Ceritasilat Novel Online

Kelembutan Dalam Baja 5

Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella Bagian 5


"Bagaimana engkau mengetahuinya?"
"Aku waktu itu tidak sengaja melihat tubuh gadisnya. Aku sama sekali tidak tahu
sebelumnya." Raja memandang curiga sehingga Pangeran harus meyakinkannya. "Sungguh. Aku
sama sekali tidak sengaja. Waktu itu aku datang untuk mengobati lengannya yang
baru terluka tetapi aku sama sekali tidak mengira akan..."
"Akan melihat dadanya," sahut Raja Alfonso.
Pangeran mengangguk. Raja Alfonso terdiam sambil terus menatap wajah putranya yang menahan perasaan
malu. Dapat dibayangkan Raja bagaimana perasaan Reinald ketika itu.
"Engkau menyukai Kakyu?" tanya Raja Alfonso penuh selidik.
"Aku" Aku menyukai gadis tenang-tenang dingin sepertinya" Jangan berpikir yang
aneh-aneh. Mana mungkin aku menyukai gadis setenang itu hingga berkesan
dingin." "Kakyu tidak seperti itu, Reinald. Walaupun ia tampak tenang dan tidak senang
keramaian, ia seorang yang ramah."
"Tidak senang keramaian?"
"Benar, Kakyu tidak pernah menyukai keramaian."
Pangeran diam - sibuk berpikir.
"Mengapa ia menjadi laki-laki?"
"Aku tidak tahu. Kakyu tidak pernah mau mengatakannya walau aku sering
bertanya," kata Pangeran Reinald, "Tetapi kurasa ini ada hubungannya dengan
Jenderal Reyn." "Jenderal Reyn?"
"Jenderal Reyn tidak punya anak laki-laki. Dapat dibayangkan betapa kecewanya
dirinya." Raja Alfonso heran. "Lalu mengapa ia memilih Kakyu?"
"Aku tidak tahu. Sekarang kumohon jangan mengatakan hal ini pada Kakyu juga
kepada yang lain. Aku telah berjanji padanya untuk tidak mengatakannya pada
siapapun." "Tetapi engkau baru saja melanggar janjimu."
"Aku terpaksa melakukannya. Aku tidak mungkin membiarkan seorang gadis
menikah dengan gadis."
"Sepertinya aku juga harus memegang janjimu."
Pangeran Reinald mengangguk. "Hingga semua pertanyaan ini terjawab, aku tidak
ingin Kakyu marah kepadaku hanya karena aku melanggar janjiku."
"Jangan khawatir, Reinald. Aku juga tidak akan mengatakannya pada siapapun,"
Raja mengintip Kakyu di balik tirai, "Aku heran mengapa gadis sepertinya bisa
menjadi setangguh itu bahkan lebih tangguh dari pemuda lain seusianya."
"Aku juga ingin tahu," Pangeran Reinald mengakui, "Papa tidak marah pada Kakyu
juga keluarga Parcelytye bukan?"
"Marah" Mengapa aku harus marah?"
"Karena mereka telah membohongi Papa."
Raja tersenyum sambil melirik pada Kakyu. "Untuk apa aku marah kalau seorang
gadis bisa setangguh itu" Sepertinya mulai saat ini aku tidak boleh menganggap
remeh wanita." Pangeran Reinald lega mendengarnya. Ia tidak perlu mengkhawatirkan keselamatan
gadis yang dicintainya. "Apa!?" Pangeran Reinald terkejut menyadari kenyataan itu. Ini sangat aneh
beberapa saat yang lalu ia masih mengatakan tidak mungkin ia jatuh cinta pada
Kakyu yang tenang-tenang dingin, tetapi beberapa detik yang lalu ia baru saja
mengatakannya. Ini benar-benar aneh, tetapi keanehan selalu terjadi dalam cinta.
Bukankah demikian" Belum selesai masalah yang ada, sekarang malah muncul masalah yang lain. Tetapi
karenanya Pangeran tahu ia marah kepada Kakyu karena ia cemburu. Benar, ia
cemburu pada Adna. "Apa katamu tadi?"
"Tidak...," elak Pangeran Reinald, "Tidak ada." Kemudian untuk mengalihkan
perhatian ayahnya, ia berkata, "Aku hanya berpikir apa yang akan kita katakan
pada Eleanor. Kita tidak mungkin mengatakan tentang ini."
Raja terdiam. Dalam diamnya ia sibuk berpikir. "Entahlah," katanya menyerah,
"Yang pasti Eleanor tidak akan senang mengetahui hal ini."
"Pasti." "Ia pasti akan menuntut alasan dariku sedangkan aku sendiri tidak tahu apa yang
harus kukatakan selain kebenaran ini. Tetapi jangan khawatir, aku tidak akan
mengatakannya. Bukankah aku telah berjanji padamu?"
"Katakan saja aku tidak setuju. Nanti ia akan minta penjelasan dariku," usul
Pangeran Reinald. "Apa engkau benar-benar bersedia dibuat repot oleh Eleanor?" selidik Raja
Alfonso. "Ia adikku, Papa. Mana mungkin aku keberatan?"
"Baiklah," Raja Alfonso menganggap masalah ini telah selesai, "Sekarang
bagaimana denganmu?"
"Aku?" "Aku tidak terlalu tua untuk mengetahuinya, Reinald. Jangan lupa aku juga pernah
muda," Raja Alfonso berkata dengan nada memperingati.
"Aku yakin engkau sedikit banyak tertarik padanya," kata Raja sambil melirik
Kakyu yang tetap tenang menanti, "Kalau aku masih muda, aku juga pasti akan tertarik
pada gadis hebat sepertinya. Ia cerdas, tenang, juga lincah. Yang pasti ia bukan
gadis yang mudah terkalahkan."
"Aku ingin semuanya jelas. Aku ingin tahu mengapa ia menjadi laki-laki. Aku
ingin tahu siapa Kenichi. Aku ingin tahu segalanya tentang dia."
"Kurasa kita akan membuatnya curiga kalau kita terlalu lama di sini," kata Raja
Alfonso. Bersama-sama mereka keluar dari tempat itu ke hadapan Kakyu yang berdiri
dengan tenangnya. "Baiklah, Kakyu," kata Raja, "Aku tidak akan memaksamu lagi. Reinald telah
membujukku." "Terima kasih, Paduka."
"Sekarang kita hanya perlu merundingkan pesta itu," tiba-tiba Raja Alfonso
merasa ragu-ragu, "Kalian setuju bukan?"
"Tentu," kata Pangeran Reinald.
Raja melihat Kakyu. Sebagai jawabannya, Kakyu berkata, "Tidak ada alasan untuk tidak setuju."
"Kakyu, dapatkah engkau meninggalkan kami?" kata Pangeran Reinald, "Aku ingin
berunding dengan Papa. Nanti aku akan memberitahumu kapan pesta itu diadakan
sehingga engakau bisa mulai mengaturnya."
Kakyu memandang curiga kepada Pangeran Reinald tetapi ia tidak mengatakan
apa-apa. Kakyu tidak tahu apakah Pangeran Reinald mengingkari janjinya atau
tidak, tetapi ia berterima kasih atas bantuannya.
Kakyu tersenyum padanya. Segera setelah Kakyu mengundurkan diri dari ruangan itu, Pangeran berkata, "Ada
yang ingin kubicarakan, Papa."
Raja duduk dengan sikap mendengarkan.
"Menurutku Kakyu tidak bisa selamanya seperti ini. Bagaimana menurut Papa?"
"Aku berpikir juga tidak baik kalau Kakyu terus menerus menjadi laki-laki. Ia
tidak akan dapat menemukan kebahagiaannya juga tidak dapat menjadi dirinya sendiri."
"Aku sering mengatakannya pada Kakyu, tetapi ia tidak pernah menjawabnya.
Menurut Papa, apakah mungkin Kakyu akan tetap menjadi laki-laki sampai Jenderal
Reyn sendiri yang membebaskannya dari tugasnya ini?"
"Kurasa memang demikian. Kakyu sangat berbakti pada orang tuanya terutama
ayahnya. Engkau tahu sendiri bukan bagaimana dia berusaha keras untuk dapat
berangkat ke Hutan Naullie" Aku akan membujuk Jenderal Reyn."
"Kita tidak bisa membujuk Jenderal Reyn, Papa. Aku khawatir, Jenderal Reyn tidak
akan senang mengetahui hal ini."
"Kukira tidak, Reinald. Jenderal Reyn itu perwira yang berjiwa besar, tentu ia
akan memahami masalah ini. Yang penting, engkau tidak perlu mengkhawatirkan hal ini.
Aku yang akan menyelesaikannya. Yang perlu kauurus hanya adikmu dan Kakyu."
Pangeran tidak tahu apakah benar ini jalan yang terbaik untuk membuat Kakyu
kembali ke kehidupannya yang seharusnya. Tetapi ayahnya tidak mungkin
melakukannya tanpa yakin akan hasilnya.
"Jangan lupa janjimu, Reinald," Raja Alfonso mengingatkan.
"Janji?" tanya Pangeran Reinald keheranan.
"Engkau berjanji pada Kakyu akan memberitahu kapan pesta kemenangan ini akan
diadakan." "Tentu. Kapan Papa akan mengadakannya?"
"Aku juga belum sempat memikirkannya. Kurasa tiga atau empat minggu lagi. Waktu
itu cukup untuk mempersiapkan pesta ini bukan?"
"Kalau Kakyu yang menanganinya, aku yakin dalam waktu seminggupun pesta ini
siap dilaksanakan." "Aku juga tidak ragu," kata Raja sambil tersenyum.
Sekarang semua masalah dengan pertunangan Kakyu dan Eleanor yang ditawarkan
Raja Alfonso telah selesai. Masalah terbesar Pangeran Reinald saat ini hanya
bagaimana membuat Kakyu menghentikan semua penyamarannya ini.
Setiap ada kesempatan, Pangeran Reinald selalu berusaha mendekati Kakyu untuk
membuatnya mengatakan segalanya juga membujuknya. Tetapi kesempatan yang
benar-benar bermanfaat itu tidak pernah ada.
Setiap hari mereka sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Entah Kakyu
yang sibuk mengatur keamanan Istana Vezuza atau Pangeran Reinald yang sibuk
dengan kemarahan Putri Eleanor.
Kalaupun mereka bertemu, percakapan yang terjadi hanya sebentar. Kakyu juga
segera pergi ketika mendengar pertanyaan yang selalu sama. Seperti sore ini
ketika ia bertemu Pangeran di koridor Istana.
"Hingga sekarang engkau belum mengatakannya padaku, Kakyu."
Kakyu diam saja. "Kumohon, Kakyu, untuk kali ini saja jangan terlalu pendiam," bujuk Pangeran
Reinald lembut, "Aku ingin engkau menjawab semua pertanyaan-pertanyaanku yang
belum engkau jawab."
Kakyu hanya memandang Pangeran. "Saya tidak bisa."
"Engkau bisa, Kakyu. Aku tahu engkau bisa hanya engkau saja yang tidak mau
mengatakannya." Kakyu kembali diam. "Katakan kepadaku mengapa engkau memilih menjadi laki-laki" Aku tahu engkau
juga tidak ingin selamanya seperti ini."
Kalau dulu Pangeran Reinald mengatakannya, hal itu salah. Dari dulu Kakyu senang
menjadi laki-laki yang bebas bergerak daripada wanita yang tidak bebas. Tetapi
sekarang hal itu benar. "Katakanlah padaku, Kakyu. Mengapa engkau menjadi laki-laki" Aku ingin tahu
semuanya." Kali ini Pangeran tidak berusaha menekan Kakyu. Ia membujuk Kakyu dengan
lembut dengan harapan bisa membangkitan jiwa gadis yang terkubur dalam
penyamarannya selama bertahun-tahun.
Tanpa perlu dibujukpun, jiwa seorang gadis Kakyu telah muncul. Jiwa itu muncul
sejak Pangeran bersikap lembut padanya di malam menegangkan di Hutan Naullie.
Malam di mana Pangeran memeriksa luka Kakyu dengan penuh kelembutan dan
sikap hati-hati. Seperti yang sudah-sudah, Kakyu tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Ia
hanya berlalu pergi setelah berkata, "Maafkan saya."
Pangeran yang telah berjanji pada dirinya sendiri untuk tetap bersikap sabar
dalam menghadapi Kakyu, tak urung jengkel juga. Pangeran tahu hingga kapanpun ia tetap
merasa jengkel oleh sikap Kakyu yang seperti ini, tetapi anehnya ia menyukainya.
Bagi Pangeran, sikap ini seakan-akan menjadi tantangan tersendiri yang harus
dipecahkannya di samping sikap tenang gadis itu.
Pangeran Reinald melanjutkan perjalanannya dengan perasaan gemas. Entah
bujukan apa lagi yang harus dilakukannya untuk membuat Kakyu berbicara banyak
seperti saat ia sibuk memikirkan Kirshcaverish.
Seperti mereka yang lebih lama mengenal Kakyu, Pangeran Reinald hanya pernah
sekali mendengar Kakyu berbicara banyak. Hanya sekali yaitu saat ia
mengkhawatirkan keberadaan pasukan di Hutan Naullie. Hanya itu dan setelahnya
Kakyu kembali menjadi gadis yang pendiam dan tenang.
Yang lebih parah dari yang pernah diketahui Pangeran, Kakyu telah menjadi gadis
tenang yang sangat dingin. Tak heran kalau di saat semua orang mengatakan
Kakyu adalah pemuda yang dingin-dingin tenang, Pangeran mengatakan sebaliknya
Kakyu adalah gadis yang tenang-tenang dingin.
Sudah berulang kali ia mencoba membujuk Kakyu tetapi Kakyu tetap keras kepala.
Segala cara mulai dari yang bernada perintah sampai bujukan lembut tidak
berhasil mempengaruhi gadis itu. Andaikan Pangeran Reinald tahu betapa ia telah membuat
Kakyu merasa kacau, ia pasti tidak akan melepaskan kesempatan itu.
Kejengkelan Pangeran itu terus tampak di wajah tampannya ketika ia menuju Ruang
Rekreasi yang khusus untuk keluarga kerajaan.
Begitu melihat ayahnya berada di sana, Pangeran segera berkata, "Bagaimana
membuat Kakyu berbicara banyak?"
"Percuma saja, Reinald. Lebih baik engkau melupakan keinginanmu itu. Aku,
Alfonso, juga Eleanor telah mencobanya ratusan kali tetapi ia tetap tidak bisa
berbicara sebanyak yang kita harapkan."
Jawaban itu membuat Pangeran Reinald menyadari keberadaan ibunya di ruangan
itu. Rupanya karena Ratu Ylmeria duduk di pojok dinding sisi pintu, Pangeran
yang langsung masuk itu tidak melihatnya.
"Ada yang perlu kautanyakan padanya?"
"Tidak," Pangeran Reinald berbohong pada Ratu Ylmeria. Cukup sekali Pangeran
Reinald mengingkari janjinya.
"Katakan saja, Reinald. Ylmeria sudah mengetahuinya juga."
"Mama?" ulang Pangeran Reinald sambil menatap tak percaya pada Raja dan Ratu
bergantian. Ratu Ylmeria membenarkan kalimat itu dengan berkata, "Aku juga terkejut ketika
mengetahui ia itu seorang gadis."
"Telah kukatakan padamu, Reinald, Kakyu sangat berbakti kepada orang tuanya.
Dan hanya Jenderal Reyn saja yang membuatnya mengatakan segala-galanya,"
kata Raja Alfonso, "Aku akan membicarakannya dengan Reyn nanti. Lagipula nanti
aku ada pertemuan dengan para Jenderal itu untuk membicarakan masalah
Kirshcaverish dan hukuman yang harus diberikan pada mereka."
"Masalah itu belum selesai?" tanya Pangeran Reinald tak percaya. "Bukankah sudah
sebulan lebih berlalu sejak kedatangan kami?"
Sejak tiba di Istana Vezuza, Pangeran Reinald memang tidak pernah tahu lagi
secara persis apa yang terjadi pada Bleriot dan kelompoknya. Pangeran bukannya
tidak mau mengurusi masalah itu, tetapi Raja Alfonso tidak mengijinkannya untuk
ikut. "Engkau sudah banyak berusaha," kata Raja Alfonso waktu itu, "Sisanya biar aku
yang mengerjakannya."
"Jangan kaukira semudah itu menyelesaikan masalah sebesar ini," Raja Alfonso
merasa jengkel mendengar suara yang lebih mirip ejekan daripada tak percaya itu,
"Butuh bukti-bukti yang cukup dan kuat sebelum mengajukan mereka ke
pengadilan." "Apakah kejahatan mereka selama ini belum cukup?"
"Belum cukup untuk membuktikan mereka itu pemberontak. Apa yang mereka
lakukan seperti pada keluarga Halberd dapat digolongkan dalam tindakan
ancaman." Pangeran Reinald tidak puas dengan penerangan itu. "Tetapi itu sudah cukup untuk
membawa mereka ke pengadilan, bukan?"
Ratu Ylmeria yang sejak tadi diam mendengarkan, menghela napas melihatnya.
"Kurasa Kakyu memang cocok untukmu yang tidak pernah bersabar."
Perhatian Raja Alfonso teralihkan karena perkataan yang tulus dari lubuk hati
seorang ibu. "Maksudmu, Ylmeria?"
"Reinald sangat cepat marah dan ia tidak pernah mau bersabar sedangkan Kakyu
gadis yang sangat tenang. Kalau Kakyu yang harus menghadapi Reinald, kurasa
mereka tidak akan banyak bertengkar. Kakyu pasti dapat dengan sabar dan tetap
tenang menenangkan Reinald," kata Ratu Ylmeria sambil menatap lekat-lekat wajah
putranya, "Kurasa kalau mereka menikah, kita tidak perlu khawatir, Reinald akan


Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

banyak bertengkar dengan istrinya. Terlebih lagi dalam memerintah kerajaaan ini,
ia tidak akan bersikap sembrono dengan Kakyu sebagai pendampingnya."
Raja Alfonso ikut menatap lekat-lekat wajah Pangeran yang pura-pura jengkel
untuk menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya.
"Jangan berpikir yang tidak-tidak. Tidak mungkin itu terjadi antara aku dan
gadis yang tenang-tenang dingin itu," Pangeran Reinald mengelak.
"Jangan membohongi aku, Reinald," Ratu memperingatkan, "Seorang ibu tidak
mungkin salah melihat perasaan anaknya. Engkau tahu bukan seorang ibu
mempunyai hubungan batin yang sulit dijelaskan, dengan anak-anaknya."
"Tidak perlu mengelak, Reinald," Raja Alfonso ikut menggoda Pangeran Reinald,
"Kakyu memang cantik walau ia memakai pakaian seragam Kepala Pengawal
Istana." "Sebaiknya kalian tidak mengatakannya pada Eleanor," kata Pangeran Reinald
memperingati juga untuk mengalihkan perhatian kedua orang tuanya.
"Bukankah sebaiknya Eleanor diberitahu juga?"
"Tidak, Mama. Aku tahu Eleanor tidak akan tinggal diam setelah mengetahuinya. Ia
pasti akan segera menanyakannya langsung pada Kakyu dan itulah yang ingin
kuhindari." "Ia akan semakin sedih kalau ia tahu," kata Ratu Ylmeria sendu, "Aku tidak dapat
membayangkan seperti apa rupanya kalau tahu ini semua."
"Sekarang ataupun nanti ia diberitahu, ia pasti sedih dan kecewa, Ylmeria."
"Sekarang bukan itu masalahnya," kata Pangeran Reinald, "Masalah utamanya
adalah bagaimana membuat Kakyu benar-benar menyadari ia bukan laki-laki tetapi
wanita" Bagaimana membuat ia menyadarinya?"
Ratu Ylmeria diam menatap putranya. Tanpa diberitahupun, jiwa keibuannya telah
berkata putranya mengharapkan itu demi dirinya sendiri. Dengan tersenyum, ia
berkata, "Semua tergantung padamu juga, Reinald."
Pangeran Reinald hanya dapat menatap ibunya dengan bingung.
"Bagaimanapun juga Kakyu itu seorang gadis. Sedikit banyak ia mempunyai jiwa
seorang gadis. Hanya bagaimana engkau memanfaatkan jiwa yang selama ini
tersembunyi dan membuatnya muncul lebih besar dari yang sebelumnya."
"Aku telah mencobanya tetapi Kakyu terlalu keras kepala untuk dibujuk."
"Aku merasa telah berulang kali mengatakan padamu Kakyu itu sangat berbakti
pada orang tuanya. Walau apapun yang terjadi, ia tidak mungkin mau mengatakan
sesuatu yang membuat segala ini menjadi jelas. Terutama padamu yang seorang
Pangeran. Ia pasti tidak mau mencelakakan keluarga juga kedua orang tuanya."
"Tetapi Papa tidak akan menghukum mereka bukan?"
"Benar, aku tidak akan melakukannya. Dan aku telah berjanji padamu."
"Bagaimanapun juga hal ini dapat dikatakan sebagai suatu penipuan, Reinald.
Bukan hanya kepada seorang Raja tetapi juga kepada rakyat Kerajaan Aqnetta."
Raja Alfonso mengangguk membenarkan.
"Kalian tidak akan menghukum mereka bukan" Walaupun berbohong, Kakyu banyak
berjasa." Pangeran Reinald tidak dapat membayangkan apa yang akan dilakukan kedua
orang tuanya dengan pernyataan itu. Tetapi ia dapat membayangkan bukan hanya
membayangkan tetapi juga sangat yakin pada tindakan yang akan dilakukannya bila
kekhawatirannya itu terjadi. Ia akan menentang kedua orang tuanya dan itu tidak
perlu diragukan lagi. Raja Alfonso tersenyum melihat kekhawatiran itu. "Jangan khawatir. Harus berapa
kali aku mengatakan hal itu padamu, Reinald" Aku tidak akan menghukum mereka.
Apakah aku harus menghukum seorang gadis yang telah berjasa begitu besar pada
Kerajaan Aqnetta" Seorang gadis saja bisa setangguh itu. Bayangkan kalau semua
gadis juga seperti Kakyu. Kerajaan kita pasti akan menjadi semakin kuat."
Pangeran Reinald tidak tahu apakah ia harus diam dengan keyakinan ayahnya atau
harus memberitahunya. Yang paling baik memang tidak memberitahunya sehingga
Kakyu tetap aman. Tetapi kalau tidak diberitahu, ayahnya akan kecewa di kemudian
hari kalau tahu yang sebenarnya.
"Masalahnya, Papa tidak menyadari perbedaan antara ketangguhan Kakyu dengan
Jenderal Reyn." "Aku telah melihatnya, Reinald. Aku yakin Kakyu lebih tangguh daripada ayahnya
sendiri waktu seusia dirinya. Aku tidak tahu bagaimana Jenderal Reyn mengajari
putrinya tetapi ia benar-benar tangguh dan memiliki kemampuan yang tidak dapat
diduga seberapa batasnya."
Pangeran Reinald merasa hal itu sudah cukup untuk saat ini. Ia sendiri belum
tahu banyak tentang ilmu yang dipelajari Kakyu. Dan pasti ia tidak tahu harus
menjelaskan apa pada ayahnya yang pasti akan banyak bertanya.
BAB 16 Kakyu duduk di depan meja kerjanya dan mulai menulis surat untuk Halberd.
Hingga saat ini ia belum dapat melakukan janjinya pada keluarga Halberd. Kakyu
belum dapat menambahi kesibukan itu dengan masalah Halberd. Kakyu tahu
banyak yang dipikirkan Raja Alfonso saat ini antara lain tentang Kirshcaverish
juga pesta kemenangan yang akan diadakannya.
Kakyu mengakhiri surat singkat itu dengan namanya di sudut kanan. Kemudian
dilipatnya surat itu dengan rapi dan dimasukkan ke dalam amplop.
Tengah Kakyu menuliskan alamat tujuan surat itu, seseorang memanggil.
Kakyu segera menghentikan pekerjaannya begitu mendengar suara ayahnya.
"Ada apa, Papa?"
Jenderal Reyn memasuki kamar Kakyu. Jenderal Reyn mengambil kursi dan duduk
di depan Kakyu. "Aku ingin bertanya," suara Jenderal Reyn terdengar seperti penuh perasaan
bersalah dan ragu-ragu, "Bagaimana perasaanmu?"
Kakyu tidak mengerti apa yang dimaksudkan ayahnya. Saat ini ia memang sedang
merasa galau dengan perasaannya yang campur aduk antara keinginan untuk terus
menjadi laki-laki dan keinginan untuk bebas mencintai. Tetapi Kakyu tidak akan
mengatakannya. "Biasa-biasa saja."
"Bukan itu maksudku," Jenderal Reyn tampak kacau.
Entah apa yang tengah dipikirkannya, Kakyu tidak tahu tetapi baru kali ini ia
melihat ayahnya merasa bingung dan kacau.
Jenderal Reyn menggenggam tangan Kakyu. Matanya mengawasi lekat-lekat wajah
tenang Kakyu, "Aku ingin tahu bagaimana perasaanmu selama ini" Selama ini
engkau terus menjadi laki-laki, seperti keinginanku. Engkau begitu tampak senang
menjalankannya hingga aku lupa engkau ini seorang gadis seperti kakak-kakakmu
yang lain. Aku begitu bodoh tidak pernah memikirkan ini semua."
"Aku tidak merasa terpaksa melakukannya, Papa," kata Kakyu menghibur.
"Aku tahu, Kakyu. Aku tahu. Engkau selalu senang melakukan semua ini," kata
Jenderal Reyn mengakui, "Tetapi aku yakin engkau pasti pernah memikirkan
keinginanmu sendiri. Engkau oasti mempunyai keinginan-keinginan sebagai seorang
gadis yang telah aku aabikan selama ini."
"Jangan terlalu dipikirkan apa yang dikatakan Mama. Aku senang melakukannya
dan aku sama sekali tidak merasa terpaksa."
"Bukan hanya Xeilan yang mengatakannya padaku, Kakyu," Jenderal Reyn
memberitahu, "Xeilan memang sering memberitahuku tetapi itu dulu sebelum
engkau kumasukkan menjadi seorang pengawal Istana."
Kakyu curiga mendengarnya. Ia khawatir Pangeran Reinald mengingkari janjinya.
"Mengapa Papa harus memikirkannya?"
"Karena aku ingin melihatmu bahagia, Kakyu," kata Jenderal Reyn penuh
pengertian, "Raja Alfonso benar kalau engkau terus menjadi laki-laki, engkau
tidak akan dapat mencapai kebahagiaanmu sendiri seperti Joannie. Engkau pasti ingin
bahagia seperti Joannie bukan?"
Kakyu kebingungan mendengarnya.
"Dari mana Raja Alfonso mengetahuinya?" pikirnya, "Apakah mungkin Pangeran
Reinald yang mengatakannya?"
Jenderal Reyn mengetahui apa yang dipikirkan Kakyu, "Tidak perlu menyalahkan
dirimu, Kakyu. Aku sendiri juga tidak tahu darimana Raja Alfonso mengetahuinya,
tetapi ia benar. Aku tidak bisa terus membuatmu menjadi seorang laki-laki.
Bagaimanapun juga aku juga ingin melihatmu bahagia?"
Kakyu berhenti memikirkan pertanyaan yang terus berkecamuk dalam benaknya.
"Kakyu," Jenderal Reyn seolah-olah ingin membangunkan Kakyu dari dunianya yang
kacau, "Jangan kaupikirkan aku lagi. Aku sudah tidak memaksamu. Engkau bebas
menentukan langkahmu sendiri. Engkau boleh meninggalkan segala hal yang
berhubungan dengan militer dan memulai hidup seperti yang dijalani
kakakkakakmu." "Itu tidak mungkin, Papa," kata Kakyu.
"Apalagi yang kaukhawatirkan, Kakyu" Aku sudah tidak ingin menekanmu menjadi
laki-laki. Raja Alfonso juga tidak marah, bahkan ia berulang kali mengatakan,
"Kalau seorang gadis saja bisa seperti ini, bayangkan kalau semua gadis menjadi
prajurit." Mengenai keamanan Istana Vezuzapun engkau tidak perlu mengkhwatirkannya,
pasti ada penggantimu yang dapat melakukan tugas sebaik dirimu. Tidak ada yang
perlu kaukhawatirkan. Ibumu, kakak-kakakmu pasti senang kalau engkau mau
meninggalkan segala yang tidak seharusnya kaulakukan sebagai seorang gadis."
Kakyu tidak tahu harus berkata apa.
Kurang lebih sebulan yang lalu ia menetapkan untuk terus pada pekerjaannya
tetapi kini ayahnya seperti seorang prajurit yang menyerah kalah. Kakyu benar-benar
bingung. Jenderal Reyn mengerti kebingungan Kakyu.
"Aku akan meninggalkanmu agar engkau dapat berpikir. Tetapi berjanjilah padaku,
Kakyu, engkau benar-benar akan memikirkannya."
"Aku janji." Jenderal Reyn meninggalkan Kakyu yang terus duduk dengan pikiran yang semakin
kacau. "Bagaimana?" tanya Lady Xeilan yang telah menanti di depan pintu.
"Aku tidak tahu. Ia tampaknya bingung sekali."
"Tentu saja. Selama ini ia terbiasa menjadi laki-laki, lalu engkau tiba-tiba
menyuruhnya kembali menjadi seorang gadis."
Jenderal Reyn memeluk istrinya, "Untunglah engkau menasehatiku tadi, kalau tidak
aku tidak tahu apakah yang harus kulakukan. Aku begitu bodoh selama ini. Tak
pernah sekalipun aku memikirkan perasaan gadisnya. Aku terlalu memaksanya
menjadi laki-laki seperti yang kuharapkan."
"Sudahlah, yang penting engkau telah melakukan apa yang kukatakan bukan?" kata
Lady Xeilan sambil tersenyum menghibur rasa bersalah suaminya, "Mari kita
tinggalkan tempat ini. Biar Kakyu memikirkannya dengan tenang."
Mereka kemudian berjalan meninggalkan tempat itu.
Seperti keinginan Lady Xeilan, tidak ada yang berani menganggu Kakyu sepanjang
hari itu. Bahkan ketika pada malam harinya Kakyu tidak turun untuk makan, tidak
ada yang memanggilnya. Hanya pelayan yang mengantarkan makan malam, yang
memasuki kamar Kakyu. Yang lain ingin memberi ketenangan bagi Kakyu untuk berpikir. Mereka tetap diam
juga ketika keesokan paginya Kakyu tidak berangkat ke Istana Vezuza seperti
biasanya. Mereka mengerti Kakyu sangat bingung saat ini.
Seharian Kakyu tidak beranjak dari kamarnya. Ia terus duduk merenung di serambi
depan kamarnya. Pikirannya terus melayang tak menentu arahnya. Kadang pada
perasaannya akhir-akhir ini, kadang pada tanggung jawabnya, kadang pada
kekecewaan ayahnya, tak jarang pula pikirannya menuju Pangeran Reinald.
Belum pernah Kakyu merasa sedemikian kacau seperti hari ini. Kemarin malam ia
sampai tidak dapat tidur sejenakpun karena terus memikirkan keputusannya.
Kakyu hanya tinggal memilih antara dua pilihan, terus menjadi laki-laki atau
kembali menjadi gadis. Hanya di antara dua pilihan itu, tidak lebih. Tetapi ia terus
berpikir dan berpikir tiada henti untuk menentukan pilihannya.
Menjadi seorang gadis, akhir-akhir ini memang menarik perhatian Kakyu terutama
sejak jiwa gadisnya bangkit. Tetapi ia juga tidak sanggup meninggalkan dunia
yang selama ini ditekuninya. Ia sendiri tidak tahu bagaimana harus bersikap kalau
nanti ia menjadi seorang gadis. Kalau meneruskan pekerjaannya sebagai Kepala Pengawal
Istana, ia tidak perlu repot-repot memikirkan itu. Tetapi ia juga ingin menjadi
gadis. Semua serba membingungkan. Tiap kali Kakyu mulai memutuskan selalu ada kata
'tetapi' dan itu membuat pikiran Kakyu kembali menjadi kacau.
Udara pagi yang biasanya mampu membuat pikiran Kakyu menjadi tenang, pagi ini
tidak lagi mampu. Pikiran Kakyu benar-benar bagaikan benang yang tidak terbentuk
lagi dan tiada ujung pangkalnya.
Karena begitu bingungnya Kakyu, sampai-sampai ia tidak mendengar suara ketukan
di pintu kamarnya. "Kakyu!" Sekali kakak Kakyu berseru memanggil Kakyu tetapi gadis itu tetap diam
memandang langit biru dengan pikiran yang kacau.
Vonnie menjadi jengkel karenanya. Dengan menggoyangkan tubuh adiknya, ia
berseru, "Kakyu! Kau mendengarku atau tidak!?"
Walaupun sedang bingung, Kakyu masih mampu menjawab dengan tenang, "Ada
apa?" "Heran aku melihatmu," kata Vonnie tanpa berhenti menggelengkan kepalanya, "Apa
yang engkau pikirkan sepanjang malam sampai-sampai engkau tidak dengar aku
mengetuk pintu." "Maaf," kata Kakyu dengan tenangnya.
"Begitu tenangnyakah dirimu sampai-sampai walau sedang bingung engkau tetap
dapat bersikap tenang?"
Pandangan Kakyu beralih pada pria yang berdiri di belakang Vonnie.
Melihat Pangeran Reinald berdiri di sanapun, Kakyu tetap berkata tenang, "Ada
apa Anda mencari saya, Pangeran?"
"Begitukah caramu menyambutku yang mengkhawatirkanmu?" Pangeran Reinald
memincingkan matanya tanpa melepaskan matanya dari Kakyu. "Bagiku engkau
sama sekali tidak nampak seperti orang yang sedang bingung."
Vonnie merasa ia tidak selayaknya berada di sana. "Sebaiknya saya meninggalkan
kalian berdua. Saya yakin antara kalian ada yang harus dibicarakan."
Tidak ada yang menghiraukan kepergian Vonnie.
Tiba-tiba Pangeran Reinald berlutut di depan Kakyu. "Aku minta maaf."
Kakyu hanya memandang Pangeran dengan bingung.
"Papa sudah tahu semuanya dariku."
Hanya satu yang dilakukan Kakyu. Dan itu sama sekali jauh dari dugaan Pangeran
Reinald. Kakyu sama sekali tidak menuntut jawaban juga tidak marah, ia hanya
tersenyum tipis. "Lupakan saja."
Ungkapan singkat yang jauh berbeda dengan yang dibayangkannya itu membuat
Pangeran Reinald menatap Kakyu dengan bingung.
"Apakah engkau memang selalu tenang dan dingin seperti ini?"
Untuk menjawab keheranan itu, Kakyu berkata, "Saya telah dilatih untuk tetap
tenang dalam keadaan apapun, Pangeran."
"Sekalipun engkau sedang bingung seperti ini?" tanya Pangeran Reinald ingin
tahu. Kakyu tidak menjawabnya karena ia memang tidak tahu apakah ia tetap tenang atau
tidak. Mungkin dari luar ia terlihat sangat tenang tetapi hati dan pikirannya
tidak tenang terlebih dengan keberadaan Pangeran Reinald yang sangat dekat itu.
Pangeran Reinald mengerti Kakyu sedang bingung dan ia tidak ingin menambahi
lagi kebingungan gadis itu. "Aku mengerti engkau sedang bingung. Tetapi kuharap
engkau tidak terus mengurung dirimu di sini. Kakak-kakakmu mengatakan sejak
ayahmu memintamu untuk memikirkan kembali masa depanmu, engkau mengurung
diri di sini. Engkau bisa sakit kalau engkau terus mengurung diri di sini."
Kakyu hanya diam menatap Pangeran.
"Engkau bisa menceritakan kebingunganmu itu padaku. Lebih mudah memecahkan
kebingungan itu kalau engkau mengatakannya pada orang lain. Kalau engkau tidak
bisa mengatakannya padaku, katakan saja pada yang lain."
Kakyu tahu hal itu benar, tetapi masalahnya adalah semua kebingungan ini
bersumber dari satu masalah yang ia sendiri belum ketahui apakah itu. Suatu
masalah yang menjadi kunci dari segala kebingungan ini. Kebingungan ini sulit
dijelaskan pada orang lain bahkan kadang ia sulit menjelaskannya pada dirinya


Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sendiri. "Dengarkan aku, Kakyu," kata Pangeran Reinald perlahan, "Aku tidak akan
memaksamu memilih menjadi gadis, tetapi menurutku akan lebih mudah bagimu
kalau engkau bukan anak laki-laki. Engkau bebas mencintai pria manapun ketika
engkau menjadi seorang gadis."
Kakyu tetap diam. "Aku tahu engkau pasti merasa berat untuk meninggalkan pekerjaan yang telah
kaucintai itu, tetapi engkau tidak perlu khawatir meninggalkannya, Kakyu."
Kakyu dibuat bingung karenanya. Bagaimana mungkin ia menjadi seorang gadis
sekaligus Kepala Keamanan Istana" Jelas hal ini tidak mungkin. Tidak pernah ada
seorang gadis yang menjadi prajurit dalam sejarah Kerajaan Aqnetta.
"Ketika Papa mengetahui engkau seorang gadis, ia sangat terkejut tetapi ia sama
sekali tidak marah. Bahkan dengan tersenyum ia berkata engkau sangat hebat dan
ia tidak boleh menganggap remeh wanita. Dari perkataannya, aku bisa menangkap
Papa mempunyai rencana untuk menjadikan engkau panutan bagi gadis-gadis lain
yang ingin menjadi prajurit."
"Itu tidak mungkin," Kakyu akhirnya berkata juga.
"Mengapa?" "Gadis lain tidak mungkin bisa seperti saya."
Pangeran Reinald terus mendesak Kakyu. "Mengapa?"
"Kalaupun mereka menjadi seorang prajurit, mereka tidak akan seperti yang Anda
harapkan. Apa yang saya pelajari tidak sama dengan yang akan mereka pelajari.
Saya ini lebih tepat dikatakan sebagai pembunuh bayaran dibandingkan seorang
prajurit." "Selama ini engkau seorang prajurit, bukan?"
Kakyu menggelengkan kepalanya, "Itu hanya pekerjaan. Tetapi ilmu yang saya
kuasai ini bukan ilmu perang seorang prajurit tetapi seorang pembunuh, ninjitsu. Ninjit-su adalah seni membunuh rahasia Jepang di mana setiap orang yang
mempelajarinya disebut ninja. Dalam ninjit-su dikenal berbagai macam ilmu yang
paling tinggi adalah Kobadera, ilmu sihir ninja. Juga ada Ing tong jiutsu yang
memungkinkan seorang ninja muncul tiba-tiba dan melemahkan musuh antara lain
dengan menciptakan halusinasi pada lawan. Selain itu masih banyak senjata
rahasia lain yang sangat ampuh."
Pangeran Reinald hanya terpana mendengar keterangan singkat itu. "Engkau
menguasai semuanya?"
"Tidak. Saya telah mengatakan pada Anda, dalam ninja ada larangan untuk
menyebarkan ilmu ini pada orang lain di luar orang Jepang. Di Jepang sendiri
hanya sedikit orang yang bisa."
"Kenichi itu orang Jepang bukan?" Pangeran Reinald memanfaatkan kesempatan ini
untuk memuaskan rasa ingin tahunya.
Kakyu menganggukan kepalanya dengan lemah. Sampai sekarang masih sulit ia
melupakan kematian Kenichi.
"Ia orang Jepang asli. Kenichi menurunkan ilmunya pada saya karena ia sangat
menyayangi saya. Kami bagaikan kakek dan cucu. Belum lama sejak Kenichi
memasuki rumah ini, saya lahir. Dialah yang menamakan saya Kakyu, dari bahasa
Jepang yang artinya Bola Api. Kata Kenichi, ketika saya lahir, rambut saya yang
merah bersinar seperti nyala api."
"Bola Api," ulang Pangeran Reinald sambil termangu-mangu, "Nama itu memang
pantas kalau melihat rambutmu tetapi kalau melihat sifatmu yang tenang, nama itu
tidak pantas. Engkau sama sekali tidak mudah marah seperti bola api, engkau
sangat tenang dan dingin seperti es. Tetapi sekarang aku tahu, semua orang
benar. Walaupun terlihat dingin, engkau tetap orang yang hangat. Bola apimu mencairkan
esmu. Kuharap ia juga mencairkan masalahmu."
Teringat kembali pada masalah yang dihadapi Kakyu, Pangeran Reinald berkata,
"Engkau lebih baik segera mengatakan masalahmu kepada orang lain sebelum
engkau jatuh sakit. Aku tidak ingin melihat satu-satunya Perwira wanita ini
sakit gara-gara memikirkan masalah mudah seperti ini."
Bagi orang lain masalah ini memang mudah. Hanya tinggal memilih satu di antara
dua pilihan, tetapi bagi Kakyu tidak.
"Mungkin aku harus membiarkanmu berpikir lagi," kata Pangeran Reinald sambil
bangkit, "Aku telah lama mengganggumu. Jangan terlalu lama berpikir, Kakyu, aku
khawatir gadis-gadis di Istana Vezuza terutama Eleanor kehilangan semangatnya
karena engkau." Kakyu hanya tersenyum. "Kalau ada masalah, katakan saja. Ingat tidak perlu kaupikirkan masalah lain
selain pilihanmu, semuanya pasti baik-baik saja."
Entah berapa kali Pangeran Reinald mengatakan hal itu tetapi Kakyu tetap
mengangguk mendengarnya. "Mengapa Anda mengkhawatirkan saya?"
Pangeran Reinald terkejut oleh pertanyaan yang tak terduga itu. Jelas ia tidak
dapat mengatakan alasannya. Kalau ia mengatakannya, ia hanya akan membuat Kakyu
semakin bingung. "Karena engkau gadis yang bertanggung jawab pada keamanan Istana. Selain itu
aku tidak ingin melihat semangat gadis-gadis di Istana Vezuza hilang karenamu."
Kakyu diam saja. "Sudahlah, jangan pikirkan hal ini. Pikirkan saja masalahmu sekarang," kata
Pangeran Reinald, "Aku tidak akan menganggumu lagi."
Kakyu mengikuti kepergian Pangeran Reinald dengan pandangannya. Setelah
Pangeran menghilang di balik pintu, Kakyu kembali melayangkan pandangannya ke
depan. Pegunungan Alpina Dinaria tampak jelas dari kamar Kakyu di lantai dua itu.
Hijaunya hutan menyelimuti gunung demi gunung. Pegunungan itu tampak seperti benteng
Kerajaan Aqnetta dari ancaman dunia luar.
Kesunyian Hutan Naullie yang tampak dari serambi kamarnya, membuat Kakyu tahu
apa yang harus dilakukannya. Ia lebih baik menghindari segala yang berhubungan
dengan masalah ini agar ia dapat berpikir dengan lebih tenang.
Kakyu masuk dan mulai menulis secarik surat pendek. Kemudian ia menyiapkan
segala yang diperlukannya dan meninggalkan kamar.
Ketika menuruni tangga, Kakyu samar-samar mendengar suara dari Ruang Tamu.
"Apakah Anda yakin?" terdengar suara Vonnie penuh ingin tahu.
"Benar," suara tegas Pangeran Reinald meyakinkan Vonnie, "Ia hanya memerlukan
waktu untuk berpikir."
"Kira-kira kapankah Kakyu memutuskan pilihannya?" Lishie pun ingin tahu.
"Saya tidak tahu."
"Kakyu menghadapi masa-masa tersulit dalam hidupnya," suara bijaksana Lady
Xeilan menghentikan keingintahuan kedua putrinya, "Selama ini ia menjadi lakilaki dan tidak pernah memikirkan dirinya sebenarnya seorang gadis. Kita semuapun
memperlakukannya sebagai anak laki-laki dan melupakan ia adalah seorang gadis.
Kini tiba-tiba ia harus menjadi seorang gadis kembali. Ini pasti sangat sulit
baginya. Ia telah terbiasa menjadi laki-laki. Kalian harus mengerti itu."
"Tetapi kami ingin segera tahu keputusannya, Mama," rujuk Marie.
"Baru kali ini aku melihat engkau terburu-buru, Marie. Biasanya engkau sangat
lamban." "Siapa yang tidak ingin segera tahu, Lishie?" kata Vonnie, "Aku juga ingin
segera tahu." "Kalau engkau aku tidak heran." Marie menyahut.
Kakyu tidak sengaja mendengar percakapan mengenai dirinya itu dan ia tidak
tertarik untuk mendengarkannya. Mendengarkan percakapan itu, hanya membuat
dirinya semakin bimbang. Kakyu terus berjalan ke halaman belakang ke kandang kuda.
Segera Kakyu menunggangi kuda kesayangannya dan melaju ke Hutan Naullie.
Di sanalah Kakyu bisa mendapatkan ketenangan yang diharapkannya, di sana pula
Kenichi yang bijaksana terbaring. Kakyu tahu bila ia dekat dengan Kenichi, ia
akan lebih mudah mendapatkan ketenangan yang akhirnya akan membantunya
menentukan pilihannya. Kakyu memacu kudanya secepat mungkin. Tanpa mempedulikan matahari yang
terus meninggi maupun waktu yang terus berlalu, Kakyu terus memacu kudanya ke
Farreway. Ketika malam menjelangpun Kakyu tidak berhenti di penginapan. Saat ini
Kakyu tidak ingin melakukan yang lain selain tiba secepat mungkin di Hutan
Naullie. Sehari semalam, Kakyu berkuda ke Farreway. Baru pada keesokan harinya ia tiba di
Farreway. Perjalanan panjang yang ditempuhnya tidak membuat Kakyu lelah. Tanpa
menghiraukan apa-apa lagi, Kakyu menerobos Hutan Naullie ke lembah tempat
Kenichi terbaring. Walaupun penduduk yang tinggal di sekitar Hutan Naullie tidak mengenal Kakyu,
mereka tidak banyak bertanya ketika Kakyu menerobos hutan yang pernah menjadi
sarang pemberontak itu. Mereka membiarkan Kakyu menerobos hutan.
Kalaupun mereka mencoba menghentikan Kakyu, gadis itu tidak akan
menghiraukannya. Ia sudah terlalu sering menerobos Hutan Naullie.
Tiba di lembah yang penuh angin itu, Kakyu bukannya beristirahat malah duduk di
tepi lembah. Kakyu duduk bersila dan memejamkan matanya - mencoba mendapatkan
ketenangan yang diinginkannya.
Benarlah dugaan Kakyu. Di tempat yang sangat sepi dan tenang itu, ia lebih cepat
mendapatkan ketenangan hati maupun pikiran. Tak lama setelah duduk di sana,
segala kebingungan Kakyu hilang. Dan membuat gadis itu merasa tenang.
Dalam ketenangannya, Kakyu mencoba mendengarkan suara angin yang selalu
bertiup di lembah itu. Tidak ada yang dipikirkan Kakyu di sepanjang siang itu. Kakyu hanya bertapa di
tepi lembah sambil terus mengosongkan pikirannya.
Sementara Kakyu duduk dengan tenangnya di lembah, seisi Quentynna House tidak
dapat tenang. Kemarin saat pelayan yang mengantar makan siang Kakyu, turun dengan sehelai
surat pendek Kakyu yang berbunyi "Aku pergi sebentar. Jangan khawatir" tidak ada
yang mengkhawatirkan gadis itu. Semua mengira Kakyu pergi berjalan-jalan untuk
mengurangi kebingungannya. Bahkan ketika Kakyu belum pulang malam itu, semua
tidak khawatir. Yang ada di pikiran mereka malam itu hanya satu yaitu Kakyu pergi ke suatu
tempat dan menginap di sana. Esok pagi ia akan pulang.
Tetapi ketika siang ini Kakyu belum juga muncul, semua mulai khawatir. Berbagai
hal mulai dari yang baik sampai yang buruk terus bermunculan dalam benak
mereka. Di antara mereka hanya Jenderal Reyn yang tenang, Jenderal Reyn
percaya Kakyu baik-baik saja apalagi bila mengingat ketangguhannya.
Seperti biasa, pagi itu Jenderal Reyn pergi ke pelatihan prajurit dan memulai
tugasnya di sana. Sementara itu, Lady Xeilan dan ketiga putrinya khawatir dan
semakin khawatir tiap menitnya.
"Bagaimana ini, Mama?" tanya Lishie khawatir, "Mengapa Kakyu belum pulang
juga?" "Aku tidak tahu," kata Lady Xeilan cemas, "Aku mengkhawatirkannya."
"Aku ingin tahu di mana ia berada sekarang."
"Kalau engkau memang selalu ingin tahu, Vonnie," kata Marie.
"Apakah sebaiknya kita meminta bantuan Adna untuk mencarinya?"
"Jangan tolol, Lishie," kata Vonnie, "Mereka baru saja menikah sudah ingin
kauganggu dengan masalah ini. Biarkan kita saja yang mengkhawatirkan si Kakyu.
Kalau ia ada di sini, akan kumarahi dia. Dia pergi tanpa berpamitan dan hanya
meninggalkan secarik surat yang tidak jelas."
"Sudahlah," Lady Xeilan menenangkan putri-putrinya, "Ayah kalian benar, Kakyu
tidak seperti kalian. Ia bisa menjaga dirinya sendiri. Pasti ia baik-baik saja
saat ini. Ia pasti akan pulang dalam waktu dekat."
"Tetapi ia benar-benar keterlaluan, Mama. Pergi tanpa pamit."
"Apakah mungkin ia merasa tertekan oleh masalah ini dan ia..."
"Jangan berpikir yang tidak-tidak, Lishie!" seru Marie terkejut, "Kakyu tidak
mungkin bunuh diri gara-gara masalah sepele seperti ini."
"Percayalah, ia akan baik-baik saja," kata Lady Xeilan lebih untuk menenangkan
kekhawatirannya. Kekhawatiran itu terus memenuhi Quentynna House yang biasanya terlihat ceria dan
penuh canda tawa. Sejak Kakyu menghilang tiba-tiba, kegembiraan itu berubah
menjadi kecemasan. Baru setelah tiga hari menghilangnya Kakyu, Quentynna
House bisa tenang. Pada hari keempat itulah Kakyu muncul.
Semula saat mendengar pintu depan terbuka, mereka tidak beranjak dari Ruang
Makan. Mereka mengira Jenderal Reyn pulang karena ada yang tertinggal. Tetapi
saat mereka mendengar seorang pelayan berkata lega "Syukurlah Anda sudah
pulang, Tuan Muda" mereka segera berhamburan keluar dari Ruang Makan.
Lishie yang keluar paling awal, segera menyambut kedatangan adiknya dengan
pelukan. "Aku kira engkau sudah mati, Kakyu."
Kakyu hanya tersenyum. Vonnie yang berjanji akan memarahi Kakyu bila ia datang, tidak dapat marah
karena senangnya. Baginya saat ini terlalu melegakan untuk marah-marah. "Dari mana saja
engkau?" tanyanya penuh ingin tahu.
"Menemui Kenichi," jawab Kakyu singkat.
"Kenichi?" tanya Vonnie keheranan, "Bukankah ia telah meninggal?"
"Pasti yang dimaksudkannya mengunjungi makamnya," kata Marie.
"Kenichi meninggal di Hutan Naullie bukan" Dan ia tidak mempunyai makam selain
hutan itu," kata Vonnie kemudian sambil menatap curiga pada Kakyu ia berkata,
"Aku khawatir engkau ke sana."
Kakyu tersenyum membenarkan. Kemudian ia berpaling pada ibunya.
"Maafkan aku, Mama."
"Tidak apa-apa, Kakyu. Tetapi kuharap lain kali engkau tidak seperti ini, engkau
membuat kami cemas," kata Lady Xeilan sambil tersenyum, "Sekarang
berisitirahatlah. Aku yakin engkau telah menghabiskan waktu seharian untuk
berkuda dari Farreway ke sini."
"Tidak, Mama," kata Kakyu, "Aku harus segera berangkat ke Istana Vezuza."
"Ke Istana Vezuza?" tanya ketiga kakak Kakyu keheranan, "Jadi engkau telah
memutuskannya?" Kakyu hanya tersenyum tanpa mengatakan apa-apa.
"Apa keputusanmu?" tanya Vonnie ingin tahu.
Kakyu tetap tidak menjawab pertanyaan itu. "Aku harus segera bersiap-siap,"
katanya tenang. "Apa keputusanmu, Kakyu?" desak ketiga kakak beradik itu.
Seperti tadi, Kakyu hanya tersenyum. Kemudian ia menuju kamarnya.
Vonnie, Marie juga Lishie hanya dapat berpandang-pandangan dengan penuh ingin
tahu. "Apapun keputusan Kakyu, kita harus menghormatinya," kata Lady Xeilan.
"Tetapi kami ingin tahu, Mama," kata Vonnie, "Aku yakin ia telah memutuskannya."
"Hanya saja ia tidak mau mengatakannya pada kami," tambah Lishie.
Lady Xeilan sendiri mengakui ia juga ingin mengetahui apa yang dipilih Kakyu.
Meninggalkan jabatannya dan menjadi seorang gadis biasa atau tetap menjadi
prajurit wanita. "Ia pasti mempunyai alasan sendiri," kata Lady Xeilan.
Tak lama kemudian Kakyu telah tiba kembali di tempat mereka.
"Aku pergi, Mama," katanya sambil mencium pipi Lady Xeilan.
Seperti biasa, Lady Xeilan berpesan, "Hati-hati, Kakyu."
Kakyu tersenyum kemudian meninggalkan Quentynna House lagi tetapi kali ini
bukan ke Hutan Naullie melainkan ke Istana Vezuza.
Seperti kakak-kakaknya, semua prajurit di Istana Vezuza juga ingin tahu mengapa
ia tidak muncul selama empat hari dan pada hari kelima ini terlambat. Kakyu hanya
menjawab pertanyaan itu dengan tersenyum.
Bukan hanya para prajurit saja yang diperlakukan Kakyu seperti itu. Semua yang
menanyakan masalah hilangnya dia di Istana Vezuza selama empat hari, juga
mendapat jawaban sebuah senyuman tipis.


Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pagi itu Kakyu memulai tugasnya seperti biasa seperti tidak pernah terjadi apaapa. Selama sehari berada di Hutan Naullie, Kakyu memang telah mendapatkan
ketenangan. Dan dalam ketenangannya itu, ia mendapat jawaban yang cukup
mengejutkannya. Ternyata dugaannya beberapa bulan yang lalu benar, ia jatuh
cinta. Karena itulah jiwa gadisnya yang selama ini tertidur bangkit.
Mereka yang tidak tahu apa-apa, menganggap hal itu biasa. Tetapi lain halnya
bagi Pangeran Reinald yang tahu apa yang telah terjadi. Melihat Kakyu begitu tenang
pagi ini, Pangeran Reinald menjadi curiga.
Ketika melihat Pangeran Reinald, Kakyu menyapa dengan tenangnya, "Selamat
pagi, Pangeran." Tanpa mempedulikan orang-orang yang melihat mereka, Pangeran Reinald segera
menarik Kakyu ke dalam ruangan yang berada di dekat mereka.
"Jadi..." kata Pangeran.
"Jadi?" ulang Kakyu keheranan.
"Jangan mencoba menipuku, Kakyu. Aku tahu engkau telah memutuskan
pilihanmu," kata Pangeran Reinald gemas.
"Lalu?" Kakyu bertanya pura-pura tidak tahu.
Pangeran semakin gemas mendengar keluguan itu. "Aku ingin tahu apa pilihanmu."
"Anda juga akan mengetahuinya nanti," kata Kakyu sambil tersenyum.
"Mengapa engkau tidak mau memberitahuku sekarang" Nanti atau sekarang sama
saja." "Sekarang saya harus memikirkan pesta kemenangan yang kurang seminggu lagi."
Pangeran menyipitkan matanya sambil mengawasi Kakyu.
"Jadi itu keputusanmu?" kata Pangeran Reinald kecewa, "Mengapa engkau
memutuskan untuk tetap menjadi prajurit, Kakyu" Mengapa?"
Kakyu keheranan melihat kekecewaan Pangeran. "Apakah salah, Pangeran?"
"Jelas salah sekali, Kakyu!" kata Pangeran Reinald tidak sabar, "Bagaimana
mungkin engkau terus menerus menjadi laki-laki?"
"Apakah itu menganggu Anda, Pangeran?" tanya Kakyu ingin tahu, "Saya tetap
berperan sebagai laki-laki maupun menjadi diri saya sendiri, tidak ada bedanya."
"Jelas ada bedanya, Kakyu," kata Pangeran Reinald geram, "Apakah engkau tidak
menyadarinya, Perwira?"
Kakyu hanya menatap Pangeran.
"Apakah engkau sedemikian bodohnya, Perwira?" Pangeran Reinald terlihat sangat
geram dengan sikap Kakyu yang lugu, "Kalau engkau terus menjadi laki-laki, jelas
aku yang akan kewalahan."
Kakyu semakin kebingungan oleh sikap Pangeran. "Mengapa, Pangeran" Bukankah
Paduka juga telah mengetahui saya tidak mungkin menikah dengan Tuan Puteri?"
"Bukan itu masalahnya, Kakyu."
Kakyu menatap Pangeran dalam-dalam. "Katakan, Pangeran," katanya hati-hati,
"Apakah Anda khawatir saya akan merebut posisi Anda di hati para gadis?"
"Aku tidak peduli dengan itu!" Pangeran menatap tajam Kakyu, "Aku mencintaimu.
Apakah engkau tidak mengerti itu?"
Kakyu tersentak kaget. Ini adalah suatu kenyataan yang tak pernah diduganya.
Saat ia menyadari perasaannya, ia juga tidak mengharapkannya karena ia tahu itu tidak
mungkin. Tetapi apa yang baru saja dikatakan Pangeran Reinald sangat nyata.
"Bagaimana mungkin aku menunjukkan cintaku padamu kalau engkau terus menjadi
laki-laki?" Pangeran Reinald tidak melepaskan Kakyu dari pandangan matanya, "Jadi, apa
yang akan kaulakukan Kakyu?"
"Bagaimana mungkin itu terjadi?" tanya Kakyu tidak mengerti, "Itu tidak
mungkin." "Apa yang tidak mungkin Kakyu?" tanya Pangean Reinald lembut, "Aku telah jatuh
cinta padamu. Apa yang tidak mungkin?"
Hati Kakyu yang sedang senang, tahu apa yang akan dikatakannya. Tetapi Kakyu
tidak melakukannya, ia masih ingin tahu lebih banyak.
"Bagaimana mungkin Anda jatuh cinta pada saya, Pangeran?" kata Kakyu tenang
untuk menyembunyikan kegembiraan hatinya, "Anda jatuh cinta pada saya ketika
saya menjadi prajurit, kalau saya menjadi seorang gadis, apakah Anda akan
mengatakan itu?" "Aku tidak mengerti engkau memang bodoh atau engkau sedang
mempermainkanku," kata Pangeran Reinald jengkel, "Sekarang dengar baik-baik
apa yang akan kukatakan. Aku mencintaimu dan akan selalu mencintaimu. Aku
mencintaimu karena engkau memang patut dicintai, itu yang pertama. Tetapi yang
lebih penting bagiku, engkau memiliki kecantikkan yang tidak mungkin kutemukan
pada wanita manapun. Wajah cantikmu yang tenang itu telah mengangguku sejak
aku bertemu denganmu, tetapi yang harus kauketahui aku mengagumimu sebagai
satu-satunya wanita tertangguh yang pernah kujumpai."
"Pasti hanya saya satu-satunya prajurit wanita yang pernah Anda temui," kata
Kakyu sambil tersenyum bahagia.
Pangeran Reinald memincingkan mata melihat senyum yang jarang dilihatnya itu.
"Seingatku hanya sekali aku melihat engkau tersenyum senang seperti ini yaitu
saat aku menuduhmu jatuh cinta pada Adna. Setelah itu aku tidak pernah melihatmu
tersenyum seperti ini apalagi tertawa."
Kakyu hanya diam saja. "Jadi, apakah engkau masih tetap memutuskan untuk menjadi laki-laki?"
"Sebenarnya, Pangeran, saya telah memutuskan sesuatu sebelum saya ke sini,"
kata Kakyu, "Dan keputusan itu tidak akan saya katakan saat ini."
"Tetapi aku memaksamu untuk mengatakannya," desak Pangeran Reinald, "Saat ini
juga." "Saya mengerti, Pangeran," kata Kakyu sambil tersenyum, "Saya memutuskan untuk
meninggalkan Istana Vezuza."
"APA!!?" kata Pangeran Reinald terkejut, "Engkau tidak boleh meninggalkan
Istana. Tidak, karena aku melarangmu. Aku benar-benar akan gila kalau engkau
meninggalkan aku. Ketahuilah, Kakyu, aku bukan orang yang mau bersabar. Aku
tidak akan mau melepaskan engkau karena aku sangat mencintaimu."
Kakyu merasa sebaiknya ia juga memberitahu segalanya pada Pangeran sebelum ia
semakin marah, "Saya ingin meninggakan Istana karena saya tidak dapat terus
berada di dekat Anda..."
"Mengapa?" Pangeran Reinald memutus perkataan Kakyu dengan gusar, "Apakah
aku telah bersalah padamu" Apakah aku membuatmu benci padaku?"
"Pangeran," kata Kakyu memohon, "Saya mohon dengarkan saya."
"Baik. Baik," kata Pangeran menenangkan diri.
Pangeran Reinald melihat sekeliling ruangan kemudian menarik Kakyu ke sebuah
kursi. Setelah mendudukan Kakyu di kursi itu, ia berlutut di depan gadis itu
dengan sikap mendengarkan seorang anak kecil yang menanti dongeng pengasuhnya.
"Empat hari yang lalu setelah Anda meninggalkan saya di kamar saya, saya menuju
Hutan Naullie. Di sana saya menyadari saya tidak dapat terus berada di Istana
sementara hati saya terus kesakitan."
Pangeran Reinald tidak sabar mendengarnya, "Mengapa?"
"Saya juga mempunyai perasaan yang sama seperti Anda dan saya tidak dapat
membiarkan hati saya sakit karena terus menerus melihat Anda di sekeliling
wanitawanita cantik."
"Maksudmu?" kata Pangeran Reinald dengan senyum mengembang, "Katakan
padaku, Kakyu. Aku ingin engkau mengatakannya."
"Saya mencintai Anda, Pangeran."
Pangeran Reinald sangat senang karenanya. Sebagai perwujudan rasa senangnya,
ia memeluk Kakyu erat-erat dan membuat gadis itu sulit bernapas.
"Jadi engkau memutuskan untuk menjadi dirimu sendiri," kata Pangeran Reinald
senang. "Benar. Dan saya berniat mengatakan keputusan saya itu setelah pesta
kemenangan ini." "Andaikan engkau mengatakan sejak tadi," kata Pangeran Reinald, "Aku tentu tidak
akan merasa khawatir seperti ini."
Pangeran bukannya melepaskan Kakyu malah memeluk Kakyu semakin erat
sehingga Kakyu terpaksa mendorong tubuh Pangeran.
"Ada apa?" tanya Pangeran keheranan.
"Tidak. Tidak ada apa-apa," kata Kakyu. Kakyu tidak sanggup mengatakan pada
Pangeran kalau ia belum terbiasa diperlakukan sebagai seorang gadis.
Pangeran Reinald melihat wajah Kakyu agak bersemu merah. Dengan tersenyum ia
berkata, "Engkau tidak terbiasa diperlakukan sebagai seorang gadis rupanya."
"Tentu saja," sahut Kakyu, "Selama ini saya menjadi anak laki-laki."
"Berarti aku yang pertama memperlakukanmu seperti ini."
Kakyu mengangguk. "Engkau belum menceritakan kepadaku mengapa engkau menjadi laki-laki,"
Pangeran Reinald mengingatkan.
"Anda tentu mengerti bagaimana perasaan seorang ayah yang mengharapkan anak
laki-laki tetapi tidak mendapatkannya," Kakyu memulai ceritanya, "Papa sangat
sedih dan kecewa waktu saya lahir. Ketika saya lahir, Papa mendengar suara
tangisan saya yang keras dan menduga saya anak laki-laki ternyata saya sama
seperti kakak-kakak saya, perempuan. Karena suara tangisan saya yang keras,
Papa percaya saya dapat menjadi seorang yang tangguh asalkan saya bukan anak
perempuan. Kemudian Papa merawat saya sebagai anak laki-laki."
Sebenarnya Kenichi juga tidak setuju Jenderal Reyn merubah Kakyu menjadi anak
laki-laki. Tetapi ia mengerti bagaimana perasaan Jenderal Reyn ketika mengetahui
kelima anaknya adalah perempuan. Tak satupun dari mereka yang dapat
menggantikannya. Ia pernah berkata pada Kakyu, "Suatu hari nanti engkau harus kembali menjadi
dirimu sendiri. Engkau bukan anak laki-laki dan engkau tidak bisa terus menerus
hidup sebagai anak laki-laki."
Perkataan itulah yang membuat Kakyu menyadari ia seharusnya melupakan semua
jiwa laki-lakinya untuk menyelesaikan masalahnya. Dengan ketenangannya sebagai
seorang gadis, Kakyu mulai menyadari perasaannya satu-satu. Ia mulai memikirkan
mengapa jiwa yang selama ini seperti mati tiba-tiba bangkit setelah Pangeran
Reinald muncul dalam hidupnya. Dengan mengingat satu per satu kejadian yang
telah dilaluinya bersama Pangeran, Kakyu sadar ia tidak salah lagi. Ia memang
jatuh cinta pada Pangeran dan itulah yang membuat ketenangannya mudah hilang di saat
ia berada dekat Pangeran juga mengapa jiwa gadisnya bangkit.
Tetapi kemudian Kakyu menyadari Pangeran Reinald tidak mungkin mencintainya.
Ketakutan seorang gadis akan penolakan cintanya itulah yang membuat Kakyu
bingung saat ia harus memilih menjadi laki-laki atau menjadi gadis.
Dengan ditemukannya kunci itu, Kakyu mulai mengerti mengapa ia bingung. Dengan
tetap menjadi seorang laki-laki, ia tidak tidak perlu khawatir akan ditolak.
Tetapi jiwa gadisnya ingin mencintai Pangeran. Itulah kuncinya.
Perlahan-lahan Kakyu menyadari kalau ia terus menjadi laki-laki yang berarti
terus menjadi Kepala Keamanan Istana, ia harus bisa menahan perasaannya setiap kali
melihat wanita-wanita cantik yang berlalu lalang di Istana. Jelas itu tidak
mungkin dilakukan Kakyu. Kakyu mungkin tetap dapat bersikap tenang, tetapi hatinya
takkan mampu terus menerus membayangkan di antara wanita-wanita itu kelak ada yang
akan menikah dengan Pangeran.
Dengan pikiran itu, Kakyu akhirnya memutuskan untuk menjadi dirinya sendiri.
Dengan meninggalkan Istana dan Pangeran, perlahan-lahan Kakyu pasti dapat
melupakan Pangeran. "Jadi itu sebabnya Jenderal Reyn memilihmu menjadi laki-laki bukan kakak-kakakmu
yang lain," kata Pangeran Reinald.
Kakyu mengangguk. "Dan Kenichi yang katamu seorang ninja itu, menurunkan ilmunya kepadamu untuk
mempertangguh engkau sebagai seorang prajurit."
Kakyu mengangguk lagi. "Jadi Kenichi setuju dengan keinginan ayahmu itu."
"Tidak," Kakyu cepat-cepat membantah, "Sebenarnya ia tidak setuju, tetapi karena
ia mengerti bagaimana perasaan Papa, ia menyetujuinya."
Pangeran Reinald tersenyum tanpa melepaskan pandangannya dari Kakyu. "Aku
ingin tahu bagaimana rupamu kalau engkau mengenakan gaun yang indah,"
gumamnya. "Saya tidak dapat membayangkannya, Pangeran," kata Kakyu, "Yang pasti saya
akan nampak lucu dan aneh sekali."
Pangeran memincingkan matanya mendengarnya, "Bisakah engkau membuang kata
'Pangeran' itu" Itu sangat mengangguku. Juga bisakah engkau tidak bersikap
sangat sopan kepadaku?"
"Tidak, Pangeran," kata Kakyu tenang.
"Aku memaksamu, Kakyu."
"Tidak bisa, Pangeran," Kakyu bersikeras, "Saya menghormati Anda."
Pangeran Reinald kehilangan kesabarannya tetapi ia tidak kehilangan cara untuk
membuat Kakyu berhenti menghormatinya.
Kakyu sangat terkejut ketika Pangeran tiba-tiba menciumnya. Ia sama sekali tidak
menyangkanya. Sambil tersenyum nakal, Pangeran Reinald berkata, "Sekarang engkau masih
menghormatiku?" "Pangeran, Anda..."
Kata 'Pangeran' yang diucapkan Kakyu itu membuat Pangeran mengeluh.
"Bagaimana membuatmu berhenti memanggilku Pangeran, Kakyu" Aku tidak ingin
engkau memanggilku Pangeran apalagi bersikap sangat sopan padaku. Kalau
demikian jadinya dulu seharusnya aku tidak bertukar kedudukan dengan Adna."
"Pangeran...." Suara sedih itu membuat Pangeran cemberut, "Aku memang menyedihkan, bukan"
Aku mengharapkan gadis yang kucintai tidak terlalu menghormatiku tetapi ternyata
tidak bisa." Kakyu tersenyum, "Mengapa tidak bisa?"
Semangat Pangeran Reinald bangkit lagi, "Engkau mau?"
Kakyu mengangguk. "Kalau begitu panggil aku dengan namaku," katanya bersemangat, "Aku ingin
mendengarmu memanggil namaku."
Kakyu ragu-ragu, tetapi akhirnya ia mengucapkannya juga. "Reinald."
BAB 17 "Aku heran." Kakyu mengawasi ketiga kakaknya dan ibunya yang terus berkeliling Quentynna
House. Entah apa yang mereka cari, sebentar mereka masuk ke kamar Joannie,
sebentar lagi ke kamar Vonnie. Sejak tadi pagi mereka terus keluar masuk kamar
tiada henti hingga Kakyu yang melihatnya menjadi pusing.
"Aku yang akan pergi tetapi mengapa kalian yang sejak tadi terlihat sangat
bersemangat?" "Tentu," kata Vonnie, "Ini pertama kalinya engkau mengenakan gaun, kami ingin
engkau tampil paling cantik."
"Aku pasti terlihat aneh."
"Tidak mungkin, Kakyu," kata Lishie, "Kita, kakak-kakakmu ini semua cantikcantik, mengapa engkau tidak?"
"Sudahlah, Kakyu, engkau pasti tampak cantik," Marie turut meyakinkan Kakyu.
"Sayang Joannie tidak ada di sini. Kalau ia ada di sini, ia pasti dapat membantu
kita." "Ia pasti akan terkejut kalau nanti melihat Kakyu di pesta."
"Benar, Lishie. Aku ingin tahu bagaimana pendapatnya tentang ini."
"Kalian sudah menyiapkan semuanya?"
"Sudah, Mama," jawab ketika gadis itu serempak.
"Bagus. Sekarang kita harus mendandani Kakyu."
"Tunggu dulu. Mengapa aku harus bersiap-siap sepagi ini" Pesta itu baru akan
berlangsung tiga jam lagi."
"Sudahlah, Kakyu," kata Lishie, "Kata Mama, pasti akan sulit mendandanimu, jadi
sebaiknya engkau menurut saja."
Ketiga kakak beradik itu menarik Kakyu ke dalam Kamar Rias dan memulai
pekerjaan mereka. Sementara ketiga kakaknya dan ibunya terus menyibukkan diri
dengan dandanannya, Kakyu hanya menuruti mereka. Ia tidak tahu apa-apa selain
tahu ia pasti akan tampak aneh.
Ternyata dugaan Kakyu salah. Kakyu tampak cantik sekali setelah didandani cukup
lama oleh Vonnie, Marie juga Lishie. Tak ketinggalan pula ibu mereka, Lady
Xeilan.

Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Engkau cantik sekali, Kakyu. Lihatlah bayanganmu di cermin."
Hanya Kakyu yang merasa aneh melihat dirinya yang sekarang mengenakan gaun
yang indah. Rambut merah yang biasanya dibiarkan terurai hingga bahu atau
dimasukkan ke dalam topi, kini disanggul rapi.
Kakyu merasa aneh melihatnya, tetapi tidak keempat wanita lainnya.
"Engkau cantik sekali," ulang Lady Xeilan.
"Benar, Mama. Tak kusangka ternyata Kakyu juga bisa tampak cantik kalau
didandani." "Lishie, jangan bercanda," sergah Vonnie kemudian ia bertanya pada Kakyu,
"Bagaimana pendapatmu, Kakyu?"
"Aku merasa aneh."
"Tentu saja," kata Lady Xeilan, "Engkau terlalu lama mengenakan pakaian lakilaki lalu kini engkau mengenakan gaun. Pasti engkau merasa aneh."
"Engkau telah siap, Kakyu. Sekarang giliran kami mempersiapkan diri kami."
"Benar, Marie," kata Lishie, "Aku akan membantumu. Kalau sudah selesai, engkau
harus membantuku." "Kalian jangan melupakan aku."
Ketiga gadis itu bergegas meninggalkan Kamar Rias.
"Engkau cantik sekali, Kakyu." Untuk kesekian kalinya Lady Xeilan mengucapkan
kalimat itu, "Aku senang akhirnya bisa melihatmu mengenakan gaun."
"Apakah aku tidak nampak aneh?"
"Tidak, Kakyu. Engkau cantik. Lihatlah sendiri bayanganmu di cermin."
Kakyu juga telah melihatnya dan semakin melihatnya, ia semakin merasa dirinya
yang sekarang lucu. "Mulai sekarang engkau harus mengenakan gaun-gaun seperti ini. Karena itu
engkau harus membiasakan diri."
Kakyu mengangguk. "Aku akan meninggalkanmu di sini. Aku juga harus mempersiapkan diriku."
Kamar Rias menjadi sepi setelah kepergian Lady Xeilan. Kakyu hanya duduk
memandangi wajah barunya di cermin.
Ketika memaksa Kakyu mengenakan gaun bukan pakaian seragam Kepala
Keamanan Istana dalam pesta kemenangan itu, Pangeran Reinald berkata, "Engkau
pasti akan semakin cantik kalau mengenakan gaun."
Kakyu ingin tahu apakah Pangeran masih berkata seperti itu kalau melihatnya
nanti. Kakyu berdiri. Ia harus mulai membiasakan diri berjalan dalam gaun ini.
Mulanya Kakyu memang kesulitan berjalan dengan gaun panjang yang membatasi
gerak kakinya, tetapi lama kelamaan Kakyu mulai terbiasa berjalan dengan gaun
panjang itu. Setelah berhasil mengelilingi Kamar Rias berulang kali tanpa
kesulitan, Kakyu meninggalkan Kamar Rias dan menuju kamarnya.
Di sana, Kakyu duduk di serambi. Kakyu melihat Pegunungan Alpina Dinaria di
kejauhan. Ia berharap Kenichi dapat melihatnya saat ini.
"Kakyu!" seseorang berteriak memanggil.
Kakyu segera beranjak dari serambi.
"Ada apa?" Lishie tampak lega melihat adiknya di ujung tangga. "Aku khawatir engkau
menghilang lagi. Engkau benar-benar membuat kami cemas."
"Aku di kamarku."
"Sudahlah. Sekarang cepat turun, Kakyu, kita akan segera berangkat."
"Mama belum keluar, Marie."
"Mengapa Mama lama sekali?" tanya Vonnie penuh rasa ingin tahu.
Kakyu turun perlahan-lahan menuju tempat kakak-kakaknya berada.
Lishie tersenyum melihat adiknya tampak serba hati-hati dalam setiap langkahnya.
"Engkau harus berjalan dengan hati-hati, Kakyu, kalau engkau tidak ingin
menginjak gaunmu sendiri." Vonnie tertawa. "Bagaimana perasaanmu setelah sekian lama mengenakan
seragam prajurit?" "Aneh." "Kami juga merasa aneh melihatmu mengenakan gaun setelah sekian lama engkau
mengenakan pakaian seragam, Kakyu. Tetapi percayalah engakau tampak sangat
cantik." "Apa yang dikatakan Marie benar. Joannie pasti juga berkata seperti itu."
"Apa yang akan dikatakan Joannie kalau ia melihat Kakyu?"
"Juga Adna," tambah Lishie, "Aku yakin ia belum tahu kalau Kakyu itu perempuan.
Kalian masih ingat bukan, pada saat hari pernikahannya, ia meminta Kakyu menjadi
pengiringnya tetapi Kakyu menolak dan akhirnya Pangeran Reinald yang
menggantikan Kakyu. Adna waktu itu sangat kecewa, Kakyu. Joannie tidak mau
menceritakan apapun tentang rahasia kita ini kepada Adna dan membiarkan
suaminya kecewa. Engkau harus berterima kasih pada Joannie, Kakyu."
"Kalau waktu itu Joannie mengatakannya pada Adna, kita tidak bisa membuat
kejutan untuk Adna. Tetapi untung Joannie tidak mengatakannya. Aku yakin hingga
kini ia belum mengatakan apa-apa tentang rahasia ini dan kita bisa membuat Adna
terkejut." "Aku setuju denganmu, Marie. Kira-kira bagaimana reaksi Adna kalau melihatmu,
Kakyu?" "Bukan hanya Adna, Kakyu, tetapi juga semua orang terutama Putri Eleanor,"
Lishie mengingatkan, "Kalian ingat Putri Eleanor menyukai Kakyu. Ia pasti sangat sedih
kalau tahu Kakyu bukan seorang pria tetapi seorang gadis."
"Sudah... sudah. Kalau kalian berkumpul seperti ini, aku yakin kita tidak akan
berangkat walau hari sudah malam."
Ketiga gadis itu segera memalingkan kepala ke Jenderal Reyn yang sedang
menuruni tangga. Lady Xeilan yang berjalan di sampingnya, tersenyum pada
mereka. "Kalian kalau sudah berkumpul, tidak akan berhenti berbicara kalau tidak
menjelang waktu tidur." "Kita akan berangkat sekarang?"
"Heran aku melihatmu, Marie. Biasanya engkau tidak suka terburu-buru bukan"
Mengapa kali ini engkau terburu-buru?"
"Biarkan saja. Aku memang ingin segera melihat apa yang terjadi kalau semua
orang tahu Kakyu adalah seorang gadis. Engkau tidak ingin tahu, Lishie?"
"Aku ingin tahu."
"Kalau engkau aku tidak bertanya, Vonnie. Tetapi aku yakin saat ini kita semua
ingin tahu apa yang akan terjadi. Benarkan, Papa?"
Jenderal Reyn menatap Kakyu lekat-lekat. Mulai dari atas hingga bawah kemudian
dengan tersenyum ia berkata, "Benar, Lishie. Aku juga ingin tahu apa yang
dikatakan Jenderal Decker kalau melihat Perwira yang selama ini dibanggakannya
ternyata seorang gadis yang sangat cantik." Kemudian dengan nada bersalah yang
kental, Jenderal Reyn berkata, "Aku sungguh menyesal, Kakyu. Aku terlalu
memaksamu menjadi laki-laki tanpa menyadari engkau sebenarnya seorang gadis
yang sangat cantik."
"Sudahlah, Papa."
Lishie tiba-tiba tersenyum geli. "Kakyu sudah berubah dari seorang Perwira yang
tangguh menjadi seorang gadis yang cantik, tetapi ia tetap dingin-dingin
tenang." "Apakah engkau tidak lelah terus menjaga ketenanganmu, Kakyu?" tanya Vonnie
ingin tahu. "Sudahlah. Aku sudah berkata berkali-kali kalau kalian sudah berkumpul seperti
ini, tidak akan ada kata selesai bagi kalian," sela Lady Xeilan, "Kalian ingin
berangkat atau tidak?" "Tentu," jawab ketiga kakak Kakyu serempak.
"Kereta sudah siap?" tanya Lady Xeilan pada seorang pelayan yang membawakan
mantel mereka dan topi bagi Jenderal Reyn.
"Sudah." Ketiga gadis itu tidak sabar ingin segera tiba di pesta. Mereka berlari-lari
menuju halaman tempat kereta kuda menanti mereka.
"Mereka tidak berubah," kata Lady Xeilan sambil menggelengkan kepalanya.
"Yang berubah hanya Kakyu," kata Jenderal Reyn, "Engkau berubah menjadi
seorang gadis yang sangat cantik, Kakyu. Aku yakin semua orang yang melihatmu
akan jatuh cinta." "Tetapi apa yang dikatakan Vonnie benar, engkau masih tetap tenang dan pendiam."
Kakyu hanya tersenyum. "Mari, Kakyu," Lady Xeilan mengulurkan tangannya pada Kakyu.
Kakyu menyambut tangan ibunya dan berjalan ke kereta kuda.
Dari dalam kereta, kakak-kakak Kakyu yang sudah tidak sabar lagi, berteriak,
"Cepat! Cepat nanti kita terlambat!"
Lady Xeilan hanya tersenyum mendengarnya. Seperti biasa, Kakyu tidak
menanggapi dalam bentuk apapun. Ia terus berjalan dengan tenang di samping
ibunya sementara ayahnya sudah berlari ke kereta kuda - seperti keinginan ketiga
putrinya yang lain. "Lambat sekali kalian," keluh Lishie saat akhirnya Lady Xeilan dan Kakyu tiba di
sisi kereta. Mereka hanya tersenyum tanpa perasaan bersalah.
-----0----- "Mama! Papa! Vonnie! Marie! Lishie!"
Mereka yang baru memasuki Hall Pesta, berpaling ke arah datangnya suara itu.
Joannie berlari mendekat. "Aku rindu pada kalian," katanya sambil memeluk mereka
satu per satu. Joannie melihat keluarganya satu per satu. "Kakyu di mana?"
"Ia di luar untuk memeriksa keadaan."
"Dasar, Kakyu! Sampai kapanpun ia tidak akan berhenti memikirkan tugasnya."
"Tetapi itulah kelebihan Kakyu dibandingkan kalian," Adna membela Kakyu.
Kemudian sambil tersenyum, ia berkata, "Selamat sore, semuanya."
"Adna!" seru Lishie senang, "Lama tidak berjumpa."
"Benar. Tak heran kalau Joannie tiba-tiba berlari menjauhiku ketika melihat
kalian." Suara suaminya yang seperti anak kecil yang sedang marah membuat Joannie
tersenyum. "Jangan seperti itu. Aku tidak berlari kepada laki-laki lain. Aku
hanya berlari pada keluargaku."
Lady Xeilan tersenyum mendengarnya. "Tampaknya engkau sudah lebih dewasa
setelah menikah, Joannie."
"Tentu, Mama," Joannie mengakui, "Aku harus lebih dewasa mulai saat ini."
"Aku senang mendengarnya," kata Jenderal Reyn.
"Bagaimana bulan madu kalian?"
"Vonnie! Tidak bisakah engkau berhenti ingin tahu!?"
"Aku hanya ingin tahu, Marie. Apakah itu salah?"
Seseorang yang memasuki Hall Pesta membuat Lishie tidak jadi memarahi
kakaknya, sebaliknya ia berkata dengan senang, "Itu Kakyu!"
Joannie terbelalak karenanya. "Itu Kakyu?" tanyanya tak percaya.
"Benar," jawab ketiga adiknya serempak.
"Ia cantik bukan?"
"Benar, Mama. Ia sangat cantik."
Adna kebingungan melihat gadis yang mendekati mereka. Siapa gadis itu ia tidak
tahu. Walaupun keluarganya telah mengatakan itu adalah Kakyu, ia tidak percaya.
Joannie berlari mendekati Kakyu dan menyambutnya dengan pelukan. "Aku senang
akhirnya bisa melihatmu mengenakan gaun, Kakyu."
Joannie melepaskan pelukannya dan menatap Kakyu lekat-lekat. "Engkau benarbenar cantik, Kakyu. Aku yakin semua orang akan terpesona melihatmu."
"Mereka pasti tertawa."
"Siapa yang akan berkata seperti itu" Engkau sangat cantik bahkan aku sendiri
merasa kalah cantiknya denganmu."
Joannie menggandeng Kakyu ke tempat keluarganya menanti. "Kalian benar, ia
sangat cantik." "Tentu saja. Kalau tidak percuma aku mendandaninya dengan susah payah."
"Bukan hanya engkau saja, Lishie. Aku, Vonnie juga Mama yang mendandani
Kakyu." "Tunggu dulu," sela Adna, "Apa maksud semua ini" Bukankah Kakyu itu seorang
pria?" Vonnie, Marie juga Lishie tersenyum geli sambil saling memandang.
"Bukan, Adna." "Apa maksudmu, Joannie?"
"Ia dilahirkan sebagai anak perempuan tetapi aku dengan egoisnya membuat dia
menjadi laki-laki," jawab Jenderal Reyn, " Sejak lahir, ia kudidik menjadi
seorang prajurit dan akhirnya jadilah ia seorang Perwira Tinggi yang termuda juga
tertangguh." Adna hanya dapat memandangi Kakyu dengan tak percaya.
Kakyu tidak dapat melakukan apa-apa untuk meyakinkan Adna. Ia hanya tersenyum
tipis yang membenarkan perkataan ayahnya.
"Aku tidak yakin dapat mempercayai ini," Adna berterus terang.
"Percayalah, Adna. Inilah kenyataannya, Kakyu adalah satu-satu Perwira Tinggi
yang termuda, tertangguh juga satu-satunya prajurit wanita. Ia prajurit wanita
pertama di Kerajaan Aqnetta."
Walau Jenderal Reyn telah meyakinkannya, Adna masih sulit mempercayainya. Ia
menatap lekat-lekat wajah gadis di samping istrinya itu sampai akhirnya ia
melihat gadis itu benar-benar mirip dengan Kakyu. Bukan hanya mirip tetapi gadis itu
adalah Kakyu. "Aku tidak tahu harus berkata apa," kata Adna, "Tetapi aku sangat terkejut
melihatmu, Kakyu. Siapapun tidak akan ada yang percaya kalau engkau adalah
Kakyu si Perwira Muda yang terkenal itu."
Kakyu hanya tersenyum. Seseorang tiba-tiba memegang pundak Kakyu sambil berkata, "Tidak ada yang
menduganya, bukankah demikian Adna?"
"Pangeran!" seru mereka terkejut.
Kakyu hanya menengadahkan kepalanya pada Pangeran Reinald yang tersenyum
padanya sambil berbisik, "Engkau cantik sekali."
"Aku pinjam Kakyu," kata Pangeran Reinald. Sebelum seorangpun di antara mereka
menjawab pertanyaan itu, Pangeran Reinald telah menggandeng Kakyu menjauh.
"Apa yang ingin dikatakan Pangeran Reinald pada Kakyu?"
"Jangan mulai ingin tahu lagi, Vonnie, karena kita semua memang tidak tahu."
"Baiklah," kata Vonnie kecewa.
"Pangeran sudah tahu?" tanya Adna keheranan. "Dari mana ia tahu?"
"Aku tidak tahu. Aku juga baru memikirkannya sekarang. Dari mana Raja Alfonso
tahu Kakyu seorang gadis," kata Jenderal Reyn.
"Aku yakin Kakyu tidak mungkin mengatakan apa-apa pada Raja Alfonso."
"Aku juga yakin, Xeilan. Sesuatu pasti telah terjadi sehingga mereka
mengetahuinya." Kakyu yang belum jauh dari tempat orang tuanya berada, masih dapat mendengar
percakapan itu dan ia tersenyum. Bagaimana mungkin ia menceritakan kejadian itu
pada orang tuanya" Pangeran juga mendengarnya tetapi ia tidak berkata apa-apa. Ia terus membawa
Kakyu menjauhi keramaian.
Di bawah pilar penyangga langit-langit yang besar yang terpencil dari keramaian,
Pangeran Reinald baru berhenti.
"Mengapa Anda di sini?"
"Jangan dingin seperti itu, Kakyu. Aku datang untuk menyambutmu."
"Tetapi Anda seharusnya menanti orang tua Anda."
"Jangan kauminta aku menanti Eleanor. Gara-gara dia, aku khawatir engkau dibawa
pria lain sebelum aku datang. Jangan mengkhawatirkan apapun, tidak akan ada
yang marah karena sikapku ini."
"Tidak akan ada yang membawaku."
"Benar, karena sekarang ada aku. Tetapi kalau aku tidak ada, aku yakin tak lama
lagi seorang pria akan membawamu. Engkau sangat cantik, Kakyu, aku sendiri tidak
menduga engkau akan secantik ini - jauh lebih cantik dari apa yang dapat
kubayangankan." Pangeran Reinald tiba-tiba mencium Kakyu dan membuat ketenangan gadis itu
hilang. "Untuk menyambut dirimu yang cantik," katanya sambil tersenyum tak bersalah.


Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kakyu ingin memarahi Pangeran Reinald, tetapi belum sempat ia melakukannya,
penjaga pintu telah berseru, "Paduka Raja Alfonso dan Ratu Ylmeria tiba."
"Mari," kata Pangeran Reinald sambil menarik Kakyu.
Pangeran Reinald menyelip di antara orang-orang yang memberi jalan pada Raja
Alfonso dan Ratu Ylmeria tetapi ia tidak mengikuti kedua orang tuanya. Seperti
tamu yang lain, ia menyambut kedatangan orang tuanya dengan membungkuk hormat.
Raja Alfonso dan Ratu Ylmeria terus berjalan ke depan podium tempat yang telah
disediakan untuk mereka. Raja Alfonso tidak duduk di kursi kerajaannya, tetapi
ia berdiri di sana dan menghadap para tamunya.
"Aku senang sekali melihat kalian dapat berkumpul di sini dalam pesta kemenangan
ini. Sebelum memulai pesta ini, aku ingin menyampaikan beberapa hal," Raja
Alfonso memulai pidatonya, "Seperti yang kalian ketahui pesta ini aku
selenggarakan untuk merayakan kemenangan kita atas tertumpasnya Kirshcaverish.
Mereka telah mendapatkan hukuman atas tindakan mereka. Ini semua bisa terwujud
karena jasa-jasa para Jenderal. Tetapi dari mereka aku mendengar yang paling
berjasa adalah Perwira Tinggi yang termuda sekaligus satu-satunya Perwira wanita
kita." Kakyu terkejut. Ia memandang Pangeran.
"Aku yang memintanya pada Papa," bisiknya.
"Untuk itu aku mengucapkan kekagumanku padanya. Sebagai satu-satunya Perwira
wanita, ia mampu menumpas Kirshcaverish yang telah lama bersarang di Hutan
Naullie. Berkat dia, pasukan kita mampu menerobos Hutan Naullie dan mencapai
sarang musuh," Raja Alfonso melajutkan pidatonya, "Kupersilahkan Perwira Muda
kita yang cantik maju."
Lagi-lagi Kakyu melihat Pangeran Reinald dengan bingung.
"Ayolah, Kakyu," desak Pangeran Reinald.
Kakyu tidak mungkin menghindar lagi apalagi pandangan mata Raja Alfonso
jelasjelas tertuju padanya dan semua yang hadir di pesta itu tahu siapa yang
dilihat Raja Alfonso. Dengan dibimbing Pangeran Reinald, Kakyu maju ke podium tempat Raja Alfonso
mengucapkan pidatonya. Dengan tenangnya, Kakyu menatap Raja Alfonso.
Raja Alfonso tersenyum padanya, "Aku benar-benar mengagumimu, Kakyu. Engkau
satu-satunya gadis yang paling tangguh yang pernah kutemui."
Kakyu tahu ia diharapkan untuk berbicara pada mereka yang terkejut dengan
kenyataan ini. "Saya tidak tahu harus berkata apa, tetapi inilah saya."
Begitulah Kakyu. Ia memang pendiam dan tenang. Tak heran kalau pidatonyapun
hanya sesingkat itu. Tetapi pidato singkat itu cukup padat, jelas, dan yang
pasti membuat siapapun yang ada di sana mengerti apa yang dikatakan Raja Alfonso
adalah benar. Raja Alfonso tersenyum pada Kakyu kemudian pada tamu-tamunya. "Demikianlah
pidato tersingkat dari Perwira cantik kita. Tak perlu heran kalau pidatonya
singkat sekali, ia memang tidak banyak bicara."
Kakyu mengawasi sekeliling ruangan.
Pangeran Reinald menyadari hal itu. "Ada apa, Kakyu" Engkau mencemaskan
keamanan Istana?" "Bukan." "Sudahlah, tidak ada yang perlu kaucemaskan. Semua telah diatur oleh Phil.
Sekarang dengarkan bagian terpenting dari pidato ini."
"Baiklah, sekarang kita kembali pada pokok permasalahan," Raja Alfonso
melanjutkan pidatonya, "Atas jasa-jasanya itu juga atas keinginan putraku,
keinginanku dan keinginan Ratu, maka hari ini pula aku meresmikan Perwira cantik
ini sebagai tunangan Pangeran Reinald."
"Pangeran?" "Bukan Pangeran tapi Reinald," bisik Pangeran Reinald dengan tersenyum nakal.
"Baiklah, apa maksud dari ini semua?"
"Akan kujelaskan nanti," katanya masih dengan tersenyum, "Dengarkan dulu pidato
ini sampai selesai."
"Kurasa Paduka tidak akan selesai sebelum nanti waktu makan malam tiba," kata
Kakyu, "Itu berarti kita harus mendengarkan selama kurang lebih satu jam lagi."
"Engkau bosan" Bukankah engkau terbiasa dengan hal ini?"
"Aku hanya ingin segera mengetahui apa maksud semua ini sesegera mungkin."
"Jangan khawatir, aku akan mengatakannya padamu. Aku takkan lupa karena ini
sangat penting." Raja Alfonso melirik keduanya dan membuat mereka diam.
"Karena Kakyu akan menikah dengan Reinald dalam waktu dekat ini, jabatannya
sebagai Kepala Keamanan Istana akan diserahkan pada Phil."
Kali ini Kakyu tidak melihat Pangeran Reinald, yang dilihatnya adalah Phil yang
terkejut mendengar pemberitahuan ini.
Seperti Kakyu, ia juga tidak tahu kalau akan ditunjuk menjadi Kepala Keamanan
Istana. Kalau Phil terkejut mendengarnya, maka Kakyu tidak. Kakyu tahu dengan
kemampuannya saat ini, Phil memang pantas menjadi Kepala Keamanan Istana.
"Karena tidak ada lagi yang harus kusampaikan pada kalian, maka aku mengakhiri
pidato ini sampai di sini," kata Raja Alfonso dengan tak terduga, "Silakan
kalian memulai acara dansa."
"Baru kali ini Papa berpidato sesingkat ini," kata Pangeran Reinald sambil
tersenyum pada Kakyu, "Kurasa ia tertular sikap diammu."
"Kurasa tidak. Engkau tahu aku selalu diam karena apa."
Pangeran Reinald memang tahu mengapa Kakyu lebih senang diam.
Gadis itu telah mengatakan, "Suaraku ini sangat berbeda dengan laki-laki. Kalau
aku sering berbicara, akan banyak yang curiga padaku. Karenanya aku lebih banyak
berdiam diri dan lama-kelamaan hal ini menjadi sifatku yang tidak mungkin
berubah lagi." Pangeran Reinald kembali membimbing Kakyu menuruni tangga podium yang hanya
terdiri dari dua anak tangga itu.
"Aku merasa seperti anak kecil kalau engkau menggandengku seperti ini."
"Aku khawatir engkau jatuh," kata Pangeran Reinald sambil mempererat kedua
tangannya yang memegang siku Kakyu.
"Aku sudah terbiasa dengan gaun ini."
"Apakah aku tidak boleh menggandeng gadis yang paling kucintai?"
Kakyu tersenyum sebagai jawabannya dan membiarkan Pangeran Reinald terus
membawanya ke lantai dansa.
Harapan Pangeran untuk segera berdansa dengan Kakyu tidak terkabul. Begitu
mereka berada di antara tamu-tamu yang lain, banyak yang datang mengerumuni
mereka. Kebanyakan adalah para prajurit mulai dari prajurit biasa sampai
Jenderal. Jenderal Decker tampak ragu-ragu menghadapi Kakyu. "Aku tidak tahu harus
mengatakan apa. Tetapi aku benar-benar tidak menyangka engkau adalah Kakyu.
Engkau benar-benar cantik, Kakyu."
Kakyu sudah terbiasa dengan pujian semacam itu. Ia tersenyum yang menambah
kecantikkannya sambil berkata, "Terima kasih."
"Saya rasa Anda sangat beruntung, Pangeran. Anda bukan hanya mendapatkan
gadis yang cantik, tenang tetapi juga pandai dalam militer," tambah Jenderal
Erin. "Ia juga sangat pandai memainkan pedang," tambah Jenderal Decker, "Aku sering
bertanding dengannya tetapi berapa kalipun aku bertanding. Aku selalu kalah,
karena tiap kali kemampuannya selalu meningkat."
"Anda benar-benar beruntung, Pangeran. Perwira tidak hanya akan menjadi istri
Anda tetapi juga pelindung Anda," goda yang lain.
Pangeran Reinald tersenyum sambil melihat Kakyu.
"Saya tidak percaya ini adalah Anda, Perwira," kata Phil tidak percaya, "Tetapi
saya percaya kalau Anda bertunangan dengan Pangeran Reinald. Anda memang sangat
cantik." "Kalian tidak menduganya, bukan?"
Decker berpaling pada Raja Alfonso yang baru tiba di sana, "Tidak, Paduka. Tidak
seorangpun di antara kami yang menduga gadis cantik yang sejak tadi berada di
sisi Pangeran ini adalah Kakyu."
"Tetapi ia sangat cocok untuk putraku yang satu ini, bukan?"
"Benar, Paduka," jawab Jenderal Decker.
Phil tiba-tiba berkata, "Saya merasa tidak pantas untuk menggantikan Perwira,
Paduka." "Sudahlah, Phil," kata Jenderal Decker, "Terima saja. Siapa tahu engkau nanti
seperti Kakyu. Dengan dipaksa baru menerima jabatan ini lalu membuat banyak
kejutan. Tetapi ini adalah kejutan terbesarnya."
Kakyu yang dilirik Jenderal Decker hanya diam sambil terus mengawasi sekeliling
Hall Pesta. "Satu yang tidak berubah padanya adalah ia tetap tenang dan pendiam," kata
Pangeran Reinald sambil tersenyum.
"Mengapa kalian masih di sini?" tanya Ratu Ylmeria terkejut, "Mengapa kalian
tidak berdansa seperti yang lainnya?"
"Benar, kita tidak boleh menghalangi kalian lagi," kata Jenderal Decker, "Kita
tidak boleh menganggu pasangan yang sedang berbahagia ini."
"Mari, Kakyu," kata Raja Alfonso sambil mengulurkan tangannya.
"Alfonso, apa yang kaulakukan?" tanya Ratu Ylmeria terkejut, "Mengapa tidak
kaubiarkan mereka berdua?"
"Aku ingin menjadi pria pertama yang berdansa dengan Perwira cantik ini," kata
Raja Alfonso sambil tersenyum, "Kalau aku masih muda, Reinald, aku pasti akan
merebutnya darimu." Pangeran Reinald tersenyum, "Tetapi sayang sekarang aku adalah tunangannya."
"Engkau tidak membiarkan ayahmu berdansa dengan tunanganmu?"
"Kalau aku tidak membiarkannya berdansa dengan pria lain, maka aku juga tidak
akan membiarkannya berdansa dengan Papa," kata Pangeran Reinald sambil
melarikan Kakyu ke lantai dansa.
Raja kecewa karenanya. "Tak heran kalau Reinald begitu terburu-buru ingin segera menikah dengan Kakyu,"
kata Ratu Ylmeria sambil tersenyum, "Kakyu baru saja muncul sebagai dirinya
sendiri tetapi sudah diperebutkan oleh anak dan ayah."
"Kakyu memang cantik, Paduka Ratu. Ia memiliki apa yang tidak mungkin kita
temukan pada gadis lain," kata Kapten Gwen, "Kalau ia belum bertunangan dengan
Pangeran Reinald, saya yakin banyak pria yang akan berusaha merebut hatinya."
"Tindakan Pangeran Reinald memang benar," tambah Jenderal Erin, "Saya juga
tidak akan melepaskan Kakyu kepada pria lain kalau saya yang menjadi
tunangannya." "Rupanya Kakyu selalu dikagumi orang," kata Ratu Ylmeria sambil tersenyum,
"Sebagai pria, ia banyak dikagumi para gadis. Sebagai gadis, ia banyak dikagumi
oleh para pria." "Ia memang akan selalu dikagumi setiap orang, Ylmeria," kata Raja Alfonso,
"Sekarang maukah engkau menemaniku berdansa?"
Ratu Ylmeria menyambut tangan suaminya. Ia tahu keinginan suaminya adalah
mendekati putra mereka dan Kakyu.
Tetapi sayang, ketika Raja dan Ratu tiba di lantai dansa, keduanya telah menepi.
Bukan karena mereka lelah, tetapi karena Kakyu tiba-tiba teringat lagi pada
Putri Eleanor. "Bagaimana keadaan Putri?" tanyanya cemas sambil terus melihat sekeliling Hall
Pesta. Pangeran Reinald yang sejak tadi merasakan kecemasan Kakyu berkata, "Jadi sejak
tadi itukah yang kaucemaskan?"
Kakyu mengangguk. "Jangan khawatir, ia baik-baik saja."
"Engkau yakin" Aku tidak tahu apakah ia dapat menerima kenyataan ini."
"Jadi engkau tahu ia mencintaimu?"
"Tentu saja aku tahu, Reinald. Sikapnya benar-benar menunjukkan perasaannya
padaku." Walaupun berdiri di belakang Kakyu, Pangeran Reinald dapat melihat kecemasan
Kakyu. Ia mengerti gadis itu benar-benar mencemaskan adiknya. Ia melingkarkan
tangannya di sekeliling pinggang Kakyu.
Kakyu memalingkan kepalanya ke belakang.
"Jangan cemas. Mama telah mempersiapkannya untuk menghadapi hal ini."
"Mengapa aku tidak melihatnya?"
"Ia pasti terlambat. Ketika aku menuju ke tempat ini, ia masih sibuk berdandan.
Kurasa ia sudah ada di sini, hanya saja kita tidak melihatnya."
Pangeran tiba-tiba tersenyum ketika melihat seorang gadis berusaha menerobos
orang-orang yang sibuk berdansa di lantai dansa. "Lihat saja. Kita baru saja
membicarakannya, sekarang ia sudah menuju ke sini."
"Di mana?" Kakyu mencari-cari.
"Di sana," kata Pangeran Reinald, "Ia pasti akan segera tiba di sini."
Setelah mencari dan mencari, Kakyu akhirnya melihat Putri Eleanor yang terus
berjalan mendekat. Wajah ceria Putri Eleanor membuat Kakyu lega. Wajah itu tidak menunjukkan
perasaan sedih yang mendalam, Kakyu tahu keceriaan di wajah itu bukan keceriaan
yang dibuat-buat. Ia telah mengenali sifat Putri Eleanor dengan baik.
"Dari mana saja engkau?" tanya Pangeran Reinald begitu adiknya dekat.
"Aku baru saja berbicara dengan keluarga Quentynna," kata Putri Eleanor, "Mereka
sangat terkejut dengan pertunangan kalian. Engkau belum memberitahu mereka,
Kakyu?" "Bagaimana ia bisa memberitahu keluarganya kalau ia sendiri tidak tahu?"
"Pantas saja," kata Putri Eleanor, "Begitu mendengar Papa mengumumkan
pertunangan kalian, Vonnie ingin tahu mengapa engkau menyembunyikan hal ini
dari mereka. Marie juga Lishie hingga saat ini tidak berhenti membicarakan
kalian berdua. Aku kasihan melhat Lady Xeilan. Ia berusaha keras menenangkan ketiga
putrinya juga Joannie. Adna sendiri sampai kerepotan berusaha menghentikan
keempat kakak beradik itu. Sebaiknya kalian melakukan sesuatu terhadap mereka,
mereka terus berbicara tiada henti."
"Seperti engkau," sahut Pangeran Reinald.
"Reinald, aku bersungguh-sungguh," kata Putri Eleanor jengkel, "Kurasa semua
orang membicarakan kalian saat ini sampai-sampai aku pusing mendengarnya."
Kakyu lega mendengar perkataan Putri Eleanor yang sama sekali tidak
menunjukkan ia patah hati. Tetapi ia kembali cemas ketika Putri Eleanor tibatiba berkata, "Andaikan saja engkau benar-benar seorang pria, Kakyu."
"Putri..." "Jangan khawatir," kata Putri Eleanor sambil tersenyum, "Aku tidak apa-apa. Aku
memang sangat terkejut ketika Mama mengatakannya. Tetapi sekarang aku sudah
tidak apa-apa. Aku berjanji aku akan menemukan pria yang setangguh dirimu."
"Kalian di sini rupanya," kata Raja Alfonso.
"Mengapa kalian tidak berdansa?"
"Kakyu mengkhawatirkan Eleanor, Mama. Tetapi sekarang sudah tidak lagi."
"Mengapa kalian tampak...," Putri Eleanor tidak dapat mengungkapkan wajah kedua
orang tuanya yang tampak pusing dan lelah, "Tampak..."
"Pusing dan lelah, maksudmu?" sahut Ratu Ylmeria.
"Benar." "Aku pusing mendengar setiap orang membicarakan kalian, kakakmu dan Kakyu.
Mereka tiada henti-hentinya bertanya padaku," keluh Raja Alfonso, "Kalau aku
tahu kalian akan menimbulkan masalah seperti ini, aku tidak akan mengumumkan
apapun tentang kalian."
"Aku benar, bukan," kata Putri Eleanor, "Semua orang membicarakan kalian. kalian
harus melakukan sesuatu."
"Apa yang harus kulakukan, Eleanor?" tanya Pangeran Reinald, "Aku yakin judul
utama dalam koran esok, 'Perwira Muda Kakyu yang cantik membuat hati setiap
gadis hancur'." "Reinald," Kakyu menghentikan gurauan Reinald.
"Aku mengerti, Kakyu. Tetapi apa yang dapat kulakukan" Aku tidak mungkin


Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghentikan mereka, yang bisa kulakukan hanya membawamu pergi."
Pangeran membuktikan kata-katanya dengan menarik Kakyu menjauh keluarganya.
"Selamat malam," katanya sambil tersenyum.
Pangeran Reinald membawa Kakyu ke taman Istana yang sepi.
"Akhirnya aku bisa benar-benar berdua denganmu tanpa ada yang harus
dikhawatirkan lagi."
"Engkau membuat orang tuamu jengkel, Reinald."
"Engkau juga sering membuat mereka jengkel dengan sikap diammu. Sekarang kita
tidak perlu memikirkan mereka semua selain kita sendiri."
"Hanya kita, tidak ada orang lain," Pangeran menegaskan.
"Baiklah," kata Kakyu kemudian ia mengingatkan Pangeran pada pertanyaan yang
belum dijawabnya, "Mula-mula aku ingin engkau menerangkan arti semua ini."
"Tidakkah engkau menyadarinya setelah apa yang dikatakan Eleanor?"
"Menyadari apa?"
Pangeran Reinald memeluk Kakyu, "Engkau benar-benar harus dijaga ketat, Kakyu.
Engkau sedemikian cantiknya hingga semua orang langsung membicarakanmu
begitu tahu siapa engkau. Aku dapat membayangkan apa yang akan terjadi kalau
aku tidak segera meminta Papa mengumumkan pertunanganku denganmu. Aku
tidak mungkin membiarkan engkau jatuh ke tangan pria lain."
Kakyu tersenyum. "Aku tidak mungkin mencintai orang lain, Reinald."
"Benar?" "Benar," Kakyu meyakinkan Pangeran Reinald, "Engkau orang pertama yang
menemukanku dan selamanya akan kucintai. Selamanya."
Pangeran Reinald menyambut kata-kata Kakyu dengan ciuman panjang yang tiada
pernah berakhir seperti cinta mereka.
Memburu Manusia Setan 2 Jodoh Rajawali 09 Prasasti Tonggak Keramat Pedang Golok Yang Menggetarkan 2

Cari Blog Ini