Ceritasilat Novel Online

Tangled 4

Tangled Karya Emma Chase Bagian 4


ketika kau begitu puas membiarkan semua orang mengejarmu?"
"Apa artinya itu?"
"Itu berarti segalanya selalu mudah bagimu. Kau tampan, cerdas,
kau punya keluarga yang mencintaimu dan wanita yang berbaring
untukmu seperti seekor domba kurban. Dan satu saat ketika kau
harus memperjuangkan sesuatu yang kau inginkan - sekali saja kau
harus mempertaruhkan hatimu untuk seseorang yang akhirnya
berharga bagimu - apa yang kau lakukan" Kau menyerah. Kau
bertindak tanpa lebih dulu memastikan apakah itu tindakan yang
tepat. Kau bergelung dan berkubang dalam rasa iba pada diri
sendiri." Dia menggelengkan kepalanya, dan suaranya melunak. "Kau bahkan
tidak mencobanya, Drew. Setelah itu. Kau hanya...membuang dia
pergi." Aku menunduk menatap minumanku. Suaraku tenang. Penuh
penyesalan. "Aku tahu." Jangan dikira aku tidak memikirkan hal itu. Jangan dikira aku tidak
menyesali perkataanku atau ketiadaan kata-kata penyesalanku.
Karena aku menyesalinya. Dengan pahit. "Kuharap...tapi itu sudah
terlambat." Matthew akhirnya bicara juga. "Tidak pernah terlalu terlambat,
sobat. Pertandingan belum berakhir, hanya saja hujan yang
menundanya." Aku menatapnya. "Apakah Delores mengatakan sesuatu padamu"
Tentang Kate dan Billy?"
Dia menggeleng. "Bukan tentang mereka...tapi dia punya banyak hal
untuk dikatakan tentangmu."
"Apa maksudmu?"
"Maksudku Dee sangat membencimu. Menurutnya, kau seorang
bajingan. Serius, bung, jika kau terbakar di jalanan, kupikir dia tidak
akan meludahimu." Aku mengolah informasi ini sesaat. "Mungkin dia membenciku
karena aku bercinta dengan tunangan dari sepupunya?"
"Mungkin dia membencimu karena kau menghancurkan hati
sahabatnya?" Ya. Ini mungkin saja terjadi. Aku tidak bisa mencegahnya.
"Apa kau jatuh cinta dengan Kate, Drew?"
Mataku bertemu pandang dengan mata Alexandra. "Ya."
"Apa ada kemungkinan bahwa dia merasakan hal yang sama?"
"Kurasa begitu." Semakin aku memikirkan kata-kata dan tindakan
Kate akhir pekan itu, aku semakin yakin bahwa Kate merasakan
sesuatu padaku. Sesuatu yang nyata dan mendalam.
Setidaknya dia merasakan itu sebelum aku menghancurkannya.
"Apa kau ingin bersama dengannya?"
"Oh Tuhan, ya."
"Lalu apakah dia balikan lagi dengan mantannya atau tidak itu tidak
relevan. Pertanyaan yang perlu kau tanyakan pada dirimu sendiri
adalah apakah kau bersedia melakukannya - bersedia mengambil
risiko - memperbaiki keadaan" Untuk mendapatkan dia kembali."
Dan jawabanku dalam urusan ini sederhana: Apa pun. Segalanya.
Tenggorokanku tercekat saat aku mengakuinya, "Aku akan
memberikan apa saja agar Kate kembali."
"Maka, demi Tuhan, berjuanglah demi dia! Katakan padanya."
Ketika kata-katanya meresap, Matthew menggenggam bahuku.
"Pada saat seperti ini, aku selalu bertanya pada diri sendiri, 'Apa
yang akan dilakukan William Wallace"'" Matanya serius. Penuh
perasaan. Kemudian suaranya meniru aksen Skotlandia yang tidak
dimilikinya. "Aye...maju, dan kau tidak akan ditolak...tapi bertahuntahun dari
sekarang, apakah kau bersedia untuk menukar seluruh
harimu dari sekarang untuk mendapatkan kesempatan itu - hanya
satu kesempatan - untuk kembali dan mengatakan kepada Kate
bahwa dia boleh mengambil testismu dan menggantungnya di kaca
spion mobilnya, tapi dia tidak akan pernah bisa
mengambil...kebebasanmu!"
Alexandra memutar matanya pada kutipan film Braveheart ini, dan
aku benar-benar tertawa. Awan hitam yang sudah ada di bahuku
sepanjang minggu akhirnya mulai terangkat. Sebagai gantinya
adalah...harapan. Keyakinan. Tekad. Segala hal yang
membuatku...menjadi diriku. Segala hal yang telah hilang sejak
melihat Billy Warren menyanyi pagi itu.
Matthew menepuk punggungku. "Pergi dapatkan dia, kawan.
Maksudku, lihat dirimu - apa ruginya bagimu?"
Dia benar. Siapa yang butuh martabat" harga diri" Itu berlebihan.
Bila kalian tidak punya apa pun, kalian tidak akan kehilangan apa
pun. "Aku harus pergi menemui Kate. Sekarang juga."
Dan jika aku gagal" Setidaknya aku berjuang untuk tidak menyerah.
Jika aku akhirnya jatuh dan terbakar dan dia menginjak-injak abuku
di tanah dengan tumitnya" Biarkan saja. Tapi aku harus mencoba.
Karena... Karena dia berharga. *** Ketika Alexandra berumur enam belas tahun, orangtuaku menyewa
taman wisata Six Flags Great Adventure untuk sehari. Berlebihan"
Ya. Tapi itu salah satu manfaat dididik secara istimewa. Itu
mengagumkan. Tidak ada antrian, tidak ada kerumunan. Hanya
keluarga kami, beberapa rekan bisnis, dan seratus lima puluh teman
terdekat kami. Lagi pula, ada satu rollercoaster - the Mind Bender.
benar-benar gila. Ingat ketika aku bilang bahwa aku tidak pernah naik roller coaster
yang sama dua kali" Ini adalah pengecualian.
Matthew Steven, dan aku naik roller coaster itu sampai kami
muntah. Kemudian kami naik lagi dan lagi. Bukit pertama
mengerikan. Sebuah tanjakan panjang dan menyiksa yang berakhir
pada turunan vertikal setinggi 120 meter - langsung menukik. Tak
peduli berapa kali kami menaikinya - setiap kali kami naik bukit
pertama itu - rasanya sama. Telapak tanganku menjadi berkeringat,
perutku bergolak. Itu kombinasi sempurna dari kegembiraan dan
ketakutan. Dan itulah yang kurasakan sekarang.
Lihat aku di sana" Cowok yang berlari melewati Times Square.
Hanya membayangkan akan melihat Kate lagi...Aku bergairah
karenanya, aku tidak akan bohong. Tapi aku juga gelisah. Karena
aku tak tahu apa yang ada di sisi lain dari bukit ini, seberapa dalam
turunan ini bagiku. Tidak ada yang bersimpati, hah" Dasar kalian sulit terpuaskan.
Kalian pikir aku layak menerimanya" Mungkin aku pantas
mendapatkan yang lebih buruk"
Ini argumen yang menarik. Aku mengacaukannya. Tidak diragukan
lagi. Itu adalah keterpurukan - semua orang besar pernah
mengalaminya. Namun hari-hari itu sudah berakhir sekarang. Aku
turun dari bangku cadangan dan kembali masuk ke dalam
pertandingan. Aku hanya berharap Kate akan memberiku kesempatan lagi untuk
memukul bola. Terengah-engah karena lari cepat sejauh tujuh blok, aku
mengangguk sebagai tanda salam pada petugas keamanan dan
berjalan melalui lobi kosong. Aku menggunakan waktu singkat
selama naik lift untuk mengatur napas dan berlatih apa yang akan
aku katakan. Lalu aku melangkah keluar ke lantai empat puluh.
Hanya ada satu tempat di mana Kate Brooks berada jam setengah
sebelas pada Senin malam. Dan tepatnya di sini, di mana semuanya
berawal. Kantor-kantor yang lain gelap. Sangat tenang, kecuali
musik yang berasal dari kantornya. Aku berjalan menyusuri lorong
dan berhenti di luar pintu kantornya yang tertutup.
Lalu aku melihatnya. Melalui kaca.
Ya Tuhan. Dia duduk di mejanya, menatap layar komputer. Dia menggigit
bibirnya dengan cara yang membuatku bertekuk lutut. Rambutnya
diikat ke belakang, memperlihatkan setiap lekuk sempurna di
wajahnya. Aku rindu menatap dirinya. Kalian pasti tak tahu.
Rasanya seperti...seperti aku berada di bawah air, menahan napas.
Dan sekarang akhirnya aku bisa bernapas lagi.
Dia mendongak. Dan matanya menatapku.
Lihat bagaimana ia menatap selama beberapa detik lebih lama dari
yang diperlukan" Bagaimana kepalanya miring ke samping, dan dia
menyipitkan matanya" Seperti tidak begitu percaya apa yang dia
lihat. Dia terkejut. Kemudian keterkejutan berubah menjadi jijik. Seperti
dia baru saja makan sesuatu yang busuk. Dan saat itulah aku tahu.
Ketika aku yakin apa yang mungkin sudah kalian tahu. Bahwa aku
sungguh-sungguh seorang idiot.
Dia tidak menerima Warren kembali. Tidak mungkin.
Jika Kate menerimanya" Jika akhir pekan kami tidak ada artinya
bagi dia" Jika aku tidak ada artinya" Dia tidak akan menatapku
seolah aku iblis terkutuk. Dia tidak akan terpengaruh sama sekali. Ini
logika sederhana kaum pria: Jika seorang wanita marah" Ini berarti
dia peduli. Jika pacar kalian bahkan tidak mau repot-repot
mengomelimu" Kalian kacau. Sikap acuh tak acuh adalah ciuman
kematian dari seorang wanita. Itu sama saja seorang pria tidak
tertarik pada seks. Dalam kedua kasus ini, semuanya berakhir.
Kalian sudah selesai. Jadi, jika Kate marah, itu karena aku menyakitinya. Dan satusatunya alasan aku
membuatnya marah karena ia ingin bersamaku.
Itu mungkin seperti cara berpikir yang salah - tapi begitulah adanya.
Percayalah, aku tahu. Aku telah menghabiskan hidupku bercinta
dengan wanita yang aku tak punya perasaan apa pun terhadap
mereka. Jika mereka tidur dengan pria lain setelah bersamaku"
Bagus untuk mereka. Jika mereka bilang padaku mereka tidak ingin
melihatku lagi" Bahkan lebih bagus lagi. Kalian tidak bisa
mengambil darah dari sebuah batu. Kalian tidak bisa mendapatkan
reaksi dari seseorang yang tidak peduli.
Kate, di sisi lain, dipenuhi oleh emosi. Marah, curiga, dikhianati membara di matanya dan terpancar di wajahnya. Kenyataan bahwa
ia masih merasakan sesuatu untukku - bahkan meski itu kebencian
- memberiku harapan. Karena aku dapat memperbaikinya.
Aku membuka pintu kantornya dan berjalan masuk. Kate menatap
kembali ke laptopnya dan menekan beberapa tombol.
"Apa maumu, Drew?"
"Aku perlu bicara denganmu."
Dia tidak mendongak. "Aku sedang bekerja. Aku tidak punya waktu
untukmu." Aku melangkah maju dan menutup laptopnya. "Sisihkan waktumu."
Dia mengalihkan pandangannya ke arahku. Matanya keras. Beku,
seperti es hitam. "Pergilah ke neraka!"
Aku menyeringai, meskipun tidak ada yang lucu tentang hal ini.
"Aku ada di sana. Sepanjang minggu."
Dia bersandar di kursinya, menatapku dari atas ke bawah. "Itu benar.
Erin memberitahu kami tentang penyakit misteriusmu."
"Aku tinggal di rumah karena..."
"Naik taksi menyedot banyak energimu" Butuh beberapa hari untuk
pulih?" Aku menggeleng. "Apa yang kukatakan hari itu adalah suatu
kesalahan." Dia berdiri. "Tidak. Satu-satunya kesalahan di sini adalah
kesalahanku. Bahwa aku pernah berpikir ada sesuatu yang lebih
tentangmu. Bahwa aku benar-benar membiarkan diriku percaya ada
suatu...keindahan dibalik pesona sombong dan sikap percaya dirimu.
Aku salah. Kau kosong di dalam. Hampa."
Ingat ketika aku mengatakan Kate dan aku memiliki banyak
kesamaan" Itu benar. Dan maksudku bukan berarti hanya di ranjang
atau di kantor. Kami berdua memiliki kemampuan luar biasa untuk
mengatakan hal yang tepat. Untuk melukai. Untuk menemukan titik
lemah masing-masing dari kami, dan menyerangnya dengan sebuah
granat kata-kata. "Kate, aku - " Dia memotongku. Dan suaranya tegang. Tercekat.
"Asal kau tahu, Drew, aku tidak bodoh. Aku tidak mengharapkan
lamaran pernikahan. Aku tahu apa yang kau suka. Tapi kau terlihat
begitu...Dan malam itu di bar" Caramu menatapku. Kupikir..."
Suaranya tersendat, dan aku seakan ingin bunuh diri saja.
"...Kupikir aku berarti sesuatu untukmu."
Aku melangkah lebih dekat, ingin menyentuhnya. Untuk
menghiburnya. Untuk mengambil kembali semuanya.
Membuat semuanya lebih baik.
"Memang. Kau berarti untukku."
Dia mengangguk kaku. "Benar. Itulah kenapa kau - "
"Aku tidak melakukan apa pun! Tidak ada kencan. Tidak ada naik
taksi terkutuk. Itu semua bohong, Kate. Steven yang meneleponku
hari itu, bukan Stacey. Aku hanya mengatakan semua itu agar kau
berpikir itu adalah dia."
Wajahnya berubah pucat, dan aku tahu dia percaya padaku.
"Kenapa...kenapa kau lakukan itu?"
Aku menghembuskan napas. Suaraku pelan dan tegang. Memohon
padanya agar mengerti. "Karena...Aku jatuh cinta padamu. Aku sudah jatuh cinta padamu
sejak lama. Aku tidak menyadarinya sampai hari Minggu malam.
Dan kemudian ketika Billy muncul di sini...Kupikir kau menerima
dia kembali. Dan itu menghancurkanku. Begitu menyakitkan hingga
aku ingin membuatmu merasa...sakit yang sama seperti yang
kurasakan." Bukan momen terbaikku, bukan" Ya, aku tahu - aku seorang
bajingan. Percayalah, aku tahu.
"Jadi aku mengatakan semua itu dengan sengaja, agar kau berpikir
bahwa kau tidak berarti apa pun bagiku. Bahwa kau seperti wanita
yang lain. Tapi kau bukan, Kate. Kau tidak seperti siapa pun yang
pernah kukenal. Aku ingin bersamamu...benar-benar bersamamu.
Hanya kamu. Aku belum pernah merasakan seperti ini pada siapa
pun. Dan kutahu aku terdengar seperti kartu ucapan Hallmark, tapi
itu benar. Aku tak pernah menginginkan segala hal yang ingin
kumiliki ketika bersamamu."
Dia tidak mengatakan apa pun. Dia hanya menatapku. Dan aku tidak
bisa tahan lagi. Aku memegang bahunya, lengannya. Hanya ingin
merasakannya. Dia menegang, tapi tidak menarik diri. Aku mengangkat tanganku ke
wajahnya. Jempolku mengelus pipi dan bibirnya.
Oh Tuhan. Matanya tertutup oleh sentuhanku, dan gumpalan di tenggorokanku
terasa seperti mencekikku.
"Kumohon, Kate, bisakah kita...kembali" Semuanya begitu indah
sebelumnya. Itu sempurna. Aku ingin kita seperti itu lagi. Aku sangat
menginginkannya." Aku tidak pernah percaya pada penyesalan. Pada rasa bersalah. Dulu
aku berpikir itu hanya ada di kepala seseorang. Seperti takut akan
ketinggian. Tidak ada yang tidak bisa dilewati jika kalian memiliki
tekad. Kekuatan. Tapi aku tidak pernah memiliki seseorang melukai seseorang - yang berarti lebih bagiku dibanding...diriku


Tangled Karya Emma Chase di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sendiri. Dan tahu bahwa aku mengacaukan ini karena ketakutanku,
kebodohanku semata, ini sungguh...tak tertahankan.
Dia menepis tanganku. Dan melangkah mundur.
"Tidak." Kate mengambil tasnya dari lantai.
"Kenapa?" Aku berdehem. "Kenapa tidak?"
"Apa kau ingat ketika pertama kali aku mulai bekerja di sini" Dan
kau bilang ayahmu ingin aku menyusun 'latihan' presentasi?"
Aku mengangguk. "Kau mengatakan itu karena kau tidak ingin aku mendapatkan klien
itu. Benar kan?" "Benar." "Dan kemudian malam itu ketika kita bertemu dengan Anderson, kau
bilang bahwa aku menyodorkan payudaraku ke wajahnya
karena...bagaimana kau mengatakannya" Kau ingin 'membuatku
marah.' Ya atau tidak?"
Kemana arah pembicaraan ini"
"Ya." "Dan kemudian minggu lalu - setelah semuanya - kau membuatku
percaya bahwa kau bicara dengan wanita itu karena kau ingin
menyakitiku?" "Memang, tapi - "
"Dan sekarang, sekarang kau bilang kau jatuh cinta padaku?"
"Ya." Dia menggeleng pelan. "Jadi kenapa aku harus percaya padamu,
Drew?" Aku berdiri di sana. Terdiam. Karena aku tak punya apa pun untuk
diucapkan. Tidak ada pertahanan. Tidak ada alasan yang akan
membuat perbedaan nyata. Tidak untuk Kate.
Dia berbalik untuk pergi. Dan aku panik. "Kate, tunggu..."
Aku melangkah di depannya. Dia berhenti namun pandangannya
melewatiku. Seperti aku bahkan tidak di sini.
"Aku tahu aku mengacaukannya. Parah. Cerita tentang gadis taksi itu
bodoh dan kejam. Dan aku minta maaf. Lebih menyesal daripada
yang pernah kau pahami. Tapi...kau tidak bisa membiarkan itu
merusak apa yang telah kita miliki."
Dia tertawa mengejek. "Apa yang bisa kita miliki" Apa yang kita
miliki, Drew" Semua yang pernah kita miliki adalah argumen dan
persaingan dan nafsu..."
"Tidak. Ini lebih dari itu. Aku merasanya akhir pekan itu, dan aku
tahu kau merasakannya juga. Apa yang kita miliki bisa
menjadi...spektakuler. Jika kau memberinya kesempatan. Beri kita aku - satu kesempatan lagi. Kumohon."
Kalian tahu lagu "Ain't Too Proud to Beg" dari Rolling Stones" Ini
lagu tema baruku. Bibirnya tertekuk satu sama lain. Lalu dia bergerak mengelilingiku.
Tapi aku meraih lengannya.
"Lepaskan aku, Drew."
"Aku tidak bisa." Dan maksudku bukan hanya lengannya.
Dia menyentakkan tangannya. "Cobalah lebih keras. Kau pernah
melakukannya sekali. Aku yakin kau bisa melakukannya lagi."
Lalu ia berjalan keluar pintu.
Dan aku tidak mengikutinya.
*** Bab 20 Oke. Jadi itu tidak berjalan dengan baik.
Kalian benar - itu adalah bencana. Kalian pikir aku seharusnya
mengejar dia" Well, kalian keliru. Apakah kalian pernah membaca
The Art of War karya Sun Tzu" Aku pernah. Ini adalah buku tentang
strategi militer. Seorang jenderal yang baik tahu kapan harus
menyerang. Seorang jenderal yang hebat tahu kapan harus mundur.
Untuk menggalang kekuatan.
Aku sudah memberitahu Kate apa yang perlu kukatakan. Kini aku
harus menunjukkan kepadanya.
Aksi untuk memenangkan perang. Aksi untuk menyembuhkan luka.
Bukan kata-kata. Kata-kata itu murah. Milkku, terutama, saat ini
kata-kataku setara dengan nilai gabungan dari seluruh kotoran yang
ada di saku. Jadi...Aku punya rencana. Dan kegagalan bukanlah pilihan. Karena
ini bukan hanya tentang aku, tentang apa yang kuinginkan. Tidak
lagi. Ini juga tentang apa yang Kate inginkan. Dan dia
menginginkanku. Tentu, dia melawannya - tapi keinginan itu ada di
sana. Seperti yang selalu terjadi.
Tidak akan pernah ada seorang pun yang bisa memahami Kate
seperti diriku. Dan - sebelum kalian benar-benar marah padaku aku tidak mengatakan ini karena rasa percaya diri yang berlebihan.
Aku mengatakan ini karena di balik kemarahan, di bawah
lukanya...Kate sama jatuh cintanya denganku seperti aku jatuh cinta
kepadanya. Melihat Kate seperti melihat diriku sendiri ke dalam cermin.
Jadi aku tak akan berhenti. Aku tak akan menyerah. Tidak sampai
kami berdua mendapatkan apa yang kami inginkan.
Memiliki satu sama lain. Hei - Kalian tahu apa lagi yang jenderal besar akan lakukan"
Panggilan pasukan cadangan.
*** Berikut ini adalah fakta untuk kalian: Kebanyakan pria tidak bisa
melakukan multitasking. Itu benar. Itulah kenapa kalian tidak bisa mendapati banyak pria yang mencoba
membuat masakan lengkap untuk makan malam Thanksgiving.
Itulah alasan ibu-ibu di seluruh dunia pulang ke lokasi bencana
ketika mereka meninggalkan anak-anak mereka bersama suami
selama beberapa jam. Sebagian besar kaum pria hanya bisa benarbenar fokus pada
satu hal pada suatu waktu.
Sebagian besar kaum pria - tapi tidak untukku.
Sebelum aku keluar pintu kantor, aku menghubungi Erin melalui
ponselku. Tidak, aku bukan atasan yang rewel. Jika kalian seorang
asisten dari salah satu bankir investasi paling sukses di New York
City, panggilan larut malam merupakan bagian dari deskripsi kerja.
Sekarang setelah seminggu aku mengacuhkan segala masalah di
sekitarmu, aku perlu tahu apakah aku masih punya klien untuk
ditangani. Untungnya bagiku, aku masih punya klien.
"Kuharap kau dapat menumbuhkan ginjal ketiga, Drew," kata Erin.
"Karena kalau Matthew, Jack, dan Steven membutuhkannya pada
saat bersamaan, kau harus menyerahkannya pada mereka."
Rupanya, mereka orang-orang yang sudah menggantikan
pekerjaanku ketika aku sedang membuat lekukan permanen pada
sofaku. "Pesankan Jack satu meja di Scores akhir pekan ini. Aku yang
bayar." Tidak ada yang lebih baik untuk urusan mengucapkan terima kasih
seperti penari telanjang prabayar.
Adapun Matthew dan Steven - aku perlu berpikir tentang urusan
yang satu ini. Aku punya perasaan bar striptease terlarang untuk
mereka yang sudah masuk ke dalam the Dark Side.
Setelah Erin memberikan info terbaru tentang pekerjaanku, aku
katakan padanya untuk mengosongkan jadwalku dan memberinya
daftar hal-hal yang kuperlukan untuk besok. Aku punya hari yang
panjang untuk membuat perencanaan - tapi itu tidak ada
hubungannya dengan investasi perbankan.
Setelah kami menutup telepon, aku berjalan melewati pintu
apartemenku. Oh Tuhan. Aku menutup hidung dengan tanganku.
Bagaimana aku bisa hidup dengan bau ini selama tujuh hari
lamanya" Oh, benar - Aku sedang mati otak.
Aku memperhatikan sekeliling ruangan. Kantong sampah berjajar di
salah satu dinding. Botol kosong ditumpuk di atas meja. Piring kotor
memenuhi bak cuci, dan bau udara di apartemenku seperti aroma
pengap yang merembes melalui ventilasi mobilmu ketika kalian
terjebak kemacetan lalu lintas di belakang truk sampah. Alexandra
berusaha sebaik mungkin untuk membersihkannya, tapi kondisinya
masih saja kacau. Mirip seperti hidupku pada saat itu, bukan" Ini adalah contoh yang
sangat bagus dari simbolisme.
Aku berjalan ke kamar tidur di mana aku benar-benar bisa bernapas
melalui hidungku. Aku duduk di tepi ranjang dan menatap telepon.
Ingat pasukan cadangan yang tadi kusebutkan" Saatnya untuk
memanggil mereka. Aku mengangkat telepon dan menghubungi. Suara menenangkan
menyapaku setelah deringan kedua. Kombinasi sempurna dari
kekuatan dan kenyamanan, dan aku menjawab.
"Hai, Mom." Kalian pikir aku akan menghubungi orang lain, benar, kan"
Jauh di lubuk hati - aku adalah anak mama. Aku cukup jantan untuk
mengakuinya. Dan percayalah, aku bukan satu-satunya. Cukup
banyak menjelaskan, bukan" Itulah alasan kenapa pacarmu tidak
mampu menaruh dengan tepat kaus kaki atau celana dalam ke dalam
keranjang cucian - karena dia dibesarkan dengan mamanya
melakukan hal itu untuknya. Itulah kenapa saus pastamu lumayan,
tapi tidak - seleranya sudah terpaku pada saus buatan mamanya di
hari minggu. Ditambah lagi, kalian tahu istilah "Ibu tahu yang terbaik?" Ya, itu
menjengkelkan. Tapi apakah itu akurat" Sangat-sangat akurat. Aku
belum pernah tahu ibuku melakukan kesalahan. Dalam hal apa pun.
Jadi pada saat ini, pendapatnya adalah sumber yang paling berharga
bagiku. Aku tahu apa yang menurutku harus kulakukan untuk
memperbaiki keadaan dengan Kate, tapi aku ingin mengkonfirmasi
bahwa itu memang tindakan yang benar untuk dilakukan. Ini adalah
wilayah baru bagiku. Dan aku tidak boleh mengacaukannya.
Lagi. Ibuku mulai bicara tentang sup ayam dan kompres dingin. Tapi aku
memotong kata-katanya. "Mom - aku sebenarnya tidak sakit. Maksudku bukan seperti yang
engkau pikirkan." Sambil mendesah, aku mulai menceritakan kisah kotorku. versi Grate yang
dipersingkat. Mirip seperti suatu pengakuan.
Setelah aku menguraikan kejadian pagi di kantorku di mana aku
mengacaukan keadaan dengan Kate - oke, kalian benar, di mana aku
mengacaukan segalanya - ibuku menghembuskan napas penuh
kesedihan. "Oh, Drew." Perutku terbalik oleh rasa penyesalan dan kekecewaan. Apa yang
tidak akan kuberikan pada mesin waktu.
Aku selesai menceritakan tentang keterpurukanku dan mulai
menjelaskan rencanaku untuk memperbaiki keadaanku besok.
Setelah aku selesai, dia terdiam selama beberapa saat. Dan dia
melakukan sesuatu yang tak pernah kukira akan dilakukan oleh
ibuku yang sopan dan menahan diri.
Dia tertawa. "Kau sangat mirip ayahmu. Terkadang aku bertanyatanya apakah kau
punya sedikit saja DNA dariku."
Aku sungguh tak pernah bisa melihat adanya kesamaan antara aku
dan ayahku. Kecuali kecintaan kami akan bisnis - dorongan kami
untuk sukses. Kami selalu seimbang dalam bidang itu. Sebaliknya,
ayahku sangat ketat dalam berperilaku. seorang pria yang
berdedikasi, yang setia pada keluarga sepenuhnya. Bertolak
belakang denganku dalam segala hal.
"Benarkah?" Dia masih terkekeh. "Suatu hari akan kuceritakan padamu
bagaimana ayahmu dan aku akhirnya bersama di universitas
Columbia. Dan aku akan memasukkan semua rincian kecil dan jorok
yang ayahmu sendiri tak pernah ingin kau mengetahuinya."
Bila ceritanya melibatkan seks dalam bentuk apa pun, aku tidak
ingin mendengarnya. Sekali pun. Menurut pendapatku, orangtuaku melakukan hubungan seks dua kali
sepanjang hidupnya. Sekali untuk mendapatkan Alexandra dan
sekali untuk mendapatkanku. Itu saja. Pada tingkat tertentu aku sadar
bahwa aku menipu diri sendiri, tapi ini adalah salah satu topik di
mana aku lebih suka hidup dalam penyangkalan.
"Sedangkan untukmu dan Kate, aku membayangkan dia akan jadi
cukup...terkesan dengan apa yang telah kau rencanakan. Nantinya.
Pada awalnya, aku menebak dia akan marah besar. Kau harus
bersiap untuk itu, Drew."
Aku juga memperkirakan akan hal itu. Ingat garis tipis yang
Matthew bicarakan" "Bagaimanapun aku harus bertanya padamu, sayang - apa kau
yakin" Apa kau sungguh-sungguh yakin bahwa Kate Brooks adalah
wanita yang tepat untukmu" Bukan hanya sebagai kekasih tapi
sebagai teman, sahabat, mitra" Kau harus yakin, Drew. Sangat keliru
mempermainkan perasaan seseorang, tak perlu aku memberitahumu
soal itu." Sekarang ada nada celaan dalam suaranya - nada yang sama seperti
yang ia gunakan waktu aku berumur delapan tahun dan tertangkap
basah membaca buku harian Alexandra.
"Aku seratus persen yakin. Ini Kate atau...tidak sama sekali."
Aku masih terkejut betapa tepatnya ini. Dan, terus terang, aku
ketakutan setengah mati. Maksudku, bahkan sebelum aku bercinta dengan Kate,
ketertarikanku untuk bercinta dengan wanita lain sudah mulai
memudar. Drastis. Dan itu bukan karena mereka pasangan seks yang
buruk. Itu karena mereka bukan Kate. Jika, karena suatu malapetaka,
Kate tidak akan menerimaku kembali, aku mungkin akan mencukur
kepalaku dan pindah ke Tibet.
Aku dengar para biksu sedang dibutuhkan di sana.
"Kalau begitu, inilah saranku: Bertindaklah secara tak kenal lelah.
Pantang menyerah. Benar-benar gigih dalam mengejar keinginanmu.
Jika sedikit saja kepercayaan dirimu goyah, Kate akan menganggap
itu sebagai tanda bahwa kasih sayangmu mungkin juga goyah. Kau
sudah memberinya beberapa alasan untuk tidak percaya padamu,
jangan biarkan ketidakkukuhanmu memberinya alasan lagi.
Bersikaplah yang manis, Drew. Jujurlah. Bersikaplah seperti pria
yang kubesarkan. Pria yang kukenal."
Aku tersenyum. Dan saat itu juga, aku tahu - tanpa pertanyaan entah kenapa, dengan cara tertentu, aku akan memperbaiki
situasinya. "Terima kasih, Mom."
Saat aku akan mengucapkan selamat tinggal, ia menambahkan, "Dan
demi Tuhan, segera setelah kau menjernihkan situasi ini, Aku ingin
kalian berdua mampir ke rumah untuk makan malam. Aku ingin
bertemu wanita yang membuat putraku bertekuk lutut padanya. Dia
pasti luar biasa." Seratus bidikan gambar tentang Kate melompat masuk kepalaku
sekaligus... Kate di mejanya, berkacamata. Cemerlang dan penuh tekad. Suatu
kekuatan yang harus diperhitungkan.
Kate tertawa pada salah satu komentarku yang tidak pantas.
Memperkenalkan Matthew ke Dee-Dee. Membantu Steven keluar


Tangled Karya Emma Chase di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari kemacetan. Kate dalam pelukanku, begitu bergairah dan memberi. Percaya dan
terbuka. Dia di bawahku, di atasku, di sekitarku, menyesuaikan
gerak demi gerakku, erangan demi erangan.
Senyumku bertambah lebar.
"Dia, Mom. Dia orangnya."
*** Saatnya pelajaran sejarah, nak.
Pada jaman dahulu kala, ketika dua klan sedang berperang, mereka
akan mengirim bangsawan ke lapangan sebelum pertempuran untuk
mencoba dan merundingkan resolusi tanpa kekerasan. Jika para
penguasa bisa menemukan kompromi, maka tidak akan ada
pertempuran. Namun jika tidak bisa mencapai kesepakatan - maka
dimulailah pertempuran. Dan aku bicara tentang kapak perang jaman dulu, panah berapi,
peluru-meriam-yang-akan-memotong-kakimu-tepat-di-lutut.
Ya, ini adalah adegan di film Braveheart. Tapi itu masih akurat
dilihat dari sudut pandang sejarah.
Maksudku adalah, untuk mencapai setiap tujuan, ada dua cara untuk
mencapainya: cara yang keras dan cara yang lunak. Orang-orang
jaman dulu menyadarinya. Dan begitu juga aku. Itulah sebabnya aku
berdiri di luar gedung kantorku menunggu untuk menjumpai Kate
sebelum dia berjalan masuk ke pintu. Untuk menawarkan
rekonsiliasi. Untuk mencari solusi damai.
Kita akan menyebutnya "cara lunak" milikku.
Dan dia datang. Lihat dia di seberang blok" Rupanya, aku bukan
satu-satunya orang yang hari ini berangkat kerja siap untuk
berperang. Kate pasti memakai baju besinya.
Dia mengenakan celana panjang hitam dan sepatu hak yang sangat
tinggi sehingga dia akan berdiri sejajar denganku. Rambutnya
dipelintir menjadi sanggul yang ketat dengan hanya beberapa lembar
membelai wajahnya. Dagunya terangkat, matanya keras, dan dia
berjalan dengan langkah terarah penuh semangat.
Luar biasa. Detak jantungku bertambah cepat, dan kejantananku bangkit
setengah tegang, tapi aku mengabaikannya. Memang benar, sudah
lama sekali aku tidak berhubungan seks, tapi aku akan
mendapatkannya nanti. Saat ini, fokusku sepenuhnya hanya pada
Kate dan langkahku selanjutnya.
Aku bertolak dari gedung dan bertemu dengannya di tengah
perjalanannya. "Hai, Kate. Kau terlihat lezat pagi ini."
Aku tersenyum dan mengangsurkan bunga lavender warna ungu. Dia
tidak menerimanya. Sebaliknya, dia berjalan melewatiku tanpa kata.
Aku berjalan mundur jadi aku masih ada di depannya. "Pagi, Kate."
Dia mencoba berjalan melingkariku, tapi aku memblokir langkahnya
dan aku menyeringai. Tidak bisa menahannya. "Apa" Kau tidak mau bicara denganku" Kau pikir itu sungguh layak
mengingat kita bekerja bersama-sama?"
Suaranya datar dan terlatih, seperti robot. "Tentu saja tidak, Mr.
Evans. Jika Anda memiliki urusan bisnis untuk dibicarakan dengan
saya, saya akan senang untuk bicara dengan Anda. Tapi jika itu tidak
menyangkut pekerjaan, maka saya lebih suka - "
"Mr. Evans?" Kurasa tidak. "Apa ini semacam permainan peran
yang *kinky" Aku bos jahat dan kau sekretaris seksi?"
Rahangnya terkatup, dan tangannya mengepal kencang pada tasnya.
"Atau kau bisa menjadi bosnya, kalau kau suka. Dan aku bisa
menjadi asisten penurut yang membutuhkan hukuman. Aku pasti
bisa masuk ke segala hal yang berbau dominatrik."
Dia membuat suara muak. Dan berjalan pergi. Aku dengan mudah mengejarnya. "Tidak, tunggu, Kate. Aku
bercanda. Itu lelucon. Tolong tunggu. Aku sungguh perlu bicara
denganmu." Suaranya tajam - kesal. "Apa yang kau inginkan?"
Aku tersenyum dan mengangsurkan bunganya lagi. "Makan malam
lah denganku pada hari Sabtu."
Alisnya berkerut. "Apa kau minum sejenis obat yang tidak aku
tahu?" "Kenapa kau bertanya?"
"Apa aku tidak cukup jelas tadi malam" Kenapa kau berpikir aku
akan mempertimbangkan untuk pergi keluar denganmu lagi?"
Aku mengangkat bahu. "Aku berharap suasana hatimu lebih bagus
pagi ini. Bahwa mungkin setelah tidur nyenyak kau akan menyadari
bahwa kau masih...menyukaiku."
Dia mendengus. "Itu tidak mungkin terjadi."
Dia berjalan selangkah. Kemudian berhenti dan berbalik menghadap
kearahku. "Tidak, setelah dipikir-pikir - tidak bisa."
Aku mengimbangi di sampingnya ketika dia berjalan terus menuju
gedung. Aku punya waktu dua menit, mungkin kurang. Aku bicara
dengan cepat. "Serius, Kate, aku sedang berpikir - "
"Sungguh suatu kejutan."
Apakah dia selalu sok pintar"
"Aku ingin memulai dari awal. Melakukan sesuatu dengan benar
saat ini. Aku ingin mengajakmu pergi keluar. Mengatakan padamu
segala hal yang seharusnya kukatakan sebelumnya. Tentang betapa
menakjubkannya kau menurutku. Betapa pentingnya kau bagiku.
Oh, dan aku tidak akan bohong lagi padamu."
Tidak sekali pun. Aku sungguh-sungguh. Sepuluh tahun dari sekarang, jika Kate bertanya apakah celana jins
tertentu membuat pantatnya terlihat gemuk - dan kalau memang
begitu" Aku akan mempertaruhkan hidupku dan menjawab ya.
Aku bersumpah. Dia menatap lurus ke depan saat ia menjawab, "Terima kasih atas
tawarannya, tapi tidak. Dibuat merasa bodoh dan dimanfaatkan
sungguh tidak masuk dalam daftar tertinggi agendaku minggu ini.
Aku sudah pernah mengalaminya. Tidak mencari pengulangan."
Aku menangkap sikunya dengan lembut dan memutar tubuhnya ke
arahku. Aku mencoba untuk menangkap matanya, tapi dia menolak
bertemu dengan mataku. Suaraku rendah. Dan tulus.
"Kate...aku panik. Aku takut, dan aku mengacaukannya. Itu takkan
pernah terjadi lagi. Aku belajar dari kesalahanku."
"Kebetulan sekali." Dia menatapku dari atas ke bawah penuh arti.
"Aku juga." Lalu ia berjalan pergi. Dan aku menghembuskan napas pajang.
Oke. Kalau begitu pakai cara yang keras.
Kenapa aku tidak terkejut"
*** *kinky: perilaku seksual yang tidak biasa. Kebalikan dari vanilla.
Bab 21 Saat Kate membuka pintu masuk gedung, aku tepat di belakangnya.
Begitu dia melintasi ambang pintu, musik mulai dimainkan.
Dan langkah Kate terhenti seketika.
Mereka disebut The Three Man Band. Mereka musisi keliling.
Secara harfiah. Sang vokalis gitarnya tergantung dengan tali bahu
dan mikrofon yang terpasang ke dadanya. Sang drummer memiliki
seperangkat drum lengkap yang terikat di depan tubuhnya - seperti
seorang anak di marching band, tapi jauh lebih keren. Orang terakhir
mempunyai kombinasi gitar dan keyboard yang terletak pada
dudukan di pinggangnya. Sebenarnya ini sangat tidak norak seperti kedengarannya. Mereka
bagus. Seperti salah satu band yang memainkan lagu tema di serial
tv Jersey Shore pada musim panas. Dan mereka memainkan "Caught
up in You" dari Thirty-Eight Special.
Kate mendesis kearahku, "Apa-apaan ini?"
Aku mengangkat bahu. "Well, aku tidak tahu cara bermain gitar. Dan
aku tidak bisa menyanyi. Jadi..."
Aku tahu apa yang kalian pikirkan. Musik, Drew" Inikah rencana
besarnya" Bukankah Billy sudah mencobanya" Ya, Warren mencoba
strategi ini dan gagal. Tapi ini akan berbeda.
Lebih bagus. Lebih lama. The Three Man Band itu mobile. Yang berarti mereka dapat - dan
akan - mengikuti Kate sepanjang hari. Bernyanyi dengan tidak
hanya satu tapi puluhan lagu yang dipilih dengan cermat. Dan tidak.
ini bukan rencana keseluruhannya. Ini hanyalah langkah pertama.
Masih banyak lagi. "Aku membencimu."
Tidak dia tidak membenciku.
Aku menyelipkan bunga yang tadi ditolak Kate di belakang
telinganya. "Dengarkan liriknya, Kate."
Sang penyanyi bersenandung tentang seorang pria yang bertekuk
lutut, begitu jatuh cinta hingga dia ingin berubah, menjadi lebih baik.
Bagi sang wanita. Kate merenggut bunga dari rambutnya dan membuangnya ke lantai.
Lalu ia mendorong melewatiku menuju lift dan masuk kedalam.
Dan The Three Man Band berkerumun di sekelilingnya. Masih
memainkan alat musiknya. Kate terlihat ketakutan, bukan" Saat pintu tertutup, aku hampir
merasa tidak enak. Hampir. Aku mengambil lift berikutnya menuju lantai empat puluh.
Sesampainya di sana, suara lagu "Angel" dari Aerosmith
berkumandang. Rupanya, Kate telah melarang The Three Man Band
dari kantornya. Jadi mereka mangkal di luar pintu kantornya yang
tertutup. Aku berhenti di meja Erin. Dia memberiku kopi.
"Lagu yang bagus."
"Terima kasih. Apa semuanya sudah di atur?"
"Siap beraksi, bos." Lalu ia menjentikkan jarinya. "Oh, dan aku
membawakan ini untukmu." Dia memberiku sebuah kotak berukuran
sedang penuh dengan DVD. Di tumpukan atas ada Gone with the
Wind, Say Anything, Beauty and the Beast, Casablanca, Titanic,
dan...The Notebook. "Apa ini?" "Penelitian. Untukmu. Kupikir kau mungkin membutuhkannya."
Aku tersenyum. "Apa yang bisa kulakukan tanpamu, Erin?"
"Menghabiskan sisa hidupmu sengsara dan kesepian?"
Dia tidak jauh meleset. "Tambah liburanmu selama seminggu, oke?"
Aku membawa kotak barang-barangnya ke kantorku dan
mempersiapkan tahap kedua.
*** Bunga. Banyak sekali wanita berkata mereka tidak
menginginkannya. Tapi setiap wanita senang bila mereka
mendapatkannya. Itulah sebabnya aku sudah mengatur agar bunga itu di kirim ke
kantor Kate, setiap jamnya. Tujuh lusin sekaligus. Satu lusin
melambangkan setiap hari kita berpisah.
Romantis, kan" Kurasa juga begitu.
Dan meskipun aku tahu bunga kesukaan Kate adalah aster putih, aku
secara spesifik mengatakan kepada tukang bunga untuk
menghindarinya. Sebaliknya, aku memilih karangan bunga yang
eksotis dengan kelopak berwarna cerah dan bentuk yang aneh. Jenis
bunga yang mungkin belum pernah dilihat Kate seumur hidupnya,
berasal dari tempat yang belum pernah dia datangi.
Tempat-tempat aku ingin mengajaknya kesana.
Pada awalnya aku membuat pesannya sederhana dan umum. Coba
lihat: Kate, Maafkan aku. Drew --Kate, Ijinkan aku menebusnya untukmu.
Drew --Kate, Aku merindukanmu. Tolong maafkan aku.
Drew. --Tapi setelah beberapa jam kupikir aku harus berupaya lebih keras.
Menjadi lebih kreatif. Bagaimana menurut kalian"
Kate, Kau mengubahku jadi seorang penguntit.
Drew --Kate, Kencanlah denganku hari Sabtu dan aku akan memberimu semua
klienku. Semuanya. Drew --Kate, Kalau aku melemparkan diri kedepan bus,
Maukah kau datang menjengukku di rumah sakit"
Drew PS - Cobalah untuk tidak merasa terlalu bersalah kalau aku tidak
bisa bertahan hidup. Sungguh.
--Karangan bunga yang terakhir datang empat puluh lima menit yang
lalu. Sekarang aku hanya duduk di mejaku, menunggu. Kalau kalian
tanya, menunggu untuk apa" Kalian akan lihatnya. Kate mungkin
keras kepala, tapi dia tidak terbuat dari batu.
Pintu kantorku di banting terbuka, menyisakan penyok di dinding.
Bersiap-siaplah. "Kau membuatku gila!"
Pipinya memerah, napasnya memburu, dan matanya memancarkan
sinar pembunuhan. Bagus. Aku mengangkat alisku penuh harap. "Gila" Seperti kau ingin
merobek bajuku terbuka lagi?"
"Tidak. Gila seperti gatal oleh infeksi jamur yang tidak mau hilang."
Aku tersentak. Tidak bisa mencegahnya.
Maksudku - Ya Tuhan. Kate melangkah menuju mejaku. "Aku mencoba untuk bekerja. Aku
harus fokus. Dan kau malah menyuruh Manny, Moe, dan Jack
memainkan setiap lagu murahan tahun delapan puluhan yang pernah
ditulis di luar pintu kantorku!"
"Murahan" Benarkah" Hah. Kupikir kau tipe gadis yang suka lagu
tahun delapan puluhan."
Well, aku baru tahu sekarang.
"Aku serius, Drew. Ini adalah tempat kerja, aku pasti bukan satusatunya orang
yang terganggu oleh suara ini."
Bagus. Dia memanggilku Drew lagi. Kemajuan.
Dan sejauh ini mengganggu seluruh staf" Aku telah memikirkannya.
Aku bicara dengan sebagian besar orang di lantai ini dan memberi
mereka informasi lebih dulu tentang hiburan hari ini. Mereka
sepertinya tidak keberatan.
"Aku juga serius, Kate. Kau tidak seharusnya bekerja. Kau
seharusnya mendengarkan. Aku sendiri yang memilih daftar


Tangled Karya Emma Chase di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagunya. Ini adalah aksi besarku. Untuk menunjukkan padamu
bagaimana perasaanku."
"Aku tidak peduli tentang perasaanmu!"
"Well, itu kasar."
Dia menyilangkan lengannya, dan mengetuk kakinya di lantai.
"Kau tahu, aku tidak ingin melakukan ini, tapi kau tidak memberiku
pilihan. Kau jelas belum dewasa untuk menangani urusan ini seperti
layaknya orang dewasa. Jadi...Aku akan memberitahu ayahmu."
Benar. Dia lah orangnya yang akan melapor ke ayahku, tapi aku lah yang
dituduh belum dewasa. Tentu saja. Dan aku juga sudah memikirkannya. "Ayahku ada di California
selama dua minggu ke depan. Aku tidak terlalu khawatir tentang apa
yang akan dilakukannya padaku lewat telepon." Ia membuka
mulutnya untuk mencoba lagi, tapi aku meneruskan. "Kau bisa
mencoba bicara dengan Frank. Tapi dia ada di Hamptons, di
lapangan golf Trump yang baru saja dibuka. George berada di
kantornya." Dia berbalik, tapi kata-kataku berikutnya membuat
berhentinya. "Aku mesti mengingatkanmu...dia sebenarnya punya
titik lemah oleh sesuatu yang romantis. Aku tidak akan terlalu
berharap jika aku jadi kamu. Dan dia adalah ayah baptisku."
Dia menatapku sejenak. Dia mencoba memikirkan kata-kata
balasannya. Aku senang aku sudah membersihkan semua benda
keras dari mejaku. Kalian tahu, benda yang mungkin ingin dia lemparkan di kepalaku
sekarang juga. "Kau tidak bisa melakukan ini. Ini adalah pelecehan seksual."
Aku berdiri dan bersandar ke depan meja kerjaku. "Tuntut aku."
Mulutnya terbuka untuk memuntahkan apa yang kuyakin akan
menjadi semburan dengan ukuran gunung berapi. Tapi aku
memotongnya. Dan suaraku tenang. Rasional.
"Atau, kau bisa menghindar dari kesulitan dan pergi berkencan
denganku pada hari Sabtu. Satu kencan. Satu malam, dan semua ini
akan hilang. Setelah itu, jika kau masih tidak ingin berhubungannya
denganku, aku tidak akan mengganggumu. Sumpah pramuka."
Secara teknis, ini bukan kebohongan. Kita sudah sepaham bahwa
Pramuka bukanlah kesukaanku. Memanfaatkan celah, ingat"
Wajahnya berubah menjadi ekspresi muak. "Sama sekali tidak. Aku
tidak akan bisa diperas untuk pergi kencan denganmu."
Aku duduk lagi. "Itu adalah pilihan yang kuat. Feminisme yang
menunjukkan aku-seorang-wanita-maka-dengarkan-aumanku. Aku
bangga padamu, Kate."
Matanya menyipit dengan curiga.
Gadis pintar. "Ditambah lagi, aku tidak sabar menunggumu melihat apa yang
sudah kurencanakan besok. Aku tidak akan merencanakan rapat apa
pun. Mungkin itu akan jadi terlalu bising."
Suaranya meninggi dalam setiap katanya. Seperti petir dari badai
yang mendekat. "Kau adalah bajingan manipulatif, kekanakkanakan, pendendam!"
"Aku tidak berusaha jadi seperti itu."
Dia berjalan mengelilingi mejaku dan aku berdiri untuk
menyambutnya. "Seorang bajingan egois, menyebalkan!"
"Aku tahu." Dia memukul dadaku dengan kedua tangannya.
Buk. "Aku berharap tak pernah melihatmu di klub bodoh itu!"
Buk. "Aku berharap tak pernah mendapat pekerjaan ini!"
Buk. "Aku berharap tak pernah bertemu denganmu!"
Aku mencengkeram pergelangan tangannya dan menarik tubuhnya
lebih dekat. Sekarang inilah saatnya ketika kita biasanya mulai berciuman.
Apakah kalian berharap untuk melihat bagian itu" Maaf. Takkan
terjadi. Karena ini bukan hanya tentang aku dan ereksiku yang
mengamuk. Tidak lagi. Dan aku harus membuktikannya pada Kate.
Jadi aku menahan diri. Tapi jangan berpikir ini mudah, karena ini
sulit. Tidak ada yang lebih kuinginkan selain melebur bibirku
dengan bibirnya dan mengingatkan kate betapa nikmat ciuman itu di
antara kami. Betapa masih sama nikmatnya.
Aku membungkuk dan menempelkan dahiku di dahinya. Kate
menutup matanya. Aku menggesek hidungku dengan hidungnya dan
menarik napas, perlu memuaskan ketagihanku. aromanya bahkan
lebih enak daripada yang kuingat. Seperti kue-kue hangat di Taman
Eden. Dan kemudian aku berbisik, "Aku menyesal menyakitimu. Aku tidak
bermaksud melakukan semua itu. Tidak sepatah kata pun. Tolong
percayalah." Kate membuka matanya. Ada keterkejutan pada mata coklat
indahnya. Dan ketakutan, seperti rusa yang baru saja menangkap
aroma pemburu. Karena dia ingin percaya padaku. Dan dia tahu
bahwa aku juga tahu. Lalu dia berkedip. Dan matanya menjadi keras. Sulit untuk
mengatakan apakah dia lebih marah padaku atau marah pada diri
sendiri. Mungkin padaku. Dia mendorong dadaku, dan aku jatuh kembali ke kursiku.
"Persetan kau!"
Dia berjalan menjauh dari mejaku menuju pintu.
"Di sini" Sekarang" "Aku menatap langit-langit, seakan aku sedang
menperdebatkan kemungkinan ini. "Well...oke. Tapi bersikaplah
yang lembut. Sofaku masih perawan."
Aku melonggarkan dasiku dan mulai membuka kancing kemejaku.
Dia tergagap. Lalu dia menunjuk jarinya ke arahku dan praktis
menggeram. Ya - itu sungguh panas. "Ugh!" Lalu ia berjalan keluar dari kantorku. Dia berhenti di depan
The Three Man Band, yang telah menunggunya di luar. "Dan jangan
ikuti aku!" Saat ia menghilang di lorong, vokalis menatapku.
Aku mengangguk. Dan mereka mengikuti langkah Kate, melantunkan "Heat of
Moment" dari Asia. Hei - apa yang salah" Kalian terlihat khawatir. Jangan. Aku tahu apa
yang kulakukan. Ini semua bagian dari rencana.
*** Bab 22 Aku yakin kalian tidak tahu ini, tapi banyak pria yang naksir pada
Ariel. Kalian tahu, dari film kartun The Little Mermaid" Aku sendiri
tidak pernah naksir padanya, tapi aku bisa memahami daya tariknya:
dia mengisi kerang di dadanya dengan pas, dia berambut merah, dan
sebagian besar waktunya di film dia tidak bisa bicara.
Mengingat hal ini, aku tidak terlalu terganggu oleh semi ereksi yang
kualami saat menonton Beauty and the Beast, sebagian PR yang Erin
berikan padaku. Aku suka Belle. Dia seksi. Well...untuk ukuran
tokoh kartun, omong-omong. Dia mengingatkanku pada Kate. Dia
banyak akal. Cerdas. Dan dia tidak ambil pusing apa pun yang
dilakukan The Beast atau si brengsek dengan lengan besarnya yang
aneh. Aku menatap televisi saat Belle membungkuk memberi makan
seekor burung. Lalu aku membungkuk ke depan, berharap untuk
melihat belahan dada yang bagus...
Aku akan masuk neraka, benar, kan"
Aku tidak bisa menahannya. Aku putus asa. Frustrasi.
Terangsang. Aku pernah bilang bahwa kita akan sampai di sini nantinya, ingat"
Well, saatnya sudah tiba. Aku merasa seperti kaleng soda yang di
kocok dan hampir meledak. Aku tahu rekorku sebelumnya adalah
dua belas hari - tapi ini berbeda.
Lebih parah. Aku berhenti mendadak. Sepenuhnya. Aku bahkan belum
masturbasi. Tidak sekali pun. Dalam sembilan hari terkutuk. Kurasa
penumpukan spermaku mulai mempengaruhi otakku. Seperti gula
pada penderita diabetes. Kalian pasti bertanya, kenapa aku tidak memakai tangan yang
diberikan Tuhan kepadaku"
Ini adalah aturan baru. Penebusan dosa yang kulakukan karena
kebodohanku. Aku menolak untuk ejakulasi sampai Kate orgasme
bersamaku. Kemarin sepertinya itu ide yang bagus. Tapi setelah
melihat dia hari ini, aku sangat yakin masa tunggu ini akan
membunuhku. Jangan memutar mata kalian.
Kalian tidak mengerti. Kecuali kalian seorang pria, kalian takkan
bisa mengerti. Kalian tak tahu betapa pentingnya kepuasan seksual
secara teratur bagi kami. Sangat penting. Vital.
Akan kujelaskan. Pada tahun 2004, UCLA melakukan survei untuk menentukan
seberapa tinggi kaum wanita menilai orgasme dalam kaitannya
dengan kegiatan harian lainnya. Kalian tahu apa yang mereka
temukan" Delapan dari sepuluh - berarti delapan puluh persen mengatakan jika diberi pilihan antara seks atau tidur, wanita akan
memilih tidur. Pada tahun yang sama, NYU melakukan penelitian sendiri. Dengan
tikus. Mereka menanam elektroda di otak tikus jantan dan menaruh
dua tombol di kandangnya. Ketika bajingan kecil yang beruntung itu
menekan tombol biru, elektrodanya akan memicu orgasme. Ketika si
tikus menekan tombol merah, mereka mendapat makanan.
Mau menebak apa yang terjadi pada semua tikusnya"
Mereka mati. Mereka mati kelaparan. Mereka tidak pernah menekan tombol merah.
Perlu aku katakan lagi"
Lagi pula, di sinilah aku. Terjebak di kandang kecilku sendiri tanpa
adanya tombol biru terkutuk. Tapi...
Mungkin aku bisa mendapat sesuatu yang hampir sama baiknya.
Aku menjeda filmnya. Lalu aku mengangkat telepon dan
menghubungi. "Halo?" Suaranya mengantuk. Serak.
"Hai, Kate." "Drew" Bagaimana...bagaimana kau bisa mendapat nomor telpon
rumahku?" "Aku melihat di arsip pribadimu."
Ya, itu seharusnya rahasia, tapi aku menelepon bantuan. Bermain
untuk menang. Aku tidak pernah bilang akan bermain adil.
Aku berbaring di sofa sementara bayangan Kate di tempat tidur
menari di kepalaku. "Jadi...apa yang kau pakai?"
Klik. Ternyata berjalan dengan lancar.
Aku menghubungi lagi. "Halo." "Kau sedang memikirkanku sebelum aku menelepon, benar kan?"
Klik. Aku tersenyum. Dan menghubungi lagi.
"Apa?" "Kalau saja kau ingin tahu, aku masih memiliki benda itu."
"Kau masih memiliki apa?"
"Celana dalammu. Yang renda hitam. Ada di laciku. Terkadang aku
tidur dengan benda itu ada di bawah bantal."
Gila" Mungkin. "Kau menyimpan piala dari semua korbanmu" Kau ini sangat mirip
pembunuh berantai." "Tidak, bukan dari semua wanita. Hanya kau."
"Apa aku seharusnya tersanjung" Aku malah merasa mual."
"Aku berharap kita bisa menambahkan satu lagi koleksinya."
Klik. Sekarang ini jadi semakin konyol.
Aku menghubungi lagi. "Apa. Yang. Kau. Mau?"
Kamu. Dan aku. Terdampar di pulau terpencil mewah setidaknya selama seminggu.
"Jangan ditutup. Aku akan terus menelepon lagi."
"Kalau begitu aku akan mencabut lepas saluran teleponnya."
Tantangan dalam suaranya membuat semi ereksiku berdiri
sepenuhnya. Apakah aku bilang seminggu" Maksudku sebulan.
Setidaknya. "Kalau begitu aku akan datang kesana. Aku akan duduk di luar pintu
apartemenmu dan bicara dari luar. Ini tidak akan membuatmu jadi
sangat populer di kalangan para tetanggamu."
Selama beberapa detik, dia tidak bisa bicara. Sekarang sudah lewat
tengah malam. Dia mungkin bertanya-tanya apa aku serius.
Aku serius. Lalu ia menjawab dengan gusar, "Baik. Aku tidak akan menutup
teleponnya. Apa kau sungguh punya alasan untuk menelepon, atau
apa kau hanya ingin membuatku menjadi lebih jengkel lagi?"
Aku katakan pada Kate sejujurnya. "Aku hanya ingin mendengar
suaramu." Belum lama ini, aku bisa mampir ke kantor Kate kapan pun aku
mau. Aku bisa bicara dengannya. Menatapnya. Mendengarkan
suaranya. Aku merindukan itu. Sangat.
"Apa yang kau lakukan?" Tanyaku.
"Bekerja." "Aku juga. Semacam itulah. kau sedang mengerjakan apa?"
"Proposal untuk klien baru. Jeffrey Davies."
"Sang jutawan" Bukankah dia...seperti, orang gila?"
"Dia sangat eksentrik, ya."
Aku dengar dia itu sinting. Seperti salah satu penggemar fanatik Star
Trek yang tahu bahasa Klingon atau melakukan operasi untuk
mengubah telinga mereka agar terlihat seperti Mr. Spock.
"Dia tertarik soal apa?"
"Teknologi. Penelitian ilmiah untuk memperpanjang hidup, lebih
tepatnya." Sekarang suaranya nyaman. Normal. Hampir bersahabat.
"Aku punya beberapa kenalan orang-orang di bidang kriogenik. Aku
bisa menghubungkanmu dengan mereka. Kita harus
membicarakannya saat makan malam hari Sabtu."
"Apa kau mencoba menyuapku?"
"Apa kau lebih suka sarapan" Makan siang boleh juga."
Pada titik ini, Aku akan puas hanya mendapat snack ringan tengah
hari. Dia mendengus. Ini bukan tawa, tapi mendekati. "Lupakan saja,
Drew." Aku menyeringai meskipun dia tidak bisa melihatnya. "Tidak akan
terjadi. Aku bisa terus melakukan ini selamanya. Aku punya stamina
yang menakjubkan - tapi kau sudah tahu itu."
"Apa aku perlu menutup teleponnya lagi?"


Tangled Karya Emma Chase di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku mengeluh, "Tidak. Aku akan bersikap baik."
Aku berbaring miring. Apartemenku redup dan tenang.
Rasanya...intim. Seperti salah satu percakapan larut malam di bawah
selimut yang kalian lakukan saat SMA karena kalian tidak
seharusnya masih menelpon.
"Jadi apa yang kau lakukan di hari Natal?"
Ada senyum dalam suaranya ketika dia menjawab. "Ibuku akan
datang berkunjung. Ibu Dee-Dee juga, jadi kita semua akan pergi
keluar bersama untuk makan malam Natal. Dan lagi sewa
apartemenku akan habis bulan depan, jadi aku berencana untuk
mencari apartemen sementara ibuku ada di sini. Aku berharap New
York akan membuatnya terkesan. Mungkin aku akan menemukan
tempat yang akan memikatnya untuk tetap tinggal di sini."
"Bagaimana dengan Warren" Apa dia masih tinggal dengan
Delores?" Tidak ingin ada serangan sergapan, benar, kan"
Nada tajam kembali lagi dalam suaranya saat dia memberitahuku,
"Itu bukan urusanmu, tapi Billy pindah ke LA tiga hari yang lalu."
Well, bukankah kabar itu membuatku ingin berdiri dan menari
gembira di atas meja makanku"
"Apa kalian masih...bicara?"
"Dia akan mengirim email padaku setelah dia menetap.
Memberitahuku bagaimana keadaannya."
"Kate...apa yang terjadi antara kalian berdua, hari itu di kantormu?"
Seharusnya aku punya nyali untuk mendengarkan Kate hari itu.
Seharusnya aku mengajukan pertanyaan ini saat itu juga. Pada saat
itu kupikir akan lebih mudah berpura-pura aku tak peduli daripada
mendengar kate mengatakan apa yang tidak dia katakan.
Aku keliru. Dia terdengar sedih ketika menjawab. Dan letih. "Kami bicara,
Drew. Aku bilang padanya bahwa aku mencintainya, bahwa bagian
dari diriku selalu akan mencintainya. Aku bilang bahwa aku juga
tahu dia mencintaiku. Tapi kami tidak...jatuh cinta lagi. Bukan
seperti yang seharusnya...tidak dalam waktu yang lama. Butuh
waktu, tapi akhirnya Billy setuju denganku. Dan - " dia
menghembuskan napas dengan kesal " - Aku bahkan tak tahu
kenapa aku memberitahumu semua ini."
Kami berdua terdiam sesaat. lalu aku tidak bisa menahan diri lagi.
"Aku jatuh cinta padamu, Kate."
Dia diam. Dia tidak merespon sama sekali.
Dan dadaku mengetat karena aku tahu kenapa.
"Kau tidak percaya padaku, benar kan?"
"Kurasa kau seorang pembohong hebat saat kau membutuhkannya,
Drew." Oww. Jadi begini rasanya menerima konsekuensi akibat
kesalahanmu" Menyebalkan.
Tapi suaraku tegas. Penuh tekad dan tak tergoyahkan. "Aku tidak
bohong padamu sekarang Kate. Tapi tak apa. Lakukan apa yang
perlu kau lakukan. Mengutukku, menamparku berulang-ulang keluarkan semuanya dari dirimu. Aku bisa menanggungnya. Karena
semakin kau mendorongku pergi, semakin keras aku akan berjuang
untuk membuktikan padamu bahwa ini nyata. Bahwa aku tidak akan
kemana-mana dan bahwa apa yang kurasakan padamu takkan
berubah. Dan kemudian suatu hari nanti - mungkin tidak dalam
waktu dekat, tapi suatu hari - aku akan bilang padamu, bahwa kau,
Kate Brooks adalah cinta sejatiku dan kau tidak akan punya
keraguan kalau itu memang benar."
Setelah beberapa saat, Kate berdeham. "Aku harus berhenti. Sudah
tengah malam. Dan aku punya banyak pekerjaan untuk
diselesaikan." "Ya. Oke. Aku juga."
"Selamat malam Drew."
Aku menyeringai. "Itu bisa saja. Tapi kau di seberang kota."
Lalu dia tertawa. Cepat dan teredam, tapi itu asli. Dan aku cukup
yakin itu suara terbaik yang pernah kudengar.
"Mimpi indah Kate. Kau tahu, mimpi di mana kau dan aku ada di
dalamnya. Telanjang."
Klik. *** Bab 23 Game yang paling penting dalam karir seorang pitcher pendatang
baru bukanlah debutnya. Tapi game berikutnya. Pertandingan kedua.
Dia harus membuktikan bahwa dia konsisten. Dapat diandalkan.
Hari ini adalah game berikutnya bagiku. Hari dimana aku
menunjukkan kepada Kate bahwa dia tidak dapat menyingkirkanku
dan bahwa aku salah satu pemain hebat. Aku sudah mulai dengan
sesuatu yang sederhana. Elegan. Sesuatu yang kurang konfrontatif
dibanding The Three Man Band. Lagipula, kalian tidak selalu perlu
menjatuhkan bom nuklir untuk memenangkan perang.
Aku sudah memenuhi kantor Kate dengan balon.
Seribu balon. Setiap balon tercetak tulisan MAAFKAN AKU.
Terlalu berlebihan" Kurasa tidak juga.
Lalu aku memberikan suatu benda kecil yang dikirim ke kantornya.
Dari toko perhiasan Tiffany. Sebuah kotak biru kecil dengan catatan:
Kau sudah memiliki aku. Drew Di dalam kotaknya, pada rantai platina, terdapat berlian dua karat
yang sempurna berbentuk hati.
Sentimentil" Tentu saja. Tapi wanita menyukai sesuatu semacam itu.
Setidaknya menurut film yang kutonton sampai jam tiga pagi
memperhatikan bagaimana mereka melakukannya.
Aku berharap itu akan menjatuhkan Kate. Hingga telentang - dan
kuyakin aku tidak perlu memberitahu kalian betapa aku menyukai
dirinya dalam posisi itu.
Cuma bercanda. Sedikit. Selain itu, aku punya perasaan Kate tidak terbiasa memperoleh
hadiah, setidaknya bukan yang sekaliber itu. Dan dia seharusnya
mendapatkannya. Kate layak untuk di manja. Untuk memiliki
barang-barang bagus. benda yang indah. Barang yang tidak mampu
dibeli si brengsek mantan pacarnya dan mungkin dia tidak pernah
terpikirkan untuk memberikannya.
Barang yang aku bisa. Dan akan kuberikan.
Aku ingin hadir di sana ketika dia membukanya. Untuk melihat
ekspresi di wajahnya. Tapi aku ada pertemuan.
"Andrew Evans. Masih sangat tampan seperti biasa. Apa kabarmu,
anakku?" Lihat wanita yang memelukku di kantorku" Ya, yang berambut
cokelat kemerahan, wanita bermata biru yang masih mempesona,
bahkan pada umur lima puluhan" Dia dulunya guru kelas enamku.
Waktu itu, kulitnya semulus dan selembut aksen Irlandianya. Dan
dia memiliki tubuh yang mengundang dosa. Banyak sekali dosa.
Dia adalah cinta pertamaku. Wanita pertama yang menjadi obyek
masturbasiku. wanita pertamaku yang mirip *Mrs. Robinson, fantasi
wanita yang lebih tua. Suster Mary Beatrice Dugan.
Ya, kalian tidak salah dengar - dia seorang biarawati. Tapi bukan
sembarang biarawati, nak. Suster Beatrice adalah seorang NILF. Aku
tak perlu mengeja arti yang satu ini untuk kalian, bukan"
Pada masa itu, dia adalah biarawati termuda yang pernah kami lihat
- tidak seperti nenek sihir berjubah hitam yang sepertinya mereka
cukup tua dan sudah ada ketika Yesus masih hidup. Kenyataan
bahwa dia adalah seorang wanita rohaniawan - terlarang - dan
dalam posisi berkuasa di atas kami anak-anak nakal sekolah Katolik
hanya membuat semuanya jauh lebih erotis.
Dia bisa memukul pantatku dengan penggaris kapan pun.
Dan aku bukan satu-satunya orang yang berpikir begitu. Tanya saja
Matthew. Ketika kami berumur tiga belas tahun, Estelle menyadari Matthew
meringis saat ia berjalan. Dia menyeret Matthew yang mengeluh dan
mengerang ke dokter, di mana ia segera di diagnosa menderita CPS.
Chafed Penis Syndrome (Sindrom Penis Lecet).
Dokter memberitahu Estelle kondisi itu disebabkan karena terlalu
lama memakai celana renang yang basah. Dan Estelle percaya
padanya. Meskipun saat itu bulan November. Kemaluan Matthew
memang lecet, tapi itu bukan karena celana renang sialan itu.
Itu karena Suster Beatrice.
"Anda masih menakjubkan seperti biasa, Suster B. Kapan Anda
memutuskan untuk meninggalkan ordo?"
Aku tidak pergi ke gereja. Tidak lagi. Aku bisa disebut apa saja, tapi
orang munafik sungguh bukan salah satunya. Jika kalian tidak mau
bermain sesuai aturan, kalian tidak muncul dalam pertemuan tim.
Namun, selama bertahun-tahun, aku terus berhubungan dengan
Suster Beatrice. Dia kepala sekolah di St. Mary sekarang, dan
keluargaku selalu menyumbang dengan murah hati.
Dia menepuk wajahku. "Bocah Kurang ajar."
Aku mengedipkan mata. "Ayolah, Suster, bersikaplah adil. Tuhan
memiliki Anda selama, berapa" Tiga puluh tahun" Bukankah Anda
pikir sudah saatnya memberi kesempatan pada kami semua?"
Dia menggeleng dan menyeringai. "Ah, Andrew, pesonamu akan
menggoda moral orang suci."
Aku menyerahkan secangkir teh, dan kami duduk di sofa yang
belum ternoda. "Aku terkejut oleh panggilan teleponmu. Dan sedikit penasaran.
kesulitan apa yang telah kau buat sampai membawamu ke dalam
masalah, anakku?" Aku meneleponnya kemarin. Dan mengatakan padanya aku
membutuhkan bantuan. "Saya punya teman dan saya ingin agar Anda mengajaknya bicara."
Matanya berbinar. "Apakah ini merupakan teman wanitamu,
sekarang?" Aku tersenyum. "Ya. Katherine Brooks."
"Kau selalu menjadi orang yang mencium para gadis dan membuat
mereka menangis. Dan tentang urusan apa hingga kau ingin aku
bicara dengan Miss Katherine" kau belum sampai membuatnya
hamil, bukan?" "Demi Tuhan, tidak."
Dia mengangkat alisnya dengan tegas kearahku.
"Maaf." Dia mengangguk, dan aku melanjutkan. "Saya berharap Anda bisa
bicara dengannya tentang...pengampunan. Kesempatan kedua.
Penebusan." Dia menyesap teh dan tampak berpikir keras. "'Sifat manusia untuk
berbuat salah, maka salah satu harus mengampuni.'"
Tepat sekali. Aku sempat berpikir meminta Matthew atau Steven
untuk mengajukan kasusku. Tapi mereka terlalu bias. Kate tidak
akan pernah percaya. Dan sebelum kalian bertanya - tidak - Aku
tidak akan mengirim Si Menyebalkan. Terlalu berisiko. Ketika
berurusan tentang membujuk, kakakku seperti singa peliharaan.
Manis dan menyenangkan selama semenit, tapi jika kalian bertindak
salah" Dia akan mencabik-cabik wajahmu.
Suster Beatrice adalah seorang wanita yang religius. Baik hati. Jujur.
Kalau ada yang bisa meyakinkan Kate bahwa pria - yaitu aku mampu untuk berubah, itu adalah dia. Kenyataan bahwa dia
menyayangiku hampir sama seperti wanita yang melahirkanku
merupakan keuntungan juga.
"Dan siapakah yang butuh diampuni olehnya?"
Aku mengangkat tangan. "Itu saya."
"Memperlakukan wanita secara tidak pantas, kan?"
Aku mengangkat bahu menyetujui. "Dan saya sudah mencoba segala
cara yang bisa terpikirkan untuk menebusnya - misalnya pembuatan
tato namanya di pantatku dan berlari melintasi di Yankee Stadium."
Aku menyimpannya itu untuk minggu depan.
"Pria sering menginginkan apa yang tidak bisa lagi mereka miliki,
Andrew. Aku lebih suka berpikir bahwa kau bukan tipe pria seperti
itu. Jadi jika aku bicara pada wanita muda ini dan meyakinkannya
untuk mempercayaimu dengan hatinya lagi, apa yang akan kau
lakukan dengan itu?"
Aku menatap ke dalam mata berwarna biru langitnya. Dan bicara
tanpa keraguan sedikit pun:
"Saya akan sangat menyayanginya. Saya akan melakukan apa saja
yang diperlukan untuk membuatnya bahagia. Selama dia
mengijinkan saya." Seulas senyum perlahan menyebar di wajah Suster Beatrice. "Dan
orang bilang mukjizat tidak terjadi lagi." Dia meletakkan cangkir ke
samping dan berdiri. "Tampaknya aku punya pekerjaan Tuhan yang
yang harus dilakukan. Dimana kau sembunyikan gadismu tersayang"
Apakah dia menungguku?"
"Saya memberanikan diri untuk bicara dengan sekretaris Kate. Dia
menunggu seseorang. Dia hanya tidak tahu bahwa itu Anda."
Dia terkekeh. "Tidakkah kau pikir bahwa itu akan membuatnya
sedikit jengkel?" "Mungkin. Tapi dia tidak akan melampiaskannya pada Anda. Dia
akan menumpahkan seluruh kejengkelannya pada saya."
Kami berjalan menuju ke pintu.
"Apa kau sudah mencoba berdoa, Andrew" Doa adalah sesuatu yang
sangat ampuh." "Saya rasa doa Anda sedikit lebih ampuh daripada doa saya saat ini."
Dia tersenyum dan menyentuh pipiku seperti yang dilakukan
seorang ibu. "Kita semua para pendosa, anakku. hanya saja sebagian dari kita
lebih menikmatinya daripada yang lain."
Aku tertawa ketika aku membukakan pintu.
Dan kemudian senyum menghilang dari wajahku saat aku menatap
punggung Erin. Dia berdiri di depan kantorku dengan lengan
terentang. Menghalangi kami. Dari wanita di depannya.
Yang kebetulan adalah Delores Warren.
*** Setelah Erin mendampingi Suster B ke kantor Kate, Aku berpaling
ke arah Delores. Dia mengenakan kemben hitam, celana kulit ketat,
dan sepatu stiletto merah. Jika ini adalah apa yang dikenakannya
untuk bekerja, aku tak bisa membayangkan apa yang dia pakai di
kamar tidur. Pasti menarik.
Steven berjalan mendekati kami, matanya tertuju pada tubuh yang
berjalan menjauh menyusuri lorong.
"Apa itu Suster Beatrice?"
"Ya." Dia mengangguk penuh apresiasi. "Bagus."
Lihat" NILF. Kubilang juga apa.
Dia tersenyum licik pada Delores. "Hei, Dee, apa Matthew cerita
padamu tentang Suster B?"
"Begitulah. Ia memperkenalkanku di gereja minggu lalu."
Tidak seperti aku, Matthew masih datang ke gereja secara teratur.
Dia suka untuk mengantisipasi segala kemungkinan, untuk berjagajaga.
Steven tersenyum lebar. Seperti balita yang sudah hampir
mengadukan perbuatan saudaranya.
"Apa dia cerita padamu tentang CPS?"
Alisnya berkerut. "Apa itu CPS?"
"Tanya Matthew. Dia akan memberitahumu. Dia cukup ahli di


Tangled Karya Emma Chase di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bidangnya." Dia menyenggolku dengan sikunya. "Alexandra dan
Mackenzie nanti akan datang. Kau mau ikut kami makan siang?"
Aku menggaruk belakang telingaku. "Tidak bisa. Aku punya
pertemuan...dengan seorang pria...tentang suatu hal."
Dia seorang *skywriter. Dia yang akan terbang melintasi gedung
pada jam empat. Aku hanya perlu menentukan apa yang akan dia
tulis. Tapi aku tidak mau Delores tahu. Tidak boleh dia
memperingatkan Kate sebelum waktunya.
Steven mengangguk. "Baiklah. Sampai nanti."
Aku menatap mata Delores. Dan memberinya salah satu senyum
khasku. Dia hanya balas melotot. Aku pasti sudah kehilangan sentuhanku.
"Kita perlu bicara."
Hanya ada beberapa alasan kenapa Delores Warren ingin bicara
denganku pada saat ini dalam hidupku. Tak satu pun di antaranya
yang menyenangkan. Aku memberi isyarat ke arah kantorku. "Ayo masuk."
Ini bagaimana rasanya mengundang vampir masuk ke dalam
rumahmu. Aku duduk di belakang mejaku. Dia berdiri.
Kalian pernah menonton film Animal Planet" Wanita mirip seperti
kawanan gajah. Mereka berkumpul bersama untuk saling
melindungi. Dan jika salah satunya merasakan bahaya" Mereka
semua menyerbu. Aku harus bermain hati-hati.
"Apa yang bisa kulakukan untukmu, Delores?"
"Akan menyenangkan kalau kau mengebiri diri sendiri. Tapi aku
akan puas kalau kau melompat terjun dari jembatan. Aku dengar
jembatan Brooklyn bagus sepanjang tahun ini."
Oh ya - ini akan jadi menyenangkan.
"Selain itu." Dia mengukuhkan tangannya di mejaku dan membungkuk ke depan,
seperti ular bersiap-siap untuk menyerang. "Kau bisa berhenti
mengacau kepala sahabat baikku."
Tidak masalah. Kepala Kate bukanlah bagian tubuh yang ingin aku
kacaukan (setubuhi) saat ini. Kalian pikir aku harus mengatakan itu
padanya" Mungkin tidak.
"Aku tak tahu apa yang kau bicarakan."
"Aku bicara tentang kejadian minggu lalu, ketika kau
memperlakukan dia seperti kondom bekas. Dan sekarang, tiba-tiba
saja, kau jadi sentimentil dengan segala macam bunga, musik dan
surat cinta." Dia mendengar tentang ini, bukan" Itu pertanda bagus.
"Jadi kupikir kau punya kepribadian ganda - yang disebabkan
amukan sifilis yang mengalir dalam pembuluh darahmu - atau kau
sangat senang terhadap penolakan yang keras. Dalam kedua kasus
ini, berhentilah, brengsek. Kate tidak tertarik."
Aku tidak suka ditolak. Ketika Kate menolakku saat malam pertama
di REM, apakah aku mengejarnya" Tidak, aku pergi dengan sesuatu
yang pasti. Cara yang gampang.
Atau dalam kasus itu - bermain ganda.
"Jangan bicara omong kosong satu sama lain di sini. Kita berdua
tahu Kate sangat tertarik. Kau tidak akan begitu bersemangat untuk
mencabikku jika dia tidak tertarik. Adapun sisa kekhawatiranmu,
aku tidak memanipulasi. Dan ada antrean wanita di sekitar blok ini
yang bersedia menggaruk gatal apapun yang bisa kupikirkan. Ini
bukan tentang hubungan seks."
Aku membungkuk di mejaku. Dan nada suaraku bersifat langsung
dan persuasif, seperti dia klien yang tidak yakin akan suatu pilihan.
Yang perlu kupengaruhi agar berdiri di pihakku. "Kuakui,
perasaanku terhadap Kate mengejutkanku. Dan pada awalnya, aku
menanganinya dengan buruk. Itulah kenapa aku melakukan semua
ini - untuk menunjukkan bahwa aku peduli padanya."
"Kau hanya peduli pada kemaluanmu."
Tidak bisa membantah alasan itu.
Dia duduk di depanku. "Kate dan aku seperti saudara. Lebih dekat
malah. Dia bukan tipe gadis one-night-stand - dia tidak pernah akan
seperti itu. Dia tipe gadis yang ingin hubungan serius. Ini sangat
penting bagiku bahwa dia bersama seseorang yang memperlakukan
dengan benar. Seorang pria."
Sangat setuju. Kebanyakan pria akan mengorbankan anggota
tubuhnya untuk melihat aksi menarik antar sesama cewek. Ini
merangsang - sangat. Tapi ketika ada hubungannya dengan Kate"
Aku tidak berencana untuk berbagi. Dengan apapun jenis
kelaminnya. "Terakhir kalinya aku cek, itulah aku."
"Tidak. Kau seorang playboy. Dia membutuhkan pria yang baik.
Seorang pria yang ramah."
Pria baik itu membosankan. Kalian harus sedikit nakal agar
segalanya tetap menyenangkan. Dan orang ramah" Orang ramah
punya sesuatu yang disembunyikan.
Tetangga Jeffrey Dahmer1 mengira ia adalah seorang pria ramah.
Sampai mereka menemukan kepala manusia dalam freezernya.
Dia bersedekap, dan suaranya berubah penuh kemenangan.
Sombong. "Dan aku tahu orang yang sempurna untuknya. Dia
bekerja di labku. Dia cerdas. Dia lucu. Namanya Bert."
Bert" Apa dia bercanda" Orangtua macam apa yang menamai anaknya
Bert pada jaman sekarang" Ini sungguh kejam.
"Dia akan menghibur Kate dengan sesuatu yang menyenangkan. Aku
berencana untuk mengatur kencan mereka akhir pekan ini."
Dan aku berencana untuk memborgol diriku pada pergelangan kaki
Kate dan memakan kuncinya. Mari kita lihat kesenangan apa dapat
Bert tunjukkan pada Kate saat dia menyeretku berkeliling di
belakangnya seperti kembar siam.
"Aku punya ide yang lebih bagus. Bagaimana kalau kita kencan
ganda. Kau dan Matthew, aku dan Kate. Kita akan berkumpul. Itu
akan memberiku kesempatan menunjukkan padamu betapa
sempurnanya Kate dan aku bagi satu sama lain."
"Oke, sekarang kau terdengar seperti penguntit. Kau punya
kesempatanmu. kau mengacaukannya, lupakanlah. Pilih beberapa
nomor telepon lain dari buku hitam kecilmu dan biarkan Kate
sendirian." Aku berdiri. "Bertentangan dengan apa yang kau pikir kau tahu, aku
bukan bajingan berantai. Aku tidak memperdaya wanita - Aku tidak
perlu melakukannya. Kau ingin aku memberitahu Kate kalau aku
menyesal" Aku sudah mengatakannya. Kau ingin jaminan bahwa
aku tidak akan pernah menyakitinya lagi" Aku bisa menulisnya satu
untukmu, dan aku akan menandatanganinya dengan darah jika itu
membuatmu puas. Tapi jangan memintaku untuk menjauh, karena
aku tidak akan melakukannya. Aku tidak bisa."
Dia tidak bergerak. Wajahnya sekaku dan sekeras patung yang
sedang marah. Dan sepertinya argumenku hanya membuat lekukan
sebesar tusuk gigi. "Apakah Matthew menceritakan padamu aku ini orang macam apa"
Apakah aku terlihat seperti tipe pria yang menjadi katatonik pada
sembarang wanita" Ya Tuhan, Delores, Aku sangat memujanya."
Dia mendengus. "Hari ini. Kau memuja dia hari ini. Tapi apa yang
terjadi jika dia menyerah" Ketika kesenangan yang baru memudar
dan hubungan seks jadi membosankan" Dan ada cewek baru yang
seksi mendekat dan ingin kau menidurinya?"
Seks tidak akan membosankan. Tidak jika kalian melakukannya
dengan benar. "Aku tidak ingin orang lain. Dan aku tidak melihat bahwa itu akan
berubah kapanpun...selamanya."
"Kupikir kau penuh omong kosong."
"Kuyakin kau juga. Jika kau sering berkumpul dengan Matthew
seperti yang kulakukan bersama Kate, aku juga cukup yakin akan
menulisnya. Tapi apa yang kau pikirkan tidak akan mengubah apa
yang diinginkan Kate. Dan jauh di lubuk hatinya, bahkan jika dia
belum mau mengakuinya, itu adalah aku, sayang."
"Bisakah kau jadi lebih sombong lagi" Kau mungkin punya uang,
tapi itu tidak bisa membeli kualitas. Atau integritasmu. Kau bahkan
sama sekali tidak pantas untuk Kate."
"Tapi menurutmu apa sepupumu lebih pantas?"
"Tidak, aku bilang tidak. Billy orang tolol yang tidak dewasa, dan
hubungan mereka itu sejak lama tidak ada kemajuan. Selama
bertahun-tahun aku mencoba memberitahu Kate. Membuat dia sadar
bahwa hubungan mereka telah berubah jadi persahabatan daripada
cinta sejati. Namun pada saat itu, kehidupan kami, keluarga kami,
begitu saling terkait, kurasa mereka berdua takut menimbulkan
masalah antar keluarga dan bukannya kehilangan satu sama lain.
Tapi Billy - dia memang mencintainya. Aku yakin itu. Dia hanya
lebih mencintai gitarnya."
Dia mulai mondar-mandir di depan di mejaku. Seperti seorang
profesor di ruang kuliah.
"Begini, Drew, ada tiga jenis laki-laki di dunia ini: remaja, cowok,
dan pria. Remaja seperti Billy - tidak pernah jadi dewasa, tidak
pernah serius. Mereka hanya peduli tentang diri mereka sendiri,
musik mereka, mobil mereka. Cowok - seperti kamu - segalanya
hanya tentang jumlah dan variasi. Seperti jalur perakitan, itu hanya
satu kencan semalam silih berganti. Lalu ada pria seperti Matthew.
Mereka tidak sempurna, namun mereka menghargai wanita lebih
dari sekedar fleksibilitas tubuh dan hisapan mulutnya."
Dia tidak salah. Kalian harus mendengarkannya.
Satu-satunya bagian yang tidak dia sebutkan, adalah bahwa
terkadang seorang cowok tidak bisa menjadi seorang pria sampai dia
bertemu wanita yang tepat.
"Kau tidak bisa memutuskan seperti itu. Kau belum tahu aku."
"Oh, Aku tahu kamu. Percayalah. Aku dibesarkan oleh seorang pria
sepertimu." Sial. Masalah psikologis dengan ayahnya. Itu yang paling parah.
"Kate dan aku menjaga satu sama lain," dia melanjutkan. "Kami
selalu melakukannya. Dan aku tidak akan membiarkan dia hanya
jadi sekedar angka pada tiang ranjang berlapis STD-mu."
Kalian pernah membenturkan kepalamu ke dinding"
Belum" Lihat lebih dekat. Beginilah kelihatannya.
"Dia tidak akan seperti itu. Itulah apa yang sudah coba kukatakan
padamu! Bahasa macam apa yang ingin kau dengar?"
"Aku tak tahu. Apa kau bisa bicara selain melalui lubang pantatmu?"
Aku menjepit hidungku. Aku merasakan pembengkakan pembuluh
darah terjadi. "Oke, begini - kau tidak percaya padaku" Boleh. Bicaralah dengan
Matthew. Kau percaya padanya, kan" Dia tidak ingin aku main-main
dengan sahabat pacarnya jika aku tidak berniat serius."
Dia melambaikan tangannya di udara. "Itu tidak membuktikan apa
pun. Para pria pasti bersatu."
Oh Tuhan. Aku mengusap wajahku. Lalu aku menarik napas dalam-dalam
untuk menenangkan diri. Waktunya untuk bicara terus terang.
Mengatakan sejujurnya apa yang kupikirkan. Melakukan usaha
terakhirku. Aku berjalan ke jendela, mengumpulkan pikiranku selagi aku
menonton lalu lintas jauh di bawah sana. Aku masih melihat
kebawah saat aku mengatakan padanya, "Kau tahu yang kulihat
kemarin saat aku berangkat bekerja" Aku melihat seorang wanita
hamil, menunggu taksi..."
Dulu aku berpikir wanita hamil itu sedikit mengerikan. Berubah
bentuk. Kalian seharusnya melihat Alexandra. Ketika dia hamil
Mackenzie, dia terlihat seperti telah makan Humpty Dumpty untuk
sarapan. Dan cara dia makan pada waktu itu, dia benar-benar bisa
saja terjadi. "...dan yang dapat kupikirkan adalah betapa menggemaskan
kelihatannya ketika Kate hamil. Dan bagaimana aku ingin
melakukan sesuatu untuknya. Seperti...kalau dia sakit, aku ingin
menjadi orang yang membuatkan teh dan membawakan tisunya. Aku
ingin tahu bagaimana dia mendapat bekas luka kecil di dagu dan
apakah dia takut laba-laba...dan apa yang dia impian di malam hari.
Semuanya. Ini benar gila - jangan dikira aku tidak tahu itu. Ini
belum pernah terjadi padaku. Dan aku tidak ingin hal itu terjadi lagi
- dengan siapapun. Hanya Kate."
Aku memalingkan kepalaku dari jendela dan menatap matanya.
Jika kalian pernah berada di hutan dan berhadapan dengan induk
beruang yang sedang marah, akan lebih baik untuk selalu menatap
matanya. Lari" Dia akan mengumpankanmu ke anaknya. Lenganmu
satu per satu. Tapi kalau kalian berdiri diam, kalian mungkin saja
bisa keluar hidup-hidup. "Kau ingin dengar kalau Kate sudah menundukkanku" Karena dia
melakukan. Dia membuatku berlutut dan di bawah kekuasaannya,
dan aku tidak ingin keluar."
Kami berdua diam setelah itu. Delores hanya menatapku. Untuk
sesaat. Mencari di wajahku akan...sesuatu. Aku tidak begitu yakin
apa itu, tapi kutahu saat ia menemukannya. Karena ada sesuatu yang
berubah di matanya. Matanya menjadi lebih lembut. Sedikit saja.
Dan bahunya rileks. Dan kemudian dia mengangguk.
"Oke, kalau begitu."
Beberapa pertempuran tidak harus punya pemenang. Terkadang hal
terbaik yang bisa diharapkan seorang jenderal hebat adalah gencatan
senjata. "Kate yang membuat pilihannya sendiri," katanya. "Dan jika pilihanpilihan itu
ternyata berubah jadi busuk, maka aku akan
membantunya membereskan kekacauan. Karena itulah yang sahabat
lakukan - membantu menguburkan mayat."
Dia berdiri. Berjalan beberapa langkah menuju pintu. Lalu berhenti,
dan berputar dengan jarinya menunjuk ke arahku.
"Kau cukup ingat satu hal, sobat. Aku tak peduli apakah itu sepuluh
hari atau sepuluh tahun kedepan, aku akan mengawasimu. Dan kalau
aku mendapati bahwa kau menyakitinya lagi" Aku akan membuatmu
menyesal. Dan aku bekerja di laboratorium, Drew. Dengan bahan
kimia. Tidak berbau, bahan kimia tidak berasa yang secara permanen
bisa menyusutkan bolamu jadi begitu kecil, sampai kau harus mulai
memanggil dirimu Drewsilla. Apa cukup jelas?"
Matthew pasti sudah gila. Delores Warren ini menakutkan. Sangat
berpotensi menjadi psiko-Menyebalkan. Dia dan Alexandra harus
berkumpul bersama. Dan menurut seleraku dia terlalu dalam memikirkan rencana
kecilnya. Aku menelan ludah. "Crystal."
Dia mengangguk lagi. "Senang kita saling memahami."
Dan setelah itu, dia menghilang keluar dari kantorku. Dan aku
ambruk ke kursiku dan menatap langit-langit.
Ya Tuhan. Urusan hubungan asmara itu melelahkan. Aku merasa seperti baru
saja lari maraton. Ditambah halang rintang.
Tapi apa kalian tahu" Aku cukup yakin bahwa garis finish ada di
depan mata. *** *skywriter: pilot yang memiliki kemampuan membentuk tulisan di


Tangled Karya Emma Chase di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

langit dengan asap yang dikeluarkan dari pesawat.
*Mrs. Robinson: karakter wanita penggoda dalam film The Graduate
Bab 24 Setelah Delores pergi, Aku mengambil tasku dan berjalan keluar
pintu. Untuk bertemu dengan skywriter. Aku masih harus
memikirkan cara membuat Kate berada di atap gedung. Omongomong tentang Kate...
Ingin mampir kantornya dalam perjalanan keluar" Melihat
bagaimana dia dan Suster yang baik hati itu bergaul"
Pintunya terbuka. Aku mengukuhkan tanganku di ambang pintu dan
melongok masuk. Bisakah kalian melihat dia melalui balon-balon
itu" Duduk di belakang mejanya, dengan tangan bersedekap di atas
meja - senyuman menempel di wajahnya saat dia mengangguk
dengan patuh pada apa yang dikatakan Suster Beatrice.
"Ladies. Bagaimana kabar kalian sore ini?"
Kate menoleh kearahku. Dan suaranya tegang. "Drew. Di situ kau
rupanya. Aku baru saja berpikir tentangmu" - dari cara dia
mencengkeram kedua tangannya, sepertinya ia sedang berpikir untuk
mencekikku - "sementara pada saat itu Suster Beatrice bercerita
padaku tentang kisah menarik tentang rumah kaca. Dan bagaimana
kita yang tinggal di dalamnya tidak boleh melemparkan batu."
Dia masih tersenyum. Tapi matanya mengucapkan sesuatu yang
sama sekali berbeda. Ini sedikit menyeramkan. Kalian tahu film Texas Chainsaw Massacre ketika si orang tua
tersenyum sebelum ia menggorok leher gadis itu" Ya - mirip
semacam itu. Suster Beatrice memandang ke langit-langit. "Kita semua tidak
sempurna di mata Tuhan. Katherine, bolehkah aku memakai kamar
kecilmu, sayang" Panggilan alam."
"Tentu saja, Suster." Mereka berdiri, dan Kate membukakan pintu ke
kamar kecil di sebelah ruangan.
Dan segera setelah pintunya tertutup, Kate yang Tersenyum
langsung menghilang. Kate yang Marah mengambil alih. Dia
berjalan dengan bergegas ke arahku.
Dan balon-balon pun lari menyelamatkan diri.
"Aku akan mengajukan pertanyaan ini cuma sekali, dan kalau kau
bohong padaku, aku bersumpah akan membiarkan Delores
meracunimu." "Oke." "Apa dia seorang suster sungguhan" Atau seorang aktris yang kau
sewa?" Aku tertawa. Aku bahkan tidak memikirkan soal ini. "Tidak, dia
asli." Kate tidak puas. "Ya Tuhan, Drew! Seorang suster" Seorang
biarawati" Ini trik yang rendah. Bahkan untuk orang sepertimu."
"Kupikir saat ini secara teknis dia adalah Suster Kepala."
Aku membungkuk lebih dekat kearah Kate karena...well, hanya
karena aku bisa...dan bau lotionnya menerpaku. Keras. Aku menahan
diri untuk tidak menempelkan hidungku pada kulitnya dan
mengendus seperti pecandu kokain.
"Apakah ada cara yang tidak kau lakukan agar orang menuruti
kemauanmu?" Tidak. Maaf. Tidak satu pun. Aku tidak keberatan melakukan cara
kotor. Sebenarnya, aku lebih suka dengan cara itu.
"Di saat genting...Aku harus memanggil senjata yang lebih besar
(orang penting)." "Kau ingin melihat senjata" Begitu *the Flying Nun itu pergi dari
kantorku, akan kutunjukkan senjata padamu! Aku tidak bisa percaya
- " Ya Tuhan, dia sungguh cantik. Maksudku, lihat dia. Dia seperti
gunung berapi yang akan meletus - garang dan berapi-api dan
mempesona. Jika dia tidak menemukan cara untuk membuat dirinya
terlihat jelek, aku akan menghabiskan banyak waktuku untuk
membuatnya marah. Yang mungkin bukan suatu hal yang buruk pada akhirnya. Seks saat
marah itu mengagumkan. Aku memotong omelan Kate. "Meskipun pembicaraan ini sangat
menggairahkan - dan percayalah, ini sudah sangat menggairahkan Aku ada pertemuan yang harus kulakukan."
Sebelum aku pergi, aku menunjuk ke arah leher telanjangnya. "Hei,
kenapa kau tidak memakai kalungmu?"
Dia melipat tangannya, dan tersenyum dengan bangga. "Aku
menyumbangkannya kepada Suster Beatrice. Untuk orang yang
kurang beruntung." Dia memainkan dengan baik, benar kan"
Aku juga bisa bermain. "Itu sangat murah hati. Tentu saja, aku harus menggantinya
untukmu. Dengan sesuatu yang...lebih besar. Kau harus menunggu
kiriman lain besok."
Senyumnya berubah menjadi pahit. Dan dia memukul balonnya
menyingkir. Lalu dia membanting pintu tepat di depan wajahku.
Aku menunggu dua detik sebelum memanggil kedalam, "Oke.
Sampai nanti, Kate. Pembicaraan yang bagus."
Dari dalam, aku mendengar suara Suster Beatrice: "Apakah Andrew
baru saja pergi" Dia memang anak yang manis. Dan setia juga,
ketika ia menetapkan hatinya untuk suatu tugas. Biarkan aku
memberitahumu waktu dia menyiangi kebun biara. Ceritanya
panjang, tapi kita punya waktu sepanjang sore. Ada perkelahian di
ruang makan siang, kau tahu..."
*** Lalu lintas sangat menyebalkan. Dari kedua arah. Tapi aku berhasil
mencapai kata sepakat dengan skywriter itu. Dia berganti pakaian
ketika aku pergi. Sekarang aku hanya punya sedikit waktu untuk
sampai ke kantor Kate dan membawanya ke atap gedung. Jika dia
tidak mau ikut denganku secara sukarela, Aku akan mengangkat dan
membopongnya. Meskipun aku merasa jauh lebih baik jika aku
memakai pelindung selangkangan.
Kate pasti akan menendang.
Aku berlari melalui lobi dan memencet tombol lift. Tapi apa yang
kulihat ketika pintu terbuka membuatku berhenti mendadak.
Itu adalah Si Menyebalkan, dengan Mackenzie di sampingnya. Dan
di tangan kecil sempurna keponakanku terdapat tali. Belasan. Tali
yang terikat pada balon. balon Kate.
"Oh, brengsek!"
"Well, itu cara yang bagus untuk menyambut kakakmu yang
penyayang dan putrinya."
Apa aku sudah mengatakan itu dengan keras" Tidak masalah.
Persetan persetan persetan.
Ini parah. sangat parah. Seperti jenis *tornado skala F-5 parahnya,
kecuali kakakku mampu meninggalkan lebih banyak kerusakan.
"Hai, Paman Drew!"
Aku tersenyum. "Hai, sayang." Lalu aku mengerutkan dahi. "Apa
yang sedang kau lakukan, Alexandra?"
Matanya melebar dengan polosnya. Seolah dia terkejut. "Aku" Aku
datang menemui suamiku untuk makan siang. Apa itu kejahatan?"
Ketika aku masih SMP, seorang anak bernama Chris Whittle
memukulku tanpa peringatan saat aku sedang berjalan keluar dari
kelas trigonometri. Aku sudah berkencan dengan pacarnya. Pacarnya
punya tangan yang berbakat.
Kemudian, hari berikutnya, Alexandra mengunjungi Chris - dan
membuat dia kencing di celananya.
Dalam arti yang sebenarnya.
Jadi, menurut Aturan Si Menyebalkan, dia bisa berbuat sesukanya
kepadaku, tapi tidak ada orang lain yang diizinkan berbuat hal yang
sama. Sekarang kalian mengerti kenapa aku khawatir"
"Kau pergi mengunjungi Kate, bukan?"
Mackenzie menjawab untuknya, "Iya, Paman Drew! Dia hebat. Kate
memberiku balon ini dan kalkulator! Lihat?" Dia menahannya di atas
kepalanya seperti itu adalah piala Stanley Cup, dan aku tidak bisa
menahan senyum. "Itu hebat, Mackenzie."
Lalu aku melotot pada Alexandra lagi.
Dia tidak peduli. "Kau bilang kalau kau ingin agar Mackenzie
bertemu dengan Kate."
Jika kalian mengumpulkan dua hamster bunting di dalam satu
kandang, kalian tahu apa yang akan mereka lakukan" Memakan satu
sama lain. Hormon wanita sama seperti hulu ledak tanpa detonator.
Tidak mungkin untuk mengetahui kapan akan meledak.
"Ya, aku ingin Mackenzie bertemu dengan Kate. Tapi aku tidak ingin
kau bertemu Kate sampai aku selesai membereskan kekacauan."
Mackenzie mengeluarkan sahabatku, Stoples Omongan Jorok dari
ranselnya dan menyodorkannya keatas. Aku memasukkan dua dolar.
Dia menempelkan wajahnya di mulut stoples dan mendongak
memandangku dengan kening berkerut. "Um...Paman Drew"
Omongan jorok dendanya tidak lagi satu dollar. Dendanya sepuluh
dollar." "Sepuluh dollar" Sejak kapan?"
Mackenzie menjawab dengan antusias. "Itu ide Kate. Dia
mengatakan makonomi sedang buruk."
Apa artinya makonomi"
"Dia menyebutnya in...in..."
"Inflasi." Alexandra meneruskan sambil tersenyum.
"Ya, itu." Inflasi. Bagus. Terima kasih, Kate. Aku mengangkat alis kearah Mackenzie. "Apa kau menerima kartu
kredit American Express?" Dia tertawa cekikikan. Aku membayar
dendaku secara tunai. "Bagaimana kalau kau menambahkan sisanya
pada kalkulatormu, sayang?"
Dia akan membutuhkannya. Aku punya perasaan diskusi kecil ini
akan menghabiskan biaya ratusan dollar.
"Apa yang kau bilang pada Kate?" Tanyaku pada Alexandra.
Dia mengangkat bahu. "Kami mengobrol, satu wanita dengan wanita
yang lain. Aku tertarik pada naluri bisnisnya. Itu berjalan lancar. Kau
benar-benar tidak perlu tahu detilnya."
"Kenapa kau tidak membiarkan aku memutuskan apa yang aku perlu
tahu. Mengingat bahwa kau tidak seharusnya mengoceh dengannya
sama sekali." Tap-tap-tap masuk ke kalkulator.
"Begitu tidak tahu terima kasih" Aku hanya berusaha membantu."
*Dr. Kevorkian juga berusaha membantu pasiennya. Dan kita semua
tahu bagaimana mereka akhirnya.
"Aku tidak butuh bantuanmu. Aku punya rencana sendiri."
Alexandra bertolak pinggang. "Benar. Master plan-mu itu
melibatkan apa, tepatnya" Mengganggu Kate sampai dia setuju
untuk kencan denganmu" Kau juga akan mengejeknya di taman
bermain" Menarik kepang rambutnya" Harus kuakui, Suster Beatrice
adalah suatu sentuhan yang menarik. Aku tidak percaya Kate tidak
bertekuk lutut, memohon padamu untuk menerimanya kembali
setelah itu. Sangat romantis, Drew."
Rahangku terkatup. "Itu. Berhasil."
Dia mengangkat alis. "Itu bukan apa yang Kate katakan."
Dan ini dia. Perhatikan baik-baik.
Si Menyebalkan Menunjukkan taringnya.
Dan kalian pikir aku terlalu berlebihan.
"Apa dia mengatakan sesuatu padamu" Tentang aku" Apa yang dia
katakan?" Dia melambaikan tangannya ke udara. "Oh, soal ini dan itulah."
Kalian tahu bagaimana anak-anak kecil suka menggoda anjing
mereka dengan menunjukkan tulang lalu menjauhkannya sebelum
anjing itu dapat menggigit" Kakakku mirip seperti salah satu anakanak itu.
"Berengsek, Lex."
Tap-tap-tap. "Aku menyukai Kate, omong-omong," katanya. "Dia sungguh tidak
peduli omong kosongmu, kan?"
Tap-tap-tap. "Bagaimana kau tahu dia tidak peduli?"
Tap-tap-tap. "Apa kau membual padanya, Lex?"
Tap-tap-tap. "Omong kosong macam apa yang kau katakan padanya, Alexandra?"
Tap-tap-tap. Dia tertawa. "Ya Tuhan, Bisakah kau sedikit rileks. Aku belum
pernah melihat kau begini tegang...selama well, belum pernah.
Sekarang setelah kau tidak lagi mengenaskan dan sedih, sebenarnya
ini cukup menyenangkan."
Statusku dengan Kate saat ini seperti istana dari kartu. Aku sudah
berhasil membangun sendiri beberapa lantai, tapi jika ada satu
getaran kecil maka semuanya akan hancur berantakan.
"Kalau kau mengacaukan ini untukku, aku akan - "
Tap-tap-tap. "Kau tahu stres menyebabkan rambut beruban terlalu dini. Kalau kau
terus begini, kau akan terlihat seperti ayah sebelum berumur tiga
puluh." "Aku senang kau menganggap ini begitu lucu. Tapi aku tidak. Kita
bicara tentang kehidupan terkutukku di sini."
Ini menyadarkannya. Kepalanya miring ke samping. Menilaiku. Dan
kemudian suaranya tidak lagi meledek.
Sekarang lembut, tulus. "Aku bangga padamu, kau tahu. Kau tetap bertahan. melanjutkan
usahamu sampai selesai. Kau...sudah dewasa." Dia tersenyum
lembut. "Tak pernah terpikirkan kalau aku akan melihatnya." Dan
kemudian dia memelukku. "Semuanya akan baik-baik saja, Drew.
Aku janji." Ketika aku berumur delapan tahun, kakekku terkena serangan
jantung. Setelah orangtuaku berangkat ke rumah sakit, Alexandra
berjanji bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Ternyata tidak. "Apa Kate memberitahumu?"
Dia menggeleng. "Tidak secara spesifik."
"Jadi bagaimana kau tahu?"
Dia mengangkat bahu lagi. "Ini karena hormon estrogen. Memberi
kami indera keenam. Kalau kau punya vagina, kau pasti juga tahu."
Mackenzie mengangkat tangannya dengan bangga. "Aku juga punya
bagina." Aku menyeringai. "Ya, benar sayang. Dan suatu hari nanti, itu akan
membantumu menguasai dunia."
"Johnny Fitzgerald punya penis. Dia bilang penisnya lebih baik
daripada baginaku." "Johnny Fitzgerald itu idiot. Vagina mengalahkan penis setiap saat.
Mereka seperti batu Kryptonite. Penis tidak berdaya melawan
mereka." Kakakku mengakhiri diskusi kami. "O-kay. Sudah cukup percakapan
yang menyenangkan ini. Walaupun aku yakin guru TK Mackenzie
akan senang mendengar semua ini. Sesaat sebelum dia
melaporkanku ke Lembaga Perlindungan Anak."
Aku mengangkat tanganku. "Aku hanya mencoba mengatakan apa


Tangled Karya Emma Chase di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adanya. Semakin cepat Mackenzie menyadari kekuasaan yang ia
miliki, maka akan semakin baik untuknya." Aku memeriksa arlojiku.
Aku harus menuju ke lantai atas. Aku menatap Mackenzie. "Berapa
dendanya, sayang?" "Delapan puluh dolar."
Aduh. Aku harus mulai menagih klienku lebih banyak. Atau merancang
sejenis rencana pembayaran.
Ketika uangnya jatuh ke dalam stoples, Alexandra menggandeng
tangannya. "Ayo Mackenzie, mari kita pergi ke toko American Girl
dan menghabiskan uang Paman Drew."
"Oke!" Mereka berjalan melintasi lobi tapi berhenti di pintu ganda.
Mackenzie membisikkan sesuatu ke Alexandra dan menyerahkan
balonnya. Lalu ia berlari kembali ke arahku.
Aku mengangkat dan memeluknya dengan erat saat lengan kecilnya
memegang bahuku dan meremas.
"Aku menyayangimu, Paman Drew."
Kalian pernah minum brendi" Biasanya aku lebih suka wiski. Tapi
segelas brandy menghangatkan seluruh tubuhmu, dari dalam. Dan
itulah yang kurasakan - sekarang.
"Aku juga menyayangimu, Mackenzie."
Dia menarik diri. "Coba tebak?"
"Apa?" "Kate bertanya kalau aku sudah besar aku ingin jadi apa."
Aku mengangguk. "Dan kau bilang padanya kau ingin jadi seorang
putri?" Dahinya berkerut dengan manisnya, dan dia menggeleng. "Aku tidak
ingin lagi jadi seorang putri."
"Well, itu melegakan. Lalu kau ingin jadi apa?"
Ia tersenyum lebar. "Seorang bankir."
"Pilihan yang fantastis. Apa yang membuatmu berubah pikiran?"
Jemarinya bermain dengan kerah bajuku saat dia berkata, "Well,
Kate seorang bankir immestasi, dan paman bilang paman akan
bangga kalau aku jadi seperti dia. Jadi itulah cita-citaku."
Setelah kata-katanya meresap ke dalam pikiranku, aku bertanya
dengan serius, "Mackenzie" Apa kau memberitahu Kate bahwa
paman ingin kau menjadi seperti dia kalau kau sudah besar nanti?"
Kalian lihat senyumnya" Itu bukan senyum seorang anak umur
empat tahun. Ladies and gentlemen, itu adalah senyum seorang
jenius. "Ya." Aku memejamkan mata. Dan tertawa. Aku tak percaya aku tidak
memikirkan hal ini. Mackenzie adalah senjata yang sempurna. Bayi
*Borg-ku sendiri. Resistance is futile1.
"Sayang," kataku, "Kau memberi bantuan yang sangat besar pada
Paman Drew. Apa pun yang kau mau untuk hadiah Natal - sebut saja
dan itu akan jadi milikmu. Dan maksudku apapun."
Matanya melebar membayangkan berbagai kemungkinan. Dia
melirik kakakku dan kemudian berbisik penuh rahasia, "Bisakah aku
punya kuda poni?" Oh, boy. Aku memikirkannya hanya sedetik.
"Tentu saja." Dia memelukku lebih kencang dan memekik.
"Tapi...jangan bilang ibumu sampai kudanya dikirim, oke?"
Aku mungkin harus masuk program perlindungan saksi setelah yang
satu ini. Mackenzie mencium pipiku, dan aku menurunkannya ke lantai. Dia
melompat-lompat kembali ke Alexandra, dan aku melambai ketika
mereka berjalan keluar pintu.
*** *the Flying Nun: judul sitkom pada salah satu stasiun TV Amerika.
*tornado skala F-5: skala tertinggi untuk mengukur kerusakan akibat
tornado yg diperkenalkan oleh Tetsuya Fujita.
*Jacob "Jack" Kevorkian atau yang lazim dikenal sebagai "Dr.
Death", adalah seorang dokter ahli patologi dan aktivis euthanasia dr
Amerika. Bab 25 Aku berjalan ke kantor Kate seperti tentara menyerbu pantai
Normandia. Dia di meja kerjanya sedang menulis dengan cepat di
buku tulis kuning. "Aku kembali. Apa kau merindukanku?"
Dia tidak mendongak. "Sangat."
Sarkasme adalah pertahanan diri yang paling tua. Aku mengikuti
permainannya. "Kutahu aku pelan-pelan mulai meluluhkanmu. Apa
yang membuatku berhasil mencapai tujuan" Suster B?"
Kate mendorong mundur dari mejanya dan menyilangkan kakinya.
Dia mengenakan sepatu baru. Aku tidak memperhatikan
sebelumnya. Sepatu hitam jenis Mary Janes dengan tumit tinggi dan
tali di sekitar pergelangan kakinya. Astaga. Itu adalah perpaduan
sempurna antara nakal dan indah. Rasa manis dan seks.
Kejantananku yang malang dan terlantar mengeliat tak terkendali
saat aku membayangkan segala hal fantastis dan semi-ilegal yang
bisa kulakukan padanya dengan sepatu itu.
Aku tidak pernah punya fetish, tapi aku berpikir untuk memulainya
sekarang. Suara Kate menyeretku menjauh dari pikiran jorokku. "Tidak.
Sebenarnya itu karena kunjungan dari kakakmu. Kehalusan bukan
sifat dalam keluargamu, bukan?"
Uh oh. Ini yang kutakutkan.
"Alexandra punya masalah psikologis yang mendalam. Dia tidak
stabil. Kau tidak seharusnya mendengar apa katanya. Tak seorang
pun di keluargaku yang mendengarkannya."
"Dia terlihat benar-benar berpikir jernih saat ada di sini."
Aku mengangkat bahu. "Penyakit mental merupakan hal yang
rumit." Matanya menyipitkan dengan khawatir. "Kau tidak serius, kan?"
Sial. Tidak boleh bohong.
"Secara teknis, dia belum pernah di diagnosa. Tapi ide-idenya
tentang keadilan dan balas dendam benar-benar gila. Bayangkanlah
Delores...dengan pengalaman satu dekade lebih banyak untuk
menyempurnakan tekniknya."
Wajah Kate berubah kendur oleh pemahaman itu. "Oh."
Ya - selamat datang di duniaku, sweetheart.
"Dia membawakanku kopi," kata Kate. "Haruskah aku
meminumnya?" Kami berdua mengamati dengan curiga cangkir Starbucks di
mejanya. Saat aku berumur tiga belas tahun, aku melelang pakaian dalam
Alexandra di ruang ganti anak laki-laki. Pakaian dalam yang kotor.
Ketika Alexandra tahu lewat selentingan dari teman perempuannya,
ia bersikap tenang - tak pernah membiarkan orang tahu bahwa dia
sebenarnya tahu. Dan kemudian Alexandra membubuhi Pebbles
Coco-ku dengan obat pencahar rasa coklat. Aku tidak meninggalkan
kamar mandi selama tiga hari.
Sekarang, aku menyadari Alexandra tidak menaruh dendam
semacam itu terhadap Kate, tapi masih saja...
"Aku tidak mau."
Kate mengangguk dengan kaku dan menggeser cangkir menjauh
darinya. "Apa pendapatmu tentang Mackenzie" Aku sangat ingin ada disini
saat kau bertemu dengannya."
Senyumnya hangat dan tulus. "Kurasa dia menakjubkan."
"Aku yakin kau akan senang mendengar dia memakai kalkulatormu
padaku saat aku bertemu dengan mereka di lantai bawah."
Senyumnya melebar. "Itu bagus."
Aku menggeleng, dan Kate berkata, "Aku mengerti sekarang, kenapa
Alexandra menggunakan Stoples Omongan Jorok, karena kau
sepertinya menghabiskan begitu banyak waktu bersama Mackenzie."
"Apa maksudmu?"
Kate mengangkat bahu. "Mackenzie bicara seperti kamu. Tidak
setiap hari kau mendengar seorang anak umur empat tahun
mengatakan 'Prince Charming adalah orang brengsek yang hanya
bisa memegang punggung Cinderella'."
Itu baru keponakanku. "Memaki bagus untuk jiwa."
Kate menahan tawanya. Dan dia terlihat begitu menggoda, aku tidak
bisa menahan diri untuk membungkuk di atas kursinya,
memerangkap Kate dengan lenganku. Obrolan ringan sudah selesai.
Saatnya kembali ke bisnis.
"Ikutlah jalan-jalan denganku."
Suaraku rendah. Persuasif.
"Tidak mau." Ternyata sama sekali tidak efektif.
"Ayolah, Kate, hanya butuh waktu satu menit. Aku ingin
menunjukkan sesuatu padamu."
Kate mendengus. "Apa yang akan kau lakukan" Menyewa *Ringling
Brothers melakukan pertunjukan di lobi" Menyelenggarakan parade
dengan taburan kertas untuk menghormatiku?"
Aku tertawa. "Yang benar saja. Aku tidak akan melakukannya."
Kate menaikkan satu alis dengan ragu.
"Oke, kau benar. Aku akan melakukan itu. Tapi tidak hari ini."
Dia mendorongku mundur dan berdiri. Aku membiarkannya.
"Kau tidak takut, kan?" Tanyaku. "Kau takut tidak akan mampu
mengendalikan diri kalau kau sendirian denganku?"
Untuk orang-orang seperti Kate dan aku, tantangan adalah mirip
seperti seorang pelacur di sebuah konvensi pecandu seks. Hampir
tidak mungkin pelacur itu akan ditolak.
"Kalau maksudmu aku takut aku akan membunuhmu karena tidak
ada saksi mata yang memberi kesaksian melawanku, maka
jawabannya ya. Meskipun harus kuakui, hukuman dua puluh tahun
sampai seumur hidup sepertinya pengorbanan yang pantas untuk saat
itu." Apakah menurut kalian dia menikmati percakapan intim ini sama
seperti diriku" Seharusnya begitu. Dia sangat bagus dalam urusan
ini. Kate berjalan berputar, memposisikan mejanya di antara kami.
"Dengar, Drew, aku punya klien baru. Aku sudah bilang padamu.
Kau tahu itu. Aku tidak sanggup menerima...gangguan yang dapat
mengalihkan perhatianku sekarang."
Aku menganggap itu sebagai pujian. "Aku mengalihkan
perhatianmu?" Kate mendengus gusar. "Bukan itu maksudku." Lalu wajahnya
berubah. Dan dia memohon, "Kau harus menghentikan ini - "
melambai tangannya di udara " - misi yang sedang kau jalankan.
Relakanlah. Kumohon."
Ketika Steven berumur sebelas tahun, ia berlari menabrak pohon
selagi permainan bola sentuh di halaman belakang rumahnya - dan
dahinya robek terbuka. Selama hidupku, aku tak akan pernah lupa
suara dia memohon, memohon pada ibunya agar tidak membawanya
ke rumah sakit. Karena Steven tahu ia membutuhkan jahitan. Dan
jahitan itu - menyebalkan. Di usia berapa pun.
Tapi Janey Reinhart tidak menyerah. Dia tetap membawanya.
Karena meskipun Steven takut - meskipun itu bukan yang Steven
inginkan - ibunya tahu pasti apa yang Steven butuhkan.
Kalian mengerti ke mana arah pembicaraan ini"
"Keputusan ada di tanganmu, Kate. Aku sudah bilang itu padamu
sejak awal. Kau ingin aku menyingkir, yang harus kau lakukan
adalah kencan denganku pada hari Sabtu."
Dia menggigit bibirnya. Dan menunduk menatap meja.
"Oke." Bisa kau ulangi (orgasme lagi)"
Tentu, aku akan senang. Bersama Kate.
Oke - bukan waktunya bercanda.
"Maaf" Bisa kau ulangi?"
Matanya menatapku. Tampak ragu-ragu tapi pasrah. Seperti
seseorang yang menunggu dalam antrian naik rollercoaster. Bertekad
untuk naik tapi tidak yakin apa yang akan mereka hadapi. "Aku
bilang ya. Aku akan makan malam denganmu hari Sabtu."
Sudah resmi. Kuatkan dirimu. Neraka sebenarnya telah membeku.
"Setelah bicara dengan kakakmu, aku menyadari beberapa hal..."
Kau mencintaiku" Kau membutuhkanku" Kau tidak bisa hidup
tanpaku" "...Kupikir kau memerlukan suatu penutupan, Drew."
Oh tidak. Bukan penutupan. Apa pun asal jangan penutupan.
Penutupan adalah kata yang diciptakan oleh wanita sehingga mereka
bisa lebih menganalisis sesuatu dan membicarakan itu - sepuasnya.
Lalu, setelah didoakan dan dikubur, penutupan memberi mereka
alasan untuk menggali keparat malang itu dan membicarakannya lebih banyak lagi. Pria tidak melakukan itu. Tidak pernah.
Sudah berakhir. Gambar berubah hitam. Tamat.
Itu saja penutupan terkutuk yang kami butuhkan.
"Penutupan?" Kate berjalan ke arahku. "Kurasa segala sesuatu diantara kita
berawal dan berakhir begitu cepat, kau tak punya waktu untuk
menyesuaikan diri. Mungkin kalau kita meluangkan waktu...kalau
kita bicara jauh dari kantor...kau akan mengerti bahwa setelah segala
hal yang terjadi, yang terbaik yang bisa kita harapkan hanyalah
berteman." Aku cukup yakin maksud Kate bukan friends with benefits. Dan itu
jelas tidak cocok untukku.
Seorang pria tidak bisa berteman dengan wanita yang secara aktif
dia mempunyai ketertarikan padanya. Tidak juga. Karena pada titik
tertentu nafsu akan mengambil alih pikirannya. Nafsu akan berjalan
seperti dia dan bicara seperti dia, tapi - seperti salah satu orang tolol
malang yang terinfeksi makhluk pengisap berwajah aneh di film
Alien - pria itu bukan dirinya lagi. Dan sejak saat itu, setiap langkah,
setiap gerak tubuhnya akan diarahkan untuk mencapai tujuan dari
nafsunya. Yang pasti tidak akan ada hubungannya dengan
persahabatan. Selain itu, aku punya teman - Matthew, Steven, Jack. Aku tidak
ingin bercinta dengan salah satu dari mereka.
"Teman?" Kate tidak memperhatikan ekspresi jijikku dengan ide itu. Atau dia
memang tidak peduli. "Ya. Kita harus berkenalan kembali sebagai rekan kerja. Setara.
Bukan kencan. lebih mirip seperti pertemuan bisnis di antara para
kolega." Pengingkaran adalah sesuatu yang sangat kuat. Tapi pada saat ini aku
akan mengambil apa yang bisa kuperoleh. "Jadi, maksudmu kau
akan pergi berkencan denganku pada hari Sabtu" Itu intinya, kan?"
Dia ragu-ragu. Lalu mengangguk. "Ya."
"Sempurna. Jangan katakan apa pun lagi. Aku akan menjemputmu
jam tujuh." "Tidak." "Tidak?" "Tidak. Aku yang akan menemuimu."


Tangled Karya Emma Chase di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Menarik. Aku berbicara dengan pelan, "Dengar, Kate, kutahu kau belum
banyak berkencan, mengingat si tolol yang kau sebut pacar itu sudah
mengajakmu bertunangan sebelum kau meninggalkan bra trainingmu. Namun dalam
kasus ini, si cowok - yaitu aku - yang seharusnya
menjemputmu - si cewek. Ini adalah hukum yang tidak tertulis."
Lihat bagaimana bibirnya ditekan jadi satu" Bagaimana bahunya
menegang" Oh yeah, dia siap bertarung.
"Aku baru saja bilang ini bukan kencan."
Aku mengangkat bahu. "Itu tergantung interprestasi."
"Katakan saja secara hipotetis itu adalah kencan. Ini akan menjadi
kencan pertama. Dan aku tidak akan pernah mengijinkan seorang
pria yang tidak kukenal datang ke apartemen menjemputku untuk
kencan pertama." Aku mengusap rambutku. "Itu tidak masuk akal. Kau kenal aku. Kita
berdua pernah melakukan posisi enam sembilan. Menurutku kau
cukup baik mengenalku."
"Dengar, ini adalah persyaratanku. Kalau kau tidak bisa
menerimanya, kita bisa saja melupakan semua - "
"Tunggu, tunggu. Jangan gegabah. Aku menurut. Kau bisa
menemuiku di apartemen. Jam tujuh. Tepat."
"Oke." "Tapi aku punya beberapa persyaratan sendiri."
Dia bereaksi dengan marah terhadap ucapanku. "Aku tidak akan
berhubungan seks denganmu!"
Aku memaksakan diri agar terlihat kaget. "Aku terluka. Sungguh.
Siapa bilang ada hubungannya dengan seks" Aku tidak akan pernah
mewajibkan seks sebagai bagian dari kesepakatan kita."
Lalu aku tersenyum. "Ini opsional. Berpakaian juga termasuk."
Kate memutar matanya. "Hanya itu?"
"Tidak." "Apa lagi yang kau mau?"
Oh, sayang. Jika saja dia tahu. Meskipun mungkin lebih baik dia
tidak tahu. Aku tidak ingin menakut-nakutinya.
"Aku ingin kencan empat jam. Paling sedikit. Tanpa terganggu. Aku
ingin percakapan, makan malam - makanan pembuka, hidangan
utama, hidangan penutup - anggur, dansa..."
Dia mengangkat tangannya. "Tidak ada dansa."
"Satu dansa. Itu tidak bisa ditawar."
Dia menatap langit-langit, mempertimbangkan pilihannya. "Baik.
Satu kali dansa." Dia menunjukkan jarinya padaku. "Tapi jika
tanganmu mendekati pantatku, aku keluar dari sana."
Sekarang giliranku memikirkannya lagi. "Well... oke. Tapi kalau kau
mengingkari salah satu ketentuanku, aku berhak meminta
pengulangan." Dia menunggu sesaat. Matanya menyipit penuh curiga. "Dan kau
tidak akan menggangguku - sepenuhnya - sampai hari Sabtu" Tidak
ada pendeta muncul untuk menyapa halo" Tidak ada patung-patung
es mencair di depan pintuku?"
Aku menyeringai. "Itu akan seperti kita tidak pernah bertemu.
Seperti aku bahkan tidak bekerja di sini."
Kemungkinannya karena aku tidak akan berada di sini. Aku akan
menjadi cowok yang super sibuk.
Kate mengangguk. "Oke."
Aku mengulurkan tanganku. Kate menjabatnya dan berkata, "
Sepakat." Aku membalik tangannya dengan lembut dan mencium punggung
tangannya seperti saat malam pertama kami bertemu. "Ini kencan."
Apakah kalian pernah berjalan ke ruangan untuk mengambil sesuatu,
tapi begitu sampai di sana, kalian tak tahu untuk apa datang kesana"
Bagus. Kalau begitu kalian mengerti kenapa aku berbalik dan mulai
berjalan keluar dari ruangan.
Sampai suara Kate menghentikanku. "Drew?"
Aku berpaling ke arahnya. "Ya?"
Wajahnya tertunduk. "Aku tidak...Aku tidak suka menyakiti orang
lain. Jadi...jangan berharap terlalu banyak tentang hari Sabtu."
Sebelum aku bisa membuka mulut, pergerakan dari luar jendela
menarik perhatianku. Dan aku tidak bisa percaya aku nyaris
melupakan ini. Tanpa bicara, aku berjalan mendekat dan memegang
tangan Kate. Aku membawanya ke jendela dan berdiri di
belakangnya, meletakkan tanganku di bahunya.
Aku mendekatkan mulutku ke telinganya. Nafasku membuatnya
bergidik. Dengan cara yang nikmat.
"Sudah terlambat."
Aku ingin ini menjadi sederhana. Sesuatu yang akan diukir di pohon
atau lukisan semprot di dinding jika kita masih remaja. Tapi aku
membutuhkan sesuatu yang jelas. Sebuah pernyataan. Mengatakan
kepada Kate dan setiap wanita lain di luar sana bahwa aku, Drew
Evans, aku sudah keluar lapangan pertandingan.
Kate terkesiap ketika dia melihatnya.
Di atas langit sana, dalam huruf putih besar, untuk dilihat orang di
seluruh kota: Selalu keluar sebagai pemenang. Sudahkah kukatakan ini pada
kalian" Belum pernah" Baik, aku beritahu kalian sekarang.
Aku tidak peduli jika kalian seorang pengusaha, penyanyi, atau
pembawa acara televisi papan atas - buat mereka menginginkan
lebih. Jangan pernah melakukan lebih dari yang seharusnya. kalian
selalu bisa kembali nanti untuk penutupan, tapi begitu mereka bosan
denganmu, itu tidak bisa ditarik lagi.
Aku mencium ujung kepalanya. "Sampai ketemu hari Sabtu, Kate."
Abarat 5 Pendekar Rajawali Sakti 52 Mustika Kuburan Tua Ki Ageng Tunggul Akhirat 3

Cari Blog Ini