Kisah Cinta Karya Sherls Astrella Bagian 3
Tapi untuk apa" Mengapa Halbert berada di Hauppauge" Mengapa dia
merawatnya ketika ia sakit" Itu tidak mungkin. Tapi bila dipikir-pikir lagi,
Halbert tampak akrab dengan suasana rumahnya di hari ia menginjakkan
kaki di sana. Bila ditelusuri lagi, hingga Sarita kini tidak tahu mengapa
Halbert bisa muncul di Hauppauge.
"Kita harus segera kembali," Halbert duduk di atas kudanya.
Sarita mengikuti Halbert tanpa bertanya lebih lanjut.
Halbert kaget. Ia tidak menyangka ia akan kelepasan seperti ini. Tapi, ia
mengakui, gadis ini memang punya pesona yang bisa membuat orang
lupa diri. Ini adalah topik yang berbahaya. Halbert tidak dapat menjawab
pertanyaan itu karena ia sendiri juga tidak tahu mengapa. Hingga detik
ini ia masih berpendapat itu adalah karena simpatinya sebagai seorang
pria dan karena jiwa petualangnya yang ingin mencoba affair dengan
gadis terlarang. Sarita tidak kaget ketika mereka mendekati pintu, segerombol wanita
muda mendekat. "Siapa dia, Pangeran?" beberapa di antara mereka melihat Sarita dengan
sinis, "Mengapa ia ada bersama Anda?"
"Apakah dia adalah tamu Anda yang dibicarakan orang-orang itu?" tanya
yang lain. "C"est impossible!" Sarita mendengar seseorang berbicara dalam bahasa
Prancis. "Ia kampungan."
Siapa pun wanita itu, ia salah jika ia berpikiran Sarita tidak mengerti apa
yang dikatakannya. Sejak lahir Sarita mengelilingi daratan ini. Ia tumbuh
besar dalam berbagai macam bahasa dan budaya. Walau sudah lama
Sarita tidak menggunakan bahasa-bahasa itu, ia masih mengingatnya
dengan baik. "Sie mu"t ist eine Prostituierte," Sarita mendengar yang lain berbicara
dalam bahasa German. Sarita tidak menyalahkan mereka. Tidak ada satu permata pun di gaun
katun coklatnya. Rambutnya pun tidak berhiaskan mutiara seperti mereka
malahan rambutnya yang diekor kuda berantakan oleh terpaan angin
sepanjang perjalanan. Halbert tampak kebingungan oleh serbuan mereka.
Sarita tersenyum geli. "Ia"," Halbert melirik Sarita lalu beralih pada wanita-wanita cantik di
sekelilingnya. Setan dalam diri Sarita ingin tahu apa yang akan dilakukan Halbert.
Halbert adalah seorang petualang cinta tapi ia juga seorang pemilih. Ia
sangat berhati-hati untuk tidak berhubungan dengan gadis desa
sepertinya yang tidak sederajat dengannya. Melihat pemuda itu benarbenar kebingungan, Sarita memutuskan untuk mengundurkan diri.
"Terima kasih atas pagi yang menyenangkan ini," setan dalam diri Sarita
mengambil alih total, "Halbert."
"Siapa dia, Pangeran!" Mengapa ia memanggil Anda dengan akrab" Ke
mana kalian pergi pagi ini!?" Sarita mendengar mereka mendesak Halbert
ketika ia melajukan kuda ke Wyatt yang tengah menanti Halbert di pintu.
"Selamat pagi, Lady Sarita," sapa Wyatt sopan.
"Selamat pagi, Wyatt," Sarita turun dari kudanya.
Sikap Wyatt berubah total sejak Sarita tiba di Ririvia. Mungkin kenyataan
Raja dan Ratu tidak mengusir Sarita telah memaksanya bersikap hormat
pada sang anak haram ini.
Wyatt mengulurkan tangan untuk mengambil alih tali kekang kuda dan
cambuk kuda seperti yang biasa dilakukannya tiap pagi ketika ia
menyambut Halbert. Sarita memberikan cambuk kudanya kemudian tali kekang kuda.
"Duke of Cookelt datang mencari Anda."
Sarita membeku. "Ia telah menunggu Anda di Ruang Tamu."
-----0----- Halbert menjauhi kerumunan wanita yang dikecewakannya itu dengan
lelah. Sarita benar-benar membuatnya kehabisan cara untuk
membungkam keingintahuan wanita-wanita itu.
Ia tidak percaya Sarita tersenyum geli melihatnya diserbu sekompi wanita
yang ingin tahu! Halbert bersumpah ia mendengar Sarita tertawa ketika
ia pergi meninggalkannya dalam kekacauan yang sengaja dibuatnya!
Halbert tidak percaya Sarita benar-benar dapat menerima
petualangannya. Ia tidak membencinya. Ia tidak juga tergila-gila
padanya. Apakah ia benar-benar memahami petualangannya ini"
Sarita benar-benar unik. Ketika Sarita bergerak di antara kerumunan wanita-wanita bangsawan
itu, Halbert melihat sesuatu yang baru dari Sarita. Tanpa gaun mewah
yang berkilauan, tanpa dandanan yang mempercantik penampilannya,
Sarita tampak sangat mempesona bahkan jauh lebih cantik dari wanitawanita cantik itu. Di antara kemilauan sinar para gadis bangsawan, sinar
Sarita tampak lebih terang dan mempesona.
Inikah yang disebut kecantikan murni itu" Halbert bertanya-tanya.
"Selamat pagi, Yang Mulia Pangeran Halbert," sambut Wyatt.
"Selamat pagi, Wyatt," Halbert melompat dari kudanya dan menyerahkan
tali kekangnya beserta cambuk kudanya. "Di mana Sarita?" Halbert
berniat membuat perhitungan dengan Sarita. Butuh waktu lama untuk
membungkam mulut penggosip-penggosip itu. Bahkan Halbert
meninggalkan mereka tanpa menjawab sepatah kata pun pada
pertanyaan-pertanyaan yang memburu itu.
"Lady Sarita menemui tamunya."
"Tamu?" Sarita tidak pernah mendapat tamu. Tidak seorang pun tahu Sarita ada di
Ririvia. Sarita juga tidak pernah meninggalkan Ririvia. Walau kabar
keberadaan Sarita di Ririvia sudah beredar di Helsnivia, tidak seorang pun
yang pernah melihat gadis itu. Dari manakah orang itu mengetahui
tentang Sarita" "Duke of Cookelt datang pagi ini untuk memohon bertemu Lady Sarita."
Halbert terperanjat. Ia tahu Chris mungkin akan datang tapi ia tidak
menyangka Chris benar-benar punya nyali untuk menemui Sarita di
Istana Ririvia. "Di mana mereka?"
-----0----- Chris berdiri di depan perapian " memperhatikan lukisan pemandangan
yang tergantung di atasnya.
Sarita menghela nafas dalam-dalam dan melangkah ke tengah Ruang
Tamu dengan dada membusung. "Apa maumu?" ia bertanya tegas.
Chris langsung membalik badan. "Ah, Sarita. Lama tidak bertemu."
"Apa maumu datang ke sini?" Sarita mengulangi pertanyaannya.
"Tampaknya Pangeran Halbert tidak memeliharamu dengan baik," Chris
memperhatikan gaun katun Sarita hingga ke tatanan rambutnya yang
berantakan. "Apa maumu, Chris!?" Sarita bertanya untuk yang ketiga kalinya. Ia tidak
menyukai cara pemuda ini menyebut kata "memelihara" itu.
"Seharusnya akulah yang bertanya padamu," Chris berkata sinis, "Apa
maumu datang ke tempat ini" Kau adalah waliku tapi apa yang
kaulakukan?" Sarita merasa kenyataan menghantam dirinya. Inilah pertanyaan yang
ditanyakan almarhum Duke Norbert dalam mimpinya pagi ini. Sarita
pucat pasi. "Kau kabur dengan Pangeran Halbert," Chris membeberkan fakta, "Tapi
lihatlah apa yang ia lakukan padamu. Bahkan Earl of Mongar tidak akan
menyia-nyiakanmu seperti ini."
Nama itu membuat Sarita mual.
"Merasa bersalah?" suara sinis Chris berkuasa di atas wajah pucat Sarita,
"Apa kau sudah menyesali pilihanmu?" Chris sudah berdiri di depan
Sarita. "Apa kau sudah berpikir untuk kembali padaku?" Chris memegang
dagu Sarita. Senyum licik itu langsung menyadarkan Sarita. "Aku tidak pernah
menyesali keputusanku," ia melepaskan diri, "Aku juga tidak pernah lari
dari tugasku. Aku tetap membantumu mengurus Cookelt. Aku tetap
mengawasimu walau aku tidak berada di sekitarmu."
"Graham, katamu, dan guru privat pilihanmu yang gila itu?"" ia
mengejek. Mata Chris berkilat oleh kemarahan. "Ya, kau telah melakukan
tugasmu tapi apakah kau pernah meminta pendapatku!" Kau memecat
Owen tanpa sepengetahuanku. Kau membuat keputusan tanpa seijinku!
Kau melarangku berbuat ini! Kau memaksaku berbuat itu! Tapi apa kau
pernah bertanya pendapatku!" Akulah Duke of Cookelt, bukan kau!!"
"Kau masih kecil, Chris," Sarita tetap berkepala dingin, "Kau belum dapat
sepenuhnya menjadi Duke of Cookelt."
"Bagaimana dengan kau!" Kau juga tidak lebih dewasa dari aku. Kau
hanya tiga tahun lebih tua dariku " tiga tahun!!"
"Bulan depan empat tahun," Sarita membenarkan, "Yang terpenting,
Norbert mempercayaiku. Ia menunjukku sebagai walimu."
"Ya, kau pasti telah meracuni Papa. Katakan, Sarita, apa kau pernah tidur
dengan Papa?" ejeknya.
"Demi Tuhan, Chris, apa yang kaupikirkan!?" Sarita terperanjat.
"Punya kau sebagai waliku jauh lebih baik dari Mama," tiba-tiba Chris
melingkarkan tangan di pinggang Sarita dan menariknya mendekat,
"Akan jauh lebih baik lagi kalau kau mau menjadi gundikku."
Sarita membelalak kaget. "Tidakkah itu lebih baik daripada menjadi waliku, Sarita?" senyum Chris
menantang Sarita. "Kau tidak bisa terus-terusan menjadi waliku yang
menguasai kekayaan Cookelt. Bukankah lebih baik kau menjadi
gundikku" Aku akan melimpahimu dengan kekayaan Riddick."
"Kau sudah gila!" Sarita memberontak.
Chris tertawa. "Ya, aku gila karenamu," ia mempererat pelukannya.
"Lepaskan aku!" Sarita mendorong dada Chris sekuat tenaganya.
"Ah, Sarita, kau begitu cantik," tangan kanan Chris melepaskan pinggang
Sarita dan menelusuri wajah panik Sarita. "Kau benar-benar membuatku
gila," tangan Chris berhenti di dagu Sarita dan mendekatkan bibirnya.
"Lepaskan!" Sarita memberontak. Tangannya mendorong Chris menjauh
dan badannya menjauhi sentuhan dengan tubuh tegap Chris.
Tangan kiri Chris yang masih di pinggang Sarita, merapatkan tubuh Sarita
pada tubuhnya dan ia tertawa sinis. "Berusaha kabur, Sarita?"
Sarita benci mengapa seorang pria bisa sekuat ini walau jelas-jelas ia
lebih tua! Untuk pertama kalinya ia tidak menyukai kenyataan Chris
mewarisi tubuh tegap Duke Norbert.
Chris menundukkan kepala " berusaha mencium Sarita lagi.
Sarita menggeleng-gelengkan kepala " berusaha menghindari bibir Chris.
"Kau benar-benar membuatku gila," Chris mendorong Sarita ke sofa dan
menindihnya. Dengan tangan kirinya, ia menahan pundak Sarita.
"Tidak!" Sarita memberontak ketika tangan Chris yang lain menuruni
lehernya yang jenjang. "Hentikan!" Sarita berteriak panik.
Chris mendaratkan ciuman di leher Sarita sementara tangannya turun ke
dada Sarita. "TIDAK!! Berhenti!" air mata Sarita jatuh. Matanya tertutup rapat oleh
rasa jijik dan takut. Chris tertawa puas. "Apa kau tidak mendengarnya, Chris!?" tangan Halbert mencengkeram
pundak Chris dan dalam satu hempasan, menjauhkan Chris dari Sarita.
Sarita membuka matanya. Mata biru tua Halbert membara oleh kemurkaan. Wajah tampannya
mengeras oleh rasa jijik. Tubuhnya yang tinggi tegap menekan Chris
dengan aura kekuatan dan kekuasaan ang dipancarkannya.
Sarita langsung memeluk Halbert. Tubuhnya bergetar oleh ketakutan. Air
matanya mengalir oleh kelegaan.
Halbert terperanjat. Tangannya memeluk pundak yang melekat di
perutnya dengan penuh perlindungan. Matanya yang membara tidak
melepaskan Chris. "Pergi sebelum aku memanggil prajurit," katanya
tegas. Chris pucat pasi. "Aku akan datang lagi, Sarita. Aku tidak akan
melepaskanmu," ancamnya dan ia langsung pergi.
Sarita menggigil hebat. "Sudah tidak apa-apa," Halbert menarik Sarita berdiri dan memeluknya
erat-erat. "Sudah tidak apa-apa," ia membelai Sarita dengan lembut.
Sarita mempererat pelukannya di dada Halbert. Kehangatan tubuh
Halbert melelehkan ketakutannya dalam air mata. Kenyamanan pelukan
Halbert mengeluarkan semua rasa jijiknya dalam getaran.
"Ia sudah pergi," Halbert mendekap kepala Sarita di dadanya dan berbisik
lembut. "Jangan takut. Aku ada di sini."
Halbert bersumpah ia tidak akan membiarkan Chris menemui Sarita lagi.
Ketika ia mendengar jeritan Sarita, ia sudah merasa sesuatu yang tidak
beres tengah terjadi. Ia langsung mendidih melihat Chris tengah
memperkosa Sarita. Halbert sudah akan menghajar Chris ketika Sarita
memeluknya. Entah mengapa Sarita mudah jatuh dalam keadaan seperti ini. Pertama
Jason dan sekarang Chris. Halbert tidak bisa melepaskan mata dari
Sarita. Halbert melepaskan Sarita ketika ia merasa getaran tubuh gadis itu sudah
mereda. Tubuh Sarita jatuh lemas.
Halbert menangkap tubuh Sarita. Ia terperangah melihat sepasang mata
biru yang kosong itu. Wajah cantiknya basah oleh air mata yang belum
kering. Halbert mengangkat Sarita dan memangkunya. Dalam hati ia bersimpati
pada Sarita. Sarita terlihat dingin dan angkuh ketika ia berada di
Trottanilla. Tapi siapakah yang tahu apa yang dialaminya selama berada
di Sternberg" Tangan Sarita melingkar di leher Halbert. Kepalanya mencari kehangatan
di pundak Halbert. "Gadis ini terlihat begitu tegar tapi sesungguhnya ia sangat rapuh," pikir
Halbert. Tangan kanan Halbert mencengkeram lembut pundak Sarita "
menyalurkan kekuatan. Tangan kirinya membelai lembut kepala cantik
yang tersandar di pundaknya. Ingin sekali Halbert melindungi gadis ini.
Ingin sekali Halbert memberikan kenyamanan pada gadis ini.
Air mata Sarita mengalir turun di pipinya yang pucat.
"Jangan menangis," Halbert menghapus air mata Sarita. Sebulir air mata
jatuh lagi dari pelupuk mata Sarita, "Jangan menangis," Halbert mencium
mata Sarita yang basah. Hatinya terasa pedih.
"Halbert"," lirihan lemah terlepas dari bibir Sarita yang bergetar.
Halbert mengerang. Kalau ada wanita yang mampu membiusnya, maka
orang itu adalah Sarita! Sarita benar-benar satu-satunya wanita yang
bisa membiusnya! Dan ia menjatuhkan ciumanya di bibir yang merekah
itu. Tubuh Sarita menegang. Bibirnya membeku.
Halbert mencium Sarita dengan lembut. Tidak ada nafsu dalam
ciumannya. Tidak ada keterburu-buruan. Ciumannya begitu lembut dan
perlahan. Halbert tidak tahu ciuman manis dan lembut seperti ini ada.
Rona merah merekah di wajah Sarita ketika bibirnya mulai menerima
sentuhan bibir Halbert. Tubuhnya mulai bersandar santai di antara
lengan-lengan kuat Halbert. Bibirnya terbuka menerima Halbert. Ketika
Halbert melepaskan bibir Sarita, Sarita sudah benar-benar terbuai.
Tangannya memeluk erat Halbert. Kepalanya sekali lagi mencari
kehangatan di antara pundak dan leher Halbert. Matanya terpejam rapat
dan kepalanya kosong melayang.
Halbert memeluk Sarita dengan lembut. Untuk beberapa saat tidak ada
yang dilakukannya selain memeluk gadis di pangkuannya ini. Ia tidak
ingin melepaskan gadis ini. Ia ingin terus merasakan setiap gerakan
lembut gadis ini. Ia ingin terus merasakan gesekan rambutnya di
lehernya. Ia ingin terus mencium keharuman rambutnya.
Gadis ini telah menduduki banyak peringkat pertama dalam hidupnya. Ia
adalah gadis yang sanggup membiusnya, gadis yang membuatnya ingin
benar-melindungi seseorang, ia adalah gadis pertama yang membuatnya
jijik pada awalnya.
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Halbert terperanjat. Apakah yang sudah dilakukannya" Ia sering
mempertanyakan pertanyaan itu pada dirinya sendiri tapi hingga saat ini
ia tidak dapat menjawabnya. Ia tidak tahu apa yang sudah ia lakukan.
Akhir-akhir ini ia sudah tidak tahu lagi apa yang tengah ia lakukan. Apa
yang gadis ini lakukan pada dirinya"
"Sarita," sekali lagi tangan Halbert merangkum wajah Sarita.
Mata Sarita terpaku pada Halbert.
"Kembalilah ke kamarmu. Pagi ini kau tidak perlu makan bersama kami.
Aku akan menyuruh pelayan mengantar makananmu."
Kaki Sarita bergerak menjauhi Halbert.
Halbert berdiri di sisi Sarita. Tangannya melingkari pinggang Sarita dan
berkata, "Aku akan mengantarmu."Sarita mengangkat wajahnya menatap
wajah Halbert kemudian membiarkan Halbert mengiringnya kembali ke
kamar. Chapter 10 Sarita menatap tumpukan kertas kiriman Graham. Tangannya membolakbalik tumpukan kertas itu tanpa satu niatpun untuk membaca surat yang
ditunjukkan padanya. Pagi ini setelah kunjungan Chris yang mengagetkan, Sarita berdiam diri di
dalam kamar. Seperti yang dikatakan Halbert, seorang pelayan datang
mengantar makanan tak lama setelah Halbert pergi. Beberapa saat
kemudian datanglah berkas-berkas kiriman Graham bersamaan dengan
surat peringatan Graham yang terlambat.
Graham memperingatkan Sarita kemungkinan Duchess Belle mengirim
orang untuk membawanya pulang dengan paksa. Earl of Mongar tidak
dapat menerima kenyataan Sarita menghilang dari Sternberg. Ia marah
besar! Calon istri yang telah diincarnya sejak pesta Earl of Striktar " satusatunya pesta di mana almarhum Duke Norbert berhasil membuat Sarita
muncul, menghilang. Ia menyalahkan Duchess dan terus menerornya.
Sarita tidak mengerti mengapa hidupnya dengan mudah berubah menjadi
kekacauan setelah kematian Duke Norbert. Di Trottanilla, Earl of Mongar
yang membuntutinya. Di belakangnya terus mengincar Chris. Apakah
yang ada di depannya" Di Helsnivia"
Mengapa ia begitu mudah dikejar-kejar pria" Mengapa setiap pria
melihatnya dengan satu mata " seorang anak haram yang mau
melakukan apa saja demi harta" Ia bukan anak haram! Ia tidak punya
alasan menjadi wanita ketiga seperti ibu dalam pikiran mereka. Sekalipun
ibunya adalah wanita simpanan, Sarita tidak mau mengikuti jejak ibunya.
Owen, Dokter Danya, Jason, Earl of Mongar kemudian Chris. Siapa
lagikah yang akan mengacaukan hidupnya yang tenang"
Selama satu minggu ini Sarita berhasil menyuruh Graham menutup mulut
pada keluarga Riddick tentang keberadaannya. Selama seminggu ini
hanya Graham satu-satuya orang di Trottanilla yang tahu keberadaannya.
Chris atau Duchess Belle pasti berhasil membuka mulut Graham. Mungkin
juga mereka berhasil mengikuti perantara diinya dan Graham. Entah
bagaimana caranya, mereka telah mengetahui keberadaannya!
"Kalau keluarga Riddick tahu keberadaanku, maka hanya masalah
waktulah pria-pria itu tahu," Sarita menyadari dengan horor.
Seseorang mengetuk pintu.
"Siapakah orang yang datang menemuiku malam-malam seperti ini?"
Sarita berpikir pucat. Ketukan di pintu terdengar mendesak.
Saat itulah Sarita melihat sebuah sosok tinggi di balik pintu kaca menuju
serambi. Darah Sarita terkesiap. Tubuhnya membeku. Matanya melihat
sosok itu tanpa berkedip. Buku-buku tangannya yang mencengkeram tepi
meja memutih. "Sarita, kau sudah tidur?"
Suara tegas yang telah begitu dikenalnya itu langsung membuatnya lega.
"Sarita," Halbert memanggilnya lagi.
Sarita beranjak membuka pintu.
"Mengapa kau belum tidur?" Halbert memperhatikan Sarita yang belum
mengenakan gaun tidur. "Saya tidak dapat tidur," jawab Sarita. Kedatangan Chris yang mendadak
telah mengacaukan pikiran tenangnya.
Mata Halbert beralih pada tumpukan kertas di meja kecil yang
dipindahkan ke kamar Sarita pagi ini. "Kau masih mengurusi masalah
Cookelt?" Sarita mengangguk. Sesungguhnya ia berusaha tapi otaknya tidak dapat
diajak bekerja sama. Hari ini ia sama sekali tidak menghasilkan apa-apa.
Besok Graham tidak akan menerima pesannya. Besok ia harus
menyelesaikan jatah dua hari.
"Kau bekerja terlalu keras," Halbert memperhatikan guratan-guratan
kelelahan di wajah Sarita, "Setiap hari aku melihatmu di Ruang
Perpustakaan, berkutat dengan kertas-kertasmu. Apakah terjadi masalah
di wilayah keluarga Riddick?"
"Ya," jawab Sarita, "Salah satu peternakan terjangkit penyakit. Saya
sudah menyuruh Chris pergi ke sana untuk meihat keadaan tapi ia
menolak. Domba-domba itu perlu segera diurus dan para peternak perlu
diberi semangat. Chris tidak mau mendengar saya. Ia hanya mau
bersenang-senang. Chris sama sekali tidak mau memahami tugas
seorang Duke bukan hanya bersenang-senang tapi melindungi rakyat
dalam wilayah kekuasaannya dan menjamin kesejahteraan mereka.
Kemarin terjadi kebakaran di gudang penyimpanan gandum. Kami
kehilangan sebagian besar gandum kami tapi saya berhasil menemukan
sumber lain untuk memenuhi kebutuhan kami setidaknya untuk tiga
bulan mendatang. Saya juga harus segera membangun gudang baru."
Halbert terperangah. "Katakan, Sarita, apa saja yang kauurusi"
Sepertinya kaulah penguasa Cookelt bukan Chris."
Sarita tersenyum simpul. "Saya sudah mengurusi Cookelt semenjak
Norbert jatuh sakit."
"Itulah sebabnya Duke memilihmu menjadi wali Chris?"
"Mungkin," aku Sarita, "Duchess sama sekali tidak mau mengurusi
masalah Cookelt. Ia tidak mau kehilangan satu rambutpun karena
Cookelt, katanya. Norbert tidak mau Dorothy mengurus Cookelt dan Chris
sama sekali tidak bisa diharapkan. Yang dilakukannya tiap hari adalah
bermain-main dan bersenang-senang. Tampaknya hanya saya yang bisa
dipercayai." "Itulah sebabnya kau tidak pernah muncul setelah Duke jatuh sakit,"
gumam Halbert. Kalau yang dimaksud Halbert adalah pesta, ia salah. Sarita tidak pernah
muncul dalam pesta apa pun sebelum pesta Earl of Striktar. Ia adalah
orang luar dalam keluarga Riddick. Tidak ada alasan ia muncul sebagai
seorang Riddick. Sesungguhnya Duke Norbert telah beberapa kali
mengajak Sarita tapi Sarita menolak. Sarita tidak dibesarkan dalam
pesta. Dalam satu langkah Halbert berdiri di depan Sarita. "Tugasmu pasti
sangat berat," tangannya membelai wajah Sarita. Matanya menatap
Sarita dengan semua kelembutan yang dimilikinya.
Sarita mundur " kaget oleh sensasi yang ditimbulkan oleh sentuhan
Halbert, oleh mata biru keabu-abuannya itu.
Hati Halbert sakit melihat sinar ketakutan di mata cantik Sarita. "Aku pasti
menakutinya," sumpah Halbert.
Sepanjang hari ini, setelah mengantar Sarita, Halbert sama sekali tidak
dapat menyingkirkan Sarita dari kepalanya. Tangannya terus merasakan
getaran tubuh mungil itu. Di pundaknya, lehernya, ia terus merasakan
gesekan rambut Sarita. Hidungnya terus mengenang keharuman rambut
Sarita. Dadanya terus menyimpan kehangatan Sarita. Bibirnya terus
mencari kelembutan dan kemanisan bibir mungil itu.
Halbert tidak pernah merasa seperti ini pada seorang wanita mana pun!
Halbert berpikir ini pastilah sensasi setelah menjadi seorang penyelamat.
Namun ketika ia mencium kencannya hari ini, ia tahu ia merindukan
tubuh Sarita di pelukannya. Ia mencari kelembutan dan kemanisan yang
sama di wanita cantik itu tapi ia hanya merasakan kehampaan. Tangan
wanita itu yang memeluknya dengan erat dipenuhi desakan nafsu dan
untuk alasan yang tidak diketahui Halbert, untuk pertama kalinya ia
merasa jijik. Halbert tidak pernah mengecewakan kencannya tapi ia
melakukannya sore ini! "Tugas Anda lebih berat dari saya," kata Sarita, "Sepanjang hari Anda
berada di luar." Halbert menarik kursi untuk dirinya sendiri. Matanya menatap Sarita
dengan frustasi. "Tidak semembosankan seperti kau," tangan Halbert
membalik-balik kertas di meja, "Aku tidak perlu mengurusi kertas-kertas
seperti ini. Tugasku hanyalah mewakili Papa dalam berbagai pertemuan,
mengunjungi beberapa daerah untuknya."
"Saya juga terbiasa melakukan perjalanan untuk Norbert seperti Anda,"
Sarita tersenyum, "Saya tidak suka berdiam diri di dalam rumah."
"Aku tidak melihatnya," mata Halbert melihat Sarita lalu beralih pada
meja tempat ia duduk sepanjang hari.
"Seseorang harus melakukannya," Sarita memberitahu, "Sejak Norbert
sakit, saya mulai terbiasa duduk di belakang meja setiap hari."
"Kelak ketika aku harus menghadapi tumpukan kertas-kertas seperti ini,
aku akan menyerahkannya padamu."
"Dengan senang hati," Sarita ikut-ikutan bercanda, "Setelah saya bisa
melepas Chris, Anda harus mengangkat saya menjadi sekretaris Anda."
"Tentu," sahut Halbert dan ia berpikir alangkah uniknya hubungan antara
dua manusia. Ketika ia tahu siapa Sarita, ia bersumpah tidak akan
berhubungan dengan Sarita. Pun ketika mereka pergi berduaan, mereka
hanya mengucapkan salam di depan Duke Norbert dan setelahnya
berdiam diri dalam dunia masing-masing. Sekali pun Halbert tidak pernah
berpikir mereka akan berada di sini membicarakan kewajiban mereka
masing-masing seperti dua pria bersahabat!
Menambah daftar pertama Sarita, Sarita adalah wanita pertama yang
pernah berbicara masalah pekerjaan dengan Halbert. Halbert tidak
pernah membicarakan masalah pekerjaan sekalipun dengan ibunya.
Bersama Ratu, ia hanya berbicara masalah wanita dan pernikahan.
"Duke pasti berharap kau adalah putranya."
"Ia berharap menikahi Mama," Sarita tersenyum geli " terkenang keluh
kesah Duke Norbert setiap sehabis ia bertengkar dengan Duchess Belle.
"Tentu saja ia tidak bisa," pikir Halbert, "Ia telah menikah dengan Duchess
Belle bahkan sudah mempunyai anak darinya."
"Katakan, Sarita, berapa usiamu," tanya Halbert, "Aku mendengar kau
pun tidak lebih pantas menjadi wali Chris dari Chris sendiri."
"Tentu saja. Saya hanya tiga tahun lebih tua dari Chris. Satu-satunya
yang bisa membuat saya menjadi wali Chris adalah surat wasiat Norbert."
Halbert terkejut. "Kau tidak terlihat seperti gadis belasan tahun?"
Sarita tersenyum geli. "Pengalaman membuat seseorang menjadi lebih
tua dari usia yang sebenarnya."
"Aku tidak melihat kau punya pengalaman lain selain menjadi wakil Duke
setelah kau kembali ke Sternberg."
"Sejak bayi saya ikut ayah saya berpetualangan. Saya sudah melihat
dunia sebelum Anda diijinkan meninggalkan Ririvia."
"Duke Norbert pasti sudah gila!" Halbert berpikir dengan tidak percaya. Ia
tidak hanya melibatkan ibu Sarita tapi juga si bayi Sarita dalam
petualangan-petualangan cintanya. Tidak heran Sarita tampak begitu
paham akan pesonanya. "Ibumu pasti adalah wanita yang mempesona."
"Ya," Sarita mengangguk, "Mendengar Norbert sering memujinya, ia pasti
adalah wanita yang mempesona."
Alis mata Halbert terangkat.
"Saya tidak pernah melihatnya. Mama meninggal ketika melahirkan
saya." "Ini artinya Sarita tidak pernah merasakan cinta kasih seorang ibu,"
Halbert berpikir simpati.
"Mengapa Anda mencari saya, Pangeran?" Sarita mengembalikan arah
pembicaraan yang sudah melenceng jauh ini.
Halbert teringat tujuannya menemui Sarita.
"Aku datang untuk memberitahumu beberapa hasil pembicaraanku
dengan Papa." Pembicaraan" Pembicaraan apa" Apakah mereka berbicara untuk
menyembunyikannya di tempat lain"
"Papa setuju untuk menempatkan prajurit untuk mengawalmu."
Sarita terperanjat. "Mulai besok pagi akan ada dua prajurit yang bertugas mengawalmu.
Pintu Ruang Perpustakaan akan dijaga ketat ketika kau bekerja di dalam.
Kamarmu akan dijaga prajurit ketika kau tidur. Aku juga meminta
pengurus Istana untuk menyeleksi tamumu."
"P-Pangeran"," Sarita tidak dapat berkata-kata.
"Tidak ada yang perlu kau khawatirkan lagi. Chris juga pria-pria
sepertinya tidak akan dapat menyentuhmu."
Bukan itu yang dikhawatirkan Sarita. Selama ini ia tidak pernah dikawal
siapa pun. Duke Norbert juga tidak pernah menyuruh orang mengawalnya
secara khusus ketika ia bepergian. Sekarang akan ada dua prajurit yang
tidak dikenalnya yang akan selalu berada di sekitarnya.
Sarita tidak menyukai ide itu tapi Halbert tidak memberinya kesempatan
untuk menolak. Sarita bahkan ragu Halbert akan menerima
penolakannya. Segera setelah menyampaikan apa yang menjadi tujuan kedatangannya,
Halbert mengucapkan selamat malam dan meninggalkan Sarita ke
kamarnya melalui pintu serambi " tanpa mendengar Sarita. Dan
keesokan paginya ketika Sarita duduk di beranda memperhatikan
keramaian taman seperti biasanya, seseorang tiba-tiba masuk.
Sarita terperanjat. Halbertpun selalu mengetuk pintu kamarnya dari mana
pun ia masuk. Siapakah gerangan orang yang memasuki kamarnya tanpa
mengetuk pintu ini" "Rupanya Anda sudah bangun, Lady Sarita," Sarita melihat sepasang
mata dingin pelayan tengah baya yang menjemputnya ke Ruang Makan di
hari pertama ia ada di Ririvia.
"Perkenalkan nama saya adalah Savanah. Mulai hari ini saya bertugas
melayani Anda." Sarita merasa dunianya sudah terjungkir balik. Keberadaan dua prajurit
yang selalu mengekornya sudah membuatnya tidak nyaman. Sekarang
muncul orang yang akan selalu melayaninya.
Segerombolan pelayan memang selalu siap melayaninya ketika ia berada
di Sternberg maupun di sini, Istana Ririvia. Namun Sarita memilih untuk
melakukan sendiri semuanya. Duke Norbert tidak pernah memaksanya
dilayani. Sarita juga berhasil meminimkan pelayanan para pelayan Istana
selama ia berada di sini. Sekarang seorang pelayan secara khusus
ditunjuk untuk melayaninya setiap saat!
Sarita harus bicara pada Halbert.
Sarita tidak yakin ia bisa berbicara dengan Halbert pagi ini di Ruang
Makan. Suasana Ruang Makan tidak jauh berbeda dari hari pertama ia
berada di sini. Ratu Kathleen masih menatapnya dingin. Raja Marshall
dan Halbert masih berbicara masalah yang tidak dipahami Sarita. Satusatunya yang berubah adalah Sarita sudah biasa makan di bawah mata
dingin yang tidak pernah lepas dari gerakannya. Hanya ketika ada orang
lain yang bergabung dengan merekalah, Ratu Kathleen sedikit
melepaskan Sarita dari pengawasannya.
Bila ia tidak dapat berbicara dengannya di Ruang Makan, maka ia harus
mencari kesempatan lain, Sarita memutuskan.
Segera setelah memperkenalkan diri dengan singkat, Savanah membuka
lemari baju Sarita. "Apa-apaan ini!?" pekik Savanah kaget dan ia membuka lemari yang lain.
"Apa-apaan ini, Lady Sarita!?" tanyanya histeris menunjuk gaun-gaun
Sarita yang jauh dari kata mewah. "Mengapa baju rongsokan seperti ini
ada di sini!?" "Aku datang untuk tinggal di desa bukan di Istana," Sarita tidak suka cara
pelayan ini menyebut gaun-gaunnya.
"Ini adalah Istana, M"lady!" pekik Savanah kian histeris, "Bukan desa!"
Savanah mengambil gaun-gaun Sarita.
"Apa yang hendak kaulakukan?" Sarita dengan panik menghentikan
Savanah. "Membuang barang rongsokan ini," jawab Savanah santai, "Anda tidak
bisa mengenakan baju seperti ini di Istana."
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku tidak punya baju lain selain ini," Sarita berkata tegas.
Savanah menatap Sarita lekat-lekat. "Tunggulah saya di sini," katanya
dan ia menghambur keluar.
Sarita dibuat pusing dibuatnya. Ia tidak tahu apa yang akan dilakukan
pelayan ini. Sebelum ia kembali dan membuat kekacauan, ia harus
meninggalkan tempat ini! "Selamat pagi, M"lady," dua pria berseragam putih menyambut Sarita.
"Mau ke manakah Anda?" tanya seseorang.
Sarita melihat dua prajurit yang berdiri di sisi kanan kiri pintu kamarnya
itu dengan bingung. "Savanah meminta Anda menantinya di dalam kamar," kata yang lain.
Sarita menutup kembali pintu kamarnya.
Bagus! Sekarang dunianya benar-benar kacau! Sang anak haram yang
miskin sekarang dikawal seperti orang penting dan dilayani seperti
seorang putri! Tak lama kemudian Savanah kembali dengan gaun-gaun sutra yang
Sarita tidak tahu dari mana munculnya. Tanpa meminta ijin Sarita,
Savanah mengeluarkan semua isi lemari baju Sarita.
"Apa yang kaulakukan!?" Sarita menyelamatkan gaun-gaunnya sebelum
Savanah bertindak lebih jauh.
"Anda tidak bisa mengenakan baju rongsokan ini," entah untuk yang
keberapa kalinya Savanah mengatakannya.
"Aku akan mengenakan gaun-gaun pilihanmu itu tapi kau tidak boleh
membuang gaun-gaunku," Sarita merengkuh gaun-gaunnya penuh
perlindungan. "Saya mengerti," Sarita mendengar nada puas Savanah.
Untuk beberapa puluh menit ke depan Sarita tunduk pada perintah
Savanah sehingga Sarita merasa sangat bebas ketika ia menginjakkan
kaki di depan kamarnya. "Perubahan yang cukup mencolok," komentar Halbert yang baru keluar
kamar. Matanya memperhatikan Sarita mulai dari rambutnya yang tertata
rapi dengan model terbaru hingga gaun sutra yang membalut tubuh
moleknya. "Seorang pelayan datang membuang baju-baju saya dan memakaikan
gaun ini pada saya dengan paksa," Sarita menggerutu.
"Pelayan?" Savanah muncul. Halbert terkejut. Mengapa pelayan ibunya ada di sini"
"Pangeran, apa yang Anda lakukan di sini?" Savanah berkata dengan
nadanya yang menyalahkan, "Paduka Raja dan Ratu pasti telah menanti
kalian." Apakah ibunya khusus mengirim Savanah untuk menyelidiki
hubungannya dengan Sarita" Pikiran itu menimbulkan ide pada Halbert.
Halbert melingkarkan tangan di pinggang Sarita, menariknya mendekat,
dan sebelum Sarita mempunyai kesempatan menjauhkan diri, Halbert
menjatuhkan ciuman kening Sarita.
Sarita terperanjat. Tubuhnya memaku.
"Pangeran!" pekik Savanah memprotes, "Apa yang Anda lakukan!" Anda
tidak boleh menyentuh Lady Sarita!"
Pekikan itu menyadarkan Sarita. Ia menjauhkan diri.
"Jangan membuat Paduka menanti lebih lama lagi!" Savanah memegang
tangan Sarita dan menariknya pergi.
Sarita melihat dua prajurit yang menjaga pintu kamarnya langsung
mengekor diikuti Halbert dengan senyumnya yang aneh. Saat itulah
Sarita menyadari sebuah kejanggalan. Halbert yang merupakan Putra
Mahkota Helsnivia tidak diekor seorang prajurit pun! Ia yang hanya
seorang tamu diekor dua prajurit ditambah seorang pelayan yang tidak
menyenangkan. Ia harus bicara dengan Halbert! Sarita memutuskan untuk
mengembalikan hidup normalnya " hidup yang ia bayangkan ketika ia
berada dalam kapal menuju Magport.
-----0----- "Kulihat Savanah melayanimu dengan baik," mata Halbert melihat
senampan teh dan makanan ringan di sudut meja.
Sarita mengangkat kepalanya.
"Ia mengekang saya," gerutu Sarita.
Setelah makan pagi yang menegangkan, Savanah menyambutnya dengan
berkas-berkas kiriman Graham. Ketika Sarita kembali ke kamarnya untuk
mengambil berkas-berkas yang ditinggalkannya di meja, ia melihat gaungaunnya tertumpuk rapi di tempat tidur dan gaun-gaun sutra yang
lembut dan mewah terbaris rapi di dalam almari baju.
Prajurit menjaga ketat pintu Ruang Perpustakaan dan Savanah selalu
datang dari waktu ke waktu untuk melihat keadaannya. Kalau keberadaan
mereka tidak bisa dikatakan menganggu Sarita, maka mereka telah
membuat Sarita merasa tidak nyaman. Hal itu semakin menguatkan
keinginan Sarita untuk meninggalkan Helsnivia.
Sarita menghargai perhatian Halbert akan keamanan dan
kenyamanannya selama di Ririvia tapi ini sudah di luar batas. Yang
terpenting, Chris sudah mengetahui keberadaannya. Apa gunanya
pengawal-pengawal itu kalau Sarita tidak bisa menghentikan
kecemasannya" Apa gunanya gaun-gaun mewah itu" Sarita tidak pernah
berniat tinggal lama di Helsnivia!
Ketika mengikuti Halbert, Sarita hanya berniat tinggal di Helsnivia bukan
di Istana Ririvia. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk meninggalkan
Istana. Pertama-tama Sarita akan berkeliling untuk melihat tanah air ibu
yang tidak pernah dikenalnya kemudian Sarita akan pergi berkelana
seperti ayahnya. Kali ini Sarita sudah memikirkan masalah keluarga Riddick. Ia akan tetap
berhubungan dengan Graham demi surat wasiat almarhum Duke Norbert.
Sarita tidak perlu khawatir seorang pun dari keluarga Riddick akan
menemuinya karena ia tidak akan menetap di satu tempat untuk jagka
waktu yang lama. Halbert tertawa geli melihat wajah cemberut Sarita. "Kau pasti tidak
menyukainya." Sarita tidak menjawab. Halbert pasti dapat melihat jawabannya di
wajahnya. "Aku juga tidak menyukainya," Halbert mengakui, "Tapi ia tidaklah
seburuk itu. Ketika kau mengenalinya, kau akan menyukainya. Lagipula
ia adalah pelayan terbaik ibuku."
Pelayan Ratu!" Sarita membelalak. Ini menjelaskan sudah tatapan
matanya yang selalu ingin mengorek isi hati Sarita. "Ia pasti dikirim Ratu
untuk memata-matai saya," Sarita berkomentar jujur, "Ratu pasti curiga
pada hubungan di antara kita."
"Kau tidak menyukainya?"
"Tidak," Sarita menjawab lugas.
"Kau tidak menyukainya?" Halbert mengulang. "Setiap wanita
menyukainya." "Saya bukan mereka," Sarita memberitahu.
"Kau juga tidak membenciku."
"Ya," Sarita membenarkan, "Saya tidak punya alasan membenci Anda
juga menyukai Anda."
Halbert tertarik. "Anda tampan dan menarik tapi Anda bukan pria yang akan saya cintai.
Saya tidak suka pria seperti Anda."
Halbert sudah sering mendengarnya. Dalam petualangannya, Halbert
sadar ada sebagian wanita yang tidak menyukainya. Halbert juga tahu
ada sebagian wanita yang berpura-pura membencinya. Tapi entah
mengapa komentar Sarita benar-benar mengenai dadanya, tak peduli
apakah ia berpura-pura atau bersungguh-sungguh. Halbert melihat mata
Sarita yang begitu tenang seolah-olah ia tidak menyadari kata-katanya
telah melukai Halbert. "Benarkah itu?" tangan Halbert menyeberangi
meja " menengadahkan dagu Sarita.
Sarita terperanjat. Lagi-lagi sentuhan Halbert membangkitkan sesuatu
dalam dirinya. Sarita menarik mundur badannya tapi sepasang mata
keabu-abuan itu membiusnya.
Halbert membungkukkan badan ke depan " menangkap bibir Sarita. "Kau
begitu manis," bisiknya tanpa menghentikan ciumannya.
Sejak ia mencium Sarita, ia selalu mencari-cari kemanisan seperti ini tapi
ia tidak menemukannya. Sekarang Sarita telah menyerap semua
seleranya akan wanita lain. Sore ini ia mempunyai kencan tapi setelah
melihat Sarita, ia ingin berada di sisi gadis ini untuk sisa hari ini "
membantunya dengan urusan yang menyita seluruh perhatiannya. Ingin
rasanya ia menyingkirkan semua kesibukan gadis ini sehingga ia
mempunyai waktu luang untuknya.
"Ia telah mengatakannya ratusan kali," pikir Sarita dengan sedih. Sarita
berharap Halbert hanya mengatakannya pada dirinya seorang.
Pikiran itu membuat Sarita diliputi ketakutan luar biasa.
Mengapa sebelumnya ia tidak menyadarinya" Halbert adalah pria yang
tidak akan ia cintai. Halbert juga pria yang paling mungkin membuatnya
jatuh cinta. Halbert adalah pria yang berpengalaman dengan wanita. Ia
berbeda dengan pria-pria sebelumnya. Halbert tahu benar bagaimana
menaklukannya. Halbert memasuki kehidupannya tepat ketika ia
membutuhkan seseorang untuk bersandar. Halbert memperlakukannya
dengan lembut. Ia berpikir untuknya. Halbert dengan segala reputasinya,
tidak akan pernah tertarik apdanya. Halbert adalah Putra Mahkota dan ia
hanya anak seorang pengelana yang sebatang kara. Seharusnya ia tahu
sejak detik pertama Halbert menimbulkan sensasi dalam dirinya melalui
sentuhannya. Halbert tidak hanya membangkitkan kenangan akan
ayahnya tapi juga telah membangkitkan kerinduan akan perlindungan
seorang pria! Halbert menyadari perubahan ekspresi Sarita dan ia melepaskan bibir
Sarita. Halbert yakin ia telah membuat takut gadis ini. Halbert melihat
mata yang ketakutan itu dengan sedih.
"Katakan, Sarita, apakah aku yang pertama?" Halbert melihat bibir yang
bergetar itu. Sarita mengangguk. Halbert adalah pemuda pertama yang
memperlakukannya dengan penuh perhatian di luar kedua ayahnya. Ia
harus pergi sebelum ia benar-benar jatuh cinta pada orang yang tidak
boleh dicintainya dan tidak akan dicintainya ini.
"Saya perlu bicara," Sarita merasa suaranya tertelan kepanikannya.
"Tidak sekarang," Halbert berdiri tegak di seberang Sarita, "Aku punya
janji. Aku harus segera bersiap-siap."
"Pasti itu adalah wanita," Sarita berpikir tidak senang.
"Saya tidak akan membuat teman kencan Anda menanti Anda," Sarita
bersikeras. "Kita akan berbicara malam ini," Halbert beranjak pergi. Ia tidak siap
mendengar protes Sarita atau kata-katanya yang akan menyakiti hatinya.
Sarita berdiri. Ia harus mengatakannya! "Saya ingin pergi."
Langkah kaki Halbert terhenti. Ia menatap Sarita " berharap ia salah
mendengar. "Saya harus pergi dari sini!" Sarita menegaskan.
"Kita akan membicarakannya malam ini," kata Halbert dan ia bergegas
keluar sebelum Sarita mengulangi keinginannya yang mengejutkan itu.
Halbert menyumpahi dirinya sendiri. Tidak seharusnya ia melewati batas.
Tidak seharusnya ia membuat Sarita takut. Sekarang gadis itu ingin
pergi. Halbert tidak mengerti mengapa ia begitu takut melepaskan Sarita.
Mungkin gadis ini memiliki sesuatu yang menarik jiwa petualangannya.
Apapun itu, Halbert merasa ia tidak bisa melepaskan Sarita dari matanya.
Sesuatu memperingatinya. Begitu ia melepaskan perhatiannya dari gadis
ini, ia tidak akan pernah dapat menemukan gadis ini lagi. Dan untuk
sebuah alasan yang tidak diketahuinya, ia tidak ingin itu terjadi!Sarita
memperhatikan kepergian Halbert dengan putus asa. Pagi ini ia tidak bisa
berbicara dengan Halbert. Begitu selesai sarapan, Halbert pergi. Sarita
tahu Halbert kadang kembali di siang hari sebelum ia pergi lagi. Halbert
tidak pernah menemuinya ketika ia kembali di siang hari. Sekarang ia
menemuinya dan Sarita melepaskan kesempatan itu. Malam ini setelah
mereka kembali ke kamar mereka masing-masing, Sarita harus
menemuinya. Ia harus berbicara dengannya!
Chapter 11 Halbert merasa sungguh konyol. Ia kabur seperti seorang prajurit kalah
perang hanya karena keinginan Sarita untuk pergi.
Sarita tidak pernah mengatakan ingin pergi sejak mereka tiba di Ririvia.
Halbertpun berpikir Sarita sudah terbiasa dengan kehidupan dalam istana.
"Kabur"," pikir Halbert.
Sarita meninggalkan Hauppauge karena ia kabur dari keluarga Riddick.
Pasti kemunculan Chris membuat Sarita merasa tidak aman. Tapi untuk
apa ia merasa tidak aman" Penjagaan Istana Ririvia tidak mudah
diterobos. Sekarang Sarita juga mempunyai dua prajurit yang selalu
mengawalnya ke mana pun ia pergi. Apakah itu tidak cukup" Bila perlu
Halbert akan mengatur lebih banyak orang untuk mengawalnya.
"Pangeran! Pangeran!"
Halbert terkejut. "Apakah kita akan tinggal di sini?" Avon bertanya, "Semua orang sudah
pergi." Halbert melihat wanita cantik itu dengan bingung. Sesaat kemudian ia
sadar ia tengah berada di dalam teater. Sudah tidak terdengar lagi suara
dari panggung dan ketika Halbert berdiri dari tempat mereka yang tinggi.
Ia melihat tempat duduk penonton di bawah sudah kosong.
"Kita bisa pergi sekarang," Halbert memutuskan.
"Ke mana kita akan pergi?" wanita itu langsung bergelayut manja di
tangan Halbert. "Pulang," jawab Halbert singkat.
Halbert mendengar keluhan Avon tapi ia tidak berkata apa-apa.
Pikirannya saat ini hanya tertuju pada Sarita.
Halbert ingat ia pernah pergi ke teater bersama Sarita. Halbert tidak ingat
pertunjukan apa yang mereka lihat. Halbert hanya ingat Sarita berkata,
"Selamat sore, Yang Mulia Pangeran," ketika Duke Norbert mengantarnya
ke villa ia tinggal di Trottanilla. Setelah Duke Norbert pergi, Sarita
membisu. Gadis itu tidak mengatakan apa-apa. Di akhir pertunjukan pun,
Sarita langsung berdiri. Saat itu Halbert tidak bertanya apakah Sarita
tidak menyukai penampilan yang mereka tonton. Halbert juga tidak
bertanya apakah Sarita tidak suka melihat pertunjukan di gedung teater.
Namun mendengar Avon terus menerus mengulang kekagumannya,
Halbert ingin tahu apa pendapat Sarita saat itu.
Biasanya Halbert akan dengan senang hati mendengar teman kencannya
berkomentar tentang apa pun yang menjadi pilhannya. Namun kali ini
Halbert ingin segera kembali ke Istana. Karena itu Halbert tidak
membuang waktu ketika kereta berhenti di depan rumah Avon.
Avon berbeda dengan Sarita. Ia adalah putri sah saudagar kaya di
Helsnivia. Ia juga tidak memiliki rambut pucat seperti Sarita, sebaliknya
rambutnya merah membara. Avon adalah wanita cantik tetapi
kecantikannya masih kalah jauh dari Sarita. Dengan batu permata di
gaunnya dan mutiara di rambutnya yang tertata rapi, Halbert merasa
Avon lebih terlihat seperti perhiasan berjalan daripada mempesona. Sarita
yang tidak mengenakan sebutir batu perhiasanpun sangat mempesona.
Halbert ingin tahu apakah Sarita akan lebih berkilauan dari batu-batu
permata ini bila ia berdandan dengan pantas. Satu yang telah ia lihat pagi
ini, Sarita tampak semakin mempesona ketika ia berdandan.
Savanah, dengan seluruh keahliannya, berhasil mengeluarkan aura
kecantikan Sarita yang terpendam dalam kepuritannya. Kemampuan
Savanah sebagai pelayan terbaik Ratu memang tidak perlu diragukan.
Bahkan Halbert yakin Savanah pasti dapat mengeluarkan seluruh aura
kecantikan Sarita sehingga gadis itu seterang matahari dan
semempesona rembulan malam.
"Apakah Anda tidak bergabung bersama kami untuk makan malam?"
Avon memecahkan lamunan Halbert lagi.
"Malam ini aku tidak dapat."
"Sepertinya saya harus mengucapkan selamat malam saat ini juga," Avon
tersenyum kemudian ia memejamkan mata dan mengulurkan wajahnya.
Halbert melihat bibir yang menanti ciumannya itu. Demi kekagetan
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Halbert sendiri, ia meraih tangan Avon " menciumnya dan berkata,
"Selamat malam," dan langsung masuk kereta.
Ketika kereta berjalan ke Istana, Halbert yakin Avon marah besar tapi
entah kenapa untuk saat ini Halbert tidak peduli apakah ia
mengecewakan teman kencannya. Semua itu rasanya tidak penting lagi
dibandingkan dengan pikiran Sarita akan pergi.
Pikiran Sarita bisa pergi sewaktu-waktu membuat Halbert tidak tenang.
Tak heran begitu kakinya menginjak Istana, ia langsung menuju Ruang
Perpustakaan. Ia sudah setengah berlari ketika sampai di sana.
Tiadanya dua prajurit yang berdiri di depan pintu sudah menyatakan pada
Halbert, Sarita tidak ada di sana! Dengan panik, Halbert memutar
langkah kakinya ke kamar Sarita.
"Sarita tidak ada!!" pikir Halbert panik ketika tidak ada prajurit di depan
kamar Sarita. Halbert membuka dua daun pintu kamar Sarita lebar-lebar. Mata jelinya
langsung melihat koper besar Sarita di sisi tempat tidur. "Sarita akan
pergi!" Ia harus mencegahnya sebelum gadis itu benar-benar pergi.
Halbert membalik badannya dengan satu niat: menghentikan Sarita!
Halbert melihat Sarita keluar dari kamar yang dijaga dua prajurit. Apa
yang dilakukannya di dalam kamar ayahnya!"
"Terima kasih, Paduka," Sarita membungkuk.
Apa yang mereka lakukan di dalam!
"Tidak, Paduka," Sarita tersenyum, "Terima kasih banyak atas perhatian
Anda." "Selamat malam," Sarita membungkuk dan menutup pintu.
"Apa yang kaulakukan?"
Suara dingin Halbert membuat Sarita terperanjat.
Wajah tegang Halbert menelan Sarita bulat-bulat.
"Saya memohon Paduka untuk mengirim sesuatu pada Graham. Saya
melupakannya siang ini," Sarita memberitahu.
Urusan Cookelt! Mengapa ia tidak pernah memikirkannya sebelumnya"
Mungkin yang diinginkan Sarita adalah pergi mengunjungi wilayah
kekuasan keluarga Riddick bukan pergi untuk selama-lamanya. Bukankah
Sarita pernah mengatakan peternakan mereka yang dilanda wabah, perlu
dikunjungi" "Tidak mudah mengurus Cookelt tanpa berada di sekitarnya."
"Kalau kau mau, aku akan mengurus jadwalku agar kita bisa pergi ke
sana," Halbert mengikuti langkah Sarita.
"Tidak perlu, Pangeran," Sarita menolak halus, "Saya tidak boleh
sepenuhnya mengurus Cookelt. Chris perlu melatih dirinya sendiri."
"Kupikir kau ingin pergi."
"Ya, saya ingin meninggalkan Istana."
"Mengapa kau ingin pergi?" Halbert menyumpahi dirinya sendiri telah
mengingatkan Sarita akan hal itu, "Apakah kau takut Chris akan datang
lagi" Tidak ada yang perlu kaucemaskan. Kau akan selalu dikawal."
Benar. Sarita juga sudah memperhatikannya sepanjang hari ini. Baik Raja
Marshall, Ratu Kathleen maupun Halbert tidak selalu dikawal prajurit
ketika mereka berada di dalam Istana. Pintu kamar mereka pun tidak
dijaga dua prajurit sepertinya. Sarita sudah memperhatikan dua prajurit
yang mengawalnya pagi ini sudah diganti oleh dua orang lain yang selalu
mengekornya. Pun ketika menemui Raja Marshall!
"Kalau perlu, aku akan menambah prajurit untuk mengawalmu."
Sarita menghentikan langkah kakinya. "Saya ingin bicara dengan Anda."
Halbert melihat mata serius itu dengan panik. Sarita pasti ingin
membicarakan kepergiannya!
"Tidak sekarang, Sarita," Halbert mengelak, "Sebentar lagi makan malam
akan siap." Halbert memegang pundak Sarita. "Savanah tak lama lagi
pasti akan menemuimu di kamar. Mengapa kau tidak mempersiapkan
diri?" Halbert setengah mendorong gadis itu memasuki kamarnya.
"Pangeran, saya harus berbicara dengan Anda," Sarita menegaskan.
"Tidak sekarang, Sarita. Savanah pasti tidak suka kau membuat Papa
Mama menantimu." Ya. Savanah marah-marah siang ini ketika Sarita terus menyibukkan diri
dengan kertas-kertasnya. "Anda tidak boleh membuat Paduka
menunggu!" protesnya. Sore inipun ia kembali marah-marah ketika Sarita
masih di Ruang Perpustakaan. "Apa yang Anda lakukan di sini!?" katanya
tidak senang, "Sudah waktunya Anda berhenti bekerja," ia membuat
Sarita kembali ke kamarnya. Sepertinya Savanah juga memberi pesan
pada pengawalnya untuk tidak membiarkannya kembali ke Ruang
Perpustakaan karena mereka langsung menanyakan tujuannya ketika ia
membuka pintu. Sarita pun menurut. Malam ini setelah makan malam ia akan berbicara
dengan Halbert. Itulah rencana Sarita tapi pada kenyataannya Halbert langsung
menyibukkan diri dengan Raja Marshall untuk membicarakan masalah
kerajaan. Keesokan harinya pun Sarita tidak dapat menemui Halbert.
Halbert pergi setelah makan pagi. Ia muncul dalam makan siang tapi ia
langsung menghilang lagi sampai waktu makan malam dan setelahnya
langsung mengajak Raja Marshall berunding.
Untuk beberapa hari setelahnya Halbert berhasil menghindari Sarita.
Setiap kali mereka bertemu, Sarita selalu berkata, "Saya perlu bicara."
Setiap kali mata mereka bertemu, Halbert dapat melihat kebulatan tekad
Sarita untuk pergi dari Istana selama-lamanya.
Halbert tidak siap. Ia tidak mau mendengar keinginan Sarita lagi. Pikiran
akan koper Sarita yang sudah siap di sisi tempat tidur membuatnya
semakin tidak tenang. Keinginannya untuk berpetualang di sore hari
menguap olehnya. Hari-harinya lebih banyak dihabiskan di Istana "
membantu ayahnya mengurus masalah kerajaan. Ini adalah hal yang
langka darinya. Sangat mustahil ia mengambil waktu kencan hasil
perundingan di antaranya dengan orang tuanya, untuk berdiam diri di
ruang kerjanya sendiri. "Apa Sarita membuatmu malu?" tanya Raja di hari ketiga ia menetap di
istana pada sore hari. "Sarita adalah seorang pekerja keras. Ia sangat
cocok mengurus kerajaan ini. Sungguh tidak dapat dipercaya ia masih
sangat belia." Walau tahu Sarita tidak meninggalkan Ruang Perpustakaan sebelum
malam menjelang, Halbert masih tetap tidak tenang. Setiap ada
kesempatan, ia pasti melewati Ruang Perpustakaan hanya untuk melihat
apakah dua prajurit itu masih di depan pintu. Kadang Halbert mengintip
masuk tapi ia tidak pernah menemui gadis itu secara langsung. Ia masih
tidak siap! Ratu Kathleen tampaknya tidak terlalu menyukai tingkah laku Halbert ini.
"Apa kau tidak punya pekerjaan lain!?" omelnya setelah melihat Halbert
mengintip Ruang Perpustakaan.
"Sarita ingin pergi, Mama," Halbert membela diri.
"Sarita ingin pergi!?" Raja Marshall terperanjat, "Mau ke mana dia"
Apakah ia tidak kerasan" Apakah ia merindukan Trottanilla?"
Mata dingin Ratu Kathleen langsung menutup mulut Raja.
"Kalau ia mau pergi, ajak dia pergi!" Ratu Kathleen menatap tajam
Halbert dan berkata dengan nada-nada yang tidak pernah didengar
Halbert sebelumnya. Ia tidak pernah terlihat seperti harimau betina yang
melindungi anaknya. Ratu Kathleen adalah wanita anggun. Ia tahu
bagaimana membatasi emosinya. Sekalipun ia marah, ia tidak pernah
menunjukkannya dengan jelas seperti ini.
Halbert tidak mau membantah ibunya. Kakinya segera melangkah
kembali ke Ruang Perpustakaan.
Sarita tidak mengangkat kepala kepala dari kertas-kertasnya ketika
Halbert melangkah masuk. "Apakah semuanya lancar?" Halbert duduk di tepi meja.
Sarita menengadahkan kepalanya. "Tidak lebih baik," ia mengakui.
"Apakah masalah peternakan itu masih belum selesai?"
"Chris sudah mengurusnya."
"Kurasa kau memberitahuku Chris tidak mau mengurusnya."
Sarita tersenyum licik. "Saya mengancamnya akan melepas hak saya
sebagai walinya." "Kau bisa melepas tugasmu?" Halbert mengulangi dengan tidak percaya.
Ia semakin sulit mempercayainya ketika melihat senyum penuh
kemenangan Sarita. Halbert tidak percaya gadis yang mulai ia kenal
sebagai gadis lembut yang manis ternyata memiliki jiwa setan. "Mengapa
kau tidak melepaskannya" Chris tidak akan mengganggumu lagi. Duchess
Belle juga tidak akan mencarimu lagi."
"Saya tidak dapat membiarkan Duchess merusak keluarga Riddick lagi,"
Sarita berkata dengan sungguh-sungguh, "Kalau kekayaan keluarga
Riddick jatuh ke tangannya, Duchess pasti menggunakannya untuk
bersenang-senang. Akhir-akhir ini saya berpikir Duchesslah yang berada
di balik kematian Norbert."
"Bagaimana kau bisa berkata seperti itu" Kudengar Norbert sudah sakitsakitan sebelum ia sakit parah."
"Apakah Anda tidak curiga, Pangeran, seseorang yang segar bugar di pagi
hari tiba-tiba jatuh sakit di siang hari dan keadaannya terus memburuk,"
kemudian Sarita melanjutkan, "Beberapa hari ini saya mendengar
Duchess mempunyai banyak hutang. Kekasihnya adalah seorang penjudi
berat dan ia selalu melimpahkan hutangnya pada Duchess. Sepertinya
Norbert sudah lama mengetahuinya. Karena itu ia menegaskan untuk
tidak memberi Duchess sepeserpun kekayaannya."
"Kau mempunyai mata yang sungguh jeli, Sarita," Halbert tidak pernah
menemukan seorang wanita pun yang bisa diajak berbicara seperti
seorang pria. "Pengalaman membentuk saya, Pangeran," Sarita merendahkan diri.
"Benar. Sarita pasti telah lelah melihat banyak contoh dari almarhum
Duke Norbert. Karena itulah ia tidak menyukai pria sepertinya?" Halbert
berpikir dengan sedih. Sarita selalu mencari-cari kesempatan untuk berbicara dengan Halbert.
Sekarang pemuda itu ada di depannya, ia tidak boleh membuang
kesempatan. "Saya perlu bicara."
"Aku juga perlu bicara denganmu," Halbert mendahului, "Sore ini kita
akan pergi. Aku punya pesta yang harus kuhadiri. Kau akan ikut
denganku." Mata Sarita melebar. "Aku sudah mengatur semuanya," Halbert tidak berniat memberi Sarita
kesempatan untuk menolak, "Tidak ada yang perlu kaukhawatirkan. Kau
hanya perlu mempersiapkan dirimu." Dan sebelum Sarita menyelanya,
"Aku akan menantimu sore ini."
"Pangeran!" Sarita berdiri, "Saya," jari Halbert telah berada di bibirnya.
Sarita mundur dengan kaget.
"Tidak ada bantahan, Sarita," Halbert menegaskan, "Kau ingin pergi.
Sekarang aku akan membawamu pergi."
"Benar. Tapi." "Kau butuh istirahat," Halbert memotong. "Jam tujuh aku akan
menjemputmu," ia menegaskan dan pergi tanpa mendengarkan tolakan
Sarita. "Bagus sudah!" pikir Sarita melihat pintu tertutup, "Sekarang si gadis
miskin akan pergi ke pesta mewah!"
Ia selalu mencari-cari kesempatan untuk berbicara dua mata dengan
Halbert. Baru saja ia memilikinya namun Halbert tidak memberinya
kesempatan. Sarita tidak tahu kesibukan apa yang membuat Halbert
tidak punya waktu untuk berbicara dengannya walau hanya sebentar.
Sekarang Sarita lebih ingin tahu angin mana yang membuat Halbert
mengajaknya pergi. Dalam beberapa hari terakhir ini Sarita menyadari permainan Duke. Duke
Norbert selalu membuat Sarita percaya sang Pangeranlah yang
mengajaknya pergi. Seharusnya ia mencurigainya ketika Duke Norbert
selalu mengantarnya menemui Pangeran Halbert bukan sang Pangeran
yang menjemputnya. Dengan statusnya yang begitu tinggi, Halbert pasti
tidak mau mencemarkan nama baiknya dengan berhubungan dengan si
anak haram. Sarita benar-benar ingin tahu.
Segera hal lain menjadi pikirannya: gaun pesta! Ia tidak punya gaun yang
pantas untuk pesta mewah bangsawan. Walaupun Savanah " entah dari
mana " mendapatkan gaun-gaun sutra halus yang dikenakannya
belakangan ini, tidak satu pun dari gaun-gaun itu yang cocok untuk pesta
bangsawan. Sarita tidak terlalu memikirkan gaun yan harus
dikenakannya. Tapi Halbert pasti tidak suka bila ia hanya mengenakan
gaun sederhana. Seperti yang dikatakan Halbert, tidak ada yang perlu dikhawatirkan
Sarita. Tak sampai sepuluh menit setelah kepergiannya, Savanah muncul
dengan wajah berseri-seri.
"Saya telah mendengarnya, M"lady," ia langsung memegang tangan
Sarita, "Anda akan pergi ke pesta Viscount Padilla bersama Pangeran."
Viscount" Ia bukan seorang Duke atau Grand Duke.
"Anda harus bersiap-siap!" Savanah menarik Sarita berdiri.
"Bersiap-siap!" Sarita melirik jam. Dan memprotes. "Aku masih punya
waktu empat jam." "Anda tidak punya banyak waktu!" Savanah menegaskan.
"Aku masih punya banyak hal yang harus kuselesaikan."
"Anda bisa menyelesaikannya besok," Savanah menarik Sarita keluar
Ruang Perpustakaan. Sarita melihat dua pengawalnya langsung mengekor. Wajah kaku mereka
membuat Sarita merasa ia harus mendengar perintah Savanah.
Ketiga orang inilah yang membuat Sarita tidak bisa kabur dari istana. Ini
sungguh lucu. Halbert mengundangnya sebagai tamu tapi ia tidak
menyebut selama-lamanya. Sarita ingin tahu sampai kapan ia akan
menjadi tamu tawanan di sini.
Terima kasih pada Savanah sekarang sewaktu-waktu ia siap
meninggalkan Istana. Baju-bajunya yang hendak dibuang Savanah di hari
pertama ia melayaninya sekarang sudah tersimpan rapi di koper samping
tempat tidurnya. Terima kasih pada Savanah pula dan dua pengawalnya
ia tidak bisa ke mana-mana. Mereka melayaninya dengan baik. Mereka
juga mengawalnya dengan sempurna!
Beberapa saat setelahnya Sarita mengerti mengapa Dorothy
membutuhkan waktu berjam-jam untuk bersiap-siap pergi dan masih
sering membuat janjinya menanti lama.
Savanah membongkar isi lemari baju. Ia bersama lima pelayan wanita
yang sudah menantinya di dalam kamar, mengenakan pada Sarita gaun
yang ia rasa cocok. Mereka juga telah menata rapi rambutnya tapi
kemudian Savanah akan berseru, "Tidak! Tidak! Ini tidak bagus!" dan
mereka akan mengulang ritual mereka.
Dua jam kemudian Sarita sudah ingin berteriak ketika seseorang
mengetuk pintu. Sarita yang setengah telanjang segera mengambil
selimut untuk menutupi tubuhnya. Lima pelayan itu langsung berbaris di
depan Sarita " menghalangi pandangan siapa pun itu di pintu dan
Savanah beranjak membuka pintu sambil mengomel,
"Siapa itu!" Apa mereka tidak tahu aku sibuk!?"
Konyol! Saritalah yang akan pergi ke pesta tapi Savanahlah yang sibuk!
Sarita sendiri tidak merasa pusing dengan apa yang akan dikenakannya.
Duke Norbert juga tidak memusingkannya dengan gaun pesta ketika ia
pergi ke pesta Earl of Striktar. Duke Norbert hanya tahu Sarita sudah siap
dengan gaun pesta pemberiannya. Yang lebih konyol lagi, Savanah
membuatnya makan sambil duduk diam sementara rambutnya ditata!
"Lihatlah, M"lady!" Savanah membawa masuk sebuah kotak besar dengan
mata bersinar-sinar, "Yang Mulia Pangeran telah memilih gaun pesta
untuk Anda." "Sempurnalah sudah!" Sarita mengeluh. Tampaknya Halbert benar-benar
tidak mau ia menghindar. Savanah langsung membuka kotak itu di meja. Ia berseru kagum ketika
mengangkat baju biru muda sifon. Kainnya yang lembut jatuh dengan
anggun. Sederet kancing permata berbaris rapi sepanjang potongan dada
yang rendah. Lengannya yang bermulut lebar tidak dilapisi kain sutra biru
seperti bagian gaun yang lain.
Sarita dapat mendengar desahan kagum lima pelayan muda itu dan
sesaat kemudian ia duduk di depan meja rias dengan gaun pemberian
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Halbert di badannya. Enam wanita itu sibuk menata rambutnya. Berulang
kali mereka mengganti tatanan rambutnya hingga Sarita merasa ketika
mereka selesai, ia akan kehilangan setengah rambutnya.
Sarita berpikir ritual ini akan segera selesai dengan datangnya gaun pesta
pilihan Halbert tapi rupanya ia salah. Ia masih harus duduk berdiam diri
hingga beberapa saat sebelum ketikan lain terdengar di pintu.
Sarita melirik jam. Ia yakin itu adalah Halbert. Dengan hati gembira
Sarita langsung melompat berdiri.
"Tunggu, M"lady!"
"Pangeran Halbert sudah menantiku, Savanah," Sarita menahan diri
untuk tetap berkata sopan.
"Dandanan Anda masih belum selesai."
Apa yang kurang" Sarita melirik bayangan dirinya di cermin. Ia sudah
mengenakan gaun pesta pemberian Halbert. Rambut panjangnya sudah
ditata rapi selayaknya seorang Putri Kerajaan.
"Saya akan segera kembali!"
Sarita mendengar Savanah menggerutu. "Mengapa Pangeran bisa
melupakannya?" ketika ia menuju pintu.
"Pangeran pasti menanti Anda," satu di antara pelayan itu tersenyum
penuh arti sambil mendudukkannya kembali.
"Savanah tidak akan lama," kata yang lain.
Dan benarlah perkataan itu. Sesaat kemudian Savanah muncul dengan
sebuah kotak cantik di tangannya.
Sarita terkesiap ketika Savanah membuka kotak itu di depannya.
"Savanah, dari mana kau mendapatkannya?" ia melihat Savanah sibuk
mencari-cari di antara perhiasan-perhiasan itu dengan panik. "Aku tidak
dapat mengenakannya."
"Istana masih punya banyak perhiasan yang lebih mewah," Savanah
memberithau dengan santai.
Ah, tentu saja sekarang ia ada di dalam Istana bukan di Hauppauge.
Savanah melepas desahan gembira ketika ia menarik sebuah kalung
berlian yang indah. Rantainya yang kecil mengelilingi leher Sarita dengan
anggun. Untaian berlian putih yang jatuh seperti air terjun kecil
sepanjang rantai, mengisi ruang kosong di antara dada dan leher Sarita.
Savanah juga menyematkan anting-anting senada di telinga Sarita. Tak
lupa ia memiih beberapa batu permata dan menyematkannya di rambut
Sarita yang tergelung rapi.
Savanah meletakkan seuntai rambut Sarita yang dibiarkannya jauh di
depan dada gadis itu. "Sempurna!" ia memuji hasil karyanya.
Sarita bergegas pergi sebelum Savanah teringat akan hal lain.
"Yang Mulia Pangeran menanti Anda di bawah," prajurit memberitahu.
Tentu saja! Halbert selalu tidak gembira ketika Dorothy membuatnya
menanti. Mana mungkin ia akan dengan sabar menantinya di depan pintu
kamar" Sarita sangat terkejut ketika Halbert muncul dari balik tikungan.
Halbert terpesona. Tanpa satu perhiasan pun Sarita sangat mempesona.
Sekarang dengan dandanannya yang manis, gadis itu benar-benar seperti
bukan bagian dari dunia ini.
"Kau sangat cantik," Halbert mengambil tangan Sarita dan menciumnya.
Sarita langsung melepaskan diri. "Saya pikir Anda menanti saya di
bawah." "Aku hanya pergi untuk memeriksa kereta. Kemudian aku kembali untuk
menantimu seperti janjimu," Halbert tidak dapat memungkiri pesona
Sarita. Pilihannya memang tepat. Ketika melihat gaun biru ini, ia merasa seperti
melihat mata Sarita. Ia sering melihat mata sebiru Sarita. Ia sering
mengencani wanita berkulit pucat dan berambut pucat seperti Sarita.
Namun ia tidak pernah melihat perpaduan yang begitu unik yang
dilihatnya dari Sarita pada wanita lain. Dengan kulitnya yang putih dan
rambutnya yang pucat hingga hampir penuh misteri, Sarita kian terlihat
seperti bukan berasal dari dunia ini. Sekarang dengan dandanannya yang
begitu mempesona, Sarita terlihat bersinar seperti seorang ratu peri.
"Kau benar-benar membuat penantianku sangat berharga."
Sarita termangu melihat senyum lembut itu.
Halbert mengambil tangan Sarita. Tanpa memberi kesempatan kabur
pada Sarita, ia mengapit tangan gadis itu di sikunya dan membawanya
pergi.Sarita dapat merasakan pandangan orang-orang ketika mereka
melintasi Hall. Sarita percaya besok seisi Helsnivia akan membicarakan
aib Istana ini. Sarita yang biasa tidak akan mempedulikannya tapi
sekarang ia bukan lagi Sarita yang dulu. Sarita yang sekarang menyadari
ancaman Halbert pada dirinya sendiri. Sarita yang sekarang tidak mau
terlibat terlalu jauh dengan sang Pangeran. Sedapat mungkin Sarita ingin
pergi tanpa meninggalkan apapun dalam dirinya!
Chapter 12 Musik terhenti ketika Pangeran memasuki Hall kediaman Viscount Padilla.
Sarita merasa pandangan tiap orang tertuju padanya ketika mereka melangkah
masuk. Ia ingin menarik tangannya dari siku Halbert tapi Halbert tidak
melepaskannya sejak ia membantunya turun dari kereta. Malah semakin ia
berusaha melepaskan diri, semakin erat apitan Halbert.
Perasaan Sarita tidak salah. Mata setiap orang di tempat itu tertuju bukan pada
sang Putra Mahkota yang terkenal namun pada gadis di sisinya yang akhir-akhir
ini menjadi pembicaraan. Gosip telah tersebar ketika Pangeran Halbert pulang dari Helsnivia membawa
seorang gadis muda. Mereka sempat berspekulasi mengenai gadis muda ini.
Namun tiadanya kepastian dari Istana dan kebiasaan Pangeran yang tidak
berubah, gosip itu menghilang bersamaan dengan munculnya gosip lain seputar
sang Putra Mahkota yang playboy.
Akhir-akhir ini sang Pangeran tidak pernah terlihat bersama wanita cantik. Ia
tidak lagi terlihat berkeliaran di sekitar Travlienne menggandeng wanita cantik.
Perubahan tingkah laku sang pemuda incaran para gadis Helsnivia
membangkitkan gosip lama.
Mereka telah mendengar gadis muda yang dibawa pulang Pangeran adalah putri
haram almarhum Duke of Cookelt. Namun tidak seorang pun pernah melihatnya.
Mereka hanya mendengar setiap hari gadis itu mengurung diri di Ruang
Perpustakaan. Mereka yakin gadis itu pastilah seorang gadis yang cantik jelita.
Bila tidak, mana mungkin Paduka Raja dan Ratu membiarkannya tinggal di
Istana Ririvia hingga sebulan"
Sekarang, setelah sekian lama tidak terlihat bersama wanita, sang Putra
Mahkota menggandeng gadis muda.
Kulit gadis itu begitu pucat " lebih pucat dari kulit siapapun yang pernah mereka
lihat. Demikian pula dengan rambut pirangnya yang tergelung rapi di kepalanya
yang cantik. Bulu mata yang lentik melingkari sepasang mata biru mudanya
yang dalam. Perpaduan itu membuatnya terkesan berasal dari dunia yang tidak
pernah mereka lihat. Dengan gaun biru yang lembut dan perhiasaannya yang
berkilauan, gadis itu membuat mereka percaya ia adalah ratu peri. Gadis ini
begitu unik, begitu anggun, begitu cantik hingga pria wanita tidak dapat
mengalihkan pandangan mereka darinya.
Bila ada yang mengatakan gadis inilah putri sang Duke Norbert, mereka akan
percaya tanpa perlu diberi bukti.
Sarita melihat seorang pria tua berambut putih berjalan tergopoh-gopoh ke arah
mereka. Sarita yakin pria ini adalah Viscount Padilla.
"Selamat datang, Pangeran," sambutnya, "Saya sungguh senang Anda bersedia
datang." Matanya tidak lepas dari Sarita.
Akhirnya Halbert melepaskan tangan Sarita untuk menyambut uluran tangan
Viscount Padilla. "Perkenalkan ini adalah Sarita Riddick, putri almarhum Duke Norbert," Halbert
memperkenalkan. "Senang berjumpa dengan Anda, Viscount Padilla," Sarita membungkuk "
memberi hormat. Ia sudah tidak ingin membenarkan cara Halbert
memperkenalkan dirinya. Ia tidak ingin membenarkan ingatan Halbert akan
namanya. Seisi dunia lebih percaya ia adalah Sarita Riddick daripada Sarita
Yvonne Lloyd. "Senang berkenalan dengan Anda, Lady Sarita," Viscount Padilla mencium
punggung tangan Sarita. "Saya telah mendengar tentang ayah Anda. Saya turut
berduka cita," ia menggenggam jari-jemari Sarita.
"Terima kasih," Sarita berpikir kapankah Viscount akan berhenti mengelus
tangannya dan melepaskannya.
Rupanya bukan hanya Sarita yang mulai risih oleh sikap Viscount Padilla. Halbert
melingkarkan tangan di pinggang Sarita dan berkata, "Bila Anda mengijinkan,
saya akan membawa Sarita berdansa."
"Tentu! Tentu!" Viscount langsung melepas Sarita. "Selamat bersenang-senang."
Sarita ingin melepaskan diri tapi ia tahu saat ini tempat yang paling nyaman
untuknya adalah di sisi Halbert.
Musik kembali mengalun dan orang-orang kembali berdansa ketika mereka
menuju lantai dansa. Namun Sarita tetap merasa mata mereka tidak lepas
darinya. Mereka pasti bertanya-tanya siapakah gadis asing yang bersama Putra
Mahkota mereka. Dalam waktu singkat Viscount Padilla pasti telah menyebar
kabar siapakah sang gadis asing itu dan besok semua orang akan ramai
membicarakannya. "Sekarang bukan waktunya melamun, Sarita."
Sarita terperanjat. Mereka sudah berdiri berhadapan dengan tangan kanan
Halbert di pinggangnya dan tangan kirinya menggenggam tangannya.
"Musik sudah mengalun," Halbert memberitahu.
"Saya tidak bisa berdansa," Sarita menarik mundur dirinya.
"Kalau kau ingin belajar berbohong," tangan Halbert menariknya merapat, "Kau
sudah gagal." Halbert ingat Sarita berdansa bersamanya dengan anggun dalam
pesta Earlf of Striktar. "Saya hanya pernah sekali berdansa."
"Itu adalah bersamaku," Halbert menegaskan, "Dan aku tidak ingat kau
menginjak kakiku." Sarita tertawa geli. "Apakah sekarang saya harus menginjak kaki Anda?"
"Aku ingin kau meletakkan tangan di pundakku."
Nada tegas dalam suara Halbert membuat Sarita tidak bisa membantah. Sarita
tidak berbohong. Ia baru belajar berdansa ketika Duke Norbert memaksanya
pergi ke pesta Earl Striktar. Duke Norbert adalah pasangan berlatihnya dan
Halbert adalah pria pertama yang berdansa dengannya.
"Saya baru belajar berdansa dua bulan lalu."
"Sebagai seorang pemula kau cukup mahir," komentar Halbert sinis.
Sarita tidak ingin berkata-kata lagi. Terserah pada Halbert apakah ia mau
percaya atau tidak. Pesta ini berbeda dengan pesta Earl of Striktar. Earl Striktar mengadakan pesta
untuk memperkenalkan putrinya pada Halbert. Viscount Padilla mengadakan
pesta untuk dirinya sendiri. Banyak wanita yang mengantri untuk berdansa
dengan Halbert di pesta Earl Striktar. Di sini Saritalah satu-satunya pasangan
Halbert. Sarita ingin tahu mengapa wanita-wanita Halbert bisa tahan dengan puluhan
mata yang seakan-akan ingin berkata, "Kau bukan wanita yang beruntung.
Besok Pangeran pasti pergi denganku."
Halbert juga merasa mata setiap orang tertuju pada Sarita. Biasanya ia akan
bangga ketika orang-orang memperhatikan gadis yang bersamanya. Hari ini ia
tidak menyukai mata-mata itu.
Sudah lama pasangan Halbert tidak diperhatikan terus-terusan seperti ini.
Kerajaan Helsnivia sudah tahu akan kebiasaan Halbert. Mereka sudah lelah
mengikuti perkembangan wanita-wanita dalam hidup Halbert. Paling-paling
mereka akan melihat siapa wanita terbaru Halbert dan setelahnya membiarkan
mereka. "Pangeran." Halbert melihat Sarita. "Bisakah Anda melonggarkan tangan Anda?" pinta Sarita, "Anda membuat saya
tidak bisa bergerak."
Saat itulah Halbert sadar tubuh mereka sudah menempel rapat. Halbert masih
tidak berniat melepaskan Sarita. "Apakah kau sudah lelah, Sarita?" ia
meletakkan tangan di pinggang Sarita dan menggiringnya ke tepi lantai dansa.
Sarita membiarkan Halbert membawanya menjauhi puluhan mata yang
membuatnya merasa tidak nyaman.
"Aku akan mengambil minuman untukmu," Halbert meninggalkan Sarita di sisi
jendela. Saritapun mengalihkan perhatiannya ke luar jendela. Biarlah Halbert melakukan
apa yang disukainya. Biarlah ia berdansa dengan wanita cantik lain. Biarlah ia
melirik wanita lain. Saat ini ia hanyalah pasangan dansanya!
Namun Sarita sadar orang-orang di ruangan ini tidak tahu ia bukan satu dari
wanita-wanita Halbert. Sarita juga tidak akan membiarkan dirinya menjadi satu
di antara mereka " disayangi dan kemudian ditinggalkan ke pelukan wanita lain.
Halbert pasti telah mengetahui asal-usulnya dan ia adalah sang wanita pertama
yang dapat dijadikannya petualangan barunya. "Hanya malam ini," Sarita
memutuskan. "Mungkin setelah jiwa petualangannya terpuaskan, Halbert akan
membiarkanku pergi."
Sarita ingin selekas mungkin meninggalkan Travlienne. Ia tidak dapat
membiarkan dirinya sendiri dalam ancaman jatuh cinta pada pria yang salah. Ia
sudah lelah berpura-pura bersikap dingin sementara hatinya, tanpa dapat
disangkalnya, terus menjerit mengharapkan kelembutan Halbert murni hanya
untuknya. "Selamat malam."
Sarita terperanjat. Seorang pria berdiri di depan Sarita. Mata hijaunya menatap Sarita lekat-lekat.
"Selamat malam," Sarita membalas.
"Perkenalkan saya adalah Gunter Elwood. Boleh saya tahu siapakah Anda,
M"lady?" "Saya adalah Sarita," dan Sarita menambahkan, "Sarita Yvonne Lloyd."
"Senang berkenalan dengan Anda, Lady Sarita," Gunter meraih tangan Sarita
dan mencium punggung tangannya.
"Senang berkenalan dengan Anda," Sarita membalas.
"Apakah Anda adalah wanita Pangeran Halbert?" Gunter bertanya terus terang "
membuat Sarita kaget. "Bukan," Sarita tersenyum, "Kami"," Sarita terdiam. Apa sebenarnya hubungan
mereka" Mereka bukan kekasih. Itu jelas. Sekarang apakah mereka sudah
menjadi teman" "Ia adalah wanitaku malam ini," suara tegas Halbert memberi jawaban.
Sarita membelalak lebar. Gunter tersenyum penuh arti. "Bila Lady Sarita adalah wanita Anda, Yang Mulia,
saya sarankan Anda untuk tidak meninggalkannya seorang diri. Apakah Anda
tidak sadar banyak pria yang sedang menunggu kesempatan untuk merebutnya
dari Anda?" "Itu bukan urusanmu!" Halbert memandang tajam Gunter.
Tanpa berkata-kata lagi, Gunter mengundurkan diri.
Tentu saja Halbert tahu! Beberapa saat lalu orang-orang mengerumuninya
hanya untuk bertanya siapa gadis yang bersamanya dan dari mana ia berasal.
Bahkan Viscount Padilla mengulangi kekagumannya pada Sarita.
"Lady Sarita adalah gadis yang cantik. Di manakah Anda menemukannya,
Pangeran?" Dan ketika Halbert melihat Sarita, Gunter sudah ada di sana "
mencium tangan Sarita dan menatap Sarita penuh kekaguman.
Halbert tidak percaya orang-orang itu bukan hanya tertarik pada Sarita tapi juga
merebut Sarita darinya! Halbert sadar Sarita adalah gadis yang paling mempesona yang pernah ia temui.
Sarita adalah gadis yang paling tepat untuk menjadi pendampingnya andai saja
ia bukan anak haram Duke Norbert. Ia cantik, mempesona juga cerdas.
Keterampilannya dalam mengurus sebuah wilayah tidak perlu diragukan lagi.
Cookelt tidak pernah mengalami masalah apapun selama sebulan berada di
bawah tangan dinginnya. Sarita benar-benar gadis yang cocok untuk
mendampingnya andai"
"Andai tetaplah andai! Kenyataannya ia adalah putri haram almarhum Duke of
Cookelt," pikir Halbert dengan pahit.
Mengapa ia harus memikirkan ini" Sarita bukanlah satu-satunya wanita di dunia
ini. Masih banyak gadis lain yang lebih pantas menjadi Ratunya. Halbert
memang menegur dirinya sendiri seperti itu tapi ketika melihat sepasang mata
yang menatapnya itu, keyakinan Halbert goyah.
"Yang Mulia Pangeran, sampai kapankah kita akan berada di sini?" dan Sarita
cepat-cepat menambahkan, "Saya tidak keberatan untuk tinggal lebih lama.
Saya hanya berharap saya bisa segera kembali. Saya masih punya pekerjaan
yang harus segera diselesaikan. Anda pun mempunyai pekerjaan esok pagi."
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mengapa kau tidak langsung mengatakan kau ingin pulang!?" Halbert bertanya
kesal. Ia tidak sedang dalam suasana hati mendengar cara wanita berbicara
yang berbelit-belit. "Apakah kita bisa pulang sekarang?" Sarita bertanya lagi dengan suara
manisnya dan senyum tidak bersalahnya.
Gadis ini benar-benar tidak memahami suasana hatinya!
"Segera!" Halbert meraih tangan Sarita dan mengajaknya berpamitan pada
Viscout Padilla. Viscount Padilla sangat sedih mendengar keinginan mereka.
"Tinggallah lebih lama lagi, Lady Sarita," Viscount Padilla meraih tangan Sarita.
"Pesta baru saja dimulai dan kita masih belum saling mengenal."
"Saling mengenal apanya!?" Halbert ingin berteriak.
"Saya juga ingin tinggal lebih lama, Viscount Padilla," Sarita tersenyum, "Namun
sayangnya saya harus pergi. Saya masih punya urusan besok pagi."
Halbert membelalak. Gadis ini memang sengaja atau apa!" Sudah jelas Viscount
yang sudah beranak cucu ini tertarik padanya, ia malah mengundang.
Sarita memang punya daya tarik yang kuat. Sialnya gadis ini tidak pernah sadar
sikapnya telah memberi lampu hijau pada mereka.
"Hari sudah gelap," Halbert menarik pinggang Sarita merapat padanya, "Aku
tidak ingin kami pulang terlalu malam."
"Ah, benar," Viscount masih tidak ingin melepas tangan Sarita, "Berhati-hatilah
di jalan," mata Viscount Padilla tidak melepaskan wajah Sarita ketika ia
mencium tangannya. "Selamat malam," Halbert langsung membawa Sarita pergi.
"Jadi," Sarita berkata ketika kereta mulai bergerak. "Apakah Anda selalu marah
karena kencan Anda disapa orang lain?"
Halbert membelalak. Gadis ini tahu! Dan ia masih bersikap lugu!
Tentu saja Sarita tahu. Sikap Halbert yang tiba-tiba berubah menjadi sinis sudah
menyatakan dengan jelas apa yang sedang dirasakan pemuda itu.
"Aku marah karena kau mengundang pria-pria itu mendekatimu," Halbert
menjawab dingin, "Sekarang aku tahu mengapa Owen, Jason, Chris kemudian
Gunter mengejar-ngejarmu."
"Apa?" Sarita balik bertanya dengan penuh rasa ingin tahu " membuat Halbert
semakin tidak mengerti watak Sarita.
"Menurutmu apa?" Halbert yakin Sarita sedang bermain teka-teki dengannya.
Halbert tidak akan terpancing dalam permainan gadis ini.
"Pasti karena status saya," dan Sarita mendesah, "Semua orang percaya saya
adalah anak haram yang akan mengikuti jejak ibu saya."
"Apa kau tidak sadar, Sarita?" pancing Halbert dengan tidak sabar, "Menurutmu
mengapa orang-orang di pesta Viscount Padilla terus memperhatikanmu!?"
"Karena saya adalah wanita baru Anda," jawab Sarita polos, "Semua orang pasti
ingin tahu siapakah wanita terbaru Putra Mahkota mereka."
"ASTAGA!!!" pekik Halbert, "Mengapa ada gadis seperti kau di dunia ini!?"
Halbert semakin membuat Sarita tidak mengerti. "Apa salah saya?"
"Kau adalah gadis yang cantik, Sarita," Halbert mencengkeram kedua pundak
Sarita, "Apa kau tidak sadar setiap pria tergila-gila padamu karena
kecantikanmu. Bukan karena statusmu!"
"Cantik" Saya?" Sarita tidak percaya, "Saya pikir saya terlihat terlalu pucat dan
rapuh." Halbert menyerah. Setidaknya sekarang ia mengerti mengapa Sarita selalu
dengan tidak sadar mengundang pria-pria itu untuk mengejarnya.
Sarita semakin kebingungan ketika Halbert tiba-tiba melepaskannya dan
membuang wajah ke luar jendela. Ia yakin Halbert marah teman kencannya
didekati pria lain. Pasti harga diri yang membuat Halbert tidak mau mengakui.
Sarita tidak membantah ia merasakan secercah kegembiraan ketika menyadari
Halbert cemburu. "Tapi besok ketika ia pergi dengan wanita lain, amarah itu akan pergi," Sarita
berpikir sedih. Sarita juga menyadari ia tidak punya waktu panjang berduaan
dengan Halbert seperti ini di masa mendatang.
"Pangeran," Sarita tidak mau melepas kesempatan langka ini. "Saya ingin
meninggalkan Istana."
Halbert langsung merasakan bahaya mengancam. Ketika melihat Sarita,
wajahnya sudah tegang, "Kau tidak akan ke mana-mana!" ia menegaskan
dengan dingin. "Mengapa?" Sarita mengutarakan pertanyaan yang selalu menghantuinya.
"Benar! Mengapa?" Halbert balik bertanya pada dirinya sendiri. Kalau dipikirpikir, Sarita telah banyak merepotkannya. Mulai dari memastikan tidak seorang
Riddickpun menemuinya hingga menyediakan orang khusus untuk menjadi
penghubung antara Sarita dan Graham. Tidak! Sarita tidak merepotkannya!
Tidak pernah! Halbert sadar yang mencari-cari kerepotan itu adalah dirinya sendiri. Sejak
pertama menjadi pahlawan " tanpa ia sadari " di hadapan almarhum Duke
Norbert, ia tidak pernah melepaskan kesempatan untuk menjadi pahlawan. Ia
bebas bila Sarita pergi. Tapi entah mengapa ia benar-benar takut akan ide
Sarita pergi menghilang. Mengapa pula ia yang suka akan petualangannya mau
melibatkan diri dengan gadis ini, sang putri haram dan direpotkan olehnya"
"Aku tidak tahu."
Sarita melihat wajah tampan itu dengan sedih. Ia pikir setelah pesta ini jiwa
petualang Halbert akan terpuaskan tapi rupanya ia salah.
"Mungkin Anda hanya ingin tidur dengan saya."
Halbert terkejut. Tidak seorang gadis terhormatpun yang akan mengatakannya.
"Jiwa petualang Anda pasti tertarik untuk mencoba petualangan baru," Sarita
memutuskan bila memang hanya ini yang dapat membuat Halbert
melepaskannya, ia akan melakukannya. Kenangan semalam yang manis dengan
Halbert bukanlah ide yang benar-benar buruk.
Ia tidak menyukainya tapi ia tidak akan menyesalinya.
Halbert adalah seorang pria yang tampan. Ketika ia menyentuhnya,
menciumnya, memeluknya, ia tidak merasa takut maupun jijik. Sebaliknya,
Halbert memberinya kehangatan yang telah lama dirindukannya.
"Yang menyedihkan adalah Halbert bukan tipe seorang pria yang akan mencintai
satu wanita seumur hidupnya," Sarita menyadari dengan pedih.
Halbert menatap Sarita lekat-lekat. Gadis ini benar! Pasti jiwa petualangannya
yang menjadi dalang tindakannya yang tidak masuk akal ini. Pasti ia yang
bertanggung jawab atas semua kegalauannya akhir-akhir ini.
Ia tidak pernah membuat affair dengan seorang anak haram. Pasti jiwa
petualangannya ingin mencobanya. Ia pasti tertarik oleh kecantikan gadis ini
seperti ia tertarik pada berbagai macam wanita sebelumnya. Tapi gadis ini"
"Apa kau yakin?" Halbert mencondongkan tubuh ke arah Sarita.
Sarita merapat di pojok kereta dengan panik.
Penolakan gadis ini pasti telah memancing harga dirinya untuk semakin
mendekatinya. "Apabila itu memuaskan jiwa petualangan Anda, saya akan melakukannya,"
Sarita sadar otaknya sudah siap menerima sentuhan Halbert tapi hatinya masih
belum siap. Tidak ketika ia sadar ia akan menjadi satu dari wanita-wanita
Halbert yang terlupakan setelahnya!
Sarita tidak ingin Halbert melupakannya. Sarita ingin Halbert terus
mengenangnya. "Perkataanmu dan tindakanmu sungguh berbeda." Halbert menjauhi Sarita.
"I-itu karena Anda mengagetkan saya."
Halbert tidak percaya. "Apakah sekarang kau sudah siap?"
Sarita mengangguk. Namun badannya secara spontan menjauhi Halbert ketika
pemuda itu mendekat. Halbert melingkarkan tangan di pinggang Sarita. Tangan Sarita menekan dada
Halbert untuk menjaga jarak di antara mereka.
"Apakah kau masih kaget?" Halbert mengejek.
"T-tidak," Sarita tahu ia berbohong.
Mata Halbert menangkap bayangan seseorang di dalam kereta yang berpapasan
dengan mereka. Halbert segera melepas Sarita untuk memastikan matanya.
Kereta Duke of Vinchard menjahui Istana Ririvia.
"Apa yang dilakukan Duke Vinchard di sini?" Halbert bertanya-tanya.
Duke of Vinchard adalah orang yang banyak berjasa pada Helsnivia. Ia adalah
orang yang cerdas namun keras. Ia banyak membantu kakek Halbert
memajukan Helsnivia. Semua orang di Helsnivia sangat menghormatinya.
Bahkan ayahnya, Raja Kerajaan Helsnivia, selalu mendengar segala
perkataannya. Namun dalam beberapa tahun belakangan ini Duke banyak
mengurung diri di kediamannya yang jauh dari ibukota.
"Ada apa, Yang Mulia?"
Halbert melihat Sarita. Gadis ini! Pasti Saritalah yang menjadi alasannya. Bukankah Gunter, sang
penerus Duke of Vinchard, mendekati Sarita dalam pesta" Entah dari mana
Gunter mendengar Sarita. Tapi pastilah Duke Vinchard datang untuk mengambil
Sarita dari sisinya. Halbert memeluk Sarita erat-erat. Ia tidak akan membiarkan seorang pun
merebut Sarita! "P-pangeran," Sarita melepaskan diri, "Kita sudah tiba."
Seseorang membuka pintu kereta.
Halbert keluar dan membantu Sarita. "Malam ini aku akan menemuimu,"
bisiknya sebelum melepas tangan Sarita. Tidak akan seorang pun mendapatkan
Sarita sebelum ia! Sarita lari ke dalam kamarnya dan langsung menutup pintu.
Sarita menyandarkan punggung di pintu. Halbert benar-benar membuatnya
kaget dan takut ketika ia memeluknya erat-erat dengan wajah tegang.
"Malam ini aku akan menemuimu."
Wajah Sarita pucat pasi. Ia benar-benar seorang pembohong besar! Mulutnya dan otaknya sudah siap
menyerahkan diri pada Halbert tapi hati dan tubuhnya masih belum siap!
Ia harus mempersiapkan diri seutuhnya sebelum Halbert datang.
-----0----- Halbert melangkah masuk pintu serambi kamar Sarita yang terbuka.
"Saya sudah tahu Anda akan datang dari sana," Sarita berjalan mendekat.
Halbert tertegun. Sarita tampak begitu cantik, begitu menggoda dalam gaun tidur tipisnya.
Rambut pucatnya yang panjang tergerai menutupi buah dadanya yang ranum
hingga ke tubuhnya yang melekuk molek. Matanya yang lebar menatapnya
dengan lembut. Halbert merengkuh Sarita dalam pelukannya. "Mengapa ada wanita secantik
kau?" gumamnya dan ia menjatuhkan ciumannya di bibir Sarita.
Untuk sesaat Halbert dapat merasakan penolakan Sarita. Tangannya
merapatkan tubuh Sarita ke tubuhnya sendiri. Bibirnya terus menggoda bibir
yang bergetar itu. Ketika Sarita sudah mulai tenang, ketika bibir Sarita terbuka
menerima ciumannya, Halbert menjelajahi setiap inci wajah Sarita dengan
ciumannya sementara itu tangannya menelusuri setiap lekuk tubuh moleknya.
Sarita bergetar. Ia tidak takut. Ia tidak jijik seperti ketika Jason ataupun Chris
memegangnya. Tubuhnya tergetar oleh sensasi yang tidak dikenalnya.
Halbert merasakan getaran tubuh Sarita dan ketika ia menghentikan ciumannya,
ia melihat sepasang mata biru cerah itu bersinar penuh kepasrahan.
Halbert bertanya-tanya. Inikah yang ia inginkan dari Sarita" Hanya
tubuhnyakah" Hanya satu malam yang panaskah"
Halbert menatap sepasang mata biru muda yang haus akan sensasi yang baru
dikenalkannya. Pandangannya turun ke bibir yang merekah dengan
mengundang. Saat itulah Halbert sadar. Ia menginginkan lebih dari Sarita. Ia tidak butuh
semalam panas dengan Sarita. Ia tidak ingin tubuh gadis ini. Lebih dari semua
itu, ia menginginkan gadis ini seutuhnya! Ia menginginkan cinta Sarita!
Kenyataan itu mengagetkan dirinya hingga untuk sesaat ia tidak tahu apa yang
harus dilakukannya. Inikah yang namanya cinta" Halbert benar-benar tidak menyukai hal yang
merepotkan ini. Karena itulah ia tidak suka terlibat dengannya. Namun ia lebih
membenci kenyataan Sarita ingin meninggalkannya. Ia tidak suka bayangan
Sarita akan pergi ke pelukan pria lain.
Ia tampan, berkuasa, kaya serta menarik tapi itu tidak cukup untuk
mendapatkan hati Sarita. Halbert tahu ia membutuhkan sesuatu yang lebih dari
segala yang telah dimilikinya. Ia membutuhkan sesuatu yang lebih dahsyat
untuk mendapatkan Sarita, gadis yang telah memikatnya dengan keacuhan,
keberanian, dan kebebasannya ini. Andai saja ia tahu apa itu, semuanya akan
lebih mudah tapi sayangnya ia tidak tahu. Apakah ini artinya ia hanya dapat
kehilangan gadis ini untuk selamanya"
Pikiran itu menakutkan Halbert. Ia bersumpah bila ia tidak bisa mendapatkan
Sarita maka tidak seorang pun akan mendapatkan Sarita. Ya, ia lebih suka
menjadi seorang bajingan daripada membiarkan Sarita jatuh ke pelukan pria
lain. Halbert benar-benar takut. Ia tidak percaya seorang gadis bisa membuatnya
seperti ini. Halbert memeluk Sarita dengan lembut seolah-olah ia adalah patung pasir cantik
yang akan hancur bila ia memberi tenaga lebih. Hatinya menjerit akan cinta
Sarita. Tangannya tidak ingin melepaskan gadis ini dari pelukannya. Namun di
saat yang bersamaan ia merasa putus asa. Ada jarak yang begitu lebar di antara
mereka. Namun di atas semua kenyataan pahit ini, fakta yang terpahit adalah
Sarita tidak mungkin jatuh cinta padanya!
Sarita menjauhinya. Sarita tidak tertarik padanya. Sarita menghindarinya
sedemikian rupa sehingga bila ada yang bertanya padanya seperti apakah sikap
seorang wanita yang membencinya, Halbert akan menjawab, "Lihatlah Sarita. Ia
punya segala yang dimiliki bermacam-macam wanita yang tidak menyukaiku."
Hati Halbert menjerit pahit. Mengapa ia harus jatuh cinta pada gadis ini"
Mengapa ia tidak menyadari perasaan ini sebelumnya" Mengapa ia terus
menyalahkan jiwa petualangannya atas sikapnya akhir-akhir ini"
Seharusnya ia tahu sejak pertama mereka bertemu. Sarita adalah satu-satunya
wanita yang paling cocok menjadi ratunya. Sarita adalah wanita yang paling
berpotensial membuatnya jatuh cinta.
Ah, cinta" Mengapa kata yang pendek ini begitu rumit"
"Sarita, sayang," kata Halbert lembut. "Aku begitu bahagia kau mau melakukan
ini. Aku sungguh menghargainya." Halbert menjauhkan Sarita dari pelukannya.
Matanya menatap dalam-dalam sepasang mata yang masih terbius oleh sensasi.
Betapa ia ingin memiliki gadis ini seutuhnya...
"Hari ini sudah malam. Beristirahatlah. Kau masih mempunyai banyak pekerjaan
yang harus diselesaikan," Halbert mencium kening Sarita, "Selamat malam,"
katanya dan dengan berat hati ia melangkah ke pintu.
Chapter 13 Sarita memperhatikan Halbert berjalan di antara sekompi pengagumnya dengan
sedih. Halbert tidak akan pernah kekurangan wanita. Bahkan wanita yang telah
ditinggalkannya rela mengantri lagi hanya untuk dapat bersamanya.
Semalam setelah Halbert pergi, ia langsung berbaring di tempat tidur tapi ia
tidak dapat tidur. Tubuhnya terus mengenang Halbert. Pikirannya tidak dapat
lepas dari Halbert. Sentuhan Halbert telah membuatnya takut " takut akan
dirinya sendiri. Ketika Halbert menyentuhnya, Sarita takut. Namun sentuhan Halbert yang
begitu lembut membuatnya tenang. Ciumannya yang begitu memabukkan
membuatnya melupakan segala ketakutannya. Hanya Tuhan yang tahu persis
apa yang membuat Halbert tiba-tiba berhenti.
Namun Sarita percaya Halbert pasti sadar betapa berbedanya dunia mereka.
Halbert pasti sadar ia, sang Putra Mahkota, tidak bisa membuat affair apapun
dengan seorang gadis biasa.
Pagi ini ketika mendengar langkah kaki Halbert, ia memutuskan ia HARUS
berbicara dengannya! Sarita memperhatikan senyum Halbert menyambut sapaan wanita-wanita cantik
itu. Ia menyadari Halbert akan melupakannya seperti ia melupakan wanitawanita yang pernah melintasi petualangan cintanya. Sarita tidak menyukai itu!
Ia tidak ingin menjadi seorang dari mereka!
"Anda mendapat sambutan hangat seperti biasa," Sarita kaget menyadari ia
masih bisa tersenyum manis.
"Mengapa kau di sini?" Halbert turun dari kudanya, "Di mana Wyatt?"
"Mari kita masuk," Halbert memberi jalan pada Sarita.
Ah, tentu saja ia tidak mengharapkannya. Halbert pasti tidak mau terlihat
bersama si gadis miskin. Seorang dari pengawal Sarita mengambil tali kekang kuda dan membawanya
kembali ke istal di belakang Istana.
"Apakah kau menungguku?" Halbert dengan tidak sabar mengungkapkan luapan
kegembiraannya. Sarita mundur dengan kaget.
Halbert memperhatikan ekspresi kepanikan di wajah cantik Sarita dengan
kecewa.
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pagi ini ia meninggalkan Istana jauh lebih awal dari biasanya untuk melepaskan
segala frustasinya. Tapi ia gagal. Sedikitpun ia tidak bisa berhenti memikirkan
Sarita. Sejak awal ia tahu gadis ini berbeda dengan wanita-wanita yang lain. Di awal
pertemuan mereka, ia memutuskan Sarita tidak akan pernah menjadi
wanitanya. Sekarang pun tidak!
Pertama ia melihatnya sebagai anak haram yang mempesona dan angkuh.
Kemudian ia melihat kerapuhannya di balik wajah cantiknya yang dingin.
Sekarang ia tahu ia bisa berbicara berbagai hal dengannya tanpa merasakan
perbedaan antara pria dan wanita.
Begitu ia melihat Sarita di pintu, ia menyadari betapa ironisnya cinta ini. Sarita
membuatnya berada dalam posisi yang membingungkan " disukai atau dibenci"
Kadang ia begitu hangat dan terbuka. Kadang ia begitu dingin dan menjauh.
Ironis! Benar-benar ironis! Mengapa ia bisa jauh cinta pada seorang gadis yang
begitu polos" Tapi inilah Sarita, bukan" Ia adalah si gadis cantik yang tidak
menyadari pesonanya sendiri. Halbert ingin tahu apakah Sarita masih akan
sedemikian acuhnya jika ia sadar akan daya tariknya.
Semalam ia benar-benar tersiksa. Butuh usaha keras untuk tidak mencium
Sarita dan mengungkapkan segala cintanya. Ia begitu merindukan Sarita, gadis
yang hanya berbatasan tembok dengannya namun jauh dari jangkauan. Ia
begitu ingin memeluk Sarita, menciumnya, mencintainya dengan segala
kelembutan yang ia tahu. Hanya penolakan inilah yang menghentikannya.
Sarita mengikuti Halbert melintasi Hall tanpa suara.
Semalam Halbert telah membuatnya sadar ia tidak akan pernah mejadi Sarita
yang dulu lagi. Ia akan selalu merindukan sentuhan Halbert. Ia akan selalu
merindukan kehangatan pelukannya.
Sarita sadar sebelum ia benar-benar tergila-gila pada Halbert, ia harus pergi
sejauh mungkin dari pemuda ini. Halbert sudah sadar jiwa petualangannya tidak
bisa membawanya membuat affair dengan gadis biasa. Sekarang ia pasti akan
melepaskannya. "Setelah aku pergi, akankah ia mengenangku?" Sarita berpikir sedih tanpa
melepaskan mata dari pemuda yang begitu tampan dan gagah ini. Tidak! Ia
tidak bisa membiarkan dirinya sendiri jatuh semakin jauh dalam pesona pemuda
yang hanya akan menyakitinya ini.
"Pangeran," Sarita berkata perlahan namun jelas, "Hari ini saya akan
meninggalkan Istana."
Langkah kaki Halbert langsung terhenti. Matanya menatap Sarita dengan tidak
percaya. Semalam ia baru menyadari cintanya pada gadis ini dan pagi ini gadis
ini ingin pergi meninggalkannya!
"Kau tidak akan ke mana-mana," Halbert menegaskan.
"Saya adalah tamu Anda, bukan tawanan. Saya bisa pergi kapanpun saya mau.
Anda tidak berhak menghalangi saya."
"Begitu inginkah kau pergi?" Wajahnya yang tegang tidak melepaskan setiap
ekspresi Sarita. "Mau pergi ke mana kau!?"
Sarita tidak bisa membiarkan pikirannya mengembara. "Ke mana pun kaki saya
melangkah." "Tidak, Sarita. Aku tidak bisa membiarkanmu pergi," Halbert menegaskan.
Dengan cepat ia mencari alasan tepat untuk melarang Sarita, "Kau tidak punya
tujuan. Kau tidak punya tempat berteduh." Dan kaki Halbert melangkah cepat
menjauhi Sarita. "Di mana langit menaungi, itulah rumah saya. Sejak kecil saya terbiasa tidur di
mana pun." "Tidak," bibir Halbert berdesis menahan emosi. Inilah gadis yang menjerat
hatinya. Apa yang membuat Sarita berpikir ia akan membiarkannya pergi!" "Aku
tidak akan membiarkanmu meninggalkan Ririvia! Selangkahpun tidak!" Dan ia
berjalan cepat meninggalkan Sarita.
Sarita berdiri termangu. Mengapa Halbert masih tidak dapat membiarkannya
pergi" Hanya Tuhan yang tahu apa yang dimainkan jiwa petualangan pemuda
itu. Suasana makan pagi itu lebih dingin dari biasanya. Untuk alasan yang yang
tidak diketahui Sarita, Halbert tidak dalam suasana hati senang. Ia yang
biasanya selalu mengobrol dengan ayahnya tentang urusan Helsnivia, diam
seribu bahasa. Sarita tidak mau terlalu berspekulasi tentang sumber suasana hati Halbert.
Sarita sudah memutuskan untuk pergi dengan atau tanpa sepengetahuan
Halbert. Ia mendapat ijin dari Raja Marshall untuk meninjau gudang pangan
mereka di Travlienne. Sarita berencana untuk langsung meningalkan Ririvia
setelahnya. Tapi ketika Sarita kembali ke kamarnya, ia ragu rencananya akan berjalan
mulus. "Saya sudah menyiapkan kereta untuk Anda," Savanah menyambut
kedatangannya dengan senyum.
Sarita tidak tahu bagaimana Savanah tahu tentang rencana kepergiannya ke
Travlienne. "Apakah Anda sudah siap untuk pergi" Savanah mengambil sebuah topi
untuknya dan demi kekagetan Sarita sendiri, Savanah membawa topi untuk
dirinya sendiri! "Saya akan menemani Anda," ia menjawab kekagetan Sarita.
Bagus! Ratu Kathleen pun tidak mau ia pergi tanpa memuaskan jiwa petualang
putra kesayangannya. "Ke mana Anda akan pergi, M"lady?" pengawal Sarita langsung bertanya,
"Pangeran memerintah kami untuk tidak membiarkan Anda meninggalkan
Istana." Tentu saja! Ia adalah sang Pangeran di tempat ini.
"Paduka Raja memberi Lady Sarita ijin untuk meninjau gudang di Travlienne.
Aku akan pergi bersamanya," Savanah menjawab.
"Maka kami pun akan pergi bersama Anda," kata prajurit yang lain.
Lengkaplah sudah! Mengapa ia bisa melupakan tiga petugas penjaranya ini"
"Tidak perlu. Aku bisa pergi sendiri."
"Kami diperintah untuk menjaga keselamatan Anda selama Anda berada di
Helsnivia," Savanah memberitahu.
"Pangeran memerintah kami untuk tidak meninggalkan Anda selangkah pun."
Dan ia tidak punya suara" Sarita melihat tiga orang itu dengan putus asa.
Tampaknya ia harus memikirkan cara lain.
Sekarang Ratu Kathleen sudah campur tangan. Halbert pasti puas melihatnya
pergi tanpa meninggalkan seorang pun dari tiga petugas penjaranya.
Sarita mengikuti Savanah memasuki kereta dengan tidak senang. Apakah
Halbert akan membiarkannya pergi setelah ia membuat berita besar seperti
teman-teman kencannya yang lain"
Di dalam Ruang Tahta, Halbert memikirkan Sarita dengan putus asa. Pikirannya
sudah tidak lagi tertuju pada pembicaraan orang tuanya. Ia berniat membuka
jendela dan matanya memangkap pemandangan yang menakutkan itu.
Ia harus menghentikan Sarita!
"Mau ke mana kau!?" suara tinggi Ratu menghentikannya.
"Sarita mau pergi, Mama!"
"Kau tidak akan ke mana-mana!" Ratu menegaskan dengan suara dinginnya.
"Aku harus menghentikannya!"
"Jangan berpikir untuk menyentuhnya!" Ratu Kathleen memperingati, "Ia bukan
untukmu!" "Ia akan pergi," Halbert memberitahu dengan tidak sabar, "Ia tidak punya
tempat tinggal. Aku harus menghentikannya," Halbert membuka pintu.
"BERHENTI!" seru Ratu.
Halbert terkejut. Ibunya tidak pernah berseru seperti ini padanya.
"Ia tidak akan ke mana-mana," Ratu menatapnya dengan murka.
"Sarita tidak akan pergi ke mana-mana, Halbert," Raja Marshall memberitahu
dengan suaranya yang sabar " berbeda dengan Ratu yang kehilangan control
melihat tingkah putranya.
"Tapi?" "Pergi kunjungi Duke Vinchard!" perintah Ratu.
Duke of Vinchard" Ada apa dengannya" Bukankah kemarin malam ia masih
sempat mengunjungi Istana"
"Duke Vinchard jatuh sakit. Cepat kunjungi dia. Jangan membuatku malu!"
Kisah Cinta Abadi 7 Pendekar Rajawali Sakti 89 Pedang Halilintar Tangan Geledek 16
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama