Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye Bagian 3
kereta berikutnya yang berlawanan arah. Menyeka keringat di dahi.
Memasukkan uang di dalam keranjang rotan ke tas pinggang.
Tidak banyak. Tidak sedikit. Sama seperti biasanya.
Inilah kehidupan barunya. Tidak lebih. Tidak kurang.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Malam itu, di kantor polisi terdekat, Bang Ape membentaknya. Dan Ray
melawan. Dia bosan diceramahi soal mereka yang berbeda. Apalagi
kalimat: Rumah Singgah tidak mengajarkan mereka menjadi preman. Ray
mengkal. Menjawab seluruh kalimat Bang Apc. Berteriak-teriak. Malam
itu juga Ray memutuskan Pergi- Menangis lama saat memeluk si kembar
Oude dan Ouda. Ilham bahkan berkali-kali mendesah, "jangan pergi...
Aku mohon... jangan pergi!"
Bang Ape tidak mencegahnya. Hanya diam. Menatap prihatin.
Hari itu umurnya berbilang sembilan belas. Ray bukan lagi remaja
tanggung. Dia tidak sempat menemui Natan yang terbaring lemah di
rumah sakit untuk terakhir kalinya. Buat apa" Toh Natan masih pingsan.
Lagipula meski hari itu tidak sempat, nanti-nanti dia bisa bertemu
dengan Natan. Ray memutuskan pergi. Menjauh dari Rumah Singgah. uang tabungannya
mengamen selama dua tahun terakhir digunakan untuk membayar sewa
sepetak kamar sempit, pengap tak berjendela. Di situlah enam bulan
terakhir Ray tinggal. Rumah dekat bantaran kali. Yang bau kalau musim
kemarau tiba. Sampah-sampah menggunung tidak bergerak menjadi
pemandangan sehari-hari. Karena bau, sewa kamar di sana lebih murah.
Ray bangun saat matahari pagi sudah tinggi. Mandi seadanya. Lantas
berangkat menenteng gitar menuju stasiun KRL terdekat. Memulai hari
dengan mengamen. Mengakhiri hari dengan mengamen. Pulang larut
malam. Kelelahan. Langsung tertidur di atas selembar tikar butut dan
bantal bau tengik. Kehidupan yang sama dari hari ke hari... Yang membuatnya berbeda
hanya kalau rembulan sedang bersinar indah di atas sana. Ray tidak
buru-buru tidur, dia akan memanjat tower penampungan air warga
kampung yang ada di dekat kamar sewaannya. Duduk di atasnya.
Menatap langit bersih yang mempesona. Bintang-gemintang. Indah!
Pemandangan ini selalu membuatnya nyaman. Tenteram.
Terutama membuatnya nyaman dan tenteram dari berbagai pertanyaan
baru yang mendadak muncul di kepalanya. Pertanyaan yang selalu
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
mengganggunya di malam-malam menjelang tidur. Membuatnya sesak.
Pertanyaan yang sesungguhnya amat sederhana: apa hidup ini adil"
Lelah sekali Ray membujuk hatinya untuk berdamai
atas berbagai kejadian enam bulan lalu. Tidak bisa! Sungguh dia tak
bisa. Bukankah hidup selalu seperu ini" Kejami Hidup tega merenggut
begitu saja kebahagiaan orang-orang yang selalu berbuat baik. Dia
terpaksa pergi. Ilham kehilangan kesempatan besarnya. Natan
kehilangan mimpi-mimpinya. Dan apa yang dilakukan Bang Ape"
Menyalahkan dirinya. Mengatakan berkali-kali semua itu tidak akan
terjadi kalau dia bisa menahan diri. Omong-kosong! Apa salah dirinya"
Preman-preman itulah yang salah. Membuat Natan kehilangan
suaranya.... Natan kehilangan suara" Ya, Natan kehilangan suara emasnya. Sebulan
lalu, saat Ray melewati Rumah Singgah, saat Ray hanya ingin melihat,
saat itu dia rindu sekali dan memutuskan untuk berkunjung. Ray tidak
bisa bergerak dari kejauhan ketika melihat Natan duduk di kursi teras.
Natan yang jemarinya patah tak bisa dikembalikan ke posisi semula.
Natan yang pincang. Dan Natan yang kalau bicara hanya sengau
terdengar. Benar-benar musnah mimpi-mimpi itu.
Lihatlah! Apa hidup ini adil" Pertanyaan itu menyergapnya. Memenuhi
relung-relung kepala. Membuat hari-hari berlalu lamban.
KRL dari arah utara menderu mendekat. Suara lenguhannya
mengagetkan. Ray menyambar gitar yang diletakkan sembarang di kursi
emperan stasiun. Meletakkan gelas es cendol yang bersisa separuh.
Merogoh saku celana. Lantas terburu-buru berdiri, bersiap. Kereta
merapat. Ray melompat gesit ke dalam.
Lagu berikutnya. Gerbong berikutnya. Kereta berikutnya.
*** Wusss....Wusss....Wuss....
Kereta melaju kencang. Memedihkan mata.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Pasien berumur enam puluh tahun itu untuk kesekian kalinya gelagapan.
Lagi-lagi hampir jatuh dari ketinggian. Tangannya sibuk mencari
pegangan. Orang dengan wajah menyenangkan yang duduk di sebelahnya
membantu. Memberikan lengan.
"Bukan main! Cepat.... Dan ternyata mengasyikkan! Ini hebat, Ray!"
Orang dengan wajah menyenangkan tertawa lebar. Jubahnya berkibar.
Matanya memicing. Mukanya kebas oleh terpaan angin.
Pasien itu membenahi posisi duduk. Baru sedetik lalu tubuhnya tersedot
lagi ke dalam kumparan penuh cahaya tersebut. Dan tiba-tiba saat
tersadar kembali, dia sudah berada di atas gerbong KRL ini. Duduk
menjuntai. Duduk persis di gerbong paling depan kereta listrik yang
mendaki batangan rel baja. Melesat membelah kota. Bukan malam
dengan rembulan di atap genting Rumah Singgah barusan. Tapi matahari
sore. Jingga memenuhi angkasa. Awan-awan putih terlihat Jingga. Atapatap rumah terlihat Jingga. Juga pepohonan dan benda-benda lainnya.
Burung layang-layang memenuhi langit.
Pasien itu menelan ludah. Apa yang orang sebelahnya barusan bilang"
Mengasyikkan!'Ya! Duduk di atas gerbong KRL yang melaju dengan
kecepatan tinggi memang mengasyikkan, meskipun harus dibayar dengan
bahaya yang ti dak kecil. Kesenangan yang mahal. Dia dulu tidak pernah
naik ke atap gerbong. Bukan apa-apa, karena tidak akan ada yang
mendengarkannya mengamen di sini.
"Apa yang kau tanyakan tadi?" Orang dengan wajah menyenangkan
menoleh. Sedikit berteriak. Suara gemele-tuk kereta memekakkan.
Muka orang itu riang sekali, be nar-benar bak turis sedang plesir,
menikmati sore indah di atas gerbong KRL.
"A-p-a?" Pasien berumur enam puluh tahun itu ber tanya balik. Bingung.
Sepanjang memulai perjalanan menge nang masa lalu ini, bukankah dia
tidak mengerti apapun, Kenapa pula orang di sebelahnya malah bertanya.
"Maksudku, pertanyaan keduamu tadi... Ah-ya, kau bilang, apa hidup ini
adil"' Orang dengan wajah menye-nangkan itu mengusap wajah.
Menyibak anak rambut yang menutupi ujung-ujung mata. Tertawa lebarmalah merentangkan tangan-tangannya.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Pasien itu menelan ludah. Pertanyaan kedua"
"Ray, hampir semua manusia pernah mengeluarkan pertanyaan tersebut.
Apa hidup ini adil" Dari zaman batu hingga entah ke mana peradaban
manusia akan dibawa.... Muda-tua, laki-perempuan, kaya-miskin, sehatsakit, raja-pelayan, panglima-pesuruh, tak mengenal ras, suku, agama,
tak mengenal batas-batas.... Mereka pasti pernah bertanya, setidaknya
sekali sepanjang hidup. Tak peduli meski orang itu manusia pilihan.
Utusan-utusan langit...." Orang dengan wajah menyenangkan tersenyum,
menurunkan kembali tangan-tangannya yang terentang.
KRL mengeluarkan lenguhan. Memekakkan telinga.
"Tahukah kau, ribuan tahun lalu, salah seorang manusia pilihan sempat
melalui sebuah perjalanan besar bersamaku. Bukan! Bukan perjalanan
mengenang masa lalu macam ini. Tidak seperu ini Ray.... Dia tidak
diberikan lima kesempatan bertanya. Dia justru sebaliknya, diberikan
tiga kali kesempatan untuk tidak banyak tanya tentang apa yang akan
kulakukan.... "Sama seperti kau, manusia pilihan itu juga bertanya tentang kejadian
yang sedang dilihatnya" Tiga kali dia bertanya: apakah aku telah
bersikap adil" Dia menyela, bukankah yang kulakukan terlihat seperti
sebuah kezaliman" tiga kesempatan.... Tiga pertanyaan.... Dan kami
terpaksa berpisah...."
Pasien itu menelan ludah. Tidak mengerti benar apa maksud kalimat itu.
Tapi, hei! Bukankah dia pernah mendengar kisah tersebut dari istri
penjaga panti dulu" Siapakah orang ini" Yang menganggap mereka
seolah-olah sedang asyik bertamasya di atap gerbong KRL, menyaksikan
sore jingga Ibukota. Yang mengajaknya bercakap-santai, mengasyikkan,
seperti dua teman lama tak bersua.
"Dan terus-terang, Ray.... Pertanyaan keduamu ini tidak mudah dijawab.
Bukan karena jawabannya tidak ada. Sebaliknya! Justru karena terlalu
banyak.... Masing-masing orang mengeluarkan pertanyaan khas dengan
apa yang menjadi pemicu kenapa dia sampai bertanya. Maka jawabannya
juga harus khas sesuai dengan pemicunya tersebut.... Dan bagimu, apa
yang menimpa Natan bukanlah pemicu terbesar pertanyaan tersebut....
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Bukankah begitu?" Orang dengan wajah menyenangkan itu menoleh,
tersenyum. Pasien itu mengusap tengkuk. Tertunduk.
"Kau bertanya karena sepotong koran tua tersebut, bukan" Berita
dalam kertas menguningitu.... Kenangan masa lalu yang tak pernah
terjelaskan.... Itulah yang membuatmu bertanya: apa hidup ini adil"'
*** Malam datang kesekian kalinya di pemukiman dekat bantaran kali. Angin
berdup pelan. Membuai sela telinga. Gelap. Mendung.
Hari ini bukan hari baik bagi Ray. Sepanjang siang hingga sore dia tidak
bisa mengamen. KRL mogok. Mati lampu seluruh pulau. Katanya ada
ganggungan interkoneksi. Ditunggu-tunggu lama, semoga KRL jalan lagi,
hingga malam gerbong-gerbong besi itu tetap bergeming. Bosan, Ray
memutuskan mengamen di bus. Baru satu lagu, saat asyik memainkan
melodi panjang bergaya latin yang terkenal, melengking-lengking
membetot gitar, senarnya putus. Serempak dua. Urung. Ray turun dari
bus Patas AC. Dia hanya pintar memetik gitar, tidak pintar menyanyi.
Sebelum pulang, menjelang sore, Ray yang rindu ru mah Singgah,
memutuskan mampir, melihat rumah itu dari kejauhan. Sore Sabtu,
anak-anak tengah asyik bermain bola di lapangan dekat Kelurahan. Maka
teririslah hatinya, Kunjungan jarak jauh itu sama saja dengan sengaja
mem buka lagi kenangan menyedihkan yang sebenarnya mulai berhasil
dilupakan sepanjang tahun ini.
Ada Natan di sana. Berdiri memakai kurk. Ray tergugu, lihatlah, Natan
menatap kosong anak-anak yang tertawa berebut bola. Natan yang
kurus. Jemarinya bengkok menggenggam tongkat. Ada teman-teman
sekolah informalnya di sana, mereka pasd sudah lewat setahun dari
ujian persamaan. Anak-anak Rumah Singgah. Mereka riang, bergurau,
saling melempar; air tergenang, bekas hu-jan semalaman.
Ray menghela nafas panjang. Memutuskan kembali. Melangkah dari balik
pohon beringin. Hari ini bukan hari baiknya. Malam gelap. Mendung
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
semakin berat. Ray melempar sembarang gitar ke pojokan kamar petak
pengapnya. Besok pagi-pagi dia harus membeli senar baru. Tidak ada
uang. Mungkin bisa pinjam ke pengamen lainnya.
Apa yang akan dia lakukan sekarang" Masih terlalu dini untuk ddur. Dia
pulang lebih cepat dari jadwal biasanya. Makan" Perutnya sepanjang
hari tidak lapar. Yang 'lapar' itu hadnya. Lapar sekaligus sesak. Sesak
dengan berbagai pertanyaan. Sayang tak ada rembulan di atas sana.
Kalau ada, dengan memandangnya beberapa saat, dia bisa melupakan
sejenak semua penat. Ray menghela nafas. Tak ada rembulan, peduli amat, dia masih bisa
duduk di atas tower air milik warga. Maka melangkahlah Ray menuju
tiang-tiang besi. Memanjat uang tower sednggi sepuluh meter. Kemudian
duduk menjuntai persis di sebelah gentong raksasa berwarna merah
muda. Angin bertiup kencang. Dingin. Ray mengancingkan bajunya. Sepi. Tidak
hujan seperti ini saja kampung bantaran kali terlihat sepi, apalagi mau
hujan. Orang-orang lebih memilih meringkuk di kursi, tempat ddur,
rumah masing-masing. Hangat bersama keluarga.
Tidak seperti dirinya. Sendiri....
Ray menelan ludah. Pelan mengeluarkan sesuatu dari saku celana.
Sesuatu yang setahun terakhir dibungkusnya dengan kantong plastik.
Ini barang berharganya, tidak boleh terkena air. Potongan koran butut
itu. Bohlam lampu sebesar lima watt yang dipasangkan di atas gentong
besar membantunya membaca berita dalam potongan koran. Sebenarnya
tanpa cahaya pun dia bisa membacanya. Lengkap tanpa kurang titik
koma. Sudah ribuan kali Ray membaca potongan koran tua itu. Sudah
hafal di luar kepala. Bahkan Ray bisa mengingat gurat-gurat bekas
lipatannya dengan detail.
Inilah sepotong masa lalu yang dimilikinya.... Ray menghela nafas. Inilah
juga sepotong kertas yang mengganggu tidurnya selama setahun
terakhir sejak meninggalkan Rumah Singgah. Malam-malam bertanya.
Menggurat langit-langit kamar sempit dengan berlarik keluh. Pertanyaan
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
tentang nasib Natan yang tidak bisa bernyanyi lagi. Pertanyaan tentang
kenapa langit tega sekali mengambil kebahagiaan seseorang padahal
semuanya tinggal di depan mata.
Hidup ini tidak adil! Kalimat itu menderanya. Kenapa dia harus dilahirkan
tanpa ayah-ibu. Kenapa dia hanya memiliki sepotong koran untuk
menjelaskan masa lalunya. Kebakaran yang disengaja. Sama seperu
Natan, kenapa Tuhan mengirimkan orang-orang jahat untuk mengambil
kebahagiaannya. Ray tidak mengerti apa maksud semua berita dalam
potongan koran butut ini, tapi dia jelas-jelas tak pernah meminta untuk
menjalani hidup macam ini, sendiri!
Melelahkan menyimak penat hati Ray malam itu.
Kilat menyambar. Guntur menggelegar. Sepertinya akan turun hujan
lebat, badai mungkin. Ray menggigit bibir. Memasukkan kembali
potongan koran itu ke dalam kantong. Memasukkannya ke dalam saku.
Sejak setahun terakhir dia resah dengan pertanyaan itu. Selama itu
pula, pelan tapi pasti dia mulai berubah. Tanpa disadarinya, Ray mulai
sibuk menyalahkan banyak orang atas takdir buruknya. Dan apalagi yang
paling banyak disalahkan, selain orang-orang yang sengaja membakar
rumahnya dulu seperti disebutkan dalam potongan koran. Kalau Tuhan
benar-benar penyayang kenapa Dia harus menciptakan orang-orang
jahat. Orang-orang yang mengambil kebahagiaan orang lain.
Natan kehilangan mimpinya. Dia kehilangan orang tuanya. Bukankah
sering terlihat orang-orang jahat itulah yang justru dimudahkan dalam
segala urusan. Dilapangkan jalannya. Sedangkan orang-orang baik, langit
berkali-kali tega merenggut secuil janji kebahagiaan di depan mata. Apa
hidup ini adil" Ray menggigit bibir. Menahan terpaan angin. Kalau
demikian, maka lebih baik jadi orang jahat! Dia bosan mengamen. Bosan
dengan tatapan menghinakan dari orang-orang. Mulut-mulut yang
terdekap (memangnya dia tak mandi), mata-mata yang curiga, dan
prasangka-prasangka lainnya. Ray bosan dengan sepetak kamar sempit
nya. Pengap kalau hari biasa. Tempias kalau hujan. Ray bosan dengan
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
gitar tuanya, ini kali kedua senarnya putus sebulan terakhir. Kehidupan
baik-baik ini melelahkan. Lebih mengasyikkan jadi anak jalanan seperu
dulu. Lapar" Tinggal memaksa.
Maling. Pergi ke tempat judi. Kenapa tidak"
Ray menyeringai, bukankah terakhir kali berjudi dia menang belasan
juta" Sebelum akhirnya tiga pisau belati membusai perutnya"
Bulir air kecil-kecil mulai meluncur.
Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setidaknya kehidupan seperti itu menyenangkan. Menjanjikan...
Disusul bulir air yang lebih besar. Hujan turun!
Ray mendongakkan kepala. Mukanya dibasuh puluhan tetes air. Bajunya
mulai kuyup. Rambut gondrongnya basah. Kilat menyambar, disusul
dentum geledek. Angin bertiup mengencang. Mungkin jadi orang jahat
lebih menyenangkan. .. Hujan menderas. Membadai malah.
Mungkin hujan deras seperti ini jauh lebih menye-nangkan dibandingkan
malam dengan rembulannya.... Ray menyibak rambut yang menutupi mata.
Berdiam diri setengah jam kemudian. Hingga tubuhnya terasa dingin.
Menggigil. Memutuskan turun.
Tower air itu memiliki anak tangga di sisinya. Tetapi setiap kali Ray ke
sana, dia tak pernah menggunakan tangga tersebut. Ray naik
menggunakan tiang-tiangnya, lincah seperti tupai. Dan turun dengan
meluncur. Kedua kaki dan tangannya menjepit tepi-tepi tiang besi,
lantas sekejap, tubuhnya anggun meluncur. Satu detik, sigap melompat
ke pondasi tower. Mengibaskan rambutnya yang basah. Enak saja Ray
melakukannya. Meluncur. Seperti anak kecil main perosotan. Padahal
tinggi tower air itu sekurangnya sepuluh meter.
Beranjak pulang ke kamar petak pengap"HEI! BAGAIMANA KAU MELAKUKANNYA?"
Berlian Seribu Karat Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
RAY menoleh. Seseorang berseru dari teras rumah dekat tower air.
Rumah paling besar yang ada di perkampungan bantaran kali. Ray
mengusap dahi. Hujan turun semakin deras, rambutnya yang basah
semakin sering mengganggu sudut-sudut mata. Bukankah rumah ini
setahun terakhir kosong" Berard sudah ada pengontrak yang baru.
Rumah dekat tower itu terlalu besar dan terlalu mewah berada di
lingkungan bantaran kali yang bau. Pemilik lamanya enggan menghuninya,
memutuskan pindah dua tahun silam, dan memasang plang bertuliskan
"Dikontrakkan Rumah 11 Kamar!"
Orang yang meneriaki Ray dari teras rumah berdiri. Menyambar payung.
Keluar dari halaman. Mendekat. Ray hanya memandang. Urung
melangkahkan kaki kembali
ke kamar petak pengapnya yang berjarak dua puluh meter dari tower
air. Menunggu. "Bagaimana kau melakukannya?" Orang itu setengah berteriak. Jarak
mereka hanya satu langkah sekarang, tapi hujan deras membuat
percakapan terpaksa dilakukan berteriak.
Ray memasang wajah tidak mengerti. Bagaimana apa"
"Bagaimana kau meluncur dari tower setinggi sepuluh meter begitu
mudah" Bukan main, aku belum pernah melihat yang seperti ini-" Orang
itu tertawa. Ray menolehkan kepala ke tower di belakangnya. Mengangkat bahu.
Biasa saja. Selama setahun dia terbiasa melakukannya.
"Kau seperti pemain akrobatik, ergh siapa.... Plee, namaku Plee!'' Orang
itu menjulurkan tangan. Mengajak berkenalan.
Ray mengusap wajahnya, menyibak rambut, menyebut nama. Ikut
mengulurkan tangan. Orang itu tersenyum. Ray menelan ludah, meski
tersenyum, wajah orang di hadapannya tidak terlihat terlalu
menyenangkan. Gurat mukanya keras. Tatapan matanya tajam. Umurnya
mungkin berbilang empat-puluh tahun. Tubuhnya terlihat kekar dan
gempal. Jabat-tangannya keras-mencengkeram.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Kau mau segelas cokelat panas, Ray" Aku baru tiba. Warga baru. Kau
penghuni kampung sini" Tempat yang menyenangkan, bukan.... Mau"
Mari!" Orang itu balik kanan. Tanpa merasa perlu menunggu jawaban ya
atau tidak dia dengan rileks sudah melangkah kembali ke rumahnya.
Seperti kalian yang menawari seseorang dan yakin sekali orang itu akan
menerima tawaran tersebut.
Ray menelan ludah untuk ke sekian kalinya. Tapi, entah apa yang
dipikirkannya dia melangkah mengikuti orang tersebut. Orang ini benarbenar bukan hanya jabat-tangannya yang mencengkeram, ada sesuatu
dari tatapan mata, gurat muka serta intonasi bicaranya yang juga
mencengkeram, mengendalikan. Menguasai.
Hujan terus turun menderas. Kilat menyambar membuat terang seluruh
kota. Geledek berdentum seakan-akan ingin mengalahkan suara air
membuncah tanah. Musim penghujan kali ini, Ibukota sempurna diguyur
hujan sedap malam. Orang itu meletakkan payung di sudut teras. Mempersilakan Ray masuk
ke ruang depan. Ini untuk pertama kali Ray masuk rumah besar dua
dngkat tersebut. Selama ini dia hanya lewat di depannya. Mewah. Rumah
ini memang mewah. Sebelas kamar" Entahlah.
Ray sungkan duduk di sofa, bajunya kuyup.
Orang itu tertawa, mengangkat bahu, menyuruhnya duduk saja, "Kecuali
kau mau duduk di lantai, Ray!"
Beberapa menit, orang itu kembali dari belakang. Membawa dua gelas
besar cokelat panas. Mengepul. Menjanjikan kehangatan dan kenikmatan
dari semerbak aromanya. Ray akhirnya duduk di atas sofa. Menerima
gelas yang terjulur.... Malam itu, Ray mendapatkan 'teman baru'.
Meski dia tetap tak nyaman akan sesuatu yang ganjil dari cara kenalan
barunya menguasai orang lain, sejauh ini dia merasa nyaman dengan
percakapan mereka. Plee, mengaku pindah dari kota lain. Tinggal
sendirian. 'Terlalu besar memang, tapi tak masalah, toh sewanya murah.
Tidak ada yang mau menyewa rumah ini, bukan... " Pekerjaan Plee
berdagang. Berdagang" Entahlah, Ray tak terlalu memperhatikan. Orang
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
itu memberikan baju ganti ke Ray, yang sekali lagi tidak bisa ditolak
olehnya. Bertanya banyak hal. Ray menjawab pendek. Tidak banyak yang
bisa diceritakan. Ray malas bercerita soal masa lalu itu. Bilang
mengamen. Tinggal dekat sini. Kamar petak sempit. Hanya itu.
Plee bertanya lagi soal meluncur barusan. Ray tertawa kecil.
Menjelaskan dengan nada suara jauh lebih rileks. Sudah terbiasa. Dia
malah bisa memanjat tower itu melalui tiang-tiangnya. Mudah. Tanpa
perlu pegangan siku, malah. Dari dulu soal memanjat dia biangnya.
Kebiasaannya memandang rembulan dan bintang membuatnya terlatih
naik ke tempat-tempat tinggi. Plee menyeringai mendengar penjelasan
Ray. Kemudian tersenyum riang.
"Apa kau bosan mengamen?" Plee bertanya.
"Ergh, bosan maksudnya?" Ray balik bertanya, bingung.
Orang di hadapannya suka sekali berpindah-pindah topik pembicaraan.
Langsung lompat begitu saja. Malah terkadang Plee terlihat sama-sekali
tidak memerlukan jawaban Ray.
"Ya maksudku.... B-o-s-a-n. Selalu itu-itu saja.... Seperti orang lain yang
bosan dengan pekerjaannya. Mungkin
kau menginginkan pekerjaan baru. Suasana baru.... Orang itu
mengangkat bahu, memainkan gelas besar yang sudah kosong di atas
meja. "Pekerjaan baru" Hanya ini yang bisa kulakukan," Ray mengusap
rambutnya yang mulai mengering. Tidak ada jam di dinding ruangan. Tapi
pasti sudah cukup lama mereka berbincang.
"Oo..." Orang itu berkomentar pendek. Mengangguk.
Hujan di luar mereda. Ray menghabiskan beberapa tetes terakhir
cokelat di gelasnya. Sudah waktunya pulang. Bukan apa-apa, dia memang
tak perlu bangun pagi-pagi besok, tapi selarut ini, orang di depannya
mungkin sudah waktunya istirahat. Di Rumah Singgah dulu. Bang Ape
tidak pernah memberlakukan jam malam, tapi anak-anak mengerti
tenggat waktu beranjak tidur.
Plee mengantar Ray ke teras depan.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Kau bawa saja payungnya!"
Ray mengangguk. Menelan ludah. Dari tadi semua 'perintah' orang ini
tidak ada yang bisa dibantahnya. Ray mendorong pintu besi.
"Itu bekas luka apa?" Plee mendadak bertanya. Menghentikan langkah.
Menunjuk bahu. Kaos berlengan pendek yang dipinjamkan orang itu
membuat bekas luka di bahu Ray terlihat dari tadi.
'Terjatuh-" Ray menjawab enggan. Malas membicarakan masa lalu itu.
Lagi pula orang ini baru dikenalnya beberapa saat.
"Oo...." Plee berkomentar pendek. Mengangguk. Ray melangkah pulang.
*** Perkenalan dengan Plee membuat hidup Ray berubah. Lebih dari setahun
dia hidup sendiri. Maka Plee menjadi kawan baru. Sudah lama Ray tidak
memiliki teman berbincang seperti di Rumah Singgah. Pengamen lain"
Mereka baru saling menegur kalau ada maunya, seperu pinjam uang
untuk beli senar baru. Hubungan mereka agak unik. Plee dengan umur berbilang empat-puluh
tahun lebih cocok menjadi ayah bagi Ray yang menjejak usia dua puluh
tahunan. Tetapi karena penampilan dan gaya Plee yang selalu terlihat
muda, perbedaan usia itu tak terlalu mencolok.
Plee rajin menawarinya berkunjung. Mampir. Dan Ray seperu biasa tak
bisa menolak ajakan tersebut. Apa salahnya" Plee dengan senang hari
menyiapkan segelas cokelat panas setiap kali dia singgah. Lantas
membincangkan banyak hal, meskipun sebenarnya lebih banyak
membicarakan tentang Ray. Plee jarang menjelaskan tentang dirinya.
Lagi-lagi hanya bilang berdagang! Ray tidak ambil pusing tentang itu,
meskipun dia selalu melihat hampir sepanjang hari Plee ada di rumah
tersebut, dan jelas-jelas tidak ada barang dagangan di rumah besar
kontrakan itu. Sekali-dua mereka bercakap di atas tower air. Membawa gelas-gelas ke
atas sana. "Bukan main, ini tempat yang hebat, Ray! Pantas saja kau suka
berlama-lama di sini, bahkan tidak peduli meski hujan deras turun...."
Plee tertawa lebar. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Ray hanya mengangguk. Tempat ini memang hebat.
Dan bagian yang menyenangkan Ray, apalagi kalau bukan menunjukkan
kemahirannya naik-turun meluncur dari tower air. Plee membutuhkan
waktu dua kali lebih lama dari Ray saat menaiki tower tersebut. Padahal
Plee menggunakan anak tangga. Apalagi saat turun, gaya meluncur Ray
tak tertandingi. Dan waktu berlalu tanpa terasa. Pertemanan itu
semakin akrab. Entah kenapa, seminggu terakhir, Ray tidak menemukan Plee di
rumahnya. Kepalanya celingukan saat pulang malam-malam dari
mengamen, menemukan rumah itu gelap-gulita. Semua lampu mad. Ray
mengusap wajah, mungkin Plee sedang berdagang entah kemana. Pergi ke
kota lain. Atau sedang berkunjung entah kemana. Bukankah orang
seumuran Plee sepatutnya punya keluarga" Mungkin Plee sedang mudik
ke kota lamanya. Persis seminggu kemudian, rumah itu kembali terang oleh nyala lampu.
Kali ini Ray yang menyempatkan mampir. Ray tersenyum senang,
membayangkan segelas cokelat panas segera mengisi perutnya yang
kedinginan. Plee tidak ada di kursi teras rumah seperti biasanya. Ray
melangkah masuk. Meletakkan gitar di kursi rotan. Mengetuk pintu.
Tidak ada jawaban. Mungkin Plee di lantai atas. Rumah ini besar. Bel-nya
rusak. Jadi Plee tidak akan mendengar kalau ada tamu yang datang
mengetuk pintu. Ray menyentuh gagang daun pintu, tak terkunci. Men dorongnya. Raguragu melangkah masuk. Sebulan terakhir
dia dan Plee sudah jadi sahabat baik. Mungkin tidak masalah kalau dia
menyelinap masuk. Ray mendekati sofa tempat biasa mereka
berbincang. Ada beberapa kertas berserakan. Denah-denah. Catatan-catatan. Fotofoto. Stop-watch. Pernak-pernik alat lainnya. Entahlah. Ray menyeringai
tak terlalu memperhatikan. Duduk. Melemaskan tangan dan kakinya yang
pegal. Duduk di sofa ini selalu menyenangkan. Ray tersenyum. Sepanjang
hari berdiri dari satu gerbong KRL ke gerbong lain membuat kakinya
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
pegal. Apalagi nanti kembali ke kamar petak sempitnya hanya tikar yang
jadi alas tidur. Sofa ini menyenangkan...
"Ray! Lama tak jumpa!" Plee keluar dari ruang tengah. Berseru riang.
Tangannya basah. Dikibas-kibaskan.
Ray buru-buru memperbaiki posisi duduk. Tadi dia berbaring, macam
meniru gaya petinggi kaya saja.
"Apa kabarmu, Ray?" Plee bertanya, tersenyum, duduk.
"Baik!" Ray ikut tersenyum.
Berjabat tangan. Plee pura-pura memukul lengan Ray. Akrab. Ray
nyengir. Tertawa. Plee membenahi kertas-kertas penuh carut-marut di atas meja.
Menumpuknya jadi satu. Juga peralatan lainnya. Ray memperhatikan,
basa-basi bertanya, "Itu peta apa?"
'peta harta karun!" "Harta karun?" Ray menyeringai bego.
Plee tertawa. Melambaikan tangan. Ray mengusap muka, ikut tertawa.
Menyadari kalimat bodohnya.
Sejak malam itu kebiasaan Ray mampir ke rumah kontrakan Plee kembali
rudn. Kembali menikmati segelas cokelat panas. Plee bilang dia baru
balik dari kota lamanya, ada urusan kecil selama seminggu. Ray
mengangguk. Benar kan apa yang dia duga! Plee mudik.
Dua minggu berikutnya, pembicaraan itu semakin dekat. Ray sudah jauh
lebih nyaman dengan ekspresi muka, tatapan mata, dan intonasi suara
Plee yang amat mengendalikan. Sekali-dua Ray malah mengingatnya baikbaik. Dia pembelajar yang cepat. Pemerhati yang cakap. Mulai mengerti
bagaimana menggunakan pengaruh aneh seperti itu ke orang lain. Belajar
trik-triknya secara otodidak. Kalau dia bisa sehebat Plee dalam urusan
menguasai orang lain, dia mungkin bisa membuat seisi gerbong KRL
memberikan uang meski dia nyanyi sambil teriak-teriak. Ray nyengir
memikirkan idenya. Malam-malam berikutnya Ray senang hati menceritakan muasal bekas
lukanya. Plee mengangguk, ber-Oo pendek, komentar khasnya. Ray
menceritakan masa-masa di Rumah Singgah tersebut, empat tahun
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
terakhirnya di Ibukota. Semuanya! Kecuali masa-masa enam belas tahun
di Panti yang menyebalkan.
"Kau sendirian" Mereka berlima" Bukan main! Kau hebat, Ray!" Plee
mengusap ujung hidungnya. Tersenyum ganjil. Mereka baru saja
membicarakan perkelahian di pasar Induk.
Ray melambaikan tangan-ini meniru gaya Plee. Mukanya sedikit
memerah, dipuji. Lihatlah! Siapapun yang
mendengar kejadian tersebut seharusnya memberikan res-pon seperti
Plee. Bukankah dia melakukan hal yang hebat dan membanggakan.
"Kalau aku boleh bilang, kau benar-benar anak-ja-lanan yang berbeda,
Ray! Amat berbeda. Kau memiliki sesuatu.... Sesuatu yang sudah
sepatutnya membuat hidupmu jauh lebih hebat dari sekadar menjadi
anak-jalanan.... lihatlah! Apa yang kurang" Kau cerdas, amat cerdas. Berani, kelewat berani malah, haha...Punya fisik luar biasa.
Dan lebih dari itu, kau memiliki bakat, Ray...." Plee menangkupkan
tangannya. Memandang Ray tajam, tersenyum.
Ray menggaruk rambutnya yang tak gatal. Nyengir. Kali ini Plee
sepertinya berlebihan. Dia berbeda" Apanya yang beda" Dia hanya
pengamen di gerbong KRL- Yang tidak pandai bernyanyi. Tidak lebih.
Tidak kurang. "Apa kau tidak ingin melakukan sesuatu yang jauh lebih hebat
dibandingkan mengamen, Ray?" Plee bertanya dengan intonasi ganjil.
Menyeringai. Ray diam. Pengetahuan dan kemampuannya terbatasDan seminggu kemudian, Ray mengerti apa maksud kalimat Plee tentang
apakah kau bosan mengamen. Malam itu persis hujan deras sekali lagi
mengguyur Ibukota. Malam itu, Ray yang kuyup mampir ke rumah Plee.
Gitarnya basah. Pakaiannya basah. Plee menyuruhnya mandi. Memberikan
Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
handuk kering dan pakaian ganti.
Lima belas menit kemudian saat Ray kembali, ruang depan tempat
mereka biasa berbincang gelap. Kenapa gelap" Mati lampu"
"Kemari, Ray! Had-had, lampunya sengaja kumatikan!"
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Ray menelan ludah, tak mengerti. Perlahan melangkah mendekat sambil
mengelap rambut. Membenamkan tubuhnya di sofa empuk. Plee yang
duduk di hadapannya terlihat seperti bayangan. Hujan deras di luar
membuat langit kota gelap. Hanya kilat menyambar yang membuat
terang sejenak. "Kau lihat ini, Ray!" Plee berkata pelan.
Ray menatap ke depan. Tangan Plee memegang sebuah kotak kecil. Petir
menyambar, kotak yang indah. Ray meletakkan handuk basah. Plee
melepas pelan tutup kotak tersebut. Dan saat sempurna terlepas,
kemilau indah ber-pendar-pendar dari dalam kotak....
Kerlap-kerlip yang memesona.
Ray menahan nafas. Ini apa" Matanya berkerjap-kerjap.
"Kau mau menyentuhnya?" Plee tanpa perlu menunggu jawaban
mengulurkan kotak kecil itu. Tangan Ray patah-patah menerimanya.
Menelan ludah. Luar biasa. Benda ini luar biasa.
Benda ini adalah berlian. Gemetar jemari Ray menyentuh berlian kecil
itu. Tergolek di atas kotak beludru. Seumur-umur dia belum pernah
melihat benda seindah (dan semahal) ini....
"Indah bukan?" Plee tertawa menyimak ekspresi Ray. Kemilau berlian
yang berpendar membuat wajah terpesona Ray jelas terlihat.
"Kau tahu, berlian ini berharga lebih dari ratusan juta, mungkin
milliaran...." Plee mendesiskan sesuatu. Bersiap menjelaskan rencana
besar yang tertahan hampir dga bulan.
Ray gemetar meletakkan kotak kecil ke atas meja. Apa tadi Plee bilang"
Harga berlian" Ratusan" Milliaran"
"Inilah pekerjaanku, Ray. B-e-r-d-a-g-a-n-gl Berdagang berlian.... Tapi
aku tidak pernah membeli! Aku hanya menjual. Ya! Hanya m-e-n-j-u-a-l!"
Plee tertawa kecil. Suaranya terdengar amat ganjil.
Ray mengangkat kepala. Belum mengerti apa maksudnya.
"Aku akan menawarkan sebuah kesempatan hebat
kepada-Mu! Apa pernah kubilang" Kau anak-jalanan yang berbakat, Ray!
Amat berbakat. Kau bisa melakukannya. Pasti bisa. Sebulan terakhir aku
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
menyiapkan rencananya. Semuanya.... Dan hanya kau yang bisa melakukan
rencana-rencana itu.... Kau lihat berlian ini" Ini hanya seperseratus
harganya dari berlian yang akan kita ambil! Aku akan memberikan kau
kesempatan melakukan sebuah rencana pencurian terbesar yang pernah
ada, Ray.... Mengambil Berlian Seribu Karat!"
Ray mendadak mengkerut. Suara Plee terdengar mengendalikan, lebih
mencengkeram dari biasanya. Suara itu bagai menguasai seluruh
tubuhnya. Menyentrum seluruh pori-pori kulitnya.
Plee tersenyum. Membiarkan hening sejenak. Kemudian dengan gerakan
anggun, menutup kembali kotak beludru. Tanpa kemilau dari berlian,
tanpa cahaya dari kilat, ruangan itu gelap. Gelap-gulita.
Segelap hari Ray sekarang.
*** KRL melenguh mengusir orang-orang yang suka berjalan sembarangan di
atas rel. Rangkaian gerbong kereta melesat masuk ke dalam terowongan.
Gelap-gulita. Di dalam terowongan tak ada yang bisa dilihat dari atap
gerbong, kecuali gelap. Pasien berumur enam puluh tahun itu mengusap wajahnya yang kebas
oleh terpaan angin. Tangannya mencengkeram tepi-tepi atap.
Menguatkan pegangan. Kenangan-kenangan ini, semuanya kembali
memenuhi kepalanya. Kembali tak-tertahankan. Buncah berebut mengisi
setiap lembar memorinya"Dan kau benar-benar menjemput masa-masa gelap dalam hidupmu, Ray!"
Orang dengan wajah menyenangkan yang duduk di sebelahnya mendesah
dalam kegelapan terowongan.
Memotong kenangan.... Pasien itu terdiam. Memperbaiki posisi duduk. Sejak beberapa menit
lalu dia memutuskan untuk berhenti bertanya soal siapa orang ini. Juga
berhenti bertanya tentang apa yang diinginkannya, apa maksud semua
ini. Kenangan-kenangan ini sudah cukup membuatnya berpikir banyak.
Bertanya lebih banyak lagi.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Apa salahnya menjadi orang jahat-" Ray berkata pelan setelah terdiam
lama, untuk pertama kalinya memberikan komentar.
"Ya! Apa salahnya menjadi orang jahat...." Orang ?lengan wajah
menyenangkan itu tertawa getir. Terowongan yang gelap membuat Ray
tak bisa menyimak betapa getirnya eskpresi wajah orang yang duduk
menjuntai di sebelahnya. "Kau pasti pernah mendengar olok-olok.... Olok-olok yang sayangnya
serius sekali.... Buat apa kehidupan panjang yang baik jika di penghujung
sebelum maut menjemput harus berakhir dengan keburukan...Lebih baik
kehidupan panjang yang buruk tapi di penghujung sebelum maut datang,
berakhir dengan kebaikan... Bagai mengumpulkan air segalon raksasa
kemudian bocor, kebaikan-kebaikan itu musnah oleh penghujung yang
jelek...Bagai musim kemarau yang panjang terkena hujan satu jam, ke-burukankeburukan itu berguguran oleh penghujung yang baik- Kau benar Ray,
apa salahnya menjadi orang jahat-"
Gelap. Pasien itu menggigit bibir, mengkal mendengar untuk kedua kali
orang di sebelahnya menggunakan kalimat miliknya.
"Masalahnya kau tidak seharusnya jahat, Ray! Kau tidak seharusnya
menjalani masa-masa gelapmu dengan alasan karena hidup ini tidak
adil.... Kau tidak seharusnya menyalahkan orang-orang yang membuat
kehidupanmu buruk.... Mencari pembenaran-pembenaran-"
"KAU BILANG AKU MENCARI PEMBENARAN?" pasien berumur enam
puluh tahun itu memotong penjelasan. Berteriak, "Kau tahu apa yang
dilakukan preman-preman itu kepada Ilham. Kau tahu apa yang terjadi
pada Natan.... DAN KAU TAHU APA YANG DILAKUKAN ORANGORANG JAHAT ATAS KEBAKARAN DISENGAJA ITU.... Kalau hidup
ini adil kenapa mereka dibiarkan oleh Tuhan! KENAPA!" Suara pasien itu
terdengar jengkel sekali. Orang ini, orang yang duduk di sebelahnya ini
berani sekali bilang soal tidak seharusnya. Tahu apa dia, coba"
"Aku tahu, Ray! Tapi bukankah sudah kukatakan sebelumnya kau tidak
seharusnya menyalahkan orang-orang atas nasib burukmu. Meskipun itu
lazim dilakukan orang-orang-"
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"LANTAS AKU HARUS MENYALAHKAN SIAPA" TUHAN?"
Orang dengan wajah menyenangkan itu tertawa getir, "Kalau kau tidak
boleh menyalahkan orang lain, apalagi menyalahkan Tuhan. Itu tidak bisa
dilakukan, meski amat lazim juga dilakukan orang-orang.... Terus terang,
ini bagian penjelasan paling sulit dari lima pertanyaan, Ray.... Bukankah
sudah kukatakan sebelumnya, jawaban atas pertanyaan ini berjuta
bentuknya. Karena keadilan mengambil berjuta bentuk pula.... Orangorang terpilih sekali pun, terkadang lalai mengenali bentuk-bentuk
keadilan itu, karena kita selalu beusaha mengenalinya dari sisi yang
kasat mata...." Pasien itu mengusap mukanya, menelan ludah, berusaha mengendalikan
diri. Menahan teriakan berikutnya. Kalau orang di sebelahnya mencoba
membujuknya soal hidup ini memang adil, itu tak akan ada gunanya.
Sepanjang hidup, dia sudah lelah atas berbagai kenyataan pahit yang
harus dia hadapi. Kebahagiaan-kebahagiaan yang direnggut langit
padahal sejengkal lagi menjadi nyata.
"Baik- Baiklah, aku akan menjawab pertanyaanmu dari muasal kenapa
pertanyaan itu muncul.... Ah, mungkin harus selalu begini pertanyaan ini
dijawab.... Entah sampai kapan orang-orang bisa menjawabnya tanpa
perlu menelusuri kembali hal-hal tak kasat mata yang tidak
diketahuinya.... Baiklah, mari kita telusuri satu-persatu...
Gelap. Kereta masih melesat menembus terowongan.
"Aku tahu, malam itu saat kau memutuskan untuk melakukan apa yang
diminta Plee, itu bukan semata-mata karena Plee pintar mengendalikan
orang lain. Tapi karena kau sudah amat sebal dengan pertanyaanpertanyaanmu.... Kau berkali-kali mengutuk di atas tower air itu, kenapa
orang-orang jahat selalu dimudahkan jalannya, kenapa orang-orang baik
sebaliknya.... "Pertanyaan-pertanyaan mengutuk di atas tower air itu muncul karena
kejadian-kejadian di Rumah Singgah.... Tiga kejadian- Kau terpaksa
pergi dari rumah itu karena perbuatan jahat orang lain, itu yang
pertama. Kau menyalahkan begundal-preman itu karena merusak lukisan
Ilham, dua. Kau menyalahkan preman-preman itu karena menghancurkan
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
mimpi-mimpi Natan, tiga.... Tiga hal yang mengganggu! Meskipun ketigatiganya sebenarnya bukan
muasal utama kenapa pertanyaan apakah hidup ini adil bagimu.... Tapi
ketiga hal tersebut menjadi katalis, mempercepat, memperbesar
pertanyaan. Baiklah.... Aku akan jawab dulu tiga bagian ini sebelum
melanjutkan menelusuri muasal utamanya," Orang dengan wajah
menyenangkan itu menghela nafas.
Terang. KRL keluar lagi dari terowongan. Langit semakin Jingga. Senja
yang indah di Ibukota. Warna Jingga berpendar-pendar di kaca-kaca
gedung pencakar langit. Jalanan padat. Orang-orang kembali dari kerja.
Awan putih bagai kapas yang sekarang terlihat kemerah-merahan
membungkus langit. Burung layang-layang melenguh. Menggoda
pasangannya. "Satu. Kau berkali-kali bilang, kau terpaksa pergi dari rumah itu karena
perbuatan jahat orang lain, kau menyalahkan preman-preman itu.... Kau
keliru, Ray. Siapa yang menyuruhmu pergi" Tidak ada, bukan" Bang Ape"
Dia tidak pernah menyuruhmu pergi! Tahukah kau. Bang Ape justru
mencarimu sepanjang tahun...Menelusuri bus-bus.... Bertanya kesanakemari. Dia pikir ketika kau pergi dari kantor polisi setelah berteriakteriak, itu hanya kemarahan sementara, kau akan kembali ke Rumah
Singgah... "Tapi dia keliru. Kau tidak pernah kembali. Sepanjang tahun Bang Ape
dan anak-anak berusaha mencari jejakmu. Jadi siapa yang menyuruhmu
pergi"Jiwa muda serba tang-gung-mu-lah yang terlalu cepat mengambil
kesimpulan. Terlalu cepat menyalahkan orang.... Oude dan Ouda
bahkan iseng membuat pengumuman di sepotong ketus, 'DI CARI!
HIDUP ATAU MATI!" Orang dengan wajah menyenangkan itu tertawa. Melambaikan tangan,
mengabaikan ekspresi tidak tahu Ray, "Kau memang tidak tahu itu,
karena kau tidak peduli... Berapa kali kau melihat kertas itu, tapi karena
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
kau tidak peduli, kau bahkan tidak mengenali itu foto nyengir wajahmu
sendiri..." Ray terdiam, mengusap wajahnya.
"Dua. Sekarang tentang" Ilham! Kasat matanya yang kau tahu Ilham
gagal mengikuti pameran besar tersebut. Kasat matanya kau
menyumpahi preman-preman itu. Menyalahkan langit yang membiarkan
orang-orang jahat itu.... Kata siapa Ilham gagal" Ah, ketika dulu aku
harus menjawab tiga pertanyaan dari manusia pilihan yang kuijinkan
mengikuti perjalananku, kasusnya juga sama seperti kau, dia juga hanya
melihat hal-hal yang kasat mata.... Kau tahu, tanpa dirusak sekalipun,
Ilham tetap tidak akan bisa ikut pameran lukisan itu...
"Kalian terlalu melebih-lebihkan kemampuan Ilham. Terutama kau dan
Bang Ape! Lukisan Ilham biasa-biasa saja. Kalau saja hari itu dia
berhasil menyerahkan lukisan lersebut ke kurator museum, maka
musnah sudah harapannya menjadi pelukis terkenal. Kurator itu tidak
akan pernah lagi mempercayai penilaian Bang Ape. Lukisan itu standar!
Tidak lebih. Tidak kurang....
"Sepuluh tahun kemudian, saat Ilham sudah benar-benar siap,
kesempatan baiknya baru datang.... Kau tidak
tahu memang, karena Ilham selama sepuluh tahun itu selain belajar
bagaimana membuat lukisan yang lebih baik, juga mendapatkan bonus
dan kegagalan sebelumnya: belajar tentang kerendahan-hati. Ilham
memutuskan untuk tidak menuliskan nama di setiap lukisannya...
"Bukankah di ruang kerjamu yang menjulang tinggi, di gedung
konsorsium bisnis menggurita milikmu ada satu lukisan yang amat
istimewa, Ray" Lukisan yang kau beli. dalam pelelangan.... Lelang
terbesar dan termahal. Itu lukisan Ilham sebulan sebelum meninggal.
Itulah mahakaryanya...Dibuat khusus untukmu. lukisan rembulan sabit
yang indah..." "Lukisan itu" I-l-h-a-m?" Pasien itu tercekat. Matanya membulat.
Sebenarnya dia hendak bertanya, Ilham sudah meninggal" Tetapi yang
keluar dari mulutnya hanya kalimat itu.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Ya! Itu lukisan Ilham.... Anak itu meninggal di usia 32 tahun. Hanya
menikmati masa-masa hebatnya selama dua bulan. Tapi dia mendapatkan
penghujung yang baik. Tidak peduli meski hanya dua bulan.... Apakah
hidup ini tidak adil bagi Ilham, Ray?" Orang dengan wajah
menyenangkan itu tersenyum arif.
Pasien berumur enam puluh tahun itu tertunduk.
"Tiga! Tentang Natan! Dia memang kehilangan semua mimpi-mimpi
indahnya. Musnah tak berbekas. Itu kalau kau memahaminya dari sisi
yang terlihat. Dia tidak akan pernah menjadi penyanyi. Itu yang
terlihat. Kasat mata. Tapi tahukah kau, langit memberikan apa yang
sebenarnya Natan cita-citakan. Apa yang sebenarnya Natan ingin lakukan- Kau tahu
fakta itu, fakta ayah Natan pergi meninggalkan ibunya.... Ibunya
meninggal karena kemiskinan dan sakit had.... Sejak tahu dan mengerti
kisah hidup menyakitkan itu, Natan bermimpi menjadi seseorang yang
bisa menggerakkan hati"Natan benci sekali dengan ayahnya, bagaimana mungkin ayahnya tega
meninggalkan mereka. Bagaimana mungkin had manusia bisa sekelam
itu.... Dan Natan bermimpi menjadi jalan untuk melumerkan had orangorang. Itulah cita-cita terbesar miliknya. Kau tahu bagaimana
melumerkan had orang" Menjadi penyanyi hanyalah satu dari banyak
cara, Ray- Dan langit memberikan kesempatan lain yang lebih hebat
kepada Natan.... "Aku tidak akan menjelaskannya sekarang. Biarlah Natan yang
menjelaskannya. Bagaimana dia menggapai mimpi-mimpi itu- Semoga kau
masih sempat mendengar penjelasan itu.... Tapi sebelum penjelasan itu
datang, percayalah, hidup ini selalu adil. Ray.... Kehidupan ini selalu adilKeadilan langit mengambil berbagai bentuk- Sayang tidak semua bentuk
itu kita kenali, tapi apakah dengan tidak mengenalinya kita bisa beraniberaninya bilang Tuhan tidak adil" Hidup tidak adil" Ah, urusan ini
terlanjur sulit bagimu, karena kau selalu keras-kepala...
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Pasien itu diam. Tepekur. Dia hendak memaksa orang di sebelahnya
menjelaskan apa yang terjadi dengan Natan. Tapi menyadari dia tidak
akan bisa memaksanya, pasien itu memutuskan untuk diam. Semua
penjelasan ini menyesakkan....
"Nah, sekarang kita akan menjawab muasal utama kenapa kau bertanya
apakah hidup ini adil. Bukan. Bukan berbagai kejadian di Rumah Singgah
itu yang sebenarnya membuat malam-malammu di atas tower air diisi
dengan mengutuk langit.... Bukan pula kejadian di Panti itu.... Tapi karena
potongan koran tua itu.... Apakah kau membawa potongan koran tua itu,
Ray?" Pasien itu mengangguk pelan.
Seumur hidup, sejak menemukannya di tumpukan berkas bertuliskan
namanya di panti, potongan koran itu tidak pernah terpisahkan. Pasien
itu merogoh saku piyama rumah sakit yang dikenakannya. Mengeluarkan
potongan koran yang semakin menguning dan tua. Mengulurkan ke orang
di sebelahnya. KRL menderu membelah kota. Sore makin Jingga!
"Potongan koran yang penuh misteri bagimu, Ray Orang dengan wajah
menyenangkan itu menghela nafas prihatin, "Ah tidak juga, kau berhasil
mendapatkan separuh penjelasannya. Kau berhasil memastikan
Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kebakaran itu memang disengaja. Untuk melancarkan pembangunan
pusat perbelanjaan...Separuh yang lain tetap
menjadi misteri...Muasal dari pertanyaan apa hidup ini
adil bagimu...." Ray mengusap dahinya. Ya! Tetap jadi misteri. Siapa yang membakar
rumahnya. Siapa yang tega melakukannya.
'Sebelum aku menjawabnya, maukah kau mengenang kembali kejadiankejadian itu untukku?"
*** Plee memang pedagang. Pedagang besar malah. Benar apa yang dia
bilang, berbeda dengan pedagang lain, Plee tidak pernah membeli, dia
hanya menjual. Menjual berban curian. Ray akhirnya mengerti maksud
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
percakapan mereka selama ini. Pertanyaan bekas luka. Pertanyaan
apakah dia bosan mengamen.
Mendengar berbagai rencana Plee tentang Berlian Seribu Karat itu, Ray
bisa menyimpulkan, teman barunya bukanlah pencuri biasa. Plee memiliki
reputasi. Dan malam itu Ray sedikit pun tidak mempunyai ide lain kecuali
mendengarkan rencana-rencana Plee. Semua itu mengendalikannya.
Pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya sesak setahun terakhir
mempercepat prosesnya. Hidup ini tidak adil. Apa salahnya menjadi
penjahat. "Kita hanya mengambil sedikit kekayaan dari orang lain, Ray!
Mereka sudah terlalu kaya. Toh mereka mendapatkan kekayaan itu
belum tentu dengan cara baik-baik!" Plee tertawa, mengusap gurat
mukanya yang amat ganjil.
Ray menelan ludah. Mengangguk. Entah setuju, entah tidak.
Dan sebulan berlalu, sempurna dihabiskan untuk mematangkan rencana.
Plee profesional. Jangan samakan dia dengan maling coro lainnya. Plee
macam jagoan di film-film. Semua terukur. Semua diperhitungkan.
Detail didetailkan. Strategi di-strategikan. Berlian itu ada di safetybox lantai 60 gedung tertinggi Ibukota. Mendekat sepuluh meter dari
kotak bajanya tidak mudah, apalagi mencurinya.
Itulah gunanya Ray! Plee benar-benar terpesona melihat Ray naik-turun
tower air setinggi sepuluh meter. Kemampuan itu menjadi kunci penting
untuk menerobos lantai 60 gedung tersebut.
"Kau hanya memastikan kita bisa mencapai lantai tersebut, Ray! Itu
tugasmu. Sisanya serahkan padaku!" Itu kata Plee di malam ke-18
rencana mereka. Plee membentangkan denah terbaru. Foto-foto
pengintaian terbaru. Informasi terbaru. Ray mengangguk, menurut.
Semakin ke sini, Ray semakin sedikit bertanya. Pikiran-nya terlanjur
dipenuhi banyak hal. Dan satu saja dari itu cukup membuatnya sulit
tidur seminggu terakhir: berlian itu berharga puluhan milliar. Entah apa
yang akan dilakukan pada bagiannya. "50-50, Ray! Kau partner setara
bagiku. Aku tidak akan mengambil keuntungan sedikit pun dari
persahabatan kita!" Plee tersenyum, menatap Ray seperti seorang ayah
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
sedang menatap anaknya. Ray mengangguk. Menelan ludah. Lima puluh
persen kali puluhan milliar. Angka yang tidak pernah dilihatnya.
Dan soal kalimat partner setara itu, Plee lebih dari serius.
"Aku hanya sekali kehilangan partner dalam urusan ini, Ray. Seumur
hidup aku menyesalinya.... Tidak ada yang meninggalkan yang lain.
Apapun yang terjadi besok, kita menjalaninya bersama. Tidak ada yang
tertinggal.... Andaikata salah seorang dari kita tertangkap, maka tidak
ada juga yang mengkhianati satu sama lain.... Tutup mulut, mengakui
melakukannya sendirian...." Itu kalimat-kalimat
menusuk Plee dua malam sebelum eksekusi. Plee menatap tajam Ray.
Untuk pertama kali, sejak Ray mengenal siapa Plee sesungguhnya, dia
merasakan sisi baik orang tersebut. Kesetiaan.
Jangan tanya Plee tentang kesetiaan. Malam terakhir sebelum eksekusi,
di tengah-tengah hujan deras, di atas rower air, Plee menggenggam
bahu Ray kencang-kencang, "Besok malam kita akan kaya, Ray! Kaya
bersama-sama. tidak adayang meninggalkan yang lain!" Berteriak
mengulang kalimat-kalimat sebelumnya.
Mereka bersulang. 'Bersulang cokelat panas yang sudah dinginbercampur air. Hujan turun semakin deras. Kilat menyambar. Guntur
menggelegar. Dan Ray larut oleh sebuah janji. Bukan janji semu dadu
bermata enam dalam tabung bambu, melainkan janji sebuah rencanayang
tidak mungkin gagal. Esok hari. Hari H. Pukul 19.00, Plee meletakkan berbagai perlengkapan di kursi belakang
Honda Accord tahun '72. Penampilan mobil itu menipu. Hanya bagian
luarnya yang terlihat ringkih. "Mobil ini bisa melesat 100 km/jam dalam
enam detik, Ray! Siapa tahu kita harus lari secepat mungkin dari
kejaran petugas.... Meskipun aku tidak tahu apakah kita bisa melesat
secepat itu di jalanan macet Ibukota!" Plee tertawa waktu menjelaskan
memilih mobil tersebut dua minggu lalu.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Pukul 20.00, setelah makan malam di ruang depan, mereka bersiap-siap
berangkat. Plee sengaja memesan seporsi kecil pisang bakar. "Kita tidak
ingin malam ini kau terlalu kenyang, Ray! Pisang. Makanan atlit yang baik...
Tidak memerlukan banyak minum untuk membantu pencernaan. Repot
kalau kau terpaksa ke toilet saat kita di atas nanti!" Plee tertawa lebar,
dan Ray ikut tertawa. Urusan ke toilet masuk dalam checklist persiapan
Plee nomor 97. Pukul 21.00, Accord tahun '72 itu melesat di jalanan Ibukota. Menuju
pemberhentian pertama. Stadion sesar. Malam itu stadion ramai. Ramai
oleh orang-orang berlalu-lalang. Malam itu seluruh Ibukota memang
ramai. Ramai oleh suara beduk ditabuh bertalu-talu. Ramai oleh suara
takbir yang menggema ke segenap penjuru.
Malam itu karnaval hari raya! Malam kemenangan!
Sungguh waktu yang tepat untuk mengeksekusi rencana besar mereka.
Berbagai aktivitas di gedung-gedung pencakar langit diliburkan sejak
dua hari lalu. Penjaga-pen-jaganya terbawa suasana hari raya.
Mengendurkan penjagaan. Satu-dua petugas itu malah sedang sebel.
Rindu mudik, tapi tak bisa, tak ada jatah cuti tahunan. Jadilah, menatap
mangkel keramaian jalanan. Plee benar-benar merencanakan semuanya,
termasuk hitung-hitungan psikis tersebut.
Accord tahun '72 merapat mulus di parkiran stadion.
Ray dan Plee melompat turun.
Mengenakan kostum jogging. "Waktu yang tepat untuk jogging, bukan?"
Plee tertawa, memperbaiki tali sepatu. Ray mengangguk. Dia agak susah
bicara, dari tadi nafasnya tersengal. Jarinya gemetar merapikan kaos
tanpa lengan ke dalam celana pendeknya.
"Ayo, Ray! Untuk seumuran kau, seharusnya kau kuat sepuluh kali
putaran tanpa-henti!" Plee nyengir, melenturkan seluruh tubuh.
Ray mencoba rileks. Mengatur nafas.
Basa-basi. Plee sedang berbasa-basi. Sebulan terakhir, sejak Ray
menyepakati rencana tersebut, setiap hari Ray harus bangun pagi-pagi.
Langsung lari keliling kampung bantaran kali selama satu setengah jam
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
penuh. Itu jadwal rutin yang diberikan Plee. Mereka harus fit 101
persen! Tidak ada lagi bangun kesiangan. Tidak ada lagi kebiasaan
mengamen sampai larut malam di gerbong KRL.
Stadion Besar ramai. Sebagian pengunjung berlalu lalang meramaikan
kemeriahan malam hari raya. Bermain kembang api. Sebagian lainnya
berolahraga, para pekerja kantoran yang tidak memiliki banyak waktu
luang. Plee dan Ray melesat memutari stadion. Bergabung dengan
mereka. Sepanjang lari, Plee mengajak Ray berbincang banyak hal. Ray
hanya banyak menganggukBagi Plee urusan jogging malam ini punya dua tujuan. Pertama dan yang
paling penting: menyiapkan Ray. Dia tahu Ray berbakat. Tapi ini kali
pertama baginya, dan langsung mendapatkan biangnya. Ray boleh saja
dari ekspresi muka terlihat dingin dan terkendali, namun Plee tahu
persis, anak muda ini sejak tadi sore sudah tersengal.
Gugup. Sama gugupnya dengan partnernya duluKedua, tentu saja untuk menyiapkan pernak-pernik
terakhir sebelum menuju lokasi eksekusi. Gedung pencakar langit itu
dari stadion berbilang dua ratus meter. Malam ini, dari tepi-tepi
stadion, gedung itu meski kosong oleh penghuninya terlihat bercahaya.
Iampu-lampu kemeriahan karnaval malam hari raya. Stadion menjadi
lokasi terbaik untuk mengamari situasi sasaran.
Pukul 22.30, Plee menghentikan lari.
Ray tersengal, berusaha mengatur nafas, berdiri di sebelah Plee.
Mereka melemaskan seluruh tubuh setelah dua puluh putaran non-stop.
"Kalau kita gagal malam ini, setidaknya kau bisa menjadi adit lari yang
baik, Ray! Ditambah enam bulan latihan lagi, mungkin kau bisa
memenangkan lomba Lari 10 Km!" Plee tertawa.
Pukul 23.00, langit Ibukota mendadak gelap.
Awan tebal berarak-arak menutupi bintang-gemin-tang. "Bukan main,
bahkan langit merestui rencana kita!" Plee takjim menangkupkan kedua
telapak tangan. Mereka berdua rileks duduk bersandar di depan Accord
'72. Menunggu. Ray menelan ludah. Teringat ucapan Plee dua minggu lalu.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Semoga hujan turun!"Memang lebih sulit bagi Ray mengurus lantai 60
itu, tapi hujan memberikan banyak kemudahan lain. Aktivitas mereka
tersamarkanPukul 24.00, gerimis membasuh Ibukota.
Plee mengambil teropong bintang yang disiapkan di dalam bagasi mobil.
Mereka berdua pindah, berdiri di tempat yang lebih tinggi. Anak tangga
stadion. Hati-hati menyimak gedung sasaran mereka dari kejauhan. Plee
men yapu bagian-bagian penting, mendesis, "Oke!Semua sesuai rencana!"
Pukul 01.00, hujan deras mengguyur Ibukota.
Plee dan Ray melompat masuk ke dalam Accord '72. Mobil itu melesat
menuju parkiran gedung pencakar langit. Saatnya beraksi. Plee memutar
lagu dari sound-systems mobil. Ikut bersenandung pelan. Begitu tenang.
Begitu yakin. Ray menoleh, menelan ludah. Melemaskan lehernya yang
mulai terasa kaku. Pukul 01.05, Petugas gerbang tidak banyak bertanya saat Plee
memperlihatkan sepotong kartu. Hanya melambaikan tangan yang
menggenggam pentungan, menyilahkan masuk. Malas memeriksa bagasi
dan bagian bawah Accord '72 itu, melupakan buku panduan. Komplek
gedung ini sebagian dijadikan apartemen. Kartu yang diambil Plee
beberapa hari lalu dari tas salah-satu penghuni apartemen membuat
lancar urusan. Mobil memutari gedung, meluncur ke area parkiran bawah, pelan
merapat ke pintu lift basemen. Berhenti persis di depannya. Ray
menyambar ransel besar di kursi belakang. Plee gesit menyampirkan
ransel lainnya ke bahu. "Kau pakai, Ray!" Plee melemparkan sesuatu. Ray
cekatan menangkap. Kaca mata hitam" Ray menatap kaca mata hitam
tersebut, bingung. "Biar kelihatan keren!" Plee tertawa. Ray tanpa
banyak tanya memakainya. Pukul 01.08, berdua melangkah menuju lift.
Menekan tombol. Pintu lift terbuka. Dengan kostum hitam-hitam, kacamata hitam, ransel besar, dan berbagai peralatan lainnya, melihat Plee
dan Ray masuk ke dalam lift amat mengesankan.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Lift berdesing. Ray mengatur nafas. Ajaib, semakin dekat urusan ini
terlaksana dia semakin bisa mengendalikan diri. Malah naluri yang
pernah dikenalinya saat melawan preman-preman itu kembali tak
tertahankan. Ray merasakan antusiasme. Semangat. Seolah-olah semua
hanya permainan. Merasakan detik-demi-detik berlalu, dan malah mula
bisa menikmatinya. Plee memandangnya melalui cermin dinding lift, bergumam, anak ini
memang berbakat. Pukul 01.11, Pintu lift terbuka. Lift hanya bisa mengantarkan mereka
hingga lantai 47. Terhenti. Lantai berikutnya membutuhkan akses
khusus. Lantai 48 hingga 60, disewa oleh cabang bank internasional itu.
Bank yang menyimpan berlian seribu karat di super-safety-deposit-box
mereka Plee melangkah tenang menuju pojok lantai 48. Sigap meletakkan ransel
di lantai. Membukanya dengan cepat. Mengeluarkan semua peralatan.
Tak ada percakapan. Tak ada jeda walau sejenak untuk saling
memastikan. Tangan-tangan mereka yang bekerja. Terlatih. Dalam
hentakan detik seperti gerakan konduktor sebuah orkestra.
Ray mengenakan kostum. Pakaian pemanjat. Mema-sang google dan
sarung tangan pada urutan terakhir. Memperbaiki posisi uzi di pinggang.
Menepuk-nepuk ransel di pundak.
Pukul 01.25, Plee membuka jendela lantai 48. Sesuai rencana, gondok
pembersih kaca tergantung persis di luar. Ditinggalkan pekerjanya
sejak pukul 17.00 tadi. Gondola itu berderit. Bergoyang-goyang pelan.
Hu-jan deras menerpa. Angin kencang menderu. Memuntahkan bulir air
ke dalam gedung. Plee menatap Ray. SaatnyaRay menelan ludah. Mengangguk. Melompat keluar
jendela. Naik ke atas gondola. "Tiga puluh menit, Ray!" Plee berteriak kencang.
Ray mengangguk, tubuhnya segera kuyup. Petir menyambar. Ray
menyeringai, menolehkan kepalanya sejenak ke bentangan kota.
Menyaksikan pemandangan hebat di belakangnya. Siluet ribuan cahaya,
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
lampu-lampu. Gurat petir di langit membentuk akar-akar serabut. Bulirbulir air hujan membuat nuansa cahaya itu terlihat berbeda. Ray
melemaskan tangan. Mendongak. Menatap ketinggian lantai 60. Mukanya
terkena puluhan larik air hujan. Deras menghajar google yang dikenakan.
Ray mendesiskan sesuatu. Lantas dengan mantap tangannya mulai
menggenggam tali gondola.
Apa salahnya menjadi orangjahat... Dan Ray mulai memanjat.
Semua peralatan ini memudahkan gerak. Tidak sulit memanjat seutas
tali baja tersebut. Apalah bedanya dengan tiang tower air. Dia sudah
terbiasa memanjat meski di tengah hujan deras dan angin kencang
sekali pun. Tali gondola ini memang bergerak-gerak, tetapi selebihnya
sama saja dengan tiang tower air.
Plee menyeringai di bawah. Mengeluarkan buku kecil
dan sebuah pulpen. Bersenandung riang. Bersandarkan dinding lorong,
sambil menatap pemandangan di hadapannya mulai menuliskan sesuatu di
buku tersebut. Mencatat perjalanannya. Dear diary...
Pukul 01.46, dua puluh menit berlalu. Gondola bergetar pelan. Bukan oleh
deru angin atau terpaan air hujan. Bergetar oleh gerakan mesin
hidraulik. Plee melipat buku kecilnya.
Ray sudah dba. Beberapa detik sempat menatap betapa indahnya kota
dari ketinggian ratusan meter. Ini jauh lebih hebat dibandingkan atap
genting Rumah Singgah. Juga tower air. Bukan main. Saat petir
menyambar, dia bisa melihat siluet pelabuhan dipenuhi kapal-kapal di
kejauhan. Memesona. Sayang, susah-payah memanjat, tujuannya bukan
untuk menikmati betapa eloknya bentangan Ibukota. Ada yang lebih
penting. Ray menghidupkan mesin gondola.
Plee melompati bingkai jendela. Gondola itu bergerak. Naik!
Mengencangkan ikatan peralatan di pinggang. Gondola berhenti persis di
depan jendela kaca lantai 60, Plee mengambil alih sisa pekerjaan.
Plee membuka jendela dengan alat pemotong kristal. Meletakkan hatihati potongan kaca tersebut. Menyelinap masuk. Lantai itu gelap. Plee
tahu persis apa yang dihadapinya. Gelap! Pertanda lorong lantai
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
dilindungi sensor panas dan deteksi gerakan. Itulah guna peralatan yang
ada di pinggangnya. Plee segera beraksi bak jagoan di film-film. Meliukliuk menembus jebakan. Merayap. Bergelantungan. Sedikit demi sedikit.
Hingga mendekati ruang kaca setebal lima belas send, tempat kotak
baja itu berada. Ray menurunkan lagi gondola ke lantai dasar. Lantas menunggu di atas.
Duduk mencangkung. Kepalanya tengadah menatap langit. Melepas
google di wajah. Air hujan menerpa pipi dan dahi. Ray mendesah pelan.
Sebulan terakhir, untuk pertama kali kepalanya kosong dari pertanyaan
Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyesakkan itu. Peduli amat dengan Ilham. Peduli amat dengan Natan.
Peduli amat dengan kebakaran disengaja. Dia sudah memutuskan
menjadi orang jahat. Menjadi bagian orang-orang yang disalahkannya
selama ini. Dulu, malam hari raya juga dihabiskannya duduk sendiri di
luar atap panti. Dulu, malam hari raya juga dihabiskan duduk di atas
tower air. Sama! Hujan. Kedinginan. Sepi. Sendiri....
Pukul 02.15, Ray mengusap muka. Menyibak anak rambut. Melihat jam di
pergelangan tangan. lima belas menit lagi. Plee pasd sedang berkutat
memecahkan kode ruangan kaca. Petir menyambar membuat terang
seluruh kota. Ray menatap kejauhan. Pucuk-pucuk layar perahu nelayan
yang tertambat di pelabuhan terlihat sekali lagi. Pemandangan yang
mengesankan. Begitu damai. Menenteramkan.... Apa yang dia bilang.
Tuhan memang selalu memudahkan jalan orang-orang jahat. Lihatlah!
Semua urusan ini lancar...
Sayang, belum habis Ray membenak, mendadak sirene lantai 60
mendengking kencang. Ray terkesiap. Melompat dari duduknya. Apa yang
terjadi" Apa yang salah"
Plee membuat kesalahan" Bagaimana mungkin" Bukankah rencana itu
terlalu sempurna untuk gagal" Ray buru-buru membuang pertanyaan itu.
Buru-buru mengenakan google. Dalam hitungan detik bagai seekor
bajing, dia melompat ke tali baja gondola. Meluncur turun dengan
kecepatan tinggi. Berhenti persis di jendela yang dibolongin Plee. Yang
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Ray pikirkan sekarang hanya satu: apapun yang terjadi tidak ada yang
meninggalkan yang lain. Tubuh atletis Ray gesit melompati lubang kaca.
Sirene terdengar mengeras.
10 menit, 00 detik! Hanya itu waktu yang mereka miliki sebelum gedung
dipenuhi oleh ratusan petugas polisi. Ray menerobos lorong lantai 60
yang sudah dipenuhi kabut. Apa yang terjadi dengan Plee! Di mana Plee"
Dia harus segera menemukannya. Ray ingat denah lantai itu, seingat
kepalanya dulu merekam semua jalur melarikan diri di terminal. Plee
memberikan denah-denah itu. Plee yang menyuruhnya menghafal, meski
urusan membobol lantai 60 itu bukan tugasnya. Rencana darurat, siapa
tahu diperlukan.... 09 menit, 05 detik! Ray berlari, menerobos pintu-pintu. Melewad loronglorong.
08 menit, 13 detik! Ray berbalik. Dia keliru membedakan pintu.
Menyumpah-nyumpah google di kepalanya yang mengganggu penglihatan.
Tiga puluh detik berharga terbuang percuma.
07 menit, 46 detik! Ray menarik uzi dari pinggang.
Pintu kayu di hadapannya terkunci. Memberondong
gerendelnya dengan rentetan peluru kaliber 21 mm. Menendangnya.
Pintu itu berdebam terbuka. Dulu dia hanya punya linggis kecil...
06 menit, 23 detik! Ruangan kaca terlihat. Ray mendesis. Tidak ada
siapa-siapa di sana! Di mana Plee"
Plee merangkak menyentuh dinding-dinding kaca. Plee yang megapmegap. Mengetuk-ngetuk memberi tahu posisi.
Ada satu bagian kecil yang dilupakan Plee. Sebenarnya tidak
dilupakannya, malam itu setelah sekian kali diary-nya dipenuhi kata-kata
berhasil, dia akhirnya sial. Pemberat yang disiapkan Plee untuk
menggantikan posisi berlian gompal sepersekian gram beberapa jam lalu,
terhimpit barang-barang di jok belakang Accord '72. Hanya
sepersekian gram, tetapi bagi rancangan alat deteksi keamanan super
lantai 60, cukup sudah untuk memicu alarm.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Ruangan kaca itu mengunci. Mengeluarkan asap maut
05 menit, 57 detik! Ray tidak sempat berpikir panjang.
Dia memasangkan magasin baru di u2i. Jangankan dia, bahkan Plee tidak
tahu apa kode untuk membuka kembali ruangan kaca. Tapi dia harus
segera 'memecahkannya'. Menekan "tombol pembuka" di senjatanya.
Memberondong dinding kaca. Percuma! Kaca itu terlalu tebal. Pelurupeluru itu terhujam dalam, tapi tidak berpengaruh sedikit pun. Ray
mendengus, dia punya linggis yang lebih besar.
Sekotak kecil C4 yang jauh-jauh hari mereka siapkan.
04 menit, 15 detik! Ray melepas ransel di pundak. Mengeluarkan kotak
maut tersebut. Bergegas memasangkan bom di pojok dinding kaca.
Berlari berlindung. Plee di dalam dengan sisa-sisa tenaga berguling
menjauh. Tak perlu timer. Ray mengarahkan uzi-nya ke kotak bom.
Meledak. Dinding kaca hancur berkeping-keping.
Ray melesat menyambar tubuh Plee yang hampir se-maput.
Plee masih sadarkan diri. Dia masih bisa berjalan meski tertatih-tatih.
Udara segar di koridor membantunya segera pulih. Tidak ada waktu
untuk bertanya, "bagaimana kondisimu?" Apalagi memastikan kondisi
Plee. Omong-kosong film-film yang menunjukkan betapa dingin
penjahatnya, yang sempat berbincang santai sebelum kabur.
Mereka harus lari secepat mungkin.
03 menit, 30 detik! Ray membantu Plee menaiki tali gondola.
Meluntur. Tubuh Plee meluncur dengan kecepatan tinggi.
Ray hendak menyusul. MelompatSayang, dari belakang mereka, dari koridor lantai 60 yang berkabut,
tiga orang petugas buas mengejar.
Kesalahan kedua Plee malam itu. Ternyata masih ada tiga petugas
berdedikasi penuh yang melakukan patroli lantai 48-60. Petugaspetugas itu tidak sebel karena urung mudik. Tidak juga sebel meski
bonus tahunannya belum diterima. Petugas itu tetap disiplin menyisir
satu demi satu lantai cabang bank internasional itu, tidak peduli
seberapa canggih alat keamanan yang terpasang.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Saat sirene mendengking, kedga petugas itu tidak membutuhkan
sepuluh menit, tapi hanya tujuh menit untuk tiba di lantai 60.
Sebenarnya bisa lebih cepat, tapi lift terkunci otomads oleh bunyi
alarm, perut gendut petugas-petugas itu memaksakan diri menaiki
puluhan anak tangga. Keluar dari lorong persis saat Ray hendak lompat
ke tali gondola. Tidak berpikir panjang, salah seorang dari mereka mengarahkan pistol.
Tak perlu tembakan peringatan. Tak perlu teriakan berhentiD-O-R!!
Ray urung melompat ke tali baja gondola, tubuhnya reflek berputar.
Peluru mengenai jendela kaca. Hancur. Memperbesar lubang yang dibuat
Plee. Serpihannya mengenai belakang kepala Ray. Entah apa yang
dipikirkan Ray malam itu, dia mengangkat uzi di genggaman tangan.
Entah apa yang ada di kepala Ray malam itu, dia menekan tombol maut.
Sekejap puluhan peluru muntah dari senjata otomads miliknya. Melesat
ke lorong lantai yang berkabut.
Terdengar suara mengaduh. Dua petugas jatuh terjengkang.
Ray tidak berhend. Petugas ketiga sebelum akhirnya ikut terjatuh
sempat menyalakkan sisa peluru dari pistolnya. Ray meringis. Perih. Dia
merasakan perih. *** Satu menit menegangkan berlaluPlee mengemudikan Accord '72 bagai kesetanan.
Sirene belasan mobil polisi terdengar dari kejauhan. Mengaum di tengah
deru bulir hujan membuncah kota. Accord '72 itu melesat keluar dari
parkiran basemen. Ngebut menerabas taman gedung. Petugas parkiran
depan gedung menguap, baru terbangun setelah sirene berdeng-king
lebih dari sembilan menit di ruang jaganya. Bagaimana bisa" Dia
mengenakan headphone. Mendengarkan lagu-lagu.
Petugas itu melongo melihat mobil yang melesat menerabas air mancur
gedung. Sekejap! Menghilang dalam lengangnya jalanan.
Pukul 03.15, Ray tergeletak tak berdaya. Darah ber campur air
membasuh jok mobil. Tadi dengan rasa perih menusuk, Ray memaksakan
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
diri meluncur dari tali baja gondola. Pahanya tertembak. Tidak ada yang
boleh meninggal-kan yang/ain, Plee menunggu di lantai satu, tertadh
memapah Ray menuju basemen gedung.
Beruntung, soal ngebut Plee sejago menaklukan kode-kode pintu
keamanan, dalam beberapa dedk sirene mobil polisi teranggai. Plee
menghela nafas lega. Menoleh ke arah Ray yang menggigil. Mereka
berdua basah kuyup. Dan Ray lebih dari kedinginan oleh air hujan.
"Bertalianlah, Ray! Bertahanlah, teman...." Plee mendesis.
Setengah jam, mobil itu riba di rumah besar perkampungan dekat
bantaran kali. Hujan masih deras, seolah tak akan terhenti hingga pagi
menjelang, seolah tak peduli lapangan bakal tempat shalat hari raya jadi
becek. Accord '72 itu segera terparkir di dalam garasi.
Plee memapah Ray masuk ke salah satu kamar. Mele-takkan Ray di atas
ranjang. Tubuh Ray membiru. Darah keluar banyak. Plee tak punya waktu
untuk berpikir (apalagi panik), sambil melepas sisa-sisa perlengkapan,
dia berlari ke lantai dua. Mengambil peralatan medis darurat yang selalu
disiapkannya dalam urusan ini. Dia sudah terladh. enam tahun silam,
setengah-sadar setengah-tidak, dia bahkan pernah mengoperasi luka
tembak di betisnya sendiri.
Plee merobek celana Ray. "D-i-n-g-i-n!" Ray mendesis, hendak bergelung merapatkan tubuh, tetapi
tenaganya sudah tak bersisa.
"Bertahanlah, Ray!". Plee berbisik. Menyambar selimut tebal,
membungkus badan Ray. "D-i-n-g-i-n!" "Tidak akan lama! Kau pasti selamat!" Plee menelan ludah, tersenyum
getir. Menyiapkan gunting-gunting dan alat bedah.
"A-p-a-k-a-h a-k-u a-k-a-n m-a-t-i?"
Plee tidak menjawab, menggigit bibir. Mulai bekerja.
"D-i-n-g-i-n-" Ray terkulai pingsan....
Tubuh itu dingin. Mulai membeku.
Tangan-tangan Plee cekatan bekerja. Merekahkan luka. Menyiapkan
penjepit. Perlahan berusaha mecungkil peluru. lima belas menit berlalu.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Keringat mengucur. Plee mengusapnya. Tangannya yang basah oleh darah
bercampur dengan asin keringat. Tidak peduli.
Lima belas menit berlalu lagi. Seprai ranjang basah oleh darah. Selimut
yang membungkus badan Ray juga basah. Tangan-tangan Plee yang tanpa
sarung medis basah. Membuat licak.
Peluru itu akhirnya berhasil di keluarkan. Plee memasukkannya ke dalam
toples. Sudah ada lima peluru di toples miliknya. Menaburi luka Ray
dengan serbuk antibiotik. Menjahitnya terburu-buru. Seadanya. Yang
penting darahnya tidak keluar lagi. Lantas terakhir membungkusnya
dengan perban. Benar-benar malam yang menegangkan.... Bagaimana mungkin dia
membuat dua kesalahan" Plee bangkit sambil menyeka tangannya dengan
ujung-ujung baju. Dua kesalahan yang bisa merenggut nyawa. Ah,
setidaknya anak ini bisa diselamatkan.... Tidak. Tidak boleh lagi ada
partner kerjanya yang mati seperti kejadian dua puluh tahun silam. Plee
menghela nafas untuk kedua kalinya malam itu.
Pukul 04.30, mushala kecil dekat tower air mulai 'berisik'.
Plee merapikan peralatannya. Memasukkannya ke dalam kotak. Dia harus
membersihkan diri. Berganti pakaian. Menyiapkan sarapan. Mungkin Ray
butuh segelas cokelat panas setelah siuman nanti.
Saat itulah. Saat hendak meraih gunting di dekat paha terbebat Ray,
saat itulah Plee melihat sepotong kertas lusuh terbungkus plastik
rapat-rapat. Tergolek. Terjatuh dari saku celana pemiliknya. Plee
mengambilnya. Mungkin ini milik Ray. Hendak menyimpannya.
Seketika dia tercekat. Mulutnya kelu. Matanya tak sengaja membaca
huruf besar-besar di kertas itu.
Judul berita di potongan koran milik Ray.
Pukul 04.45, mushalla dekat tower mengumandangkan takbir, memanggil
orang-orang untuk kembali.
Plee" Plee lima belas menit berikutnya sudah gemetar tersungkur di
ujung ranjang. Dia tidak mengerti apa maksud potongan koran ini. Dia
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
tidak mengerti kenapa potongan koran ini disimpan dalam plastik,
terjatuh dari saku celana Ray. Dia tidak mengerti mengapa anak muda
yang sekarang pingsan di hadapannya menyimpan barang seperti ini. Apa
maksudnya" Yang Plee mengerti hanya satu. Satu hal yang meng-anggunya selama
dua puluh tahun terakhir: berita dalam koran tersebut benar!
Kebakaran itu memang disengaja.
Pukul 05.15, mushala kecil dekat tower mulai me-langgamkan kembali
gema takbir hari raya. Di luar hujan mulai mereda.
Plee masih tersungkur. Tangannya mencengkeram seprai yang basah.
Plee terbenam oleh pikiran-pikiran yang mendadak datang memenuhi
kepalanya. Menderas- *** 'Tahukah kau, Ray.... Pagi itu Plee kembali sesak oleh masa lalu yang
selama ini menghantui hidupnya!" Kalimat orang dengan wajah
menyenangkan itu memotong kenangan.
Menatap sekitar mereka. Tidak. Mereka tidak lagi di
atap gerbong KRL, tidak lagi menyimak senja Jingga di Ibukota dari
jalur rel kereta listrik. Mereka sekarang berada di atas tower air.
Tower air yang amat dikenali pasien berumur enam puluh tahun
tersebut. Mereka duduk menjuntai sama seperu sebelumnya.
Pagi datang menjelang. Semburat merah terlihat di ufuk umur. Pasien
itu menoleh. Tidak mengerti kalimat orang di sebelahnya.
"Muasal dari pertanyaanmu, Ray... Hidup ini tidak adil. Kau selalu
menyalahkan orang-orang yang membakar rumahmu dulu, bukan" Kau
penasaran sampai mampus ingin tahu siapa yang melakukannya, bukan"
Ketahuilah, salah seorang dari pelakunya adalah Plee!"
"APA KAU BILANG!" Pasien berumur enam puluh tahun itu kaget,
benar-benar terperanjat. Seketika mencengkeram 'jubah' orang di
sebelahnya. "Ya! Pelakunya adalah Plee!" Orang itu tersenyum
getir. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Plee.... P-l-e-e p-e-l-a-k-u-n-y-a?" Pasien itu mendesis tidak percaya,
lantas beberapa kejap kemudian mukanya mendadak memerah menahan
amarah. Berpuluh-puluh tahun dia mencari tahu siapa yang melakukan perbuatan
bejat itu. Berpuluh-puluh tahun dia hanya bisa menduga-duga siapa
eksekutor perbuatan terkutuk itu. Berpuluh-puluh tahun rasa penasaran
menggumpal di kepalanya. Dan ternyata pelakunya" Pasien itu
mengepalkan tinju. Giginya begemeletukan. Dia bahkan pernah
berdekat-dekat, berbaik-hati menjadi teman bagi
orang tersebut. Orang itu ternyata amat dekat dalam jalan hidupnya.
Plee" Ray mendesah dalam. Bagaimana mungkin
dia" "Ya. Plee-lah yang melakukannya.... Tapi harus ada yang kau ketahui dari
cerita ini. Sesuatu yang penting. Agar semuanya terlihat utuh...Plee dua
puluh tahun kemudian berbeda dengan Plee muda yang dulu tanpa
perasaan membakar rumahmu....
"Sepagi itu, setelah membaca kembali berita kebakaran dari potongan
koran milikmu, kejadian dua puluh tahun silam tersebut buncah
mengaduk-aduk kepala Plee.... Kau tahu, dua puluh tahun silam setelah
kejadian itu Plee amat menyesal. Amat menyesal-"
"KAU BILANG DIA MENYESAL! OMONG KOSONG!" Ray memotong,
berteriak. "Aku mengatakan yang sebenarnya, Ray.... Sehari setelah membakar
komplek perumahanmu, Plee benar-benar menyesal...Dia tidak menduga
ada puluhan orang mati terpanggang, anak-anak kecil.... Orang yang menyuruh mereka
melakukan perbuatan jahat itu menipunya.... Yang Plee tahu, malam itu,
saat mereka melakukannya akan ada beberapa preman lain yang
ditugaskan berpura-pura membangunkan warga...
Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mereka sepakat membakar, dengan syarat tanpa jatuh korban nyawa.
Ternyata tidak ada, tidak ada yang bertugas melakukan itu.... Warga
tetap terlelap, kelelahan
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
setelah karnaval malam hari raya...Plee sungguh tidak
tahu. Dan dia amat terpukul setelah membaca berita di
potongan koran yang sama dengan milikmu sehari setelah
kebakaran disengaja... "Ray, Plee memang jahat, tapi dia tidak berniat membunuh orang-orang.
Kau ingat apa yang Plee katakan soal hanya sekali partner kerjanya
terbunuh" Ya! Itu terjadi ketika mereka membakar komplek
perumahanmu.... Selama bertahun-tahun kejadian itu menghantuinya,
apalagi Plee memaksakan menyaksikan langsung evakuasi korban dari
bekas kebakaran. Tulang belulang yang gosong, anak-anak kecil yang
tidak berdosa.... Plee benar-benar menyesal-"
"Tidak ada penjahat yang menyesal!" Pasien berumur enam puluh tahun
itu memotong, tertunduk dalam, mendesis terluka.
"Dia menyesal, Ray! Entah kau bisa menerima atau tidak fakta itu.... Tapi
Plee benar-benar menyesal! Pagi itu, setelah melihat lagi potongan koran
milikmu, rasa penyesalan itu kembali tumpah tak terperikan.... Plee lebih
dari pandai untuk bisa merangkaikan sebab-akibat, dia bisa mendugaduga kenapa potongan kertas itu ada di saku celanamu.... Dia bisa
merangkaikannya dengan pen jelasan masa lalu milikmu yang kau
ceritakan minggu-minggu sebelumnya.... Dan dia benar-benar tidak
menyangka kau bagian dari masa lalunya...
"Malam itu juga karnaval hari raya.... Sama persis saat kejadian
kebakaran disengaja- Dan itu semakin membuatnya sesak.... Asal kau
tahu sejak kejadian kebakaran disengaja itu, Plee memutuskan untuk
apa yang dia bilang" B-e-r-d-a-g-a-n-g" Ya! Dia memutuskan untuk berdagang.... Kau
tahu maksudnya" Dia menebus kejadian tersebut dengan mencuri
barang-barang milik orang kaya, kemudian entah kau mau percaya atau
tidak, mengembalikannya ke orang-orang yang tidak beruntung. Dia
membenci orang-orang yang dulu menyuruhnya membakar komplek
perumahan itu...." Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Itu tidak benar! Sekali penjahat tetap penjahat!" Ray memegang
kepalanya yang sepertinya hendak meledak. Separuh hatinya masih
bingung oleh penjelasan, separuh hatinya benar-benar marah! Orang
yang membuat hidupnya terlunta-lunta di panti ternyata pernah menjadi
bagian dari kehidupannya.
'Tidak. Plee tidak sejahat itu.... Itu yang kasat-mata
bagimu.... Baiklah, Ray! Cerita ini belum utuh...Untuk
membuatnya utuh maukah kau melihat sepotong kejadian yang tidak kau
ketahui" Yang akan membuatmu mengerti hidup ini benar-benar adil....
Yang semoga bisa menjawab pertanyaan yang kau lontarkan setiap
malam di tower air ini dulu.... Ah-ya, bukan pertanyaan.... Tapi sumpahsera-pah. Kau bukan bertanya melainkan mengutuk Tuhan, kan?"
*** Pukul 07.30, mushala kecil dekat tower mengumandangkan khotbah hari
raya, "Bukan sisa-sisa. Tapi berikanlah yang terbaik! Karena yang
terbaik itu akan kembali kepada kalian..." Pengkhotbah berkata lirih.
Dari suaranya yang terdengar, umurnya tidak muda lagi.
Plee masih tersungkur dalam.
Suara sirene mobil polisi tiba-tiba terdengar dari jauhan. Kecil sekali.
Plee mengangkat muka. Apakah mobil itu menuju kemari"
Sirene itu hilang. Plee tertunduk lagi. Bukan. Hanya kebetulan.
Sirene itu mendekat. Apakah" Plee tertatih berdiri.
"A-k-u m-o-h-o-n j-a-n-g-a-n!" Ray menggigau. Dua jam berlalu,
kesadarannya pelan mulai kembali. Masih se-tengah-pingsan.
Plee menolehkan kepala. Tubuh Ray bergelinjang kecil.
Sirene itu mengencang. Apakah mobil itu menuju kemari"
"Jangan! J-a-n-g-a-n d-i-b-a-k-a-r!" Ray mendesis lemah....
Plee menggigit bibir, apa maksud igauan anak ini. Beranjak mendekat,
memeriksa tubuh Ray. Tubuh itu panas. Tidak sedingin tadi pagi.
Pertanda baik'Jangan... Jangan di bakar!Aku mohon... "Ray menggigau.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Plee menggigil. Satu karena kalimat itu, dua karena sirene itu benarbenar mengencang sekarang. Mengalahkan suara speaker mushala. Mobil
itu menuju kemari. Plee menelan ludah. Cepat. Dia harus berpikir cepat.
Apa yang akan dilakukannya" Tidak ada yang meninggalkan yang lain....
Dia bisa dengan cepat kabur lewat pintu belakang. Tetapi polisi akan
menemukan Ray di kamar ini....
Plee mengusap kepalanya. Apa yang harus dia lakukan"
"YANG ADA DI DALAM, MANUSIA ATAU BUKAN, SEGERA KELUAR!
KAMI SUDAH MENGEPUNG SELURUH RUMAH!" Suara toa
membahana-komisaris polisi yang apa-daya termasuk golongan pencinta
acara televisi tengah malam itu, tidak menyadari seruannya rada-rada
aneh. Gedebuk petugas lari mengambil posisi di luar terdengar dari
dalam. Suara khotbah mendadak terhenti. Jamaah mushalla sibuk
menolehkan kepala. Satu-dua tega menyingkap sarung, mengambil
sandal, lari mendekat. Ada tontonan yang lebih menarik dibandingkan
kalimat-kalimat bermajas tinggi.
Plee mengusap dahinya untuk kedua kali.
Dia harus cepat memutuskan. Apa yang akan dilakukannya" Berhitung
dengan kesempatan. Tidak. Kepalanya tidak bisa berpikir normal
sekarang. Kenangan masa lalu yang buncah memenuhi kepalanya
membuat Plee malah tersedu di samping ranjang. Menatap wajah Ray
lamat-lamat. Anak ini.... Anak ini pasti salah satu korban
selamat dari perbuatan masa-lalunya...Perbuatan jahat
itu... Penonton di luar semakin banyak. Lebih banyak dari jumlah polisi.
Berbisik-bisik. "Apa kubilang,pengontrak baru itu wajahnya memang
mirip teroris, kan?" "Loh, bukannya yang lu maksud itu sudah mampus
terkena bom sendiri?" "bukan yang itu maksud gue... Yang lain!"
"Perasaan dari dulu yang lain mulu... Yang mana sih maksud lu" Prinsa?"
Tangan Plee gemetar mengangkat tubuh Ray dari atas ranjang.... Dia
sudah memutuskan apa yang harus dilakukannya. Membopong Ray naik ke
lantai dua, tertatih-tatih. Membuka pintu salah satu kamar. Hanya dia
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
dan Ray yang tahu posisi kamar yang tersamarkan oleh dinding-dinding
itu. Tidak. Dia tidak akan melarikan diri.
Meletakkan Ray di atas ranjang. Mengeluarkan pistol.
Menggigit bibir! "D-O-R!" *** "Itulah yang dilakukan Plee!" Orang dengan wajah menyenangkan itu
menyentuh bahu pasien yang mendadak menutup muka di sebelahnya,
jerih melihat kejadian di depannya!
"Plee menembak pahanya sendiri.... Lantas tertatih mengunci kembali
pintu kamar itu, turun dari lantai dua, keluar dari rumah dengan keduatangan terangkat. Plee memutuskan menyerahkan dirinya. Berharap
dengan demikian dia bisa melindungi kau, Ray...."
Senyap sesaat. Orang itu membiarkan Ray menyimak kejadian di depannya.
"Itu tidak mungkin dilakukannya!" Ray mendesis.
"Lantas apalagi penjelasan baiknya?" Orang itu tertawa getir, "Apalagi
penjelasan baiknya atas kebebasan yang kau peroleh setelah pencurian
itu" Kau membunuh dua petugas malam itu, Ray! Tiang gantungan
menunggumu.... Tidak ada lubang meski sekecil jarum untuk lolos. Tidak
ada.... Tapi Plee mengambil-alih semuanya....
"Petugas ketiga yang selamat dari tembakanmu mengatakan hanya
melihat satu orang pelakunya.... Mengatakan dia berhasil menembak
paha si pencuri sebelum dia roboh tertembak di perut.... Semua
penjelasan itu cocok dengan Plee yang menyerahkan diri. Luka tembak di
paha.... "Kau pikir Plee tertangkap di rumah itu, sementara kau karena
disembunyikan di dalam kamar itu maka tidak tertangkap" Petugas polisi
tidak sebodoh itu, Ray.... Mereka bisa saja memutuskan untuk menyisir
rumah. Tapi Plee mengatakan dialah pelakunya. Sendirian. Dan itu
menyelamatkanmu. Petugas urung memeriksa. Mereka hanya
mengumpulkan barang bukti yang dengan sukarela ditun-lukkan Plee.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Memborgolnya, membawanya ke penjara dengan pengamanan
maksimum... Ray mengusap wajahnya. Tertunduk.
"Di pengadilan, Plee mengakui pembunuhan dua petugas itu.... Sementara
kau, apa yang kau lakukan bulan-bulan berikutnya" Kau tak-berdaya
hanya menyimak berita-berita itu. Kau tidak pernah berani
menampakkan muka. Kau berlindung dengan kalimat-kalimat Plee waktu
itu: Apapun yang terjadi besok kita akan menjalaninya bersama. Tidak
ada yang tertinggal... Andaikata salah seorang dari kita tertangkap,
maka tidak ada yang mengkhianati satu sama lain... Tutup mulut,
mengakui melakukannya sendirian...
"Kau tahu, Plee melakukan itu demi menebus dosa masa lalunya.... Dan
dia setelah proses pengadilan yang panjang, menjemput tiang gantungan
enam tahun kemudian.... Malam-malam pertobatan di sel, malam-malam
penuh penyesalan, hingga akhirnya eksekusi mau dilaksanakan. Kau ada
di mana ketika eksekusi itu ramai diberitakan" Kau meringkuk di kamar
petak sempit, sewaan barumu.... Lantas esoknya memutuskan pergi dari
Ibukota. Ya! Kau memilih pergi jauh-jauh...."
Ray menggigit bibir. Semua ini benar-benar mengejutkan. Benar-benar
baru diketahuinya. Baru beberapa menit lalu dia membenci Plee. Baru
beberapa menit lalu marah itu membungkus hatinya. Tapi sekarang"
Bahkan Plee bertahun-tahun kemudian memberikan sesuatu yang tidak
ternilai dalam hidupnya. Sesuatu yang membuatnya bisa memulai
imperium bisnis tersebut...
"Apakah hidup ini adil, Ray" Entahlah! Aku juga pernah sekali-dua
bertanya kepada Tuhan.... Padahal kau tahu, aku memiliki kesempatan
untuk melihat wajah keadilan yang tidak kasat-mata.... Ah, sayang kita
selalu menurutkan perasaan dalam urusan ini.... Kita selalu berprasangka
buruk. Kita membiarkan hati yang mengambil alih, menduga-duga...Tidak
puas menduga-duga, kita membiarkan
hati mulai menyalahkan. Mengutuk semuanya. Kemudian tega sekali,
menjadikan kesalahan orang lain sebagai pembenaran atas tingkah laku
keliru kita- Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Apakah hidup ini adil, Ray" Gembong preman yang membuat Ilham dan
Natan kehilangan mimpi-mimpinya memang tidak seperti Plee yang
membalas dosanya di tiang gantungan.... Gembong preman itu tetap
sehat-wal-afiat hingga ajal menjemput. Tapi apakah hidup ini jadi
tidak adil baginya" Tidak, Ray! Pembalasan di dunia hanya sepotong kecil
dari keadilan langit.... Ada cara lain bagi Tuhan untuk membuat
timbangan keadilan itu berjalan baik...Kau dan sebagian besar orang di
muka bumi boleh jadi mengingkarinya, tetapi itu nyata,pembalasan hari akhir itu
nyata, senyata kau sekarang yang tersungkur mengenang semua masa lalu ini..."
Ray mengusap ujung matanya. Apakah Plee melakukan itu semua demi
dirinya" Menebus kesalahannya" Bukankah Plee hanya menduga-duga.
Tidak sempat bertanya langsung"Waktu itu kau sering bertanya mengapa Tuhan memudahkan jalan bagi
orang-orang jahat" Mengapa Tuhan justru mengambil kebahagiaan dari
orang-orang baik" Itulah bentuk keadilan langit yang tidak akan pernah
kita pahami secara sempurna...Beribu wajahnya. Berjuta bentuknya. ...
Hanya satu cara untuk berkenalan dengan bentuk-bentuk itu. Selalulah
berprasangka baik. Ah, kata-kata ini tetap saja sulit untuk menjadi
sebuah prilaku yang nyata bagi orang-orang..Aku sederhanakan bagimu,
Ray: Selalulah berharap sedikit...Ya! Berharap sedikit, memberi
banyak.... Maka kau akan siap menerima segala bentuk keadilan Tuhan...."
Ray masih terdiam. Kepalanya masih dipenuhi berbagai pertanyaan.
Berharap sedikit, memberi banyak... .Dia tetap tidak merasa itu jauh
lebih sederhana. Bagaimana mungkin hal itu memberikan jawaban atas
pertanyaan apakah hidup ini adil" Itu semua tetap tidak terdengar
sederhana. "Kita hampir tiba di penjelasan terakhir untuk pertanyaan keduamu,
Ray- Bukankah Plee bilang soal partnernya yang meninggal saat
kebakaran disengaja itu" Nah, mari Ray! Mari kita lihat potongan
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
kejadian berikutnya yang akan membuatmu lebih mengerti.... Sepotong
kejadian yang semoga bisa menunjukkan kepada-Mu wajah lain keadilan
langit.... Siapkan dirimu, Ray....
"Semua pemandangan ini akan mengharukan..."
Ayah-Bunda Aku Kembali MELESAT. Berpilin. Memedihkan mata.
Saat semuanya kembali nyaman untuk dilihat, mereka tidak lagi duduk
menjuntai di atas tower air setinggi sepuluh meter. Semburat pagi
Ibukota hilang. Hei! Mereka ada di mana" Tempat ini benar-benar tidak
dikenali pasien berumur enam puluh tahun itu.
Sama sekali tidak. Dia belum pernah kemariTerdengar suara berseru-seru dari lantai bawah.
"Nang-ning-nang... Rehan ayo senyum... Senyum sayang..."
"Ciluk-ba!" Tertawa. Suara anak kecil. Suara sepasang orang dewasa.
"Aduh, bagus, anak Mamay, ya, kemari. Jangan dekat-dekat monster. ..
Papay belum mandi tuh! Bau. Ayo berdiri. Ya... Jalan... Satu-dua-satuBagus! Kiri-kanan-kiri- Ups!"
Gedebuk. Menangis (anak kecil). Tertawa (orang dewasa).
Pasien itu membeku oleh sebuah kesadaran yang mendadak ditanamkan
di kepalanya. Di manakah dia" Tempat ini benar-benar tidak dikenalinya.
Tidak ada dalam memori otaknya yang bisa merekam bagai selembar
foto. Jangan-jangan. Bergetar melangkahkan kakinya. Jangan-jangan.
Tangannya mencengkeram dinding mencari pegangan, menuruni anak
tangga patah-patah. Gemetar menyibak tirai ruang keluarga.
Pasien itu menggigil. Lihatlah, di atas permadani biru yang lembut. Di
tengah tumpukan bantal-bantal kecil yang lucu. Di ruang keluarga yang
nyaman dan lapang. Seorang anak berbilang satu-dua tahun sedang
dipangku Ibunya. Menangis. Baru jatuh dari belajar berjalannya.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Jangan nangis sayan
g... Ayo... Rehan anak yang kuat... Cup-cup-cup..."
Ibunya membujuk lembut. Mengusap pipi kemerah-merahan balita dalam
rengkuhan mesranya. "Ciluk-Ba!" Ayah anak itu mendekat, memasang
jahat. Ibunya melempar bantal. Tertawa.
"Hus... Monster jahat jangan dekat-dekat Rehan dan Mamay! Jauh! Jauh
sana-" Ayah anak itu menangkap bantal. Tertawa. Tetap mendekat. Anak itu
berhenti menangis. Matanya berbinar-binar demi melihat Ayah-nyayang
pura-pura memasang tanduk di kepala. "Mon-s-tel... Mon-s-tel!"Si anak
kecil berseru, ikut mengibaskan tangan seperti Ibu yang memeluknya.
Demi menyaksikan semua itu, pasien itu jatuh tersungkur di bawah tirai
bagai sehelai kapas. Selarik kesadaran menikam ulu-hatinya. Selarik
kerinduan membuncah seluruh pori-porinya.
Ya Tuhan! Dia rindu sekali menatap wajah ayah-bun-da-nya.... Rindu
sekali mendengar suara merdu mereka memanggil namanya. Rindu sekali
bersembunyi dalam peluknya- Hari-hari sepi di panti, berdiri di luar di
bawah guyuran hujan. Hari-hari sendiri di panti, lecutan bilah rotan.
Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Teriakan 'anak bajingan'. Malam-malam sepi di terminal kota. Malammalam panjang di atap genting Rumah Singgah. Malam-malam kosong di
atas tower air... Lihatlah! Wajah-wajah pasangan muda ini.
Ya Tuhan! Apakah ini wajah orang-tuanya"
Pasien berumur enam puluh tahun itu menangis. Tersedu panjang dalam
simpuhnya. Kepalanya tersungkur dalam. Rambutnya yang beruban
bergerak-gerak tak tertahankan. Pasien itu menangis oleh sebuah
perasaan yang mendadak membuat berdiri seluruh bulu kuduknya.
Tergugu oleh sebuah perasaan yang bukan main tak terkata-kan.
Kerinduan. Bahagia.... Pasien itu menangis"Ray.... Dalam perjalanan mengenang masa lalu ini ada aturan yang tidak
pernah bisa dilanggar: tidak boleh ada yang kembali ke tempat yang
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
tidak pernah dia datangi- Malam ini langit menyesuaikan aturan main
itu- Kau diizinkan. Inilah satu-satunya tempat yang tidak pernah kau
lihat sepanjang hidupmu dalam perjalanan ini- Satu-satunya yang
seharusnya menjadi tempat kau melalui masa
kanak-kanak membahagiakan. Menjanjikan masa depan. Yang sayang
terenggutkan takdir.... Kau memang tidak pernah ditakdirkan memiliki
ayah-bunda, Ray! Karena orang-tuamu sepakat menyebut diri mereka
masing-masing Papay-Mamay..." Orang itu tersenyum gedr. Mencoba
bercanda. Beranjak duduk mencangkung. Tangannya lembut menyentuh
bahu pasien yang tersungkur di sebelahnya.
"Dan tahukah kau, nama yang diberikan oleh Papay-Mamay bagimu
adalah: Rehan Raujana.... Sama persis seperti yang diberikan oleh istri
penjaga panti itu.... Nama yang indah-"
"Ayo, Rehan... Yap! Satu-dua-tiga, eh, jangan!jangan ke sana... Ada
monster. Ke sini sayang... "
"Biarin! Ke sini sayang, jangan mau dekat-dekat Mamay gendut!"
"Apa kau bilang?"
"Mamay gendut-"
"Beraninya bilang begitu-"
"Aduh, aku kan hanya becanda, May... Lagian Mamay kan memang gendut
ya kan, Rehan?" Ayah-Ibu anak itu bergulingan. Saling memiting. Tertawa. Sementara
anaknya yang tadi tertatih belajar berjalan, terhenti, memandang
melongo, berseru-seru pelan,
"Mon-s-tel... Mon-s-tel! Gen-dhut! Jang-lan bel-teng-kal!"
"Kau memiliki Papay-Mamay yang hebat, Ray.... Semuda itu mereka
menjemput indah janji kehidupan...
Dan kau tumbuh amat cerdas, Ray.... Sekecil itu menjadi mutiara elok
dalam keluarga. Kau sudah pandai bicara.... Ah, andaikata kebahagiaan
ini tidak terenggutkan, mungkin aku pun iri dengan kehidupan kalian..."
Pasien itu menyeka hidung dengan ujung-ujung piyama rumah-sakit.
Membuang ingus. Pemandangan ini menikam hatinya.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Pasien itu tertatih beringsut ke depan. Papay...
Mamay.... Dia ingin ikut bermain. Dia ingin ikut merasakan pelukan
hangat ibunya- Dia ingin ikut merasakan kecupan sayang ayahnya...
Papay.... Mamay,... Orang dengan wajah menyenangkan menatap prihatin. Menghela nafas
dalam. Bagaimanalah" Tangan-tangan yang terjulur hanya menyentuh
udara. Jemari-jemari kerinduan itu hanya menyentuh kosong. Gerakan
memeluk itu menerpa kosong. Tidak bisa membelai pipi-pipi orang-orang
yang dirindukannya. Tidak bisa menyentuh bahu-bahu lembut itu. Tidak
ada pelukan sama sekali baginyaDan pasien itu tergugu. Menatap kosong visualisasi kebahagiaan tiga
orang di hadapannya. Dia tidak bisa melakukannya...
Dia tidak bisa memeluk Papay-Mamay-nya.
Lama waktu berlalu... Pasien itu masih tergugu.
Orang dengan wajah menyenangkan mengusap ujung hidungnya.
TerdiamKeramaian karnaval malam takbir di jalanan mereda.
Anak kecil itu menguap berkali-kali. Mengantuk.
"Dadah monstel... Rehan mau bobo, dulu!" Ibunya menggendong mesra.
Ayahnya mencium kening anaknya. Lantas jahil mencium leher istrinya.
"Monster nakal!" Geli, istrinya menggeliat tertawa.
Beranjak naik ke anak tangga.
Pasien itu masih tergugu.
Ayah anak itu menghidupkan teve. Berita olahraga.
Setengah jam berlalu. Malam semakin matang. Teve dimatikan. Lampu
ruang keluarga di matikan. Ayah anak kecil itu menguap lebar.
Melangkah naik ke anak tangga.
Pasien itu masih tergugu. Empat jam berlalu. Pukul 02.30, terdengar
suara bergemeretuk. Kebakaran itu sudah terjadi.
Benar-benar eksekusi yang hebat. Dalam sekejap komplek perumahan
itu terkungkung api yang berkobar-kobar. Keliru. Plee benar-benar
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
keliru malam itu, sama sekali tidak ada orang-orang yang dijanjikan
untuk membangunkan warga.
Panas. Ruang keluarga terasa panas. Pasien berumur enam puluh tahun
itu tersadarkan dari diamnya. Melompat. Kebakaran itu" Tidak boleh.
Itu tidak boleh mengambil ayah-ibunya. TIDAK BOLEH!
"Papay.... Mamay...." Bagai kesurupan pasien itu lari menaiki anak-anak
tangga. Menerabas masuk ke kamar tidur mereka.
Ayah-ibu anak itu tidur berpelukan.
Anak kecil itu terbaring di ranjang bayinya.
"Bangun.... Aku mohon! BANGUN!" Pasien itu berteriak. Api menjalar
cepat. Sudah menjilat-jilat bagian atap lantai satu.
"BANGUN...!" Pasien itu semakin kalap. Loncat ke atas ranjang.
Berusaha menarik selimut. Berusaha menarik pakaian ayah-nya.
Berusaha menarik rambut ibu-nya.
"Tidak bisa, Ray.... Kau tidak akan bisa membangunkannya!" Orang
dengan wajah menyenangkan itu mendesah gedr.
Berdiri di belakang. Menatap bersimpati"Aku mohon, bangunkan mereka...."
Orang itu menggeleng prihadn. Tidak bisa"A-k-u m-o-h-o-n..."
Api sudah menjilat gorden kamar ddur.
Pasien itu tersungkur di atas ranjang.
Panas. Ruangan itu benar-benar panas. Keributan mulai terdengar di
luar. Rusuh! Situasi mulai tidak terkendali. Anak kecil itu menangis
kencang. Gerah! Ibu anak itu terbangun. Menoleh ke tempat ddur
bayinya. Api" Mengusap mata. Benar-benar api.
"Monster, bangun- Kebakaran.....MONSTER
BANGUN!" Terlambat. Semuanya sudah terlambat. Jalan ke bawah sudah
terkepung api. Ibu itu panik menggendong anaknya. Berteriak-teriak.
Sementara Ayahnya masih berusaha menerobos anak-anak-tangga.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Tidak bisa. Api berkobar di bawah sana. Dia malah terjerembab jatuh,
meluncur ke bawah. Dalam sekejap!
Ibu anak itu menjerit demi melihat suaminya langsung terhujam dalam
kungkungan api. Berteriak-teriak histeris. ... Tubuh suaminya langsung
'dipeluk' oleh nyala api tinggi-tinggi.... Tubuh suaminya tenggelam,
bahkan sedikit pun tak sempat mendongak untuk menatap terakhir kali
istri dan anaknya. Ibu anak itu lari menuju bingkai jendela. Lantai itu empat meter
tingginya.... Lompat" Apa yang harus dia lakukan. Berteriak-teriak minta
tolong. Siapalah yang akan mendengar. Siapalah yang akan membantu.
Masing-masing sibuk dengan urusan sendiri-sendiri. Di mana ma-laikatmalaikatmu"
Plee yang merasakan keganjilan setelah mengeksekusi kebakaran,
beberapa saat setelah melarikan diri memutuskan kembali. Dan benarbenar terkesiap saat melihat tubuh-tubuh hangus terbakar. Teman
kerjanya tak kalah paniknya. Bukankah ada yang bertugas
membangunkan. Bukankah" Plee dan partner kerjanya kesetanan
berteriak. Mencoba menyadarkan sisa-sisa warga komplek.
Parmer kerja Plee-lah yang melihat ibu anak itu di bingkai jendela penuh
kobaran api. Pemuda yang berbilang dua puluh tahun itu mendesah
resah. Apa yang telah mereka lakukan. Dia melihat ibu-dan-anak itu
berteriak-teriak. M-e-n-a-n-g-i-s...
"Hati-hati, Pa!" Itu kata istrinya beberapa jam lalu, saat berpamitan
berangkat kerja. Istrinya hanya tahu dia
bekerja sebagai satpam ruko dekat pasarDia mengangguk sambil mengelus perut istrinya yang bunting. Kata bidan
dekat rumah, seharusnya dia tak boleh meninggalkan istrinya hari-hari
ini. Sesuai perhitungan, paling telat esok malam istrinya akan
melahirkan. Tetapi apa mau dikata, tugas penting bersama Plee
mendesak. Apalagi upahnya lebih dari cukup membiayai persalinan,
membeli motor baru, dan uang sewa rumah selama dua tahun.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Bayi itu" Dia seperti melihat istrinya di bingkai jendela.... Berteriakteriak memanggilnya. Partner kerja Plee gemetar menyaksikan siluet
pemandangan itu. Apa yang harus dia lakukan. Bayi.... Istrinya.... Partner
kerja Plee seketika bak kesetanan mencari sesuatu. Tangga. Mendesis,
"Aku mohon, ayolah... Apa saja... Asal bisa digunakan memanjat!" Dia
menemukan tangga bambu di seberang rumah. Bergegas menyeretnya
mendekati jendela. Jatuh terperosok ke dalam parit. Berdebam masuk
ke dalam air setinggi lutut. Musim penghujan, parit-parit dipenuhi air,
meski kotor. Kenapa pula malam ini tidak hujan" Dia buru-buru
melupakan pertanyaan itu. Naik. Kembali membawa tangga, mendekati
jendela. "Ray, orang itu berhasil merengkuh tubuh kecilmu persis saat Ibu-mu
benar-benar tersudutkan kobaran api. Saat tubuh kecilmu ada dalam
pelukannya, atap rumahmu runtuh, menghajar tubuh lbu-mu...Tidak ada
yang sempat berpikir panjang.... Ibu-mu yang terluka di punggung hanya
sempat mendesah pelan 'Selamatkan anakku. Dan orang itu melesat
menuruni tangga bambu"Menjelang malaikat maut menjemput nyawanya, Ibumu berbisik lirih
tentang betapa malangnya hidupmu, Ray.... 'Dia tidak pernah melihat
wajah Papay dan Mapay-nya dengan utuh.... Dia tidak akan. Bagaimanalah
takdirMu" Bagaimanalah Kau tega...' Maka malam ini, langit mengabulkan
doa itu. Malam ini, kau bisa melihat mereka, membayangkan wajahnya
dengan baik.... Orang dengan wajah menyenangkan itu diam sejenak.
"Apakah keadilan Tuhan tidak menjamah partner Plee malam itu" Lihat
keluar Ray.... Lihatlah! Saat orang itu berhasil menuruni tangga,
kemudian bergegas membawa kau lari menjauh dari komplek perumahan,
tangga bambu itu roboh termakan api. Terpentalkan oleh pecahan papan
lantai dua rumahmu. Ujung tangga itu melesat, menghajar punggung
orang itu. Kau jatuh terpental dari pelukannya, Ray.... Sementara orang
itu tertancap bilah bambu persis di bagian belakangnya, tembus hingga
depan.... Tapi dia masih menyisakan nafas-nafas terakhir...
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Dia teringat istrinya yang akan menjanda malam ini.... Anaknya yang
akan yatim malam ini.... Dan dia melihat kau yang terkepung kobaran api.
Terpental di tengah-tengah bilah papan berjatuhan.... Dia merangkak
dengan sisa-sisa tenaganya. Berusaha menyelamatkan kau Ray, dia tidak
tahu apakah itu sebuah penebusan, tetapi di ujung semua kejadian ini,
dia menyesalinya.... Wajah Ibumu yang memelas saat menyerahkan kau
memenuhi kepalanya, 'Selamatkan anakku'....
"Halaman rumah itu sempurna dipenuhi kobaran api. Komplek perumahan
itu terkepung api. Tidak ada jalan baginya untuk membawa kau, Ray.
Apalagi dengan punggung tertembus bilah bambu.... Dia melihat ember
besar yang terpelanting di dekatnya.... Orang itu memasukkan kau yang
menangis ke dalam ember, lantas meletakkannya di dalam parit.... Malam
itu kau hanyut dibawa aliran air parit, kau menerabas komplek yang
terbakar melalui lorong-lorong got.... Dan esok pagi, orang-orang
menemukan kau di pinggiran bantaran kali-"
Senyap. Gemeletuk api itu tidak terdengar lagi.
Juga teriakan-teriakan histeris itu.
Pasien itu masih meringkuk di atas ranjang yang sekarang berdebam
jatuh ke lantai satu.... Dia tidak sempat melihat kejadian di luar- Buat
apa" Semua penjelasan orang di sebelahnya lebih dari cukup. Lebih dari
cukup untuk membuat hatinya tersayat menjadi ribuan bagian.
Ayah-ibunya mati terbakar malam itu...Tangan pasien
itu menggapai-gapai puing-puing hitam di depannya. Meremas arangarang di sekitarnya. Ayah-ibunya tinggal tulang-belulang tak berbentuk.
Tidak bau sangit lagi.... Tidak menyeramkan lagi bentuknya.... Benarbenar tulang-belulang gosong....
"Ray, semua ini sungguh menyedihkan.... Sungguh memilukan. Manusiawi
kalau kau menyalahkan Plee dan partner kerjanya. Amat manusiawi kalau
kau membenci mereka! Mereka benar-benar merenggut seluruh
kebahagiaan yang dijanjikan kepada-mu.... Dan Tuhan 'memKoleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
biarkannya'.... Mereka memang menebus kejahatan itu dengan
menyelamatkanmu, satu mau di uang gantungan, satu mad tertembus
bilah bambu.... Belum terhitung hukuman yang menanti mereka di hari
pembalasan.... Sungguh bisa diterima akal sehat kalau kau masih tidak
terima.... Dalam situasi yang berbeda, juga mungkin bisa dibenarkan
kalau kau memutuskan untuk membalas....
"Tetapi kau punya pilihan lain, Ray.... Kau bisa memilih.... Apa yang
dibilang Bang Ape waktu itu" Ah-ya, kita bisa menukar banyak hal
menyakitkan yang dilakukan orang lain dengan sesuatu yang lebih hakiki,
lebih abadi... Rasa sakit yang timbul karena perbuatan aniaya dan
menyakitkan itu sementara! Pemahaman dan penerimaan tulus dari
kejadian menyakitkan itulah yang abadi... Benar, kau bisa memilih untuk
menerimanya...." Senyap. Kobaran api membumbung tinggi"Kau tidak bisa menyalahkan orang lain atas kejadian-kejadian buruk
yang menimpamu, Ray.... Tahukah kau, pagi itu, satu-satunya saudara
ibu-mu bergegas datang dari kota lain hendak memastikan kabar....
Keretanya terlambat. Di tengah hiruk-pikuk pendataan korban, mereka
justru mengambil bayi orang lain. Kau tertukar.... Apa kau mau
menyalahkan kereta api" Tidak, kan"
"Orang-orang yang suka menyalahkan orang lain atas kejadian buruk
yang menimpanya cenderung seperti kau! Membalas! Ketika kau tidak
kuasa membalasnya ke orang yang bersangkutan, tidak bisa
membalasnya ke Tuhan, maka kau membalasnya dalam bentuk lain!...Apa
salahnya Pukulan Naga Sakti 15 Buku Catatan Josephine Crocked House Karya Agatha Christie Matahari Terbit 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama