Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown Bagian 5
menyentuh bibirnya, seketika gelora hasrat langsung menguasai Rink. Rink
mengangkat ke-pala hendak melihat reaksi Caroline.
Matanya memandang wajah Caroline lekat-lekat, mengamati garis-garisnya.
Pipinya yang kemerahan, rambutnya yang pirang, sorot matanya yang bening
bak titik hujan yang berkilau, bibirnya, semua menarik hatinya.
Caroline menanti penuh har
ap, merasakan na-pas Rink yang makin memburu,
melihat sorot matanya yang makin berbinar.
Ia menginginkannya. Oh, Tuhan, ia masih menginginkan Caroline. Betapa ingin
ia melumat Caroline, menjadikannya pelabuhan terakhirnya, selama-lamanya.
Namun Caroline sudah ber-sumpah akan setia sampai mati pada ayahnya. Dan
Rink yakin, kendati telah meninggal dunia, pengaruh orang seperti ayahnya
yang sudah di liang kubur akan tetap ada. Caroline masih menjadi milik Roscoe
dan karena alasan itulah Rink tak berani mewujudkan apa yang sangat
didambakannya. Gejolak hasrat dalam tubuhnya seperti mencekik dirinya, ia
harus melepaskan cengkeraman itu dan melepaskan Caroline.
Ia tidak ingin melakukannya. Pertama, ia me-narik tangannya dari belakang
pinggang Caroline ke samping. Dibiarkannya kedua tangannya ter-kulai di sisi
tubuhnya. Seperti ada perekat tak kasatmata yang melekatkan keduanya,
perlahan-lahan mereka saling menarik diri sebelum akhir-nya Rink melangkah
mundur. Yang terakhir dilepaskannya dari Caroline adalah matanya, yang tetap
memandangi Caroline dan harus dipaksanya agar berpaling.
Caroline kecewa dan terguncang, tetapi ber-usaha tidak memperlihatkannya
ketika Rink membalikkan badan untuk melihatnya sebelum membuka pintu.
"Kurasa aku akan mengundang seluruh karya-wan minum bir untuk merayakan
peristiwa ini. Ini bisa mendorong mereka bekerja lebih giat lagi untuk
menghasilkan kapas berkualitas untuk perusahaan Delta Mills."
"Kurasa itu hal yang baik sekali, Rink. Ku-tunggu kau di rumah""
Rink mengangguk. "Aku takkan terlambat."
Di toserbalah pertama kali Caroline mendengar hal yang ramai digosipkan
orang-orang. Haney menelepon pemintalan, meminta Caroline singgah ke toko sebelum
pulang. Caro-line mencatat barang-barang yang diminta Haney. "Terima kasih
atas bantuanmu." "Terima kasih kembali," jawab Caroline. "Aku akan pulang secepatnya. Rink
akan keluar seusai kerja, berarti kau bisa menyiapkan makan malam setengah
jam lebih lambat daripada biasanya."
Caroline tengah mendorong kereta belanja di lorong toserba sambil memeriksa
daftar barang yang harus dibeli waktu ia melihat dua ibu yang memandanginya
terang-terangan. Caroline kenal mereka. Salah seorang di antaranya peng-gosip
nomor satu di kota itu. Ia punya putri yang usianya sama dengan Caroline, yang
kini menikah dengan buruh pabrik. Kabarnya, karena suka mabuk, menantunya
itu sering dipecat dari pekerjaannya. Sementara putrinya dulu sangat populer,
salah satu anggota "geng", kelompok yang tidak mau bergaul dengan Caroline.
Namun yang menyakitkan, kini justru putri keluarga Dawson yang pemabuk itu
menikah baik-baik! Ibu yang satunya lagi menuju ke bagian penatu, bertukar
gosip sambil memeriksa pakaian kotor yang akan dicuci.
http://ac-zzz.blogspot.com/
Tidak perlu menghindari mereka, batin Caroline, meyakinkan diri agar bisa
melakukan hal itu. la mengangkat dagu dan sengaja men-dorong kereta belanja
melewati mereka. "Halo, Mrs. Lane, Mrs. Harper."
"Mrs. Lancaster," jawab mereka serentak. Sikap pura-pura mereka jelas
terlihat. "Kasihan sekali Anda," kata salah seorang ibu. "Bagaimana ke-adaan
Anda sekarang, setelah Mrs. Lancaster meninggal""
"Saya rasa pemakamannya berjalan sangat baik. 'Sangat baik," sahut ibu yang
lain. "Terima kasih, saya baik-baik." Seharusnya Caroline langsung mendorong kereta
belanjanya, karena ia berhasil memaksa ibu-ibu itu untuk bersikap santun,
tetapi salah seorang di antara mereka mengajak Caroline bicara.
"Pasti Anda terhibur Rink ada di rumah pada saat seperti ini."
Hati-hati, Caroline, batin Caroline mengingat-kan dirinya. Mereka ganas seperti
ikan piranha, dan mereka bisa mencabik-cabik dirimu.
"Kepulangan Rink ke The Retreat sangat ber-arti buat Laura Jane dan Haney,
pengurus rumah tangga kami. Terutama, dalam situasi seperti sekarang ini,
mereka senang sekali Rink ada di rumah lagi."
Ibu-ibu itu benar-benar menyimak setiap kata yang meluncur keluar dari mulut
Caroline. "Bera-pa lama ia akan tinggal di sini" Bukankah bisnisnya sukses di
Adanta" Di mata dia, pastilah kita hanya ora
ng-orang kampung." "Rink sangat mencintai Winstonville. Nama kota ini kan diambil dari nama
keluarga ibunya, Anda tahu. The Retreat akan senantiasa menjadi rumahnya."
Jawaban Caroline makin membangkitkan rasa ingin tahu mereka. Mereka makin
rapat, seperti binatang buas yang mengerumuni mangsa dan siap melahapnya.
"Tetapi bagaimana dengan Anda" Setelah Anda menikah dengan Mr. Lancaster,
tidakkah The Retreat itu akan menjadi milik Andai Atau Anda merencanakan
tinggal di sana bersama-sama" Seperti satu keluarga besar""
"Kami memang satu keluarga besar," sabut Caroline sambil tersenyum dingin.
"Satu keluarga besar yang sangat bahagia."
"Oh, pasti," jawab mereka, mengiakan penuh semangat.
"Salam saya untuk Sarah," kata Caroline ke-pada ibu teman sekelasnya sambil
menjauh. "Saya dengar ia punya anak lagi."
"Yang keempat." Mata yang tak berwarna itu memandangi Caroline yang
memakai gaun dari katun dengan iri. "Sayang sekali Mr. Lancaster tidak
memberikan seorang anak pun. Anak bisa menjadi hiburan yang menyenangkan
di saat duka." kulah keprihatinan yang paling palsu yang pernah didengar
Caroline dalam hidupnya. Andai Caroline tidak sedang bergulat menahan
marah, ia pasti sudah menertawai sikap yang sangat berpura-pura itu.
"Untuk apa anak baginya, Flo"" Sepasang mata yang lain, yang sama dengkinya,
penuh prasangka, menatap tubuh Caroline. "Kan ada Rink yang bisa
menemaninya tinggal di rumah itu dan memberikan hiburan yang
dibutuhkannya. "Oh, ya, Rink. Kita tidak boleh lupa, ada Rink tinggal bersama dia."
"Selamat sore, ladies" sahut Caroline, bergegas. Ia memaksakan diri mengambil
barang-barang dalam daftar yang harus dibeli sebelum langsung pergi ke kasir
dan meninggalkan toserba ter-sebut. Penghinaan itu membuat matanya terasa
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 102
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 102
http://ac-zzz.blogspot.com/
panas. Selama Roscoe hidup, tak seorang pun berani berkata seperti itu padanya, yang
mungkin karena takut pembalasan yang akan dilakukan Roscoe. Mereka harus
menghormati istri Roscoe Lancaster, seberapa dalam pun iri hati mereka.
Ternyata, menjadi jandanya tidak demikian situasinya. Ia kembali menjadi
Caroline Dawson dan tampaknya stigma latar belakang kehidupan itu akan
tetap melekat padanya seumur hidup. Tak peduli betapa pun bersihnya hidup
seseorang, bila ia dibesarkan dari golongan terbuang, moral-nya akan tetap
diragukan. Mengapa ia tidak meninggalkan kota ini, yang penuh orang-orang picik dan
penuh prasangka" Untuk alasan yang sama, Rink juga tidak bisa meninggalkan kota ini. Akar
mereka sudah ter-tanam terlalu dalam. Rink berada pada status sosial paling
tinggi dalam masyarakat, sementara dirinya paling bawah; tetapi cintanya
terhadap kota ini sama dalamnya dengan Rink. Menjeng-kelkan memang,
menjadikan kota ini sebagai kota kelahiran, tanpa ada harapan untuk bisa
mengubahnya. Tidakkah orang-orang itu melihat bahwa ia mampu mengelola
salah satu pabrik pemintalan kapas yang terbaik, terbesar, di daerah sini"
Tidakkah mereka memperhitungkan bahwa ia punya gelar sarjana" Atau justru
prestasi-prestasi yang dicapainya menyulut kecemburuan mereka"
Mengapa ia harus menghukum dirinya seperti ini" Mengapa ia tidak tinggal di
kota lain saja, di tempat yang tidak tahu latar belakang hidup-nya"
The Retreat. Sepanjang ingatannya, ia selalu mengkhayalkan dirinya tinggal di rumah itu, di
The Retreat. Dan kini, ketika Rink menuntut rumah itu adalah rumah warisannya, apa yang
akan ia lakukan" Meninggalkan kota kelahirannya" Tak-kan pernah kembali lagi
ke kota ini" Tidak. Ia akan mencari rumah tinggal lain di Winstonville dan kembali
berkhayal tinggal di rumah itu, The Retreat. Namun ia takkan pernah bisa
meninggalkannya secara utuh. Takkan pernah.
Ia banyak berdiam diri sepanjang makan malam. Mereka makan ayam goreng di
ruang makan utama, Rink mengumumkan acara makan itu sebagai acara
perayaan keberhasilan mendapatkan kontrak kerja sama dengan perusaha
an Delta Mills. Haney dan Laura Jane ikut gembira, Caroline sulit menikmati
kegembiraan itu setelah menerima penghinaan halus di toserba tadi pagi.
Ia melihat Rink menatapnya dengan sorot mata bertanya-tanya karena sikapnya
yang lebih banyak diam, yang terasa amat mengganggu. Selama makan malam,
Caroline dengan susah payah berusaha menyembunyikan stresnya.
Setelah makan malam, Caroline berjalan-jalan di halaman. Cuaca malam itu
sejuk lagi bersih. Angin sepoi-sepoi di musim panas meniup de-daunan yang
melayang-layang di atas kepalanya. Caroline duduk di ayunan di bawah pohon
besar di pojok rumah. Itulah bagian The Retreat yang paling disukainya. Ada
suara riak air sungai yang mengalir di dekatnya. Lumut menutupi hampir
seluruh permukaan tanah di sekeliling pepohonan. Tanaman kecil tumbuh
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 103software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 103
http://ac-zzz.blogspot.com/
panas. Selama Roscoe hidup, tak seorang pun berani berkata seperti itu padanya, yang
mungkin karena takut pembalasan yang akan dilakukan Roscoe. Mereka harus
menghormati istri Roscoe Lancaster, seberapa dalam pun iri hati mereka.
Ternyata, menjadi jandanya tidak demikian situasinya. Ia kembali menjadi
Caroline Dawson dan tampaknya stigma latar belakang kehidupan itu akan
tetap melekat padanya seumur hidup. Tak peduli betapa pun bersihnya hidup
seseorang, bila ia dibesarkan dari golongan terbuang, moral-nya akan tetap
diragukan. Mengapa ia tidak meninggalkan kota ini, yang penuh orang-orang picik dan
penuh prasangka" Untuk alasan yang sama, Rink juga tidak bisa meninggalkan kota ini. Akar
mereka sudah ter-tanam terlalu dalam. Rink berada pada status sosial paling
tinggi dalam masyarakat, sementara dirinya paling bawah; tetapi cintanya
terhadap kota ini sama dalamnya dengan Rink. Menjeng-kelkan memang,
menjadikan kota ini sebagai kota kelahiran, tanpa ada harapan untuk bisa
mengubahnya. Tidakkah orang-orang itu melihat bahwa ia mampu mengelola
salah satu pabrik pemintalan kapas yang terbaik, terbesar, di daerah sini"
Tidakkah mereka memperhitungkan bahwa ia punya gelar sarjana" Atau justru
prestasi-prestasi yang dicapainya menyulut kecemburuan mereka"
Mengapa ia harus menghukum dirinya seperti ini" Mengapa ia tidak tinggal di
kota lain saja, di tempat yang tidak tahu latar belakang hidup-nya"
The Retreat. Sepanjang ingatannya, ia selalu mengkhayalkan dirinya tinggal di rumah itu, di
The Retreat. Dan kini, ketika Rink menuntut rumah itu adalah rumah warisannya, apa yang
akan ia lakukan" Meninggalkan kota kelahirannya" Tak-kan pernah kembali lagi
ke kota ini" Tidak. Ia akan mencari rumah tinggal lain di Winstonville dan kembali
berkhayal tinggal di rumah itu, The Retreat. Namun ia takkan pernah bisa
meninggalkannya secara utuh. Takkan pernah.
Ia banyak berdiam diri sepanjang makan malam. Mereka makan ayam goreng di
ruang makan utama, Rink mengumumkan acara makan itu sebagai acara
perayaan keberhasilan mendapatkan kontrak kerja sama dengan perusahaan
Delta Mills. Haney dan Laura Jane ikut gembira, Caroline sulit menikmati
kegembiraan itu setelah menerima penghinaan halus di toserba tadi pagi.
Ia melihat Rink menatapnya dengan sorot mata bertanya-tanya karena sikapnya
yang lebih banyak diam, yang terasa amat mengganggu. Selama makan malam,
Caroline dengan susah payah berusaha menyembunyikan stresnya.
Setelah makan malam, Caroline berjalan-jalan di halaman. Cuaca malam itu
sejuk lagi bersih. Angin sepoi-sepoi di musim panas meniup de-daunan yang
melayang-layang di atas kepalanya. Caroline duduk di ayunan di bawah pohon
besar di pojok rumah. Itulah bagian The Retreat yang paling disukainya. Ada
suara riak air sungai yang mengalir di dekatnya. Lumut menutupi hampir
seluruh permukaan tanah di sekeliling pepohonan. Tanaman kecil tumbuh
http://ac-zzz.blogspot.com/
lebat. De-ngan ujung sepatunya yang hampir tidak me-nekan rumput yang
lembut, ia seperti orang tolol membiarkan dirinya terayun-ayun.
"Ada apa, Caroline""
"Ka u pasti berdarah Indian. Kau selalu berhasil menguntitku."
"Aku ke sini bukan hendak bicara soal ke-turunan. Jawab pertanyaanku. Ada
apa"" "Bagaimana kau tahu aku di sini""
"Aku tahu saja." Rink memegang tali ayunan, menghentikan gerakannya, dan
mencondongkan tubuh ke arah Caroline. "Katakan, brengsek, untuk terakhir
kali aku bertanya, ada apa""
Caroline memalingkan muka dengan resah. "Tak ada apa-apa."
"Ada. Apa""
"Tidak ada." "Aku tidak akan beranjak dari tempat ini sebelum kau menjawab pertanyaanku.
Gigitan nyamuk di sini sangat menyakitkan, apalagi se-telah gelap. Jadi kau
lebih suka diserang gerom-bolan pengisap darah itu, atau kauceritakan pada-ku
apa yang mengganggu pikiranmu" Apa yang terjadi di pemintalan" Aku" Atau
apa"" "Kota ini!" teriak Caroline, meledak sambil bangkit. Rink terpaksa melepaskan
pegangannya pada tali ayunan. Ledakan kemarahan Caroline yang mendadak
itu mendorong Rink menepi dan memberi jalan pada Caroline. Ayunan yang
ditinggalkan Caroline terayun-ayun. Caroline ber-jalan ke arah pohon besar,
tangannya diletakkan pada pohon, dan dahinya bersandar di sana. "Ada apa
dengan kota ini"" "Kota ini penuh orang-orang picik!" Rink tertawa kecil. "Kau
baru tahu"" "Tidak. Aku tahu hal itu sejak bisa berjalan di belakang ibuku yang
mendorong kereta pa-kaian bersih yang harus diantarnya. Aku tahu penduduk
kota ini penuh prasangka dan suka menghakimi." Caroline berbalik dan
menyandar-kan bahunya pada batang pohon yang kokoh. "Hanya, kukira dengan
memiliki titel sarjana, pekerjaan bagus, nama keluarga baru, akan meningkatkan status diriku di mata mereka, sehing-ga mereka tidak merendahkan
aku lagi." "Kau harusnya lebih tahu. Kalau kau dilahir-kan di sini dengan anggapan
tertentu, anggapan itu akan melekat pada dirimu selamanya."
"Aku tahu itu. Aku hanya agak melupakannya, dan hari ini aku diingatkan
kembali." "Ada apa""
Caroline mengibaskan rambut dan sambil me-ngerjapkan matanya yang
berkaca-kaca, ia me-natap Rink, kemudian kembali membuang pan-dang.
"Terlalu tolol dan dangkal bila aku kecewa karenanya."
"Kalau begitu, ceritakan padaku supaya kita sama-sama tidak kecewa."
Sambil menarik napas, Caroline menyebut dua nama wanita yang bicara
dengannya di toserba. Rink mendengus kasar. "Baru mendengarnya saja aku
sudah tidak suka. Teruskan."
"Mereka... mereka mengatakan betapa berun-tungnya aku, yang masih punya
kau setelah kematian Roscoe, bisa tinggal satu atap dengan-mu. Mereka
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 104
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 104
http://ac-zzz.blogspot.com/
memberi tekanan pada bagian ka-limat itu. Mereka bilang... yah, kau bisa
menebak apa yang mereka katakan...."
"Mereka bilang kita tinggal sebagai keluarga bukan sekadar saling menyapa.
Begitu""
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Caroline mengangkat kepala, menatap Rink. "Ya."
Rink mengumpat. "Mereka mencurigai bisa terjadi sesuatu yang tidak pada
tempatnya." "Ya." "Berarti, ada yang tidak benar yang dilakukan""
"Ya." "Bahwa hubungan kita bukan seperti hu-bungan anak tiri dengan ibu tirinya""
Caroline tidak menjawab, melainkan hanya mengangguk. Keheningan
menguasai keduanya. Jengkerik mulai bernyanyi gembira. Kodok me-ngorek
sedih. Keduanya merasa tidak bisa untuk tidak saling pandang. Dada Caroline
turun-naik karena jantung yang berdebar cepat. Caroline yakin sekali, dengan
melihat denyut di dahi Rink, bahwa jantung Rink pun berdenyut cepat seperti
jantungnya. "Lupakan saja ocehan para perempuan tua itu, Caroline. Bergosip itu hiburan
buar mereka. Kalau bukan menggosipkan kita, siapa lagi yang akan jadi sasaran
mereka" Begitu kehangatan berita kematian Roscoe menyurut, mereka akan
mencari-cari bahan gosip mereka."
"Aku tahu itu. Logikaku mengatakan begitu. Hanya saja aku tak tahan
menerima sindiran mereka yang sangat menghina. Aku tak suka diriku dijadikan
objek gosip mereka." Mata me-reka kembali saling pandang sesaat, penuh kemesraan, sebelum dialihkan. Apa yang digosipkan orang sebetulnya tidak
sepen uhnya khayalan belaka. "Tidak masuk akal bila salah satu di antara kita ke luar dari rumah sebelum
semua urusan hukum selesai," kata Rink, memberi aJasan. "Bu-kankah hal itu
justru akan memicu orang untuk makin menggosipkan kita""
"Kurasa begitu. Setiap orang ingin tahu siapa yang akan keluar dari rumah ini.
Mereka bilang kau tidak suka padaku."
"Sebagai istri ayahku, maksudmu."
Caroline merasa lidahnya tergigit ketika meng-iakannya. "Ya."
"Mengapa mereka mengira aku tidak senang padamu""
"Karena latar belakang hidupku dulu." Caro-line mengubah posisinya.
Pakaiannya tersangkut kulit kayu pohon. "Karena perbedaan usia antara Roscoe
dan aku." Ketika mata mereka kembali bertemu pandang kali ini, tak ada halangan
menghadang lagi. "Nanti juga berlalu," bisik Rink sambil merapat-kan tubuh ke
Caroline. "Aku tidak akan pernah suka kau menjadi istrinya."
"Jangan, Rink." Caroline ingin menjauhkan diri, tetapi jalannya terhalang
pohon. "Mengapa kau meresahkan gosip itu, Caroline"" tanya Rink, lembut, dan makin
merapatkan tubuhnya. "Suara hatimu masih jernih, kan" Kau tahu pasti, tak ada
yang tidak beres di The Retreat."
"Tentu saja." www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 105software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 105
http://ac-zzz.blogspot.com/
memberi tekanan pada bagian ka-limat itu. Mereka bilang... yah, kau bisa
menebak apa yang mereka katakan...."
"Mereka bilang kita tinggal sebagai keluarga bukan sekadar saling menyapa.
Begitu"" Caroline mengangkat kepala, menatap Rink. "Ya."
Rink mengumpat. "Mereka mencurigai bisa terjadi sesuatu yang tidak pada
tempatnya." "Ya." "Berarti, ada yang tidak benar yang dilakukan""
"Ya." "Bahwa hubungan kita bukan seperti hu-bungan anak tiri dengan ibu tirinya""
Caroline tidak menjawab, melainkan hanya mengangguk. Keheningan
menguasai keduanya. Jengkerik mulai bernyanyi gembira. Kodok me-ngorek
sedih. Keduanya merasa tidak bisa untuk tidak saling pandang. Dada Caroline
turun-naik karena jantung yang berdebar cepat. Caroline yakin sekali, dengan
melihat denyut di dahi Rink, bahwa jantung Rink pun berdenyut cepat seperti
jantungnya. "Lupakan saja ocehan para perempuan tua itu, Caroline. Bergosip itu hiburan
buar mereka. Kalau bukan menggosipkan kita, siapa lagi yang akan jadi sasaran
mereka" Begitu kehangatan berita kematian Roscoe menyurut, mereka akan
mencari-cari bahan gosip mereka."
"Aku tahu itu. Logikaku mengatakan begitu. Hanya saja aku tak tahan
menerima sindiran mereka yang sangat menghina. Aku tak suka diriku dijadikan
objek gosip mereka." Mata me-reka kembali saling pandang sesaat, penuh kemesraan,
sebelum dialihkan. Apa yang digosipkan orang sebetulnya tidak
sepenuhnya khayalan belaka.
"Tidak masuk akal bila salah satu di antara kita ke luar dari rumah sebelum
semua urusan hukum selesai," kata Rink, memberi aJasan. "Bu-kankah hal itu
justru akan memicu orang untuk makin menggosipkan kita""
"Kurasa begitu. Setiap orang ingin tahu siapa yang akan keluar dari rumah ini.
Mereka bilang kau tidak suka padaku."
"Sebagai istri ayahku, maksudmu."
Caroline merasa lidahnya tergigit ketika meng-iakannya. "Ya."
"Mengapa mereka mengira aku tidak senang padamu""
"Karena latar belakang hidupku dulu." Caro-line mengubah posisinya.
Pakaiannya tersangkut kulit kayu pohon. "Karena perbedaan usia antara Roscoe
dan aku." Ketika mata mereka kembali bertemu pandang kali ini, tak ada halangan
menghadang lagi. "Nanti juga berlalu," bisik Rink sambil merapat-kan tubuh ke
Caroline. "Aku tidak akan pernah suka kau menjadi istrinya."
"Jangan, Rink." Caroline ingin menjauhkan diri, tetapi jalannya terhalang
pohon. "Mengapa kau meresahkan gosip itu, Caroline"" tanya Rink, lembut, dan makin
merapatkan tubuhnya. "Suara hatimu masih jernih, kan" Kau tahu pasti, tak ada
yang tidak beres di The Retreat."
"Tentu saja." http://ac-zzz.blogspot.com/
Rink terus merapatkan tubuh. "Tak ada pelang-garan norma yang terjadi di
antara kita, bukan""
"Ya." "Dusta." Kata terakhir itu tercetus dari mulut R
ink dengan penuh kemarahan. Ibu jari
Rink me-nelusuri tenggorokan Caroline, lalu jari-jari lain-nya yang kokoh
melingkari lehernya. Dengan satu ibu jarinya, Rink mengangkat kepala
Caroline. "Katakan, tak ada daya tarik di antara kita." Sambil merintih pelan, Caroline
memalingkan mukanya ke samping. Namun Rink tak mem-biarkannya
membuang muka. "Ayo katakan padaku, bahwa tiap kali kau menatapku, aku
hanyalah anak tirimu. Bilang padaku kau tidak ingat apa yang pernah terjadi di
antara kita. Coba katakan kau tidak ingat lagi apa yang terjadi waktu turun hujan hari itu.
Katakan padaku kau tidak ingin aku menciummu lagi. Bilang kau tidak pernah
ingin merasakan sen-tuhanku lagi. Mampukah kau mengatakan semua itu
padaku, Caroline"" Satu-satunya jawaban yang diberikan Caroline hanya isakan.
"Itulah hal yang ada dalam benakku," kata Rink marah.
Bibir Rink menutup bibir Caroline. Caroline memukul-mukul Rink dengan
perasaan galau, tapi akhirnya tangannya berhenti di pundak Rink dan tak lagi
menolak Rink. Rink makin merapat-kan tubuhnya ke tubuh Caroline. Seperti
potongan puzzle yang didesain untuk disusun satu persatu membentuk satu
gambar, begitulah bentuk tubuh Rink dan Caroline cocok sekali. Bibir Rink
menciumi bibir Caroline, menuntut bibir perem-puan itu mematuhi apa yang
diperintahkannya. Lidah Rink menjilati garis bibir Caroline.
"Balas ciumanku, Caroline. Kau ingin men-ciumku. Kau ingin menciumku juga."
Caroline memenuhi permintaan itu. Sambil mendesah pasrah, Caroline
melingkarkan tangan-nya pada leher Rink. Bibirnya terbujuk lidah Rink. Lidah
itu pun akhirnya memasuki mulut Caroline tanpa perlawanan, disambut dengan
hangat dan mesra. Rink mengelus bibir Caroline, berhenti sesaat, membuat
letupan hasrat yang hendak diredam Caroline tak kuasa lagi dilawan-nya.
Tanpa ampun lagi Rink membangkitkan hasrat Caroline terhadap dirinya.
Ciumannya yang ber-tubi-tubi. Simbol kejantanan Rink yang ada di antara
kedua paha Caroline memancarkan gelom-bang kerinduan dalam dirinya yang
tak mampu diredam Caroline lebih lama lagi. Ia ingin Rink mengisi kekosongan
yang menyakitkan dirinya itu. Hanya Rink yang mampu mengisi ke-kosongan itu
dan memberikan kepuasan seutuh-nya.
Rink membuka kancing gaun Caroline, me-nyelipkan tangannya ke baliknya.
Payudara Caroline terbungkus kamisol berenda. Seluruh indra Rink menggelora
saat tangannya menyen-tuh payudara Caroline yang penuh lagi hangat.
Dibelainya bagian itu perlahan tetapi seperti punya kekuatan menghipnotis dan
merangsang-nya. Rink mengucapkan sumpah serapah seiring ungkapan kenikmatan yang
terdengar bak lagu cinta di telinga Caroline. Ia menangkap desah putus asa
Rink seperti yang dirasakan jiwanya, menanggung rindu, terbelenggu siksa
memendam hasrat yang tak mungkin dipenuhi. Rink menge-lus renda dan satin
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 106software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 106
http://ac-zzz.blogspot.com/
Rink terus merapatkan tubuh. "Tak ada pelang-garan norma yang terjadi di
antara kita, bukan""
"Ya." "Dusta." Kata terakhir itu tercetus dari mulut Rink dengan penuh kemarahan. Ibu jari
Rink me-nelusuri tenggorokan Caroline, lalu jari-jari lain-nya yang kokoh
melingkari lehernya. Dengan satu ibu jarinya, Rink mengangkat kepala
Caroline. "Katakan, tak ada daya tarik di antara kita." Sambil merintih pelan, Caroline
memalingkan mukanya ke samping. Namun Rink tak mem-biarkannya
membuang muka. "Ayo katakan padaku, bahwa tiap kali kau menatapku, aku
hanyalah anak tirimu. Bilang padaku kau tidak ingat apa yang pernah terjadi di
antara kita. Coba katakan kau tidak ingat lagi apa yang terjadi waktu turun hujan hari itu.
Katakan padaku kau tidak ingin aku menciummu lagi. Bilang kau tidak pernah
ingin merasakan sen-tuhanku lagi. Mampukah kau mengatakan semua itu
padaku, Caroline"" Satu-satunya jawaban yang diberikan Caroline hanya isakan.
"Itulah hal yang ada dalam benakku," kata Rink marah.
Bibir Rink menutup bibir Caroline. Caroline memukul-mukul Rink dengan
perasaan g alau, tapi akhirnya tangannya berhenti di pundak Rink dan tak lagi
menolak Rink. Rink makin merapat-kan tubuhnya ke tubuh Caroline. Seperti
potongan puzzle yang didesain untuk disusun satu persatu membentuk satu
gambar, begitulah bentuk tubuh Rink dan Caroline cocok sekali. Bibir Rink
menciumi bibir Caroline, menuntut bibir perem-puan itu mematuhi apa yang
diperintahkannya. Lidah Rink menjilati garis bibir Caroline.
"Balas ciumanku, Caroline. Kau ingin men-ciumku. Kau ingin menciumku juga."
Caroline memenuhi permintaan itu. Sambil mendesah pasrah, Caroline
melingkarkan tangan-nya pada leher Rink. Bibirnya terbujuk lidah Rink. Lidah
itu pun akhirnya memasuki mulut Caroline tanpa perlawanan, disambut dengan
hangat dan mesra. Rink mengelus bibir Caroline, berhenti sesaat, membuat
letupan hasrat yang hendak diredam Caroline tak kuasa lagi dilawan-nya.
Tanpa ampun lagi Rink membangkitkan hasrat Caroline terhadap dirinya.
Ciumannya yang ber-tubi-tubi. Simbol kejantanan Rink yang ada di antara
kedua paha Caroline memancarkan gelom-bang kerinduan dalam dirinya yang
tak mampu diredam Caroline lebih lama lagi. Ia ingin Rink mengisi kekosongan
yang menyakitkan dirinya itu. Hanya Rink yang mampu mengisi ke-kosongan itu
dan memberikan kepuasan seutuh-nya.
Rink membuka kancing gaun Caroline, me-nyelipkan tangannya ke baliknya.
Payudara Caroline terbungkus kamisol berenda. Seluruh indra Rink menggelora
saat tangannya menyen-tuh payudara Caroline yang penuh lagi hangat.
Dibelainya bagian itu perlahan tetapi seperti punya kekuatan menghipnotis dan
merangsang-nya. Rink mengucapkan sumpah serapah seiring ungkapan kenikmatan yang
terdengar bak lagu cinta di telinga Caroline. Ia menangkap desah putus asa
Rink seperti yang dirasakan jiwanya, menanggung rindu, terbelenggu siksa
memendam hasrat yang tak mungkin dipenuhi. Rink menge-lus renda dan satin
http://ac-zzz.blogspot.com/
yang menutupi payudaranya, mencari dan menyentuh puncaknya dengan ujung
jari. Sentuhan itu memberikan kenikmatan yang amat sangat pada Caroline.
Bagian yang peka itu memberi respons, menegang. Rink me-nenggelamkan
kepalanya di antara payudara itu dan menyentuh salah satu puncaknya dengan
bibir. Caroline merasakan gelenyar ciuman itu sam-pai ke perutnya, bahkan mencapai
bagian tubuh-nya yang jauh di bawahnya lagi. Setiap simpul saraf tubuhnya
bangkit, sekaligus merintih pedih. Caroline yakin, bila tidak segera
menghentikan semua itu, ia akan kalah.
Caroline melepaskan pelukannya pada Rink. "Jangan, Rink, jangan," cegah
Caroline. Ia me-nutupi payudaranya dengan kedua tangan, beru-saha meredam
gelombang gairah yang menggebu. "Aku tidak bisa. Kita ridak boleh
melakukannya.' Rink merasakan dadanya sesak dan panas tiap kali menarik napas. Rambutnya
kusut masai karena remasan jari-jari Caroline. Matanya me-natap penuh gairah,
dikerjap-kerjapkan untuk menyadarkan dirinya. "Mengapa" Karena ayah-ku""
Caroline menggeleng, membuat rambutnya ter-gerai. "Bukan, bukan," tukas
Caroline sedih sam-bil membetulkan gaunnya. "Karena penduduk kota ini.
Karena aku tidak ingin menjadi orang yang seperti mereka duga. Aku tidak mau
me-lakukan apa yang mereka bayangkan, perbuatan rendah tak bermoral;
pertama-tama merayu Roscoe, kini anaknya."
"Aku tak peduli apa yang mereka pikirkan."
"Aku peduli!" Caroline menyadari ia menangis. Air mata bercucuran membasahi
pipinya. "Seperti yang kaukatakan tadi, kita akan tetap seperti saat kita
dilahirkan. Kau berdarah Winston dan Lancaster. Apa pun yang kaulakukan,
tetap akan dianggap pantas. Mereka tidak akan berani meng-kritikmu. Tetapi
aku, aku yang datang dari golongan rendah, begitulah diriku senantiasa di mata
mereka. Aku harus peduli pada apa yang mereka pikirkan."
Menit-menit berlalu, mereka saling meman-dang. Rink lebih dulu memalingkan
muka sambil melontarkan makian. "Tidak bisa aku tinggal serumah denganmu
tanpa terdorong perasaan ingin bercinta denganmu."
"Aku tahu." "Nah, aku sudah mengungkapkannya. Itukah yang ingin kau dengar"" teriak Rink.
"Bukan, Rink. Aku tidak perlu mendengar pe
ngakuanmu itu, aku sudah tahu."
Ketika Rink berbalik dan memandangnya, Caroline berkata lembut, "Aku juga
merasakan hal yang sama sepertimu. Apa kaupikir tidak demikian yang
kurasakan"" Bisa saja ini hanya dorongan hasrat sesaat, tetapi Caroline melihat mata Rink
berkaca-kaca. Bibirnya bergerak-gerak, tetapi tak sepatah kata pun meluncur
keluar dari bibirnya. Kedua tangannya sebentar dikepalkan dan dilepaskan di
sisi tubuhnya. Badannya berdiri tegak me-nahan emosi. Kelihatannya ia hampir
tak mampu menahannya lebih lama lagi.
Caroline menyeka air mata di pipinya. "Kau mengerti mengapa aku tidak bisa
bersamamu, Rink" Apa yang mereka katakan benar. Aku sangat
menginginkanmu. Namun, seperti kau tidak bisa melupakannya, begitu juga
mereka. Aku ini istri Roscoe."
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 107
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 107
http://ac-zzz.blogspot.com/
Rink berbaJik, membelakangi Caroline be-berapa menit lamanya. Ketika ia
membalikkan rubuhnya kembali menghadap Caroline, air mukanya sudah
berubah, kelihatan keras. "Apa yang akan kaulakukan setelah pembacaan surat
wasiat"" Caroline tidak menyembunyikan air matanya lagi. "Satu-satunya haJ yang dapat
kulakukan, apa yang kutahu harus kulakukan. Aku harus meninggalkan rumah
ini." Rink mengangguk seketika, kemudian berbaJik dan berjalan ke arah hutan.
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Caroline duduk di bangku ayunan sambil menutup muka. Ia me-nangis tersedusedu.
Tak satu pun dari mereka melihat bayangan yang melinras di antara
pepohonan, yang men-jauh dari tempat itu.
Bab 10 STEVE"" Tak ada cahaya lampu di daJam kamar Steve, tetapi pesawat televisi
hitam-putih meman-tulkan riak-riak cahayanya di dinding.
"Laura Jane," ujar Steve, terkejut.
"Aku tidak yakin kau ada di sini. Kau sudah tidur""
Steve segera menarik selimut putih menutupi dadanya yang telanjang. Ia
berbaring telentang di ranjangnya yang kecil. Ketika Laura Jane masuk,
membuka pintu cukup Jebar agar bisa menyelinap, Steve berbaring sambil
menopang tubuhnya dengan siku. "Tidak, aku tidak tidur, tetapi apa yang
kaulakukan di sini" Kalau kakak-mu tahu kau ada di sini...."
"Tidak mungkin. Aku baru saja melihatnya pergi dengan mobil barunya. Ia dan
Caroline.... Oh, Steve. Aku jadi tak mengerti semua ini!" Laura Jane
menghambur masuk dan menjatuh-kan dirinya ke pelukan Steve. Otomads
tangan Steve menyambut Laura Jane. Laura Jane yang menangis,
membenamkan wajahnya di dada
Steve. "Ada apa" Apa yang terjadi" Apa yang tidak kaumengerti""
"Rink. Aku tak mengerti dia sama sekali. Ia berkelahi denganmu gara-gara kau
menciumku. Ia membuat aku merasa seakan kita melakukan perbuatan
memalukan. Tetapi, kalau yang kau-lakukan salah, mengapa ia dan Caroline
melaku-kan hal yang sama" Kalau hal itu tidak boleh kita lakukan, mengapa
mereka lakukan" Mereka kan juga tidak menikah."
"Kau melihat mereka" Berciuman"" "Ya. Di sana, di dekat ayunan tua. Mereka
tidak melihat aku ketika itu."
Steve menyibakkan rambut dengan jari-jarinya. Steve tidak ingin
mengecewakan Laura Jane se-perti sebelumnya, maka ia menjawab dengan
hati-hati, "Kurasa, kau melihat sesuatu yang se-harusnya.tidak boleh kau lihat."
Laura Jane mengangkat kepala. "Memang, se-harusnya aku tidak diam di situ
dan melihat mereka, bukan" Haney bilang kita tidak boleh mencuri dengar
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 108
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 108
http://ac-zzz.blogspot.com/
percakapan orang, kalau orang itu tidak tahu kau ada di situ." "Itu tidak sopan,
ya." Laura Jane berusaha mengumpulkan kekuatan " seperti anak kecil yang
menyesali perbuatan salah-nya. "Aku tahu aku salah. Tetapi aku mendengar
suara mereka, lalu kuikuti suara itu. Ketika aku sampai di sana, kulihat Rink
mencium Caroline. Mereka bersandar di pohon sambil berpelukan."
Ketika jari-jari Laura Jane mempermainkan rambut yang tumbuh lebat di
dadanya, baru Steve menyadari ia hany
a mengenakan celana dalam di balik
selimut. Laura Jane duduk di pinggir ranjang, pinggul gadis itu menyentuh
lekuk pinggangnya. Laura Jane menceritakan bagaimana Caroline mengakhiri ciuman mereka.
"Caroline bilang me-reka seharusnya tidak berciuman karena orang-orang akan
menganggap mereka tidak bermoral. Ketika mendengar kata-kata Caroline,
Rink hanya berdiri tak bergerak. Rink kelihatan seperti hen-dak memukul
sesaatu, bukan Caroline. Rink kelihatan ingin terus menciumi Caroline."
Suara Laura Jane bergetar. "Caroline bilang, begitu pembacaan surat wasiat
selesai, ia akan meninggalkan rumah." Sambil bersandar di ping-gang Steve,
Laura Jane meletakkan kepalanya di dada Steve. "Aku tak ingin ia pergi
meninggalkan rumah kami. Aku sayang Caroline. Aku sayang Rink. Aku ingin
kami tinggal bersama-sama seperti sekarang selamanya."
Dengan satu tangannya Steve memegang teng-kuk Laura Jane,
menenangkannya. Tangan yang satu lagi mengelus punggung gadis itu. Steve
berhasil menyambungkan potongan-potongan cerita menjadi satu cerita utuh.
Ia ingat, ia mendengar Caroline mengingatkan Rink tentang perbuatan Roscoe
yang memisahkan mereka. Barangkali pada suatu ketika dulu, mereka saling
menyayangi. Tetapi kemudian Rink pergi dari rumah, Caroline menikah dengan
ayah Rink. Kini, masing-masing masih saling mencintai, ke-duanya terperangkap
dalam situasi yang sulit untuk dipisahkan. "Ya, semuanya benar-benar kacau
balau," gumam Steve di balik rambut Laura Jane.
Laura Jane mengangkat kepala dan meman-dang Steve. "Kau tahu apa yang
kuharapkan"" Jari telunjuk Steve menelusuri wajah gadis itu, mengagumi kecantikannya yang
asli, ke-murnian pikirannya, tak tercemar perasaan deng-ki. Kualitas
kepribadian sepcrti itu sangat ber-harga buat Steve karena jarang ia
menemukan orang dengan kualitas seperti itu. Sebelum me-ngenal Laura Jane,
Steve menganggap pikiran manusia penuh kebusukan, termasuk pikirannya
sendiri. "Apa yang kauharapkan"" tanya Steve lembut.
"Babwa mereka berdua saling mencintai seperti kita."
Betapa ingin Steve tertawa, ingin menangis, ingin mencium Laura. Ia
memikirkan kedua hal yang pertama, dan melakukan hal yang terakhir.
Ditariknya tubuh Laura Jane dengan lembut ke dekatnya, diciumnya bibir
perempuan itu dengan lembut pula.
"Steve"" bisik Laura Jane.
"Hmmm"" Steve mencium wajah Laura Jane, terkagum-kagum merasakan kulit
gadis itu yang demikian halus dan membiarkan tubuh mereka berpelukan.
"Kau tidak memakai kaki plastikmu."
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 109
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 109
http://ac-zzz.blogspot.com/
Seketika Steve menghentikan ciumannya dan mengikuti arab pandangan Laura
Jane sampai ke ujung ranjang, ke tempat ia meletakkan kaki palsunya. "Ya,"
jawab Steve tegas. "Aku tidak memakainya."
"Coba kulihat kakimu. Ayolah." Laura men-julurkan tangan hendak menarik
seprai yang menutupi tubuh Steve.
Steve langsung menyambar kaki palsunya dan memeganginya. "Jangan."
Suara Steve terdengar dingin, keras, tidak se-perti biasanya kalau ia bicara
dengan Laura Jane. Sejenak sikap Steve membuat gadis itu takut, tetapi hanya
sesaat. Berikutnya Laura Jane meletakkan tangannya di atas tangan Steve dan
jarinya mencoba menarik seprai yang menutupi badan Steve. "Ayolah, Steve.
Aku ingin melihat-nya."
Dengan marah Steve menepiskan tangan Laura Jane. Ia melepaskan
pegangannya pada seprai, dan meletakkan tangan di bawah kepalanya. Laura
Jane ingin melihatnya" Baik, lebih baik membiarkannya melihat kakinya. Lebih
baik membiarkan Laura Jane jijik melihatnya sekarang sebelum ia jatuh cinta
lebih dalam padanya, seperti yang dialaminya. Lebih baik Laura Jane lari meninggalkannya sambil
berteriak ketakutan dan jijik melihatnya sekarang daripada nanti. Ia sudah
lama menyembunyikan cacatnya, akan le-bih baik bila Laura Jane tahu lebih
cepat, akan lebih baik untuk mereka berdua.
Dengan hati pedih, Steve membiarkan Laura Jane menyingkapkan selimut dari
tubuhnya. Udara sejuk yang
bertiup dari AC menerpa tubuhnya. Rahangnya
terasa sakit karena ia mengertakkan rahang. Matanya menatap langit-langit,
berusaha memusatkan pandangan pada pola yang dibentuk cahaya yang
dipancarkan televisi. Ia tidak ingin melihat wajah Laura Jane yang ketakutan.
Ia berharap dapat menutup telinganya agar tidak mendengar respons yang
diperdengarkan Laura Jane.
Steve tidak menyalahkan Laura Jane, tentunya. Ia selalu dijauhkan dari hal-hal
yang buruk. Dunia Laura Jane adalah dunia penuh kelem-butan dan keindahan,
seperti kepompong yang lembut dan anggun. Sementara dunianya, dunia hutan
belantara dengan hukum rimba, dunia asing bagi Laura Jane, dunia dari planet
lain. "Oh, Steve." Reaksi Laura Jane ternyata tidak seperti yang dibayangkan Steve. Suaranya
membuat napasnya seperti berhenti sesaat, membuatnya gemetar; suaranya
emosional, penuh kelembutan. Steve menundukkan kepala, memandang
tubuhnya tepat ketika tangan Laura Jane terjulur hendak menyentuh pahanya
yang buntung. Meskipun jelas Steve merasakan sentuhan malu-malu, lem-but,
walaupun ia melihat tangan Laura Jane menelusuri kulitnya yang kasar dan
berbulu, ia tetap tak percaya akan penglihatannya. Tubuh-nya seperti
mengerut di balik sikap Laura Jane yang manis, tetapi dadanya seperti mau
me-ledak. "Steve, kau menawan." Ketika menatap Steve, mata Laura Jane berkaca-kaca.
Steve mencari-cari, tetapi tak menemukan kesan jijik di mata gadis itu, tak
ada rasa iba, yang ada hanya cinta dan kekaguman.
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 110software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 110
http://ac-zzz.blogspot.com/
Seketika Steve menghentikan ciumannya dan mengikuti arab pandangan Laura
Jane sampai ke ujung ranjang, ke tempat ia meletakkan kaki palsunya. "Ya,"
jawab Steve tegas. "Aku tidak memakainya."
"Coba kulihat kakimu. Ayolah." Laura men-julurkan tangan hendak menarik
seprai yang menutupi tubuh Steve.
Steve langsung menyambar kaki palsunya dan memeganginya. "Jangan."
Suara Steve terdengar dingin, keras, tidak se-perti biasanya kalau ia bicara
dengan Laura Jane. Sejenak sikap Steve membuat gadis itu takut, tetapi hanya
sesaat. Berikutnya Laura Jane meletakkan tangannya di atas tangan Steve dan
jarinya mencoba menarik seprai yang menutupi badan Steve. "Ayolah, Steve.
Aku ingin melihat-nya."
Dengan marah Steve menepiskan tangan Laura Jane. Ia melepaskan
pegangannya pada seprai, dan meletakkan tangan di bawah kepalanya. Laura
Jane ingin melihatnya" Baik, lebih baik membiarkannya melihat kakinya. Lebih
baik membiarkan Laura Jane jijik melihatnya sekarang sebelum ia jatuh cinta
lebih dalam padanya, seperti yang dialaminya. Lebih baik Laura Jane lari meninggalkannya sambil
berteriak ketakutan dan jijik melihatnya sekarang daripada nanti. Ia sudah
lama menyembunyikan cacatnya, akan le-bih baik bila Laura Jane tahu lebih
cepat, akan lebih baik untuk mereka berdua.
Dengan hati pedih, Steve membiarkan Laura Jane menyingkapkan selimut dari
tubuhnya. Udara sejuk yang bertiup dari AC menerpa tubuhnya. Rahangnya
terasa sakit karena ia mengertakkan rahang. Matanya menatap langit-langit,
berusaha memusatkan pandangan pada pola yang dibentuk cahaya yang
dipancarkan televisi. Ia tidak ingin melihat wajah Laura Jane yang ketakutan.
Ia berharap dapat menutup telinganya agar tidak mendengar respons yang
diperdengarkan Laura Jane.
Steve tidak menyalahkan Laura Jane, tentunya. Ia selalu dijauhkan dari hal-hal
yang buruk. Dunia Laura Jane adalah dunia penuh kelem-butan dan keindahan,
seperti kepompong yang lembut dan anggun. Sementara dunianya, dunia hutan
belantara dengan hukum rimba, dunia asing bagi Laura Jane, dunia dari planet
lain. "Oh, Steve." Reaksi Laura Jane ternyata tidak seperti yang dibayangkan Steve. Suaranya
membuat napasnya seperti berhenti sesaat, membuatnya gemetar; suaranya
emosional, penuh kelembutan. Steve menundukkan kepala, memandang
tubuhnya tepat ketika tangan Laura Jane terjulur hendak menyentuh pahanya
yang buntung. Meskipun jelas Steve merasakan sentuhan
malu-malu, lem-but, walaupun ia melihat tangan Laura Jane menelusuri kulitnya yang kasar dan
berbulu, ia tetap tak percaya akan penglihatannya. Tubuh-nya seperti
mengerut di balik sikap Laura Jane yang manis, tetapi dadanya seperti mau
me-ledak. "Steve, kau menawan." Ketika menatap Steve, mata Laura Jane berkaca-kaca.
Steve mencari-cari, tetapi tak menemukan kesan jijik di mata gadis itu, tak
ada rasa iba, yang ada hanya cinta dan kekaguman.
http://ac-zzz.blogspot.com/
Dengan suara tercekik, Steve menarik tubuh Laura Jane ke dadanya. Tangannya
memegang kedua pipi gadis tersebut, meremas rambut Laura Jane ketika Laura
Jane menyentuhkan bibirnya ke bibir Steve.
Steve mencium Laura Jane dengan gairah baru. Dimasukkannya lidahnya jauh
ke dalam ke mulut perempuan muda itu. Diputar-putarnya lidahnya, menikmati
seluruh kemanisannya. Belajar dari Steve, Laura Jane menggigit kecil bibir
Steve, mengisap lidahnya yang kembali dimasukkan ke mulutnya, dan membelai
rongga di antara kedua bibir Steve dengan lidahnya.
"Oh, Tuhan, Laura Jane." Steve mendekap kepala gadis itu di bahunya untuk
menghentikan ciuman Laura Jane yang penuh gairah, agar ia bisa bernapas
kembali dan akal sehatnya bekerja. Kejantanannya mengeras dan menyentaknyentak di balik celananya. Setiap bagian tubuhnya yang tersentuh kulit Laura
Jane seperti panas terbakar. Steve berencana mengendalikan hasratnya dengan
membelai payudara Laura Jane. Namun dada yang penuh lagi lembut di telapak
tangannya itu ternyata malah membuatnya makin meng-inginkan Laura Jane,
bukan melulu karena de-sakan gairah tetapi berkat pertolongan yang di-berikan
gadis itu. "Aku merasa ada yang aneh dalam tubuhku," kata Laura Jane. Tangannya
mengelus dada dan perut Steve.
Tanpa kegembiraan sedikit pun Steve tertawa. Hasratnya bergejolak. "Aku pun
demikian." "Jantungku berdetak cepat." Diambilnya ta-ngan Steve, lalu ditekankannya ke
dada kirinya. Tangan Steve menyentuh bagian lunak itu dengan lembut. Ia
mengertakkan gigi. "Begitu pun jantungku."
"Apakah begini rasanya kalau orang bercinta"" bisik Laura Jane, bertanya.
Steve tidak mampu menjawab dengan kata-kata, tetapi dengan anggukan.
"Kita tidak bisa bercinta karena kita belum menikah, bukan""
Steve mengerang dan mendekap Laura Jane erat-erat. "Ya, Sayang, tidak
boleh. Kita tidak boleh melakukannya. Tidak fair buat dirimu."
Tidak fair juga buat dirinya. Bila ia mulai melakukannya, Steve yakin ia akan
mengingin-kan hal itu setiap hari sepanjang hidupnya.
Laura Jane yang kini duduk, meletakkan ta-ngannya di pipi Steve. "Kalau
begitu, Steve," katanya dengan cara berpikir sederhana, "sebaik-nya kita
menikah." Segerombolan orang berkumpul di pekarangan The Retreat. Hari itu cuaca
mendung. Awan kelabu pekat menutupi seluruh bumi. Hujan belum turun.
Andai hujan turun, tentu akan disambut gembira karena cuaca takkan lembap
lagi. Hari ini hari yang ditunggu-tunggu sekaligus ditakuti. Dua kali Granger Hopkins
mengatur waktu untuk pembacaan surat wasiat Roscoe. Sudah dua kali
tertunda. Pada kesempatan per-tama, Rink tanpa diduga dipanggil pulang ke
Atlanta untuk mengurus masalah perusahaan pe-nerbangan Air Dixie. Yang
kedua, Granger yang minta ditunda. Karena ada kliennya yang lain yang lebih
membutuhkan pertolongannya.
Diam-diam Caroline gembira dengan penun-daan-penundaaan tersebut. Ia
butuh waktu be-berapa minggu untuk mencari tempat tinggal, rumah yang
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 111
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 111
http://ac-zzz.blogspot.com/
lebih kecil tetapi cantik, rumah yang jauh dari kora tetapi tidak terlalu
terpencil untuk perempuan yang tinggal sendirian. Namun, sampai saat ini ia
merasa tidak punya semangat untuk memulai pencariannya. Pekerjaan di pemintalan dijadikannya alasan.
Mereka memintal kapas lebih banyak daripada sebelumnya. Ia dan Rink selalu
ke pemintalan dini hari dan pulang ke rumah setelah malam. Panen kapas
musim ini hampir sudah dipintal semua, digulung dan
siap dibawa ke gudang untuk dijual ke beberapa pedagang. Pesanan Delta Mills sudah diterbangkan ke
Jackson seperti yang dijanjikan Rink.
Mereka berdua sama-sama merasakan kepuasan yang amat sangat, tetapi juga
perasaan kehilangan yang tak terucapkan dengan kata-kata. Kalau bukan
tuntutan pekerjaan di pemintalan, mereka tak punya alasan untuk
menghabiskan waktu bersama. Sejak kejadian malam itu, di ayunan, tak
pernah ada kesempatan buat mereka untuk ber-mesraan; tetapi hasrat mereka
tetap hidup, tetap menggelora, tetap memancar di antara mereka.
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Granger batuk-batuk sambil menutup mulut dengan tangan untuk menarik
perhatian mereka. "Kurasa, kita sudah siap." Ia duduk di samping meja kecil,
tempat ia meletakkan amplop manila.
Laura Jane dan Rink duduk berdekatan. Tangan mereka saling menggenggam
penuh kasih. Caroline duduk di kursi sebelah kiri. Haney, yang, juga diundang,, duduk di
sebelah kanan mereka, agak di belakang.
Granger mengambil kacamata berkerangka me-tal dari saku kemejanya dan
meletakkannya di hidungnya yang besar. Dengan hati-hati ia mem-buka
amplop, mengeluarkan dokumen yang ber-halaman-halaman dan meluruskan
dokumen yang kaku itu. Ia mulai membacakan isinya.
Roscoe tidak suka menyumbang. Ia mengomel tiap kali melihat istrinya,
Marlene, menyumbang-kan uangnya untuk kegiatan amal. Bila ia me-nyumbang,
sumbangan yang dilakukannya bukan dilakukan atas dasar kemurahan hati,
tetapi lebih untuk menghindari pajak. Dalam surat wasiatnya, anehnya, Roscoe
mewariskan sejumlah uang ke-pada gereja, sebagai anggota gereja yang tidak
setia, dan kepada berbagai komunitas sosial lain-nya.
Granger berhenti sejenak, menuang air ke gelas dari teko yang disediakan di
meja oleh Haney untuknya, meneguknya, lalu melanjutkan. Ia membaca
dengan suara tanpa emosi, tetapi dengan sikap berat hati. Setelah seluruh isi
surat wasiat dibacakan, jelaslah apa sebabnya ia mem-bacakan surat wasiat
tersebut dengan sikap demi-kian. Setelah selesai membacakan, ia melipat
kertas-kertas itu lalu memasukkannya kembali ke amplop. Ia melepas
kacamatanya dan me-masukkannya kembali ke saku kemeja.
Ketiga orang lainnya di dalam ruangan itu diam tak bergerak. Bahkan Laura
Jane, yang tidak memahami isi surat wasiat ayahnya s-penuhnya, mengerti isi
surat wasiat yang sangat tidak fair itu.
"Ia tidak mewariskan apa pun untuk Rink," kata Laura Jane kepada Granger,
tetapi matanya perlahan menyapu ruangan sampai akhirnya ter-tuju pada
saudara laki-lakinya, yang wajahnya tampak seperti terbuat dari batu... atau
es. www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 112software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 112
http://ac-zzz.blogspot.com/
lebih kecil tetapi cantik, rumah yang jauh dari kora tetapi tidak terlalu
terpencil untuk perempuan yang tinggal sendirian. Namun, sampai saat ini ia
merasa tidak punya semangat untuk memulai pencariannya. Pekerjaan di pemintalan
dijadikannya alasan. Mereka memintal kapas lebih banyak daripada sebelumnya. Ia dan Rink selalu
ke pemintalan dini hari dan pulang ke rumah setelah malam. Panen kapas
musim ini hampir sudah dipintal semua, digulung dan siap dibawa ke gudang
untuk dijual ke beberapa pedagang. Pesanan Delta Mills sudah diterbangkan ke
Jackson seperti yang dijanjikan Rink.
Mereka berdua sama-sama merasakan kepuasan yang amat sangat, tetapi juga
perasaan kehilangan yang tak terucapkan dengan kata-kata. Kalau bukan
tuntutan pekerjaan di pemintalan, mereka tak punya alasan untuk
menghabiskan waktu bersama. Sejak kejadian malam itu, di ayunan, tak
pernah ada kesempatan buat mereka untuk ber-mesraan; tetapi hasrat mereka
tetap hidup, tetap menggelora, tetap memancar di antara mereka.
Granger batuk-batuk sambil menutup mulut dengan tangan untuk menarik
perhatian mereka. "Kurasa, kita sudah siap." Ia duduk di samping meja kecil,
tempat ia meletakkan amplop manila.
Laura Jane dan Rink duduk berdekatan. Tangan mereka saling menggenggam
penuh kasih. Caroline duduk di kursi sebelah kiri. Haney, yang, juga diundang,, duduk di
se belah kanan mereka, agak di belakang.
Granger mengambil kacamata berkerangka me-tal dari saku kemejanya dan
meletakkannya di hidungnya yang besar. Dengan hati-hati ia mem-buka
amplop, mengeluarkan dokumen yang ber-halaman-halaman dan meluruskan
dokumen yang kaku itu. Ia mulai membacakan isinya.
Roscoe tidak suka menyumbang. Ia mengomel tiap kali melihat istrinya,
Marlene, menyumbang-kan uangnya untuk kegiatan amal. Bila ia me-nyumbang,
sumbangan yang dilakukannya bukan dilakukan atas dasar kemurahan hati,
tetapi lebih untuk menghindari pajak. Dalam surat wasiatnya, anehnya, Roscoe
mewariskan sejumlah uang ke-pada gereja, sebagai anggota gereja yang tidak
setia, dan kepada berbagai komunitas sosial lain-nya.
Granger berhenti sejenak, menuang air ke gelas dari teko yang disediakan di
meja oleh Haney untuknya, meneguknya, lalu melanjutkan. Ia membaca
dengan suara tanpa emosi, tetapi dengan sikap berat hati. Setelah seluruh isi
surat wasiat dibacakan, jelaslah apa sebabnya ia mem-bacakan surat wasiat
tersebut dengan sikap demi-kian. Setelah selesai membacakan, ia melipat
kertas-kertas itu lalu memasukkannya kembali ke amplop. Ia melepas
kacamatanya dan me-masukkannya kembali ke saku kemeja.
Ketiga orang lainnya di dalam ruangan itu diam tak bergerak. Bahkan Laura
Jane, yang tidak memahami isi surat wasiat ayahnya s-penuhnya, mengerti isi
surat wasiat yang sangat tidak fair itu.
"Ia tidak mewariskan apa pun untuk Rink," kata Laura Jane kepada Granger,
tetapi matanya perlahan menyapu ruangan sampai akhirnya ter-tuju pada
saudara laki-lakinya, yang wajahnya tampak seperti terbuat dari batu... atau
es. http://ac-zzz.blogspot.com/
"Bajingan tua brengsek," maki Haney sambil menarik napas ketika meninggalkan
ruangan de-ngan gusar. Ia menolak uang yang diwariskan untuknya sebagai
imbalan "bertahun-tahun meng-abdikan diri merawat Laura Jane".
Perlahan Caroline bangkit dari duduk dan dengan ragu-ragu melangkah ke arah
orang yang seharusnya menjadi ahli waris. "Rink, aku ma " Rink mendongak
seketika, matanya nanar me-natap Caroline, menghentikan kata-kata Caroline
sebelum keluar dari mulutnya. Rink bangkit dari kursi dengan gaya anggun
seperti macan tutul, tapi juga sekaligus memancarkan kebencian di air
mukanya. Ia meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata pun. Dengan perasaan
sangat me-nyesal Caroline memandanginya. Laura Jane de-ngan gugup
mempermainkan saputangan dengan jemarinya.
Granger mengikuti Rink dan berhasil menge-jarnya di halaman. "Rink, maafkan
aku." Ia menyambar lengan kemeja Rink dan berhasil menghentikan langkahnya
keluar dari rumah. "Aku tidak suka membacakan isi surat wasiat itu. Aku sudah
membujuk Roscoe agar memper-timbangkannya kembali."
"Kau lebih tahu apa yang terjadi, selamatkan saja dirimu," jawab Rink ketus.
"Aku sudah membujuk ibumu untuk memper-tahankan rumah ini dan
pemintalan atas nama-nya. Ibumu menandatangani surat wasiat jauh sebelum
ia meningggal, bahwa ia mewariskan rumah itu kepada Roscoe, bila ia
meninggal dunia. Waktu itu aku sudah berpikir itu bukan gagasan yang baik.
Tentu saja, sekarang...."
"Untuk pertama kalinya dalam sejarah, ada orang yang tidak berdarah Winston
memiliki The Retreat. Rumah itu sekarang menjadi milik keluarga Dawson."
Nada bicaranya pedas lagi tajam ketika menyebut nama Dawson.
"Bila kau mengira Caroline memengaruhi keputusan Roscoe, kau keliru."
"Begitukah""
"Ya," jawab si pengacara. "Caroline sama sekali tidak peduli soal rumah itu,
sebagaimana sikap-nya ketika mendapatkan beasiswa."
Rink memutar kepala seketika. "Apa yang kautahu tentang hal itu""
"Aku tahu," jawab Granger sambil merendah-kan suara. "Sama seperti aku tahu
segala yang dilakukannya terhadap Caroline secara sembunyi-sembunyi. Aku
tidak mengerti sikapnya. Aku mengira ia seperti bandot yang suka daun muda,
kecuali... yah, ia melakukan itu dengan perem-puan lain." Ia menatap. Rink
dalam-dalam. "Baru belakangan aku tahu. Baru belakangan. Bertahun-tahun
lamanya ia memperalat Caroline untuk menarikmu pulang, bukan""
Rink tidak menjawab. Jelas, si pengaca
ra tahu segala yang terjadi, hanya satu
potongan penting yang kurang. Ia tidak tahu apa yang pernah terjadi antara
Rink dan Caroline bertahun-tahun sebelumnya. "Yah, bila itu yang ia inginkan
sebelum ia meninggal, sudah terkabul. Karena ia sangat yakin berhasil
mendapatkan aku kali ini."
Ia pergi, membiarkan pintu di belakangnya terbanting.
Dari kamar tamu, Caroline melihatnya pergi. Ia sudah mendapatkan apa yang
selalu didamba-kannya. The Retreat. Tetapi apa imbalannya" Pria yang
dicintainya. www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 113software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 113
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Bajingan tua brengsek," maki Haney sambil menarik napas ketika meninggalkan
ruangan de-ngan gusar. Ia menolak uang yang diwariskan untuknya sebagai
imbalan "bertahun-tahun meng-abdikan diri merawat Laura Jane".
Perlahan Caroline bangkit dari duduk dan dengan ragu-ragu melangkah ke arah
orang yang seharusnya menjadi ahli waris. "Rink, aku ma " Rink mendongak
seketika, matanya nanar me-natap Caroline, menghentikan kata-kata Caroline
sebelum keluar dari mulutnya. Rink bangkit dari kursi dengan gaya anggun
seperti macan tutul, tapi juga sekaligus memancarkan kebencian di air
mukanya. Ia meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata pun. Dengan perasaan
sangat me-nyesal Caroline memandanginya. Laura Jane de-ngan gugup
mempermainkan saputangan dengan jemarinya.
Granger mengikuti Rink dan berhasil menge-jarnya di halaman. "Rink, maafkan
aku." Ia menyambar lengan kemeja Rink dan berhasil menghentikan langkahnya
keluar dari rumah. "Aku tidak suka membacakan isi surat wasiat itu. Aku sudah
membujuk Roscoe agar memper-timbangkannya kembali."
"Kau lebih tahu apa yang terjadi, selamatkan saja dirimu," jawab Rink ketus.
"Aku sudah membujuk ibumu untuk memper-tahankan rumah ini dan
pemintalan atas nama-nya. Ibumu menandatangani surat wasiat jauh sebelum
ia meningggal, bahwa ia mewariskan rumah itu kepada Roscoe, bila ia
meninggal dunia. Waktu itu aku sudah berpikir itu bukan gagasan yang baik.
Tentu saja, sekarang...."
"Untuk pertama kalinya dalam sejarah, ada orang yang tidak berdarah Winston
memiliki The Retreat. Rumah itu sekarang menjadi milik keluarga Dawson."
Nada bicaranya pedas lagi tajam ketika menyebut nama Dawson.
"Bila kau mengira Caroline memengaruhi keputusan Roscoe, kau keliru."
"Begitukah""
"Ya," jawab si pengacara. "Caroline sama sekali tidak peduli soal rumah itu,
sebagaimana sikap-nya ketika mendapatkan beasiswa."
Rink memutar kepala seketika. "Apa yang kautahu tentang hal itu""
"Aku tahu," jawab Granger sambil merendah-kan suara. "Sama seperti aku tahu
segala yang dilakukannya terhadap Caroline secara sembunyi-sembunyi. Aku
tidak mengerti sikapnya. Aku mengira ia seperti bandot yang suka daun muda,
kecuali... yah, ia melakukan itu dengan perem-puan lain." Ia menatap. Rink
dalam-dalam. "Baru belakangan aku tahu. Baru belakangan. Bertahun-tahun
lamanya ia memperalat Caroline untuk menarikmu pulang, bukan""
Rink tidak menjawab. Jelas, si pengacara tahu segala yang terjadi, hanya satu
potongan penting yang kurang. Ia tidak tahu apa yang pernah terjadi antara
Rink dan Caroline bertahun-tahun sebelumnya. "Yah, bila itu yang ia inginkan
sebelum ia meninggal, sudah terkabul. Karena ia sangat yakin berhasil
mendapatkan aku kali ini."
Ia pergi, membiarkan pintu di belakangnya terbanting.
Dari kamar tamu, Caroline melihatnya pergi. Ia sudah mendapatkan apa yang
selalu didamba-kannya. The Retreat. Tetapi apa imbalannya" Pria yang
dicintainya. http://ac-zzz.blogspot.com/
"Caroline, apa yang bisa kulakukan dengan pemintalan kapas itu"" tanya Laura
Jane bingung ketika muncul di belakang ibu tirinya. "Aku hanya pernah ke sana
beberapa kali dalam hidupku."
Perasaan iba melihat perempuan muda yang bingung itu mengalihkan
kepedihan yang me-landa Caroline. Ia memeluk Laura Jane. "Kau jangan terlalu
mengkhawatirkan pemintalan kapas itu. Ayahmu hanya mewarisimu keumungan
yang didapat dari pabrik."
"Bagaimana denganmu""
"A ku dapat gaji tahunan untuk mengawasi pemintalan itu bagimu. Granger akan
memberi-tahu kita berdua dan mengawasi segalanya. Tak usah cemas.
Semuanya akan berjalan sebagaimana dulu."
"Kau akan tinggal di sini, kan" Kau tidak akan pergi""
"Kau dengar apa yang dibacakan Granger. Daddy memberikan The Retreat ini
padaku." Ia meletakkan pipinya ke rambut Laura Jane dan membiarkan rambut
itu mengisap air mata yang menitik jatuh dari matanya. Caroline tidak bisa
dikelabui. Keputusan Roscoe bukan atas dasar kebajikan. Roscoe tahu, dengan
memberikan The Retreat kepadanya, ia yakln akan membuat Rink sangat
membencinya. Ia kini memang menjadi pemilik rumah ibu Rink. Andai ada
sesuatu yang dicintai Rink, itu adalah The Retreat.
"Kau tetap di sini, tetapi Rink akan pergi," kata Laura Jane sedih.
"Ya, Rink tidak akan tinggal di sini." Kemudian Caroline menyuruh gadis itu
menemui Haney, supaya ia bisa menangis sendirian.
"Apa yang kaulakukan""
"Menunggumu." "Aku mendapat kehormatan itu""
"Kurasa kita harus bicara."
"Jangan pura-pura bodoh, Rink."
"Bodoh"" ulang Rink, alis matanya yang hitam berkerut. "Kini kau menjadi
nyonya rumah, yang sejak dulu kaudambakan."
Cahaya lampu di teras itu remang-remang. Hari sudah larut malam. Karena ia
tidak pulang untuk makan malam, Caroline tidak yakin Rink akan pulang.
Kecuali demi Laura Jane. Ia tidak akan meninggalkan rumah sebelum
berpamitan dengan adiknya. Oleh sebab itu ia menunggu sampai mendengar
deru mobil Rink memasuki pekarangan rumah. Cepat-cepat ia turun untuk
menemuinya begitu pria itu masuk lewat pintu depan. Ia berdiri di anak tangga
kedua. Rink di anak tangga pertama. Rink menatapnya dengan sorot mata
menantang. "Aku tidak menyalahkanmu bila kau marah." "Terima kasih. Aku senang
mendapat restumu." "Rink, jangan begitu." "Jangan begitu apa""
"Jangan salahkan aku gara-gara surat wasiat Roscoe! Aku tak tahu-menahu soal
itu. Aku sama bingungnya denganmu. Mengapa kau tidak menentangnya""
"Membuat Roscoe dan seluruh-penduduk kota puas karena tahu betapa hal itu
merisaukan aku" Tidak, terima kasih."
Roscoe sudah matfl. Begitu yang ingin diteriak-kan Caroline. Kapan perang
antara ayah dan anak ini akan berakhir" Dengan berusaha se-tenang mungkin,
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 114software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 114
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Caroline, apa yang bisa kulakukan dengan pemintalan kapas itu"" tanya Laura
Jane bingung ketika muncul di belakang ibu tirinya. "Aku hanya pernah ke sana
beberapa kali dalam hidupku."
Perasaan iba melihat perempuan muda yang bingung itu mengalihkan
kepedihan yang me-landa Caroline. Ia memeluk Laura Jane. "Kau jangan terlalu
mengkhawatirkan pemintalan kapas itu. Ayahmu hanya mewarisimu keumungan
yang didapat dari pabrik."
"Bagaimana denganmu""
"Aku dapat gaji tahunan untuk mengawasi pemintalan itu bagimu. Granger akan
memberi-tahu kita berdua dan mengawasi segalanya. Tak usah cemas.
Semuanya akan berjalan sebagaimana dulu."
"Kau akan tinggal di sini, kan" Kau tidak akan pergi""
"Kau dengar apa yang dibacakan Granger. Daddy memberikan The Retreat ini
padaku." Ia meletakkan pipinya ke rambut Laura Jane dan membiarkan rambut
itu mengisap air mata yang menitik jatuh dari matanya. Caroline tidak bisa
dikelabui. Keputusan Roscoe bukan atas dasar kebajikan. Roscoe tahu, dengan
memberikan The Retreat kepadanya, ia yakln akan membuat Rink sangat
membencinya. Ia kini memang menjadi pemilik rumah ibu Rink. Andai ada
sesuatu yang dicintai Rink, itu adalah The Retreat.
"Kau tetap di sini, tetapi Rink akan pergi," kata Laura Jane sedih.
"Ya, Rink tidak akan tinggal di sini." Kemudian Caroline menyuruh gadis itu
menemui Haney, supaya ia bisa menangis sendirian.
"Apa yang kaulakukan""
"Menunggumu." "Aku mendapat kehormatan itu""
"Kurasa kita harus bicara."
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jangan pura-pura bodoh, Rink."
"Bodoh"" ulang Rink, alis matanya yang hitam berkerut. "Kini kau menjadi
nyonya rumah, yang sejak dulu kaudambakan."
Cahaya lampu di teras itu rema
ng-remang. Hari sudah larut malam. Karena ia
tidak pulang untuk makan malam, Caroline tidak yakin Rink akan pulang.
Kecuali demi Laura Jane. Ia tidak akan meninggalkan rumah sebelum
berpamitan dengan adiknya. Oleh sebab itu ia menunggu sampai mendengar
deru mobil Rink memasuki pekarangan rumah. Cepat-cepat ia turun untuk
menemuinya begitu pria itu masuk lewat pintu depan. Ia berdiri di anak tangga
kedua. Rink di anak tangga pertama. Rink menatapnya dengan sorot mata
menantang. "Aku tidak menyalahkanmu bila kau marah." "Terima kasih. Aku senang
mendapat restumu." "Rink, jangan begitu." "Jangan begitu apa""
"Jangan salahkan aku gara-gara surat wasiat Roscoe! Aku tak tahu-menahu soal
itu. Aku sama bingungnya denganmu. Mengapa kau tidak menentangnya""
"Membuat Roscoe dan seluruh-penduduk kota puas karena tahu betapa hal itu
merisaukan aku" Tidak, terima kasih."
Roscoe sudah matfl. Begitu yang ingin diteriak-kan Caroline. Kapan perang
antara ayah dan anak ini akan berakhir" Dengan berusaha se-tenang mungkin,
http://ac-zzz.blogspot.com/
Caroline berkata, "Tak peduli apa isi lembar surat wasiat itu, The Retreat tetap
milikmu, Rink. Selamanya akan menjadi milikmu. Kau bisa tinggal di sini
seumur hidupmu bila mau."
Rink tertawa, tetapi bukan tawa gembira. "Isi surat wasiaj itu menetapkan
hanya Laura Jane yang bisa menempati rumah ini selama hidupnya, bukan aku.
Kemurahan hatimu sungguh terpuji, Mom," kata Rink sambil membungkukkan
badan sampai pinggang. Caroline tersentak mendengar kata-kata Rink yang menyakitkan, tetapi ia tetap
mengangkat dagu. "Aku mengerti, kau ingin menyakitiku. Baiklah. Andai hal itu
membuat perasaanmu lebih enak, silakan. Silakan panggil aku dengan sebutan
menjijikkan sekalipun."
Secepat kilat tangan Rink terjulur, menangkap ikat pinggang yang melilit
pinggang Caroline dan menariknya ke tubuhnya. Tindakan itu membuat napas
keduanya memburu. Dililitkan-nya ikat pingang itu di tinjunya, menyebabkan
tangannya bersentuhan dengan perut Caroline. Rahangnya kaku ketika ia
mengertakkan gigi. Dipejamkannya matanya rapat-rapat.
Dalam waktu sekejap, setarikan napas, Rink meletakkan kepalanya di dada
Caroline dan me-rintih. Kemudian ia melepaskan Caroline sambil memaki-maki.
"Maafkan aku, Caroline, maafkan," katanya sambil menarik napas. "Ya, aku
marah besar. Bukan padamu. Padanya. Sialnya, tak ada cara untuk
menghidupkannya kembali. Ia sudah mati. Aku tidak kuasa melawan bajingan
itu. Aku tak punya cara untuk memuntahkan kemarahan da-lam diriku."
Dipukulkannya tinjunya pada pegangan tangga yang terbuat dari kayu ek.
Secara naluriah, Caroline mendekat untuk menenangkannya tetapi ia menarik
tangannya kembali sebelum menyen-tuhnya. Rink bisa salah sangka, mengira
ung-kapan cintanya sebagai sikap iba dan akan sangat membencinya.
"Ke mana saja kau tadi"" tanya Caroline lembut.
Rlnk menarik napas dalam-dalam, membuat dadanya mengembang dan kancing
bajunya ter-buka, menampakkan bulu dadanya yang ikal lagi lebat. "Bawa
mobil. Keliling-keliling kota." Rink menatap Caroline. "Ini rumahku, Caroline.
Lepas dari ketidaksempurnaannya, aku suka kota ini. Aku tidak bisa
mengingkari cintaku pada kota ini meski penduduknya punya kekurangan,
sebagaimana aku tidak bisa mengurangi cintaku pada Laura Jane karena ia
punya kekurangan. Aku selalu merindukan pulang lagi ketika aku harus pergi
meninggalkannya." "Jadi, kau mau pergi""
"Besok pagi." Seperti tertusuk pisau tepat di jantung, Caro-line memegangi dadanya.
Wajahnya muram. Begitu cepat! Rink akan pergi dan kali ini ia takkan pernah
kembali lagi. Sekarang ia bisa meminta Laura Jane menemuinya bila ingin
bertemu dengannya. "Rink, ia itu monster ma-cam apa sih" Manusia macam apa
dia itu, sampai tidak mewariskan apa pun kepada putranya, kepada dirimu""
Rink melihat air mata dan kepedihan di wajah Caroline dan tahu itu ditujukan
untuk dirinya, untuk segala yang tak pernah ada. Betapa ingin Rink
memeluknya. Ingin ia membenamkan kepalanya di Caroline dan mencium
aroma tu-buhnya. Ingin ia menekankan bibirnya di kulir Caroline.
Betapa ingin www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 115software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 115
http://ac-zzz.blogspot.com/
Caroline berkata, "Tak peduli apa isi lembar surat wasiat itu, The Retreat tetap
milikmu, Rink. Selamanya akan menjadi milikmu. Kau bisa tinggal di sini
seumur hidupmu bila mau."
Rink tertawa, tetapi bukan tawa gembira. "Isi surat wasiaj itu menetapkan
hanya Laura Jane yang bisa menempati rumah ini selama hidupnya, bukan aku.
Kemurahan hatimu sungguh terpuji, Mom," kata Rink sambil membungkukkan
badan sampai pinggang. Caroline tersentak mendengar kata-kata Rink yang menyakitkan, tetapi ia tetap
mengangkat dagu. "Aku mengerti, kau ingin menyakitiku. Baiklah. Andai hal itu
membuat perasaanmu lebih enak, silakan. Silakan panggil aku dengan sebutan
menjijikkan sekalipun."
Secepat kilat tangan Rink terjulur, menangkap ikat pinggang yang melilit
pinggang Caroline dan menariknya ke tubuhnya. Tindakan itu membuat napas
keduanya memburu. Dililitkan-nya ikat pingang itu di tinjunya, menyebabkan
tangannya bersentuhan dengan perut Caroline. Rahangnya kaku ketika ia
mengertakkan gigi. Dipejamkannya matanya rapat-rapat.
Dalam waktu sekejap, setarikan napas, Rink meletakkan kepalanya di dada
Caroline dan me-rintih. Kemudian ia melepaskan Caroline sambil memaki-maki.
"Maafkan aku, Caroline, maafkan," katanya sambil menarik napas. "Ya, aku
marah besar. Bukan padamu. Padanya. Sialnya, tak ada cara untuk
menghidupkannya kembali. Ia sudah mati. Aku tidak kuasa melawan bajingan
itu. Aku tak punya cara untuk memuntahkan kemarahan da-lam diriku."
Dipukulkannya tinjunya pada pegangan tangga yang terbuat dari kayu ek.
Secara naluriah, Caroline mendekat untuk menenangkannya tetapi ia menarik
tangannya kembali sebelum menyen-tuhnya. Rink bisa salah sangka, mengira
ung-kapan cintanya sebagai sikap iba dan akan sangat membencinya.
"Ke mana saja kau tadi"" tanya Caroline lembut.
Rlnk menarik napas dalam-dalam, membuat dadanya mengembang dan kancing
bajunya ter-buka, menampakkan bulu dadanya yang ikal lagi lebat. "Bawa
mobil. Keliling-keliling kota." Rink menatap Caroline. "Ini rumahku, Caroline.
Lepas dari ketidaksempurnaannya, aku suka kota ini. Aku tidak bisa
mengingkari cintaku pada kota ini meski penduduknya punya kekurangan,
sebagaimana aku tidak bisa mengurangi cintaku pada Laura Jane karena ia
punya kekurangan. Aku selalu merindukan pulang lagi ketika aku harus pergi
meninggalkannya." "Jadi, kau mau pergi""
"Besok pagi." Seperti tertusuk pisau tepat di jantung, Caro-line memegangi dadanya.
Wajahnya muram. Begitu cepat! Rink akan pergi dan kali ini ia takkan pernah
kembali lagi. Sekarang ia bisa meminta Laura Jane menemuinya bila ingin
bertemu dengannya. "Rink, ia itu monster ma-cam apa sih" Manusia macam apa
dia itu, sampai tidak mewariskan apa pun kepada putranya, kepada dirimu""
Rink melihat air mata dan kepedihan di wajah Caroline dan tahu itu ditujukan
untuk dirinya, untuk segala yang tak pernah ada. Betapa ingin Rink
memeluknya. Ingin ia membenamkan kepalanya di Caroline dan mencium
aroma tu-buhnya. Ingin ia menekankan bibirnya di kulir Caroline. Betapa ingin
http://ac-zzz.blogspot.com/
ia dihibur Caroline. Ingin ia sejenak melupakan kenangan bercinta dengan
Caroline yang pernah dialaminya. Pada saat se-perti ini, ia hampir tak mampu
menahan ke-inginan meminta hal itu dari Caroline. Tetapi ia ingat kata-kata
yang dimaksudkan untuk diingat-nya.
Kau tak bisa lagi memiliki perempuan itu sekarang, Rink. Aku kenal siapa
dirimu. Harga diri sebagai Winston takkan merelakan dirimu memiliki Caroline.
Karena aku sudah terlebih dahulu memilikinya. Kau ingat itu. Caroline istri-ku
dan aku yang memilikinya untuk pertama kali.
"Ia meninggali aku warisan, Caroline," kata Rink kasar. "Warisan yang amat
banyak." Rink melewati Caroline dan naik ke lantai dua. Perlahan Caroline
mengikutinya dan masuk ke kamar tidurnya. Ia melepas mantelnya, berbaring
di ranjang, membayangkan dirinya takkan pernah tenang.
Tetapi ket ika terdengar dering telepon beberapa saat kemudian, ia gembira
dan bangun dari tidur untuk menerima telepon dan menempel-kannya di
telinga. "Halo."
Begitu mendengar suara di telepon, Caroline langsung-meletakkan telepon dan
lari ke pintu kamar, bahkan tanpa memakai mantel luarnya. Kakinya yang
telanjang seperti terbang melintasi lorong berlantai kayu yang gelap itu. Ia menerobos masuk ke kamar Rink, langsung men-dekati ranjangnya. Tangannya
langsung mendarat di punggung Rink yang tanpa baju. "Rink, Rink, bangun."
Rink berbalik dan memandang Caroline de-ngan mata tak percaya. Mata
Caroline mem-belalak, rambutnya acak-acakan, dadanya turun-naik,
payudaranya hampir tumpah ke luar dari gaun tidurnya. "Apa....""
"Pemintalan terbakar!"
Kaki Rink yang telanjang langsung turun ke lantai berbarengan, hampir
menubruk Caroline. Tangannya menyambar celana jins yang terlipat di kursi.
"Dari mana kau tahu""
"Barnes yang menelepon."
"Parah" "Ia belum tahu."
"Bagaimana pemadam kebakaran""
"Sudah dihubungi."
"Ada apa ribut-ribut di sini"" Haney bertanya dari ambang pintu sambil
mengikat tali mantelnya di pinggang. "Kedengarannya seperti orang yang lagi
main basket dan...."
"Pemintalan terbakar."
"Oh, Tuhan!" Caroline meninggalkan kamar Rink sambil lari. Rink hampir siap berpakaian,
Caroline hen-dak pergi ke pabrik bersamanya. Ia memakai baju yang
diambilnya, kemeja tua dan celana selutut dari bahan denim. Kakinya hanya
mengenakan sepatu sandal." Bukan pakaian yang cocok untuk melihat tempat
yang kebakaran, tetapi ia sudah mendengar langkah kaki Rink menuruni anak
tangga. Cepat-cepat ia lari mengejarnya.
"Rink, tunggu!"
"Kau di sini saja," teriak Rink sambil lari ke pintu depan.
"Tidak bisa." Caroline sudah berada di belakang Rink.
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 116
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 116
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Ada apa"" Laura Jane yang keliharan seperti boneka berpipi kemerahan,
memakai baju tidur, dan membelalak, menuruni anak tangga.
"Pemintalan terbakar, Rink dan Caroline akan pergi ke sana," Haney memberi
penjelasan. 'Pemintalan kapas terbakar"" ulang Laura Jane.
Sumpah serapah yang keluar dari mulut Rink membuat telinga siapa pun yang
mendengar merah, ketika ia berusaha menghidupkan mesin mobilnya. Haney
dan Laura Jane berdiri di teras, tangan mereka bergandengan, sementara
Caroline meminta Rink membukakan pintu mobil.
"Kau tak usah ke sana!" teriak Rink.
"Kalau kau tak membukakan pintu ini, aku akan naik mobilku, sehingga kau
takkan tahu aku nanti berada di mana."
Kata-kata kotor keluar dari mulut Rink, tetapi pintu mobil dibukanya juga, lalu
Caroline naik. Steve mendengar suara ribut-ribut itu. Ia ber-jalan memasuki halaman dengan
langkahnya yang terpincang-pincang. Ia hanya mengenakan T-shirt. "Ada apa""
"Kebakaran di pemintalan," jawab Caroline.
"Aku akan membantu."
"Jangan, Steve!" cegah Laura Jane.
"Sreve, kau tinggal di rumah bersama Laura Jane dan Haney," kata Caroline
lewat jendela mobil. "Benar. Kau di sini saja," ujar Rink pendek. Mobil mulai bergerak, tetapi Steve
masih me-megangi pintu mobil dan Rink tidak bisa mem-percepat lajunya.
Sambil menatap mata Rink dengan sorot tulus, ia berkata," Kau butuh
pertolonganku lebih dari-pada mereka. Aku ikut."
"Steve!" teriak Laura Jane, langsung lari men-dekati Steve, menyelipkan
tangannya di ping-gang Steve. "Jangan pergi. Aku mengkhawatirkanmu.
"Hei," jawab Steve, membuat Laura Jane mengangkat kepalanya, "aku berharap
kau bisa menenangkan Haney dan menyiapkan sarapan pagi untuk kami waktu
kami kembali. Oke""
Mata Laura Jane berbinar-binar memandang Steve. "Baiklah, Steve. Hati-hati."
"Pasti." Steve cepat-cepat mencium bibir Laura Jane dengan lembut, lalu
mendorongnya sebelum masuk ke mobil, duduk di sebelah Caroline.
Sejenak Rink menatap laki-laki itu dengan pandangan nanar, kemudian ia
menekan pedal gas, dan dengan suara mencicit mobil melaju cepat.
Mereka lega. Kebakaran tidak terlalu b
esar, hanya satu bagian bangunan yang
terbakar. Un-tung saja Barnes bertindak cepat, mobil pemadam kebakaran pun
sudah ada di sana ketika Rink tiba.
Tanpa memedulikan apa pun, Caroline lari ke ruang kerjanya untuk memeriksa
buku-buku besar yang tersimpan di sana. Rink segera mengejarnya dan
menyambar pinggangnya, menariknya ke luar. Caroline meronta-ronta. Setelah
agak tenang, Rink memegang bahu Caroline dan mengguncang-guncangnya.
"Jangan pernah lakukan hal tolol seperti itu lagi. Kau membuat aku ketakutan
setengah mati." Melihat air muka Rink yang menakutkan, Caroline tidak berani
membantah sepatah kata pun.
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 117
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 117
http://ac-zzz.blogspot.com/
Banyak hal yang harus dilakukan. Rink mengawasi para pekerja yang
memindahkan bal-bal kapas yang siap dikirim. Steve, meskipun kakinya
pincang, bekerja lebih keras daripada siapa pun. Caroline menghalau orangorang menjauh. Ia harus merasa yakin tak seorang pun ada di dalam bangunan
itu. Dalam waktu dua jam, api bisa dipadamkan.
Caroline dan Rink dipanggil kepala pemadam kebakaran dan Sheriff. "Tempat
ini dibakar, Rink," kata kepala pemadam kebakaran. "Mereka membakarnya
secara sengaja, tetapi kabel-kabel pemintalan yang sudah tua ikut
mempercepat kebakaran."
Rink mengibaskan rambut. "Ya, aku tahu kondisinya sangat menyedihkan.
Parahkah kerusakannya"'
"Tak seberapa bila kami tidak segera sampai di sini."
"Untung kapas-kapas itu banyak yang sudah dikemas dan dikirim ke gudang."
Setelah tidak sibuk kerja lagi, Caroline baru menyadari ke-letihan yang
menggayuti tubuhnya. "Anda tahu siapa kira-kira yang membakar pabrik, Mrs. Lancaster"" tanya Sheriff
kepada Caroline. "Saya tahu." Barnes, mandor pabrik yang men-jawab. "Salah seorang pembakar
pabrik menele-pon saya. Saya rasa ia sadar telah melakukan kejahatan dan
merasa ketakutan pada menit ter-akhir. Ia tidak memberitahukan namanya,
tetapi saya yakin ia salah seorang karyawan yang kau pecat beberapa minggu
lalu, Rink." Atas permintaan Sheriff, Rink menyebutkan nama para karyawan yang ia pecat.
Petugas itu menggaruk-garuk telinga. "Memalukan sekali. Apa yang mereka
kerjakan ketika bekerja pada Anda""
"Mereka tidak bekerja padaku. Mereka bekerja pada ayahku," jawab Rink. Rink
melirik Caroline yang keletihan. "Aku rasa cukup untuk saat ini, aku ingin
mengantar Caroline pulang."
"Silakan. Kami akan menghubungi Anda bila ada yang perlu kami bicarakan."
Steve memilih duduk di bak truk mobil Rink sewaktu pulang. Ia tidur telentang
dan tidak bergerak sampai Rink menghentikan mobil di pintu belakang rumah.
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Haney dan Laura Jane tergopoh-gopoh menemui mereka.
Rink lari ke pintu mobil satu lagi, membuka-kan pintu bagi Caroline. Caroline
terpeleset dari mobil dan jatuh ke pelukan Rink. Steve bangun dari tidurnya
tepat ketika Laura Jane mendekati-nya, langsung memeluknya, tanpa
memedulikan jelaga dan debu hitam yang melekat di tubuh Steve.
"Kau tidak apa-apa, Steve""
"Tentu, aku baik-baik saja."
"Hmmm, tidak kelihatan kau tidak apa-apa," sela Haney. "Ya, ampun, lihat
tampang kalian bertiga. Belum pernah aku melihat muka seperti kalian.
Sebaiknya kalian bertiga cepat mandi. Aku sudah menyediakan sarapan untuk
kalian." Mereka masuk rumah. Laura Jane melepaskan pelukannya pada Steve dengan
enggan, Steve melangkah menuju tempat tinggalnya.
"Steve." Veteran itu menghentikan langkah dan berbalik menghadap Rink, yang
berhenti di ambang pintu dan berkata kepada pria itu, "Terima kasih."
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 118
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 118
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Terima kasih kembali," jawab Steve. Mereka berpandangan beberapa saat,
kemudian saling melempar senyum lebar.
Mata Laura Jane memancarkan sorot penuh kasih kepada dua laki-laki itu.
Haney berusaha menahan air mata yang hampir menitik di pipinya. Car
oline menggenggam tangan Rink. Di loteng, di dalam kamarnya, Caroline me-lepaskan bajunya. Dibiarkannya
pakaiannya ter-geletak di lantai kamar mandi. Ia ingin mem-buang baju-baju
itu. Bau asap yang melekat di baju itu tidak bisa hilang meskipun dicuci. Ia
hanya berharap bau asap tidak melekat di rambutnya.
Bau asap di rambut Caroline bisa dihilangkan dengan shampoo. Caroline berdiri
di bawah ke-ran pancuran, membiarkan air hangat meng-hilangkan kotoran dan
jelaga. Ketika akhirnya mematikan keran, Caroline merasa tubuhnya se-gar
kembali. Kakinya menginjak tumpukan pakaiannya, tak berani mengangkatnya.
Ia menggelung rambutnya dengan handuk. Ia baru saja selesai memakai mantel
mandi ketika terdengar suara pintu kamarnya diketuk.
"Masuk." Caroline mengira yang datang Haney atau Laura Jane. Bahwa yang muncul
adalah Rink sungguh di luar dugaannya. Namun pria itulah yang kini melangkah
masuk ke kamarnya, mem-bawa baki berisi secangkir kopi dan segelas jus
jeruk. "Haney bilang sebaiknya kau minum ini dulu sebelum turun ke ruang makan."
Pikiran Rink tak tertuju pada apa yang dikata-kannya. Kata-kata itu meluncur
keluar dengan sendirinya dari mulutnya karena seluruh konsen-trasinya tertuju
pada perempuan yang rambutnya digelung dengan handuk basah dan
mengenakan mantel, menonjolkan lekuk liku tubuhnya. Kulit-nya begitu halus.
Bau sabun beraroma bunga honeysuckle tertangkap penciumannya. Matanya
besar dan berbinar-binar ketika menatap Rink. Suara Caroline agak tercekat
ketika bicara. "Terima kasih. Kopinya wangi sekali."
Caroline juga rupanya terkesima. Rambut Rink basah. Ia mengenakan celana
jins belel model ketat yang pinggangnya rendah, menonjolkan kejantanannya.
Dadanya yang bidang tertutup bulu hitam, ikal dan agak basah. Matanya berbinar-binar ketika menatap Caroline.
Rink meletakkan baki di meja, tetapi tampak enggan meninggalkan kamar
Caroline. Kemudian sulit mengatakan siapa yang bergerak lebih dulu. Apakah ia
merentangkan tangan, seperti hendak memeluk Caroline" Atau Caroline yang
melang-kah mendekati Rink lebih dulu" Mereka tidak ingat. Yang mereka tahu,
tiba-tiba saja Caroline sudah berada dalam pelukan Rink dan Rink
mendekapnya erat-erat. Air mata bercucuran dari mata Caroline ketika memeluk Rink. Semua
ketakutan, kecemasan beberapa jam lalu, tersalur lewat matanya. Rink
menarik handuk pembungkus rambut yang me-nutupi kepala Caroline dan
melemparkannya ke lantai. Tangannya menyibakkan rarnbut Caroline yang
basah dan ia membenamkannya wajah Caroline ke dadanya yang hangat. Rink
menunduk. www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 119software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 119
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Terima kasih kembali," jawab Steve. Mereka berpandangan beberapa saat,
kemudian saling melempar senyum lebar.
Mata Laura Jane memancarkan sorot penuh kasih kepada dua laki-laki itu.
Haney berusaha menahan air mata yang hampir menitik di pipinya. Caroline
menggenggam tangan Rink. Di loteng, di dalam kamarnya, Caroline me-lepaskan bajunya. Dibiarkannya
pakaiannya ter-geletak di lantai kamar mandi. Ia ingin mem-buang baju-baju
itu. Bau asap yang melekat di baju itu tidak bisa hilang meskipun dicuci. Ia
hanya berharap bau asap tidak melekat di rambutnya.
Bau asap di rambut Caroline bisa dihilangkan dengan shampoo. Caroline berdiri
di bawah ke-ran pancuran, membiarkan air hangat meng-hilangkan kotoran dan
jelaga. Ketika akhirnya mematikan keran, Caroline merasa tubuhnya se-gar
kembali. Kakinya menginjak tumpukan pakaiannya, tak berani mengangkatnya.
Ia menggelung rambutnya dengan handuk. Ia baru saja selesai memakai mantel
mandi ketika terdengar suara pintu kamarnya diketuk.
"Masuk." Caroline mengira yang datang Haney atau Laura Jane. Bahwa yang muncul
adalah Rink sungguh di luar dugaannya. Namun pria itulah yang kini melangkah
masuk ke kamarnya, mem-bawa baki berisi secangkir kopi dan segelas jus
jeruk. "Haney bilang sebaiknya kau minum ini dulu sebelum turun ke ruang makan."
Pikiran Rink tak tertuju pada apa
yang dikata-kannya. Kata-kata itu meluncur
keluar dengan sendirinya dari mulutnya karena seluruh konsen-trasinya tertuju
pada perempuan yang rambutnya digelung dengan handuk basah dan
mengenakan mantel, menonjolkan lekuk liku tubuhnya. Kulit-nya begitu halus.
Bau sabun beraroma bunga honeysuckle tertangkap penciumannya. Matanya
besar dan berbinar-binar ketika menatap Rink. Suara Caroline agak tercekat
ketika bicara. "Terima kasih. Kopinya wangi sekali."
Caroline juga rupanya terkesima. Rambut Rink basah. Ia mengenakan celana
jins belel model ketat yang pinggangnya rendah, menonjolkan kejantanannya.
Dadanya yang bidang tertutup bulu hitam, ikal dan agak basah. Matanya berbinarbinar ketika menatap Caroline.
Rink meletakkan baki di meja, tetapi tampak enggan meninggalkan kamar
Caroline. Kemudian sulit mengatakan siapa yang bergerak lebih dulu. Apakah ia
merentangkan tangan, seperti hendak memeluk Caroline" Atau Caroline yang
melang-kah mendekati Rink lebih dulu" Mereka tidak ingat. Yang mereka tahu,
tiba-tiba saja Caroline sudah berada dalam pelukan Rink dan Rink
mendekapnya erat-erat. Air mata bercucuran dari mata Caroline ketika memeluk Rink. Semua
ketakutan, kecemasan beberapa jam lalu, tersalur lewat matanya. Rink
menarik handuk pembungkus rambut yang me-nutupi kepala Caroline dan
melemparkannya ke lantai. Tangannya menyibakkan rarnbut Caroline yang
basah dan ia membenamkannya wajah Caroline ke dadanya yang hangat. Rink
menunduk. http://ac-zzz.blogspot.com/
"Ada masalah yang belum kita selesaikan, ma-salah antara kau dan aku,
Caroline." Caroline mengangkat wajahnya yang ber-cucuran air mata, menatap Rink.
Sambil terse-nyum ia berkata, "Ya, kita harus menyelesaikannya.
"Urusan itu sudah kedaluarsa," kata Rink tenang, membiarkan ibu jarinya
menyeka air mata dari pipi Caroline.
"Sudah melewati batas waktu."
Rink menjulurkan tangan ke belakang, menutup pintu.
Bab 11 SUARA pintu ditutup adalah satu-satunya suara yang terdengar di ruangan itu.
Tak ada lampu yang dinyalakan. Sinar matahari baru saja me-rangkak naik di
ufuk timur, satu-satunya cahaya alam, menyelinap menembus tirai tipis kamar.
Wangi bunga magnolia yang tumbuh di luar menerobos masuk.
Caroline memeluk Rink, bukan lagi pelukan gadis remaja, tetapi perempuan
dewasa yang membutuhkan Rink, dan ingin memberikan selu-ruh dirinya
kepada pria itu. Rink merasa sekujur tubuhnya panas. Sangat panas. Tubuhnya juga
memancarkan gelombang energi seperti yang dirasakan Caroline ketika
pertama kali mengenal Rink. Gelombang yang berdaya isap, membuat Caroline
hendak men-dekat. Seperti yang dirasakannya saat ini. Karena ingin gelombang
energi itu menguasai dirinya, sebagaimana menguasai Rink, Caroline mendekap
Rink erat-erat, melingkarkan tangannya di ping-gang Rink yang ramping. Bulu
dada Rink yang lebat menggelitik hidung Caroline. Di dada yang bidang itu,
Caroline tersenyum. Rink balas memeluk Caroline. Ia memejamkan mata dengan bahagia.
Tangannya mengelus pung-gung Caroline yang ramping. Tangan itu kemu-dian
menyelinap ke bawah, menyentuh bokong Caroline yang penuh. Dipegangnya
bokong itu dengan lembut, dielusnya, kemudian diremasnya dengan penuh
hasrat. Kejantanan Rink bereaksi. Keduanya merasa-kan hal itu. Desah napas mereka
memburu, menggema. "Caroline, Caroline," desah Rink sambil men-ciumi rambut Caroline yang basah,
lalu menjauh-kan tubuh wanita itu agar bisa menunduk dan mencium bibir
Caroline yang membuka. Bibir mereka saling memagut. Lidah mereka saling
menjilat. Caroline membiarkan Rink mendomi-nasinya, membiarkan lidah Rink
menyelinap ma-suk ke mulutnya. Itu menunjukkan kepemilikan Rink, yang tak
disesalinya. Lidah pria itu dengan penuh cinta menjelajah, menjilat, berputarputar di dalam mulut Caroline.
Seluruh pancaindra Caroline tergetar. Getaran yang merayap masuk ke dalam
tubuhnya dengan halus. Kemudian mencapai puncaknya ketika Rink
menjulurkan lidah makin jauh ke dalara mulutnya, berputar-putar makin cepat,
sampai akhirnya ia merasakan tubuhnya seperti me-layang-layang.
www.diduniadownload.blog spot.com software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 120software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 120
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Ada masalah yang belum kita selesaikan, ma-salah antara kau dan aku,
Caroline." Caroline mengangkat wajahnya yang ber-cucuran air mata, menatap Rink.
Sambil terse-nyum ia berkata, "Ya, kita harus menyelesaikannya.
"Urusan itu sudah kedaluarsa," kata Rink tenang, membiarkan ibu jarinya
menyeka air mata dari pipi Caroline.
"Sudah melewati batas waktu."
Rink menjulurkan tangan ke belakang, menutup pintu.
Bab 11 SUARA pintu ditutup adalah satu-satunya suara yang terdengar di ruangan itu.
Tak ada lampu yang dinyalakan. Sinar matahari baru saja me-rangkak naik di
ufuk timur, satu-satunya cahaya alam, menyelinap menembus tirai tipis kamar.
Wangi bunga magnolia yang tumbuh di luar menerobos masuk.
Caroline memeluk Rink, bukan lagi pelukan gadis remaja, tetapi perempuan
dewasa yang membutuhkan Rink, dan ingin memberikan selu-ruh dirinya
kepada pria itu. Rink merasa sekujur tubuhnya panas. Sangat panas. Tubuhnya juga
memancarkan gelombang energi seperti yang dirasakan Caroline ketika
pertama kali mengenal Rink. Gelombang yang berdaya isap, membuat Caroline
hendak men-dekat. Seperti yang dirasakannya saat ini. Karena ingin gelombang
energi itu menguasai dirinya, sebagaimana menguasai Rink, Caroline mendekap
Rink erat-erat, melingkarkan tangannya di ping-gang Rink yang ramping. Bulu
dada Rink yang lebat menggelitik hidung Caroline. Di dada yang bidang itu,
Caroline tersenyum. Rink balas memeluk Caroline. Ia memejamkan mata dengan bahagia.
Tangannya mengelus pung-gung Caroline yang ramping. Tangan itu kemu-dian
menyelinap ke bawah, menyentuh bokong Caroline yang penuh. Dipegangnya
bokong itu dengan lembut, dielusnya, kemudian diremasnya dengan penuh
hasrat. Kejantanan Rink bereaksi. Keduanya merasa-kan hal itu. Desah napas mereka
memburu, menggema. "Caroline, Caroline," desah Rink sambil men-ciumi rambut Caroline yang basah,
lalu menjauh-kan tubuh wanita itu agar bisa menunduk dan mencium bibir
Caroline yang membuka. Bibir mereka saling memagut. Lidah mereka saling
menjilat. Caroline membiarkan Rink mendomi-nasinya, membiarkan lidah Rink
menyelinap ma-suk ke mulutnya. Itu menunjukkan kepemilikan Rink, yang tak
disesalinya. Lidah pria itu dengan penuh cinta menjelajah, menjilat, berputarputar
di dalam mulut Caroline. Seluruh pancaindra Caroline tergetar. Getaran yang merayap masuk ke dalam
tubuhnya dengan halus. Kemudian mencapai puncaknya ketika Rink
menjulurkan lidah makin jauh ke dalara mulutnya, berputar-putar makin cepat,
sampai akhirnya ia merasakan tubuhnya seperti me-layang-layang.
http://ac-zzz.blogspot.com/
Sekujur tubuh Caroline bergetar. Rambut Rink tersangkut di antara jemarinya,
ketika ia mem-belai bagian belakang kepala laki-laki tersebut. Harum sabun
mandi Rink, cologne-nyz, aroma tubuhnya yang khas, memenuhi penciuman
Caroline, memabukkannya. Ketika menggigit-gigit kecil bibir Rink, ia mengecap
rasa mint pasta gigi yang dipakai Rink. Erangan lembut dan kata-kata mesra
yang dibisikkan 'Rink membuat napas Caroline makin memburu dan percaya
diri. Caroline tahu, meskipun tidak sampai bercinta dengan Rink saat itu, ia
merasakan dirinya seperti sudah menyatu dengannya. Senantiasa menyatu, dan
akan selalu menyatu. Takdir telah menggaris-kan demikian. Sejak pertama kali
mengenal Rink dua belas tahun lalu, jalan hidupnya sudah ditentukan.
Sambil mengangkat kepala, Rink meletakkan tangannya di pundak Caroline,
menjauhkan diri dari Caroline beberapa inci. Mata Caroline yang sayu tampak
berbinar-binar saat menatap mata Rink yang juga sayu memabukkan. Perlahanlahan Rink membuka ritsleting celana jinsnya dan menurunkannya. Dengan
pandangan yang tetap lekat pada tubuh Caroline, ia melemparkan celananya ke
samping. Rink berdiri telanjang bulat di hadapan Caroline.
Mata Caroline beralih ke tubuh Rink. Andai ia pria, pasti ia akan iri hati melihat
bentuk tubuh Rink. Tubuh yang tegap, ramping, lagi lentur. Bentuk dadanya
bida ng. Bulu ikal yang tumbuh lebat di dadanya mengusik Caroline untuk
mempermainkannya. Bulu-bulu halus yang tumbuh di sekujur tubuhnya
membentuk garis hitam seperti pita pemisah di bagian perutnya, membentuk
lingkaran di seputar pusar, dan le-nyap di kerimbunan yang tumbuh di
sekeliling kejantanan Rink.
Kejantanan yang kini mengeras. Air kehidupan bagai mengaliri jantung Caroline
ketika ia mengamatinya. Sejenak ia memejamkan mata untuk melawan rasa
pening yang menyerang-nya. Ia merasa seperti mau pingsan. Desakan yang
menggebu menyerang dirinya seperti men-cekiknya. Itulah gelora hasrat yang
murni, dipicu perasaan cinta, sebagian alasan mengapa ia sangat mencintai
Rink. "Kau tidak apa-apa""
Caroline membuka mata, melihat Rink ter-senyum padanya. Caroline tertawa
malu-malu, bak gadis remaja "Ya, ya, Rink, aku tidak apa-apa. Hanya saja kau
begitu tampan, dan aku begitu menginginkanmu."
Rink mengecup bibir Caroline dengan kelem-butan yang tulus. "Terima kasih
untuk pujianmu. Kita lihat apa lagi yang bisa kita lakukan."
Rink mencari-cari tali pengikat mantel Caroline, menggamitnya dengan jarijarinya. Ia menarik tali itu dan membuka ikatannya. Dengan gerakan perlahan
tetapi lembut, diselipkannya tangannya ke balik kerah mantel mandi yang lebar
itu lalu diturunkannya. "Ya, ampun, betapa cantiknya dirimu." Suara gumam Rink tak terdengar lagi
ketika ia melihat payudara Caroline. Seakan tidak percaya pada penglihatannya
bahwa ada payudara sesempurna itu, cepat-cepat ia meloloskan mantel itu dari
tubuh Caroline dan membiarkan matanya me-mandangi tubuh Caroline yang
kini tanpa sehelai benang pun dengan kagum. Sorot matanya me-mancarkan
gairah yang meluap-luap, dan seperti hendak menelannya bulat-bulat.
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 121
www.diduniadownload.blogspot.com
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 121
http://ac-zzz.blogspot.com/
Kemudian ujung jarinya, perlahan, sangat per-lahan, Caroline hampir tidak
merasakan sen-tuhannya, mengarah ke tempat yang sama de-ngan arah
matanya. Menatap payudara Caroline yang penuh, perut dan pinggulnya yang
mulus. "Oh, Tuhan. Kau cantik sekali. Begitu cantik dan menawan."
Caroline merasakan ketulusan kata-kata Rink yang menggetarkan tubuhnya saat
pria itu me-nundukkan wajah ke dekat payudaranya. Dengan penuh kekaguman
Rink menggenggam salah satu dan memijatnya. Caroline mengangkat tangan
dan meletakkannya di rambut Rink. Ia mencon-dongkan tubuh ke dekat Rink,
agak terhuyung-huyung. Rink mencium Caroline. Dengan ibu jarinya, ia menelusuri puncak payudaranya.
Rink memandanginya, tersenyum, kemudian mencondongkan badan dan
menciuminya. Berulang-ulang.
"Rink," ujar Caroline, lirih memanggil nama-nya. Pria itu tidak
memedulikannya. Rink terus beraksi makin panas. Caroline men-jerit, tersentak kaget, dan
melengkungkan pung-gungnya sehingga Rink makin leluasa bergerak. Rink
merasakan pipinya panas ketika makin merapatkan tubuhnya ke tubuh
Caroline. Rink menciumi payudara Caroline yang satu lagi, membuat Caroline
mengerang, mendesah, dan menjambak rambutnya.
"Sayangku." Rink membenamkan wajahnya di antara payudara Caroline, sudah
lama ia ingin sekali melakukannya. Sambil merentangkan tangan di punggung
Caroline, ia menarik tubuh wanita itu serapat mungkin ke tubuhnya. Didekapnya erat-erat beberapa saat, kemudian di-tegakkannya tubuhnya. Dengan
sorot mata penuh cinta ia menatap wajah wanita tersebut. Ia mengangkat salah
satu tangan Caroline, men-dekatkannya ke bibir, menciumnya, dan berkata,
"Sentuh aku, please__"
Rink menuntun tangan Caroline ke bagian tubuhnya yang seakan memiliki
nyawa sendiri itu. Ketika Rink menarik tangannya sendiri, tangan Caroline
tinggal di bagian tubuhnya ter-sebut. Dengan napas tercekat karena takut menyakiti, Caroline menggenggamnya.
"Oh, Tuhan." Sambil membisikkan nama Caroline dan kata-kata cinta, Rink
menggenggam tangan kekasihnya itu dan menuntunnya melaku-kan hal yang
memberikan kenikmatan padanya sampai ia tak kuasa lagi menahan perasaan
itu lebih lama. Napasnya yang memburu menerpa telinga Caroline ketika ia
mengerang, "Caroline, Sayang... cukup, hentikan."
Sambil memegang kedua pipi Caroline, Rink menciumi wanita itu dengan penuh
gairah, lidah-nya bermain-main di dalam mulut Caroline. Tanpa menghentikan
ciumannya, Rink merebah-kan Caroline di ranjang, lalu menindihnya. Caroline
siap menyambutnya, dan Rink menyu-supkan pinggulnya di antara paha
Caroline yang membuka. Perut Rink bergesekan dengan perut wanita itu,
dadanya bergesekan dengan payudara Caroline.
Rink mendaratkan hujan ciuman pada teng-gorokan dan leher Caroline dengan
penuh gairah. "Kalau harus menunggu lebih lama...."
"Jangan tunggu lagi," sahut Caroline, sambil melengkungkan tubuh ke arah
Rink. www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 122software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 122
http://ac-zzz.blogspot.com/
Kemudian ujung jarinya, perlahan, sangat per-lahan, Caroline hampir tidak
merasakan sen-tuhannya, mengarah ke tempat yang sama de-ngan arah
matanya. Menatap payudara Caroline yang penuh, perut dan pinggulnya yang
mulus. "Oh, Tuhan. Kau cantik sekali. Begitu cantik dan menawan."
Caroline merasakan ketulusan kata-kata Rink yang menggetarkan tubuhnya saat
pria itu me-nundukkan wajah ke dekat payudaranya. Dengan penuh kekaguman
Rink menggenggam salah satu dan memijatnya. Caroline mengangkat tangan
dan meletakkannya di rambut Rink. Ia mencon-dongkan tubuh ke dekat Rink,
agak terhuyung-huyung. Rink mencium Caroline. Dengan ibu jarinya, ia menelusuri puncak payudaranya.
Rink memandanginya, tersenyum, kemudian mencondongkan badan dan
menciuminya. Berulang-ulang.
"Rink," ujar Caroline, lirih memanggil nama-nya. Pria itu tidak
memedulikannya. Rink terus beraksi makin panas. Caroline men-jerit, tersentak kaget, dan
melengkungkan pung-gungnya sehingga Rink makin leluasa bergerak. Rink
merasakan pipinya panas ketika makin merapatkan tubuhnya ke tubuh
Caroline. Rink menciumi payudara Caroline yang satu lagi, membuat Caroline
mengerang, mendesah, dan menjambak rambutnya.
"Sayangku." Rink membenamkan wajahnya di antara payudara Caroline, sudah
lama ia ingin sekali melakukannya. Sambil merentangkan tangan di punggung
Caroline, ia menarik tubuh wanita itu serapat mungkin ke tubuhnya. Didekapnya
erat-erat beberapa saat, kemudian di-tegakkannya tubuhnya. Dengan
sorot mata penuh cinta ia menatap wajah wanita tersebut. Ia mengangkat salah
satu tangan Caroline, men-dekatkannya ke bibir, menciumnya, dan berkata,
"Sentuh aku, please__"
Rink menuntun tangan Caroline ke bagian tubuhnya yang seakan memiliki
nyawa sendiri itu. Ketika Rink menarik tangannya sendiri, tangan Caroline
tinggal di bagian tubuhnya ter-sebut. Dengan napas tercekat karena takut menyakiti,
Caroline menggenggamnya. "Oh, Tuhan." Sambil membisikkan nama Caroline dan kata-kata cinta, Rink
menggenggam tangan kekasihnya itu dan menuntunnya melaku-kan hal yang
memberikan kenikmatan padanya sampai ia tak kuasa lagi menahan perasaan
itu lebih lama. Napasnya yang memburu menerpa telinga Caroline ketika ia
mengerang, "Caroline, Sayang... cukup, hentikan."
Sambil memegang kedua pipi Caroline, Rink menciumi wanita itu dengan penuh
gairah, lidah-nya bermain-main di dalam mulut Caroline. Tanpa menghentikan
ciumannya, Rink merebah-kan Caroline di ranjang, lalu menindihnya. Caroline
siap menyambutnya, dan Rink menyu-supkan pinggulnya di antara paha
Caroline yang membuka. Perut Rink bergesekan dengan perut wanita itu,
dadanya bergesekan dengan payudara Caroline.
Rink mendaratkan hujan ciuman pada teng-gorokan dan leher Caroline dengan
penuh gairah. "Kalau harus menunggu lebih lama...."
"Jangan tunggu lagi," sahut Caroline, sambil melengkungkan tubuh ke arah
Rink. http://ac-zzz.blogspot.com/
Karena butuh waktu dua belas tahun untuk mengalami hal seperti ini, Rink
tidak mau ter-buru-buru mewujudkan keinginannya. Tangannya meluncur di
atas payudara wanita itu. Puncaknya menunggu belaian lembut jari-jarinya.
Rink me-nyingkirkan jari-jarinya dan mengganti
nya dengan mulut, menciumi
payudara Caroline sampai wa-nita itu nyaris lupa diri.
Rink menurunkan tubuhnya. Tangannya mem-belai perut Caroline, terus ke
bawah, terkagum-kagum merasakan kehalusan kulitnya. Kemudian jari-jarinya
tiba di delta yang putih lembut itu dan menikmatinya. Diletakkannya telapak
ta-ngannya di situ dan dibiarkannya jari-jarinya bergerak di antara kedua paha
Caroline. Rink menjauh, memberi jarak agar ia bisa mendekati bagian tubuh sensitif
Caroline. Mereka saling menatap, mengamati perasaan mendalam yang
terpancar di wajah masing-masing setiap kali kejantanan Rink menyentuh
bagian paling intim Caroline itu. Tak kenal malu dan harga diri lagi, Caroline
mengelus dada Rink dan mencengkeram bulu-bulu di dada itu.
"Rink, lakukan sekarang__"
Dengan sekujur tubuh tegang, Rink mengarah-kan dirinya memasuki pelabuhan
hangat di tu-buh Caroline dan menurunkan tubuhnya sendiri. Ia menekan, terus
menekan, sampai akhirnya....
Tubuh Rink kaku dan matanya, mendadak terang, menatap tajam Caroline.
Napas memburu membuat dadanya bergerak naik-turun dengan cepat ketika ia
menumpukan badannya pada siku.
"Caroline." Caroline melihat bibir Rink me-nyebut namanya. Ia menyebutkannya
dengan suara yang hampir tak terdengar saking takjub-nya. "Kau masih
perawan__" "Ya, ya!" pekik Caroline gembira. Ia memegangi leher Rink, mencegah pria itu
mengang-kat tubuhnya. "Aku selalu milikmu, Rink. Hanya kau. Aku milikmu."
Rink terdiam sejenak, tapi kemudian sambil menggeram senang, kembali ia
memeluk Caroline dan menindihnya di ranjang. Gerakan tubuhnya kali ini
lembut tetapi mantap. Pemanasan pan-jang tadi membuat Caroline siap
menerimanya. Ketika tubuhnya menyerah pada laki-laki itu, Caroline
merasakan kesakitan sesaat. Jeritannya dibungkam bibir Rink. Keduanya
mendesah se-rentak karena emosi luar biasa ketika akhirnya Rink menyatu
seutuhnya dengannya. Mereka melebur. Tubuh Caroline mendekap-nya. Lama keduanya tak bergerak.
Mereka me-nikmati perasaan menyatu, keintiman dua anak manusia,
meleburnya mereka karena cinta, hasrat, dan penderitaan.
"Aku tak percaya. Betapa nikmatnya. Oh, Caroline, jangan sampai ini hanya
sekadar mimpi." "Ini bukan mimpi, Rink," bisik Caroline. "Aku bisa merasakan tubuhmu menyatu
dengan tubuhku." Sambil mengangkat kepala, Rink tersenyum. Dikecupnya bibir Caroline.
"Betulkah"" bisik Rink, dan memastikan Caroline bisa merasakan-nya.
Caroline menengadah sambil menggeram pe-lan. "Ya, ya."
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 123software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 123
http://ac-zzz.blogspot.com/
Karena butuh waktu dua belas tahun untuk mengalami hal seperti ini, Rink
tidak mau ter-buru-buru mewujudkan keinginannya. Tangannya meluncur di
atas payudara wanita itu. Puncaknya menunggu belaian lembut jari-jarinya.
Rink me-nyingkirkan jari-jarinya dan menggantinya dengan mulut, menciumi
payudara Caroline sampai wa-nita itu nyaris lupa diri.
Rink menurunkan tubuhnya. Tangannya mem-belai perut Caroline, terus ke
bawah, terkagum-kagum merasakan kehalusan kulitnya. Kemudian jari-jarinya
tiba di delta yang putih lembut itu dan menikmatinya. Diletakkannya telapak
ta-ngannya di situ dan dibiarkannya jari-jarinya bergerak di antara kedua paha
Caroline. Rink menjauh, memberi jarak agar ia bisa mendekati bagian tubuh sensitif
Caroline. Mereka saling menatap, mengamati perasaan mendalam yang
terpancar di wajah masing-masing setiap kali kejantanan Rink menyentuh
bagian paling intim Caroline itu. Tak kenal malu dan harga diri lagi, Caroline
mengelus dada Rink dan mencengkeram bulu-bulu di dada itu.
"Rink, lakukan sekarang__"
Dengan sekujur tubuh tegang, Rink mengarah-kan dirinya memasuki pelabuhan
hangat di tu-buh Caroline dan menurunkan tubuhnya sendiri. Ia menekan, terus
menekan, sampai akhirnya....
Tubuh Rink kaku dan matanya, mendadak terang, menatap tajam Caroline.
Napas memburu membuat dadanya bergerak naik-turun dengan cepat ketika ia
menumpukan badannya pada siku.
"Caroline." Caroline melihat bibir
Rink me-nyebut namanya. Ia menyebutkannya
dengan suara yang hampir tak terdengar saking takjub-nya. "Kau masih
perawan__" "Ya, ya!" pekik Caroline gembira. Ia memegangi leher Rink, mencegah pria itu
mengang-kat tubuhnya. "Aku selalu milikmu, Rink. Hanya kau. Aku milikmu."
Rink terdiam sejenak, tapi kemudian sambil menggeram senang, kembali ia
memeluk Caroline dan menindihnya di ranjang. Gerakan tubuhnya kali ini
lembut tetapi mantap. Pemanasan pan-jang tadi membuat Caroline siap
menerimanya. Ketika tubuhnya menyerah pada laki-laki itu, Caroline
merasakan kesakitan sesaat. Jeritannya dibungkam bibir Rink. Keduanya
mendesah se-rentak karena emosi luar biasa ketika akhirnya Rink menyatu
seutuhnya dengannya. Mereka melebur. Tubuh Caroline mendekap-nya. Lama keduanya tak bergerak.
Mereka me-nikmati perasaan menyatu, keintiman dua anak manusia,
meleburnya mereka karena cinta, hasrat, dan penderitaan.
"Aku tak percaya. Betapa nikmatnya. Oh, Caroline, jangan sampai ini hanya
sekadar mimpi." "Ini bukan mimpi, Rink," bisik Caroline. "Aku bisa merasakan tubuhmu menyatu
dengan tubuhku." Sambil mengangkat kepala, Rink tersenyum. Dikecupnya bibir Caroline.
"Betulkah"" bisik Rink, dan memastikan Caroline bisa merasakan-nya.
Caroline menengadah sambil menggeram pe-lan. "Ya, ya."
http://ac-zzz.blogspot.com/
Rink mulai bergerak. Karena ia memikirkan Caroline, gerakannya tak terlalu
dalam dan pelan, tetapi kenikmatannya tidak kurang, menarik Caroline ke
dunia yang menghanyutkan. "Apakah aku menyakitimu"" "Tidak, Sayang, tidak."
"Caroline... Caroline__" Rink tak lagi mampu
menahan gairahnya yang terus meninggi. Ketika mencapai puncaknya, Rink
merasakan kenik-matan paling dahsyat yang pernah dirasakannya selama
hidupnya. Kenikmatan itu terus mem-buncah bagai takkan berakhir. Dan ketika
akhir-nya kenikmatan itu berlalu, Rink terkulai di pelukan cinta Caroline dalam
keadaan lelah, puas, dan bahagia.
"Lama sekali Rink dan Caroline turun," keluh Laura Jane. Ia khawatir sarapan
yang disiapkan-nya bersama Haney menjadi dingin dan tak bisa dinikmati Steve
lagi. "Kalian sarapan saja dulu," saran Haney.
"Aku tak keberatan menunggu mereka," jawab
Steve. "Jangan, kau sudah kelaparan. Aku tahu kau sudah lapar." Laura Jane
menuangkan sesendok telur orak-arik ke piring Steve. "Berapa lembar ham yang
kau mau"" "Dua," jawab Steve.
"Tiga saja," ujar Laura Jane.
Haney meletakkan teko kopi di meja. "Aku akan naik, menyuruh mereka segera
turun. Aku yakin mereka tertidur. Tetapi mereka perlu makan setelah
begadang semalaman." Haney naik sambil mengoceh, " tetapi Steve dan Laura
Jane tidak memedulikannya. Mereka asyik sendiri.
Dari anak tangga paling atas, Haney melirik pintu kamar Rink dengan perasaan
ingin tahu. Pintu itu terbuka, tetapi ketika ia melongokkan kepala ke dalam, ia
tidak melihat Rink di sana. Begitu pun di kamar mandi, tidak ada. Paling tidak,
ia tidak menjawab ketika Haney me-manggilnya perlahan.
"Hmmm!" Haney mendengus, sambil me-mukulkan tangan ke paha. "Di mana
kau ber-ada..."' Haney melirik kamar tidur Caroline. Pintunya tertutup rapat.
Haney menyipitkan mata. "Tadi aku menyu-ruh Rink naik membawa baki untuk
Caroline. Sekarang, baki itu tidak ada, ia pun lenyap. Pintu kamar Caroline
tertutup, aku yakin mereka berduaan."
Haney berbalik ke arah tangga lagi. "Hmmm, jelas aku tak mau tahu apa yang
mereka lakukan di dalam sana, tetapi aku tidak mendengar me-reka bercakapcakap." Ketika sampai di anak tangga paling bawah, Haney mendongakkan kepala menatap ke atas, mengangguk gembira. "Memang lebih pantas ia dengan
Rink daripada menikah dengan ayahnya, si bandot tua itu," gumam Haney
sambil melangkah balik ke dapur.
"Mereka akan turun"" tanya Laura Jane.
"Tidak. Sebentar lagi barangkali." Haney ber-balik, hendak mencuci piring.
"Mengapa tidak sekarang""
"Mereka lagi tidur, itulah sebabnya."
"Tetapi mereka kan harus mengisi perut dulu. Kau yang bilang begitu. Biar aku
yang mem-bangunkan mereka dan menyuruh mereka...."
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik
, mp3, subtitle 124software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 124
http://ac-zzz.blogspot.com/
Rink mulai bergerak. Karena ia memikirkan Caroline, gerakannya tak terlalu
dalam dan pelan, tetapi kenikmatannya tidak kurang, menarik Caroline ke
dunia yang menghanyutkan. "Apakah aku menyakitimu"" "Tidak, Sayang, tidak."
"Caroline... Caroline__" Rink tak lagi mampu
menahan gairahnya yang terus meninggi. Ketika mencapai puncaknya, Rink
merasakan kenik-matan paling dahsyat yang pernah dirasakannya selama
hidupnya. Kenikmatan itu terus mem-buncah bagai takkan berakhir. Dan ketika
akhir-nya kenikmatan itu berlalu, Rink terkulai di pelukan cinta Caroline dalam
Tenaga Inti Bumi 2 Pendekar Bayangan Sukma 9 Racun Kelabang Putih Panji Tengkorak Darah 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama