Fallen Too Far Karya Abbi Glines Bagian 3
"Kau ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi" Semua yang
membuatku seperti ini adalah kau Rush. Semua karena kau." Aku
berteriak padanya, kemudian langsung pergi meninggalkan nya
menuju tempat parkir. Sebuah tangan kuat tiba-tiba membungkus sekeliling lengan ku dan
aku berusaha keras untuk melepaskannya tapi sia-sia saja. Rush
dengan kuat menahanku seakan dia tidak ingin membiarkanku
pergi. "Apa maksud semua ini, Blaire?" tanyanya, menarik ku hingga aku
membentur dadanya. Aku menggeliat dalam pegangannya dan berusaha melawan untuk
dapat berteriak. Aku benci mengetahui diriku bahwa dengan
mencium aromanya saja, membuat jantungku berdegup kencang
dan tubuh ku terasa berdenyut. Aku ingin dia menjauh dariku.
Tidak menebarkan kehangatan aroma tubuhnya pada diriku.
"Biarkan. Aku. Pergi." Aku memohon kepadanya.
"Tidak sampai kau memberitahuku apa masalahmu," jawabnya
marah. Aku menepis tangannya tapi dia tidak bergeming sedikitpun. Ini
sangat tidak masuk akal. Dia tidak ingin mendengar apa yang aku
katakan. Kenyataan itu membuat ku ingin mengatakan nya.
Sesuatu yang akan ku katakan mungkin akan membuatnya
terganggu. Merusak semua rencananya untuk menjadi sahabat
yang baik. "Aku tidak suka kau menyentuh wanita lain. Dan saat pria lain
meraba-raba pantatku, aku sangat membencinya. Aku ingin kau
yang melakukannya. Sangat ingin kau menyentuhku disana. tapi
kau tidak menginginkannya dan sekarang aku sudah mengerti
untuk hal itu. Sekarang, tolong biarkan aku pergi!" Aku mencoba
untuk melepaskan diri ku dan menuju ke Range Rover nya. Aku
tidak bisa menahannya sampai nanti dia mengajak ku untuk
pulang kerumah. Air mata terus mengalir dan aku berlari lebih kencang. Saat aku
sampai di Range Rover nya aku menuju ke samping dan bersandar
di sana, menutup mataku. Aku baru saja bilang pada Rush untuk
meraba pantat ku. Betapa bodohnya aku. Dia bahkan memberikan ku
pinjaman kamar. Membiarkan ku tinggal disana hingga ayah ku
pulang jadi aku bisa menyimpan uang ku dan sekarang aku malah
memberikannya alasan untuk bisa mengusir ku dari rumah nya.
Terdengar suara 'click' pintu dari Range Rover dan saat aku
membuka mataku aku melihat Rush melangkah ke arah ku. Dia
mungkin akan membawaku pulang lalu mengusir ku begitu saja. Dia
berhenti disamping ku dan dengan kasar membuka pintunya.
Dia menemukan ku di belakang. Sangat memalukan.
"Masuk atau aku akan menyeret mu untuk masuk ke dalam," geram
nya. Aku masuk ke tempat duduk belakang sebelum dia mencoba untuk
menyeret ku masuk ke dalam. Tetapi dia tidak membanting pintu di
belakang ku. Dia malah menindih ku.
"Apa yang kau lakukan?" tanya ku, sebelum dia semakin menekan
tubuh ku pada kursi kemudian mulut nya sudah berada di mulut ku.
Aku membuka mulut ku untuk membiarkan lidah nya menjelajahi
ku. Jentikan pircing lidah nya di dalam mulut ku sangat
menyenangkan. Malam ini, rasa mint dari dalam mulutnya tidak
tercampur dengan rasa lain. Aku bisa mencecap nya untuk beberapa
lama dan itu sama sekali tidak membosankan.
Kedua tangan nya mencari-cari pinggang ku dan dia menggeser ku
sehingga satu kaki ku berada di atas kursi dengan posisi tertekuk
dan satu lagi tetap berada di lantai. Dia melebarkan kaki ku hingga
terbuka lebar dan memposisikan dirinya berada diantara kakiku.
Mulutnya meninggalkan mulutku dan menjelajah lapar menciumi
leher ku. Dia menggigit kecil bagian bahuku yang telanjang
menyebabkan kegembiraan melanda ku.
Kedua tangannya menemukan celah bajuku yang sudah terbuka
sebagian. "Lepaskan pakaianmu." Ucapnya saat dia dengan cepat
melepaskan baju melalui kepalaku kemudian melemparnya begitu
saja kearah jok depan tanpa sekalipun melepaskan tatapan dari
dadaku. "Aku ingin kau melepas semuanya, Blaire yang manis." Dia
meraih kebelakang tubuh ku dengan satu tangan dan dia menarik
lepas ikatan bra dalam waktu kurang dari satu detik. Dia
menurunkan bra melalui tanganku kemudian membuangnya ke jok
depan dengan kausku. "Inilah alasanku menjaga jarak darimu. Ini, Blaire. Aku tidak ingin
menghentikan nya.Tidak sekarang." Dia menundukkan kepala nya
dan meraih puting ku lalu membawa kedalam mulutnya. Dia
menghisap nya keras dan ledakan basah melanda di antara paha ku.
Aku berteriak, meraih kedua bahunya lalu meremasnya.
Aku melihat saat dia menusuk kan lidah nya dan merasakan barbel
logam di kulit ku. "Rasanya seperti permen. Para wanita tidak
seharusnya memiliki rasa seperti ini. Terlalu berbahaya," bisiknya di
kulitku, kemudian hidungnya bermain-main dicelah dada sambil
menghirup keras. "Dan aromamu luar biasa."
Mulutnya sekali lagi berada didalam mulutku sedangkan tangannya
yang besar sepenuhnya membungkus dadaku dan meremasnya
dengan lembut lalu menyentak kan puting ku . Aku ingin merasakan
lebih. Aku menjalankan tanganku ke dada nya,menyelipkan tangan
ku di bawah kaus nya. Aku akan menatap dada nya lama untuk
mengetahui seperti apa bentuk nya. Sekarang aku ingin tahu
bagaimana rasa nya di bawah tangan ku. Kulit hangat yang menutupi
otot keras nya begitu lembut. Aku tidak berjanji bahwa hal ini akan
menjadi sesuatu yang lebih dari sekedar kegiatan sesaat dan aku
ingin merasakan semuanya.
Rush meraih ke belakang dengan satu tangan dan menarik
pakaiannya lepas, melemparnya begitu saja kesamping lalu kembali
untuk melumat bibirku dengan bibirnya. Aku melengkungkan
tubuhku mendekat pada nya.Aku tidak pernah telanjang dada dengan
seorang pria. Aku ingin merasakan dadanya yang telanjang pada
tubuhku. Sepertinya dia tahu apa yang aku inginkan, dia
membungkus ku lebih erat dalam pelukan nya dan menarik ku
padanya . Rasa basah - bekas mulutnya yang mengeksplorasi
dadaku - yang dia tinggalkan terasa dingin tapi kehangatan yang
berasal dari kulitnya mengejutkanku.
Aku mengerang dan menariknya mendekat,takut dia akan menjauh.
Aku telah mendapat kan apa yang aku inginkan sejak aku melihat
dia dan gadis itu di beranda. Sekarang dia berada diantara kedua
kakiku. Ini adalah fantasiku.
"Blaire yang manis," bisiknya, menarik bibir bawah ku ke dalam
mulutnya lalu menghisapnya.
Aku bergeser ke bawahnya agar semakin merasakan bagian pribadi
nya yang mengeras diantara kedua kakiku. Aku berdenyut-denyut
dan ingin sekali merasakan ereksinya pada ku. Rush menyelipkan
tangannya ke bawah untuk membelai lututku dan kemudian mulai
menjalankan tangannya naik menuju paha bagian dalamku. Aku
membiarkan kakiku terbuka lebar, menginginkan dia lebih dekat
lagi. Rasa sakit menjadi lebih kuat dan gambaran tangan nya berada
hampir dekat dengan pusat denyutan ku membuatku pusing.
Saat jari-jarinya berjalan di sekitar pinggir celana sutraku, aku
tersentak dan mendesah. "Santai. Aku hanya ingin melihat betapa
manis nya di ujung tubuhmu," ucap Rush parau. Aku mencoba
mengangguk tapi aku tidak bisa mengingat apapun selain bernafas.
Aku menatap mata abu-abu milik Rush yang terlihat seperti sinar
yang berkabut. Dia tidak berpaling saat tangannya mulai menyelinap
ke dalam tepi celana berendaku.
"Rush," bisikku, meremas bahu Rush sambil terus menatapnya.
"Shhh, tidak apa-apa," jawabnya. Aku tidak takut. Dia mencoba
untuk meredakan rasa takut ku tapi sia-sia saja. Kebahagiaan dan
kebutuhan yang terlalu besar. Aku butuh dia bergegas. Sesuatu
sedang terbentuk di dalam diri ku dan aku ingin cepat-cepat untuk
meraih nya. Rasa ingin mencakar sesuatu muncul didalam diriku.
Rush membenamkan kepalanya di dalam leher ku dan melenguh
panjang. "Ini terlalu banyak," erangnya. Aku mencoba membuka
mulut ku dan memohon padanya agar tidak berhenti. Aku
membutuhkannya. Aku ingin pelepasan itu aku tahu aku akan segera
datang. Jarinya meluncur masuk ke dalam pusat ku yang basah dan jari-jari
kaki ku seketika melengkung saat tubuhku melengkung tak
terkendali. Lalu jarinya semakin masuk kedalam. Perlahan. Aku
membeku, khawatir terhadap apa yang aku rasakan. Ketebalan dari
jari-jarinya mendorong lebih jauh di dalam tubuh ku dan aku ingin
meraih tangannya dan mendorong nya lebih keras. Ini sangat nikmat.
Terlalu nikmat. "Sialan. Kau begitu nikmat. Basah, panas...benar-benar panas. Dan
Tuhan, kau begitu ketat." Nafas Rush terasa berat di leherku saat dia
mengucapkan kata-kata yang membuatku semakin ingin lebih.
Semakin nakal kata-kata Rush, tubuhku semakin meresponnya
dengan baik. "Aku mohon, Rush," Pintaku, melawan dorongan untuk meraih
tangannya dan memaksa dia untuk membawaku secepatnya keluar
dari denyutan di bawah sentuhannya. "Aku butuh..." Aku tidak tahu
apa yang aku butuhkan. Aku hanya membutuhkannya.
Rush mengangkat kepalanya dan menjalankan hidung nya
disepanjang leherku lalu menekankan ciuman di dagu ku. "Aku tahu
apa yang kau butuhkan. Aku hanya tidak yakin aku bisa
mengatasinya saat aku melihat kau mendapatkannya. Kau
membuatku ingin melakukan segalanya padamu,sayang. Aku
mencoba untuk menjadi pria baik-baik. Dan aku tidak ingin
kehilangan kendali di belakang mobil sialan ini."
Aku menggelengkan kepalaku. Dia tidak boleh berhenti. Aku juga
tidak ingin dia menjadi pria baik-baik. Aku ingin dia berada didalam
diriku. Sekarang. "Kumohon,Kau tidak perlu menjadi
baik.kumohon," pintaku.
Rush mengembuskan napas kasar, "Sialan,sayang. Hentikan itu. Aku
bisa meledak sekarang juga. Aku akan membiarkan mu klimaks tapi
saat aku akhirnya aku akan tenggelam di dalam diri mu untuk
pertama kalinya kau tidak akan tergelak di belakang mobil ku.Kau
akan berada di ranjang ku."
Tangan nya bergerak sebelum aku bisa meresponnya dan mataku
berputar. "Itu dia. Datanglah untukku, Blaire manis. Datanglah di
tangan ku dan aku ingin merasakannya. Aku ingin melihatmu
klimaks." Kata-katanya membuatku terasa berputar di tepi tebing
yang berusaha keras untuk kucapai.
"RUUUUUUSH!" Aku mendengar teriakan keras dari suaraku
sendiri saat aku sepenuhnya tenggelam dalam kenikmatan. Aku tahu
aku menangis untuknya, meneriakkan namanya bahkan
mencakarnya tapi aku benar-benar tidak bisa mengendalikan
diriku.Kegembiraan ini luar biasa.
"Ahhhh, yeah. Itu dia. Sialan. Kau sangat cantik." Aku menyadari
kata-kata Rush tapi rasa nya begitu jauh. Aku lemas dan terengahengah saat
kesadaran meligkupiku. Aku memaksa mataku untuk terbuka, jadi aku bisa melihat apa yang
telah Rush lakukan dari reaksi terliar ku yang aku tahu itu adalah
orgasme pertamaku. Aku banyak mendengar tentang apa itu orgasme
tapi aku tidak pernah sekalipun mencoba untuk mendapatkannya.
Aku yakin aku pernah mencobanya beberapa kali tapi aku tidak
memiliki banyak fantasi untuk mendapatkannya. Tapi setelah malam
ini, hal ini tidak akan menjadi masalah lagi bagiku. Rush telah
memberikanku gambaran fantasi yang menyenangkan untuk bisa
mendapatkannya dan bahkan dia masih menggunakan celana
jeansnya. Aku melihat Rush yang juga menatapku dengan jarinya di dalam
mulut nya. Butuh beberapa saat untuk untuk mengerti persis seperti
apa jari-jari itu. Aku terkesiap setelah menyadarinya, membuat Rush
tertawa saat dia menarik keluar jari-jari itu dari dalam mulutnya lalu
tersenyum. "Memang benar. Kau terasa manis di dalam sama seperti
bagian tubuhmu yang lain."
Mungkin jika aku tidak klimaks, aku tidak akan memerah malu
seperti sekarang ini. Dari semua hal yang bisa aku lakukan, aku
hanya bisa menutup mataku erat-erat. Suara tawa Rush terdengar
kencang. "Ayolah,Blaire yang manis. Kau baru saja klimaks dengan
cara yang liar dan seksi di tangan ku dan bahkan meninggalkan
beberapa bukti cakaran di punggung ku. Jadi, jangan merasa malu
padaku sekarang. Karena sayang, sebelum malam ini berakhir kau
akan telanjang diatas ranjang ku."
Aku mengintip kearahnya, berharap aku mendengar nya dengan
baik. Aku ingin lebih. Benar-benar lebih.
"Kau berpakaian lah dulu sementara aku akan mencari Bethy dan
melihat apakah dia butuh tumpangan atau dia sudah menemukan
seorang koboi untuk mengantarnya pulang."
Aku menggeliat dan mencoba mengangguk. "Okay."
"Jika aku tidak merasa sekeras ini sekarang aku pastikan bahwa kita
akan diam lebih lama disini dan aku menikmati mata mengantukmu
sehabis orgasme. Aku suka mengetahui kalau aku yang
menyebabkannya. Aku benar-benar membutuhkan lebih dari ini."
*** Bab 15 Rush tidak berbohong saat dia mengatakan kalau dia ingin aku
berpakaian lagi. Dia mengambil bra-ku lalu mengaitkannya kembali
di punggung ku, dia juga meninggalkan kecupan kecil di bahu ku
sebelum menyelipkan pakaianku melalui kepala.
"Aku lebih suka kau disini sementara aku pergi mencari Bethy. Saat
ini kau menunjukkan ekspresi yang begitu puas di wajahmu dan itu
benar-benar seksi. Aku tidak ingin mengakhirinya dengan
pertengkaran." Pujian lagi. Aku tidak yakin akan terbiasa dengan perlakuannya yang
seperti ini padaku. "Aku datang kesini bersama Bethy karena aku ingin mencoba untuk
menasihati Bethy agar tidak tidur bersama dengan pria yang hanya
menganggapnya sebagai pasangan untuk bersenang-senang saja.
Lalu kau ikut dengan kami, dan sekarang aku disini, duduk di jok
belakang mobilmu. Aku rasa, aku harus menjelaskannya pada
Bethy." Rush tidak menjawab. Dia terlihat memperhatikan ku sejenak tapi
aku tidak bisa membaca ekspresi wajahnya di dalam gelap. "Aku
mencoba untuk mengerti jika kau ingin menasihati nya untuk tidak
melakukan hal itu." Rush menggerakkan tubuhnya kembali kearah
ku dan menyelipkan tangan nya pada rambutku. "Karena aku
merasakannya dan aku tidak ingin berbagi. Ini bukanlah untuk
bersenang-senang. Aku mungkin sedikit ketagihan."
Jantungku berdetak kencang pada tulang rusukku dan aku menarik
nafas dalam-dalam. Wow. Okay. Astaga. Aku mencoba untuk
mengangguk dan Rush merendah kan kepalanya lalu menekan kan
kecupan kecil dibibir ku sebelum memainkan ujung lidahnya di bibir
bawahku. "Mmmmm, yeah. Kau tetap disini. Aku akan mencari
Bethy, membawanya kesini dan berbicara padamu."
Lagi, yang bisa kulakukan hanyalah mengangguk.
Rush menjauh dariku dan keluar dari pintu dan masuk kembali ke
dalam honky-tonk. Sebelum aku bisa menarik nafas.
Dia mungkin berpikir kalau dia juga ketagihan tapi dia sama sekali
tidak tahu apa yang telah di lakukan pada ku. Setidaknya dia dapat
Fallen Too Far Karya Abbi Glines di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berjalan.Aku tidak akan pernah bisa berjalan dengan kedua kaki ku
sesudah nya. Meluruskan posisi dudukku, aku menarik celanaku kembali dan
menutup pintu dengan cepat. Aku harus bangun dan secepat
mungkin pindah ke jok depan tapi aku masih tidak yakin dengan
kakiku. Apakah ini normal" Haruskah seorang pria membuat wanita
merasakan hal yang seperti ini" Atau mungkin ada yang salah
denganku. Tidak seharusnya aku bereaksi seperti ini terhadap
Rush...Atau harus" Ini adalah salah satu saat dimana aku membutuhkan seorang teman
wanita untuk berbagi. Satu-satunya yang aku miliki adalah Bethy
dan aku tidak benar-benar yakin kalau dia bisa memberikanku saran
yang baik kalau menyangkut tentang pria. Aku butuh ibu ku.
Rasa sakit muncul saat aku mengingat ibuku pergi dan yang aku
bisa lakukan setelahnya adalah menutup mataku untuk melawan
semua bayangannya. Aku tidak bisa membiarkan kesedihanku
berlanjut disaat seperti ini.
Pintu terbuka, dan Bethy berdiri disana tersenyum kearahku.
"Baiklah, lihat dirimu. Melakukan sesuatu yang panas di Rosemary,
di jok belakang Range Rovernya. Aku pikir kau menginginkan pria
dengan kerah biru itu." Katanya sedikit menghina
"Naiklah Bethy, sebelum kau terjatuh diatas pantatmu disini," Ucap
Rush di belakangnya. Aku melihatnya dari balik bahu Bethy. Dia
terlihat terganggu. "Aku tidak ingin pergi. Aku suka Earl, atau siapa namanya, Kevin"
Tidak, tunggu, apa yang terjadi dengan Nash" Aku kehilangan pria
itu...Aku pikir," Bethy melantur saat dia berusaha naik ke jok
belakang. "Siapa Earl dan Kevin?" Tanyaku saat dia menggapai sandaran kursi
lalu membanting punggungnya di jok.
"Earl sudah menikah. Dia mengelak, tapi aku tahu kalau dia sudah
menikah. Aku bisa memberitahunya. Pernikahan adalah satu-satunya
yang selalu memiliki aroma dari mereka."
Apa yang sebenarnya sedang dia bicarakan"
Pintu bagian belakang tertutup dan aku baru saja ingin bertanya
lebih padanya saat pintu di sampingku terbuka. Aku menoleh dan
melihat Rush berdiri disana dengan mengulurkan tangan nya untuk
ku genggam. "Jangan menanggapi apapun yang dia katakan. Aku
menemukannya di bar saat dia menyelesaikan gelas tequilla
keenamnya yang dibelikan oleh Earl yang sudah menikah. Dia
mabuk." Ini bukanlah seperti malam yang aku inginkan untuk dilalui. Aku
pikir pria-pria dari tempat asalku berbeda dari pria-pria disini.
Mungkin mereka akan memperlakukannya lebih baik. Tapi dia
memakai celana pendek kulit yang berwarna merah. Aku
menyelipkan tanganku ke Rush lalu dia meremas nya dengan
lembut. "Kau tidak harus memberikannya penjelasan malam ini. Dia
tidak akan mengingatnya besok pagi."
Dia mungkin saja benar. Aku melangkah kearah Range Rover namun
dia menarikku hingga membentur dadanya sebelum aku sempat
menutup pintu mobil dibelakang ku. "Aku ingin merasakan bibirmu
yang manis tapi aku melarang diriku sendiri. Kita harus
mengantarkannya pulang sebelum dia sakit," Ucap Rush bisikan
serak. Aku mengangguk. Aku juga ingin dia menciumku, tapi kami harus
segera mengantarkan Bethy pulang kalau dia tidak ingin jatuh sakit.
Aku mulai bergerak untuk menjauh darinya tapi dia memelukku
semakin erat. "Tapi yang tadi aku katakan, aku bersungguh-sungguh.
Aku ingin kau berada diranjangku malam ini."
Sekali lagi, semua yang aku bisa lakukan untuk saat ini hanya
mengangguk. Aku juga ingin berada diranjangnya. Aku mungkin
akan menjadi sebodoh Bethy yang ingin mendatangi para pria. Rush
membawa ku ke sisi pintu penumpang dan membuka kan pintu
untuk ku. "Persetan dengan persahabatan," gumamnya, meraih
pinggang ku untuk membantu ku naik.
Menyeringai, aku melihatnya berjalan didepan Range Rover lalu
naik. "Seringai itu untuk apa?" Tanyanya, saat dia berada dibelakang
kemudi. Aku mengangkat bahu. "Persetan dengan persahabatan. Itu
membuatku tertawa." Rush terkekeh dan menggelengkan kepalanya sebelum dia
membelokkan Range Rover keluar dari area parkir.
"Aku tahu sesuatu yang tidak kau tahu. Ya, aku tahu. Ya, aku tahu,"
Bethy mulai bernyanyi dengan nada yang dibuat-buat sendiri.
Aku memutar kepalaku untuk melihatnya. Dia tidak tersenyum tapi
kerutan janggal tergambar di wajah nya. "Aku tahu sesuatu,"
bisiknya keras. "Aku mendengarnya," jawabku dan melihat sekilas kearah Rush, tapi
dia tidak menunjukkan wajah geli atau apapun. Dia sama sekali tidak
menyukai Bethy yang mabuk.
"Itu adalah rahasia besar. Salah satu yang besar...dan aku
mengetahuinya. Aku tidak menduganya tapi aku tahu. Aku tahu
sesuatu yang tidak kau tahu. Kau tidak tahu. Kau tidak tahu," Bethy
mulai bernyanyi lagi. Aku ingin bertanya kepadanya apa yang sebenarnya dia ketahui
tentang sesuatu tapi Rush menyelanya dan berbicara lebih dulu.
"Cukup Bethy." Peringatan Rush terdengar sangat jelas. Aku bahkan
bergetar karena mendengar nada kaku dari suaranya.
Bethy mengatupkan bibirnya bersamaan dan bertingkah seperti dia
menguncinya lalu kunci itu dibuang jauh-jauh.
Aku memutar kembali kepalaku, menganggap kalau dia tidak tahu
apa-apa tentang sesuatu yang sangat ingin kuketahui. Rush
bertingkah seperti dia memang benar-benar tahu. Dia terlihat siap
untuk menyetop mobil lalu melempar Bethy keluar.
Rush menyalakan radio untuk mendengarkan beberapa musik, jadi
aku memutuskan untuk tetap diam . Rush terlihat marah karena
Bethy mengetahui sesuatu yang tidak seharusnya dia ketahui.
Dia memiliki banyak rahasia disekitarnya. Ada beberapa hal yang
dia tolak untuk dibicarakan. Kami memang saling tertarik satu sama
lain. Tapi itu bukan berarti dia harus memberitahuku semua
rahasianya. Atau haruskah" Tidak! Tentu saja tidak. Tapi sekali lagi,
haruskah aku memberikan separuh dari diriku untuk seseorang yang
tidak benar-benar aku kenal" Dia sangat menjaganya. Akankah aku
bisa melakukan dengannya dan tidak tertarik pada nya" Aku tidak
benar-benar yakin tentang hal ini.
Tangan Rush menggenggam tangan ku. Aku melihat sekilas
kearahnya, namun dia tetap melihat jalan tapi dia juga terlihat
sedang memikirkan sesuatu. Aku sangat berharap aku bisa
menanyakan sesuatu padanya. Tapi kami belum sampai ke tahap itu.
Mungkin kami tidak akan pernah bisa. Haruskah aku merelakan
keperawananku kepada seorang pria yang mungkin akan
meninggalkanku sesudah nya tanpa ada nya harapan lebih"
"Itu adalah waktu terbaik yang pernah aku lewati. Aku menyukai
*blue collar men. Mereka sangat menyenangkan," dari arah jok
belakang, terdengar Bethy mengigau dalam tidurnya. "Kau harus
mencari yang lebih baik Blaire. Itu jika kau pintar. Memilih rush
adalah ide yang buruk. Karena selalu ada Nan."
Nan" Aku menoleh kearah Bethy. Matanya tertutup, tetapi mulutnya
setengah terbuka. Sebuah dengkuran halus keluar dari mulutnya dan
aku tahu tidak akan ada komentar untuk menjelaskan semuanya
malam ini. Setidaknya tidak dari Bethy.
Aku melihat kembali kearah Rush yang tiba-tiba melepaskan
tangannya dariku dan sekarang menggengam erat kemudi.
Rahangnya juga mengeras. Ada apa dengan adik nya" Dia adalah
saudara perempuannya, kan"
"Apakah Nan saudaramu?" Tanyaku, berjaga-jaga atas reaksinya.
Dia mengangguk tapi tidak mengatakan apapun. Inilah apa yang aku
ketahui terakhir kali saat aku menanyakan nya. Dia menutupinya
dariku. "Lalu apa maksud Bethy kalau begitu" Bagaimana mungkin kalau
kita tidur bersama akan berpengaruh pada Nan?"
Tubuh Rush mengejang. Dia tidak menjawabnya. Hatiku rasanya
hancur. Rahasia itu, bagaimanapun itu, mungkin akan menahan kami
untuk melakukan lebih. Itu sangat penting untuknya, dan itu adalah
bendera peringatan untuk ku. Jika dia tidak bisa memberitahuku
sesuatu yang diketahui oleh Bethy, maka kami memang memiliki
masalah dengan hal itu. "Nan adalah adik ku. Aku tidak ingin...Aku tidak bisa membicarakan
tentangnya padamu." Cara dia mengatakan "kau" padaku, membuat
perutku rasanya seperti diaduk. Sesuatu telah berakhir disini. Aku
ingin bertanya lebih banyak lagi tapi rasa sedih dan kehilangan
mengurungkan niatku saat aku menyadari bahwa aku tidak bisa tidur
malam ini diranjangnya ataupun malam-malam yang lain - rasanya
benar-benar membuatku ingin menghentikannya. Ini akan
membuatku membatasi diri untuk terlalu dekat dengan Rush. Aku
seharus nya tidak membiarkan dia menyentuh ku seperti tadi.Tidak
saat dia dengan mudah melemparkan ku ke samping.
Kami menghabiskan waktu menuju kantor dalam diam. Rush keluar
dari Range Rover tanpa mengatakan apapun dan membangunkan
Bethy. Lalu membantu Bethy masuk. Pintunya terkunci, tapi untung
saja Bethy memiliki kuncinya. Dia menggumamkan tentang
sesuatu , apakah dia harus bermalam disini atau Ayahnya akan
membunuhnya. Aku tidak dapat membantunya. Aku benar-benar
tidak memiliki energi. Aku hanya ingin tidur. Aku ingin tempat
tidurku yang berada dibawah tangga. Bukannya sebuah tempat tidur
berukuran besar yang sedang menantiku.
Saat kembali kedalam mobil, dia juga tetap diam. Aku mencoba
mencari tahu mengapa dia begitu tertutup tentang Nan dan apa yang
dikatakan Bethy tidak memperlihatkan suatu petunjuk apapun.
Waktu perjalanan menuju garasi mobil hanya memakan waktu
beberapa menit. Aku membuka pintu lalu turun saat dia
memarkirkan mobil di taman. Aku tidak ingin menunggunya, jadi
aku berjalan lebih dulu kearah pintu. Dan pintu itu terkunci, jadi aku
harus menunggunya datang untuk membuka pintunya.
*** *blue collar men: kaum pria pekerja (montir dan pekerja bangunan)
Bab 16 Rush membuka pintu dan mundur sedikit sehingga aku bisa masuk.
Aku berjalan masuk ke dalam dan langsung menuju ke dapur.
"Sekarang kamarmu ada di atas." Rush mengatakan itu,
memecahkan keheningan yang ada.
Aku tahu itu. Pikiranku sekarang sedang berada di tempat lain. Aku
berbalik dan berjalan menuju ke arah tangga. Rush tidak
mengikutiku. Aku ingin melihat ke belakang dan memastikan apa
yang sedang dia lakukan tapi aku tidak berani melakukannya.
"Aku berusaha untuk tetap berada jauh darimu." Kata-katanya
terdengar sedih. Aku behenti dan menoleh untuk melihatnya. Dia
sedang bediri di anak tangga paling bawah dan memandang padaku.
Ekspresi rasa sakit di wajahnya membuat hatiku juga ikut sakit.
"Malam pertama dimana aku mencoba menyingkirkanmu. Itu bukan
karena aku tidak menyukaimu." Dia tertawa pahit. "Tapi karena aku
tahu. Aku tahu kau akan berada di bawah kulitku. Aku tahu aku tidak
akan bisa berada jauh darimu. Mungkin aku sedikit membencimu
karena kau telah menemukan kelemahan yang ada di dalam diriku."
"Apa yang salah kalau kau tertarik padaku?" Aku bertanya, paling
tidak aku perlu dia menjawab pertanyaan itu.
"Karena kau tidak tahu semuanya dan aku tidak bisa mengatakannya
padamu. Aku tidak bisa memberitaukan rahasia Nan. Itu semua
miliknya. Aku mencintainya Blaire. Aku mencintai dia dan sudah
melindunginya seumur hidupku. Dia adalah adikku. Itulah yang aku
lakukan. Bahkan meski aku menginginkanmu sampai tidak
menginginkan hal yang lain di dunia ini, aku tetap tidak bisa
memberitaukan rahasia Nan."
Semua kata-kata yang keluar dari mulutnya terdengar seperti
dipaksakan keluar. Nan memang adiknya dan aku mengerti loyalitas
dan cinta semacam itu. Aku juga akan mati untuk Valerie jika bisa
melakukannya. Usianya hanya lima belas menit lebih muda dariku
tapi akan kulakukan apapun yang dia pinta. Tidak ada pria atau
perasaan lainnya yang mampu membuatku mengkhianati adikku.
"Aku bisa mengerti hal itu. Tak apa. Aku seharusnya tidak bertanya.
Maafkan aku." Aku menyesal.
Aku sudah memaksa masuk ke dalam kehidupannya dan adiknya.
Tentu saja apapun yang Bethy tahu seharusnya dia tidak perlu
mengetahuinya. Kalau Bethy berpikir perlindungan Rush terhadap
adiknya akan menjadi masalah bagi hubungan kami, dia salah.
Rush menutup matanya dan menggumamkan sesuatu. Dia sedang
berhadapan dengan sesuatu. Mungkin ini akan membawa memori
yang buruk. Meskipun besar keinginanku untuk turun kebawah dan
memeluknya, aku tahu aku tidak akan diterima sekarang ini. Aku
akan mengacaukannya. "Selamat malam, Rush," Aku mengatakan itu dan melanjutkan naik
ke atas. Aku tidak menoleh lagi ke belakang kali ini. Aku langsung
menuju ke kamarku. Tidak ada yang tidak menyadari pagi yang terlihat di jendela ini. Jam
alarm sudah tidak diperlukan lagi. Matahari membangunkan aku satu
jam sebelum jam alarmku mulai berbunyi. Aku mandi dan
mengenakan pakaian dengan santai karena aku memiliki kamar
mandi di sini dan lebih banyak ruang untuk bisa bergerak bebas.
Aku sedang tidak berada dalam mood untuk makan makanan Rush
pagi ini. Aku benar-benar dalam mood yang tidak ingin makan tapi
aku harus bekerja dua shift hari ini jadi aku memerlukan makanan.
Aku akan berhenti di toko kopi untuk membeli sedikit kafein dan
sebuah muffin. Rok linen hitam yang pendek dan atasan hem
berkancing dengan warna putih yang harus kami kenakan sebagai
seragam saat kami menyajikan makanan di ruang makan di klub
adalah merupakan tanggung jawab kami untuk tetap bersih dan rapi.
Aku menghabiskan waktu beberapa jam kemarin untuk menyeterika
beberapa seragam yang aku miliki di rumah.
Setelah mengenakan sepatu tenis, aku turun ke bawah. Aku tidak
mendengar ada aktifitas di atas hari ini jadi aku tahu kalau Rush
belum bangun. Aku senang karena mengetahui bahwa Rush belum
bangun tidur. Sekarang aku memiliki waktu untuk menghapus
kejadian semalam yang membuatku malu.
Bukan karena aku membiarkan Rush menyentuhku di tempat dimana
orang lain tidak ada yang pernah menyentuhku sebelumnya tapi juga
karena aku menjadi terangsang seperti seorang wanita nakal cabul yg
sinting. Aku perlu minta maaf pada Rush tapi aku masih belum siap
untuk melakukannya. Dengan perlahan aku menutup pintu depan di belakangku dan
menuju ke arah truk. Paling tidak aku tidak akan kembali ke rumah
hingga malam nanti. Tidak perlu berhadapan dengan Rush
setidaknya selama dua belas jam.
Jimmy sudah ada di ruangan staff dengan celemeknya saat aku tiba.
Dia memberikan senyuman padaku dan kemudian membuat wajah
cemberut dengan menggunakan bibirnya. "Uh, oh, kelihatannya
seseorang mendapatkan pagi yang buruk."
Aku tidak bisa mengatakan masalahku pada Jimmy. Dia juga
mengenal orang-orang ini. Aku harus menyimpan semua masalah
untukku sendiri. "Aku tidak bisa tidur nyenyak," Sahutku.
Jimmy membuat suara mendesis. "Sayang sekali. Tidur adalah hal
Fallen Too Far Karya Abbi Glines di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang indah." Aku mengangguk tanda setuju dan melakukan absensi masuk. "Apa
aku sendirian hari ini?" Tanyaku.
"Tentu saja. Kau baru menyadari ini setelah mengikutiku selama dua
jam. Kau benar-benar harus menenangkan diri hari ini."
Aku lega karena seseorang memikirkan itu. Aku mengambil tablet
pesanan dan sebuah bolpen kemudian meletakkanya di saku celemek
warna hitamku. "Waktunya sarapan," Jimmy mengatakan itu dengan sebuah kedipan
dan mendorong pintu yang menuju ke ruang makan. "Oooh
kelihatannya bos dan temannya ada di meja nomor delapan. Meski
aku sangat ingin pergi bermain mata dengan mereka, mereka
mungkin lebih memilihmu. Aku akan menghampiri mama dengan
pakaian tenis paginya di meja nomor sepuluh. Mereka memberi tip
bagus." Menunggu Woods dan temannya bukanlah sesuatu yang aku ingin
lakukan pagi ini. Tapi aku tidak bisa berdebat dengan Jimmy. Dia
benar. Dia akan mendapat tip lebih banyak dari wanita. Para wanita
mencintainya. Aku menuju ke meja mereka. Mata Woods terangkat saat dia
melihatku dan tersenyum. "Kau kelihatan lebih baik disini." Dia
mengatakan itu saat aku berhenti di depan mereka.
"Terima kasih. Rasanya lebih sejuk," Aku membalasnya.
"Blaire sudah pindah kesini. Aku mungkin akan makan lebih banyak
disini." Pria dengan rambut pirang keriting mengatakan itu. Aku
masih tidak mengetahui namanya.
"Ini akan sangat baik untuk bisnis." Woods menyetujuinya.
"Bagaimana malammu tanpa Bethy?" Jace bertanya dengan sedikit
nada menyinggung. Dia sedang menggunakan Bethy untuk
melawanku rupanya. Aku tidak peduli. Dia memang seorang
bajingan selama aku mengetahuinya.
"Kita melewati waktu yang menyenangkan. Apa yang bisa aku
berikan untuk minuman kalian?" Aku bertanya, merubah subyek
pembicaraan. "Kopi, please," si pirang mengatakan itu.
"Ok, aku mengerti. Tidak dilanjutkan lagi. Ini kode dari wanita dan
sesuatu tentang itu. Aku mau jus jeruk," Jace menjawabku.
"Aku juga minta kopinya," Wood mengatakannya.
"Aku akan segera kembali dengan minuman kalian," Aku menjawab
dan berputar untuk mendatangi dua meja lainnya yang terisi dengan
tamu. Jimmy membantu di salah satu meja jadi aku bergerak ke meja
yang lain. Butuh sedikit waktu bagiku sebelum menyadari siapa
yang ada di meja itu. Kakiku berhenti bergerak saat aku melihat Nan
menggerakkan rambut pirang strawberry panjangnya ke belakang
bahunya kemudian memberikan pandangan marahnya padaku. Aku
melihat ke arah Jimmy yang sudah menyelesaikan pesanan di
mejanya yang kedua. Aku harus melakukan ini. Ini menggelikan.
Dia adalah adiknya Rush. Aku memaksa kakiku untuk bergerak dan berjalan menuju ke
mejanya. Dia duduk dengan gadis lain. Aku pernah melihat gadis itu
sebelumnya. Dia sama cantiknya dengan Nan.
"Webster pasti sekarang membiarkan semua orang bekerja disini.
Aku perlu mengatakan pada Woods untuk bicara pada papanya agar
lebih selektif memilih pekerjanya." Nan mengatakan itu perlahan
namun dengan suara yang cukup keras.
Wajahku terasa hangat dan aku tahu kalau itu berubah merah.
Sekarang aku cuma perlu membuktikan kalau aku bisa melewati ini.
Nan membenciku karena alasan yang tidak kuketahui. Kecuali tentu
saja, Rush memberitahu padanya kalau aku memiliki rasa ingin tahu
dalam urusannya. Rasanya Rush tidak akan melakukan hal semacam
itu, tapi memang aku belum terlalu mengenal Rush dengan baik.
Tidak. "Selamat pagi, apa yang bisa kubantu untuk minuman kalian?" Aku
mengatakannya dengan nada sesopan mungkin.
Gadis yang lain mencibir dan menundukkan kepalanya. Nan
memandangku seakan aku ini melakukan sesuatu yang menjijikkan.
"Kau tidak bisa membantu kami apapun. Aku berharap pelayan yang
lebih berkelas saat aku makan disini. Kalian tidak bisa melakukan
itu." Aku melihat sekali lagi ke arah Jimmy tapi dia sudah pergi. Nan
mungkin memang adiknya Rush, tapi dia adalah seorang wanita yg
sangat penggerutu. Kalau aku tidak perlu melakukan pekerjaan ini,
aku akan katakan padanya agar mencium bokongku dan
meninggalkannya. "Apakah ada masalah disini?" Suara Woods muncul dari belakang.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasa lega atas
kehadirannya. "Ya, ada. Kau memperkerjakan seorang wanita tak berkelas.
Singkirkan dia. Aku membayar begitu banyak untuk menjadi
anggota disini untuk bisa bertoleransi dengan pelayanan seperti ini."
Apa itu karena aku tinggal di rumah kakaknya" Apa dia juga
membenci papaku" Aku tidak ingin dia membenciku. Kalau dia
membenciku, Rush tidak akan pernah terbuka untukku. Pintu itu
akan tertutup. "Nannette, kau tidak pernah membayar apapun untuk menjadi
anggota disini. Kau disini karena kakakmu memperbolehkannya.
Blaire adalah salah satu pegawai terbaik yang pernah kami miliki
dan tidak ada member lainnya yang pernah komplain. Tidak juga
kakakmu. Jadi, simpan keluhanmu sayang, dan tenanglah." Woods
membunyikan jarinya dan Jimmy datang dengan cepat ke arah kami.
Dia pasti kembali pada saat drama ini terjadi dan aku
merindukannya. "Jim, apa kau bisa melayani Nan dan Lola" Nan
kelihatannya ada masalah dengan Blaire dan aku tidak ingin Blaire
terpaksa harus menunggui dia."
Jimmy mengangguk. Woods menggandeng lenganku dan
mengantarku kembali ke dapur. Aku tahu kalau kami tadi menjadi
pusat perhatian tapi aku tidak peduli pada saat itu. Aku benar-benar
bersyukur karena bisa pergi dari pandangan orang-orang yang ingin
tahu dan bisa bernafas. Saat pintu dapur menutup di belakangku aku mengeluarkan nafas
yang sudah aku tahan sedari tadi.
"Aku cuma ingin mengatakan ini sekali saja Blaire. Kau membuatku
menginginkanmu pada malam itu di tempat Rush. Aku tidak perlu
bertanya padamu kenapa. Aku tahu kenapa saat itu Rush tidak bisa
ditemukan dimanapun. Kau sudah membuat pilihan dan aku
mundur. Tapi apa yang terjadi disini tadi hanyalah sedikit dari apa
yang bisa terjadi. Penggerutu itu benar-benar punya racun
mematikan di jantungnya. Dia bisa lebih menyakitkan dan marah
dan saat waktunya tiba untuk memilih, Rush akan memilih dia."
Aku berbalik dan memandang Woods dengan tidak yakin akan apa
maksud dari perkataannya tadi. Woods memberiku senyuman sedih
kemudian dia melepaskan lenganku dan berjalan kembali ke arah
ruang makan. Woods juga mengetahui rahasia itu. Dia tahu. Ini
semua membuatku menjadi gila. Ada masalah apa sebenarnya"
*** Bab 17 Dengan keras aku membuka pintu truk, lega karena menyelesaikan
hari ini. Mataku langsung menuju ke arah sebuah kotak hitam
dengan sebuah catatan di atasnya yang ada di atas kursiku. Aku
meraihnya dan membuka kotak itu.
Blaire, Itu adalah sebuah telepon. Kau memerlukannya. Aku sudah bicara
dengan papamu dan dia bilang akan memberikannya untukmu. Itu
dari dia. Waktu bicara dan jumlah pesan yang bisa dilakukan tidak
tebatas jadi gunakan itu semaumu.
Rush Papaku meminta pada Rush untuk memberiku telepon" Benarkah"
Aku membuka kotak itu dan sebuah iPhone berwana putih lengkap
dengan pelindungnya ada di dalam. Aku menariknya keluar dan
mempelajari sebentar. Aku menekan tombol lingkaran di bagian
bawah layar dan kemudian layar menyala. Papaku tidak pernah
memberiku hadiah sejak ulang tahunku sebelum dia pergi. Sebelum
Valerie meninggal, dia memberi kami skuter elektrik yang sama dan
helm. Aku naik ke atas truk dan menggenggam telepon di tanganku. Apa
sebaiknya aku menelpon papa mengenai hal ini" Akan bagus kalau
dia menjelaskan padaku kenapa dia tidak ada disini. Kenapa dia
mengirimku ke tempat dimana aku tidak diinginkan" Apa dia sudah
pernah bertemu Nan" Tentu saja, dia pasti sudah tahu kalau Nan
tidak akan menerimaku. Selain itu, kalau dia adalah saudaranya
Rush berarti dia juga adalah saudara tiriku. Apa yang membuat dia
begitu marah" Aku tumbuh dengan uang yang lebih sedikit darinya"
Ya Tuhan, dia benar-benar jahat.
Aku menekan kontak dan melihat kalau aku hanya memiliki tiga
nomor yang tersimpan di dalam teleponku. Yang pertama adalah
Bethy, lalu Darla, dan kemudian Rush. Dia memasukkan nomornya
disini. Itu membuatku terkejut.
Telepon itu mulai memainkan lagu Slacker Demon yang pernah
kudengar di radio sebelumnya dan nama Rush berkedip-kedip di
layar. Dia menelponku. "Halo," jawabku, masih tidak yakin apa yang harus kupikirkan
mengenai ini. "Kurasa kau sudah mendapatkan teleponnya. Apa kau
menyukainya?" Tanya Rush.
"Ya, ini bagus sekali. Tapi kenapa papa ingin kau memberikan ini?"
Dia tidak begitu peduli mengenai hal lain pada diriku selama
bertahun-tahun. Ini benar-benar mengejutkan.
"Demi keamanan. Semua wanita membutuhkan telepon. Terutama
kalau mereka mengemudi kendaraan yang lebih tua dari umur
mereka. Kau bisa saja mogok setiap saat."
"Aku memiliki pistol," Aku mengingatkan dia.
Dia terkekeh. "Ya, kau memilikinya, dasar keras kepala. Tapi sebuah
pistol tidak bisa menarik trukmu."
Poin yang benar. "Apa kau akan pulang kerumah?" Dia bertanya. Kata-katanya yang
menyebutkan "rumah" seakan-akan seperti rumahnya adalah
rumahku dan itu membuatku merasa hangat di dalamku. Bahkan
meskipun dia sebenarnya tidak berniat seperti itu.
"Ya, kalau itu ok. Aku bisa pergi melakukan sesuatu kalau kau ingin
aku berada di luar rumah." "Tidak aku ingin kau disini. Aku
memasak." Dia memasak" Untukku" "Oh, ok. Well, aku akan berada disana
dalam beberapa menit." "Sampai jumpa," Dia mengatakan itu dan
sambungan telepon diputuskan. Dia bertingkah sangat aneh sekali
lagi. Saat aku berjalan ke arah rumah, aku bisa mencium aroma bumbu
taco di hidungku. Aku menutup pintu dan segera menuju ke arah
dapur. Kalau memang ini adalah masakan Meksiko buatan sendiri,
maka aku akan benar-benar terkesan.
Rush sedang memunggungiku saat aku masuk ke dapur. Dia sedang
mengikuti lagu yang tidak kuketahui yang dimainkan peralatan
musik yang ada. Itu lebih ringan dan lebih pelan dari lagu yang biasa
dia dengarkan. Sebuah botol Corona terbuka di bar dengan seiris
lemon disampingnya. Aku melakukan itu saat aku bekerja di
lapangan. "Baunya enak," Katanya. Rush menoleh ke belakang di atas bahunya
dan perlahan senyuman merekah di wajahnya.
"Iya," Dia menjawab, membersihkan tangannya dengan handuk
tangan di sebelahnya. Dia mengambil corona dan memberikannya
kepadaku. "Ini, minumlah. Enchiladas nya sudah hampir selesai.
Aku perlu membalik quesadillas dan mereka akan siap dalam
beberapa menit. Kita bisa segera makan."
Aku meletakkan corona di bibirku dan menyesapnya. Sebagian besar
untuk keberanian. Ini bukanlah sesuatu yang kuharapkan di
pertemuanku berikutnya dengan dia. Rush seperti sebuah teka teki
yang tidak pernah bisa aku pecahkan.
"Aku berharap kau suka makanan meksiko," dia mengatakan itu saat
dia menarik enchiladas keluar dari oven. Rush Finlay tidak kelihatan
seperti orang yang terbiasa berada di dapur untuk memasak. Tapi
sial, kalau saja dia tidak begitu seksi saat melakukannya.
"Aku suka makanan meksiko," Aku meyakinkannya. "Aku akui, aku
akan sangat terkesan kalau kau bisa memasaknya."
Rush melihatku dan mengedipkan mata. "Aku memiliki banyak
talenta yang bisa membuat otakmu meledak."
Aku yakin itu. Aku menelan lebih banyak lagi corona.
"Tenanglah. Kau juga harus makan sesuatu. Saat aku bilang
minumlah, bukan berarti kau harus menghabiskan itu."
Aku mengangguk dan menyeka sedikit tetesan yang tersisa di bawah
bibirku. Rush memperhatikanku dengan begitu intens. Itu membuat
tanganku sedikit gemetar.
Dia mengalihkan pandangannya dan mulai mengangkat quesadillas
dari atas wajan. Dia meletakkannya di piring besar yang penuh
dengan taco keras dan halus. Ada burrito juga disana. Dia membuat
semuanya. "Semua yang lain sudah siap di atas meja. Ambilkan aku corona dari
lemari es dan ikuti aku."
Aku melakukan apa yang dia katakan dengan cepat dan kemudian
mengejar Rush. Dia tidak berhenti di ruang makan. Tapi dia berjalan
keluar ke arah beranda yang luas di belakang yang menghadap ke
laut. Dua lampu yang terang ada di tengah meja sehingga kita bisa
mendapatkan cahaya seperti cahaya lilin tanpa takut untuk mati
karena angin. "Duduklah, aku akan menyiapkan piring untukmu," Dia mengatakan
itu, menunjuk tempat duduk pertama yang ada di depanku agar aku
duduk disana. Hanya ada dua tempat duduk disini.
Aku duduk dan Rush mulai menyiapkan semuanya di piringku.
Kemudian dia meletakkan penutup makanan dan meletakkan serbet
dari sebelah piringku ke pangkuanku. Mulutnya begitu dekat dengan
telingaku sehingga nafasnya yang hangat membuatku gemetar.
"Bisa kuambilkan minuman yang lain?" Dia membisikkan itu di
telingaku sebelum berdiri untuk mundur.
Aku menggelengkan kepala. Aku tidak akan bisa minum kalau dia
melakukan hal seperti itu. Jantungku berdegup cepat seakan sudah
gila. Aku tidak bisa menelan sesuatu kalau seperti ini.
Rush mengambil minumannya sendiri dan duduk di seberangku. Aku
melihatnya saat dia menyiapkan piring hingga matanya berpindah ke
mataku. "Kalau kau tidak menyukai ini, jangan katakan padaku.
Egoku tidak bisa mengatasinya."
Aku yakin tidak ada yang dia masak yang terasa tidak enak. Aku
menyeringai dan mengambil garpu dan pisau untuk mulai memotong
enchilada menjadi potongan-potongan kecil. Tidak mungkin aku bisa
menghabiskan semua ini tapi aku bisa merasakan setiap masakan
yang ada. Pada saat makanan itu menyentuh lidahku, itu mengejutkan aku. Ini
sama lezatnya dengan apa yang biasa kumakan di restoran Meksiko.
Sambil tersenyum, aku memandangnya. "Ini lezat dan aku
beritahukan aku sangat terkejut."
Rush memasukkan segarpu penuh ke dalam mulutnya dan
menyeringai. Egonya tidak akan pernah hancur. Itu mungkin perlu
untuk dijatuhkan sedikit. Aku mulai merasakan masakan yang lain
Fallen Too Far Karya Abbi Glines di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan merasa bahwa diriku tenyata lebih lapar daripada yang
kupikirkan tadi. Semuanya begitu lezat sehingga aku tidak ingin
membuang apapun. Setelah aku merasakan masakan ke empat di piringku, aku tahu
bahwa aku harus berhenti. Aku menyesap corona dan menyandarkan
diriku ke kursi. Rush sedang membersihkan makanannya juga. Saat
selesai, dia meletakkan botolnya dan matanya berubah serius. Uh-oh.
Kita pasti akan membicarakan tentang semalam. Aku ingin
melupakan kemarin malam. Terutama karena malam ini begitu
indah. "Maafkan aku mengenai apa yang dilakukan Nan hari ini," dia
mengatakannya dengan rasa sedih dalam suaranya.
"Bagaimana kau bisa tahu mengenai hal itu?" Aku bertanya dan tibatiba merasa
tidak nyaman. "Woods menelponku. Dia memberiku peringatan bahwa Nan akan
diusir kalau lain kali dia melakukan hal yang kasar pada
pegawainya. Woods adalah orang yang baik. Dia kadang bisa
keterlaluan juga tapi dia adalah atasan yang baik." Aku mengangguk.
"Dia seharusnya tidak bicara seperti itu padamu. Aku sudah bicara
padanya. Dia berjanji padaku tidak akan melakukannya lagi. Tapi
kalau dia melakukannya, di tempat lain, tolong katakanlah padaku."
Ini adalah makan malam untuk permintaan maaf atas kelakuan
adiknya yang jahat, bukan untuk memperbaiki hubungan diantara
kami. Aku tidak berada dalam kencan romantis seperti imajinasi di
kepalaku. Ini cuma Rush yang meminta maaf atas kelakuan Nan.
Aku mendorong kursiku ke belakang dan mengangkat piringku.
"Terima kasih. Aku menghargainya. Kau baik sekali. Aku pastikan
kalau aku tidak akan mengadukannya pada Woods kalau Nan kasar
lagi padaku di masa mendatang. Dia tadi cuma melihatku secara
langsung saja hari ini." Aku mengambil minumanku. "Makan
malamnya menyenangkan. Senang karena bisa menikmatinya setelah
bekerja seharian. Terima kasih banyak." Aku tidak membuat kontak
mata dengannya. Aku hanya ingin menjauh darinya.
Dengan cepat aku masuk, aku membersihkan piringku dan
meletakkanya di mesin cuci piring sebelum mencuci botolku dan
meletakkan ke dalam tempat sampah.
"Blaire," Rush memanggilku dari belakang dan dengan tiba-tiba
tubuhnya mengurungku. Tangannya berada di kedua sisi meja dapur
dan yang bisa kulakukan hanyalah berdiri disana dan melihat ke
tempat cuci yang ada di depanku. Tubuhnya yang keras dan hangat
menggosok punggungku dan aku menggigit lidahku untuk menjaga
agar tidak mendesah. Aku tidak akan membiarkan dia melihat
seberapa terpengaruhnya diriku padanya.
"Ini bukanlah usaha minta maaf untuk Nan. Ini adalah usaha minta
maaf untukku. Aku minta maaf untuk kemarin malam. Aku terbaring
di ranjangku semalaman berharap kau ada disana bersamaku.
Berharap aku tidak mendorongmu pergi menjauh. Aku mendorong
orang untuk pergi Blaire. Itu adalah mekanisme pertahanan diri
bagiku. Tapi aku tidak mau mendorongmu menjauh."
Berjalan menjauh dari dia dan menjaga jarak dengannya adalah hal
yang tepat untuk dilakukan. Rush tidak akan dan tidak pernah
menjadi pangeran yang mempesona untuk siapapun juga. Aku tidak
akan pernah membiarkan diriku berpikir dia adalah orang yang akan
mencintai dan menghiburku. Dia tidak akan pernah menjadi orang
yang tepat bagiku. Tapi hatiku mulai merasakan sedikit ketertarikan
padanya. Tidak untuk selamanya tapi sekarang aku ingin menjadikan
Rush yang pertama. Dia tidak akan menjadi yang terakhir bagiku.
Dia bisa berhenti kapanpun dalam perjalanan hidupnya. Perhentian
yang mungkin akan aku ingat seumur hidupku. Itu adalah yang
paling aku takutkan. Karena tidak bisa melanjutkan hidupku.
Dia meraih dan menyisir rambutku dari sisi leherku dan kemudian
mencium leherku. "Tolong. Maafkan aku. Satu kesempatan lagi,
Blaire. Aku menginginkan ini. Aku menginginkanmu."
Rush akan menjadi yang pertama. Itu perasaan yang benar. Di dalam
diriku aku tahu dia adalah pria yang akan mengajari aku mengenai
kehidupan. Meski kalau dia nantinya akan menyakiti diriku. Aku
membalikkan badanku dan meletakkan kedua tanganku melingkar di
lehernya. "Aku akan memaafkanmu dengan satu syarat," Aku katakan itu,
memandang matanya yang penuh dengan emosinya yang
membuatku mengharapkan lebih banyak lagi.
"Ok," Dia mengatakan itu dengan hati-hati.
"Aku ingin bersamamu malam ini. Tidak ada lagi rayuan. Tidak ada
lagi menunggu." Ekspresi kekuatiran pada dirinya tiba-tiba menghilang dan
digantikan dengan rasa lapar.
"Tentu saja. Iya," Dia menggeram dan menarikku ke arah dirinya.
*** Bab 18 Rush tidak memulainya dengan perlahan. Mulutnya kuat dan
menuntut. Aku senang. Ini romantis. Ini nyata. Dia juga
menggunakan barbel lidahnya. Pada awalnya aku tidak
menyadarinya tapi aku merasakannya. Jentikan lidahnya hebat
dengan adanya benda itu. Aku suka merasakan sesuatu yang tidak
bisa diraih. Kedua tangannya menangkup wajahku. Ciumannya melambat dan
kemudian dia menarik diri tapi tetap memegang wajahku dengan
tangannya. "Ikutlah ke atas denganku. Aku ingin menunjukkan
kamarku," dia memberikanku senyuman nakal, "dan ranjangku."
Aku mengangguk dan Rush menjatuhkan tangannya dari wajahku.
Dia menyelipkan salah satu tangannya ke tanganku dan menautkan
jemari kami kemudian diremasnya. Tanpa berkata-kata, dia
mengarahkanku ke tangga menarikku naik dengan lembut dan
dengan segera karena dia ingin segera tiba di atas. Saat kami tiba di
lantai dua, dia mendorongku ke dinding dan menciumku dengan
ganas, menjepit bibirku dan membelai lidahku. Dia menyentak ke
belakang dan mengambil nafas dalam. "Satu tangga lagi menuju
lantai atas," ujarnya dengan suara parau dan menarikku kearah pintu
di ujung lorong. Kami melewati kamarku dan dia berhenti sebentar.
Pada mulanya, aku pikir dia mungkin ingin menuju kesana tetapi dia
tidak berhenti hingga kami mencapai pintu kecil di ujung lorong.
Aku menduga ada tangga yang menuju kamarnya. Dia menarik
kunci untuk membukanya, kemudian membuka pintu dan memberi
isyarat padaku agar mengikutinya.
Di ruangan tempat tangga itu berada terbuat dari kayu keras seperti
sebuah tangga lain.di rumah ini tapi disana ada dinding di satu sisi
saat kami menaiki anak tangga selangkah demi selangkah.
Saat aku sampai di ujung teratas tangga, aku membeku.
Pemandangannya sangat mempesona. Cahaya bulan yang menyinari
lautan memberikan kamar sebuah latar belakang paling luar biasa
yang bisa dibayangkan. "Kamar ini adalah alasan mengapa aku meminta ibuku untuk
membeli rumah ini. Meskipun saat itu aku baru berusia sepuluh
tahun aku tahu bahwa kamar ini istimewa," bisik Rush di
belakangku membungkus pinggangku dengan lengannya.
"Ini sangat menakjubkan," aku bernafas dengan suara pelan. Aku
merasa seolah berbicara terlalu keras akan menghancurkan momen
ini. "Aku menghubungi ayahku hari itu dan berkata padanya kalau aku
menemukan rumah yang ingin aku tinggali. Dia mengirimkan
uangnya melalui ibuku dan ibuku membelinya .Dia suka lokasinya
jadi di rumah inilah kami menghabiskan waktu musim panas kami.
Dia punya rumah sendiri di Atlanta tapi dia lebih suka tinggal
disini." Dia bercerita tentang dirinya. Keluarganya. Dia mencoba. Hatiku
sedikit meleleh lagi. Seharusnya aku menghentikannya untuk
membingkai dirinya di hatiku. Aku tidak ingin hatiku terluka saat
semua ini berakhir dan dia pergi .Tapi aku ingin tahu lebih mengenai
dirinya. "Aku tidak pernah ingin pergi," balasku jujur.
Rush mencium telingaku dengan lembut. "Ah, tapi kau belum
melihat kabinku di Vale atau apartemenku di Manhattan."
Tidak, aku belum pernah dan aku tidak akan pernah melihatnya.
Namun, aku bisa membayangkan dia berada di tempat-tempat itu.
Aku sudah sering melihatnya di televisi bagaimana bentuk tempat
itu. Musim dingin ini aku bisa melihat dia menyalakan api di kabin
yang besar di pegunungan dengan salju yang menutupi luar
rumahnya. Atau bersantai di apartemennya yang mengarah ke
pemandangan kota Manhattan. Mungkin dari jendelanya dia bisa
melihat pohon natal besar yang selalu dipasang setiap tahun.
Rush memutarku ke arah kanan hingga aku mencapai pada ranjang
berukuran king size. Ranjang itu berwarna hitam legam. Kasur dan
selimutnya juga hitam. Bahkan bantalnya pun hitam. "Dan itu adalah
ranjangku," katanya membawaku berjalan kearah ranjang dengan
tangan di pinggangku. Aku tidak ingin memikirkan tentang semua
gadis yang pernah ada disini sebelumnya. Aku tidak akan. Aku
menutup mata ku dan memblokir semua pikiran itu.
"Blaire, meskipun kita hanya berciuman atau berbaring disana dan
mengobrol, aku tidak masalah. Aku hanya ingin kau berada disini.
Dekat denganku." Perkataannnya itu satu atau dua inci sedikit melesak ke dalam
hatiku. Aku berbalik dan menatapnya. "Kau tidak serius dengan itu.
Aku melihat sikapmu sebagai Rush Finlay. Kau tidak membawa
gadis ke kamarmu dan hanya ingin berbicara." Aku mencoba
terdengar menggoda tapi suaraku pecah saat aku menyebut gadis
lain. Rush mengerutkan dahi, "Aku tidak pernah membawa gadis kesini,
Blaire." Apa" Ya dia pernah melakukannya.
"Pada malam pertama aku datang kesini kau bilang ranjangmu sudah
penuh," aku mengingatkannya.
Dia menyeringai. "Yeah, karena aku tidur disana. Aku tidak
membawa gadis ke kamarku. Aku tidak ingin seks yang tidak berarti
mencemari kamar ini. Aku suka berada disini."
"Besok paginya seorang gadis ada disini. Kau meninggalkannya di
ranjang dan dia mencarimu hanya memakai pakaian dalam."
Rush menyelipkan tangannya ke bawah kemejaku dan mulai
mengusap lingkaran kecil di punggungku, "Kamar pertama di kanan
adalah milik Grant sampai orang tua kami bercerai. Aku
menggunakannya sebagai kamar bujangan sekarang. Kesanalah aku
membawa gadis gadis itu. Bukan disini. Tidak pernah disini. Kau
yang pertama," dia berhenti dan seringai tersungging di bibirnya.
"Well, aku mengijinkan Henrietta kemari seminggu sekali untuk
membersihkan kamar tapi aku bersumpah tidak ada kebohongan
diantara kita." Apa itu berarti aku berbeda" Aku bukan satu diantara mereka"
Tuhan, kuharap begitu. Tidak... tidak aku tidak boleh berharap. Aku
harus punya pegangan. Dia mungkin akan segera meninggalkan aku.
Dunia kami tidak sama. Bahkan tidak mungkin untuk saling
mendekat satu sama lain. "Tolong, cium aku," kataku, berdiri berjinjit dan menekankan
mulutku padanya sebelum dia sempat menolak atau menyarankan
kami untuk ngobrol lagi. Aku tidak ingin mengobrol. Jika kami
berbicara aku ingin lebih.
Rush mendorongku ke ranjangnya dan menutup tubuhku dengan
tubuhnya sementara lidahnya bertautan dengan lidahku. Tangannya
menelusuri sisi tubuhku hingga dia menemukan lututku. Dia
memisahkan lututku dan menempatkan dirinya diantara jarak yang
dia ciptakan. Aku ingin merasakan lebih dari dirinya. Aku meraih ujung kausnya
dan menyentakkannya. Dia mengetahui isyarat itu dan memutuskan
ciuman lama kami untuk membuka bajunya dan dilemparkannya
kesamping. Saat ini aku punya ruang untuk menjelajahi dia. Aku
menjalankan tanganku di sepanjang lengannya dan tonjolan keras
otot bisepnya. Aku menggerakkan tanganku ke dadanya dan
menjalarkan jariku di sepanjang otot perutnya, menghela napas
dengan nikmat pada setiap riak keras. Meluncurkan tanganku keatas,
aku menyusurkan ibu jariku pada otot dadanya yang keras dan
merasakan putingnya menegang di bawah sentuhanku. Astaga, ini
sangat seksi. Rush mundur dan mulai membuka kancing kemeja putih seragamku
hampir dengan tergesa-gesa. Saat dia mencapai kancing terakhir dia
mendorongnya dan menyentakkan braku ke bawah hingga kedua
payudaraku terlepas dari bra berenda yang menutupinya.
Dia menjulurkan lidahnya dan menjentikkannya pada salah satu
putingku. Dia pindah dari satu ke yang lain dan melakukan hal yang
sama sebelum dia merendahkan kepalanya dan menarik ke dalam
mulutnya dengan satu tarikan keras.
Tubuhku menempel padanya dan benda keras yang aku rasakan
menyapu pada kakiku sekarang mendesak keras diantara pahaku
menekan kearah intiku."Ah!" Aku berteriak, menggesekkan tubuhku
pada kejantanannya dan ingin merasakannya lebih.
Rush membiarkan putingku lepas dari mulutnya saat dia menatapku
dan merendahkan tubuhnya, meninggalkanku sekali lagi tanpa
tekanan yang aku butuhkan. Tangannya membuka rokku dan dia
mulai menariknya perlahan bersamaan dengan celana dalamku. Dia
tidak pernah mengalihkan pandangannya dariku.
Aku mengangkat tubuhku untuk memudahkannya meloloskan
pakaian menuruni pinggangku. Rush duduk dan membengkokkan
jarinya mengisyaratkan agar aku duduk. Aku siap untuk melakukan
apapun yang dia inginkan. Segera setelah aku duduk dia benar-benar
melepaskan kemejaku. Kemudian dia membuka braku dan
membuangnya ke samping. "Kau telanjang di ranjangku lebih cantik dari yang pernah aku
bayangkan... dan percayalah aku telah memikirkannya. Berulang
kali." Dia menarik diri dariku mengaitkan lengannya di bawah lututku dan
menempatkan dirinya diantara kakiku. Tapi dia masih memakai
celana pedeknya. Aku menginginkan itu lepas... OH!
Rush menggerakkan pinggangnya diatas kakiku yang terbuka dan
menekan tepat dimana aku menginginkannya juga.
"Ya! Kumohon!" Aku mencakarnya membutuhkannya agar dia lebih
mendekat. Rush merendahkan tubuhnya menggerakkan tangannya untuk
memegang sisi dalam dari pahaku saat dia mencium pusarku dan
kemudian puncak kewanitaanku. Dia butuh lebih banyak rambut.
Aku ingin menarik sesuatu.
Mata peraknya terangkat dan mengunci mataku saat lidahnya
menyelinap masuk dan dia menjalarkan tindikan logamnya pada
clitku. Aku meneriakkan namanya dan mencengkeram kuat selimut
untuk menjaga diriku agar tetap berada di ranjang. Aku merasa
sepertu bisa terbang tinggi melesat keluar dari jendela yang luar
biasa besar. "Tuhan, kau begitu manis," Rush terengah saat dia merendahkan
kepalanya untuk menyapukan lidahnya lagi pada kewanitaanku. Aku
pernah mendengarnya. Aku tahu tentang itu tapi aku tidak pernah
membayangkan rasa nya akan begitu nikmat.
"Rush, kumohon," aku merintih.
Dia berhenti sejenak di atas tubuhku. Kehangatan nafasnya
membasuh denyutan yang dia ciptakan. "Mohon apa, baby. Katakan
Fallen Too Far Karya Abbi Glines di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
padaku apa yang kau inginkan."
Aku menggelengkan kepalaku berulang-ulang dan menutup rapat
mataku. Aku tidak bisa mengatakan padanya. Aku tidak tahu
bagaimana cara mengatakannya.
"Aku ingin mendengar kau mengatakannya Blaire." ujar Rush
dengan bisikan tertahan. "Kumohon, jilat aku lagi," Aku terbata-bata.
"Sial," Rush mengutuk sebelum menjalankan lidahnya maju mundur
pada lipatanku. Kemudian dia menarik clitku yang membengkak
kedalam mulutnya dan membuatku terbang ke luar angkasa. Dunia
meledak penuh warna dan nafasku terhenti saat kenikmatan
melandaku. Kenikmatan itu tidak menurun dari puncakku hingga aku menyadari
Rush telah meninggalkanku dan telah telanjang dan merendahkan
dirinya lagi diatas tubuhku.
"Kondom sudah dipakai; Aku harus berada di dalam," Rush berbisik
di telingaku saat dia menarik kakiku agar terbuka dengan tangannya
dan aku merasa ujung dari batang kejantanannya mememasukiku.
"Holy fuck, kau begitu basah. Akan sulit untuk tidak tergelincir
masuk ke dalamnya. Aku akan mencoba untuk perlahan-lahan. Aku
berjanji." Suaranya mengejang dan pembuluh darah di lehernya
muncul ke permukaan kulit saat dia menekan lebih jauh ke dalam
diriku. Dorongannya meregangkanku tapi rasanya begitu nikmat.
Rasa nyeri yang aku bayangkan tidak ada. Aku mengangkat tubuhku
membuka kakiku lebih lebar dan Rush menelan keras dan membeku.
"Jangan begerak. Tolong baby, jangan bergerak," Rush memohon,
menahan dirinya agar tetap diam. Kemudian dia mendorong lebih
jauh didalam keketatanku sebelum rasa sakit menghantam. Aku
menegang dan begitu pula dengan Rush. "Itu dia. Aku akan
melakukannya dengan cepat tapi kemudian aku akan berhenti saat
aku sudah berada di dalam dan membiarkanmu agar terbiasa
denganku." Aku mengangguk dan memejamkan mataku dan mengulurkan
tanganku untuk memegang lengannya. Rush menarik diri dan
kemudian pinggangnya bergerak ke depan diiringi dengan satu
hujaman yang kuat. Rasa ngilu yang panas mengirisku dan aku
berteriak, mencengkeram lengannya erat dan menahannya sementara
gelombang rasa sakit melanda tubuhku.
Aku bisa mendengar nafas kasar Rush saat dia menahan dirinya. Aku
tidak tahu benar bagaimana rasanya hal ini untuk para pria tapi bisa
kukatakan ini tidak mudah. Rush seperti sedang kesakitan.
"Oke. Aku oke," bisikku saat rasa sakit mereda.
Rush membuka matanya dan menatapku. Matanya berkabut."Apa
kau yakin" Karena baby, aku sangat ingin bergerak."
Aku mengangguk dan terus memegangi lengannya saat rasa sakit
kembali datang lago ketika dia bergerak. Pinggang Rush bergerak
mundur dan rasanya seolah dia meninggalkanku kemudian dia
menghujam kedepan dengan perlahan dan mengisiku lagi. Tidak ada
rasa sakit kali ini. Aku hanya merasa meregang dan penuh.
"Apakah itu sakit?" Tanya Rush ketika dia menahan dirinya lagi.
"Tidak. Aku menyukainya," aku meyakinkan dia.
Rush memundurkan pinggangnya lagi dan kemudian bergerak maju
menyebabkan aku merintih nikmat. Rasanya nikmat. Lebih dari baik.
"Kau menyukainya?" Rush bertanya dengan kekaguman.
"Ya. Rasanya begitu nikmat."
Rush menutup mata nya dan menghempaskan kepalanya ke
belakang dan mengeluarkan erangan saat dia mulai bergerak lebih
cepat. Aku bisa merasakan tubuhku naik lebih tinggi lagi. Apakah itu
mungkin" Bisa kah aku mengalami orgasme lagi dalam waktu
sesingkat ini" Yang aku tahu, aku ingin lebih. Aku mengangkat pinggangku untuk
menyelaraskan hujamannya dan itu sepertinya membuat dia hilang
kendali. "Yeah. Ya Tuhan, kau menakjubkan. Begitu ketat. Blaire, kau sangat
ketat," sahut Rush diantara engahannya saat dia bergerak di
dalamku. Aku menarik lututku ke atas sehingga aku bisa melingkarkan kakiku
di sekeliling pinggangnya dan dia mulai gemetaran, "Apakah kau
sudah dekat, baby?" Tanyanya dengan suara tertahan.
"Kupikir begitu," balasku, merasa sesuatu terbangun didalam diriku.
Aku belum sampai kesana. Rasa nyeri yang muncul di awal perlahan
menghilang. Rush menyelipkan tangannya diantara kami hingga ibu
jarinya menggosok tepat pada denyutanku.
"AH! Ya di sana," aku menjerit dan berpegangan padanya saat
gelombang memecahku. Rush mengeluarkan geraman dan menjadi
kaku dan tetap diam kemudian dia memompa diriku sekali lagi
untuk terakhir kalinya. *** Bab 19 Napas berat Rush di telingaku saat tubuhnya menindihku terasa
hebat. Aku ingin menahannya di sini. Tetap di dalam tubuhku.
Hanya seperti ini. Ketika dia memindahkan lengannya dan mengangkat tubuhnya
dariku, aku merapatkan lenganku di sekitarnya dan dia terkekeh.
"Aku akan kembali. Aku harus mengurusmu terlebih dahulu,"
ujarnya dan kemudian mencium bibirku sebelun meninggalkanku
sendiri di ranjangnya. Aku melihat bokong telanjangnya yang semuanya dalam
kesempurnaan berjalan melintasi ruangan dan masuk ke dalam apa
yang tampaknya seperti kamar mandi. Aku mendengar kran air
menyala dan kemudian dia berjalan keluar dengan sepenuhnya
telanjang di bagian depan. Mataku secara langsung berpaling kearah
lain. Aku mendengar Rush tertawa dan aku memejamkan mata malu
karena tertangkap basah mengamatinya.
"Tidak perlu malu padaku sekarang," godanya kemudian meraih
untuk membuka lututku lagi. "Bukalah untukku," katanya lembut
dan mendorong lututku hingga terbuka. Aku melihat kain lap di
tangannya untuk pertama kali.
"Tidak terlalu banyak," katanya, membersihkan di antara kakiku
ketika aku memperhatikannya dalam ketertarikan. "Apakah itu
sakit?" dia bertanya dengan nada prihatin dalam suaranya saat dia
dengan lembut menyeka area yang lembut. Aku menggelengkan
kepalaku. Sekarang saat kami tidak lagi liar dalam gairah hal ini
sangat memalukan. Tapi mendapati dia sedang membersihkanku
sangatlah manis. Inikah yang dilakukan para pria setelah
berhubungan seks" Aku tidak melihat ini dalam film sebelumnya.
Rush terlihat senang dengan pekerjaan membersihkannya dan dia
membuang kain lap yang telah di gunakan ke tempat sampah di
samping tempat tidur. Dia merangkak naik lagi ke ranjang
menempatkan dirinya di sisiku serta menarikku ke dalam
pelukannya. "Kupikir kau bukan seorang pemeluk, Rush," kataku saat dia
menyusurkan hidungnya di sepanjang leherku dan menarik napas
dengan keras. "Memang bukan. Hanya denganmu Blaire. Kau adalah
pengecualianku," bisiknya kemudian menyelipkan kepalaku di
bawah dagunya dan menarik selimut menutupi kami. Dengan cepat
aku tertidur. Aku aman dan bahagia.
*** Ciuman lambat terasa di bagian dalam betisku dan sepanjang
lengkungan kakiku adalah hal pertama yang aku rasakan. Aku
memaksa mataku terbuka. Rush berlutut di ujung ranjang menciumi
kakiku dan naik ke sisi tungkaiku dengan seringaian nakal di
wajahnya. "Itu dia matamu. Aku mulai berpikir berapa banyak yang perlu
kucium untuk membuatmu bangun. Bukannya aku keberatan
mencium lebih tinggi lagi tapi itu akan berakhir dengan beberapa
hubungan seks yang mengagumkan dan kau sekarang hanya punya
waktu sekitar dua puluh menit untuk berangkat kerja."
Kerja. Oh sial. Aku bangun dan Rush menurunkan kakiku. "Kau
masih memiliki waktu. Aku akan menyiapkanmu sesuatu untuk
dimakan kala kau bersiap-siap," dia meyakinkanku.
"Terima kasih. Tapi kau tidak perlu melakukannya. Aku akan
mengambil sesuatu di ruang istirahat pegawai sesampainya aku
disana." Aku mencoba agar kecanggungan yang terjadi di pagi hari setelah
kejadian semalam tidak menyerang. Aku telah berhubungan seks
dengan pria ini. Seks yang benar-benar hebat atau setidaknya
menurutku seperti itu. Sekarang hari telah terang dan aku telanjang
di ranjangnya. "Aku ingin kau makan di sini. Kumohon."
Dia ingin aku di sini. Jantungku berdebar keras di dadaku. "Oke.
Aku perlu pergi ke kamarku dan mandi."
Rush melirik kamar mandinya dan kemudian ke arahku. "Aku
terbelah, antara aku ingin kau mandi di sini tapi kupikir aku tidak
akan mampu berjalan keluar mengetahui kau sedang telanjang dan
bersabun di kamar mandiku. Aku akan sangat ingin bergabung
denganmu" Memegang selimut menutupi dadaku, aku bangun dan tersenyum
padanya. "Semenarik apapun kedengarannya aku akan terlambat
bekerja." Rush menghela napas dan mengangguk. "Betul. Kau harus pergi ke
kamarmu." Aku memandang sekeliling untuk mencari pakaianku tapi tidak
menemukannya dimanapun. "Pakai ini. Henrietta datang hari ini. Aku akan menyuruhnya
mencuci dan menyetrika pakaian yang kau kenakan semalam." Dia
melemparkan kaus yang dipakainya tadi malam padaku. Aku
mencium aromanya saat kausnya mendarat di dadaku. Akan sangat
sulit untukku mengembalikannya. Aku mencoba memakainya tanpa
membuat selimut jatuh. "Sekarang berdirilah. Aku ingin melihatmu," gumamnya sambil
bangun. Dia memakai celana piyama ketika dia menuruni tepi
tempat tidur dan menungguku untuk berdiri. Aku membiarkan
selimutnya jatuh dan berdiri. Kausnya menutupi hingga atas
lututku." "Bisakah kau mengajukan ijin sakit?" Dia bertanya saat matanya
menjalari ke bawah tubuhku.
Sebuah sensasi gelenyar hangat mengalir melewatiku. "Aku sedang
tidak sakit," balasku.
"Apakah kau yakin" Karena kupikir aku terkena demam," katanya
berjalan mengitari tempat tidur dan menarikku kearahnya. "Tadi
malam sangat menakjubkan," katanya di rambutku.
Aku tidak menduga reaksi seperti ini darinya. Aku khawatir kalau
dia akan mengusirku pagi ini. Tapi dia tidak melakukannya. Dia
bersikap manis. Dan sangat lezat hingga aku tegoda untuk
menelepon dan mengajukan ijin sakit.
Ini adalah hariku untuk mengantar minuman dan jika aku tidak
datang maka Bethy akan melakukan semua pekerjaan pada hari
Jum'at. Itu akan sangat kejam. Aku tidak sanggup.
"Aku harus bekerja hari ini. Mereka mengharapkanku," uraiku.
Dia mengangguk dan mundur, "Aku tahu. Larilah Blaire. Bawa lari
bokong kecil menggemaskanmu ke bawah dan bersiap-siap. Aku
tidak bisa berjanji aku akan membiarkanmu pergi jika kau berdiri
disini terlihat seperti itu lebih lama."
Sambil cekikikan, aku berlari melewatinya dan menuruni tangga.
Tawa geli yang aku tinggal di belakang terdengar sangat sempurna.
Rush sempurna. *** Hawa panas semakin bertambah parah. Aku benar-benar berharap
Darla akan mengijinkanku menaikkan rambutku. Aku siap untuk
mengambil sebotol air es dan menyiramkannya keatas kepalaku. Aku
pasti akan langsung kering dengan hawa sepanas ini. Kenapa para
pria bermain golf di tengah cuaca seperti ini" Apakah mereka gila"
Menarik cart minuman kembali ke lubang pertama aku menyadari
kepala seseorang dengan rambut hitam yang dimiliki Woods. Bagus.
Seseorang yang tidak aku harapkan untuk suasana hatiku hari ini.
Jace mungkin ingin menunggu Bethy kembali lagi untuk putaran dia
yang berikutnya. Aku mungkin bisa melewati mereka. Woods
berbalik dan melihatku dan sebuah senyum tersungging di bibirnya.
"Kembali mengantarkan minum hari ini. Sesenangnya aku
menempatkanmu di dalam ini membuat permainan golf lebih
menyenangkan." Woods berkata dengan nada menggoda saat aku
menepikan cart ke samping mereka.
Aku tidak akan menanggapi godaanya. Tapi dia adalah bosku jadi
aku juga tidak bisa membuatnya marah.
"Mundur Woods. Itu sedikit terlalu dekat," suara Rush datang dari
belakangku dan aku berbalik untuk melihatnya berjalan mendekati
kami dengan sebuah celana pendek biru dan kaus putih polo. Dia
bermain golf" "Jadi dia adalah alasan mengapa kau tiba-tiba ingin bermain dengan
kami hari ini?" Tanya Woods.
Aku tidak berpaling dari Rush ketika dia berjalan mendekatiku. Dia
di sini untukku. Setidaknya aku sangat yakin dia begitu. Saat sarapan
dia bertanya padaku dimana aku akan bekerja hari ini.
Tangannya melingkari pinggangku. Dia menarikku ke sampingnya
dan menundukkan kepalanya untuk berbisik di telingaku, "Apa kau
nyeri?" Dia khawatir tentang diriku yang akan merasa nyeri hari ini dan
harus bekerja di atas kakiku sepanjang hari. Aku sudah bilang
padanya aku baik-baik saja. Aku hanya merasa meregang. Rupanya
dia masih khawatir. "Aku baik-baik saja" jawabku lirih.
Dia menekankan sebuah ciuman di telingaku. "Apa kau merasa
meregang" Bisakah kau berkata bahwa aku pernah berada di
dalammu?" Aku mengangguk, merasakan lututku sedikit lemah akibat dari nada
suaranya. "Bagus. Aku suka mengetahui kau bisa merasakan dimana aku
pernah berada," katanya kemudian menarik diri dariku dan
mensejajarkan tatapan matanya pada Woods.
"Aku telah mengira ini akan terjadi." Kata Wood dengan nada sebal.
"Sudahkah Nan mengetahui hal ini?" Tanya Jace. Blondie memukul
lengannya dan memberenggut padanya.
Mengapa Nan selalu disinggung" Apakah aku akan pernah tahu"
"Ini bukan urusan Nan. Ataupun kau," pungkas Rush melotot pada
Jace. "Aku datang kesini untuk bermain golf. Jangan membicarakan ini di
luar sini. Blaire, kenapa kau tidak memberikan semua orang
minuman dan lanjut ke lubang selanjutnya," kata Woods.
Rush menegang di sampingku. Woods menguji kami. Dia ingin
melihatku apakah aku sekarang akan bersikap berbeda saat Rush
sudah mengklaimku di tempat umum. Aku di sini untuk bekerja.
Hanya karena aku sudah tidur dengan Rush tidak mengubah
tempatku di pola besar ini. Aku tahu itu.
Aku melangkah melepaskan diri dari lengan Rush untuk membuka
pendingin dan mulai menyerahkan minuman pilihan semua orang.
Uang tip yang aku terima tidak sebesar yang biasanya mereka
berikan di kelompok ini. Kecuali, tentu saja, bagi Woods. Aku pikir
itu akan berubah juga hari ini.
Fallen Too Far Karya Abbi Glines di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku bisa melihat lembaran seratus dollar yang Woods berikan
padaku dan aku yakin Rush juga melakukan hal yang sama. Aku
dengan cepat menutup tanganku dan menyurukkannya ke dalam
sakuku. Aku akan menghadapinyanya nanti saat Rush tidak melihat.
Rush berjalan kearahku dan menyelipkan bayarannya ke sakuku. Dia
menciumku lembut dan kemudian berkedip padaku sebelum dia
berjalan untuk mengambil club (tongkat pemukul) golf dari caddy.
Aku tidak memberikan Wood alasan untuk menegurku, aku dengan
cepat berjalan kembali menaiki cart dan menuju ke lubang
selanjutnya. Ponsel di sakuku bergetar mengejutkanku. Rush
menyelipkannya di sakuku sebelum aku berangkat pagi ini. Aku lupa
kalau aku memiliki ponsel.
Aku menghentikan laju cart dan menariknya keluar.
Rush: Aku minta maaf tentang Woods.
Kenapa dia minta maaf" Dia tidak punya alasan untuk minta maaf.
Aku: Aku baik-baik saja. Woods adalah bosku. Bukan masalah besar.
Aku menyelipkan ponselku kembali ke sakuku dan mengarah ke
pemberhentianku selanjutnya.
*** Bab 20 Parkiran yang penuh dengan mobil bukanlah sesuatu yang
kuharapkan saat aku tiba di rumah Rush setelah pulang kerja.
Lapangan golf sudah sangat sibuk tadi sehingga aku hanya bisa
berhenti sekali untuk memberikan para tamu minum di lubang ke 16.
Dia tidak mengirimku sms lagi sepanjang hari. Perutku melilit
dengan gelisah. Ada apa ini" Apakah perasaan manis yang dia
rasakan setelah mengambil keperawananku memudar begitu cepat"
Aku harus memarkir jauh hingga keluar tepi jalan. Menutup pintu
trukku, aku mulai berjalan menuju pintu.
"Kau takkan ingin ada di dalam sana," suara akrab Grant terdengar
di kegelapan. Aku melihat sekeliling dan melihat cahaya oranye
kecil jatuh ke tanah kemudian ditindis oleh sepatu boot sebelum
Grant keluar dari tempat persembunyiannya.
"Apakah kau datang ke pesta ini hanya untuk berkeliaran di luar?"
tanyaku, ini kedua kalinya semenjak aku tiba di pesta ini
menemukan Grant hanya sendirian di luar.
"Aku tidak bisa berhenti merokok. Rush mengira aku sudah
berhenti. Jadi aku bersembunyi di luar ketika ingin merokok,"
jelasnya. "Merokok akan membunuhmu," ucapku padanya, mengingat semua
perokok yang aku lihat perlahan sekarat saat aku mengantar ibuku ke
perawatan kemoterapi. "Itu yang mereka katakan padaku," dia membalasnya sambil
menghela napas. Aku melihat kembali ke rumah dan mendengar suara musik mulai
mengalir keluar. "Aku tak tahu bahwa malam ini ada pesta," ucapku,
berharap suara kekecewaanku tak terdengar.
Grant tertawa dan menyandarkan pinggulnya di sebuah Volvo.
"Bukankan di sini selalu ada pesta?"
Tidak, tidak lagi. Setelah semalam aku berpikir Rush akan menelpon
atau mengirim pesan teks kepadaku. "Kukira aku hanya tak
menyangka akan hal ini."
"Kurasa Rush juga begitu. Ini pestanya Nan. Dia menjebaknya.
Perempuan itu selalu bisa lolos dari segala aturan yang Rush
terapkan. Aku selalu kena imbasnya lebih dari sekali karena aku
tidak turut mengatasi jebakan wanita sialan itu."
Aku melintas untuk ikut bersandar di Volvo disampingnya dan
bersedekap. "Jadi kau tumbuh besar bersama Nan juga?" Aku butuh
sesuatu. Segala jenis penjelasan.
Grand menyipitkan matanya ke arahku. "Ya. Tentu saja. Georgianna
adalah ibunya. Hanya dia orang tua yang kami punya. Well..." Grand
menarik diri dari Volvo dan menggelengkan kepalanya. "Tidak. Kau
hampir menguasaiku. Aku tak bisa mengatakan apa-apa, Blaire.
Jujur ketika seseorang melakukannya aku tak ingin berada di
sekitarnya." Grant berjalan kembali menuju ke dalam rumah.
Aku melihatnya sampai dia masuk ke dalam sebelum aku berjalan
menuju ke dalam rumah. Aku berharap tidak ada orang di kamarku.
Jika ada, aku akan ke dapur. Aku sedang tidak ingin meladeni Nan.
Atau segala rahasia tentang Nan yang orang lain tahu kecuali aku.
Aku yakin aku juga sedang tidak ingin meladeni Rush.
Aku membuka pintu dan bersyukur tidak ada orang di sana yang
berdiri melihatku datang. Aku langsung menuju tangga. Tawa dan
suara memenuhi rumah. Aku tidak cocok dengan mereka. Tidak ada
gunanya berada di sana dan bertindak seperti yang pernah
kulakukan. Aku melirik ke pintu yang menuju ke arah tangganya Rush dan
membiarkan kenangan semalam menyapaku kembali. Aku mulai
berpikir bahwa itu hanyalah kejadian sekali saja. Aku membuka
pintuku dan melangkah masuk sebelum aku menyalakan lampu.
Aku menutup mulutku menahan teriakan yang hampir keluar saat
menyadari aku tidak sendiri. Itu Rush. Dia duduk di ranjangku
memandang keluar jendela. Dia berdiri saat aku menutup pintu dan
berjalan ke arahku. "Hai," tegurnya dengan suara lembut.
"Hai," balasku, kurang yakin mengapa dia ada di kamarku sementara
rumahnya penuh dengan orang. "Apa yang kau lakukan di sini?"
Dia tersenyum geli padaku. "Menunggumu. Kupikir itu sudah jelas."
Tersenyum, aku menundukkan kepalaku. Matanya kadang-kadang
bisa menghanyutkan. "Aku bisa melihatnya. Tapi kau punya tamu."
"Bukan tamuku. Percayalah padaku, aku ingin rumah yang senyap,"
ucapnya menangkup sisi wajahku dengan tangannya. "Naiklah ke
lantai atas denganku. Kumohon."
Dia tak perlu meminta. Aku dengan senang hati akan melakukannya.
Aku menaruh tasku di atas ranjang dan menyelipkan tanganku di
tangannya. "Tunjukkan jalannya."
Rush menggenggam tanganku dan kami berjalan ke atas bersama.
Ketika kami tiba di tangga teratas Rush menarikku dalam
pelukannya dan menciumku dengan keras. Mungkin aku tampak
murahan tapi aku tak perduli. Aku merindukannya hari ini. Aku
melingkarkan kedua tanganku di lehernya dan balas menciumnya
dengan segala emosi yang berputar di dalam diriku yang aku sendiri
tak cukup memahaminya. Ketika dia melepaskan ciuman kami berdua terengah-engah. "Bicara.
Pertama kita akan bicara. Aku ingin melihatmu tertawa dan
tersenyum. Aku ingin mengetahui apa siaran TV favoritmu saat kau
kecil dan siapa yang membuatmu menangis di sekolah dan poster
boyband mana yang terpasang di dindingmu. Kemudian aku ingin
kau telanjang lagi di ranjangku."
Tersenyum pada keanehannya, namun menggemaskan, caranya
memberitahuku bahwa dia tidak hanya ingin bercinta denganku, aku
berjalan menuju ke sofa kulit besar yang terlihat besar dibanding TV.
"Haus?" tanya Rush, berjalan ke arah kulkas baja yang tak ku
perhatikan semalam. Sebuah bar kecil terpajang disamping
kulkasnya. "Air es sungguh menyenangkan," jawabku.
Rush sedang menata minuman dan aku berbalik untuk melihat keluar
menuju laut. "Rugrats adalah acara favoritku, Ken Norris
membuatku menangis setidaknya seminggu sekali tapi kemudian dia
mulai membuat Valerie menangis dan aku menjadi marah dan
melukainya. Serangan favorit dan terbaikku adalah tendangan cepat
kearah kemaluannya. Dan yang memalukan, poster Backstreet Boys
yang terpasang di dindingku."
Rush berhenti di sampingku dan menyodorkanku segelas air es. Aku
bisa melihat kebingungan di wajahnya. Dia duduk di sampingku.
"Siapa Valerie?"
Aku menyebutkan saudara perempuanku tanpa berpikir. Aku merasa
nyaman dengan Rush. Aku ingin dia tahu tentangku. Mungkin jika
aku membuka rahasiaku dia akan membagi miliknya. Walaupun dia
tak ingin membagi rahasia tentang Nan.
"Valerie adalah saudara kembarku. Dia meninggal dalam kecelakaan
mobil 5 tahun yang silam. Ayahku yang mengemudi. Dua minggu
kemudian, ayahku keluar dari hidup kami dan tak pernah kembali.
Ibuku mengatakan bahwa kami harus memaafkannya karena dia
tidak bisa hidup dengan kenyataan bahwa dia yang mengemudikan
mobil yang menyebabkan Valerie meninggal. Aku selalu ingin
percaya padanya. Walaupun dia tidak datang saat pemakaman Ibu
aku sungguh ingin percaya dia tidak bisa mengatasinya. Jadi aku
memaafkan dia. Aku tidak membencinya atau membiarkan kegetiran
dan kebencian menguasaiku. Tapi aku datang kesini dan ya...kau
tahu. Aku rasa Ibuku salah."
Rush membungkuk dan menaruh gelasnya di atas meja kayu unik di
samping sofa dan merangkulku. "Aku tak tahu kalau kau punya
saudara kembar," katanya takjub.
"Kami identik. Kau tak bisa membedakan kami. Kami sangat
bergembira di sekolah dan juga dengan para cowok. Hanya Cain
yang bisa membedakan kami."
Rush mulai bermain dengan kunciranku kala kami duduk di sana
memandang lautan. "Berapa lama orangtuamu saling mengenal
sebelum mereka menikah?" tanyanya. Bukan pertanyaan yang
kuperkirakan. "Itu adalah cinta pada pandangan pertama. Ibuku menengok
temannya di Atlanta. Ayah baru saja putus dengan pacarnya dan dia
datang pada satu malam kala Ibuku sedang sendiri di apartemen
temannya. Temannya agak sedikit nakal menurut Ibuku. Ayah hanya
melihat sekali dan dia terpikat. Aku tak bisa menyalahkannya. Ibuku
sangat cantik. Warna rambutnya sama dengan milikku tapi dia punya
mata besar hijau yang indah. matanya mirip berlian dan Ibuku sangat
menyenangkan. Kau pasti bisa bahagia hanya berada di dekatnya.
Tidak ada yang membuatnya sedih. Dia selalu tersenyum. Aku hanya
melihat dia menangis sekali saat dia diberitahu tentang Valerie. Dia
jatuh ke lantai dan menangis hari itu. Itu sangat menakutkanku jika
aku tak merasakan hal yang sama. Seperti separuh jiwaku pergi."
Aku berhenti. Mataku berkaca-kaca. Aku biarkan diriku terbawa
suasana saat bercerita. Aku tak pernah terbuka selama ini kepada
orang lain. Rush menempelkan dahinya di ubun-ubunku. "Aku minta maaf,
Blaire. Aku tak tahu."
Untuk pertama kalinya sejak Valerie meninggal aku merasa butuh
seseorang untuk berbicara. Aku tak perlu menahan diri. Aku berbalik
ke pelukannya dah menciumnya. Aku butuh kedekatan ini. Aku
teringat luka itu dan sekarang aku harus melupakannya. Dia sangat
pandai dalam segalanya tetapi dia menghilang.
"Aku mencintai mereka. Aku selalu mencintai mereka tapi aku baikbaik saja
sekarang. Mereka telah bersama. Mereka saling memiliki,"
ucapku padanya ketika kurasa keengganannya untuk balas
menciumku. "Siapa yang kau miliki?" tanyanya dengan geram.
"Aku punya diriku sendiri. Aku tahu selama 3 tahun yang lalu ketika
ibuku sakit aku berkeyakinan bahwa selama aku berpegang teguh
pada diriku dan tidak melupakan siapa diriku maka aku akan baikbaik saja,"
jawabku. Rush memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam.
Ketika dia membuka matanya wajah putus asanya mengejutkanku.
"Aku butuh dirimu. Sekarang. Izinkan aku bercinta denganmu di
sini, kumohon." Aku melepas kausku dan kemudian melepas miliknya. Dia
mengangkat tangannya kala aku menarik kausnya melewati atas
kepalanya. Dia bergerak cepat melepas braku dan itu telah hilang
tanpa sesuatu di antara kami. Dia menangkup payudaraku saat
jempolnya membelai puncak putingku. "Kau sungguh sangat cantik.
Di dalam dan di luar," bisiknya. "Meskipun aku tak layak untukmu,
aku ingin terkubur di dalam dirimu. Aku tak bisa menunggu. Aku
hanya butuh sedekat mungkin denganmu semampuku."
Aku beringsut darinya dan berdiri. Setelah melepas sepatuku, aku
melepas celana pendekku dan mendorongnya turun bersama celana
dalamku kemudian melangkah keluar darinya. Dia duduk di sana
melihatku seakan aku adalah hal paling memukau yang pernah
dilihatnya. Itu menguatkan. Perasaan malu yang kukira akan muncul
saat berdiri telanjang di depannya hilang sama sekali.
"Telanjanglah," ucapku, melihat ke arah ereksinya yang menekan
celana jinsnya. Aku pikir dia akan tertawa geli akan hal itu tapi
ternyata tidak. Dia berdiri, dengan cepat melangkah keluar dari
jinsnya dan kemudian menghempaskan dirinya bersamaku kembali
di sofa. "Naiki aku," perintahnya. Aku menuruti kata-katanya. "Sekarang,"
dia menelan ludah, "turun perlahan ke arahku." Aku menunduk dan
melihat dia sedang memegang pangkal kejantanannya. Aku
berpegang di bahunya dan perlahan menurunkan diriku saat dia
menangani semuanya. "Perlahan, babe. Pelan-pelan. Kau akan nyeri."
Aku mengangguk dan menggigit bibir bawahku saat ujungnya mulai
memasukiku. Dia memindahkan kejantanannya maju mundur di
pangkal pahaku, menggodaku. Aku meremas bahunya dan terkesiap.
Rasanya nikmat. Sangat nikmat.
"Ya, begitu. Kau mulai basah. Oh Tuhan, aku ingin merasakannya,"
geramnya. Melihat nafsu liar di matanya seakan menyalakan tombol di dalam
diriku. Aku ingin dia mengingatku. Mengingat ini. Aku tahu waktu
kami terbatas dan aku tahu aku takkan bisa melupakannya. Tapi, aku
ingin tahu ketika ini berakhir dia takkan melupakanku. Aku tak ingin
menjadi salah satu gadis yang telah diperawaninya.
Membungkuk kedepan, aku menunggu hingga dia menggosok
kejantanannya di jalan masukku. Kemudian aku membenamkan diri
dengan keras sambil menjerit keras ketika miliknya memenuhiku.
"BRENGSEK," teriak Rush. Aku tak mau menunggunya untuk
khawatir padaku. Aku akan menaikinya. Aku mengerti istilahnya
sekarang. Aku yang memegang kendali. Dia mulai membuka
mulutnya dan ingin mengatakan sesuatu namun aku
menghentikannya dengan mendesakkan lidahku di mulutnya ketika
aku mengangkat pinggulku dan meluncur ke arahnya lagi dengan
keras. Erangan dan liukan tubuhnya dibawahku meyakinkanku aku
melakukan sesuatu dengan benar.
Aku mundur sehingga aku bisa menjerit keras saat aku mulai
memacunya lebih cepat dan keras. Rasa nyeri dalam diriku berteriak
saat miliknya masuk ke diriku namun itu adalah rasa sakit yang
nikmat. "Blaire.. Oh sial Blaire," geramnya kala dia menarik pinggulku dan
dia membiarkan dirinya bebas dan menikmatinya. Tangannya mulai
mengambil alih. Dia mengangkatku dan menghentakku kebawah
dengan dorongan cepat dan tajam. Setiap umpatan dan erangan keras
yang keluar dari bibirnya membuatku makin ganas. Aku butuh ini
bersamanya. Orgasme hampir sampai dan aku tahu dengan beberapa tusukan lagi
aku akan hancur berantakan di atasnya. Aku juga ingin dia orgasme
bersamaku. Aku mulai memacu di atasnya dan membiarkan keluar
jeritan keras yang coba kukendalikan. "Aku hampir sampai," aku
mengerang kala sensasinya terbangun.
"Terus baby, sungguh nikmat," geramnya dan kemudian kami berdua
sampai di puncak bersama. Tubuhnya terguncang dibawahku dan
Fallen Too Far Karya Abbi Glines di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemudian diam. Namaku keluar dari bibirnya disaat yang sama aku
mencapai klimaksku. Ketika getarannya perlahan mereda dan aku bisa bernapas lagi aku
melingkarkan tanganku di lehernya dan jatuh ke atasnya.
Kedua tangannya memelukku erat di kala dia bernapas pelan. Aku
menyukai percintaan lembut yang kami alami semalam tapi ada
sesuatu yang bisa dikatakan tentang bercinta. Aku tersenyum akan
pikiranku dan berbalik untuk mencium lehernya.
"Tak pernah. Tak pernah dalam hidupku, " dia terengah-engah
mengelus punggungku dan menangkup pantatku dengan remasan
lembut. "Itu tadi. Ya Tuhan, Blaire, aku tak bisa berkata-kata."
Tersenyum ke lehernya kutahu aku telah membuat kesan pada pria
yang sempurna, terluka, misterius dan bingung ini.
"Aku yakin kata yang kau cari itu adalah luar biasa," aku tertawa
saat aku bersandar sehingga aku bisa menatapnya.
Kelembutan di matanya membuat hatiku agak mencair. "Percintaan
paling luar biasa yang pernah dikenal manusia," balasnya dan
mengulurkan tangan untuk menyelipkan rambutku ke belakang
telinga. "Aku hancur. Kau tahu itu, kan" Kau menghancurkanku."
Aku menggoyangkan pinggulku sedikit dan aku masih bisa
merasakannya di dalamku. "Hmmm tidak, kupikir milikmu masih
berfungsi." "Ya Tuhan, sayang...kau akan membuatku keras dan siap lagi. Aku
harus membersihkanmu."
Aku menelusuri bibir bawahnya dengan ujung jariku. "Aku takkan
berdarah lagi. Aku telah melakukannya sebelumnya."
Rush menarik jariku ke mulutnya dan menghisapnya dengan lembut
sebelum melepaskannya. "Aku tidak memakai kondom. Aku juga
bersih. Aku selalu memakai kondom dan memeriksakan diri secara
teratur." Aku tak yakin bagaimana mengolah informasi ini. Aku tidak berpikir
soal kondom. "Aku minta maaf. Saat kau telanjang aku kehilangan akal sehatku.
Aku berjanji padamu kalau aku bersih."
Aku menggelengkan kepalaku. "Tidak, tidak apa-apa. Aku percaya
padamu. Aku juga tak memikirkannya tadi."
Rush menarikku kembali ke arahnya. "Bagus, karena tadi itu
sungguh luar biasa. Aku tak pernah merasakannya tanpa memakai
kondom. Mengetahui bahwa aku di dalam dirimu dan merasakan
ketelanjanganmu membuatku sangat bahagia. Kau sungguh
mengagumkan. Segalanya panas dan basah dan sangat ketat."
Aku bergoyang kembali. Kalimat kotornya di telingaku
membangunkan gairahku. "Mmm," jawabku saat kurasakan dia
kembali keras di dalamku.
"Apakah kau memakai kontrasepsi?"
Aku tak punya alasan untuk itu. Aku menggelengkan kepala.
Dia mengerang dan menggeser pinggulku sampai miliknya keluar
dariku. "Kita tak bisa melakukannya lagi sampai kau memakainya.
Tapi kau sudah membuatku keras kembali." Dia meraih
kewanitaanku dan membelai clitku. "Sangat seksi," gumamnya. Aku
menengadahkan kepalaku dah menikmati sentuhan lembutnya.
"Blaire, ayo mandi bersamaku," pintanya dengan suara serak.
"Oke," ujarku, menatap ke arahnya. Dia membantuku berdiri dan
kemudian menuntunku ke kamar mandinya yang besar.
"Aku menginginkanmu di pancuran. Apa yang kita lakukan di luar
sana adalah hal yang sangat mengagumkan yang pernah kurasakan
sepanjang hidupku. Tapi di sini aku akan melakukannya dengan
perlahan. Aku akan merawatmu."
*** Bab 21 Meninggalkan Rush di tempat tidur pagi ini sangat sulit. Ia tidur
begitu damai aku tidak ingin membangunkannya. Aku menahan diri
untuk tidak menciumi wajahnya sebelum aku pergi. Tidur
membuatnya terlihat tidak khawatir. Aku tidak menyadari betapa
intens dan waspadanya ia sampai aku amemperhatikan ia tertidur
dan melihat ia benar-benar damai.
Membuka pintu menuju ruangan staf aku disambut dengan bau donat
baru dan Jimmy yang tersenyum.
"Selamat pagi sayang," ia berkata riang seperti biasanya.
"Itu masih harus dilihat...kau akan membagi donat itu atau tidak?"
Ia memegang kotak itu kepadaku. "Aku membeli dua ekstra hanya
untukmu sayang. Aku tahu kau datang bekerja hari ini dan aku tidak
ingin menjadi tangan kosong."
Aku duduk didepannya dan meraih donatku. "Jika aku pikir kau
akan menikmatinya, aku akan mencium wajahmu," godaku.
Jimmy menggoyangkan alisnya, "Siapa yang tahu, sayang" Wajah
sepertimu bisa menyebabkan seorang pria tersesat."
Sambil tertawa, aku menggigit kenikmatan yang hangat dan halus.
Ini tidak sehat tapi donat ini sangat enak.
"Makanlah karena kita mempunyai hari yang sangat panjang. Pesta
debutan malam ini dan kita tidak akan berada di ruang makan. Kita
semua akan dikirim ke ruangan pesta dan dipaksa untuk berjalan
dengan nampan makanan kemudian melayani mereka semua pada
makan malam." Pesta debutan" Apa sih itu?" Apakah itu sebabnya ada begitu banyak
truk di luar dengan bunga dan dekorasi?"
Jimmy mengangguk dan meraih donat lain yang dilapisi coklat. "Ya.
Terjadi setiap tahun selama minggu ini. Ibu kaya yang gila
mendampingi putri mereka dan mengenalkannya kepada masyarakat.
Setelah malam ini, gadis-gadis akan dianggap sebagai wanita dewasa
dan diperlakukan sebagai anggota klub dewasa. Mereka bisa berada
di komite dan sejenisnya. Ini adalah omong kosong gila. Apalagi
sejak Nan berumur 21 beberapa minggu lalu. Itu berarti dia bisa
dilepaskan kedunia orang dewasa."
Nan seorang debutan. Itu menarik. Ibunya tidak ada di sini. Apakah
ini berarti dia kembali" Jantungku berdegup kencang...Aku harus
segera pergi. Rush tidak mengatakan kepadaku bahwa sesuatu telah
berubah tentang kepindahanku. Ketika aku pergi akankan dia masih
melihatku" "Tarik napas, Blaire. Itu hanya sebuah pesta sialan," kata Jimmy.
Aku mengambil napas dalam-dalam. Aku tak menyadari bahwa aku
mulai panik. Inilah sebabnya mengapa aku mau menjaga jarak. Aku
tahu hari ini akan datang. Apakah ayahku ada di rumah hari ini"
"Jam berapa mulainya?" Aku berhasil bertanya tanpa ada hambatan
di suaraku. "Jam tujuh tapi mereka akan menutup ruang makan jam lima supaya
kita bisa bersiap-siap."
Aku mengangguk dan meletakkan sisa donatku. Aku tidak bisa
menghabiskannya. Hari ini menjadi permainan menunggu. Aku
merasakan ponsel di kantongku tapi aku tidak bisa sms Rush. Aku
tidak mau ia memberitahu kabar buruk melalui sms. Aku hanya akan
menunggu. "Blaire, aku perlu menemuimu sebentar di ruanganku." Suara Wood
masuk ke pikiranku. Mataku tertuju ke mata Jimmy yang melebar
dengan keprihatinan. Bagus. Apa yang sudah kulakukan"
Aku berdiri dan berbalik menghadap Wood. Ia tidak terlihat marah.
Ia tersenyum ke arahku dan itu memberikan keberanian yang aku
butuhkan untuk berjalan ke arahnya. Ia membukakan pintu untukku
dan aku melangkah keluar ke koridor.
"Santai, Blaire. Kau tidak dalam masalah. Kita hanya perlu
membahas tentang malam ini."
Oh. Whew. Aku menarik napas dalam-dalam dan mengangguk lalu
mengikutinya ke pintu di ujung lorong.
"Aku tidak mendapatkan apapun yang glamor. Dad percaya bahwa
aku bekerja dari bawah sampai ke puncak. Bahkan jika aku akan
mewarisi klub suatu hari nanti." Woods memutar matanya saat
membuka pintu kantornya dan menyuruhku masuk. Ruangannya
sebesar kamarku di rumah Rush. Ada dua jendela besar yang
menghadap ke lapangan golf.
Woods berjalan memutar untuk duduk di pinggir mejanya daripada
dibelakangnya. Aku menghargai ia mencoba untuk tidak
membuatnya sangat formal. Itu akan membuatku gugup.
"Pesta Debutan nanti malam. Ini adalah kegiatan tahunan di sekitar
sini. Kami mengadakan acara untuk gadis kaya yang manja menjadi
dewasa. Ini sesuatu yang menjengkelkan yang menjadikan klub ini
memperoleh keuntungan lebih dari lima puluh juta dolar dari biaya,
sumbangan dan sejenisnya. Jadi kita tidak bisa menghentikan omong
kosong ini. Ibuku juga tidak mampu menghentikannya meski ia bisa.
Dulu dia juga seorang debutan dan kau akan berpikir seakan dia
telah dinobatkan menjadi ratu Inggris saat mendengar ibuku
membicarakannya." Aku tidak merasa lebih baik tentang malam ini. Penjelasan ini
membuatku merasa bertambah buruk.
"Nan sekarang dua puluh satu tahun. Jadi, ia akan menjadi seorang
debutan. Aku melihat daftarnya dan Rush akan menjadi
pendampingnya; hal ini tradisional untuk ayah sang gadis atau kakak
lelakinya untuk mendampinginya. Pendamping pun harus dari
anggota klub. Aku tak tahu apa yang sedang terjadi antara kau dan
Rush tapi aku tahu bahwa Nan membencimu. Aku tidak
membutuhkan drama malam ini. Namun aku membutuhkanmu. Kau
salah satu dari yang terbaik. Pertanyaannya adalah, bisakah kau
melakukannya tanpa adanya suatu pertengkaran" Karena Nan akan
melakukan yang terbaik untuk menutup mulutmu. Ini semua kembali
padamu untuk mengabaikannya. Kau mungkin berkencan dengan
seorang anggota klub tapi kau tetap seorang pelayan. Tidak
mengubah itu. Anggota selalu benar. Klub harus memihak Nan jika
pertengkaran itu terjadi."
Apa yang dia harapkan" Ini bukan SMA. Kita semua orang dewasa.
Aku bisa mengabaikan Nan dan Rush semalamam jika perlu.
"Aku bisa melakukannya. Tidak masalah."
Woods mengangguk cepat. "Bagus, karena bayarannya sangat bagus
dan kau butuh pengalamannya."
"Aku bisa melakukannya," Aku menenangkannya.
Woods berdiri. "Aku percaya kau bisa. Kau bisa membantu Jimmy
dengan sarapan sekarang. Ia mungkin sedang mengutuk kita
berdua." *** Sisa hari ini berjalan dengan cepat dan aku begitu sibuk dengan
persiapannya yang membuatku tidak mempunyai waktu untuk
memikirkan Nan atau kembalinya ayahku. Atau Rush. Sekarang aku
berdiri di dapur dengan staf pelayan lain. Aku menggunakan baju
pelayan putih dan hitam dengan rambut yang ditarik menjadi
sanggul. Aku mulai merasa kecemasan muncul di perutku.
Ini adalah pertama kalinya aku harus menghadapi perbedaan antara
Rush dan aku. Dunianya dibandingkan duniaku. Mereka akan
bertumbukan malam ini. Aku sudah mempersiapkan diri untuk setiap
komentar yang Nan akan buat tentangku. Aku bahkan sudah
berbicara dengan Jimmy menjadi penyekat dan menahanku dari
keharusan berdekatan dengan Nan. Aku ingin melihat Rush atau
mungkin berbicara padanya tapi aku punya perasaan itu tidak akan
disetujui. "Waktunya beraksi. Kudapan dan minuman. Kalian tahu tugas
kalian. Ayo." Darla menjalankan pertunjukan malam ini di belakang
panggung. Aku mengambil nampan martini dan menuju antrian di
pintu. Semua orang pergi dengan cepat dan kami sekua membuat
jalan yang berbeda melalui kerumunan. Punyaku setengah lingkaran
searah jarum jam. Kecuali aku melihat Nan, lalu aku berbalik
berlawanan dan Jimmy pergi searah jarum jam. Ini adalah ide yang
bagus. Aku hanya berharap itu berhasil.
Pasangan pertama yang aku tuju bahkan tidak memedulikanku saat
mereka mengobrol dan mengambil minuman dari nampan. Itu cukup
mudah. Aku berhasil melewati beberapa kelompok lagi. Beberapa
pria dan wanita yang kukenal dari lapangan golf. Mereka akan selalu
mengangguk dan tersenyum ketika mereka mengenaliku tapi hanya
itu. Setengah jalan melalui ruangan, nampanku kosong dan aku
mengingat dalam hati di mana terakhir kali aku berhenti. Aku
bergegas kembali ke dapur untuk minuman lainnya. Darla sedang
menungguku. Ia mendorong nampan martini baru kearahku dan
mengusirku pergi. Aku berhasil kembali ke tempat semula, hanya harus berhenti dua
kali dan memungkinkan seseorang untuk mendapatkan minuman
dari nampan. Mr. Jenkins memanggil namaku dan melambaikan
tangan. Aku tersenyum kembali kearahnya. Ia memainkan delapan
Pendekar Jembel 14 Si Badung Jadi Pahlawan Karya Enid Blyton Hulubalang Iblis 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama