Ceritasilat Novel Online

Sleep With Devil 2

Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha Bagian 2


ketampanan Mikail hingga buta akan semua sifat buruknya.
Pintu terbuka dan Norman masuk, "Sudah siap"," pengawal
berwajah dingin itu sedikit mengangkat alisnya melihat
penampilan Lana, tetapi wajahnya tetap datar, " Tuan Mikail
sudah menunggu di bawah."
*** Lana diantar ke ballroom bawah dan Mikail berdiri di sana.
Lelaki itu sekilas melemparkan pandangan memuji, tetapi
tidak mengatakan apa-apa.
Di dalam mobilpun dilalui dalam keheningan. Lelaki itu
rupanya berniat mempertahankan keheningan sampai ke
tujuan. Tetapi Lana tidak tahan, satu-satunya senjata agar
dia tidak jatuh dalam pesona Mikail adalah dengan terus
menerus melawannya. "Kenapa kau ajak aku makan malam di luar"," akhirnya Lana
memecah keheningan itu dengan pertanyaannya.
Mikail menoleh sedikit dan menatap Lana dengan
pandangan malas, "Aku lapar" Lana mendengus jengkel mendengar jawaban itu,
"Kau punya 3 koki hidangan internasional di rumahmu,"
begitu yang sempat Lana dengar dari obrolan para pelayan.
"Aku sedang ingin makan di luar, dan kau....," Mikail
menatap Lana dengan tatapan - awas kalau kau berani
membantah-, "Kau adalah kekasihku, jadi kau harus
mendampingiku" Tentu saja Lana membantah, "Aku bukan kekasihmu"
"Ya, kau adalah kekasihku. Perempuan yang kutiduri lebih
dari satu kali otomatis menjadi kekasihku"
"Bukan!," Lana menyela keras kepala, mukanya memerah
mendengar omongan Mikail yang vulgar itu.
"Lana," Mikail mengeluarkan suara mengancamnya yang
khas, "Jangan menantangku. Kau tahu aku sedang tidak
ingin berdebat denganmu, suasana hatiku sedang buruk dan
aku muak dengan semua perlawananmu. Jadi jangan cobacoba
memancing kesabaranku"
"Kalau kau muak denganku seharusnya kau lepaskan aku"
"Tidak," Mikail menjawab cepat, hanya sepersekian detik
setelah Lana menutup mulutnya, "Hentikan Lana, kau tidak
akan kulepaskan." "Kenapa"' "Kau tahu kenapa.," Mikail jelas tampak jengkel.
"Tidak, aku tidak tahu," jawab Lana keras kepala.
"Karena," suara Mikail sedikit menggeram, dan dalam
sekejap lelaki itu mencengkeram rahang Lana dengan
jemarinya, lembut tetapi mengancam, "Karena aku sangat
suka memasukimu, merasakan kewanitaanmu
membungkusku dengan panas, lalu mendengarmu merintih
karena orgasmemu. Jelas?""
Sangat Jelas. Dan Mikail berhasil membuat Lana terdiam.
Sepanjang perjalanan mereka tidak berucap sepatah
katapun lagi. *** Di suatu sudut yang gelap sebuah telephone terangkat,
Franky Alfredo sedang duduk di kursi besarnya sambil
merokok. Segelas brandy dengan botolnya yang setengah
penuh tampak di sampingnya, tampangnya yang jelek
dengan hidung memerah karena mabuk tampak waspada,
"Sudah berhasil"," lelaki itu bertanya cepat.
Jeda sejenak, lalu suara dalam di sana menjawab dengan
tenang, "Mereka sudah keluar dari rumah itu. Rencana akan
dijalankan nanti ketika mereka pulang."
"Bagus, kabari aku kalau sudah beres."
"Baiklah. Anda tidak akan kecewa karena telah menyewa
saya untuk membunuh Mikail Raveno."
Telephone ditutup, dan Franky terkekeh dalam kegelapan.
Menenggak minumannya, untuk perayaan awal.
Mikail Raveno, musuh besarnya. Lelaki itu sudah
menghancurkan bisnisnya dengan ekspansi yang
dilakukannya. Dan bukan hanya itu, Franky didera oleh
perasaan iri dan benci yang luar biasa kepada Mikail. Entah
kenapa Mikail diciptakan begitu sempurna, dari segi fisik.
Sehingga semua wanita berhamburan untuk berlutut di
kakinya. Franky dengan wajah jeleknya sudah terlalu sakit hati karena
ditolak perempuan, semua perempuan yang mau tidur
dengannya hanyalah pelacur-pelacur yang harus dibayar.
Mikail Raveno harus dienyahkan, lelaki seperti itu tidak boleh
hidup di dunia ini. Dan malam ini mungkin adalah malam
terakhir lelaki itu hidup.
*** BAB 7 Mikail menggandeng tangan Lana dengan formal ketika
memasuki restaurant. Sang kepala restaurant sendiri yang
menyapa mereka dan mengantarkan mereka berdua ke meja
yang sudah disiapkan. Mikail tampak akrab dengan kepala restaurant itu, dan Lana
melihat kepala restaurant, seorang lelaki Perancis dengan
logat Perancis yang kental. Sesekali Mikail berbicara dalam
bahasa Perancis yang lancar dan tersenyum menanggapi
perkataan kepala restaurant itu.
Dari informasi yang pernah didapat Lana, ayah Mikail adalah
orang Italia dan ibunya keturunan Perancis. Mungkin ini
sebabnya Mikail lancar berbahasa Perancis, meskipun itu
bukan urusannya. Lana cepat-cepat mengalihkan pikirannya
dari Mikail. Ketika kepala restaurant itu pergi, Mikail menarikkan kursi
untuk Lana dan duduk di depan Lana,
"Restaurant ini milik ibuku," Mikail menatap kepergian kepala
restaurant itu, "Francoise adalah asisten ibuku sejak lama,
dia mencintai restaurant ini seperti mencintai hidupnya"
Lana terdiam menatap Mikail. Orangtua Mikail juga telah
meninggal, itu yang dia tahu, tetapi entah kenapa, informasi
tentang orang tua Mikail itu tersimpan rapat, jauh sekali
hingga tidak ada seorangpun yang bisa menggalinya.
Seorang pelayan datang dan Mikail memesan lagi dalam
bahasa Perancis yang fasih. Ketika hidangan pembuka
datang, Lana terpesona dengan tampilannya,
Mikail menjelaskan bahwa makanan itu adalah L'imperial de
saumon marine yang ternyata adalah filet salmon asap.
Ditemani dengan Creme, potongan jeruk citrus, dan Roti
Baggue. Penyajiannya begitu indah, seperti hamparan
padang pasir di atas piring lengkap dengan suasana
eksotisnya. Lana menyuap untuk pertama kalinya dan mendesah,
merasakan cr?me itu meleleh di mulutnya dan menciptakan
cita rasa yang bercampur baur antara rasa manis dan
kelembutan yang nikmat. Tak disadarinya bahwa Mikail menatap ekspresinya itu
dengan tatapan kelaparan. Suasana hati Mikail luar biasa
buruknya, hasratnya yang tidak terlampiaskan membuatnya
frustrasi luar biasa. Dia amat sangat ingin meledak... di
dalam tubuh Lana. Mikail memesan anggur Chardonnay sebagai teman makan
mereka, sambil berharap malam ini Lana sedikit mabuk
sehingga mengendorkan pertahanannya. Tetapi pikiran
bercinta dengan Lana dalam kondisi perempuan itu mabuk
sama sekali tidak menyenangkannya. Dia ingin perempuan
itu sukarela, melingkarkan pahanya di tubuhnya, ketika tubuh
mereka bersatu. Saat itu akan datang pada akhirnya, kalau
Mikail mau bersabar dan menundukkan perempuan keras ini
pelan-pelan. Hidangan utama datang, yakni Parmentier de canard et son
bouquet de verdure, hidangan daging bebek yang
dipanggang hingga cokelat muda dan berminyak bersama
dengan kentang lembut yang dihancurkan, dan disajikan
bersama semangkuk salad. Rasanya luar biasa lezat dengan
paduan bumbu-bumbu yang tidak biasa dan khas, membuat
Lana terpesona akan citarasa masakan khas perancis ini.
Pantas saja restaurant ini dianugerahi lima bintang.
"Kau menyukainya"," dalam cahaya lampu yang temaram,
Mikail tampak lebih lembut. Garis kejam di bibirnya tampak
memudar dan itu membuatnya tampak lebih santai.
Lana ingin membantah, tetapi tidak ingin merusak suasana
indah ini. Terkurung selama berminggu-minggu di dalam
kamar terkutuk itu dan sekarang entah kenapa Mikail berbaik
hati membawanya keluar - meskipun dengan pengawalan
ketat - Lana sempat melirik ke arah pengawal-pengawal
Mikail yang berdiri seperti biasa di akses pintu keluar.
Lana menganggukkan kepalanya. Dia memang sangat
menikmati semua ini, bukan hanya makanan - meskipun
makanan di rumah Mikail tidak kalah nikmatnya - tetapi bisa
makan dengan pemandangan bebas, bukan pintu kamar dan
ruangan yang selalu terkunci sangat menyenangkannya.
"Bagus," Mikail bergumam puas, lalu memanggil pelayan
untuk menghidangkan hidangan penutup, dan kopi, "Aku
ingin gencatan senjata"
Lana mengalihkan pandangan tertariknya pada hidangan
penutup yang baru datang itu. Itu adalah cr?me br?l?e,
hidangan cantik dari krim yang dibakar di permukaan atasnya
sehingga membentuk lapisan karamel renyah tapi lembut di
bagian bawahnya. "Gencatan senjata"," ketika menyadari arti dari kata-kata
Mikail, Lana waspada sepenuhnya.
"Aku akan memperlakukanmu dengan baik, bukan sebagai
tawanan, tetapi sebagai kekasihku. Menurutku kita bisa
menjalin hubungan kerja sama yang cukup baik"
Lana tergoda. Bukan, bukan tergoda menjadi kekasih Mikail.
Tetapi tergoda akan janji itu, bahwa Mikail tidak akan
memperlakukannya sebagai tawanan, yang berarti akan
melonggarkan keamanan ketat yang selama ini menjaganya.
Itu berarti kesempatannya untuk melarikan diri akan...
Mikail sepertinya bisa membaca pikiran Lana dari raut
wajahnya, bibirnya mengetat marah dan lelaki itu
menggeram, "Lupakan saja!," dengan marah Mikail melempar serbetnya,
lalu berdiri, "Norman!"
Dengan cepat Norman menyiapkan mobil Mikail, dan Lana
mendapati dirinya ditarik pergi meninggalkan rumah makan
itu. *** Dalam kegelapan sosok itu mengawasi, kabel rem mobil itu
sudah berhasil dipotongnya. Susah memang, mengingat
pengawal-pengawal Mikail selalu siaga. Tetapi jangan
panggil dia Jackal , nama samarannya di dunia gelap yang
cukup populer sebagai pembunuh bayaran paling ahli.
Potongannya sudah diatur dengan rapi, ketika diperiksa
sekarang pun tidak akan ada yang menyadarinya. Tetapi
seiring dengan berjalannya mobil, dan kira-kira 10 kilometer
dari sini, tepat ketika mereka memasuki area pinggiran kota
dengan jalan berliku dan pohon besar di kiri kanannya
menuju rumah Mikail.... Kabel itu akan putus.
Jackal terus mengawasi sampai mobil itu berjalan dan
menghilang di tikungan, lalu tersenyum jahat, sekarang
saatnya menagih bayarannya kepada Franky yang
menyedihkan. *** Ketika mereka dalam perjalanan pulang, suasana hati Mikail
tampaknya lebih buruk dari sebelumnya. Lana mengernyit
menatapnya. Apakah Mikail selalu melalui hari-harinya
dengan marah-marah seperti ini" Lelaki itu pasti akan mati
muda, pikirnya dengan puas.
Perjalanan itu berlangsung sedikit lama dan Lana mengantuk
mungkin karena pengaruh anggur dan makanan tadi, Lana
mulai memejamkan mata dan godaan untuk tidur terasa
sangat nikmat. "Lana!!," teriakan itu mengejutkan Lana membuatnya
terperanjat kaget, ketika sadar dia merasakan dirinya ada
dalam dekapan Mikail, didekap dengan begitu kuat hingga
merasa sakit. Seluruh tubuh Mikail melingkupinya seolah
melindunginya. Melindunginya dari apa....."
Sekejap kemudian, mereka berguling dan benturan keras
mengenai kepalanya, membuat semuanya gelap dan Lana
tidak ingat apa-apa lagi.
*** "Bagaimana dia"," Mikail menyeruak di antara kerumunan
perawat itu. Para perawat di ruangan lain tampak
mengejarnya karena luka di lengannya belum selesai dibalut,
Dokter dan perawat yang menangani Lana menoleh serentak
dan sedikit terpana ketika menyadari bahwa di pintu ruangan
gawat darurat itu, berdiri sosok lelaki yang luar biasa tampan,
mengenakan kemeja putih yang penuh darah, dan tampak
begitu marah. "Bagaimana dia"!," sekali lagi Mikail bertanya, dengan nada
sedikit berteriak. Dokter Teddy, yang bertugas di sana, cukup mengetahui
reputasi Mikail yang begitu kejam dan cepat naik darah lagipula, lelaki itu adalah pemilik rumah sakit ini.
Dia menghampiri Mikail dan mencoba menjelaskan,
"Dia baik-baik saja Tuan Mikail, kami sudah menjahit luka di
kepalanya. Tetapi dia kehilangan banyak darah, dan saat ini
kami sedang mencari darah dari penyedia terdekat...."
"Cari darah itu...Norman!!," Mikail berteriak memanggil
Norman, yang dari tadi sebenarnya sudah berdiri di
belakangnya, "Dia akan membantu mencari darah untuk
Lana, apa golongan darahnya?"
"AB," dokter itu menjawab cepat, tiba-tiba merasa takut akan
api yang menyala di mata berwarna cokelat muda itu.
Mikail tertegun sejenak, "Ambil darahku, aku juga AB"
"Tuan Mikail, Anda juga habis terluka karena kecelakaan ini,"
Norman menyela cemas. "Kami tidak bisa mengambil darah Anda, kondisi Anda tidak
memungkinkan," Dokter itu menyela tak kalah cepat hampir
bersamaan dengan Norman. Mikail mengepalkan tangannya marah,
"Dengar, ini hanya luka lecet kecil, dan aku ingin semua
perkataanku dituruti, ambil darahku dan selamatkan dia! Dan
kalau...," Mikail terengah, matanya melirik ke arah tubuh


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lana yang terkulai lemas di sana, "Dan kalau sampai terjadi
sesuatu kepadanya, aku akan membuat kalian menerima
ganjarannya," gumamnya dengan nada mengancam yang
menakutkan *** Mikail duduk di pinggir ranjang dan menatap Lana yang
masih tertidur karena pengaruh obat. Transfusi darah sudah
dilaksanakan dan kondisi Lana berangsur membaik.
Kali ini barulah Mikail merasakan sedikit pusing dan sakit di
lengannya yang tersayat besi mobil yang terguling tiga kali
sebelum terhempas ke turunan jalan tadi.
"Kondisinya sudah membaik," Norman yang berdiri di sana
berusaha memecah keheningan, "Kami sudah menyelidiki
pelakunya" "Franky," Mikail menggeram, dia sudah tahu bahkan sebelum
Norman memberitahunya. Bajingan busuk itu beraniberaninya
melakukan ini. Dia tidak tahu apa yang
menantinya. Mikail pasti akan mencincangnya sampai
menjadi bubur. "Kau sudah menemukannya?"
Norman bergerak sedikit gelisah, "Belum tuan, ketika dia
sadar bahwa dia gagal membunuh Anda, dia langsung
melarikan diri entah kemana"
"Cari dia, temukan lalu bawa dia ke depanku, hidup-hidup,"
suara Mikail terdengar mengerikan dan Norman tahu Mikail
sedang sangat marah. Saat ini seharusnya Franky berdoa
supaya dia ditangkap dalam kondis sudah mati, karena kalau
Mikail sudah menemukannya dalam kondisi hidup... Norman
tidak berani membayangkan bagaimana jadinya.
"Ada satu lagi tuan," Norman tiba-tiba teringat
Mikail hanya melirik tidak berminat, "Apalagi?"
"Franky tidak melakukan semuanya sendiri, dia menyewa
seorang pembunuh bayaran yang sangat terkenal di dunia
gelap, Jackal." Jackal. Mikail pernah mendengar nama sebutan itu. Jackal
adalah pembunuh jenius bermental psikopat yang sangat keji
dan maniak. Dia membunuh korbannya dengan perhitungan
yang sangat matang dan terkadang bisa sangat kejam.
Sampai saat ini, tidak ada yang tahu sosok asli pembunuh
itu, mereka semua menyebutnya Jackal karena dia selalu
berhasil membunuh korbannya... sampai sekarang.
"Jackal terkenal tidak pernah gagal. Dia akan terobsesi
kepada korbannya kalau tidak bisa membunuhnya. Dan
sekarang, dia pasti akan mengejar Anda. Anda harus berhati
hati karena sampai saat ini kita tidak tahu siapa dirinya"
Mikail menganggukkan kepalanya. Merasa siap karena
marah. Franky dan pembunuh psikopat yang entah siapa itu
telah berani-beraninya melukai Lana, miliknya. Kalau mereka
memutuskan berhadapan dengannya, berarti mereka telah
memilih musuh yang salah.
*** Lana terbangun ketika merasakan lengannya disengat. Dia
membuka mata dan bertatapan dengan wajah muda
berkacamata yang sangat tampan dan ramah.
"Ups aku membangunkanmu," lelaki itu tersenyum ramah,
"Aku sedang menyuntikkan obat untuk lukamu. Aku sudah
berusaha melakukannya selembut mungkin, tetapi sepertinya
aku tak selembut yang kukira"
Lana mengamati lelaki itu dari jas putih yang dikenakannya,
dia adalah dokter. Lelaki itu mengikuti arah pandangan Lana dan tersenyum,
"Perkenalkan, aku Dokter Teddy, aku dokter yang
merawatmu kemarin ketika kau dibawa ke sini, Kepalamu
pasti sakit ya" Kau terbentur cukup keras, aku menjahit 12
jahitan di sana" "Kecelakaan"," Lana berusaha mengingat semuanya-tetapi
ingatan terakhirnya hanya sampai pada teriakan Mikail dan
pelukannya yang begitu erat, sebelum semuanya menjadi
gelap. "Ya kecelakaan, kata polisi mobil kalian di sabotase dan
remnya blong. Mobil kalian terguling dan kepalamu
membentur, untung kami dapat menyelamatkanmu"
"Bagaimana dengan Mikail"," Lana bertanya cepat, sabotase
itu pasti dilakukan oleh musuh Mikail yang mendendam
kepadanya. Apakah Mikail terluka" Ataukah lelaki itu sudah
mati" Dan kenapa bukannya senang tetapi Lana malahan
merasa cemas" "Maafkan aku mengecewakanmu," suara khas itu terdengar
dari pintu, "Tetapi aku masih hidup"
Lana menoleh dan melihat Mikail berjalan memasuki
ruangannya, dengan kemeja hitam dan penampilan yang luar
biasa sehat dan tak kelihatan kalau dia baru saja mengalami
kecelakaan. Tanpa sadar Lana mengernyit, menyesal telah
mencemaskan Mikail. Lelaki itu mungkin iblis, jadi susah
mati, gumam Lana menyumpah dalam hati.
'Bagaimana kondisinya dokter"," Mikail mengalihkan tatapan
matanya dan menatap Dokter Teddy yang masih berdiri di
sana, memeriksa infus Lana.
Senyum di wajah Dokter Teddy tak pernah pudar hingga
Lana menyadari dua lelaki di depannya ini begitu kontras,
yang satu begitu dingin dengan nuansa muram gelap yang
melingkupinya, dan yang satunya tampak begitu cerah,
penuh senyum seolah-olah dia membawa Matahari di atas
kepalanya. "Kondisinya sudah membaik, tetapi dia masih harus istirahat
dan berbaring beberapa hari di sini. Saya belum bisa
merekomendasikan dia dibawa pulang seperti permintaan
anda tuan Mikail," ekspresi Dokter Teddy berubah serius
meskipun masih penuh senyum, "Itu akan berbahaya
untuknya, kepalanya terbentur parah dan goncangan sekecil
apapun akan membuatnya mual dan muntah dan kesakitan.
Anda tentu tidak ingin hal itu terjadi kepadanya kan?"
"Berapa hari sampai dia bisa normal kembali"," Mikail
membicarakan Lana seolah-olah Lana tidak ada di ruangan
itu. Dokter Teddy tampak menghitung,
"Maksimal tujuh hari, tetapi tidak menutup kemungkinan
kalau kurang dari tujuh hari perkembangannya sudah
membaik, kami akan merekomendasikannya untuk bisa
dirawat di rumah" Mikail tercenung. Tujuh hari, dan Lana berada dalam area
publik yang cukup berbahaya. Otaknya berputar memikirkan
keamanan seperti apa yang harus diterapkannya untuk
menjaga Lana. Franky masih dalam pengejaran dan Jackal
berada entah dimana, masih mengincar mereka. Mikail harus
menjaga Lana dengan ekstra hati-hati.
Dokter Teddy mengangkat bahunya, dan tersenyum pada
Lana, "Baiklah Lana, saya harus kembali bertugas. Saya yakin
Anda akan segera sembuh", senyumnya yang secerah
Matahari memancar lagi, membuat Lana terpesona, bahkan
setelah Dokter Teddy pergi.
Mikail menatap Lana dan mencibir,
"Jangan bermimpi", desahnya kesal.
Lana menatap Mikail dan mengernyit,
"Apa maksudmu?"
"Kau menatap dokter itu dengan tatapan bodoh dan
terpesona seperti perawan yang melihat lelaki
pertamanya.....Oh maaf", senyum Mikail benar-benar
mengejek, "Aku lupa kalau kau sudah tidak perawan dan
akulah lelaki pertamamu"
Lana benar-benar marah kepada Mikail, lelaki itu benarbenar
perpaduan dari semua yang dia benci, kurang ajar,
tidak sopan, dan menjengkelkan. Mungkin karena itulah
Tuhan menciptakannya dengan kesempurnaan fisik yang
luar biasa, untuk mengimbangi sifat buruknya.
Mikail duduk di kursi sebelah Lana dan menatap lurus,
"Aku ulangi, jangan pernah kau terpesona pada dokter muda
itu, dia pasti dari kalangan keluarga konvensional dan aku
yakin, pendidikan moral dan keluarganya tidak akan
menoleransi kau, perempuan yang sudah dinodai oleh Mikail
Raveno" "Hentikan!!", Lana menggeram, tak tahan akan kata-kata
Mikail yang sepertinya sengaja digunakan untuk
menyakitinya. Kepalanya terasa berdenyut-denyut, seperti
ditusuk dengan tongkat besi. Dia meringis dan memegang
kepalanya. Ekspresi Mikail langsung berubah, lelaki itu berdiri dari
kursinya dan setengah duduk di ranjang, memeluk Lana,
"Lana" Kau kenapa" Lana...?"
"Tidak... Aku tidak apa-apa, maafkan aku, kepalaku cuma
sedikit sakit" "Berbaringlah", Mikail membantu merapikan bantal-bantal di
belakang Lana, lalu dengan pelan membaringkan Lana di
ranjang. Lana memejamkan matanya, merasakan denyutan itu mulai
mereda, dan mendesah. "Bagaimana?" Lana menarik napas panjang dan membuka mata,
menemukan wajah luar biasa tampan itu menatapnya
dengan cemas, benar-benar cemas, bukan sesuatu yang
dibuat-buat. Apakah Mikail benar-benar cemas" Tapi bagaimana
mungkin" Bukankah lelaki ini adalah lelaki kejam yang
menghancurkan keluarga dan orangtuanya"
Tapi ingatan Lana kembali kepada malam kecelakaan itu,
sekarang terpatri jelas dalam ingatannya kalau Mikail benarbenar
merengkuhnya malam itu, memeluknya erat-erat dan
menahan guncangan-guncangan untuk melindunginya.
Mungkin kalau bukan karena dipeluk Mikail, tubuh Lana
sudah terlempar, dan bukan hanya kepalanya saja yang
terluka. Malam itu, Mikail jelas-jelas melindunginya. Tapi,
kenapa" Pertanyaan-pertanyaan itu kembali membuat
kepala Lana sakit, dia memejamkan matanya lagi.
Hening sejenak, kemudian Mikail menghela napas,
"Istirahatlah, kalau kau perlu apa-apa, kau tinggal menekan
tombol di dekat ranjang."
Dan kemudian Mikail pergi menutup pintu dengan pelan dari
luar. *** Mikail menyandarkan tubuhnya di dinding dan memijit
dahinya yang berdenyut, dadanya terasa sakit dan nyeri.
Jadi, seperti ini rasanya.... Melihat Lana kesakitan hampir
membuatnya meledak dalam kecemasan, dan itu semua
karena musuh-musuhnya yang hendak mencelakainya,
"Apakah semua baik-baik saja Tuan?", Norman muncul, dia
memang sedang bertugas berjaga di sana dan cemas
melihat Mikail hanya bersandar di pintu,
Mikail menoleh, menatap Norman dan mengernyit, "Ah.. Ya,
dia baik-baik saja, hanya tadi ada serangan di kepalanya, dia
kesakitan" Norman menganggukkan kepalanya dan merenung. Mikail
juga tampak sibuk dengan pikirannya sendiri,
"Kenapa tidak Anda katakan saja kepadanya?", gumamnya
akhirnya. Mikail menyentakkan kepalanya,
"Apa?" "Semuanya, seharusnya dia tahu semuanya. Itu akan
membebaskannya dan juga membebaskan Anda"
Mikail menggelengkan kepalanya,
"Itu akan menghancurkan hatinya". Dengan cepat Mikail
mengalihkan pembicaraan, "Dokter bilang dia harus
seminggu lagi di sini, kau atur penjagaan di sini, jangan
sampai ada yang lengah. Hanya dokter dan perawat khusus
Lana yang boleh masuk ke ruangan itu, instruksikan pada
semuanya" Mikail lalu melangkah pergi, dan Norman
tercenung menatap tuannya itu.
Semua orang selalu takut pada Mikail. Lelaki itu setampan
malaikat, tetapi hatinya sehitam iblis, begitu kata orangorang. Semua orang
memujanya sekaligus menjaga jarak
karena ketakutan. Yang mereka tidak tahu, kadang-kadang,
tuannya itu bisa seperti malaikat seutuhnya, baik tampilan
fisiknya maupun hatinya *** "Selamat sore, sepertinya kau sudah lebih sehat". Dokter
Teddy menyapa lagi di sore harinya setelah memeriksa
Lana, "Dan kulihat makan malammu masih utuh, kenapa kau
tak memakannya?" Lana mengernyit meskipun mencoba tersenyum lemah
kepada Dokter Teddy, "Saya masih mual dan muntah-muntah dokter"
"Tapi kau harus tetap makan, aku akan memesankan menu
lain untukmu, mungkin sup panas dan jus buah bisa
menggugah seleramu?"
Mau tak mau Lana tersenyum melihat betapa
bersemangatnya Dokter Teddy,
"Terima kasih dokter"
Dokter Teddy menganggukkan kepalanya,
"Aku cuma tidak menyangka perempuan seperti kau yang
menjadi kekasih Tuan Mikail"
Tertegun Lana mendengar perkataan Dokter Teddy itu,
"Apa?" Wajah Dokter Teddy memerah karena malu, dia tampak
menyesal telah mengucapkan kata-kata itu,
"Ah maafkan aku Lana, lupakan aku telah mengucapkannya
ya?" Lana menggelengkan kepalanya,
"Tidak apa-apa dokter, semua yang melihat pasti akan
menyangka aku adalah kekasih Mikail"
"Apalagi melihat tingkah Tuan Mikail di ruang gawat darurat
kemarin", Dokter Teddy terkekeh
Lana mengernyitkan matanya lagi, memangnya apa yang
dilakukan Mikail di ruang gawat darurat kemarin"
Dokter Teddy sepertinya tahu bahwa Lana bertanya-tanya,
dia mengangkat bahunya, "Jangan bilang padanya kalau aku membicarakan
tentangnya di belakangnya ya, sampai sekarang aku masih
merinding mengingat tatapan membunuhnya ketika
mengancam akan menghabisi semua dokter dan perawat di
sini kalau mereka tidak berhasil menyelamatkanmu",


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ditatapnya Lana dengan tatapan menyesal, "Sungguh,
siapapun yang melihat kelakuannya kemarin pasti akan
mengambil kesimpulan yang sama, bahwa Tuan Mikail
adalah kekasih yang amat sangat mencintai dan
mencemaskanmu" Lana memalingkan muka, tidak tahu harus berkata apa,
masih tidak dipercayainya kata-kata Dokter Teddy
kepadanya, "Ah ya, dan sebenarnya dia turut andil dalam menyelamatkan
nyawamu" Ketika Lana menatap Dokter Teddy dengan bingung, Dokter
Teddy mendesah, "hmm. Dia tidak bilang padamu ya, jangan
bilang kalau kau tahu dari aku ya"
"Tahu tentang apa?"
"Malam itu kau kehabisan banyak darah, dan Tuan Mikail
yang kebetulan golongan darahnya sama denganmu,
memaksa kami mengambil darahnya untukmu. Sebenarnya
kami tidak boleh melakukannya, Tuan Mikail juga baru
selamat dari kecelakaan yang sama, tetapi dia memaksa,
dan mengancam. Dan benar apa kata orang, tidak akan ada
seorangpun yang berani melawan apa yang dikatakan oleh
Mikail Raveno. Lagipula dia adalah pemilik rumah sakit ini,
perintahnya harus kami laksanakan"
Kejutan lagi. Lana tidak suka dia harus berhutang nyawa
kepada lelaki iblis itu... Tetapi entah kenapa, perasaan
bahwa darah lelaki itu mengalir di pembuluh nadinya
membuat dadanya berdesir oleh suatu perasaan aneh,
seolah-olah bagian diri Mikail sekarang ada di dalam
tubuhnya, di dalam dirinya.
Dokter Teddy menghela napas melihat Lana termenung,
"Ah seharusnya aku tidak terlalu banyak bicara, kau harus
segera beristirahat"
Ketika Dokter Teddy sudah sampai di pintu, Lana
memanggilnya, "Dokter..." Langkah Dokter Teddy berhenti seketika, dia menoleh dan
menatap Lana bertanya-tanya,
"Ada apa Lana" Ada yang bisa kubantu" Apakah kau
kesakitan?" Lana menggelengkan kepalanya,
"Ah tidak apa-apa dokter, lupakan saja, terimakasih sudah
merawat saya" Dokter Teddy tersenyum, "Aku hanya melakukan tugasku, tapi sekaligus aku senang
kalau pasienku makin membaik".
Ketika Dokter Teddy pergi, Lana tercenung. Cerita Dokter
Teddy tadi membuatnya bingung. Benarkah itu semua"
Bahwa Mikail sangat mencemaskan keselamatannya"
Pikiran Lana teralihkan oleh kesadarannya bahwa dia saat ini
tidak sedang dikurung di rumah Mikail yang berpenjagaan
ketat, dia ada di area publik. Sebuah rumah sakit, dan itu
berarti kesempatannya untuk melarikan diri semakin besar.
Dia harus melepaskan diri dari cengkeraman Mikail karena
dia merasa takut. Ya... Lana takut semakin lama dia berada
di bawah Mikail, pada akhirya dia akan bertekuk lutut di
bawah kaki Mikail, jatuh ke dalam pesonanya. Lana hanya
perlu seseorang untuk menolongnya,,,,bisakah Dokter Teddy
menolongnya" Jika Lana meminta tolong padanya, akankah
Dokter Teddy mengerti" Dari perkataannya tadi, tampak jelas
kalau Dokter Teddy menganggap Lana adalah kekasih
Mikail, Bagaimana jika dia menceritakan yang sebenarnya"
Mungkinkah Dokter Teddy jatuh simpati dan menolongnya"
Atau mungkin Dokter Teddy malah melaporkannya pada
Mikail, mengingat rumah sakit ini adalah milik Mikail. Malam
itu Lana tertidur dengan mimpi buruk, di mana Mikail terus
menerus mengucapkan ancaman itu di telinganya, bahwa dia
akan membunuh siapapun yang menolong Lana dan
siapapun yang lengah hingga Lana bisa melarikan diri.
Kalimat itu terngiang jelas sepanjang malam : "Kebebasanmu
akan digantikan dengan nyawa seseorang, Lana....
*** Norman melapor pagi-pagi sekali kepada Mikail, "Kami
berhasil menangkap Franky"
Mikail yang sedang menyesap kopinya langsung
membanting gelasnya ke meja, "Hidup-hidup?", tanyanya
sambil menyipitkan matanya. Norman mengangguk,
"Hidup-hidup" "Bagaimana kondisinya?"
"Kakinya sedikit luka, tetapi tidak parah. Dia berusaha
melarikan diri dari kami, tetapi kami berhasil
menggagalkannya" "Bagus, bawa dia padaku"
*** Sosok yang selalu berada dalam bayangan gelap itu
mengawasi semuanya dari mobil yang diparkir secara tidak
kentara dekat dengan gerbang Mikail.
Bagus. Mereka sudah menangkap Franky, itu akan
mengalihkan perhatian mereka untuk sementara. Dan dia
bisa berbuat apapun yang dia mau untuk menyusun rencana
menghabisi Mikail.... Dan pelacurnya. Jackal tidak pernah
gagal membunuh targetnya. Ketika targetnya terlepas, Jackal
akan memburunya sampai mati, dan kali keduanya, dia tak
akan pernah gagal. *** BAB 8 Mikail masuk ke kamar perawatan Lana tengah malam. Saat
itu Lana sudah tertidur pulas. Dengan langkah pelan tak
bersuara, Mikail berjalan menuju tepi tempat tidur dan berdiri
dekat di sana mengawasi Lana.
.... Begitu damai perempuan ini terpejam dalam lelapnya,
seolah tak menyadari bahwa sekarang bahaya yang amat
besar sedang mengintainya.
Mikail sedikit membungkuk, lalu menyentuh pelan pipi Lana.
Perempuan itu mengerang pelan lalu mengubah posisi
tidurnya, tetapi tidak terbangun.
Mikail mengambil resiko dengan menunduk dan mengecup
bibir Lana, merasakan manisnya bibir itu. Sampai kemudian
dia larut dalam gairahnya yang tertahan dan melumat bibir
Lana. *** Lana merasakan gelenyar panas di seluruh tubuhnya, dan
dia menggeliat, ada gairah menjalar dari bibirnya yang terasa
nikmat dilumat seseorang. Dengan lemah Lana mengerjap
setengah tidur dan membuka mata.
Lelaki itu, yang sedang membungkuk di atas tubuhnya dan
melumat bibirnya, adalah Mikail Raveno.
Mikail sedang melumat bibir Lana, kemudian dia berhenti dan
menatap mata Lana, menyadari bahwa Lana sudah
terbangun, Dengan lembut Mikail menelusurkan tangannya di pipi Lana,
lalu bibirnya mengikuti gerakan jemarinya.
Lana memejamkan matanya, ini pasti mimpi. Mikail Raveno
di dunia nyata tidak mungkin berbuat selembut ini, lelaki itu
pasti akan langsung memaksanya, memperkosanya, dan
memperlakukannya dengan kasar.
Ini pasti mimpi, karena sebelum tidur Lana berbaring dengan
gelisah, mencoba menghapus memori bercintanya dengan
Mikail yang seolah-olah selalu muncul dalam benaknya.
Dan karena ini mimpi, tak ada salahnya untuk menikmati.
Lana setengah tersenyum, lalu menyentuh pipi Mikail dengan
lembut. Dalam sekejap tubuh Mikail langsung kaku seperti
terkejut merasakan sentuhan lembut jemari Lana di pipinya.
Lana langsung menarik tangannya panik, apakah Mikail
dalam mimpinya ini akan berubah lagi menjadi Mikail dalam
dunia nyata yang jahat"
Ternyata tidak, Mikail dalam dunia mimpi ini sangat lembut
dan penuh kebaikan. Lelaki itu mengambil jari Lana dan
meletakkannya di pipinya.
"Sentuh aku di manapun kau suka, jangan berhenti..." bisik
Mikail penuh gairah. Lana tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, ini benar-benar
mimpi yang sangat menyenangkan. Di bawah tatapan tajam
Mikail, Lana menyusurkan jemarinya di wajah Mikail,
mengagumi setiap kesempurnaan yang terpatri di sana.
Ketika jemarinya hampir menyentuh bibir Mikail, lelaki itu
meraih tangannya, dan mengecupnya lembut, satu persatu
jemarinya, Mikail menggulingkan tubuhnya ke samping Lana,
ranjang rumah sakit yang lembut itu membuat tubuh mereka
bersentuhan rapat. Tangan Mikail menggenggam jemari
Lana, lalu menyentuhkan jemarinya ke kejantanannya yang
sudah sangat siap, "Sentuh aku Sayang", bisiknya parau.
Wajah Lana memerah merasakan kekerasan yang panas di
telapak tangannya, dengan lembut Mikail membuka ikat
pinggangnya dan menurunkan celananya, "Rasakanlah
tubuhku yang amat sangat mendambamu"
Lana meremas kejantanan itu dan Mikail mengerang,
perasaan bahwa Mikail benar-benar bergairah atas
sentuhannya membuat Lana merasa senang. Oh ya ampun,
ini adalah mimpi erotis terbaik yang pernah dia alami.
Jemari Lana bereksplorasi di tubuh Mikail, dan lelaki itu
membiarkannya sebebas-bebasnya. akhirnya, ketika bibir
Lana dengan penuh ingin tahu mencecap kejantanan itu,
Mikail mengangkat kepala Lana dengan tatapan tajam
berkabut yang penuh gairah.
"Giliranku" geramnya serak.
Lana dibaringkan dengan Mikail berbaring miring
menghadapnya, lelaki itu mengecup dahinya, pelipisnya,
ujung hidungnya, pipinya, bibirnya dengan kecupan-kecupan
kecil yang lembut, Lalu bibir itu berhenti di bibir Lana,
mencicipinya sedikit-sedikit di tiap ujungnya, meniupkan
kehangatan yang basah di sana. Membuat Lana membuka
bibirnya dengan penuh perasaan mendamba.
Mikail melumat bibir Lana yang membuka itu dan
menyelipkan lidahnya ke dalamnya. Lidah mereka bertautan,
panas dan basah. Bibir Mikail melumat bibir Lana tanpa
ampun, mencecap setiap sisinya, dengan penuh gairah.
Lana merasakan jemari Mikail mulai membuka satu-persatu
pakaian rumah sakit Lana, kemudian tangan yang panas itu
serasa membakar di kulitnya yang telanjang, menyentuhnya
dengan intens di semua sisi, menimbulkan geletar tiada
duanya, yang membuat Lana menggeliat penuh gairah.
Jemari Mikail menyentuh kewanitaannya, dan mencumbunya
dengan keahlian luar biasa hingga paha Lana terbuka,
panas, dan basah siap untuknya.
Mikail sudah berada di atasnya dan menindihnya, Lana
merasakan kejantanannya yang begitu panas
menyentuhnya. "Apakah...", napas Mikail yang panas sedikit terengah terasa
begitu erotis di bibirnya, Mikail mengecupnya lagi, "apakah
aku akan menyakitimu kalau aku..."
Lana menggoyangkan pinggulnya putus asa, gairahnya
memuncak tanpa ampun, dia ingin Mikail ada di dalam
dirinya, oh Ya ampun, dia sangat ingin!
Gerakan-gerakan Lana yang tak berpengalaman itu
membuat Mikail menggertakkan giginya menahan gairahnya
yang memuncak. Akhirnya dengan satu gerakan yang mulus,
Mikail menekan dirinya, menyatukan tubuhnya dengan Lana.
Percintaan mereka sangat penuh gairah dan luar biasa
nikmatnya. Lana mencengkeram punggung Mikail yang
berotot, melupakan rasa sakit di kepalanya, terlalu larut
dalam kenikmatan yang mendera tubuhnya. Mikail berusaha
bergerak selembut mungkin, tetapi gairahnya mengalahkan
akal sehatnya, dia bergerak dengan penuh gejolak,
membawa Lana bersamanya. Dan akhirnya ketika puncak itu
datang, tubuh mereka menyatu dengan begitu eratnya,
dalam ombak kepuasan yang bergulung-gulung menghantam
tubuh mereka. Ketika Mikail menarik tubuhnya dengan hati-hati dari Lana
dan berbaring di sebelahnya dengan lengan masih
memeluknya erat, Lana sudah terlalu kelelahan untuk
bergerak -sungguh mimpi yang luar biasa nikmatnya-desah
Lana dalam hati, masih menggelenyar dalam sisa-sisa
kenikmatan yang begitu memuaskan.
Ah, bahkan dalam mimpinya itu, dia bisa merasakan dengan
jelas kecupan lembut Mikail di dahinya sebelum lelaki itu
pergi. *** Ketika terbangun di pagi harinya, Lana baru sadar bahwa itu
semua bukanlah mimpi. Oh ya, bajunya memang terpasang
rapi dan semuanya tampak baik-baik saja. Tetapi rasa pegal
dan kelembapan yang khas di antara kedua pahanya serta
aroma parfum Mikail yang tertinggal di seluruh tubuhnya
membuatnya sadar bahwa semalam, Mikail benar-benar
berkunjung ke kamarnya dan bercinta dengannya.
Lelaki itu memperkosanya lagi ketika dia tidak sadar. Lana
mengernyit, mencoba menahan rasa terhina yang
menyesakkan dadanya. Tetapi, apakah benar itu perkosaan" Malam kemarin Lana
amat sangat bersedia untuk bercinta dengan Mikail. Bahkan
dia mengalami orgasme! Ya, bahkan tubuhnya pun masih
mengingat kenikmatan luar biasa yang didapatnya semalam.
Apakah bisa mencapai kepuasan ketika kau diperkosa",
Lana memegang pipinya yang memanas dengan jemarinya,
merasa malu dan jijik pada dirinya sendiri. Mungkin memang
benar di dalam dirinya tersembunyi wanita jalang, yang
kemarin akhirnya keluar dan menguasai tubuhnya.
Lana telah ditaklukkan dalam pesona gairah Mikail yang luar
biasa ahli. Dan sekarang ketakutan menerpa dirinya,
bagaimana kalau pada akhirnya nanti dia menyerah dan
dengan senang hati menjadi wanita murahan yang bersedia
menjadi kekasih Mikail, bertekuk lutut di kaki lelaki itu seperti
perempuan-perempuan yang lain"
Bagaimana dia mempertanggungjawabkan dirinya kepada
ayah dan ibunya nanti"
"Kau tampak sedih",
Suara itu membuat Lana terlonjak kaget, dia menoleh dan
mendapati Dokter Teddy berdiri di pintu, menatapnya cemas,
"Apakah kau baik-baik saja"
Kenapa hidupku tidak bisa biasa-biasa saja" Tiba-tiba Lana


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merasa sedih atas perjalanan hidupnya. Dihadapkan pada
Dokter Teddy yang selalu tampak ceria dan tanpa beban
membuat Lana ingin menangis, dan matanya mulai berkacakaca.
"Hei... Heii", dokter Teddy mendekati ranjang dan menyentuh
lengan Lana, "Kenapa Lana" Apakah kau baik-baik saja?"
Lana menganggukkan kepalanya, mengusap air matanya
dengan malu, "Saya baik-baik saja dok..."
Dengan ragu, Dokter Teddy duduk di tepi ranjang,
"Apakah kau bertengkar dengan kekasihmu, Tuan Mikail..
Aku mengerti, mengingat sifat keras dan dominannya yang
terkenal itu.. pasti berat menjadi kekasihnya"
Lana menatap Dokter Teddy tajam,
"Aku bukan kekasihnya, aku membencinya setengah mati
hingga ingin membunuhnya", desis Lana penuh kemarahan.
Dokter Teddy terpana kaget,
"Apa" Bukankah... Bukankah.."
"Dokter, aku bukan kekasihnya, aku disekap di rumahnya
selama ini...", dan semua cerita itu mengalir dari mulut Lana,
mulai dari kisah bisnis ayahnya dengan Mikail, kematian
kedua orang tuanya, usahanya membalas dendam, sampai
kemudian dia berakhir dalam sekapan Mikail.
Dokter Teddy mendengarkan semua dengan takjub, dan
ketika semua kisah itu berakhir, Dokter Teddy menatap Lana
tak percaya, "Wow....", tunggu sebentar, beri aku waktu, aku tak tahu
harus bicara apa" Lana menatap Dokter Teddy penuh tekad,
"Saya mohon bantuan dokter untuk melepaskan saya dari
sini, hanya dokter dan perawat dokter yang boleh masuk ke
ruangan ini, sedangkan di luar semua penjaga berjaga ketat.
Saya mohon dokter, saya sudah melupakan dendam saya,
yang saya inginkan hanyalah melepaskan diri dari
cengkeraman Mikail, dia lelaki yang sangat jahat dan kejam,
mungkin saya akan berakhir mati di tangannya"
Dokter Teddy tercenung mendengar kata-kata Lana,
"Oke...aku akan mencari cara, meskipun sepertinya sulit",
lelaki itu berdehem, "Aku tidak menyangka kalau reputasi
jahat Tuan Mikail memang benar adanya, menyekap
perempuan tidak bersalah dan memaksanya menjadi
kekasihnya, itu benar-benar tidak bisa dibenarkan", dengan
penuh keyakinan, Dokter Teddy menggenggam kedua
tangan Lana, "Aku akan mengabarimu nanti, yang pasti, aku
akan membantumu Lana, supaya kau bisa lepas dari Tuan
Mikail yang jahat *** Mikail masuk ke kamar, hanya selang beberapa menit
setelah Dokter Teddy pergi, dan Lana senang karenanya, itu
berarti tidak mungkin Mikail mendengar percakapannya
dengan dokter Teddy tadi,
"Bagaimana keadaanmu?", Mikail menatap Lana tajam tanpa
senyum. Ketika Lana menatap Mikail, mau tak mau kenangan
percintaan mereka semalam berkelebatan di benaknya, tak
tahan akan semua bayangan erotis itu, Lana memalingkan
mukanya, "Bukan urusanmu"
"Lana", Mikail memanggil nama Lana dengan nada jengkel,
"Kau harus cepat sehat supaya aku bisa membawamu
pulang, di sini tidak aman"
"Kau yang diincar oleh musuh-musuhmu, kenapa aku yang
harus repot?", sela Lana marah dengan tatapan berapi-api.
Mikail membalas tatapan Lana tak kalah tajam,
"Karena kau adalah kekasihku, dan Jackal sedang
mengincar kita berdua"
Jackal, siapa orang yang mau menyandang nama sebegitu
mengerikan" Lana mengernyitkan alisnya, bingung.
"Jackal adalah nama pembunuh bayaran yang disewa oleh
musuhku", Mikail melirik buku jarinya yang memar, yang
kemarin dipakainya untuk menghajar Franky habis-habisan,
sampai lelaki itu terkapar penuh darah, bahkan sudah tak
mampu lagi memohon ampun kepadanya, "Dia selalu
berhasil membunuh siapapun yang menjadi targetnya. Dan
kemarin kita berhasil lolos dari kecelakaan yang
direncanakan oleh Jackal... Psikopat itu tidak akan berhenti
sebelum dia berhasil membunuh kita berdua".
Bulu kuduk Lana meremang, orang bernama Jackal ini
terdengar begitu mengerikan...
"Kau tidak aman di sini Lana", Mikail mengacak rambutnya
frustasi, "Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Jackal,
tidak ada yang tahu dia laki-laki atau perempuan, dia bisa
menjadi siapapun. Bahkan saat ini aku tidak bisa
mempercayai pengawal-pengawalku sendiri, kecuali Norman.
Di sini keadaanmu sangat riskan, di rumahku kau akan
aman", Dengan tercenung Mikail mengawasi Lana, "Kurasa
kau sudah cukup sehat untuk pulang, nanti malam aku akan
mengurus kepulanganmu dari rumah sakit ini"
Kalau dia pulang, maka kesempatannya untuk melarikan diri
akan menguap begitu saja, pikir Lana panik. Dia tidak boleh
pulang ke rumah itu! Dengan impulsif Lana memegang kepalanya, pura-pura
kesakitan, "Kenapa Lana?", Mikail langsung bertanya cemas.
"Kepalaku... Kepalaku...", Lana mengerang berusaha sebaik
mungkin terdengar sakit. "Dokter!", Mikail memanggil setengah berteriak dan Dokter
Teddy yang kebetulan ada di dekat situ langsung masuk
dengan cemas, "Ada apa Tuan Mikail?"
"Dia kesakitan!", suara Mikail meninggi, "Kupikir kondisinya
lebih baik sehingga besok dia bisa pulang, tetapi dia
kesakitan, kenapa dia kesakitan?" Kau bilang lukanya akan
membaik..." Dengan cepat Dokter Teddy menangkap isyarat mata Lana
dan membaca situasi, dia berdehem mencoba terdengar
serius, "Seperti yang saya bilang, kondisinya masih belum
stabil Tuan Mikail, kadang dia tampak baik, tapi kadang
goncangan sekecil apapun bisa membuatnya kesakitan.
Saya menganjurkan Anda tidak membawanya pulang dulu,
atau kesembuhannya akan terhambat"
Mikail tercenung dan menatap Lana frustasi, "Oke.
Sembuhkan dia dulu!", gumamnya dingin
Dan Lana mendesah lega dalam hati, kesempatannya untuk
melarikan diri masih ada.
*** Malam itu jam delapan, jadwal pemeriksaan Lana oleh
Dokter Teddy, lelaki itu datang tepat waktu, kali ini membawa
perawat. Ketika Lana menyadari Dokter Teddy memasuki ruangan, dia
langsung terduduk tegak, waspada.
"Dokter..." Dokter Teddy memberi isyarat, menyuruh Lana menutup
mulutnya. Lalu mempersiapkan jarum suntik.
Yang tidak disangka Lana, ketika perawat itu sedang
memeriksa infus Lana, Dokter Teddy tiba-tiba menusukkan
jarum suntik itu ke tubuh perawat itu. Dalam hitungan detik,
tubuh perawat itu langsung ambruk tak sadarkan diri. Dokter
Teddy menopang tubuh perawat itu dan menyandarkannya di
ranjang, "Kau bisa bangun?", Tanya dokter Teddy cepat.
Lana masih terpana akan kesigapan gerakan Dokter Teddy,
sampai kemudian dia sadar bahwa Dokter Teddy sedang
bertanya padanya, dia langsung menganggukkan kepalanya,
"Bagus, bisakah kau menukar bajumu dengan baju perawat
ini" Aku akan menutup tirai untuk memberimu privasi",
Dokter Teddy langsung menutup tirai dan menunggu di luar
tirai. Detik itu juga Lana sadar, ini adalah rencana Dokter Teddy
untuk melepaskannya! Dengan sigap, melupakan bahwa kepalanya masih sakit,
Lana mencoba berdiri, dan ketika bisa, dia langsung melepas
pakaiannya dan menukarnya dengan baju perawat itu.
Setelah semua beres, Lana memanggil Dokter Teddy yang
segera mengangkat perawat yang masih pingsan itu dan
membaringkannya di ranjang, lalu menyelimuti perawat itu.
"Kau harus bersikap biasa dan tidak mencurigakan", gumam
Dokter Teddy ketika Lana sedang memasang topi perawat di
kepalanya, lalu mendekap papan pemeriksaan di dadanya,
"Ayo" Jantung Lana berdegup kencang ketika Dokter Teddy
membuka pintu. Dua penjaga yang ditempatkan Mikail di pintu tampak
sedang bercakap-cakap. Dokter Teddy mengangguk kepada
mereka dan mereka membalas dengan senyum.
Posisi tubuh Dokter Teddy menutupi Lana sehingga tidak
kelihatan, lalu dia menggiring Lana menuju lorong
meninggalkan pengawal itu jauh di belakang.
Ketika akhirnya mereka membelok di lorong tanpa ketahuan,
Lana menarik napas, lega luar biasa. Dokter Teddy
mengajak Lana setengah berlari ke tempat parkir, menuju
kebebasannya. *** Norman menyerahkan berkas-berkas itu kepada Mikail yang
duduk di sofa, "Ini beberapa orang yang mungkin bisa kita curigai"
Mikail mengambil berkas itu dan membacanya, lalu
membolak-baliknya. Matanya terpaku pada salah satu foto di
berkas itu, "Kenapa dia masuk ke daftar ini?"
Norman melirik berkas itu.
"Karena kami memfilter semua pegawai rumah sakit yang
masuk kurang dari 2 bulan sebelum kejadian kecelakaan itu"
Mikail mengernyit lama. Sebelum kemudian wajahnya
menegang. "Dia punya akses bebas masuk ke ruangan Lana, kita harus
ke rumah sakit segera!"
Mikail meraih jasnya dan melangkah tergesa ke pintu diikuti
Norman. Dan pada sat bersamaan, pintu di sisi lainnya
terbuka, beberapa pengawal Mikail masuk dengan wajah
panik dan nafas terengah.
"Tuan Mikail, Lana melarikan diri dari rumah sakit!!"
*** BAB 9 Dokter Teddy mengendarai mobilnya dengan tenang
menembus kemacetan jalan raya, mereka lalu tiba di belokan
ke luar kota, menuju jalanan yang sepi. Lana yang selama ini
diam karena menahan rasa tegang dalam perjalanan
menoleh dan menatap Dokter Teddy penuh rasa ingin tahu,
"Kita akan kemana dokter?"
Dokter Teddy menoleh lalu tersenyum manis, "Ke rumah di
pinggiran kota, tempatnya seperti villa di pegunungan, kau
akan aman di sana dan Tuan Mikail tidak akan bisa
menjangkaumu" Lana menganggukkan kepalanya dan menatap lurus ke
depan, pemandangan di luar adalah hutan dan jalanan yang
berkelok-kelok, malam makin gelap dan Lana mulai merasa
mengantuk. Akhirnya dia menyandarkan kepalanya dengan
nyaman di kursi dan mulai tertidur.
*** Mikail menatap marah pada perawat yang dibius untuk
menggantikan Lana di ranjang. Dua pengawalnya yang tadi
berjaga di kamar Lana berdiri ketakutan dengan wajah lebam
bekas pukulan Mikail, "Kenapa kalian bisa sebodoh itu hah"," suara Mikail
terdengar tenang, tetapi intensitas kemarahannya membuat
bulu kuduk dua anak buahnya berdiri.
Para pengawal itu saling bertatapan mencoba berkata-kata,
tetapi tak bisa. Mereka memang bersalah. Norman sebagai
atasan mereka telah menginstruksikan untuk memeriksa
siapapun sebelum masuk dan keluar dari ruangan Lana.
Tetapi karena Dokter Teddy tampaknya terbiasa keluar
masuk ruangan ini dengan bebas, mereka jadi lengah dan
membiarkannya. Siapa sangka kalau Dokter Teddy adalah
Jackal yang ditakuti itu"
Mikail masih menatap marah kepada kedua pengawalnya,
memikirkan hukuman apa yang cukup kejam untuk
dilimpahkan atas kebodohan mereka. Lana melarikan diri,
dan bukan hanya melarikan diri, Demi Tuhan! Perempuan itu
sekarang ada di tangan Jackal.
Norman datang, menyerahkan setumpuk berkas lagi,
mengalihkan perhatian Mikail,
"Sepertinya dugaan Anda benar Tuan Mikail, profil Dokter
Teddy sangat mirip dengan profil Jackal. Dia lulusan jenius
dari kedokteran, kehidupannya sangat misterius, dan
menurut desas desus, ibunya meninggal karena bunuh diri.
Dia baru masuk mendaftar ke rumah sakit ini dua bulan yang
lalu, dan ketika kami melakukan pengecekan terhadap masa
lalunya, semuanya kosong, tidak ada satupun data
tentangnya, seolah semuanya dihapus"
"Cari sampai dapat," Mikail menggertakkan giginya, "Apapun
itu, alamat, nomor mobilnya, apapun untuk bisa
mengarahkan kita kepadanya. Kita harus menemukan Lana,
sebelum terlambat," Mikail memejamkan mata, sejenak
merasakan sesak di dadanya.
Lana harus selamat, meskipun sekarang hal itu diragukan,
karena Lana berada di tangan Jackal yang sangat kejam.
Mikail akan menempuh segala cara untuk mendapatkan
Lana kembali, selamat, dan hidup-hidup.
*** "Lana, kita sudah sampai," Dokter Teddy mengguncang bahu
Lana lembut. Lana membuka matanya dan menemukan
mobil mereka diparkir di sebuah villa tua berwarna putih yang
sangat indah dihujani cahaya lampu yang remang-remang.
Dokter Teddy turun terlebih dahulu, lalu membuka pintu
penumpang dan membantu Lana turun. Mereka berjalan
bersisian memasuki teras rumah, ketika Dokter Teddy
membuka kunci pintu rumah itu, Lana mengernyit dan
bertanya, "Ini rumah Dokter Teddy?"
Lelaki itu tersenyum lagi dan menggeleng,


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bukan, ini properti milik sahabatku yang dititipkan kepadaku,
sekarang dia sedang di luar negeri. Kupikir tempat ini adalah
tempat yang paling aman untukmu sekarang-sekarang ini....
Kau bisa bersembunyi di sini sementara, karena aku tahu
Tuan Mikail pasti sedang sangat marah sekarang dan pasti
dia akan menggunakan segala cara untuk mencarimu".
Lana menggigil mendengar kemungkinan itu, dan
membiarkan dirinya dihela masuk ke dalam vila itu. Bagian
dalam villa itu sangat indah, secantik bagian luarnya, dengan
ornamen Belanda yang kuno dan rapi, tampak begitu
nyaman untuk ditinggali, "Ayo, kuantar kau ke kamar sementaramu, kau bisa
beristirahat di sana, aku yakin kau pasti capek setelah
perjalanan panjang." Dokter Teddy melangkah melalui anak
tangga dan Lana mengikutinya.
Kamar untuk Lana adalah kamar sederhana yang tertata
rapi, dan ranjang bulu angsa berseprai putih di tengah
ranjang tampak sangat empuk dan menggoda untuk ditiduri.
Tanpa sadar Lana menguap dan Dokter Teddy terkekeh,
'Tidurlah Lana, semoga besok pagi kau bangun dengan lebih
segar". Lana menganggukkan kepalanya,
"Terima kasih dokter, terima kasih atas segalanya, saya tidak
tahu bagaimana harus berterimakasih kepada dokter karena
sudah menyelamatkan saya dari Mikail"
Dokter Teddy melangkah ke pintu, senyumnya tampak
misterius di balik cahaya remang-remang,
"Tidak apa-apa Lana, aku senang bisa membawamu ke sini,"
Lalu lelaki itu melangkah keluar dan menutup pintu di
belakangnya. *** Lana terbangun karena rasa haus yang amat sangat, dia
terduduk di ranjang dan sedikit terbatuk-batuk. Dengan pelan
dia memandang ke sekeliling, masih gelap. Mungkin ini
masih dini hari. Dengan langkah hati-hati Lana turun dari ranjang, dan keluar
dari kamar. Dimanakah dapurnya" Dia ingin minum....
Lorong lantai dua tampak gelap, tetapi ada cahaya putih di
ujung sana, mungkin itu dapurnya.. pikir Lana dalam diam.
Dia lalu melangkah hati-hati menuju cahaya itu, dan terbawa
ke sebuah pintu yang sedikit terbuka di ujung lorong.
Lana membukanya, dan tertegun. Ini bukan dapur. Dia sudah
hendak membalikkan badan, ketika pandangan matanya
terpaku pada sesuatu, dan wajahnya memucat.
Di sana, di salah satu sisi tembok itu penuh dengan foto-foto
yang ditempel. Dan itu bukan foto-foto biasa, itu foto-foto
Mikail sedang melakukan aktivitasnya, beberapa di
antaranya ada Mikail yang sedang bersama Lana. Dan
melihat ekspresi Mikail di sana, tampaknya foto-foto itu
diambil dengan kamera tersembunyi, tanpa seizin objeknya.
"Ada pepatah, kalau rasa ingin tahu yang besar suatu saat
akan menjadi penyebab kematianmu"
Lana terlonjak kaget, mendengarkan suara yang mendesis
itu, dia membalikkan badannya dan berhadapan dengan
Dokter Teddy yang berdiri diam di balik bayang-bayang.
Lelaki itu tersenyum, seperti biasanya, tetapi senyumnya
yang sekarang bukanlah senyum manis secerah Matahari,
melainkan seringai jahat yang menakutkan.
*** "Kita sudah berhasil melacak mobilnya," Norman datang
dengan terengah, mendatangi Mikail yang menunggu sambil
mondar-mandir tak tenang di ruangannya.
Mikail langsung berdiri dan bergegas, dia menyiapkan
senjatanya, belati berat yang selama ini ada di kakinya dan
sebuah magnum miliknya. Kalau dia harus membunuh demi
Lana, akan dia lakukan. Lelaki itu memejamkan matanya,
semoga dia tidak terlambat datang.
*** Mata Lana hanya bisa menatap dalam ketakutan, lelaki di
depannya ini sudah berubah total, dari lelaki ramah dan baik
hati menjadi monster yang menakutkan, Tubuh Lana diikat di
sebuah kursi dan Lana sepenuhnya tidak bisa bergerak, di
bawah kuasa psikopat gila yang sekarang sedang berjalan
mondar-mandir sambil memainkan pisau di tangannya.
"Membunuh dengan pisau adalah favoritku," Dokter Teddy
memainkan pisau itu di dekat Lana, membuat kilatannya
menyilaukan dalam kegelapan. "Karena itulah aku dipanggil
Jackal," lelaki itu terkekeh mengerikan melihat sinar
ketakutan yang terpancar dari mata Lana, "Yah kenalkan,
akulah Jackal yang kalian cari-cari itu"
Lana mencoba meronta, kengerian merayapi dirinya ketika
menyadari bahwa lelaki di depannya ini bukan saja orang
jahat, tetapi dia adalah psikopat menakutkan yang
diceritakan oleh Mikail. Dokter Teddy tertawa melihat usaha Lana yang sia-sia untuk
melarikan diri, kemudian mendorong kursi Lana ke dinding
dan menekankan pisaunya di pipi Lana,
"Pisau ini sangat tajam," Dokter Teddy memain-mainkan
pisau itu di pipi Lana, "Aku ragu apakah Mikail masih mau
menjadikanmu pelacurnya kalau mukamu rusak,"
diletakkannya besi dingin itu di pipi Lana membuat mata
Lana terpejam ketakutan. Tetapi kemudian kata-kata Dokter Teddy menyulut
amarahnya, dia bukan pelacur Mikail!
"Aku bukan pelacur Mikail!," dengan Lantang Lana
meneriakkan bantahannya. Dan rupanya bantahannya itu
malahan memancing emosi Dokter Teddy,
"Bukan pelacurnya katamu" Kau tidur dengannya dan
menikmatinya, kau menerima segala fasilitas darinya dengan
suka rela, dan kau membayar dengan tubuhmu. Dari
pengamatanku, kau adalah pelacur yang paling disukai dan
istimewa di mata Mikail dibandingkan pelacur-pelacurnya
yang lain, dan aku membayangkan kepuasan yang
kudapatkan ketika dia menyaksikan tubuhmu yang sudah
mati, penuh dengan sayatan pisau,"
Lalu Dokter Teddy tertawa dengan mengerikan, "Mari kita
mulai ritual ini.... Aku akan menyayatmu pelan-pelan di
bagian-bagian tubuhmu hingga kau akan mati pelan-pelan
kehabisan darah....," pisau itu berkelebatan dengan mainmain di depan Lana, "Lalu
aku akan membuang tubuhmu
tepat di depan mata Mikail, pasti aku akan puas sekali....
Sebelum kemudian akan kuhabisi Mikail dengan tanganku
sendiri," Dengan tawa mengerikannya yang terkekeh dan
menakutkan, Dokter Teddy mengayunkan pisaunya, dan
sekejap, Lana merasakan pedih karena sayatan besi tajam
itu di lengannya. *** Mikail memasuki rumah itu dengan marah, Norman dan yang
lain-lain sudah mengepung villa putih itu. Villa itu tenang dan
sepi seolah tidak ada siapapun di sana. Lalu mata Mikail
mengarah ke pintu di ujung lorong yang setengah terbuka,
dan melangkah kesana, lalu masuk dengan marah ketika
melihat apa yang terjadi di sana.
Dokter Teddy sudah melukai Lana dengan dua sayatan
berdarah di lengan Lana, membuat Lana meringis menahan
sakit dan nyeri dalam kondisi terikat di kursi dan hampir
kehilangan kesadarannya. "Lepaskan dia, Jackal," suara Mikail dingin, mencoba
menahan kemarahannya dengan terkendali. Lelaki itu
sedang memegang pisau di dekat Lana, dia tidak ingin Lana
terluka lebih dari ini. Dokter Teddy membalikkan tubuhnya dan tersenyum melihat
Mikail berdiri di ruangan itu,
"Ah... sang pangeran penyelamat akhirnya datang," dengan
tenang Dokter Teddy mengacungkan pisaunya ke arah
Mikail, "Kau lihat Mikail, pelacurmu ini sedang dalam proses
meregang nyawa, tadinya aku ingin mempersembahkannya
mati dan tersayat kepadamu. Tetapi rupanya kau terlalu
cepat datang". "Aku akan membunuhmu, kau tahu itu," geram Mikail marah.
Tawa Dokter Teddy membahana ke seluruh ruangan. "Tentu
saja, sekarangpun aku tahu bahwa seluruh pengawalmu
sedang mengepung tempat ini, siap menembakku kapanpun
aku lengah," dengan cepat Dokter Teddy bergerak ke
sebelah Lana dan menempelkan pisau tajam itu ke lehernya,
"Tapi sebelum kau membunuhku, aku akan membunuh
pelacur ini dulu". Lana terkesiap, menahan sakit dan ketakutan ketika besi
dingin itu menempel di lehernya, lapisannya yang tajam telah
menyayat lehernya, menimbulkan sedikit perih di sana.
"Kalau kau lakukan sesuatu kepadanya, aku bersumpah kau
akan mati dengan mengerikan," Kali ini Mikail sudah tidak
bisa menahan kemarahannya, "Aku akan membunuhmu
dengan pelan dan mengerikan hingga kau akan merasakan
setiap detik-detik menjelang kematianmu"
"Kau ketakutan Mikail, kau takut aku menyakiti pelacur ini,
bisa kulihat di matamu," Dokter Teddy menatap Mikail
dengan senyuman gilanya, memain-mainkan pisaunya di
leher Lana, "Satu sayatan saja, aku akan memotong nadinya,
tepat di leher... darahnya akan memancar keluar dan dia
akan mati dengan cepat... tepat di depan kedua
matamu...dan aku rela mati demi kepuasan menyaksikan
adegan itu," Lalu dengan gerakan secepat kilat, Dokter
Teddy mengangkat pisaunya, lalu membuat gerakan
menghujam untuk menikam leher Lana.
Lana memejamkan matanya, menanti detik-detik
kematiannya. Tetapi kemudian dia tidak merasakan sakit,
apakah memang kematian tidak terasa sakit" Dengan ragu di
bukanya matanya, dan dia terkesiap dengan pemandangan
di depannya. MIkail sedang menahan pisau itu, dengan tangan telanjang.
Bagian tajam pisau itu mengiris telapak tangannya, tetapi
lelaki itu menggenggam pisau itu tanpa ekspresi, meskipun
darah mulai bercucuran dari tangannya, mengenai Lana.
Sekali lagi, Mikail menyelamatkan Lana dari kematian.
Dokter Teddy tampak terperangah dengan gerakan Mikail
yang tak disangkanya itu, dia berusaha menarik pisaunya
dari genggaman Mikail, tetapi Mikail menarik pisau itu dan
melemparnya jauh-jauh, "Aku akan menghajarmu sebelum membunuhmu...," Mikail
menerjang dokter Teddy ke lantai, dan mereka bergulat
saling memukul. Tetapi Dokter Teddy, Jackal itu tidak
terbiasa berkelahi dengan tangan kosong sehingga dia
kewalahan, Mikail terus dan terus menghajarnya tanpa
ampun, ketika kemudian rintihan Lana menghentikannya.
Mikail melihat Lana kehilangan kesadarannya, mulai oleng
dalam kondisi terikat di kursi, Perhatian Mikail teralih, dan dia
berdiri untuk meraih Lana, pada saat itulah, Dokter Teddy
yang sudah babak belur mencoba meraih pisau yang
dilemparkan Mikail tadi, dia berhasil meraihnya dan
mengarahkannya untuk menikam punggung Mikail
dan...DOR! Tubuh Dokter Teddy ambruk ke lantai karena tembakan itu.
Mikail menoleh ke belakang, melihat Dokter Teddy ambruk
dengan pisau masih di tangannya, dan dia lalu menoleh ke
pintu, ke arah Norman yang memegang pistol di tangannya.
"Bereskan dia," Mikail memerintah cepat, lalu perhatiannya
sepenuhnya terarah kepada Lana, tidak dirasakannya
telapak tangannya yang tersayat dalam, dia membuka ikatan
Lana, dan perempuan itu langsung jatuh ambruk ke
pelukannya *** Ketika kesadarannya kembali, Lana berada di ruangan putih
itu, dan dia memejamkan matanya lagi, tak pernah
sebelumnya dia merasa begitu bersyukur berada di ruangan
ini. Kengerian masih merayapinya, membayangkan pisau yang
berkelebatan di mukanya, di tubuhnya, di lengannya....
Aduh! Lana merasa nyeri yang amat sangat dan menoleh ke arah
lengannya, lengannya itu sudah dibalut perban yang amat
tebal, nyerinya masih terasa tetapi lebih karena trauma
mendalam Lana akibat pengalaman buruknya itu.
Lana terduduk, MIkail telah menyelamatkannya, sekali lagi.
Kenapa lelaki itu menyelamatkannya" Apakah benar karena
dia dianggap sebagai pelacur istimewa Mikail" Karena dia
melayani Mikail dengan tubuhnya" Dengan pucat Lana
memalingkan mukanya, merasa dirinya begitu rendah.
Lelaki itu menyelamatkannya. Lana memejamkan matanya,
membayangkan bagaimana Mikail, menghalangi pisau yang
hendak menikamnya dengan tangannya. Lana masih ingat
darah yang mengalir itu, dan mau tidak mau Lana menyadari
kalau dihitung-hitung sudah beberapa kali dia diselamatkan
oleh Mikail. Kenapa lelaki itu menyelamatkannya" Itu adalah
pertanyaan yang tak bisa dijawabnya. Bertahun-tahun Lana
menumbuhkan kebencian di hatinya, memupuk rasa dendam
yang mendalam, dengan pengetahuan bahwa Mikail yang
jahat telah menghancurkan keluarganya. Yah, Mikail
memang jahat. Tetapi selain mengurung Lana, dia
memperlakukan Lana dengan baik.... Apakah dia memang
menganggap Lana sebagai kekasihnya"
Pipi Lana memerah membayangkan itu semua. Apakah
semua kebaikan Mikail murni disebabkan karena dorongan
gairah" Seharusnya Lana merasa terhina, tetapi tidak, perasaannya
terasa hangat tanpa dia mau. Dia tidak boleh merasa seperti
ini. Kebenciannya adalah satu-satunya senjata menghadapi
lelaki itu... Kalau sampai Lana merasakan perasaan lebih
kepada Mikail... Lana menggelengkan kepalanya, berusaha
mengusir perasaan yang menggayutinya.
Dengan gemetar dia meraba lengannya yang di perban, dan
menangis. Seluruh kehidupannya berubah hanya dalam
waktu singkat, seluruh rencana yang dibuatnya matangmatang
telah hancur, dan dia sekarang terpuruk di sini.
Kembali dalam cengkeraman lelaki iblis itu, dan bahkan
sekarang berutang nyawa kepadanya.
"Jangan menangis".
Lana terlonjak ketika suara itu terdengar di dekatnya, dengan
ketakutan dia menoleh dan mendapati Mikail di sana, duduk
di sofa tak jauh dari ranjang dan mengamatinya.


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan kasar Lana menghapus air matanya dan menatap
Mikail marah, "Semua ini gara-gara kau!," serunya menuduh, "Kalau kau
tidak melibatkanku dalam kehidupanmu yang penuh musuh
itu, aku tidak akan mengalami ini!"
"Dan kalau kau tidak gampang tertipu oleh bujuk rayu dokter
yang selalu tersenyum itu, kau tidak akan diculik dengan
mudah," sela Mikail tajam.
"Aku hanya ingin lepas darimu, kenapa kau tidak melepaskan
aku"," kali ini Lana berteriak penuh frustrasi, "Aku mohon
aku sudah muak berada di sini... aku..."
"Tidakkah engkau bahagia di sini Lana"," Mikail mendekat ke
ranjang dan menyentuh dagu Lana dengan jemarinya. Pada
saat itulah Lana melihat, telapak tangan Mikail di balut
perban, "Aku memenuhi kebutuhanmu, aku memberimu apa
yang tidak bisa kau beli dengan uangmu sendiri, apakah
menurutmu itu tidak cukup?"
"Aku bukan pelacur," desis Lana tajam, "Kekayaan dan
ketampananmu sama sekali tidak ada pengaruhnya untukku,
yang aku inginkan hanya kematianmu, karena kau telah
menghancurkan keluargaku. Tetapi jika itupun tidak
kudapatkan, aku sudah cukup puas bisa lepas darimu!," Lana
menatap Mikail dengan tatapan menantang.
Lelaki itu menatap Lana tajam, lalu mengangkat bahunya
dan menatap Lana lurus-lurus,
"Sudahlah, Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu,"
ditatapnya Lana dengan serius, "Bagaimana kondisimu?",
Mikail menunduk dan mengamati Lana.
Lana terdiam, otomatis memalingkan wajah dari Mikail,
"Lana", Mikail memanggil Lana dengan penuh penekanan,
membuat Lana akhirnya mau menatap matanya,
"Aku baik-baik saja", jawab Lana ketus, "Biarpun aku tahu
semua ini terjadi karena kau dan musuh-musuhmu".
Mikail terkekeh, "Hmm... Mengingat kau sudah kembali galak
kepadaku, aku yakin kau sudah sembuh", Mikail
menyentuhkan jemarinya di pipi Lana, "Maafkan aku".
Lana tertegun karena permintaan maaf Mikail, dia menatap
Mikail dengan hati-hati. "Kenapa kau meminta maaf?"
"Karena membuatmu terlibat dalam situasi ini", lelaki itu
mengangkat bahu, "Situasi seperti ini tidak akan bisa
terhindarkan, mengingat kondisiku. Tetapi kau harus tahu,
ketika kau bersamaku, aku akan menjagamu"
Lana mendengus, "Aku lebih memilih tidak bersamamu. Kalau aku sendirian
aku pasti akan lebih baik-baik saja"
Mikail menatap Lana tajam,
"Tidak bisa, situasi kemarin membuat kau dikenal sebagai
kesayanganku. Orang yang mengincarku pasti akan
mengincarmu, karena kaulah yang paling lemah. Itu
membuatmu harus selalu bersamaku, di bawah
perlindunganku", Mikail menatap Lana lurus-lurus, "Kau
adalah kelemahanku" Pipi Lana memerah, bukan cuma karena arti mendalam
dalam kata-kata Mikail. Tetapi karena cara Mikail
mengucapkannya, begitu erotis dan penuh makna seolaholah
Mikail mengucapkan sesuatu yang sensual dari
perkataannya yang biasa itu.
Dan Mikail tampaknya sengaja. Sialan lelaki itu. Dia sengaja
mengucapkan kata-katanya dengan nada sensual untuk
mempengaruhi Lana. "Kau bebas keluar masuk seisi rumah ini, tapi aku mohon
padamu, jangan mencoba melarikan diri dari rumah ini. Aku
memang jahat, tapi aku akan menjagamu, tidak demikian
halnya dengan musuh-musuhku," Mikail mengangkat
tangannya yang terluka untuk mengusap rambutnya, dan
Lana langsung teringat peristiwa itu, ketika Mikail dengan
cepat menggenggam pisau itu, menghalanginya untuk
terluka, tanpa sadar dia bergidik ngeri.
"Ya," gumam Mikail, memperhatikan reaksi Lana, "Kau
seharusnya takut Lana, karena mereka semua akan
melakukan apa saja untuk melukaiku lewat dirimu. Kau aman
disini, bersamaku. Dan aku yakin kau berpikiran sehat
sehingga tahu bahwa kau lebih baik bertahan di sini"
*** Kebebasan keluar masuk kamar ini dinikmati oleh Lana
sepenuhnya. Oh, dia memang masih bermaksud pergi, tapi
tidak sekarang. Dia masih trauma akan kejadian itu.
Setidaknya di rumah ini dia aman. Norman masih
mengawasinya diam-diam ketika dia mondar-mandir keluar
kamar, terutama ketika dia berjalan-jalan di taman. Tetapi
Lana belajar untuk mengabaikannya.
Sore itu, suasana rumah sangat sepi, dan Lana berjalan
menelusuri area lantai satu rumah itu. Rumah itu sangat luas
dengan lorong-lorong yang tidak tahu akan menuju kemana,
sepertinya tidak cukup satu hari untuk menjelajahi
keseluruhan rumah itu. Lana berhenti di sebuah pintu yang
terbuka dan sedikit mengintip. Dia terpesona menemukan
rak-rak tinggi yang memenuhi dinding-dindingnya, penuh
dengan buku! Dengan bersemangat Lana memasuki ruangan itu, dan
berdiri terkagum-kagum sambil mengamati buku-buku di
dalam rak itu. Mikail rupanya penggemar buku-buku sastra
klasik, berbagai bacaan tampak menggoda siap untuk
dinikmati, "Kau sepertinya suka membaca," suara Mikail mengejutkan
Lana, dia menoleh dan saat itu baru menyadari kalau Mikail
duduk di sudut ruangan, di meja kerjanya yang besar dan
mempelajari berkas-berkas perusahaannya, lelaki itu
menatapnya dengan mata cokelatnya yang tajam.
Dengan angkuh Lana mendongakkan dagunya, "Ya aku suka
membaca, tetapi buku-buku mahal di sini termasuk yang
tidak bisa kubeli," Lana tanpa sadar mengernyit.
"Kau boleh membaca di sini," Mikail menawarkan tampak
begitu berbaik hati. Tetapi Lana merasakan ada sesuatu di
sana, sesuatu yang berbeda yang sedikit menakutkan
baginya. Ketegangan seksual yang memenuhi ruangan ini
terasa begitu tidak nyaman. Dan meskipun tawaran Mikail
terasa begitu menggoda, Lana tidak berani.
"Aku tidak akan mengganggumu," Mikail mengangkat alis
melihat Lana nampak ragu-ragu. "Aku tidak akan
mengganggumu, Lana," lelaki itu mengulang lagi katakatanya,
"Aku bahkan tidak akan berdiri dari kursi ini"
Lana menatap Mikail curiga, "Tidak bisakah aku meminjam
buku-buku ini dan membawanya ke kamarku?"
Mikail menggelengkan kepalanya. Oh, tentu saja bisa,
gumam Mikail dalam hati, tetapi dia akan kehilangan
kenikmatan menggoda Lana, dia ingin Lana terpaksa berada
di ruangan ini, bersamanya, "Tidak bisa buku-buku itu mahal,
aku tidak yakin kau akan menjaganya dan tidak
merusakkannya" Kata-kata Mikail terasa menyinggung Lana, jangan-jangan
Mikail bahkan menyangka Lana ingin mencuri buku-buku
mahalnya. Kurang ajar lelaki itu. Tetapi ajakan Mikail untuk
membaca buku di ruangan yang sama terasa begitu
menggoda. Dan lelaki itu jelas-jelas menantangnya,
menyadari betapa besarnya ketegangan seksual di antara
mereka, dan memaksa Lana menunjukkan diri apakah akan
menjadi pengecut ataukah berani menghadapi Mikail.
Lana sedikit mengentakkan kakinya dan melangkah
mendekati sofa, diambilnya salah satu buku di rak itu dan dia
duduk, berusaha tampil nyaman di sana.
Mikail tersenyum. Gadis itu jelas-jelas ingin menantangnya.
Dan kehadiran Lana di ruangannya sangat menarik
perhatiannya, dia bahkan tidak tertarik lagi akan pekerjaan di
mejanya. Dilipatnya kedua tangannya di meja dan dia
mengamati Lana yang sedang berakting membaca itu
dengan intens. "Kenapa kau menatapku seperti itu"," Lana akhirnya
mencetuskan apa yang ada di dalam pikirannya, Mikail
sudah sejak beberapa menit lalu hanya duduk dan
menatapnya. Lelaki itu memang tidak mengganggu, bahkan
lelaki itu sama sekali tidak beranjak dari tempat duduknya.
Tetapi pandangan matanya yang intens dan penuh gairah itu
terasa sangat mengganggu. Membuat seluruh saraf tubuh
Lana mengejang ke dalam gelenyar panas yang membuat
suhu ruangan ber-AC itu tiba-tiba terasa panas.
"Aku hanya ingin mengetahui seberapa jauh kau akan purapura
berakting membaca. Setelah itu mungkin kau bisa
menyadari betapa besarnya ketegangan seksual di antara
kita," gumam Mikail dengan tenang, tidak bergeser sedikitpun
dari tempat duduknya, tetapi tampak begitu mengancam.
Pipi Lana memerah mendengar perkataan Mikail itu, dengan
marah dibantingnya buku itu di sofa dan berdiri, "Kurasa
sebaiknya aku pergi"
"Takut, Lana"," Mikail bergumam dengan nada mencemooh,
"Kau takut kalau kau akan menyerah dalam pelukanku ya"
Aku tadi menawarimu di sini, ingin melihat seberapa jauh kau
berani berdua saja bersamaku di dalam satu ruangan...
ternyata kau lari ketakutan seperti kelinci yang akan
dimangsa" Oh Ya! Tatapan Mikail kepadanya memang seperti elang
yang akan memangsa kelinci buruannya. Lana merasa
sudah sewajarnya dia ingin menyelamatkan diri.
"Aku akan keluar dari sini"
'Kau memang harus keluar dari sini, karena kalau tidak
pilihanmu hanya satu, berbaring di ranjangku"
"Itu hanya ada dalam mimpimu!," Lana setengah berteriak,
berlari ke pintu dan membanting pintunya keras-keras, masih
didengarnya tawa Mikail mengiringi kepergiannya.
*** "Lana," suara Mikail mengagetkan Lana yang sedang
termenung di balkon. Balkon yang sama tempat dia dilempar
Mikail dengan cara mengerikan ke kolam di bawahnya
beberapa waktu yang lalu.
Lana menoleh dan mendapati Mikail sedang berdiri di
ambang pintu balkon, menatapnya dengan tenang. Lelaki itu
sepertinya baru saja pulang dari tempat kerjanya, Lana tidak
tahu, karena dari balkon ini pemandangannya hanyalah
halaman belakang dan kolam renang yang luas.
"Kenapa kau berdiri di balkon malam-malam begini"," Mikail
mengernyit mengamati hujan rintik-rintik yang turun makin
deras, bahkan airnya bercipratan mulai membasahi Lana
yang memang berdiri sambil menatap halaman di bawah.
Sejak Lana dibebaskan, inilah pertama kalinya dia bisa
menikmati hujan secara langsung. Dulu ketika dikurung di
kamar putih Lana hanya bisa menikmati hujan dari jendela,
tanpa menyentuhnya. Sekarang bisa merasakan percikan air
membasahi tubuhnya terasa begitu luar biasa untuknya.
"Aku sedang menikmati hujan," Lana membalikkan tubuhnya
membelakangi Mikail, mencoba mengacuhkan lelaki itu.
"Kau akan membuat dirimu sendiri sakit," Mikail mulai
menggeram, tampaknya lelaki itu menahan marah.
Lana menoleh lagi dan menatap Mikail dengan menantang,
"Entah apa yang kau katakan tentang memberikan
kebebasan padaku itu bohong, atau kau memang suka
mengatur-atur dan menggangguku. Aku bisa mengurus diriku
sendiri dan kuharap kau tidak menggangguku"
"Oke," Tatapan Mikail kepada Lana terasa membakar di
suasana hujan yang begitu dingin, "Terserah, silahkan buat
dirimu sendiri sakit, aku harap kau tidak merepotkanku
nantinya". Lelaki itu membalikkan badan, tetapi setelah beberapa
langkah dia memutar tubuhnya kembali dan menatap Lana,
"Setelah kau siap aku ingin bicara denganmu"
"Tentang apa"," Lana mengernyitkan kening, mulai merasa
terganggu dengan interupsi-interupsi dari Mikail. Dia sedang
ingin menikmati hujan dan lelaki itu tampaknya selalu
muncul di saat yang tidak tepat dan mengucapkan kata-kata
yang tidak tepat pula. "Nanti, ini mengenai ulang tahunmu yang ke dua puluh lima"
*** BAB 10 Lana tertegun. Ulang tahunnya yang kedua puluh lima
sebentar lagi. Kenapa Mikail bisa mengetahui detail hari
ulang tahunnya" Lana tertarik, tetapi dia akan memuaskan
Mikail kalau dia mengikuti Mikail untuk berbicara dengannya.
Jangan-jangan memang itu tujuan Mikail, supaya dia tidak
berhujan-hujanan dan mengikuti Mikail.
"Nanti aku akan menyusulmu kalau aku sudah puas disini".
Api menyala di mata Mikail, dan tampak jelas lelaki itu
mencoba menahan diri, "Terserah, nanti temui aku di ruang kerjaku," suaranya lebih
seperti geraman, kemudian membalikkan badan dengan
marah. *** Setelah puas menikmati hujan, Lana masuk ke kamarnya
untuk berganti pakaian dan makan malam. Dia sengaja tidak
menemui Mikail, lagipula sepertinya lelaki tadi hanya asal
bicara ketika bilang ingin berbicara tentang hari ulang
tahunnya. Dan Lana tidak yakin kalau Mikail akan
menunggunya. Lelaki itu sepertinya sangat sibuk dan punya
banyak urusan. "Kenapa kau tidak menemuiku di ruang kerjaku?" , suara di
kegelapan itu mengagetkan Lana. Dia menajamkan matanya
dan melihat Mikail duduk di sana, di keremangan kamarnya.
"Kenapa kau masuk ke kamarku tanpa izin"," Lana berteriak
kaget, tangannya meraba-raba saklar lampu di diniding,
berusaha menghilangkan kegelapan yang menyelubungi
Mikail, karena lelaki itu tampak lebih menyeramkan di antara
cahaya yang remang-remang.
Lana berhasil menyalakan lampu dan cahaya itu langsung
menyelubungi MIkail. Lelaki itu duduk di sofanya, dengan
santai, hanya memakai piyama sutera warna hitam dan
disebelah tangannya memegang gelas minuman. Lana
melirik ke botol brendy yang entah berasal dari mana, yang
sepertinya sudah dituang Mikail selama menunggunya.
Apakah lelaki itu mabuk" Jantung lana mulai berdegup.
Dalam keadaan sadar saja emosi Mikail sangat tidak mudah
ditebak, apalagi dalam kondisi mabuk.


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa yang kau lakukan disini Mikail?"
Mikail mendengus dan menatap Lana dengan tajam, "Kau
pikir apa" Aku menunggumu di ruang kerjaku dan kemudian
menyadari bahwa kau, dengan kepalamu yang keras kepala
itu memutuskan untuk melawanku"
Lana mundur ke belakang, melirik pintu putih itu, dan
berusaha sedekat mungkin di sana, sehingga ketika Mikail
bertindak di luar batas dia bisa segera melarikan diri.
Mikail tersenyum melihat tingkah Lana,
"Kau seperti kelinci ketakutan lagi Lana, apakah kau takut
aku akan melakukan sesuatu yang kejam" Seperti
mencampurkan obat di minumanmu, atau ...
melemparkanmu dari balkon lagi"," Mikail menyeringai,
meletakkan gelasnya dan berdiri, makin lama makin
mendekati Lana. "Apakah kau mabuk Mikail"," Lana melirik ke arah pintu,
hanya butuh beberapa detik kalau Lana ingin melarikan diri
dari Mikail. Dia pasti bisa melakukannya.
"Mikail Raveno tidak pernah mabuk," Mikail melangkah
mendekat dengan tenang, seperti singa yang mengendap
endap mengincar mangsanya. "Dan kau.... Seharusnya kau
mendengarkan apa yang kuperintahkan, Lana"
Lana tahu di situlah titiknya. Di situlah titik Mikail kehilangan
kesabarannya, karena itulah Lana langsung melompat dan
mencoba melarikan diri ke pintu. Dia berhasil membuka pintu
itu sedikit, sebelum dengan gerakan lebih cepat dan tanpa
suara, Mikail sudah ada dibelakangnya, mendorong pintu itu
menutup kembali sebelum sempat terbuka.
Mikail mendorongnya rapat ke pintu, dan dengan terkejut
Lana bisa merasakan kejantanan Mikail yang mendesak
keras di bagian belakang tubuhnya. Dia ingin bergerak dan
menghindar, tetapi ternyata Mikail sudah menahannya di
semua sisi. Lana ketakutan. Apakah dia akan dipaksa lagi" Udara mulai
terasa menyesakkan dan Lana mulai terengah-engah.
"Aku tidak pernah bercinta sambil berdiri," Mikail berbisik di
telinganya dengan bisikan panas yang membuat sekujur
tubuh Lana menggelenyar, "Dan kau membuatku ingin
melakukannya" Lana terkesiap, mencoba meronta sekuat tenaga. Tetapi
percuma karena Mikail begitu kuatnya,
"Apakah kau akan memaksaku lagi, Mikail Raveno"," Lana
berteriak di tengah usahanya membebaskan diri, "Kalau iya,
maka kau sudah membuktikan kepadaku, kalau kau memang
adalah lelaki bajingan yang hanya bisa mendapatkan wanita
dari pemerkosaan" Kata-kata Lana rupanya berhasil membuat kesadaran Mikail
kembali. Lelaki itu tertegun. Dan sedetik kemudian yang
melegakan, Mikail melepaskan Lana,
"Sialan akau dasar perempuan!!," Mikail berbisik marah di
telinga Lana dan meninggalkannya.
Sendirian, Lana berusaha menyandarkan dirinya di pintu,
napasnya terengah-engah dan dia merasa lepas. Gairah
Mikail ternyata juga mempengaruhinya. Dan Lana semakin
takut akan tiba saatnya baginya, menyerah ke dalam pelukan
Mikail. *** Hari ini hari Minggu, seharusnya menjadi hari istirahat yang
menyenangkan bagi semua orang. Tetapi emosi Mikail luar
biasa buruknya pagi itu dan menyebar ke seluruh penjuru
rumah. Suasana rumah jadi menegangkan. Seluruh pelayan
berbicara sambil berbisik-bisik ketakutan, membicarakan
Tuan mereka yang marah-marah seharian ini.
Pagi tadi Mikail sudah membanting gelas di meja hingga
anggurnya berceceran menodai taplak meja yang berwarna
putih, hanya karena minumannya tidak cocok dengan
seleranya, dia memanggil Norman dan membentaknya
karena beberapa pengawal belum berjaga di gerbang depan.
Bahkan sekretaris dan pengatur keuangan rumah tangganya
pun ikut kena semprot ketika dia memeriksa laporan di ruang
kerjanya tadi. Sekarang semua orang saling bersembunyi berusaha
menghindari berurusan dengan tuan mereka yang begitu
mengancam, seperti beruang yang terluka.
Norman masuk dengan hati-hati ke ruang kerja Mikail,
"Ada apa?" "Baju-baju untuk Nona Lana sudah datang"
"Bagus" "Apakah kita harus memesan pakaian sebanyak itu"
Bukankah tuan sendiri bilang tidak akan menahan Lana lebih
lama?" "Tutup mulutmu Norman!," Mikail menggeram, "Biarkan aku
mengurus apa yang menjadi urusanku sendiri!"
Norman mengangguk, menyadari bahwa tuannya sudah
hampir meledak marah dan memilih pergi daripada terkena
dampratannya seperti pagi tadi.
Mikail berdiri mondar-mandir di ruangannya, kemudian
berhenti dan menuangkan segelas vodka murni untuk dirinya
sendiri. Dia meneguknya, dan cairan putih itu serasa begitu
membakar di ternggorokannya.
Tubuhnya begitu bergairah. Mengingat sekian lama dia
menahan diri. Dia bisa saja melampiaskan gairahnya kepada
perempuan-perempuan yang memujanya dan pasti bersedia
melakukan apapun untuknya. Tetapi dia tidak ingin
sembarang wanita, dia ingin Lana. Sialan! Kenapa pikirannya
terus-menerus tertuju kepada perempuan itu"
Dengan rasa frustrasi yang masih memenuhinya, ia
melangkah panjang-panjang ke arah kamar Lana, membuka
kamar itu tanpa permisi, dan menemukan Lana ada di kamar.
Theo ada di sana, memamerkan baju-baju pesanan yang
baru datang untuk Lana, sedangkan perempuan itu hanya
duduk di sana, menatap pakaian-pakaian mahal itu dengan
bosan. Theo langsung menghentikan kegiatannya dan meminta izin
keluar begitu Mikail masuk dengan wajah muram.
"Kau menyukai pakaian-pakaian itu"
"Apakah pendapatku penting?"
Mikail menatap Lana marah, "Apa maksudmu?"
"Bukankah dirumah ini apa yang diinginkan Mikail Raveno
bagaikan perintah raja yang harus dituruti" Aku melihat
sendiri bagaimana orang-orang hilir mudik, panik seharian
mengatasi sikap marah-marahmu yang tak ada habisnya itu."
"Oh ya" Dan kau pikir itu karena siapa?"
Lana menegakkan dagunya menantang, "Karena siapa?"
"Karena kau, dasar perempuan kecil yang keras kepala!"
Lana mengernyit marah, "Dan apa yang kulakukan padamu wahai tuan Mikail yang
baik hati?" "Kau selalu menantangku hingga aku harus menahan diri di
batas kesabaranku, sikapmu itu membuatku muak!"
"Kau pikir aku harus bagaimana Mikail" Kau musuhku,
meskipun sekarang aku memutuskan sedikit bekerjasama
dengan tidak mencoba kabur, kau tetap musuhku. Dan ketika
aku merasa keadaan sudah baik, aku tetap menuntut
dibebaskan" "Selalu ke arah itu," gumam Mikail kesal, "Aku masih belum
ingin membahasnya," lelaki itu menatap Lana tajam, "Aku
memintamu melakukan sesuatu untukku"
Lana mengangkat alisnya, tertarik, Mikail tidak pernah
meminta sesuatu. Lelaki itu terbiasa memerintah lalu ketika
itu tidak dituruti, dia akan memaksakan apapun yang
diinginkannya. "Ya aku memintamu menghilangkan rasa permusuhanmu itu
dan mencoba menerimaku sebagai kekasihmu"
Lana melangkah mundur tanpa sadar, "Menerimamu sebagai
apa..." Apa kau sudah gila?"
"Hmm.... Aku bahkan punya rencana yang lebih gila dari itu,
lebih daripada yang bisa kau bayangkan, kau akan tahu
nanti," matanya menatap Lana penuh rahasia, "Tapi yang
pasti, gairah di antara kita begitu membara dan aku tidak
munafik mengakuinya di depanmu, aku selalu terangsang
ketika melihatmu. Aku terangsang ketika membayangkanmu,
aku ingin menidurimu setiap waktu.."
"Hentikan kata-kata vulgarmu itu!!!," Lana berteriak ingin
menutup telinganya yang terasa panas.
Mikail terkekeh, "Mungkin kau perlu merasakan sendiri,
bagaimana aku tergila-gila pada tubuhmu," Lelaki itu meraih
Lana ke dalam pelukannya dengan lembut, dan langsung
melumat bibirnya.. Mikail melumat seluruh bibir Lana, dan
kemudian lidahnya masuk, menjelajahi lidah Lana, bertautan
dengan lidah Lana dan kemudian menjelajahi seluruh diri
Lana, bibirnya bergerak melumat bibir Lana tanpa ampun.
Lelaki itu begitu bergairah tetapi tetap bersalut kelembutan,
dan sejenak Lana terhanyut dalam ciuman yang luar biasa
itu, sampai kemudian dia merasakan kejantanan Mikail yang
begitu keras kembali menekan tubuhnya.
Dengan napas terengah-engah Lana melepaskan dirinya dari
pelukan Mikail, "Lana.. sudah siap untukku" mata Mikail menyala penuh
gairah, "Kenapa kau tidak mau mengakuinya dan tidak saling
menyiksa seperti ini?"
"Aku tidak menginginkanmu sebagai kekasihku dan aku tidak
siap untuk apapun yang berhubungan denganmu." Bantah
Lana keras. Mikail menyipitkan mata, menatap Lana dengan tatapan
menuduh, "Oh ya" Tadi kau hanyut dalam ciumanku, bibirmu panas
dan melembut untukku, siap menerimaku"
Siapa yang tidak menginginkan lelaki yang luar biasa tampan
ini" Semua perempuan pasti bermimpi bisa ada di dalam
pelukannya, semua pasti membayangkan bagaimana kalau
lelaki sekejam Mikail berperilaku lembut. Oh, Lana pernah
merasakannya, beberapa kali malahan, dan ingatan tentang
hal itu membuat tubuhnya memanas
"Kau adalah pembunuh orangtuaku", Lana menatap Mikail
dengan penuh kebencian, "Dan bagiku itu adalah dosa tak
termaafkan, aku akan selalu menyalahkanmu atas hal itu"
Tertegun sejenak, lalu Mikail mundur selangkah dengan
begitu dingin, "Oke" Dan ketika Lana mengangkat kepalanya, Mikail sudah keluar
dari ruangan itu. Lana menghembuskan nafas panjang.
Apakah dia salah" Tetapi bukankah semua yang dilakukan
Mikail atas dasar nafsu" Lelaki itu jelas-jelas bergairah
kepadanya dan menginginkannya. Tetapi setelah itu apa"
Lana tidak mau jatuh dalam jerat rayuan Mikail seperti
perempuan murahan. Seperti para kekasih Mikail yang
dicampakkan begitu saja setelah lelaki itu puas. Setidaknya
meskipun dia gagal membalaskan dendamnya, dia bisa pergi
dari kehidupan Mikail dengan penuh harga diri.
*** Mikail berdiri malam itu di tengah taman di depan rumahnya,
berharap udara dingin bisa meredakan gairahnya yang
membuat tubuhnya begitu panas. Ditatapnya jendela kamar
Lana di lantai dua. Jendela itu terbuka, dan cahaya temaram memantul dari
sana, tampak begitu jelas. Mikail menatap jendela itu dengan
frustrasi. Perempuan itu ada di sana dan Mikail seharusnya
bisa dengan mudah memilikinya. Tetapi sikap perempuan itu
seolah-olah membuatnya merasa menjadi bajingan
menjijikkan kalau dia sampai memaksakan kehendaknya
kepada Lana. Mikail tertegun ketika melihat bayangan Lana terpantul dari
kamar. Sepertinya Lana berdiri dekat lampu tidur di samping
ranjangnya, karena bayangannya muncul dari gorden jendela
bagaikan siluet gelap yang erotis.
Lana tampak sedang berjalan mondar-mandir di kamarnya,
dan Mikail menatapnya dengan penuh minat. Lalu
perempuan itu membuat gerakan membuka gaunnya. Mikail
menelan ludah, melirik ke sekelilingnya yang sepi, mulai
merasa tidak nyaman karena membuat dirinya seperti
seorang pengintip mesum yang mengintip siluet perempuan
berganti baju dengan penuh gairah.
Siluet Lana melepas kemejanya, dan tubuh bagian atasnya
yang polos terpantul dalam bayangan gelap dengan bentuk
tubuh yang menggoda. Lalu Sialan! Mikail mulai mengumpat
ketika bayangan Lana di jendela membuat gerakan
mengangkat salah satu kakinya ke ranjang dan tampaknya
melepas celana panjangnya.
Gerakan itu tampak sangat seksi di bawah sini, dan Mikail
menggertakkan giginya dengan marah. Ia benar-benar siap
meledak, dan Lana malahan memperburuk keadaan dengan
pantulan bayangannya di jendela meskipun dia tidak sengaja - Dan Mikail sungguh-sungguh siap meledak dalam
arti yang sebenarnya saat ini mengingat kejantanannya
sudah begitu keras hingga terasa menyakitkan. Dengan
geraman marah, Mikail melangkah terburu-buru menaiki
tangga, membanting kakinya di setiap langkahnya,
dibukanya pintu kamar itu dengan kasar. Matanya membara
dan dia siap untuk bertengkar, dan menemukan Lana sedang
duduk di sofa, sudah berganti dengan gaun tidurnya dan
sedang membaca sebuah buku.
Lana mengangkat alis melihatnya, tampak begitu tenang,
"Ada apa Mikail?"
Mikail terengah menahan kemarahan, "Jendela itu!,"
tunjuknya marah, lalu melangkah lebar-lebar menyeberangi
ruangan dan menutup kaca jendela itu dengan kasar, dia
membalikkan tubuhnya menghadap Lana dengan posisi siap
bertarung, "Lain kali tutup rapat-rapat jendela itu kalau sudah
malam!!," teriaknya marah.
Lana menatap Mikail bingung, "Memangnya kenapa?"
Karena aku melihatmu berganti pakaian bagaikan siluet
erotis dari bawah!! Karena pemandangan itu membuatku
terangsang sampai terasa nyeri!! Karena....
Mikail berdiri dengan tatapan membakar, siap memuntahkan
emosinya, tetapi kemudian menyadari bahwa dia hanya akan
tampak bodoh kalau meluapkan apa yang ada di pikirannya.
Ditatapnya Lana dengan dingin dan mendesis pelan,


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pokoknya tutup jendela itu kalau sudah malam!," Dan
dengan penuh harga diri, Mikail melangkah keluar dari kamar
Lana, meninggalkan pintu berdebam di belakangnya.
*** Pagi itu tak seperti biasa ada dua pelayan muda yang
membereskan kamar Lana, sepertinya mereka orang baru.
Lana masih duduk di sana selepas mandi dan membiarkan
para pelayan itu membereskan ranjangnya.
Salah seorang pelayan itu menarik bed cover Lana tampak
memeriksa sepreinya, lalu berbisik-bisik satu sama lain dan
tertawa cekikikan, ketika Lana menatap mereka dengan dahi
berkerut, dua pelayan perempuan itu memasang muka datar
dan bergegas pergi. Lana menoleh ke arah Theo, yang juga ada di ruangan itu,
sedang membereskan baju-baju Lana yang sepertinya tidak
ada habisnya dan terus berdatangan itu ke dalam lemari
pakaian Lana, "Kenapa mereka bersikap seperti itu"," tanya Lana ingin
tahu. Theo melirik ke arah kepergian pelayan itu dan tersenyum,
"Mereka orang baru, dan tentu saja sangat penasaran
denganmu" "Penasaran denganku?"
"Kekasih Tuan Mikail yang terbaru," jawab Theo datar, "Ah,
kau tidak tahu ya, semua orang kan membicarakan kalian.
Bahkan, namamu sempat muncul di beberapa tabloid gosip
dan acara-acara gosip, yang membahas kekasih terbaru
Mikail Raveno yang misterius. Kau adalah satu-satunya
perempuan yang pernah tinggal bersama Mikail, dan mereka
menebak-nebak serta mencari bukti bahwa kalian telah
bercinta, karena itulah tadi para pelayan tertawa cekikikan
ketika memeriksa sepraimu"
Pipi Lana merah padam, tetapi Theo sepertinya tidak
menyadarinya, dan tetap melanjutkan kata-katanya, "Yah
para pelayan itu mungkin saling berspekulasi dan menanti,
kapan saat mereka ahkirnya bisa menemukan bukti-bukti
bahwa kalian tidur bersama untuk dijadikan bahan gosip
selanjutnya," gumamnya dalam senyum, Lalu menatap Lana
sambil mengangkat alisnya, "Hei aku juga penasaran, kalau
mereka serius mencarinya, apakah mereka akan
menemukan bukti-bukti itu Lana?" tanyanya penuh arti,
membuat pipi Lana semakin merah padam.
*** "Nona Lana?", Norman masuk dan mengangkat alis melihat
Lana mondar-mandir di kamarnya dengan gelisah.
"Apa?", suara Lana tanpa sadar menegang. Semua yang
berhubungan dengan Mikail membuatnya tegang dan ingin
mengumpat-umpat siapapun yang ada di dekatnya.
"Tuan Mikail ingin bertemu anda",
Bagus. Lana menganggukkan kepalanya dan mengikuti
Norman, lalu tertegun setengah mengernyit ketika Norman
membawa Lana ke kamar Mikail,
"Di kamar ini?"
Norman mengangguk, dan entah Lana salah lihat atau tidak,
hanya sedetik dia sempat melihat sinar geli di mata lelaki itu.
Kurang ajar. Jangan-jangan mereka semua mentertawakan
ketakutannya pada Mikail.
"Ya Nona, tuan Mikail ingin menemui anda di kamar ini"
Sejenak Lana ingin kabur saja. Tetapi Lana sadar, ini sebuah
tantangan, Mikail menantangnya dan Lana tidak akan kalah.
"Baiklah", Lana menghela napas dalam-dalam dan
membiarkan Norman membukakan pintu untuknya,
Dia langsung berhadapan Mikail yang berdiri dengan begitu
tampan di tengah ruangan. Lelaki itu menunggu Norman
menutup pintu dan meninggalkan mereka berdua sendirian,
lalu berkata tenang, "Selamat malam Lana", Mikail tersenyum tenang,
"Sebenarnya aku ingin membahas hal-hal yang berkaitan
dengan ulang tahunmu ke duapuluh lima....", senyumnya
berubah misterius, "Tetapi kemudian aku sadar bahwa
pembiacaraan baik-baik tidak akan ada gunanya di antara
kita, jadi aku langsung saja"
Hening, Mikail terdiam dan Lana menunggu dengan ingin
tahu apa yang akan dikatakan lelaki itu,
"Aku sudah memutuskan masa depanmu." Mata Mikail
begitu kelam seperti danau kecoklatan di kegelapan malam.
Masa depannya" Memangnya siapa lelaki ini bisa
memutuskan masa depannya" Lana ingin meledak dalam
kemarahan, tetapi tidak mampu. Mikail tampak berbeda, dia
tampak begitu tenang tetapi dibalut kemarahan berbahaya,
begitu dingin sekaligus mempesona. Lagipula, kenapa Lana
berpikir bahwa Mikail mempesona" Sambil mengutuk dirinya
sendiri, Lana mencoba menghapus pikiran-pikiran yang
mengarah kepada keterpesonaannya kepada Mikail.
Lana mengamati Mikail lagi dan sedikit merasa tidak
nyaman, karena melihat Mikail begitu tenang, tanpa
sedikitpun emosi malah terasa menakutkan.
Lana tidak suka, dia lebih suka Mikail yang meledak-ledak
dan marah daripada Mikail yang seperti ini.Dengan Mikail
yang meledak-ledak Lana bisa melawan dengan emosinya,
tetapi dengan Mikail yang begitu dingin yang bisa dilakukan
Lana hanyalah menyurut mundur, ketakutan.
Mikail mengamati reaksi Lana melemparkan pandangan
menilai, lalu melanjutkan kata-katanya,
"Kau harus menjadi kekasihku yang sebenar-benarnya,
Lana. Mulai malam ini," Mikail mulai berdiri, "Aku hanya
sekali memberikan penawaran. Kau jadi kekasihku, dan aku
akan memperlakukanmu dengan baik. Kalau kau menolak,
aku akan menganggapmu tak berharga dan melemparmu
kepada pengawal-pengawalku"
Apa" Keringat membasahi dahi Lana, Mikail bercanda bukan" Apa
maksudnya melemparnya kepada pelayan-pelayannya"
Apakah Mikail ingin memberikannya supaya diperkosa para
pengawalnya" Mikail tidak mungkin sekejam itu bukan" Lana
menatap mata Mikail dengan ketakutan, mencoba mencari
kebenaran di sana, tetapi dia tidak menemukannya.
Lelaki ini kejam, dan siapa tahu apa yang akan
dilakukannya" "Bagaimana Lana" Aku atau kau dibuang ke para
pengawalku?" Lana menatap Mikail marah, "Kau tidak akan berani
melakukan hal menjijikkan semacam itu"
"Jangan menantangku Lana" desis Mikail tajam, "Aku
bukannya belum pernah melakukannya kepada perempuan
yang kuanggap tidak berguna lagi"
Lana tertegun. Apakah Mikail benar-benar serius"
"Kau hidup disini dengan mewah, diperlakukan seperti puteri
raja, dihormati layaknya kekasih Mikail Raveno dan aku
sudah muak dengan kelakuanmu yang selalu menantangku
setiap ada kesempatan. Sekarang hanya ini pilihanmu dan
kau akan memutuskan sekarang. Aku atau dibuang kepada
para pengawalku" Apakah dia bisa melarikan diri dari sini" Lana ingin berteriak
panik, ataukah dia harus bunuh diri saja" Tetapi Lana yakin
Mikail tidak akan membiarkannya. Oh, dengan
kekejamannya mungkin Mikail akan membiarkan Lana mati,
tetapi dia akan memastikan Lana menderita dulu
sebelumnya. "Kau," Lana menelan suara yang dikeluarkannya dengan
berat. Ada nyala di mata Mikail, "Apa Lana" Aku tidak mendengar"
Mikail sengaja dan Lana menggeram marah dalam hatinya,
kurang ajar lelaki itu! ,"Kau, aku memilih kau"
Senyum di bibir Mikail adalah senyum kemenangan yang
dingin. "Kalau begitu, datanglah kemari kekasihku," Lelaki itu
membuka tangannya, dan Lana melangkah dengan tertahan
ke arahnya. Dengan sensual, lelaki itu meraih Lana dan mengecup
bibirnya sekilas, "Bagus, jangan uji kesabaranku, aku tidak mau dilawan
malam ini" *** BAB 11 Mikail membaringkan Lana ke atas ranjang. Jemarinya
menyusup ke balik rok Lana dan langsung menyentuh pusat
kewanitaannya. Sentuhan itu membakar sekaligus
menyejukkan dan Lana langsung mengangkat tubuhnya
penuh gairah. Mikail menundukkan kepalanya, mengecup
leher dan pundak Lana sambil menurunkan kemejanya,
menikmati betapa Lana menyerah kepada gairahnya.
"Ah sayangku, kau begitu indah," Mikail menangkup buah
payudara Lana di telapaknya, merasakan dan menikmati
kelembutan itu. Lalu bibir panasnya turun dan menangkup
pucuknya, melumatnya penuh gairah, membuat Lana hampir
menjerit karena siksaan kenikmatan yang berbaur menjadi
satu. Lelaki itu menurunkan rok Lana dan mulai menyentuhnya,
dimana-mana, meninggalkan gelenyar panas yang
membakarnya. Jemari Mikail menyentuh pusat
kewanitaannya dan Lana merasakan dorongan yang amat
sangat untuk memohon agar Mikail mau memasukinya.
Dan Mikail sudah siap, Lelaki itu terasa begitu keras dan
panas di bawah sana. Lana mendesak-desakkan tubuhnya
dengan frustrasi, permohonan tanpa kata.
"Tenang sayangku," Mikail mulai terengah, menahan pinggul
Lana yang bergairah di bawahnya, "Aku akan meuaskanmu
sebentar lagi" Mikail menyentuhkan dirinya, dan langsung menggertakkan
giginya, melawan dorongan kuat untuk memasuki Lana
dengan kasar. Lana sudah sangat siap menerimanya, tetapi
Mikail bertekad memperlakukannya dengan lembut,
memberikan tubuhnya untuk kenikmatan Lana.
Ketika kehangatan Mikail merasukinya, tenggelam dalam
tubuhnya yang panas dan basah, Lana mengerang dan
memejamkan mata. Oh astaga! Rasanya begitu tepat,
kenikmatan ini, kedekatan ini yang telah dia sangkal selama
ini. Rasanya luar biasa tepatnya!
Mereka bergerak dalam alunan gairah yang keras, berusaha
memuaskan gejolaknya sendiri-sendiri. Sampai akhirnya
tubuh Lana terasa melayang, mencapai puncak
kenikmatannya didorong oleh rasa klimaks yang begitu
dalam. Ketika mendengar erangan, Mikail mengikutinya.
Menyerah dalam orgasme bersamanya.
*** Ada yang berbeda dalam hubungan mereka. Lana menyadari
pagi itu, mengingat senyum lembut Mikail ketika Lana
terbirit-birit kembali ke kamarnya ketika hari hampir
menjelang pagi. Terutama perasaan Lana ke Mikail, ada
yang berubah. Ternyata selama ini dia juga frustrasi oleh gairah yang
tertahan, sama seperti yang dirasakan Mikail. Dan ketika
semalaman mereka saling memuaskan gairah masingmasing,
pagi ini perasaannya luar biasa bahagia. Lana
bahkan merasa ingin bersenandung.
Pagi ini, karena Mikail biasanya sudah berangkat bekerja
jam-jam segini. Lana memutuskan untuk mengisi waktunya
dengan menjelajah seluruh isi rumah. Dia memutuskan untuk
menjelajahi area sayap kanan rumah yang besar itu.
Tanpa di temani siapapun, Lana menyusuri lorong-lorong,
ruangan demi ruangan, sampai akhirnya tiba di ujung lorong,
dengan dinding yang sepenuhnya terbuat dari kaca,
memantulkan cahaya matahari ke seluruh lorong dan
pemandangan yang luar biasa indahnya di balik kaca.
Pemandangan kebun mawar berwarna merah tua yang
merambat dan memenuhi taman kecil di sana.
Lana terpesona hingga hampir sesak napas. Dia berdiri
cukup lama di depan taman itu, lalu kemudian mengerutkan
keningnya ketika menyadari, bahwa sayap kanan rumah ini,
meskipun tampak bersih dan terawat, tampaknya hampir
tidak pernah digunakan. Lana menoleh ke kiri, dan menemukan sebuah pintu besar
berwarna keemasan, dengan penuh rasa ingin tahu dia
membuka handle pintu itu. Sepertinya susah dan macet,
tetapi kemudian setelah Lana mencoba beberapa kali, pintu
itu terbuka dengan mudahnya, dengan suara berderit karena
engsel yang sudah lama tak diminyaki.
Ruangan itu temaram, karena jendela kamarnya tertutup
rapat oleh gorden, baunya pengap seperti sudah lama tidak
dimasuki. Lana meraba-raba dinding dan menemukan saklar
di kamar itu, ditekannya saklar kamar itu, dan cahaya
kekuningan yang lembut langsung menyinari seluruh
ruangan. Itu sebuah kamar. Kamar yang sangat feminim dengan
nuansa merah muda yang lembut, hampir putih. Lana
mengitarkan pandangannya ke kamar itu dan mememukan
sesuatu yang membuatnya tertegun.... Dan memucat.
Ada sebuah lukisan besar yang digantung di kamar itu.
Lukisan yang sangat besar dengan bingkai keemasan yang
sangat indah. Tetapi bukan besarnya lukisan itu atau
indahnya bingkai itu yang membuat Lana tertegun, tetapi
orang dalam lukisan itu. Di sana terlukis seorang perempuan yang sedang berdiri di
tengah taman mawar, dengan gaun merah muda dan rambut
cokelat tuanya yang panjang dan berkilau, sedang tertawa
bahagia, seolah-olah perempuan itu tidak bisa menahan
senyumnya kepada siapapun yang melukisnya. Perempuan
itu memeluk perutnya yang sedikit buncit, sedang hamil
muda. Perempuan itu tampak penuh bahagia... penuh cinta,
dan yang membuat Lana luar biasa kagetnya, wajah
perempuan itu.... Wajah perempuan itu.... Sama persis
dengan wajahnya. Oh ya Tuhan! Sama persis! Bagaikan pinang di belah dua.
Meskipun perempuan di lukisan itu tampak lebih anggun dan
lebih feminim, Lana sangat yakin bahwa selain semua alasan
itu, wajah mereka berdua tampak begitu serupa!
Tapi Lana yakin itu bukan lukisan dirinya. Dia tidak pernah
mengenakan gaun merah muda, dia tidak pernah dilukis di


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tengah taman mawar, dan yang pasti, dia tidak pernah hamil
sebelumnya! Jadi siapakah perempuan itu" Siapakah dia..."
"Seharusnya Anda tidak boleh ke area ini"
Suara dingin dan tenang di belakangnya membuat Lana
terlonjak kaget. Dia menolehkan kepalanya gugup dan
menemukan Norman berdiri di sana, menatapnya dengan
tatapan dingin yang biasanya.
"Siapakah perempuan di lukisan itu Norman?"
Norman melirik sekilas pada lukisan di dinding itu, Lana
merasa melihat sepercik kesedihan di sana, meskipun dia
tidak yakin, karena ketika menatap Norman lagi, lelaki itu
sudah kembali memasang ekspresi datar.
"Saya tidak bisa mengatakannya kepada Anda, Tuan Mikail
akan sangat marah...."
"Kumohon," Lana menyela dengan cepat, "Jika kau tidak
mau mengatakannya kepadaku, aku akan menanyakan
langsung kepada Mikail"
Wajah Norman mengeras, "Anda tidak boleh melakukannya,
saya tidak akan membiarkannya karena itu akan menyakiti
Tuan Mikail" Perkataan Norman itu makin membuat Lana penasaran. Ada
apa ini sebenarnya" Apakah inilah jawaban kenapa Mikail
menyekapnya selama ini"
Lana akan mengejar jawaban itu dari Norman, apapun yang
terjadi, ditatapnya Norman dengan keras kepala, "Kalau
begitu jelaskan padaku siapa perempuan ini, kenapa
wajahnya begitu sama denganku, dan apakah ini penyebab
MIkail menyekapku?" Norman menghela nafas panjang,
"Baik akan saya jelaskan, tetapi jangan di sini, ayo ikut saya,"
Lelaki itu membalikkan tubuhnya dan bergegas keluar dari
kamar, seolah-olah berada di dalam kamar itu terasa
menyesakkannya. Tiba-tiba Lana juga merasa sesak
sehingga dia langsung mengikuti langkah Norman keluar dari
kamar itu. *** "Perempuan itu adalah Nyonya Natasha Raveno," Norman
bergumam datar, menatap mata Lana dalam-dalam.
Mereka sekarang duduk di ruang duduk di bagian belakang
rumah yang berakses langsung ke taman belakang dan
dilengkapi dengan sofa-sofa cantik yang nyaman dan meja
kopi yang saat ini menyediakan kopi hangat yang mengepul
di meja. Lana mengernyit mendengar informasi itu, Natasha Raveno"
Apakah dia ibu Mikail" Tetapi setahunya, ibu Mikail bernama
Francessa. "Bukan ibu tuan Mikail," Norman sepertinya bisa membaca
pikiran Lana, "Nyonya Natasha Raveno adalah almarhum
isteri Tuan Mikail" Lana terperangah dan tiba-tiba merasa sesak napas,
dadanya seperti dihantam oleh ribuan ton batu sehingga
terasa nyeri. Isteri?" Mikail pernah punya isteri sebelumnya"
Dan kenapa wajah perempuan itu sama persis dengannya"
"Tuan Mikail menikahi Nyonya Natasha ketika masih sangat
muda, di Italia ketika Tuan Mikail lulus dari kuliahnya, pada
usia 20 tahun. Mereka pasangan muda yang saling
mencintai. Setahu saya, Tuan Mikail sangat mencintai
isterinya," Norman berdehem, "Saya sudah mulai bekerja
kepada Tuan Mikail ketika itu... Dulu, beliau adalah orang
yang baik, sangat mudah tertawa dan
ramah....tetapi....Nyonya Natasha memang berbadan lemah
sejak awal, dia mempunyai penyakit jantung dengan katup
yang tidak sempurna.....," Norman menghela nafas panjang,
seolah berusaha mengumpulkan kekuatan untuk bercerita,
"Kemudian Nyonya Natasha hamil... mereka sangat bahagia
sekaligus cemas... bahagia karena itu adalah anak pertama
mereka, dan cemas karena itu adalah kehamilan yang
sangat beresiko....... Nyonya Natasha seharusnya tidak
boleh hamil karena kondisi penyakitnya, tetapi dia
perempuan yang keras kepala di balik tubuhnya yang
lemah...," Norman tanpa sadar tersenyum, melembutkan
garis-garis datar di wajahnya, "Dia bertekad untuk hamil dan
melahirkan anak Tuan Mikail, meskipun semua orang
menentangnya, bahkan Tuan Mikail sendiri"
"Mikail menentangnya"," Lana membayangkan seorang
perempuan dengan tubuh lemah, tetapi mampu menantang
seluruh dunia demi calon anak yang dikandungnya, sungguh
perempuan yang luar biasa.
"Ya, sudah pasti Tuan Mikail menentangnya, kehamilan itu
berbahaya, nyawa Nyonya Natasha taruhannya," Norman
menundukkan kepalanya sedih, "Kemudian Nyonya Natasha
keguguran". Lana tertegun. Keguguran, jadi bayi mereka tak pernah lahir"
Tiba-tiba Lana merasa sedih mengingat senyuman Natasha
di lukisan itu, senyuman seorang calon ibu yang sangat
bahagia, dengan tangan memeluk perutnya seperti
melindungi sang buah hati yang sedang terlelap di sana.
"Tubuh nyonya Natasha ternyata terlalu lemah untuk
menumbuhkan seorang bayi dalam rahimnya, dia tidak
mungkin mengandung sampai anak itu lahir....kenyataan itu
menghancurkan perasaan Nyonya Natasha dan membuat
kondisi fisiknya makin lemah....," Norman menghela nafas,
"Nyonya Natasha semakin hari semakin sakit, hingga
akhirnya sudah tak mampu bangun dari ranjangnya. Di suatu
pagi, Tuan Mikail menemukannya sudah meninggal dalam
tidurnya" Air mata Lana menetes, meninggal karena patah hati. Lana
teringat kepada ibunya. Mereka berdua meninggal karena
patah hati.... Tidakkah mereka menyadari bahwa mereka
egois" Meninggalkan semua beban di dunia ini dengan
lepasnya, tanpa memikirkan bahwa mereka juga
meninggalkan patah hati bagi siapapun yang mereka
tinggalkan" Sejak kematian Nyonya Natasha, sepuluh tahun yang lalu...
Tuan Mikail berubah, dia menutup hatinya. Dan
menenggelamkan diri dalam pekerjaan. Dia tidak pernah
sama lagi sejak saat itu.
Lana mengusap air matanya dan menatap Norman tajam.
"Jadi, karena itukah Mikail menyekapku di sini" Karena
wajahku sama persis dengan almarhumah isterinya?"
Norman menatap Lana dalam-dalam,
"Anda seharusnya tahu bahwa....."
"Norman" Suara dingin Mikail dari arah pintu membuat mereka berdua
menoleh. Wajah Norman memucat menemukan Mikail
sedang berdiri di sana, berdiri bersandar di pintu dengan
wajah tidak terbaca. "Aku sebenarnya tidak ingin mengganggu kau yang sedang
asyik bergosip dengan Lana," Mata Mikail menajam, "Tetapi
aku membutuhkanmu sekarang. Ada sesuatu yang perlu kita
bahas" Secepat kilat Norman berdiri, meskipun ada kekhawatiran
yang terpancar di wajahnya, dia telah melangkahi
wewenangnya dengan menceritakan tentang Nyonya
Natasha kepada Lana. Entah apa yang akan dilakukan
Tuannya ini kepadanya. Mikail bahkan sama sekali tidak menoleh ke arah Lana, dia
membalikkan badan dan membiarkan Norman mengikutinya.
*** Lana termenung di kamarnya, seluruh kata-kata Norman
terngiang di telinganya, berulang-ulang. Kisah tentang
Natasha Raveno yang cantik dan sempurna dan betapa
Mikail mencintainya. Jadi, selama ini dia hanya dipakai sebagai pengganti dari
Natasha. Entah kenapa perasaan sedih yang samar
menyeruak di dada Lana, terasa begitu menyakitkan. Mikail
menyekap dan mempertahankan dirinya di sini karena
wajahnya mirip dengan Natasha. Bahkan Mikail bercinta
dengannya mungkin juga sambil membayangkan Natasha.
Kemiripan wajahnya dengan almarhumah isteri Mikail-lah
yang menyelamatkannya, mungkin. Kalau tidak dia sudah
dibunuh dan dihancurkan oleh Mikail atas percobaannya
melukai lelaki itu. Ternyata bahkan gairah Mikail yang meluap-luap itu bukan
ditujukan kepadanya. Dia hanyalah sosok pengganti dari
perempuan yang benar-benar diinginkan oleh Mikail.
"Aku berani bertaruh bahwa pikiran-pikiran yang buruk
sedang berkecamuk di kepalamu yang mungil itu"
Karena sibuk dengan pikirannya, Lana tidak menyadari
kedatangan Mikail. Lana mengamati Mikail, lelaki itu tampak
lelah, "Aku ingin segera keluar dari sini, setelah aku mengetahui
semuanya, kau tidak berhak lagi memanfaatkanku dan
menahanku di sini," Lana mendongakkan dagunya dengan
angkuh. Mikail melangkah mendekat, berdiri di sofa di depan Lana
duduk, dan menatap tajam,
"Kupikir semalam kita sudah mencapai kesepakatan"
"Semalam terjadi karena kau mengancamku!!," Napas Lana
terengah menahan emosi, "Sekarang aku sudah kembali ke
pikiran warasku" "Tidakkah kau ingin bersamaku Lana" Kita begitu cocok di
ranjang, kau dan aku. Kita bisa menjalin hubungan yang
saling menguntungkan"
"Aku menolak untuk dimanfaatkan untuk menjadi pengganti
siapapun" "Kau bukan pengganti siapapun!," Mikail menyela tampak
marah. Mereka berdiri berhadap-hadapan saling mengukur kekuatan
masing-masing. Akhirnya Lana berkata,
"Aku sudah mengetahui semua kebenarannya Mikail. Aku
memang bersalah mencoba mencelakaimu. Tetapi itu tidak
penting lagi. Kau memang bersalah atas kematian kedua
orang tuaku, dan aku berhak merasa benci dan dendam
kepadamu. Tetapi kau juga sudah menyelamatkan nyawaku,
jadi aku menganggap kita impas. Kalau kau melepaskanku,
aku berjanji tidak akan muncul dalam kehidupanmu lagi dan
tidak akan pernah berusaha mencelakaimu lagi," Lana
menatap Mikail sungguh-sungguh, "Itulah penawaran terbaik
yang bisa kuberikan"
"Penawaran katamu"," Mikail mengibaskan tangannya
jengkel, "Kau boleh berprasangka dengan semua kebencian
tak beralasanmu itu, yang harus kau tahu, semua yang kau
pikirkan di dalam kepala cantikmu itu salah"
"Aku tahu mana yang salah dan benar Mikail. Dan kali ini aku
sungguh-sungguh," Lana menatap Mikail dengan tatapan
mengancam, "Pilihanmu hanya dua, melepaskanku, atau
mendapati aku mati" *** Lana melaksanakan ancamannya. Dia mogok makan. Di hari
pertama Mikail masih menganggap remeh ancaman Lana
yang kekanak-kanakan itu, dan menertawakannya.
Tetapi sekarang sudah hampir dua hari, dan Norman
melapor bahwa Lana sama sekali tidak menyentuh makanan
dan minumannya. "Sama sekali"," Mikail berdiri dari duduknya dan menatap
Norman frustrasi. "Dia sama sekali tidak menyentuh makanannya, kami
meletakkan makanannya di kamar dan dia hanya tidur di
sana. Ketika kami menengok nampannya, dia tidak
menyentuhnya sama sekali, bahkan minumannya pun tidak
disentuhnya. Anda harus melakukan sesuatu sebelum
perempuan itu membahayakan dirinya sendiri," jawab
Norman datar, meskipun ada nada khawatir di sana.
"Aku akan menengoknya"
Mikail melangkah memasuki kamar putih itu, dan
menemukan Lana terbaring lemah di ranjang. Perempuan ini
benar-benar keras kepala.
"Kenapa kau tidak memakan makananmu"," Mikail mendesis
menahan kemarahannya, "Apakah kau ingin membunuh
dirimu sendiri?" Lana membalikkan badan dan menatapnya, membuat Mikail
mengernyit, wajah Lana tampak pucat dan bibirnya kering,
perempuan itu juga tampak lemah.
"Kau harus memakan makananmu Lana, kalau tidak kau
akan sakit dan membahayakan dirimu sendiri"
Lana menggelengkan kepalanya dan memalingkan wajahnya
dari Mikail. Mikail mengacak rambutnya frustrasi.
"Oke, Kau mau apa"! Kau ingin bebas" Baik! Kau akan
dapatkan apa yang kau mau, asalkan kau mau makan!"
Pernyataan itu membuat Lana menolehkan kepalanya lagi
menatap Mikail, dia berdehem, tenggorokannya terasa kering
membuatnya susah berbicara, perutnya terasa nyeri, dan
kepalanya pusing, "Kau... berjanji..."," gumamnya lemah.
Mikail menatap Lana marah, "Kau pikir aku bisa berbuat
lain?" Aku berjanji, kau bisa pegang janji seorang Raveno.
Sekarang, biarkan aku membantumu minum!"
Sambil berdehem kembali karena tenggorokannya sakit,
Lana berusaha menantang tatapan marah Mikail dan
membaca arti yang tersirat di dalamnya. Ya, Mikail Raveno
selalu menjunjung harga dirinya, dia tidak akan mengingkari
janji. Setelah merasa yakin, Lana menganggukkan
kepalanya. "Astaga Lana," Mikail mendesah lega, meraih gelas air putih
yang tak tersentuh, tak jauh dari ranjang, lalu duduk di
samping ranjang dan membantu Lana duduk,
"Kau bisa minum?"
Lana haus sekali, dan keinginannya yang paling besar
adalah langsung minum dari gelas itu dengan sekali teguk.
Ketika menerima gelas itu, Lana langsung meneguknya
dengan rakus, tetapi berhenti di tegukan pertama karena
tersedak dan sakit di tenggorokannya.
"Pelan-pelan," bisik Mikail lembut, menjauhkan gelas itu dari
Lana, "Gadis keras kepala," gerutunya, lalu meneguk
minuman di gelas itu, Selanjutnya yang terjadi sama sekali tidak disangka-sangka
oleh Lana. Mikail duduk menerjangnya dan melumat bibirnya,


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekaligus mengalirkan air minum itu ke tenggorokannya.
Air minum itu meluncur dengan mulus ke tenggorokan Lana,
membasahinya yang kehausan. Sejenak, ketika air itu telah
seluruhnya berpindah, Mikail masih bermain-main di bibir
Lana, mempermainkannya. Kemudian, sedikit terengah, Mikail melepaskan bibir Lana,
mereka duduk dengan wajah berhadapan, sangat dekat
hingga napas panas mereka bersahutan.
Lalu dengan gerakan tiba-tiba Mikail menjauhkan tubuhnya
dari Lana dan menatapnya tegang,
"Besok Theo akan membantu mengemasi pakaianmu dan
Norman akan mengantarkanmu pulang"
"Aku tidak mau membawa apapun dari sini, aku datang kesini
tanpa membawa apapun, dan begitupun ketika aku keluar
dari sini" Mikail mendesis tajam, "Aku memaksa, Lana dan jangan
bermain-main dengan kesabaranku"
Lana terdiam. Mikail membebaskannya, itu sudah cukup.
Dan kalau konsekwensinya Lana harus bertoleransi dengan
sikap arogan lelaki itu, mungkin itu cukup sepadan.
*** Pakaian-pakaian yang dibelikan Mikail untuknya sangat
banyak hingga membutuhkan 3 koper besar untuk
mengepaknya, belum lagi satu koper besar berisi perhiasan
dan aksesoris seperti koleksi sepatu dan tas yang bahkan
tidak sempat Lana pakai. Pegawai Mikail sudah mengatur barang-barang itu dengan
rapi di bagasi, dan Norman sudah berdiri di sisi mobil,
mempersilahkan Lana masuk untuk diantar pulang.
Lana melirik ke arah rumah besar itu, Mikail tidak ada dari
pagi tadi, lelaki itu pergi entah kemana tadi pagi-pagi sekali
dan Lana tidak berani bertanya kepada Norman.
Seharusnya Lana berbahagia, Dahi Lana berkerut
memikirkan perasaannya. Tetapi entah kenapa dia tidak
bahagia. Rasanya menyesakkan dada dan menyedihkan
entah kenapa. Dan Lana menahan diri kuat-kuat atas
dorongan emosi yang membuatnya ingin menangis.
Dengan cepat, tanpa berani menoleh ke arah rumah Mikail,
Lana memasuki mobil hitam itu. Norman menutup pintu
penumpang dan duduk di kursi supir bersama seorang
pengawal lain. Pelan, mobil itu meluncur melalui taman besar
di halaman Mikail dan melewati gerbang.
Detik itulah Lana memberanikan diri menatap rumah Mikail,
mungkin ini akan jadi yang terakhir kalinya. Dia menyerap
pemandangan rumah itu dan mengenangnya, sampai
kemudian pintu gerbang hitam yang tinggi itu tertutup,
menghalangi pandangannya.
Selamat tinggal Mikail Raveno. Lana mengusap setitik air
mata di sudut matanya. Setelah ini aku tidak akan
memikirkanmu lagi. *** BAB 12 Hari pertamanya dalam kebebasan dan Lana luar biasa
menikmatinya. Rumah mungil yang dikontraknya masih
tertata rapi seolah-olah tidak pernah ditinggalkan
sebelumnya. Mungkinkah Mikail mengirimkan orangorangnya
untuk membersihkan rumah ini" Lana
menggelengkan kepalanya dan mencoba menghapus
bayangan MIkail dari pikirannya. Dia harus melupakan lelaki
itu dan melangkah maju. Pagi itu yang dilakukan oleh Lana pertama kali adalah
memeriksa kulkasnya dan mengerutkan kening ketika
menemukan kulkasnya penuh bahan makanan. Ini pasti
pekerjaan lelaki itu, gumam Lana, menolak menyebut nama
Mikail demi usahanya melupakannya. Tetapi Lana tidak mau
membiarkan gangguan ini merusak hari pertama
kebebasannya. Diambilnya sayuran, daging sapi, dan telur. Lalu dia
membuat tumis daging dengan sayuran dan telur yang
berbau harum, setelah menuang masakan harum itu dari
wajan, Lana menuang teh hangat yang sudah diseduhnya
tadi pagi ke cangkir berwarna putih, dan meletakkan
semuanya di meja. Sambil menyantap makanannya Lana
menyalakan komputernya. Hal pertama yang harus
dilakukannya adalah mencari pekerjaan, karena Lana harus
bertahan hidup. Seperti semula.
Seingat Lana, dirinya masih punya tabungan di rekeningnya,
tidak banyak memang hanya cukup untuk bertahan hidup
selama satu sampai dengan dua bulan setelah dikurangi
pembayaran kontrak rumah kecil ini secara bulanan. Setelah
itu Lana harus bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri
sekaligus membayar tempat tinggalnya, kalau Lana tidak
bisa melakukannya, dia akan menjadi gelandangan. Jadi,
waktunya untuk mencari pekerjaan sangatlah sempit.
Oh ya, hal kedua yang harus dilakukannya adalah
mengambil uang tabungannya, mungkin nanti siang dia akan
ke bank. Lana menghirup tehnya yang terasa harum dan
meneguknya dengan tegukan panas yang nikmat. Lalu mulai
menyantap sarapannya sambil membuka situs pencari
pekerjaan di komputernya.
Lowongan kerja... lowongan kerja yang cepat dan sesuai
kualifikasinya... mata Lana bergerak cepat dan mencatat
beberapa perkerjaan yang sesuai. Dia mengirimkan email
surat lamaran ke beberapa perusahaan tersebut sambil
menghabiskan sarapannya. Ketika Lana selesai melakukan kegiatannya, waktu sudah
hampir jam dua belas siang. Lana teringat bahwa dia harus
ke Bank, dengan bergegas Lana mengambil tas kecilnya dan
hendak keluar rumah ketika ada yang mengetuk pintunya.
Seketika Lana waspada. Dia tidak pernah punya teman
sebelumnya. Jadi, itu tidaklah mungkin teman yang bertamu.
Lagipula, dalam penyamarannya waktu itu karena berencana
membalas dendam kepada Mikail, tidak banyak yang tahu
kalau Lana tinggal di rumah mungil ini.
Apakah itu musuh Mikail yang ingin mencelakainya" Lana
bergidik ngeri. Kemudian menggelengkan kepalanya,
berusaha menenangkan diri. Tidak, musuh Mikail pasti sudah
mengurus masalah itu sebelum memutuskan melepaskan
Lana. Jadi, siapa yang sedang mengetuk pintunya saat ini"
Dengan hati-hati Lana mengintip melalui jendela sebelah dan
menemukan seorang lelaki dengan setelan jas mahal dan
resmi berdiri di depan pintunya. Dari penampilannya,
tampaknya lelaki itu lelaki baik-baik. Tetapi penampilan bisa
menipu bukan" Lana masih tidak bisa percaya bahwa Dokter
Teddy yang begitu baik dan selalu tersenyum itu ternyata
adalah psikopat berjiwa kejam.
Lana meraih pisau dapur dan membuka pintu dengan hatihati,
membiarkan rantai tetap menahan pintu itu,
"Siapa"," Lana menatap pria tampan dalam balutan jas rapi
itu sambil mengerutkan keningnya.
"Selamat siang, Anda Nona Lana" Saya Freddy, pengacara
yang dikirim kemari"
Pengacara", "Pengacara untuk apa" Saya tidak berkaitan
dengan masalah hukum apapun," Lana masih mengintip dari
pintu, belum mau membukanya, menatap Freddy dengan
curiga. "Saya dikirim untuk menyerahkan dokumen-dokumen kepada
Anda," Freddy tampak berdehem memikirkan sesuatu, "Anda
mungkin tidak mengenal saya, tapi saya teman Damian dan
Serena" Lana tertarik, "Apakah Serena yang mengirimmu kemari"
"Sayangnya bukan, meski Serena menitip salam dan
berharap kalian bisa bertemu di lain kesempatan," Freddy
mengangkat bahu, "Saya dikirim oleh Mikail"
Lana mengernyitkan kening, setelah berpikir sejenak, dia
berpendapat bahwa lelaki yang mengaku pengacara ini
tampak meyakinkan. Dia meletakkan pisaunya dan masih
dengan waspada dia membuka pintunya.
"Boleh saya masuk, Anda boleh tenang, saya bukan orang
jahat," Freddy tersenyum dengan gaya profesional.
Lana mempersilahkannya masuk, dan dia duduk menatap
lelaki itu mengeluarkan berkas-berkas yang tampak penting
dari tas kerjanya. "Ini adalah surat kepemilikan rumah ini, Mikail telah
membelinya atas nama Anda. Dan ini nomor rekening yang
dibukakan Mikail atas nama Anda, seluruh kelengkapannya
ada di dalam amplop, Anda tinggal menggunakannya,"
Freddy meletakkan berkas-berkas itu dalam map terbuka di
meja lalu tersenyum lagi, 'Saya hanya diperintahkan
menyerahkan berkas-berkas ini kepada Anda, kalau semua
sudah lengkap, saya akan berpamitan," Lelaki itu beranjak
dari duduknya meninggalkan Lana yang masih menatap
kertas-kertas di meja itu dengan kaget.
Surat rumah" Rekening tabungan" Matanya melirik sekilas
pada surat-surat itu. Semua atas namanya!
"Tunggu dulu! Saya tidak tahu sebelumnya tentang suratsurat
ini! Saya tidak bisa menerimanya!'
'Nona," Freddy menyela sudah siap pergi dari rumah itu,
"Saya hanya menyampaikan apa yang ditugaskan kepada
saya, kalau Anda ada pertanyaan, mungkin Anda bisa
Kisah Tiga Kerajaan 9 Dewa Arak 56 Sumpah Sepasang Harimau Kereta Berdarah 6

Cari Blog Ini