Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller Bagian 2
aku memulai dan mengakhiri malam dengan muntah. Ugh.
Meskipun Ethan telah bertindak begitu baik padaku. Dia seorang
pria yang sungguh bijaksana dan penuh perhatian, dengan
perilakunya yang sangat baik walaupun tidak dibesarkan oleh
seorang ibu. Aku harus berterima kasih kepada ayahnya, Jonathan,
yang telah mendidiknya dengan baik ketika aku bertemu dengannya
lagi. Areanya berubah menjadi lebih banyak pepohonan saat kami
berjalan menjauh dari pantai. Daun-daunnya yang hijau seakan
menyaring sinar matahari, melewati sela-sela cabangnya untuk
membuat pola bayangan dan cahaya di atas tanah, area perkuburan
agak tersembunyi di bawah beberapa pohon ek yang sangat tua,
sepertinya tempat yang bagus untuk berhenti selama beberapa saat.
Tempat pemakaman ini tampak seperti sesuatu yang keluar dari
sebuah novel gothic, semua cabang pohonnya bergelantungan dan
batu nisannya berukir. Ethan menunggu aku menyusul dirinya di pintu gerbang dan
mengulurkan tangannya. Begitu aku menyentuhnya, dia menarikku
untuk mendekati tubuhnya, lalu memelukku. "Apa kau ingin melihat
di sekeliling area ini dan beristirahat sejenak" Aku pikir kau
mungkin mau karena kamu sangat menyukai sejarah."
"Aku menyukai tempat ini. Begitu indahnya disini." Aku melihat ke
sekeliling area ini. "Begitu damai dan tenang."
Kami berjalan melewati petak-petak kuburan, membaca nama pada
batu nisan orang-orang yang pernah hidup dan meninggal di daerah
sini. Sebuah crypt marmer menandai tempat peristirahatan keluarga
Greymont, nenek moyang suami Hannah, Freddy. Aku membaca
nama Jeremy dan Georgina dan mengingat mereka saat Hannah
menyebut nama orang-orang itu di lukisan indah yang aku temukan
di tangga tadi pagi. Mallerton. Aku tahu tanpa sedikitpun ragu,
bahwa lukisan Sir Jeremy dan Georgina yang cantik itu adalah nyata
dan berharap keluarganya mengizinkan aku mengambil beberapa
gambar untuk membuat katalog. Mungkin aku bisa mengajak Benny
ke sini untuk mengambil beberapa foto yang indah itu. Gaby juga
ingin melihatnya dan Lembaga Mallerton pasti sangat tertarik pada
apapun yang ada hubungannya dengan status lukisannya saat ini.
Pikiranku berputar dengan berbagai kemungkinan ketika kami
meninggalkan tempat pemakaman pribadi dan terus masuk ke
pedalaman melewati jalur hutan.
Kami sampai ke pintu gerbang besi yang mengesankan, seperti yang
kamu lihat di film-film pemenang Academy Awards untuk
sinematografi. Areanya tertutup oleh pagar besi yang bertanda agen
penjualan Stonewell Court yang mengiklankan tempat itu.
"Apakah kau tahu rumah yang di belakang sana?" Tanyaku.
Dia menggelengkan kepalanya. "Aku belum pernah kesana.
Sepertinya properti ini dijual." Dia mencoba membuka selot pintu
gerbang dan kami sangat terkejut ketika pintu terbuka dikuti dengan
suara berderit dari jerujinya. "Ayo kita melihatnya. Kau mau?"
"Apakah kau pikir ini tidak apa-apa?"
Dia mengangkat bahu dan melihat iklan yang ditempel disitu. "Ya,
mungkin." "Kalau begitu, iya." Aku melangkah maju untuk mengikutinya
masuk ke dalam. Pintu gerbang berkarat terayun menutup dengan
bunyi berdentang di belakang kami. Aku meraih tangan Ethan,
bergerak lebih dekat di sampingnya saat kami berjalan menyusuri
jalanan berkerikil yang menikung. Rasanya kami seperti berjalan
kembali ke arah pantai. Dia tertawa pelan. "Apakah kau takut kita akan mendapat masalah
atau sesuatu?" "Tidak sama sekali," aku berbohong. "Jika seseorang datang mencari
dan menegur kita karena masuk tanpa izin, aku berencana
membiarkan mereka tahu bahwa itu semua idemu dan kau
mengatakan itu tidak apa-apa." Aku memperlihatkan wajah polos
terbaikku, berharap aku bisa menahan tawa lebih dari beberapa
detik. Dia memberhentikan aku di jalan dan menatapku dengan pura-pura
marah. "Bagus. Kau akan melemparkan aku keatas untuk
menyelamatkan sendiri pantatmu yang indah itu!"
"Yah, aku akan memastikan datang dan mengunjungi pantatmu yang
seksi dan panas di penjara," kataku dengan manis, menekankan
pengucapan aksen Inggris kata "pantat," kupikir ini terdengar jauh
lebih elegan dia ketika mengucapkan kata itu. Sangat menyebalkan
saat aku mencoba berbicara menggunakan aksen Inggris.
Tangannya merayap kebawah lalu memukul pantatku dengan satu
tangan dan menggelitik pinggangku dengan tangannya yang lain.
"Oh, kau mau sekarang?" dia berbisik, dengan mudah mengacaukan
ketenanganku dengan gelitikannya yang tiada henti.
"Ya!" Aku berteriak, menggeliat untuk keluar dari cengkeramannya
dan lari sampai ke pepohonan. Namun, dia tepat di belakangku,
tertawa di sepanjang jalan. Aku bisa merasakan dia mendekat dan
aku berlari lebih cepat untuk menjaga jarak, setiap langkahku
panjang di jalan masuk area ini.
Ethan menangkapku saat kami berbelok di tikungan jalan dan
berhasil menurunkan kami pelan-pelan di atas rumput yang lembut,
berguling di atas tubuhku dan menggelitikku dengan liar. Aku
memutar dan menggeliat untuk melawan, berusaha sebisa mungkin
melarikan diri, tapi rasanya sia-sia melawan kekuatannya.
"Tidak ada jalan kau melarikan diri, cantikku," ia mendesah, dengan
mudah menjepit pergelangan tanganku dengan satu tangan dan
memegang daguku dengan tangan yang lain.
"Tentu saja tidak," aku berbisik kembali, mulai merasakan gejolak
panas dan gairah yang bertambah liar. Dengan segala cara Ethan bisa
membuat tubuhku terangsang. Aku sudah terbiasa sekarang.
Matanya menyala dengan gairah saat ia menjatuhkan mulutnya ke
mulutku, membuka lebar untuk menutupi bibirku dan melumatnya.
Aku mengerang dalam kenikmatan dan membiarkan dia masuk.
Ethan pandai mencium. Aku tidak suka membayangkan seberapa
banyak dia berlatih, tapi aku menghargai keahliannya saat lidahnya
sepenuhnya menjelajahiku. Berat tubuhnya menekanku dan langsung
membuatku menjadi lebih terangsang.
Dia mengisap bibir bawahku, menggigit dan menjilati, sebelum
menariknya dengan isapan lembut yang berbunyi pop. "Kau lari
dariku," ia memarahi aku, mulutnya melayang tepat di atas mulutku.
"Kau memukul pantatku," kataku dengan nada marah, "ngomongngomong itulah yang
membuatku lari! Jangan berpikir aku akan
melupakan hal ini juga, Blackstone."
"Aku tidak tahan dengan omongan pantatmu tadi. Nah, aku
mengatakan itu seperti kamu." Dia menjilati telingaku. "Meskipun
begitu, kau menyukai ciumanku."
"Terus terang, aku baik-baik saja tanpa ciuman," aku berbohong,
langsung mempertahankan wajah polosku yang tidak bisa kutahan
lebih dari dua detik. "Oke. . . jadi kau tidak akan keberatan jika aku tidak pernah
menciummu lagi" "godanya, dahinya merunduk menyentuh dahiku
ketika aku berpaling. Lalu mataku menangkap pemandangan sebuah
rumah dan aku tidak bisa melakukan apa-apa kecuali terbelalak.
Ethan mengikuti gerakanku dan berbisik, "Astaga."
Kami berdua menatap fa?ade terbuat batu yang megah, sebuah
rumah bergaya Georgia yang benar-benar indah dari batu keabuabuan berdiri tepat
di tebing pantai yang menghadap ke laut. Aku
menahan napas melihat deretan jendela berpanel yang kokoh, serta
atapnya yang tinggi, menyempit dan lancip. Bukan rumah besar, tapi
lokasi tempatnya begitu sempurna dan dirancang sangat elegan. Aku
berani bertaruh pemandangan yang bisa dilihat dari masing-masing
jendela yang menghadap ke laut pasti sangat mengagumkan.
Ethan bangkit dan berdiri terlebih dahulu kemudian membantuku
berdiri. "Wow." Aku tidak memiliki kata lain untuk dikatakan pada
saat ini. "Rumah ini tersembunyi disini begitu pribadi. Aku tidak tahu seperti
apa bentuknya...atau bahkan rumah ini ada." Dia menautkan
tangannya dengan tanganku. "Ayo kita memeriksanya. Aku ingin
melihat bagian belakangnya."
"Kau bisa membaca pikiranku," kataku, sambil bercanda memukul
pantatnya dengan tanganku yang lain.
"Kamu sangat, sangat nakal hari ini." Dia meraih tanganku yang
memukulnya tadi dan membawa ke bibirnya lalu menciumnya
seperti yang sudah dilakukan berkali-kali padaku sebelumnya, tetapi
hal itu tidak akan pernah membuatku merasa bosan dan ragu untuk
menerimanya. Ethan memiliki satu set ketrampilan yang merupakan
gabungan dari seorang pria seksi, bad-boy, dewa sex, dengan
seorang gentlemen yang sopan dan romantis; sesuatu yang sangat
langka dan menawan, aku tidak memiliki peluang untuk melawan
daya tariknya. Aku tersenyum padanya dan tidak berkomentar apaapa.
"Kupikir aku harus memikirkan hukuman yang sesuai dengan
kejahatanmu." "Terserah," kataku dengan genit saat kami memutari bagian samping
rumah menuju kebun di belakangnya. Kebun belakangnya lain
daripada yang lain, dalam artian yang baik. Aku membayangkan
penghuni sebelumnya mengadakan pesta kebun disini pada hari yang
cerah dengan pemandangan pantai Wales diseberang teluk. Aku
menduga beberapa jam akan dihabiskan untuk memandang tempat
yang sangat indah ini seperti yang kulihat sekarang. Aku berani
mempertaruhkan rekening bank milikku.
Aku berjalan lebih jauh lagi melintasi hamparan hijau dan melihat
tumpukan batu-batu di pantai. Disana, tampak pondasi sebuah
patung malaikat -bukan, tunggu dulu; itu bukan hanya sekedar
malaikat, melainkan seorang putri duyung dengan sayap malaikat,
sangat halus pahatannya dan terlihat tenang walau terkena terpaan
angin. Di bawah patung itu terukir satu nama. Jonathan.
Ethan muncul di belakangku dan memelukku, dagunya disandarkan
di atas kepalaku. "Nama ayahmu," kataku lembut. "Patung yang
tidak mudah dilupakan. Sebuah malaikat putri duyung. Sungguh
menakjubkan, dan aku belum pernah melihat sesuatu seperti itu. Aku
ingin tahu siapa Jonathan itu bagi mereka."
"Siapa yang tahu. Tempat ini sudah tua setidaknya dua ratus lima
puluh tahun dan aku tidak berpikir tempat ini pernah dihuni
meskipun tidak untuk dijual dalam beberapa tahun terakhir ini.
Hannah dan Freddy akan tahu apakah ada orang yang tinggal di
sini." "Siapa yang tidak ingin tinggal di sebuah rumah yang indah ini?"
Aku berbalik untuk menghadap ke dirinya.
"Aku tidak tahu, sayang. Jangan salah paham, aku suka tinggal di
kota, tapi ada sesuatu yang bisa dikatakan tentang pedesaan ini." Dia
mengangguk kagum sambil melihat rumah itu lagi. "Mungkin yang
menempati sudah meninggal atau mereka sudah tua dan tidak bisa
menjaganya lagi." "Mungkin itu benar. Menyedihkan melihat sesuatu seperti itu akan
terlepas dari ahli waris. Bayangkan jika Hallborough lepas dari
Hannah dan Freddy." "Pasti akan menjadi tragis. Dia mencintai rumah itu, dan tempat itu
sempurna untuk membesarkan anak-anak."
"Seluruh daerah ini benar-benar menakjubkan. Aku sangat senang
kita masuk kemari dan menemukan jalan ini sekarang. Seperti
menemukan tempat rahasia yang tersembunyi." Aku berjinjit untuk
menciumnya. "Terima kasih sekali lagi untuk membawaku kesini.
Benar-benar sangat menyenangkan pergi berlibur denganmu."
Ethan membungkusku ke dalam pelukannya dan menciumku tepat di
bawah telingaku. "Benar," bisiknya.
Kami mulai berjalan pulang ke Hallborough, pelukan Ethan
melonggar. Aku menyandarkan kepalaku ke dadanya, siap
bergantung pada kekuatan yang ditawarkannya. Tiba-tiba sesuatu
terlintas dalam otakku. Itulah gambaran kami, ketika kami disini
sekarang, lengan besar Ethan bersandar dibahuku, menahanku
supaya dekat dengannya. Aku tahu saat ini, pada akhirnya ia akan
mendapatkan keinginannya. Dia memiliki segalanya yang dia
katakan padaku apa yang dia inginkan. Aku pindah kerumahnya,
pengumuman pertunangan, dan mungkin atau bahkan pernikahan.
Ya. Tuhan. Ethan benar-benar seorang yang jago dalam memainkan
tangannya. ?"" Bab 5 ?"Ini sudah ketiga kalinya kau menguap. Apa kau bisa berjalan
pulang sendiri ke rumah, atau apakah aku perlu menggendongmu
sebelum kau ambruk?"
"Oh, benar," ia mendengus. "Kita berdua tahu kenapa aku begitu
lelah hari ini." Dia memberiku seringai tidak senonoh yang
membuatku ingin melakukan sesuatu yang nakal pada bibir cantik
miliknya. Well, yeah, kau menahannya agar tetap terjaga untuk bercinta
sepanjang malam, apa yang kau harapkan dari dirinya"
Meskipun begitu aku ingin tersenyum saat mengingat itu. Gadisku
tidak pernah menolakku, bahkan ketika aku terlihat menakutkan.
Aku pria beruntung, pria yang sangat beruntung pastinya. Tapi itu
bukan sebuah berita dan belum untuk sementara waktu.
"Maaf, sayang. Kau akan senang mendengar aku menikmati setiap
menitnya untuk membuatmu terjaga." Aku mengulurkan tangan ke
bawah dan meremas pantatnya yang indah dan menyaksikan dia
melompat. "Kau gila!" Dia menjerit, sambil mendorongku.
"Tergila-gila padamu," kataku, melingkarkan lenganku ke tubuhnya
dan menariknya agar lebih dekat denganku. "Sebentar lagi kita
hampir sampai. Aku harap Fred dan anak-anaknya berada di rumah
jadi kau bisa bertemu dengan mereka."
"Aku tidak sabar menunggu," katanya, mencoba menahan kuapan
lagi. "Cukup sudah! Aku akan membawamu ke tempat tidur agar kau bisa
tidur siang ketika kita kembali!"
Dia tertawa padaku. "Itu bukan ide yang buruk. Aku mulai menyukai
tidur siang." Terdengar suara laki-laki dan bau roti segar menyambut kami di
depan pintu ketika kami tiba. Bau roti itu dan juga para kakak lakilaki Zara
bergegas menyambutku dengan suara teriakan keras yang
saling bersautan. "Halo para pria! Ya Tuhan, kau semakin besar, Jordon. Dan, Colin,
berapa banyak teman kencanmu minggu ini?"
Mereka berdua mengabaikan aku dan menatap Brynne. Kurasa aku
menjadi saksi sebuah momen jatuh cinta-pada-pandangan-pertama
Jordon, sementara Colin wajahnya berubah menjadi merah.
"Ini Brynne Bennett, em...pacarku." Aku menyeringai pada Brynne.
"Brynne, inilah anak-anak setan kakakku, maksudku, keponakanku,
Jordon dan Colin Greymont."
"Senang bertemu denganmu, Miss Bennett." Jordan mengulurkan
tangannya. Colin menatapku seakan-akan kepalaku tumbuh menjadi dua. "Kau
benar-benar punya pacar sekarang," katanya kagum.
Brynne meraih tangan Jordan dan memberinya senyum mematikan.
"Aku melihat bahwa kau telah mengambil beberapa pelajaran dari
Paman Ethanmu atau bahkan mungkin kakekmu," katanya setelah
Jordan memberikan sebuah ciuman di tangannya.
Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pelajaran bagus yang kau terapkan, Jordan."
Brynne mengedipkan mata padanya kemudian beralih ke Colin.
"Kau tidak perlu mencium tanganku, Colin, tapi aku senang bertemu
denganmu juga." Colin mengangguk, wajahnya yang merah lebih memerah lagi.
"Senang bertemu denganmu," gumamnya sambil menjabat tangan
Brynne dengan cepat. "Dan pria tampan yang disana itu adalah ayah dari para anak setan
ini -Maksudku, semua anak-anak yang mengerubungi aku ini."
Si kecil Zara muncul dan menempelkan dirinya ke sampingku
seperti lem agar tidak terlupakan.
"Freddy Greymont, kakak iparku, dokter desa yang brilian, cinta
mati kakakku, yang patut disalahkan karena kehadiran semua anakanak setan ini."
Aku mengangkat telapak tanganku.
Fred melangkah maju untuk menyambut Brynne dan memberikanku
tatapan yang menandakan dia menginginkan detailnya nanti, antar
pria. "Brynne, senang sekali akhirnya bisa langsung bertemu
denganmu. Kami sudah mendengar banyak tentang dirimu." Freddy
menyipitkan matanya kepadaku. "Hampir semuanya dari ayah
Hannah, coba pikirkan; Ethan tidak mengatakan apa-apa padaku." Ia
memamerkan pesonanya pada Brynne, sesuatu yang ia lakukan
dengan baik, menjadi seorang dokter dan semacamnya.
"Terima kasih untuk akhir pekan di rumahmu yang indah ini. Sejauh
ini benar-benar sempurna," kata Brynne kepadanya. "Kau memiliki
keluarga yang harmonis." Pria malang ini mungkin kaget melihatku
dengan seseorang. Aku mengenal Freddy lebih dari lima belas tahun,
dan aku tidak ingat pernah memperkenalkan seorang pacar
kepadanya. Jadi dipikiranku aku sudah bisa menghitung bentuk
interogasinya. Dia juga salah satu orang yang tahu banyak rahasiaku,
tapi tidak semua. Mungkin aku harus berbicara dengan Fred
mengenai mimpi burukku. Hanya saja aku tidak bisa. Aku segera
menutup pikiran yang tidak menyenangkan ini dan sebagai gantinya
menyaksikan Brynne mempesona keluargaku yang berubah menjadi
penggemar setianya. "Bau rotinya sangat enak, Hannah." Brynne berjalan mendekat dan
memeriksa roti yang baru keluar dari oven di meja dapur. "Sudah
lama aku tidak memanggang roti. Terasa menyenangkan pagi ini."
"Begitu juga denganku," kata Hannah. "Apa kau mau" Aku baru saja
akan menyiapkan seduhan teh tadi untuk Freddy dan anak-anak. Roti
yang masih panas dan selai stroberi buatan sendiri."
"Kedengarannya nikmat, tapi shower sepertinya telah memanggil
namaku setelah aku habis lari jauh dan berjalan untuk kembali
kesini." Dia mencoba menahan kuapan lagi, tapi mustahil.
Tangannya menutupi mulutnya dengan anggun dan bergumam, "Aku
benar-benar minta maaf. Aku tidak tahu kenapa aku begitu lelah.
Mungkin semua udara segar ini membuatku mengantuk."
Aku menangkap sekilas seringai kecil diantara kakakku dan Freddy
saat kami akan meninggalkan mereka. Aku hanya menggelengkan
kepala pada mereka berdua dan mengikuti Brynne kembali ke atas.
Aku yakin mereka mulai menertawakan aku begitu kami sudah
berada di luar ruangan. Saat menyenangkan dengan keluarga yang hidungnya selalu
mencuat ingin tahu secara detail setiap kehidupan pribadiku
sekarang. Aku rasa sebaiknya kau membiasakan dirimu untuk itu.
Brynne langsung menuju kamar mandi, dan aku memeriksa pesan di
ponselku. Asistenku, Frances sudah berjanji akan meneruskan pesan
apapun yang mendesak, tapi aku senang hanya melihat hal-hal
kurang penting yang bisa ditunda. Sekarang aku butuh
membersihkan diri dan Brynne sudah telanjang di kamar mandi.
"Kau menyadari kalau di Inggris itu kekurangan air, bukan?"
tanyaku sambil melangkah di belakangnya, seluruh tubuhnya licin
dengan sabun cair dan air panas, yang membuatku menjadi gila
seperti biasa. Dia berbalik, meraih sampo, dan memberiku pandangan secara
menyeluruh. "Kurasa iya, aku sudah melihat beritanya."
"Jadi kupikir kita harus berbagi air setiap kali mandi, demi
kenyamanan." "Aku tahu," katanya perlahan, pandangan matanya turun ke bawah
menyusuri kejantananku yang telah bangun. "Dan kau berpikir
sekarang nyaman?" "Sangat nyaman."
"Kalau begitu, silahkan." Dia begeser keluar dari pancuran sehingga
aku bisa pindah di bawah pancuran itu.
"Oh, aku membutuhkan kau lebih dekat dari ini, jika kita benarbenar ingin
berbagi air, sayang."
"Apakah ini sudah cukup dekat?" Dia maju selangkah, kulitnya yang
basah dan memerah membuat air liurku hampir menetes karena
mengantisipasi ingin mencicipinya.
"Belum" Aku menggelengkan kepalaku. "Kau masih beberapa mil
jauhnya dariku." "Kupikir kau suka melihatku," katanya malu-malu.
"Oh, ya, sayang. Sangat suka sekali." Aku mengangguk. "Tapi aku
lebih suka melihat dan menyentuhmu pada saat yang bersamaan."
Dia maju selangkah lagi, membawa dirinya semakin dekat hanya
beberapa inci, tubuh kami sejajar tapi tidak saling bersentuhan, air
panas mengalir di sela-sela rongga kecil yang memisahkan tubuh
kami. Aku menikmati momen erotis panas yang berputar-putar diantara
kami- mengantisipasi apa yang akan terjadi, karena aku tahu, aku
akan segera melahap dirinya dengan semua kesadaranku.
"Tapi kau hanya menatap dan tidak menyentuhku," katanya berbisik,
"bagamana bisa?"
"Oh, aku akan menyentuhmu, sayang. Segera menyentuhmu. "
Mulutku mendekat ke lehernya dan menghirup aroma di kulitnya,
campuran antara sabun dan air seperti sebuah ramuan memabukkan
yang membuatku semakin panas. "Seberapa kuat kau ingin
disentuh?" "Sangat ingin."
Aku bisa mendengar hasrat dalam suaranya, dan itu membuatku
semakin pusing. Tidak ada yang lebih memabukkan daripada saat
mengetahui dia menginginkan ini denganku. Aku menekan bibirku
di titik tepat di bawah telinganya dan merasakan getaran kenikmatan
dari dirinya. "Disini?" Tanyaku.
"Ya." Dia melengkungkan punggungnya sedikit kebelakang,
menyebabkan ujung puting kerasnya menyentuh kulit tepat di bawah
dadaku. "Atau mungkin disini yang lebih baik?" Aku menjilatinya lehernya,
menggeser lidahku di atas kulitnya yang terasa nikmat, turun lebih
rendah lagi untuk bertemu dengan salah satu putingnya yang sudah
mengeras memohon untuk dihisap.
"Ahhh ya," dia menggelenyar, mendorong jari kakinya untuk
berjinjit, membawa putingnya yang indah, lembut, berwarna merah
muda itu ke tepi bibirku.
Aku menjulurkan lidahku dan hanya menjilat ujungnya lalu
mendengar suara erangan paling lembut sebagai responnya. Dia
mulai mengangkat lengannya kearahku dan aku cepat-cepat mundur.
"Tidak" Aku menggelengkan kepalaku. "Tidak boleh menyentuhku,
sayang. Ini semua hanya untukmu. Tempatkan tanganmu ke
belakang dan menekan ubin, dan tetap seperti itu untukku."
Aku bisa melihat payudaranya naik turun saat dia menarik napas
kearahku, matanya berkilau hijau keabu-abuan yang mengingatkan
aku pada warna laut saat kami berlari tadi pagi. Dia berpindah posisi
dan memiringkan kepala dan punggungnya juga, menunggu perintah
selanjutnya dariku. Melihatnya tunduk oleh arahanku menerbitkan suatu perasaan dalam
hatiku. Permainan yang kami mainkan ini sepertinya tidak pernah aku alami
sebelumnya dengan orang lain. Perasaan ini juga mendorongku
memasuki dunia emosi yang tidak pernah aku inginkan sebelumnya,
baik dengan siapa pun. Hanya dia. Hanya Brynne yang membuatku
sampai ke tempat ini. "Kau begitu sialan seksi sekarang."
Dia gemetar dan pinggulnya menegang ketika aku mengucapkan
kata-kata itu, matanya terbakar tertuju padaku dengan agak sedikit
frustrasi. Aku mendekat lagi kearahnya dan mengamati dadanya
yang sedikit mengguncang dan dia bernapas lebih berat.
"Kumohon. . ." "Kumohon apa, sayang?" Aku bertanya sebelum menjilat ujung
putingnya yang lain dengan lidahku.
"Aku menginginkan kau menyentuhku," bisiknya lirih.
Aku menjilat putingnya lagi, kali ini berputar-putar di sekitar
lingkaran gelap putingnya. "Seperti ini?"
"Lebih dari itu," katanya terengah-engah, berjuang untuk menjaga
tangannya tetap menempel di ubin kamar mandi.
Aku berpindah ke payudara yang satunya dan menghisapnya dengan
keras, mengakhiri hisapan dengan menarik putingnya dengan gigiku.
Dia mengejang di bawah sentuhanku dan membisikan teriakan
seksual terindah yang pernah kudengar, lembut, putus asa dan
merdu. "Suara itulah yang ingin kudengar dari mulut manismu,
sayang. Aku ingin mendengar suaramu lagi dan lagi dan lagi.
Bisakah kau berteriak untukku sekali lagi?" Aku menjepit puting
yang satunya dengan cara yang sama tadi dengan mulutku dan
meluncur tanganku yang bebas tepat di antara kakinya. "Oh, sial, kau
begitu licin, sayang. Biarkan aku mendengarmu!" Aku
menggerakkan jariku diantara celah bibirnya yang sudah licin,
menggeser naik turun di clit-nya sampai dia meleleh disana di
dinding kamar mandi karena aku, dalam penyerahan seksualnya
yang begitu sempurna. Dia juga membuat suara itu lagi untukku.
Aku menahan tanganku di vaginanya dan mataku menatapnya,
mengawasi setiap getarannya yang sangat indah itu dan gerakan naik
turun tubuhnya karena aku membuatnya orgasme. Sejenak kemudian
dia mengangkat matanya perlahan kearahku dan terus menatapku.
"Kau begitu cantik untuk dilihat," kataku.
"Aku menginginkan ini sekarang," bisiknya, mencengkeram
kejantananku dan membawanya bergerak maju mundur agar
menempel pada surga panas licin di antara kedua kakinya.
"Ungkapkan dengan kata-kata." Aku menarik pinggulku kebelakang.
"Aku ingin kejantananmu masuk ke dalam diriku, sangat dalam."
"Kau ingin, hmmm?" Aku menekannya ke dalam, menggeserkan
kejantananku bolak-balik di sepanjang bibir vaginanya, berusaha
meningkatkan gesekan yang nikmat bagiku dan ronde kedua
untuknya. "Ya! please!" Pintanya.
"Tapi kau gadis nakal dan melepaskan pegangan tanganmu dari
dinding. Aku bilang tempatkan tanganmu di sana," kataku, masih
bergerak keluar masuk melalui lipatan licinnya
"Maaf...Aku hanya tidak bisa menunggu..."
"Kau begitu tidak sabaran, sayang."
"Aku tahu!" "Apa yang kau inginkan dariku sekarang?" Tanyaku, mulutku di
lehernya dan kejantananku masih bergerak perlahan di bawah.
"Aku ingin kau bercinta denganku dan membuatku datang lagi." Dia
mengatakannya dengan begitu lembut, begitu memohon, sepertinya
dia benar-benar akan sakit jika aku tidak memasuki dirinya.
Permohonannya seakan menyalakan saklar dalam diriku ketika dia
mengatakannya seperti itu. Memberiku persetujuan untuk
membawanya lebih jauh daripada yang kami lakukan sebelumnya,
untuk mendapatkan lebih lagi darinya. Itu adalah perasaan terbaik
yang pernah ada. Di seluruh dunia brengsek sialan ini.
"Letakkan tanganmu di leherku dan pegangan yang erat." Aku
mencengkeram masing-masing pahanya lalu mengangkatnya.
"Lingkarkan kakimu disekelilingku, sayang, jadi aku bisa
memberikan apa yang kau inginkan!"
Dia menekan kakinya di sekeliling pinggulku dan punggungnya
menempel di ubin. Dia menyebut namaku. "Ethan. . ."
"Ya, cantikku?" Nafasnya tersengal-sengal di depanku. "Kau terlihat
sangat cantik menungguku memasuki dirimu menempel di dinding
kamar mandi ini. Kau suka bercinta di dinding, kan?"
Matanya menyala dan dia menggoyangkan pinggulnya terbukanya
diantara tubuhku dengan frustrasi. "Ya!"
"Aku akan memberitahumu sebuah rahasia kecil, sayang."
"Apa"!" Protesnya, benar-benar habis kesabaran dalam menghadapi
diriku. Aku memposisikan ujung bulat kejantananku tepat di gerbang seksnya dan
membenamkan diriku sampai ke pangkal.
"Oh Tuhan!" Dia menjerit saat dia merasakan aku di dalamnya,
sesaat matanya berputar kebelakang.
"Aku suka bercinta denganmu di dinding."
Aku menghentaknya dengan keras, jepitan vaginanya berdenyut
mengelilingi kejantananku, langsung mengirim guncangan kabut
kenikmatan yang begitu intens, aku tidak tahu berapa lama aku bisa
bertahan. Aku ingin selamanya.
"Ingat waktu malam itu aku bercinta denganmu di dinding
apartemenmu?" Aku mendesis agak keras. "Kau terasa begitu nikmat
saat itu dan juga sekarang."
"Yessssssss," tubuhnya bergetar diantara hentakanku yang sangat
keras, tangannya mencengkeram erat untuk mengangkat tubuhnya.
"Aku menginginkan kau. Aku menyukainya. Aku benci saat kau
pergi setelah itu." Dia hampir menangis sekarang saat kami bersama-sama bergerak
menjadi suatu kegilaan, tubuh dan pikiran kami benar-benar
bergabung jadi satu. Brynne ada disana denganku sepanjang waktu.
Kami terhubung begitu sempurna hampir terasa begitu menyakitkan.
Bukan hampir, tapi memang sempurna!
Seks dengan Brynne terasa begitu nikmat. Selalu seperti itu dan aku
yakin akan selalu dan akan selalu seperti ini.
"Ya. Kau. Benar. "Aku mulai menambahkan sedikit putaran
melingkar pada hentakkanku dan merasakan cengkraman otot
dalamnya bertambah ketat. "Dan sekarang kau akan orgasme
untukku. Sekali. Lagi!"
Tubuh Brynne menegang keras dan aku merasakan di kedalaman
dirinya mulai mengejang, meremas kejantananku sekuat mungkin.
Oh sial! Dia menggigil di bawahku dan mendengar dia mulai
membuat suara lembut yang paling kusukai, suara yang membuatku
melambung. Dan hanya seperti itu, dia terlepas dalam pelukanku
saat aku menusuk ke dalam dirinya dengan air panas mengalir
diantara tubuh kami berdua.
Mengirimku ke bagian luar tata surya sialan dan lebih jauh lagi.
Dan terima kasih dia sudah orgamse karena jika aku harus
menunggu sebentar lagi, kurasa aku akan mati. Aku melihat matanya
melebar saat klimaks memukulnya, menyukai karena tahu aku yang
membuat hal itu terjadi, kemudian kenikmatanku mulai meningkat
dan pelepasanku sendiri meledak dari dalam diriku dan keluar ke
dalam dirinya... Aku menggigit lehernya dan kejantananku masih bergetar di dalam
dirinya ketika aku sudah sadar. Aku tidak tahu sebenarnya apa yang
bisa membuatku masih berdiri diatas kakiku. Mungkin itu hanya
reaksi otomatis, karena aku masih menggendongnya dan tidak ingin
menurunkannya, tapi kesadaranku hanya sampai disitu. Aku
Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tenggelam dalam kabut sensual Brynne secara total dan menyeluruh,
serta cintaku untuknya. Seperti yang selalu kurasakan sesudahnya.
Aku menyusuri lehernya dengan lidahku dan menggerakkan sisa
kenikmatan di antara kami, menemukan mulutnya dan mencium
dengan begitu mendalam. Jika ada cara untuk merangkak naik
kedalam dirinya, maka aku akan kesana. Aku tidak tahu mengapa hal
itu terjadi dengan dia dan hanya saja tidak dengan orang lain.
Dia membuka matanya perlahan-lahan, begitu indahnya dalam kabut
pasca orgasmenya, memberiku senyuman mengantuk.
"Hai," kataku. Dia menelan ludah, membuat tenggorokannya bergerak, membawa
mataku melihat tanda merah yang kubuat pada lehernya dengan
gigiku. Aku sering melakukannya, dan aku selalu merasa bersalah
menandai dia sesudahnya. Meskipun dia tidak pernah mengeluh
tentang hal itu. Sama sekali dia tidak pernah mengatakan apa-apa
padaku sebagai protesnya tentang apa yang kulakukan kepadanya
ketika kami bercinta. Kadang-kadang dia tampak hampir tidak nyata.
"Aku akan menurunkan kamu, oke?"
Dia mengangguk. Perlahan-lahan aku keluar dari Brynne, menikmati sensasi setiap
gesekan terakhir, tiba-tiba merasakan sebersit kehilangan karena rasa
yang begitu nikmat saat berada di dalam dirinya. Dia menapakkan
kakinya dan melingkarkan tangannya padaku. Kami berdiri di bawah
pancuran air selama beberapa menit sebelum membilas semua sisasisa hubungan seks
tadi. Sayang sekali. Aku tahu hal itu membuatku
merasa menjadi manusia gua posesif, tapi aku suka sisa benihku ada
di tubuhnya. Aku mematikan air dan melangkah keluar untuk mengambil handuk.
Dia membiarkan aku mengeringkan dirinya, sesuatu yang kusukai
ketika kami memiliki waktu luang, seperti sekarang.
"Aku ingin mengeringkan rambutku," katanya sambil menghela
napas. Aku melingkarkan handuk di pinggangku dan meraih jubah satin
kuning semburat krem yang dibawanya. Aku membantu
memakaikannya dan mengikat sabuknya, aku cemberut melihat dia
tidak telanjang lagi. "Rasanya menyedihkan harus menutupi ini. Benar-benar
menyedihkan." Aku menangkupkan kedua payudaranya yang cantik
dan meremas mereka dibalik bahan sutra itu.
Dia meringis. "Apakah sakit?"
"Tidak juga, hanya terasa sangat sensitif." Dia menguap, bagian atas
pergelangan tangannya ke mulutnya untuk menahan itu.
"Kau benar-benar membutuhkan tidur siang sekarang. Aku
membuatmu sangat kelelahan. Maaf, sayang, aku tidak bisa menahan
diriku. Apa kau mau memaafkan aku?" Aku memegang dagunya dan
menyapukan ibu jariku di bibirnya.
"Memaafkan kamu untuk apa" Bercinta di kamar mandi" Tidak,
Blackstone." Dia menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Jadi kau marah padaku sekarang?" Keraguan menyelinap masuk
dan aku benci perasaan itu.
"Tidak sama sekali. Aku suka mengunjungi kembali dinding itu
denganmu." Dia tertawa padaku dan menghapus semua ketakutanku.
"Oke, penggoda cantikku, duduklah dan biarkan aku menyisir
rambutmu." Aku memukul pantatnya pelan dan tertawa padanya
melihat dia sedikit terlonjak ke kursi meja rias.
"Hati-hati, Blackstone," ia memperingatkan.
"Atau apa?" Aku menantang.
"Aku akan mencoret daftar dinding bercintamu di masa mendatang.
Aku bisa melakukan itu, kau tahu...jika aku ingin itu." Dia
menyipitkan matanya padaku di depan cermin.
Aku menyisir bagian rambutnya dengan hati-hati dan pindah ke
bagian lainnya yang kusut.
"Ahh, ya kau bisa melakukan itu, tapi mengapa kau akan melakukan
itu, sayang" Kau menyukai bercinta di dinding denganku sebesar
kau menyukai saat aku menyisir rambutmu. Mungkin malah lebih."
Dia mendesah padaku. "Aku benar-benar benci kalau kau benar,
Blackstone. " Lima belas menit kemudian, Brynne terlihat jelas mengantuk sekali
dan rambutnya sudah kering, aku menidurkannya di tempat tidur.
Dia memperhatikan aku berpakaian dan tampak sialan seksi melihat
dia memutar-mutar sejumput rambutnya dengan jarinya.
"Apa yang akan kau katakan pada mereka?" Tanyanya.
Aku mendekatinya dan mencium keningnya. "Aku bercinta
denganmu sampai kamu tertidur."
Matanya melebar. "Kau tidak akan..."
Sekarang giliranku tertawa. "Aku tidak tolol, sayang," kataku sambil
mengangkat ibu jari di dadaku. "Apa yang ada dalam pikiranmu
itulah yang aku beritahu pada mereka" Kalau kau ingin tidur siang."
Aku menggelengkan kepalaku.
"Mereka akan berpikir aku orang lemah yang ingin segera tidur."
"Tidak, mereka tidak akan berpikir begitu. Kau kelelahan dan kau
sakit kemarin dan aku masih berpikir kau tidak berada dalam kondisi
terbaikmu. Aku melihat kau tidak makan banyak waktu sarapan dan
kamu tertinggal jauh waktu berlari."
Dia tergagap dan memelototiku. "Aku tidak tertinggal jauh waktu
lari tadi, tolol!" Satu hal tentang Brynne" Dia begitu kompetitif. Aku bersumpah dia
bisa menjaga diri dan memiliki tekad seperti orang lain sama seperti
beberapa pria yang pernah aku kenal di SF. Dan tidak akan pernah
menyindir dia lemah secara fisik. Itu akan membuatnya sangat
marah. Sialan, tapi dia terlihat sangat cantik saat dia kesal.
Aku menggigit bibirku untuk menahan tawa secara langsung dan
mengangkat tanganku tanda menyerah. "Oke, kau hanya tertinggal
sedikit," Aku menenangkan dengan memberinya ciuman. "Tidak ada
yang salah dengan hal itu ketika tadi malam kamu sakit, sayang.
Tubuhmu perlu pemulihan. Istirahatlah agar bisa menjadi lebih
baik." Aku mengangguk. "Aku ingin kau segera tidur."
Dia menatap selimut dan menariknya dengan sembarangan. "Apa
yang akan kau lakukan saat aku tidur?"
"Aku memiliki kencan dengan cewek lokal yang cantik." Aku
mengangkat bahu. "Dia benar-benar seorang yang suka membuat
patah hati. Berambut hitam, mata birunya yang besar, benar-benar
menakjubkan. Meskipun tubuhnya sangat pendek." Aku memberi
isyarat dengan telapak tanganku. "Dia memiliki selera tertentu pada
es krim." Dia tertawa sebelum menguap lagi. "Maaf aku akan melewatkan
melihat kau berkencan minum es krim dengan cewek lokal yang
cantik itu. Dia menggemaskan. Bisakah kau ambil fotonya dengan
ponselmu untukku?" "Ya, sayang." Aku memberinya ciuman lagi. "Sekarang tidurlah."
Gadisku sudah terlelap ketika aku meninggalkan kamar.
*** Bab 6 ?"Mengapa ikan sangat cerdas?" Tanya Zara padaku.
Aku mengangkat bahu dengan berlebihan. "Aku tidak tahu mengapa
ikan sangat cerdas. Apa kau tahu kenapa?"
Dia mengangguk dengan serius. "Karena mereka selalu sekolah."
Aku tertawa melihat kesombongan yang tampak di wajah kecilnya,
berlepotan dengan es krim stroberi, dan menjilati es krimnya yang
baru meleleh di corn-nya.
"Mau, Rags?" Dia menawarkan es cream-nya pada anjing jenis
golden retriever yang duduk dengan setia di bawah meja di tempat
terbuka. Rags menjilati dengan rakus beberapa kali dengan lidahnya yang
panjang berwarna pink itu dan aku mengkerutkan kening. Zara
menatapku untuk melihat apa yang akan kukatakan, dasar setan
kecil. Aku mengangkat bahu kearahnya. "Aku tidak peduli jika kau
menginginkan kuman dari air liur anjing itu ada di es krimmu.
Lakukan apa yang kau inginkan."
Dia tertawa padaku dan menendang-nendang kakinya yang
menggantung di kursi. "Brynne kalau berbicara sangat lucu."
"Aku tahu. Aku sudah mengatakan itu pada dia sejak lama, tapi dia
tidak mendengarkan." Aku menggelengkan kepalaku dengan sedih.
"Masih terus melakukannya." Aku mengeluarkan ponselku untuk
mengambil beberapa foto dirinya dan mendapatkan pose dari
ekspresi spontanitasnya, lalu dia langsung mengerti apa yang
kulakukan. Zara bisa membuatku tertawa dengan tingkah lakunya
yang mengagumkan. Orang tuanya sangat berpengaruh sampai ia
menjadi remaja. Bagus. Oh Tuhan.
Dia tambah cekikikan. "Dia mengucapkan kata-katanya seperti di
SpongeBob SquarePants."
Mulutku menganga, pura-pura kaget. "Kau tahu, kau benar! Maukah
kau mengatakan padanya?"
Dia mengangkat bahu. "Dia orang yang baik dan kupikir dia tidak
bisa merubah logatnya." Zara memberiku tatapan mengecam dan
kembali ke es krim stroberinya. Terlintas sesuatu yang di
garisbawahi: Hanya orang yang benar-benar brengsek akan
mengolok-olok bagaimana logat bicaranya seseorang, dasar idiot.
Dia memang benar-benar putri ibunya.
"Bagus, E. Membiarkan keponakanmu berbagi makanan dengan
anjing. Aku melihat semuanya dari jendela toko." Hannah tampak
jijik dengan kami berdua saat dia bergabung dengan kami. "Aku
hanya pergi selama dua menit-"
"Dia bilang dia tidak peduli, Mommy," sela Zara, menyalahkan aku
seperti tidak ada masalah sama sekali.
"Oh, kupikir Raggsey cukup bebas dari penyakit." Aku memberi si
anjing tepukan halus di kepalanya. "Dan kau seorang pengkhianat
kecil!" Aku menunjuk Zara. "Jadi tuntut aku, Han. Aku hanyalah
paman di sini. Membiarkannya sidikit liar adalah peranku."
"Yeah, well, aku belum pernah berperan sebagai bibi yang
memanjakan .... belum."
Aku menatap tajam kearahnya dan mencerna sesuatu di wajahnya.
Aku tidak yakin apa itu, tapi aku tahu ada kecurigaan dalam diri
kakakku ketika aku melihatnya. Pikirannya sedang sibuk.
"Apa maksud dari komentarmu yang samar-samar itu?"
"Kau dan Brynne." Dia menggelengkan sedikit kepalanya.
"Hubunganmu benar-benar serius, kan" Aku belum pernah
melihatmu seperti ini."
Aku memandang ke laut dengan jutaan pantulan cahaya dari riaknya
dan menyesuaikan kacamataku. "Aku ingin menikahinya."
"Kupikir begitu...Well, aku menduga kau menuju ke arah sana
dengannya. Berbicara dengannya pagi ini sudah cukup menegaskan
hal itu, kemudian hari ini ketika dia membutuhkan tidur siang aku
mulai menyimpulkan sekaligus semuanya."
Kenapa Brynne ingin tidur siang dihubungkan dengan sesuatu" "Jadi
kau setuju?" Tanyaku.
Hannah menatapku dengan heran. "Menyetujui kamu dan Brynne
menikah" Tentu saja kami mendukungmu. Aku ingin kau bahagia
dan jika kau mencintainya dan dia mencintaimu...Well, itu sudah
takdir." Dia meraih tanganku di atas meja. "Kadang-kadang ini
terjadi seperti itu. Tidak ada yang sempurna. Fred dan aku memulai
dengan cara yang sama, E, dan aku tidak akan mengubah apapun
tentang kami atau saat kami memiliki bayi. Mereka adalah karunia."
Aku meraih tangannya dan menciumnya. "Mereka benar-benar
karunia, dan mungkin suatu hari nanti, meski keberadaan sebuah
keluarga tidak sama dengan sekarang. Aku hanya mencoba membuat
gagasan agar dia membiasakan diri terikat lebih dulu."
Hannah tampak lega. "Oh, bagus. Aku semakin menyukainya
sekarang. Aku harus mengakui aku khawatir kau mungkin terjebak
di dalamnya dan aku benci memikirkan itu terjadi pada dirimu, dik.
Aku ikut senang jika itu adalah sesuatu yang kau inginkan."
Aku mendengus. "Benar...dia adalah satu-satunya orang yang perlu
dijebak. Brynne sulit dipaksa untuk membuat keputusan dan
menjalin sebuah hubungan sangat menakutkan baginya. Aku
beruntung jika bisa membawanya ke altar dalam satu tahun dari
sekarang. Aku mencoba untuk meyakinkannya bahwa pertunangan
lebih lama adalah pilihan yang terbaik."
Hannah mengangguk perlahan seperti sedang menyerapnya. "Jadi
kau akan menunggu sampai sesudah menikah" Itu salah satu pilihan,
tapi Dad akan membencinya. Ingat bagaimana dia ketika Freddy dan
aku akan memiliki Jordan sebelum menikah. Dad menikahkan kami
dalam waktu satu bulan." Dia mencemooh kata-kata ayahku pada
saat itu, "'Tidak ada cucuku yang akan lahir sebagai anak haram!
Ibumu yang malang akan sedih jika dia ada di sini melihat-'"
"Apa"!" Aku terperangah. "Brynne tidak...Maksudku, kau sangat
keliru jika itu yang kau maksudkan." Aku memelototi Hannah,
terkejut pada spekulasinya. "Kau pikir..." Aku menggeleng dengan
cepat. "Tidak, Han! Gadisku tidak hamil. Tidak mungkin. Dia sangat
hati-hati dengan pilnya. Aku melihat dia meminumnya setiap pagi.
Astaga, aku yakin aku mendengar dia meminum pilnya di kamar
mandi pagi ini." Hannah pelan- pelan menggelengkan kepalanya kearahku, mata abuabunya aneh
terlihat penuh simpatik dan bijaksana, tetapi meskipun
demikian, aku tidak terpengaruh.
"Kau pikir dia hamil" Dan itulah mengapa aku ingin menikahinya?"
Aku benar-benar terkejut dan agak tersinggung karena kakakku
mengira kami tidak bertanggung jawab. "Kau keliru
mengasumsikannya, Han. Ya Tuhan! Kamu tidak mempercayaiku,"
kataku mencemooh, sambil meraih kopi.
"Kalau begitu, mungkin kalian berdua harus berbicara dengan
Freddy," katanya, "karena aku berani bertaruh dengan rumahku
bahwa Brynne benar-benar hamil dan kalian berdua akan menjadi
orang tua entah kamu menyukainya atau tidak."
Aku tersedak kopiku, mengagetkan anjing mereka, yang terbentur ke
meja kecil dan membuat mejanya berderak di atas teras yang
berbatu. Hannah menatap Zara, yang secara efektif mendengarkan setiap kata
percakapan kami. "Jadilah anak baik dan ajak Rags agar bergulingguling ke
rumput, oke?" Zara mempertimbangkan sejenak sebelum memutuskan bahwa
melawan ibunya tidak akan menang dan mengajak Rags pergi seperti
yang diminta, dengan membawa es krim yang mencair di tangan.
Denyut jantungku langsung melesat dan aku merasa ketakutan
ditambah dengan kecemasan serta sekaligus merasa gembira. "Kami
tidak akan berbicara dengan Freddy-tunggu satu menit sialan,
Hannah! Apa-apaan sih"! Aku ingin tahu apa yang membuatmu
berani bertaruh dengan rumahmu yang megah itu kalau dia hamil."
Aku berteriak sekarang. "Katakan padaku!" Aku menarik tanganku
ke atas janggutku, merasakan keringat menetes saat aku melototi
kakakku, menolak upayanya yang menyesatkan dan menjadikannya
seperti sebuah lelucon. Hannah melihat sekeliling halaman toko permen dan tersenyum
ramah pada beberapa pelanggan lain yang sekarang menatap kasar
pada kami. "Tenang, dik. Bagaimana kalau kita sebaiknya jalanjalan." Dia
mengumpulkan tas belanjaannya dan berdiri,
memberikan tatapan lembut yang tampak sangat jelas, Dengarkan
kakakmu, dasar bodoh. Aku berpikir akan meninggalkan mereka berdua, kakak dan
Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
keponakanku, tepat di tengah desa, lalu berlari kembali ke rumah
untuk menjemput Brynne, menempatkan dirinya di Rover dan
mengemudi pulang ke London. Kami bisa pergi dari sini dan
menganggap semua ini adalah mimpi aneh yang mustahil atau salah
paham. Aku benar-benar ingin melakukannya. Selama sekitar lima
detik. Entah bagaimana aku bisa bangkit berdiri meskipun lututku tiba-tiba
melemah, ingin mengambil tas belanjaanku dari pemberhentian
sebelumnya di sebuah toko barang antik, tapi sebaliknya aku
mengikuti kakakku. "Sudah berapa lama telatnya?" Tanya Hannah saat kami berjalan.
"Telat" Sial, aku tidak tahu tentang hal semacam ini! Dia bilang pil
yang dia minum membuat menstruasinya kadang-kadang tidak
teratur." "Ahh, jadi dia tidak tahu apakah dia telat. Masuk akal. Dia
mengatakan semuanya padaku tentang rasa mualnya tadi malam.
Katanya kau harus menepi di pinggir jalan. Dia juga menyebutkan
bahwa dia merasa pusing tadi malam."
"Ya, jadi" " Kataku membela diri. "Mungkin itu sesuatu yang dia
makan." Hannah mengenggolku di bahu. "Berhentilah menjadi seseorang
yang bodoh. Aku sudah memiliki tiga anak, E, aku tahu gejala-gejala
kehamilan dan suamiku seorang dokter. Aku tahu apa yang
kubicarakan." Aku merasa ada jalur keringat yang menetes ke bawah di
punggungku. "Tapi...ini tidak mungkin terjadi."
"Oh, berhentilah mengeluh dan ceritakan padaku fakta-faktanya.
Aku jamin itu bisa menjadi sangat mungkin. Apa yang terjadi ketika
Brynne merasa pusing?"
"Dia harus duduk dan bilang dia haus."
"Haus adalah salah satu gejalanya," kata Hannah bosan.
"Sial, dan setelah itu ia muntah. Oh, Tuhan."
"Beberapa wanita mengalami morning sickness di malam hari," ia
mengumumkan, "Fred bahkan akan memberitahumu kalau hal itu
sangat umum terjadi."
"Apa lagi yang terjadi padamu?"
"Suasana hatiku selalu berubah-ubah dan emosional. Itu adalah
sejumlah besar putaran hormon yang sedang berkecamuk."
Cek. Tiba-tiba lelucon Medusaku dari beberapa minggu yang lalu
tampaknya sudah tidak lucu lagi.
"Merasa kelelahan yang begitu ekstrim, memerlukan tidur siang."
Dia memiringkan kepala ke samping. "Aku tidak pernah tidur siang
dalam hidupku kecuali ketika tiga kali aku hamil."
Cek. Brynne sedang tidur di rumah kakakku sekarang. Aku ingin
sebatang rokok kemudian lagi, dan hanya terus menghisapnya
sampai satu bungkus habis.
"Payudara menjadi sangat lembut saat disentuh, sedikit nyeri. Sekali
lagi, hormon itu mulai memproses menghasilkan susu untuk
memberi makan bayi."
Aku hanya tercengang menatapnya, dan yakin mulutku menganga
seperti orang desa yang idiot saat ia berbicara tentang hormon dan
payudara serta produksi susu. Hal ini tidak mungkin terjadi. Tidak
bisa. Tidak sekarang. Tapi kakakku terus mengoceh, sepenuhnya menakut-nakuti aku
dengan setiap kalimat berikutnya yang keluar dari mulutnya.
"Bagian terakhir ini adalah sesuatu yang terjadi dan percayalah, aku
lebih suka tidak mengatakannya, tapi sebaiknya aku memberitahumu
saja karena kau bertanya." Dia mengangkat tangannya untuk
menghentikan aku berbicara. "Aku tidak ingin mendengar apakah itu
benar atau tidak. Aku benar-benar tidak perlu tahu."
"Apa"!" Aku berteriak padanya. "Berhentilah bertele-tele dan
beritahu aku!" Hannah memelototi aku kemudian perlahan-lahan berubah
menyeringai. "Wanita hamil menjadi sangat kacau dan
menginginkan seks sepanjang waktu. Para lelaki biasanya terlalu
bodoh untuk menyadari mengapa mereka begitu beruntung karena
tiba-tiba mendapatkan ekstra bercinta." Dia sangat menikmati saat
mengatakan yang satu itu padaku, aku yakin. "Sudah pasti itu karena
hormon." Hannah melipat tangannya dan menunggu.
"Kita harus kembali," kataku dengan suara aneh. Bahkan di
telingaku sendiri, suaraku terdengar tidak normal. Yang bisa kulihat
adalah saat Brynne memohon padaku untuk bercinta dengannya di
kamar mandi sebelum aku datang ke sini. Oh Tuhanku. Syok
ketakutan bahkan mulai tidak bisa menutupi dahsyatnya bom yang
jatuh. Saat aku berdiri di sana di samping kakakku, sambil memandangi
pantai Somerset, dengan udara hangat musim panas pada bulan Juli,
dengan keponakanku yang sedang mengejar anjing di atas rumput,
aku tahu dua hal merupakan kepastian yang nyata.
Yang pertama Brynne tidak akan menerima berita ini dengan baik
sama sekali. Bagian kedua datang padaku dengan cepat dan dengan kejelasan
yang sangat ekstrim. Menegasan kembali bahwa aku pria yang
sangat, sangat, beruntung untuk alasan-alasan yang hanya bisa aku
akui pada diriku sendiri. Aku bahkan tidak akan memberitahu
Brynne alasannya. Itu semua buatku untuk mengetahuinya dan
merahasiakannya. Benar-benar logika yang sangat sederhana. Dan
semakin aku memikirkannya, semakin mudah untuk menerima
kemungkinan itu. Jika Brynne benar-benar mengandung anakku...maka dia tidak akan
pernah meninggalkanku. *** Bab 7 ?"Apa yang menyebabkan pil tidak bisa bekerja dengan baik"
Brynne mengatakan padaku dia sudah menggunakan pil itu selama
beberapa tahun. Jelaskan padaku." Tuntutku.
Freddy menatapku dengan penuh simpati. "Tenang, sobat. Hal ini
bukan akhir dari dunia. Dia bisa melakukan apapun yang tidak dia
inginkan. Kita hidup di tahun 2012. Selalu ada pilihan."
"Oh, persetan!" Gambaran bahwa dia mungkins edang hamil sudah
cukup sulit untuk dicerna pada saat ini, tetapi memikirkan tentang
apa yang mungkin Fred sarankan itu jauh lebih buruk lagi.
"Maksudmu aborsi?"
"Ya. Dia punya hak, dan itu adalah salah satu pilihan. Adopsi adalah
pilihan lainnya." katanya lembut.
Aku menjatuhkan diri ke kursi, menempatkan sikuku pada lututku
dan menyandarkan dahi di tanganku. Aku hanya duduk disana dan
menarik napas. Aku merasa syok sekali, aku tahu tindakan aborsi
tidak layak dipertimbangkan. Sangat tidak mungkin. Aku tidak akan
mengijinkan anakku dibunuh atau membiarkan di adopsi orang lain.
Aku hanya berharap Brynne merasakan hal yang sama
denganku. Bagaimana jika tidak"
"Well, kalian berdua sebaiknya bicara,lalu dia harus melakukan tes
untuk mengkonfirmasikan kehamilannya. Jika kau ingin aku
melakukan yang satu itu dan berbicara dengannya aku akan
melakukannya, tapi kau harus menemuinya terlebih dahulu, E, dan
mendiskusikannya bersama."
Aku mengangguk di atas tanganku dan bangkit dari kursi. Fred
menepukkan satu tangannya di punggungku sebagai dukungan.
"Tapi bagaimana bisa" Jika dia meminum pilnya, mengapa hal ini
bisa terjadi?" Aku masih bersikeras. Mungkin begitu jauh upayaku
yang menyedihkan itu untuk menjangkau penolakanku sampai aku
berharap ada bel yang akan berdering dan menyatakan sudah
waktunya untuk bangun. Freddy tersenyum dan menggelengkan kepalanya padaku.
"Segalanya bisa berubah, obat lain dapat mengurangi efek
kontrasepsi, kondom yang bocor, orang-orang mabuk dan minum
sesuatu untuk menghilangkan rasa mabuk itu, mereka memiliki
penyakit yang mengubah kemampuan tubuh mereka untuk
memetabolisme obat, dan yang paling penting, tidak ada yang
seratus persen efektif. Hanya selibat satu-satunya yang efektif." Dia
menatapku. "kau menggunakan kondom?"
Aku menggelengkan kepalaku dan menatap lantai.
"Ahh, kalau begitu, jika kau telah melepaskan spermamu di
rahimnya, my man, hal itu bisa terjadi dengan sangat mudah."
Aku meringis. "Apakah aku harus naik keatas untuk menemuinya
dan mengatakan padanya bahwa kupikir aku sudah membuatnya
hamil dan dia perlu melakukan tes" Bagaimana?"
Freddy menuju bar minuman, menuangkan segelas vodka double
dan menyerahkannya padaku.
Aku menenggaknya dan ia menepuk punggungku untuk kedua
kalinya. "Kurasa kau tidak harus naik keatas untuk melakukannya," kata
Fred. Aku mendongakkan kepalaku untuk menanyakan apa maksudnya,
dan merasakan lututku lemas lagi.
Zara dan Brynne masuk ke ruangan, sambil bergandengan tangan
dan tersenyum lebar. Dia tampak begitu bahagia. . . dan cantik. . .
dan. . . hamil. ?"Oh, Hai." Aku tersenyum pada Ethan dan bertanya-tanya mengapa
ia menatapku seperti kepalaku tumbuh menjadi dua. "Apa yang
kalian gosipkan di sini" Obrolan lelaki?"
Ethan tertawa gugup dan tampak sedikit pucat. Sebenarnya dia
tampak ketakutan. Sangat aneh.
"Apakah semuanya baik-baik saja" Apa kau mendapat telepon dari
Neil?" Tanyaku, mulai merasa gelisah sendiri. "Apa dia tahu siapa
yang mengirim pesan tadi malam?" Aku menempatkan tanganku
yang bebas sampai ke leherku dan mencoba untuk tetap diam saat
rasa panik tiba-tiba merayap naik.
Sosok diri Ethan biasanya merupakan tumpuan bagi kami. Dia
adalah orang yang memiliki keyakinan, menanamkan keyakinan
pada setiap kesempatan. Dia membuatku merasa aman, jadi melihat
dirinya tampak seperti saat ini. . . terlihat khawatir. . . well,
membuatku takut setengah mati.
Dia menghampiriku dan menarikku mendekat erat di dadanya.
"Tidak. Bukan seperti itu." Dia mencium kening dan memegang
wajahku, tampak lebih mirip seperti Ethan yang kukenal dan
kucintai. "Dia masih menyelidiki ponselmu" Dia menggelengkan
kepalanya. "Jangan pernah berpikir tentang pesan sialan itu, oke"
Apa kau haus" Apa kau ingin minum air" Bagaimana jika kau duduk
dan mengistirahatkan kakimu." Ia menuntunku ke sofa dan praktis
mendorongku turun di atas sofa itu.
"Um. . . oke. "Aku menggelengkan kepalaku dan menyipitkan mata
ke arahnya, mengucapkan, "Ada apa sih?"
"Tidak ada apa-apa, sayang. Kau hanya tampak lelah. Bagaimana
dengan tidurmu?" Suaranya terdengar aneh.
Aku mengerutkan kening padanya. "Tidur siangku nyenyak, tapi aku
tidak tidur selama itu." Zara merangkak ke pangkuanku dan aku
mulai merapikan rambut ikalnya yang panjang. "Ketika Kau sedang
keluar makan es krim, aku di ajak mengelilingi Hallborough dan
mengambil beberapa gambar dari lukisan Mallerton, potret Sir
Jeremy dan Georginanya untuk Gaby. . . lalu mengirimkan
untuknya." "Sangat menyenangkan," kata Ethan, menyeret satu tangannya ke
rambutnya. "Ya. . . sangat menyenangkan." Aku memandang Freddy dan
mendapat atmosfir aneh dari dirinya juga. Sebelumnya kami
memiliki perbincangan yang sangat menyenangkan saat mereka
pergi, dan dia mengajakku mengelilingi rumahnya. Sekarang ia
terlihat seperti hanya ingin segera keluar dari ruangan ini. "Apa yang
terjadi" Mengapa kalian berdua bertingkah aneh?"
Ethan mengangkat bahu dan mengangkat tangannya seakan tidak
berdaya. "Sayang. . ."
Freddy menghampiri tempat dimana aku duduk dan mengulurkan
tangannya pada Zara. "Ayo ikut ayah, sayang. Paman Ethan ingin
bicara dengan Brynne."
"Oh, oke," kataku, dengan berat hati aku menyerahkan Zara pada
ayahnya. "Aku ingin mendengar tentang perjalananmu membeli es
krim dengan Paman Ethan." Aku pura-pura sedih saat melihat Zara.
"Es krimnya enak," katanya dari dalam gendongan ayahnya.
"Mummy bilang pada Paman Ethan, dia berani mempertaruhkan
rumahnya bahwa kau sedang hamil dan akan menjadi orang tua suka
atau tidak." Dia tersenyum manis. "Aku bermain-main dengan Rags
jadi Paman Ethan dan Mum bisa bebas berbicara tentang
kehamilanmu." Beberapa hal terjadi sekaligus. Aku bediri diatas kakiku bukannya
sedang duduk di sofa, tapi aku tidak tahu bagaimana aku bisa
melakukan itu. Aku bisa melihat diriku sedang berdiri, tepat di
tengah-tengah ruang duduk Georgian di Hallborough yang indah ini
dengan furnitur dan lukisan serta karpet yang elegan. Aku bisa
melihat wajah tampan Ethan dan matahari sore yang menembus
melalui jendela tinggi. Dan semua partikel berputar-putar di udara sesuatu yang biasanya tidak terlihat, tapi ketika sinar matahari dalam
posisi yang tepat, Kau bisa melihat partikel-partikel debu itu
mengambang, menggantung seperti disihir. Kalau dipikir-pikir,
akupun sedang melayang. Langit-langit menahanku agar tidak
melayang jauh ke angkasa dan mungkin lebih jauh lagi ke luar
angkasa. Aku akan terus melayang semakin jauh. Aku tahu aku akan
terus kesana jika bukan karena langit-langit itu.
Ethan mengumpat dan tersandung ke arahku. Aku terus mendengar
namaku. Berkali-kali aku mendengar namaku dipanggil. Aku bisa
melihat semuanya. Aku berdiri disana. Ethan dengan cepat
mendatangiku. Freddy segera lari keluar dari ruangan dengan Zara,
semua itu tampak seperti cuplikan film buram yang dipercepat.
Ruangan itu tiba-tiba terasa hangat; tidak, rasanya panas. Seperti
oven. Aku melihat ke bawah dari langit-langit ke arah Ethan yang
bergegas menuju "aku" yang berdiri di ruang duduk. Ia mengulurkan
tangannya, tapi kemudian semuanya melambat. Benar-benar lambat.
Ethan terus bergerak tapi kecepatannya semakin berkurang. Aku
tidak berpikir ia bahkan bisa meraih aku. Aku mengerjapkan mata
dan mencoba memahami apa yang dikatakan Zara. Freddy sudah
membawanya keluar dari ruangan jadi aku tidak bisa bertanya
padanya tentang hal itu. Aku bahkan mendengar suara kecilnya
bertanya pada Freddy, "Ayah, hamil itu apa?"
?"Aku mencintaimu." Aku bangun mendengar kata-kata yang
berasal dari bibir Ethan. Aku di sofa lagi, tapi kali ini aku berbaring.
Ethan sedang berlutut di lantai membelai kening di kepalaku dan
rambutku dengan kekhawatiran yang begitu besar tampak jelas
terlihat di matanya. "Kau sudah siuman. ." Ethan menutup matanya
lalu membukanya lagi. Dia tampak sangat terguncang, mungkin
sama seperti yang kurasakan. Mengantrilah, sobat. Ini adalah suatu
pengalaman keluar dari tubuhku yang baru saja terjadi. Sekarang aku
bisa memeriksanya satu persatu dari daftar hidupku.
Aku ingat. Dan beban berat dari informasi ini menghimpit dadaku sampai aku
tersentak dan menarik napas panjang lalu berusaha untuk duduk.
Ethan menahanku untuk tetap berbaring dan menyuruhku diam.
Dorongan untuk melarikan diri begitu besar. Seolah-olah alam
bawah sadarku tahu bahwa kepanikan tidak akan membantu
sedikitpun, tapi seperti kecanduan kau tetap akan melakukannya
Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
meskipun kau tahu itu hanya akan memperburuk keadaan.
Aku menggelengkan kepalaku kepadanya. "Tidak, Ethan.
Aku tidak hamil. Aku minum pilku dan aku tidak pernah lupa setiap
hari. . ." Dia hanya terus membelai rambutku dengan satu tangan, meletakkan
tangan yang satunya di bahuku.
Dia takut aku akan lari. Aku tahu Ethan dan kadang-kadang aku bisa
melihat apa yang dia pikirkan. Dia menahanku di sofa jadi aku tidak
bisa meninggalkan dia, atau lari menjauh, atau melepaskan diri, atau
melarikan diri. Kau adalah pria yang sangat bijaksana, Ethan
Blackstone. Karena hal itulah yang ingin kulakukan.
"Ingat apa yang baru saja kukatakan padamu, Brynne." Suaranya
keras tapi juga rentan. Aku bisa mendengar nada kekhawatiran di
dalamnya. "Bahwa kau mencintaiku?"
Dia mengangguk pelan, tidak pernah melepaskan tangannya dariku.
"Tapi aku tidak hamil," aku bersikeras. "Biarkan aku berdiri."
"Brynne, Kau harus melakukan tes jadi kita akan tahu dengan pasti.
Hannah dan Fred berpikir kau bisa saja sedang. . . " Ia terdiam,
suaranya tidak begitu yakin. "Hannah membantuku membelikan
beberapa alat tes kehamilan dari apotek agar kau bisa. . ."
Aku mendorongnya dengan keras. "Biarkan aku pergi!"
"Brynne. . . sayang, kumohon dengarkan-"
"Biarkan. Aku. Pergi. Sekarang!"
Dia mundur. Aku duduk dan melipat tangan di bawah payudaraku.
Aku merasa begitu kepanasan dan haus dan benar-benar bersalah
pada saat ini aku tidak bisa mempertimbangkan apapun dengan baik.
"Jangan panik, oke" Kita harus mendiskusikan hal ini layaknya
orang dewasa." Rahangnya berbunyi karena gertakan giginya.
"Ya," aku mencemooh kepadanya. "Mendiskusikan. Ide yang bagus
sebelum kau membicarakannya dengan kakakmu dan Freddy tentang
aku. Ethan!" Mengapa kau melakukan itu" Kenapa?"
"Bukan begitu. Aku tidak tahu. Hannah mengatakan itu padaku
kemudian Fred ikut terlibat. Mereka pikir kau bisa saja sedang
hamil. Sakit tadi malam, tidur sepanjang waktu, dan. . . hal-hal yang
lainnya." "Hal yang lain apa?"
Ethan terlihat seperti dia lebih memilih menelan kaca yang terisi
penuh di dalam mulutnya daripada harus mendiskusikan ini
denganku sekarang. Dia meringis. "Apakah kau mau melakukan tes?"
"Tidak! Aku tidak akan melakukan tes hanya karena kau dan
keluargamu berpikir aku seharusnya melakukan itu! Apa hal-hal
yang lain itu"!" Ketidaklogisan yang seharusnya tidak kulakukan
dalam usahaku untuk memperoleh pertahanan diri, menghilang
begitu saja. Selamat Datang di HorrorLand, silakan parkir di tempat
yang disediakan, kau-sangat-kacau dan berjalanlah ke gerbang
utama, dimana kau akan disambut oleh mimpi terburukmu.
Dia membawa kedua tangannya ke dadaku, menangkup kedua
payudaraku dan meremasnya. Aku meringis karena merasa sakit dan
kepanikan itu naik setingkat lagi. Aku ingat rasa sakit ini
sebelumnya. Aku pernah merasakan itu sebelumnya. Tidaaaaak!
Aku mendorong tangannya menjauh dengan kasar. "Kau
membicarakan tentang hal ini dengan mereka"! Oh Tuhan!"
"Bukan seperti itu, Brynne. Aku tidak membicarakan kamu. Hannah
hanya menduga beberapa hal dan ketika aku meminta penjelasan dia
bercerita tentang. . . tanda-tandanya." Dia merendahkan suaranya.
"Kau memiliki semua tanda-tanda itu. Kau sakit dan ingin tidur
siang dan payudaramu menjadi sakit. . ." Dia menunjuk ke dadaku
lalu diam, kecemasan terdengar jelas dalam nada suaranya
membuatku merasa seperti orang yang menyebalkan lagi. Aku tahu
aku bisa bersikap menyebalkan ketika ada kesempatan. Bisa dibilang
inilah salah satunya. Aku membungkuk dan membenamkan tanganku di rambutku dan
hanya duduk disana, menatap lantai dan mencoba untuk memproses.
Ethan membiarkan aku seperti itu, dan hal itu sangat tepat karena
aku ingin sekali mengamuk dan menggigit seperti dilakukan hewan
yang terperangkap. Tanda-tandanya. . . Haidku tidak pernah banyak
dan sebelumnya masa haidku sama sekali tidak muncul. Dokterku
meyakinkan aku bahwa itu normal dengan jenis pil KB tertentu yang
aku minum jadi aku tidak pernah khawatir tentang hal itu.
Sejujurnya, bagaimanapun juga, aku tak perlu khawatir
karena ketika kau tidak berhubungan seks dengan seseorang, Kau
tidak perlu khawatir kamu akan hamil! Sebelum dengan Ethan, aku
jarang melakukan seks dan selalu menggunakan pelindung
(kondom). Aku tidak sebodoh itu membiarkan seorang pria
melakukannya tanpa kondom ketika kami belum saling mengenal
dengan sangat baik. Jadi, mengapa aku tidak melakukan hal itu
dengan Ethan, tolol" Sial, Ethan hanya menggunakan kondom satu
kali. Hanya sekali. Banyak sekali kesempatan bagi sperma yang
kecil itu berenang-renang untuk menemukan jalan masuk. Sekali
lagi, aku memang orang yang sangat bodoh.
Sakit pada malam sebelumnya terasa sangat aneh, karena saat aku
muntah sepertinya tidak ada yang salah dengan diriku sama sekali.
Hal yang sama terjadi saat sarapan tadi pagi. Aku benar-benar lapar,
kemudian ketika makanan datang aku hanya ingin roti panggang.
Kalau dipikir-pikir, perutku terasa lemas sekarang. Makan siang
sandwich daging sapi panggang tadi benar-benar tidak bertahan
lama. Payudaraku terasa sakit. Aku tidur siang dalam dua hari
terakhir ini. Semuanya menjadi jelas dan pemahaman serta kecemasan yang
mengerikan datang bersama-sama dalam sekejap. Mengapa Ethan
begitu tenang" Seharusnya dia juga merasa takut jika hal ini benar
terjadi. "Mungkin hal itu tidak benar. Pasti tidak mungkin," kataku entah
pada siapa. "Ingat apa yang kukatakan, Brynne," katanya tajam.
Aku mengulurkan tanganku dan dia meraihnya, sangat kewalahan
untuk menjawab pertanyaannya dengan benar. Apa yang akan aku
katakan kepadanya" Maaf, pil KB ku tidak berfungsi" Aku memang
pengacau dan akan selalu begitu, akupun mungkin juga bisa hamil
sehingga aku dapat mengacaukan hidupku lagi" Atau, aku tahu hal
ini membuat rumit kehidupanmu yang penuh dengan stres, Ethan,
aku benar-benar menyesal tentang hal itu, tapi kita sedang
membahas masalah kehamilan.
Aku menelan ludah. Air liurku mulai menggenang di tenggorokanku.
Muncul lagi, kemudian ada lagi, dan aku tahu aku akan muntah lagi.
Aku berjuang untuk mengatur efek dari rasa mual yang mengambil
alih tubuhku begitu tiba-tiba.
Aku kalah. Berdiri, aku berlari ke kamar mandi terdekat, pikiranku berusaha
keras untuk mengingat denah jalan berliku rumah besar ini.
Tanganku di mulutku, aku terhuyung-huyung masuk ke kamar rias
tidak jauh dari solarium (ruang kaca untuk berjemur) dan
melemparkan diri ke atas toilet. Aku memuntahkan isi perutku
sampai tidak ada yang tersisa lagi..
Aku ingin melarikan diri.
"Aku berada disini untuk kedua kalinya dalam waktu kurang dari
dua puluh empat jam bersama gadisku dan ini menyebalkan.
Terutama untuknya. Berbicara tampaknya sia-sia, jadi aku diam saja.
Aku hanya memegang rambutnya dan membiarkan dia
mengeluarkan isi perutnya. Aku membasahi handuk kecil dengan air
dingin dari wastafel dan menyerahkannya kepadanya. Dia
mengambilnya dariku, menekan handuk itu ke seluruh wajahnya
sambil mengerang. Aku merasa benar-benar tak berdaya. Kau
melakukan ini padanya dan ia membencimu untuk itu.
Fred mengetuk pintu yang terbuka. "Ada yang perlu dibantu,"
katanya ramah. "Bisakah kau memberinya sesuatu, Fred?"
Brynne menyingkirkan handuk itu dari wajahnya, tampak pucat dan
seperti akan menangis. Fred tersenyum. "Aku bisa memberimu antimual tapi itu
hanya mengurangi gejalanya."
"Please," jawabnya, sambil menganggukkan kepalanya.
"Apa artinya, hanya mengurangi gejalanya?" Tanyaku.
Fred berbicara pada Brynne. "Sayangku, aku tidak nyaman
memberikan pengobatan kepadamu jika kita semua belum tahu
kejelasannya. Apa kau siap untuk melakukan tes?" katanya lembut.
"Setelah itu kita akan mengetahuinya dengan pasti lalu kau dan E
dapat memutuskan apa yang terbaik untuk kalian berdua.
Bagaimanapun juga, pertama-tama kau benar-benar perlu di test."
Dia mengangguk cepat. "Oke." Hanya itu yang dikatakan Brynne dan dia bicara kepada Fred
bahkan tanpa melihatku. Dia kelihatannya lebih dingin semacam
mengasingkan dirinya, sepertinya kami menjadi orang asing
sekarang. Terasa menyakitkan. Aku sangat ingin dia menatap
mataku, tapi dia tidak mau melakukannya. Dia hanya memegang
handuk basah di wajahnya dan menahan matanya terkunci pada
dinding. Fred meletakkan dua alat tes di atas meja wastafel. Hannah
membantuku memilihkan alat-alat tes itu di desa tadi, karena aku
yakin sekali tidak tahu apapun yang akan aku lakukan. Setelah
percakapan itu dengan adikku, dia meyakinkan aku bahwa aku perlu
untuk membeli beberapa alat tes kehamilan. Inilah kenyataannya.
Benar-benar nyata. Disini kami bertiga yang sedang berdiri di kamar
mandi mencoba untuk berpura-pura bahwa ini adalah prosedur
standar ketika akan melakukan tes kehamilan, faktanya, keadaan
sekarang ini benar-benar kacau. Di gambarkan, di bawah todongan
senjata Brynne-ku praktis dipaksa menjalani tes kehamilan yang
mengejutkan itu, dan aku mengetahui tentang masa lalunya yang
dulunya dia pernah dihamili.
SIALAN! Aku ingin memukul dinding lagi tapi tidak berani di
tempat ini. Dinding-dinding ini terlalu bernilai.
Banyak pikiran gila membanjiri otakku. Bagaimana jika dia
membenciku karena menghamilinya" Bagaimana jika hal ini
membuat hubungan kami putus" Bagaimana jika dia ingin
melakukan aborsi" Bagaimana jika dia tidak hamil sama sekali dan
hal inimembuatnya takut" Aku takut tapi aku masih ingin tahu.
Sekarang. Aku butuh jawaban.
"Benar," kata Fred, "kita akan membicarakannya sedikit dan
mencoba untuk membuatmu menjadi lebih baik, sayang." Dia
meninggalkan ruangan kecil itu, tapi berbalik untuk mengatakan
sesuatu yang lain. Dan disanalah Brynne sedang berdiri kaku dengan
mata tertunduk seperti hewan terpojok. Hatiku hancur menyaksikan
itu. Ini benar-benar kacau. "Brynne, kami di sini untuk membantu
dan mendukung dengan cara apapun yang kami bisa. Aku
bersungguh-sungguh tentang hal itu, dan aku tahu bahwa Hannah
pun akan melakukan itu juga."
"Terima kasih," jawabnya dengan suara pelan.
Dengan perginya Fred hanya tinggal kami berdua. Brynne tidak
bergerak, dia hanya berdiri di sana. Tampak canggung. Aku ingin
menyentuhnya tapi takut. "Brynne?" Dia mengangkat matanya dan menelan ludah, tampak sedih dan
pucat. Pada langkah ke dua aku bergerak ke arahnya dia mundur
selangkah dan mengangkat tangannya untuk membuatku tetap
menjaga jarak. "Aku - aku butuh sendirian. . . " Bibir bawahnya
gemetar saat ia mengeluarkan kata-kata itu. Begitu berbeda ketika
bibirnya membentuk sebuah senyum yang seksi. Brynne biasanya
lebih banyak tersenyum daripada aku. Seluruh Wajahnya bersinar
ketika dia melakukannya. Setiap kali dia tersenyum, hal itu
membuatku ingin tersenyum kembali. Dia membuatku
menginginkan banyak hal yang tidak pernah terlalu aku pedulikan
sebelumnya. Tapi dia tidak tersenyum sekarang. Dia ketakutan
setengah mati. Seakan membunuhku melihatnya seperti ini. "Sayang, ingat apa
yang kukatakan." Aku melangkah keluar dari kamar mandi tapi aku
tidak menginginkan itu. Aku ingin berada di sampingnya ketika dia
membutuhkan aku. Aku tidak ingin meninggalkannya sendirian. Aku
menginginkan dia dalam pelukanku dan mengatakan padaku bahwa
dia mencintai aku dan kita bisa melakukan ini. Aku membutuhkan
itu darinya sekarang dan aku tahu aku tidak akan mendapatkan itu.
Dia menatapku sambil mulai menutup pintu perlahan. "Jangan lupa,"
kataku sebelum pintu tertutup dan aku menghadap pintu berukir
yang elegan bukan gadisku, yang sedang kesulitan melakukan test
kehamilan di sisi lain ruangan ini.
Waktu berjalan perlahan saat aku menunggu dia untuk keluar. Rasa
takutku tumbuh dengan cepat seperti menit demi menit berlalu
begitu saja. Aku memeriksa ponselku untuk membaca pesan dan
menjawab beberapa dari mereka, ketika aku melihat pesan singkat
dari Neil: Ada berita tentang Fielding. Anggota Parlemen
melaporkan. Aku menelepon Neil dan menunggu untuk terhubung, menatap pintu
kamar mandi dan bertanya-tanya apa yang sedang terjadi di dalam.
Pikiranku menjadi penuh waspada saat aku berubah ke modus
proteksi. "Bos." "Seseorang ada yang hilang" Fielding yang hilang" Tolong beritahu
aku itu tidak benar."
Neil mendesah. "Ya, dilaporkan hanya beberapa hari yang lalu oleh
orang tuanya, yang tinggal di suatu tempat di Northeast; kurasa
Pennsylvania. Konfirmasi kontak terakhir tiga puluh Mei. Menurut
laporan, ia tidak masuk kerja. Apartemennya kosong. Paspor
ditinggal dan tidak ada petunjuk dia melakukan penerbangan dengan
tergesa-gesa. Konsulat tentu saja tidak memiliki catatan dia
melakukan perjalanan keluar dari AS."
"Sial, itu bukan berita yang menyenangkan, sobat."
"Aku tahu. Kemungkinan itu tak akan ada habis-habisnya. Ayahnya
tersangka pelaku tindak kejahatan, dan mengatakan hal itu dalam
wawancara dengan media cetak."
"Aku yakin kubu Oakley sangat menyukai pers." Kataku sinis.
"Meskipun begitu tidak ada yang menuntut. Tidak disebutkan nama
senator Oakley, jadi belum bisa dikaitkan antara Montrose dan
Fielding ke Lance Oakley."
"Jadi mari kita pikirkan tentang apa yang mungkin terjadi dengan
menggunakan informasi yang sudah ada ini. Pesawat anggota
kongres Woodson jatuh awal April. Nama Oakley langsung muncul
sebagai pengganti. Montrose terlibat perkelahian di bar dan
mengalami beberapa luka tusukan pada leher dan dada pada tanggal
24 April. Bajingan itu meninggal dua hari kemudian di rumah sakit.
Tersangka belum diketahui. Tom Bennett menghubungiku dan aku
mulai melindungi Brynne dari sini pada minggu ketiga bulan Mei di
Galeri Andersen. Kemunculan terakhir Fielding pada akhir Mei.
Semuanya dalam kondisi tenang selama satu bulan. Pesan singkat
dari ArmyOps17 ke ponsel Brynne tadi malam, pada 29 Juni."
"Ya." "Apa analisamu mengenai Fielding" Kau sudah melihat laporannya."
"Aku pikir dia sudah mati di kuburan yang dangkal di suatu tempat
atau mungkin tenggelam di lautan Pasifik sebagai makanan ikan."
"Menurutmu apa ini ada hubungannya dengan Oakley?"
Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sulit untuk mengetahuinya. Justin Fielding punya masalah dengan
obat-obatan. Rupanya kecanduan kokain."
Salah satu alasan aku dan Neil bekerja sama dengan baik karena pola
pikir kami begitu selaras. Neil bukan tipikal orang yang banyak
omong. Dia berbicara kalau perlu saja dan tidak mengisi
pembicaraan itu dengan omong kosong yang tidak berguna. Itulah
faktanya. Dan instingnya akurat, jadi ketika ia mengatakan ia tidak
tahu, itu berarti sesuatu masih belum diketahuinya.
"Baiklah. Kita memiliki informasi dua dari pelaku video kita, satu
tewas dan yang satunya dikonfirmasikan hilang. Yang ketiga masih
aktif bertugas di Irak dan sangat tidak mungkin dijadikan tersangka.
Pesan singkat berasal dari dalam Inggris dan dari seseorang yang
sudah melihat video itu secara detail karena mereka tahu lagu
aslinya itu." "Itu benar." "Bagaimana menurutmu kalau kau melakukan perjalanan sebentar ke
California?" "Aku bisa melakukannya. Aku bisa berjemur sekaligus sambil
mencari informasi." "Baiklah. Minta tolong Frances untuk membantumu mempersiapkan
diri untuk awal pekan depan. Kau tidak boleh pergi sampai aku
kembali ke kota." "Bagaimana dengan perasaan Brynne" Kuharap lebih baik." Neil
bertanya dengan suara lembut.
Aku mengerang di telepon dan tahu pasti apa jawabannya. Sialan
aku tidak akan mengatakan apapun!
"Um. . . dia masih merasa sakit. Meskipun Fred sudah
membantunya." Aku cepat-cepat mengucapkan selamat tinggal dan
mengakhiri pembicaraan kami. Aku bisa berbicara tentang pekerjaan
sepanjang hari, tapi aku tidak memiliki pengalaman untuk
menceritakan sesuatu yang bersifat pribadi, aku juga tidak
berkeinginan untuk mulai membahasnya.
Aku melirik jam tanganku dan menuju pintu. Dua puluh menit telah
berlalu sejak ia menutup pintu di hadapanku. Rasanya seperti
bertahun-tahun sudah berlalu. Aku mengetuk beberapa kali dengan
buku-buku jariku. "Brynne" Bolehkah aku masuk" "
Tidak ada jawaban. Aku menekan pegangan pintu dan memanggil namanya lagi, kali ini
lebih keras. Hening. Aku menempelkan telingaku ke pintu dan mendengarkan. Aku tidak
bisa mendengar sesuatu yang terjadi di dalam kamar mandi dan
mulai membayangkan tata letak ruangan itu. Setelah semua ini,
bagian dari pelatihanku dalam memahami struktur bangunan dan
mencari jalan tercepat untuk keluar dari sana. Kadang-kadang ketika
sesuatu tentang kebenaran yang tiba-tiba mendatangimu, hal itu
benar-benar terasa sangat menakutkan. Ini adalah salah satu dari
kondisi seperti itu. Ruang solarium berbatasan dengan kamar mandi
yang ada di sisi lain dari rumah ini.
Aku langsung tahu pada saat ini juga. Aku tahu itu sebelum pesan
teks datang beberapa saat kemudian di ponselku dari
Brynne: Aku...minta maaf sekali. WATERLOO
?"" Bab 8 " Kumohon beri aku kekuatan untuk melakukan hal ini, aku berdoa.
Yang bisa kulihat adalah raut wajah Ethan yang tampak sebelum aku
membanting pintu. Apa yang dia pikirkan sekarang" Dia mungkin
berharap ia tak pernah mendengar tentangku. Aku merasa sangat
malu dan bodoh. Meskipun Itu tidak mengubah bagaimana
perasaanku terhadapnya. Aku mencintainya sama seperti
sebelumnya. Aku hanya tidak tahu bagaimana kami akan melewati
semua ini dan bertahan sebagai sepasang kekasih. Bagaimana
mungkin" Aku menyalakan keran dan minum sekitar satu galon air langsung
dari keran, berkumur dan membasuh wajahku. Aku tampak seperti
pengantin Frankenstein dari film kuno hitam-putih. Mataku tampak
menakutkan, selebar Elsa Lanchester yang bermain di film itu. Aku
ingin berpura-pura ini tidak terjadi, tapi aku tahu aku tidak bisa.
Pikiran itu sungguh kekanak-kanakan, dan aku bukan anak kecil!
Aku akan berumur dua puluh lima tahun dalam dua bulan lagi.
Bagaimana bisa seseorang membuat begitu banyak kesalahan dalam
dua puluh lima tahun"
Aku meraih testpack dan membukanya. Tanganku gemetar saat aku
memegangnya dengan tombol di sisi dan dalam bahasa Inggris.
Tanda minus untuk tidak hamil dan tanda plus untuk "Kau benarbenar hamil, Kau
tidak bertanggung jawab dasar pelacur." Aku
merasakan sensasi itu lagi di mana tubuhku sepertinya ingin hanyut.
Aku memejamkan mata dan bernapas, membawa diriku ke tempat di
mana aku bisa maju kemasa yang akan datang, dan kemudian aku
mendengar suara metodis Ethan lembut melalui pintu. Dia sedang
menelepon, dan yang paling mungkin adalah berbicara mengenai
bisnisnya . Aku bodoh ingin tertawa ditengah situasi yang absurd.
Aku berada di sini mengambil tes kehamilan dan dia berada di sisi
lain dan melaluinya dengan sangat tenang. Bagaimana mungkin, ia
bahkan bisa mengendalikannya"
Aku memandang dinding penjara yang indah, dan saat itulah aku
melihatnya. Sebuah pintu. Aku tidak berpikir mereka pernah
menggunakannya, tapi itu tidak berarti tidak bisa digunakan. Aku
tidak berpikir, aku hanya melakukan apa yang ingin aku lakukan
ketika Zara pertama kali membuat komentar kepadaku.
Aku berlari. Rasanya seperti hampir tidak ada waktu yang berlalu, tapi aku
mendapati diriku mendekati pantai berbatu ketika kami akan
berjalan sepanjang pagi ini dan tahu aku berada di sana selama
beberapa saat yang indah. Semakin jauh aku berlari, rasa bersalahku
semakin bertambah karena pergi tanpa sepatah kata pun. Ethan akan
begitu terluka. Terluka" Dia akan marah, sialan! Akan ada neraka
untuk membayarnya. Aku bertanya-tanya apakah dia tahu kalau aku
sudah menyerah. Aku memejamkan mata memikirkan dia
menemukanku pergi dan tahu bahwa aku perlu untuk
menghubunginya. Aku teringat sesuatu dulu dia pernah mengatakan
sesuatu kepadaku. Itu adalah ketika ia memintaku untuk memilih
kata-kata yang aman. Ethan telah mengatakan kepadaku tentang hal
itu untuk ketika aku berkata bahwa aku membutuhkan ruang dan
bahwa ia akan menghormati itu. Dia telah menepati janjinya, dan
aku memanfaatkannya. Ethan jujur kepadaku. Aku percaya bahwa ia akan menepati janji,
jadi aku mengiriminya sms, mengaktifkan silent (mode diam) telpon
genggamku, dan terus berlari. Aku tidak tahu apa yang kuharapkan
untuk menyelesaikan ini, tetapi latihan fisik membantuku. Entah
bagaimana aku membutuhkannya untuk menghentikan adrelinalin,
dan ini adalah sesuatu yang bisa kulakukan setidaknya
mengontrolnya. Aku berakhir di ujung dermaga dan tepat di Sea Bird Caf?, di mana
kami makan beberapa jam sebelum. Seberapa cepat hal bisa berubah
dalam sehari. Ethan telah mengatakan kepadaku, "Ingat apa yang kukatakan
kepadamu, Brynne." Dia mengulanginya beberapa kali. Dia ingin
aku tahu dia mencintaiku. Itu Ethan, selalu meyakinkanku ketika aku
irasional. Tapi ini...Itu terlalu banyak untuk mempertimbangkan, dan
aku tidak ingin menghadapinya. Aku tidak ingin menghadapi
kebenaran...tapi aku tahu aku harus. Berlarian seperti orang bodoh di
pantai desa tidak akan membantu apa-apa.
Tenangkan dirimu, Bennett.
Nah, itu yang membuatku mempunyai kekuatan untuk mendorong
pintu kafe. Aku berjalan menuju pelayan pertama yang aku temukan
dan bilang bahwa aku sarapan tadi pagi disini dan aku mungkin telah
meninggalkan kacamata hitamku di toilet. Dia membiarkan aku
masuk dan aku pergi ketoilet.
Aku mengambil testpack dari sakuku dan melakukannya, sangat
marah pada diriku sendiri karena melakukannya di toilet umum,
bukan di rumah dengan Ethan disana yang menungguku.
Mendukungku. Kata-kata terakhirnya kepadaku sangat tegas "Jangan
lupa." Meyakinkanku dengan caranya bahwa ia ada di sana untukku.
Aku begitu bodoh. Aku mencoba untuk terus menahan isakanku agar tidak terdengar.
Aku sangat ingin mengeluarkannya, dan bahkan tidak melihat
indikator. Aku hanya memasukkannya kembali ke dalam saku celana
jeansku, mencuci tanganku. Aku tidak pernah merasa begitu benarbenar lemah dan
menyedihkan dan kehilangan. Well, kau pernah
merasakannya. Tujuh tahun lalu jauh lebih buruk.
Kehangatan matahari mulai memudar di sore hari dan angin telah
berhembus, tapi aku tidak kedinginan. Tidak. Aku berkeringat saat
aku mengikuti jalur kembali dengan cara Ethan yang telah
membawaku pagi ini. Aku tahu di mana aku ingin pergi. Aku bisa
duduk di sana dan berpikir untuk sementara waktu...dan
kemudian...Apa itu" Apa yang akan kulakukan"
Jalur hutan itu tidak seterang saat pagi hari dan pasti telah
kehilangan beberapa ciri dari dongeng, tetapi aku memaksa ke
tujuanku dan tidak menyadarinya. Gerbang logam kait dibuka seperti
sebelumnya dan berdentang keras di belakangku setelah aku
melangkah melaluinya. Aku berlari disepanjang jalan kerikil,
menendang batu kecil di belakangku ketika aku melewatinya. Aku
bergegas, entah bagaimana perlu melihatnya lagi. Aku menarik
napas lega ketika patung malaikat putri duyung muncul. Ya. Itu
masih ada. Aku mengecam diriku sendiri untuk berpikir itu akan
menjadi sebaliknya. Itu nyata dan bukan isapan jempol dari
pikiranku. Kau benar-benar begitu kehilangan itu.
Aku langsung duduk di kaki patung itu dan merasakan jantungku
berdebar-debar. Ini berdetak sangat kencang aku yakin itu bisa
memindahkan kulit di atasnya. Aku tidak menggunakan pakaian lari,
tapi setidaknya aku menggunakan sepatu lari.
Aku duduk di sana untuk waktu yang sangat lama.
Laut tampak lebih gelap dan lebih biru daripada pagi itu. Angin
bertiup lebih kencang dan sedikit membawa titik-titik hujan. Bau itu
bau yang sangat kusuka, bumi, air dan udara dicampur semua. Bau
kehidupan. Kehidupan. Apakah aku memiliki kehidupan kecil yang mulai tumbuh di dalam
diriku" Semua orang tampaknya berpikir begitu. Ide mereka bertiga
ketika membicarakanku seperti semacam laboratorium tikus masih
membuatku memerah. Rahasia lagi. Ethan tahu aku tidak melakukan
rahasia. Aku hanya tidak bisa menangani mereka dan aku ragu
apakah aku pernah bisa. Ketika aku orang terakhir yang tahu
sesuatu, bahkan untuk sesuatu yang kecil, aku butuh untuk kembali
ke saat itu ketika aku pertama kali melihat videoku di atas meja
kolam renang yang...kacau seperti aku hanyalah sampah. Tidak ada
gunanya. Jelek. Jadi sangat jelek.
Ini waktu menggantungku. Salib yang harus kupikul. Aku berharap
akan datang hari ketika aku bisa menutup kotak Pandora dan tetap
membiarkannya tertutup, tapi itu belum terjadi. Sejak bertemu Ethan
tutupnya telah terlempar beberapa kali.
Meskipun ini bukan salahnya. Aku tidak terlalu tahu. Ini milikku.
Aku membuat pilihan seperti semua orang. Aku harus hidup dengan
mereka. Klise lama "menuai apa yang Anda tabur" membuat banyak
akal sebenarnya. Aku belum siap untuk melihat tespack. Aku hanya tidak siap. Kukira
itu membuatku lemah, tapi aku tidak mengklaim semua bersamasama di kepala. Itu
tugas Dr Roswell, dan aku telah diberi pekerjaan
oleh perempuan miskin untuk bekerja dengannya selama bertahuntahun terakhir. Dia akan memiliki hari yang besar dengan berita ini.
Aku akan membutuhkan pekerjaan ketiga untuk membayar terapi
tambahan. Jadi kembali ke apa yang bisa terjadi. Hamil. Seorang bayi. Seorang
anak. Bayi Ethan. Kami berdua adalah orang tua...Aku yakin bahwa
ketika Ethan menyarankan kami harus menikah, ia tidak memiliki
menjadi seorang ayah dalam pikirannya. Meskipun dia akan menjadi
ayah yang baik, . Aku pernah melihat dia dengan Zara dan anakanak. Dia begitu
baik dengan mereka. Bermain-main tapi penuh
dengan akal sehat. Dia akan menjadi seperti ayahku. Yang terbaik.
Jika saja itu adalah sesuatu yang ia inginkan. Dan aku takut, karena
aku hanya tidak tahu jawaban untuk pertanyaan itu.
Membayangkan Ethan dalam peran ayah membuatku hancur. Air
mata datang kemudian, dan aku tidak bisa menahan mereka bahkan
untuk satu detik lagi. Aku menangis di sana di halaman rumput manor batu indah yang
bertengger disepanjang pantai Somerset, di kaki malaikat putri
duyung yang melihat kearah laut. Aku menangis sampai tidak ada air
mata lagi dan sudah waktunya untuk melanjutkan ke tahap
berikutnya dari proses ini. Aku sudah melakukan penolakan dan
kemarahan. Apa selanjutnya" Tawar menawar " Ethan harus
mengatakan sesuatu. Aku merasa bersalah lagi untuk meninggalkan
dia di rumah. Dia akan membenciku. . .
Anehnya, menangis sangat membantu, karena aku merasa sedikit
lebih baik. Meskipun aku sangat haus.
Aku membutuhkan air dan berpikir dehidrasi adalah penyebab
semua itu. Semua mual-mual dan muntah akan terjadi padamu. Aku
mencari-cari keran dan melihatnya. Aku berjalan mendekat dan
memutar pegangan untuk membuat air mengalir sedikit sebelum
menadahkan tanganku dan membawa air ke mulutku. Rasanya
begitu segar, aku minum banyak sampai aku merasa puas. Aku
melakukan yang terbaik dengan wajahku juga, mencoba untuk
menghapus semua air mata dan ingus yang menjijikkan dan
kekacauan yang aku punya sekarang.
Aku kembali ke tempatku di bawah malaikat putri duyung dan
melihat laut lagi untuk sementara waktu. Wajahku yang basah terasa
dingin tertiup angin dan sampai menjadi kering oleh angin. Ini
saatnya untuk melihat sekarang.
Saatnya untuk melihat-lihat dan melihat kartu apa yang toko punya
untukku. Aku sangat siap, aku memutuskan. Saat aku merogoh
sakuku untuk mengambil testpack, aku merasa gelombang mual
melandaku dan bertanya-tanya bagaimana aku bisa memuntahkan
apa pun. Rupanya bahkan air tidak diterima di perutku, karena aku berlutut di
atas batu dan naik-turun lagi karena semua yang indah, air yang
menyegarkan segera datang kembali.
?"" "Aku berdiri dibelakangnya selama mungkin. Aku memberinya
ruang seperti yang dia minta dan aku menghormati keinginannya.
Sampai ia jatuh sakit lagi.
Aku tidak bisa membiarkan dia menderita melalui itu saja. Tidak
untuk gadisku. Tidak ketika dia membutuhkan bantuan dan kasih
sayang dari seseorang yang mencintainya. Melihat dia duduk di
bawah patung putri duyung dan kemudian menangis sambil
mengelus jantungnya sangat sulit untuk melihatnya. Meskipun aku
tidak punya pilihan lain, . Aku tidak membiarkan dia pergi sendiri di
luar di tempat umum di mana dia sangat beresiko. Hal itu tidak akan
terjadi seperti itu. Aku memastikan GPS diaktifkan pada ponsel
setelah pagi itu dia pergi keluar untuk minum kopi dan bertemu
dengan Langley di jalan. Sang bajingan. Dan karena dia punya
Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ponsel dan dihidupkan, aku telah mampu melacak gerakannya
selama hampir sepanjang jalan. Halte ke Sea Bird Caf? meskipun itu
mengejutkanku. Aku bertanya-tanya kenapa dia melakukan itu.
Patung itu membuatku jauh lebih sadar. Itu sangat damai di sini. Aku
bisa segera melihat mengapa ia akan kembali ke tempat ini
sendirian. "Aku punya kau," kataku sambil menyentuh punggungnya dan
membelai rambutnya-lagi-untuk lebih sering daripada yang pernah
kulakukan. "Oh, Ethan..." Ia tersedak di antara terengah-engah," Maafkan
aku...Maafkan aku-" "Shhhh, tidak apa-apa. Jangan melawannya, sayang. "Aku mengusap
di punggung dengan satu tangan dan memegang rambutnya dengan
tangan lainnya. "Ini hanya air yang telah datang kepadamu
sekarang." Ketika akhirnya dia terkulai seperti bunga layu, membungkuk di
atas tanah tampak begitu sangat sakit. Aku tahu aku harus kembali
ke rumah sesegera mungkin. Dia membutuhkan dokter Fred dan
istirahat. Aku menariknya kearahku di kakinya yang goyah, pernyataannya
yang tragis merobek-robekku dari dalam. Aku tidak bisa membantu
tapi merasa sangat bersalah dan ini mengerikan karena melakukan
itu terhadapnya. "Th-terima kasih untuk datang ke ff-menemukanku," dia mengoceh,
bibirnya tampak lebih biru dari apa pun. Dia dingin dan menggigil,
jadi aku melepas kemejaku dan meletakkan dibahunya, berharap
lapisan ekstra akan menghangatkannya sedikit.
Dia menurut, memungkinkanku untuk mengambil alih, dan itu
artinya sangat besar.. Merawatnya adalah sesuatu yang bisa
kulakukan. Aku tidak perlu banyak, cukup jaminan bahwa dia ingin
bantuanku. Menginginkanku.
"Aku akan selalu menemukanmu." Aku mengangkatnya dan mulai
berjalan menyusuri perjalanan panjang dari Stonewell Court ke
tempat aku parkir di luar gerbang. Dia menutup matanya dan
meletakkan telapak tangannya di dadaku.
Tepat di atas jantungku. Itu selalu membuatku kagum melihat betapa mudahnya untuk
membopongnya. Aku tahu mengapa. Itu karena ia membawa hatiku
kemanapun dia pergi. Hatiku berada di tangannya, dan membawanya
sebagai bentuk pertahanan diri, mungkin. Memeluknya,
memegangku. Aku tidak bisa menjelaskannya, tapi aku mengerti itu. Masuk akal
bagiku. Aku mengatakannya lagi. "Aku akan selalu menemukanmu,
Brynne." Segera setelah aku kembali ke Hallborough, Fred mengatakan
kepadaku untuk membawanya ke lantai atas ke kamar dan
menempatkan dia ke tempat tidur. Dia tertidur ketika aku
membaringkannya. Dia bahkan tidak bangun ketika aku melepas
sepatu dan menyelimutinya.
Gadisku tampak mengerikan. Aku tidak pernah mengatakannya
dengan keras, tapi dia seperti itu sekarang. Meskipun itu tidak berarti
bahwa dia tidak lagi menjadi wanita paling cantik di dunia. Bagiku
dia tetap seperti itu. Gadis Amerika yang cantik.
Fred datang ke sisi lain dari tempat tidur dan mencubit kulit di
lengannya beberapa kali. Dia memeriksa nadinya di lehernya dan
kemudian suhu tubuhnya di telinganya. "Dia menderita dehidrasi
parah dengan pernapasan yang ditinggikan. Aku ingin dia tetap
dengan IV. Dia membutuhkan cairan langsung atau dia bisa berada
dalam kesulitan. Massa tubuhnya rendah dan dia tidak mampu
untuk----" "Bisakah kau melakukannya di sini jadi dia tidak harus pergi ke
rumah sakit?" "Aku bisa tapi aku harus pergi ke klinik untuk mengambil apa yang
aku butuhkan, dan seseorang harus mengawasinya sepanjang
waktu." "Aku akan melakukannya." Aku sambil menatapnya yang sedang
tidur, berharap setidaknya dia sedang mengalami mimpi yang indah.
Dia layak untuk itu. "Aku tidak akan meninggalkan dia."
"Dan apa keputusannya" Apakah aku akan menjadi paman atau
tidak" " "Aku tidak tahu, Fred. Dia tidak pernah mengatakan. Kami masih
tidak tahu..."Meskipun aku sangat ingin tahu.
Begitu Fred melepaskannya, aku menarik kembali selimut untuk
melepaskan celana jeans-nya. Aku ingin dia nyaman di tempat tidur
ini karena dia akan berada di dalamnya untuk sementara demi
kebaikannya . Hell, ya dia akan baik-baik saja! Dia harus beristirahat
meskipun aku harus mengikatnya ke tempat tidur sialan ini.
Aku menemukan beberapa legging lunak untuk menukar jinsnya,
dan sepasang kaus kaki ungu pudar dia suka memakainya di malam
hari. Brynne memiliki kaki yang indah dan senang sekali kalau
digosok. Aku pernah melihat dia mengoleskan kakinya dengan lotion
di malam hari dan kemudian memakai kaus kaki seperti ini. Dia
bilang itulah mengapa kakinya begitu lembut.
Aku membuka kancing celana jeans-nya dan menariknya, kaki seksi
yang panjang dalam satu gerakan halus. Celana birunya terlihat. Aku
bisa melihat tubuhnya seperti yang telah kulihat berkali-kali, begitu
sempurna dan benar-benar menawan, tapi aku tidak berpikir tentang
seks sekarang. Aku menatap perutnya, begitu datar dan cekung, dan
berpikir tentang apa yang mungkin tumbuh di dalam sana.
Apakah kami akan memiliki bayi"
Brynne mungkin takut setengah mati tentang kemungkinan itu, tetapi
jika itu benar, tidak ada keraguan dalam pikiranku dia akan menjadi
ibu yang luar biasa. Gadisku sangat brilian di semua hal yang dia
lakukan. Dia menggerakkan kepalanya dengan gelisah di atas bantal, tapi
tidak bangun. Dengan kata-kata lembut aku berbicara di telinganya
dan berbisik dan aku berharap dia bisa mendengarku entah
bagaimana. Memasangkan legging, segera diikuti dengan kaus kaki,
bersyukur memiliki tanganku di kulitnya dalam beberapa jenis
layanan yang berguna. Menyelamatkannya adalah yang paling penting, bahkan demikian,
"Waterloo" yang diarahkan padaku untuk kedua kalinya dalam
hubungan kami hasilnya belum begitu bagus. Tapi pada akhirnya aku
senang dia menggunakannya ketika dia perlu. Dia bahkan
memberiku sedikit "Aku minta maaf" sebelum mengetik kata dalam
sms-nya. Aku menghela napas. Aku tahu Brynne melakukan yang
terbaik yang dia bisa, dan setidaknya dia jujur ?" memberitahuku
ketika dia membutuhkan ruang dan waktu. Aku merasa seperti aku
menjadi satu-satunya cara yang aku tahu bagaimana itu menjadi.
Aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan dengan cara yang berbeda.
Memakaikannya T-shirt longgar sedikit lebih menantang. Aku
memakaikannya kemeja Hendrix karena itu begitu lembut dan aku
ingin dia menjadi senyaman mungkin. Aku bersyukur branya
menutupi payudaranya, aku membukanya dan mengungkapkan
payudara yang indah dan berpikir mereka tampak tidak berbeda
daripada sebelumnya. Hanya kesempurnaan, semuanya. Tapi
penampilan bisa menipu, dan kulihat bagaimana dia bereaksi ketika
aku menyentuhnya sebelumnya. Sial bagaimana mungkin aku bisa
membuatnya hamil ketika dia sangat berhati-hati tentang pilnya"
Mengabaikannya semuanya, kejantananku bereaksi saat melihat
tubuh telanjangnya. Aku ingin memutar benda sialan itu yang
membuat kami kembali ke dalam kekacauan ini, tapi aku tahu bahwa
itu sia-sia. Satu-satunya cara untuk menjaga keparat itu darinya
adalah menguburku. Yang mungkin akan segera terjadi, dari kecepatan di mana kami
bepergian. Demi tuhan, aku hampir tidak bisa menjaganya, dan
merasa seperti umurku bertambah setahun dalam dua puluh empat
jam terakhir. Terburu-buru untuk menyelesaikan memakaikannya baju, aku
mengangkatnya dari tempat tidur secara perlahan untuk mendorong
T-shirt di atas kepalanya dan punggungnya. Aku merapikan sampai
kulit telanjang indahnya itu tertutup lagi.
Aku tidak bisa menahan untuk mencium keningnya sebelum
menarik-narik lengannya melalui lengan bajunya. Dia tidak pernah
terbangun sepanjang seluruh proses, dan itu tidak menenangkan ku
sedikit pun. Aku tidak ingin dia merasa sakit, tapi membutuhkan
untuk memiliki dia kembali. Jadi sangat buruk. Aku mencoba untuk
menjaga emosiku, tapi itu tidak mudah, terutama ketika Sleeping
Beauty-ku tidak akan terbangun dari tidur nya hanya karena aku
menciumnya. Jadi dimana yang meninggalkanku dalam clusterfuck
ini akhir pekan" Dongeng benar-benar penuh omong kosong ketika
kau sampai ke sana. Saat aku menarik selimut untuk diselipkan di sekelilingnya, sesuatu
jatuh dari kaki tempat tidur dengan bunyi teredam. Teleponnya"
Kemungkinan besar ponsel Brynne, di saku celana jeans-nya. Aku
mengulurkan tangan untuk mengambilnya dari lantai dan melihat
sesuatu yang lain telah menyelinap keluar dari sakunya. Itu terbaring
di kain biru yang berkumpul. Sebuah benda plastik putih dengan
tutup ungu di ujung yang meramalkan sebagian dari masa depan
kami. Aku tahu apa yang menempel diplastik putih itu, tapi aku masih
tidak tahu rahasianya. Tanda indikator tes menghadap kelantai.
?"" Bab 9 "Aku membuka mataku dan menemukan Ethan sedang tertidur di
kursi dengan nyaman di samping tempat tidur. Lengannya dilipat
erat dan kakinya yang panjang diluruskan di atas ottoman (sofa
tanpa lengan dan sandaran) yang serasi dengan kursinya. Dia sangat
tampan, aku hampir merasa bersalah ketika memandangnya dengan
begitu lama. Aku masih mengaguminya ketika ia datang untuk
mencari aku. Bagaimana dia bisa menginginkan ini" Bagaimana
mungkin" Mengapa ia tidak melarikan diri"
Aku merasakan keanehan di lengan kiriku dan aku tahu mengapa
begitu ketika aku melihat selang direkatkan pada tanganku, langsung
terhubung ke botol infus yang tergantung di atas salah satu tiang
beroda. Aku duduk tegak di tempat tidur, mencari jam untuk mengetahui
pukul berapa sekarang. Berapa lama aku tertidur" Jam menunjukan
pukul 10.30 lewat sedikit. Insiden tadi sore seperti hempasan
gelombang yang datang menerjang kembali dan aku siap merasakan
dan mengalami kesakitan lagi, tetapi rasa itu tidak pernah muncul.
Aku menduga semua pelarian, tangisan dan muntah telah mengisap
keluar seluruh energi dari tubuhku. Sebaliknya, aku merasa hangat di
tempat tidur yang lembut dengan Ethan sedang mengawasiku dan
juga infus menempel di lenganku. Oke, hanya sedikit menakutkan.
Ketika Ethan membawaku ke sini, kondisiku pasti sangat
mengerikan karena itu aku membutuhkan cairan infus.
Aku berbaring kembali ke dalam selimut dan memuaskan diriku
untuk menontonnya yang sedang tertidur di kursi. Pasti dia sangat
tidak nyaman. Pria malang. Dia jelas kelelahan karena semua yang
telah terjadi, dan semua yang kami lakukan kemarin dan setengah
hari tadi. Aku belum siap menghadapi itu semua, tapi aku merasa jauh lebih
baik daripada berjam-jam yang lalu, dan... aman. Sangat aman dalam
perawatan Ethan, dengan caranya yang membuatku merasakan
seperti itu sejak malam aku bertemu dengannya dan ia mengantarku
pulang dengan mobilnya. Aku membiarkan diriku melayang tertidur
lagi, senang dengan fakta itu, setidaknya untuk saat ini, aku tidak
sendirian. Ketika aku terbangun lagi, kursi Ethan telah kosong. Jam di samping
tempat tidur menunjukan pukul satu lewat lima belas pagi, jadi aku
menduga dia pasti sedang tidur. Di tempat tidur yang lain. Di tempat
lain. Aku menarik napas dalam-dalam dan mencoba untuk
menghisapnya. Berubah menjadi genangan jelly sedikitpun tidak
akan membantuku (menjadi lemah). Tapi yang pasti menyenangkan
juga, kadang-kadang menjadi berantakan, terutama ketika kau
memiliki seseorang yang memahami kamu. Seperti Ethan...
Aku sadar aku butuh ke kamar mandi, jadi aku membuka selimutku,
dengan hati-hati merangkak keluar dari tempat tidur. Kakiku sedikit
gemetar dan ototku terasa sangat nyeri, terutama kaki dan perut, tapi
aku tidak bisa menahan senyum melihat kaus kaki di kakiku. Ethan
pasti memasangkannya padaku. Dia benar-benar mencintaiku. Aku
benar-benar percaya itu, tapi Kurasa aku ketakutan kalau kehamilan
akan membunuh cinta itu, menjadi rapuh dengan semua berita baru
yang mengejutkan ini. Kami bergerak terlalu cepat, tapi untuk hal ini
mungkin bisa bekerja. Benarkan"
Tiang Infus akan mengikuti kemanapun aku berjalan, atau aku akan
mengambil risiko jarum yang tertanam di pergelangan tanganku
lepas dan melukai aku. Aku terperangah melihat penampilan barang
jelek ini, aku senang karena tidak ingat saat jarum itu pertama kali
ditusukkan ke tanganku. Tiang ini membuat jalanku sedikit
canggung, tapi aku berhasil masuk ke kamar mandi dan mengurus
kebutuhanku. Hal pertama yang aku lakukan adalah menyikat gigi. Aku benarbenar mengerang
merasakan kenikmatan dari pasta gigi dan
merasakan mulutku menjadi bersih dengan rasa mint setelah terlalu
banyak muntah yang menyerang sekaligus menjijikkan. Ini hal-hal
kecil saja... Selanjutnya aku menangani rambutku, dan aku harus mengatakan
rambutku terlihat cukup sialan mengerikan. Aku bahkan tidak ingin
berpikir tentang apa yang mungkin sudah mengering di sana. Aku
benar-benar ingin mandi, tapi aku tahu tidak ada cara untuk
mengarah kesana ketika aku masih terhubung infus. Menyisir dan
mengepang rambutku menjadi satu kesamping agar sedikit
memperbaiki penampilanku, tapi aku masih tampak berantakan. Aku
menatap bathtub. "Apa yang kau lakukan turun dari tempat tidur?" Ethan membentak
dari ambang pintu, wajah tampannya cemberut.
"Aku butuh ke kamar mandi."
"Dan kau sudah selesai?"
Aku mengangguk dan memandang dengan penuh kerinduan pada
bathtub marmer yang megah itu.
Matanya mengikuti pandangan mataku ke dalam bathtub. "Jangan
pernah berpikir tentang hal itu. Kau harus kembali ke tempat tidur."
Katanya sambil menunjuk ke tempat tidur, matanya masih melotot.
Aku mengangkat kedua alisku. "Apakah kau ingin memberitahu ke
mana aku harus pergi dengan menunjukkan jarimu?"
"Yup. Dan ke arah sana." Dia menunjukkannya dengan jempolnya
untuk menegaskan dan melangkah mendekat, mengangkatku tanpa
kesulitan. "Pegang tiangnya, sayang, tarik saja."
Aku memekik dan meraih tiang. Bajunya terasa dingin saat dirinya
menekan tubuhku. Ethan tidak membuang waktu untuk menempatkan aku kembali ke
tempat tidur dan merapikan selang infusku. "Mengapa aku
membutuhkan ini, sih?" Tanyaku.
Dia membungkuk, membawa bibirnya sangat dekat dengan bibirku.
"Karena menurut Fred kau mengalami dehidrasi yang sangat parah,
kau seharusnya dirawat di rumah sakit dengan kondisimu yang
seperti itu ketika aku menemukanmu." Sorot matanya keras dan
Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
suaranya lembut saat dia memberitahuku kebenaran yang
menyiksanya. "Oh..." Aku tidak tahu bagaimana lagi cara untuk meresponnya dan
merasakan emosi mulai meningkat yang mengancam akan
mengambil alih kerapuhanku untuk menahan itu bersama-sama. Aku
mengulurkan tanganku yang bebas ke samping wajahnya dan
menyentuhnya, rambut jenggotnya lembut dan kasar, rasanya tidak
asing lagi bagiku sekarang. Ethan menutup matanya seolah-olah ia
menikmati sentuhanku, dan hal itu membuatku sedih. Dia
membutuhkan sedikit kenyamanan juga.
"Kau keluar merokok, kan?"
Dia mengangguk dan aku melihat sesuatu berkedip di matanya
seperti rasa penyesalan atau bahkan mungkin rasa malu. Aku merasa
lebih buruk lagi. Pastinya dia tidak butuh penilaianku sekarang. Aku
menempatkan pria malang ini dalam kesulitan kemarin, dan dia
masih di sini di sisiku. Dia datang untuk menemukan aku, dan
mengatakan bahwa dia mencintaiku, serta merawatku ketika aku
sakit. Dia melakukan semua itu dan apa yang telah kulakukan" Aku
lari seperti mengasihani diriku sendiri dan mendapatkan diriku sakit
parah, aku seharusnya berada di rumah sakit sekarang jika bukan
karena Freddy sebagai seorang dokter berlisensi, tidak mungkin aku
berada disini. "Aku sangat menyesal..." Bisikku. "Aku menyakitimu lagi... dan aku
sangat, sangat menyesal karena melakukan ini."
"Hush." Dia membawa bibirnya pada bibirku dan menciumku
dengan lembut, berbau mint dan rempah-rempah, dan membiarkan
aku tahu bahwa dia masih bersamaku. Kekasihku sumber
kekuatanku. "Aku senang kau di sini- sebelumnya aku sudah bangun dan
melihatmu tertidur di kursi... dan aku bangun lagi tapi kau sudah
pergi..." "Kemana lagi aku ingin tinggal, sayang?" Dia mengusapkan ibu
jarinya ke bibirku. "Menjauh dariku?"
Dia menggelengkan kepalanya pelan-pelan. "Tidak akan pernah."
"Tapi aku masih tidak tahu bagaimana hasil tesnya, karena aku
belum melihatnya." Aku mulai ketakutan.
"Aku juga tidak," katanya segera, merapikan rambutku.
"Bagaimana bisa kau tidak tahu?"
"Aku tidak tahu," jawabnya lirih. "Ketika aku menarik celana
jinsmu, test stick-nya jatuh ke lantai."
"Dan kau tidak melihatnya?" Tanyaku heran.
Dia menggeleng dan tersenyum. "Tidak. Aku ingin menunggumu
dan melakukannya bersama-sama."
Aku melemparkan lenganku di lehernya dan aku kehilangan kendali.
Setidaknya aku mencoba bersikap tenang menanggapi hal itu. Ethan
hanya memelukku dan mengelus punggungku. Dia benar-benar
sangat baik padaku dan jujur aku bertanya-tanya apa yang pernah
kulakukan hingga layak mendapatkan seseorang seperti dia.
"Naiklah ke tempat tidur denganku," kataku dibahunya.
"Apakah kau yakin itu yang kau inginkan?"
"Ya, aku yakin itulah yang kuinginkan!" Jawabku, terisak dengan air
mata cengeng. Ethan pasti menyukai jawabanku, karena dia tidak membuang
waktunya untuk bersiap-siap bergabung denganku.
Aku berusaha mengeringkan air mataku saat Ethan melepaskan
celana jinsnya. Dia tetap memakai boxernya. Bukan berarti hal itu
menjadi penghalang ketika kami ingin telanjang, tapi aku tidak
berpikir salah satu diantara kami apakah sanggup lebih dari tidur
sekarang. Kami berdua seakan menapak di atas tanah seolah-olah
seluruhnya terbuat dari kulit telur.
Ethan menyelinap di bawah selimut dan melingkarkan tangannya di
bawahku seperti yang sering dia lakukan. Aku berbaring miring dan
terselip di sepanjang tubuhnya sehingga aku bisa membaringkan
sebagian diriku ke dadanya. Tangan kiriku terhubung dengan infus,
yang memaksaku untuk tetap menempatkannya di atas, tapi aku
masih bisa mengusap dengan memutari dadanya dibalik kaosnya.
Aku membenamkan diriku ke dadanya dan menghirup aromanya
yang memabukkan. "Baumu sangat menyenangkan. Aku pasti berbau seperti kubangan
babi." "Well, aku benar-benar tidak bisa mengatakannya, cantikku, karena
aku tidak pernah berada di dekat kubangan babi untuk mengetahui
bagaimana baunya." Aku tahu dia sedang menyeringai. "Kapan kau
masuk ke sana?" Aku tersenyum dan bergumam. "Yang kubicarakan ini hanya kata
kiasan mengenai kubangan babi dan sepertinya sangat cocok.
Bahkan mungkin lebih."
"Aku setuju denganmu mengenai hal yang satu itu. Aku akan
memakai kata kiasan kubangan babi dalam kehidupan nyata setiap
hari." Dia memijat bagian belakang leherku dan menggodaku. "Jika
baumu seperti kubangan babi, sebenarnya cukup menyenangkan.
Bahkan, aku akan mengatakan sampai sejauh ini aku sialan
menyukai aroma kubangan babi."
Berhasil. Setidaknya dia membuatku tertawa kecil dan hal itu
membantu aku menemukan keberanian untuk mengatakan padanya
Kelana Buana 30 Jodoh Rajawali 12 Pusaka Hantu Jagal Suling Emas 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama