Ceritasilat Novel Online

Seribu Musim Mengejar 1

Seribu Musim Mengejar Bintang Karya Charon Bagian 1


BAB 1 Bagian satu: (Laura & Niko)
Laura,16 tahun Butuh waktu kurang lebih 40 menit bagi Laura utk menempuh perjalanan dr rumahnya, disebuah
kota kecil, sampai ke sekolah. Laura membuka kaca jendela bus, memejamkan mata, dan
membiarkan udara pagi menerpa wajahnya.sat matanya perlahan membuka kembali, ia menarik
napas, mengisi tubuhnya dgn udara yg sama. Di sepanjang jalan, dedaunan menari nari
mengikuti arah angin. seakan akan mereka mengantarnya ketempat tujuan.
Laura berpikir, jika ia harus menghabiskan 40 menit waktunya hampir setiap pagi,melewati rute
yg sama,bukankah lebih baik jika ia menikmatinya"
Laura sangat menyukai alam di pagi hari, saat mentari mulai muncul kepermukaan,dan burung-2
berkicau diangkasa. Saat bus yg ia tumpangi berhenti di sebuah halte, Laura turun dgn senyuman karena tahu esok ia
akan mengalami hal yg sama lagi.kini ia bersiap siap menunggu bus lain yg akan mengantarnya
ke sekolah.perjalanan 10 menit berikutnya benar2 berbeda dgn sebelumnya.dedaunan berganti
menjadi gedung2 pencakar langit yg mampu menahan terpaan angin.
Tak berapa lama kemudian, ia tiba di depan sekolahnya,sebuah bangunan luas 3 lantai yg sudah
berdiri berpuluh puluh tahun.bukannya tdk ada sekolah di tempat Laura tinggal.hanya mama
ingin pendidikan yg terbaik untuknya,walaupun itu berarti perjalanan 50 menit menuju sekolah
setiap hari. Laura tdk keberatan.ia akan melakukan apa saja utk mama.sebagai orang tua tunggal,mama
sudah banyak berkorban untuknya.yg membuatnya keberata,justru para siswa yg ada disekolah
itu.mereka sudah mengenal satu sama lain sejak TK sampai SMA.dan Laura sebagai orang asing
yg baru masuk awal juli tahun sebelumnya tdk bisa langsung cocok dgn mereka.ditambah lagi,
rumahnya berjarak 30 km dr sekolah membuatnya mendapat predikat ''siswi kampungan''. Jd
kesimpulannya, Laura hanyalah seorang murid biasa.tp hari ini,nasib akan mempertemukannya
dgn seseorang yg luar biasa.
Semua bermula ketika Laura duduk di bangku taman sekolah sambil membaca buku fisika yg
berada didepannya.rumus-2 newton dr buku tersebut memenuhi pikirannya dan Laura mendesah
lemas. Ia mendongak, melihat dedaunan di atasnya, lalu menutup matanya perlahan. Beberapa
hari yg lalu ia membaca di sebuah situs di internet, bahwa newton mendapatkan teori tentang
gravitasi ketika sedang duduk dibawah pohon & sebuah apel menimpa kepalanya. Laura
tersenyum tipis, ia duduk di bawah pohon sekarang, tetapi belum satupun rumus dr buku tersebut
yg dimengertinya. ''Aku rasa aku tdk akan mendapatkan inspirasi di bawah pohon seperti newton'', desahnya dalam
hati sehelai daun jatuh mengenai dahinya. Laura membuka mata perlahan.ia masih harus
menghapal rumus-2 dalam bab tersebut, jika mau mendapat nilai bagus saat ulangan fisika
setelah istirahat ini.artinya,ia harus menghapal semuanya dalam sisa waktu 5 menit.
''Ini benar-2 tdk mungkin," desahnya lagi, "kenapa newton harus menciptakan rumus sebanyak
ini"''. Bel tanda masuk kelas berbunyi. Laura bergegas bangkit dr bangku taman & berlari
menuju kelasnya.tiba-2 tubuhnya menabrak seseorang, membuat genggaman tangannya terbuka
& buku fisikanya jatuh di lantai.
''Maaf'' katanya perlahan. Lalu matanya bertatapan dgn sepasang mata cokelat terindah yg pernah
ia lihat. Setelah itu ia hampir tdk bisa berkata-2.jantungnya berdegup kencang, napasnya tdk
teratur. Si pemilik mata cokelat indah itu tersenyum lembut, lalu membungkuk & mengambil buku fisika
yg terjatuh di lantai.kemudian membErikannya kepada Laura.
''Ini bukumu,'' katanya ramah.
Laura mengambil bukunya dr tangan di depannya. ''thanks,'' ucapnya.
Lalu cowok itu, si pemilik sepasang mata cokelat,tersenyum, & meninggalkan Laura tertegun
beberapa saat. Laura memandang punggung cowok itu saat dia berlari & menghilang di balik
pintu.kemudian pandangannya jatuh pada buku ditangannya & ia bergegas menuju kelas.
Saat ulangan berlangsung, Laura tdk bisa berkonsentrasi pd soal-2 yg berada di papan tulis.
Pikirannya melayang pd pertemuannya dgn si cowok bermata cokelat di taman. Ia ingin tahu
siapa cowok tersebut. *** Dalam perjalanan pulang. Laura tersenyum-senyum kecil. Ia tahu hari ini adalah hari yg paling
berkesan di sekolah. Hari ini, utk pertama kalinya, ia bertemu seseorang yg ia sukai disana.
Sesampainya dirumah, seperti biasa, ia mengangkat jemuran, menyetrikanya, kemudian
membersihkan ruang tamu. Setelah itu ia mengambil tas sekolah & mengejakan pakerjaan
rumahnya. Ketika jam dinding menunjukan pukul 5 sore, ia merapikan tasnya & beranjak ke
dapur utk memasak & menghangatkan makanan utk makan malam nanti bersama mama.
Lalu ia membawa handuk utk mandi.di kamar mandi, Laura bernyanyi perlahan. Sekeluarnya dr
kamar mandi, pintu depan rumah terbuka. Seorang wanita paruh baya dgn rambut cokelat
memasuki ruangan. ''Selamat datang ma!'' sapa Laura tersenyum.
Mama balas tersenyum. ''kau terlihat gembira hari ini.ada sesuatu yg menyenangkan terjadi di
sekolah"'' Sambil mengambil tas mama utk di taruh di meja tamu, Laura tersenyum lagi. ''Aku bertemu
seseorang hari ini.'' Mama menatap anak perempuannya dgn kening berkerut. ''Cowok, ya?" tanyanya.
Laura mengangguk. ''Dia memiliki sepasang mata cokelat terindah yg pernah aku lihat."
Mama memegang tangan Laura. ''Apakah sudah saatnya mama menjelaskan tentang bahaya
hubungan antara wanita & pria kalau kau tdk hati-2"''
Laura memegang tangan mama sambil tertawa lebar. ''Mama tdk perlu berpikiran sejauh itu. Dia
bahkan belum mengenalku.''
''Tapi kau ingin mengenalnya, bukan"'' tanya mama.
''Ya,"Laura mengangguk.
Mama menatap putrinya dan menarik napas panjang. Dalam hati ia selalu merasa Laura masih
kecil & perlu bimbingannya. Tapi kini Laura mengatakan ia menyukai seseorang. Mama
menatap Laura & meyakinkan diri sendiri bahwa putrinya itu sudah dewasa.
''Berjanjilah pd mama, kalau ingin mulai pacaran, kau harus memberitahu mama,'' kata mama
mengingatkan.'' Laura mengangguk. ''Aku berjanji akan memberitahu mama.''
''Dan saat itu, Mama akan memberitahumu tentang bagaimana berpacaran yg sehat,'' ujar mama.
"Mama percaya padamu'', balas mama ''tapi mama tdk percaya begitu saja pd cowok yg akan
menjadi pacarmu.'' Laura menggiring Mama ke ruang makan. ''Mama tdk perlu khawatir. Aku bahkan belum tahu
namanya.'' Laura menarik kursi dan menyuruh mama duduk. ''Mama pasti capek. Jadi sekarang
lebih baik mama makan dulu.''
Mama melihat makanan yg sudah tersaji di meja makan & tersenyum. Selama makan malam
berlangsung, mama memandangi Laura & berkata dalam hati betapa beruntungnya ia memiliki
putri seperti Laura. ''Enak ma?" tanya Laura.
Mama mengangguk. ''Masakanmu enak, Laura''.
Sesudahnya mama menuju kamar mandi & Laura mencuci piring. Ritual tersebut terjadi setiap
hari. Laura tdk keberatan dgn semua tugas rumah yg harus dia kerjakan. Ia mencintai mama & ia
akan melakukan apa saja utk membuat mama bahagia.
Sementara itu, di kamar tidur sebelah, mama membuka sebuah kotak di laci mejanya. Air mata
mengalir membasahi pipinya. Ia mengambil sebuah kartu yg dibelinya siang tadi. Tak berapa
lama kemudian mama mengambil pena & menulis sesuatu. Setelah selesai, ia memasukan kartu
tersebut ke kotak & menutup kotaknya.
Di kamar berbeda, Laura tersenyum. Sebelum tidur ia bertekad utk mengetahui siapa nama
cowok yg ditemuinya siang tadi. Matanya mengantuk lelah. Malam itu Laura tidur dgn seulas
senyum di bibirnya. *** Pagi berikutnya, Laura memasuki halaman sekolah dgn ceria. Ketika akan memasuki kelas,
tatapannya terpaku pd pengumuman di mading sekolah. Tangannya menyentuh kaca.
''Dia cowok yg aku temui kemarin'', katanya dalam hati.
Dari keterangan di foto tersebut, tertulis bahwa cowok yg ia temui kemarin bernama NIKO
FARELI, kelas 1 SMA, sama dgn Laura, tp berbeda kelas. Dalam foto tersebut Niko terlihat
sedang memegang piala. Pandangan mata Laura beralih pd keterangan selanjutnya. Tampakanya Niko memenangkan
perlombaan fisika antar daerah seminggu yg lalu.
''Permisi! Permisi!'' kata suara dibelakang Laura. Laura bergeser dari tempatnya berdiri.
''Itu Niko, ya"'' kata cewek yg menyuruh Laura bergeser tadi.
''Iya!'' balas temannya. ''Eh, kayaknya dia memenangkan lomba fisika seminggu lalu deh. Wah, hebat sekali dia. Sejak
SMP selalu juara umum. Papa dan mamanya kan dokter terkenal. Erika beruntung sekali punya
pacar seperti Niko.'' ''Mereka memang pasangan serasi. Erika cantik & Niko tampan.''
''Aku dengar mereka sudah kenal sejak TK. Duh, seandainya saja aku bisa secantik Erika.''
keduanya berkata-2 lagi tanpa menghiraukan Laura yg tengah menunduk. Laura terdiam sedih. Ia
tidak menyangka bahwa pada hari yg sama ia tahu nama cowok yg ia sukai, ia juga harus
menerima kenyataan bahwa cowok itu tidak bisa diraihnya.
Pintar, tampan, kaya, populer. Niko memiliki segalanya. Sedangkan dirinya, tidak memiliki
semua itu. Ia hanya gadis biasa. Laura tahu ia tidak seharusnya sesedih ini, toh ia belum
mengenal Niko. Tapi mengapa hatinya terasa sakit" sepertinya ia telah menyukai orang yg salah
di waktu yg salah. *** Saat ulangan fisika dibagikan, Laura hanya bisa meringis memandangi nilai 5 berwarna merah
yg menambah daftar kesedihannya hari ini. Saat bel tanda istirahat berbunyi, Laura tidak
beranjak dari bangkunya. Matanya memandangi sepasang cowok & cewek di lapangan sekolah
yg sedang tertawa, Niko & Erika.
Ia melihat ulangan fisikanya sekali lagi. Dipandanginya rumu-rumus yg bertebaran disana.
Pandangannya jatuh pd sebuah rumus tentang gaya tarik menarik antara dua benda. Tanpa sadar
ia mengambil penanya & mulai menulis.
MASA SATU (M1): AKU: 42 KG MASA DUA (M2):NIKO :+/- 50 KG G(TETAPAN
GRAVITASI): 6,672 X 10 PANGKAT -11 N.M PANGKAT 2/KG PANGKAT 2 R(JARAK
ANTARA M1 & M2):............TAK TERHINGGA. KESIMPULAN: F(gaya tarik menarik antara
m1 & m2)=G dikali m1 & m2 dibagi kuadrat jarak adalah.....tak terhingga. ''Karena berapapun
dibagi, dikali, ditambah, dikurangi bilangan tak terhingga, hasilnya adalah tak terhingga juga.''
Laura tertawa sedih.Ironisnya,kini ia mengerti apa yg dimaksud oleh NEWTON dgn rumus
itu.Gaya berbanding terbalik dgn jarak.Seamakin besar jarak antara dua benda maka semakin
kecil gaya tarik menarik diantara keduanya.
*** ''Kau kelihatan sedih hari ini,'' sapa mama ketika melihat raut wajah Laura yg berbeda dgn
kemarin. ''Dia sudah punya orang lain,'' kata Laura perlahan.
Mama duduk di samping Laura dan memeluknya. ''Oh, Laura,'' katanya sedih. Mama tahu siapa
yg dimaksud Laura. Cowok yg disukainya kemarin. ''Mama tahu kau pasti sedih.''
''Dia sangat sempurna, Ma.'' Laura berusaha menahan tangisnya. ''Pintar, tampan, & memiliki
segalanya. Sedangkan aku.....''
''Jangan bicara seperti itu, Laura,'' kata mama sambil menatap mata putrinya dgn tegas. ''Kau
sangat istimewa. Jangan pernah lupakan itu.''
Laura menatap mamanya dgn sedih. ''Hanya saja utk pertama kalinya aku menyukai seseorang,
ternyata orang itu udah punya orang lain.''
''Jadi kau akan menyerah"'' tanya mama.
''Aku tdk akan merebut seseorang yg sudah punya pacar,'' kata Laura tegas.
''Kau tau kan, kau selalu punya mama apapun yg terjadi,'' mama berusaha menenangkan Laura.
''Aku tahu,ma'' kata Laura lirih, ''tapi sekarang aku tdk tahu harus bagaimana. Mama pasti ingin
aku menjauhinya, bukan"''
Mama tersenyum lembut, lalu menggeleng. ''Mama tdk ingin kau mengalami kesedihan lagi. Tp
itu semua terserah padamu.''
''Aku hanya ingin mengenalnya,'' kata Laura kemudian.
''Kalau begitu, jadilah temannya. Kalau sampai saat itu dia tdk menyukaimu, lepaskanlah dia.
Dengan begitu kau akan memiliki sebuah cinta,'' saran mama.
''Tentu saja kau akan patah hati. Kalau kau berani jatuh cinta, kau jg harus siap menanggung
resikonya. Mama hanya tdk ingin kau menyesal. Lakukanlah yg kau inginkan, mama akan
mendukungmu. Mama hanya berharap kau mengalami masa SMA yg penuh kenangan.'' mama
membelai rambut Laura perlahan.
''Mama memang yg terbaik,'' kata Laura. Mama hanya tersenyum lembut.
''Sekarang, tersenyumlah.'' melihat senyum mama, Laura jg tersenyum.
''terima kasih ma,untuk semuanya.''
*** Laura 16,5 tahun Hari ini hari pertama masuk sekolah. Hari ini Laura naik ke kelas 2. Selama ini ia hanya melihat
Niko dari kejauhan. Ia tdk pernah berbicara dgn cowok itu. Tetapi ia bertekad utk mengenalnya.
Dan hari ini, mungkin saja kesempatan itu bisa datang padanya. Laura berharap bisa sekelas dgn
Niko. Setiap tahun, sekolah membuka 2 kelas utk jurusan IPA, 50% kemungkinan Laura akan sekelas
dgn Niko. Setahun ini Laura belajar mati-matian utk bisa masuk IPA. Walaupun tdk menguasai
ilmu pasti, ia berusaha semaksimal mungkin. Ia bahkan berani bertanya kepd guru kalau ada
pelajaran yg tdk dimengertinya. Padahal sebelumnya Laura adalah siswi yg pemalu. Tidak
pernah berani bertanya. Laura menyadari, memang sedikit konyol ingin masuk kelas IPA hanya karena ingin sekelas dgn
Niko. Tapi utk pertama kali dalam hidupnya, Laura benar-2 berusaha keras. Apapun alasanya,
saat wali kelas memberitahunya bahwa ia berhak masuk jurusan IPA, Laura merasa senang &
bangga. Tanpa sabar, Laura memandangi daftar nama yg dipampang di mading sekolah. Laura mencari
nama Niko terlebih dahulu & mendapatkannya di daftar utk kelas 2 IPA 1. Lalu jarinya naik,
berharap mendapati namanya disana. Setelah melewati 10 orang diatas Niko. Lalu ia melihat
daftar nama dikelas lain & mencari namanya. Namanya ternyata berada di daftar kelas 2 IPA 2.
Langkahnya perlahan mendekati kelas yg akan dihuninya selama satu tahun kedepan. Dalam
hati. Laura merasa sedih. Ia tdk akan punya kesempatan utk mengenal Niko satu tahun kedepan.
Setelah menaruh tasnya, ia menyentuh tembok putih di depan kelasnya. Perlahan lahan ia
melangkah sambil menghitung dalam hati. Langkahnya terhenti di depan kelas 2 IPA 1. Ia
menarik napas panjang. 50 langkah. Sepanjang itulah, jarak yg memisahkan dirinya dgn Niko.
Bulan-2 berikutnya, saat kegiatan ekstrakurikuler, Laura melihat Niko bermain basket di
lapangan, sementara dirinya sedang memasak makanan diruang tata boga. Sepulang kegiatan
ekstrakulikuler, Niko selalu pulang bersama Erika, yg masuk club marching band. Laura jg
menyaksikan ketika Niko diangkat menjadi ketua OSIS.dan dlm hati, Laura merasa senang dgn
hal itu. Tentu saja, karena ia jg memilih Niko utk menjadi ketua OSIS, saat semua siswa diminta
memasukan pilihannya kekotak suara 2 hari sebelumnya.
Satu satunya kesempatan datang kembali saat Laura akan naik ke kelas tiga. Kelas-2 akan
diacak, dan kemungkinan para siswa jg akan berpindah kelas. Harapannya, jika ia sekelas nanti,
ia akan berbicara dgn Niko & akhirnya berkesempata utk berkenalan dgn nya. Walaupun pd
akhirnya ia hanya akan menjadi teman Niko, Laura tahu setidaknya ia punya kesempatan
menjadi teman seseorang yg istimewa.
''Tunggu aku,Niko,'' tekad Laura dalam hati. ''Aku pasti menjadi temanmu tahun depan''.
BAB 2 Laura 17,5 tahun Suasana sekolah masih sepi, yang terdengar hanya langkah Laura di lorong kelas. Hari ini hari
pertama Laura akan menempati kelas barunya di kelas 3. Seperti tahun sebelumnya, langkahnya
terhenti di depan mading sekolah. Sekali lagi ia melihat daftar nama siswa di dinding tersebut.
Jantungnya berdegup kencang. Ia melihat daftar nama kelas 3 IPA 1. Namanya berada di daftar
tersebut. No. 22, Laura Amalia. Perlahan lahan jarinya melihat daftar nama dibawahnya. Lily...
Leonel.... Lily... Margaret... Michael... Moira... Natalie... Niko... jarinya berhenti. No. 29 Niko
Fareli. Luara sampai harus melihatnya 2 kali utk memastikan. Ia menutup matanya kemudian
membukanya lagi. Nama tersebut masih ada. Seulas senyum lebar menghiasi bibirnya. Akhirnya
ia bisa sekelas jg dgn Niko. Laura meloncat kegirangan.
Laura berlari keruang kelas barunya. Ia melihat seisi kelas yg masih kosong. Selama 1 tahun
berikutnya ia akan menghabiskan sisa masa SMA nya di ruang yg sama dgn Niko.
*** Dua hari kemudian, Laura memandang Niko yg sedang membErikan tanda tangan utk para siswa
kelas 1. Sebagai Ketua Osis, Niko memang sangat sibuk saat masa orientasi sekolah. Tapi tdk
seperti rekan-2 nya yg mengerjai adik kelasnya dan membErikan tanda tangannya tanpa meminta
mereka melakukan apapun. Hal itu membuat Laura semakin menyukainya.
Tiba-tiba Niko bertemu pandang dgn Laura, Jantung Laura seakan berhenti berdetak, wajahnya
merah padam, lalu ia memalingkan wajah dan kembali ke kelas. Dengan lemas, ia duduk
dibangkunya. ''Aku memang payah'', keluhnya dalam hati.
Di sinilah ia, satu tahun setengah setelah dua perkataan ''maaf'' dan ''thanks'' yg dilontarkannya
pd Niko. Ia masih belum punya keberanian utk berbicara dgn nya. Pandangannya jatuh pd tempat
duduk Niko, dua bangku di depannya.
Enam langkah, hanya enam langkah jaraknya kini dgn Niko. Tetapi Laura masih belum bicara
dgn nya. Pandangannya jatuh pd tempat duduk Niko, dua bangku di depannya.
Dan pd akhirnya ia menyimpulkan ia memang tdk punya keberanian utk berbicara dgn orang yg
ia sukai, saat masa orientasi sekolah usai, dan hari telah berganti minggu, Laura tetap tdk punya
kesempatan utk berbicara dgn Niko. Niko selalu di kerumuni teman-temannya, terutama
pacarnya, Erika dr kelas 3 IPA 2.
*** Pada minggu ke empatnya di kelas, ketika memandangi rerumputan dr kaca jendela bus, Laura
mendesah. Ia benar2 berharap diberi kesempatan utk berbicara dgn Niko, sekali saja.
Tiba-2 bus yg dinaikinya berhenti, Laura membuka jendela bus & melihat kedepan jalan.
Sepertinya tak jauh dr sana baru terjadi tabrakan antara truk & mobil barang. Hal itu
menyebabkan jalan dr dua arah tdk bisa dilalui. Laura melirik jam ditangannya. Butuh waktu
lama utk tim derek mobil tiba dilokasi & membuat jalan lancar kembali.
Laura menelepon wali kelasnya & memberitahu kemungkinan besar ia tdk bisa mengikuti
setengah pelajaran pagi sampai istirahat. Padahal jam pertama ada ulangan fisika. Pak Bambang,


Seribu Musim Mengejar Bintang Karya Charon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sang wali kelas sekaligus guru fisika, memahaminya. Dia meminta Laura tdk usah khawatir &
bisa mengikuti ulangan susulan sepulang sekolah.
Waktu menunjukkan pukul 10 ketika akhirnya Laura sampai disekolah. Setelah membuat laporan
pd guru piket, Laura melangkah ke kelasnya. Terus terang, menunggu 3 jam didalam bus tanpa
bergerak sama sekali benar-2 membuatnya bosan. Belum lagi, ia harus mengikuti ulangan
susulan seusai sekolah. Dan dr perkataan teman sekelas yg didengarnya, soal fisika td pagi
sangat sulit. ''Apalagi usai sekolah nanti'', keluhnya, ''pasti lebih sulit lagi''.
Saat itu Laura menyadari, masuk IPA dgn alasan supaya sekelas dgn orang yg disukainya adalah
alasan yg salah. Ketika Pak Bambang membErikan soal ulangan seusai sekolah, Laura
menerimanya dgn berat hati. Ia melihat selembar kertas bolak balik berisi 10 soal yg pasti
sebentar lagi bisa membuat kepalanya pusing. Padahal ulangan kali itu open book.
15 menit berlalu, tapi Laura belum juga menemukan solusi utk sebagian besar soal di depannya.
Pak bambang duduk di meja guru dgn santai sambil membaca koran.
Tiba-2 seorang cowok masuk dan duduk di meja sebelah Laura. Laura menatap cowok itu dan
terkejut, Niko. ''Ah Niko'', sapa Pak Bambang sambil berdiri di depan meja Niko, ''kau juga td pagi tdk bisa ikut
ulangan bapak kan" Ini soal ulangannya.''
''Maaf pak. Tadi pagi ada rapat Osis,'' kata Niko memberi penjelasan. Pak Bambang mengangguk
mengerti. Tangan Laura tdk bergerak selama beberapa saat. Ia tdk menyangka Niko akan mengerjakan
ulangan yg sama dgn nya. Jantungnya berdetak lagi. Ia sama sekali tdk bisa berkonsentrasi dgn
ulangannya sekarang. Niko berada disebelah mejanya. Ia melihat cowok itu membuka buku
fisikanya, lalu mulai mengerjakan soal.
Bagaimana mungkin Laura bisa berkonsentrasi kalau dirinya hanya ingin memandang orang yg
paling disukainya saat ini"
Perkataan Pak Bambang membuat Laura tersentak dr pandangannya pd Niko. ''OK bapak pergi
dulu. Nanti kalau sudah selesai, tinggalkan saja jawaban kalian di meja guru. Kalian tdk akan
bekerja sama,kan"'' Laura dan Niko menggeleng berbarengan. Lalu Pak Bambang keluar dr ruang kelas. Kini hanya
tinggal Laura dan Niko disana. Laura berusaha sekuat mungkin mengerjakan soal didepannya, tp
jawaban utk soal-2 tersebut hilang entah kemana.
Kebalikan dirinya, ia melihat Niko mengerjakan soal tanpa masalah. Dua puluh menit kemudian,
Laura menyerah. Ia yakin ia tdk akan mendapat nilai bagus utk ulangannya kali ini.
''Apa yg harus kulakukan"'' tanyanya dalam hati sambil menutup wajahnya dgn ke dua tangan.
''Aku tdk bisa mengerjakan soal-2 fisika kali ini.''
Ketika ia membuka matanya lagi, Niko sudah tdk ada di sana. Laura mendesah panjang. ''Dia
pasti sudah selesai,'' pikirnya. Matanya kembali menatap soal-2 di depannya. Tiba-2 ia
menyadari ada sehelai kertas terlipat di sebelah buku fisikanya.
Laura membuka kertas berlipat 4 itu dgn hati-2, dan membaca 2 kata yg tertera disana. JANGAN
MENYERAH. Perlahan-lahan Laura tersenyum. Ia yakin Niko yg menulisnya sebelum keluar dr ruang kelas.
Senyum Laura semakin lebar. Kini,hatinya penuh dgn semangat baru. Perlahan tp pasti, Laura
menyelesaikan semua soal ulangan fisika itu.
*** Ketika sorenya ia makan malam dgn mama di meja makan, wajahnya masih tetap tersenyum.
''Kau kelihatan senang hari ini,'' komentar mama. ''Mau memberitahu mama apa yg membuatmu
bahagia"'' Laura tersenyum tipis. ''Hari ini orang yg aku sukai memberi semangat. Tadi siang ketika
ulangan fisika susulan, aku sudah menyerah. Tapi tiba-2 dia memberiku sehelai kertas. Isinya
''JANGAN MENYERAH'' . ''Jadi,'' lanjut mama,'' akhiranya kau bisa mengerjakan ulanganmu hari ini.''
Laura mengangguk. ''Laura.'' ujar mama serius, ''kau benar-2 menyukai cowok ini, ya"''
Laura mengangguk lagi. ''Kau tau kan, mama percaya padamu.'' mama menatap putrinya dgn lembut. ''Mama hanya ingin
kau berhati-hati." BAB 3 Keesokan paginya, Laura bangun dgn semangat baru. Ia tahu hari ini hari yg ia tunggu-2. Ia
mengenakan seragam sekolahnya dgn penuh semangat. Hari ini ia ingin terlihat rapi di mata
Niko. Dimeja riasnya terdapat gulungan kertas yg diikat pita merah. Gambar Niko.
Ia menatap bayangannya di cermin, & tersenyum. Hari ini akan berbeda dgn hari-2 sebelumnya.
Hari ini ia akan mengumpulkan keberaniannya utk bicara dgn Niko.
Saat istirahat siang, Laura memandangi punggung Niko. Teman-2 sekelas sudah pergi utk
beristirahat. Di kelas hanya tinggal mereka berdua. ''Ayolah Laura, hanya enam langkah menuju
tempatnya,'' katanya dalam hati. Perlahan-lahan, Laura bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah
Niko. Napasnya mulai tdk beraturan. Tiga langkah lagi. Dua langkah lagi. Satu langkah lagi. Kini ia
tiba di meja Niko. Tampaknya Niko sedang menulis laporan.
Mengumpulkan keberanianya, Laura menarik napas panjang dan berkata, ''Niko...''
Niko berhenti menulis dan memandang Laura dgn tatapan ingin tahu.
Laura meletakkan gambar Niko di atas mejanya. ''Aku menemukan gambarmu kemari.''
Niko melihat gulungan kertas berpita merah di depannya, lalu membukanya. Matanya mengenali
gambar yg tertera di sana, Niko menatap Laura lagi. ''Terima kasih.''
Laura menghela napas lega. ''Akhirnya aku bisa berbicara padanya.''
Melihat mata Niko yg masih memandangnya membuat Laura gugup. Ia tdk tahu harus berbicara
apalagi. ''Ehm... kalau begitu aku keluar dulu.'' Langkahnya yg terburu-buru hampir saja menyenggol
meja Niko. ''Tunggu, Laura,'' kata suara di belakangnya.
Laura membalikkan badannya ke arah Niko. ''Ada apa"''
Niko seakan ragu untuk mengutarakan kalimat berikutnya. ''Begini.... bisakah kau tdk
memberitahukan tentang gambarku ini pd orang lain"''
(''mengapa'"') benak Laura langsung merespon pertanyaan Niko, tp yg keluar dr mulutnya malah
kebalikannya. ''Baiklah,'' katanya perlahan.
''Terima kasih lagi,'' kata Niko sambil tersenyum lembut.
Senyum Niko membuat Laura gemetar. ''Sama-sama,'' balasnya perlahan.
Lima menit kemudian, di toilet cewek, Laura tersenyum lebar. Kali ini ia tdk peduli jantungnya
berdetak dgn cepat. Ia sangat menyukai perasaan ini. Akhirnya, setelah satu setengah tahun, ia
bisa berbicara dgn Niko, dan Niko mengetahui namanya. Pertama kali namanya keluar dr bibir
orang yg disukainya. Hari-hari berikutnya, ketika Laura berpapasan dgn Niko di lorong kelas, di kantin, ataupun di
dalam kelas, Niko tersenyum padanya dan Laura membalas senyuman itu.
*** Dua hari kemudian, Laura mengelus-elus bajunya yg basah. Gerimis membasahi halte bus yg
akan membawa Laura ke sekolahnya. Laura melirik jam tangannya. Masih banyak waktu.
Biasanya bus datang sepuluh sampai lima belas menit sekali. Dan perjalanan ke sekolah dr halte
bus ini biasanya sekitar sepuluh menitan.
Laura mengeluarkan jaket dr tas dan mengenakannya. Sambil menunggu bus, telapak tangan
Laura terulur merasakan tetesan air hujan. Sepuluh menit berlalu, tp bus yg hendak
mambawanya ke sekolah belum tiba juga. Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depannya. Kaca
jendelanya terbuka ''Laura...'', sapa seorang cowok.
Laura tersentak kaget, suara itu. Ia pasti akan mengenali suara itu di mana saja. Suara Niko.
''Niko. Hai...'' ''Kau sedang menunggu bus"'' tanya Niko menatap ke arah Laura.
''Iya,'' Laura mengangguk.
''Ikut mobilku saja,'' saran Niko.
Laura agak terkejut, ''Hah"''
Niko tersenyum simpul. ''Ikut mobilku saja sekalian.'' Laura melihat Niko menekan tombol utk
membuka kunci pintu. ''Masuklah,'' kata Niko kemudian.
Laura berdiri lalu berjalan memasuki mobil Niko.
''Kebetulan sekali bertemu dgn mu,'' kata Niko memulai pembicaraan.
Laura mati kutu. Jantungnya berdegup kencang lagi. Ia benar-2 kesulitan utk berbicara & hanya
bisa mengangguk. ''Biasanya aku kesekolah tdk sepagi ini,'' lanjut Niko lagi, ''tapi aku harus menyusun acara utk
pertandingan persahabatan minggu depan.''
Setelah beberapa saat, jantung Laura kembali berdetak normal. ''Kau pasti sibuk,'' kata Laura
perlahan. ''Yah begitulah,'' kata Niko tersenyum tipis, ''resiko jd ketua OSIS.'' Laura ikut tersenyum, ''Jadi...
rumahmu jauh dari sekolah, ya"'' tanya Niko.
Laura mengangguk. ''Iya, bagaimana kau bisa tahu"''
Niko tersenyum lagi. ''Aku kan ketua kelas, masa aku tdk tahu teman-teman sekelasku" Nomor
hp mu pun aku tahu.'' Laura menelan ludah, ''Benar juga.'' Laura menggengam erat jemarinya. ''Ehm... Niko,'' katanya
lagi, ''terima kasih utk kertas semangatnya pas ulangan fisika minggu lalu.''
Niko seakan berpikir sesaat, tp kemudian tersenyum. ''Oh, kertas itu, yah... aku lihat sepertinya
kau sudah menyerah. Jadi aku ingin memberimu semangat. Nilai ulanganmu tdk jelek kan"''
Laura menggeleng dan mengingat angka delapan yg ia terima beberapa hari yg lalu untuk
ulangan fisikanya. ''Tidak, nilai ulanganku cukup baik.''
''Baguslah kalau begitu,'' balas Niko, Laura serasa bermimpi.
Beberapa saat kemudian, mobil Niko memasuki area sekolah. Laura berharap perjalanan dr halte
bus ke sekolah tdk sesingkat ini. Mobil Niko berhenti di area parkir.
''Terima kasih utk tumpangannya, Niko,'' kata Laura tulus.
''Ehm... Laura,'' kata Niko ragu, ''terima kasih karena tdk pernah memberitahukan tentang
gambarku, pd orang lain.''
''Aku sudah berjanji tdk akan memberitahukannya,'' kata Laura sedikit bingung.
''Tidak ada yg tahu soal hobiku yg satu itu selain orang tuaku. Biasanya gosip sekolah menyebar
dgn cepat. Tapi kau benar-2 tdk memberitahukannya pd siapa pun. Aku benar-2 menghargainya.''
Laura tersenyum. ''Gambarmu sangat indah, kau seharusnya bangga.'' (''aku tahu aku terpesona
olehnya'') lanjut Laura dalam hati.
Sesaat mata Niko terlihat sendu, lalu digantikan oleh senyuman. ''Terima kasih. Ini pertama
kalinya seseorang memuji gambarku.'' Niko membuka pintu mobilnya dan Laura melakukan hal
yg sama. Perkataan Niko membuat Laura sedikit bingung.
''Terima kasih lagi,'' kata Laura perlahan.
Tiba -2 sebuah suara mendekati mereka. ''Niko'' katanya, ''rupanya kau sudah sampai.''
Laura menoleh ke arah datangnya suara, ternyata Erika. ''Hai Erika,'' sapa Laura sopan.
''Apa yg kau lakukan di mobil Niko"'' tanya Erika curiga.
''Aku memberi tumpangan pd Laura,'' kata Niko memberi penjelasan. ''Kebetulan tadi aku lewat
depan halte bus tempat Laura sedang menunggu.''
Erika menatap Laura dgn pandangn tdk suka. ''Aku tdk suka kau bersama cewek lain di
mobilmu, Niko,'' kata Erika ketus.
''Maaf'', sela Laura, ''Niko benar-2 hanya memberiku tumpangan.''
''Aku tdk bicara pd mu,'' kata Erika dingin.
''Erika, ayolah,'' kata Niko sedikit kesal. ''Kau bersikap kekanak-kanakan.''
''Pokoknya mulai besok kau harus menjemputku dulu setiap pagi sebelum pergi ke sekolah. Kita
pergi bareng,'' kata Erika ketus.
''Bukannya kau selalu memakai mobilmu sendiri ke sekolah"'' tanya Niko seakan permintaan
Erika tdk masuk akal. ''Yah, mulai besok aku mau dijemput olehmu,'' kata Erika sedikit memelas.
Niko yg tdk tega melihat tampang Erika sepeti itu langsung menyetujuinya. ''Baiklah, besok aku
akan menjemputmu lebih dulu.''
Erika langsung memeluknya. ''Nah, itu baru pacarku.''
Niko hanya menggeleng sambil mendesah. Laura mendengar percakapan keduanya dgn sedih. Ia
tahu Niko tdk akan menyukainya lebih dari pada teman. Niko sudah punya Erika. Tapi tetap saja
perasaan sedih di hatinya tdk bisa hilang. Memang sangat menyedihkan mengharapkan sesuatu
yg bukan miliknya. Tapi, melihat senyum Niko bersama Erika membuat perasaan Laura kembali
membaik. Tidak perduli bersama siapa, asalkan Niko bisa tersenyum bahagia, maka ia pun ikut
bahagia. *** Tapi hari-2 berikutnya terasa berat untuk Laura, karena sepertinya Erika sudah menetapkannya
menjadi musuh nomor satu di sekolah. Paginya, ditoilet cewek, teman-2 Erika sengaja
menabraknya hingga jatuh tanpa meminta maaf. Laura hanya bisa berdiri dan terdiam. Ia tahu itu
peringatan dari Erika utk tdk mendekati Niko lagi. Dan ia tdk bisa menyalahkan Erika. Ia pun
tentu ingin melindungi miliknya, walaupun mungkin caranya tdk akan sama seperti yg dilakukan
Erika. Untungnya beberapa hari kemudian ada pertandingan persahabatan dgn sekolah lain
sehingga Erika sibuk membantu Niko mempersiapkannya, dan ia melupakan soal Laura utk
sementara. Lapangan basket dipenuhi para siswa yg sedang berteriak. Masing-2 siswa memberikan
semangat pd sekolahnya. Laura melihat keramaian itu dr ruang tata boga. Ia tahu Niko sedang
bertanding. Tangannya dgn teliti mencetak adonan terigu menjadi sebuah bintang, Setelah satu
loyang sudah terisi penuh, ia memasukkannya ke oven. Ia paling suka menunggu saat-2 seperti
ini. Teriakan dilapangan semakin kencang. Laura tersenyum. Ia yakin tim Niko akan menang. Tak
berapa lama kemudian pertandingan selesai. Laura melihat ke arah lapangan. Skor 24-21 utk
kemenangan tim Niko. ** Bunyi timer menyadarkan Laura utk membuka oven. Dihirupnya wangi kue yg sudah dibuatnya.
Bibirnya tersenyum puas. Ia mengambil kue bintang dr adonan satu persatu, lalu meletakkannya
di sebuah piring besar. Ia akan menawarkan kue buatannya pd tim basket Niko yg telah berhasil
memenangkan pertandingan.
Laura keluar dr ruang tata boga sambil membawa sepiring kue buatannya. Di lapangan sudah tdk
terlihat pertandingan basket lagi. Para siswa sedang mengerubungi tim Basket Niko utk memberi
selamat. Laura menunggu sampai semua teman-2 Niko selesai, lalu berjalan mendekatinya. ''Niko selamat
ya.'' Niko yg masih mengenakan seragam klub basket dan berkeringat, tersenyum menatap Laura,
''thanks''' ujarnya. ''Ehm... mau coba kue buatanku"'' tanya Laura sambil menyodorkan piring di hadapannya.
Niko mengambil salah satu kue bintang yg ada dipiring lalu mamakannya.
''Kue buatanmu enak sekali,'' kata Niko memuji.
Laura lalu menawarkan hal yg sama pd semua teman Niko di klub basket. ''Silahkan coba'',
katanya ramah. Tanpa pikir panjang, teman-2 Niko mengambil kue-2 yg ada dipiring sambil memuji Laura
sesudah memakannya. ''Kue buatanmu enak sekali'', kata salah satu teman Niko. ''Adikku suka
bereksperimen dgn kue, boleh aku minta resep kuenya"''
Laura mengangguk, ''Tentu saja. Aku akan memberikan resepnya di kelas nanti''.
Teman Niko tersenyum. ''Thanks."
Tiba-2 seseorang menabrak Laura dr belakang sehingga piring yg dibawanya terjatuh dan kue-2
nya berceceran di tanah. ''Oh....maafkan aku'', kata Erika, yg jelas sengaja menabrak Laura. ''Aku
tdk sengaja." ''Erika'', omel Niko, ''kenapa kau bisa seceroboh ini"''
''Aku benar-2 minta maaf, Laura''. Erika memandangi Laura sambil tersenyum.
Laura tdk tahu apakah Erika sengaja atau tdk menabraknya, tetapi ia sedih melihat hasil
karyanya berakhir di lapangan. ''Tdk apa-2'', sahutnya kemudian.
Erika tersenyum lebar, ''Aku benar-2 tdk sengaja,'' katanya lagi, lalu tatapannya beralih pd Niko.
''Niko, sebentar lg grup marching band ku akan tampil di aula. Ayo ikut kesana.'' Erika menarik
tangan Niko utk mengikutinya.
Tapi sebelum pergi, Niko berbicara pd Laura, ''Maafkan Erika, ya.''
Laura mengangguk. ''Tdk apa-2''.
Setelah memandangi punggung Niko yg menghilang di balik aula, Laura mengumpulkan kue-2
yg berserakan dilapangan dan menempatkanya kembali dipiring. Ia berjalan perlahan, kemudian
membuang semua kue itu. Saat semua kuenya sudah berpindah ketempat sampah, hatinya
merana sedih. Dalam perjalanan pulang hari itu, Laura termenung lama. Mungkin sebaiknya ia berhenti
berteman dgn Niko. Dan keinginan ini ia utarakan pd mama.
''Apakah sebaiknya aku berhenti berteman dgn nya, ma"'' tanyanya saat mereka mencuci piring
di dapur. Mama menatap putrinya dgn lembut ''Apakah kau mau berhenti berteman dgn nya"''
Laura menggeleng. ''Laura'', ujar mama sambil menutup keran air, ''kenapa kau tdk berterus terang pd cowok ini
kalau kau menyukainya"'
''Dia tdk menyukaiku,'' jawab Laura memberi penjelasan.
''Bukankah lebih baik kau mengatakan isi hatimu pd nya. Lalu setelah kau mengetahui dia tdk
menyukaimu, kau bisa mulai menghentikan perasaanmu pd nya dan memulai hubungan yg baru.''
''aku tahu, tapi... rasanya sulit sekali melepaskannya. Apalagi sekarang kami sudah berteman.''
''Kau ingin jd pacarnya"'' tanya mama lagi.
Laura menatap mama dgn sedih. ''Itu harapan yg tdk mungkin, Ma. Dia menyukai pacarnya yg
sekarang. Tapi, apakah perasaanku menyukainya salah,ma"''
Mama menggeleng. ''Cinta memang tdk sederhana. Kau tdk salah menyukainya. Hanya saja kau
menyukai orang yg salah di waktu yg salah''.
Laura mendesah. ''Beri aku waktu sampai kelulusan SMA. Saat itu, aku akan memutuskan utk
melepaskannya. Lagi pula, kami tentu akan berpisah jg. Dia pasti kuliah di tempat yg berbeda
dgn ku. Aku sudah mengejarnya selama satu tahu setengah. Kelulusan sekolah tinggal 7 bulan
lagi. Biarkan aku memiliki waktu ini utk menyukainya.''
Mama memeluk putrinya, ''Oke. Cuma sampai kelulusan, ya. Setelah itu kau harus
melepaskannya. Percayalah pd mama, cepat atau lambat, waktu akan menyembuhkan luka di
hatimu.'' ''Thanks, Ma'', balas Laura sambil memeluk dan menghirup aroma wewangian tubuh mama.
Laura tersenyum, pelukan mama selalu mambuatnya merasa lebih baik.
BAB 4

Seribu Musim Mengejar Bintang Karya Charon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Laura berusaha menjauhi Niko semenjak hari ulang tahunnya, tetapi nasib mendekatkan mereka
kembali. Pak Bambang, sang wali kelas, menujuk Laura dan Niko menjadi panitia bazar ulang
tahun sekolah utk kios makanan kelas 3 IPA 1. Dalam bazar sekolah nanti masing-2 kelas akan
membuka kios makanan dan berlomba menjadi yg terbaik. Pemenangnya ditentukan oleh jumlah
pendapatan penjualan kios hari tersebut.
Begitu mengetahui hal tersebut, Erika jelas merasa resah, Ia tdk ingin Niko berdekatan dgn
Laura. Setiap kali Niko akan mengadakan rapat dgn Laura, Erika selalu mencari alasan supaya
Niko menemaninya. Tapi Laura tdk keberatan. ''Tidak apa-2, Niko'', katanya tenang, ''aku bisa mengurus kios
makanan kelas kita.'' Erika menggunakan koneksi orang tua nya agar kios-2 waralaba di kantin sekolah tdk menjual
makanannya pd Laura. Ia beranggapan, kalau Laura tdk punya makanan utk dijual, otomatis
kiosnya akan gagal. Sehari sebelum bazar sekolah, Laura melihat klub fotografi memasang foto
di aula sekolah. Tampaknya mereka akan mengadakan pameran foto saat bazar sekolah besok.
Tiba-2 Laura mendapat ide. Ia mendekati ketua klub fotografi dan meminta bantuannya utk
menyisakan ruang foto yg akan dipamerkan. Dengan jaminan klub fotografi mendapat makanan
gratis dr kiosnya, Laura mendapatkan tempat kosong yg diinginkannya.
Sepulang sekolah, Laura berbicara pd Niko. ''Niko, aku punya ide. Kau tdk harus menyetujuinya
kalau kau keberatan.'' ''Ide apa"'' tanya Niko heran.
''Ehm... aku tahu kau suka mengambar. Bagaimana kalau sebagian karya terbaikmu dipampang
di aula besok"'' saran Laura.
Niko terkejut mendengar usul Laura. ''Apa" Gambarku"''
Laura mengangguk. ''Iya, tadi aku sempat meminta bantuan ketua klub fotografi agar
menyediakan tempat kosong di aula. Aku rasa gambar-2mu bisa berada disana.''
Niko berpikir panjang. ''Aku tdk pernah memperlihatkan gambarku pd orang lain.''
''Gambarmu indah, Niko,'' kata Laura gigih. ''Aku yakin orang lain yg melihatnya beranggapan
sama.'' ''Entahlah. Apa kau yakin gambarku sebagus itu"'' tanya Niko.
''Kenapa tdk kau buktikan besok dgn memamerkannya di aula" Toh kau tdk akan rugi apa pun.
Kalau orang-2 suka gambarmu, itu hal yg bagus. Kalaupun tdk, tdk apa-2 bukan" Yg penting kau
sudah berusaha.'' Niko memandang cewek dihadapannya dgn perspektif baru. Dia tdk menyangka Laura bisa
sangat persuasif. ''Aku yakin seorang ketua OSIS tdk akan mengalami krisis percaya diri. Tidak mungkin kau
takut gagal, bukan"'' kata Laura meyakinkan.
Niko tersenyum. ''Aku tdk menyangka kau bisa cukup persuasif jg.''
Mendengar ucapan Niko, Laura tertegun. Ia mengingat hampir dua tahun lalu ia tdk bisa
berbicara pd Niko. Kini ia sudah bisa berbicara layaknya teman lama. Sebagian karena Laura
menyadari bahwa masa-2 nya bersama Niko akan berakhir. Toh ia tdk akan kehilangan Niko,
karena ia memang tdk pernah memilikinya. Dan sebagi teman, ia ingin Niko menghargai
hobinya. ''Jadi,'' lanjut Laura, ''kau akan melakukannya"''
''Aku akan memikirkannya dulu,'' kata Niko perlahan.
''Kau punya waktu sampai besok pagi,'' kata Laura. ''Aku tdk yakin seseorang yg pernah menulis
'JANGAN MENYERAH' padaku akan menyerah besok pagi.''
Niko tertawa. ''Kita lihat saja besok pagi. 'Thanks', Laura. Aku benar-2 menghargai bantuanmu.''
''Sama-2,'' balas Laura. (''kau tdk tahu kau sudah membuatku melakukan hal yg sebelumnya tdk
mungkin kulakukan.'') *** ''Wah, baunya enak. Kau sedang masak apa"'' tanya mama sepulang kantor.
''Masakan utk bazar besok," kata Laura sambil mengaduk potongan daging ayam di wajan.
''Kau membuat ayam rica-2"'' tanya mama penasaran sambil menengok ayam yg sedang ditumis
putrinya. Laura menggeleng. ''Bukan, aku sedang mencoba resep baru. CHIKEN SPAGHETTI. Kelas lain
menyuguhkan masakan restoran ternama, tp aku ingin coba membuatnya sendiri.''
Mama mengambil sendok lalu mencicipi masakan buatan Laura. ''Hm....enak. Mama rasa kau
bisa memenangkan perlombaan besok.''
''Aku harap begitu'', Laura mematikan kompor lalu mengambil spaghetti yg telah ia rebus
sebelumnya dan menambahkan bumbu ayam tadi kesana. ''Menu makan malam kali ini,
''CHIKEN SPAGHETTI,'' kata Laura bangga.
*** Bazar sekolah dimulai pukul 10.00. Laura sudah sampai di sekolah pukul 06.30 utk
mempersiapkan bahan-2 masakannya, kemudian memasak spagheti yg sudah ia coba masak
kemarin dirumah. Selain utk siswa sekolah, bazar kali ini jg dibuka utk umum. Sambil bernyanyi dalam hati, Laura
menjerang air di panci dan mulai merebus spageti. Setelah itu ia menyiapkan wajan utk memasak
bumbu ayamnya. Sekitar pukul 09.00. Laura sudah menyelesaikan sekitar dua panci besar spagheti beserta
bumbunya. ''Butuh bantuan"'' tanya Niko yg baru sampai disekolah.
''Masakannya sudah selesai,'' kata Laura lega, ''tinggal membawa panci-2 ini ke kios 3 IPA 1.''
Niko menatap Laura dgn sedikit tercengang. ''Kau datang dr jam berapa"''
''Hm"'' tanya Laura yg sedang membersihkan meja. ''Sekitar jam setengah tujuh.''
Niko memandang Laura dgn tatapan kagum. Laura berhasil membuat makanannya dalam waktu
kurang dr 3 jam. Dan ia melakukannya sendirian, tanpa bantuan siapa pun.
''Bolehkah aku mencicipi masakanmu dulu"'' tanya Niko.
Laura mengangguk. ''Tentu saja,'' katanya sambil mengambil piring dan garpu, lalu
menyuguhkan spageti buatannya ke tangan Niko. ''Cobalah."
Niko mencicipi spagheti buatan Laura dgn tersenyum. Dia mengunyahnya dgn perlahan lalu
menelannya. ''Spagheti buatanmu sungguh enak. Kau benar-2 pintar masak.''
Mendapat pujian dr Niko, hati Laura sangat senang. ''Terima kasih. Aku senang kau
menyukainya.'' ''Aku yakin orang lain jg akan menyukainya,'' kata Niko.
''Aku mau minta tolong, boleh tidak" Bisakah kau membawakan panci-2 ini sementara aku
mencuci piring kotor dahulu"'' tanya Laura.
Niko mengangguk. Setelah Niko pergi meninggalkan ruangan tata boga, Laura mencuci piring
sambil tersenyum lebar. Ia tahu kemarin mama sudah memuji masakannya. Tapi pujian dr Niko
memberikan kesan yg lain. Untuk pertama kalinya, ada orang lain selain mama yg memujinya.
Ketika bazar dibuka satu jam kemudian, kios Laura sudah siap. Ia sudah memasang harga dan
membereskan piring plastik yg akan dipakainya utk berjualan. Melihat hal itu, Erika merasa
kesal. Dari kejauhan ia melihat Laura dan Niko terlihat kompak mempersiapkan segala
sesuatunya. ''Bagaimana mungkin dia bisa mendapatkan makanan"''geramnya.
Cepat-2 Erika melangkah mendekati kios Laura. ''Wah, kau jualan spagheti, ya"''
Laura menghentikan pembicaraannya dgn Niko utk menanggapi Erika. ''Hai Erika, selamat
datang di kios 3 IPA 1. Kau mau mencoba spaghetinya"''
''Tentu,'' katanya penasaran. ''Ngomong-2, kau membeli spaghetinya di restoran mana, Laura"''
(''Karena aku sudah berusaha supaya semua pedagang di kantin tdk menerima pesanan dr mu'').
Niko tertawa mendengar pertanyaan Erika. ''Laura memasak sendiri.''
Erika terkejut mendengar jawaban Niko. (''Pantas saja''). Dgn berat hati Erika mencicipi spagheti
buatan Laura. (''masakannya sangat lezat''). Erika semakin kesal.
''Berapa harganya"'' tanya Erika sambil mengeluarkan dompetnya utk membeli masakan Laura
yg sudah dicicipinya. Laura menggeleng. ''Tidak apa-2, Erika. Kau tdk perlu membayar, anggap saja sebagai hadiah
karena kau pelanggan pertama yg mengujungi kios kami."
''Terima kasih,'' kata Erika tersenyum palsu. (''kau pasti berlagak di depan Niko. Ingin terlihat
baik di matanya. Tapi aku tahu kau pasti sengaja merencanakan ini semua'')
Jam-2 pertama, Laura sampai kewalahan melayani konsumen yg datang membeli di kiosnya.
Untung ada Niko yg membantunya melewati saat-2 sibuk tersebut.
''Kalau penjualannya seperti ini terus sampai sore, kelas kita bisa juara nih,'' kata Niko optimis di
sela-2 waktu melayani konsumen.
Laura tersenyum. ''Semoga saja begitu.''
Saat jam istirahat siang, Laura & Niko bergantian menjaga kios dgn teman sekelas mereka yg
lain. Kini, setelah bisa beristirahat, Laura menuju aula. Foto-2 pemandangan memenuhi dinding
aula. Tapi di ujung foto-2 tersebut terdapat sepuluh gambar.
Laura mendekati gambar-2 itu. Ia mengenali gambar cincin bintang yg pernah ia berikan pd Niko
dulu. Sembilan gambar lain tdk kalah menariknya. Semua berisi rancangan perhiasan, mulai dr
gelang, cincin, kalung, sampai anting-2.
''Jadi, bagaimana menurutmu"'' tanya suara di belakangnya.
Laura mengenali suara Niko. ''Membuatku ingin mengenakan semua yg ada digambarmu. Kau
sangat berbakat. Kau bisa menjadi perancang perhiasan yg hebat.''
''Orangtuaku tdk akan menyetujuinya,'' kata Niko sedih. ''Mereka sudah mempersiapkan aku utk
menjadi dokter, sama seperti mereka.''
Melihat kesedihan Niko, Laura jd ikut sedih. ''Kau pernah mencoba bicara pd mereka"' 'Laura
berusaha membangkitkan semangat Niko. Tampaknya pemuda sempurna yg dulu dikaguminya
itu tdk sesempurna yg ia bayangkan sebelumnya. Niko tdk bisa menentukan masa depannya
sendiri. Niko tersenyum sedih, ''puluhan kali. Tapi mereka tdk mau mendengarnya. Mereka hanya
menganggap gambarku sebagai hobi.''
Laura memandang gambar Niko lagi. ''Aku pikir setiap orang bisa melakukan apapun yg
diinginkan utk masa depan mereka.''
''Aku harap bisa semudah itu,'' Niko memandang satu gambarnya dan mengelusnya perlahan.
''Bagaimanapun, mereka tetap orangtuaku.''
Mendengar itu Laura merasa beruntung. Mama tdk pernah memaksa utk memilih jalan hidupnya.
(''kerjakan apa yg kau mau, Laura,'') kata mama dua tahun yg lalu ketika Laura dgn nekat
mencoba masuk IPA. (''Pilih yg benar-2 kau inginkan dan jalani sungguh-2, karena dgn begitu,
kau telah belajar menjadi dewasa.'')
Laura memandang Niko lagi, tatapan Niko masih terpaku pd gambarnya. Ia berharap orangtua
Niko bisa berubah pikiran dan menyadari apa yg sebenarnya diinginkan anak mereka. Di sebelah
Laura, Walaupun Niko merasa sedih, beban di hatinya seakan terangkat. Sangat lega rasanya
menceritakan hal ini kepada orang lain. Selama ini orang tuanya selalu membuatnya menyadari
betapa pentingnya menjadi dokter. Sedangkan Erika, ia senang mempunyai pacar calon dokter.
Niko tdk bisa membicarakan tentang hasratnya menjadi seseorang yg berbeda, seorang
perancang perhiasan. Entah berapa lama Niko & Laura terdiam di aula sekolah, tp momen keduanya berakhir saat
beberapa orang mendekati mereka.
''Niko,'' kata salah seorang dr mereka, ''disini kau rupanya.''
Laura menoleh ke arah datangnya suara. Ada 4 orang di depannya. Satu di antaranya Erika, dan
tiga lainya orang dewasa. Pandangan seorang pria setengah baya langsung menuju gambar di
belakang Niko. Sesaat kemudian tatapannya berubah marah, tapi dia berusaha menahannya.
''Niko, kenalkan,'' kata pria itu kemudian sambil menahan emosinya, ''ini dekan fakultas
kedoteran universitas yg akan kau masuki nanti. Dokter Eko wijaya.''
Niko maju selangkah dan mengulurkan tangannya utk menyalami kenalan papanya. ''Selamat
siang, dokter Eko. Senang bisa bertemu dgn anda disini.''
''Panggil om saja,'' kata dokter Eko sambil tersenyum hangat.
''Om sudah berkeliling di bazar sekolah kami"'' tanya Niko balas tersenyum.
Dokter eko mengangguk. ''Belum sempat. Tapi sepertinya benar-2 ramai ya. Om dengar dr
orangtuamu tahun ini kau mau masuk universitas Om.'' Niko hanya tersenyum tipis. ''Om dengar
dr papamu,'' lanjut dokter eko lagi, ''Kau ketua Osis, bukan"'' Niko mengangguk. ''Bagus, bagus,''
kata dokter Eko terkesan.
''Dia jg ketua tim basket, Om,'' Erika menambahkan.
''Tampaknya selain nilai akademismu yg cemerlang, prestasi di bidang lain jg tidak kalah
bagusnya.'' Dokter Eko tampak terkesan dgn kepribadian Niko, baik dalam akademis walaupun
non akademis. ''Om yakin kau bisa mengalahkan prestasi papamu di universitas nanti''.
''Kalau utk mengalahkan prestasi papa, saya tdk yakin. Tapi setidaknya saya akan berusaha
menyamai prestasi papa'', jawab Niko berusaha diplomatis.
Dokter Eko tersenyum pd papa Niko, ''Putramu ini benar-2 hebat.''
Papa Niko tersenyum bangga. ''Saya mohon bimbingannya saat Niko sudah masuk universitas
nanti.'' Dokter Eko mengangguk. ''Tentu saja, murid berbakat seperti dia pasti akan berhasil.'' tanpa
sengaja tatapan dokter Eko beralih ke gambar di belakang Laura. ''Kau jg suka melukis"''
Niko mangangguk, ''Iya, om''
''Cuma hobi kok,'' sela papa Niko.
''Gambarmu bagus, Niko'', kata dokter Eko lagi sambil perlahan menepuk pundak Niko. ''Kau
benar-2 berbakat.'' Niko tersenyum tulus. ''Terima kasih, om.''
Papa Niko tiba-2 menyela,''Ma...'' katanya pada istrinya, ''Bagaimana kalau mama mengajak
dokter Eko berkeliling sekolah"''
Mama Niko tersenyum. ''Ide yg bagus, Pa. Dokter Eko, mari saya antar berkeliling sekolah.''
Seperginya mama Niko dan dokter Eko, papa Niko tidak bisa menahan emosinya.
''Papa kira kau sudah membuang gambar-2 itu. Ternyata kau masih berani melukis. Berapa kali
papa bilang, jangan pernah melukis gambar-2 perhiasan lagi. Sekarang bukan saja kau tetap
melukis, kau berani memamerkanya pd semua orang. Apakah ini artinya kau menatang papa"''
Niko terdiam getir. Disebelahnya, Laura kaget mendengar amarah papa Niko. Ia tidak
menyangka usulnya utk menampilkan karya-2 Niko malah berakhir dgn pertengkaran antara
anak dan ayah. Laura sungguh-2 tdk berharap demikian.
Tanpa memandang papanya, Niko mendekati gambarnya dan mencabutnya dari dinding satu
persatu. Setelah selesai dia berbalik ke arah papanya dan berkata, ''Aku tdk akan melukis lagi.
Apakah papa puas sekarang"''
Papa Niko memandang putranya sambil menegaskan, ''Jangan pernah lakukan hal seperti ini
lagi.'' setelah berkata demikian, papa Niko beranjak pergi dari aula utk menyusul istrinya.
Laura memandang kejadian itu dgn perasaan sakit. Sakit yg tak terkira. ''Maaf Niko...,'' ucapnya
perlahan, ''Ini semua gara-2 usulku''.
Niko memandang Laura dgn sedih. ''Bukan salahmu.''
''Apa''"! Teriak Erika, memandang Laura dgn marah. ''Semua gara-2 kau, Laura! Kau benar-2
keterlaluan. Apakah kau sadar kalau kau baru saja membuat Niko dan papanya bertengkar"''
''Maafkan aku,'' kata Laura sedih. ''Aku tdk bermaksud demikian.''
Erika menatap Laura tajam. ''Jangan pernah ikut campur urusan Niko lagi. Kalau kau masih
berani melakukannya, aku akan...''
''Ini semua bukan salahmu, Laura,'' kata Niko perlahan. ''Aku yg memutuskan utk memasang
karyaku disini,'' lalu katanya pd Erika, ''Kau jgn memarahi Laura lagi. Laura tdk melakukan hal
yg salah.'' Erika bermaksud memarahi Laura lagi, tp tatapan Niko menghentikannya. Niko lalu
membawa Erika keluar dari aula. Sesampainya di pintu aula, Niko membuang semua gambarnya
ke tempat sampah. Dibelakang mereka, Laura seakan mati rasa. Air mata menggenang di kelopak matanya, lalu
perlahan keluar membasahi pipi. Hari yg dimulai dgn menyenangkan telah berakhir dgn
menyedihkan. Betapa ingin Laura memutar balikkan waktu, tdk mencoba berbicara pd ketua
klub fotografi, tdk berusaha membujuknya menyediakan tempat utk gambar Niko, dan tdk
berbicara pd Niko soal usulnya. Ia baru saja menghentikan mimpi seseorang. Seseorang yg
disukainya. Dan itu membuat perasaannya semakin buruk.
Langkah Laura berhenti di tempat Niko membuang gambarnya. Gambar-2 perhiasan di
dalamnya sekarang menjadi penghuni tempat sampah. Laura menghela napas panjang. (''aku
mungkin sudah menghancurkan mimpi Niko, tapi aku tak ingin gambarnya hilang untuk
selamanya.''). Perlahan-2 Laura mengambil satu persatu gambar tersebut dr tempat sampah,
membersihkannya, lalu mendekapnya di dada. (''maafkan aku, Niko'') katanya pd gambar di
pelukannya. Saat bazar akan berakhir pd sore hari, Laura sudah tdk punya semangat lagi utk berjualan.
Namun begitu, setelah mengumpulkan hasil penjualannya kepada panitia bazar, Laura diberi
selamat karena kiosnya mendapat peringkat pertama. Laura sama sekali tdk gembira. Sebaliknya
hatinya terasa hampa. *** Ketika mama pulang kerja malam harinya, Laura menatap mama dgn sorot mata sedih dan
berkata, ''Bisakah mama memelukku sekarang?"
Melihat putrinya bersedih, mama khawatir, ''Laura ada apa"''
Laura tdk mau membicarakan kejadian td siang pd mama. Ia berlari memeluk mama dgn erat.
''Peluk aku, ma. Aku butuh pelukan mama saat ini.''
Mama menghela napas, dibelainya rambut putrinya. ''Tdk apa-2, Laura. Semua akan baik-2 saja.
Mama ada di sini,'' katanya sambil memeluk Laura dgn erat.
*** Keesokan harinya, Niko berangkat ke sekolah lebih awal. Dia berlari menuju aula. Napasnya
terengah-2. Dia berhenti di dekat tempat sampah di depan aula. Matanya mulai mencari-2
gambar yg dia buang kemarin. Tapi tentu saja tempat sampah tersebut sudah kosong. Hatinya
setengah kecewa, setengah menyesal. Kemarin dia terlalu kesal sehingga membuang karya-2
terbaiknya tanpa pikir panjang. (''mungkin lebih baik seperti ini''), katanya dalam hati sambil
memejamkan mata. Hubungan Laura dgn Niko semenjak episode di aula menjadi berbeda. Walaupun Niko masih
tetap menjadi teman yg ramah, Laura tdk bisa menanggapinya dgn perasaan yg sama. Karena
setiap kali Laura memandang matanya, yg teringat adalah tatapan sedih Niko karena tdk bisa
menggapai mimpinya lagi. Jarak enam langkah di antara mejanya dan meja Niko telah berubah menjadi kesedihan yg tak
terperikan. Untungnya beberapa hari kemudian ujian semester datang, sehingga utk sementara
waktu pikiran Laura lebih terfokus pd harapannya utk lulus ujian. Bagaimanapun, ia tidak ingin
mengecewakan mama dgn pilihannya masuk jurusan IPA. Setelah ujian berakhir, libur akhir
tahun datang, Laura ingin memanfaatkan liburannya utk mengobati rasa sakit dihatinya.
BAB 5 Bulan telah berganti tahun. Perasaan suka Laura pd Niko sedikit demi sedikit memudar. Lagi
pula, kini Laura lebih berkonsentrasi pd pelajarannya, karena ujian nasional tinggal beberapa
bulan lagi. Namun, kalau hatinya sedang lengah, ia mendapati dirinya memandang Niko di
kejauhan.

Seribu Musim Mengejar Bintang Karya Charon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Besok, hari minggu, sekolah akan mengadakan piknik ke pantai untuk seluruh siswa kelas 3.
Kepala sekolah ingin anak-2 mendapatkan selingan sebelum berkonsentrasi menghadapi ujian
nasional. Laura bangun dengan semangat baru di hari itu. Ia ingin melupakan soal-2 ujian di benaknya
untuk sesaat. ''Selamat pagi, sayang,'' kata mama melihat putrinya yg baru keluar dr kamar.
''Selamat pagi ma,'' balas Laura.
Mama mendekati putrinya lalu menciumnya. ''Selamat ulang tahun, sayang.''
Laura baru menyadari hari ini hari ulang tahunnya. Selama ini ia sibuk dgn pelajaran, hingga
melupakan hari ulang tahunnya sendiri. Mama menghadiahinya baju baru.
''Kau bisa memakainya hari ini, untuk piknik sekolah, bersenang-2lah.''
Laura mengangguk setuju. ''Terima kasih,ma.''
*** Sesampainya di sekolah, jam sudah menunjukkan pukul 07.30. Piknik ke pantai dijadwalkan
berangkat pukul 08.00. Sudah banyak siswa yg berkumpul di lapangan. Enam bus besar sudah
terparkir di depan area sekolah. Laura menatap Niko yg sedang mengobrol dgn teman-2 nya.
Hati Laura sedikit goyah. Ia tdk pernah melihat Niko mengenakan baju santai. Dengan kaus biru,
celana jeans hitam, dan topi hitam, Niko terlihat sangat tampan.
Laura membalikkan badannya. (''Aku tidak boleh terus-menerus memandangnya, aku tdk ingin
perasaanku jatuh lebih dalam lagi''). Ia buru-2 naik ke bus dan duduk di kursi belakang. Kepala
sekolah meminta para siswa masuk bus masing-2. Sepuluh menit kemudian, bus yg ditumpangi
Laura melaju menuju pantai. Sepanjang perjalanan Laura mendengar musik dr hp nya. Ia
berusaha tdk menatap Niko yg berada di kursi paling depan. Dua jam kemudian, terlihat
hamparan laut dr kaca jendela bus. Laura tersenyum.
Laura belum pernah ke pantai. Selama ini ia hanya melihatnya dr buku-2 atau televisi. Cahaya
matahari pagi membuat air laut berkilauan. Setelah bus berhenti ditempat parkir, para siswa
langsung turun dan berteriak gembira menuju pantai. Laura turun paling akhir. Kedua kakinya
menginjak pasir pantai dgn senang. Setelah itu, ia bergegas mengikuti jejak teman-2 yg lain utk
merasakan air laut. Laura melepas sandal yg dikenakannya dan membiarkan kakinya terendam
air laut. Para siswa lain sedang bermain pasir. Laura memandang lautan luas di depannya, senang
menghabiskan ulang tahunnya di tempat seperti ini.
*** Keringat mambasahi punggung Niko. Setelah beberapa sesi bermain voli pantai bersama teman-2
nya, dia sedikit kelelahan. Teman-2nya mengajak naik banana boat, tp Niko memutuskan utk
beristirahat sejenak. Dia berjalan menuju kafe utk membeli minuman. Dilihatnya Laura sedang mengantre.
''Hai Laura,'' sapa Niko.
Laura berbalik perlahan. ''Niko, hai. Mau antre beli minuman juga"''
Niko mengangguk. Saat antrean sampai pd giliran Laura, Niko menyela. ''Biar aku yg traktir.''
Laura keberatan dgn usul itu. ''Tidak usah, Niko, biar aku bayar sendiri saja.''
Tapi Niko sudah memesan pd petugas kafe. ''Kopi dingin, dua.''
''Niko,'' sela Laura lagi.
''Aku tahu kau tidak mau ditraktir. Tapi anggap saja ini hadiah karena sudah membuat kelas kita
menang sewaktu bazar dulu. Aku belum sempat mengucapkan selamat padamu.''
"Ehm... bukan begitu,'' lanjut Laura ragu. ''Bisakah kau mengganti pesananku" Aku tidak bisa
minum kopi. Ganti jus jeruk saja.''
Niko keheranan. ''Kau tdk bisa minum kopi"''
Laura mengangguk. ''Aku pernah mencobanya sekali. Tapi perutku langsung mual. Jadi sejak itu
aku menghindari kopi. Aku rasa kopi kurang cocok utk perutku.''
''Baiklah,'' kata Niko, lalu berkata lagi pd petugas kafe, ''Ganti pesanannya, satu kopi dingin dan
satu jus jeruk.'' ''Terima kasih,'' kata Laura.
Mereka duduk berdua di kafe menunggu pesanan.
''Di mana Erika" Dia tdk bersamamu hari ini"' 'tanya Laura bingung. Biasanya Erika selalu
berada disamping Niko. ''Dia pergi keluar kota. Ada kompetisi marching band disana,'' kata Niko memberi penjelasan.
''Dia baru saja mengirimiku kabar. Katanya dia lebih suka berada disini. Tapi bagaimanapun,
sebagai ketua klub, dia harus berada di sana. Lagi pula, ini kompetisi terakhir yg akan dia
hadiri.'' ''Semoga Erika bisa memenangkan kompetisinya,'' kata Laura tersenyum. ''Aku pernah
melihatnya beraksi. Dia mayoret hebat.''
Niko tersenyum. ''Ya, dia memang hebat.''
Sang pelayan kafe mengantarkan pesanan mereka. Niko menyodorkan jus jeruk di depannya utk
Laura. Keheningan meliputi ke duanya. Niko meletakkan gelas kopinya di meja.
''Kita jarang berbicara lagi sejak bazar waktu itu.''
Laura berhenti meminum jusnya. ''Ya, aku tahu.''
''Kau tdk perlu merasa bersalah. Aku sudah melupakan masalah itu. Aku sudah baikan dgn
papa,'' kata Niko memberi penjelasan.
''Syukurlah,'' ujar Laura lega.
''Aku tdk pernah menyalahkanmu. Maafkan aku, aku tdk ingin kau jd tdk enak hati karena
kejadian itu.'' Niko menatap Laura seakan meminta maaf.
Laura menggeleng cepat. ''Tidak, kau tidak perlu minta maaf. Aku yg minta maaf karena sudah
mencoba meyakinkanmu utk memajang gambarmu.''
Niko tersenyum. ''Sudahlah, lupakan saja masalah itu. Aku senang waktu gambarku dipajang.
Hampir semua orang mengatakan gambarku bagus.'' (''kecuali papamu,'') pikir Laura. ''Saat itu
aku benar-2 puas,'' lanjut Niko lagi.
Laura menatap Niko dgn lembut. ''Kau memang berbakat, seandainya kau menjadi perancang
perhiasan, aku pasti akan memakai perhiasan buatanmu.''
Niko tertawa pelan, ''Terima kasih.'' Lalu mata Niko menerawang dan dia menatap Laura lagi.
''Aku sudah menyukainya sejak kecil. Waktu umurku 10 tahun, papa dan mama mengajakku ke
pameran perhiasan. Dan saat itu aku melihat kalung berlian yg sangat indah. Mataku tak bisa
berpaling dr situ, menurutmu aneh tdk kalau seorang pria menyukai perhiasan wanita"''
Laura menggeleng. ''Tidak''
"Tampaknya hanya kau yg tdk menganggapnya aneh.'' Niko tersenyum lagi. ''Orang tuaku
manganggapnya aneh. ''Menurut mereka aku tidak cocok menjadi perancang perhiasan. Lagi pula
orangtuaku ingin aku menjadi seperti mereka.''
Laura tdk tahu bagaimana perasaan seorang anak yg ditentang orangtua utk meraih
keinginannya, karena selama ini mama selalu mendukungnya. Pasti perasaan Niko sedih sekali.
Apalagi waktu itu Niko masih kecil.
''Niko'', kata Laura serius, ''gambar cincin bintang yg pernah aku kembalikan padamu, kenapa
kau menggambarnya"''
Niko menjawab tanpa ragu, ''Aku ingin setiap wanita merasakan bagaimana mengenggam
bintang dijarinya. Tidak hanya harus memandangnya dr kejauhan''.
Laura terpana dgn jawaban Niko. (''tolong jangan buat aku menyukaimu dr awal lagi. Karena aku
tdk yakin aku bisa melupaknmu kalau itu terjadi lagi''), kata Laura dalam hati sambil memandang
Niko. Niko menghela napas panjang. ''Aku ingin siapapun yg mengenakan cincin itu tahu bahwa dia
bisa menggapai sesuatu yg tidak mungkin. Tapi kelihatannya aku berharap terlalu banyak,ya"''
Jantung Laura berdetak kencang. Perkataan Niko membuat perasaan yg telah dipendamnya
kembali muncul. Ia semakin menyukai Niko.
''Aku beranggapan tdk ada yg mustahil kalau kau berusaha,' 'kata Laura memberi tanggapan atas
pertanyaan Niko. Niko menatap Laura dgn lembut, hatinya sedikit tergerak mendengar perkataan itu. Sinar mentari
sore jatuh mengenai wajah Laura. Niko terdiam. Laura sangat cantik di matanya saat itu. Niko
memejamkan mata sesaat dan membukanya kembali. Laura tersenyum padanya. Niko tdk bisa
menjelaskan perasaan apa yg berkecamuk dihatinya.
Laura berkata lagi, ''Kau ingin jalan-2 ke sekitar pantai"''
''Oh...baiklah,'' balas Niko, masih sedikit bingung dgn perasaannya.
Mereka berjalan-jalan melihat matahari tenggelam. Niko merasakan keberadaan Laura
disampingnya membuatnya tenang dan nyaman. Ia tdk pernah memberitahukan mimpinya
menjadi perancang perhiasan kepada orang lain. Bahkan orang tuanya tidak pernah menanyakan
alasan Niko ingin melukis perhiasan. Mereka hanya langsung melarang.
Laura mengambil beberapa kerang indah di pasir.
''Aku tdk pernah menyangka pemandangan matahari tenggelam sungguh indah,'' katanya.
''Kau tidak pernah ke pantai sebelum ini"'' tanya Niko.
''Belum'' jawab Laura, ''Ini yg pertama kali.'' (Dan aku senang bisa menghabiskan hari ulang
tahunku di pantai bersamamu).
''Teman-2 mengusulkan acara perpisahan sekolah setelah ujian nanti di adakan disini. Bagaimana
menurutmu"'' tanya Niko.
''Wah ide bagus,'' sambut Laura gembira.
''Malam harinya kita bisa membuat acara api unggun, aku akan mengusulkan hal ini pada kepala
sekolah besok.'' Laura berharap kepala sekolah mengabulkan usul Niko.
''Apa itu"'' tanya Niko tiba-2.
Laura mengikuti arah pandang Niko. Penglihatannya jatuh pd sebatang pohon tua. Banyak daun
kertas disana. Sebagian siswa jg berada disana.
''Ayo kita kesana,'' ajak Niko.
Sesampainya di depan pohon tersebut, mereka baru tahu bahwa pohon tersebut dinamakan pohon
keinginan. Pohon itu sudah tdk berdaun, hanya ada ranting-2 pohon. Di sebelahnya terdapat meja
dgn ratusan daun kertas yg tersusun rapi. ''Tulis keinginnanmu di sini lalu ikatkan pd pohon
keinginan.'' ''Kau mau mencobanya"'' tanya Niko.
Laura mengangguk. Niko mengambil dua lembar daun kertas dan memberikannya satu kepada
Laura. Keduanya menulis keinginan masing -masing di daun tersebut, setelah itu
mengikatkannya pd pohon keinginan. Tak berapa lama kemudian, kepala sekolah mengingatkan
mereka utk berkumpul di bus, karena piknik mereka di pantai sudah berakhir.
Dalam perjalanan menuju bus, Niko menanyakan keinginan Laura. ''Apa keinginanmu"''
Laura menggeleng. ''Apakah aku harus memberitahukannya padamu"''
Niko tersenyum. "Tadi aku menulis supaya semua anak kelas tiga lulus ujian. Jadi apa
keinginanmu"'' Laura berkata perlahan, ''sesuatu yg tdk mungkin.''
Niko tertawa. ''Bukankah kau mengatakan tdk ada yg mustahil kalau kita berusaha"''
''Aku tahu,'' sorot mata Laura terlihat sedih, ''tapi yg ini pasti tdk mungkin.''
Niko beranjak menaiki bus. ''Oke. Aku tdk akan memaksamu mengatakan keinginanmu. Aku
rasa apapun itu, kau pasti bisa mendapatkannya.''
Laura ikut menaiki bus sambil tersenyum lirih. Ia tahu pasti keinginannya tdk akan terpenuhi.
Dalam perjalanan pulang, Laura tdk bisa menahan kantuknya dan tertidur. Ketika ia bangun
entah berapa lama kemudian, kepalanya bersandar di pundak seseorang. Matanya bertemu dgn
mata Niko. ''Maaf,'' katanya sambil berusaha menjauh dr Niko.
''Tidak apa-2,'' kata Niko, ''kau kelihatan lelah sekali.''
Laura menatap Niko lagi. ''Tapi, bukankah kau duduk di bangku depan"''
''Tadinya iya,'' kata Niko, ''Tapi teman sebangkuku mendengkur sambil tidur, jd aku memutuskan
pindah, dan kursi yg tersisa hanya kursi belakang.''
''Oh begitu,'' kata Laura cepat.
Untunglah bus sudah sampai disekolah, sehingga Laura tdk perlu terlalu lama menahan malu
karena sudah tidur di pundak Niko.
''Sampai jumpa besok dikelas,'' kata Niko.
Laura mengangguk. Sementara itu, berpuluh-puluh kilometer dr sana, di pohon keinginan,
sehelai daun kertas terjatuh. Terdapat sebuah permohonan disana. Permohonan Laura. (Semoga
hari ini tak pernah berakhir). Daun kertas tersebut lalu tersapu air di pantai dan tidak terlihat lagi.
BAB 6 Dua hari kemudian, Laura mendapati dirinya berada di ruang marching band. Erika minta
bertemu. Kini, Erika menatapnya dgn tajam. Terpendam rasa kebencian yg mendalam di sana.
''Jadi,'' katanya memulai pembicaraan, ''aku dengar dr teman-2 ku, kau berduaan dgn Niko di
piknik hari minggu kemarin. Kenapa kau melakukannya" Padahal aku sudah jelas-2 melarangmu
mendekati Niko.'' Laura menghela napas panjang. Ia sebenarnya tdk tahu bagaimana menjelaskan hal itu. Erika tdk
akan percaya bahwa kebersamaan mereka terjadi begitu saja. Tanpa direncanakan, "Niko
menyukaimu,'' jelas Laura perlahan.
Erika tersenyum sinis. ''Perkataanmu tdk menjawab pertanyaanku.''
''Aku tdk punya jawaban yg bisa memuaskanmu,'' kata Laura jujur. ''Aku tidak merencanakan
untuk berduaan dgn Niko. Aku tahu dia pacarmu. Kami membicarakan dirimu dan kami berdua
mengakui kau mayoret yg hebat. Tidak terjadi apa-2 di antara kami."
Erika tertawa pendek. ''Kau pikir aku bodoh" Aku tahu kau berusaha membuat Niko
menyukaimu. Kau pikir aku tdk bisa melihat kalau kau menyukainya"''
''Kau tdk bodoh.'' Laura menatap mata Erika lurus-2. ''Kau hanya cemburu.''
Erika melihat Laura dgn seksama. ''Kau pintar sekali berkelit. Tentu saja aku cemburu. Siapapun
akan cemburu kalau pacarnya terancam direbut orang lain. Akui saja. Kau menyukai Niko.''
Laura memutuskan berterus terang. ''Ya, aku menyukainya.''
Erika tdk menyangka Laura akan mengakui hal itu di depan dirinya, tanpa perasaan bersalah.
''Kau...,'' amarahnya tdk terbendung lagi.
Tapi Laura menyela lebih dahulu, ''Aku bukan satu-2 nya cewek yg menyukai Niko. Hampir
separuh cewek di sekolah kita menyukainya. Dia sangat populer. Aku rasa kau tahu aku
mengatakan yg sebenarnya. Tapi itu semua tdk penting bukan" Tdk peduli berapa banyak cewek
yg menyukainya, Niko menyukaimu. Dia memilihmu. Kau seharusnya memercayai Niko.''
Erika tahu bahwa banyak cewek yg menyukai pacarnya. Tapi Lauralah yg sangat mengancam
posisinya di samping Niko. Erika takut, suatu saat Niko memutuskan utk bersama Laura. Erika
mengubah ketakutan itu menjadi amarah. ''Beraninya kau mengajariku bagaimana
mempertahankan hubungan kami"''
Laura bangkit dr kursi. ''Aku sudah selesai memberi penjelasan.''
Erika berdiri dan menahan salah satu tangan Laura. ''Aku belum selesai.''
Laura melepaskan pegangan tangan Erika dgn tangan yg lain. ''Aku tdk akan memberi penjelasan
selain yg sudah kukatakan tadi.''
''Aku bisa membuat hidupmu di sekolah jd tdk menyenangkan!'' ungkap Erika sungguh-2.
Laura tertawa perlahan. Erika tdk tahu bahwa hidupnya sudah lebih dari tdk menyenangkan.
Menyukai seseorang yg tdk menyukaimu kembali adalah hal yg paling menyedihkan. ''Lakukan
saja apa maumu,'' kata Laura tdk peduli sambil berbalik.
''Kau akan menyesal,'' ucap Erika perlahan tapi pasti.
Laura berbalik lagi menatap Erika. Kali ini dgn lebih berani. ''Kita akan lulus SMA dalam
beberapa bulan lagi. Kemungkinan besar aku tdk akan bertemu denganmu dan Niko lagi. Aku
tdk bisa berjanji utk tdk berbicara pd Niko selama itu, tapi aku berjanji utk menjauhinya.'' setelah
itu Laura melangkah keluar dr ruangan.
Erika tercengang. Ia tdk menyangka cewek seperti Laura bisa mengatakan hal yg demikian
berani padanya. Padahal Laura bukanlah cewek populer yg punya banyak teman satu geng
seperti dirinya. Erika terduduk lemah. Ia tahu seharusnya ia merasa lega, tapi kenapa
perasaannya mengatakan ia telah kalah dari si SISWI KAMPUNG"
*** Bulan-bulan berikutnya, Laura tidak sempat memikirkan perasaannya pada Niko. Hidupnya
dipenuhi sekolah, pelajaran, latihan soal, dan belajar sampai larut malam. Ia perlu membuktikan
pada diri sendiri bahwa ia bisa lulus ujian.
Saat nilai ujian try-out yg dilakukan sekolah dibagikan, nilai Laura tidak ada yg dibawah 6. Pak
Bambang yg membagikan nilai tersebut pd Laura menatapnya sambil tersenyum, "Kau benarbenar sudah bekerja keras. Buktikan lagi hasil kerja kerasmu pada ujian nasional bulan depan."
Laura mengangguk. "Terima kasih, pak. Saya akan berusaha keras supaya lulus dengan nilai
memuaskan." "Selamat ya," kata Niko sambil tersenyum ketika Laura akan berbalik ke tempat duduknya.
Laura balas tersenyum. "Terima kasih."
Laura mengetahui bahwa nilai Niko jauh di atasnya. Kadang Laura sedikit iri pada Niko yg
pintar. Sepertinya cowok itu tidak perlu belajar terlalu keras untuk mendapatkan nilai bagus.
Beberapa bulan yg lalu, saat ulangan dadakan, semua siswa kelas 3 IPA 1 mendapat nilai jelek
kecuali Niko. Niko selalu bisa memberikan jawaban yg benar pd setiap pertanyaan. Sampai Laura pernah
berharap mendapatkan setengah kepintaran Niko. Tapi tentu saja itu tidak mungkin. Memang ada
orang seperti Niko yg terlahir dgn otak yg pintar.
Laura sudah memenuhi janjinya pada Erika untuk menjauhi Niko. Ia tidak pernah berbicara pd
Niko selain di dalam kelas. Saat jam pelajaran usai, Laura langsung pulang ke rumah.
Hari berganti minggu, tanpa terasa ujian nasional telah datang. Hampir semua siswa kelas tiga
merasa gugup menghadapinya. Selalu ada perasaan takut yg menghinggapi benak mereka. Takut
tdk bisa mengerjakan soal. Takut tidak lulus ujian. Takut mengulang kembali. Takut gagal.
"Semoga berhasil," kata Niko pada Laura ketika mereka akan menghadapi ujian.
"Kau juga," balas Laura.
Hari-hari berikutnya benar-benar sangat berat bagi Laura. Ia tidak ingin mengulang ujiannya.
Terkadang larut malam, Laura terbangun dan tidak bisa tidur lagi.
Mama memergokinya suatu malam, menenangkan hati putrinya. Mama menyeduh susu panas
untuk Laura dan menyuruhnya tenang.
"Apapun yg terjadi," kata mama perlahan, "kau masih memiliki mama. Mama percaya kau bisa
melalui ujianmu dengan baik. Mama percaya padamu."
"Thanks ma," kata Laura. Kata-kata mama menenangkan hatinya.
Ketika ujian selesai dan siswa kelas tiga berteriak kegirangan, Laura juga ikut bersorak lega.
Selanjutnya tinggal masa penantian hasil ujian. Memang hasil ujian masih beberapa minggu lagi,
tapi Laura merasa yakin pd dirinya sendiri dan kemampuannya.
*** Laura pulang dengan perasaan lega. Ia mengerjakan tugas sehari-harinya di rumah dengan lebih
tenang. Tapi, sore harinya mama tiba dengan berita yg mengejutkan. Mama akan dipindah
tugaskan ke kantor pusat. Dan itu artinya mereka harus pindah rumah.
"Mereka meminta mama untuk berangkat secepatnya," jelas mama, "tapi mama meminta mereka
menunggu sampai kau mendapatkan ijazah terlebih dahulu."
Laura kehabisan kata-kata. Ia tidak menyangka akan mengucapkan selamat tinggal pada kota yg
telah dihuninya selama 10 tahun.
"Apakah kantor pusatnya jauh, ma?" tanya Laura perlahan.


Seribu Musim Mengejar Bintang Karya Charon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mama mengangguk. "Sekitar 2 jam dr sini. Naik pesawat."
Hati Laura terasa sesak. Ia tahu ia sudah berjanji pada diri sendiri bahwa ia akan melupakan
Niko setelah lulus SMA. Tapi hatinya masih menyimpan sedikit rasa tak rela. Sekarang ia tidak
punya kesempatan sama sekali untuk masuk universitas yg sama dengan Niko. Laura tentu saja
tidak akan membiarkan mama sendirian, apapun yg terjadi.
"Maaf, Laura. Mama sudah berusaha menolak, tapi itu sudah keputusan kantor pusat," kata
mama sedih. "Mama tahu kau ingin kuliah disini. Maaf."
Laura memeluk mama dengan erat dan menggeleng. "Tidak, mama. Tidak perlu meminta maaf."
Bukankah jarak yg jauh juga merupakan salah satu cara untuk melupakn seseorang" pikir Laura.
Ia akan mengakhiri semua saat kelulusan nanti.
*** Pelajaran sekolah telah ditutup dengan ujian nasional, tetapi para siswa tetap masuk sekolah.
Sambil menanti hasil ujian, para guru wali kelas tiga mulai memberikan gambaran seperti apa
dunia kuliah yg nanti akan dimasuki anak didiknya. Para guru menjelaskan bagaimana
menentukan jurusan yg tepat di universitas nanti.
Niko melihat brosur universitas-universitas yg ada dikotanya.
"Kau sudah pasti masuk kedokteran, kan?" tanya salah satu teman Niko padanya.
Niko menghela napas. "Ya", jawabnya. Tangannya membolak balik brosur universitas tanpa
antusiasme. Tatapannya jatuh pada jurusan seni. Dia mengetuk-ngetuk brosur tersebut di meja
tanpa sadar. Di belakangnya, Laura belum bisa memutuskan akan masuk jurusan apa di universitas nanti.
Kalaupun nilai ujiannya bagus, rasanya ia tidak ingin memasuki jurusan yg tidak disukainya.
Laura berpikir akan lebih baik bila ia mempelajari hak yg ia suka juga.
"Kau mau melihat-lihat brosurmu?" tanya teman Niko lagi. Niko menggeleng. "Aku sudah tahu
mau masuk universitas mana. Ini, kau pilih saja."
"Kau benar-benar beruntung, Niko," kata temannya. "saat kau lulus ujian nanti, sudah ada
universitas yg akan menerimamu."
Niko hanya tersenyum singkat menanggapi hal itu. Apakah benar aku seberuntung itu" tanya
Niko dalam hati. Aku tahu tidak semua orang punya koneksi seperti papa dan bisa membuat
putranya masuk fakultas kedokteran yg paling bagus. Tapi mengapa hatiku terasa berat"
Setelah memutuskan untuk tidak memilih jurusan apapun hari itu, Laura menatap Niko lagi.
Hanya tersisa waktu 2 minggu untuk memandanginya. Setelah itu, ia tidak akan bertemu Niko
lagi. Laura benar-benar berharap Niko bisa bahagia selama hidupnya. Ia sudah membayangkan Niko
mengenakan jas putih, merawat pasien rumah sakit dengan penuh perhatian. Laura tertawa
perlahan dan menutup matanya.
*** Hari yg ditunggu - tunggu para siswa kelas tiga akhirnya datang juga. Pengumuman hasil ujian
nasional. Seluruh siswa kelas tiga berkumpul di lapangan sekolah. Lalu para wali kelas
memberikan amplop surat dengan nama mereka tertera di depannya.
Setelah pembagian amplop selesai, Kepala sekolah beranjak menuju tengah lapangan. "Di tangan
kalian terdapat surat yg menyatakan apakah kalian lulus atau tidak atas ujian nasional yg kalian
jalani dua minggu yg lalu. Pada hitungan ketiga, Bapak ingin kalian membukanya bersamasama. Satu......dua....tiga..."
Para siswa dengan tidak sabar merobek amplop surat tersebut dan membukanya untuk melihat
hasil mereka. Kepala sekolah tertawa melihat aksi murid - muridnya. Lalu berkata lagi, dari 297 murid kelas
tiga, yg lulus hanya... dua... ratus... sembilan puluh.... tujuh..."
Para murid berteriak sekencang-kencangnya.
Kepala sekolah tertawa lebar. "Iya, benar, kalian lulus seratus persen. Bapak bangga kalian
semua bisa lulus tanpa harus ada yg mengulang. Bapak sudah bosan dan tidak mau ditemani
kalian lagi." Para siswa serentak tertawa.
Laura melihat hasil di tangannya dengan gembira. Nilainya tidak mengecewakan. Matanya
berkaca-kaca karena lega. Semua siswa saling memberi selamat. Ia melihat Niko dipeluk oleh
Erika. Laura terdiam. Kini hanya tinggal pesta perpisahan yg menanti. Laura mengeluarkan HP dan
menelepon mama. Setelah tersambung, Laura langsung memberitahukan berita baiknya. "Ma, aku lulus."
"Selamat sayang," kata mama dengan gembira ditelepon. "Kita makan malam di luar malam ini
untuk merayakan kelulusanmu."
"Baiklah," Laura menyetujuinya. Setelah berbicara beberapa saat, ia memutuskan sambungan
telepon. Niko mendapat ucapan selamat dari para guru setelah itu, karena nilai ujiannya adalah
yg tertinggi dari semua murid.
Laura melihat itu semua sambil tersenyum. Di samping Niko, Erika tersenyum bangga, Laura
kembali ke kelasnya. Tangannya mengelus ringan meja tempat Niko berada. "Selamat,Niko,"
katanya. Ia tahu sampai kapanpun ia takkan bisa memasuki dunia sekeliling Niko yg berbeda
jauh dr dunianya. Laura merapikan tas, lalu berjalan pulang menuju halte bus.
*** "Terima kasih, Ma", kata Laura gembira melihat hadiah kelulusan dr mama. Mereka sedang
makan malam di restoran seafood.
Laura mengenakan jam tangan berwarna perak pemberian mama. "Seharusnya mama tidak usah
boros membeli jam semahal ini."
Mama tersenyum. "Tidak apa-apa. Mama benar-benar bangga padamu. Mama tahu betapa
kerasnya kau berusaha untuk lulus."
"Aku akan selalu menjaga jam ini," kata Laura sambil memandang mama lembut. "Jadi, kapan
petugas pengangkut barang akan datang?"
Mama mengambil minumannya dan meneguknya kemudian menjawab, "mungkin besok. Kau
sudah membereskan barang-barangmu ke dalam kardus?"
"Sebagian sudah," kata Laura. "tinggal sisa buku-buku sekolah. Aku bisa melakukannya malam
ini." "Kau bisa menyelesaikannya besok kalau kau kecapekan," saran mama.
"Aku tidak capek kok. Rasanya tenagaku berlipat ganda setelah makan," canda Laura.
"Kau sudah memutuskan mau masuk jurusan apa?" tanya mama serius.
Laura menghela napas. "Aku belum tahu, ma."
"Kalau mama boleh tahu," kata mama sabar, "sebenarnya apa yg paling kau sukai di dunia ini?"
Laura langsung menjawab, "bersama-sama dengan mama."
Mama tertawa. "selain itu apa lagi?"
"Hm....., aku suka memasak... mungkin", jawab Laura.
"Kenapa kau tidak coba ambil jurusan masak saja?" usul mama.
"Aku masih belum yakin ma," kata Laura ragu-ragu.
"Kau tidak harus memutuskannya sekarang," kata mama penuh pengertian. "Kau akan tahu
saatnya nanti. Sekarang... bagaimana dengan persoalan hatimu" kau sudah menyelesaikannya?"
Laura berpikir keras. "Aku tidak tahu, ma. Tapi beberapa hari lagi semuanya akan berakhir. Aku
tidak akan bertemu dengannya lagi. Dan aku akan berusaha melupakanya."
"Cinta pertama memang susah dilupakan," kata mama mengangguk bijak. "Hanya waktu yg akan
mambantumu melupakannya. Kau pernah mengatakan padanya bahwa kau menyukainya?"
Laura menggeleng. "Tidak pernah."
"Mungkin seharusnya kau memberitahukannya, setelah itu kau bisa meneruskan hidupmu dan
mendapat cinta yg baru suatu hari nanti." Mama menyentuh lengan putrinya perlahan. "Kau
butuh sebuah penyelesaian."
"Ya, aku tahu." Laura menatap mata mama dengan sedih. "Hanya saja aku tidak ingin semuanya
berakhir." "Yang harus kau ingat," kata mama menguatkan hati anaknya, "kau harus jujur pada dirimu
sendiri. Katakan padanya bagaimana perasaanmu."
"Aku akan mencobanya," tekad Laura.
*** Malam harinya, Laura mengepak bekas buku-buku sekolahnya. Saat memasukkan buku terakhir,
Laura melihat amplop besar berwarna cokelat di mejanya. Laura membuka amplop tersebut dan
mengeluarkan gambar-gambar rancangan perhiasan Niko. Laura menyusun satu demi satu
gambar-gambar itu dan memandangnya. (mungkin sebaiknya kukembalikan pada Niko), katanya
dalam hati. Laura menumpuk gambar-gambar itu, lalu memasukkannya kembali ke amplop cokelat. Ia akan
mengembalikannya di acara wisuda nanti.
Esok harinya, Laura bangun pukul 05.30, ia mandi, kemudian memasak nasi. Hari ini hari pesta
kelulusan di pantai. Karena Laura hanya perlu pergi sore hari untuk berkumpul di sekolah, ia
memanfaatkan waktu paginya untuk mengemas barang-barang lain yang masih teronggok di
ruang tamu. Suara kertas di lempar menghentikan aktifitas Laura. Ia menengok ke halaman depan. Ternyata
kiriman koran pagi. Laura mengambil koran tersebut dan membawanya masuk kerumah. Ia
membaca berita utama sekilas, lalu membaca berita-berita lainnya. Di halaman tengah,
tatapannya berhenti. Di situ tertulis bahwa julien bardeux, ahli perhiasan terkenal, akan
mengadakan pameran selama dua hari. Hari ini dan besok. Ia penasaran apakah Niko membaca
berita ini. Setidaknya, Niko bisa menghadiri pameran perhiasan ini.
Sekitar pukul 14.30, Laura sudah sampai di sekolah. Seperti biasa, bus-bus sudah terparkir di
area sekolah. Kali ini para guru membebaskan murid-murid duduk di bus yg mana saja. Laura
melihat Niko dan Erika memasuki bus pertama. Ia memutuskan untuk memasuki bus terakhir.
Seperti biasa, ia menempati tempat duduk paling belakang. Dua jam kemudian, bus sudah
sampai di pantai. Sekolah sudah menyewa gedung pertemuan untuk dijadikan pusat acara
perpisahan. Di dalam gedung tersebut terdapat live music, makanan prasmanan, dan lantai. Laura melihat
Erika menarik Niko ke lantai dansa. Laura memilih untuk mengambil makanan dan duduk di
pojokan. Malam itu, Niko dan Erika terpilih sebagai pasangan terbaik dari sekolah mereka. Laura
bertepuk tangan saat mereka dihadiahi sepasang mahkota. (Mereka memang cocok satu sama
lain), Laura mengakui dalam hati.
Perlahan-lahan langkahnya menuju keluar gedung. Sebagian murid lain mempersiapkan acara
api unggun dipinggir pantai. Laura berjalan di sepanjang pantai kemudian berhenti. Matanya
memandangi luasnya lautan. Mungkin sejauh itulah nanti jarak antara dirinya dan Niko. Tanpa
terasa air matanya mengalir.
Entah berapa lama Laura menatap lautan sambil berlinang air mata. Tiba-tiba suara seseorang
menyadarkannya. "Laura...." Laura mencoba menghapus air matanya. Ia berbalik dan melihat Niko di depannya.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Niko. "Kita sudah mau memulai acara api unggunnya."
Laura menelan ludah. "Aku akan ke sana sebentar lagi," katanya perlahan.
Niko memperhatikan Laura dengan sedikit khawatir. Sesaat lalu, ketika Erika mengajaknya
keluar untuk melihat persiapan api unggun, ia melihat bayangan seseorang tak jauh dari sana dan
mendekatinya. Entah mengapa, dalam hati Niko tahu itu pasti Laura. Selama ini Laura tidak
pernah bergabung dengan teman-teman yg lain. Selalu seorang diri. Itulah sebabnya, Niko
mendekatinya untuk mengajaknya ke acara api unggun. Kalau perkiraannya tidak salah, dia
sepertinya melihat Laura menangis.
"Kau yakin kau tidak apa-apa?" tanyanya lagi.
"Aku tidak apa-apa," jawab Laura meyakinkan Niko.
"Kau seharusnya bergabung dengan yg lain," saran Niko. "Pesta perpisahan seharusnya
dirayakan bersama-sama."
Laura mengangguk, "kau benar."
"Ayo pergi," ajak Niko sambil membalikkan badan.
Laura memandangi punggung Niko lagi. Entah untuk yg keberapa kalinya. Tanpa sadar suaranya
memanggil Niko. Niko berbalik lagi, "ya?"
"Apakah... kau sudah membaca koran hari ini?" tanya Laura perlahan. "Ada pameran perhiasan
selama dua hari. Hari ini dan besok."
Niko menghela napas. "Aku tahu."
(Oh,dia sudah tahu), kata Laura dalam hati. "Kau tidak mau menghadirinya?" tanya Laura lagi.
"Tidak," jawab Niko setelah beberapa saat.
Laura menatap mata Niko yg terlihat sedih ketika menjawab pertanyaannya. Entah mengapa,
perasaannya mengatakan Niko berbohong padanya kali ini. Laura menggenggam kedua
tangannya erat-erat. Niko tidak tahu bahwa tatapan sedihnya telah membuat hati Laura hancur.
"Niko... disini kau rupanya." Erika menghampiri Niko dan nenarik lengannya. Tatapan tajamnya
jatuh pada Laura. Ia mendengus pelan, "Ayo kita pergi. Acara api unggunnya telah dimulai."
"Baiklah," kata Niko. Lalu menatap Laura. "Ku tunggu kau di acara api unggun."
Laura mengangguk perlahan. Erika makin kesal pada Laura.
Selama acara api unggun Erika melihat konsentrasi Niko pada dirinya terpecah. Niko seperti
sedang memikirkan sesuatu. Tangan mereka memang bertaut, tapi Erika merasakan pikiran Niko
tidak bersamanya. Laura melihat kehebohan acara api unggun dari deretan kedua. Ketika salah seorang murid
bernyanyi dengan gaya heboh, ia tertawa lepas.
Di seberangnya, perlahan tangan Niko melepas genggaman tangan Erika.
Erika menatap Niko dengan bingung. Tapi tatapan Niko tidak tertuju padanya. Erika lalu melihat
arah pandangan Niko dan menahan napas. Laura.
Niko memandang Laura yg sedang tertawa. Dan Laura sepertinya tidak menyadari hal itu. Saat
napasnya kembali, Erika tidak bisa menahan sakit hatinya. Ia berbalik dan menjauh dari Niko.
Di tengah jalan ia berhenti, berharap Niko menghentikan langkahnya. Tapi Erika menyadari tak
seorangpun menyadari kepergiannya. Ia berlari menuju gedung dan masuk ke toilet lantai dua.
Ia menutup pintu toilet dan terduduk di sana. Ia menguatkan hati untuk tidak menangis. Lalu
setelah beberapa saat ia bangkit berdiri dan memandang cermin.
(Aku tidak akan dikalahkan oleh siswi kampung itu,) katanya pada bayangannya di cermin. (aku
adalah Erika. Gadis terpopuler di sekolah. Semuanya akan berakhir dalam beberapa hari. Gadis
kampung itu tidak akan bertemu lagi dengan Niko.)
Erika keluar dr toilet dan menuruni tangga. Di tengah tangga, ia melihat Laura sedang mengetik
SMS di HP nya. Erika baru menyadari selama ini ia tidak pernah memikirkan bahwa (bodohnya
aku), kata Erika tanpa bisa meredam amarahnya. Ia menuruni tangga dan tanpa pikir panjang
merebut HP Laura. Laura terkejut ketika ada seseorang mengambil HP nya.
"Kau sedang mengrim SMS untuk Niko, ya"!" teriak Erika yg sudah tidak bisa mengotrol
emosinya. "Kau ini ngomong apa sih?" tanya Laura tidak mengerti.
"Selama ini kau pasti sering SMS an dengan Niko," tuduh Erika kesal.
Laura semakin bingung, "Aku tidak mengirim SMS pada Niko."
"Kau berbohong!" seru Erika. Kali ini Laura sudah tidak bisa menolerir kecemburuan Erika.
"Kembalikan HP ku", pinta Laura kesal. "Aku tidak mengirim SMS pada Niko. Aku sedang
mengirim SMS pada mamaku."
Erika tertawa sinis. "Aku tidak percaya padamu." Ia mulai mengutak atik HP Laura.
Laura kesal. Erika melanggar pripasinya. Erika memang pacar Niko, tapi Laura tidak terima
diperlakukan seperti itu. Tangannya mencoba mengambil HP nya kembali. "Kembalikan"!
katanya tak kalah keras. "Tidak!" teriak Erika.
Laura kembali berusaha merebut HP nya dari tangan Erika. Tapi tanpa sengaja tangannya
mendorong pundak Erika, lalu sedetik kemudian tubuh Erika limbung dan jatuh terguling sampai
ke dasar tangga. HP Laura pecah berantakan.
Laura terpana. Ia tidak menyadari apa yg baru saja terjadi. Ia cepat-cepat berlari menyusul Erika.
Suara seseorang jatuh telah membuat para murid mengalihkan perhatian ke lantai bawah tangga.
"Erika!" kata Laura terengah engah. "Kau tidak apa-apa?"
Erika bergeming. Teman-teman Erika berlarian menghampirinya. Mereka menatap Laura dengan marah. "Kau
mendorongnya." Laura menggeleng. "Aku tidak bermaksud mendorongnya."
"Aku lihat kau mendorongnya," tuduh salah satu teman Erika.
"Ya ampun! Erika. Kau tidak apa-apa?"
Erika mulai mengerang kesakitan.
"Ada apa?" tanya Niko yg kemudian menghampiri kerumunan. Lalu ia melihat Erika tergeletak
dilantai. "Erika!" teriaknya panik sambil merengkuh tubuh Erika. "Ada apa" Kenapa kau bisa
berada di bawah sini?"
Erika berkata lemah. "Aku jatuh dari tangga."
Tangan Erika memeluk perut Niko. "Pungung dan kakiku sakit sekali."
Niko mengecek kaki Erika yg lebam. Lalu dia menengadah, menatap Laura yg panik di depan
Erika. Erika mengambil kesempatan ini untuk mendapatkan simpati Niko. "Laura mendorongku."
Niko terkejut tidak percaya. "Apa?"
Salah seorang teman Niko membenarkan perkataan Erika.
"Aku melihat mereka bertengkar di tangga. Lalu Laura mendorong Erika sampai terjatuh."
Laura merasa dunianya hancur saat itu. Niko membopong Erika perlahan.
Laura melangkah maju. "Aku tidak bermaksud untuk..."
Niko menatap Laura dengan dingin. "Sekarang aku tidak ingin mendengar penjelasanmu."
Para murid mengikuti langkah Niko, meninggalkan Laura seorang diri.
Laura tidak bisa bernapas. Hatinya terasa sesak. Sepasang mata cokelat hangat yg pertama kali ia
lihat dua tahun lalu, kini berubah dingin. Ia jatuh terduduk. Air mata membasahi pipinya. Laura
menangis terisak isak. Setelah itu ia tidak sadar lagi apa yg terjadi. Mulai dari perjalanan pulang dari pantai ke sekolah
sampai perjalanan pulang dari sekolah ke rumah. Ketika tiba di depan rumahnya, waktu sudah
menunjukan pukul sebelas malam. Laura membuka pintu rumah dengan lemas.
Lampu ruang tamu masih menyala.
"Laura?" tanya mama yg sedang duduk di ruang tamu, tampak khawatir. "Mama mencoba
meneleponmu beberapa kali, tapi kau tidak menjawab teleponmu. Mama benar-benar khawatir....
Mama..." Mama berhenti berbicara ketika melihat Laura termenung dan membisu.
"Ada apa?" tanya mama bingung. "Mengapa kau seperti ini?"
Kaki Laura lemas dan terduduk di lantai. Mama langsung menyadari sesuatu yg buruk telah


Seribu Musim Mengejar Bintang Karya Charon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terjadi pd putrinya. Mama langsung memeriksa seluruh tubuh putrinya, seakan memastikan tidak ada luka disana.
"Apa yg terjadi?"
Laura akhirnya menatap mama dengan tatapan kosong.
"Mama, maaf aku tidak memberi kabar."
Mama semakin kebingungan. "Tidak apa-apa, tapi kau kenapa?"
"Aku tidak tahu Hp ku dimana," kata Laura dengan tatapan kosong. "Sepertinya aku
menghilangkannya." "Itu tidak penting." Mama mulai menggucang pundak Laura dengan kencang. "Ada apa
denganmu?" Air mata Laura mengalir lagi. Laura menangis sekencang-kencangnya sambil memeluk mama.
"Sakit sekali, Ma," isak Laura. "Hatiku sakit sekali."
Mama hanya bisa balas memeluk. Ia membiarkan putrinya menangis sepuasnya. Beberapa lama
kemudian, tangis Laura berubah menjadi isakan perlahan.
Mama melepaskan pelukannya dan menyuguhkan segelas air putih pd Laura. "Minumlah,"
katanya lembut. "Setelah itu sebaiknya kau beristirahat di kamar."
Laura mengangguk dan meminum air yg diberikan mama.
Mama membantu Laura berdiri lalu memapahnya ke kamar tidur. Setelah Laura berbaring di
ranjangnya, mama menyelimutinya lalu mengecup keningnya. "Tidurlah."
Setelah mama pergi, meskipun lampu telah dimatikan, Laura tetap tidak bisa tidur. Ia masih
mengingat kejadian sebelumnya. Erika terjatuh dari tangga. Tatapan Niko yg dingin padanya.
Laura tahu dirinya akan berpisah dengan Niko, tetapi ia tidak ingin perpisahannya berakhir
dengan kejadian yg menyakitkan seperti ini.
Ketika mama mengetuk pintu kamar Laura keesokan paginya, ia melihat putrinya sudah bangun
dan memakai seragam. "Kau sudah bangun", seru Mama.
Laura tersenyum. (Aku tidak tidur sama sekali.)
"Ayo kita sarapan," ajak mama.
Di meja makan, Laura sarapan dengan tenang.
"Kemarin mama lupa bilang, kepindahan kita dipercepat tiga hari. Kita harus pindah besok,"
katanya hati-hati. "Tampaknya kau tidak bisa mengahadiri wisudamu. Tapi kalau kau ingin
menghadirinya, Mama bisa memesan tiket yg lain untukmu. Nanti kau tinggal menyusul mama".
Laura menggeleng. "Tidak perlu, ma. Aku akan pergi bersama mama besok."
"Apakah kau yakin?" tanya mama ragu. "Kau tidak menghadiri acara wisudamu?"
Laura menatap mama dengan pasti. "Aku yakin."
Mama tahu putrinya baru patah hati kemarin malam. "Baiklah, nanti siang mama telepon wali
kelasmu agar menyerahkan ijazahmu lebih dulu."
Laura mengangguk setuju. Ia mengambil tasnya dr kamar setelah sarapan. Amplop cokelat berisi
gambar Niko masih disana. Ia mengambilnya juga dan keluar dari kamar.
*** Di sekolah,b erita tentang jatuhnya Erika dr tangga menjadi berita heboh. Saat Laura memasuki
lingkungan sekolah, semua mata memandangnya dengan mencemooh. Laura tidak memedulikan
semua itu. Ini hari terakhirnya sekolah.
Saat Laura memasuki kelas 3 IPA 1, semuanya terdiam. Laura duduk di kursinya tanpa
memandang siapapun. Wali kelas membagikan buku tahunan pada para siswa. Setelahnya, para
siswa sibuk saling menukar buku tahunan untuk ditandatangani.
Laura memanfaatkan waktu tersebut untuk keluar kelas dan mengelilingi lingkungan sekolah. Ia
melihat bekas kelasnya, ruang tata boga, aula sekolah, lapangan basket, dan terakhir taman
sekolah. Ia ingin mengingat semuanya.
Setelah itu ia kembali ke ruang kelasnya yg telah sepi. Ia melihat buku tahunan Niko di mejanya.
Tadi pagi Niko tidak masuk. Menurut yg didengar Laura, Niko tidak masuk karena menemani
Erika di rumah sakit. Ia membuka buku tahunan Niko dan sampai pada daftar anak kelas 3 IPA 1. Ia melihat wajah
Niko yg sedang tersenyum. ("aku akan mengingatmu seperti ini saja,") kata Laura.
Laura menarik napas dalam-dalam. Dibukanya halaman terakhir buku tahunan Niko, lalu mulai
menulis. (Aku menyukaimu). Laura menutup buku tahunan Niko. Kalau ada orang bilang patah hati rasanya seperti ribuan
jarum yg menusuk jantungnya, Laura tidak bisa menyetujuinya. Jantungnya tidak hanya terluka
tapi remuk seperti tertimpa beton yg beratnya ribuan kilo.
Walaupun begitu, Laura menyadari satu hal. Sampai akhir haripun, ia tetap tidak bisa
mengungkapkan perasaannya pada Niko secara langsung.
Laura berdiri dan hendak mengembalikan gambar rancangan Niko di mejanya saat merasa ada
yg memasuki kelas. Laura berbalik untuk melihat siapa yg berjalan di belakangnya. Ternyata
Niko. Keduanya bertatapan tanpa bicara.
Tapi akhirnya Laura memberanikan diri untuk bertanya. " Bagaimana keadaan Erika?"
Awalnya Niko seakan enggan menjawab. "Dia tidak bisa berjalan selama satu minggu."
Laura benar-benar merasa bersalah. "Aku benar-benar minta maaf. Tolong sampaikan
permohonan maafku pada Erika."
Niko memandang Laura lurus-lurus. "Jawablah pertanyaanku yg satu ini. Apakah benar kau
mendorong Erika dari tangga?"
Hati Laura sakit mendengar pertanyaan itu. Karena ia tahu jawabannya akan membuat Niko
membencinya selamanya. Tapi ia tahu ia tetap harus mengatakannya.
"Ya," jawab Laura sambil memeluk gambar Niko di dadanya. "maafkan aku."
Niko terlihat sedih. "Aku mengira kau berbeda.... mengapa" Mengapa kau mendorong Erika?"
Laura sangat ingin menjelaskan pada Niko bahwa itu semua ketidaksengajaan yg berawal saat
Erika merebut HP nya. Tapi Laura menyadari tidak ada gunanya ia menjelaskan itu semua. Ia
tidak ingin menghancurkan hubungan Niko dan Erika. Toh ia tidak akan bertemu Niko lagi
setelah hari ini. "Maaf," jawab Laura kemudian. "Aku tidak bisa menjelaskannya."
Niko menatap Laura lagi dengan seksama. "Tidak bisa atau tidak mau?"
"Keduanya," jawab Laura perlahan. "Lagi pula semuanya tidak berarti. Sekarang aku ingin
bertanya padamu. Siapa yg akan kau percayai" Gadis yg telah kau kenal sejak kecil atau gadis yg
baru kau kenal satu tahun ini?"
Niko terdiam mendengar pertanyaan Laura. Tidak ada jawaban yg keluar dr mulutnya.
Laura tersenyum lirih. "Aku rasa kau sudah menjawab pertanyaanku."
Semua sudah berakhir. Laura beranjak keluar dr ruang kelas. Ia tidak bisa berada di samping
Niko lebih lama lagi. Kalau tidak, hatinya bisa hancur.
"Laura," kata Niko sebelum Laura melangkah keluar pintu, "kurasa... aku tidak bisa menjadi
temanmu lagi." Pelukannya pada gambar Niko semakin erat. Laura menarik napas dan berbalik. "Aku tahu.
Maafkan aku. Selamat tinggal, Niko".
Sepeninggal Laura, Niko duduk di bangkunya tanpa bergerak. Dia tahu tidak seharusnya dia
sesedih ini. Selama ini ia selalu menganggap Laura sebagai temannya. Tetapi mengapa kepergian
Laura sesaat yg lalu membuat hatinya sakit" Kemudian, ia kembali teringat pada wajah Erika yg
kesakitan semalam. Dan ia tahu ia juga menyayangi Erika. Ia khawatir saat Erika mengernyit
nyeri dan memegangi tangannya selama diobati dirumah sakit. Tapi mengapa kesedihan
dihatinya waktu itu tidak sesedih sekarang".
BAB 7 Setelah mengucapkan selamat tinggal pada Niko, dengan kesedihan yang mendalam Laura
menemui wali kelasnya. "Ini ijazahmu, Laura." Pak Bambang memandang anak didiknya dengan tersenyum.
"Terima kasih, pak," kata Laura sambil menerima ijazahnya dari tangan pak Bambang. "Terima
kasih sekali lagi atas semua bimbingan bapak."
"Ibumu bilang kau akan pindah ke luar kota besok," kata pak Bambang lagi.
Laura mengangguk. "Iya. Mama saya dipindah tugaskan ke kota lain."
Pak Bambang berkata lagi, "Semoga kau berhasil di masa depanmu nanti."
Laura mengucapkan terima kasih lagi pada pak Bambang lalu keluar dari ruang guru. Sebelum
meninggalkan sekolah, Laura berbalik memandang sekolahnya sekali lagi. ("selamat tinggal
sekolahku"), katanya dalam hati.
Tak berapa lama kemudian, Laura berada dalam bus kota yang akan mengantarkannya ke
terminal. Ia menyadari ini terakhir kalinya ia akan menaiki bus di kota ini. Pandangannya beralih
ke gedung - gedung tinggi di seberangnya.
Tiba - tiba matanya berhenti pada spanduk besar di sebuah gedung. Pameran perhiasan Julian
Bardeux. Tatapannya lalu beralih pada amplop cokelat di tangannya. Karena pertemuannya
dengan Niko di kelas tadi pagi, Laura lupa ia masih membawa gambar rancangan Niko.
"Pak! Berhenti!" teriaknya pada supir bus.
Laura bergegas turun dari bus dan berlari menyeberangi jembatan penyeberangan menuju ke
hotel berbintang lima tempat pameran perhiasan Julian Bardeux diadakan. Laura terengah-engah
memasuki lobi hotel. Ia bertanya pada resepsionis dimanakah pameran tersebut diadakan, lalu
bergegas kesana. Dalam lift yg membawanya, Laura mengenggam erat gambar Niko. ("setidaknya ini hal terakhir
yg bisa kulakukan untuk Niko,) pikirnya.
Pintu lift membuka, Laura melangkah keluar dan menemui petugas pameran.
"Saya ingin menemui Mr. Julien Bardeux," katanya tanpa ragu sedikitpun.
Salah seorang petugas penjaga pameran tersenyum lalu bertanya, "Apakah kau membawa
undangan masuk pameran?"
Laura menggeleng. "Saya tidak punya undangan."
Si petugas tersenyum menyesal. "Maaf. Kau tidak boleh masuk tanpa undangan."
"Apakah saya tidak bisa menemui Mr. Julien Bardeux sebentar saja?" tanya Laura tanpa patah
semangat. Si petugas menggeleng. "Maaf. Jadwal beliau padat sekali. Apalagi ini hari terakhir pameran.
Apakah kau punya janji temu sebelumnya?"
Laura menggeleng. "Maaf kalau begitu," kata si petugas.
"Tapi Mr. Bardeux ada didalam sana kan?" tanya Laura penasaran. "Dia akan keluar melalui
pintu ini nanti?" Si petugas menatap Laura dengan penasaran. "Ya. Tapi beliau masih lama berada di dalam sana."
"Tidak apa-apa," kata Laura tersenyum ramah. "Saya akan menunggu disini."
Si penjaga menggeleng atas tekad Laura dan mulai melayani tamu lain yang menunjukan
undangan masuk. Laura berdiri menunggu di samping pintu depan dengan sabar.
Setelah tiga jam Laura berdiri tanpa mengeluh, si petugas bersimpati dengan kegigihannya. Ia
memanggil Laura dan menyuruhnya duduk di kursi yang ditinggalkan salah satu temannya.
Laura tersenyum. "Terima kasih."
*** Sementara itu di rumah sakit, Niko membawakan makan siang untuk Erika.
"Bagaimana kondisi kakimu?" tanyanya.
"Masih sakit," jawab Erika.
"Aku membawakan makan siang untukmu. Makanlah dulu," saran Niko.
"Thanks," sahut Erika.
Selama Erika menyantap makan siangnya, pikiran Niko melayang pada pertemuanya dengan
Laura. "Apa yang kau pikirkan?" tanya Erika penasaran setelah merasa Niko tidak memperhatikannya.
Niko memandang Erika dengan serius. "Sebenarnya apa yang kau pertengkarkan dengan Laura
kemarin malam?" Erika sedikit kaget mendengar pertanyaan itu. "Apa maksudmu?"
Niko mendesah. "Aku masih belum mengerti mengapa Laura tiba-tiba mendorongmu dari
tangga." Mendengar itu Erika jadi kesal. "Laura cemburu padaku. Dia cemburu pada kepopuleranku dan
kedekatanku denganmu."
"Benarkah?" tanya Niko curiga. "Sepertinya Laura bukan tipe cewek seperti itu."
Erika mencibir. "Apakah kau mengetahui semua tentang Laura" Kau tidak tahu sifat Laura yang
sebenarnya. Kau baru mengenalnya satu tahun ini."
Niko terdiam. Perkataan Erika memang masuk akal. Kalau dipikir-pikir lagi, Niko memang tidak
mengenal Laura seperti ia mengenal Erika.
"Ah, sudahlah," kata Erika kesal, "Aku tidak mau membicarakan Laura lagi. Nafsu makanku jadi
hilang." "Maaf," kata Niko. "tidak seharusnya aku membuatmu kesal."
"Aku mau istirahat," kata Erika ketus.
Niko mengangguk. "Baiklah, aku akan kembali sore nanti."
*** Tiga jam berikutnya, Laura masih duduk di depan pintu pameran. Matanya melirik jam tangan
warna perak di tangannya. Hari semakin sore.
"Kau mau menunggu Mr. Bardeux sampai kapan?" tanya si petugas pameran.
"Sampai saya bertemu dengannya," jawab Laura singkat.
"Apakah bertemu dengan Mr. Bardeux benar-benar sangat penting?" tanya si petugas lagi.
Laura mengangguk. ''Ya. Penting sekali. Saya ingin memberikan Mr.Bardeux mimpi seseorang."
Si petugas tertegun mendengar perkataan Laura. Hatinya tersentuh. Lalu tersenyum pada Laura.
"Aku akan membantumu."
Laura tersenyum senang. "Terima kasih".
Tak berapa lama kemudian, seorang pria prancis berambut pirang keluar dari pintu.
Si petugas pameran bergegas menghampiri pria tersebut dan berbicara padanya lalu menunjuk
pada Laura. Menyadari bahwa si petugas pameran sedang berbicara dengan Julien bardeux, Laura berdiri.
Jadi, dialah sang ahli perhiasan terkenal.
Laura mendekati pria asing di hadapannya.
"Kau ingin menemuiku?" tanyanya pada Laura.
Laura sedikit kaget. Julien bardeux bisa berbicara bahasa indonesia dengan masih. "Anda bisa
berbicara bahasa saya?"
Julien bardeux tersenyum singkat. "Ibuku orang Indonesia."
Laura mengerti sekarang. "Saya ingin memberikan ini kepada anda." Laura menyodorkan
amplop cokelat di tangannya. "Di dalamnya berisi gambar rancangan perhiasan karya teman
saya." Julien bardeux menerima amplop tersebut dari tangan Laura.
Si petugas pameran tersenyum pada Julien dan menambahkan, "Dia bilang dia ingin memberikan
mimpi seseorang pada Anda."
Julien Bardeux tersenyum hangat sambil menatap jam di tangannya. "Ehm, saya masih agak
sibuk. Tapi nanti malam, saya akan melihat rancangan temanmu "
Laura tersenyum lebar. "Terima kasih. Nama perancang dan nomor HP nya ada di depan amplop.
Sekali lagi terima kasih, Mr. Bardeux."
Julien Bardeux tersenyum singkat. "Saya pergi dulu," katanya lalu bergegas menuju lift.
Laura menemui si petugas pameran lagi dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya.
Sekeluarnya dari hotel, Laura menatap mentari sore sambil tersenyum. Hatinya senang bukan
main. Ia berharap Julien Bardeux bisa melihat rancangan karya Niko dan menyadari bakat yang
ada disana. *** Pada hari wisuda, Laura memasukan baju terakhir ke koper kemudian menutupnya.
"Kau sudah siap?" tanya mama dari ambang pintu kamar.
Laura mengangguk. "Ya".
Mama tersenyum lalu mengulurkan sesuatu pada Laura. "HP barumu. Kau bilang HP lamamu
hilang, jadi mama putuskan untuk membeli yang baru. Mama juga membelikanmu nomor baru
untukmu." "Terima kasih, Ma", kata Laura. Ia melihat HP berwarna merah yang diberikan mama dan
tersenyum. HP baru. Awal yang baru.
Tak berapa lama kemudian, Laura dan mama berjalan keluar dari rumah menuju taksi yang akan
membawa mereka ke bandara.
*** Sementara itu di sekolah, Niko mendorong kursi roda yang diduduki Erika. Erika berkeras
menghadiri wisudanya. Sesampainya Erika di kelas 3 IPA 2, teman-temannya berlarian
menemuinya. "Aku harus mempersiapkan pidato kelulusan terlebih dulu," kata Niko.
Erika mengangguk. "Pergilah. Buat pidato yang bagus, ya". Niko mengangguk.
Setengah jalan menuju aula, Niko baru sadar tasnya masih berada di pangkuan Erika dan
bergegas kembali untuk mengambilnya.
"Kau melihat Laura hari ini?" tanya Erika pada salah satu temannya.
Temannya menggeleng. "Tidak. Sepertinya dia tidak datang."
Erika mengangguk senang. "Baguslah. Akhirnya si siswi kampung itu tidak akan membuatku
marah lagi. Semuanya sudah berakhir."
"Aku benar-benar tidak menyangka Laura punya keberanian untuk mendorongmu dari tangga,"
komentar temannya. Erika mendengus. "Keberanian apa" Mana mungkin dia bisa mengalahkanku?" Lalu Erika
berdiri dari kursi rodanya dan berjalan menuju tempat duduknya.
"Kau bisa berjalan?" tanya temannya kaget.
"Aku bosan duduk terus," kata Erika. "kakiku cuma terkilir kok"
"Kalau begitu kenapa harus pakai kursi roda?" tanya temannya bingung.
Erika mendesah kesal. "Supaya Niko bersimpati padaku dong. Kalau dikiranya aku tidak luka
serius, dia tidak akan pernah marah pada Laura dan mungkin saja dia bisa memaafkannya. Aku
tidak mau itu terjadi."
Erika memandang muka temannya yang berubah pucat pasi. "Ada apa?" tanyanya. Ia berbalik
kemudian menatap Niko di pintu kelas. Erika terkejut bukan main. "Niko... sejak kapan kau
disini?" Niko berjalan ke arah Erika dengan kesal. "Aku kembali ke sini untuk mengambil tasku." Niko
mengambil tasnya yang berada di atas kursi roda.
"Kau mendengar semuanya?" tanya Erika panik.
Niko terdiam, lalu berkata dengan marah, "Kau tidak terluka parah, kau masih bisa jalan. Apakah
kau tidak tahu betapa khawatirnya aku memikirkan keadaanmu?"
"Maafkan aku, Niko," kata Erika memelas. "Aku tidak bermaksud membuatmu khawatir. Aku..."
"Jawab aku satu hal," sela Niko tegas. "Apakah Laura benar-benar mendorongmu dari tangga"


Seribu Musim Mengejar Bintang Karya Charon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

katakan yang sebenarnya."
Erika akhirnya memberikan jawaban jujur. "Iya. Tapi dia tidak melakukannya dengan sengaja.
Aku merebut HP nya dan dia berusaha mengambilnya kembali. Lalu, dia tidak sengaja
mendorongku." Niko mengepalkan tangan kanannya kuat-kuat unttuk menahan amarahnya. "Kenapa" Kenapa
kau berbohong padaku" Aku sudah mengenalmu sejak kecil. Aku peduli padamu... Aku percaya
padamu." Erika benar-benar menyesal. "Maaf. Aku benar-benar menyesal melakukan semua ini."
"Kalau kau menyesal," tegas Niko lagi, "mengapa kau tega berbohong padaku?"
Mendengar amarah Niko, Erika tidak bisa menahan emosinya, "karena aku takut, oke"! Aku
benar-benar takut, Niko. Aku melihat caramu menatapnya. Aku tidak mau kehilanganmu."
Erika tertegun. Ia tidak pernah melihat Niko sesedih ini. Bahkan sewaktu orangtua Niko
memarahinya soal gambarnya, Niko hanya kecewa, tapi tidak pernah seperti ini.
Erika berkata perlahan, "Aku takut, kau lebih menyukainya daripada aku."
Niko menatap mata Erika tanpa ragu. "Saat ini... perkataanmu tidak salah."
Erika menatap Niko dengan kaget. Ia berusaha meraih tangan Niko, tapi Niko sudah berlari
keluar dari kelasnya. Erika jatuh terduduk di kursinya sambil menangis. Ia tahu ia telah
kehilangan Niko. Niko berlari ke kelasnya dan mencari Laura. Ia benar-benar harus meminta maaf pada Laura.
"Kau melihat Laura?" tanyanya pada temannya yang duduk di kelas. Temanya menggeleng.
Niko melanjutkan pencariannya ke taman sekolah, kantin, dan terakhir aula. Para murid kelas
tiga sudah duduk di sana. Para guru sudah berkumpul untuk memulai acara wisuda.
Pak Bambang melihat Niko. "Kau sudah mempersiapkan pidatomu" Acara wisudanya akan
dimulai." Niko hanya bisa terdiam dan memandang ruang aula yang sudah dipenuhi orangtua murid dan
putra-putri mereka. Papa dan mamanya sendiri juga sudah duduk. Papa memanggil Niko untuk duduk disampingnya.
"Duduklah dulu di samping orangtuamu," kata pak Bambang. "Bapak yakin kau tidak akan
bermasalah dengan pidatomu."
Karena tidak punya pilihan lain, Niko duduk di samping orangtuanya dan mengikuti acara
wisuda selama dua jam berikutnya. Dia menyadari Laura tidak berada di aula.
Setelah acara wisuda selesai, Niko bertanya pada pak Bambang soal Laura.
"Pak," katanya penasaran, "kenapa Laura tidak ikut acara wisuda hari ini?"
"Oh, Laura," jawab pak Bambang. "Kemarin dia meminta ijazahnya lebih awal. Dia mau
pindahan ke kota lain. Ibunya dipindah tugaskan."
Jelas Niko kecewa mendengar kabar tersebut. "Apakah bapak tahu kemana Laura akan pergi"
Pak Bambang menggeleng. "Bapak tidak tahu, tapi sepertinya hari ini mereka berangkat.
Mungkin mereka sudah di bandara sekarang."
Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi, Niko berlari kencang menuju parkiran mobil,
meninggalkan pak Bambang yang mengernyit kebingungan dengan sikap Niko.
Niko memacu mobilnya secepat mungkin menuju bandara. Ia mencoba menghubungi HP Laura
dari mobilnya, tapi selalu tidak aktif. Niko mencoba lagi ,lagi, dan lagi sampai dia melihat pintu
masuk bandara dan memarkir mobilnya di tempat parkir, lalu berlari secepat mungkin ke dalam
bandara. Matanya berkeliling mancari Laura. Ia melihat jadwal keberangkatan pesawat. Ada puluhan
keberangkatan di sana. Ia tidak tahu Laura akan pergi dengan pesawat yang mana.
"LAURA!" teriaknya putus asa di tengah-tengah kerumunan.
*** Saat memberikan tiket pesawatnya pada petugas bandara, Laura menoleh ke belakang.
"Ada apa?" tanya mama.
Laura menggeleng sambil tersenyum. "Tidak apa-apa. Sepertinya seseorang memanggilku. Tapi
itu tudak mungkin, kan?"
Mama tersenyum. "Ayo kita masuk."
Laura mengangguk dan berjalan masuk.
Beberapa saat kemudian, pesawat yang membawa Laura lepas landas. Laura melihat lautan awan
di bawahnya dan tersenyum. Ia sudah memutuskan untuk melupakan masa lalunya dan memulai
lembaran baru. *** Niko berlari-lari selama beberapa jam dari satu terminal ke terminal lain, tapi tetap tidak
menemukan Laura. Kakinya kelelahan dan ia terduduk di sebuah kursi. Niko menyadari Laura
pasti sudah berada di salah satu pesawat yang lepas landas. Ia telah kehilangan Laura. Tiba-tiba
telepon genggamnya berbunyi. Niko melihat nomor tak dikenal di sana. Harapannya melambung
tinggi. Ia langsung mengangkat telepon.
"Laura?" harapnya.
Tapi suara di telepon tersebut bukan suara wanita. "Apakah ini Niko Fareli?"
Niko menjawab. "Ya, benar. Saya Niko fareli."
Si penelepon berkata lagi, "Nama saya Julien Bardeux. Apakah kau tahu siapa saya?"
Niko tercengang. "Saya tahu siapa anda. Tapi, mengapa anda menelepon saya?"
"Saya sedang melihat gambar rancangan perhiasanmu," kata Julien.
("Gambar rancanganku") tanya Niko semakin bingung. "Bagaimana gambar rancangan saya bisa
berada di tangan anda?"
"Bisa kita bertemu?" tanya Julien. "Kita bisa membicarakan hal ini lebih lanjut." kemudian
Julien memberikan informasi hotel tempat dia dia menginap.
Niko mengangguk. "Saya tahu tempatnya. Saya akan ke sana sekarang."
*** Niko menatap pria di hadapannya dengan sedikit gugup. Julien Bardeux. (Ahli perhiasan terkenal
dari prancis). Setelah memperkenalkan diri, Niko dipersilahkan masuk ke kamar hotel Julien.
Tatapan Niko beralih pada gambar rancangannya di meja tamu. "Jadi", katanya perlahan,
"bagaimana anda bisa mendapat gambar rancangan saya?"
"Temanmu yang memberikannya," jelas Julien. "Seorang gadis muda."
Niko bisa menebak siapa yang menyerahkan rancangannya. Pasti Laura.
"Kau masih sekolah?" tanya Julien ingin tahu.
"Saya baru lulus SMA," kata Niko.
Julien meminum kopinya perlahan, lalu menatap Niko. "Kau tertarik pada perhiasan?"
Tangan Niko gemetaran menutupi kegugupannya. "Begitulah."
"Gambar rancanganmu benar-benar menawan," kata Julien sambil tersenyum. "kau sangat
berbakat." Mendapat pujian dari ahli perhiasan terkenal membuat Niko benar-benar tersanjung. "Terima
kasih." "Apa rencanamu setelah lulus SMA?" tanya Julien.
"Kuliah," kata Niko singkat.
Julien menatap mata Niko dengan serius. "Kau tertarik masuk GIA (Gemological Institute of
America) di New york" Aku bisa memberimu rekomendasi. Kau bisa belajar banyak tentang
perhiasan disana." Niko sungguh-sungguh tergoda dengan tawaran Julien. Tapi orang tuanya pasti tidak setuju. Ia
sudah diterima di fakultas kedokteran universitas terkenal. Kalau ia memutuskan masuk GIA, ia
tidak akan mendapat dukungan dari orangtuanya sama sekali.
"Saya tidak tahu," jawab Niko jujur. "Sebenarnya saya ingin sekali masuk ke sana, tapi saya tahu
biaya kuliah di GIA tidak murah." Niko tahu ia tidak punya uang banyak untuk membiayai
kuliahnya. Apalagi papa pasti tidak akan memberi dukungan material sama sekali.
Julien menatap anak muda di depannya dengan tertarik. "Masalahnya bukan dana. Masalahnya
adalah apakah kau sungguh-sungguh ingin menjadi perancang perhiasan. Aku tertarik membeli
karya rancanganmu. Karyamu akan sangat cocok untuk koleksi musim gugurku nanti. Kalau kau
berminat menjualnya padaku, kurasa uangnya cukup untuk membiayai kuliah pertamamu di
GIA." Niko kaget tidak percaya. "Anda mau membeli karya saya?"
"Kau kelihatanya terkejut sekali," kata Julien tertawa lebar. "Aku tidak pernah main-main dalam
hal perhiasan." Sedikit demi sedikit harapan Niko untuk menggapai mimpi yang telah lama terpendam muncul
ke permukaan. "Saya jatuh cinta pada perhiasan sejak saya berumur sepuluh tahun," kata Niko berterus terang.
"setelah itu saya tidak pernah bisa berhenti menggambarnya."
Melihat kesungguhan di mata Niko, Julien tersenyum. Ia mengerti apa yang Niko rasakan. "Aku
menyukai gambar rancanganmu". katanya kemudian. "Kau bisa menjadi perancang perhiasan
yang hebat." "Aku benar-benar berharap demikian." ujar Niko.
"Kalau kau benar-benar ingin belajar di GIA, aku bisa membantumu. Aku kenal dengan pengajar
disana. Kau tidak perlu khawatir soal tempat tinggal, kau bisa tinggal di apartemenku di New
York." Niko menatap Julien tidak percaya. "Anda benar-benar akan membantu saya" Anda bahkan tidak
mengenal saya." Julien menyodorkan gambar Niko padanya. "Sudah lama sekali aku tidak pernah setertarik ini
pada karya seseorang. Apalagi kau masih muda. Kalau semuda ini saja kau sudah menunjukkan
bakatmu, aku tidak bisa membayangkan apa yang bisa kau lakukan di masa depan."
Niko berpikir keras. (Apakah aku punya keberanian mempertaruhkan segalanya untuk
Kisah Sepasang Rajawali 16 Pembunuhan Di Malam Natal Hercule Poirot's Christmas Karya Agatha Christie Rahasia Istana Terlarang 1

Cari Blog Ini