Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man Bagian 2
Bawah: Kawasan industri Nariakira, Shuseikan.
John Man Meiji di Kagoshima memajang buku harian Nariakira
yang ditulis setelah berita perang datang, dengan
kesimpulannya bahwa Jepang tidak boleh mengikuti
China, melainkan harus siap untuk bertahan). Ia telah
melihat kapal dan senjata asing. Ia memutuskan untuk
memiliki keduanya, guna menangkis ancaman ekonomi
dan militer terhadap Satsuma dan Jepang, karena ia
yakin bahwa kekayaan dapat diciptakan untuk kepentingan
semua dan bahwa kekuatan hanya dapat muncul dari
persatuan. Kapal bertiang tiga yang mampu mengarungi
samudra akan menggantikan perahu-perahu pantai
berukuran kecil yang sudah digunakan warga setempat
selama berabad-abad. Dan industri akan mendorong
provinsi dan bangsa ini menuju dunia modern, dengan
hasil yang sekarang dengan bangga ditunjukkan oleh
badan pariwisata kepada para pengunjung.
Alan Booth, seorang penulis perjalanan Inggris yang
pada 1986 mengikui jejak Saigo pada perjalanan terakhirnya, mengutip seorang penduduk desa yang memuji
Nariakira sebagai alasan mengapa Kagoshima menghasilkan begitu banyak orang besar:
Oh, itulah pemimpin yang sebenarnya! Bicara tentang pekerjaan,
ia tidak tahu caranya berhenti! Ia membangun kapal perang
bertenaga uap di Jepang, pabrik kaca terbesar, pengecoran
alat-alat perang, dan mesin tekstil pertama yang menggunakan
perangkat bergaya Barat. Ia adalah laki-laki pertama yang
memasang lampu gas di sejumlah jalan di Jepang dan yang
pertama kali mengirim pesan dalam kode Morse. Ia berbicara
dalam bahasa Belanda dan mencetak fotonya sendiri. Dan di
atas segalanya ia punya waktu untuk merancang bendera
nasional. Tak heran mereka semua begitu gila kerja di sana,
dengan pemimpin seperti Nariakira yang mengawasi mereka.
Kehidupan Muda yang Berubah
Bekas kompleks industri Nariakira"tungku pembakaran, pabrik kaca, lembaga penelitian"berada tepat
di sebelah taman Sengan"en miliknya yang sangat tidak
industrial, dengan latar belakang bukit berhutan yang
sama. Saigo pasti telah melihat sekitar 1.200 orang
bekerja di sini, berusaha keras menghasilkan kembali
teknik menempa yang tak seorang pun punya pengalaman
tentangnya. Tak ada penasihat asing. Segalanya harus
dimulai dari nol, berdasarkan buku petunjuk berbahasa
Belanda. Perlu waktu lebih dari lima tahun untuk
menghasilkan meriam mengesankan yang melindungi
kompleks tersebut"tidak sesuai jadwal bagi Nariakira,
yang hari-harinya diperhitungkan, tetapi (seperti akan
kita lihat tak lama lagi) cukup tepat untuk turut
menyumbang pada tembak-menembak yang berarti
dengan armada perang Inggris.
Masyarakat setempat memujanya sebagai pahlawan,
secara harfiah. Di sebuah tempat terbuka yang luas di
kaki Shiroyama, sebuah patung dirinya berdiri di atas
balok batu yang tinggi. Seolah ia adalah seorang bintang
besar di pusat panggung, gelombang bentangan hijau
yang menanjak di belakangnya seperti sebuah gambar
latar. Beberapa meter ke kiri berdiri kuil Shinto yang
dipersembahkan untuknya, pintu masuknya dilindungi
oleh pohon yang selama puluhan tahun dibentuk untuk
menumbuhkan sayap sepanjang sepuluh meter dan sebuah
paruh: seekor burung bangau, burung yang berpasangan
seumur hidup dan merupakan simbol tradisional untuk
kesetiaan. Di belakang ada tempat ibadah, dengan empat
anak tangga yang lebar menuju ke tiga pintu.
Di bawah seutas tali yang tergantung dengan sejumlah
pilinan kertas untuk memastikan perlindungan terhadap
para arwah, terdapat spanduk yang memperlihatkan
John Man tanda Shimazu, palang dalam lingkaran. Di bagian dalam,
ada altar dengan cermin, pedang dan manik-manik,
simbol tradisional untuk kesucian.
"Apakah kuil ini digunakan?" tanya saya pada Michiko.
"Oh, ya. Kalau kita ingin mendapatkan pemberkatan,
pendeta akan datang. Dan para perawan Shinto akan
membantu." Ia menunjuk ke arah bayang-bayang, ke
arah dua orang perempuan muda dalam kimono putih
di bagian atasnya dan rok oranye.
Ini sungguh menggelitik. Apa yang mereka lakukan"
Berapa lama mereka berada di sana" Mengapa"
Para perawan Shinto adalah mahluk dongeng, tak
lebih dari remaja belasan tahun, bersahaja, sempurna
bagai hasil karya seni, rambut diikat dengan ikat kain
yang rumit, dan senang berbicara. Jawaban mereka
bersama-sama masuk ke dalam ingatanku, seolah mereka
berbicara sebagai satu kesatuan. "Kami ada lima orang,
melayani sebelas pendeta. Ketika ada pemberkatan, kami
memainkan genderang dan menari dan menangani jimat.
Juga ada pekerjaan juru tulis. Ini pekerjaan penuh waktu
bagi kami, sampai kami menikah." Mereka memandang
sekilas ke atas. "Ia akan menceritakan lebih banyak lagi
pada Anda." Kami menoleh, dan melihat seorang lelaki kecil dalam
kimono serupa berlengan lebar, dengan rok berpola
gelap. Ia adalah seorang pendeta, salah satu dari sebelas
pendeta. Ini adalah biaranya yang ketiga dalam masa 40
tahun pengabdian. Ia sudah berada di sini lebih dari 20
tahun, tahun yang bahagia, "karena ini untuk Nariakira,
dan setiap orang mengaguminya. Ini adalah biara paling
terkenal di Kagoshima. Masyarakat membawa anak
mereka yang baru lahir untuk diberkati di sini, dan
Kehidupan Muda yang Berubah
membawa mereka kembali ketika sudah berusia tiga,
dan lima, dan tujuh, dan ketika cukup umur. Pada waktu
tertentu, tempat ini disesaki ratusan ribu orang.
Aku ingin tahu tentang status Shintoisme, yang,
bagaimanapun juga, adalah agama animistis kuno, dan
pastinya sudah berkurang karena persaingan dengan
Buddhisme dan kecenderungan agnostik dewasa ini.
Tidak sama sekali. "Di bawah kekuasaan Meiji pada akhir abad ke-19,
ada aturan untuk menghapus Buddhisme dan mendukung
Shintoisme. Aku sendiri adalah lulusan Kokugakuin
(dibangun pada akhir abad ke-19 sebagai satu-satunya
universitas yang mendidik pendeta Shinto). Pada masa
itu ada kuil Buddha di sini, jadi ini merupakan tempat
yang kuat dalam pandangan agama. Ketika Nariakira
wafat, mereka ingin membangun biara baginya dan
memutuskan di sinilah tempatnya. Jadi kuil Buddha
dibongkar, dan tempat ibadah Shinto mengambil alih
tempatnya. Shinto akan selalu bersama kita, karena dalam Shinto
segala sesuatu di alam adalah sakral, bersifat spiritual,
merupakan kami. "Di mana ada alam," ia mengakhiri, "di sana ada
Shinto." Dan biara ini. Dan kenangan tentang Nariakira.
Setelah pembersihan yang dilakukan ayahnya, Nariakira
harus bergerak cepat untuk mengisi para pejabatnya
yang binasa dengan pejabat-pejabat yang setia, cerdas,
dan berpendidikan baik, lebih baik jika warga setempat,
dan belum cukup tua untuk tersangkut dengan berbagai
peristiwa mengerikan di seputar suksesinya. Ini masih
merupakan masa berbahaya. Nariakira mengikuti kakek
John Man buyutnya dalam menulis buku harian dengan aksara
Latin, sehingga tidak ada mata-mata yang akan memahami
apa yang dipikirkannya. Ia memerlukan mata dan telinga,
yang jujur, yang cermat dan hati-hati; orang yang dapat
ia beri penjelasan tanpa formalitas, yang akan berbicara
kebenaran pada kekuasaan.
Bagaimana Nariakira mendengar tentang Saigo kita
tidak tahu. Barangkali karena ukuran tubuhnya. Ia
menonjol dalam arti harfiah, raksasa bila dibandingkan
dengan orang-orang sezamannya, dengan tinggi 1,8
meter dan berat 110 kilogram, dengan bahu seperti
beton dan perut besar, namun cukup atletis untuk
bergulat, berburu, dan berjalan jauh. Bagaimanapun
juga, ia adalah orang yang tepat untuk pekerjaan ini. Mr
Fukuda di Museum Restorasi Meiji menjelaskan alasannya,
dengan memberikan suara pada mulut Nariakira:
"Saigo tidak takut pada kekuasaan, dia juga tak takut
pada kejahatan. Ia orang yang jujur, tidak pernah berkata
apa pun kecuali kebenaran. Ia orang yang sangat setia.
Karena itu ia adalah jenis orang yang tidak dapat
dimanipulasi. Ia adalah harta karun bagi Satsuma. Tidak
ada orang lain yang dapat menggunakannya. Tetapi
mungkin aku bisa." Posisi apa yang akan diberikan kepada samurai
berpangkat rendah ini sehingga ia memiliki akses langsung
pada tuannya tanpa menimbulkan kecurigaan dan
kecemburuan dari para pejabat lama yang masih terikat
cara-cara lama" Nariakira punya jawabannya. Saigo
diberi pekerjaan untuk mengawasi taman yang luar biasa
milik tuannya. Seperti dijelaskan oleh Mr Fukuda,
"diizinkan masuk ke dalam taman berarti dekat dengan
tuannya." Tiba-tiba, ia, pada usia 26, ditarik dari keadaan
Kehidupan Muda yang Berubah
tak dikenal dan menjadi bagian dari pengiring Nariakira.
Ini adalah satu dari sekian banyak ironi dalam kehidupan
Saigo sehingga ia memperoleh reputasi sebagai seorang
konservatif, sangat ingin memutar jarum jam ke belakang,
namun di sini ia diberi tugas untuk memutar jarum itu
ke masa depan, membantu membuat kontak industri
dan politik yang akan membangun Jepang baru.
Seperti direncanakan Nariakira, Saigo bergabung
tepat pada waktunya untuk turut serta dalam perjalanan
balik pertamanya ke Edo sejauh 1.700 kilometer.
JALAN SANG PRAJURIT: SEJARAH SINGKAT PEDANG SEJUMLAH SENJATA TELAH MEMBUAT SEJARAH"BUSUR PANJANG
Inggris, tombak Zulu, Colt. 45, Kalashnikov"tetapi
untuk nilai seni, efektivitas, masa pakai, dan makna
simboliknya tidak ada yang menandingi pedang samurai
lengkung nan cantik, katana. Pada masa Saigo pedang
ini sudah hadir dalam bentuk sangat mirip selama sekitar
600 tahun, dan sekarang ini masih bersama kita, dibuat
dengan cara yang hampir sama, dan mendapat tingkat
penghormatan yang setara.
Pedang samurai adalah harta karun terbesarnya, yang
pernah menempati"dan masih menempati"dunia dengan
banyak dimensi: magis, spiritualitas, ilmu kimia, seni,
dan keterampilan, masing-masing aspek dengan kosakata
dan tradisi misteriusnya sendiri, dan semua difokuskan
oleh pikiran dan tubuh sang pendekar pedang, paling
tidak idealnya, ke dalam satu atau dua atau tiga tebasan
kilat. Baju besi, betapapun eksotis dan menutupi semuanya,
tak menjamin perlindungan"lagi pula ia memperlambat
gerakan Anda. Pendekar pedang samurai sejati tidak
Jalan Sang Prajurit: Sejarah Singkat Pedang
memakai apa pun selain kimononya. Tak ada perisai
kecuali pedang itu sendiri, yang cukup kuat untuk
menangkis mata pedang yang sama dalam hal ketahanan
dan kelenturannya. Tidak ada satu orang yang bisa menciptakan senjata
seperti itu. Ia berkembang selama berabad-abad, dimulai
dengan pedang besi lurus biasa yang diimpor dari China
pada abad ke-8. Beberapa memiliki satu mata pedang,
sebagian lagi dua; pedang tersebut baik untuk digunakan
oleh pasukan infanteri untuk menikam dan menusuk
dengan gaya Romawi, tapi tidak begitu baik dalam
memotong, terutama dengan satu tangan, sesuatu yang
harus dilakukan seorang penungga kuda. Pada masa
awal, samurai juga mendapati bahwa pedang mereka
cenderung retak saat menghantam baju besi. Pisau yang
jauh lebih tajam memang dibutuhkan. Penunggang kuda
lebih suka pedang yang melengkung, bermata tunggal,
dan dapat dipegang dengan satu tangan, karena alasan
yang sama dengan alasan disukainya pedang lengkung
di kawasan muslim dan Barat pada awal abad ke-19"
efektivitas dan mode. Pandai besi jepang, banyak di
antaranya tenar di dunia Barat sebagai seniman besar,
terinspirasi untuk berinovasi. Mereka membangun
beberapa mazhab atau tradisi utama, masing-masing
dengan beberapa subkelompok, yang semuanya
mengembangkan variasi mereka sendiri dari model
pedang dasar. Panjangnya bervariasi: beberapa tidak
lebih dari setengah meter, untuk penggunaan cepat saat
berkuda; yang lain, digunakan oleh infanteri melawan
kavaleri, hampir dua meter panjangnya (meskipun tidak
banyak yang bertahan, karena dipotong menjadi lebih
pendek oleh para pemilik berikutnya). Hasilnya, setelah
terasah selama 400 tahun, adalah paduan unik antara
John Man kepraktisan dan keindahan yang begitu dikagumi oleh
para biksu prajurit, panglima perang, dan pembantu
samurai mereka. Jika Anda menggunakan kereta api peluru melalui
perbukitan hijau yang curam di utara Kagoshima, Anda
akan tiba di Kumamoto, yang segera akan kita lakukan,
karena kastil besar Kumamoto-lah yang menghentikan
Saigo dalam perjalanannya pada 1877. Tiga puluh
kilometer tak jauh dari pantai terdapat kota kecil Arao,
pernah terkenal dengan tambang batu baranya, sekarang
berebut popularitas dengan taman hiburan yang terkenal
bagi penikmat roller coaster. Di sebuah gang, di mana
dunia modern menghilang, ada sebuah bengkel yang
dalam banyak hal bisa saja berada di abad pertengahan.
Di sinilah Matsunaga Genrokuro membuat pedang yang
akan dipandang penuh kekaguman oleh para samurai
abad pertengahan, dan Saigo sendiri, seperti halnya oleh
Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
para kolektor modern. Ia adalah salah satu dari 210
pandai besi yang membentuk Asosiasi Pandai Besi Seluruh
Jepang, yang masing-masing anggotanya memiliki "nama
pandai besi" selain nama mereka sendiri (nama pandai
besi Matsunaga adalah Kiyotsugu), seperti para kaisar
China yang memiliki gelar pemerintahan. Semua
anggotanya mematuhi aturan yang membatasi produksi
mereka hanya sebanyak 24 pedang setiap tahun, untuk
menjamin kualitas tinggi yang telah menjadi ciri khas
pedang samurai selama berabad-abad.
Matsunaga adalah seorang ahli alkimia masa kini,
mengumpulkan besi mentah sendiri"ia memungutnya
dari pantai, menarik magnet berat melewati pasir kaya
besi"kemudian mengubahnya menjadi baja, dengan
Jalan Sang Prajurit: Sejarah Singkat Pedang
dipanaskan dalam oven, kemudian dipalu, dilipat dan
didinginkan dalam air, berkali-kali, sampai kotoran dan
kantong udara dan molekul karbon"semua unsur
mikrokopis yang melemahkan besi"berhasil dihilangkan.
Ini adalah proses yang telah diikuti para pandai besi
sejak abad ke-13, satu-satunya perbedaan adalah
Matsunaga menggunakan palu mekanik untuk menghindari memperkerjakan dua orang asisten.
Baja tampil dalam berbagai jenis, dari yang relatif
lembut dan lentur sampai keras dan rapuh, tergantung
pada berapa kali baja itu dipanaskan, dilipat, dipalu dan
didinginkan. Keberagaman ini memungkinkan pandai
besi untuk memecahkan kontradiksi mendasar dalam
pembuatan pedang: jika tajam, pedang itu rapuh; jika
lentur dan fleksibel, ia tidak bisa tajam. Jawabannya
adalah menggabungkan dua tipe baja berbeda untuk
setiap pedang, keras untuk bagian mata pemotongnya,
dan lebih lunak, lebih elastis, dan lebih lentur untuk
bagian tubuhnya. Sebuah pedang yang bagus, dilipat
dan dipalu dan dilunakkan berkali-kali, mungkin memiliki
puluhan atau ratusan atau ribuan laminasi atau lapisan
(2 pangkat 10 adalah 1.024; 2 pangkat 20 hasilnya lebih
dari sejuta). Mata pemotongnya yang menjadi target
perlakuan yang terfokus ini dengan cara melindungi
bagian tubuh pedang dengan campuran tanah liat dan
abu, dengan membiarkan mata pemotongnya tetap
terbuka. Hal ini menciptakan zona transisi yang ditandai
dengan hamon atau garis-pengerasan yang bercorak
kristal, yang dimodifikasi oleh pandai besi menjadi pola
bergelombang dengan memvariasikan penggunaan tanah
liat dan abu. Cara berbeda dalam memperlakukan mata
dan tubuh pedang juga menciptakan lengkungan yang
merupakan bagian terbesar dalam keindahan sebuah
John Man pedang, lengkungan juga memberikan keuntung praktis:
mata pedang yang melengkung tidak hanya lebih baik
dalam menebas, tetapi juga mudah untuk dihunus, karena
lengan yang menghunus pedang bergerak dengan bentuk
lengkung melewati tubuh. Hasilnya, ketika akhirnya diasah dan dipoles"
pemolesan merupakan subspesialiasi tersendiri"adalah
suatu paduan antara keajaiban teknis dan keindahan
nan cemerlang, sebuah alat sekaligus sebuah karya seni
abstrak. Para ahli terobsesi pada ujung, tepi, garispengerasan, takik, dan alur, yang menghasilkan isitilahistilah misterius dunia perpedangan: "Hamon-nya secara
umum berupa notare, dengan gunome midare dan
beberapa choji," demikian bunyi gambaran sebuah mata
pedang oleh pandai besi Masamune pada abad ke-14,
"dan berisi garis terang bervariasi yang terdiri dari
kinsuji, sunagashi dan ashi yang dalam." Untuk yang
bukan spesialis, kebenaran lebih baik disajikan dengan
puisi dan tamsil. Urat pada mata pedang ibarat urat
pada kayu, alurnya bergantung pada apakah si pandai
besi melipat logam secara vertikal pada sisi lebar pedang,
atau secara horizontal di sepanjang panjang pisau, atau
keduanya, yang menghasilkan urat dengan kerumitan
permukaan laut yang dikenal sebagai "kulit buah pir".
Baris-baris lebar baja gelap dan terang yang tak beraturan
dikenal sebagai "kulit pinus". Mata pedang dipanaskan
sampai warnanya menjadi seperti "rembulan di bulan
Februari". Kristal beku halus yang membentuk garispengerasan berbentuk gelombang dibandingkan dengan
asap, atau Bima Sakti, atau pasir yang bergerak, atau
bunga pohon ceri di kejauhan yang terlihat di bawah
sinar matahari pagi. Pisau terbaik"setajam pisau cukur, berat seperti
Jalan Sang Prajurit: Sejarah Singkat Pedang
kapak tangan, cepat seperti cambuk di tangan yang
tepat"dapat memotong helm besi, dan menembus kulit
dan tulang seperti pisau dapur memotong asparagus.
Pada awal abad ke-17 terdapat para spesialis yang
menguji kemampuan memotong, dan hasilnya diukirkan
pada pedang. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
penjahat yang dihukum"sebuah praktik yang dikenal
dengan tameshigiri"atau mayat mereka, di mana para
pendekar pedang muda juga mengembangkan pengalaman
mereka. Pengujian merinci sepuluh tebasan berbeda di
seluruh tubuh antara pinggul dan bahu, terutama tebasan
diagonal yang sulit, yang dikenal sebagai kesagiri, di
mana pedang menusuk bahu kiri, merobek bagian dada
dan berakhir pada pinggul kanan; beberapa museum
memiliki kerangka yang hampir terpotong dua. Ada
sebuah kisah tentang penjahat yang akan dihukum mati
dengan tebasan pedang, bergurau dengan algojonya:
"Jika saja aku tahu, aku akan menelan beberapa batu
besar untuk merusak pedangmu!" Tebasan dengan panjang
yang sama dilakukan pada tumpukan mayat. Ada pedang
yang diukir dengan pengesahan yang berbunyi "memotong
tiga mayat pada bagian tubuh", yang memberi banyak
tambahan pada nilai pedang itu. Seorang penguji pedang
bernama Yamanao Kauemon (konon) pernah menggunakan sebuah pedang buatan empu pandai besi Yamato
no Kami Yasusada untuk memenggal lima mayat sekaligus,
dan sebuah mata pedang yang dibuat oleh pandai besi
Kanefusa pada abad ke-16 konon digunakan untuk
menebas tujuh mayat. Bagaimana dengan pedang zaman sekarang" Salah
seorang eksponen katana terkemuka Inggris adalah Colin
Young, yang belajar dan berlatih bersama sensei (guru)
Matsunaga. Sungguh, saya penasaran, pedang baja ya
John Man pedang baja. Mengapa begitu khawatir dengan yang
buatan tangan" Itu adalah sebuah pertanyaan naif yang
mengejutkan. Tanpa melipat baja, tak akan ada urat
pedang; tanpa urat pedang, tak ada keindahan sejati.
Dan tiap-tiap pedang berbeda, masing-masing dipilih
agar sesuai"memang sering dibuat agar sesuai"dengan
tinggi, berat, kekuatan, dan kebugaran sang pemilik.
Beberapa pedang mungkin diperingan dengan cara
mengurangi satu atau dua gram logam di sepanjang
mata pedang, membuat apa yang disebut "keturunan
murni". Buatan mesin versus buatan tangan" "Bedanya,"
kata Colin, "seperti perbedaan antara Ford Mondeo
dan Ferrari terbaru." Anda dapat memilih pedang yang
katanya samurai di internet hanya dengan beberapa
ratus dolar atau pounds. Tapi Anda harus tahu bahwa
sebuah pedang buatan Matsunaga telah menghabiskan
waktu enam bulan untuk membuatnya, dan Anda harus
membayarnya seharga sekitar 3 juta yen (?20.000 atau
$34.000). Untuk pedang yang memiliki nilai sejarah,
para kolektor dan museum harus membayar beberapa
ratus ribu. Dapatkah pedang modern menebas sama seperti
pedang zaman dulu" Colin tidak ragu bahwa ia dapat
memenggal anggota tubuh, "mungkin bahkan menembus
seekor babi, yang memang menjadi sasaran latihan
sebagian orang". Tetapi memotong daging sudah
ketinggalan zaman: untuk masa sekarang pedang diuji
pada pipa plastik atau tikar tatami yang digulung dan
direndam dalam air. Matsunaga si pandai besi juga
adalah seorang master Shodai Ryu, teknik yang berasal
dari permainan pedang samurai yang melibatkan
menghunus pedang, mendekati target berupa plastik
atau tikar tatami, memotongnya, menyarungkan kembali
Jalan Sang Prajurit: Sejarah Singkat Pedang
pedangnya, dan mundur, semua dengan sikap, formalitas,
dan tindakan yang tepat. Pedang-pedang terbaik mempunyai silsilah serinci
silsilah pemiliknya. Salah satu pedang Masamune diberi
nama seperti nama seorang jenderal akhir abad ke-16,
Ishida Mitsunari, yang kekalahan terkenalnya dalam
pertempuran Sekigahara pada 1600 mengantarkan
pemerintahan yang damai selama 250 tahun di bawah
kekuasaan keluarga Tokugawa. Sekali waktu, beberapa
tahun sebelum pertempuran ini, Ishida dikawal dengan
aman ke kediamannya oleh putra seorang pria yang
kelak akan mengalahkannya. Seolah dapat meramalkan
nasibnya, Ishida memberikan pedangnya kepada
pelindungnya, sehingga memastikan bahwa ketika ia
mati pedang tersebut"Ishida Masamune, seperti yang
dikenal saat ini"akan aman di tangan shogun yang
berkuasa. Dalam otobiografi pertama di Jepang, Told
around a Brushwood Fire, cendikiawan Arai Hakuseki,
yang menulis pada awal abad ke-18, teringat akan
kalimat yang diucapkan ayahnya:
"Pedangku ini awalnya adalah milik seorang laki-laki bernama
Goto, penduduk asli pronvisi Kozuke. Kakaknya memenggal
kepala musuh menjadi dua dengan tebasan horizontal
menggunakan pedang ini. Goto mengatakan ia menggunakan
tengkorak kepala itu untuk bermain saat kecil. Setelah
mendengar ceritanya, aku merengek meminta pedang itu
darinya selama bertahun-tahun, sampai akhirnya ia memberikannya untukku. Jangan pernah biarkan pedang itu lepas
dari sisimu dan kau harus mewariskannya."
Yang dia maksud adalah pedang panjang: seorang
samurai memiliki dua pedang, yang panjang untuk duel
dan yang pendek untuk pertarungan jarak dekat dan
John Man untuk melakukan bunuh diri dengan "merobek perut".
Pedang juga punya namanya sendiri, sebuah ciri
umum dalam pelbagai kebudayaan pedang (seperti
Excalibur milik Raja Arthur, Joyeuse milik Charlemagne
dan Durendal milik Roland). Pedang milik Arai dalam
kutipan di atas "adalah pedang yang tak banyak dihiasi
yang bernama "Singa"." Satu kisah dari zaman kejayaan
panah, ketika pedang masih di awal perkembangannya,
bertutur tentang bagaimana Minamoto Yorimatsu (9441021), yang pertama dari keluarga Minamoto yang
menjadi terkenal karena petualangan militernya,
menggunakan pedang bernama Dojigiri"Pemotong
Monster"untuk mengalahkan sang iblis raksasa Shutendoji (Pemuda Pemabuk), yang hidup bergelimang darah
manusia. Kisahnya adalah legenda, tapi pedangnya nyata:
Pemotong Monster dibuat oleh empu pandai besi abad
ke-9, Yatsutsuna dari Hoki, yang buah karyanya, dalam
penggambaran sebuah sejarah pedang, 8 "memiliki
kecantikan liar yang tampaknya melampaui buatan
manusia." Pedang ini adalah salah satu dari "Lima Pedang
Terbaik di Kolong Langit", yang lain adalah Sang Iblis,
Bulan Sabit, Tasbih dan Tenta Agung, semuanya tersimpan
di pelbagai museum.9 Dibutuhkan alkimia tingkat tinggi untuk mengubah
gumpalan besi kasar menjadi sebuah karya seni dan alat
membunuh. Alam sendiri menyediakan tiga elemen"
besi dari bumi, api, dan air"yang masing-masing, dalam
agama animisme kuno Jepang, Shintoisme, memiliki
ruhnya sendiri, memberikan aura spiritual pada pedang.
Membuat pedang adalah sebuah laku spiritual, untuk
Harris dan Ogasawara, Swords of the Samurai.
Ada lusinan pedang lain bertanggal lebih dari 1000 tahun lalu di sejumlah museum
Jepang, banyak di antaranya yang terdaftar daring di wiki.samurai"archives.com.
Jalan Sang Prajurit: Sejarah Singkat Pedang
itu pandai besi seringkali menjalani upacara penyucian,
dan pedang itu sendiri sering dianggap memiliki
kepribadiannya sendiri. Menurut salah satu legenda,
dua empu pandai besi, empu abad ke-14 Masamune dan
muridnya Murumasa (yang sebenarnya hidup satu generasi
berikutnya), memutuskan untuk berlomba guna melihat
siapa yang bisa membuat pedang terbaik. Mereka
menggantung pedang mereka di sungai, dengan sisi
tajam menghadap ke hulu. Pedang Murumasa, yang
bernama Sepuluh Ribu Malam nan Dingin, memotong
setiap ikan dan daun yang hanyut melaluinya. Pedang
Masamune, Tangan Lembut, tidak memotong apa pun
kecuali air, karena semuanya hanyut ke salah satu sisi
pedang. Seorang biksu yang menonton menjelaskan
makna apa yang terjadi: pedang Murumasa haus darah
dan jahat, tanpa kekuatan untuk membedakan; pedang
milik Masamune lebih halus dan bagus, karena ia "tidak
menebas yang tidak perlu, yaitu yang tidak bersalah dan
tidak layak." Sekali lagi, fiksi dan fakta ditempa bersamasama: beberapa pedang yang bertanda Masamune
tersimpan di sejumlah museum saat ini.
Tentu saja, sekarang tidak ada duel lagi, tidak diperlukan
samurai sejati. Tetapi tradisi ini terus hidup, dalam diri
lelaki seperti Matsunaga. Ia mungkin tidak menyirami
dirinya dengan air dingin untuk menyucikan diri ketika
menyiapkan karyanya, tetapi ia masih mengelilingi
bengkel pandai besinya dengan tali tempat berjuntainya
banyak sekali pilinan kertas untuk mendorong kami"
para arwah"agar memberi aura spiritual yang sesuai
pada proses pembuatan pedang. Dan tradisi ini bertahan
hidup dalam cara lain lebih meragukan. Geng-geng
kriminal (yakuza) menghukum anggota yang bersalah
dengan memerintahnya memotong jari-jarinya, dimulai
John Man dengan jari kelingking di tangan kiri, alasannya adalah
bahwa hal ini akan melemahkan pegangan pedang dan
membuat si anggota geng itu lebih bergantung pada bos,
sehingga menjamin kepatuhan. Di zaman pistol, mitos
seputar pedang masih terus hidup.
Dan pedang katana hanyalah sebuah permulaan. Samurai
juga memuja pedang yang lebih pendek, tanto, yang
Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
digunakan pada pertempuran jarak dekat. Koleksi dan
kepakaran dalam jumlah luar biasa diabdikan untuk
memperlengkapi keduanya: penyangga, sabuk, hiasan
gantung, sarung, kenop sarung, gagang, pegangan,
penutup pegangan (kulit ikan pari menghasilkan pegangan
yang sangat baik), kerah pedang, pelindung"semuanya
adalah subspesialisasi dengan kosakata misterius, aliran,
dan sejarahnya sendiri. Lalu ada baju besi, yang mengalami evolusinya sendiri
sebagai reaksi terhadap meningkatnya kecanggihan senjata
dan taktik, dari busur dan anak panah ke pedang, dari
infanteri ke kavaleri, dari gerombolan prajurit ke tentara
lapangan. Di Eropa, baju besi ksatria yang dibuat untuk
dikenakan oleh penunggang kuda akhirnya mengubahnya
menjadi seperti kepiting, begitu berat sehingga ksatria
yang jatuh hampir tidak dapat berdiri sendiri. Di Jepang,
gaya pertempuran dengan busur dan pedang membuat
baju besi harus tetap fleksibel, yang dilakukan dengan
menggunakan begitu banyak lempeng kecil atau sisik
yang dijahit bersama untuk membuat apa yang dinamakan
dengan baju besi sisik"lamellar armour"(Dalam bahasa
Latin, lamina berarti lapisan; dari kata itu kemudian
muncul laminate, dan bentuk diminutif lamella berarti
"lapisan kecil" atau potongan kecil sesuatu, biasanya
logam). Disain berubah. Baju besi sisik bisa menjadi
Jalan Sang Prajurit: Sejarah Singkat Pedang
sumber penderitaan dalam cuaca sangat panas atau
dingin, dan ikatannya menjadi berat saat hujan dan
mudah membusuk. Semua itu mendorong berbagai
percobaan dalam variasi sisik dan elemen-elemen tunggal.
Pada abad ke-16, baju besi telah menjadi begitu bervariasi
dan banyak sehingga pertempuran terlihat seperti
pertarungan antara begitu banyak spesies kumbang
eksotis. O-yoroi, atau "baju besi agung", milik seorang samurai
kaya memiliki lempengan dan sisik yang diikat menjadi
rok dan celemek serta bantalan bahu, bantalan tulang
kering, dan penutup kuping, semuanya dirancang untuk
menghentikan anak panah dan menangkis pedang, tapi
juga untuk memamerkan kekayaan dan status, dan pada
saat yang sama memungkinkan pemakai untuk memanah,
mengayun, menunggang kuda, dan berjalan. Helmnya
sendiri merupakan sebuah karya seni. Sebagian helm
terbuat dari puluhan pelat berbentuk setengah lingkaran,
seperti bagian luar dari melon yang dipotong separuh,
yang lain terbuat dari potongan tunggal logam dalam
bentuk kerucut, seperti topi penyihir, dengan pelindung
mata dan apa pun sampai enam sirip penutup di bagian
tepi untuk melindungi kedua telinga dan leher. Beberapa
helm memakai tanduk besar, bentuk gelombang, gunung,
atau kepiting (untuk menunjukkan kekuatan seperti
kepiting dalam melindungi diri), atau telinga kelinci
(untuk menunjukkan umur panjang). Samurai juga
memiliki topeng yang menutupi seluruh wajah bagian
bawah, dengan bagian hidung yang dilepas, lubang kecil
di dagu sebagai tempat mengalirnya keringat, dan seringai
untuk menakut-nakuti lawan. Seringkali bagian dalam
dipolesi warna merah, yang akan menambah semburat
menakutkan yang terpantul pada mata dan mulut sang
John Man prajurit. Ini adalah versi sederhana dari topeng, helm,
dan penutup telinga samurai yang menginspirasi disain
Darth Vader dari bahu ke atas, meskipun ia tidak memiliki
lubang di bagian atas helm yang digunakan samurai
untuk melepaskan penutup kepalanya. Karena pakaian
itu menutupi seluruh tubuh, tidak mungkin dapat
mengenali siapa yang ada di dalamnya, sebuah kelemahan
di tengah kecamuk pertempuran. Karena itu, pahlawan
kita adalah pembawa bendera yang berjalan atau
menunggang kuda, yang terlihat mencolok dengan sisik
warna-warni dan spanduk berkibar. Dan ia, tentu saja,
akan membawa dua pedang, busur, anak panah dan tali
busur cadangan. Meskipun hiasan itu didasarkan pada kepraktisan,
begitu keluarga Tokugawa memaksakan perdamaian
pada awal abad ke-7, baju perang semakin berubah
menjauh dari akarnya, dibuat tidak untuk melindungi
pemiliknya dalam pertempuran tetapi untuk mempertontonkan citra kemiliteran, seperti kaum bangsawan
Zaman Victoria di Inggris yang memenuhi rumah mereka
dengan baju perang zaman pertengahan tiruan. Untuk
pawai teatrikal mereka dari provinsi ke ibu kota, setiap
tuan samurai dan setiap pelayan samurai ingin lebih
menonjol dari rekan-rekannya, berlagak sebagai tuan
bagi golongan yang lebih rendah, dan, pada paruh kedua
abad ke-19, untuk mengesankan orang-orang asing.
Kemampuan militer yang sesungguhnya berubah menjadi
pameran. Baju zirah lama, yang dulu pernah digunakan,
dipoles dan diberi hiasan berlebihan; baju zirah baru
dipasangi tambahan sisik yang lebih eksentrik. Layaknya
penyakit kulit, penambahan ini menyebar cepat pada
para pelayan dan pakaian mereka, pada kuda dan
perlengkapannya"semuanya merupakan cara untuk
Jalan Sang Prajurit: Sejarah Singkat Pedang
mengklaim martabat dan arti penting bagi orang-orang
yang, bagaimanapun juga, hanyalah pejabat istana dan
para juru tulis. Dan, setelah 250 tahun pertunjukan, apa yang terjadi
dengan semua perlengkapan mewah ini seiring samurai
mendekati hari-hari terakhir mereka" Pakaian itu menjadi
padanan dan lawan bagi pakaian baru sang kaisar. Dalam
cerita itu, sang kaisar tidak mengenakan apa-apa, tapi
disanjung habis-habisan sehingga percaya bahwa dirinya
mengenakan pakaian kebesaran. Samurai berbusana lengkap, tapi di balik pakaian itu tidak ada apa-apa. Seluruh
kelas ini menjadi semata-mata pertunjukan dangkal,
tanpa substansi. Selama beberapa dekade, sisa-sisa yang
masih bagus dijual habis oleh sebuah kelas yang tidak
mampu menghasilkan kehidupan yang layak dan direbut
oleh orang-orang asing yang terkesan bukan oleh kekuatan
atau kemegahan tapi semata-mata oleh keindahan.
Lalu bagaimana dengan pedang-pedang itu, benda
mengagumkan yang menjadi inspirasi bagi baju besi"
Mereka telah memasuki dimensi lain. Mereka masih seefektif dulu, seperti diketahui siapa pun yang pernah
melihat sebilah pedang menebas putus tikar tatami basah
atau pipa plastik. Tetapi tidak seorang pun akan pernah
mendengar lagi keduanya bentrok dalam pertempuran
atau melihat anggota tubuh terpotong. Mereka tidak
berguna meskipun indah, kekuatannya secara cermat
dikendalikan oleh peraturan kesehatan dan keselamatan.
Namun kekuatan itu masih ada, dan orang menyerapnya
secara tidak langsung. Alih-alih saling berhadapan matimatian menggunakan pedang baja, mereka menggunakan
pedang kayu dan belajar tentang keterampilan hidup:
kontrol diri, kebugaran fisik, konsentrasi, dan dedikasi.
KEDATANGAN BANGSA AMERIKA PERJALANAN DARI PROVINSI PALING SELATAN JEPANG KE IBU
kota shogun, Edo (Tokyo saat ini), adalah tindakan yang
luar biasa. Saat itu pertengahan Januari 1854: musim
dingin, lembab, dengan sesekali hujan salju. Bayangkan
1.000 orang, semuanya berjalan kaki, memanjang dalam
tiga lajur. Sebagian besar dari mereka adalah prajurit
samurai yang mengenakan kimono musim dingin yang
tebal, pakaian perang yang sangat rumit dan topi cekung,
dengan dua pedang mereka, satu panjang dan satu
pendek, tersimpan rapat dalam ikat pinggang. Yang lain
membawa tombak atau bilah kayu. Satu-satunya yang
tidak berjalan kaki adalah sang tuan sendiri, yang menaiki
tandu seperti singgasana yang dipoles mengilap (ada
satu yang tersimpan di Museum Restorasi Meiji di
Kagoshima): terbuat dari kayu berat bercat hitam, dilapisi
untuk melindungi dari air hujan dan dihiasi dengan
potongan emas, dengan jendela geser kecil, masingmasing diapit oleh dua rumbai merah. Sebuah balok
hitam berpelitur seperti penopang terpasang pada penjepit
Kedatangan Bangsa Amerika
logam yang menempel pada bagian atasnya, sehingga
enam laki-laki"tiga di depan, tiga di belakang"dapat
membawa beban seberat 150 kilogram ini di bahu
mereka. Bagi setiap pengangkut, itu seperti bobot sebuah
koper berat yang harus dibawa selama beberapa jam
setiap hari, bergerak dalam langkah kaki yang lambat,
sesuai pekikan samurai yang angkuh: ?"Shita ni iyo,
shita ni iyo!" (Berlutut, berlutut!), di mana semua orang
dari kalangan rendah berlutut dan menundukkan kepala
di tengah kepulan debu ketika sang pemimpin besar
lewat." (Kalimat ini ditulis oleh Algernon Mitford, salah
satu tokoh paling menonjol pada era Victoria, yang
layak untuk sedikit menyelingi cerita saat saya memperkenalkannya secara utuh nanti.)
Berjalan selama beberapa jam setiap hari, para
pengantar Nariakira melewati jarak 20 kilometer per
hari, tergantung wilayahnya, selama enam atau tujuh
minggu. Mereka mengelilingi teluk Kinko, lalu berbelok
ke arah pedalaman di sebuah desa bernama Kajiki dan
mulai memasuki bukit berhutan. Pada masa lalu, jalannya
pastilah sebuah setapak penuh lumpur licin dan akar
belukar yang melewati cemara dan rumpun bambu. Tapi
inilah rute utama untuk menjauh dari Kagoshima, yang
oleh seorang daimyo terdahulu di pertengahan abad ke18 telah diratakan dengan lempengan-lempengan batu
seukuran bantal besar. Jalan batu tersebut masih ada di
sana saat ini, berkelok-kelok dan menanjak terjal,
menerobos hutan pekat; bebatuannya dipenuhi lumut
meskipun di tengah musim panas. Di musim dingin,
dalam pakaian perang, apalagi sambil menggotong tandu,
perjalanan itu sudah pasti sangat menyusahkan. Diperlukan
tiga hari untuk mencapai perbatasan antara Satsuma
dan provinsi berikutnya, Kumamoto, sebuah perjalanan
John Man yang bisa ditempuh kereta api peluru di zaman sekarang
hanya dalam waktu 20 menit.
Saat itulah pertama kali Saigo meninggalkan provinsi
asalnya. Setiap hari menghadirkan banyak kejadian baru.
Semua orang tahu mereka datang. Para pedagang
berkerumum di tepi jalan menawarkan makanan, permen,
dan mungkin juga shochu, minuman beralkohol yang
diperas dari kentang manis yang disarankan Nariakira
sebagai penggganti sake dengan harga lebih murah. Kurir
berkuda datang dan pergi mengurus sesuatu dari
Kagoshima, atau Edo, atau para tuan lain, atau berpacu
bolak-balik antara beberapa tempat pemberhentian di
depan. Setelah dua minggu perjalanan, mereka semua
menaiki kapal feri untuk menyeberangi laut seluas
beberapa ratus meter, selat Shimonoseki, yang memisahkan
Kyushu dari pulau utama, Honshu.
Tak lama sebelum menyeberang, seorang kurir
membawa kabar aneh dari Edo: kapal perang asing
sudah muncul di teluk dekat ibu kota. Sekarang, dengan
perjalanan menyusuri pantai yang lebih mudah, hanya
diperlukan waktu satu bulan untuk menempuh jarak
1.000 kilometer berikutnya, dan pada 2 April Saigo
melihat sendiri armada kapal yang kedatangannya akan
membuka negeri itu lebar-lebar setelah 250 tahun
terisolasi dan mengubah sejarah bangsa Jepang. Mereka
adalah "armada kapal hitam berwajah setan" begitu
orang Jepang menyebutnya: armada Komodor Amerika
Matthew Perry. Bagi banyak orang biasa di Jepang, kedatangan Perry
sama mengagumkannya seperti invasi alien, dan
kenyataannya memang begitu, secara teknis. Hal itu
Kedatangan Bangsa Amerika
kurang mengejutkan bagi pemerintah, karena mereka
tahu Perry sedang dalam perjalanan. Seorang pelaut
Jepang yang ditangkap di laut telah menghabiskan waktu
bertahun-tahun di Amerika dan telah menulis laporan
tentang keberadaannya di sana, laporan yang
menenangkan, walaupun tidak terlalu meyakinkan.
"Orang-orang Amerika itu jujur dan murah hati," tulisnya.
"Untuk upacara pernikahan, mereka hanya membuat
pernyataan pada para dewa, setelah itu biasanya mereka
melakukan perjalanan wisata ke pegunungan. Mereka
berwatak cabul, tapi selain itu mereka berperilaku baik.
Suami dan istri saling mengasihi secara berlebihan, dan
kebahagiaan di dalam rumah tak tertandingi. Para
perempuannya tidak menggunakan pemerah pipi, bedak,
dan sejenisnya." Orang-orang belanda di Nagasaki
memiliki pengetahuan yang luas, dan sebagian orang di
Edo tahu tekanan apa yang sedang meningkat: bahwa
Amerika Serikat kini merupakan kekuatan kontinental,
dengan kapal penangkap paus yang mengarungi samudera
Pasifik tengah memerlukan perbekalan, para pedagang
yang bernafsu untuk berbisnis, dan orang-orang Amerika
di dalam dan di luar negeri mendesak untuk membuka
Jepang. Setiap pejabat di Edo tahu tentang penghinaan
yang ditimpakan pada Komodor James Biddle, yang
pada 1845 datang menawarkan kesepakatan, diundang
naik ke sebuah kapal pemerintah dan kemudian, karena
salah memahami perintah, dijatuhkan oleh seorang
penjaga. Untuk menguatkan pesan itu, jawaban shogun,
singkatnya, adalah: maaf, tapi tidak ada perdagangan
yang diizinkan, kecuali dengan Belanda. Tak lama
kemudian, dengan adanya berbagai tekanan tadi dan
kebanggaan Amerika yang terluka, akan ada perhitungan.
Di sinilah, dengan pasukan yang luar biasa besar,
John Man dipersonifikasikan oleh pemimpinnya. Keturunan keluarga
pelaut, dan terkenal akan efisiensinya, Perry sangatlah
menonjol. Berusia enam puluh, ia memiliki tubuh dan
ego yang sama besar, dengan alis tebal, rambut yang
dikeriting dengan hati-hati, dan sama sekali tanpa selera
humor. Seperti dituliskan salah seorang tarunanya, "Tidak
ada seorang pun yang lebih tidak menghargai lelucon
dibanding dirinya." Tidak seperti Biddle, Perry tidak
Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akan membiarkan dirinya kehilangan "muka", atau apa
pun. Banyak yang takut padanya, tapi semua segan
padanya karena pengalamannya, sikap adilnya, dan
pengetahuannya. Ia sudah mengepalai armada terbesar
dalam sejarah Amerika pada perang melawan Meksiko
tak lama sebelumnya. Kapal utamanya dalam perjalanan
ini, Mississippi, kapal pembawa benderanya dalam perang
Meksiko, adalah sebuah kapal kincir-uap lapis baja
bertiang tiga dan, pikirnya, merupakan kapal terbaik di
dunia. Secara keseluruhan, ia memiliki dua belas kapal,
130 meriam, dan 2.600 orang, cukup untuk membuat
sejarah, seperti yang ia rencanakan. Lupakan "Manisfest
Destiny" dan "dari pantai ke pantai yang cemerlang":10
ia memberi pertanda bagi imperialisme Amerika,
sesederhana itu. "Menurutku, dalam satu atau lain
bentuk, bangsa Amerika akan meluaskan dominasi dan
kekuasaan mereka, sampai mereka... menempatkan ras
Saxon di pantai timur Asia." Demikianlah arti penting
misi ini dan ambisinya adalah dia ingin mencatatnya
sendiri. Nyatanya tidak, karena seperti dikatakannya, ia
"tidak memiliki bakat menjadi penulis." Sebaliknya,
tugas itu dikerjakan dalam tiga jilid besar oleh seorang
10 "Manifest Destiny" adalah keyakinan bangsa Amerika pada abad ke"19 bahwa
Amerika Serikat ditakdirkan untuk menguasai seluruh benua, "dari pantai ke pantai
yang cemerlang" (Penerj.).
Kedatangan Bangsa Amerika
Komodor Amerika Matthew Perry, dalam cetakan dan foto Jepang.
Ia "memiliki tubuh dan ego yang sama besar, dengan alis tebal, dan
sama sekali tanpa selera humor?"tetapi sangat efisien membuka
Jepang terhadap dunia luar.
John Man teman"penulis-bayangan, penyusun, dan penyunting"
bernama Francis Hawks, bergelar Doctor of Divinity
(DD) dan Doctor of Law (LLD).11 Buku tersebut mengulas
segala hal, dari A (Antropologi) sampai ke Z (Zoologi),
termasuk sejarah, geografi, politik, dan hubungan
internasional, dengan perhatian khusus terhadap Rusia.
Untungnya, beberapa orang yang ikut dalam perjalanan
itu berhasil membuat catatan secara diam-diam,
menyediakan sumber lain yang sempurna bagi para
sejarawan. Tak pernah ada sebuah titik balik yang
diprediksi, dibuat, dan dicatat dengan begitu baik.
Skuadron itu bergerak melewati China dan berlabuh
di Okinawa, mengikuti rute yang dilalui oleh banyak
orang asing sebelumnya ketika mereka mendekati Jepang.
Perry kemudian melanjutkan perjalanan sampai di pantai
dengan dua kapal uap berlapis baja, Mississippi dan
Susquehanna, dan dua sekoci perang, Saratoga dan
Plymouth. Dengan kapal uap menarik sekoci melawan
arah angin dan senjata dalam keadaan siaga, Perry
bergerak perlahan menembus kabut tipis menuju teluk
Edo, mengagumi pemandangan Gunung Fuji yang terlihat
menjulang di atas puncak-puncak di sekelilingnya saat
kabut menghilang. Di pantai, pemandangan kapal-kapal
hitam besar yang bergerak melawan angin ini menimbulkan
kekacauan. Sejumlah kapal ikan tergesa menghindar
menyelamatkan diri, lonceng berbunyi, warga biasa
berteduh, para awak berkumpul di dok. Perry melemparkan sauh tepat di mulut teluk pada 8 Juli 1853, bertekad
untuk memerankan kedudukan yang lebih tinggi, "untuk
11 Biaya penerbitannya, yang dibayar oleh Kongres, berjumlah $ 360.000"setara
dengan 7 sampai 10 juta dolar dengan nilai uang saat ini. Perry memperoleh 1.000
set, yang ia bagi 50"50 dengan penulis"bayangannya. (Seribu set dengan tiga volume!
Kini, para penulis hanya mendapat jatah selusin buku mereka.)
Kedatangan Bangsa Amerika
menuntut hak, bukan memohon bantuan, tindakan sopan
santun yang sepatutnya diterapkan oleh satu bangsa
beradab pada bangsa beradab yang lain." Ia bertindak
layaknya seorang bangsawan, tetap menjaga jarak, hanya
bertemu para pejabat tertingi, percaya bahwa "sikap
hati-hati nan agung dan bermartabat yang dipadukan
dengan kesetaraan sempurna" akan menimbulkan rasa
hormat dan membuat bangsa Jepang "menunda untuk
sesaat kesombongan dan kebiadaban terhadap orang
asing." Berhasil. Bukannya bangsa Jepang punya banyak
pilihan, karena di teluk mereka hanya memiliki sebelas
meriam dengan kaliber yang sama seperti 130 meriam
milik Amerika. Setelah begitu banyak penundaan yang
disengaja dan negosiasi tentang siapa yang dapat berbicara
pada siapa, sebuah surat dari presiden AS Millard
Fillmore disampaikan pada kaisar, menuntut kesepakatan
untuk mengizinkan perdagangan, memberi jaminan
keamanan bagi kapal penangkap paus yang rusak, dan
mengizinkan pengisian bahan bakar. Perry"Yang Mulia
dan Perkasa nan Penuh Misteri, demikian orang Jepang
memanggilnya"mengatakan ia akan kembali pada tahun
berikutnya untuk menghabiskan musim dingin di Hong
Kong dan Okinawa, kemudian dia pergi dan memang
benar-benar kembali. Bagi Jepang, tuntutan Perry adalah sebuah krisis.
Penolakan akan berarti perang, dan bencana. Penerimaan
akan berarti akhir dari isolasi selama 250 tahun, dan
bencana dalam bentuk lain. Para ekstremis menuduh
kontak apa pun dengan orang asing sebagai polusi.
Shogun dalam keadaan sekarat, dan tidak mampu
mengambil keputusan. Memilih yang paling baik dari
dua kemungkinan buruk itu, pemimpin Dewan Tetua
shogun akhirnya memutuskan untuk menerima sebagian
John Man bentuk perjanjian, dengan sebanyak mungkin batasan,
persyaratan, dan penundaan.
Namun ketika Perry kembali pada awal 1854, ia tak
sedang dalam suasana hati ingin menunda dan bertekad
untuk mencapai tujuannya dengan jalan damai dan
diplomatis apa pun. Sejumlah kapal lain tiba untuk
memperkuat pasukannya: kapal uap Powhattan dan dua
kapal layar lain. Kali ini ia tidak berhenti di mulut teluk
tapi langsung berlayar ke depan seolah hendak mengancam
kastil besar Edo itu sendiri, dan membuat Jepang
ketakutan. Setelah negosiasi berhari-hari, skuadron itu
berlabuh di kawasan yang saat itu adalah sebuah desa
nelayan, kini menjadi kota Yokohama. Di sini, di sebuah
aula dari kayu cemara yang tak dicat, yang secara khusus
dibangun untuk tujuan ini, Perry dan utusan Jepang
bertemu. Mereka menyatakan persahabat yang tak akan
mati"yang mengharuskan kedua pihak banyak belajar,
dengan begitu banyak kejutan di sepanjang jalannya"
dan bertukar hadiah. Hadiah dari Amerika, yang
memenuhi sejumlah perahu, antara lain berupa banyak
sekali bedil dan pistol, satu set Birds of America karya
Audubon, sampanye, peralatan telegraf, dan miniatur
kereta uap, lengkap dengan gerbong arang, gerbong
penumpang, dan rel. Jepang memberikan, antara lain,
peralatan tulis penuh hiasan, pecah-belah, dan 300 ekor
ayam. Mereka juga menggelar pertunjukan 25 pegulat
sumo, yang pertama kali dicatat oleh orang Barat dengan
cara yang kini sangat dikenal semua orang melalui
tontonan olah raga ini di televisi: "Kostum minim
mereka, yang hanya berupa kain berwarna di sekitar
pinggang", memperlihatkan ukuran raksasa mereka
dalam bentuk lemak dan otot yang menggelembung."
Pegulat terbesar diperkenalkan kepada Perry, yang
Kedatangan Bangsa Amerika
"menjulurkan tangannya di atas leher besarnya, dengan
lipatan lemak padat, seperti lipatan lemak di bawah
dagu lembu jantan." Ketika mereka diminta untuk
mengosongkan ruang dengan memindahkan karung beras
seberat 55 kilogram, salah seorang pegulat membawa
sebuah karung dengan giginya; yang lain "membawa
satu karung dan menjungkir-balikkannya berulangulang" dengan begitu mudah seolah berton-ton dagingnya
merupakan benang halus."
Segala sesuatu tentang satu pihak mencengangkan
pihak lain. Bangsa Amerika terpukau oleh cara perempuan
Jepang yang sudah menikah menghitamkan gigi mereka,
yang dilakukan dengan campuran berbagai bahan berbau
busuk, termasuk serbuk besi dan sake" Campuran ini, yang
mungkin saja secara alamiah berasal dari bahan penyusunnya,
berbau tidak enak dan tidak sehat. Ia bersifat sangat korosif,
sehingga ketika menempelkannya pada gigi, struktur yang
lebih halus pada gusi dan bibir perlu dilindungi, karena
sekadar sentuhan benda asing ini pada daging akan
membakarnya dan menjadikannya bernanah" Efek dari
kebiasaan menjijikkan ini menjadi lebih kelihatan karena
praktik lain yang berlaku pada perempuan Jepang dan kaum
perempuan kita yang beradab, yaitu memberi pemerah pada
bibir. Kilau kemerahan mulut kontras sekali dengan kehitaman
pada gusi dan gigi. Tampaknya orang-orang Amerika tak pernah penasaran
mengapa kebiasaan "menjijikkan" seperti itu juga
merupakan kebiasaan kuno (jawaban: ia melindungi gigi
dari kerusakan). Bangsa Jepang"banyak di antara mereka
mengakui ketidaktahuan mereka mengenai dunia yang
lebih luas dan kebutuhan mereka akan produk dunia
John Man itu"sangat ingin tahu, bertanya, melihat, menggambar,
dan mencatat tentang senjata, bedil kecil, tali, mesin,
dan pakaian, dengan "hasrat yang aneh terhadap kancing".
Ada begitu banyak pesta, orang-orang Jepang mengejutkan
orang Amerika dengan apa yang kemudian oleh bangsa
Amerika disebut doggy-bag (tas untuk membawa sisa
makanan), menyapu sisa-sisa makanan bersama-sama ke
dalam lembaran kertas panjang yang dilipat dan disimpan
di balik kimono, dan menyembunyikan "parsel menjijikkan" di balik lengan baju mereka. Ini bukan karena
"keserakahan atau cacat turunan; ini adalah kebiasaan,"
yang mereka desak untuk diadopsi juga oleh bangsa
Amerika. Setelah pameran persahabatan yang berlebihan ini,
penandatanganan perjanjian pada 31 Maret, dalam
bahasa Inggris, Jepang, Belanda, dan China, adalah
formalitas belaka. Jepang membuka dua pelabuhan
terpencil, menjanjikan pasokan ketika diperlukan dan
menyepakati penunjukan seorang konsul Amerika. Dalam
ungkapan Mitford, ini merupakan "perjanjian siluman
yang paling kurus," dan akan segera diganti; tapi ini
adalah sebuah permulaan. Dua hari kemudian, singgahlah rombongan Nariakira
yang bergerak lamban itu dalam perjalannya ke Edo,
setelah menyusuri Tokaido, rute selatan dari Kyoto
menyusuri pantai, sambil tinggal di 53 tempat perhentian
resmi dan dokumen-dokumennya sudah diperiksa di
perbatasan 80 kilometer dari ibu kota. Dari tempat
perhentian di Kanagawa, di mana jalan menurun pantai,
Saigo dapat memandang Yokohama, aula perjanjian dari
kayu dan tujuh kapal Amerika sedang berlabuh di teluk.
Sangat mungkin, kata sejarawan Mark Ravina, kapalkapal itu adalah "objek asing berukuran besar pertama
Kedatangan Bangsa Amerika
yang pernah dilihat oleh Saigo." Tidak ada pernyataan
yang lebih jelas bahwa bahwa zaman telah berubah, dan
Jepang telah ketinggalan.
JALAN SANG PRAJURIT: MEROBEK PERUT DI ZAMAN PERTENGAHAN, TUJUAN UTAMA SAMURAI DALAM
hidup adalah untuk membuktikan keberanian dan
semangatnya kepada sang tuan, yang akan memberinya
status, kekuasaan, dan kekayaan. Namun, setelah
memperoleh semua ini, ia menjadi ancaman potensial
bagi tuannya: bagaimana seorang tuan yakin akan
kesetiaan seorang prajurit yang pemberani, kaya, dan
kuat" Pada masa-masa awal, ia tidak bisa; pembelot
sama lazimnya dengan yang setia.
Jawaban untuk pertanyaan pelik ini terletak dalam
upaya menjadikan kesetiaan sebagai kebajikan tertinggi,
yang memastikan status dan kemuliaan baik dalam
kehidupan maupun kematian. Dongeng abad ke-11
menangkap semangat cita-cita sang prajurit: "Aku siap
untuk menyerahkan hidupku demi melayani Tuan, janji
Takenori. Aku menganggap hidup tak lebih dari sehelai
bulu. Walaupun aku bisa tewas saat menghadapi para
pemberontak, aku tidak akan pernah lari agar tetap
hidup." Jalan Sang Prajurit: Merobek Perut
Tetapi keberanian menantang maut dan cita-cita yang
kuat tidaklah menjamin kemenangan. Apa yang harus
dilakukan oleh seorang pecundang, kalau ia kebetulan
selamat" Jawabannya ada dalam konsep kesetiaan sampai
mati. Hal ini pertama kali ditarik ke konklusi logisnya
oleh Minamoto no Yorimasa, yang gerakan pemberontakan nya terhadap klan Taira yang tengah berkuasa
dihancurkan pada 1180 (pembalasan dan kemenangan
akhir terjadi lima tahun kemudian). Ketika melihat
semuanya kalah, ia memutuskan untuk mati saat putraputranya menahan musuh. Ia memerintahkan ajudannya
untuk memenggal kepalanya, tetapi ajudan itu menolak,
sambil menangis ia mengatakan dirinya tak dapat
melakukan hal itu ketika sang tuan masih hidup. "Aku
mengerti," kata Yorimasa, dan mundur ke sebuah kuil.
Dalam sebuah versi kisah ini, ia menangkupkan kedua
telapak tangannya, mengumandangkan mantra Buddha,
dan menulis syair pada kipas-perangnya:
Seperti sebatang pohon tua
Yang tak memekarkan sekuntum bunga pun,
Kesedihan telah jadi hidupku.
Tak meninggalkan apa pun di belakangku.
Akhirnya, ia melepaskan ruhnya, yang secara tradisional
dianggap berada di perut, dengan menikamkan pedang
pendeknya ke dalam perutnya. Ini adalah peristiwa
pertama yang tercatat dari tindakan menyakitkan dan
gegabah yang biasanya dikenal orang luar sebagai harakiri, yang oleh orang Jepang sendiri lebih lazim disebut
seppuku. "Merobek perut" menjadi cara yang diterima untuk
John Man menghindari rasa malu akibat kekalahan. Salah satu
Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
peristiwa paling terkenal dan paling dramatis terjadi
pada 1333, seusai sebuah pemberontakan membawa
keshogunan Kamakura ke titik akhir. Para pemberontak
memaksa bala tentara shogun melarikan diri dari Kyoto
sejauh 50 kilometer menyusuri pantai Danau Biwa ke
sebuah kuil di kota perhentian kecil di Banba (kini
bagian dari Maibara). Kisah ini dituturkan dalam kumpulan
kisah perang yang dikenal dengan Taiheiki (Kisah
Penaklukan Besar), yang, seperti halnya dongeng-dongeng
yang mendasari epik Homeros, dinyanyikan oleh para
penyair buta sebelum dikumpulkan menjadi satu. Dalam
kisah ini, 500 prajurit berkumpul di halaman depan kuil
berkamar satu. Sang jenderal, Hojo Nakatoki, melihat
bahwa akhir segalanya sudah kian dekat, dan menyampaikan sebuah pidato yang mengharukan pada para
pengikutnya: "Aku kehabisan kata untuk bercerita tentang kesetiaan kalian...
Rasa syukurku sangatlah besar! Bagaimana aku dapat memberi
kalian penghargaan, ketika sekarang kemalangan menimpa
keluargaku" Aku akan membunuh diriku demi kalian, membalas
semua pengabdian yang diperoleh dalam hidup dengan
kematian..." Ia melepaskan baju zirahnya, bertelanjang sampai
pinggang, mengiris perutnya, dan terkulai mati.
Tidak ada tuntutan agar ada orang yang meniru
tindakannya. Tapi segera, salah seorang pelayannya menjawab: "Betapa pahitnya melihat Tuan pergi di hadapanku!
Aku berpikir untuk merenggut nyawaku terlebih dahulu,
untuk menyiapkan jalan bagimu di alam baka... Tunggulah
sebentar! Aku akan pergi bersamamu." Setelah meraih
belati dari perut tuannya, "ia menghnujamkan pisau itu
Jalan Sang Prajurit: Merobek Perut
ke perutnya sendiri dan jatuh tersungkur, sambil memeluk
lutut Nakatoki. Dan setelahnya, empat ratus tiga puluh
dua orang menikam perut mereka secara serentak. Darah
membasahi tubuh mereka seperti aliran sungai Kuning;
mayat memenuhi kompleks itu layaknya daging di rumah
penjagalan." Penjelasan tadi, yang tentu saja sangat puitis, merengkuh
semua unsur"komitmen, kegagalan, emosi yang kuat,
formalitas"yang dianggap sangat penting bagi mereka
yang mendengarkan. Tetapi jumlahnya tidak dilebihlebihkan: seorang pendeta mencatat nama 189 orang
yang bunuh diri hari itu; pendeta yang sama menyuruh
membuat batu nisan bagi 432 orang itu, yang sekarang
masih berdiri, berjajar dalam lima baris sampai ke atas
lereng. Karena kekuatan hubungan antara tuan dan
pengikutnya bermacam-macam, para pengikut bebas
untuk membuat keputusan mereka sendiri. Anggota
sebuah keluarga mungkin saja merasa kematian tuannya
adalah kematiannya sendiri, dan memilih untuk mati;
seorang prajurit sewaan yang dapat menawarkan jasanya
pada tuan yang lain bisa saja memilih untuk hidup,
seperti halnya seorang pemilik lahan yang punya pekerja
untuk dijaga. Dalam kasus ini, beberapa lusin orang
memilih untuk tetap hidup. Yang mana pun yang dipilih,
hidup atau mati, samurai menegaskan kendalinya terhadap
nasibnya sendiri dan kebanggaan terhadap elitismenya.
Setelah 1600, bila seorang samurai tidak dapat hidup
dengan kehormatan dan kebanggaan, paling tidak mereka
bisa mati dengan keduanya. Seppuku tetap menjadi cara
terakhir bagi seorang samurai untuk menjaga kehormatan
John Man ketika dihadapkan pada rasa malu. Dengan kekalahan
di medan pertempuran tidak masuk dalam perhitungan,
seppuku menjadi bagian penting dari kesadaran identitas
seorang samurai, yang dilakukan dengan sengaja untuk
menghindari rasa malu, atau sebagai bentuk eksekusi
sukarela yang diperintahkan oleh sang tuan. Untuk
samurai tingkat tinggi, ini menjadi satu-satunya bentuk
hukuman mati yang dapat diterima, demi menghindari
rasa malu karena diadili atau pemancungan paksa.
Namun tindakan itu"motivasi, keputusan, dan
konsekuensinya"melibatkan banyak paradoks. Contoh
yang terkenal, mungkin yang paling terkenal, terjadi
pada 1701. Saat itu, setiap daimyo harus memiliki tempat
tinggal di Edo dan datang ke istana dua kali dalam
setahun, sebuah sistem yang menuntut banyak waktu
dan uang"rombongan besar, berminggu-minggu
perjalanan, pameran kekayaan, dan ritual yang tak habishabisnya"dan sebenarnya menjadikan para daimyo
sebagai sandera bagi shogun.
Tahun itu, 1701, Tuan Asano Takumi no Kami dari
Aki (sekarang prefektur Hiroshima) dijadwalkan
menghadap shogun, setelah dipilih untuk menjamu para
duta dari keluarga kerajaan. Kepala protokol saat itu
adalah Kira Kozuke no Suke, seseorang yang mengharap
dibayar untuk mengajari para tuan mengenai bagaimana
tepatnya berlaku santun pada ritual-ritual istana. Asano,
yang berpendapat bahwa tak seorang pun layak dibayar
ekstra untuk melakukan pekerjaannya, tidak mau
membayar. Kira memperlakukannya dengan tidak hormat
selama pelajaran tentang protokol, sampai Asano, karena
tak tahan lagi, menghunus pedangnya dan mencoba
membunuh Kira. Ia berhasil lolos dengan sedikit luka.
Menghunus pedang dalam keadaan marah adalah tindakan
Jalan Sang Prajurit: Merobek Perut
melanggar hukum, dan melakukannya dalam istana
kerajaan merupakan kejahatan berlipat. Setelah
penyelidikan oleh inspektur jenderal, shogun memerintahkan Asano untuk melakukan seppuku, dan aset klannya
disita. Empat puluh tujuh orang pengikutnya hancur:
tuan mereka mati, terbayanglah masa depan mereka
sebagai samurai tak bertuan, ronin, yang ditakdirkan
untuk berkelana, mencari pekerjaan apa pun yang bisa
mereka dapat, dan mungkin akhirnya terperosok dalam
kemiskinan.12 Mereka bersumpah untuk membalas
dendam. Selama setahun mereka menunggu, melakukan
berbagai pekerjaan ganjil, pemimpin mereka menjalani
kehidupan yang tak bermoral untuk menghilangkan
kecurigaan. Pada suatu malam bersalju di bulan Desember,
kelompok itu menyerang rumah besar Kira (kehilangan
satu orang dalam pertarungan tersebut), menemukannya,
membunuhnya, membawa kepalanya ke tempat tuan
mereka dikuburkan, dan menyerahkan diri pada pihak
berwajib. Shogun berada dalam posisi yang sulit: Asano sangat
populer, kasus bunuh dirinya menjadi skandal, para
pengikutnya dikagumi, sedangkan Kira dibenci di manamana. Namun pada akhirnya ia memutuskan bahwa
hukum mengharuskan pemberlakuan hukuman mati dan
memerintahkan 46 orang yang selamat untuk melakukan
seppuku. Hal ini mereka lakukan, memberikan kemasyhuran seketika bagi kesetiaan mereka terhadap
12 Mitford mende"nisikan istilah ronin seperti ini: "Secara har"ah, "manusia
gelombang"; seseorang yang dilambungkan kian kemari, seperti gelombang di laut.
Istilah ini digunakan untuk merujuk pada orang berdarah halus dan berhak
membawa senjata, yang setelah terpisah dari tuan feodal mereka, baik karena
tindakan mereka sendiri, karena dipecat, atau karena nasib, berkelana keliling negeri
dalam kedudukan sebagai ksatria pengembara yang hina, tanpa sumber nafkah yang
jelas, dalam beberapa kasus menawarkan diri mereka untuk dipekerjakan, dan dalam
kasus lain menopang hidup dengan menjarah." Lihat Freeman"Mitford, Tales of Old
Japan. John Man semangat bushido, hukum kehormatan samurai. Mereka
dikenal sebagai Perserikatan Hati Setia (Chushingura),
dan sejak itu menjadi tema berbagai kisah, drama, dan
film yang tak terhitung banyaknya; motif dan tindakan
mereka dibahas tanpa ada habisnya: Seandainya shogun
bertindak melawan Kira" Seandainya ronin bertindak
lebih cepat" Seandainya mereka langsung melakukan
seppuku, di makam tuan mereka" Mengingat populernya
topik ini dan tempat suci mereka, tampaknya kecil
kemungkinan kisah ini akan kehilangan daya tariknya.
Pada masa 47 ronin itu, tindakan seppuku telah
memperoleh segala ritual yang bercorak upacara
keagamaan: mandi, busana dan model rambut yang
tepat, handuk untuk menyerap darah, dua tikar tatami
yang ditutupi seprai putih, penyajian dan konsumsi dua
cangkir sake dan makanan dengan cara saksama, sebuah
syair, seorang teman dekat atau pelayan yang berdiri tak
jauh dengan membawa sebilah pedang panjang,
sekelompok kecil penonton untuk mengawasi tindakan
itu, postur berlutut untuk memastikan tubuh jatuh ke
depan bukan ke belakang: kemudian pisau belati di
perut dan akhirnya, untuk memastikan kematian yang
cepat, pemenggalan kepala dengan satu tebasan pedang
dilakukan oleh ajudan. Semua samurai tahu ritual ini,
dan kecil kemungkinan mereka bakal harus melakukannya,
kemungkinan yang sedikit lebih besar mereka harus
bertindak sebagai saksi. Kenyataannya, seiring berjalannya
waktu, peristiwa ini semakin jarang berupa perobekan
perut, tetapi lebih sering berupa pemenggalan kepala:
saat si tertuduh menggapai pedangnya"yang kadang
berupa pedang mainan atau sekadar sebuah kipas
simbolis"ajudannya, kaishaku, memenggal kepalanya.
Tindakan cepat yang terakhir ini konon memiliki
Jalan Sang Prajurit: Merobek Perut
kekhasannya sendiri. Seperti dicatat Yamamoto, "Dalam
praktik di masa lalu, ada banyak kejadian ketika kepala
menggelinding lepas. Dikatakan bahwa cara yang terbaik
adalah dengan menyisakan sedikit kulit sehingga kepala
yang dipenggal tidak menggelinding ke arah petugas
yang mengawasi." Apakah hal itu benar terjadi" Benarkah pernah ada
kaishaku yang dapat memenggal dengan ketepatan seperti
itu" Ya, mungkin saja, karena pendekar pedang yang
hendak jadi kaishaku diizinkan untuk berlatih pada
mayat penjahat yang baru saja dieksekusi. Ini adalah
Katsu Kokichi, samurai muda yang kita jumpai pada bab
2: "Suatu hari aku pergi ke penjara keshogunan di Senju
dan menguji pedangku pada mayat-mayat penjahat yang
telah dieksekusi. Setelah itu aku menjadi siswa Asauemon
(algojo resmi) dan belajar bagaimana memancung kepala
mayat dengan sekali tebas."13 Bisa dibayangkan bahwa"
mungkin saja"ajudan yang sempurna akan cukup berlatih
agar bisa mengakhiri tebasannya sekian milimeter sebelum
kepala terputus sepenuhnya, tapi saya tetap tidak tahu
apakah ada orang yang benar-benar pernah melakukannya.
Bagi orang luar, seppuku tampak seperti sebentuk
kegilaan. Jauh dari itu; atau setidaknya jauh dari definisi
umum tentang kegilaan. Kelihatannya saja gila bagi
orang luar karena upacara bunuh diri di depan umum
dalam bentuk apa pun memang jarang, dan bunuh diri
dalam bentuk ini adalah hal yang khas Jepang. Sebenarnya,
seppuku dilakukan oleh orang-orang yang sepenuhnya
menguasai nalar mereka dan sangat terlatih dalam
mengendalikan emosi mereka. Bunuh diri tidak mesti
merupakan tindakan putus asa yang irasional. Malah, ia
13 Katsu, Musui"s Story, hlm. 11, catatan kaki.
John Man dapat dipandang sebagai rasionalitas tertinggi. Dalam
esainya, Bushido: The Soul of Japan, yang ditulis pada
1900, Inazo Nitobe menyatakan bahwa dalam seppuku,
dengan sekali tebas"benar-benar sekali"orang bisa
"menebus kejahatan mereka, memohon maaf atas
kesalahan, menghindar dari rasa malu, mengembalikan
kehormatan teman-teman mereka, atau membuktikan
ketulusan mereka." Namun ia tidak dapat dilakukan
ketika orang berada dalam cengkeraman nafsu. "Tidak
seorang pun dapat melakukannya tanpa ketenangan dan
kendali diri sepenuhnya."
Apakah ada padanannya dalam budaya lain" Ia
memiliki banyak unsur yang sama dengan bentuk-bentuk
bunuh diri yang lain: membunuh diri sendiri untuk
menyelamatkan orang lain, atau sebagai jawaban atas
tekanan sosial, atau sebagai alat protes tanpa kekerasan,
atau karena perintah pemimpin agama. Namun seppuku
unik karena ia tidak sepenuhnya dilakukan untuk alasan
tersebut, melainkan karena bunuh diri dipandang sebagai
satu-satunya cara bagi individu yang ternoda untuk tetap
menjadi, dalam pandangannya dan pandangan orang
lain, bagian dari kelompoknya. Barangkali semangat
serupa ada pada tindakan sati dalam Hindu, ketika
seorang janda secara sukarela mengorbankan dirinya
dalam api pembakaran jasad suaminya. Praktik ini
dilarang oleh Inggris pada 1829, terutama karena
seringkali dilakukan di bawah ancaman. Namun, jika
dipilih secara bebas, sati memiliki kesamaan dengan
seppuku: pendukung keduanya menerima pandangan
bahwa identitas melebihi kehidupan itu sendiri. Hilangnya
identitas, dalam hidup, merupakan sebentuk kematian;
di lain pihak pemeliharaan identitas, bahkan dalam
kematian, adalah sebuah bentuk kehidupan.
100 Jalan Sang Prajurit: Merobek Perut
Barangkali bentuk terganjil dari seppuku adalah bunuh
diri yang dilakukan karena kematian tuan seseorang
(bentuk seppuku yang disebut junshi). Di Jepang zaman
pertengahan hal ini jarang dilakukan, tetapi menjadi
agak lazim setelah 1600, mungkin mencerminkan berbagai
konflik internal yang menimpa kaum samurai dalam
masa yang damai ini. Ketika Tokugawa Tadakichi
meninggal pada 1607, lima orang pengikutnya melakukan
bunuh diri. Di ranjang kematiannya pada 1634, Sake
Yoshinobu menyatakan keinginan agar jangan ada
pengikutnya yang mengikutinya dalam kematian walaupun
"ini adalah kebiasaan dalam masyarakat sekarang ini."
Dua orang tetap melakukannya, dan kebiasaan ini
semakin menjadi. Setelah kematian seorang tuan pada
1636, lima belas orang melakukan bunuh diri. Pada
1657, ada dua puluh enam. Akhirnya, pada 1663, praktik
tersebut secara resmi dilarang, walaupun masih sesekali
terjadi. Karena ritual ini kehilangan tujuan, bentuknya semakin
dramatis. Hasilnya dicatat oleh diplomat dan penulis
terkemuka Algernon Mitford, yang layak mendapatkan
Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pengenalan sepantasnya. Pada 1860-an ia bekerja di
kedutaan besar Inggris di Tokyo. Seorang laki-laki yang
sangat tampan, ia konon memiliki dua orang anak dari
seorang geisha, kemudian sembilan anak yang sah.
Menurut desas-desus, ia juga memiliki hubungan dengan
saudara perempuan istrinya, Lady Blanche Ogivly, yang
menghasilkan anak perempuan tidak sah, Clementine,
yang kelak menjadi istri Winston Churchill. Blanche
menolak isu tersebut: Clementine, katanya, berayah
salah satu dari sekian banyak kekasihnya. Di tanah
airnya, Mitford terlibat dalam pemugaran Menara London
dan pembangunan Hyde Park, dan mewarisi tanah yang
101 John Man sangat luas, nama dan jabatan baru, ia menjadi FreemanMitford dan Baron Redesdale. Ia juga seorang sejarawan,
ahli bahasa, dan etnolog ternama, yang membuatnya
menjadi perhatian kita. Di Jepang, setelah mempelajari
bahasa Jepang selama setahun, ia mengumpulkan sejumlah
bahan yang dijadikannya dua jilid memoar dan jilid
ketiga yang berjudul Tales of Old Japan. Di sini ia
mencatat laporan saksi mata yang pertama dari sedikit
laporan asing menganai seorang samurai yang melakukan
seppuku, dan pastinya yang paling gamblang.
Peristiwa itu terjadi pada awal 1868, di Hyogo
(sekarang Kobe), tak lama setelah pelabuhannya dibuka
untuk asing, yang menimbulkan kemarahan masyarakat
setempat yang menentang semua bentuk hubungan
dengan asing. Para tentara mengeroyok seorang Prancis,
dan kemudian diperintahkan oleh komandannya untuk
menembaki sekumpulan orang asing, termasuk sejumlah
menteri. Para prajurit Jepang baru saja menerima senapan
mereka, sehingga secara kebetulan tembakan mereka
terlalu tinggi, hanya menyebabkan luka ringan pada dua
orang. Meski begitu, perwira yang memberikan perintah
tembak disalahkan oleh kaisar dan diperintahkan untuk
melakukan seppuku, di hadapan tujuh perwakilan asing
yang akan menyaksikan bahwa keadilan, kalau Anda
dapat menyebutnya demikian, telah dilakukan. Pihak
asing mendiskusikan campur tangan yang dapat dilakukan
untuk menyelamatkan hidup perwira itu, tetapi akhirnya
sepakat bahwa ampunan dapat disalahartikan sebagai
kelemahan. Tujuh orang asing, bersama orang Jepang dengan
jumlah sama, diantar menuju kuil tempat upacara akan
dilakukan. Mitford mencatat tidak hanya rinciannya
yang mencengangkan, tetapi juga formalitas dan sikap
102 Jalan Sang Prajurit: Merobek Perut
takzim dalam adegan itu"dan "adegan" adalah kata
yang tepat. Ini adalah sebuah drama, dimainkan dengan
emosi yang kuat namun terkendali, naik menjadi klimaks
yang tiba-tiba dan mengerikan. Seperti tragedi, ia menimbulkan kekaguman, simpati, dan rasa kesempurnaan.
Ini adalah adegan yang mengesankan. Sebuah aula luas dengan
atap tinggi yang disangga sejumlah pilar kayu berwarna gelap.
Dari atap tergantung banyak sekali lampu besar berwarna
keemasan dan ornamen khas kuil Buddha. Di depan altar
yang tinggi, di mana lantai, yang ditutupi tikar putih nan
indah, meninggi sekitar tiga atau empat inci dari tanah,
tergelar permadari bulu berwarna merah tua. Lilin-lilin panjang
yang dijajarkan dengan jarak seragam memberikan sinar redup
yang misterius, hanya cukup untuk membuat semua acara
terlihat. Tujuh orang Jepang mengambil tempat di sisi kiri
lantai yang lebih tinggi, tujuh orang asing di sisi kanan. Tidak
ada orang lain lagi yang hadir.
Setelah selang beberapa menit yang menegangkan, Taki
Zenzaburo, seorang lelaki kekar berotot berusia tiga puluh
dua tahun, dengan aura yang agung, berjalan memasuki aula
dalam busana upacara, dengan sayap terbuat dari kain-rami
yang khas yang dikenakan pada peristiwa-peristiwa besar. Ia
ditemani seorang kaishaku dan tiga perwira, yang mengenakan
jimbaori atau mantel perang dengan kelim kain emas...
Dengan kaishaku menuntun tangan kirinya, Taki Zenzaburo
melangkah maju perlahan ke arah para saksi Jepang, dan
keduanya membungkukkan badan di hadapan mereka, kemudian
setelah mendekat pada para orang-orang asing mereka
menghormat pada kami dengan cara serupa... Perlahan dan
dengan sangat bermartabat laki-laki hukuman ini melangkah
ke lantai yang lebih tinggi, membungkuk di depan altar
sebanyak dua kali, dan duduk (yakni berlutut, seperti dijelaskan
Mitford dalam catatannya) di karpet bulu dengan membelakangi
altar tinggi, kaishaku tersembunyi di sisi sebelah kiri. Satu
103 John Man dari tiga perwira yang mendampingi melangkah maju, membawa
tatakan seperti yang digunakan di kuil untuk sesaji, yang di
atasnya, terbungkus kertas, terdapat wakizashi, pedang pendek
atau golok Jepang, sepanjang sembilan setengah inci, dengan
ujung dan tepi setajam pisau cukur. Pedang itu ia serahkan
sambil membungkuk pada si terhukum yang menerimanya
dengan takzim, mengangkatnya dengan dua tangan sampai ke
kepala dan menempatkannya di depannya dirinya.
Setelah sekali lagi membungkukkan badan dalam-dalam,
Taki Zenzaburo, dalam suara yang memperlihatkan emosi
meluap dan keraguan yang memang diharapkan dari seseorang
yang tengah membuat pengakuan menyakitkan, namun tanpa
pertanda apa pun dalam wajah atau sikapnya, berbicara seperti
ini: "Aku, dan hanya aku, dengan cara yang tak bisa dibenarkan
telah memberi perintah untuk menembak sejumlah orang
asing di Kobe, dan sekali lagi saat mereka mencoba
menyelamatkan diri. Karena kejahatan ini aku merobek
perutku sendiri, dan memohon pada siapa pun yang hadir
untuk memberiku kehormatan dengan menyaksikan tindakan
ini." Setelah membungkuk sekali lagi, sang pembicara
membiarkan pakaian atasnya untuk meluncur sampai ke ikat
pinggangnya, dan telanjang sampai bagian pinggang. Dengan
hati-hati, sesuai dengan adat, ia menarik lengan baju di bawah
lututnya untuk mencegahnya jatuh terjengkang ke belakang;
karena laki-laki sejati Jepang yang terhormat harus mati
dengan cara jatuh ke depan. Dengan hati-hati, dengan tangan
yang kokoh, ia mengambil pisau yang tergeletak di depannya.
Ia menatap benda itu dengan prihatin, hampir-hampir dengan
mesra. Untuk sesaat lamanya ia tampak memantapkan seluruh
pikirannya untuk terakhir kali, dan kemudian menghunjamkan
pisau dalam-dalam ke bagian bawah pinggang, sisi kiri. Ia
kemudian menarik pedang itu secara perlahan ke kanan, dan
memutarnya di bagian yang luka, membuat sayatan kecil ke
104 Jalan Sang Prajurit: Merobek Perut
atas. Selama operasi yang luar biasa menyakitkan ini, ia tidak
pernah menggerakkan otot wajahnya. Ketika menarik keluar
pisaunya, ia doyong ke depan dan meregangkan lehernya.
Ekspresi kesakitan untuk pertama kalinya terpancar di wajahnya,
tetapi ia tidak mengeluarkan suara sama sekali. Pada detik itu
kaishaku yang tetap tersembunyi di sisinya dan terus
menyaksikan setiap gerakan yang ia lakukan, segera berdiri,
mengangkat pedangnya ke udara untuk sesaat. Kemudian
terdengar suara bergedebuk yang berat dan cepat, suara tubuh
yang rubuh. Dengan satu tebasan kepalanya telah terpisah
dari tubuh. Setelah itu keheningan yang mencekam, pecah hanya oleh
samar-samar suara darah yang menyembur keluar dari pinggang
yang membeku di depan kami, yang hanya sesaat sebelumnya
adalah seorang lelaki yang berani dan gagah. Sungguh
mengerikan. Kaishaku membungkuk rendah, menyeka pedangnya dengan
selembar kertas beras yang sudah ia siapkan untuk tujuan ini,
dan mundur dari lantai tinggi itu. Dan pisau yang bernoda
darah dibawa pergi dengan khidmat, bukti berdarah bagi
eksekusi tersebut. Dua utusan dari keluarga Mikado kemudian meninggalkan
tempat mereka, dan sambil melintas menuju tempat para
saksi asing duduk, mengajak kami untuk menyaksikan bahwa
hukuman mati terhadap Taki Zenzaburi telah dilaksanakan
dengan sungguh-sungguh. Upacara telah selesai, kami
meninggalkan kuil. Upacara tersebut, yang tempat dan waktunya telah
memberinya tambahan suasana khidmat, ditandai seluruhnya
oleh martabat dan keteguhan memegang adat yang ekstrem,
yang merupakan ciri khas cara kerja orang-orang terhormat
dalam ketentaraan Jepang. Hal ini penting untuk dicatat,
karena di dalamnya terkandung keyakinan bahwa lelaki yang
mati itu sang perwira yang telah melakukan kejahatan, dan
bukan pengganti. Seraya sangat terkesan oleh adegan yang
105 John Man mengerikan itu tidaklah mungkin pada saat yang sama kita
tak dipenuhi kekaguman akan keteguhan dan kejantanan sang
pelaku, dan terhadap nyali kaishaku yang melaksanakan tugas
terakhir pada tuannya. Tradisi macam inilah yang diserap Saigo sejak masa
kecilnya. Ini adalah titik akhir yang akan ia cita-citakan,
bila terjadi masalah. 106 DUNIA BARU, KEHIDUPAN BARU
UNTUK ORANG DAERAH YANG BERADA DI KOTA UNTUK PERTAMA
kalinya, kota Edo mebingungkan, menantang, dan
memesona. Ini bukan kota kekaisaran"kaisar berada di
Kyoto yang berjarak 400 kilometer, dalam keberjarakan
yang semi-ilahiah"tapi Edo, tempat shogun bertakhta,
merupakan pusat kekuasaan yang sesungguhnya, kekayaan,
hiburan, mode, dan masalah.
Di seputar kastil dan istana besar milik shogun dapat
ditemui segala hal yang diperlukan dan diinginkan oleh
kaum elite Jepang dalam sebuah ekonomi yang digerakkan
oleh kebutuhan dan keinginan para daimyo, tuan-tuan
penguasa daerah yang oleh hukum dituntut hadir ke
Edo secara rutin. Kastil-istana ini telah melahirkan
delapan belas istana besar dan sekitar 270 istana yang
lebih kecil, yang masing-masing merupakan dunia kecil
bagi para pejabat, pelayan, dan prajurit bersenjata, yang
harus diberi makan, dilayani, dan dihibur. Seringkali,
jalan akan dipenuhi oleh iring-iringan, tandu bangsawan
yang didampingi oleh barisan samurai yang merengut
dan siap untuk menghunus pedang mereka. Perekonomian
107 John Man Jauh dari shogun, castle, Edo (kini 1860-an rupakan Away fromkastil the shogun"s EdoTokyo) (today"spada Tokyo) in theme 1860s was sekumpulan satu f i bangunan bberlantai ildi d dan jalan-jalan sempit.
108 Dunia Baru, Kehidupan Baru
digerakkan oleh beras, yang mengalir dari daerah ke
tangan para pedagang yang bertindak sebagai bankir
dan pemasok. Pada pertengahan abad ke-19, Edo adalah
salah satu kota besar di dunia dengan populasi lebih dari
satu juta jiwa, lebih besar dari New York yang sedang
berkembang pesat, sejajar dengan Beijing dan Paris
(meskipun ukurannya masih sepertiga London, kota
terbesar di dunia). Secara visual, daya tariknya terbatas:
di luar istananya yang megah, kota ini terdiri dari banyak
bangunan berlantai satu dan sejumlah jalan sempit.
"Pemandangan kota Edo dari udara," tulis Mitford,
"tepat seperti pemandangan yang dilihat seseorang ketika
petani ternak di dataran rendah membawa seseorang ke
tempat tinggi dan memperlihatkan kandang-kandang
ternaknya yang berjajar dalam garis sejajar yang tak
berkesudahan." Tapi semuanya tersedia, dari atas ke
bawah. Di kawasan teater dan restoran, para pedagang
menarik perhatian geisha yang cantik dan mendanai
pertunjukan drama kabuki yang digemari, dengan adegan
yang teperinci, sebuah pertunjukan penuh keterampilan
memukau yang hanya dimainkan oleh laki-laki dan
musik yang bersemangat. Ke arah selatan terdapat sarang
pelacuran rahasia di Shinagawa. Mitford punya kenangan
yang gamblang tentang distrik Shinagawa, di jalan utama
menuju ke kota, di mana para samurai miskin petantangpetenteng dan mati sebagai petarung jalanan yang penuh
dendam, tanpa tuan selain jalan kekerasan mereka sendiri:
Kota besar yang tak beraturan itu dipenuhi pasukan bersenjata,
sebagian dari mereka adalah pengikut berbagai bangsawan,
yang lainnya adalah ronin, para bandit yang telah membuang
keanggotaan dalam klan... siap untuk menumpahkan darah
karena provokasi apa pun, atau bahkan tanpa provokasi.
109 John Man Permusuhan keluarga, bara api dengan banyak darah berceceran,
adalah kejadian umum di Kota Pedang itu. Kataki-uchi
(pembunuhan musuh), versi Jepang untuk balas dendam
turun-temurun ala pulau Corsica, adalah salah satu tugas suci
samurai. "Kau bunuh saudaraku"aku harus membunuhmu;
dan setelah memenggal kepalamu, aku harus meletakkannya
di atas makam saudaraku, meninggalkan pisau kecilku di
Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
telingamu, seperti yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki
gagah perkasa, agar saudaramu dapat mengenali pembunuhnya,
mendatangiku, dan membunuhku"kalau dia bisa." Kedai teh
di Shinagawa, daerah pinggiran Edo yang paling dekat ke
Yokohama, bisa bercerita banyak tentang perjumpaanperjumpaan yang mematikan. Lebih dari sekali, ketika melintasi
kawasan yang seram di waktu subuh, kita akan menemukan
bekas-bekas berdarah jejak kerusuhan malam tadi. Di bawah
pengaruh asap sake panas yang memabukkan, darah para
lelaki akan menggelegak sampai ke titik didik... Kata penuh
kemarahan, pertengkaran sengit, jerit kebencian, kilatan baja
yang dingin"dan tubuh tanpa kepala akan menyemburkan
darah di atas tikar. Jika Anda harus berhati-hati melalui jalanan Edo,
Anda pun harus sama hati-hatinya melewati jalan setapak
politik ibu kota itu. Saigo, di usia akhir dua puluhan,
adalah seorang lelaki muda penuh intuisi dan tindakan
yang pada awalnya tidak tampak cocok dengan kehalusan
diplomatik. Salah seorang pembantu Nariakira memperkenalkannya pada sebuah ideologi baru yang telah
menguasai pikiran banyak intelektual Edo, apalagi sejak
kedatangan Perry. Ideologi itu adalah bentuk loyalisme
yang berkembang di Mito, 100 kilometer arah timur
laut Edo, yang ingin menolak semua bentuk urusan
dengan orang asing. Para tuan di Mito adalah keturunan
dari cabang-samping keluarga Tokugawa, yang
110 SEMANGAT SAMURAI Selama lebih dari 250 tahun samurai kelas atas digambarkan dalam sosok yang
sangat disengaja: ganas, eksotis dan khas dalam pertempuran. Tercermin di helm
dan baju besi mereka yang rumit, dan juga dalam pedang mereka.
Sebuah helm dengan penutup wajah, gigi menghitam dan kumis meremang, dibawa
ke Inggris oleh kolektor Charles Wade. Untuk mengingat tanda-tanda kebesaran
dari Honda Tadakatsu, seorang jenderal terkenal pada awal abad ke-17, tetapi
sejarahnya tidak diketahui.
Potret samurai sedang menunjukkan baju besi yang pipih dan simpul. Gambar diambil oleh Felice Beato, pelopor fotografi Inggris-Italia tentang dunia timur. Kiri bawah: baju besi eksotis tersegmentasi, bertanduk dan helm menyala, milik pemimpin Saigo, Nariakira. Bawah kanan: dua samurai, pada akhir abad ke-19, memakai kimono dan celana panjang membawa sepasang pedang yang merupakan atribut utama mereka. Kiri: pedang panjang, dibuat pada 1600, memiliki kekuatan
bentuk, klasik dan fleksibel yang membuat katana "jiwa
samurai" Di atas: pedang pendek (wakizashi) berstekstur garis marah
bergelombang (Hamon) menandai perubahan dari ujung
tombak mengeras ke desain pisau yang lebih fleksibel.
Di atas dan kanan: Di Kagoshima,
anak belajar Jigen-ryu, gaya bertempur
menggunakan tongkat, bukan pedang.
DUNIA SAIGO: SATSUMA, KYOTO, DAN EXILE Gambar ini menunjukkan beberapa
pengaruh yang menandai kehidupan
Saigo sebelum ia mendapatkan
jabatan tinggi. Kiri: Valcano gunung Kagoshima
yang bergolak, Sakurajima,
membuat gunung-gunung di Satsuma terisolasi dari Jepang.
Di Kyoto: Kiyomizu (di atas),
salah satu kuil Buddha yang
termegah di Kyoto, dasar untuk
Gessho, imam yang menghubungkan Saigo dengan
istana kaisar. Gessho bertemu
Saigo di kuil Tofuku, sebuah kuil
(kiri) penghargaan Satsuma untuk
orang yang tewas dalam perang.
Kanan: Saigo seperti yang
digambarkan oleh temannya
sewaktu kecil -- mungkin potret
paling akurat tentang dia.
Di atas kiri dan kanan: diasingkan di
daerah semi-tropis Amani Oshima,
Saigo memulai kehidupan baru,
hidup di sebuah rumah sederhana
dengan "istri pulau"-nya, Aikana.
Kiri: pulau pengasingan kedua Saigo,
Okinoerabu, adalah tempat yang
datar dikelilingi oleh tebing karang.
Di bawah ini: Dihukum isolasi
penjara, Saigo menghabiskan
beberapa minggu di sel penjara yang
dibangun khusus, dibangun kembali
untuk dikenang (kanan). Patung dia
sedang meditasi menunjukkan
respon tabah, tapi tidak terlihat
seperti dia. Bawah kiri dan kanan: mengagumi penduduk
setempat, Saigo tertarik oleh budaya Ryukyu,
yang meliputi kostum dan tari tradisional yang
dilakukan dengan semangat yang menakjubkan.
REVOLUSI Selama tahun-tahun penuh gejolak yang mengarah ke restorasi kaisaran pada 1868,
tampak pada titik kehancuran. Pada 1862, sebuah Marchant, Charles Richardson,
dibunuh oleh samurai Hisamitsu. Pembunuhan itu membuat kemarahan bangsa
barat, terutama Inggris, dan menyebabkan penghukuman terhadap Satsuma.
Kiri: Kyoto-Edo jalan utama ke
pantai, Tokaido, adalah jalan
menuju desa, losmen, dan stasiun.
sekarang menjadi jalan bebas
hambatan. Bawah: Gambaran bagaimana
kelas bangsawan berjalan: ditandu
oleh samurai untuk menunjukkan
kesetiaan mereka terhadap tuan
mereka dan mereka menghina
hampir kepada semua orang.
Bawah kiri: Hisamitsu, ayah dari daimyo
Satsuma. Ia adalah kekuatan nyata di
propinsi-dan orang yang sangat
temperamental. Dialah yang dikirim ke
pengasingan Saigo dan membawanya
kembali. Bawah kanan: Yoshinabu, shogun Takugawa
terakhir, pada 29. Setahun kemudian, dalam
menghadapi tekanan yang dirancang Saigo,
ia mengundurkan diri. Meskipun perang
saudara untuk shogun, dia tidak ada
hubungannya dengan tindakan itu. Dia
tinggal selama 50 tahun dalam pensiunan.
Di atas: utusan dari Satsuma
di Yokohama, mereka datang
terlambat pada Desember 1863, untuk negosiasi dengan
perwakilan dari kekuatan asing (kanan), mengikuti Affair Richardson dan pemboman dari Kagoshima. Mewakili Inggris adalah Laksamana Kuper (tengah, baris atas) dan Kolonel Neale
(paling kanan, baris bawah).
Di bawah: tubuh Richardson,
sewaktu dibersihkan. Di atas: insiden anti-asing pada 1863, Choshu
menembaki Belanda, Prancis dan kapal Amerika di selat
Shomonoseki. Pada September 1864, kekuatan bersama
barat menghancurkan sekitar 60 orang pasukan senjata.
Beato bersama dengan penjajah, mengambil gambar
dari pantai tempat pendaratan Inggris.
Di atas: Perang Boshin, 1868: sebuah
lukisan seorang prajurit keshogunan dan
sebuah foto yang menunjukkan mereka
dipersenjatai dengan baik, dengan senjata api
dan pedang. Kanan bawah: kaisar Mutsuhito, dikenal
sebagai Meiji, naik takhta pada 1867
sewaktu berusia 14 tahun. Hanya berusia 15
tahun ketika ia memproklamasikan akhir
keshogunan dan kembali ke kekuasaan
kekaisaran penuh pada 1868. Foto sewaktu
memakai pakaian militer barat.
Dunia Baru, Kehidupan Baru
menanamkan pada mereka cinta berlebihan dan hampir
religius terhadap kaisar dan status quo. Hal ini sudah
sejak lama mereka justifikasi dengan mendukung sebuah
pekerjaan besar yang melibatkan penulisan biografi
semua kaisar hingga sang dewi matahari Amaterasu,
sebuah proyek dongeng yang sudah memakan waktu
200 tahun, dan akan menghabiskan 50 tahun lagi:
hasilnya tidak akan dipublikasikan sampai 1906. Proposisi
dasarnya singkat, sederhana, dan sangat tradisional:
kaisar adalah titisan ilahi dan penghormatan terhadapnya
akan melindungi Jepang. Tugasnya adalah untuk bertakhta
dalam kemuliaan, sedangkan pekerjaan duniawi dalam
mengatur pemerintahan harus dilakukan oleh shogun
dan para tuan wilayah. Orang asing adalah kutukan.
Sonno joi! adalah slogan mereka. Pujalah kaisar! Usir
kaum barbar"pedagang, diplomat, penganut Kristen,
mereka semua! Inilah ideologi nasionalistik yang merebut imajinasi
Saigo segera setelah kedatangannya di Edo. Dia menulis
bahwa mendengarkan Fujita Toko, salah seorang eksponen
senior "ajaran Mito", ibarat "mandi di mata air nan
murni: semua keresahan dan kebingungan sirna." Jika
tuan Fujita melecutkan cambuknya dan "memimpin
perlawanan terhadap asing, akan aku bergegas tanpa
ragu-ragu." Mark Ravina, dalam biografinya yang luar
biasa, berpendapat bahwa perkenalan Saigo dengan
"ajaran Mito" merupakan sebuah titik balik. Sebelumnya,
kaisar tidak terlihat sepenting itu. Sekarang, pemujaankaisar menjadi sebuah kegairahan yang mengatasi semua
pertentangan dan konflik. Apakah kegairahan ini
mengancam komitmennya pada Satsuma dan Nariakira"
Tidak sama sekali, karena mereka berdua bersifat duniawi,
sementara kaisar, tanpa tentara, angkatan laut,
111 John Man perbendaharaan, pengadilan, atau mata uang, bersifat
ilahiah. Jadi, ketika satu-satunya putra tuannya yang masih
hidup meninggal karena disentri pada pertengahan 1854,
Saigo bebas untuk memperkuat pengabdiannya yang
penuh semangat pada Nariakira dengan intensitas yang
lebih besar. Seperti ketika anak-anak sebelumnya
meninggal, orang-orang berbicara tentang sihir yang
dilakukan oleh gundik Nariakira, Yura, untuk kepentingan
anaknya, yang sekarang berpeluang sebagai penerus.
Lagi, seolah mewujudkan apa yang telah dipelajarinya
di sekolah, Saigo terbakar untuk segera bertindak: intuisi
ditambah tindakan akan memecahkan segala masalah
kehidupan. Ia ingin sekali membunuh Yura, tulisnya,
berharap dia sendiri akan dieksekusi dan dengan demikian
"mencapai kedamaian kematian dan melompat ke surga."
Apakah dia serius" Tidak cukup serius untuk mengambil
tindakan atas tanggung jawabnya sendiri, tapi jika saja
Nariakira memberinya lampu hijau maka ya, mungkin
sekali. Kesetiaan seperti itu segera saja memberinya sebuah
peran politik, dan keterlibatan dalam pelbagai urusan
yang, paling sedikitnya, rumit. Ini adalah versi singkatnya:
keshogunan dalam keadaan berantakan. Shogun ketiga
belas, Iesada, pengganti shogun yang wafat saat kunjungan
Perry, memiliki kesehatan yang buruk, kemungkinan
menderita epilepsi. Berumur tiga puluh, dia sudah punya
dua istri, keduanya telah meninggal tanpa anak, dan
sekarang akan menikahi anak perempuan Nariakira,
Atsuhime. Namun terjadi beberapa kali penundaan, dan
kecil kemungkinan ia dapat menjadi ayah dari anakanak, sehingga dia perlu mencalonkan seorang pewaris,
112 Dunia Baru, Kehidupan Baru
sebuah pilihan yang harus mendapatkan persetujuan
istana kaisar di Kyoto. Salah satu penerus yang mungkin
adalah anak ketujuh dari tuan Mito yang berpaham
isolasionis, Keiki. Diadopsi ke dalam sebuah cabang
keluarga Tokugawa yang dekat dengan keshogunan,
Keiki memiliki beberapa nama. Sebagai kepala dari
keluarga angkatnya, ia menjadi Yoshinobu. Kita akan
mendengar lebih banyak lagi tentangnya nanti, ketika ia
menjadi shogun terakhir, sepuluh tahun lagi. Saat ini, di
pertengahan 1850-an, ia memiliki pendukung yang luas,
Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
termasuk Nariakira, dan dengan demikian juga Saigo
yang setia. Itu semua bergantung pada berapa besar
pengaruh yang dapat digunakan untuk memengaruhi
istana. Nariakira memiliki harapan yang tinggi, karena
rencana pernikahan putrinya dengan shogun. Saigo tentu
saja akan melakukan apa pun yang dia bisa. Ketika
Nariakira kembali ke Kagoshima pada awal 1857 Saigo
pergi bersamanya, hanya untuk dikirim kembali ke Edo
untuk menjaga pelbagai kepentingan Nariakira. Karena
dibutuhkan waktu berminggu-minggu untuk mengirim
pesan bolak-balik, ia harus memutuskan apa yang harus
dilakukannya sendiri, yang berarti mencoba untuk
menarik tali"khususnya, membuat Atsuhime menikah
dengan shogun"yang akan menghalangi putra Yura
menjadi pewaris Nariakira dan memastikan Keiki sebagai
pewaris Iesada. Seperti seorang pelobi di Washington
sekarang ini, ia hanya memiliki sedikit kekuasaan formal
dan harus mencari pengaruh dengan membangun
persahabatan. Nariakira memastikan ia mendapatkan bantuan, dalam
bentuk Hashimoto Sanai, seorang dokter, yang mendukung
reformasi dan pengambilalihan teknologi barat. Hashimoto
dengan penuh semangat berbicara tentang bagaimana
113 John Man Nariakira ingin Jepang berkembang, memberi
penyeimbang pada pandangan-pandangan "ajaran Mito"
yang lebih ekstrem. Penolakan total terhadap keterlibatan
asing tidak akan berhasil, katanya. Harus ada perjanjian,
untuk memperoleh teknologi barat"tetapi hanya sebagai
sarana untuk memperkuat Jepang, cukup untuk menjaga
bangsa asing tetap berada di luar. Yang dibutuhkan
adalah komitmen bangsa Jepang pada kebajikan dari
masa silam"kebaikan, kebenaran, kesetiaan, pengabdian
pada orantua"dipadukan dengan mesin, senjata, dan
produk industrialisasi lainnya yang akan menyelamatkan
Jepang dari bangsa barat yang menakutkan.
Maka, bagi Saigo, modernisasi dan xenofobia (takut
terhadap bangsa asing) berjalan beriringan. Sekali waktu
dia berdebat dengan seorang laki-laki yang memintanya
untuk memberi alasan bagi sikapnya. Dia menjelaskan
bahwa negara yang benar-benar beradab seharusnya memimpin
negara yang belum beradab menuju pencerahan dengan
mengadopsi kebijakan perbuatan baik dan pengajaran yang
bermaksud baik; dan bahwa, hal ini jauh dari menjadi
kenyataan, mereka telah bersikap barbar demi kepentingan
diri sendiri dengan cara menaklukkan negara-negara yang
lebih lemah dengan kekuatan senjata dan memperlakukan
mereka dengan kebrutalan yang semakin menjadi ketika
bangsa yang ditaklukkan semakin bodoh.14
Semua tampak akan berjalan sesuai harapan Nariakira
ketika Iesada akhirnya menikahi Atsuhime, kelihatannya
menempatkan tuan Satsuma di jalur untuk memengaruhi
14 Dikutip oleh Morris, The Nobility of Failure, dari manuskrip yang tidak dipublikasikan
karya Sakamoto Moriaki, mantan profesor di Kagoshima University, "Kata"kata
Anumerta Saigo Takamori".
114 Dunia Baru, Kehidupan Baru
pemilihan shogun berikutnya. Tapi itu tidak mudah: ibu
shogun menolak campur tangan sedikit pun dari luar,
dan secara agak dramatis mengancam untuk bunuh diri
jika ia mendengar lagi tentang masalah tersebut. Anaknya,
sang shogun, dan istri barunya pun tak berdaya. Keadaan
itu menyisakan satu-satunya sumber pengaruh lain: istana
kaisar di Kyoto. Menurut tradisi, istana tidak pernah
menentang keputusan shogun. Namun saat itu tradisi
tidak sama seperti sebelumnya. Sebuah perjanjian baru
dengan Amerika telah dibicarakan bersama konsul
Amerika, Townsend Harris. Para penasihat tertinggi
shogun, Dewan Tetua, tidak ingin menyetujuinya, dan
meminta istana untuk menolaknya"sebuah langkah
yang belum pernah terjadi sebelumnya karena ia memberi
istana peran utama untuk pertama kalinya dalam sejarah
Jepang. Ini adalah peluang yang dibutuhkan Hashimoto
dan Saigo. Mereka akan pergi ke Kyoto dan melobi
istana secara langsung untuk mendukung Keiki, calon
yang didukung Nariakira, sebagai ahli waris.
Pada awal 1858, Hashimoto dan Saigo berada di Kyoto,
sebuah tempat yang sangat berbeda dengan Edo. Kota
ini, pada dasarnya, adalah penjara bagi seorang kaisar
yang tugas utamanya adalah untuk bertindak sebagai
penghubung antara langit dan bumi, dan antara para
dewa yang jadi nenek moyangnya dan rakyatnya.
Pemerintah berada di bawahnya. Ia tidak memiliki
kekuasaan sama sekali, tidak bisa mengeluarkan kebijakan
apa pun, tak dapat menolak apa pun pada bakufu, tidak
dapat menghindar dari keharusan"yang tentu saja
disebut hak"untuk menetapkan setiap shogun baru.
Namun istana adalah penjara yang penuh kenyamanan
115 John Man dan keindahan sempurna. Ia sudah sejak lama menjadi
tempat pencapaian seni paling agung.
Di sini mereka memurnikan tembaga, mencetak uang logam,
mencetak buku, menenun barang-barang termahal dengan
bunga-bunga emas dan perak. Dadu terbaik dan paling langka,
ukiran paling indah, segala macam alat musik, gambar, lemari
Jepang, semua jenis barang yang ditempa dengan emas dan
logam lain, terutama baja, seperti pedang yang ditempa sangat
baik, dan senjata lain yang dibuat di sini dengan sangat
sempurna, seperti juga gaun termahal, dan setelah pakaian
terbaik, segala macam mainan, boneka, yang kepalanya
bergerak sendiri, dan hal-hal lain yang tak terhitung banyaknya,
terlalu banyak untuk disebutkan.
Itu terjadi pada 1691, seperti digambarkan oleh
seorang Jerman yang berkunjung, naturalis dan petualang
Engelbert Kaempfer. Sedikit yang berubah di Kyoto
selama 150 tahun berikutnya, kecuali bahwa Osaka dan
Edo menyusulnya dalam hal populasi dan perdagangan.
Sekarang, bangunan-bangunan baru telah menggantikan
yang lama di banyak daerah, tetapi masih merupakan
tempat untuk banyak istana, taman, dan kuil agung dari
kayu yang dibangun dengan latar bukit curam yang
berhutan, yang terkenal dengan warna-warni musim
gugurnya nan cantik. Semua ini sama barunya bagi Saigo seperti Edo
sebelumnya, tetapi sekali lagi dia memiliki bantuan, kali
ini dari Pangeran Konoe Tadahiro, seorang bangsawan
istana yang terhubung dengan keluarga Shimazu karena
ikatan pernikahan. Mencoba untuk memengaruhi istana
kaisar adalah urusan yang rumit dan kadang berbahaya,
agak mirip dengan seorang agen CIA yang mencoba
116 Dunia Baru, Kehidupan Baru
menanamkan beberapa kebijakan baru dalam pemerintah
suatu kekuatan asing: jika ada yang tidak beres seseorang
dapat dibunuh atau menerima perintah untuk melakukan
seppuku. Harus ada kontak yang hati-hati"jika mungkin,
rahasia"di tempat pertemuan yang sangat pribadi.
Konoe kenal orang semacam itu, seorang pendeta
bernama Gessho, yang menetap di salah satu kuil agung
di Kyoto. Gessho adalah pilihan yang baik: dikenal
sebagai seorang biksu, di usia pertengahan empat puluhan,
seorang penyair yang hebat, tetapi sampai sekarang tidak
pernah terlibat dalam politik. Keputusan untuk
menugaskan Gessho dan Saigo saling berhubungan adalah
satu dari dua peristiwa yang, dalam beberapa bulan
berikutnya, akan mengubah perjalanan hidup Saigo.
Ini adalah sebuah hubungan yang jauh melampaui ikatan
politik. Keduanya dengan cepat menjadi saling setia,
demikian penuh pengabdian sehingga kita sekarang akan
menyebut mereka pasangan.
Hubungan keduanya menimbulkan pertanyaan apakah
Saigo dan Gessho adalah "gay", dalam pengertian
modern, sebuah pertanyaan yang akan dijawab "ya,
mengapa tidak?" oleh banyak sarjana Jepang. Ada dua
jawaban lain: "mungkin" dan "tidak". "Mungkin", karena
homoseksualitas"hubungan seks laki-laki dengan lakilaki"adalah sesuatu yang lazim saat itu, dan "tidak",
karena tidak dalam pengertian modern, tetapi dalam
konteks yang sama sekali berbeda, di mana hubungan
seks antara sesama lelaki tidak memiliki konotasi
kontroversi, ketidaksetujuan, atau penegasan perbedaan
yang dikandung istilah "gay" di dunia Barat modern.
Hal itu tidak dipandang lebih tak bermoral daripada
117 John Man minum-minum. Dalam beberapa keadaan"antarprajurit"
ia dipandang sebagai kebajikan, yang mengikat dua lelaki
dalam hubungan saling mendukung. Di sekolah goju
yang militeristik di Satsuma, hubungan seksual antara
sesama anak laki-laki dianggap normal. Ia akan menjadi
masalah hanya jika dilakukan secara berlebihan, ketika
pasangan kekasih bertengkar, atau ketika cinta menyebabkan benturan loyalitas.
Dan intinya adalah cinta, bukan hubungan seksual.
Homoseksualitas dianggap oleh sebagian laki-laki sebagai
bentuk ikatan paling murni"abadi, kuat, bermakna;
didasarkan pada saling percaya dan bentuk penghormatan
tertinggi. Kaum laki-laki juga menyatakan bahwa seks
antara seorang laki-laki yang lebih tua dan seorang
remaja sama sekali tidak merusak, melainkan ekspresi
alamiah cinta, yang didasarkan pada saling hormat. Di
Jepang, praktik seperti itu diterima baik di kalangan
samurai, yang berstatus sosial tinggi tapi seringkali
kurang sejahtera, dan orang kaya baru di kota, dari
status sosial yang rendah tetapi memiliki kekayaan dan
keleluasaan untuk memanjakan keinginan mereka.
Bagi kaum homoseksual, baik samurai atau warga
kota, ada banyak buku yang menggambarkan perilaku
yang tepat dalam percintaan laki-laki, yang idealnya
menghubungkan seorang lelaki remaja dengan kekasih
yang lebih tua. Hubungan ini sama seksual dan
romantisnya seperti hubungan beda jenis kelamin, dan
jauh lebih disukai oleh seorang samurai gay. Dalam
sebuah buku dongeng erotis homoseksual, 15 saya
menemukan kata-kata ini: "cinta antarlelaki berbeda
secara hakiki dari cinta biasa seorang lelaki dan seorang
15 Mathers, Eastern Love.
118 Dunia Baru, Kehidupan Baru
perempuan... Perempuan adalah makhluk yang benarbenar tidak penting; cinta yang tulus antara seorang
remaja laki-laki dan lelaki dewasa adalah cinta sejati."
Komitmen seperti itu menunut kerja keras yang sama
seperti dalam hubungan heteroseksual. "Seorang pemuda
harus menguji seorang laki-laki yang lebih tua setidaknya
selama lima tahun," tulis Yamamoto Tsunetomo. "Selain
itu, laki-laki yang lebih tua itu harus memastikan motif
sesungguhnya dari pemuda itu dengan cara yang sama."
Buku paling terkenal tentang percintaan gay adalah
karya Ihara Saikaku Nanshoku Okagami (The Great
Mirror of Male Love"Cermin Agung Cinta Laki-laki),16
dengan subjudul The Custom of Boy Love in our Land
(Adat Cinta Pemuda di Negeri Kita), kumpulan 40 cerita
yang diterbitkan pada 1686. Saikaku (dia selalu disebut
dengan nama diri ini) adalah penulis Jepang pertama
yang hidup sepenuhnya dengan penghasilannya, karena
dia tahu bagaimana memikat pembaca yang tertarik
dengan seks. Dia adalah bagian dari "dunia terapung"
masyarakat, kesenangan, prostitusi, dan teater yang
menandai kehidupan kelas atas di Kyoto, Edo, dan
daerah asalnya, Osaka. Pasar untuk bukunya ini adalah
kaum samurai dan penduduk kota yang menjadi
penyandang dana bagi kabuki. Tujuannya adalah untuk
menghibur, dan dia melakukannya dengan pernyataan
berlebihan, kiasan sastrawi, dan argumen-argumen cerdas.
Ini bukanlah sebuah penyingkapan agung oleh seorang
penulis gay, melainkan seorang penulis profesional yang
bersemangat untuk mengeksploitasi seksualitas dalam
segala bentuknya yang diterima. Dia membedakan antara
biseksual dan gay yang berkomitmen penuh, yang disebut
16 Beberapa penerjemahan lain yang lebih awal terhadap judul ini meliputi Conspectus
of Sodomites, Mirror of Sodomy, dan Great Mirror of Pederasty.
119 John Man "pembenci wanita", yang tentu saja merupakan minoritas,
dan karena itu harus dipromosikan oleh Saikaku sebagai
orang-orang berbudaya dan berwawasan tajam, singkatnya,
berselera tinggi. Menurutnya, cinta laki-laki mendahului
cinta heteroseksual, punya teladan orang-orang China,
dipraktikkan di seluruh dunia, dan karena itu lebih
mulia dan lebih anggun dibanding hubungan laki-laki
dan perempuan. "Hati seorang perempuan dapat
disamakan dengan pohon anggur wisteria: walaupun
berbunga cantik tapi berbelit dan bengkok. Seorang
pemuda barangkali punya satu atau dua duri, tapi dia
seperti bunga pohon plum di awal tahun yang memancarkan wangi tak terlukiskan. Satu-satunya pilihan yang
masuk akal adalah membuang perempuan dan berpaling
pada laki-laki." Adapun mengenai hubungan antara samurai dan
kekasih lelaki muda, dia menekankan bahwa hubungan
itu harus bersifat moral dan formal sekaligus, dengan
saling bertukar sumpah lisan dan tertulis, dan kadang
dengan sejenis mutilasi-diri sebagai bukti ketulusan. Jika
seorang saingan mengajukan tawaran untuk si anak
lelaki, laki-laki yang lebih tua itu akan bertarung untuk
menyelamatkan kehormatannya. Idealnya, laki-laki yang
lebih tua (nenja) memberikan dukungan sosial, dukungan
emosional, dan model perilaku jantan. Sebagai gantinya,
si anak lelaki (wakashu) seharusnya menjadi murid yang
baik dari gaya hidup dan cita-cita samurai. Usianya
ditunjukkan oleh gaya rambutnya: sebuah mahkota
Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tercukur dengan jambul pada usia sebelas, jambul di tepi
berbentuk kotak pada usia empat belas, dan kepala
sepenuhnya plontos pada usia delapan belas untuk
menyatakan kedewasaan dan berakhirnya masa menjadi
seorang wakashu. Jadi, hubungan itu sesingkat masa
120 Dunia Baru, Kehidupan Baru
remaja itu sendiri. Selagi masih berlangsung, hubungan
itu didasarkan pada model hubungan pria-wanita, di
mana laki-laki yang "superior" secara harfiah dan sosial
melakukan penetrasi pada sang "perempuan" yang
"inferior" dan "pasif ". Karena hubungan itu memiliki
intensitas seperti hubungan heteroseksual, ketidaksetiaan
dapat menimbulkan kecemburuan yang sama pada lakilaki yang lebih tua dan kadang tindakan balas dendam
yang mengerikan. Meskipun demikian, ini bukan sekadar hubungan
lelaki dewasa-anak laki-laki, juga bukan sekadar
Misteri Pedang Naga Suci 2 Pendekar Mabuk 113 Tabib Sesat Pengejaran Ke Cina 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama