Ceritasilat Novel Online

Cewek 2

Cewek Karya Esti Kinasih Bagian 2


pelengkap. Dan yang namanya lengkap kan kewajibannya Cuma
mendengarkan, dan bukan menuntut penjelasan. Makanya Febi
jadi bingung dan akhirnya Cuma diam. Kasus Ratih sepertinya
belum cukup untuk Febi memompa keberanian.
" Boleh." Febi mengangguk.
"Feb!" Rangga tercengang. " Kamu doyan kopi sekarang?"
Febi Cuma tertawa, agak sinis. Didekatinya Fani lalu duduk di
sebelahnya. "Kopi tiga Mang," kata Langen dan ikut bergabung duduk dengan
kedua temannya. Kopi datang. Diam-diam ketiganya mengucapkan syukur.
Untuuung gelasnya kecil. Masalahnya, mereka nggak doyan kopi,
dan ini sebenarnya juga Cuma untuk eksyen di bawah tiga
pasang mata yang menatap lurus dan tajam. Ketiga cewek itu
mati-matian berusaha terlihat wjar. Seperti orang yang sudah
biasa minum kopi.padahal sih" uuugh, yekh! Pengen muntah!
Apalagi mereka ltihannya salah. Pakai kopi merek ngetop, yang
ada krim dan gulanya pula. Sementara yang sekarang diminum,
kopi yang ampasnya segede-gede jagung, dan baunya mirip
dedak makanan ayam. " Jadi"," sambung Langen. Tangan kananya buru-buru
mencomot sepotong pisang goring. Soalnya kopinya sudag naik
lagi ke ulu hati dan siap mencelat keluar. " Udah lo bilangin Fan?"
tanyanya. Fani geleng kepala. Menutup bibirnya rapat-rapat. Perutnya mual.
Bima gemas sekali melihatnya.
"Elo Feb?" Langen menoleh ke Febi. Yang juga geleng-geleng
kepala tanpa menjawab. Sibuk makan kerupuk sebanyakbanyaknya supaya kopi itu terdesak sampai ke usus.
" Bilang apa?" Tanya Bima.
" Itu, kami meu nantangin kalian bertiga"," lagi-lagi Langen tidak
langsung meneruskan. Sengaja. Supaya suasananya jadi
dramatis. "Kebut gunung!"
" HAAA!!!?" Bima terperangah. Rangga terhuyung mundur. Keduanya kaget
luar biasa. Sementar Rei Cuma berdiri diam karena sampai
sekarang rasa kagetnya belum hilang.
" Apa La?" Bima tidak yakin dengan apa yang baru saja
didengarnya. Jangan-jangan telinganya yang salah tangkap.
" Kebut gunung!" ulang Langen. Gaya bicarany masih santai,
sepertinya kebut gunung itu masalah sepele baginya.
" La, ini serius" Fan" Febi?" Bima menatap ketia cewek-cewek di
depannya bergantian. Tiga-tiganya mengangguk tegas.
" Udah yuk?" Febi berdiri. " Ntar keburu siang!"
Langen dan Fani ikut berdiri. Rei langsung mencekal satu tangan
Langen dan menarik cewek itu ke hadapannya.
" Kapan!?" suaranya bergetar. Sepasang matanya menyorot
tajam. Menembus jauh ke dua manic cokelat milik Langen.
Berusaha mencari tahu barusan itu biukan sekedar gertak
sambal. " Sekarang," jawab Langen santai.
" SEKARANG?" ketiga cowok itu tersentak.
" Iya, sekarang! Ini kami udah mau berangkat. Jam?" Langen
melihat pergelangan tangannya. "setengah delapan lah?"
" Dari mana!?" Tanya Rei langsung. Suaranya sampai mendesis.
Langen tersenyum manis. " Sori. Kalo itu kami nggak bisa bilang. Kan kalian selama ini lebih
suka jalan sendiri. Nah, sekarang kami juga begitu. Nggak
pengen ditemenin. Kita jalan sendiri-sendiri. Oke?" Dia
melepaskan cekalan Rein di lengannya,lalu menyusul Fani dan
Febi yang sudah berjalan ke luar warung.
" Sampai ketemu di puncak!" seru Febi. Dia lambaikan tangannya
sambil tersenyum lebar. Ketiga cowok itu berdiri kaku. Sama sekali tidak membalas
lambaian itu. Masih belum bisa percaya pada tantangan yang di
lempar Langen barusan. Begitu masuk mobi, Fani panik mencaricari.
" Nih!" Febi menyodorkan benda yang dicari dan langsung
disambar. Begitu permen rasa jeruk itu sudah melewati
tenggorokan, Fani langsung tertawa keras-keras.
" Lo berdua ngeliat mukanya Bima nggak" Shock abis dia! Dia
piker karena dia beruk, siamang, orangutan, jadi udah pasti
nggak mungkin terkalahkan. Mampus dia sekarang!"
" Gue juga puas!" seru Langen riang, " Lo tadi kenapa diem aja
sih Feb" aturannya lo sikat aja si Rangga. Abisin sekalian!"
" Males ah. Dia juga udah kaget banget kok tadi. Cukuplah," kilah
Febi. Di tempat mereka akan start untuk naik, Iwan cs langsung berdiri
begitu ketiga cewek itu muncul.
" Berhasil nggak?" sambut Iwan. " Pada kaget tadi?"
" Waaah, bukan kaget lagi! Muka mereka udah kyak napi mau
dieksekusi!" Fani terkekeh riang.
" Masa segitunya?" Yudhi jadi ikut tertawa.
" Pokoknyaseru banget deh!" LAngen menjentikkan jari,
" Oke?" Iwan menarik nadas panjang-panjang. " Waktu kita
nggak banyak. Siap berjuang?"
" Siap dong!" Langen cs langsung menjawab kompak.
" bagus ! Kita berangkat sekarang!"
Mereka bergerak. Untuk menjejakkan kaki di tempat tertinggi.
Kejutan pertama Langen cs untuk Rei cs!
Jalur yang pernah mereka buka dulu berawal dari tepi hutan yang
terbuka, jadi sekarang Iwan cs terpaksa memotongnya dari
tempat lain. Satu tempat tersembunyi dan jauh dari jalur-jalur
yang biasa digunakan penduduk desa untuk mencari kayu di
hutan. Dan karena mereka cuma menebas semak seperlunya, Rabu
kemarin Evan dan Rizal telah mengikatkan pita merah dirantingranting pohon dalam jarak tertentu, untuk menandai jalur itu.
Selanjutnya pita-pita itu akan langsung dilepas lagi, karena
mereka tidak berencana untuk turun lewat jalan itu lagi. Alhasil,
begitu semua pita-pita itu dilepas semua nanti, jalur itu akan
langsung hilang dan tidak akan ada yang menyangka bahwa
belum lama berselang sekelompok pendaki lewat situ menuju
puncak. Iwan juga telah memperhitungkan bahw waktu mereka benarbenar mepet. Karena itu mereka membawa makanan matang
yang siap santap. Jadi tidak perlu membuang waktu untuk
masak. Untuk urusan yang satu ini, mereka berterima kasih sekali
pada Teh Neneg karena sudah bersedia bangun pagi-pagi buta
untuk membuatkan mereka bacang. Juga menyiapkan susu
cokelat panas dan air jahe di dalam termos-termos kecil. Sebelum
memulai pendakian, sekali lagi Iwan memerikda ransel Langen cs.
Takut terlalu berat. Sementara Theo meminta ketiganya untuk
memakai sweter agar tidak tergores ranting atau semak di
sepanjang perjalanan nanti.
Semua sudah diatur sedemikian rupa agar tidak ada waktu yang
terbuang percuma. Selagi menunggu giliran untuk ditarik naik,
atau menunggu yang lain ditarik naik, yang berarti perjalanan
sementara jadi terhenti, dimanfaatkan benar-benar untuk
istirahat, makan, atau minum obat kalau ada yang merasa nggak
enak badan. Memang, jarak terdekat untuk mencapai puncak adalah melewati
lereng-lereng bertebing. Tapi ya itu, berisiko tinggi. Perlu
kekuatan fisik yang benar-benar prima dan peralatan yang bisa
menjamin keselamatan. Dan jalur yang dibuka Iwan cs memang
didominasi tebing. Beberapa malah nggak lurus dan overhang.
Tapi justru di situ letak kunci kemenangannya. Jangan
membayangkan cewek-cewek itu merayapi tebing dalam arti yang
sebenarnya. Jauh deh! Mereka merayap hanya untuk
memudahkan proses penarikan.
Di tebing-tebing yang overhang malah lebih asyik lagi. Ketiganya
tinggal duduk manis di seat-belt sambil menikmati pemandangan.
Sambil minum juga boleh. Atau sambil makan sekalian kalau
memang tidak punya perasaan. Lalu ditarik sampai ke atas. Asyik,
kan" Makanya Rabu kemarin waktu jalur ini akan dibuka kembali, Iwan
cs membawa bergulung-gulung tali karmantel. Untuk menghemat
waktu, di setiap tebing mereka terpaksa meninggalkan tali dalam
keadaan terpasang. Ini pendakian Langen cs yang pertama. Tapi
mereka justru menempuhnya dengan cara yang tidak biasa, kalau
tidak ingibn dibilang gila, untuk pendaki pemula.
Bukan saja karena banyaknya tebing yang harus dilintasi, tapi
juga jarangnya permukaan yang datar. Dari awal semua
serbamiring, serba harus merayap. Kadang berbatu-batu, kadang
di antara gerumbulan semak, kadang di tempat kering, tapi tak
kurang juga tempat-tempat basah dan lembab.
Di beberapa tempat, kelebatan hutan yang harus mereka tembus
begitu rapat. Langit tertutup ribuan daun hingga Evam, yang
berjalan paling depan, harus menggunakan senter untuk mencari
di mana pita merah berikutnya pernah dia ikatkan.
Jangan ditanya lagi berapa kali Langen cs jatuh karena
tersandung atau terpeleset. Tidak terhitung! Beruntung
pengawal-pengawal mereka sigap. Jadi tidak sampai seperti
pepaya matang jatuh dari pohon.
Tapi tekad dan semangat ketiga cewek itu, untuk menunjukkan
bahwa mereka juga patut diperhitungkan, mengalahkan semua
kesulitan. Seluruh ketakutan. Segala keletihan.
Namun ternyata tekad dan semangat tidak bisa seterusnya
dijadikan sumber kekuatan. Memasuki jam keempat, sudah tidak
bisa dicegah lagi. Cewek-cewek itu akhirnya berguguran!
Tiba-tiba Febi pingsan. Rizal yang sudah mulai waspada dari
menit-menit sebelumnya, dengan sigap langsung menangkap
sebelum tubuh Febi mencium tanah. "Theo, bantuin gue, Yo!
Lepasin ransel sama balaclavanya!"
Kalau urusan menolong cewek cakep, Theo selalu sigap dan
siaga. Repotnya, mereka sedang berada di lereng gunung yang
punya kemiringan lumayan tajam. Meskipun pertolongan pertama
untuk orang yang sedang pingsan adalah dibaringkan dengan
posisi kepala lebih rendah, tapi karena terlalu miring mereka
takut Febi malah akan menggelinding ke bawah.
Terpaksa metode itu diabaikan. Rizal ditibani rezeki. Dia dijadikan
sandaran untuk menopang badan Febi yang lunglai. Theo kontam
protes keras. Dia menganggap dirinya lebih tepat. Alasannya,
badannya lebih gede jadi otomatis dadanya juga lebih luas, jadi
lebih tepat untuk dijadikan sandaran. Rizal langsung menolak
mentah-mentah. Alasannya, takut kalau mendadak Febi siuman,
tuh cewek bakalan langsung pingsan lagi begitu tahu siapa yang
memeluknya. "Emang gue kenapa?" sergah Theo. "Bukan gitu, Yo." Rizal
menyeringai. "Dari awal kan udah sepakat dia tanggung jawab
gue. Kalo tiba-tiba jadi elo, nanti dikira kita suka ngoper-ngoper
cewek, lagi!" "Udah! Udah! Ribut aja!" potong Evan tak sabar.
"Cepet kasih minyak kayu putih atau balsem. Ntar kalo lo berdua
masih rebutan juga, gue yang pingsan nih!" "Heh!" Rizal dan
Theo menoleh bersamaan. "Silakan geletak di tanah sana. Ntar
gue panggil macan!" Meskipun cemas, semua jadi geli juga mendengar keributan itu.
Perjalanan terpaksa dihentikan. Kesempatan itu dipakai Langen
dan Fani untuk istirahat dan melepaskan sweter yang sudah
membuat mereka mansi keringat. "Gimana?" Iwan berjongkok di
depan keduanya. "Apa terasa pusing" Mual?"
Dua-duanya geleng kepala, sibuk mengipas-ngipas. Tapi cuma
sebentar. Tak lama keringat malah membuat mereka jadi
kedinginan. Belum ada jam dua belas, tapi dinginnya sudah
ampun-ampunan. Dan baru bisa hilang kalau mereka banyak
bergerak. "Lo berdua ganti baju." Iwan menarik carrier-nya,
mengeluarkan baju Langen dan Fani yang terbungkus plastik
hitam. Tak berapa lama Febi siuman. Segelas air jahe hangat langsung
disodorkan Theo untuknya. Karena waktunya benar-benar mepet,
perjalanan mereka terpaksa dilanjutkan meskipun kondisi Febi
sebenarnya mencemaskan. Belum ada setengah jam, ganti Fani
yang roboh. Luruh ke tanah begitu saja. Lagi-lagi di saat mereka
sedang merambati satu lereng yang punya kemiringan tajam.
Dan botak pula. Nyaris tanpa pepohonan besar.
Yudhi langsung curiga saat jari-jari yang digenggamnya, yang
tengah dibantunya menapaki tanah miring berbatu itu, tiba-tiba
saja lemas. Saat dia menoleh, kedua mata Fani sudah setengah
tertutup. "WAN!!!" teriaknya seketika. Kaget, Iwan langsung waspada.
Tubuh Fani merosot jatuh. Iwan menangkapnya dan mati-matian
berusaha menahan dengan tangan kanannya yang bebas,
sementara tangan kirinya menggandeng Langen.
Akhirnya Iwan kehilangan keseimbangan. Badannya limbung,
hampir ikut terjatuh. Genggamannya ke Langen terlepas dan
tangan kirinya kemudiam bergerak-gerak panik mencari
pegangan. Langen kontan jadi limbung. Tumpuannya yang
terbesar memang ke Iwan. Karenanya begitu tangannya dilepas,
cewek itu langsung kehilangan keseimbangan. "LANGEN! CARI
PEGANGAN, LAAAA!!!?" teriak Iwan menggelegar.
Tidak usah dibilang. Langen sudah refleks mencari-cari pegangan,
tapi butiran-butiran batu dan tanah lepas menggagalkan
usahanya. Tak ayal, badannya berguling-guling menuruni lereng.
Evan dan Theo segera melepas carrier di punggung masingmasing dan langsung melesat tanpa berpikir lagi. Mereka
berusaha meraih tubuh Langen yang meluncur turun dengan
cepat. "DI POHON ITU, YO!!!" teriak Evan. Theo langsung melesat
seperti terbang. Melewati Langen dan memasang badannya di
antara dua batang pohon kecil. Harap-harap cemas, semoga
batang-batang pohon yang langsing itu sanggup menahan.
Hampir saja gagal. Batang-batang itu sempat melenggang ketika
sesaat kemudian Langen menabrak Theo dengan keras. Matimatian Theo menjejakkan kakinya kuat-kuat ke tanah agar tidak
semua beban bertumpu di dua batang pohon itu.
Evan yang tiba beberapa detik kemudian, langsung mengambil
alih. Ditariknya tubuh Langen yang menimpa Theo. Cewe ktiu
benar-benar lemas, antara sadar dan tidak. Di bawah mereka
jurang menganga. Terjatuh ke dalamnya, nyawa dipastikan akan
langsung melayang tanpa sempat lagi menghitung dosa. Apalagi
minta ampun! Iwan tiba beberapa detik kemudian. "La, lo nggak apa-apa, kan"''
tanyanya. Suaranya tercekik di tenggorokan. Tanpa sadar,
melihat wajah Langen yang sudah seputih kapas, dipeluknya
cewek itu kuat-kuat. Langen menangis tanpa sadar. Dia benar-benar ketakutan. Yang
teringat cuma jurang berbatu yang siap menyambutnya di bawah.
Jurang! Jurang! Dan.....tewas! Iwan tertegun begitu sadar
dadanya basah. "Udah, La. Udah lewat," hibur Evan. "Theo
pernah ditolak mati. Takut di sana nanti jadi bosnya jurik. Jadi
selama dia masih hidup, kita kayaknya bakalan aman."
Theo memang pernah mati suri. Dan pengalaman spiritualnya
selama hampir setengah hari jadi almarhum itu benar-benar bikin
merinding. Yang sudah pernah mendengar kebanyakan ogah
mendengar dua kali.

Cewek Karya Esti Kinasih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"HEEEI! TOLONGIN DOOOOONG!!!!" teriak Yudhi dari atas. Fani
ternyata masih pingsan. Febi juga sangat pucat. "Tinggal aja.
Nggak apa-apa." Iwan mengangguk . Evan dan Theo buru-buru
naik. "Evan bener, La," ucap Iwan pelan. Tidak dia lepaskan
pelukannya karena tubuh Langen masih gemetar. "Kadang susah
dipercaya. Tapi kami udah berkali-kali ngalamin peristiwa yang
hampir 'nyaris' begini. Dan puji Tuhan, selalu lewat. Mungkin
Theo bener-bener penolak bala." Diusap-usapnya punggung
Langen. Lalu perlahan dia lepaskan pelukannya. Mata basah dan
merah Langen membuatnya tertegun sesaat lalu tersenyum geli.
"Bisa nangis juga lo, ya?"
Langen tersenyum malu dan buru-buru mengusap air matanya.
Kali ini mau tidak mau mereka harus mberistirahat agak lama.
Baru setelah wajah-wajah pucat ketiga cewek itu sudah
berkurang dan ketiganya juga sudah mulai tenang, perjalanan
diteruskan. Selanjutnya, barisan pita merah berliku yang mereka ikuti
membawa mereka ke satu tempat yang cukup unik. Tegak di
depan mereka, sebuah dinding cadas tinggi. Hampir sepanjang
sepuluh meter. Seluruh permukaannya basah dialiri air. Sebuah
langkan atau teras, selebar hampir satu meter yang sepertinya
terbentuk karena aliran air, membentang di hadapan. Langkan itu
juga basah dialiri air, berliku mengikuti dinding tebing. Menitinya
sudah pasti akan sangat menyenangkan, seandainya jurang tidak
menganga di sebelah kiri. Jurang yang kedalamannya tidak bisa
siketahui karena dasarnya tak terlihat, tertutup pepohonan rapat.
Mereka berhenti. Iwan menatap Langen, Fani, dan Febi yang
sedang termangu menatap pemandangan di depannya. Cowok itu
menunggu beberapa saat, baru bicara.
"Siap?" tanyanya. pelan, tapi efeknya seakan-akan dia baru s?ja
berteriak. ketiga cewek di depannya serentak menoleh kaget.
"Jangan pelan-pelan. nggak usah buru-buru pengen sampe
seberang. Ayo. Waktu kita nggak banyak.
Mereka mulai meniti langkan yang basah dialiri air itu.
Merapatkan diri ke dinding tebing dalam jarak aman yang tidak
tersentuh air. Untuk pengaman, Iwan cs telah menancapkan
beberapa piton yang merentangkan seutas tali, di sepanjang
permukaan tebing. Dari seluruh perjalanan, ini satu-satunya b?gian di mana mereka
tidak berani mengejar waktu. mau tidak mau harus melangkah
perlahan dan satu-satu. segalanya seperti akan berjalan baik,
sampai kemudian Febi tiba-tiba tergelincir. tubuhnya terhuyung
ke sisi jurang menganga. Refleks t?ngannya berusaha meraih tali
pengaman, tapi tidak berhasil. Rizal, yang berada dibelakangnya,
seketika mengulurkan tangan kirinya. Tak duga, dia mengalami
hal yang sama. kaki kirinya kepeleset. beban berat dipunggung
membuat tubuhnya kemudian terbanting. kelima jarinya yang
tidak menggenggam sepenuhnya, membuat tali pengaman
terlepas dari genggaman. Dan semuanya terjadi dalam hitungan detik. permukaan langkan
yang licin menyeret tubuh Rizal yang terbanting, langsung ke
mulut jurang. tangan kiri cowok itu yang sudah sempat meraih
tubuh Febi, seketika menyentakkan tubuh itu ke dinding tebing.
Febi terhuyung membentur dinding, dan aliran air seketika
membuatnya basah kuyup. Theo, yang sempat terpana selama beberapa detik, langsung
bertindak. disambarnya tubuh Rizal yang sudah sampai di bibir
langkan. sayangnya.....terlambat!
Disaksikan semua mata yang hanya bisa terkesima, Rizal terjatuh
ke dalam jurang. menghantam sebuah dahan pohon. terdengar
bunyi ''krak" keras. dahan itu nyaris patah jadi dua. sedikit sisa
kayunya yang masih menyambung membuat dahan rapuh itu
mengayun-ayunkan Rizal di atas ketinggian yang tidak diketahui
jaraknya. Febi yang pertama tersadar. dia berlutut di tepi langkan dan
menyeritkan nama Rizal dengan lengkingan panjang. seketika
yang lain tersadar seperti ditampar.
"Yo! keluarin tali!" seru Iwan dengan suara tercekat. sambil
menurunkan carrier, dipandangnya Evan dan Yudhi sekilas.
"Tolong lo bawa nih cewek-cewek!"
Yudhi segera membimbing Langen dan Fani meneruskan meniti
langkan. sementara Evan terpaksa menarik Febi yang terus
menatapnya ke bawah sambil terisak-isak dan memaksanya pergi
dari situ. Theo mengeluarkan segulung tali dari dalam carrier-nya,
sementara Iwan mengeluarkan seat belt dan beberapa peralatan
lain. "Elo belayer!" kata Iwan sambil mengenakan seat belt. sementara
itu di bawah, Rizal benar-benar bersyukur dia tidak terluka,
karena carrier-nyalah yang menghantam dahan pohon sampai
nyaris jadi dua. masalah besar yang dihadapinya sekarang, dia
hanya punya waktu beberapa detik untuk menyelamatkan diri
sebelum dahan ini benar-benar jadi dua, dan patahannya
melemparnya ke kedalaman yang tidak terlihat.
Semuanya menyaksikan dalam ketegangan yang menikam, saat
Rizal berusaha menggapai sebuah tonjolan tebing, sementara
Iwan dan Theo menyiapkan usaha penyelamatan. dan semuanya
langsung menarik napas lega saat akhirnya Rizal berhasil.
Sepertinya melekat di dinding cadas yang dibasahi aliran air jauh
lebih aman daripada terayun-ayun di dahan rapuh. Sepertinya!
Tapi air akan mengikis cadas sekeras apa pun, dan membuat
permukaan-permukaan tajamnya jadi tumpul. Rizal berjuang
mati-matian untuk bertahan. Kesepuluh jarinya mencengkeram
tonjolan tebing yang tumpul kuat-kuat. kedua kakinya
menjejak___juga di tonjolan tebing tumpul___kuat-kuat.
Tapi tonjolan permukaan tebinh yang hanya beberapa sentimeter
dan tumpul pula, tidak mampu mengalahkan beban berat di
punggung yang beratnya puluhan kilogram, apalagi masih
ditambah dengan tarikan gravitasi. Perlahan badan Rizal mulai
melengkung. Dan itu membuat kedua tangannya bergerak liar
mencari pegangan lain yang lebih kuat.
Setelah beberapa saat mati-matian mencoba bertahan, akhirnya
Rizal menyerah. diiringi jeritqn Langen, Fani, terlebih lagi Febi,
dan teriakan keempat temannya, Rizal terjatuh. tubuhnya
melayang turun, lali hilant ditelan kelebatan pohon dibawah!
Semuanya terkesima, tak bisa percaya atas hilangnya salah satu
teman mereka. Iwan yang sebenarnya sudah separuh jalan,
seketika menggantung diam ditengah tebing. "RIZAAAAAAL!!!!!"
Jeritan Febi melengking panjang. Membelah keheningan. Seketika
semuanya tersadar. Iwan berusaha menuruni tebing dengan
cepat. semua menahan napas ketika kemudian dia menghilang di
antara lebatnya pepohonan di bawah. Detik-detik kemudian
berlalu dalam tegang dan cemas yang benar-benar mencekik
saraf. Tiba-tiba lebatnya daun-daun di bawah terkuak. Iwan muncul
bersama Rizal. Iwan bertelanjang dada karena kausnya disobek
untuk membebat luka di kepala dan lengan kanan Rizal. Ada noda
darah di kedua tempat itu.
Lagi-lagi Febi menjeritkan nama Rizal, lalu ribut bertanya di mana
kantong P3K. Sementara Evan berjalan hati-hati meniti langkan
tebing untuk menjemput Rizal.
Semuanya lalu mengikuti dengan diam, sepotong adegan ala filmfilm perang, saat seorang tentara ganteng yang terluka dirawat
seorang gadis relawan Palang Merah yang cantik. Yang
membersihkan lukanya bukan hanya dengan tangan-tangannya
yang halus, tapi juga ekspresi cemas plus ait mata. Ditambah
permohonan berjuta maaf yang begitu mengundang iba dan
mengharumkan hati siapa saja.
"Wih, enaknya!" komentar Theo sambil geleng-geleng kepala.
"Gue juga mau, kepala gue bocor kiri-kanan-depan-samping!"
Semua tertawa. "Emang kepala lo bisa bocor?" tanya Evan.
"Orang kejedot jendela aja, kacanya yang pecah!" "Jendela lo aja
yang kacanya murahan!" balas Theo langsung. semuanya tertawa
lagi. Kembali mereka terpaksa mengambil istirahat agak lama.
soalnya, walaupun luka Rizal tidak serius, ketegangan yang
ditimbulkan telah menguras cukup banyak energi. Setelah dirasa
semuanya sudah cukup istirahat, Iwan berdiri. diraihnya carrier
Rizal. "Sementara lo nggak usah bawa apa-apa dulu." "Nggak!
Nggak usah! Nggak usah!" Rizal buru-buru menolak. meskipun
tubuhnya serasa benar-benar remuk, luka dipelipisnya juga,
terasa sangat sakit, berhubung di depan ada cewek-cewek
apalagi ada yang sudah menangisinya sampai keduanya matanya
bengkak begitu, dia mesti kelihatan strong bak Hercules! Perkara
nanti sampai rumah kolaps, itu urusan belakang! "Serius, nih?"
Iwan menatap Rizal, tak yakin. "Iya. Lagian juga udah deket."
Mestipun khawatir dan sebenarnya tidak percaya, keempat
temannya akhirnya membiarkan Rizal tetap menyandang beban
berat di pungguh. *** Lima belas menit terakhir, Langen, Fani, dan Febi merasakan apa
yang dirasakan setiap pendaki gunung di saat menapaki menitmenit terakhir perjalanan mereka. Perasaan yang sulit
digambarkan. Padang-padang edelweis dengan bunga-bunga- bunga putihnya
mengapit di kiri-kanan. Kabut datang dan pergi bergantian.
Kesunyian yang begitu dominan. dingin yang menggigit tulang.
Dan langit yang sepertinya tergapai tangan.
Ini pendakian mereka yang pertama. Bukan bersama orang-orang
yang mereka sayangi, tapi justru bersama orang-orang yang baru
mereka kenal___kecuali Iwan tentu saja. Tanpa sadar, semua
terdiam. Sampai mereka tiba di satu tempat terbuka. Tidak begitu
luas dan penuh rumpun edelweis. Tiba-tiba Iwan dan keempat
temannya memisahkan diri. Membentuk jarak dengan Langen,
Fani, dan Febi. Cewek-cewek yang selama lima jam lebih mereka
bimbing untuk sampai ke tempat ini, melewati begitu banyak
kesulitan. Ketiganya menatap heran, tak mengerti. Iwan
melangkah maju. Mendekati Langen lalu mengulurkan tangan.
"Selamat, La....." Diguncang-guncang tangan Langen. "Lo udah
berhasil sampe puncak. Hebat!"
Langen tergugu. Keharuan itu begitu saja datang. tiba-tiba dia
terisak. "Makasih, Wan....." Suaranya hampir tak terdengar. Iwan
melepaskan genggamannya kemudian beralih ke cewek di
sebelah Langen. Fani, yang juga sudah menggigit bibir. "Selamat
ya, Fan," ucap Iwan lembut. "Elo udah berhasil sampe puncak.
Top!" Suasana lansung berubah seperti acara perpisahan. Meskipun
sudah ditahan mati-matian, suara isak tangis itu tetap terdengar.
Pelan, tapi malah membuat suasana jadi semakin
mengharumkan. Apalagi sewaktu Rizal mengucapkan selamat
untuk Febi. Part two adegan di pinggir jurang tadi. "Ya ampun,
Feb! Udah dong nangisin Rizal-nya. Orang dia nggak kenapanapa!" kata Theo dongkol. "Nggak kenapa-napa gimana" Dia luka
dalam, kan" Harus sering-sering diperhatiin!" jawab Yudhi cepat.
Iwan dan Evan menyeringai, tertawa tanpa suara.
"Apanya yang luka dalam" Mana sini, gue ketok sekalian!" dengus
Theo sambil balik badan. "Siapa yang mau sosis panggaaang!!!?"
dia berteriak nyaring. berhasil. teriakannya langsung merusak
suasana penuh haru itu. "Oke, deh. met pesta. Biar gue jaga....."
Iwan berjalan ke mulut salah satu jalan setapak dengan
membawa segelas kopi dan seplastik roti. "Yud! Jangan lupa tuh
urusannya cewek-cewek!" "Sip!" Yudhi mengangguk. "Mau liatliat, nggak?" ajak Riza. "Kita sekarang ada di tempat tertinggi
ketiga di Jawa Barat!" "Mau! Mau!"
Langen dan Febi langsung berdiri, sementara Fani kayu,
kemudian bertiga dengan Theo membakar sosis. Membakar
sambil mengunyah, membuat Theo sebentar-bentar berteriak,
dan akhirnya sosis-sosis itu ditumpuk di piring yang diletakkan di
depannya persis. "Bagi dong, Yoooo," rayu Fani sambil
mengedipkan mata. "Nggak!" tolak Theo langsung. "Dari tadi lo
udah makanin melulu, tau!" "Atuuu aja. Yang keciiil....." "Nggak!"
Fani mengambil sebatang kayu bekas memanggang sosis.
Diacung-acungka?ya kayu yang ujungnya telah menjadi bara itu
ke arah Theo. "Bagi ngg?aak.... atau mau gue bikinin tato baru di
tangan lo" tapi gue nggak jamin jadinya bisa keren kaya tato lo
yang laen!" "Eh" Eh" Tolong! Iya! Iya nih!" Theo buru-buru
memberikan apa yang diminta oleh rampok cewek di depanya.
"Van! Panggilin yang laen gih, buruan! keburu abis nih sosis!"
Evan pergi sambil cengengesan. tak lama dia kembali bersama
Yudhi, Rizal., Lagen, dan Febi. Mereka langsung menyerbu
tumpukn sosis di piring di depan Fani. berebut mengambil paling
banyak. tarik-tarikan. dorong-dorongan. saling berusaha menyikat
sosis milik yang lain, tapi berjibaku mempertahankan milik
sendiri. makan sambil tertawa cekakakan dan berteriak-teriak
riuh. pesta metiah itu langsung terhenti begitu Iwan muncul
dengan muka tegang. "Mereka datang!" serunya tertahan.
ketiga cewek itu tersentak. lansung berdiri dan lari ke tempat
yang telah disiapkan Yudhi untuk mereka, lalu buru-buru duduk
diatas bentangan ponco. sosis di mulut buru-buru ditelan tanpa
sempat dikunyah sampai lembut. setelah itu mulut dan tangan
dilap smpai benar-benar bersih. pakai cologne sedikit biar bau
daging panggangnya hilang. setelah itu mereka men arik napas
panjang-panjang. menenangka diri. tiba-tiba Iwan datang
menghampiri. "ingat ya!" desisnya tegang. "jangan sekali-sekali mau diajak
turun bareng. ngrti?" ketiga cewek itu menganguk. "dan jangan
dikasih kalo mereka maugelar ponco deket lo bertiga. usir jauhjauh! terus., ransel-ransel itu nggak memadai untuk naek
gunung. jadi jangan sampe mereka ngeliatin terlalu lama. bisa
curiga. tutupi badan atau jaket. ngerti?" ketiga cewek itu
mengangguk lagi. mereka jadi srmaki tegang melihat Iwan seperi
itu. "ingat itu! dsn jangan jangsn keliatan nervous semua serahin
ke gue good lock!" Iwan melejit dari hadapan Langen cs
bergabung kembali dengan teman-temannyanya. "Gue mau purapura tidur deh. Febi masuk ke satu-satunya sleeping bag yang
ada. "Iya.... " Langen mengangguk. "sekarang lo pura-pura tidur
aja. yang gampangan. tapi ntar malem rencana kita kudu sukses
ya Feb!" Shock yang dialami Rei, Bima, dan Rangga terlalu lama. Begitu
yang dikendarai Langen menghilang di tikungan, mereka baru
sadar. Rei langsung berlari ke Jeep-nya dan melompat ke
belakang setir, diikuti Bima.
"Cek di base camp, Ga! sekalian mintain izin Bang Imenk, kita
nggak ikut latihan!" seru Rei sambil memutar kunci. Rangga
langsung balik badan, lari ke atas.
Dengan kecepatan tinggi, Jeep itu lalu menyusuri jalan aspal
sempit yang berkelok turun. tapi saat mereka tiba di pertigaan
jalan besar, Escudo itu tidak terkejar. setelah Rei dan Bima
mengawasi kiri-kanan, juga menanyai orang-orang yang ada di
sekitar situ, Jeep itu kembali ke atas. sekali lagi melaju dengan
kecepatan tinggi. untuk kedua kalinya mereka melewati Teh
Neneng yang sedang menampi beras di depan warungnya. dan
untuk kedua kalinya pula mereka tidak melihat di jalan tanah
samping warung itu tercetak dua jalur jejaj ban!
Rangga sedang berdiri gelisah saat Rei menginjak rem mendadak


Cewek Karya Esti Kinasih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di depannya. melihat ekspresi wajah teman-temannyar dia sudah
tahu percuma bertanya bagaimana hasilnya.
"Kang Ucup bilang mereka nggak lewat sana.semua yang
nongkrong di base camp juga nggak ngeliat. tapi gue udah wantiwanti dia untuk ngawasin."
Mereka bertiga saling pandang. sama-sama bingung. Bima
melompat turun. "Kita naek sekarang!' Dia berjalan masuk ke
warung dan keluar dengan sebuah carrier besar di punggung
Kedua sahabatnya langsung mengikuti.
Cara membuktikan tantangab itu benar atau tidak, memang
hanya satu. secepatnya sampai puncak.dan ketiga cowok itu asli
kuaaaget setengah mati amat sangat. saat berhasil mencapau
puncak dengan rekor tercepat____lima jam!____ketiga cewek itu
sudah ada di sana!!! Saking tidak percayanya, Rei cs lalu berdiri persis di hadapan
Langen cs. meyakinkan diri kalau sosok-sosok tubuh itu asli dan
bukan fatamorgana. "Udah lama elo di sini?" tanya Rei. "Heh!"
cibir Langen dengan ekspresi malas. "Kasih tau, Fan!" "Satu jam!"
sambil mengunyah biskuit, Fani menjawab seolah sambil lalu.
Lagi-lagi ketiga cowok itu terperangah. satu jam!!!" Tidak
mungkin! Impossoble! Mustahil! Bohong! Nonsens! Tapi
kenyataannys ketiga cewek itu ada di sini. di tempat tertinggi.
"Jangan di sini!" sentak Langen saat Rei akan menurunkan
carrier. "Kita lagi berkompetisi. jadi mesti jaga jarak sampe
selesai. lagian kita juga udah bosen deket-deket lo bertiga. sana
yang jauh!' Fani meringis geli. merasa kalah, ketiga cowok itu menjauh. Bima
lalu menghampiri iwan cs, yang nge-camp agak jauh dan
berlagak tidak peduli. Yudhi dan Theo sedang memfoto
pemandangan dengan kamera bertripod. Evan dan Rizal tdurtiduran. sementara Iwan membaca buku. setelah perkenalan
singkat dengan masing-masing menyebutkan nama, Bima
langsung ke tujuan. "Cewek-cewek itu udah lama di sini?"
Iwan mengangkat kepala. menjawab dengan suara datar seolah
tidak tertarik. "Nggak tau. kami sampe sini, mereka udah ada."
"Lo udah lama sampe?" "Sejamlah kira-kira."
Bima terpana. shock mendengar kesaksian itu. juga kedua
sahabatnya saat dia laporkan perkataan Iwan itu.
Langen dan Fani yang mengawasi diam-diam, tertawa pelan.
kaget kan lo bertiga!" makanya jangan suka ngeremehin cewek!
ledek mereka dalam hati. Sementara itu tanpa kentara Iwan cs berunding. mencari cara
untuk membawa Langen cs turun tanpa Rei cs curiga. tak lama
Theo berdiri lalu berlari terbirit-birit sambil memegangi perut dan
menghilang di semak-semak. Langen, Fani, juga Febi yang baru
keluar dari sleeping bag, menunduk menahan taea. kebanyakan
makan sih! Langen yang bingung bagaimana kelanjutsn aksinya, menoleh
dan jadi tertegun. Iwan tengah menatapnya dari balik punggung
Rizal. cewek itu menyipitkan mata. berusaha keras membaca
isyarat yang dilempar Iwan secara sembunyi-sembunyi itu.
mereka harus turun" sekarang" lewat jalan yang tadi diambil Rei
cs" Langen meminta ketegasan. tapi Iwan sudah tidak menoleh lagi.
Langen lalu memberitahu kedua temannya.
"Gimana caranya turun bareng Iwan di depan mereka" Masa kita
turun sendiri?" tanya Fani. "Kayaknya gitu." "Sendiri!?" Fani
terperangah. juga Febi. "Kalo kesasar gimana?"
"Nggak tau. yuk, buruan beresin."
Dengan perasaaan campur aduk, antara tegang, cemas, dan
takut, ketiga cewek itu membereskan semua perlengkapan. Fani
terus-menerus melirik Iwan cs. beruntung di detik-detik terakhir
Iwan menoleh. sekali lagi cowok itu memberi isyarat.
Turun! Sekarang! Setelah semua beres, dan setelah setengah
mati memaksa sleeping bag masuk ke ransel____sampai
terdengar bunyi "breeeet" dan dengan pasrah ransel itu dibiarkan
mangap___ketiganya berdiri dan dengan gamang berjalan
menuju jalan setapak. Lima menit sebelumnya Iwan mengirim Evan, Theo, dan Yudhi ke
tempat Rei cs, dengan misi untuk mengalihkan perhatian. supaya
Langen cs tidak terhambat. begitu ketiga cewek itu lewat, Rei cs
memang refleks akan menahan. ketiga cowok itu malah nyaring
saja melompat, siap mencekal cewek masing-masing. tapi suara
Theo yang seperti petasan sekardus disundut bersamaan,
membuat ketiganya seketika menahan diri. Apalagi si Botak itu
juga dengan santai, tanpa minta izin dulu sama yang punya,
menjadikan carrier Rei untuk bantal dan carrier Bima untuk
guling. gimana orangnya bisa cabut kalau propertinya dipakai
untuk tiduran begitu" apalagi ketiga cewek itu juga berlagak tidak
peduli pada cowok masing-masing. satu pun tidak ada yang
menoleh. lewat begitu saja.
"Cewek-cewek hebat!" puji Theo dengan ekspresi kagum banget.
"jarang gue liat ada cewek berani naek gunung tanpa cowok.
belum pernah malah!" "Udah kenalan?" tanya Bima. suaranya
terdengar ringan, tapi di otaknya langsung muncul satu daftar
perkakas pembunuhan. Yudhi, yang sebodo teuing cowoknya siapa kera berbulu di
depannya itu, menjawab santai, "Oh, jelas dong! barang bagus
begitu!" Kalimatnya membuat tiga pasang mata di depannya seketika
berkil at tajam. "Kalo elo milih yang mana?"Evan memperkisruh
keadaan. "Gue suka sama si Langen. udah lucu, kece, lagi!"
"Fani!" jawab Yudhi cepat. "Manis banget tuh cewek! Gila! ck ck
ck!" Yudhi geleng-geleng kepala. Bima sudah bergerak akan
menghajar tapi langsung ditahan Rei.
"Kalo gue tiga-tiganya!" seru Theo nyaring. "cakep-cakep sih.
milihnya jadi susah."
"Kalo elo sih memang maruk!" Evan menepuk bahu Theo. "Dia
emang playboy nih!" katanya, memberitahu Rei cs. "Mantanmantannya berjibun! siapa aja Yo" yang gue inget cuma, Yuli,
Aulia, Dian, sama Tia. yang laennya gue udah lupa."
Theo menggangguk-angguk. mengiyakan dengan roman bangga.
padahal nama-nama yang disebutkan Evan tadi memang akrab
denga Theo.mereka sering pergi bersama.peluk-pelukan sambil
jalan. kadang Theo suka memeluk keempatnya sekaligus. dua di
kiri: si yuli atau Yulianto, dan Aulia atau Aulia Taufano. Dan dua si
kanan: si Dian atau Dian Nugraha, dan Tia, yang nama
lengkapnya Tiandri Baron. kepalanya botak juga, kayak Theo.
Yudhi setengah mati menahan tawa menyaksikan ekspresiekspresi dendam di depannya. Mana Rei cs tahu bahwa empat
nama yang disebutkan tadi......asli cowok!
Sementara itu Langen cs berjalan seperti anak ayam kehilangan
induk. mereka ketakutan. apalagi saat jalan setapak itu mulai
memasuki daerah berhutan. dengan pohon-pohon yang tinggi
dan rapat, dan bukan lagi rumpun-rumpun edelweis dan semaksemak rendah.
"Bener ini jalannya, Ls?" tanya Febi. suaranya juga bergetar.
Radius kira-kira dua ratus meter, tiba-tiba mereka menemukan
seutas pita merah terikat di ranting pohon. ada secarik kertad
diselipkan di ikatannya. IKUTI PITA MERAH! LEPAS LAGI DAN JANGAN SAMPAI ADA
YANG TERCECET! (THEO) Takut-takut ketiga cewek itu mengikuti barisan pita merah yang
diikatkan tiap jarak satu meter itu. berliku-liku menembus
pepohonan rapat. kira-kira dua puluh meter, mereka berhenti di
depan pita terakhir, yang diikat di satu ranting pohon yang berdiri
dekat batu besar. ada selembar kertas juga di ikatannya.
Bersikap seperti tidak terjadi apa-apa, Langen cs melintas di
depan base camp yang saat itu sedang ramai. "Hei!" panggil
Ronni. "Abis dari atas?" "Kelihatannya gimana?" Langen balik
bertanya. "Masa sih!?" kedua mata Ronni membelalak. langsung
dihadangnya ketiga cewek itu. "Kok Rei nggak pernah cerita"
Bima juga. Rangga apalagi!" "Emangnya mesti diceritainceritain?" "Ck ck ck! hebat!" sepasang mata hitam yang suka
jelajatan itu sontak berbinar. cewek-cewek begini nih idaman
hatinya! "Gimana kalo kapan-kapan kita naik bareng?" "Liat
gimana nanti aja deh," jawab Langen malas. didorongnya cowok
itu ke pinggir. "Minggir kenapa sih" kami mau lewat, tau!"
"Heeeiiiii! Mampir dulu dong!" teriak Andreas. "Buru-buru nih!"
balas Fani, juga teriak. terima kasih deh! Andreas itu pengen
kayak Yang Mulia Sri Paduka Maharaja, kali___kiri-kanannya
sudah diapit "Selir Kurang Gizi" dan "Selir Kebanyakan Silikon",
masih mrnyuruh yang lain mampir.
Ketiga cewek itu buru-buru pergi. Takut Rei cs mendadak
muncul. yang penting tujuan mereka tercapai. banyak yang
melihat mereka lewat. tak berapa lama kemudian Rei cs memang
sampai di base camp, terengah-rengah dan mandi keringat
karena habis berlari jauh.
"Oi, barusan aja lewat!" lapor Andreas langsung. "Sama siapa
aja?" tanya Bima. "Bertiga aja."
Ketiga cowok itu langsung cabut. Andreas bilang, Langen cs
barusan saja lewat. tapi biar sudah diubek ke sana kemari, ketiga
cewek itu sudah tidak terlihat sama sekali.
"Cepet banget sih mereka ilangnya?" Rangga geleng-geleng
kepala. Bingung tapi juga takjub. sementara kedua sobatnya
menatap ke segala penjuru tanpa bisa bicara.
Sebenarnya Langen cs hanya bersikap tenang saat melintas di
depan base camp. tapi begitu melewati tempat itu, ketiga
langsung lari terbirit-birit. dan sekarang mereka sudah berada di
rumah Mang Asep. berkumpul lagi dengan Iwan cs.
Langen sedang dikerumuni Iwan cs. saat melihat cewek itu
mengeluarkan botol minuman keras dari Escudo Evan, Iwan jadi
antusias ingin tau rencana selanjutnya.
"Isinya gue buang. tapi yang dua botol gue sisain dikit, buat baubauan. terus botol yang satu gue cuci bersih-bersih.ntar diisii teh
manis. makanya gue pilih botol yang gelap, biar nggak
kelihatan...... terus, biar tambah meyakinkan, kita kudu meraih
mata kita. caranya, pelototin deh kompornya Teh Neneng. mata
kita kan kena asap tuh, terus kita ucek-ucek!"
Senyum-senyum geli mulai muncul saat Langen mengstone-kan
kedua matanya, meraih salah satu di depannya, lalu
mendekatkannya ke mulut sambil menengadahkan kepala.
berakting sedang menenggak minuman keras. setelah itu dia
goyang-goyangkan tubuhnya, pura-pura sempoyongan. dan
akhirnya...... bruk! cewek itu mengaparkan diri di atas dipan!
Kontan semuanya tertawa riuh. "Lo sarap, La!" kata Rizal, tapi
nadanya salut. "Gila banget si lo!" Evan geleng-geleng kepala.
"Oke banget, La! Canggih!" seru Theo. sementara itu Yudhi
mengacungkan kedua ibu jarinya tanpa bicara, karena mulutnya
sedang mengunyah pisang goreng. cuma Iwan yang tidak takjub.
dia sudah hafal dengan semua kelakuan Langen. ini termasuk
masih mending dibandingkan masa-masa SMA dulu.
Iwan cs kemudian pamit. mereka sebenarnya ingin menyaksikan
akting mabuknya Langen cs. ingin tahu bagaimana ending-nya,
Rei cs tertipu atau tidak. tapi karena menurut rencana yang telah
disusun kelimanya cuma eksis sampai di sini saja, cuma
membantu untuk urusan kebut gunung dan turunnya lagi, di
samping sifatnya yang agak-agak pribadi, terpaksa kelima cowok
itu hanya bisa mengucapkan "Selamat berjuang dan semoga
sukses". mereka kemudian cabut, pulang duluan.
"Berani nggak!?" tantang Fani. "Aah, nggak berani! Masukin lagi,
La! nggak pada berani mereka!"
"Payah!" Langen mengantongi lipstiknya. "Baru begini aja nggak
berani!" Jari-jari Rei dan Bima mulai mengepal. "Badan doang gede,
nyalinya seupil!" ejek Fani nyaring. "Apalagi kalo kita tantangin
ini, La!" Fani mengeluarkan buku agendanya dari dala. ransel.
sampul depan agenda u itu bergambar kartun cewek berbikini.
"Kalian berani nggak pake baju kayak gini!?" serunya ke Rei cs
yang berdiri diambang pintu, sambil menunjuk-nunjuk gambar
itu. "Kalo nggak berani, bareng kami deh!" sambung Langen. "Kalo
nggak punya, ntar kami pinjemin!" dia dan Fani saling pandang
lalu tertawa cekikikan. "Kita pinjemin yang gambarnya Snoopy,
La. yang seksi banget tuh. kayak punya Pamela Anderson!"
"Pamela telanjang, lagi. gimana sih lo!"
"Jorooook!" jerit Febi, yang sejak tadi terus menunduk, berlagak
sibuk dengan kartu-kartunya. dua cewek di dekatnya kontan
terkekeh-kekeh geli. "Satu..... dua..... tiga..... empat.....
lima.....Ah, lewat!" tandas Langen. "mereka nggak berani lagi,
Fan!" "Ya udah. kita kasih tantangan yang paling ringan aja kalo
begitu." "Apa ya?" Langen pura-pura berpikir. "untuk cowok-cowok
tempe...." "Tahu!" potong Fani "Tempe mah masih kekerasan. Tahu aja.
sekali colek aja udah ancur. kan cocok tuh buat mereka!"
Bima menggeram. kesepuluh jarinya mengepal keras, sementara
otot-otot di kedua lengannya tertarik tegang. "kurang ajar!"
desisnya dan bergerak maju.
"sabar, Bim!" dengan paksa Rangga menyentak badan besar
Bima ke belakang. Lo nggak denger!?" bentak Bima. jelas saja
cowok itu sangat marah. soalnya selama ini dia kan sudah
terkenal macho. jantan. masa sekarang dibilang cowok tempe"
Tahu, malah! gimana nggak emosi"
"Sabar!" Rei menepuk bahu Bima lalu berdiri persis di depannya.
"Jangan tahu, ah. itu terlalu menghina. ini aja...." sekali lagi
Langen pura-pura berpikir serius.
"Oncom!" serunya kemudian.
"Nah, betul! itu baru cocok!"
Berdua Fani, kembali cewek itu tertawa-tawa geli. Bima
menggeram lagi. dengus napasnya mulai terdengar seperti
lokomotif tua yang masih dipaksa menarik gerbong. Rangga
langsung mencekal salah satu bahunya.
"Setuju nggak, Feb?" tanya Fani.
"Oh, setuju dong!' jawab Febi langsung. "Dioseng, kan" Tapi
yang pedes ya. terus dicampur tahu. Nah..... cocok banget deh
buat orang yang nggak punya nyali..... eh, nggak punya gigi!
sampe salah!" "AAAAAAA....... HAHAHA!"
Jawaban Febi membuat tawa terbahak Langen dan Fani makin
menjadi-jadi. keduanya sampai gedubrakan memukuli meja.
"Sekarang gini aja deh," kata Langen setelah tawanya reda. "Ini
tantangan terakhir nih. coba sekarang lo bertiga bergaya kayak
yang di Taman Lawang. itu lho, yang suka berkeliaran malemmalem. Ayo, cepet!"
Ketiga cowok yang berdiri di ambang pintu tetap tidak
memberikan reaksi. "Aaah, udah deh! buang-buang waktu aja ngurusin ayam!" Fani
mengibaskan satu tangannya dan memasang ekspresi malas.
"Udah deh. pergi! pergi! mendingan pada nelor aja gih sana! tapi
ingeet..... kalo kotek-kotek jangan kenceng-kenceng, ya" soalnya
ini udah malem, you know?" dia menoleh ke Langen. "Elo tau
sendiri ayam betina kan, La" mau nelor aja berisiknya minta
ampun!" "Iya! iya!" Langen kembali terpingkal-pingkal. dipukuli mejanya


Cewek Karya Esti Kinasih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keras-keras. asli, geli betulan! Febi juga tertawa, tapi dia tutup
mulutnya dengan tangan. yang paling kasihan Mang Asep dan
Teh Neneng. pengen cekakakan tapi tidak bisa. takut ketahuan
kalau mereka terlibat dalam konspirasi.
"Makanya inget ya!" Fani menunjuk Rei cs satu persatu, yang
tengah menatapnya dengan sorot setajam mata serigala. "Jangan
berisik! kalo nggak nurut, ntar gue opor. baru tau rasa!"
Habis kesabaran Bima. disingkirkannya Rei dari depannya.
tadinya Rei memang sengaja menghalangi kalau-kalau Bima lepas
kontrol, tapi dia sendiri sekarang malah jadi ikut emosi. baru saja
kedua cowok itu bergerak satu langkah, Mang Asep langsung
buru-buru menghalagi. "Sabar, atuh! sabar! sabaaar!" katanya. "orang lagi mabok teh
memang begitu. bicaranya suka kurang ajar. sudah, jangan
didengarkan. Ayo, sudah. sudah." Mang Asep memaksa keduanya
mundur kembali. Karena tidak enak dengan pemilik warung, Rei dan Bima terpaksa
menahan diri. sementara itu, Rangga menatap Febi masih dengan
ekspresi tidak percaya. Febi-nya sendiri masih memerhatikan
kartu-kartu di tangannya dengan sangat serius. ini asli, bukan
sandiwara. cewek itu lupa bagaimana cara menghitung angkanya.
''HEH! NGAPAIN LO JATOH DI SINI!!!"'' Langen berteriak gilagilaan. Semua terlonjak kaget. Teko di tangan Teh Neneng
terlepas, jatuh dengan suara berisik di lantai semen. Mang Asep
kejedot tiang kayu. Sementara Fani terjungkal dari bangku. Dia
bangun, siap mau ngomel. Tapi satu isyarat samar dari sepasang
mata Langen dengan cepat membuatnya mengerti situasi.
Buru-buru ditutupinya Febi yang masih menatap sang kecoak
lurus-lurus. Di rumah Febi yang megah dan punya satu batalion
abdi dalem, kecoak memang seperti makhluk dari dimensi lain.
Febi cuma mendengar kata kecoak dari cerita orang lain, dan
cuma ada di rumah orang lain.
Tepat di saat Rei cs tersadar dari kaget, satu-satunya bukti
bahwa apa yang sedang terjadi di depan mereka cuma
sandiwara, telah terhapus!
Langen melompat bangun sambil melakukan gerakan kungfu ala
Jet Li. Dibentak-bentaknya kecoak itu. ''Diem aja, lagi! Lo
nantang!" Mau ngajak ribut" Ayo, dilapangan mana!?"
Meskipun sempat ternganga dengan improvisasi Langen itu, Fani
langsung membantu. Dia berteriak keras-keras, memberikan
support. ''hajar, La! Sikat! Gebuk! Kasih pelajaran!'' tapi tetap
akan dia beritahu Langen nanti. Ini sih bukan kelakuannya orang
mabok, tapi orang gila! Langen meneruskan aksinya. Dia bungkukkan badan lalu
ditunjuk-tunjuknya kecoak itu. ''Lagian kenapa sih lo jatohnya di
sini" Tempat lain banyak! Lo pasti sengaja! Iya, kan" Lo pasti
mata-mata! Ayo, ngaku! Pasti mata-mata!'' ''Udah abisin! Bunuh!
Pake diinterogasi segala!'' seru Fani.
Langen mencengkeram kecoak itu dengan satu tangan, meskipun
sebenarnya jijik banget, lalu melemparnya keluar jauh-jauh.
Tetap sambil silat. Biar keren! "Baru gitu aja! Keciil!'' Langen
menepuk-nepuk dada, lalu memamerkan kedua lengannya yang
langsing dan sama sekali tidak ada otot yang menonjol.
Begitu binatang menjijikkan itu lenyap dari depannya, Febi
langsung normal lagi. ''Langen hebat, euy!'' dia bertepuk tangan
keras-keras. ''Betul! Jagoan! Suit! Suiiiit!'' timpal Fani. Suit-suitnya
nyaring banget. Mirip kondektur bus.
Rei cs semakin shock melihat pemandangan itu. Rangga tak
mampu bicara. Rei menunduk, menutupi mukanya dengan satu
tangan. Bima menatap Fani dengan mata setengah menyipit dan
bibir setengah terbuka. Sementara Mang Asep dan Teh Neneng
sudah sejak tadi menghilang. Mereka masuk gara-gara tidak
sanggup menahan tawa. ''Ayo, jagoan! Kita minum, jagoan!''Fani
mengangkat botol di depannya tinggi-tinggi. ''Oooooke!'' Langen
mengacungkan kedua jempolnya. ''Eh, jangan diabisin! Sisain
gue!'' seru Febi. ''Tenang aja, Feb. Tapi ranger kita duluan.
Silakan, Ranger!'' Fani menyerahkan botol pada Langen dengan
sikap hormat. Langen menerima lalu meneguknya dengan lagak
penting. Rei cs saling pandang. Mereka menganggap sudah saatnya cewek
ini disadarkan, karena sudah benar-benar keterlaluan!
''Cukup, La!'' Rei merebut botol itu. Langen dan Fani tersentak
dan bergerak bersamaan, merebut kembali botol itu dari tangan
Rei dan segera menutupinya sebelum Rei tahu apa isinya, lalu
menyentakkan tubuh cowok itu ke belakang keras-keras. ''Jangan
macem-macem lo, ya!'' bentak Langen. ''Mundur!''
Rei di dorong sampai membentur Rangga. Bima menggeram
marah. Cowok itu bergerak maju dan berusaha merebut botol itu
dari tangan Fani. Terjadi ada kekuatan. Saling tarik, saling
dorong. Tahu tidak mungkin akan menang, Fani melancarkan
jurus barbar. Cara menyerang paling primitif yang akan dilakukan
sebagian besar spesies makhluk hidup yang diberi gigi. Digigitnya
tangan Bima keras-keras. "AAKH!!!" seketika Bima berteriak keras. Badannya terhuyung
mundur dan cekalannya terlepas. Fani buru-buru memasukkan
botol itu ke balik baju. Bima jadi semakin marah. Sambil mengusap bekas gigitan Fani
yang tercetak jelas ditangannya, dia menerjang maju. Di luar
dugaan, karena kejadian ini diluar skenario, ketiga cewek itu
menunjukkan satu koordinasi yang sangat bagus.
Dengan tangan mencengkeram kuat-kuat botol di balik bajunya,
Fani mundur ke belakang. Febi langsung bergerak maju,
merapatkan diri di sebelah Langen. Berdua mereka membentuk
barikade untuk melindungi Fani. Mengumpulkan tenaga dan
bersiap-siap. Bima sama sekali tidak menduga ketika empat
kepalan tinju kemudian serentak menyambutnya dan
menghantam tubuhnya di empat tempat yang berbeda. Dan
meskipun baginya itu sama sekali tidak ada artinya, tak urung
tubuhnya sempat terdorong mundur beberapa langkah.
Membentur meja di dekat pintu dan hampir saja menjatuhkan
botol-botol softdrink di atasnya.
Febi yang baru pertama kali ini memukul orang, terbelalak takjub
dan langsung bersorak girang. Tak percaya tangan-tangan
penarinya ternyata mampu melakukan itu.
''Ayo, kita hajar lagi dia, La!'' serunya penuh semangat. Medan
pertempuran memanas. Rei dan Bima maju bersamaan, dengan
rahang mengatup keras karena kemarahan yang ditekan matimatian. Cuma Rangga yang bergeming. Terpaku beku di
tempatnya berdiri. Ini benar-benar mimpi paling buruk yang tidak
pernah dia bayangkan. Febi-nya yang lembut, Febi-nya yang manis, Febi-nya yang begitu
sempurna......sekarang jadi rusak parah begini"
Mang Asep yang tahu keadaan telah berubah genting, langsung
turun tangan. Dia berdiri menghadang dengan kedua tangan
terentang lebar-lebar. "Jangan! Jangan atuh, Den! Sabar, ya" Sabaaar!'' "Tapi mereka
udah kelewatan, Mang! Nggak bisa lagi dibiarin!'' Bima berusaha
keras menahan diri untuk tidak menghardik Mang Asep agar
enyah dari depannya. ''Iyah. Saya teh sudah tau. Tapi kalo ributribut begini, nanti semua orang kampung teh pada datang. Terus
saya dikira jualan minuman keras. Terus warung saya teh ditutup.
Terus kumaha (gimana) saya dapat uang untuk makan" Ini saja
belum balik modal.'' ''Saya janji nggak akan ada keributan, Mang.
Biar kami bawa mereka pulang!''
Sebelum Mang Asep sempat membuka mulut, Rei sudah
menyingkirkannya dari hadapan. Dia berjalan cepat ke arah
Langen yang sedang bersenandung sambil mengocok kartu. Judi
akan dilanjutkan. Rei mencabut kartu-kartu itu dari tangan
Langen, lalu dengan marah membantingnya hingga jatuh
bertebaran di lantai. Diraihnya satu tangan Langen,
dicengkeramnya kuat-kuat. Rei berusaha menyeret cewek itu dari
situ. Seketika Langen memberontak. ''Apa-apaan lo!" Lepasin tangan
gue! Lepas!'' Tak tak peduli. Febi rupanya jadi ketagihan nonjok
orang. Tadi Bima dan sekarang giliran Rei dapat bagian. Tinju
kecilnya menghantam dada kanan Rei diikuti bentakan. "Lepasin
tangan dia, maniak! Sebelom lo gue hajar!"
Rei berdecak. Dicengkeramnya tinju Febi dengan tangannya yang
bebas. Dia menoleh ke Rangga. Tapi karena cowok itu masih
terpaku seperti tidak sadar diri di tempatnya, terpaksa Febi diper
ke Bima. "Bim!" seru Rei. Bima segera mengambil alih Febi. "Eh!
Eh! Lepas! Lepas! Tolong!" Febi berontak mati-matian.
Dipegangnya tepian meja kuat-kuat. Kedua kakinya menjejak
lantai, juga kuat-kuat. Fani jadi panik karena tameng terakhirnya
tinggal Febi. Dan beberapa detik kemudian tameng itu terenggut
dari depannya. "Ga! Cewek lo nih!" seru Bima. Rangga tersadar.
Buru-buru ditangkapnya badan Febi yang didorong Bima ke
arahnya. "Elo berani maju selangkah aja, gue lempar pake ini!" ancam
Fani. Dia bergerak mundur ke sudut. Satu tangannya memegangi
botol di balik baju, sementara tangan yang lain meraih botol bir
kosong dari atas meja. Diacungkannya botol bir itu dengan sikap
mengancam. "Lempar aja, mumpung kamu masih punya
kesempatan, sayang!'' desis Bima geram. Disingkirkannya meja,
penghalang terakhir mereka berdua, dari depannya. Dan
sekarang gorila itu berdiri menjulang di hadapan Fani. ''Cepet!''
selagi itu tangan masih bebas!''
Fani menelan ludah. Beberapa detik kesempatan yang diberikan
Bima, lewat tanpa berani dia gunakan. Dan beberapa saat
kemudian dua lengan meraih tubuhnya lalu meleburnya dalam
pelukan. Gemas, marah, geram, salut, seribu perasaan membuat
Bima memeluk ceweknya itu kuat-kuat. Sampai Fani merasa
tulang-tulangnya mau patah. Kemudian Bima menguraikan
pelukannya dan bicara dengan nada mengancam. ''Keluarin
botolnya, cepet! Kalo kamu nggak mau baju kamu robek!''
Mang Asep dan Teh Neneng sesaat saling pandang lalu
berimprovisasi seperti tuntunan skenario. Improvisasi berbahaya
karena sikonnya sudah sangat genting. Diam-diam, sehelai kain
basah minyak tanah dilemparkan Teh Neneng ke kolong salah
satu meja. Mang Asep segera menggulingkan lampu minyak
tanah di atasnya, dan seketika..... BLUG! api berkobar!
Mang Asep lalu berteriak dengan histeria yang sangat berlebihan.
"KEBAKARAN! KEBAKARAN!!!''
Semua mata seketika menoleh ke arahnya. Rei cs langsung
meninggalkan tawanan masing-masing, menghampiri Mang Asep
yang masih panik berteriak-teriak sambil menginjak-injak lidah
apa yang kecil. Di ambang pintu antara ruangan tempat pengunjung makan dan
ruangan dalam, Teh Neneng berdiri dengan sikap seolah-olah dia
amat ketakutan. Air dari ember di kolong meja membasahi
mukanya. Di dekat kakinya berserakan sebuah panci berikut
tutupnya, satu set rantang kaleng, dan beberapa tutup gelas,
yang sengaja dia jatuhkan untuk mengalihkan perhatian Rei cs.
Dan beberapa detik setelah bunyi krompyang tadi, Asep buruburu menambahkan minyak tanah ke dalam kobaran api.
''Di mana sumur, Mang"'' tanya Bima, dan langsung berlari ke
arah yang ditunjuk. Rei dan Rangga memindahkan semua bendabenda yang mudah terbakar.
Selagi ketiga cowok itu sibuk memadamkan api, Teh Neneng
memberikan isyarat diam-diam. Langen cs segera berlari menuju
dipan di ruangan dalam, dengan membawa ransel masingmasing.
Agak lama baru api itu bisa dijinakkan. Soalnya setiap kali ada
kesempatan, Mang Asep selalu menambahkan minyak atau
menyulutkan api di tempat-tempat yang sudah dipadamkan.
Setelah api berhasil padam, dia terduduk lunglai di salah satu
bangku panjang. Mengusap peluh fiktif di dahi. "Aduuuuh,''
keluhnya panjang. "saya teh sudah bilang, biarkan saja. Orang
mabok itu memang begitu. Kalau kitanya keras, mereka juga
akan begitu. Untung warung saya teh tidak kebakaran." "Maaf,
Mang. Kami benar-benar minta maaf.'' Bima mendekat lalu duduk
di sebelahnya. Dua sobatnya mengikuti jejaknya. ''Yah, sudahlah.
Sekarang teh biar saja eta awewe-awewe sampai sadar sendiri.
Yah"'' Rei cs tidak bisa berbuat lain kecuali terpaksa mengangguk lalu
menyaksikan pertunjukan di atas dipan dengan hati remuk, tapi
sekaligus juga salut. ''Api unggunnya udah selesai, La. Coba tadi
kita ikutan,'' kata Fani. Diangkatnya wajahnya, tapi lalu cepatcepat menunduk lagi, karena sepasang mata Bima sedang
terarah tajam-tajam padanya. Cewek itu membuka ranselnya lalu
mengeluarkan satu set kartu baru. ''Ah, nggak seru. Nggak ada
gitar sama jogetnya!'' kata Langen.
Judi dilanjutkan dan sekarang taruhannya bukan cuma uang. Mi
instan, kornet, cokelat, topi, kaus, dompet, bahkan sepatu
Langen ikut numpuk di tengah-tengah arena. Sebentar-sebentar
ketiga cewek itu menenggak isi botol lalu bersendawa keraskeras. Membuat hati cowok-cowok mereka jadi trenyuh dan
nelangsa. Febi kalah. Sekarang dia sedang mengaduk-aduk isi tasnya.
Mencari-cari apa lagi yang bisa dipakai untuk taruhan. Akhirnya
apa boleh buat, dikeluarkannya KTP. Tapi Langen dan Fani
langsung menolak mentah-mentah. "Nggak bisa. Taruhan kok
KTP. Mana fotonya jelek, lagi!"
"Ntar gue ganti pake duit, Fan. Kalo udah sampe Jakarta. Takut
amat sih lo" Gue kan orang kaya!"
"Nggak bisa!" jawab Langen dan Fani bersamaan. Febi menatap
seisi ruangan dan matanya berhenti di lemari perabot. Sebuah
piring kaleng bergambar Cepot, salah satu tokoh dalam wayang
golek, diletakkan dalam posisi berdiri dengan penyangga kayu
buatan sendiri. "Aha!" seru Febi riang. Dia cepat-cepat berdiri dan
mengambil piring kaleng itu. "ini taruhan gue. Piring antik dari
Dinasti Ming!" "Dari mana lo tau itu piring antik zaman Dinasti Ming?" tanya
Langen. "Ini kan gambar kaisarnya!" jawab Febi. Rangga langsung
menutup muka dengan sebelah tangan!
SEBENARNYA Rei cs sudah memutuskan untuk tidak
mempersoalkan masalah kebut gunung yang diikuti peristiwa
mabuk yang benar-benar mengagetkan itu. Mereka sadar,
kesalahan ada pada mereka. Tapi akhirnya ketiga cowok itu jadi
penasaran setelah melihat bagaimana Langen cs jadi happy
berat. Merasa menang. Merasa di atas angin. Sikap ketiga cewek
itu malah seperti sudah tidak butuh lagi. Malam Minggu ketiganya
kini sering menghilang tanpa pemberitahuan sebelumnya.
"Kayaknya ada yang salah nih!" desis Rei, yang sedang
mengamati Langen cs dari balik deretan pohon asoka. Ketiga
cewek itu duduk saling merapat di bangku semen di taman utama
kampus. Entah apa yang sedang dibicarakan, yang jelas topik itu
membuat ketiganya tertawa-tawa terus sejak tadi.
"Gue bilang dari awal juga apa?" sergah Bima agak jengkel. Dia
memang sangat bernafsu untuk menyelidiki keanehan di balik
peristiwa unjuk gigi Langen cs, tapi terpaksa mengalah karena
kedua sobatnya menolak keras. "Udah jelas ada yang salah lah!
Karena itu emang jelas-jelas nggak mungkin!"
"Kalo kebut gunung, gue juga yakin emang ada rekayasa. Tapi
mabok itu mungkin bener. Soalnya gue inget Langen cs pernah
cerita, dia sering minum Mansion waktu SMA.''
Bima ketawa geli. ''Lo tau kayak apa yang dia sebut es Mansion,


Cewek Karya Esti Kinasih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

heh"'' Bima mengangkat alis. ''Dawet, tau!''
"Dawet"'' Rei tidak mengerti.
"Cendol!''Rei ternganga.
"Jangan bercanda lo!''
''Ck, elo! Makanya kalo punya cewek itu, biar cinta kayak apa
pun, jangan ditelen aja semua omongannya. Tampangtampangnya kayak begitu udah jelas nggak mungkinlah sanggup
nenggak alkohol!'' "Gimana lo bisa tau"''
"Investigasi.'' Rei menjauhkan badannya dari daun-daun asoka. Masih tidak
percaya. ''Jadi gimana sekarang"''
''Dari awal gue udah bilang, selidikin sampe tuntas, karena udah
pasti banyak rekayasanya! Lo berdua yang nggak setuju, kan"
Pada takut bener ditinggal cewek. Heran!''
"Bukan mabok beneran, begitu maksud lo"'' Rangga juga
menyudahi pengamatannya. ''Berarti mereka sadar waktu itu"''
''Itu yang harus kita pastikan!'' Bima menjentikkan jari. ''Waktu
itu lo sempet nyicipin kan, Rei" Lo bilang asli"'' Rangga menatap
Rei. ''Waktu kita dateng, yang dua botol udah kosong. Dan kita nggak
pernah tau isi botol yang ketiga,'' Bima yang menjawab
pertanyaan itu. ''Terus, itu bau alkohol"'' tanya Rangga.
''Untuk bau kambing, lo nggak perlu harus makan sate kambing
atau tidur sama kambing. Cukup nggak mandi dua hari!'' jawab
Bima kalem. *** Sesampainya di rumah, Rei termenung memikirkan ucapan Bima.
Cowok itu terbakar omongan temannya."Nggak ada kebut
gunung tanpa latihan fisik sebelumnya. Dan untuk yang nggak
pernah nginjek gunung sama sekali, mungkin perlu dua atau tiga
bulan untuk persiapan fisik. Jadi udah selama ini pula ada
mysterious guys di sekitar mereka!''
Rei cs tersentak dengan kata-kata Bima itu, sehingga rencananya
untuk ke rumah Langen sontak batal. Dan sekarang, di teras
belakang rumahnya yang lampunya sengaja dipadamkan, otaknya
sedang menelaah kebenaran omongan Bima setengah jam
barusan. Bukan lewat jalur pendakian biasa!Memang bukan. Karena tidak
ada yang melihat, juga nama ketiga cewek itu tidak terdaftar.
Nama Langen cs juga tidak ditemukan di base camp jalur-jalur
pendakian lain, yang diselidiki Rei cs pascaperistiwa kebut
gunung tersebut. ''Poin pertama....,'' Rei bergumam, meneguk Cola-Cola di
tangannya dengan tegukan besar, ''ada jalur pendakian lain!''
Dan kenal gunung dari SMP membuat Rei juga tahu, tidak
mungkin cewek-cewek itu menempuhnya tanpa bantuan. Apalagi
kalau ingat, bagaimana ketiganya masih terlihat fit saat bertemu
si puncak. Masih kuat turun dengan cara berlari pula. Dan masih
dilanjutkan dengan mabuk-mabukan sambil berjudi pula!
Karena terlalu shock atas dua kejutan yang diberikan Langen, Rei
tidak cepat menyadari kejanggalan-kejanggalan itu. Dia baru
benar-benar tersadar setelah mendengar ucapan Bima setengah
jam barusan. "Jadi poin kedua...," sisa Cola-Cola diteguknya sampai tandas,
"ada mysterious guys!'' kaleng itu dilemparnya dengan
perhitungan yang benar-benar tepat. Jatuh tepat di pinggir
kolam, nyaris mengenai lampu taman.
Dan kenapa ketiga cewek itu mempunyai stamina yang begitu
hebat" Karena sudah pasti para mysterious guys itu tidak akan
membiarkan ketiga cewek itu kecapekan!
''SIALAN!!!'' Rei berteriak menggelegar. Satu kaleng Cola-Cola lagi
melayang. Masih utuh. Dan lampu taman yang tadi sudah
bernapas lega karena cuma benjol-benjol, sekarang tewas!
Digandeng" Itu sudah pasti! Dirangkul" Itu juga sudah pasti kalo
cewek-cewek itu mulai nggak sanggup jalan! Tapi kalo sampai
ada yang pingsan...." Kedua rahang Rei mengatup berang.
Dipeluk" Cowok itu mengangguk-angguk tanpa sadar. Jadi begitu ya"
Digandeng, dirangkul, dipeluk! Hebat! Hebat!
"Mas Rei?" "APA!"'' bentak Rei seketika.
Pembantunya kontan mengkeret ketakutan. ''Itu.... Ada
telepon.... Dari Mbak Langen," jawabnya terbata.
Rei balik badan, berjalan masuk menuju meja telepon. "Halo?"
suaranya mendadak lembut, membuat pembantunya jadi
bengong. ''Halo. Nanti ke sini, nggak"'' tanya Langen.
''Kenapa?"' 'Kan malem Minggu"'' Langen jadi merasa aneh mendengar
pertanyaan Rei itu. Rei tertawa dengan nada aneh. ''Trus kenapa?"Kok kenapa"
Dateng apa nggak"'' ''Nggak bisa, La! Aku ada urusan. Penting!''
Kening Langen berkerut. Duilah, galak amat
ngomongnya!''Urusan apa"''
"Aku nggak bisa bilang!''
''Ng....ya udah kalo gitu.''
''Kamu nonton tivi aja. Malem Minggu biasanya kan banyak acara
bagus. Oke" Bye!'' Rei langsung menutup telepon, agak dibanting. Kening Langen
mengerut lagi. Langen langsung tahu ada sesuatu yang tidak
beres. Karena Rei berubahnya terlalu drastis.
''Wah! Jangan-jangan Rei tau sesuatu, lagi"'' cewek itu tersentak.
Soalnya ini mendadak banget, Rei jadi ketus begitu. Padahal
kemarin-kemarin tuh cowok sudah seperti yang akan segera
bunuh diri kalau sampai hubungan mereka terakhir. Sampai
mengumbar janji-janji rayuan kampungan yang bikin kupin gatal.
Jadi kalau sekarang jadi begitu sombongnya, jangan-jangan dia
tau sesuatu! Buru-buru Langen menelepon Fani.
''Fan, kayaknya ketauan deh!''
''Ah, masa!"'' pekik Fani seketika. ''Yang bener, La" Lo tau dari
mana"'' ''Gue barusan nelepon Rei. Tau nggak! Dia ngomongnya ketus
banget. Ntar malem nggak bisa dateng. Ada urusan gitu!''
''Yah kali aja dia emang lagi ada urusan.''
''Tapi kan biasanya ngasih tau. Ini nggak. Lagian juga
ngomongnya kasar banget.''
''Yah, tapi belom tentu juga dia tau, La. Elo, ah, nakut-nakutin
gue aja.'' ''Tapi kayaknya iya, Fan!''
''Lo liat aja dulu deh. Kali aja dia emang lagi ada urusan, atau lagi
ada masalah terus lo kena imbasnya.''
''Gitu ya" Yaaa, iya deh.'' Langen menutup telepon lalu duduk
tercenung. Firasatnya tetap mengatakan, Rei memang tau
sesuatu! *** Tapi mendadak saja Rei ingin semuanya jelas. Malam ini juga!
Langen yang sedang ngobrol dengan Febi di telepon, kaget saat
tiba-tiba saja Rei muncul. Langsung di ambang pintu. Cowok itu
sengaja memarkir Jeep-nya agak jauh. Dan samar, dia tersenyum
puas saat kejutan pertamanya itu membuahkan kekagetan yang
tidak wajar. Langen buru-buru memutuskan obrolannya dengan
Febi. ''Katanya nggak dateeeng"'' sambutnya manis tapi dalam hati
merasa cemas. ''Aku ganggu, ya"'' tanya Rei tajam.
''Ah, nggak. Bentar ya, aku ganti baju dulu.'' Langen menghilang
ke kamar. Cewek itu sekarang yakin, Rei memang tau sesuatu. Paling tidak
mencurigai sesuatu. Rei sendiri juga sudah tahu persis tipikal
ceweknya itu. Model cewek yang tidak bisa diancam. Tidak
mempan dirayu. Menghadapi Langen itu perlu taktik. Tapi saat ini
Rei sedang persetan dengan segala macam taktik. Cukup sudah
selama ini dia korbankan egonya atas nama cinta!
''Dan sekarang, Langen sayang....,'' desis Rei dalam
hati,''....sekarang saatnya lo tau siapa gue!''
Sayangnya ada yang belum diketahui Rei. Kalau pada umumnya
para cewek mengidolakan Justin Timberlake, Leonardo Dicaprio,
Brad Pitt, atau cowok-cowok lain yang tetap dalam kategori ''tajir
dan ngetop'', Langen lain. Dari kecil sampai sekarang, cewek itu
tetap menjadi fans berat..... Ibu Kartini!!!
Dahsyat kan tuh cewek"Karena itu, demi memperjuangkan harkat
dan martabat wanita, Langen mempersetankan apa pun yang
katanya ''harus dikorbankan atas nama cinta''!Hidup
Perempuan!Itu yang Rei belum tahu. Dengan siapa dia akan
berhadapan! Langen keluar dari kamar sudah dalam keadaan ready to war!
Dilihatnya Rei sedang duduk dengan tatapan lurus dan kaku ke
luar jendela. Kata buku strategi perang yang pernah dibacanya, taktik untuk
melemahkan kekuatan lawan adalah dengan cara membuatnya
jadi emosi. Emosi yang terbakar akan menguras energi. Tapi juga
harus lebih hati-hati, harus lebih diwaspadai, karena biasanya
lawan akan jadi brutal. Brutal tak terarah, yang lalu akan
membuatnya jadi kalah! Kalau urusan bikin Rei emosi sih.....kecil!Langen meringis.
Berjingkat-jingkat mendekati cowoknya yang sedang melamun
itu.''DORRR!!!'' jeritnya kencang. Berhasil. Rei melejit dari sofa!
''LANGEN!'' bentak Rei marah.
Ini bukti nyata bahwa cowok ini memang sedang menahan
perasaan. Soalnya, sejak mereka jadian, mungkin Langen sudah
membuat kaget seperti tadi ratusan kali. Dan ini pertama kalinya
cewek itu mendapatkan sambutan yang berbeda. Biasanya Rei
akan langsung membalasnya dengan memberikan satu pelukan,
bahkan ciuman. Manis, kan"
"Lagian kamu ngelamunnya serius banget sih. Ngelamunin siapa,
hayooo?" "Udah" Kita berangkat sekarang!" Rei tidak menjawab pertanyan
itu. Dia langsung berjalan keluar. Langen membuntuti di
belakangnya sambil meringis.
Cukup jauh juga Rei memarkir Jeep-nya. Hampir dua ratus meter
dari rumah Langen. Ini keanehan yang kedua!
''Mau ke mana nih kita"'' tanya Langen sambil menutup pintu di
sebelahnya. Rei memutar kunci lalu menginjak pedal gas. Tidak
menjawab pertanyaan itu. Langen ketawa centil. "Kenapa diem
sih" Aaa, aku tau. Pasti suprise! Iya, kan?" dia tertawa lagi. "I
love it! Kamu tau aja kalo aku seneng surprise. Terus, kenapa sih
mobil kamu diparkirnya jauh banget gini" Nggak biasanya. Pasti
belom dicuci deh. Jadinya dekil! Malu diliat ortuku, ya?"
Rei mengertakkan gerahamnya kuat-kuat. Mati-matian menahan
sabar. Berlagak tidak ngeh kalau orang di sebelahnya sedang benarbenar emosi, Langen memutar-mutar tuning radio.''Aha!'' serunya
riang. ''Asyiiik! Destiny's Child!'' Dibesarkannya volume. Dan Lose
My Breath mengalun keras. Tapi cuma beberapa detik, karena tak
lama kemudian tangan Rei terulur dan ketiga cewek Destiny's
Child itu pun tewas. ''Yaaah, kok dimatiin"''
''Aku lagi nggak kepengen dengerin musik!''
''Sepi mana enak, lagi"'' tangan Langen terulur ke radio.
''Aku bilang jangan ya jangan!'' bentak Rei. Langen langsung
pura-pura cemberut berat.
''Huh, sepi!'' gerutunya. Dan detik berikutnya, dia sendiri yang
bernyanyi! Cewek itu melengkingkan nada-nada tinggi Whitney Houston di
Will Always Love You. Bedanya, kalau Whitney enak didengar.
Merdu. Sementara ini... Ck! Jangankan orang yang perasaannya
lagi dongkol, lagi normal saja tensi darah bisa naik!
"LANGEN!" bentuk Rei menggelegar. Cowok itu sampai
menggebrak dasbor saking kepalanya sekarang sudah benarbenar mendidih. "BISA NGGAK KAMU DIEM?"
"Ya nggak bisalah. Orang dikasih mulut," jawab Langen santai.
"Lagian kamu kenapa sih marah-marah melulu dari tadi" Ntar
cepet mati, tau nggak?"
"Dan kamu seneng kan kalo aku cepet mati!?"
"Ya nggak dong. Kamu kok ngomongnya kejem gitu sih. Kalo
kamu mati, aku ntar malah bisa bunuh diri lho."
Rei menoleh dan sesaat menatap wajah yang terlihat begitu sedih
itu. Dia tidak yakin apakah ekspresi itu murni dan sungguhsungguh. Tiba-tiba diinjaknya pedal gas kuat-kuat. Jeep-nya
melompat mendadak. Langen buru-buru berpegangan, pura-pura
ketakutan. "Kita mau ke mana sih!?" serunya.
"Tunggu aja! Nanti kamu akan tau!" geram Rei tanpa menoleh.
"Tapi jangan cepet-cepet gini dong!"
Tapi itu ternyata malah membuat pedal gas diinjak semakin kuat
lagi. Langen meringkuk di jok, berpegangan pada sandarannya
kuat-kuat. Sebenarnya sih dia nggak ngeri-ngeri amat. Tapi masih
menurut buku stategi perang yang pernah dia baca itu, untuk
mengelabui lawan, kita mesti berpura-pura sepertinya kita itu
bukan lawan yang seimbang. Bukan lawan yang tanggung. Bukan
lawan yang patut diperhitungkan. Bahasa simpelnya....kecil!
Bukan apa-apa! Berhasil juga cewek itu dengan taktiknya. Menyaksikan pacarnya
meringkuk ketakutan begitu, Rei malah tambah gila-gilaan. Kalau
perasaannya sedang normal, jelas dia tidak akan tega. Tapi
berhubung dadanya sedang panas dan kepalanya sedang
mendidih, jadi ya....sori aja!
Dia ingin malam ini semuanya jelas! Clear! Tuntas! Karena itu,
supaya persoalan ini bisa menjadi jelas, tentu saja harus
dibuatnya Langen ''bernyanyi''. Mau nadanya sumbang atau fals,
bukan masalah. Yang penting kata-katanya jelas!
Dan inilah salah satu cara untuk membuat cewek ini ''bernyanyi''
nanti! Jarum spidometer bergerak naik dan naik. Jeep meliuk kiri-kanan
dengan gerakan tajam. Menyelinap di antara puluhan kendaraan
yang memadati jalan. Langen, yang tadinya cuma meringkuk ketakutan, kemudian
memutuskan untuk menjerit-jerit, biar tambah seru dan biar Rei
tambah ketipu. Jeritannya malah seperti yang benar-benar
ketakutan, saat Jeep itu ''terbang'' sejauh sepuluh meter, setelah
membabat gundukan tanah bekas galian kabel. Cewek itu sudah
membuka mulut, siap dengan adegan muntah-muntah segala,
biar lebih dramatis dan mencekam. Tapi kemudian dibatalkan.
Takut nanti disuruh membersihkan. Itu yang dia ogah!
Di mulut menjerit, tapi dalam hati Langen ketawa geli. Biar
dilambungkannya ego Rei tinggi-tinggi. Biar kepala cowok itu
semakin besar. Tapi lihat saja nanti. Bisa menyamakan skor satu
sama.....tidak akan dia bisa!
Setelah dua puluh menit membuktikan dirinya adalah off-roader
yang patut diperhitungkan, dan dilihatnya ceweknya yang bengal
itu sudah meringkuk di sebelahnya, Rei membelokkan Jeep ke


Cewek Karya Esti Kinasih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

satu jalan yang lengang. Jalan yang memasuki kawasan
perumahan mewah. Lalu berhenti di sebuah taman.Pelan-pelan
Langen mengangkat muka. Diperhatikannya taman lengang di
depannya, medan pertempuran yang telah dipilih Rei. Ditariknya
napas panjang-panjang, pura-pura merasa legaaa sekali.
"Kepalaku pusing nih," keluhnya dengan nada lemas tapi manja.
"Kita mau ngapain sih ke sini?"
"Turun! Dan kamu akan tau!"
Rei membuka pintu di sebelahnya lalu melompat turun.
Ditutupnya pintu itu dengan bantingan yang suaranya mungkin
lebih keras dari bel pertandingan tinju.
Akhirnya..... Ronde pertama dimulai!Detik itu juga sikap purapura Langen menghilang. Sekali lagi dipastikannya, fisik, mental
juga hatinya telah benar-benar siap untuk peperangan ini.
Dibukanya pintu di sebelahnya lalu turun.
Rei jadi terkejut melihat medan berubah begitu cepat. Sampai
satu menit yang lalu dia masih mengira kendali ada di tangannya.
Tapi sekarang dia mulai tak yakin, karena cewek di
depannya___yang selama di mobil tampak begitu ketakutan,
duduk meringkuk dalam-dalam dengan muka ditutup rapat,
menjerit-jerit ngeri, malah sempat menangis segala___sekarang
berdiri tegak di depannya dengan sepasang mata yang
menatapnya dengan sinar menantang. Begitu yakin dan begitu
siap! "Cuma kayak begitu aja sih...," Langen tersenyum, sambil
menjentikkan ibu jari dan kelingkingnya di depan muka Rei,
"kecil! Cariin gue pinjeman Jeep, dan semua tropi di rumah yang
udah kayak benda keramat itu mendingan dibuang!"Rei
tercengang. "Apa maksud kamu?"
"Nggak enak hati aja tadi. Kamu kan lagi nunjukin kalo kamu itu
pembalap oke. Jadi aku harus.... Yaaah.... Kayak tadi, gitu.
Gimana" Mengesankan banget, kan?" Langen tersenyum centil.
"Untuk mengetahui seorang racer itu oke apa nggak, ya diliat dari
kepanikan penumpangnya. Tadi aku kan udah panik buanget tuh,
berarti kamu itu emang off-roader yang oke sekali. Off-roader
sejati!" sebiji jempol tiba-tiba tegak persis di depan hidung Rei.
Lagi-lagi cowok itu jadi tercengang.
Kurang ajar! Geram Rei dalam hati. Gue ketipu mentahmentah!''Jadi tadi kamu pura-pura!"'' bentaknya.
''Oh, bukaaan. Itu namanya pengertian...,'' jawab Langen ringan.
Lalu dia mengusap-usap perut. ''Aku laper banget nih. Apa menu
makan malem kita"'' Rei tidak langsung menjawab. Sepasang matanya tajam menguliti
cewek di depannya. Kalau Langen sudah mempelajari medan
sejak tadi, cowok itu baru sekarang. Payah juga dia!''Kamu
ternyata udah bener-bener siap, ya" Oke! Bagus!'' Rei
mengangguk-angguk. ''Karena kamu udah siap, kita langsung aja.
Menu makan malem kita.... PENJELASAN!''
''Ck ck ck! Kayaknya itu makanan berat,'' komentar Langen. Masih
dengan gaya santai dan sekarang ditambah gelengan kepala.
Kesepuluh jari Rei mengepal. ''Oke deh. Silakan kamu mulai
menjelaskan.'' ''BUKAN AKU YANG HARUS MENJELASKAN!'' bentak Rei
menggelegar. ''KAMU!'' ''Aaaaku"'' Langen menunjuk dadanya. ''Lho" Kok aku sih"''
''Siapa kamu pikir!"''
''Berarti kamu anggap masalahnya ada di aku, begitu"''
''Di mana kamu pikir!"''
''Oke, nggak apa-apa. Apa yang harus aku jelasin" Soal kebut
gunung itu pasti....'' ''Tepat!'' tandas Rei. Langen mengangguk-angguk. ''Apanya yang harus aku jelasin"
Gimana caranya kami bisa sampai puncak. Begitu"''
''Iya!'' ''Ya pakai kaki! Soalnya kalo aku bilang terbang, kamu udah pasti
nggak percaya, lagi pula itu emang nggak mungkin banget sih.''
Rei ternganga. Benar-benar tidak menyangka akan mendapatkan
jawaban seperti itu. ''Langen!'' desisnya. ''Tolong jangan sampai kesabaranku abis!''
''Aduh!'' Langen pura-pura bingung. ''Terus aku harus bilang apa
dong" Emang begitu caranya. Pakai kaki. Jalan, you know"
Walking! Eits, salan. Climbing, maksudku!''
Rei memalingkan muka. Mati-matian menahan emosinya yang
sudah menggelegak. Setelah menarik napas panjang-panjang,
baru dia menoleh lagi. ''Bukan itu yang aku tanya. Bukan gimana cara kalian bisa sampe
puncak. Pake kaki atau tangan. Bukan itu. Yang aku mau
tau....sama siapa"'' tanyanya dengan suara yang dipaksa datar.
Langen baru akan membuka mulut, tapi Rei langsung memotong,
''Bukan dengan Fani atau Febi!''
Bibir Langen langsung terkatup lagi. Cuma sesaat. Kemudian
dijawabnya pertanyaan itu dengan tegas, ''Cuma kami bertiga!''
''Nggak mungkin!'' bantah Rei seketika.
''Kenapa"'' ''Karena itu jelas-jelas nggak mungkin!''
''Kenapa nggak mungkin" Buktinya kalian mungkin. Kamu malah
pernah naik gunung sendirian, kan" Bima apalagi!''
''TAPI KAMI COWOK, LA! AKU COWOK!'' teriakan Rei benar-benar
menggelegar. Langen sampai refleks menutup kuping.
Nah, ini! Langen bersiul dalam hati. It's the time to talk about
gender! Dia turunkan kedua tangannya lalu dilipatnya di depan
dada.''Trus kenapa kalo kamu cowok"'' tanyanya, dengan nada
yang masih tetap tenang! Canggih kan tuh cewek" Meskipun
sudah dibentak-bentak, nyalinya tetap tidak menciut.
''Kalo kamu cowok, aku percaya kamu bisa naik tanpa dibantu.
Tapi kamu cewek, La!'' ''Itulah! Kalian ini terlalu bangga sih sama kaum sendiri. Selalu
beranggapan cewek itu cuma nyusahin, ngerepotin, cengeng,
manja, nggak logis, nalarnya susah diterima. Boleh aja kamu
bilang cewek itu lemah. Makhluk halus! Tai aku kasih tau ya, buat
kami otot tuh nggak terlalu penting kok. Ini lho yang penting....''
Langen mengetuk-ngetuk keningnya. ''Otak, you know! Kalo itu
dipake, segalanya akan jadi mungkin! Otot yang kalian banggabanggakan itu bisa diganti robot. Dan kali udah begituuu...,''
dikembangkannya senyum, manis tapi mengejek, ''apa sih yang
mau dibanggain dari Maranon"''
Rei menggeram. Benar-benar merasa terhina. Kata-kata Langen
saja dengan mengatakan cowok itu makhluk cetek. Gedong atau
gede tapi dongo. Kuat tapi bego!
''Sekarang coba tolong jelasin, gimana cara otak kamu itu bisa
bikin kamu hiking sampe puncak!''
Langen memunculkan senyum manisnya lagi.
"Itu bagian dari strategi. Karena itu aku nggak bisa bilang!"
"Pasti ada orang lain, kan" Dan pasti cowok!"
"Itulah sebagian kerja otak!"
"LANGEN!" sekali lagi Rei berteriak keras. Kesepuluh jarinya yang
mengepal sempat terangkat, tapi lalu berhenti di udara. "Siapa!"
Bilang siapa?" Ekspresi muka Langen berubah kaku. Ditatapnya tajamtajam."Bilang dulu....aku atau kamu yang kalah!?"
Mereka saling tatap. Sama-sama dengan manik mata
memancarkan bara meletup, dan sama-sama bertahan tidak akan
lebih dulu berkedip. Tiba-tiba dengan gerakan cepat dan tak terduga, Rei menyambar
kedua tangan Langen, memutarnya ke belakang punggung cewek
itu, lalu menguncinya dengan satu tangan tepat di pergelangan.
Tangan kanan cowok itu yang bebas lalu menekan bahu Langen
kiri-kanan. Didorongnya cewek itu sampai punggung Langen
menyentuh badan Jeep. "Siapa, La!?" desis Rei tajam.
"Jadi gini caranya" Mau pake kekerasan" Silakan" Aku nggak
akan menjerit atau ngelawan, tapi juga nggak akan ngomong apa
pun!'' ''Tolong.....jangan.....paksa.....gue! Tolong.....''
''Kamu ngancem nih" Kupingku bakalan hilang satu, mataku jadi
buta, atau nanti aku jalan pake kruk" Aku kasih tau kamu ya! Apa
pun yang nanti menimpaku.....akan dibales ke kamu....sama
persis! Liat aja!'' ''Jadi kamu tetep nggak mau ngomong!"''
''Aku.....nggak akan ngomong apa pun!!!'' tandas Langen. Harga
mati! Rei terpaksa mengeluarkan senjata pamungkas yang dia
perkirakan pasti ampuh. "Kalo begitu.....kita putus!!!"
Sejak pertengkaran mereka memanas, Langen telah
mempersiapkn hatinya untuk kemungkinan yang paling sakit ini.
Karena itu dia sama sekali tidak terkejut. Ditatapnya wajah Rei
dengan tenang. "Kalo begitu....dadah....! Dan thanks for everything...."
Rei terkesima. Benar-benar tidak menyangka. Cekalannya
terlepas dan dia bergerak mundur tanpa sadar. Nanar ditatapnya
Langen. Sesaat cowok itu sampai tak mampu bicara.
"Aku nggak percaya kamu bisa begini....," desisnya beberapa
detik kemudian. "Oh, kamu harus percaya sekarang! Apa harus ada kebut gunung
ulang?"Rei menggelengkan kepala dengan kedua mata menyipit
menatap Langen. "Kamu bales dendam!"
Langen cuma tersenyum tipis. Beberapa saat Rei hanya bisa
seperti itu: menatap Langen dengan ketidakpercayaan. Kemudian
dia bicara dengan suara melunak.
"Aku nggak mau ngajak kamu, Bima juga nggak mau ngajak Fani,
karena kami nggak mau kalian kenapa-kenapa nanti. Nggak ada
maksud lain, La.?"Bukan! Itu alasan diplomatis, tapi udah basi!
Yang bener, karena kalian mau kami tetep begitu. Jadi cewek
rumahan. Karena dengan begitu kalian kan jadi kayak cowok
hebat! Strong, gitu. Cowok super! Kayak Hercules, Superman,
Batman, Rambo, Arnold, James Bond, dan lain-lainnya yang
bullshit itu! Sementara kami, cewek-cewek, makin keliatan kayak
Nia Daniati.... Ralat! Maksud aku..... Kayak gelas-gelas kaca!
Dipajang yang manis di dalam lemari, dibersihin sekali-sekali, dan
baru diliat kalo lagi kepengen!"
"Bukan begitu, Langen. Tolong ngerti," tanpa sadar Rei
memohon. "Nggak usah dibahas!" tolak Langen tegas. "Nggak ada gunanya.
Karena kita....udah selesai!"
Rei mati langkah. Tapi masih tersisa satu cara untuk
membongkar sebagian kebohongan Langen. Cuma sebagian
memang. Tapi itu masih lebih bagus daripada kalah total begini.
KALAH TOTAL!!!Rei berteriak dalam hati. Tapi gema itu tidak bisa
keluar. Menyentak kuat di dalam, menekan, melumat, menggilas
habis semua kebanggaan diri!Dia.... Rei! Satu dari tiga motor
Maranon. Kenal gunung sejak umur dua belas tahun! Empat hari
tersesat di Salak.....sendirian.....dan survive!
Jatuh di satu jurang di Semeru dan juga still alive!Leader
pendakian Semeru-Agung-Rinjani! Juga leader untuk proyek
gilanya Andreas yang ditunda sementara. Maraton sebelas
gunung. Pangrango to Raung!
Tapi lihat sekarang.....Rei bahkan tidak bisa mengatasi gadisnya
sendiri! Meninggalkan Langen puluhan kali di setiap malam
Minggu, ternyata telah mengubah gadis itu menjadi ''bola salju''.
Menggelinding dari puncak kemarahan dan meratakan apa pun
yang dilalui tanpa peduli. Akhirnya, menggilas Rei tanpa ampun
dengan satu pertanyaan yang mematikan, dan mengakhiri
hubungan mereka dengan satu cara yang tidak pernah dia
bayangkan!"Kamu atau aku yang kalah!"
"Aku yang kalah! Aku, Rei! Tapi ego Rei melarang keras untuk
mengucapkan itu. "Terima kasih untuk hari-hari kemarin."
dipaksanya untuk tersenyum."Sama-sama....." Langen membalas
senyum itu. Diliriknya jam di pergelangan tangan. "Udah malem.
Aku boleh numpang" Paling nggak sampai ketemu taksi di....."
''Nggak usah kuatir,'' Rei memotong ucapan itu. ''Meskipun kita
udah bubar, aku tetep nggak ninggalin kamu begitu aja di jalan.
Aku anter pulang. Seperti biasa, sampai di teras rumah. Baru
nanti aku pamit ke nyokap kamu, atau bokap, atau siapa aja yang
lagi ada di rumah.'' ''Makasih.'' Langen tersenyum manis.
''Sama-sama.'' Rei membalas senyum itu.
Mereka memang TOP banget deh. Berlagak no problem, padahal
dalam hati masing-masing segala macam perasaan menggelegak
dan sikap meledak! ''Hmm, tapi gimana kalo bubarnya kita ini, kita rayakan" Kamu
tunggu di sana.'' sambil berjalan ke Jeep-nya, Rei menunjuk dua
bangku semen yang mengapit sebuah meja. Langen berjalan ke
sana, tapi tidak ingin duduk. Entah kenapa, perasaannya tidak
enak. Tak lama Rei kembali. Cowok itu meletakkan sebuah botol
tepat di tengah meja. ''Apa itu"'' tanya Langen.
''Bir,'' jawab Rei kalem.
''Bir!"'' Langen tersentak kaget.
''Iya. Kenapa"'' Rei pura-pura bego. ''Kurang keras" Kamu mau
apa" Putaw"'' ''Apa sih maksud kamu"''
''Merayakan perpisahan kita, kan"''
''Kenapa harus bir?" Rei pura-pura berpikir.
''Nggak ada maksud apa-apa. Aku cuma kagum aja. Kamu
ternyata nggak sama kayak cewek-cewek lain yang pernah aku
kenal.....'' diacungkannya kedua ibu jarinya. ''Kamu hebat! Benerbener hebat!''
''Syukur deh. Tau juga kamu akhirnya!'' kata Langen sambil
mengangkat dagu.Rei tersenyum lebar. ''Jadi kamu mau kan
minum berdua aku"'' ''Aku bukan cewek kamu lagi. Harusnya kamu nggak ngajak aku
begini.'' ''Justru itu, aku jadi nggak perlu merasa bersalah. Karena kamu
bukan cewekku lagi, jadi nggak perlu lagi kujaga.''
Langen ternganga. Sialan! Desisnya dalam hati. ''Terus gimana
sama Stella" Josephine, Nuke" Dan yang laen" Mereka bukan
cewek kamu, tapi aku rasa kamu nggak akan ngebiarin mereka
lecet biarpun cuma sedikit!''
Rei tersenyum lunak. ''Kamu harus tau, La. Ada cewek yang harus dijaga, meskipun
bukan pacar. Karena emang begitulah seharusnya. Tapi ada juga
cewek yang nggak perlu dijaga. Bukan karena dia kuat atau
hebat. Sama sekali bukan itu. Jangan salah! Dia nggak perlu
dijaga....,'' Rei tersenyum lagi,'' karena emang itu yang dia mau!''
Langen kontan nelangsa! Gue bukannya nggak mau dijaga, gue
justru mau ditinggal! Jeritnya dalam hati.
Dasar bego!!!Yah, tapi sudahlah. Percuma saja dari tadi tarik urat
sampai teriak-teriak, kalau pada akhirnya dia harus ngomong
begitu. ''Langen,'' panggil Rei lembut. ''Jangan ditolak, ya" Please"
Mungkin ini terakhir kalinya kita bisa begini. Duduk sama-sama.
Cuma berdua.''

Cewek Karya Esti Kinasih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Langen menatap botol yang tegak di tengah meja. Gawat!
Desisnya dalam hati. Kalo sampe fly, ntar gue bisa ''nyanyi'' tanpa
sadar. Dan semuanya bakalan kebongkar!Mendadak matanya
menangkap satu sosok di kejauhan. Berdiri di bawah kegelapan
bayang sebatang pohon yang tegak di pinggir jalan. Sosok gelap
itu lalu melompat-lompat sambil mengibaskan tangan kirikanan.Langen menajamkan matanya dan seketika terpana.Fani!"
"Ada apa, La"'' tanya Rei.
Langen tergeragap. ''Nggak. Nggak ada apa-apa!''Cewek itu buruburu duduk. ''Aku cuma sedih aja.''
''Sama. Aku juga sedih ending-nya harusbegini....'' Rei tersenyum
lunak. ''Makanya kita minum. Biar sedihnya ilangmeskipun cuma
sebentar.'' Sebuah gelas diletakkan Rei di hadapan Langen.Cewek itu
langsung panik. Buru-buru Langen menghilangkan perasaan itu,
karenaketika ia mengangkat kepala, Rei tersenyum tipis
menatapnya. Kepanikan Langentelah tertangkap kedua mata
cowok itu. Diam-diam Langen menarik napas panjang.Mempersiapkan diri.
Terima kasih banget untuk Adys yang pernah
mengajaknyamenenggak berbagai macam minuman beralkohol,
dulu sekali. Jadi dia sudah bisamengira-ngira, seperti apa rasanya
cairan di dalam botol itu. Dan karena Fanitelah datang,
perjuangannya tinggal bagaimana caranya supaya tetap sadar.
Rei meraih botol yang tegak di antara merekaberdua. Membuka
tutupnya, dan perlahan cairan dalam botol berpindah
tempat.Sepasang mata Langen mengerjap saat aroma yang kuat
menyengat. ''Untuk awal, setengah gelas dulu,'' ucap Rei.Cowok itu mengira
kemenangan akhirnya akan berpindah juga ke tangannya,
palingtidak menyamakan kedudukan jadi satu sama, karena itu
kemarahannya menghilang.Sekarang dia bersiap-siap
menyaksikan kejatuhan lawan. Diangkatnya gelasnya,mengajak
toast cewek di depannya. ''Kesedihan kadang perlu dirayakan,'' kata Reilunak. Perlahan,
Langen mengangkat gelasnya. Beberapa saat sebelum gelas
itumenyentuh bibir, Rei menyentuh tangannya. ''Satu lagi yang
aku mau kamu tau,la. Dan harus kamu ingat ini baik-baik. Aku
nggak bisa ngelarang Stella,Josephine, Dian, Nuke, Lia, dan
semua cewek yang pernah ikut kegiatan Maranon,agar jangan
ikut. Tau kenapa"'' dalam keremangan suasana taman,
ditatapnyaLangen tepat di manik mata. ''Karena mereka bukan
cewekku!'' Langen tertegun. Gelasnya terhenti di udara.Seketika muncul
harapan masalah ini bisa diselesaikan. Tapi harapan itu hilangsaat
Rei bicara dengan nada yang begitu wajar.
''Toast untuk perpisahan kita.''
Dan sedetik kemudian, cowok itu menelan seluruhisi gelasnya
tanpa sisa! Langen terpaksa mengikuti. Dipejamkannya matarapat-rapat.
Dengan cepat dipindahkannya seluruh isi gelas ke dalam
lambungnya.Seketika tangan kanannya mencengkeram gelas
kuat-kuat. Sepasang matanyamengerjapnya kaget. Badannya
sempat tersentak ke belakang saat cairan itumelewati
tenggorokan. Satu menit. Langen berjuang keras melawan biryang terpaksa
harus ditegaknya. Beruntung remangnya cahaya lampu taman,
jugarambut ikal panjangnya yang dibiarkan terurai,
menyelamatkannya dari sepasangmanik hitam Rei yang menyorot
tajam. Tanpa belas kasihan, Rei mengawasi seekor singakeambang
kematian. Tapi akhirnya cewek itu berhasil mengatasipemberontakan
badannya. Diangkatnya kepalanya perlahan, dan diletakkannya
gelasitu ke meja. Kedua alis Rei terangkat sesaat. Tangannya
meraih botol yang tegakdi tengah meja, kemudian lagi-lagi
menuangkan isinya. Setengah gelas yangkedua!
Fani, yang diam-diam mengikuti peristiwa itudari parit tempatnya
bersembunyi, terperangah. Tidak percaya!
Kontak batin antara Langen dan Fani memangpantas diacungi
jempol. Selepas Langen menelepon, mendadak Fani
mendapatkanfirasat tidak enak dan ingin sekali pergi ke tempat
Langen. Dan di ruas jalan yangmenuju rumah sahabatnya itu, ia
menemukan Jeep Rei diparkir dalam kegelapan.Hampir dua ratus
meter jauhnya. Ini aneh, soalnya Rei itu amat sangat
banggadengan mobilnya. Dan hal yang paling exciting buat
cowok itu, melebihi apa pun,adalah memamerkan Jeep penuh
spotlight yang telah dimodifikasi habis itu, dimana saja. Jadi kalau
di malam yang sudah gelap begini itu mobil masih diparkirdi
kegelapan bayang pepohonan pula, sudah pasti ada apa-apa.
Fani batal lanjut. Dia putar arah, menunggu dimulut kompleks,
dan langsung dikuntitnya diam-diam begitu Jeep Rei muncul
takberapa lama kemudian. Firasatnya semakin memberikan
peringatan bahwa sesuatuyang buruk akan terjadi, soalnya
kecepatan Jeep Rei yang semula normal mendadakjadi tinggi.
Membuat usaha penguntitannya jadi setengah mati.
Meskipun dengan nekat cewek itu menerabas lampumerah
sampai hampir dicium bus, kena maki banyak orang karena
memaksa memintajalan padahal jelas-jelas jalanan sedang padat
merayap, tetap saja akhirnya diakehilangan jejak. Tidak sanggup
mengikuti Jeep Rei yang tetap saja bisamenemukan celah. Cowok
itu memang offroader sejati. Kondisi apa pun kalau masihon-road,
buat dia sepertinya kecil.
Karena sempat kehilangan jejak, Fani hanya bisamenyaksikan
babak terakhir. Buru-buru digantinya arah begitu mengenali
siluetJeep Rei yang diparkir di pinggir taman yang lengang.
Cewek itu menghentikanmobilnya di tikungan yang tak terlihat
dari taman, lalu melompat turun. Daribalik sebatang pohon,
kemudian diamatinya dua orang yang sedang berdiriberhadapan
itu. Dia harus mendekati kancah peperangan. Bukannyamau nguping,
tapi dia harus tahu seberapa gawat masalahnya. Kalau
tidakterlalu, berarti dia bisa menunggu di mobil. Barangkali saja
Langen kemudiantidak mau diantar Rei pulang.
Sementara kalau masalahnya ternyata gawat, ituartinya dia harus
siap-siap, mungkin Langen butuh bantuin. Mereka berdua
bisamengeroyok Rei, atau paling tidak mengetok kepala cowok itu
dari belakang.Soalnya, selain bertubuh besar, Rei juga
memegang sabuk hitam karate. Jadikalau ingin mengalahkannya
mau tidak mau harus keroyokan atau curang.
Fani mulai mengendap-endap di kegelapan. Dari balik
sebatangpohon buru-buru dia berlari ke samping tempat sampah.
Diam di situ sebentar,mengintip dulu, baru berlari ke arah semaksemak, lalu merunduk di situdiam-diam. Mengintip lagi ke arah
taman, lalu berlari ke portal dan meringkukdi balik pondasi
tiangnya. Terus begitu sampai hampir mendekati medanperang.
Setelah jaraknya dinilai cukup aman, Fanimemberi tanda pada
Langen dengan lambaian tangan dan melompat-lompat. Bahwa
diasiap membantu kalau terjadi sesuatu. Setelah itu kembali
cewek itumengendap-endap. Dan sampailah dia di benda terakhir
yang masih bisa dijadikantempat bersembunyi, sebatang pohon,
sementara taman masih beberapa puluh meterdi depan. Terpaksa
Fani melompat masuk selokan. Beruntung saat ini
sedangkemarau, jadi selokan itu kering kerontang. Sambil
membungkukkan badan, diamenelusurinya sampai ke depan
taman. Kepalanya lalu muncul sedikit demi sedikit.Sampai kedua matanya
sejajar dengan trotoar. Diperhatikannya dua orang yang duduk
berhadapan itu,juga sesuatu yang tegak di tengah meja. Kedua
matanya langsung menajam begituakhirnya mengenali benda itu.
Botol!" Ya Tuhan! Fani terperangah. Nggak mungkin! MasaRei tega
ngajak ceweknya nge-drink" Kejam banget tuh orang!
Tapi dari cara kedua orang itu menenggak isigelas masingmasing, sudah tidak diragukan lagi. Itu minuman keras!
Fani terduduk di dasar selokan. Benar-benarterkejut. Gawat!
Berarti dia harus siaga karena Langen dipastikan akan
butuhpertolongan. Dengan badan membungkuk, buru-buru Fani berlarimenelusuri
selokan kembali ke arah semula, dan langsung melompat keluar
setelahselokan itu menikung. Sekarang dia berdiri bingung di
sebelah mobilnya. Tetapdiparkir di sini sebenarnya tidak apa-apa.
Tidak kelihatan dari taman. Tapiyang dia takutkan adalah kalau
dia dan Langen tidak bisa langsung pergi. Orangyang sedang
mabuk biasanya tidak kooperatif. Malah suka bikin ulah. Mudahmudahansaja Langen tidak sampai mabuk. Tapi kalaupun tidak,
sudah pasti dia tidak akansadar seratus persen.
Lagi pula, kalau Langen raib dan Rei melihat adasedan diparkir di
pinggir jalan, sudah pasti cowok itu bisa menebak. Dankalaupun
mereka sempat melarikan diri, dengan gampang Rei bisa mencari
tahu.Cowok itu tahu di rumah Fani ada dua sedan dan di rumah
Langen ada satu. Cumadua alternatif itu. Rei tidak akan mencari
ke rumah Febi, karena sedan-sedanyang terparkir di sanaadalah
produk Eropa yang format bodinya jelas berbeda dengan sedan
keluaranJepang. Fani makin kebingungan. Kelamaan berpikir bisakeburu kacau.
Tiba-tiba matanya tertancap ke sebuah rumah tidak jauh dari
situ.Rumah itu sepertinya sedang kedatangan banyak tamu,
sebab pintu gerbangnyaterbuka lebar dan ada kira-kira tujuh atau
delapan mobil terparkir dihalamannya yang luas. Di sarangnya,
sang satpam sedang bersantai sambilmerokok. Buru-buru Fani
masuk mobil lalu menghidupkan mesin.
''Selamat malam, Oom satpan,'' disapanya satpamitu dengan
ramah. ''Selamat malam juga.'' satpam setengah baya itutersenyum
ramah. ''Jemput Papa"''
''Iya. Oom satpam tau aja!'' Fani tertawa, gelisungguhan. Soalnya
dia masih bingung. Mau menjawab apa kalau nanti ditanya.
Eh,ternyata malah dikasih jawaban!
''Ya tau dong. Barusan ada juga yang datang, maujemput
papanya juga. Silakan....''
''Terima kasiiiih....'' Fani mengangguk sopan.Untung aja dia
nggak nanyain bbe gue yang mana, desahnya lega. Setelah
memarkirmobil di tempat yang gampang keluar, buru-buru dia
turun dan berjalan keluar.''Jalan-jalan dulu, Oom satpam.''
Bapak satpam itu tidak memberikan jawaban,karena Fani sudah
keburu menghilang. Dari balik sebatang pohon, cewek itu
laluberdiri menunggu. Meskipun tidak bisa melihat jelas,
sepasang matanya mengawasidua orang di taman itu tajamtajam.
Sementara itu, pertarungan hampir usai. Botol ditenggah meja
telah kosong dan bir terakhir baru saja melewati
tenggorokan.Langen meletakkan gelasnya di meja dengan
entakan. Ditatapnya Rei dengan sepasangalis terangkat tinggi.
''Udah" Cuma satu botol ini aja" Gue kirain satukraf!'' cewek itu
masih bisa sesumbar meskipun perutnya berontak hebat.
Rei terkesima. Benar-benar tidak menyangka!Tadinya dia pikir dia
akan terpaksa memulangkan Langen dalam keadaan fly,bahkan
bisa jadi tidak sadar. Karena itu dia telah menyiapkan sederet
alasanuntuk menghadapi orangtua juga empat kakak Langen
yang cowok semua. Tapi ternyata.....! Langen masih tegak dihadapannya dan tidak
ada tanda-tanda akan tumbang!
''Masih ada, nggak" Kalo nggak, gue mau pulang!Minum kayak
beginian, cuma bikin gue cepet ngantuk aja, tau!'' Langen
bangkitberdiri. Dia harus secepatnya pergi. Kepalanya mulai sakit
dan matanya mulaisusah melihat terfokus. Rei ikut berdiri. Tapi
Langen langsung memberikanpenolakan tegas. ''Elo nggak usah
nganter. Gue bisa pulang sendiri!''
''La....'' ''Nggak! Gue udah bosen sama lo, tau! B-O-S-E-N!Gue mau
pulang sendiri! Sendiri!''
Kembali Rei terkesima. Cowok itu berdiri diammenatap Langen
yang kemudian berjalan pergi tanpa menoleh lagi.
Fani langsung bersiap-siap. ''Kuat nggak ya tuhanak"'' desisnya
khawatir. Tapi kalau dilihat dari cara jalannya yang masihlumayan
gagah meskipun agak meliuk-liuk, kayaknya sih masih kuat. Dan
begituLangen melewati tikungan, Fani bergegas menyambut.
''Lo jauh banget sih jemputnya"'' keluh Langenbegitu mendapati
sahabatnya. ''Deket-deket ntar ketauan, lagi.'' Fani meraihtubuh Langen yang
oleng ke sanakemari lalu memapahnya. Tapi suara orang berlari
membuatnya terpaksamenggeletakkan Langen di tengah jalan.
''Sori, La. Bentar!'' bergegas Faniberlari ke tikungan lalu
mengintip ke arah taman. Rei sedang berlari menujumereka!
Gawat! Desis Fani panik dan buru-buru kembali ketempat
Langen. ''La, bangun cepet! Rei lagi ke sini!''ditariknya Langen sampai
berdiri. ''Jalan dong, La! Buruaaaan!'' desisnya,gemas melihat
kedua kaki Langen tidak bergerak.
''Kepala gue pusing banget, Faaan. Rasanya maucopooot!''
Yah, gawat! Mabok nih anak!
''Tapi tadi lo bisa jalan"''
Tiba-tiba Langen terkekeh-kekeh geli.
''Dikiranya gue bakalan pingsan! No way! Nggakbakalan! Gue
kanXena! Superwoman! Belom taaau dia!''
Aduh! Fani tambah panik. Terpaksa ditariknyaLangen ke pinggir
selokan. ''Lompat cepet! Rei udah deket!''
Langen melompat masuk selokan, itu juga karenaFani
mendorongnya. Yang pasti sih gayamelompatnya orang teler, jadi
mendaratnya dengan bunyi ''gedebuk''. Fani yangterus
memegangi satu tangan Langen, tak ayal ikut tertarik dan
mendarat didasar selokan dengan bunyi yang sama. Dapat bonus
malah. Benjol! Sambil meringis menahan sakit, ditariknya Langensampai
terduduk. ''Sst! Rei ada di sini!'' bisiknya. Dibekapnyamulut Langen, takut
dia mengeluarkan suara. Suara langkah berlari Rei akhirnyatiba,
tepat di atas mereka. Cowok itu berjalan mondar-mandir,
kemudian lari kearah taman beberapa meter, lalu kembali lagi.
Fani semakin memeluk Langenkuat-kuat dan meringkuk dalamdalam.
Untungnya tidak lama Rei mondar-mandir. Begitusuara langkah
kakinya yang berlari kembali ke arah taman telah hilangm
Faniburu-buru melompat ke atas. Langen terpaksa dia tinggal,
karena tidak mungkindia membawa masuk orang teler ke
halaman rumah orang, lewat di depan satpampula.
Baru saja Fani akan berbasa-basi pada Oom satpamyang rupanya
cinta banget dengan gardu kecilnya itu, deru mesin sebuah
mobilyang dipacu kencang terdengar di tikungan. Rei!
Seketika Fani bereaksi seperti jagoan-jagoan ditivi. Melompat ke
rumput lalu tiarap di situ. Diam tak bergerak. Di posnya,satpam
itu menatap bingung. Fani baru berdiri setelah suara Jeep Rei
sudahbenar-benar hilang. ''Kesandung, Oom. Licin sih,'' jelasnya sambilmeringis. ''Saya
jalan-jalan dulu ya, Ooh" Abis Papa lama banget sih.''


Cewek Karya Esti Kinasih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

''Oh, iya. Silakan.'' Bergegas Fani berlari ke mobilnya. Dia benar-benarkhawatir pada
Langen yang terpaksa ditinggalnya di dalam selokan. Selain
itu,dia ingin secepatnya pergi dari sini. Tapi Langen ternyata
sudah tidak ada ditempatnya. Fani kontan panik. Dia melompat
turun ke selokan dan dilihatnyaLangen sudah jauh di depan.
Berjalan sempoyongan menelusuri selokan ke arahtaman.
Astaga! Serentak ditutupnya mulut. Benar-benarajaib Rei bisa
tidak melihatnya! Buru-buru Fani melompat naik, masuk mobil dantancap gas.
''LANGEN!!!'' teriaknya sambil menginjak rem danbergegas turun.
''Lo kenapa jalan-jalan sih" Gue bilang tunggu, gue!''
''Dingin, tauu!'' ''Cuma sebentar doang! Gue cuma ngambil mobil!''
''Emangnya gue buah-buahan, ditaro di tempatdingin biar tetep
fresh"'' ''Ah, udah! Udah! Buruan naik!'' Fanimengulurkan kedua
tangannya. ''Naik cepetan! Itu kaki kanan lo nginjek
tembokselokan dong! Gimana sih"''
''Iya, ini udah, tauuu!'' jawab Langen. Susahpayah Fani menarik
Langen keluar dari selokan, lalu memapahnya ke mobil.
Begitumasuk mobil, Langen langsung menggeletak di jok
belakang. Tapi baru saja Faniakan memutar kunci, satu sinar
benderang muncul di tikungan belakang. Cewek ituterkesiap. Rei!
Buru-buru diputarnya kunci kontak dan langsung tancap
gas.Melesat meninggalkan tempat itu tanpa ada satu pun lampu
mobil yang dinyalakan. ''Aduuuh.....pusiiing,'' keluh Langen.
''Ck!'' Fani menoleh sekilas. ''Lo nginep dirumah gue aja deh.
Daripada pulang, ntar lo abis dicincang bokap-nyokap
samakakak-kakak lo. Dan pasti gue bakalan kebagian juga!''
Fani melesat dengan mobil dalam keadaan gelaptotal. Semua
lampu mobil padam dan baru dia nyalakan setelah yakin Rei
tidakmembuntuti di belakang. Sekarang cewek itu sedang berdiri
kira-kira dua ratusmeter dari pagar rumahnya. Dia harus melihat
situasi dulu. Aman atau tidak. Bahayakalau orangtuanya sampai
melihat Langen fly. Pucuk dicinta ulam tiba. Ijah paslewat. Baru
pulang dari warung. ''Ngapain parkir di sini, Non"''
Fani terlonjak kaget, karena Ijah muncul dariarah belakang.
''Eh, elo, Jah! Ngagetin gue aja!'' desisnyasambil menepuk-nepuk
dada. ''Adasiapa di rumah"''
''Kosong" Kenapa"''
''Aman kalo gitu. Ntar elo tau deh. Ayo naik.''
''Aah, ngapain" Cuma dari sini ke situ aja,''jawab Ijah malas, dan
langsung ngeloyor pergi. ''Bukain pagernya!'' teriak Fani, dan dicelanyaIjah saat mobil
lewat di depannya. ''Dasar orang kampung! Diajakin naik
mobil,malah milih jalan kaki!''
''Jalan kaki itu sehat, Non!'' jawab Ijah sambilmenutup pagar.
''Eh! Eh! Jangan masuk dulu, Jah. Bantuin guegotong mayat di
jok belakang!'' Dengan kening mengkerut, Ijah membuka pintubelakang mobil
dan dia langsung memekik.
''Hah! Mbak Langen kenapa, Non" Sakit" Kok malahdibawa ke
sini" Anterin ke rumahnya dong!''
''Mabok!'' ''Hah!'' Ijah memekik lagi, lalumenggeleng-gelengkan kepala
dengan takjub. ''Ck ck ck! Hebat banget ya, MbakLangen itu!
Udah pembalap, pemabok juga! Tau nggak Non" Waktu Ijah
buru-burumau pulang kampung kemaren itu, kansama Mbak
Langen dianterin sampe Rawamangun. Waktu itu Ijah bilang
busnyasebentar lagi berangkat, eh Mbak Langen langsung
ngebut, Non! Sampengetril-ngetril! Ngepot-ngepot kayak yang di
pilem-pilem, gitu. Hebat dehpokoknya! Trus, sekarang Mbak
Langen mabok kenapa"''
''Ya kebanyakan minum bir.''
''Waaah!"'' Ijah terbelalak. ''Ck ck ck! Canggihbanget dia!''
''Aah, udah! Udah!'' potong Fani agak-agaksirik. ''Bantuin gue
gotong dia sampe kamar!''
Dengan susah payah, Fani dan Ijah menggotongLangen yang
masih meracau. Tapi baru saja beberapa langkah mereka
memasukirumah, telepon berdering.
''Itu pasti Rei!'' desis Fani. ''Angkat, Jah.Tapi jangan bilang
Langen ada di sini!'' ''Tadi Mas Rei juga udah nelepon nanyain MbakLangen, Non.
Sampe bolak-balik neleponnya. Terus nanyain Non Fani ke
mana.'' ''Lo bilang gue ke mana"''
''Beli martabak. Non pamitnya sama Nyonya gitu kantadi"
Sekarang mana martabaknya"''
''Lupa. Angkat tuh telepon buruan. Tapi bilangLangen nggak ada.
Ijah ragu saat akan melepaskan pegangannya.
''Kuat nggak, Non" Ntar Mbak Langen jatoh keubin, malah gegar
otak, lagi!'' ''Ambilin kursi deh. Iya nih. Makin lama makinberat.''
Hati-hati Ijah melepaskan satu tangannya laluburu-buru menarik
sebuah kursi ke belakang punggung Langen. Baru setelah
itudiangkatnya pesawat telepon yang terus berdering.
''Halo! Jah, Langen ada di situ"'' tanya Rei begitutelepon diangkat
Ijah. ''Mbak Langen Ranger" Kantadi Ijah udah bilang" Nggak ada!''
''Apa maksud lo, Mbak Langen Ranger"'' tanya Reidengan nada
bingung. ''Ya, dia itu kanhebat banget! Pahlawan Penegak Keadilan
Wanita....! Eh, Pahlawan Wanita PenegakKeadilan....! Eh"'' Ijah
bingung. ''Pokoknya gitu deh!''
''Terus kenapa"'' ''Ya, saya kanpenggemarnya!''
Rei tercengang. Ya ampun, satu orang lagiterkontaminasi Langen!
''Fani udah pulang"''
''Udah. Tapi lagi makan.'' Ijah melirik Fani.
''Saya mau ngomong sama dia sebentar aja, Jah.Tolong.''
''Lagi makan. Tangannya belepotan saos, Mas.Jadi nggak bisa
megang telepon.'' ''Ntar aja telepon lagi. Tanggung!'' teriak Fanisambil memberikan
isyarat pada Ijah agar cepat menutup telepon. Soalnya
Langen,yang mulutnya terpaksa dibekapnya kuat-kuat gara-gara
ngoceh melulu, mulaiberontak. Langen malah mencubiti tangan
Fani kuat-kuat! ''Tuh denger, kan"Tanggung, katanya. Udah ya, Mas"'' Ijah
menutup telepon dan Fani langsungmenjerit saat itu juga.
''Adaow! Kok lo nyubit sih, La"''
''Tau nggak" Rei emosi banget tadi. Guedipaksa-paksa ngaku,
dibantuin sama siapa!'' Langen tertawa cekikikan.''Emangnya gue
gampang dipaksa, apa" Belom taau dia!''
''Buruan, Jah!'' desis Fani. ''Ini orang kuduburu-buru kita masukin
ke kamar. Ntar Mama keburu pulang. Bisa gaswat kalo diasampe
tau!'' ''Iya! Iya!'' Ijah bergegas menghampiri.
''Trus kami berantem!'' Langen meneruskanocehannya,
sementara Fani dan Ijah menariknya sampai berdiri. ''Terus, lo
taunggak terusannya"'' Telunjuk Langen yang gemetar menunjuk
muka Ijah pas dihidung. ''Nggak!'' jawab Ijah pendek.
''Kalo elooo"'' Telunjuk itu pindah ke depanmuka Fani.
''Nggak!'' jawab Fani. Sebenarnya dia ogahmerespons, tapi takut
Langen ngotot. ''Elo-elo pasti nggak nyangka!'' Langen tertawadengan nada
aneh. ''Demi memperjuangkan harkat dan martabat
wanita,terusannya.....hahaha.....GUE PUTUSIN DIA!!!''
BRUK!!! Pegangan Fani dan Ijah terlepasbersamaan.
''ADAOW!!!'' Langen menjerit keras begitubadannya mendarat di
lantai yang keras. ''Sori! Sori! Sori, La! Elo ngagetin gue!'' Faniburu-buru menarik
tubuh Langen yang terkapar. Dipeluknya sahabatnya itu,
laludiusap-usapnya kepala Langen yang sempat beradu dengan
lantai. Ijah mengikuti. ''Iya. Ijah juga kaget banget!''
''Beneran, La"'' ''Bener doooong! Biar tau rasa dia!'' Langentertawa-tawa lagi.
Fani dan Ijah tertegun saling pandang. Kata-kataorang yang
sedang mabuk adalah kata-kata yang jujur. Berarti hubungan
Langendengan Rei memang sudah berakhir.
Gila! Benar-benar tidak disangka!
Jam berdentang sebelas kali. Fani dan Ijahtersentak. Bergegas
mereka berdirikan Langen lalu memapahnya menuju kamar.
Ininih, bagian yang paling berat. Naik tangga. Mati-matian Fani
dan Ijah menyeretLangen menyusuri anak tangga demi anak
tangga. Sampai di depan tempat tidur,sambil mengerang,
keduanya ikut menjatuhkan diri ke tempat tidur bersamaLangen.
Tapi suara mobil di kejauhan membuat keduanya seketika
melompat bangun. ''Gawat, Jah! Jangan-jangan itu Papa samaMama!'' Fani
memandang berkeliling dengan panik. ''Kita masukin aja Langen
kelemari. Ayo, buruan!'' ''Dimasukin ke lemari!"'' Ijah terbelalak.''Jangan, Non! Rapet
begitu lemarinya. Ntar Mbak Langen bisa mati. Trus kitaberdua
dimasukin penjara, jadi penjahat!''
''Ya jangan lama-lama. Yang penting Papa samaMama nggak
tau!'' ''Yaa....'' sejenak Ijah terdiam ragu. ''Ya udahdeh kalo gitu. Yuk!''
Langen ditarik dari tempat tidur. Tapi diamemberontak, menolak
bangun dari tempat tidur. Malah ganti ditariknya Fanisampai
terjatuh di sebelahnya. ''Eh, lo tau lagu itu nggak, yang sukadinyanyiin cowok lo itu"
Wanita dijajah pria sejak duluu.... Yang gitu tuh!Siapa sih yang
ngarang" Pasti cowok! Nggak mungkin cewek! Ntar kalo gue
temuintuh orang, gue kasih tau deh dia! Pasti dia nggak pernah
kenal cewek kayakgue!'' ''Iya! Ntar kalo ketemu, lo omelin aja dia!''jawab Fani buru-buru.
''Tapi sekarang lo kudu bangun dari tempat tidur gue,La!''
''Siapa yang mau diomelin!"'' tanya Ijah kaget.
''Aaa, udah iyain aja! Udah tau lagi mabok!'' tukasFani. Dengan
paksa Langen ditarik sampai berdiri, lalu dipapah menuju
lemari.Tapi tiba-tiba Langen berteriak keras.
''UDAH GUE PUTUSIN DIA! HORE! MERDEKA!MERDEKA!!!''
''SST! SST!'' dua orang yang memapahnya kontanberbisik panik.
''Jangan teriak-teriak, Mbak! Ini udah malem,ntar tetangga pada
denger!'' desis Ijah. ''Udah kita seret aja, Jah! Terpaksa!''
Langen di seret ke lemari. Tapi mendadaktubuhnya membungkuk
dan dia muntah habis-habisan!
Fani dan Ijah memekik bersamaan. Keduanya lalumematung
memandangi genangan air di lantai yang menyebarkan aroma
tidap sedapdan tajam menusuk. Mengalahkan pengharum
ruangan yang digantungkan Fani dikotak AC.
''Yeekh!'' Ijah meleletkan lidah sambilmengibas-ngibaskan
tangannya yang bebas ke depan hidung.
''Gawat!'' desis Fani dengan suara tercekat.''Kacau nih! Taro dulu
nih orang, Jah! Bersihin dulu muntahannya. Ntar baunyakeburu
ke mana-mana.'' Langen, yang tubuhnya jadi semakin lemas,diseret mundur
kembali ke arah tempat tidur.
''Jangan! Jangan! Jangan di kasur!'' cegah Fanisaat Ijah akan
menarik Langen ke atas tempat tidur. ''Susahntar bersihinnya.
Geletakin aja di bawah!''
Langen didudukkan di lantai, bersandar di tempattidur. Cewek itu
masih sibuk mengoceh sendiri sambil tertawa-tawa
geli,sement ara Fani dan Ijah membersihkam muntahannya. Tibatiba terdengar jeritanklakson. Tepat di depan rumah. Kedua
terlonjak dan saling pandang dengan panik.
''Cepet! Cepet!'' desis Fani. ''Itu Papa samaMama!''
Dengan gerakan seperti kesetanan, keduanyamelanjutkan
membersihkan lantai. Fani langsung lupa dengan rasa
jijiknya.Bergantian dengan Ijah, dia berlari bolak-balik ke kamar
mandi. Mencuci kausyang terpaksa dikorbankan jadi kain pel.
Pekerjaan menjijikkan itu selesaibeberapa detik kemudian,
bersamaan dengan jeritan klakson yang kedua kali.
Ijahmelemparkan kaus-kaus yang berubah fungsi jadi kain pel itu
begitu saja kedalam kamar mansi lalu menutup pintunya.
Kemudian cepat-cepat dibantunya Faniyang sedang menarik
Langen sampai berdiri. Berdua, mereka seret Langen yangmasih
saja mengoceh, ke lemari.
''Gue adalah pejuang emansipasi! Jadi ati-atiaja sama gue!
Emangnya kalo elo jago karate trus lo kira gue jadi takut" No!No!
Sori aja! Nggak gampang.... Eh" Lho, kok gelap" Mati lampu,
ya"'' Fani tidak menghiraukan. Buru-buru dikuncinyapintu lemari.
Bersamaan dengan itu, kembali terdengar bunyi klakson. Tiga
kaliberturut-turut. Dua kali pendek,dan yang ketiga melengking
panjang. Pertanda kedua orangtua Fani mulai taksabar.
''Tadi Ijah kunci gerbangnya. Biar aman,'' kataIjah sambil balik
badan dan terbirit-birit berlari keluar. Tapi tiba-tiba Ijahberseru
lagi dari tangga, ''Non...itu...pura-puranya Non Fani lagi Ijah
pijitinya!'' ''Oh, iya! Iya! Ide bagus! Sip! Oke!''
Fani langsung menyambar botol minyak kayu putihdari atas meja.
Dia cipratkan beberapa tetes isinya ke lantai tempat
Langenmuntah tadi. Lalu dengan menggunakan kedua telapak
kaki, digosok-gosoknyalantai dengan cepat. Setelah itu dia
melompat ke atas tempat tidur, membukakausnya dan
menggosokkan beberapa tetes minyak kayu putih di tubuhnya.
Sambilmenarik napas panjang-panjang untukmengurangi
ketegangan, cewek itu kemudian berbaring tengkurap, beradegan
sedangdipijat. Tapi tiba-tiba terdengar suara Langen, yang
meskipun jadi agak-agakngebas karena ngomongnya dari dalam
lemari, tapi terdengar lumayan jelas.
''Fan" Kok gelap sih" Mati lampu, yaaa" Nyalainlilin dooong!''
''Aduh, gawat!'' Fani melompat bangun. Langennih, nggak
kompak banget! Bergegas dia berlari ke sudut ruangan, tempatseperangkat
elektronik bertengger. Dihidupkannya radio. Tapi ternyata
suarasang penyiar tidak mampu meredam suara dari dalam
lemari. ''CD! CD!'' desisnya dan buru-buru diaduknyakoleksi CD-nya.
Mesti yang genjreng-genjreng. Nah, ini kayaknya pas. Tip-X!
Fani meringis saat Sakit Hati memekik keras.Sip! Musiknya rame,
beriraman ska. Cocok banget buat orang yang sekarang
lagidisimpan di lemari. Tapi ternyata lagu itu malah membuat


Cewek Karya Esti Kinasih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Langen naik darah. ''HEH! SIAPA ITU YANG NYETEL" MATIIN! MATIIN!EMANGNYA
SIAPA YANG SAKIT HATI" ORANG GUE NGGAK SAKIT HATI
JUGA! AYO, MATIINBURUAN! MENGHINA GUE LO, YA" SIAPA ITU
YANG NYETEL" ELO, FAN" APA ELO, JAH"AWAS YA, NTAR!
TUNGGU PEMBALASAN GUE!'' Ya, ampuun! Langen ini! Fani berlari ke lemaridan memutar
kunci. Begitu pintu terbuka, Langen langsung terjatuh keluar.
''Elo diem kenapa sih, La" Nyokap gue udahpulang tuh!''
''Eh" Apa"'' Langen mengerjap-ngerjapkan matatelernya yang
Tiga Dara Pendekar Siauw Lim 5 Candika Dewi Penyebar Maut X I I I Bila Pedang Berbunga Dendam 8

Cari Blog Ini