunakan bantal untuk
menutupi bagian depan tubuhku dan tergesa-gesa masuk ke kamar
mandi, menguncinya sebelum aku mandi. Hal terakhir yang
kutakutkan adalah seorang anak kecil melihat milikku yang
menggantung. Jadi Brynne dibawah sedang bicara dengan
Hannah...Aku bertanya-tanya apakah mereka membicarakan aku dan
bergegas segera menyelesaikan mandiku.
Mandi terasa nyaman. Air panas membantu membersihkan
kekacauan itu keluar dari kepalaku. Persetan dengan mimpiku tadi
malam. Kenyataannya Brynne berada disitu menyaksikan mimpi
burukku yang lain, benar-benar membuat aku marah. Walaupun aku
merasa lega karena mimpinya tidak seburuk seperti terakhir kalinya,
aku masih membenci kesialan itu muncul lagi karena aku tidak ingin
berurusan dengan itu saat ini. Dia pasti ingin membicarakannya
lagi.... Aku belum siap. Tanganku menggosok kejantananku saat aku membersihkannya,
mengingatkan aku apa yang telah kulakukan padanya setelah mimpi
buruk itu. Dia menerima semua yang ingin kuberikan padanya ketika
hal itu mengarah pada seks, tanpa protes, tanpa mengeluh, dirinya
hanya rela dan pasrah setiap kalinya, membantuku untuk keluar dari
kengerian itu. Dia melakukannya karena dia mencintaimu. Aku
bertanya-tanya apakah reaksinya ada hubungannya dengan masa
lalunya - sesuatu yang dia ceritakan padaku tentang kekerasan yang
menimpanya dan apa yang dirasakannya tentang dirinya sendiri
ketika dia masih muda. Seringkali Brynne tampak begitu percaya
diri padaku, sulit untuk membayangkan perasaannya yang hancur
dan rentan. Sesungguhnya posisiku sederhana. Aku tidak peduli
tentang masa lalunya. Itu tidak mengubah apapun perasaanku
kepadanya. Dia adalah satu-satunya orang yang aku butuhkan.
Sekarang masalahnya hanya meyakinkan dirinya tentang fakta ini.
Dan aku akan melakukan itu...karena aku mencintainya. Aku
menarik handuk mewah untuk
mengeringkan tubuhku saat aku melangkah keluar dari pancuran.
Aku tersenyum didepan cermin saat aku mencukur jenggotku. Raut
wajahnya ketika aku mengatakan padanya kami harus menikah.
Mengagumkan. Seharusnya aku menggunakan ponselku dan
membuat videonya. Seringaiku berubah menjadi cemberut saat
memikirkan video yang dikirimkan padanya tadi malam. Ini
mengingatkan aku harus menggali lebih dalam dengan Neil suatu
hari nanti. Aku ingin rincian tentang bajingan yang bermain-main
dengan Brynne. Aku bersumpah, dia tidak akan melakukan itu untuk
sementara waktu. Agak menyakitkan saat menempatkan diriku kembali ke momen
malam itu. Begitu banyak gambaran melintas di kepalaku - gaun
periwinkle yang dikenakan Brynne, liontin yang aku berikan
melingkar di lehernya, pesan teks dan video yang mengganggu,
ancaman bom, mencari dia dengan panik, kemudian dia muntah di
tepi jalan. Ya Tuhan! Semua kejadian ini benar-benar gila. Kami
membutuhkan sedikit ketenangan dan istirahat. Aku bertekad agar
mendapatkannya untuk kami di akhir pekan ini meskipun kejadian
itu seperti mau membunuhku.
Aku langsung merasa bersalah karena begitu menuntut dirinya di
tempat tidur semalam. Tidak banyak kedamaian dan istirahat untuk
gadisku saat ia bersamaku. Aku ingat perasaan putus asa itu menjadi
suatu keinginan untuk berada di dalam dirinya lagi...setelah mimpi
itu. Brengsek! Aku bersyukur aku sudah tidak seburuk waktu
kejadian terakhir kalinya itu, tapi masih khawatir jika itu masih
berlebihan. Aku masih terlalu berlebihan.
Setelah dipikir-pikir, Brynne tidak bergetar bahkan setelah aku
bercerita tentang rencanaku untuk mengumumkan pertunangan
kami. Dia mengatakan padaku kalau aku gila, memang benar, tapi
dia tidak marah padaku dengan bentuk apapun sejauh yang aku tahu.
Bahkan, dia masih peduli padaku setelah itu - ketika aku hancur


Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena terbelit mimpi yang lain, perpaduan antara semua kejahatan
dari Afghanistan dengan kecemasanku terhadap dirinya. Benarbenar. Brengsek. Sialan. Dia bilang, dia membangunkan aku karena
dia tidak ingin mimpiku menjadi lebih buruk lagi. Dan apa yang
kulakukan pada gadis manisku sebagai tanda terima kasih"
Aku menyutubuhi dia lagi.
Aku memaksanya terlalu keras dan meskipun ia menerima apa yang
aku lakukan padanya, dan pasrah padaku. Dia bilang tidak apa-apa.
Ya, dia mencintai aku, oke.
Aku sangat menyadari bagaimana sentuhan Brynne bisa
menenangkan aku, tidak seperti wanita-wanita sebelum dirinya. Dia
adalah satu-satunya penyelamat hidupku yang ingin kuraih pada saat
aku menemukan diriku dalam kondisi seperti itu.
Hanya mengingat bagaimana sesi kami berakhir membuat darahku
bergejolak dan pikiranku terlepas. Aku melangkah untuk mencari
pakaian dan menyadari bahwa kupikir aku terlalu banyak melakukan
seks saat ini. Mengalihkan perhatian sudah pasti merupakan ide yang
bagus. Untuk saat ini. Saat aku berduaan dengan dirinya lagi, well,
semua taruhan itu musnah jika aku bisa menjaga tanganku darinya.
Sangat diragukan. Itu hanyalah bukti lain seberapa baik kami
berhubungan dan mengapa aku selalu berada didekat gadis Amerika
ku. Aku belum pernah membutuhkan siapapun seperti aku
membutuhkan dirinya. Suatu latihan yang panjang sudah pasti menjadi menuku hari ini, aku
sudah memutuskannya. Menghabiskan beberapa waktu melakukan
hal-hal yang normal bersama Brynne dan keluargaku, jauh dari
pekerjaan dan masalah lainnya akan menjadi perubahan yang baik.
Aku juga ingin Brynne memiliki waktu berkunjung yang
menyenangkan disini. Mungkin dia bangun ingin berlari di
sepanjang pantai. Aku berharap dia sudah sehat pagi ini. Aku
mengenakan sepatu kets dan celana training dan meraih ponselku.
Aku memutuskan untuk mengecek Neil sebelum aku turun. Hal ini
akan meringankan pikiranku dengan meneleponnya. Kadang-kadang
berbicara mengenai sebuah kasus bisa membuat perutku melilit.
"Kau bangun terlambat hari ini, bos," Kata Neil setelah dering
pertama. Aku mendengus padanya. "Bisa saja aku sudah bangun berjam-jam
yang lalu, bagaimana kau bisa tahu?"
"Sangat diragukan. Aku hanya terkejut kau tidak segera menelepon
setelah kamu tiba semalam."
"Aku mungkin akan...kalau aku tidak begitu lelah dari perjalanan
panjang dan kurang tidur nyenyak," balasku. "Oh, dan Brynne sakit
dan harus menepi dipinggir jalan dan membiarkannya mengeluarkan
isi perutnya." "Ya Tuhan, sesuatu yang tidak menyenangkan."
"Setuju. Sepanjang malam itu cukup tidak menyenangkan."
"Ada apa dengan dirinya?"
"Tidak tahu. Gangguan perut atau sesuatu" Saat di galeri dia juga
sudah sakit." "Kau tidak mencurigai seseorang mencemari makanan atau
minumannya, kan?" Aku merenungkan gambaran itu, meskipun itu membuatku melihat
tanda bahaya. "Aku tidak bisa mengesampingkan hal itu
sepenuhnya. Paul Langley perlu diperiksa lebih dalam. Dia memiliki
nomor ponsel lama Brynne dan dia ada di sana saat gala itu, tapi dia
menggunakan nomor baru Brynne sekarang. Kau tahu, setelah
dipikir-pikir, dialah yang memberi Brynne segelas air." Aku ingin
mendapati bajingan itu sendirian di sebuah ruangan. Aku bisa
mencari tahu semuanya, aku yakin. Aku mencoba fokus pada
percakapanku dengan Neil. "Masalahnya, siapapun yang mengirim
pesan teks itu berada di sana juga. Mungkin dia tidak didalam pada
acara tersebut, tapi ia melihatku merokok. Dan alarm berbunyi hanya
beberapa saat setelah video musik dikirim."
"Langley sudah pergi saat kau mencari dia sebelumnya."
"Jangan ingatkan aku, kumohon." Kalau bajingan itu terlibat, aku
bersumpah dia akan mati. Brynne dan aku perlu berbicara tentang
sejarah dirinya dengan Langley, prospek itu terasa sangat tidak
menyenangkan daripada kekacauan semalam. "Lihat saja apa yang
bisa kau temukan. Berhasilkah kamu menemukan lokasi penelepon
ponsel Brynne itu?" Aku meninggalkan itu untuk diselidiki Neil,
bertekad untuk memiliki akhir pekan tanpa fokus pada situasi yang
dihadapi Brynne atau pekerjaanku.
"Beberapa. Panggilan itu datang dari dalam Inggris. Siapapun yang
menelepon ponselnya kemungkinan besar mengawasi kamu secara
langsung dan bukan pada web cam dari Amerika. Aku menduga kau
berpikir mungkin itulah kemungkinannya?"
"Sial." Sebatang rokok sepertinya sangat menarik tepat pada saat ini.
"Mungkin begitu , tapi aku berharap itu. Well, kalau begitu bukan
Oakley, dia sedang aktif bertugas di Irak. Pengintaian di sekitar
London akan diperluas ketika dia menghindari rudal di padang pasir.
Bukan pula Montrose, karena dia sudah pantas untuk mati dan
dikuburkan. Jadi tinggal orang yang ketiga dalam video tersebut.
Bajingan berikutnya yang ada dalam daftarku. Kami belum
mendapatkan kabar tentang dirinya. File itu dapat diakses pada
sistem Q drive. Semua informasi vitalnya ada di sana. Bisakah kamu
menggali sedikit lagi tetang dia" Mencari tahu apa yang dia lakukan
akhir-akhir ini" Memastikan dia tidak menggunakan paspornya.
Um...namanya Fielding. Justin Fielding, dua puluh tujuh tahun,
tinggal di Los Angeles, itu seingatku. Aku ingin tahu apakah dia
pergi ke pemakaman Montrose juga. Aku bertaruh dia tidak mungkin
-" "Aku mengerti, E," sela Neil. "Nikmati akhir pekanmu dan cobalah
untuk membiarkan semua omong kosong ini beristirahat sejenak.
Aku akan mengerjakan semuanya untukmu. Sekarang kau tahu
Brynne aman dan lupakan sejenak masalah ini. Tidak ada yang akan
terjadi di Somerset."
"Terima kasih. Aku menghargainya. Oh, ya, bisakah kau memberi
makanan untuk Simba?"
"Dia tidak menyukai aku," kata Neil datar.
"Dia juga tidak menyukai aku, tapi dia senang di beri makan. Dan
jika Kau tidak melakukannya dia akan mulai memakan ikan sapusapu."
"Baiklah. Aku akan memberi makan ikan bermuka masam dan
beracunmu itu." "Kau tidak harus memeluknya, hanya melemparkan beberapa krill ke
dalam tangkinya." "Lebih mudah mengatakan daripada mengerjakan. Makhluk itu
separuh piranha, aku yakin itu."
Aku tertawa membayangkan itu. "Terima kasih, prajurit yang gagah
berani, karena pergi berjuang ke medan perang untukku untuk
memberi makan ikan peliharaanku."
"Sama-sama." "Pertahankan benteng untuk kita, dan kamu tahu bagaimana
menghubungi aku. Kami akan kembali ke kota pada Senin malam."
Aku mengakhiri percakapan dan menuju keluar dari kamar tidur,
bersemangat untuk menemukan Brynne. Waktunya untuk
menemukan gadisku dan melihat seberapa bermasalahnya aku di
pagi ini karena semua perilaku burukku tadi malam. Meskipun
sesungguhnya aku tidak merasa khawatir. Kekasihku mencintaiku,
dan aku tahu bagaimana memberikan apa yang dia butuhkan. . .
Aku tersenyum sendiri pada pikiranku yang sombong, membuka
pintu kamar tidur dan hampir menginjak keponakanku.
Zara sedang duduk di lantai, punggungnya bersandar pada dinding,
rupanya sedang menungguku. Aku meraih keseimbanganku dan
berjongkok untuk menghadap wajahnya.
"Akhirnya, Kau keluar," katanya sebal.
"Maaf. Aku harus menelepon, tapi aku sudah keluar sekarang."
Dia menatapku dengan penuh harap. "Bisakah kita pergi membeli es
krim sekarang" Kau mengatakan akan membelikan aku."
"Ini masih pagi. Setahuku, es krim itu untuk sore hari."
Dia merespon dengan mengerutkan hidung kecilnya yang lucu itu
padaku. Aku kira dia tidak memberikan pemandangan pragmatis itu.
Aku menunjuk ke pipiku. "Aku belum mendapatkan sambutan yang
manis dari princess favoritku."
Dia mengulurkan tangan, melingkarkan lengannya kecilnya di
sekeliling leherku dan mencium pipiku.
"Sekarang lebih baik," kataku. "Apakah Kau menginginkan
tumpangan?" Aku menunjuk ke punggungku.
"Ya!" Ekspresinya cerah.
"Well, naiklah kalau begitu," kataku.
Dia menempelkan dirinya dan mengaitkan lengannya di leherku saat
aku memegang kaki kecilnya yang diselipkan di bawah lenganku.
Aku mengerang, pura-pura berjuang untuk berdiri diatas kakiku.
Aku tersandung ke dinding dengan gerakan yang berlebihan, berhatihati dan
menjaga kepalanya. "Ya Tuhan, berat badanmu bertambah
banyak. Kamu sudah terlalu banyak makan es krim, kan?"
Dia tertawa dan menjejakkan tumitnya ke sisiku. "Jalan, Paman
Ethan!" "Aku sedang berusaha jalan!" Aku mendengus, pura-pura menabrak
dinding saat aku tersandung. "Rasanya seperti ada seekor gajah di
punggungku! Apakah Kau sudah berubah dari seorang princess
menjadi seekor gajah?"
"Tidak!" Ia menertawakan kelakarku dan menyodokku lebih keras.
"Berjalanlah lebih cepat dari ini!"
"Pegang erat-erat," kataku, kami bersorak dan berteriak saat
menuruni tangga besar dan masuk ke ruang keluarga.
Kakak perempuanku dan Brynne sedang menunggu kami ketika
kami menyelinap memasuki dapur yang nyaman itu. Aku yakin
suara tawa yang melengking telah mendahului kedatangan kami, tapi
ekspresi wajah Brynne seakan memberiku sebuah tendangan.
Matanya melebar saat melihat kami, mungkin terkejut melihat aku
bermain-main seperti ini.
"Halo, Han," kataku, membungkuk untuk mencium pipinya, Zara
masih menempel di punggungku dan agak mencekik leherku.
"E." Dia memelukku, bentuk tubuhnya yang mungil hanya sampai di
bawah daguku, dia masih terasa sama nyamannya di sepanjang
hidupku. Seorang anak laki-laki yang kehilangan ibunya disaat
usianya masih terlalu muda, entah bagamana aku menggantikan
posisi kakakku. Bagaimanapun juga dia selalu mengasuhku dan
kami hanya menyesuaikan hubungan kami dengan satu-satunya cara
yang kami mengerti. Aku menatap Brynne dan mengedipkan mata
padanya. Zara tertawa dan melambung-lambungkan badannya
seakan-akan dia ingin "kuda"nya untuk terus berjalan.
"Zara, apakah kamu membangunkan Paman Ethan?" Hannah
bertanya pada putrinya dengan alis terangkat.
Aku bisa merasakan Zara menggeleng kepalanya bolak-balik dengan
penuh semangat dan menahan seringai ancaman menuduh yang akan
tersebar di wajahku. "Dia membuka matanya sendiri, Mummy," Ia mengumumkan.
Brynne tertawa. "Pasti menarik, aku menyesal telah melewatkan
itu." "Zara," Hannah memarahinya dengan lembut, "Aku sudah bilang
padamu untuk membiarkan dia tidur."
"Tidak apa-apa," Ujarku pada kakakku. "Aku tidak kehilangan lebih
dari satu atau dua tahun dari sisa hidupku, aku yakin." Aku bergidik
pura-pura mengejek. "Ingat gadis-gadis kecil di The Shining?"
Hannah tertawa dan mendaratkan pukulan di bahuku. Aku berpaling
ke Brynne. "Pagi, sayang. Sepertinya aku memiliki monyet kecil di
punggungku." Perubahan yang menyenangkan untuk bermain-main.
"Oh, aku minta maaf sepertinya kita belum pernah bertemu
sebelumnya. Aku ingin tahu apakah kamu mungkin melihat pacarku
di sekitar sini?" Tanyanya. "Namanya Ethan Blackstone. Seorang
pria yang sangat serius, jarang sekali tersenyum dan hampir
dipastikan tidak pernah menghancurkan rumah bersejarah dengan
berteriak dan menabrak dinding bersama monyet kecil di
punggungnya." Dia menggelitik telinga Zara dan membuat Zara
tertawa lagi. "Tidak. Pria itu tidak di sini. Kami meninggalkannya di London."
Dia mengulurkan tangannya. "Saya Brynne, senang bertemu
denganmu," katanya dengan wajah serius.
Hannah mendengus di belakangku dan menarik Zara yang masih
memantul-mantul di punggungku sementara aku menarik tangan
yang ditawarkan Brynne, membawanya ke bibirku dan
mengecupnya. Aku melirik ekspresinya dan melihat mata beningnya
saat ia tersenyum dan memutar bibirnya yang terkatup rapat. Bibir
itu. Dia melakukan hal-hal yang ajaib dengan bibir itu...Milikku.
Hannah menepuk bahuku dari belakang. "Kau terlihat seperti
saudaraku, dan suaramu juga mirip, tapi jelas kamu bukan dia." Dia
mengulurkan tangannya. "Hannah Greymont. Siapa kamu?"
Aku tertawa padanya dan memutar mataku. "Kamu butuh bersenangsenang, E. Seringseringlah pergi keluar dan bertemu banyak orang.
Bersantai dan sedikit menikmati hidup," aku melontarkan kata-kata
ejekan yang sering kudengar dari kakakku lebih dari satu kali.
"Jangan salah paham, aku suka melihatmu main kuda-kudaan dan
tertawa seperti itu." Hannah mengangkat tangannya dan menunjuk
ke arahku. "Beri aku waktu sebentar untuk mencerna semuanya."
"Kau akan terbiasa dengan ini," kataku pada Hannah saat merangkul
Brynne dan mencium pelipisnya, menghirup aroma bunga dari
samponya. Dia selalu tercium begitu menyenangkan bagiku.
"Bagaimana perasaanmu pagi ini, sayang?"
"Aku merasa sehat." Dia menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu
apa yang terjadi tadi malam, tapi aku merasa benar-benar sehat hari
ini." Dia menyesap minuman dari cangkirnya. "Hannah membuatkan
secangkir kopi yang rasanya lumayan."
"Ya," kataku, aku berjalan melintasinya, menuangkan kopi untuk
diriku sendiri. "Apa kau sudah makan?"
"Belum. Aku menunggumu." Matanya tampak lebih cokelat dari
apapun di pagi ini. Dan dia membuat tatapan yang mengatakan
padaku dia ingin mendiskusikan sesuatu. Baiklah. Kami memiliki
banyak hal untuk dibicarakan. Aku perlu untuk meyakinkannya. Aku
siap. "Kau tidak harus menungguku...tapi aku punya ide, jika kau
tertarik," kataku, kembali ke sisinya dengan membawa secangkir
kopi, sepertinya nikmat- tercium dari uapnya yang mengepul naik.
"Apa itu, pria-aneh-yang-mirip-pacar-ku-tapi-tidak-mungkin-itudia?" Caranya
menggodaku membuat aku ingin melemparkannya ke
atas bahuku dan berjalan kembali ke atas ke kamar tidur kami.
"Kalian semua menjadi wanita yang lucu pagi ini," kataku, sambil
menatap mereka satu persatu, termasuk gadis lima tahun itu. "Di
mana semua pria" Aku benar-benar kalah suara di sini."
"Kegiatan pramuka. Mereka akan pulang setelah makan siang,"
Hannah memberitahuku. "Ahh, begitu ya." Aku berbalik kembali pada Brynne. "Kau suka
berlari di sepanjang garis pantai" Pemandangannya benar-benar
indah dan ada sebuah kafe di sana, kita bisa mendapatkan sesuatu
setelah berlari." Seluruh wajahnya berubah menjadi sesuatu yang tidak bisa
dilukiskan, campuran kecantikan dan kebahagiaan.
"Kedengarannya sempurna. Aku akan berganti pakaian dengan
cepat." Dia mundur dan berbalik keluar dari ruangan sambil
menyeringai. Aku suka saat dia senang, dan terutama ketika aku


Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melakukan sesuatu yang membuatnya seperti itu.
"Aku mau ikut," kata Zara.
"Oh, princess, kami akan berlari, terlalu jauh bagimu untuk ikut
dengan kami pagi ini." Aku berjongkok untuk menatap wajahnya
lagi. "Kau berjanji kita akan mengajak Rags dan membeli -" Zara
menampilkan wajahnya yang tidak senang pada Paman Ethannya.
Sama sekali tidak. Hal itu menggelitik di bagian dalam tubuhku
juga. Gadis kecil yang berwajah tidak senang sangat menakutkan
sekali. Dalam hal ini, gadis yang sudah besar juga.
"Aku tahu," Aku memotong perkataannya dan mengintip ke Hannah,
yang memutar matanya padaku dengan tangan dilipat. "Kita akan
pergi nanti sore. Ingatkan aku sudah mengatakan itu padamu . . ."
Bisikku di telinganya," Es krim nanti sore, princess. Mummy
mengawasi kita. Kau lebih baik pergi bermain dengan bonekamu
atau sesuatu jadi dia tidak akan curiga."
"Oke," balasnya dengan bisikan keras, "Aku tidak akan mengatakan
kau akan mengajakku dan Rags untuk membeli es krim nanti sore."
Aku tertawa diam-diam dan mencium keningnya. "Gadis pintar."
Aku merasa cukup bangga pada diriku sendiri karena berhasil
menangani masalah kecil ini. Zara melambaikan tangan selamat
tinggal saat ia pergi untuk bermain dan aku memberinya kedipan
mata yang besar. Aku masih berjongkok dan mendongak melihat
tatapan mengejek dari kakakku.
"Kau hampir tidak bisa kukenali, Ethan. Kau merasakan itu begitu
buruk, kan?" Aku berdiri dan mengambil cangkir kopiku lagi, menyesap seteguk
kopi panas sebelum aku membahas komentarnya. "Ini hanya es krim,
Han." "Aku tidak sedang berbicara tentang kamu yang diam-diam
membelikan Zara es krim, dan kau tahu maksudku."
Tatapanku menusuk di matanya dan berkata pada kakakku, "Ya. Aku
merasakan itu begitu buruk."
Hannah tersenyum manis padaku. "Aku bahagia untukmu, E. Sial,
aku senang melihatmu seperti ini. Bahagia...Kau bahagia
dengannya." Mata abu-abu Hannah tampak berair.
"Hei, ada apa?" Aku menariknya kedalam pelukan.
Dia memelukku dengan keras. "Airmata bahagia. Kau layak
mendapatkannya, E. Aku berharap Mum ada di sini untuk melihatmu
seperti ini. . ." Suara Hannah melemah, Nampak jelas seperti
tersedak. Aku memandang foto di rak, kami bertiga bersama-sama, Hannah,
aku dan Mum duduk di dinding batu di rumah kakek-nenekku. "Dia
ada di sini," kataku.
?"" Bab 4 Ethan membawaku ke tempat yang tinggi di sepanjang jalur pantai
untuk melihat pemandangan dari atas laut di Teluk Bristol dengan air
birunya yang gemerlap seakan mengedipkan satu juta pecahan kaca
yang berkilau karena angin. Kami menyusuri jalan itu selama
beberapa saat sampai jejak jalan berbalik menuju ke daratan.
Matahari bersinar dan udara terasa segar. Kau akan berpikir semua
aktivitas fisik akan membersihkan pikiranku yang tersebar kemanamana,
menempatkan mereka menjadi tertata rapi, tetapi aku tidak
beruntung dalam hal ini. Tidak. Pikiranku terus berputar.
Pengumuman pertunangan" Tinggal serumah" Menikah"! Aku
sangat ingin menjadwalkan untuk membuat janji bertemu dengan Dr.
Roswell begitu kami kembali ke London.
Ketika aku melihat Ethan didepanku, cara dia bergerak,
kelincahannya yang alami dan keluwesannya, bentuk tubuhnya yang
berotot bergerak ke depan, aku menyukai pemandangan itu.
Kekasihku, pemandanganku. Yap, pemandangan dan kekasihku
keduanya sangat menyenangkan untuk dilihat.
Aku memang suka berada di sini dan senang dia mengajakku,
terlepas dari arah pembicaraan kami semalam. Ethan turun ke lantai
bawah pagi ini tampak ceria dan penuh kasih sayang, seolah-olah
kami tidak pernah membahas hal yang sangat penting tadi malam.
Benar-benar menyebalkan sekali, ia bisa melontarkan sesuatu seperti
mengajak menikah seolah-olah hal itu tidak serumit mendapatkan
lisensi untuk mengendarai mobil!
Meskipun begitu, aku suka ketika ia berlari denganku. Disaat tidak
hujan kami berlari bersama-sama di kota pada pagi hari ketika aku
menginap dirumahnya. Ethan menjaga kecepatannya dengan
kompetitif dan aku berharap ia tidak dengan sengaja menurunkan
kecepatannya demi aku karena dia bisa berlari lebih cepat.
Ketika jalan setapak yang disertai hembusan angin di sepanjang
pantai itu mulai turun kebawah menuju pesisir pantai, kami keluar
menuju ke sebuah tanjung yang berbatu. Ethan berbalik dan
memberiku sebuah senyuman mirip fotomodel yang tidak pernah
berhenti mempengaruhi aku ketika dia melakukannya. Dia memiliki
senyum yang luar biasa, membuat tubuhku meleleh. Itu berarti dia
sedang bahagia. "Apa kau lapar?" Tanyanya saat aku berhenti.
"Ya. Kita mau ke mana" "
Dia menunjuk ke sebuah bangunan berbentuk gazebo kecil yang
berdiri tepat di atas bebatuan. "The Sea Bird. Sarapan terkenal
disajikan di tempat yang kecil."
"Persis seperti rencanaku." Dia mengambil tanganku dan
membawanya ke bibirnya, mencium ujungnya dengan cepat.
Aku tersenyum ke arahnya dan mengamati wajahnya yang tampan.
Wajah Ethan menyenangkan untuk dilihat, tapi menurutku lucu
karena tampaknya ia tidak terlalu memikirkannya. Aku ingin tahu
tentang wanita itu, Priscilla, pada malam sebelumnya. Aku tahu
Ethan pernah berhubungan dengan dia di di masa lalu; ia sudah
mengatakan banyak sekali : "Kami berdua pergi keluar hanya
sekali." Tidak perlu seorang jenius untuk mengetahui apakah dia
menerima tawaran seks bebas dari wanita itu. Tangannya
ditempatkan di seluruh tubuh Ethan ketika di bar. Aku sama sekali
tidak suka penampilannya. Seperti predator. Meskipun begitu, Paul
tampaknya tertarik padanya. Aku melihat mereka berdua di luar di
pinggir jalan setelah Museum Nasional dievakuasi.
"Apa yang ada di dalam pikiranmu, cantikku?" Ethan menepuk
ujung hidungku. "Aku bisa melihat roda bergerigi berputar di dalam
sini." Dia mencium keningku.
"Banyak sekali."
"Mau membicarakannya?"
"Aku pikir kita harus membicarakan itu." Aku mengangguk.
"Kupikir kita tidak punya pilihan lain, Ethan."
"Ya," jawabnya, matanya kehilangan percikan kebahagian yang baru
saja ada di dalam matanya.
Pelayan berambut merah menatap dia secara menyeluruh, saat dia
mempersilahkan kami duduk di kursi dekat dengan jendela, sesuatu
yang sudah biasa aku alami ketika keluar dengan Ethan. Para wanita
secara terang-terangan tidak menyembunyikan ketertarikan mereka,
aku selalu bertanya-tanya bagaimana orang-orang akan bereaksi atau
apa yang akan mereka katakan kepadanya jika aku tidak
bersamanya. Hah! Ini nomorku jika kau ingin datang ke tempatku
dan mendapatkan seks cepat dan liar. Aku akan melakukan apapun
yang kau inginkan. Memuakkan.
Dia menunggu sampai wanita itu meninggalkan kami kemudian
langsung berbicara. "Jadi. . . kembali ke pembicaraan kita tadi
malam. Apakah kau merasa lebih mudah menerima ide itu?"
Aku meneguk air terlebih dahulu. "Kupikir aku masih shock karena
kau ingin. . ." Aku ragu-ragu.
"Kau tidak perlu takut untuk mengatakan kata itu, Brynne," dia
menggerutu, tampak tidak begitu senang dengan keraguanku.
"Baik. Aku tidak percaya kau siap untuk 'menikah' denganku." Aku
membuat tanda kutip di udara dan melihat rahangnya menyentak.
"Mengapa hal ini mengejutkanmu?"
"Maksudku ini terlalu cepat dan kita baru saja mulai berhubungan,
Ethan. Tidak bisakah kita hanya tetap seperti sebelumnya?"
Ekspresinya mengeras. "Kita masih tetap bisa melanjutkan hubungan
kita seperti sebelumnya. Aku tidak tahu, menurutmu hubungan kita
akan menuju kemana, tapi aku dapat meyakinkan kamu hal itu akan
menjadi suatu tempat dimana kita bisa bersama-sama." Dia
menyipitkan matanya dan sedikit melotot. "Komitmen secara total,
Brynne, atau apakah kau secepat itu melupakannya" Kau bilang kau
menginginkan hal yang sama tadi malam."
Aku tahu dia sangat frustrasi mengatakan itu padaku. "Aku tidak
lupa," bisikku dan melihat menu di depanku.
"Bagus." Dia mengambil menunya sendiri dan satu atau dua menit
tidak mengatakan apa-apa. Sampai akhirnya pelayan datang kembali
dan menuliskan order sarapan kami, sangat menjijikkan melihat ia
main mata dengan Ethan yang benar-benar merasa tersiksa dengan
godaannya. Aku memutar mataku ketika dia berbalik dan melenggang pergi.
Ethan terus menatapku, tidak pernah goyah, saat ia berbicara,
"Sampai kapan kau akan mengerti kalau aku tidak peduli pada
wanita seperti pelayan itu dan bagaimana ia baru saja mencoba
menggodaku sementara kau sedang duduk tepat disana. Sangat tidak
pantas dan aku membencinya. Hal-hal seperti itu terjadi disepanjang
usiaku saat dewasa dan jujur aku memberitahumu bahwa itu sialan
menggangguku." Tangannya menggapai ke seberang meja dan
mengambil tanganku. "Aku hanya menginginkan satu wanita yang
menggodaku sekarang, dan kamu tahu siapa dia."
"Tapi bagaimana kau bisa begitu yakin tentang hal yang sama
pentingnya seperti pernikahan?" Aku kembali ke topik awal kami.
Dia mulai menggosokkan ibu jarinya di atas tanganku, menyentuhku
dengan cara yang lebih dari sekadar gerakan sensual. "Aku sudah
memutuskan apa yang kuinginkan denganmu, sayang, dan pikiranku
tidak akan berubah."
"Kau tahu ini. Kau tahu kamu tidak akan berubah pikiran tentang
aku atau ingin bersamaku." Aku mengatakannya dengan nada sedikit
mengejek pada pernyataan itu, tapi sebenarnya itu merupakan
pertanyaan yang kuajukan kepadanya. Sialan, jika dia menawarkan
itu maka aku harus mendengar mengapa alasannya. "Aku tidak
memiliki contoh yang baik sebagai gambarannya. Pernikahan
Orangtuaku seperti sebuah lelucon."
"Aku tidak akan mengubah pikiranku, Brynne." Dia menyipitkan
matanya dan aku bisa melihat perasaan sedikit terluka disana.
"Kaulah segalanya yang kuinginkan dan aku butuhkan. Aku yakin
itu. Aku hanya ingin membuatnya menjadi lebih resmi sampai dunia
tahu, jadi aku bisa melindungi kamu dengan cara terbaik yang aku
tahu. Apalagi Orang yang sudah menikah pasti tidak akan diganggu."
Dia menatap tangan kami kemudian menatapku lagi. "Aku
mencintaimu." Hatiku meleleh di bawah ledakan intensitas yang datang dari dirinya,
dan aku merasa seperti sosok seorang wanita jalang. Di sini ia
mengeluarkan perasaannya, mengatakan padaku betapa aku sangat
berarti baginya, dan aku membuatnya menjadi sulit.
"Aku tahu dan aku juga mencintaimu." Aku mengangguk dan
memutar tanganku untuk menggenggam tangannya, dengan sepenuh
hati aku bersungguh-sungguh dengan kata-kataku. "Aku bersedia.
Tidak ada orang lain yang pernah bisa membuatku seperti ini
sebelumnya. . . tapi kau."
"Bagus." Dia tampak rentan dan aku ingin meyakinkannya, membuat dia
merasakan kalau dia peduli padaku. Karena memang benar, Ethan
peduli padaku. Sangat peduli. Aku membelai bagian atas tangannya
dengan jariku, menggosoknya dengan maju mundur.
Dua puluh empat jam yang lalu benar-benar gila, aku hanya
mencoba untuk mengikutinya. Apa yang Ethan sarankan,
membuatku merasa tertekan, tapi dia juga membuatku merasa
dicintai. Dia adalah pria baik yang bersedia untuk membuat
komitmen denganku, dan hanya meminta hal yang sama sebagai
balasannya. Mengapa aku begitu mempermasalah itu" Kebenaran itu
membuatku cukup paham meskipun aku benci mengakuinya dengan
menggali lebih jauh ke dalam jiwaku. Bersama Ethan memaksaku
untuk mengkaji setan yang ada di dalam diriku.
"Aku akan tinggal bersamamu. Bagaimana itu sebagai permulaan?"
"Hanya itu saja, sebagai permulaan," katanya datar. "Aku katakan
bahwa bagian itu tidak bisa ditawar pula."
"Aku tahu. Kau sudah mengatakan banyak hal itu padaku, Ethan."
Aku tidak bisa menahan sarkasme dari suaraku tapi aku tersenyum
padanya yang sedang duduk di depanku dengan semua
keindahannya sebagai laki-laki, begitu percaya diri dan meyakinkan.
Dia membalas menyeringai ke arahku. "Dan aku bersungguhsungguh dengan setiap
kata yang kuucapkan."
Pelayan muncul lagi dengan membawa makanan kami tak lama
kemudian, cekikikan dan membungkuk di atas meja dengan tampilan
menjijikkan yang membuat perutku mual. Secara harfiah. Telur dan
daging yang diletakkan di depanku tiba-tiba tampak tidak begitu
menarik juga. Aku meraih roti dulu.
Aku tidak bisa menahan diri untuk memutar mataku lagi saat ia
melangkah pergi, pinggulnya berayun secara berlebihan. Ethan
tertawa lembut padaku dan meniupkan sebuah ciuman di udara.
"Nanti saja kita bicarakan lagi tentang rencanamu ini ketika kita
kembali ke London, oke" Aku ingin menikmati akhir pekan kita
disini bersama-sama dan melupakan pesan tadi malam, dan kita
hanya bersenang-senang." Aku tidak bisa menahan diri dengan
menambahkan sedikit sindiran: "Bukannya menonton wanita yang
melemparkan dirinya kepadamu akan menyenangkan bagiku atau
apapun itu." Dia tertawa sedikit lebih keras. "Selamat datang di duniaku, sayang.
Yah, jika ini membantu alasanku untuk membuatmu cemburu,
mungkin aku seharusnya sedikit memberanikan diri pada wanita
yang mengagumiku." Ia memberi isyarat ke arah pelayan tadi.
Aku memelototinya. "Jangan pernah berpikir tentang hal itu,
Blackstone." Aku mengangguk ke arah selangkangannya. "Ini tidak
akan membantu usahamu atau keinginanmu untuk mendapatkah
lebih dari apa yang kau suka."
Dia menggigit ujungnya potongan daging bacon dan mengabaikan
ancamanku, matanya menyapuku secara perlahan-lahan dengan
seksinya. "Aku sangat suka melihatmu cemburu. Membuatku
terangsang," katanya dengan nada rendah.
Apa sih yang tidak membuatmu terangsang" Aku merasa tergelitik
karena adanya getaran gairah diseluruh tubuhku saat ia menatapku
dengan pandangan yang lain. Ethan bisa membuatku panas
menginginkan dirinya hanya dengan sedikit gerakan. Aku
memperhatikan bagaimana otot-ototnya mengencang di balik
kaosnya dan aku ingin melepaskannya, dan melanjutkan dengan
menjilati dadanya yang terpahat indah itu, lalu turun lebih jauh lagi
di atas perutnya, potongan V-nya dan berakhir sampai ke bagian
tubuhnya yang paling menakjubkan-"
"Apa yang kau pikirkan sekarang?" Tanyanya dengan menaikkan
satu alisnya, menginterupsi fantasi nakalku.
"Betapa aku sangat menyukai saat lari denganmu," Balasku, bangga
dengan jawaban ringkasku ketika aku begitu jelas tertangkap tanpa
malu-malu memelototi tubuhnya, lebih buruk daripada si rambut
merah yang melayani makan kami.


Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar," katanya, benar-benar tidak percaya. "Kupikir kau sedang
memimpikan bagaimana membuatku telanjang dan ingin bercinta."
Aku merasa malu dan menatap makanan, bertanya-tanya mengapa
aku begitu cepat terangsang akhir-akhir ini. Hormonku pasti sedang
aneh lagi. Semuanya. Salah. Dia.
"Ngomong-ngomong tentang mimpi..." Aku pikir ini adalah saat
yang tepat untuk mengubah topik pembicaraan dan membiarkan
komentarku menggantung sejenak diantara percakapan kami.
Matanya berubah menjadi gelap dan ia mengerutkan kening. "Yeah,
aku bermimpi lagi. Aku sangat menyesal mengganggu tidurmu.
Sungguh. Aku tidak tahu mengapa aku mulai mengalaminya lagi
setelah sekian lama."
"Aku ingin tahu tentang apa mimpi-mimpimu, Ethan."
Dia mencoba mengalihkan perhatiannya seperti yang biasa dia
lakukan dengan mengubah topik pembicaraan lagi. "Tapi kau benar,
sayang, aku tidak seharusnya mengatakan, ayo-kita-menikah seperti
yang aku lakukan ini dengan terburu-buru. Sepertinya tidak baik
mengungkapkan hal ini kepadamu di tengah malam, meskipun aku
masih yakin itu adalah pilihan terbaik untuk kita. Kita bisa bicara
lebih banyak tentang hal itu ketika kita kembali ke kota dan Kau
pindah ke flatku. Aku sudah mengatakannya padamu seluruh
kejadian tadi malam di Galeri Nasional itu menakutkan aku." Dia
menggelengkan kepalanya dengan pelan-pelan. "Saat aku tidak bisa
menemukanmu. . . itulah hal yang terburuk, Brynne. Aku tidak mau
mengalami itu lagi. Hatiku tidak bisa menerimanya."
Aku menatapnya, frustrasi dengan sikap tertutupnya lagi, dan
menegakkan posisiku. "Kenapa kau tidak mau mengatakan padaku
tentang mimpi burukmu" Hatiku tidak bisa menerimanya."
Tatapannya berkedip-kedip ke bawah kemudian kembali ke atas lagi.
Dia berbisik dengan mata memohon, "Ketika kita kembali ke rumah.
Aku berjanji." Dia memainkan tanganku, menelusuri buku-buku
jariku begitu lembut. "Mari kita bersama-sama menikmati akhir
pekan yang menyenangkan ini seperti yang kau katakan, tanpa
membawa apapun yang buruk ke dalamnya. please?"
Bagaimana mungkin aku bisa mengatakan tidak" Tatapan ketakutan
di seluruh wajahnya sudah cukup bagiku untuk menangguhkan
pertanyaanku. Beberapa hari lagi tidak masalah tanpa
mengetahuinya. Meskipun aku mengetahui sampai sejauh ini, apa
pun peristiwa yang diderita Ethan benar-benar mengerikan, dan itu
menyakitkan aku walaupun hanya membayangkan saja. Dia
mengatakan hal itu terjadi saat dia perang dan aku ingat kata-kata
Neil sekali untukku: "Suatu keajaiban E bisa bertahan hidup,
Brynne." Ya, dia memang suatu keajaiban. Keajaibanku.
?"" Kami kembali ke rumah mengambil jalan yang berbeda, karena
Ethan ingin menunjukkan padaku daerah sekitar sini. Jalan ini jauh
lebih mudah, dan aku bersyukur, karena beberapa alasan aku merasa
lelah lagi. Aku memerah saat aku menyadari alasannya. Melakukan
seks beberapa kali tadi malam. Ada keajaiban lain yang kuingat yaitu
Pemisahan The Separation 3 Pendekar Rajawali Sakti 34 Jari Malaikat Sumpah Palapa 20

Cari Blog Ini