Ceritasilat Novel Online

Pembunuh Cahaya 1

Pembunuh Cahaya Karya Santhy Agatha Bagian 1


Santhy Agatha situs baca secara online ini dibuat oleh Saiful .... admin http://ceritasilat.mywapblog.com Pedang Sakti Cersil Istana Pendekar Dewa Naga Raja Iblis
Racun Ceritasilat.... thank.
Penerbit : Saira Publisher PEMBUNUH CAHAYA Oleh: (Santhy Agatha) Copyright ? Maret 2013 by (Santhy Agatha)
Penerbit (Saira Publisher) (www.anakcantikspot.blogspot.com)
(demondevile@gmail.com) Editor Meyrizal & Mendy Jane
Desain Sampul: (Picture by Google design Saira Production)
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com isi di luar tanggung jawab percetakan
2 Santhy Agatha Colorful Of Love Enjoy The Series! Colorful of love adalah seri bertema romantis dengan
kisah percintaan empat tokoh gadis yang memiliki kisah
berbeda-beda. Ikuti kisah mereka dan nikmati keindahan
percintaan dari sisi yang berbeda dari empat tokoh utama
Colorful of Love Nessa - [ Brown Afternoon } "Perjanjian Hati"
Gadis penyuka cokelat, guru taman kanak-kanak yang
penyabar, yang selalu menghabiskan waktu sepulang kerjanya di
sore hari untuk memesan secangkir cokelat yang nikmat dan
menenangkan pikirannya. Keyna - [ Grey Morning ] "Sweet Enemy"
Gadis sederhana, anak kuliahan berotak cemerlang, yang
tidak pernah melewatkan waktu untuk menikmati oreo milkshake
sebagai menu sarapannya. Minuman itu membuatnya
bersemangat, untuk melalui harinya yang berat di kampusnya.
Sani - [ Red Night] "You've Got Me From Hello"
Gadis dengan hubungan yang rumit, seorang penulis yang
mencari ketenangan dengan menghirup segelas anggur merah
setiap malam, untuk mencerahkan hatinya yang kelam akibat
kisah cintanya yang rumit.
Saira - [ Green Dayligt ] "Pembunuh Cahaya"
Gadis yang lembut dan tenang, pemilik toko bunga dan
tanaman, selalu memanfaatkan waktu makan siangnya dengan
menghirup teh hijau yang panas, untuk menguatkan dirinya
menghadapi perkawinannya yang menyesakkan dada
Pembunuh Cahaya 3 4 Santhy Agatha Prolog "Hai." Ketika lelaki itu mendekatinya, Saira menatapnya
dengan bingung, lelaki itu tidak seharusnya berada di sini.
Dengan setelan serba hitam, rambut yang disisir rapi ke
belakang dan penampilan yang luar biasa elegan, dia
seharusnya berada di luar sana bersama para tamu yang
berkelas itu. Tetapi entah tersesat atau bagaimana lelaki itu
bisa menemukan jalannya kemari, di ruangan belakang dekat
gudang tempat Saira membereskan pot-pot bunga dan berbagai
macam tanaman serta beberapa karung tanah bersama
pegawainya untuk dinaikkan ke dalam truk pick up mereka.
"Apakah anda tersesat?" Saira bertanya pelan, lalu
menepiskan tanah dari bajunya. Dia mengangkat beberapa
pupuk tadi dan itu mengenai pakaiannya, penampilannya pasti
sangat bau dan berantakan tetapi lelaki itu tampaknya tidak
peduli. Dia mengembangkan senyuman yang luar biasa manis.
"Aku sengaja ke bagian belakang untuk mencari siapa di
balik tanaman indah yang membuat pesta ala taman terbuka
untuk perusahaanku berhasil."
Perusahaanku" Oke. Jadi lelaki ini adalah pemilik
perusahaan yang kebetulan menyewa mereka untuk
menyediakan stok tanaman bagi dekorator taman terkenal
yang mendekor pesta mewah ala taman terbuka milik
perusahaan itu. "Saya menyediakan tanaman sesuai spesifikasi yang
diminta oleh dekorator anda, dan dia mempunyai standar yang
tinggi dalam menentukan jenis tanaman apa yang
harusdipasangnya di depan. Keindahan dekorasi pesta di depan
murni karena tangan emas dekorator anda." Saira tersenyum
merendah. Sementara lelaki itu mengernyitkan matanya tampak
tidak setuju. "Tidak, dekoratorku tidak akan berhasil kalau kau
tidak menyediakan tanaman berkelas tinggi. Aku bahkan masih
terkagum-kagum akan keindahan varietas anggrek berwarna
warni yang menghiasi bagian depan taman."
"Anggrek memang salah satu produk andalan rumah
kaca kami." Mata Saira berbinar, matanya memang selalu
berbinar kalau membicarakan tentang bunga anggrek. Dia
menumbuhkan tanaman itu dan merawatnya dengan
tangannya sendiri, seperti seorang ibu yang menunggu dengan
penuh kasih sang bayi tumbuh berkembang dan menjadi
remaja yang cantik jelita.
"Dan yang pasti dirawat dengan sepenuh hati." Lelaki itu
melemparkan tatapan memuji yang membuat pipi Saira
memerah. Lalu dia mengulurkan tangannya, "Kenalkan, aku
Axel Leonard, pemilik Green Enterprises. Teman-temanku
memanggilku Leo." Saira menyambut uluran tangan lelaki itu, terpesona.
"Saira Paramadina." Jawabnya dengan suara pelan dan ragu.
Lelaki itu tampak ingin berkata-kata, tetapi kemudian
salah satu pegawainya muncul di belakangnya. Dari percakapan
mereka, Saira mendengar bahwa ada tamu penting yang sudah
datang di pesta di depan. Lelaki itu lalu melemparkan tatapan
penuh permintaan maaf kepada Saira,
"Maafkan aku, sebenarnya aku masih ingin bercakapcakap denganmu, mungkin nanti
di lain kesempatan." Dia
melemparkan senyuman yang sopan lalu membalikkan badan
dan meninggalkan Saira. Tanpa sadar Saira menghela napas panjang, aura lelaki
itu tampak begitu mengintimidasi dan membuatnya tanpa
sadar menahan napas dengan jantung berdebar. Dia lelaki yang
tampan dan yang pasti luar biasa kaya. Green Enterprises
adalah perusahaan perkebunan dan pengolahan kelapa sawit
yang cukup terkenal, mereka juga sudah mengembangkan diri
menjadi penghasil produk-produk kemasan yang berbahan
kelapa sawit. "Saira, sudah semua?" rekan kerjanya sekaligus
sahabatnya, Andre membangunkannya dari lamunannya,
"Kalau semua sudah beres, kita bisa pulang sekarang."
2 Santhy Agatha "Sudah beres semua." Jawab Saira cepat, lalu
mengibaskan kembali kotoran tanah dan pupuk dari bajunya,
dan naik ke kursi penumpang mobil pick up mereka. Andre
menyusul kemudian dan menjalankan mobilnya, pulang ke
rumah Saira. Rumah Saira adalah rumah mungil yang terletak di
pinggiran kota yang dingin dan berbukit, tetapi memiliki
halaman yang sangat luas. Di tempat itu, Saira melanjutkan
merawat dan mengembangkan seluruh tanaman yang ada di
rumah kaca warisan mamanya. Rumah kaca itu besar, dengan
berbagai macam varietas tanaman dan bunga hias yang indah.
Anggrek adalah jenis yang paling banyak di sana, karena
anggrek adalah bunga kesukaan mamanya.
Setelah lulus kuliah di bidang pertanian yang
mendukung hobinya merawat tanaman dan bercocok tanam,
Saira fokus untuk mengembangkan bisnis rumah kacanya.
Semula memang berat, karena mamanya dulu kebanyakan
hanya menjual tanaman anggrek dan tanaman hias hasil dari
rumah kacanya, kepada sahabat-sahabatnya. Tetapi sejak
mamanya meninggal, Saira berusaha mengembangkannya,
dengan dibantu Andre, sahabatnya sejak kecil yang memiliki
bakat di bidang pemasaran. Mereka menawarkan pasokan
tanaman ekslusif dan berkualitas ke semua pihak. Pada
akhirnya ada beberapa hotel besar, rumah makan, dan butikbutik terkenal yang
menerima pasokan tetap mereka setiap
saat untuk menghias tempat mereka dan juga selalu mengambil
tanaman dari mereka untuk taman-taman yang ada di sana.
Bisnis Saira berkembang bukan hanya karena menjual
tanaman hasil rumah kacanya, tetapi juga memasok bungabungaaan yang indah untuk
hiasan hotel. Selain itu Saira juga
menerima tender untuk memasok tanaman bagi event-event
tertentu, seperti untuk dekorasi pernikahan, pesta, dan
sebagainya. Dan sekarang dia dan Andre sudah bisa menggaji
beberapa pegawai untuk membantu mereka.
Seperti sekarang, mereka menerima tender untuk
memasok tanaman yang dipesan oleh dekorator tanaman
Pembunuh Cahaya 3 ternama untuk menghias acara pesta eksklusif bertema taman
terbuka yang diadakan oleh Green Enterprises.
Tak disangkanya sang pemilik perusahaan sendiri yang
menemuinya karena kagum pada tanaman yang dihasilkan oleh
rumah kacanya. Pipi Saira terasa memerah ketika
membayangkan senyum Leo, tetapi kemudian dia menepuk
pipinya, berusaha menyadarkan dirinya. Leo memuji
tanamannya, bukan memuji dirinya, dia mengingatkan dirinya
sendiri dalam hati. *** "Halo lagi Saira."
Hampir saja Saira terlonjak dan menjatuhkan pot
tanaman yang sedang dipegangnya. Dia menoleh dan ternganga
melihat Leo berdiri di sana, di pintu masuk rumah kacanya.
Lelaki itu masih tampak tidak cocok karena dia masih
memakai jas hitam yang elegan dan menempel pas ditubuhnya,
seolah dijahit khusus untuknya.
Apa yang dilakukan pria itu di sini"
"Aku tadi di depan dan menemui.... kekasihmu dan dia
bilang aku bisa menemuimu di sini. Ada tawaran bisnis yang
ingin kutawarkan kepadamu."
"Andre bukan kekasihku." Saira langsung membetulkan
kata-kata Leo, membuat lelaki itu mengangkat alisnya penuh
arti, "Dan kalau masalah penawaran bisnis, anda bisa
membicarakan dengan Andre." Itu memang betul, kalau
menyangkut tender dan sebagainya semua diatur oleh Andre,
Saira hanya bertugas sesuai dengan hasratnya, menyediakan
tanaman yang indah dan berkualitas, menikmati setiap saat
yang bisa dihabiskannya di rumah kaca ini.
"Aku sudah membicarakan draft awal kesepakatan
bisnis dengan Andre, tetapi aku tetap ingin menemuimu.
Karena kata Andre kalau menyangkut tanaman kau yang paling
ahli." "Boleh saja, anda ingin membahas tanaman apa?"
4 Santhy Agatha "Bisakah kita membicarakan sambil makan malam"
Makan malam informal saja, kau dan aku membicarakan secara
santai tentang bisnis kita dan pemilihan makanan."
Pada akhirnya Saira menerima tawaran itu, dan tidak
disangka pertemuan itu membawa mereka ke pertemuanpertemuan berikutnya yang
membuat mereka berdua semakin
dekat. *** "Aku sangat senang menghabiskan waktu denganmu."
Leo menatap Saira dengan lembut, ketika mereka makan malam
bersama di akhir pekan. Sudah hampir tiga bulan mereka berhubungan, sejak
pembicaraan masalah bisnis yang berlanjut dengan tender
kontrak selama lima tahun dari seluruh cabang perusahaan Leo.
Dimana seluruh dekorasi kantor mereka dan taman mereka di
pasok oleh rumah kaca Saira, mereka menjadi sangat dekat.
Bisa dikatakan hampir setiap hari sepulang kerja, selarut
apapun Leo selalu mampir dan kemudian mereka makan
malam bersama. Mereka sangat cocok dalam semua
pembicaraan, baik menyangkut hal-hal serius seperti masalah
politik negara ini, sampai ke hal santai seperti film dan musik.
Setiap saat mereka bersama sangat menyenangkan dan terasa
begitu cepat. Ketika mereka berpisah, Saira sudah langsung
merindukan saat pertemuan mereka selanjutnya.
Semula Saira tidak pernah berpikir bahwa Leo memiliki
perasaan lebih kepadanya, dia mengira Leo benar-benar
tertarik kepada tanaman hasil rumah kacanya dan kesepakatan
bisnis mereka. Tetapi kemudian Andre menggodanya,
mengatakan bahwa kalau Leo tertarik dengan kesepakatan
bisnis, dia bisa saja mengirim salah satu pegawai atau
sekertarisnya untuk mengaturnya, tidak usah datang sendiri,
apalagi sampai mengajak Saira makan malam hampir setiap
hari. Sekarang sudah tiga bulan mereka berkenalan, dan
mereka sudah sangat dekat dan mengenal satu sama lain.
Seperti halnya Saira, Leo juga sudah tidak mempunyai ayah.
Pembunuh Cahaya 5 Tetapi ibu Saira meninggal karena sakit, enam bulan yang lalu,
sedangkan Leo masih memiliki seorang ibu yang katanya
tinggal di pinggiran kota di rumah besar milik keluarga mereka.
Leo sendiri memiliki sebuah rumah di kompleks mewah di
tengah kota. Malam ini, entah kenapa Leo tampak misterius, lelaki itu
banyak berdiam diri dan tidak penuh canda seperti biasanya.
Dan ketika mereka sampai di rumah makan, Leo telah mengatur
sebuah makan malam resmi yang mewah, tidak seperti makan
malam santai yang biasanya mereka lakukan setiap malam.
Dan sekarang lelaki itu menatap dirinya dengan tatapan
mata serius dan penuh harap. Suaranya ketika berkata-kata
terdengar serak dan lembut.
"Aku mencintaimu Saira, kau mungkin tidak percaya
cinta pada pandangan pertama, tetapi aku merasakannya.
Semakin lama kita melewatkan waktu bersama, aku semakin
merasa yakin. Aku ingin menjagamu Saira, aku ingin
menghabiskan hidupku denganmu, menjadi tua bersamamu."
Lelaki itu mengeluarkan kotak hitam dari saku jasnya dan
kemudian membukanya di depan Saira yang ternganga kaget,


Pembunuh Cahaya Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saira Paramadina, aku mencintaimu, maukah kau memberiku
kehormatan dengan menikahiku?"
Mata Saira membelalak kaget melihat cincin berlian yang
berkilauan itu. Dia mengalihkan tatapan matanya ke arah Leo,
melihat keseriusan yang terpancar di sana.
"Astaga Leo, apakah kau serius?"
Leo menganggukkan kepalanya sambil tersenyum
lembut, "Aku mencintaimu, Saira."
"Tetapi kita.... kita belum saling mengenal lama..."
"Tidak perlu waktu lama untuk mengenali cinta
sejatimu." Jawab Leo mantap, "Kalau kau menerima lamaran ini,
kau akan membuatku menjadi pria paling bahagia di dunia."
Saira menelan ludah, perasaannya bergejolak, dia juga
mencintai Leo tentu saja, kebersamaan mereka telah
menumbuhkan benih-benih cinta yang makin lama makin kuat,
6 Santhy Agatha dan lamaran Leo ini benar-benar membuat dirinya sungguh
bahagia. Tiba-tiba matanya terasa panas, air mata bahagia
berdesakan menyeruak di sudut matanya, Saira menelan
ludahnya lalu menghela napas panjang, mengambil keputusan
terpenting dalam kehidupannya,
"Ya. Leo... aku mau menikah denganmu."
Lelaki itu memejamkan matanya dengan penuh
kelegaan, lalu mengecup jemari Saira lembut,
"Terima kasih Saira." Bisik Leo serak, penuh cinta.
*** Perempuan itu duduk di kursi roda, dengan mata
kosong, dalam kegelapan kamar yang temaram. Suasana kamar
itu lengang, dan mewah. Lalu pintu terbuka dan seorang lelaki memasuki kamar,
dengan lembut lelaki itu berlutut di depan kursi roda
perempuan itu. Dan dengan lelah meletakkan kepalanya di
pangkuan si perempuan, memejamkan matanya dan tidak
mengucapkan apa-apa. Jemari perempuan itu bergerak, membelai kepala lelaki
itu, meskipun matanya tetap kosong menatap ke depan.
Suasana begitu sakral dan syahdu.... suasana kedekatan
yang agung dan penuh kasih sayang.
*** Pembunuh Cahaya 7 "Cintalah yang membuatku mempertanyakanmu. Seberapa
jauhkah kau akan berkorban, atas nama cinta?"
1 Pernikahan mereka luar biasa mewah dan sangat indah,
sayangnya mama Leo tidak bisa hadir karena kata Leo, sang
mama sedang berobat di luar negeri. Kondisi pernikahan
mereka yang mendadak membuat mama Leo tidak bisa
mengatur ulang jadwalnya. Tetapi kata Leo mamanya mengirim
salam dan segera setelah pulang dari luar negeri, beliau akan
menengok mereka berdua sambil membawa kado pernikahan.
Mereka memasuki kamar pengantin yang sudah
didekorasi dengan mewah oleh dekorator terkenal, tentu saja
bunganya dipasok oleh rumah kaca Saira. Beberapa merupakan
sumbangan dari Andre sahabatnya yang sangat senang dengan
pernikahan Saira. Andre memang sahabat dekat Saira, yang
selalu membantunya kapanpun dia siap. Banyak yang mengira
mereka berhubungan dekat, tetapi hanya Saira dan Andre yang
tahu bahwa mereka tidak bisa lebih dari itu, Andre seorang gay
dan dia tidak tertarik kepada perempuan.
Saira masih menyimpan rahasia itu sendiri, dia belum
mengatakannya kepada Leo, semula dia masih ragu karena
Andre sendiri yang membuatnya berjanji untuk tidak
mengatakannya kepada siapapun. Lelaki itu masih malu dengan
kenyataan dirinya dan tidak ingin siapapun tahu, kecuali Saira
sahabatnya. Tetapi Saira mempertimbangkan untuk meminta
izin Andre supaya dia bisa memberitahu Leo. Leo suaminya dan
Saira yakin Leo tidak akan menghakimi Andre. Lagipula Leo
beberapa kali mempertanyakan kedekatannya dengan Andre
dan tampak cemburu karenanya. Kalau Leo sudah tahu bahwa
Andre adalah gay, mungkin lelaki itu akan tenang.
Setelah berganti pakaian dengan gaun tidur warna putih
miliknya, Saira duduk dengan ragu di atas ranjang. Leo belum
masuk daritadi karena masih banyak tamu di luar meskipun
8 Santhy Agatha waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Para tamu itu
kebanyakan rekan kerja Leo. Saira tadi masuk duluan karena
dia kelelahan sejak pesta mewah tadi pagi, sedangkan Leo
masih harus menemani tamu-tamunya demi kesopanan.
Sudah larut malam ketika Leo akhirnya masuk. Saira
masih menunggu dengan terkantuk-kantuk duduk di tepi
ranjang, dia mendongak ketika lelaki itu menutup pintu kamar
pengantin mereka. "Semua sudah pulang?"
Hening. Leo menatapnya lama sekali, lalu menjawab singkat.
"Sudah." Sekarang jantung Saira berdegup kencang, dia hanya
berdua saja dengan suaminya sekarang. Saira tidak pernah
berduaan di kamar dengan lelaki manapun sebelumnya. Leo
adalah lelaki pertamanya dalam segala hal. Dan malam ini
mereka adalah suami istri. Pipi Saira merona, membayangkan
bagaimana mereka akan melewatkan malam ini. Saira
bagaimanapun juga menyimpan ketakutan kalau dia akan
mengecewakan Leo yang sepertinya sudah bergitu dewasa dan
berpengalaman dibanding dirinya. Selisih usia mereka delapan
tahun, Saira baru dua puluh empat tahun, sedangkan Leo
tigapuluh dua tahun. Orang bilang usia mereka berdua adalah
usia yang pas untuk hidup berumah tangga.
"Belum tidur?" Leo masih berdiri di dekat meja rias, dan
mulai melepas dasi, jasnya sendiri sudah disampirkan secara
sembrono di kursi rias. Saira menggeleng, tersenyum malu-malu, "Belum, aku
menunggumu." Mata Leo tampak menajam, lelaki itu tampak begitu
misterius di balik cahaya lampu kamar yang kuning temaram.
"Seharusnya kau tidur duluan." Gumamnya dingin, lalu
melepas kemejanya dan melangkah masuk ke kamar mandi.
Saira masih tertegun, bingung akan perubahan nada
suara Leo kepadanya. Lelaki itu tidak pernah berbicara dengan
nada suara sedingin itu kepadanya. Apakah mungkin Leo lelah"
Pembunuh Cahaya 9 Ketika Leo keluar dari kamar mandi, dia sudah berganti
memakai piyama hitam. Dia mengangkat alisnya ketika sudah
berdiri di pinggir ranjang.
"Minggir ke sana." gumamnya kasar, membuat Saira
bergegas naik ke atas ranjang dan bergeser ke ujung lainnya,
dengan perasaan bingung dan was-was.
Leo lalu naik ke ranjang dan berbaring di sana. Saira
menoleh hendak bertanya, tetapi lelaki itu berbaring
membelakanginya dengan nafas teratur seolah jatuh tertidur
begitu saja. Apakah lelaki itu tertidur" Kenapa dia bersikap begitu"
Apakah Leo kelelahan" Ataukah lelaki itu marah kepadanya atas
sesuatu yang tidak dia sadari" Mungkinkah Saira telah
menyinggung Leo tanpa sadar" Tapi kapan" Kenapa"
Seluruh pertanyaan itu menggayuti benak Saira. Dia
berbaring dengan mata nyalang, menatap punggung tegap Leo
Tetapi sepertinya pertanyaannya tidak akan terjawab
malam ini. Leo tampaknya sudah tertidur pulas. Akhirnya
dengan perasaannya yang berkecamuk bingung, Saira
memaksakan dirinya memejamkan mata.
Malam pengantinnya berlalu dalam keheningan yang
menyesakkan dada.... *** Pagi hari ketika Saira membuka mata, dia masih merasa
bingung akan keberadaannya. Sejenak dia agak kaget berada di
dalam kamar yang tidak dikenalinya, tetapi kemudian dia
mengumpulkan ingatannya. Pernikahannya, rumah Leo...
Dengan gugup Saira menegakkan tubuhnya, mencari Leo
tentu saja. Tetapi sebelah ranjangnya kosong. Leo sudah tidak
ada. Diliriknya jam dinding tak jauh darinya, sudah jam tujuh
pagi. Saira tidak pernah bangun sesiang ini sebelumnya, dia
selalu bangun jam enam pagi, kemudian menuju rumah kaca
dan merawat tanaman miliknya. Sekarang tanaman miliknya
sedang dirawat dalam pengawasan Andre, lelaki itu katanya
10 Santhy Agatha ingin memberi kebebasan kepada Saira untuk berbulan madu
sementara. Dengan canggung Saira melangkah berdiri dari ranjang.
Apakah Leo ada di luar untuk sarapan" Kenapa Leo tidak
membangunkannya" Apakah lelaki itu tidak mau mengganggu
tidurnya" Saira melangkah ke kamar mandi dan mandi dengan air
hangat untuk menyegarkan dirinya dan tubuhnya yang terasa
penat setelah pesta kemarin. Setelah itu dia melangkah ke luar
kamar Leo. Suasana rumah Leo tampak lengang. Kamar Leo berada
di lantai dua, dan tidak ada siapapun di situ. Dengan ragu Saira
menuruni tangga melangkah turun, ada seorang pelayan di sana
yang langsung membungkukkan tubuh hormat begitu
melihatnya. "Dimana suamiku?" tanya Saira pelan, masih merasa
ragu mengklaim Leo sebagai suaminya.
Pelayan itu masih membungkuk hormat, "Tuan Leo
sudah berangkat sejak pagi tadi, Nyonya."
"Berangkat kemana?" Saira mengernyitkan keningnya.
"Berangkat bekerja." Jawab pelayan itu singkat, lalu
pamit untuk melanjutkan pekerjaannya di belakang.
Bekerja" Hari ini adalah hari pertama mereka resmi
menikah dan Leo berangkat kerja" Sebegitu sibukkah suaminya
sehingga tidak bisa libur setelah pernikahan mereka" Tidak
adakah bulan madu seperti yang dilakukan orang-orang
biasanya" Setahu Saira, kebanyakan orang memilih melewatkan
waktu bersama dengan tidak bekerja, tidak perlu harus berlibur
ke suatu tempat, bahkan dengan hanya bersama-sama di rumah
itupun sudah cukup. Saira mengira Leo akan meluangkan waktu untuk
mereka bisa bersantai berdua, apalagi mengingat hubungan
mereka yang singkat sebelum menikah. Tidakkah Leo ingin
lebih banyak mengenalnya seperti Saira yang sangat ingin
mengenal suaminya lebih dalam"
Pembunuh Cahaya 11 Dan Leo juga berangkat bekerja tanpa berpamitan
kepadanya. Saira masih bertanya-tanya akan sikap kasar dan
dingin Leo semalam, tetapi pagi ini sikap Leo lebih
membuatnya bertanya-tanya lagi.
Suami seperti apa yang meninggalkan pengantinnya
setelah malam pertama mereka yang tidak tersentuh, hanya
untuk pergi bekerja"
Saira diam termangu. Matanya menatap keindahan
rumah dengan segala interior mewahnya yang bergaya
minimalis itu dengan bingung. Rumah itu terasa sangat asing
baginya, dan tiba-tiba saja, Leo juga terasa sangat asing baginya.
*** "Bagaimana malam pertamamu?" Andre langsung
bertanya dengan menggoda ketika Saira mengangkat
teleponnya. Saira tersenyum lembut, "Kami belum malam pertama."
Bisiknya, dia memang selalu jujur kepada Andre dalam hal
apapun, dan kenyataan bahwa Andre adalah gay membuatnya
semakin nyaman di dekat lelaki itu,
"Apa?" suara Andre di seberang sana tampak terkejut,
"Kalian belum melakukan malam pertama"'
Meskipun ada di seberang telepon, Saira tersenyum
malu-malu, "Kami terlalu lelah, kemarin sampai jam sepuluh
malampun masih ada tamu-tamu yang berdatangan."
"Oh." Andre tertawa, "Itulah resikonya menikah dengan
seorang bos besar." Candanya. "Jangan khawatir, semuanya
akan ditebus di saat bulan madu kalian.
Sepertinya tidak akan ada bulan madu. Saira membatin
dalam hati, tiba-tiba merasa ragu.
"Saira?" Andre bertanya di seberang sana, sepertinya dia
sedang menanyakan sesuatu. Tetapi karena sibuk dengan
pikirannya, Saira tidak menanggapinya.
"Eh.. iya..apa?" gumam Saira gugup.
"Aku tadi bertanya, kemana rencana kalian akan
berbulan madu." 12 Santhy Agatha Sejenak Saira bingung harus menjawab apa, dia lalu
berdeham karena gugup, "Eh... aku belum tahu." Gumamnya
pelan, "Leo belum memberitahuku rencananya."
"Mungkin dia akan memberimu kejutan," Ada nada
menggoda di suara Andre, "Aku membayangkan dia akan
membawamu ke pulau eksotis yang luar biasa indahnya, kabari
aku ya Saira." Saira memaksakan senyum di suaranya, "Pasti Andre."
Mereka lalu bercakap-cakap sebentar mengenai rumah kaca
Saira. Batin Saira sedikit tenang ketika Andre mengatakan dia
menyewa temannya untuk menghandle tugas merawat rumah
kaca Saira. Teman Andre itu dulu pernah melakukan hal yang
sama ketika Saira sakit dan hasilnya memuaskan. Tanaman di
rumah kacanya akan baik-baik saja.
Saira menghembuskan napasnya setelah mengakhiri
percakapan mereka, masih bingung akan sikap Leo sejak
semalam. Apakah mungkin seperti yang dikatakan oleh Andre,
bahwa Leo ingin memberinya kejutan" Di film-film yang
dilihatnya, orang-orang kadang bersikap aneh dan
membingungkan ketika ingin memberi kejutan. Misalnya
memberikan kejutan ulang tahun, orang-orang berkomplot
untuk berpura-pura lupa dan tidak memberikan selamat,
hingga membuat orang yang ulang tahun merasa sedih dan
kecewa, lalu pada malam harinya mereka memberikan pesta
ulang tahun kejutan yang membahagiakan, membuat kejutan
mereka lebih bermakna. Itukah yang sedang dilakukan oleh Leo" Apakah lelaki
itu sedang memberikan kejutan untuknya"
*** Sampai dengan siang hari, Saira terus menghabiskan


Pembunuh Cahaya Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

waktunya dengan kesepian di rumah itu. Dia sama sekali tidak
menyangka inilah yang akan terjadi pada dirinya. Ditinggalkan
bekerja, seorang diri di rumah satu hari setelah pernikahannya.
Dorongan untuk mengunjungi rumah kaca dan
melarikan kebosanannya dengan merawat tanamannya sangat
kuat. Tetapi kalau dia ke rumah kaca, Andre pasti akan
Pembunuh Cahaya 13 memberondongnya dengan sejuta pertanyaan, dan Saira pasti
tidak akan bisa menjawab, karena dia sendiri masih bingung
dengan apa yang terjadi. Diliriknya ponselnya. Sepi, tiak ada kabar satupun. Dulu
sebelum mereka berpisah, Leo selalu mengiriminya pesanpesan penuh perhatian
kepadanya. Bahkan hanya untuk
sekedar mengucapkan selamat pagi, menanyakan apakah dia
sudah makan, atau juga kadang memberikan info tentang apa
yang dilakukannya. Tetapi sekarang berbeda, tidak ada satupun pesan dari
Leo kepadanya, Apakah Leo sedang benar-benar sibuk"
Saira sungguh tergoda untuk menelepon Leo, tetapi dia
takut siapa tahu akan mengganggu Leo yang sedang berada di
tengah rapat penting. Dengan pedih Saira menghela napas panjang. Dia harus
keluar dari rumah ini, atau dia akan menjadi gila.
Dengan cepat dia berganti pakaian, meraih tasnya dan
memanggil taxi. "Garden Cafe. Gumamnya, menyebut tempat Saira
biasanya menghabiskan waktu siangnya di sana. Secangkir teh
hijau hangat mungkin bisa membantu menghapuskan
kegalauannya. *** Cafe itu sangat cocok dengan namanya, 'Garden Cafe',
nuansa taman sangat kental mengelilingi areanya, semua serba
hijau dan memantulkan suasana alam yang indah, dengan
tanaman hijau yang menarik dipadu dengan bunga-bunga
anggrek di setiap sudutnya. Efek tamannya semakin nyata
karena seluruh dindingnya terbuat dari kaca, sehingga
pengunjung bisa menatap pemandangan taman, merasakan
kedamaian sambil menikmati makanan dan minumannya di
dalam cafe. Dan Saira sungguh merasa bangga karena dia
memiliki andil dalam keindahan cafe ini, seluruh tanaman yang
ada di cafe ini, baik di taman maupun bunga-bungaan
dekorasinya, semua berasal dari rumah kaca Saira.
14 Santhy Agatha Albert, sang pelayan setengah baya yang sudah sangat
dikenalnya tersenyum ketika melihatnya datang,
"Apa yang dilakukan pengantin baru di sini?" tanyanya
menggoda, membuat Saira merasa malu.
Dia mencoba menggelak dari pertanyaan Andre, "Aku
masih belum bisa melepaskan ketergantungan dari teh hijau di
siang hari." Gumamnya penuh canda, membuat Albert tergelak.
"Pesanan akan segera diantar." gumamnya mengedipkan
mata, lalu melangkah pergi.
Tak lama kemudian lelaki itu kembali, mengantarkan
secangkir teh hijau beraroma khas yang harum yang masih
panas.Saira sangat menyukai harum aroma teh hijau ini, apalagi
teh hijau dari Garden Cafe. Hampir setiap hari selama beberapa
tahun terakhir ini, Saira selalu mampir untuk makan siang dan
menikmati secangkir teh hijau.
"Hanya andalah satu-satunya yang memesan teh panas,
bahkan di saat suasana sedang panas." Albert melirik ke luar
yang sedang terik. Untunglah tanaman hijau melindungi
sekeliling area cafe ini, membuat udaranya tetap segar.
Saira tertawa, "Kata orang, teh hijau mempunyai
kemampuan menenangkan."
"Yah, menenangkan orang yang sedang banyak pikiran."
Albert tersenyum, "Yang pasti bukan untuk pengantin baru
sepertimu Saira." Lelaki itu setengah berbisik, "Tahukah kau
apa yang selalu kupikirkan kalau menyajikan teh hijau ini?"
"Apa?" Saira langsung tertarik. Percakapan dengan
Albert memang selalu menarik, lelaki itu seolah punya
segudang pengalaman dan pengetahuan yang kadang-kadang
bisa membuat Saira terpana,
"Rahasia." "Apa?" Saira mengernyit makin dalam mendengar
jawaban Albert, Albert tertawa lagi, "Rahasia. Setiap memikirkan teh
hijau aku selalu memikirkan tentang rahasia." Ditatapnya Saira
dengan serius, "Kau tahu ketika sajian teh hijau yang dipadau
Pembunuh Cahaya 15 dengan melati datang kepadamu, aromanya sangat khas dan
menakjubkan, membuatmu tergoda dan bahkan bisa
membayangkan rasanya, sebelum kau mencincipinya. Tetapi
kemudian ketika kau menyesapnya, kau pasti akan mengernyit,
merasakan pahitnya yang menerpa lidahmu. Setelah itu ketika
kau menyesapnya lagi dan lagi, barulah kau bisa menemukan
keindahan citarasanya yang berpadu. Teh hijau selalu penuh
rahasia, dia tidak seperti aroma yang ditampilkannya, bahkan
menyediakan kepahitan pada kontak pertama. Kau harus selalu
sedikit demi sedikit menyibak lapisan demi lapisan rasanya
hingga menemukan kenikmatan sejati di dalam minuman ini."
"Wow." Saira terpesona mendengar penjelasan Albert,
"Aku tidak pernah memandang teh hijau seperti itu
sebelumnya. Bagiku dia hanyalah minuman yang enak dan
membuatku ketagihan." Saira tergelak, "Luar biasa memang
pemikiranmu, Albert."
Albert terkekeh, "Kadang atasan saya bilang bahwa
pikiran saya terlalu rumit." Lelaki itu melirik ke belakang,
"Tetapi sekarang atasan saya sama sekali tidak pernah
memprotes cara berpikir saja, sejak dia menikah. Dia terlalu
sibuk berbahagia, menghabiskan waktu dengan istrinya. Semua
pengantin baru sepertinya tidak pernah tahan menjauhkan diri
satu sama lain." Albert mengedipkan sebelah matanya sebelum
melangkah mundur, "Silahkan nikmati teh hijaumu, Saira."
Sementara itu Saira tertegun mendengar kata-kata
Andre bahwa semua pengantin baru tidak pernah tahan
menjauhkan diri satu sama lain.
Diliriknya ponselnya yang masih sepi dalam keheningan.
Saira menghela napas panjang, tiba-tiba merasakan firasat
buruk yang menggayuti hatinya.
*** Pada akhirnya Saira tidak tahan untuk tidak
mengunjungi Andre, dia berdiri di rumahnya yang sekaligus
menjadi kantor mereka dengan ragu. Rumah Andre sendiri
persis menempel di sebelah rumah Saira, jadi lelaki itu sering
sekali bolak-balik antara kantor ke rumahnya, yang
ditinggalinya bersama ibunya dan dua adik perempuannya.
16 Santhy Agatha Hubungan Andre dan Saira sangat dekat, lebih dari
sahabat, menyerupai adik dan kakak. Keluarga Andre juga
sangat menyayanginya. Ketika ibunya meninggal, otomatis
keluarga Andre mengangkat dirinya menjadi anak angkat tidak
resmi. Ibu Andre selalu berharap lebih akan hubungan Saira
dengan Andre, maklum ia tidak tahu jati diri yang
disembunyikan Andre sebagai seorang gay. Berkali-kali dia
menyinggung betapa senangnya jika mempunyai menantu
seperti Saira. Tetapi kemudian ketika Saira merencanakan
pernikahannya dengan Leo, dia akhirnya menerima kenyataan
bahwa mereka memang tidak ditakdirkan melebihi sahabat.
Dan bahkan kemudian ibu Andrelah yang bersemangat
membantu persiapan pernikahan Saira, membuat Saira terharu
karena Ibu Andre bertindak seperti ibu kandungnya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" suara di belakangnya
membuat Saira berjingkat karena kaget.
Saira menoleh dan melihat Andre berdiri di
belakangnya, lelaki itu sepertinya tadi keluar untuk membeli
makanan, karena ada kantong plastik berlogo fast food di
tangannya. Saira melirik makanan yang dibawa Andre dan
mencibir. "Kau akan mati muda kena serangan jantung kalau tiap
hari mengkonsumsi fast food semacam itu." Gumamnya,
Andre tergelak lalu memutar bola matanya untuk
mengejek pendapat Saira. Dia melangkah mendahului Saira
memasuki bagian depan rumah Saira yang sudah dialih
fungsikan menjadi kantor mereka.
"Kenapa kau di sini"
Bukankah kau seharusnya menghabiskan hari yang indah bersama suamimu"'
Saira menjawab asal untuk mengihindari kecurigaan
Andre, "Leo ada urusan pekerjaan sebentar di kantornya, jadi
aku memutuskan untuk kemari dan menengok rumah kacaku."
"Bekerja di hari pertama setelah pernikahan?" Suara
Andre meninggi, "Sungguh keterlaluan." Lelaki itu menggelenggelengkan kepalanya
dengan dramatis. Pembunuh Cahaya 17 Mereka sudah memasuki area kantor, dan Andre
meletakkan kantong plastik yang dibawanya ke meja. Dia
menarik makanannya dan memakannya dengan nikmat,
diliriknya Saira yang memandang ngeri pada pesanan makanan
Andre. "Mau?" Andre menyodorkan makanannya, menggoda
Saira, tahu persis bahwa Saira adalah maniak makanan yang
sehat dan pasti akan menolaknya.
Dan seperti dugaannya, Saira menggelengkan kepalanya.
"Aku sedang bingung."
Andre menatapnya dan mengernyit, "Bingung kenapa?"
"Tentang Leo." Pipi Saira memerah, "Dia...semalam
sikapnya aneh.." Andre tertawa, "Kebanyakan pengantin baru memang
suka bersikap aneh, Saira....Mungkin nanti kau akan
menemukan banyak hal baru dari suamimu. Sesuatu yang tidak
pernah kau duga sebelumnya, tetapi memang itulah asyiknya
perkawinan." Saira mencibir, "Seperti kau sudah ahli dalam
perkawinan saja." Andre tertawa, melahap makanannya dengan nikmat.
"Aku memang belum pernah mengalami perkawinan, dan
mungkin tidak akan pernah." Wajahnya tampak sedih, tetapi
dengan cepat dia mengubah ekspresinya menjadi ceria, "Tetapi
aku banyak membaca dan mencari tahu, kau bisa datang
padaku kalau kau ada masalah dengan perkawinanmu."
Mereka tergelak bersama meskipun ada sedikit perasaan
trenyuh di benak Saira. Andre sama sekali tidak berpenampilan
seperti gay, dia tidak lembut atau bersikap seperti perempuan.
Tubuhnya gagah dan penampilannya jantan seperti lelaki
kebanyakan. Saira tidak bisa membayangkan bagaimana
tersiksanya Andre harus berpura-pura dan mengingkari jati
dirinya, apalagi mengingat bahwa ibu Andre sering sekali
mendesak anak lelaki satu-satunya itu untuk segera menikah.
Berbicara tentang ibu Andre, Saira teringat akan ibunya,
ibunya yang cantik dan begitu lembut. Yang selalu Saira kenang
18 Santhy Agatha dari ibunya adalah aroma wangi bunga yang menyelubunginya,
hasil dari seharian menghabiskan waktunya di rumah kaca. Ah
seandainya ibunya ada di sini, menghadiri pernikahannya, dia
pasti akan sangat bahagia. Tetapi Saira meyakini dalam hatinya
bahwa ibunya pasti berbahagia di atas sana, melihatnya pada
akhirnya menemukan lelaki yang menjaganya.
*** "Dari mana saja kau?" suara dingin Leo menyambut
Saira di ruang tamu, membuat Saira mengernyitkan keningnya.
Dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dengan
gugup, "Eh.. karena tidak ada pekerjaan, aku.. aku memutuskan
untuk ke rumah kaca."
"Ke rumah kaca?" Tatapan Leo menjadi tajam. "Menemui
Andre?" "Iya, dan juga menengok rumah kacaku, Andre
mempercayakan perawatannya kepada seseorang, jadi aku
mampir untuk mengevaluasi hasil...'
"Tidak bisakah kau melepaskan rumah kaca dan Andre
dari pikiranmu" Aku muak kalau kau selalu menyebutnyebutnya di rumah ini. Kalau
kau memang mau menjadi istri
yang baik, fokuslah pada rumah ini, pada keluarga ini, bukan
hanya melulu mengurusi rumah kaca itu!" dengan ketus Leo
melangkah meninggalkan Saira yang terperangah kaget di
ruang tamu. Saira merasakan hatinya mencelos seperti diremas,
matanya terasa panas, tetapi dia menahannya. Seumur
hidupnya, tidak pernah ada orang yang memarahinya dengan
seketus itu. Apakah Leo cemburu kepada Andre dan juga
kepada rumah kacanya"
Hati Saira meragu, tetapi... sepertinya dulu Leo sama
sekali tidak keberatan akan itu semua"
Pembunuh Cahaya 19 "Keadilan sangat berbeda dengan balas dendam. Keadilan
berarti keseimbangan, sedangkan balas dendam hanyalah
pemuasan diri manusia."
2 Saira melangkah mengikuti Leo memasuki kamar tidur
mereka, tiba-tiba merasa takut kepada suaminya. Leo benarbenar terasa asing,
seperti bukan dirinya. Dan Saira merasa
tidak nyaman dengan Leo yang sekarang menjadi suaminya ini.
"Kenapa engkau marah-marah kepadaku, Leo?" Saira
memberanikan diri bertanya, mencoba bersikap lembut kepada
suaminya. Bukankah dulu Leo berkata bahwa dia sangat
menyukai kelembutan Saira"
Tetapi Leo tetap bersikap dingin, sama sekali tidak
tersentuh dengan kelembutan Saira, ditatapnya Saira dengan
sinis, "Suami mana yang tidak marah ketika istrinya malahan
mengunjungi lelaki lain di hari pertama setelah mereka
menikah. Seolah tidak tahan untuk segera menghambur ke
pelukan lelaki itu?"
Wajah Saira memucat mendengar tuduhan Leo, tetapi
dia mencoba membela diri, " Kau yang meninggalkanku untuk
bekerja di hari pertama pernikahan kita, dan aku bingung tidak
tahu harus bagaimana. Lagipula aku ke sana bukan untuk
menemui Andre, aku ingin menengok rumah kacaku."
"Alasan." Leo menatap Saira dengan merendahkan, "Dari
awal aku sudah curiga ada sesuatu yang lebih di antara kalian.
Dan jangan mencoba melempar kesalahan dengan


Pembunuh Cahaya Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyalahkanku karena pergi bekerja. Aku berkerja kau pikir
untuk siapa" Untuk menghidupi istriku juga. Kau juga
menerima keuntungan dari rumah mewah, pakaian mahal, dan
makanan enak yang akan selalu disediakan untukmu. Jadi
kuharap kau menghargainya dan jangan menjadi perempuan
cengeng hanya karena aku pergi bekerja."
20 Santhy Agatha Kata-kata kasar Leo sekali lagi telah membuat hari Saira
terasa teriris. Dia sampai mundur satu langkah, menjauhi
suaminya, menatap Leo dengan wajah tidak percaya,
"Leo..?" suaranya bergetar, "Ada apa sebenarnya...?"
tanyanya lirih. Menahan perasaan.
Leo tampaknya tidak tersentuh melihat ekspresi Saira,
dia menatap dingin, "Tidak ada apa-apa. Hanya saja tiba-tiba
aku menyesali keputusan bodohku untuk menikahi seorang
perempuan kampung dari kelas rendahan yang tidak tahu
terimakasih dan malahan sibuk menjalin affair dengan lelaki
lain." Mata Leo tampak kejam menatapnya, "Dan kupikir aku
terlalu muak untuk tidur sekamar denganmu. Keluar dari
kamarku, dan tidurlah di salah satu kamar kosong di rumah ini.
Dimanapun itu, carilah yang paling jauh dari kamarku."
"Leo?" kali ini Saira tidak mampu menahan air matanya,
dia merasa sangat bingung.
Leo melangkah ke pintu, sebelum ke luar dia menoleh
dengan dingin, "Aku akan pergi keluar, dan aku harap ketika
aku pulang, kau cukup tahu diri untuk memindahkan seluruh
barangmu dari ruangan ini."
*** Saira tidak tahu harus berbuat apa, ini adalah hari
pertama pernikahannya. Dan Leo sudah memperlakukannya
dengan begitu kejam. Sebenarnya ada apa dengan leo" Apa salah Saira
sehingga Leo setega itu dan sekasar itu kepadanya" Benak Saira
berpikir keras, tetapi dia tidak menemukan pertanda apapun.
Bahkan setelah pesta pernikahan itu sebelum Saira masuk ke
kamar, Leo masih bersikap lembut kepadanya, memeluknya
mesra di dansa pengantin mereka sambil berbisik betapa
bahagianya dia ketika pada akhirnya bisa menikahi Saira.
Sambil mengusap air matanya, Saira mengemasi
pakaiannya. Dia sebenarnya tidak ingin melakukannya, diusir
seperti ini dari kamar suaminya dan direndahkan karena
disuruh mengemasi pakaiannya sendiri dan berpindah tempat.
Pembunuh Cahaya 21 Tetapi harga dirinya menuntutnya melakukannya, dia
tidak mau ketika Leo pulang nanti dan menemukan dirinya
masih ada di kamar ini, Leo akan semakin merendahkannya.
Apa yang harus dia lakukan" Nuraninya menjerit,
memintanya melarikan diri saja dan kabur dari rumah ini,
kembali ke lindungan rumah kacanya yang nyaman. Tetapi
Saira adalah perempuan dewasa, bukan remaja lagi yang bisa
kabur kalau menemukan permasalahan yang tidak sanggup
untuk dia hadapi. Saira harus bisa berbicara dengan Leo dan
meluruskan semuanya, mungkin saja Leo memang benar-benar
cemburu dan salah paham tentang hubungannya dengan
Andre" Saira akan menjelaskan bahwa Andre adalah gay dan
Leo tidak perlu mencemaskan hubungannya dengan Andre,
begitu ada kesempatan. *** Leo memasuki rumah mewah itu, yang terletak
dipinggiran kota yang tenang dan sepi. Sontak seorang pelayan
membukakan pintu untuknya dan membungkuk memberi
hormat, Leo menatapnya tenang,
"Bagaimana keadaannya?"
"Nona Leanna sangat baik kondisinya sekarang, tuan.
Beliau bahkan bisa meminum obatnya tanpa perlawanan
seperti biasanya." "Apakah dia mau makan?" Leo bertanya cemas, karena
dia tahu persis, Leanna sering menjerit-jerit mencarinya dan
tidak mau makan. Dia akan melemparkan makanannya ke
segala arah dan mengamuk, yang bisa menenangkannya
hanyalah Leo. Leanna kebanyakan hanya mau makan kalau
disuapi oleh Leo. Sang pelayan menganggukkan kepalanya dengan
bersemangat, "Nona sangat tenang hari ini, beliau meminum
obatnya dengan patuh dan kemudian mau memakan sup dan
nasinya ketika pelayan menyuapinya."
Bagus, dengan langkah tergesa Leo melangkah menaiki
tangga menuju lantai atas, ke ruangan yang terletak di ujung,
dengan pemandangan indah ke arah taman yang menghijau.
22 Santhy Agatha Leo membuka pintu dengan hati-hati, kamar itu temaram
seperti biasa. Suasana kesukaan Leanna, meskipun sebenarnya
tidak ada bedanya bagi Leanna, batin Leo dengan sedih.
Leana sedang duduk di atas kursi rodanya seperti
biasanya. Termenung menatap ke arah pemandangan balkon.
Suasana sudah menggelap, tetapi apakah Leanna merasakan
perbedaannya" Leo kadang-kadang bertanya-tanya ketika
dirinya selalu menemukan Leanna sedang duduk termenung
menghadap pemandangan di arah balkon, seolah-olah
perempuan itu sedang menikmati pemandangan. Padahal Leo
persis bahwa tidak ada pemandangan apapun yang bisa
dinikmati oleh Leanna dengan kedua matanya yang buta.
Dengan lembut Leo meremas pundak Leanna dan berdiri
di belakangnya. "Hai sayang, kata pelayan kau sangat baik hari ini, aku
bangga padamu." Seulas senyum tampak hadir di bibir Leanna ketika
merasakan kehadiran Leo. "Leo" Bisiknya lemah, jemarinya dengan lembut
meremas tangan Leo di pundaknya, "Kangen."
"Aku juga merindukanmu, Leanna, sangat, tapi kau tahu
terkadang aku harus pergi bukan" Untuk membuat hidup kita
semakin baik?" Dengan lembut Leo memutar dan berlutut di
depan kursi roda Leanna, "Aku senang kau bersikap baik hari
ini, tidak memecahkan apapun dan membuat pelayan
kerepotan, kau membuatku sangat bangga."
Ada secercah kebahagiaan di mata Leanna ketika
menunduk menatap Leo yang berlutut di bawahnya, "Aku
senang membuatmu bangga." Bisiknya lemah.
Leo menatap Leanna dengan penuh sayang dan
keharuan. Leanna adalah perempuan yang sangat cantik,
dulunya. Sekarang dia begitu rapuh dan kurus, tampak begitu
lemah hingga seolah kalau Leo salah memegangnya, Leanna
akan hancur berkeping-keping.
Pembunuh Cahaya 23 Seperti biasanya, Leo merebahkan kepalanya di
pangkuan Leanna, membiarkan perempuan itu mengusap
kepalanya, memberinya secercah kedamaian.
Leo memejamkan matanya. Saatnya makin dekat.... saat
yang dia tunggu-tunggu sudah menjelang...
*** Saira pindah ke kamar tamu yang berada di ujung
lorong, dengan malu, karena semua pelayan tampak kaget
dengan kepindahannya. Tetapi Saira menegarkan hati,
mengatakan bahwa ini adalah keputusannya sebagai nyonya
rumah yang tidak dapat diganggu gugat. Seumur hidupnya Saira
tidak pernah menjadi nyonya rumah, tetapi ternyata menjadi
istri Leo ada untungnya juga di rumah ini, karena semua
pelayan takut dan tunduk kepadanya tanpa berani
membantahnya. Kamar itu sama bagusnya dengan kamar-kamar yang
lain di rumah itu, dan Saira mengatur pakaiannya yang hanya
sedikit di dalam lemari yang sangat besar itu.
Setelah itu dia duduk dengan ragu, dan menunggu Leo
pulang. Dalam hati dia bertanya-tanya, apakah keputusanya
mengikuti perintah Leo tadi dengan pindah dari kamar utama
sudah benar" Ataukah ini hanya memperburuk keadaan"
Haruskah Saira bertahan saja di kamar itu dan memaksa
Leo menjelaskan semuanya kepadanya" Tetapi bagaimanapun
juga Saira tidak sanggup kalau harus menerima penghinaan dan
sikap kasar Leo kepadanya.
Mungkin ini adalah keputusan yang tepat, ketika mereka
berpisah kamar mungkin Leo bisa berpikir dengan lebih tenang
dan menyadari bahwa dia terlalu berlebihan dalam
kecemburuannya kepada Andre. Dan setelah Leo tenang, Saira
akan menjelaskan semuanya kepada Leo, kenyataan tentang
Andre dan bahwa Leo sebenarnya tidak perlu cemburu kepada
Andre. Tetapi ternyata penantian Saira sia-sia. Malam itu
ternyata Leo tidak pulang ke rumah.
*** 24 Santhy Agatha Saira bangun dengan mata bengkak dan sembab,
semalam setelah menunggu berjam-jam dan menyadari bahwa
Leo tidak pulang ke rumah. Saira menghabiskan waktu dengan
menangis dan meratapi diri, larut dalam kebingungan yang
menakutkan. Dia tidak tahu apa yang terjadi, dia tidak tahu
kenapa Leo memperlakukannya seperti ini.
Dan dia merasa sangat sendirian, benar-benar sendirian
di rumah ini. Sambil menghela napas, Saira melangkah ke
kamar mandi dan mencuci mukanya di wastafel, ketika
menatap ke arah kaca dia mengernyit menatap matanya yang
bengkak dengan lingkaran hitam di sekitar matanya.
Ini bukanlah penampilan seorang pengantin yang sedang
berada di masa bulan madunya. Tidak akan ada pengantin
berbahagia yang bangun tidur dengan kepala pening dan mata
sembab, tidak mengetahui keberadaan suaminya...
Saira merasa matanya kembali panas, ingin
menumpahkan air mata di sudut-sudutnya. Tetapi dia
kemudian menghela napas panjang, berusaha menenangkan
diri. Masalah tidak akan bisa diselesaikan hanya dengan
menangis. Saira harus mencari tahu kenapa Leo tiba-tiba berubah
menjadi orang yang tidak dikenalnya. Leo yang menjadi
suaminya bukanlah lelaki lembut yang begitu penuh kasih
sayang yang dicintainya.Dan Saira tidak mau diam saja, dia
tidak mau diperlakukan kasar tanpa tahu apa kesalahannya.
Setelah mandi dan berganti pakaian, Saira melangkah
keluar dan menuju ruang makan. Sarapan lengkap sudah
disiapkan di sana. Dan tiba-tiba perut Saira berbunyi ketika
mencium harumnya omelet dan nasi goreng yang tersedia di
sana. Tidak bisa dipungkiri, meski perasaannya berkecamuk,
tubuhnya berteriak mengirimkan alram yang mengatakan
bahwa dia lapar. Karena semalam, setelah Leo pergi, tidak ada
sama sekali nafsunya untuk makan.
Perutnya terasa perih dan melilit, dan meskipun Saira
tidak selera makan, dia mengambil piring dan mengisinya
Pembunuh Cahaya 25 dengan sedikit omelet dan sayuran untuk mengganjal perutnya.
Saira tidak boleh jatuh sakit hanya karena dia kelaparan. Entah
kenapa dia merasa bahwa dirinya harus tetap kuat dan
bertahan. Karena yang lebih buruk mungkin akan datang.
Leo pulang beberapa saat kemudian, ketika Saira sudah
berhasil menyelesaikan makannya yang dipaksakan dilakukannya meski dia tidak berselera. Suara khas mobil Leo
yang memasuki halaman rumah yang luas itu membuat Saira
menegang. Dia meletakkan sendoknya dan duduk menanti
dengan cemas di meja makan.
Langkah-langkah Leo tampak tergesa menaiki tangga.
Saira mendengarnya dengan waspada sampai kemudian
mendengar suara lelaki itu membanting pintu kamarnya, lalu
kemudian menarik napas lega.
Tak lama kemudian ketika tidak ada tanda-tanda Leo
akan keluar dari kamarnya, Saira melangkah menuju ruang
tengah, duduk di sudut sofa cokelat muda yang nyaman dan
merenung. Kenapa dia jadi takut menghadapi pertemuannya
dengan Leo" Apakah karena penghinaan Leo begitu menggores
hatinya sehingga membuatnya trauma bahkan hanya untuk
berbicara dengan lelaki itu"
Tetapi perempuan mana yang tidak trauma ketika
dilamar dengan penuh cinta, dinikahi dengan keyakinan bahwa
dia telah menemukan belahan jiwanya yang akan menyayangi
dan menjaganya, hanya untuk kemudian menemukan suaminya
telah berubah seperti pria lain yang begitu kasar, menghinanya
dan bersikap sangat jahat kepadanya"
Sebuah gerakan dipintu mengalihkan perhatian Saira
dan membuatnya terkesiap. Leo berdiri di sana, dengan wajah
dingin dan tak terbacanya, menatap Saira dengan tajam.
Rambutnya basah karena lelaki itu sepertinya habis mandi. Ini
hari Minggu jadi sepertinya Leo tidak akan pergi ke kantornya.
Jantung Saira berdegup kencang, Apakah ini saatnya
mereka berbicara dan meluruskan semua salah paham atau
26 Santhy Agatha entah apapun itu yang seolah membuat Leo sangat marah dan
membencinya" Ekspresi Leo tidak tetap tidak terbaca ketika dia
melangkah memasuki ruang baca dan bersedekap menatap
Saira, "Kau pindah dari kamar."
Saira mendongakkan dagunya, berusaha tampak tegar di
bawah tatapan Leo yang tajam, "Ya. Sesuai permintaanmu."
Batin Saira melanjutkan bahwa permintaan Leo, dilakukan
dengan merendahkan dan menghina Saira. Tetapi tentu saja dia
tidak mengeluarkannya dalam kata-kata, dia tidak mau
memperkeruh keadaan. "Bagus," Suara Leo sangat dingin hingga Saira terkesiap
dan menatap terkejut ke arah Leo. Dia tidak menyangka bahwa
jawaban seperti itu yang keluar dari bibir suaminya.
"Kenapa kau bersikap seperti ini kepadaku, Leo?" Saira
mengernyit menatap suaminya, mencoba mencari kelembutan
dan kasih sayang di sana, yang biasanya terpancar ketika
suaminya itu menatapnya. Tetapi tidak ada apapun di ekspresi
Leo yang datar dan dingin, yang ada malahan seulas sinar
kejam di sudut matanya,

Pembunuh Cahaya Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Karena aku kecewa kepadamu." Leo menyipitkan
matanya. "Karena setelah menikahimu aku baru sadar bahwa
aku tidak pernah mencintaimu."
Kata-kata Leo bagaikan petir yang menyambar hati
Saira, langsung menghanguskannya tanpa ampun. Tetapi Saira
bukanlah perempuan yang lemah, dia tegar. Kalau memang hal
ini adalah kenyataan, dia akan menerimanya. Leo bisa saja
menghancurkan hatinya dan membuatnya menangis di kamar
karena hatinya hancur. Tetapi di depan Leo, Saira akan
berjuang supaya bisa tegar, tidak akan dibiarkannya dirinya
tampak lemah di depan Leo.
"Kalau begitu kau bisa membatalkan pernikahan kita.
Kau belum menyentuhku dan kita baru dua hari menikah. Aku
rasa kita bisa mengajukannya ke pengadilan." Jawab Saira
tenang. Pembunuh Cahaya 27 Kali ini giliran Leo yang menyipitkan matanya, dia
menatap Saira dengan pandangan menyelidik,
"Kenapa kau bisa semudah itu mengatakan tentang
perpisahan?" kata-katanya tajam menusuk, setajam ucapannya,
"Apakah kau memang tidak mencintaiku dan hanya mengincar
hartaku. Jadi kau merasa senang ketika aku mengajukan
perceraian?" Leo mendekat dengan mengancam, membuat
Saira otomatis memundurkan langkahnya, "Apakah kau sudah
merencanakan ini bersama Andre kekasihmu" Kau pikir kau
bisa membodohiku?" "Andre bukan kekasihku." Saira menegaskan nada
suaranya, berusaha terdengar tegar meskipun bergetar, "Dan
kenapa kau memutarbalikkan fakta Leo" Bukankah kau yang
mengatakan menyesal menikahiku dan tidak menginginkan
pernikahan lagi?" Lama Leo terpaku, menatap Saira dengan tatapan
terpaku, "Perempuan cerdik." Gumamnya kemudian, "Kau pikir
aku akan menceraikanmu semudah itu" Kalau aku
membatalkan pernikahan ini, aku harus memberikan
kompensasi kepadamu. Kalau aku menceraikanmu, kau akan
mendapat bagian yang tak sedikit dari hartaku kepadamu,
semua hal itu menguntungkanmu, dan aku tidak akan
membiarkannya," Mata Leo menyipit, "Tidak akan ada
perceraian." Desisnya, "Tidak sampai aku bisa membuktikan
perselingkuhanmu sehingga kau bisa kuceraikan tanpa
membawa apapun yang bukan hakmu."
Lalu seperti yang sebelumnya, Leo membalikkan
badannya dan meninggalkan Saira sendirian.
*** Saira sudah tidak tahan lagi, air matanya sudah tumpah
tak karuan di kamar luas yang sepi itu. Sementara setelah
pertengkaran tadi, Leo pergi lagi entah kemana. Sepertinya
lelaki itu sengaja pulang hanya untuk menyakitinya.
Sejak tadi Saira sudah menahan diri untuk tidak
menghubungi Andre, dia tidak mau sahabatnya itu cemas.
Selain itu jauh di dalam dirinya, Saira masih berharap kalau
28 Santhy Agatha semua ini hanyalah mimpi, kalau sebenarnya semuanya baikbaik saja, kalau dia
tinggal membuka matanya dan kemudian
mendapati Leonya yang dulu sudah kembali.
Ada apa dengan Leo" Itulah pertanyaan yang selalu
terngiang-ngiang di benak Saira. Kebingungan yang
menyakitkan, membuat air matanya tumpah karena dirinya
merasa disalahkan atas sesuatu yang tidak pernah dia perbuat.
Ada yang lebih besar dari kecemburuan Leo kepada
Andre, hanya sesuatu yang besarlah yang bisa menyebabkan
sinar kebencian yang tiba-tiba menyeruak begitu besar di mata
Leo. Apapun itu Saira harus tahu, karena dia tidak tahan
berdiam diri di sini, penuh air mata dan tak tahu harus berbuat
apa. Saat ini hanya satu orang yang bisa membantunya,
sahabatnya yang paling mengerti dirinya di atas segalanya.
Saira mengambil resiko menyulut kemarahan Leo yang lebih
besar dengan menghubungi Andre, tetapi bagaimanapun juga
Leo toh sudah marah besar tanpa alasan kepadanya. Jadi tidak
ada gunanya Saira sibuk memikirkan menjaga perasaan Leo
sementara lelaki itu tidak mempedulikannya.
Dipencetnya nama Andre di ponselnya, dengan penuh
tekad, lalu Saira menunggu. Pada deringan ke tiga Andre
mengangkat teleponnya, "Saira?" suara Andre yang lembut terdengar di seberang.
Saira menghela napas panjang, menahan rasa tercekat
yang dalam ketika tangisnya mulai menyeruak lagi,
"Andre..." Pembunuh Cahaya 29 "Dendam yang terpelihara pada akhirnya akan
menggerogotimu pelan, sampai kau tidak bisa membedakan
mana yang benar dan mana yang salah."
3 "Apa?" Andre hampir berteriak di seberang sana ketika
mendengar seluruh cerita Saira yang diucapkan sambil
menahan tangisnya. "Apa yang ada di otak Leo?"
Saira menghela napas panjang, "Aku hanya tidak tahu
kenapa dia bersikap seperti itu, Andre. Dia sungguh berubah,
tidak seperti yang kita kenal. Dia... aku hampir yakin kalau dia..
membenciku." "Membencimu?" Andre mendesah pelan, Saira hampir
bisa membayangkan lelaki itu menggeleng-gelengkan
kepalanya di seberang sana, "Aku sungguh tidak bisa
membayangkan kalau dia membencimu Saira, sikap lembutnya,
kebaikannya, tatapan penuh cintanya kepadamu waktu itu,
semuanya tampak tulus." Suara Andre berubah prihatin, "Kau
tidak apa-apa Saira" Perlukah aku menjemputmu?"
"Jangan Andre." Saira berseru cepat, "Pada awalnya
kupikir kalau Leo cemburu kepadamu, kepada kita."
"Itu konyol.... kau seharusnya memberitahunya kalau
aku..." "Yah, dia memang belum tahu Andre... dan hari itu ketika
aku mengunjungimu setelah pernikahan, dia ada di rumah
ketika aku pulang dan menungguku. Dia tampak marah besar,
mengata-ngataiku sebagai perempuan yang tidak menghormatinya karena langsung mengunjungi kekasihnya
setelah pernikahan. Dia mengira kita sepasang kekasih."
"Apakah kau tidak menjelaskan semuanya kepadanya?"
"Aku tidak punya kesempatan." Saira mendesah pedih,
"Dia tidak memberiku kesempatan."
Hening lama, seolah Andre sedang berpikir keras.
30 Santhy Agatha "Leo sungguh keterlaluan." Andre menggeram, tampak
marah, "Dia memperlakukanmu seperti ini, sama seperti dia
sedang menghinaku. Kau sudah kuanggap seperti adikku
sendiri, Saira, keluargaku. Kalau Leo bersikap keterlaluan
kepadamu, dia harus menghadapiku."
*** Leo membanting tubuhnya di sofa kantornya. Dia tidak
tahu harus kemana. Dia tidak bisa berada di rumah dan
memancing terus menerus konfrontasi dengan Saira, yang
membuatnya lelah. Dia juga tidak bisa datang ke rumah tempat
Leanna dirawat, melihat kondisi Leanna yang seperti itu makin
lama makin membuat luka di dalam hatinya yang sudah parah
semakin menganga. Satu-satunya tempat yang bisa membuatnya nyaman
dan sendirian adalah kantornya di hari Minggu. Satpam
perusahaannya tampak bingung melihat kedatangan bosnya
tiba-tiba di hari Minggu, tetapi Leo memasang tampang datar
dan tidak peduli. Benaknya berkelana tanpa arah, memikirkan tercapainya tujuannya. Semua rencananya sudah mengarah ke
arah yang diinginkannya. Pernikahannya dengan Saira semakin
mempermudah rencananya. Leo pada akhirnya berhasil menikahi Saira dan
menjalankan rencana balas dendamnya. Pada akhirnya dia akan
menahan Saira dalam pernikahan ini dan terus menerus
menyakitinya tanpa Saira sadari. Tetapi... semua keberhasilan
ini tidak membawa kepuasan kepada dirinya. Entah mengapa.
Apakah karena batinnya sendiri menyadari bahwa dia telah
membalas dendam kepada orang yang tidak tahu apa-apa"
Tidak! Leo menggelengkan kepalanya dengan keras.
Saira pantas menerima pembalasan ini. Dia sedikit banyak telah
berkontribusi dalam penderitaan yang dialami Leanna....
kesakitan yang dialami Leanna.... Belum lagi kepedihan yang
ditanggung oleh keluarganya selama ini. Semuanya sangat
sepadan dengan pembalasan dendam ini.
Pembunuh Cahaya 31 Leo mendesah dan berdiri dengan gelisah, menatap dari
jendela kaca di ruang kerjanya ke arah langit yang gelap dan
mendung. Saira. Perempuan itu, dengan keluguannya telah dengan
mudahnya jatuh ke dalam cengkeraman Leo. Sebenarnya Leo
bisa saja menghancurkan hidupnya tanpa harus menikahinya.
Tetapi entah kenapa di saat terakhir Leo memutuskan bahwa
dengan menikahi Saira, dia akan lebih mudah mengikat
perempuan itu. Dan lebih leluasa membalaskan dendamnya.
Hal itu juga mencegah Saira kabur meninggalkannya sebelum
pembalasan dendamnya usai.
Dia teringat kepada Andre yang tampak begitu dekat
dengan Saira, dan mencibir. Perempuan itu bahkan dengan
mudahnya melompat meninggalkan Andre dan menghambur ke
pelukannya, benar-benar watak perempuan gampangan,
seperti yang dibayangkannya selama ini. Tetapi bagaimanapun
juga hubungan Andre dengan Saira yang begitu dekat, bahkan
setelah Saira menikah dengannya terasa begitu mengganggu.
Ingatannya akan Saira yang langsung mengunjungi Andre
dihari pertama pernikahan mereka membuatnya marah dan
terhina. Dia mengernyit, Saira pasti akan langsung menghambur
kepada Andre karena sikap Leo. Tiba-tiba dia sadar. Diraihnya
kunci mobilnya dan bergegas keluar.
*** Pada akhirnya Saira tidak tahan harus terus berdiam diri
di rumah Leo yang begitu besar dan lengang, apalagi sama
sekali tidak ada tanda-tanda bahwa Leo akan pulang hari ini.
Dia akhirnya memutuskan untuk mengambil resiko, karena dia
sangat butuh melepaskan semua permasalahannya di rumah
kaca. Dari dulu, Saira sudah terbiasa, kabur dan merenung di
rumah kaca, ketika pikirannya kalut.
Kadangkala Saira menghabiskan waktunya dengan
merawat tanaman-tanamannya, mencurahkan kasih sayangnya
dan mengalihkan perhatiannya.
32 Santhy Agatha Sebelum menuju ke rumah kaca, Saira mampir ke
Garden Cafe, dan menghela napas sedikit senang dengan aroma
khas yang menenangkannya dari cafe ini. Cafe ini penuh dengan
aroma rempah yang nikmat, bercampur harumnya kue yang
baru keluar dari panggangan. Suasananya damai, seperti di
rumah. Saira melangkah menuju sebuah sudut yang nyaman, di
dekat rumpun bunga anggrek putih dengan bercak keunguan
yang indah, hasil dari rumah kacanya. Suasana cafe tampak
ramai dengan para pelayan yang lalu lalang melayanipengunjung, mungkin ini karena tepat saat jam makan
siang. Albert sendiri yang mendatanginya, lelaki itu tampaknya
sudah melihatnya dari jauh dan kemudian menembus
kesibukan cafe untuk menghampirinya,
"Pengantin baru ada di sini lagi." Albert tertawa, "Apa
yang kau lakukan di sini, Saira?"
Saira tersenyum kecut, berusaha tampak ceria, "Aku
membutuhkan teh hijau untuk menambah semangatku."
"Segera datang." Albert mengedipkan sebelah matanya,
"Apakah kau ingin teman minum teh" Ada pastry apel dan keju
yang baru keluar dari oven."
Saira menganggukkan kepalanya, "Aku mau." Gumamnya. Lalu duduk merenung dan menunggu.
Apa yang harus dilakukannya untuk menghadapi
perkawinannya" Apa yang harus dilakukannya kepada Leo"
Bagaimana mungkin cinta yang begitu lembut dan pekat bisa
berubah begitu cepat menjadi kebencian yang menyayat"
Saira begitu penuh dengan pertanyaan yang ingin
dilemparkannya kepada Leo. Tetapi jangankan untuk bertanya,
untuk berbicarapun sepertinya lelaki itu sama sekali tidak
memberinya kesempatan. Sebenarnya apa yang diinginkan Leo dari pernikahan ini"
Teh hijaunya kemudian datang, disajikan dalam cangkir
mungil berwarna putih yang masih mengepul dan beraroma teh
Pembunuh Cahaya 33 yang khas dan harum. Bersamaan dengan itu, sepiring pastry
yang masih panas yang menggiurkan disajikan bersama.
Saira meneguk tehnya, dan menikmati rasanya. Begitu
pahit tanpa gula, tetapi ketika indra penciumannya bekerja,
aromanya yang nikmat memberikan rasa tersendiri ke indra
pencecapnya. Sehingga kepahitan itu berubah menjadi rasa
yang khas yang selalu dirindukan oleh lidahnya.
Saira teringat akan filosofi Albert tentang teh hijau,
dandia tersenyum. Teh hijau mengingatkan Andre akan rahasia,
rahasia sebuah rasa yang harus menunggu saat yang tepat,


Pembunuh Cahaya Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyibak lapisan demi lapisan untuk menemukan apa
sebenarnya yang tersembunyi di baliknya.
Ponselnya berbunyi tiba-tiba membuat Saira tersentak
dari lamunannya, diangkatnya ponsel itu ketika tahu bahwa
Andre yang menelepon, "Halo Andre." "Katamu kau akan segera datang kemari, dan aku cemas
karena kau belum tiba juga."
"Aku mampir di Garden Cafe untuk makan siang." Jawab
Saira sambil tersenyum miring.
"Teh hijau lagi?" Andre tergelak, "Aku tidak pernah tahu
tentang obsesimu meminum teh hijau di saat makan siang
entah panas atau hujan. Menurutku minum soda yang paling
enak." "Soda tidak baik untuk kesehatan." Saira mengernyit,
membuat tawa Andre semakin keras.
"Oke Saira, lekaslah datang, dan aku ingin kau
menceritakan semuanya secara langsung."
*** Andre sudah menunggu. Meskipun tampak santai, lelaki
itu tegang dan kelihatan sekali sangat mencemaskan Saira,
"Bagaimana keadaanmu?" Andre menarikkan kursi bagi
Saira untuk duduk, sesuatu yang tidak pernah dilakukannya
sebelumnya. 34 Santhy Agatha "Aku baik-baik saja." Saira berusaha tersenyum tegar,
"Tetapi perasaanku tidak." Lanjutnya serak.
Andre menatap Saira dan mengernyitkan keningnya,
"Kau baru dua hari menikah dan Leo sudah bersikap seperti ini.
Kalau begini aku jadi menanyakan motivasinya menikahimu."
Andre menatap Saira hati-hati, "Apakah mungkin dia sedang
berusaha menjebakmu dalam pernikahan ini Saira?"
"Menjebakku?" Saira menatap Andre dengan bingung,
"Tetapi kenapa" Demi alasan apa?"
"Aku tidak tahu." Andre mengangkat bahunya, "Semula
aku sempat curiga dengan sikap Leo yang mendekatimu dengan
begitu intens dan cepat, bahkan kemudian melamarmu padahal
hubungan kalian baru semumur jagung." Lelaki itu duduk di
kursi depan Saira dan menghela napas panjang, "Tetapi aku
melihat betapa kau mencintainya, dan aku berpikir bahwa kau
sudah menemukan belahan jiwamu."
Hati Saira terasa sakit mendengar kata-kata Andre, itu
sama seperti yang dikatakan Leo kepadanya dulu sebelum
menikahinya. Bahwa Saira adalah belahan jiwanya, bahwa Leo
tidak perlu berlama-lama lagi menunggu untuk menikahinya
karena dia tahu pasti dia sudah menemukan belahan jiwanya,
Tetapi tentunya seseorang tidak akan bersikap kasar
dan penuh kebencian kepada belahan jiwanya bukan"
"Aku akan mencari tahu Saira. Aku tidak rela kau
diperlakukan begini tanpa tahu alasannya."
Saira menghela napas panjang, "Tetapi jangan
berkonfrontasi dengan Leo, Andre, dia... dia sepertinya
menuduh kita menjalin affair di belakangnya."
"Itu konyol." Andre menghela marah, "Kalau dia tahu
yang sebenarnya dia akan malu karena pernah menuduhmu."
Saira memalingkan muka, menahan tangisnya yang
hampir tak terbendung, "Aku mencintainya, Andre... sangat
mencintai Leo, tidak pernah aku merasakan perasaan ini
sebelumnya kepada lelaki manapun... tapi...aku..." Suara Saira
serak, dia menelan ludah dengan susah payah, menahan sesak
Pembunuh Cahaya 35 di dadanya, sebutir air mata bergulir dari matanya, tanpa dapat
dia tahankan, Andre menatap Saira yang menangis, lalu mendekatinya,
dan berdiri di sebelah Saira, lalu memeluk Saira yang masih
duduk di kursi, tampak begitu rapuh dan lelah dengan
kesakitannya. "Oh sayangku.. kasihan sekali dirimu, sayang." Andre
memeluk Saira, dan Saira menumpahkan segala tangisannya di
sana, di pelukan lelaki yang sudah dikenalnya sejak kecil, yang
sudah dianggapnya sebagai saudara kandungnya sendiri.
*** "Oh. Jadi inilah yang selalu kalian lakukan kalau
berduaan." Suara dingin itu membuat Saira terlonjak kaget dan
langsung melepaskan dirinya dari pelukan Andre. Dia menoleh
ke pintu masuk dan memucat ketika melihat Leo berdiri di
sana, tampak luar biasa marah.
"Leo?" "Aku muak melihat bukti ketidaksetiaanmu ini Saira."
Leo menggeram marah, "Ayo pulang."
Dengan kasar Leo merenggut lengan Saira, menariknya
berdiri dari duduknya. Andre langsung meradang, dia merenggut sebelah
lengan Saira yang bebas dan menahannya,
"Kau tidak boleh memperlakukan Saira seperti itu."
Andre menarik Saira dari cengkeraman Leo dan
menyembunyikannya di belakangnya. "Ada apa denganmu
Leo?" Leo menatap Andre dengan tatapan tajam dan jijik, "Ada
apa" Kau pikir aku harus diam saja melihat affair yang kalian
lakukan terang-terangan untuk menghinaku?" tatapan tajam
Leo beralih kepada Saira, yang tampak ketakutan dan pucat
pasi, bersembunyi di belakang punggung Andre, "Pulang Saira.
Kalau tidak kau akan menyesal karena aku akan
36 Santhy Agatha menghancurkan kekasihmu ini berikut semua bisnis dan juga
rumah kacamu." Ancaman itu mengena. Karena Leo adalah seseorang
yang berpengaruh terhadap klien-klien besar rumah kaca Saira,
dan lelaki itu sangat berkuasa. Dari tatapan matanya yang
menyala, Saira tahu bahwa Leo akan berbuat apapun untuk
mewujudkan ancamannya. Saira gemetar, takut menghadapi kemarahan Leo, tetapi
dia harus memberanikan diri. Mungkin dengan begini dia bisa
menemukan jawaban atas sikap Leo yang sangat kejam ini.
Setelah menghela napas panjang untuk menenangkan
diri, Saira melangkah keluar dari lindungan Andre dan maju
mendekati Leo, "Aku akan pulang." Gumamnya pelan.
"Saira!" Andre berteriak dengan serak, "Jangan!"
Saira menoleh, menatap Andre dengan lembut, meski
matanya berkaca-kaca, "Aku akan baik-baik saja."
Dan kemudian Leo merenggut lengannya dengan kasar,
setengah menyeretnya keluar dari rumah itu.
*** Perjalanan itu ditempuh dalam suasana yang hening dan
mengerikan. Leo terdiam dan beberapa kali terlihat
menggertakkan gerahamnya, menahan marah. Sementara itu
Saira begitu tegang menantikan luapan kemarahan Leo.
Baru beberapa hari mereka menikah dan Saira sudah
begitu takut menghadapi kemarahan Leo. Oh, Leo tidak
memukulnya, sama sekali tidak ada yang mengarah kepada
kekerasan ketika Leo marah, satu-satunya tindakan kasar yang
dilakukan Leo adalah menarik dan mencengkeramnya tadi,
yang membuat pergelangan tangannya sakit. Saira entah
kenapa yakin Leo tidak akan memukulnya atau melakukan
kemarahan fisik kepadanya. Tetapi yang ditakutkan Saira
adalah serangan verbal Leo. Bagaimanapun juga Saira
mencintai Leo, dan kata-kata kasar Leo kepadanya mempunyai
efek yang berpuluh-puluh kali lebih menyakitkan.
Pembunuh Cahaya 37 Dia menoleh ke arah Leo yang sedang menyetir dan
bertanya dengan takut-takut,
"Kenapa kau begitu membenciku Leo" Andre bilang kau
sebenarnya tidak mencintaiku dan sedang berusaha
menjebakku ke dalam pernikahan, entah karena apa."
Leo melirik sinis ke arah Saira, lalu berucap tak kalah
sinis. "Hebat sekali kekasihmu itu memberikan analisa tentang
diriku." Saira menghela napas panjang mendengar tuduhan Leo,
"Sudah kubilang Andre bukan kekasihku, tidak akan pernah dan
tidak akan bisa, dia seorang gay."
Kalimat itu membuat Leo mengerem mobilnya secara
refleks karena kaget. Dia tertegun, lalu kemudian menjalankan
mobilnya seperti semula dan bergumam ketus,
"Alasan yang sangat bagus, Saira. Tapi aku tidak
percaya." "Kau bisa menanyakan sendiri kepada Andre, dia
mengatakan kepadaku bahwa dia gay dan dia merahasiakannya
sudah sejak lama." Leo menatap Saira dengan tajam, "Kalian mungkin saja
sudah berkomplot untuk membodohiku, mengira bahwa aku
tidak akan curiga ketika tahu bahwa Andre gay. Tetapi maaf
saja Saira, aku tidak sebodoh itu sehingga begitu mudahnya kau
tipu." "Kenapa kau jadi seperti ini Leo?" Air mata mulai
mengalir di sudut mata Saira, duduk di sini dan melihat
suaminya tampak begitu membencinya benar-benar menyakiti
hatinya. Leo mengetatkan gerahamnya, tidak berkata-kata lagi,
dan mengabaikan ucapan Saira. Membiarkan perempuan itu
terisak-isak selama perjalanan mereka pulang.
Dan ketika itu juga, di benak Saira muncul suatu
keputusan bulat. Buat apa mempertahankan perkawinan yang
sepertinya sudah hancur sebelum dimulai ini"
*** 38 Santhy Agatha Ketika Leo memarkir mobil di depan, dia langsung
keluar dan memutari mobilnya, lalu membuka pintu
penumpang di sebelah supir, sebelum Saira sempat keluar.
Sekali lagi dia mencekal lengan Saira dan memaksanya
keluar, "Ayo." Gumamnya marah.
Saira berusaha melepaskan diri dari pegangan Leo,
tetapi cekalan tangan lelaki itu begitu kuatnya,
"Sakit Leo!" Saira berteriak ketika Leo menyeret
lengannya menaiki tangga, tetapi Leo tampaknya sudah
mengeraskan hatinya sehingga tidak mempedulikan kesakitan
Saira. Mereka menuju kamar Saira, bukan kamar utama, Leo
membuka pintu kamar itu dan mendorong Saira masuk, lalu
menutup pintu di belakangnya dan menguncinya.
Tiba-tiba perasaan terancam menyelubungi benak Saira,
dia menatap suaminya yang berdiri dengan marah di dekat
pintu dan merasa takut, takut akan tekad kuat yang menyalanyala di mata
suaminya. "Apa yang akan kau lakukan?"
Leo membuka jasnya dan melemparnya begitu saja, lalu
melonggarkan dasinya. "Menurutmu apa?"
Saira langsung mundur beberapa langkah menjauhi Leo,
apakah lelaki ini akan melakukan apa yang ditakutkannya"
Mungkinkah Leo sekejam itu"
"Kumohon jangan." Saira bergumam, ketika menyadari
bahwa Leo benar-benar akan melakukannya.
Leo tersenyum sinis, "Aku tahu di kepalamu penuh
dengan pemikiran licik, berputar mencari jalan untuk bercerai.
Tetapi aku sudah bilang, aku tidak akan membiarkanmu
melenggang bebas dengan bahagia." Leo maju selangkah
membuat Saira langsung mundur selangkah ketakutan, "Kau
istriku, dan aku suamimu, sepertinya aku harus membuatmu
menyadari posisimu."
Pembunuh Cahaya 39 "Jangan Leo." Saira bergumam lagi, berusaha
menyadarkan lelaki itu yang entah kenapa tampak begitu
marah dan tidak bisa menahan diri.
Tetapi Leo tidak mempedulikannya, dia merenggut
Saira, dan mendorongnya ke ranjang, ketika Saira mundur dan
hendak bangkit dari ranjang, Leo mencengkeramnya dan
menindihnya. Saira berteriak sekuat tenaga, berusaha menyingkirkan
Leo, tetapi tubuh lelaki itu terlalu berat, terlalu kuat, dan apalah
dayanya, seorang perempuan lemah dibawah kuasa lelaki yang
sedang penuh kemarahan"
Pada akhirnya pertahanan Saira berubah menjadi air
mata, air mata sakit hati dan penderitaan. Ketika suaminya
akhirnya merenggut kesuciannya dengan kasar dan tanpa
perasaan, tidak mempedulikan kesakitan dan tangisan
permohonannya. Ini adalah malam pertama yang sama sekali tidak pernah
diimpikan oleh Saira. Penuh pemaksaan, dirinya direndahkan
bagaikan seorang pelacur, dan penuh rasa sakit, luar dalam.
Dan ketika lelaki itu selesai melampiaskan
kemarahannya, lalu berdiri dengan tergesa memakai
pakaiannya kembali, dan melangkah pergi meninggalkan Saira
yang terbaring dengan kondisi yang sangat mengenaskan,
dengan pakaian setengah robek dan acak-acakan, dan penuh air
mata, hati Saira hancur seketika.
Ingatannya melayang kepada ibunya yang penuh kasih
dan selalu mendoakan kebahagiaannya suatu saat nanti,
mendoakan agar Saira menemukan suami yang penuh kasih
dan bisa menjaganya. Saira menggingit bibirnya, tersengal atas tangis yang
pekat. "Ibu.... aku diperkosa...." rintihan itu diselingi tangis, dan
Saira memanggil nama ibunya, merindukan pelukan ibunya dan
elusannya yang menenangkan, dan begitu kesakitan ketika
menyadari kenyataan bahwa dia sendirian dan sebatang kara.
40 Santhy Agatha "Dendam dan rahasia biasanya bersahabat. Orang yang
menyimpan dendam, pasti menyimpan rahasia kelam, jauh di
dalam hatinya." 4 Leo bermimpi malam itu, mimpi yang sama yang selalu
menghantuinya lagi dan lagi, menyakitinya. Dia bermimpi
berteriak untuk mencegah, tetapi semuanya sudah terlambat,
dia berteriak-teriak menghampiri Leanna yang terkapar penuh
darah... darah itu begitu banyak memenuhi tangannya,
bersumber dari kepala Leanna.


Pembunuh Cahaya Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan ketika kemudian darah itu semakin banyak dan
banyak, Leo menyadari bahwa dia sudah tidak punya harapan
lagi, bahwa dia sudah kehilangan semuanya. Akhir mimpinya
selalu sama, dipenuhi dengan kesedihan dan kehampaan yang
menyakitkan. Dengan panik Leo tergeragap, terenggut paksa dari
mimpinya yang lelap. Tubuhnya berkeringat dan napasnya
tersengal. Mimpi itu yang selalu menghantui malam-malamnya dan
menyiksanya, seandainya waktu itu dia sadar akan sikap aneh
Leanna, seandainya dia bisa menebak dan memberikan sedikit
perhatian kepada Leanna untuk mengetahui apa yang
berkecamuk di benaknya. Seandainya saja....
Leo mendesah keras, manusia memang hanya bisa
berandai-andai ketika sudah dipenuhi penyesalan mendalam.
Seperti malam kemarin. Jantung Leo berdenyut. Dia
telah merenggut istrinya dengan kasar. Masih teringat jelas
jeritan dan permohonan Saira yang penuh air mata memohon
kepadanya agar tersadar, tangisan Saira sejenak membuatnya
ragu. Tetapi kemudian dia membayangkan Leanna, Leanna
yang menderita, buta dan lumpuh, kehilangan kemampuan
otaknya sehingga mengganggu mentalnya. Leanna yang
Pembunuh Cahaya 41 menanggung semua kepedihan sampai tak kuat lagi, dan semua
itu gara-gara Saira. Dan Leopun pada akhirnya bertindak kejam,
memperlakukan Saira dengan kejam, untuk memuaskan
dendamnya, untuk membuat Saira merasakan apa yang
dirasakan oleh Leanna. Pembalasan dendamnya harus setimpal, sakitnya harus
sama. Ini adalah dendam Leanna, dendamnya juga, dan masih
akan ada banyak lagi kesakitan yang akan ditimpakan Leo
kepada Saira. Saira harus menerimanya. Tetapi.... kenapa rasa sakit ini semakin lama semakin
menekan perasaannya" Membuatnya sesak dan tidak mampu
menahan rasa. *** Saira menangis semalaman dengan tubuh sakit dan
perih, sampai akhirnya dia tertidur. Ketika bangun, dengan
tertatih dia melangkah ke kamar mandi. Tubuhnya sakit,
seluruh tubuhnya terasa sakit akibat pemaksaan yang
dilakukan oleh Leo kepadanya.
Dia langsung ke kamar mandi dan mencuci tubuhnya
dengan bersih, menggosok kulitnya di pancuran kamar mandi
sampai terasa sakit. Seolah semua itu bisa menghilangkan sisa
penghinaan dan sikap merendahkan yang dilakukan Leo
kepadanya. Air matanya sudah terkuras habis, bahkan Saira
sudah tidak mampu menangis lagi.
Cukup sudah! Dia sungguh yakin bahwa memang Leo
tidak mencintainya dan tidak pernah mencintainya, entah
karena apa lelaki itu menikahinya, yang pasti bukan karena
cinta. Saira memakai pakaiannya dan kemudian mulai
merapikan pakaiannya di lemari dan memasukkannya ke dalam
tas. Perkawinan ini sejak awal memang diperuntukkan untuk
membuat Saira menderita. Air matanya menetes, semua yang
dilakukan Leo kepadanya, kelembutan itu, kasih sayang dan
tatapan mata penuh cinta itu, semuanya adalah kebohongan.
42 Santhy Agatha Hati Saira terasa sakit, dia tidak mampu lagi menahan
kebencian Leo yang tanpa alasan. Dia harus pergi dari rumah
ini, segera. "Mau kemana?" Pintu kamarnya terbuka tanpa
peringatan, membuat Saira terperanjat kaget dan menyesal
kenapa dia tidak terpikir untuk menguncinya.
Leo berdiri di sana, lelaki itu sudah mandi dan bercukur,
memakai jas kerjanya siap untuk berangkat kerja.
Saira menatap Leo, dan merasakan masih ada sebersit
cinta yang berdenyut di benaknya untuk lelaki itu. Lelaki yang
semalam telah melakukan hal yang intim kepadanya...dengan
pemaksaan dan sikap kejam. Dengan tegar Saira memalingkan
wajah dan memfokuskan diri untuk merapikan pakaiannya.
"Aku akan pergi dari rumah ini."
Hening. Lalu Leo mengeluarkan kata-kata mengancam,
"Apakah kau tidak mendengar kata-kataku kemarin
Saira" Bahwa aku akan mengejarmu, dan menghancurkanmu"
Bukan hanya dirimu tetapi juga Andre, dan seluruh keluarga
Andre kalau perlu." Keluarga Andre, ibunya dan adik-adik Andre semuanya
bagaikan keluarga Saira sendiri. Ketika ibunya meninggal dan
Saira ditinggalkan sebatang kara, yang mengurusinya adalah
ibu Andre, perempuan itu tak segan-segan mengajak Saira
menginap di rumahnya ketika dia sedang berada dalam masa
berduka. Rumah mereka memang hanya dibatasi pagar tembok
pendek sehingga mereka bisa saling berkunjung dengan cepat,
dan ketika Saira pada akhirnya memutuskan tinggal di rumah
peninggalan ibunya sendirian, Ibu Andre selalu menengok dan
mengiriminya makanan, dan menjaganya ketika Saira sakit
layaknya ibunya sendiri. Begitupun dengan dua adik
perempuan Andre yang keduanya masih duduk di bangku
sekolah, SMU dan SMP, keduanya juga sangat menyayangi Saira
dan menganggapnya sebagai kakak mereka sendiri.
Saira tidak akan tahan kalau Leo melakukan kekejaman
kepada keluarga Andre, sama seperti yang dilakukan Leo
kepadanya. Pembunuh Cahaya 43 "Apa yang akan kau lakukan kepada Andre dan
keluarganya?" Saira berucap pelan, berusaha tampak kuat di
depan Leo. Dia harus kuat, kalau tidak lelaki itu akan semakin
merendahkan dan menyakitinya.
"Apapun. Aku bisa menghancurkan bisnismu, aku bisa
menghancurkan kelurga Andre semauku. Aku tahu kalau Andre
memiliki seorang ibu yang sudah tua dan dua adik perempuan
yang masih kecil." Senyuman Leo tampak kejam, "Bayangkan
apa yang terjadi kepada ibu Andre kalau tiba-tiba kedua anak
perempuannya diculik dan diperkosa oleh orang tak dikenal
sepulang sekolahnya.' Saira terkesiap hingga berdiri dari duduknya,
memandang Leo dengan kaget dan tak percaya.
"Kau.. kau tega melakukannya?" tanyanya kaget.
Leo berdiri di sana dan menatap Saira tanpa ekspresi,
"Bukanlah aku berkata kepadamu bahwa aku akan melakukan
ancamanku sepenuh hati" Hati-hati Saira, aku tidak pernah
main-main. Jadi sebaiknya kau memikirkan ulang kalau mau
pergi dari rumah ini, karena orang-orang yang menolongmu,
orang-orang terdekatmu, mereka akan menerima akibatnya."
"Kenapa kau memaksaku bertahan di rumah ini
sedangkan kau begitu membenciku?" Saira menatap Leo, penuh
dengan rasa sakit. Sementara itu Leo membalas tatapan Saira, lalu entah
kenapa mengernyitkan dahinya dan tiba-tiba membalikkan
badannya dan melangkah pergi,
"Karena hukumanmu belum selesai, Saira. Kau baru
boleh pergi kalau kau sudah menerima semua hukumanmu."
Ketika Leo pergi, Saira tertegun dengan rasa bingung
yang menderanya. Hukuman" Apa maksud Leo dengan
hukuman" Dan kenapa dia harus dihukum"
Saira menatap pakaian yang sudah diaturnya di tas
dengan ragu. Kalau dia pergi, keselamatan Andre dan
keluarganya yang menjadi taruhannya. Saira tidak mau orangorang terluka tanpa
dirinya. Leo yang sekarang tampak begitu
44 Santhy Agatha jahat dan menakutkan. Mungkin memang Saira harus
mengorbankan dirinya *** "Kau harus meninggalkan Leo." Pagi itu Andre
meneleponnya, semalam lelaki itu meneleponnya berkali-kali,
tetapi Saira terlalu sibuk menangis kesakitan dan tidak mampu
mengangkatnya. Sekarang Saira sudah menenangkan diri, bertekad untuk
menghadapi semuanya. Inilah resiko yang harus dia ambil, dia
menikahi Leo atas keputusannya sendiri, karena dia tertipu
oleh sikap manis dan cinta palsu Leo. Sekarang Saira terjebak
dalam kebencian Leo yang entah karena apa. Dan dia tidak mau
melibatkan siapapun dan melukai orang-orang yang
disayanginya. "Aku bisa menghadapinya, Andre."
"Tetapi sikapnya kasar sekali kemarin, menarik
lenganmu seperti itu." Andre tampak geram, "Aku tidak akan
pernah sekasar itu kepada perempuan manapun."
Saira menghela napas panjang. Matanya berkaca-kaca,
tiba-tiba dia rindu kehidupan damainya yang dulu, ketika dia
bisa menikmati hari yang tenang dibalik warna hijau dan
keindahan bunga-bunga dirumah kacanya. Sekarang bahkan
untuk mengunjungi rumah kacanya sendiripun Saira tidak
berani, "Aku akan mencoba mencari penjelasan dari semua ini,
Andre... semua ini pasti ada alasannya. Leo tidak mau
menjelaskan kepadaku, tetapi aku akan menemukan cara."
"Jadi kau tidak mau keluar dari rumah itu?"
Saira tersenyum lemah, "Perkawinan ini kuambil dengan
keputusanku sendiri, tanpa pemaksaan. Aku sudah dewasa dan
aku akan menanggung resiko atas keputusanku." Dan aku juga
tidak mau Leo melukaimu dan keluargamu.
Andre terdiam di seberang sana, tampak memikirkan
kata-kata Saira, tetapi kemudian lelaki itu mendesah,
Pembunuh Cahaya 45 "Kalau keadaan sudah tidak tertahankan lagi, berjanjilah
untuk meminta bantuanku."
"Ya, Andre." "Hati-hati ya, dan hubungi aku terus."
"Baik Andre." Saira memejamkan mata ketika mengakhiri percakapannya dengan Andre. Sekarang dia benar-benar
sendirian dalam menghadapi semuanya.
*** Yang dilakukan oleh Saira pertama kali adalah mencari
informasi. Dia memasuki ruang kerja Leo diam-diam, yang
untungnya tidak dikunci. Para pelayan mungkin tidak akan
mencurigainya, toh dia kan istri Leo jadi dia berhak berada di
mana saja di rumah ini. Saira sudah memperkirakan bahwa dia bebas
menjelajahi rumah ini sampai sore. Berdasarkan kebiasaan, dia
tahu bahwa Leo baru akan pulang malam nanti. Jadi Saira
punya waktu panjang untuk mencari informasi.
Sejenak Saira berdiri ragu sambil menatap ke sekeliling
ruang kerja Leo yang besar dan luas, yang didominasi oleh
perabot kayu yang maskulin. Ada rak besar di sudut ruangan
berisi buku-buku, dan ada meja besar ditengah ruangan,
dengan lemari kaca di belakangnya. Saira bingung harus mulai
dari mana. Tetapi kemudian dia melangkah menuju meja besar
itu dan memeriksa laci-lacinya, biasanya orang menyimpan halhal pribadi dan
rahasia di laci mejanya. Saira hanya berharap
bahwa laci itu tidak dikunci.
Pelan Saira mencoba membuka laci pertama meja kerja
Leo, tetapi terkunci. Dengan kecewa dia mencoba membuka laci
yang lain, tetapi semuanya terkunci. Dia mendesah dan
menghela napas kesal. Duduk di atas kursi besar milik Leo.
Berusaha untuk tidak menyerah dan mencoba membuka lacilaci yang lain. Tetapi
percuma karena semuanya terkunci.
Dahinya mengerut, pantas saja pintu ruang kerjanya
tidak terkunci. Leo rupanya sudah memastikan semua
46 Santhy Agatha berkasnya entah apapun itu, aman terkunci di laci ruang
kerjanya. Mata Saira memandang sekeliling, selain laci mejanya
sepertinya tidak ada yang bisa diharapkannya, ruang kerja Leo
tampak steril. Bahkan meja kerjanya yang besar dan dilapisi
kaca hitam ini bersih tanpa ada selembar kertaspun di atasnya.
Hanya ada kotak berisi alat tulis seperti pena, penggaris, dan
beberapa pensil di sana. Saira memikirkan tentang kertas, dan terpaku ketika
melihat ujung kecil kertas berwarna putih yang terselip tak
kentara di laci nomor tiga meja. Dia berusaha menariknya,
meskipun agak kesulitan. Gerakannya malahan membuat kertas
itu sedikit masuk ke dalam.
Saira mengambil penggaris yang ada di atasmeja dan
berusaha mengorek-korek kertas itu. Semakin lama usahanya
semakin membuahkan hasil, kertas itu bisa ditariknya keluar.
Ternyata itu bukan kertas biasa. Dia tebal dan kaku, itu
adalah sebuah foto. Saira membalik kertas itu dan di depannya,
tampaklah foto Leo. Foto Leo sedang tertawa dan memeluk
seorang perempuan yang sangat cantik, sepertinya mereka
sebaya. Dan mereka berdua tampak seperti pasangan yang
sangat bahagia. *** Leo memasuki rumah mewah di pinggiran kota tempat
Leanna dirawat, dia terbiasa mampir ketika dalam perjalanan
pulang dari kantornya, Tidak seperti biasanya, Leanna sedang duduk di
halaman belakang dan menatap taman bunga mereka malam
itu. Perawatnya menyelimuti pangkuannya dengan selimut
tebal dan memakaikan jaket rajutan yang hangat kepadanya.
"Hai Leanna, aku datang."
Mata Leanna tampak kosong, perempuan itu tidak
seperti biasanya, dia tidak bereaksi atas kedatangan Leo.
Pembunuh Cahaya 47 "Leanna?" Leo mendekat, berlutut di depan kursi roda
Leanna, "Kenapa, sayang?"
Tiba-tiba air mata mengalir dari pipi perempuan itu.
Semakin deras dan semakin deras.
"Leo..." Leanna berbisik lirih, "Leo...." tangisnya semakin
keras dan dia terisak-isak.
Leo mengernyit pedih dan menggenggam tangan Leanna


Pembunuh Cahaya Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

erat-erat, "Sayang... jangan ingat-ingat lagi, jangan kau ingat
lagi..." Tetapi rupanya Leanna sedang mengingat. Psikiaternya
mengatakan bahwa akan ada fase di mana Leanna akan
mengingat semua kenangan buruknya. Akan ada fase lain
dimana Leanna seolah-olah 'kosong' tanpa ekspresi dan tanpa
emosi. Dan akan ada fase dimana seluruh emosi Leanna
tertumpah dan dia mengamuk, berteriak-teriak tidak jelas.
Fase yang paling menyedihkan adalah ketika Leanna
mengingat kenangan buruk yang penuh darah itu, menyakiti
dirinya sendiri. Leanna menangis menutup mukanya dengan kedua
tangannya, sampai tubuhnya berguncang-guncang. Leo tidak
tahan melihatnya, dia memeluk Leanna dan membiarkan
perempuan itu menangis di dadanya. Tangis Leanna selalu
membuatnya merasakan kesakitan yang amat sangat, seolah
jantungnya dicabut paksa dan rongga dadanya dipaksa kosong.
Tangisan Leanna telah menghancurkannya sedikit demi
sedikit, menumbuhkan dendam yang tak bertepi, mendorong
Leo sampai di batas nuraninya dan berbuat kejam kepada Saira.
Leo memejamkan matanya dan kenangan itu membanjirinya,
kenangan akan masa lalu menyakitkan yang selalu
menghantuinya. *** 48 Santhy Agatha "Cinta seorang anak yang tidak berbalas, biasanya
lebih menghancurkan dari cinta kekasih yang tak berbalas."
5 Ingatan Leo melayang kepada kenangannya di masa lalu.
Hampir tujuh tahun yang lalu, ketika itu usianya baru dua puluh
lima tahun, begitu juga dengan Leanna.
Leanna adalah adik kembarnya, mereka bukan kembar
identik, karena itulah mereka berbeda jenis kelamin, dan tidak
begitu mirip. Tetapi mereka sama-sama menerima anugerah
dari kelebihan fisik kedua orang tua mereka. Leo sangat
tampan, dan Leanna begitu cantiknya.
Leo tentu saja sangat menyayangi adiknya, adiknya
adalah satu-satunya di keluarganya yang sangat dia sayangi.
Sedangkan kedua orang tuanya... bisa dikatakan bahwa
hubungan kedua orangtuanya sudah hancur sejak lama, mereka
mempertahankan pernikahan hanya demi status di depan
orang-orang. Ibunya sangat sibuk dengan berbagai macam urusannya
sebagai istri seorang pejabat kaya. Ayahnya apalagi, lelaki itu
memang selalu pulang ke rumah setiap hari, tetapi hampir tidak
pernah dekat dengan istri dan anak-anaknya, seperti ada
pembatas yang menghalangi cintanya kepada anak-anaknya.
Leo seorang lelaki dan dia tegar, dia sudah terbiasa
menghadapi sikap ayahnya yang dingin dan kaku. Sejak kecil
dia tidak pernah menerima kasih sayang ayahnya sedikitpun.
Pernah Leo di waktu kecil ketika usianya baru tujuh tahun,
berlari gembira, menghampiri ayahnya yang sedang bercakapcakap dengan rekan
sesama pejabatnya, ingin menunjukkan
bahwa nilai rapornya bagus, ingin membanggakan diri kepada
ayahnya. Tetapi yang terjadi kemudian sungguh menyakitkan bagi
anak sekecil dirinya. Ayahnya mengusirnya pergi dengan kasar
Pembunuh Cahaya 49 mengatakan bahwa Leo mengganggunya. Sejak saat itu Leo
kecil menyadari bahwa tidak ada sedikitpun cinta dari ayahnya
kepadanya. Sejak saat itu juga, Leo memutuskan tidak akan
mengemis cinta dari ayahnya.
Tetapi Leanna berbeda, perempuan itu sangat memuja
ayahnya. Sejak kecil dia selalu berusaha menarik perhatian
ayahnya meskipun tanpa hasil. Sang ayah tidak pernah peduli
kepadanya, seberapa keraspun Leanna mencoba. Cinta seorang
anak yang tidak berbalas ternyata menyakitkan bagi Leanna.
Dia kemudian menggunakan cara lain untuk menarik perhatian
dan kasih sayang ayahnya. Leanna melarikan diri ke dalam
pergaulan yang merusak, penuh dengan kebebasan dan obatobatan terlarang. Dari
usaha coba-cobanya untuk mencari
perhatian, Leanna pada akhirnya terjerumus, dia tidak bisa
melepaskan diri dari obat-obatan. Sampai puncaknya Leanna
hamil dan bahkan tidak bisa menyebutkan siapa nama ayah
dari anak yang dikandungnya.
Dan bahkan setelah Leanna seperti itupun, sang ayah
hanya mengangkat sebelah alis. Dia memberi setumpuk beban
kepada Leanna agar menggugurkan kandungannya, menghina
Leanna yang tidak bisa menjaga diri, lalu sibuk kembali dengan
kesibukan bisnis dan jabatannya.
Lain dengan Leo, dia marah luar biasa kepada Leanna,
dia berteriak kepada Leanna malam itu bahwa usaha Leanna,
apapun itu, untuk mencari perhatian sang ayah tidak akan
membuahkan hasil. Ayahnya tidak mencintai mereka. Bahkan
kalau mereka matipun, mungkin ayahnya tidak akan peduli.
Kata-kata Leo bagai bumerang, tanpa sadar
kemarahannya karena emosi dan sedih melihat keadaan
adiknya ditelan mentah-mentah oleh Leanna. Leanna sudah
putus asa, hancur dan lelah. Dia kemudian berpikir bahwa satusatunya cara agar
sang ayah memperhatikan mereka adalah
dengan kematian. Malam itu juga, Leanna terjun dari balkon kamarnya,
menghempaskan diri ke bawah, dalam kondisi hamil.
Leo masih ingat malam itu, ketika dia sedang berjalan ke
depan, kemudian tubuh Leanna jatuh di hadapannya. Ayahnya
50 Santhy Agatha sedang di kantor seperti biasa, dan ibunya sedang liburan ke
luar negeri. Tubuh Leanna jatuh di hadapannya, terbanting begitu
saja dan berlumuran darah. Darah yang sangat banyak.
Leo berlari, berteriak-teriak begitupun dengan semua
pelayan, meskipun semuanya sudah terlambat. Leana sudah
sekarat di sana. Untunglah ambulance datang dengan cepat, mereka bisa
menyelamatkan Leanna, tetapi tidak dengan bayinya, Leanna
keguguran dan kehilangan anaknya. Dan benturan keras di
kepalanya itu merusak otaknya, membuatnya kehilangan
pengelihatannya dan juga membuat kakinya lumpuh
selamanya. Leanna yang ceria, penuh senyum dan manja kepadanya
telah tiada. Berganti dengan sosok tubuh adiknya yang kosong
dan hampa, yang kadang mengamuk tanpa arah, dan kemudian
menangis histeris tanpa diduga.
Leo telah kehilangan adiknya, adik perempuan yang
sangat disayanginya.Mereka telah bersama-sama dalam rahim
ibunya dan kemudian dilahirkan bersusulan untuk kemudian
saling bergantung satu sama lain dengan penuh kasih sayang.
Semua itu dihancurkan oleh sikap ayahnya, yang tidak
mempedulikan Leanna. Leanna mencintai dan memuja
ayahnya, haus akan kasih sayangnya. Tetapi dia tidak bisa
mendapatkannya. Dan yang lebih menghancurkan bagi Leo, sang ayah
bahkan tidak menunjukkan ekspresi dan rasa bersalah atas
peristiwa yang menimpa Leanna. Bahkan tidak ada simpati
sedikitpun, padahal Leanna adalah darah dagingnya, anaknya
sendiri. Lalu suatu malam, ketika Leo membereskan barangbarang Leanna, dia menemukan
sebuah kotak yang disembunyikan di laci paling ujung miliknya.
Leo membukanya dan tertegun. Itu foto-foto seorang
perempuan, perempuan muda yang cantik, yang tidak
Pembunuh Cahaya 51 dikenalnya. Dan juga beberapa berkas tentang perempuan itu,
alamat, dan keterangan sekolah perempuan itu.
Leo menelusuri jejak itu diam-diam, mencari tahu
keberadaan perempuan di foto itu, dia kemudian menemukan
bahwa Leanna telah menyewa seorang penyelidik untuk
memberinya foto-foto itu, Leo menemui penyelidik sewaan itu,
meminta keterangan. Penyelidik itu kemudian menceritakan
semua kepadanya. "Penyelidikan yang saya lakukan mengungkapkan
segalanya, ayah anda mempunyai seorang kekasih di masa
kuliahnya. Seorang perempuan bernama Sarah. Tetapi karena
Sarah berasal dari keluarga miskin, kedua orangtua ayah anda,
kakek dan nenek anda, memisahkan mereka. Ayah anda
kemudian menikah dengan mama anda, seorang perempuan
dari keluarga kaya yang sederajat." Penyelidik itu melemparkan
tatapan penuh spekulasi mencoba membaca reaksi Leo, tetapi
wajah Leo tetap tanpa ekspresi, "Tetapi rupanya entah kenapa
beberapa tahun setelah anda dan Nona Leanna lahir, ayah anda
bertemu lagi dengan Sarah, mereka berdua sempat menjalin
hubungan lagi begitu lama."
Karena itulah ayahnya sama sekali tidak memberikan
perhatian kepada mereka di masa mereka kecil. Leo langsung
mengambil kesimpulan, rupanya ayahnya terlalu sibuk
mengurusi kekasihnya. "Tetapi kemudian Sarah mengandung, dan dia
meninggalkan ayah anda." Lanjut sang penyelidik, "Sarah
mengatakan bahwa ayah anda sudah berkeluarga dan memiliki
anak dan meminta ayah anda kembali kepada keluarganya. Dan
kemudian saya tidak tahu perinciannya, yang pasti Sarah
kemudian menikahi seorang lelaki sederhana dan
membesarkan anaknya bersama lelaki itu. Sepertinya Sarah
bisa memulai lembaran hidup baru yang tenang dan bahagia."
Penyelidik itu lalu mengeluarkan beberapa berkas dan
meletakkan di mejanya, di sana ada beberapa foto anak
perempuan yang sama, yang disimpan di kotak di lemari
Leanna, "Tetapi tidak demikian dengan ayah anda, beliau tidak
bisa lepas dari masa lalu, beliau selalu mengawasi anak
52 Santhy Agatha perempuan ini, yang dia yakini adalah anak kandungnya.
Hampir seluruh perhatian ayah anda tercurah kepada anak ini,
namanya Saira. Dan yang membuat ayah anda yakin bahwa itu
adalah anak kandungnya karena nama Saira merupakan
gabungan dari nama Sarah dan nama ayah anda. Sepertinya
ayah anda menyewa seseorang seperti saya untuk selalu
memberikan laporan tentang Nona Saira kepadanya."
Penyelidik itu lalu memajukan tubuhnya, "Suatu hari ayah anda
sepertinya ceroboh, meletakkan berkas-berkas tentang Saira di
mejanya. Dan Nona Leanna menemukannya, lalu penasaran."
"Dan kemudian Leanna menyewamu?"
"Ya. Nona Leanna menyewa saya untuk mencari tahu
siapa perempuan di foto ini. Saya melakukan penyelidikan
sesuai tugas saya dan kemudian memaparkan seluruhnya
kepada Nona Leanna."
"Kapan itu terjadi?"
"Hmm..." penyelidik itu mengingat-ingat, "Sepertinya
hampir tiga tahun yang lalu, mungkin di bulan Maret."
Dibulan itulah Leanna mulai melarikan diri dengan
memakai obat-obatan terlarang, dia tampak begitu tersiksa dan
pedih. Leo akhirnya bisa menemukan akar permasalahannya,
pasti sangat menyakitkan ketika mengetahui bahwa sang ayah
yang sangat dipujanya, yang sangat dirindukan kasih
sayangnya, ternyata mencurahkan cinta dankasih sayangnya
kepada anak perempuan lain.
"Apakah menurutmu anak perempuan bernama Saira ini
adalah adikku?" Leo langsung mempertanyakan kenyataan itu,
berarti mereka memiliki adik bukan" Hasil dari hubungan
ayahnya dengan Sarah"
"Bukan." Sang pengacara menggelengkan kepalanya
dengan tegas. "Bukan?" Leo mengernyit, "Bukankah kau bilang anak itu
hasil hubungan ayahku dengan Sarah, dan kau bilang dia anak
kandung dari ayahku" Jadi sudah pasti kami bersaudara,
bukan?" Pembunuh Cahaya 53 "Bukan." Penyelidik itu mengulangi lagi ucapannya, lalu
menghela napas panjang, "Penyelidikan saya menemukan
sesuatu yang jauh lebih rahasia. Ketika menelusuri hubungan
ayah anda dengan Sarah, saya menemukan bahwa jauh
bertahun-tahun lalu, ayah anda pernah melakukan tes DNA di
rumah sakit, dan ternyata tidak cocok."
"Jadi Saira ini bukan anak kandung ayahku?" Leo
mendengus mulai kesal, jadi ayahnya telah mencurahkan
cintanya kepada anak yang bukan anak kandungnya sampaisampai mengabaikan anak
kandungnya sendiri" Penyelidik itu menggeleng lagi, membuat Leo semakin
bingung, kemudian berkata.
"Tes DNA yang dilakukan ayah anda, bukan untuk
mendeteksi DNA Saira dibandingkan dengan DNA ayah anda.
Tes itu untuk membandingkan DNA anda berdua, anda dan
Nona Leanna dengan darah ayah anda.... hasil tes DNA itu sudah
diulang sampai tiga kali, dan hasilnya tidak cocok." Penyelidik
itu menatapnya dengan prihatin, "Anda dan Nona Leanna entah
bagaimana, bukanlah anak kandung ayah anda."
Leo membeku meskipun seluruh dirinya bagaikan
tersambar petir. Mereka bukan anak kandung ayahnya"
Bagaimana bisa" Apakah mamanya berselingkuh dengan lelaki
lain" Tetapi hasil penyelidikan itu memberikan jawaban
kepada Leo, kenapa ayahnya tampak tidak peduli kepada
mereka, kenapa ayahnya tidak punya cinta sedikitpun kepada
mereka. Ternyata karena ini, karena mereka bukan anak
kandung ayahnya, dan karena mereka entah kenapa mungkin
seperti perlambang pengkhianatan bagi ayahnya, pengkhianatan isterinya yang tidak dicintainya.
Kalau begitu tentu saja wajar bagi ayahnya kalau dia
mencurahkan seluruh perhatiannya bagi Saira, anak
perempuan itu, darah dagingnya, anak kandungnya dari
perempuan yang Leo yakin sangat dicintainya.
"Apakah kau juga mengatakan ini kepada Leanna?"
54 Santhy Agatha Penyelidik itu menatap Leo dengan penuh penyesalan,
"Tentu saja. Sekali lagi, saya hanya melakukan apa yang sudah
menjadi tugas saya."
***

Pembunuh Cahaya Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pantas saja Leanna hancur lebur karenanya, dia sudah
kehilangan harapan untuk mendapatkan cinta ayahnya dengan
kenyataan itu. Pasti sangat menyakitkan bagi Leanna melihat
dan mengetahui bahwa ayahnya begitu memperhatikan Saira
dengan kasih sayang yang tidak pernah diberikannya kepada
Leanna. Bahkan sampai Leanna terjun dalam usahanya bunuh
diri untuk kemudian merusak dirinya sendiripun, ayahnya
tetap tidak peduli. Leo mengernyitkan keningnya dengan sedih. Oh Astaga,
kasihan Leanna, dia menyimpan semua itu sendiri, tidak
membaginya dengan Leo. Dan Leo terlalu sibuk dengan dirinya
sendiri untuk memperhatikan perubahan sikap Leanna.
Padahal seharusnya dia tahu, dari sikap Leanna yang murung
dan depresi, dari tubuhnya yang semakin kurus, dari
semuanya.... seharusnya Leo tahu.
Leo merasa malu kepada dirinya sendiri, dia
mengatakan bahwa dia mencintai adiknya. Tetapi dia bahkan
tidak punya waktu untuk memperhatikan kesedihan adiknya.
Malam itu setelah menerima semua informasi itu, Leo
berlutut di depan kursi roda adiknya, yang sekarang tatapan
matanya kosong dan tanpa ekspresi. Hati Leo hancur ketika
melihat kondisi adiknya ketika akhirnya diperbolehkan pulang
dari rumah sakit, buta, lumpuh dengan kondisi mental yang
terganggu. Dan sekarang hati Leo bahkan lebih hancur lagi
ketika menerima semua informasi itu, membayangkan
kesedihan yang dipendam Leanna selama ini. Hingga akhirnya
kepedihan itu mencapai batasnya dan sudah terlambat bagi Leo
untuk menyelamatkan Leanna.
Malam itulah Leo menangis sambil merebahkan
kepalanya di pangkuan adiknya, meminta maaf dan bersumpah
Pembunuh Cahaya 55 akan melakukan apapun untuk menebus kegagalannya sebagai
seorang kakak. Semua ini sedikit banyak adalah kesalahannya, tanggung
jawabnya. Leo lalu memutuskan untuk tidak mempedulikan
ayahnya lagi, tidak mempedulikan semua hal yang
berhubungan dengan Saira ataupun perempuan bernama
Sarah itu. Dia memfokuskan dirinya untuk merawat Leanna. Saat
itu bisnis yang dibangun oleh Leo semakin maju dan
berkembang pesat. Leo membeli sebuah rumah di pinggiran
kota, dan meninggalkan rumah kedua orangtuanya, lalu tinggal
bersama Leanna di sana. Sampai kemudian suatu malam, lebih enam bulan yang
lalu Leo dan perawat Leanna lengah. Leanna tengah mengamuk
dan kemudian menangis menjerit-jerit, memecahkan kaca
jendela, dan kemudian tanpa di sangka mengambil kaca itu dan
menggoreskannya ke nadinya.
Semua berlangsung begitu cepat, mimpi buruk Leo
seakan terulang kembali. Darah ada di mana-mana, membasahi
tangan dan pakaiannya ketika dia menangis, memanggilmanggil Leanna agar tetap
sadar dan bertahan, dan menunggu
ambulance datang. Pada akhirnya Leana kembali berhasil diselamatkan. Leo
masih ingat sesaat sebelum kehilangan kesadarannya, Leanna
memanggil-manggil ayahnya, dengan penuh kesedihan.
Leo lalu berdiri di tepi ranjang rumah sakit dan menatap
Leanna yang terbaring, lemah, dan rapuh, dengan perban tebal
membalut pergelangan tangannya.
Hati Leo mencelos melihat keadaan adiknya. Kemudian
dengan menegarkan hati, dia memutuskan untuk membuang
harga dirinya, dan menemui ayahnya, mengemis perhatian
ayahnya agar mau sekali saja menemui Leanna. Setidaknya
menggenggam tangannya dan memberikan secercah kasih
sayang yang sangat didambakan oleh Leanna.
Yang didapatkannya kemudian hanyalah sikap dingin
dan tidak peduli. Bahkan ayahnya menghina bahwa Leanna
56 Santhy Agatha tidak akan menyadari perbedaan apakah ayahnya atau orang
lain yang memegang tangannya.
Dengan sakit hati, Leo pergi dari rumah itu, lalu tanpa
sengaja dia menemukan ayahnya datang ke rumah sakit. Bukan
untuk mengunjungi Leanna, tetapi untuk mendatangi seorang
perempuan yang dirawat di rumah sakit yang sama.
Leo mengawasi ketika ayahnya mengintip secara
sembunyi-sembunyi perempuan yang dirawat itu, tetapi tidak
berani menjenguknya secara langsung. Ketika kemudian
ayahnya pulang, Leo mengintip dan melihat Saira di sana,
sedang menunggui perempuan setengah baya yang tampak
lemah, terbaring di atas ranjang rumah sakit itu.
Seketika itu juga hati Leo dibakar oleh panasnya amarah.
Ayahnya menolak datang ke rumah sakit untuk menengok
Leanna dan malahan datang hanya untuk mengintip secara
sembunyi-sembunyi Sarah dan anak perempuannya.
Sehari kemudian, Sarah, ibu dari Saira meninggal dunia.
Leo mengawasi dengan diam-diam rumah Sarah, dan seperti
dugaannya, menemukan ayahnya juga ada di sana, mengawasi
diam-diam. Di pemakaman yang sederhana itu, dari mobil
sewaannya agar tidak dikenali ayahnya, Leo melihat ayahnya
menyamar sebagai pelayat. Dan dibalik kaca mata hitamnya,
ayahnya menangis... penuh air mata kesedihan yang tidak bisa
ditahannya. Rasanya bagaikan sembilu menusuk jantungnya,
perihnya tidak terkira. Ketika Leanna meregang nyawa, bunuh
diri untuk meminta perhatian ayahnya, tidak ada air mata yang
tertumpah dari ayahnya. Mereka memang bukan anak kandung
ayahnya, tetapi mereka, terutama Leanna hanyalah seorang
anak yang tidak tahu apa-apa, mengharapkan kasih sayang dari
ayahnya. Dan yang didapat hanya kepahitan.
Leo mengawasi Saira, dan kemudian rencana itu
tersusun di kepalanya, rencana untuk membalas dendam bagi
dirinya dan bagi Leanna. Rencananya berjalan mulus, ketika
seminggu setelah kematian Sarah, ayahnya meninggal karena
Pembunuh Cahaya 57 kecelakaan, kata polisi, ayahnya menyetir sambil mabuk. Lelaki
itu bahkan tidak sempat mendekati Saira dan mengungkapkan
bahwa dirinya adalah ayah kandung Saira
Leo memakamkan ayahnya dengan hati dingin, tidak ada
kesedihan ataupun air mata untuk ayahnya. Lelaki yang begitu
kejam kepadanya dan adiknya tidak pantas untuk menerima
itu. Kemudian dia menyewa penyelidik yang sama untuk
mengawasi Saira, penyelidik itu secara berkala melaporkan
smeua hal tentang Saira. Bahkan dari hal-hal yang paling
kecilpun, Leo tahu, semua hal, tentang makanan kesukaan Saira,
hobinya pada tanaman, film ataupun musik kesukaan Saira.
Semua dicatat dalam ingatannya sebagai bekalnya untuk
mengejar Saira dan menjatuhkan Saira ke dalam pesonanya.
Ketika kemudian semua sudah siap dan mulus, Leo
membeli rumah terpisah, yang direncanakan untuk
ditinggalinya bersama Saira nanti ketika dia berhasil menjebak
Saira ke dalam pernikahan ini.
Semua sudah disusun dengan rapi. Dan disinilah dia.
Sedang menanti kemenangannya, membalaskan dendamnya
dan Leanna. Saira harus merasakan kesakitan yang sama
seperti yang dirasakan oleh Leanna.
Saira harus merasakan penderitaan yang sama. Dan Leo
akan memastikan bahwa itu benar-benar terjadi.
58 Santhy Agatha "Saat kau merasakan penyesalan ketika menyakiti orang yang
kau benci. Berarti kau tidak benar-benar membencinya."
6 "Kau tidak boleh bertemu dengan Andre lagi, dan kau
tidak boleh mengurus rumah kaca itu lagi." Leo langsung
mendatangi Saira malam itu di kamarnya, seperti biasa masuk
tanpa permisi dan bersikap angkuh.
Bagi Leo, ini adalah salah satu rencana balas dendamnya,
menahan Saira dari segala hasrat yang disukainya. Leo tahu
Saira sangat menyukai rumah kacanya, dan tidak bisa
mengurus rumah kacanya pasti akan sangat menyakitkan bagi
perempuan itu. Saira mendongak, menatap Leo dengan lelah, tiba-tiba
Leo memperhatikan bahwa Saira tampak lebih pucat dan
kelihatan sakit. Jantungnya berdenyut, tetapi kemudian dia
langsung menepis perasaan apapun itu yang sempat muncul.
Tidak boleh ada belas kasihan, kalau dia ingin tujuannya
tercapai, dia harus mampu bersikap kejam.
"Kenapa tidak boleh?" tanya Saira kemudian.
Leo mengangkat alisnya, "Kau tidak berhak bertanya.
Aku suamimu, apapun keputusanku kau harus mengikutinya."
Suami macam apa yang memperlakukan isterinya seperti
ini"Tanpa sadar Saira meringis perih,
"Apakah kau sengaja melakukannya Leo" Untuk
menyiksaku" Sebenarnya apa kesalahanku sehingga kau
seolah-olah ingin menghukumku?"
Leo mengetatkan gerahamnya, "Tidak perlu banyak
bertanya." Geramnya, "Kalau aku bilang begitu, kau harus
menurutinya." Lelaki itu melangkah mendekat dengan
mengancam, "Atau kau ingin merasakan lagi 'hukumanku'
kepadamu?" Pembunuh Cahaya 59 Saira langsung terkesiap, kalimat lelaki itu menyiratkan
akan pemerkosaan kejam yang dilakukannya malam itu kepada
Saira, wajahnya bertambah pucat.
"Oke." Gumamnya kemudian. "Silahkan hukum aku,
kuharap kau puas dengan apapun yang kau rencanakan."
Gumam Saira sinis kemudian. Dia takut, dia sungguh takut Leo
akan memperkosanya dengan kasar seperti kemarin. Itu adalah
pengalaman pertama Saira, dan rasanya menyakitkan. Saira
tidak bisa membayangkan harus mengalami kesakitan itu lagi,
ditambah dengan nyeri di hatinya, bahwa yang melakukannya
adalah Leo... lelaki yang bahkan sampai sekarangpun sangat dia
cintai. "Bagus." Leo mengernyit, "Jangan coba-coba menemui
Andre, Saira. ataupun meminta bantuannya. Seluruh penghuni
rumah ini, semua mengawasimu. Dan kau akan menyesal kalau
sampai aku tahu bahwa kau menghubungi Andre."
Setelah mengucapkan ancaman yang keji itu, Leo
membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi sambil
membanting pintu di belakangnya.
*** Saira tentu saja tidak bisa untuk tidak menghubungi
Andre, lagipula lelaki itu menghubunginya terus menerus,
meskipun Saira masih belum berani mengangkatnya, tetapi di
malam hari, ketika semua penghuni rumah sudah beranjak
tidur, Saira mengunci pintu kamarnya, dan menelusup dalam
kegelapan masuk ke balik selimut, dan menelepon Andre.
"Saira!" Andre setengah berteriak ketika mendengar
sapaan pertama Saira. "Apa yang terjadi" Kau tidak bisa
dihubungi seharian, dan aku sangat mencemaskanmu. Aku tadi
datang ke rumahmu, tetapi pegawai Leo menahanku di
gerbang, tidak memperbolehkanku masuk....kau baik-baik
saja?" "Aku baik-baik saja."
"Kau tidak baik-baik saja." Andre bersikeras, "Aku sudah
mengenalmu sejak kecil, Saira, kau sudah seperti adik
kandungku sendiri, dari suaramupun aku sudah bisa membaca
60 Santhy Agatha bahwa kau tidak baik-baik saja... Apakah Leo berbuat kasar
padamu?" "Tidak." Saira memejamkan mata, mengusir air mata
yang mulai merembes di sana, berusaha agar suaranya
terdengar tegar. Tetapi ingatan akan pemerkosaan kasar yang
dilakukan Leo kepadanya, dan kemudian ancamannya pada
dirinya serta keluarga Andre membuatnya tidak bisa menahan
tangisnya, suaranya gemetar ketika berucap, "Aku... aku
mungkin tidak bisa ke rumah kaca untuk beberapa waktu..."
"Saira.." Saira bisa membayangkan Andre meringis di
sana, "Kau menangis, oh Astaga, dia mengancammu ya?"
"Tidak.. aku tidak apa-apa..." Saira menggelenggelengkan kepalanya meskipun dia
tahu Andre tidak akan bisa
melihatnya, "Aku... aku hanya ingin keadaan tenang dulu,
semoga nanti aku bisa kembali ke rumah kaca."
"Saira, kalau kau tidak tahan lagi, pergilah dari sana,
pulanglah kepada kami, kita akan menghadapinya bersamasama."
Saira sungguh ingin. Tetapi dia tidak bisa, bayangkan
akan ancaman Leo kepada ibu Andre dan adik-adiknya
membuat Saira ngeri. Leo akan membuktikan ancamannya,
Saira sudah tahu itu ketika pada akhirnya Leo tega
memperkosanya. "Aku tidak bisa Andre." Dengan perih Saira mengusap air
matanya, "Sampaikan salamku buat semuanya ya... aku akan
menghubungimu lagi nanti."
Andre masih memanggil-manggil namanya di seberang
sana, tetapi Saira berusaha tidak memperdulikannya, dia
menutup teleponnya, lalu menangis, ditenggelamkannya air
matanya di bantal, dia menangis sekuat-kuatnya, larut dalam
kesedihan dan sakit hatinya.
*** Tidak disadarnya tangisannya itu terdengar ke luar, ke
arah Leo yang tanpa sengaja berjalan dari arah ruang kerjanya,
melewati belokan lorong di ujung, tempat kamar Saira berada.
Pembunuh Cahaya 61 Leo langsung tertegun. Terpaku di depan pintu kamar
Saira. Tangisan perempuan itu terdengar sangat menyayat hati,
membuat siapapun yang mendengarnya perih.
Tiba-tiba saja hati Leo terasa perih, dia berdiri di sana,
menunggu lama, sampai kemudian isakan Saira menjadi pelan
dan menghilang dalam keheningan.
Gadis itu menangis sampai ketiduran...
Sambil menghela napas, Leo melangkah pergi ke
kamarnya. *** "Kita akan mengadakan pesta." Kali ini Leo tiba-tiba
muncul di ruang makan, tempat Saira sedang mengaduk-aduk
sarapan paginya, tidak berselera.
Saira mengerutkan kening, "Pesta?"
"Ya." Leo mengangkat dagunya, mengamati Saira dengan


Pembunuh Cahaya Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pandangan mencemooh, "Aku sudah menyewa event organizer
untuk mengurus pesta ini, pesta ini kelas atas, biasanya
kulakukan untuk menjamu para rekan bisnisku, akan ada
banyak tamu dari kalangan atas." Mata Leo menelusuri tubuh
Saira dari ujung kepala ke ujung kaki, "Dan ya ampun, belilah
pakaian yang bagus dan berkelas, kau sudah kuberi uang
bulanan di kartumu. Jangan sampai kau mempermalukanku di
pesta itu." Gumam Leo, sengaja bersikap kejam, lalu
meninggalkan Saira yang ekspresinya seperti habis di tampar.
*** Leo memang benar, Saira tidak punya baju bagus, dan
dia memang tidak berkelas, yang dilakukan Saira hanyalah
berkebun, berkutat dengan tanah dan pupuk, mengurusi
tanaman yang dicintainya - yang sekarang bahkan tidak bisa
disentuhnya. Saira memang berbeda dari wanita-wanita berkelas yang
dikenal oleh Leo. Dengan perasaan pedih dan terhina, Saira
menghela napas panjang. Dilihatnya gaun-gaunnya di dalam lemari, semuanya
gaun yang dibeli berdasarkan fungsinya, bukan dari merk
62 Santhy Agatha ataupun harganya. Dan dia memang tidak punya gaun pesta
karena memang dia tidak pernah pergi ke pesta. Ada satu baju
pesta berumur lima tahun yang hampir tidak pernah
dipakainya, gaun itu berwarna putih dengan hiasan batu
berwarna ungu di dada dan pinggangnya, tampak begitu
sederhana. Apakah gaun ini bisa dipakai di pesta yang kata Leo
"berkelas' itu"
Matanya melirik ke arah kartu belanja yang diletakkan
Leo di meja riasnya entah kapan. Tergoda untuk memakai kartu
itu, berbelanja pakaian yang bagus dan mahal lalu
menunjukkan kepada Leo bahwa dia bisa juga tampil berkelas
dan Leo tidak bisa mencemoohnya. Tetapi dia lalu
menggelengkan kepalanya penuh tekad.
Setidaknya, kalau tidak bisa melawan Leo, dia bisa
memberontak dengan hal-hal kecil. Saira tidak akan membeli
gaun pesta baru. Biarlah dia memakai salah satu baju pestanya
yang lama, apapun yang akan terjadi nanti, dia akan
menghadapinya dengan tegar.
*** Larut malam Leo baru pulang dari kantornya. Lelaki itu
baru pulang setelah jam sepuluh malam, hampir setiap harinya.
Saira hanya bisa menahan ingin tahunya, benarkah Leo pergi
bekerja" Setahunya tidak ada orang yang bekerja dari pagi
sampai jam sepuluh malam, hanya orang gila kerja yang
melakukannya. Apakah Leo menghindarinya" Ataukah dia ...
menghabiskan waktunya bersama seseorang"
Perasaan cemburu menggayuti hatinya dan membuatnya
merasa pilu. Betapa menyedihkannya dirinya. Leo sudah
memperlakukannya dengan begitu kejam, tetapi Saira tetap saja
masih menyimpan rasa cinta kepada lelaki itu.
Ketika Leo melihat Saira sedang duduk di sofa depan dan
membaca sebuah novel yang ditemukannya di rak buku, dia
berhenti dan mengernyitkan keningnya,
"Kenapa belum tidur?" tanyanya.
Pembunuh Cahaya 63 Saira menatap Leo dengan pedih, lalu memalingkan
muka, berusaha menyembunyikan ekspresinya,
"Aku sedang membaca buku."
"Oh." Leo tampak bingung harus berkata apa, kemudian
matanya mengeras lagi, "Apakah kau sudah membeli gaun",
pestanya akhir pekan ini, beberapa hari lagi."
Saira menghela napas panjang, "Aku akan membelinya."
"Beli yang paling bagus dan paling mahal. Ingat, jangan
mempermalukanku." Saira terdiam, hanya menutup punggung Leo yang
berlalu meninggalkannya. Lelaki itu pasti akan marah besar ketika tahu bahwa
Saira tidak menuruti perintahnya. Yah.... biarkan saja, biar Leo
tahu bahwa Saira bukanlah perempuan lemah yang tidak
mampu berbuat apa-apa. *** Akhir pekan telah tiba, dan seluruh rumah dipenuhi
kesibukan yang luar biasa, petugas catering sudah datang dari
pagi, dan beberapa petugas lain menyiapkan tempat, dibantu
para pegawai Leo yang ada di rumah itu.
Saira hanya mengamati dari jendela kamarnya, melihat
banyaknya mobil yang didominasi mobil catering parkir di
halaman depan rumah Leo yang luas.
Sepertinya ini benar-benar pesta besar...
Saira mengernyit menatap gaun putih sederhananya
yang sudah diseterika oleh pelayan dan dihamparkan di
ranjangnya. Bahkan pelayan tadipun mengernyit ketika dia
menerima gaun itu dari Saira untuk disetrika, dan mengetahui
bahwa Saira akan mengenakannya untuk ke pesta nanti malam.
Tatapannya tampak memprotes, tetapi dia tidak berani
menyuarakannya. Dan sekarang Saira duduk dengan bingung, merasa ragu
atas keputusannya menentang Leo. Saira takut dirinya bukan
64 Santhy Agatha hanya mempermalukan Leo, tetapi mempermalukan dirinya
sendiri di pesta ini. Dengan gugup dia meremas tangannya dan mengamati
gaun putih itu sekali lagi. Tetapi mau bagaimana lagi" Sudah
terlambat untuk membeli gaun, pestanya akan berlangsung
beberapa jam lagi. *** Leo masuk ke kamar Saira yang tidak dikunci dan
mengerutkan keningnya, lelaki itu sudah mengenakan jas
malamnya yang sangat bagus dan elegan.
"Kau belum berganti pakaian?" Lelaki itu mengamati
Saira yang mengenakan gaun putih sederhana, dengan make-up
tipis dan rambut di urai.
Saira melirik gaunnya dengan rasa bersalah, kemudian
menatap Leo dan berucap terbata-bata, "Aku mengenakan gaun
ini." Nyala api langsung muncul di mata Leo, "Kau akan ke
pestaku, sebagai isteriku, mengenakan gaun rombengan seperti
ini?" Suaranya meninggi setengah berteriak, "Apakah kau tidak
membeli gaun seperti yang kuperintahkan"!"
Saira mendongakkan dagunya, mencoba menantang Leo,
"Aku merasa cukup pantas mengenakan gaun ini."
"Cukup pantas kalau kau pergi ke pasar, bergaul
bersama orang-orang rendahan," Tukas Leo dengan kasar, "Ini
pestaku, dan akan ada banyak orang kelas atas yang datang,
mereka akan mencemooh gaun rombenganmu itu, dan kau
akan mempermalukanku karena mereka semua pasti akan
mengira aku bahkan tidak mampu membelikan isteriku sebuah
gaun!" Lelaki itu maju, begitu dekat dengan Saira, matanya
membara, "Jangan-jangan kau memang sengaja begitu ya"
Mempermalukanku?" Saira menggelengkan kepalanya dan melangkah
mundur, tiba-tiba merasa takut dengan kemarahan Leo, "Ti..
tidak.. bukan maksudku begitu.. aku hanya merasa gaun ini
cukup pantas." Pembunuh Cahaya 65 "Lain kali jangan menggunakan perasaanmu atas dasar
selera rendahanmu itu." Leo mendengus, menatap Saira dengan
jiji, "Baiklah, kau sudah terlanjur melakukannya, silahkan
permalukan dirimu sendiri, aku tidak akan membantumu!"
*** Ketika memasuki pesta itu, Leo masih berjalan di
sampingnya, tetapi hanya sepersekian menit, lelaki itu
meninggalkannya sendirian untuk menyalami tamu-tamunya,
dan tidak mengajak Saira, seolah-olah dia malu terlihat
bersama Saira. Saira mengamati para tamu yang mulai ramai itu dan
merasa sangat malu. Semuanya datang dengan riasan lengkap,
gaun yang luar biasa elegan dan perhiasan-perhiasan mahal
yang melengkapi penampilannya. Saira tampak seperti seorang
pembantu yang salah tempat di sini.
Beberapa orang yang tidak mengenalinya sebagai isteri
Leo bahkan memandang sebelah mata padanya, yang lainnya
melemparkan tatapan mencemooh seolah dia pelayan yang tak
tahu tempat. Saira beringsut di sudut, merasa bahwa apa yang
terpapar di depannya ini bukanlah dunianya. Semuanya terasa
asing dan kejam. Tiba-tiba Saira ingin menangis karena merasa
begitu sendirian dan terasing.
Matanya mencari-cari dimana Leo, tetapi lelaki itu
tampaknya sedang sibuk dan tak memperhatikannya, dia
sedang bercakap-cakap dengan segerombolan lelaki dan
perempuan berpakaian mewah, dan tampak tertawa-tawa...
bahkan ada seorang perempuan mengenakan gaun merah
menyala yang sexy dan elegan, bergayut manja di lengan Leo
dan lelaki itu membiarkannya.
Lalu seorang perempuan yang berjalan terburu-buru
bersama pasangannya berlalu dengan sembrono, dia menabrak
Saira yang bahkan sudah berdiri di pinggir dengan keras,
"Aduh!" Perempuan itu berteriak marah karena dia
hampir terhuyung jatuh dan terselamatkan karena
berpegangan kepada pasangannya, perempuan itu melirik ke
66 Santhy Agatha arah Saira dan berteriak kesal, "Jangan berdiri seperti orang
bodoh disitu, dasar pelayan bodoh!! Tempatmu seharusnya di
dapur!" Wajah Saira pucat pasi ketika semua mata memandang
kepadanya, begitupun Leo yang sedang bercengkerama dengan
teman-temannya. Mata Saira mulai berkaca-kaca, dan dia mengangguk
untuk meminta maaf. "Maafkan saya." Padahal seharusnya dia tidak perlu
meminta maaf, perempuan itulah yang menabraknya.
"Maaf... maaf! Aku akan melaporkanmu pada pemilik
rumah ini karena kau seenaknya berkeliaran di pesta
majikanmu...kau.." "Dialah sang majikan, Christa." Tiba-tiba suara Leo
terdengar tenang, "Perkenalkan ini Saira isteriku."
Entah kapan Leo sudah melangkah dan tiba-tiba ada di
sebelah Saira, lalu mengaitkan lengannya di lengan Saira.
Wajah perempuan yang dipanggil Christa itu tampak
memucat, mulutnya menganga, memandang Leo dan Saira
berganti-ganti dengan tak percaya.
"Isterimu...?" gumamnya tercekat.
Leo menganggukkan kepalanya dan tersenyum datar,
"Ya, isteriku. Aku maklum kau tidak mengenalinya, di pesta
pernikahan kemarin dia berdandan dan mengenakan gaun
pengantin." Seolah masih enggan percaya, Christa menatap Saira
dengan teliti, dia lalu menatap Leo dengan gugup,
"Oh oke. Aku benar-benar tidak tahu." Gumamnya
setengah malu, lalu dia menganggukkan kepalanya dan
menggandeng pasangannya, buru-buru berlalu.
Saira menunggu sampai Christa dan pasangannya
menjauh, lalu berbisik lirih kepada Leo.
"Maafkan aku Leo, aku..."
Pembunuh Cahaya 67 "Puas sekarang" Kalau kau memang ingin mempermalukanku, selamat. Kau sudah berhasil." Leo menyela
kata-kara Saira dengan dingin.
Ketika Leo hendak meninggalkan Saira, perempuan
berpakaian merah menyala itu, yang tadi bergayut dengan
manja di lengan Leo, ternyata sudah berdiri di depannya,
menghalangi langkahnya. "Jadi ini isterimu, Leo" Aku sudah sangat penasaran
terhadapnya ketika mendengar pernikahanmu yang sangat
buru-buru. Kenapa kau tadi tidak memperkenalkannya kepada
kami?" seketika itu juga kumpulan teman-teman Leo sepertinya
sudah ada di sekeliling mereka.
"Saira sedang tidak enak badan, dia sebenarnya tidak
berencana menghadiri pesta ini, benar kan sayang?" Kata-kata
Leo lembut dan mesra, tetapi lelaki itu menatap Saira dengan
pandangan penuh peringatan, "Bukankah kau bilang kau ingin
naik saja dan beristirahat?"
Saira menganggukkan kepalanya dengan sedih, "Baik,
Leo, aku akan beristirahat di atas."
"Hati-hati ya." Leo berbicara dengan kelembutan yang
sama, yang dulu pernah dipakainya untuk menipu Saira, tetapi
kali ini bedanya Saira sudah tahu kalau itu semua palsu.
Dengan perasaan malu dan terhina, Saira melangkah
menaiki tangga menuju kamarnya. Dia telah diusir dari pesta
milik suaminya sendiri. Telinganya mendengar tawa gembira yang menyakitkan,
dan ketika dia melirik dari sudut matanya, tampak Leo sudah
berbicara sambil tertawa lagi dengan beberapa orang yang
mengelilinginya, perempuan cantik berbaju merah itu sudah
kembali menggayut manja di lengannya.
Saira menghela napas sedih dan mempercepat langkah
memasuki kamarnya. Dibantingnya tubuhnya ke atas ranjang,
dan seperti kebiasaannya akhir-akhir ini, Saira menangis
dengan penuh kepedihan. Diluar sana pesta berlangsung meriah, penuh musik
yang ceria dan percakapan yang penuh canda. Di dalam sini, di
68 Santhy Agatha kamarnya, Saira terisak penuh air mata, sendirian dan tidak
punya siapa-siapa. *** Hampir lewat tengah malam, ketika pesta itu dan semua
kesibukan untum membereskannya usai, Leo dengan hati-hati
membuka pintu kamar Saira yang tidak dikunci.
Kamar itu gelap dan temaram, tetapi di tengah ranjang,
di bawah sinar bulan yang remang-remang masuk melalui


Pembunuh Cahaya Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bagian kaca di atas jendela, Leo bisa melihat dengan jelas tubuh
Saira yang terbaring telungkup di atas ranjang.
Dengan pelan, mencoba tidak bersuara, Leo menarik
kursi dan mendekatkannya di pinggiran ranjang, dia duduk di
sana, dengan tubuh setengah membungkuk, tangan bertumpu
pada sikunya, dan mata menatap nanar ke arah Saira.
Dengan bantuan cahaya bulan, dia bisa melihat wajah
Saira yang miring ke arahnya, dan dia bisa mengetahui, ada
bekas air mata yang kering di pipinya. Sekali lagi, Saira
menangis lagi sampai tertidur.
Hati Leo terasa sakit. Semula dia berpikir bahwa
menyakiti Saira terus dan terus, membuatnya menangis
sepanjang waktu sampai kemudian hampir gila akan
memuaskan hatinya yang sakit dan penuh dendam. Akan
membuatnya bisa menghilangkan rasa seperti luka menganga
ketika menatap kondisi Leanna yang menyedihkan.
Tetapi ternyata tidak, yang muncul adalah kesakitan
yang baru. Rasa seperti dadanya diremas ketika melihat
keadaan Saira seperti sekarang ini. Sedih karena kelakukannya.
Leo begitu larut dalam usahanya membalas dendam
sehingga dia lupa membatasi hatinya sendiri. Pesona dan
kebaikan Saira telah menyentuh nuraninya yang paling dalam,
membuat jiwanya berperang.
Saira dan Leanna. Apakah Leo harus memilih" Bukankah
pada akhirnya siapapun yang akan Leo pilih, dia tetap saja telah
melakukan sebuah pengkhianatan besar"
*** Pembunuh Cahaya 69 Hampir dua bulan berlalu, dan pernikahan itu terasa
semakin dingin hingga membuat menggigil, Leo hampir tidak
pernah pulang ke rumah. Saira bahkan hampir tidak pernah
bertemu dengan suaminya. Saira amat sangat merindukan rumah kacanya, dia
sudah berusaha menunggu supaya suasana hati Leo baik dan
kemudian dia bisa membahas tentang rumah kaca itu lagi.
Tetapi suasana hati Leo tampaknya tidak pernah baik. Dalam
pertemuan singkat mereka di kala sarapan pagi, kalau Leo
sedang tidur di rumah, lelaki itu selalu memasag tampang
Pendekar Pedang Kail Emas 10 Pendekar Gila 25 Sepasang Maling Budiman Llano Estacado 1

Cari Blog Ini