Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller Bagian 5
Aku menatap ibuku dan menyapukan mataku pada tatanan yang
sempurna dan caranya berpakaian hari ini untuk pemakaman mantan
suaminya. Kenapa sih dia datang ke acara pemakaman ini" Dia
hampir tidak pernah bicara pada Daddy setelah aku pindah ke
London. Dia pasti benar-benar tidak merasa sedih padanya.
Mungkinkah dia begitu" Aku sama sekali tidak tahu. Sedih rasanya
saat menyadari ketidaktahuanku karena aku tidak cukup
mengenalnya untuk mengatakan itu. Aku dan ibuku tidak dekat.
Kami tidak pernah berbagi perasaan sampai mendalam atau rahasia.
Aku tidak pernah tahu kenapa dia tiba-tiba menceraikan ayahku,
atau apakah dia pernah bahkan mencintainya. Aku tidak tahu
mengapa mereka menikah pada awalnya. Bagaimana mereka
bertemu" Di mana ia melamarnya" Cerita saat mereka berkencan"
Aku tidak tahu apa-apa. Aku berbalik dan pergi dengan Ethan menuju ke sebuah meja, hatiku
sedikit tertutup untuknya dengan setiap langkah yang kuambil.
"Kau begitu cantik," kata Ethan pelan saat aku mencoba memaksa
menelan beberapa makanan yang ia bawa untukku, " lebih baik
membiarkan emosi seseorang keluar."
Aku berusaha menelan melon yang pasti rasanya seperti sebongkah
serbuk gergaji basah di lidahku, dan mengatakan kepadanya, "Aku
ingin pulang." "Aku tahu, sayang. Aku ingin membawamu pulang. Tidak perlu
khawatir sekarang. Karena ayahmu sudah menempatkan semuanya
pada seseorang yang dipercayainya...kita bisa kembali beberapa
bulan lagi dan melihat segala sesuatunya. Bagaimanapun juga Mr
Murdock mengatakan yang paling baik untuk sedikit
menunggu...kau tidak perlu terburu-buru membuat keputusan
tentang sesuatu yang menjadi hakmu." Dia meletakkan tangannya di
atas tanganku. Ya. Pete Murdock adalah rekan bisnis ayahku di biro hukumnya.
Atau...ia sudah melakukannya. Surat wasiat adalah cara yang tepat,
ayahku selalu mengatakan itu. Aku sekarang menguasai sebuah
rumah di Sausalito, semua uang ayahku dan investasinya; semua
properti yang telah dia peroleh selama lima puluh satu tahun
sekarang milikku. Aku tidak menginginkan semua itu. Aku hanya ingin ayahku
kembali. Terdengar suara yang ramah menyela pikiranku. "Brynne...oh,
sayang, kau ternyata disini."
Aku berbalik dan menemukan Jessica dengan tangan terbuka. Aku
mendatanginya dan memeluk temanku dengan erat. Jess dan aku
seperti kembali saat kami di sekolah dasar. Kelas pertama, saat kelas
Mrs. Flagler. Hampir tak terpisahkan selama itu, sampai kami
menjadi senior di SMA, tepatnya saat Thanksgiving kami berpisah.
Ya, Jessica bersamaku saat kejadian malam itu. Dia sudah menjadi
teman terbaik di saat aku membutuhkannya, tapi aku sudah terlalu
sakit untuk tetap menjaga persahabatan setelah peristiwa ini. Aku
ingin menjauh. Sebuah bagian yang diperlukan untuk proses
pemulihanku. Kami terus berhubungan selama bertahun-tahun sejak
aku berada di London, tapi tidak pernah bertemu selama lebih dari
empat tahun. Dia masih terlihat kecokelatan dan atletis, rambut
pirangnya di potong pixie tampak sempurna melengkapi bentuknya
yang mungil. Aku tersentuh saat dia muncul di sini pada hari ini
untuk memberikan penghormatan pada ayahku.
"Aku ikut berduka cita, Brynne. Ayahmu-dia pria yang
menyenangkan -aku menikmati percakapan dengannya setiap kali
kami bertemu di gym. Dia senang membicarakan dirimu."
"Oh, Jess..." Aku merasa mataku menjadi basah dan emosi mengalir
keluar. "Terima kasih atas kedatanganmu- sangat berarti sekali
bagiku bisa bertemu denganmu di sini. Dia benar-benar menyukaimu
juga. Kupikir kau sangat baik hati." Kami berpelukan lagi dan aku
benar-benar menatap kearahnya. "Sangat menyenangkan bisa
melihatmu lagi." Aku berpaling ke Ethan. "Jess, ini Ethan
Blackstone, tunanganku." Aku mengangkat tanganku dan
menunjukkan cincin pertunanganku. "Ethan, perkenalkan Jessica
Vettner, temanku sejak kelas satu."
"Senang bertemu denganmu, Jessica," kata Ethan kepadanya saat
mereka berjabat tangan. Aku bertanya-tanya apakah dia ingat bahwa
Jess satu-satunya temanku yang pergi ke pesta bersamaku pada
malam yang paling naas dalam hidupku. Jika dia ingat, dia tidak
menunjukkan tanda-tanda itu. Ethan orang yang sangat halus
menghadapi situasi semacam ini.
Jessica berpaling kepada rekannya itu, lalu memperkenalkannya.
Wajah lain dari masa laluku. Karl Westman berdiri di samping Jess.
Wow...tampak jelas begitu banyak emosi disana. Aku butuh waktu
untuk menghadapi ini semua, aku merasa kewalahan. Melihat
ayahnya Lance Oakley sebelumnya saja sudah cukup membuatku
gila. Meskipun aku sudah seperti kabut yang melayang-layang di
udara, aku hampir tidak mendengar apapun yang dia katakan
kepadaku. Ibuku menghabiskan lebih banyak waktunya berbicara
dengan senator daripada denganku. Sekarang Karl ada di sini juga"
"Brynne, aku turut berduka cita atas kehilangan ayahmu," kata Karl
dan begerak untuk memelukku.
"Hai, Karl. Sudah lama sekali." Rasanya canggung, tapi aku tahu dia
juga merasa begitu. Kami memiliki sedikit masa lalu bersama-sama,
tapi hal itu benar-benar bukan sesuatu yang membuatku patah hati
sampai merasa seperti diperas dari dalam ke luar. Kami semua
berempat berdiri di sini sama-sama tahu tentang hal itu. Mereka
telah melihat videoku atau mereka mengetahui tentang
eksistensinya. Aku sekarang benar-benar ingin pulang lebih dari yang sebelumnya.
"Terima kasih sudah datang pada hari ini. Kau baik sekali."
"Sama-sama." Karl melepaskan pelukannya dan aku menyelusuri
matanya yang gelap. Aku tidak melihat sesuatu yang terluka di
dalamnya. Hanya tampak keramahan dan mungkin sedikit rasa
keingintahuannya. Sebetulnya itu normal, kan" Kami pernah
bertemu waktu kami masih yunior, kemudian bertemu lagi pada awal
aku di kelas senior. Kami pergi keluar pada waktu kencanku berakhir
karena teman kencanku telah kembali kuliah pada pada saat itu melakukan seks secara sembunyi-sembunyi di beberapa tempat
pribadi. Aku sangat menyukainya. Karl seorang pria yang lucu, dan
sekarang dia seorang pria yang tampan. Kami berdua membicarakan
lagu 'love' dari Hendrix dan banyak berdiskusi tentang musiknya.
Sebetulnya Jess benar saat menyebutkan Karl masih "seksi" dalam
pesannya di Facebook. Dia selalu memperlakukan aku dengan baik.
Tidak sedikitpun seperti Lance Oakley saat memperlakukan aku.
Lance pergi menjalani pendidikan di perguruan tinggi, dan aku
masih muda dan bodoh. Sepanjang hidupku di masa silam. Dunia
lain waktu dulu. Apakah Karl tahu dia menjadi alasan penyebab
kemarahan Lance hingga sampai membiusku, kemudian membuat
film dengan teman-temannya yang menyetubuhiku di meja biliar"
Jika aku tidak pernah pergi keluar dengan Karl, mungkin Lance dan
teman-temannya tidak akan membuat videoku di pesta malam itu.
Skenario yang tak ada habisnya. Seharusnya aku tidak
melakukannya...Ya, memang aku benar-benar tidak baik untuk pergi
ke sana. "Tentu saja aku mendengar ini dari Jess," katanya, sambil merangkul
bahunya dengan sikap familiar penuh kasih sayang, "dan aku ingin
memberi penghormatan secara pribadi." Jessica menatapnya dengan
bintang-bintang di matanya. Tidak perlu seorang jenius untuk
melihat teman lamaku benar-benar jatuh cinta pada Karl Westman.
Tampaknya dia juga begitu. Aku sangat berharap hal itu akan
berhasil bagi mereka berdua. Mereka bisa menjadipasangan serasi.
Aku memaksa diri untuk tersenyum dan memperlihatkan akting
terbaik dalam hidupku. "Aku sangat senang melihat kalian berdua.
Sudah lama sekali." Ethan menarikku disisinya saat kami berbasa basi dengan mereka
berdua. Hal ini menunjukkan suatu langkah posesif pada dirinya, dan
salah satu yang kukenal dengan baik sekarang. Dia mengusap
tangannya perlahan-lahan naik turun dilenganku ketika ia
memberikan perhatian penuh pada Jess dan Karl. Terutama ketika
Karl mengatakan kepada kami bagaimana perusahaannya mengirim
dia ke Olimpiade untuk riset dan kami seharusnya bisa bertemu
bersama-sama ketika ia berada di London. Um...mungkin tidak akan
terjadi, Karl. Ethan memastikan dengan menyebutkan pernikahan kami
mendatang, dan tanggalnya, sementara tangannya dikaitkan dengan
tanganku, membawanya ke bibirnya, dan mencium punggung
tanganku. Efek yang sama seperti anjing kencing di tiang sebuah
lampu (melambangkan kepemilikan), benar-benar dilakukan dengan
sangat elegan, dengan aku digambarkan sebagai tiang lampu. Ethan
berhasil lolos dengan perilaku seperti itu, dan membuatnya terlihat
gagah. Dia selalu melakukan itu.
Dan lagi, aku bertanya-tanya apakah ia sudah mengidentifikasi
"masa lalu" ku dengan Karl. Aku bersumpah ia bisa memahaminya.
Firasat Ethan sangat-tajam ketika berkaitan dengan laki-laki lain dan
aku. Aku mengingat saat kemarahannya meledak ketika aku bertemu
Paul Langley di jalan di depan kedai kopi, aku mengenali dengan
jelas gambaran dari kecemburuan Ethan yang berkaitan dengan
hubungan masa laluku dengan pria lain. Aku pasti punya masa lalu,
itu benar. Sudah lebih dari beberapa orang, dan dia harus mengakui
fakta itu. Tidak ada yang bisa kulakukan yang akan mengubah
apapun itu. Tapi Ethan memiliki masa lalu juga, dan sambutan yang
tidak bisa diubah adalah bagian dari pembelajaran untuk saling
percaya dalam suatu hubungan. Kami berdua seharusnya
melepaskan semuanya. Aku tidak mungkin menghindari untuk
berbicara dengan orang-orang seperti Paul dan Karl hanya karena
Ethan cemburu pada setiap orang yang pernah bersamaku sebelum
dengan dirinya. Toh sekarang aku tidak dengan orang lain, tapi aku
bersamanya. Aku mengangkat bahu sebisa mungkin. Aku tidak peduli. Masa lalu
itu hanya: masa lalu...sudah selesai...sudah berakhir. Meskipun aku
masih merasakan sakit di dalam diriku, dan sedikit putus asa karena
kehilangan ayahku, yang terpenting aku bisa masih memahaminya.
Mataku jelas terbuka dari pengalaman ini, dan mereka akan tetap
seperti itu. Kehilangan salah satu orang yang dicintai akan
menggeser prioritasmu dalam sekejap, Aku sudah belajar dari
pengalaman. Ayahku sudah pergi, tapi pikiranku masih tetap utuh.
Aku tahu apa yang paling penting, dan apa yang tidak. Seseorang
menahanku di tubuhnya yang kuat melindungi dengan penuh kasih
sayang, dan tubuh kecil ini tumbuh didalam diriku adalah seluruh
duniaku sekarang. *** " Setelah Brynne tidur bersandar padaku pada penerbangan pulang
ke London yang membuat aku merasa memiliki hari yang terbaik.
Dia benar-benar kehabisan tenaga dan begitu kelelahan, ia segera
tertidur setelah duduk di kursi kami. Aku tidak menyalahkan dirinya.
Kata perpisahan dari ibunya terasa...menyakitkan, karena tidak ada
penjelasan yang terbaik. Aku juga lelah karena merasakannya
sendiri. Tuhan, aku benar-benar tidak suka wanita sialan yang sangat
kecil itu. Brengsek ini benar-benar sangat mengarah menjadi mimpi
buruk tentang ibu mertuaku. Tidak ada sesuatu di dunia ini yang bisa
aku lakukan mengenai hal itu. Gadis manisku memiliki seorang ibu
seperti gorgon (berwajah menakutkan). Dia sangat cantik memakai
pakaian dari desainer-sangat modis, sama persis ketika aku
membayangkan dia, tetapi seorang gorgon yang menyeramkan
semua sama saja. Aku membayangkan Tom Bennett sekarang
menerima sayap sucinya untuk dipasang kepada istrinya selama dia
bisa. Aku menekan rasa ngeriku.
Mummy tercinta mencoba membujuk Brynne untuk tinggal lebih
lama dan membiarkan aku pulang ke rumah sendirian. Aku
mengertakkan gigiku bersama-sama saat mengingatnya. Seolah-olah
aku akan membiarkan hal semacam itu! Dia akan mencoba
mempengaruhi Brynne untuk menghentikan atau membuat dia
barangkali mau pindah kembali ke AS.
Pada akhirnya, Brynne sama sekali hampir tidak bereaksi terhadap
ibunya. Dia hanya berbalik menjauh dan mengatakan kalau dia akan
pulang ke London untuk menikah dan memiliki bayi kami. Aku tidak
percaya aku bisa merasa sangat bangga pada seseorang seperti
gadisku ketika dia mengucapkan kata-kata itu sambil menatapku.
Brynne membuka matanya dan aku menangkap momen wajahnya
yang terlihat polos, bangun tidur dengan penuh bahagia tanpa
menyadari telah mengalami kejadian buruk dalam hidupmu...seperti
kehilangan orang tua tercinta. Hal ini hanya bertahan sebentar saja.
Aku tahu dari berbagai pengalaman.
Pada awalnya matanya bersinar, kemudian matanya menutup lagi,
menunjukkan realitas rasa sakitnya, sepertinya dia menutup untuk
melindungi dirinya dari pikiran-pikiran yang menyakitkan supaya
dia bisa melewati sisa perjalanan di penerbangan umum ini. Kelas
satu lebih baik daripada kelas ekonomi, tapi kami masih satu kabin
dengan orang asing di sekitar kami dan bukan tempat pribadi.
Brynne bisa menahan itu bersama-sama sejauh ini. Dia tidak boleh
sedih lagi, dan aku harus mengatakan bahwa hal itu lebih dari
sekedar kekhawatiranku, tapi tidak ada yang bisa kulakukan. Aku
tidak boleh terus berduka untuknya. Dia harus melakukan itu dengan
caranya sendiri, dan juga waktuku sendiri.
Pramugari datang menanyakan pesanan makan malam kami. Menu
malam ini Salmon atau ayam dilapisi keju parmesan. Aku melihat ke
arah Brynn dan dia sedikit menggelengkan kepalanya dengan muka
yang sedih. Aku mengabaikannya dan mengatakan kepada petugas
kami berdua pesan salmon, mengingat betapa dia menikmati saat
makan malam itu dengan Ayah dan Marie.
"Kau harus makan sesuatu, sayang."
Dia mengangguk dan matanya basah. "Apa-a-apa yang akan
kulakukan sekarang?"
Aku meraih tangannya dan menekan tangan kami kejantungku. "Kau
akan kembali ke rumah kita dan meluangkan waktu untuk
beristirahat dan melakukan apapun yang membuatmu merasa lebih
baik. Kau bisa bertemu dengan Dr Roswell dan berbicara
dengannya. Kau akan mengerjakan penelitianmu untuk universitas
ketika kau merasa sanggup melakukannya. Kau akan merencanakan
pernikahan itu dengan gadis-gadis dan Ben. Kita akan pergi
menemui Dr Burnsley untuk kontrol yang kedua dan mencari tahu
apa yang dilakukan green-olive(buah zaitun) bayi kami. Kau akan
membiarkan aku mengurusmu dan melangkah maju dengan
kehidupanmu. Dengan kehidupan kita."
Dia mendengarkan setiap kata. Sebenarnya dia menyerap setiap
kata-katanya, dan aku senang memberinya sesuatu yang kupikir dia
sebenarnya dia butuh dengar. Terkadang dengan orang lain yang
memberitahumu semuanya akan menjadi lebih baik karena semua
yang benar-benar kau perlukan kau bisa melewati bagian yang
paling sulit. Aku tahu Brynne perlu mendengar itu, sebanyak yang
harus aku mengatakan itu.
"Dan aku benar-benar akan bersamamu selamanya." Aku membawa
tangannya ke bibirku. "Janji."
"Bagaimana kau tahu tentang green-olive bayi kita?" Dia benarbenar tersenyum
sedikit.
Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku menandai Bump dot com (nama situs) di favoritku dan
memeriksanya dengan seksama, seperti yang kau sarankan. Kita
memiliki green-olive minggu ini, dan minggu depan kita akan
mendapatkan plum." Aku mengedipkan mata.
"Aku mencintaimu," bisiknya dengan sangat lembut, dan
menjalankan tangannya disela-sela rambutnya.
"Aku juga mencintaimu, cantikku. Sangat banyak, banyak sekali."
Pramugari datang dengan membawa handuk panas dan menyajikan
minuman. Aku mendapat anggur, dan Brynne mendapat jus
cranberry dengan es. Aku menunggu sampai dia minum seteguk.
Aku tidak ingin memaksanya makan, tapi akan menggunakan taktik
persuasif jika aku memerlukannya.
Aku terkejut dan lega, tampaknya dia menikmati jus cranberry.
"Ini rasanya benar-benar, benar-benar enak." Menyesap lagi. "Aku
menirukan kata-katamu."
"Aku jamin kau masih terdengar seperti gadis Amerikaku, sayang."
"Aku tahu itu, maksudku aku menirukan kata-kata yang kau
ucapkan, seperti mengatakan 'ini rasanya nice' bukannya mengatakan
'rasanya good' (nice/enak dialek inggris). Logatmu menular sekali
saat sering berada di sekitarmu," katanya.
"Well, semenjak kau tidak pernah ingin menyingkirkan aku, maka
kurasa itu berarti aku akan membuatmu berbicara seperti penduduk
asli dalam waktu yang singkat."
"Well, kau tentu saja bisa mencobanya." Dia meneguk jus lagi dan
tampak sedikit lebih cerah.
"Pada saat green-olive lahir, kau tidak akan bisa dikenali sebagai
seorang Yank(julukan orang amerika), aku yakin itu."
Wajahnya berseri-seri. "Aku baru saja menyadari ada sesuatu yang
agak dingin." "Apa itu?" Tanyaku penasaran tapi senang melihat dia lebih
bersemangat daripada dia beberapa hari belakangan ini.
"Green-olive akan memanggilku Mummy bukan Mommy atau
Mom." Dia agak mengerutkan hidungnya. "Tampaknya sedikit
aneh...tapi kurasa aku akan terbiasa dengan itu...dan aku menyukai
bagaimana panggilan itu terdengar."
Aku tidak bisa menahan tawa. "Kau akan menjadi ibu terbaik yang
pernah dikena green-olive."
Dia tersenyum padaku sebentar, tapi kemudian hilang secepat
kemunculannya. "Itu tidak seperti aku, sudah pasti." Rasa sakit dan
penderitaan terdengar sangat keras dan jelas dalam kata-katanya.
"Aku minta maaf karena menyinggung hal itu." Aku menggelengkan
kepalaku, tidak ingin menjelekkan ibunya, tapi itu sangat sulit untuk
tidak melakukannya. "Maksudmu memuntahinya."
"Itu juga," balasku. Aku benar-benar tidak ingin masuk ke dalam
kerumitan hubungan Brynne dengan ibunya, tapi kalau itu yang
ingin dia diskusikan, maka tentu saja aku bisa memberikan
pendapatku. Aku hanya berharap aku tidak perlu melakukan itu.
Dia menyelamatkan aku dengan menanyakan pertanyaan yang
berbeda. "Bagaimana dengan ibumu, Ethan?"
"Well, aku hampir tidak mengingatnya. Semua yang kumiliki
sekarang adalah kenangan yang ditunjukkan pada sebagian besar
foto-foto itu. Kupikir aku bisa mengingat sesuatu tentang dirinya,
tapi aku mungkin hanya membayangkan pengalaman itu karena
subyek dari foto dan cerita-cerita dari Ayah dan Hannah yang sudah
diceritakan padaku."
"Kau bilang kau membuat tato sayap di punggungmu karena ibumu."
Tidak, aku tidak ingin melakukan ini sekarang.
Aku hampir mendesah, tapi aku berhasil menahannya. Aku tahu
yang terbaik daripada menceritakan padanya pada saat ini. Brynne
pernah bertanya padaku tentang tato itu sebelumnya, dan aku tahu
dia menginginkan aku untuk berbagi dengannya sekarang, hanya
saja aku belum siap untuk itu. Tidak di sini di penerbangan umum
dalam kondisinya yang sedang sedih. Sekarang bukan waktu yang
tepat, maupun tempat yang tepat, untuk mengeluarkan emosiku.
Salmon muncul tepat pada saatnya yang membuatku terhindar dari
kesulitan untuk sementara waktu.
Brynne terus meneguk jusnya dan mengabaikan makanan itu, yang
menurutku sama sekali tidak buruk sesuai dengan ongkos
penerbangan. "Kemarilah." Aku menawarkan sesuap ikan, memutuskan jika dia
tidak mau makan sendiri, maka aku akan menyuapinya.
Dia manatap potongan makanan itu dengan seksama sebelum
membuka mulutnya untuk menerima ikan itu. Dia mengunyah
perlahan-lahan dengan sengaja. "Salmonnya enak, tapi aku ingin
tahu mengapa sayap itu mengingatkanmu tentang ibumu."
Jadi itulah bagaimana permainan ini akan dimainkan, huh"
Pemerasan untuk mengaduk-aduk emosi sebagai imbalan makan
makanannya...Aku menawarkan potongan ikan lain kepadanya.
Dia menahan bibirnya mengerut bersama-sama. "Kenapa tato itu,
Ethan?" Aku mengambil napas dalam-dalam. "Mereka itu sayapnya malaikat
karena aku memikirkan dirinya seperti itu, sangat cocok memiliki
sayap di punggungku."
"Gagasan yang indah." Dia tersenyum.
Aku menawarkan potongan salmon lagi, dan ia menerima tanpa
argumen kali ini. "Siapa nama ibumu?"
"Laurel." "Sangat menarik. Laurel. Laurel Blackstone..." Ulangnya.
"Kurasa juga begitu," kataku.
"Jika green-olive seorang cewek, kupikir kita memiliki nama yang
sempurna untuk itu, kan?"
Aku merasakan ada gerakan ditenggorokanku saat aku kesulitan
menelan ludah. Dan itu bukan karena makan salmon. Usulannya
begitu berarti bagiku-sesuatu yang mendalam dan sangat pribadi.
"Kau mau memberi nama seperti itu?"
"Aku benar-benar menyukai nama Laurel, jika kau pun
menginginkannya,...ya, tentu saja," jawabnya, matanya sedikit lebih
terang daripada sebelumnya.
Aku tertegun, benar-benar tersanjung karena kemurahan hatinya dan
keinginannya untuk memberikan kepadaku semacam hadiah yang
indah, terutama pada saat dia sedang sangat berduka sekali. "Aku
merasa senang nama gadis kita Laurel selain ibuku," kataku jujur,
sebelum mengacungkan sepotong kecil roti yang terbelah dari
gulungan. Dia mengambil potongan roti dan mengunyahnya perlahan-lahan,
tidak pernah mengalihkan tatapannya dari diriku. "Bagus, berarti
sudah beres," katanya lembut, suaranya sedih dan terdengar agak
jauh. Aku membayangkan apa yang mungkin menjadi pikirannya, jadi aku
melakukan itu juga. "Dan jika green-olive kita laki-laki?"
"Ya, ya, ya." Dia mulai menangis. "Aku ingin...namanya Thom-mmas," dia berhasil
meneruskan kata-katanya, sebelum runtuh tepat di
atas Samudera Atlantik, di kabin kelas satu, British Air dengan
penerbangan 284, pada penerbangan malam, San Francisco menuju
Heathrow London. Aku menariknya dan mencium puncak kepalanya. Aku memeluk
Brynne dan membiarkan dia melakukan apapun yang perlu
dilakukannya pada akhirnya. Dia diam saja dan bahkan tidak
seorangpun memberikan perhatian pada kami, namun itu masih
menyakitkan hatiku saat menyaksikan dia akan melangkah kedepan
melalui proses yang sebenarnya normal.
Pramugari, mengenakan lencana dengan nama Dorothy dan seorang
berlogat Irlandia lembut agak kasar, terpaku, dan bergegas datang
untuk menawarkan bantuan. Aku memintanya untuk mengambil
makan malam dan membawakan selimut tambahan. Dorothy
tampaknya memahami kalau Brynne sedang berduka, dan bekerja
dengan cepat untuk membersihkan makanan kami, lampu diputar
dan membawakan selimut untuk menutupi kami. Dia memberikan
perhatian ekstra pada kami selama sisa penerbangan, dan aku
mengucapkan terima kasih dengan tulus atas kebaikannya ketika
kami turun beberapa jam kemudian.
Selama sisa penerbangan itu, aku memeluk gadisku sampai dia
kehabisan air matanya dan jatuh tertidur. Akupun tertidur juga, tapi
antara bangun dan tidur. Pikiranku bergerak kemana-mana. Aku
memiliki kekhawatiran yang berlimpah dan hanya bisa berharap dan
berdoa bahwa berbicara dengan mengertak Oakley pada saat upacara
pemakaman akan bekerja. Aku sudah siap untuk melakukan segala
sesuatunya dan aku berjanji jika ada yang membuat satu gerakan
pada Brynne dan aku tahu mulai sekarang akan menjaga ketat
dirinya. Aku tidak tahu siapa yang bertanggung jawab untuk kematian
Montrose dan Fielding. Aku tidak tahu apakah Tom Bennett sudah
menjadi bagian dari kekacauan itu dan dibunuh. Aku tidak tahu siapa
yang mengirim pesan teks gila ke ponsel lama Brynne atau siapa
yang mengancam dengan bom pada malam kami berada pameran
perdana di Mallerton. Aku tidak tahu banyak, benar-benar sial, aku
membutuhkan jawaban. Aku memiliki rasa takut di dalam diriku.
Brengsek, benar-benar gila, membuatku berkomitmen, aku-merasa
ketakutan-keluar-dari -darah-ku- ketakutan sampai tengkorak
kepalaku. *** Bab 18 ?"Aku tidur selama tiga hari berturut-turut setelah kami kembali ke
London. Aku membutuhkan itu, dan kembali ke lingkunganku yang
begitu familiar memang sangat membantu," kataku pada Dr Roswell.
"Aku memulai proyek penelitian universitas yang telah disetujui
untukku, dan mempunyai teman-teman dekat di sekitarku yang akan
membantuku untuk merencanakan pernikahan ini."
"Bagaimana dengan mimpi burukmu sekarang setelah kau tidak
minum obat lagi?" Tanyanya.
"Sudah tidak konsisten. Aku mulai mengalaminya lagi setelah
berhenti minum pil, tapi sekarang ini- setelah ayahku meninggal
dunia- mimpi burukku sudah berhenti lagi. Apakah menurutmu itu
karena pikiranku sekarang penuh dengan sesuatu yang lebih buruk
untuk menempati tempat yang aku mimpikan sebelumnya?"
Dr Roswell menatapku dengan hati-hati dan bertanya, "Apakah
kematian ayahmu jauh lebih buruk daripada apa yang terjadi padamu
ketika kau berumur tujuh belas?"
Whoa. Pertanyaan yang berat. Dan satu-satunya yang belum pernah
aku renungkan sebelumnya. Tentu saja pertama kali keinginanku
adalah untuk mengatakan bahwa kematian ayahku memang lebih
buruk, tapi jika aku mau jujur pada diriku sendiri, aku tidak berpikir
seperti itu. Aku sudah dewasa sekarang dan lebih berpengalaman
untuk melihat sesuatu daripada saat aku masih remaja, tapi aku
pernah mencoba bunuh diri karena munculnya video pemerkosaan
itu. Aku tidak memikirkannya bahkan dalam dunia yang sama
dengan sekarang. Aku ingin hidup. Aku ingin menjalani
kehidupanku dengan Ethan, dan terutama untuk merawat bayi kami.
Tidak ada pilihan lain.Saat aku duduk di kantor Dr. Roswell,
semuanya seakan menyala untukku dalam sekejap. Akhirnya aku
melihat cahaya itu yang telah membantuku menyadari bahwa aku
akan baik-baik saja. Aku akan bisa melewati semua ini, dan
kegembiraan itu akan kembali padaku-kali ini.
Aku menggelengkan kepalaku dan menjawab terapisku dengan
jujur."Tidak. Itu tidak buruk."
Dia menuliskannya dengan pulpen biru kehijauan yang kupikir
begitu cantik. "Terima kasih telah membantuku untuk melihat segala sesuatunya
menjadi jelas dari apa yang pernah kupikirkan saat pertama kalinya
itu," kataku kepadanya.
"Bisakah kau menjelaskan apa yang kau maksud dengan itu,
Brynne?" "Kurasa Aku cukup yakin." Aku menarik napas dalam-dalam dan
memberikan jawaban yang paling tepat. "Aku tahu ayahku
mencintaiku dan kupikir dia tahu bagaimana aku juga mencintainya.
Kami memiliki semacam hubungan dimana kami saling berbagi
perasaan sepanjang waktu, sehingga kami tidak merasa kehilangan
satu sama lain. Hatiku hancur ketika hubungan kami tiba-tiba
terputus, tetapi tidak ada yang bisa dilakukan tentang hal itu. Inilah
kehidupan. Melihat Ethan, yang kehilangan ibunya pada usia empat
tahun. Pada dasarnya mereka tidak memiliki waktu bersama-sama
dan dia nyaris tidak bisa mengingat ibunya. Sedangkan aku memiliki
ayah luar biasa yang penuh kasih selama hampir dua puluh lima
tahun." Dr Roswell memberiku senyuman ceria. "Aku sangat senang
mendengar kau berbicara seperti ini. Aku khawatir, kau telah
memecahkan kode rahasia. Tak lama lagi aku tidak akan mempunyai
alasan untuk terus mengirimkan tagihan untuk jasaku."
"Um...tidak, itu tidak akan terjadi, Dr Roswell. Kau masih akan
terjebak denganku selama bertahun-tahun. Bayangkan saja semua
perjalanan rasa bersalah seorang ibu yang sebentar lagiakan
kualami." Dia tertawa sedemikian lembut. "Aku sangat menantikan obrolan
itu." Dia menutup buku catatannya dan pulpennya. "Jadi, ceritakan
padaku tentang rencana pernikahannya. Aku ingin mendengar setiap
detail..." ?"" "Facebook adalah prasarana cukup tepat untuk merencanakan
pernikahan, yang baru aku ketahui. Elaina menyarankan hal ini
padaku karena dia sendiri sudah melakukan perencanaannya melalui
facebook dan tahu apa yang dia bicarakan. Aku duduk sambil
menikmati teh Cranberry Zingerku dan login ke akunku.
Aku sudah membentuk sebuah grup pribadi untuk berbagi foto dan
link bisnis yang terdiri dari aku dan pasukan prajurit kecilku: Gaby,
Ben, Hannah, Elaina, Marie dan Victoria, tim dari Perencana
Pernikahan, yang benar-benar membuat dirinya menjadi hidup
karena melakukan pekerjaan yang sangat menantang, menurut
pendapatku. Semuanya berjalan luar biasa lancar secara bersamaan,
sesuatu hal yang mustahil mengingat tenggat waktu yang hanya
tinggal lima minggu lagi. Dengan mempertimbangkan kondisiku
yang sedang hamil dan sangat hormonal, dan hancur karena
kehilangan orang yang sangat kucintai, aku memutuskan akan
melakukan hal yang terbaik untuk diriku sendiri.
Ethan begitu tenggelam dengan pekerjaannya hingga kami hampir
tidak melihat satu sama lain, dan sebagian besar percakapan kami
melalui pesan teks singkat. Aku tahu dia mengkhawatirkan aku dan
mencoba untuk memberikan banyak perhatian selagi dia bisa,
tapi memang tidak ada waktu luang. Aku mengerti ia berada di
bawah tekanan, dan aku biasanya perlu waktu untuk berdamai
dengan semua yang telah terjadi di minggu-minggu terakhir ini. Dia
pulang sangat larut dan hanya menginginkan dua hal begitu tiba di
rumah. Ingin bercinta, dan memelukku ketika ia tidur. Kebutuhan
kontak fisik Ethan denganku masih sangat kuat seperti sebelumnya.
Sedikitpun aku tidak merasa keberatan. Kurasa aku
membutuhkannya sama seperti dia membutuhkan aku. Kami berdua
saling mengkhawatirkan satu sama lain.
Aku mengirim pesan singkat kepada Elaina tentang gambar
Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karangan bunga yang dia posting dan bercanda bahwa kami lebih
banyak berbicara berdua di Facebook daripada yang kami lakukan
secara langsung. Benar-benar konyol, Padahal dia tinggal di gedung
yang sama denganku. Elaina dan Neil sama-sama sibuk dengan
pekerjaan mereka di Blackstone Security Internasional dengan
Ethan. Tak seorangpun memiliki banyak waktu luang.
Aku keluar dari sana dan memeriksa profil utamaku dan menemukan
beberapa pesan baru yang ditujukan padaku. Ada sejumlah notifikasi
mengenai sumbangan dari Organisasi Pendanaan Universitas
Meritus di San Francisco yang telah didukung ayahku selama
bertahun-tahun. Itu adalah sebuah amal bagus yang digunakan untuk
membantu anak-anak kurang beruntung yang termotivasi ingin
mendapatkan pendidikan Universitas. Aku tahu dia pasti
menginginkan hal itu, jadi aku telah mengumumkan bahwa sebagai
pengganti karangan bunga, sebaiknya sumbangan dapat berupa uang
dan dikirim langsung ke Meritus. Organisasi tersebut dengan berbaik
hati mengirim pemberitahuan padaku setiap kali seseorang
memberikan sumbangan atas nama ayahku. Paul Langley telah
memberikan sumbangan, sama seperti staf di Galeri Rothvale, dan
ayah Gaby, Rob Hargreave. Perhatian mereka sangat menyentuhku,
dan aku mengucapkan terimakasih secara pribadi melalui pesan
balasanku kepada mereka. Aku memasang foto yang menarik saat ayahku sedang memelukku
ketika aku masih bayi di profil Facebookku. Aku sedang sibuk
melihat gambar dari album foto yang kuambil dari rumahnya dan
membawanya pulang denganku. Dalam album khusus ini, kami
berdua mengenakan sesuatu yang terlihat seperti piyama, jadi
mungkin foto itu diambil pada pagi hari. Ayah mendudukkan aku di
depannya di atas meja, menghadap kamera, dengan senyum lebar
pada kedua wajah kami. Aku bertanya-tanya siapa yang telah
mengambil fotonya. Ibuku" Ayah tampak begitu muda di foto
itu...dan terlihat benar-benar bahagia. Setidaknya aku masih punya
kenangan berharga seperti ini yang selalu dekat dengan hatiku.
Aku sedih ketika menyadari tidak akan ada foto sosok dia sebagai
kakek dengan bayiku. Tidak sekarang... Ada sebersit kepedihan yang
tidak asing lagi menghantam di dalam dadaku dan aku harus
menutup mataku sejenak dan hanya untuk mengambil napas.
Rasa sakit yang kau dapatkan ketika otak kita diingatkan bahwa kau
tidak akan pernah melihat mereka, memeluk mereka, tertawa
bersama mereka, atau berbicara dengan mereka lagi...
Sungguh menyebalkan. Meskipun begitu Jonathan akan memiliki foto-foto sebagai sosok
seorang kakek. Ya, dia akan melihat cucunya. Aku tahu ayah Ethan
akan menjadi kakek yang ikut berperan aktif. Hanya memikirkan
Jonathan dan Marie yang akan menjaga bayi kami membuatku
merasa senang. Aku punya bibi yang akan menjadi "nenek" untuk
bayiku meskipun ibuku sendiri tidak menunjukkan ketertarikannya.
Ugh. Ganti topik, please.
Sebuah pesan baru muncul dengan suara blip kecil di kotak pesan.
Karl Westman: Hai. Aku baru saja log in dan melihat kamu sedang
online. Aku sudah sampai di London untuk Olimpiade dan berharap
kita bisa bertemu lagi selama aku di London. Sebenarnya, aku baru
saja sampai kemarin pagi. Masih belum pulih dari jet lag. :/
Bagaimana kabarmu" Karl...Dia menemukan aku di Facebook tak lama setelah
pemakaman dan kami mengobrol sedikit sejak saat itu. Aku ingat dia
mengatakan perusahaannya telah mengirimnya untuk acara
Olimpiade, dan Jess sudah mengingatkan aku juga. Dia sebenarnya
merasa kecewa, karena tidak bisa ikut dengan Karl, apalagi dia
adalah penggemar berat olahraga. Olimpiade adalah pertandingan
olah raga yang sangat disukainya dbandingkan dengan aku. Namun,
menonton Pertandingan Olimpiade ke XXX di kota tempat
tinggalmu adalah hal yang menarik, tidak peduli bagaimana kau
suka atau tidak melihat pertandingannya.
Brynne Bennett: Kabarku sudah lebih baik...terima kasih. Di mana
kau tinggal di London"
Karl Westman: Tentu saja Di Chelsea! Aku tidak akan melewatkan
pelajaran sejarah yang kudapatkan tentang Jimi selama aku disini.
Brynne Bennett: Ha! Aku ingat. Ini lucu karena ayah Ethan
mengajakku makan siang hari ini. Ia biasanya mengemudikan taksi
London dan tahu semua situs dan tempat-tempat bersejarah seperti
itu. Kau bisa bertemu dengan kami jika kau ingin dan mendapat
pelajaran sejarah dengan cepat?"
Karl Westman: Tentu saja. Terima kasih! Sms aku alamat
restorannya ketika kau sampai disana dan aku akan menemui
kalian. Aku log out dari Facebook dan menuju kamar mandi. Aku punya
janji untuk makan siang dengan calon ayah mertuaku, kemudian
setelah itu melakukan sesi foto. Tidak ada waktu untuk bermalasmalasan hari ini.
?"" ?"Jadi Ethan yang menempatkanmu bertugas untuk menjagaku hari
ini, kan?" Tanyaku pada Jonathan di antara beberapa gigitan salad
ayam yang rasanya sangat enak. Aku harus mengingat ceri kering
dan adas(daun atau bijinya yang biasanya dipakai untuk masakan)
jika lain kali aku ingin membuatnya sendiri. Nafsu makanku sedikit
membaik, tapi aku tidak tahu apakah itu karena kehamilanku atau
karena aku sudah menerima dengan lapang dada mengenai kematian
ayahku. Lagipula, sekarang aku bisa melihat makanan tanpa
memalingkan mukaku agar tidak muntah.
"Aku tidak tahu apa-apa tentang hal itu, sayangku, aku hanya ingin
mengajak calon menantuku untuk makan siang," katanya sambil
mengangkat bahu, mata cokelatnya berkilau, "dan Ethan bilang
padaku kalau hari ini Len libur."
"Ha! Sudah kuduga," aku tertawa. "Aku tahu taktiknya sekarang,
Jonathan. Ethan tidak akan membiarkan penjagaannya menjadi
sedikit lengah, atau tanpa alasan yang sangat tepat. " Aku meminum
jusku. "Aku tahu dia sangat protektif dan dia melakukan itu karena
dia mencintaiku." "Kau sudah memahami dirinya dengan sangat baik. Bahkan,
menurutku kau telah mengubah anakku menjadi orang yang
kuharapkan, suatu hari nanti, tapi aku takut mengharapkan sesuatu
yang tidak pasti." Jonathan yang sangat baik hati tersenyum padaku
dan benar-benar tidak bermaksud untuk menghakimi.
"Apa karena perang itu?" Tanyaku. "Aku tahu sesuatu yang sangat
buruk terjadi padanya selama bertugas di militer, tapi aku tidak tahu
itu apa. Dia tidak mau berbagi denganku...belum."
Jonathan menepuk tanganku dengan lembut. "Well, begitupun juga
denganku. Aku juga tidak tahu apa yang mereka lakukan pada
anakku. Aku hanya tahu dia pulang dengan matanya tampak
ketakutan dan waspada yang belum pernah ia tunjukkan sebelumnya.
Tapi aku tahu sekarang dia lebih seperti Ethan yang aku kenal ketika
ia masih muda setelah dia bertemu denganmu. Kau telah
mengeluarkan bagian dalam dirinya, Brynne. Aku bisa melihat
bagaimana dia memandangmu dan bagaimana kalian merasa nyaman
satu sama lain." Dia mengambil minuman birnya. "Singkatnya, kau
telah membuat orang tua ini sangat bahagia dan sangat lega."
"Aku merasakan berbagai hal yang sama tentang dirinya. Ethan
benar-benar menyelamatkan aku dari diriku sendiri."
Jonathan mendengarkan dengan seksama dan menunjuk ke arah
perutku. "Kau akan merasakan bagaimana kamu tidak akan pernah
berhenti mencemaskan anak-anakmu tidak peduli berapapun usia
mereka." "Aku sudah sering mendengar kata-kata itu." Aku menghela napas
panjang. "Aku sekarang sudah mengkhawatirkan...bayi ini." Aku
menyentuh perutku. "Jika sesuatu terjadi padaku. Well, maka-aku
sudah bisa melihat bagaimana kecemasan ini sudah bekerja."
"Tidak ada yang akan terjadi padamu, sayangku. Ethan tidak akan
membiarkan hal itu, begitu juga denganku. Beberapa minggu ke
depan kau akan sangat sibuk dan jadwalmu penuh dengan rencana
dan acara, tapi tak lama semuanyaakan selesai dan kalian berdua
bisa menjalani kehidupan pernikahan dan aku akan menunggu
kelahiran cucu keempatku."
Dia tersenyum padaku dan aku dengan sepenuh hati membalas
senyumnya. Aku benar-benar mulai menyayangi ayah Ethan. Dia
akan menjadi kakek yang penuh kasih sayang untuk bayi kami dan
hal itu membuatku merasa bahagia, dalam hati aku mengetahui
bahwa ia adalah orang tua untuk keluarga kecil kami. Itu hal sepele
bagi sebagian orang, tapi bagiku, itu adalah hal yang sangat besar.
Jonathan memberikan padaku sesuatu yang ibuku sendiri tidak bisa
atau tidak mau memberikan-restu sederhana akan kesuksesan dan
kebahagiaan untuk memulai keluarga kami.
Kami sedang berjalan keluar dari restoran ketika aku melihat Karl
bergegas masuk, tampak sedikit terburu-buru untuk pria santai yang
kuingat sejak SMA. "Brynne! Ya Tuhan, maaf sekali aku terlambat.
Aku menerima sms-mu, tapi kemudian pekejaanku datang silih
berganti yang membuatku jadi tertunda." Dia mengangkat
tangannya. "Aku terhambat oleh bisnis pekerjaan." Melangkah lebih
mendekat untuk merangkulku, dia mencium pipiku dengan penuh
kasih sayang. "Karl, ini...ayah mertuaku, Jonathan Blackstone. Jonathan, ini Karl
Westman, teman lama dari kampung halamanku. Kami dulu
biasanya berkompetisi atletik bersama-sama."
Mereka berjabat tangan dan kami bertiga mengobrol sejenak. Karl
tampak kecewa karena ia melewatkan makan siang dan
"berhubungan kembali", seperti yang ia inginkan. Aku tidak begitu
yakin Ethan bisa menangani hubungan dalam bentuk apapun antara
aku dan Karl. Jujur, aku juga tidak ingin berteman lagi dengannya.
Aku sudah tidak merasakan apa-apa terhadap persahabatan lama
kami, tetapi dalam kasus ini ada banyak emosi yang ditambahkan
dan hal itu membuatku lebih tidak nyaman.
"Jess akan membunuhku karena datang jauh-jauh ke London tapi
tidak bisa meluangkan waktu untuk bertemu denganmu walau hanya
sebentar," katanya padaku sebelum beralih ke Jonathan, "dan aku
menyesal sudah kehilangan kesempatan untukpelajaran berharga
mengenai tempat wisata darimu, Mr Blackstone."
"Jika kau tertarik pada sejarah Hendrix dan penduduk lokal, aku bisa
berbagi apa yang aku tahu. Aku sudah sering membawa ratusan
wisatawan berkeliling selama lebih dari dua puluh lima tahun di kota
ini. Kupikir aku sudah melihat semuanya." Jonathan memberikan
kartu namanya pada Karl. "Email aku dan aku akan mengirimkan
apa yang aku punya. Aku membayangkan, kau pasti ingin ke Hotel
Samarkand, 22 Lansdowne Crescent, di Chelsea, tempat
meninggalnya Jimi Hendrix."
"Benar sekali." Karl mengambil kartu Jonathan dan memasukkannya
ke dalam sakunya. "Terima kasih atas saran yang kau berikan
padaku. Aku tidak punya banyak waktu tapi aku ingin
mempergunakan sebagian besar waktuku itu." Dia berbalik padaku
lagi. "Jadi...adakah kesempatan kita untuk bisa bertemu lagi" Kurasa
kau punya rencana lainsekarang, kan?"
"Ya, aku akan melakukan pemotretan kurang lebih satu jam lagi dan
aku perlu waktu untuk mempersiapkannya." Aku berpikir sejenak.
"Well, kau akan menghadiri Olimpiade, kan" Ethan pasti memiliki
tiket hampir di semua event yang mungkin kau inginkan. Mengapa
kita tidak merencanakan untuk bertemu di salah satu event atletik
seperti lari gawang atau lari seratus meter" Aku benar-benar mulai
bersemangat untuk menonton beberapa kompetisi sekarang."
"Sempurna," katanya. "Kalau begitu kita akan segera bertemu."
Karl memelukku lagi dan kamipun berpisah.
Jonathan terdiam di dalam mobil saat mengantarku menuju studio
pemotretan. Dia tampak berpikir dan aku bertanya-tanya...Apa yang
dia rasakan tentang model telanjang" Apakah Ethan menceritakan
hal itu kepadanya" Apakah dia pernah melihat salah satu fotoku"
Aku kira aku tidak akan tahu jika aku tidak bertanya padanya, dan
hal itu adalah sesuatu dimana aku tidak ingin melibatkan orang lain.
Dunia modelku adalah hal pribadi dan bukan sesuatu yang terbuka
untuk dinegosiasikan. Sepertinya tidak lama kemudian, Jonathan berhenti di sebuah alamat
Notting Hill dan menungguku untuk memasuki rumah putih elegan
yang menjadi tempat untuk pemotretanku hari ini. Aku melambaikan
tangan kearahnya saat aku masuk kedalam rumah, kemudian aku
bersiap untuk bekerja, fokusku langsung beralih pada pekerjaan apa
yang harus kulakukan. ?"" "Pertanyaan bodoh yang orang-orang tanyakan selama percakapan
itu terasa sangat konyol, kadang-kadang aku heran bagaimana aku
bisa menahan diri agar tidak melompat ke atas meja dan berteriak,
"Bagaimana kau bisa begitu tolol dan masih bisa bernapas"!"
Untungnya...Aku sudah belajar banyak untuk bisa mengendalikan
diriku walaupun pertanyaan itu sangat menyakiti aku.
Aku baru saja akan menyelinap untuk memenuhi kebutuhanku akan
nikotin setelah telekonferensi yang tidak ada gunanya tadi ketika
Elaina menelpon ke kantorku. Dia tidak sering meneleponku, dan
rasa ingin tahuku segera terpicu.
"Ethan, kupikir kau mungkin ingin mendatangi resepsionis."
"Ya" Apa yang terjadi?"
"Ada Muriel...dari kios koran. Dia kemari ingin memberikan paket
untukmu secara pribadi, dan dia tidak akan meninggalkannya dengan
siapapun kecuali-" Aku langsung keluar dari kantorku dan berlari ke depan sebelum
Elaina bahkan menyelesaikan kalimatnya.
Jantungku mulai berdebar dan kekhawatiran yang amat sangat telah
membanjiri sistemku. Aku langsung berhenti setelah menerobos
melewati pintu menuju resepsionis. Ada Muriel dengan tampilan gigi
tonggos dan kumis kebanggaannya yang sedang menungguku. Dia
memegang paket di tangannya yang bernoda tinta, dan melontarkan
tatapan matanya yang berbintik hijau kepadaku saat aku bergegas
mendekatinya. "Mister, saya punya sesuatu untuk anda." Dia melambaikan amplop.
"Anda bilang, siapapun dan apapun itu saya harus menghubungi
anda." "Benar. Apa ada seseorang yang baru saja meninggalkan amplop itu
di kios koranmu?" Aku menunjuk pada apa yang ia pegang.
Dia mengangguk dan mengedipkan matanya ke sekeliling ruangan,
memandangi seluruh dekorasinya dan mungkin sedang menghitung
upahnya. "Ya, hampir satu jam yang lalu. Saya tidak bisa
meninggalkan kiosku. Amplopnya tertulis Blackstone dan saya ingat
anda pernah bilang kantor anda di lantai empat puluh empat."
Aku berusaha untuk tidak terkejut karena dia bisa membaca
pikiranku dan mengangguk lagi, adrenalin mulai berpacu di dalam
diriku. Ada apa kali ini" Ancaman kematian lainnya untuk Ivan"
"Kau memiliki memori yang sangat baik, Muriel. Terima kasih
karena sudah meninggalkan kiosmu untuk datang jauh-jauh kemari
menyampaikan hal ini secara pribadi." Aku merogoh sakuku untuk
mengambil dompetku. "Aku menghargai dedikasimu."
Aku mengulurkan dua puluh pound dan kami saling bertukar. Dia
mengangguk singkat dan berbalik lalu pergi. Aku menarik tali
merahnya, melepaskan penutup amplop-menyadari bahwa ini identik
dengan yang aku terima di hari Mallerton Gala- amplop yang sama
ketika itu berisi foto-foto dari Ivan ditambah pesan samar yang
berbunyi, "Jangan pernah mencoba untuk membunuh seorang pria
Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang ingin melakukan bunuh diri." atau omong kosong sialan
membingungkan yang aku tidak punya waktu untuk itu sekarang.
Namun, aku tidak mau mengambil risiko atas kehidupan sepupuku.
Dia akan berada di garis paling depan pada Olimpiade yang
seminggu lagi dibuka, karena dia yang akan mengumumkan semua
kegiatan lomba panahan, dia akan diserbu sekelompok awak media,
diwawancarai, menjadi pemandangan umum di segala penjuru. Jika
seseorang menargetkan dia, aku harus segera melakukan tindakan
pencegahan di tempat. Tanganku terjebak di dalam amplop dan mengeluarkan foto, lagi,
seperti waktu itu- hitam putih mengkilap, ukuran standar 8x10 inci.
Aku merasakan kengerian yang mengiris ke dalam diriku. Ini sama
sekali bukan foto sepupuku. Semuanya foto Brynne...
Brengsek, tidak! Tidak TIDAK!
Foto-foto itu adalah urutan gambar yang dipotret di jalanan-Pada
hari dimana aku dan Brynne pergi ke pertemuan pertama kami
dengan Dr Burnsley, kemudian setelah itu ketika kami makan siang
di luar sebelum kami mampir ke toko Aquarium Fountaine. Kami
berpelukan di trotoar setelah kami keluar dari kantor dokter. Aku
menyentuh perutnya dan menciumnya. Kami yang sedang makan
sandwich dan berbicara tentang pertemuan sesaat kami pada malam
Natal yang sedang turun salju. Bahkan ada foto Brynne saat
mengambil gambarku dengan ponselnya dan tertawa tepat setelah
aku keluar dari toko Aquarium Fountaine yang berbau kotoran bayi.
Bagaimanapun juga aku seharusnya melihat seseorang mengambil
foto kami. Aku seharusnya melihat mereka. Bagaimana aku
melewatkan itu" Bagaimana bisa aku tidak melihat hal ini"!
Aku sudah teralihkan. Teralihkan adalah musuh nomor satu dalam
bisnis keamanan dan aku telah gagal total. Aku sudah teralihkan
ketika melakukan kunjungan ke dokter kemudian saat ada kegilaan
di toko akuarium- sangat tidak fokus pada tempat dimana kami
berada dan siapa yang ada di sekitar kami bahkan aku tidak
memperhatikan seseorang yang membuntuti kami!
Aku mengerang dan membolak-balik foto itu lagi. Aku tidak bisa
menemukan pesan atau catatan yang tidak jelas di belakang salah
satu foto. Aku mendongak dan menyadari Muriel sudah pergi.
Aku berteriak pada Elaina, "Sambungkan aku dengan Brynne di
telepon dan katakan padanya untuk menungguku! Aku perlu bicara
dengan dia sekarang!" Lalu aku berlari menuju lift.
"Muriel, tunggu!" Aku mengejarnya turun ke lobi saat dia keluar
gedung. Aku yakin orang lain pasti berpikir aku gila untuk semua
tontonan yang aku berikan pada mereka, tapi itu tidak masalah.
Mereka bisa berpikir apapun yang mereka suka.
"Ya, Mister?" "Siapa" Apakah kau melihat orang yang meninggalkan amplop itu?"
Dia mengerjapkan matanya dan tatapannya sedikit menyala. Ini dia-momen atas
kebenaran dimana dia akan membantuku karena dia
adalah orang yang baik ataukah dia mengambil keuntungan dariku
karena dia bukan orang baik.
"Saya melihat saat dia berjalan pergi. Saya hanya melihat
punggungnya." "Apa yang kau ingat tentang dia" Perawakan, warna rambut, atau
apa saja yang bisa kau berikan padaku" Ini amat sangat penting,"
pintaku. "Gadis-ku--foto-foto istriku yang ada di paket itu. Hidupnya
mungkin dalam bahaya." Aku merendahkan suaraku. "Tolong,
Muriel" Setiap hal kecil yang mungkin kau ingat bisa membantu."
Dia merenung sejenak, matanya bergerak sedikit. "Dia sedang
berbicara di ponselnya dan aku hanya melihat punggungnya sambil
berjalan dengan cepat. Rambutnya cokelat dan dia tidak setinggi
anda." Rambut cokelat dan lebih pendek daripada aku. Tidak banyak
membantu di tempat dengan jutaan orang yang sama sekarang. Aku
harus kembali ke atas dan memastikan Elaina sudah menghubungi
Brynne. "Terima kasih sekali lagi," kataku setengah hati dan berbalik
meninggalkannya. "Ada sesuatu yang aku perhatikan." Muriel memanggilku,
"Logatnya...dia bukan orang Inggris. Dia seorang Yankee (orang
Amerika)." Penguntitnya orang Amerika. Pasti dia orang
suruhannya Oakley...atau mungkin Fielding yang belum mati setelah
semua kabar itu muncul. Mungkin dia ada disini di London. Oh
tidak! Kumohon jangan! Darahku terasa membeku saat mendengar apa yang dikatakan Muriel
kepadaku, segala kemungkinan dan skenario berputar di dalam
kepalaku mendesak membelit ketakutanku.
Lalu kakiku mulai bergerak.
?"" Bab 19 "Ponselku berbunyi saat aku melangkah keluar dari ruang ganti.
Hanya dengan mendengarkan nada deringnya, aku tahu yang
menelepon itu Elaina dari kantornya, jadi aku membiarkannya
tersambung ke pesan suara tanpa mendengarkan pesannya. Sebagai
gantinya aku mengirimi dia pesan singkat:
Tidak bisa bicara...ada sesi pemotretan sekarang. Aku akan
menelpon nanti. -B Aku mematikan nada dering ponselku tapi membiarkannya menyala
seperti yang dikatakan Ethan kepadaku, sesuatu mengenai aplikasi
GPS yang telah diaktifkan di ponselku, aku menyelipkan ponselku
ke dalam saku jubah mandiku, dan tidak memikirkannya lagi. Aku
punya pekerjaan yang harus dilakukan dan fokus pada pemotretanku.
Rambut ekstensiku menggelitik punggungku dan lantainya benarbenar dingin di
bawah pantatku. Aku tidak mengenakan thong bertali
tipis hari ini, tapi aku memakai stoking hitam sangat cantik yang
dihiasi pita warna pink mengelilingi bagian atas pahaku lalu diikat
menjadi pita. Simon, fotograferku untuk pemotretan ini, benar benar seorang
penyuka mode pakaian yang tidak konvensional, dengan celana
jeans ketat biru elektrik dipadukan dengan kemeja hijau limau dan
sepatu bot pendek terbuat dari kulit warna putih paten,
mengakibatkan bukan hanya retina mataku yang butuh perlindungan,
tapi juga mengganggu konsentrasiku padahal aku sedang berupaya
melakukan pose pemotretan yang belum pernah aku coba
sebelumnya. Aku hanya merasa ngeri saat memikirkan apa yang
akan dikatakan Ethan ketika ia melihat hasilnya.
Dia akan langsung membencinya, lalu berusaha membeli gambar itu
supaya tidak ada orang lain yang bisa memilikinya.
Bagaimanapun juga aku merasakan adrenalin mendesak keluar,
menyadari bahwa aku melakukan sesuatu tidak seperti biasanya dan
agak menakutkan. Aku suka mendorong diriku sendiri, dan ingin
foto-foto ini menjadi sangat indah, aku harus bisa bersikap
profesional sebagai seorang seniman.
Punggungku menghadap ke kamera, kaki terbuka lebar, lutut sedikit
ditekuk, telapak kaki menapak lantai, telapak tanganku berpegangan
pada betis bagian dalam untuk menahan kakiku agar tetap terbuka.
Hal itu dimaksudkan untuk menghasilkan sebuah gambar yang
provokatif atau merangsang, dan siapa saja yang berjalan lewat di
depanku bisa melihat bagian kewanitaanku yang ditampilkan
sepenuhnya secara pornografi. Ethan pasti tidak akan setuju. Tapi
aku tidak khawatir. Ada aturan disini, dan semua orang mengikuti
aturan-aturan itu...atau mereka tidak akan dipanggil lagi untuk
melakukan pemotretan lainnya.
Ujung-ujung rambut ekstensiku nyaris menyentuh lantai, pada
dasarnya menutupi pantatku, sebenarnya hal itu sangat bagus karena
aku tidak ingin celah pantatku terlihat dalam gambar ini.
Aku mengatakan itu pada Simon dan dia tertawa padaku. "Brynne,
sayangku, hanya kamu yang bisa melakukan pose menampilkan
belahan pantat dengan elegan."
"Well, terima kasih, Simon, tapi tidak, terima kasih, jika kau
mengerti maksudku. Tidak ada pose yang menampilkan belahan
pantatku untuk kali ini, please."
"Aku berjanji padamu, semua yang terlihat hanya samar-samar dari
lekuk tubuh dan kaki jenjangmu. Kau benar-benar terlihat bersinar,
Sayang. Vitamin barukah?" Tanyanya sekilas sambil mengklik
kamera. "Well, sebenarnya, ya."
"Oh, ceritakan padaku, please," katanya dengan semangat. Aku
menginginkan rahasia kecantikan yang kau dapatkan."
Aku tertawa dengan mendengus. "Aku tidak yakin kau mau
meminum vitaminku, Simon, kecuali jika kau menginginkan satu set
payudara." "Oh, Sayang, tolong katakan padaku kau tidak akan melakukan
implan. Payudaramu sudah terlihat sempurna!"
Aku tertawa sambil menatap background dari kanvas yang ada di
depanku, berharap aku bisa melihat wajahnya. "Um...tidak, bukan
implan. Payudaraku menjadi lebih besar dengan cara alami."
"Hah" Dengan melakukan perawatan apa?" Aku tahu dia pasti
kebingungan mengartikan kata-kataku. Gay atau bukan, Simon
adalah seorang pria, dan sering kali mereka tidak bisa menangkap
maksud tersembunyi seperti kata-kataku itu. Aku menebak itu ada
hubungannya dengan memiliki penis.
"Jenis perawatan saat kau akan memiliki bayi." Aku tersenyum dan
berharap aku bisa melihat wajahnya sekarang lebih dari sebelumnya.
"Oh ya Tuhan! Kau 'up the duff' ('mengangkat pantat' slang untuk
hamil yang tidak direncanakan), ya?"
"Harusnya kata-kata itu menjadi satu istilahmu sebagai orang Inggris
yang paling tidak bermoral, tapi ya aku memang hamil."
"Selamat, sayang. Aku harap ini merupakan berita gembira bagimu,
kan?" "Tentu saja." Aku diam sejenak, berpikir tentang semuanya yang
telah merubahku dalam waktu yang singkat, memerangi emosi yang
tampaknya mulai membara siap muncul ke permukaan akhir-akhir
ini. Mungkin aku bisa menyalahkan hormon yang mengamuk di
dalam diriku, yang rupanya masih terus berontak bahkan setiap hari.
Simon meneruskan untuk pengambilan gambar, mengarahkan aku
dengan mengubah sedikit posisiku serta pencahayaannya,
berbicara dengan gayanya yang khas. Dia mengoceh terus-menerus
sementara ia bekerja. "Jadi kau akan menikah dengan pacarmu?"
"Ya, dua puluh empat Agustus adalah hari besar kami. Kami akan
melakukannya di Somerset Mansion di desa tempat tinggal saudara
perempuannya." "Kedengarannya sangat mewah..." Simon merenung saat
mengarahkan aku lagi. "Bisakah kau memiringkan kepalamu
kebelakang dan melihat ke atas kearahku?"
"Ya...benar juga," jawabku singkat. "Apakah kau ingin datang,
Simon?" "Oh Sayang, aku pikir kau tidak akan pernah meminta! Alasan yang
sempurna untuk memakai setelan baru," ia terus mengoceh,
menyinggung tentang sutra Italia dan sesuatu berwarna hijau yang
pernah dia lihat di sebuah toko di Milan dan akan menjadi sempurna
untuk menghadiri sebuah pernikahan di desa.
Aku berpikir tentang ayahku dan bagaimana dia tidak akan
mengenakan setelan baru untuk pernikahanku. Dia tidak akan berada
di sana untuk menyerahkan aku pada calon suamiku. Aku tidak
punya siapa-siapa untuk melakukan itu untukku sekarang. Aku juga
tidak akan meminta Frank. Ibuku sudah pernah mencoba
membujukku dan aku menolak. Aku akan berjalan menyusuri altar
sendirian sebelum aku melakukan yang satu itu. Bukan karena aku
tidak suka pada Frank, tapi dia bukan ayahku dalam arti yang
sebenarnya. Dia suami ibuku, dan hanya itu aku menganggap
dirinya. Gelombang kesedihan tiba-tiba mendatangiku dan aku berusaha
keras untuk menekannya, tapi postur tubuhku menunjukkan tandatanda kelelahan
karena itu Simon bertanya, "Perlu istirahat, sayang?"
Aku mengangguk, tapi aku tidak bisa berbicara. Aku hanya bisa
menelan ludah. Terkadang ketika seseorang menunjukkan beberapa kebaikan dan
kau berada dalam keadaan rentan, semua kepedihan seakan
berhamburan keluar tidak peduli seberapa keras kau berusaha untuk
menahannya di dalam dirimu. Itulah apa yang terjadi dengan Simon
ketika ia meletakkan kameranya dan berjalan di belakangku,
meletakkan tangannya di bahuku sebagai tanda simpel untuk
memberi dukungan dan memberi kenyamanan.
"Aku mendengar tentang ayahmu. Aku sangat menyesal, sayang.
Pasti ini adalah waktu yang sangat sulit untukmu."
"Terima kasih...masih sangat segar dalam ingatanku. Hal-hal kecil
mengingatkan aku padanya...dan aku begitu sangat merinduka-"
Dan saat itulah Ethan mendobrak masuk ke ruangan tampak seperti
seorang gladiator siap memasuki arena.
?"" ?"Brynne! Apa-apa..." Ucapanku terputus. Hanya sampai disitu dan
langsung berhenti dengan cepat dan benar-benar tidak bersuara
begitu aku melihat dengan jelas gadisku sepenuhnya telanjang
dengan kaki terbuka lebar dan tangan seorang pria pesolek
memegangi dirinya! Aku langsung bereaksi dan bergerak. Hanya itu semua yang kuingat.
Aku menarik tubuh Brynne agar berdiri di atas kakinya dan pria
dengan kemeja hijau itu melayang jatuh ke background yang terbuat
dari kanvas. "Ethan!" Brynne berteriak, "Apa yang kau lakukan"!"
"Berusaha mencarimu! Mengapa kau tidak menjawab telepon
sialanmu?" "Aku sedang bekerja!" jeritnya, dia berdiri sepenuhnya telanjang
kecuali memakai stoking hitam dan sesuatu yang ditambahkan untuk
membuat rambutnya lebih panjang.
"Kau sudah selesai disini. Bahkan, kekacauan ini selesai!" Aku
melambaikan tanganku dan berjalan ke arahnya. "Berpakaianlah, kau
akan meninggalkan tempat ini."
"Aku tidak akan pergi, Ethan. Apa sih yang salah denganmu" Aku
sedang bekerja sekarang!"
Oh, ya, kau akan pergi, cantikku! Bahkan, aku sangat yakin kau
akan meninggalkan tempat ini, karena aku yang akan membawamu
keluar dari sini sendiri.
Fotografer yang mengenakan pakaian dengan semua warna itu
memutuskan untuk berdiri dan mengeluarkan ponselnyasaat itu juga.
"Panggil keamanan-"
"Aku keamanan jika itu berhubungan dengan dia." Aku menunjuk ke
arah Brynne saat aku merebut ponselnya dan mematikan sambungan
telepon si brengsek itu. "Brynne sudah selesai disini. Telepon
kantorku jika kau ingin kompensasi untuk masalahmu. Aku dengan
senang hati akan membayarnya." Aku mengeluarkan kartu namaku
dan menjentikkannya. Kartu itu berputar melayang diantara kami
dan mendarat kearah kakinya di atas lantai. Kurasa aku sangat
tenang, mengingat... Dia melirik Brynne, yang hanya berdiri di sana, menatap kami
dengan mulut Brynne terbuka lebar. Dan masih sialan telanjang!
"Jangan melihat Brynne, bajingan!" Aku berteriak kepadanya.
Dia berteriak melengking seperti seorang gadis dan memalingkan
wajahnya, sambil mengernyit.
"Simon, aku minta maaf untuk semu..." Brynne melangkah ke
arahnya.
Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Oh, tidak. Kau tidak boleh kesana!" Aku meraih tangannya dan
memutarnya, melindungi tubuhnya dengan tubuhku. "Maukah kau
memakai sesuatu" Kau berdiri disini benar-benar telanjang, demi
Tuhan!" Brynne memelototi aku, matanya seperti pisau belati siap menusuk
lalu meraih jubahnya. Jubahnya sudah ada di meja samping sejak
tadi, hanya tidak tertangkap dari pandangan kamera. Aku tidak
melihatnya disana beberapa saat yang lalu. Dia memakainya dan
mengikat talinya ke pinggang, lengan dan tangannya membuat
gerakan seperti menggertak dengan kasar sambil menyipitkan
matanya, mata coklat setajam belati begitu berapi-api ditujukan
padaku. Dia menempatkan tangannya di bawah rambutnya dan
melakukan sesuatu sesaat sebelum berhasil melepaskan rambut palsu
panjang berombak yang berwarna coklat. Dia meletakkan rambut itu
dengan hati-hati di atas meja. Lalu ia berbalik kearahku dan
membungkuk untuk melepaskan stoking dari satu kaki kemudian
kaki yang lain dan meluruskan stoking itu lalu ditempatkan di atas
meja di sebelah rambut palsu tersebut.
Aku tahu dia lebih daripada sekedar marah dengan apa yang telah
aku lakukan, tapi aku tidak peduli. Setidaknya dia baik-baik saja.
Tidak ada yang bisa dikatakan dengan pasti tentang teman
fotografernya itu, tapi Brynne aman dalam pandanganku dan bukan
di tangan penculik. Dia sialan telanjang sendirian di sebuah ruangan
dengan pria lain yang mengambil fotonya, tapi setidaknya mimpi
terburukku tidak menjadi kenyataan. Dia ada di sini dan aku bisa
melihatnya. Perjalanan pulang cukup sunyi. Hanya beberapa desahan dan suara
gesekan tubuh di atas kursi, dan tidak banyak lagi. Brynne tidak
berbicara dan aku juga tidak dalam kondisi yang baik untuk diskusi.
Entah apa yang akan keluar dari mulutku seperti yang aku rasakan
pada saat ini. Hal yang terbaik sekarang adalah membiarkan
amarahku mereda. Setelah kami tiba dan masuk ke dalam flat, dia segera masuk ke
kamar mandi dan mengunci aku di luar. Aku bisa mendengar air
mengalir, tapi tidak ada suara lain. Aku menempelkan telingaku ke
pintu dan mendengarkan. Aku tidak ingin dia menangis sendirian
jika itu apa yang dia lakukan, tapi aku masih marah. Modeling" Ia
harus berhenti. Aku tidak tahan dengan hal itu lagi, dan itu
membuatku benar-benar kehilangan akal karena memikirkan dia
berpose telanjang untuk dilihat orang lain. Dan orang-orang itu
akan berfantasi ingin meyetubuhi dia...atau lebih buruk lagi!
Ada sejuta hal yang ingin aku lakukan saat ini. Tempat-tempat
dimana seharusnya aku berada dan orang-orang yang harus kutemui,
tapi apakah aku akan meninggalkan Brynne di rumah dan kembali
ke kantorku" Tidak. Aku tidak akan kemanapun sekarang.
Sebaliknya aku malah melangkah keluar ke balkon dan duduk di
kursi panjang di mana aku bisa melihat perubahan kota dari terang
menjadi malam. Dan terus-terusan merokok. Namun tidak banyak
membantuku. Lucu bagaimana merokok yang biasanya membuatku
tenang ketika aku merasa gelisah, tapi sekarang benar-benar tidak
bisa melakukan trik itu lagi. Aku menunggu Brynne keluar dari
kamar mandi, rupanya dia mengambil putaran pertama pertandingan
knockdown kali ini. Sepertinya dia terlihat tidak ingin memulai
untuk berdebat malam ini.
Ketika aku mulai merasa tidak tahan menanggung kesendirianku
lebih lama lagi, aku masuk kembali ke dalam, mencoba
menyelesaikan masalah dengannya. "Brynne?" Hening. "Biarkan
aku masuk." Aku memutar kenop pintu, dan aku sangat terkejut
ternyata bisa dibuka. Tidak dikunci sama sekali.
Aku membuka pintu dan menemukan dia duduk di kursi rias sambil
mengecat kuku jari-jari kakinya, rambutnya dijepit keatas,
mengenakan jubah sutra kuning yang membuat kulitnya tampak
bersinar. Dia tidak mau melihatku, tapi terus mengecat kukunya
dengan warna pink gelap seolah-olah aku tidak ada disana.
"Bisakah kita bicara?" Tanyaku pada akhirnya.
"Tentang apa" Bagaimana kau menyeretku di tengah-tengah
pemotretan, yang merupakan pekerjaanku, dan bisa dibilang hampir
memukuli fotografernya" Belum lagi kerusakan yang terjadi pada
reputasiku di bisnis ini." Suaranya monoton.
"Aku tidak ingin kau di bisnis itu lagi."
Dia menutup botol cat kukunya dan meletakkannya di meja rias. "Ini
semua tentang apa yang kau inginkan, ya?"
"Aku ingin tahu dimana kau berada dan kau tidak menjawab
ponselmu." Aku diam sejenak untuk mendengarkan beberapa
penjelasan darinya tapi dia tidak memberikan satupun jawaban.
"Baiklah, kuakui aku pergi kesana dalam keadaan marah dan
kehilangan kendali, tapi itu karena aku mendapat petunjuk yang
membuatku berada dalam keadaan panik." Aku menjalankan
jemariku di sela-sela rambutku dan membiarkannya tetap di sana.
"Dan melihatmu sialan telanjang, Brynne."
Dia menatap lantai saat dia berbicara, "aku mungkin tidak akan
mendapat panggilan lagi setelah hari ini. Tak seorang pun
menginginkan aku sekarang."
Oh, para bajingan itu masih menginginkanmu. Aku berdiri di
depannya dan menempatkan tanganku di dagunya, memaksanya
untuk melihat keatas. "Bagus. Aku berharap mereka tidak akan
menghubungimu lagi." Dia masih tetap membisu tapi matanya
menyala. "Aku serius, Brynne. Kau tidak boleh berpose telanjang
lagi." Akhirnya, aku mengatakan itu.
"Itu keputusanku, Ethan. Kau tidak punya hak untuk mengatakan
bahwa aku tidak bisa melakukan hal itu."
"Oh, benarkah?" Aku meraih tangan kirinya dan mengangkatnya
keatas. Kalau begitu, apa arti cincin ini" Kau akan menjadi istriku,
ibu dari anakku, aku tidak ingin dia berpose telanjang lagi!" Aku
balas melototinya. "Aku pasti memiliki hak itu."
Dia menarik tangannya dan meludah ke arahku, "Kau tidak bisa
melakukan itu. Kau tidak mengerti APAPUN tentang aku! Dia
berteriak sekarang, dan tampaknya benar-benar marah, dia
mendorong dadaku untuk menahanku supaya tidak terlalu dekat.
Persetan! Emosiku mulai menguasaiku lagi saat aku berjuang
bagaimanapun caranya untuk membawa kami kembali bersamasama dalam masalah ini.
Ada satu ide mendatangi pikiranku tentang
bagaimana aku bisa mengatasi ini. Aku bisa merobek jubah sutra
kuningnya dan menyetubuhinya sampai minggu depan, kemudian
kami bisa melakukan percakapan ini, atau argumen, atau apapun
omong kosong yang sudah ada disini. Mungkin ini akan berhasil.
Sebaliknya aku menarik bahunya keatas dari tempat duduknya,
menahan kedua tangannya di sisi tubuhnya sehingga dia tidak bisa
melawanku. Dia masih meronta meskipun aku memelukknya dengan
erat di dadaku, wajah kami hanya berjarak satu inci, lekuk tubuh
lembutnya menempel pada diriku yang membuat penisku menjadi
sekeras batu. "Aku mencoba untuk memahami mengapa gadisku ingin
menanggalkan pakaiannya dan membiarkan orang melihat fotonya
seperti itu!" Aku berkata lebih marah selain aku
menginginkan...kemudian bibirku melumat bibirnya.
Aku mendorong masuk ke dalam dirinya dengan lidahku terlebih
dahulu. Aku akan mendapatkan lebih banyak nanti, tetapi untuk
sekarang aku hanya ingin berada di dalam tubuhnya dengan cara
apapun yang bisa aku lakukan untuk sampai ke sana. Bagamanapun
juga aku butuh penerimaannya terhadap diriku lagi. Dia masih
memuntahkan amarahnya tapi aku merasa dia meresponnya dengan
cepat begitu kami terhubung. Dia masih gadisku, dan kami berdua
tahu itu saat aku memegang rahangnya dan mencium mulutnya
dengan keras. Bibir, lidah dan gigi bekerja sama untuk mengirim
pesan yang sangat spesifik. Kau milikku, dan aku tahu kau ingin
menjadi milikku. Aku baru saja mulai membawanya. Sesi ini akan tuntas dengan satu
cara, dan hanya satu cara - dengan kejantananku terkubur di dalam
vaginanya yang manis dalam kegilaan orgasme.
Tidak ada permintaan maaf untuk apa yang kulakukan setelah itu.
Aku membawanya. Aku mengambil apa yang menjadi milikku dan
melakukannya dengan Brynne.
Tentu saja dia terjebak dengan seluruh kedekatan tubuh kami
sekarang. Bagian dari emosionalnya akan menjadi pertimbangan
nanti. Bercinta dulu, bicara kemudian, sudah pernah berhasil
sebelumnya, dan aku merasa yakin hal itu akan berhasil sekarang.
Aku mengangkat dia dan membawanya ke tempat tidur kami. Dia
menatapku dengan mata yang menyala-nyala saat aku
membaringkannya, membuka jubah sutranya dan membebaskan
rambutnya dari jepitan itu. Dadanya terangkat, putingnya menonjol
dan mengeras saat aku menanggalkan pakaianku dan telanjang,
penisku begitu keras sehingga mungkin akan hancur bila air maniku
meledak saat pertama kalinya.
Aku akan mencari tahu, dan lebih dari bersedia untuk mengambil
risiko itu, karena akan ada kedua kalinya dan mungkin ketiga
kalinya juga. Kami akan melakukannya untuk sementara waktu.
Aku menutupi bentuk tubuh telanjang cantik Brynne, yang
seharusnya hanya aku yang melihat, dan menyetubuhinya. Aku
menyetubuhinya dengan keras. Dia akan membalas menyetubuhi
aku dengan keras juga. Kami bersenggama sampai kami berdua
klimaks. Kemudian kami bercinta lagi dan lagi, sampai kami tidak
sanggup lagi. Sampai tidak ada yang tersisa kecuali jatuh terjerat
dalam tidur setelah semua orgasme itu, kami berdua akan kehabisan
tenaga karena kenikmatan yang telah membakar tubuh kami dengan
panasnya, dan membius kami dengan asapnya...menjadi lupa sama
sekali. ?"" " Mimpi buruk telah membangunkan aku. Mimpi lama dimana aku
melihat video diriku sendiri dan berharap aku sudah mati. Mimpi ini
masih seperti gambar mengerikan yang terpatri di dalam otakku, dan
masih tetap utuh tinggal selama bertahun-tahun. Aku bahkan tidak
berpikir kemungkinan bisa menghapus mimpi itu, aku ditakdirkan
untuk membawa gambaran seperti itu sepanjang hidupku. Aku
bertanya-tanya, bukan untuk pertama kalinya, jika mereka bertiga
pernah berpikirtentang video itu setelah apa yang terjadi. Aku sama
sekali tidak mengenal dua pria yang lainnya itu, tapi apakah Lance
pernah memiliki secuil penyesalan atas apa yang terjadi pada diriku"
Menyesali bagaimana sedihnya hidupku setelah mereka melakukan
perbuatannya" Apakah ia pernah berpikir tentang hal itu" Kacau.
Aku begitu menjijikkan dan jelek.
Aku mencoba untuk menangis diam-diam di tengah malam, tapi
Ethan mendengar segalanya. Kami melakukan seks yang meledakledak dan melepaskan
semua kemarahan dan rasa frustrasi melalui
tubuh kami, tapi yang paling utama dari masalah ini masih berkibar
seperti bendera sinyal di terpa angin. Tidak banyak persoalan yang
sudah diselesaikan. Ethan bergerak di sampingku dan menarikku lebih dekat. Aku
merasa lengannya yang kuat membungkus disekeliling tubuhku dan
bibirnya mengecup ujung kepalaku. Dia membelai rambutku dan
memelukku saat aku menangis.
"Aku sangat mencintaimu. Melihatmu bersedih rasanya seakan
membunuhku. Aku lebih suka kau marah padaku daripada menderita
seperti ini, sayang."
"Tidak apa-apa. Aku tahu kau mencintaiku," aku berbisik diantara
isak tangis dan menyeka mataku.
"Aku memang mencintaimu," katanya sambil memberi sebuah
ciuman manis. Dan Aku minta maaf karena tindakanku pada
fotografer itu hari ini," ia berhenti sejenak, "tapi aku tidak suka
kamu telanjang di depannya dan aku tidak ingin kau melakukannya
lagi." "Aku tahu..." "Jadi kau akan berhenti berpose?" Ada harapan di dalam suaranya.
Sayang sekali aku akan menghancurkannya.
"Kurasa aku tidak bisa, Ethan. Aku tidak bisa berhenti bahkan demi
kamu." Dia menunggu setelah kata-kata itu meninggalkan bibirku. Kata-kata
yang menyakitkan untuk dikatakan kepadanya tetapi dia harus
mendengarnya dari aku. Kebenaran kadang-kadang sulit untuk
ditanggung, dan aku membayangkan hal ini juga sulit bagi Ethan,
tapi aku ingin dia mengetahui versi sesungguhnya tanpa disensor.
Aku berutang banyak padanya.
"Mengapa tidak, Brynne" Mengapa kau tidak bisa berhenti menjadi
model" Mengapa kau tidak mau melakukannya untukku?"
Air mata sialan ini muncul lagi. "Karena..." Aku menangis, "Karena
foto-foto yang aku ambil s...sekarang be...b...begitu i...indah. Fotofoto
itu...adalah sesuatu yang cantik dari diriku!"
Ethan memelukku saat aku menangis. Dia tampaknya mengerti
bahwa hal ini menerobos wilayahku. Aku berharap Dr. Roswell ada
disini untuk menyaksikannya.
"Ya, kau benar, Brynne. Foto-fotomu cantik luar biasa." Dia
menciumku dengan lembut, lidahnya bergerak pelan di bibirku.
"Bagaimanapun juga kau memang selalu cantik," gumamnya di
bibirku. Ahhh, tapi dia salah. Ethan belum pernah melihatnya jadi dia tidak
tahu tentang kebenaran apa yang ada di dalam pikiranku. "Tidak, kau
tidak mengerti aku." Aku mengusap air mataku. "Tidak apa-apa, tapi
kau tidak mengerti mengapa aku perlu memiliki foto-foto cantik dari
diriku sendiri." Aku menghela napas berat di dadanya, jari-jari aku
mulai memutari otot-otot di dadanya.
"Kalau begitu, jelaskan padaku hingga aku bisa mengerti."
Aku tidak tahu bagaimana cara mengungkapkannya, tapi entah
bagaimana aku berhasil. Sambil bercucuran air mata, yang semakin
deras, dan karena mendapat kekuatan dari ketenangannya dan
kesabarannya saat ia memelukku dan mengelus rambutku, akhirnya
aku menceritakan kebenaran yang mengerikan tentang diriku kepada
orang lain. "Karena di video itu aku begitu sangat...jelek. Gambargambarnya
jelek. Aku sangat jelek di video itu! Dan jika aku
memiliki sesuatu yang indah untuk mengganti kejelekan itu,
mungkin aku bisa melepaskan kejadian buruk itu sedikit demi sedikit
setiap kali aku membuat sesuatu yang baru."
Ethan memutar tubuhku hingga aku berada di bawahnya dan
menyangga dirinya di atas tubuhku, menahan wajahku menghadap
dirinya. "Tidak ada hal yang jelek tentang dirimu." Katanya.
"Ya. Di video itu aku sangat jelek."
Dia terdiam, matanya berkedip-kedip bolak-balik saat dia
mempelajari raut di wajahku. "Apakah itu sebabnya, sayang"
Apakah itu alasanmu mencoba untuk...bunuh diri-"
"Ya!" Aku terisak di dada Ethan kuat dan membiarkan dia
memelukku. Dia tahu kebenaran tentang diriku sekarang.
Emosionalku. Kelakuan aneh disfungsionalku. Alasan itulah yang
mendorongku setiap hari dan aku yakin akan tetap bersamaku
selamanya. Aku berdoa agar dia bisa menerima aku apa adanya
terlepas dari hal itu. Dia memelukku sampai beberapa waktu yang lama tanpa bicara. Dia
merenungkan apa yang telah kuceritakan. Aku memahami caranya;
bahwa Ethan sangat jujur dan terbuka tentang pendapat dan
kebutuhannya, dan seorang yang sangat pemikir.
"Bukan proses fotografinya yang aku benci. Aku paham kamu
bersikap begitu profesional melakukan suatu pekerjaan. Fotografer
Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu hanya menggunakanmu sebagai objek seninya. Sebuah gambar
menakjubkan dari dirimu." Dia menggosokkan telapak tangannya ke
pinggulku. "Aku tahu bahwa pria tadi tidak menginginkanmu. Dia
melihat tubuhmu sebagai seni."
"Simon juga sangat gay dibandingkan dengan gay biasa, jika kau
tidak menyadarinya."
Dia tertawa pelan sebentar. "Aku melihatnya, sayang. Jika
pakaiannya tidak memberikan petunjuk, jeritan femininnya
menegaskan hal itu."
"Kasihan Simon. Aku mengundang dia ke pesta pernikahan kita, kau
tahu. Dia ingin memakai baju setelan Italia berwarna hijau daun
yang pernah dia lihat di sebuah toko di Milan." Aku mencoba untuk
sedikit menggodanya. "Keren." Dia menghela napas. "Besok aku akan meneleponnya dan
meminta maaf." "Terima kasih."
Tapi Ethan belum selesai mengungkapkan perasaannya. Dia
memiliki lebih banyak hal yang ingin ia katakan. "Apa yang kubenci
adalah orang-orang melihat tubuhmu dalam foto-foto itu. Para pria
melihatmu. Pria-pria seperti aku melihatmu telanjang dan mereka
ingin bercinta denganmu. Brynne, bagian itulah yang kubenci,
karena aku tidak ingin siapapun melihatmu seperti itu dan
memikirkan hal itu tentang dirimu. Aku ingin dirimu semuanya
untuk diriku sendiri. Memang egois, tapi itulah aku."
"Oh..." "Jadi sekarang kau tahu perasaanku tentang masalah ini," katanya
pelan, suaranya membawa kebenaran tentang kejujuran langsung
merasuk ke dalam hatiku. "Aku memahamimu, Ethan, dan aku berharap kau juga memahamiku
saat aku mengatakan padamu bagaimana perasaanku, dan mengapa
aku melakukan modeling."
Dia merengkuh bibirku dengan bibirnya, membelaiku dengan lembut
dan perlahan, berbicara padaku dengan sentuhan, bukan dengan
kata-kata, yang berarti ia mengerti. Setelah beberapa saat dia benarbenar puas
menciumku, akhirnya dia menarik bibirnya dan
menggosok pipiku dengan ibu jarinya. DIa telah melakukan hal itu
kepadaku sejak awal hubungan kami. Pertama kali dia melakukan itu
padaku saat dia menciumku. Aku menyukai gerakan itu.
Aku bertanya-tanya apa yang Ethan pikirkan sekarang. Mata birunya
yang gelap mempelajariku dengan seksama, ia bersandar miring
pada sikunya sehingga ia bisa melihat ke bagian bawah tubuhku.
Aku berpendapat dia belum selesai berbicara. Aku menunggu. Aku
bisa menunggu sepanjang malam jika ia terlihat seperti itu. Ethan
telanjang di tempat tidur adalah pemandangan yang tidak pernah
membosankan. Dia lambang keindahan laki-laki yang ldeal.
Lengannya, dadanya, otot perutnya berbentuk six pack dan potongan
V di pinggulnya, semuanya ada di dirinya-seperti sebuah pesta lezat
yang bisa kulihat. Lucu bagaimana dia kadang-kadang mengatakan hal yang sama
tentang diriku. Tapi tubuhku akan berubah saat bayi tumbuh. Aku
akan bertambah besar seperti semua wanita hamil pada umumnya.
Akankah Ethan masih menginginkan aku seperti yang ia lakukan
sekarang" "Aku harus memberitahumu sesuatu yang terjadi hari ini. Benarbenar membuatku
terguncang dan sebagian besar hal itu yang harus
disalahkan atas apa yang terjadi di pemotretanmu...dan aku juga."
Dia menyelipkan rambutku di belakang telingaku.
Itu lebih masuk akal. Seharusnya aku tahu ada sesuatu yang
mendorong Ethan di luar batas ketidakrasionalannya. Sesuatu telah
terjadi yang memicu perilakunya. "Oke...ceritakan padaku."
Dalam kegelapan di tempat tidur kami, ia bercerita padaku tentang
peristiwa terbaru: foto penguntit yang diterimanya pada pagi hari,
dan mengetahui bahwa orang tersebut berasal dari Amerika dan
sudah berada disini sepanjang waktu mengawasi aku. Mengamati
kami dan mengambil gambar gerak-gerik kami sehari-hari. Aku
benar-benar takut sekarang...dan aku sangat mengerti mengapa
Ethan begitu panik dan tidak masuk akal pada pemotretanku. Situasi
ini tidak akan menjadi lebih baik. Malah semakin buruk. Siapa yang
tahu apa yang menghentikan mereka" Atau apakah aku bisa
melewati ini dan masih tetap hidup" Yang bisa kulakukan adalah
berpikir tentang bayiku serta Ethan dan mengetahui apapun yang
diperlukan, atau pengorbanan yang harus harus kubuat dalam rangka
supaya kita bisa melalui semua ini, aku akan melakukannya.
Kami berbicara tentang keamanan dan GPS dan dan tindakan
pencegahan. Semua cara itu untuk memastikan keselamatanku dalam
beberapa minggu kedepan sampai di hari pernikahan kami dan
seluruh perhatian Ethan sepenuhnya bisa fokus padaku. Dia
menerangkan sesuatu dengan jelas dan aku mendengarkannya. Kami
berdua berakhir dengan cara berpikir yang sama, dan akhirnya aku
tertidur lagi di dadanya dengan tangan kuat yang melingkari
tubuhku. Aku tahu aku berada di tangan yang terbaik dimana aku
sekarang berada, dan pria itu sedang memelukku dan mencintaiku.
Ethan membutuhkan aku sama seperti aku membutuhkan dia.
Setidaknya kami sudah banyak memahami hal itu.
?"" Bab 20 ?"Bagaimana rasanya, sudah bisa bernafas, nak?" Dad mengangkat
gelasnya sambil tersenyum bangga.
"Rasanya seperti gajah seberat tiga ton yang diangkat dari dadaku
dan sekarang hanya duduk di atas kakiku." Aku menjawab dengan
jujur dan bersulang dengannya.
"Aku yakin kau bisa melakukannya. Tapi sungguh, upacara
pembukaan ini merupakan prestasi panitia penyelenggara yang
begituluar biasa. Benar-benar pertunjukan yang sangat spektakuler.
Aku hanya bisa mengatakan, Bravo." Kurasa kami semua bisa
melihat kalau ayahku sangat terkesan dengan upacara pembukaan
Olimpiade itu karena tampaknya ia tak bisa berhenti
membicarakannya selama acara makan kami di tengah malam. Aku
merasa sangat lega karena semua berjalan lancar tanpa suatu
halangan. Meskipun aku merasa kelelahan dan merindukan tempat tidurku
dengan Brynne di dalam pelukanku, aku menyadari bahwa aku
sebenarnya menikmati acara perayaan malam ini di Gladstone. Entah
bagaimana cara Ivan bisa mendapatkan reservasi untuk kami di
tengah kegilaan olimpiade, tapi semua orang mencintai Lord Ivan,
atlit panahan peraih medali emas dari Inggris, dengan
ketampanannya dan statusnya sebagai selebriti. Sudah lama kami
tidak pergi keluar untuk besenang-senang bersama, aku tahu Dad,
Neil dan Elaina sangat menghargai apa yang Ivan lakukan meski aku
tidak begitu peduli. Tampaknya Brynne benar-benar menikmati, dan
hal itu sudah cukup bagiku.
Seluruh kota tengah menikmati perayaan, karena pertandingan
sedang berlangsung sekarang. Sebetulnya aku sudah mulai melihat
cahaya di ujung lorong mendatangi kami yang berarti bagian dari
situasi yang sulitsudah berakhir. Kami berhasil melewati minggu
sebelumnya sampaiacara pembukaan Olimpiade tanpa ada masalah,
seperti ancaman atau surat kaleng. Hanya kehidupan normal.
Aku menempatkan tanganku di bagian atas punggung Brynne dan
membelai di antara bahunya. "Yeah bagian tersulit telah berlalu.
Upacara pembukaan berjalan lancar. Tidak ada orang gila yang
mengganggu pertunjukan. Babak terakhir yang sempurna dari
seluruh perencanaan selama berbulan-bulan. Sekarang hanya tinggal
mengurusi tamu-tamu VIP yang akan menonton pertandingan di
tempat yang berbeda-beda, namun rombongan mereka jauh lebih
kecil dan lebih mudah ditangani, ditambah lagi aku memiliki staff
yang bisa diandalkan untuk menangani hal itu." Aku mengangguk ke
arah Neil dan mengangkat gelasku lagi.
"Jika kita harus menjauhkan si psycho dari Ivan, maka masalah itu
akan selesai," Ucap Neil dengan menyeringai.
"Ya, lakukanlah. Aku sangat menghargai jika kau bisa menjauhkan
aku dari si psycho atau siapapun yang menginginkan aku," balas
Ivan. Masih ada. . . Orang gila yang berasal dari Korea saingan Ivan yang
masih menyimpan dendam telah muncul untuk mencarinya gara-gara
terjadi perselisihan saat mengambil keputusan tiga olimpiade
sebelumnya, membuat dirinya di diskualifikasi sehingga Ivan yang
mendapatkan medali emas menggantikan tempatnya. Masalah itu
tidak pernah pergi. Agak mirip dengan kekacauan yang sering
terjadi. Sekali kau menginjakkan kakimu ke dalam suatu masalah,
maka masalah itu akan terus menempel pada sepatumu untuk jangka
waktu yang lama, sangat lama, dan jejak kaki si brengsek itu harus
segera dihilangkan. "Kau tampak lelah, sayang," kata Brynne dengan lembut, tangannya
mengelus-elus lenganku. "Aku memang sangat lelah," jawabku, lalu melirik ke jam tanganku,
"pikirkan - jika kita pergi dari sini sekarang, dalam setengah jam kita
sudah berada di ranjang." Aku mengerlingkan mataku kearahnya,
sambil memikirkan apa yang sangat aku butuhkan malam ini adalah
berada cukup dekat dengan dirinya agar aku bisa menyentuhnya
serta tidur selama beberapa jam. Kedua hal tersebut benar-benar
akan menjadikan malamku ini berakhir dengan sangat sempurna.
Aku hanya bercanda saat mengatakan pada Brynne untuk
meninggalkan pesta, namun gadisku lebih mengejutkan aku, seperti
yang sering ia lakukan. "Lalu apa yang kita tunggu?" tanya dia
dengan suara pelan. "Kurasa aku mau pingsan di atas supku."
Aku melihat kearahnya, bisa kulihat tanda-tanda kelelahan pada
dirinya yang membuatku merasa bersalah karena aku tidak
memperhatikan hal itu sebelumnya. Dia sedang mengandung dan
membutuhkan waktu istirahat untuk dua orang. Aku melihat ada
alasan yang sangat tepat dan langsung mengambil kesempatan itu.
"Selamat malam, semuanya. Saatnya kami harus pergi. Wanitaku
sudah memohon padaku untuk membawanya ke tempat tidur."
Brynne terkejut dan langsung memukul lenganku. "Dan berhubung
aku seorang pria yang agak-pandai, kurasa sebaiknya aku
membawanya pulang sekarang." Aku menggosok lenganku tepat
dimana Brynne mendaratkan pukulannya, kemudian berbicara
dengan penekan kalimat yang berlebihan pada sekelompok orangorang ini. "Wanita
yang sedang hamil - tidak pernah puas sepanjang
waktu." Aku mendengus saat Brynne menendang kakiku, namun sepadan
saat mendengarkan gelak tawa dari mereka semua.
"Kau akan mendapatkan masalah yang sangat besar, Blackstone."
katanya padaku saat berjalan keluar menuju mobil.
"Hey, apa yang kulakukan tadi bisa membebaskan kita dari pesta itu,
benarkan?" Aku melingkarkan lenganku di sekeliling tubuhnya dan
membungkuk untuk mencuri sebuah ciuman darinya. "Lagi pula
semua yang kukatakan tentang dirimu itu memang benar."
Brynne menjauhkan bibirnya untuk menghindari ciumanku dan
tertawa. "Dasar kau idiot, kurang lebih lima bulan nanti kau tidak
akan bisa menjadi sombong."
"Apa yang akan terjadi pada lima bulan itu?" Tanyaku bingung.
"Sesuatu mengenai wanita hamil yang tidak pernah puas?" Dia
memiringkan kepalanya kesamping dan dengan pelan
menggelengkan kepalanya dari kiri ke kanan. "Hal itu akan sirna.
Sepenuhnya." Kemudian dia membuat gerakan memotong dengan
tangannya. "Pikirkanlah tidak ada seks. Sama sekali. Selama
berbulan-bulan." Well sekarang, gagasan itu sangat tidak menyenangkan... "Tunggu.
Apa kau bercanda" Kau sedang bercanda, kan?"
"Kau seharusnya melihat seperti apa wajahmu sekarang!" Brynne
tertawa lagi padaku, merasa senang karena berhasil membalasku.
Yeah, gadisku memang kompetitif dan dia tidak akan menyerah
tanpa perlawanan. "Seburuk itukah?" Aku berdoa semoga saja apa yang Brynne
katakan tentang tidak ada seks hanya bermaksud untuk membuatku
kesal karena jika benar, hal itu benar-benar akan menjadi suatu
penyiksaan buatku. "Ya." Jawabnya, lalu mengarahkan tangannya kebelakang untuk
mencengkram bokongku. "Dan kau sangat pantas menerimanya,
meskipun aku mencintaimu. Blackstone."
Apakah itu suatu keberuntungan, aku memang bajingan yang
beruntung. "Kau tadi hanya ingin menggodaku tentang sesuatu lima bulan lagi,
iyakan?" Brynne tertawa lagi, tampak puas dan sangat seksi, namun ia tidak
pernah menjawab pertanyaanku.
?"" ?"Tidak, dasar kau bajingan! Aku bilang jangan di videokan!
Jangan direkam!" Teriakan Ethan telah membangunkan aku. Dia bermimpi lagi. Tidakpasti mimpi buruk
lagi. Kata-kata yang ia teriakkan benar-benar membuatku sangat takut.
Dia selalu meneriakkan kata-kata yang sama setiap kali ia
mengalami mimpi buruk. Kata-kata "jangan di videokan" berulangulang di ucapkan
dengan suara memohon. Hal itu membuatku takut
karena dia seakan keluar dari dirinya ketika ia mengalami mimpi
buruk. Dia berubah menjadi orang lain-orang asing.
Aku tahu mimpi buruknya berkaitan dengan sesuatu dari masa
lalunya ketika ia ikut perang, orang-orang Afghanistan
menjadikannya sebagai tahanan. Meskipun Ethan tidak pernah
membicarakan masalah itu denganku. Aku tahu hal itu sangat
mengerikan. Tampak sangat jelas.
"Ethan, kau harus bangun." Aku mencoba membangunkannya
selembut mungkin namun dia bergerak tidak karuan, kemana-mana,
seperti berada di dunia lain, sangat sulit untuk diraih.
"Dia sudah meninggal...OH Tuhan! Seorang bayi! Hanya bayi
yang sangat kecil, kau bajingan brengsek!"
"Ethan?" Aku kembali mengguncangkan tubuhnya, mengusapkan
tanganku dengan keras di lengannya dan lehernya.
"Tidak! Kau tidak boleh melakukan
ini...Tidak...tidak...tidak...kumohon jangan... -jangan - janganmereka tidak
boleh melihatku mati di video."
"Ethan!" Aku sedikit memukul rahangnya, berharap semoga
sengatan pukulanku bisa membangunkan dia dari mimpi buruknya.
Matanya terbuka, liar dan ketakutan, tiba-tiba dia bangun dari tempat
tidur. Dia diam sambil membungkuk disana, dadanya naik-turun saat
menarik napas panjang mengambil udara, kepalanya di lututnya.
Aku menempatkan tanganku di punggungnya. Dia tersentak karena
sentuhanku namun aku tetap menempatkan telapak tanganku disana.
Napasnya semakin berat dan ia tidak mengatakan apapun kepadaku.
Aku tak tahu apa yang harus aku katakan kepadanya.
"Bicaralah padaku," aku berbisik di belakangnya.
Ethan bangkit dari tempat tidur dan mulai berpakaian - mengenakan
t-shirt dan celana training.
"Apa yang kau lakukan?"
"Aku ingin keluar sekarang." jawabnya pelan.
"Keluar" Tapi di luar sangat dingin. Ethan, tinggallah disini
bersamaku dan berbicara tentang hal ini. Kau harus bicara
denganku!" Aku memohon padanya.
Ethan bertingkah seolah ia bahkan tidak mendengar kata-kataku, tapi
aku rasa ia mendengarku, karena ia menuju ketempat dimana aku
Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
duduk di atas tempat tidur dan menyentuh kepalaku. Sangat lembut
dan hanya sebentar, namun aku bisa merasakan ia gemetaran.
Tangannya sangat gemetar dan ia terlihat begitu tersesat. Aku
mengangkat tanganku keatas untuk meraih tangannya, namun ia
menjauhkan tangannya dari jangkauanku. Kemudian berjalan keluar
dari kamar tidur. "Ethan!" Aku berteriak memanggilnya. "Kau mau kemana" Kembali
kesini dan bicara padaku!"
Dia hanya diam. Aku berbaring sejenak di tempat tidur dan mencoba untuk
memutuskan apa yang harus kulakukan. Sebagian dari diriku ingin
menghadapi dia dan memaksanya untuk berbagi denganku, tapi
bagian lain dari diriku takut setengah mati untuk melakukan hal itu.
Bagaimana jika aku menyebabkan dia semakin terluka dan
menderita, atau membuat keadaannya menjadi lebih buruk" Ethan
membutuhkan bantuan profesional untuk menangani hal ini. Jika dia
pernah ditangkap dan disiksa selama di militer, kemungkinan besar
Ethan menderita stres pasca-trauma yang akut. Aku seharusnya tahu
tentang hal itu. Aku telah mengambil keputusan dan mengenakan celana legging
dan sweater untuk mencari Ethan. Seharusnya aku tidak terkejut
melihat dimana ia berada. Ethan berkata jujur padaku. Dia berada di
luar. Menghisap rokok kreteknya.
Aku berdiri dari balik kaca dan sejenak mengawasinya. Berbaring di
kursi panjang, kakinya yang telanjang menggantung di ujung kursi
karena dia sangat tinggi, gulungan asap melingkar dan melayang di
atasnya, cahaya lampu kota yang ada di hadapannya menciptakan
kilauan di sekitar tubuhnya.
Aku tidak terganggu ia merokok, sungguh; tidak pernah
mempermasalahkannya. Aku menyukai aroma dari merk rokok yang
ia pilih dan Ethan hampir tidak pernah terasa seperti bau rokok. Dia
seorang yang fanatik menggosok gigi dan selalu terasa seperti mint
dan aku menyukai rasanya, namun aroma rempah-rempah melekat
pada dirinya dan aku bisa tahu kapan ia telah menikmati rokok
kreteknya. Meskipun merk rokoknya bukan merk yang umum Djarum black. Tembakaudicampur dengan cengkeh, di impor dari
Indonesia. Aku masih tidak mengerti mengapa ia merokok beraroma
cengkeh, Ethan tidak mau bercerita banyak mengenai rokoknya atau tempat
tergelapnya padaku. Saat ini Ethanku pasti berada di tempat tergelapnya, dan melihatnya
seperti itu benar-benar menghancurkan hatiku. Aku menggeser pintu
untuk membukanya lalu melangkah keluar.
Dia tidak menyadari kehadiranku sampai aku duduk di sampingnya
di kursi panjang yang lainnya.
"Kembali ke tempat tidur, Brynne."
"Tapi aku ingin bersamamu."
"Tidak. Kembalilah kedalam. Asap rokok tidak baik untukmu dan
bayi kita." Suaranya terdengar begitu mengerikan hingga
membuatku takut. "Itu juga tidak baik untukmu," Jawabku tegas, "Jika kau tidak
menginginkan aku disini denganmu, matikan saja rokokmu dan
kembalilah ke dalam dan bicaralah padaku. Kita harus
membicarakannya, Ethan."
"Tidak." Ethan menyangkal dengan menggelengkan kepalanya dan
kembali menghisap rokoknya dalam-dalam.
Seperti ada tali menyentak di dalam diriku dan aku menjadi marah,
tapi aku harus melakukan sesuatu untuk mendapatkan perhatiannya,
saat ini Ethan terasa begitu jauh dariku. "Ini seperti omong kosong,
Ethan. Kau butuh bantuan untuk mimpi burukmu ini. Lihatlah apa
yang sudah dilakukan mimpi buruk itu pada dirimu!"
Ethan tidak mengatakan apapun, kebisuan diantara kami seolah
berteriak melawan keheningan malam di kota ini.
"Jika kau tak mau membicarakan masalah ini denganku, maka kau
harus mencari seorang terapis atau suatu kelompok atau apapun itu
untuk membantumu menghadapi semua ini." Masih tidak ada
reaksinya, ia hanya merokok. Warna kemerahan di ujung batang
rokok Djarum black-nya terbakar di kegelapan dan aku masih belum
mendapat perhatian dari Ethan.
"Kenapa kau tidak menjawabku" Aku mencintaimu dan aku ada
disini untukmu, kau bahkan tidak mau mengatakan padaku kenapa
kau merokok cengkeh, apa lagi yang telah mereka lakukan padamu
di Afghanistan." Aku mencondongkan tubuhku lebih dekat
kearahnya. "Apa yang telah terjadi padamu disana, Ethan?"
Aku bisa mendengar kepanikan dalam suaraku, dan aku tahu
sebentar lagi aku akan menangis. Sikap Ethan sangat menyakiti aku
dan membuatku merasa seperti aku bukan orang yang cukup penting
baginya untuk berbagi agar dia bisa melewati ketakutan terbesarnya
bersamaku. Ethan sudah mengetahui semua rahasia keburukanku
dan ia mengatakan semua itu tidak penting baginya. Bukankah dia
tahu aku akan berjalan melewati api untuknya" Aku akan melakukan
apapun untuk membantunya ketika ia membutuhkan aku.
Dengan hati-hati Ethan mematikan rokok yang sudah di hisapnya,
menggunakan asbak yang terletak di samping kursi. Dia melipat
tangannya di pangkuannya, matanya menatap kota. Sekalipun ia tak
pernah menatapku saat ia mulai berbicara dengan suara lembut.
"Aku merokok cengkeh karena semua penjagaku merokok itu.
Lintingan rokok dari tembakau berbumbu rempah berbau sangat
enak dan itu membuatku hampir kehilangan akal sehatku. Aku
sangat menginginkannya. Aku hampir menjadi gila karena
menginginkannya." Aku membeku dalam dinginnya udara malam, mendengarkan Ethan,
hatiku terluka mendengar setiap kata yang keluar dari mulutnya.
"Kemudian...pada- pada ha- hari saat mereka akan mengeksekusi
aku, terjadi suatu keajaiban...dan aku terhindar. Pedang mereka yang
tajam tidak mengenai leherku." Suaranya terbata-bata.
"Pedang?" Aku mengerti pembicaraan ini akan kemana, tapi aku
terlalu takut bahkan berpikir tentang apa yang mungkin dilakukan
Ethan untuk mencobamenjelaskannya kepadaku.
"Yeah. Mereka ingin membuat rekaman video saat memenggal
kepalaku dan ingin menunjukkan video itu ke seluruh dunia,"
suaranya begitu lembut namun setiap kata yang keluar dari mulutnya
terdengar sangat keras. Ya tuhan! Pantas saja Ethan mengalami mimpi buruk. Aku bahkan
tidak bisa membayangkan siksaan fisik yang ia alami saat mereka
menyiksanya, namun penyiksaan secara emosional yang mereka
lakukan agar dia percaya dengan apa yang akan mereka lakukan
padanya pasti sangat buruk. Aku tidak bisa menahan napas tajam
karena syok yang lolos dari mulutku, aku sangat ingin
menghentikannya, namun ia terus melanjutkan ceritanya.
"Apa kau ingin tahu apa yang pertama kali aku minta?"
"Katakan padaku."
"Aku berjalan keluar dari ruang selku, tidak begitu yakin apakah aku
benar-benar masih hidup, atau sudah mati masuk neraka. Seorang
marinir AS menemukan aku, ia terkejut melihat aku melangkah
keluar dari reruntuhan bangunan penjara dan masih bisa bernapas.
Dia bertanya padaku apa aku baik-baik saja. Aku mengatakan
padanya aku ingin sebatang rokok kretek."
"Oh, sayang." "Aku masih hidup, bisa kau lihat, kan. Aku hidup dan akhirnya bisa
menghisap lintingan rokok kretek satu-satunya yang sudah
membuatku gila selama berminggu-minggu. Sekarang aku
menghisap rokok itu . . . karena . . . aku merasa dengan cara itu bisa
membantuku menyadari bahwa aku benar-benar masih hidup."
Dengan susah payah ia menelan ludahnya. "Semua itu seperti beban
yang menyebalkan." "Oh, Ethan..." Aku pindah dari kursi panjang dan menempatkan
tanganku disekelilingnya, namun ia mendorongku kebelakang.
"Jangan," katanya, sambil menahan tangannya ke atas untuk
membuatku tetap menjaga jarak. Tampaknya ia begitu sangat jauh
dariku sekarang - tidak terjangkau. Aku ingin menangis, tapi tahu hal
itu hanya akan membuatnya semakin sulit, dan aku juga tidak ingin
menyebabkan ia menjadi lebih stres dari apa yang sudah dia alami
sekarang. "Kembalilah ke dalam, Brynne. Aku tak ingin kau di luar sini
denganku sekarang. Ini tak baik untukmu. Aku tidak...baik...berada
didekatmu...Aku ingin sendirian."
"Kau mengusirku?"
Perlahan ia menyalakan rokok kretek yang lainnya, nyala api dari
pemantik korek apinya bersinar terang saat tembakaunya disulut.
"Kembalilah ketempat tidur, sayang. Aku mencintaimu, tapi saat ini
aku membutuhkan waktu untuk sendirian."
Aku merasakan sesuatu yang lain dari dirinya. Aku tidak bisa
mempercayainya, namun aku bersumpah aku bisa membaca dirinya
dengan benar. Entah bagamana Ethan takut akan melakukan sesuatu
yang bisa menyakiti aku dan itulah alasannya mengapa ia
memintaku untuk meninggalkannya sendirian.
Aku menuruti keinginan Ethan walaupun membuat hatiku terluka
saat melakukannya. ?"" Bab 21 "Aku mengusap foto Brynne yang berada dalam bingkai di atas
mejaku. Salah satu foto dirinya yang aku ambil dengan
menggunakan kamera ponselku ketika pertama kalinya ia
menunjukkan padaku lukisan Lady Percival di Rothvale. Dia tampak
begitu bahagia dan terlihat cantik. Tadi malam dia terlihat tidak
bahagia. Tentu tidak, aku telah menakutinya dan membuat keadaan
menjadi lebih buruk dengan menyuruhnya pergi saat ia mencoba
untuk meraihku. ...Ya Tuhan, aku telah menyakitinya. Aku mencoba membayangkan
bagaimana jika aku bertukar tempat dengan dirinya. Bagaimana jika
dia menyuruhku pergi setelah dia mengalami mimpi buruk dan
menolak saat aku ingin membuatnya merasa lebih baik" Aku sudah
pernah mengalami itu sebelumnya, dan itu sangat menyebalkan.
Rasanya sangat menyakitkan, sama seperti yang telah aku lakukan
padanya. Namun, tadi malam aku merasa ketakutan dengan apa yang akan aku
lakukan terhadap dirinya jika dia menyentuhkulebih mendalam. Apa
yang terjadi ketika aku terbangun dari satu-satunya mimpi burukku
itu beberapa waktu yang lalu" Ya...bukan hal yang baik. Aku
mengalihkan ketakutanku dengan menyetubuhinya dengan kerassecara harfiah.
Menggunakan seks dan Brynne, sampai ke tingkat
yang bisa mengeluarkan aku menuju suatu tempat dimana aku bisa
saja jatuh lagi ke tempat menyeramkan yang aku alami di dalam
mimpiku. Brynne tidak mengerti bagaimana aku seakan berjalan di
pinggiran pisau cukur pada saat itu. Aku tidak bisa mempercayai
diriku sendiri saat aku bersamanya. Bagaimana jika aku
menyakitinya atau bertindak terlalu jauh dengan melakukan seks"
Saat ini ia sedang hamil dan rapuh. Aku hanya tidak bisa mengambil
resiko apa yang mungkin aku lakukan.
Suatu hal yang sangat sulit saat aku memintanya masuk kembali
kedalam ketika dia ingin menemaniku dan mendengarkan ceritaku.
Dia mencoba untuk memelukku, namun aku menolaknya. Aku
bahkan tidak mau melihat wajahnya, karena jika aku melihat
wajahnya, aku pasti akan menyerah. Aku tidak mempunyai cukup
kekuatan jika itu menyangkut Brynne.
Untuk menjaga diriku agar tidak menyentuhnya saat aku masuk
kembali ke dalam, aku menghabiskan sisa malamku dengan tidur di
sofa. Aku tidak bisa mempercayai diriku untuk kembali ke tempat
tidur dengannya. Aroma tubuhnya akan tercium oleh hidungku,
mendengar suara napasnya di sampingku, jelas membuat aku
menginginkan dirinya dan terkubur sangat dalam dan mencoba
untuk tersesat di dalam dirinya. Brynne adalah surgaku. Aku akan
mencari surgaku tanpa henti. Aku cukup baik mengenal diriku
sendiri. Bagaimanapun juga dia benar. Tentang banyak hal, apalagi mengenai
kekacauan yang terjadi tadi malam, nasehatnya sangat tepat. Aku
membutuhkan bantuan. Ada tempat yang bisa aku datangi untuk
terapi. Banyak prajurit yang pulang dari medan perang membawa
masalah beserta beban emosional saat mereka disana. Aku hanyalah
berada di antrian sialan panjang dari orang lain sebelum aku. Aku
menyadarinya. Aku tidak ingin berurusan denganketakutan itu, tapi
aku tahu aku harus menghadapinya. Prioritas paling penting yang
ada di dalam gambaran itu adalah kehidupanku saat ini. Aku
sekarang memiliki Brynne. Kami mempunyai seorang bayi yang
masih di dalam kandungannya. Tidak satupun dari mereka berdua
membutuhkan aku dengan mimpi burukku yang meneror kedamaian
malam mereka. Aku harus bertanya pada diriku sendiri. Mengapa tiba-tiba aku harus
kembali ke masa yang kelam itu dan begitu terlihat jelas di alam
bawah sadarku" Mungkinkah situasi yang di alami Brynne sekarang
bisa memicu kenangan yang sudah tersimpan lama ketika aku
menjadi tahanan perang dan membawa ingatan itu kembali ke
kehidupanku saat ini" Brengsek... sebuah pemikiran yang sangat
menyakitkan, namun bisa saja benar.
Malam ini aku akan menebus kesalahanku kepadanya. Memberinya
bunga, mengajaknya makan malam, bersikap romantis - benar-benar
jujur menceritakan bahwa aku pernah berada di neraka dan
bagaimana aku bisa keluar dari sana. Dia berhak tahu segalanya, dan
aku yakin ia cukup kuat menangani hal itu. Aku mendapat bonus
dukungan dari dia dalam memikul beban emosionalku. Ini adalah
salah satu aspek dari hubungan yang serius. Dia sudah berbagi
tentang semua hal mengenai dirinya denganku. Kenapa aku tidak
bisa melakukan hal yang sama" Karena kau seorang bajingan yang
kurang berpikir sepanjang waktu dan kau harus merubahnya.
Brynne tidak suka saat aku menyembunyikan sesuatu darinya. Aku
sudah belajar langsung bahwa Brynne adalah wanita yang sangat
kuat, dengan keinginannya untuk berjuang sudah tertanam di dalam
dirinya. Dia bukan seorang pengecut, dan tidak akan menyerah tanpa
memberikan semua perlawanannya. Gadisku sudah pernah
menghadapi ketakutan yang ada di depannya. Seharusnya aku
mencontohnya dan melakukan hal yang sama. Sudah waktunya aku
menyetujui untuk mencari bantuan dari seorang profesional dan
mencoba mempercayai orang lain untuk berbagi beban dari
ketakutanku itu. Brynne akan berada disana untuk membantuku
melaluinya, dan aku tidak mau berada di tangan yang lebih baik
daripada tangan Brynne. Brynne pasti akan menyajikan pantatku diatas piring perak untukku
(minta penjelasan dari aku) dan aku harus siap menjelaskan semua
yang terjadi tadi malam saat aku tiba di rumah. Bagaimanapun juga,
Brynne tidak akan membiarkan masalah ini pergi begitu saja. Aku
menyeringai saat membayangkan bagaimana reaksinya tadi malam.
Dia tampak cantik seperti biasanya dengan matanya yang menyala,
berkacak pinggang, siap bertengkar, dan penuh amarah. Aku sangat
menantikan untuk melihat perubahan sikapnya saat aku datang
dengan membawa hadiah serta mengakui kesalahanku, dimana
akhirnya aku siap untuk berbagi dengannya tentang iblis tergelap
yang menghuni tempat tak terjamah di dalam jiwaku.Dan bagaimana
dia akan memberikan penghargaan untuk semua itu, setelah itu . . .
Aku harus segera melakukan panggilan telepon untuk membuat dan
merencanakan hal itu. Waktu berjalan sangat cepat dan tidak ada
Eyes Wide Open The Blackstone Affair 3 Karya Raine Miller di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
waktu untuk duduk melamun atas penyesalan yang tidak dapat
diperbaiki. Pertama-tama aku mengirimkan sms pada Brynne :
Aku mencintaimu. Maafkan aku atas kejadian semalam. Aku
akan memperbaiki kesalahanku, ok" Peluk cium dariku.
Aku menelepon kakakku di Somerset dan menunggu panggilanku
tersambung. "Dik, kau menelepon pada saat yang tepat. Aku baru saja mendapat
kunjungan dari Mr. Simms, dan dia membawa beberapa dokumen
yang harus kau tanda tangani."
"Sambutan berita yang sangat menyenangkan. Aku akan meminta
Frances untuk meluangkan waktunya satu malam agar ia
membantumu dan kita akan melakukannya dengan cara seperti itu."
"Tentu saja, kurasa ide yang paling mengagumkan, E."
Aku menyeringai di tempat dudukku. "Aku juga berpikir seperti itu.
Bagaimana menurut, apakah mungkin itu bisa dilakukan dalam
waktu yang singkat?"
"Well, waktunya sangat pendek, tapi kurasa itu bisa dilakukanwalaupun tidak
semuanya, ingat itu, tapi untuk menjalankan rencana
yang kamu inginkan, aku rasa bisa."
"Bagus. Maksudku, aku benar-benar percaya padamu, Han. Lakukan
saja yang terbaik." "Kapan kau bisa datang kesini" Pada akhirnya kau harus melihat
dengan matamu sendiri."
"Benar. Aku tidak bisa berbuat apa-apa sampai upacara penutupan,
tapi begitu semuanya telah selesai, aku akan menyempatkan
waktuku untuk melakukan perjalanan singkat kesana.... Entah
bagaimana caranya." ?"" Aku mencium pipi Benny dan memeluknya dengan erat. Kemudian
aku kembali melihat hasil gambar di layar. "Ya Tuhan. Aku
menyukai semua hasilnya, Ben. Aku tidak bisa memilih."
Ben tertawa dengan lembut. "Ethan juga akan berpikir foto-foto itu
begitu cantik, Bree. Semuanya. Foto-foto itu memang
mengagumkan." "Terima kasih banyak kau mau melakukan semua ini untukku tanpa
direncanakan terlebih dahulu. Ide itu tiba-tiba datang padaku setelah.
. . kejadian waktu itu...dan aku ingin melakukan pemotretan ini
untuk Ethan. Tidak seorangpun akan melihat foto-foto ini kecuali
kita." Aku menyentuh pipinya. "Terima kasih karena kau membuat
semuanya menjadi terwujud, sayang, temanku yang menakjubkan."
Ben tersenyum dengan tulus kepadaku - Aku bisa melihat Ben
merasa tersentuh saat aku memintanya untuk mengambil foto spesial
dari diriku. Foto-foto yang memang sangat istimewa. Hanya diriku
dan kerudung pernikahanku. Dan hanya Ethan yang melihatnya.
Ethan...yeah. Kami belum berbicara tentang apa yang terjadi
Kisah Sepasang Bayangan Dewa 9 Wiro Sableng 092 Asmara Darah Tua Gila Utusan Siluman Tujuh Nyawa 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama