Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown Bagian 3
mengasihani Rink, apa pun yang dikatakannya padamu. Ia yang berbuat, ia yang
harus menanggung akibat perbuatannya seumur hidupnya."
Roscoe terdiam, beberapa saat Caroline hanya melempar pandang ke luar
jendela. Bila ia berbalik, Roscoe akan menangkap keputusasaan yang melanda
perasaannya saat itu, Roscoe pasti akan tahu. Setelah berhasil mengendalikan
perasaan, barulah Caroline kembali ke pinggir ranjang.
Roscoe memejamkan mata ketika Caroline menyandarkan tubuhnya ke tubuh
suaminya. Caroline mengira Roscoe sudah tidur. Perlahan-lahan ia beranjak meninggalkan
kamar, tetapi secepat kilat Roscoe mencengkeram pergelangan tangannya
kuat-kuat. Caroline terkejut dan merasa sesak napas.
"Kau tetap berperilaku sebagai istri, kan, Caroline""
Sorot mata Roscoe yang berapi-api membuat Caroline takut sekali, juga
pertanyaannya. "Tentu saja. Apa maksudmu""
"Maksudku, kau akan menyesal bila melakukan sesuatu yang tidak pada
tempatnya sebagai istri yang tengah berduka, sangat sedih menyaksikan
suaminya dalam keadaan sekarat." Jari-jari Roscoe mencengkeram pergelangan
tangan Caroline yang rapuh sampai membuat Caroline merasa tulang
pergelangannya mau remuk. Dari mana Roscoe punya kekuatan seperti itu"
"Jangan bicara soal kematian, Roscoe."
"Mengapa tidak" Itu kenyataannya. Tetapi kau harus ingat ini." Kembali Roscoe
berusaha du-duk. Air ludah terkumpul di ujung bibirnya yang biru ketika ia
mendengus pada Caroline. "Sampai aku mati pun, kau tetap istriku. Dan
sebaiknya kau berperilaku seperti itu."
"Aku berjanji," kata Caroline, yang mengucap-kan janji dengan panik, dan
berusaha melepaskan tangannya. "Maksudku, aku akan bersikap seperti itu."
"Aku bukan pemeluk agama yang patuh, tetapi ada satu hal yang aku yakini.
Berniat melanggar hukum Tuhan sama berdosanya dengan melaku-kannya. Kau
belajar tentang hukum itu waktu di Sekolah Minggu, kan""
"Ya," jawab Caroline, hampir menangis, putus asa, takut pada Roscoe, dan
tidak tahu apa sebabnya ia merasa seperti itu.
"Pernah terpikir ingin melanggar hukum Tuhan""
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 058software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 058
http://ac-zzz.blogspot. com/ "Tentu mereka tidak suka tertangkap basah seperti yang dialami Rink. Ketika
Frank George datang menemuiku dan mengatakan Rink meng-hamili anak
gadisnya, Marilee, aku langsung mengatakan padanya Rink akan menikahi putrinya.
Itu tindakan terhormat yang harus dilaku-kan, bukan""
"Ya." Sakit rasanya harus mengucapkan kata itu.
"Hmmm, tetapi anak bajingan itu berkata bukan ia yang menghamilinya. Benarbenar
me-malukan. Bukan karena Rink tertangkap basah ketika membuka
celananya, tetapi ia tidak mau mengakui kecerobohannya. Kemudian Rink mengatakan
padaku, bila aku memaksanya menikahi gadis itu, ia akan pergi dari
rumah dan takkan pernah kembali."
Roscoe menarik napas panjang, seakan ingatan akan peristiwa tersebut
menyakiti hatinya. "Aku harus melakukan apa yang menjadi kewajibanku,
bukan demikian, Caroline" Aku harus memaksa-nya menikahi gadis itu. Ia yang
memutuskan pergi dari rumah setelah itu, bukan aku. Maka-nya, tak perlu
mengasihani Rink, apa pun yang dikatakannya padamu. Ia yang berbuat, ia yang
harus menanggung akibat perbuatannya seumur hidupnya."
Roscoe terdiam, beberapa saat Caroline hanya melempar pandang ke luar
jendela. Bila ia berbalik, Roscoe akan menangkap keputusasaan yang melanda
perasaannya saat itu, Roscoe pasti akan tahu. Setelah berhasil mengendalikan
perasaan, barulah Caroline kembali ke pinggir ranjang.
Roscoe memejamkan mata ketika Caroline menyandarkan tubuhnya ke tubuh
suaminya. Caroline mengira Roscoe sudah tidur. Perlahan-lahan ia beranjak meninggalkan
kamar, tetapi secepat kilat Roscoe mencengkeram pergelangan tangannya
kuat-kuat. Caroline terkejut dan merasa sesak napas.
"Kau tetap berperilaku sebagai istri, kan, Caroline""
Sorot mata Roscoe yang berapi-api membuat Caroline takut sekali, juga
pertanyaannya. "Tentu saja. Apa maksudmu""
"Maksudku, kau akan menyesal bila melakukan sesuatu yang tidak pada
tempatnya sebagai istri yang tengah berduka, sangat sedih menyaksikan
suaminya dalam keadaan sekarat." Jari-jari Roscoe mencengkeram pergelangan
tangan Caroline yang rapuh sampai membuat Caroline merasa tulang
pergelangannya mau remuk. Dari mana Roscoe punya kekuatan seperti itu"
"Jangan bicara soal kematian, Roscoe."
"Mengapa tidak" Itu kenyataannya. Tetapi kau harus ingat ini." Kembali Roscoe
berusaha du-duk. Air ludah terkumpul di ujung bibirnya yang biru ketika ia
mendengus pada Caroline. "Sampai aku mati pun, kau tetap istriku. Dan
sebaiknya kau berperilaku seperti itu."
"Aku berjanji," kata Caroline, yang mengucap-kan janji dengan panik, dan
berusaha melepaskan tangannya. "Maksudku, aku akan bersikap seperti itu."
"Aku bukan pemeluk agama yang patuh, tetapi ada satu hal yang aku yakini.
Berniat melanggar hukum Tuhan sama berdosanya dengan melaku-kannya. Kau
belajar tentang hukum itu waktu di Sekolah Minggu, kan""
"Ya," jawab Caroline, hampir menangis, putus asa, takut pada Roscoe, dan
tidak tahu apa sebabnya ia merasa seperti itu.
"Pernah terpikir ingin melanggar hukum Tuhan""
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Tidak." "Misalnya berzina""
"Tidak!" "Kau istriku." "Ya." "Sebaiknya kaucamkan itu."
Sesudah itu kekuatan Roscoe lenyap. Kembali ia jatuh terkulai di bantalnya,
sesak napas. Caroline melepaskan tangannya dari cengkeraman Roscoe, lalu lari
ke pintu. Ia ingin melarikan diri dari tempat itu tetapi hati nuraninya
menegurnya, dan ia segera memanggil perawat. "Suami saya," katanya dengan
napas megap-megap. "Saya... saya kira ia perlu disuntik. Ia sangat kacau."
"Kami akan menanganinya, Mrs. Lancaster," jawab perawat itu ramah. "Kalau
boleh saya bicara, Anda kelihatan sangat letih. Sebaiknya Anda pulang saja
dulu." "Ya, ya," jawab Caroline, mencoba mengum-pulkan kekuatan. Jantungnya
berdebar-debar. Ia gemetar ketakutan. Mengapa ia merasa demikian takut
pada suaminya sendiri" "Saya rasa, ya."
Granger melangkah keluar dari lift ketika Caroline akan masuk. "Caroline, ada
apa"" Granger terkejut melihat air muka Caroline.
"Tidak, tidak ada apa-apa. Aku mau ke pemin-talan. Ada masalah di sana,
tetapi jangan beritahu Roscoe soal
kepergianku. Ia sedang kacau." De-ngan
napas tak beraturan, Caroline menyandar-kan diri ke dinding lift, seakan itu
tempat persembunyian yang aman baginya dari ancaman teror yang
menakutkan. "Ada yang bisa kubantu...."
"Tak usah," jawab Caroline, sambil meng-geleng saat pintu lift mulai tertutup.
"Aku tak apa-apa. Cepat temui Roscoe. Ia membutuhkan-mu."
Pintu lift tertutup di antara mereka. Caroline menutup mulut dengan tangan,
menekan ke-sedihan yang dirasakannya mulai menyesakkan tenggorokannya.
"Tuhan, oh, Tuhan," rintihnya, tidak menyangka Roscoe bisa begitu
menakutkan. Perutnya terasa seperti diaduk-aduk. Tubuhnya panas-dingin.
Caroline berusaha menguatkan diri untuk ber-jalan di sepanjang lobi lantai satu
rumah sakit tanpa sedikit pun kelihatan dalam keadaan ter-tekan. Ketika
sampai di mobil, gemetar tubuhnya berkurang. Dengan jendela mobil terbuka,
Caroline mengemudikan mobil menyusuri tepi sungai. Angin menerpa
rambutnya, merftbawa aroma musim panas. Lalu lintas tidak ramai dan ia
mengemudi dengan cepat, berusaha mengusir ketakutan yang mencekam
dirinya beberapa saat lalu.
Ia biarkan pikirannya mengembara. Roscoe tak mungkin tahu apa yang terjadi
antara ia dan Rink musim panas itu. Rink tidak mungkin menceritakan hal
tersebut padanya. Jelas. Tak seorang pun pernah melihat mereka berdua atau
menggosipkan mereka di kota. Tidak, Roscoe pasti tidak tahu. Ia juga tak
mungkin berpikiran Caroline dan Rink saling tertarik. Roscoe mengira ia dan
Rink baru saling mengenal beberapa hari lalu.
Ancaman terselubung dan peringatan yang diungkapkan Roscoe semata-mata
hanyalah kha-yalan dan perasaan bersalah dalam dirinya. Ba-rangkali kata-kata
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 059software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 059
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Tidak." "Misalnya berzina""
"Tidak!" "Kau istriku." "Ya." "Sebaiknya kaucamkan itu."
Sesudah itu kekuatan Roscoe lenyap. Kembali ia jatuh terkulai di bantalnya,
sesak napas. Caroline melepaskan tangannya dari cengkeraman Roscoe, lalu lari
ke pintu. Ia ingin melarikan diri dari tempat itu tetapi hati nuraninya
menegurnya, dan ia segera memanggil perawat. "Suami saya," katanya dengan
napas megap-megap. "Saya... saya kira ia perlu disuntik. Ia sangat kacau."
"Kami akan menanganinya, Mrs. Lancaster," jawab perawat itu ramah. "Kalau
boleh saya bicara, Anda kelihatan sangat letih. Sebaiknya Anda pulang saja
dulu." "Ya, ya," jawab Caroline, mencoba mengum-pulkan kekuatan. Jantungnya
berdebar-debar. Ia gemetar ketakutan. Mengapa ia merasa demikian takut
pada suaminya sendiri" "Saya rasa, ya."
Granger melangkah keluar dari lift ketika Caroline akan masuk. "Caroline, ada
apa"" Granger terkejut melihat air muka Caroline.
"Tidak, tidak ada apa-apa. Aku mau ke pemin-talan. Ada masalah di sana,
tetapi jangan beritahu Roscoe soal kepergianku. Ia sedang kacau." De-ngan
napas tak beraturan, Caroline menyandar-kan diri ke dinding lift, seakan itu
tempat persembunyian yang aman baginya dari ancaman teror yang
menakutkan. "Ada yang bisa kubantu...."
"Tak usah," jawab Caroline, sambil meng-geleng saat pintu lift mulai tertutup.
"Aku tak apa-apa. Cepat temui Roscoe. Ia membutuhkan-mu."
Pintu lift tertutup di antara mereka. Caroline menutup mulut dengan tangan,
menekan ke-sedihan yang dirasakannya mulai menyesakkan tenggorokannya.
"Tuhan, oh, Tuhan," rintihnya, tidak menyangka Roscoe bisa begitu
menakutkan. Perutnya terasa seperti diaduk-aduk. Tubuhnya panas-dingin.
Caroline berusaha menguatkan diri untuk ber-jalan di sepanjang lobi lantai satu
rumah sakit tanpa sedikit pun kelihatan dalam keadaan ter-tekan. Ketika
sampai di mobil, gemetar tubuhnya berkurang. Dengan jendela mobil terbuka,
Caroline mengemudikan mobil menyusuri tepi sungai. Angin menerpa
rambutnya, merftbawa aroma musim panas. Lalu lintas tidak ramai dan ia
mengemudi dengan cepat, berusaha mengusir ketakutan yang mencekam
dirinya beberapa saat lalu.
Ia biarkan pikirannya mengembara. Roscoe tak mungkin tahu apa yan
g terjadi antara ia dan Rink musim panas itu. Rink tidak mungkin menceritakan hal
tersebut padanya. Jelas. Tak seorang pun pernah melihat mereka berdua atau
menggosipkan mereka di kota. Tidak, Roscoe pasti tidak tahu. Ia juga tak
mungkin berpikiran Caroline dan Rink saling tertarik. Roscoe mengira ia dan
Rink baru saling mengenal beberapa hari lalu.
Ancaman terselubung dan peringatan yang diungkapkan Roscoe semata-mata
hanyalah kha-yalan dan perasaan bersalah dalam dirinya. Ba-rangkali kata-kata
http://ac-zzz.blogspot.com/
yang dengan cermat dipilihnya tadi bukan dimaksudkan sebagai ancaman. Ya,
batin Caroline sambil menggeleng. Kata-kata Roscoe ingin dianggapnya punya
makna yang sebaliknya. Namun mengapa Roscoe mengatakan demikian"
Apa lagi yang dipikirkan Roscoe" Tidak ada yang bisa dilakukannya, kecuali
berpikir, men-duga-duga, merasa ketakutan dan curiga. Pria yang otaknya biasa
aktif seperti otak Roscoe pasti merasa tersiksa ketika hanya bisa terbaring di
ranjang sepanjang hari. Roscoe paling benci duduk berdiam diri, tidak
melakukan aktivitas apa pun. Makanya, kekuatan mental adalah satu-satunya
yang tersisa dalam dirinya, sehingga pikirannya bekerja lebih keras untuk
kompensasi bagi tubuhnya yang kini tak berdaya lagi.
Perasaan sakit hati dan marah memperbesar segala yang melintas di benak
Roscoe, membesar-besarkan masalah kecil. Ia memiliki istri yang tiga puluh
tahun lebih muda darinya. Ia punya putra yang tampan dan sangat jantan. Saat
ini keduanya tinggal serumah. Roscoe menggabung-gabungkan fakta tersebut,
yang kemudian me-nimbulkan kecurigaan yang menakutkan.
Roscoe keliru! Caroline tidak melakukan per-buatan yang tidak boleh dilakukan
seorang istri. Namun kecurigaan Roscoe ada benarnya. Mem-bayangkan bercinta dengan Rink
sudah termasuk melanggar hukum Tuhan. Dan Caroline merasa tidak mampu
menghilangkan bayangan itu.
Ia harus menghapus pikiran tersebut dari benaknya. Barangkali bila ia
memperlakukan Rink sebagai teman, meskipun kelihatan ganjil, bersikap
sebagai ibu tiri yang menjaga kedamaian dalam keluarga, kenangan akan masa
lalunya akan lenyap. Ia harus melihat kesalahannya dengan sudut pandang
baru, menempatkannya ke masa sekarang, dan melupakan segala yang pernah
terjadi di masa lalu. Ketika tiba kembali di pabrik pemintalan kapas, sinar matahari sore yang sudah
condong ke Barat masuk menyinari lantai melalui jendela yang terletak jauh
tinggi di tembok. Caroline memandang ke sekelilingnya dengan jengkel. Pabrik
sudah ditinggalkan para pekerja, hanya ada Rink, yang telentang di lantai, satu
kaki ditekuk, mengamati kerja mesin pemintal. Rink sedang memukul besi
mesin. Suaranya yang nya-ring menggema, menenggelamkan suara langkah kaki
Caroline. "Ke mana orang-orang"" Suara besi beradu berhenti. Kepala Rink
muncul dari balik salah satu peralatan dan ia duduk. Disekanya keringat di
dahinya dengan sapu-tangan. "Hai, aku tidak mendengar kau datang. Aku
menyuruh orang-orang pulang satu jam lebih cepat. Tak ada yang bisa mereka
kerjakan selama aku membetulkan mesin ini." Rink mengarahkan ibu jarinya ke
balik bahu, ke mesin yang tengah diperbaikinya. "Debu di mana-mana. Kalau
ada kabel yang tidak beres di ruangan ini, bisa berbahaya."
Seharusnya Caroline memarahi Rink yang me-nyuruh para karyawan pulang
lebih cepat, karena Rink tidak berhak melakukan hal itu, tetapi itu tidak
dilakukannya. Sewaktu mengemudi mobil tadi, Caroline yakin keputusan yang
dibuat Roscoe diambil karena ia harus tinggal di rumah sakit. Tindakan yang
dilakukan tanpa izin darinya adalah hal yang sangat dibenci Roscoe. Tetapi
Caroline membela diri, bila Roscoe tidak tahu, itu tidak akan menyakiti
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 060software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 060
http://ac-zzz.blogspot.com/
yang dengan cermat dipilihnya tadi bukan dimaksudkan sebagai ancaman. Ya,
batin Caroline sambil menggeleng. Kata-kata Roscoe ingin dianggapnya punya
makna yang sebaliknya. Namun mengapa Roscoe mengatakan demikian"
Apa lag i yang dipikirkan Roscoe" Tidak ada yang bisa dilakukannya, kecuali
berpikir, men-duga-duga, merasa ketakutan dan curiga. Pria yang otaknya biasa
aktif seperti otak Roscoe pasti merasa tersiksa ketika hanya bisa terbaring di
ranjang sepanjang hari. Roscoe paling benci duduk berdiam diri, tidak
melakukan aktivitas apa pun. Makanya, kekuatan mental adalah satu-satunya
yang tersisa dalam dirinya, sehingga pikirannya bekerja lebih keras untuk
kompensasi bagi tubuhnya yang kini tak berdaya lagi.
Perasaan sakit hati dan marah memperbesar segala yang melintas di benak
Roscoe, membesar-besarkan masalah kecil. Ia memiliki istri yang tiga puluh
tahun lebih muda darinya. Ia punya putra yang tampan dan sangat jantan. Saat
ini keduanya tinggal serumah. Roscoe menggabung-gabungkan fakta tersebut,
yang kemudian me-nimbulkan kecurigaan yang menakutkan.
Roscoe keliru! Caroline tidak melakukan per-buatan yang tidak boleh dilakukan
seorang istri. Namun kecurigaan Roscoe ada benarnya. Mem-bayangkan bercinta dengan Rink
sudah termasuk melanggar hukum Tuhan. Dan Caroline merasa tidak mampu
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghilangkan bayangan itu.
Ia harus menghapus pikiran tersebut dari benaknya. Barangkali bila ia
memperlakukan Rink sebagai teman, meskipun kelihatan ganjil, bersikap
sebagai ibu tiri yang menjaga kedamaian dalam keluarga, kenangan akan masa
lalunya akan lenyap. Ia harus melihat kesalahannya dengan sudut pandang
baru, menempatkannya ke masa sekarang, dan melupakan segala yang pernah
terjadi di masa lalu. Ketika tiba kembali di pabrik pemintalan kapas, sinar matahari sore yang sudah
condong ke Barat masuk menyinari lantai melalui jendela yang terletak jauh
tinggi di tembok. Caroline memandang ke sekelilingnya dengan jengkel. Pabrik
sudah ditinggalkan para pekerja, hanya ada Rink, yang telentang di lantai, satu
kaki ditekuk, mengamati kerja mesin pemintal. Rink sedang memukul besi
mesin. Suaranya yang nya-ring menggema, menenggelamkan suara langkah kaki
Caroline. "Ke mana orang-orang"" Suara besi beradu berhenti. Kepala Rink
muncul dari balik salah satu peralatan dan ia duduk. Disekanya keringat di
dahinya dengan sapu-tangan. "Hai, aku tidak mendengar kau datang. Aku
menyuruh orang-orang pulang satu jam lebih cepat. Tak ada yang bisa mereka
kerjakan selama aku membetulkan mesin ini." Rink mengarahkan ibu jarinya ke
balik bahu, ke mesin yang tengah diperbaikinya. "Debu di mana-mana. Kalau
ada kabel yang tidak beres di ruangan ini, bisa berbahaya."
Seharusnya Caroline memarahi Rink yang me-nyuruh para karyawan pulang
lebih cepat, karena Rink tidak berhak melakukan hal itu, tetapi itu tidak
dilakukannya. Sewaktu mengemudi mobil tadi, Caroline yakin keputusan yang
dibuat Roscoe diambil karena ia harus tinggal di rumah sakit. Tindakan yang
dilakukan tanpa izin darinya adalah hal yang sangat dibenci Roscoe. Tetapi
Caroline membela diri, bila Roscoe tidak tahu, itu tidak akan menyakiti
http://ac-zzz.blogspot.com/
hatinya. Pada akhirnya, apa yang baik untuk pemintalan Lancaster Gin adalah
apa yang Roscoe ingin Caroline lakukan.
Caroline berjongkok di dekat Rink. "Bagai-mana" Sudah ketemu masalahnya""
"Ya, dan cukup rumit."
"Bisa diperbaiki""
"Sementara." Rink menarik napas dan me-nyeka keringat di alis dengan lengan
baju. "Bagaimana kondisi Daddy hari ini""
Mengingat apa yang terjadi di dalam ruangan rumah sakit membuat Caroline
menggigil. "Tidak terlalu baik. Hampir sama saja." Rink mengamati Caroline,
tetapi Caroline tidak ingin memper-lihatkan perasaannya. Cepat-cepat ia
mengubah topik pembicaraan dengan bertanya, "Kau sudah makan""
"Belum. Aku kepanasan dan badanku kotor untuk makan." Memang benar,
badan Rink ko-tor. Wajahnya berminyak dan berkeringat. Mem-buat giginya
jadi kelihatan lebih putih ketika ia tersenyum. "Lagi pula, aku tak mau
membuang waktu." Caroline tersenyum lalu merogoh kantong kertas putih. "Kubawakan makan
siang untukmu. Kau tidak perlu berhenti bekerja kau bisa me-minum makan
siang ini." Caroline memasukkan sedotan ke gelas plastik.
"Apa ini""
Caroline menyerahkan gelas tinggi da
n dingin itu ke tangan Rink, lalu berdiri.
"Milk shake cokelat."
Bab 6 APA maksudnya" Brengsek, mana aku tahu, Rink menjawab pertanyaannya
sendiri ketika berada di kamar mandi dan hendak menyalakan keran air. Ia
melepas pakaiannya yang berkeringat, penuh minyak dan debu. Ia menyeruput
minumannya dan meletakkannya di meja.
Pertama, milk shake cokelat. Jelas, itu tawaran persahabatan sebagai tanda
berdamai. Sepanjang sore Caroline tinggal di pemintalan. Ia bilang akan
menyelesaikan urusan administrasi, tetapi ternyata ia lebih banyak berlutut di
samping Rink dan menanyakan apa yang bisa ia lakukan untuk membantunya,
atau apakah ada yang bisa diambilkannya. Seperti perawat piawai yang
membantu dokter bedah, Caroline segera mem-berikan perkakas kepada Rink
tiap kali Rink menjulurkan tangan.
Mereka mengobrol tentang hal-hal yang tidak penting. Kebanyakan tentang
topik yang mereka ketahui. Mereka bicara soal keluarga. Yang tak satu pun ada
kesamaan di antara mereka.
"Kaulihat Laura Jane hari ini"" tanya Caroline. "Tidak. Kaulihat""
"Tidak. Kemarin ia kelihatan depresi sekali. Aku takut itu gara-gara ia kini tahu
keadaan Roscoe yang memburuk."
"Mungkin. Tetapi bisa saja karena sesuatu yang berkaitan dengan Steve Bishop."
"Mengapa kau bilang begitu"" "Tolong berikan obeng itu lagi." "Yang gagang
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 061software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 061
http://ac-zzz.blogspot.com/
hatinya. Pada akhirnya, apa yang baik untuk pemintalan Lancaster Gin adalah
apa yang Roscoe ingin Caroline lakukan.
Caroline berjongkok di dekat Rink. "Bagai-mana" Sudah ketemu masalahnya""
"Ya, dan cukup rumit."
"Bisa diperbaiki""
"Sementara." Rink menarik napas dan me-nyeka keringat di alis dengan lengan
baju. "Bagaimana kondisi Daddy hari ini""
Mengingat apa yang terjadi di dalam ruangan rumah sakit membuat Caroline
menggigil. "Tidak terlalu baik. Hampir sama saja." Rink mengamati Caroline,
tetapi Caroline tidak ingin memper-lihatkan perasaannya. Cepat-cepat ia
mengubah topik pembicaraan dengan bertanya, "Kau sudah makan""
"Belum. Aku kepanasan dan badanku kotor untuk makan." Memang benar,
badan Rink ko-tor. Wajahnya berminyak dan berkeringat. Mem-buat giginya
jadi kelihatan lebih putih ketika ia tersenyum. "Lagi pula, aku tak mau
membuang waktu." Caroline tersenyum lalu merogoh kantong kertas putih. "Kubawakan makan
siang untukmu. Kau tidak perlu berhenti bekerja kau bisa me-minum makan
siang ini." Caroline memasukkan sedotan ke gelas plastik.
"Apa ini""
Caroline menyerahkan gelas tinggi dan dingin itu ke tangan Rink, lalu berdiri.
"Milk shake cokelat."
Bab 6 APA maksudnya" Brengsek, mana aku tahu, Rink menjawab pertanyaannya
sendiri ketika berada di kamar mandi dan hendak menyalakan keran air. Ia
melepas pakaiannya yang berkeringat, penuh minyak dan debu. Ia menyeruput
minumannya dan meletakkannya di meja.
Pertama, milk shake cokelat. Jelas, itu tawaran persahabatan sebagai tanda
berdamai. Sepanjang sore Caroline tinggal di pemintalan. Ia bilang akan
menyelesaikan urusan administrasi, tetapi ternyata ia lebih banyak berlutut di
samping Rink dan menanyakan apa yang bisa ia lakukan untuk membantunya,
atau apakah ada yang bisa diambilkannya. Seperti perawat piawai yang
membantu dokter bedah, Caroline segera mem-berikan perkakas kepada Rink
tiap kali Rink menjulurkan tangan.
Mereka mengobrol tentang hal-hal yang tidak penting. Kebanyakan tentang
topik yang mereka ketahui. Mereka bicara soal keluarga. Yang tak satu pun ada
kesamaan di antara mereka.
"Kaulihat Laura Jane hari ini"" tanya Caroline. "Tidak. Kaulihat""
"Tidak. Kemarin ia kelihatan depresi sekali. Aku takut itu gara-gara ia kini tahu
keadaan Roscoe yang memburuk."
"Mungkin. Tetapi bisa saja karena sesuatu yang berkaitan dengan Steve Bishop."
"Mengapa kau bilang begitu"" "Tolong berikan obeng itu lagi." "Yang gagang
http://ac-zzz.blogspot.com/
merah atau kuning"" "Merah. Karena pagi tadi, ketika ia mengeluar-kan kuda
untukku, Steve kelih atan pendiam sekali."
"Mungkin kau mengintimidasinya." "Oh, Tuhan, aku ingin melakukan hal itu."
Rink mengharapkan argumentasi. Meskipun kelihatan tidak suka dengan apa
yang dikatakan-nya, Caroline tidak memberi komentar. Karena lantai pabrik
sangat berdebu, Caroline duduk di bangku dekat Rink terlalu dekat. Meskipun
kepala Rink ada di kolong mesin, meskipun cidak langsung melihat wajah
Caroline, ia tetap menyadari keberadaan Caroline. Aroma tubuhnya seperti
memenuhi seluruh ruangan, seperti hawa panas petang itu. Di balik
pakaiannya, butir-butir keringat mengucur deras. Tetapi ketika tangannya
bersentuhan dengan tangan Caroline, rasanya sejuk dan kering. Ingin Rink
menempel-kan tangan itu ke wajah, leher, dan dadanya.
Sambil mengumpat karena teringat peristiwa petang itu, Rink menyeruput
minumannya lagi. Itu baru sebagian dari tubuhnya yang ia ingin disentuh tangan
Caroline. Dalam perjalanan pulang, Caroline banyak bicara. Ketika hampir tiba di pintu
gerbang, Caroline menoleh ke arahnya dan berkata, "Sik-kan mandi lama-lama.
Aku akan minta Haney menunda makan malam supaya kau sempat mendinginkan badan dan beristirahat. Kusiapkan minuman untukmu. Apa yang kau
suka"" Yang diinginkannya dari Caroline saat itu adalah penjelasan mengapa
mendadak ia bersikap ramah padanya. Apakah Roscoe memintanya me-lakukan
hal itu" Atau ini memang gagasannya" Mengapa tiba-tiba Caroline bersikap
seperti ibu tiri yang berusaha mengambil hati anak tirinya" Hmmm, apa pun
siasatnya, ia takkan berhasil, batin Rink sambil melangkah ke bawah pancuran
air. Ia takkan pernah menganggap Caroline se-bagai ibu tirinya, dan andai
Caroline menganggap ia bisa berperilaku seperti itu, berarti ia tidak ingat sama
sekali pengalaman di musim panas itu. Musim panas. Mengingat peristiwa itu
saja sudah membuat jantung Rink berdebar-debar.
Rink memaki dirinya. Dua belas tahun kemu-dian, ia masih saja bertingkah
seperti orang tolol. Hei, Rink Lancaster, laki-laki yang patah hati. Hah! Ia tidak
pernah mendapat kesulitan dengan perempuan kecuali saat harus melepaskan
diri dari perempuan yang membosankannya. Apakah aneh bila perasaannya
terhadap Caroline muncul bak air bah"
Musim panas itu penuh konflik. Ia merasa sangat bahagia sekaligus sangat
sedih, seingatnya. Saat tidak bersama Caroline, ia ingin waktu cepat berputar
agar ia bisa sege'ra bersamanya. Saat bersama Caroline, saat yang sangat dinikmatinya setiap detiknya, ia berharap waktu tidak cepat berlalu agar ia tidak
berpisah darinya. Ia frustrasi karena tidak bisa mengajak Caroline pergi ke
tempat kencan biasanya, dan takut ada yang melihat mereka bersama. Ia selalu
kelaparan tetapi tidak ada yang ingin dimakannya. Ia dililit gairah sepanjang
waktu tetapi tidak tahu bagaimana menyalurkannya. Ia tidak bisa me-lakukan
hal itu dengan Caroline tetapi juga tidak ingin melakukannya dengan
perempuan lain. Ia hanya menginginkan Caroline Dawson. Ia tidak bisa memiliki perempuan itu.
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 062software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 062
http://ac-zzz.blogspot.com/
merah atau kuning"" "Merah. Karena pagi tadi, ketika ia mengeluar-kan kuda
untukku, Steve kelihatan pendiam sekali."
"Mungkin kau mengintimidasinya." "Oh, Tuhan, aku ingin melakukan hal itu."
Rink mengharapkan argumentasi. Meskipun kelihatan tidak suka dengan apa
yang dikatakan-nya, Caroline tidak memberi komentar. Karena lantai pabrik
sangat berdebu, Caroline duduk di bangku dekat Rink terlalu dekat. Meskipun
kepala Rink ada di kolong mesin, meskipun cidak langsung melihat wajah
Caroline, ia tetap menyadari keberadaan Caroline. Aroma tubuhnya seperti
memenuhi seluruh ruangan, seperti hawa panas petang itu. Di balik
pakaiannya, butir-butir keringat mengucur deras. Tetapi ketika tangannya
bersentuhan dengan tangan Caroline, rasanya sejuk dan kering. Ingin Rink
menempel-kan tangan itu ke wajah, leher, dan dadanya.
Sambil mengumpat karena teringat peristiwa petang itu, Rink menyeruput
minumannya lagi. Itu baru sebagian d
ari tubuhnya yang ia ingin disentuh tangan
Caroline. Dalam perjalanan pulang, Caroline banyak bicara. Ketika hampir tiba di pintu
gerbang, Caroline menoleh ke arahnya dan berkata, "Sik-kan mandi lama-lama.
Aku akan minta Haney menunda makan malam supaya kau sempat mendinginkan
badan dan beristirahat. Kusiapkan minuman untukmu. Apa yang kau
suka"" Yang diinginkannya dari Caroline saat itu adalah penjelasan mengapa
mendadak ia bersikap ramah padanya. Apakah Roscoe memintanya me-lakukan
hal itu" Atau ini memang gagasannya" Mengapa tiba-tiba Caroline bersikap
seperti ibu tiri yang berusaha mengambil hati anak tirinya" Hmmm, apa pun
siasatnya, ia takkan berhasil, batin Rink sambil melangkah ke bawah pancuran
air. Ia takkan pernah menganggap Caroline se-bagai ibu tirinya, dan andai
Caroline menganggap ia bisa berperilaku seperti itu, berarti ia tidak ingat sama
sekali pengalaman di musim panas itu. Musim panas. Mengingat peristiwa itu
saja sudah membuat jantung Rink berdebar-debar.
Rink memaki dirinya. Dua belas tahun kemu-dian, ia masih saja bertingkah
seperti orang tolol. Hei, Rink Lancaster, laki-laki yang patah hati. Hah! Ia tidak
pernah mendapat kesulitan dengan perempuan kecuali saat harus melepaskan
diri dari perempuan yang membosankannya. Apakah aneh bila perasaannya
terhadap Caroline muncul bak air bah"
Musim panas itu penuh konflik. Ia merasa sangat bahagia sekaligus sangat
sedih, seingatnya. Saat tidak bersama Caroline, ia ingin waktu cepat berputar
agar ia bisa sege'ra bersamanya. Saat bersama Caroline, saat yang sangat dinikmatinya
setiap detiknya, ia berharap waktu tidak cepat berlalu agar ia tidak
berpisah darinya. Ia frustrasi karena tidak bisa mengajak Caroline pergi ke
tempat kencan biasanya, dan takut ada yang melihat mereka bersama. Ia selalu
kelaparan tetapi tidak ada yang ingin dimakannya. Ia dililit gairah sepanjang
waktu tetapi tidak tahu bagaimana menyalurkannya. Ia tidak bisa me-lakukan
hal itu dengan Caroline tetapi juga tidak ingin melakukannya dengan
perempuan lain. Ia hanya menginginkan Caroline Dawson. Ia tidak bisa memiliki perempuan itu.
http://ac-zzz.blogspot.com/
Siang-malam ia berdebat dengan dirinya sen-diri. Caroline masih di bawah
umur, ya Tuhan. Lima belas tahun! Kau hanya cari masalah, Lancaster. Masalah
besar. Namun setiap menunggu Caroline di pinggir hutan, ia cemas kalau-kalau
Caroline tidak muncul. Kecemasannya tidak hilang, sampai ia melihat Caroline
berdiri di antara pepohonan yang bermandikan cahaya matahari.
Namun suatu hari, di hari terakhir itu, mata-hari tidak bersinar. Hari itu turun
hujan.... Matahari bersinar cerah saat ia meninggalkan rumah. Hari itu, bahkan lebih
dari hari-hari sebelumnya, ia sangat ingin berjumpa dengan Caroline. Ia dan
ayahnya bertengkar pagi itu. Roscoe mengubah peraturan untuk pembelian
kapas. Apa yang dilakukan Rocoe bukan sesuatu yang melanggar hukum
ataupun etika. Ketika Rink menyinggung masalah itu, Roscoe marah sekali.
Berani-beraninya anak yang masih ingusan, putranya yang tak punya
pengalaman bekerja, memberi nasihat bagaimana ia harus menjalankan bisnis
dan mengatur hidupnya" Ia belum mem-buat Lancaster Gin, pabrik pemintalan
kapasnya, mencapai sukses.
Rink muak melihat apa yang terjadi, tetapi ia tidak punya kekuataan untuk
menentangnya. Ia merasa harus berbicara dengan Caroline. Caroline akan
mendengarkannya. Caroline sudah menunggunya di sana, duduk di bawah pohon sambil melipat
kaki. Wajahnya terangkat ketika melihat Rink bergegas men-dekatinya. Tanpa
sepatah kata pun Rink ber-lutut di hadapan Caroline, memegang kedua pipinya
lalu mencium bibirnya. Lidahnya dijulur-kan masuk ke dalam mulut Caroline,
menemukan mata air manis yang sangat berbeda dari kepahitan yang baru
dialaminya bersama ayahnya. Ciuman Caroline selalu melayang jauh dari kemuraman yang menyelimuti rumahnya yang cantik.
Ketika pada akhirnya ia melepaskan bibir Caroline, ia bergumam, "Oh, Tuhan,
betapa senangnya bisa bertemu denganmu." Kemudian kembali ia mendaratkan
bibirnya di bibir Caroline. Perlahan-lahan, tan
pa basa-basi, ia merebahkan
Caroline ke tanah, di atas rumpunan lembut tanaman pakis dan lumut. Tanpa
me-lawan, Caroline berbaring dan Rink ikut di sampingnya, menyilangkan salah
satu pahanya ke tubuh Caroline.
Rink mengangkat kepala dan memandangi Caroline. Mata Caroline yang keabuabuan me-mancarkan keteduhan di balik bulu matanya. Bibirnya basah dan
memesona karena ciuman-nya. Rambutnya dibiarkan tergerai di belakang
kepalanya seperti untaian benang sutra yang terhampar di padang hijau. Angin
yang bertiup menerpa pipinya dengan lembut.
"Kau cantik sekali," bisik Rink. Ia membungkuk dan mencium kelopak mata
Caroline. "Kau juga tampan."
Rink menggeleng, menyangkal. "Aku bajingan egois. Kaupikir aku ini siapa,
datang menemuimu seperti ini, menciumimu, merasa yakin kau ber-sedia
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dicium, bahkan tanpa berbasa-basi lebih dulu" Mengapa kaubiarkan aku
melakukan semua ini padamu""
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 063software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 063
http://ac-zzz.blogspot.com/
Siang-malam ia berdebat dengan dirinya sen-diri. Caroline masih di bawah
umur, ya Tuhan. Lima belas tahun! Kau hanya cari masalah, Lancaster. Masalah
besar. Namun setiap menunggu Caroline di pinggir hutan, ia cemas kalau-kalau
Caroline tidak muncul. Kecemasannya tidak hilang, sampai ia melihat Caroline
berdiri di antara pepohonan yang bermandikan cahaya matahari.
Namun suatu hari, di hari terakhir itu, mata-hari tidak bersinar. Hari itu turun
hujan.... Matahari bersinar cerah saat ia meninggalkan rumah. Hari itu, bahkan lebih
dari hari-hari sebelumnya, ia sangat ingin berjumpa dengan Caroline. Ia dan
ayahnya bertengkar pagi itu. Roscoe mengubah peraturan untuk pembelian
kapas. Apa yang dilakukan Rocoe bukan sesuatu yang melanggar hukum
ataupun etika. Ketika Rink menyinggung masalah itu, Roscoe marah sekali.
Berani-beraninya anak yang masih ingusan, putranya yang tak punya
pengalaman bekerja, memberi nasihat bagaimana ia harus menjalankan bisnis
dan mengatur hidupnya" Ia belum mem-buat Lancaster Gin, pabrik pemintalan
kapasnya, mencapai sukses.
Rink muak melihat apa yang terjadi, tetapi ia tidak punya kekuataan untuk
menentangnya. Ia merasa harus berbicara dengan Caroline. Caroline akan
mendengarkannya. Caroline sudah menunggunya di sana, duduk di bawah pohon sambil melipat
kaki. Wajahnya terangkat ketika melihat Rink bergegas men-dekatinya. Tanpa
sepatah kata pun Rink ber-lutut di hadapan Caroline, memegang kedua pipinya
lalu mencium bibirnya. Lidahnya dijulur-kan masuk ke dalam mulut Caroline,
menemukan mata air manis yang sangat berbeda dari kepahitan yang baru
dialaminya bersama ayahnya. Ciuman Caroline selalu melayang jauh dari kemuraman
yang menyelimuti rumahnya yang cantik.
Ketika pada akhirnya ia melepaskan bibir Caroline, ia bergumam, "Oh, Tuhan,
betapa senangnya bisa bertemu denganmu." Kemudian kembali ia mendaratkan
bibirnya di bibir Caroline. Perlahan-lahan, tanpa basa-basi, ia merebahkan
Caroline ke tanah, di atas rumpunan lembut tanaman pakis dan lumut. Tanpa
me-lawan, Caroline berbaring dan Rink ikut di sampingnya, menyilangkan salah
satu pahanya ke tubuh Caroline.
Rink mengangkat kepala dan memandangi Caroline. Mata Caroline yang keabuabuan
me-mancarkan keteduhan di balik bulu matanya. Bibirnya basah dan
memesona karena ciuman-nya. Rambutnya dibiarkan tergerai di belakang
kepalanya seperti untaian benang sutra yang terhampar di padang hijau. Angin
yang bertiup menerpa pipinya dengan lembut.
"Kau cantik sekali," bisik Rink. Ia membungkuk dan mencium kelopak mata
Caroline. "Kau juga tampan."
Rink menggeleng, menyangkal. "Aku bajingan egois. Kaupikir aku ini siapa,
datang menemuimu seperti ini, menciumimu, merasa yakin kau ber-sedia
dicium, bahkan tanpa berbasa-basi lebih dulu" Mengapa kaubiarkan aku
melakukan semua ini padamu""
http://ac-zzz.blogspot.com/
Tangan Caroline yang mulus terangkat dan menepis rambut yang jatuh di dekat
alis. "Karena kau butuh aku seperti ini hari ini," jawab Caroline.
Rink meleta kkan kepalanya di lekukan bahu Caroline. Caroline meletakkan
tangannya pada leher Rink. "Kau benar. Daddy dan aku bertengkar hebat pagi
tadi." "Aku sedih mendengarnya."
"Begitu pun aku, Caroline." Suara Rink ter-dengar parau, nada suara orang yang
sangat putus asa. "Mengapa ia dan aku tidak bisa saling menyayangi" Atau saling
menyukai"" "Kau tidak bisa""
Rink diam, mencari jawaban yang pas. Ia paham, betapa pentingnya bersikap
begitu. "Tidak. Kami tidak bisa. Sedikit pun. Aku sangat membenci situasi ini,
tetapi demikianlah ada-nya."
"Coba ceritakan keadaannya padaku."
"Ia menikah dengan ibuku untuk mendapat-kan nama baik dan uang ibuku. Ia
tidak men-cintai ibuku dan Ibu tahu hal itu. Ayahku orang yang harus
disalahkan atas ketidak-bahagiaan ibuku selama hidupnya dan menyebab-kan ia
mati muda. Maksudku, Ibu meninggal karena sakit hati. Dan ayahku tidak
menyukai aku karena aku tahu perbuatannya dan ia tidak tahan melihat
sikapku. Banyak orang yang ber-hasil dibodohinya, tetapi ia tidak bisa menipu
putranya sendiri dan itulah yang menyulut ke-marahannya."
Jari-jari Caroline yang menenangkan itu terus mengelus rambut Rink. "Mungkin
kau terlalu menghakiminya. Bagaimanapun ia manusia biasa, Rink, bukan dewa.
Ia juga bisa berbuat ke-keliruan. Apa orang tua harus tanpa cela"" Caroline
mengelus leher Rink dan menekan ri-ngan rahangnya sampai Rink mengangkat
kepala dan menatapnya. "Kurasa kau agak picik. Maafkan aku mengata-kan hal ini. Kau menuntut
kesempurnaan dan tidak bisa menerima kegagalan dalam dirimu sendiri. Kau
mengharapkan hal yang sama dari orang lain dan itu tidak fair, Rink. Tidak adil
memaksakan ukuranmu pada orang lain. Kita semua kan hanya manusia biasa."
Caroline mengelus bibir Rink dengan ujung jarinya. "Aku sedih mendengar
hubunganmu de-ngan ayahmu tidak sebagaimana mestinya. Se-buruk apa pun
ayahku, aku tidak bisa berbuat lain, kecuali menyayanginya. Alasannya,
terutama, karena ia sangat membutuhkan cinta." Caroline tersenyum ceria
pada Rink. "Bersabarlah, Rink. Jangan suka tidak sabar. Bertahun-tahun sudah
ayahmu hidup dengan cara begitu. Tidak mudah menerima perubahan." Mata
Caroline berkaca-kaca. "Terapi aku kagum kau berani mempertahankan
prinsipmu, kendati sikapmu menyulut kemarahan ayahmu."
Perlahan Rink tersenyum, penuh kelembutan. "Kau sungguh istimewa, kau tahu"
Bagaimana kau bisa menganggap semua itu baik" Hmmm' Mengapa setiap kali
bersamamu aku tak merasa-kan kegelapan, tidak kehilangan harapan" Menga-pa
aku selalu merasa punya jalan keluar ketika bersamamu" Dan aku merasa kau
juga bisa menegurku, mengembalikan kepercayaan diriku""
Kegembiraan yang dirasakan Caroline men-dengar apa yang dikatakan Rink
jelas terpancar. Mata Caroline meredup karena perasaan malu. "Betulkah aku
melakukan semua hal itu untukmu""
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 064
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 064
http://ac-zzz.blogspot.com/
Mata Rink yang keemasan melembut. Ia me-rapatkan tubuhnya ke rubuh
Caroline, dan me-nindihnya. Rink menegang. "Banyak hal yang kaulakukan
untukku," ujar Rink parau, sambil menggerakkan tubuhnya ke tubuh Caroline.
Mata Caroline membeliak, tubuhnya gemetar. Sambil mengumpat dirinya, Rink
menjauh. "Brengsek! Apa yang terjadi atas diriku" Aku tidak boleh melakukan
hal seperti itu padamu. Maafkan aku."
Sambil meraih Rink, Caroline berkata, "Bukan soal itu." Caroline mengangkat
tangan dan memperlihatkan kulitnya yang meremang. "Udaranya lebih dingin.
Kurasa mau hujan." Kata-kata itu belum lama meluncur keluar dari bibir Caroline, titik hujan sudah
jatuh menimpa wajahnya. Rink menutupi tubuh Caroline dengan punggung dan
menatap awan tebal di langit. Titik hujan jatuh makin cepat dan deras.
Keduanya tertawa girang seperti anak-anak ketika merebahkan diri di tanah
dan membiarkan air hujan membasahi tubuh mereka. Badai yang mengamuk di
musim panas itu perlahan mereda, hujan yang tadinya lebat kini tinggal titiktitik air gerimis.
Rink menopang tub uh dengan siku dan me-mandangi Caroline. Wajah Caroline
tetap cantik biarpun tidak memakai kosmetik. Ia malah ke-lihatan segar dan
memikat sekali. Mata Rink tertuju ke leher Caroline, dan turun lagi. Napas-nya
memburu. Blus putih yang dikenakan Caroline basah kuyub dan membentuk
buah dadanya. Hari ini Caroline tidak memakai bra.
Rink menatap Caroline dengan pandangan bertanya-tanya.
Suara Caroline rendah dan parau karena pe-rasaan malu. "Aku tidak punya
sesuatu yang cantik untuk kupakai. Kupikir... bila aku tidak roemakai apa-apa,
jadi kelihatan tidak terlalu jelek... aku... oh...." Caroline seperti mau
menangis dan melipat tangannya di dada. "Aku tidak bermaksud...."
"Ssst," ujar Rink, perlahan menurunkan tangan Caroline ke samping. Beberapa
saat lamanya, satu-satunya suara yang terdengar di sekeliling mereka hanyalah
suara titik hujan. Rink menatap CaroJine dengan pandangan kagum. Blus yang
basah itu memperlihatkan segalanya, payudara yang lembut, puncaknya yang
mencuar. "Kurasa, kudengar suara geledek," bisik Caroline dengan tubuh gemetar.
Rink mengangkat tangan dan memegang ke-mejanya yang basah. "Bukan. Itu
suara debar jantungku."
Rink membungkuk dan menyentuh bibir Caroline dengan bibirnya. Ciumannya
begitu lembut dan manis, sangat penuh kelembutan. Perlahan lidahnya
menjilat ujung-ujung bibir Caroline, dengan lembut menelusuri garis bibir-nya.
Telinga Rink menangkap suara mendesah yang keluar dari tenggorokan
Caroline. "Oh, Caroline," desah Rink.
Ciuman pun berubah. Tidak lagi lembut. Rink memiringkan bibir di atas bibir
Caroline, ber-usaha membukanya. Lidahnya dijulurkan masuk ke mulut
Caroline. Tangannya memeluk ping-gang Caroline, makin rapat, sesenti demi
sesenti, pelan, peJan, sampai akhirnya tangannya diletakkan di pinggang
Caroline, agak mencengkerara, kemudian pelan-pelan naik, sampai akhirnya
mencapai buah dada Caroline.
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 065software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 065
http://ac-zzz.blogspot.com/
Mata Rink yang keemasan melembut. Ia me-rapatkan tubuhnya ke rubuh
Caroline, dan me-nindihnya. Rink menegang. "Banyak hal yang kaulakukan
untukku," ujar Rink parau, sambil menggerakkan tubuhnya ke tubuh Caroline.
Mata Caroline membeliak, tubuhnya gemetar. Sambil mengumpat dirinya, Rink
menjauh. "Brengsek! Apa yang terjadi atas diriku" Aku tidak boleh melakukan
hal seperti itu padamu. Maafkan aku."
Sambil meraih Rink, Caroline berkata, "Bukan soal itu." Caroline mengangkat
tangan dan memperlihatkan kulitnya yang meremang. "Udaranya lebih dingin.
Kurasa mau hujan." Kata-kata itu belum lama meluncur keluar dari bibir Caroline, titik hujan sudah
jatuh menimpa wajahnya. Rink menutupi tubuh Caroline dengan punggung dan
menatap awan tebal di langit. Titik hujan jatuh makin cepat dan deras.
Keduanya tertawa girang seperti anak-anak ketika merebahkan diri di tanah
dan membiarkan air hujan membasahi tubuh mereka. Badai yang mengamuk di
musim panas itu perlahan mereda, hujan yang tadinya lebat kini tinggal titiktitik
air gerimis. Rink menopang tubuh dengan siku dan me-mandangi Caroline. Wajah Caroline
tetap cantik biarpun tidak memakai kosmetik. Ia malah ke-lihatan segar dan
memikat sekali. Mata Rink tertuju ke leher Caroline, dan turun lagi. Napas-nya
memburu. Blus putih yang dikenakan Caroline basah kuyub dan membentuk
buah dadanya. Hari ini Caroline tidak memakai bra.
Rink menatap Caroline dengan pandangan bertanya-tanya.
Suara Caroline rendah dan parau karena pe-rasaan malu. "Aku tidak punya
sesuatu yang cantik untuk kupakai. Kupikir... bila aku tidak roemakai apa-apa,
jadi kelihatan tidak terlalu jelek... aku... oh...." Caroline seperti mau
menangis dan melipat tangannya di dada. "Aku tidak bermaksud...."
"Ssst," ujar Rink, perlahan menurunkan tangan Caroline ke samping. Beberapa
saat lamanya, satu-satunya suara yang terdengar di sekeliling mereka hanyalah
suara titik hujan. Rink menatap CaroJine dengan pandangan kagum. Blus yang
basah itu memperlihatkan segalanya, pa
yudara yang lembut, puncaknya yang
mencuar. "Kurasa, kudengar suara geledek," bisik Caroline dengan tubuh gemetar.
Rink mengangkat tangan dan memegang ke-mejanya yang basah. "Bukan. Itu
suara debar jantungku."
Rink membungkuk dan menyentuh bibir Caroline dengan bibirnya. Ciumannya
begitu lembut dan manis, sangat penuh kelembutan. Perlahan lidahnya
menjilat ujung-ujung bibir Caroline, dengan lembut menelusuri garis bibir-nya.
Telinga Rink menangkap suara mendesah yang keluar dari tenggorokan
Caroline. "Oh, Caroline," desah Rink.
Ciuman pun berubah. Tidak lagi lembut. Rink memiringkan bibir di atas bibir
Caroline, ber-usaha membukanya. Lidahnya dijulurkan masuk ke mulut
Caroline. Tangannya memeluk ping-gang Caroline, makin rapat, sesenti demi
sesenti, pelan, peJan, sampai akhirnya tangannya diletakkan di pinggang
Caroline, agak mencengkerara, kemudian pelan-pelan naik, sampai akhirnya
mencapai buah dada Caroline.
http://ac-zzz.blogspot.com/
Seumur hidup Rink, tidak pernah ia merasa-kan memegang payudara
perempuan seperti payudara Caroline yang belum tumbuh sepenuh-nya tetapi
sudah penuh itu, terasa demikian nikmat di tangannya. Digenggamnya bagian
yang lembut itu, diremas, dan dipijatnya dengan ge-rakan memutar. Ia
mengeksplorasi payudara itu dengan ekstra lembut agar Caroline tidak
terkejut, namun dengan piawai membangkitkan sensualitas Caroline agar ia
ikut merespons. Caroline merapatkan tubuhnya ke tubuh Rink, setiap gerakan
tanpa disengaja menimbulkan rangsangan dan semakin membangkitkan hasrat.
Ketika jari-jari Rink menyentuh puncak payu-daranya, Caroline melengkungkan
punggung dan mendesah lembut. Bagian tubuh yang sensitif itu mencuat. Jarijari Rink terus mempermain-kannya dengan hati-hati sampai puncak itu mengeras. Sementara jarinya sibuk dengan payudara, lidahnya sibuk menjilati
langit-langit mulut Caroline. Suara yang keluar dari tenggorokannya tanpa
disadarinya dan napasnya yang panas lagi memburu menerpa wajah dan leher
Caroline. Tangan Rink membuka kancing blus CaroJine paling bawah, dan kancingkancing lainnya de-ngan cepat. Caroline tercekat dan memegang tangan dan
baju basah yang dipegang Rink. "Rink, jangan," bisik Caroline, yang sebenarnya
berarti ya. Caroline menggeleng ke kanan dan ke kiri. Giginya menggigit-gigit
bibir bawahnya. "Sayang, oh, sayangku," gumam Rink. "Aku tidak ingin menyakirimu. Aku hanya
ingin me-lihatnya, menyentuhnya."
Bibir Rink kembali menciumi bibir Caroline dengan gerakan mengisap. Rink
merasa seperti mendapat kehidupan dan cinta dari Caroline ketika berhasil
membuka blusnya dan menggeng-gam payudara Caroline yang lembut. Ketib
telapak tangannya merasakan kelembutan payu-dara itu, Rink tersulut gelora,
yang lebih panas, lebih menggebu, hampir sulit dikendalikan, yang belum
pernah dirasakannya selama ia pernah merasakan dorongan seks dalam
hidupnya. Dan ia menyadari seketika itu, tak ada perem-puan mana pun di dunia yang
bisa membuatnya merasa menjadi laki-laki sejati, seperti yang di-rasakannya
saat itu. Ia telah menemukan orang-nya, perempuan yang membuat dirinya
menjadi laki-laki sejati.
Rink mengelus, mendorong payudara Caroline tinggi-tinggi dengan tangannya,
membelai pun-caknya dengan ibu jari. Ia merendahkan tubuh-nya beberapa
sentimeter, lalu mencium teng-gorokan dan leher Caroline. Kemudian ia
mengu-lum salah satu puncak yang kemerahan itu dan mengisapnya dengan
lembut. Caroline menge-rang. Ia merenggut rambut Rink dan memegang kepala
pria tersebut erat-erat. Jiwa Rink dipenuhi gelora cinta ketika mendengar
Caroline mendesah nikmat karena apa yang dilakukannya dengan penuh cinta
untuk Caroline. Caroline agak menaikkan lutut, nalurinya me-mintanya melakukan hal itu,
tanpa disadarinya. Rink mengelus lutut Caroline yang telanjang.
Kakinya yang panjang lagi mulus terasa halus sekali ketika tangannya
mengelusnya sampai jauh ke atas. Rok dari bahan katun yang dikenakan
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 066software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 066
http://ac-z zz.blogspot.com/ Seumur hidup Rink, tidak pernah ia merasa-kan memegang payudara
perempuan seperti payudara Caroline yang belum tumbuh sepenuh-nya tetapi
sudah penuh itu, terasa demikian nikmat di tangannya. Digenggamnya bagian
yang lembut itu, diremas, dan dipijatnya dengan ge-rakan memutar. Ia
mengeksplorasi payudara itu dengan ekstra lembut agar Caroline tidak
terkejut, namun dengan piawai membangkitkan sensualitas Caroline agar ia
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ikut merespons. Caroline merapatkan tubuhnya ke tubuh Rink, setiap gerakan
tanpa disengaja menimbulkan rangsangan dan semakin membangkitkan hasrat.
Ketika jari-jari Rink menyentuh puncak payu-daranya, Caroline melengkungkan
punggung dan mendesah lembut. Bagian tubuh yang sensitif itu mencuat. Jarijari
Rink terus mempermain-kannya dengan hati-hati sampai puncak itu mengeras.
Sementara jarinya sibuk dengan payudara, lidahnya sibuk menjilati
langit-langit mulut Caroline. Suara yang keluar dari tenggorokannya tanpa
disadarinya dan napasnya yang panas lagi memburu menerpa wajah dan leher
Caroline. Tangan Rink membuka kancing blus CaroJine paling bawah, dan kancingkancing
lainnya de-ngan cepat. Caroline tercekat dan memegang tangan dan
baju basah yang dipegang Rink. "Rink, jangan," bisik Caroline, yang sebenarnya
berarti ya. Caroline menggeleng ke kanan dan ke kiri. Giginya menggigit-gigit
bibir bawahnya. "Sayang, oh, sayangku," gumam Rink. "Aku tidak ingin menyakirimu. Aku hanya
ingin me-lihatnya, menyentuhnya."
Bibir Rink kembali menciumi bibir Caroline dengan gerakan mengisap. Rink
merasa seperti mendapat kehidupan dan cinta dari Caroline ketika berhasil
membuka blusnya dan menggeng-gam payudara Caroline yang lembut. Ketib
telapak tangannya merasakan kelembutan payu-dara itu, Rink tersulut gelora,
yang lebih panas, lebih menggebu, hampir sulit dikendalikan, yang belum
pernah dirasakannya selama ia pernah merasakan dorongan seks dalam
hidupnya. Dan ia menyadari seketika itu, tak ada perem-puan mana pun di dunia yang
bisa membuatnya merasa menjadi laki-laki sejati, seperti yang di-rasakannya
saat itu. Ia telah menemukan orang-nya, perempuan yang membuat dirinya
menjadi laki-laki sejati.
Rink mengelus, mendorong payudara Caroline tinggi-tinggi dengan tangannya,
membelai pun-caknya dengan ibu jari. Ia merendahkan tubuh-nya beberapa
sentimeter, lalu mencium teng-gorokan dan leher Caroline. Kemudian ia
mengu-lum salah satu puncak yang kemerahan itu dan mengisapnya dengan
lembut. Caroline menge-rang. Ia merenggut rambut Rink dan memegang kepala
pria tersebut erat-erat. Jiwa Rink dipenuhi gelora cinta ketika mendengar
Caroline mendesah nikmat karena apa yang dilakukannya dengan penuh cinta
untuk Caroline. Caroline agak menaikkan lutut, nalurinya me-mintanya melakukan hal itu,
tanpa disadarinya. Rink mengelus lutut Caroline yang telanjang.
Kakinya yang panjang lagi mulus terasa halus sekali ketika tangannya
mengelusnya sampai jauh ke atas. Rok dari bahan katun yang dikenakan
http://ac-zzz.blogspot.com/
Caroline sama sekali tidak menghalangi Rink. Ia tidak mau berhenti untuk
memuaskan keinginan-nya sampai ia berhasil meyentuh celana dalam Caroline.
Caroline melengkungkan punggungnya lebih tinggi, tangannya mencengkeram
bahu Rink. "Rink, Rink." Rintihan Caroline menyiratkan kenikmatan sekaligus
ketakutan; yang keduanya dipahami Rink.
"Tak apa-apa, Sayang. Aku tidak akan me-nyakitimu. Sumpah, aku tidak akan
pernah me-nyakitimu."
Sentuhan tangan Rink terasa selembut kapas. Ia terus membelai dan mengelus,
sampai akhirnya tak ada lagi pakaian yang melekat di tubuh Caroline. Jari-jari
Rink mengelus kewanitaan Caroline.
"Oh, Tuhan," desah Rink, menenggelamkan bibimya di leher Caroline. "Kau
begitu cantik. Oh, Tuhan...."
Jari-jari Rink terus mempermainkan, membuka, dan menemukan. Ketika
Caroline menggeliat-geliatkan tubuh, Rink tahu ia berhasil menemukan sumber
keajaibannya. Dengan piawai ia agak menekan, membentuk lingkaranlingkaran, dan mengelus bagian tubuh itu sampai terdengar suara mengerang
dari tenggorokan Caroline, dengan kepala terkulai k
e belakang. Suara rintihan
Carolie berbaur dengan gemerisik angin dan hujan yang jatuh membasahi
pepohonan. Rink mengamati wajah Caroline, yang teng-gelam dalam kenikmatan, tidak
menyadari ekspre-sinya. Dilihatnya mata Caroline mengerjap-ngerjap ketika ia
menyadarkan Caroline dan perlahan mengembalikannya ke dunia nyata, lepas
dari cengkeraman kenikmatan yang menghanyutkan itu.
Kenyataan menimbulkan kebingungan. Caro-line menurunkan roknya yang
terlipat-lipat sam-pai pinggang. "Rink"" Caroline memanggil Rink dengan nada
tinggi. "Rink, apa yang terjadi atas diriku" Peluk aku. Aku takut sekali."
Rink merendahkan tubuhnya, seperti hendak memberi perlindungan pada
Caroline. Ia men-dekap Caroline erat-erat, tangannya memegang kedua sisi
kepala Caroline. Ia mengecup lembut seluruh wajah Caroline dan
menenangkannya. "Kau tidak tahu apa yang terjadi atas dirimu, Caroline""
Letupan emosi di hatinya membuat suaranya terdengar parau.
Caroline mencari-cari mata Rink, memerhati-kan bibir Rink, menyentuhnya,
seperti orang yang mengagumi keindahan yang dimiliki Rink dan apa yang baru
saja diperkenalkan pria itu padanya. "Tetapi kau tidak... maksudku... kau
tidak... berada dalam tubuhku."
Sambil mendesah lirih, Rink menekankan dahinya ke dahi Caroline. "Tidak, aku
tidak melakukannya. Tetapi aku ingin sekali. Aku ingin berada jauh di dalam
tubuhmu, memenuhi diri-mu dengan diriku, memberimu segala yang ku-punya."
Rink mencium Caroline, seakan tengah bercinta, menciumi bibir Caroline
dengan lidah-nya, memasukkan lidahnya jauh ke dalam mulut Caroline. Tetapi
ciuman itu malah makin meng-ingatkannya pada apa yang tak boleh dilakukannya, lalu ia melepaskannya.
Caroline menangis tersedu-sedu. Air matanya bercampur air hujan. Rink
menyeka air mata dari pipi Caroline dengan ibu jarinya. "Jangan menangis."
Rink bangkit dan menarik Caroline berdiri juga, mendekapnya erat-erat.
Caroline masih saja menangis. "Mengapa kau menangis, Caroline"" Oh, Tuhan,
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 067software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 067
http://ac-zzz.blogspot.com/
Caroline sama sekali tidak menghalangi Rink. Ia tidak mau berhenti untuk
memuaskan keinginan-nya sampai ia berhasil meyentuh celana dalam Caroline.
Caroline melengkungkan punggungnya lebih tinggi, tangannya mencengkeram
bahu Rink. "Rink, Rink." Rintihan Caroline menyiratkan kenikmatan sekaligus
ketakutan; yang keduanya dipahami Rink.
"Tak apa-apa, Sayang. Aku tidak akan me-nyakitimu. Sumpah, aku tidak akan
pernah me-nyakitimu."
Sentuhan tangan Rink terasa selembut kapas. Ia terus membelai dan mengelus,
sampai akhirnya tak ada lagi pakaian yang melekat di tubuh Caroline. Jari-jari
Rink mengelus kewanitaan Caroline.
"Oh, Tuhan," desah Rink, menenggelamkan bibimya di leher Caroline. "Kau
begitu cantik. Oh, Tuhan...."
Jari-jari Rink terus mempermainkan, membuka, dan menemukan. Ketika
Caroline menggeliat-geliatkan tubuh, Rink tahu ia berhasil menemukan sumber
keajaibannya. Dengan piawai ia agak menekan, membentuk lingkaranlingkaran,
dan mengelus bagian tubuh itu sampai terdengar suara mengerang
dari tenggorokan Caroline, dengan kepala terkulai ke belakang. Suara rintihan
Carolie berbaur dengan gemerisik angin dan hujan yang jatuh membasahi
pepohonan. Rink mengamati wajah Caroline, yang teng-gelam dalam kenikmatan, tidak
menyadari ekspre-sinya. Dilihatnya mata Caroline mengerjap-ngerjap ketika ia
menyadarkan Caroline dan perlahan mengembalikannya ke dunia nyata, lepas
dari cengkeraman kenikmatan yang menghanyutkan itu.
Kenyataan menimbulkan kebingungan. Caro-line menurunkan roknya yang
terlipat-lipat sam-pai pinggang. "Rink"" Caroline memanggil Rink dengan nada
tinggi. "Rink, apa yang terjadi atas diriku" Peluk aku. Aku takut sekali."
Rink merendahkan tubuhnya, seperti hendak memberi perlindungan pada
Caroline. Ia men-dekap Caroline erat-erat, tangannya memegang kedua sisi
kepala Caroline. Ia mengecup lembut seluruh wajah Caroline dan
menenangkannya. "Kau tidak tahu apa yang terjad
i atas dirimu, Caroline""
Letupan emosi di hatinya membuat suaranya terdengar parau.
Caroline mencari-cari mata Rink, memerhati-kan bibir Rink, menyentuhnya,
seperti orang yang mengagumi keindahan yang dimiliki Rink dan apa yang baru
saja diperkenalkan pria itu padanya. "Tetapi kau tidak... maksudku... kau
tidak... berada dalam tubuhku."
Sambil mendesah lirih, Rink menekankan dahinya ke dahi Caroline. "Tidak, aku
tidak melakukannya. Tetapi aku ingin sekali. Aku ingin berada jauh di dalam
tubuhmu, memenuhi diri-mu dengan diriku, memberimu segala yang ku-punya."
Rink mencium Caroline, seakan tengah bercinta, menciumi bibir Caroline
dengan lidah-nya, memasukkan lidahnya jauh ke dalam mulut Caroline. Tetapi
ciuman itu malah makin meng-ingatkannya pada apa yang tak boleh dilakukannya,
lalu ia melepaskannya. Caroline menangis tersedu-sedu. Air matanya bercampur air hujan. Rink
menyeka air mata dari pipi Caroline dengan ibu jarinya. "Jangan menangis."
Rink bangkit dan menarik Caroline berdiri juga, mendekapnya erat-erat.
Caroline masih saja menangis. "Mengapa kau menangis, Caroline"" Oh, Tuhan,
http://ac-zzz.blogspot.com/
andai ia sampai melanggar janjinya dan melukai Caroline, ia takkan pernah
memaaikan dirinya. Apakah Caroline tidak meng-hargainya lagi sekarang, takut
dengannya" "Kata-kan, kenapa kau menangis""
"Kau takkan datang menemuiku lagi. Setelah peristiwa hari ini. Setelah apa
yang kulakukan, kau akan menganggapku perempuan murahan."
Kelegaan menyelimuti hati Rink. "Oh, sayang-ku," bisik Rink sambil mendekap
tubuh Caroline lebih erat ke tubuhnya. "Aku mencintaimu."
Perlahan-lahan Caroline mengangkat kepala dan menatap Rink. "Kau
mencintaiku"" "Aku mencintaimu," kata Rink, karena ia tahu itulah perasaannya yang
sesungguhnya ter-hadap Caroline. Andai ia tidak mencintainya, mereka masih
akan berbaring di rerumputan dan ia akan memuaskan hasratnya. "Aku mencintaimu. Betapa pun sulit, aku akan datang ke sini lagi besok." Rink memeluk
Caroline erat-erat, menciuminya sampai Caroline sesak napas. Kemudian,
sambil mendekap Caroline seakan ia sudah menjadi miliknya, Rink berbisik di
telinga Caroline, "Kita hampir melewati batas, Caroline." Rink agak menjauhkan
dirinya dari Caroline, mencari-cari mata Caroline. "Kau mengerti apa yang
kumaksud, bukan""
"Tentu saja!" jawab Caroline sambil terisak pelan. "Aku tahu, apa pun yang
terjadi di antara kita takkan ada masa depan."
"Bukan tidak ada masa depan. Aku akan mencari jalan keluar. Malam ini."
"Malam ini" Apa maksudmu""
"Aku akan mencari cara bagaimana supaya kita bisa berkencan dengan pantas,
berada di antara orang banyak, tidak lagi bertemu sem-bunyi-sembunyi begini."
Caroline memeluk lengan atas Rink. "Jangan, Rink, jangan lakukan hal itu.
Biarkan seperti sekarang ini, selama kita bisa."
"Aku bisa mati kalau begini terus."
"Mengapa""
"Bila berduaan saja seperti ini, sulit bagiku untuk menghentikan apa yang sudah
kumulai." Caroline terdiam dan membisu beberapa saat, hanya memandangi tenggorokan
Rink sementara jarinya menelusuri kerah kemeja Rink. Caroline membasahi
bibir. "Rink, aku tidak keberatan bila kau... Aku bersedia bila kau ingin
me... .... Dengan jari telunjuk Rink menaikkan dagu Caroline. "Tidak." Suara Rink tenang
tetapi berwibawa. "Aku tidak suka main sembunyi-sembunyi seperti ini. Aku
tidak suka memperu-mit masalah, mengambil risiko menyakitimu, dengan
bercinta denganmu." Ia menundukkan wajah hendak mencium Caroline yang tak
jauh darinya. Rink memejamkan mata rapat-rapat, mengembuskan napas, dan
mengertakkan gigi. Ketika membuka mata kembali, Rink berkata," Aku ingin
sekali. Oh Tuhan. Aku ingin sekali melakukannya. Tetapi seperti yang
kukatakan padamu, aku tidak ingin melakukan sesuatu yang bisa menyakiti
hatimu." "Ya, dan aku percaya padamu."
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 068software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 068
http://ac-zzz.blogspot.com/
andai ia sampai melanggar janjinya dan melukai Caroline, ia takkan pernah
memaaikan dirinya. Apakah Caroline tidak meng-hargainya lagi sekarang, takut
dengannya" "Kata-kan, kenapa kau menangis""
"Kau takkan datang menemuiku lagi. Setelah peristiwa hari ini. Setelah apa
yang kulakukan, kau akan menganggapku perempuan murahan."
Kelegaan menyelimuti hati Rink. "Oh, sayang-ku," bisik Rink sambil mendekap
tubuh Caroline lebih erat ke tubuhnya. "Aku mencintaimu."
Perlahan-lahan Caroline mengangkat kepala dan menatap Rink. "Kau
mencintaiku"" "Aku mencintaimu," kata Rink, karena ia tahu itulah perasaannya yang
sesungguhnya ter-hadap Caroline. Andai ia tidak mencintainya, mereka masih
akan berbaring di rerumputan dan ia akan memuaskan hasratnya. "Aku mencintaimu.
Betapa pun sulit, aku akan datang ke sini lagi besok." Rink memeluk
Caroline erat-erat, menciuminya sampai Caroline sesak napas. Kemudian,
sambil mendekap Caroline seakan ia sudah menjadi miliknya, Rink berbisik di
telinga Caroline, "Kita hampir melewati batas, Caroline." Rink agak menjauhkan
dirinya dari Caroline, mencari-cari mata Caroline. "Kau mengerti apa yang
kumaksud, bukan""
"Tentu saja!" jawab Caroline sambil terisak pelan. "Aku tahu, apa pun yang
terjadi di antara kita takkan ada masa depan."
"Bukan tidak ada masa depan. Aku akan mencari jalan keluar. Malam ini."
"Malam ini" Apa maksudmu""
"Aku akan mencari cara bagaimana supaya kita bisa berkencan dengan pantas,
berada di antara orang banyak, tidak lagi bertemu sem-bunyi-sembunyi begini."
Caroline memeluk lengan atas Rink. "Jangan, Rink, jangan lakukan hal itu.
Biarkan seperti sekarang ini, selama kita bisa."
"Aku bisa mati kalau begini terus."
"Mengapa""
"Bila berduaan saja seperti ini, sulit bagiku untuk menghentikan apa yang sudah
kumulai." Caroline terdiam dan membisu beberapa saat, hanya memandangi tenggorokan
Rink sementara jarinya menelusuri kerah kemeja Rink. Caroline membasahi
bibir. "Rink, aku tidak keberatan bila kau... Aku bersedia bila kau ingin
me... .... Dengan jari telunjuk Rink menaikkan dagu Caroline. "Tidak." Suara Rink tenang
tetapi berwibawa. "Aku tidak suka main sembunyi-sembunyi seperti ini. Aku
tidak suka memperu-mit masalah, mengambil risiko menyakitimu, dengan
bercinta denganmu." Ia menundukkan wajah hendak mencium Caroline yang tak
jauh darinya. Rink memejamkan mata rapat-rapat, mengembuskan napas, dan
mengertakkan gigi. Ketika membuka mata kembali, Rink berkata," Aku ingin
sekali. Oh Tuhan. Aku ingin sekali melakukannya. Tetapi seperti yang
kukatakan padamu, aku tidak ingin melakukan sesuatu yang bisa menyakiti
hatimu." "Ya, dan aku percaya padamu."
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Kalau begitu serahkan segalanya padaku. Tak ada yang perlu kaukhawatirkan.
Aku akan mem-bereskan segalanya, sehingga kita tidak perlu bertemu
sembunyi-sembunyi seperti ini lagi."
"Kau yakin, Rink"" Perasaan cemas itu masih terpancar di wajah Caroline. Rink
tahu Caroline mengkhawatirkan dirinya, bukan diri Caroline, dirinya sendiri.
"Aku yakin. Besok aku akan membawa berita baik. Besok, sayangku. Di sini. Di
tempat kita berada ini." Tangan Rink mendekap wajah Caroline. "Oh, Tuhan,
Caroline, cium aku lagi." Bibir Rink mencari-cari bibir Caroline, tetapi
ciumannya hanya ciuman kecil. Ia tidak yakin dirinya bisa memenuhi janjinya.
Ia ingin me-nikahi Caroline, dan tak peduli apa pun risiko-nya.
"Besok, besok," kata Rink berulang-ulang sam-bil mundur, merentangkan
tangannya, sampai akhirnya ujung jari mereka berpisah. Rink lari menembus
hutan di bawah rintik hujan ke tempat ia memarkir mobilnya, ingin cepat-cepat
tiba di rumah.... "Kau tolol," kata Rink pada dirinya di depan cermin setelah keluar dari kamar
mandi. Wajah-nya jadi kabur, yang tepat menggambarkan diri-nya setelah
peristiwa dua belas tahun yang lalu itu. "Apa yang membuatku berpikir sepolos
itu, mengira segalanya berjalan sesuai rencanaku"" Ia menghabiskan
minumannya, membiarkan cairan itu menuruni tenggorokannya tanpa
menikmati rasanya sedikit pun. Ia hanya menyesali es batu yang mencair itu
mengurangi rasa bourbon-nyz. Ia teringat apa yang terjadi malam itu ketika ia
menemui
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ayahnya di ruang kerja, meminta waktu untuk bicara. Seperti racun
yang masih mengendap, kebencian dan kemarahan menyeli-muti dirinya setiap
kali ia ingat ketololan dirinya yang begitu percaya diri. Betapa bodohnya. Betapa tololnya. Dirinya seperti Daud yang berdiri di hadapan Goliat. Oh, ia punya
keberanian seperti itu. Hanya saja ia tidak punya ketapel dan batu. Sementara
Roscoe punya meriam. Ia melangkah masuk ke ruang kerja dan ber-kata, "Daddy, aku sudah
menemukan gadis yang ingin kunikahi."
"Pasti kau bisa menemukannya," jawab Roscoe sambil memindahkan cerutunya
dari sudut bibir yang satu ke sudut lainnya. "Frank George me-neleponku tadi
malam. Marilee hamil. Sudah tiga atau empat bulan. Ia bilang, mata putrinya
sampai bengkak karena menangis sebab kau tidak datang lagi menemuinya.
Selamat, anakku. Kau sebentar lagi menjadi suami dan ayah."
Sampai detik ini kata-kata ayahnya itu masih sangat dibencinya sampai ke
tulang sumsum. Kata-kata bandit itu. Kata-kata bajingan yang penuh
kebencian, manipulasi, kelicikan.
Dan Caroline, Caroline-nya yang dijumpainya di tepi sungai di bawah rintik
hujan, kini menjadi istri ayahnya. Kini bajingan itulah yang harus didengarkan
kata-katanya oleh Caroline, bicara dengannya, memberikan ketenangan dan
kehidupan pada Caroline. Dengan Roscoe, Caroline memberikan bibirnya yang
manis, payu-daranya, pahanya.
Rink menutup mata dengan telapak tangan, sementara ingatan akan
kebersamaannya dengan Caroline melintas seperti film di benaknya. Membayangkan semua itu saja Rink merasa hampir tidak sanggup.
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 069software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 069
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Kalau begitu serahkan segalanya padaku. Tak ada yang perlu kaukhawatirkan.
Aku akan mem-bereskan segalanya, sehingga kita tidak perlu bertemu
sembunyi-sembunyi seperti ini lagi."
"Kau yakin, Rink"" Perasaan cemas itu masih terpancar di wajah Caroline. Rink
tahu Caroline mengkhawatirkan dirinya, bukan diri Caroline, dirinya sendiri.
"Aku yakin. Besok aku akan membawa berita baik. Besok, sayangku. Di sini. Di
tempat kita berada ini." Tangan Rink mendekap wajah Caroline. "Oh, Tuhan,
Caroline, cium aku lagi." Bibir Rink mencari-cari bibir Caroline, tetapi
ciumannya hanya ciuman kecil. Ia tidak yakin dirinya bisa memenuhi janjinya.
Ia ingin me-nikahi Caroline, dan tak peduli apa pun risiko-nya.
"Besok, besok," kata Rink berulang-ulang sam-bil mundur, merentangkan
tangannya, sampai akhirnya ujung jari mereka berpisah. Rink lari menembus
hutan di bawah rintik hujan ke tempat ia memarkir mobilnya, ingin cepat-cepat
tiba di rumah.... "Kau tolol," kata Rink pada dirinya di depan cermin setelah keluar dari kamar
mandi. Wajah-nya jadi kabur, yang tepat menggambarkan diri-nya setelah
peristiwa dua belas tahun yang lalu itu. "Apa yang membuatku berpikir sepolos
itu, mengira segalanya berjalan sesuai rencanaku"" Ia menghabiskan
minumannya, membiarkan cairan itu menuruni tenggorokannya tanpa
menikmati rasanya sedikit pun. Ia hanya menyesali es batu yang mencair itu
mengurangi rasa bourbon-nyz. Ia teringat apa yang terjadi malam itu ketika ia
menemui ayahnya di ruang kerja, meminta waktu untuk bicara. Seperti racun
yang masih mengendap, kebencian dan kemarahan menyeli-muti dirinya setiap
kali ia ingat ketololan dirinya yang begitu percaya diri. Betapa bodohnya. Betapa tololnya. Dirinya seperti Daud yang berdiri di hadapan Goliat. Oh, ia punya
keberanian seperti itu. Hanya saja ia tidak punya ketapel dan batu. Sementara
Roscoe punya meriam. Ia melangkah masuk ke ruang kerja dan ber-kata, "Daddy, aku sudah
menemukan gadis yang ingin kunikahi."
"Pasti kau bisa menemukannya," jawab Roscoe sambil memindahkan cerutunya
dari sudut bibir yang satu ke sudut lainnya. "Frank George me-neleponku tadi
malam. Marilee hamil. Sudah tiga atau empat bulan. Ia bilang, mata putrinya
sampai bengkak karena menangis sebab kau tidak datang lagi menemuinya.
Selamat, anakku. Kau sebentar lagi menjadi suami dan ayah.
" Sampai detik ini kata-kata ayahnya itu masih sangat dibencinya sampai ke
tulang sumsum. Kata-kata bandit itu. Kata-kata bajingan yang penuh
kebencian, manipulasi, kelicikan.
Dan Caroline, Caroline-nya yang dijumpainya di tepi sungai di bawah rintik
hujan, kini menjadi istri ayahnya. Kini bajingan itulah yang harus didengarkan
kata-katanya oleh Caroline, bicara dengannya, memberikan ketenangan dan
kehidupan pada Caroline. Dengan Roscoe, Caroline memberikan bibirnya yang
manis, payu-daranya, pahanya.
Rink menutup mata dengan telapak tangan, sementara ingatan akan
kebersamaannya dengan Caroline melintas seperti film di benaknya. Membayangkan
semua itu saja Rink merasa hampir tidak sanggup.
http://ac-zzz.blogspot.com/
Sekujur tubuhnya terasa sakit. Celakanya, tak ada benda apa pun yang bisa
menyembuhkan lukanya. "Terima kasih, Steve."
"Terima kasih kembali."
"Rink bilang pemanggang rotinya rusak. Haney harus membeli yang baru. Tetapi
kata Haney, tak perlu beli yang baru kalau yang lama ini bisa diperbaiki. Rink
ingin memper-baikinya tetapi ia sibuk bekerja di pemintalan. Aku sudah bilang
padanya, tak perlu mencemas-kan benda itu. Kau mau melakukannya untukku.
Kau tidak keberatan, bukan""
"Tentu saja tidak. Aku senang bisa memper-baikinya." Ia menyibukkan diri
dengan merapi-kan meja kerja di garasi, tempat alat-alat kecil disimpan.
"Kau marah padaku, Steve""
Steve berhenti bekerja dan menatap Laura Jane. Laura Jane mengenakan baju
berkerah ting-gi. Kulitnya kelihatan lembut dan halus seperti bunga magnolia
yang tengah merekah. Hasrat menyergap Steve seperti palu godam. Ia berbalik
seketika. "Mengapa aku harus marah padamu""
Laura Jane mengembuskan napas dan duduk di anak tangga paling atas. Dengan
resah, jari-jarinya mempermainkan ikat pinggang yang me-lilit di pinggangnya.
Kepalanya ditundukkan dalam-dalam sampai dagunya hampir menyentuh dada.
"Karena aku menciummu kemarin," jawab Laura Jane lembut. "Sejak kejadian
itu, kau marah padaku."
"Sudah kukatakan, aku tidak marah."
"Lalu mengapa kau tidak mau menatap wajah-ku""
Steve menatapnya kemudian. Suara Laura Jane yang bernada tinggi, penuh
kemarahan, memaksa Steve mengangkat kepala dan memandang Laura Jane
tanpa bisa berkata-kata. Ia tidak pernah melihat gadis itu marah atau
meninggikan suara-nya tanpa alasan. Kecil kemungkinan Laura Jane berani
balik menatapnya. Air muka Laura Jane kelihatan seperti ekspresi perempuan
yang merasa direndahkan. Steve menelan ludah dengan susah payah. "Aku memandangmu sekarang."
"Matamu menghindariku. Matamu tak pernah memandangiku lagi. Mengapa,
Steve"" tanya Laura Jane, sambil turun dari tangga dan men-dekati Steve.
"Mengapa" Kau tidak menyukai wajahku lagi""
Mata Steve nanar menatap Lauara Jane, mulai dari rambutnya yang halus
kecokelatan sampai ke kakinya yang ramping mengenakan sandal. Ketika sekali
lagi matanya tertuju pada wajah gadis itu, Steve berkata dengan suara parau,
"Bukan, Laura Jane, aku sangat suka meman-dangimu."
Laura Jane tersenyum, tetapi sesaat senyumnya memudar. "Benarkah gara-gara
aku ingin men-ciummu" Apakah aku melakukan kesalahan"""
Steve menggosok-gosokkan tangannya ke paha, mengeringkan telapak
tangannya yang basah pada celana jins. "Kau tidak melakukan kesalahan."
Laura Jane mengernyitkan dahi. "Kurasa, aku melakukan kesalahan. Perempuan
yang kulihat di televisi mencium kekasihnya lama-lama. Mereka saling
memiringkan kepala. Aku rasa mereka membuka mulut mereka ketika
berciuman." www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 070software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 070
http://ac-zzz.blogspot.com/
Sekujur tubuhnya terasa sakit. Celakanya, tak ada benda apa pun yang bisa
menyembuhkan lukanya. "Terima kasih, Steve."
"Terima kasih kembali."
"Rink bilang pemanggang rotinya rusak. Haney harus membeli yang baru. Tetapi
kata Haney, tak perlu beli yang baru kalau yang lama ini bisa diperbaiki. Rink
ingin memper-baikinya tetapi ia sibuk bekerja di pemintalan. Aku sudah bilang
padanya, tak perlu mencemaskan benda itu. Kau mau melakukannya untukku.
Kau tidak keberatan, bukan""
"Tentu saja tidak. Aku senang bisa memper-baikinya." Ia menyibukkan diri
dengan merapi-kan meja kerja di garasi, tempat alat-alat kecil disimpan.
"Kau marah padaku, Steve""
Steve berhenti bekerja dan menatap Laura Jane. Laura Jane mengenakan baju
berkerah ting-gi. Kulitnya kelihatan lembut dan halus seperti bunga magnolia
yang tengah merekah. Hasrat menyergap Steve seperti palu godam. Ia berbalik
seketika. "Mengapa aku harus marah padamu""
Laura Jane mengembuskan napas dan duduk di anak tangga paling atas. Dengan
resah, jari-jarinya mempermainkan ikat pinggang yang me-lilit di pinggangnya.
Kepalanya ditundukkan dalam-dalam sampai dagunya hampir menyentuh dada.
"Karena aku menciummu kemarin," jawab Laura Jane lembut. "Sejak kejadian
itu, kau marah padaku."
"Sudah kukatakan, aku tidak marah."
"Lalu mengapa kau tidak mau menatap wajah-ku""
Steve menatapnya kemudian. Suara Laura Jane yang bernada tinggi, penuh
kemarahan, memaksa Steve mengangkat kepala dan memandang Laura Jane
tanpa bisa berkata-kata. Ia tidak pernah melihat gadis itu marah atau
meninggikan suara-nya tanpa alasan. Kecil kemungkinan Laura Jane berani
balik menatapnya. Air muka Laura Jane kelihatan seperti ekspresi perempuan
yang merasa direndahkan. Steve menelan ludah dengan susah payah. "Aku memandangmu sekarang."
"Matamu menghindariku. Matamu tak pernah memandangiku lagi. Mengapa,
Steve"" tanya Laura Jane, sambil turun dari tangga dan men-dekati Steve.
"Mengapa" Kau tidak menyukai wajahku lagi""
Mata Steve nanar menatap Lauara Jane, mulai dari rambutnya yang halus
kecokelatan sampai ke kakinya yang ramping mengenakan sandal. Ketika sekali
lagi matanya tertuju pada wajah gadis itu, Steve berkata dengan suara parau,
"Bukan, Laura Jane, aku sangat suka meman-dangimu."
Laura Jane tersenyum, tetapi sesaat senyumnya memudar. "Benarkah gara-gara
aku ingin men-ciummu" Apakah aku melakukan kesalahan"""
Steve menggosok-gosokkan tangannya ke paha, mengeringkan telapak
tangannya yang basah pada celana jins. "Kau tidak melakukan kesalahan."
Laura Jane mengernyitkan dahi. "Kurasa, aku melakukan kesalahan. Perempuan
yang kulihat di televisi mencium kekasihnya lama-lama. Mereka saling
memiringkan kepala. Aku rasa mereka membuka mulut mereka ketika
berciuman." http://ac-zzz.blogspot.com/
Sekujur tubuh Steve bergetar. "Laura Jane," katanya parau, "kau tidak boleh
bicara seperti itu dengan pria."
"Kau bukan pria biasa, namamu Steve."
"Benar, kau tidak boleh bicara soal ingin menciumku."
Laura Jane kelihatan bingung. "Mengapa""
"Karena ada hal-hal antara laki-laki dan perem-puan yang... yang... belum
menikah yang tidak boleh dibicarakan."
"Boleh melakukannya, tetapi tidak boleh mem-bicarakannya"" tanya Laura
Jane, semakin bi-ngung. Steve tertawa, meskipun tengah mengungkap-kan hal serius. Rupanya Laura
Jane lebih cerdik darinya. "Seperti itulah."
Laura Jane menggelayut di badan Steve dan meletakkan tangannya di dada
Steve. Kepalanya ditengadahkan ketika hendak menatap wajah Steve. "Kalau
begitu tak perlu kita membicara-kannya. Kita berciuman saja." Suara Laura
Jane sehalus napasnya yang menerpa kerongkongan Steve.
Tangan Steve menggenggam tangan Laura Jane. "Kita tidak boleh melakukan
hal itu juga." "Kenapa, Steve""
Kemarahan seperti menyayat-nyayat sekujur tubuhnya. Ia harus mengeraskan
hati untuk melepaskan genggaman tangan Laura Jane dan de-ngan hati-hati
menurunkannya ke samping. "Ka-rena tidak boleh." Steve kembali ke meja dan
mengambil pelana yang sedang dibersihkannya ketika Laura Jane masuk
mencarinya. Dengan sedih Laura Jane memandangi Steve yang keluar dari bengkel dan
berjalan ke halaman. Ia mengambil pemanggang roti, benda yang dijadikan
alasan untuk menemui Steve, dan kem-bali ke rumah. Ketika melihat mobil
Caroline memasuki pekarangan, Laura Jane berhenti.
"Halo, Laura Jane. Apa yang kaulakukan de-ngan benda itu di halaman""
Caroline bertanya, sambil menunjuk pemanggang roti.
"Steve memperbaikinya untuk Haney. Aku baru ma
u masuk rumah." Gaya bicara Laura Jane menarik perhatian Caroline. "Bagaimana keadaan
Steve" Aku tidak melihatnya beberapa hari ini."
Laura Jane mengangkat bahu. "Ia baik-baik saja, kurasa. Sikapnya aneh kadangkadang."
"Aneh"" "Ya. Sepertinya ia tidak ingin menjadi temanku lagi."
"Aku tidak yakin."
"Benar. Sejak aku menciumnya."
Caroline menghentikan langkah. "Kau men-ciumnya"" Caroline melihat ke
sekelilingnya de-ngan cemas, berharap tak ada orang yang men-dengar
pernyataan itu dan lega Rink tak ada di sekitar situ.
"Ya." Laura Jane menatap Caroline dengan pandangan polos dan tenang ketika
melihat wajah Caroline yang tampak kesal. "Aku mencintainya."
"Kau mengungkapkan itu padanya""
"Ya. Tidak baikkah""
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 071software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 071
http://ac-zzz.blogspot.com/
Sekujur tubuh Steve bergetar. "Laura Jane," katanya parau, "kau tidak boleh
bicara seperti itu dengan pria."
"Kau bukan pria biasa, namamu Steve."
"Benar, kau tidak boleh bicara soal ingin menciumku."
Laura Jane kelihatan bingung. "Mengapa""
"Karena ada hal-hal antara laki-laki dan perem-puan yang... yang... belum
menikah yang tidak boleh dibicarakan."
"Boleh melakukannya, tetapi tidak boleh mem-bicarakannya"" tanya Laura
Jane, semakin bi-ngung. Steve tertawa, meskipun tengah mengungkap-kan hal serius. Rupanya Laura
Jane lebih cerdik darinya. "Seperti itulah."
Laura Jane menggelayut di badan Steve dan meletakkan tangannya di dada
Steve. Kepalanya ditengadahkan ketika hendak menatap wajah Steve. "Kalau
begitu tak perlu kita membicara-kannya. Kita berciuman saja." Suara Laura
Jane sehalus napasnya yang menerpa kerongkongan Steve.
Tangan Steve menggenggam tangan Laura Jane. "Kita tidak boleh melakukan
hal itu juga." "Kenapa, Steve""
Kemarahan seperti menyayat-nyayat sekujur tubuhnya. Ia harus mengeraskan
hati untuk melepaskan genggaman tangan Laura Jane dan de-ngan hati-hati
menurunkannya ke samping. "Ka-rena tidak boleh." Steve kembali ke meja dan
mengambil pelana yang sedang dibersihkannya ketika Laura Jane masuk
mencarinya. Dengan sedih Laura Jane memandangi Steve yang keluar dari bengkel dan
berjalan ke halaman. Ia mengambil pemanggang roti, benda yang dijadikan
alasan untuk menemui Steve, dan kem-bali ke rumah. Ketika melihat mobil
Caroline memasuki pekarangan, Laura Jane berhenti.
"Halo, Laura Jane. Apa yang kaulakukan de-ngan benda itu di halaman""
Caroline bertanya, sambil menunjuk pemanggang roti.
"Steve memperbaikinya untuk Haney. Aku baru mau masuk rumah."
Gaya bicara Laura Jane menarik perhatian Caroline. "Bagaimana keadaan
Steve" Aku tidak melihatnya beberapa hari ini."
Laura Jane mengangkat bahu. "Ia baik-baik saja, kurasa. Sikapnya aneh kadangkadang."
"Aneh"" "Ya. Sepertinya ia tidak ingin menjadi temanku lagi."
"Aku tidak yakin."
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Benar. Sejak aku menciumnya."
Caroline menghentikan langkah. "Kau men-ciumnya"" Caroline melihat ke
sekelilingnya de-ngan cemas, berharap tak ada orang yang men-dengar
pernyataan itu dan lega Rink tak ada di sekitar situ.
"Ya." Laura Jane menatap Caroline dengan pandangan polos dan tenang ketika
melihat wajah Caroline yang tampak kesal. "Aku mencintainya."
"Kau mengungkapkan itu padanya""
"Ya. Tidak baikkah""
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Tidak baik, ya." Caroline tahu ia harus me-milih kata-kata yang hendak
diucapkannya de-ngan hati-hati. Ini cinta pertama Laura Jane, barangkali ini
cinta monyet. Bagaimana cara menjelaskan dengan hati-hati tetapi tidak membuatnya takut" "Mungkin kau terlalu terburu-buru. Barangkali kau membuat
Steve terkejut. Jangan-jangan Steve yang ingin menciummu ter-lebih dahulu."
"Kurasa ia tidak akan melakukan hal itu dan aku sudah tidak sabar."
Caroline tersenyum. "Beri waktu untuknya, kurasa nanti ia akan melakukannya."
"Menurutmu, Rink akan melakukannya""
"Melakukan apa""
"Menciummu. Ia ingin menciummu."
Beberapa detik dalam enam puluh detik yang sama, Caroline terkesima. "Laura
Jane, kau tidak boleh berkata begitu.
Rink tidak akan melakukan hal itu."
"Lalu mengapa ia selalu memandangimu""
Bibir Caroline terasa kering. "Oh ya""
"Setiap kali, di saat kau tidak melihatnya. Dan kata-katanya begitu tajam
padamu waktu di pemintalan kapas."
"Bukan kepadaku. Kepada setiap orang, para pekerja, para penanam kapas, dan
juga kepada ayahmu."
"Tetapi kau yang memintanya. Aku rasa, ia awalnya tidak mau, bukan""
Caroline mengingat-ingat apa yang terjadi ma-lam itu, setelab Rink
memperbaiki mesin pintal. Sepanjang petang, Caroline memikirkan cara un-tuk
membangun kembali hubungannya dengan Rink dan mengira telah berhasil
melakukannya. Namun sekembalinya ke rumah, sesudah mandi dan duduk
untuk makan malam bersama, Rink malah menunjukkan sikap makin
bermusuhan dengannya. Caroline tidak tahan menerima ke-nyataan iru.
Kendati kemajuan yang dicapainya sedikit, Caroline tidak mau menyerah.
Selama makan malam dan sesudahnya, waktu mereka duduk di ruang tamu
bersama Haney dan Laura Jane, Caroline berusaha bersikap ra-mah pada Rink,
sehingga Rink tak lagi meman-dang Caroline dengan wajah bermusuhan. Akhirnya ia berhasil mengumpulkan keberanian me-minta tolong Rink memeriksa
beberapa mesin lainnya, yang dirasanya perlu diperiksa. Dengan sikap enggan,
Rink mengiakan permintaan Caroline. Selama tiga hari penuh Rink bekerja
keras di pabrik, sebagaimana pekerja yang makan gaji.
"Aku bersyukur, Rink ada di sini memberi bantuan sementara ayahmu sakit. Ia
bekerja keras sekali."
"Kau juga. Kau kelihatan letih sekali, Caroline."
Caroline memang merasa letih. Sangat letih. Ia masih harus bersikap sangat
hati-hati terhadap Rink, berharap komunikasi yang berhasil dijalin di antara
tnereka tidak mengarah ke hubungan yang intim. Dan Roscoe. Caci makinya
makin pedas setiap kali Caroline menjenguknya, yang paling sedikit sekali
sehari, dua kali bila ia merasa mampu menghadapinya. Ia tidak mem-beritahu
Roscoe perihal pekerjaan yang dilakukan Rink di pemintalan karena tahu
Roscoe pasti tidak akan setuju. Tak satu pun hal yang dilaku-kannya kini
menyenangkan hati Roscoe. Semua dikritiknya, mulai dari cara berpakaian
sampai cara menerima nasihat yang diberikan dokter, seakan perintah yang
tidak boleh dilanggar. www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 072
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 072
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Aku memang merasa letih," kata Caroline pada Laura Jane. "Soal Steve,"
katanya, kembali pada topik pembicaraan, "mungkin perasaannya lagi tidak
enak saja. Jangan terlalu memaksanya. Biasanya pria tidak suka diperlakukan
begitu. Kurasa, kalau kalian nanti mau berciuman lagi, biarkan ia yang
berinisiatif, jangan kau."
"Kurasa begitu," gumam Laura Jane, sambil menunduk.
Caroline memahami alasan Steve yang tiba-tiba dingin. Jelas ia jatuh cinta
pada Laura Jane tetapi tidak ingin perasaan cintanya membuat Laura Jane
melakukan sesuatu yang bisa menyu-lut kemarahan Rink. Ia menaruh simpati
pada keduanya. "Ayo kita makan," ajak Caroline ra-mah, sambil menggamit
tangan perempuan yang lebih muda tersebut.
"Rink ke mana""
"Entahlah. Ia bilang akan makan bersama "
Perkataan Caroline terputus suara klakson nya-ring, dan ketika ia dan Laura
Jane berbalik, mereka melihat Rink menghentikan mobil pickup-nyz di
belakang mobil Lincoln. Rink melompat keluar dari mobil itu.
Wajahnya yang berseri-seri mengingatkan Caroline pada pemuda tampan yang
pernah di-kenalnya di pinggir hutan, yang hampir mendo-rongnya menyongsong
dan merentangkan tangan untuk menyambutnya tanpa memedulikan sekelilingnya.
"Itu mobilmu, Rink"" tanya Laura Jane sambil berjingkrak dan bertepuk tangan
kegirangan. "Aku suka warnanya."
"Cavalier blue," jawab Rink, sambil mengang-guk pada Caroline. "Aku perlu
kendaraan pribadi selama di sini. Kurasa, yang kubutuhkan ken-daraan jenis
pickup seperti ini. Bagaimana cara membawa mobil ini dan pesawat terbangnya
kembali ke Atlanta, itu yang belum aku tahu." Semua tertawa. Perasaan
Caroline luluh ketika memandang Rink, me
lihat rambutnya yang ter-tiup angin
dan sorot matanya yang berseri-seri.
"Aku lapar sekali. Makan malamnya sudah siap"" Rink melingkarkan satu tangan
ke bahu Caroline dan tangan lainnya ke pundak Laura Jane. "Mari kutemani ke
ruang makan, Nona-Nona."
Sebelum mereka mencapai teras rumah, Haney muncul di ambang pintu dan
berseru, "Caroline, Rink! Syukurlah kalian sudah di sini. Dokter rumah sakit
menelepon. Kondisi Mr. Lancaster memburuk. Dokter bilang sebaiknya kalian
segera ke rumah sakit."
Bab 7 HANYA satu lampu kecil redup yang me-nerangi ranjang kamar Roscoe di rumah
sakit. Semacam lampu sorot. Sinar lampu diarah-kan ke bawah, sehingga
cahayanya tepat me-ngenai wajah pria yang tengah menderita ke-sakitan itu.
Perawat sedang membungkukkan ba-dan di dekat Roscoe ketika Rink dan
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 073software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 073
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Aku memang merasa letih," kata Caroline pada Laura Jane. "Soal Steve,"
katanya, kembali pada topik pembicaraan, "mungkin perasaannya lagi tidak
enak saja. Jangan terlalu memaksanya. Biasanya pria tidak suka diperlakukan
begitu. Kurasa, kalau kalian nanti mau berciuman lagi, biarkan ia yang
berinisiatif, jangan kau."
"Kurasa begitu," gumam Laura Jane, sambil menunduk.
Caroline memahami alasan Steve yang tiba-tiba dingin. Jelas ia jatuh cinta
pada Laura Jane tetapi tidak ingin perasaan cintanya membuat Laura Jane
melakukan sesuatu yang bisa menyu-lut kemarahan Rink. Ia menaruh simpati
pada keduanya. "Ayo kita makan," ajak Caroline ra-mah, sambil menggamit
tangan perempuan yang lebih muda tersebut.
"Rink ke mana""
"Entahlah. Ia bilang akan makan bersama "
Perkataan Caroline terputus suara klakson nya-ring, dan ketika ia dan Laura
Jane berbalik, mereka melihat Rink menghentikan mobil pickup-nyz di
belakang mobil Lincoln. Rink melompat keluar dari mobil itu.
Wajahnya yang berseri-seri mengingatkan Caroline pada pemuda tampan yang
pernah di-kenalnya di pinggir hutan, yang hampir mendo-rongnya menyongsong
dan merentangkan tangan untuk menyambutnya tanpa memedulikan sekelilingnya.
"Itu mobilmu, Rink"" tanya Laura Jane sambil berjingkrak dan bertepuk tangan
kegirangan. "Aku suka warnanya."
"Cavalier blue," jawab Rink, sambil mengang-guk pada Caroline. "Aku perlu
kendaraan pribadi selama di sini. Kurasa, yang kubutuhkan ken-daraan jenis
pickup seperti ini. Bagaimana cara membawa mobil ini dan pesawat terbangnya
kembali ke Atlanta, itu yang belum aku tahu." Semua tertawa. Perasaan
Caroline luluh ketika memandang Rink, melihat rambutnya yang ter-tiup angin
dan sorot matanya yang berseri-seri.
"Aku lapar sekali. Makan malamnya sudah siap"" Rink melingkarkan satu tangan
ke bahu Caroline dan tangan lainnya ke pundak Laura Jane. "Mari kutemani ke
ruang makan, Nona-Nona."
Sebelum mereka mencapai teras rumah, Haney muncul di ambang pintu dan
berseru, "Caroline, Rink! Syukurlah kalian sudah di sini. Dokter rumah sakit
menelepon. Kondisi Mr. Lancaster memburuk. Dokter bilang sebaiknya kalian
segera ke rumah sakit."
Bab 7 HANYA satu lampu kecil redup yang me-nerangi ranjang kamar Roscoe di rumah
sakit. Semacam lampu sorot. Sinar lampu diarah-kan ke bawah, sehingga
cahayanya tepat me-ngenai wajah pria yang tengah menderita ke-sakitan itu.
Perawat sedang membungkukkan ba-dan di dekat Roscoe ketika Rink dan
http://ac-zzz.blogspot.com/
Caroline memasuki kamar. Dengan tangan yang ditusuk selang, Roscoe
mengibaskan tangan, menyuruh perawat itu keluar dari kamarnya.
"Cepat keluar dari sini, tinggalkan aku. Tak ada yang kaukerjakan di sini."
"Tetapi Mr. Lancaster...."
"Keluar!" bentaknya kasar. "Aku ingin bicara dengan istri dan putraku." Kata
istri dan putra, kedua kata itu, diucapkan Roscoe dengan nada mengejek.
Perawat itu pun segera meninggalkan kamar. Sol sepatunya yang terbuat dari
karet berderit pedahan saat melangkah di lantai yang berlapis vinyl. Caroline
mendekati ranjang Roscoe dan memegang tangannya. "Kami langsung ke sini
begi tu dokter menelepon."
Mata Roscoe yang hitam, bak peluru, menatap Caroline bagai moncong senapan
yang ditodong-kan. Air muka Roscoe jelek sekali. Bayang-bayang kehidupan
yang hancur terpancar dari mukanya, bukan secara fisik tetapi spiritual
kehancuran yang menggerogotinya selama ber-tahun-tahun dari dalam, yang
baru sekarang muncul ke permukaan. "Kuharap aku tidak membuat kalian
terpaksa harus meninggalkan sesuatu yang lebih penting," kata Roscoe sinis dan
menarik tangannya dari genggaman Caroline.
Caroline tidak mau terpancing. Dengan tenang ia menanggapi, "Tentu saja
tidak, Roscoe. Kau tahu aku datang ke sini untukmu."
Roscoe tersenyum sinis. "Agar kau segera tahu aku sudah mati" Supaya kau
langsung tahu, kau sudah bebas dariku""
Tubuh Caroline tersentak seperti orang yang ditinju keras di kepala. "Mengapa
kau berkata seperti itu" Apa kaupikir aku ingin kau me-ninggal" Bukankah aku
sejak dulu mendorong-mu segera memeriksakan diri ke dokter" Tak ada alasan
kau meragukan pengabdianku padamu.
"Itu karena kau tidak punya kesempatan saja." Tatapan Roscoe bergeser ke
Rink, yang berdiri di ujung ranjang, mukanya tanpa ekspresi.
"A-apa maksudmu mengatakan begitu""
Caroline tergagap, membuat mata Roscoe kem-bali tertuju padanya.
"Maksudku, karena pria yang begitu kau-dambakan kini tinggal satu atap
denganmu. Kau bisa tergoda untuk tidak setia pada suamimu, yang kaukatakan
untuknya kauabdikan hidupmu."
Caroline merasa napasnya mau putus. Tanpa mampu berkata-kata ia menatap
suaminya. Se-ringai licik mengembang di bibirnya. Matanya berapi-api seperti
nyala api neraka. "Maksudmu, Rink"" tanya Caroline, menegas-kan.
"Rink." Roscoe mengulangi, menirukan Caro-line. "Rink, Rink. Tentu saja dia!
Sudah pasti yang kumaksud Rink."
Caroline membasahi bibir. "Tetapi Rink dan aku... kami tidak punya... kami
tidak pernah...." "Jangan bohong padaku." Roscoe duduk dan membentak Caroline. Ia seperti
iblis yang ber-wajah seram, terikat selang-selang plastik di ran-jang. "Jangan
coba berpura-pura di hadapanku, Nona Cilik. Aku tahu semua cerita tentang
dirimu dan Rink." Caroline menjauhkan diri dari Roscoe, bahu-nya condong ke depan, tangannya
dilipat di perut. Matanya mencari-cari Rink. Rink ber-geming. Ia tetap berdiri
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 074software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 074
http://ac-zzz.blogspot.com/
Caroline memasuki kamar. Dengan tangan yang ditusuk selang, Roscoe
mengibaskan tangan, menyuruh perawat itu keluar dari kamarnya.
"Cepat keluar dari sini, tinggalkan aku. Tak ada yang kaukerjakan di sini."
"Tetapi Mr. Lancaster...."
"Keluar!" bentaknya kasar. "Aku ingin bicara dengan istri dan putraku." Kata
istri dan putra, kedua kata itu, diucapkan Roscoe dengan nada mengejek.
Perawat itu pun segera meninggalkan kamar. Sol sepatunya yang terbuat dari
karet berderit pedahan saat melangkah di lantai yang berlapis vinyl. Caroline
mendekati ranjang Roscoe dan memegang tangannya. "Kami langsung ke sini
begitu dokter menelepon."
Mata Roscoe yang hitam, bak peluru, menatap Caroline bagai moncong senapan
yang ditodong-kan. Air muka Roscoe jelek sekali. Bayang-bayang kehidupan
yang hancur terpancar dari mukanya, bukan secara fisik tetapi spiritual
kehancuran yang menggerogotinya selama ber-tahun-tahun dari dalam, yang
baru sekarang muncul ke permukaan. "Kuharap aku tidak membuat kalian
terpaksa harus meninggalkan sesuatu yang lebih penting," kata Roscoe sinis dan
menarik tangannya dari genggaman Caroline.
Caroline tidak mau terpancing. Dengan tenang ia menanggapi, "Tentu saja
tidak, Roscoe. Kau tahu aku datang ke sini untukmu."
Roscoe tersenyum sinis. "Agar kau segera tahu aku sudah mati" Supaya kau
langsung tahu, kau sudah bebas dariku""
Tubuh Caroline tersentak seperti orang yang ditinju keras di kepala. "Mengapa
kau berkata seperti itu" Apa kaupikir aku ingin kau me-ninggal" Bukankah aku
sejak dulu mendorong-mu segera memeriksakan diri ke dokter" Tak ada alasan
kau meragukan pengabdianku padamu.
"Itu ka rena kau tidak punya kesempatan saja." Tatapan Roscoe bergeser ke
Rink, yang berdiri di ujung ranjang, mukanya tanpa ekspresi.
"A-apa maksudmu mengatakan begitu""
Caroline tergagap, membuat mata Roscoe kem-bali tertuju padanya.
"Maksudku, karena pria yang begitu kau-dambakan kini tinggal satu atap
denganmu. Kau bisa tergoda untuk tidak setia pada suamimu, yang kaukatakan
untuknya kauabdikan hidupmu."
Caroline merasa napasnya mau putus. Tanpa mampu berkata-kata ia menatap
suaminya. Se-ringai licik mengembang di bibirnya. Matanya berapi-api seperti
nyala api neraka. "Maksudmu, Rink"" tanya Caroline, menegas-kan.
"Rink." Roscoe mengulangi, menirukan Caro-line. "Rink, Rink. Tentu saja dia!
Sudah pasti yang kumaksud Rink."
Caroline membasahi bibir. "Tetapi Rink dan aku... kami tidak punya... kami
tidak pernah...." "Jangan bohong padaku." Roscoe duduk dan membentak Caroline. Ia seperti
iblis yang ber-wajah seram, terikat selang-selang plastik di ran-jang. "Jangan
coba berpura-pura di hadapanku, Nona Cilik. Aku tahu semua cerita tentang
dirimu dan Rink." Caroline menjauhkan diri dari Roscoe, bahu-nya condong ke depan, tangannya
dilipat di perut. Matanya mencari-cari Rink. Rink ber-geming. Ia tetap berdiri
http://ac-zzz.blogspot.com/
kaku di ujung ranjang ayahnya yang sekarat. Matanya menyorotkan ke-bencian
yang dalam. Dialah yang memecah ke-heningan yang menakutkan di ruangan
itu. "Kau tahu soal Caroline pada malam kau memberitahuku tentang Marilee yang
hamil, bu-kan""
Roscoe ambruk di bantal, Napasnya terdengar seperti bunyi lembaran kertas
yang dilipat-lipat. Secara fisik, jelas tenaganya banyak tersedot un-tuk
mengungkapkan pesan kemenangannya. Na-mun air mukanya berbinar
memancarkan ke-puasan ketika ia menatap putranya dengan sorot mata penuh
kedengkian.
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Roscoe tertawa. "Aku tahu. Semuanya," kata-nya sinis. "Kau harusnya sadar, tak
mungkin kau pergi menyelinap ke hutan setiap hari tanpa membangkitkan rasa
ingin tahuku. Aku akan mengagumi kecerdikanmu, bila kau tfersikap le-bih
cerdik." "Jadi kau pernah membuntutiku dan melihat kami bersama," tanya Rink dengan
suara tetap tenang dan rendah.
"Hah, tentu saja tidak!" jawab Roscoe, senang. "Aku tak mau merepotkan diriku
ikut campur urusanmu. Aku hanya penasaran, kenakalan apa yang kaulakukan.
Cukup kusuruh begundal-begundal mengikutimu. Mereka memberikan la-poran
yang sangat menarik. Kau menemui gadis miskin di tepi sungai setiap hari."
Caroline terisak memilukan hati. Namun Roscoe sama sekali tidak
memedulikannya. Yang jadi sasarannya adalah putranya, seperti biasanya.
Selama ini Caroline hanya diperalatnya.
"Gadis yang kautemui setiap hari secara sem-bunyi-sembunyi hanya gadis di
bawah umur, kata anak buahku, tetapi tubuhnya sangat meng-giurkan." Roscoe
membasahi bibirnya. Caroline memejamkan mata, dan berusaha meredam perasaan muak. Tubuh Rink agak gemetar karena berusaha mengendalikan
kemarahan yang me-nyergapnya. "Kami tertawa geli ketika tahu pe-rempuan
pujaanmu ternyata putri Peter Dawson." Roscoe mengedipkan mata pada Rink.
"Tetapi aku kagum akan seleramu pada perempuan, anakku. Ia perempuan
ingusan, tetapi waktu itu kau berani menanggung risikonya, bukan""
"Mari kita luruskan permasalahannya," sela Rink. "Kau tahu yang dikandung
Marilee bukan anakku, bukan""
"Kurasa, bayi itu mungkin saja anakmu atau anak laki-laki lain, dan kau tidak
bisa membukti-kan sebaliknya. Setiap orang di kota tahu Marilee bisa diajak
tidur siapa saja." "Bukan anakmu""
Rink menoleh, melihat Caroline menatapnya. Suaranya terdengar parau,
menyiratkan ketidak-percayaan dan... perasaan lain. Gembira" Matanya
berkaca-kaca. "Bukan, Caroline," jawab Rink. "Bayi itu bukan anakku."
"Tetapi kau pernah tidur dengan Marilee, bukan"" Roscoe bertanya dari ranjang.
Mata Rink tetap tertuju pada Caroline ketika menjawab pertanyaan Roscoe,
"Ya. Tetapi itu terjadi jauh sebelum ia hamil. Aku tidak pernah kencan dengan
perempuan lain selama musim panas itu setelah mengenal Caroline. Alyssa bukan anakku." Rink kembali menghadap ke aiah ayahnya. "Dan ka
u tahu soal itu. Waktu itu kukatakan padamu bayi itu bukan anakku, ka-rena hampir setahun
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 075
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 075
http://ac-zzz.blogspot.com/
aku tidak tidur dengan Marilee. Tetapi kau memaksaku menikahinya juga.
Mengapa"" "Senang aku mengetahui kau lupa bahwa kau sendiri yang memilih
menikahinya." "Karena kau mengancamku akan memasukbn Laura Jane ke panti asuhan bila
aku menolak mengawini Marilee!" teriak Rink, mengeluarkan kemarahan
menggelegak yang sejak tadi diredam-nya.
"Ya ampun!" Caroline menutup muka dengan tangan. Akankah mimpi buruk ini
tidak pernah berakhir" Roscoc memaksa Rink menikahi gadis yang mengandung
anak laki-laki lain" Bagaimana ia bisa melakukan hal itu"
"Mengapa kau memaksaku menikahi Marilee' Mengapa kau tidak menyangkal
pernyataan ayah Marilee bahwa aku bukanlah ayah bayi itu dan mengusirnya
dari rumah" Aku yakin kau bukan orang yang takut menanggung akibat skandal
ini. Kau bukan orang yang peduli norma masya-rakat. Dan aku tahu si tua
George itu tidak mengancammu. Mengapa kau memaksaku me-ngawininya""
Suara Rink meninggi, pertanyaannya itu terasa seperti tetap menggema di
dalam ruangan setelah keluar dari mulutnya.
"Uang," jawab Roscoe, pendek. "Ayahnya pu-nya banyak uang. Aku lagi butuh
uang. Se-sederhana itu masalahnya. Aku menjualmu, anak-ku, senilai dua puluh
lima ribu dolar." Rink terpaku. Kendati sudah tahu kebreng-sekan ayahnya, sama sekali tak
terlintas dalam benaknya bahwa uang menjadi penyebab pe-maksaan itu.
"Tetapi kau tidak mencegahku ber-cerai setelah Alyssa lahir," kata Rink.
"Itu tidak termasuk dalam kesepakatan. George hanya menginginkan suami
untuk putrinya yang malang dan ayah untuk cucunya. Ia ingin nama keluarga
terhormat menempel di belakang nama cucunya, tercetak di akte
kelahirannya." "Terhormat," lanjut Roscoe sambil menatap langit-langit. "Kita suka yang
berbau kehormatan, bukan""
"Selain itu," lanjut Roscoe, "itu cara yang lebih bagus untuk menyelamatkanmu
dari ke-salahan besar."
"Kesalahan apa""
"Mengawini gadis miskin, itulah maksudku." Roscoe mengarahkan pandangannya
ke arah Caroline. "Jangan libatkan dia dalam masalah ini," kata Rink mengancam. "Soal ini tak
ada sangkut pautnya dengan Caroline."
Roscoe tertawa geli, mengejek. "Semuanya terkait dengan Caroline. Aku tidak
mau kau meng-hamili perempuan seperti Caroline, bukan" Se-galanya bisa jadi
sangat kacau balau."
"Bukan itu masalahnya." Rink mengucapkan kata-kata itu sambil mengertakkan
gigi. "Dari apa yang dilaporkan informanku, hu-bungan kalian makin intim. Mereka
bilang kau sulir mengendalikan keinginanmu untuk tidak menyentuhnya."
Roscoe menyipitkan mata rae-mandang putranya. Bibirnya mencemooh. "Dasar
anak bodoh. Tahu kau betapa sulit bagiku untuk menahan rasa geli ketika kau
bilang sudah me-nemukan gadis yang ingin kaunikahi""
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 076software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 076
http://ac-zzz.blogspot.com/
aku tidak tidur dengan Marilee. Tetapi kau memaksaku menikahinya juga.
Mengapa"" "Senang aku mengetahui kau lupa bahwa kau sendiri yang memilih
menikahinya." "Karena kau mengancamku akan memasukbn Laura Jane ke panti asuhan bila
aku menolak mengawini Marilee!" teriak Rink, mengeluarkan kemarahan
menggelegak yang sejak tadi diredam-nya.
"Ya ampun!" Caroline menutup muka dengan tangan. Akankah mimpi buruk ini
tidak pernah berakhir" Roscoc memaksa Rink menikahi gadis yang mengandung
anak laki-laki lain" Bagaimana ia bisa melakukan hal itu"
"Mengapa kau memaksaku menikahi Marilee' Mengapa kau tidak menyangkal
pernyataan ayah Marilee bahwa aku bukanlah ayah bayi itu dan mengusirnya
dari rumah" Aku yakin kau bukan orang yang takut menanggung akibat skandal
ini. Kau bukan orang yang peduli norma masya-rakat. Dan aku tahu si tua
George itu tidak mengancammu. Mengapa kau memaksaku me-ngawininya""
Suara Rink meni nggi, pertanyaannya itu terasa seperti tetap menggema di
dalam ruangan setelah keluar dari mulutnya.
"Uang," jawab Roscoe, pendek. "Ayahnya pu-nya banyak uang. Aku lagi butuh
uang. Se-sederhana itu masalahnya. Aku menjualmu, anak-ku, senilai dua puluh
lima ribu dolar." Rink terpaku. Kendati sudah tahu kebreng-sekan ayahnya, sama sekali tak
terlintas dalam benaknya bahwa uang menjadi penyebab pe-maksaan itu.
"Tetapi kau tidak mencegahku ber-cerai setelah Alyssa lahir," kata Rink.
"Itu tidak termasuk dalam kesepakatan. George hanya menginginkan suami
untuk putrinya yang malang dan ayah untuk cucunya. Ia ingin nama keluarga
terhormat menempel di belakang nama cucunya, tercetak di akte
kelahirannya." "Terhormat," lanjut Roscoe sambil menatap langit-langit. "Kita suka yang
berbau kehormatan, bukan""
"Selain itu," lanjut Roscoe, "itu cara yang lebih bagus untuk menyelamatkanmu
dari ke-salahan besar."
"Kesalahan apa""
"Mengawini gadis miskin, itulah maksudku." Roscoe mengarahkan pandangannya
ke arah Caroline. "Jangan libatkan dia dalam masalah ini," kata Rink mengancam. "Soal ini tak
ada sangkut pautnya dengan Caroline."
Roscoe tertawa geli, mengejek. "Semuanya terkait dengan Caroline. Aku tidak
mau kau meng-hamili perempuan seperti Caroline, bukan" Se-galanya bisa jadi
sangat kacau balau."
"Bukan itu masalahnya." Rink mengucapkan kata-kata itu sambil mengertakkan
gigi. "Dari apa yang dilaporkan informanku, hu-bungan kalian makin intim. Mereka
bilang kau sulir mengendalikan keinginanmu untuk tidak menyentuhnya."
Roscoe menyipitkan mata rae-mandang putranya. Bibirnya mencemooh. "Dasar
anak bodoh. Tahu kau betapa sulit bagiku untuk menahan rasa geli ketika kau
bilang sudah me-nemukan gadis yang ingin kaunikahi""
http://ac-zzz.blogspot.com/
Caroline terkejut, matanya tertuju pada Rink. Rink meliriknya sekilas, tetapi
ini bukan saat yang tepat untuk menanggapi tatapan mata ke-abu-abuan
Caroline yang penuh tanda tanya itu.
Roscoe melanjutkan kata-katanya tanpa pe-rasaan. "Marilee memang gadis
binal. Ia mem-biarkan lelaki mana saja merayap di antara kedua kakinya.
Tetapi paling tidak, ia datang dari ke-luarga terhormat." Mata Roscoe dialihkan
pada Caroline. "Paling tidak, ia bukan putri pemabuk."
"Lalu, mengapa kau menikahi aku"" tanya Caroline, memecah kebisuannya
akhirnya. Roscoe harus mempertanggungjawabkan semua sakit hati yang
dideritanya. Selama ini ia pikir Rink meng-hamili Marilee dan terap menemui
dirinya. Siasat Roscoe berhasil dilaksanakan dengan baik. Ia berhasil meraih
apa yang diinginkan dengan sengaja menghancurkan kehidupan mereka berdua,
dirinya dan Rink. Caroline merasa takkan ke-hilangan apa pun bila melawan
Roscoe sekarang. "Aku menikahimu karena ingin membuat investasi yang menguntungkan," jawab
Roscoe singkat. "Apa maksudmu"" Perasaan Caroline galau, membuatnya tidak ingin tahu lebih
jauh kelan-jutannya. Namun ia.harus tahu. Rahasianya harus tersingkap malam
ini. Ia tidak yakin akan mam-pu bertahan bila harus menghadapi hal seperti ini
lagi lain kali. Lebih baik ia tahu segalanya sekaligus. "Investasi apa""
"Terkutuklah aku," kata Rink perlahan, ketika mengetahui apa yang terjadi
sebenarnya. "Kau bisa menebaknya, kan"" tanya Roscoe sambil tawa terkekeh.
"Tolong jelaskan padaku, salah satu dari kalian, apa duduk persoalannya""
teriak Caroline. "Kurasa, kau tinggal dengan penolong miste-riusmu, Caroline," kata Rink pelan.
Caroline menatap Rink sampai awan ketidak-mengertian menguap, memahami
segalanya bila saja ia menyelidikinya. "Soal beasiswa"" Caroline bertanya
dengan suara parau, sambil menatap Roscoe.
"Aku harus menjauhkan dirimu dari kota, menjaga kalau-kalau Rink suatu hari
bercerai, kemudian memutuskan kembali padamu."
"Kau yang membiayai semua sekolahku"" Caroline mencoba menyimpulkannya.
"Sebegitu pentingnyakah, hanya demi menjaga reputasi dan nama keluargamu""
"Oh, bukan hanya itu," jawab Roscoe. "Kau harus dipersiapkan untuk
menyempurnakan selu-ruh rencananya."
"Rencana apa"" tanya Caroline
"Bahwa kau harus menjadi Mrs. Lancaster, Mrs
. Roscoe Lancaster."
Dengan tetap melipat tangan di perut, Caroline agak membungkukkan badan.
Perasaan terhina memenuhi dirinya. "Kau merencanakan semua ini sejak
bertahun-tahun lalu" Kau berhasil me-wujudkannya""
"Coba pikir, bagaimana kau bisa dapat pe-kerjaan di bank itu begitu lulus dari
univesitas" Apa kau pikir hanya kebetulan aku bertemu denganmu di bank itu"
Sudah kusiapkan pe-kerjaan untukmu di pemintalan bila waktunya tiba. Ingin
mendengar cerita selanjutnya""
"Tetapi mengapa"" teriak Caroline. "Mengapa""
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 077
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 077
http://ac-zzz.blogspot.com/
Roscoe tidak menjawab, ia hanya melirik Rink, Rink-lah yang memberi jawaban
atas pertanyaan Carolne. "Karena aku menginginkan dirimu. Dan Roscoe tahu
itu. Dan ia akan melakukan apa pun, dengan cara paling licik sekalipun,
termasuk bila harus menikahimu, agar aku tidak memilikimu."
"Kau memang anak cerdas," kata Roscoe sambil melirik.
"Kau juga menyuruh Laura Jane menulis surat padaku bahwa Caroline sudah
menikah." "Itu kan pekerjaan yang mudah dilakukan. Laura Jane mau melakukan apa pun
yang ia tahu bisa membuat aku senang dan melupakan-nya dalam waktu
beberapa jam. Kau harus ba-nyak belajar soaJ pengabdian dan kehormatan dari
adik perempuanmu yang tolol itu, anakku."
"Kehormatan." Rink mengumpat kata itu.
"Bertahun-tahun lamanya kau memanipulasi kehidupan kami hanya karena
dendammu ter-hadap Rink"" kata Caroline, yang masih tidak percaya ada pria
yang bisa terobsesi rasa benci seperti itu. "Kau anggap aku tidak pantas bersanding dengan Rink, tetapi kau menikahiku. Kau-berikan nama keluargamu
padaku, membawaku tinggal di The Retreat ini. Aku tak mengerti."
"Kau mudah dibujuk, Sayangku. Aku tahu itu karena latar belakangmu. Keluarga
kami, nama keluarga Lancaster dan rumah The Retreat akan mewujudkan
mimpi yang tak pernah bisa kaudapat. Rumah dan nama keluarga adalah umpan
yang sulit kautolak, bukan" Meskipun rumah dan nama keluarga itu milik
kekasih yang sangat kaurindukan. Sebetulnya, aku harus berterima kasih
padamu karena membuat segala-nya menjadi mudah. Kau pandai bicara dan
jujur, itu kelebihanmu. Kau beradab. Hanya Tuhan yang tahu mengapa kau
punya sifat seperti itu, tetapi yang jelas itu suatu keuntungan. Wajahmu yang
cantik, menarik untuk dipandang, membuat orang yakin orang tua busuk
seperti aku ini bisa terpesona olehmu. Yah, Caroline, terima kasih, kau
membuat segalanya menjadi mudah."
Caroline berbalik karena malu. Ia diperalat dengan cara yang paling
memalukan. Tetapi aneh-nya, ia malah menyalahkan dirinya sendiri ke-timbang
akal busuk suaminya. Andai ia tidak terlalu polos... Andai ia tidak terlalu cepat
men-jatuhkan tuduhan pada Rink. Andai ia tidak terlalu ambisius. Andai, andai,
Delapan Kitab Pusaka Iblis 3 Pendekar Naga Putih 40 Sepasang Mambang Lembah Maut Teror Macan Putih 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama