Ceritasilat Novel Online

Bedded By Boss 1

Bedded By The Boss Karya Lynda Chance Bagian 1


Bedded by the Boss Pengarang: Lynda Chance Sinopsis: Renee Guillot, seorang ibu tunggal, adalah seorang pekerja keras yang berusaha untuk membiayai putrinya kuliah di perguruan tinggi. Ketika Renee mendapat pekerjaan baru dengan gaji dan fasilitas yang lebih baik, satu-satunya kekhawatirnya hanyalah kurangnya jaminan tentang pekerjaannya. Sedikitpun ia tak tahu bahwa ia akan bekerja untuk pria dominan dan posesif. Tiba-tiba, ia terjerumus ke dalam dunia penuh godaan, nafsu dan bahaya.
Robert, sang boss pemilik perusahaan konstruksi tempat di mana Renee bekerja sangatlah tertarik padanya. Dia adalah tipe seorang yang sangat menuntut dan posesif. Terjadi pembangunan tensi yang akhirnya mengarah ke keintiman Robert dan Renee.
Bedded By The Boss Bab 1 Renee Guillot menyeimbangkankan sepatu hak tinggi di kursi dan satu lutut konter ketika meraih ke atas dan mencari di dalam kabinet teratas mencari sebuah kotak folder manila. Ia mencengkeram telepon nirkabel di satu tangan sementara ia berusaha meraih ke atas dengan tangannya yang lain. Otot betisnya menegang dan menegang pada saat sepatunya melayang diatas bangku sehingga ia berdiri dengan ujung kakinya.
Begitu masa percobaan sembilan puluh harinya selesai, ia bersumpah hal pertama yang akan dilakukannya adalah mereorganisasi ulang seluruh kantor. Sistem filenya kuno, proses ordernya jadul, dan system penyimpanan benar-benar konyol. Mrs. Argenot benar-benar baik hati, tetapi ia sudah tambah tua.
"Turun dari kursi sialan itu sebelum kau membunuh dirimu sendiri." Renee mendengar hardikan dan mencengkeram pintu lemari kabinet. Syarafnya langsung menegang ketika ia mengenali suara itu. Ia bahkan tidak tahu kalau pria itu ada di kota, meninggalkan gedung itu. Sial! pria itu seharusnya ada di New Orleans minggu ini.
Ada kegalakan dalam perintahnya dan Renee memutuskan untuk melawannya lebih jauh. Ia meletakkan box itu dan menurunkan kakinya yang lain dengan hati-hati ke kursi. Hebat. Sekarang ia berdiri miring dengan pantat di udara dan tepat di hadapan pria itu. Ia melanjutkan dan turun dari bangku seanggun yang dapat dilakukannya dengan hak setinggi 4 inchi, tetapi ia hanya menggunakannya karena pria itu tidak seharusnya ada di Baton Rouge minggu ini.
Robert Thibodeaux mengontrol emosi yang mencengkeramnya dengan kejam. Renee Guillot adalah sebuah kesalahan serius dan ia telah menyadarinya ketika pertama kali ia melihatnya lima minggu yang lalu. Pengaruh kesempurnaan penampilan Renee sudah cukup berefek buruk, namun kesederhanaan yang keluar dari tubuhnya memiliki efek provokatif pada Robert yang tidak dibiarkannya terlihat. Renee seksi, tak perlu diragukan lagi. Seksi yang tidak memberi Robert kelonggaran, siang maupun malam.
Ketika Renee pelan-pelan berbalik menghadapnya, ia memperingatkan dirinya sendiri agar tidak membiarkan pria itu menyerangnya. Pria itu sama seperti Pria lainnya. Sama seperti bos yang lainnya. Ia benar benar menolak memikirkan betapa tampak terkejutnya pria itu. Pria itu tidak punya pengaruh apapun padanya. Sama sekali tidak. Ia tidak akan mengizinkannya.
Renee baru saja akan bicara ketika telepon yang dipegangnya berdering. Terima kasih Tuhan. Renee butuh sesuatu untuk mengalihkan perhatiannya selama beberapa saat sembari mencoba mendapatkan kembali penguasaan dirinya. Ia menekan tombol bicara dan mengangkat telepon ke telinganya. "Thibodeaux Construction. Ini Renee."
"Ini Jane Thibodeaux. Aku ingin bicara dengan suamiku, please." Suara di ujung sambungan terdengar terengah dan tidak mengandung aksen Louisiana. Renee tahu ia bicara dengan logat
wilayah East Coast bagian utara yang renyah.
Renee memaksakan nada ceria dalam suaranya. "Tolong tunggu sebentar, Mrs. Thibodeaux. Aku akan menyambungkan Anda dengannya."
Renee memandang bosnya yang berdiri diam memperhatikannya dengan wajah tak suka. Ia berdeham dan melihat ke arahnya. "Istri Anda mau bicara dengan Anda." Ia menyodorkan telepon itu kearah Robert.
Wajah Robert menjadi gelap karena jengkel. Ia menyilangkan tangannya di depan dada da
n tidak bergerak untuk mengangkat telepon. "Mantan istriku. Aku sekarang tidak menikah. Aku sudah 5 tahun tidak menikah." Kata-katanya menuduh sekaligus mengancam.
Renee tiba-tiba mendengar raungan di telinganya dan ia mulai gemetar. Ia dilanda perasaan antara lega dan sedih.
Pelan-pelan Renee memandang lelaki itu dan terperangkap dengan cepat dalam pengaruh kuat tatapannya. Renee tersentak. Mata Pria itu menahannya. Satu detik, dua detik, tiga detik, empat....
Renee menurunkan bulu matanya karena ketegangan yang terus mencengkeramnya. Akan ada akibat karena mengetahui informasi ini.
Pesawat telepon itu diambil dari tangan Renee. Renee merasa histeria lembut mulai mencakar tenggorokannya. Ia bersandar pada lemari perbekalan.
Suara Robert yang dalam menimbulkan pusaran emosi baginya. "Apa yang kau inginkan, Jane"" Suaranya tajam, bernada tidak sabar. Matanya masih menahan Renee, menyusuri tubuhnya dari atas ke bawah. "Kau akan mendapatkan cek sialanmu di awal bulan, dan bukan sehari sebelumnya. Kalau kau punya masalah dengan itu, hubungi pengacaramu." Ia memutus telepon.
Robert mengembalikan perhatian kepada sekretaris barunya. Renee berdiri mematung di depan lemari penyimpanan dan sepertinya ia mungkin merasa terbelah dua. "Kau pikir aku menikah." Itu pernyataan. "Mengapa""
Renee kaget karena merasa sangat bingung. Kegelisahannya meregang hingga mengancam akan pecah. Ia mencoba menyusun sebuah jawaban. "Ketika Anda merekrut saya, Mrs. Argenot bilang-"
Ia memotong perkataannya. "Mari luruskan permasalahannya. Aku tidak merekrutmu. Mrs. Argenot yang merekrutmu."
Renee memperhatikan Robert dengan ragu bercampur takut. Apa maksudnya" Kenapa ada perbedaan" "O-okay. Ketika d-dia merekutku, ia menjelaskan soal panggilan-panggilan teleponmu. Yang mana yang penting, dan yang mana yang ti-tidak." Ia menjawab terburu-buru. "Dia bilang Anda selalu ingin tahu ketika Mrs. Thibodeaux menelepon."
"Yah. Aku lebih suka berada selangkah di depan si wanita jalang serakah itu." Selagi Robert
menjawab, tiba-tiba ada pemahaman yang datang padanya.
Cara Renee memperlakukannya Jumat malam lalu ketika Robert tidak sengaja bertemu dengannya di Ninth Street Wine Grotto. Pertemuan itu menyisakan kegelisahan. Robert telah mengambil terlalu banyak, dan perdebatan sengit yang selalu ditahannya ketika ada wanita itu terlanjur lepas.
Ia ingat dorongan perasaan beruntung sewaktu menemukan wanita itu sendirian di bar di mana Renee menunggu temannya datang. Rambut selembut sutranya ketika ia meraih dan mengibaskannya. Ketegangan di wajah Renee ketika Robert membelikan dia minuman.
Dan tuduhan di matanya hanya sebelum Renee melompat dan lari darinya. Seolah Robert lebih rendah dari kotoran. Manusia yang keberadaannya tercela. Seolah Robert pernah tidur dengan ibunya. Atau membuatnya melihat ia masturbasi di kamar mandi pria. Atau seperti ia telah....menikah.
Brengsek. Dua hal sudah jelas bagi Robert. Renee tidak bisa terus bekerja untuknya, dan ia harus berhubungan seks dengannya.
Robert harus membuat Renee pergi. Membuatnya keluar dari perusahaannya. Dan ketika hal itu terjadi, Renee akan menjadi bintang di tempat tidurnya.
Robert mempertimbangkan cara-cara agar tujuannya tercapai. Situasi ini bisa meledak menjadi bencana besar jika ia tidak hati-hati. Ia bisa saja dengan mudah memutuskan ikatan kerjannya. Renee setidaknya masih punya lebih dari delapan minggu dari masa percobaan sembilan puluh harinya. Robert bisa saja bilang bahwa hal itu tidak berhasil dan akan jadi seperti itu. Robert punya hak sebagai bosnya. Namun Robert ingin hal itu merupakan keputusan wanita itu. Hal itu akan membuat perjalanan ke tempat tidurnya menjadi lebih mudah. Bayangan bagaimana Renee akan terlihat, telanjang, dengan rambut pirang yang terurai di sekelilingnya ketika Renee datang padanya. Memakai heels yang menyatakan ayo-tiduri-aku (CFM) dan tak ada yang lain. Darah mengalir deras di antara kedua pahanya. Brengsek. Robert sudah berada dalam kondisi siap siaga selama lima minggu.
Apa yang dipikirkan Mrs. Argenot" Robert tak
akan pernah merekrut seseorang seperti wanita itu. Sial, takkan pernah dalam sejuta tahun. Robert berpikir dirinya adalah seorang yang adil dan bos yang bertanggung jawab. Tapi Ya Tuhan, dia bukan orang suci. Bertemu Renee di kantor yang sama, harus kerja bersebelahan, dan tidak akan pernah menyentuhnya karena Renee tidak akan pernah kerja dalam jangka waktu lama untuknya. Jangka waktu pendek membunuhnya.
wanita ini OK, tak ada keraguan untuk itu. Tingginya lima kaki, lebih lima atau enam inchi dan ia selalu memakai heels CFM itu. CFM itu membuat Renee lebih tinggi ke level yang sangat baik. Renee langsing dan kencang, dan bayangan otot betisnya masih terpahat jelas di kepalanya selama beberapa saat. Rambutnya pirang dan panjang sampai dibawah punggung, dan wajahnya bisa menghentikan lalu lintas.
Renee merupakan seorang Femme Fatale. Seorang siren. Seorang wanita penggoda, seorang penyihir. Perutnya mengencang, dan tidak mungkin ia mendekatinya dengan hidupnya sebelum tinta pada perjanjiannya kering. Robert akan mengacaukan Renee, yang jadi pertanyaannya adalah kapan.
Seminggu kemudian, Renee pikir ia akan gila. Lima minggu pertama pekerjaan ini sudah buruk, tetapi minggu terakhir menjadi lebih parah. Bosnya berkelanjutan menyiksanya. Robert bilang padanya bahwa ia terlambat pada waktu ia tidak terlambat. Robert komplain bahwa pekerjaannya tidak rapi, padahal ia tahu pekerjaannya tanpa cela.
Jika Renee tidak benar-benar butuh uang lebih dan keuntungan lainnya, ia pasti sudah keluar dari pekerjaannya dan kembali ke pekerjaan lamanya. Mereka masih membutuhkannya. Bos lamanya memanggil seperti mesin jam tiap Senin pagi untuk memeriksanya dan memastikan bahwa pekerjaan lamanya masih miliknya jika Renee menginginkannya.
Pekerjaan lamanya adalah jaring penyelamat dalam situasi yang serba tidak pasti. Segala sesuatu disini berubah jadi sangat buruk di hari Senin padahal ia sesungguhnya sudah member petunjuk pada bos lamanya bahwa hal itu tidak akan berlaku. Mungkin sangat tidak adil untuk tetap membuat mereka berharap, tetapi pertama-tama seorang wanita harus memikirkan dirinya sendiri.
Tuhan tahu Renee tidak punya siapa-siapa yang menjaganya. Putrinya, Brittany, berada pada tahun pertamanya di LSU. Kuliah itu mahal. Terima kasih Tuhan, anaknya cerdas dan memenangkan sebuah penghargaan TOP dari pemerintah negara bagian untuk biaya sekolahnya. Namun biaya hidup dan asrama bena-benar membunuhnya!! Brittany menginginkan pengalaman penuh sebagai mahasiswa dan hal itu termasuk tinggal di kampus. Renee ingin anaknya mengalami itu karena anaknya memang patut mendapatkannya sebagai balasan atas kerja kerasnya, dan Renee tidak ingin anaknya ketinggalan sesuatu yang dulu tidak pernah didapatkannya.
Hamil dan memiliki anak perempuan sebelum usia dua puluh tahun sudah sulit, dan tunjangan anak yang tidak seberapa yang ia terima dari mantan suaminya benar-benar tidak rutin. Tunjangan itu telah habis pada saat Brittany lulus SMA. Mereka harus mandiri sekarang.
Renee mendengar suara klik pintu dan melihat wajah Robert Thibodeaux yang mengancam. Akibat yang timbul pada inderanya tidak lebih mengganggu daripada ketika hari pertama ia bertemu dengannya.
Rasakan itu. Setidaknya, ia pikir tidak ada penghalang berupa seorang istri diantara mereka. Sekarang Renee tahu lebih baik. Ia merasa ia berjalan di sekitar satu tong dinamit.
Ia berdiri di ambang pintu ruangannya, memegang cangkir kopi di tangannya. "Bagaimana kau menyebut ini"" kata-katanya penuh angkara.
"Kopi"" Inilah percakapan yang mereka lakukan selama seminggu terakhir. Pertanyan pertanyan tajam. Ragu-ragu, jawaban penuh respek. wanita itu mengendalikan situasi dengan caranya. Empat-puluh-delapan hari lagi. Ia akan mengalahkannya. Tetapi Tuhan, jika ia benar-benar melalui waktu sembilan puluh harinya, inikah pekerjaan untuk hidupnya kelak" Berjalan menyamping dari Robert, mencoba mengabaikan fakta bahwa Robert ingin tidur dengannya" Jika ia sebelumnya tidak terlalu yakin, malam di Ninth Street Wine Grotto telah menegaskan faktanya. Robert menginginkannya. N
amun sikap arogannya selalu di atas. Apakah ia selalu bersikap brengsek" Atau apakah itu cuma dirinya" Renee tidak pernah dengar ia menjadi seseorang yang kurang respek pada Mrs. Argenot. Memangnya ia sedang menceburkan dirinya ke dalam apa" Berjuang untuk nafsu" Memusuhinya"
"Sudah berapa lama kau tinggal di Louisiana"" pertanyaan pedasnya keluar lagi dan memukulnya.
Akan menuju mana ini"
"Seluruh hidupku." Ia tidak bisa menekan getaran kecil ketika tekanannya mencengkeramnya.
"Kau benar benar belum memahami bahwa aku suka kopi yang kuat. Yang ini berasa seperti air." Robert berjalan ke dalam kamar mandi pribadinya dan Renee mengamati lewat pintu yang terbuka sewaktu Robert menuangkan cairan kopi itu ke wastafel. Robert meninggalkan cangkir itu disana dan berbalik dan kembali ke tempat Renee.
Robert meletakkan kedua tangannya di meja dan bersandar di depannya. Ukuran tubuhnya dimaksudkan untuk mengintimidasi. "Aku tahu ini akan sulit untukmu, tetapi bisakah kau belajar bagaimana membuat secangkir kopi yang pantas""
"Y-ya, sir. Aku a-akan mencobanya lagi." Robert begitu dekat sehingga Renee dapat mencium campuran aroma jantan seorang pria dan agresivitas yang menguar dalam gelombang yang tak terlihat. Apa yang salah dengannya hingga ia tertarik pada Robert. Robert adalah seorang pria brengsek. pria brengsek yang tampan. Mata Renee menelusurinya. Pria enam kaki empat inchi penuh testosteron yang menggelegak berdiri di hadapannya. Robert jarang memakai setelan bisnis, ia lebih suka memakai jeans dan kemeja lengan pendek yang kasual. Bagian belakang kemejanya menggantung di bawah ikat pinggang dengan gaya yang tak rapi. Robert terlihat dan kelihatan sebagaimana seharusnya lelaki yang dikenalnya. Seorang pekerja kerah-biru dengan intelegensia yang cerdik dan sebuah indera bisnis tajam yang telah mengambil resiko dan kaya. Renee tahu kisah itu. Mrs. Argenot bangga padanya seolah-olah Robert adalah putranya sendiri.
Mata Renee melanjutkan merekam wajah tampan Robert. Rambutnya hitam dan gelap, dan perlu di potong. Seutas rambut tebal yang jatuh menutupi dahinya tidak mengurangi kesan maskulinnya. Mereka hanya menyinari wajah yang menarik dengan intensitas. Sebuah wajah
yang menggambarkan kekuasaan dan kekejaman yang melekat. Hidungnya didominasi oleh sosok maskulinnya yang mencolok. Mulutnya penuh, lekuk ganda menghiasi bibirnya. Renee mendorong kursinya ke belakang satu inchi namun tetap duduk dan mengamatinya penuh gejolak.
"Apa yang kau tunggu" Izin"" Robert meneriaki Renee.
Tubuh Renee tersentak sebagai akibat dari suara Robert yang mengoyak inderanya. Empat-puluh-delapan-hari lagi. Renee berdiri dan melangkah miring menjauhinya ke rah meja kopi. Robert berbalik dan mengikuti Renee dan berdiri menonton, tangannya bertolak pinggang. Tangan Renee bergetar ketika membuat kopi secara otomatis. Reneeberdiri dengan punggung menghadap Robert ketika mesin kopinya meneteskan kopi.
Robert melihat ketegangan dalam garis ramping punggung Renee dan tangannya tidak sengaja terkepal. Ia harus menghentikan dirinya dari dirinya sendiri agar tak meraih dan menyentuh wanita itu. Sudah seperti ini hampir setiap jam dari demi tuhan empat-puluh-dua hari selama Renee bekerja untuknya.
Hidupnya hingga empat-puluh dua-hari yang lalu sangat mulus, dan dalam sekejap terbalik. Robert bekerja keras membangun perumahan dan gedung perkantoran, dan ia menghasilkaan banyak uang dari hal itu. Robert tinggal sendiri, sebagaimana ia menyukainya, dan selalu ada wanita di belakangnya sesuai kebutuhan.
Sialnya, Robert dengan terpaksa menyingkirkan wanita yang sedang dikencaninya ketika wanita itu mulai meminta kebutuhan-kebutuhan yang mustahil dapat dipenuhinya. Yang makin membuat situasinya makin parah, karena ia tidak memiliki penyaluran untuk semua testosterone sialan yang terbagun di dalam dirinya.
Dan Renee Guilot lebih dari kuat daripada kebanyakan wanita. Robert membayangkan berhubungan seks dengannya dari setiap sisi.
Renee merasakan mata Robert di punggungnya seperti sentuhan fisik. Tangan Renee gemetar sewakt
u ia menuangkan kopi dari karafe ke dalam cangkir yang bersih. Getaran di dalam tubuhnya mengkhianati dirinya hingga membuatnya kesal lebih dari apapun. Pelan-pelan Renee berbalik dan memandangnya dan menyerahkan cangkir kopi pada Robert, kegugupannya meningkat dan cairan kopi yang panas tumpah ke tangannya. Renee menjerit kesakitan dan kopi yang dipegangnya mulai bergoyang dalam genggamannya.
"Sial." Robert meraih dan mengambil cangkir kopi dari Renee dan meletakkannya di meja. Membalikkan tubuh Renee, Robert meraih dan menyalakan air dingin dan mengambil tangan Renee dan menahannya dibawah pancuran air dingin.
Renee seperti diserang dari segala pejuru. Tangannya terbakar karena cairan panas, dan Robert menempelnya dari belakang, tangannya melingkar sepenuhnya disekitar tubuh Renee
saat tangan Robert memegangi tangannya dibawah aliran air dingin. Ia mulai gemetar lebih keras lagi.
"Ya Tuhan, tenanglah. Kau baik-baik saja. Tidak mungkin lukanya separah itu." Robert menyelipkan satu tangannya disekitar pinggang Renee dan menarik Renee ke arahnya. Hal itu tidak membantu dan getaran di tubuh Renee tetap berlanjut. Nafsu menghantam Robert seketika itu juga ketika ia menghirup wangi Renee dan merasakan tubuh Renee menghangat dan lembut berlawanan dengannya. Bayangan Renee di tempat tidurnya menyerang inderanya. Pegangannya pada Renee semakin mengencang.
Robert kembali sadar ketika ia merasa Renee mulai menarik diri.
Rene mematikan air dan melangkah mundur darinya. Ia mengambil serbet untuk menenangkan syarafnya dan mengeringkan tangannya yang basah. Ia berbalik menghadap Robert dan menegakkan bahunya.
Renee menyerahkan kopinya. "Cobalah." Ia menghela napas dalam-dalam dan menyilangkan tangannya dengan protektif di depan tubuhnya.
Robert mengambil cangkir kopinya, menyesap dan menggerutu. "Lebih baik. Aku tahu kau bisa belajar." Robert memandangnya dengan tajam dan berjalan kembali ke kantornya.
Renee pelan-pelan menghembuskan nafas yang sudah ditahannya.
Kopi itu adalah kopi yang sama seperti yang pertama kali dibuatnya.
Bab 2 Selasa sore, Mrs. Argenot berjalan keluar dari kantor Robert dengan tangan penuh.
"Aku akan pergi ke kantor pengadilan, Renee. Aku harus memasukkan formulir ini untuk mendapatkan berkas izin, dan mengambil salinan peta datar untuk jemaah gereja La Fourche. Setelah itu, aku akan ada di kantor penilai wilayah. Kau akan menjaga kantor selama sisa hari
ini." "Tak Masalah. Siang ini tak banyak janji temu kecuali dengan Cameron Industrial Supplies. Yang lainnya adalah bisnis seperti biasa. Hati-hati diluar sana."
Renee benar benar menyukai wanita yang lebih tua itu. Mrs. Argenot mengutamakan bisnis dengan balutan keibuan diluarnya. Menyenangkan sekali bekerja dengannya hari demi hari.
Mrs. Argenot berhenti sebentar dalam perjalannya ke pintu dengan pandangan penuh perhitungan. "Oh, James Cameron yang itu! Kau belum pernah bertemu dengannya, kan" Perusahaan ini telah membangun 2 gudang miliknya. Konsultasi ini cuma formalitas saja. Kita akan mendapatkan tendernya." Ia memelankan suaranya. "Ia seorang pria yang baik, Renee. Ia single, sayang. Ia membayar tagihannya dalam tiga puluh hari. Dan juga sangat tampan. Kau harus mengatakan padaku apa yang kau pikirkan tentangnya besok."
Mrs. Argenot memberinya senyum penuh konspirasi dan berlalu dari kantor.
*** Pada pukul tiga sore, Renee mengalihkan pandangannya dari kertas-kertas kerja di mejanya kepada pria yang masuk dari luar. Ia langsung paham apa maksud Mrs. Argenot. pria itu tinggi, besar dan amat sangat tampan, meskipun agak muda. Ia punya rambut coklat dengan lapisan keemasan. Renee langsung menekan perbandingannya ke dalam tempat gelap sekuat baja dalam pikirannya dan fokus pada pekerjaannya.
"Anda pasti Mr. Cameron." Renee memberi James Cameron senyum teramah miliknya.
"Dan kau pasti sekretaris baru yang terus diocehkan terus menerus oleh Mrs. Argenot." Ia berjalan menyeberangi ruangan dan mengulurkan tangannya ke arah Renee.
Renee mendengar bunyi klik pelan di belakangnya ketika ia b
erdiri dan berjabat tangan dengan James Cameron. "Ya. Saya Renee Guillot." Renee menahan senyumnya ketika James Cameron terus memegang tangannya.
"Tolong panggil aku James. Kita akan sering bertemu. Karena sekarang aku sudah bertemu denganmu, kupikir aku tidak akan menghabiskan waktuku dengan mencari tender-tender lainnya." Renee merasa James mempererat jabatan tangannya. Jika otaknya belum terpikat dengan Robert Thibodeaux, Renee tahu ia akan menikmati sentuhan tangan James.
James memutuskan kontak matanya dengan Renee saat mendengar suara yang datang dari seberang ruangan.
Robert berdiri dan memandang tidak suka pada kami di depan pintu kantornya. Renee merasakan efek provokatif Robert padanya setiap kali Renee berada dalam jarak pandangnya.
Robert mengamati keduanya. Ketegangan mencengkeram Renee. Akhirnya Robert bicara.
"Cameron. Senang bertemu denganmu. Kalau kau bisa melepaskan tangan sekretarisku untuk sementara waktu, kita bisa mengurus masalah bisnis."
Pelan pelan James melepaskan tangan Renee dan mengikuti Robert ke dalam kantornya.
*** Hampir dua jam kemudian, Renee sedang membersihkan mejanya ketika kedua pria itu keluar dari pertemuannya. Mereka berjabat tangan dan James Cameron melihat kearahnya, mengangguk, dan meninggalkan gedung.
Robert berdiri dengan tangannya menyilang, melotot ke arah Renee. Detak jantung Rene berpacu ketika Robert mendatanginya. Robert menyeberang ke belakang meja tempat Renee duduk dan meletakkan tangannya di kedua lengan kursi Renee dan memenjara dia pada posisinya.
Nafas Renee menggila. Matanya terpaku pada Robert.
"Jangan bermain-main dengan klienku lagi." Kata-katanya tajam, penuh penekanan.
Renee menarik nafas dan mulai menggelengkan kepalanya untuk menyangkal. Empat-puluh-tujuh-hari-lagi. "Aku tidak-"
"Bohong. Aku melihatmu. Aku tidak butuh bantuanmu untuk melancarkan bisnisku. Cukup kau kerjakan pekerjaanmu dan simpan senyum kecil manismu itu untuk dirimu sendiri." Pegangan tangannya mengencang di kursi hingga memutih. Kemarahan memancar dari Robert. Robert Terlalu marah pada Rene untuk mendengarkan alasannya.
Renee mengangguk menyetujui.
*** Robert berdiri di bawah pancuran air dingin dan mencoba menahan emosi liar yang menghampirinya. Harinya sudah dekat. Cameron brengsek itu melihat Renee seolah-olah ia mengira-ngira Renee di tempat tidurnya. Senyum balasan Renee pada Cameron. Dan nafsu serta posesi yang mengalir dalam tubuh Robert ketika Renee duduk dengan sangat kaku di lengannya.
Robert adalah bom waktu yang berdetik dan menunggu untuk meledak. Ia butuh seorang wanita di ranjangnya. Butuh seorang wanita malam ini.
Tapi hanya satu yang bisa. Dan ia belum bisa memilikinya.
Penantiannya akan membuatnya tergelincir dan melakukan sesuatu yang bodoh.
Dengan sumpah serapah yang mengalir dengan ganas, ia menyalakan air panas dan ia mengarahkan tangannya penuh sabun ke bawah dan melakukan apa yang harus dia lakukan, jadi ia akan punya kendali yang cukup untuk menghadapi Renee keesokan harinya.
Bab 3 Sisa minggu itu berlalu dengan lambat. Jumat pagi, ia menanyakan pada dirinya sendiri terus menerus kenapa ia melanjutkan hidup dalam ketegangan ini. Pekerjaan ini memberinya gaji yang bagus dan beberapa keuntungan, namun tidak menghalangi antara Renee dan keinginannya. Terutama setelah percakapan yang dilakukannya dengan putrinya malam sebelumnya.
Ia sedang meringkuk menonton sebuah film lama mencoba menjauhkan pikirannya dari bayangan Robert Thibodeaux yang begitu mengancam ketika handphonenya berdering. Foto putrinya berkedip, dan ringtone khusus berbunyi memenuhi udara. "Hey, sayang. Apa kabarmu""
"Ma. Coba tebak"" Brittany berhenti sementara sebelum melanjutkan dengan suara meninggi. "Aku berhasil mendapatkan posisi R.A!!" katanya dengan nada antusias.
Renee tidak tahu apa artinya, tapi dapat mengetahui bahwa itu mungkin sesuatu yang bagus. "Hebat, sayang. Apa itu R.A""
Brittany menjawab dalam kalimat yang terburu-buru. "Resident Advisor (Penasehat Asrama). Aku terlalu muda untuk dapat menduduki
jabatan itu karena aku masih ada di tahun kedua. Tapi aku pasti mengesankan mereka karena aku tidak perlu datang lagi untuk wawancara kedua. Mrs. Cobb, wanita yang bertanggungjawab di asrama, membaca C.V dan formulir aplikasiku dan mempekerjakanku saat itu juga."
"Mempekerjakanmu untuk apa" Apa itu Penasehat Asrama"" Renee bahagia untuk anaknya, tetapi ia tidak ingin anaknya terbebani dengan pekerjaan. Brittany harus tetap memiliki nilai bagus, jadi uang beasiswanya tidak akan di cabut.
"Artinya aku akan tetap tinggal di asrama freshmen (mahasiswa tingkat pertama) tahun depan, dan jadi seperti kakak bagi mahasiswa baru. Mahasiswa baru akan mendatangiku kalau mereka punya masalah, atau hanya bertanya saja dan aku akan membantu mereka. Tentu saja, aku harus melaporkan penggunaan alcohol, narkoba atau sesuatu yang seperti itu, tapi kupikir tugasku takkan terlalu banyak karena aku belum pernah menemui masalah seperti itu tahun ini. Well, bukan di asrama mahasiswa baru."
"Dan mereka akan membayarmu"" Tanya Renee.
"Well, tidak juga. Aku cuma boleh tinggal-secara gratis. Yang harus Mama lakukan hanyalah membayar biaya makananku tahun depan. Dan kuharap setiap tahunnya setelah
itu." Renee merasa sebuah simpul yang menekan dengan sangat kuat telah terangkat dan digantikan dengan kelegaan. "Kau serius" Kita tidak harus membayar uang asrama" Dan kau tidak harus kerja sampingan apapun" Kau hanya wajib tinggal disana dan menjawab pertanyan-pertanyaan""
"Yeah, Ma. Pada dasarnya memang seperti itu. Sebelumnya aku tidak mau bilang apa-apa padamu ketika aku melamar posisi itu karena aku tidak mau membuatmu berharap terlalu banyak. Tapi sekarang kita bisa merayakannya. Hore!!"
Renee memikirkan kembali percakapannya dengan Brittany kemarin malam dan masih tetap merasa takjub akan perasaan lega yang dirasakannya. Beban keuangan untuk kuliah Brittany hampir sama sekali hilang sekarang. Ia merasa beruntung memiliki seorang anak gadis yang pintar dan bertanggung jawab. Dan sekarang ia bebas keluar dari pekerjaannya dan meninggalkan kantor yang memicu histeria ini. Jadi kenapa ia tetap disini" Itu membawanya pada pilihan yang harus ia ambil saat ini.
Ia bisa keluar dari pekerjaan ini atau.atau ia bisa berhenti menghindar dari Robert dan membiarkan Robert menangkapnya. Tiba-tiba banyak bayangan yang memicu keingintahuan Renee. Robert benar-benar pria terseksi dalam hidup Renee. Robert telah menjadi objek yang dikagumi bagi Renee sejak pertama kali Renee bertemu pandang dengannya.
Tidak diragukan lagi, Robert menginginkannya. Renee tidak bodoh. Renee tahu tanda-tandanya. Robert seperti banteng dengan kain merah di depan wajahnya. Berapa banyak yang harus dilakukannya untuk mendorong Robert melewati batas" Bisakah Renee melakukannya dengan begitu halus hingga Robert tidak menyadari apa yang menyerangnya"
Renee menggigit bibirnya dan berharap apakah ia harus mencobanya.
*** Renee mendapatkan kesempatannya sore itu ketika Robert keluar dari kantornya, mencari berkas yang sedang dikerjakan Renee. Renee memulai godaannya dengan baik, tetapi berhenti di tengah jalan karena terlalu pengecut.
Menyerahkan berkas-berkasnya pada Robert, Renee mendorong kursinya menjauh dari meja untuk memancing mata Robert pada kakinya ketika Renee pelan-pelan menyilangkannya. Dengan gerakan halus, Renee meraih ke bawah ke pahanya dengan tangan gemetar dan meluruskan kerutan yang tak kelihatan. Selagi pandangan Robert mengikutinya, Renee merendahkan tangannya ke pergelangan kakinya dan menariknya kembali ke atas ke pahanya lagi, kali ini sampai di bawah roknya dan menariknya beberapa inchi di atas lututnya sebelum mencoba berusaha menutupi kakinya.
Renee mengangkat wajahnya kearah Robert dan membeku. Pandangan mata Robert terpaku padanya, cuping hidungnya mengembang dan rona merah merayapi tulang pipinya.
Robert merasakan tendangan di perutnya tepat di tempat sasaran yang Renee incar. Dampak dari gerakan Renee memukulnya. Mata Renee menahannya selama dua detik dan kemudian menjauh.
Tetapi tidak cukup cepat.
Permainan baru sa ja berubah. Nafsu langsung melanda diri Robert. Ia meraih dan mengambil pulpen yang dipegang Renee di jarinya. Robert melihat Renee tersentak dan berusaha menyembunyikannya. "Kau pikir kau mungkin bisa menang dariku, sayang""
Renee merasakan getar ketakutan merayapi tulang belakangnya. Ia tidak berharap Robert akan seketika menanggapi. Ia belum siap untuk ini. Ia menggertakkan giginya dan mencoba menggertak. "Aku tidak mengerti apa maksudmu."
"Benarkah" Kau makhluk kecil yang sempurna, tapi jangan pernah berpikir kau berharap bisa mempengaruhiku dalam waktu singkat." Robert meraih dagu Renee diantara jari-jarinya dan mengangkat wajah Renee. "Percayalah padaku. Kau takkan bisa mengatasi akibatnya."
Robert berbalik dan membanting pintu kantornya.
Bab 4 Malam minggu, Robert duduk di bar di Ninth Street Wine Grotto dan sedang minum bir keduanya. Ia menolak untuk bertanya-tanya pada dirinya sendiri akan pilihan lokasinya. Pertemuannya dengan Renee dua minggu yang lalu merupakan kebetulan. Hal itu tidak akan terjadi lagi. Perasaan frustasi mencengkeramnya. Robert harus mendorong Renee keluar. Ia butuh Renee yang telanjang. Di bawahnya. Di atasnya. Berlutut di bawahnya.
Bayangan wajah Renee ketika mantan istrinya yang jalang meneleponnya menghiasi otaknya. Pandangan matanya ketika Renee menyadari ia tidak menikah. Takut. Lega. Bingung.
Renee tidak kebal atas dirinya. Tidak sama sekali.
Apa yang telah mendorongnya melakukan sandiwara kecil dengan menggoda Robert seperti yang ia tunjukkan kemarin" Apa yang ada di kepala cantiknya itu" Ada yang berubah dengannya. Robert berniat mencari tahu apa itu.
Robert tahu Renee menginginkannya. Mungkin tidak sebanyak Robert menginginnya, tetapi Renee penasaran pada Robert. Penasaran bagaimana jadinya kalau Renee bersamanya. Robert bisa menciumnya. Keingintahuan. Keingintahuan itulah yang akan memberinya pembukaan yang dibutuhkannya. Robert harus membuat hal itu terjadi. Fakta bahwa Renee tak akan dapat mempertahankan pekerjaannya memang menyedihkan. Robert tahu ia adalah seorang bajingan kejam, tapi ia akan menemukan caranya. Dan tidak lama lagi, ia akan mengatur kepingan-kepingan itu menjadi tindakan.
*** Senin siang, Renee sedang berada di ruang arsip mencari diantara cetak-biru yang berdebu ketika ia mendengar pintu terbanting.
Tubuhnya tersentak dan jalinan perasaan panik dan gembira meluncur di sepanjang tulang belakangnya ketika ia melihat Robert bersandar di pintu tertutup. "Apa yang kau lakukan disini"" suaranya mengoyak Renee.
"Mrs. Argenot membutuhkan cetakan proyek Belle Chase." Syaraf Renee menegang namun untungnya suaranya tidak bergetar.
Robert berdiri, lengannya menyilang, memandanginya. Ya Tuhan, Robert tampan. Renee mengingat postur Robert satu demi satu. Rambut Robert gelap dengan helai abu-abu yang menghiasinya. Mata coklat yang indah dengan alis tajam. Bibirnya penuh dan kulitnya gelap, dengan warna kehitaman. Hidungnya terlalu besar dan sedikit tidak simetris, sepertinya hidungnya pernah patah. Hal itu membuatnya terlihat maskulin, wajah jantan yang mencolok.
Jantung Renee berdetak lebih kencang.
"Aku mau kau keluar dari pekerjaan ini. Ini tidak akan berhasil." Itu adalah perintah.
Renee terkejut dan ia tidak siap. Renee mencoba mengulur waktu. "Kenapa"" Suaranya lembut.
"Kenapa" Kau bercanda"" Robert mendorong, menutup pintu dan melangkah seperti seekor predator ke arah Renee.
Renee menjatuhkan kertas-kertas di tangannya dan melangkah mundur satu langkah. Ia mengangkat satu tangan rampingnya untuk menjauhkan Robert.
Hal itu cukup untuk menahannya sebentar.
"Jadi kau akan menyerahkan surat pengunduran dirimu""
Kekecewaan dan panah kesakitan meluncur ke dalam dirinya. "Apa kau memecatku"" "Tidak. Aku ingin kau mengundurkan diri." Garis bibirnya menipis.
"Aku tidak mau mengundurkan diri." Lebih daripada apapun Renee mulai ingin tahu kemana hal ini akan berlanjut.
"Sialan, Renee. Berhentilah bersikap keras kepala. Kau tahu ini akan berakhir buruk untukmu." Suara Robert berubah tajam.
Renee mengang gkat dagunya dan menyerang balik, menantang Robert. "Mungkin itulah yang akan berakhir buruk untukmu. Mungkin kau takut padaku."
Robert tertawa. "Hebat telah mencobanya, sayang. Hal itu tidak akan terjadi. Ini akan berakhir di satu tempat dan hanya satu tempat saja."
Renee menggoyang kepalanya ke depan dan belakang. Rambutnya bergerak berkilau di sekitar punggungnya. "Aku tidak akan mengundurkan diri. Apa kau akan memecatku""
"Tidak. Kau yang akan mengundurkan diri." Kata-katanya tidak berubah, tidak dapat dibantah.
Renee terus menggelengkan kepalanya.
Mata Robert menyipit memandang Renee. "Mungkin kau mau sebuah contoh" Sebuah demonstrasi akan apa yang dapat kau harapkan kalau kau tidak menyerah"" Robert mulai melangkah ke arah Renee lagi.
Renee melihat Robert seolah-olah ia kerasukan. Ia mundur sampai menabrak dinding. Robert mengikuti. Mata Renee membesar ketika Robert berhenti di depannya. Robert meraih dan meremas rambut Renee dan melilitkannya di sekitar tangannya. Jantung Renee berdentam di dadanya dan nafasnya berubah keras.
"Kau sudah berjuang dengan baik. Kau adalah lawan yang pantas. Tapi coba tebak, sayang. Skakmat."
Bibir Robert menutupi Bibirnya.
Panas menyentak ke dalam tubuhnya. Sekalipun Renee sudah mengharapkan hal itu, ia masih terkejut pada intensitasnya. Robert menekankan dirinya pada Renee dan Renee hanya bisa bersandar di tembok selagi lidah Robert menggali makin dalam, bersamaan dengan itu Robert mendorong tubuh bawahnya pada Renee. Robert mendominasinya, lidahnya mendorong masuk dan menarik keluar, menirukan gerakan bersenggama. Pegangan Robert di rambut Renee mengencang, tubuhnya menyerbu tubuh Renee sepenuhnya.
Renee merasa linglung dan tersesat seraya berpegangan pada Robert ketika Robert menciumnya, tangannya mencengkeram Renee, menekannya padanya. Tangan Robert bergerak ke lehernya, mengelilinginya dan menyentuhnya, lalu meluncur ke pinggangnya dan mencengkeram Renee dalam pegangan yang tak dapat dikompromikan.
Pada saat bersamaan keterkejutannya hilang dan kenikmatan yang intens mengalir di pembuluh darah Renee. Jadi inilah. Inilah yang sesungguhnya. Robert menciumnya. Ya Tuhan, akhirnya. Ia meraih ke atas dan mengalungkan tangannya di seputar pundak Robert, ke atas untuk menyusupkan jemarinya di rambut Robert. Robert beraroma nikmat. Panas gairah menguar darinya. Renee memeluk Robert lebih erat.
Apakah pekerjaannya sebanding dengan ini" Tidak, sama sekali tidak. Renee tidak mau menyerah. Ia harus tahu apa yang akan terjadi jika mereka bersama.
Robert mengangkat kepalanya dan memandang ke dalam mata Renee. "Katakanlah. Katakan, Robert aku mengundurkan diri," perintahnya, suaranya serak.
Renee menggelengkan kepalanya pelan dalam gerakan tidak ketika jari-jarinya mengusap kepala Robert. Robert meluncurkan tangannya dari lekukan pinggang Renee ke wajahnya. Ia menangkup tulang pipi Renee dengan tangan kuatnya. "Aku tidak bisa tidur denganmu ketika kau bekerja untukku." Kata-katanya dalam dan rendah, nada menuntutnya adalah mutlak.
Renee menghirup udara dan mengamati Robert dalam keheningan. Okay. Sekarang sudah jelas semuanya.
Robert melanjutkan, "kalau saja kita bertemu di tempat lain, hal ini pasti tidak jadi masalah. Kau tahu itu. Aku tahu itu." Katanya lembut. "Kau bertarung melawan sesuatu yang tak dapat dihindari." Tangannya menangkap pergelangan tangan Renee dan menahannya di tembok selagi bibirnya mencium pipi Renee dan merambat ke telinganya.
Renee merasakan sentakan aliran listrik kedalam syarafnya ketika ia merasakan Robert mencium rambutnya. Robert memegang kedua pergelangan tangan Renee dengan satu tangannya yang kuat dan tangannya yang lain menyentuh leher Renee.
Pikiran Renee pecah berkeping-keping. Oh, Tuhan, godaan ini tidak mungkin dilawannya. Ia mati rasa. Renee terlalu bernafsu dan setengah tergila-gila pada Robert sejak pertama kali bertemu dengannya.
Robert merasakan detakan jantung Renee yang menggila. Tubuh Renee bergetar untuknya. Ia melihat mata Renee bergejolak panas ketika Robert menekankan tangannya di leher Ren
ee sewaktu Renee terengah-engah. Robert membandingkan kekuatannya dengan kelembutan
Renee. Ya Tuhan, Renee luar biasa. Robert harus berada di dalam Renee, dan secepatnya. Sialan, ia sudah terobsesi pada Renee!!
Pemahaman itu dengan telak memukul Robert. Ia melonggarkan cengkeramannya dan meletakkan kembali tangannya di pinggang Renee. Dengan posesif Robert meremas pinggang Renee dan berkata, "Pikirkan hal itu."
Robert berjalan keluar pintu dan Renee bersandar di dinding, mencoba menyatukan pikirannya yang kacau-balau dengan putus asa agar dapat berfungsi kembali.
*** "Jenny, Robert tidak menikah." Renee kembali bersandar di tempat tidurnya, handphone di telinganya, dan mengangkat kedua kakinya ke udara dan memperhatikan cat kuku baru di kakinya. Mengingat semua kekacauan di kantor, ia merasa luar biasa hebat.
Ia memutar kakinya satu putaran, kemudian kakinya yang satunya lagi, memeriksa warna baru sewaktu ia menunggu reaksi temannya yang akan segera muncul.
"Apa"" Jenny mencicit dengan keras. Renee menjauhkan telepon dari telinganya sewaktu temannya melanjutkan. "Tidak menikah" WTF" Kau bercanda" Gimana kejadiannya" Apa dia bohong""
Renee tersenyum mendengar bahasa gaul Jenny. Oh, rasanya keren karena punya anak remaja. Anak-anak itu membuatmu merasa muda. Musik terbaru, bahasa gaul up-to-date, dan tentu saja, cat kuku warna cherry hitam yang luar biasa. Ia memfokuskan dirinya kembali ke percakapan. "Tidak, dia tidak bohong. Aku hanya mengasumsikan wanita yang menelepon setiap saat dan bilang ia istrinya adalah beneran istrinya, bukan mantannya. Ia bercerai." Renee berhenti sebentar. "Dan dia ingin aku mengundurkan diri dari pekerjaanku." Renee berhenti lagi. "Jadi dia bisa berhubungan seks denganku."
Renee buru-buru menjauhkan gagang telepon dari telinganya lagi.
"Apa" Kau pasti bercanda, kan"" Tanya Jenny. "Apa dia bilang begitu" Apa dia pernah dengar istilah pelecehan seksual" Pria itu pasti berpikir bahwa dia adalah karunia Tuhan. Apa yang akan kau lakukan""
"Well, aku memang cukup yakin dia ingin aku mengundurkan diri. Kurasa ia berpikir kalau itu bukanlah pelecehan seksual. Sepertinya dia baik, Jen. Kau tak mungkin menganggap itu pelecehan kalau itu sama-sama mau, ya kan" Kau, diantara semua orang tahu berapa lama aku sangat tertarik padanya. Kurasa dia menyadarinya."
"Yeah, tapi Renee, pekerjaanmu" Kau harus punya pekerjaan. Apa-apaan" Apa dia pikir kau makmur secara independen, atau apa"" temannya berkata dengan berang.
"Aku tahu, Jen. Kurasa dia tidak sedang berpikir dengan kepala besarnya. Rasanya menawan hati hanya dengan melihatnya, sedetik dia mengontrol, sedetik kemudian dia kehilangan kontrolnya. Ketika ia menciumku hari ini-"
"Aaaaaapaaaaaaa" Dia menciummu" Di kantor" Ya Tuhan. Apa yang kau lakukan" Apa itu nikmat""
"Yeah, memang nikmat. Benar benar nikmat. Seperti yang telah kuperkirakan." "Apa yang akan kau lakukan""
"Aku tak tahu. Kurasa, ikuti saja permainannya. Kau tahu aku bisa mendapatkan kembali pekerjaan lamaku kalau memang kuperlukan. Aku hanya tak mau semuanya jadi terlalu mudah. Ia sangat arogan. Ia berharap bisa memakai semua caranya di segala bidang. Aku tak tahu." Renee mendesah. "Cukup soal dia. Gimana kabarmu sejauh ini" Gimana dengan
Richard"" "Mengontrol seperti biasanya. Posesif. Cemburuan. Manja. Luar biasa di tempat tidur. Hot. Tidak seperti semua pengalamanku. Aku kecanduan olehnya." Jenny tertawa.
Renee tersenyum. "Keren. Kau berhak jadi agak sedikit liar. Masih berpikir dia seorang gangster""
Jenny menjawab. "Aku tak punya petunjuk. Sialan, dia benar-benar kaya dan aku tak dapat menebak dari mana asal uangnya."
"Well, kurasa masing-masing dari kita punya urusan yang harus dibereskan."
*** Hari selanjutnya hujan dan gelap dan Renee sedang duduk di kursinya ketika telepon internal kantor berdering. Ia mengangkat telepon itu dan Robert membentak. "Masuk ke sini. Aku mau bicara denganmu."
Robert memutus telepon. Robert memperhatikan Renee meluncur ke dalam kantornya setelah mengetuk pelan. Renee berdiri dan Robert meli
hat data-datanya. Yeah, permainannya sudah pasti telah berubah. Kaki yang panjang dan jenjang menghantamnya. Rok pendek. Pinggang ramping. Rambut panjang.
Ini sudah waktunya. Brengsek. Ini sudah berlalu.
"Tutup pintunya."
*** Bab 5 Robert bersandar di kursinya dan menyilangkan tangannya di belakang kepalanya. Renee menutup pintu dan berbalik menghadapnya, tetapi tidak bergerak mendekat. Renee tidak mengatakan apapun. Dia berdiri di sana, menunggu dengan tenang. Dengan ketenangan yang membuat Robert bertambah gila.
Renee memperhatikan dengan terpesona selagi ekspresi Robert makin bertambah kejam. Suara Robert terdengar agak jauh. "Aku mau kau mengundurkan diri dari pekerjaanmu."
Renee menarik lurus punggungnya, berdiri tegak dan menjawab dengan sebuah kata sederhana. "Tidak."
Robert merubah taktik dengan segera. "Kemarilah."
Renee merasa terkejut hingga merasakan rona merah di wajahnya. Ia membiarkan tawa agak histeris keluar dan menggelengkan kepalanya. "Tidak."
"Renee, kemarilah, sayang." Robert menepuk permukaan mengkilap mejanya.
Ya Tuhan, apa yang akan dilakukan Robert jika ia benar-benar datang ke sana" Renee tergoda mencari tahu. Keinginan tersembunyi momen itu mendorongnya dan Renee menyadarinya. Renee melangkah dua langkah ke depan meja Robert, lalu ia berhenti.
"Tidak." Robert mengerang ketika Renee berhenti. "Aku mulai lelah mendengar kata tidak dari bibir indahmu. Cari kata-kata lain."
Robert berdiri. Renee melangkah mundur. Robert menyeberangi ruangan hingga ia berdiri di depan Renee. Ia meraih dan mengunci pintu.
Syaraf Renee menegang ketika grendel kunci menutup dan ia mencoba mengontrol nafasnya. Robert sangat besar. Robert punya bahu selebar New Orleans Saint. Renee tahu Robert terbiasa mengerjakan pekerjaan fisik yang keras untuk menghidupinya hingga ia mengambil kesempatan dan membuka perusahaan konstruksinya sendiri. Hal itu sudah terbayar. Di lihat dari standar manapun ia kaya, tapi ia masih punya tubuh berotot seorang buruh pekerja fisik.
Renee menginginkan hal ini hingga hal itu hampir menelannya. Tapi taruhannya sudah berubah. Bukan pekerjaannya lagi yang dijadikan taruhan. Pekerjaan akan datang dan pergi. Sudah berapa lama sejak ia terakhir kali merasakan perasaan seperti ini mengenai seorang pria" Apakah ia pernah merasa seperti ini" Jika ia membiarkan Robert menangkapnya sekarang, segalanya akan berakhir. Robert akan memanfaatkannya, mengeluarkan Renee dari
sistemnya, dan hal itu akan berlangsung seperti itu. Renee menginginkan lebih. Ia tidak bisa membiarkan Robert tahu pengaruhnya pada Renee, ia tidak bisa menyerahkannya dengan mudah pada Robert.
Nafas Renee terengah ketika Robert meraih dan mengunci rambutnya di tangannya. Robert melilitkan rambut Renee di tangannya hingga Robert menyentuh kepala Renee. Ia bersandar dan mendaratkan sebuah ciuman di bibir Renee. Punggung Renee bersandar di pintu.
Robert menjauhkan bibirnya. "katakan ya, Renee."
Renee menggelengkan kepalanya. "Tidak."
Robert mengacuhkan Renee. "Rok ini cukup pendek, sayang." Tangan Robert meluncur ke bawah dan mengencang di sekitar keliman rok Rene. "Apa kau memakainya untukku""
Renee berdiri kaku penuh antisipasi dalam genggaman Robert. Otaknya meleleh. Robert telah mendominasi Renee sebelumnya di ruang arsip, mengguncang Renee dengan kekuatan serta intensitasnya. Hari ini godaannya berubah. Kelembutan terdengar dalam suaranya. Sikapnya sama galaknya seperti sebelumnya, gerakannya posesif dan meyakinkan, namun suaranya lembut. Perubahan pribadinya mengancam keseimbangannya.
Mata Robert berubah menjadi coklat tua sewaktu menatap Renee. Ini sudah cukup baik hingga Renee pikir ia akan mati. Renee menelan ludah ketika ia merasakan tangan Robert perlahan-lahan menarik roknya ke atas pahanya. Renee tahu jika ia melihat ke bawah, celana dalamnya akan kelihatan.
Mata Renee mulai sayu dan menutup. Genggaman tangan Robert di rambut Renee mengencang. "Tidak, tidak, tidak. Biarkan matamu terbuka untukku."
Dengan berani Renee membuka matanya.
"Bagus. Kau punya mata yang indah. Sekarang. Kita punya negosiasi yang harus kita bereskan." Robert merendahkan kepalanya dan menghisap bibir bawah Renee. Mata Renee menutup lagi.
Renee merintih dan merasakan celana dalamnya basah. Ia berpegangan pada Robert ketika Robert menghisap dan menjilat bibir bawahnya.
Robert menekankan kejantanannya pada Renee dan Renee merasakan ereksi Robert yang keras. Renee semakin sulit bernafas.
Robert mengangkat kepalanya. Renee membuka matanya dan matanya terpaku pada Robert. "Gadis baik." Suaranya dalam. "Okay. Kau tidak mau mengundurkan diri dari pekerjaanmu. Aku akan membiarkanmu menang sekarang. Tetapi kau akan harus memberiku balasan." Renee tersentak di tangan Robert. Robert mengontrol gerakan Renee. "Sh...sh...aku ingin memastikan kau mengerti kemana hal ini akan berlanjut."
Renee berpegangan erat-erat dengan diam di tangan Robert.
Suara Robert mendesak. "Anggukkan kepalamu kalau kau paham."
Kepala Renee tersentak ke atas dan ke bawah, hanya sekali.
"Bagus. Tentu saja, aku harus membuktikannya." Tangan Robert berpindah dari ujung lipatan rok Renee ke gundukan feminin di antara paha Renee. Robert mengirimkan panas melalui celana dalamnya. Mata Renee menutup sewaktu mulut Robert turun padanya.
Robert merasakan semua kelembutan Renee di sekitarnya dan berpikir kepalanya akan meledak. Ya Tuhan, ia ingin menyetubuhi Renee sejak lama. Ia tak tahu bahwa ia sudah menguasainya. Untuk yang pertama kalinya dengan Renee, seks di kantor bukanlah yang ia inginkan. Bahkan, seks di kantor adalah yang sedang ia usahakan untuk ia coba hindari. Ia harus mengendalikan hal ini. Tapi ia harus menyentuh Renee. Sekarang.
Tubuh Renee sangat liat selagi ia berdiri terperangkap diantara pintu dan tubuh besar Robert. Serbuan lidah Robert di mulutnya dan tangan Robert di antara kakinya membius Renee. Renee mulai mendorong Robert dengan erangan frustasi.


Bedded By The Boss Karya Lynda Chance di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan kasar Robert menyingkirkan celana dalam Renee dan menemukan lipatan femininnya. Lidah dan bibir Robert memulai menghisap dengan lembut selagi jari tangannya yang besar dan kasar mendorong ke dalam miliknya. Detak jantung Renee bertambah cepat selagi panas membanjiri mereka dan jari Robert meluncur ke dalam dirinya.
Otot milik Renee menjepit jari Robert dengan serakah dan ia merintih terengah-engah. Renee menghentikan ciuman untuk menghirup oksigen ke paru-parunya. Robert membiarkan dia menghirup udara dan langsung menciumnya lagi. Serangan gencar itu benar-benar brutal secara fisik. Robert meneguk dari mulut Renee dan tidak menunjukkan ia akan memberi Renee kelonggaran. Tangan Robert mendorong Renee, jari tangan Robert membuat Rene tak berdaya di lengannya sewaktu Robert menusuk jari ke dalamnya ketika Renee hampir mengalami orgasme.
Robert mengangkat kepalanya dan memandang Renee, berpegangan di lengannya. Renee menyeimbangkan dirinya sewaktu Robert menggeram padanya. "Kau akan memberikan padaku apa yang kuinginkan. Ini hanyalah permulaan."
Renee mengenali kesombongan dan sikap arogan pada suara Robert sewaktu Robert merendahkan bibirnya ke bibir Renee. Hal itu masih belum cukup untuk tetap menjaganya terbang menuju tepian. Tubuh Renee menegang sewaktu orgasme yang intens menelannya.
Ia bersandar di pintu, perasaannya berkabur dan detak jantungnya tak terterkendali, saat ia mencoba untuk berdiri.
Deringan telepon menyentak Renee kembali kepada realitas.
Deringan telepon itu menginterupsi keheningan di sekitar mereka dan tidak mau berhenti. Robert memindahkan tangannya dari Renee sewaktu dengan selembut mungkin dan memantapkan Renee di pintu. Ia berjalan ke mejanya dan mengangkat teleponnya.
"Thibodeaux." Renee mencoba mengontrol gelembung-gelembung histeris yang mengancam naik ke permukaan sewaktu ia membereskan pakaiannya. Renee melihat Robert berbalik
menghadapinya sembari mendengarkan orang yang meneleponnya. Ekspresi yang tak tergambarkan bermunculan di wajahnya hingga dengan cepat berubah menjadi pertentangan. Renee terganggu dan sedih sewaktu Robert tetap mendengarkan dalam keheningan dan menatapnya de
ngan tatapan menyala-nyala penuh amarah.
Dan kemudian semuanya terlepas. Kemarahannya naik ke permukaan. "Tidak. Sialan, Cameron, dia sekretarisku. Kau tak boleh punya nomor teleponnya." Robert berhenti mendengarkan sewaktu Renee menatap terkejut dalam diam sewaktu ia menyadari percakapan Robert adalah tentang dirinya. "Bukan urusanmu ia menikah atau tidak. Menjauhlah darinya. Jangan telepon dia. Jangan datang kemari. Faktanya, aku yang akan membawa cetak birunya padamu kalau sudah siap." Robert membanting telepon.
Robert memberengut marah. Renee mengenali kemarahan yang tak ada habis-habisnya meningkat dan memandar dari Robert. Mata Robert tidak terlihat bimbang selagi ia melangkah kearah Renee lagi. Renee merasa akan pingsan sewaktu ia menyadari Robert akan datang lagi padanya. Dengan hanya beberapa detik waktu yang dimilikinya, ia membuka kunci pintu, berbalik dan lari.
*** Bab 6 Renee meninggalkan kantor tepat pada pukul lima dan langsung menyetir menuju apotik terdekat.
Dia tidak minum pil kontrasepsi karena ia tidak sedang dalam hubungan dengan laki-laki saat ini. Ia tidak punya alat kontrasepsi apapun di rumahnya dan tidak mempercayai dirinya sendiri bahwa ia tidak membutuhkannya.
Ia menolak untuk hamil. Banyak hal bisa terjadi, tapi ia akan merasa terkutuk jika salah satu hal itu adalah hamil.
Pada pukul 5.45 sore ia menaiki tangga ke kondominium lantai duanya dan bertatapan dengan wajah Robert Thibodeaux, bersandar di depan pintunya, ia bersedekap.
Perasaan terkejut dan senang menjerit dalam pembuluh darahnya. Dengan susah payah Renee mengumpulkan keberaniannya sebelum bicara. "Kau tidak membuang-buang waktu, bukan"" Renee mengusir Robert dengan bahunya sewaktu ia memasukkan kunci ke pintu.
"Aku menghabiskan 7 minggu dengan sia-sia." Robert meletakkan tangannya di pintu dan mendorongnya sewaktu kunci terbuka. Robert mengikuti Renee masuk ke dalam, membalikkan tubuhnya dan mengunci kembali pintunya.
Renee bergerak ke dapur mungil dan meletakkan kertas belanja dari apotik dan tasnya. Renee mengamati Robert melihat-lihat kondominiumnya. Renee tahu apa yang akan dilihatnya. Renee bersumpah ia tidak akan meminta maaf atas perbedaan sudut pandang mereka, dan lalu memutuskan ia akan melakukannya. "Aku tahu ini tidak besar. Tapi ini milikku. Milikku dan Brittany. Kami telah tinggal disini selama 15 tahun. Aku membeli tempat ini ketika masih baru, jadi meskipun tempat ini kecil, tempat ini bersih dan tempat ini milikku."
"Hey. Jangan membela diri. Aku tidak melihat sesuatu yang salah dengan tempat ini. Aku pernah tinggal di tempat yang jauh lebih buruk. Itu sudah bertahun-tahun yang lalu, tapi percayalah, tempat ini adalah sebuah mansion dibandingkan beberapa tempat yang pernah kutinggali." Robert bergerak menjauhi pintu depan ke dalam area ruang tamu kecil dan melihat-lihat. "Faktanya, tempat ini menyenangkan."
Renee melihat tempat tinggalnya melalui pengamatan Robert. Sekalipun mungil, kondominiumnya eklektik dan mencerminkan dirinya. Ia telah dengan mendekorasi tempat itu selama 15 tahun terakhir jika ia punya uang. Ketika mereka pindah ke tempat ini, Brittany baru menginjak usia empat tahun, dan tidak membutuhkan kamar ekstra. Pindah ke tempatnya sendiri jauh lebih penting dibandingkan ukuran tempat ini. Menilik ke belakang, masa kecil dan masa remaja Brittany sudah cukup keras, tetapi mereka satu tim, satu unit, dan mereka memecahkan masalah mereka bersama-sama.
Pintu depan berhubungan langsung dengan ruang tamu mungil dan di pisahkan oleh dinding dimana terletak ruang makan. Masing-masing ruangan terhubung ke dapur kecil. Kamar tidur dan kamar mandi berada di sebelah kiri aula kecil. Dapurnya memiliki bar kecil dengan 2 tempat duduk bar, dan karena ruang makan tidak lagi penting, Renee memasang gorden besar berwarna krem dan emas di ruangan itu untuk member privasi di seberang tempat masuknya.
Sebuah tempat tidur ada di dalamnya, begitu juga sebuah meja kecil dan kursi. Ada bantal-bantal berwarna dan tirainya member efek dramatis, dan temannya selalu bilang kalau k
ondominiumnya seolah-olah keluar dari majalah home decor. Hal itu membuatnya merasa nyaman, karena hampir segala sesuatu di kondominium itu berasal dari toko loak, atau dijahitnya sendiri. Sebelum Brittany pergi kuliah, biasanya Renee tidur di kamar darurat. Namun sewaktu ia masih muda, Renee sering memberikan kamarnya pada Brittany sewaktu teman Brittany menginap dan mengadakan pesta piama. Pengaturan itu berhasil untuk mereka.
Renee memandang Robert yang telah duduk di sofa. Ia bersedekap dan membelalak ke arah Robert. "Anggap rumah sendiri."
Robert tersenyum padanya, pelan dan menjengkelkan. Robert menepuk sofa di sebelahnya dan mengangkat alisnya.
"Tidak bisa. Aku tak tahu kenapa kau pikir kau punya hak untuk datang kemari, tapi aku mau mandi. Aku teraniaya di kantor hari ini. Tolong kunci pintu waktu kau keluar." Renee berbalik dan lenyap ke dalam satu-satunya kamar mandi di dalam kondominium itu.
Satu jam kemudian, setelah mandi air panas yang lama, Renee berdoa Robert sudah akan pergi ketika Renee membuka pintu kamar. Untuk jaga-jaga, ia memakai celana pendek dan t-shirt alih-alih jubah mandi besar yang nyaman yang ingin dipakainya.
Ia berhenti dengan tiba-tiba ketika ia melihat ke arah sofa. Robert tertidur lelap, telentang. Satu kaki di sofa, kaki yang lainnya yang memakai sepatu bot di lantai dengan satu lengannya terentang di dahinya. Renee menangkap nafas Robert selagi mengamatinya. Robert kelihatan berbeda. Tidak terlalu menakutkan. Tidak terlalu jahat. Benar-benar seksi. Renee bimbang sesaat. Apa yang harus ia lakukan terhadap Robert"
Renee memutuskan untuk mengabaikan Robert dan mengerjakan keperluannya. Sebentar lagi jam tujuh dan ia lapar. Sayangnya, Renee tahu Robert juga pasti lapar. Ia memutuskan untuk memasak cukup untuk berdua, dan jika Robert tidak memakannya, Renee akan meletakkan makanan itu ke kulkas untuk besok malam.
Pelan-pelan Robert bangun karena desisan panci dan sesuatu yang dimasak. Ia berbaring diam sewaktu menyesuaikan diri dengan suasana baru. Bau makanannya enak dan ia membuka satu matanya untuk melihat Renee bergerak dengan rajin di dapur kecil itu.
Wajahnya bersih dari make-up, dan dengan t-shirt peach kecil dan celana pendek, ia terlihat berusia 20an, padahal Robert tahu Renee berusia 38.
Bau dan suara dari kesibukan rumah menggugahnya. Ia belum benar-benar memikirkan soal apa yang diharapkannya sewaktu ia datang kemari dari kantor hari ini, tapi ini bukanlah yang diharapkannya. Satu-satunya persepsi tentang Renee adalah apa yang dilihatnya di kantor, dan satu kali di Wine Bar. Saat itu Renee berpakaian untuk kepentingan kontak social dengan make-up dan rambut tanpa cela. Robert belum pernah melihat Renee di luar itu, dan apa yang dialaminya saat ini membuatnya bingung.
Robert mengamati Renee rumahnya sendiri. Renee bergerak dengan gerakan ekonomis yang menandakan ia memahami dapur itu dengan baik. Robert tahu anak Renee sedang kuliah, dan Renee terlihat sepeti ibu muda tanpa anak gadis. Rumah ini cocok untuknya, sama seperti pakaian yang dipakainya. Dan bagi seorang pria yang makan fast food berlebihan, apapun yang dibuat Renee baunya luar biasa.
Renee melihat gerakan Robert melalui sudut matanya. Tangannya bergetar pelan sewaktu Robert berdiri dan meregang dan menuju dapur. Ia menarik bangku bar dan duduk.
Renee mematikan kompor tempatnya memasak sop dan berbalik menghadap Robert. "Kupikira aku sudah bilang padamu agar kau pergi."
Robert mengabaikan komentar Renee. "Baunya enak. Apa itu""
Renee bersedekap dan melotot menatap Robert. Ketika pandangan Robert jatuh ke dadanya dimana t-shirt mungilnya mengetat, Renee merasa tersipu mulai dari leher sampai wajahnya.
Ia jauh dari nyaman dengan keadaan ini. "Makanan."
Robert mengabaikan nada permusuhan itu dan tersenyum. "Ya, terima kasih, aku mau."
Renee memutar matanya dan berbalik untuk menyendok sop ke mangkuk dan meletakkan sandwich di piring. Ia menyiapkan minuman dan menempatkan semuanya di tempat yang sesuai.
Renee duduk dan mengambil peralatan makannya. Ia menatap Robert yang
duduk di sebelahnya dan bilang, "Silakan."
Robert menunggu hingga Renee memakan suapan pertamanya dan kemudian Robert mengambil sendoknya. Warna dan bau yang menguar dari makanan itu membuat air liurnya menetes. Robert bahkan tak tahu Renee bisa memasak, tapi hal itu tidak mengejutkannya. Mie yang lezat dengan sesuatu yang ia ingat di masa kecilnya muncul dari sopnya. Dua sandwich yang berwarna coklat sempurna dan terbagi empat mengelilingi mangkuk. Sebuah potongan apel memisahkan masing-masing sandwich dalam penataan kuliner yang berwarna. Robert makan makanan di piring besar dengan mantap.
Ia menatap balik dan mengamati Renee menyuapkan makanan dari porsi yang lebih kecil yang disediakannya bagi dirinya sendiri.
Makanan yang dimasaknya enak dan mengenyangkan.
Sudah 3/4 piring yang dihabiskannya sebelum ia sadar ia minum air es dan makan mie ramen yang dicampur dengan sop ayam kalengan dan sandwich keju bakar.
Ia tidak memikirkan makanan itu karena merasa terlalu terlena dengan keberadaan Renee yang duduk disebelahnya. Ia sudah kenyang, dan benaknya sudah melompat ke hal-hal lainnya.
Seperti tekanan seksual yang menguar di antara mereka.
Renee memaksakan gigitan berikutnya dan tahu ia tidak akan bisa makan lagi. Kegelisahannya meningkat. Ia turun dari bangku bar dan mengambil piring kosong Robert dan meletakkan ke mesin cuci piring. Ia membungkus sisa makanan di piringnya yang hampir tak disentuhnya dengan plastik dan menyimpannya di kulkas.
Robert mengamati Renee dari tempatnya duduk. Tidak butuh lebih dari 5 menit untuk membersihkan dapur kecil itu. Renee sudah hampir tak punya sesuatu untuk dilakukan, dan kemudian Robert akan menyambar kesempatannya. Mengenai hal itu, tentu saja Renee tidak meragukannya sama sekali. Renee memutuskan bahwa ia tidak akan berdalih atas tindakannya. Ia harus mencari kesibukan lain. Renee belum siap dan tidak bisa membiarkan dirinya dipojokkan oleh Robert. Renee menatap ke arah kaki telanjangnya.
Robert baru akan turun dari kursi bar dan berjalan ke tempat Renee ketika ia melihat Renee berlutut dan mengambil kaos kaki dan sepatu tenis dari sebuah keranjang anyam. Dengan bersyukur Renee menunduk ke lantai dan memasang kaos kaki dan sepatu itu ke kakinya, lalu berjalan ke pintu.
Renee menatap balik pada Robert. "Aku mau cari udara segar sebelum terlalu malam. Sampai jumpa besok."
Berapa banyak lagi petunjuk yang harus Renee berikan pada Robert"
Robert mengamati Renee yang berdiri di pintu depan. Renee kelihatan seperti angin kuat yang bisa membagi dirinya sendiri jadi dua. Buku jarinya memutih di tempat dimana ia memegang pegangan pintu. Renee memaksakan diri agar ia berdiri tegak dan sebuah getaran kecil menyiksa tubuhnya. Ia berada di ujung tanduk.
Robert tahu ia bisa memaksa Renee, tetapi sesuatu tentang waktu yang baru saja berlalu membentuk gerutuan di pikirannya. Tak perlu dipertanyakan lagi kalau Renee adalah rasa gatal yang harus digaruknya, tapi menunggu akan menambah dimensi godaan dari situasi tersebut. Robert tak pernah menunggu selama ini demi wanita manapun sebelumnya, namun ia tahu entah bagaimana bahwa pengekangan ini akan menghasilkan sesuatu yang berharga. Bayangan akan Renee yang telanjang dan menyerah padanya menyalakan nafsunya, dan pengejaran serta kemenangan mutlak
Sang Fajar Bersinar Di Bumi Singasari 10 Pendekar Kembar 15 Tantangan Mesra Dewi Asmara Darah 1

Cari Blog Ini