Oppa And I Karya Orizuka Dan Lia Indra Andriana Bagian 2
---- Bab 7 aku tidak mengerti. Perasaan apa ini"
''Kau ingin tahu rahasiaku, kan"''
jae In menatap Jae Kwon datar. ''Tidak juga.
Jae In melepas tangannya dan mulai melangkah, bermaksud kembali ke lapangan basket.
Hari ini kelakuan Jae Kwon benar-benar aneh, tetapi Jae In berusaha untuk tidak mau tahu.
Jae In mengernyit saat Jae Kwon tiba-tiba menghadangnya.
''Jae In-a, aku baru saja diterima bekerja di KBS sebagai dubber,'' katanya dengan tampang
serius. ''Geuraeseo (lalu)"'' tandas Jae In tak peduli. Mau ia bekerja sebagai dubber kek, buruh,
kek. Yang Jae In pedulikan sekrang adalh kembali ke lapangan basket dan berusaha
merebut peran sekecil mungkin-mungkin sebagai tukang membawa munum atau apa. Hal
terakhir yang mau Jae In lakukan di sekolah ini adalah bermain drama di atas panggung.
''Jae In-a,'' Jae Kwon tampak mulai putus asa. ''Aku akan mulai bekerja. Karena itu, aku mau
keluar klub sepak bola.''
''Terser...'' Jae In berhenti bicara, mendadak memikirkan kata-kata Jae Kwon. ''Kau"
Berhenti dari klub sepak bola"
''Eo (ya)'' Jae Kwon akhirnya mendapatkan perhatian Jae In. ''Sekarang kau harus ikut aku.''
''Ke mana"'' Jae In semakin bingung.
Jae Kwon menyeringai. ''Ke tempatku bekerja, tentu saja.
----------------------------------Jae In membanting tubuh ke ranjang, pikirannya mulai menerawang. Tadi siang, saat Jae
Kwon mengajaknya ke gedung KBS, ia benar-benar tak percaya. Jae Kwon meang diterima
bekerja disana. Anak laki-laki itu benar-benar bahagia berada di stasiun TV itu, seperti di
sanalah tempats eharusnya ia berada, bukan di lapangan hijau.
Jae In sendiri tercengang saat melihat Jae Kwon bekerja secara profesional. Jae In seprti
bisa melihat binar ceria di mata anak laki-laki itu saat ia dites untuk mengisi suara karakter di
salah satu animasi ternama di Korea. Walaupun karakternya hanya figuran dan mucul hanya
beberapa detik dalam satu episode, Jae Kwon membuatnya hidup. Bagi Jae In, seorang
pecinta animasi, Jae Kwon nyaris membuatnya jatuh cinta pada karakter itu.
Pikiran Jae In lantas melayang pada hari pertandingan Jae Kwon tempo hari. Saat itu, ia
datang terlambat, dan sekrang Jae In tahu mengapa. Anak Laki-laki itu mengikuti audisi
untuk menjadi pengisi suara animasi ini. Tenryata, baginya pekerjaan ini memang lebih
penting daripada sepak bola.
Jae In-a, ini mimpiku yang ebenarnya, tapi aku tak ingin appa kecewa.
Suara Jae Kwon tadi siang terngiang di kepala Jae In. Jae In menghela napas, lalu
memikirkan ayahnya. Ayahnya memangs erius, namun Jae In tidak punya ide kalau ia yang
menyuruh Jae Kwon masuk klu sepak bola. Ternyata, itu juga yang membuat Jae Kwon
menyembunyikan dirinya yang sebenarnya. Kamarnya yangs elalu terkunci, rak berisi action
figure yang ditutup kain hitam, tumpukan DVD SNSD, Kara, dan Tuhan-tahu-apa-lagi yang
disamarkan oleh tumpukan buku....
Pintu kamar tiba-tiba diketuk. Jae In bangkit, lalu melangkah malas dan membuka pintu.
Sebelum ia sempat bereaksi, Jae Kwon menghambur masuk dan menutup pintunya.
''Mwo ya?"'' seru Jae In kaget, tetapi Jae Kwon malah menempelkan telunjuk pada bibirnya.
Jae In menepis telunuj itu. ''YA''
''sshhh jangang berisik,'' Jae Kwon sekarang menempelkan telunjuk ke bibirnya sendiir.
''Sini.'' Jae Kwon lalu menarik xJae In menuju pojok kamar, kelakuannya tampak mencurigakan.
Jae In menatapnya kesal, tetapi mengikutinya juga.
''kau tahu besok hari apa"'' tanya Jae Kwon, lantas segera menyyoyangkan telunjuk
sebelum Jae In sempat membuka mulut. ''Eitss, jangan jawab Minggu.''
''Aky tidak bermaksud menjawab, tahu'' tukas Jae In.
''Keluar dari kamarku sekarang juga.''
''Jae In-a, kau tidak akan pernah dapat pacar kalau sikapmu begini terus,'' keluh Jae Kwon.
''Apa yang terjadi dengan adik manisku"''
jae In menujuk pintu. ''Pergi.''
''iya, iya, maaf. Jae In-a, kau benar-benar tidak tahu besok hari apa"'' tanya JAE kwon lagi,
membuat Jae In benar-benar kesal. ''Ya, besok hari ulang tahun pernikahan appa dan
eomma! Kau tidak ingat"''
Jae In terkseiap. Anak laki-laki itu benar. Sudah lama mereka tak merayakan hari itu,
makanya Jae In tak ingat.
''besok kita cari hadiah bersama ya"'' tanya Jae Kwon menyadarkan Jae In.
''bukannya besok latiha"'l Jae In teringat akan drama bodoh yang akan ditampilkan oleh
kelasnya. ''Iya, sebelum latihan. Ok"'' jJae Kwon mengacungkan jempol.
Jae In hanya menatapnya ragu.
''YA.'' Jae Kwon segera melipir begitu Jae In masuk kelas dan melihat papan tulis sudah dipenuhi
oleh pembagian tugas nam-nama murid.
''Park, Jae Kwon, '' Jae In menoleh bengis pada Jae Kwon. ''Apa maksudnya ini!"''
Jae In menunjuk namanya sendiri berada tepat di sebelah nama Chun Hyang.
Jae Kwon bermaksud berlindung di balik Tae Jun dan Dae Suk, tetapi dua anak itu malah
mendorongnya maju. ''Jae In-a, aku juga tah tahu -menahu. Kemarin anak-anak twrnyata sudah mmungut suara
tanpa sepengetahuanku, dan kau yang terpilih menjadi Chun Hyang'' Jae Kwon lantas maju
dan menepuk-nepuk bahuuu Jae In.
''Tapi tidak apa-apa, kau cocok kok. Aku yakin kau pasti bisa. Ya kan, teman-teman"''
semua anak bersorak riuh menyambut kata-kata Jae Kwon. Jae In sendiri segera menyusun
rencana pembunuhan Jae Kowon sepulang latihan nanti. Gara-gara kemarin ikut ke studio
sialan itu, sekarang ia harus jadi Chun Hyang.
Tahu-tahu Seung won masuk, membuat kelas semakin riuh. Jae In melirik anak laki-laki
yang akan berperan sebagai Mong Ryong itu. Ini benar-benar bencana. Ia akan
berpasangan dengan anak sok akrab itu.
''wah, ada apaan nih"'' Seung Won takjub melihat sambutan teman-temannya yangtak
biasa. Ia lantas menoleh pada Jae In yang masih berdiri di depan papan tulis.
Jae In sudah siap menrima saapaan plus senyum bodohnya, namu Seung Won hanya
menatapnya tanpa ekspresi. Detik berikutnya, anak laki-laki itu membuang pandangan.
''Jae Kwon-a, tiba-tiba aku ingin menjadi sutradara. Kau mau bertukar tugas"!'' tanyanya
pada Jae Kwon yang sgera melongo.
''Wae (kenapa)"'' tanyanya
''Keunyang (ingin saja),'' Seung Won mengangkat bahu.
''Aku sedang berlatih peranku di JUMP, aku takut peranku tertukkar.''
Jae Kwon tampak berpikir keras, seprtinya sangat tergoda dengan tawaran itu. Jae In
segera menatapnya sengit, berusaha menyampaikan mantra 'neo jugeosseo' lagi melalu
telepati. Kalau Jae Kwon menerima tawaran Seung Won, mereka akan berpasangan. Dan
itu bukan bencana lagi, melainkan kiamat.
Jae Kwon jelas-jelas menrima telepati Jae In. ''Ngg.... Aku jadi sutradara saja.''
''Geurae (begitu)"'' Seung Won tampak sedikit kecewa. ''Ya sudah.''
Jae In menatap Seung Won berjalan ke bangkunya dan duduk tanpa banyak bicara lagi.
Ada yang aneh dengan anak laki-laki itu, namun ia tak tahu apa.
''Jae In-a, aku akan membuatkan baju yang cantik untukmu.''
Jae In menoleh, lalu mendapati Sa Ra sudah berada di sampingnya, menatapnya dengan
mata berbinar. ''Aku juga akan merevisi skripku supaya jadi lebih seru,'' Ha Neul nimbrung dengan mata tak
kalah berbinar. Jae In menatap keduanya datra, lalu menghela napas. ''Tidak usah repot-repot.''
tanpa menunggu reaksi kedua anak perempuan it, Jae In melangkah keluar kelas.
Kelas ini jadi sangat merepotkan.
Jae In mencoret-coret buku sketsanya. Lagi-lagi, gambarnya gagal. Ia bermaksud membuat
sketsa ayah dan ibunya, namun ia tidak punya bayangan. Ia jarang melihat ayah dan ibunya
dalam satu frame jae In menghela napas. Awalaupun sudah rujuk, dua orang itu masih seprti orang asing.
Ibunya masih suka jual maha, sedangkan ayahnya memang mahal.
Selama tak ada yang mengalah, mereka tak akan pernah benar-benar bersatu. Jae In tak
pernah habis pikir dengan hubungan mereka. Untuk apa bersa,a jika tak pernah terlihat
bersama" Tiba'tiba Jae In seprti mendengar suara-suara aneh. Jae In berlutut, lalu mengintip dari balik
tembok balkon. Seperti yang ia duga, Seung Won ada di bawah, sedang bersalto-salto
dengan berbagai gaua jae In lantas teringat latihannya beberapa saat lalu.
Selama latihan, Seung Won tak seperti biasanya. Kalau biasanya ia mendekati Jae In dan
berusaha membuat obrolan, tadi anak itu benar-benar mengacuhkannya bahkan
menghindari matanya saat berakting. Benar-benar anak yang aneh.
''Park Jae In. Apa kau stalker"''
Jae In tersadar saat menyadari suar Seung Won. Rupanya ia sudah lama tertangkap basah.
Jae In segera berdeham, lalu berdiri.
''Ini tempat rahasiaku,'' Jae In berkilah. ''Dan kau berisik sekali.''
Seung Won mendengus, ''Aku menemukan tempat ini lebih dulu, tahu.''
Jae In tak menyanggah. Mungkin ia harus mencari tempat persembunyian baru. Jae In
lantas memperhatikan Seung Won yang sudah kembali melatih saltonya.
''Apa kau harus salto-salto begitu"'' tanya Jae In tak tahan.
Seung Won menatapnya bingung. ''Kau tak pernah nonton JUMP"''
Jae In menggeleng. ''Apa itu JUMP"''
Seung Won melongo parah. Jae In sendiri tak tahu apa masalhnya. Ia tak punya ide
mengapa Seung Won sering bersalto, melompat, dan tertawa sendiri.
''Aku akan memberimu tiket untuk menonton pertunjukanku nanti.'' Seung Won lantas
teringat seuusuatu. ''Apa aku harus memberi dua tiket"''
Jae In mengernyit. ''Untuk apa"''
''Yah.'' Seung Won mengedikkan bahu, ''Siapa tahu kau mau nonton dengan Jae Kwon.''
''Hah" Kenapa aku mau nonton dengan orang itu"'' Jae In tak paham.
Seung Won menatap Jae In lama. ''Kau pacaran dengannya kan"''
''Mworaey (apa katamu)?"'' seru Jae In, Syok.
Seung Won mengalihkan pandnagan, seolah menimbang-nimbang. Jae In sendiri bingung,
mengapa anak laki-laki itu bisa berpikir demikian.
''Aku melihat kalian berua di COEX tadi pagi,'' kata Seung Won akhirnya, membuat mata
Jae In melebar. ''Sedang mencari perhiasan.''
''Itu..'' Jae In menggigit bibir. Otaknya mulai berputar. Ia tahu pergi ke CEOX untuk mencari
kado bersama bukan ide yang bagus. Ia sendiri bingung knapa menerima ajakan Jae Kwon.
''Aku tahu kenapa kalian menutup-nutupinya, tapi aku tak akan bilang pada siappun.'' Seung
Won berkata lagi, membuat Jae In kembali menatapnya.
''Bukan begi..'' ''Jae IN-a!! Jae In tersentak, lalu membalik badan. Ha Neul dan Sa Ra tengah berjalan cepat ke
arahnya, tampak kesal. ''Ternyata kau ada di sini!! '' Sa Ra berkacak pinggang. ''Kami mencarimu kemana -mana,
semua orang sduah menunggu di lapangna basket! Istirahat sudah selesai!''
''Aku..'' ''Ohhh, Seung Won-a!'' Kata-kata Jae In terputus oleh sahutan Ha Neul. Jae In ikut menoleh ke arah Seung Won
yang nyengir sambaiil melambai di bawah sana.
''Ige mwoya (apa-apaan ini).. Kami menunggu lama ternyata dua pemeran utamanya malah
asyik di sini,'' keluh Sa Ra tak habis fikir.
''Atau mungkin.. Kalian sedang berlatih bersama"'' Ha Neul menyimpulkan sendiri, membuat
Jae In mentapnya datar. ''Jinjja"'' Sa Ra menelannya mentah-mentah, tak memedulikan tampang Jae In.
'Waah daras Myong Ryong! Mengambil kesempatan kapan pun kau bisa!''
Seung Won hanya terkekeh mendengar tuduhan Sa Ra, tetapi tidak menyanggah.
''Apa yang kalian lakukan di sini"''
semua orang menoleberbarengan pada Jae Kwon yang muncul di koridor. Sekarang, ia
berjalan menuju balkon dengan tampang bingung.
''Kenapa tidak kembali ke lapangan"'' tanyanya, lali menatap Ha neul, berharap anak itu
akan menjawab. ''Hae Neur-a"''
Jae In memperhatikan Ha Neul, yang alih-alih menjawab, malah sibuk bersemu-semu. Anak
ini.. Menyukai Jae Kwon"
''0ereka berdua ternyata berlatih diam-diam!'' Sa Ra mnjawab, membuat Jae Kwon
mengernyit. Sa Ra lantas menujuk Seung Won di bawah. ''Jae In dan Seung Won!''
''Mwo?"'' teraiak Jae Kwon-mengejutkan semua orang yang ada di sana-lantas buru-buru
melongok ke bawah. Seung Won hanya menyeringai. ''Aiisshhh..''
''Jae Kwon-a"'' Ha Neul seperti mendengar Jae Kwon hendak mengumpat.
''Ah, ng, baguslah,'' Jae Kwon segera meralat kata-katanya. ''Sekarang ayo kembali ke
lapangan basket. Semua sudah menunggu.
Ha Neul dan Sa Ra mengangguk, lalu menggandeng Jae In. Jae In mengikuti dengan ogahogahan, sambil melempar pandang ke arah Seunng Won yang masih menatapnya dengan
ekspresi sulit dimengerti.
''Ya, neo do (kau juga)!'' Jae Kwon berteriak pada Seung Won yang segera nyengir dan
berlari. Jae In menatap punggung Seung Won. Anak laki-laki itu salah paham tentangnya dan Jae
Kwon. Biasanya, Jae In tak akan ambil pusing dan membiarkan siapa pun berpikir apa pus
esuka mereka. Namun, kali ini Jae In merasa tak tenang.
Seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya,entah apa.
-- Bab 8 Kalau aku tidak seprti yang Seonbae harapkan, Seonbae masih menyukaiku, kan"
''Seonbae!'' Jae Kwon berseru riang pada Hyae Rin yang terlihat baru keluar dari kelasnya.
Hye Rin tidak melihat Jae Kwon. Gadis itu sedang berusaha melepaskan diri dari lautan
murid yang keluar secara bersamaan dari kelas mereka masing-masing.
Jam pelajaran sekolah baru saja selesai. Lorongs ekolah itu penuh dengan murid-murid
yang berhamburan keluar, tidak sabar untuk segera meninggalkan tempat belajar mereka.
''Aku menemui seonbae dulu,'' Jae Kwon menyerahkan tumpukan buku tugas teman
sekelsanya yang baru saja ia ambil di ruang guru pada Dae Suk dan Tae Jun. Tanpa
menunggu jawaban kedua sahabatnya itu, ia langsung berlari menyambut Hye Rin.
''Yaa, Jae Kwon-a!'' Dae Suk memprotes. ''Harusnya kau yang membagikan buku-buku ini!''
''Aku percaya pada kalian! Kuserahkan tugas ini di tangan kalian!'' Jae Kwon membalas
tanpa menoleh ''Jwixeonghaeyo (permisi),'' bisiknya pelan saat melewati beberapa
seniornya. Akhirnya, Jae Kwon berhasil melewati benteng manusia dan berdiri di depan Hye
Rin dengan wajah ceria. ''Seonbae, annyeong!'' Hye Rin terlihat terkejut, lantas cemberut
saat menyadari Jae Kwon lah yang ada di depannya. ''Ada apa"'' tanyanya galak. Jae Kwon
menyadari perbahan sikap Hye Rin dan malah tersenyum lebar. ''Mau pulang bersama"''
''Tidak perlu,'' Hye Rin meneruskan langkahnya meninggalkan Jae Kwon yang kebingungan
dengan sikap Hye Rin. ''Seonbae, Ada apa"'' Jae Kwon mengejar. ''amugeotdo aniya (tidak
ada apa-apa)'' balas Hye Rin singkat. ''Kubawakan bukunya.'' Jae Kwon mengulurkan
tangan Hye Rin berhenti berjalan dan terliahat berpikir sejenak. ''Pasti berat sekali,'' Jae
Kwon masih mengulurkan tangan di depan Hye Rin. Pertarungan di dalam diri Hye Rin
sepertinya sudah selesai karena gadis ini langsung menyerahkan dua bukut tipis di
tangannya seakan baru saja memberikan dua karung beras. ''Eo, mugeopta (iya, memang
berat(.' Lain kali, kalau bawaan seonbae berat.. Seobae bisa menghubungiku. Aku pasti
akan datang membawakannya untuk seonbae,'' Jae Kwon berujar. ''Gomawo, Kae Kwon-a,''
akhirnya Hye Rin tersenyum. ''Kau baiks ekali,'' tambahnya sambil menepk pundak Jae
Kwon pelasn. ''Ah, aniya (ah,tidak),'' Jae Kwon menunduk malu, llu menolehkan kepala Hye
Rin dan berkata, 'Lseonbae mau ke mana?"'' tepat bersamaan dengan Hye Rin, ''Kau mau
ke mana"'' Mereka beruda saling pandang sesaat, kemudian tertawa bersama.
''Pelajaran olahraga"'' tanya Hye Rin sambil mengamati pakaian olahraga Jae Kwon.
''Eo. Aku tadi keluar megambil buku tugas dari Lee seonsaengnim,'' Jae Kwon bercerita.
''Seonbae juga mau bertemu Lee seonsaengnim"'' Jae Kwon membaca tulisan buku Hye
Rin yang ia bawa. Nama: Cha Hye Rin Kelas :XIIA Buku :Tugas Olahraga ''Iya, Le seonsaengnim ada di ruang guru atau lapangan"'' tanya Hye Rin.
''Tidak keduanya. Ia baru saja pulang setelah mengambil buku tugas teman* sekelasku,''
jawab Jae Kwon. ''Seonbae perlu bertemu Lee Seonsaengnim sekrang" Aku akan
mencarikannya untuk seonbae.''
Jae Kwon segera melangkah, namun Hye Rin segera menghentikannya, ''tidak perlu, Jae
Kwon-a. Tidak mendesak, kok.''
Jae Kwon menoleh lagi, ''Seonbae tidak merepotkan kok. Aku masih bisa mengejar Lee
seonsaengnim. Seonbae tahu kan kalau aku anggota tim sepak bola. Lariku kencang!''
Segera setelah mengatakan itu, Jae Kwon teringat kalau ia sudah resmi keluar dari klub
sepak bola itu tadi pagi.
''Tidak perlu. Sungguh!'' Hye Rin tersenyum pada Jae Kwon.
''Ah, kalau begitu, Seonbae mau pulang"'' tanya Jae Kwon lagi.
Hye Rin mengangguk. ''Kau juga" Pelajaran sudah selesai, kan"''
Jae Kwon mengangguk, ''Aku mau ganti baju dulu.''
''Mau kutunggu"'' Hye Rin menwarkan.
''Benarkah"'' mata Jae Kwon berbinar terang sekali.
Kalau lorong sekolah mereka ini gelap, Jae Kwon yakin sinar matanya bisa menerangi lrong
ini. ''Seonbae mau menungguku"''
''Tentu saja,'' Hye Rin tertawa kecil. ''Aku harus berterima kasih karena kau sudah
membawakan buku-bukuku, kan"''
----------------------------------''Di COEX"'' Jae Kwon menirukan ucapan Hye Rin. ''Hari minggu"''
Oppa And I Karya Orizuka Dan Lia Indra Andriana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
''Eo,''Hye Rin terlihat kecewa. ''Aku melihatmu dengan teman sekelasmu itu. Si Anak
pindahan'' ''Ah, Jae In"'' Jae Kwon langsung teringat. Jadi itu sebabnya Hye Rin terlihat agak berbeda
tadi. Mungkinkah Hye Rin cemburu pada Jae In" Jae Kwons etengah berharap.
''Jadi, kau benar-benar jalan dengannya"'' Hye Rin sepeti terlihat hampir menangis. ''Itu
benar" Kau tidak akan menyangkalnya"''
''Itu...'' Jae Kwon terlihat ragu. ''Seonbae sepertinya salah paham. Aku dan Jae In..''
''Kau pacararan dengannya, Jae Kwon"'' Hye Rin memotong, sekarang ujung hidungnya
terluhat memerah. ''Itu.. Bukan.. Aku..l' Jae Kwon panik. Ia tak pernah menyangka akan terjadi
kesalahpahaman seprti ini.
'''lalu"'' Hye Rin mendesak.
''Seonbae..'' Jae Kwon terlihat serba salah. Di satu sisi, ia tidak ingin menghianati Jae In. Ia
sudah berjanji akan mengunci rapat:rapat tentang hubungan mereka. Namun, jika Hye Rin
sampai salah paham.. Jae Kwon mulai menimbang-nimbang lagi.
''Seonbae.. Percayalah padaku,'' Jae Kwon akhirnya meminta. ''Aku dan Jae In,, bukan
seperti yg seonbae pikirkan.''
''Lalu, apa kalian lakukan di COEX"'' Hye Rin masih mendesak., ''bukan tugas sekolah,
kan"'' ''itu..'' Jae Kwon gelagapan. ''Seonbae,'' Jae Kwon menatap Hye Rin lekat. ''Aku tidak bisa
mengatakannya sekarang, tapi percayalah.. Bukans eperti yang Seonbae pikirkan. Jae In
dan aku tidak aada hubungan apa*. Kami cuma,,
''Cuma apaa"'' tanya Hye Rin dengan suara penuh desakan. ''"#"ae"Kwon-a, kau tahu kan
kalau aku menyukaimu"''
Jaje Kwon berkedip sekali. Dua kali, berusaha mencerna perkataan kakak kelasnya itu.
''Seonbae menyukaiku"''
''Tentu saja!'' wajah Hye Rin memerah. ''Dan waktu akau melihatmu dengan gadis kampung
itu.. Aku..'' ''Tenang saja, seonbae!'' Jae Kwon memberanikan diri menggenggam tangan Hye Rin dan
langsung melepaskannya karena malu. ''Mian. Aku tidak bermaksud..''
''Jae Kwon-a.. Kau.. Maukah menjadi pacarku"'' tembak Hye Rin langsung.
''Pacar"'' Jae Kwon gelagapan. Hye Rin menyatakan perasaan padanya !
Jae Kwon merasa seakan sedang terbang ke langit ke tujuh. Gadis yang ia sukai
menyatakan menyukainya juga. Ini surga! Tetapi..
''Seonbae. Kalu aku.. Kalu aku tidak seperti yang seonbae bayangkan"'' tanya Jae Wkon dg
dada berdebar. Setelah mengatakan kebenarannya pada ayahnya, Jae Kwon merasa
berutang penjelasan pada Hye Rin juga. Kalau ayahnya saja membiarkannya mnjadid irinya
sendiri, seonbae,ya pasti lebih bisa menerimananya. Jae Kwon ykain dg perasaannya.
''0aksudmu"'' Tanya Hye Rin.
''Itu..'' aku harus mengatakannya sekarang, Jae Kwon memutuskan. Sekarang adalah saat yang
tepat. Jae Kwon mulai membuka muluth. Namun, sebelum ada sepatah kata pun keluar dari
mulutnya, pintu ruang ganti terbuka dengans uara keras seakan ada yang menendangnya
dari dalam. Jae Kwon dan Hye Rin refleks meneoleh ke arah suara itu. Jae In tampak leuar
dari sana dengan langhkah tegap dan wajah kesal.
Di belakang Jae In, Sa Ra dan Ha Neul menyusul dengan wajah campur aduk.
''Jae In-a.'' hanya itu yang berhasil keluar dari mulut Jae Kwon. Jae Kwon melihat Jae In
melewatinya dan melemparkan dnegusan sinis.
Gawat! -------------------''Benar.. Kami yang akan membereskan, ya kan, Jae In" Jae Kwon meminta persetujuan
adiknya. Di sebelahnya Jae In sedang membereskan gelas di atas meje tidak menjawab.
''Tapii ini sudah malam. Eomma bantu kalian, ya"'' Sandy mengambil lap dari tangan Jae
Kwon. Jae Kwon menariknya lagi.
''Eomma!'' Jae Kwon berseru. ''Percayalah pada kami, ia tersenyum dan menepuk dadanya
dengan kepercayaan diri penuh. ''Besok saat Eomma bangun pagi, ruangan ini pasti sudah
bersih. Aku dan Jae In pasti bisa membersihkan ruangan ini, ''Jae Bin-ayah Jae Kwon
bersuara. Jae Kwon mengangguk-angguk penuh semangat. ''Eomma dan Appa beristirahat saja. Ini
kan hari perayaan pernikahan kalian. Sudah selayaknya kalian menikmati hari ini. Jae In
juga setuju, yza kan"''
''Eo,'' akhirnya Jae In mengalah dan ikut menjawab. ''Eomma dan Appa tiidur saja. Lagipula
acara ini kan aku dan Jae Kwon yang membuat.''
''Baiklah.. Kalau kalian memaksa,'' Sandy tersenyum. ''Tapi kalau sudah mengantuk, kalian
tidur, ya.'' ''Ne, Eomma,'' Jae Kwon tersenyum.
''Gomawo.. Buat hari ini,'' Sandy mengatakan itu dengan mata berkaca-kaca penuh haru.
''Eomma,'' Jae Kwon berkata, ''Ujima (jangan menangis).''
''Mian,'' Sandy menghapus air mata sementara suaminya menepuk pundaknya.
JAe Kwon mendekat pada ibunya kemudian memeluknya. ''Happy anniversary, Eomma..
Appaa.. '' ------------------------------Sepeninggal Ayah Dan Ibu mereka, Jae Kwon dan Jae In membersihkan ruang tamu dalam
diam. Ah, hanya Jae In yang diam karena Jae Kwon terus menerus bersenandung.
''Jae In-a menurutmu kita bisa punya adik"'' Jae Kwon berhenti bernyanyi dan tersenyum
membayngkan ucapannya sememntara Jae In mendnegus.
''Kau suka mana" Laki-laki atau perempuan"'' Jae Kwon seakan tidak menyadari dengusan
Jae In. ''Ah, atau dua-duanya" Siapa tahu Eomma bisa melahirkan anak kembar lagi. Wah, pasti
asyik sekali!'' ''Kau buta" Hubungan eomma dan appa tidak sebaik ituu,'' Jae In berkomentar.
''Aku percaya kok eomma dan appa bisa kembali seperti dulu lagi,'' Jae Kwon terlihat
optimis. ''Kau tidak lihat tadi mereka bertatapan mesra" Lagipula, appa tidak seburuk yang
aku kira. Buktinya, ia malah mendukung aku keluar dari tim sepak bola.''
Jae Kwon masih ingat betul kejadian kemarin, saat ia dengan takut* mengatakan pada
ayahnya keinginannya. Memberitahu ayahnya siapa ia sebenarnya dan bagaimana ia telah
menjaga image-nya supaya ayahnya bangga padannya. Nyatanya, ia salah. Pemikiran
remaja yang sangat dangkan. Ayahnya tidak pernah menyuruhknya menjaha image dan
masuk dalam tim sepak bola. Jae Kwon hanya menyimpulkan sendiri.
''Jangan banyak bicara, kita masih perlu mencucinya,'' Jae In menegur dan Jae Kwon cepatcepat mengambill piring kotor yang hendak diangkat Jae In ke dapur.
''Oh sudah pukuls ebelas,'l Ja) Kwon melirik jam tangan. Ia menaruh piring kotor itu ke bak
cuci kemudian mengeluarkan dua pasang sarung tangan untuk mencuci berwarna pink
menyala. ''Jae In.. Ini untukmu.''
''Siapa bilang aku mau mencuci piring"'' Jae In langsung menolak.
''Jae In-a,'' Jae Kwon terkejut. ''Tentu saja kau harus membantuku. Piringnya banyak sekali.''
''Terserah! Kan kau yang menwarkan diri!''
''Eh, tapi! Aku ada janji dengan seonbae besok pagi-pagi. Aku harus mengatakan kalau aku
juga menyukainya,'' Jae Kwon berkata. ''Tadi siang, saat kau lewat.. Saat itu seonbae
sedang mengutarakan perasaannya padaku. Aku belum sempat menjawabnya.''
''Batalkan saja! Kau tidak akan bisa bangun pagi,'' balas Jae In sengit.
''Aku bisa bangun pagi, kok! Kau harus membantuku,'' Jae Kwon mengulurkan lagi sarung
tangan itu. ''Kau..'' Jae In hanya melirik sarung tangan itu. ''.. Tidak boleh jadian dengan perempuan
itu.'' ''Wae"'' tanya Jae Kwon kaget.
''Keunyang (pokoknya tidak boleh),'' Jae In tidak memberikan alasan yang jelas.
''Katakan alasannya, Jae In,'' Jae Kwon meminta.
''Memangnya kau akan memeprtimbangkan alasanku"'l
''Tentu saja!'' Jae Kwon menjawab cepat. ''Kau kan adikku.''
''Ha Neul..'l ucap Jae In.
''Kok tiba-tiba Ha Neul"'' Jae Kwon mengerutkan kening.
''Ha Neul menyukaimu, kau tahu"
''Nguk.. Nguk.. Nguk..'' Jae Kwon bersuara sambil melihat aba-aba dari Yoon Gi
Joon'sutradara film animasi yang menjadikan ia sebagai dubber. ''Nguuuukkkkkkk!'' Jae
Kwon berseru sampai urat lehernya terlihat. Tangan dan kakinya digerakkan seperti
layaknya seekor gorila. Tokoh itulah yang sedang diperankan oleh Jae Kwon.
Tangan Yoon kamdoknim (sutradara Yoon) mengepal, menandakan Jae Kwon boleh
berhenti. ''Bagus sekali!'' Headphone yang dipakai Jae Kwon tiba-tiba mengeluarkan suara
sutradaranya. ''Sudah selesai"'' Jae Kwon menatap menembus kaca yang memisahkan tempat rekaman
kedap suaranya dengan meja operator. ''Tidak perlu take dua" Saya masih bisa merekam
suaranya lagi.'' ''Tidak perlu. Keluar saja,'' perintah sutradara berkepala botak itu.
Jae Kwon menaruk headphone dan keluar dari tempat rekaman tersebut. Angin pendingin
udara langsung menyambutnya. Di dalam ruangan kedap suara itu memang panas sekali.
Tidak ada pendingin udara yang si pasang untuk menghindari suara sekcil apapun ikut
terekam. ''La la la la la la..'' Ponsel Jae Kwon berbunyi dan ia langsung menunduk meminta maaf.
''Lain kali kalau rekaman, handphone dilarang dibawa ke dalam. Bagaimana kalau di tengah
rekaman ada gangguan suaara seperti itu"'' sutradara itu menegur Jae Kwon.
''Jalmothaesseumnida ( maafkan saya), '' Jae Kwon meminta maaf, lalu meminta izin keluar
untuk mengangkat telepon itu.
Dari Dae Suk. Tut.. Tut.. Tutt... Ah, Jae Kwon terlambat menjabawnya. Jae Kwon hendak menekan nomor Dae Suk, saat ia
melihat siluet yang familier.
Jae Kwon baru saja melihat Hye Rin di balik tembok. '')onbae!'' ia memanggil, namun Hye
Rin tidak menoleh. Tidak yakin, Jae Kwon mencoba menghubungi nomor Hye Rin.
Itu memang Hye Rin. Suara ringtone ponsel Hye Rin terdengar di telinga Jae Kwon. Kenapa
ia berlaris ecepat itu seakan baru saja melihat sesuatu yang menyeramkan"
Apakah seonbae marah"
Kepala Jae Kwon memutar kejadian siang tadi. Pagi tadi. Seharusnya ia bertemu dengan
Hye Rin. Namun seperti dugaannya, ia terlambat bangun. Saat berpapasan di kantin
sekolah, Jae Kwon berusaha menjadwal ulang pertemuan mereka.
''Seonbae sore ini tidak bisa"'' Jae Kwon mulai khawatir jangan-jangan Hye Rin marah
padanya dan membuat alasan untuk menghindarinya.
Hye Rin mengangguk, ''Mian, Jae Kwon-a,'' ucapnya tulus.
''Ada.. Acara apa"'' tanya Jae Kwon hati-hati. Jantungnya mulai berdebar lebih cepat, takut
jika kekhawatirannya benar.
''Aku dipanggil KBS hari imi,'' jawab Hye Rin dengan wajah berbinar. ''Akhirnya mereka
memanggilku untuk wawancara sebuah peran drama, Jae Kwon! Bisa kau bayangkan"l'
Jae Kwon melihat wajah Hye Rin yang bersinar dan kekhawatirnnya pun luntur. Hye Rin
bukan menghindarinya, teteapi sedang menggapai cita-citanya. Hye Rin memang ingin
menjadi aktris terkenal. Sama seperti Seung Won, gadis iru adalah primadona sekolahnya di
bidang tetaer. Jae Kwon tidak heran mendengar kabar bahagia itu.
Sudah saatnya Hye Rin dilirik oleh stasiun televisi.
''Junjja (benarkah), seonbae"'' Jae Kwon ikut bahagia mendnegar hal itu.
''Jadi, maaf.. Nanti sepulang sekolah aku tidak bisa bertemu denganmu,'' Hye Rin meminta
maaf. ''Gwaenchanha (tidak apa-apa),'' Jae Kwon memaklumi. Meski pertemuannya kali ini ingin
mengajak seonbae-nya menjalin hubungan asmara, ia tahu kalau peluang ini sangat berarti
bagi Hye Rin. ''Beosk kita ketemu,ya.''
Jae Kwon tahu bagaimana rasanya menerima kabar seperti itu. Beberapa minggu lalu, ia
pun berada ddalam posisi yang sama dengan Hye Rin. Saat itu, ia menerima telepon dari
KBS TV dan diberitahu kalau ia bisa bergabung dengan tim dubber yang filnya akan
ditayangkan tahun itu. Hari ini pun, ia unya jadwal rekaman di salahs atus tudio KBS.
Astaga KBS! ''Seonbae'' tiba-tiba Jae Kwon berteriak. Teringat sesuatu. ''Kita.. Bertemu di KBS saja
setelah Seonbae selesai. Aku juga perlu ke sana.''
''Eh, kau ada perlu apa ke KBS"'' tanya Hye Rin heran.
Jae Kwon tersenyum misterius. ''Seonbae, tentang kemarin.. Akus erius. Kalau aku tidak
seperti yang seonbae harapkan.. Kalau aku bukan sperti ini, seonbae masih akan
menyukaiku,kan"'' ''Bicaramu aneh, Jae Kwon. '' Hye Rin mengerutkan jening. ''Ada apa"'l
Jae Kwon menggelengkan kepala. ''Nanti Seonbae juga akan tahu.''
''Jadi, jawabanmu..'' ''Nanti sepulang dari KBS, ya!'' Jae Kwon segera berlari menjauh dengan senyum lebar
terpampang di wajahnya. Jae Kwon yakin, hari ini adalah hari baiknya. Hye Rin akan
diterima di KBS dan mereka bisa berlatih dan berangkay bersama ke stasiun TV itu untuk
latihan. Pasti menyenangkan. Hye Rin pasti terkejut dengan berita yang akan ia sampaikan.
Siang itu, Jae Kwon pikir semuanya akan berakhir dengan bahagia. Ternyata ia salah.
Sebuah sms membuyaran lamunan Jae Kwon. Keyakinan Jae Kwon yang menganggap hari
ini sebagai hari baiknya perlahan luntur saat ia membaca Sms itu.
Bab 9 aku pikir aku tidak membutuhkan orang lain. Sepertinya aku salah.
Ding dong. Bel rumah keluarga Park berbunyi. Jae In yang tengah asyik menggambar ruang tengah
nampak tak peduli. Ding dong ding dong. ''Park Jae Kwon!'' tak kunjung mendnegar jawaban, Jae In meangangkat kepala dari buku sketsa dan menatap
sekitar. Kembarannya itu tak tampak di manapun.
Hari ini, rumah terasa lengang. Kedua orangtuanya baru saja pergi untuk makan malam
dengan koleganya sedangkan Jae Kwon entah ada di mana.
Ding song ding dong ding dong.
Jae In berdecak, lalu bangkit dari sofa dan melangkah malas ke pintu. Tak berminat
mengintip, ia langsung membuka pintu itu.
''Jae In-a annyeong!!'' Jae In melongo saat melihat dua wajah familier ada di hadapannya, nyengir kuda sambil
membawa ransel dan hanger penuh dengan hanbok.
''m-mau apa kalian"'' Jae In terbata, syok.
'l2entu saja menginap!'' Sa Ra menjawab sambil mendorong Jae In masuk ke rumah. Ha
Neul Setia mengikuti. ''Menginap?"'' pekik Jae In setelah bisa mencerna. ''Di sini?" kenapa?""''
''Kami akan membuat kostummu,'' kata Sa Ra lgi, seolah alasan itu bisa di terima. ''Dan Ha
Neul juga akan membantu.''
Ha Neul mengangguk sambil tersenyum manis, tetapi Jae In tak peduli.
''Kenapa harus di rumahku"'' seru Jae In. ''Dam, rai mana kalian tahu---''
''Aku lihat alamatmu dari karti perpusatakaan,'' Ha Neul menyambar, dengan nada bangga.
''Kami juga ingin main:''
''Aku tidak ingin,'' tandas Jae In, namun Sa Ra sudah menggandeng Ha Neul masuk ke
ruang tengah. ''Orangtuamu mana"'' tanyanya sambil menatap sekeliling.
Jae In mendesah, lalu mengikuti mereka. ''Sedang keluar.''
sa Ra mengangguk-angguk. ''Jadi, kay sendirian di rumah"''
Mendadak Jantung Jae In terasa mencelos. Ia tidak sendirian di rumah. Ia harap ia sendiri.
Dan,s eolah bisa membaca pikirannya, pintu kamar mandi terbuka. Dari sana, munculs
eorang Jae Kwon yang baru selesai mandi hanya dengan sehelai handuk di sekeliling
pinggangnya. Jae Kwon mengerjap. Sa Ra dan Ha Neul menjatuhkan segala barang bawaannya. Jae In
sendiri ingin bunuh diri..
Jae In bersumpah untuk selalu mengintip sebelum membuka pintu.
-------------------------''MWOOOO (APAA)?""''
Seperti yang sudah Jae In duga, Sa Ra dan Ha Neul terkejut hingga mulut mereka terbuka
lebar. Jae In melirik Jae Kwon-sudah berpakaian lengkap-yang hanya menggarukgaruk tengkuk.
''Ka-kalian kembar"'' Sa Ra mengulang perkataan Jae In, lalu menunjuknyadan Jae Kwon
bergantian. ''Kalian?"''
Jae In mengangguk malas. ''Sayangnya begitu.
''Ya,'' tgeur Jae Kwon, lantas nyengir pada Sa Ra dan Ha Neul. ''Memang kami tidak mirip"''
Sa Ra dan Ha Neul menatap Jae In dan Jae Kwon bergantian selama beberapa saat, lalu
menelengkan kepala dan menjawab bersamaan,''Tidak.''
''Tapii kalau dipikir-pikir,'' lanjut Ha Neul, ekspresinya tidak bisa ditebak,''Nama kalian mirip.
Kelakuan kalian puns ering aneh.. Tadinya aku pikir.. Kalian berkencan.
Jae In menatap Ha Neul datar, tetapi tak bisa menyanggah.
''Tapi, kenapa kalian merahasaiakannya"'' tanya Sa Ra membuat Jae In dan Jae Kwon
slaing lirik. ''Aku juga tidak tahu,'' kata Jae Kwon sedih. ''Jae In yang menyuruhku utnuk
merahasiakannya.'' ''Pokoknya rahasiakan saja,'' tandas Jae In. ''Kalian juga. Apa pun yang terjadi, jangan
mengatakannya pada teman-teman.''
Sa Ra dan Ha Neul menatap Jae In raguu, tetapi akhirnya mengangguk.
''Jae In-a, kenapa kau tak pernah menceritakannya pada kami"''
Jae In melirik Sa Ra yang sudah duduk dengan nyaman di atas ranjangnya. ''Kenapa aku
harus melakkannya"''
''Kita kan teman,'' Ha Neul menjawab. ''Kita bukan te---''
''memangnya apa sih yang terjadi antara kau dan Jae Kwon"'' tanya Sa Ra memotong
perkataan Jae In. ''Mengapa kau sampai tak mau mengakuinya sebagai kaakakmu"
Oppa And I Karya Orizuka Dan Lia Indra Andriana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
''Itu bukan urusanmu.'' Sa Ra dan Ha Neul mengerjap. Jae In balas menatap mereka sebal, lalu menggaruk kepla
yang tak gatal. Dua makhluk di depannya ini eenaknya saja datang, mengaku teman, lalu
ingin tahu masalah pribadinya. Sebenarnya, siapa yg salah"
''Jae In-a, kepribadian seperti ini tidak imut, tahu,'' Sa Ra menggeleng-geleng. ''Pantas saja
Seung Won mundur teratur.''
Jae In mengernyit saat mendengar nama itu. ''Apa hubungannya dengan bocah itu"''
''Aku rasa dia menyangka kau dan Jae Kwon berpacaran,'' Ha Neul menjawab. ''Kau ingat
saat Jae Kwon tiba-tiba menarikmu keluar lapangan basket" Raut mukanya jadi aneh.
Jae In berpikir ssesaat. Ia sama sekali tidak pernah memikirkan itu.
''Kau harus mengatakan soal ini padanya, Jae In.'' kata Ha Neul menyadarkan Jae In.
''Na ga Wae (kenapa)"''
''Ya supaya dia tidak salah paham.'' Sa Ra menyambar.
''Memangnya kenapa kalau dia salah paham" Bukan urusanku,'' Jae In bangkit dari kursi,
lalu menyingkirkan segala Hanbok dari atas meja belajarnya untuk mengambil buku sketsa.
Sa Ra dan Ha Neul saling tatap, lalu menatap Jae In lagi.
''Jae In-a.. Kau butuh orang untuk bicara, kan!'' tanya Sa Ra membuat tangan Jae In
berhewnti di udara. ''Kami ada di sini kalau kau mau.'l
Ha Neul menganggu. ''Kami akan mendengarkanmu.''
Jae In menggigit bibir. Ia tidak ingin memercayai siapa pun lagi. Namu, entah mengapa saat
ini ia ingin membagi perasaannya.
Jae In membalik badan, lalu menatap Sa Ra dan Ha Neul bergantian.
----------------Jae In melangkah gontai di koridor sekolah, teringat ekspresi Sa Ra dan Ha Neul semalam.
Entah apa yang membuat Jae In memuntahkan segala uneg-unegnya selama ini pada
mereka. Sekarang, Jae In merasa sangat menyesal.
Langkah Jae In terhenti saat menyadari sesuatu. Seung Won sedang berdiri di depannya,
membaca poster pertunjukan ''Chun Hyang'' yang di tempel di dinding. Mendadak, Jae In
teringat kata-kata Sa Ra dan Ha Neul.
Seung won menyadari kehadiran Jae In. Namun hanya menatapnya dingin. Mau tak mu,
Jae In membenarkan kata-kata Sa Ra dan Ha Neul. Anak laki-laki itu memang
menghindarinya sejak beberapa hari lalu. Namun, apa benar gara-gara Jae Kwon"
Jae In lantas mendengus. Kenapa ia harus peduli pada Seung Won"
''Kau benar* seperti Chun Hyang.'' Seung Won tahu-tahu berkata. ''Kalau kau bisa bela diri,
kau adalah Chun Hyang.'' ''Apa maksudmu"'' tanya Jae In tak terima.
Seung mengedikkan bahu, lalu kembali menatap poster lantas berguman,'' Bahkan, nama
kalian pun mirip..'' ''Mwo"'' Jae In seperti mendengar sesuatu, tetapi ia tak yakin. Jae In dan Chun Hyang,
bukankah sangat jauh"
Seung won sendiri sudah berdeham. ''Oh ya, aku tak jadi memberi tiket JUMP padamu. ''
mata Jae In membulat. ''Wae (kenapa)"''
Seung Won hanya menatap Jae In selama beberapa saat. ''Aku ingin menjadi bad boy.''
''Hah"'' Jae In tak mengerti.
''Kau bilang, kau tak suka orang baik,'' Seung Won berkata. ''Mkanya, aku ingin menjadi bad
boy. Langkah pertamanya, aku akan mengingkari janji yang kubuat sendiri.''
Jae In menganga, lantas mendengus, tak habis pikir. ''Kau memang benar-benar tak waras.''
''Kau harus membeli sendiri tiketnya kalau kau ingin menontonku.'' Seung Won
mencondongkan tubuh pada Jae In.'' Pertunjukannya nanti malam pukul 7.''
setelah mengatakannya, Seung Won melewati Jae In sambil melambai. Jae In menatap
punggungnya, lalu berdecak.
''Siapa juga yang mau nonton,'' gumam Jae In, lalu melirik poster ''Chun Hyang''. Namanya
tercetak besar-besar di atas nama Seung Won.
Tanpa sengajam Jae In melirik nama Jae Kwon yang tercetak di sebelah tulisan 'sutradara',
lalu kembali menoleh pada Seung Won yang segera menghilang di tangga.
Nama yang mirip tadi.. Apa maksudnya. ''Jae In dann Jae Kwon?"
------------------------''Seung Won jadi agak menarik ya, akhir* ini"'' tangan Jae In yang bermaksud membuka
kenop pintu terhenti di udara. Saat ini, Jae In sedang berada dalam bilik toilet, dan beberapa
anak perempuan rupanya sedang asyik bergosipdi depan wastafel.
''Aku juga merasa begitu. Hye Rin-a, kau tak merasa"''
Jae In segera memang telinga. Ternyata, senior galak itu dan teman-temannya yang sedang
ada di luar sana. ''Hm" Oh,iya,'' Hye Rin menjawab.
''Ya, kau kenapa, sih" Dari kemarin sikapmu aneh.''
''tidak ada apa-apa.'' ''Oh ya, kok kau akhir-akhir ini menjauhi Jae Kwon" Apa karena dia keluar klub sepak bola"''
Hye Rin diam. Jae In menempelkan telinga ke dinding pintu, berusaha mendengar lebih
jelas. ''Ah, sudahlah. Lupakan saja bocah satu itu. Ayo kita pergi.''
Hye Rin terdengar melangkah ke arah pintu diikuti oleh teman-temannya dan keluar kamar
mandi. Jae In sendiri menyadari kalau ia sudah merapat pada pintu bilik, lalu berdeham dan
membukanya. Jae In kemudian melangkah ke depan cermin dan mengamati bayangannya
sendiri. Ternyata, He Rin sudah tidak tertarik pada Jae Kwon. Itu bagus. Ha Neul jadi punya
kesematan. Jae In mendesah. Kenapa ia jadi peduli soal hal-hal seperti ini" Memang apa pedulinya
kalau Jae Kwon tidak jadi berpacaran dengan Hye Rin" Kalau Ha Neul punya kesempatan"
Ada yang salah dengan kepala Jae In, dan ia tidak tahu apa.
----------------------------------------Seung Won-a!''
Seung Won berhenti melangkah, lalu berbalik. Hwang seonsaengnim sedang
menghampirinya. ''Tolong bantu aku membawa peraga ke kelas, ya. Ada di ruang guru. Aku ada urusan,''
katanya membuat Seung Won mengangguk. Hwang seonsaengnim lalu menghilang di balik
pintu toilet. Seung Won melangkah ke ruang gur, lalu membuka pintunya. Para guru tampak sedang
bercengkrama, sama sekali tidak menyadari kehadirannya. Seung Won melangkah ke meja
Hwang seonsaengnim, bermaksud mengangkut torso peraga alat-alat pencernaan.
''Park Jae Kwon benar* keluar klub bola.''
Seung Won memasang telinga saat nama Jae Kwon disebut. Lee seonsaengnim, guru
olahraga mereka, sekarang sedang memunggunginya, mengobrol di meja Miss han, guru
Bahasa Inggris. ''kenapa"'' Seung Won mendengar suara Miss Han.
''Aku juga tidak tahu.'' Lee seonsaengnim mengeluh. ''Padahal, dia aset klub bola.''
''Apa mGkn ada hubungannya dengan kembarannya itu"'' tanya miss Han lagi. ''Siapa
namanya"Park Jae In"''
Torso yang sedang di pegang Seung Won hampir terjatih. Anak laki-laki itu tak percaya
pada pendengarannya. Sekarang, ia merunduk di balik meja, berpura-pura mengambil ginjal
yang menggelinding. ''Entahlah. Tapi rasanya tidak,'' kata Lee seonsaengnim lagi. ''Kalu kuperhatikan, hubungan
dua anak itu tidak baik. Mereka bahkan tidak mau mengakui mereka kembar.''
''Yah, memang aneh. Kepala Sekolah pun menyuruh kita untuk tidak membicaraknanya.''
Miss Han memijat dagu, lantas tersentak meluhat torso yang setengah mlayang di antara
meja depannya. ''Jeoge mwoya (apaan tuh)!"''
Lee seonsaengnim segera menoleh, lalu berlari ke arah torso melayang itu dan mendapatai
Seung Wons edang berlutut di antara meja.
''Choi Seung Won! Apa yang kau lakukan"'' serunya kaget.
Seung Won meringis, lantas bangkit. ''Aku di suruh Hwang seonsaengnin mengambil ini.
Tadi terjatuh.'' ''Astaga. Kau mengagetkanku saja.'' Lee seonsaengnim mengelus dada. ''Sudah sana
pergi!'' ''Ne, saem (baik,pak).'' Seung Won menurut, lalu segera keluar ruang guru.
Senyum Seung Won segera mengembang.
--------------------------------''Ah kkamjjakiya (astaga) !!
Wajah Seung Won muncul dari balik torso, lalu nyengir pada Jae In yang tampak terkejut
setengah mati. Tadi ia memang bermaksud mengejutakan anak perempuan yang sdg asyik
menggambar di balkon favoritnya itu.
neo jugeullae (kau mau mati"'' seru Jae In sengit, jantungnya mengalami percepatan gilagilaan. Ngapain sih"''
''Kau sedang apa"'' Seung Won malah malik bertanya dengan manis, sambil berjongkok di
hadapan Jae In. Jae In sendiri menatapnya seolah ia orang gila.
''Kau benar-benar cari perkara, ya..'' Jae In mendesisi, tetapi Seung Won tetap cengar
cengir. Dahi Jae In berkerut, merasa mengenali sesuatu. Cengiran itu.. Cengiran yang dulu"
''jAe In-a.'' Seung Won melepas jantung dari torso itu, lalu menyerahkannya pada Jae In.
''Terimalah.'' Jae In memegang jantung itu dengan tampang bodoh sementara Seung Won sudah bangkit
dan melangkah pergi. ''Kau harus datang,'' katnya sambil melamnai sebelum mengilang di tangga.
Jae In mengernyit lagi, lalu memperhatikan seonggok jantung di tangannya. Ia membalik
jantung itu, dan beberapa helai kertas tertempel di sana. Dua tiket masuk JUMP, satu lagi
sebuah Post-it. Jae In menarik Post itu dan membacanya.
'datanglah bersama kembaranmu!'
Jae In menghela napas, lalu melirik dua tiket JUMP di tangannya. Seung Won memang
bocah aneh. Sekarang ia memberikannya lengkap dengan milik kembarannya pula@"
Sebenarnya apa mau--mendadak, Jae In terperanjat,s eperti di sambar kilat. Ia segera membaca =Post-it lagi, lalu
matnya terpaku pada kata 'kembaranmu'.
Botcha. Bab 10 bahkan, suara merdu 2NE1, SNSD maupun Kara tidak bisa meredakan perasaan yang
kacau. Jae Kwon mendesah beberapa kali. Ia membaca lagi sms yang tersimpan di kotak masuk
ponselnya. Kamarnya sepi sekali. Tidak ada lagu yang ia nyalakan. Bahkan, suara merdu
girlband 2NE1, SNSD, maupun Kara tidak bisa meredakan perasaannya yang kacau.
Jae Kwon-a.. Mian. Sepertinya, aku belum siap jika kau tidak seperti yang aku bayangkan.
Maafkan aku. Jae Kwon menggelengkan kepala, tidak mengerti apa maksud seonbaenya itu. Tangannya
menekan sebuah tombol kemudian mendekatkan ponsel itu ke telinganya.
''Jae Kwon-a, aku sedang sibuk sekarang.'' Suara Hye Rin terdengar oleh Jae Kwon bahkan
sebelum cowok itu mengucapkan kata hallo. ''telepon nanti saja lagi ya.''
''Seon---'' tut..tut..tut.. Jae Kwon memandang layar ponselnya dengan tidak percaya. Hye Rin memutuskan
sambungan telepon. Apa yg sebenarnya terjadi" Jae Kwon tidak tahu harus memikirkan
apa. Apakah Hye Rin menghindarinya" Sms itu.. Apakah artinya ia ditolak" Namun, bukannya
Hye Ein sendiri yang menyatakan cinta padanya duluan" Atau itu hanya halusinasinya saja"
''Arght!'' Jae Kwon mengacak rambut, frustasi. Ia berdiri dari kursi meja belajar, melempar
ponselnya sembarangan ke atas kasur dan langsung berjalan keluar.
''Jae In-a!'' teriakan Jae Kwon memenuhi rumah mereka yang sepi
tidak ada jawaban. Jae Kwon melangkahkan kaki menuju kamar Jae In yang setengah
terbuka. Adik kembarnya itu sedang membaca buku di atas ranjang.
''Jae In-a, boleh aku masuk"'' Jae Kwon lagi-lagi memanggil, masih dengan suara penuh
kesenduan. Tanpa menunggu jawaban Jae In,Jae Kwon langsung masuk ke dalam kamar itu. Jae In
sendiri masih terlihat sibuk dgn bukunya.
''Jae In-a..'' Jae Kwon menghempaskan diri di sebelah Jae In.
''Mwohaneungeoyaaa (apa yang kau lakukan)"'' seru Jae In saat merasakan kasurnya
bergoyang terkena berat tubuh Jae Kwon. Jae In melepaskan diri dari buku yang sedang ia
baca. ''Kau membuat gempa lokal di sini!''
''Aku tidak seberat itu, kok,'' jawab Jae Kwon sambil mencari posisi yang enak, justru
membuat kasur Jae In kembali bergoyang.
''Aisshh!'' Jae In berseru sebal, kemudian berdiri sambil membawa bukunyaa.
Jae Kwon menarik baju Jae In. ''Jae In, kajima (jangan pergi)!'' pintanya. ''Aku sedang
sedih.'' ''Tidak ada yang tanya '' jawab Jae In ketus, namun ia menghentikan langkah juga dan
menatap wajah Jae Kwon. ''Kau tidak mau menghiburku"'' Jae Kwon bertanya. ''Duduklah di sini.''
''Kau kenapa"'' akhirnya Jae In duduk.
Jae Kwon tersenyum sekilas. ''Ani.. Gwaenchanha (tidak.. Tidak apa-apa kok).''
''Ya sudah kalau begitu.'' Jae In berdiri lagi.
''Kajima! Kajima!'' Jae Kwon langsung berseru. ''INI.. Cuma masalah cinta monyet.''
''Hye Rin"'' ''Ya!'' Jae Kwon berseru terkejut. ''Seonbae! Dia seonbae! Jangan langsung memanggil
namanya.'' ''Tsk.'' Jae In mendecakkan lidah.
''Hibur aku, oke"'' Jae Kwom menggoyang-goyangkan tangan Jae In dan gadis itu langsung
berusaha melepaskannya. ''Aku bukan badut.'' ''8ernyanyi saja bagaimana"'' Jae Kwon menawarkan. Wajahnya sudah dihiasi cengiran
sekarang. ''Karaoke di kamarku saja"''
''Aish! Permintaanmu aneh-aneh!'' Jae In langsung menolak.
''Tidak aneh, kok!'' Jae Kwon bersikeras. Tiba-tiba berdiri di atas kasur dan mulai bernyanyi
dengan salah satu tangan di dekatkan ke mulutnya.
''Oh Oh Oh Oppareul saranghae. Ah ah ah ah manhi manhihae.'' Jae Kwon lgsg bernyanyi
sambil menggoyangkan badannya menirukan gerakan lagu yang dipopulerkan oleh SNSD
itu. ''Jae In.. Ayo ikut bernyanyi!'' Jae Kwon masih jejingkrakan di atas kasur. ''Atu kau mau lagu
yang lain" Super junior" Big Bang" Pilih yg mana"''
Tanpa menunggu jawaban Jae In, Jae Kwon segera bernyanyi lagi, ''Sorry sorry sorry sorry
naega naega meonjeo.. Eh, apa itu"''
Jae Kwon turun dari kasur. Matanya baru saja menangkap sesuatu di atas meja belajar Jae
In. ''2iket..'' Jae Kwon mengambil dua lembar tiket itu. ''..JUMP"'' ia menaikkan tangan saat Jae
In berusaha meraihnya. ''Kembalikan!'' seru Jae In.
''Wah.. Dari mana kau mendapatkan tiket ini"'' Jae Kwon terlihat berbinar. ''Kau tahu.. Aku
ingin sekali masuk ke teater ini.''
''Kembalikan!'' Jae In masih berusaha mengambil tike titu.
''Jae In-a,'' Jae Kwon tiba-tiba diresapi perasaan hangat. ''jangan-jangan..''
''Kau kenapa siih"'' Jae In berteriak saat Jae Kwon tiba-tiba memeluknya.
''Gomawo Jae In-a.'' biisik Jae Kwon penuh haru. ''Kau membeli tiket ini untuk
menghiburku,kan" Ayo kita nonton!''
Jae Kwon berdiri di depan gedung teater JUMP. Antrean untuk masuk ke dalam gedung itu
sudah memendek karena pertunjukan sudah dimulai. Ia memegang tiket di tangannya
sambil memanjangkan kepala mencari keberadaan Jae In.
Ponsel yang ia pegang bergetar. Sebuah SMS dari Jae In.
Masuklah dulu. Aku menyusul. Jangan sampai ada teman kita yang melihat kita bersama.
'ah, benar juga.'' Jae Kwon menyetujui isi SMS itu dan segera masuk ke dalam gedung
pertunjukan. ''tiketnya"'' petugas itu tersenyum dan melihat tiket yang dibawa Jae Kwon. ''Kursi E11.
Baris kelima ya.'' ruangan itu sudah gelap saat Jae Kwon masuk. Pertunjukkan sudah dimulai selama
beberapa menit. Dengan penerangan sinar ponsel, Jae Kwon berhasil menemukan tempat
duduknya. ''Eh, aku salah kursi"'' Jae Kwon bergumam sendiri saat tahu hanya ada satu kursi kosong
di sana. Seharusnya ada dua kursi kosong. Untuknya dan untuk Jae In.
Jae Kwon berusaha memperhatikan nomor kursinya. Benar. Ia pun segera duuduk. Ia
menoleh ke kanan ke kirinya, tidak yakin dimana letak kursi Jae In.
''Ajeosshi, maaf.. Apakah ini memang tempat anda"'' Jae Kwon memberanikan diri bertanya
pada sebelah kananya. ''Tentu saja!'' pria setengah baya itu merasa terusik. Ia memandang Jae Kwon sekilas
kemudian memfokuskan lagi pada pertunjukan di depannya.
''Jae Kwon-a!'' Gadis yang duuduk di kiri Jae Kwon tahu* memanggilnya. Jae Kwon terkejut daat melihat
siapa yang duduk di sebelahnya. ''Ha Neur-a" Kenapa bisa ada di sini"''
''Jae In memberiku tiket ini.'' Ha Neul memberitahu. ''Kata Jae In kau ingin membahas
skenario untuk pertunjukan kelas kita dan mengharuskanku menonton JUMP dulu sebagai
referensi"'' ''Jae In bilang begitu"'' Jae Kwon bertanya.
''Iya,'' jawab Ha Neul, walau tampak kebingungan. ''Ada yang salah"''
''Ah.. Tidak.'' Jae Kwon menjawab sementara otaknya memproses kejadian ini. Apa maksud
Jae In melakukan itu"
Jae Kwon melirik Ha Neul yang tengah asyik memperhatikan pertunjukan. Gadis itu tiba-tiba
tertawa, bersama dengan seluruh gedung. Ah, Jae Kwon baru memperhatikan. Ha Neul bisa
juga tertawa lepas seperti itu. Di kelas, gadis ini selalu terlihat malu-malu.
Mau tak mau, Jae Kwon tersenyum melihat tawa Ha Neul. Gadis itu terlihat lucu sekaligus
manis sekali saat tertawa. Ah, tiba-tiba perasaannya mnjadi lebih baik. Tiket JUMP ini
memang bisa membuatnya kembali ceria.
Mungkin ia akan mencoba mendaftar ke JUMP. Apalagi aayhnya sudah memberikan lampu
hijau padanya untuk menjadi diri sendiri. Tidak perlu lagi terlibat di klub sepak bola. Waktu
luangnya jadi lebih banyak.
Oppa And I Karya Orizuka Dan Lia Indra Andriana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
''Seung Wonida (itu Seung Won)!'' Teriakan Ha Neul tiba-tiba membawa Jae Kwon kembali
pada suasana hatinya semula.
Suasana suram kembali menaungi Jae Kwon. Ia lupa kalau Seung Won ada di atas
panggung. ''Ayo cepat-cepat. Setelah ini giliranmu, Jae In.'' Jae Kwon memerintah dari belakang
panggung. Saat ini, giliran kelasnya tampil di atas panggung. Adegan penutup sebentar lagi
dimulai. Memakai hanbok, Jae In menarik napas panjang kemudian masuk ke dalam panggung.
Jae Kwon melihat adiknya melangkah dengan langkah tegap. Adegan terakhir ini adalah
adegan terpenting, saat akhirnya Mong Ryong memberikan cincin pernikahannya pada
Chun Hyang sehingga Chun Hyang mengenali Myong Ryong.
Jae In nampak menunjukkan ekspresi terkejut saat Myong Ryong memberikan cincin itu.
''Danngsineun.. Yeobo (andaa.. Suamiku"''
Jae Kwon tersenyum. Tepat sekali teman sekelasnya memberikan peran ini pada Jae In.
Adiknya itu benar-benar bisa menghayati perannya di atas panggung. Jae Kwon ingat Jae In
benci sekali dengan kalimat terakhir ini, bahkan sempat memprotes kenapa mereka harus
menggunakan dialog padahal tema yang diusung sekolah mengandung kata 'keheningan'
yang seharusnya tidak membutuhkan kata-kata.
Namun, apa boleh buat.. Berakhting tanpa kata ternyata lebih sukar ketimbang
menggunakan kata. Meski cerita ''Chun Hyang'' adalah cerita terkenal, namun dengan cerita
''chun Hyang'' adalah cerita terkenal, namun dengan kemampuan akting teman sekelasnya,
Jae Kwon khawatir para penonton tidak mengerti jalan cerita yang mereka buat. Akhirnya,
pada latihan kelima, diputuskan untuk menambah sedikit supaya bisa mengimbangi
kemampuan akting yang jauh dari standar itu.
Jae Kwon kembali memperhatikan panggung. Saat Seung Won mengangguk dan
menghampiri Jae In, Jae Kwon memanjangkan leher, berusaha melihat ekspresi para
penonton. Senyum Jae Kwon semakin lebar. Ia melihat para penonton terbawa suasana.
Mata mereka tertuju pada Seung Won dan Jae In.
Jae Kwon harus mengakui, keduanya memang memiliki chemistru di atas panggung itu.
Tidak diragukan lagi, Seung Won memandang aktor yg hebat. Pantas saja ia bisa masuk
JUMP. ''Saranghae (aku cinta kamu),'' ucap Seung Won, tangannya meraih tangan Jae In.
''Ige mwoya (apa apaan ini"'' Jae Kwon berseru tertahan saat Seung Won tiba* memeluk
Jae In. Iringan tepuk tangan meriah dari para penonton terdengar, seakan hanya ialah yang
menyadari kesalahan dari kejadian ini.
''Mengapa mereka berpelukan"'' Jae Kwon membalik naskah skenario yang ada di
tangannya sampai pada halaman yang ia cari. ''Di sini tidak ada adegan berpelukan. Kenapa
mereka berpelukan"''
''Ah! Romantis sekali!'' di sebelanya, Sa Ra berkomentar, masih terbawa suasa di atas
panggung. ''Kenapa berpelukan"'' Jae Kwon masih terlihat syok dengan kejadian di atas panggung itu.
Bukannya adegan itu sudah dihapus"''
''Ah, Jae Kwon.. Kenapa mempermasalahkan hal sepele begitu" Lihat.. Pertunjukan kita
sukses! Sa Ra berujar. ''Eh, waktunya memberi penghormatan di depan tuh. Jae Kwon!''
Masihs etengah sadar, Jae Kwon di tarik oleh Sa Ra bersama dengan pemeran dalam
drama itu, Ja Kwon menunduk memberikan hormat.
''Kalian cocok sekali!'' A Ra melonjak kegirangan begitu ereka kembali di belakang
panggung. ''Aku agak khawatir kalian akan kaku di atas panggung. Untung saja Sa Ra tetap bersikeras
meminta kalian berpelukan.'' Ha Neul berkata dengan wajah berseri.''Jaid, kau yang
mengubah naskahnya"'' Jae Kwon berseru pada Sa Ra.
''Kalian yg mengubahnya sendiri" Tanya Jae Ins edikit bingung.''Adegan berpelukan itu
sebenarnya tidak ada"''
''Aduh, jangan begitu. Yg penting pertunjukan kita sukses, kan"'' Sa Ra menyenggol lengan
Jae In. ''Seung Won-a, bagaimana perasaanmu setelah memeluk Jae In"''
Seung Won tersenyum malu sambil menggaruk tengkuk, ''Ah keugae.. (ah.. Itu..)''
Jae Kwom tidak mendengarkan lagi ucapan Seung Won karena setelah itu suara Hye Rin
masuk ke telinganya. ''Seung Won! Daebak (hebat) !'' Hye Rin tiba-tiba masuk ke belakang panggung. Ia
membawa setangkai bunga mawar. ''Neo hante. Sugohaesseo. (untukmu. Selamat, ya)''
''Seonbae,'' bisik Jae Kwon saat Hye Rin melewatinya begitu saja.
''Eo, annyeong, Jae Kwon-a.'l Hye Rin mengatakannya seakan tidak terjadi apa-apa di
antara mereka. ''Jangmi neun (bunga mawar)"'' Jae Kwon berkata lambat-lambat.
''Oh, maaf. Aku hanya membawa satu.'' Hye Rin tersenyum tanpa perasaan bersalah. ''6ari
ini Seung Won pantas mendapatkannya. Tidak apa-apa, kan, Jae Kwon"''
''Bunga untukku"'' bisik Jae Kwon pelan, masih terkejut dengan kejadian ini. Pertemuan
pertamanya dengan Hye Rin malah berakhir seperti ini. Seakan ia tidak tampak. Padahal, ia
ingin menanyakan tetang sms itu pada Hye Rin. Apakah ini artinya mereka benar* bubar,
bahkan sebelum memulai sebuah hubungan"
Perlahan, Jae Kwon melangkah keluar. Ia menarik napas panjang, membiarkan udara
malam masuk ke tubuhnya. Aku juga ingin bunga mawar itu, Jae Kwon mengakui dalm hati.
Pemikiran itu konyol sekali, namun ia memang merasa sedih karena tidak mendapatkan
bunga mawar. ''Jae Kwon-a!'' Tiba-tiba Jae Kwon mendengar suara Ha Neul. Gadis itu berlari kecil ke arahnya.
''Eo, Ha Neul. Ada apa"'' Jae Kwon bertanya. Wajahnya menyunggingkan senyum, seakan
hatinya bersedih tidak mengganggu eksperis wajahnya.
Ha Neul menunduk sambil mengeluarkan tangan yang ia sembunyikan di belakang. ''ini..
Untukmu.'' Jae Kwon melihat tiga tangkai bunga mawar plastik yang diulurkan Ha Neul.''mAaf, hanya
bunga plastik. Tapi... Kau juga keren kok!''
Ha Neul masih menundukkan kepala saat Jae Kwon mengambil bunga plastik itu dari
tangan Ha Neul. jae Kwon berpikir selama bebrapa saat, lalu tersenyum.
''Gomawo, ah, tiba* aku ingin jalan-jalan. Mau menemaniku"''
Ha Neul terbelalak sebentar, tidak menyangka dengan pertanyaan itu, namun kemudian
mengangguk dan tersenyum.
Senyum itu lagi, Jae Kwon berucap dalam hati. Dan suasana hatinya menjadi lebih baik. Tak
pernah ia sangka bunga plastik bisa membuat perasaannya hangat.
--------------------------------------Bab 11 Aku ingin akhir yang bahagia. Bolehkah aku berharap"
Jae In mengehmpaskan tubuh ke atas ranjang, lalu menatap langit* kamarnya. Ia sangat
lelah karena tadi pagi Jae Kwon bersikeras mengajaknya joging di sepanjang Sungai Han.
Anak itu bilang, joging baik untuk kesehatan. Jae In bilang, ia tidak peduli.
Namun, entah mengapa tadi Jae In memakai sepatu ketsnya juga mengikuti Jae Kwon
berjoging di tepi Sungai Han. Mungkin otak Jae In sudah rusak semenjak pertunjukan ''Chun
Hyang'' bodoh tempo hari.
Pikiran Jae In lantas melayang pada kejadian beberapa hari lalu, saat ia berperan sebagai
Chun Hyang untuk pertunjukan kelasnya. Walaupun saat itu Je In gugup setengah mati,
Seung Won bisa memimpinnya dan berbaik hati menutupi kesalahannya. Beban di pundak
Jae In jadi berkurang lebih dari setengahnya.
Jae In menoleh dan menatap hanbok yang tergantung di kenop lemari. Selama ini, Jae In
tidak menyukai hadbok karena baju itu menyimpan banyak kenangan pahit. Melihat hnbok,
ia jadi teringat pada Korea, lalu mau tak mau, pada ayah dan kakak yang tega
meninggalkannya. Memang, itu sudah bukan masalah. Sekarang, ia ada di sini, berkumpul dengan
keluarganya. Tidak ada alasan lagi bagi Jae In untuk membenci Korea. Namun, tetap saja,
luka yang mendalam itu masih membekas di sana. Jae In tidak bisa melupakan bagaimana
Jae Kwon meinggalkan dan mebiarkannya menderita di Indonesia selama bertahun-tahun
tanpa pernah sekali pun memberinya kabar.
''Jae In-a!'' Jae In tersentak saat melihat kepala Jae Kwon menyembul dri pintu, lalu secara refleks
melemparnya dengan bantal. ''Neon mwo ya (kau apaan sih)!''
Jae Kwon mebgusap hidung yang sukses menjadi sasaean. ''Jae In-a, mengapa kau begitu
kuat padahal tak pernah berolahraga"''
Tak berminat menjawab, Jae In hanya menatap kembarannya yang masuk tanpa
dipersilahkan itu, lantas meraik weker dari meja samping ranjang.
''Ya, ya! Baiklah aku akan keluar!'' seru Jae Kwon begitu Jae In mengambil ancang*.
''Sudah kubilang ketuk dulu!'' Jae In balas berseru.
Jae Kwon segera berlindung di balik kursi. ''Aku sudah mengetuk, tahu!''
Jae In berpikir sesaat. Mungkin saja anak itu mengetuk, tetapi Jae In tak mendengar karena
sibuk melamun. ''Ada perlu apa"'' intonasi Jae In menurun.
''Aku cuma mau bilang. Besok eomma dan appa akan mengajak kita makan di luar.
Jae In mengernyit. ''Untuk apa"''
Kening Jae Kwon berkerut. ''Jae In-a.. Kau.. Tidak ingat"
''Ingat apa"'' ''Ya!'' Jae Kwon sekrang bangkit dengan tampang marah. ''Kau bolehs aja lupa dengan
ulang tahun pernikahan eomma dan appa, tapi mana bisa melupakan ulang tahun kita"''
Jae In terkesiap. Ia memang benar-benar lupa. Ia tidak pernah menganggap hari itu hari
yang khusus semenjak Jae Kwon pergi dan tak memberinya ucapan ulang tahun selama
lima tahun. ''Memangnya kenapa kalau kita berulang tahun"'' Jae In kembali berbaring, menghadap
arah berlawanan. ''MWO (APA)?"'' Jaae Kwon melotot, tak percaya. ''Ya, Park Jae In. Kau.. Benar-benar
keterlaluan.'' Jae In tak menjawab, hanya menatap kosong hanbok yang tergantung. Ia bisa mndengar
Jae Kwon berderap keluar kamar dan membanting pintunya. Jae In menggigit bibir,
menahan amarah yang mendadak kembali muncul di dadanya.
Keterlaluan, ia bilang" Siapa sebenarnya yang lebih keterlaluan"
-------------------------------Jae In melangkah gontai si koridor sekolahnya. Pagi ini, Jae Kwon meninggalkannya dan
pergi ke sekolah duluan. Ia tahu anak itu sedang merajuk, tetapi ia juga tak mau mengalah.
Memangnya Jae Kwon siapa bisa merajuk seperti itu" Apa haknya" Kan bukan Jae In yang
pergi meninggalkannya lima tahun lalu"
Sambil menghela napas, Jae In melangkahkan kaki ke dalam kelas. Detik berikutnya,
sebuah petasan meletus di samping telinga kanannya, membuatnya terlonjak satu meter ke
samping dan akhirnya merosot ke lantai.
''M-mwo (A-apa)..'' Jae In menatap Tae Jun yang memakai topi kerucut dengan cengiran
lebar. ''Saengil chukhahae (selamat ulang tahun) !! Serunya, sambil membunyikan petasn kedua.
Seluruh temannya sekarang merangsek ke arah Jae In dan menyerukan hal serupa.
''Ini apa...'' Jae In masih belum bisa mencerna apa pun saat Sa Ra dan Ha Neul
membantunya berdiri dan membawanya ke depan kelas. Begitu ia disandingkan dengan Jae
Kwon dan melihat papan tulis berhias 'SAENGIL CHUKHAHAE PARK JAE IN & PARK JAE
KWON', ia kembali pada akal sehatnya.
Jae In menoleh bengis pada Jae Kwon. ''Ige museun ddeushiya (ini apa-apaan sih)!!
Jae Kwon hanya menggaruk tengkuk, lalu menunjuk Da Suk yang nyengir malu* dari pojok
kelas. ''Dia yang membocorkannya.''
Pandangan ganas Jae In sekarang beralih pada Dae Suk yang semakin mengerucut. Jae In
kembali melirik Jae Kwon. ''Ini salahmu dan teman* pengadumu.''
Jae Kwon menatap Jae In. ''Ya sudahla. Memangnya kenapa sih kalau--''
''Yaaa kalian tega sekali tidak mengatakan kalai kalian kembar kepada kami!! Sahut Ki Jun,
teman sekelas mereka, membuat mereka menatapnya. ''Tapi ini kabar gembira, ya kan
teman*" Kita tidak perlu khawatir mereka akan berkencan! Aku bebas menyukai Jae In.
Anak-anak menyambut candaan Ki Jun sengan Riuh. Jae Kwon segera menarik kerah
bajunya sambil mengetuk dahi anak laki-laki konyol itu dan tertawa-tawa.
Jae In sendiri hanya membuang muka, dan tepat pada saat itulah tatapannya bertemu
dengan Seung Won yang hanya duduk manis di bangkunya. Anak itu tersenyum simpul, dan
entah mengapa hati Jae In terasa berdesir.
''Baiklah! Sepertinya semua sekarang sudah gembira, ya!'' Dae Suk mendadak bangkit.
''Kalau begitu, mari bernyanyi bersama!''
Jae In segera menatapnya ganas, membuatnya tak jadi memimpin paduan suara. Sa Ra
menggantikannya dengan sukacita.
Saat teman* sibuk bernyanyi, Jae In hanya menghela napas. Mungkin memang sudah
waktunya teman-temannya tahu. Seperti perkataan orang indonesia, serapat apapun
menyimpan ikan asin, pasti baunya akann tercium juga
Namun, si ikan asin yang biasanya cengar cengir ini malah menghindari tatapannya.
Jae In menatap sketsa di bukunya. Lagi-lagi, sketsa itu bergambar Jae Kwon. Mengapa
selalu anak itu sih yang jadi bahan gambarnya"
Sebenarnya, Jae In tahu jawabannya. Secara tak sadar, otaknya selalu mengingat bocah
itu. Karena sampai sekarang Jae In belum bisa memaafkannya, makanya ia selalu muncul
di sudut ingatan Jae In dan tergorsekan oleh pensilnya.
Jae In menumpangkan tangan pada kedua lutut, lalu menempelkan dahinya di sana.
Beberapa bulanini, hubungannya dengan Jae Kwon perlahan membaik. Mengapa mereka
harus berulang tahun sekarang" Mengapa Jae In harus mengingat kebenciannya lagi"
Tahu-tahu, kepala Jae In kejatuhan sesuatu. Jae In segera mengelus kepalanya, lalu
mencari-cari benda yang tadi mengantuknya. Sebuah kotak kecil berwarna merah tergeletak
tepat di depannya. Jae In menoleh ke sekitar, namun tak ada siapa pun di balkon itu. Semua temannya sedang
sibuk di kelas bersama Jae Kwon. Jae In lantas teringat sesuatu. Ia segera mengintip dari
balik pagar balkin ke halaman di bawahnya.
Seperti dugaannya, Seung Won melambaik dari bawah sana dengan senyuman jahil. ''Tepat
pada sasaran"'' tanpa sadar, Jae In kembali mengelus kepala yang tadi terantuk. ''Sakit, tahu!''
Seung Won terkekeh. ''Rasakan.''
''Tidak bisa memberikannya secara baik-baik"'' Jae In tak berniat untuk melepaskan Seung
Won begitu saja. ''Harus dilempar seperti ini"''
''Oh, jadi kau mau aku menyodorkannya padamu dan kau berkata 'Dangsineun.. Yeobo
(kau.. Suamiku)', begitu"''
Seung Won menggoda Jae In dengan kaata-kata dalam drama ''Chun Hyang'' kemarin.
Wajah Jae In memerah, mengingat adegan spesiifik setelah dialog itu. ''Ah, molla (tauk ah)!''
Seung Won terkekeh lagi, lalu menatap Jae In. ''Saengil chukhahae''
Jae In balas menatap Seung Won, tak yakin mau mengucapkan apa. Seung Won sendiri
tampak tak menunggu jawabannya dan malah tampak memikirkan yang lain.
''Tempo hari kau tak datang ke pertunjukanku.'' Seung Won menggaruk tengkuk. ''-u malah
melihat Jae Kwon dan Ha Neul.''
''Aku datang,'' sambar jae In. ''aku dudul paling belakang. Aku tak kebagian t4 duduk yang
enak.'' ''Jinjja (benarkah)"'' Seung Won melotot. Jadi, kau datang"''
''Eo (iya),'' jawab Jae In. ''Sekarang aku tahu kenapa kau jadi suka tertawa sendirian. Dan di
atas panggung itu kau tampak lebih.... Bodoh:''
Seung Won melongo mendengar pendapat jujur dari Jae In, lalu terbahak. Awalnya, Seung
Won juga merasa bodoh saat bergabunng dengan jUMP. Namun, lama kelamaan, ia
mencintau teater itu dengan sepenuh hati.
''Neo jinjja daebakida (kau benar-benar hebat),'' kata Seung Won geli.
Ja In tersenyum, ikut geli karena mengingat pertunjukan Seung Won. Ia tidak menyadari
Seung Won sudah berhenti tertawa dan malah memperhatikannya.
''Aku tak tahu apa yang terjadi antara kau dan Jae Kwon,'' kata Seung Won membuat Jae In
menatapnya. ''Tapi aku harap kalian bisa menyelesaikannya. Kau tak tahu betapa Jae Kwon
sangat melindungimu. Ia terlihat seperti kakak yang baik.''
Jae In menatapnya selama beberapa saat, lalu sibuk dengan pikirannya sendiri.
''itu,'' Seung Won mengedikkan dagu pada kotak yang dipegang Jae In, ''dipakai ya.''
Seung Won mengatakannya sambil tersenyum kemudian berlalu. Jae In menatap
punggungnya yang semakin menjauh sambil memikirkan kata-katanya tadi.
Semakin memikirkannya, Jae In jadi semakin merasa pusing.
Jae In menatap pantulan wajahnya di cermin. Seharian ini, Jae Kwon tidak seperti biasanya.
Ia kebanyakan diam, tidak menatapnya balik, dan tidak bertanya apa-apa. Mau tidak mau,
Jae In merasa sedikit kehilangan.
Walaupun begitu, Jae In sama sekali tidak mau meminta maaf. Jae Kwon yang salag,
mengapa harus ia yang minta maaf"
Sambil menghela napas, Jae In meraih sebuah kotak kecil di atas meja rias, lalu
membukanya. Tampak sebuah jepit rambut berbentuk pita berwarna merah pemberian
Seung Won tadi siang. Sudut bibir Jae In terangkat saat mengingat kejadian itu, namun
lantas mengingat perkataanya soal Jae Kwon.
Jae In menggeleng, tidak mau tahu lagi soal bocah itu. Ia memasang jepit itu pada
rambutnya, lalu bangkit dan melangkah keluar kamar. Jae Kwon dan ayahnya tidak tampak
di mana pun, sepertinya masih bersiap-siap. Ibunya sedang duduk membelakanginya, asyik
dg laptop di ruang makan.
Jae In melangkah, bermaksud untuk duduk di dekatnya, namun mendadak merasa
penasarandg pa yg sedang dilihatnya. Jae In mengintip dari balik punggung ibunya. Lalu
mengernyit saat merasa mengenali halama Yg sdg dilihat ibunya.
''Eomma,'' kata Jae In membuat Sandy terlojak kaget. ''Sedang apa dg e-mailku"''
''Jae In-a,!'' seru Sandy, buru-buru menutup laptop. ''Aniya (enggak kok), eomma hanya sdg
pinjam untuk pesan.. Panci online!''
''Panci"''ulang Jae In bingung.
tepat pada saat itu, Jae bin muncul dari kamar lengkap dg setelan jas. jae kwon mubcul dg
dandanan serupa. Jae in merasa mereka seperti mau ke pernikahan, bukannya makan
malam.
Oppa And I Karya Orizuka Dan Lia Indra Andriana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"A-ayo pergi!" Sandy menyambar dompet. Lalu menarik tangan Jae In.
Jae In sendiri Mas?h berusaha melihat laptop. Ada yg anep dg ibunya. Jika ia sudah
bertinkah aneh begini., pasti ada sesuatu yg terjadi.
Pasti. "Selamat ulang tahun, anak-anakku."
"Terima kasih, Appa, Eommd," jawab Jae In dan Jae Kwon berbarengan. Mereka lantas
mendentingkan gelas berisi cola dg gelas ayah-ibunya yg berisi wine.
"Ini, hadiah dari kami untuk Jae Kwon." Sandy menyerahkan sebuah bingkisan pada Jae
Kwon yg berbinar. "Dan ini, untuk Jae In."
Jae In menerima bingkisan berbalut kertas perak berukuran 5 x lipat dari milik Jae Kwon.
Kalau boleh menebak, isi bingkisan ini mgkn televisi. Besar sekali !
"Kalian bisa membukanya!" Sandy terlihat lebih bersemangat daripada anak2 nya sendiri.
Jae Kwon membuka bingkisan lebih dulu, lalu melongo saat melihat isinya.koleksi miniatur
One Piece lengkap. "Ayahmu membelikannya untukmu." kata Sandy membuat Jae kwon segera menatap Jae
Bin tak percaya. "Jinjjayo?" seru JaeKwon. Jae Bin hanya berdeham.
"Kau sudah mengatakan apa yg kau ingnkan. Kalau itu sesuatu yg sgt ingin kau lakukan,
aku tak akan melarangmu." katanya, membuat Jae Kwon segera menghambur
memeluknya. "Appa-mu benar2 aneh akhir2 ini." Wjah Sandy bersemu. "dia bahkan mengajak Eomma
mencari kado untuk kalian."
" Komapseumnida (terima kasih) ! Appa jjang (ayah keren deh)!" Jae Kwon bersorak-sorai
sementara Jae In menatap pemandangan itu datar.
Dalam kehebohan itu, Jae In mengambil kesempatan untuk membuka hadiahnya sendiri.
Alis Jae In terangkat saat melihat beberapa kado lain ada di dal
am kotak besar itu. Jae In
mengambil salah satu yg berbentuk kotak panjang, lalu membukanya dan mendapati
sepasang sepatu berukuran satu nomor lebih kecil dari yg dipakainya skrg. Jae in menghela
npas. Sebenarnya, niat tidak sih memberi kado..,"
Ogah-ogahan, Jae In mengambil secarik kartu ucapan `selamat ulang tahun`, tetapi ada
sesuatu yg membuat mata Jae In melebar dan jantungnya mencelos.
Kepada anak perempuanku tersayang,selamat ulang tahun yg ke-15.
Ke.. Lima belas" Penasaran, Jae In mengambil kotak yg lain dan membukanya sattu per satu. Kamer polaroid
untuk ulangtahunnya y ke-14, arloji imut untuk ulang tahunnya yg ke-13, dan bendaterakhir
yamg ia temukan adalah tablet grafis untuk ulang tahunnya saat ini.
Perlahan, Jae In mengangkat dagu dan mencuri pandang pada ayahnya yg sudah
menatapnya duluan. Ia tersenyum, satu hal yg Jae In tidak pernah lihat. Mendadak, Jae In
merasa seperti ingin menangis. Apa ini maksudnya selama ini ayahnya membelikannya
hadiah namun tak pernah mengirimkannya ke Indonesia" Mengapa"
"Wae.." Jae In tercekat, membuat perhatian semua org skrg terarah padanya. "Wae.."
Air mata Jae In sudah menitik. ia sudah tak bisa menahannya lebih lama lagi. Ia tidak tahu
aapa yg trjadi slama 5 tahhun ini .
"Jae In-a, maafkan Appa." Jae Bin akhrnya membuka mulut. "Seharusnya Appa
mengirimnya saja Ke Indonesia."
Jae In segera terisak mendengar kata-kata ayahnya. Seumur hidupnya, baru kali ini ia
mendengar perkataan tulus ayahnya.
Jae In pun menangis lebih keras saat tangan ayahnya merengkuhnya.
----------Jae In menatap bayangan wajahnya di cermin kamar kecil restoran. Bedaknya luntur oleh air
matanya. Jelek sekali. Jae In menghela napas, lalu membasuh wajah dan mengelapnya dg tisu. Setelah cukup
yakin wajahnya layak untuk dilihat, Jae In melangkah keluar dan terlonjak saat melihat Jae
Kwon ada tepat di depan pintu.
"Neon mwo ya (kau apaan)?" seruJae In. "Kenapa mengikutiku?"
"Siapa yg mengikutimu" Aku juga habis dari kamar kecil," sanggah Jae Kwon.
Jae In menatapnya, lalu mengedikkan bahu dan kembali melangkah. Jae Kwon
mengikutinya dalam diam. "Kau tidak mau memberiku hadiah, jae in-a?"
"Nae ga wae (kenapa aku harus memberimu hadiah)?" langkah Jae In terhenti. Ia lantas
berbalik dan menatap kakak kembarnya itu. Kekesalannya sekarang memuncak di kepala.
"Selama 5 tahun kau tidak pernah memberiku hadiah, mengapa skrg aku harus memberimu
?" Jae Kwon terkesiap mendengar semprotan Jae In. "Museun soriya (kau ngomong apa)"
Bukankah kau yg selalu menolak jika aku ingin memberikn hadiah" Kau blg tdk perlu! Setiap
aku mau datang ke indonesia pun, kau selalu bilan kau sedang pergi"
"Nae ga eonje (memangnya kapan)?" seru Jae In lagi. Jae Kwon benar-benar
menyeballkan. Sekarang, bocah itu malah mengarang cerita. "Lagipula memangnya kapan
aku sempat menolak, hah" Kita bahkan tak pernah bicara!"
"Museun mariya (aapaan sih) " Jae Kwon mulai terlihat frustasi. " Jae in-a, mengapa kau jadi
begini s?h" Padahal selama ini kau begitu manis. Aku heran melihatmu begini."
"Cih." Jae In sama-sama frustasi. "Kau yg aneh. Kita tak pernah bicara selama 5 tahun tapi
kau seenaknya sok dekat dgku, mengaku-ngaku sebagai oppa-ku dan skrg bilang aku selalu
menolak hadiah darimu" Kau benar-benar lucu."
Jae Kwon menatap Jae In nanar. "Jae In-a, jadi kau anggap apa semua e-mailku selama
ini?" "E-mail?" Jae In mendengus. Aku tak pernah merasa mendapat E-mail darimu. Kau jangan
mengarang cerita!" "Haah?" Jae Kwon tambah bingung. "Jadi, dg siapa aku berkirim e-mail selama ini?"
"E-mail, kau bilang.." Jae In sudah akan kmbli mendengus saat tahu2 teringat pada ibunya
saat sebelum berangkat tadi. "E-mail ?"
Jae Kwon menatap Jae In yg sedang berpikir keras. Detik berikutnya, Jae In balik menatap
Jae Kwon dengan tampang horor.
"E-MAIL!!!!" -------"EOMMA!"
Sandy yang sedang minum langsung tersedak saat mendengar jeritan Jae In. Anak
perempuannya itu berderap menghampirinya dg tampang luar biasa marah.
"A-ada apa Jae In-a?" tanya Sandy takut-takut.
"Eomma, apa yang kau lakukan dg e-mailku?"
tanya Jae In tanpa memedulikan tatapan bingung para pengunjung restoran.
"E-e-mail?"Sandy tergagap, sudut matanya mengawasi suaminya.
"Ya, e-mailku! Jangan bilang selama ini Eomma berkirim E-mail dgnya!" Jae In menunjuk
Jae Kwon yg semakin bingung. "Jangan bilang selama ini Eomma berpura-pura menjadi aku
dan berkomunikasi dgnya."
"I-itu.." Sandy menggigit bibir, lalu akhirnya mengatupkan kedua tangan di depan wajah.
"Mian., Jae In-a.."
Jae In, Jae Kwon dan Jae Bin sekarang menganga parah, tahu bahwa tuduhan JaeIn tadi
tepat sasaran. Jae In segera terduduk di lantai restoran. Kepalanya pening.
"Eomma, kenapa?" tanya Jae Kwon marah. "Aku pikir selama ini aku dan Jae In mengobrol!
Itu ternyata Eomma"kenapa Eomma tega melakukannya?"
"Mian, Jae Kwon-a.. Saat itu Eomma benar2 marah pada Appa-mu.. Eomma tidakmau ia
membawa Jae In juga.. Eomma begitu kalut dan takut jadi tidak bisa berpikir jernih.." Mata
Sandy mulai berkaca-kaca. "Mian.."
" Sandy-ya. Neon jeongmal (kau benar-benar).." Jae Bin menggeleng-geleng sambil memijat
dahi. Sifat kekanakan istrinya itu benar-benar sudah di luar batas.
"Eomma pernah memikirkan perasaanku?" Jae In membuka mulut, suaranya serak.
"Pernahkah Eomma memikirkan perasaanku" Aku pikir tidak ada lagi yang peduli padaku!
Aku Pikir tidak ada yang mengingatku!"
"Jae In-a, mianhae.." Sandy segera menghambur ke arah Jae In dan memeluknya. "Saat itu
Eomma sgt kekanakan. EOmma hanya memikirkam ego Eomma. Setelah kembali ke sini
dan berkumpul lagi, Eomma sadar eomma bersalah. Maafkan Eomma, Jae In-a.."
Jae in kembali terisak. Namun entah mengapa, alih2 merasa kesal, hatinya sekarang terasa
lega. Beban di pundaknya selama ini terasa seperti terangkat. Ia tidakpeduli pada kesalahan
ibunya. Yang ia pedulikan hnya satu.
Akhirnya, ia tahu kalau ia tidak dilupakan.
-------------"Jae In-a.. Gwaenchanha (tidak apa-apa)?"
Jae In menoleh, lalu mendapati Jada Kwon ada di sampingnya. Saat ini, Jae In sedang
duduk di ayunan di halaman rumahnya.
Jae In mengangguk. "Gwaenchanha."
"Boleh aku duduk?" tanya Jae Kwon membuat Jae In mengangguk lagi. Jae Kwon duduk di
sampin Jae In. "Eomma sedang diomeli appa di dalam."
"Jinjja?" Jae In menatap rumah, khawatir. "Apa aku harus masuk?"
"Tidak usah, mereka pasti akan baik-baik saja." Kata Jae Kwon sambil tersenyum. "Eomma
memang kadang berlebihan dan pikirannya kekanakan, tapi setelah ini kurasa dia akan
belajar. Appa pun pasti mengerti. Kau sendiri tahu, akhir-akhir ini appa sudah berubah dan
mulai memperhatikan eomma."
Jae In mengangguk setuju. Ia tahu ibunya tidak jahat, hanya saja Tuhan memberi ibunya
sifat yang kelewat kekanakan. Dan, satu-satunya orang yang bisa menerima sifat itu
hanyalah ayahnya. "Jadi.. Semua ini hanya salah paham," kata Jae Kwon membuat Jae In menatapnya. "Aku
senang ini cuma salah paham. Kupikir kau benar-benar membenciku."
"Kau jangan besar kepala dulu." Jae In membuang muka. "Aku masih membencimu karena
kau meninggalkanku lima tahun lalu."
"Jae In-a.. Kau tahu mengapa aku pergi lima tahun lalu?" Jae Kwon bertanya, membuat Jae
In kembali menatapnya. "Lebih dari apapun,aku tak ingin appa tinggal sendirian. Kaukan
tahu, appa sangat gila bekerja. Aku khawatir ia tidak ingat makan."
Mata Jae In melebar. "Aku tahu keputusanku lima tahun lalu sangat berat. Aku harus berpisah darimu. Tapi aku
tahu, hati kita akan tetap terkait," lanjut Jae Kwon. " Makanya aku mengambil keputusan itu.
Tapi, aku tidak tahu kalau keputusan itu malah jadi malapetaka buatmu."
Jae In menggigit bibir, menahan air mata y sudah hendak keluar.
"Mianhae, Jae In-a, aku tak tahu selama ini kau sgt menderita."
"Aniya." Jae In menggeleng. "Bukan kesalahanmu."
Jae Kwon menatap Jae In, lalu mengangkat tangan, bermaksud untuk mengelus kepala
adiknya itu. Namun, tangannya terhenti di udara.
"Mianhae.." jae In tiba-tiba berkata dg suara bergetar. "Maaf, selama ini aku selalu kasar
padamu. Maaf.." "Gwaenchanha." Jae Kwon akhirnya mengacak rambut Jae In. Hal yg selama ini sangat
diinginkannya. "Yang pasti, aku tahu kautidak membenciku. Itu sudah cukup."
Jae In mengangguk. "Aku tidak membemdcimu."
"Ah.. Senangnya aku mendapatkan adik manisku kembali." Jae Kwon merentangkan tangan
dan menghirup udara malam yg beraroma bunga di taman. Jae Kwon lantas menatap langit
malam yang bertabur bintang. "Tapi. Jae In-a.. Ada satu hal lagi yg sangat ingin kudengar
darimu." Jae In menatapnya bingung. "Apa?"
"Nan.. Neoyege mwoji (bagimu aku ini apa)?"
Jae In menata Jae Kwon yg balas menatapnya jahil, lalu tersenyum lebar. Benar. Inilah yang
harus Jae In lakukan setelah aapa yang terjadi selama ini.
"Nae oppa (Oppa-ku)"
--THE END" Penguasa Danau Keramat 2 Pendekar Rajawali Sakti 108 Harga Sebuah Kepala Memanah Burung Rajawali 27
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama