Ceritasilat Novel Online

Pasangan Jadi Jadian 1

Pasangan Jadi Jadian Karya Lusiwulan Bagian 1


PASANGAN (JADI) JADIAN by:Lusi Wulan Part*1 Malam,memutar otak. Priyayi memekik. Bibirnya membuka, matanya berbinar. "Ya, ya, ya.... Sewakan kamar! Ide
bagus," gumam Priyayi. Matanya tetap mengikuti jalannya film South Kensington yang DVD-nya
ia sewa tadi dalam perjalanan pulang ke rumah, tapi konsentrasinya terpecah sudah.
Apa pasal cewek manis ini sampai memekik "Sewakan kamar?"
Dimulai dari keinginan Priyayi yang telah terpendam sekian lama. Lama-lama status keinginan
tersebut memuncak menjadi impian besar. Dan menurutnya sekarang inilah saatnya impian itu
harus mulai diungkapkan kepada pihak-pihak yang diperkirakan mampu dan akan menjadi
sponsor untuk mewujudkan impiannya tersebut dalam jangka waktu relatif cepat.
Mau tahu apa impian Priyayi itu"
Benua Eropa. Memang sih orangtua Priyayi termasuk dalam golongan orang kaya yang mampu pergi ke
belahan bumi mana saja kapan saja.
Jadi ke Eropa bukanlah hal yang sulit diwujudkan. Sekarang masalahnya yang diimpikan Priyayi
lebih dari sekedar berangkat, check-in hotel, keliling kota, jalan-jalan ke tempat wisata, beli
cendera mata kemudian pulang.
Yang diinginkan gadis itu adalah keliling di negara-negara besar Eropa dalam rentang waktu
yang tidak terbatas. Kalau di-rating mulai dari 1 sampai 5, dengan 1 adalah berminat dan 5
adalah bosan, maka rating yang diinginkan Priyayi adalah 5. Oke, 4 tak apa-apalah(4 adalah
tidak ada lagi tempat menarik bagiku).
Dia mengincar kota-kota besarnya, menikmati hotel, kafe, restoran, tempat clubbing, dan
perawatan kecantikan. Semua dengan fasilitas kelas satu. Terlebih, Priyayi kepingin banget
belanja di butik-butik desainer kelas dunia, langsung di kota asal mereka. Ia mengincar Milan,
London, Paris sesuai dengan yang dibacanya di majalah-majalah atau yang ia tonton di jaringan
TV kabel. "Haaa?" Mamanya melongo mendengar penuturan anak perempuannya." Kamu gila atau
apa,Nak?" "Ih...., Mama,biasa aja deh!"
"Mana bisa dianggap biasa"! Kalau satu-dua minggu dan cuma jalan-jalan sih nggak apa-apa,
mama dan papamu bayarin semua, tapi ini....."! Buang-buang duit namanya! Mendingan
dialokasikan untuk sesuatu yang lebih penting atau untuk kegiatan sosial," oceh Mama.
"Ma, nanti aku tambahin pake tabunganku. Nggak sekarang kok, masih beberapa tahun lagi."
"Kenapa nggak Mama dan Papa saja yang nambahin?" celetuk Papa angkat bicara.
Sebenarnya jawabannya sudah bisa ditebak. Papa hanya ingin menyindirnya. Mama
mengangguk-angguk tanda mendukung.
"Potong warisan deh..."
Kontan mama dan papanya tergelak,
"Yakin amat ada warisan buatmu," seloroh Mama.
"Yakin donk, kalian memang kadang suka bikin sebal, tapi kalian masih tetap orangtua yang baik
dan peduli terhadap anak-anaknya," sahut Priyayi, ada unsur merayu didalamnya.
"Berarti setengah pembayaran rumahmu dan membayar penuh mobilmu tanpa memotong
warisan," timpal mamanya penuh kemenangan.
Papa merangkul bahu anaknya dan bertukas," Karena kami sebagai orangtua terlalu baik, kami
akan membayari tiket pesawat pulang-perginya."
"Ditambahi biaya hotel dan jajan seminggu juga nggak apa-apa, Pa?" usul Mama seraya
tersenyum bak malaikat penuh ampunan. Papanya ikut-ikutan. Priyayi tambah manyun. Yaah.....
Memang nggak bisa berharap banyak dari orangtuanya.
Papa lantas menyeletuk,"GIRL, kenapa nggak coba minta kakekmu?"
Priyayi memutar bola matanya, bibirnya menguncup meniup udara dari rongga paru-paru. Well.
Semua orang didunia tahu kakek yang tinggal bersama orangtua Priyayi adalah sumber harta
dan kasih sayang bagi Priyayi. Hubungan mereka sangat dekat, sang kakek memanjakan
cucunya, sang cucu memuja kakeknya. Dan sejauh ini, imbas materi yang diperoleh Priyayi
adalah rumah besar di pusat kota beserta isinya yang dibayar berdua dengan orangtua Priyayi
dan dua kartu kredit dengan limit yang tinggi. Tentu saja ada persyaratan yang harus dipenuhi
Priyayi. Tak ada yang persen gratis di dunia ini!
Lantaran si kakek sudah memberi banyak, Priyayi merasa tidaklah etis dan tidaklah tahu diri
kalau minta yang lebih besar lagi. Terlebih, kakeknya pasti nggak akan mengizinkan dia
bepergian sendirian sejauh itu dengan waktu selama itu. Percaya deh!
Jadi, beberapa hari ini dia memutar otak bagaimana memperoleh uang eksta dengan cepat,
selain dari gaji tentunya. Lalu putaran otak berhenti pada film South Kensington tadi. Rupert
Everett yang mewarisi rumah besar beserta perabotan antik bernilai tinggi mengalami kesulitan
finansial sehingga menyewakan kamar-kamar di rumahnya kepada orang lain dan menjual satu
per satu koleksi perabotan antiknya.
Berhubung Priyayi nggak punya perabotan bernilai tinggi, tercetus ide di kepalanya menyewakan
satu kamar kosong di rumahnya.
Priyayi mengusap-usap dagunya seraya berpikir, hemm..... Lebih aman kalau diiklankan ke
orang-orang yang kekenal terlebih dahulu. Ia lantas bangkit mengambil kertas, bolpoin,
kalkulator, dan mulai mengalkulasi.
Part*2 "Jadi barang-barangmu sekarang di mana?"
"Di motor." "Haaah...."! Dan motormu sekarang di parkiran luar?"
Jagad menjawab dengan anggukan. Priyayi memutar bola matanya. Gemas.
"Nggak mikir apa, ada yang mengambil buntelanmu itu" Kok nggak dititipin di loker barang sih!
Sambil mengomel, Priyayi meraih ponsel dan menghubungi pos scurity agar ada yang
mengawasi barang-barang di atas motor berplat F 58xx xx (tidak dicantumkan untuk umum, demi
keamanan!). "Berat. Sori ya," sahut Jagad enteng.
"Kenapa mendadak banget sih" Kamu nggak kasih kesempatan buatku berpikir, tahu!"
Jagad mengira hidangan gado-gado dan es kelapa muda di depan Priyayi mampu meredam
omelannya, ternyata bak mercon yang disulut api mulai dari ekor sampai kepala terus terbakar
nggak berhenti-henti, bret bret bret.... dhuarr! Dhuarr!
Refensi dari Jagad, kalau mau beli mercon, beli merek Priyayi, dijamin mengglegar, mant......
"Atau kamu sengaja ya bikin aku nggak sempat berpikir selain mengiyakan permintaanmu karena
kamu tahu aku nggak mungkin tega menelantarkan seorang teman tidur di jalan?"
Dengar.... mengglegar, kan"
"Jagad!" "Oh, anu, nggaklah. Aku udah memutar otak sebisa mungkin nggak ngrepotin kamu. Tapi apa
daya duit nggak bisa balik karena kepake buat renovasi, udah bayar full enam bulan."
Ceritanya, rumah milik teman Jagad tempat ia menyewa kamar mulai hari ini direnovasi dan ia
harus mengungsi untuk sementara.
"Kebetulan sekali kamu nyewain kamarmu, karena kalau teman sendiri kan bayarnya ngga
seketat nyewa di orang asing, bisa nunggak gitu....."
Priyayi langsung nyolot." Mau enaknya aja!"
".....Dan bisa diskon.....," imbuh Jagad nggak tahu diri nggak sadar asal-muasal, hehe. Priyayi
tambah sewot. Raut mukanya jelas-jelas menyiratkan penolakan.
"Yi, kalau aku ada budget lebih, suer aku ngekos beberapa bulan. Pulang pergi ke rumah ortu
biayanya sama dengan ngekos, berat...."
"Kenapa nggak ikut temanmu pemilik rumah itu?"
"Dia numpang di rumah saudaranya. Nggak mungkin, kan?"
"Dia harus bertanggung jawab atas nasibmu donk."
Jagad menepikan rambut yang jatuh di dahinya. "Penginnya dia juga begitu, tapi kemampuannya
terbatas, Yi. Aku udah bersyukur banget selama ini dia nggak pernah ambil keuntungan dariku."
Priyayi menghela napas berat." Aku pinjemin kamu duit buat kos."
"Aku nggak punya simpanan sama sekali, Yi. Maklum baru diterima kerja dan cicilan motor."
dah ah ngantuk....... Part*3 Jagad belum sebulan mengajar di international junior high school untuk mata pelajaran
matematika. Math teacher, begitu murid-muridnya memanggil.
"Duh, kamu mengenaskan banget sih," celetuk Priyayi sinis.
Jagad tersenyum kecut." Memang, Ke mana aja kamu selama ini?"
Tak urung Priyayi nyengir.
Jagad memandang Priyayi sungguh-sungguh." Yi, kita udah berteman baik. Aku pasti bayar
nanti....., aku nggak akan lari ke mana-mana kok."
Priyayi menatap tajam temannya itu. Mimiknya mulai berubah. Ahli penyirat wajah
menerjemahkan Priyayi mulai luluh dan mempertimbangkan keadaan darurat Jagad.
"Kalau kamu khawatir soal Jimmy," tambah Jagad menyakinkan hati Priyayi." Boleh nunggak,
nggak ada potongan harga."
"Ayolah, Yi, kita kan berteman baik...."
"Kamu udah bilang tadi," seloroh Priyayi ketus.
"Sadar nggak Yi, Tuhan telah memberimu kesempatan untuk berbuat baik guna menambah
amalmu di dunia yang fana ini....?"
Mendengar itu, dengusan Priyayi bertambah keras. Akhirnya Jagad mengubah strateginya. Ia
berdeham dan menyetel mimik muka menerawang dengan mata dibuat sayu. Wajahnya jadi jauh
dari cakep, tapi yang penting bisa menakhlukkan hati Priyayi.
"Masih inget nggak saat kamu bertengkar hebat dengan kakekmu, kamu dalam keadaan kalut,
kamu berlari tapi nggak ada tempat untuk berlari, siapa yang akhirnya mau menyisihkan tempat
untukmu tidur di malam hujan lebat itu....?"
Priyayi angkat tangan, mengalah. Atas nama kemanusiaan dan kisah baik diantara mereka.
"Fine, fine!" Ia berdiri dan merapikan pakaiannya. "Hari ini Mbak yang bersih-bersih rumah dan
cuci baju datang, aku akan minta tolong dia buat bersihin kamar belakang. Ada beberapa barang,
nanti aku atur." Priyayi segera meninggalkan kafeteria di Area Olahraga dan bermain, kembali ke kantor yang
terletak di area samping. Jagad memekik girang berhasil menaklukkan hati Priyayi. Ia berdiri
menyusul Priyayi dan merangkulkan lengan ke bahu temannya.
Thanks, boddy!" Priyayi melepaskan rangkulan Jagad, risi. "Apaan sih" Dilihat banyak orang, tahu!"
next..... Part*4 "Dia menerima kamu?"
Jagad mengangguk. Kontan dua temannya bereaksi antara takjub dan sangsi dengan keputusan
Priyayi meskipun hanya untuk sementara. Oya, mereka semua saling mengenal.
"Kamu yakin kuat?" tanya Tio setengah bergurau setengah serius.
Jagad menyeringai. "Kuat dong! Aku kan sudah menekan Yayi supaya kasih bunga setengahnya.
Dia nggak bisa rugi banyak kok, kalau renovasinya cepat, mungkin bisa kelar tiga-empat
bulanan, dan dia dapat pahala karena menolong teman kesusahan,
hehe....." Icang, teman yang satu lagi nimbrung sambil mencibir." Yayi sih bakal tekor pahalanya nolongin
golongan hitam kayak dirimu, hahaha...."
Tio ikut ngakak kemudian berujar," Yang kumaksud bukan kuat itu, tapi kuat menahan iman
serumah dengan makhluk berlawanan jenis yang oke macam Yayi."
Jagad nyengir." Buddy, kayak nggak kenal Yayi aja. Dia kan..." Jagad diam sesaat,".... teman
kita." Icang menyeringai." Kalau teman lantas nggak tergoda, begitu" Kamu tuh sok naif atau nggak
normal?" Tio menimpali," Semua pria Indonesia akan bilang Yayi adalah cewek cantik dan menyenangkan,
dan semua pacar Indonesia akan ketir-ketir kalau pasangannya serumah dengan cewek seperti
Yayi." "Hei, aku cowok yang setia pacar," tangkis Jagad. Icang merangkul bahu Jagad." Man, kamu
harus membuka segala kemungkinan. Dan satu saat kamu menghadapi kemungkinan ini: kalian
lagi santai di rumah, hubungan kalian makin akrab, bahu-membahu,saling curhat,saling canda.
Intinya kalian hampir nggak berjarak. Dia mengenakan celana pendek,tank top,duduk malas di
sofa,menyelonjorkan kaki,kedua tangannya diangkat ditekuk di belakang kepala, kemudian dia
merasa ngantuk,matanya dipejamkan,pakaiannya tersingkap,bahasa tubuhnya
rileks,lemas,dan....tidak ada siapa-siapa selain kalian berdua. Pacarmu lagi menjengkelkan,
pacarnya juga entah dimana...."
Jagad mengedikkan bahu." Bisa kuatasi."
Icang dan Tio bersiul kemudian menyeringai lebar. Seringai khas lelaki.
"Kita membicarakan Yayi, man....Yayi!" seloroh Tio.
Alkisah mereka membentuk satu lingkaran besar pertemanan. Dan kalau sesama teman pria
berkumpul dengan topik bahasan teman-teman cewek, mayoritas lebih suka menyorot Priyayi.
Apa yang baru darinya, apa yang dilakukan, dan apa yang dia bicarakan selagi hang out dengan
salah satu atau lebih dari mereka.
Bukannya pacar-pacar mereka atau teman-teman cewek lain nggak ada yang secantik Priyayi,
namun secara otomatis tanpa dikomando, atas kemauan sendiri merek mengikutsertaan hal-hal
seputar Priyayi dalam Minutes Meeting mereka. Bisa jadi disebabkan pembawaan cewek itu yang
easy going dan gampang nyambung dengan obrolan mereka dan juga gampang direcoki alias
dimintai tolong mulai dari hal-hal nggak penting sampai hal serius. Plus, well, penampilannya
tentu saja. "Kalian terlalu mendramatisir," gumam Jagad mengomentari ocehan teman-temannya.
Sementara itu, di rumah Priyayi, tepatnya di pantry, Yasmin tak kalah kaget dengan kata-kata
yang barusan keluar dari mulut Priyayi.
What" Jagad" Dia kan cowok!"
Priyayi melengos, menjawab sinis." Oh ya" Cowok, ya" Makasih sudah memberitahu...."
Yasmin nyengir kecut." Maksudku, apa nggak lebih baik terima cewek aja, terhindar dari
tanggapan miring dan supaya pacarmu nggak mencak-mencak."
Priyayi mengempaskan tubuhnya di kursi pantry, wajahnya cemberut. Semula dia juga berpikiran
sama dengan yang diutarakan sahabatnya itu. Nggak cuma Jimmy yang bakal mencak-mencak,
keluarganya pasti akan bereaksi sama, bahkan lebih angker. Masalahnya......
"Jagad kemarin tiba-tiba nongol lengkap dengan barang-barangnya, katanya cuma beberapa
bulan, dia nggak punya duit dan hanya ke aku dia bisa memohon keringanan."
"Katanya mau cari duit banyak...." Yasmin mempertanyakan tujuan awal Priyayi menyewakan
kamar. "Iya sih, tapi kamu tahu kan aku orangnya nggak tegaan...."
"Terus, Jimmy sudah tahu?"
part*5 By:Lusi Wulan Post:Min_Sofhie Depan komputer, sehabis petang......
Barusan Jimmy menelepon Priyayi, menanyakan jam berapa mau dijemput di kantor. Uh....
Untunglah cowok itu nggak ngambek lagi. Baru hari keempat__itu pun karena Jimmy hendak
mampir ke rumahnya__ Priyayi ngomong ke pacarnya itu kalau Jagad menyewa kamar di
rumahnya untuk, Priyayi ngakunya, dua bulan. Jimmy sudah tahu siapa Jagad karena pernah
diperkenalkan padanya. Jimmy sebal bukan main. Bayangin, pacarnya serumah dengan cowok lain!
Maka, dimulailah pengajuan alasan berlogika dari Priyayi.
"Dia baru sebulan kerja, belum ada simpanan untuk pengeluaran tak terduga." poin satu.
"Nggak perlu cemburu, dia udah punya pacar. Pacarnya lebih lama dari kita." poin dua.
"Dia penganut monogami, aku juga."Poin tiga.
"Kamu pacarku, aku mencintai kamu." Poin keempat. Lumayan menyentuh.
"Ini kan rumahku, jadi aku berhak ngapain aja." Yang ini cuma di dalam hati Priyayi doang.
Jujur, reaksi Jimmy bukan faktor pemberat bagi Priyayi mengenai hidup berbagi atap dengan
seseorang atau siapa saja, bukan hanya Jagad. Semenjak tahun kedua kuliah, Priyayi
memutuskan masih satu kota. Kakeknya harus meneruskan memegang usaha Area Olahraga
(dulu belum ditambahi embel-embel bermain) yang didirikan sang kakek sebagai bayarannya.
With all my pleasure, kata Priyayi. Dia terlalu menghormati dan menyayangi kakeknya. Maklum,
waktu itu tempat tersebut nggak mampu kasih keuntungan besar, makanya anak-anaknya, yakni
Papa Priyayi dan Om Gito, nggak ada yang mau meneruskan usaha itu. Cucu yang sudah cukup
umur adalah kakak beradik Restu Priyayi. Restu memilih menjadi pialang saham. Jadilah Priyayi
yang didaulat untuk bekerja di sana.
Nah, sejak saat itu, Priyayi menikmati yang namanya tinggal sendiri, yang dapat diartikan
kebebasan privasi seluas-luasnya. Memang sih para teman, handai taulan, pacar sering
bertandang, tapi pada akhirnya mereka pulang dan Priyayi kembali memperoleh waktu
pribadinya. Sedangkan sekarang..... Hmmm.... Geraknya jadi nggak bisa semau-maunya. Nggak ada lagi
acara berkeliaran pakai pakaian dalam, nyanyi-nyanyi histeris tanpa peduli kunci nada, vibrasi,
dan picth control, menari jingkrak-jingkrak kayak monyet mulai disudut depan sampai dapur,
kentut dengan nada dasar C, G, semua huruf deh, ahh.... Nggak bisa lagi sekarang. Oya, juga
nggak lagi leluasa melakukan adegan bermanjaan dengan Jimmy, perpelukan di sofa depan TV.
Ruang gerak sih masih sama, tapi macam gerak itu yang sekarang lebih terbatas. Bermanjaan di
rumah Jimmy juga nggak mungkin mengingat cowok itu serumah dengan orangtua dan
saudaranya. Oke, bisa aja Priyayi tetap melakukan "Ritual-ritual" tersebut, toh dia yang punya rumah,
tapi....JAIM DONG AH! Sebagai penghiburan diri, berkali-kali ia berkomat-kamit dalam hati kalau semua itu hanya
berlangsung beberapa bulan, nggak sampai setengah tahun kok. Selanjutnya, kalau penyewanya
cewek, dia bisa bertingkah lebih longgar, walaupun untuk adegan bermanjaan dengan Jimmy
tetap harus disensor. Jadilah Priyayi sekarang memilih pulang malam. Kalau nggak ngendon di kantor, ya pergi jalan
dulu dengan Jimmy atau dengan teman lain. Kecuali kalau dirinya lagi capek berat.
Priyayi merenung, aku yang punya rumah, kok malah aku yang menghindar ya.
Part*6 -Di rumah, peace man.... Sesampainya di rumah, Priyayi nggak langsung masuk kamar seperti malam-malam biasanya.
Jarum jam menunjuk celah antara angka sepuluh dan sebelas tapi dia belum merasa capek.
Iseng dia melongok kamar Jagad. Tumben, jam segini pintu kamar Jagad masih terbuka, gumam


Pasangan Jadi Jadian Karya Lusiwulan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Priyayi dalam hati. Iseng dia menghampiri dan melongokkan kepala di ambang pintu kamar. Ada
dua tas plastik besar entah berisi apa teronggok di lantai.
"Hei, tumben masih melek."
Jagad yang sedang jongkok membelakangi pintu menoleh." Iya, lagi cari celana renang nih."
"Besok mau renang?"
"He-eh, sama anak-anak." Jagad meneruskan pencarian celana renangnya.
Priyayi menyimpulkan dua tas plastik itu pastilah untuk anak-anak tersebut. Mereka adalah anakanak kurang mampu yang diajar Jagad tanpa dipungut bayaran. Jagad dan beberapa teman
relawan, baik itu sesama pengajar atau bukan, mengajar anak-anak dari permukiman kumuh
yang tidak mengenyam pendidikan formal di sekolah setiap sore sampai malam. Biasanya setiap
kelompok anak dipegang dua orang, masing-masing mengajar tiga kali dalam seminggunya.
Karena sudah dilakukan lumayan lama, jaringan mereka mulai tersebar di beberapa titik daerah,
seiring dengan bertambahnya relawan dan donator.
"Perlu dibantu nyari nggak?"Priyayi beranjak masuk, duduk berselonjor di lantai.
"Halah, nggak usah. Terima kasih atas basa-basinya," sahut Jagad.
Priyayi nyengir." Daripada kamu begadang cuma karena celana renang" Lagian aku tahu celana
renangmu kok, garis-garis vertikal cokelat-kuning kayak lapis legit."
Dulu Jagad membeli " lapis legit" itu tatkala jalan ramai-ramai, termasuk dengan Priyayi. Dan
Priyayi-lah yang memilih si "lapis legit" dan diiyakan oleh teman-temannya. Waktu itu mereka
kompak ngerjain Jagad, memilih corak yang norak dengan harga yang mahal! Tampang mereka
sok serius dan penuh perhatian, benar-benar teman titisan dari surga!
"Iya, kalian menyesatkan waktu itu," timpal Jagad, masih bersungut-sungut kalau ingat kejadian
itu. Priyayi terbahak. "Salah sendiri jadi orang gampang dipengaruhi, hehehe....," sahut Priyayi celingukan, siapa tahu
matanya menangkap "lapis legit" itu.
"Yi, minta alamatmu dong, aku mau minta Mama ngirim kelengkapan surat untuk arsip
personalia," ujar Jagad sambil menyodorkan kertad dan bolpoin kepada Priyayi.
"Ortumu tahu kamu tinggal di rumahku" Dan Mila?" tanya Priyayi menuju pertanyaan inti. Mila
adalah pacar Jagad. "Eits, jangan sampai deh! Ibarat nyamuk minta disemprot Baygon, cari mati. Aku cuma bilang
pindah sementara ke rumah teman, titik." Jagad kemudian membalikkan badan ke arah Priyayi.
"Jimmy sejauh ini gimana?"
"Nggak usah dipikirin. Dia nyantai aja kok," jawab Priyayi, berbohong.
"Oya, selama aku disini, biar aku aja yang bersih-bersih rumah, jadi kamu nggak perlu bayar
orang." "Ah, nggak usah, emang apaan...."
"Suer, Yi. Aku rela kok, hitung-hitung membayar yang setengahnya dengan jasa," timpal Jagad
sungguh-sungguh. --"Iya, aku tahu niat baikmu, tapi kasihan si Mbak itu, nanti penghasilannya berkurang, cuma cuci
baju dan masak doang," sahut Priyayi coba berkelit. Gila aja, masa teman sendiri disuruh bersihbersih rumah!
Masih dengan sungguh-sungguh, Jagad berkata, "Yi, jangan pernah terlintas kalau aku hanya
manfaatin kamu ya." "Santai aja. Aku tahu resikonya berteman ama orang susah, salah satunya ya begini ini, hehe....,"
timpal Priyayi nyengir. Jagad mencibirkan bibir.
Mereka melanjutkan obrolan sampai hampir jam dua pagi. Saat itu sempat terselip dalam benak
Priyayi, mungkin punya teman serumah nggak seburuk yang dikira.
-Tapi selipan pikiran itu segera berubah lagi begitu Priyayi bangun enam jam kemudian,
menikmati enaknya menelentangkan badan disofa hanya dengan kaus tipis dan celana pendek
tipis berenda. Dan terutama, dia bisa mengundang Jimmy datang. Dalam kondisi badan lesu saat
akhir pekan begini, malas rasanya kalau harus keluar sekadar ingin ketemu pacar. Tapi bajunya
nggak seperti ini dong....
Part*7 -Meringkuk, capek tapi cinta.
Jagad jalan berjingkat melewati ruang tengah, takut membangunkan Priyayi yang tidur meringkuk
di sofa. Kali ini sendirian. Televisi masih menyala. Bajunya sudah berganti kaus butut.
Dalam perjalanan pulang tadi, Jagad agak ragu antara pulang atau tidak. Dia nggak enak
seandainya pulang dan mendapati Priyayi tengah berasyik-masyuk dengan cowoknya. Dia
bakalan menjadi pengganggu privasi orang lain. Tapi kalau nggak pulang, dirinya malas
mengungsi ke tempat lain.
"Ah, pulang ajalah. Nanti mataku kututup rapat," gumam Jagad menetapkan keputusan.
Ternyata Jimmy memang sudah nggak ada. Doanya untuk nggak perlu jalan merem setibanya di
rumah terkabul. Pelan-pelan Jagad mematikan layar televisi, lalu membetulkan letak tangan kanan Priyayi yang
mengulur terkulai ke lantai. Dirasakan tangan Priyayi agak panas. Perlahan Jagad meraba
kening Priyayi. Wah, anak ini demam. Sebaiknya gimana, ya" Diselimutin dan dibiarkan tidur di sofa sampai
pagi" Kasihan juga. Dibangunin" Kasihan tidurnya berganggu. Dibopong ke kamar" Halah, film
banget! -Akhirnya Jagad membangunkan Priyayi agar pindah ke kamar, tapi sebelumnya Jagad
menyodorkan obat penurun demam dan segelas air putih.
"Aku demam, ya?" gumam Priyayi ketika dibangunkan.
Wah parah..., nggak bisa merasakan badannya sendiri, pikir Jagad.
"Jimmy udah pulang, belum?" tanya Priyayi bergumam saat merebahkan diri di tempat tidur
dituntun Jagad. Haa" Dia nggak tahu cowoknya pulang"
"Udah," jawab Jagad.
"Oh ya, tadi pamit ding." Priyayi bergumam dengan mata terpejam." Kacau, marah-marah melulu.
Apa salahnya membantu teman. Dia juga bermanis-manis ke teman ceweknya. Capek di hati....,
tapi aku cinta...." Priyayi meracau sebelum akhirnya benar-benar terlelap.
Jagad tertegun sesaat setelah menyelimuti Priyayi.
Menjelang siang, menghibur.
Keesokan pagi, menjelang siang tepatnya, Priyayi bangun dari tidur tanpa menyisakan
kejengkelannya semalam. Karena nyawanya belum sepenuhnya terkumpul, jadi dia belum sadar
seratus persen. "Hemm..." Priyayi berjalan tersaruk keluar dari kamar. Hidungnya mengendus-endus.
"Baunya sedap..." Maksud Priyayi aroma masakan di pantry. Ia duduk di depan meja pantry,
dagunya ditopang kedua tangan yang tegak dia atas siku. Sesekali matanya terpejam. Rambut
pendeknya mencuat berantakan. Ia tetap setia dengan potongan rambut ala Natalie Imbruglia di
video klip Torn. "Masih demam?" tanya Jagad memerhatikan wajah Priyayi yang lesu.
"Nggak, tapi kepala pening, tenggorokan sakit, kayaknya mau flu."
"Nah, ini aku masak sup ayam, bagus untuk flu." Jagad menyodorkan sepanci sup ayam panas
lengkap dengan mangkok dan sendok untuk Priyayi.
"You're angel of the morning, buddy," ujar Priyayi. " Emm.... Enak, Gad," komentarnya pada
suapan pertama. Sejenak mereka tidak mengeluarkan suara, asyik dengan isi mangkok masing-masing. Apalagi
ada telur mata sapi segala. Ada nasi, tapi Priyayi nggak terbiasa makan terlalu berat di pagi hari,
jadi dia melewatkan bagian nasi.
"Yi, aku minta maaf...., gara-gara aku, Jimmy marah...."
Priyayi mengangkat muka. " Dari mana kamu tahu Jimmy marah?"
"Semalam kamu bergumam-gumam begitu."
"Ow."Priyayi berusaha mengingat. " itu kan lagi ngaco, nggak usah digubris."
Jagad beranggapan sebaliknya, justru kalau seseorang berada di bawah kesadaran, dia akan
mengeluarkan apa yang tersimpan di dalam pikirannya tanpa dibuat-buat.
"Yi, kalau dia sulit menerima...."
Priyayi memotong," kan aku pernah bilang, nggak usah dipikirin. Kemarin Jimmy lagi banyak
pikiran, jadinya sensitif gitu." Lagi-lagi Priyayi sedikit memanipulasi fakta.
"Aku tetap aja merasa bersalah keberadaanku di sini menambah bad mood Jimmy, sekecil apa
pun." "Gad, kalau nggak di sini, kamu mau di mana" Nambah pikiran ortumu" Saudaramu" Kamu
bilang mereka udah kerepotan tanpa kamu ngerecokin mereka. Selama aku bisa bantu, ya aku
akan bantu. Kalau memang aku nggak sanggup bantu, ya aku akan bilang apa adanya. Lagi pula
kamu sudah kasih bantuan yang nggak sedikit untuk aku." Priyayi menyenggolkan sikunya ke
lengan Jagad, mencoba membesarkan hati temannya itu.
part*8 Dibuat dingin, pagi-pagi Memang nggak gampang "menyelundupkan" cowok di rumah, apalagi dalam hitungan bulan.
Antipasi beberapa titik yang memiliki potensi bikin runyam karena salah paham telah dilakukan.
Misalnya nih, mewanti-wanti keluarga Priyayi dan teman-teman untuk tidak datang tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu. Priyayi berdalih kalau sekarang ia jarang di rumah, banyak
kerjaan, banyak urusan,dsb. Dan dia jadi lebih sering setor muka ke rumah orangtuanya, jadi
mereka nggak perlu datang ke rumahnya. Mereka sih heran karena Priyayi jadi mendadak
perhatian gini, namun Priyayi berlagak merasa nggak ada yang berbeda. Sok nggak sensitif!
Lantaran mereka semua hidup di alam, maka berlakulah hukum alam, salah satunya adalah
manusia boleh berencana, tetap Tuhan-lah yang menentukan. Jadi, selalu ada satu-dua hal
meleset di luar rencana. Pasangan yang pakai kontrasepsi aja bisa kebobolan, apabila yang
bukan pasangan. Lho, kok gini analoginya"! Maksudnya, meski kita melakukan tindakan prevetif,
kadang tetap kecolongan juga.
"Daah...., nek." Priyayi melambaikan tangan lunglai, selunglai badannya, melepas kepergian
Yasmin di halaman rumah. Pagi ini mereka janjian untuk jogging bareng, tapi berhubungan
gerimis, mereka sepakat membatalkannya. Yasmin mengajaknya ke gym sebagai alternatif
olahraga pagi itu. "Ke Jim" Ngapain pagi-pagi ke tempat Jimmy"!" Priyayi telmi, otaknya masih beku kena hawa
pagi. "Dudul! GYM, ji, way, em!" Yasmin mengeja huruf g, y, dan m dengan perhafalan bahasa Inggris.
Priyayi menolak ikut. Buain udara dingin diiringi rintik air hujan menghanyutkan Priyayi untuk
ogah bergerak ke mana-mana. Hanya ada satu keinginan di benaknya:tidur di balik selimut,
aah.... Balik ke dalam rumah, Priyayi baru menyadari bahwa Jagad tidur di sofa. " Ya ampun, posenya
jelek amat sih," gumam Priyayi iseng sembari menyeret langkah ke kamar.
Priyayi sempat terlelap sampai suara berisik di halaman sedikit membangunkan. Sedikit, masih
kalah sama buaian dua alam yang sedang indah-indahnya, alam semesta dan alam mimpi.
Dan barulah suara ketiga yang mampu merenggut paksa Priyayi untuk tersadar dan terbangun.
Bukan hanya melek, tapi mendelik. Karena pertama, suara itu berupa lengkingan. Kedua,
lengkingan itu keluar dari pita suara mamanya. Ketiga, mamanya melengking di... ruang tengah!
YAYIIIIIKK!! jagad gerapan terbangun, liar biasa kaget. Remote control jatuh ke lantai. Selimutnya melorot. Ia
sampai tersedak ludahnya sendiri. Matanya melotot. Priyayi menghambur keluar.
"MAMA! Kok bisa masuk"!"
Hanya mamanya dan beberapa tetua keluarga Priyayi yang menyebut nama panggilannya
dengan penekanan "k" di belakang, sepertinya kalau si "k" itu tidak ikut terucap, maka akan
menjadi semacam ganjalan di tenggorokan mereka yang berpotensi kian buruk dengan menjelma
jadi semacam gondong. "Pintunya nggak dikunci, udah Mama ketok-ketok sampai jari bengkak!" jawab Mama kemudian
nggak mengunci kembali pintu tadi.
"Ini siapa, Yik"!"
"Biasa aja dong Ma suaranya.....," celetuk Priyayi lirih.
"Gimana mau biasa, pagi-pagi ada laki-laki tidur di rumah anak perempuanku!"
"Anu, Tante...." Jagad bingung mau berkata apa, Blank. Blocking.
-Priyayi segera menyahut. " Ini Jagad. Emm.... Saudaranya Yasmin..." Mata Priyayi dan Jagad
bertemu. Oke, terserah, kupasrahkan hidupku padamu, Yi. Kata Jagad dalam hati.
"Kok ada di sini?"Selidik Mama, matanya masih belum bisa mengecil.
"Mm....keluarganya Yasmin lagi ada arisan keluarga besar empat generasi. Terus.... Itu....
Rumahnya nggak muat untuk mereka bermalam."
Jagad memandang Priyayi tak berkedip. Takjub temannya itu bisa merimprovisasi cerita bak
pendongeng. Arisan empat generasi" Ide brilian!
"Emang nggak diinapin di hotel?" Mama yang tahu kondisi Yasmin termasuk dalam kategori
kaya. Sambil mencoba mencari jawaban yang masuk akal sekaligus menenangkan diri, Priyayi
beranjak ke pantry membuat minuman. " sebagian. Jagad datang bermalaman, terus numpang di
sini bareng Yasmin, cuma tadi Yasmin ke gym. Kopi atau teh, Ma?"
"Kopi, pake krimer."
Sekali lagi Mama Priyayi melirik Jagad. Segera Jagad melemparkan senyum, kaku, kemudian
segera membereskan sofa supaya si Mama bisa duduk. Tapi beliau memilih duduk di bangku
pantry. Jagad permisi ke belakang.
"Ada apa pagi-pagi kemari, Ma?"
"Mama ada jadwal syuting di jalan dekat sini, tapi diundur, nunggu hujan berhenti. Jadi daripada
bengong di sana, Mama mampir kemari."
"Kweni mana?" Kweni adalah asisten mamanya.
"Stand by di sana. Adegan Mama sih dikit, tapi soal molot dan ditunda begini yang bisa bikin
seharian." --Setahun terkhir ini mama Priyayi menjadi pemain sinetron. Sebelumnya, ia ibu rumah tangga dan
desainer tas tangan. Sebelumnya lagi, maksudnya semasa masih lajang, beliau bekerja menjadi
desainer tas tangan untuk satu merek terkenal di Indonesia kala itu. Tapi semenjak menikah dan
memiliki anak, ia berhenti bekerja lalu hanya mendesain dan membuat untuk perorangan. Karena
bersifta eksklusif, tentu harga yang dipatok juga eksklusif.
Lantad ibunya nyasar ke dunia sinetron karena diajak oleh pelanggannya, seoramg produser
sinetron yang lantas menjadi teman baik. Peran pertamanya sih cuma figuran.
"Mereka butuh pemain ibu-ibu yang karakter wajahnya elegan, glamor, tapi nggak arogan," itu
kata mama Priyayi. Percaya deh, Ma!
Nah, semenjak merambah dunia baru, meskipun nggak pernah menjadi pemeran
utama___nggak ada tempat luas untuk tokoh tua di sinetron, kan"___ beliau tidak lagi
mendesain tas. Mama kemudian ke kamar kecil. Buru-buru Priyayi menuju kamar Jagad. Di pojok belakang, ia
melihat jemuran pakaian Jagad. Wah, bahaya! Disambarnya semua jemuran dan di bawa ke
kamar Jagad. "Nih, jemurannya disembunyiin dulu. Basah lagi, kena hujan. Eh, sandal dan sepatumu, umpetin
dulu," intruksi Priyayi kepada Jagad dengan suara berbisik.
"Gad, kamu taruh apa aja di kamar mandi?"
Jagad menggeleng. Priyayi mengembuskan napas lega.
"Sampai jam berapa mamamu di sini, Yi?" suara Jagad ikut berbisik.
"Sampai dia dipanggil ke lokasi, dan itu nggak tahu jam berapa. Yang jelas aku telepon Yasmin
dulu. Kamu mendingan ngacir hari ini."
Jagad mengangguk. "Yi, sorry banget jadi kucing-kucingan gini."
--Priyayi mengibaskan tangan. " Masih mending, daripada anjing-anjingan."
Jagad nyengir mendengar jawaban iseng Priyayi.
"Yayiiik...." suara Mama keras memanggil. Jantung Priyayi kembali dag-dig-dug. Ia bergegad
keluar kamar. Bersamaan dengan Priyayi menutup pintu kamar dari luar, mamanya nongol.
"Lagi ngapain?"
"Eengg.....angkat jemuran. Yuk, ke depan aja, Ma." Priyayi menarik tangan mamanya menjauhi
kamar Jagad. "Sinetron apa sih, Ma" Berapa episode" Pemeran utamanya siapa" Priyayi menghujani
mamanya pertanyaan dengan maksud membelokkan perhatian mamanya.
"Biasanya strategi itu selalu berhasil. Mamanya menggebu-gebu berceriya tentang sinetron yang
dibintanginya. Bukan. Mama Priyayi nggak pernah jadi bintang di sinetron-sinetron. Yang benar cuma itu main
aja! Part*9 Sejak kemudian, di kamar Yasmin cekikikan sementara Priyayi terkapar telentang di atas kasur.
"Untung banget Mama keburu di telepon suruh balik. Kamunya nggak datang-datang, huh!"
Yasmin menyeringai. "Iyalah, ada cowok cakep di gym. Bodinya mengagumkan."
"Kenalan?" tebak Priyayi. Yasmin menganggukdengan mata mengerjap-ngerjap. Priyayi
mencibir. "Mana Jagad sekarang?" tanya Yasmin, melepas jaket kaus dan ikut rebahan.
"Ada, dia tadi mau cabut, eh Mama ditelepon....., ya udah nggak jadi. Tahu nggak, saking ingin
menghindari perhatian Mama, Jagad jalannya berjingkat-jingkat dan di kamar mandi itu nggak
kedengaran suara air. Cuci muka doang kali."
"Jangan-jangan mo kentut aja ditahan," celetuk Yasmin. Keduanya nyengir.
"Jadi...." Yasmin menyenggol lengan Priyayi. " Udah bisa berbagi ruang nih?"
"Ih, bukan berarti yee!" Priyayi langsung bangun dari rebahannya. "Nggak! Well, memang sih ada
enaknya juga, tapi jauh lebih enak tinggal sendiri. Bebaaass..."
"Meski yang serumah denganmu itu aku?"
"Uuh.... Apalagi kamu! Kamu kan malas mandi, menjijikkan!"
"Sialan." Yasmin melempar bantal ke Priyayi.
"Eh omong-omong soal menjijikkan...." Priyayi memelankan suaranya. "Kemarin di kamar mandi,
itunya Jagad ketinggalan."
"Itunya?" Yasmin ikut bangun." Apanya?"
"Itu....celana dalamnya." Kali ini suara Priyayi berbisik. Yasmin menyeringai.
"Di depannya ada tulisan Buddy. Padahal dia kan kerap ku panggil Buddy...." Priyayi gelenggeleng kepala. Yasmin ngakak keras.
"Sempat-sempatnya baca tulisannya. Kamu pegang-pegang, ya?" ejek Yasmin.
Priyayi bergidik." Ih, amit-amit. Yang belum dipakai aja ogah megang, apalagi yang udah di
pakai.... Hiih...." "Hahaha... Kok tahu yang itu udah dipakai?" pancing Yasmin tertawa lebar.
Muka Priyayi memerah. Bukannya menjawab, Priyayi memukul Yasmin dengan guling.
"Ukurannya apa" L atau XL" Huahahaha....." Yasmin makin terpingkal.
Terdengar suara ketukan di pintu kamar." Aku buat nasi goreng!" seru Jagad. "Les't have
breakfast, buddies!"
Priyayi dan Yasmin kompak tergelak keras.
Belakang meja kerja, tengah hari
"YAYI, ayo makan siang sama-sama." Kakek Priyayi. Hari ini beliau datang ke kantor untuk


Pasangan Jadi Jadian Karya Lusiwulan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meeting dengan divisi keuangan.
Priyati yang berkonsentrasi pada setumpuk lembaran, mendongakkan kepala." Aduh, maafkan
aku, kek. Aku udah bikin janji ama teman."
"Ya sudah, kakek langsung pulang saja kalau begitu."
"Oke, kek. Hati-hati ya, salam buat orang-orang rumah," sahut Priyayi. Sang kakek tinggal
bersama orangtua Priyayi. Istrinya alias nenek Priyayi sudah wafat empat tahun silam.
Kakek Priyayi ini adalah ayah dari Papa Priyayi. Belasan tahun beliau abdikan sebagai aparat
pemerintahan khusus bidang olahraga dan kepemudaan. Sekitar tiga tahun menjelang pensiun,
beliau mendirikan Area Olahraga ini. Dulu fasilitas pertama yang dibangun adalah kolam renang
dan lapangan basket___masing-masing dilengkapi peralatan___dan kantin untuk pengunjung.
Priyayi bergabung saat menginjak akhir tahun kedua di bangku kuliah. Mama-papanya semula
nggak setuju, takut kuliahnya terganggu, tapi dia berkeras membuktikan kalau dia sanggup.
Sebenarnya dia hanya ikut teman-temannya untuk mengisi libur panjang tengah tahun dengan
bekerja lepas. Banyak teman ceweknya menjadi sales promotion girl (SPG) atau model. Nah, dia
berpikir daripada ikut-ikut mereka, mending "bantu-bantu" di tempat kakeknya, toh ke depannya
dia juga akan berkarier di sana.
-Priyayi banyak memberi ide segar. Sekarang sudah ada jogging track dan kantin berubah
menjadi kafeteria dengan konsep yang lebih bagus. Lebih cozy, lebih gaul. Selain itu ditambah
juga alat permainan untuk anak-anak macam perosotan, ayunan, dan balok-balok. Misinya untuk
melatih anak menggerkan otot tubuh mereka sejak dini. Selain itu, ia juga melemparkan ide untuk
menerapkan sistem tiket masuk dihitung per jam dan menawarkan paket hemat untuk keluarga
atau rombongan atau pada hati tertentu.
Nggak terasa jarum jam bergerak di angka 12 dan 6. Alias setengah satu. Priyayi hendak
menelepon Jimmy, ternyata ponselnya sudah berbunyi lebih dulu. Jimmy calling.
"Yi, sori, baru bisa menelepon sekarang. Masih meeting nih, kayaknya bakalan lama, jadi nggak
bisa makan siang bareng. I'm sorry."
Priyayi mendesah, sebal. Kenapa nggak dari tadi telepon. Kalau begini, teman-teman kantor
pada cabut, mana lagi nggak bawa mobil pula! Ujung-ujungnya makan di kafeteria.... Uugh.....
Padahal lagi ogah makan di sana!
"Yi...." "Hmm.... Ya udah, mau kujawab apa lagi," jawab Priyayi pasrah." nanti pulang bisa jemput aku,
kan?" "Hm... Sebenarnya.... Aku ada janji dengan klien jam lima, nggak tahu sampai jam berapa....."
Priyayi cemberut berat." udah dua minggu lebih kayak begini, kamu benar-benar nggak ada
waktu." suara Priyayi merajuk.
"Yayi.... Aku kan udah bilang...." suara Jimmy berbisik, takut ada yang mendengar.
"Ya, ya, ya!" priyayi dengan gemas mematikan ponsel. Jidatnya berkerut-kerut,bibirnya majumundur-maju. Kesebalannya berlipat ganda.
Kali ini nada SMS masuk. Dari Jimmy.
Sekali lagi maafkan. Demi order besar. Janji setelah ini, aku akan ganti semua. Xoxo
Pryayi mengabaikan SMS yang baru dibacanya itu. Jimmy memang sudah bercerita sedang
menangani klien yang membeli dua unit penthouse sekaligus. Fasilitas yang ditawarkan dari
pihak manajemen adalah memberi pelayanan menyeluruh, mulai dari konsultasi hingga
menyediakan semua detail interior yang telah dipilih. Dan ini adalah bagian tugas Jimmy sebagai
marketing executive. Priyayi semula ikut antusias. Kekasih hati dapat order gede, komisi pastilah bakalan gede, dia
juga pasti kecipratan. Tapi kemudian antusiasnya menyurut kala tahu siapa yang menjadi klien
besar itu. Nada SMS masuk. Masih dari Jimmy.
Selama jadwal penuh, mobil jangan sering dipinjamkan temanmu itu, bikin repot sendiri. Talk 2U
soon xoxo Priyayi mendengus. Yang dimaksud "temanmu" adalah Jagad. Dia mau membalas SMS Jimmy
bahwa Jagad tetap mengantar jemput kalau di minta, namun di urungkan. Malas berseteru lewat
SMS, nggak seru. Lho, kok nggak seru"! Lebih enak berhadapan langsung, lebih jelas apa
maunya. Jelas-jelas langsung mau dihabisi, hehe.
Dalam mobil pinjaman, interogasi
Ups. Jagad menepuk jidat, hampir aja lupa belum titipan Priyayi. Dalam perjalanan pulang
dengan mobil Priyayi karena motornya lagi dipinjem Danu, sobat kentalnya, Jagad menerima
SMS dari di empunya mobil untuk hampir ke minimarket dalam perjalanan pulang. Siap, Bos,
laksanakan! Drrrt..... Ponsel Jagad bergetar dalam saku celana. Syamila calling.
"Mas, lagi di mana?"
"Di minimarket. Kamu di mana?"
"Masih di kampus. Dari sana, langsung jemput aku ya Mas. Nanti sekalian makan malam ya, aku
pengin soto sapi nih. Oya, nggak usah bawa helm, aku udah bawa."
Syamila,pacar Jagad, mengira Jagad membawa motor. Jagad menimbang sejenak. Priyayi ,au
pakai mobilnya lagi nggak, ya" Ah, mungkin nanti bisa membujuk Mila untuk langsung pulang.
"Ehm.... Ya, Mil. Tapi agak lama, soalnya putar balik."
"Oke, kutunggu. Makasih ya, Mas."
Ketika Jagad sampai di depan kamus, Syamila sudah berdiri di sana, celingukan tidak menyadari
mobil yang di depan mata disopiri oleh Jagad.
Tin, tin. Jagad mengklakson lalu membuka pintu mobil.
"Hai, Mil, ayo!"
Syamila mengerutkan kening.
"Ini mobilnya temanmu, kan?" tanya Syamila saat mobil mulai jalan. Jagad mengangguk.
"Motorku dipinjam untuk survei ke daerah beberapa hari."
"Siapa namanya?"
"Yang pinjam motor?"
"Bukan, yang punya ini."
"Oh..., ehm..., Yayi. Priyayi."
"Ah, ya. Aku jadi inget wajahnya."
Syamila pernah bertemu dengan Priyayi sekali di pesta ulang tahun teman Jagad dan Priyayi.
Syamila masih inget. Di sana. Jagad, Priyayi, dan dua teman berkasak-kusuk tentang kado
kejutan yang mereka rencanakan. Syamila lumayan merasa terabaikan waktu itu.
Jagad melirik Syamila, mencoba membaca gelagat.
"Hanya dia yang kendaraanya fleksibel, yang lain sama sekali nggak bisa. Rumah yang
kutumpangi sekarang jauh dari sekolah, takut telat kalau naik bus. Maklum, tiap hari dapat jatah
ngajar jam pertama." Jagad bertutur panjang... Mencegah munculnya kecurigaan dari Syamila.
Oya, dia hanya memberitahu kalau dirinya tinggal sementara di rumah teman. Dan pacarnya
nggak repot-repot menari detail siapa teman itu. Thank god. Asumsi Syamila bahwa si teman itu
pastilah seorang cowok. Syamila hanya manggut-manggut sambil iseng menoleh ke belakang. Ada tas plastik transparan
tipis banget, mungkin tas plastik ekonomis keluaran minimarket, kelihatan jelas berisi roti tawar
dan..... Apa itu" Syamila menyipitkan mata menajamkan pandangan. Itu kayak.....
"Pembalut" Tadi kamu beli pembalut wanita di minimarket?" tanya Syamila heran.
Jagad menelan ludah. Ia mengangguk. "Buat.... Itu....eee.... Istrinya teman, tempatnya aku
nyewa kamar sementara itu, tadi SMS nitip beliin itu."
Ooo.... Mereka suami -istri....! Kirain masih single."
Waduh, aku jadi makin ngelantur, ujar Jagad dalam hati. Ia melajukan mobil secepat mungkin
dan menolak makan malam dengan dalih si " istri" membutuhkan pembalut tersebut segera.
Sampai di depan rumahnya, Syamila mengucapkan terima kasih, dan... Masih belum selesai.
"Mas, ajak aku dong ke rumah temanmu itu. Sekadar silaturahmi, gitu."
Waduh.....! Part*10 Sudut restoran, dalam penantian
Malam ini Priyayi mengajak Jimmy makan malam romantis. Setelah yang kemarin-kemarin
mereka sulit keluar bareng, akhirnya malam ini mereka ketemu juga jadwalnya.
Sejam sudah Priyayi duduk di sudut restoran. Hanya memesan ice lemon tea, memandang
keluar jendela, mengirim SMS, melepon Jimmy. Nggak tersambung juga sampai sejam
berikutnya. Dia memutuskan untuk mengakhiri penantian. Dicarinya nama dalam daftar
phonebook ponselnya. Jagad.
"Gad, bisa jemput aku sekarang?"
Jagad bingung." Jimmy nggak bisa nganterin?"
"Boro-boro nganterin, datang aja enggak."
"Dinner-nya nggak jadi?"
"Nggak ada dinner-dinner-an. Bener-bener nyebelin, nggak ada kabar sama sekali. Tahu nggak
sanggup, asal ya-ya aja...." suara Priyayi bergetar menahan marah.
"Aku kecewa banget. Aku cuma minta waktu sebentar untuk membagi perasaan senang, bukan
berita buruk, kenapa dia masih enggan juga sih!" ucapan Priyayi mulai diselingi isakan.
"Oke, aku berangkat sekarang," sela Jagad sebelum Priyayi menangis keras. Jagad sudah hafal
kalau Priyayi ingin menangis keras, maka nggak peduli seramai apa pun disekelilingnya dan
malu apa pun efek sehabis nangis dilihatin orang-orang, dia pasti tetap menangis keras saat itu
juga. "Thanks." "Jangan menangis, oke?"
"Iya!" Ketika Priyayi menuju pintu keluar restoran dengan langkah lunglai dan wajah super kesal,
seorang greeter cowok menyodorkannya sekuntum bunga mawar.
"Anda secantik mawar ini. Saya menunggu kedatangan anda berikutnya."
"Yeah, I will. You're so sweet. Makasih, Anda membuat hati saya senang." Priyayi membalas
senyuman hangat si greeter.
Agak lama Jagad baru datang. Di jok sebelah kemudi, Priyayi diam membuang pandangan ke
luar jendela mobil. Dia menonaktifkan ponselnya sebagai wujud rasa jengkelnya terhadap Jimmy.
Tahu-tahu mobi sudah berhenti. Tapi.... Ini bukan depan rumah. "Ngapain ke sini?" tanya Priyayi
heran. Mereka ada di parkiran depan Area Olahraga dan bermain.
"Untung ada yang berenang sampai malam, jadi belum tutup," ujar Jagad nggak menjawab
pertanyaan Priyayi. "Kok tahu?" Lagi-lagi Jagad nggak menjawab dan bergegas mengeluarkan perbekalan lengkap dengan terpal
alas duduk. Priyayi terheran-heran mengikuti cowok itu. Jagad lalu menghampiri gardu operator
untuk menyalakan lampu sorot lapangan basket, lantas menggelar alas di lapangan basket.
"Ayo, makan," ajak Jagad duduk bersila dan membongkat kotak makanan.
Priyayi tercengang. "Astaga.... Kamu...."
Jagad menarik tangan Priyayi untuk ikut duduk. Diberikannya jaket Priyayi yang ia bawa dari
rumah. "Sori, tadi masuk kamarmu untuk ambil jaket, soalnya kamu pasti kedinginan."
Dengan lahap Jagad makan bakmi goreng seafood. Priyayi ikut makan juga dengan mata tak
lepas dari Jagad, masih terheran-heran.
"Nggak ada bintang di langit, kamu ngelihatin aku melulu," gurau Jagad. Priyayi berlagak
tersedak dan mencibir. ----- "Kalau sesuai rencanamu, besok lapangan basket ini mulai dirombak, dilengkapi dengan bangku
penonton, papan skor digital, dan akan ada street competition yang aku yakin bakal jadi event
tahunan yang digemari. Jadi, malam ini kamu mengingat lapangan ini untuk terakhir kali. Besok
akan kadi lapangan baru dengan temanku Priyayi sebagai pelaksana. Proyek pertama dan harus
sukses!" tutur Jagad panjang lebar. Napasnya hanya sekali tarik. Hebat.
Priyayi merasa terharu, ini yang tadi hendak dibagi kepala Jimmy. Bahwa kakeknya memberinya
wewenang pertama kali sebagai pelaksana proyek, bukan hanya konseptor seperti yang sudahsudah. Ini hal yang berarti bagi Priyayi.
"Aku tahu setiap malam kamu berkutat mengerjakan ini, bikin lay
out,budget,materi,proposal,bolak-balik diubah sampai bikin kamu naik darah....," imbuh Jagad.
Priyayi nyengir, ingat saat kakeknya mematahkan teori dan hitungan yang dikerjakan bermingguminggu dengan sekali kedip, semangatnya pun langsung anjlok. Walhasil, di rumah sikap Priyayi
nggak ada baik-baiknya sama sekali. Orang yang nggak punya andil apa-apa ikut terkena nggak
enaknya. Ya, siapa lagi kalau bukan Jagad. Waktu itu Jagad serasa mengalami horror nights
yang entah sampai kapan. Makanya, malam ini dia berbaik hati bikin beginian untuk Priyayi
sebagai wujud rasa syukur penderitaan telah berakhir, hehe.
---"Jadi, Yi, kamy nggak patut sedih malam ini, kerja kerasmy sudah dihargai setimpal, oke?" Jagad
menepuk bahu Priyayi. Priyayi mengembangkan senyum. Dia nggak nyangka penghargaan Jagad setinggi ini.
Priyayi menghela napas dalam-dalam. Kenapa bukan Jimmy yang mengatakan ini" Kenapa
bukan dia yang memberi sekuntum mawar" Kenapa harus orang lain yang membuatku merasa
dihargai" Aahh..... Depan rumah, penantian "Yi, lihat." Lamunan Priyayi buyar dalam perjalanan pulangadan mengikuti pandangan Jagad.
Jimmy berdiri bersandar pada mobilnya yang terparkir di depan rumah Priyayi.
"Kamu keluar saja, biar kumasukkan mobilmu," cetus Jagad.
Dengan amat enggan Priyayi keluar dari mobil, melangkah mendekati Jimmy. Ada beberapa
putung rokok teronggok di dekat sepatunya, dan di jemarinya sekarang terselip rokok. Mereka
tidak langsung bicara. Jimmy melepaskan tatapan tajamnya dari Jagad sampai menghilang ke
dalam rumah. "Aku nggak bisa menghubungi HP-mu," kata Jimmy ketus.
"Aku biarin menyala selama dua jam di restoran dan aku nggak menerima telepon atau SMS-mu.
Apa nggak ada sinyal ya di sana?" sindir Priyayi dengan nada dingin.
"Kamu matikan HP-mu selama bersama temanmu itu, agar kalian nggak terganggu dengan
teleponku, hah" Aku udah nunggu sejam di sini, di jalan." Nada Jimmy meninggi.
"Keterlaluan kamu, Jim, kenapa kamu yang nyalahin aku," desis Priyayi. " Kamu yang ingkar
janji, kamu nggak ada kabar sama sekali, kamu yang menelantarkan aku kayak orang bego!
Kamu selalu minta dimaklumi, kamu yang seenaknya!" Priyayi lepas kontrol, matanya berkacakaca.
"Kenapa kamu, Jim?" suara Priyayi berubah lirih. Matanya menatap mata Jimmy. " kamu dulu
nggak begini...." Jimmy memalingkan muka. Ia kembali bersandar pada mobil. Priyayi juga mengikutinya,
kepalanya menunduk, lelah. Sudah hampir jam 12 malam.
"Maafkan aku, Yi," tukas Jimmy pelan. "Aku terlalu fokus pada proyek ini, sampai kadang
melewatkan sesuatu yang lain. Yang sebenarnya penting bagiku....."
Jimmy meraih telapak tangan Priyayi. "Aku yakin kita punya masa depan bersama. Untuk itu aku
bekerja keras, aku akan melakukan apa aja untuk mewujudkan itu menjadi hal terbaik dalam
hidup kita, Yi." Dinding hati Priyayi tersentuh kala Jimmy mengucapkan "masa depan bersama". Jimmy sudah
berpikir sejauh itu. Priyayi membalas erat genggaman tangan lelaki itu.
END... Part*11 Minggu pagi, Kumala Acara Priyayi hari Minggu ini adalah bertemu Kumala, Sahabat lamanya yang baru saja tiba di
Jakarta. Karena sudah lama nggak saling cerita, pastilah mereka bakalan menghabiskan waktu
bareng seharian. Itu baru untuk saling cerita. Belum belanja-belanjinya.
"Jadi penasaran kayak apa wujud Jagad sampai bisa membuat Jimmy ketar-ketir." Kumala
menyeringai penuh arti. "Jimmy ketar-ketir karena kamu serumah, tahuu....," elak Priyayi, mengartikan cengiran Kumala.
"Hei, aku kenal Jimmy sejak masih kecil. Yang kelihatan dari dia adalah pedenya. Bisa jadi waktu
emaknya hamil dia, pedenya lahir duluan, baru kemudian oroknya, hehehe.....," seloroh Kumala.
Ia lalu melanjutkan, "Kalau temanmu serumah itu nggak cukup oke dibandingkan dirinya, Jimmymu itu kupastikan tenang-tenang aja. Lagian kamu ama Jagad kayak pasangan beneran, gantian
pakai mobil, barangku adalah barangmu, gitu ya....."!"
"Ih, nggaklah!" bantah Priyayi. " Hari ini mobilku dia pakai karena kamu bawa mobil. Mobilmu kan
lebih keren, hehehe....." intensi apa-apa. Waktu itu mereka ngumpul dipesta senang-senang
yang diadakan Kumala. Sekadar info aja, Kumala ini banyak mendapat julukan dari temantemannya. Ratu Pesta, Ratu Gaul, Miss Adventure, The Player, Miss Having Fu** (Pelesetan dari
having fun!), semacam itu. Eh, ternyata Jimmy dan Priyayi saling tertarik dan lantas jadian.
"Jadi...." Kumala memelintir ujung rambut kriwil seksinya. "Kayak apa wujudnya?" Matanya
mengerling. Priyayi bergidik melihat gaya temannya itu.
"Diharap untuk mengendalikan libido erotis yang bukan pada waktu dan tempatnya," ejek Priyayi
disusul dengan cengiran Kumala.
"Baiklah, Nona Yang Tidak Ingin Cinta Ternoda oleh Erotisme, ingatkan aku akan hal itu setiap
berbincang denganmu," balas Kumala.
----* Priyayi mencibirkan bibir, memaklumi prinsip yang dianut Kumala. Selain berpetualang dari satu
tempat ke tempat lain, nona satu itu juga berpetualang dari satu cowok ke cowok satunya lagi,
atau yang satunya lagi, mungkin mengikuti tempat ia berada. Tapi dia memang layak untuk itu.
Bukan hanya karena dia seksi, eksotis dengan kulit sawo matang dan rambut ikal, tapi dia juga
kaya raya. Plus, yang penting adalah menguasai "medan dan teknik". She is the expert, hehe.
"Yang jelas, Mal, aku yang sekarang nggak tenang. Klien yang digembor-gemborkan, yang
dilayaninya habis-habisan sekarang adalah Bianca!"
"Si Nyonya Besar itu....?"Seloroh Kumala.
"Koreksi, dia bukan nyonya lagi, makanya dia melenggang kangkung mendekati Jimmy lagi.
Masa malam kapan lalu itu ponselnya benar-benar nggak bisa dihubungi, katanya sih ada urusan
bisnis yang nggak bisa diganggu...., aku kan jadi berpikir yang terlalu jauh...."
Kumala nggak bisa melontarkan kalimat macam "Jimmy mencintai kamu, dia nggak bakalan
berpaling" kepada teman dihadapannya ini, karena antara Bianca dan Jimmy pernah ada
hubungan serius sebelum kemudian Bianca memilih kawin dengan pengusaha sex-appeal besar
dan matang (Sebagai kata ganti lebih halus untuk istilah lebih tua).
"Lusa Jimmy minta ditemenin ke pesta kantor, mengundang klien besar mereka, makanya hari ini
aku harus cari gaun. Gaunnya harus seksi.... bukan cuma elegan, anggun, apalagi klasik, tapi
yang seksiihh..." tutur Priyayi dengan menyipitkan mata. Dia bertekad tidak mau kalah dengan
klien besar Jimmy, The Big Lady yang pasti hadir.
Malam, terendus Gaun yang diinginkan Priyayi sudah ditemukan di butik langganan Kumala. Yang awalnya niat
belanja sih Priyayi, tapi yang belanja-belanji justru Kumala. Teteeep...
"Wah, sial," celetuk Kumala seraya menutup flip ponselnya.
"Aku sudah ditunggu teman, aku janji ngajak dia ke bar nanti malam. Gimana ya, kamu nggak
apa-apa pulang naik taksi" Atau ikut kami aja yuk," ujar Kumala.
"Nah taksi aja deh, besok aku harus bangun pagi, ada meeting," jawab Priyayi, kemudian
menyeletuk iseng," New arrival, ha?"
Kumala nyengir." Yeah. Kenalan di Bangkok, terus ngikut ke sini. Katanya pengin tahu Jakarta."
Dan kita tahu itu bullshit. He wants you," seloroh Priyayi tertawa.
Pucuk dicita ulam pun tiba, Jagad menelepon apakah perlu dijemput pas Priyayi hendak


Pasangan Jadi Jadian Karya Lusiwulan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memanggil taksi. Akhirnya mereka balik ke dalam butik untuk menunggu sang penjemput. Bagi
Kumala, ini kesempatan untuk melihat penampakan cowok bernama Jagad.
"Ah, itu dia datang." Priyayi menunjuk kepada Jagad yang baru masuk.
Kumala menyeringai lebat. "Oh, please! No wonder Jimmy is so jealous....."
Priyayi mendelik menyuruh Kumala tutup mulut. Mereka berkenalan kekat ke arah Jagad. Oke,
nggak bermaksud berlebihan, Jagad memang punya modal fisik lumayan, tapi payah di modal
kuangan, hehe. "Mal, jangan macam-macam," desis Priyayi.
"Hei, relax, girl! Aku nggak ngapa-ngapain," Kumala berkelit seraya mengangkat kedua
tangannya. Isengnya masih berlanjut, "Nyimpen kayak gini di rumah dan nggak diapa-apain"
Ckckck...." "Sialan. Aku pemilik rumah, dia penyewa, titik." Priyayi menangkup muka Kumala dengan telapak
tangannya dan segera berlari masuk mobil. Tak lupa idahnya menjulur ke arah Kumala.
Di mobil, Priyayi mengamati diam-diam sosok di jok sebelahnya. Apa sih yang dilihat Kumala dari
cowok ini" Ada SMS masuk. Priyayi merogoh tas meraih ponsel. Dari Kumala.
Sopir di sebelahmu menyadarkanku, cowok Indonesia nggak kalah dari import
Priyayi terkikik. Dibalasnya SMS Kumala.
HBPI yee" Haus Belaian Pria Indonesia
----** Secara otomatis, Priyayi kembali mengamati jagad yang tenang menyetir. Wajahnya manis khas
Indonesia. Rambutnya hitam, potongannya acak, oke. Bandingkan dengan Jimmy yang lebih
senang rambutnya dipangkas rapi. Dan... Perut Jimmy sedikiiit membuncit, sementara yang di
sampingnya ini rata. Dan keras. Priyayi pernah nggak sengaja menyenggol bagian itu.
"Yi, jadi mampir ke supermarket?"
"Oh, ya, ya," jawab Priyayi gugup. Ia disergap rasa bersalah.
Hah, kerasukan setan apa kok sampai membandingkan dia dengan Jimmy! No way, jangan
pernah berpikir sekali pun...
"Berarti turun sekarang, Bos!"
"Oh, udah sampai ya," celetuk Priyayi baru nyadar.
Tepat saat mereka keluar dari mobil, ada mobil yang diparkiran si seberang hendak keluar.
"Oh My God. Na, lihat." Syamila menjawil lengan temannya supaya melihat lebih saksama ke
depan. Dari balik kaca depan mobil, mereka melihat Jagad dan seorang cewek masuk ke
supermarket. Syamila megap-megap.
"Itu Jagad sama siapa, bo" tanya Nana, teman Syamila di balik kemudi.
Namanya Priyayi. Udah beberapa hari ini Mas Jagad bawa mobil cewek itu, motornya lagi
dipinjam temannya," jelas Syamila.
"Na, kita ikuti mereka," pinta Syamila kemudian.
Nana membelalakkan mata." mereka berselingkuh?"
"Nggak tahu, makanya kita cari tahu."
Berkali-kali Syamila melirik jam yang ada di dashboarg. Lima belas menit serasa semalaman.
"Mil, coba telepon aja," usul Nana.
"Pulsaku habis."
"Nih, pake punyaku." Nana menyodorkan ponselnya.
Syamila menggeleng. "Ya sudah, labrak aja sekarang. Yuk!" desak Nana berkobar-kobar.
Akhirnya Syamila mengambil ponsel Nana. Dering ketiga, ponsel Jagad diangkat.
"Halo?" "Hai, Mas, ini Mila pake HP teman," sahut Syamila gugup.
"Oh, kamu Mil. Lagi belajar, ya" Udah makan belum?" Nada suaranya setenang biasanya.
"I, iya. Udah. Masih di rumah sakit, Mas?"
"Nggak. Udah pulang kok."
"Oh." Syamila terdiam.
"Halo" Mil?"
"Oh, eh, ya sudah. Bye." Syamila linglung hingga nggak tahu mesti ngomong apa lagi.
Syamila menyandarkan kepala lemas. "Dia bilang udah pulang...."
Begitu mobil Priyayi keluar, Nana dengan saksama mengikuti, menjaga jarak nggak terlalu jauh
tapi tapi juga nggak terlalu dekat. Pokoknya kayak penguntit di film-film itu lho!
Mobil masuk kompleks permukiman dan berhenti di depan rumah berpagar hijau tua. Priyayi
keluar membuka pagar, mobil masuk carport. Priyayi menutup pagar. Selanjutnya, dada Syamila
seperti ditempel lempeng panas. Nyosss....
Jagad membawa tas plastik, Priyayi mencangklong paper bag besar dan keduanya masuk ke
rumah. Wajah Syamila pias. Jantungnya berdegup kencang.
"Ya ampun, dia tinggal dengan perempuan itu...."
"Haaa?" celetuk Nana.
"Dia sampai sekarang nggak mengiyakan ajakanku ke rumah uang ditumpanginya, yang katanya
suami-istri iru. Suami-istri apaan"! Dia udah bohong ke aku!" Syamila mengomel kesal.
"Belum tentu begitu. Nih, telepon dia lagi." Nana menyodorkan ponselnya.
Syamila menolak. Ia menutup mata dan kuping dulu, setidaknya sampai ujian di kampus besok.
Atau mungkin sampai ujian selesai karena ia ingin mengonsentrasikan diri sepenuhnya pada
ujian terlebih dahulu, kendati sekarang konsentrasinya sudah sedikit terpecah.
Part*12 Ballroom hotel, terasing Malam ini Priyayi berhasil memukau Jimmy dengan gaun sexy bak Eva Longoria di serial
Desperate Housewives. Tapi jangan senang dulu. Itu sebelum berangkat. Tapi begitu memasuki
ballroom hotel tempat pesta diadakan tetap Bianca-lah sang bintang. Atau sang diva" Ih, kok
mirip acara dagdut"! Intinya dia yang berhasil mencuri semua perhatian undangan.
"Hm... Pasti karena bling-bling itu...." Priyayi menyimpulkan dari kejauhan dengan nada setengah
cemburu setengah sinis. Berlian maksudnya. Mulai dari anting, kalung, cincin, gelang dengan
ukuran ekstra. Priyayi memainkan liontin kalungnya. Hanya bling-bling alias berlian yang
menempel di badannya. Tadi sih Jimmy___another bling-bling___yang menempel, sekarang
merenggang jauh. Senasib dengan pasangan yang hanya sebagai pendamping.
"Pajangan gratis," gumam Priyayi getir menyebut dirinya dan mereka yang senasib. Untunglah
wine yang disuguhkan sangat enak. Kualitas atas. Lumayan bisa mengalihkan kesuntukan
Priyayi. Selain itu, kesuntukan bertemu wine merangsang sisi otak kreatifnya untuk mengadakan kontes,
yakni kontes Tokoh Yang Paling Membosankan di ruangan ini. Dia lantas memilih-milih "caloncalon kontestan" yang potensial. Kriterianya tentu aja dari mimik muka, gelagat, dan hasil obrolan
yang menurutnya membosankan. Karena Priyayi ingin jadi pemenangnya, dia harus bertingkah
habis-habisan menjadi yang paling membosankan. Seperti misalnya kalau ditanya profesinya
apa, Priyayi menjawab jadi honorer bagian tata usaha di sebuah sekolah yang paling tidak
kompetitif di seluruh kota. Dan menyinggung cuaca adalah cara membosankan lainya.
"Seharusnya aku pake baju daster nih," gumam Priyayi tambah ngelantur.
Baru ngajak ngobrol tiga orang pilihannya, Priyayi sudah sangat merasa bosan sendiri dan nggak
tahan lagi untuk "mewawancarai" kandidat berikutnya. Hehe, salah sendiri!
"Yayi, kamu bawa mobilku. Aku harus nganter Bianca pulang, dia nggak mungkin nyetir dalam
keadaan mabuk begini." instruksi Jimmy membuyarkan kebengongan Priyayi.
"Acaranya sudah selesai?" tanya Priyayi. Jimmy mengerutkan kening, heran.
"Ohh.... Maksudku... Acaranya akhirnya selesai....!" ralat Priyayi dengan mengubah intonasi dari
pertanyaan menjadi pertanyaan.
Eiit, Jimmy bilang mau antar Bianca"!
"Emang nggak bisa yang lain?" tawar Priyayi. Ia nggak rela cowoknya pergi malam-malam ke
rumah wanita bombastis kayak begitu. Mabuk, pula.
--Jimmy memegang bahu Priyayi, didekatkan mulutnya di telinga Priyayi. "Dia klien terbesarku.
Aku cuma menjaga keselamatannya."
Priyayi melirik Bianca yang tertunduk lunglai. Dan linglung. Sesekali memanggil nama Jimmy.
Muka Priyayi panas. Yeah, Priyayi sempat mendengar Bianca akan membeli satu unit lagi untuk usaha baru lounge
and bar. Pastilah Jimmy sebagai konsultan propertinya.
"Oke, biar aku mengikuti kamu sampai rumahnya selanjutnya kita bisa pulang bareng," usul
Priyayi. Jimmy menjauhkan kepala dengan mata menyelidik raut muka Priyayi.
"Well, biar kamu nggak kesulitan pulang....," sambung Priyayi beralasan.
Jimmy menyunggingkan senyum, lalu meraih dagu Priyayi. "Don't worry, i'll be fine. Kamu pulang
aja, terlalu jauh soalnya, satu jam sendiri lho sekali jalan, aku yang mengkhawatirkanmu. I'll see
you tomorrow". Sebagai penutup, Jimmy mengecup hidung mungil Priyayi.
"Sialan, tahu begini, kuhabisin aja semua wine tadi, biar Jimmy kerepotan ngurus diriku, bukan
cewek lain," sesal Priyayi terpikir, andai dirinya dan Bianca sama-sama mabuk, apa benar Jimmy
akan memilih ngurus dirinya....."
"Uuuughh! Aku cabut dari sini, bikin sinting otak!"
Pagi, mengejutkan Priyayi memulai hari dengan intesitas tekanan darah yang tinggi. Udah bangun kesiangan, masih
harus mampir ke kantor Jimmy untuk mengembalikan mobil, padahal ada Meeting pagi pula!
Mana ponsel Jimmy susah dihubungi, huh!
Ditambah lagi pagi ini di mulai hal yang sama. Kekamar mandi di menit yang sama dengan
Jagad. Efeknya sama-sama bersungut-sungut, kendati tetap sungut Priyayi yang lebih panjang
karena statusnya di rumah itu. Tapi ada ini yang agak nggak biasa, samak-sama nggak bisa
menghubungi ponsel pacar. Jagad sendiri malah kemarin mengalami "kemacetan" koneksi.
Sampai-sampai mereka mengira ada masalah dengan provider.
Dor, dor, dor! Pintu kamar mandi digedor.
"Buruan! Aku harus nganterin mobil dulu ke kantor Jimmy?" teriak Priyayi.
"Sebentar!" sahut Jagad dari dalam kamar mandi.
"Ini lagi! Biasanya sudah mandi pagi-pagi, sekarang ikut-ikutan kesiangan!" seru Priyayi jengkel.
Hampir sama dengan Priyayi, Jagad juga mengalami kesulitan menghubungi Syamila, sementara
dia belum punya waktu ke rumah pacarnya itu. Lagipula Syamila sedang ujian, biasanya cewek
itu ogah dikunjungin karena bakalan ngurangin waktu belajarnya.
-Bagaimanapun usahanya untuk buru-buru, Priyayi tet agak kesiangan sampai kantor Jimmy.
Belum lagi dikejar meeting. Dia berlari keluar dari basement parkir hendak menuju ke dalam
kantor untuk memberikan kunci mobil. Tepat di pintu basement, dia menyaksikan Jimmy baru
saja keluar dari mobil. Itu.... Mobil Bianca.... Priyayi terkesiap. Buru-buru ia menyembunyikan badannya. Nggak sampai sepuluh detik, mobil
itu melesat pergi. Bianca yang duduk di belakang kemudi.
Priyayi menyandarkan badannya di dinding. Lututnya lemas. Ya ampun, apa Jimmy nggak
pulang semalam" Diliriknya arloji. Hampir jam setengah sebelas. Priyayi melangkah gontai
Part*13 Bad day, cemburu Bianca, Bianca, Bianca. Nyaris seharian kepala Priyayi dipenuhi nama itu. Dan seringai di wajah perempuan iru kala
memandang Jimmy tadi pas di depan kantor Jimmy. Seringai tadi... Priyayi mengartikan sebagai
seringai puas. "Huu...uh!" seru Priyayi kesal.
"Nggak pulang, Bu?" sapa salah seorang satpam tiba-tiba. Hari sudah mulai senja.
"Eh...." Priyayi nggak tahu ada satpam lewat di dekatnya.
"Sebentar lahi,"Jawab Priyayi yang berjalan menuju area bermain anak. Ia mendudukkan
pantatnya di ayunan dan mengayunkan pelan-pelan.
Entah berapa menit berlalu, tahu-tahu Jimmy sudah berdiri di sebelahnya. "Mana tasnya?"
Mereka sepakat bertemu di sini. Pagi tadi Jimmy hanya menerima kunci mobil dari office boy
yang dititipi oleh bagian resepsionis. Kontan Jimmy melepon ponsel Priyayi tapi nggak diangkat.
Ke nomor kantor juga begitu. Katanya Priyayi ada tugas luar seharian. Menjelang pukul lima,
baru Priyayi mengangkat telepon dari Jimmy yang kesekian.
"Masih di atas. Lagian pengin cari angin segar sebentar," jawab Priyayi. Jimmy ikut duduk di
ayunan di sebelah Priyayi. Nggak diayun, cuma diduduki.
"Makasih tadi nganterin mobil ke kantor. Kenapa nggak menemuiku, kan bisa kuantar kemari?"
Priyayi nggak langsung menjawab. Ia setia dengan irama ayunannya... Pelan... pelan... pelan....
"Semula ingin begitu. Terus aku melihatmu diantar wanita itu...."ucap Priyayi datar. Wajah Jimmy
menegang. Jadi Priyayi tahu"!
"Kulihat setelanmu masih sepeti semalam," lanjut Priyayi masik dengan nada yang sama.
Pandangannya sendu ke depan, bukan ke samping, ke arah Jimmy.
"Yi, jangan salah paham dulu....," sahut Jimmy. "Aku nggak ngapa-ngapain. Waktu itu dia...."
--Priyayi mengibaskan tangan. Dalam hatinya menyesal kenapa menyerah semalam, kenapa
dirinya nggak ngotot tetap ikut.
"Aku nggak ada perasaan apa-apa lagi ke dia, Yi, sungguh!" tegas Jimmy meyakinkan Priyayi.
Priyayi memejamkan mata. "Sudah sejauh ini kita bersama, kenapa kamu masih meragukan kesetiaanku"!" imbuh Jimmy
kesal. "Jim, kamu dan dia pernah menjalin hubungan cinta, bahkan kamu hampir bertunangan
dengannya...." Priyayi diberitahu oleh Kumala soal itu. Waktu itu Jimmy masih kuliah dan
lumayan dekat dengan Kumala. "Wajar kan kalau keyakinanku goyah kamu bermalam di rumah
mantanmu, yang sedang mabuk, yang kembali mengerjarmu, yang memberi andil luar biasa
dalam kariermu"!"
"Aku percya denganmu yang serumah dengan teman cowok lain berbulan-bulan....," tangkis
Jimmy. "Dia bukan mantanku, aku nggak pernah ada hubungan cinta sebelumnya! Itu beda, Jim! Kamu
seperti takluk di hadapan wanita itu, dia klienmu, bukan bosmu, bukan kekasihmu lagi!"
"Kamu cemburu?"
"Iya, sekaligus marah! Di pesta aku kayak orang bego, malamnya disuruh pulang sendiri, ponsel
kamu matikan saat kalian berduaan, urrrghh!" seru Priyayi memuntahkan kekesalannya,
kemudian dia berdiri. " Aku nggak jadi pulang. Tiba-tiba aku ingat masih harus menyelesaikan
sesuatu. Pulanglah dulu."
Jimmy ikut berdiri dan memegang lengan Priyayi. "Yi, apa yang..."
"Aku yang akan menghubungi kamu," potong Priyayi. " Itu juga kalau ponselmu aktif...." sindir
Priyayi mengakhiri pembicaraan. Di ruangan kerjanya, ia menelungkupkan wajah di balik meja.
Malam, tak jauh beda Jadad baru saja sampai rumah, baru selesai meneguk air dingin keluaran kulkas saat SMS
Priyayi masuk yang isinya minta tolong dijemput. Ia hanya mengganti sepatu dengan sandal,
mengambil kunci mobil di kamar Priyayi. Syamila mengawasi tanpa berkedip di dalam mobil milik
kakaknya yang ia parkir di tempat remang taka jauh dari rumah Priyayi. Mulai dari Jagad datang
dengan mengendarai motor, membuka pagar dan pintu rumah dengan yang dibawanya,
menyalakan lampu-lampu, kemudian keluar lagi dengan mengendarai mobil Priyayi.
Sampai kira-kira satu setengah jam kemudian mobil bercat abu-abu tersebut nongol lagi. Dari
pintu kiri, keluar Priyayi untuk membuka pagar. Mobil terparkir, mesin dimatikan, pagar ditutup,
keduanya menghilang di balik pintu rumah.
Hati Syamila serasa diperas-peras sampai tinggal ampas. Sudah sedemikian bertekuk lututkah
dia pada cewek itu" Syamila menelungkupkan wajah di atas setir dan terisak.
Part*14 jumat pagi, mendung Priyayi menengadahkan kepala. Mendung makin bikin bad mood aja, apalagi bukan hari libur.
Tapi biasanya hari jumat begini beban kerja sedikit lebih ringan. Dia tetap bertekad lari pagi,
cuma disekitar kompleks rumah doang. Kata kakek, menghirup udara pagi, apalagi diiringi gerak
jasmani, di tengah suasana hati dan kondisi pikiran yang buruk ibarat menghirup oksigen dalam
tabung di ruangan yang penuh asap. Masalah memang nggak akan kelar selama orang tersebut
belum keluar dari ruangan itu, tapi setidaknya bantuan oksigen itu dapat membuatnya berjalan
menuju pintu keluar. Sejam kemudian Priyayi mulai membenarkan ajaran kakeknya itu (dua puluh menit terakhir ia
menghirup udara pagi yang terkontaminasi aroma bubur ayam alias pesan dua bungkus di bawa
pulang, hehe). Sepulang nanti ada yang perlu dilakukan supaya perasaan buruk yang dirasakan
nggak berlarut-larut. "Gad! Aku beli bub..." seruan Priyayi di pintu depan seketika terhenti, juga dengan langkah dan
ayunan tangannya. Persis kayak di serial Charmed setiap kali Piper, salah atu penyihir cantik nan
baik hati mengeluarkan ajian freezing. Beku.
"Oh, maaf, nggak tahu kalau ada tamu," sambungnya kemudian, berhasil keluar dari kebekuan.
"Ini Mila," ucap Jagad. Priyayi yang baru mengayun kaki satu langkah kembali berhenti dan
menoleh ke arah sang tamu.
"Kita sudah pernah kenalan," ujar Syamila datar.
"Iya," timpal Jagad belingsatan.
--Priyayi menahan napas. Terus terang dia sudah lupa wajah Mila itu (Seingatnya, nama lengkap
cewek itu Sarmila deh). Bisa jagi pagi ini pagi bencana bagi Jagad karena sejauh yang dia tahu,
Jagad nggak memberitahu pacarnya perihal keberadaannya di sini. Tapi nggak tahu lagi kalau di
hari-hari terakhir Jagad tinggal di rumah ini, Jagad memutuskan sebaliknya.
"Iya," celetuk Priyayi, menganggukkan kepala dan tersenyum. Syamila hanya mengangguk.
Selanjutnya Priyayi melesat ke dalam.
"Kita bicara di luar," cerus Jagad tak lama setelah Priyayi menghilang ke dalam. "Aku ambil kunci
motor dulu." Dari balik meja gerak dan mengamati ekspresi muka Jagad diam-diam sambil tangannya
menyuapkan sesendok demi sesendok bubur ayam. Ia segan sekadar memanggil Jagad, apalagi
berkoar soal bubur ayam. Rasarnya kurang pantes deh nawarin bubur ayam ke orang yang (
kelihatannya) lagi bersitegang ama kekasih hati.
"Aku cabut dulu, bubur ayamnya kumakan nanti," pamit Jagad kala melewati Priyayi. Jagad
melajukan motornya ke coffee shop tak jauh dari sana. Belum ada pengunjung karena coffee
shop baru saja buka mungkin sekitar lima belas menitan.
-Jagad dan Syamila membawa dua mug kopi panas dan duduk di teras. "Aku cuma ingin menjaga
perasaanmu, itu yang paling utama. Dan ini murni inisiatifku, nggak ada syarat atau pengaruh
apa pun dari siapa pun," jelas Jagad.
"Aku sangat kecewa sama kamu, Mas," sahut Syamila. "Aku kecewa kamu menutup-nutupi
sesuatu dariku, aku kecewa kamu malah cari bantuan ke orang lain, sepertinya menjadi pacar
berarti dia orang yang terakhir tahu, orang yang terakhir dimintai bantuan, orang yang nggak
boleh diusik-usik, orang yang hanya boleh tahu beresnya aja, hanya tahu indahnya dunia...."
Syamila menyorongkan badannya ke arah jagad. "Begitu seorang pacar bagimu" Hanya
pajangan, penghias hidupmu" Dangkal sekali!" Syamila kembali bersandar dan membuang
pandangannya. "Kalau aku nggak mendatangi rumah temanmu itu, kamu pasti berkelit..." sambung Syamila


Pasangan Jadi Jadian Karya Lusiwulan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

geram. Jagad nggak bisa menyangkal. Ada perasaan bersalah melihat Syamila semarah ini.
"Aku paling benci dibohongi." Mata Syamila siap menumpah air, wujud dari kekecewaan
perasaannya. " Dan ini... Rasanya lebih dari itu...., aku merasa.... Dikhianati...."Tutur Syamila
terbata-bata. "Maaf, Mil. Kadang sesuatu yang kuanggap tindakan yang benar...., maksudku yang bisa
menjaga hubungan kita tetap baik, belum tentu baik di matamu. Aku menghargai hubungan kita
di atas segalanya, Mil. Aku ingin kita senantiasa baik-baik saja. Bertemu, berbincang, bahkan
saling terdiam pun, aku ingin kita lakukan dalam atmosfer cinta, sayng, nggak ada jengkel, sebal,
marah, dan perasaan negatif lainnya." Jagad menjabarkan alasan di balik sikapnya selama ini.
"Kamu seperti mematahkan kakiku yang baik-baik saja!" sahut Syamila dengan raut muka kian
tegang. Ia lantas berdiri.
"Pagi ini aku cuma ingin membuka matamu lebar-lebar bahwa aku nggak sebodoh yang kamu
kira." Sedetik kemudian Syamila berlari ke depan dan mencegat angkutan umum yang lewat.
"Mila! Mil, aku nggak pernah berpikir begitu!" Jagad berteriak seraya berlari menyusul, tapi
Syamila sudah lenyap dibawa angkutan.
Huuuhh.... Gimana ini! Pikir Jagad galau.
Part*15 Sore, penghiburan Priyayi duduk termangu di bangku di luar ruang periksa. Kakeknya minta diantar periksa di rumah
sakit karena tiga hari ini dadanya terasa sakit. Lantaran bosan hanya bengong melamun, ia
mencoba menghubungi ponsel Kumala yang sejak tadi nggak aktif.
Aha... Nyambung juga akhirnya....
"Halo, ke mana aja, monyet" Susah banget dihubungi!" sembur Priyayi.
"Sibuk memperpanjang paspoe dan sibuk menjamu tamu jauh, hehe...."
Priyayi memutar bola matanya, sudah hafal dengan tingkah polah Kumala.
"Aku ama Jimmy lagi berantem, menyebalkan. Dia kayak kerbau dicucuk hidungnya ama si klien
tercintanya itu! Ada penghiburan nggak dari kamu?"
"Sialan, emang aku aku wanita penghibut"!" seloroh Kumala. "Ada sih, besok malam
diapartemenku, aku bikin party, nanti ada temanku yang bersedia nge-DJ. Seru deh!"
"Hmm... Boleh juga..." celetuk Priyayi, walaupun bukan itu yang dimaksud dengan penghiburan
tadi. "Aku udah SMS teman-teman. Tapi besok pagi kamu bantuin aku nyiapin keperluan party yee!"
suara Kumala bersemangat.
"Mal, is it a part of being a very host for your new guy, hah?"
Kumala ngakak. "Oh, darling, you know me too well! Oya, kalau ketemu kakakmu, ingetin lagi ya
buat datang besok, ada omongan bisnis."
Restu, kakak Priyayi adalah pialang saham Kumala.
"Jumat mlam ketemu Restu di rumah" Jangan harap deh, aku nggak janji," celetuk Priyayi.
"eh, ajak juga sopir pribadimu itu ya. Bilangin ke dia, aku bisa membuatnya menjadi tuan
semalam sebagai penghiburan telah menjadi sopir tanpa bayaran akhir-akhir ini," sambung
Kumala menyeringai nakal.
Priyayi hendak membalas Kumala tapi kakeknya keburu nongol dari ruang periksa.
"Gimana, kek?" "Dikasih resep dan anjuran seperti yang sudah-sudah. Kurangi makanan berlemak, kurangi
beban kerja, harus lebih rutin olahraga."
"Ironis sih. Punya tempat olahraga tapi jarang olahraga!"
Kakek terkekeh." Kakek kan sukanya golf, tempatnya jauh...."
"Huh Kakek, kalau bisa bikin lapangan golf di
Area Kakek, pasti udah dibikin!" ledek Priyayi.
"Omong-omong soal golf, hari Minggu mama-papamu menemani Kakek golf bareng dengan
opamu. Kamu mau ikut juga nggak" Kita ke rumah Opa."
Opa adalah sebutan ayah dari Mama Priyayi.
"Boleh, udah lama juga nggak ketemu Opa dan Oma. Restu ikut juga nggak?"
Kakek menggeleng. "Dia malas ketemu omanya yang nggak bosan-bosan nanyain alon istri...."
Priyayi nyengir sambil dalam hatinya menyeletuk pasti Oma bakal kelelahan. Setelah mengejar
Restu dengan pertanyaan itu yang entah kapan Restu mau menjawabnya, Oma pasti gantian
mengejar dirinya yang setipe dengan sang kakek. Kasihan Oma.....
Malam, ajakan Lucifer Priyati mekangkah gontai ke dalam rumah. Hatinya masih menyimpan kegundahan. Walaupun
dia telah menyibukkan diri seharian, tetap saja pikirannya nggak lepas dari Jimmy. Dan apa yang
telah dilakukan cowok itu. Pfff....
Masuk ke ruang tengah, di atas credenza ada sebuket bunga mawar. Diambilkannya amplop
yang nangkring di sela-sela bunga.
One and only you.... I love you. Jimmy.
Priyayi berdiri terpekur, kemudian berjalan menghampiri kamar Jagad. Dua ketukan, pintu
terbuka. Tampak Jagad sedang mengemasi pakaian.
"Lho, katamu baru pertengahan bulan depan kamarmu selesai renovasi, kok udah berkemas
sekarang?" tanya Priyayi bingung.
"Nggak apa-apa. Aku bisa tidur di ruangan depan yang sudah selesai."
Priyayi beringsut duduk bersila di tepi kasur, matanya mengikuti gerak Jagad.
"Oya, ada kiriman bunga tadi buatmu," tukas Jagad.
Priyayi mengangguk. "Ya. Dari Jimmy. Kami lagi berantem dan bunga itu kayaknya sebagai
permintaan maafnya." Priyayi nyerocos tanpa diminta.
"Kamu maafin?" Priyayi mengangkat bahu. "Yaahh gitu deh...., tapi nggak dalam waktu dekat ini, masih gondok!"
Jagad menolehkan kepala ke arah Priyayi. " Kenapa sih cewek harus membuang waktu seperti
itu" Kalau ending-nya sama, kenapa harus diulur-ulur waktunya?"
Begini." Priyayi mengeluarkan dalih panjang. "Itu yang disebut Kebijakan dan Kebijaksanaan.
Tingkat hukuman harus disesuaikan dengan tingkat kekesalan yang kita rasakan. Dan itu bukan
membuang waktu, itu adalah bagian dari proses konsekuensi yang harus diterima atas perbuatan
yang tidak berkenan."
Inilah Priyayi, Mahkamah Agung dalam Pengadilan Cinta.
"Hei...." panggil Priyayi kemudian. " Kamu berantem ama pacarmu?"
Jagad mengangguk. "Ketahuan kamu tinggal di sini?" tebak Priyayi. Jagad lagi-lagi mengangguk.
"Eh, sebenarnya sih kemarahan dia karena aku udah nggak jujur berbulan-bulan, menutup-nutupi
keadaan sebenarnya."
"Bahwa kamu tinggal di sini?"
Jagad mengangguk lagi. Priyayi manggut-manggut juga, akhirnya paham kenapa Jagad mempercepat jadwal untuk balik
rumah. "Gad, Kumala mengundang kita datang ke pestanya besok. Mau, kan" Hitung-hitung farewell
party, oke?" Jagad mengangguk pasrah. "Pssst..... Dandan ala metroseksual ya, kamu dapat kehormatan berkencan dengan tua rumah,"
goda Priyayi. "Mumpung hubungan dengan tambatan hati dalam masa demisioner, hihi...." imbuh
Priyayi berbisik. Jagad nyengir. "Lucifer, kamu menang kali ini."
Part*16 Get the party started, Kumala's
"Mana si teman baru?"
"Itu..., yang lagi ngobrol ama Angga."
"Oooh..." semua melongo.
"Mirip David Naif ya, terutama gaya bajunya jo`...."
Geerrr.... "Kirain tadi juga begitu, tapi kok nggak bisa bahasa Indonesia, ternyata cowok impor!"
Geerrr lagi.... Empat cewek dan dua cowok yang berkerumunan di meja bar terkikik. Mereka sedang
ngomongin teman pelancong yang di bawa Kumala. Ada Tio dan Sally yang kebagian meracik
minuman, Ryan yang nge-DJ "nama profesinya DJ Ry), Vina, Yasmin, dan Priyayi kebagian
"mengulurkan tangan" kepada setiap yang datang untuk dimintai sumbangan sukarela.
Berhubung berteman, memang nggak ada tiket masuk dan bisa minum sepuasnya, tapi bukan
berarti gratis abiiis ya. Bagi yang datang dengan botol atau krat atau kudapan minimum harga
yang sekiranya berkenan di tiga cewek tersebut, mereka bebas dari juluran ketiga cewek tadi.
Berhubung beberapa teman mulai berdatangan, mereka segera bubar, hanya Tio dan Sally yang
memang di situ tempat bertugasnya, dan Priyayi yang masih malas bersapa ria. Ia menekuri
sekeliling apartemen. Kumala menerapkan desain minimalis di dalam apartemen studio
berukuran luas ini. Vina, teman mereka sebagai desain interiornya. Sebagai hunian, apartemen
ini memang jadi terkesan lengang apalagi hanya dihuni satu orang. Tapi konsep itu memudahkan
sang pemilik untuk mengadakan pesta seperti malam ini. Lagi pula kan Kumala lebih banyak
pergi daripada ngendon. "Mana kamar Kumala?"
Priyayi nggak tahu kapan Restu datang, tiba-tiba saja kakaknya sudah ikut duduk di sebelahnya.
"Apa" Kamar?" Priyayi tersentak kaget. Baru aja datang, sudah nanyain kamar!
"Dia yang nyuruh aku langsung ke kamarnya, mau bahas investasinya," jelas Restu mematahkan
kecurigaan adiknya. "Pasti udah mikir ngenes, huuu....," tambah Restu seraya menyentil kepala
adiknya. Priyayi cengar-cengir.
"Ooo.... Tuh...." Priyayi menunjuk sebuah pintu. Restu segera ngeloyor ke sana.
Begitu Priyayi mengembalikan pandangan, Jagad masuk dan berdiri mengedarkan pandangan
mencari sosok yang dikenalnya. Mulut Priyayi menganga. Wow.... Jagad lain banget malam ini.
Dia menuruti instruksi Priyayi untuk berpenampilan ala cowok metroseksual. Rambutnya dibuat
mencuat berantakan persis model rambutnya vokalis Goo Goo Dolls di video klip lagu Iris,
pullover hitam menempel pas di badan, bagian lengan disisingkan asal-asalan sampai siku, jins
agak kebesaran melorot sampai batas pinggang. Vina menyambutnya dengan rangkulan. Jagad
menunjukkan sebotol bir impor. Masih kurang berharga sih, tapi Vina mengampuninya karena
begitulah pesan Priyayi. Vina lantas menunjuk-nunjuk ke arah meja bar, ke arah Priyayi. Priyayi
melambaikan tangan. "You look great," sapa Priyayi. Jagad tersenyum sembari menyodorkan "sumbangan"nya kepada
Tio. Tangan Priyayi menyentuh lengan Jagad. Hmm.... pullover-nya lembut sekali.
"Ganteng maksudmu?" sahut Jagad. "Atau hot, sexy, adorable...., yummy....?"
Priyayi meringis. "Ouch! Setiap satu kata mengurangi poin great-mu, tauu!"
Jagad nyengir. Matanya mengamati dandanan Priyayi yang mengenakan tank top berdada
rendah dengan punggung terbuka. Roknya menutupi setengah paha saja. Smoky eyes
menegaskan kesekian Priyayi malam ini.
"Bahan handukmu masih lebih besar daripada kedua potong bajumu ini," gurau Jagad
mengomentari. Mereka memesan martini dan wine, kemudian cheers pertamanya.
"Mila minta break," ujar Jagad di sela menghabiskan isi gelas pertamanya. "Dia benar-benar sakit
hati." "Break or break up?"
Jagad menghela napas. "Di tengah-tengahnya mungkin. Yang jelas dia bilang supaya aku
membiarkan dirinya sendirian dulu, nggak mau dihubungi. Aku tanya sampai berapa lama akan
begitu, dia bilang belum tahu." Jagad mengedikkan bahu. "Yaahhh..... Mungkin lebih baik begitu,
daripada langsung di putus. Aku udah kasih tahu dia, nggak tinggal di rumahmu lagi."
"Tapi luka udah terlanjur tergores, ya?" seloroh Priyayi.
Jagad mengacungkan gelasnya. "Hell, yeah."
"Aku bisa jelasin ke pacarmu tentang apa yang sebenarnya terjadi."
"Ah, nggak perlu. Ini kesalahanku yang nggak jujur ke dia," tampik Jagad.
"Oke, lupakan masalah untuk malam ini. Jangan mabuk dulu sebelum dapat undangan kencan
dari Kumala,"cetus Priyayi sembari memutar tubuh Jagad ke arah Kumala yang datang
menghampirinya. Jagad bersiul, Priyayi nyengir. Kumala mengenakan mini pants dan kemben menyisakan bahu
dan perut. "Dengan pakaian itu, kamu lebih bagus daripada dia," bisik Jagad di telinga Priyayi. "sepanjang
yang kutahu, kamu punya otot bagus."
Priyayi menyeringai. "Kamu merayuku di hari terakhir kita serumah, ya?" tanya Priyayi, jarinya
menarik-narik lengan pullover Jagad, berlagak sok menggoda.
"Hemmm..." Jagad menyipitkan mata.
Priyayi terkikik. "Hellooo, teacher!" sapa Kumala dengan aksen sok Inggris. Mereka bertiga melakukan cheers.
Sambil bersandar pada Priyayi, Kumala terus "menyerang" Jagad.
"Kamu lebih keren daripada yang terakhir kulihat."
"Ada yang mengimingi bakal berkencan dengan tuan rumah yang luar biasa, jadi apa salahnya
tampil all-out," celetuk Jagad mengangkat gelas. Kumala ngakak, sedangkan Priyayi berpikir
pasti Jagad lagi butuh pelarian. Tumben genit begini.
"Well, teacher, you can teach me math-ness, bu i'll teach you madness, first..." ujar Kumala,
tangannya menarik tangan Jagad untuk menikmati musik di hadapan DJ.
part*17 Rumah, oleng Pfff.... Sampai rumah dengan aman, nggak ada razia polisi di jalan. Well, mungkin ada tapi mobil
Priyayi nggak melewatinya. Priyayi menjawil lengan Jagad, mengisyaratkan untuk keluar dari
mobil. Jagad sudah oleng, meskipun masih bisa berjalan sendiri. Priyayi yang memegang kemudi
pulang. Priyayi sendiri merasa tubuhnya berjalan setengah melayang. Kalau nggak ingat salah
satu sari mereka harus menyetir, bisa jadi Priyayi habis-habisan tadi sebagai pelampiasan rasa
suntuknya mikirin Jimmy. Tapi berhubung Jagad yang kelihatannya jauh lebih suntuk, ya
sudahlah... Dia ngalah....
Bruukk! Kaki Jagad terantuk sofa, sekalian ia menjatuhkan tubuh di atas sofa. Priyayi mengambil
bongkahan kecil es dari kulkas, menempatkan dalam mangkok dan menyodorkan kepada Jagad.
Ia duduk di sebelah Jagad dan mengulum es batu dalam kegelapan. Hanya lampu teras yang
menerobos jendela menyisakan cahaya tipis.
"Kumala nggak rela waktu kamu ikut pulang," gumam Priyayi.
"Thanks you for everything," gumam Jagad.
"Terima kasih udah sangat baik ke aku selama ini."
Priyayi tersenyum. "Sama-sama, kamu juga begitu kan ke aku."
Jagad mengambil tangan Priyayi dan menggenggamnya. Dan nggak sampai berhenti di situ.
Tangan Jagad menelusuri lengan Priyayi hingga merambah bahu. Karena Priyayi hanya diam
saja, ia meneruskan ke punggung Priyayi. Aroma parfum dan aroma tubuh cowok di sebelahnya
malam ini terasa menggugah penciuman Priyayi. Mungkin karena lagi nggak sadar seratus
persen. Priyayi memejamkan mata.
"Kulitmu sehalus bayi," bisik Jagad di telinga Priyayi. Darah memompa jantung Priyayi lebih
cepat. Dorongan dasar mengabaikan semua. Dalam hitungan detik, bibir mereka bertemu.
Sengatan itu membuat masing-masing menginginkan lebih.
Dan entah siapa membimbing siapa, mereka sampai di tempat tidur Priyayi. Mungkin refleks
instingtif keduanya yang menginginkan space lebih besar. Dan nyaman.
Dan terjadilah. Pagi, mengejutkan dunia Dor, dor, dor! Bunyi pintu digedor. Sebenarnya sih, sebelum berubah gedoran, suaranya berupa
ketukan, tuk, tuk, tuk. Karena pintu nggak terbuka juga, akhirnya suara berubah lebih mengentak.
Priyayi terbangun. Pusing langsung menyambutnya. Aduh.... Dia terduduk dengan memegangi
selimut menutupi dada. Dia melirik Jagad yang tidur terlentang di sebelahnya.
Dor, dor, dor! Mata Priyayi membelalak. Dia nggak sempat mencerna apa yang ia dan Jagad lakukan,
kepanikan keburu menyergapnya.
"Ya ampun! Aduh, aduh!" dia bergegas berdiri, mengabaikan hantaman pusing, kebingungan
mencari baju. Ia membuka lemari dan menyahut kaus dan celana rumah.
"Mereka udah jemput! Mampus, mampus!"
Sesuai rencana, pagi ini keluarga Priyayi minus Restu mengunjungi Oma-Oma Priyayi.
Jagad terbangun oleh suara-suara Priyayi. "Siapa?" Suaranya sangat serak. Tangannya
memegang kepala, hangover, lantas menelungkupkan badan dan menenggelamkan kepala di
bawah bantal. Matanya nggak bisa membuka.
Dor, dor..... "Iya, iya, sebentar!" Priyayi tergopoh-gopoh membuka pintu.
"Astaga! Baru bangun" Belum apa-apa sama sekali?" tegur Mama kesal.
"Maaf...," sahut Priyayi pelan dan memberikan jalan kepada kedua orangtua dan kakeknya untuk
masuk. Tenggorokannya tercekat.
"Ya sudah, buruan, kamu tunggu," ucap Papa.
"Dandannya di mobil saja." Mama menimpali.
Mereka duduk di sofa depan. Buru-buru Priyayi ke dalam. Ups.... Ia segera menyepak sandal
Jagad ke kolong sofa di ruang tengah. Maklum, nggak ada dinding antar ruang kecuali kamar
tidur dan kamar mandi. "Cari siapa, Pak, Bu?" suara Papa.
Priyayi mengernyit. Ada tamu"
"Kami mama-papanya Jagad...."
Mata Priyayi membelalak bersamaan dengan mulutnya menganga lebar. Ortunya Jagad"!
Bagaimana bisa"! "Jagad" Di sini rumah Priyayi, anak saya...."
"Priyayi ya namanya. Jagad memang tinggal sementara...."
"HAAA?" Mama, Papa, dan Kakek Priyayi terkaget-kaget.
Orangtuanya Jagad belum menyadari bahwa Priyayi itu cewek, jadi mereka mengira kagetnya
ketiga orang tersebut disebabkan ketidaktahuan.
"Oh, anak Anda belum memberitahu, ya?"
Bersamaan dengan itu, Priyayi muncul.
"Yayiikk! Coba jelaskan semua ini!" Mamanya berteriak tegang.
"Haaa?" gantian orangtua Jagad melongo kaget.
"Yayik.... Priyayi?" tanya Mama Jagad.
"Ya ampun! Jadi Jagad serumah dengan....." Papa Jagad menunjuk Priyayi kemudian menoleh
kepada orangtua Priyayi. "Kami tidak tahu. Bapak-ibu juga tidak tahu, kan?"
"Jagad itu pacarmu?" selidik Papa Priyayi.


Pasangan Jadi Jadian Karya Lusiwulan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Priyayi sontak menggeleng. "Nggak. Kami berteman. Jagad menyewa kamar belakang. Temantemannya nggak ada yang kasih tumpangan sementara kosnya direnovasi sedangkan ia udah
bayar full dan duitnya nggak bisa balik...."
"Tetap saja nggak bisa begitu!" hardik Mama Priyayi. Si Kakek hanya diam, tapi pandangannya
tajam ke arah cucunya. "Ma..." rengek Priyayi.
"Duh, kenapa Jagad nggak bilang. Maafkan anak kami.
Maaf....." ujar Papa Jagad merasa malu, kemudian bertanya, " Sekarang mana Jagad" Biar kami
bicara dengannya." Badan Priyayi panas-dingin. Wajahnya sangat tegang. Hidupku usai hari ini! Bagaimana ini"!
Sekarang Jagad ada di kamanya dan begitu Jagad keluar, akan terlihat dari sudut ini. Apa ku
bilang saja dia menginap di rumah temannya"
"Jagad...." Belum selesai Priyayi ngomong, Jagad keluar dari kamar. Mati sudah!
"Apa ap...." Jagad nerusin ucapannya, berganti dengan melongo karena kaget luar biasa
mendapati siapa saja yang tengah memandangnya nanar.
Ketegangan menyelimuti ruangan.
"Ehh.... Emm...." Priyayi berujar terbata-bata. "Jagad main game semalaman di
komputerku...."JANGAN BOHONG!" Kelima orang berseru berbarengan.
part*18 ---Menjelang siang, terkuak
Selanjutnya penjelasan yang dapat menggambarkan reaksi lima orang tamu di rumah Priyayi
adalah shock, kaget, melongo, tercengang.... Kelompok arti kata semacam itulah. Dan gambaran
itu masih di selingi dengan komentar: astaga, ya ampun, ya Tuhan dan gelengan kepala serta
tatapan mata bikin panas-dingin mendengar pengakuan Priyayi dan Jagad.
Mama Priyayi melengos, dalam hatinya sangat menyesal dan gregetan karena dulu pernah
kemari dan dikibuli dengan mudahnya oleh putri tercinta. Coba waktu itu Mama nggak langsung
percaya.... Mama dan Papa Jagad merasa wajah mereka nggak berbentuk lagi. Selain malu, mereka seperti
mendapatkan lemparan bumerang, karena awalnya mereka datang untuk memberi kejutan
kepada anaknya yang berulang tahun hari ini. Ternyata malah mereka sendiri yang mendapat
"kejutan" dari sang anak.
Jagad" Dia sampai lupa hari ini adalah hari ulangtahunnya. Ia merasa semua bergerak terlalu
cepat, mulai dari pacarnya yang membekukan hubungan, malam gila-gilaan, tidur dengan Priyayi
yang notabene sahabatnya dan pacar lelaki lain, hingga pagi ini memperoleh kunjungan dari
orangtua yang berujung hunjaman.
Sementara pikiran Priyayi terbelit-belit kayak bola benang yang dimainkan kucing garang, sudah
ruwet harus ditambah terbentur-bentur bikin stres!
"Kalian menikah!" Gantian kakek yang berseru.
"Apaaa?" sergah Priyayi, tercengang. Tiba-tiba Kakek menghampiri Priyayi dan membentuk
gerakan..... PLAAAKK! Kakek menampar Priyayi! Saking terkejutnya, semua hanya tercengang menahan napas. Kepala
Priyayi tertunduk dalam-dalam, matanya tidak bisa ditahan untuk tidak basah.
"Udah punya pacar berani tidur dengan laki-laki lain"! Kamu serong, hah"!"
Kakek menggunakan istilah jadul dari kata selingkuh.
"Mana kehormatanmu sebagai perempuan, hah"!"
"Itu cuma kehilafan dan hanya itu. Nggak ada yang lain!" sahut Priyayi meyakinkan Kakek.
"Nggak akan ada yang lain!"
Kakek membentuk gerakan yang sama sekali lagi, tangannya melayang siap menampar. Jagad
secepat mungkin beringsut ke depan Priyayi, menutupi badan Priyayi dari jangkauan tangan
Kakek. "Saya, Kek. Pukul saya, jangan Yayi....."
Lagi-lagi suasana dicekam keheningan. Kakek menatap nanar Jagad. Napasnya tersengalsengal. Papa Priyayi segera menenangkan keadaan.
"Sebaiknya pembicaraan ini disudahi dulu," ucap Papa Priyayi. Ia membuka dompet dan
mengulurkan kartu nama kepada Papa Jagad. Mereka bertukar kartu nama.
Celeguk. Priyayi dan Jagad menelan ludah. Melihat papa mereka seperti melihat transaksi bisnis.
"Hari ini Jagad kami pastikan segera pindah. Iya kan, Gad"!" tegas Papa Jagad. Padahal Jagad
memang berencana balik ke kosnya hari ini. Waktunya kalah cepet dengan mereka, rutuk Jagad
dalam hati menyesali. Setelah orangtua dan Kakek Priyayi pergi, Priyayi permisi kepada orangtua Jagad untuk masuk
ke kamar. Jagad memandang pintu kamar Priyayi dengan khawatir.
"Kenapa bisa ceroboh begini, Gad...." keluh mamanya. Beliau kemudian menyerahkan kotak
bungkusan kepada Jagad. "ini kue ulang tahunmu, bikinan Mama. Selamat ulang tahun."
"Eengg.... Sebentar....," cetus Jagad dan menyusul Priyayi ke kamar.
Orangtua Jagad berpandangan dengan tatapan bingung, bertanya-tanya. Papa Jagad berbisik
kepada istrinya. "Anak zaman sekarang, pacaran dengan yang bukan sulit dibedakan ya, Ma...."
Sementara itu di kamar, Priyayi sesenggukan. "Ini pertama kali Kakek menamparku..."
Jagad mendekati Priyayi dan menyentuh pipi kanan temannya yang tadi ditampar.
"Sakit, ya?" "Lebih sakit di sini," sahut Priyayi memegang dadanya.
"Maaf ya, Yi...., maafin aku..." Tangan Jagad menyapu keduan pipi Priyayi yang basah.
"Huuuu.... Huuuu....!" Priyayi nangis keras di bahu Jagad. Jagad memeluknya.
Di ruang tengah, orangtua Jagad speechbess.
Larut malam, terjaga Priyayi duduk menekukkan lutut di atas tempat tidur. Rambutnya yang mulai gondrong sesekali ia
acak-acak. Hmm... Ia bangkit dan keluar kamar, membuka kulkas dan meraih kaleng diet coke.
Matanya beralih ke piring berisi potongan blackforest. Kue ulangtahun Jagad yang ke-24 buatan
mamanya. Semenjak anak pertamanya berumur setahun, mama Jagad memiliki kebiasaan
membuat kue sendiri untuk anak-anaknya kala berulang tahun.
Priyayi menarik kursi pantry dan terpekur di atasnya. Dia memikirkan Jimmy. Dia malu terhadap
dirinya sendiri. Keadaan berbalik menohoknya. Priyayi membuang napas keras-keras. Dari sisi
hati putihnya, dia memutuskan untuk tetap jujur mengakui kesalahannya. Namun, dia juga punya
sisi hati abu-abu dan hitam yang bilang bahwa kalau dia jujur soal itu, hubungannya dengan
Jimmy terancam bubar. Buat apa cari masalah"
Dan Kakek..... Kakek menolak ditemui Priyayi. Bertemu di kantor pun hanya ngomongin pekerjaan. Yang bikin
dia tersiksa adalah bagaimana Kakek berusaha menghindari kontak mata di antara mereka.
Kakek nggak sudi melihatnya, bahkan demi masalah pekerjaan sekalipun.
Hhh.... Kok bisa aku tidur ama anak itu.... Priyayi bertopang dagu, nggak habis pikir mengenai
malam itu. Dan kenapa juga mesti ketahuan Kakek.... Dirabanya pipi sebelah kanan, teringat
salah atu ganjaran Kakek untuk apa yang telah dia lakukan. Tapi toh itu belum cukup bagi
kakeknya. Priyayi celingukan. Hhh.... Sepi, nggak ada teman serumah lagi. Situasi balik kayak dulu lagi.
Pedang Berkarat Pena Beraksara 6 Pendekar Rajawali Sakti 19 Putri Kerudung Hijau Badai Laut Selatan 7

Cari Blog Ini