Backstreet Aja Karya Gisantia Bestari Bagian 2
Tatapan Ariel semakin dingin. "Hhmmm....." Ariel lalu menghela napas, sebelum berkata, "Rista,
Gen." "Rista?" Genta terkejut. ''Jadi lo jadian sama Rista" Pantesan tadi Mayang cemberut gitu. Rista
kan sahabatnya sendiri, tapi tega banget dia jadian sama lo tanpa meduliin perasaan Mayang,''
kalimat Genta dalem banget, tapi sedikit pun tak ditemukan sorot dendam dari matanya.
Ariel langsung menepis omongan Genta. ''Kesimpulan lo salah,'' tegasnya. ''Kalo soal Mayang
cemberut, gue sih mana tahu.'' Ariel berdeham lagi.
"Rista nggak pengen Mayang sakit hati, makanya dia minta supaya gue sama dia kayak nggak
pacaran. Gue mesti tetep deket sama Mayang, supaya Mayang tetep ngerasa seneng."
Genta menerawang.''Jadi lo berdua pacaran backstreet?"
"Iya,'' jawab Ariel. ''Gue mohon sama lo, jangan kasih tahu ini ke Mayang, juga jangan dendam
sama Rista. Rista nggak punya maksud jahat. Dia nggak bisa nolak gue, tapi juga nggak mau
bikin Mayang ditusuk-tusuk. Dia bingung mesti gimana."
Genta mengangguk sambil tersenyum. ''Gue nggak akan ngasih tahu Mayang. Gue juga nggak
akan nyalahin Rista. Lo tenang aja,'' katanya bijak.
Ariel nyengir lebar, kemudian memeluk Genta sambil berterima kasih.
Malam itu Mayang membuka pintu kamar Genta.
Mas Genta!" katanya judes ketika didapatinya Genta sedang duduk di tempat tidur sambil
membaca buku-buku ''berat''. Mayang duduk di sebelah abang tersayangnya. ''Mas Genta jahat!"
sambil menautkan alis, Genta menatap Mayang. ''Kok kamu masuk-masuk langsung nuduh Mas
Genta jahat sih" Kapan Mas Genta ngejahatin kamu" Kapan?""!!"
Mayang menunduk suram. ''Emang jarang, tapi sekalinya jahat tuh nyakitin banget sampe ke
hati!" Mayang menyeringai. ''Aku nggak ngelebih-lebihin. Kenyataannya emang begitu. Kenapa
Mas Genta waktu itu mau sok-sok bikin aku seneng" Bikin aku terus keinget-inget" Asal tahu aja,
itu sama sekali nggak lucu. Kelewatan.''
"Kamu ngomong apa sih?" tanya Genta dengan ekspresi bego. Namun justru membuat Mayang
tambah gempar. "Ariel nggak nembak aku waktu di Cibubur!!!" bentak Mayang keras. Genta langsung ngeh.
Langsung mengerti. Dan ekspresinya berubah dratis.
Sambil merangkul pundak Mayang, Genta menjelaskan, ''Mayang sayang, denger ya. Waktu itu
Mas Genta nggak bohong, Ariel emang bilang mau nembak anak kelas satu di Cibubur. Tapi
entah ya, bilang kalo anak itu kamu" Nggak, kan" Mas Genta cuma bilang mudah-mudahan.''
Mayang menunduk, menahan pedih. ''Jadi bukan aku dong orangnya....''
"Eh, belom tentu juga,'' Genta langsung menghibur adiknya, walaupun ia yakin kalimat itu salah
total. "Belom tentu gimana" Kayaknya aku terlalu pede, gede rasa, dan sebagainya....'' Mayang
menenggelamkan wajah di balik tangannya.
Tepat setelah itu, pintu kamar Genta terbuka lebar, dan muncullah orang yang telah melahirkan
mereka berdua. "Genta, kamu udah punya uang buat nonton hari Sabtu nanti?" tanyanya pada Genta. Orang itu
bernama Winda, sosok ibu yang bekerja sampai malam namun selalu mencurahkan kasih
sayang pada kedua anaknya.
"Udah, pokoknya beres deh!" Genta menjentikkan jarinya sambil tersenyum. Senyum jail.
Mayang menganga. ''Hah" Mas Genta hari Sabtu mau nonton" Sama siapa"''
"Sama temen-temen dong!'' Genta pamer. ''Kan mau Tahun Baru. Jadi kita ngadain acara nonton
dalam rangka menyambut Tahun Baru! Hehe...."
"Maaaaaaa..... Mayang juga, ya" Mayang bakal ngajak semua temen buat nonton bareng. Kan
Tahun Baru....," Mayang nggak mau kalah. ''Ya Ma, ya?"?"
"Yah, terserah kamu deh."
"Yee.... Mama keren deh!"
''Kalo Rocha ngedeketin aku terus, kamu cemburu nggak?"
Rista terdiam ketika Ariel menanyakan hal itu.
"Hhhmmm....gimana ya....,'' katanya bingung sambil memiring-mirikan bibir. Hari itu Rabu pagi,
dan Mayang belom muncul, jadi Rista dan Ariel tak ingin melewatkan kesempatan untuk bertemu.
Tapi tetap sembunyi-sembunyi, yaitu di tempat paling keren, belakang gedung sekolah.
"Cemburu kagak"'' ulang Ariel dengan mimik lucu. Rista masih terlihat menimbang-nimbang.
"Harusnya nggak,'' akhirnya Rista memberikan jawabannya. ''Hhmmm.... Kalo dia tahu kita
pacaran, bahaya nggak"'' Rista balas bertanya.
Kini giliran Ariel yang terlihat berpikir. ''Bahaya,'' jawabnya kemudian dengan alis berkerut. ''Kalo
dia tahu, kamu bakal diinjek-injek. Dia kan naksir berat sama aku, hehehe....''
Namun Rista tidak tertawa. Ia melipat tangannya sambil menggigit bibir.
"Kamu nggak boleh cemburu,'' Ariel berkata lagi sambil menunjuk muka Rista. ''Rocha kan selalu
ngedeketin aku. Kamu udah biasa ngeliat, kan" Kamu harus kebal sama hal itu. Kalo sembunyisembunyi pastinya nggak boleh cemburuan, kan?"
Rista menggaruk pelan bagian belakang lehernya. ''Iya, iya, aku nggak cemburu. Nggak bakal.
Kayaknya risiko kita makin berat ya, Ar?"
"Siapa suruh backstreet" Aku nggak minta. Aku cuma ngikutin kemauan kamu," Ariel sedikit
mengeluh. Rista menggembungkan pipi.
"Kamu jangan protes mulu kenapa sih!"
"Ta, sumpah, gue gerah ngeliat pandangan nggak enak di kantin.'' Mayang, yang bersama Rista
saat itu, duduk di kursi koridor saat istirahat. Ia menunjuk ke arah kantin. Di sana ada Rocha
yang dengan noraknya terus mengikuti Ariel.
Rista mengangkat alis. ''Ya udah, nggak usah liat kalo gerah,'' tukasnya enteng.
"Bisa banget ngomongnya! Gue nggak terima nih! Bisa sakit mata gue,'' Mayang bersedekap
sambil merengut. Sebenernya Rista pengen juga bersikap kayak Mayang, namun dengan sekuat
tenaga ditahannya. "Emang nyebelin tuh Kak Rocha,'' kata Rista parau. "Dia pikir dia siapanya Ariel sih" Pacar jelas
bukan, tapi dibilang temen kayaknya Ariel nggak setuju tuh. Mana mau dia nganggap Kak Rocha
temen" Yang paling pantes buat Kak Rocha itu makhluk asing dari planet asing. Hehehe...."
Rista ketawa diikuti Mayang.
"Iya, Kak Rocha tuh nggak jelas asal-usulnya....," tambah Mayang sambil masih ketawa-ketawa.
''Pengen gue injek-injek tuh cewek. Beneran deh." Tiba-tiba Mayang menghentikan tawanya,
diganti ekspresi super serius.
Rista menerawang jauh. ''Padahal kalo sifat Kak Rocha nggak kayak gitu, pasti dia itu cewek
yang menarik, cantik, pokoknya semua mata noleh dan mandang positif ke dia deh."
"Iya, iya." Mayang mengangguk-angguk. "Eh, Ta, nanti pulang sekolah main ke rumah gue
yuuukkk...." Tiba-tiba Mayang mengalihkan topik.
Rista terdiam sesaat. ''Naik....mobil Ariel?" tanyanya gugup. Sebenarnya Rista nggak masalah
sih kalo ke rumah Mayang bareng Ariel, tapi kayaknya Rista nggak bakalan sanggup
bersandiwara dengan Ariel ada di sit. Pasti bawaan mereka berdua pengennya deket....
"Nggak lah,'' jawab Mayang, membuat hati Rista lega. ''Hari ini Ariel nggak main ke rumah gue.
Dia nggak bisa, ada kerjaan yang bikin dia sibuk."
"Untunglah....," gumam Rista sambil mengelus dadanya dengan perasaan cerah. Mayang
tertegun. "Untunglah kenapa?"
Rista tersentak. "Eh, nggak. Kalo Ariel ikutan kan gue jadi ngerasa ngeganggu...." Terpaksa ia
berbohong. Mayang mengerutkan alis, lalu geleng-geleng kepala sambil tersenyum manis. ''Kok ngeganggu"
Apanya yang ngeganggu" Kalopun Ariel ikut kan dia mainnya sama Mas Genta. Lo biar sama
gue." Rista cuma mengangkat alis.
Part* 10. "Mau nonton apa nih, Ta?" tanya Mayang sambil sibuk memindah-mindahkan saluran TV.
"Apa aja." Ristam yang duduk di sebelah Mayang, menyenderkan tubuhnya di sofa ruang TV
rumah Mayang yang asri. Mayang berdiri tegap. ''Ya udah, gue bikinin Cappucino dulu ya...."
"Eh, eh, eh...." mendadak Rista ikut berdiri ketika Mayang bersiap menuju dapur yang jaraknya
tak jauh dari ruang TV itu. ''Repot-repot amat sih, dibikinin juga nggak pa-pa kok...." Rista
tersenyum jail. Mayang menyeringai. ''Dasar Rista!" serunya, lalu berjalan ke dapur, bikin Rista ketawa geli.
Rista lalu duduk kembali, ketika tiba-tiba terdengar suara langkah kaki seseorang yang turun dari
lantai atas. Ternyata Genta.
"Eh, ada elo, Ris." Genta tahu-tahu sudah di situ, membuat Rista terkejut setengah mati. Rista
sudah sering ke rumah Mayang, tapi sejak Mayang ikut Ariel pulang dan Ariel sekalian main di
situ, Rista jadi jarang datang.
"Eh, halo, Mas Genta....'' Rista tersenyum manis. Genta dengan santai duduk di sebelah Rista,
membuat Rista jadi merinding, nggak tahu apa sebabnya.
"Cie, yang jadian sama Ariel Cibubur....," bisik Genta misterius. Rista membelalakkan mata,
kaget. "Jadi Mas Genta tahu tentang...." Rista tak sanggup berkata-kata.
Genta mengangguk cepat. "Tahu," jawabnya sambil tersenyum. Bukan senyum sinis penuh
dendam, tapi senyum yang teramat ramah. Mencairkan suasana. "Gue tahu Ariel."
Rista menarik napas berkali-kali. Napasnya sukar diatur. "Mas Genta....," ujarnya takut-takut.
"Mas Genta....."
"Nggak, gue nggak marah," Genta langsung tahu apa yang ingin ditanyakan Rista. Rista bisa
lebih tenang sekarang. "Gue sama sekali nggak marah sama lo. Gue bisa ngerti kebingungan lo,
Ta. Antara Mayang dan Ariel."
"Gue tahu gue salah, gue udah makan temen sendiri.... Maafin gue, Mas, gue nggak bermaksud
mengkhianati adik Mas satu-satunya...." Rista menutup muka dengan kedua tangannya, matanya
mulai berkaca-kaca, penuh perasaan bersalah. "Gue cuma nggak mampu milih...."
Genta perihatin. "Lo nggak salah, Ta. Lo juha punya hak untuk suka sama Ariel. Nggak ada yang
bisa ngelarang kalo pilihan lo jatuh ke Ariel. Menurut gue, backstreet emang jalan terbaik, Ta.
Selama Mayang nggak tahu, semua pasti lancar-lancar aja. Tapi satu yang harus gue ingetin ke
elo, lo sama Ariel nggak begini terus. Mayang pasti akhirnya tahu juga. Nggak bisa dipastiin
kapan. Lo emang mengkhianati Mayang, tapi lo nggak bisa disalahin juga," Genta ceramah
panjang-lebar. Rista bisa sedikit lebih tenang setelah mendengar ceramah Genta. Lalu ketika ia baru saja akan
mengatakan sesuatu, terdengar langkah seseorang. Ternyata Mayang, dengan dengan dua
Cappucino hangat di tangannya.
"Eh, eh, eh, Mas Genta ngapain di sini" Hus, hus, hus, sana ke kamar aja!" Mayang ngebentak
agak kasar, sambil mengerut-ngerutkan muka.
"Wah, itu minuman buat Mas Genta sama Rista, ya?" bukannya menjawab, Genta malah
bercanda. Diiringi tawa geli Rista. Mayang makin bersungut sebal.
"Huu.... Enak aja! Mas Genta jangan di sini dong! Ngeganggu! Awas ya, ntar aku nggak ajak Ariel
ke sini lagi lho!" ancam Mayang. Genta dan Rista berpandangan penuh arti. ''Lagian aku nggak
pernah ganggu kalo Mas main sama Ariel!"
Genta langsung beranjak dari sofa. ''Iya, iya, aku ke kamar!" katanya, lalu segera berlari ke atas,
tempat kamarnya berada. Mayang menaruh dua gelas Cappucino itu di meja, lalu duduk di sebelah Rista. "Bener-bener gila
lo, Ta! Lo ngegebet kakak gue, ya?" tanyanya dengan ekspresi setengah bercanda setengah
serius. "Yee.....enak aja. Nggak, lagi, dia cuma ngobrol-ngobrol-nya dari atas meja, lalu meminumnya
dan terlonjak kaget ketika hp-nya mendadak bergetar heboh si saku roknya, menciptakan noda
minuman si seragamnya. Rita menaruh minumannya di meja, lalu mengambil hp dari saku roknya dan membaca nama
yang tertera di layar. Dari.... Biasalah, Ariel. "Hhhmmm....sebentar ya, Yang...." Rista menoleh
pada Mayang yang penasaran.
"Emang siapa sih?" tanya Mayang bingung.
Tanpa menjawab, Rista langsung berdiri dan berjalan menjauh. "Halo...."
"Rista....kamu dimana?" tanya Ariel di seberang sana.
Rista menelan ludah. "Di rumah Mayang....," jawabnya berbisik.
"Oh....jadi kamu di rumah Mayang...."
"Emang kenapa?"
"Nggak, cuma pengen tahu aja. Aku lagi ngerjain tugas Biologi nih. Susah banget. Aku jadi
pusing. Ta, bentar lagi kan Tahun Baru nih.... Kita jalan yuk!!" ajak Ariel. Dari nada suaranya
kentara banget cowok itu semangat sekali.
Rista menghela napas gelisah. "Nggak bisa."
"Kenapa?" "Aku nggak bisa. Kapan pun waktunya, tempatnya, tanggalnya, aku nggak bisa. Aku takut
ketahuan Mayang....," Rista bersikap tegas.
Ariel mendesah kesal. "Kapan kamu nggak takut sama Mayang" Dia kan sobat kamu?"
"Kenapa sih kamu nggak bisa dibilangin! Mayang kan suka sama kamu, Ar.... Katanya kamu
udah bisa ngertiin aku, sekarang kenapa kamu marah-marah lagi" Kenapa kamu nggak bisa
terima?" Rista marah dalam bisikan.
"Kamu nggak punya nyali, ya" Aku minta, sekarang kamu bilang ke Mayang kalo kita udah
jadian. Kalo kamu ngomong baik-baik, dia pasti nggak marah."
Rista bersungut. "Kamu pikir bisa segampang itu" Kamu pikir Mayang bisa nerima kenyataan ini"
Kamu pikir persahabatan aku sama dia bisa tetep awet setelah aku ngomong ini" Nggak, Ariel!!!"
"Terserah kamu deh! Tapi aku udah bosen ngelajanin hubungan kayak begini! Nggak suka!"
"AH!" Rista berteriak sebal lalu mematikan hp-nya. Sambil marah-marah sendiri ia memasukkan
hp-nya ke saku rok, menghela napas sejenak, lalu berbalik dan duduk lagi di sebelah Mayang.
"Siapa,Ris" Kok lo keliatan marah gitu" Siapa yang berani bikin lo marah" Dasar orang nggak
tahu diri!" Mayang memaki-maki orang yang barusan nelepon Rista, walaupun ia sendiri nggak
tahu siapa. Rista mengurut-urut keningnya, pusing. "Yang nelepon gue tadi orang yang nggak
berperikemanusiaan, orang yang mementingkan diri sendiri, orang yang nggak punya perinsip!"
Rista bicara sambil ngotot, lalu meraih tas di sebelahnya dan berdiri.
"Yang, sori ya, gue pulang dulu."
"Pulang" Kok cepet banget?" Mayang buru-buru menahan Rista yang berdiri belom ngasih tahu
gue!" "Nggak tahu, gue udah lupa!" jawab Rista sekenanya. "Yang, kapan-kapan gue ke ini lagi deh.
Tapi sori ya, hari ini gue pulang cepet, stres....." Rista memegang keningnya lagi.
Mayang akhirnya mengangguk. "Ya udah, pulang aja. Kalo lo emang lagi stres berat. Gue nggak
akan nanya-nanya lagi. Tapi lo nanti istirahat di rumah, ya."
Rista mengangguk lesu. Lalu bersama Mayang ia dituntun ke gerbang rumah.
*** Rista memasuki kelas dengan langkah gontai. Sepulangnya dari rumah Mayang kemarin, Ariel
meneleponnya. Cowok itu nanya kenapa teleponnta ditutup. Rista jawab karena dia kesal dengan
sikap Ariel yang nggak mau tahu masalah orang lain. Eh, Ariel malah nyalahin Rista yang nggak
berani ngomong jujur ke sobat sendiri. Alhasil, mereka bertengkar. Ujungnya, jadi marahan.
Kacau deh semua. Dengan lemas Rista menaruh tasnya di bangku. Masih pusing kepalanya, Mayang udah datang
menghampiri. "Ta, temenin gue yuk!" ajaknya sambil menggandeng tangan Rista.
"Ke mana?" "Ke kelas Ariel. Gue mau nanya ke dia, bisa nggak pulang sekolah main ke rumah gue. Genta
kepengen banget ketemu," Mayang berterus terang.
Rista terbelalak. Lagi sebel sama Ariel malah diajak ketemu. Duh, gimana nolaknya ya" "Nggak
ah." "Kenapa" Lo nemenin doang kok, nggak bakalan ngapa-ngapain lagi." Mayang masih maksa.
Rista menggeleng-geleng. "Gak ah....gue lagi pusing nih...."
"Sebentar doang. Ayo dong...." Rista tak bisa mencegah lagi, Mayang sudah menarik tangannya
ke luar kelas. "Yang, gue nggak mau...." Rista terus ngeyel sepanjang perjalanan. Tangannya terus digenggam
Mayang biar nggak ke mana-mana.
Mayang tidak menggubris. Namun belum sampai mereka di kelas Ariel yang cukup jauh itu,
mereka sudah berpapasan dengan cowok itu. "Eh, Ariel!" Mayang menahan langkah Ariel. Rista
berdiri di belakangnya sambil memalingkan muka, tak ingin melihat cowok itu.
"Apa?" Ariel bertanya pada Mayang, namun matanya ke mana-mana. Tampaknya dia juga nggak
kepingin melihat Rista. Sebelum ngomong, Mayang senyum dulu. "Ar, pulang sekolah nanti gue ikut mobil lo, ya" Lo
sekalian main, Mas Genta pengen ketemu lo." Mayang lalu melirik Rista sebentar. "Rista boleh
numpang juga, nggak" Dia juga mau ke rumah gue."
"Eh....," Risra bergumam. Disenggolnya pinggang Mayang. "Lo jangan asal deh, Yang, kalo
ngomong. Gue nggak bisa ke rumah lo hari ini, gue ada acara....," Rista ngeboong. Nggak
sepenuhnya sih. Emang bener kok dia nggak ada rencana ke rumah Mayang hari ini.
"Oh....maafin deh...," kata Mayang pada Rista.
"Pulang nanti gue nggak ke mana-mana. Jadi, oke, gue bisa ke rumah lo," akhirnya Ariel
mengjawab. Mayang seneng banget dengernya.
Part* 12. "Mayaaaangggg.....berhenti dooongg!!" dengan susah payah Rista mencegat Mayang. Mayang
berhenti mendadak. Matanya menerawang. "Yang, tolong dong.....gue nggak betah dari pagi
dicuekin terus sama lo....kejadian di WC itu nggak usah dimasukin ke hati dong...." Rista
menggenggam erat tangan Mayang yang luar biasa dingin.
Mayang melepaskan tangannya, lalu mengusap wajah. "Ta, lo jangan baik-baikin gue deh!"
akhirnya Mayang ngomong juga. Meski kalimat yang keluar kayak begitu, namun Rista lega
karena Mayang mau bersuara.
Rista merengut. "Yang, kok lo ngomongnya gitu sih sama gue?"
"Mana tuh Ariel?" Kok nggak ditemenin?" Kasian kan lo sendirian?" Masa lo nggak ada di
sampingnya saat dia lagi butuh lo banget?"?""Sindir Mayang dengan suara agak keras.
"Yang, lo apa-apaan sih!" Rista mengguncang-guncang bahu Mayang.
Mayang bertolak pinggang. "Apanya yang apa-apaan"! Elo tuh yang apa-apaan! Apa-apaan tuh
makan sobat sendiri" Nggak berperasaan, mentingin diri sendiri!"
Rista tersentak. "Yang...."
"Apaan lo yayang-yayangan" Emangnya gue yayang lo?" Mayang naik darah banget nih. "Gue
nggak mau denger lo ngomong lagi!"
"Hei, Yang!" tiba-tiba Ariel muncul dari balik pundak Mayang. Mayang berbalik memandang Ariel,
lalu berbalik lagi memandang Rista yang hanya terdiam.
"Udah dateng tuh. Gue tahu gue ngeganggu," ujar Mayang kasar.
Rista berniat mengejar Mayang yang telah berlari meninggalkannya, namun ia sadar usaha ia
Backstreet Aja Karya Gisantia Bestari di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak akan ada gunanya. "Kenapa tuh anak, Ris?" Ariel bertanya.
Rista menghela napas. "Ayo ke belakang sekolah."
Tanpa basa-basi Rista langsung berjalan ke belakang gedung sekolah, Ariel mengikuti di
belakang. "Ayo cerita, kenapa Mayang tadi kayak gitu?" Ariel langsung nanya begitu ia dan Rista sampai di
tempat yang dituju. Habis, penasaran sih.
"Mayang...." Rista tampak gelisah. "Mayang marah.....kita pacaran...." Rista nggak tahu gimana
ngejelasinnya. Mata Ariel membulat. "Maksud kamu....kamu udah bilang kalo kita..." Sekarang mata itu berbinar.
"Kamu udah berani bilang! Keren!"
"IH!!" Rista bertolak pinggang. "Masa Kak Rocha nggak ngomong apa-apa ke kamu?""
"Rocha" Kok Rocha" Apa hubungannya sama Rocha?" muka Ariel kayak orang bego.
"Denger baik-baik," Rista berdeham. "Tadi pagi aku dimarah-marahin sama Kak Rocha di toilet.
Katanya dia ngeliat kita berdua pegangan tangan. Dan di situ ada Mayang! Mayang percaya
sama Kak Rocha, trus dia musuhin aku!!!"
Ariel tenang-tenang aja. "Wow, keren! Jadi walaupun kamu nggak ngasih tahu, Mayang udah
tahu dari Rocha. Berarti sekarang kita nggak perlu sembunyi-sembunyi lagi."
PLAK!! Tamparan keras mendarat di pipi Ariel. "Kamu tuh pura-pura bego atau emang bego
sih"!" Rista langsung naik darah. "Aku nggak bisa tenang kalo Mayang marah sama aku!!"
"Itu kan karena dia baru tahu. Lama-lama dia pasti ngerasa biasa aja, trus baikan lagi sama
kamu," kata Ariel santai, sambil mengelus pipinya kesakitan.
"Kamu selalu aja nganggap enteng masalah," Rista bersedekap. "Kamu tahu nggak" Sekarang
aku diincar-incar Kak Rocha."
Ariel memegang pundak Rista. "Kalo soal itu, biar aku yang ngurus. Ngabisin Rocha mah kecil."
Cowok itu tersenyum. Rista cuma mengangkat alis.
"Terserah deh. Hhmm, Ar, aku pengen bikin Mayang nggak percaya kalo kita pacaran."
"Kok begitu sih" Udah bagus kan dia tahu" Lama-lama dia pasti baikan sama kamu. Percaya
deh," Ariel berusaha meyakinkan lagi.
Rista geleng-geleng. "Nggak mungkin. Mayang pasti musuhin aku SELAMA-LAMANYA!" cewek
imut itu bersikeras. "Aku nggak bisa jauh-jauh dari Mayang. Dia temen terbaik aku yang pernah
aku kenal." "Oke, oke, aku ngerti. Kita bisa atur nanti," Ariel meramahkan keadaan. "Pulang yuk." Rista
mengangguk sambil tersenyum tipis. Kepalanya mulai pening saat ia dan Ariel berjalan menuju
gerbang sekolah. "Ristaaa!!" Sambil jingkrak-jingkrak Tya datang menghampiri Rista. "Rista!!! Gila, Ta! Benerbener gila! Masa tadi gue jalan, trus papasan sama Fajri, eh, dia senyumin gue, Ta!"
Rista tersenyum. "Oh...." hanya itu yang keluar dari mulutnya.
"Fajri siapa?" tanya Ariel pengen tahu.
"Sekretaris OSIS....," Tya ngejawab.
Masih inget kan sama Fajri" Yap, dia anak kelas dua yang menjabat sekretaris OSIS SMA
Camar. Udah lama banget Tya naksir nih cowok. Padahal, beneran deh, nih cowok nggak ada
ganteng-gantengnya. Biasa aja. Malah punya kesan dekil. Habis item sih. Itemnya nggak
setengah-setengah, lagi. Item banget. Tapi mau gimana lagi" Emang yang begini nih selera Tya.
"Hahaha...." Ariel ketawa sampe sakit perut. "Dia udah punya cewek!"
"HAAAAHH!?" Tya kaget banget. "Siapa?"
"Anak sekolah lain. Nggak tahu tuh nama sekolahnya apaan, gue lupa."
Tya langsung lemes. Nggak tahu apa yang dirasakannya sekarang. Sebel, kesel, kaget, sedih.....
"Udahlah, Tya..... gak usah dilarut-larutin. Lupain deh si Fajri itu. Emangnya cowok cuma dia"
Banyak, tau....." Rista menepuk-nepuk punggung Tya. "Masih ada yang lebih baik dari dia....."
Tya mengucek-ngucek matanya. Eh, kok jalannya berdua gini" Hayooo, kenapa.....?"Tya balik
lagi pada keceriaannya dan mulai nyari gosip.
"Ah, elo, jangan nyari gosip dong," Rista buru-buru jawab. "Eh, Mayang mana?"
"Uda pulang, naik angkot," jawab Tya. "Mukanya kayak bete gitu. Eh, udah dulu ya, gue cabut
dulu." "Daah...." Rista melambaikan tangan pada Tya yang masuk ke mobilnya yang baru datang.
"Lho, Ta, mau ke mana?" Pertanyaan Ariel menghentikan langkah Rista yang baru saja akan
meninggalkannya. Rista berbalik.
"Mau pulang," jawabnya singkat.
Ariel meraih tangan Rista. "Ta, Mayang kan udah pulang," tukasnya pelan. "Kamu bareng aku
aja." Rista langsung mikir. Iya juga ya, Mayang kan udah pulang. Jadi Mayang nggak akan tahu kalo
dia pulang sama Ariel. Lagian, dia kan belom pernah numpang mobil Ariel.
"Oke," putusnya sambil tersenyum. Beriringan, mereka berdua berjalan ke tempat parkir sekolah
dan masuk ke sedan putih Ariel......
Part* 13. AWAL TAHUN. Setelah liburan superpanjang, SMA Camar kembali terisi oleh anak-anak yang
siap menghadapi semester dua. Pagi ini topik yang sedang asyik dibicarakan adalah hasil rapor
semester satu. Siapa ranking berapa, siapa ranking berapa.
Rista cukup lega melihat hasil rapornya. Ia mendapat ranking lima. Lumayan, kan" Pengen
banget nih tahu rangkingnya Mayang. Tapi gimana caranya" Sampai saat ini Mayang masih
memusuhinya! Sepanjang liburan kemarin, nggak ada acara jalan-jalan sama Mayang, teleponan
sama Mayang, ngobrol sama Mayang. Nggak ada. Hingga kerinduan yang teramat dalam pada
Mayang menghinggapi hati Rista.
Mayang dan Rista sering kali saling mencuri pandang. Ingin ngajak ngobrol, tapi sepertinya
nggak mampu, nggak sanggup. Sampai saatnya pulang, mereka nggak ngomong-ngomong juga.
Karena Mayang tak bersamanya, dengan mudahnya Rista dan Ariel bertemu di tempat paling
hebat, belakang gedung sekolah. Dan Rista mendapat tawaran yang belum pernah diajukan
padanya sebelumnya. Ariel mengajak Rista ke rumahnya.
** Rista membelalakkan matanya. Tak percaya pada pemandangan di depannya.
Rumah Ariel begitu megah. Berwarna putih bersih dengan tumbuhan aneka ragam di halaman
depan. Begitu menyegarkan jendela hati.
"Rumah kamu enak banget," puji Rista, sambil duduk di sofa ruang tamu. Perabotan rumah itu
tertata sangat rapi dan bersih.
"Semua orang yang pernah berkunjung ke sini juga bilang begitu." Ariel duduk di sebelah Rista.
Rista tertegun. "Termasuk Mayang?"
Ariel menggeleng. "Mayang belom pernah ke sini," jawabnya. "Yang udah Genta."
Rista manggut-manggut. "Hai, Ris!" terdengar suara ramah. Rista memutar kepalanya ke kanan, tempat suara itu berasal.
Tak lama kemudian bibirnya menyunggingkan senyum.
Dega muncul dari ruang makan. Seragam sekolahnya telah berganti menjadi kaus merah dan
celana pendek hitam. "Eh, lo udah pulang," kata Ariel seraya beranjak dari sofa. Matanya terarah pada Rista. "Mau
minum apa?" "Air," jawab Rista iseng. Ariel tertawa.
"Serius dong, Ta."
"Iya, aku juga serius."
"Air apa?" "Air comberan," Dega nyelonong ngomong. "Gampang, tinggal ambil di selokan depan,"
kemudian ia tertawa melihat tampang Rista yang sebel banget.
"Air putih," cewek itu cepet-cepet ngomong. Ariel tersenyum sambil manggut, lalu berjalan ke
arah dapur diikuti Dega. Tinggallah Rista sendiri di ruangan itu. Tiba-tiba ia menemukan saru kekurangan rumah Ariel.
Rumah ini sangat panas. Walaupun di luar sana banyak pohon rindang, nyatanya tidak menjamin
rumah ini bakal sejuk. Mungkin karena lokasi rumah ini kurang bagus, atau tidak strategis.
Uhhhh.....gerahnya....! Rista meraih tas sekolahnya, lalu mengambil ikat rambut dari salah satu
kantong, dan mulai mengikat rambutnya jadi ekor kuda.
Di sekolah, sebagian besar anak cowok selalu memandang aneh anak cewek yang rambutnya
dikucir kuda. Kalau para cewek merasa rambut panjangnya menganggu aktifitas, ngapain
melihara rambut sampe panjang?" Kenapa cewek tidak mengunduli kepalanya saja daripada
repot-repot mengucir rambut" Kalau punya rambut panjang, ya digerai dong, pamerin
keindahannya! Hehehe.....aneh ya" Tapi begitulah pemikiran para cowok di SMA Camar. Pemikiran yang lucu
tapi.....ya bener juga! Rista melamun. Yah, tepatnya memikirkan sesuatu. Memikirkan Mayang. Sekarang sobatnya itu
lagi ngapain ya" Mungkin nggak sih Mayang mau baikan sama dia" Mungkin nggak sih Mayang
merasa kesepian seperti dia sekarang" Mungkin nggak sih Mayang kangen padanya seperti
yang di rasakannya sekarang"
"Kakak pasti Kak Rista," tampak di sebelah Risra seorang gadis mungil berseragam putih-biru.
Wajahnya imut banget! Pipinya gembil, bibirnya supertipis, dan tubuhnya rada gemuk.
Tampaknya anak ini baru pulang sekolah.
Rista menghentikan lamunannya. Ditatapnya anak imut itu. "Lho, emang kamu siapa?"
Anak lucu itu tersenyum manis, lalu mengulurkan tangan. "Aku Nayola, adiknya Mas Are sama
Mas Go," ujarnya sopan.
Rista menjabat tangan Nayola. "Iya, aku Rista."
"Pacarnya Mas Are, kan?" Nayola tersenyum genit sambil duduk di sebelah Rista. "Trus,
seangkatan sama Mas Go, kan?"
"Iya," Rista mengangguk, sambil berpikir kenapa nama Ariel bisa jadi Are dan Dega menjadi O.
Maksudnya, nama panggilan sama asli kok jauh banget. Kayaknya diambil dari bahasa Inggris
ya" Kalo gitu, Nayola dipanggil apa ya" Your" Hehehe....."Nayola kelas berapa?"
"Nail kelas satu," jawab Nayola ramah.
Nail?" Nayola menjadi Nail?" Kocak banget sih.....
Nayola bersuara lagi. "Kak Rista cantik banget, nggak heran Mas Are berubah 180 derajat."
"Maksud kamu?" Rista nggak ngerti maksud Nayola. Nayola menarik napas.
"Jadi gini lho, Kak Sist....(Wah, enak banget ya ngubah-ngubah nama orang seenaknya! Hehe....)
Mas Are orangnya usil banget sama aku. Kadang-kadang Mas Are jahaaat banget sama aku.
Mas Are kan emang nggak suka punya adik perempuan. Nah, waktu itu, aku bingung banget
soalnya Mas Are jadi berubah 180 derajat. Nggak pernah ngusilin aku lagi, malah sebaliknya. Dia
jadi baik banget sama aku. Setelah cari-cari informasi dari Mas Go, ketauan deh Mas Are lagi
naksir orang. Makanya dia jadi sayaaaaang banget sama yang namanya cewek. Kalo dia nggak
sengaja ngusilin aku, dia langsung inget aku cewek, yang berarti juga kaumnya Kak Sist.
Langsung deh, Mas Are minta maaf sama aku."
Rista langsung tersipu mendengar cerita panjang Nayola. Sebegitukah rasa cinta Are eh, Ariel
pada dirinya" Wuuah.....senng banget ada orang yang begitu sayang sama kita. Rasanya hidup
kita begitu sempurna. Ya, kan?"
"Eh, Mas Are," Nayola mengalihkan pandangan dari Rista. Rista memutar kepalanya dan melihat
Ariel berdiri dengan dua gelas air putih di tangannya. Dengan cepat Nayola berdiri. "Mas Are,
Mama mana?" "Pergi ke salon, kali," Ariel ngasal. "Nail, cepet ke kamar. Ganti baju sana."
Mata Nayola berkedip-kedip centil. "Mau ngusir bilang aja. Nggak usah dihalus-halusin. Mau
berduaan doang bilang aja deh....," godanya sambil berlari pergi meninggalkan ruang tamu.
Ariel geleng-geleng kepala, lalu duduk di sebelah Rista. " Nail lucu ya," ujar Rista. "Kok bisabisanya sih kamu dulu ngusilin adik selucu itu?"
Ariel tertegun. "Jadi Nail cerita semuanya?"
"He-eh," Rista mengangguk. "Tau nggak, masa aku dipanggil Sist..... Unik banget ya, semua
nama orang di sini dipaksa-paksain jadi bahasa Inggris."
"Idenya Nail," kata Ariel sambil mengangkat alis. "Dia yang bikin nama bahasa Inggris itu.
Tadinya dia doang yang manggil pake nama-nama begitu. Tapi lama-lama orang rumah ikutikutan deh."
Rist tertawa. "Ada-ada aja."
"Eh, Ta....tahu nggak....." tiba-tiba wajah Ariel berubah serius. Rista langsung tegang, ada berita
apa lagi yang mau disampein Ariel" "Waktu gue nyiapin minum di dapur tadi, Mayang nelepon
gue...." Rista terkejut banget. "Ha" Dia ngomong apa...."
"Di nanyain, aku sama kamu pacaran apa nggak. Nanyanya kayak waswas gitu...."
"Te....terus, kamu jawab apa?" Rista tegang abis. Matanya memandang Ariel penuh arti. Kalau
sampe Ariel jawab iya, batin Rista, gue tampar sekarang juga! Gue nggak peduli!
"Aku jawab nggak," Ariel bersuara lagi. Rista menghela napas sambil tersenyum. "Kan kamu
yang kepengen supaya Mayang nggak percaya kalo kita pacaran," ujarnya ringan. "Biar kalian
baikan, kan?" Rista mengangguk berkali-kali. "Kamu bisa ngerti juga. Kamu emang baik....."
Ariel serasa nggak mijak bumi lagi. Seeeng...... Udah terbang ke atas saking tersipunya. "Siapa
dulu, Sariel Rakitajasa." Ariel menepuk dadanya dengan bangga.
Rista bertahan di rumah Ariel sampai lima belas menit lagi, lalu pamit pulang.
"Ar, aku pulang ya. Udah mau sore nih," ujar Rista sambil menyelempangkan tasnya di pundak.
"Aku anterin deh. Sopirku lagi nganggur kok...." tawar Ariel sambil membukakan pintu.
Rista mengelak. "Nggak usah," katanya, "aku bisa pulang naik angkot. Cuma dua kali naik, trus
nyampe deh." "Nggak bisa. Kamu naik mobil aku aja. Kan aku yang ngajak kamu ke sini....."
"Udahlah, Ar, nggak usah," Rista bersikeras. "Salam buat Dega sama Nayola." Rista keluar pintu,
lalu berjalan ke gerbang diikuti Ariel.
Ariel membuka gembok gerbang. "Ati-ati, ya."
"Selaly, Ar." Rista mengangkat alis, lalu keluar gerbang. Aril memandangi Rista yang berjalan ke
luar kompleks, makin lama makin jauh hingga tidak terlihat lagi.
"Kak Sist sering-sering diajak ke sini ya, Mas Are....." Ariel berbalik, dan mendapati Nayola berdiri
dengan kaus biru muda dan celana pendek cokelat selutut. "Orangnya baik banget....."
"Eh, jujur," Ariel menunjuk muka Nayola, "kamu ngobrolin apa aja sama Arista" Matanya
menyipit. Nayola cuma lirik kiri-kanan sambil mengangkat bahu. "Nggak ngobrolin apa-apa. Eh,
maksudnya, nggak ngobrolin yang nggak-nggak," tukasnya santai. "Udahlah, nggak usah
curigaan. Eh, Mas Are, jangan pernah bubaran sama Kak Sist, ya. Menurut Nail, nggak ada
cewek yang nyambung lagi ngobrol sama Nail selain Kak Sist."
Ariel menatap Nayola lekat-lekat, lalu pandangannya menerawang jauuuhh.....
** Mayang Calling..... Rista membaca tulisan yang tertera di hp-nya yang berkerlap-kerlip minta diangkat. Saat itu
dirinya sedang berbaring santai ditempat tidur, mendinginkan badan, karena habis berpanaspanasan di luar. Item, item deh nih kulit. Tahu panas terik begini, mendingan tadi naik sedan
Ariel, hehehe..... "Halo?" Rista mengangkat.
"Ta, lo ada di mana sih" Gue telepon ke rumah, pembantu lo bilang lo belom pulang," terdengar
suara Mayang di seberang. Rista kangen banget suara ini.
"Gue emang pergi kok. Tapi sekarang gue udah nyampe rumah." Rista memeluk gulingnya.
"Lo pergi kemana?"
"Ke rumah Arta...." Rista segera menutup mulut. Dasar bodoh.....hampir aja. "Maksud gue, ke
rumah Arta, tante gue. Main-main doang, uah lama sih nggak ke situ....." Uh, Tante Arta siapa,
coba" "Oh...." "Mayang, sumpah, gue kangen denger suara lo. Dari bulan lalu sampe sekarang udah ganti
tahun, lo nyuekin gue. Tiap hari gue inget lo terus....." Nggak disangka, matanya berair karena
senang! Sunyi beberapa saat. Namun entah mengapa, Rista dapat merasakan di sana Mayang sedang
tersenyum. "Ta, sekitar satu jam yang lalu gue nelepon Ariel. Gue nanya tentang hubungan dia
sama lo. Dia bilang, dia nggak punya hubungan khusus sama lo."
Rista mengurut dada, lega. "Iya, gue emang nggak pernah pacaran sama dia. Gue kan udah
berkali-kali bilang ke elo, tapi lo nggak pernah mau ngerti," jelasnya.
"Iya, maaf deh. Lagian gue payah banget, kenapa nggak dari kemarin-kemarin gue nanya soal
hal ini sama Ariel, ya" Gue bego banget, soalnya sampe percaya sama Kak Rocha yang jelasjelasan tukang cari masalah, bikin sensasi, dan musuh gue. Gue mestinya udah tahu Kak Rocha
orangnya sembarangan, jadi setiap kalimat yang keluar dari mulutnya nggak pernah bener.
Lagian, beneran deh, gue ngerasa kesepian karena jauh dari lo, Ta. Gue kangen sama lo, juga
sedih karena nggak ngelewatin perpindahan tahun bareng lo. Lo mau kan maafin gue?"
"Mau lah, Yang," jawab Rista bahagia. Padahal, kalau boleh jujur, Mayang ngapain juga minta
maaf?" "Ya udah deh, Ta. Gitu aja. Sampe besok di sekolah, ya?" Lalu terdengar suara telepon di sana
ditutup. Klik. Rista juga menekan tombol merah, lalu makin erat memeluk gulingnya. Hmm, senangnya,
Mayang akhirnya temenan lagi dengannya. Tapi, ia tegang lagi. Kapan Mayng BENAR-BENAR
tahu ia dan Ariel pacaran" Maksudnya, dulu kan Mayang tahu lewat Kak Rocha. Jadi masih bisa
''ditipu'' untuk baikan kembali. Nah, bagaimana kalau Mayang melihat dengan kedua matanya"
Melihat Rista berdua dengan Ariel dengan MATANYA SENDIRI" Rista gelisah. Kalo ini sampe
terjadi, bujukan seperti apa pun nggak bakalan mempan lagi.
Rista frustasi, dan menimpa wajahnya dengan bantal.
** Mayang tiduran di sofa panjang ruang TV. Mengingat-ingat lagi apa yang dilakukannya lima
menit yang lalu. Menelepon Rista! Menelepon sahabat yang sudah lama tak bersua merupakan
hal istimewa bagi Mayang.
"Mayang!'' Genta turun dari lantai atas dan duduk di sebelah sofa Mayang. "Yang, Mas mau
nanya nih. Penting! Penting!"
Mayang melirik Genta dari sudut matanya, kemudian bangun dan duduk manis. "Mas, Mayang
udah minta maaf sama Rista! Sekarang Mayang sama Rista udah baikan deh!!'' Mayang terlihat
begitu bersemangat. Genta tersenyum. "Oh ya" Wah, bagus deh!" katanya ikut seneng. Genta mengetahui semua
masalah yang dihadapi Mayang karena Mayang selalu bercerita padanya. "Nah, sekarang
uru san Mas, ya! Mas mau nanya, penting banget!"
"Apa aja," jawab Mayang seolah-olah ia orang yang dapat mengatasi semua masalah.
Noraknya..... Genta tak peduli seberapa norak gaya Mayang menjawab, yang penting ia bisa bertanya, karena
sepertinya nggak ada yang cocok ditanyai selain Mayang, adik satu-satunya itu. "Begini,
Yang....." Genta mulai bercerita, ''satu setengah minggu lagi pacar Mas Genta ultah. Kira-ira
kadonya apa ya.....?"
Backstreet Aja Karya Gisantia Bestari di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pacar"!" Mata Mayang membulat. "Pacar yang mana?"
"Sialan kamu!" Genta menjambak rambut Sunsilk Mayang. "Kamu pikir Mas Genta punya pacar
berapa, Yang?""
"Ih, Mas Genta jangan salah pengertian dong!" kata Mayang sambil menyentil jari Genta yang
sudah melukai rambut indahnya. "Maksud Mayang, emangnya Mas Genta punya.....pacar?"
Genta bersedekap. "Eiitss, jangan salah....," katanya bangga.
"Kenal di mana" Namanya siapa?" tanya Mayang penasaran.
"Kenalnya ya di Un-Gar (Universitas Garuda). Anak Psikologi," ujar Genta, sambil
membayangkan wajah cewek perfeck itu. "Namanya Larey, Lareshia."
"Namanya aneh banget, Mas," komentar Mayang, sambil sibuk berpikir, kok bisa-bisanya Genta
yang anak Ekonomi dekat dengan seorang Larey yang jurusan Psikologi. Padahal, hello...."
Berjuta-juta mahasiswa yang kuliah di Un-Gar, dan belum tentu lho, mereka saling kenal.
Padahal bintang film cantik banyak yang kuliah di situ, tapi nyatanya Genta belum melihat
mereka sama seklai. "Anaknya tomboi," lanjut Genta, "makanya Mas suka."
"Kok nggak bilang sih?" Mayang memukul-mukul lengan Genta dengan sebal. "Kapan
jadiannya?"" "Kemaren," jawab Genta singkat. "Satu setengah minggu lagi dia ultah ke-19 nih. Kadonya apa
ya" Bantuin mikir dong!!"
Mayang kaget banget. "Satu setengah minggu" Masih satu setengah minggu lagi dan Mas Genta
udah mikirin kado dari sekarang?"" Ia menggeleng-gelengkan kepala. "Secantik apa sih dia?"
gumamnya. "Mas Genta nggak mau terlalu keimpit waktu," Genta beralasan. "Mas Genta punya duit tiga ratus
ribu. Sekarang kamu tinggal ngusulin kadonya apa."
Mayang mengetuk-ngetuk dagunya seraya berpikir. "Hhhmm.....gimana kalo boneka bawa bantal
yang tulisannya 'I Feel Lucky to Meet You?" Mayang ngarang-ngarang doang lho. Yah, nggak
sepenuhnya ngarang sih. Maksudnya, emang ada kok boneka berung yang bawa bantal. Hanya
aja, bantal itu bertuliskan..... ''Forever Friends''. Waaa..... Mayang nggak bisa bayangin deh,
gimana ngamuknya Larey, hehehe.....
"Kamu tuh gimana sih!" Genta gemes denger kata-kata Mayang tentang 3B (Boneka Bawa
Bantal). "Mas kan tadi udah bilang, Larey orangnya tomboi, jadi dia nggak suka boneka! Ngerti?"
Mayang menepuk keningnya seraya berkata, "O iya!" Lalu melanjutkan berpikir lagi. "Nah,
gimana kalo kaus Roxy?" tanyanya beberapa menit kemudian.
"Iya, bener!" Genta menyetujui ide Mayang yang brilian. "Kaus Roxy!"
Mayang menambahkan, "Warnanya...."
"Biru!" Genta cepat-cepat menjawab, karena ia yakin Mayang akan mengatakan pink, warna
yang sangat digemarinya. Dia suka warna biru!"
"Hhh.....iya deh....." Mayang bersedekap, pasrah. Dengan sukacita Genta menaiki tangga,
menuju kamarnya. ** "Ristaaaa!!" Mayang merangkul leher Rista dari belakang ketika Rista menaruh tas di bangkunya,
esok paginya. "Ta, gue bener-bener kangen sama lo!!!"
Rista berbalik menghadap Mayang, memegang erat kedua tangan sahabatnya itu. "Yang,
sekarang kita janji, ya, jangan pernah musuhan lagi. Gue nggak pernah bisa tenang kalo
musuhan sama lo." Mayang tersenyum. "Eh, Ariel udah dateng!" serunya senang, ketika dilihatnya Ariel berjalan
sendiri melewati kelas mereka. "Ariel!!" panggilnya.
Ariel berhenti karena merasa dipanggil, berdiri diam di depan pintu kelas Mayang dan Rista. Ia
terkejut melihat Mayang yang merangkul sayang pundak Rista, dan matanya seolah bertanya,
"Sudah baikan, ya?"
Seolah mengerti apa yang dipikirkan Ariel saat itu, Rista mengangguk, mengatakan ''sudah''
tanpa suara. Ariel tersenyum. Rista juga.
Mayang segera menghampiri Ariel di depan pintu, sambil mengandeng Rista di sampingnya. "Ar,
malem Minggu gue sama Mas Genta mau beli kaus buat pacarnya Mas Genta. Mau ikut, nggak?"
ajak Mayang penuh harap. "Nggak beli kaus doang kok....ya jalan-jalan juga," tambahnya, takut
Ariel salah pengertian. "Oh.... Jadi Genta udah punya pacar sekarang?" ujar Ariel sambil terkekeh. Mayang
mengangguk. "Ris, mau ikut juga nggak?" Mayang mengalihkan pandangan. Rista menggeleng.
"Sori, Yang, gue nggak bisa," katanya. Padahal.....uh, Rista bisa saja ikut jika ia mau. Malam
Minggu ini ia tidak punya acara sama sekali. Tapi ia ingin Mayang menghabiskan waktu bersama
Ariel. Lagian, seperti biasa, ia nggak bakal mampu bersandiwara selama jalan malam Minggu itu.
Mayang mengangkat alis. "Ya udah, nggak pa-pa," katanya mengerti. "Elo, Ar?"
Ariel memasukkan tangan ke kantong celananya, tampak berpikir. Saat dilihatnya mata Rista
mengatakan padanya agar ia takut, Ariel pun berkata, "Ikut''.
Kentara sekali Mayang begitu bahagia, seakan-akan tak ada yang lebih membahagiankannya
selain kesediaan Ariel untuk ikut!
Part* 14. "JADI deh," mata Mayang berbinar-binar menatap hasil kerjanya. Kini kaus Roxy biru mahal itu
terbungkus rapi oleh kertas kado berwarna sama bertuliskan ''Happy Britday, Girl''. Genta
memang memintanya membungkus kado itu, karena ia tak ahli bungkus-membungkus barang.
"Mas, rapi kan?" Mayang menyerahkan kado itu pada Genta yang malah asyik nonton TV di
Minggu pagi itu. Genta menatap kado itu lekat-lekat. "Rapi," komentarnya singkat. Mayang langsung bete.
"Gengsi banget jadi orang. Bilang trapi banget apa susahnya sih?" protes cewek sensitif itu. "Aku
hati-hati banget lho ngebungkusnya. Kan buat Lareshia tercinta."
Genta tersipu, lalu memukul kepala Mayang dengan kadonya. "Ah, bisa aja ngomongnya. Ntar
juga dirobek. Yang penting kan isinya..... Roxy, boow!!" candanya.
Mereka tertawa. Ting! Tong! Bel rumah. "Itu pasti Rista!" seru Mayang kegirangan. Sambil setengah berlari Mayang menuju
gerbang dan membukanya. "Hai, Ris! Nai k apa ke sini?"
"Angkot," jawab Rista yang terlihat manis dalam jins biru dan atasan berjaket putih. Weit, ke
rumah temen aja kayak mau ke mal.
"Gue kira lo nggak jadi dateng!" kata Mayang masih kegirangan.
Mayang mengajak Rista ke kamar serbapink-nya.
"Acara jalan kemaren gimana, Yang?" tanya Rista pengen tahu. Wajah Mayang seketika merona
merah. Sepertinya banyak sekali yang harus diceritakannya.
"Seru!" ucapnya saat ia dan Rista duduk di tempat tidur. "Mas Genta seneng banget pas nemuin
kaus Roxy-nya!" "Terusss..... Arieeell?"" goda Rista sambil menyenggol pinggang Mayang. Yah, bukan ngegoda
sih, sebenernya Rista pengen sekalian menyelidiki apa yang dilakukan Ariel selama di sana.
Mayang menunduk, menyembunyikan rasa malunya, lalu tersenyum penuh arti. "Selama jalan,
gue sama dia pegangan tangan, Ta...," ungkapnya malu.
Rista terperangah. Apa" Pegangan tangan" Pegangan tangan" Dua kata itu mengandung arti
dua tangan yang berpegangan dan tangan-tangan itu kepunyaan Ariel dan..... Mayang"
"Pegangan tangan?" ulang Rista, tak bisa menyembunyikan rasa kagetnya. "Lo bilang pegangan
tangan sama Ariel?" Mayang mengangguk. "Iya, Ta," jawab Mayang. "Kenapa" Bingung ya?"
Rista menatap Mayang lekat-lekat hingga Mayang bingung. Belum pernah ia ditatap seperti ini
oleh Rista. "Lo nggak boon?" Mata Rista menyipit, menatap curiga. Mayang menggeleng. "Lo udah jadian
sama Ariel, Yang?" Mayang menggeleng lagi, membuat Rista lega setengah mati namun tetap bingung.
"Lo pegangan tangan tapi nggak jadian, gimana bisa?" tanya Rista nggak ngerti.
"Bisa dong." "Nggak bisa." "Dibisa-bisain," Mayang menjawab cuek, lalu mengambil sisir di meja sebelah tempat tidur dan
mulai sibuk menyisir rambutnya. Tatapan Rista nggak seseram tadi, namun di wajahnya masih
ada kejanggalan luar biasa.
"Gimana mungkin?" Rista nanya lagi.
Mayang mengetuk-ngetuk kepalanya. "Pikiran," ucapnya dengan wajah bak orang pinter yang
pernah ada di dunia. "Untuk hal ini, kita gunakan pikiran. Otak."
"Oh, pake pikiran ya?" lagi-lagi Rista nanya. "Gimana cara make pikiran itu" Dari mana lo dapet
ajaran kayak begitu?"
"Ya ampun, Ristaaa...." Mayang menjatuhkan kepalanya di bantal. "Ta, maaf, Ta, gue terlalu
seneng kemaren dan keinget-inget terus sama Ariel..... Jadi gue nggak konsen jawab pertanyaan
lo..... Yang jelas, kemaren gue pegangan tangan, gue Ariel, dan soal gimana bisa pegangan
tangan, gue nggak tahu.....nggak bisa jawab...." Mayang memandang langit-langit kamar.
"Lo emang mabok," Rista menurut dada. "Mabok cinta."
Mayang mengangkat kepalanya, kembali duduk manis. "Bener banget tuh!" serunya menyetujui
"Mabok Cinta!" Rista tersenyum kecut, karena dalam hati ia sedang menyumpah-nyumpah. Bukan menyumpahi
Mayang, tapi Ariel. Keterlaluan, pikirnya. Bener-bener kurang ajar!
Rista tambah stres nih kalo begini. Yang namanya masalah emang nggak abis-abis. Nganter.
Coba deh inget dari awal.
Berantem sama Ariel. Akhirnya udah baikan, deh, dimusuhin Mayang. Sekarang udah baikan,
deh, Ariel cari gara-gara. Ya ampun, ada apa sih dengan dunia ini?"! Seolah-olah Rista tidak
bisa memiliki keduanya. Rista memegangi kepalanya. Eh, otak gue masih ada di sini, kan" Batinnya. Fuiihh.....untung
nggak stres karena tiap hari harus marah-marah, selalu ada aja yang dipikirin. Haha, emangnya
otak bisa marah" Eh, bisa lho. Menurut Rista, kalo dia pusing berarti otaknya sedang marah
karena kecapekan mikir. Depresi nih si Rista. Lagu Ekspresi-nya Indonesian Idol yang mengalun lincah dan atraktif dari
radio kecil Mayng seolah malah mengajaknya bunuh diri saja.
Insan dunia..... Ekspresikan diri!
Ya, ekspresikan dirimu dengan bunuh diri. Dengan bunuh diri, berarti kamu berhasil
mengekspresikan dirimu. Rista geregetan. Ada apa sih dengan otaknya" Bukankah lirik lagu ini mestinya begitu ceria dan
memotivasi orang untuk berkarya"
"Ta!!" Mayang menjentikkan jari di depan muka Rista. Rista tersadar dari lamunannya. "Lo
kenapa sih" Ngelamunin siapa?"
"Eh, enggak," Rista menggaruk-garuk kepala, linglung.
"Ta, lo mau gue cariin cowok nggak?" tiba-tiba Mayang bersuara genit.
Rista tersentak. "Haaahh?"!!" Seandainya ini dunia kartun, matanya pasti udah keluar saking
kagetnya. "Buat apa" Lo ngerasa gue nggak laku, ya" Bener-bener kejam!"
"Bukan apa-apa, habisnya lo kayaknya terlalu enjoy sama kesendirian lo. Menurut gue, itu nggak
baik. Lo harus mulai peduli sama orang-orang yang memerhatikan elo. Membuka pikiran."
Mayang menunjuk kepalanya. Tepatnya, otaknya.
"Nggak perlu," serah Rista. "Yang penting kan gue nggak terbebani sama kesendirian gue.
Emangnya itu salah" Lagian, emangnya lo nggak sendiri?"
Mayang mengangkat alis, centil. "Yah, seenggaknya kan gue punya inceran," katanya enteng.
"Nah, kalo elo" Punya nggak?"
Rista mengibaskan tangannya. "Ahh, udah deh, nggak usah ngomongin gituan. Gue nggak mau
dicariin cowok segala. Lagian, cinta dateng sendiri kok!" ucapnya bijak.
"Huu.....tetep aja," Mayang sewot. "Nggak akan dapet kalo nggak ada usaha."
"Yaaahhh, terserah lo deh!"
"Ya udah," kata Mayang akhirnya. "Hhhmmm, Ta, tapi lo janji ya sama gue....." Pikiran Mayang
emang nggak bisa ditebak. Kayak sekarang, tiba-tiba berubah jadi ''misterius''.
Rista mengerutkan muka, nggak ngerti. "Janji apaan?"
"Janji kalo lo bakal nyomblangin gue sama Ariel!" Mayang mengaitkan kesepuluh jari-jarinya.
Matanya mengiba-iba sebisa mungkin. "Please...."
Rista tak bisa menunjukkan ekspresi lain kecuali kaget. "Gimana caranya?" tanyanya pura-pura
polos. "Ya gimana, gituu....." Mayang memelas-melas. "Masa sih lo nggak punya ide, gitu....?"
"Gue nggak tahu ya," Rista menyatakan tanggapannya. Mayang menggembungkan pipi, sambil
mengerutkan alis. "Rista mah begitu," sungutnya.
Rista mengangkat bahu dengan sikap enteng. "Aduh, Yang, lagian ngapain sih dicomblangcomblangin segala?" tanyanya bingung.
"Yah, gimana ya," Mayang terlihat gelisah. "Masalahnya, gue lagi bingung berat nih, Ta. Gue
sama Ariel kan udah akrab banget, dia sering main kerumah gue....pokoknya.....akrab deh!"
"Terus?" Rista mengangkat sebelah alisnya.
"Maksud gue.....berarti kan udah jelas Ariel suka sama gue, eh, bukannya gue GR, tapi.....
Mungkin aja, kan" Tapi kenapa sampe sekarang dia belom juga nyatain perasaannya.....
Kenapa?""Mayang tampak bingung plus linglung.
Rista menggigit bibir, nggak tahu mesti ngomong apa. Ternyata Mayang masih setia menunggu
saat-saat bahagia itu. Mayang memang tidak semata suka, namun sudah ingin mengembangkan
perasaannya menjadi sesuatu yang serius. Tapi mau gimana lagi, Ariel kan nggak pernah suka
sama Mayang. "Yaahh, mungkin aja dia belum nemuin saat yang tepat," tiba-tiba saja tataan kalimat itu keluar
dari mulut Rista. "Ya, tapi kapan?"" Mayang nanya lagi. "Lo tahu kan, gue udah suka sama dia sejak tahun lalu.
Masa sih sampe sekarang Ariel belom nemuin saat yang tepat juga" Mau nyampe kapan begini
terus" Mau sampe dia lulus" Sampe dia ninggalin SMA Camar" Gue takut nggak bisa ketemu
dia lagi, Ta..... Gue mesti gimana?" Mayang menenggelamkan mukanya ke kedua tangannya.
Rista menyentuh bahu Mayang. "Lo nggak mesti gimana-gimana, lagi. Lo biasa aja," ujarnya
lembut. "Kalo cowok sama cewek udah jodoh, mereka nggak akan jadi jauh kok. Percaya deh
sama gue." Aduh, rasanya Rista mau nangis pas ngeluarin kata-kata ini. Hiks....hiks.....jangan
sampe jodoh deh..... Mayang tersenyum. "Ta, beneran deh....," ucapnya pelan. "Gue nggak nyangka bisa dapet
sahabat sebaik elo....."
Rista langsung aja sumringah.
** "Ngapain kamu kemaren, NGAPAIN"!"
Begitu Ariel mengangkat telepon, langsung deh dapet omelan hebat dari Rista. Saat itu Rista
baru pulang dari rumah Mayang dan langsung menelepon Ariel.
"Ngapain gimana?"
"Malah nanya balik, lagi! Dasar nggak tahu diri!" Rista mondar-mandir di dalam kamarnya. "Jadi
mentang-mentang aku nggak ikut jalan kemaren malem kamu bisa pegang-pegangan tangan
sama Mayang" Iya" Kenapa, Ar, kenapa kamu jahat sama aku?"
Terdengar desahan Ariel di seberang sana. Rista diam menunggu jawaban Ariel.
"Oh, jadi soal itu....," akhirnya Ariel menjawab. "Sebenernya, Mayang yang sedikit maksa mau
megang tangan aku...."
"Sedikit maksa?" Rista menyipitkan mata, amarahnya nggak reda juga. "Apa maksudnya tuh"
Denger ya, aku lebih tahu Mayang daripada kamu! Mayang nggak mungkin maks...."
"Maksud aku, Mayang duluan yang mulai....," Ariel memotong kalimat Rista. "Aku juga kaget pas
Mayang tiba-tiba megang tangan aku, tapi aku nggak bisa apa-apa. Kalo aku menghindar, aku
takut Mayang tersinggung," ceritanya.
Rista masih diam, belum berkata-kata.
"Ta, aku pengen kamu ngerti," Ariel bersuara lagi. "Masalahnya, kamu sendiri kan yang pernah
bilang kamu pengen bikin Mayang bahagia, Mayang merasa memiliki aku walaupun aku udah
pacaran sama kamu." Rista masih diam. "Ya kan, Ta?"
Rista terdengar menghela napas. "Ar, tapi kamu nggak bohong, kan?" akhirnya dia bicara juga.
"Yang kamu ceritain tadi bener, kan?"
"Bener lah, Ta," jawab Ariel yakin. "Kapan sih aku bohong" Lagian aku nggak pernah naksir kok
sama Mayang." "Oke, aku percaya," nada suara Rista mulai datar. "Kalo gitu, aku pengen ngucapin makasih aja
sama kamu. Kamu bisa bikin Mayang seneng banget. Ya udah deh, aku capek. Dah..." Belum
juga terdengar suara Ariel menjawab, Rista sudah memantikan telepon, lalu menaruh hp-nya di
meja belajar. Ia merasa tenang sekarang setelah mendengar penjelasan Ariel. Namun entah kenapa, justru
karena ketenangan itu, Rista menjatuhjan diri di tempat tidur dan menangis tersedu-sedu.
** "Eh, Ta, coba deh bayangin....." Mayang menyentuh bahu Rista dengan mimik geli. Saat itu jam
istirahat dan mereka sedang berjalan menuju kantin sambil asyik ngerumpi. "Kak Rocha nyeker,
pake rok dari plastik bekas, pake baju dari daun, trus rambutnya dikucir pake tali rafia."
Rista bersedekap. Sambil memiring-miringkan bibir, cewek lucu itu melihat ke atas seraya
membayangkan. "Huahahahaha.....!!!" lalu ia tertawa heboh sambil memegangi perutnya.
Mayang ketawa juga sambil batuk-batuk.
"Oooohh.....lo di sini ternyata...." Tiba-tiba si cewek perfect menghadang langkah mereka. Siapa
lagi kalo bukan..... "Ehm.... Kak Rocha, panjang umur, Kak, hehehe....." Mayang pasang tampang ramah. Wuih,
emang dasar Mayang. Cari gara-gara aja!
Mata Rocha membulat. "Apa" Panjang umur kata lo" Oh, berarti lo berdua lagi ngomongin gue
ya" Yah, beginilah gue, selalu diomongin orang. Belom jadi seleb aja udah begini, gimana udah
jadi seleb...." Rocha memain-mainkan rambut panjangnya dengan sikap bangga.
Mayang dan Rista mengerutkan muka. Sumpah, nih cewek pedenya nyampe Planet Pluto!
"Tapi, yah....gue nggak mau ngebahas itu. Gue mau ngasih pelajaran buat lo!" Rocha menunjuk
Rista dengan pandangan supergarang!
Rista mundur selangkah. Dua langkah. Tiga langkah. "Pelajaran apa, Kak?" Rista memulai akting
polosnya. "Matematika" Biologi" Fisika" Atau apa, Kak" Tapi.....aku nggak ngerasa pernah
daftar ikut les sama Kak Rocha."
Kini giliran Mayang yang memegangi perutnya. Tawanya mulai meledak. Malah saking over-nya
ketawa, ia tak bisa mengeluarkan suara.
Rista mengangkat-angkat alis ke arah Rocha. "Lo mulai berani sama gue" Iya"!" bentak Rocha
sengit. Rista menggeleng sambil tersenyum tipis. Berusaha tenang, biar bikin Rocha tambah
sebel! Sementara Mayang masih tak bisa menghentikan tawanya. Ia mulai duduk di lantai sambil
menyender ke dinding, masih ketawa-tawa kayak orang gila.
Backstreet Aja Karya Gisantia Bestari di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Heh, lo masih inget nggak peringatan gue dulu?" tanya Rocha kasar sambil menunjuk-nunjuk
muka Rista. "Urusan kita belom selesai. Gue bener-bener benci sama lo karena lo udah berani
ngerebut Ariel." Mendengar ucapan Rocha, Mayang langsung berhenti tertawa. Ia terdiam, lalu mulai berdiri lagi
di sebelah Rista. Memandang sobatnya itu dengan mata menyipit. Duh, jangan sampe curiga lagi
dong! "Kak, aku kan udah bilang, aku nggak pacaran sama Ariel....," kata Rista. Rocha menarik kedua
ujung bibirnya ke bawah. "Dasar, masih nggak ngaku juga!" kata cewek kuntilanak itu. "Ngaku aja deh!"
Rista tetap menggeleng-geleng, membuat Rocha tambah sebal.
"ROCHA!!" tiba-tiba terdengar suara seseorang di belakang Rocha. Rocha berbalik dan
mendapati Ariel berdiri memandanginya, sinis. "Apa-apaan sih lo" Kalo lo mau ngomongin hal ini,
ngomongnya ke gue! Jangan ke Rista! Rista nggak tahu apa-apa sama sekali, lo main tuduh aja.
Sekarang dnger gue. Gue nggak pacaran sama Rista. Jelas?"
Rocha bingung. "Kalo gitu, yang gue liat di depan kamar mandi waktu itu siapa sama siapa
dong?" tanyanya pengen tahu.
"Penampakan kali. Nggak tahu deh." Ariel bersedekap. Rocha kesel banget dengernya. Dengan
masih menyimpan beribu-ribu dendam, ia pergi meninggalkan Ariel, Mayang, dan Rista.
"Rocha kalo ngomong selalu nggak masuk akal. Kapan coba kita pernah berdua, ya kan, Ta?"
kata Ariel pada Rista. Rista memandang Mayang, lalu memandang Ariel lagi sambil
mengangguk. Ariel pun pergi meninggalkan mereka.
"Nah, lo tambah yakin kan kalo gue sama Ariel nggak pacaran?" tanya Rista sambil menatap
Mayang dengan senyum manisnya. Mayang mengangguk, senang.....
** Mayang kaget banget pas tahu gerbang rumahnya nggak digembok. Bingung sih, tapi lumayan
juga, soalnya jadi nggak mesti ngebel minta dibukain dulu. Siang ini, saat Mayang pulang
sekolah, cuaca lagi terik banget. Yah, Jakarta emang panas.
Cewek mungil itu makin kaget aja pas mendapati seorang cewek cantik duduk di teras depan
rumahnya. Siapa nih cewek" Cantik banget. Kalo sodara, bukan. Temen, apalagi. Hati-hati ia
mendekati cewek itu. Eh, disenyumin. Wah, nih cewek pasti baik banget!!
"Kamu pasti Mayang, ya?" terka cewek yang memakai baju lengan pendek merah dan celana
panjang hitam itu. Suaranya kecil tapi lembut. Halus-halus empuk. Rambutnya panjang sebahu.
Mayang heran banget denger namanya disebut. Lalu ketika cewek itu mengulurkan tangan,
dengan pasti Mayang membalasnya.
"Lareshia," ucap cewek itu. Mayang langsung ngeh sambil tersenyum. Wah, gila dahsyat! Pantes
aja abangnya jatuh meleleh-leleh kayak es mencair. Emang oke banget sih!
"Oh.... Kak Larey ya" Cantik banget....," ujar Mayang pelan. Larey mesem-mesem malu. Wah,
Mayang sih jelas mau banget punya kakak ipar kayak begini!
"Mayang juga cantik. Oh iya, Mayang sekolah di mana" Kelas berapa?" tanya Larey ramah.
"Di SMA Camar. Kelas satu," jawab Mayang. Lalu ia memandang seragam putih abu-abunya
yang kucel banget. "Kak, Mayang ke dalem dulu ya. Mau ganti baju nih, panas." Mayang
mengangin-anginkan wajahnya dengan tangan.
"Eh, tunggu." Larey meraih tangan Mayang yang beranjak pergi. "Kamu di SMA Camar ya"
Hhhmmm, kenal nggak sama...."
"LAREY!!" datang Genta dari dalam, sama sekali tak sadar ucapannya telah memotong kalimat
Larey. "Yuk berangkat."
"Mau kemana?" Mayang penasaran.
Genta mengangkat kedua alisnya sambil nyengir lebar. "Jalan-jalan," katanya. Mayang
tersenyum. Waah.....senyum terus...." Jaga rumah baik-baik. Daah....." Genta dan Larey
kemudian menuju mobil Genta yang diparkir di depan rumah.
Mendadak Mayang tertegun. Sosok Larey mengingatkannya pada seseorang. Tapi siapa ya"
Pokoknya mirip. Wajahnya, rambutnya.....mirip banget orang itu. Mayang memeras otak lagi.
Masa sih diap lupa siapa orang yang mirip dengan Larey itu"
Namun saat Mayang menyadari siapa orangnya, cepat-cepat ia membuang jauh-jauh pikiran
itu.... Part* 15. PINTU rumah dibiarkan terbuka lebar. Mayang tiduran di sofa ruang TV, mindah-mindah saluran,
karena nggak tahu mau nonton apa. Genta, yang baru pulang dari jalan-jalan di mal bareng
Larey tersayang, muncul sambil bersiul-siul riang. "Hello, Yang!" serunya.
"Ya ampun, jam segini baru pulang....." Mayang memandang jam yang sudah menunjukkan pukul
setengah sepuluh malam. "Mama sama Papa mana, Yang?"
"Udah tidur." Sambil melanjutkan siulannya Genta menghampiri Mayang dan duduk di sofa kecil di sebelah
sofa Mayang. "Mana oleh-olehnya?" Mayang mengangsurkan tangannya. Genta menepisnya.
"Huu....oleh-oleh apaan!" ledek cowok tinggi itu. Mayang memanyunkan bibir saking sebelnya.
Tapi sebelnya nggak lama-lama, soalnya habis itu Mayang duduk manis di sofa dan
mencodongkan tubuhnya ke arah kakaknya.
"Mas, katanya ulang tahun Kak Larey satu setengah minggu lagi" Kok acara jalannya udah
sekarang?" tanyanya pengen tahu. Genta geleng-geleng sambil menepuk-nepuk kepala Mayang.
"Yang, acara jalan tadi bukan buat ngerayain ulang tahun Larey. Tapi itu syukuran jadian!" jawab
Genta. "Kalo ulang tahun, itu lain lagi acaranya!"
"Aku ikut dong pas acara ulang tahunnya itu!" rengek Mayang.
"Huu....anak kecil nggak boleh ikut!"
Mayang sebel banget kalo dibilang anak kecil sama Genta. Masalahnya, dari dulu sampe
sekarang sebutan itu nggak lepas-lepas juga dari diri Mayang kayak sekarang, udah SMA masih
dibilang anak kecil. Jangan-jangan udah jadi nenek masih dibilang anak kecil juga!
"Mau sampe kapan sih Mas Genta bilang aku anak kecil?" protes cewek feminin itu sambil
bersedekap. Genta tertawa kecil. "Kamu tuh mau sampe kapan pun bakal Mas Genta anggap anak kecil!
Hehehe....." "Kenapa?" "Soalnya makin lama Mas Genta ngerasa udah gede dan udah berpengalaman jadi anak seusia
kamu." "Dasar nggak berperasaan! Uh!" jawaban Genta yang sok tua itu malah tambah bikin Mayang
kusut kayak benang. "Ya udah, kalo Mas Genta nggak mau ngajak aku ke ultah Kak Larey, kaus
Roxi-nya buat aku!" ancamnya kemudian.
Genta membulatkan matanya. "Lho, lho, kok begitu sih!" katanya. "Kok malah Roxy yang jadi
korban" Itu kan buat Larey, Yang!"
"Huu....biarin!"
"Lagian, kalo kamu ikut, pasti kamu dandannya lama. Padahal mau sampe tiga jam dandan juga
hasilnya ya begitu-gitu aja," perkataan Genta membuat mulut Mayang menganga.
"Maksudnya apa?" tanya cewek mungil itu polos.
Genta menarik napas tersenyum geli. "Maksudnya, kamu sebagai cewek harus make-up setebel
apa pun nggak akan pernah jadi cantik."
"Kurang asem!" Mayang mengepalkan tangannya sambil mengertakkan gigi.
Sebelum kepalan tangan mungil itu mendarat du mukanya, Genta buru-buru naik tangga ke
kamar. ** Mayang menerima pesanan nasi gorengnya. "Lo mesti liat deh orangnya. Cantik abis, tomboi
abis, keren abis....," ujarnya pada Rista yang juga baru saja menerima nasi goreng pesanannya
dari Bu Kantin. "Sebagus itu, Yang?" tanya Rista penasaran. Mereka duduk manis di kursi kantin. "Apa lo nggak
ngelebih-lebihin tuh?"
Mayang menggeleng. "Nggak, Ta, beneran deh!" Mayang menegaskan. Rista melahap sesendok nasi goreng sambil
membayangkan wajah Larey yang katanya mantep banget itu.
"Kalo dia main ke rumah lo, jangan lupa telepon gue. Biar gue ke situ, Yang." Rista menyentuh
bahu Mayang. Sobatnya itu mengangguk tanda setuju.
Tapi mendadak wajah manis itu tertegun. "Hmm.... Tapi ada yang aneh....." Mayang menggigit
bibir bawahnya. Rista mengerutkan alis.
"Aneh apa, Yang?"
"Masalahnya, orangnya mirip sama....." Mayang lalu melanjutkan kalimatnya sambil berbisik
pelan tepat di telinga Rista. Mendengar itu Rista menganga, matanya bulat, terperangah.
"Ahh.....yang bener dong, Yang. Nggak lucu deh...." mata Rista lalu menyipit, bikin Mayang sebel
campur gemes. "Ih....siapa juga yang ngelucu! Gue serius nih! Tapi nggak tahu juga sih gimana pendapat lo,
yang jelas menurut gue mirip."
"Berarti mukanya kayak macan dong! Hii....takut!!" Rista bergidik. Spontan Mayang mendorong
lengan sohibnya agak keras.
"Yeee....bukan berarti, lagi! Yang ini sih top abis...." Mayang mengacungkan kedua jempol
tangannya, tanda salut. Mata Rista berbinar kagum.
"Gue harus ngeliat dia nih....," Rista kelihatan nggak sabaran. "Tapi, Yang, kalo gue udah liat dan
ternyata jauh dari ciri-ciri yang lo bilang...., awas aja. Gue tonjok."
Diancem gitu Mayang malam ketawa-tawa. Padahal Rista udah pasang tampang serius nih. "Ya
udah. Ayo, mau taruhan berapa" Lima ratus juta" Gue sih berani-berani aja."
"Wah.....segitu yakinnya!"
** Waktu jalannya emang cepet banget. Nggak kerasa ini hari ulang tahun Lareshia yang ke-19.
Kata Genta, Larey ngadain acara makan-makan bareng temen-temen kampus di Pizza Hut
Kemang. Hhmmm.... Mayang dengernya aja udah nikmat banget. Tapi emang dasar Genta, mau
minta ikut sampe sujud-sujud pun, tetep aja Mayang nggak diizinin. "Nggak boleh. Mas Genta
nggak mau di pesta itu kecium mau anak putih abu-abu," gitu kata Genta. Aarrgh, gimana nggak
pengen dienyek-enyek tuh yang namanya Genta!
Jam setengah dua siang Genta mematut-matut diri di cermin wastafel. Acaranya mulai jam dua,
jadi tinggal setengah jam lagi.
"Udah keren kok...." Tiba-tiba Mayang muncul di belakang Genta kayak penampakan. Genta
sampe kaget, trus dia nggak memandang adiknya.
"Ah, kamu nggak usah bilang juga Mas udah tahu kalo keren," sahut cowok itu enteng. Bikin
Mayang tambah ijo (maksudnya marah)!
Tapi emang bener sih, Genta emang kelihatan keren banget. Dia pake kaus abu-abu yang rada
kebesaran tapi oke. Trus pake celana item yang panjangnya cuma sampe nutupin lutut.
Ditambah topi hijau tua. Oh ya, sama sesuatu di tangan. Ya, apa lagi kalo bukan bungkusan
berisi kaus Roxy! Mayang mencermati penampilan kakaknya hari ini. Wah, kayaknya Mayang belom pernah deh
liat kakaknya sekeren itu. Diem-diem Mayang jadi bangga punya kakak kayak Genta.
Genta berjalan melewati Mayang dan menuju rak sepatu. Seengg..... Langsung deh Mayang
nyium parfum yang bikin dia pusing dan terhuyung-huyung. "Uuhh....parfum apaan nih, Mas?"
tanya Mayang yang mukanya udak kayak orang mabok.
Genta yang baru aja make sepatu tali hitam kesayangannya, langsung ngejawab," "Oh.... Mas
nyampurin tiga parfum ke satu botol. Begini deh hasilnya. Kenapa, wanginya enak ya?" Dari cara
Genta ngomong, kayaknya dia nggak tahu deh kalo Mayang udah kelimpungan begitu.
"Aduuhh.....enak banget....," sindir Mayang sambil jalan masuk ke kamar. Nggak lama kemudian
terdengar suara orang yang ngejatuhin diri di kasur. BRUK! Kayaknya orang itu pingsan deh.
Genta bener-bener nggak ngerti Mayang kenapa. Tapi sebodo amat, pikirnya. Cowok itu pergi ke
garasi buat siap-siap berangkat.
Di kamar yang penuh nuangsa pink yang cewek banget, Mayang bangun dari pingsannya. Eh,
sebenernya dia nggak bener-bener pingsan sih, cuma mabok parfum.
"Uh, kombinasi parfum apa aja nih" Sampe baunya kayak begini?" gumamnya pelan sambil
mengibas-ngibaskan tangan di depan hidung. "Uhuk....uhuk....." dia terbatuk. "Bener-bener
nyiksa orang! Uhuk.....uhuk....."
Selama lima belas menit Mayang menenangkan diri sambil terus menarik napas.
Akhirnya.....udah bisa lega deh Mayang. Udah nggak pusing lagi!
Dengan semangat cewek mungil itu berjalan menuju meja belajarnya dan mengambil hp.
Tik!tik!tik! Mayang memencet sebuah nomor hp dengan cekatan, lalu menempelkan hp-nya ke
telinga. "Hallo?" terdengar suara Rista mengangkat.
"Ta, ke rumah gue dong. Gue sendirian nih di rumah. Lagian, gue pengen ikut ke ultahnya Kak
Larey, nggak dibolehin sama Mas Genta," Mayang langsung nyerocos.
"Lho, emangnya nyokap-bokap le kemana?"
"Aah....lo kayak nggak tahu nyokap-bokap gue aja," Mayang ngejawab enteng. "Tiap hari,
walapun hari Minggu kayak gini nih, adaan aja urusan yang bikin mereka harus pergi ninggalin
rumah. Nggak enak banget, kan" Uuh....."
"Ehhmm....tapi, Yang, gue nggak bisa, sori...." Rista terdengar sangat menyesal.
Mayang langsung lemes denger Rista ngomong gitu. "Yaa....," ujarnya sedih. "Eh, emang lo ada
di mana sih" Kok kayaknya rame banget sampe suara lo kresek-kresek begini?"
"Eh, hhmm.... Di mal."
"Wah, kurang asem lo nggak ngajak-ngajak gue! Kurang baik apa sih gue sama lo?" Mayang
setengah bercanda. "Aduh....maaf deh, Yang. Gue.....nemenin Nyokap belanja," Rista beralasan.
Mayang manggut-manggut. "Oh.... Ya udah deh. Yuk, daah....!" klik. Mayang memutuskan
telepon. "Itu pasti Mayang, ya?" cowok yang duduk di depan Rista bersuara. Rista mengangguk pelan.
"Iya," jawabnya.
Cowok itu, siapa lagi kalau bukan Ariel, terlihat gusar. "Pantesan kamu tadi bohong," katanya.
"Aku ngajakin kamu ke sini buat ngomong soal Mayang dan hubungan kita."
Rista tertegun. Ia sibuk mengaduk-aduk Fruit Punch-nya dengan sedotan di meja kafe sebuah
mal itu. "Soal Mayang dan hubungan kita" Emang Mayang dan hubungan kita kenapa" Kan sekarang
semua baik-baik aja."
"Uh, baik-baik aja gimana?" Ariel mengeluh. "Dari awal kita pacaran keadaannya nggak pernah
baik-baik aja, Ta." Rista menelan ludah mendengar ucapan Ariel. "Maksud kamu, soal backtreet ini ya?" tanyanya
takut-takut. "Ya iya," Ariel mengangguk. "Ta, bisa kan kita kasih tahu ini ke Mayang" Kita nggak bisa begini
terus. Bikin pusing aja."
"Nggak mau," Rista langsung menggeleng disambung dengan bibirnya yang manyun. "Aku
nggak mau." "Kenapa, Ta" Kenapa" Kenapa kamu nggak mau?" tanya Ariel ngotot. Rista terdiam, bikin Ariel
gemes. "Ta, kamu inget kan, waktu Mayang musuhin kamu karena Rocha bilang kamu pacaran
sama aku?" Rista mengangguk, lambat.
"Kenapa waktu itu kamu malah pengen bikin Mayang nggak percaya kalo kita pacaran?" Ariel
bertanya lagi. "Menurut aku, harusnya kamu lanjutin aja. Kamu perkuat fakta itu di depan
Mayang. Bukannya ngebalikin fakta lagi. Udah bagus kan Mayang tahu. Cepat atau lambat dia
kan pasti tahu." "Iya, iya, aku ngerti," jawab Rista pelan. Ariel mengangkat alisnya. "Harusnya aku perkuat, aku
tahu itu. Tapi aku juga nggak nyangka aku bisa sediiiih banget karena Mayang marah sama aku.
Aku jadi nggak mampu memperkuat fakta. Aku nggak bisa."
Ariel menghela napas. "Tapi bukankah itu risiko yang harus kamu terima?" ia sedikit membentak.
"Kalo nggak, mau sampe kapan kita begini terus" Kamu pikir aku tahan?"
Dengan lembut, Rista memegang tangan Ariel. "Ar, maafin aku," ucapnya pelan. "Maafin aku
atas semua kesalahan yang aku bikin. Aku...." Rista melepas genggamamnya dan menghapus
setitik air mata yang jatuh membasahi pipinya. Ariel jadi trenyuh.
"Nggak. Nggak apa-apa." Ariel mendadak tersenyum. Senyuman pertama sejak mereka bertemu
hari ini. "Ar, aku janji, aku bakalan ngasih tahu Mayang. Lagian aku juga nggak enak hati sama dia.
Hmm.....aku usahain besok bilang. Gimana?"
Ariel menatap sepasang bola mata Rista yang berkaca-kaca penuh kebenaran. Tak kuasa lagi ia
membentak gadis manis yang ada di hadapannya itu. Rista sudah terlalu sedih, terbebani
dengan permainannya sendiri, dan kini berjanji akan meyudahinya. Demi Ariel seorang.
Ariel mengangguk, dan melihat itu pun Rista menghela napas lega.
"Ya udah, tapi jangan nangis lagi dong." Ariel memandangi air mata Rista yang mengalir
membasahi pipinya bagaikan sepasang sungai kecil.
Rista serta-merta memegang pipinya dan menggosok-gosoknya hingga ait matanya beleberan ke
mana-mana. Melihat itu Ariel malah ketawa geli. Nggak lama Rista ikut ketawa juga. Dan
mendadak suasana jauh dari kesenduan.
** Jam setengah sepuluh malam.
Mayang memandang langit di luar lewat bingkai jendela kamarnya. Malam ini dingin banget.
Langit malam yang mestinya indah bertabur bintang, kini malah gerimis. Kayaknya tengah malam
bakal hujan deras dan besok pagi banjir deh. Duh.....jangan sampe deh.
Orangtua Mayang udah pulang kam delapan tadi, trus sekarang dua-duanya tidur.
Dari tadi siang, Mayang sendirian di rumah. Diieeeeemmm.....aja kayak pengangguran. Nggak
tahu mau ngapain. Sebenernya Mayang udah mau tidur, tapi ia membatalkan niatnya karena menunggu seseorang.
Siapa lagi kalo bukan Genta. Bener-bener bikin gelisah, jam segini kakaknya belom pulang juga.
Padahal besok kan dia harus kuliah.
Mayang menyelimuti dirinya sambil terus menatap jam Betty Boop di dinding kamar. Terdengar
suara pintu rumah dibanting. GUBRAK!
Gadis mungil itu tersentak kaget sampai jantungnya serasa meledak. Siapa yang membanting
pintu rumah sekeras itu"
Dengan penuh rasa waswas Mayang mendekati pintu kamarnya dan pelan-pelan membukanya.
Ia masih belum melihat siapa-siapa. Lalu dengan takut-takut ia berjalan menuju ruang makan
yang letaknya memang dekat dengan pintu muka.
Mayang berdiri terdiam dengan wajah sendu mendapati Genta duduk di kursi makan dan
membenamkan wajahnya di balik kedua telapak tangannya, terisak-isak begitu dalam.
Wajah Mayang mengiba menatap kondisi kakaknya yang begitu menyentuh hatinya.
"Mas Genta....." Mayang berjalan menghampiri kakaknya dan menyentuh bahunya dengan
lembut. Genta masih tetap masih terisak. Mayang menarik napas panjang ketika disadarinya
Backstreet Aja Karya Gisantia Bestari di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bahwa di pangkuan kakak tergeletak kado untuk Larey. "Mas Genta kenapa" Trus kadonya
kenapa nggak dikasih ke Kak Larey?" Mayang duduk di sebelah Genta.
Perlahan Genta memperlihatkan wajahnya yang dibanjiri air mata dan menatap Mayang dengan
matanya yang merah. "Larey....." Genta tak sanggup meneruskan.
Bola mata Mayang membulat. "Kak Larey" Kenapa Kak Larey?"
"Larey kecelakaan, Yang," Genta berkata pelan, lalu tangisnya pecah.
Tubuh Mayang seketika memanas. Dengan pasti digenggamnya tangan Genta erat-erat. "Ya
ampun.....kok bisa" Kenapa, Mas?" tak urung air matanya keluar juga.
"Kejadiannya cepet banget, Yang. Mas Genta kan mau nyeberang ke Pizza Hut soalnya mobil
Mas parkirnya di seberang restoran. Ternyata Larey sama yang lain lagi pada ngumpul di depan
restoran. Larey seneng banget ngeliat Mas dateng. Dia berniat menghampiri Mas di seberang.
Dia nggak hati-hati. Dia langsung aja nyeberang sambil lari-lari. Akhirnya ketabrak mobil," Genta
bercerita sambil sesenggukan.
Mayang menutup mulutnya, air mata tak henti mengalir di pipinya.
"Rasanya Mas Genta mau mati saat itu, Yang. Mas Genta nggak berani ngeliat dia yang udah
tergeletak di tengah jalan, pingsan, berdarah....,Mas Genta langsung lemes, Mas Genta benerbener ngerasa udah kiamat...." tangis Genta makin keras. "Temen-temen langsung manggil
ambulans. Kayaknya Larey bakal meninggal....."
Tanpa pikir panjang Mayang merangkul leher kakaknya dengan sayang. "Ssshh..... Mas Genta
nggak boleh ngomong gitu...," bisiknya.
"Mas Genta nggak asal ngomong, Yang. Dari tadi siang Mas Genta sama yang lain nungguin dia
di rumah sakit dan sampe sekarang nggak ada tanda-tanda membaik, Yang....."
Mayang menggeleng pelan. "Tapi belum tentu Kak Larey bakal meninggal, Mas. Kita berdoa aja
semoga besok Kak Larey membaik," hiburnya.
Sepanjang malam itu dihabiskan Mayang menemani Genta di kamarnya. Mereka terus
mengobrol, bertukar pikiran, sampai Genta tertidur di ranjangnya dan Mayang tertidur di lantai
kamar kakaknya itu. Part* 16. RISTA berdiri terpaku. Dari balik koridor itu ia memandang Mayang yang duduk sendirian di kursi
kantin, lalu ganti memandang Ariel yang berdiri di sebelahnya. "Ar, aku ngeri nih...."
"Masa ngomong jujur ke sobat sendiri aja nggak berani....." Ariel menatap Rista tajam. "Kamu
ngomong semua tentang kita, dan masalah selesia."
"Mayang bakal marah, bakal marah, bakal marah....."
Areil menarik napas, jengkel. "Eh, ,manusia cantik, Mayang marah kan wajar" Besok-besok juga
dia bisa ngerti kok. Ayo cepet bilang, ntae istirahatnya keburu selesai, Ta." Cowok itu
memandang jam tangannya. "Iya, iya." Rista menghela napas panjang, lalu dengan takut-takut ia melangkah menghampiri
Mayang yang mulai membuka bungkus cekolatnya lalu menggigitnya renyah. Tak lama kemudian
gadis itu sudah duduk manis di sebelah Mayang.
"Udah ke toiletnya, Ta" Kok lama amat" Nih, biskuit pesanan lo. Baik kan gue, ngebeliin buat
lo......" Mayang mengangsurkan sebungkus biskuit berwarna biru ke tangan Rista yang mungil.
Rista hanya memberikan senyumnya, dan tak lama kemudian mereka berdua sudah larut dalam
keheningan, sampai Rista bersuara, "Yang, ada sesuatu yang mau gue bilangin ke elo....."
Mayang mengerutkan alis. "O ya" Sama, Ta, gue juga mau bilang sesuatu ke elo."
"Oh ya" Kalo gitu, lo dulu aja deh." Rista menepuk bahu Mayang sambil tersenyum hangat.
Namun saat dilihatnya wajah Mayang yang mendadak sendu, Rista langsung sadar ini bukan
berita bagus. "Ta, Kak Larey, pacarnya Mas Genta, yang pernah gue ceritain ke lo itu, kecelakaan....." Mayang
meremas cokelat batangannya. "Kecelakaan, Ta, kecelakaan!"
"Kecelakaan"!" Rista mengulang kalimat Mayang dengan nada tak percaya. Tak urung
dipeluknya Mayang. "Gimana kejadiannya?"
Dengan kalimat tersendat-sendat, Mayang bercerita panjang-lebar. Tak henti-hentinya Rista
mengatakan "Ya ampun.....ya ampun....." sampai ia melepaskan pelukannya.
"Semalem gue ketiduran di kamar Mas Genta, gue nemenin dia, gue sayang banget sama dia
sampe-sampe apa yang dia rasain bener-bener ngena ke gue....." Mayang menggenggam erat
tangan Rista. "Semoga Kak Larey nggak koma ya, Yang...." Rista berujar lembut dan dibalas anggukan
Mayang. "Oh iya, Ta," mendadak Mayang teringat sesuatu dan suasana yang muram suram itu lenyap
terbawa waktu yang singkat. "Katanya lo mau ngomong sesuatu ke gue. Lo mau ngomong apa?"
Ya ampun!! Saking terhanyutnya ia oleh cerita Mayang, ia sampai lupa. Hati Rista meronta-ronta
ketakutan. "Ehm....." Rista menunduk. Aah......karena berita Larey tadi, apa yang ingin dikatakannya ini jadi
semakin berat untuk diungkapkan. Mayang sudah terlalu sedih oleh musibah Larey, masa Rista
masih tega memberitahukan hal ini" Semua ini akan semakin membebani hati Mayang saja.
Namun tiba-tiba Rista mendengar suaranya berkata, "Duh, gue mau pipis lagi, Yang."
Rista beranjak dan berlari meninggalkan Mayang yang kebingungan. Benar memang, kata
hatinya memintanya untuk tidak mengatakan ini pada Mayang. Tidak untuk saat ini.
Siap menerima omelan, Rista menghampiri Ariel yang sejak tadi berdiri di balik tiang dan
mengamati mereka dari kejauhan. "Gimana, Ta?" Ariel terlihat begitu tidak sabar.
Rista cuma diam saja, seolah-olah tak ada orang yang bicara dengannya.
"Ta, jangan diem aja dong!!" Ariel mengguncang-guncang bahu Rista. Rista menepisnya.
"Gue.....gue belom bilang apa-apa, Ar." Cewek polos itu memalingkann wajah dari mata Ariel
yang menatapnya tajam. "Maaf."
"Hah?" Ariel melongo sekarang. "Trus tadi kamu pelukan segala sama dia kenapa?"
Rista bertolak pinggang. "Pacarnya Genta kecelakaan, Ar!" ujarnya setengah berteriak. Ariel
menggigit bibir. "Jadi jelas kan kenapa aku belom bilang" Kamu juga pasti nggak akan tega kan
ngomong semuanya setelah kamu tahu gimana keadaan Mayang atas kesedihan kakaknya" Jadi
kamu nggak bisa marah sama aku sekarang. Kalo kamu marah berarti kamu nggak
berperasaan." "Pacarnya Genta kecelakaan" Kok dia nggak ngasih tahu aku ya?" Ariel menggaruk-garuk
kepalanya yang sama sekali tidak gatal. Rista hanya mengangkat bahu.
"Hhmm....mungkin, kejadiannya kan kemaren sorean, trus Genta nemenin pacarnya di rumah
sakit sampe pulangnya malem, jadi dia nggak sempet nelepon kamu, karena sama sekali nggak
perlu!" Rista menyeringai jutek.
Melihat tampang ceweknya yang judes banget itu, Ariel langsung mengerutkan alis. "Kok
ngomongnya gitu sih" Emang aku salah apa?"
"Nggak, aku lagi iseng aja sama kamu," Rista bersedekat. "Udah ya, aku mau ke Mayang dulu.
Ntar Kak Rocha ngeliat kita, trus aku disinin lagi deh sama dia. Uh, dikira aku mau! Nggak usah
lah yaauuww....." Ariel menarik tangan Rista yang sudah bergerak mundur. "Rocha hari ini nggak masuk," ujarnya
tersenyum. "Oh ya" Kenapa?" Rista terlihat bingung namun jelas sekali kelegaan tampak di wajah manisnya.
Seorang ROCHA nggak masuk" Wah, peristiwa langka kan tuh"
"Mana aku tahu" Emangnya aku peduli. Kalo kamu yang nggak masuk baru aku peduli."
Rista tertawa malu. ** "Hai, Mas Genta...." Mayang yang baru pulang sekolah mendapati Genta duduk di sofa sambil
menonton TV. Seperti biasa, seragam putih abu-abunya selalu awut-awutan alias lecek.
Wajah Genta terlihat sangat semu dan tidak bergairah. "Yang, Mas Genta belum dapet kabar lagi
tentang Larey. Itu pertanda baik atau buruk?" kini wajah itu tampak polos dan pasrah.
Mayang menghela napas. Tas selempang yang bertengger di pundaknya jatuh tanpa instruksi ke
lantai. Langsung saja dihampirinya Genta dan duduk di sebelahnya. "Itu kayaknya pertanda baik,
Mas," Mayang berusaha menghibur kakaknya.
Genta mengangguk pelan. Sekonyong-konyong telepon rumah yang letaknya dekat TV berbunyi.
Mayang memandang Genta, yang menatap ke arah telepon.
"Biar Mas yang angkat," Genta berdiri perlahan lalu menghampiri meja telepon. Diamatinya
nomor yang tertera di layar telepon itu. "Rumah sakit, Yang. Dari rumah sakit."
Dengan waswas diangkatnya teleon itu, lalu berbicara dengan si penelepon.
Mayang menggigit bibir ngeri, menebak-nebak apa yang disampingkan si penelepon. Kalau
benar dari rumah sakit, kemungkinan besar itu keluarga Larey yang mengobarkan kondisi cewek
itu. Mayang memalingkan wajah sambil memejamkan mata rapat-rapat karena tak berani melihat
ekspresi Genta nanti. Sudah satu menit berlalu sejak Mayang menutup mata. Tak terdengar suara apa pun. Mayang
menghela napas lega, menarik kesimpulan semua baik-baik saja, saat suara gagang telepon
yang terjatuh ke lantai menyentakkan gendang telinga.
"AAA!!" Mayang berteriak kaget dan seketika membuka matanya. Seperti kemarin, Mayang
kembali mendapati Genta menangis sambil menutup wajahnya. "Mas?"
Genta menurunkan tangannya, memperlihatkan matanya yang merah. "Larey udah nggak ada,
Yang! Udah nggak ada.....hiks....." Air mata Genta makin deras berderai.
"Meninggal"!" ulang Mayang tak memercayai ucapan kakaknya.
Genta mengangguk lambat, sambil terus menyiksa tubuhnya dengan napas yang mulai sesak.
"Sebenernya dia udah meninggal sejak tadi pagi. Sore ini dia mau dimakamkan."
"Kenapa keluarganya baru nelepon sekarang?" Mayang tampak marah.
"Mas nggak tahu, Yang. Ayo siap-siap, Yang, kita ke pemakaman. Mas Genta udah dikasih
alamatnya." Genta hampir menaiki anak tangga menuju kamarnya ketika Mayang menggenggam
tangannya. "Mas, gimana kalo kita ajak Rista sama Ariel juga?" usulnya dengan mata penuh harap.
Genta menggigit bibir. "Oke. Kamu telepon Rista, biar Mas yang telepon Ariel." Cowok itu berlari
menaiki tangga. Mayang mengambil tasnya yang tergeletak di lantai, membuka salah satu kantongnya, dan
mengambil hp-nya. Dengan cepat ditekannya tombol-tombol menuju keberadaan Rista.
"Rista?" "Ta, lo di mana?"
"Di rumah." "Ta, lo siap-siap ya, gue sama Mas Genta nanti jemput lo. Kita ngelayat Kak Larey."
"Hah"! Dia.....meninggal?" suara Rista terdengar keras. "Padahal gue belom sempet ketemu
dia...." "Yah, namanya juga manusia, nggak akan tahu bakal meninggal kapan. Kita ke sana berempat,
sama Ariel. Jadi....."
"Ariel?""!"!"
"Iya, Ta. Jadi cepetan ya siap-siapnya?" Klik. Tanpa menunggu jawaban Rista, Mayang langsung
memutuskan sambungan dan masuk ke kamar, mencari-cari pakain hitam yang resmi.
Sekitar sepuluh menit kemudian Mayang keluar kamar dan melihat kakaknya sudah
menunggunya di depan kamar dengan mata yang semakin merah.
"Mas udah nelepon Ariel," ujar Genta. "Mas juga udah nelepon Papa di kantor, minta izin pergi.
Ayo, Yang ,kita ke rumah Ariel dulu, baru Rista."
** Cuaca yang sangat mendung mengiringi upacara pemakaman Larey. Banyak sekali orang yang
mengerumuni makam Larey sambil berkomat-kamit mengucapkan doa. Baik itu dari pihak
keluarga maupun teman-teman.
Belum melihat makamnya saja, Genta sudah menangis lagi.
Mayang menatap wajah Rista yang ternyata basah oleh air mata. "Yang, gue nggak tega liat
makamnya. Gue takut, Yang....." Rista menyenderkan kepalanya di pundak Mayang. Mayang
hanya menghela napas panjang.
"Kita ke baris depan yuk," usul Ariel sambil menepuk lembut punggung Genta.
Genta mengangguk sambil terisak-isak. Perlahan mereka berempat menerobos kerumunan orng
berbaju hitam sampai akhirnya berdiri di barisan depan.
Tampaklah sebuah makam bertabur bunga dengan foto dan nama Larey terukir di batu nisan.
Genta makin terus terisak sementara Ariel merangkul pundaknya.
"Cantik banget....," Rista bergumam kagum memandang foto Larey yang berbingkai indah itu.
Saat itu Larey difoto sedada dan mengenakan baju merah.
Namun mereka tak bisa begitu jelas melihat foto itu karena ada seorang gadis yang duduk di tepi
makam Larey, menangis keras, dan setengah foto itu terhalang tubuhnya. Mayang mencoba
melihat wajah gadis yang sepertinya paling terpukul oleh kepergian Larey itu, namun tak bisa
karen gadis itu menempelkan keningnya di nisan.
Namun ketika gadis itu mengangkat kepalanya, giliran Mayang yang terkaget-kaget tak percaya.
"Ta..... Rista....." Mayang meyenggol Rista yang berdiri di sebelahnya. "Itu....itukan Kak Rocha...."
Mata Rista membulat mendengar ucapannya Mayang. Ia ikut memerhatikan wajah gadis itu.
"Hah" Bener, Yang!" ia berseru pelan.
"Mas Genta, Ariel, cewek yang lagi nangis di sebelah kuburan itu Kak Rocha!" Mayang langsung
memberitahu Genta dan Ariel.
Genta dan Ariel langsung penasaran menatap Rocha. Rocha sendiri juga menangkap bayangan
mereka. Rocha seketika berdiri terpaku memandang mereka berempat. Dengan kemeja dan celana
panjang hitam serta selendang yang menghangatkan pundaknya, harus Mayang akui bahwa hari
itu Rocha tampak sangat manis, meskipun wajahnya penuh air mata.
"Kok.....ada kalian?" Rocha bergumam. Tanpa pikir panjang cewek itu berjalan menerobos
kerumunan, seolah ingin kabur.
"Kita kejar," kata Genta, dan langsung disetujui lainnya.
"Rocha.....!" seru Ariel menahan langkah Rocha yang telah menjauh makam. "Kok lo malah lari
ngeliat kami?" Rocha menghapus air matanya, lalu memandang Ariel, Rista, Mayang, dan Genta bergantian.
"Kok kalian ada di sini" Kalian tahu dari mana kakak gue meninggal" Atau kalian ke sini mau
ngetawain kesedihan gue ya?" Rocha malah mengeluarkan kata-kata pedas.
"Tunggu dulu!" Genta mendadak memegang kedua bahu Rocha. "Lo bilang apa" Kakak lo?"
tanyanya terperangah. Rocha mengangguk cepat. "Iya, Gen! Emang kenapa":" ia balas bertanya.
"Jadi Kak Larey itu kakaknya Kak Rocha?" Mayang bersuara, lalu memandang Rista. "Tuh, kan,
Ta, bener dugaan gue!"
"Kok lo tahu namaya" Dari mana lo tahu?" Rocha berkata dengan wajah polos yang belum
pernah dilihat Mayang. Mayang menelan ludah.
Genta berdeham. "Cha, biar gue jelasin," ujarnya dengan mata berkaca. "Lareshia pacar gue."
"Pacar lo?" Rocha terbelalak. Wajahnya merah. "Kok bisa?"
"Dia satu kampus sama gue, Cha.
"Di Un-Gar?" "Iya," jawab Genta pasti. "Dia meninggal karena kecelakaan, kan" Gue nemenin dia di rumah
sakit sampe malam!" Rocha terdiam sejenak, sambil sesekali terisak. "Semalam cuma bokap dan nyokap gue yang ke
rumah sakit. Gue nggak ikut karena kemarin badan gue agak demam juga, jadi mereka pergi
tanpa gue. Tadi pagi gue dikabarin kalo Mbak Mbak Larey meninggal, jadi gue nggak masuk
sekolah hari ini, karena tadi pagi gue ke rumah sakit." Genta mengangguki ucapan Rocha.
Sulit dipercaya bahwa Genta dan Richa bisa ngobrol seperti ini. Ariel tentu masih ingat masamasa Genta di SMA, di mana tiada hari tanpa bertengkar dengan Rocha.
Part* 17. Mayang memejamkan matanya, menghela napas. Oh, Tuhan sempitnya dunia ini.....
"Mbak Larey nggak pernah cerita dia punya pacar," ujar Rocha pelan sambil menghapus air
matanya entah yang keberapa kali.
"Kak Larey itu baik banget," tiba-tiba Mayang mengeluarkan suara, "cantik, lagi....."
Rocha menyunggingkan senyum manisnya, senyum yang pertama kali diperuntuhkan pada
seorang Mayang. Mayang membalas senyumnya.
"Maaf, ya, gue udah salah sangka sama lo semua....," Rocha berkata malu-malu.
"Nggak apa-apa kok, Cha. Kami maklum," giliran Ariel yang bicara. Rocha memandang Ariel
dengan tatapan penuh arti, membuat Rista jadi waswas.
Pertemuan dengan Rocha di tempat tak terduga itu bener-bener seperti keajaiban bagi Mayang.
Mungkinkah sejak kejadian hari ini, hubungannya dengan Rocha akan jauh baik di hari-hari
selanjutnya" Siapa tahu.
*** Semenjak pemakaman kakaknya kemarin, Rocha jadi pendiam. Seperti pagi ini di sekolah,
cewek jangkung itu benar-benar berubah 180 derajat.
"Hai, Ar." Rocha berdiri di samping Ariel yang duduk sendiri di bangkunya. Ariel menoleh
memandang Rocha. "Ada apa?" "Ar....gue....gue dihantuin perasaan bersalah," Rocha mengemukakan masalahnya.
Kedua alis Ariel bertaut. "Maksud lo apa sih?"
Rocha menggigit bibirnya, kemudian duduk di bangku kosong di sebelah Ariel. "Ini tentang
Mayang, tentang Rista," ujarnya agak malu.
"Emangnya kenapa mereka?" Ariel bertanya lagi. Kali ini ikut penasaran.
"Kayaknya.....baru kemarin gue sadar mereka sebenernya baik. Baik banget, Ar," Rocha tampak
bersungguh-sungguh. "Gue kemaren salah sangka sama lo berempat. Dan gue ngerasa jadi
manusia paling bodoh, paling bego yang pernah ada. Lo semua ikut mendoakan kepergian orang
yang paliiing gue sayang. Padahal bisa dibilang, gue selalu jahat sama lo semua. Gue payah
banget kan, Ar?" Ariel menelan ludah. "Oke, baguslah lo sadar Mayang dan Rista anak baik. Hhmmm.....longgak
ketinggalan satu orang lagi nih?" tukasnya. "Genta?"
"Oh....oh iya," Rocha menepuk keningnya. "Yah, Genta juga baik." Kemudian ia tertawa hangat.
Ariel tersenyum. "Tapi, Ar, gue belom terlambat buat sadar, kan?"
"Yang jelas, lebih cepat lebih baik," jawab Ariel.
Rocha beranjak dari bangkunya. "Ar, tolongin gue,"ungkapnya. "Temenin gue nemuin Mayang
sama Rista di kelas mereka. Gue......gue mau minta maaf."
"Lho, tapi kemaren gue liat lo bertiga baik-baik aja kok."
"Tapi kalo gue belum minta maaf, itu semua nggak bikin gue tenang, Ar," Rocha membela diri.
"Ayo, Ar, lo kan cukup dekat sama mereka....."
Melihat tekad Rocha yang sudah bulat, akhirnya Ariel berdiri. "Oke, gue nurut deh."
"Hehehe....gitu dong." Rocha menarik tangan Ariel ke luar kelas.
"Kakak lo sekarang gimana, Yang?" tanya Rista pada Mayang, di kelas mereka. "Dia udah nggak
nangis-nangis lagi, kan?"
Mayang mengangkat bahu. "Yang jelas, dia nggak mau berlarut-larut meratapi kepergian Kak
Larey. Dai belajar buat ikhlasin semua kejadian yang udah berlalu," jawabnya.
Rista tersenyum. "Baguslah. Eh, lo jangan ngira gue kepengen kakak lo ngelepain Kak Larey secepatnya lho. Tapi,
Backstreet Aja Karya Gisantia Bestari di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
maksud gue, nggak bagus juga kan kalo sedihnya nggak berujung. Kakak lo bisa depresi, ntar
malah sakit. Rugi juga, kan," Rista berkata sok dewasa. Mayang mengangguk.
"Tenang aja, gue tahu maksud lo kok."
"Hai...." Mayang dan Rista dikejutkan oleh suara Rocha. Tampak oleh mereka Ariel di belakang
gadis itu. "Hai, Yang, hai, Ta," ujar Rocha.
Mayang dan Rista berpandangan penuh tanya. Belum pernah mereka disapa seramah ini oleh
Rocha. Kalo hari-hari biasanya mereka dihampiri dengan wajah garang, sekarang wajahnya
ramah. "Hai....," mereka menjawab kompak.
Dengan gerak lambat Rocha melirik Ariel yang kemudian mengangguk pasti. Rocha kembali
menatap dua adik kelas di depannya ini. "Yang, Ta, kejadian kemarin bikin gue sadar kalo lo
berdua sebenernya baik. Sebenernya lo berdua nggak pantes jadi sasaran kesinisan gue tiap
hari," Rocha berkata pelan namun yakin. "Gue kehilangan orang yang gue cintai, begitu juga
Genta, dan lo semua. Kita selalu aja berselisih padahal di balik itu kita sama-sama sayang Mbak
Larey. Ehm.....lo berdua ngerti maksud gue, kan?"
Mata Mayang dan Rista bertemu lagi, lalu keduanya mengangguk.
"Kita.....bisa kan ngebangun hubungan yang jauh lebih baik dan ngelupain perselisihan kita
dulu?" Rocha mengangkat alisnya meminta jawaban.
"Bisa dong," Rista menjawab diiringi anggukan Mayang. Rocha menarik napas lega.
"Lo berdua emang baik. Coba gue nyadar dari dulu," lagi-lagi Rocha menganggap bodoh dirinya.
"Oh iya, Yang, salam damai ya buat kakak lo. Dia pasti inget dong gimana rusuhnya
pertengakaran gue sama dia waktu dia di sini."
Dan mereka berempat pun tertawa renyah.
*** Kamar Mayang, jam delapan malam lebih satu menit. Wah, detail amat ya.....
Pintu kamar Mayang terbuka lebar. "Hei, Yang, Mas boleh masuk?"
Mayang yang sedang duduk menghadap meja belajar mengangguk, membiarkan kakaknya
masuk. "Nih." Genta mengangsurkan sesuatu ke arah Mayang. Mayang melirik benda itu. Kado untuk
Larey. "Buat kamu."
Mayang mengerutkan alis sambil terus memandang kado yang masih terbungkus rapi itu. "Nggak
deh," Mayang mendorong kado itu.
"Tapi kamu kan suka, Yang. Waktu itu kamu bilang kamu kepengen juga...."
"Iya aku tahu, tapi.....nggak usah deh, Mas. Mas jadiin kenangan aja," Mayang tetap menolak.
Genta menggeleng. "Mas selalu sedih kalo liat kado ini, dan Mas pengen kamu yang memiliki
baju ini," ujarnya sedikit memaksa. "Ayolah, Yang...., Mas mohon...."
"Nggak....nggak usah, Mas," Mayang menggeleng-geleng.
"Kalo kamu sayang sama Mas, kamu harus terima."
Mayang langsung terdiam, memandangi kakaknya. "Oke," katanya kemudian. "Aku ambil. Demi
Mas Genta." Genta nyengir. "Nah, begitu dong." Mayang tersenyum tipis.
"Mas, dapat salam dari Kak Rocha," Mayang langsung eringat sesuatu. "Salam damai."
"Oh ya" Kok dia jadi baik begitu?"
"Aku sama Rista udah baikan sama Kak Rocha. Ternyata kalo dipikir-pikir..... Kak Rocha itu
berhati malaikat lho." Entah kenapa, ia jadi begitu memuji Rocha.
Genta bertolak pinggang. "Yap, dia berhati malaikat setelah ada seseorang yang pergi ninggalin
dia. Huh, ternyata membuat dia baik itu susah...."
"Kok Mas Genta ngomongnya gitu sih?" sergah Mayang, "Udah bagus dia sadar, apalagi ngajak
kita semua damai!" "Oke, oke, terserah kamu nanggapin dia gimana," kata Genta nyerah. "Mas Genta nggak mau
berdebat sama kamu malem ini. Mas Genta capek."
Mayang bersedekap. "Hah" Siapa juga yang mau berdebat sama Mas Genta" Mendingan
ngerjain PR." Mayang menatap PR di meja belajarnya. Genta langsung aja melotot.
"Sejak kapan kamu ngerjain PR" Bukannya tiap pagi kamu nyalin PR Rista?" tanyanya seolah
tahu apa yang sehari-hari dilakukan Mayang di sekolah.
Mayang bersungut. "Mayang kan nyalin PR kalo emang Mayang nggak bisa ngerjain PR. Wajar
dong," pintar banget dia cari alasan.
"Terserah deh. Eh, salam balik buat Rocha, ya. Salam peace. Hehe...." Genta lalu membuka
pintu kamar Mayang dan berjalan ke luar.
Part* 18/ ending. SUDAH dua bulan berlalu sejak kematian Larey. Rasa sedih, rasa kehilangan, dan segala rasa
luka lainnya perlahan-lahan sirna terbawa waktu. Genta sudah bisa tersenyum kembali, dan
segala kenangan indah bersama Larey selalu tersimpan rapi di hatinya. Cowok itu sadar betul,
jika ia tak akan tenang di alamnya.
"Yang, nih baju kayaknya lucu buat lo." Rista menunjuk sehelai baju berwarna pink bergambar
cewek di kanan atasnya. Minggu siang ini Mayang dan Rista memutuskan jalan bareng ke mal,
hal yang sudah jarang sekali mereka lakukan. Baru melangkah masuk mal aja Mayang sudah
mengajak Rista masuk ke salah satu toko baju terkenal.
Mayang melihat baju pilihan Rista. "Hmm....nggak deh. Warna pink-nya tuh pucet banget, jadi
sama aja boong dong."
"Apa sih maksud lo?" Tampang polos Rista keluar.
"Denger ya, Ta, yang namanya PINK itu mesti cerah. Ceria. Mencerminkan cewek aktif dan
atraktif. Nah, baju pilihan lo ini, pink-nya tuh loyo. Nggak ada energinya. Jadi orang yang make
nggak semangat juga. Jadi, nggak ada manfaatnya pake baju ini walaupun ini warna pink. Ngerti
maksud gue, Ta?" Mayang ceramah panjang-lebar.
Rista mengerutkan alis. "Dapet dari mana lo falsafah kayak gitu?" tanyanya bingung. "Soal
beginian kok dipermasalahkan sampe kayak begitu. Nggak baik jadi orang hiperbolis, Yang. Lo
tuh udah keracunan warna, tau nggak."
"Eh, lo jangan ngeremehin warna pink ya." Mayang menunjuk hidung Rista. "Gue udah
melakukan penelitian tentang pink. Dan lo nggak usah berkomentar kalo sama sekali nggak
ngerti arti sebuah pink."
"Ya udah, kalo gitu ngapain tadi lo ceramah tentang pink di depan gue?" Rista nggak mau kalah.
Mayang menarik napas. "Itu kan karena lo tadi nunjukin gue baju warna pink."
"Ya, karena yang selama ini gue tahu lo suka warna pink. Coba kalo gue nunjukin baju biru sama
lo. Yang ada lo jadi protes, kan?"
Otak Mayang langsung kosong. "Ya terserah kata lo deh," katanya sebal. Rista langsung ketawatawa.
"Hahaha....!! Nyerah kan lo" Nggak bisa ngelanjutin perdebatan" Kalah lo! Kalah! Hehehe...."
Rista meninju-ninju lengan Mayang. Seketika Mayang menghindar.
"Aahh..... apaan sih lo" Nggak lucu, tau!" bentaknya.
"Iya deh, maaf Mayang-ku sayang....." Rista merangkul bahu Mayang.
Mayang mengertakkan gigi. "Apaan sih sayang-sayangan" Ntar gue dikira lesbian sama lo,
lagi..... Sana lo, jauh-jauh dari gue!"bentaknya lagi.
Rista cuma cengar-cengir. "Eh, aduh, laper nih, Yang....." Rista memegang perutnya yang
keroncongan. "Gue belom makan siang nih....makan dulu yuk....."
"Ah, elo!" Mayang bertolak pinggang. "Gue lagi asyik liat-liat baju lo malah ngajak makan.
Ngerepotin!" "Yee, sewot....." Rista makin jadi ngeledek. "Lo liat-liat baju juga belom tentu dibeli. Hehe....."
Nggak lama Mayang juga memegang perutnya. "Iya nih, gue juga laper berat. Belom makan
siang....," ujarnya malu. Rista langsung aja ngejitak Mayang.
"Huu.....dasar!"
Dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk Mayang dan Rista mencari restoran yang cocok. Di
mal keren ini banyak banget restoran yang menyajikan makanan nikmat dan menjanjikan harga
yang sebanding dengan enaknya makanan. Rasanya semuanya mereka kepingin. Sayangnya
perut cuma satu, itu pun nggak sebesar perut gajah.
Ada satu restoran yang menyita pandangan Rista selama satu-dua menit. Dulu dia dan Ariel
tercinta pernah ke restoran itu. Sayang minggu-minggu terakhir ini ia dan Ariel belum ketemuan
lagi di belakang gedung sekolah, karena ia sendiri lebih sibuk sama Mayang. Tapi bukan berarti
ia sudah melupakan Ariel. Ia sama sekali nggak lupa. Yang justru terlupakan sekarang adalah
rahasia yang tak pernah jadi dikemukakannya pada Mayang.
"ARISTA TIKARIA!!!" Gendang telinga Rista serasa meledak ketika Mayang berteriak tepat di
telinganya. "Gila lo, gue panggil-panggil nggak nengok juga! Lo ganti nama atau gimana sih"!''
Rista langsung sadar dari lamunannya. "Iya, iya, maaf....."
"Lo jangan ngeliatin restoran itu terus dong, Ta. Coba deh, lo liat restoran yang itu. Yang itu tuh,
Ta, yang di sebelah toko VCD. Yang agak jauh dari sini....." Mayang memberi petunjuk.
Rista meluaskan pandangannya. "Emang kenapa?"
"Lo perhatiin deh, cowok yang pake baju ijo itu. Itu Ariel, kan" Gue nggak mungkin salah liat,"
Mayang berkata histeris. Rista menyipitkan mata, lalu memandang saksama cowok itu. Mayang
benar. "Eh, di depannya ada cewek, Ta!"
Rista ternganga. Ia tak mungkin salah lihat. Ariel duduk semeja dengan seseorang. Seseorang
itu begitu cantik, begitu manis, dan begitu bahagia.
"Kak Rocha!" Mayang berseru lagi. "Kak Rocha, Ta! Cewek itu Kak Rocha!"
Rista merasa tubuhnya tertimpa beban yang sangat berat. Apalagi ketika dilihatnya tangan Ariel
bergerak mendekati tangan Rocha. Bergerak....bergerak.... dan hangatlah tangan Rocha dalam
genggaman jari-jari Ariel.
"Nggak mungkin!" Mayang menutup wajahnya. "Ariel nggak mungkin kepincut sama Kak Rocha!
Nggaaaaakkk!!!" Rista mulai merasa pening. Ditahannya segala macam makian yang siap keluar dari mulutnya.
Matanya berkunang-kunang, kakinya lumpuh.
"Lho, Ta, lo kenapa?" Mayang menyadari keadaan sahabatnya. "Lo kayak mau pingsan."
"Nggak, nggak apa-apa," jawab Rista sambil mengurut-urut keningnya. "Yang, kita pulang aja
yuk....gue kayak mau mati nih....."
"Aah.... Rista, lo jangan nakut-nakutin gue dong! Lo lemes pasti karena belum makan. Makanya
kita mesti cepet pilih restoran." Begitu perhatiannya Mayang pada Rista. Pemandangan di depan
mata yang telah mematahkan hatinya seketika dilupakan olehnya. Ia lebih memikirkan kondisi
sobatnya. Rista langsung menggeleng. "Nggak. Gue rasa gue lemes bukan karena itu, Yang. Tapi gue
bener-bener pengen pulang...." Cewek itu langsung berjalan terhuyung-huyung meninggalkan
Mayang di belakangnya. Tak bisa berbuat apa-apa, Mayang mengejar Rista dan menuruti ajakannya.
** Keesokan harinya sepulang sekolah, Rista menarik paksa Ariel ke belakang gedung sekolah.
Tanpa basa-basi didorongnya Ariel hingga cowok itu nyaris terjatuh.
"Kenapa, Ta" Kalo marah yang jelas dong, jangan bikin aku bingung," protes Ariel dengan wajah
tak berdosa. Napas Rista langsung terasa sesak. "Heh, lo jangan sok suci ya! Jangan mentang-mentang
akhir-akhir ini kita nggak pernah ketemuan lagi, lo jadi nyeleweng sama cewek lain! Lo jahat, Ar!
Lo jahat! Kalo lo emang udah jenuh sama hubungan kita dan pengen putus, gue bisa terima, tapi
nggak gini caranya! Nggak gini, Ar!" bentaknya sambil memukul-mukul dada Ariel dan terisakisak.
Ariel menggenggam lengan Rista, menahan gadis itu agar berhenti memukulnya. "Lo jangan
ngomong ngaco dong, Ta!" serunya pasrah.
"Kalo gitu, gue minta lo jelasin tentang yang lo lakuin kemaren!" tantang Rista. "Lo sama Kak
Rocha ngapain kemaren" Lo pacaran kan sama dia" Iya, kan" Lo nggak usah nyembunyiin apaapa dari gue, Ar, gue udah tahu!"
Wajah Ariel seketika berubah merah padam, seolah telah mendapat malu paling besar yang
pernah dialaminya di dunia. "Lo tahu dari mana?" tanyanya dengan wajah waswas.
"Berarti bener, kan" Lo punya hubungan sama Kak Rocha, bener, kan?"
"Lo tahu dari mana?"
"Gue lihat pake mata gue sendiri, Ar! Di mal kan, di restoran!" tukas Rista.
"Oke, kemaren aku emang ke mal sama Rocha," Ariel berujar dengan suara pelan. "Tapi dia
cuma curhat sama aku. Kamu tahu kan kalo dua bulan lalu kakaknya meninggal" Sejak itu dia
sering cerita-cerita sama aku. Soal apa aja. Soal kakaknya, soal kehidupannya, dia pengen aku
jadi sahabatnya....."
"Bohong!! Lo pasti bohong! Kalo emang begitu, ngapain tangan lo megang-megang dia, dan dia
bahagia banget! Kalo itu apa maksudnya?" Rista terus menyerangnya dengan pertanyaan.
Ariel langsung terpaku. Mulutnya ternganga. Sekujur tubuhnya seolah didera api yang seolah
ingin membakarnya hidup-hidup. Tak lama kemudian cowok itu berjalan pelan, mondar-mandir
dari sudut ke sudut. Rista memandang Ariel dengan napas ngos-ngosan, menunggu jawaban.
"Ta...." Ariel kembali menghadap Rista. "Rocha emang selalu curhat sama aku sejak kakaknya
meninggal. Dia juga bertekad kepingin jadi cewek yang baik, penyabar, pokoknya dia benerbener ingin mengubah semua sifat buruknya. Aku selalu mendukung tekadnya. Dan....lama-lama
aku melihat dia seperti sosok yang selama ini aku cari. Aku idamkan. Yah, sekitar seminggu yang
lalu, dia nyatain perasaannya ke aku, Ta. Dia bilang dari dulu sampe sekarang perasaannya
sama aku nggak pernah berubah."
"Dia yang nyatain perasaannya duluan?" ulang Rista kaget. Ariel mengangguk. "Dan akhirnya
kamu terima dia" Trus kalian udah sering jalan?" Ariel mengangguk lagi. Rista menangis.
"Jujur aja, aku capek, Ta, sama hubungan kita yang kayak begini. Kamu juga nggak pernah
punya kebenarian buat bilang ke Mayang tentang kita. Aku antusias banget nerima Rocha,
apalagi dia janji untuk setia terus sama aku," Ariel mulai bersikap terbuka.
"Dia tahu gue pacaran sama lo, Ar?"
Ariel menggeleng lambat. PLAK! Tamparan keras mendarat di pipi Ariel. "Dasar kurang ajar! Nggak tahu diri! Payah!
Pokoknya semua yang jelek ada di elo!" bentak Rista kasar. "Kita putus! Dan kalo lo emang lebih
sayang Kak Rocha, ya udah, sana lo cari dia!"
Ariel menahan langkah Rista yang beranjak meninggalkannya. "Ta, tenang dulu, kamu jangan
langsung mutusin aku dong." Ia memegang bahu Rista. Rista terdiam. "Aku masih sayang kamu,
Ta. Ehm..... Gini deh. Aku akan mutusin Rocha, dan hubungan kita berlanjut. Tapi, kamu mesti
ngomong ke Mayang. Jadi semuanya beres."
"Huh, lanjutin aja hubungan lo sama Rocha. Kita yang putus," Rista cuek.
"Ta....." Ariel melepaskan bahu Rista, lalu ganti menggenggam jemari cewek itu. Rista diam saja.
"Sayang kan kalo hubungan kita cuma sampai di sini?"
"Rista" Ariel?" Rista dan Ariel terkejut dan refleks Rista melepas tangannya dari genggaman
Ariel. "M..... Mayang" Kok lo bisa di sini?" Rista bertanya gugup.
Mayang menganga, kaget. "Lo berdua ngapain di sini?" tanyanya dengan suara menahan tangis.
"Yang, ehm....gue bisa jelasin.....," ujar Rista terbata-bata.
"Nggak perlu," jawab Mayang ketus, lalu segera berlari meninggalkan Rista dan Ariel, ditemani
air mata yang mengalir deras membasahi wajah manisnya.
"Dia udah tahu, Ta! Dia udah tahu sendiri! Berarti.....hubungan kita bisa berlanjut dan kita nggak
perlu sembunyi-sembunyi lagi, kan?" Ariel langsung terlihat bahagia setelah sosok Mayang
lenyap dari situ. Dengan kasar Rista mendorong cowok itu. Kali ini Ariel benar-benar terjatuh. "Dasar sinting! Gue
udah nggak berminat sama lo! Gue bisa aja nerima lo lagi sekarang seandainya lo nggak
menjalin hubungan sama Kak Rocha! Ngerti lo! Dasar cowok nggak tahu malu! Pokoknya gue
tetap pengen putus!"
** BRUK! Mayang menabrak Bayu dan Dega yang sedang berjalan berdua. "Maaf, Bay, Ga!" seru
Mayang dan segera berlari lagi.
"Mayang!" Dega menarik tangan Mayang. Mayang langsung berhenti. "Lo kenapa lari-lari"
Trus.... Kok lo nangis?"
Mayang mengucek-ngucek matanya. "Ariel.... Ariel pacaran sama Rista! Gue nggak pernah
ngebayangin sebelumnya! Nggak pernah!" kemudian gadis itu menangis makin keras dan berlari
dari situ. Dega memandang Bayu. Begitupun sebaliknya. "Jadi dia udah tahu," kata Dega pelan. Bayu
mengangguk. "Ribet deh urusannya."
** "Aku pulang!" seru Mayang sesampainya di rumah. Ia membanting pintu dengan kasar. "Hai,
Mas!" Meski suasana hatinya kayak apa pun, gadis mungil itu tetap setia menyapa kakaknya
yang seperti biasa berada di ruang TV.
Genta menatap Mayang dengan muka bingung. "Lho, kamu kenapa, Yang" Kok kayak lagi
marah?" tanyanya. Mayang terdiam, lalu mendadak berlari menghamburkan ke pelukan Genta sambil menangis
tersedu-sedu. "Mas...., Rista, Mas...."
"Rista" Kenapa Rista?" Genta bertanya lagi dan hatinya mulai dipenuhi berbagai kecemasan.
Jangan-jangan..... "Rista pacaran sama Ariel, Rista pacaran sama Ariel!! Hiks.....hiks....." Tangis Mayang tambah
deras. "Dia jahat, dia jahat!"
Tepat benar dugaan Genta. Mayang tahu. Saat untuk tahu itu telah datang. "Jadi kamu udah
tahu?" kalimat itu keluar begitu saja dari mulut Genta.
Mayang menghentikan tangisnya, lalu menatap kakaknya lekat-lekat seolah Genta manusia
asing. "Apa maksud Mas Genta?" tanyanya curiga. "Atau jangan-jangan..... Mas Genta udah tahu
Rista sama Ariel....."
Genta mengangguk. Langsung saja Mayang melepaskan pelukannya.
"Mas Genta udah tahu"! Kenapa Mas nggak pernah ngasih tahu Mayang" Kenapa, Mas,
kenapa"!" bentak Mayang.
"Mas Genta nggak mau mengkhianati Ariel. Ariel minta Mas tutup mulut."
"Tapi Mayang kan adik Mas Genta! Mas Genta jahat!!" suara Mayang menggelegar ke segala
penjuru rumah. Dengan tangis yang semakin keras cewek itu berlari memasuki kamar,
meninggalkan Genta begitu saja.
Mayang menjatuhkan diri di tempat tidur, memeluk gulingnya erat-erat, dan menangis sepuasnya
sambil mengeluarkan amarah.
"RISTA JAHAT! MAS GENTA JAHAT! KENAPA ORANG-ORANG YANG MAYANG SAYANGI
JADI MENJAHATI MAYANG"! Hiks.....hiks....." Mayang tak bisa menghentikan isak pedih
hatinya. "Semuanya pengkhianat! Gue sendiri di dunia ini, nggak ada orang yang bener-bener
baik sama gue!" Nggak ada!!"
Mayang terus memaki orang-orang yang dicintainya. Berpuluh-puluh tisu pulalah yang kini
bertebaran di sekitarnya.
Tak lama kemudian pintu kamar Mayang terbuka dan muncullah Genta. "Yang, ada yang mau
ketemu sama kamu." Sambil masih terisak-isak, Mayang menoleh menatap Genta. "Siapa?"
Genta membuka pintu kamar Mayang lebih lebar lagi, dan tampaklah sosok Rista yang masih
berseragam, bertas selempang, dan tersenyum tipis pada Mayang. Mayang membuang muka.
Rista melangkah masuk, kemudian Genta menutup pintunya kembali. Kini di kamar itu hanya ada
Backstreet Aja Karya Gisantia Bestari di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mayang dan Rista, yang hanya berpandangan dalam diam.
"Yang....." Rista menyentuh bahu Mayang. Tatapan Mayang tetap sinis.
"Ngapain lo ke sini?" tanya Mayang judes. "Gue nggak mau ngeliat muka lo lagi."
Rista mengela napas. "Yang, gue bela-belain ke sini karena gue mau minta maaf," katanya.
Mayang tetap tampak tak peduli. "Yang, biarin gue cerita semuanya."
"Ya udah." Mayang akhirnya bangkit, lalu duduk di tempat tidurnya. Rista duduk di sebelahnya.
"Yang, ehm....,sebenernya, waktu lo bilang ke gue kalo lo suka sama Ariel, gue juga suka sama
dia. Cuma aja gue nggak pernah bilang ke elo."
"Kenapa?" "Yah, gue cuma malu aja, Yang," jawab Rista. "Dan waktu di Cibubur itu..... Lo udah bisa nebak,
kan, anak kelas satu itu gue." Rista mendengar sahabatnya terisak lagi. "Lo tahu Dega, kan" Dia
adik Ariel. Dulu dia selalu perhatian ke gue karena di suruh Ariel."
Mayang menganga. "Hah" Adiknya Ariel, Ta?"
Rista mengangguk. "Waktu Ariel nyatain perasaannya ke gue, gue pengen nerima Ariel, tapi gue
juga nggak mau nyakitin hati lo."
"Jadi lo berdua pacaran tanpa sepengetahuan gue" Iya?" Mayang sudah dapat menebak. Rista
mengangguk lagi. "Iya, atas permintaan gue. Sebenernya Ariel sudah minta gue ngasih tahu ini, Yang. Biar kami
berdua nggak perlu sembunyi-sembunyi lagi. Tapi gue nggak pernah mau dan nggak pernah
berani. Tiap hari gue selalu dihantui perasaan bersalah dan nggak enak hati sama lo," Rista
membeberkan semuanya. Mayang menangis lagi. "Tapi gue ggak ada maksud buat jahat sama lo. Gue nggak mau melukai perasaan lo karena gue
sayang sama lo, Yang. Sayang banget." Rista membelai lembut rambut Mayang. "Walaupun gue
tahu risikonya kalo lo udah tahu soal ini. Lo nggak bakalan mau sahabatan sama gue lagi."
Mayang terdiam. "Ta," ia kemudian bicara. "Ariel kan suka sama lo, jadi....yah, gue nggak bisa
berbuat apa-apa. Gue nggak bisa dong ngubah hati dia jadi suka sama gue. Ya udahlah, Ta, gue
rela kok lo sama Ariel."
"Nggak," Rista menggeleng pasti. "Gue udah mutusin dia dan gue nggak akan balik sama dia."
"Kenapa?" Rista mengerutkan alis. "Lho, emangnya lo nggak inget siapa yang kita liat kemaren di mal" Kita
liat Ariel pacaran sama Kak Rocha, Yang!" Rista memegang bahu Mayang.
"Maksud lo SELINGKUH sama Kak Rocha?" Mayang menyipitkan matanya.
Rista mengangguk malu. "Ya....apalagi namanya," katanya. "Ariel udah ngaku kok dia pacaran
sama Kak Rocha. Sejak kakaknya meninggal, Kak Rocha jadi cewek baik dan Ariel jadi suka
sama dia. Ah, mana ada sih cewek yang mau diduain?"
Mayang manggut-manggut tanpa bisa mengatakan apa-apa.
Tanpa pikir panjang Rista langsung merangkul leher Mayang erat-erat. "Yang, beneran deh, gue
ngerasa bersalaaaaaah banget sama lo. Gue tega mengkhianati lo, sobat gue sendiri, demi
mendapatkan seseorang yang ternyata nggak tahu diri, nyebelin, dan ngeselin kayak Ariel.
Setelah semua kejadian ini, gue baru sadar lo orang terbaik yang pernah gue miliki, orang yang
nggak pantes gue tusuk dari belakang," ujar Rista bersungguh-sungguh. "Gue nyesel. Benerbener nyesel, Ya
ng." "Udahlah, Ta," Mayang mengelus-elus punggung Rista dengan sayang. "Gue maafin lo kok."
Rista tersenyum. "Yang, lo emang sobat gue yang baik. Gue janji, kejadian kayak gini nggak
akan gue ulangin. Gue nggak akan pernah mengkhianati lo lagi. Kalo gue ketahuan berkhianat
lagi sama lo, terserah lo mau ngapain gue."
Dan Mayang pun tertawa mendengar ucapan Rista.
Rista menatap sahabatnya dengan penuh sayang. Ah, cowok bisa datang dan pergi dan bisa
dicari penggantinya. Tapi sahabat sejati amat susah didapat dan tak akan tergantikan di hati.
~SELESAI~ >sofhie< Dewa Guntur 1 Wiro Sableng 151 Sang Pembunuh Kisah Sepasang Rajawali 12
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama