Ceritasilat Novel Online

Meet Sennas 2

Meet The Sennas Karya Orizuka Bagian 2


mungkin hanya mau membuat kagum teman-temannya arisannya,karena nyatanya sofa ini
sekarang menganggur begitu saja di ruang tempat anak-anak menonton TV.Ruangan ini terletak
tepat di depan kamarku dan kamar Zenith,sedangkan kamar Dennis baru naik dari tangga di
sebelah kiri kamarku.nenek nyaris tidak pernah ke sini karena harus naik tangga panjang dari
ruang kelurga. Sambil menunggu Logan,aku membuka-buka buku les,membaca-baca soal latihan,sekaligus
mengulang apa yang-tunggu dulu.Aku segera menutup buku lesku begitu menyadari sesuatu.
Apa ini aku yang sedang membuka-buka buku latihan Matematika untuk mengulang" Apa benar
ini aku?" Aku sempat takjub pada diriku sendiri dan akan terus takjub kalau saja Logan tidak muncul di
tangga.Seperti biasa,dia menjatuhkan tubuhnya ke sofa,lalu mengeluarkan bukunya tanpa
berbasa-basi dulu.Apa dengan mengucap "hallo",wibawanya bisa luntur"
Mungkin juga,sih.Aku tak bisa membayangkannya mengucap "halo".Bisa-bisa,aku memeluknya
saking terharu.Dan,siapa yang tahu apa yang akan dilakukannya kalau aku memeluknya.
"Permisi," terdengar suara seseorang sebelum Logan sempat menulis soal di papan tulis.Aku dan
Logan sama-sama menoleh ke arah sumber suara itu.
Rinda" RINDA?" Mau apa dia di sini" Ingin dapat amukan gratis"
Nampan berisi jus jeruk di tanganya membutku segera mengerti akan apa yang sedang dia
lakukan.Dia pura-pura jadi pelayan supaya bisa melihat Logan dari jarak dekat.Oke,yang itu aku
paham,tetapi kapan dia turun ke dapur dan mengambil jus itu?" Jangan bilang tadi dia
merangkak ke dapur dari balik sofa!
Dan,kenapa juga dia harus memindai Logan dari ujung rambut ikalnya sampai ujung sepatu
Converse-nya dengan mulut ternganga seperti iti/ Norak banget!
Selama beberapa menit,Rinda seperti mati suri dalam keadaan berdiri sambil memegang nampan
dengan mata tertancap pada Logan.Logan yang tadinya hendak menyalin soal ke papan tulis
balas memandangnya heran sesaat,lalu segera bagkit dan mengambil nampan yang dipegang
Rinda. "Makasih," kata Logan singkat,lalu meletakkan nampan itu ke atas meja.Namun,Rinda masih
bergeming di tempatnya. Logan menatapnya lagi,kedua alis tebalnya terangkat tinggi-tinggi.Aku yakin,sekarang Rinda
sedang berfantasi yang aneh-aneh soal Logan.
"Rin!" panggilku,berniat menghentikan segala kekonyolan ini.Namun,Rinda belum juga
sadar."RINDA!" jeritku histeris dan akhirnya Rinda terlonjak kaget.
"Ya?" katanya linglung,lalu menatap bingung tangannya yang sudah tidak memegang apaapa.Oh,Tuhanku,tadi dia memang betul-betul mati suri.
"Makasih ya,minumannya," sindirku.Kuharap Rinda cukup pintar untuk menangkapnya.
"Eh" Oh,iya," katanya cepat-cepat,lalu segera bergerak menuju tangga dengan mata tetap
mengarah kepada Logan.Akku harap dia tersandung supaya sampai ke bawah lebih cepat.
Setelah Rinda menghilang,aku melirik Logan yang masih tampak takjub dengan keanehan
Rinda. "Pembantu lo aneh juga,ya," komentarnya,lalu meminum jus jeruknya.
"Jadi,bisa dimulai?" tanya Logan,membuatku segera menegakkan punggung.Dia pun dengan
cekatan menulis soal-soal ke papan dengan spidol,sementara aku menyalinnya.
Dua puluh menit kuhabiskan untuk menjawab sebagian kecil dari sepuluh soal yang
diberikan.Sebagian kecil itu adalah satu soal.Yah,aku tahu.Aku menyedihkan.
Aku memutuskan untuk beristirahat sejenak dengan menyandarkan tubuhku ke sofa dan menatap
Logan yang sedang sibuk menulis sesuatu pada kertas folio.Aku memutuskan untuk tidak
bertanya apa pun.selama seminggu belakang,hubunganku dan Logan membaik.Dia jarang
marah,kurasa itu karena aku tidak banyak bertanya selain soal Matematika.Aku tahu dia akan
mengamuk kalau aku bertanya soal hal-hal yang prinsipil,seperti sekarang dia sedang
apa,misalnya. Sebetulnya,Logan tidak seburuk yang aku sangka.Dia hanya agak sensitif,entah karena
apa.seringkali,aku ingin bertanya pada dennis,tetapi aku benar-benar takut kalau Dennis malah
akan mencurahkan isi hatinya tentang Logan kepadaku.Kan,jijik.
Sayang sekali,Logan gay.Namun,kalau tidak gay pun,aku sangsi apa dia mau dengan cewek
bodoh sepertiku.yang aku bisa tebak,tipe cewek yang disukai Logan adalah cewek pintar dan
cantik seperti Emma watson.Dan aku sama sekali tidak seperti Emma watson.
Eh.Kenapa aku jadi memikirkan dia,sih" Kenapa aku harus peduli kalau dia gay atau bukan"
Dan,kenapa aku harus mempermasalahkan soal aku yang tidak seperti Emma Watson" Rupanya
matematika sudah membuatku hilang akal.
"heh,lo kok malah bengong" Kerjain!" Logan menyahut sambil bangkit.
Refleks,aku menghindar dan memasang kedua tangan di depan wajahku,menyangka dia akan
memukulku atau apa.Namun,ternyata dia hanya berniat ke kamar kecil.Sambil menatapku seakan
aku orang gila,Logan melengos masuk ke kamar kecil.
Begitu dia tak kelihatan,aku mengembuskan napas lega.Kadang,aku benar-benar takut
kepadanya.Dia tipe orang labil,sehingga aku tidak tahu apa yang akan terjadi apabila dia habis
kesabaran terhadapku. Tiba-tiba,suara dering ponsel memenuhi ruangan.Jelas bukan milikku,karena punyaku bernada
pembuka animasi spongebob.Lagi pula,aku dilarang menyalakan ponsel saat sedang belajar oleh
mutan serigala itu. Karena ponsel itu berdering terus-menerus,aku mencari-cari asal suara itu dan sadar kalau suara
itu berasal dari ransel Logan.Seketika aku mengalami dilema hebat,antara ingin mengambilnya
atau membiarkannya.Namun,segera kuputuskan,aku tak akan pernah menyentuh barang miliknya
karena dia bisa mendampratku habis-habisan.saat aku baru memutuskan itu,suara dering
berhenti. Aku segera menyelesaikan soal-soal Matematikaku,supaya Logan tak marah-marah.Oh,tentang
matematika ini,sepertinya aku sudah banyak kemajuan.Malah,yang mengerikan,aku pernah
berpikir untuk meminta Pak Mulyono memajukan hari ulangan.Saat itu,kupikir,aku benar-benar
sudah sinting. Tak lama kemudian,Logan keluar dari kamar kecil dan kembali menghempaskan tubuhnya ke
sofa.Entah sejak kapan,bagian dia-menjatuhkan-diri-ke-sofa-Belanda-Nenek ini menjadi aksi
favoritku. Ya,ampun,Daza ... Logan itu gay! Bagaimana mungkin aku bisa memperhatikan seseorang yang
berpacaran dengan kakakku sendiri?"
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku kuat-kuat supaya kembali ke bumi.
Logan menatapku dengan dahi mengernyit."Lo pusing?"
"Ah,enggak,kok! Lihat,nih! Enggak apa-apa,kan?" sahutku sambil menggerak-gerakkan
kepalaku ke kiri,kanan,atas dan bawah seperti gerakan pemanasan senam pagi.Demi Tuhan,aku
seorang idiot. "Oh." Logan terdengar sedikit malas."Kalo gitu,lanjutin."
Dengan sigap,aku mengambil pensil dan kembali menulis.Jantungku berdegup kencang.Keringat
dingin muncul di dahiku.Apa sih yang terjadi padaku"
"Ng ... tadi kayaknya hp lo bunyi." Aku menyeloroh,lebih karena ingin menghilangkan
kecanggungan di udara. Logan segera menatapku curiga.
"Tenang! Enggak gue apa-apain!" sahutku cepat-cepat.Bagaimanapun,aku orang yang
menghargai privasi. Logan mengorek ranselnya yang berwarna biru elektrik,lalu mengeluarkan ponsel.Dia
mengernyit sebentar saat melihat layarnya,lalu segera menonaktifkannya.
"Lo bilang,enggak boleh ngaktifin HP waktu jam belajar," gumamku,merasa diperlakukan tidak
adil. "Bener," katanya seolah tak ada yang terjadi.
"Terus,kenapa lo boleh?"
"Gue lupa." Logan berkata santai sambil kembali memasukkan ponselnya ke ransel."Sori."
Logan bilang "maaf".Sebuah kata yang kupikir tak akan pernah keluar dari
mulutnya.Ah,ya,ampun,Daza.Kenapa mulai lagi,sih?" Sudah cukup tentang Logan.Aku harus
kembali berkonsentrasi pada bukuku.Aku tak akan membiarkan Logan mengacaukan pikiranku
lagi. Sambil pura-pura menulis,aku melirik Logan yang sekarang sudah tenang membaca diktat
kuliah.Dia menjulurkan tangan untuk meraih gelas tanpa melepaskan pandangannya dari buku
dan ... mengambil gelasku!
"Eh ..." Aku mencoba mencegahnya,tetapi terlambat.Logan minum dari gelasku.
"Hm?" gumamnya sambil melirikku.
Aku buru-buru menunduk.Sial.Wajahku pasti sudah semerah tomat.Kenapa aku harus merasa
seperti ini setiap ada cowok yang minum dari sesuatu yang sudah kuminum?"
"Kenapa" Lo sakit?" tanyanya lagi,terima kasih kepada wajah merah-norakku.
Aku segera menggeleng kuat-kuat,dalam hati berdoa supaya tak ada tulang leherku yang patah
karenanya.Logan sepertinya menatapku tak percaya.Aku tahu,karena kulitku merinding.
"Lo kenapa,sih?" tanyanya lagi,tapi aku masih belum mampu bicara maupun menngangkat
kepala. Sial.Sial! Dia ini cuma guru privatmu,Dazafa Senna! Juga pacar kakakmu! Kenapa kau harus
segugup ini,sih" Benar.Logan hanya guru privatku,Juga pacar kakakku.Kenapa aku harus malu-malu" Kenapa
aku tidak bisa bersikap cool" Aku bisa saja menganggap hal seperti itu biasa saja dan terjadi
hampir tiap hari! "Ayo,kita belajar!" sahutku sambil mengangkat tangan kananku yang memegang pensil,persisi
Superman yang hendak terbang.
Logan tediam selama beberapa saat dengan tatapan ngeri,lalu memutuskan untuk pura-pura tidak
tahu dan meneruskan membaca diktatnya.
Aku sendiri tidak bisa menulis apa pun lagi di bukuku.Bahkan,tanganku tak dapat ku kendalikan
lagi karena sudah bergetar hebat.
Dua jam setelah Logan pulang,aku masih saja memikirkannya.Di akhir sesi tadi,dia memarahiku
habis-habisan karena aku hanya mengerjakan lima soal,itu pun hanya betul dua.
Keabnormalanku bertambah lagi! Aku baru saja sadar bahwa aku adalah orang yang sangat
norak! Masa hanya karena Dalas dan Logan minum dari tempat yang sama denganku,aku bisa
hampir meledak" Dan dua kejadian ciuman-tidak-langsung ini terjadi pada hari yang sama! Dengan dua cowok
imut! Namun,dengan Logan jelas berbeda karena dia gay dan aku sendiri bingung mengapa aku
harus memusingkan ciuman tidak langsung dengannya.
Tapi,kenyataannha,aku pusing! Oh Tuhan,apa aku tidak normal"
Ya,ampun,aku ini bodoh sekali.Jelas saja aku tidak normal! Aku dilahirkan dan dibesarkan oleh
keluarga yang tidak normal!
"Oi!!" Rinda menghambur masuk ke kamarku tepat saat aku akan menulis "AAAAK" untuk
menutup curhatanku kali ini.Aku segera menutup diary-ku dan menyelipkannya ke bawah
bantal.Jangan ditanya,lagi-lagi aku lupa untuk menahan napas.
"Ya,ampun,Daze! Si Logan itu juga termasuk keajaiban dunia! Lo bisa-bisanya bilang dia
nyebelin!" jeritnya sambil melompat ke atas termpat tidurku."UGH! Bau apaan,nih?"
"Bau apa?" Aku berlagak pilon.
"Lo enggak cium?" Rinda celingak-celinguk curiga.Aku mengangkat bahu.Rinda
menatapku,wajahnya sekarang pucat pasi."Berarti ... cuma gue yang cium" Daze! Gue ngungsi
ke kamar Tante lo,deh! Kamar lo ada penunggunya!"
Setelah mengatakannya setelah histeris,Rinda pun lari terbirit-birit keluar dari
kamarku.Baguslah.Satu pengganggu berhasil kusingkirkan.Aku sedang tidak butuh apapun.Aku
hanya ingin tidur. Lima menit setelah aku membaringkan diri,suara gitar yang melengking tak keruan memenuhu
udara. Ampun,deh.Cobaan apa lagi sih ini"
My First Romance "Rekaman?""
Aku sedang bersantai di kursi panjang depan kolam renang sambil menikmati secangkir teh
Darjeeling,ketika Om Sony muncul dan mengacaukan surga kecilku denagn mengatakan hal
yang sama sekali tak masuk akal itu.
"Sstttt!" Om Sony mendesis sambil tengok kiri-kanan,membuat dua anting bulat berwarna hitam
di telinganya bergoyang-goyang.
Aku sendiri sudah tak berminat pada tehku dan menatapnya curiga."Kok,bisa?"
Om Sony bergaya seolah dia Elvis Presley."Ya jelas bisa,dong.Sony!"
Oh,jadi ini biang keladi aku tak nisa tidur semalam.
"Memangnya,ada yang mau jadi produser Om?" tanyaku sangsi.Jangan-jangan masalah rekaman
ini hanya imajinasinya.Tahu kan keluarga ini punya kecenderungan berdelusi.
Om Sony menaikkan alis."Kamu ini meremehkan Ommu,ya?"
"Iya," jawabku sekenanya.
Om Sony melongo,sementara aku hanya membalasnya dengan tatapan datar.Masalahku sudah
cukup banyak,untuk apa menambahnya dengan masalah orang lain-terutama yang sok aksi
seperti dia" "Kamu enggak yakin sama performa Om?" Dia bertanya dengan nada tak percaya,seolah dia
Dewa Budjana dan akulah yang tuli.
"Perfoma yang mana maksud,Om" Main gitar enggak keruan kayak tadi malem?"
kilahku."Kalau gitu sih jangankan jadi penyanyi ngetop,jadi penngamen di perempatan aja bakal
kena sambit!" Om Sony tampak sock karena perkataanku ini.Bibirnya yang mungil seperti bibir Tante Amy
terbuka lebar.Aku sudah terlanjur menjadi keponakan yang buruk bagi Tnate Amy,mengapa
tidak baginya" Toh,kata-kataku tadi juga demi kebaikan bersama.
"Kamu tega banget,Daze ..." Om Sony mendesah pilu sambil membanting pantat di bangku
panjang di sampingku.Kasihan juga,sih.Habis mau bagaimana lagi" Kalau aku tidak
mencegahnya,bisa-bisa Om Sony dituntut oleh YLKKI karena CD-nya dianggap merusak
kesehatan telinga publik atau apa.
"lagian,kenapa Om cerita-cerita sama aku,sih?" tanyaku akhirnya."Kenapa enggak sama Dennis
atau Zenith aja?" "Soalnya,Om pikir kamu punya selera yang lebih baik dari mereka."
Memang iya.Makanya,aku bilang dia tidak punya masa depan di industri musik.Kalau Dennis
dan Zenith mendengar raungan gitar Om Sony dan bilang bagus,berarti telinga mereka harus
diperiksakan. "Enggak apa-apa deh,kalo kamu enggak mendukung." Om Sony tahu-tahu bangkit dengan wajah
riang.Heran,keluarga ini cepat sekali sembuh."Nanti juga kamu lihat,bakal sekeren apa Ommu
ini.Eh,tapi jangan bilang siapa-siapa dulu ya,Daze,soalnya Om mau ini jadi kejutan."
Setelah mengatakannya,Om Sony masuk ke rumah sambil menyiulkan lagu Paradise yang sama
sekali sumbang. Ya,ampun.Memanngnya,siapa yang bakal terkejut" Yang ada,Kakek akan langsung
menendangnya keluar dari rumah ini karena sudah memberi citra buruk bagi ketiga
perusahaannya alih-alih jadi penerus.
Tak lagi merasa surga kecilku nyaman,aku masuk ke rumah dan bermaksud mencari seuatu
untuk menenangkan pikiranku.Biasanya sesuatu itu berarti cokelat,tetapi Bunda menyimpannya
entah dimana.Bunda mulai menyembunyikan persediaan cokelat semenjak berat badanku
mencapai 55 kilogram di tinggiku yang hanya 155 sentimeter.
Saat aku sedang memeriksa lemari dapur,Dennis muncul,sepertinya baru pulang kuliah.Sebelum
naik tangga menuju kamar kami,dia melirik ke arah dapur dan melotot saat mendapatiku di
sana.Dengan dahi mengernyit seolah memperetanyakan keberadaanku yang mencurigakan di
depan lemari-lemari yang terbuka,dia menghampiriku.
"Ada pesan dari Logan," katanya,membuatku menhan napas.Mendengar nama Logan rasanya
jauh lebih burus daripada kedapatan memegang sebatang Toblerone,karena biasanya ada kabar
buruk yang mengikutinya."Katanya,hari ini gak ada les dulu.Dia ada keperluan mendadak."
Lupakan Toblerone.Logan tidak datang! Dia tidak datang hari ini! Berarti,hari ini aku bebas!
"Den! Kenapa lo cakep banget,sih!" pekikku gembira sambil berderap kearahnya.Aku hampir
saja menciumnya kalau dia tidak menyodorkan sebuah buku tepat di depan hidungku.
"Ap-" "Buku latihan.Lo disuruh ngerjain.Besok malem dia periksa."
SEBAL. *** "Kamu kenapa,Sayang?"
Bunda memasuki kamarku saat aku sedang bergelimang buku di atas tempat tidur.Tugas yang
diberikan Logan benar-benar membuatku pusing dan tidak berselera makan.
"Disuruh ngerjain soal dari si mutan serigala itu,Bun," jawabku tanpa melepas pandanganku dari
buku. Bunda hanya tersenyum simpul."Itu kan demi kebaikan kamu juga,Sayang ...?"
Aku memaksakan diri untuk tersenyum,bahkan saat aku sedang tak ingin.Kebaikan apanya"
Kalau malam ini aku masuk angin karena begadang mengerjakan soal-soalnya,bagaimana"
Tahu-tahu,pintu terbuka.Ayah tampak mengintip dari sela pintu.
"Ngapain,Yah?" tanyaku.Ayah nyegir lebar,lalu masuk dan menghampiri kami.
"Ayah mau lihat udah sejauh mana kamu belajar.Bunda juga,yah?" tanya Ayah kepada Bunda
sambil mengacak pelan rambutnya.Aku selalu suka melihatnya melakukan itu."Wah,kamu udah
keren nih mau belajar sendiri,walaupun Logan enggak datang," sambung Ayah.
Yang bener saja.Untuk apa aku melakukan hal sekonyol itu?" Memangnya,aku tidak punya
kehidupan lain" Yah,memang sih,aku sudah kehilangan kehidupan itu sejak beberapa minggu
lalu,tetapi aku setengah mati berharap bisamenonton seri terbaru Underworld satt Logan tidak
datang.Yang mana kemungkinannya untuk terjadi nyaris nol.
Ayah sepertinya bisa mengetahui isi hatiku yang penuh komplikasi itu,karena sekarang dia
meringis. "Ya udah,kita jangan ganggu ya,Bun,biar Daza belajar dulu," Ayah menggandeng Bunda,lalu
bersama-sama melangkah keluar dari kamarku.
Aku menghela napas,lalu membenamkan wwajahku ke kasur,lelah akan semua cobaan ini.Saat
aku baru berniat untuk mencurahkan isi hatiku pada diary bau dari Tante Amy,aku sudah
terlelap. *** Selama tiga tahun bersekolah disini,tak pernah aku melihat sekolahku seramai ini.Di mana-mana
terlihat orang-atau lebih tepatnya cewek-dalam balutan bermacam-macam seragam.Cewekcewek ini sangat berisik,saling berteriak histeris tentang vokalis band ini kawin berapa kali,artis
ini berpacaran dengan artis itu,dan gosip-gosip tidak penting lainnya.
Hari ini ternyata ada pertandingan basket,dan sekolah kami tambah ramai seiring dengan
meningkatnya kepopuleran Dalas sebagai pemegang MVP di kejuaraan basket antar SMA yang
terakhir.Cewek-cewek itu sudah menunggu dari siang,padahal pertandingan baru akan
dilangsungkan nanti sore.Aku sendiri tidak bisa menonton,karena hari ini,sepeti hari-hari


Meet The Sennas Karya Orizuka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebelumnya,Logan akan datang.Sekarang,aku sedang menunggu Tante Amy yang akan
menjemput di gerbang depan sekolah sambil menyesali nasib.Kenapa aku harus merelakan
kesempatan melihat Dalas mencetak angka untuk belajar bersama serigala buduk itu"
"Hei.Jangan berdiri di tengah jalan gitu,dong."
Suara seseorang membuatku tersentak."Hah" Eh,iya," kataku sambil menyingkir ke trotoar dan
menoleh.Dalas sedang nyengir di sampingku.
"Hei," sapanya,membuatku tersenyum secara otomatis.
"Hei,"balasku,lalu mengernyit melihatnya menyandang ransel."Lo mau ke mana?"
"Ng ... gue mau pulang dulu.Biar cewek-cewek itu nungguin gue sampai capek,baru gue ke sini
lagi ntar sore." Dalas ,eringis."Ngerinjuga gue.Ganggu privasi orang aja."
Aku mengangguk-anggukan kepala,paham betul apa yang dimaksud Dalas.Selama ini,semua
orang yang kukenal sudah mengganggu privasiku.
"Lo pulang naik apa?" tanya Dalas.
"Dijemput,"jawabku pelan.aku benar-benar risih kalau Dalas harus melihatku dijemput oleh
Audi keluaran terbary milik TanteAmy.Belum lagi,kemungkinan mereka akan mengobrol dan
Dalas jadi tahu soal Tante Amy yang happy dengan perceraian dan kehamilannya yang tanpa
suami,plus delusinya untuk segera menikah dengan dokter Rino.
"Oh," gumam Dalas pendek,yang tak kumengerti.Dia berpaling ke arah lain sebentar,lalu
melirikku lagi."Pacar lo?"
"Hah" Bukan!" sahutku cepat.Aku sangat ingin tertawa karena Dalas kelihatan jelas sedang
cemburu,tetapi aku menahannya."Bukan,kok."
Dalas mengembuskan napas,kelewat lega."Terus siapa?"
"Tante-" Suaraku terputus oleh deruman dahsyat sebuah motor yang berhenti tepat di depan kami.Rasanya
aku mengenali suara motor itu,yang selalu kudengar tiap pukul 05.00 sore,tetapi tidak
mungkin,kan ... Saat aku memutuskan kalau aku Cuma berhalusinasi,pengendara motor tadi membuka helmrambutnya jadi jatuh acak-acakan di dahinya-lalu menatapku dengan mata menyipit seakan aku
pengutil yang tertangkap basah atau apa.Sementara itu,aku hanya bisa ternganga,telalu kaget
melihat Logan ada di sini.Tuhan,aku tidak sedang bermimpi,kan"
Aku bisa merasakan Dalas menatapku dan Logan bergantian,tetapi aku sedang tak bisa
memedulikannya saat ini.Sedang apa Logan di sekolahku?" Bukan mau menjemputku,kan?"
Logan menarik napasnya seakan dia sedang pilek,lalu melempar sebuah helm yang berhasil
kutangkap dengan kewalahan.Tanpa memedulikan ekspresi bodoh yang muncul dari wajahku,dia
mengenakan kembali helmnya dan menstrater motornya.
Aku sendiri masih bergeming.Aku tahu,aku pasti kelihatan konyol banget dengan pose berdiri
kaku memeluk helm seperti ini,tetapi aku benar-benar bingung dan tidak percaya.Aku juga tahu
Dalas masih mengunggu keterangan dariku mengenai kejadian ini,tetapi saat ini aku sama tak
mengertinya. Logan menunggu beberapa saat sambil menatap lurus ke depan,seolah sedang menunggu lampu
berubah hijau dan siap untuk tancap gas.Namun,karena aku tak kunjung naik ke motornya,dia
membuka visor Arainya sedikit dan mendelik ke arahku.
"Lo mau sampai kapan di situ!" sahutnya galak,dan egitu mendengar suara itu,aku sadar bahwa
Logan memang menjemputku.
Antara sadar dan tidak,aku memakai helm dan naik ke motornya.Akhir-akhir ini aku sudah
terbiasa melakukan segala perintah Logan.Jadi,kurasa sarafku bergerak dengan sendirinya begitu
menangkap gelombang suaranya.
Begitu aku duduk di belakangnya,Logan segera menancap gas.Aku bahkan tak sempat
mengucapkan sampai jumpa ke pada Dalas yang terbengong-bengong.
*** "Bunda suruh dia menjemput aku?" seruku tak percaya begitu aku sampai di rumah.Logan
segera melesat pergi begitu aku turun dari motornya,seolah ingin buru-buru mandi karena tadi
sudah kupeluk erat-erat. "Iya,Non.Habisnya,di rumah enggak ada orang,semua pada pergi," kata Bi Sumi,salah satu dari
sepuluh pegawai yang bekerja di rumah ini.
Aku membanting tasku ke sofa terdekat,disusul tubuhku.
Bi Sumi segera menghampiriku."Kenapa,Non" Non Daza pengin apa" Es jeruk" Sirop" Soda?"
"Aku pengin keluarga normal," jawabku pelan,lalu segera bangkit dan bergerak menuju
kamarku. Setelah menutup pintu kamarku keras-keras,aku membaringkan diri di tempat tidur.Tiba-tiba aku
teringat,sudah lama aku tidak mengisi diary-ku.Ini karena Logan tidak pernah memberiku cukup
waktu untuk mengisinya. Aku menyelipkan tanganku ke bawah bantal untuk mengambilnya,tetapi tidak terdapat apa-apa
di dalam sana.Penasaran,aku bangkit dan mengangkat semua bantalku.Diary itu tidak di
sana.Aku menarik bed cover dan seprainya sampai terlepas dari ranjang,tetapi hasilnya nihil.
Aku yakin aku tidak pernah memindahkannya sesenti pun,kecuali saat mengisinya.Detik
berikutnya,jantungku seperti berhenti bedetak saat menyadari sesuatu.Seseorang telah
memindahkannya. Ya,Tuhan,ini bencana! Memang sih,tidak terlalu banyak yanng kutulis di diary itu,tetapi yang
jelas,diary itu berisi tentang semua orang yang kukenal.Aku tidak bisa membayangkan kalau
salah satu dari mereka membacanya.Mungkin mereka tahu semua itu kenyataan,tetapi aku yakin
mereka akan sakit hati membacanya.Sudut pandanng dan cara bicaraku memang kadang
berlebihan,dan juga ... yah,menyakitkan.
Sekarang masalahnya,di mana diary itu?" Mungkinkah salah satu dari mereka menemukannya"
Namun,tidak seorang pun kuperbolehkan masuk ke kamarku saat aku tidak disini,tidak semenjak
Zenith memecahkan parfum Chanelku dua tahun yang lalu dan Dennis memecahkan kepingan
disk tugas Bahasa Indonesiaku pada tahun yang sama.Lebih-lebih,semenjak Om Sony
menggunakan kamar mandiku.
Satu-satunya yang bisa masuk ke kamarku adalah Bi Sumi,karena dia harusmembersihkan
kamarku dan mengganti seprai-tunggu dulu.Seprai ini baru diganti.Tadi malam gambarnya masih
Spongebob,tetapi hari ini sudah biru polos.
Aku segera menghambur ke luar kamar,berusaha menemukan Bi Sumi di rumah sebesar istana
negara ini.Karena tak kunjung menemukannya-dan aku terlalu bodoh-aku menghampiri interkom
dan meneriakkan namanya.Tak berapa lama kemudian,Bi Sumi mendatangiku di ruang TV
dengan tergopoh-gopoh. "Kenapa,Non?" tanyanya,ikut panik karena melihatku panik.Sumi,lihat diary di ya
kamarku,enggak,waktu ganti seprai?" tanyaku,beegitu cepat sehingga wanita setengah baya itu
membutuhkan waktu beberapa menit sebelum menjawabnya.
"Bi Sumi enggak ganti seprai Non Daza.Yang ganti si Lilis," katanya.
"Mbak Lilis" Terus,Mbak Lilisnya ke mana?" serbuku tak sabar.
"Si Lilis lagi belanja ke supermarket.Sayur-sayur sama buah-buahannya udah hab-"
"Terus kira-kira pulangnya kapan?" potongku,tak mau tahu kalau sayurnya habis.Yang aku mau
tahu adalah keberadaan diary-ku dan kondisinya.Semoga Mbak Lilis bertindak cukup pintar
dengan tidak menyerahkannya kepada anggota keluargaku yang lain.
"Yah,baru pergi tuh,Non," jawab Bi Sumi,membuatku lemas.Sekarang sudah pukul 15.30.Tak
lama lagi,seluruh keluargaku akan berdatangan,dan Mbak Lilis tidak boleh memberikannya
kepada mereka.Aku harus mencegat kepulangannya dari supermarket.Harus.
"Eh,Non,mau ke mana?" Bi Sumi bertanya heran begitu melihatku melangkah ke tangga.
"Mau ke teras," jawabku cepat sambil menuruni anak tangga.
Bukannya apa-apa.Hanya saja,diary ini berisi hal-hal buruk tentang keluargaku.Meskipun aku
cucu,anak,keponakan,sekaligus saudara yang bururk,aku tetap tak ingin mereka terluka karena
membaca tulisanku yang kelewat jujur.
Aku akan membakar diary itu begitu aku mendapatkannya.Benar.Aku harus melakukan
itu.Mulai sekarang,aku akan mencari teman intuk kubagi cerita.Itu saja.Kurasa,itu ide
bagus.Dengan demikian,aku bisa cukup yakin temanku itu tak akan bercerita kepada
keluargaku,sekaligus bisa memberiku saran atau apalah.Asal bukan Rinda ... atau Logan ...
"Hou! Bangun!" seru seseorang,membuatku tersentak sadar.
Ya ampun,sepertinya aku sudah tertidur,Aku mengucek-ngucek mata,lalu mengerjap saat
bertemu pandang dengan sepasang bola mata cokelat tua.Logan" Berarti sekarang sudah pukul
05.00 ... pukul 05.00?" AARGGH! Bagaimana dengan Mbak Lilis?"
"Hehe,mau ke mana?" sahut Logan begitu aku bangkit dan hendak berlari menuju pos satpam
untuk bertanya apa Mbak Lilis sudah pulang atau belum.
"Gue mau-" "Apa pun itu,selesai setelah les.Gue enggak punya banyak waktu." Logan berkata dingin,lalu
segera mendahuluiku masuk ke rumah.
Ya ampun.Seakan dia tuan rumah saja.Nasib diary-ku bagaimana"
Yang jelas,baru akan ketahuan setelah aku selesai disiksa oleh manusia serigala itu.
*** Aku tak mengerti.Aku tidak membuat kesalahan apa pun,tetapi Logan seperti tidak habishabisnya mencecarku.Aku mengerjakan tugasnya.Aku mengerjakan soal-soal yang
diberikannya.Aku mendengarkan apa yang dikatakannya.Jadi,di mana letak kesalahanku"
Aku bahkan menyelesaikan semua soalnya setengah jam lebih cepat.Mengapa saat otakku begitu
cemerlang dia malah memarahiku tiga kali lebih parah"
"Lo kenapa,sih?" sahutku akhirnya,benar-benar tak tahan dengan kelakuannya hari ini."Lo ada
masalah" Kalo ada,jangan dibawa-bawa ke sini,dong! Jangan disalurin ke gue!"
Logan terdiam beberapa saat,lalu bangkit dan berjalan menuju kamar kecil dengan wajah
datar.Sialan.Dia bahkan tak menghargaiku saat aku bicara.Mungkin,dia memang punya
masalah.Semua orang punya,kan" Namun,aku yakin masalahnya tak sampai seperempat
masalahku.Diary begoku,inngat"
Setelah keluar dari kamar kecil,dia segera membereskan buku-bukunya tanpa melihatku barang
sedikut pun.Bikin keki! "Eh,lo enggak ngerasa bersalah,apa?" tanyaku dengan nada tinggi.
Dia balas bertanya,"Karena apa?"
Luar biasa.Sekarang dia berlagak innocent,padahal baru 10 menit lalu dia baru berhenti
menyalak. "Karena lo ngamuk-ngamuk enggak keruan tadi?" Aku membantunya mengingatkan.
Logan hanya mendengus."Lo sendiri,kenapa enggak konsentrasi?"
Aku berdecak sebal.Tadi aku sudah berusaha untuk berkonsentrasi penuh,walaupun yang
terbayang-bayang adalah wajah-wajah keluargaku saat aku disidang di ruang keluarga nanti.
"Yang penting,gue selesai ngerjain lebih cepat,kan" Itu kemajuan,kan?" sambarku panas.
"Setengah jam lebih cepat,juga setengah dari semua soal yang salah.Lo pikir,lo udah hebat?"
sahut Logan,membuat darahku mendidih.
"Lo enggak mingir apa,itu bisa aja karena lo yang berisik melulu!"
"Gue berisik karena lo sering ngelamun!" Dia balas berseru sambil bangkit,tampak sudah tak
ingin melihatku lagi. Aku sendiri terdiam,membenarkan kata-katanya.Mungkin
melamun.Aku memikirkan diary berengsek itu.
tadi aku memang banyak "Gue cuma ... kehilangan sesuatu," kataku pelan."Sesuatu yang menyangkut hajat hidup orang
banyak." Logan menatapku tajam,seakan aku baru menceritakan sesuatu yang tak perlu didengarnyaseperti aku perlu minum susu sebelum tidur,misalnya.Namun,tanpa kusangka,dia kembali
duduk.Dia mengaduk-aduk ranselnya,lalu mengeluarkan sesuatu dan melemparnya ke
hadapanku. Diary-ku.Diary yang menyangkut keluargaku.Ada pada Logan.
"Gimana bisa ...?" Aku jelas kehilangan kata-kata.
"Pembantu lo kasih ke gue waktu lo ketiduran di teras tadi.Dia bilang tadi lo cariin ini.Terus,dia
titip ke gue buat dikasihin ke elo."
Aku menatap diary itu dan Logan bergantian.Aku tak percaya.Mengapa diary sialan ini harus
sampai ke tangan Logan" Mengapa" Mengapa harus orang luar yang menjengkelkan setengah
mati seperti dirinya?"
"Apa lo ... baca?" tanyaku hati-hati.
Logan mengedikkan bahunya."Bisa dibilang begitu."
"Jadi,lo baca?" desakku,tak puas dengan jawabannya.
"Cuma di bagian yang ada guenya," katanya akhirnya,dengan nada setajam silet.
YA,TUHAN.Logan membaca bagiab dia pasangan gay Dennis.Juga soal ciuman-tidak-langsungdan-betapa-aku-sangat-norak-terhadap-kejadian-itu! Seseorang,bunuh aku sekarang,tolong.
Mata Logan sekarang menyipit sampai tersisa segaris,cukup untuk membuatku merasa tidak
enak seumur hidup.Aku jadi tertarik pada permadani yang kududuki sambil berkali-kali menelan
ludah,berusaha menghilangkan kegugupanku.
"Lo tenang aja,gue masih normal," katanya,sebelim bangkit dan menyandang ransel sambil
menyapu wajahku dengan tatapan merendahkan."Tapi,gue juga enggak bakal tertarik sams
cewek kayak lo." Dia segera melangkahkan kaki ke arah tangga,meninggalkanku yang tiba-tiba merasa kacau.
Kenapa dia harus mengatakan hal sekejam itu" Kenapa?"
*** Jadi,aku sudah membuang diary itu dengan membakarnya lebih dulu.Tentu saja,aku sudah minta
izin kepada Tante Amy dengan alasan kamarku jadi berbau tak sedap.Tante Amy minta maaf
kepadaku dan berjanji akan membelikan hadiah lain-yang segera aku tolak dengan ssenang hati.
Tante Amy ada di sampingku saat aku membakarnya.Dia bertanya kepadaku apa aku sudah
mengisinya dan dengan cepat,aku berkata belum.
Saat ini,aku sedang duduk sendirian di gazebo,menatap permukaan kolam renang yang
tenang.Aku memikirkan kata-kata Logan beberapa jam yang lalu.Apa aku sejelek itu sampai dia
tega berkata seperti itu" Harusnya dia kan bisa diam saja kalau memang tidak suka
kepadaku,atau dia bisa menulisnya di diary-nya sendiri.Perbuatannya tadi sore sudah
menjatuhkan harga diri sekaligus kepercayaan diriku yang selama ini sudah tertata dengan baik.
Aku sendiri tidak tahu kenapa aku harus peduli pada pendapatnya.
*** "Lo dua kali enggak nonton pertandingan gue."
Aku berusaha menghindari sepasang mata bulat yang meminta penjelasan itu dengan
memperhatikan kemasan pepsi di tanganku.
"Sori," kataku.Apa lagi yang bisa kukatakan selain itu"
Sebenarnya,aku merasa sangat buruk karena kemarin meninggalkan Dalas begitu saja.Aku
dijemput oleh seseorang yang,yah,bukan pacarku-tetapi yang pasti bukan juga tanteku-dan Dalas
tampaknya salah paham tentang Logan.
"Gimana,menang?" tanyaku,sebisa mungkin terdengar menyesal.Pada kenyataannya,aku sama
sekali tak sempat memikirkannya.Terima kasih kepada diary sialan itu.
"Menang," jawab Dalas datar dengan pandangan lurus ke arah sepatunya.Terlihat jelas dia malas
melihatku,walaupun tetap penasaran.
Selama beberapa saat,kami sama-sama terdiam.Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling
kantin.Pagi ini kamtin begitu sepi,emtah karena apa.Kurasa,semua orang di dunia mau
memusuhiku,termasuk si bego Rinda yang menghilap tepat saat aku membutuhkannya.
"Jadi." Dalas menghela napas."Yang kemarin itu,tante lo?"
"Bukan," jawabku gugup."Dia ... guru privat gue."
Dalas mengangkat kepala,lalu menatapkuk curiga.
Aku buru-buru menambahkan,"Tadinya tante gue yanng mau jemput,tapi karena dia enggak
bisa,jadi Bunda gue ... Ah,udahlah.Enggak penting.Yang jelas,dia bukan pacar gue."
Entah kenapa,hatiku terasa sakit saat mengatakannya.Perlakuan Logan semalam sudah
membekas begitu dalam di hatiku.Menyebut namanya hanya akan membuatku semakin kacau.
Dalas kembali membuang muka.Aku sadar kalau dia marah.Namun,karena apa" Apa dia benarbenar menyukaiku" Kalau memang begitu,kenapa dia tidak pernah bilang"Gue suka sama lo," kata Dalas,membuat aliran darahku seperti terhenti."Kemarin itu,gue
jealous berat.Ternyata,lo bohong sama gue."
Selama beberapa menit,aku hanya bisa melongo menatap Dalas yang memanyunkan bibirnya
seperti anak-anak yang sedang merajuk.Selanjutnya,au benar-benar gugup.Aku tak tahu harus
mengatakan apa.Apa yang normalnya dikatakan seorang cewek abnormal saat seorang cowok
imut menyatakan perasaan kepadanya"
Baru kali ini aku menyesal tidak membaca tips-tips percintaan di majalah remaja.Meskipun
begitu,aku ragu ada tips buat cewek seaneh aku.
Dalas menoleh ke arahku dan kami beradu pandang.Aku sadar wajahku sekarang pasti sudah
semerah udang rebus.Jadi,aku langsung menunduk.
"Gue enggak bohong." Aku membela diri,setelah bersusah payanng mengumpulkan tenaga."Dia
bukan cowok gue." "Kalo lo bilang begitu,gue percaya," kata Dalas membuatku mendongak.Ini terlalu mudah.
Jadi,aku yang keluar dari mulutku hanya,"Hah?"
"Daze,gue dengar berita-berita miring soal lo," kata Dalas lagi."Katanya keluarga lo enggak
ngebolehin lo pacaran.Apa bener?"
Aku mengangguk pelan.Aku tak tahu pasti dari mana gosip ini menyebar,tetapi Cuma ada satu
orang yang bisa melakukannya.Orang yang sams dengan yang akan kucekik sepulang sekolah
nanti. "Jadi,yang kemarin ngejemput lo itu ... guru privat lo?"
Aku mengangguk lagi,dalam hati berharap Dalas tidak membahas topik ini lebih lanjut.Dalas
mengangguk-anggukan kepalanya.
"Kalo gitu,gue percaya.Gue percaya sama lo."
Aku menatap wajah Dalas yang tampak bersungguh-sungguh.Dia benar-benar anak kecil yang
manis.Aku tersenyum kepadanya.Jarang-jarang ada yang mau percaya perkataanku dalam sekali
dengar. "Makasih," kataku tulus,tetapi tatapan Dalas berubah serius.
"Daze," kata Dalas."Lo mau kan jadi cewek gue?"
Apa" APA KATANYA"
Aku yakin,Dalas pasti akan tertawa melihat wajahkuk kalau saja situasinya tidak seserius ini.Aku
berusaha mengeluarkan suara,tetapi yang terjadi adalah,mulutku bergerak-gerak seperti ikan mas
tanpa sanggup mengeluarkan sepatah kata pun.
"Lo bisa cerita apa pun sama gue.Kita bisa backstreet," usulnya.Aku tidak pernah menyangka
kata "backstreet" akan terdengar semagis ini di telingaku sampai aku merinding.Namun,aku tidak
bisa melakukannya.Aku tidak boleh.
"Las,lo enggak tahu apa yang bakal lo hadepin kalo lo nekat mau ..."
"Keluarga lo,kam" Gue enggak peduli.Asal lo percaya sama gue,gue pasti bakal bertahan selama
apa pun," katanya sambil menggenggam kesu tanganku yang dingin.
Oke,kata-katanya barusan mungkin adalah kata-kata terindah-sekaligus ternorak-yang pernah
kudengar selama hidupku.Namun,itu belum seberapa.Dalas tiba-tiba bernyanyi.I"m Yours-nya
Jason Mraz. "But i won"t hesitate no more,no more


Meet The Sennas Karya Orizuka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

It cannot wait,I;m yours ..."
Coba katakan.BAGAIMANA AKU BISA MENOLAKNYA?"
Who Am I" "Hai,Nek," sapaku saat melihat Nenek yang sedang minum teh di gazebo.Kebiasaan Nenek
minum teh Darjeeling ini menurun kepadaku,tetapi tidak dengan kecantikannya.Dulu,aku pikir
minum teh akan membuatmu cantik,tetapi rupanya cantik itu genetis.Mungkin,rumah sakit atau
apa. Nenek melirikku."Hai,Sayang," balasnya,lalu tersenyum sambil melambaikan tangan ke bangku
di sebelahnya untuk kududuki.
Aku duduk di sampingnya dan mengamatinya kembali membaca vogue.Aku sendiri membawa
komis serial cantik sebagai penyegaran sebelum acara Dua Jam Bersama Mutan Serigala
dimulai. "Eh,Daze,ntar mau ke salon,enggak?" Nenek tiba-tiba bersuara.
"Hah" Ngapain?" tanyaku.
"Mm ... yah,ngapain,kek.Kalau kamu mau,kamu bbisa merawat rambut kamu.Kan,udah lama
kamu enggak ngurusin rambut kamu," jawabnya,membuatku mengelus rambutku sendiri.
"Oh,boleh,deh," kataku,setelah menyadari kalau rambutku memang kusam.Dibanding nenek dan
tanteku,aku memang tidak terlalu memikirkan penampilanku dan itu kadang membuat mereka
gerah.Nenek seperti tersenyum miring begitu aku menyanggupinya,tetapi itu mungkin Cuma
perasaanku.Mungkin,dia baru disuntik botox atau apa.
Ketika aku baru mau bertanya lagi,Bi Sumi muncul dengan wajah pucat.
"Nyonya Besar,Non Daza,disuruh ke ruang keluarga sama Nyonya," katanya,membuatku dan
nenek saling pandang,lalu segera melesat ke ruang keluarga.Oke,kata "melesat" mungkin kurang
cocok untuk Nenek,tapi kalau ada pemberitahuan seperti itu,pasti kasusnya sangat penting.
Sesampainya di ruang keluarga,semua orang,kecuali Dennis-yang mungkin belum pulang kuliahsudah berkumpul.Meskipun demikian,wajah mereka tampak tenang-tenang saja.
"Yak,semua udah kumpul," kata Bunda,sepertinya belum sadar bahwa Dennis belum
hadir."Begini,ada yang mau aku bicarakan ..."
"Apa?" Kakek tampak penasaran.
"Pa,waktu aku di parkiran supermaket tadi ... aku hampir ditabrak mobil," kata Bunda kepada
Kakek.Kami semua menahan napas.Aku sendiri nyaris pingsan.
"Apa" Kapan" Bunda baik-baik aja,kan?" Aku segera menghambur kepelukannya dan
memeriksa tubuhnya. "Baik,Sayang,kamu enggak usah khawatir.Nah,mestinya kamu berterima kasih sama penolong
Bunda ... Nanda,sini,nak."
Kami semua menjulurkan kepala untuk melihat sang penolong Bunda.Siapa pun dia,demi
Tuhan,aku berterima kasih kepadanya.
Nanda ini ternyata seorang gadis,sepertinya seusiaku.Tubuhnya mungil,parasnyamannis dengan
manik mata sehitam jelaga dan alis tebal yang rapi,tetapi dia biasa saja-dalam arti
sederhana.Meskipun begitu,aku sedang tidak ingin mengomentari fashion (aku bukan Nenek
yang tampak gatal mau mendandaninya).Aku hanya ingin berterima kasih.Dia menganggukan
kepala,yang segera dibalas oleh semua anggota keluargaku.Aku malah sudah berlari ke arahnya
dan memeluknya.Dia tampak terkejut,tetapi aku tidak peduli.
"Makasih ya,udah nolongin Bunda," kataku,benar-benar tulus.
"Oh iya,sama-sama," balasnya dengan senyum manis setelah aku melepaskan pelukanku.
"Aduh,Nanda,maaf ya,si Daza ini orangnya agak berlebihan ... Daze,enggak usah
segitunya,dong?" Perkataan Bunda barusan sukses membuatku melongo.Apa maksudnya,sih" Aku sudah setengah
mati mengkhawatirkannya dan dia malah bilang aku berlebihan" Seakan kalau tertabrak
mobil,dia hanya akan lecet sedikit dan bisa diobati dengan obat merah saja!
Sambil menahan rasa jengkel,aku segera kembali ke tempat dudukku dan memutuskan tidak
akan bicara lagi kepada Bunda.Aku benar-benar sedih.Kenapa sih semu orang harus setega ini
padaku?" "Hei,katanya ada pertemuan,ya" Ada apaan,sih?"
Dennis tiba-tiba masuk ke ruangan itu.Baru beberpa langkah,dia tertegun melihat pemandangan
di depannya-terutama cewek yang sedanng dirangkul oleh Bunda.
"Ananda?""
*** Baiklah.Soal yang tadi itu,ternyata Nanda adalah teman seangkatan Dennis (walaupun dia masih
pantas jadi anak SMA).Dennis tampak sock setengah mati saat melihatnya.Malah,kurasa Dennis
agak berlebihan.Maksudku,bukankah seharusnya dia beterima kasih karena Nanda sudah
menyelamatkan Bunda" Apa sih yang membuatnya sekaget itu" Nanda sampai langsung
berpamitan saat melihat reaksi Dennis yang tampak tidak terima dengan kehadirannya di rumah
ini.Kasihan sekali gadis itu.
Dennis sekarang sudah tampak tenang,walaupun jadi sering melamun.Aku heran,apa sih yang
membuatnya segundah tu" Toh,dia juga gay ... Aduh,aku jadi ingat Logan.Ternyata yang selama
ini kupikirkan adalah salah.Dennis mungkin seorang gay,tetapi Logan bukan pasangannya.
Ngomong-ngomong soal Logan,hari ini dia tidak datang.Dan yang paling membuatku ingin
mengadakan pesta syukuran,Logan tidak memberiku tugas apa pun.Meskipun begitu,seri terbaru
Underworld sudah tidak beredar lagi.Aku jelas-jelas sedang sial.Well,kapan sih aku tidak sial"
Meskipun aku senang,dalam hati aku juga merasa curiga.Logan tidak mungkin membiarkanku
bebas barang sehari pun.Namun,Dennis benar-benar tidak dititipi apa pun oleh Logan.
Ah,ada apa sih dengan ku" Bukankah seharusnya aku senang karena hari ini aku bisa bebas
berbuat sesukaku" "Logan lagi ada maslah." Dennis tiba-tiba muncul dari tangga.Aku mengalihkan pandangan dari
TV dan menatapnya ingin tahu.
"Masalah apa?" tanyaku.
Dennis mengangkat bahu."Akhir-akhir ini dia sibuk dan jarang masuk kuliah."
Mendengar penuturan Dennis,tiba-tiba aku mencemaskan guru privatku satu ini.Mungkinkah
terjaadi hal-hal yang buruk"
"Kok.gue enggak tahu." Aku bergumam pelan.
"Gue aja enggak tahu,gimana lo?" sambar Dennis."Gue kasih tahu aja ya,Logan itu bukan orang
yang sembarangan kasih tahu kehidupan pribadinya sama orang lain,bahkan sahabatnya sendiri."
"Yang itu gue tahu," sungutku.
"Oh iya," sahut Dennis sebelum ia naik ke kamarnya."Akhir-akhir ini dia kelihatan agak aneh
kalau gue ajak ngomong.Kayak yang ngehindar gitu.Kenapa,ya?"
Punggungku menegak.Sepertinya Logan belum bercerita apa pun tentang diary-ku.Ternyata,dia
cukup bisa dipercaya. "Mana gue tahu,kan lo yang sahabatnya," jawabku sekenanya,lalu segera kabur ke kamar.
*** Aku sedang tidur-tiduran sambil membaca majalah,ketika tiba-tiba lagu tema Spongebob
mengudara.Aku segera meraih ponselku,lalu melotot begitu melihat nama yang tertera
dilayarnya: Dalas.Ya,ampun,kenapa aku selalu melupakan cowok ini" Padahal,dia cowokku dan
dia menyanyikan I"m Yours untukku,walaupun dengan suaranya yang agak serak itu
"Halo?" bisikku pelan.Aku tidak mau ketahuan sedang ditelepon cowok.
"Hei.Belum tidur?" tanya Dalas,membuatku mendadak menyadari sesuatu.Aku baru saja
mengetahui seperti apa suara Dalas di telepon.Mendengarkannya membuatku tenang.Sangat
berbeda dengan suara dingin plus tajam yang bikin merinding itu.
"Harusnya udah tidur kalo kamu enggak
terdiam."Bercanda,kok," sambungku cepat-cepat.
telepom," candaku,tetapi dia malah "Harus bercanda.Kalo enggak,awas aja," ancam Dalas membuatku terkikik."Gimana,rumah?"
Dalas malah menanyakan keadaan rumah ku.Dasar jelek."Ya,gitu deh,masih bikin capek."
Dalas tertawa."Ya deh,gimana kabar kamu?"
"Baik," balasku singkat.Entah kenapa,ada sesuatu yang membuatku enggan bercerita lebih
banyak kepada Dalas tentang keluargaku.
Dalaas terdiam sebentar."Daze,aku kan udah bilang,kamu boleh cerita apa aja sama aku."
"Iya,besok aja,ya.Hari ini aku capek banget.Besok aku cerita.Janji,deh," kataku akhirnya.
"Ya,deh.Ya udah,sekarang kamu tidur aja.Besok kita ketemu lagi.Sweet dream,sweetheart ...,"
katanya sebelum memutuskan sambungan.Aku mencoba untuk tidak bergidik saat mendengar
kata-kata penutupnya,tetapi tak berhasil.
Dalas mungkin memang cowok romantis.Dia bisa menyenangkanku dengan segala
cara.Seharusnya aku merasa beruntung bisa berpacaran dengannya,tetapi kenapa aku malah tak
nyaman dengan hubungan ini" Mungkin aku terlalu takut suatu saat keluargaku mengetahuinya
dan segera melakukan tindakan.Atau tidak" Entahlah.
Aku berusaha memejamkan mata.Logan sedang apa,ya" Dia punya masalah apa" Kenapa dia
tidak datang dan tidak memberi tugas"
Ya,Tuhan,aku sedang apa,sih?"
Aku segera terduduk,lalu memukul-mukul dahiku.Kenapa aku malah memikirkan Logan saat
mau tidur dan sesaat setelah Dalas meneleponku" Bukankah harusnya aku memikirkan Dalas"
Untuk melupakan masalah ini,aku beranjak ke meja belajar,mengambil buku Matematika dan
kembali ke tempat tidur.Aku mulai mengerjakan soal-soal yang pernah aku kerjakan saat
pertama kali les.Ternyata semuanya cukup mudah.
Tunggu dulu. Aku mengerjakan soal Matematika bahkan saat Logan tak memberi tugas apa pun di tengah
malam dan menyatakan bahwa soalnya mudah!!
AKU INI SIAPA?" *** Kantin hari ini lumayan ramai,sebagian besar tempat sudah dipenuhi oleh anak-anak kelas XI
yang baru selesai olahraga.Aku dan Rinda mengambil tempat duduk di pojokan,menghindari
merreka yang siduk menghujat guru Olahraga yang Spartan dengan tubuh berbau keringat.
Aku baru saja menceritakan soal Nanda kepada Rinda saat Dalas muncul dari belakangnya.Dia
sama sekali tidak berbau keringat,ngomong-ngomong.
"Hei!" Dalas menyapa kami dengan mata hanya menatapku.
"Hei,Las," Rinda membalasnya ceria.
Dalas memberiku tatapan sedang-apa-Rinda-di-sini.Aku membalasnya dengan tatapan dia-itusatu-satunya-temanku.
Setelah mengangkat bahu,Dalas duduk kelewat dekat di sampingku,dan aku merasakan
tangannya melingkar ke pinggangku.Untungnya,Rinda sedang melihat ke arah lain.-temantemannya Dalas kebetulan melintas-jadi,aku memanfaatkan kesempatan itu untuk melepaskan
pegangannya.Dalas menatapku heran.
"Eh,Las,boleh dong,gue dikenalin sama teman-teman lo?" tanya Rinda,membuatku spontan
menjauhkan diri dari Dalas.
"Eh,apa" Ah,boleh aja," jawab Dalaas,lalu kembali menatapku dengan dahi mengerut.
Rinda menatap kami curiga sesaat,lalu bangkit."Ya udah deh,kalo kalian merasa terganggu.Gue
cabut dulu,ya!" sahutnya riang dan segera menyingkir.Sebelum benar-benar menghilang,dia
sempat mengedip kepadaku.Pasti dia akan mendesakku untuk berbagi info.Aku memang belum
memberi tahunya soal Dalas-dan-aku-sedang-backstreet ini dan aku tak yakin aku ingin
melakukannya. "Boleh gue tahu,lo tadi kenapa?" tanya Dalas begitu Rinda tak terlihat lagi.
"Boleh aja," sahutku ketus."Kalo lo mau hubungan kita cepat berakhir,lo boleh mulai pelukpelik gue sembarangan."
Dalas mengerjap-ngerjapkan mata beberpa kali,lalu menepuk dahinya sendiri."Aduh,sori,Daze.Gue lupa," katanya polos.Aku sendiri tidak tahu harus bilang
apa.Bagaimanapun,cara berpikir Dalas masih amat anak-anak.
Selama beberpa menit,aku dan Dalas hanya terdiam.Aku tahu Dalas sedang menyesali
perbuatannya.Kejadian gila tadi bisa saja membuat kami berakhir di ruang sdiang dan Dalas bisa
ditendang jauh-jauh oleh keluargaku,plus aku akan diberi pengawasan ketat oleh anak buak
Kakek.Bila itu sampai terjadi,aku akan sangat marah dan membunuh Dalas dngan tanganku
sendiri. "Daze,kita harus sampe kapan kayak begini?" tanya Dalas akhirnya.
"Enggak tahu," jawabku jujur.
"Ke sekolah,kamu diantar jemput tapat waktu.Hari-hari biasa,kamu harus di rumah plus les
privat.Malem minggu,kamu enggak boleh keluar.Kapan waktu kita buat jalan?" keluh
Dalas,membuatku kesal. "Apa kamu mikirin semua ini waktu kamu nembak aku?" kataku dingin.Rona penyesalan segera
muncul pada wajah Dalas."Kalo kamu keberatan sama cara kita pacaran yang memang bisanya
Cuma status,kita bisa putus."
Dalas menatapku sejenak,lalu menunduk seolah menyesali kata-katanya.Tak lama,dia kembali
menatapku."Oke,Daze,anggap tadi aku enggak ngomong apa pun,ya" Aku nyesel udah ngomong
kayak gitu.Kamu jangan marah,ya?"
Meskipun tak yakin dengan perasaanku sendiri,aku menghela napas dan mengangguk.Dalas
tersenyum sambil mengacak pelan rambutku,lalu bangkit dan berlari menuju lapangan basket.
Tsk.Dasar anak bodoh. *** Aku sedang menulis e-mail untuk Dalas tentang keluargaku,ketika suara Om Sony terdengar dari
interkom.Ternyata,Logan sudah datang .Aku segera menutup laptop,lalu melangkah ke luar
kamar dengar riang.Aku duduk manis di ruang TV sambil menunggu dengan dada berdebar.Tak
lama kemudian,Logan muncul dari tangga.Dia tampak sedikit pucat,tetapi itu tak mempengaruhi
ketampanannya.Tatapan kami beertemu sesaat sebelum dia mengalihkan pandangan dan
mengempaskan diri ke sofa.
"Lo kenapa?" tanyaku,cemas melihat lingkaran hitam di sekeliling matanya.
"Enggak kenapa-napa.Siapain aja buku lo," katanya,dingin seperti biasa.
Benar juga.Tidak seharusnya aku bertanya yang macam-macam kepadanya.Beberapa hari yang
lalu,dia kan sudah bilang kalau dia tak tertarik pada cewek sepertiku.
Seperti aku.Memangnya aku seperti apa"
Aku menggigit bibir,lelu memutuskan untuk tidak bertanya apa pun lagi kepada Logan.Mulai
sekarang,aku tidak akan lagi berharap kami bisa lebih akrab.Seperti ini saja sudah cukup.
Aku membuka buku,lalu meraih pensil,bersiap untuk menyalin apa pun yang dia akan
tulis.Selanjutnya,aku hanya memandang kosong ke arah papan tulis,tanpa sekali pun melirik ke
arah Logan.Aku tahu Logan sedang menatapku,tetapi denngan tatapan meremehkan yang biasa.
Logan menghela napas,lalu segera menulis soal di papan.Setelah semua selelsai kusalin,aku
mengerjakannya dalam diamAneh.Semua soal ini terasa sangat familier bagiku.Dan tangan
ini,tangan yang selama ini cuma kugunakan untuk membolak-balik majalah ini,serasa tak mau
berhenti menulis.Selain itu,aku mengerjakan semua soalnya dengan bersemangat.
Ini benar-benar menyeramkan.Sebelumnya,aku tak pernah mengerjakan soal Matematika secepat
dan semudah ini.Apa aku sudah jaadi genius"
Saat aku sadar,aku sudah selesai mengerjakan sepuluh soal dalam waktu setengah jam.Setengah
jam saja! Ini rekor baru bagiku! Rinda pasti akan mati terkejut! Dan Logan pasti akan bangah,sudahlah.Sebaik apa pun pekerjaanku,Logan pasti akan mengomel juga.
Aku menoleh ke arah Logan,bermaksud untuk menyerahkan bukuku,tetapi Logan tampak
tertidur pulas di sofa Belanda Nenek.Darahku berdesir saat melihatnya tidur.Ini kali pertama aku
melihatnya setenang ini.Aku mendekatinya,lalu melambai-lambaikan tanganku di depan
wajahnya.Ternyata,da benar-benar lelap.
Satu hal yang harus kuakui,Logan tampak jauh lebih imut jika dia tidak sedang marah.Jika
sedang marah,dahi Logan selalu mengernyit dan matanya menyipit.Well,dia selalu begitu sih
setiap kali melihatku.Namun,sekarang,Logan yang pemarah itu,tertidur pulas seperti bayi.Raut
wajahnya tampak santai dengan mata terpejam,sehingga aku bisa dengan bebas memperhatikan
bulu matanya yang panjang-panjang dan tahi lalat di ujung alis tebalnya.Suara napasnya yang
halus membuatku ingin berlama-lama ada di sampingnya seperti ini.
Aku memutuskan untuk tidak membangunkannya.Aku malah berlalu masuk ke
kamar,mengambil selimut,lalu meletakkannya dengan hati-hati ke atas tubuh Logan.Logan
bergerak sedikit saat selimut itu menyentuhnya,tetapi dia tidak terbangun.Sepertinya dia
kelelahan.Aku bisa melihat itu sejak dia masuk ke ruangan ini.Apa sih masalahnya"
Ya,Tuhan,kurasa aku berharap terlalu banyak lagi.Apa pun masalah yang dia punya,itu bukan
urusanku. *** Aku bangun pagi-pagi sekali esoknya,hanya untuk melihat apa Logan masih berbaring di sofa
nenekku.Ternyata dia sudah tidak ada di sanan,dan yang baru aku sadari,selimutnya sudah
kembali ke tempat tidurku.Bahkan,aku memakainya.Aku tidak sadar seseorang sudah
menaruhnya kembali.Mungkinkah Logan ..."
Khayalanku buyar begitu melihat Mbak Lilis sedang membersihkan ruang TV.
"Pagi,Mbak.Ng ... Logan pulangnya kapan,ya?" tanyaku,berusaha agar nadanya terdengar biasa
saja-padahal aku sangat ingin tahu.
"Oh,pagi-pagi sekali,Non," jawabnya sambil terus menyapu.
Aku menggumam tidak jelas,lalu turun ke ruang makan.Ternyata,hampir seluruh keluargaku
sudah hadir.Hanya Om Sony yang tidak ada,karena dia memang tidak biasa bangun pagi-pagi
sekali.Biasanya,aku pun tidak bangun sepagi ini di akhir pekan.
"Eh,tumben hari gini udah bangun." Bunda segera berkomentar begitu aku menampakkan
diri.Aku menjawabnya dengan seringai,lalu duduk di sampingnya.
"Makan yang banyak." Kakek menyurukkan sepiring penuh kentang gorenng.Aku berterima
kasih kepadanya,lalu mulai mengunyah.
"Daze,hari ini kamu temenin Tante Amy ke rumah sakit,ua," kata Bunda sambil membereskan
piring-piring."Terus,pastikan kalau dia periksa kandungan,bukannya malah ngecengin dokter
itu." Aku melirik ke arah Nenek,yang langsung pura-pura tak melihatku.Aku ingat soal janji ke salon
denngannya beberapa waktu lalu.
"Ah,enggak bisa,Bun,aku udah ada janji sama Nenek," kataku sambil melempar senyum kepada
Nenek,yang langsung dibalasnya dengan cengiran lebar yang,yah,kurasa agak berlebhan.Aku
jadi ingat tikoh nenek-nenek di film-film horor.
Untung,gigi nenek sudah di-bleach.
*** Oke,lain kali aku akan mengingat ini: aku tidak akan pernah lagi membuat janji dengan Nenek!
Tidak akan! Lihat apa yang dilakukannya kepadaku!
Baiklah,mari mulai pelan-pelan.Pertama,Nenek mengajakku ke salon yang merupakan salah satu


Meet The Sennas Karya Orizuka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

salon paling mahal di kota ini (untuk keramas saja harganya setara dengan beberapa keping CD)
hanya karena hair stylist-nya berkebangsaan Jepang.Begitu masuk,beberapa orang wanita
menggiringku untuk mengeramasku.Setelah itu,rambutku di ... ,aku tidak ingat
istilahnya,pokoknya mereka melakukan sesuatu untuk mengubah tekstur rambutku menjadi
bergelombang.Bergelombang.Rambutku yang tadinya lurus,sekarang jadi bergelombang seperti
rambut-rambut pemeran utama wanita di komik.Bukannya aku senang!
Setelah itu mereka mengeramasku lagi,lalu mengolesi rambutku dengan beberapa cairan kimia
lain,dan seakan semuanya belum cukup,mereka mengecat rambutku.Mengecat rambutku yang
hitam berkilau,menjadi merah marun! Yah,walaupun merah marunnya hanya bersemusemu,tetapi tetap saja rambutku terlihat merah! Astaga,apa kata guru-guruku nanti?"
Semua hal yang bikin trauma itu membutuhkan waktu 10 jam.Pantatku sampai kram
dibuatnya.Dengan ini,aku bersumpah tak akan pernah memasuki salon lagi.Dan,tahu apa yang
lucu" Tidak ada obrolan antara nenek dan cucu selama 10 jam proses pengerjaan
rambutku,seperti yang kemarin kupikir.Nenek malah tertidur di sofa dengan pose Cleopatra
selagi membaca Vogue. Dan sekarang,di sinilah aku,di kamar,berdiri dengan tampang bloon di depan
cermin,memandangi postur tubuhku beserta bentuk rambutku yang sama sekali tidak
sinkron.Terima kasih kepada Nenek,sekarang aku sudah resmi menjadi cewek abnormal-gendutlagi-mengerikan.Mungkin,besok Dalas akan memutuskan hubungan kami.
Tante Amy terus-menerus menghiburku dengan mengatakan aku cantik,tetapi aku tahu dia
berusaha keras untuk tidak tertawa.Bagaimana mungkin cewek pendek gempal sepertiku cocok
dengan rambut merah panjang bergelombang ini?" Bagaimana mungkin aku membiarkan
Nenenk mempermainkan aku seakan aku Barbie-yang tercelup minyak tanah"
*** Persis seoerti yang aku inginkan.Sekarang,di sini,Rinda menertawaiku habis-habisan.Sekarang
adalah waktu istirahat saat semua anak berhamburan keluar dari kelasnya,dan di sini adalah di
kantin tempat semua anak yang berhamburan keluar dari kelasnya itu menuju kantin.
"Ram-ram-rambut,wuahaha!" jeritnya histeris sambil memegangi perutnya-mungkin supaya
tidak putus saking kerasnya dia tertawa.
Apa sih dosaku,ya,Tuhan"
"Sssttt!" desisku sambil melirik orang-orang yang sudah mulai menunjuk rambutku secara
terang-terangan.Ada apa sih dengan generasiku" Kok,bisa hampir semuanya tidak sopan begini"
Untung saja tadi pagi Rinda tidak menjemputku.Karena kalau begitu,Rinda tidak akan
bisamenyetir ke sekolah karena terlalu geli dan aku bisa didamprat dua kali lebih karena oleh
Pak Mulyonno karena terlambat.Kubilang dua kali karena tadi pagi,begitu memasuki kelas,bapak
itu memarahi rambutku yang katanya sewarna rambut jagung dan sama sekali tidak valid di
sekolah ini.Oh,yang benar saja.Dia bahkan mengecat seluruh rambutnya yang berwarna putih
menjadi hitam berkilau,walaupun dia tidak bisa menipu siapa pun.Yang itu valid"
"Eh,Rin!" Seseorang tiba-tiba menyapa dari belakangku,membuatku memejamkan mata.Oke,inilah
saatnya.Inilah saatnya,Dalas melihat wujud baruku.
Sesaat,Rinda berhenti tertawa.Aku sendiri tak berani menengok.Aku bisa merasakan Dalas sudah
berdiri tepat di belakangku.
"Ng ... lo lihat Daza,enggak?" tanyanya,membuat rahangku nyaris lepas saking parahnya
menganga. Rinda praktis meledak lagi,dan aku memutuskan untuk menengok ke belakang.Seperti yang
sudah keduga,reaksi Dalas sama sekali tidak membantu menyembuhkan duka hatiku.Dia
menjerit tertahan sambil melonjak mundur beberapa langkah,walaupun setelahnya langsung
minta maaf habis-habisan kepadaku.
Dia bilang dia hanya kaget.Yah,siapa sih yang tidak" Akuk sendiri hampir kena serangan jantung
begitu melihat pantulan di cermin saat hendak menggosok gigi tadi pagi.
*** "Ah,cucu kesayangan Nenek udah pulang!"
Nenek menyahut gembira begitu melihatku turun dari mobil.Dari jarak 5 meter,aku bisamelihat
bibir merah cabainya tersenyum lebar.Dia pikir dia Taylor Swift"
Aku hanya mendengus menanggapi kata-katanya.Aku disebutnya cucu kesayangan karena
Dennis dan Zenith sudah tentu tidak mau rambutnya dibuat bergelombang dan dicat
merah.Sementara aku,dengan polos menyanggupi permintaannya.Cucu paling bego
mungkin,maksudnya" "Halo,Nek." Aku balah dingin sambil mencium sebelah pipinya yang seperti baru kena
tabok."Hari ini,berkat usaha enggak bermutu Nenek menyiksa aku seharian di salon,aku
dipermalukan di depan semua orang,sekalilgus dibilang murid yang enggak valid sama guru
Matematikaku.Makasih banyak lho,Nek," lanjutku sambil melengos masuk ke rumah tampa
memberi kesempatan Nenek untuk berkata-kata.
Saat melewati ruang TV di lantai dua,langkahku mendadak terhenti.Ekspresi ngeri Logan tahutahu muncul di benakku.Bagaimana aku harus bertemu dengannya nanti,dengan rambut
mengerikan ini" Mendadak,aku kelimpungan.Aku menjatuhkan diri ke sofa Belanda dengan tangan menjambak
rambut.Sepertinya,aku harus mengguyur kepalaku dengan air dingin supaya bisa
berpikirr.Mungkin dengan dmikian,segala gelombang dan cat merah itu juga bisa hilang.
Benar.Aku harus keramas. Aku segera masuk ke kamar mandi,lalu membasahi rambutku dan menggosoknya keras-keras
berulang kali.Namun,ternyata sia-sia.Rambutku tetap merah dan bergelombang,walaupun aku
menghabiskan setengah botol shampo dan conditioner.Obat macam apa sih yang dipakaikan
orang-orang itu ke rambutku?"
Dan,yang baru aku sadari,dan yang paling mengerikan dari semuanya,ternyata saat
basah,rambutku lebih panjang dari yang seharusnya!
Dengan dada sesak karena menahan marah,aku berlari turun dan mendapati Nenek sedang
membaca InStyle di gazebo.
"Nek! Rambutku diapain sih sampr bisa panjang begini!" tudungku dengan napas
terengah.Rambutku meninggalkan jejak-jejak basah di lantai kayu.
"Oh." Nenek bergumam santai tanpa melepaskan pandangan matanya dari majalah."Kamu pakai
hair extention." ARGH! Gelombang dan merah marun sudah cukup buruk,sekarang malah ada rambut orang lain
di rambutku! JIJIK! *** Aku pikir aku jatuh pingsan saat Nenek memberi tahuku bahwa rambutku ditambahi rambut
orang lain,tetapi ternyata aku bertahan dan baru pingsan setelah sampai di kamar.Sekarang,aku
baru saja terbangun dan mendapati bahwa mimpi buruk ini harus berlanjut.Aku,beserta rambut
sialan ini. Aku harus memotongnya,harus.Maksudku,siapa sih yang bisa tahan dengan rambut orang lain di
rambutnya sendiri" Yah,kecualikalau aku selebriti yang ingin dapat sensasi atau apa,tetapi halo"
Aku Cuma cewek yang berharap kelihatan normal! Itu Cuma ermintaan kecil,tak bisakah
nenekku mengabulkannya"
Saat ini,aku bahkan tak mau memegang rambutku sendiri.Mungkin saja mereka membuat rambut
ini dari rambut orang yang pernah berkutu,atau rambut mayat ... Jijik pangkat sepuluh juta.
"Daza,Logan udah datang,nih!" Suara Tante Amy terdengar dari interkom,membuat jantungku
seperti lompat dari tempatnya.
Ya,Tuhan.Apa yang harus kulakukan?"
Aku segera bangkit dengan panik,mencari sesuatu yang bisa menutupi rambutku.Namun,tidak
lucu kan kalau aku harus les di rumah memakai topi koboi"
Akhirnya,aku memutuskan untuk menggelung rambutku-jijik sih,tetapi mau bagaimana-lalu
segera keluar menemui Logan.Dia sudah duduk di sofa,denngan kaus putih yang menunjukkan
kebidangan dadanya,juga jeans belel,dan sepatu putihnya.Aku paling suka dengan cowok yang
memakai sepatu putih. Tuhan,kenapa sih aku selalu melupakan fakta bahwa Logan tidak menyukaiku" Kenapa aku
masih memperhatikan cowok yang selamanya tidak akan pernah menjadi milikku" Aku bahkan
sudah memiliki cowok! Logan menoleh dan memandangku dengan sepasang mata menyipit.Aku lantas sadar,cowok ini
adalah cowok yang tidak akan bisa kuraih,walaupun aku nekat mencoba bunuh diri
dihadapannya atau,walaupun Ayah memberikan semua harta kekayaannya.Cowok ini
membenciku.Membenci cewek sepertiku.
Perlahan aku bergerak ke arahnya,lalu duduk dipermadani seperti biasa,tanpa sekalipun
memandang wajahnya.Kemarin,dia tertidur dengan lelap sehingga aku bisa bebas
memandanginya.Namun,sekarang,aku sama sekalil tak berani.Memandangnya sama saja dengan
berharap lebih banyak.Harapan yang tidak akan mungkin jadi nyata.
"Kemarin,lo salah dua,semuanya karena lo kurang teliti." Logan memulai percakapan
denganmelemparkan bukuku ke meja sehingga aku bisa melihat jelas dua coretan besar berwarna
merah di sana. Aku bahkan tidak merasa senang ketika aku hanya salah mengerjakan dua dari sepuluh
soal.Pengaruh Logan sangat luar biasa.Dia membuatku jadi merasa berdosa karena tidak
mengerjakan semuanya dengan benar.
Logan menatapku selama beberapa menit,mungkin heran karena aku tidak bersorak atau
semacamnya.Namun,aku memang sedang tidak ingin bersorak atau apa pun.Aku kehilangan
semangat setiap kali aku mengingat perkataannya sore itu.Belum lagi,kepalaku terasa tidak
nyaman dengan rambut-rambut Medusa yang seperti mau keluar dari gelungan ini.
Tak kunjung mendapatkan reaksi dariku,Logan mendesah panjang dan membuka buku soal
Matematika.Dia segera menulis soal-soal ke papan tulis sementara aku menyalinnya tampa
banyak bicara.Selama mengerjakannya pun,akuk diam seribu bahasa.Aku ingin les ini cepat
berlalu.Sementara itu,Logan masih saja memandangiku.Aku tidak tahu,apa dia sedang
mengasihaniku atau sedang menertawai rambutku.Aku tidak peduli.
Hampir 2 jam berlalu ketika Logan bangkit dan pergi ke kamar kecil.Akhirnya,aku bisa bernapas
secara normal lagi.Aku berhenti menulis,lalu meregangkan otot-ototku yang selama dua jam ini
terasa kaku,karena nyatanya aku tak bergeser sesenti pun dari posisi awalku.
Tahu-tahu,meja terasa bergetar.Saat aku menyangkanya sebagai gempa ringan,ponsel Logan
tampak bergeser di antara buku.Aku menatap ponsel yang terus berkedap-kedip
itu.Penasaran,akuk mengintip layarnya,walaupun aku tahu itu terlarang.Foto seorang cewek yang
sangat cantik muncul di sana.
"Sandra" adalah namanya.
Selama beberapa saat aku mengalami dilema,sementara ponsel terus-menerus bergetar.Hatiku
menyuruhku mengangkatnya untuk mengetahui siapa cewek itu dan punya hubungan apa dengan
Logan,tetapi otakku mengirimkan mome bahwa ada kemungkinan aku akan terbunuh tepat
setelah Logan tahu aku melakukannya.
Pada akhirnya,aku menggapai dan menempelkan ponsel itu ke telinga."Halo?"
"Hal-eh,ini siapa,ya?" Suara cewek bernama Sandra itu awalnya terdengar riang,tetapi lantas
bingung."Ini hapenya Logan,kan?"
"Iya,betul," kataku membuat cewek itu diam sesaat.
"Eh,lo siapa" Mau apa lo sama hapenya Logan" Jangan-jangan.lo nyolong hape ini,ya?"
sahutnya setengah histeris.
"Enggak,gue Daza ..."
"Oh,jadi lo,cewek kaya-tapi-bego anak muridnya Logan?" cecar Sandra,membuat jantungku
seperti jadi sasaran tembak."Kok,lo angkat-angkat hape dia?"
"Gue pikir penti-"
"Heh,gue jasih tahu ya,jangan harap Logan bisa suka sama lo!" Sandra lagi-lagi memutus
perkataanku dengan kejam."Dia tuh cowok gue!"
Pada saat yang sama dengan menancapnya sebutir peluru di jantungku,Logan keluar dari kamar
kecil.Dia menatapku tajam selagi aku memutus sambungan telepon dan meletakkan ponselnya
kembali ke meja.Logan berjalan tenang kearahku,tetapi raut wajahnya menegang.
"Lo tahu kan kalo gue paling enggak suka-"
"Gue kira tadi ada yang penting karrena teleponnya berkali-kali." Aku mencoba menahan
tangis.Jadi,suaraku bergetar dan aku benci itu."Tapi,ternyata cuma SANDRA."
Logan menatapku sesaat,lalu mengecek ponselnya.Setelah itu dia menonaktifkannya dan duduk.
"Apa pun yang dia bilang ..."
"Ternyata kayak gitu ya,tipe cewek lo?" sambarku.
Logan menatapku bingung."Apa maksud-"
"Memangnya,gue sebego itu ya,samapi lo harus cerita yang enggak-enggak ke dia tentang gue"
Selain gue bego,apa lagi yang loceriatain sama dia" Kalo gue cewek yang sama sekali jauh dari
tipe lo" Terus,kalian ngetawain gue bareng-bareng?"
Tatapan Logan berubah dingin."Maksud lo apaan,sih?"
"Lo tanya gue" Bukannya lo yang waktu itu bilang,kalo lo enggak bakal suka sama cewek kayak
gue" Cewek kaya,tapi pendek gendut jelek bermasalah dan bego luar bias kayak gue?" sahutku
keras sambil bangkit berdiri dengan gerakan menyentak
Seketika aku merasa ekspresi Logan melunak,dan ddia seperti berusaha mengucapkan
sesuatu.Namun,aku tidak mau tahu lagi.Tidak setelah aku tahu alasan dia tidak suka kepadaku.
"Masalahnya bukan it-"
"Gue udah selesai," potongku dingin.Aku menyerahkan buku les Matematikanya kepadaku,lalu
segera berderap masuk ke kamar.
Dan,menangis sejadi-jadinya.
*** Inilah yang kutakutkan.Mataku bengkak total setelah semalaman menangisi Logan habishabisan.Ditambah lagi,aku tidak bisa tidur karena aku memegang ponsel dan memutar ulang lagu
Broken-hearted Girl setiap kali lagu itu habis. Bunda memekik begitu aku turun untuk
sarapan,dan langsung menyuruhku pergi ke dokter karena menyangka aku habis tersengat lebah
atau apa.Tante Amy denganceria menawarkan diri untuk mengantarku.
Jadi,di sinilah aku berada,di rumah sakit,untuk alasan yang aku sendiri pun tidak
mengerti.Sebenarnya,aku lebih perlu dibawa ke psikolog daripada ke dokter-walaupun aku tidak
yakin apa aku mau.Maksudku,itu akan membuatku terdengar kurang waras,dan saat ini aku
sedang tidak perlu tambahan sifat buruk.
"Eh,kamu ke dokternya sendiri aja,ya" Tante mau periksa ke dokter Rino." Tante Amy berkata
ceria,lalu segera meninggalkanku di depan meja pendaftaran.
Aku hanya mendesah menatap kepergiannya,lalu melangkah pergi.Entah aku akan ke
mana.Yang jelas,bukan ke dokter maupun psikolog.
Aku berkeliling rumah sakit,bermaksud untuk melihat-lihat dan menenangkan diri.Namun,yang
terjadi adalah,aku malah tambah kacau saat melihat segerombolan perawat melintas,membawa
seorang korban kecelakaan yang penuh darah.Sambil menahan muntah,aku segera berbelik ke
koridor sebelah dan menarik napas dalam-dalam.Saat itulah aku mencium wangi parfum yang
menyengat yang membuatku semakin pening.
Seorang gadis berambut panjang yang lewat membuatku terpaku.Sandra.Aku memang belum
pernah bertemu dengannya,tetapi aku yakin benar itu dia.Foto yang waktu itu muncul di ponsel
Logan terpatri jelas diingatanku,bahkan aku bisa membayangkannya mengatakan "jadi lo cewek
kaya-tapi-bego" dengan biir mungilnya.
Ternyata,dia jauh lebih cantik daripada di foto-atau ingatanku.Tingginya paling tidak 270
sentimeter dan tubuhnya sangat seksi.Sekarang,aku tidak heran Logan tidak menganggapku lebih
berharga dari semut merah gendut.
Namun ... sdang apa dia di sini" Daerah ini adalah daerah kamar inap.Memangnya.siapa yang
dirawat inap" Apakah Logan"
Meskipun ingin tahhu,aku memutuskan untuk pergi ke arah berlawanan dengannya.Aku tidak
punya urusan dengan mutan serigala itu maupun pacarnya.
Detik berikutnya,akumengetahui jawaban atas rentetan pertanyaanku tadi.Logan tampak sedang
duduk di kursi teras sebuah kamar sambil menopangkan dahinya pada kedua kepalan
tangannya.Kalau saja semalam tidak ada yang terjadi di antara kami,aku pasti sudah
mengahmpiri dan menemaninya.Namun,bahkan aku menyangsikan hal itu akan
terjadi.Maksudku,dia tak akan mengizinkanku melakukannya.
Tiba-tiba,Logan menoleh ke arahku,seakan menyadari kehadiranku.Aku masih berdiri kaku di
tempatku,menatap Logan canggung.Logan membalasnya dengan tatapan sedang-apa-aku-disana,tetapi tidak seorangpun dari kami beranjak dari tempat masing-masing.
"Logan!" seseorang berseru dari belakangku,membuatku tiba-tiba tersadar.
Sandra muncul kembali dan segera bergabung bersama Logan.Dia menempatkan diri dengan
mesra di sampingnya sambil menyodorkan sekalrng kopi,tanpa dibentak atau apa pun yang
kemungkinan besar akan dilakukan Logan kalau saja aku yang melakukannya.
Tak tahan untuk melihat maupun mendengarkan mereka,aku berbalik dan mulai melangkahkan
kakiku-yang tibaa-tiba terasa sangat berat.
Dia itu ceweknya.Sandra benar-benar ceweknya.Mereka tampak mesra.Tanpa bentakan.
Tunggu dulu.Apa sih yang sedang kupikirkan" Apa urusanku kalau mereka mesra" Aku bahkan
bukan tipenya.Apa yang membuatku berpikir bahwa Logan akan peduli kalau aku cemburu"
Ya,Tuhan.Aku cemburu.Pada guru les privat Matematikaku yang supergalak yang bahkan
mengatakan dengan tegas kalau aku bukan tipe ceweknya.Kenapa aku bisa sekonyol ini"
Tidak.Suka kepada Logan bukan suatu kekonyolan.Dia ganteng,pintar,dan bernama
Logan.Namun,satu kenyataan pahit yang harus kuterima karena sepertinya sudah menjadi
takdirku: dia tidak suka cewek sepertiku.
Aku lanjut berjalan,tetapi saat aku sadar,ternyata aku baru beberapa langkah saja dari tempatku
semula.Kurasa,aku tadi berjalan seperti orang bodoh.Oh,aku lupa.Aku memang bodoh.Kalau
tidak,mana mungkin Ayah sampai memanggilkanku seorang guru les privat yang terus-menerus
mengataiku bodoh,bahkan setelah aku bisa mengerjakan soal dengan baik.
Dia tidak memanggilku.Atau melakukan usaha apa pun untuk menahanku agar aku tidak
pergi.Ya ampun,aku ini.Memangnya,dia bahkan mau aku di sini"
"Daza?" Aku mendongak,setengah mati berharap itu Logan,tetapi tentu saja itu bukan Logan.Yang ini
malah lebih buruk. Dalas.Sedang berdiri tepat di depanku dengan wajah heran.Dia sekarang sedang menelengkan
kepalanya,mungkin bingung melihatku yang seakan mati suri.
"Daze" Kamu enggak apa-apa" Kamu kenapa" Sakit?" tanyanya bertubi-tubi sambil menyentuh
dahiku. Aku menggeleng pelan sambil mengusahakan senyum terbaikku disaat aku sedang hancur.Dalas
tak boleh tahhu tentang hal ini,tntang aku yang bodoh karena lebih menyukai orang lain daripada
pacarku sendiri. "Terus,ngapain ke sini?" tanya Dalas lagi setelah yakin aku tidak demam.
"Nganterin Tante Amy," jawabku lemah,dengan suara yang tidak terdengar familier bahkan
bagiku sendiri. "Oh." Dalas tersenyum lega."Kirain kamu kenapa-napa.Aku ke sini gara keseleo,nih.Tadi pagi
pas main basket di sekolah," sambungnya tanpa diminta."Tapi,kamu kok sampe enggak sekolah"
Memangnya,Tante kamu separah apa?"
"Daza!" Tante Amy tiba-tiba muncul dari balik tubuh Dalas,lalu memberi kami tatapan curiga.
Baiklah.Aku tahu seluruh hidupku akan hancur hari ini juga.Toh,aku sudah sangat bosan dengan


Meet The Sennas Karya Orizuka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hidupku.Kurasa surga boleh juga.
Bahkan neraka terdengar jauh lebih menyenangkan sekarang.
Never Good Enough Ternyata,hidupku yang menyedihkan belum juga berakhir.Bahkan ada kemungkinan terus
berlanjut dan makin parah tiap harinya.
Tadi,Dalas dengan cepat mengatakan kalau kami teman satu sekolah dan tak sengaja
bertemu.Beruntung,Tante Amy tampak percaya dan tidak melihat Logan yang memang sudah
tak ada di tempatnya semula.
Sekarang,aku ada di ruang TV,menonton dengan tatapan kosong bagaimana seorang petualang
dengan nekatnya mengejar-ngejar komodo yang hendak bertelur.Dennis baru saja memberi
tahuku bahwa Logan tidak datang hari ini.Aku tidak repot-repot bertanya alasannya.Apa pun
itu,pasti dilakukannya dengan sang pacar,Sandra-entah-siapa.
Ya,Tuhan.Kenapa sih aku marah-marah seperti ini" Logan bukan milikku dan tak akan pernah
jadi milikku! Kenapa aku malah memikirkannya siang dan malam begini" Aku yakin,dia juga
tidak pernah memikirkanku selain karena digaji Ayah.
Aku harus maju.Harus.Aku tak boleh tenggelam dalam keputusasaan ini.Namun,bagaimana
dengan Dalas" Apa dia harus tahu soal ini" Aku berutang penjelasan kepadanya karena tadi dia
melihat Tante Amy dalam keadaan sehat walafiat dan aku membolos dengan wajah panda.
Dalas memang baik.Dia selalu memperhatikanku.Namun,mengapa dia tak pernah ada dalam
pikiranku" Kenapa yang muncul harus selalu wajah Logan saat dia memarahiku" Sekarang,aku
benar-benar merasa bersalah kepada Dalas.Kurasa,aku sudah mengkhianatinya,walaupun
pengkhianatan itu tak berarti.
Baiklah.Mulai sekarang,aku harus lebih memperhatikannya.Dalas,maksudku.
Aku memutuskan untuk melupakan Logan dan memulai lembaran baru dengan cowokku yang
imut,Dalas ... tunggu dulu.
Siapa nama lengkap Dalas?"
*** "Andalas Adi Prayudha,21 Oktober," gumamku,sambil membolak-balik kartu perpustakaan
milik Dalas. Oke,sekarang aku tahu namanya.Juga tanggal lahirnya.Bukankah itu prosedur awal berpacaran"
Sebenarnya tidak juga.Aku tahu nama Logan dari Dennis.Logan Damiano,itu
namanya.Sedangkan tanggal lahirnya adalah 9 Agustus.
Ya,Tuhan,kenapa aku masih ingat juga kepadanya?"
"Hayo,lagi ngapain?" sahut Dalas di sebelah telingaku,memnuatku terlonjak dan menjatuhkan
kartu perpustakaan miliknya.
Dalas memungutnya,lalu tersenyum jail."Kamu mau nyabut fotoku,ya" Enggak usah dari
sini.Ntar kukasih yang lebih keren."
Aku mengusahakan untuk tertawa-yang terdengar sangat aneh.Dulu,aku tak perlu memaksakan
diri untuk tertawa bersama Dalas.Aku memutuskan untuk berjalan berkeliling untuk
menghilangkan kecanggungan itu.
Dalas mengikutiku."Kemarin,tante kamu kayaknya enggak kenapa-napa."
"Oh," kataku pelan,tahu cepat atau lambat Dalas akan menyinggung hal ini.Aku memutar
otakku."Bunda nyuruh aku nemenin Tante chack up."
Dalas terkekeh."Enak banget ya,punya nyokap kayak Bundamu,nyuruh anaknya bols.Kalo
nyokapku sih mana pernah."
Aku berhenti melangkah ketika sadar bahwa Dalas ternyata betul-betul mempercayaiku.Mana
ada sih orang yang mau menerima alasan tidak masuk akal seperti yang baru saja kukatakan
kepadanya" Kenyataan ini sedikit membuatku takut.
"Daze,kok,akhir-akhir ini kamu sering ngelamun,sih" Kenapa,mikirin ak-"
"Las," potongku serius.Bagaimanapun,aku harus menghentikannya.Aku sudah tak bisa lagi
menyakitinya seperti ini."Kalo kamu memang enggak bisa pacaran dengan cara yang kayak
gini,kamu boleh minta putus."
Dalas menatapku tajam,sementara aku menoleh ke arah lain.Sebisa mungkin aku harus
menghindari tatapannya.Aku tahu aku sudah mempermainkannya,dan aku akan melakukan apa
pun untuk mengakhirinya. "Daze,kamu mau putus sama aku?" tanya Dalas,membuatku tak bisa berkutik.
"Aku ... ya enggak,tapi ...," dustaku.
"Kalo enggak,kenapa kamu ngomongnya kayak gitu?" tanya Dalas lagi.
"Karena ... aku takut keluarga aku ..." Kebohongan selanjutnya.Sebenarnya bukan itu penyebab
aku ingin putus,tetapi mereka juga bisa membuat semua lebih parah.
"Kamu percaya sama aku,ka?" desak Dalas tanpa melepaskan tatapan tajamnya dariku.
"Ng ... aku ... percaya,sih ... tapi masalahnya bukan itu ..."
:Kenapa sih sebenarnya" Ada apa sih,Daze?" Dalas tampak semakin tak sabar.
"Enggak ada apa-apa," kataku,dan itu merupakan kebohongan kesekian."Cuma aja ... aku benarbenar takut kalo suatu hari keluargaku tahu ..."
Dalas sekonyong-konyong menarikku ke dalam rengkuhannya.Terbuat dari apa sih otak bocah
ini" Air mineral" Ini di perpustakaan,tempat umum! Mati saja kalau ada orang yang melihat
kami! "Kalo kamu percaya aku,aku akan terus bertahan sampai keluarga kamu bisa nerima aku,atau
sampe kamu bosen ngelihat aku," katanya pelan di telingaku.
Aku pun terdiam,berhenti berusaha melepaskan diri.Seorang Logan tak akan pernah berbuat
begini kepadaku.Dan aku tidak pernah diperlakukan seperti ini oleh siapa pun sebelumnya.
Kurasa otakku juga sudah dipenuhi air mineral.
*** Belum.Belum saja.Berita soal aku dan Dalas belum ampai ke telinga satu pun dari sekian banyak
anggota keluargaku.Aku berusaha menikmati hari-hari ini,tetapi setiap kali Ayah atau Kakek
memanggilku,aku jadi paranoid.
Aku sedang duduk di ruang TV,menunggu kedatangan Logan sambil tenggelam dalam segala
harapanku yang tak mungkin terjadi tentang dirinya,ketika Tante Amy muncul dengan wajah
pucat. "Tan" Kenapa?" sahutku spontan begitu melihat wajahnya yang seperti tidak dialiri darah.
Tante Amu terduduk di sampingku,tampak berusaha menahan tangis.Ya,Tuhan,masalah apa pun
ini,pasti sangat serius.Tante Amy tidak pernah menangis,bahkan ketika ayah dari janinnya
pergi.Sekarang,matanya memerah dan bibirnya bergetar.
"Tan?" tanyaku pelan sambil mengelus tangannya.Tante Amy malah menoleh ke arah lain.
"Dokter Rino," katanya dengan suara tercekat."Dia enggak mau lagi berhubungan sama Tante."
Aku sudah menduga ini dari sejak mereka pertama bertemu.Bagaimanapun juga,mereka tak
punya masa depan.Dokter Rino sudah pasti punya,tetapi bersama Tante Amy" Aku rasa tidak.
Meskipun demikian,aku tak pernah melihat Tante Amy menangis karena seorang cowok.Tak
pernah sekalipun.Jadi kupikir,Tante Amy memang betul-betul menyukai dokter Rino.Atau
mungkin hanya bawaan bayi,entahlah.
Selanjutnya,Tante Amy membeberkan semuanya sambil menangis keras-keras di bahuku.Dia
bilang,ternyata dokter Rino mengatakan bahwa hubungan mereka sebatas dokter dan
pasien.Lebih parahnya lagi,dia minta dipindahtugaskan ke rumah sakit lain.Yang
engejutkan,tanteku ternyata cukup peka untuk mengetahui bahwa itu gara-gara dirinya yang
selalu mengganggu dokter Rino.Kata dokter Rino,hubungan mereka-yang memang kalau bisa
terjadi-hanya akan membuat karirnya tersendat.Mendengar itu,Tante Amy malah mengatakan
kepada dokter Rino bahwa dia tak perlu pindah,karena Tante Amylah yang akan pindah ke
dokter kandungan lain dan tak akan pernah mengganggunya lagi.
Demi Tuhan,aku sangat terharu.Dan rasanya,cerita itu sangat familier.
*** Kemarin,Logan tidak datang lagi dan perasaanku sangat kacau tentangnya.Di satu sisi,aku
senang karena tak harus mengungkit masa lalu,tetapi di sisi lain,aku juga sangat
merindukannya.Merindukan wajah kesalnya saat aku berbuat salah atau ketiduran,juga
merindukan suaranya saat dia mendampratku.
Namun,ya ampun,aku harus melupakannya kalau aku mau maju.Tadi pagi,Dalas sudah
membuatku sedikit gembira dengan memberiku ciuman jarak jauh saat dia memenangkan
pertandingan persahabatan.Kurasa,hubunganku dan Dalas ini bisa dilanjutkan,dengan catatan
aku bisa melupakan Logan.Aku harus melupakan Logan.Aku harus bisa melakukannya.Aku ini
kan cewek kuat. "Daze," sapa tante Amy saat melewatiku yang sedang duduk di tepi kolam renang.
Nasi Tante Amy dan matanya sama persis dengan nasibku beberapa hari yang lalu.Dia duduk di
sampingku dengan hati-hati dan ikut menyelupkan kedua kakinya ke dalam kolam.Perutnya yang
sudah besar tampak menyembul di balik baby doll-nya.
"Hai,Tan." Aku balas menyapa.
"Ng ... kamu mau anterin Tante,enggak?"
"Ke mana?" Hening sesaat sampai Tante Amy akhirnya berucap,"Ke rumah sakit."
Aku menatapnya heran."Memangnya Tante masih mau ketemu dokter Rino?"
"Tante Cuma mau ambil arsip Tante," elak Tante Amy cepat."Tante enggak bakal ketemu dia
lagi,kok." Setelahmengatakannya,wajah Tante Amy jadi kembali murung.Aku segera bangkit dan
menampilkan wajah ceria. "Ayo,Tante Amy! Mari,kita songsong masa dpan!" sahutku,lalu menariknya ke garasi untuk
mengambil mobilnya. Meskipun Tante Amy menyetir sambil sesekali melamun,kami berhasil sampai dengan selamat d
rumah sakit.Aku menarik napas sebentar,lalu engembuskannya mantap dan segera menarik
tangan Tante Amy masuk.Aku bisamerasakan tangannya gemetar.Hebat benar si dokter Rino
ini,bisa membuat gemetaran Tanteku yang idola kampus di masanya.
Kami segera menuju bagian informasi.Meskipun dia tidak mengatakan apa-apa,aku tahu Tante
Amy masih mencari-cari sosok dokter Rino dari sudut matanya.Aku tak membiarkannya dan
terus mengajaknya mengobrol.
Setelah semua urusan selesai,kami segera keluar.Saat aku hendak bersyukur karena rencana ini
berjalan baik,dokter sial itu elintas.Lebih sialnya lagi,dokter itu tampak luar biasa ganteng hari
ini.Aku melirik Tante Amy yang sedang menatapnya dengan tatapan sedih.Aku juga langsung
tahu bahwa campur tanganku berakhir sampai di sini.
Dokter Rino akhrnya melihat kami.Melihat Tante Amy,tepatnya.Dia menatap Tante Amy lama
dari kejauhan,dan tnpa kusangka,Tante Amy malah menyeretku mendekatinya.Dokter Rino
terlihat sa;ah tingkah-atau setidaknya,itulah kesan yang kutangkap.Mungkin saja aku
salah.Mungkin saja,dokter Rino hanya takut Tante Amy merecokinya lagi.
"Halo,Dokter," sapa Tante Amy tegas.Biasanya,dia tak pernah seperti ini.Tante Amy yang
kukenall selalu ceria.Dan dia pernah cerita kepadaku bahwa dia selalu memanggil dokter Rino
dengan namanya saja. "Ah,halo Am ... Nona Amy." Dokter Rino membalas dengan wajah terkejut,mungkin karena
sudah lama Tante Amy tidak memanggilnya dengan sebutan dokter.
"Saya ke sini Cuma mau ambil arsip,sekaligus mau ngucpin selamat tinggal sama dokter," kata
Tante Amy tenang.Entah kenapa,aku sangat bangga terhadapnya.Tante Amy tampak jadi luar
biasa cntik,terutama dengan kehamilannya.
"Oh." Doker Rino membetulkan letak kacamatanya,tampak canggung,"kalo gitu ... Nona harus
hati-hati.Periksakan kandu-"
"Jangan khawatir,saya bisa jaga diri," sambar Tante Amy sambil kembli meraih taganku."Saya
dan janin saya," sambungnya,lalu segera membawaku pergi meninggalkan dkter Rino.
Di mobil,Tante Amy menangis habis-habisan.Aku terpaksa menungguinya sampai dia
tenang,karena aku tak punya SIM,juga tak mau membahayakan janin Tante Amy.Lain kali,aku
akan minya Bang Rusli menyopiri kami.
Aku ikut menangis saat Tante Amy menceritakan apa saja yang sudah mereka lakukan selama
ini.Bukan hal-hal semacam itu,melainkan saat-saat dia memeriksakan janinnya.Tante Amy
gembira bukan main saat dokter Rino mengatkan bahwa anaknya ternyata laki-laki.
Yang mengharukan,Tante Amy sudah mendiskusikan nama anak itu dengan dokter Rino,seolah
dia adalah ayahnya.Selain itu,Tante Amy sangat sering membawakannya bekal yang dibuatnya
sendiri.Yang ini kurasa sangat ajaib,berhubung Tnate Amy sama sekali tidak pernah memegang
panci atau bahka menginjakkan kakinya k dapur.Aku tahu Tante Amy memang agresif,tetapi dia
menyenangkan dan sangat cantik.Aku yakin,dokter Rino pasti akan segera jatuh cinta
kepadanya,kalau saja dia tidak hamil anak orang lain.
Suasana rumah agak kacau setelah tahu Tante Amy bertepuk sebelah tangan.Padahal,semua
anggota keluargaku sudah mengharapkan-bahkan menjadalkan-adanya pernikahan.
Saat makan malam,tak seorang pun berbicara.Semuanya tampak memiliki masalah masingmasing,tetapi kurasa hal ini lebih disebabkan suasan hati Tante Amy yang buruk.
Suasana hatiku juga buruk.Logan tidak datang selama tiga hari berturut-turut dan aku masih
tidak tahu penyebab pastinya.Dennis enggan memberi tahuku,walaupun aku sangsi apa dia
bahkan tahu. Namun,ini yanng mengrikan.Aku sekarang edang memegang buku Matematika-oh tidak,aku
bahkan mengerjakan sal-soalnya-saat Logan tidak ada.Saat Logan tidak memberi tugas.Seperti
saat itu,saat Logan pertama kali tidak datang dan tidak mberikan tugas.Yang berbeda,saat ini aku
melakukannya dengan sadar dan rela.
Ada lagi yang lebih mengerikan.Aku bisa mengerjakan semua soal-dua puluh soal-dalam waktu
42 menit saja.Waktu berjalan begitu cepat saat aku mengerjakannya.Dan
sekarang,akumenggapai-gapai buku lain untuk kukerjakan.
Di saat aku sedang asyik-oh,Tuhan,aku bahkanmenggunakan kata "asyik"-mengerjakan soal
Matematika,suara raungan gitar memenuhi udara.Om Son lagi.Seharusnya,tak ada orang yang
boleh menjual alat musuk macam apa pun kepadanya.Dia benar-benar membahayakan nyawa
orang lain. Karena kepalu serasa mau meledak mendengarnya,aku memutuskan untuk keluar dari rumah dan
duduk di ayunan di halaman deoan.Sepuluh menit kemudian,sebuah mobil masuk pekarangan
dan berhenti di dekatku.Kurasa,aku tahu siapa itu.Yang tidak aku tahu,mau apa dia malammalam ke rumahku.
"Hai,Daze!" Rinda muncul dari pintu mobil,lalu berlari-lari kecil ke arahku.
Rinda tampil sangat ... berlebihan malam ini.Padahal,besok kami harus sekolah,ditambah lagi
ada latihan-latihan ujian yang ... oke,aku sudah mulai sinting karena mengkhawatirkan latihan
ujian. "Kok,bengong aja?" tanyanya,lalu berhnti tepat di depanku.Wangi tubuhnya mulai
menggantikan oksigen dalam paru-paruku.
"Lo mau kemana sih,Rin?" sahutku sambil menutup hidung.Hal yang terakhir yang kuinginkan
adalah keracunan parfumnya.
Rinda nyengir genit."Mau main ke rumah lo."
Yeah,right.Dia pasti mau ketemu Om Sony.
"Gue saranin lo jangan deket-deket Om Sony,deh," kataku tegas,tak mau satu-satunya sahabatku
terkontaminasi oleh Om Sony.Bagaimanapun,Rinda belum pernah berpacaran.Seumur
hidupnya,dia jatuh cinta kepada Om Sony yang sama sekali tidak pernah meliriknya.
Rinda mengernyit."Memangnya kenapa?" tantangnya sinis.
"Karena ... dia enggak baik aja buat lo.Dia itu aneh,dan,yah ... bisa dibilang sangat enggak polos
lagi.Lagian,beda umur kalian kan jauh." Kurasa,aku mulai kehilangan ide.Umur bukan alasan
yang tepat. "Daze,lo kenapa,sih" Kayaknya,dari dulu lo enggak mau banget gue deket sama Om Sony!"
sahut Rinda membuatku panas."Daze,gue pikir lo sahabat gue,tapi ternyata lo enggak pernah
mendukung gue!" "Eh,Rin! Gue ngomong kayak gini,demi kebaikan lo juga! Asal lo tahu aja ya,lo bakalan nyesel
kalo deket-deket orang kayak Om Sony!" sahutku setengah menjerit.
"Oke.Jadi gitu.Sori ya,Daze,gue enggak terima sama nasihat lo yang enggak beralasan itu.Dan,lo
jangan coba-coba halangin gue untuk ketemu dia.Ini rumah dia juga," kata Rinda dingin,lalu
melengos pergi. Aku sendiri geram setengah mati.Nasihat yang tidak beralasan,katanya" Bagaimana kalo aku
bilang bahwa pamanku itu maniak" Bagaimana kalau aku bilang bahwa berada seruangan
dengannya selama 5 menit bisa membahayakannya.
"I"ve warned you!" sahutku sebagai upaya terakhir.
"Whatever!" balasnya sebelum membanting pintu.Memangnya ini rumah siapa"
Aku mengempaskan punggungku ke sandaran ayunan.Terserah saja.Hanya Tuhan dan mereka
berdua yang tahu akan terjadi apa nantinya.Aku tidak mau ikut campur lagi.
Entah mengapa usia tujuh belas ini serangat sangat tidak masuk akal bagiku.Aku sangat benci
diriku sendiri,karena aku tidak bisa menjadi siapa pun yang baik.Tidak cucu,tidak anak,tidak
keponakan,tidak saudara,tidak pacar,tidak sahabat,tidak pula anak murid.
Aku memang tidak berguna.
*** Hari ini,Rinda pindah tempat duduk.Dia menhindariku sejak jam pelajaran pertama.Aku sendiri
sibuk menerka-nerka alasannya: apakah dia menghindar karena masih marah kepadaku,atau
malah malu karena perkataanku yang semalan benar-benar terjadi.Namun,aku tak
mempermasalahkannya.Itu masalahnya sendiri.Aku sudah memperingatkannya.
Bohong.Aku peduli kepadanya.Bagaimana kalo dia diam karena dia sudah kehilangan ... apa
yang seharusnya dia jaga" Astaga,kalau itu sampai terjadi,aku akan membunuh Om Sony dan
merasa bersalah seumur hidup.Bersalah karena tidak mencegah Rinda,bukan karena membunuh
Om Sony. Aku menceritakannya kepada Dalas,yang mendengarkanku secara serius.Di akhir cerita,dia
malah tersenyum simpul.Aku heran,apa yang membuatnya tersenyum saat aku menceritakan
sesuatu yang harusnya tidak mengundang senyum.Memanngnya,ceritaku soal keabnormalan Om
Sony dan kekebalan Rinda tadi lucu"
"Kamu kenapa cengar-cengir?" sahutku emosi.
"Enggak," katanya sambil menggeleng." Aku Cuma seneng aja kamu cerita apa pun sama
aku.Kalo kamu kayak gini,aku baru merasa penting buat kamu.Dan itu juga berarti kamu udah
percaya sama aku." Oke.Ternyata bicara dengan Dalas semakin menambah bebanku.Lain kali,aku tidak akan bicara
hal sepenting ini kepadanya.
Melihatnya menatapku secara intens dengan dua mata bulat berbinar,tiba-tiba aku merasa ada
yang aneh.Firasatku tidak enak,seperti sesuatu yang buruk akan terjadi.Kuharap ini hanya
perasaanku,karena aku tidak siap untuk cobaan apa pun lagi.
*** Tenyata frasatku benar: masalahku dan Dalas telah diketahui oleh keluargaku.Tante Amy tidak
mempercayai kata-kata Dalas waktu di rumah sakit tempo hari dan langsung mengadukannya
kepada Ayah,membuatnya segera bertindak dengan menempatkan mata-mata di sekolahku.Aku
sudah terlalumuak dengan keluarga gila ini!
Begitu mengetahui kabar ini,aku marah besar dan langsung kabur.Sekarang,entah kenapa,aku
malah berakhir di kompleks rumah sakit.Tadi sewaktu di taksi,aku kalut dan menyebut rumah
sakit ini.Karena aku benra-benar tak tahu mau apa di temapt ini,aku berjalan-jalan di taman
rumah sakit sambil sesekali menendang batu dan mengumpat kesal.


Meet The Sennas Karya Orizuka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Saat aku berbelok ke sebuah koridor,aku melihat Logan melintas.Kupikir aku sudah terlalu kalut
hingga melihat fatamorgana,tetapi pemandangan di depanku itu ternyata nyata.Logan sedang
berjalan sambil mendorong seseorang di kursi roda.Karena fatamorgana ini terlalu aneh,aku
mendekat untuk memastikan.
Ternyata itu benar Logan,bersama seorang wanita berusia empat puluhan yang duduk di atas
kursi roda yang didorongnya.Mereka berhenti di depan taman rumah sakit dan memandangi air
mancur yang ada di sana.Aku tak sempat bersembunyi ketika Logan tiba-tiba menolrh.Dia
menatapku luris-lurus seolah aku ini hantu atau apa.
Wanita tadi ikut menoleh dan pandangan kami bertemu.Aku merasa mengenali sepasang mata
cokelat itu,tetapi tidak seperti orang yang kukenal,sorotnya teduh.
"Halo," sapa wanita itu ramah dengan aksen asing.Untuk wamita seusianya,dia sangat cantik
dengan rambut sewarna rambut Logan.Dulu,kupikir Logan mengecat rambutnya,tetapi sekarang
aku tahu,Logan mendapatkannya dari ibunya.
Jadi,ini alasannya tidk mengajarku selama beberapa hari.Ibunya sakit.
"Halo," balasku sambil tersenyum.Aku melirik Logan yang sepertinya tidak suka atas
kehadiranku.Wanita itu menatap kami bergantian.
"Is she your friend,logan?" tanya ibunya.
"No,Mom,she"s Dennis"s sister," jawab Logan tanpa menatapku.
Baiklah.Aku bahkan tidak cukup bagus untuk diperkenalkan sebagai teman kepada ibunya.Aku
memang seharusnya mati saja.
Ibunya mengernyitkan dahi."That means she"s a friend of yous too."
"No,Ma"am,I"m not.Logan hates me,we"re not that close to be friends," sambarku sebelum
Logan sempat berbicara lagi.Sekarang,Logan dan ibunya menatapku dengan tatapan menyipit
yang sama.Bedanya,Logan melihat meremehkan,sementara ibunya tampak bingung.
"Sorry,I got to go.Nice to see you,Ma"am."
Aku segera berbalik dan melangkah pergi.Aku sempat mendengar ibunya Logan berkata bahwa
dia tidak sopan,tetapi itu tidak membuatku lebih baik.ku sudah punya banyak masalah,dan aku
salah besar kalau berpikir Logan bisa membantuku keluar dari semua ini.
Dia tak pernah memberi tahuku alasannya tidak datang mengajariku karena dia tidak ingin aku
bertemu dengan ibunya.Mungkin,melihat orang bodoh dan gendut akan membahayakan nyawa
ibunya,makanya dia membawa Sandra yang sempurna dengan harapan ibunya akan cepat
sembuh. Setelah lelah berderap,aku duduk di bangku depan apotek dan memukuli dahiku sendiri.Aku
putus asa.Di saat aku membutuhkan bantuan,yang muncul malah Logan.Dan,seakan semua
penghinaan tadi belum cukup,orang itu sekarang muncul ke hadapanku dengan kedua tangan di
saku celana.Pasti dia ingin memberiku penderitaan yang lebih hebat lagi,seperti memberi tahuku
bahwa sebenarnya ada setumpuk tugas yang lupa dia titipkan kepada Dennis,misalnya.
"Apa?" semprotku.
Logan tampak tak repot-repot menjawab."Kenapa lo kabur dari rumah?"
Aku terdiam sesaat,tak menyangka dia tahu tentang itu."Kenapa lo tahu?"
"Gue barudtelepon sama Dennis," jawab Logan ketus.Tentu saja Dennis menghubunginya.Aku
tidak percaya aku baru saja mengharapkan Logan mencari tahu.
"Apa peduli lo?" sahutku kesal.
"Enggak ada.Cuma,waktu Dennis nelepon gue,kebetulan lo ada di sini.Gue rasa,ngebantu
keluarga lo sedikit lagi enggak ada salahny-"
"Lo bisa lebih kejam lagi enggak sih,Lo!" jeritku emosi.Air mataku sekarang sudah berderaiderai.
Logan hanya bergeming melihatku kehilangan kendali.Sepertinya dia cukup terkejut melihatku
marah besar.Selama beberapa menit,dia hanya menungguiku terisak,sementara orang-orang di
sekitar kami mnganggapnya tontonan yang seru.
"Lo harus pulang," kata Logan akhirnya,membuatku muak.
"Eh lo,janngan mentang-mentang lebih tua dan lebih pinter dan lebih segalanya dari gue,lo bisa
seenaknya ngatur-ngatur gue,ya! Sahutku kalap."Memangnya,apa sih,peduli lo" Apa lo takut ntar
gaji lo dipotong sama bokap gue" Lo takut kehilangan peerjaan" Lo tenang aja,gue juga enggak
bakal balik ke rumah itu lagi!"
"Oh ya" Gue punya kenalan lain! Jangan lo pikir gue segitu terisolasinya,ya! Gue punya Dalas!"
Logan memberiku tatapan milai selama beberapa saat,lalu mengeluarkan
mengejek."Dalas" Maksud lo,anak kecil yang waktu itu di rumah sakit?"
seringai "Oh,lo merhatiin juga?" balasku.
Logan tak langsung menjawabku.Sesaat,aku merasa aku sudah menang.
"Gimana gue bisa enggak merhatiin" Gue sama sekali enggak nyangka lo bisa bolos sekolah
cuma gara-gara anak kecil itu," katanya,membuatku kembali merasa tak berguna.Dia lantas
mendengus."Ternyata,lo masih sama kayak yang dulu.Baru juga gue tinggal beberapa
hari.Percuma aja usaha gue selama ini."
Aku tak bisa berkata apa pun lagi.aku hanya bisa kembali menangis saat melihat wajah
kecewanya.aku bahkan tak sanggup membela diri.Seharusnya,aku bilang kepada Logan aku
belajar mati-matian selama dia tak ada,tetapi semua kata-kata itu tersendat di tenggorokan dan
berganti menjadi isakan.Kantung air mataku pun memproduksi air mata tiga kali lebih banyak
dari yang bisa aku lakukan.
Selanjutnya,aku tidak ingat apa pun lagi.
*** Ternyata aku pingsan karena kelelahan dan Logan membawaku kembali ke rumah setelah dokter
rumah sakit memeriksaku.Sambil bercucuran air mata,keluargaku berkata kalau mereka
menyesal dan sebagainya,tetapi tetap saja aku jengkel setengah mati.
Saat aku pikir mereka akan melepaskanku,aku malah disidang soal Dalas.Menyesal apanya?"
Dan,keputusan sidang tetap konyol seperti peraturan-peraturan terdahulu: Dalas boleh menjadi
pacarku kalau lulus semua ujian yang diberikan keluargaku.
Aku sangat tidak yakin soal ini.Dalasntak akan kuat menghadapi mereka sendirian.orang yang
sudah tujuh belas tahun tinggal bersama mereka dan terancam bunuh diri karena putus asa,aku
tidak akan merekomendasikannya untuk datang.
Dengan pikiran berkecamuk,aku melangkah gontai ke kolam renang.Hari ini aku bolos sekolah
karena kemarin pingsan.Sekarang aku merasa baik-baik saja secara fisik,tetapi jelas-jelas tidak
secara mental.Di kolam ada Om Sony yang sedang berenang.Sesaat aku merasa malas
melihatnya tanpa pakaian,tetapi detik berikutnya aku teringat suatu hal.Rinda.Aku tak tahu apa
yang terjadi padanya tempo hari.Hari ini pun dia tidak datang menjengukku.
"Om!" panggilku keras-keras.Om Sony berheneti berenang dan melihat ke arahku."Naik! Aku
mau ngomong!" Om Sony menatapku heran sebentar,lalu berenang menuju tangga dan naik.Aku langsung
melemparkannya handuk yang segera dililitkannya ke pinggang.
"Ngomong apaa,Daze?"
"Om udah apain Rinda?" sambarku emosi,sementara Om Sony menatapku seakan aku orang
gila. "Apain" Ya enggak diapa-apain," katanya kalem.
"Jangan bohong,deh! Waktu dia kesini kemarin lusa,Om apain?" sahutku berang.
"Daze! Kamu ini ngomong apaan,sih" Om enggak ngapa-ngapain dia!"
"Om pikir aku percaya?" potongku cepat."Om pikir aku percaya kalo Om enggak ngapa-ngapain
cewek polos kayak Rinda?"
"Dia masih kecil." Om Sony berkata dengan suara dingin yang tak pernah kudengar
sebelumnya."Dan kamu juga bener,dia terlalu polos.Om enggak bisa terima dia."
Ya,Tuhan.Jadi,ini sebabnya Rinda selalu tampak sedih.Om Sony sudah menolaknya.Seakan ada
cewek seumurannya yang sepolos Rinda saja.
"Baguslah,kalo Om tahu diri," kataku."Karena sebenarnya Om Sony yang enggak pantes sama
Rinda.Rinda berhak ngedapetin cowok yang lebih baik dari Om."
Aku berderap masuk ke rumah,lalu segera melesat naik ke kamar.Hal yang pertama kulakukan
adalah menngangkat telepon dan menelepon Rinda yang segera terisak-isak.Aku meminta maaf
kepadanya,tetapi dia mengatakan bahwa seharusnya dia mendengarkan perkataanku.Kami
berbicara selama setengah jam-percakapan telepon kami yang tersingkat sekaligus yang paling
berkualitas selama belasan tahun bersahabat.
Setelah meneleponnya,entah mengapa suasana hatiku terasa jauh lebih baik.Aku yakin,dengan
menjauhkannya dari Om Sony,dia bisa lebih bahagia.Aku bergerak turun untuk minum jus
mangga,tetapi kemudian aku sadar: semakin sering aku bertemu anggota keluargaku,semakin
banyak masalah yang akan muncul.
Baru ketika aku akan kembali naik,Bi Sumi memanggilku dan menyampaikan pesan agar aku
pergi ke ruang kerja Kakek.Bencana apa lagi ini"
Akumelangkahmalas ke ruang kerja Kakek.Di sana sudah ada Ayah.Tidak biasnya pukul 04.00
sore mereka sudah ada di rumah.
"Duduk,Daze," kata Kakek dengan suara yang menenangkan.Aku baru sadar dia memelihara
kumis tipis berwarna abu-abu yang senada dengan rambutnya.Aku harusmengakui kakekku
ganteng untuk ukuran kakek-kakek,sayangnya gen-gen baik itu Cuma mengalir ke anak-anak
laki-laki. Aku segera duduk di samping Ayah,lalu menatap Kakek ingin tahu.
"Begini.Kami sudah mempersiapkan ujian untuk si Dasla it-"
"Dalas," potongku cepat.
" ... atau siapa pun itu.Besok,kamu bawa dia kemari."
"Kenapa sih harus ada yang kayak gini?" sambarku emosi.Aku tidak sempat melakukannya di
sidang karena terlalu pusing."Kenapa Dennis dan Zenith enggak?"
"Kamu kan cewek,kamu harus punya pasangan yang tepat ..."
"It"s not like I"m getting married!" seruku histeris.
"Tapi,Daza,ini adalah tindakan preventif ..."
Cukup sudah.Aku keluar dari sini.Aku harus mencegah Dalas untuk datang ke rumah gila ini
sebelum dia jadi ikutan gila karena ujian itu.Dia tak harus melewatinya.Aku tak cukup berharga
dibandingkan nyawanya. The So-Called Freedom Aku sedang menyeruput segelas es jeruk di kantin sekolah,ketika teringat pembicaraanku dengan
keluargaku semalam.Tepat pada saat itu juga,subyek malang yang sedang kupikirkan muncul
dan berjalan riang ke arahku.Apa yang harus kulakukan" Bahwa keluargaku memintanya datang
untuk mempermalukan dirinya sendiri"
"Hai," sapa Dalas,lalu duduk di kursi kosong di depanku sambil tersenyum lebar.Saat ini anakanak sedang memenuhi kantin,tetapi dia seperti tidak peduli.Senyuman Dalas yang kekanakan
itu semakin membuatku kalut.
Aku berusaha berkosentrasi untuk menemukan kata-kata yang tepat.Aku menyesal tidak
memikirkannya dari tadi malam.Seharusnya aku membuat catatan atau apa.
"Kamu kenapa" Sakit?" tanyanya lagi,raut wajahnya berubah khawatir.
Enta mengapa,aku benar-benar tak bisa bercerita apa pun kepadanya.Selalu saja ada hal yang
membuatkumerasa malas untuk melakukannya.Toh,dia tidak akan mengerti keadaan keluargaku.
Namun,tak bisa begini terus.Bagaimanapun hari itu akan tiba.Lagi pula Dalas pernah berkata
kalau dia akan bertahan dan ini satu-satunya cara untuk memastikan apa dia serius dengan
ucapannya. Kemudian,terjadilah.Kata-kata segera mengalir dari mulutku seperti air sungai-atau lebih
tepatnya lagi air bah-dan aku tidak tahu apa Dalas bahkan dapat menangkap maksud rentetan
kata-kataku tadi. Dalas bengong sesaat,lalu segera memalingkan wajah dariku.Roman mukanya tampak
serius.Aku tak pernah melihatnya seperti ini sebelumnya.Dia seperti sedang memikirkan sesuatu
dengan keras.Aku harap dia berniat mundur dari pertempuran yang sudah bisa dipastikan siapa
pemenangnya ini. "Aku ke rumahmu jam lima sore," kata Dalas akhirnya.
Wajahku pasti sudah sangat aneh sekarang,dengan mulut menganga lebar dan mata
terbelalak.Namun,Dalas sepertinya tidak keberatan.
"Ap-ap ...?" "Tunggu aku di rumah jam lima,ya.Aku pasti datang," janjinya,lalu nyengir lebar sebelum
bangkit dan pergi entah kemana.Kuharap dia kabur ke luar kota atau semacamnya.Dia boleh
berbohong kepadaku. Karena kalau tidak,hari ini akan menjadi hari terburuk sepanjang hidupnya.
*** Hari ini Logan datang.Aku sangat malas bertemu dengannya setelah kejadian kemarin.Aku pasti
sangat berat dan sangat tidak enak dilihat saat pingsan-well,juga saat tidak sedang pingsan.
Setelah melakukan ritual mengempaskan dirinya,Logan segera mengambil buku Matematikaku
dan membacanya seakan tidak ada yang terjadi.Dia juga tidak terlihat kagum atau apa saat
melihat latihan-latihan yang sudah kukerjakan.
"Ya udah," komentarnya sambil melempar bukuku seperti biasa."Sekarang lo bisa kerjain buku
latihan ini ..." "Ada buku lain?" sambarku sebelum Logan menyelesaikan kata-katanya.
Samurai Berdarah 2 Duel Di Butong Pendekar 4 Alis Karya Khu Lung Warisan Laknat 2

Cari Blog Ini