Ceritasilat Novel Online

Lima Centi Meter 4

Lima Centi Meter Karya Donny Dhirgantoro Bagian 4


bukan di terminal tujuan yang jaraknya tinggal
setengah kilometer lagi. Hati Ian panas
mendengar rasa kecewa, keluhan, dan gerutu
dari para penumpang angkot. Ian melemparkan
uang ongkosnya ke dasbor angkot dan pergi
tanpa melihat si sopir lagi.
"Kalo inget cerita lo sama kejadian tadi, nggak
tau ya sekarang itu salahnya siapa?" Genta
berujar sendirian. Ian hanya mengangguk. "Tapi, Yan... ada satu yang pasti, Yan," Genta
berbicara tegas. "Di tempat gue kerja sekarang kan isinya
seumuran kita, angkatan eksponen reformasi
dulu. Jadinya, kita janji untuk mencoba sama
sekali nggak pernah dan nggak akan ngelakuin
KKN. Mudah-mudahan yang kayak gitu bisa kita
jaga entah sampai kapan."
"Tapi itu susah kan, Ta?" Arial bertanya pelan ke
Genta. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Apalagi di dunia bisnis yang serba sikat sanasini, masih banyak yang kayak gitu," Dinda
berkata lirih. "Iya susaaah banget... sumpah!" mata Genta
menatap ke depan kosong. "Ya, tapi
seenggaknya kita mencoba jangan sampe
sedikit pun kita K KN." "Kenapa?" Zafran bertanya serius.
Ian menjawab pertanyaan Zafran, "Karena kita
dulu yang teriak-teriak anti KKN bukan" Masa
kalo saatnya kita jadi orang kantor atau punya
bisnis sendiri, jadi manajer atau bahkan CEO
kita juga KKN" Nah teriakan-teriakan kita waktu
zaman reformasi itu buat apa" Betul nggak,
Ta?" "Betul Bapak Ian...," sahut Genta. Pinter juga si
bebek sepeda air Taman Mini ini, pikir Genta
kemudian. "Eh... tapi Taman Mini lo tinggalin dulu dong..."
canda Genta ke Ian. "Apa sih maksudnya?" Riani bingung dengan
candaan yang tiba-tiba itu.
"Iya kan bebek sepeda air Taman Mini ini dulu
katanya mau belajar di luar, jadi apa nggak"
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Kalo dia jadi pergi, berarti bebek sepeda air
Taman Mini berkurang satu."
Semua ngakak. Ian ketawa seneng melihat
kebegoan temen-temennya. "Iya, pasti pentas pesut Ancol juga tutup
deh....'" "Omset Indomie menurun!" "Banana
boat juga nggak ada lagi." Mereka tambah
ngakak. "Bokap udah ngizinin gue sekolah di luar, jadi ya
gue coba cari data dulu."
Suasana mendadak sepi. "Yaa... lo bakalan pergi dong sebentar lagi,"
"Ke mana, Yan?" Riani bertanya ingin tahu.
"Ada kampus bisnis bagus di Manchester...
Britania Raya I'm coming," kata Ian mantap.
"Ahhh... gue tau, lo mau ke Manchester biar
tiap minggu bisa nonton Manchester United di
Old Trafford." "Nah lo tau gue kan" Sambil menyelam kita
minum air sirop pake nata de coco, pake eskrim
bareng Paul Scholes," Ian bercanda lucu.
"Hahaha,... bego lo...."
Zafran mengalungkan tangannya ke leher Ian,
'Yan nanti salam buat Tom Yorke, Damon
Albarn, Jarvis Cocker, David Bowie, Roberth
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Smith, nanti kalo ada waktu gue ke England, kita
beli bunga dan lempar ke Abbey Road, foto-foto
di sana. Naik Yellow submarine di England
Channel, main lari-larian di Long and Winding
Road yang menuju ke Strawbeerry Field, nanti
kita metik Strawberry bareng the Beatles, kita
ke Liverpool, ke museumnya The Beatles. Kita
ke tempat john Lennon nyiptain lagu pertama
kali, kita ke klub pertama kali The Beades
manggung,..., trus, trus...."
Belum selesai bicara, Zafran sudah dilempar
tisu, rokok, permen, aqua, tahu, kacang,
antimo, minyak angin, jeruk... pokoknya banyak
deh. "Lo pasti mau pergi, Yan?" Riani bertanya serius,
menatap Ian dalam-dalam. Tasti, tapi masih lama lah, belum
preparationnya...pokoknya pergi dari sini," kata
Ian mantap. Kereta terus berjalan di antara pegunungan
daerah Batu yang sejuk. Tiba-tiba mereka
merasa kereta seperti menanjak.
"Gilee baru sekarang ada kereta nanjak."
"Kalo udah jalannya kayak gini berarti kita udah
mau sampe Malang. Sebentar lagi kita lewat
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
terowongan tua buatan Belanda yang
menembus bukit," Genta menerangkan ke
teman-temannya. Lihat keluar deh, pemandangannya indah
banget...," Genta menatap teman-temannya.
Mereka pun melihat ke jendela. Hamparan hijau
pegunungan dan lembah menyambut mata,
membuat teduh dan menghilangkan penat
selama hampir seharian. Di ketinggian, kereta
seperti berjalan di atas titian kecil yang rapuh
jatuh, dengan mangkok lembah dan jurang
menganga di bawah mereka.
"Keren...," semuanya berdesis kagum.
Zafran mengambil buku kecil dan mulai menulis
segala keindahan tadi, melihat sekeliling dan
menulis segala pasrah dan derita rakyat kecil
yang berdesakan. Mulai dari penuhnya kereta,
seribu wajah keluh, hingga seribu wajah yang
lelah dan susah. Seorang pengemis tua tertatih
mendatangi Zafran dan menengadahkan
tangannya. Topinya yang kusam menutupi uraturat kelelahan di keningnya, bajunya penuh
tambal dan kakinya yang telanjang tampak
kotor penuh debu lantai kereta. Zafran terdiam
memandangnya. Tangan kekar Arial mendadak
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
mengulurkan selembar seribu rupiah ke
pengemis itu yang disambut syukur dan
senyum. Zafran serasa tertampar keras sekali hari itu,
hatinya seperti ditusuk, kayaknya dari kemarin
gue belum pernah ngasih sedikit pun kalo ada
pengemis. Gue cuma bisa ngomong bagus
tentang derita, tapi nggak pernah bertindak,
sedangkan Arial yang nggak pernah ngomong
selalu langsung ngasih. Parah banget sih gue,
parah banget gue! Zafran tertunduk, melihat kulit jeruk yang
terserak di lantai kereta, diinjaknya hingga
mengeluarkan percik air. Hati Zafran terlempar
di antara himpitan kulit jeruk dan sandalnya,
hati Zafran diinjak-injak sendiri olehnya.
Gue nggak boleh kayak gitu lagi, Zafran
mengangkat kepalanya cepat, matanya tampak
memburam, tapi menatap tajam ke depan
mantap. Gue nggak boleh kayak gitu lagi, gue nggak
boleh kaya gitu lagi! Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Pukul setengah tiga lebih mereka tiba di Stasiun
Malang. Matahari sore yang sudah enggan
mengeluarkan panasnya datang menyambut
Sebelum meninggalkan kereta, sekali lagi
mereka pandangi kereta yang terdiam lelah
setelah berlari seharian penuh; kereta yang
dalam diamnya telah banyak bercerita tentang
beragam manusia. Di stasiun Malang, rombongan pencinta alam
itu menarik perhatian banyak orang. Rasa pegalpegal belum hilang benar dari badan mereka
sehingga mereka putuskan untuk duduk
sebentar di bangku stasiun yang panjangmeluruskan kaki dan menghilangkan penat.
"Huaaaah...," Ian menguap lebar, kedua
tangannya dianyamkan ke udara
"Bang Ian kalo nguap ditutup dong jangan kayak
kuda nil gitu." Ian tersenyum senyum bego, Zafran tertawa
terpingkal-pingkal. Si Dinda ini asik juga
anaknya, batin Riani. "Abis ini kita ke mana, Ta?" Arial bertanya ke
Genta. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Gue lagi bingung nih... harusnya kita ke stasiun
bus Arjosari dulu, terus naik angkutan ke
Tumpang." "Tumpang itu daerah mana?"
"Tumpang itu kalo dari Malang gerbang
masuknya TNBTS." "Apa tuh" Singkatan?" Zafran bertanya sembari
mengacung-acungkan HP-nya ke udara-mencari
sinyal. "Oh iya sori.... Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru." "Oh... terus kenapa kita nggak langsung ke
sana?" tanya Zafran lagi.
"Entar ah... masih capek nih...," Ian duduk
selonjor di lantai Stasiun.
"Terminal Arjosari itu agak jauh dari sini, di
tengah kota...gue lagi mikir apa kita carter
angkot aja ya dari sini langsung."
"Kalo lebih murah dan lebih cepet, kenapa
nggak"'" Riani menyarankan. "Gimana?"
Genta masih memandang bengong ke depan,
mencoba menghitung-hitung waktu dan biaya.
"Kayaknya lebih enak carter angkot aja deh.
Arial..., ikut gue cari angkot dulu. Lo kan bisa
bahasa Jawa dikit-dikit, jadi enak nawarnya."
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Yang lain tunggu sini dulu ya," pesan Arial.
Genta dan Arial langsung pergi keluar stasiun.
Zafran masih sibuk mencari sinyal, Ian lagi jajan
popmie, Arinda tampak lelah dan
menyandarkan badannya ke bangku stasiun.
Sepuluh menit kemudian Genta dan Arial
datang. "Dapet?" Arinda langsung berdiri dan bertanya.
"Dapet! Siip, murah lagi."
"Ayo... berangkat!"
"Ian mana?" "Tuh lagi makan popmie." "Yuk...."
Ian panik. Popmienya belum habis, sudah harus
memanggul carriernya yang hampir segede
badannya lagi. Angkot carteran perlahan meninggalkan stasiun
kereta Malang. Jalan-jalan kota Malang yang
tidak terlalu lebar menyambut mereka sore itu,
suatu tempat yang lain dan asing.
Sejenak mereka melihat kedaaan sekeliling kota
kecil yang sejuk. Deretan rumah khas Jawa yang
berpadu dengan banyaknya papan iklan modern
membuat pemandangan yang kontras.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Mas-mas sama Mbak-mbak dari mana?" sopir
angkot yang bertampang Jawa dan mengenakan
blangkon memecahkan bengong mereka.
"Dari Jakarta, Mas," jawab Genta.
"Oh dari Jakarta The Jak... The Jak... The Jak
mania?" sopir itu tersenyum dan bertanya
antusias. "Apaan tuh?"
Semuanya bengong kecuali Ian dan Arial yang
ngerti. "The Jak itu nama suporternya Persija
tau." "Oooo...."
Tiba-tiba si sopir nyanyi sendiri, "Dua lima jigo...
dua lima jigo... jadi seratus, Persija... jago Persija
jago... lawannya putus." Sebuah lagu yang
sering dibawakan oleh The Jak mania kalo
Persija lagi bertanding. Nyanyian si sopir
tampak aneh sekaligus lucu karena bahasa
Betawi mentok dari lagu tersebut bercampur
logat Jawa timur yang mentok juga. Jadi, duaduanya nabrak jalan buntu, yang bikin
semuanya di angkot terpingkal-pingkal.
"Mas kok tau-taunya lagu Persija" Kan Mas
orang Malang?" Arial bertanya, menahan tawa,
dan menepuk pundak si sopir.


Lima Centi Meter Karya Donny Dhirgantoro di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Malang itu Aremania kan?" tanya Ian.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Oh pasti aku Aremania sejati... mana ada orang
Malang yang tidak Aremania," sang sopir
tampak sibuk mencari sesuatu di dasbornya.
"Nah ini dia," katanya senang... si sopir
mengeluarkan sebuah syal rajutan berlambang
Aremania dengan warna khas Merah dan Biru,
mengalungkan syal tersebut di lehernya
"Aremania! Ongis Nade!, aku Aremania Si Kera
Ngalam!" Si sopir mengacungkan tinjunya ke angkasa
sambil berteriak-teriak sendiri. Semuanya
tertawa, bingung, dan nggak ngerti istilah dan
tingkah si sopir yang kocak ini, dengan blangkon
dan badannnya yang gempal pendek, pipi
tembem, memakai baju lurik cokelat bergaris
hitam, "Mas pecandu sepakbolaya" Sama dong, saya
juga," celetuk Ian. "Oh iya aku suka bal-balan dari kecil." "Klub
favoritnya apa, Mas?" "Kalo di Indonesia jelas
aku Aremania, wong dari Malang." "Kalo di Italia
aku suka AC Milan, strikernya (baca: setrikher)
itu lho sing jago... sapa jenenge".... Oh ChenKoleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
ko." "Shevchenko kali, Mas," Ian menahan geli.
_ "Iya itu." "Kalo di Inggris?" Ian bertanya lagi. "Wah di
Inggris aku suka Men-yu." "Apa tuh Men-yu?"
"Itu... yunaytit...."
"Oh Manchester United ya, Mas" Sama dong...
sama saya." Si sopir tersenyum menoleh ke belakang, sambil
mengemudi ia meneruskan obrolan dengan Ian.
"Oh Mas juga suka yunaytit" Saya kira badannya
saja kita sama, ternyata pengemar yunaytit
juga. Men-yu baru beli pemain baru tuh, Mas...
namanya Krisno." "Hah?" Ian terkaget-kaget, sepanjang pengetahuannya
nggak ada satu pun nama pemain Manchester
United bernama Jawa. Ian coba mengingat-ingat
"Nggak ada, nggak ada Krisno... nggak ada."
Mas, setahu saya nggak ada yang namanya
Krisno di MU." "Ono' sing dari Portugal iku lho. Temannya pigo
(Luis Figo)." "Siapa ya" Oh!" Ian tertawa terpingkal-pingkal.
"Oalahh... Christiano Ronaldo," Ian berteriak
geli. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Iya itu dia kan kalo disingkat jadi Krisno..."
"Ongis nade itu apa, Mas?" Riani bertanya
bingung. "Ongis nade itu mbak artinya Singo Edan. Kita
memang Aremania, khasnya sering membolakbalik huruf dalam kata kata supaya bagus. Kalo
kata anak Jakarta sekarang fungki (baca Fungki,
bukan Fankeeehh...!!)."
"Berarti Kera Ngalam tadi, kalo dibalik jadinya
Arek Malang?" Dinda bertanya lagi ke si sopir.
"Bagus... bagus... udah ngerti, wong iku ana
tulisanne kok di kaca belakangku." Semuanya
menoleh ke kaca belakang angkot dan
menemukan stiker singa yang sedang mengaum
di atas tulisan besar Ongis nade dan Kera
Ngalam. "Lho ini yang di bawah apa artinya?" Zafran
melihat tulisan kecil di sudut kaca belakang
angkot dan membacanya. "www.SuhartonoGembul.com"
"Iku namaku, Mas..., Suhartono, Gembul iku
panggilanku di sini."
"Oh namanya Mas Suhartono, kenalan dulu
dong, Mas... saya Genta, itu yang badannya
gede Arial, yang satu spesies sama Mas
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
namanya Ian, yang kurus gondrong itu namanya
Zafran, yang Mbak-mbak itu yang pakai
kacamata Riani, yang satu lagi namanya Dinda."
"Halo Mas Suhartono...," mereka melambaikan
tangan ke kaca spion dalam.
Mas Suhartono tertawa kecil ramah. 'Jangan
pangil Suhartono, panggil aku Mas Gembul aja,
wong dari kecil dipanggil Gembul atau gudel."
"Gudel tu apa, Mas?" Genta bertanya lagi.
"Anak sapi! Hehehe...," Mas Gembul teriak
sambil tertawa keras. "Nanti dulu yang... yang di
depan ini namanya Mas Genta, sing mirip artis
sinetron iku Ari...."
"Arial," Genta membenarkan.
"Iya Arial... yang gudel iku Ian."
"Sialan gue dibilang anak sapi," Ian tertawa
kecil. Mas Gembul meneruskan, "...yang pakai
kacamata ini Mbak Riani, sing ayu, sing ayu satu
lagi Mbak Dinda." "Mmh... kalo cewek aja hapal, pake ayu segala,"
Zafran berujar dan menyenggol pundak Mas
Gembul. "Oh tentu dong. Piye kabare Mbak Riani, Mbak
Dinda... ghuwee Mas Gembul."
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Mas Gembul menoleh ke belakang sebentar.
Tampang kocak dan polos serta logat Betawi
bercampur Jawa Timur, mentok Mas Gembul
membuat Riani dan Dinda tertawa.
"Arial iku mirip Dinda...," Mas Gembul berkata
lagi." "Kan mereka kembar."
"Oh...," Mas Gembul menoleh lagi ke belakang
dan melihat keduanya sekilas.
"Woooh iya lho rek, serupa... ganteng... ayu."
Kata "serupa" dari Mas Gembul tadi membuat
mereka ter senyum. Orang daerah kalo diajak
ngomong bahasa Indonesia memang sering
memakai kata-kata baku yang sering ada di
buku bahasa Indonesia dan jarang dipakai.
"Ini namanya pake dot.com segala, emangnya
Mas Gembul punya homepage?" Zafran
bertanya lagi ke Mas Gembul kocak ini.
"Hompej iku opo" Dompet?" "Ini, yang wewewe
dotkom." "Oh... wewewe dotkom" (mas Gembul baca:
dwot chom). "Aku nggak ngerti itu opo artinya,
cuma buat bergaya saja karena di TV sering
dengar ada yang ngomong www dwot chom...
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
iku berarti angkot ini punya Suhartono
Gembul." Semuanya ngakak lagi. "Aku salah ya...," Mas Gembul ikut ketawa.
"Enggak, enggak, Mas Gembul emang keren...,"
Genta menepuk-nepuk pundak Mas Gembul.
"Fungki dong ghuweek...," Mas Gembul teriak
sendiri. "Eh, Mas tadi belum dijawab...," Ian
bertanya lagi. "Opo?"
"Gimana bisa tau lagu supporternya Persija?"
"Oh iku. Waktu aku ke Jakarta, kebetulan Arema
sedang bertanding juga melawan Persija di
stadion dekat terminal bus iku lho, Mas?" Mas
Gembul masih memakai bahasa Indonesia yang
baik dan benar. "Lebak Bulus." "Betul... Lebak bus."
"Lebak Bulus...," Arial membenarkan.
"Oh bukannya lebak bus... tak kira Lebak bus...
kan di situ terminal bus."
"Hahaha...," mereka ketawa lagi. Mas Gembul
ini kocak banget. "hehehe...," Mas Gembul juga ikut tertawa
senang. "Trus, trus...."
"Lalu aku nonton Arema, Mas."
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Oh... jadi langsung hapal lagu supporter
Persija?" Ian terus melihat Mas Gembul dari
kaca Spion dalam. "Iya... wong The Jak nya
nyanyi terus." "Mas Gembul juga nyanyi?"
"Pasti... lagunya Aremania, tapi tak terdengar."
"Kenapa?" "Wong mainnya di Lebak bus (salah lagi...!)
kandang Persija Semua jadi warna oranye,
suporter Arema cuma sedikit. Saya ketemu
orang-orang Malang di sana karena kita sesama
Aremania. Dan katanya saya lucu, ngguyu terus,
saya diajak pulang bareng sama Arema, sama
pemainnya. Wah waktu itu aku seneng sekali
Mas..., ketemu idola...," Mas Gembul bercerita
dengan mata berbinar-binar."
"Wah hebat juga Mas Gembul" puji Arial.
"Tapi ada satu lagi Mas yang berkesan."
"Apa?" "Aku salaman sama suporter Persija, rasanya
senang sekali." "Lho kok senang?" kali ini Riani yang bertanya.
"Saya nggak nyangka kok mereka ramah sama
saya, mungkin karena saya lucu."
"Tapi kan biasanya suporter bola berantem
terus," Riani berkata pelan.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Wah, Mbak jangan salah sangka, tiap suporter
itu sebenarnya nggak mau berantem, apalagi
sekarang udah rapi. Tapi kadang-kadang ada
orang yang jadi protor iku lho."
"Protor?" semua bingung.
"Provokator kali, Mas Gembul," Dinda tiba-tiba
menjawab membenarkan. "Uh iya provokator. Provokator dwot chom."
"Kok pake dwot-chom?" Arinda geli. "Kan biar
fungki... hehe...." Angkot Mas Gembul mulai berjalan mendaki
berbelok-belok, menuju Tumpang.
"Terus akhirnya aku ngobrol sama yang
namanya Mas Jupri, supoternya The Jak."
"Aku minta dituliskan lagu tadi sama dia, wong
lagunya lucu," lanjut Mas Gembul, "makanya
aku hapal di luar kepala."
"Lalu aku dikasih banyak barang Persijasaputangan sama ikat kepala, bros juga."
"Aku sama dia tukaran, dia aku kasih topi Arema
sama bros ongis nade. Waktu tukaran itu aku
jadi ingat kalau pemain bola juga suka tukaran
baju meski di lapangan habis pada kelahi. Kan
sportip gitu." Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Aku juga tukaran macem-macem. Aku Arema,
Mas jupri Persija, kami berjabat tangan."
Matahari sore menimpa setengah wajah Mas
Gembul yang tersenyum lembut Jalan berkelok
naik diapit lembah dan bukit-bukit tinggi
bersama angin pegunungan dingin yang mulai
menyapa masuk, seakan menghiasi indahnya
cerita Mas Gembul. Angkot makin mendaki tinggi, matahari sore
yang mulai menghangat memasuki angkot Alam
pegunungan membuat udara mulai lembap.
"Oh iya, Mas-mas sama Mbak-mbak ini mau ke
mana" Bromo atau Mahameru?" . .
"Ke Mahameru, Mas.,.," jawab Genta.
"Oh ke Mahameru. Mau ikutan upacara
Agustusan di sana ya?" "Ya begitulah...."
"Aku juga udah pernah ke Mahameru. Waduh,
saya senang sekali Mas waktu itu."
"Oh... Mas Gembul sudah pernah?"
"Waktu SMA, arek Malang pasti kebanyakan
pernah ke Mahameru. Kalo dihitung akil
sudah... sebentar... delapan kali ke sana, sampai
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
puncak lima kali Hanya di Ranu Kumbolo tiga
kak. Siapa yang sudah pernah ke sana?"
"Baru Genta aja, Mas...," Arial menjawab.
"Oh yang lain belum pernah" Jadi ini yang
pertama kali" Waduh waktu saya pertama kali,
berat sekali Mas. Lelah aku, mana badanku
gembul waktu itu, jadi aku nggak sampai
puncak, tenagaku habis. Aku kemah aja di Ranu
Kumbolo... nggak kuat ke puncak."
Ian tercekat. "Yah Genta... ntar gue nggak kuat
lagi...," Ian bergumam pelan.


Lima Centi Meter Karya Donny Dhirgantoro di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Riani dan Dinda pun membatin, semuanya
harus sampai ke puncak bagaimanapun caranya.
"Kalian udah bilang sama orang tua kalian kan?"
Mas Gembul bertanya lagi.
"Udah, Mas." Bagai koor, semua menjawab
dengan tatapan kosong, sekilas bayanganbayangan lewat di depan mereka- bayangan
keluarga dan rumah yang kayaknya jauh banget.
"Bagus. Kalo mau naik gunung harus bilang
sama orang tua dulu, jangan main-main sama
alam." Zafran terdiam sebentar. Tiba-tiba bayangan
orang tuanya muncul. Zafran memang satuKoleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
satunya yang nggak pamit karena kalo bilang
mau ke gunung pasti nggak boleh pergi. Zafran
jengah. Zafran mencoba mengalihkan pembicaraan,
"Banyak sekali, Mas... sampai delapan kali."
"Wooo, iya jelas,... wong Mahameru itu...," Mas
Gembul menarik napas panjang dan
melepaskannya, "aku nggak bisa ngomongnya,
Mas. Nanti aja Mas sendiri yang merasakan."
Tapi tak lama Mas Gembul meneruskan,
"Mahameru itu akan artinya raja dari gunung
atau gunung yang besar. Maha artinya besar
atau megah dan meru dalam bahasa Jawa
artinya gunung. Banyak sekali legenda tanah
Jawa sampai Bali yang memakai Mahameru
sebagai mitos abadi, sebagai puncak para dewa
karena tempatnya yang paling tinggi di Pulau
Jawa. Nah waktu naik yang kedua kali, aku
sampai puncak. Sehabis itu aku kecanduan naik
gunung, kangen terus sama Mahameru."
"Kok yang kedua bisa sampai puncak"
Emangnya?" Ian bertanya lagi.
"Enggak aku nggak diet kok," kata Mas Gembul
seakan mengerti pertanyaan Ian, "Entah kenapa
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
aku bisa, aku nggak tau, padahal perjuangannya
berat sekali." "Tapi suara-suara di sini, Mas," Mas Gembul
menunjuk keningnya, "Suara itu bilang bahwa aku bisa, aku pasti bisa.
Dan entah kenapa aku bisa... dengan badan
sebesar gentong begini."
"Trus...," Mas Gembul berhenti bercerita.
Mas Gembul geleng-geleng kepala sendiri...
tidak meneruskan ucapannya.
"Kenapa, Mas?" "Waktu sampai puncak.... Ah aku ndak mau
cerita ah... biar nanti kalian merasakan sendiri."
Genta yang sudah pernah sampai puncak
mengangguk lega, Jangan dulu cerita, kata batin
Genta. "Tapi yang pasti, sehabis naik yang kedua kali
sampai puncak itu aku langsung berhenti."
"Berhenti apa, Mas?" Dinda penasaran.
"Berhenti bandel. Aku dulu kan mabokmabokan kerjanya, jadi preman pasar gitu,
kelahi trus, pokoknya aku bandel lah. Setelah
berhenti bandel aku langsung nikah, sekarang
aku udah punya anak satu, umurnya setahun,
gembul kayak bapake."
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Oh...." "Waduh, mungkin kalo dulu aku nggak ke
Mahameru, aku masih jadi preman, Mas.
Mabok-mabokan, luntang-lantung, dulu aku
juga jadi pengedar iku lho Mas, Marley Marley."
"Apaan tuh?" "Daun ganja. Waktu ke Mahameru aku juga
bawa ganja, tapi habis dari puncak langsung aku
buang semuanya, aku juga nggak minum lagi.
Tobat." "Oh." "Untung waktu itu aku ke Mahameru, kalo ndak
mana bisa punya istri, punya anak, punya
angkot sendiri." Mas Gembul berujar sambil
menyeka keringatnya dengan syal Arema yang
masih melingkar di lehernya. Terlihat di
tangannya yang gempal bekas luka panjang
jarahan tato yang coba dia hilangkan dengan
berbagi cara tapi tetap saja meninggalkan
bekas. "Sudah mau sampai Tumpang."
Mas Gembul memperlambat angkotnya dan
berhenti di sebuah terminal kecil yang dipenuhi
jip-jip besar Land Rover model lama, tanpa atap.
"yo wis... sudah sampai. Tinggal naik jip."
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Mereka pun turun dari angkot, mengeluarkan
segala barang bawaan. Genta menyelesaikan
pembayaran dengan Mas Gembul, dengan
sedikit adegan lucu. Genta dan Mas Gembul
berkejaran. Genta mau memberi lebih untuk
tips, sementara Mas Gembul menolak.
" Yo wis. Hati-hati ya... Mas Gembul doakan
supaya selamat., semuanya sampai di puncak."
Mas Gembul menyalami mereka satu per satu.
"Yunaytit...," kata Mas Gembul sambil
mengepalkan tinjunya ke Ian.
"Aremania...," Ian membalas lantang.
"Oh ya, ini aku ada kartu nama kalo mau
mampir ke rumahku di Malang." Mas Gembul
memberikan kartu nama Aremania ke Ian.
"Suhartono, koordinator wilayah Aremania'.
"Oh...," Ian kaget membaca kartu nama itu.
"Kalo mau mampir, telepon saya dulu di rumah
atau di handphone, begini-begini aku punya
handphone," kata Mas Gembul tersenyum.
"Atau kalo tidak, nyemes dulu."
"Haa?" semuanya bengong.
"Nyemes itu apa?"
"Lho kalian dari Jakarta masa nggak tau
nyemes" Nyemes itu kata-kata dari Mas Jupri,
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
suporter Persija yang tadi saya ceritain. Nyemes
itu artinya saling ber-SMS. Kata Masjupri itu
bahasa Betawi modern yang udah punya
handphone dan mendengarkan Bens Radio,
radio favoritnye Masjupri. Ghuwe ini hanak
Betawi phunye Ghayeee." Mas Gembul berkata
polos. Sekali lagi logat Jawa yang mentok
ketemu dengan logat Betawi yang mentok juga.
Jadinya, semua berantakan jungkir balik nggak
karuan kelempar-lempar. Semua masih bengong. Mas Gembul dan
angkotnya pun beranjak pergi.
"Jangan lupaaaa shama Ghuwee yaa!!!
Enchang-enching enyak babeh Jangan lupa
nyemeeees!" Mas Gembul berteriak kencang
sekali sambil melambaikan tangannya. Angkot
makin menjauh. "Beda banget nggak, Yan?"
"Apa?" Ian menoleh ke Zafran.
"Mas Gembul sama cerita lo. Sopir angkot yang
nurunin lo di jalan," Zafran berkata pelan sambil
meremas pudak Ian. "Beda banget."
Matahari bersinar hangat bercengkrama dengan
udara yang mulai mengembus dingin sore itu.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Rehumanize, Dalam perjalanan mereka satu hari ini, banyak
yang sudah didapatkan di antara sekumpulan
makhluk Tuhan bernama manusia dan banyak
juga yang sudah mereka lepaskan. Manusia
mendapatkan sesuatu dari manusia lain.
Manusia melepaskan sesuatu dari manusia lain.
Manusia menjadi manusia karena manusia lain,
atau mungkin ada juga manusia yang menjadi
manusia kembali karena manusia lain. (Bagi
umat manusia, manusia itu suci.)
*Slogan Humanisme dunia sampai sekarang,dari
Filsuf Stoik Athena, Seneca (4 SM-65 M)
Humanisme: Suatu pandangan hidup yang
menempatkan individu sebagai fokus utama.
Pencetus Humanisme: Filsuf Stoik Negarawan
Athena,Cicero(106 SM-43 SM),
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
TUJUH You Are the Universe ...sesungguhnya setiap manusia memang diberi
kebebasan untuk memilih. Memilih di
persimpangan persimpangan kecil atau besar
dalam sebuah "Big Master Plan" yang telah
diberikan Tuhan kepada kita semenjak kita
lahir.... Matahari sore masih tersisa sedikit, menembus
pepohonan dijalan desa kecil. Sore itu di
Tumpang banyak sekali kesibukan, jip-jip
menunggu pendaki yang mulai berdatangan
dengan berbagai macam tas carrier besar.
Penampilan mereka mirip semua karena
memang mempunyai tujuan yang sama:
MAHAMERU. "Harus naik jip ya, Ta?" Ian bertanya ke Genta
yang sedang nanya-nanya ke salah satu sopir
jip. Ian dicuekin Genta yang lagi serius. Ian
mencoba bertanya ke yang lain. Sama saja.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Semuanya menggeleng karena mereka kan juga
baru pertama kali ke sini.
Genta mendadak menoleh ke Ian, "Eh Ian sori
ya, betul harus naik jip karena jalannya bukan
jalan biasa lagi, tapi udah mulai naik gunung,
harus pakai mobil yang four wheel drive... mobil
biasa nggak mungkin kuat sampai ke atas."
"Four Wheel Drive itu apa?" Dinda yang berdiri
di samping Zafran ganti bertanya.
Arial menjelaskan ke adiknya. "Four Wheel drive
itu penggerak empat roda. Jadinya, roda depan
juga ikut bantu dorong mobil. Kalo mobil yang
biasa berkeliaran di kota-kota kan cuma ban
belakangnya doang yang jadi penggerak."
"Oh... gitu to."
"Buat jalan nanjak banget ya...?" tanya Riani.
"Enggak juga, buat di pasir juga," Ian menjawab
pertanyaan Riani. "Oh...." Sopir jip yang tadi berbicara dengan Genta
memberi tanda dengan melambaikan tangan
dari kejauhan. "Oke sip beres. Itu jip kita, ke sana yuk."
Rombongan berjalan ke arah jip yang ditunjuk
Genta. Beberapa pasang mata pendaki dan
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
penduduk di situ melihat heran ke arah
rombongan "Power Ranger" + Dinda ini.
Beberapa laki-laki berbisik-bisik dan tersenyum
melihat Riani dan Dinda. Memang nggak terlalu
banyak kaum wanita yang pergi mendaki.
Mereka menaikkan barang-barang ke dalam jip
Land Rover lama yang disulap seperti bak
terbuka. Semua tas carrier yang besar ditumpuk
berdesakan dengan para pendaki lain yang juga
ikut dalam jip. Hampir sekitar sepuluh sampai
lima belas orang bisa muat berdiri berdesakan
dalam jip, bahkan kadang-kadang ada yang
harus duduk di atas atap depan jip. Keenam
sahabat itu juga berdiri berdesakan, di antara
para pendaki lain. "Buk, buk...," badan jip tiba-tiba dipukul keras.
"Wis berangkat...."
Jip mulai berjalan perlahan, penumpang dan
barang tampak berguncang-guncang. Angin sore
di Tumpang menerpa wajah para
penumpangnya. Jip terus berjalan menanjak
melewati jalan desa. Rumah-rumah sederhana
berbaur dengan wajah penduduk desa yang
selalu terbengong-bengong melihat jip.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Eh, itu kebun apel ya?" Dinda berteriak agak
keras sambil menunjuk sebuah kebun
berukuran agak luas di samping mereka.
"Oh iya kebun apel. Apel Malang itu mungkin
dari sini ya?" Riani tersenyum, baru sekarang ia
melihat pohon apel dengan ukuran pohon yang
tidak terlalu tinggi dan buah apel yang
bergantung ranum. Baru sekarang gue lihat apel
ada di pohon," Ian menambahkan.


Lima Centi Meter Karya Donny Dhirgantoro di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Biasanya udah yang pakai stiker ya, Yan?"
Zafran menoleh ke Ian. "Itu juga bukan apel dari sini," sahut Ian lagi.
Semua pendaki yang menumpang di jip itu juga
tampak terpana melihat kebun apel. Ian masih
sibuk memotret kebun apel.
"Dapet gambarnya, Yan" Mobilnya goyanggoyang gini."
"Speed tinggi, bukaan (diafragma)*(Pengukur
Intensitas cahaya dan ketajaman gambar di
lensa kamera.) lebar...," jawab Ian dengan tetap
memutar-mutar Lensa Nikor 75 - 300-nya.
"Oh...," Zafran mengangguk-angguk sok ngerti.
" Mas maaf Mas, saya mau bilang aja, nanti kalo
bisa kameranya dibungkus rapat biar tetap
hangat supaya light meter-nya nggak rusak.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Apalagi Nikon F4 itu rada-rada sensitif." Tibatiba salah satu penumpang jip berpenampilan
mahasiswa, berwajah persegi berjanggut tipis,
dengan slayer oranye dan kacamata hitam
menegur Ian. "Oh gitu ya, Mas" Kenapa?"
"Di atas nanti dingin sekali. Tahun lalu light
meter saya rusak, kedinginan," jawab si slayer
oranye tadi sambil memperlihatkan kamera
yang digantungkan di lehernya.
Ian melihat Canon EOS hitam tergantung,
"Oh gitu... makasih ya, Mas... nasihatnya"
Si slayer oranye tersenyum ramah, "Sama-sama,
Mas." "Mas dari mana?" tanya Ian.
"Saya dari Surabaya...," jawabnya lalu
menyebutkan salah satu kampus teknologi
terkenal di Surabaya. "Saya Ian, Mas. Dari
Jakarta." "Deniek."
"Hah" Ada hubungan sama Deniek G Sukarya?"
Ian menyebutkan nama salah satu fotografer
alam terkenal di Indonesia
"Bukan Mas, namaku sebenarnya Denie
Kurnianto. Biar keren aja Mas, saya sih
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
pengagum Mas Deniek G Sukarya," Deniek
menjawab pertanyaan Ian sambil tersenyum.
"Hahaha.. saya kira Deniek beneran...."
"Mas bawa Black & White (hitam putih) nggak"
tanya Deniek. "Jangan panggil Mas, Ian aja Bawa! Gue bawa
BW kok." Deniek mengacungkan jempolnya ke Ian.
"Keren ya, Niek pakai BW di Semeru. Semuanya
jadi dramatis hitam putih."
Deniek mengacungkan jempolnya lagi. Ian
heran, nih orang dulunya bintang iklan
penyedap masakan apa" Ngasih jempol melulu.
Belum tau ya kalo gue juga bintang iklan No
Problem" "Pakai asa rendah BW-nya?" Deniek bertanya
lagi. "Gue bawa Bford asa 100."
"Gue bawa asa 50, Hford juga."
"Dobel?" "Yup," kata Deniek sambil mengeluarkan satu
lagi Nikon FM 10. "Sama dong." Ian mengeluarkan satu lagi
kameranya, Nikon FG 20, sebuah kamera tua
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Wah itu kamera hebat Yan. Bandel banget tuh.
Udah pake apperture (pengatur cahaya
otomatis di kamera) kan?"
"Yo'i ini punya babe gue" kata Ian tersenyum.
"Lensa?" "Wide, lensa cembung (fish eyes),
zoom" "Sama... dong" Ian tersenyum. "Filter?"
"Polarisasi." Ian dan Deniek bersamaan
menyebutkan filter kamera yang bisa bikin
langit bertambah biru itu berbarengan.
"Filter koreksi?" (filter yang berfungsi untuk
mengoreksi warna) tanya Deniek lagi.
"Lengkap!" "Hahaha... kita sealiran," Ian dan Deniek
tertawa bareng. "Eh Deniek, ini teman-teman gue dari Jakarta.
Kenalin. Itu Genta, Arial, Zafran, Riani, dan
Dinda." Ian memperkenalkan teman-temannya
satu per satu. "Hei... semuanya! Ini Deniek, dia juga seneng
motret" Kelima sahabat itu tersenyum pada Deniek.
"Ini juga teman-temanku satu kampus. Ini
Darwis, Peter, Oskar."
"Hah" Kok nama fotografer terkenal semua?"
Ian takjub dan bingung. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Kebetulan," kata teman-teman Deniek
berbarengan. Jip mulai meninggalkan daerah
pedesaaan, mendaki bibir lembah dengan
pohon pinus tinggi di kiri-kanannya.
"Sekarang udah yang kelima. Nggak bisa bosen
sama Mahameru. Mahameru itu indah sekali,"
terang Deniek, menjawab pertanyaan temanteman barunya.
"Oh... sering juga ya?" Dinda ikut bertanya.
"Iya., kita sekalian mau ziarah."
"Hah?" Keenam sahabat itu mendadak terdiam
dan menatap Deniek tajam.
Deniek menarik napas panjang, membuka
kacamatanya lalu menatap keempat teman
kampusnya. "Lima tahun lalu tepat tanggal 17
Agustus, teman baik kita satu kampus...."
"Saudara... bukan temen," salah satu teman
Deniek menyela kalimat Deniek pelan.
"Saudara kita...."
Deniek menarik napas panjang lagi. "Harus
meninggal di Mahameru."
Deniek seperti bergumam pelan, matanya
menatap ke arah lain. "Waktu itu
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
rombongannya ya kita ini, tambah dia satu...."
"Kenapa?" Genta ingin tahu.
Deniek menarik napas lagi. Menatap Genta,
mencoba mengumpulkan keberanian untuk
bercerita. Wajahnya menyimpan kesedihan
yang mendalam, membuat Genta menyesal
telah bertanya. "Almarhum sahabat terbaik kita, sering
nongkrong sama-sama, kita udah jadi teman
sejak SMA." Keenam sahabat itu merasa ada rasa lain yang
nggak enak di hati. "Nggak ada yang tau dia meninggal kenapa,
tiba-tiba seperti hilang begitu saja ditelan bumi.
Jasadnya nggak pernah ditemukan. Sudah dicari
hampir satu bulan, tapi akhirnya kita dan tim
SAR nyerah," Deniek menghela napas panjang.
Ada yang mengganjal di hatinya, "Cuma
carriernya yang ditemukan di Arcopodo,
tergeletak begitu saja. Dia entah di mana.
Akhirnya, di tempat carriernya itulah kita buat
bata nisan." "Oh... maaf," keenam sahabat tercekat. Terdiam
dan saling memandang satu sama lain.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Ian masih menatap Deniek. Deniek yang seakan
tahu apa pertanyaan Ian, meneruskan. "Di
Mahameru memang begitu, Yan. Banyak yang
hilang begitu saja seperti ditelan bumi. Yang
ditemukan cuma tas atau barang apa aja yang
pernah melekat, tapi jasadnya entah ke mana
nggak pernah ketemu. Sampai rangka
tengkoraknya pun nggak pernah ada. Di mana
ada barangnya ditemukan, di situ kita buat
nisan buat menandakan keberadaanya
terakhir." Genta yang mendengar penjelasan Deniek jadi
terdiam, menatap matahari sore yang
menghangat. Perlahan dia melirik wajah
temannya satu per satu-yang sepertinya masih
menatap kosong ke jurang dalam di samping
mereka. Batin Genta pun berdoa, "Ya, Allah...
selamatkanlah mereka sahabat-sahabatku.
Semua yang terjadi adalah kehedak-Mu, semua
yang hidup akan kembali kepada-Mu,
kuserahkan semua ke keagungan-Mu."
Ada rasa sedikit menyesal dalam diri Genta.
Akibat terlalu semangat, dia lupa
memperhitungkan risiko dari semua ini. Sekali
lagi Genta menatap temannya satu per satu.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Bayangan orang tua dan saudara mereka-yang
juga sudah kenal dekat dengan dirinya-terlintas
sekilas di matanya. Genta menarik napas
panjang. Kepala Genta mendongak ke atas,
menatap langit, meminta yang di atas sana
mendengar doanya. "Tapi memang perjalanan ke Mahameru itu
nggak ada duanya, selalu penuh kejutan,"
Deniek mencoba mengalihkan pembicaraan
begitu melihat teman-teman barunya seperti
terlihat sedih. "Maksudnya?" Riani bertanya ke Deniek.
"Ya seperti sekarang ini. Pakai naik jip. Seperti
petualang sejati di alam terbuka pegunungan,
bebas dari segala tekanan. Anginnya lain,
hawanya lain, kanan-kiri jurang tanpa pembatas
jalan. Pokoknya, lengah sedikit goodbye..."
jawab Deniek. Jip masih mendaki dan berguncang-guncang.
Udara dingin yang menusuk perlahan menyatu
bersama angin sore, membuat sebagian
penumpang mulai memakai jaket.
"Ini juga salah satu petualangannya...," Deniek
dan teman-temannya tampak tersenyum dan
mengangkat tangannya ke atas.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Kayu putih!" tiba-tiba Deniek meloncat,
mengambil segenggam daun dari pohon yang
terjuntai rendah di atas jip yang masih
merangkak mendaki. "Apaan tuh?" Zafran tertarik.
"Tau minyak kayu putih" Cajuput oil?"
Zafran mengangguk. "Ini daunnya," kata Deniek sambil membuka
telapak tangannya. Daun hijau halus agak
berserat terlihat di genggaman tangannya.
"Cium deh." Zafran menerima daun yang diulurkan Denik.
Bau minyak kayu putih yang khas memenuhi
penciumannya, "Gilee, persis banget baunya
sama minyak kayu putih." Zafran yang masih
terkesima memberikan daun itu ke temantemannya.
"Udah mulai kedinginan belum?" Oskar angkat
bicara. "Masukkan aja ke sini." Oskar memasukan daun
kayu putih tadi ke dalam sweaternya sehingga
sweater itu seperti menonjol penuh daun.
"Hangat... jadinya," kata Oskar sambil
tersenyum. Keenam sahabat itu terbengong-bengong"
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Itu di depan ada lagi... siap-siap!" Deniek
berteriak melihat juntaian batang rendah di
depannya. Hup! Semuanya meloncat meraih daun yang terjuntai
rendah. Arial yang paling tinggi mengangkat
tangannya, memetik segenggam daun kayu
putih dan menciumnya. Kehangatan sesaat
membuat Arial terpejam. "Hangat kan" Alam memang baik sama kita. Di
tempat dingin begini kita dikasih daun hangat,
bukannya kaktus atau nanas... hehehe...,"
Deniek berujar, tersenyum ramah.
Tiba-tiba gerakan tubuh Deniek terlihat panik,
Deniek menyiapkan kameranya "Ian!" Deniek
menepuk punggung Ian yang sedang
memasukan daun kayu putih ke jaketnya.
"Ada apa?" "Bromo." Hampir semua penumpang jip menoleh ke kiri.
Bromo seperti muncul pelan di antara
guncangan jip yang menanjak tertatih-tatih.
"Wow." "Gile...."
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Lima Centi Meter Karya Donny Dhirgantoro di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kereeennn...," keenam sahabat berdesis
kagum, penumpang lain terkesima dan gelenggeleng.
Zafran sampai bengong. Gunung Bromo dengan
asap yang membubung tipis dari kawahnya
terbentang di hadapan mereka, padang pasir
memeluknya tenang, kabut-kabut kecil bawaan
angin padang seperti melambai mencoba naik
ke langit. Matahari sore menerangi setengah
punggung gunung dari barat, membuat Bromo
seperti terbagi antara terang dan gelap,
menimbulkan sedikit getaran di tengkuk
mereka. Riani mengeluarkan handy cam dan
mulai merekam. "Itu Arjuna." Salah satu penumpang menunjuk
sebuah gunung di kejauhan yang terselimut
kabut putih dan matahari yang mengintip di
punggungya. Arjuna berdiri dalam diam.
"Dan... itu... Mahameru." Keenam sahabat itu dan seluruh penumpang jip
terkesima dengan pemandangan di depan,
sesaat jip berbelok menanjak perlahan. Suara
tarikan napas takjub terdengar jelas di antara
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
bunyi mesin jip. Mahameru berdiri megah dan
agung seperti tertegun bijak menyambut
mereka Asapnya merengkuh langit sore dengan
awan putih bergumpal yang melingkar seperti
syal raksasa. Serombongan kecil awan Jingga
yang beriring lebih rendah seakan menunduk
memuja sang tanah tertinggi di Jawa. Udara
dingin yang mulai menusuk mulai memberi tahu
pada siapa mereka akan menuju, di mana
mereka akan berdiri nantinya. Hutan hijau yang
mengapit jalan desa kecil itu seperti berbaris
memberi salam selamat datang. Keenam
sahabat itu menarik napas panjang sekali.
"Fiuh," gelengan kepala mereka seakan
pertanda kehilangan kata-kata yang harus
diucapkan. Riani memejamkan matanya, membawa
keindahan itu ke hatinya. Genta tersenyum ke
semua temannya yang masih kagum. Sebuah
suara berat menyadarkan mereka dari lamunan.
"Gilee... masa masih begini juga ya"! Heran gue.
Udah puluhan kali lebih gue ke Mahameru, tapi
kalo ngeliat puncaknya begitu, gue masih
merinding." Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Fiuhh... wahh... Subhanalllah... Allah
Mahabesar." Semua penumpang jip menengok ke sosok lakilaki berumur yang berkumis putih, dengan topi
hutan-yang masih saja geleng-geleng kepala.
Dari logatnya, bisa ditebak kalo bapak ini pasti
dari Jakarta. Si Bapak sepertinya tahu kalau
sedang jadi perhatian, ia menoleh ke semua
penumpang lalu menyunggingkan senyum
kebapakan. "Maaf bukannya Bapak mau sok tahu. "Di
sini...," ia menunjuk dadanya, "Mahameru itu
bukan cuma perjalanan alam, tapi perjalanan
sebuah hati," katanya tersenyum. "Dan, yang
bikin saya masih merinding sampai sekarang
adalah kalo ternyata pemandangan ini baru
sebagian kecil dari apa yang akan kita temukan
di sana. Keindahan ini belum seberapa...belum
seberapa. Sudah seindah ini, tapi belum
seberapa." Si Bapak kembali geleng-geleng
kepala, menaikkan alis matanya sedetik, lalu
tersenyum lagi ke semua penumpang.
"Tanah ini indah sekali," desisnya kemudian.
Keenam sahabat masih mendongak mengagumi
Mahameru. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Ta..." "Iya, Yan." "Nanti kita akan ke sana" Berdiri di puncak itu"
Berdiri di sana?" "Iya...." "Tinggi banget, Ta..."
"Iya." "Bisa apa kita, Ta?"
Genta terdiam, matanya masih lekat di puncak
Mahameru yang masih terlihat kecil. Mata
Genta terpejam. "Yakin kita bisa?" tiba-tiba Genta menoleh ke
teman-temannya dan menatap tajam satu per
satu. "Gue udah taruh puncak itu dan kita semua di
sini." Arial berkata pelan sambil membawa jari
telunjuk ke keningnya. Genta tersenyum. "Kalo begitu... yang kita perlu
sekarang cuma kaki yang akan berjalan lebih
jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat
lebih banyak dari biasanya, mata yang akan
menatap lebih lama dari biasanya, leher yang
akan lebih sering melihat ke atas, lapisan tekad
yang seribu kali lebih keras dari baja."
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Dan hati yang akan bekerja lebih keras dari
biasanya," sambung Zafran.
"Serta mulut yang akan selalu berdoa," Dinda
tersenyum manis. Setuju!!! Jalan aspal berbatu sudah menemui ujungnya.
Mereka mulai memasuki desa kecil dengan
beberapa rumah yang masih berpenerangan
lampu minyak. Malam pun menunggu mereka
di antara lembah, bukit kecil dengan pepohonan
besar, dan beningnya danau berkabut di akhir
senja. Jip semakin berguncang keras.
"Di sini ada danau" Di ketinggian ini?" Dinda
terkesima dengan pemandangan di depannya.
"Itu bukannya awan?" Riani menyenggol bahu
Genta. "Bukan Riani, itu danau!"
Sepilas kabut malam turun seperti kapas di atas
permukaan bening menggelap di depan mereka,
diterangi cahaya-cahaya lampu minyak kecil di
kejauhan. Jip mulai melambat melewati pinggir
danau dengan pohon pinus sebagai pagar
alaminya Malam menyambut mereka di Ranu
Pane. Lampu jip seadanya yang menerangi jalan
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
desa di pinggir danau, seakan memberi sesuatu
di mata mereka. Bayangan Puncak Mahameru
yang mulai menghitam masih terlihat di
kejauhan. Genta berujar mantap, "Kita sampai Di Ranu
Pane, Desa terakhir: Dari sini,semuanya dimulai
dengan melangkah." Ranu Pane, Malam sudah datang menyapa. Mereka
menjejakkan kaki di tanah Ranu Pane. Udara di
bawah lima belas derajat Celcius menyambut
mereka di Ranu Pane. Bagi orang kota seperti
mereka, mungkin inilah pertama kalinya mereka
merasakan udara sedingin ini. Ranu Pane malam
itu tampak ramai, jip-jip yang menurunkan
pendaki tampak berdatangan. Para pendaki
tampak bergerombol mengelilingi api unggun
seadanya, sekadar untuk melawan udara dingin
di awal malam. Lampu-lampu jip bersahutan
dengan nyala api unggun, menerangi tanah
datar di atas bukit kecil yang merupakan base
camp awal pendakian Mahameru.
Pemandangan yang nggak biasa dan udara yang
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
sangat dingin membuat mereka merasa seperti
berada di di alam lain, alam para petualang.
"Ggg... iii... lllaa... dii... dii... ngin ba... ngg...
eet...," Riani tampak menggigil.
Dinda menunduk, tangannya sedekap...
bergetar. "Ini malam masih baru mulai, baru
jam tujuh lebih, gimana nanti tengah malam
sama dini hari" Kayak apa dinginnya?"
"Bisa di bawah sepuluh," sahut Genta sambil
menyalakan rokoknya. "Fiuh!" "Iii... ni bb... bee... lllu... m se... bbe... ra... pa?"
Zafran bertanya dengan terus menggigil.
"Belum," jawab Genta.
"Jangan dirasain, malah terasa dinginnya, kita
harus banyak gerak." Arial melihat ke sekeliling.
Zafran menyalakan rokoknya..badannya yang
ceking mencoba menahan dingin.
"Enak nih kalo ada kuah Indomie hangat," Riani
tersenyum. "Makan yuk...," Genta mulai melangkah.
"Ah ada?" Mata Ian berbinar-binar.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Itu banyak warung kecil di situ, ada soto ayam
hangat, ada Indomie, juga ada nasi sama ada air
jahe." "Teh manis anget top banget nih," Zafran
berujar senang. "Hehehe... yuk."
Mereka pun makan malam di sebuah rumah
penduduk yang disulap menjadi warung makan.
Ada kehangatan saat mereka masuk ke ruangan.
Warung makan kecil itu penuh sekali, beberapa
pendaki terlihat sedang menikmati makan
malamnya Keenam sahabat duduk di sebuah meja kecil,
berdesakan. Bau aroma masakan dan
hangatnya lampu petromaks membuat mereka
nyaman. Mereka pun memesan makanan.
Dinda melihat sekeliling Cowok semua, batin
Dinda. Tiba-tiba Riani menyenggol bahu Dinda
"Dinda, sebelah kiri lo, arah jam sembilan."
Dinda pun menoleh, serombongan cewek
berjilbab tampak bergerombol bersama dalam
satu meja. "Ada juga cucu hawa di sini," Dinda tersenyum
senang. "Arah jam enam," Riani berkata lagi.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Riani dan Dinda melihat lagi tiga orang wanita
dan empat orang laki-laki sedang menikmati
makan malamnya. "Lumayan banyak juga ya cewek yang mau naik
ke Mahameru." Keempat cowok yang ada di situ tersenyum,
Dinda sama Riani ada 'temen'-nya, kata mereka
dalam hati. Pesanan makan malam mereka pun datang.
Soto ayam dan nasi, Indomie, teh manis hangat,
air jeruk hangat, air jahe.
"Wuhh... Allhamdullilah ketemu makanan
hangat. Gue udah laper banget," Arial berujar
senang. "Puas-puasin sekarang kalo mau makan, mulai
besok kita harus masak sendiri," kata Zafran
sambil menyeruput teh manis hangatnya.
"Ah... hangatnya...." Teh manis hangat seakan
bertemu dengan tenggorokan Zafran yang mulai
mendingin. Mereka menikmati makan malam spesial di
Ranu Pane. "Deniek!!!" Arial berteriak agak keras dan
melambaikan tangannya. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Tiba-tiba sosok Deniek dan ketiga temannya
berjalan di depan warung makan. Deniek dan
ketiga temannya mendekat, "Halo semuanya."
Keempat pendaki itu terlihat sudah siap
mendaki dengan segala peralatan yang
menempel di tubuh masing-masing.
"Aku naik malam ini... ya," Deniek tersenyum.
"Lo mau langsung?" Genta bertanya sambil
melepaskan asap rokok dari mulutnya.
"Iya...." Genta tiba-tiba menerima tatapan dari temantemannya yang kurang lebih mau bilang, "Kita
mau naik malam ini juga, Ta?"
"Kalian mau naik malam ini" Kalau mau kita bisa
bareng." Deniek mencoba membetulkan letak
gantungan tasnya. Semuanya menatap Genta. Genta menggeleng.
"Sepertinya nggak, Niek. Dari pertama memang
rencananya besok pagi-pagi sekali kami baru
berangkat."

Lima Centi Meter Karya Donny Dhirgantoro di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Deniek tersenyum, "Kalo aku jadi kalian, aku
juga nggak akan jalan malam ini. Baru tadi sore
kan kalian sampai Malang" Pasti capek."
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Iyalah istirahat dulu, kita ngecamp dulu di sini
malam ini," kata Genta yang tampak nikmat
menyeruput habis teh manisnya.
"Kalau aku kan deket, dari Surabaya, tenaganya
masih banyak." Deniek menyalakan rokoknya,
"Lagian juga kita nggak akan ketinggalan
upacara." "Iya, Niek. Tapi emang lebih enak jalan malam,
nggak panas." "Tapi harus lebih hati-hati."
"Yo wis, aku berangkat., ya."
"Siip...!" Zafran mengacungkan jempol
tangannya. Keenam sahabat itu tersenyum pada
Deniek. "Yuk sekalian kita antar."
Mereka berdiri dan keluar dari warung makan
mengikuti rombongan Deniek. Hawa dingin pun
kembali menyapa mereka di luar. Dua
rombongan itu berjalan berbarengan.
"Kalian ngecamp di sana aja," kata Deniek
sambil menunjuk sebuah tanah datar kecil
dengan beberapa tenda. "Iya kayaknya banyak pohon tuh di situ, bisa
ngurangin dingin," sambung Arial.
Sejenak kedua rombongan itu terdiam dalam
dingin, menatap jalan berbatu desa yang gelap
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
dan sepi, cahaya senter dari kejauhan tampak
berlarian ke sana kemari. Genta menoleh ke
Deniek. "Itu, ada juga yang baru naik."
"Iya,..." Deniek menatap sebentar ke cahaya
cahaya kecil di kejauhan.
"Fiuh...," Deniek menarik napas panjang lalu
mengeluarkannya. Hidungnya tampak
mengeluarkan asap dingin.
Angin malam tiba-tiba berembus agak keras,
membuat rambut gondrong Deniek bersiap
terbang. Deniek dan keempat temannya
menunduk dan berdoa. "Yo wiss, kita duluan." Deniek dan temantemannya menyalami mereka. Ian memberikan
pelukan laki-laki. "Sampai jumpa di puncak." Ian menepuk
punggung Deniek. "Di sini... kita... nggak... akan., pernah... tau,"
desis Deniek pelan. Deniek memberikan senyum sedikit sekali, yang
membuat bibirnya tidak dapat terbuka lebar.
Treq. Deniek menyalakan senternya, sepilas cahaya
senter menerangi tanah merah dan sedikit
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
rumput basah di bawah mereka. Tatapannya
tajam, setengah wajahnya tampak menggelap,
ingatannya kembali ke almarhum temannya.
"Kita turut berdoa- untuk temanmu...," Arial
memegang bahu Deniek. "Oke... terima kasih."
Rombongan kecil mulai melangkah dijalan
berbatu kecil. "Temanmu itu namanya siapa,
Niek?" Ian tiba-tiba berteriak agak keras ke
rombongan kecil yang mulai agak menjauh.
"Namanya Adrian!"
Teriakan Deniek membuat Ian tercekat Keenam
sahabat itu kaget setengah mati, mata mereka
mengikuti rombongan kecil -yang lama-lama
menghilang di antara kerimbunan bukit kecil.
"Namanya... Adrian... juga" Sama dong sama
gue," Ian mendesah pelan, hampir tak
terdengar. Teman-temannya terdiam melirik sedikit ke Ian,
hati mereka malas untuk berpikir lebih jauh lagi.
"Ok... time to work!"
"Kita harus buat tenda. Kalo nggak, malam ini
kita nggak tidur!" Genta tiba-tiba berbalik dan
berjalan menuju ke tanah kecil datar yang tadi
di tunjuk Deniek. Suara lantangnya
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
mengagetkan teman-temannya yang masih
bengong. Genta mencoba memecahkan bolabola kecil penuh warna gelap yang merasuki
otaknya. "0k Let's go..!" Arial mulai melangkah.
Semuanya berjalan mengikuti Genta. Ian
menoleh ke kiri jalan, ke sebuah tanah kecil.
Dalam gelap Ian melihat pohon kamboja yang
gelap menghitam. Ian mencoba memperjelas
pandangannya. Batinnya bertanya-tanya, Iya
kamboja" Kok-banyak batu nisan" Kuburan"
Deg! Ian lemas. Ian mencoba melihat lebih jelas,
batu nisan, batu nisan, batu nisan, pohon
kamboja, batu nisan, kuburan" Ada kompleks
kuburan" Ian melepaskan hawa nggak enak
yang tiba-tiba masuk. Ian mencoba melihat
lebih jelas lagi. Kok gelap lagi, bukan ah, tanak
kosong... ah... ah... ah. halusinasi gue kayaknya.
Nggak ada kuburannya, tapi kok gelap" Ian
geleng-geleng kepala sendiri. Tadi beneran
kuburan atau halusinasi gue"
"Fiuhh, kalo halusinasi berarti tandanya apa?"
Ian tiba-tiba merasakan tengkuknya merinding,
benjolan-benjolan pori-porinya mengembang.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Ian menarik napasnya dan mengeluarkannya
lagi, napasnya memburu, dadanya naik turun.
"Wooy, Ndut Bengong aja, ayo sini!" teriakan
Riani menyadarkan Ian. Tanpa sadar, Ian sudah agak jauh tertinggal dari
teman-temannya. Ian menoleh ke kiri lagi,
Gelap kok... nggak ada apa-apa, tapi tadi ada
kuburan" Angin malam berembus agak kencang. Ian
menatap langit malam, mencoba meminta
jawaban. Ian merinding lagi.
"Oke mulai bagi tugas. Gue sama Arial bikin
tenda. Ian sama Juple coba cari sesuatu yang
bisa dibakar, ranting-ranting kecil atau sampah
kering. Riani sama Dinda masak air panas, bikin
kopi sama teh." "Setuju?" Genta menatap ke teman-temannya
"Oke Boss!" Di antara dingin malam Ranu Pane mereka
semua bergerak cepat mencoba melawan hawa
dingin yang sangat menusuk.
"Fiuh, jadi juga," Arial mengencangkan pasak
terakhir yang ditanam ke tanah merah lembek.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Tenda besar berukuran delapan orang itu
berdiri tegak. "Malam ini kita tidur di sini...," ujar Genta
sambil memasukkan barang- barang mereka ke
dalam tenda. Ian dan Zafran tampak sedang melempar
ranting-ranting kecil ke dalam api unggun yang
mereka buat seadanya. Bunyi kletak-kletek kayu
dimakan api terdengar satu-satu. Bau haram teh
dan air panas tiba-tiba memenuhi penciuman
mereka. "Riani... Riani."
"Ian... Ian," balas Riani.
"Udah jadi ya?" Ian bertanya ke Dinda dan Riani.
"Udah! Mau apa, Ndut " Kopi atau teh?" "Duaduanya...." "Oke."
Mereka duduk mengitari api unggun, yang
sedikit membantu menghangatkan udara
sekitar. "Taa... taa... mm... bah di... ngin...," Zafran
menggigil. Ia mengambil teh panasnya lagi,
panasnya air yang baru mendidih seperti tidak
terasa oleh Zafran. "Udah di bawah lima belas kali ya?" Riani
bertanya ke Genta. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Apalagi nanti di puncak, kayak apa?" Dinda
menambahkan. "Yang enak nanti si Teletubbies ini, lemaknya
kan banyak banget kayak beruang kutub,"
Genta menyenggol kaki Ian. "Hahaha...."
"Acara TV apa ya malam ini?" Arial menatap
kosong ke depan. "Gue sih nggak mau nonton TV malam ini.
Ngapain malam begini nonton TV" Malam ini
terlalu indah buat nonton TV," Zafran menoleh
ke Arial. "Tapi kalo mau nonton TV sih ada," kata Ian
sambil tersenyum. "Di mana?" Zafran mengerutkan keningnya.
"Di sini," kata Ian dengan menunjuk perutnya
"kan gue Teletubbies, jadi perut gue bisa ada
TV." "Iya, pinggang lo juga bisa jadi DVD nya." Zafran
ngakak. "Bukan! Dispenser lagi," Dinda menambahkan.
"Hahaha..." Tawa renyah memenuhi malam
mereka. "Kalo lagi begini, kalo ada film enaknya nonton
apa?" Ian mencoba membawa topik baru.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Karena baru terkesima sama Bromo dan
padang pasirnya, gue mau nonton Pasir
Berbisik-nya. Christine Hakim dan Dian Sastro.
Kan pengambilan gambarnya banyak di padang
pasir Bromo," Riani menjawab pertanyaan Ian.
"Oh iya... ya...," Zafran mengangguk lemah.
"Yang lucu sekaligus berkesan puitis, Christine
selalu memanggil Dian Sastro dengan kata
'nak'." "Anak, bukan nak," Zafran menyambung.
"Sama adegan waktu si Dik Doank pake topeng
di belakang kepala," Arial ikut ngomong, "Udah
melihat ke depan kok masih pake topeng?"
"Itu keren tuh, apalagi di alang-alang gitu latar
belakangnya padang pasir dan Bromo," tambah
Genta. Hatinya tiba-tiba memberi perintah
untuk melihat ke Riani. Malam itu di kacamata Riani, Genta bisa melihat
bayangan api unggun. Dagu Riani tampak terang
disapu nyala api unggun. Cantik sekali kamu
Riani, batin Genta. "Udah melihat ke depan kok masih pakai
topeng?" Zafran berkata lagi, "Banyak artinya
tuh." Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Banyak," kata Genta sambil menatap lurus ke
depan. "Main tebak-tebakan jadul (jaman dulu) yuk.
Ada yang masih inget nggak?"
"Maksudnya?" Zafran nggak ngerti omongan
Ian. "Tebak-tebakan garing, siapa yang paling garing
dia yang menang." "Apa sih Ian?" Riani masih nggak ngerti. Tapi Ian
saklek. "Lemari apa yang bisa masuk kantong?"
tanya Ian. "Lemari lipet."
"Lemari kecil segede kertas."
"Salah!" "Lemari ajaib."
"Lemari yang udah diklik minimize.''
"Salah." Ian tertawa senang karena nggak ada
yang bisa "Apa?" "Lema ribuan...," Ian tersenyum menang.
"Beggooo... hahaha..."
"Sekarang giliran gue," Zafran melihat ke
teman-temannya. "Kenapa... eng... patung yang
di deket bunderan Ratu Plaza, tau kan" Yang
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
lagi megang api itu.... Yang katanya kalo malam
dia duduk kecapekan...."
"Hehehe... tau...," Dinda tersenyum manis
sekali. Matanya condong melirik ke atas, bibir
atasnya dikatupkan ke dalam. Berpikir.
Rambutnya yang hitam panjang tampak berkilat
memantulkan cahaya api. Dinda memandang
Zafran dengan tatapan lembut Zafran serasa
terbang. "Hehe bengong! Terusin." Ian melempar Zafran
dengan ranting kecil.

Lima Centi Meter Karya Donny Dhirgantoro di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Oh... sori," Zafran kaget, dia sedang menikmati
keindahan Arinda. "Kenapa... mmm... kenapa patung itu mukanya
kayak lagi teriak keras begitu?"
"Kalo arti yang sebenarnya sih itu
melambangkan semangat," Arial coba
menjawab. "Orang lagi tebak-tebakan!" Riani menyenggol
bahu Arial. "Karena kepanasan megang api... hehehe...
ketebak," Genta menjawab pertanyaan Zafran.
"Bisa! Tapi bukan itu jawabannya!" kata Zafran.
"Apa dong?" Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Karena dia malu nggak pake baju, kainnya
robek-robek lagi, tiap hari diliatin orang dari
pagi sampai malam." Sambil tersenyum Zafran
menjawab garing. "Haha.. bego... garing banget... sumpah."
"Kan yang paling garing yang menang," Ian
membela Zafran. "Kenapa patung Tugu Tani adanya di tengah
kota, nggak dipindah ke desa?" Ian punya lagi.
"Tau... garing nih... pasti," Riani tersenyum kecil.
"Karena patung itu sebenarnya mau pergi ke
desa tapi nggak bisa, di bawahnya ada tulisan
'dilarang menginjak rumput'," jawab Ian.
"Hahahaha...." "Kenapa Doraemon punya pintu ke mana saja?"
tanya Ian lagi. "Biar nggak susah ke mana-mana," Arial
menjawab lagi. "Nggak kartun lo..." kata Ian.
"Nggak tau." Semua menggeleng.
"Karena kalo jendela ke mana aja susah, harus
lompat dulu," jawab Ian.
"Ian bego... garing... garing!"
Angin malam Ranu Pane pun seperti menyapa
muka mereka lagi. Kerinduan dari lelah mereka
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
seakan terobati, sudah dua hari ini mereka
bersama lagi setelah tiga bulan terpisah.
Sejenak mereka terdiam menikmati angin
malam menyapu wajah mereka.
"Kita harus tidur nih, badan masih capek, besok
kita perlu tenaga ekstra," Arial tiba-tiba
ngomong. "Tommorow is a big day!" Zafran menepuknepuk celananya
"Besok kita berangkat jam berapa, Ta?" Riani
bertanya ke Genta. "Sekarang jam sebelas, besok jam lima pagi kita
bangun trus berangkat."
"Kita harus tidur?" Dinda mendesis pelan sambil
melihat ke depan kosong. Ia menarik napas
panjang, batinnya berkata sendiri, kok bayangbayang dia dari tadi ada melulu ya"...
tingkahnya... sikapnya..., ada perasaan lain
tumbuh di hatinya. "Ntar dulu dong, jarang-jarang malam kayak gini
nih," Zafran protes belum mau tidur.
"Lihat ke atas deh," Zafran mendongak ke atas.
Semuanya melihat ke langit malam.
"Perhatiin deh, bintangnya kayaknya lama-lama
tambah banyak. Tadi nggak sebanyak ini. Gue
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
kayak di ruangan kecil penuh bintang. Di sini kok
kayaknya bintang jadi deket."
Mata Dinda nggak lepas melihat langit malam.
Sebentar ia menoleh lembut ke Zafran.
Zafran berujar pelan, "Pick a shape...."
Zafran mendongak lama, melihat langit sambil
menunjuk ke salah satu bintang dan
membentuk putaran milky way, menirukan
adegan film Russel Crowe dan Jeniffer Connelly,
A Beautiful Mind. Semuanya ikutan mendongak
ke atas lagi. Langit hitam berkilauan bintang yang tak
terhitung, dengan bulan yang seperti membiru
di antara tipis awan, membuat rasa lain di hati
mereka. Bunyi kletek-kletek api yang membakar
ranting kecil menambah lain suasana.
Semua menarik napas panjang, merasa kecil
sekali, merasa ada yang mendatangi mereka
Langit malam di Ranu Pane indah sekali.
Arial mengutak-atik MP 3-nya Select...
Speaker... Speaker selected....
Open file... Songs... Indonesiaku Indah... Padi...
Song 7... Selected... Play....
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Hamparan langit maha sempurna bertahta
bintang bintang angkasa, namun satu bintang
yang berpijar, teruntai turun menyapa aku ada
tutur kata terucap. Ada damai yang kurasakan...
bila sinarnya sentuh wajahku... kerinduan ku
pun terhapuskan... Alam raya pun semua tersenyum Menyambut
dan memuja hadirnya... Terpukau aku menatap
wajahnya aku merasa mengenal dia... tapi ada
entah di mana... hanya hatiku mampu
menjawabnya mahadewi resapkan nilainya
penantian ku pun usai sudah... Mahadewi
resapkan nilanya Mahadewi tercipta untukku...
Ada tutur kata terucap ada damai yang
kurasakan (Piyu, Mahadewi, Padi) Mahadewi mengalun lembut di antara
hamparan langit maha-sempurna di atas
mereka. Mereka terpesona, mengingat filosofi
yang pernah diceritakan Ryu tentang
Mahadewi, yang bukan sekadar lagu cinta
antara seorang laki-laki dan wanita, tapi
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
mahadewi bisa berarti banyak, bisa berarti cinta
seorang ibu pada anaknya, dan banyak lagi.
Genta tertegun menatap langit, badannya pun
merendah bertumpu pada dengkulnya. Genta
mencongkel tanah merah dan mendekatkan ke
penciumannya, tanah merah itu memberikan
bau tanah merah lembap yang khas. Genta
melihat ke depan, permukaan air Ranu Pane
tampak berkilap cahaya kecil bintang-bintang
yang memantul di permukaannya. Genta
biarkan matanya terpejam menikmati
penciumannya, membiarkan angin dingin
malam Ranu Pane menyatu ke tubuhnya.
Perlahan Genta membuka matanya, membuka
genggamannya, melihat tanah merah di
genggamannya yang menyisakan kotor di
telapaknya, Genta menarik napas panjang dan
membatin, Salah satu Mahadewi itu bisa juga
berarti tanah ini. Salah satu ibu itu...tanah ini.
Genta memejamkan matanya, membawa
semua keindahan di luar sana ke hatinya.
Malam itu Genta tertidur bersama sang
mahadewi, ibu yang telah memberikan tanah
dan airnya setiap hari semenjak Genta lahir, ibu
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
yang hilang dan baru saja ditemukannya malam
ini. Di kaki tumit gagah Mahameru, di pelukan
dingin malam, sang ibu pun memberikan udara
hangat penuh cinta melalui pelukannnya sambil
tersenyum ke salah satu anaknya yang tidak
pernah sedikit pun hilang di matanya. Air mata
bahagia sang ibu sedikit menetes, sebagian
hinggap di dedaunan menunggu pagi, sebagian
jatuh membasahi tanah Ranu Pane.
04.30. Ranu Pane Sepuluh menit yang lalu Ian terbangun sendirian
dan duduk di depan api unggun yang mulai
menjadi abu dan mengeluarkan percik-percik
kecil beterbangan sedikit-sedikit ke udara. Ian
menatap dalam ke api unggun, melihat
sekitarnya yang masih sepi, tenda-tenda yang
terdiam dalam dingin. Beberapa orang mulai
terbangun dan mondar-mandir. Di bukit kecil
jalur masuk track Mahameru tampak cahayacahaya senter kecil, beberapa pendaki terlihat
mulai berangkat... Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Eh gendut., udah bangun lo?" Zafran dengan
mata sayu keluar dari tenda dan duduk di
samping Ian. "Ssuu... ssumm... ppa... h... di... ngin ba... nget,"
Zafran menggigil. "Gue udah bikin air panas tuh... kalo mau bikin
minum." Ian menggerakkan lehernya menunjuk
ke termos kecil. Zafran pun membuka kopi sachet dan mulai
menyeduh kopi. "Ple...." "Iya, Yan." "Inget nggak tadi malem waktu kita ngelepas
Deniek, masa gue liat kuburan."
"Hah!?" Zafran mengucek-ucek matanya dan
memandang Ian tajam. Ian menyalakan rokoknya. "Wah lo gila lo, Yan. Kan kayaknya tadi malem di
situ nggak ada kuburan deh."
Ian tercekat. Berarti cuma gue yang ngeliat. "Lo
enggak liat, Ple?" Zafran menggeleng dan terus menatap Ian. "Lo
berhalusinasi kali, Yan. "Kalo gue bener
berhalusinasi berarti tandanya apa?"
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Zafran tercekat, tenggorokannya seperti
tersedak. "Tapi bener ada kuburan" Mata lo ngeliat
kuburan?" Zafran mencoba meyakinkan.
Ian menoleh ke Zafran sambil menganggguk,
mukanya tampak sayu diterangi api unggun
yang mulai mengecil. "Eh udah pada bangun!" Riani berteriak agak
keras di depan tenda, tersenyum sambil
mengikat rambutnya. "Brrr... dingin banget ya." Tangannya
mencengkeram halus pundak Ian. "Ayo, Ndut
kita bikin Indomie."
"Siip!" Ian berdiri dan mulai menyalakan
kompor paraffin. Hatinya mencoba
menyibukkan diri. Arinda, Genta, dan Arial keluar dari terida.
Dinda langsung membantu Riani dan Ian
membuat sarapan. Zafran mencoba melupakan
obrolannya dengan Ian tadi, lalu membantu
Arial dan Genta mencabuti pasak tenda. Langit
hitam perlahan membiru. Keramaian para
pendaki yang mulai bangun dan bersiap-siap
terlihat di sekitar mereka.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Ranu Panenya keliatan jelas." Riani berteriak
kecil melihat Ranu Pane membiru muda dengan
kabut dingin putih seperti kapas di atas
permukaanya. Semua menarik napas panjang, menggelengkan
kepala berulang-ulang. "Mahameru memang penuh kejutan. Nggak
bosen-bosen nih mata dari kemarin sore." Arial
terpana. "Mistis...," Zafran mendesis.
Suasana sarapan jadi begitu indah. Genta tibatiba memanggil Ian yang masih menghabiskan
Indomienya. "Ian!" "Iya, Ta."
"Ranu Pane keren ya?" "Iya."
"Mistis ya, Yan?" "Betul!"
"Jangan buka bisnis sepeda air atau banana
boat di sini ya, nanti Ranu Pane jadi rame, jadi
nggak mistis lagi." "Hahaha...."
Genta lari menghindar dari kejaran Ian yang
hendak menyiramnya dengan teh manis.
"Siap semua?" Genta memegang kedua tali
carrier di pundaknya, menatap tajam ke temantemannya. "Berangkat!"
Langkah mulai diayun, meninggalkan tanah kecil
tempat mereka menginap semalam. Mahameru
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
perlahan seperti muncul di antara kabut pagi
dan langit biru. Angin dingin pagi dan sejuk,
menerpa mereka sampai ke dalam dada. Tanpa
sadar mereka berhenti sebentar di tempat tadi
malam melepas Deniek. Serentak mereka
memandang ke atas puncak Mahameru dan
memincingkan mata, lalu membentuk lingkarantertunduk dan berdoa.
Ian membuka matanya pelan.
Deg! Di matanya, Ian kembali melihat batu


Lima Centi Meter Karya Donny Dhirgantoro di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nisan pohon kamboja, batu nisan yang berjejer,
kompleks kuburan kecil.., muncul perlahan
bersama kabut pagi di depannya. Ian tercekat
lagi, Ya ampun gue berhalusinasi lagi, kenapa
ya" Ian panik lagi, dadanya naik turun, napasnya
berat. Tiba-tiba suara berat kebapakan yang sudah
pernah mereka dengar berteriak agak keras
memecah pagi. "Ini lagi yang paling keren dari
petualangan di Mahameru. Sebelum kita
berangkat, pasti kita melewati kompleks
kuburan kecil, seperti sebuah peringatan antara
hidup dan mati, dengan puncaknya yang agung
di sana. Setiap akan mulai berjalan saya pasti
tertegun dulu di sini, melihat kompleks
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
perkuburan, seperti mengingatkan kita semua
kalau kita ini adalah manusia yang pasti mati
nantinya. Mahameru benar-benar sebuah
perjalanan hati." Si Bapak yang kemarin satu jip dengan mereka
tampak berjalan sambil ngobrol dengan
rombongannya Ia dan rombongannya berhenti
sebentar, melihat Mahameru di atas sana,
sesekali melihat kompleks kuburan di
sampingnya. "Oh jadi tadi malam di samping kita ini kuburan,
gelap banget sampe nggak keliatan." Arial
melihat sekeliling, batu nisan dan pohon
kamboja di serangkaian kabut pagi
membuatnya agak merinding.
"Hihihi... serem juga, tadi malam di samping kita
ternyata kompleks kuburan," Riani tersenyum
kecil. Zafran langsung menoleh ke Ian. Ian sudah
terduduk lemas dan lega, lalu tertawa-tawa
kecil dan geleng-geleng kepala.
"Ahhh... Ian bego, Ian bego," katanya sembari
memukul-mukul jidatnya sendiri.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Ian berdiri dan tersenyum mantap. "Kenapa lo,
Ndut?" "Tadi udah sarapan kan?" "Ian kenapa,
Yan?" "Nanti gue ceritain," kata Ian tersenyum.
Matanya melirik ke Zafran yang badannya masih
berguncang menahan tawa. "Ya udah yuk
berangkat," Genta menatap teman-temannya.
Mereka masih bergeming. "Yuk." Genta heran melihat teman-temannya
yang belum mau melangkah. "Itu."
"Itu lihat... dulu."
Mahameru tiba-tiba mengeluarkan asap putih
lebih tebal dari biasanya. Langit pagi yang bersih
membuat gumpalan asap jelas terlihat,
bergerak membubung tinggi, menyambut awal
perjalanan mereka. Rombongan si Bapak juga
belum bergerak, masih mengagumi Mahameru
yang gejolaknya sekarang terlihat jelas, tidak
tertutup awan. Riani memecah kesunyian, "Gue jadi inget..."
"Apa, Ni?" "Kenal Sir Henry Dunant?"
"Iya tau, dia kan Bapak Palang Merah sedunia."
"Bener... dia pernah bilang...," Riani berhenti
sebentar, "Sebuah negara tidak akan pernah
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
kekurangan seorang pemimpin apabila anak
mudanya sering bertualang di hutan, gunung,
dan lautan." Mendengar quotation yang bersemangat itu,
refleks semua langsung melihat Riani yang
masih tersenyum manis ke Mahameru.
"Kita berangkat!" Riani berteriak kecil sambil
mengepalkan tangannya ke atas.
Mereka mulai melangkah, menyusuri jalan
berbatu desa yang akhirnya berbelok ke jalan
setapak kecil menuju ke punggung Mahameru.
Dalam dingin pagi, langkah-langkah kecil
mereka menyusuri tanah lembap dan dedaunan
rimbun yang masih bermandikan embun pagi.
Mahameru masih tertegun bijak bernaung biru
muda langit pagi di kejauhan.
Keenam sahabat itu menembus rimbunnya
hutan, dengan pohon-pohon besar dan ranting
dedaunan yang sesekali harus mereka
singkirkan dari wajah mereka. Berjalan semakin
mendaki di antara sulur-sulur pohon yang
menggantung. Goa-goa buatan pohon bambu
bak gerbang menuju alam lain di depan mereka.
Ranting pohon yang terkadang merintang harus
mereka singkirkan. Genta dan kawan-kawan
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
berjalan menyusur rimbunnya hutan dalam
diam. Masing-masing sibuk dengan
pemandangan yang masih baru di mata mereka.
Genta sedikit tersenyum, hatinya bertanyatanya sendiri, Kenapa dari dulu kalau baru mulai
mendaki, orang pasti banyak diamnya"
Sudah satu jam lebih mereka berjalan tanpa
berhenti. Carrier yang hampir berukuran
setengah badan dan mempunyai berat sekitar
tiga puluh kilo lebih, mulai memperlambat
pendakian. "Genta..break, Ta. Hehh... hehh...," napas Riani
memacu satu-satu, Riani terlihat kelelahan.
"Iya Bang Genta, break dulu." Keringat
meluncur deras di kening Arinda.
"Oke sip. Itu di depan ada akar pohon. Kita
break di situ." Rombongan berhenti sebentar. Di hadapan
mereka terlihat lembah dalam penuh alangalang.
"Fiuh...lumayan juga...," Dinda yang masih
terengah-engah mengambil air mineral dan
meneguknya. "Udah jalan berapa lama kita?"
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Satu jam, kurang lebih." Ian tampak lelah.
"Lama-lama carriernya jadi berat... ya?"
"Bukan, tapi lo-nya yang tambah capek," Arial
menepuk-nepeuk pundak Ian.
"Kita nanjak terus ya, Ta?"
"Iya." "Track-nya. begini terus, Ta?"
"Yup! Kalo digambar pake es krim kita tuh lagi
muterin bulatan-bulatan es krim, lama-lama
naik... putarannya makin kecil, makanya jadi
jauh." "Oh nggak kayak kalo kita ke Gunung Gede,
lewat Putri terus mendaki tegak lurus?" Arial
bertanya dengan sesekali meregangkan
badannya. Genta menggeleng. "Untung track-nya. nggak
terlalu berat, Ta." "Belum...," jawab Genta datar. "Track di sini
emang belum terlalu berat. Cuma jalan setapak
di pinggiran lereng, tapi jauh karena kita nggak
tegak lurus, tapi memutar agak lebar lagi. Hanya
hati-hati aja, jangan hilang keseimbangan."
Genta melirik ke lembah yang dalam di depan
mereka. "Ada yang tegak lurus, Ta?" tanya Arial lagi.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Pasti ada. Tapi harus buka jalur. Jalur yang ada
kadang udah ketutup sama tanaman, jadi cari
sendiri jalurnya. Cuma, kebanyakan yang mau
ke atas lewat sini, biar jauh tapi santai dan
nggak terlalu berat."
"Jam berapa sekarang?"
"Setengah tujuhan...."
"Santai aja, jangan buru-buru. Tengah hari nanti
kita sampai di Ranu Kumbolo, kita istirahat dan
makan siang di sana."
"Tengah hari?" Dinda mencoba meyakinkan apa
yang dia dengar dari Genta.
"Yup." "Masih jauh banget dong" Dinda menatap jalan
setapak di depannya. "Banget."
"Tapi kita santai aja, sambil ngobrol kek biar
nggak capek. Kalo ada yang capek bilang ya,
jangan ada yang gengsi. Satu orang capek,
semuanya berhenti. Kebanyakan orang gagal ke
puncak karena kecapekan dan gengsi nggak
mau bilang. Yang ada cuma maksa sehingga
akibatnya nggak bisa ngelanjutin"
"Udah?" Arial menatap teman-temannya
"Udah!" "Berangkat!" Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Rambo, lo di depan... ya, kita tukeran. Lo ikuti
track-nya. aja, pokoknya jangan sampai masuk
ke kedalaman hutan, kita sekarang ada di
pinggir punggung gunung. Lihat aja arah
matahari, jelas kok. Gue di paling belakang."
"Siiip." Arial mengacungkan jempolnya.
Sekarang ia memimpin rombongan itu.
Perjalanan berlanjut menembus-mendaki
pinggir hutan punggung Mahameru. Beberapa
kali mereka berpapasan dengan rombongan
kecil lain yang sedang istirahat. Saling menyapa,
saling tersenyum ramah. Keajaiban yang sering
ditemukan para pendaki. Di gunung, semua
seperti satu nasib satu tujuan.
Satu setengah jam telah lewat, kali ini mereka
mendaki agak lama "Genta, Genta," Ian memanggil Genta yang
berjalan di sampingnya. "Ian, Ian," balas Genta. "Hehehe...," keduanya
tersenyum. "Udah saatnya deh, Ta..." Ian tibatiba nyeletuk. "Apaan?"
"Itu di depan lo." "Apaan?" "Muna...." "Apaan,
Ndut?" "Riani...."
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Genta kaget sendiri, matanya melihat Riani di
depan agak jauh, "Emangnya gue anak kecil apa
nggak tau"!!" Ian tersenyum sok tahu.
Genta masih diem, ingin melanjutkan
obrolannya. "Gue males curhat ama lo... bokep
mulu, Yan." "Lo mau cari apa lagi sih, Ta" Udah jelas gitu di
depan mata." Genta menarik napas panjang.
"Lo berdua tuh pas banget deh, Ta, Pas abiss."
"Itu dia, Yan!"
"Kita cocok banget dalam segala hal, nanti kalo
jadi pacar garing deh."
"Kata siapa, Ta?"
"Gue," Genta menatap Riani lagi di kejauhan.
"Lo udah sayang sama dia belum?" Banget,
batin Genta tapi dia males ngomong ke Ian.
"Tunjukin dong kayak si Juple tuh." "Dia mah
emang ajaib. Dia kan dari planet lain." "Eh lo liat
Dindany a nggak, Ta" Kayaknya dia juga mulai
kena sihir syair Al Ajnihah Al mutakassirah."
"Hah" Apaan tuh, Yan?" "Sayap-sayap Patah....
The Great Kahlil Gibran." "Oh... kalo dia jadinya
Kahlil Zafran dong!" "Iya, judulnya Sayap-sayap
Ayam." "Hahahaha...."
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Ta, kalo track-nya. begini mulu sampai puncak
Mahameru, gue sih bisa sampai."
"Heh jangan sombong, pantangan tuh di
gunung." Ian langsung diam melihat langit.
Maap ya, kata Ian dalam hati.
"Gue mau tunjukkin ke Riani, gimana" Kayaknya
udah saling ngerti satu sama lain, udah terlalu
deket, Yan." "Iya ya... lo sih."
"Gue sih gimana" Gue sama dia emang udah
apa adanya." "Sukur lo..." Ian menyenggol bahu
Genta. "Hehehe... rese!"
"Kaki gue kayak ada barbelnya. Udah lama nih
kita jalan, break dulu yaa," Ian memelas. "Ya
udah." "Break" Ian berteriak ke teman-temannya.
"FlUH." Mereka berenam duduk di sebatang pohon
yang telah tumbang. "Fiuh.... Bener-bener olahraga." Zafran
mengambil handuk kecil di kantongnya.
Riani dan Dinda menurunkan carriernya. Genta
mengeluarkan sebungkus gula jawa.
"Penambah tenaga...," ujar Arial sembari
mengambil sebongkah.

Lima Centi Meter Karya Donny Dhirgantoro di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kenapa bisa gula jawa ya?"
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Nggak tau tuh. Manis kali, jadinya nambah
tenaga." "Berarti yang manis-manis bisa
nambah tenaga dong kayak gue," Zafran
bergaya gila. "Hahaha... tolol." "Selain gula jawa
apalagi, Ta?" "Irex juga bisa," imbuh Genta menyebutkan
obat penambah tenaga khusus pria.
"Hah?" "Bener!" "Oh...."
"Tapi kan biasanya sugesti doang."
"Eh ada bule..." tiba-tiba mereka melihat
rombongan sekitar sepuluh orang, ditemani
oleh beberapa porter. "Mau naik ke Mahameru juga ya mereka?" Ian
bertanya ke Zafran. "Ya nggak-lah. Mereka mau ke Carrefour. Tuh di
depan. Kalo udah sampe sini ya pasti mau ke
ataslah, pagimane sih ente?" Zafran melempar
rumput liar ke Ian. Rombongan bule itu lewat di depan mereka dan
tersenyum ramah. "Francois...," Zafran berbisik ke temantemannya. "Sok tau!"
"Dengerin aja ngomongnya pake idung."
Ian kepancing untuk iseng-iseng negur.
"Comment allez-vous?" (apa kabar) Ian
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
menegur salah satu bule perempuan di
rombongan itu. Benar. Rombongan bule Prancis. Buktinya, ia
langsung menengok dan membalas, "Je vais
bien." (baik) "Tuh kan bener." Ian tampak senang.
"Zidane, Thierry Henry, Barthez, Silvestre,
Napoleon, Carrefour," Ian teriak-teriak.
"Oui.. oui..." "Zidane, Henry, Barthez... oui! Napoleon oui...
Carrefour" Oui. oui?" Bule Prancis itu tertawa
bingung melihat Ian yang ngasal menyebutkan
sebuah franchise hypermarket punya Prancis.
"Olimpic Marseille, Paris Saint German?" Ian sok
tahu lagi. "Nantes," jawab si bule.
"Oh... I see. I see," Ian salah bahasa.
"Hehehe...," Zafran dan yang lain ketawa ngeliat
Ian yang sok tahu. "Indonesia so beautiful," kata si bule lagi. Ian
mengangguk-angguk lagi. "See you up there..."
kata si bule lagi. "Oui, oui..."
Ian mengangguk-angguk. Rombongan itu pun
berjalan meninggalkan mereka.
"Sok tau lo, Yan," Zafran menyenggol Ian.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Bahasa Prancis gue taunya cuma 'croissant de
France' beli di Kemang. Enak tenank, nendanknendank," Zafran nyeletuk.
"Hahaha...." "Gue cuma tau tadi doang... hehehe... sama
Napoleon. Pokoknya apa aja yang bisa gue
sebut." "Nggak biasa nih jalan jauh banget, kaki gue
udah pegel banget," Riani memijit-mijit kakinya.
"Wajarlah, baru pertama kali." Genta melihat
aksi Riani. "Iya., sama Kaki pegel sih biasa, asal jangan
tekad yang pegel." "Betul sekali...."
"Eh tau nggak Napoleon Bonaparte aja waktu
masih SD sebelum berangkat sekolah, dia pasti
mampir dulu ke barak tentara," Arial membuka
obrolan. "Hah ngapain?" Arial meneruskan, "Cita-cita Napoleon kan jadi
tentara, jadi mulai dari kecil dia udah punya
tekad kalo gue mau jadi tentara, berarti mulai
sekarang gue harus biasa sama apa pun yang
berbau tentara'." Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Oh, hebat juga. Jadi, dia main-main ke barak
tentara dulu sebelum berangkat sekolah,"
Zafran coba menyimpulkan. "Bukan!"
"Lho" Trus ngapain dia tiap pagi ke barak
tentara?" Dinda penasaran dengan cerita
abangnya "Tukeran makanan." "Maksudnya?"
"Dia tukar bekal sekolahnya yang enak dengan
ransum tentara. Karena tentara itu makanannya
ransum, maka menurut Napoleon kalo dia mau
jadi tentara, dia harus biasa makan ransum dari
sekarang." "Keajaiban tekad," Riani memandang lurus jalan
setapak di depannya. "Udah sejak SD dia bertekad jadi tentara."
"Yup, hebat ya" Kebanyakan orang-orang besar
emang punya tekad tinggi buat cita-citanya,"
Arial meneruskan. "Bethoven biarpun udah mulai tuli, tetap bikin
lagu sampai kupingnya dia tempel di kayu
piano." "Kalo di Indonesia Jenderal Sudirman kali ya.
Walaupun sakit parah, dia tetap perang gerilya,
mimpin pasukannya pake tandu."
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Berarti kalo kita mau sampai ke puncak
Mahameru, kita harus mulai biasa pegel, mulai
biasa capek." Ian tiba-tiba berdiri dan menepuknepuk pantatnya.
"Tul!" "Jalan lagi?" "Pastinye...." "Mari kita kemon!"
"Rambo, lo depan lagi."
"Berangkat'!!" Rombongan itu mulai berjalan lagi. Matahari
mulai agak meninggi, menyambut datangnya
siang di antara hutan tropis. Jalan setapak
menuju Mahameru mulai menanjak lebih tinggi.
Lembah-lembah ilalang makin terlihat dalam.
"Siapa, Dik?" "Apa?" "Jangan bohong deh, enggak bakalan bisa."
"Mmh... ketahuan juga. Susah deh punya
kembaran, ada inner-nya."
"Hehehe... ketahuan." .
"Siapa lagi ya temen Mas itu?" kata Dinda
sambil menengok ke belakang sekilas.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Lama-lama jadi kepikiran terus nih. Mas Ial
setuju nggak?" "Kalo dua-duanya sayang, gue
mau apa lagi?" Arinda tersenyum senang.
"Arinda jatuh cinta... hehehe." Arial
melingkarkan tangannya ke leher adiknya.
"Jelek!" Dinda tersenyum dan mencubit bahu
abangnya yang kekar. Zafran berjalan sendirian. Pikirannya ke manamana, sosok Arinda di depannya membuat dia
berpuisi makin dalam ke hatinya. Keindahan
alam berpadu dengan keindahan seorang anak
manusia di depannya, Zafran jadi pengen
nyanyi. Zafran pun mulai bernyanyi-nyanyi,
suaranya jelas terdengar di antara kerimbunan
hutan lereng Semeru. Sometimes I wonder... if I'd ever make it through Through
this world without having you I just wouldn't
have clue Sometimes I wanna give up, wanna give in, I
wanna quit the fight Then one look at you baby
and everything's alright Everything's alright So
alright Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
When I see you smile...I can face the world... oh.
You know I can do anything
When I see you smile I see a ray of light... I see it shinnin' right through the rain
When I see you smile baby
Baby when I see you smile at me
"Gitu dong juple... ada hiburan nih," Genta
berteriak keras, yang lain tersenyum melihat
Zafran mendendangkan When I See You Smilenya Bad English.
"Ian... Ian." "Riani... Riani."
"Hahaha...," Riani dan Ian tertawa renyah. "Eh
gendut," Riani mencubit bahu Ian. "Enak aja
ngatain! Badan lo juga gendut" "Tapi kan
gendutnya Kate Winslet.. seksi." "Hehehe...."
"Nggak enak ya jadi cewek." "Lo lagi dapet ya?"
"Sialan lo." "Kenapa nggak enak jadi cewek?"
"Kalo suka sama orang nggak bisa bilang,
bisanya nunggu doang" Riani menatap wajah
makhluk gendut di sebelahnya "Ah kuno lo.
Bilang aja!" Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Abisnya udah temen sendiri sih, udah terlalu
deket." "Bukannya enak, kan malah udah ngerti
satu sama lain, udah nyambung?"
"Eh betul juga lo, Yan."
Ian tersenyum dan berkata dalam hati, Tadi
spesies jantannya yang curhat, sekarang
betinanya. Zafran pindah lagu. Sekarang Desire dari Pure
Saturday. Yesterday I found myself alone... in the dark and
no one else Then to gain to me it might... "I said
don't worry its alright" I want you to hold me in
your soul... it makes me easy, makes me fine
But how the dream will be come true... look at
tomorrow I'm in love. "I can't say anything...," tiba-tiba Genta
menimpali dari belakang. "Or bring you
something... I hope you can feel this...."
"My desire...," Zafran pun meneruskan.
"Everything I want to say to you... its look
around and find my world.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Commin' to my door don't be afraid... I got you
back around your head...," keduanya bernyanyi,
keduanya lagi jatuh cinta.
I cant say anything... or bring you something I
hope you can feel this... My desire..
Mereka terus berjalan melewati sulur-sulur
pohon yang tinggi di lereng Mahameru. Zafran
pindah lagu lagi. Sekarang Just The Way You Are
dari Billy Joel. Matanya terus mengagumi Arinda
yang berjalan di depannya.
Don't go changing to try and please me You
never let me down before... mmm
Don't imagine you're too familiar... and I don't
see you anymore f would not leave you... in
times of trouble... we never could have come
this far... mmmm. f took the good times, I'll take
the bad times. I'll take you just the way you are.
Genta, ikut menimpali sambil matanya tak lepas
melihat Riani. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Don't go trying some new fashion Don't change
the colour of your hair You always have my
unspoken passion although I might not seem to
care I... don't want clever... conversation I never
want to work that hard I just want someone
that I can talk to... I want you just the way you
are. Semua jadi ikut-ikutan nyanyi sendiri, mencoba
melawan lelah yang terus menghinggapi
mereka. Just The way You Are terus
berdendang. Need to know... that you will always be Same
old someone that I knew Ooo... what will it take
till you believe in me The way that I believe in
you I... said I love you... that's forever Guess J
promise from the heart I couldn't love you any
better I Love you just the way you are.
Perjalanan yang setiap langkahnya terasa
semakin berat itu menjadi agak ringan. Zafran
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
masih bingung kok akhirnya balik-balik lagi ke
Evergreen Love Songs sih"


Lima Centi Meter Karya Donny Dhirgantoro di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Fiuh." "Ini break kita terakhir yah, udah hampir jam
sebelas lebih." "Jam dua belas, paling lambat jam satu kita
harus udah di Ranu Kumbolo, kita makan siang
di sana." Genta melihat ke teman-temannya, wajah
mereka kelihatan memendam kelelahan yang
tidak biasa. "Tapi kalo emang harus break, ya
kita break," ujar genta lagi.
"Ini sepatu kayak ada barbelnya," Riani memijitmijit sepatunya.
"Fiuh, fiuh, fiuh, fiuh...," Ian masih mengatur
napasnya. "Tambah lama tambah naik ya, Ta?"
"Nggak sampe sampe sih." Zafran melihat
kosong ke jalan setapak. "Sebentar lagi, kita udah.tinggi banget nih."
Genta melihat sekitar, punggungnya mulai
terasa pegal sekali. "Ada yang udah capek
banget?" Semua menggeleng. Muka Riani yang putih
tampak memerah, menahan lelah dan panas.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Masih bisa kok kita... sebentar lagi kan?" Arial
bertanya ke Genta. "Dengan ketinggian seperti ini" Sebentar lagi?"
"Sebentar lagi udah puncak?" Dinda menatap
Genta. "Bukan... Ranu Kumbolo. Puncaknya sih
masih setengah hari lagi."
"Maksudnya setengah hari beneran?" Ian
mencoba meyakinkan. Genta mengangguk. Zafran membuka sepatunya, kulit tumitnya
terlihat mengelupas lebar, mengeluarkan warna
merah kontras. Kulit arinya tampak melipat
terbuka. "Lecet..." Semua meringis melihat tumit Zafran. "Garagara nyanyi mulu nih...," Zafran bercanda.
"Betadine di siapa?"
"Gue." Riani membuka tas pinggangnya dan
mengeluarkan Betadine. Di antara hawa siang yang panas, Zafran
meringis menahan perih. "Sshhh...."
Dinda meringis iba. "Sepatu Bang Zafran sempit
ya?" "Nggak."
"Bukan, itu lecet karena terlalu banyak gesekan,
bukan gara-gara sepatu. Kulit manusia kan ada
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
yang sensitif-termasuk kulitnya si Juple tuh. Kalo
yang nggak sensitif jadinya malah mengeras,
apa ya namanya?" Arial mencoba menjelaskan.
"Kapalan!" Ian menjawab pertanyaan Arial.
"Iya kapalan." "Gue pake sandal aja deh." Zafran
mengeluarkan sandal gunungnya.
"Kita udah jalan lama banget makanya banyak
gesekan." "Udah nyaman, Ple?"
"Siip...," Zafran menggerak-gerakan kakinya.
"Nggak nyangka juga, udah secapek ini tapi
masih jauh banget" "Belum biasa aja," Genta
membantu Zafran berdiri. "Yuk, nanti kita
istirahat yang lama di Ranu Kumbolo. Sekarang
jangan lama-lama," ajak Genta "Oke?"
"Oke Jek, siap berangkat lagi!" "Juple sekarang
lo di depan bisa?" "Bisa., udah agak baikan kok lecetnya, tinggal
ikut jalannya aja kan?"
"Baikan" Emangnya tadi lecet marahan sama
siapa?" Riani bercanda dengan Zafran.
"Hehehe...." "Yuk." "Ian siap?"
"Siap Bang Genta...," sambut Ian sambil
memejamkan satu matanya, menirukan gaya
Jaja Miharja di kuis dangdut.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Sedikit canda tadi mencairkan kelelahan
mereka. Rombongan yang lelah itu mulai berjalan lagi.
Keringat mengucur deras, langkah serasa berat
sekali, jalan setapak makin menanjak membuat
telapak kaki semakin tertusuk-tusuk.
Udah satu setengah jam lebih jalan, Zafran
berkata dalam hati sambil melihat jamnya.
Zafran mendongak ke atas, jalan setapak seperti
makin meninggi. Zafran menggelengkan
kepalanya, napasnya coba dia atur satu-satu.
Bodo amat pokoknya jalan terus jangan
dirasain, Zafran mengambil handuk kecilnya,
membiarkan handuk itu menelusuri mukanya. Ia
meringis sedikit melihat tumitnya yang kembali
perih, lecetnya bertambah lebar.
Zafran menoleh ke belakang. Dijalan menanjak
itu dia melihat muka lelah teman-temannya,
kaos Ian tampak basah oleh keringat, muka
Dinda dan Riani tampak memerah, Genta
meringis melihat matahari, dan hanya Arial yang
tampak belum terlalu terkena lelah. Zafran
terus berjalan sambil menunduk, matanya
malas melihat jalan setapak yang terus mendaki
tanpa ujung. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Tak terasa permukaan tanah mulai mendatar. Di
depan, Zafran melongok ke bawah, melihat
jurang dalam yang hanya berjarak satu meter di
depannya dengan pohon-pohon tinggi yang
sekarang terlihat lebih rendah. Jalan setapak di
depannya tampak mulai menurun. Zafran
menoleh ke belakang lagi. Dengan interval
hampir lima meter, tampak kelima temannya
masih mencoba mendaki jalan menanjak yang
sudah dilaluinya. Zafran memutuskan untuk
menunggu, sekalian memeriksa tumitnya yang
mulai mengeluarkan darah. Ia colek sedikit
darah dari tumitnya dan menciumnya-bau amis
hinggap di penciumannya "Kenapa berhenti,
Ple?" Tanpa menjawab pertanyaan Ian, Zafran
memperlihatkan tumitnya yang mulai
mengeluarkan darah. Ian menggelengkan
kepalanya dan menarik napas panjang.
"Perih, Ple?" "Abbisss!" Rombongan berhenti sebentar, Riani
memberikan Betadine lagi. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Fiuh... sumpah perih." Zafran terduduk
meringis, ia tiup-tiup tumitnya.
"Oh kayaknya tadi itu tanjakan terakhir," Genta
tiba-tiba berteriak dan tersenyum. Ia menunjuk
ke jalan setapak menurun yang kemudian
berbelok ke kanan di depan.
"Jadi selanjutnya turun semua?"
"Nggak semuanya, kebanyakan, tapi lumayanlah
nggak terlalu capek."
"Udah deket dong."
Genta mengangguk. "Yuk terusin sebentar lagi."
Perjalanan yang berat pun mulai terasa sedikit
ringan karena jalan setapak mulai menurun.
Pemandangan di depan mereka bertambah
terang. Tampak pohon pinus tua dan tinggi
berjejer di pinggiran jalan setapak, cemaracemara pun mulai terlihat di kejauhan. Angin
siang yang berhawa lain menerpa wajah
mereka, memberi sedikit kesejukan.
"Kita mulai keluar dari hutan ya, Ta?"
Genta hanya mengangguk. "Kayaknya terang," Arial melihat sekelilingnya.
Zafran masih berjalan di depan, disusul Ian di
belakangnya. Mereka menelusuri kembali jalan
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
menurun yang terlihat berbelok ke arah kanan
di depannya. "Ple...." "Iya Yan." "Masih sakit?" "Masih."
"Masih ada minum, Ple" Punya gue udah abis...
gile haus banget." "Ada nih tinggal dikit ambil aja, Yan." "Lo
enggak mau?" "Gue baru minum... abisin aja."
"Yah udah, nggak ada air lagi lho." "Emangnya
semuanya abis?" Ian mengangguk. Zafran berhenti sebentar,
wajahnya tampak panik, tenggorokan keringnya
menelan ludah. "Gawat nih, kita nggak ngitung persediaan air,
masa baru sampai sini udah habis." Zafran
melihat botol air mineralnya yang seperempat
penuh. "Minum aja sedikit, Yan. Sisain yang lain."
"Enggak deh, Ple. Gue masih bisa tahan."
"Kalo nggak ada air lagi gawat," Zafran meringis
melihat matahari. "Puncak masih jauh banget. Si Genta gimana
sih, dia kan pernah ke sini, harusnya tadi kita
bawa air yang banyak dari Ranu Pane. Kok bisa
abis gini." Zafran meringis sambil menoleh ke
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
teman-temannya. Matahari panas seperti
sedang memukul: mukul wajah mereka.
Fiuh...nggak ada air, gimana sih si Genta" Batin
Ian yang masih berjalan menunduk di belakang
Zafran.. Tenggorokannya kering sekali, sesekali
ia melihat botol air mineral ukuran satu liter
yang menggantung di carrier Zafran. Gejolak air
dalam botol tampak bergoyang-goyang
menuruti irama langkah. Tinggal segitu air kita"
Gawat! Kelelahan yang sangat, membuat langkah
Zafran dan Ian tanpa sadar melambat Di depan
mereka jalan setapak kembali berbelok ke
kanan, pohon pinus tinggi terlihat seperti
berdebu, matahari makin terasa panas.
Genta harus punya penjelasan yang bagus soal
air ini, batin Ian. Jalan setapak menurun itu pun menemui
ujungnya dan mulai berbelok ke kanan.
Bleg! Ian tiba-tiba dikagetkan oleh Zafran yang
langsung terduduk lemas menatap kosong ke
lembah di depannya. Hampir saja Ian menabrak
Zafran. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Ple, lo kenapa?" Ian menguncang guncang
bahu Zafran. "Gawat kecapekan nih dia."
Ian memberi lambaian ke teman-temannya
yang berjarak hampir lima meter di belakang.
Ian melambai sambil menunjuk-nunjuk Zafran
yang masih terduduk. "Genta! Arial! Sini cepet!"
Di kejauhan Arial dan Genta bergegas berlari
menuruni jalan setapak. Genta tercekat melihat
Zafran yang terduduk lemas membelakangi
mereka. Ia makin mempercepat larinya.
Tiba-tiba sambil masih menatap ke depan
Zafran memegang erat tangan Ian... dan berujar
pelan, "Yan, kayaknya masalah air selesai deh."
Ian yang terkejut langsung menengok ke Zafran
yang rupanya sedang mengembangkan senyum
penuh arti. Zafran menunjuk ke depan, mata Ian
pun mengikuti arah tangan Zafran. Ian
mengucek-ngucek matanya, tidak percaya pada
pemandangan di depannya. "Hah?" "Ki... ki... ta.. la., gi... di... alam... lain ya?" Ian
berkata pelan sekali. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Ian merasakan kuduknya berdiri, pemandangan
di depannya membuat paniknya hilang. Ian ikut
terduduk lemas di samping Zafran. Keduanya
menengok satu sama lain, tersenyum dan
menggeleng-gelengkan kepalanya.
Genta, Arial, Dinda, dan Riani yang baru datang
sampai jadi lega melihat kedua temannya
tersenyum. "Kenapa lo?" Pertanyaan itu hanya dijawab dengan gerakan
lembut leher Zafran, seolah ingin menunjukkan
sesuatu. Keempat temannya seperti merasakan
sesuatu yang sangat luar biasa menyapa
penglihatan mereka. Suara tarikan napas
keenam sahabat itu terdengar jelas di antara
suara angin yang menerpa dedaunan.
"Ta, kita di surga ya?"
Genta menganggukkan kepala dan berujar
pelan. "Itu... Ranu... Kumbolo.... Surganya


Lima Centi Meter Karya Donny Dhirgantoro di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mahameru." Dari ketinggian pinggiran lereng hutan
Mahameru, Ranu Kumbolo perlahan muncul
seperti tetesan air raksasa yang jatuh dari langit
dan membesar di depan mereka. Sebuah danau
di ketinggian dengan pohon pinus dan cemara
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
yang berbaris rapi di sekelilingnya. Air danau
tampak mengilap diterpa matahari,
menimbulkan percahan-percahan cahaya kecil
yang mengambang di atas permukaan. Di
kejauhan tampak bukit pinus dan barisan
cemara layaknya permukaan pinggiran mangkok
hijau raksasa yang menjaga danau dengan
tenang. Pantulan bayangan pohon cemara
tampak terlihat jelas di permukaan air. Awan
putih dan langit biru bercermin di permukaan
danau, membuat langit seperti pindah dan
menyatu dengan permukaan air. Awan putih
menjadi sangat dekat dan bisa tersentuh. Riakriak air yang bergerak lembut, terbawa angin di
permukaan danau seperti seulas senyum
lembut yang menyambut kedatangan mereka.
Semua masih terdiam melihat pemandangan
luar bisa itu. "Kita harus bikin kosa kata baru
buat Ranu Kumbolo," ujar Riani sambil
mengeluarkan handycamnya,. "Setuju..."
"Iya gue sampai nggak bisa ngomong."
"Apa ya ini namanya?" Ian mengeluarkan
kameranya. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Mereka saling berpandangan, tersenyum,
menarik napas lagi. Pantulan semesta di
permukaan Ranu Kumbolo membuat mata
mereka seperti tidak mau terpejam.
Rombongan kecil itu masih terdiam di
ketinggian menatap Ranu Kumbolo. Mata
mereka seakan tidak kenal lelah mengagumi
keindahan semesta yang saat itu terasa dekat
sekali. Udara dari Ranu Kumbolo seakan naik
menjangkau penciuman mereka, memenuhi
penciuman dengan bau air danau segar. Angin
lembap dan dingin seolah ditiupkan ke wajah
mereka untuk melawan panas terik matahari.
Kelelahan pun hilang dalam sekejap, berganti
rasa tak terhingga yang ibarat kabut putih sejuk
berputar-putar lembut di tubuh mereka.
Ranu Kumbolo, Hanya belasan menit kemudian mereka tiba di
tanah lapang dengan danau biru kehijauan di
depan mereka. Lembah yang menyerupai
sebuah mangkok besar itu ibarat tembok hijau
yang mengelilingi mereka.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Semua layaknya anak kecil, langsung
menghambur ke pinggir danau yang
menyambut mereka dengan ombak-ombak
kecilnya. Rombongan itu terduduk lelah
melepaskan seluruh barang bawaan berikut alas
kaki di pinggir danau-sesekali mereka
menceburkan kaki menikmati air danau yang
dingin sekali. Lelah seperti hilang dalam sekejap,
terpaan angin lembah menghantam wajah
mereka. Rambut-rambut kecil beriapan terbang
melambai-lambai. "Ah...," Zafran menarik napasnya lama, matanya
terpejam, perih di tumitnya seakan hilang
dalam sekejap. "Ta...." "Iya, Yan."
"Tadi kita udah panik nggak ada air, lo nggak
bilang di atas sini ada danau. Rese juga lo."
"Surprise dong. Kalo dikasih tau nanti lo bisa
nebak. Kaget kan lo?" Ian tersenyum.
"Berarti ranu itu artinya danau ya, Ta?" Riani
bertanya ke Genta. "Iya...." "Tadi di bawah Ranu Pane sekarang Ranu
Kumbolo. Oh gitu." Riani menggumam sendiri
sambil terus mengarahkan handycam-nya. ke
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
seluruh lembah. Di sekitar mereka tampak
banyak rombongan pendaki yang baru datang
ataupun sedang beristirahat membuat makan
Raja Iblis Tanpa Tanding 1 Wiro Sableng 034 Munculnya Sinto Gendeng Pendekar Lengan Buntung 3

Cari Blog Ini