You've Got Me From Hello Karya Santhy Agatha Bagian 1
Santhy Agatha situs baca secara online ini dibuat oleh Saiful .... admin http://ceritasilat.mywapblog.com Pedang Sakti Cersil Istana Pendekar Dewa Naga Raja Iblis
Racun Ceritasilat.... thank.
Penerbit : Saira Publisher You've Got Me From Hello Oleh: (Santhy Agatha) Copyright ? Maret 2013 by (Santhy Agatha)
Penerbit (Saira Publisher) (www.anakcantikspot.blogspot.com)
(demondevile@gmail.com) Editor Meyrizal & Mendy Jane
Desain Sampul: (Picture by Google design Saira Production)
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com isi di luar tanggung jawab percetakan
2 Santhy Agatha Colorful Of Love Enjoy The Series! Colorful of love adalah seri bertema romantis dengan kisah
percintaan empat tokoh gadis yang memiliki kisah berbedabeda. Ikuti kisah mereka
dan nikmati keindahan percintaan
dari sisi yang berbeda dari keempat tokoh utama Colorful of
Love Nessa - [ Brown Afternoon } "Perjanjian Hati"
Gadis penyuka cokelat, guru taman kanak-kanak yang
penyabar, yang selalu menghabiskan waktu sepulang kerjanya
di sore hari untuk memesan secangkir cokelat yang nikmat dan
menenangkan pikirannya. Keyna - [ Grey Morning ] "Sweet Enemy"
Gadis sederhana, anak kuliahan berotak cemerlang, yang tidak
pernah melewatkan waktu untuk menikmati oreo milkshake
sebagai menu sarapannya. Minuman itu membuatnya
bersemangat, untuk melalui harinya yang berat di kampusnya.
Sani - [ Red Night] "You've Got Me From Hello"
Gadis dengan hubungan yang rumit, seorang penulis yang
mencari ketenangan dengan menghirup segelas anggur merah
setiap malam, untuk mencerahkan hatinya yang kelam akibat
kisah cintanya yang rumit.
Saira - [ Green Dayligt ] "Pembunuh Cahaya"
Gadis yang lembut dan tenang, pemilik toko bunga dan
tanaman, selalu memanfaatkan waktu makan siangnya dengan
menghirup teh hijau yang panas, untuk menguatkan dirinya
menghadapi perkawinannya yang menyesakkan dada.
You've Got Me From Hello 3 PROLOG Ingatan akan kejadian itu masih terasa begitu
menyakitkan baginya. Melihat dengan mata kepalanya sendiri
akan pengkhianatan Jeremy, kekasih yang sangat dicintainya.
Lelaki yang dia kira akan menjadi pasangan hidupnya, selamalamanya sampai mereka
menua. Apa yang dia lihat itu
merupakan kehancuran bagi seluruh rencana masa depannya,
pernikahan mereka. Kehancuran bagi segalanya, bagi hati Sani,
dan bagi kepercayaannya kepada semua laki-laki di dunia ini.
Teganya Jeremy!! Tak henti-hentinya Sani meneriakkan
umpatan kepada mantan tunangannya itu di dalam hatinya.
Semula diawali dari telepon itu, sebuah telepon dari
nomor tidak dikenal, yang entah kenapa Sani angkat. Telepon
itu dari seorang perempuan, yang menangis, mengatakan
bahwa dia juga kekasih Jeremy dan mengatakan bahwa Jeremy
telah meninggalkannya tanpa mau bertanggungjawab.
Oh, tentu saja Sani pada awalnya tak percaya, tetapi
perempuan itu mengajaknya bertemu. Dan meskipun saat itu
Sani sangat yakin bahwa Jeremy tidak mungkin
mengkhianatinya, Jeremy tidak mungkin melakukan semua itu
kepadanya. Sani mau bertemu dengan perempuan yang menelepon
itu, dengan tujuan awal ingin mengata-ngatai perempuan itu
agar jangan memfitnah Jeremy, tunangannya yang sangat setia
dan tampan. Tetapi kemudian, siang itu di sebuah caf? di ujung jalan,
seluruh keyakinan Sani dijungkirbalikkan. Perempuan itu, Ana
namanya, sudah mempersiapkan segalanya. Semua bukti yang
diperlukan terhampar di hadapan Sani, seolah menamparnya
dengan keras. Di sana ada foto-foto mesra Jeremy dan Ana, yang
menunjukkan bahwa mereka adalah sepasang kekasih. Tentu
saja! Seorang yang bukan kekasih tidak mungkin mencium pipi,
berangkulan begitu erat dan saling memeluk seperti yang
tergambar di dalam foto itu. Ana juga menunjukkan pesanpesan mesra mereka, dari
nomor Jeremy. Bahkan Jeremy tidak
pernah seromantis itu dengannya, pesan-pesan mereka penuh
dengan kata-kata cinta dan janji-janji muluk yang menyakitkan
Sani. Lalu seakan semua bukti belum cukup menghancurkan
hari Sani, Ana dengan tenang mengatakan bahwa kegadisannya
sudah diserahkan kepada Jeremy. Dan bahwa sekarang
keluarganya akan menuntut kepada keluarga Jeremy.
Hati Sani seakan dihancurkan oleh pengkhianatan yang
begitu parah, bukan hanya karena Jeremy berselingkuh di
belakangnya. Tetapi juga karena Jeremy telah begitu saja
menghancurkan seluruh keyakinan Sani tentang lelaki yang
baik. Sani selalu menjaga dirinya sampai dengan usianya yang
sekarang, duapuluh lima tahun dan dia masih perawan.
Meskipun kadang dia membiarkan Jeremy mencium bibirnya,
tetapi hanya sebatas itu. Tidak pernah lebih.
Jeremy pernah suatu kali meminta lebih, tetapi Sani
mengangkat alis dan mengatakan apa yang diyakininya, nasehat
ibunya. Bahwa seorang lelaki yang baik, akan menjaga
perempuan yang dicintainya. Bukannya memaksa untuk
merusaknya. Jeremy saat itu menerima penjelasan Sani dengan
lembut, dan bersumpah bahwa dia benar-benar mencintai Sani,
jadi tidak akan pernah merusaknya. Dan Sani sangat bersyukur
mempunyai tunangan seorang lelaki yang bisa menjaga
moralnya, seorang lelaki yang baik dan tidak berorientasi
kepada hasrat duniawi semata.
Semua pandangannya tentang Jeremy - dan semua lakilaki lainnya - hancur seketika
itu juga. Jeremy telah tidur
dengan Ana, lebih dari pada yang seharusnya. Bagaimana
mungkin Sani bisa memaafkan Jeremy"
Malam itu Sani bertemu dengan Jeremy, dan
memaparkan semuanya, bukti-bukti yang ada. Jeremy tampak
sangat marah, kepada Ana, bukan kepada Sani.
"Dan kau percaya apa yang dikatakan perempuan itu?",
tanya Jeremy waktu itu. 2 Santhy Agatha Sani menatap lelaki itu. Yang dulu dicintainya, bahkan
mungkin sekarang masih dicintainya meskipun cinta itu terasa
menggores seluruh hatinya hingga terasa nyeri.
"Dia menunjukkan semua bukti-bukti itu, foto-foto
mesra kalian berdua, pesan-pesan mesra kalian, masihkah kau
membantah semuanya?"
Jeremy tercenung tampak ragu, lama kemudian, dia
menatap Sani dengan pandangan memohon,
"Maafkan aku sayang"
Air mata pecah dari dasar hati Sani. Sejak siang tadi Ana
menemuinya, Sani bahkan tidak bisa menangis, dia terlalu
marah. Tetapi sekarang, berdiri di sini, berhadapan dengan
Jeremy yang mengakui segalanya membuatnya tak bisa
menahan diri lagi, "Teganya kau melakukan itu kepadaku Jeremy, setelah
pertunangan kita yang delapan tahun lamanya. Aku percaya
padamu! Aku menghormatimu... aku...", suara Sani tertahan
oleh napasnya yang mulai sesak oleh luapan perasaannya.
Jeremy memijit keningnya tampak kesakitan.
"Maafkan aku Sani, aku... aku khilaf, tidakkah kau
mengerti" Aku tidak pernah menginginkan berselingkuh
dengan Ana dibelakangmu. Tetapi Ana... Ana, dia mengejarku,
kau tahu dia juniorku di perusahaanku dan aku bertugas
membimbingnya, Dia... dia sangat tergila-gila dan terobsesi
denganku. Akusudah berusaha menolaknya dengan berbagai
cara, tetapi dia.... dia tidak menyerah. Suatu malam, ketika
hujan, dia mengetuk pintu apartemenku, berkata bahwa
mobilnya mogok di dekat situ dan dia kehujanan. Aku tidak
punya kesempatan untuk menolaknya, dia... dia kemudian
merayuku... dan aku....", suara Jeremy terhenti ketika melihat
ekspresi Sani, "Jangan... jangan sayang, jangan merasa jijik
kepadaku... aku hanya laki-laki biasa, aku menyesali semuanya.
Aku memang tidak tahan godaan, aku harap kau mengerti
semuanya....," Jeremy mendekat, berusaha menyentuh tangan
Sani, tetapi Sani menepiskannya dengan kasar.
You've Got Me From Hello 3 "Jangan sentuh aku", desis Sani geram, "Kau bisa saja
bilang itu ketidaksengajaan untuk kejadian pertama, tetapi
kalian melakukannya lagi dan lagi....Dan aku yakin itu bukanlah
suatu ketidaksengajaan lagi..."
"Itu semua terjadi begitu saja!" seru Jeremy frustrasi,
"Dia... dia selalu menyediakan diri, dan kupikir, semua tanpa
komitmen. Aku tidak tahu dia akan berbuat sejauh ini,
menyakiti kau dan aku, berusaha menghancurkan hubungan
kita. Kau tahu" ...aku sebenarnya sudah akan meninggalkannya"
"Aku sangat kecewa Jeremy." Sani menyusut air
matanya, semua kesedihannya berubah menjadi kemarahan,
"Kau meniduri seorang perempuan dan menganggap itu hanya
selingan sambil lalumu, pemenuhan kebutuhanmu.... Itu sangat
tidak bermoral.." "Maafkan aku Sani, aku harap kau mau mengerti.
Lagipula pernikahan kita tinggal lima bulan lagi, kau tidak akan
membiarkan ini menghancurkan semua rencana masa depan
kita bukan" Aku akan membereskan semua masalah ini dan kita
bisa melanjutkan semuanya."
"Tidak!", Sani mundur selangkah, "Aku tidak mau
melanjutkan apapun! Dan kurasa aku tidak akan pernah bisa!
Kau... kau bukanlah lelaki yang kuinginkan untuk bersamaku
sampai akhir hidupku lagi. Ternyata aku salah selama ini
Jeremy," dengan kasar Sani melepas cincin emas itu dari
jemarinya. Cincin yang dipasangkan secara resmi oleh Jeremy
di depan seluruh keluarga mereka ketika mereka baru lulus
dari SMU, delapan tahun yang lalu. "Kukembalikan cincin ini
dan kuminta hatiku kembali. Silahkan jelaskan semuanya
kepada orang tua kita, karena aku sudah muak kalau harus
mengulang semua ini lagi.," diletakkannya cincin itu ke telapak
tangan Jeremy, "Selamat tinggal Jeremy."
Sani membalikkan tubuhnya, dan tidak menoleh lagi ke
belakang. Meskipun Jeremy masih memanggilnya dengan
lembut, mencoba membuatnya berubah pikiran.
Kemudian Sani menjelaskan secara singkat keputusan
bulatnya kepada kedua orang tuanya, menolak telepon-telepon
dari orangtua Jeremy agar dia mau memaafkan Jeremy. Semua
4 Santhy Agatha sudah selesai, babak hidupnya yang ini sudah musnah, bersama
dengan cintanya, seluruh masa depannya dan rencana
pernikahan mereka beberapa bulan lagi. Sani menghadapi
segalanya dengan kepala tegak meskipun hatinya hancur bukan
kepalang. Malam itu juga, Sani mengepak segalanya dan
mengambil keputusan untuk pindah ke kota lain. Sani seorang
penulis novel, dia bisa tinggal dimanapun dia mau. Dia tidak
terikat pada perusahaan manapun.
Maka Sani memilih kota itu, kota yang menjanjikan
penyembuhan. Kota yang jauh, kota yang tak punya keterikatan
apapun dengan masa lalunya. Sani sudah bertekad, persetan
dengan semua laki-laki. Dia tidak membutuhkannya. Akan dia
tunjukkan kepada dunia yang kejam ini, bahwa seorang Sani
bisa hidup tanpa harus meletakkan hatinya ke dalam
genggaman mahluk jahat yang bernama laki-laki.
You've Got Me From Hello 5 "Ucapan 'Halo' di saat pertama kali bertemu mungkin
saja akan berubah menjadi ucapan 'aku cinta padamu' di saat
berikutnya." 1 Apartemennya masih berantakan, dia belum sempat
merapikan pakaian dan beberapa barang pribadi yang baru
dibelinya, sebuah televisi dan dispenser kecil. Untunglah
apartemen ini sudah menyediakan perabotan dasar seperti
tempat tidur, sofa, dan dapur. Shani memutar bola matanya
ketika menatap dapur itu. Dia mungkin butuh berkunjung ke
supermarket terdekat, mengisi bahan makanan di kulkas dan
membeli beberapa peralatan memasak.
Tubuhnya lelah setelah perjalanan yang panjang dan
dilanjutkan dengan mengurus surat-surat kontrak apartemennya, Kesha, editornya yang kebetulan tinggal di kota
ini sudah berbaik hati membantu mencarikan apartemen yang
siap pakai untuknya. Ya, Sani memang berangkat ke sini karena
usul dari Kesha. Selain sebagai editornya, Kesha adalah
sahabatnya, meskipun mereka kebanyakan berkorespondensi
melalui email semata. Jadi, begitu Sani menceritakan
pengkhianatan Jeremy dan rasa sakitnya, Keisha mengusulkan
agar Sani pindah sementara ke kotanya sampai hatinya tenang.
Dia hanya berpamitan kepada kedua orangtuanya, dan
tidak mengatakan kepergiannya kepada siapapun. Tetapi
lambat laun Jeremy pasti akan mengetahuinya juga. Sani
mendesah pahit. Sekarang ingatannya akan Jeremy dipenuhi
rasa muak dan sakit hati.
Ah ya ampun. Lelaki. Sani tidak akan pernah percaya lagi
You've Got Me From Hello Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepada lelaki. Mereka semua adalah mahluk lemah yang tidak
tahan godaan. Ponselnya berkedip-kedip dan Sani mengernyit, dia
mengangkatnya ketika melihat nama Kesha tertera di layarnya.
6 Santhy Agatha "Halo?" "Aku sudah sampai rumah dan baru teringat." Kesha
berkata, "Naskah bab tujuhmu sudah selesai dikoreksi. Ada
beberapa catatan kecil di sana, mungkin kau ingin melihatnya."
"Aku akan melihatnya nanti." Gumam Sani lemah. Ia
menyandarkan tubuhnya di sofa, "Saat ini aku lelah sekali."
"Istirahatlah dulu. Kau tidak akan bisa menyelesaikan
tulisanmu kalau kau sakit."
"Kenapa kau memikirkan tulisanku" Bukan aku?" Sani
tersenyum "Karena sudah mendekati deadline dan kau baru sampai
di bab tujuh, Sani. Novelmu banyak ditunggu-tunggu oleh
penggemarmu, penerbit sudah mengejarku untuk kepastian
penyelesaian novelmu." Kesha tergelak, "Tetapi bukan berarti
aku tidak mempedulikanmu, sebagai sahabat aku
mencemaskanmu. Jangan banyak pikiran ya. Lepaskan
semuanya dan biarkan hatimu tenang."
Mata Sani berkaca-kaca. Menyadari bahwa hatinya sama
sekali tidak tenang, "Terima kasih Kesha." Gumamnya serak
sebelum menutup pembicaraan.
Matanya nyalang menatap langit-langit kamar. Mencoba
melupakan rasa yang menyesakkan dada. Dia tidak akan bisa
tidur malam ini, sambil menghela napas panjang, Sani meraih
jaketnya dan melangkah keluar dari apartemennya.
?"" Setelah berjalan tanpa tujuan di sekitar kompleks
apartemennya yang cukup ramai karena terletak di area pusat
perbelanjaan, Sani begitu saja memasuki cafe itu. Waktu sudah
menunjukkan pukul sepuluh malam, tetapi suasana tetap saja
ramai. Cafe itu terletak di pinggir jalan, di area yang dipadati
pejalan kaki yang lalu lalang. Suasananya sangat sejuk dan
menyenangkan, karena dipenuhi oleh tanaman hijau yang
ditata dengan indahnya, dengan dinding-dinding dari kaca yang
memantulkan lampu jalan. Cafe itu buka duapuluh empat jam.
Dan Sani langsung menemukan tempat yang cocok untuk duduk
You've Got Me From Hello 7 dan menulis. Dia duduk di sebuah sudut yang nyaman dan
membuka buku menu yang ada di meja. Suasana cafe cukup
ramai meskipun sudah malam, seakan-akan kehidupan terus
berjalan di dalam sini. Pada saat yang sama seorang pelayan, pria setengah
baya mendekatinya dan tersenyum ramah kepadanya,
"Selamat malam, apakah anda ingin memesan
sesuatu?" Sani mendongak menatap wajah yang ramah itu dan
tersenyum, "Saya ingin steak yang ada di menu ini."
Ditunjuknya gambar yang menggiurkan di buku menu itu, lalu
mengernyit bingung ketika akan memesan minuman.
"Segelas anggur merah akan membuat tidur anda
nyenyak." Pelayan itu memberi saran dengan ramah.
Sani menatap pelayan itu ragu bertanya-tanya kenapa
pelayan itu bisa mengetahui bahwa dia sudah tidur... Janganjangan matanya sudah
seperti panda" Dengan malu Sani
menundukkan kepalanya dan kembali menekuri daftar menu,
tergoda. Dia bukan peminum, meskipun di acara-acara pesta
dia tidak menolak segelas champagne atau coctail manis
sebagai bentuk kesopanan. Tetapi kata-kata pelayan itu tampak
menggiurkan. Sudah beberapa hari sejak kejadian Jeremy, Sani
tidak bisa tidur, menghabiskan waktunya dengan menatap
nyalang langit-langit kamar, dan diakhiri dengan menangis
sesenggukan. Dia butuh tidur, kalau tidak dia akan sakit.
"Baiklah, saya pesan itu juga." Jawab Sani pelan, lalu
menatap pelayan yang membungkukkan tubuhnya dengan
sopan dan melangkah pergi.
Segelas anggur merah tidak akan membuatnya mabuk.
Sani membuka laptopnya dan mulai menulis, tetapi
baru beberapa detik dia mendesah. Novel yang ditulisnya
adalah kisah romansa antara dua anak manusia yang saling
mencintai. Sani dulu sangat lancar menulis novel percintaan,
kata-kata akan mengalir mudah dari jari-jarinya, membentuk
rangkaian huruf yang membuaikan pembacanya. Tetapi
8 Santhy Agatha sekarang, setiap dia akan menulis kisah cinta, hatinya
mencemooh. Ingatan akan Jeremy menyerbunya, membuat
jemarinya kaku dan tidak bisa mengetikkan kisah romantis
apapun. Ternyata menulis itu dipengaruhi oleh hati. Ketika dia
patah hati, jemarinya menolak untuk menuliskan kisah cinta
yang menyentuh hati. Jiwanya tidak percaya akan keindahan
romansa, semua terasa palsu baginya sejak pengkhianatan
Jeremy kepadanya. "Biasanya kalau aku susah mendapatkan inspirasi aku
akan mendengarkan musik."
Suara yang maskulin itu mengejutkan Sani dari
lamunannya, dia mendongakkan kepalanya dan langsung
bertatapan dengan sosok tampan yang begitu mendominasi
ruangan, dengan pakaian serba hitam dan wajah klasik yang
misterius. Sani mengernyitkan keningnya, menoleh ke belakangnya, tidak ada orang lain di dekatnya. Jadi memang
benar lelaki ini sedang menyapanya. Dia tidak mengenal lelaki
ini, bagaimana lelaki ini bisa mengetahui bahwa dia sedang
menulis" "Para penulis biasanya datang ke cafe ini di malam hari,
memenuhi setiap sudutnya dan berusaha mencari inspirasi."
Lelaki itu tersenyum, "Maafkan aku tidak sopan menyapamu
begitu saja." Dia mengulurkan tangannya, "Halo, Aku pemilik
cafe ini, namaku Azka."
Sani tetap ragu, meskipun begitu, demi kesopanan dia
menyambut uluran tangan lelaki itu,
"Halo juga...." Sani masih bingung harus berkata apa,
"Aku Sani." Gumamnya pelan. Masih terpukau atas senyum
ramah dan ketampanan lelaki di depannya itu.
"Oke kalau begitu, aku harap kau tidak bosan
berkunjung kemari." Lelaki itu menganggukkan kepalanya lalu
melangkah pergi. Sani masih terdiam, mengamati kepergian lelaki itu.
Mungkin sudah budaya di cafe ini untuk ramah kepada para
pelanggannya, pikirnya dalam hati.
You've Got Me From Hello 9 Lelaki itu tampak baik, ramah, dan sopan.... tetapi
kemudian ingatan akan Jeremy menyerangnya dan
membuatnya merasa pahit. Semua laki-laki sama di dunia ini,
meskipun yang berpenampilan paling sempurna sekalipun.
Sani mencoba memfokuskan diri kepada tulisannya,
berusaha mengenyahkan pikiran tentang lelaki tampan itu dari
benaknya ketika pelayan datang mengantarkan steak
pesanannya. Piring berisi daging beraroma harum dan
menggiurkan yang diletakkan di depannya,
"Dan ini anggurnya." Pelayan setengah baya itu
tersenyum ramah, "Anda tahu, daging steak sangat cocok
dinikmati dengan anggur merah."
Ketika pelayan itu pergi, Sani menyentuh gelas
anggurnya dengan ragu. Lalu setelah menghela napas panjang
dia menghirup aromanya pelan. Aroma anggur yang manis
menguar dari sana, menggoda Sani untuk menyesap anggur itu,
disesapnya anggur itu dan mendesah nikmat.
Ada manis yang kental bercampur rasa pekat alkhohol
yang pas, tidak berlebih. Ini adalah jenis anggur yang bisa
dinikmati di kala santai tanpa takut mabuk. Dan Sani sungguhsungguh berharap
anggur ini benar-benar berkhasiat untuk
membuatnya tidur. Dia sungguh butuh tidur nyenyak malam
ini. ?"" "Dan dia sangat tampan." Sani bercerita kepada Kesha
sahabatnya, "Dia juga pemilik cafe yang indah itu."
Kesha mencomot roti bakar di piring Sani, mereka
sedang menghabiskan minggu pagi di apartemen Sani. Kesha
berkunjung untuk membantu Sani merapikan tempat barunya,
"Cafe itu cukup terkenal di kota ini, sangat ramai karena
menyediakan semua yang dibutuhkan. Di pagi hari kau bisa
memesan menu sarapan yang lezat. Dan di malam hari, barnya
dibuka sehingga semua orang yang ingin bersantai bisa dudukduduk di sana selama
mungkin dan menikmati minumannya.
Tapi dari ceritamu, pemilik cafe itu sepertinya masih muda."
10 Santhy Agatha "Masih muda." Sani merenung, masih muda dan sangat
tampan batinnya. "Apakah dia sudah menikah?" tanya Kesha tiba-tiba.
Sani tergelak, "Kenapa aku harus memperhatikan
apakah dia sudah menikah atau belum"'
"Karena kau harus belajar melepaskan diri dari Jeremy."
Kesha mengedipkan sebelah matanya, "Pemilik cafe itu
menyapamu, dan dia masih muda, siapa tahu dia juga tampan."
"Dia tampan." Gumam Sani akhirnya.
"Nah! Mungkin dengan mencoba membuka lembaran
baru kau bisa menyembuhkan lukamu."
"Tidak." Sani mengernyitkan keningnya dengan pedih,
"Semua lelaki sama, Kesha. Mereka selalu bilang bahwa mereka
adalah pecinta sejati. Tetapi di sisi lain mereka mudah
berpindah hati." "Kau tidak bisa terus-terusan seperti itu, Sani. Masih
banyak lelaki di luar sana yang berjiwa baik dan setia." Kesha
menghela napas panjang, "Seperti pemilik cafe yang tampan itu.
Dia tampaknya baik, dan dia menyapamu, berarti dia ada
perhatian kepadamu."
"Tidak." Sani menggelengkan kepalanya sambil terkekeh,
"Mungkin itu memang sudah menjadi ciri khas cafe itu,
bersahabat dengan pelanggannya, bahkan pelayannya pun
ramah-ramah." Tatapan mata Sani lalu berubah serius, "Aku
tidak ingin membuka hatiku untuk lelaki manapun, Kesha. Aku
sudah dikecewakan dan bagiku semua lelaki itu sama, mereka
adalah pengkhianat."
Sani meyakini kata-katanya. Pengalamannya dengan
Jeremy sudah membuktikan semuanya. Dia tidak akan pernah
percaya kepada laki-laki lagi, apalagi lelaki yang luar biasa
tampannya seperti pemilik cafe itu kemarin. Lelaki setampan
itu pastilah pemain perempuan. Karena dengan ketampanannya dia bisa mendapatkan banyak perempuan yang
dengan sukarela mau bertekuk lutut di bawah kakinya.
?"" You've Got Me From Hello 11 Tetapi malam itu Sani tidak bisa tidur lagi, dia sudah
mencoba berbaring tetapi hanya berguling bolak-balik di atas
ranjang. Akhirnya dia memutuskan untuk berjalan keluar.
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi
kawasan tempat tinggalnya cukup aman dan ramai untuk
keluar di malam hari. Lagipula cafe itu terletak begitu dekat, hanya di seberang
kompleks apartemennya....
Tanpa terasa Sani sudah berjalan ke sana, memasuki
cafe itu. Pelayan setengah baya yang sama yang
menyambutnya, "Segelas anggur lagi untuk teman makan malam?" Lelaki
itu menyapa dengan ramah ketika Sani duduk di pojok yang
rindang dengan dekorasi taman yang menyejukkan.
Sani tersenyum, "Tidak, malam ini aku ingin kopi."
"Apakah anda akan begadang untuk menyelesaikan
pekerjaan anda?" pelayan itu melirik ke arah laptop yang
diletakkan Sani di mejanya.
Sani terkekeh, "Aku seorang penulis dan aku dikejar
deadline." "Penulis?" Pelayan itu tampak tertarik, "Penulis novel?"
Sani menganggukkan kepalanya, "Ya. Novel percintaan."
"Ah." Pelayan itu tersenyum penuh arti, "Saya sudah
menduganya, itu sesuai dengan penampilan anda yang lembut."
"Terima kasih atas pujiannya." Gumam Sani sambil
tertawa. Ia mulai membuka laptopnya di atas meja itu,
"Mungkin aku akan di sini sampai pagi."
"Anda tidak tidur?"
"Pekerjaanku kan penulis, aku bisa begadang semalaman
dan tidur besok pagi." Sani tergelak, "Semoga di sini
diperbolehkan duduk sampai malam."
"Tentu saja." Pelayan itu mengedipkan sebelah matanya,
"Asal anda terus mengisi cangkir kopi anda setiap dua jam,
anda boleh duduk di sini selamanya." Candanya sambil tertawa,
"Saya akan mengambilkan pesanan anda. Dan karena
12 Santhy Agatha sepertinya anda akan menjadi pelanggan kami, anda boleh
memanggil saya Albert."
Sani tersenyum menanggapi keramahan pelayan itu,
"Terima kasih, Albert." Gumamnya lembut.
?"" Hampir pukul tiga pagi dan Sani masih menulis di
sudut yang sama, dia sedang menulis adegan sedih, perpisahan
antara kedua tokohnya karena kesalahpahaman. Dan itu sesuai
dengan perasaannya sekarang, karena itulah jemarinya
mengalir lancar.
You've Got Me From Hello Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiba-tiba ponselnya berkedip-kedip, membuatnya
mengernyitkan kening. Siapa yang meneleponnya pagi-pagi begini"
Diambilnya ponselnya dan wajahnya memucat ketika
melihat nama yang tertera di sana.
Jeremy... Sani meletakkan ponsel itu di meja dan membiarkannya.
Tetapi ponsel itu terus bergetar tanpa henti, begitu
mengganggunya. Sani mendesah kesal, mood menulisnya
langsung hilang begitu saja melihat nama Jeremy di layar itu.
Dan meskipun dia sudah berusaha mengabaikannya,
ponsel itu terus menerus bergetar tak tahu malu. Seolah Jeremy
tidak akan menyerah sebelum dia mengangkatnya.
Akhirnya setelah menghela napas panjang, Sani
mengangkat ponsel itu. "Ada apa Jeremy?" gumamnya kesal.
"Sani, akhirnya." Suara Jeremy terdengar lega di
seberang sana, "Aku datang ke rumahmu dan orangtuamu
bilang bahwa kau pergi keluar kota. Kau kemana?"
"Sudah bukan urusanmu lagi kan?" jawab Sani dingin.
"Astaga Sani. Sebegitu kejamnyakah kau padaku"
Apakah kau pergi meninggalkan kota ini gara-gara aku?"
Kenapa pula Jeremy harus bertanya" Tentu saja Sani
melakukannya karena Jeremy. Dia sudah muak bahkan untuk
You've Got Me From Hello 13 mengetahui bahwa dia menghirup udara yang sama dengan
laki-laki itu, karena itulah dia pindah.
"Aku rasa apapun alasanku adalah urusanku." Sani
bergumam, "Dan aku harap kau tidak menggangguku lagi."
"Sani... sayang... dengarkan aku... kau pindah kemana
sayang" Orangtuamu tidak mau memberitahukan kepadaku,
dan aku mencemaskanmu."
"Aku baik-baik saja." Sani menguatkan hatinya,
merasakan matanya berkaca-kaca, lalu langsung mematikan
ponselnya. Dia terpekur cukup lama di depan laptopnya, menatap
hampa kepada tulisannya yang masih setengah jadi. Saat ini
yang dia lakukan adalah membuat kisah tragedi, dengan akhir
yang tragis dan memilukan untuk tokoh-tokohnya, kisah
menyedihkan yang sama seperti yang sekarang dia alami.
?"" Azka memperhatikan Sani dari dalam ruang kerjanya.
Tentu saja Sani tidak menyadarinya, ruang kerja Azka terletak
di lantai dua, di atas tangga dengan kaca yang gelap yang
didesain satu arah. Di mana Azka bisa dengan leluasa
mengawasi seluruh bagian cafe miliknya dan orang dari luar
tidak akan bisa melihat menembus ke dalam.
Azka tidak pernah merasakan ketertarikan seperti ini
pada perempuan manapun. Tetapi semalam, ketika kebetulan
dia sedang berdiri di tempat ini, tempat yang sama, mengawasi
cafenya, dia melihat perempuan itu masuk. Ia menatap
keraguan perempuan itu, dan entah kenapa ada sesuatu yang
mendorongnya untuk mendekati perempuan itu.
Padahal penampilan perempuan itu sederhana, dia
mengenakan rok panjang dan kemeja warna polos yang
membungkus tubuhnya yang mungil. Tidak ada yang istimewa
dan heboh dari penampilannya, rambutnya dikuncir kuda
sekenanya, dan perempuan itu tidak berdandan. Tetapi Azka
tetap saja tidak bisa melepaskan pandangannya dari
perempuan itu. 14 Santhy Agatha Bahkan kemudian dia tidak bisa menahan diri untuk
menyapa perempuan ini, ingin melihat lebih dekat. Azka tidak
pernah menampakkan dirinya di depan pelanggan. Dia selalu
bersembunyi di balik dinding kaca gelap yang misterius, hanya
Albertlah yang dipercayanya sebagai tangan kanannya. Azka
memiliki jaringan cafe dan hotel di seluruh kota ini, tetapi
Garden Cafe adalah favoritnya. Tempat inilah satu-satunya dari
seluruh tempat yang dimilikinya yang membuatnya merasa
nyaman. Dan kemudian dia menemukan perempuan ini,
perempuan yang langsung merenggut hatinya. Ketika berucap
"halo" dan menyambut uluran tangannya, lalu mengatakan
namanya. Sani... Azka mencatat nama itu dengan penuh rahasia,
jauh di dalam hatinya yang kelam.
You've Got Me From Hello 15 "Ada kesalahan-kesalahan dalam percintaan yang bisa
dimaafkan, tetapi pengkhianatan tidak termasuk salah satu di
antaranya." 2 Ponsel Sani berbunyi sore itu, dan dia langsung
mengangkatnya ketika mengetahui bahwa yang menelepon
adalah mamanya, "Sani?" mamanya langsung berbicara seperti kebiasaannya, "Mama harus memperingatkanmu."
"Memperingatkan apa mama?" Dahi Sani mengeryit dan
langsung waspada. Mamanya tidak pernah berucap dengan
nada seserius ini sebelumnya.
"Jeremy." Suara sang mama setengah berbisik, "Dia
datang kemari pagi ini dan memohon kepada mama untuk
memberikan informasi di mana dirimu."
"Mama tidak memberitahukannya kepadanya kan?" Sani
langsung panik. Percuma dia pindah ke lain kota kalau pada
akhirnya Jeremy mengetahui dia ada di mana.
"Tentu saja tidak sayang." Sang mama menghela napas
panjang, "Tetapi sepertinya dia tidak menyerah, dia bilang pada
akhirnya kalau mama tidak mau mengatakan di mana dirimu,
dia akan tetap tahu karena dia akan menghubungi kantor
penerbitmu." Sani mengernyit kesal. Kalau Jeremy menghubungi
kantor penerbitnya, tentu saja Jeremy akan tahu dimana dia
berada. Dia mendesah kesal, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa,
Sani hanya tidak menyangka kenapa Jeremy sekeras kepala ini
mengejarnya. Apakah lelaki itu tidak bisa menerima bahwa Sani
tidak bisa memaafkannya"
16 Santhy Agatha "Terima kasih sudah memperingatkanku mama, ada
kemungkinan bahwa dia sudah tahu di mana aku berada, aku
menginformasikan kepindahanku dan alamat baruku kepada
penerbit. Aku akan bersiap kalau Jeremy nekat dan
mendatangiku." "Kau tidak apa-apa Sani?" suara mamanya tampak cemas
di seberang sana, membuat Sani tersenyum haru.
"Tidak apa-apa, mama, aku bisa bertahan." Jawabnya
mencoba sekuat mungkin meskipun dalam hatinya dia meragu.
?"" Perempuan itu datang lagi malam ini, dan memesan
segelas anggur untuk teman menulisnya. Azka mengernyit, dari
info yang didapatnya dari Albert, Sani adalah seorang penulis
novel romance. Tetapi sepertinya Sani sedang murung karena
beberapa kali perempuan itu hanya menghela napasnya di
depan laptopnya, lalu mengawasi layar laptop itu dengan
tatapan mata kosong. Azka merasa seperti pengintip yang memalukan ketika
berdiri di depan kaca balkon atas dan mengamati Sani seperti
ini, tetapi dia tidak bisa menahan diri. Sudah beberapa hari ini
Sani selalu datang. Setiap pukul sembilan lalu akan menulis
sampai dini hari sebelum kemudian pulang ketika terang tanah
menyentuh langit. Azka tidak bisa menahan ketertarikannya
untuk mengintip ke bawah, menanti kedatangan Sani. Dan
sejauh ini, perempuan itu tetap datang.
Ada keinginan tertahannya untuk mendekati perempuan
itu, tetapi dia menahan diri. Dia takut kalau dia terlalu
mengganggu, Sani akan merasa segan dan kemudian tidak akan
datang lagi. "Perempuan itu datang lagi." Albert yang tiba-tiba sudah
ada di ambang pintu ruang kerja Azka bergumam sambil
tersenyum penuh pengertian, mengamati Azka. "Kau sepertinya
sangat tertarik kepadanya."
"Kenapa kau bisa berpikiran begitu?" Azka mundur dari
kaca itu dan melangkah menuju kursi kerjanya. Albert adalah
tangan kanannya, orang kepercayaannya. Lelaki itu dulu adalah
You've Got Me From Hello 17 pegawai setia ayahnya, dan orang yang paling dipercaya oleh
ayahnya. Setelah ayah Azka meninggal dan dia mewarisinya
jaringan kerajaan bisnis hotel dan restoran ini, Albertlah yang
selalu membantunya, memberinya pendapat dari sisi
pengalaman, melengkapi apa yang tidak dimiliki oleh Azka.
Karena itulah Azka menghadiahi Albert cafe ini, tetapi
lelaki setengah baya itu menolaknya. Dia hanya ingin tinggal di
sebuah apartemen mini di bagian atas cafe dan tetap ingin
bekerja menjadi pelayan meskipun Azka sudah melarangnya.
Tetapi Albert bilang bahwa menjadi pelayan cafe ini bisa
membantunya tetap hidup. Dia kesepian dan bercakap-cakap
dengan para pelanggan bisa menyembuhkan sepinya, karena
itulah Azka mengizinkan Albert menjadi pelayan di Garden Cafe
ini. Albert meletakkan kopi panas untuk Azka dan
tersenyum, "Kau menyapanya malam itu, kau bahkan tidak
pernah menyapa pelanggan lain sebelumnya."
Azka tersenyum kecut, rupanya dia terlalu mudah
terbaca oleh Albert, "Tetapi bukan berarti aku tertarik
kepadanya." "Oh ya?" Albert mengangkat alisnya, "Sebelumnya kau
tidak pernah menginap di cafe ini." Seperti halnya Albert, Azka
mempunyai apartemen sendiri di sisi lain di bagian atas cafe ini.
Tetapi dia memang jarang memakainya, karena dia selalu
pulang ke rumahnya, kawasan hijau dan sejuk di perbukitan
pinggiran kota, dekat dengan area resor hotelnya. "Dan aku
hitung, sejak kau menyapa perempuan itu, kau selalu datang
kemari setiap malam, tanpa absen."
Azka terkekeh mendengar perkataan Albert, "Aku
memang tidak bisa membohongimu ya."
"Aku sudah mengenalmu sejak kecil." Albert tertawa,
"Kau tidak pernah bertingkah seperti ini sebelumnya dengan
perempuan manapun." Albert berdehem, "Begitu juga ketika
dengan Celia." Azka tertegun ketika nama Celia disebut. Wajahnya
sedikit memucat, dia lalu memalingkan muka dengan murung.
18 Santhy Agatha "Tetapi pada akhirnya semua akan tetap sama bukan?"
gumamnya sedih, "Seberapa besarpun aku tertarik kepada
perempuan itu, aku tidak akan pernah bisa memilikinya."
"Kau bisa memilikinya kalau kau mampu mengambil
keputusan tegas." "Tidak." Azka mengernyit seolah kesakitan, "Aku
memang bukan orang baik. Tetapi aku masih punya hati."
Tuhan tahu dia sudah tidak mencintai Celia,
tunangannya. Tetapi dia masih punya hati. Kesalahannya harus
dibayar, meskipun perasaannya yang dikorbankan.
?"" "Azka?" Suara lembut Celia menggugah Azka dari
lamunannya, membuat Azka menoleh dan langsung tersenyum
lembut, "Iya sayang?" Celia menyelipkan rambut panjangnya yang indah di
belakang telinganya, dan tersenyum lembut,
"Ada apa" Kau tampak begitu murung."
Azka mendesah, "Ah..iya... mungkin aku sedikit tidak
enak badan." Itu yang sesungguhnya. Dia sungguh merasa tidak
enak badan, dia tidak suka berada di sini, tetapi dia harus.
Setiap akhir pekan setelah kesibukan kantornya berakhir, dia
harus berada di sini, menghabiskan waktunya bersama Celia,
tunangannya. Tetapi pikirannya mengembara, ke cafe itu,
tempat perempuan bernama Sani itu selalu datang dan menulis
di sana sampai dini hari.
Azka tidak sabar untuk segera pergi dari sini dan menuju
Garden Cafe, mengamati Sani dari kejauhan.
"Pulanglah." Bisik Celia lembut, penuh pengertian,
"Mungkin kau kelelahan dan butuh istirahat."
Celia selalu seperti itu, begitu lembut dan penuh
pengertian. Apapun yang dilakukan Azka dia selalu mengerti.
Apalagi yang sebenarnya Azka cari"
Ditatapnya Celia dengan senyuman lembut, kemudian
dia menarik Celia mendekat dan mengecup keningnya,
You've Got Me From Hello 19 "Kau mau kuantar masuk?"
"Tidak Azka, pulanglah, aku bisa masuk sendiri." Jawab
Celia tanpa kehilangan senyumnya.
Azka menghela napas, lalu menyentuhkan jemarinya di
rambut Celia dengan lembut, "Terimakasih Celia, sampai
ketemu lagi besok ya."
Celia mengangguk, memundurkan kursi rodanya dan
memutarnya memasuki rumah. Azka menunggu sampai pintu
rumah itu tertutup, lalu melangkah pergi, tanpa menoleh lagi.
?"" Dalam perjalanannya pulang dari rumah Celia, Azka
merenung. Dulu semuanya baik-baik saja. Azka melabuhkan
cintanya kepada Celia, dan memutuskan untuk melamarnya.
Tetapi kemudian dia larut, sibuk dalam pekerjaannya dan lupa
untuk memberikan perhatiannya kepada perempuan itu.
Celia yang kehilangan cintanya, akhirnya memutuskan
untuk mencari perhatian dari lelaki lain. Dan dia
mendapatkannya dari sosok lelaki bernama Edo, yang ternyata
adalah seorang bajingan. Bajingan itu merenggut kegadisan Celia yang sedang
rapuh karena diabaikan oleh Azka. Lalu kemudian
meninggalkannya begitu saja dalam kondisi hamil.
Masa-masa itu sangat menyakitkan bagi Azka, ketika
Celia datang kepadanya dan mengakui semuanya, tentu saja
You've Got Me From Hello Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Azka marah besar. Mereka sedang berkendara di mobil, di
tengah hujan deras ketika Celia mengakui semuanya kepada
Azka. Azka yang marah menginjak gas begitu kencang untuk
meluapkan emosinya hingga kehilangan kewaspadaannya.
Mereka lalu mengalami kecelakaan fatal, kecelakaan yang
membuat Celiakeguguran anak hasil hubungannya dengan Edo,
dan tidak bisa berjalan lagi selamanya.
Azka sendiri hanya mengalami lecet-lecet, dia
mendengar kenyataan bahwa Celia akan lumpuh dan
merasakan penyesalan yang luar biasa. Dialah penyebab semua
ini, Celia menjadi lumpuh seumur hidup karena dirinya, karena
dialah mereka mengalami kecelakaan parah itu. Padahal
20 Santhy Agatha perselingkuhan Celia kalau ditelaah adalah karena
kesalahannya, Azka terlalu sibuk dengan bisnisnya sehingga
melupakan Celia. Bahkan dia hampir tidak punya waktu untuk
tunangannya itu, jadi wajar kalau Celia sampai mengais
perhatian dari lelaki lain.
Lalu Azka memutuskan bahwa dia harus bertanggungjawab. Dan pagi itu pula ketika Celia tersadarkan
diri dari kecelakaan, menangis ketika mengetahui bahwa dia
tidak bisa berjalan lagi, Azka memeluknya dan mengatakan
bahwa dia akan selalu mendampingi Celia selamanya. Dia
memaafkan kekhilafan Celia dan bertekad untuk melangkah ke
depan, meninggalkan yang lalu.
Azka mengira itu akan mudah. Toh dia mencintai Celia
sebelum kejadian itu, dipikirnya dia hanya perlu memaafkan
dan kemudian menjalani keadaan mereka seperti sebelumnya.
Tetapi kemudian dia merasakan perasaannya mulai terkikis
dan musnah, setiap menatap perempuan cantik itu. Lalu
menyadari kenyataan bahwa Celia telah mengkhianatinya dan
membiarkan dirinya disentuh oleh lelaki lain sampai
sedemikian jauhnya. Hari demi hari berlalu, sampai di titik cintanya musnah
begitu saja. Dia menjalani harinya dengan Celia hanya karena
dia merasa harus melakukannya. Azka yakin dia bisa
melakukannya, toh hatinya sudah mati rasa.
Sampai kemudian dia melihat Sani, dan terpesona lalu
tertarik kepadanya. Albert memang benar, Azka tidak pernah tertarik
kepada perempuan lain sebelumnya. Begitu kuat, begitu
memabukkan, membuatnya tak bisa memikirkan yang lain.
Membuatnya ingin mencoba mendekat bahkan meskipun dia
sadar bahwa dia tidak bisa memiliki perempuan itu.
Sejenak Azka ragu, dia berada di persimpangan jalan,
satu menuju ke arah rumahnya dan yang lain menuju ke arah
Garden Cafe. Pada akhirnya Azka mengarahkan mobilnya ke
arah Garden Cafe. Dia ingin melihat Sani.
?"" You've Got Me From Hello 21 Ketika dia memasuki pintu cafe itu, matanya mencari di
sudut yang biasa, dan menemukan Sani. Perempuan itu sedang
mengetik seperti biasa ditemani segelas anggur merah yang
tinggal tersisa setengahnya.
Sejenak Azka ragu, tetapi kemudian dia mendekat,
"Aku heran anggur itu tidak membuatmu mengantuk."
Sani langsung mendongak mendengar sapaannya, ada
tatapan terkejut di sana ketika melihat Azka berdiri di
depannya. Tetapi kemudian dia tersenyum lembut.
"Aku punya penyakit susah tidur akhir-akhir ini. Kata
Albert anggur ini bisa membantu, tetapi sepertinya aku kebal."
Azka tersenyum, "Kalau kau ingin mengantuk jangan
ikuti nasehat Albert, minumlah susu putih."
"Susu putih?" Sani mengeryit, "Aku tidak suka susu
putih, rasanya terlalu gurih dan menguarkan aroma yang aneh
di hidung, membuatku mual."
Kali ini Azka benar-benar terkekeh geli, "Aku baru kali
ini mendengarkan deskripsi yang begitu menarik tentang susu
putih." Godanya, "Apa yang sedang kau tulis?" Tanpa sadar Azka
menarik kursi dan duduk di depan Sani.
"Roman percintaan." Pipi Sani memerah, menyadari
bahwa dia ditatap oleh lelaki yang begitu tampan, dengan mata
cokelat muda dan rambut berantakan yang tampak sangat
menggoda. Tetapi kemudian dia mengeraskan hati.
Semakin tampan seorang lelaki berarti semakin
berbahaya dirinya. Gumamnya dalam hati.
"Roman percintaan" Dan sepertinya kau sedang
kehabisan ide?" Bagaimana lelaki ini tahu"
Sani mengangkat bahunya, "Tokoh utama di ceritaku
saling membenci, dan aku merasakan dorongan kuat untuk
membiarkannya seperti itu."
Azka terkekeh, "Tetapi kau tidak bisa membiarkannya
seperti itu?" 22 Santhy Agatha "Tidak bisa." Gumam Sani penuh penyesalan, "Karena ini
cerita roman, dan cerita roman karanganku harus berujung
Happy Ending." "Kenapa?" "Apanya?" "Kenapa harus Happy Ending?" Azka menatap ke arah
Sani dengan tajam, membuat Sani sedikit salah tingkah.
"Karena di kehidupan nyata kadangkala Happy Ending
bukanlah milik kita." Ingatan Sani langsung melayang kepada
Jeremy dan dia tersenyum pahit, "Karena itulah setidaknya
novelku bisa menjadi pengobat luka hati."
"Kau benar-benar penulis novel yang baik dan
memikirkan perasaan pembacanya." Gumam Azka sambil
tersenyum, yang ditanggapi Sani dengan mengangkat bahunya.
"Aku hanya ingin menyajikan kisah yang indah untuk
pembacaku." "Misi yang luar biasa baik, dan aku yakin itu bisa
membantu semua orang, karena kadang di dunia nyata ini kita
tidak selalu berakhir indah." Azka bangkit dari duduknya dan
menganggukkan kepala sopan, "Silahkan lanjutkan menulis,
maaf atas gangguanku."
?"" Azka sedang mengenakan dasinya untuk berangkat ke
kantor pusatnya di area resor hotelnya ketika pintu apartemen
pribadinya di lantai dua cafe itu diketuk. Dia mengernyitkan
keningnya, hari masih pagi. Cafe di bawah memang buka
duapuluh empat jam, tetapi yang pasti tidak akan ada yang
berani mengetuk pintunya sepagi ini. Bahkan Albertpun tidak
akan melakukannya. Dengan jengkel sekaligus ingin tahu, Azka membuka
pintu ruang kerjanya dan menemukan Keenan berdiri di sana.
Saudara kembarnya. "Kenapa kau kemari pagi sekali?" Azka mengernyit,
menatap adiknya ingin tahu. Azka dilahirkan lebih dulu 3 menit
sebelum Keenan. Karena itulah dia selalu menganggap dirinya
You've Got Me From Hello 23 sebagai kakak. Lagipula, secara kepribadian, dia memang lebih
dewasa dibandingkan Keenan. Keenan terlalu berpikiran bebas,
dia bahkan tidak mau memegang perusahaan warisan ayah
mereka dan memilih mengejar impiannya menjadi seorang
pelukis. Kadang Azka merasa iri kepada Keenan karena
kemampuannya untuk merasa bebas dan lepas dari tanggung
jawab. Azka sendiri tidak bisa. Perusahaan ayahnya harus
dikendalikan. Dan karena Keenan tidak bisa diandalkan, maka
dia mengambil alih seluruh tanggung jawab itu di pundaknya.
Mungkin dia memang ditakdirkan untuk selalu memikul
tanggung jawab terhadap orang lain di pundaknya, pikirnya
pahit. Sementara itu Keenan tampak tidak peduli, dia
melangkah masuk ke apartemen Azka dan membanting
tubuhnya di sofa, "Aku sedang menerima proyek melukis untuk desain
kantor di dekat resor kita. Pekerjaan itu baru selesai tadi pagi
dan aku memutuskan untuk berkunjung ke rumahmu pagi ini
sekaligus menumpang tidur. Tetapi kata pelayan sudah berharihari kau tidak ada
di sana dan tidur di Garden Cafe." Keenan
merengut, "Jadi aku terpaksa menyusul kemari."
Azka meraih jasnya dan melirik adiknya tanpa ekspresi,
"Kau bisa menumpang tidur di kamar." Gumamnya tenang, "Aku
harus bekerja." "Kau tampak tidak sehat." Gumam Keenan ketika
mengamatinya, "Dan kurus. Apakah memimpin perusahaan ini
membuatmu begitu sibuk sampai lupa mengurus dirimu?"
Mereka berdua memang sudah lama tidak bertemu,
hampir enam bulan lebih. Itu karena Keenan memutuskan ke
Belanda, untuk mengunjungi guru melukisnya di sana. Adik
kembarnya itu baru pulang sebulan yang lalu, tetapi mereka
sama-sama sibuk hingga sekaranglah pertemuan mereka yang
pertama setelah enam bulan berlalu.
Azka sendiri mengamati adiknya yang tampak begitu
segar dan tanpa beban, lalu mengernyit,
24 Santhy Agatha "Salah satu dari kita harus menjalankan perusahaan ini."
"Kau tidak perlu melakukannya, kau tahu itu." Keenan
memundurkan tubuhnya dan menyandarkan dirinya di sofa,
"Perusahaan itu bisa saja kau serahkan kepada para tangan
kanan ayah, selama ini bukankah mereka juga yang
menjalankannya?" "Tetapi perusahaan ini tetap butuh seseorang yang
mengendalikannya, Keenan." Azka bergumam tajam. "Aku
bukan orang bebas yang bisa melepaskan tanggung jawab
seperti dirmu." Sindirnya.
Keenan malahan tertawa, "Dan kaupun memikul
tanggung jawab itu, ciri khas seorang Azka." Wajahnya berubah
serius, "Sama halnya seperti yang kaulakukan kepada Celia."
"Aku tidak mau membicarakannya." Azka langsung
memalingkan muka, berusaha memutus percakapan. Mereka
pasti akan berakhir dengan adu argumentasi ketika
membicarakan Celia. Keenan adalah salah satu orang yang menentang keras
ketika Azka melanjutkan pertunangannya dengan Celia. Dia
tentu saja tahu tentang pengkhianatan Celia dan menganggap
Azka bodoh karena memikul tanggung jawab terhadap Celia.
Padahal kecelakaan yang dialami Celia seharusnya bukanlah
kesalahan Azka. "Tidakkah kau bertanya-tanya bahwa sebenarnya ada
jodohmu di luar sana?" Keenan terus mengejar, tidak peduli
akan ekspresi membunuh yang dilemparkan Azka kepadanya,
"Tidakkah kau ingin tahu bahwa pasangan jiwamu sedang
menunggu jauh di sana" Menanti untuk kau temukan" Kalau
kau terus terpaku pada Celia, yang jelas-jelas tidak kau cintai,
kau akan kehilangan kesempatanmu untuk menemukan
jodohmu yang sesungguhnya."
"Aku tidak menyangka kau bisa begitu puitis." Azka
berusaha menghindar dari bahasan tentang Celia. Dia sedang
tidak mau memikirkannya. "Aku seorang seniman, meskipun aku pelukis, tetap saja
aku bisa puitis." Keenan tertawa, "Berbeda dengan dirimu yang
You've Got Me From Hello 25 begitu kaku." Wajahnya melembut, "Aku hanya ingin kau
berhenti menyiksa dirimu, kak."
Apakah sejelas itu" Azka berusaha memasang wajah datar, "Kalau kau ingin
aku sedikit lebih baik, bantulah aku di perusahaan."
'Tidak." Keenan langsung menjawab cepat, "Berkemeja
rapi, memakai jas dan dasi bukanlah gayaku. Aku bisa mati
bosan kalau bekerja di kantor." Dengan santai dia melangkah
berdiri dan menuju kamar Azka, "Selamat menikmati harimu."
Gumamnya santai lalu menghilang ke dalam kamar.
?"" Sani sedang melangkah keluar dari pintu putar
apartemennya, hendak menuju ke supermarket terdekat untuk
membeli bahan makanan sebagai pengisi kulkasnya ketika
langkahnya membeku di trotoar.
Mobil warna biru itu dengan pelat nomor yang sangat
dikenalnya. Itu mobil Jeremy... Dan benar saja, lelaki itu melangkah keluar dari
mobilnya dan berdiri tepat di depan Sani,
"Hai Sani." Sapanya seolah-olah tidak pernah terjadi apaapa di antara mereka,
"Apa kabarmu" Aku kemari untuk
mengunjungimu, aku merindukanmu." Bisiknya lembut.
Bisikan itu dulu pernah membuat hati Sani hangat.
Tetapi sekarang tidak lagi, dia menggertakkan giginya dengan
marah, "Apa yang kau lakukan di sini?"
Jeremy mengangkat bahunya, "Mengunjungimu tentu
saja, kau pikir apa" Aku harap setelah kau puas dengan tingkah
kekanak-kanakanmu kita bisa bercakap-cakap dengan kepala
dingin." Tingkah kekanak-kanakannya, katanya"
Sani menahan dirinya untuk maju dan menampar
Jeremy. Berani-beraninya lelaki itu muncul di depannya seolah
tidak bersalah dan mengganggu ketenangan hidupnya lagi.
26 Santhy Agatha "Aku tidak mau bercakap-cakap denganmu. Minggir."
Gumam Sani marah, ketika Jeremy dengan sengaja menghalangi
jalannya di trotoar yang sempit itu.
Tetapi Jeremy tidak bergeming, dia malahan semakin
sengaja menghalangi Sani lewat.
"Kita harus bicara Sani, ayolah hentikan sikap kekanakkanakanmu itu dan
berbicaralah dengan dewasa."
You've Got Me From Hello Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku rasa aku sudah mengambil keputusan dewasa
dengan mengakhiri pertunangan kita. Menyingkirlah Jeremy
dan biarkan aku lewat."
Sani berusaha mencari jalan melewati Jeremy, tetapi
karena lelaki itu menghalangi jalannya, dia merengut kepada
Jeremy dengan tatapan menghina, "Ah sudahlah!" Gumamnya
marah lalu membalikkan tubuhnya, hendak berbalik dan
meninggalkan Jeremy. Sayangnya gerakannya kurang cepat, Jeremy sudah
meraih lengannya dan mencekalnya,
"Dengarkan aku dulu Sani, kau harus mendengarkan
aku!" seru Jeremy mulai emosi. Lelaki itu bahkan tidak peduli
akan lirikan orang-orang di sekitar mereka.
Sani malu, sungguh-sungguh malu. Dengan sekuat
tenaga dia berusaha melepaskan cekalan tangan Jeremy di
lengannya, berusaha melepaskan diri dari Jeremy. Dia jijik, dia
benci, dan dia sangat muak kepada laki-laki ini.
Di tengah usahanya melepaskan diri, sebuah mobil
berwarna merah menyala menepi ke trotoar di dekat mereka.
Azka turun dari mobil dan mengernyit, dari kejauhan dia sudah
melihat lelaki itu mencengkeram lengan Sani dan Sani yang
berusaha melepaskan diri. Pada akhirnya dia tidak bisa
menahan diri untuk mendekat,
"Bisakah kau lepaskan perempuan itu" Tampaknya dia
tidak mau berurusan denganmu." Gumamnya dingin.
Membuat Sani dan Jeremy menoleh bersamaan.
You've Got Me From Hello 27 "Mencintai berarti belajar mengalahkan ketakutan untuk
tersakiti di kemudian hari."
3 Sani mengernyit melihat kehadiran Azka di sana. Itu pria
pemilik cafe itu, batinnya bingung. Tetapi kemudian dia melihat
kesempatan untuk melarikan diri dari Jeremy. Pegangan Jeremy
di tangannya melemah, membuat Sani bisa menyentakkan
tangannya dan melepaskan diri.
"Sani." Jeremy masih berusaha mengikuti Sani, tetapi
dengan cepat Sani melompat, bersembunyi di belakang
punggung Azka yang bidang. Dan dengan penuh pengertian
pula Azka langsung berdiri melindunginya.
"Saya rasa Sani tidak mau berbicara lagi dengan anda.'
Mata Jeremy memancar marah menatap ke arah Azka,
"Saya tidak tahu anda siapa." Desisnya geram, "Tetapi Sani
adalah tunangan saya dan saya berhak berbicara dengannya."
"Mantan tunangan." Sani menyela dari punggung Azka,
"Dan aku tidak mau berbicara denganmu."
"Anda dengar bukan?" Azka melemparkan pandangan
mencemooh ke arah Jeremy, "Saya rasa lebih baik anda
meninggalkan Sani sendirian."
Kemudian dengan sikap tegas, sebelum Jeremy bisa
berbuat apa-apa, Azka menggiring Sani memasuki mobilnya.
Meninggalkan Jeremy yang terperangah dengan muka masam
di sana. ?"" "Dia mantan tunanganku." Sani melirik gelisah ke arah
Azka, setelah dia berada di dalam mobil dan Azka melajutkan
mobilnya. Sani baru menyadari bahwa dia telah begitu saja
masuk ke dalam mobil seorang lelaki yang bahkan hampir sama
sekali tidak dikenalnya. 28 Santhy Agatha Azka melirik sedikit ke arah Sani, ekspresi wajahnya
tidak bisa ditebak, "Mantan?" tanyanya tenang.
Sani menganggukkan kepalanya, "Ya, hubungan kami
tidak berjalan sebaik semestinya. Aku memutuskan hubungan
dan rupanya Jeremy masih belum terima." Sani menatap ke
pinggir jalan, "Bisakah aku turun di depan sana?"
Azka mengernyit, "Kenapa harus turun di depan sana?"
Dan kenapa pula aku tidak boleh turun" Sani membatin,
lagipula dia tidak tahu mobil ini akan dibawa kemana oleh
Azka. Dia harus tetap waspada meskipun Azka tampaknya baik
dan tidak berniat jahat kepadanya.
"Aku hendak ke supermarket berbelanja bahan
makanan, dari pertigaan itu aku tinggal naik angkutan umum
satu arah ke sana." Sani berkata jujur, dia memang hendak naik
angkot ke supermarket itu sebelumnya sebelum insiden Jeremy
yang mencegatnya di jalan tadi.
"Aku akan mengantarmu." Dengan tangkas Azka
membelokkan mobilnya ke arah tikungan yang dimaksud Sani.
Sani mengernyitkan keningnya, penampilan Azka seperti
orang yang akan berangkat kerja, dia sangat rapi dengan jas
dan dasi yang terpasang di badannya. Apakah selain memiliki
cafe lelaki ini juga bekerja kantoran" Batinnya dalam hati.
"Kau tidak berangkat bekerja?" Akhirnya Sani
memberanikan diri untuk bertanya.
Azka terkekeh, "Aku bisa datang semauku." Gumamnya
misterius, membuat Sani terdiam dan menebak-nebak.
Mobil lalu berhenti di parkiran supermarket itu, Sani
membuka pintu dan turun dengan segera.
'Terima kasih sudah mengantarku, dan terima kasih
sudah menyelamatkanku dari Jeremy." Gumamnya pelan.
Azka menatap Sani dengan tatapan aneh yang sangat
dalam, tidak bisa ditebak apa artinya, lalu lelaki itu tersenyum
lembut, You've Got Me From Hello 29 "Sama-sama Sani." Suaranya terdengar lembut dan
menggetarkan. Lalu Azka memutar mobilnya dan keluar dari
parkiran itu, diiringi tatapan bingung Sani.
?"" Dia tidak bisa berhenti memikirkan lelaki itu.
Bahkan sekarang di saat dia sudah di rumah dan sibuk
memasukkan barang belanjaannya ke dalam kulkas. Ingatan
tentang Azka, dan wajahnya terngiang-ngiang terus di
benaknya. Sani berusaha melupakan Azka, dengan cara mengingat
pengkhianatan yang dilakukan oleh Jeremy sekaligus
mengingatkan dirinya sendiri bahwa saat ini bukanlah saat
yang tepat untuk tertarik kepada lelaki baru. Tetapi benaknya
tidak mau berkompromi. Seolah ada sesuatu yang menariknya,
membuatnya selalu teringat kepada Azka.
?"" Malam itu Sani berjalan dengan was-was menyeberang
dari arah apartemennya menuju Garden Cafe. Dia mengintip ke
seluruh jalanan tetapi tidak melihat keberadaan Jeremy
ataupun mobil birunya, dengan lega dia menarik napas,
Mungkin Jeremy telah menyerah untuk sementara.
Sani lalu memasuki pintu cafe itu. Seperti biasa, Albert
yang sedang ada di dekat bar menyambutnya,
"Segelas anggur lagi Nona Sani?" sapanya ramah,
Sani mengangguk dan tersenyum lembut,
"Satu saja ya Albert." dia butuh segelas anggur itu untuk
membantunya tidur. Tidur dan melupakan semua hal yang ada
di dunia nyata. Ketika dia melangkah menuju tempatnya di sudut, dia
hampir bertabrakan dengan sosok lelaki yang tiba-tiba melintas
cepat di sana. "Oh. Maaf." Ada senyum di suara lelaki itu, "Aku tidak
melihatmu, kau begitu mungil."
Sani mendongakkan kepalanya, dan ternganga, Lelaki itu
amat sangat mirip dengan Azka bagaikan pinang dibelah dua.
30 Santhy Agatha Tetapi meskipun begitu Sani tahu kalau lelaki ini bukan Azka,
penampilan mereka berdua yang pasti sangat berbeda. Lelaki
yang ada di depannya ini berambut setengah panjang sampai
menyapu kerahnya, sementara Azka berpotongan rapi. Gaya
berpakaiannyapun sangat bertolak belakang, Sani ingat ketika
bertemu Azka di malam hari waktu itu, dia mengenakan celana
khaki yang formal dan sweater panjang yang membungkus
tubuhnya bagaikan model yang elegan. Sementara lelaki yang
ada di depannya ini mengenakan celana jeans yang sangat
pudar hingga hampir putih dan kaos longgar yang sedikit kusut.
Keenan menatap Sani yang masih termangu meneliti
dirinya lalu tergelak, "Kau pasti mengira aku adalah Azka."
Tebaknya lucu lalu mengulurkan tangannya, "Kenalkan aku
Keenan, saudara kembar Azka."
Saudara kembar, pantas saja mereka begitu mirip, batin
Sani masih kaget. Lalu dia tergeragap dan menyambut uluran
tangan lelaki itu dan menyebutkan namanya. Keenan
menggenggam tangannya dengan erat dan bersemangat,
berbeda dengan genggaman tangan Azka yang halus dan elegan
ketika mereka berkenalan waktu itu.
"Kau temannya Azka?" Keenan menatap Sani dengan
menyelidik. Ada nada ingin tahu di dalam suaranya, meskipun
lelaki itu tetap tersenyum manis.
Sani menggelengkan kepalanya, dia tidak bisa disebut
teman Azka bukan" "Bukan. Saya bukan temannya. Saya pelanggan cafe ini."
"Oh. Dan kau mengenal Azka?"
Sani menganggukkan kepalanya, "Saya tahu Azka
pemilik cafe ini, kadang-kadang dia menyapa pengunjung cafe
ini bukan?" Keenan menyipitkan matanya, "Menyapa pengunjung
cafe ini?" matanya bersinar misterius, "Mungkin saja."
Senyumnya mengembang, "Oke aku harus pergi, senang
bertemu denganmu, Sani." Lelaki itu membungkuk hormat
dengan gaya menggoda lalu melangkah pergi.
You've Got Me From Hello 31 Sementara itu Sani masih mengamati kepergian Keenan
dengan dahi mengerut, ketika Albert mendekatinya.
"Saya lihat anda sudah bertemu dengan Tuan Keenan."
Gumamnya, mendahului Sani melangkah ke meja Sani yang
biasanya, lalu meletakkan anggur dan cemilan pesanan Sani di
meja, "Beliau saudara kembar Tuan Azka, tetapi anda lihat
sendiri mereka sangat bertolak belakang."
Seperti pinang dibelah dua, tetapi sangat bertolak
belakang. Sani menyetujui dalam hati. Lalu keningnya berkerut
ketika mengingat Azka. Lelaki itu tidak tampak di mana-mana.
Sani mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, lalu
menghela napas panjang. Ada apa dengan dirinya" Dia datang ke cafe ini untuk
mengetik cerita dan menyalurkan isnpirasi menulisnya bukan"
Dia datang ke sini bukan untuk bertemu Azka. Dengan cepat
Sani membuka laptopnya, lalu mulai mengetik di file yang
sudah disiapkannya. Lama setelahnya, Sani menyadari bahwa
dia membohongi batinnya sendiri, bahwa dia amat sangat ingin
melihat Azka meskipun hanya sedetik saja.
?"" Celia tersenyum ketika menghidangkan makanan itu di
meja, dibantu oleh beberapa pelayan dia meletakkan makananmakanan itu untuk
Azka. Ya. Celia khusus memasak untuk Azka
malam ini, dia mengikuti kursus memasak untuk mengisi
kesibukannya dan memutuskan untuk mengundang Azka
mencicipi hasilnya. "Aromanya enak." Azka tersenyum lembut, "Sepertinya
mereka mengajarimu dengan baik." Azka mengambil
makanannya dan mencicipi, lalu memutar bola matanya, "Dan
rasanya juga enak." Celia terkekeh, menarik kursi rodanya mendekat dan
duduk di seberang Azka, "Kau yakin kau tidak berbohong untuk
menyenangkanku?" "Tidak." Azka mengunyah dengan bersemangat,
"Masakan ini memang benar-benar lezat."
32 Santhy Agatha "Nanti setelah kita menikah, aku akan memasakkan
makan malam untukmu setiap malam." Celia tertawa. "Aku
akan memilih menu yang berbeda-beda supaya kau tidak
bosan." Azka langsung menelan dengan susah payah, makanan
yang dikunyahnya tiba-tiba terasa seperti pasir ketika Celia
menyinggung pernikahan. Hingga dia harus meminum air
untuk membantunya menelan makanannya.
Dia berusaha menjaga wajahnya tetap penuh senyum
supaya Celia tidak menyadari perubahan suasana hatinya. Dan
rupanya Celia memang tidak menyadarinya, perempuan itu
sedang menerawang membayangkan persiapan pernikahan
mereka. "Mama dan papa akan pulang dari Australia minggu
depan, dan semoga kita bisa membicarakan persiapan
pernikahan dengan lebih terperinci ya." Mata Celia berkacakaca ketika menatap
Azka. "Terima kasih Azka, atas cintamu
yang penuh maaf, aku bersyukur karena bisa memilikimu."
Azka mencoba tersenyum tetapi yang muncul adalah
senyuman pahit yang tak tertahankan.
?"" Ketika mobil Azka berlalu, Celia menatap dari teras
dengan keheningan yang menyesakkan.
Semakin lama Azka semakin berbeda dan terasa begitu
jauh, dia menyadarinya. Celia tahu insiden pengkhianatannya
yang sangat fatal itu membuat Azka semakin jauh dari dirinya.
Tetapi lelaki itu bersedia mendampinginya untuk seterusnya,
berkomitmen supaya menjaganya. Dan Celia sangat takut
kehilangan Azka, dia tidak bisa hidup tanpa lelaki itu.
"Nona Celia mau dibantu?" seorang pelayannya
menengok ke arah teras, ke arahnya.
Celia tersenyum, "Tidak usah bi, aku bisa membawa
kursi rodaku masuk sendiri kok." Dengan tenang dia berdiri,
lalu melipat kursi rodanya dan membawanya masuk ke dalam
rumah. ?"" You've Got Me From Hello 33 Ketika Azka sampai di Garden Cafe itu, sudah menjelang
tengah malam, jalanan macet karena malam ini adalah malam
libur sehingga Azka menghabiskan banyak waktunya di jalanan.
Dia melangkah masuk ke arah cafe, berharap-harap cemas,
ingin menemukan sosok Sani di dalam sana.
You've Got Me From Hello Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tetapi perempuan itu tidak ada. Azka membatin dalam
diam. Menahan kekecewaan di hatinya. Apakah malam ini Sani
tidak menulis di cafe ini"
Albert yang melihat Azka datang langsung mendekatinya
dan tersenyum memahami, "Nona Sani tentu saja datang tadi,
dia menulis sebentar lalu pulang. Katanya dia mengantuk,
mungkin anggur merah itu mulai bereaksi kepadanya." Albert
terkekeh, "Ngomong-ngomong, Nona Sani tadi berkenalan
dengan Tuan Keenan."
"Sani berkenalan dengan Keenan" Bagaimana bisa?"
"Tuan Keenan tadi pulang tepat pada saat Nona Sani
datang, mereka berpapasan."
"Oh." Azka menghela napas panjang, menyembunyikan
kecemasannya. Kalau sampai Keenan memperhatikan Sani, dia
pasti akan kalah. Selalu begitu, para perempuan lebih menyukai
Keenan yang penuh canda dan mempesona daripada dirinya
yang serius dan pendiam. "Aku tidak ingin Keenan bertemu dengan Sani lagi,
Albert, apapun caranya." Tiba-tiba dia merasakan firasat itu.
Meskipun dirinya dan Keenan bertolak belakang dalam segala
hal, tetapi dalam selera wanita mereka sama.
Kalau Keenan tertarik pada perempuan, maka Azka akan
mempunyai ketertarikan yang sama. Begitupun tentang Celia,
Celia dulu tergila-gila kepada Keenan, tetapi karena Keenan
tidak pernah serius dengan perempuan, Celia mengalihkan
perhatiannya kepada Azka.
Apakah Keenan merasakan getaran yang sama, yang
dirasakanolehnya ketika melihat Sani"Batin Azka bertanyatanya, mencoba mengusir
kecemasan di dalam benaknya.
Sementara itu Albert mengerutkan keningnya sambil
mengawasi Azka, "Bagaimana caranya mencegah Tuan Keenan
34 Santhy Agatha bertemu dengan Nona Sani" Tuan Keenan bisa datang dan pergi
sesuka hatinya." "Kalau ada Sani di dalam, tahan Keenan dimanapun dia
berada. Pokoknya jangan sampai mereka bertemu lagi." Azka
bersikeras. Dia lalu memijit dahinya yang mulai berdenyut
pusing, "Aku lelah sekali hari ini, Albert."
Albert mengangkat alisnya, "Karena melewatkan malam
bersama Nona Celia?" tebaknya dengan tepat, membuat Azka
menghela napas panjang, tidak membantah tetapi tidak juga
mengiyakan. ?"" "Hai." Sani menolehkan kepalanya dan mengernyit ketika
menemukan Azka sedang bersandar di dekat pintu putar
apartemennya, lelaki itu tampaknya sedang menunggunya,
Benarkah" Sani mengernyitkan keningnya.
"Aku menunggumu dari tadi." Azka langsung bergumam,
menjawab keraguan Sani. "Bagaimana kabarmu" Apakah lelaki
itu... mantan tunanganmu, mendatangimu lagi?"
Sani tersenyum pahit, "Sepertinya dia memutuskan
untuk menyerah sementara."
"Apa yang dia lakukan sehingga kau tampak begitu
membencinya, Sani?" Sani tercenung, kenapa Azka ingin tahu?"Dia
mengkhianatiku. Dengan sangat parah." Suara Sani terdengar
serak, selalu begitu setiap dia mengingat Jeremy, "Dan aku tidak
bisa memaafkannya." Azka langsung terkenang akan pengkhianatan yang
dilakukan Celia kepadanya, dia bisa memahami perasaan Sani.
Dan merasa Sani lebih beruntung, karena perempuan itu bebas
membenci dan meninggalkan, tidak seperti dirinya.
"Tetapi sepertinya dia belum menyerah." Gumam Azka
kemudian, mengingat bagaimana Jeremy mencekal lengan Sani
dan memaksa untuk berbicara.
You've Got Me From Hello 35 Sani tertawa, "Dia memang begitu, tidak pernah mau
menerima pendapat orang lain. Tetapi aku akan menunjukkan
kepadanya bahwa kali ini dia tidak punya kesempatan lagi."
"Karena kau seorang pendendam?" Gumam Azka, sambil
tersenyum, "Bukan." Sani menggelengkan kepalanya, "Karena aku
bisa memaafkan, tetapi tidak akan pernah bisa melupakan."
Jawab Sani mantap. Azka tertegun, apakah itu juga yang dia rasakan kepada
Celia" Bisa memaafkan segala kesalahan Celia di masa lalunya,
tetapi tetap tidak bisa melupakannya"
"Kau mau kemana?" Azka menatap penampilan Sani
yang lumayan rapi, dengan celana hitam dan kemeja formal
berwarna krem. Sani mengamati penampilannya sendiri dan tersenyum,
"Ini penampilan paling rapi yang bisa kulakukan. Aku akan
menemui editorku dan menghadap perwakilan penerbit di kota
ini, untuk membicarakan kontrak novel terbaruku."
"Di mana?" tanya Azka.
Sani menyebut nama sebuah daerah perkantoran yang
lumayan jauh dari tempat mereka berdiri sekarang,
"Mau kuantar?" Azka langsung menawarkan.
Sani langsung menggelengkan kepalanya, tidak mungkin
dia menerima tawaran kebaikan lelaki itu kepadanya. Meskipun
dia bertanya-tanya apa yang dilakukan Azka menunggunya di
sini, "Tidak usah, terima kasih. Aku sudah memesan taksi."
Senyum Sani berubah lembut, "Sampai jumpa."
"Oke. Sampai jumpa lagi." Azka menyandarkan tubuhnya
di dinding, mengamati Sani yang melangkah pergi menuju
tempat taksinya menunggu. Dicatatnya dalam hatinya
bagaimana Sani mengatakan 'sampai jumpa', dan bukannya
'selamat tinggal' kepadanya.
?"" "Kau sudah menemukan alamat pria bernama Jeremy
itu?" Azka menelepon salah satu pegawai kepercayaannya di
36 Santhy Agatha kantor cabang mereka di tempat asal Sani. Dia ingin
menyelidiki tentang Jeremy. Well, setiap orang yang akan
berperang harus mempelajari musuhnya masing-masing
bukan" Azka sendiri tidak tahu kenapa dia melakukannya, tetapi
ketertarikannya kepada Sani sendiri sungguh sangat
mengganggunya. Dia tidak bisa melepaskan Sani dari
pikirannya, seluruh batinnya tersita untuk Sani. Perempuan itu
telah mendapatkannya dari pertama kali mereka saling
menyapa. "Dan setelah kau mendapatkan alamat Jeremy, apa yang
akan kau lakukan?" Albert yang sedari tadi duduk di ruang
kerja Azka di atas cafe itu mengernyitkan keningnya,
"Menyingkirkannya?"
"Mungkin." Mata Azka bersinar tajam, "Aku sudah
terbiasa menyingkirkan orang-orang yang menghalangi
jalanku." "Jalanmu?" Hanya Albert satu-satunya orang yang tahu
kekejaman tersembunyi di balik sikap Azka yang tenang dan
terkendali. Dan hanya Albert pulalah yang berani membantah
dan mempertanyakan semua keputusan Azka. Karena dia tahu
jauh di dalam hati Azka, tersimpan kebaikan yang luar biasa
besar, bertolak belakang dengan kekejamannya. Buktinya lakilaki itu tidak tega
membuang Celia begitu saja. "Jalanmu untuk
apa, Azka" Untuk memiliki Sani" Bukankah kau tidak bisa
memiliki Sani selama masih ada Celia?"
Ah iya. Celia. Azka sendiri masih belum tahu apa yang akan
dilakukannya kepada Celia. Apakah terlalu kejam meninggalkan
Celia yang lumpuh dan tidak berdaya seperti itu"
Tetapi Azka tidak bisa membohongi perasaannya,
perasaan yang dirasakannya dengan begitu kuat kepada Sani.
"Akan kupikirkan nanti." Gumam Azka sekenanya.
Albert langsung mengangkat alisnya, "Pernikahanmu
dengan Celia hampir delapan bulan lagi, Azka."
You've Got Me From Hello 37 "Aku tahu." Dan Azka harus bisa bersikap tegas,
menentukan apa yang akan dilakukannya selanjutnya.
Albert sendiri hanya tercenung, dia mencemaskan Azka.
Baginya Azka sudah seperti anaknya sendiri karena dia
memang tidak punya keluarga lagi. Pada saat Azka memutuskan
melanjutkan pertunangannya dengan Celia waktu itupun Albert
sudah tidak setuju. Azka hanya didorong oleh rasa bersalah.
Albert takut kalau pada akhirnya Azka bisa menemukan orang
yang benar-benar dicintainya, dan dia terlanjut terikat kepada
Celia" Dan sepertinya, apa yang ditakutkannya sudah terjadi.
?"" Sani menoleh ke arah Kesha yang sedang asyik memilihmilih hiasan rumit dari
kerang di bazaar itu, "Kau belum selesai?" tanyanya, kakinya mulai kelelahan
karena berjalan begitu jauh mengelilingi seluruh area bazaar
yang sangat luas. Kesha mengajaknya ke tempat ini sepulang
dia bertemu dengan penerbit tadi. Dan itu adalah sebuah
kesalahan besar, karena begitu berbelanja, sepertinya Kesha
tidak bisa berhenti. "Aku masih ingin melihat pakaian di sebelah sana."
Kesha menunjuk sudut yang jauh, "Tadi ketika kita lewat, aku
melirik ada satu baju yang warnanya lucu."
Sani mengernyit ketika membayangkan harus berjalan
lagi ke arah sana, "Kenapa kau tadi tidak berhenti ketika kita
lewat sana?" Kesha tampaknya tidak memahami kelelahan Sani, "Aku
tadi masih ragu apakah aku menginginkannya atau tidak."
Matanya tertuju pada gelang kerang yang dicobanya, "Sekarang
aku memutuskan bahwa aku menginginkannya." Kesha
menyerahkan gelang yang dipilihnya kepada penjualnya. Lalu
menunggu gelang itu dibungkus dan kemudian dia
membayarnya. Setelah itu dia setengah menggandeng Sani ke arah
lokasi penjual baju yang dimaksudkannya, "Yuk." Gumamnya
bersemangat. 38 Santhy Agatha Dengan menyeret langkah, Sani mengikuti Kesha yang
berjalan begitu cepat dan bersemangat. Kakinya sakit, dan dia
sedikit oleng ketika menembus keramaian itu. Seseorang
sepertinya tanpa sengaja mendorongnya sehingga tubuhnya
tergeser ke samping, menabrak seseorang.
"Ups." Gumam suara itu, sebuah tangan yang kuat
menopangnya. Sani mengenali suara itu dan dia mendongakkan
kepalanya, "Sepetinya kau ditakdirkan untuk selalu menabrakku."
Wajah Keenan yang ada di depannya, dan lelaki itu tersenyum
geli menatapnya. You've Got Me From Hello 39 "Dan aku masih berdiri di sini, menatap punggungmu yang
berlalu pergi." 4 "Keenan?" "Ya ini aku." Keenan terkekeh, apa yang kau lakukan di
sini?" "Aku mengantar temanku." Sani mendongakkan
kepalanya, mencoba mencari tetapi Kesha sepertinya sudah
ditelan keramaian jauh di depannya, "Dan sepertinya dia sudah
hilang." Gumam Sani, mendesah kesal.
Keenan tertawa, "Begitulah kalau kau berjalan di baazar
tahunan. Keadaannya selalu seperti ini setiap tahun, selalu
ramai." Sani masih menatap ke arah kepergian Kesha. Berharap
bahwa sahabat sekaligus editornya itu akhirnya menyadari
bahwa mereka terpisah dan kemudian kembali untuk
mencarinya. "Kau sendiri apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya
kepada Keenan kemudian ketika menyadari bahwa laki-laki itu
tidak berniat untuk pergi.
"Aku?" Keenan tertawa. Lelaki ini benar-benar ceria dan
banyak tertawa, jauh berbeda dengan Azka, Gumam Sani dalam
hati, "Aku lelaki bebas, kudengar di sini ada keramaian jadi aku
datang untuk melihat, itu saja."
"Sani!" itu teriakan Kesha, perempuan itu akhirnya
menyadari bahwa dia terpisah jauh dari Sani. Dia sedang
berjuang menembus keramaian untuk menghampiri Sani yang
sudah menepi bersama Keenan di dekat stan sepatu.
Akhirnya Kesha berhasil mendekatinya, napasnya
terengah-engah, "Fyuh ramai sekali di sana, kita bahkan tidak
bisa menawar dengan nyaman...." Lalu Kesha tertegun
40 Santhy Agatha menyadari lelaki luar biasa tampan yang sedang berdiri
bersama Sani, mulutnya bahkan ternganga.
"Hai." Keenan tersenyum ramah, sepertinya lelaki itu
sudah biasa dipandang dengan tatapan kagum oleh para
perempuan, "Aku Keenan, aku kenalan Sani." Gumamnya
mengulurkan tangannya. Kesha membalas uluran tangan itu seolah terhipnotis,
matanya menatap terpesona pada Keenan.
Keenan hanya melemparkan tatapan geli kepada Sani,
lalu melangkah menjauh, "Sepertinya kau sudah menemukan
temanmu." Ditepuknya pundak Sani dengan akrab, "Lain kali
hati-hati ya." Gumamnya lalu melambaikan tangan dan
melangkah pergi. Mata Kesha bahkan terpaku sampai Keenan menghilang
dari pandangan matanya. "Wow..." dia menatap terpesona, lalu menoleh kepada
Sani dengan pandangan menuduh, "Katakan padaku di mana
kau menemukan lelaki setampan itu. Dia bilang dia kenalanmu
bukan?" Sani terkekeh melihat betapa tertariknya Kesha kepada
Keenan, "Dia saudara kembar pemilik cafe yang kuceritakan
kepadamu." "Setampan itu dan ada dua orang?" Kesha terperangah,
You've Got Me From Hello Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lalu menggeleng-gelengkan kepalanya, "Hebat Sani, aku yang
sudah bertahun-tahun di kota ini, belum pernah beruntung
menemukan lelaki dengan penampilan fisik dan senyuman
sesempurna itu. Dan kau baru beberapa waktu disni, kau sudah
berkenalan dengan dua laki-laki tampan."
Sani tertawa tergelak, "Ah kau melebih-lebihkan." Dia
menatap cemas ke sekeliling yang mulai ramai, "Kita pulang
saja yuk, aku lelah."
Untunglah Kali ini Kesha tidak menolak.
?"" "Aku bertemu dengan gadis itu." Keenan baru saja
datang berkunjung ke Garden Cafe, dan Azka menemuinya di
You've Got Me From Hello 41 apartemennya. Lelaki itu langsung waspada ketika Keenan
menyebut tentang 'gadis itu'.
Dan benar saja, Keenan langsung melemparkan
pertanyaan yang sama sekali tidak disukai oleh Azka.
"Apakah dia alasan kau tidak pernah pulang ke
rumahmu lagi dan selalu menginap di sini?"
Azka memasang wajah keras, "Apa maksudmu?"
"Yah. Kau bertingkah di luar kebiasaanmu, para
pelayanmu di rumah bilang kalau kau tidak pernah tidur di
sana dan selalu tidur di cafe ini. Dan kau juga menyapa gadis
itu." Keenan mengangkat bahu ketika Azka melemparkan
tatapan tajam kepadanya, "Aku tahu info itu dari gadis itu
ketika aku bertabrakan dengannya. Katanya kau menyapanya
ketika dia duduk di cafe itu, dia bilang mungkin itu budaya cafe
ini, sang pemilik menyapa ramah pelanggannya." Lirikan
Keenan berubah penuh arti, "Tetapi kita tahu bahwa itu tidak
benar bukan" Kau selalu menghindari semua pengunjung cafe
dan hotelmu seperti mereka adalah hama. Kau selalu
bersembunyi di balik sosok pemilik perusahaan yang misterius,
kau tidak pernah menyapa pelanggan sebelumnya, gadis itu
adalah satu-satunya pelanggan yang kau sapa."
"Bisakah kau bicara langsung saja dan tidak berputarputar dengan analisa
konyolmu?" Azka menyela dengan ketus,
membuat Keenan terkekeh, "Yah, kesimpulannya, kau tertarik kepada gadis itu,
kepada Sani." Keenan menatap Azka dengan waspada, "Begitu
juga aku." Kemarahan langsung merayapi mata Azka, membakarnya, "Jangan Keenan."
"Mau bagaimana lagi" Kita sepertinya selalu dianugerahi
kutukan perasaan yang sama terhadap perempuan. Bagaimana
kalau kita lakukan permainan seperti masa remaja kita dulu"
Permainan 'dia pilih kamu atau aku"', sepertinya itu akan
menyenangkan." Gumam Keenan setengah tertawa.
42 Santhy Agatha Tanpa diduganya Azka bergerak secepat kilat, meraih
kerah baju Keenan dan mendorongnya ke tembok dengan
mengancam. "Ini bukan permainan, Keenan dan aku serius, Kalau kau
hendak main-main dengan Sani, kau harus menghadapiku
dulu." Keenan membiarkan dirinya ditekan oleh Azka di
tembok, dia menatap Azka dengan penuh perhitungan,
"Apa kau lupa Azka" Kau sudah punya Celia."
"Itu tidak menghalangiku untuk memiliki Sani." Sahut
Azka keras. Hal itu membuat Keenan tertawa terbahak-bahak, tidak
peduli akan tatapan marah Azka,
"Tidak menghalangimu katamu?" Keenan melepaskan
tangan Azka yang mencengkeram kerah bajunya dan
melangkah menjauh, dia masih tertawa, "Tentu saja itu sangat
menghalangi, kau punya tunangan dan kau akan menikah. Atas
pilihanmu sendiri karena rasa bertanggungjawabmu yang
bodoh itu! Jadi kau tidak bisa menawarkan hubungan apapun,
apapun! Kepada Sani." Keenan menatap Azka dengan
menantang, "Tetapi aku beda, aku lelaki bebas."
"Jangan menantangku, Keenan. Kau tahu bukan apa yang
akan aku lakukan kalau aku marah."
"Aku tahu." Keenan melirik waspada ke arah Azka, tetapi
dia memutuskan untuk tidak mundur, "Tetapi Sani layak dicoba
untuk diperjuangkan." Keenan melangkah keluar dari
apartemen Azka. Ketika sampai di tengah pintu, Keenan
menoleh lagi dan tersenyum manis, "Sepertinya perang akan
dimulai, kakak." Azka tertegun, menatap kepergian Keenan. Diacaknya
rambutnya dengan frustrasi. Apa yang ditakutannya terjadi lagi,
mereka bersaing untuk seorang perempuan.
Seakan beban masalahnya belum cukup berat saja....
?"" You've Got Me From Hello 43 Malam itu Sani pulang terlambat, dia membahas tentang
novelnya di rumah Kesha dan mereka lupa waktu. Kesha
menyuruhnya menginap saja, tetapi Sani memutuskan bahwa
dia harus pulang. Tidur di kamarnya sendiri saja dia kesulitan,
apalagi harus tidur di rumah orang. Bagaimanapun juga Sani
merasa lebih nyaman beristirahat di tempatnya sendiri.
Ketika berjalan turun dari taksi dan hendak memasuki
pintu putar menuju lobi apartemennya, Sani melirik ke arah
Garden Cafe itu di seberang jalan, sudah dua hari dia tidak
kesana. Apakabarnya Azka" Pikiran itu terus mengganggunya
sepanjang hari ini. Otaknya selalu dipenuhi bayangan lelaki itu
yang begitu tampan dan tampak begitu dewasa.
"Sani?" Sani terperanjat kaget mendengar namanya disebut, dia
langsung menoleh dengan waspada. Wajahnya pucat pasi ketika
menemukan Jeremy ada di sana. Lelaki itu tampak berantakan
dan sedikit tidak fokus. "Aku menunggumu lama sekali di sini, kau kemana saja?"
Nada suara Jeremy meninggi seolah tidak bisa mengontrol
emosinya. Dan ketika Jeremy melangkah sedikit mendekatinya,
dia langsung bisa menciumnya, aroma alkohol yang pekat dan
memuakkan. Seolah lelaki itu menghabiskan malamnya dengan
meminum alkohol murahan yang menguarkan bau khas.
Sani langsung merasakan jantungnya berdegup kencang,
Jeremy sedang mabuk. Dan sepertinya dia mabuk berat. Bahkan
dalam keadaan sadarpun, Sani tahu bahwa Jeremy sering kali
tidak bisa mengendalikan emosinya, apalagi dalam keadaan
mabuk. Mata Sani berkeliling waspada, memandang semua
orang. Adakah yang bisa menolongnya di sini" Dia mulai panik
ketika menyadari bahwa suasana sekeliling sudah sangat sepi.
Hanya ada beberapa pedagang rokok dengan lampu remang,
itupun jauh di sudut sana. Sani tidak yakin kalau dia berteriak
pedagang itu akan mendengarnya.
Mata Sani melirik ke Garden Cafe di seberang jalan. Cafe
itu masih buka tentu saja, meskipun sudah jam dua malam,
44 Santhy Agatha tetap penuh pengunjung. Tetapi sayangnya para pengunjung itu
berada di dalam, sedang dihibur oleh aliran musik slow yang
menenangkan hati di sana.
Tidak ada yang bisa menolong Sani kalau Jeremy lepas
kendali.... "Kenapa kau kemari lagi, Jeremy." Tanya Sani hati-hati,
berusaha mundur dan tetap menjaga jarak, meskipun lelaki itu
terus mencoba mendekatinya.
"Kenapa"' Jeremy tertawa, "Karena kau bodoh dan
pendendam." Suaranya meninggi lagi, "Kau membesarbesarkan masalah seolah-olah
aku melakukan kesalahan yang
sangat besar. Kau menolak memaafkanku dan mengusirku
seolah aku ini sampah." Jeremy tersenyum sinis, "Mungkin
jangan-jangan kau dulu tidak mencintaiku, karena kalau orang
yang mencintaiku, tidak akan mungkin dia tidak bisa
memaafkanku." Oh Astaga, lelaki ini sungguh tidak tahu malu. Membesarbesarkan masalah katanya"
Perempuan mana di dunia ini yang
bisa memaafkan kelakuan seperti itu dari tunangannya, di saat
perkawinan mereka tinggal menghitung bulan"
"Aku rasa lebih baik kau enyah dari kehidupanku
Jeremy. Aku sudah sangat muak kepadamu, dan aku tidak
mungkin mau kembali kepadamu." Sani terpancing emosi
sehingga nada penuh kebencian keluar dari suaranya.
Hal itu memancing Jeremy, tatapan lelaki itu membara,
dipenuhi oleh alkohol yang diminumnya. Dia tiba-tiba saja
sudah melompat dan mencengkeram kedua lengan Sani dengan
kasar hingga terasa menyakitkan.
"Tidak mau kembali kepadaku?" Jeremy terkekeh,
suaranya menakutkan dan aroma alkohol kembali menguar
dari sana, membuat Sani ketakutan dan berusaha meronta
dengan panik. Tetapi lelaki itu sangat kuat dan semakin Sani
meronta, semakin kuat Jeremy mencengkeramnya, hingga
terasa sakit. "Sakit! Jeremy, kau menyakitiku!" Sani mencoba
meronta, mulai menjerit. You've Got Me From Hello 45 Tiba-tiba tubuh Jeremy tertarik dengan kasar ke
belakang sehingga hampir terjengkang. Lengan yang menarik
Jeremy itu lalu mendorong Jeremy dengan kasar hingga jatuh
terbanting di trotoar. Sani langsung mengenali penyelamatnya, itu Azka. Lelaki
itu mengenakan pakaian hitam-hitam sehingga membuat Sani
tidak menyadari kapan lelaki itu datang dan mendekat. Tetapi
bagaimanapun juga, dia menyukuri kehadiran Azka di saat yang
tepat untuk menyelamatkannya.
"Kau lagi." Meskipun mabuk, Jeremy rupanya mengenali
Azka dari insiden siang itu. "Sebenarnya kau ini siapa" Kenapa
selalu mengganggu urusanku dengan tunanganku?" Jeremy
bangkit dari duduknya dan berdiri dengan posisi waspada, siap
menyerang. "Mantan tunangan." Azka bergumam tenang, tubuhnya
lebih tinggi dan lebih kuat daripada Jeremy. Dan dia memegang
sabuk hitam dalam ilmu bela diri, menghadapi Jeremy akan
sangat mudah baginya. "Sebaiknya kau menyingkir dari sini dan
tidak mengganggu Sani lagi, kalau tidak kau akan
menghadapiku." Jeremy membelalakkan matanya marah, sejenak tampak
berpikir untuk menyerang Azka. Tetapi kemdian dia memilih
mundur ketika melihat nyala membunuh di mata Azka. Dia
akan kalah kalau menghadapi lelaki ini, entah kenapa dia tahu.
Dengan lirikan sinis, dipandangnya Sani, "Ternyata kau
begitu mudah melupakanku, baru beberapa lama kita berpisah
dan kau sudah menemukan lelaki baru. Mungkin kau tidak
sesuci apa yang kau tampilkan selama ini." Setelah
melemparkan tatapan merendahkan, Jeremy melangkah
setengah terhuyung-huyung ke arah mobilnya.
Azka memastikan Jeremy memasuki mobilnya dan pergi
sebelum menyentuh pundak Sani hati-hati. Sani tampak tegang
dan ketakutan meskipun perempuan itu berusaha tegar,
"Kau tidak apa-apa?" tanyanya lembut.
Sani baru merasakan seluruh tubuhnya gemetar ketika
semua sudah berakhir, dia menatap Azka tak berdaya, "Aku
46 Santhy Agatha tidak apa-apa." Jawabnya serak, tetapi kakinya tiba-tiba lemas
sehingga Azka harus menopangnya,
Lelaki itu merangkulnya dengan lembut tapi sopan.
"Ayo kuantar kau ke atas." Gumamnya tenang, menghela
Sani memasuki lobi apartemen itu dan melangkah ke dalam lift.
Di depan pintu kamarnya, barulah Sani menyadari
kesalahannya. Dia tidak mungkin membiarkan Azka memasuki
apartemennya, sekali lagi dia hampir bisa dikatakan tidak
mengenal Azka dengan baik. Lelaki ini bisa saja psikopat yang
mengincar perempuan-perempuan yang tinggal sendirian
bukan" "Aku.. eh, terima kasih.." Sani bersandar pada pintu. Ia
berusaha bersikap sopan dan melepaskan diri dari pegangan
Azka di pinggangnya. Azka mengangkat alis melihatnya, "Kau lemas dan
gemetar." Gumamnya tenang, "Aku akan mengantarmu masuk."
"Tidak!" Sani hampir berteriak dan merasa malu ketika
Azka menatapnya seolah dia sedang kerasukan, "Aku.. aku bisa
masuk sendiri, terima kasih."
Dia mencari-cari kartu kunci pintunya di dalam tas,
tetapi tidak bisa menemukannya. Dengan panik dia mengadukaduk tasnya. Dan tetap
tidak menemukannya. Azka masih menunggu di situ, menatap kepanikannya
dengan tenang dan tanpa kata-kata.
Lama kemudian Sani mencari dan kemudian dia
mengangkat kepalanya dengan panik, "Kuncinya tidak ada."
Gumamnya lemah dan ingin menangis, "Mungkin.. mungkin
ketinggalan di rumah temanku..." airmata mulai membuat
matanya terasa panas. Sebenarnya ini bukan masalah yang
pelik, Sani tinggal menghubungi keamanan atau resepsionis di
bawah untuk meminta kartu cadangan dan dia akan bisa
membuka pintunya. Sani hanya perlu alasan untuk menangis, perlakuan
kasar dan merendahkan Jeremy kepadanya tadi sangat melukai
hatinya. Dan meskipun di depan dia berusaha tampil tegar, dia
masih merasakan luka dan perih itu.
You've Got Me From Hello 47 Tanpa kata, Azka meraih kepalanya dan meletakkannya
di dadanya, "Shh.... menangislah." Bisiknya lembut dan seketika itu
juga benteng pertahanan diri Sani bobol. Dia menangis
sekuatnya, untuk pertama kalinya setelah sekian lama.
Menumpahkan kepedihannya, menumpahkan kemarahan dan
kebenciannya kepada semua hal yang terjadi antara dirinya dan
Jeremy. Dia menumpahkan semuanya di dada Azka, lelaki yang
You've Got Me From Hello Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bahkan baru dikenalnya beberapa waktu lalu.
Dengan tenang Azka mengusap rambutnya, setelah
merasa Sani sedikit tenang, dia menjauhkan pundak Sani dari
pelukannya dan berbisik lembut,
"Sini tasmu, sepertinya kau terlalu panik ketika
mencarinya tadi." Dengan patuh Sani menyerahkan tasnya, Azka
mencarinya dengan hati-hati. Dan dalam sekejap dia
menemukan kartu kunci itu, terselip di bagian paling bawah
tasnya. Azka menggenggamkan kartu kunci itu ke dalam jemari
Sani, dan tersenyum lembut,
"Masuklah dan beristirahatlah." Bisiknya pelan.
Sani mengusap airmatanya dan menatap Azka dengan
sendu. "Terima kasih." Bisiknya serak.
Tanpa diduga, Azka menarik Sani kembali ke
pelukannya, lalu mengecup dahinya lembut, "Sama-sama." Lalu
lelaki itu membalikkan tubuhnya, meninggalkan Sani tanpa
kata-kata. 48 Santhy Agatha "Kau sudah menggenggam hatiku sejak sapaan pertamamu.
Dan sekarang giliranku yang akan mencuri hatimu ."
5 Pagi harinya Sani masih tertidur dan meringkuk di atas
ranjangnya ketika suara interkom pintunya berbunyi. Sani
mengernyit, meraih jam beker di sebelah ranjangnya. Masih
jam enam pagi. Siapa yang berkunjung sepagi ini"
Dengan susah payah Sani turun dari ranjang, matanya
pasti bengkak karena dia menangis semalaman sampai
ketiduran, dan kepalanya pening karenannya.
Dia memijit tombol interkom yang berhubungan
langsung dengan resepsionis di depan.
"Ya?" gumamnya dengan suara yang masih serak.
"Nona Sani, ada tamu untuk anda."
Sani langsung waspada, apakah Jeremy masih belum
menyerah juga" "Siapa?" "Tuan Azka meminta akses untuk naik dan menemui
anda." Jantung Sani langsung berdebar, teringat akan kecupan
lembut di dahinya malam itu. Kenapa Azka datang menemuinya
pagi ini" "Nona Sani?" resepsionis di bawah memanggilnya lagi
karena dia terdiam lama. "Eh iya. Iya, perbolehkan beliau naik."
Setelah mematikan interkom, dalam sekejap Sani
melompat ke kamar mandi, menggosok gigi, dan mencuci
mukanya. Dia mengernyitkan kening ketika menatap wajahnya
di cermin, ada lingkaran hitam di matanya, bengkak seperti
panda. Rasanya malu menemui Azka dengan penampilan
You've Got Me From Hello 49 seperti ini, tetapi mau bagaimana lagi. Kedatangan Azka sama
sekali tidak diduganya. Dia selesai mengganti baju tidurnya
dengan kaos longgar dan celana jeans yang nyaman ketika bel
pintu apartemennya berbunyi. Dengan gugup Sani membuka
pintu itu. Azka berdiri di sana, tampak luar biasa tampan dengan
kemeja warna hitam dan celana jeans abu-abu. Lelaki itu
membawa kantong plastik di tangannya. Dan tiba-tiba saja Sani
merasa malu ketika membayangkan penampilannya yang
berantakan ini dihadapkan dengan penampilan Azka yang
begitu sempurna. "Selamat pagi." Azka menyapa dengan lembut.
Sani sejenak hanya terpaku, terpesona dengan senyum
itu, "Se...selamat pagi juga."
"Aku membawakan sarapan." Azka menunjukkan plastik
di tangannya, "Boleh aku masuk."
Saat itulah Sani sadar bahwa dia hanya berdiri terpaku
sambil menatap Azka. Dia langsung memundurkan langkahnya,
memberi jalan bagi Azka untuk melangkah masuk.
Lelaki itu tampak nyaman, tidak canggung sama sekali
ketika memasuki apartemen Sani,
"Di mana aku meletakkan makanan ini" Kau punya meja
makan?" Apartemen Sani adalah apartemen model kecil dan
sederhana, dengan ruang tamu, menyambung ke dapur yang
menyatu dengan meja makan kecil, satu kamar mandi, dan satu
kamar tidur di ujung ruangan. Azka hanya tinggal berjalan
sedikit untuk menuju dapur.
"Di sebelah sana ada meja makan, tapi mungkin lebih
baik kita duduk di sini saja." Sani yang merasa canggung di sini,
tidak pernah sebelumnya dia berduaan dengan seorang lelaki
apalagi di dalam apartemen yang cukup privat.
"Aku meminta Albert untuk menyiapkan makanan kita."
Azka meringis, "Omelet dan sup dari cafe, juga cokelat panas
andalan kami. Ada untungnya juga menjadi pemilik cafe." Azka
50 Santhy Agatha lalu duduk di sofa itu sementara Sani berdiri canggung di dekat
pintu, membuat Azka mengerutkan keningnya,
"Sini, icipilah omelet buatan kokiku, ini menu andalan
cafe untuk sarapan. Oh ya ambilkan piring ya."
Sani ke dapur menurut seperti kerbau yang dicucuk
hidungnya mengambil piring dan sendok, lalu melangkah pelan,
dan akhirnya duduk di sofa samping Azka. Lelaki itu membuka
kantong-kantong kertas makanannya, dan memindahkan
omelet yang beraroma sangat harum itu ke dalam piring.
Sani hampir meneteskan air liur mencium aroma yang
sangat enak itu. Azka lalu menyerahkan piring itu ke tangan
Sani. "Cicipilah." Azka menatapnya sambil tersenyum, seolaholah menyadari ekspresi
lapar Sani dan kemudian merasa geli.
Sani menerima piring itu dan membelah gulungan omelet yang
tampak begitu lembut. Begitu dibelah isian keju yang masih
panas bersama sayuran yang dicacah meleleh keluar,
menebarkan aroma yang makin harum.
Sani menyendok omelet itu dan memejamkan matanya
merasakan kenikmatan yang begitu gurih meleleh di mulutnya.
Oh astaga, makanan ini enak sekali.
Ketika dia membuka mata dia menyadari bahwa Azka
mengamatinya, pipinya langsung memerah membuat Azka
terkekeh. "Enak ya." Sambil mengambil suapan kedua, Sani mengangguk.
"Percayakah kau kalau kubilang aku yang memasaknya?"
Sani ternganga, "Kau bilang kokimu yang memasaknya."
"Kalau dari awal kubilang aku yang memasaknya,
mungkin kau tidak mau memakannya." Azka tertawa, suaranya
terdengar menyenangkan memenuhi ruangan.
"Jadi kau bisa memasak?" Omelet itu meskipun
sederhana terasa begitu nikmat, kelembutan dan rasanya
seolah semua sudah diukur dengan ahli.
You've Got Me From Hello 51 Azka tampak merenung ketika menjawab pertanyaan
Sani, "Impianku adalah menjadi seorang koki profesional. Aku
sempat bersekolah di Prancis menjalani impianku untuk
menjadi seorang koki. Tetapi kemudian aku dipanggil pulang."
"Kenapa?" "Karena ayahku meninggal, dialah yang selama ini
mengendalikan perusahaan kami. Dan Keenan... kau sudah
bertemu dengan Keenan kan?" Azka menatap Sani tajam,
mengamati ekspresinya. Dia menatap Sani mengangguk dengan
ekspresi biasa, dan hatinya lega, tidak ada sesuatu yang
istimewa yang dirasakan oleh Sani ketika membicarakan
tentang Keenan. Dia lalu melanjutkan,
"Keenan tidak bisa diandalkan karena hasratnya adalah
di bidang seni, dan karena itulah dia tidak mau mengambil alih
tanggung jawab perusahaan yang ditinggalkan ayah kami.
Seseorang harus bertanggung jawab."
"Jadi kaulah yang mengambil tanggung jawab itu?"
"Ya." Azka tersenyum sedih, "Kutinggalkan impianku di
Prancis, dan aku pulang untuk menjadi seorang bisnisman."
"Bukankah kau diwarisi cafe itu" Seharusnya kau bisa
mengembangkan impianmu sebagai koki di sana." Sani
mengamatinya dengan lugu hingga Azka tersenyum. Sani tidak
tahu bahwa perusahaan ayahnya menyangkut jaringan luas di
beberapa kota besar, di bidang kuliner dan perhotelan, dan
beberapa resor besar adalah milik perusahaan ayahnya. Sani
mungkin berpikir bahwa bisnisnya hanyalah cafe itu, dan
mungkin sebaiknya Sani tetap berpikir begitu. Azka tidak mau
membuat Sani menjauh dan kaku ketika menyadari bahwa dia
adalah seorang miliarder.
"Perusahaan ayahku mencakup cafe itu dan beberapa hal
lain." Jelas Azka berusaha menyederhanakan semuanya, "Dan
beberapa hal lain itu membuatku tidak bisa bekerja sebagai
koki." "Oh." Sani tampak termangu, lalu menatap Azka dengan
penuh rasa ingin tahu, "Apakah kau bahagia?"
"Apa?" 52 Santhy Agatha "Kau memilih meninggalkan impianmu dan memilih
memikul tanggung jawab, apakah kau bahagia?"
Apakah dia bahagia" Pertanyaan itulah yang sering dia
tanyakan berulang-ulang kepada dirinya sendiri. Dan dia tahu
pasti jawabannya, hatinya terasa kosong.
Sama seperti ketika dia memilih untuk memikul
tanggung jawab terhadap Celina. Hatinya terasa hampa.
"Aku merasa tenang." Azka tersenyum pahit menjawab
pertanyaan Sani, "Tetapi, apakah aku bahagia" ...Tidak... aku
tidak bahagia. Kadang aku ingin bertindak egois, seperti Keenan
memilih mengejar impiannya dan tidak peduli pada yang lain.
Jauh di dalam hatinya dia pasti menemukan kebahagiaan
sejati." Azka tersenyum lembut, "Mungkin aku memang tidak
diciptakan untuk menikmati itu."
Azka tampak begitu murung, begitu gelap, dan begitu
kesepian. Hingga entah kenapa hati Sani merasakan kepedihan.
Tanpa dapat ditahannya dia menyentuhkan jemarinya di lengan
Azka, membuat lelaki itu terbangun dari lamunan murungnya
dan menoleh menatap Sani,
"Kau memilih melakukan apa yang menurutmu benar."
Sani bergumam lembut, "Setiap orang berbeda-beda, ada yang
bisa melepaskan tanggung jawabnya begitu saja, tetapi kau
tidak bisa melakukannya. Kau terlalu bertanggungjawab untuk
melakukannya." Azka tersenyum, "Ya. Terkadang melelahkan menjadi
orang yang bertanggungjawab." Lelaki itu lalu menatap Sani
dengan hangat, "Aku iri kepadamu." Gumamnya.
"Kenapa?" "Karena kau bisa melakukan apa yang menjadi
hasratku." "Menjadi hasratmu?"
"Menulis." Azka tersenyum, "Kau hidup dari menulis.
Dan aku yakin menulis adalah hasratmu, hobimu."
You've Got Me From Hello 53 Sani tertawa, "Menulis adalah hobiku. Aku menulis sejak
lama. Kalau kau mau tahu, di dalam benakku itu penuh dengan
fantasi dari berbagai tokoh dan kisah."
"Kisah romantis?"
"Iya." Azka tertawa, "Pantas kau begitu kesulitan menulis
akhir-akhir ini," Matanya melembut, "Karena masalahmu
dengan Jeremy?" "Ya. Penerbit dan editorku sudah mengejar-ngejarku
karena aku jalan di tempat akhir-akhir ini. Aku kehilangan
hasrat dan kemampuan untuk menulis kisah romantis. Ketika
semua tulisanku jadi, mereka bilang tidak ada roh dalam
tulisanku, tidak seperti yang dulu."
Tatapan Azka berubah redup, "Mungkin kau hanya perlu
mengalami pengalaman romantis lagi untuk bisa mendapatkan
kemampuan menulismu." Jemarinya yang ramping menyentuh
pipi Sani dengan lembut, lalu tanpa diduga-duga lelaki itu
menunduk dan menciumnya. Bibir Azka terasa lembut menempel di bibirnya, semula
begitu hati-hati dan lembut, memberi kesempatan kepada Sani
untuk menolak. Kemudian ketika tidak menemukan penolakan
apapun dari Sani, Azka melumat bibir Sani dengan lebih berani,
mencicipi kemanisan bibir itu dan mencecapnya dengan penuh
perasaan. Mata Sani terpejam menghirup aroma maskulin yang
begitu menggoda dan melingkupinya.
Mereka berciuman cukup lama, saling menikmati, dan
mengenali satu sama lain. Dan ketika bibir mereka berpisah,
napas mereka terengah, hidung dan bibir mereka masih
menempel dan mata mereka bertatapan dengan redup. Azka
mencium bibirnya sekali lagi dengan kecupan lembut sebelum
kemudian menjauhkan kepalanya dan tersenyum,
"Maafkan aku karena melakukannya."
Sani langsung memundurkan tubuhnya menjauh, tanpa
sadar mereka sudah berpelukan dekat sekali. Pipinya merah
padam, dan jantungnya berdebar keras, merasakan perasaan
yang tidak pernah dirasakannya.
54 Santhy Agatha Malu, bingung, dan semua perasaannya bercampur
menjadi satu. Dan dia tidak tahu harus berkata apa.
"Aku juga minta maaf." Sani akhirnya berhasil
mengeluarkan kata-kata meskipun terdengar serak dan
tercekat, "Sepertinya aku terbawa suasana..."
Azka menghela napas panjang, menyentuh pipi Sani
dengan lembut, "Aku tidak bermaksud untuk merendahkanmu
atau apa. Ini semua terjadi begitu saja."
Sani menghela napas panjang, "Mungkin kau harus
pergi." "Baiklah." Azka tersenyum penuh pengertian, "Aku tahu
kau mungkin membutuhkan waktu sendiri." Lelaki itu lalu
You've Got Me From Hello Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bangkit dari duduknya dan melangkah ke pintu, "Aku pergi
dulu, habiskan makanannya ya."
?"" Sani memeluk bantal dan merenung, menatap ke jendela
kaca luar yang memantulkan pemandangan langit yang biru.
Merenungkan kejadian tadi.
Selama ini dia selalu membawa prinsipnya dengan ketat,
tetapi ketika bersama Azka seakan dia menabrak semua hal
yang diyakininya. Dia tidak pernah memasukkan laki-laki ke
dalam tempat pribadinya, dia tidak pernah membiarkan dirinya
disentuh dengan begitu mesra, dan membiarkan dirinya dicium.
Padahal tidak ada ikatan apapun di antara mereka.
Dengan sedih Sani menyentuh bibirnya. Apakah karena
patah hati dia berubah menjadi perempuan murahan"
Perempuan murahan yang membiarkan dirinya disentuh oleh
seorang laki-laki tanpa ikatan"
Dengan kesal Sani melempar bantal itu ke lantai,
mendesah keras. Tidak. Ini bukan dirinya, perasaannya kepada
Azka tidak dapat dideskripsikan dengan nalar. Sani tidak
pernah begini sebelumnya, bahkan dengan Jeremy sekalipun.
?"" Dengan dingin Azka mengamati berkas laporan di
depannya, itu adalah report lengkap dari pegawainya di kota
You've Got Me From Hello 55 asal Sani tentang kehidupan Sani dan juga Jeremy. Dia sedang
berada di kantor pusat perusahaannya, di lantai paling atas di
gedung paling mewah dalam kawasan resor paling elit di kota
itu. Azka berpakaian seperti penampilannya yang biasa ketika
bekerja. Rambut disisir ke belakang dan setelan tiga potong
berwarna hitam dengan dasi kelabu. Penampilannya secara
keseluruhan tampak dingin dan kaku, sangat berbeda dengan
penampilan informalnya ketika sedang berada di cafe ataupun
di depan Sani. Azka membaca semuanya dengan cepat, dan langsung
mendapatkan semua informasi, tentang ayah dan ibu Sani,
tentang keluarganya, sekolahnya, dan kehidupan masa kecilnya.
Dan dia menyimpan dalam ingatannya yang jenius. Ya, Azka
memang memiliki kelebihan khusus dalam hal kemampuan
otak. Keenan dilahirkan dengan bakat seni yang luar biasa,
sedangkan Azka dengan kemampuan otak yang di atas ratarata.
Setelah itu Azka mengambil berkas tentang Jeremy,
setelah mencermatinya sejenak, dia menemukan sesuatu.
"Jeremy bekerja di salah satu anak cabang kita."
Gumamnya, yang disambut dengan anggukan pegawainya.
"Minta sekretarisku menghubungi GM kita di sana, bilang
aku ingin pertemuan darurat."
?"" Keesokan harinya hanya dalam waktu satu hari setelah
Azka memberi perintah, GM itu datang menghadapnya. Dia
dibawa langsung ke ruangan Azka. Pemilik perusahaan
misterius yang jarang sekali terlihat, tetapi keputusan bisnisnya
yang jeniuslah yang telah menggerakkan seluruh jaringan
perusahaan ini sehingga bisa menjadi semakin maju. Bahkan
berkali lipat lebih maju daripada ketika perusahaan ini
dipimpin oleh almarhum ayahnya.
Dia dipanggil untuk sebuah meeting penting yang tidak
tahu mengenai apa, dan diharapkan bisa datang secepat
mungkin. Hari itu masih pagi ketika GM itu memasuki ruangan
besar pimpinan tertinggi sekaligus pemilik perusahaan dan
56 Santhy Agatha mengernyit ketika melihat ruangan itu kosong. Hanya ada
dirinya dan sang pemilik perusahaan di sana. Bagaimana
mungkin" Karena begitu urgentnya status panggilannya, dia
menyangka bahwa rapat darurat yang dimaksudkan adalah
rapat yang dihadiri seluruh pimpinan cabang.
Azka yang duduk di kursinya tersenyum melihat
kebingungan sang GM. "Silahkan duduk." Azka menunggu sampai GM itu duduk
dan memulai percakapan, "Anda pasti bingung kenapa anda
dipanggil kemari sendirian."
GM itu mengangguk dan mulai tampak gugup, membuat
Azka tersenyum geli dalam hati. Dia mengeluarkan berkas
tentang Jeremy di mejanya.
"Orang ini ...." Azka menunjukkan foto Jeremy yang
tampak jelas, "Bekerja di perusahaan kita."
GM itu menganggukkan kepalanya. Tentu saja dia
mengenali wajah itu, itu adalah Jeremy, Manager Pemasaran
mereka. "Dia adalah Manager Pemasaran untuk cabang yang
saya pegang," GM itu memberikan informasi meskipun yakin
bahwa sang pemilik perusahaan sudah tahu.
"Aku merasa terganggu dengan orang ini," gumam Azka
dingin. "Bisa dikatakan dia mengusik ketenangan orang yang
aku sayangi." GM itu mengernyit. Jeremy melakukannya" Pasti lelaki
itu melakukannya karena tidak tahu bahwa Azka adalah
pemilik perusahaan mereka. Kalau sudah begini dia tidak akan
bisa apa-apa untuk membantu Jeremy.
"Anda ingin saya memecatnya?" gumamnya, mencoba
menebak apa keinginan Azka yang saat ini memandangnya
dengan tatapan kelam dan misterius.
Azka menggelengkan kepala, "Tidak. Aku hanya ingin dia
tersingkir jauh dan tidak bisa menjangkau ke dekat-dekat sini."
Matanya bersinar tajam, "Bilang padanya bahwa dia
berprestasi, lakukan apapun untuk meyakinkannya, kau
mendapatkan izinku. Setelah itu berikan dia promosi tetapi
tempatkan dia ke anak cabang kita yang paling jauh dari sini."
You've Got Me From Hello 57 Azka nampak berpikir, "Cari tempat di mana dia sulit untuk
sering-sering berkunjung ke area sekitar sini."
GM itu hanya bisa menganggukkan kepalanya. Gosip itu
ternyata benar. Mereka bilang bahwa pemilik perusahaan
mereka yang misterius sangat tampan tetapi kejam. Betapa
tidak beruntungnya orang-orang yang berani mengusiknya.
Karena lelaki itu tidak segan-segan memberikan pembalasan
yang lebih menyakitkan. Seperti halnya pada kasus Jeremy,
Azka rupanya tak segan-segan memberikan kedok promosi
hanya agar Jeremy menyingkir dari kehidupannya dan Sani.
?"" Sani sedang mengetikkan adegan romantis di tengah
hujan, jemarinya mengalir lumayan lancar untuk mengetik
kisah itu. Mungkin karena didukung suasana hujan di luar yang
membuat kamarnya temaram dan syahdu.
Lalu ponselnya berkedip-kedip. Sani tersenyum ketika
melihat nama ibunya di sana.
"Kau pasti tidak akan percaya." Gumam ibunya bahkan
sebelum Sani mengucapkan salam.
"Tidak percaya apa?"
"Jeremy." Ibunya menyebutkan nama Jeremy dengan
hati-hati, "Dia tadi kemari, untuk berpamitan."
"Berpamitan?" "Ya. Dia bilang dia mendapatkan promosi yang sangat
bagus di tempatnya bekerja, jabatannya naik tiga tingkat. Tetapi
dia harus pindah ke tempat yang jauh." Sang ibu menyebutkan
tempat yang sangat jauh dari tempat mereka sekarang,
"Kasihan dia, Sani. Ibu memang jengkel kepadanya, tetapi dia,
meskipun mendapatkan promosi yang harusnya membahagiakan, dia tampak kurus dan sedih.... mungkin itu
semua karena dirimu."
"Itu karena salahnya sendiri dan dia yang harus
menanggungnya." Sani mencoba bersikap kejam. Dia harus
begitu, kalau tidak kelemahannya akan dimanfaatkan oleh
Jeremy lagi. 58 Santhy Agatha Setelah bercakap-cakap dengan ibunya di telepon
sejenak, Sani mengakhiri percakapan dan menutup telepon,
tiba-tiba merasakan kelegaan yang luar biasa.
Jeremy sudah pindah ke tempat yang jauh, itu berarti
Jeremy tidak akan bisa mengganggunya lagi. Sekarang dia bisa
fokus untuk menyembuhkan dirinya, dan menata
kehidupannya yang baru. ?"" Malam itu Sani menatap cafe itu dengan ragu. Sejak
kejadian ciuman tak disengaja itu, Sani tidak pernah datang ke
cafe itu lagi. Dia takut. Ya, kedekatannya dengan Azka yang
begitu cepat ternyata membuatnya ketakutan dan lari. Mungkin
karena dia belum siap membuka hatinya untuk lelaki lain,
mungkin juga karena dia masih belum sembuh dari
prasangkanya bahwa semua lelaki itu sama, hannya akan
menyakitinya. Tetapi malam itu Sani berusaha memberanikan diri, dia
harus bisa menghadapi Azka, dan menelaah perasaannya.
Mencoba mencari tahu kenapa lelaki itu sangat sulit
dikeluarkan dari benaknya.
You've Got Me From Hello 59 "Janji yang tidak sepenuh hati diucapkan, sebaiknya langsung
dibatalkan." 6 Celia menunggu dengan cemas, Azka memang selalu
terlambat datang tetapi dia tidak pernah mengingkari janjinya.
Kedua orang tuanya baru datang dari Paris, dan ini adalah kali
pertama mereka akan berkumpul untuk membicarakan
persiapan pernikahan mewah dan besar mereka yang
rencananya akan dilaksanakan delapan bulan lagi.
Dia sudah berdandan secantik mungkin dan mulai
gelisah karena ini sudah terlambat hampir satu jam dari waktu
yang dijanjikan, tetapi tidak ada kabar dari Azka. Celia duduk di
dekat jendela, menanti dengan cemas.
Lalu ketika mobil warna merah menyala itu memasuki
gerbang rumah, hampir saja Celia terlonjak bahagia dari
duduknya, lupa kalau dia sedang berpura-pura lumpuh. Tidak
ada yang tahu selain keluarganya, pelayan kepercayaan mereka
di rumah ini, dan dokter pribadi mereka bahwa Celia
sebenarnya sudah sembuh jauh di waktu lalu. Dia sudah bisa
berjalan normal seperti biasanya. Diagnosa dokter waktu itu
ternyata salah, dan kaki Celia tidak apa-apa.
Tetapi kemudian dia memohon kepada kedua
orangtuanya dan dokter mereka untuk merahasiakannya dan
membiarkan Azka tidak tahu. Kepada mereka diceritakannya
betapa takutnya dia kehilangan Azka kalau sampai Azka tahu
bahwa dia baik-baik saja. Yang dimilikinya dari Azka hanyalah
rasa tanggung jawab lelaki itu kepadanya, dan itu semua karena
kakinya yang lumpuh. Kalau kakinya sudah tidak lumpuh lagi, maka tidak akan
ada sesuatupun yang bisa mengikatkan Azka kepadanya. Lelaki
itu sudah pasti akan meninggalkannya.Celia rela duduk di kursi
roda terus sampai dia bisa mengikat Azka di pernikahan.
Setelah mereka terikat secara resmi dan dia sah memiliki Azka,
60 Santhy Agatha dia sudah merencanakan untuk berpura-pura sembuh secara
bertahap dan kemudian kembali normal. Azka tidak akan
pernah curiga. Dia sudah begitu lama berpura-pura lumpuh
sehingga tampak sangat meyakinkan.
Diliriknya Azka yang baru turun dari mobil dan hatinya
berbunga-bunga melihat ketampanan lelaki itu. Lelaki itu akan
menjadi suaminya, akan dimilikinya sebentar lagi. Dia hanya
harus bersabar. Azka melangkah mendekati tangga rumah itu dengan
ekspresi lelah. Hari ini banyak sekali yang harus dikerjakannya,
dan yang dia inginkan hanya datang ke Garden Caf?. Menanti
kedatangan Sani, yang tak kunjung datang lagi setelah peristiwa
ciuman itu. Azka tak henti-hentinya mengutuk dirinya sendiri
karena tidak bisa menahan dirinya untuk mencium Sani. Dialah
yang membuat Sani menghindarinya seperti sekarang ini. Dan
sekarang dia tidak bisa berbuat apa-apa. Yang bisa
dilakukannya hanyalah menunggu, dan ternyata menunggu itu
tidak enak, sama sekali tidak enak. Kemudian karena sibuk
dengan pekerjaan dan pikirannya tentang Sani, Azka hampir
saja melupakan janji temunya dengan kedua orang tua Celia
yang baru pulang dari Paris. Dia mungkin saja benar-benar lupa
dan tidak akan datang kalau dia tadi tidak melirik tanpa sengaja
ke arah ponselnya yang tergeletak begitu saja di kursi
penumpang di sebelahnya, dan menyadari bahwa ponselnya itu
berkedip-kedip oleh karena puluhan pesan dari Celia.
Kursi roda Celia muncul di pintu dan perempuan itu
menyambutnya dalam senyum bahagia dan khawatir.
"Kau tidak membalas pesanku." Gumam Celia cemas,
memeluk Azka ketika lelaki itu mendekat dan setengah
menunduk mengecup dahinya, "Aku takut kau kenapa-kenapa."
"Maaf aku terlambat, urusan pekerjaan." Gumam Azka
datar, "Di mana orang tuamu?"
Azka menyiapkan hatinya untuk malam itu, karena dia
harus membicarakan persiapan pernikahan. Persiapan
pernikahan yang bahkan tidak setitikpun ingin dilakukannya.
You've Got Me From Hello 61 ?"" Ketika Sani memasuki cafe itu kembali, pandangannya
langsung memutar ke sekeliling, bahkan Albert yang biasanya
menyapanya dengan ramah tidak ada. Kemana pelayan
setengah baya yang sangat ramah itu"
Yang lebih membuatnya kecewa, sama sekali tidak ada
tanda-tanda keberadaan Azka di sana. Sani melangkah gontai
ketika melangkah ke tempatnya yang biasanya. Seorang
pelayan mendekatinya dan memberikan menunya,
"Di mana Albert"' Sani bertanya sambil lalu kepada
pelayan itu. Pelayan itu melirik ke atas lantai dua, "Tuan Albert
sedang tidak enak badan. Beliau beristirahat di kamar atas.
You've Got Me From Hello Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tetapi beliau bilang akan turun sebentar lagi." Pelayan itu
melirik jam tanganya. "Tuan?" Sani tidak bisa menahan diri untuk berkomentar
mengenai cara pelayan itu memanggil Albert, bukankah mereka
sama-sama pelayan" Tetapi kenapa cara pelayan itu memanggil
Albert dengan kata 'tuan' dan 'beliau' tampak begitu hormat.
Pelayan itu menatap Sani dan tersenyum, "Anda tidak
tahu" Tuan Albert bukanlah pelayan di cafe ini, setidaknya
bukan itu jabatannya. Dia bisa dibilang adalah penanggung
jawab cafe ini, Tuan Azka memberikan cafe ini kepadanya,
sebagai orang kepercayaan tuan Azka. Tetapi beliau memilih
berperan sebagai pelayan."
Setelah pelayan itu pergi, Sani masih mengerutkan
keningnya, pelayan itu bilang kalau Azka memberikan cafe ini
kepada Albert" Selama ini Sani berpikir bahwa cafe ini adalah warisan
paling besar dari ayah Azka. Azka sendiri bilang bahwa dia
mengelola cafe ini dan lain-lain yang Sani kira adalah bisnis
sampingan yang tidak sebesar cafe ini.
Tetapi pelayan tadi mengatakan bahwa Azka
memberikan cafe ini kepada Albert seolah itu sesuatu yang
tidak penting" Apakah yang dimaksud dengan 'dan lain-lain'
oleh Azka adalah sesuatu yang lebih besar"
62 Santhy Agatha "Kali ini tidak pakai anggur?"
Sani terlompat dengan kaget dari kursinya, jantungnya
berdebar dan dia menoleh ke belakang, tampak Albert di sana.
Lelaki itu tampak pucat dan lelah tidak seceria biasanya.
"Aku belum memesan anggur." Sani tersenyum lembut
kepada lelaki setengah baya itu, "Tetapi sepertinya itu
menarik." Albert menganggukkan kepalanya ramah, lalu
memberikan isyarat kepada pelayan di bar untuk membawakan
minuman pesanan Sani yang biasa.
Anggur itupun datang, dalam gelas bening yang
berkilauan, menguarkan aroma harum yang manis dan
menyenangkan, "Tahukah anda kalau anggur ini seperti laki-laki?"
gumam Albert setengah tersenyum.
Sani mendongakkan kepalanya dan menatap Albert
bingung, "Seperti laki-laki?"
"Ya. Mereka berwarna merah dan pekat diluar,
menguarkan aroma khas yang mengancam. Seakan
memperingatkan siapapun yang berani mendekat. Ketika anda
meminumnya asal-asalan anda tidak akan bisa memahami cita
rasanya, yang terasa hanya alkohol dan rasa pahit. Tetapi kalau
anda bisa menyesuaikan antara aroma dan cara mencicipi yang
nikmat, anda akan bisa menemukan intisari yang berpadu, rasa
yang manis dan aroma yang menggoda. Itu sama dengan lakilaki, di luar begitu
mengancam tetapi ketika anda bisa
menanganinya dengan benar, dia akan memberikan yang
terbaik untuk anda."
Sani meresapi kata-kata Albert dan menemukan
kebenaran di dalamnya. Filosofi lelaki dan anggur merah.
Sungguh menarik. "Kurasa aku bisa menggunakannya untuk novelku."
Gumamnya ceria, membuat Albert terkekeh,
"Saya akan sangat tersanjung." Lelaki itu berdiri dan
berpamitan, membuat Sani menyesal karena dia tidak punya
keberanian untuk menanyakan keberadaan Azka.
You've Got Me From Hello 63 ?"" "Terima kasih Azka." Celia menggenggam kedua jemari
Azka dengan penuh sayang, lelaki itu duduk di depannya dan
tampak kaku. Celia berusaha mencairkan suasana dengan
kelembutannya. Biasanya Azka akan melembut juga kalau dia
sudah bersikap rapuh. Tetapi entah kenapa malam ini benak
kekasihnya ini seolah-olah tidak ada di sana, menerawang
entah kemana. "Apakah kau baik-baik saja?" tanya Celia lagi mencoba
memecah keheningan ketika Azka hanya diam saja, "Kau
tampak tidak bahagia.."
Azka memandang Celia dengan tatapan tidak terbaca,
"Kau bicara apa, tentu saja aku bahagia." Bibirnya tersenyum,
tetapi senyum itu jelas-jelas tidak sampai ke matanya.
"Aku memang tahu betapa beruntungnya aku bisa
memilikimu." Celia menundukkan kepalanya sedih, "Dengan
kondisiku yang sekarang, sebenarnya aku tidak pantas
untukmu. Apalagi kejadian di masa lalu itu, aku sungguh malu
kalau mengingatnya." Jemari lentik Celia yang indah menutup
wajahnya, airmatanya mengalir deras, "Mungkin seharusnya
aku mati saja di kecelakaan itu."
"Sttt." Azka menyentuh jemari Celia yang sedang
menutup mukanya, dan menariknya dengan lembut ke dalam
genggamannya, "Jangan berkata seperti itu, aku sudah berjanji
akan bertanggung jawab atas dirimu bukan" Aku akan
menjagamu, Celia seperti janjiku."
Celia menatap Azka dengan matanya yang basah,
"Apakah kau mencintaiku, Azka" Sedalam aku mencintaimu?"
Kalimat itu tak sampai untuk keluar dari bibir Azka, dia
hanya menganggukkan kepalanya dan berucap, "Ya Celia." Dan
menyadari betapa beratnya mengatakan 'aku cinta kepadamu'
kepada seseorang yang tidak kau cintai.
?"" Sani berhasil menyelesaikan bab klimaks itu dengan
gemilang, tokoh utamanya akhirnya menyadari kesalahannya
64 Santhy Agatha dan mengejar pasangannya. Mereka pada akhirnya berhasil
menyelesaikan kesalahpahaman mereka...
Dia memundurkan tubuhnya di kursi yang nyaman itu
dan membaca ulang tulisannya lembar demi lembar sambil lalu.
Kesha pasti akan sangat senang kalau mengetahui dia berhasil
menyelesaikan bab klimaks ini. Semula sangat sulit menulis
bab klimaks ini, karena setelah pertengkaran, sesuai draft akan
ada permaafan, sesuatu yang tidak pernah bisa dilakukan Sani
terhadap Jeremy. "Dan akhirnya kau muncul di sini." Suara maskulin yang
dalam itu menyapanya. Suara yang membuat jantung Sani
langsung berpacu dengan kencang, dia menoleh dan sosok yang
dibayangkannya berdiri di sana.
Lelaki itu tampak lelah, dengan jas resmi yang sudah
dilepas dan disampirkan di pundaknya. Dasi yang sudah
terlepas sepenuhnya dan kancing kemeja atasnya yang dibuka.
"Hai." Gumam Sani, tiba-tiba merasa malu ketika ingatan
akan ciuman mereka malam itu menyeruak di benaknya.
Azka tampaknya memahami, lelaki itu mengangkat
sebelah alisnya lembut, "Dari kejauhan kau tampaknya senang. Apakah kau
berhasil menyelesaikan tulisanmu?"
Sani mengangguk, "Bab yang paling sulit sudah kulalui,
besok tinggal membereskan semuanya."
"Kita harus merayakannya." Azka terkekeh, penampilannya yang formal dan sedikit berbeda dengan
biasaya tampak melembut ketika dia tertawa, "Tunggu sebentar
ya aku mandi dulu, aku akan segera menyusulmu kembali."
Ketika Azka pergi, Sani membaca ulang kisah yang baru
saja ditulisnya. Sudah jelas tokoh wanita dalam novel
buatannya tergila-gila kepada sang tokoh lelaki, dia
digambarkan selalu berbunga-bunga ketika tokoh lelaki itu ada
di benaknya. Berbunga-bunga" You've Got Me From Hello 65 Sani tiba-tiba menyadari sesuatu, selama ini dia selalu
menuliskan deskripsi perasaan dalam bentuk tulisan dengan
lancar. Tetapi ketika menelaah perasaannya sendiri dia benarbenar kebingungan.
Apakah dia sedang merasakan berbunga-bunga ketika
bersama Azka" Sani menggelengkan kepalanya. Bagaimana
mungkin sebuah perasaan begitu kuat muncul kepada
seseorang yang tidak begitu kita kenal"
Azka turun lagi hampir dua puluh menit kemudian.
Rambutnya basah dan dia mengenakan baju santai, celana
jeans, dan kaos berkerah yang semakin menonjolkan bentuk
tubuhnya yang bagus, Seolah sudah biasa, lelaki itu langsung mengambil
tempat duduk di seberang Sani. Dia memberi isyarat kepada
pelayan untuk membawakannya minuman.
Dalam waktu singkat, pelayan itu meletakkan secangkir
kopi hitam pekat di depan mereka berdua,
"Di mana Albert?" Azka mengernyit, biasanya dia melihat
Albert dimana-mana, lelaki itu sangat bahagia jika bisa berada
di lingkungan operasional cafe dan berhubungan dengan para
pelanggan. Sangat bertolak belakang dengan dirinya yang
memilih menggerakkan segala sesuatunya di balik layar,
melindungi dirinya dengan menampilkan kesan misterius.
"Tuan Albert beristirahat di atas, tuan. Tadi beliau
sempat turun sebentar, tetapi kemudian mengeluh pusing lagi
dan ingin beristirahat.' Albert" Pusing" Azka mengernyitkan keningnya.
Meskipun sudah setengah baya, Albert selalu penuh vitalitas
dan Azkalah yang paling tahu betapa jarangnya Albert sakit.
Mungkin kali ini Albert benar-benar sakit, Azka
mendesah dalam hati, memberi isyarat kepada pelayan itu
untuk menjauh. Suasana cafe cukup ramai ketika itu, padahal waktu
sudah hampir beranjak tengah malam. Sekelompok pemuda
tampaknya memilih menikmati malam sambil mengobrol di
66 Santhy Agatha tempat yang paling ujung sebelah sana, dan beberapa yang lain
memilih untuk mencicipi hidangan,
"Mau makan sesuatu?" Azka melirik ke arah buku menu
dan tersenyum kepada Sani,
"Aku sudah makan tadi sore." Sani tersenyum, "Tetapi
secangkir kopi tidak akan kutolak, " gumamnya dalam senyum.
"Aku lapar." Azka menekuri buku menu dan merenung,
dia sudah makan di rumah Celia tadi, tapi dia hampir tidak bisa
menelan makanannya, "Mungkin aku akan meminta sup ini."
Azka memanggil pelayan lagi dan menyebutkan pesanannya.
Setelah pelayan pergi, Azka memajukan tubuhnya dan
menopang dagunya dengan kedua siku di meja, tatapannya
tajam dan intens, "Kau tidak kemari lama sekali."
Apakah Azka setiap hari menunggunya" Sani melirik
gelisah ke arah Azka, bingung harus bersikap bagaimana.
"Apakah karena kejadian waktu itu" Ciuman waktu itu?"
sambung Azka lagi, dengan tatapan penuh tanya.
Sani membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu,
tetapi tidak ada kalimat yang keluar. Suaranya seakan tertelan
di tenggorokannya. Azka mengamati Sani, lalu tertawa, "Untuk seseorang
yang penghidupannya berasal dari rangkaian kata-kata, kau
tampak sulit sekali mengeluarkan sepatah kata sekalipun."
Pipi Sani memerah, dan dia memalingkan muka, tidak
tahan ditatap setajam itu. Tetapi kemudian pertanyaan di
hatinya mendesaknya, "Kenapa waktu itu kau menciumku?"
Azka langsung tersenyum lembut, "Karena aku
merasakan sesuatu yang lebih kepadamu." Gumamnya, "Aku
tidak pernah bermaksud merendahkanmu dengan menciummu,
itu terjadi begitu saja." Azka mendesah, "Setelah itu kau bahkan
tidak mau muncul di cafe, aku panik.... dan berpikir kau
mungkin marah kepadaku." Tatapan Azka melembut, "Sani,
mungkin ini memang terlalu cepat, kita baru bertemu beberapa
You've Got Me From Hello 67 kali, belum mengenal satu sama lain. Tetapi ada perasaan
nyaman yang kurasakan ketika bersamamu, bahkan ketika
pertama kali kau menyapaku. Perasaan nyaman yang
membuatku meyakini bahwa aku harus mencoba untuk lebih
dekat bersamamu." "Oh." Sani bergumam pelan membuat Azka tergelak,
"Oh?" Lelaki itu mengulangi gumaman Sani, "Aku
berusaha setengah mati menjelaskan perasaanku ini kepadamu
dan tanggapanmu hanya 'Oh' ?" Lalu jemari lelaki itu meraih
jemari Sani dari seberang meja dan menggenggamnya lembut,
"Sani, aku tahu ini terlalu cepat, kau masih sakit karena
perbuatan Jeremy dan berusaha menyembuhkan dirimu, tapi
aku hanya ingin bersamamu, ada di dekatmu, dan berusaha
lebih mengenalmu. Aku berharap kau juga bisa mengenalku
lebih dekat dan mungkin kita bisa melihat bersama-sama akan
di bawa kemana perasaan ini."
Semua ini terlalu cepat, Sani membatin dalam hati, dia
bahkan tidak tahu apapun tentang Azka dan begitu juga
sebaliknya. Tetapi ajakan Azka untuk berjalan bersama dan
menelaah arti dari kebersamaan mereka terasa begitu
menggoda. "Sani?" Azka memanggil lagi, mulai tidak sabar dengan
kediaman Sani, dia butuh jawaban, segera. Setelah itu dia bisa
bertindak cepat, meluruskan semua rencananya.
Sani menatap Azka, melihat kesungguhannya di situ,
Azka memang luar biasa tampan, tetapi lelaki itu tampaknya
tidak pernah sadar menebarkan pesonanya ke orang-orang,
tidak seperti Jeremy. Dan Azka juga baik, lembut, serta
menghormatinya, mungkin Sani bisa mencobanya. Dengan lebih
sering bersama Azka, mencoba mengenalnya lebih dekat dan
kemudian memutuskan apakah akan membuka hatinya ke
dalam hubungan yang lebih serius dengan Azka atau tidak.
Sani menganggukkan kepalanya, "Aku bersedia
mencobanya, Azka. Tetapi hanya itu, kita bersama-sama
berusaha untuk lebih saling mengenal. Dan mengenai hasil
akhirnya mungkin bisa kita lihat nanti."
You've Got Me From Hello Karya Santhy Agatha di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
68 Santhy Agatha Sinar kemenangan muncul di mata Azka, tetapi lelaki itu
dengan cepat menutupinya, membuat wajahnya tampak
lembut, "Terima kasih atas kesempatan yang kau berikan ini
Sani. ?"" Pagi harinya, Azka yang sedang duduk di ruangannya di
kantor pusat kedatangan tamu. Tamu yang sudah sangat di
tunggunya. Seorang lelaki yang sangat tampan, dan juga
sahabatnya. "Jadi kau meminta bantuanku?" Eric menatap Azka
sambil tersenyum manis. "Kaulah satu-satunya orang yang kupercaya bisa
melakukannya. Eric tertawa dan menggeleng-gelengkan kepalanya,
"Mungkin di dunia ini, hanya kaulah satu-satunya orang yang
meminta sahabatnya untuk merayu tunangannya," Tatapannya
berubah serius, "Apakah kau yakin ini akan berhasil" Celia
kelihatannya sangat mencintaimu dan dia sudah akan menikah
denganmu. Mungkin saja dia sangat setia kepadamu dan susah
dirayu?" Mata Azka bersinar dingin dan kejam, "Dia sudah pernah
mengkhianatiku sekali karena aku kurang memberinya
perhatian. Aku yakin dia akan melakukannya lagi kalau ada
kesempatan." ?"" "Hai." Azka sudah menunggu di depan lobi apartemen
Sani, mereka berjanji untuk menghabiskan hari sabtu ini
bersama-sama. Memberi kesempatan kepada diri mereka untuk
saling mengenal lebih dekat.
"Hai juga." Sani berdiri gugup di depan Azka, menyadari
penampilannya yang sederhana jika dibandingkan dengan
penampilan Azka yang begitu gaya. Oh, lelaki itu tidak
berpakaian macam-macam, dia hanya memakai celana jeans
warna hitam pekat dan T-shirt polo bergaris, tetapi entah
kenapa keseluruhan penampilannya begitu luar biasa. Bahkan
You've Got Me From Hello 69 beberapa orang yang berlalu lalang di lobi apartemen pasti
menoleh dua kali untuk meliriknya.
Tetapi bukan hanya penampilan fisik sebenarnya yang
membuat Sani tertarik kepada Azka. Aura lelaki itu yang
misterius di balik sikap lembutnya, membuat Sani ingin
mendekat dan ingin tahu. Apakah dia akan seperti ngengat yang menjadi korban
Memburu Iblis 17 Pendekar Rajawali Sakti 13 Asmara Maut Kaki Tiga Menjangan 44
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama