Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy Bagian 2
kamar dan merapikan pakaian Mbak!" Ucap Zul pelan.
Mari menghentikan isakannya. la melihat tubuhnya
sendiri. Barulah ia menyadari ada bagian tubuhnya yang
seharusnya tertutupi tapi tidak tertutupi. Baju yang
seharusnya menutupi aurat itu sobek. Dan penutup aurat
di bawah baju telah putus dan tidak lagi menempel di
badannya. Ia tidak menyadari hal itu sebelumnya karena
ketegangan dan ketakutan luar biasa.
Begitu sadar muka dan perasaannya berubah
seketika, dari haru menjadi malu. Mari langsung
melindungi bagian itu dengan menutupkan bajunya
yang sobek, lalu menyilangkan kedua tangannya ke
dada. Kemudian ia bangkit dan bergegas ke kamarnya.
Ia menundukkan kepalanya dalam-dalam, menunjukkan
bahwa ia malu luar biasa.
Zul menarik nafas dalam-dalam. Ia memejamkan
kedua matanya. Punggungnya ia sandarkan sepenuhnya
ke sofa. Ia tak membayangkan akan pernah berkelahi
dengan penjahat yang hendak memperkosa seorang
wanita seperti yang baru saja terjadi. Ia jadi teringat
keinginannya yang sangat kuat untuk pergi ke rumah
ini. Keinginan yang tidak bisa ditepisnya sama sekali.
Rupanya ia harus datang untuk membela orang yang
pernah berbuat baik padanya.
Mari masih berada di dalam kamarnya.
Zul kembali menarik nafas. Tiba-tiba ia merasa ada
yang mengalir di ujung mata kanan turun ke pipi. Ia
raba. Darah. Darah itu mengalir dari pelipisnya yang luka.
Namun ia yakin luka itu tidak parah. Paling hanya
sobek beberapa senti saja. Ia merasa itu hanya luka kecil
yang dalam beberapa hari akan sembuh.
Mari keluar dari kamarnya dengan wajah yang lebih
cerah. Pakaiannya rapi. Blues merah muda lengan
panjang dengan bawahan celana kulot merah marun.
Jika diperhatikan dengan sedikit serius penampilannya
tampak anggun. Ia menggelung rambutnya dengan
sederhana. Sehingga tidak lagi awut-awutan. Tampaknya
ia telah membasuh mukanya, dan telah berusaha
menghapus bekas-bekas tangis dari wajahnya. Meskipun
tidak benar-benar berhasil.
Zul masih memejamkan mata sehingga tidak
menyadari ketika Mari keluar dari kamarnya dan
memandangnya beberapa saat lamanya. Posisi Zul
membelakangi pintu kamar Mari. Sehingga Mari tidak
melihat Zul dari depan. Mari mendekat. Dan ketika
melihat wajah Zul ia kaget.
"Zul, kau luka Zul! Kau berdarah Zul, ya Allah ya
Rabbi!" Ucap Mari setengah berteriak.
Zul mengerjapkan matanya. Dan langsung menyahut,
"Ah tidak apa-apa kok Mbak. Cuma luka kecil saja."
*** "Tapi darahnya sampai mengalir ke dagu begitu.
Harus segera diusap dan dibersihkan. Sebentar Zul."
Mari kembali ke kamarnya. Ia mengambil kapas dan
Uziek Collections Uziek Collections obat merah. "Sini Zul biar aku bersihkan dan aku obati!" Kata
Mari lagi sambil membawa kapas dan obat merah.
"Tidak usah Mbak. Sini kapas dan obat merahnya
biar aku obati sendiri. Sekalian aku mau ke kamar kecil."
Sergah Zul. Mau tidak mau Mari menyerahkan kapas dan obat
merah pada Zul. Saat itu Mari ingin sekali mengusapkan
dan membersihkan darah orang yang telah
membela kehormatannya. Ia rasanya ingin langsung
membalas segala kebaikan Zul. Mari memandangi Zul
yang melangkah ke kamar kecil dengan pandangan
yang susah untuk diartikan. Pandangan merasa
berhutang budi, sayang, kagum, kasihan, juga cinta.
Zul mengusap lukanya dengan kapas. Lalu membasuh
dengan air. Darah dari lukanya mulai berhenti.
Setelah mengeringkan lukanya itu dengan kapas, ia
mengobatinya dengan obat merah. Setelah itu ia
keluar. Mari menunggunya di sofa. Ia duduk tak jauh
dari Mari. "Harus bagaimana aku berterima kasih padamu
Zul?" Mari mengawali pembicaraan.
"Tak perlu berterima kasih pada saya Mbak. Saya
hanya melakukan apa yang seharusnya saya lakukan.
Itulah kewajiban manusia jika melihat kemungkaran."
Tiba-tiba Mari terisak-isak,
"Kau telah menyelamatkan kehormatanku Zul.
Kalau tadi tidak ada kau, entah apa jadinya diriku saat
ini. Mungkin aku telah bunuh diri Zul!"
"Berterima kasihlah pada Allah Mbak. Allahlah yang
menggerakkan kedua kaki saya untuk bertandang ke
sini pagi ini." Mari sepertinya tidak mendengar kalimat yang
Uziek Collections diucapkan Zul. la menundukkan mata dan larut dalam
tangisnya. Dadanya dipenuhi rasa haru dan rasa syukur
yang membuncah-buncah. Beberapa saat lamanya
hanya isak tangis Mari yang terdengar. Zul hanya bisa
diam di tempatnya. "Terima kasih Zul, kau telah menyelamatkan
kehormatan dan kesucianku. Kehormatan yang selama
ini aku jaga mati-matian. Tanpa kehormatan itu aku
merasa akan hidup sia-sia. Aku sangat berhutang budi
padamu." Mari kembali mengucapkan rasa terima kasih
dengan sepenuh jiwanya pada Zul. Zul bisa merasakan
itu. la hanya bisa menjawab pelan,
"Ingatlah Allah Mbak. Berterima kasihlah pada
Allah." "Iya Zul, iya. Allah masih menyayangiku Zul. Allah
masih menyayangiku."
"Iya Allah masih menyayangi Mbak. Dan semoga
terus menyayangi Mbak."
"Allahlah yang mengatur kau datang tepat pada
wakrunya." "Iya Allahlah pengatur kehidupan ini Mbak."
"Aku tak pernah menyangka penjahat itu bisa datang
ke rumah ini. Sungguh aku sama sekali tidak menyangka."
Guman Mari sambil mengangkat muka dan
menghapus airmatanya. "Bagaimana ceritanya, semua ini bisa terjadi Mbak.
Dan Mbak kok di rumah" Apa Mbak sedang libur?"
"Begini lho Zul ceritanya. Sebenarnya aku tidak
libur. Pagi ini aku mencuci sampai jam delapan. Aku mau
berangkat kerja jam sembilan. Teman-teman sudah
berangkat pukul setengah delapan. Kira-kira jam
sembilan kurang seperempat aku sudah siap untuk
berangkat. Tiba-tiba hujan turun deras sekali. Aku
mencari-cari payung tidak ada. Aku baru ingat kalau
payungku dipinjam sama temanku yang tinggal di
Kelana Jaya. Akhirnya aku telpon ke kantor tempat aku
kerja untuk dijemput. Ternyata tidak ada mobil yang
nganggur. Semuanya sedang dipakai. Tapi pihak kantor
Uziek Collections juga bilang, jika ada mobil nganggur akan segera
menjemputku. Mari kembali terisak-isak.
Zul diam mematung di tempatnya.
"Karena hujan sangat deras, aku diminta tetap di
rumah saja. Jika terpaksa tidak ada mobil, aku diberi ijin
untuk datang setelah Zuhur. Bahkan boleh libur.
Akhirnya aku santai di ruang tamu ini dengan tetap
memakai pakaian yang biasa aku gunakan kerja. Pukul
sepuluh kurang sepuluh menit aku mendengar mobil
menderu. Lalu orang mengetuk pintu. Aku tidak curiga
sedikit pun. Kukira itu adalah orang kantor yang datang
menjemputku. "Tanpa curiga, aku langsung membuka pinta lebarlebar.
Alangkah terkejutnya diriku ternyata yang datang
adalah si Warkum. Aku hendak menutup pintu kembali,
tapi sudah terlambat. la berhasil menerobos masuk
bahkan langsung mengunci pintu itu. Lalu ia memintaku
untuk menuruti keinginan nafsunya. Jelas aku menolak.
Aku lebih baik mati daripada menyerahkan kehormatanku
padanya. Ia kalap. Amarahnya memuncak.
Pandanganya buas bagaikan serigala liar yang kelaparan.
la berusaha memangsaku. Aku terus melawan sekuat
tenaga. Aku berusaha mempertahankan kehormatanku
sekuat tenaga. Prinsipku lebih baik mati daripada
diperkosa. "Aku terus melawan. Namun aku adalah seorang
perempuan, tenagaku tak sebanding dengan tenaganya.
Kekuatanku tak mampu menandingi kekuatannya. Aku
nyaris tidakberdaya karena kehabisan tenaga. Dan dia
nyaris mendapatkan apa yang diinginkannya. Tiba-tiba
kau datang. "Kau datang dan membuat bajingan itu terpelanting.
Awalnya aku kira kau adalah malaikat utusan Tuhan
yang menyambar penjahat itu dengan cemeti mahasaktinya.
Malaikat yang diturunkan Tuhan karena
rintihan doaku di saat paling kritis. Malaikat dalam arti
sebenarnya. Ternyata bukan, yang datang bukan
malaikat tapi manusia. Mahakuasa Allah."
Uziek Collections "Dik bagaimana ceritanya kok kau bisa kemari pagi
ini dan bagaimana kau bisa membuka pintu itu" Dengan
apa kau membukanya?"
Zul menarik nafas, lalu dengan tenang menceritakan
kronologisnya bisa sampai di rumah itu. Tentang
keinginannya untuk datang ke rumah itu. Keinginan
yang muncul tiba-tiba pagi itu dan seolah tidak bisa
ditolaknya. la juga bercerita tentang kunci Linda yang
masih di tangannya. Mari mendengarkan cerita Zul
dengan seksama dan dengan mata berkaca-kaca. la
merasakan kasih sayang yang dicurahkan oleh Allah
kepadanya. "Siapakah yang menghadirkan keinginan untuk
datang kemari itu kalau bukan Allah Mbak" Dan
siapakah yang menghadirkan keberanian dalam dada
ini untuk bertarung dengan penjahat itu kalau bukan
Allah" Dan siapa yang menolong saya memenangkan
pertarungan tadi kalau bukan Allah?"
Airmata Mari kembali meleleh.
Zul diam. Sesaat lamanya ruangan itu diselimuti
kesunyian. "Tetapi Zul, walau bagaimana pun aku sangat
berhutang budi padamu Zul. Bagaimana aku harus
membalasnya?" Lirih Mari seraya mengangkat muka
memandang wajah Zul. Zul memandang ke arah Mari,
lalu menarik pandangannya ke lantai.
"Sudahlah Mbak. Aku merasa tidak berbuat apa-apa
selainmelakukan kewajibanku sebagai seorang manusia
yang melihat kezaliman di depan mata. Mbak jangan
mengatakan hal seperti itu lagi."
"Kau harus tahu sesuatu Zul. Agar kau tahu betapa
aku sangat berhutang padamu."
"Sesuatu itu apa Mbak?"
Uziek Collections "Si W tadi itu, ia datang mengatakan ingin
meminta haknya sebagai seorang suami. Haknya
yang katanya belum pernah aku berikan padanya
setelah dia menikahi aku dan membayar mas kawin
padaku." "Aku tidak paham maksudnya Mbak."
"Maaf, biar aku perjelas. Pada hari aku menikah
dengannya itu, aku sedang datang bulan. Jadi ia tidak
menjamah kesucianku. Biasanya aku datang bulan lebih
satu minggu. Lha seminggu kemudian, artinya seminggu
setelah akad nikah ia pergi ke Jakarta, dan saat itu aku
masih dalam kondisi datang bulan. Jadi ia sama sekali
belum menjamah kesucianku.
"Seperti yang dulu pernah kuceritakan kepadamu.
Kalau tidak salah aku pernah cerita padamu Zul. Dia pergi
ke Jakarta dengan alasan bisnis. Ternyata beberapa hari
kemudian ia tertangkap dalam kondisi over dosis di sebuah
hotel. Ia masuk penjara. Dan aku kemudian tahu semua
kejahatannya. Saat itu aku mengajukan gugatan cerai.
Tak bisa ditawar lagi, karena aku tidak mau punya suami
seorang penjahat yang kejahatannya benar-benar telah
melampaui batas. Jadi meskipun aku telah menikah
sejatinya kesucianku belum pernah dijamah oleh suamiku.
Dan sampai hari ini mahkota kesucianku belum tersentuh
oleh siapapun. Statusku memang janda, tapi kesucianku
masih utuh. Sumpah demi Allah, Zat Yang Mahatahu.
sangat halus yang menyusup begitu saja ke dalam
hatinya. Rasa bahagia sekaligus rasa bangga karena ia
bisa menyelamatkan kesucian seorang wanita. Ia
berharap apa yang dilakukannya itu dinilai ibadah oleh
Allah. Dan apa yang dilakukannya itu bisa menghapuskan
dosa-dosanya saat ia masih remaja dulu. Ia
kembali teringat saat SMA, saat ia pacaran dengan gadis
tetangga desa. Saat itu ia nyaris melakukan perbuatan
yang menistakan kesucian gadis itu. Untunglah saat itu
tidak terjadi, karena terhalang oleh keadaan yang tidak
memungkinkan. Ia meneteskan airmata, bersyukur
kepada Allah, bahwa kesucian dirinya pun masih belum
ternista. "Mintalah apa saja padaku Zul, selama itu tidak dosa
dan aku mampu aku akan memenuhinya." Ucap Mari
dengan suara jelas tanpa isak tangis.
'Aku tidak minta apa-apa Mbak. Cukuplah Mbak
terus menjaga diri Mbak, kesucian Mbak, dan Mbak terus
mendekatkan diri kepada Allah serta berusaha menjadi
Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
wanita salehah selamanya, itu akan membuat apa yang
aku lakukan hari ini bermakna dan tidak sia-sia."
"Baik Zul, aku akan berusaha sebisanya. O ya sampai
lupa, aku buatkan minuman ya" Mau minum apa Zul?"
"M...tidak usah repot-repot Mbak."
'Ah tidak repot kok Zul."
"Kau harus tahu Zul, selama ini betapa mati-matian
aku menjaga mahkota ini. Betapa mati-matian aku
menjaga iman ini. Godaan, bujuk rayu datang setiap saat.
Alhamdulillah aku kuat. Tiba-tiba si W itu datang mau
merenggut mahkota itu. Dan mahkota kesucian yang
lebih berharga dari nyawaku sendiri itu nyaris ternistakan,
kalau saja kau tidak datang. Inilah Zul sesungguhnya
yang aku alami. Inilah Zul yang kau harus
tahu, kau telah menyelamatkan kesucianku, kegadisanku.
Aku benar-benar berhutang padamu."
Mendengar cerita Mari, hati Zul bergetar. Tanpa ia
sadari airmatanya meleleh. Ada rasa kebahagiaan yang
Uziek Collections Zul melihat jam di dinding. Ia merasa sudah terlalu
lama di rumah itu. Ia teringat bahwa ia harus ke kampus.
Ada janji dengan seorang teman. la bangkit dan
memanggil Mari yang sudah melangkah ke dapur.
"Mbak Mari!" "Ya." Mari menghentikan langkah dan menoleh.
"Tak usah bikin minum Mbak. Saya harus pamitan.
Saya ada janji dengan seorang teman habis Zuhur."
"Tidak bisa ditunda barang satu dua menit Zul."
"Maaf Mbak. Saya benar-benar harus pamit. O ya
Uziek Collections saya hampir lupa saya mau mengambil barang-barang
saya. Dan ini kuncinya Linda."
"Ya sudah kalau begitu. Sebentar saya ambilkan
barang-barangmu." Mari masuk ke dalam dan mengeluarkan barangbarang
milik Zul dari kamarnya. "Ini kan Zul" Ada yang lain?"
"Tidak Mbak, itu saja."
Zul mengambil tas jinjing yang berisi kekayaan
pribadinya yang sebenarnya jika dilihat tidaklah terlalu
berharga. Hanya beberapa pakaian, handuk, dan mushaf
kecil Al-Quran pemberian Pak Hasan.
"Aku tidak akan pernah melupakan jasamu ini Zul."
"Ah Mbak, kok bicara seperti itu lagi. Sudah lupakan
saja Mbak, anggap saja saya tidak pernah berjasa apaapa
pada Mbak. Baik, saya pamit dulu ya Mbak. Jaga
diri baik-baik." Zul melangkah keluar rumah. Mari mengikuti
sampai pintu. Ketika Zul sampai di gerbang, Mari
memanggil namanya. "Zul!" Zul menghentikan langkah dan menoleh ke bela
kang. Mari memandanginya lekat-lekat. Zul meman
"Zul, aku takut."
"Takut apa" Takut kalau dia datang lagi?"
"Iya." "Percayalah padaku Mbak, dia tidak akan berani
datang lagi. Dia sudah kapok! Dia menganggap aku ini
juga preman seperti dia. Jari-jari tangan kanan dan kaki
kanannya sudah hancur! Kalau pun berniat datang
mungkin satu bulan lagi, setelah ia sembuh dari
lukanya." "Tapi aku kuatir dia punya teman."
"Dan dia juga anggapan aku punya teman banyak.
Mbak tidak usah kuatirlah. Kalau Mbak kuatir, kunci
rumah baik-baik. Dan siapkan nomor telpon polisi. Atau
Mbak pindah saja dulu ke rumah teman yang aman.
Maaf Mbak ya saya buru-buru."
"Iya Zul, terima kasih ya."
"Ya. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Mari berdiri memandangi Zul sampai hilang dari
pandangan. Setelah itu ia memandang ke arah langit
yang mulai terang. Hujan telah reda. Gerimis pun sudah
tiada. Mendung mulai pudar. Dan matahari seolah ingin
menyibak awan. Mari berulang kali memuji kekuasaan
Tuhan. Ia lalu masuk rumah. Menutup pintu dengan
rapat. Sayup-sayup, dari surau lirih terdengar suara azan
*** dang Mari. Wajah Mari tampak pucat dan sayu.
"Ya ada apa Mbak?"
Mari ingin mengatakan sesuatu tapi ia urungkan. la
lalu pura-pura bertanya, "M..m...kau ada nomor hp Zul?"
"Pakai nomor teman saya yang dulu saya gunakan
SMS Mbak saja. Masih tersimpan kan?"
"Ya baik. Masih tersimpan."
"Ada yang lain Mbak?"
Uziek Collections Uziek Collections Delapan Zul mondar-mandir di ruang tamu. Penghuni flat itu
semua telah tidur. Namun Zul tidak bisa tidur. Malam
itu setelah kejadian di rumah Mari, Zul selalu terbayang
wajah Mari. Ia kembali merasakan apa yang dulu pernah
ia rasakan saat remaja. Sejak pertama bertemu dengan
Mari, ia sebetulnya telah terpikat oleh kehalusan tutur
katanya. Juga perhatian, kepekaan dan jiwa sosialnya.
Namun itu semua tidak berpengaruh apa-apa dalam
hatinya. Mari masih ia anggap sebagai perempuan biasa yang
ia kenal di jalan. Tapi setelah kejadian siang itu.
Setelah apa yang ia alami, ia lihat dan ia ketahui rasa
sayangnya pada Mari merasuk begitu saja ke dalam
hatinya. Rasa sayang yang lebih dari biasa.
Bahwa Mari begitu teguh menjaga kesuciannya
itulah yang paling membekas di dalam hatinya. Ia sudah
banyak mendengar cerita tentang tenaga kerja wanita
Indonesia di Malaysia yang tidak lagi menjaga kehormatannya.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa tidak
sedikit tenaga kerja wanita yang bekerja di kilangkilang12
juga berprofesi menjajakan tubuhnya selepas
bekerja. Tapi Mari tetap menjaga kehormatan dan
kesuciannya. Dengan label janda yang dilekatkan pada
dirinya, dan parasnya yang tidak bisa dikatakan jelek,
tentulah itu perjuangan yang luar biasa. Ia sangat yakin,
bahkan haqqul yakin, kalau Mari tidaklah berkata dusta.
Dalam kondisi shock seperti itu kejujuranlah yang lazim
keluar dari diri anak manusia. Ia merasa Mari adalah
perempuan yang berkarakter, dan sanggup menjadi
perempuan yang luar biasa. Itulah yang membuat
hatinya condong pada Mari.
Ia bingung harus berbuat apa" Ia sudah dewasa. Dan
Mari juga sudah dewasa. Tidak mungkin lagi ia hanya
mengutarakan bahwa hatinya condong pada Mari.
Mengutarakan itu artinya siap berumah tangga. Ia sudah
tahu hukum bermain hati pada perempuan yang tidak
halal dari Yahya. Itu dosa.
"Hati pun, kata Nabi, bisa berzina." Kata-kata Yahya
itu seolah berdengung-dengung dalam pikirannya.
Uziek Collections Tapi bayangan Mari, juga suaranya, seolah terus
menghampirinya. Sempat terbersit dalam pikirannya
untuk berterus terang pada Mari dan mengajaknya
menikah. Lalu hidup sederhana apa adanya di Kuala
Lumpur sambil kuliah. Toh, banyak mahasiswa yang
berkeluarga dan hidup apa adanya di Kuala Lumpur.
Tapi tiba-tiba ada semacam keraguan dalam hatinya.
Ia kuatir jika ia menikah akhirnya kuliahnya tidak selesai.
Ia jadi sibuk memikirkan hidup keluarga. Apalagi kalau
nanti punya anak. Ia bisa hidup nekat. Makan sehari pun
bisa, tapi anak yang masih bayi apa bisa" Sementara ia
masih hidup sangat pas-pasan untuk makan, membayar
sewa aparteman dan kuliah. Padahal jika berkeluarga
ialah yang harus menanggung sepenuhnya sewa
rumahnya. Sekarang ia yang menyewa bersama
temantemannya saja, masih terasa berat membayarnya.
Hutangnya pada Pak Muslim untuk membeli sepeda
motor juga belum lunas. Ia sempat berpikir bahwa Mari juga bekerja dan bisa
meringankan beban. Ia langsung menjawab sendiri
bahwa tugas memberi nafkah adalah tugas suami. Andai
pun Mari bekerja ia tidak tahu berapa gajinya. Ia juga
tidak tahu sanggupkah Mari tetap bekerja jika misalnya
hamil. Ia sampai sudah begitu jauhnya memikirkan jika
Mari hamil segala. Ia menegaskan pada dirinya jika ia
menikahi Mari ia tidak bisa menggantungkan nasibnya
pada Mari. Alangkah jahatnya dia jika menikahi Mari
karena merasa aman, sebab Mari juga bekerja. Apakah
itu namanya bukan eksploitasi" Mari nanti bekerja.
Mengerjakan pekerjaan rumah tangga lazimnya
perempuan di Indonesia. Mengurus anak. Jika itu yang
terjadi ia merasa tidak menjadi seorang suami yang
benar. Ia juga sempatberpikir untuk mengajak Mari pulang
ke Indonesia dan hidup apa adanya di Indonesia. Buat
apa hidup lama-lama di negeri orang. Tapi akal logikanya
seolah mencercanya habis-habisan: "Buat apa susah
payah datang ke negeri orang" Katanya mau mengubah
Uziek Collections takdir" Menyiapkan masa depan yang gemilang" Kalau
kau pulang hanya dengan berhasil menikahi perempuan
seperti Mari, tidak harus jauh-jauh ke Malaysia. Tidak
harus berdarah-darah melewati pergulatan hidup di
Semarang, Jakarta, Batam dan Kuala Lumpur. Perempuan
seperti Mari di desamu juga banyak! Kalau kau
pulang dengan belum meraih kegemilangan yang
dicitakan, maka kelak kau akan ditertawakan oleh anak
turunmu. Mereka akan mengingatmu dengan sinis;
'Kakek kita gagal menyelesaikan studinya karena
tergoda oleh seorang tenaga kerja wanita di Malaysia.
Inilah yang membuat kita tetap sengsara! Coba kalau
kakek kita dulu orang yang teguh, tekun dan tidak
mudah digoda wanita, mungkin kita akan bernasib lebih
baik! " Zul termenung. Dialog batinnya tidak membuat
bayang-bayang Mari hilang. Wajah sayu yang memancarkan
aura ketulusan itu, cerita hidupnya, ucapan terima
kasih kepadanya yang diulang berkali-kali dari hati yang
dalam. Itu semua sangat membekas di dalam hatinya.
Jarum jam dinding di ruang tamu menunjukkan
pukul dua. Zul tidak tahan. Malam itu ia mem
bangunkan Rizal, ingin meminjam hand phonenya. Ia
ingin menelpon Mari. Ia tidak kuasa membendung bara
cinta yang membuncah di dalam dadanya.
Rizal bangun sambil mengucek-ucek kedua matanya.
"Ada apa Zul?" "Hand phone-mu mana" Aku mau pinjam?"
"Aduh Zul, hand phone-ku hilang tadi siang."
"Segan." "Ya udah kalau begitu menelpon di wartel saja besok
pagi." "Iya dah." Zul kecewa berat. Ia harus menunggu pagi untuk
bisa menghubungi Mari. Malam itu ia hanya mondarmandir
di ruang tamu. Sesekali membuka koran usang
yang sudah berkali-kali ia baca. Atau membaca-baca
Majalah I, majalah Islam terbitan Malaysia yang sudah
lusuh, yang ia hampir hafal isinya. Itulah yang
dilakukannya malam itu sampai Subuh tiba.
*** Setelah shalat Subuh Zul langsung mencari wartel
yang buka. Semua masih tutup. Di flatnya selain Rizal
dan Yahya, Pak Muslim juga punya hand phone. Tapi ia
segan meminjamnya. Selama ini jika ia ingin nelpon ke
mana saja ia selalu menggunakan wartel. Ia sudah
merencanakan untuk membeli hand phone tapi belum juga
kesampaian. Dengan langkah gontai Zul kembali
ke flat. Wajahnya pucat. Auranya sayu. la tampak seperti
orang yang sedang sakit. Yahya yang sangat peka bisa
menangkap perubahan yang terjadi pada teman satu
kamarnya. Dengan ketulusan seorang sahabat ia mengajak Zul
bicara. "Sepertinya kau sedang ada masalah atau kau
sedang sakit Zul?" "Tidak ada apa-apa kok Mas?"
"Kalau kau tidak menganggapku sebagai orang lain
bicaralah padaku. Tapi kalau kau masih menganggapku
orang lain, orang asing bagimu, ya berpura-puralah tidak
ada masalah padaku." Yahya langsung terus terang.
"Hilang?" "Iya. Mungkin jatuh atau dicopet orang di Pur
duraya. Pinjam Mas Yahya saja."
Uziek Collections Akhirnya Zul berterus terang bahwa ia sedang
merasakan rasa rindu dan cinta pada seorang perempuan.
"Siapa perempuan itu" Mahasiswi UM kah?"
"Namanya Mar. Siti Martini. Dia bukan mahasiswi
tapi seorang karyawati sebuah perusahaan."
Uziek Collections "TKW maksudmu?" Yahya berusaha memperjelas.
Pertanyaan itu agak menyinggung Zul. Ia seperti tidak
rela Mari dilabeli TKW. Tapi memang itu kenyataan yang
ia tahu. Jadi ia tidak bisa berbuat apa-apa kecuali
mengiyakan. "Iya Mas." "O, Siti Martini yang pernah kauceritakan dulu itu.
Yang satu bus dari Larkin ke Purduraya itu?"
"IyaMas." "Di sini mahasiswi banyak lho Zul, kenapa kaupilih
Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
TKW?" Pertanyaan Yahya itu kembali menggores hatinya.
Ia ingin menjelaskan semuanya, tapi tidak sampai. Ia
tidak bisa menjelaskan detil apa yang ia alami dengan
Mari pada sahabatnya yang paling dekat itu. Ia tidak
sampai hati untuk membuka kejadian kemarin siang di
rumah Mari. Ia juga tidak bisa menjelaskan pesona dan
aura yang dimiliki Mari. Ia akhirnya menjawab dengan
jawaban yang klasik, "Tidak tahu Mas. Namanya juga jatuh cinta. Aku
melihat diabaik. Dan menurutku mahasiswi tidak secara
otomatis lebih baik dari TKW. Banyak yang sekarang
TKW, mungkin kelak jadi orang yang memberi
penghidupan pada mahasiswa atau mahasiswi. Dan
banyak mahasiswi yang akhirnya jadi TKW. Itu kan
cuma label-label saja Mas."
Yahya tersenyum, "Kau memang sedang jatuh cinta. Dari jawabanmu
aku tahu kau sangat membela dia. Ya sah-sah saja kau
mencintai dia. Siapapun dia. Asal menurutmu cocok dan
baik ya sah-sah saja. Memang benar manusia tidak bisa
dinilai dari label atau julukan yang disandangnya. Yang
menentukan manusia itu ini lho. Ininya!" Kata Yahya
sambil menunjuk dadanya. "Iman dan takwanya. Agamanya." Lanjut Yahya.
"Itu tukang sapu di jalan yang setiap hari bergelut
dengan sampah bisa jadi ia lebih baik di mata Allah
daripada Guru Besar Tafsir jebolan universitas terkenal
di Timur Tengah. Di mata Allah belum tentu. Keikhlasan
seseorang hanya Allah yang tahu. Bisa jadi tukang sapu
itu sangat tahu diri kedhaifan dirinya sebagai makhluk Allah
maka tidak ada rasa sombong dalam hatinya. Dan
Guru Besar Tafsir bisa jadi karena merasa hebat, ada satu
zarrah rasa sombong dalam hatinya. Ketika ketemu
tukang sapu Guru Besar itu merasa lebih terhormat dari
tukang sapu. Itu kan sombong. Sebaliknya tukang sapu
justru menghormati Guru Besar itu karena tahu dirinya
tidak berilmu dan Guru Besar itu punya ilmu. Berarti
tukang sapu itu tahu kadar dirinya. Tidak sombong. Jika
seperti itu bisajadi tukang sapu lebih mulia di mata Allah
daripada Guru Besar Tafsir itu." Terang Yahya panjang
lebar. "Jadi tidak salah saya jatuh cinta pada TKW itu
Mas?" "Jatuh cinta tidak salah. Kau mau memilih siapa pun
tidak salah. Asalkan tetap menjaga diri di jalan yang
diridhai Allah. Apa kau sudah benar-benar siap untuk
menikah Zul" Zul diam mendengar pertanyaan itu. la tidak bisa
menjawab mantap. Akhirnya Zul menjelaskan kebimbangan
hatinya. Antara mantap dan tidak mantap. Halhal
yang berkelebat dalam hati dan pikirannya ia
sampaikan kepada Yahya. "Jadi kemarin kau ke rumah Siti Martini itu?"
"Iya, mengambil barang-barang saya yang masih
tertinggal di sana?"
"Kau bertemu dia dan setelah itu kau merasa jatuh
cinta?" Zul mengangguk malu. Ia seperti sedang dihakimi.
Uziek Collections Uziek Collections berbeda dengan ayam jago yang langsung mengejar
ayam betina setelah melihat keelokan ayam betina."
Yahya malah tersenyum. "Kau sedang terkena sihir Zul."
"Tapi bukankah manusia hampir semuanya begitu
Mas?" "Terkena sihir apa Mas?"
"Kau sedang terkena sihir nafsu syahwatmu. Aku
bisa memastikan kau agak berlama-lama berbicara
dengan dia. Aku yakin itu."
"Benar." "Wajar." "Maksudnya wajar, wajar bagaimana?"
"Setan telah menghiasi perempuan itu sehingga
tampak olehmu pesonanya, keindahannya, auranya,
kebaikannya dan lain sebagainya yang membuatmu
cenderung kepadanya. Tahukah kau Zul, saya pun bisa
lebih parah darimu. Bahkan seseorang yang kuat
imannya jika berduaan dengan perempuan yang ia tahu
perempuan ia berpenyakit sekalipun bisa luntur
imannya. Bahkan bisa melakukan perbuatan nista
dengan perempuan itu. Karena apa" Karena perempuan
itu dirias dan dihiasi oleh setan. Ditambah nafsu yang
ada dalam diri lelaki itu. Maka terjadilah apa yang
seharusnya tidak terjadi."
"Jadi apa yang aku rasakan ini nafsu syahwat?"
"Betul. Jujurlah pada dirimu. Kau pasti telah melihat
hal yang semestinya tidak kau lihat pada perempuan itu,
iya kan?" Zul malu mengakuinya. "Ingat Zul seluruh tubuh perempuan yang sudah akil
balig itu aurat kecuali muka dan tepak tangannya. Jika
ia perempuan yang cantik, yang kecantikannya itu
menarik lawan jenisnya maka mukanya juga jadi aurat yang
harus ditutupi. Artinya tidak boleh dilihat. Jikalau
engkau mencintai wanita karena melihat yang seharusny a
ditutupi maka berarti kau ada nafsu dengannya. Yang
bergerak dalam aliran darahmu dan syaraf-syarafmu itu
adalah nafsu dan syahwat. Jika seperti itu, kau tidak jauh
Uziek Collections "Ya benar. Maka tidak berlebihan jika para filosof
menyebut manusia sebagai hayawanun nathiqun.
Binatang yang berbicara. Manusia itu binatang, hanya
saja ia bisa bicara. Bisa berkata-kata. Itulah definisi
manusia yang hanya mengutamakan nafsunya saja.
Nafsu jadi panglimanya. Nafsu jadi timbangannya. Dan
nafsu itu tidak hanya nafsu pada perempuan saja.
Termasuk juga nafsu pada kemewahan dunia. Al-Quran
menjuluki manusia yang seperti itu dengan kalimat:
'Mereka seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi.
Mereka itulah orang-orang yang lengah.'13 Orang-orang
yang dikendalikan oleh nafsunya adalah orang yang
lengah. Orang yang tidak memiliki rusyd, atau kesadaran
penuh. Orang seperti itu yang akan rugi di mana pun
dia berada. Ia akan mudah dicocok hidungnya oleh setan
untuk dijerumuskan ke dalam jurang kebinasaan dan
kenestapaan." "Terus bagaimana cara mencintai lawan jenis yang
benar menurut Sampeyan?"
"Mencintai dengan timbangan fithrah dan bashirah.
Mencintai dengan kesucian dan mata hati. Fithrah dan
bashirah yang jadi timbangannya. Yaitu, jika kau
mencintai wanita bukan karena tertipu oleh kecantikan
paras wajahnya dan keelokan benruk tubuhnya. Bukan
karena tersihir oleh matanya yang berkilat-kilat indah
seperti bintang kejora. Bukan pula terpikat karena
bibirnya yang ranum segar seperti mawar merekah. Juga
bukan karena keindahan suaranya yang susah dilupakan.
Bukan karena hartanya yang melimpah ruah.
Bukan karena kehormatannya, yang kau akan jadi ikut
terhormat karena menikahinya. Jika bukan karena itu
semua kau mencintainya. Tapi kau mencintai dengan
memakai timbangan fitrahmu, dan matabatinmu. Kau
mencintai dia karena merasakan kesucian jiwanya dan
agamanya, dan mata batinmu condong karena kecantikan
Uziek Collections akhlak dan wataknya. Hatimu terpikat karena
harumnya kalimat-kalimat yang keluar dari lidahnya.
Saat itu kau telah mencintai lawan jenis dengan benar."
"Tapi sulit rasanya Mas aku memakai timbangan
fithrah dan bashirah. Hati ini sepertinya telah tertawan
dan terbelenggu oleh sihir Mari."
"Ya aku tahu. Memang sangat susah membebaskan
diri dari belenggu cinta syahwati. Aku bukannya tidak
pernah mengalaminya, aku pernah mengalaminya. Dan
aku nyaris binasa karenanya. Jika bukan karena rahmat
Allah aku mungkin saat ini sudah hancur berbaur tanah
di kubur." "Bagaimana ceritanya Mas. Mungkin bisa jadi
cambuk bagiku." "Malu aku mengingatnya."
"Apa Sampeyan tidak kasihan padaku. Apa Sampeyan
ingin aku binasa Mas?"
"Singkat saja ya. Saat itu aku masih kelas tiga SMA
Al Islam Batu, Malang. Ayahku seorang lurah. Tahun itu
ada rombongan KKN dari Unibraw, berjumlah sepuluh
orang. Empat mahasiswa, enam mahasiswi. Tiga
mahasiswi menginap di rumahku. Tiga lain di tempat Pak
Carik. Dan empat mahasiswa menginap di Balai Desa. Di
antara tiga mahasiswi yang menginap di rumahku itu ada
yang membuatku tergila-gila. Sebut saja namanya F Aku
benar-benar jatuh cinta padanya. Aku coba tahan untuk
menyimpannya dalam hati diam-diam. Aku tidak tahan.
Akhirnya aku ungkapkan padanya. Ternyata dia
menanggapi. Aku kirim surat cinta padanya. Dia
membalasnya dengan surat cinta yang lebih romantis.
Sebab dia sudah mahasiswi. Sudah jauh lebih berpengalaman.
Aku seperti buta. Aku sudah
merasa dia adalah segalanya. Sampai tiba saat perpisahan, karena
masa KKN-nya habis. Sebelum pergi ia berterus terang
padaku, bahwa selama ini cuma main-main. Sebenarnya
dia sudah punya tunangan di Surabaya. Hatiku seperti
dibetot dan kepalaku seperti dihantam palu godam. Aku
langsung jatuh sakit. Dua bulan aku dirawat di rumah
sakit. Aku bahkan sempat mencoba bunuh diri. OrangUziek Collections orang menganggap aku sakit terkena santet. Aku seperti
orang gila Zul. Itulah ceritanya Zul."
"Terus sembuhnya bagaimana Mas?"
"Akhirnya orangtuaku tahu juga masalahnya. Saat
orangtuaku tahu gadis itu sudah menikah dan bekerja di
Jakarta. Kakak perempuankulah yang dengan sabar
menemaniku dan menguatkan aku. Karena sakit itu aku
tidak bisa ikut ujian akhir. Aku benar-benar sembuh
setelah aku dibawa ke sebuah pesantren. Di pesantren
itulah karena disibukkan dengan ibadah, zikir, olah raga
dan lain sebagainya lambat laun, ingatanku akan F
hilang. Dan sekarang aku baru menyesal, kenapa dulu
aku bisa begitu bodoh dan tolol. Itulah Zul cinta yang
semu sangat menyiksa dan menyakitkan."
Mendengar cerita Yahya, Zul merasa mendapat
sedikit pencerahan. Namun cerita itu tidak juga bisa
mengusir kuatnya pesona Mari yang menempel di
dinding-dinding hatinya. Tapi dari pembicaraannya
dengan Yahya ia memiliki seberkas cahaya yang
menerangi gulitanya akal pikirannya karena diselimuti
bayangan Mari. *** Nun jauh di Subang Jaya sana. Mari merasakan hal
yang tidak jauh berbeda dengan Zul. Bahkan lebih parah.
Jika Zul didampingi Yahya, maka Mari tidak punya
pendamping dan tempat untuk mengungkapkan
gelisahnya. Teman-teman satu rumahnya sibuk bekerja
dan ia pandang tidak bisa dijadikan tempat berbagi
perasaan. Mari telah berulang kali menelpon nomor yang
pemah diberikan oleh Zul kepadanya. Nomor itu adalah
nomor Rizal. Karena hp Rizal hilang, maka usaha Mari
menelpon Zul jadi sia-sia.
Mari hanya bisa berharap Zul datang lagi ke sana
dan ia akan mengungkapkan perasaan cintanya kepada
Zul. Ia sudah siap menerima apapun keputusan Zul.
Menerimanya ataukah menolaknya. Jika Zul menerimanya,
ia berjanji akan menjadi abdi bagi Zul selama
Uziek Collections hidupnya. Ia merasa hanya Zul-lah yang paling berhak
mendapatkan pengabdiannya.
Mari selalu mengingat perkataan Zul saat menanggapi
ucapannya, "Mintalah apa saja padaku Zul,
selama itu tidak dosa dan aku mampu memenuhinya."
Zul saat itu berkata, "Aku tidak minta apa-apa Mbak.
Cukuplah Mbak terus menjaga diri Mbak, kesucian
Mbak, dan Mbak terus mendekatkan diri kepada Allah
serta berusaha menjadi wanita salehah selamanya, itu
akan membuat apa yang aku lakukan hari ini bermakna
dan tidak sia-sia." Kata-kata Zul itu seolah ia jadikan pedoman hidup.
Ia berjanji pada diri sendiri untuk terus mendekatkan diri
kepada Allah dan menjadi wanita salehah yang
sebenarnya. Ia mengawali dengan menutup rambutnya
dengan jilbab. Jilbabnya modis. Cara berpakaiannya pun
masih modis. Masih memakai celana jeans dan kaos ketat.
Tapi ia terus berusaha. Ia rajin datang ke majelis taklim
yang ia ketahui. Setiap ia mendapatkan tambahan ilmu
agama, ia berusaha mengamalkan sebaik-baiknya.
Berminggu-minggu setelah itu, ia masih terus
berusaha menelpon nomor yang ia terima dari Zul, tapi
tidak juga berhasil. Dan Zul tidak juga muncul, tidak
pula menelpon. Ia tetap bertahan dan sabar. Ia tetap
berusaha untuk sedekat mungkin dengan Allah. Sesuai
dengan pesan Zul yang telah terpahat kuat dalam relung
hatinya. *** Sembilan Dua bulan berlalu sejak Yahya mengajak Zul
berbicara dari hati ke hati. Yahya berharap Zul bisa
menemukan kesadaran prima dan semangat membaranya
kembali seperti ketika awal-awal tinggal di flat
itu. Namun harapan Yahya belum menjadi kenyataan.
Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kenyataannya Zul tetap banyak murung dan melamun.
Tidak gesit dan semangat dalam bekerja, berusaha, dan
Uziek Collections belajar. Seringkali Yahya menemukan Zul hanya tidur di
kamar satu siang penuh, padahal ia yakin Zul ada jadwal
kuliah dan kerja. Yahya biasanya mengingatkannya
dengan bahasa sehalus mungkin, namun Zul seperti tidak
mendengar apa-apa. Yahya beberapa kali menyarankan
pada Zul jika memang harus mendapatkan Mari, kenapa
tidak secara jantan menemui dan mengajaknya menikah.
Obat paling mujarab untuk orang yang sakit karena cinta
adalah menikah. Tapi Zul gamang dengan dirinya sendiri.
Keraguan mengambil langkah telah membuatnya seperti
orang yang kehilangan cahaya kehidupan. Keadaan Zul
yang sedang sakit karena cinta itu menjadi perhatian dan
keprihatian semua penghuni flat itu.
Pak Muslim merasa kuatir keadaan Zul semakin
parah. Jika parah, maka bisa berpengaruh pada suasana
rumah. Sudah dua bulan Zul tidak membayar uang sewa
rumah. la minta dipinjami dulu. Namun ia bekerja tidak
seserius dulu. Seolah bekerja seingatnya saja. Jika ingat
bekerja, jika tidak ya tidak bekerja. Pak Muslim juga
kuatir Zul tidak bisa mengikuti ujian semester depan jika
sering bolos kuliah. Suasana rumah terasa mulai tidak
nyaman. Maka Pak Muslim sebagai yang paling tua
berinisiatif mempertegas sikap Zul. Jika ingin serius kuliah
maka ia harus segera bangkit dan merubah sikap. Jika
sudah tidak ingin kuliah, ia melihat Zul sebaiknya
mencari tempat yang lain. Sebab kemalasan Zul bisa
merusak situasi rumah yang selama ini nyaman dan
kondusif untuk belajar. Pak Muslim tidak mau perkataan najis satu tetes
merusak kesucian air satu gentong terjadi di rumah itu.
Dan tidak ada najis yang paling merusak kesucian umat
yang ingin berprestasi kecuali kemalasan. Ia tidak mau
Zul jadi najis itu. Zul harus diselamatkan. Jika Zul tetap
memilih jadi najis itu maka ia harus disingkirkan agar
tidak merusak kesucian semangat orang satu rumah.
Pagi itu setelah shalat Subuh Pak Muslim membangunkan
Zul yang masih mendengkur di kamarnya.
Berbeda sekali Zul yang dulu dengan Zul saat itu. Zul
Uziek Collections saat awal-awal datang dulu sudah bangun sebelum
Subuh tiba dan selalu di shaf pertama. Tapi Zul saat itu
adalah Zul yang harus berkali-kali diingatkan dan
dibangunkan baru shalat Subuh dengan wajah malas
tanpa cahaya. Begitu Zul selesai shalat Pak Muslim langsung
memanggil Zul ke kamarnya. Dengan menunduk Zul
masuk ke kamar dosen Universitas Negeri Yogyakarta
yang mengagumi pemikiran-pemikiran Muhammad
Iqbal. "Duduk sini Zul!" Pak Muslim mempersilakan Zul
duduk di kursi yang ada tepat di depannya. Setelah Zul
duduk, Pak Muslim langsung menutup pintu kamarnya.
"Zul, sudah tiga bulan ini aku lihat kamu sangat
berbeda dengan saat kau pertama datang. Apa sebenarnya
masalahmu Zul?" "M...tidak ada masalah Pak. Saya biasa-biasa saja."
"Zul kau masih ingin kuliah?"
"Aku ingin melihatmu berjaya. Meraih prestasi yang
gemilang Zul. Sungguh aku sangat menginginkan itu.
Aku akan membantumu semampuku. Itu jika kamu mau.
Jika kamu tidak mau aku tidak berhak memaksamu. Kau
lebih berhak menentukan jalan hidupmu.
'Aku tahu kau masih sakit. Hatimu masih dijajah oleh
rasa cintamu pada wanita yang kaucintai itu. Ketahuilah
Zul, tak ada dokter yang bisa menyembuhkanmu kecuali
kamu sendiri. Sebagai orang tua, aku hanya bisa
memberikan beberapa saran untuk kebaikanmu dan
kebaikan kita bersama. "Saranku yang pertama Zul, jika kamu ingin sukses
dan berhasil lupakan wanita itu. Jodoh itu tanpa dikejar,
tanpa dibuat bersakit-sakit seperti kau sekarang ini jika
tiba saatnya akan datang juga. Jodohmu sudah ditulis
oleh Allah. Kalau jodohmu memang wanita bernama Siti
Martini itu ya nanti Allah pasti akan mempertemukan
kamu dengan dia. Tapi jika jodohmu bukan dia, sampai
kau minta banruan seluruh jin di jagad raya ini untuk
membantumu mendapatkan dia ya kamu tidak akan
mendapatkannya. "Ya tentu Pak."
"Kau sadar dengan yang kauucapkan?"
"Tentu saja sadar Pak."
"Bagus. Jika kau ingin tetap lanjut kuliah kau harus
bangkit dan mengembalikan semangatmu. Cukup tiga
bulan saja kamu sakit. Ingat Zul, setiap detik kau berada
di Kuala Lumpur ini ada harganya. Dan kau harus
membayarnya. Flat ini kita menyewa. Air yang
kaugunakan untuk membersihkan dirimu saat buang air
juga harus dibayar. Kau makan tidak gratis. Kuliah tidak
gratis. Semua ada tagihannya. Jika kau terus malas dan
murung seperti itu kau tidak akan bertahan hidup. Kalau
pun kau tetap hidup kau tak lebih bernilai dari sampah.
Sampah masih bisa didaur ulang. Tapi manusia yang
telah mati sebelum mati jauh merepotkan daripada
sampah. Uziek Collections "Sementara ilmu dan prestasi juga amal ibadah. Jika
tidak kauusahakan dengan serius tidak akan kauraih.
Ilmu tidak bisa kauraih dengan tiduran dan malasmalasan.
Prestasi dan kesuksesan tidak akan kauraih
kecuali dengan pengorbanan penuh pikiran, tenaga dan
perasaan. Kalau perlu bahkan nyawa. Tak ada dalam
catatan sejarah ada orang sukses hanya dengan
melamun, tidur, dan banyak angan-angan seperti yang
kaulakukan tiga bulan ini. Tak ada seorang juara di
bidang apapun kecuali ia pasti seorang pejuang yang
ulung. Kalau ingin mendapatkan ilmu yang cukup,
berprestasi dan hidup sukses kau harus bangkit,
bersemangat, memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dan
gigih berjuang. Itulah jalannya orang-orang yang sukses.
"Zul, godaan wanita adalah godaan utama orang
mencari ilmu. Dan fitnah perempuan adalah salah satu
fitnah yang sangat dikuatirkan oleh Nabi akan melumpuhkan
Uziek Collections umatnya. Bahkan saat Nabi berdakwah di
Makkah, di antara hal yang ditawarkan orang-orang
kafir Quraisy untuk membujuk Nabi agar menghentikan
dakwahnya adalah dengan mengiming-imingi Nabi akan
dinikahkan dengan wanita paling cantik di Arab. Tapi
Nabi menolaknya. "Zul, siapa pun yang kasmaran, siapa pun yang jatuh
cinta seperti kamu saat ini. Maka akal, pikiran dan
perasaannya akan terus terfokus untuk mendapatkan
yang dicintainya. Jika keadaan seperti itu terus berlarut,
maka kewajiban-kewajibannya, tugas-tugas utamanya
akan segera terlupakan. Dan saat itu hanya tinggal
menunggu datangnya kebinasaan.
"Sudah tidak terhitung lagi jumlahnya pelajar dan
mahasiswa yang gagal karena skandal cinta. Tidak
terhitung jumlahnya pemimpin besar dunia yang
terpuruk karena skandal cinta. Apakah kau mau
menambah panjang daftar itu dengan memasukkan
namamu. "Penuntut ilmu jika jatuh cinta pada lawan jenisnya,
maka ilmu itu tidak akan bisa melekat pada akal, pikiran
dan hatinya. Sebab akal, pikiran dan hatinya telah
dikotori oleh bayangan semu kekasih hatinya. Ada
pujangga Arab yang menulis sajak begini Zul,
Jika aku sedang sibuk dengan gadisku
Yang parasnya laksana cahaya pagi
Maka aku enggan memikirkan yang lain
"Maka, aku ulangi lagi saranku yang pertama, jika
kamu ingin sukses dan berhasil lupakan wanita itu. Saat
ini berkonsentrasilah sepenuhnya untuk menuntut ilmu.
Jika ia jodohmu selesai S.2 aku doakan semoga bertemu.
Dan bertemu dalam keadaan yang paling baik dan
paling barakah. Jika dia tidak jodohmu, semoga kau
dianugerai jodoh yang lebih baik dalam segalanya dari
wanita itu." Zul diam saja di tempatnya. Ia tidak membantah,
juga tidak mengiyakan. Tapi ia mendengarkan dengan
Uziek Collections seksama. Pak Muslim jarang sekali bicara serius seperti
ini. Jika Pak Muslim bicara seperti ini artinya masalah
yang terjadi memang sudah parah.
Pak Muslim mengambil nafas sebentar lalu melanjutkan,
"Saranku yang kedua Zul, jika kau tidak bisa mengikuti
saranku yang pertama, aku sarankan kau untuk mendatangi
wanita itu secara jantan. Dan nikahi dia. Luapkan
seluruh cintamu padanya. Dan hiduplah dalam keluarga
yang sakinah mawaddah wa rahmah. Menikah itu jauh
lebih baik daripada kau hanya memikirkan dia siang malam
sampai sayu seperti mayat hidup.
"Jika kau memilih saran yang kedua ini, aku akan
membantumu semampuku. Aku akan meminjami modal
untuk pernikahanmu semampuku. Aku bersedia
mengantarmu menemui wanita itu, juga bersedia
membantumu menemui keluarganya. Dan jika ini yang
kauambil, aku minta kau jangan berhenti kuliah. Tetaplah
lanjutkan kuliah. Hiduplah sehemat mungkin. Tetaplah
bertahan sampai lulus. Kau harus lebih giatbekerja dan
berusaha. Sebab kau tidak hanya menanggung beban
hidup dirimu sendiri, tapi juga menanggung orang lain.
"Jika saranku yang kedua juga tidak bisa kauikuti,
maka aku punya saran ketiga, yaitu ya terserah kamu.
Hiduplah sesukamu. Terus seperti sekarang juga boleh.
Tapi dengan memohon pengertiannya aku minta kau
meninggalkan rumah ini. Bukan kami tidak sayang dan
tidak menghargai kamu. Sama sekali tidak. Kami
menghargai kamu, dan cara hidupmu. Tapi perlu kamu
ketahui juga, cara hidupmu yang hanya malas-malasan,
banyak melamun dan berangan-agan itu dapat meracuni
kesehatan lingkungan rumah ini. Cara hidupmu yang
mulai tidak memikirkan membayar flat adalah cara
hidup orang yang tidak bertanggung jawab. Itu dapat
merusak rasa saling percaya yang telah tercipta dengan
indah di rumah ini. Jika kau pilih saran yang ketiga ini,
kami akan membantumu mengangkatkan barangbarangmu,
juga akan membantumu menemukan tempat
yang kauanggap cocok bagi cara hidupmu. Kau masih
boleh bermain ke sini, tapi tak bisa tinggal di rumah ini.
Uziek Collections saya terus begini, Bapak benar, saya akan binasa.
"Itulah Zul, tiga saran yang bisa aku sampaikan
kepadamu. Kau bisa memilih salah satunya. Dan kami
tidak keberatan sama sekali yang mana yang kamu pilih.
Tapi jika boleh berharap saya pribadi berharap kaupilih
yang pertama. Maafkan aku jika harus berlaku tegas
padamu. Untuk sebuah kebaikan ketegasan tidak ada
salahnya dilakukan. Dan ini pun terpaksa aku lakukan
setelah melihat perkembanganmu yang tidak juga
menunjukkan ada perbaikan."
"Maka saya memilih saran yang kedua Pak. Lebih
baik saya menikah saja dengan gadis itu. Dia masih gadis
Pak. Dan baik hatinya."
Pak Muslim mengangguk-anggukkan kepala.
"Jadi kau benar-benar akan menikahi dia?"
"Iya Pak." Setelah menyampaikan tiga saran itu, bisa juga
disebut tiga opsi untuk Zul, Pak Muslim diam menunggu
reaksi Zul. Keheningan menyelimuti kamar itu sesaat
lamanya. Zul tampak sedang mengolah saran Pak
Muslim yang diseganinya itu. Pak Muslim yang selama
ini sangat baik padanya. Bahkan, ia masih punya hutang
beberapa ratus ringgit kepadanya untuk membeli sepeda
motor butut, dan Pak Muslim tidak pernah menyinggungnyinggung hal itu sama sekali.
"Begini Pak," Suara Zul memecah keheningan. Pak
Muslim langsung mengangkat mukanya dan menatap
Zul penuh perhatian. "Kau mantap?" "Mantap Pak. Toh sudah saatnya saya menikah.
Sekarang atau besok sama saja, saya harus menikah."
"Kau siap dengan segala risikonya?"
"Siap Pak. Mas Yahya sudah memberikan gambaran
yang jelas. Bapak tadi juga menambahkan penjelasan.
Saya harus bagaimana jika menikah?"
Zul merubah sedikit posisi duduknya lalu menyambung
perkataannya, "Bagus! Itu baru lelaki! Kalau begitu kau harus
semangat, kau akan menikah Zul! Kau akan jadi suami!
Kau akan jadi kepala rumah tangga! Kau akan jadi ayah!
Ayo semangat!" "Saya minta maaf dan saya menyesal sekali jika
kelakuan saya selama ini buruk. Dan itu membuat tidak
nyaman rumah ini. Saya akui Pak, saya sedang tidak
stabil. Saya berterima kasih sekali atas kesabaran Pak
Muslim dan teman-teman selama ini. Saya juga berterima
kasih atas saran-saran Pak Muslim. Saya telah menimbang
ketiga saran itu. Terus terang saran yang pertama
saya rasakan akan berat bagi saya. Saya kuatir saya akan
semakin jatuh, semakin tidak bisa menahan perasaan
yang mendera hati ini. Adapun saran yang ketiga, saya
juga berat menerimanya, sebab saya masih tetap ingin
menjadi orang baik dan sukses Pak. Saya bersyukur
bertemu dengan orang seperti Bapak dan teman-teman
yang masih mau mengingatkan dan menasihati. Jika saya
pilih yang ketiga, saya rasa saya akan binasa. Dan jika
Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Iya Pak! Saya akan bangkit! Saya akan semangat!"
"Bagus! Kenapa tidak begird sejak dulu-dulu itu Zul,
hah!?" "Jadi Bapak benar-benar mendukung saya menikahi
dia?" "Menikah kan baik, kenapa tidak saya dukung.
Sudahlah, kapan kau akan menemui dia, aku akan
menemani kalau perlu. Dan kapan kau akan melamarnya?"
"Bagaimana kalau aku temui dia besok Pak?"
"Bagus semakin cepat semakin bagus! Sekarang kau
harus melihat kembali jadwal-jadwalmu. Harus kautata.
Jadwal kuliahmu. Jadwal kerjamu dan lain sebagainya."
"Iya Pak. Baik!"
"Besok ya berangkat menemui dia?"
"Iya Pak." Uziek Collections Uziek Collections "Jam berapa Zul."
"Pagi-pagi saja Pak sebelum jam delapan. Dia biasa
berangkat kerja jam delapan."
"Baik. O ya sebaiknya kau telpon dia dulu. Agar dia
tidak pergi." "Baik Pak." Pak Muslim gembira melihat Zul kembali ceria.
Orang jatuh cinta memang begitu. Jika harapan bertemu
dengan yang ia cintai datang ia akan hidup pcnuh
semangat dan harapan. Zul sendiri merasakan matahari
kehidupannya yang selama ini redup kini kembali
bersinar terang. Zul langsung turun ke bawah mencari wartel. Satu
wartel telah buka, ia langsung menghubungi nomor Mari.
Berulang kali nomor itu ia hubungi namun tidak bisa
nyambung. Ia agak kecewa. Ia kuatir Mari ganti nomor.
Ia juga menyesal kenapa selama ini ia ragu-ragu dan
gamang setiap kali mau menghubungi nomor Mari. Tiga
bulan lebih, sejak kejadian percobaan pemerkosaan di
rumah Mari itu, ia tidak berhubungan dengan Mari. Ia
kuatir Mari telah pindah rumah. Tapi ia yakin Mari akan
mudah dicari. Jika pun pindah rumah, teman-teman Mari
pasti masih ada yang tinggal di situ.
Pagi itu ia telah bangun sebelum azan Subuh
berkumandang. Mengetahui hal itu Pak Muslim sangat
bahagia. Zul agaknya mulai mendapatkan kembali
nyawanya. Selesai shalat Subuh Zul dan Pak Muslim
langsung meluncur dengan KTM ke KL Sentral. Dari KL
Sentral mereka naik bus Rapid KL ke Subang Jaya.
Jam tangan Pak Muslim menunjukkan pukul 07.25
ketika mereka turun dari bus dan memasuki kawasan
perumahan Taman Subang Permai. Hati Zul berdegup kencang
ketika ia merasa semakin dekat dengan rumah Mari.
Sepuluh menit kemudian mereka telah sampai di
depan rumah Mari. Zul agak terkejut. Rumah itu sepi.
Dan di pintu rumah serta di pagar gerbang rumah itu
ada kain kuning yang terbentang bertuliskan: For Sale/
For Rent. Dan ada nomor telpon di bawahnya.
"Ini rumahnya Zul?"
"Iya Pak." "Kauyakin." Sorenya Zul kembali mencoba mengontak nomor
Mari, tapi tidak berhasil juga. Berkali-kali operator seluler
menjelaskan nomor itu sedang tidak aktif. Zul kembali
ke flat dengan hati kecewa. Namun Zul tetap bersemangat
besok pagi berangkat ke Subang Jaya untuk
menemui Mari dan mengungkapkan isi hatinya. Temanteman
satu rumahnya mendukung langkah yang akan
diambil Zul. Rizal bahkan siap membantu mencarikan
rumah yang harga sewanya murah untuk pasangan
keluarga. Yahya menyemangati Zul untuk bangkit dan
tidak kehilangan semangat.
Malam itu, untuk pertama kalinya Zul tidur dengan
dada terasa lapang. Dan malam terasa segar dan ringan.
Tidak seperti malam-malam sebelumnya yang ia rasakan
terasa sumpek dan berat. Terbitnya harapan yang terang
dalam hati membuat hidup terasa ringan dan menyenangkan.
*** Uziek Collections "Tak mungkin salah Pak. Itu nomornya 8A."
"Berarti mereka telah pindah. Dan mungkin telah
lama. Kaubaca kan rumah itu ditawarkan untuk dijual
atau disewa." "Iya Pak, terus bagaimana ini Pak?" kata Zul
murung. "Kau masih bersemangat untuk mencarinya?"
"Tentu Pak. Sampai ke ujung dunia pun kalau perlu."
"Wah kau ini, jawabanmu itu kayak lakon di film
saja." "Tapi aku harus menemukan dia Pak?"
"Gampang. Coba kita tanya tetangga sebelah. Siapa
tahu mereka tahu ke mana pindahnya Siti Martini dan
teman-temannya." "Iya Pak." Uziek Collections Mereka berdua lalu bertanya pada tetangga sebelah
kanan rumah itu. Yang mereka tanya seorang wanita
Melayu setengah baya yang sedang menggendong anak
kecil. Ketika Pak Muslim menanyakan perihal Siti Martini
dan teman-temannya yang pernah tinggal di rumah No.
8A, wanita itu menatap penuh curiga. Pak Muslim
menangkap kecurigaan wanita itu. la menegaskan
bahwa dirinya bermaksud baik, tidak ada maksud jahat.
Wanita itu malah masuk ke dalam rumah tanpa berkata
apapun. Pak Muslim merasa ada yang tidak beres. Dua
menit kemudian wanita itu keluar sambil membawa
koran. la berikan koran itu pada Pak Muslim.
Pertanyaan wanita muda itu membuat Pak Muslim
agak tergagap. Ia sempat bingung menjawabnya. Tapi
spontan ia menjawab, "Dia ini adiknya, salah satu kakaknya ada yang
tinggal di rumah itu. Dia ingin mengetahui keadaan
kakaknya." "Aduh kasihan. Kakak awak sekarang di dalam bui.
Ya tapi begitulah semestinya balasan untuk pelacur,
perusak moral masyarakat."
"Sila Encik bace berita itu baik-baik!" kata wanita itu.
Pak Muslim membaca berita di koran yang ditunjukkan
oleh wanita itu. Pak Muslim membaca dengan
seksama dengan wajah dingin. Zul yang berdiri di
sampingnya turut membaca. Baru membaca tiga baris
Hati Zul semakin perih. Ia mengajak Pak Muslim
segera pergi meninggalkan tempat itu. Matahari harapan
yang sempat bersinar di dalam hatinya kini sama sekali
padam. Pak Muslim mengerti dengan kesedihan Zul.
Beliau membesarkan hati Zul dengan berkata,
Zul langsut berkata setengah teriak,
"Tidak mungkin! Tidak mungkin ini terjadi!"
Wanita itu memperhatikan Zul dengan wajah heran
bercampur curiga. "Ini skenario Allah yang terbaik Zul. Kau jangan
malah lemah. Kau justru harus kuat. Sekarang fokuskan
untuk belajar. Percayalah Allah akan memberimu ganti
yang lebih baik. Percayalah!"
Pak Muslim menuntaskan bacaannya sampai akhir.
"Tenang Zul, ini baca dulu sampai akhir baru kita
pikir dengan jernih," kata Pak Muslim tenang.
Dan dengan mata berkaca-kaca Zul membaca berita
yang membuat hatinya remuk redam. Dengan jelas ia
membaca nama inisial Siti M yang turut ditangkap pihak
polis. Selesai membaca berita di koran itu airmatanya
meleleh. Dengan suara lirih tertahan ia berkata pada
dirinya sendiri, "Sia-sia aku menolongnya. Sia-sia aku mencintainya."
Pak Muslim menukas pelan, "Tenang Zul. Sabar!"
"Iya Pak, insya Allah ini jadi pelajaran sangat
berharga bagi saya. Doakan saya ya Pak. Dan jangan
bosan menasihati dan membimbing saya." Jawab Zul
sambil menyeka airmatanya yang meleleh di pipinya.
*** "Seminggu yang lalu polis menangkap mereke.
Mereke semua penghuni rumah itu. Mereke semua
perempuan lacur. Mereke menjadikan rumah itu markas
pelacuran. Sekarang mungkin sedang dibui. Kalau boleh
tahu Encik berdua ini ada hubungan apa dengan mereke
berdua ya?" Uziek Collections Uziek Collections Sepuluh Sudah sepuluh jam Zul di Perpustakaan Akademi
Pengajian Islam Universiti Malaya. Sejak jam delapan
pagi sampai jam lima sore. Matanya terasa berat.
Kepalanya seperti berdenyut. Inilah hari kelima ia
memenjarakan diri di perpustakaan. Empat hari
sebelumnya di Perpustakaan Fakulti Pendidikan.
Hari ini ia berada di Perpustakaan Akademi Pengajian
Islam untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan kecil
penulisan ayat dan hadis. Ia menulis tentang pendidikan
pesantren dan dampaknya terhadap kedewasaan berpikir
masyarakat Indonesia. la menyempitkan wilayah
kajiannya pada pesantren-pesantren di Pati. la sudah
bertekad tesisnya harus selesai ia perbaiki dalam satu
minggu. Para guru besar yang menilai tesisnya memberi
catatan agar ia memperbaiki tesisnya dalam waktu satu
bulan. Perpustakaan Akademi Pengajian Islam itu telah sepi.
Di lantai dua hanya tinggal dirinya saja. Petugas
perpustakaan telah mengumumkan dua puluh menit lagi
perpustakaan tutup. Zul berdiri sejenak. Ia menggerakkan
tubuhnya dengan memutar kedua tangan ke
kiri dan ke kanan. Kepalanya ia jatuhkan ke kiri dan ke
kanan. Setelah itu ia merapikan buku-buku yang baru
saja ia baca. Kertas-kertas berisi catatan-catatan penting
untuk memperbaiki tesisnya ia periksa sesaat. Lalu ia
masukkan ke dalam map plastiknya. Setelah merasa tidak
ada yang ganjil ia turun ke bawah.
Di bawah, keadaan sudah sepi. Yang ada adalah
petugas perpustakaan empat orang dan dua orang gadis
melayu yang juga sedang berkemas dan siap pergi. Che
Mazlan, petugas perpustakaan paling ramah menyapanya
dengan tersenyum, "Sudah ketemu semua yang dicari Ustadz?"
Karena memakai kopiah putih Zul dipanggil Ustadz.
Ia hanya menjawab dengan senyum dan menganggukkan
kepala dengan ramah. Kepalanya mulai terasa pening. Ia
berjalan ke tempat meletakkan tas. Mengambil tasnya.
Uziek Collections Memasukkan map plastiknya ke dalam tas. Dan
melangkah keluar. Ia lihat jam tangannya.
"Ashar baru mau masuk."
la merasa harus segera mengisi perutnya yang sejak
pagi hanya terisi sepotong roti canai dan segelas air putih.
Ia bergegas turun ke tempat parkir. Sepeda motor tuanya
begitu setia menunggunya. la ambil helm. Dan beberapa
jurus kemudian dengan pelan namun pasti Honda butut
itu membawanya meluncur ke kanlin kolej 12.
Sore itu kantin kolej 12 padat pengunjung. Kantin yang
dikenal paling murah di seluruh kawasan Univesiti Malaya
itu begitu hidup. Padat bergairah, namun tetap rapi dan
bersih. Ada lima belas cafe dan kedai. Sore itu semua buka.
Bisa dipastikan sembilan puluh sembilan persen
pengunjungnya adalah mahasiswa. Termasuk dirinya. la memilih
SR Cafe, atau Sila Rasa Cafe. la ambil nasi, sayur kangkung,
ayam goreng dan sambal. Seorang penjaga SR Cafe
berkerudung coklat muda bertanya, "Minum apa Dik?"
"Teh O14 panas Kak." Jawabnya sambil meletakkan
piringnya yang penuh nasi dan lauk. la memang
mengambil nasi dengan porsi banyak. Sebab ia merasa
sangat lapar. Sepuluh jam duduk serius di perpustakaan
telah membuat tenaganya terasa terkuras habis.
"Berapa Kak" Tambah minum Teh O panas,"
tanyanya pada kasir. "Empat ringgit dua puluh sen."
Ia keluarkan lima ringgit. Lalu kasir berwajah bulat
berkerudung putih itu memberinya uang kembali. Tiga
keping uang logam. Lima puluh sen, dua puluh sen, dan
sepuluh sen. Total delapan puluh sen.
14 Teh O = Teh murni tanpa susu atau campuran lainnya. Jika
pesan dengan menyebut teh saja tanpa bilang O akan diberi teh tarik. Teh
tarik adalah teh campur susu yang dikocok.
Uziek Collections Zul melangkah mencari tempat yang kosong. Ia
lemparkan pandangan matanya ke segenap arah.
Hampir semuanya terisi. Di pojok sebelah kanan tampak
sepasang mahasiswa China meninggalkan tempatnya.
Ia segera bergegas ke sana. Ia melangkah cepat. Jika tidak
ia kuatir akan didahului orang lain. Piring bekas makan
mahasiswa China ia singkirkan dengan tangan kiri.
Sementara tangan kanannya masih memegang piringnya.
Seorang petugas kantin agaknya tahu ketidaknyamanannya.
Petugas itu dengan sigap langsung membersihkan
meja itu. Ia letakkan tasnya di atas meja, lalu
piringnya. Meja berwarna putih itu dikelilingi empat kursi
alumunium. Ketika hendak menyantap ia teringatbelum
mengambil minumannya. Ia kembali ke SR Cafe dan
mengambil Teh O-nya. Mejanya masih utuh, belum ada
yang menempati. Zul mulai makan dengan lahap. Ia merasakan
kenikmatan luar biasa.
Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hmm benar kata pepatah China, rasa lapar adalah
koki paling hebat di dunia." Lirihnya pada diri sendiri.
Sesekali ia melongokkan kepala memandang ke kiri dan
ke kanan. Melemparkan pandangan kalau-kalau ada
mahasiswa Indonesia yang ia kenal. Namun ia rasa agak
aneh, sore itu dari sekian pengunjung tidak ada satu pun
mahasiswa Indonesia yang ia kenal. Bahkan si Edy, si
Gugun, si Rizal dan si Emil yang biasanya ada di kantin
Kolej 12 pada jam seperti itu pun tidak ada.
Ia terus makan. Seorang mahasiswi berwajah India
hendak minta ijin untuk duduk di depannya. Tampaknya
mahasiswi itu agak ragu. Mahasiswi itu tidak jadi duduk
satu meja dengannya. Mahasiswi itu memilih mencari
tempat yang lain. Sambil makan ia tenggelam dalam lamunannya. Ia
melamun tentang masa depannya. Selesai master ia harus
bagaimana" Langsung pulang ke Indonesia dan mencari
peluang kerja atau usaha, ataukah langsung saja
melanjutkan studi mengambil program doktor" Kalau
pulang ke Indonesia, di mana ia akan pulang" Ke tempat
siapa" Ia merasa sudah tidak memiliki siapa-siapa. Sejak
Uziek Collections kecil ia tidak melihat ayah dan ibunya.
Menurut cerita Pakdenya, ibunya yang bodoh
adalah korban penipuan. Ibunya kerja di sebuah pabrik
di Semarang. Di tempat kerjanya ia kenal dengan
seorang lelaki. Lelaki itu mengaku dari Lampung. Ibunya
terpikat oleh penampilan dan mulut manis lelaki itu.
Ibunya ikut saja ketika lelaki itu mengajaknya menikah
secara siri. Asal sah menurut syariat tapi belum dicatat
secara resmi di KUA. Pakdenya sebagai wali satu-satunya
tidak menyetujui. Pakdenya menginginkan kalau
menikah ya menikah serius. Diumumkan terangterangan
dan dicatat secara resmi di KUA. Namun lelaki
itu beralasan, keluarga besarnya harus datang ke Demak
jika nikah besar-besaran. Dan ia masih harus mengumpulkan
biaya unruk itu. Nikah siri adalah solusi agar
hubungan dua insan itu halal.
Ibunya yang sudah cinta mati pada lelaki itu
mendukung nikah siri. Ibunya bahkan mengancam akan
bunuh diri jika Pakdenya tidak merestui. Akhirnya
Pakdenya terpaksa menikahkan ibunya dengan lelaki itu
secara siri. Lelaki itu hidup satu rumah dengan ibunya
selama dua bulan. Setelah itu ia pamit pergi ke Lampung
untuk menjenguk keluarganya. Dan ternyata tidak
kembali. Padahal saat itu ibunya tengah hamil. Pakdenya
mencoba mencari lelaki itu di Lampung. Di alamat yang
ada di KTP yang ditinggalkan di Lampung. Ternyata
alamatnya fiktif. Ibunya stres. Kesehatannya menurun.
Dan meninggal saat melahirkan dirinya.
Sejak itu ia ikut Pakdenya. Pakdenyalah yang ia
sebut dengan panggilan ayah. Ia bahkan tidak tahu nama
ayahnya. Ketika ia tanya sama Pakdenya nama ayahnya,
Pakdenya memberikan KTP yang ditinggalkan ayahnya.
Disitu tertulis sebuah nama. Tapi Pakdenya yakin nama
itu pun fiktif, alias samaran. Ia merasa tidak punya ayah.
Namun ia merasa sedikit tenang bahwa ia terlahir dari
hubungan yang halal. Dengan menikah. Meskipun
ayahnya menikahi ibunya dengan menipu.
Dengan tidak mengenal ayahnya sejak kecil ia
merasa bahagia karena tidak mendapatkan didikan
Uziek Collections untuk menipu. Sejak kecil ia dididik oleh Pakdenya untuk
jujur dan bertanggung jawab.
Selama ini yang ia anggap sebagai keluarga ya
Pakdenya. Tapi Pakde yang bertalian darah dengannya
sudah meninggal. Pakde yang telah ia anggap sebagai
ayahnya sendiri itu telah tiada. Sebenarnya ia telah
menganggap Budenya adalah ibunya sendiri. Namun
setelah Budenya itu menikah lagi, ia merasa menjadi asing
dan tidak enak jika ke rumah Budenya. Apalagi Budenya
sudah tidak lagi menempati rumah yang dulu, tapi kini
telah pindah ke rumah suaminya yang baru. Pindah
bersama seluruh anak-anaknya. Rumah Budenya yang
lama, tempat di mana ia menghabiskan masa kecilnya ia
dengar telah dijual. Jika ia hendak pulang ke Indonesia ia
mau pulang ke mana" Ia merasa tidak punya siapa-siapa.
Dan jika ia terus lanjut program Ph.D, apakah ia akan
hidup dengan cara seperti ini terus. Hidup dengan cara
sapi perah. Hidup di Kuala Lumpur dengan tanpa
mengenal istirahat. Hidup untuk bekerja sambil belajar.
Itu yang ia rasakan. Jujur saja. Bisa saja ia mengatakan
ia bekerja untuk hidup dan bekerja untuk belajar. Tapi ia
merasa sepertinya telah diatur oleh waktu untuk bangun
pagi, lari ke sana, lari ke sini. Bekerja di sana. Bekerja di
sini. Waktu seolah telah memprogramnya begitu, agar
ia bisa bertahan hidup. Seolah jika ia menyalahi program
waktu itu, hidupnya terancam. Ia terancam tidak bisa
membayar sewa rumah, terancam tidak bisa makan,
terancam tidak bisa membayar uang kuliah, dan
terancam tidak bisa menata hidup lebih layak di masa
depan. Ia selalu berusaha menyembuhkan kelelahannya
dengan menghibur diri: inilah proses merubah takdir.
Kata-kata yang selalu ia gumamkan saat didera
keletihan itulah yang menguatkannya. Ia merasa sejak
kecil ditakdirkan untuk menderita. Namun ia merasa
Allah tetap menyayanginya. Ia yakin Allah telah
menyiapkan banyak jalan dan sebab untuk merubah
takdir. Ia yakin dengan usaha yang gigih Allah akan
merubah takdirnya. Itulah yang menguatkan dirinya.
Namun seringkali ia berpikir, apakah dirinya telah tepat
mengambil jalan dan sebab dalam mengubah takdir.
Uziek Collections Sejak lulus SMA di Sayung Demak, ia telah berusaha
keras. Merantau ke Semarang, membanting tulang di
Semarang. Sambil bekerja apa saja di Semarang ia
berusaha tetap kuliah. Akhirnya selesai juga S.l-nya. Ia
meraih gelar S.Pd. dari IKIP PGRI. Namun meraih gelar
S.Pd. ia rasakan belum juga merubah nasibnya. Ia tetap
harus bekerja sebagai penjaga parkir di Pasar Johar jika
ingin tetap bisa makan. Ia bekerja bersama mereka yang
bahkan hanya lulus SD. Ia bahkan sering dijadikan
bahan olok-olokan oleh teman-temannya, "Kalau hanya
jadi tukang parkir ngapain kuliah sampai sarjana."
Ya ia sarjana, tetapi bosnya hanyalah lulusan SD.
Ia lalu berpikir untuk hijrah. Pindah. Mencoba
peruntungan baru. Hijrah dari satu takdir ke takdir yang
ia anggap lebih baik. Ia nekat ke Jakarta.Di Jakarta ia
merasa tidak mendapatkan apa yang ia cari. Sama saja.
Ia masih tetap menjadi buruh kasar. Ia merasa tak ada
gunanya ia kuliah. Hanya empat bulan ia bertahan di
Jakarta. Ia lalu nekat merantau ke Batam. Banyak yang
bercerita Batam adalah cara cepat merubah nasib. Di
Batam banyak pekerjaan dan banyak uang. Di Batam ia
merasa menemukan takdir yang tak jauh berbeda.
Namun ia merasa harus bersyukur, di Batam ia bertemu
dengan seorang sosok yang tulus. Namanya Pak Hasan.
Dialah orang yang mengarahkannya merantau ke negeri
Jiran ini dan menyemangatinya untuk menuntut ilmu
yang lebih tinggi. "Kamu masih muda, seberangilah lautan ini. Dan
tuntutlah ilmu ke jenjang yang lebih tinggi di sana.
Hanya dengan ilmulah seseorang akan lebih mudah
memperbaiki nasibnya. Jangan kuatir, Allah akan
membukakan pintu rahmat-Nya untukmu. Di sana, asal
adik gigih dan terus ingat Allah, kamu akan tetap survive.
Percayalah kamu akan sukses. Percayalah dengan ilmu
derajatmu akan diangkat oleh Allah! Dan dalam setiap
langkahmu, berpegangteguhlah kamu pada Al-Quran,
niscaya kamu akan sukses!" Begit kata Pak Hasan
padanya waktu itu, seraya memberikan mushaf kecil AlQuran.
Uziek Collections Ia merasa tak boleh berhenti untuk merubah nasib.
Ia harus terus berusaha. Dan dengan modal seadanya,
dengan nekat yang disertai sebuah tekad ia merantau ke
negeri Jiran ini. Dengan berdarah-darah ia akhirnya bisa
tetap hidup dan bisa kuliah pascasarjana. Dan kini ia
sudah diambang pintu kelulusan. Tak lama lagi ia akan
menyandang gelar M.Ed, atau Master of Education
dalam bidang Sosiologi Pendidikan. Gelar yang keren.
Di desanya, ia mungkin satu-satunya orang yang meraih
gelar M.Ed, dari sebuah universitas terkemuka di luar
negeri. Menyadari kenyataan itu bukannya ia bangga,
justru dadanya kini sesak.
Ia memang bahagia lantaran ia akan segera lulus S.2.
Keseriusannya memfokuskan diri pada kuliah dan
kerja"usai membaca berita tentang penangkapan Siti
Martini dan kawan-kawannya"telah menampakkan
hasil. Ia hanya perlu waktu empat semester saja untuk
menyelesaikan S.2-nya. Satu bulan lagi, begitu tesisnya
ia perbaiki bisa dikatakan ia telah berhasil meraih gelar
master. Namun ia merasa ada yang menyesak di dadanya.
Ia merasa masih juga hidup dengan cara bertahan dengan
kekuatan otot. Ilmu Sosiologi Pendidikannya ia rasakan
belum juga bermanfaat baginya. Yang paling akrab
dengannya masih juga kerja-kerja yang mengandalkan
otot. Belum kerja profesional yang mengandalkan otak.
Jika ia hitung, rata-rata ia harus bekerja dua belas jam
setiap hari. Dan ia harus menempuh jarak tak kurang
dari dua puluh kilo setiap hari. Selesai kuliah setiap
malam ia harus tiba di Jamaliah Cafe tepat jam sembilan
malam dan pulang jam dua malam. Di antara sekian
pelayan restoran hanya dia seorang yang calon master.
Rata-rata mereka hanya tamat SMA. Sedangkan sang
pemilik restoran hanya lulusan D2 dari sebuah institut
tidak terkenal di Shah Alam.
Ia bertanya pada diri sendiri, apakah jika ia
melanjutkan Program Ph.D., ia juga akan tetap seperti
ini. Bertahan dengan cara seperti ini. Bahkan ketika telah
meraih gelar Ph.D. juga akan tetap bertahan hidup
dengan cara seperti ini. Dan jika ia pulang ke Indonesia
Uziek Collections dengan gelar doktor, akankah ia tetap akan bekerja
sebagai kuli panggul di pabrik atau kerja otot lainnya"
Atau, ia justru akan masuk dalam daftar panjang
para pengangguran yang hidup tak mau mati pun
segan" Ia teringat kata-kata Doktor Nyatman, salah satu
putra terbaik Indonesia yang kini bekerja di sebuah
perusahaan farmasi di Selangor,
"Di Indonesia, doktor yang menganggur sudah mulai
banyak. Bahkan doktor yang memiliki kualifikasi
keilmuan yang hebat sekalipun. Banyak putera bangsa
yang berprestasi, bisa menyelesaikan doktor dan
memiliki prestasi gemilang bertaraf internasional tapi
sama sekali tidak diapresiasi di Tanah Air. Saya punya
kenalan seorang doktor lulusan Jepang yang cemerlang
dan mendapat banyak penghargaan internasional atas
riset-risetnya yang brilian, namun sama sekali tidak
dihargai di Indonesia. la melamar ke pelbagai universitas
negeri di Indonesia dan tak ada satu pun yang menerima.
Di Indonesia penjilat dan penjahat lebih dihargai daripada
ilmuwan dan pahlawan."
Ada nada marah dan pesimis dalam kata-kata Doktor
Nyatman. la merasakan Doktor Nyatman seolah-olah
menjaga jarak dari Indonesia. Bahkan seolah-olah sudah
merasa bukan lagi orang Indonesia. la mengatakan orang
Indonesia dengan sebutan "mereka", dan menyebut
pemerintah Indonesia dengan sebutan "pemerintah
mereka", bukan pemerintah kita. Karena ia hidup di
Malaysia, apakah ia merasa lebih nyaman menjadi orang
Malaysia dan tidak lagi merasa menjadi orang Indonesia"
Ataukah ia sudah malu menjadi orang Indonesia" Kenapa
Doktor Nyatman menyampaikan itu semua kepadanya"
Apakah supaya dirinya takut hidup di Indonesia"
Ataukah supaya dirinya benar-benar siap menghadapi
beratnya tantangan hidup di Indonesia" Atau bukan itu
semua, tapi hanya sebuah ungkapan kejengkelan seorang
putra bangsa yang disia-siakan oleh bangsanya sendiri,
sampai ia harus mengais sesuap nasi di negeri orang.
Padahal gelar doktor dari Jerman telah ia sandang.
Jawabnya: Allahu a'lam. Uziek Collections Yang jelas ia sedang berpikir keras, bagaimana takdir
hidupnya segera cepat berubah. Ia merasa sudah terlalu
lama ia bersabar mati-matian berproses untuk membuka
lembaran hidup yang lebih baik. Yang ia pikirkan apakah
ia salah mengambil sebab dan jalan yang disiapkan
Tuhan" Kenapa ada orang yang hanya cukup bekerja
empat jam saja, di dalam tempat yang nyaman pula, dan
hajat hidupnya tercukupi semua. Bahkan berlebih dan
bisa membantu dan menolong sesama. Bangun pagi
tersenyum, siang tersenyum, malam tersenyum dan tidur
pun tersenyum. Kenapa ada negara yang benar-benar mandiri, bisa
memakmurkan rakyatnya dan menjaga kehormatan
bangsanya di mata dunia" Negara itu kecil, tidak memiliki
kekayaan alam apa-apa. Tapi ia bisa mengendalikan
negara sekitarnya bahkan memanfaatkannya. Sementara
itu di sisi lain, ia lihat sendiri"bahkan ia mengalami
sendiri"ada orang yang nyaris hidupnya ia gunakan
untuk bekerja. Ia bekerja nyaris dua puluh empat jam
penuh, namun ia tetap juga sengsara. Hidupnya nyaris
tak pernah bahagia. Padahal ia ulet luar biasa.
Ah, ia jadi teringat para petani di desanya. Ia teringat
Kang Darsuki. Betapa luar biasa etos kerjanya. Ia selalu
bangun jam tiga pagi, jauh sebelum Subuh. Membantu
menyiapkan dagangan sang isteri untuk dijual ke pasar.
Saat Subuh tiba ia dan isterinya telah berada di pasar. Ia
shalat Subuh di pasar. Lalu bergegas pulang, sementara
Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sang isteri berjualan hasil ladang di pasar. Setelah
mengurus anaknya yang masih SD, ia langsung ke
sawah. Ia biasanya bekerja di sawah sampai jam setengah
lima sore. Malam harinya ia gunakan untuk bekerja
membuat kursi. Selain sebagai petani ia juga dikenal
sebagai seorang pembuat kursi. Namun sampai ia
meninggal dunia karena penyakit typus akut, rumahnya
masih berdinding bambu dan beratap seng bekas. Dan
belum memiliki kamar mandi dan WC yang layak.
Di mana letak salahnya"
Kenapa petani Indonesia seolah harus terus miskin,
sementara petani dari negeri Jiran saja bisa makmur dan
menyekolahkan anaknya ke London" la lalu teringat
Uziek Collections pada dirinya sendiri. Kenapa ia yang sebentar lagi selesai
master masih saja menggantungkan hidup dari mencuci
piring di cafe dan restoran, sementara temannya dari
Pahang yang juga calon master sudah memiliki dua
perusahaan, dan satu kebun kelapa sawit seluas seribu
hektar di Sumatera. Ya di Sumatera, Indonesia. Bukan
di Melaka Malaysia. *** "Maaf Bang, boleh saya duduk kat sini?" Suara
seorang perempuan membuyarkan lamunannya. Ia
memandang ke arah suara. Seorang gadis Melayu berdiri
di depannya. Tangan kanannya memegang piring berisi
makanan dan tangan kirinya memegang gelas berisi
minuman berwarna cokelat. Bisa susu cokelat atau Milo.
Bisa juga teh tarik. "Em...silakan." Jawabnya sambil mengambil tasnya
dari atas meja dan meletakkannya di atas kursi yang ada
di samping kanannya. Gadis itu langsung meletakkan piring dan gelasnya
di atas meja. Gadis itu tidak membawa tas. Dengan
gerakan yang lembut gadis itu duduk lalu makan. Gadis
itu makan dengan menunduk. Ia tidak mempedulikan
sama sekali gadis di hadapannya itu. Ia melanjutkan
melahap nasi dan lauk yang masih tersisa di piringnya.
Setelah nasinya habis, ia meneguk teh O panasnya teguk
demi teguk. Ia merasakan kehangatan menjalar ke
seluruh tubuhnya. Kehangatan itu juga mengaliri syarafsyaraf
kepalanya. Dan perlahan rasa peningnya
memudar dan hilang. Tanpa terelakkan ia sempat juga memperhatikan
gadis di depannya, yang sedang lahap makan. Gadis itu
memiliki tahi lalat di dagu sebelah kiri. Paras wajahnya
memancarkan pesona khas gadis Melayu. Baju kebaya
panjang berwarna biru muda membalut tubuhnya. Ia
tidak memakai jilbab. Rambutnya tergerai sebahu.
Rambut itu hitam pekat dan berkilau indah.
Zul merasa ada yang janggal dengan cara makan
Uziek Collections gadis itu. Gadis itu makan dengan tangan kirinya.
Sementara tangan kanannya ia gunakan untuk memegangi
hand phone yang ia tempelkan ke telinga
kanannya. Bahkan ketika sudah selesai bicara pun gadis
itu tetap makan dengan tangan kiri dan tangan kanannya
dibiarkannya tidak bekerja. Ia merasa harus meluruskan
kejanggalan itu. ijin tidak kerja di Cafe Jamalia.
"Maaf Dik, boleh saya cakap sesuatu," katanya tegas
pada gadis itu. Gadis itu menghentikan makan dan memandang ke
arahnya. Gadis itu menganggukkan kepala mengiyakan.
"Adik seorang Muslimah?"
Gadis itu kembali menganggukkan kepala.
"Maaf, ini hanya pelurusan kecil saja. Agar makan
dan minum adik benar-benar barakah, sebaiknya adik
makan dan minum memakai tangan kanan. Tidak
memakai tangan kiri. Itu cara minum yang tidak disukai
Rasulullah Saw. Maaf saya tidak bermaksud apa-apa
kecuali kebaikan." *** Sebelas Muka gadis itu sedikit memerah.
"Terima kasih atas nasihatnya. Tapi kenapa Abang
pedulikan saya" Apa Abang tidak punya urusan yang
lebih penting?" Agaknya gadis itu tersinggung.
"Sekali lagi maafkan saya Dik, jika ini mengganggu
kenyamanan adik. Saya tidak bermaksud apa-apa.
Hanya entah kenapa saya merasa hati ini tidak bisa diam
setiap kali melihat ada sesuatu yang kurang pas. Sekali
lagi maafkan saya, saya hanya ingin cara makan adik
sesuai dengan sunnah Rasul. Itu saja. Tak ada maksud
lain. Itu pun kalau adik berkenan."
Zul bangkit dari kursinya dan bergegas ke sepeda
motornya yang terparkir tak jauh dari tempat makan.
la sama sekali tidak mempedulikan reaksi gadis itu. Yang
ada dalam benaknya adalah segera sampai rumah.
Istirahat sebentar. Mandi. Menunggu Maghrib. Dan
selepas shalat Maghrib kembali memperbaiki tesisnya.
Malam nanti ia akan kerja lembur untuk tesisnya. la telah
Uziek Collections Dengan tenang Zul menaiki motor bututnya, dan
melenggang meninggalkan kantin kolej 12. Ia sama sekali
tidak menyadari bahwa gadis Melayu itu terus memperhatikan
dirinya sampai ia hilang dari pandangan gadis
itu. Waktu terus berjalan, menghasilkan pergantian jam.
Menghasilkan siang dan malam. Menghasilkan sejarah
kehidupan dan kematian. Sejarah orang-orang yang gagal
dan sejarah orang-orang yang berhasil. Sejarah orang-orang
yang malang dan sejarah orang-orang yang beruntung.
Waktu terus berjalan. Setiap detik selalu ada
perubahan. Ya, waktu terus berjalan tanpa henti.
Zul termenung di kamarnya memikirkan waktu
yang ia lalui dan perubahan-perubahan yang ia alami.
Alangkah cepat waktu berjalan. Dan alangkah cepat
umur berkurang. Ia merasa seperti baru kemarin ia lulus
SD, terus SMP, terus SMA. Kenangan-kenangan saat di
SMA terbayang di depan mata. Ia seolah ada di dalamnya.
Perubahan terasa sangat cepat. Ia menyadari bahwa ia
ternyata sudah dua tahun lebih di Malaysia. Ia sudah
selesai S.2. Sepertinya baru kemarin ia masuk flat itu diantar oleh
Pak Rusli. Lalu berkenalan dengan Sugeng, Yahya, Arif,
Rizal dan Pak Muslim. Sekarang mereka sudah tidak ada
lagi di flat itu bersamanya. Sugeng sudah selesai setengah
tahun yang lalu dan kini mengajar di STAIN Kendari.
Yahya sedang menempuh program Ph.D., ia kini tinggal
di Sigambut bersama isterinya. Arif sudah selesai
masternya dan kini bekerja di sebuah Bank Syariah di
Semarang. Rizal juga sudah selesai, ia mendirikan
penerbitan di Bandung. Pak Muslim sudah menyelesaikan
doktornya dan telah kembali mengajar di UNY.
Orang yang dulu satu rumah dengannya telah
Uziek Collections meninggalkannya. Kini ia tinggal bersama adik-adik
yang lebih muda yang baru datang. Tak terasa. Ia sudah
mulai merasa semakin tua. Umurnya sudah mendekati
kepala tiga. Sugeng, Yahya, Arif dan Rizal semuanya
sudah berkeluarga. Hanya dirinya yang belum. Semua
sudah mengamalkan dan membagi ilmunya. Hanya ia
seorang yang ia rasa belum. Ia masih saja seperti dulu.
Bekerja di cafe dan restoran. Ia masih memikirkan
tentang nasibnya yang ia rasa belum mengalami
perubahan. Ia gelisah. Akan ia bawa ke mana gelar M.Ed.nya"
Apakah hanya untuk memperpanjang namanya
saja. Biar tampak ada gelar di belakangnya"
Hari itu jam tiga siang ia merasa harus silaturrahmi
ke rumah Yahya. Ia ingin mendiskusikan kegelisahannya.
Ia harus mengakui terkadang ia merasa sangat jauh dari
dewasa. Ia merasa belum bisa berpikir tenang dan jauh
ke depan seperti Yahya. Ia juga sering bertanya pada
dirinya sendiri apakah kegelisahannya seperti itu
termasuk tanda-tanda tidak menyukuri nikmat Tuhan"
Bukankah Tuhan telah banyak merubah dirinya. Dari
orang jalanan yang terbuang dari kota ke kota menjadi
orang yang hidup tenang. Dari orang yang pernah nyaris
binasa karena dibelenggu oleh syahwat cinta menjadi
orang yang merdeka. Ketika ia sampai di rumah Yahya ia langsung
menyampaikan kegelisahannya. Yahya menjawab,
"Bersabar dan bersyukurlah Saudaraku. Jangan
tergesa-gesa. Tetaplah sabar dan istiqamah dalam
berusaha. Syukurilah apa pun karunia yang dilimpahkan
oleh Allah. Jangan kau mendikte Allah. Jangan kau
berprasangka buruk pada Allah. Allah-lah yang
Mahatahu yang terbaik untuk kita. Apa yang menurut
kita baik belum tentu baik menurut Allah. Dan apa yang
menurut kita tidak baik belum tentu tidak baik menurut
Allah. Apa yang kita sukai belum tentu itu baik bagi kita.
Dan apa yang kita benci belum tentu tidak baik bagi
kita. "Bisa jadi, sampai saat ini kau masih bekerja di cafe,
karena itu memang yang terbaik. Bisa jadi setelah itu
Uziek Collections akan ada hikmah yang luar biasa bagimu. Yang paling
penting bersabar dan bersyukurlah. Optimislah. Dan
berprasangka baiklah kepada Allah."
Zul merenungkan perkataan sahabatnya itu.
Yahya mempersilakannya untuk mencicipi agar-agar
buatan isterinya. Zul mengambil satu dan memuji,
"Agaragarnya enak." Spontan Yahya menjawab, "Makanya segera
menikah, biar ada yang membuatkan agar-agar."
"Kalau kau ada calon untukku boleh Ya. Aku merasa
sudah tiba saatnya. Orang satu rumah kita dulu sudah
menikah semua. Hanya aku saja yang belum."
"Kau serius Zul."
"Serius." "Kalau orang Malaysia bagaimana?"
"Kalau salehah kenapa tidak?"
"Ini serius lho Zul."
"Ya pasti seriuslah Ya. Masak aku main-main."
"Baik. Ini ada calon. Orangnya baik. Aku berani
jamin. Dulu dia teman isteriku waktu kuliah di
Birmingham. Dia Muslimah yang taat. Tidak pernah
menanggalkan jilbab. Bagaimana?"
"Boleh saja. Cuma aku kuatir kalau aku mau dan
dianya tidak mau." "Bagaimana kalau sebaliknya. Ternyata dianya mau
malah kau yang tidak mau."
"Kayaknya itu kemungkinan kecil Zul. Kalau kau
sudah berani menjamin baik, masak sih aku tidak mau.
Siapa namanya kalau boleh tahu?"
"Laila Abdurrahman."
"Kau mau ta'aruf serius dengannya Zul."
"Wualah tho Ya, Yahya. Berapa kali lagi kau akan
tanya tentang keseriusanku. Baiklah, aku serius Ya."
"Kalau begitu kau besok datanglah ke masjid kampus
Uziek Collections UKM15 Bangi jam 3 sore. Kau akan aku temukan
dengannya insya Allah."
"Baik." *** Hari berikutnya Zul berangkat ke Bangi naik KTM
dari Pantai Dalam sampai UKM lalu naik bus mini
kuning ke masjid kampus UKM. Yahya ternyata sudah
menunggu di masjid. Begitu ia sampai ia langsung diajak
ke Fakulti Ekonomi. Ia dibawa ke auditorium. Di sana
ada seminar membahas dua judul proposal disertasi
doktor. Dua orang mahasiswa program doktor dari
Malaysia mempresentasikan judul proposal disertasi
mereka di hadapan dosen dan guru besar.
Zul dan Yahya duduk agak di belakang. Satu per
satu kandidat doktor itu mempresentasikan kajiannya.
Ada empat profesor yang menilai dan mengkritisi. Di
antara empat profesor itu ada profesor madya perempuan
yang tampak masih muda dan cantik. Dialah yang
menjadi artis di ruangan itu. Zul diam-diam tersihir oleh
keanggunan dan kecerdasan profesor itu.
"Ya, perempuan Malaysia ada yang hebat juga ya.
Itu yang di depan itu. Masih muda sudah profesor madya.
Canggih betul." kelas dengan isteriku saat S.2. Hanya saja isteriku pulang
ke Indonesia setelah selesai S.2-nya, sedangkan dia
langsung lanjut S.3. Kata isteriku, ketika di Birmingham
dia termasuk mahasiswi yang disanjung banyak dosen
karena kecerdasannya. Itulah kelebihan yang dia miliki.
Bagaimana Zul, mau dilanjutkan apa tidak" Terus terang
aku tidak bilang apa-apa padanya. Kalau mau nanti kita
datangi dia dan kita ngobrol santai saja. Bagaimana?"
"Lanjut Ya." "Okay, kau juga harus tahu kekurangannya, kalau
ini dibilang kekurangan, dia itu sudah janda. Sudah
pernah mau punya anak tapi keguguran. Dia janda
karena suaminya meninggal dunia. Bagaimana Zul"
Dilanjutkan apa tidak?"
Zul berpikir sejenak. Lalu menjawab,
"Dilanjutkan." "Baik." Jawab Yahya sambil tersenyum.
Setelah seminar selesai Yahya bangkit. Isteri Yahya
ternyata juga ada di ruangan itu. Isteri Yahya menyalami
Prof. Datin Laila. Keduanya berangkulan mesra. Lalu
Yahya menyapa seraya memperkenalkan Zul. Mereka
berempat lalu berbincang-bincang sambil berdiri
beberapa saat. Prof. Darin Laila sangat ramah dan murah
Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
senyum. Zul terpesona dengan aura kemelayuannya.
" Kau tahu itu siapa?"
15 Universiti Kebangsaan Malaysia.
"Siapa Ya?" "Itulah orang yang akan aku kenalkan denganmu."
Zul kaget bagai disambar petir.
"Weh, yang benar Zul. Kau jangan bercanda Zul.
Masak jauh-jauh datang kemari hanya untuk bercanda?"
"Aku tidak bercanda Zul. Aku serius. Dia itu namanya
Prof. Madya Datin Laila Abdul Majid, Ph.D. Dia
menyelesaikan S.2 dan S.3-nya di Birmingham. Satu
Uziek Collections Mereka berbincang tidak lama, sebab waktu shalat
Ashar tiba. Prof. Datin Laila minta diri ke ruangannya.
Yahya dan isterinya serta Zul bergegas ke masjid dengan
mobil Yahya. Di perjalanan isteri Yahya menjelaskan
bahwa Laila adalah teman akrabnya saat di Birmingham.
Beberapa bulan lalu Laila meminta padanya
kalau punya calon yang sesuai untuknya. Orang
Indonesia tidak apa-apa. Hari itu Zul seperti mimpi. la
seperti tidak percaya kalau calon yang dikenalkan
dengannya adalah seorang Datin Laila yang ia rasakan
lebih dari seorang bidadari.
"Tapi Datin Laila belum tahu apa-apa. Dia tidak tahu
Uziek Collections kalau ada orang Indonesia yang melihatnya dan berniat
ta'aruf dengannya. Besok baru aku akan jelaskan
padanya. Apa kira-kira reaksi dan tanggapan dia. Semoga
seperti yang kita harapkan. Kalau melihat suami dia
dahulu juga dari kalangan orang biasa. Bukan dari
kalanganbangsawan," kata isteri Yahya.
"Insya Allah, kalau ini jodohmu tidak akan lari ke
mana-mana Zul." Sambung Yahya.
Zul mengamini dalam hari berharap semoga surga
itu telah ia rasakan di dunia.
Setelah shalat Ashar mereka pulang meninggalkan
kampus UKM. Yahya dan isterinya membawa mobil. Zul
naik bus kuning. Yahya menawarkan padanya untuk
satu mobil, tapi Zul ingin berkunjung ke rumah seorang
kenalannya bernama Ardan di Hentian Kajang.
Zul naik bus mini kuning ke Hentian Kajang.
Ongkosnya cuma tujuh puluh sen. Sepuluh menit
kemudian bus itu sudah sampai di Hentian Kajang. Zul
berjalan ke kanan menuju tempat duduk para penumpang.
Ketika ia melewati tempat itu, sekonyong-konyong
ada seorang wanita berjilbab yang memanggilnya dengan
keras. longgar untuk hal yang kurang penting.
"Baik Mas. Saya Sumi Mas. Saya Sumiyati. Kita dulu
ketemu di Subang Jaya. Ingat" Saya dulu tidak jilbaban
seperti sekarang." Seketika Zul terkaget dan langsung tersenyum
bahagia. "O Mbak Sumi. Ya Allah, saya benar-benar susah
mengingat-ingat tadi. Saya sepertinya pernah bertemu.
Tapi di mana saya tak ada bayangan. Iya Mbak benarbenar
beda setelah pakai Jilbab. Tambah anggun."
Sumi tersenyum mendengar pujian.
"Alhamdulillah Mas. Saya bahagia berjalan dalam
hidayah ini." "O ya Mbak cerita teman-teman yang lain bagaimana
ya" Saya pernah ke sana ternyata kalian sudah
tidak di sana?" Zul pura-pura bertanya tidak tahu. la
tidak bisa melupakan berita koran tentang penangkapan
penghuni rumah itu. "Mas belum tahu beritanya ya?"
"Berita yang mana?"
"Zul! Mas Zul!"
Ia menghentikan langkah dan menoleh ke arah suara.
Seorang wanita berjilbab dengan wajah gembira
melangkah ke arahnya. Ia mengamati dengan seksama,
mencoba mengingat-ingat. "Lupa ya sama saya" Pasti lupa?" kata wanita itu
sambil tersenyum. "Siapa ya" Agak lupa-lupa, ingat," jawab Zul.
"Sudah terlalu sibuk dan sudah lama sekali tidak
bertemu jadi kau lupa. Sangat wajar. Apalagi penampilan
saya dulu dengan sekarang berbeda. Pasti kau susah
menerka." "Aduh langsung saja. Siapa ya?" katanya sambil
melihat jam. Ia memang tidak punya waktu terlalu
Uziek Collections "Ah baiklah. Aku ceritakan biar nanti kalau suatu saat
Mas dengar berita itu tidak salah faham. Begini Mas.
Kami pergi tepatnya terusir dari rumah itu ada sebabnya.
Sebabnya adalah ulah Linda dan Watik yang keterlaluan.
Maksiatnya sudah terang-terangan. Aku yakin kau tahu
apa pekerjaan Linda. Melacurkan diri. Biasanya ia
dijemput dan berbuat maksiat itu di hotel. Kami
mengingatkan tidak mempan. Mbak Mari sering
bertengkar dengannya. Apalagi setelah kejadian Mbak
Mari mau diperkosa sama mantan suaminya. Mbak Mari
curiga Lindalah yang memberitahu keberadaan dirinya
pada mantan suaminya. Linda semakin nekat seolah
menantang penghuni rumah yang lain. Ia maksiat di
kamarnya. Beberapa teman lelaki Linda datang ke
rumah. Hal itu dicium oleh masyarakat. Akhirnya rumah
itu digrebek. Kami semua dianggap pelacur semua.
Uziek Collections Padahal pelacurnya cuma Linda sama Watik. Kami
diinterogasi habis-habisan. Kami difoto dan masuk koran.
Yang paling sabar dan tabah menghadapi ujian ini adalah
Mbak Mari. Mbak Mari berusaha sekuat tenaga berdialog
dan menjelaskan bahwa tidak semua yang ditangkap
adalah pelacur. Akhirnya Mbak Mari bisa menelpon
seorang kenalannya. la anak seorang pejabat penting.
Dengan jaminan temannya Mbak Mari, kami, selain
Linda dan Watik dibebaskan. Sejak itu saya memakai
jilbab. Saya ingin lebih berarti menjalani hidup ini. Begitu
ceritanya Mas." Zul mengucapkan syukur berkali-kali dalam hati
mendengar penjelasan itu. la merasa berdosa telah
berprasangka buruk pada semua penghuni rumah,
termasuk pada Mari dan Sumi. Sekarang ia tahu Mari
bersih. Ia jadi tidak sabar untuk menanyakan keberadaan
Mari. Walau bagaimanapun nama itu pernah tertanam
dalam hatinya. "Lha Mbak Mari sekarang di mana?"
"Dia sudah di Indonesia."
"Ada alamarnya?"
"Sayang tidak ada. Buku catatanku yang ada alamat
dan kontak Mbak Mari hilang di bus. Mungkin jatuh.
Saya dengar dia sekarang hidup di Semarang."
"Mmm di Semarang. Dia sudah menikah?"
"Saya juga tidak tahu. Tapi dia pernah ngobrol
dengan saya. Maaf lho Mas Zul ya kalau tidak berkenan.
Ia pernah cerita kalau dia diam-diam suka sama Mas
Zul." Seperti ada setetes embun membasahi hatinya. Wajah
Mari hadir dalam pikirannya. Kenangan lama perlahan
muncul ke permukaan. Tapi cepat-cepat ia tepis kuatkuat.
Ia tidak boleh menghadirkan kenangan itu. Ia telah
siap berta'aruf dengan Datin Laila.
"Maaf Mas bus saya sudah datang, saya harus pergi.
Say a sekarang tinggal di sekitar sini. Mari Mas. Sukses
ya." Sumi minta diri.
Uziek Collections Zul terpaku di tempatnya beberapa saat lamanya.
Kemudian ia teringat hari sudah sore. Ia harus sudah ada
di Pantai Dalam sebelum Maghrib. Keinginannya untuk
menemui Ardan terpaksa ia urungkan. Ia langsung
bergegas mencari bus ke KL Sentral. Dari KL Sentral ia
akan nyambung dengan KTM.
*** Hari berikutnya, pagi-pagi sekali Yahya datang ke
Pantai Dalam. Yahya menyampaikan hasil komunikasi
antara isterinya dan Datin Laila. Zul tidak sabar
menunggu berita gembira itu.
"Bagaimana, sesuai harapan?" tanya Zul.
"Pada dasarnya Datin Laila menerima dan tidak
masalah...." jawab Yahya tenang.
"Alhamdulillah," potong Zul.
"E dengarkan dulu sampai aku selesai bicara!"
"O masih ada lanjutannya tho. Apa lanjutannya?"
"Ya pada dasarnya Datin Laila menerima dan tidak
ada masalah. Yang jadi masalah adalah kakak sulungnya,
yang sekarang jadi walinya telah membawa seorang
calon untuknya. Datin Laila belum mengambil keputusan.
Tapi agaknya Datin Laila merasa berat jika harus
berseberangan dengan kakak sulungnya."
"Artinya ia cenderung mengiyakan calon dari
kakaknya kan?" "Begitulah.". Zul menunduk kecewa. "Kenapa dalam masalah seperti ini aku selalu menuai
kecewa ya. Dulu mau serius menikahi Mari tak jadi. Apa
ya dosaku ini?" "Lha mulai berprasangka tidak baik pada Yang
Mahakuasa! Sabarlah Zul. Selain membawa kabar
Uziek Collections menyedihkan itu aku juga membawa kabar menggembirakan
untukmu." 'Apa itu Ya?" "Aku kemarin dibel Pak Muslim. Di UNY ada
lowongan dosen. Yang dicari S.2 jurusan Psikologi
Pendidikan dan jurusan Sosiologi Pendidikan. Ini
mungkin rejekimu. Coba kau masukkan lamaran ke
sana." "Wah boleh ini Ya." Zul semangat.
"Caranya bagaimana Ya?"
"Sebaiknya kau pulang ke Indonesia. Masukkan
langsung lamaranmu ke UNY. Sekalian bersilaturrahmi
ke rumah Pak Muslim. Siapa tahu Pak Muslim juga
mencarikan jodoh untukmu. Mahasiswinya yang jilbaberjilbaber
kan banyak." "Wah saranmu brilian sekali Ya. Dunia ini sejatinya
luas ya Ya. Wanita di dunia ini pun miliaran jumlahnya.
Tidak cuma Mari atau Laila ya."
"Lha iya lah." "Kenapa aku baru menyadarinya sekarang ya."
"Karena kamu selalu menyempitkan ruang berpikirmu
selama ini Zul. Cobalah kau buka lebar-lebar.
Hidup ini akan terasa mudah, menyenangkan, dan
menggairahkan." "Ya sudah saatnya aku meluaskan ruang hati dan
pikiran Ya." "Di antara caranya adalah dengan selalu berprasangka
baik kepada Allah." "Terima kasih Ya. Bisa bantu aku lagi?"
"Apaitu?" "Pinjami uang untuk beli tiket pesawat," kata Zul
tersenyum. "Tentu bisa." "Kau memang sebaik-baik teman Ya."
"Kau juga Zul" "Alhamdulillah."
*** Uziek Collections Uziek Collections Dua Belas Tiga hari kemudian, Zul terbang ke Yogyakarta. Di
Bandara Adi Sucipto ia dijemput oleh Pak Muslim. Begitu
bertemu mereka berangkulan erat sekali. Pak Muslim
tampak bahagia sekali bertemu dengan Zul, begitu juga
Zul. Kesahajaan dan kesederhanaan Pak Muslim sama
sekali tidak berubah, meskipun ia telah menyandang
gelar doktor. Ia berpakaian biasa, layaknya orang biasa.
Orang yang tidak mengenal Pak Muslim bisa jadi
menyangka beliau adalah tukang ojek. Sebab saat itu
beliau memakai batik warna tua yang tersembunyi
dalam jaket cokelat yang tampak tua. Warnanya telah
berubah karena terkena panas dan hujan.
Pak Muslim menjemput dengan mobil Katana
tuanya. Beliau langsung membawa Zul ke rumahnya di
sebuah perumahan di daerah Maguwoharjo.
"Rumah ini masih menyewa Zul," kata Pak Muslim
begitu sampai di rumahnya. "Doakan tahun depan ada
rejeki untuk membeli rumah. Meskipun dengan
mengangsur," lanjutnya.
"Semoga Pak." "Ayo masuk. Kita cuma berdua di rumah ini. Isteriku
sedang tugas ke Semarang. Dua anakku sedang di rumah
eyangnya di Solo." Begitu masuk Pak Muslim langsung ke dapur
membuatkan minuman. "Adanya ini Zul." Kata Pak Muslim sambil membawa dua gelas
berisi air sirup berwarna hijau.
"Nyaman hidup di Jogja Pak ya?" tanya Zul.
"Nyaman dan tidaknya hidup itu yang mengkondisikan adalah
hati dan pikiran kok Zul. Kalau aku
di mana saja merasa nyaman. Aku tak pernah kuatir atau
takut sebab aku yakin Allah mengasihiku."
"O ya Pak tentang lowongan itu. Ada berapa kursi"
Kira-kira yang daftar banyak tidak?"
Uziek Collections "Cuma enam kursi saja. Secara keseluruhan, yang
daftar mungkin puluhan, ratusan, bahkan mungkin
ribuan. Saya tidak tahu persis. Tentang peluangmu, ya
yakin saja ini adalah rejekimu. Tapi untuk Sosiologi
Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pendidikan, saya lihat yang daftar sampai kemarin
belum terlalu banyak, kira-kira baru belasan orang.
Peluangmu mungkin bagus. Apalagi hanya kau yang
meraih M.Ed, dari luar negeri."
"Doanya Pak." "Semoga. Syarat-syarat sudah lengkap semua?"
"Yang belum foto Pak."
"Nanti foto kilat saja. Supaya besok berkas kamu bisa
dimasukkan." "Iya Pak." "O iya Zul. Kamu tidak ada rencana nikah" Atau
masih mengharap yang di Subang Jaya?"
"Aduh jadi malu. Jangan diingat-ingat Pak. Tapi
penggerebekan di Subang Jaya seperti yang tertulis di
koran itu ternyata tidak seperti itu lho Pak. Saya jadi
merasa berdosa karena berburuk sangka pada semua isi
rumah itu." "Terus sebenarnya bagaimana?"
Zul lalu menceritakan pertemuannya dengan Sumi
di Hentian Kajang. Dengan detil dan panjang lebar Zul
menjelaskan apa yang ia dapat dari Sumi. Pak Muslim
mengangguk-angguk. "Hmm saya juga berburuk sangka lho Zul. Jika tidak
kauberitahu mungkin selamanya dalam pikiran saya
yang ada ya persepsi itu. Persepsi satu rumah itu pelacur
semua. Kan kasihan mereka yang tidak berdosa. Ini jadi
pelajaran penting bagiku Zul. Kabar apa pun saat ini, di
akhir zaman ini harus dicek. Berita saat ini sepertinya
kok lebih banyak bohongnya, lebih banyak munafiknya
daripada jujurnya." "Ya alhamdulillah, Allah mempertemukan saya
dengan Sumi Pak." Uziek Collections "Terus tentang nikah. Jadi setelah tahu kabar itu apa
masih mau mengejar si Siti Martini itu" Atau bagai
mana?" "Aduh Pak itu masa lalu. Sudah biarlah berlalu Pak.
Dunia ini kan luas. Jumlah wanita di atas muka bumi ini
miliaran Pak. Gadis Muslimah yang belum menikah jumlahnya
jutaan Pak, kenapa saya mesti mempersusah diri."
"Wah kamu sudah berubah Zul. Tapi ada satu
sifatmu yang aku sangat salut. Dan aku berharap sifat
itu tidak pernah berubah apalagi hilang dari dirimu."
"Apa itu Pak?" "Jujur dan tidak mengada-ada. Itu yang aku suka
padamu. Jujur itulah sifat yang mutlak harus dimiliki
seorang pendidik di negeri ini. Karena kejujuran sekarang
ini jadi barang yang sangat langka Zul."
"Doakan saya bisa terus istiqamah Pak."
"Semoga Zul. O ya kembali tentang nikah. Muslimah seperti
apa yang sekarang kauinginkan. Mungkin
aku bisa membantu. Tidak hanya membantumu tapi juga
membantu kaum Muslimah yang ingin menikah tapi
belum menemukan jodoh. Siapa tahu di antara mereka
ada yang sesuai untukmu."
"Kalau seumuran isteri Bapak, berarti sudah tua
dongPak." "Ei jangan salah. Kau tahu berapa umur isteri Baya?"
"Berapa Pak?" "Dua puluh delapan tahun. Kau umurmu berapa?"
"Tigapuluh." "Berarti kira-kira dia lebih muda dua tahun darimu.
Bagaimana?" "Boleh Pak." "Kalau boleh tahu. Dia berjilbab Pak?"
"Kamu ini Zul. Isteri saya ini aktivis dakwah, masak
mau mencarikan kamu yang suka tabarruj. Ya pasti
berjilbab rapat-lah Zul."
"Kalau begitu boleh Pak. Boleh tahu namanya Pak?"
"Namanya agak panjang Zul. Tapi seingat saya
depannya Agustina. Isteri saya kalau memanggil dia
Mbak Agustin begitu. Tapi nama penanya kalau dia nulis
di koran Asma Maulida, M.Ec. Sebentar aku cari koran
dulu. Ada beberapa tulisan dia yang bagus kok."
Pak Muslim beranjak menuju rak tempat majalah
dan koran tertumpuk. la mengolak-alik beberapa koran
sesaat lamanya. "Lha ini dia." Seru Pak Muslim gembira.
"Yang salehah dan jujur Pak. Ah Pak Muslim kan
sudah pernah tinggal bersama saya lebih dari satu tahun.
Pasti Pak Muslim tahu yang cocok buat saya."
"Ini Zul tulisan dia coba kaubaca." Pak Muslim
"Ini Zul. Ada Muslimah baik sekali. Ini menurut isteri
saya. Sebab Muslimah ini kenal baik dengan isteri saya.
Zul membaca dengan seksama. Runtut, rapi dan
menyodorkan koran itu pada Zul.
argumentatif. Bahasanya enak dibaca.
Pernah satu kampus di Bandung dulu. Dia sokarang kalau
tidak salah dosen di Universitas Semarang. Baru
menyelesaikan Master Ekonominya di UKM Malaysia."
"Baguskan?" "lya Pak?" "Umurnya berapa?"
"Rapi dan runtut kan?"
"Ya seumuran isteri saya."
Uziek Collections Uziek Collections "Iya." "Itulah cermin kepribadiannya. Saya pernah
bertemu dengannya. Saya salut. Sangat berkarakter
orangnya. Kira-kira bagaimana Zul?"
"Saya manut Pak Muslim saja."
"Baik. Mumpung isteri saya ada di Semarang. Biar
dia urus sekalian. Saya telpon isteri saya sekarang saja."
Pak Muslim mengeluarkan hand phone-nya dan
memanggil isterinya. Langsung nyambung.
Zul hanya mendengar suara Pak Muslim:
"O jadi malah sedang bincang-bincang sama dia?"
"Di mana Dik, di Warung Bentuman?"
"Dia belum ada calon kan?"
"Ini, temanku satu rumah yang pernah kuceritakan
dulu itu lho Dik." "Ya, sudah selesai M.Ed dari Universiti Malaya."
"Namanya Ahmad Zulhadi Jaelani. Tulis saja A.
Zulhadi Jaelani, M.Ed."
Lalu Pak Muslim menarik hand phone-nya dari
telinga kanannya dan bertanya pada Zul.
"Wah sayang tidak punya Zul. Tapi jangan kuatir
Zul. Kata isteri saya, biar prosesnya cepat. Artinya kalau
iya ya biar segera diijab kalau tidak ya biar cepat
ketahuan tidaknya, Agustin akan ikut isteri saya ke Jogja."
"Mau datang ke sini?"
"Iya. Biar bertemu kamu. Kamu juga biar tidak
penasaran. Biar itu tadi cepat jelasnya kalau iya ya biar
segera diijab kalau tidak ya biar cepatketahuan tidaknya.
Kalau misalnya tidak jadi, karena kau tidak cocok kan
sama-sama cepat tahunya. Dan bisa mencari yang lain
yang cocok. Kalian kan sudah berumur. Tidak perlu
ditunda-tunda atau proses yang rumit dan berbelit-belit
tho"' "Iya Pak sepakat."
*** Rumah Pak Muslim memiliki tiga kamar. Kamar
utama, kamar tamu dan kamar anak. Zul ditempatkan
di kamar tamu yang sekaligus merangkap sebagai
perpustakaan. Kamar itu penuh buku. Kebanyakan
buku-buku tentang pendidikan dan ekonomi. Pak
Muslim adalah pakar manajemen pendidikan. Sementara
isterinya adalah dosen mata kuliah ekonomi di sebuah
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi di Yogyakarta.
"Zul, tanggal lahirmu berapa?"
"21 April 1977 Pak." Jawab Zul.
Pak Muslim lalu menyampaikan hal itu pada
isterinya. Tak lama kemudian beliau menyudahi
pembicaraannya. Lalu kembali berbicara pada Zul.
"Namanya juga ikhtiar. Ya semoga saja ini berhasil."
"Jadi Agustin itu masih belum punya calon Pak?"
"Ya kata isteri saya begitu. Dia berharap proses kali
ini adalah prosesnya yang terakhir. Proses yang
mengantarkannya memiliki rumah tangga yang
mawaddah wa rahmah."
"Amin. O ya Pak, terus terang saja Pak ya. Bapak
ada foto dia?" Uziek Collections Siang itu setelah selesai memasukkan berkasnya ke
UNY ia diantar Pak Muslim pulang. Ia memang harus
istirahat. Sebab sebelumnya ia begadang bersama Pak
Muslim di sebuah warung angkring sampai larut malam.
Pak Muslim sendiri juga istirahat di kamarnya. Ia telah
diberi ijin oleh Pak Muslim kalau mau membaca-baca
koleksi perpustakaan pribadinya.
Siang itu ia tidak langsung tidur. Tapi ia melihat-lihat
buku yang ada di kamar itu. Banyak judul-judul baru
terbitan Indonesia. Ia senang dengan perkembangan
penerbitan buku di Indonesia yang semakin marak. Tibatiba
kedua matanya tertuju pada warna sampul sebuah
buku yang sepertinya pernah ia lihat. Ia ambil buku
itu.Buku bersampul biru tua. Terbitan Oxford University
Press. Judulnya Game Theory with Applications to
Economics. Rasa-rasanya ia pernah memegang buku itu.
Uziek Collections Ia mencoba mengetes ingatannya. Di mana ia pernah
memegang buku seperti itu. Ia mengingat-ingat tempattempat
ia bisa mengambil dan membaca buku. Akhirnya
ia ingat di kamar Mari di Subang Jaya, saat ia pertama
kali tiba di Malaysia. Ia tersenyum bahagia ingatannya
masih tajam. Ia buka buku itu. Halaman pertama. Dan ia bagai
tersengat listrik. Nama pemilik buku itu dan tanda
tangannya sama dengan yang ia baca di Subang Jaya:
Laila Binti Abdul Majid, TTDL Kuala Lumpur. Pikirannya
langsung nyambung ke Prof. Datin Laila Abdul Majid.
Diakah pemilik buku ini" Dan ia yakin buku yang ada
di tangannya adalah buku yang beberapa tahun lalu ia
pegang di Subang Jaya. Lalu bagaimana buku itu bisa
sampai di rumah ini" Puluhan kemungkinan dan
pertanyaan berkelebat dalam pikirannya. Ia tak mau
pusing. Ia merasa lelah dan harus istirahat. Masalah buku
itu bisa ia tanyakan pad a Pak Muslim nanti.
Lima belas menit sebelum azan Ashar berkumandang
ia telah bangun. Pak Muslim telah duduk dengan pakaian
rapi siap ke masjid di ruang tamu.
Hati Zul bergetar hebat. Ia tidak pernah menyangka
akan sangat cepat proses untuk bertemu dengan calon
isterinya. Pak Muslim meneguk air putih yang ada di
hadapannya. Zul kembali ke kamarnya untuk bersiap
dan merapikan pakaiannya. la kembali keluar dari
kamarnya sambil membawa buku bersampul biru tua
itu. "Dari mana dapat buku bagus ini Pak?" tanya Zul.
Hatinya penasaran. Pak Muslim mengulurkan tangannya. Zul memberikan
buku itu pada Pak Muslim. Sesaat lamanya Pak
Muslim mengamati buku itu.
"Isteri saya yang bawa."
"Dari mana dia dapat?"
"Saya tak tahu pasti Zul. Nanti malam saja kita
tanyakan." *** "Bagaimana istirahatnya" Enak?"
" Alhamdulillah. Sudah segar kembali Pak."
"Berarti sudah siap bertemu Agustin ya?"
Usai shalat Maghrib Pak Muslim meluncur ke
Pertigaan Janti dengan Katana tuanya. Zul memilih
iktikaf di masjid sampai Isya. Sebelum azan Isya
berkumandang Pak Muslim sudah tiba di masjid dan
memberitahu Zul bahwa Agustin sudah ada di rumah.
"Jadi malam ini Pak?"
"Jadi nanti pertemuannya alami saja Zul. Kita pulang
dari shalat dan mereka sudah menunggu di ruang tamu.
Kita langsung ngobrol dan bincang-bincang santai saja?"
"Lhaiyalah?" "Cepatsekali." "Saya cuma pakai sarung saja begini Pak?"
"Kenapa berlambat-lambat jika bisa cepat."
"Lha memangnya kenapa" Kalau pakai sarung apa
"Di mana akan ketemu Pak."
terus hilang ketampananmu?"
"Di sini. Nanti habis Maghrib aku akan jempul
mereka di Pertigaan Janti. Mereka naik bus Ramayana.
Setelah shalat Isya kita ad akan majelis ta'aruf di sini."
Uziek Collections "Nggak sih Pak. Nggak apa-apa."
Uziek Collections "Agustin sekarang aku lihat agak berubah."
yang pernah ia kenal. Dan...
"Berubah bagaimana?"
"Jadi lebih muda dan segar. Dulu waktu pertama kali
bertemu bersama isteri di Semarang, ia kurus, agak sayu
"Z...zul!" Dari bibir perempuan itu tersebutnamanya
Ia berdiri mematung di tempatnya. Hatinya sesak
oleh keharuan luar biasa. Hawa dingin seolah menyebar
ke seluruh syarafnya. Tak terasa airmatanya meleleh.
Lidahnya kelu. dan tampak lebih tua dari umurnya."
"Kalau begitu bagus lah Pak."
"Ya, rejekimu Zul kalau kau punya isteri yang semakin
tambah umur tapi wajahnya semakin tambah muda."
"Amin ya Rabb."
Mahkota Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Azan Isya dikumandangkan. Jamaah berdatangan.
Shalat sunnah didirikan. Lalu iqamat disuarakan. Shafshaf
dirapikan. Dan sang Imam mengucapkan takbiratul
ihram. Zul mengikuti takbir Imam dengan hati bergetar.
Shalat jamaah didirikan dengan penuh kekhusyukan.
Dalam sujud Zul berdoa agar dilimpahi kebaikan dunia
dan akhirat, serta diberi pasangan hidup yang menjadi
penyejuk hati, teman sejati dalam mengarungi hidup
beribadah kepada Allah Azza wa Jalla.
Selesai shalat Pak Muslim dan Zul melangkah pasti
ke rumah. Semakin dekat dengan rumah hati Zul
semakin bergetar hebat. Ia akan bertemu dengan Agustin.
Yang dalam bayangannya akan menyejukkan hatinya.
Zul sampai di hala man. Pak Muslim melangkah duluan.
Dari halaman ia bisa melihat dari terawang sela-sela
gorden, ada dua Muslimah berjilbab yang sedang
berbincang di ruang tamu. Namun tidak jelas. Jantungnya
semakin keras berdegup. Ia berusaha menguasai
dirinya, dan menenangkan batinnya.
Perempuan berwajah bersih itu adalah Mari.
"Ja..j.adi ternyata kau Zul!"
Zul tidak bisa bersuara. Ia hanya mengangguk
dengan airmata berderai. "Yang dimaksud temannya Pak Muslim ini kau
Zul?" Zul kembali mengangguk. "Ini tidak mimpi kan"!" seru Mari.
"Ti...tidak Mari. Tidak! Ini kenyataan!" Zul buka
suara dengan tangis yang pecah. Begitu mendengar
kalimat yang keluar dari mulut Zul, Pak Muslim
langsung mengerti. Beliau meneteskan airmata. Hanya
isteri Pak Muslim yang masih bingung.
"Jadi kalian sudah saling kenal?" tanya isteri Pak
Muslim heran. Zul dan Mari menjawab serentak: "I ya!"
Pak Muslim sudah mengucapkan salam. Dua
Muslimah itu menjawab bersamaan. Zul mencopot
sandalnya. Pandangannya menunduk ke lantai. Pak
Muslim masuk. la mengikuti di belakang. la memandang
ke depan. Dan... Pandangannya bertatapan dengan pandangan
seorang perempuan berwajah bersih, wajah yang dibalut
jilbab putih bersih. Wajah yang pernah ia kenal. Mata
Uziek Collections Uziek Collections berlinang airmata. Pak Muslim menyuruh Zul duduk Mari tak kuasa
membendung tangisnya. Isteri Pak Muslim belum
mengerti apa yang terjadi. Pak Muslim lalu menceritakan
apa yang terjadi pada Zul saat jatuh cinta pada Mari
"Zul bilang namanya Siti Martini." kata Pak Muslim.
Mari menyela "Benar, nama saya memang Siti
Martini. Itu nama kecil saya."
Pak Muslim lalu melanjutkan kisahnya Bagaimana
Zul nyaris gila dan binasa. Sampai akhirnya ia
memanggil Zul dan memberinya tiga saran atau tiga opsi.
Lalu Zul memilih opsi yang kedua, yaitu memilih
menikahi Mari. Ia dan Zul pergi ke Subang Jaya dan
mendapati rumah telah kosong. Seorang perempuan
Melayu memberi tahu kalau Mari dan kawan-kawan
digrebeg karena dianggap bertindak asusila.
"Saat itu aku lihat Zul sangat terpukul. Aku masih
ingat bagaimana ia seolah tidak bisa percaya atas apa yang
dibacanya. Ia berteriak histeris 'Tidak mungkin! Tidak
mungkin ini terjadi!' Aku melihat bagaimana ia membaca
lagi nama inisial Siti M di koran itu dengan hati hancur.
Dengar nada putus asa Zul saat itu mengatakan, 'Sia-sia
aku menolongnya. Sia-sia aku mencintainya.''
Mendengar cerita Pak Muslim, tangis Mari menjadijadi.
Perempuan berjilbab itu jadi tahu betapa Zul
sebenarnya sangat mencintainya. Bahkan sampai sakit
karena mencintainya. Dan sampai datang bersama Pak
Muslim untuk mencintainya.
Mari lalu berbicara dengan suara terbata-bata.
Menceritakan bagaimana dia sebenarnya sangat berharap
Zul datang. Ia lalu menceritakan kejadian pemerkosaan
atas dirinya dan bagaimana Zul menolongnya. Sejak itu
ia merasa bahwa orang paling berhak menerima
pengabdiannya adalah Zul. Mari juga mengakui ia
berubah total cara hidupnya karena pesan Zul untuk terus
mendekatkan diri kepada Allah. Pak Muslim dan isterinya,
ikut terharu mendengar kisah mereka berdua.
"Subhanallah. Allah tidak mempertemukan di
Subang Jaya Malaysia, tapi Allah mempertemukan di
Indonesia dalam kondisi yang lebih baik, yang lebih
barakah. Insya Allah." Kata Pak Muslim dengan
Uziek Collections "Jadi tak perlu ada ta'aruf ini?" tanya isteri Pak
Muslim. Pertanyaan itu malah dijawab dengan derai airmata
oleh Mari. Semuanya kemudian diam. Masing-masing menyelami
perasaan dan pikirannya sendiri-sendiri.
Keheningan tercipta sesaat lamanya. Zul teringatbuku
bersampul biru tua. Ia beranjak ke kamar dan mengambilnya.
"Kalau boleh tahu bagaimana cerita buku ini. Buku
ini rasanya pernah aku baca di Subang Jaya. Kok
sekarang ada di sini?" kata Zul.
Mari dan isteri Pak Muslim berpandangan. Mari
merasa lebih berhak menjawab,
"Itu buku milik Prof. Datin Laila Abdul Majid. Dosen
sekaligus sahabatku. Saat kaubaca di kamarku di Subang
Jaya, saat itu aku masih kuliah semester tiga. Aku kuliah
di UKM mengambil part time. Sambil kerja."
Zul mengangguk. la langsung bertanya,
"Kenapa waktu kenalan dulu kau tidak menyebutkan
dirimu mahasiswi" Kenapa malah mengenalkan
sebagai pekerja?" Mari mendesah lalu menjawab,
"Untuk apa aku menonjol-nonjolkan kuliahku. Aku
toh sama sekali tidak bohong. Aku memang bekerja. Dan
terus terang karena aku beranggapan pada waktu itu
sedang kenalan dengan orang yang mencari kerja.
Dengan calon pekerja. Bukankah dulu yang kautanyakan
padaku adalah informasi tentang pekerjaan.
Dan kau juga, kenapa kau tidak pernah bercerita kalau
kau adalah mahasiswa di UM?"
Zul diam sesaat, lalu ia berkata lirih, "Jawabannya
kira-kira sama denganmu."
Pak Muslim dan isterinya tersenyum.
Uziek Collections "Oh ya saya masih bingung. Namamu itu yang
benar siapa tho" Zul memperkenalkan dengan nama Siti
Martini. Dia biasa menyebut Mari. Tapi kau mengatakan
pada isteriku dengan nama Agustina. Isteriku kalau
memanggilmu Agustin. Di koran kau pakai nama Asma
Maulida" Banyak nama samaran ya?"
bingkai mahkota cinta yang terbangun indah di atas
mahligai iman dan takwa. *** Mari menata tempat duduknya dan menjawab,
"Baiklah saya jelaskan. Semuanya benar. Artinya
semua itu memang nama saya. Saya lahir dengan nama
Siti Martini, waktu kelas enam SD, ibu guru membolehkan
mengganti nama yang dirasa kurang cantik
untuk ditulis di ijazah. Ini agak lucu, tapi memang nyata.
Teman saya namanya Sungatemi, biasa dipanggil Ngat,
atau Ngatmi ia ganti jadi Salsabila Ayu Ratnasari. la lalu
minta dipanggil Ratna. Ada yang namanya Sukodor, ia
ganti jadi Anang Febrian, karena lahir di bulan Februari.
Saya bingung. Nama saya Siti Martini, biasa dipanggil
Mar. Saya ikut-ikutan teman-teman, saya minta ibu guru
membuatkan nama saya yang cantik dan panjang. Ibu
guru membuatkan nama Agustina Siti Mariana Maulida.
Karena saya lahir di bulan Agustus. Untuk nama pena
sekarang ini saya sering menggunakan nama Asma
Maulida. Asma kepanjangan dari Agustina Siti Mariana.
Kepada kolega saya sekarang lebih mantap mengenalkan
sebagai Asma. Anggap saja Asma juga nama hijrah saya.
Tapi sebenarnya tetaplah nama asli saya. Kepada teman
di Bandung saya memperkenalkan diri Agustin. Dan
kepada para pekerja di Malaysia sama memperkenalkan
diri sebagai Mar, Mari atau Siti Martini."
"O begitu. Jadi lengkapnya Agustina Siti Mariana
Maulida, M.Ec?" "Iya begitu." Malam itu adalah malam yang sangat bersejarah dan
membahagiakan bagi Zul dan Mari. Mereka sepakat
untuk menikah secepatnya. Dan dua minggu setelah itu
mereka mengikrarkan akad nikah di Sragen. Di desa
kelahiran Mari. Selanjutnya mereka hidup bersama
dalam kesucian. Dan beribadah bersama, saling
mendukung dan menguatkan, sujud bersama dalam
Uziek Collections Uziek Collections Pedang Kayu Harum 23 Fear Street - Salah Sambung The Wrong Number Pedang Tetesan Air Mata 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama