Ceritasilat Novel Online

Strangers 7

Strangers Karya Barbara Elsborg Bagian 7


Saat napas mereka mereda, mata Charlie terbuka. "Luar biasa. Aku tidak pernah ingin bergerak."
"Itu seharusnya tidak menjadi masalah. Aku tidak bisa bergerak."
Charlie mendesah saat ia menarik kejantanannya. Kate mengerang lebih keras ketika kakinya sudah kembali ke dalam garis lurus.
"Hasil perlombaan pada pukul 11:05. Snow pemenangnya dengan Storm di posisi kedua
," kata Charlie. "Kupikir hasilnya seri (dead heat)."
Charlie tertawa. "Aku benar-benar seksi (dead hot), kau mungkin benar."
*** *crotchless thong: model g-string bagian depan terbuka/berlubang.
Strangers Bab 24 Kate membuka mata keesokan harinya menemukan Charlie sedang menatapnya. Kate tersenyum malas.
"Aku mencintaimu," kata Charlie. Kate menelan ludah, sepenuhnya terjaga.
"Aku sudah menunggumu untuk bangun sehingga aku bisa memberitahumu. Aku seharusnya mengatakan itu sebelumnya. Sebagaimana mestinya. Aku. Cinta. Padamu." Charlie menekankan setiap kata dengan ciuman.
Untuk sesaat, Kate tidak memiliki jawaban yang cerdas. jantungnya berlari, berpacu melawan otaknya menuju garis finish dan menang. Charlie mencintainya. Dia tidak lagi berpikir ia mencintai Kate. Charlie mencintainya. Mata gelapnya bagaikan kolam yang dalam, begitu indah hingga Kate ingin menenggelamkan diri di dalamnya.
"Dan meskipun aku cinta melakukan seks denganmu, itu jauh lebih dari itu. Aku mencintaimu karena aku bisa jujur denganmu. Aku percaya padamu. Aku mencintaimu karena kau telah membuatku melihat diriku lebih daripada yang aku pikirkan. Aku mencintaimu karena kau telah membuatku nyata. Aku mencoba untuk mengabaikan fakta bahwa kejantananku akan bergairah bahkan ketika aku memikirkan namamu."
Charlie mencium ujung hidung Kate. Dan kemudian menariknya kembali. "Apakah kau mencintaiku""
"Ya, aku mencintaimu." Kate menggerakkan jarinya di sepanjang bibir Charlie. "Kau adalah jalanku yang lain, Charlie. Tentu saja aku mencintaimu."
Wajah Charlie berseri dan kemudian tersenyum kecil. "Jalan lain apa""
"Ketika aku berusia tujuh tahun hidupku terbagi. Aku berada di salah satu jalan ke dalam perawatan dan harapanku menuju ke jalan yang lain, jalan yang berbeda, satu jalan di mana aku tidak melangkah saat orang tuaku bertengkar, di mana tidak ada seorangpun yang meninggal. Pada jalur itu, aku bisa lulus ujian, menangkap peluang, mendapatkan pekerjaan yang baik, menemukan seseorang untuk mencintaiku seseorang yang berpikir aku manis dan baik dan cantik. Kupikir, suatu hari jalanku akan tiba bersama-sama, seseorang akan membantuku membawa mereka bersamaan. Itulah yang membuatku tetap waras, membantuku untuk bertahan hidup. Itu sebabnya Richard bisa menipuku. Kupikir itu dia yang selama ini kutunggu, tapi itu bukan. Itu kau. Dan dengan cara yang aneh, menyesatkan, aku senang aku bertemu Dickhead, kalau tidak aku tidak akan pernah bertemu denganmu."
"Siapa yang bilang sesuatu tentang kau adalah manis, baik dan cantik"" Charlie bertanya.
"Pria seksi yang aku kenal. Suatu hari aku akan memperkenalkanmu."
Charlie membungkuk untuk menanam ciuman lembut di bibir Kate. "Aku harap aku bisa memutar waktu kembali dan memperbaiki semuanya."
"Sudah tepat sekarang dan itulah yang penting."
"Aku ingin memberimu dunia."
"Aku hanya ingin kau."
"Bahkan dengan semua kebiasaan burukku"" tanya Charlie.
"Well, tidak, tidak dengan itu semua, jelas."
Charlie melompat pada Kate, mengambil pergelangan tangan Kate dengan satu tangan dan menjepitnya di atas kepalanya.
"Kau seharusnya bilang kau mencintaiku bahkan dengan semua sisi burukku." Tangan lainnya menggelitik rusuk dan perut Kate dan Kate menggeliat.
"Aku menyerah," teriak Kate.
"Kau terlalu mudah." Tapi Charlie menarik Kate kembali terhadapnya dan membungkus lengan dan kakinya di sekeliling Kate seolah-olah ia mencoba untuk membuat Kate bagian dari dirinya. Kate tidak mengira dia akan pernah merasa begitu aman dan bahagia.
"Jadi, mengapa kau berpikir tidak ada yang akan mati jika kau tidak melangkah masuk"" Kate tegang dan Charlie mencium bahunya. "Katakan padaku," bisik Charlie.
"Aku membuat keadaan menjadi lebih buruk. Kupikir aku menghentikan Mom menyelamatkan dirinya sendiri karena ia berusaha melindungiku."
"Tapi kau hanya tujuh tahun. Kau tidak bisa mencegah apapun dari yang sedang terjadi."
Kaki Charlie terjalin dengan kaki Kate, jemari kaki mereka berciuman.
"Aku tidak akan pernah tahu, ya kan"" Kata Kate, suaranya tenang.
"Apakah hal itu yang ayahmu ingin bicarakan denganmu" A
pa yang terjadi malam itu"" Diam.
"Apa aku harus menggelitikmu lagi" Bicaralah padaku, Kate. Please." Charlie menyapukan pipinya pada pipi Kate.
"Kupikir dia ingin memintaku untuk memaafkannya dan kupikir aku tidak bisa."
Charlie menekan wajahnya ke rambutnya. "Kau mengampuniku karena menyakitimu. Dia ayahmu, Kate. Kau setidaknya harus membiarkan dia bicara denganmu."
"Aku tidak mau."
Charlie melepaskan Kate dan berguling terlentang. "Aku ingin memintamu untuk melakukan sesuatu denganku, hanya saja aku tidak yakin aku harus melakukannya sekarang."
"Apa"" "Aku ingin pergi dan bertemu ibu kandungku."
Sesuatu meremas hati Kate. "Benar. Dia tinggal dimana""
"Surrey Quays."
"Siapa namanya"" Kate memalingkan kepalanya di atas bantal untuk menghadap Charlie.
"Janet Doyle." "Apa kau sudah bicara dengannya" Bagaimana caranya" Apa yang harus kau lakukan""
"Mereka menyarankan seseorang sebagai perantara, jika seandainya dia luar biasa shock ketika melihatku. Tapi aku satu-satunya yang memiliki hak, bukan dia. Dia tidak memiliki akses padaku, kecuali aku yang menginginkan hal itu terjadi."
Charlie mengambil napas dalam-dalam. "Dia menyampaikan fakta bahwa dia meninggalkanku di luar Woolworths jadi kukira dia pikir aku mungkin akan menghubunginya suatu hari. Dia bisa menghubungi agen adopsi dan meminta mereka untuk bisa berhubungan denganku, tapi dia tidak melalukannya. Jadi, aku harus berasumsi dia tidak tertarik pada apa yang terjadi padaku. Hanya ketika dia tahu siapa aku, kurasa itu akan berubah." Kate melihat masalah Charlie.
"Mau secangkir teh"" Tanya Charlie dan berguling dari tempat tidur, berjalan kaki telanjang di lantai. Kate bangkit dan mengikutinya.
"Lihatlah dengan cara lain, Charlie, dia seharusnya bisa memberitahu orang-orang di tempat adopsi dia tak ingin ada kontak darimu, tapi dia tidak. Mungkin dia selalu berharap kau ingin menemukannya."
Charlie memakai jubah handuk biru dan melemparkan satu yang putih untuk Kate, sambil memberikan senyum kecut. "Kita benar-benar sepasang. Kau tidak ingin bicara dengan ayahmu yang sudah lama menghilang dan aku sangat ingin bicara dengan ibuku yang sudah lama hilang."
"Apakah kau akan meneleponnya atau hanya muncul di ambang pintu"" Tanya Kate saat mereka turun.
"Mereka tidak menyarankan mengetuk pintu dengan cara yang tak terduga. Maksudku, dia mungkin akan benar-benar shock luar biasa."
"Apa yang akan kau lakukan""
Charlie menyalakan ketel dan mengambil dua cangkir tinggi dari lemari. "Menelepon dia dan mengatur pertemuan dengannya, jika...jika dia mau."
Charlie menatap Kate. "Aku ingin kau duduk di mobil dan menunggu untukku, sehingga kau bisa memberiku pelukan ketika aku keluar." Kate menempatkan susu rata pada permukaan. "Apa yang kau cari, Charlie" Apa yang kau ingin dia bilang padamu""
Charlie mengusapkan jarinya ke dahi Kate, ke atas hidungnya lalu ke bibirnya. "Aku perlu tahu mengapa dia tidak menginginkanku."
Jantung Kate seakan tergelincir. Kate tidak bisa membayangkan menyerahkan bayinya, tidak bisa membayangkan menyerah terhadap Charlie. Kate memeluknya.
"Bisakah kau melakukan itu. Menyerah pada anakmu"" tanya Charlie dan kemudian bergegas sebelum Kate bisa menjawab. "Maksudku, kita tak pernah bicara tentang anak-anak. Aku tidak ingin membuatmu buru-buru atau apa."
"Kenapa" Apa kau berpikir untuk memulai sekarang""
Tangan Charlie meluncur ke punggung Kate, dan menariknya terhadap Charlie. Kate bisa merasakan punggung keras ereksinya menekan terhadap Kate.
"Kupikir aku akan menyebutmu baterai Ever Ready," kata Kate.
"Kita belum melakukannya di dapur."
"Kita juga belum melakukannya di sofamu. Atau di garasi." Mata Charlie berkelap-kelip. "Begitu banyak hal untuk dinantikan."
Suara ketel mendidih menarik mereka terpisah. "Berapa banyak yang kau tahu tentang ibu kandungmu"" Tanya Kate.
"Hanya nama dan alamatnya, dan fakta bahwa dia meninggalkan aku di luar Woolworths. Aku berumur sembilan bulan. Aku rasa fakta bahwa itu adalah Woolworths memberiku beberapa ide tentang apa yang akan diharapkan. Bukan Harrods atau Selfridges." Charlie memberi
Kate senyum kecut. Kate menyerahkan teh. "Hei, kau tak tahu mengapa dia menelantarkanmu, Charlie. Dia bisa saja masih anak remaja. Mungkin ada banyak alasan mengapa dia tidak bisa menjagamu. Mungkin dia diperkosa."
Charlie menatapnya. "Tapi bahkan jika dia diperkosa, dia terus maju ke depan dan memilikiku, mempertahankanku selama sembilan bulan dan kemudian membuangku. Apakah kau pernah melakukan hal itu" Menelantarkan bayimu""
Kate menggelengkan kepalanya. "Tidak, tapi "
"Tidak ada tapi-tapian. Dia memilikiku selama sembilan bulan. Sembilan bulan sialan. Jumlah waktu yang sama dia mengandungku dalam dirinya. Maksudku, apa itu signifikan""
Suara Charlie meninggi. "Aku mengerti tentang pemerkosaan. Aku bisa memahaminya. Itu mungkin terjadi. Atau jika tidak ada pemerkosaan dan dia masih remaja, mungkin, mungkin saja, aku bisa menerimanya. Namun umur sembilan bulan aku mungkin sudah berjalan. Aku sudah tersenyum padanya. Mempercayainya. Mencintainya. Aku adalah seseorang. Dan dia tidak menginginkanku."
Kate membungkus salah satu tangannya di sekitar kepalan tangan Charlie dan menariknya ke dalam pelukannya, memeluknya erat-erat. Charlie membutuhkan cinta yang kokoh lebih dari apa pun, Kate melihat itu sekarang. Itu menjelaskan dorongannya untuk sukses sebagai bintang pop, mengapa ia beralih ke akting dan mengapa hal itu tidak akan pernah cukup. Charlie mungkin mengeluh dan meratap tentang para penggemar, namun ia membutuhkan pemujaan, hidup untuk itu karena ia mencoba untuk menghapus fakta bahwa seseorang yang seharusnya mencintainya lebih dari hidupnya, telah menolaknya.
"Ethan akan membunuhku," gumam Charlie.
"Kenapa"" "Karena dia ingin mengontrol segala sesuatunya tentangku dan aku tidak akan menceritakan tentang hal ini. Dia pada dasarnya orang yang baik. Dia menggertakku sampai mendapatkan bantuan, mendorongku ketika orang lain sudah menyerah tapi dia rajanya Wahana hiburan, masternya putaran. Jika aku mengatakan padanya apa yang aku lakukan, dia akan menempatkan pers di sana dan perusahaan TV merekam segala hal untuk suatu acara khusus Minggu malam. Mungkin majalah Hello atau OK diatur dengan kesepakatan besar. Halaman-halaman foto dari reuni besar yang benar-benar bahagia. Itu bukan apa yang aku inginkan. Aku ingin melakukan ini dengan caraku sendiri. Hanya...Aku ingin kau di sana, juga. Apakah kau mau melakukan itu" Sejujurnya, aku tak ingin kau menunggu di mobil. Apakah kau mau ikut masuk denganku""
"Apa kau yakin""
Charlie mengangguk. "Aku pengecut. Memegang tanganmu membuatku merasa lebih baik."
"Kalau begitu telepon dia."
"Apa, sekarang""
Kate tersenyum pada ekspresi kengerian di wajah Charlie dan mencium pipinya. "Ya, sekarang."
"Apa yang harus aku katakan tentang siapa aku""
"Charlie!" "Oke, oke." Kate bersandar atas meja dan mendengarkan. Charlie sudah memiliki nomor itu di teleponnya.
"Halo, ini Janet Doyle"...Oh, Janet Crouch. Maaf. Aku tahu ini akan menjadi sedikit mengejutkan, tapi kau adalah "
Charlie tidak melanjutkan lebih jauh. Kate melihat kelegaan menyapu wajahnya.
"Charlie," kata Charlie."Ya...Ya...Oke...Benar...Sampai bertemu nanti kalau begitu." Dia menaruh gagang telepon.
"Dia sudah menduga ketika aku mengatakan nama gadisnya," jelasnya.
"Bagaimana dia kedengarannya""
"Sedikit Skotlandia, kukira. Dia terdengar baik-baik saja, tidak marah, tapi tidak juga gembira. Seperti menyerah. Kita bisa pergi dan bertemu dengannya sore ini sementara suaminya sedang bekerja. Dia bukan ayahku."
Charlie menghela napas panjang.
"Ada apa"" Tanya Kate.
"Bagaimana aku tahu apakah dia senang melihatku atau tidak" Begitu dia mengenaliku, dia akan bereaksi karena aku Charlie Storm dan bukan karena aku bocah kecil yang dia tinggalkan."
"Apakah kau ingin meletakkan kantong kertas di atas kepalamu""
"Ha ha ha." "Apakah kau menganggap bahwa dia mungkin mengatakan pada pers" Menjual ceritanya"" tanya Kate.
Charlie mulai menggigit kukunya, meringis karena rasanya dan menatap Kate. "Dia tidak akan terlihat baik jika dia menghubungi pers, kan""
"Jika banyak uang yang terlibat, aku yakin orang
tidak peduli bagaimana koran akan membuat mereka terlihat seperti apa."
*** Ibu kandung Charlie tinggal di sebuah apartemen selemparan batu jauhnya dari sungai Thames. Ketika Charlie melaju lurus ke tempatnya, bahkan tanpa menggunakan sistem navigasinya, Kate bertanya-tanya apakah dia sudah ke sana sebelumnya, mencoba untuk melihat ibunya. Charlie parkir di sebelah barisan tempat sampah beroda dan saat mereka berjalan ke depan blok, Charlie meremas tangan Kate.
Blok itu adalah bangunan baru, terbuat dari batu bata gaya khas London setinggi tiga lantai dengan atap multi-siku abu-abu. Jari Charlie bergetar saat ia menekan bel. Dia memberikan Kate senyum gugup.
"Silahkan masuk. Di lantai atas." Suara dari interkom terdengar parau.
Kaki Charlie melangkah semakin lambat dan makin lambat. Pada saat mereka sampai di anak tangga terakhir, mau tidak mau Kate menyeretnya.
Janet Crouch berdiri di pintu, menunggu. Ketika Charlie mulai terlihat, mulut Janet menganga.
"Apakah ini lelucon"" Ia bergumam dan melihat ke belakang Kate dan Charlie, mungkin memeriksa adanya kru film.
"Halo, eh...Mom," kata Charlie.
"Astaga," ujarnya terengah. "Sial, sial, sial." Benar-benar cara yang baik untuk menyambut seorang anak yang tidak kau lihat selama tiga puluh tahun, pikir Kate.
Mereka bertiga hanya berdiri di sana. Kate bisa melihat Janet berusaha untuk merapikan dirinya. Dia mengenakan sundress biru disetrika rapi, tapi jika Charlie berharap untuk seorang ibu yang jetset dan elegan, dia akan kecewa.
Janet mungil dan kurus dengan rambut merah cerah yang mengejutkan, berkat pewarna rambut.
"Ini lelucon," kata Janet lagi.
Charlie tampaknya telah kehilangan kemampuan bicara, sehingga Kate yang mengambil alih.
"Ini bukan lelucon. Bisakah kita masuk""
Janet bergerak ke samping. Pada saat mereka telah naik ke anak tangga yang lain dan Janet mengarahkan mereka ke ruang tamu, ekspresi Janet telah berubah dari salah satu ketidakpercayaan ke salah satu mimpi kebahagiaan. Kate hampir bisa melihat roda-roda berputar di kepalanya, geligi berderak, uang bergemerincing seperti jackpot yang meluncur dari celah mesin judi.
Kate melihat ke sekeliling ruangan. Selain TV yang sangat besar dan pemutar DVD, semuanya adalah buruk. Tirainya terlihat payah dan memudar dan bantal-bantal di sofa, kasar dan bernoda. Janet mulai rapi-rapi, tapi memindahkan beberapa surat kabar tidak akan membuat banyak perbedaan.
Kate berpikir Charlie tidak melihat keadaan tempat, fokusnya adalah pada ibunya, seolah-olah ia sedang mencoba untuk melihat ke dalam dirinya, melihat dirinya dalam diri ibunya.
"Duduklah. Apa kau ingin minum" Teh" Kopi" Sesuatu yang keras""
"Tidak, terima kasih," kata Kate dan menarik Charlie turun ke sofa merah ketika ia gagal untuk duduk.
Janet merosot di kursi yang berlawanan. "Sialan," katanya lagi. "Maksudmu aku yang melahirkan Charlie Storm""
Janet menyalakan rokok dengan tangan gemetar dan kemudian menawarkannya ke Charlie dan Kate. Charlie tampak tergoda, tapi menggeleng.
"Charlie Storm," ulang Janet seolah-olah itu akan membantunya memahami apa yang dilihatnya. Kate bertanya-tanya apakah dia harus menawarkan untuk membuatkan wanita itu minum. Janet tampak seolah-olah dia shock.
"Siapa kau"" Tanya dia pada Kate, matanya menyipit curiga. "Pers""
"Dia pacarku." Charlie berhasil menemukan suaranya.
"Apa yang kau ingin tahu"" Tanya Janet, meniup aliran asap rokok. "Kenapa aku meninggalkanmu""
Charlie mengangguk. "Aku berumur enam belas tahun ketika aku hamil. Tujuh belas ketika aku melahirkanmu. Aku tak tahu siapa ayahmu. Maaf." Janet mengangkat bahu.
"Aku tidur dengan siapa saja ketika itu dan tidak ada pria-pria yang ingin mengenalku setelah aku hamil. Begitu pula ibu dan ayah. Jadi aku pikir, persetan dengan mereka, dan mengatur hidupku sendirian."
Abu dari rokoknya bertambah panjang dan Kate mengamati, menunggu itu untuk jatuh di karpet. "Bagaimanapun aku ingat hari dimana kau lahir. Tidak ada seorangpun yang menemaniku kecuali bidan separuh baya yang keji. Tuhan, kau seorang anak kecil jelek yang menjengkelkan, semuanya terg
encet." Janet mengedipkan matanya pada Kate dan mata Kate terbuka ngeri.
Kate ingin dia berhenti, tapi Janet telah bicara tanpa henti. Abu rokok bertambah panjang, nyaris jatuh.
"Aku berada pada proses persalinan selama berjam-jam. Ya Tuhan, jika aku tahu, aku tidak akan pernah...Well. Lagi pula, kau keluar pada akhirnya. Semua bayi seperti itu. Semua bayi memiliki hal-hal yang cantik dengan rambut yang indah dan kau panjang dan kurus dan botak dan...Well, benar-benar jelek." Janet tertawa kemudian tawanya pecah menjadi batuk dan abu jatuh di karpet. Janet menggosoknya dengan tumitnya.
Tentunya setiap bayi yang telah menghabiskan berjam-jam memaksa menuruni jalan lahir yang sempit akan keluar terlihat seperti tergencet. Kate meremas tangan Charlie. Dia tidak jelek sekarang.
"Aku memberimu nama Charlie," katanya dan Kate mendengar optimis dalam suaranya saat itu.
"Aku meninggalkan secarik kertas dengan namamu di atasnya. Aku tak tahu apakah orang-orang yang mengadopsimu akan menyimpannya. Siapa yang tahu"" Janet menatapnya.
"Mungkin aku tahu kemungkinan siapa ayahmu. Kau mengingatkanku tentang dia. Dia memiliki rambut sepertimu, gelap dan lurus dan warna mata yang sama." Janet mematikan rokok itu. Dan menyalakan lagi.
"Siapa namanya"" Kate mendengar semangat dalam suara Charlie.
"Keith. Aku bertemu dengannya di sebuah pesta. Dia bilang dia berada di sebuah band. Dia pergi keesokan harinya. Aku tak pernah melihatnya lagi. Bagaimanapun dia tampan. Aku ingat itu." Dia tersenyum, giginya kecil dan bengkok, bernoda dari rokok yang terlalu banyak. Tapi Kate melihat sedikit Charlie di mata Janet dan senyumnya.
"Apakah kau pernah berpikir tentang aku" Bertanya-tanya apa yang aku lakukan"" Tanya Charlie.
"Kadang-kadang, tapi kau bukan milikku, jadi apa gunanya" Itu mudah untuk melupakan aku pernah memilikimu. Tidak ada gunanya menyalahkan diri tentang apa yang mungkin terjadi. Aku punya anak-anak lain sekarang. Dan suami. Mereka tak tahu tentangmu." Janet bangkit dan membawa sebuah foto. Itu foto dirinya di tepi pantai, berdiri di samping seorang pria gemuk dengan tato di kedua lengan dan rambut potongan pendek. Tiga gadis-gadis muda duduk di dinding di belakang mereka.
"Itu suamiku, Marvin. Putri-putriku Lizzie, dia dua belas tahun, Sarah lima belas dan Claire enam belas. Mereka ingin sekali bertemu denganmu. Mereka selalu ingin kakak laki-laki." Janet jelas mengharapkan Charlie mengatakan sesuatu, tapi Charlie tidak. Tiga saudara tiri perempuan. Kate tahu apa yang akan terjadi ketika mereka tahu tentang Charlie.
"Apakah orang tuamu masih hidup"" Tanya Charlie.
"Ayahku meninggal karena kanker paru-paru tahun lalu. Ibuku tinggal di Luton. Aku tidak tahu di mana dan aku tidak peduli."
"Mengapa kau menyerah pada Charlie"" Sembur Kate.
Janet meradang. Matanya menembak Kate seolah-olah dia membenci Kate karena menanyakan itu.
"Aku bertemu dengan seorang pria, bukan Marvin, dan ia tidak ingin anak-anak. Aku pikir tanpa bayi, kita akan bisa melanjutkan hubungan itu. Kita berhasil, namun itu hanya berlangsung beberapa tahun."
"Kau mencintainya lebih dari kau mencintaiku," gumam Charlie.
Janet menginjak rokok yang baru dihisapnya setengah. "Dia memiliki pekerjaan yang baik," bentak Janet.
"Dia membawaku ke berbagai tempat. Kau bocah kecil yang suka merengek, selalu minta perhatian, selalu menginginkan sesuatu, tapi kau tak pernah mau tenang. Terus merengek. Aku menyayangimu, tentu saja, tapi aku menginginkan kehidupan juga. Aku sendiri adalah seorang anak."
"Jadi kau menbuangku di luar Woolworths"" Suara Charlie terdengar datar.
"Tidak membuang," kata Janet. "Aku membungkusmu dengan baik. Aku tahu seseorang akan menemukanmu. Mereka akan mendengarmu berteriak minta sesuatu untuk dimakan. Pasangan yang tepat dari paru-paru yang kau punya." Janet tersenyum kecil.
"Masih ada lagi. Akhirnya aku memberikan rincianku ke pelayanan sosial sehingga jika di masa depan, kau akan ingin menghubungiku, kau bisa. Aku tidak perlu melakukan itu. Tapi...Aku senang aku melakukannya." Janet memberi Charlie pandangan gugup.
"Pokoknya, ka u pasti memiliki kehidupan yang baik. Kau melakukan semuanya dengan baik sekarang, bukan" Kaya dan terkenal. Orang-orang yang mengadopsimu pasti membesarkanmu dengan benar."
"Ya." Charlie berdiri. "Well, terima kasih untuk bertemu denganku." Janet tampak terkejut. "Apa cuma itu" Apa itu semua yang kau inginkan"" Kate juga berdiri. Dia tak tahu apa yang Charlie pikirkan kecuali ia pasti tidak bahagia.
"Kurasa kau kecewa," kata Janet. "Tidak seperti yang diharapkan, kan"" Dia merapikan bawah gaunnya dengan lambaian tangan. "Bukan seorang wanita kaya yang terpelajar."
"Aku tidak mengharapkan apa-apa," kata Charlie.
"Kau harus bersyukur aku melepaskanmu. Kau tidak akan mencapai apa-apa jika aku mempertahankanmu. Tapi lihatlah kau sekarang. Kau begitu tampan." Janet mengambil langkah ke arahnya.
"Aku tidak keberatan jika kau ingin memberiku pelukan." Charlie mencoba untuk mundur dan Kate berdiri menghalanginya, menyikut ke dia depan.
Janet menaruh lengannya di sekeliling Charlie. Charlie memeluknya, takut-takut pada awalnya, tapi Kate menyaksikan pelukannya tumbuh menjadi salah satu kesedihan atas apa yang telah terjawab oleh mereka berdua. Charlie menarik diri dan Janet menepuk lengannya.
"Nah, jaga dirimu sendiri, nak. Hati-hati dari orang-orang yang hanya ingin mengenalmu karena uangmu."
Kate menggigit bibirnya. " Hubungi aku. Mungkin kita bisa pergi untuk makan. Kita semua," kata Janet saat Charlie mundur ke tangga.
"Kau dipersilakan untuk datang lagi. Adik perempuanmu akan senang bertemu denganmu," panggil Janet.
"Aku akan meneleponmu dan mengatur sesuatu. Aku ingin bertemu saudaraku." Janet tampak seolah-olah dia telah memenangkan lotre.
Charlie berbalik kembali pada langkah pertama. "Kapan ulang tahunku""
Janet tampak bingung. "Desember. Tanggal lima, kukira."
Charlie berdiri tegak dan tersenyum. "Benar." Dia berhenti. "Kapan hari ulang tahunmu""
"Tujuh Januari."
"Aku akan mencatatnya. Um, jangan bicara dengan pers tentang hal ini. Mari kita ambil kesempatan untuk mengenal satu sama lain lebih dulu."
"Baiklah." Charlie berbalik untuk pergi lagi dan Janet memanggilnya lagi.
"Charlie""
"Ya"" "Maafkan aku. Maaf karena tidak mempertahankanmu."
Kate melihat di antara mereka berdua. Charlie tersenyum kecil. "Tidak apa-apa. Orang tua angkatku melakukan pekerjaan yang baik. Ini aku yang mengacaukan semuanya. Ayahku ingin bertemu denganmu, suatu hari."
Janet mengangguk. Kate menoleh ke belakang saat mereka turun tangga. Janet berdiri mengawasi mereka seolah-olah dia masih tidak bisa percaya apa yang baru saja terjadi.
*** Strangers Bab 25 Charlie meraih tangan Kate dan menuntunnya keluar dari apartemen. Jari-jari Kate melengkung longgar di pegangan tangga untuk menghentikan dirinya tersandung saat Charlie menariknya menuruni tangga dengan kecepatan yang sangat tinggi. Dia tidak mengatakan apa pun sampai mereka duduk di dalam mobil.
"Aku ingin tahu, dan sekarang aku tahu," kata Charlie, suaranya datar.
"Itu adalah hal yang baik yang kau lakukan, Charlie, mengatakan tidak apa-apa padanya tentang dia menyerah padamu." Kate memegang tangannya dan membelai jari-jarinya.
Charlie tidak mengatakan apa pun. "Yah, itu adalah hal yang baik untuk dikatakan, bahkan jika kau tidak bersungguh-sungguh."
"Kau tahu, aku meneliti ini. Aku membaca bahwa sebagian besar ibu tidak pernah berhenti memikirkan anak-anak yang telah mereka tinggalkan. Mereka merasa seolah-olah bagian dari diri mereka hilang. Dia tidak berpikir dua kali tentangku, hanya saja aku pikir dia memikirkannya sekarang."
Kate melihat rasa sakit di matanya.
"Ya Tuhan, aku tidak ingin banyak. Dia bahkan tak ingat hari apa dia melahirkanku. Kukira ia kehilangan gen keibuannya. Kupikir ulang tahunku adalah empat belas Desember. Aku mungkin terlalu melekat pada tanggal itu." Charlie berhenti.
"Kapan ulang tahunmu""
"Agustus." "Sekarang Agustus. Kapan""
"Aku tidak merayakan ulang tahun, Charlie. "
"Kenapa tidak""
Kate memilih titik imajiner pada roknya. "Aku tidak menyukainya."
"Kenapa"" Kate mendesah. Jika ia mengatakannya pada Charlie, mungkin
itu akan mengalihkan perhatiannya dari memikirkan apa yang baru saja terjadi.
"Kami tak pernah mengadakan pesta yang sesungguhnya di rumah penitipan anak-anak tapi kami punya kue setelah makan malam jika hari itu adalah hari ulang tahun seseorang dan mereka boleh memilih apa yang mereka ingin lihat di TV. Semua orang membenci fakta bahwa mereka terjebak di sana dan bukan dengan sebuah keluarga. Bukan dengan keluarga mereka."
"Apakah kau pernah mengadakan pesta""
"Tidak setelah ibuku meninggal jadi aku tak pernah diundang ke pesta manapun. Gadis-gadis kecil bisa benar-benar kejam. Ketika aku berumur dua belas, aku memutuskan aku akan mengatur pestaku sendiri sehingga aku akan diundang kembali. Kami tidak diperbolehkan untuk membawa lebih dari dua orang teman ke rumah jadi aku mengaturnya di taman. Aku menulis waktu dan tempat pada balon. Aku menabung uang saku untuk membeli tas pesta dan mengisinya dengan permen, pensil yang atasnya berbentuk hewan dan yoyo plastik. Aku membeli keripik, roti sosis dan botol-botol Coke dan limun. Aku bahkan menyetel musik. Dan kue cokelat besar. Aku mencuri sebuah keranjang supermarket untuk mengangkut semuanya."
Kate mengambil napas dalam-dalam. Dia masih bisa melihat semua makanan diletakkan di atas meja piknik. Hal itu tampak hebat.
"Tidak ada yang datang. Pada awalnya, aku berpikir mungkin aku memberikan waktu atau tempat yang salah dan di dalam taman yang berbeda setiap orang berdiri memegang hadiah dan kartu, menunggu untukku."
Kate mengangkat matanya menatap Charlie. Jari-jari Charlie mengusap jari Kate.
"Aku berpesta sendirian. Mendapat teguran karena memberi makan keripik pada bebek-bebek dan kemudian mendapat masalah lagi karena tak hanya aku melewatkan jam malam tapi aku meminjam pemutar musik tanpa minta ijin. Mereka makan kue yang mereka beli, tapi meninggalkan sepotong untukku dan aku tidak diizinkan untuk pergi ke tempat tidur sampai aku memakannya. Hanya saja aku begitu kenyang, aku memuntahkannya di dapur. Aku tak pernah menghiraukan ulang tahunku lagi setelah itu."
"Apakah sudah terlambat untuk mengadopsimu"" Charlie berbisik, mengelus pipi Kate dengan jari-jarinya.
Kate menyeringai. "Tapi setelah itu seks harus dihentikan. Karena kau akan ditangkap."
"Oh iya." Charlie tertawa.
"Hei, aku sudah melupakannya, Charlie."
"Jadi kapan ulang tahunmu"" Charlie mempererat cengkramannya.
"Lupakan saja. Sudah lewat."
"Kapan itu" " Ulang Charlie. "Jangan membuatku terpaksa menyakiti atau menggelitikmu."
"Kemarin." Charlie memejamkan mata dan mengerang. "Sial. Kenapa kau tidak memberitahuku." Matanya terbuka.
"Itu sebabnya ayahmu ingin bertemu denganmu." Charlie menggerakkan persneling mobil dan melaju pergi.
"Kita mau kemana"" Tanya Kate.
"Belanja." "Apa yang kau butuhkan""
"Bukan untukku. Untukmu."
"Aku tidak butuh apa pun."
"Aku ingin membelikanmu sesuatu." Charlie melirik ke arahnya. "Kau tak harus butuh sesuatu untuk pergi berbelanja."
Kate harus. Dia tidak pernah punya uang untuk membeli hal-hal yang tidak perlu. "Aku tak ingin pergi berbelanja," katanya.
"Apa yang ingin kau lakukan""
"Pergi piknik."
*** Kate tidak mengantisipasi bahwa dia yang akan menjadi satu-satunya yang berkeliling supermarket membeli makanan, sementara Charlie bersembunyi di dalam mobil, merasa paranoid akan dikenali.
Ketika Kate kembali, Charlie sedang berbicara di ponselnya. Dia menjentikkan tombol untuk bagasi, bahkan tidak keluar untuk membantu membongkar troli. Pada saat Kate duduk di sampingnya, ia selesai menelepon.
"Apa yang kau lakukan"" Tanya Kate sambil menyerahkan uang kembalian.
Dengan senyum lebar dan lugu di wajahnya, Charlie jelas terlihat bersalah karena sesuatu.
"Tidak ada." "Aku sangat sedih harus mengatakan ini, tapi aku takut memenangkan Oscar adalah di luar jangkauanmu. Kau adalah aktor yang tak punya harapan, Charlie. Kau memasang hatimu di wajahmu. Meskipun begitu, itu adalah wajah yang indah." Kate menciumnya.
"Tidak seindah wajahmu," bisik Charlie. "Happy Birthday untuk kemarin."
Ciuman itu menjadi lebih dalam dan lebih bergairah dalam sekejap.
Lidah Charlie menggoda mulut Kate, mengirimkan getaran dari denyut kenikmatan ke seluruh tubuh Kate.
"Kita bisa piknik di tempat tidurmu," Kate terengah-engah saat Charlie menarik diri.
"Tidak. Aku ingin membawa kita ke Richmond Park."
"Bagus," kata Kate. "Aku sudah lama sekali tidak ke sana."
*** Mereka sudah makan dan membaringkan punggung mereka di bawah sinar matahari sebelum Kate bicara dengan Charlie tentang apa yang terjadi sore itu. Kate tahu Charlie tak ingin membicarakannya, tapi Kate juga tahu Charlie harus berurusan dengan itu.
"Apakah dia jauh lebih buruk dari yang kau harapkan"" Kate bertanya.
Sesaat Charlie tidak menjawab. "Aku tak tahu apa yang diharapkan. Aku tak peduli apakah dia cantik atau cerdas. Dan aku tak peduli. Aku ingin dia merindukanku, aku memikirkan tentang itu selama bertahun-tahun dan kupikir dia tidak memikirkannya."
"Apakah kau suka berpikir tentang kesalahanmu""
"Aku adalah sebuah kesalahan""
"Dia melahirkanmu, Charlie. Dia tidak menggugurkanmu. Dia masih remaja." Kate berguling ke samping.
"Matanya agak mirip denganmu. Kau memiliki senyumnya," kata Kate.
Charlie menatap padanya. "Benarkah""
Kate mengangguk. "Tapi tidak giginya."
Charlie tertawa. "Kau menjalankan jarimu melalui rambutmu seperti ayahmu," tambah Kate.


Strangers Karya Barbara Elsborg di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Charlie tidak mengatakan apapun.
"Kau menggigit kukumu seperti ibumu."
"Aku tidak melakukannya lagi. Lihat."
Charlie menunjukkan tangannya pada Kate. Ujung yang kasar sudah hilang.
"Kenapa kau tidak pergi dan bertemu ibumu, dan membawakannya beberapa Stopit" Bercerita tentang Janet."
Charlie merosot ke punggungnya. "Dan katakan apa padanya" Bahwa dia benar""
Kate menempatkan dagunya di dada Charlie. "Hidup ini terlalu singkat untuk putus hubungan dengan keluargamu. Mereka mencintaimu, Charlie. Mereka orang tuamu. Biarkan mereka menunjukkan betapa mereka peduli."
Charlie menarik Kate sehingga dia berbaring di atas Charlie. "Bagaimana kalau aku yang menunjukkan padamu"" Kata Charlie.
"Di tengah-tengah Richmond Park" Kurasa tidak."
"Tapi kau memakai celana dalam khusus itu."
"Tidak, aku tidak memakainya."
Charlie memberikan tatapan bingung dan kemudian matanya melebar. "Mendekatlah."
"Kenapa"" Charlie mendesah jengkel dan menarik Kate ke dalam pelukannya. Sesaat kemudian, tangannya di antara kedua kaki Kate dan ia mengerang di telinga Kate. Kate lupa tentang fakta bahwa mereka berbaring di taman, lupa segalanya kecuali apa yang Charlie lakukan. Charlie menaruh satu lengannya di bahu Kate, menariknya erat-erat saat Charlie menciumnya, tangan yang lain meluncur di lipatan basahnya, menggoda klitorisnya keluar dari sarangnya sedikit dan kemudian berputar-putar dengan ujung jarinya.
Kate tersentak di dalam mulut Charlie dan melenguh saat ia meleleh terhadap Charlie.
Charlie mencium Kate kembali ke bumi, menggigit bibirnya sampai napasnya mereda.
"Sekarang kita punya masalah besar. Aku akan membawamu untuk melihat area konservasi khusus untuk kumbang rusa, tapi aku tidak lagi dalam kondisi fit."
"Lain kali, " kata Kate. Dia melompat, menarik Charlie berdiri dan menyodorkan tas yang menyimpan makanan ke depan celana Charlie yang menyembul.
*** Kate menguap. Itu jam sembilan malam. Mereka menghabiskan malam bergumul telanjang di sofa dan Kate telah memikirkan tentang tidur ketika Charlie mengatakan mereka akan keluar.
Charlie melaju kembali ke apartemennya untuk mengganti celana jeans. Charlie juga meraih salah satu sweater wol Kate meskipun fakta bahwa di luar masih hangat. Ketika Charlie berhenti di tempat parkir dan mematikan mesin, Kate tidak tahu di mana mereka berada.
"Apakah kau percaya padaku"" Tanya Charlie.
"Kau tahu aku percaya padamu."
"Aku ingin menutup matamu."
Jantung Kate berdebar. Charlie memegang dasi biru tua. Dia tampak begitu gembira, Kate tidak bisa mengatakan tidak. Tapi Kate tidak menyukainya.
"Baiklah." Kate merasakan sedikit tekanan dari dasi saat Charlie membungkusnya di sekitar mata Kate.
Begitu Kate keluar dari mobil, ia menempel di lengan Charlie dan terus mendekatkan tubuhnya dengan tubuh Charlie.
"Naik lima lan gkah," kata Charlie.
Kate tahu mereka masuk ke dalam sebuah gedung. Dia mendengar suara gema dan desisan hembusan AC yang dingin, tapi tidak bisa merasakan apapun lebih dari itu. Mereka bergerak melalui beberapa pintu dan kemudian Charlie berdiri di belakangnya.
"Aku akan melepaskan penutup matanya sekarang," kata Charlie.
Saat dasi jatuh dari matanya, Kate berkedip. Dia melihat sekelompok orang di depannya, mendengar mereka berteriak "Surprise" dan tersentak kembali ke dalam pelukan Charlie. Dari sana, ia mengamati segalanya. Rachel, Lucy, Dan, Fax dan banyak orang yang tidak dia kenal.
Dan sebuah arena gelanggang es.
"Selamat Ulang Tahun." Lucy menyerbu dan memeluk Kate.
Kate kewalahan. Hadiah-hadiah yang terbungkus indah disodorkan ke dalam pelukannya.
Gabus sampanye meletup. Musik meraung dari speaker. Dia bersandar lebih keras ke Charlie. Jika Charlie tidak di belakangnya, Kate akan jatuh.
"Buka hadiah dariku dulu," kata Rachel.
Kate membukanya, sarung tangan. Lucy membelikannya topi. Kate tidak pernah mempunyai begitu banyak hadiah untuk dibuka. Kate dipenuhi dengan serbuan cinta untuk Charlie.
"Ini adalah kawanku, Ben, dari band pertamaku. Ini adalah Jed yang tidak bisa bernyanyi dengan merdu," kata Charlie.
"Itu kau, dasar banci," kata Jed. Ia berpaling pada Kate. "Itu sebabnya kami harus bermain musik begitu berisik, karena dia terus lupa kunci lagunya."
"Kau terus mengubah kuncinya," tukas Charlie.
Ben menyandangkan lengannya di bahu Charlie. "Apakah kau berkhayal ikut dan menjalani sesi dengan kami, Charlie" Kami sedang mencari seorang pria untuk bermain rebana."
"Sangat lucu." Kate sangat senang dengan olok-olok itu, senang melihat Charlie yang berbeda, seorang pria normal, bercanda dan tertawa. Dia memperkenalkan Kate kepada semua orang. Meskipun kebanyakan musisi, ada juga teman-teman dari universitas seorang pengacara, arsitek, seorang guru. Dan Charlie tetap disamping Kate, tangannya selalu di sekitar Kate dan Kate tahu Charlie mengatakan dia denganku, kami bersama-sama, dan hati Kate bernyanyi penuh cinta untuknya.
Charlie masih seorang bintang, masih sebuah cahaya yang semua orang berdengung di sekitarnya, tapi ini adalah dunia yang berbeda dan apa yang dilihatnya membuat Kate percaya bahwa mereka bisa memiliki masa depan.
Setelah Charlie tahu Kate tak akan panik dan melarikan diri, ia mundur dan menonton. Ini tidak terlalu sulit untuk mengaturnya, meskipun Charlie tidak bisa berbuat banyak selain menelpon beberapa orang dan memberitahu mereka apa yang ia inginkan.
Dia menghubungi Rachel di galeri, bertanya padanya tentang teman-teman Kate dan menyadari itu tidak akan menjadi pesta jika ia hanya mengundang orang yang Kate kenal. Jadi Charlie memanggil teman-temannya dan mereka semua akan membawa hadiah dan Kate duduk di sana dengan senyum konyol di wajahnya, dikelilingi oleh kertas kado dan Charlie tidak berpikir ia pernah merasa sangat bahagia.
"Bisakah kita makan"" Seseorang memanggil.
"Silakan," katanya. Charlie menyadari bahwa itu adalah teman-temannya yang langsung menyerbu seperti burung pemakan bangkai. Dia melingkarkan lengannya di bahu Kate dan menuntunnya ke meja.
"Bagaimana menurutmu"" Tanya Charlie.
Di atas taplak meja plastik yang dihiasi dengan gambar superhero terbang, adalah piring kertas yang serasi yang diisi makanan pesta yang sesuai untuk anak usia tujuh tahun-koktail sosis, bermangkuk mangkuk chips berbentuk kepompong keriting berwarna cerah, Twiglets, jelly-jely merah berbentuk kelinci, jelly hijau berbentuk ikan, kue-kue, sandwich yang bertumpuk seperti piramida bengkok, diselimuti ratusan dan ribuan cupcakes mungil beku dan di tengah-tengah itu semua, sebuah kue coklat yang sangat besar, disiram lingkaran coklat dan di atasnya dengan dua belas lilin.
Kate menarik Charlie ke dalam pelukannya, menekan mulutnya dekat dengan telinga Charlie. "Aku sangat mencintaimu," bisik Kate dan udara berembus keluar dari Charlie.
Mulut Charlie menukik pada mulut Kate dan mereka sendirian di dunia mereka sendiri, segala sesuatu di sekitar mereka adalah pudar.
Ini dia, pik ir Charlie, ini adalah apa yang ia cari-cari, yang sudah ia tunggu Kate berada di pusat dunia Charlie.
"Siap untuk kuenya"" Teriak seseorang. Lucy menyalakan lilin.
"Charlie akan bernyanyi," teriak seseorang. Tidak, sial dia tidak akan bernyanyi tapi kemudian ia menatap wajah Kate dan akhirnya ia ingin. Charlie memegang tangannya dan melihat langsung ke matanya, menyanyikan "Happy Birthday to you". Yang lain bergabung tapi Kate tersenyum hanya untuk Charlie. Saat Charlie selesai, Kate akan menariknya ke dalam pelukannya untuk ciuman lain ketika Rachel menjerit, "Cepat, tiup lilinnya sebelum alarm asap berbunyi."
Kate melangkah, mengambil napas dalam-dalam dan Charlie melihat anak yang bersemangat yang Kate tak pernah pernah punya kesempatan untuk mengalaminya. Charlie mendorong kembali gelombang kemarahan karena telah ditolak oleh ibunya. Kate berseri-seri karena semua lilin tertiup dan semua orang bertepuk tangan. Bagaimana Charlie bisa begitu beruntung"
"Kau tidak meludah di atasnya," keluh Charlie.
Kate tertawa. "Aku masih bisa."
"Apa kau membuat permohonan""
"Aku sudah punya semua yang aku inginkan."
"Well, aku ingin kapal pesiar dan rumah di tepi laut," kata Charlie.
"Sungguh""
"Tidak, tidak juga." Charlie ragu-ragu. Charlie berpikir untuk mengatakan pada Kate bahwa dia menginginkan dirinya dan rumah yang penuh anak-anak.
"Terima kasih untuk bernyanyi, Charlie. Aku tahu kau tidak "
Charlie meletakkan jarinya di atas bibir Kate. "Aku akan melakukan apa pun untukmu. Apa pun."
*** "Jangan membuatku melakukan ini," pinta Kate.
"Kau akan menyukainya setelah kau sudah mencobanya," kata Charlie.
"Jika kau tahu berapa kali aku pernah mendengar itu." Kate berdiri di atas sepatu roda es dan bergetar. "Aduh," bisiknya. "Apa kau pikir aku butuh ukuran yang lebih besar"" Charlie menatap kaki Kate dan tertawa. "Tidak, kau hanya butuh itu pada kaki yang tepat."
Kate merosot kembali ke bangku dan membiarkan Charlie menopangnya. Di sekitar Kate setiap orang berceloteh dan tertawa, terhuyung-huyung di atas tikar karet sebelum mereka beramai-ramai menuju ke es.
Charlie membungkuk untuk membantu Kate melepas klip pengikat sepatu skatingnya.
"Terima kasih, Charlie," kata Kate dan menangkupkan kepala Charlie dengan tangannya. "Ini adalah ciuman selamat tinggal."
Kate menekan bibirnya terhadap bibir Charlie dan Charlie menjauh, tampak khawatir.
"Selamat tinggal"" Tanya Charlie.
"Aku akan mati di luar sana dan aku tidak ingin pergi tanpa ciuman terakhir."
"Kau belum pernah bermain ice skating sebelumnya""
Kate menggelengkan kepalanya.
"Ini tidak sulit."
Kate tertawa. "Itulah omongan seseorang yang sudah ahli."
"Kau bisa berpegangan padaku," kata Charlie. "Aku tidak akan membiarkanmu jatuh."
Kate terhuyung di atas tikar untuk sampai ke pintu masuk. Fax berdiri bergetar hanya di depannya. Dia berada di es tapi kedua tangannya terpaku ke penghalang kayu yang mengelilingi sepanjang arena. Lucy meluncur mundur dalam lingkaran di depannya.
"Kau pergilah berkeliling dan biarkan aku merasakan suasananya," kata Kate pada Charlie dan menonton saat ia meluncur langsung ke tengah.
Well, tentu saja Charlie bisa meluncur. Orang ini sempurna dalam segala hal.
Tapi tidak semua orang sekompeten Lucy dan Charlie. Dan dan Rachel sedang berjalan dengan susah payah berputar, bergandengan tangan. Teman Charlie bermain-main, jatuh dan tertawa, memukul-mukul lengan dan kaki. Kate mengenakan topi dan sarung tangan yang telah dihadiahkan untuknya, melangkah ke es dan kakinya sekaligus bergerak lebih cepat daripada bagian tubuhnya.
Dia meraih ke penghalang di samping, melingkarkan lengannya di atasnya dan menarik tubuhnya tegak.
Beberapa meter jauhnya, Fax sudah mengalami kemajuan dengan menyeretkan kakinya. Dia melepaskan sisi pegangan dan lengan dan kakinya melebar dan kemudian ditarik kembali, membuatnya terlihat seperti bintang laut kebingungan.
Kate terus berpegangan erat pada kayu dan bergerak seinci demi seinci.
Kate baik-baik saja sampai Charlie berhenti di depannya, memandikannya dengan kristal es.
"Brengsek," desis Kate.
Charlie tertawa. "Lepaskan pinggirannya dan pegang tanganku."
"Aku akan jatuh."
"Aku akan menangkapmu." Charlie mengulurkan tangannya dan Kate mendesah.
"Mereka menyetel salah satu laguku." kata Charlie. "Ini pertanda."
"Kau dan tanda-tanda konyolmu." Tapi Kate mengambil tangannya dan dengan keengganan besar, melepaskan pinggiran kayu.
"Jangan mencoba untuk berjalan. Geser kakimu keluar dalam bentuk V. Ini seperti roller skating," kata Charlie. "Membungkuk ke depan bukan ke belakang."
"Aku juga tidak pernah roller skate."
Tapi ketika Kate meniru apa yang Charlie lakukan, dia merasa sedikit lebih percaya diri dan mereka mulai bergerak sepanjang arena. Ketika mereka meluncur, Charlie bernyanyi padanya, menyertai suaranya sendiri yang mengalir keluar dari pengeras suara. Oh Tuhan, dia terdengar hebat.
"Selesai dengan baik. Itu satu putaran," kata Charlie, saat Kate meluncur ke samping, merangkul atas kayu seperti teman lama yang hilang. Kate nyaris menciumnya.
"Dan hanya butuh waktu dua jam."
Charlie tertawa. "Well, jika kau bersikeras berhenti setiap beberapa meter." Kate menarik tubuhnya tegak.
"Terima kasih, Charlie, untuk hari ini, untuk malam ini. Ini luar biasa."
"Ini belum berakhir. Aku belum memberikanmu hadiah spesialku, dan kau tidak mendapatkannya sampai kau sudah berputar berkeliling sendirian."
Ketika Kate membuat percobaan melangkah beberapa meter sendiri, teman-temannya dan teman-teman Charlie meluncur menghampiri untuk mengucapkan selamat malam dan pada akhirnya pasangan itu adalah satu-satunya yang tersisa.
"Sepuluh menit lagi dan meleleh, Cinderella," kata Charlie.
Kate meluncur, lengannya mengepak. Kate tahu dia terlihat bodoh, seperti burung gemuk, terlalu berat untuk lepas landas tapi dia bertekad untuk menyelesaikan sendiri sirkuit ini.
Kate menyadari dorongan Charlie yang berteriak di dekatnya dan Kate melakukannya dengan baik, skate meluncur, bukan tergelincir.
Kate tahu akan ada tikungan di depan, panik pada kecepatannya yang tinggi-dia berusaha menurunkan kecepatan namun tersandung dan terjatuh seperti sebuah batu.
Kate tidak sampai jatuh diatas es. Charlie yang jatuh, di bawah tubuh Kate.
"Sudah kubilang aku akan menangkapmu." Charlie mengerang.
"Pahlawanku. Apa ada yang kesakitan""
"Seekor putri duyung sepuluh ton baru saja menggencetku. Tentu saja aku kesakitan." Kate berguling dan kemudian membungkuk untuk menekan bibirnya terhadap bibir Charlie.
Charlie melingkarkan lengannya di sekeliling tubuh Kate, meluncurkan lidahnya ke dalam mulut Kate. Beberapa saat kemudian, musik mati, lampu menyala dan ada suara batuk laki-laki dari tepi gelanggang. Kate menarik diri.
"Lihat kan, aku menghapus rasa sakit dari pikiranmu," kata Kate.
"Hanya karena kau adalah kesakitan yang lebih besar."
*** Strangers Bab 26 Hampir tengah malam ketika mereka kembali ke rumah Charlie.
"Dua kejutan lagi," kata Charlie saat mereka berjalan dari garasi.
"Apakah itu kejutan besar"" Kate menyeringai, lengannya penuh hadiah.
"Salah satu harus menunggu di luar, tapi kami sedikit lebih terlambat daripada yang kukira. Pergi dan lihatlah."
Kate pikir Charlie kelihatan terlalu senang dengan dirinya sendiri dan bertanya-tanya apa yang akan dia temukan, mudah-mudahan bukan anak anjing. Kate meletakkan hadiah di aula dan membuka pintu. Hatinya mencelos.
"Oh Charlie, apa yang telah kau lakukan"" Bisik Kate.
"Halo, Kate." Ayahnya berdiri di ambang pintu memegang buket bunga. Charlie muncul di belakangnya.
"Rachel memberiku nomor teleponnya. Aku menelepon dia sore ini. Kau perlu bicara dengannya, Kate. Dengarkan apa yang dia katakan. Aku merasa lebih baik sekarang setelah aku sudah bicara dengan Janet. Kau perlu untuk menyelesaikan masalah ini."
Charlie meraih tangan Kate dan Kate menarik diri.
"Kau tak punya hak untuk melakukan hal ini," kata Kate. Semuanya kabur. Titik-titik menari-nari di depan mata Kate seolah-olah dunia telah berubah menjadi sebuah lukisan Seurat. Sebelum Kate mengetahuinya, mereka bertiga sudah berdiri di ruang tamu. Charlie memegang lengan Kate, menariknya duduk di atas sofa
. Pikirannya berpacu melewati labirin, dilempar ke jalan buntu, berbalik, mencari jalan lain untuk keluar, sepanjang waktu tahu tak akan ada jalan keluar. Ayahnya duduk di seberang sofa.
"Charlie cukup baik memberiku kesempatan untuk bertemu denganmu malam ini, Kate. Yang aku minta adalah kau mendengarkanku."
Kate bagaikan mundur ke dalam cangkangnya, seperti kepiting pertapa ketakutan yang bergerak mundur ke dalam lengkungan paling rapat, mengetahui dia menjebak dirinya sendiri tapi tidak ada tempat lain untuk pergi.
Kate berhasil merenggut tangannya bebas dari cengkeraman Charlie dan memeluk tubuhnya sendiri. Ketika Charlie mencoba untuk menempatkan lengannya di sekeliling Kate, Kate menolaknya. Dia tahu Charlie akan terluka, tapi Kate tak peduli. Charlie membalik hari terbaik dalam hidup Kate menjadi terburuk kedua.
"Apa yang kau lihat malam itu, itu bukan apa yang kau pikirkan," kata ayah Kate.
"Ibumu sakit jiwa, sayang. Dia mendengar suara-suara menyuruhnya untuk melakukan sesuatu. Itu baik-baik saja ketika itu adalah sesuatu yang baik, seperti memanggang kue tapi sesuatu tidak begitu baik ketika itu seperti menggali rumput di tengah malam." Dia membungkuk ke depan. "Apakah kau ingat""
Sebuah lubang muncul suatu malam di halaman belakang. Ibunya mengatakan ia menginginkan kebun bunga.
"Dia sangat menyayangimu, aku tak ingin membawanya pergi darimu. Karena aku bekerja di rumah, kupikir aku bisa menjaganya. Jika aku mengetahui dia bisa melakukan tindakan kekerasan, aku tak akan pernah membiarkan dia tinggal di rumah."
Kate ingin menempatkan jari-jarinya di telinganya, berceloteh omong kosong sehingga dia tidak bisa mendengar ini.
"Malam itu, aku berada di dapur minum kopi, membaca koran. Gina masuk, mengambil pisau dari laci dan menikamku. Tidak ada peringatan, tidak ada argumen, tidak ada apa-apa. Aku mencoba untuk mengambil pisau darinya. Ketika kau turun, itulah apa yang aku coba lakukan, tidak membunuhnya. Tapi kau menyerbu dan semuanya kacau. Entah bagaimana semua orang terluka."
Kate terguncang, menatap lantai pada suatu titik di antara kaki ayahnya, berharap setan-setan bermata liar akan melonjak keluar melalui celah di antara papan-papan dan menyeretnya kembali ke neraka.
"Apa kau tidak ingat seperti apa dia, Kate" Kita tak pernah tahu apakah ia akan bangun dari tempat tidur di pagi hari, kalau dia ingat untuk membawamu ke sekolah atau menjemputmu. Kadang-kadang, Gina berperilaku seperti wanita yang aku nikahi dan seorang ibu yang baik, tapi itu sebuah lotere pada apa yang akan kita hadapi. Ibumu atau orang asing. Apa kau ingat""
Kate tidak bicara. "Jika aku bisa memutar balik waktu, aku akan melakukannya. Ya Tuhan, jika aku tahu dia mungkin menyakitimu, aku akan menempatkan dia di rumah sakit dan merawatmu sendirian."
Kate tahu ayahnya tidak akan pernah berhenti melukis. Itu semua yang dia lakukan, sepanjang hari, sepanjang malam, diam di studio ketika inspirasi datang padanya. Mereka tidak diizinkan untuk mengganggunya. Kadang-kadang mereka bersenang-senang, tapi ayahnya pikir perjalanan ke Tate atau National Portrait Gallery adalah menghibur untuk anak lima tahun. Ayahnya tidak tahu. Ibunya adalah orang yang membuat hidup jadi menyenangkan.
"Tidak mungkin aku bisa tahu dia akan melakukan sejauh itu. Aku menyayangimu, Kate. Kau anakku, putriku. Aku telah kehilangan terlalu banyak dari hidupmu. Tidak bisakah kita mulai lagi" Apakah kau tidak akan membiarkan aku menjadi ayahmu""
Kate meringkuk semakin rapat. Charlie mencoba untuk menempatkan jari-jarinya di atas bibir Kate, tapi ia menarik diri, meluncur jauh ke sisi lain sofa. Charlie merusak segalanya.
"Ada sesuatu yang harus aku beritahu padamu tentang malam itu," kata ayahnya. "Tapi sebelum aku mengatakannya, aku ingin kau tahu bahwa aku tidak menyalahkanmu terhadap apa yang kau katakan dalam persidanganku. Aku tahu apa yang kau pikir kau lihat, tapi kau salah. Itu sebabnya aku mengaku tidak bersalah, mengapa aku harus menghabiskan lebih lama di penjara. Tapi aku tidak menusukmu. Itu ibumu." Jari-jari Kate memukul-mukul menjadi sebuah ketu
kan di samping sofa. "Maafkan aku, sayang. Aku tahu itu bukan apa yang ingin kau dengar, tapi itu kebenarannya. Kau masuk ke dapur dan tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Kau pikir aku menyerang ibumu dan mencoba untuk menyelamatkannya."
Kate menutup matanya. Melihat darah, mencium baunya, merasakannya di tangannya. Sebuah kekacauan yang hangat dan lengket yang ia ingin itu hilang. Itu menggenang di lantai, menyebar seperti gelombang merah cipratan cat.
"Dalam kebingungan, ibumu menyerang dan kau meraih pisau. Entah bagaimana, kau menancapkan pisau ke kaki ibumu. Itu memutuskan arteri femoralisnya. Pada saat ambulans tiba, dia pendarahan sampai meninggal." Kate mendengar Charlie terkesiap sampingnya. Kate tidak akan pernah bernapas lagi.
"Kau tidak memberitahu padaku soal itu!" Charlie berteriak pada ayah Kate. "Kau benar-benar tidak memberitahuku bahwa itu alasan kau ingin bicara dengannya! Untuk mengatakan padanya kau tidak membunuh ibunya, Kate yang membunuhnya. Kau benar-benar bajingan kejam."
"Maafkan aku, sayang, " kata ayahnya.
"Kenapa kau harus memberitahu itu padanya" Dia masih kecil. Maksudku, apa-apaan ini"" Ayah Kate bangun dan melangkah ke arahnya. "Kate."
Kate melompat berdiri dan mengapit tangannya di mulutnya. "Permisi," gumamnya melalui jari-jarinya. Dia berlari keluar ruangan, membanting pintu dan tidak berhenti. Keluar dari rumah, turun ke jalan, lalu turun ke jalan yang lain, Kate tidak berhenti sampai dia naik ke dalam taksi.
Ketika Kate tidak muncul, Charlie pergi untuk mencarinya. Kamar mandi di lantai bawah kosong. Dia berlari ke seluruh rumah, memeriksa setiap kamar sebelum menghempas kembali ke ruang tunggu.
"Dia kabur. Kau keparat bodoh. Apa yang kau coba lakukan" Mendapatkan dirimu sendiri kembali tidak diakui olehnya" Aku mencoba untuk membantumu berbaikan dengannya. Bagaimana kau mengharapkan dia untuk bereaksi terhadap itu" Bagaimana kau tahu apa yang terjadi""
"Dia menolak untuk bertemu denganku setelah aku keluar. Dia bahkan mengubah namanya."
"Jim, kau benar-benar seorang banci. Jika dia melakukan sesuatu yang bodoh, aku akan "
"Bodoh semacam apa""
Charlie langsung menutup mulutnya.
"Dia hanya kesal. Kau tahu bagaimana wanita. Dia akan kembali," kata Jim.
Charlie ternganga. "Aku tak percaya kau pikir kau bisa mengatakan padanya bahwa dia membunuh ibunya sendiri dan berharap untuk melenggang kembali ke dalam hidupnya. Maksudku, sekarang apa bedanya siapa yang melakukan apa" Ibunya sudah meninggal. Kate menghabiskan hampir seluruh hidupnya dalam panti asuhan karena apa yang terjadi. Dia tidak bisa disalahkan. Dia adalah seorang anak tujuh tahun, demi Tuhan."
"Tapi aku tidak membunuh siapa pun, " kata Jim. "Aku tidak ingin dia berpikir aku membunuh ibunya. Aku menghabiskan lima belas tahun penjara untuk sesuatu yang tidak aku lakukan."
"Dan Kate menghabiskan lima belas tahun di penjara juga."
"Dia mengambil uang yang aku tawarkan."
Charlie menatapnya. "Kau benar-benar tidak tahu, kan" Kau bahkan tidak bertanya padanya bagaimana keadaannya. Kau hanya ingin memindahkan rasa bersalahmu ke pundak Kate. Apa kau menulis surat padanya saat kau berada di dalam penjara" Pernah meminta untuk bertemu dengannya"" Charlie melihat jawabannya adalah tidak. Dia ingin memukul tinjunya ke wajah pria itu.
"Bisakah aku bantu mencarinya""
"Bagaimana" Kau tak tahu apapun tentang dia apa yang dia sukai, apa yang dia benci, apa yang dia takuti. Enyahlah. Keluar dari rumahku."
Setelah dia pergi, Charlie menemukan tas Kate di samping sofa. Dia membukanya, melihat kunci, dompet dan teleponnya dan tahu dia dalam kesulitan.
Charlie pergi ke apartemen Kate, tapi dia tidak ada dan sejauh yang bisa dia lihat, Kate tidak pernah pulang. Mobilnya ada di luar. Charlie kembali ke rumah, berharap Kate akan berada di sana. Dia tidak ada. Charlie duduk dan menunggu. Dan menunggu. Matahari terbit dan masih belum ada tanda-tanda keberadaan Kate.
*** Ethan mendengar ada yang menggedor-gedor di pintu dan mengabaikannya. Tapi siapa pun itu, dia tidak berniat untuk menyerah. Ethan bangkit dari tempat tidur,
dan hanya untuk berjaga-jaga, dia melepas pakaian dalam yang dikenakannya semalam, sebelum memakai jubah putih. Ethan entah bagaimana tidak terkejut melihat Charlie berjalan mondar-mandir di luar. Ethan bertanya-tanya bantuan mana yang ia butuhkan kali ini
ahli keuangan, tukang belanja pribadi, agen real estat, orang pengganggu atau penendang pantat.
"Ini sebaiknya berita bagus," bentak Ethan.
"Kate pergi." Ethan dalam hati melakukan teriakan sukacita dan bergerak mundur untuk mempersilahkan Charlie yang berwajah pucat masuk.
"Apa yang terjadi""
Charlie membiarkannya mengalir dan semakin ia mencurahkan, terangnya matahari bersinar untuk Ethan. Jadi lebih mudah untuk memasukkan Jody Morton ke dalam hidup Charlie dengan Kate yang sudah keluar dari jalan.
"Aku harus menemukannya," kata Charlie. "Aku butuh seorang detektif swasta."
"Aku tahu yang bagus," kata Ethan. Mencari batu dimana Kate telah merangkak di bawahnya bukan ide yang buruk, hanya perlu memastikan batu itu cukup berat.
"Masih terlalu dini untuk menelepon sekarang. Aku akan membuatkanmu sarapan."
"Aku tidak lapar."
"Kau tampak mengerikan."
"Aku belum tidur," kata Charlie.
"Tidurlah beberapa jam di lantai atas."
"Aku harus berada di tempatku seandainya Kate kembali." Charlie gelisah.
"Aku akan mengirim Jake ke sana. Dia tidak sibuk hari ini. Berikan padaku kuncimu." Charlie menyerahkannya dan mulai berjalan ke lantai atas. Ethan pergi ke dapur. Dia akan memastikan Jake tahu siapapun tidak akan masuk ke tempat Charlie. Kate menjadi daftar paling atas. Ethan sejauh ini sedang memegang teko di bawah keran, sebelum dia menjatuhkannya ke bawah, memercikkan air ke mana-mana. Dia berlari ke lantai atas.
Pintu kamarnya terbuka. Ethan pikir dia aman, bahwa Charlie sudah masuk ke ruangan yang tepat. Dia melihat Charlie berdiri di samping tempat tidur, memegang salah satu bra yang Kate buat. Itu adalah bra terbaik yang Ethan suka satin putih dengan mawar pink kecil. Charlie sudah tampak pucat sebelumnya, tapi sekarang wajahnya seperti hantu.
"Dimana dia"" Charlie menjatuhkan bra dan berjalan menghampiri kamar mandi Ethan. Ia langsung membuka pintu, kemudian melonjak kembali, tinjunya mengepal.
"Dia tidak ada di sini," kata Ethan, memegang tangannya di depannya. Ethan bingung untuk menemukan sebuah skenario yang cocok, satu yang bisa dia cocokkan.
"Ini adalah bra Kate," teriak Charlie, melemparkannya ke wajah Ethan.
"Dia yang membuatnya, benar," jawab Ethan. "Pakaian dalamnya." Ethan mencoba untuk mengambilnya sebelum Charlie menyadari betapa besarnya itu, bahwa itu hangat dan mungkin sedikit basah, tapi Charlie menarik tangannya.
"Kate!" Teriak Charlie. "Di mana kau sebenarnya""
"Charlie, dia tidak ada di sini. Aku memintanya untuk membuat pakaian dalam untuk seorang teman."
Ethan merasa lega ketika Charlie mengempis seperti balon tua, tampak keriput kebingungan di wajahnya.
Lalu Charlie meluruskan. "Jadi, di mana temanmu""
"Dia sudah pulang."
"Meninggalkan celana dalamnya"" Mata Charlie penuh dengan ketidakpercayaan.
"Charlie, kehidupan seksku tidak ada hubungannya denganmu."
Bahu Charlie merosot lagi. "Tidak, maaf."
"Kamar kosongnya di seberang tangga," kata Ethan. "Tidurlah. Pada saat kau bangun, aku akan sudah membereskan semuanya."
Ketika pintu ditutup, Ethan bernapas. Hampir saja.
*** Ketika Charlie muncul beberapa jam kemudian, ia masih tampak mengerikan. Ethan bertanya-tanya apakah ia bahkan pernah tidur.
"Aku harus pulang seandainya Kate sudah kembali," kata Charlie. "Apakah kau punya seorang detektif untuk mencarinya""
"Aku sudah mempekerjakan dua orang untuk itu. Aku sudah menggunakan mereka sebelumnya. Mereka bagus." Ethan tidak mempekerjakan detektif. Dia memutuskan itu akan membuang-buang uang dan dia tidak mau membuang-buang uang. Ethan akan menunggu beberapa hari dan memberitahu Charlie bahwa Kate tampaknya telah menghilang tanpa jejak. Pada saat Kate muncul, jika dia muncul, Charlie sudah berpindah pada orang lain dan ia hanya ada dalam pikiran seseorang.
Ethan menuangkan Charlie kopi dan meletakkannya di depannya.
"Ja di, apa yang terjadi"" Tanyanya.
Charlie mengusap rambutnya. "Aku mengacaukannya. Kupikir aku sudah melakukan hal yang benar dan ternyata tidak."
"Apa yang kau lakukan""
Ethan mendengarkan tanpa bicara, berpikir jika ia harus menggambarkan skenario kasus terburuk, ini akan berada di sana di suatu tempat. Wanita itu adalah bencana berjalan.
Sebuah bagian kecil dari diri Ethan berpikir sayang sekali Tiffany Samuels tidak menancapkan pisau sedikit lebih rendah dan lebih dalam. "Kekasih dibunuh oleh penggemar gila." kedengarannya menarik.
Ethan bisa melihat Charlie peduli pada Kate. Ethan tidak buta, tapi orang itu sedang dikuasai oleh kemaluannya. Dia perlu mengambil orang lain untuk ditiduri dan melupakan seorang pelayan. Ini adalah kesempatan yang ideal untuk Jody Morton untuk melangkah masuk.
"Apa ada yang bisa kulakukan untuk membantu orang-orang ini"" Tanya Charlie.
Ethan harus berpikir satu menit untuk mengetahui apa yang Charlie bicarakan.
"Tidak, mereka akan kembali pada kita jika mereka membutuhkan sesuatu."
"Sebuah foto" Mereka membutuhkan sebuah foto." Kepala Charlie tertunduk. "Aku tidak punya satupun."
"Ada banyak di koran," Ethan mengingatkannya dan Charlie layu seperti lansia.
"Aku harus kembali." Dia melompat berdiri. "Bisakah kau mengatur seorang pelukis" Aku butuh langit-langitku dicat."
Ethan menatap padanya. Bicara tentang perubahan arah pembicaraan. "Jake di sana. Dia akan mengurusinya. Dia bisa tinggal dan menemanimu."
Charlie tertawa singkat. "Takut aku akan mulai minum lagi" Memakai beberapa baris coke""
"Apa kau melakukannya""
Charlie mengangkat matanya ke mata Ethan dan Ethan bertemu tatapannya. "Tidak."
"Bagus." Jadi Kate telah melakukan suatu kebaikan padanya. "Jake memiliki salinan jadwalmu. Dia yang akan menjagamu."
"Aku tidak butuh seorang perawat sialan. Aku ingin Kate."
"Kau punya berkomitmen untuk dihargai. Ada semua jenis urusan yang terjadi seminggu ini. Kau harus ada di acara chat BBC sebagai awalan."
"Aku tidak merasa seperti itu."
"Kau dibayar untuk merasa seperti itu. Kau aktor, Charlie. Berpura-puralah."
*** Charlie menghabiskan seminggu dalam keadaan linglung. Jake mengantarnya ke mana-mana, memasak untuknya dan memindahkan minuman keras. Charlie tidak bisa menemukannya.
Selama beberapa hari pertama, apapun yang Charlie seharusnya lakukan, dia lakukan. Itu termasuk wawancara bersama dengan Jody Morton untuk majalah film. Ethan sudah mengatakan padanya Kate telah pergi dan alasannya, dan Jody selalu ada di sekitar Charlie, mencoba untuk bersikap baik. Dia ternyata lebih simpatik daripada yang Charlie harapkan. Dia mendengarkan sementara Charlie bicara dan bicara.
Tapi seiring dengan berjalannya waktu dan tidak ada kabar dari Kate, Charlie hancur berantakan. Ketika Charlie sendirian, dia menangis untuk apa yg telah hilang darinya. Dia senang Jack memindahkan alkohol. Dia ingin membeli rokok, tapi berpikir tentang Kate dan apa yang dia katakan dan tidak pernah menyalakan rokok satu pun. Dua kali sehari Jake mengantarnya ke apartemen Kate.
Sementara Jake duduk di dalam mobil, Charlie berbaring di tempat tidur Kate, menghirup aroma samar yang tertinggal, menekan wajahnya ke bantal Kate, berharap padanya untuk kembali pada Charlie. Charlie menulis pesan pada catatan tempel, menutupi dinding di kamar tidurnya dengan gambar persegi kuning,
"Aku mencintaimu."
"Kembalilah." "Aku membutuhkanmu."
Lalu Charlie marah. Apa yang Kate pikir telah lakukan" Kate harus tahu Charlie tidak bermaksud menyakitinya. Dia tidak memberi Charlie kesempatan untuk menjelaskan, hanya melarikan diri ke dalam malam. Charlie sudah mengatur pesta, lalu dia menghilang dari semua masalah itu. Tidakkah Kate berpikir Charlie akan khawatir" Tidakkah Kate peduli" Tidak, dia tidak. Kate tidak peduli.
Tapi bagaimana kalau Kate tidak akan kembali" Bagaimana jika dia sudah mati" Pikiran itu terjebak di tenggorokan Charlie, benjolan ganas yang menghentikannya makan. Charlie menelepon polisi, tapi mereka pikir dia gila. Polisi bilang padanya mengatakan jika itu karena bertengkar, dia akan kembali. C
harlie ingin percaya itu. Detektif Ethan tidak menemukan apapun, tapi masih mencari. Lucy, Dan dan Rachel sama khawatirnya dengan Charlie. Dia memberi mereka nomornya, meminta mereka untuk menelepon jika mereka melihat Kate. Charlie tak tahu apa lagi yang bisa dia lakukan.
Kemudian sedih, marah dan ketakutan bercampur aduk, memutar-mutarnya dalam angin puyuh penderitaan. Charlie mengunci diri di ruangan musiknya, menulis pada kecepatan yang gelisah, menangis sampai tidak ada air mata yang tersisa. Charlie meyakinkan dirinya Kate sudah mati, bahwa dia bunuh diri. Kate mengatakan padanya bahwa Charlie akan mengacaukan hidupnya dan Charlie sudah mengacaukannya.
*** Ethan khawatir. Dia tahu 24/7 merencanakan untuk memuat sebuah cerita tentang Charlie dan hal itu akan menjadi buruk, tapi dia tak tahu seberapa buruk. Sumbernya tidak memberinya petunjuk. Bagian kecil dari Ethan bertanya-tanya apakah Charlie telah melakukan sesuatu pada Kate, mungkin membunuhnya, tapi bagian yang masuk akal dari dirinya menyadari bahwa jika 24/7 mengetahuinya, maka Charlie akan berada dalam tahanan polisi. Ethan mengatakan pada Charlie para detektif telah melacak Kate ke Brighton dan dia tidak akan kembali. Ethan pikir itu akan menenangkannya, tetapi ternyata tidak. Ethan harus menyuruh Jake untuk secara fisik mencegah Charlie mengemudi ke pantai di selatan.
Ethan mempertimbangkan untuk memperingatkan Charlie bahwa masalah akan datang, tapi pada akhirnya memutuskan untuk tidak. Ethan mengkhawatirkan cash cow (bisnis yang menghasilkan uang banyak) mudanya. Sejak Kate lenyap, Charlie telah memburuk ke jurang kehancuran. Pers yang buruk bisa mendorongnya sampai ke tepian. Ethan memutuskan strategi yang berbeda, dengan menggunakan Jody. Jody senang luar biasa ketika minat cinta terbaru Charlie menghilang, namun Ethan mampu membujuk Jody untuk tidak langsung naik ke tempat tidur Charlie, tapi menjadi pendengar yang penuh perhatian dan simpatik. Jody bisa memungut kepingan-kepingan pada hari minggu setelah surat kabar telah melakukan yang terburuk. Ethan hanya berharap akan ada kepingan untuk dipungut.
*** Strangers Bab 27 Charlie berhenti setengah jalan menuruni tangga ketika ia melihat koran the Sunday tergeletak di lantai aulanya. Dia tidak langganan koran, jadi ia tahu seseorang telah mendorong itu melalui kotak suratnya, mungkin orang-orang pers dan mungkin karena ada sesuatu tentang dirinya di dalamnya. Atau mungkin tentang Kate. Kakinya merasa terjepit di pasir basah. Usaha yang diperlukan untuk berjalan beberapa langkah ke pintu membuat lututnya bergetar.
Headlinenya adalah STORM HANCUR. Sebuah potret besar dirinya mendominasi halaman depan. Dia tampak mabuk dan teler. Bukan keduanya. Itu sedih dan putus asa yang ada di matanya.
Charlie duduk di tangga. Saat ia membaca menyebarkan dua halaman koran, dunianya hancur lebur. Segala sesuatu di sekitarnya kehilangan fokus dan warna.


Strangers Karya Barbara Elsborg di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hanya kata-kata yang dicetak yang tetap jelas. Artikel ini memiliki segalanya kebenaran, kebohongan dan kejutan. Bagaimana Charlie mengambil keuntungan dari seorang gadis di bawah umur, melakukan perkosaan menurut undang-undang, memberinya kokain dan meninggalkannya tak sadarkan diri. Bagaimana Charlie memberikan obat pada saudaranya dan menyerahkan kunci mobil meskupun mengetahui ia sedang mabuk. Bagaimana setelah kecelakaan, Charlie meninggalkan saudaranya mati, meskipun entah bagaimana ia berhasil menyelamatkan penumpang wanita yang cantik. Bagaimana Charlie merayu Jennifer Ward, tidur dengan adik dan ibunya, dan meninggalkan mereka semua. Rupanya, begitu pula Malcolm Ward. Perceraian yang tertunda.
Jennifer mengalami gangguan mental, overdosis dan berada di sebuah rumah sakit jiwa.
Charlie mengerang. Dia tidak ingin membaca lagi, tapi tidak bisa berhenti. Surat kabar itu menjelaskan bagaimana ia meninggalkan ibu yang telah merawatnya untuk mencari wanita yang telah melahirkannya. Dia menjanjikan dunia pada ibu kandungnya, berjanji untuk menjadi kakak bagi adik-adik tirinya dan tidak akan pernah menghubungi mereka lagi. Koran itu remuk dalam genggamanny
a. Usaha bunuh dirinya juga ada di koran. Bagaimana ia mencoba untuk menenggelamkan dirinya, tapi bahkan mengacaukan itu juga. Kesimpulannya sayang sekali Charlie telah gagal. Charlie mulai memikirkan itu juga. Kate telah bicara kepada pers. Tidak ada orang lain yang tahu tentang bunuh diri itu.
Kate yang melakukan ini. Sakitnya pengkhianatan Kate begitu kuat, Charlie pikir jantungnya sudah meledak.
Charlie berbaring di tangga dan melolong dalam kesedihan.
*** "Tentu saja Kate yang melakukan ini," bentak Ethan. "Siapa lagi yang bisa melakukannya""
Charlie merosot di sofa, kepalanya di tangannya.
"Aku tidak tahu pada siapa aku paling marah dia karena mengkhianatimu atau kau karena tidak mengaku padaku. Kau seharusnya menceritakan segalanya. Kau tidak ambil pusing untuk membiarkan aku tahu." Ethan mondar-mandir mengelilingi ruangan, otaknya melayang melewati berbagai pilihan.
"Kenapa dia melakukan ini"" Keluh Charlie. "Aku tidak mengerti."
"Ini jelas. Balas dendam. Dia sudah berbohong pada dirinya sendiri bertahun-tahun tentang apa yang terjadi dengan ibunya. Kau membuatnya menghadapi kebenaran dan dia melakukan hal yang sama untukmu, meskipun lebih umum. Ya Tuhan, dia akan benar-benar memperoleh uang banyak dari ini. Kita bisa menghasilkan uang dari ini, well, sebagian, jika kau ingin menceritakan padaku."
"Apakah kau pikir aku bangga karena itu"" Teriak Charlie. "Hidupku benar-benar berantakan."
"Tapi bunuh diri"" Tanya Ethan, lebih lembut kali ini. Charlie tidak mengatakan apapun. Tatapannya jatuh ke lantai.
"Kenapa kau tidak memberitahuku sesuatu seburuk itu"" Ethan duduk di samping Charlie dan menepuk lututnya seperti dia adalah anak anjing. Seekor anak anjing pasti lebih sedikit masalahnya.
"Kau baru saja mencampakkanku."
"Benar," kata Ethan, matanya menerawang. "Well, masalah bunuh diri tidak seburuk sisanya. Setidaknya kau akan mendapatkan suara simpati dari itu." Charlie mengalihkan mata merahnya ke arah Ethan. "Itu membuatku merasa jauh lebih baik."
"Maaf." "Aku harus menelepon Mom. Ya Tuhan, apa yang akan dia pikirkan ketika dia membaca ini"" Charlie kelihatan mau muntah.
"Dia ibumu. Dia akan mengatasinya."
Telepon berdering dua kali dan kemudian berhenti. Ethan tahu Jake telah mengangkatnya di dapur.
"Apakah Kate sudah menghubungimu"" Tanya Ethan. Charlie melemparkan koran ke lantai.
"Ya, aku pikir dia sudah."
Ada ketukan di pintu. Kepala Jake melongok dan menangkap mata Ethan. "Jody Morton di luar."
"Aku tidak ingin bertemu siapa pun," kata Charlie.
"Aku perlu bicara dengannya," Ethan berbohong. "Biarkan dia masuk." Dia menaruh tangannya di bahu Charlie untuk menjaganya tetap di sofa. Jody Morton akan membuka pintu bagi Ethan. Dimana dia berjalan, orang lain akan mengikuti.
Jody bergegas masuk dan memeluk Charlie "Ya Tuhan, Charlie, kasihan sekali." Air mata bergulir di wajahnya. Ethan menangkap dia mengedipkan matanya sambil menekan kepalanya di kepala Charlie. Ethan menahan senyumnya. Benar-benar seorang aktris yang luar biasa.
*** Kate telah melarikan diri dari rumah Charlie ke rumah perlindungan bagi wanita yang teraniaya dengan dua puluh pound dalam sakunya, hadiah ulang tahun dari seorang teman Charlie. Dia telah diberikan alamat itu tahun lalu oleh seorang perawat setelah salah satu peristiwa "kecelakaan" nya. Dex telah menunggu di luar ruangan, sehingga Kate tidak mengambil lembaran kertas itu, tapi dia menghafal alamatnya. Suatu malam, ketika Dex membuatnya takut lebih dari biasanya, dia pergi ke rumah perlindungan, tapi tidak ke dalam. Kate menatap pintu, mengetahui keselamatan tinggal selangkah lagi dan kemudian kembali ke pelukan penganiayanya. Dan ia menghujani Kate dengan cinta karena Kate tahu ia akan melakukannya, sampai kesempatan berikutnya ia memukul Kate.
Kali ini Kate berjalan langsung ke pintu depan merah yang pudar dan mengetuk. Keadaan Kate saat berada di dalam ketika dia tiba, mata terbelalak dan hampir mengalami katatonik*, itu mudah untuk membiarkan mereka berpikir seseorang telah memukulnya. Kate tahu dia tidak akan berpaling. Para wanita yang menjalan
kan pusat rumah perlindungan memberinya tempat tidur dan menawarkan makanan, meskipun Kate tidak mampu tidur atau makan. Mereka tidak akan membiarkan dia tinggal di tempat tidur sepanjang hari, yang mana itu adalah apa yang dia inginkan, tapi dia tetap di dalam ruangan, tidak pernah meninggalkan rumah ketika ia mencoba untuk mencari tahu apa yang harus dilakukan.
Charlie tahu Kate tidak ingin bicara dengan ayahnya. Dia tidak punya hak untuk ikut campur. Tapi karena Charlie melakukannya, Kate dipaksa untuk menghadapi kemungkinan yang mengerikan bahwa dia membunuh ibunya. Kate merasa sulit untuk bergerak melewati itu. Ini bersarang di otaknya sebuah bendungan besar, segalanya menumpuk di belakang. Pada sidang ayahnya, Kate telah mengatakan kepada hakim apa yang dia lihat dan setelah seorang wanita mengatakan bahwa ayahnya tidak datang untuk membawanya pulang. Dan jalan takdir Kate terbagi.
Pada akhirnya, saat juri memutuskan ayahnya bersalah, Kate yakin ayahnya merasa bersalah juga. Mereka mengatakan ayahnya telah dikirim ke penjara karena membunuh ibunya, dan Kate tidak akan dapat bertemu dia lagi. Dan Kate telah menutup dan mundur ke tempat yang aman di dalam kepalanya. Ketika ia keluar, ia tahu ia akan sendirian selamanya.
Ayahnya tidak pernah mengakui kesalahannya dan karena itu, dia tinggal lebih lama di penjara. Apa itu salah Kate" Bagaimana kalau Kate yang salah" Kate menghabiskan hari-harinya di asrama meringkuk di kursi mencoba untuk memikirkan dirinya kembali ke malam itu. Tapi setelah bertahun-tahun mencoba untuk melupakan, ia tidak bisa lagi membedakan antara apa yang ia ingin menjadi benar dan apa yang benar.
Ketika ia berjalan ke dapur di rumah perlindungan pada hari Minggu pagi dan melihat lautan wajah permusuhan, Kate mengira entah bagaimana mereka menemukan dia adalah seorang penipu. Salah satu wanita melemparkan koran pada dirinya.
"Kupikir aku mengenalimu ketika kau datang ke sini, tapi tidak ada yang percaya padaku. Dia membuangmu kan" Sudah membalas dendammu"" Kate melihat judulnya. STORM HANCUR, dan sesuatu dalam dirinya hancur juga.
"Mau memberi sumbangan dengan uang ribuan pound yang kau dapat dari itu"" Panggil sebuah suara saat Kate berjalan keluar, masih menggenggam koran di tangannya.
*** Kate duduk di bus, membaca artikel berulang, jari-jarinya berlepotan dengan tinta. Ada sedikit yang menyebut diri Kate yang entah bagaimana membuat ini jadi lebih buruk. Kate bisa saja yang menulis ini. Ada sedikit di dalamnya yang Kate tidak tahu. Charlie mungkin berpikir Kate membalikkan keadaan karena apa yang terjadi dengan ayahnya. Kate membacanya lagi, jantungnya berdetak lebih cepat.
Ethan tidak menyukainya. Dia hanya akan terlalu senang untuk Kate karena disalahkan.
Kate tersedak kata-kata dari dua wartawan. Salah satunya adalah Simon Baxter, teman Richard, yang membuat Kate heran, untuk sejenak, jika Richard bisa dibalik semua ini. Satu masalah dengan itu. Bahkan jika Kate bisa menjelaskan bagaimana sebagian besar fakta-fakta bisa didapatkan dengan gigih dari orang-orang, tidak ada yang tahu Charlie mencoba bunuh diri. Tak seorang pun, kecuali dirinya dan Charlie. Dan ayah Charlie. Mungkin ibunya.
Setelah ia membaca koran, Charlie akan berpikir Kate mengkhianatinya, bahwa dia menjual Charlie kepada pers. Itu adalah satu hal yang tidak akan bisa Charlie maafkan dan Kate tidak tahan untuk berpikir tentang Charlie yang membencinya. Tapi Kate tidak pernah bisa mengatakan padanya bahwa salah satu dari orang tuanya pasti yang mengkhianatinya. Hubungan mereka terlalu rapuh. Semua yang Kate bisa dilakukan, adalah untuk menemukan Charlie dan mengatakan padanya itu bukan Kate.
Sebuah kerumunan fotografer berdiri di luar rumah Charlie, kamera dengan lensa hitam besar tersampir di sekeliling leher mereka seperti medali mengerikan. Saat Kate mendekat, seseorang melihatnya dan mereka berbalik dan bergegas ke arahnya. Kate membuat dirinya terus mendorong melewati mereka.
"Kate." "Ke sini." "Beri kami senyum."
Senyum" Kate sudah lupa bagaimana caranya. Mereka berdesakan, tapi Kate tetap diam, bibirnya
terkatup rapat, berniat bicara hanya pada Charlie. Kate tidak mempertimbangkan apa yang akan ia lakukan jika Charlie tidak ada di sana.
Seorang pria gempal berpakaian rapi berusia empat puluhan dengan rambut abu-abu dikuncir ekor kuda membuka pintu. Kate tidak mengenalinya. Kate berhasil menemukan suaranya dari suatu tempat dan memberikan pria itu namanya.
"Tunggu." Dia menutup pintu.
Orang-orang di belakang memanggilnya lagi.
"Kate"" "Berbalik." "Kate" Ayo, beri kami senyum."
"Tentang apa kau ingin bertemu dengan Charlie""
"Bicaralah pada kami, Kate."
Kate menekan dirinya sendiri terhadap pintu, ingin berkilauan melewati kayu biru mengkilap ke sisi yang lain. Kate hampir jatuh saat pintu dibuka. Kate mengikuti seorang pria kuncir ekor kuda melewati ruang depan, jantungnya berdebar begitu keras di dadanya, Kate berharap untuk melihat jantungnya meledak keluar dari tulang rusuk dan melompat ke tangan Charlie. Dimana itu seharusnya berada.
Charlie berdiri sendirian di ruang tamu, kemeja linen berkerutnya setengah-terselip di celana chinos-nya. Ketika Kate melihatnya, dia merasakan tarikan yang begitu kuat, ia tersandung. Kate ingin bergegas dan memeluknya, tapi tatapan sengit di mata Charlie menahannya.
"Apa yang kau inginkan"" Suara Charlie terdengar dingin dan tenang.
"Aku ingin bertemu denganmu, memastikan kau baik-baik saja," kata Kate.
"Tentu saja aku tidak baik-baik saja."
"Itu bukan aku, Charlie," bisik Kate.
"Hanya kita berdua yang tahu. Aku sangat yakin aku tidak mengatakan apa-apa, jadi hanya tinggal kau."
Kate bisa mendengar denyut nadinya bergenderang di kepalanya. Merasakannya bergema melalui seluruh tubuhnya. Lututnya bergetar di bawah celana jeans-nya. "Aku tidak tahu," kata Kate.
Charlie mengambil langkah ke arahnya dan kemudian berhenti. "Kenapa kau tidak mengakuinya"" Kata Charlie.
"Demi Tuhan, Kate, lakukan hal yang terhormat dan mengakuinya. Itu adalah cara yang buruk untuk membalas dendam, karena aku mengacaukannya dengan ayahmu, tapi setidaknya katakan yang sebenarnya sekarang."
"Itu bukan aku," kata Kate. "Aku tidak tahu."
Ruangan itu terbakar. Semuanya terbakar. Paru-parunya terbakar. Kate tidak bisa bernapas. Setiap bagian dari dirinya berkata lari, tapi dia membuat dirinya tetap tinggal.
"Lalu siapa itu" Kau pasti mengatakan kepada seseorang. Siapa"" Mata Charlie seperti granit, yang menyembunyikan Kate dari pandangan. Charlie berdiri dengan tangan terlipat di dada. Sebuah patung yang sempurna.
Satu-satunya orang yang Kate beritahu adalah ayahnya dan Kate tidak bisa mengatakan itu pada Charlie. Charlie sudah terluka terlalu banyak untuk mengetahui keluarganya yang telah melakukan ini.
"Aku tidak mengkhianatimu," kata Kate.
"Aku tahu kau berbohong. Kau bilang pada seseorang atau pergi ke pers sendirian. Berapa banyak mereka membayarmu""
Kate tidak berpikir dia pernah merasa begitu sakit. Dia gemetar pada titik keruntuhan. Charlie tidak mampu melihat kebenaran. Kate pikir Charlie mencintainya, tapi dia tidak. Jika dia pernah mencintai Kate, sekarang dia tidak. Semua yang pernah Charlie inginkan dari Kate adalah kesetiaan dan kepercayaan, dan dia pikir Kate akan membiarkan dia kecewa seperti orang lain.
"Kau menggunakan pers ketika itu cocok denganmu," kata Charlie.
"Aku tidak pernah bicara dengan pers."
"Jadi bagaimana mereka mendapatkan foto dari luka di punggungmu""
Kate merasa cahaya kemerahan menyapu pipinya seperti lencana merah menyala. "Fax yang mengambilnya. Aku ingin dia untuk mengajak Lucy keluar, jadi aku biarkan dia mengambil gambarnya."
"Lihat kan" Kau menggunakan pers ketika itu cocok denganmu."
"Tapi aku tidak pernah bicara pada pers tentangmu." Kate harus duduk.
"Kau pembohong," teriak Charlie, menyemburkan kata-kata itu keluar seperti peluru.
"Pembohong. Pembohong. Pembohong."
Kate tersentak pada setiap kata.
"Aku tidak pernah berbohong padamu."
"Bullshit. Kau berbohong tentang ayahmu mati, tentang mengapa kau tidak suka fotomu diambil. Kau mungkin berbohong tentang Dickhead juga. Tidak heran ia tidak ingin menikahimu. Dia beruntung bisa lolos."
Kate menyusut di bawah gencarnya serangan, Tapi tidak akan lari.
"Charlie, kita memiliki sesuatu di sini. Tolong jangan lakukan ini."
Charlie tertawa. "Kita tidak punya apa-apa. Kita memulai ini ketika kita berdua tidak berada di pikiran yang lurus. Sepanjang waktu itu aku pikir kau adalah hal nyata pertama yang aku temui, hanya saja kau palsu seperti yang lainnya. Lebih buruk daripada yang lain."
Charlie melotot padanya. "Kau berbohong padaku dan kau berbohong pada dirimu sendiri. Kau berbohong tentang ayahmu yang membunuh ibumu. Kau yang menusuknya. Kau yang benar-benar membunuhnya." Suara Charlie dingin dengan penghinaan.
"Charlie," pinta Kate.
"Enyahlah, Kate. Larilah lagi, sama seperti yang selalu kau lakukan."
Kate tersentak, tapi ia tidak bisa membiarkan ini begitu saja. "Aku tidak punya alasan untuk menyakitimu, Charlie. Mengapa aku melakukan ini""
"Karena aku membuatmu melihat kebenaran. Karena aku membawa ayahmu ke sini. Kau membiarkan dia mendekam di penjara. Kau tidak pernah mengunjunginya. Bahkan ketika ia keluar dari penjara, kau tidak akan menemuinya. Tapi kau mengambil uang sialan itu, kan" Dia cukup baik untuk itu. Kau bisa membicarakannya denganku, tapi sebagai gantinya, kau lari. Enyah ke Brighton. Kau bahkan tidak mencoba menghubungiku. Aku tidak bisa berpikir. Aku pikir kau sudah mati."
"Aku tidak pernah ke Brighton." Kate tidak tahu apa yang Charlie bicarakan.
Charlie tertawa singkat. "Masih juga berbohong" Aku menyewa detektif swasta karena aku begitu khawatir. Aku akan membiarkanmu berpikir semuanya berakhir, kemudian datang dan menjemputmu. Sebaliknya kau yang mendatangiku. Selamat. Nikmati uangnya."
Kate menggeleng. "Charlie, mengapa aku datang ke sini untuk bicara denganmu jika aku adalah orang yang memberikan informasi itu kepada pers" Apa gunanya" Bantu aku mencari tahu siapa yang bicara kepada mereka. Aku bersumpah itu bukan aku."
"Kalau bukan kau, lalu kau bilang pada siapa""
Kate tidak bisa memberitahunya. Kate mengambil langkah ke arahnya dan Charlie mundur.
"Jangan sentuh aku. Aku tidak ingin kau dekat-dekat denganku. Kau beracun. Enyah saja. Aku tak pernah ingin melihatmu lagi. Aku tak pernah ingin mendengar namamu lagi. Kau sudah mati. Bantu aku. Sana pergi selesaikan apa yang sudah kau mulai di laut." Tidak ada yang bisa lebih menyakiti hati Kate lagi.
Pintu terbanting. "Oh, apa aku mengganggu sesuatu""
Kate dan Charlie berbalik untuk melihat Jody Morton berdiri di ambang pintu. Dia mengenakan jubah putih yang telah Kate pakai, diikat longgar di sekitar pinggulnya. Jody melangkah tanpa alas kaki ke sisi Charlie dan menaruh tangannya di lengan Charlie.
"Bak mandi sudah penuh," dia mendengung di telinga Charlie. "Ikutlah dan cuci punggungku."
Kate mengambil napas dalam-dalam. Rasanya seperti napas terakhir yang pernah dia ambil.
"Apakah kau masih menyimpan tasku"" Tanya Kate dengan suara kecil.
Charlie berjalan ke lemari yang menyangga DVDnya, menyambar tas kulit hitam, berbalik dan melemparkannya ke arah Kate. Itu mengenai Kate tepat di wajah dan jatuh ke lantai.
Kate mengambilnya dan memegangnya erat ke dadanya, pipinya serasa tersengat. "Terima kasih."
Berjalan keluar, tahu Charlie membencinya, adalah salah satu hal yang paling sulit yang pernah Kate lakukan. Dia berjalan lurus melewati para fotografer dan terus berjalan sepanjang perjalanan kembali ke Greenwich. Itu butuh waktu empat setengah jam. Dan setiap langkah ia terluka. Setiap langkah menghancurkan bagian dari dirinya.
*** katatonik* salah satu jenis Schizophrenia, didominasi dengan gejala fisik seperti keadaan tak bergerak, gerak tubuh berlebihan, atau melakukan postur aneh.
Strangers Bab 28 Kate membuka pintu apartemennya dan bau busuk dari makanan basi menghantamnya seperti gelombang pasang berbahaya. Dia membuka semua jendela dan mengosongkan lemari es. Ketika Kate membawa sampah ke ruang tempat sampah, ia menemukan Dan di sana sedang memotong kardus.
"Hei, sudah lama sekali aku tidak melihatmu. Kau baik-baik saja"" tanya Dan.
"Baik," Kate berbohong dan sekelebat sentakan rasa sakit melalui
dirinya. "Apa yang terjadi pada wajahmu"" Tasnya telah meninggalkan goresan merah panjang dari mata ke dagu. Dia tahu Charlie tidak bermaksud menyakitinya, tapi kenyataannya adalah ia sudah menyakitinya, lebih buruk dari serangan itu.
"Sebuah ranting mengenaiku."
"Kelihatannya parah. Omong-omong, Mel sudah berusaha untuk menghubungimu." Kate hampir lupa dia punya pekerjaan. "Aku akan meneleponnya."
"Aku sudah selesai menggambar Charlie dan saudaranya," kata Dan.
"Apakah kau ingin lihat dan mengambilnya"" Dan menahan tempat sampah terbuka untuk kantong hitam Kate. Kate bertanya-tanya apakah Dan sudah melihat artikel di koran.
"Jadi, kemana saja kau"" Tanya Dan, saat mereka berjalan kembali ke atas.
"Menjauh selama beberapa hari."
"Dengan Charlie""
"Tidak. Itu sudah berakhir." hati Kate seakan sedang diremas begitu keras hingga dia kira dia bisa meringkuk dan mati. Bagaimana bisa Kate berpikir dia mempunyai kesempatan dengan orang seperti Charlie" Jika Charlie bertemu Kate di bar atau di jalan, Charlie tidak akan meliriknya dua kali.
"Ah, sesuatu di koran."
"Jadi kau membacanya" Dia pikir aku adalah sumbernya. Aku bukan." Suara Kate pecah.
"Kemarilah." Dan membuka tangannya. Kate membiarkan Dan memeluknya tapi ketika Kate remuk, Kate menarik diri.
"Ini akan baik-baik saja, lihat saja nanti," kata Dan. Kate mengangguk.
"Apakah kau masih menginginkan gambarnya"" Kate mengangguk lagi, tidak dapat bicara.
Ketika Dan masuk ke ruangannya mengangkat potret Charlie dan Michael, Kate mendesah. Itu luar biasa. Dan telah menangkap senyum Charlie. Sebuah senyum lebar yang lepas dan polos. Rambut kusutnya mencuat ke satu sisi. Matanya bersinar seperti bayi anjing laut, besar dan mempercayai.
Mereka tak akan pernah melihat Kate seperti itu lagi.
"Kau tidak menyukainya"" Suara Dan tersendat.
Kate membasahi bibirnya yang kering dengan lidahnya. "Maaf. Hanya terpesona. Ini brilian. Aku kagum." Kate kagum bisa berbicara tanpa menjerit. "Kau harus membiarkanku membayarmu, Dan."
"Tidak, aku sudah bilang padamu. Ini hadiah." Dan menempatkannya di lengan Kate.
Kate kembali ke dalam apartemennya, menutup pintu dan roboh, meluncur ke bawah saat kakinya menyerah. Dia menyandarkan lukisan di dinding dan menatapnya, matanya dipenuhi air mata. Gambar dari Charlie dan Michael kehilangan semua fokus dan bentuknya. Warna-warnanya terurai sampai tak berbentuk, tak ada Charlie. Charlie bukan miliknya.
Hati Kate terasa seperti di robek di dalam dadanya, tercabik-cabik. Kate berpikir tentang terakhir kali dia duduk di sana menangis, ketika dia kembali dari kantor catatan sipil. Setelah itu dia terluka, tapi tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ini.
Kate meringkuk seperti bola dan menenggelamkan wajahnya di lengannya. Mengetahui bahwa Charlie juga terluka membuat ini jadi lebih buruk. Jika ada satu hal yang Kate cita-citakan dalam hidup, itu adalah tidak akan dengan sengaja menyakiti orang lain, karena Kate tahu seperti apa rasanya. Kate seharusnya tetap sendirian. Tak satupun dari ini akan terjadi. Kate pikir dia bisa merubah hidupnya dan dia salah.
Apa yang bisa dia lakukan sekarang" Lari" Tindakan yang biasa dia lakukan. Tapi kali ini, tidak di dalam London. Ke desa atau kota lain. Mulai dari awal lagi. Bersembunyi. Karena jika Kate harus bertemu ayahnya, itu akan menghancurkannya. Dia ingin Kate percaya bahwa ibunya sakit, tapi Kate tidak yakin itu benar. Ayahnya lah orang yang terobsesi tidak ada suara, tidak ada TV, hanya melukis, mengawasi Kate melukis, berteriak ketika itu salah. Dia tidak ingin apapun menjadi kesalahannya. Tidak ada uang, tapi itu bukan salah ayahnya. Ibunya kesal, bukan salah ayahnya. Potongan-potongan kenangan membingungkan Kate. Apakah dia benar-benar menusuk ibunya"
Kate tak akan pernah tahu kebenarannya jadi tidak baik menyalahkan dirinya sendiri tentang hal itu. Tapi Kate tak pernah ingin melihat ayahnya lagi. Dia akan menjual apartemen. Mengembalikan uangnya. Mungkin dia bisa membuat paspor dan pergi ke luar negeri, bekerja di sebuah bar. Pikiran-pikiran melintasi kepalanya dalam suatu putaran. Ter
akhir kali, bunuh diri tampaknya satu-satunya jawaban. Sekarang, itu bukan jawaban sama sekali.
Kate menyusut sedikit, mengingat apa yang dikatakan Charlie. Menyelesaikan apa yang ia mulai. Bunuh diri. Tapi Kate kehilangan tujuannya. Merindukan alasan mengapa ia berjalan ke laut pertama kalinya. Charlie mengatakan padanya, tapi Kate tidak mendengar. Itu bukan karena dicampakkan oleh Richard, tapi karena dia membiarkan dirinya kecewa. Itu tidak terjadi sekarang. Dia tidak melakukan kesalahan apa pun. Dia tidak menyakiti Charlie. Bahkan jika Kate berhasil membuktikan bahwa dia tidak bicara pada koran, Kate tahu dia tetap kehilangan Charlie. Tidak ada jalan kembali. Charlie sudah berada di pelukan wanita lain. Kate tidak bisa bersaing dengan seorang bintang seperti Jody Morton. Semua orang mengatakan itu tidak akan berlangsung lama antara dia dan Charlie dan mereka benar.
Jari-jari Kate meluncur ke lehernya dan menyentuh bintang yang dibelikan Charlie. Kate mengusapnya seolah-olah itu mampu melakukan sihir, dan kemudian menariknya lepas. Kate mencoba untuk membuangnya tapi tangannya tidak membiarkannya. Rantai itu mengitari jari-jarinya dan Kate bertanya-tanya apakah itu pertanda dia tidak harus menyerah. Salah satu tanda-tanda Charlie. Kate menghela napas.
Ketika Kate masuk ke kamarnya dan melihat dindingnya ditutupi oleh pesan cinta, Kate membeku. Berapa lama Charlie menghabiskan waktu melakukan hal itu" Kate bersembunyi di rumah perlindungan mencoba untuk menjernihkan kepalanya dan tidak cukup berpikir tentang kepala Charlie. Saat ia mengupasnya satu per satu, dan membaca apa yang Charlie tempelkan Aku mencintaimu. Kembalilah. Aku membutuhkanmu Kate memikirkan apa yang sudah hilang darinya dan betapa banyak Charlie membencinya dan betapa buruknya menjadi dibenci daripada tidak dicintai. Kate membawa semua pesan itu pada dirinya sendiri. Ketika Kate lari, dia sudah menyakiti Charlie, membuatnya lebih mudah bagi Charlie untuk percaya yang terburuk. Charlie mencintainya dan Kate mengecewakannya.
*** Kate mengkhawatirkan kondisi mobilnya sepanjang perjalanan sampai ke rumah orang tua Charlie, sangat ketakutan itu mungkin akan mogok dan mendamparnya di antah berantah. Kate tidak bisa menghubungi mereka. Mereka tidak terdaftar di buku petunjuk telepon, jadi Kate berharap mereka ada. Jika tidak, dia akan tidur di dalam mobil dan mencoba lagi hari berikutnya.
Ibu Charlie membuka pintu. Kate melihat matanya menyipit.
"Apa yang kau lakukan di sini""
"Saya minta maaf untuk datang mendadak, Mrs. Storm."
"Apa yang kau inginkan""
"Saya bertanya-tanya apakah saya bisa bicara dengan suami anda."
"Mencoba untuk mendapatkan lebih banyak omong kosong dari Charlie" Tidakkah kau pikir kau sudah melakukan cukup banyak kerusakan""
"Itu bukan saya yang bicara pada pers."
"Siapa lagi yang tahu semua itu tentang dia""
"Saya tidak akan pernah menyakiti Charlie," kata Kate.
"Terlambat. Dia sudah terluka. Kami juga terluka. Koran-koran penuh dengan urusan pribadi kami. Apa kau berpikir itu apa yang kami butuhkan" Kau telah memperoleh uangmu, sekarang jangan ganggu kami."
"Bisakah saya bicara dengan Mr. Storm, please"" Tanya Kate lagi.
"Dia tidak ada di sini."
Kate mengambil secarik kertas dari tasnya lalu menuliskan nomor ponselnya. "Bisakah anda memintanya untuk menelepon saya" Sangat penting."
Kate menyerahkan kertas. Jill meremas dan menjatuhkannya. Membanting pintu di depan wajah Kate. Kate menelan ludah, memungut remasan kertas dan memasukkannya ke dalam saku. Kembali ke mobil, Kate mengangkat lukisan itu dari bagasi. Meninggalkan lukisan dengan disandarkan di bawah serambi di pintu depan dan melaju kembali ke London.
Pada saat Kate mencapai Greenwich, waktunya sudah terlalu larut untuk pergi ke agen real estat. Ia harus menunggu sampai hari berikutnya. Kate harus makan. Kate tidak bisa ingat kapan terakhir kali ia makan. Ia memisahkan cetakan hijau dari sisi dua potong roti sebelum dia memanggang dan mengolesinya dengan mentega, kemudian meninggalkannya tanpa tersentuh.
Merosot di sofa, tangan Kate meraih lagi koran Sunda
y yang lusuh, membaca ulang itu, mencari petunjuk, putus asa untuk menemukan sesuatu yang dia lewatkan yang mungkin menceritakan siapa yang telah melakukan hal ini. Kate bertanya-tanya apakah polisi telah menemui Charlie tentang kasus India, Michael dan obat-obatan. Ini bisa berarti akhir dari karirnya.
Secara impulsif Kate menelepon Ethan, memutar-mutar kartu nama itu di jari-jarinya.
"Ini Kate Snow."
"Apa yang kau inginkan"" Kate meringis saat mendengar suara dinginnya yang lain, meskipun ia tidak terkejut.
"Ethan, aku tidak bicara dengan pers tentang Charlie. Aku bertanya-tanya jika kau tahu siapa yang sudah melakukannya""
"Apa kau tahu kerusakan yang telah disebabkan, dasar kau jalang bodoh" Keluar dari hidupnya. Jangan meneleponku lagi." Ethan memutuskan hubungan.
Saat Kate menatap headline di koran, dia bertanya-tanya apakah jawabannya tepat ada di depannya. Kate bisa bertanya pada orang-orang yang menulis artikel untuk nama sumber mereka. Mungkin jika Kate menjelaskan, mereka akan mengatakan padanya. Operator pelayanan telepon 24/7 menghubungkan Kate ke sistem pesan suara Simon Baxter. Kate tidak ingin meninggalkan pesan, ia ingin bicara dengan Simon. Jadi dia membuat panggilan lain, yang lebih sulit.
"Halo, Richard. Ini Kate."
"Kate siapa""
Kate menggigit lidahnya. "Kate Snow."
"Apa yang kau inginkan""
Kate menjaga suaranya tetap datar. "Nomor telepon Simon."
Ada keheningan singkat. "Kenapa"" "Karena kau berutang padaku."
Kate menunggu sementara Richard berpikir tentang hal itu.
"Aku akan menelepon dia dan memintanya untuk menghubungimu."
Kate mulai ingin berterima kasih dan telepon terputus. Itu saja. Kate tidak bisa memikirkan apa lagi yang harus dilakukan. Ketika telepon berdering beberapa menit kemudian, Kate menyambarnya, tapi itu Rachel, menanyakan apakah Kate ingin pergi untuk makan sesuatu dengannya serta Dan. Kate mengatakan bahwa dia sudah makan. Kate meringkuk di lantai di sebelah jigsaw dan terus menjaga telepon di bawah tangannya.
*** Charlie ingin sendirian. Ini adalah rumah sialannya dan ia ingin semua orang untuk pergi. Kemudian, setelah Jake pergi dan Ethan telah membawa Jody kembali ke hotelnya, Charlie ingin mereka untuk datang kembali. Dia tidak mau berpikir dan itu lebih mudah untuk menjaga pikirannya kosong dengan ada orang lain di sekitarnya.
Charlie harus pergi ke kantor polisi dengan pengacaranya. Dia terjebak dengan ceritanya. Untuk suatu alasan India tidak mengatakan bahwa Charlie memberinya obat, tapi ia mengatakan Charlie menidurinya.
Meskipun India mengakui dia berbohong tentang usianya. Charlie takut. Pengacaranya terus menjawab hampir semua pertanyaan yang tertuju kearahnya, yang mana sangat baik, karena Charlie merasa seperti meminta pada mereka untuk menaruhnya dalam sel dan membuang jauh-jauh kuncinya.
Charlie bisa bertahan menerima apa yang pers cetak, kecuali satu hal usaha bunuh dirinya. Itu begitu mengacaukannya. Charlie masih belum menelepon ibu dan ayahnya, namun ia tidak bisa meyakinkan dirinya untuk mengangkat telepon. Dia sudah melihat nama mereka di ID pemanggil empat kali, tapi ia tidak pernah mengangkatnya. Charlie tak tahu harus berkata apa.
Itu Senin malam sebelum ia berhasil mengumpulkan cukup keberanian untuk bicara kepada mereka.
"Mom." Hanya itu saja kata yang bisa Charlie katakan dan ibunya menangis dan kemudian Charlie menangis juga, untuk semua sakit hati yang disebabkannya dan untuk apa yang telah hilang darinya. Ayahnya mengambil alih telepon dan Charlie harus berjuang keras untuk tidak mulai menangis lagi.
"Maafkan aku," kata Charlie.
"Kau merubah pikiranmu, nak. Itu saja yang penting."
Charlie berjanji untuk pergi dan bertemu mereka dan merasa lebih baik ketika ia menyudahi telepon. Charlie begitu lelah, dia tidur dengan baik untuk pertama kalinya sejak Kate menghilang.
*** Ketika Jake muncul keesokan harinya untuk membawa Charlie ke Tate Modern untuk wawancara dengan direktur Royal Shakespeare Company, Jody duduk di kursi penumpang mobil.
"Kau tidak keberatan aku berbagi tumpangan denganmu, kan"" Tanya Jody. "Ethan yang men
gaturku untuk bertemu mereka juga."
"Tidak, tidak apa-apa." gumam Charlie. Ethan sudah menelepon dan mengatakan padanya bahwa Jody akan pergi dengannya dan Charlie harus bersikap baik padanya. Atau yang lain.
"Bagaimana perasaanmu"" Tanya Jody tapi tidak menunggu jawaban. "Ya Tuhan, maaf. Kau pasti muak pada orang yang menanyakan itu padamu. Ini mengerikan, bukan" Seperti jika kau tiba-tiba telanjang di panggung dan semua orang menunjuk-nunjuk dan tertawa."
Charlie tidak benar-benar memikirkannya seperti itu.
"Aku tidak bisa menonton Lord of the Rings tanpa ingin muntah." Jody menempatkan tangannya ke mulutnya sejenak. "Putus hubungan memang begitu sulit."
"Kupikir kau yang mencampakkannya"" Kata Charlie.
"Kami tidak cocok satu sama lain, tapi tidak berarti itu tidak menyakitkan."
"Maaf." "Kau tak tahu betapa menyenangkannya untuk memilikimu sebagai teman, Charlie. Aku tidak kenal siapa pun di London. Apa kau punya waktu untuk menemaniku berkeliling museum setelah ini"" Charlie berharap tidak.
"Aku tidak yakin ini akan berlangsung berapa lama. Apa kau pernah melakukan pertunjukan Shakespeare sebelumnya"" Tanyanya.
Tangan Geledek 6 Gento Guyon 2 Tanah Kutukan From Darkest Side 4

Cari Blog Ini