Ceritasilat Novel Online

The Broker 3

The Broker Karya John Grisham Bagian 3


begitu." < Luigi mengemudi dengan tangan kirinya, memindah gigi dengan panik
menggunakan tangan kanan, dan menjejak pedal gas sedekat mungkin dengan
lantai mobil sementara pedal rem sama sekali tak diacuhkannya. Marco benar-benar tak memahami ras manusia yang bisa melewatkan dua setengah jam
berleha-leha menikmati makan
siang, lalu melompat ke dalam mobil untuk mcli secepat angin
menyeberangi kota dalam waktu m puluh menit.
Mereka berkendara selama saru jam, secara umum menuju arah selatan,
menghindari jalan raj dan tetap bertahan di jalan-jalan kecil. "Apakah ada yang
membuntuti kita"" tanya Marco lebih dari se kali ketika mereka tidak
mengurangi kecepatan di tikungan tajam, dua roda terangkat dari jalan.
Luigi hanya menggeleng. Matanya menyipit, alisnya berkerut menjadi saru,
rahangnya terkatup rapat kalau rokok tidak terselip di sana. Entah bagaimana
ia berhasil mengemudi seperti maniak sambil merokok dengan tenang dan tak
sekali pun melirik ke belakang. Ia bertekad untuk diam seribu bahasa dan hal
itu justru membulatkan tekad Marco untuk mengajaknya bicara.
"Kau hanya berusaha menakut-nakuti aku, kan, Luigi" Kita sedang bermain
jadi mata-mata-kau masternya, aku keparat malang yang mengetahui rahasia.
Membuatku ketakutan setengah mati supaya aku bergantung padamu dan tetap
setia. Aku tahu niatmu."
"Siapa yang membunuh Jacy Hubbard"" tanya Luigi, hampir tak
menggerakkan bibir sama sekail
Mendadak Backman tak ingin membuka mulut. Nama Hubbard yang
diSunggung-singgUflg mcnv
[ jjuatnya terpaku sedetik. Nama itu selalu membawa ' kenangan yang
sama: foto polisi Jacy yang terpuruk di atas makam kakaknya, sebelah kiri
kepalanya terburai, darah di mana-mana-di atas batu nisan, di kemeja
putihnya. Di mana-mana. "Kau punya arsipnya," jawab Backman. "Ia bunuh diri"
"Oh, ya. Kalau kau memercayainya, kenapa kau memutuskan untuk mengaku
bersalah dan meminta sel terlindung di penjara"" "Aku takut. Bunuh diri bisa menular."
"Benar sekali."
Jadi maksudmu, orang-orang yang merekayasa bunuh dirinya Hubbard
sekarang memburuku"" Luigi mengiyakan dengan mengangkat bahu. Dan entah
bagaimana mereka mengetahui aku sembunyi di Treviso""
Lebih baik tidak mengambil risiko apa pun." Marco tidak akan mendapatkan
detail-detailnya, kalau memang ada. Ia berusaha tidak melakukannya, tapi
secara instingtif ia melirik ke belakang dan melihat jalanan yang gelap di
belakang mereka. Luigi melirik kaca spion, dan menyunggingkan senyum puas,
seolah berkata: Mereka ada di
belakang sana, di suatu tempat.
Joel mengenyakkan diri beberapa senti lebih dalam di kursinya dan
memejamkan mata. Kedua kliennya sudah mati lebih dulu. Safi Mim ditikam
di luar kelab malam di Georgetown tiga bulan setelah ia menjadi klien
Backman dan menyerahkan salinan JAM satu-satunya. Luka tikaman itu cukup
dalam, tapi ada racun yang diinjeksikan ke sana, barangkali bersamaan dengan
tikaman pisau tersebut. Tidak ada saksi mata. Tidak ada petunjuk Kasus
pembunuhan yang sama sekali tak terselesaikan, tapi hanya satu dari sekian
banyak kasus serupa di D.C Sebulan kemudian Fazal Sharif lenyap di Karachi,
dan dianggap sudah mati. JAM memang berharga miliaran dolar, rapi tak seorang pun bisa menikmati
uangnya. Pada tahun 1998, Pratt & Boiling mempekerjakan Jacy Hubbard dengan
bayaran satu juta dolar setahun. Pemasaran JAM merupakan tantangan
besarnya yang pertama. Untuk membuktikan kelayakannya menerima imbalan
sebesar itu, Hubbard mengancam dan menyogok agar bisa masuk ke Pentagon,
dengan usaha yang canggung dan pasti gagal untuk mengonfirmasi keberadaan
sistem satelit Neptunus. Beberapa dokumen-yang sudah diutak-atik tapi tetap
saja rahasia-diselundupkan ke luar oleh antek-antek Hubbard yang melaporkan
segalanya pada penyelianya. Dokumen-dokumen sangat sensitif itu
dimaksudkan untuk menunjukkan eksistensi Gamma Net, sistem pengintaian
fiktif ala Star Wats dengan kemampuan-kemampuan yang tak pernah didengar
sebelumnya. Begitu Hubbard mendapat "konfirmasi" bahwa ketiga pemuda
Pakistan itu memang benar-proyek Neptunus mereka adalah proyek ASdengan bangga ia me-, laporkan penemuannya pada Joel Backman dan mereka
pun berbisnis. Karena Gamma Net seharusnya milik militer AS, JAM pun menjadi lebih
berharga lagi. Padahal sebenarnya, baik Pentagon maupun CIA tak pernah tahu
tentang Neptunus. Kemudian Pentagon membocorkan kisah fiksinya sendiri-kebocoran
keamanan yang direkayasa, oleh antek yang bekerja untuk mantan .senator
Jacy Hubbard dan bos barunya yang berkuasa, sang broker. Skandal pun
meletus. FBI menggerebek kantor Backman, Pratt & Boiling pada tengah
malam, menemukan dokumen-dokumen yang diyakini semua orang adalah
autentik, dan dalam kurun waktu 48 jam seregu jaksa federal yang sangat
termotivasi mengeluarkan dakwaan-dakwaan terhadap semua rekanan di biro
hukum tersebut. Tak lama kemudian pembunuhan-pembunuhan itu pun berlangsung, tanpa
ada petunjuk siapa yang ada di baliknya. Pentagon dengan canggih
melumpuhkan Hubbard dan Backman tanpa membocorkan apakah benar
mereka yang memiliki dan menciptakan sistem satelit tersebut. Gamma Net
177 atau Neptunus, atau apa pun, dengan efektif t lindung di balik jaring-jaring
"rahasia militer" ya^ tak tertembus.
Backman si pengacara menginginkan proses pet. adilan, terutama jika
dokumen-dokumen Pentagon itu pamt dipertanyakan. Namun Backman si
terdakwa ingin menghindari nasib yang menimpa Hubbard.
jikalau pelarian edan-edanan Luigi dari Treviso mi dimaksudkan untuk
menaloit-nakutinya, rencana ini mendadak berhasil dengan sendirinya Untuk
pertama kalinya sejak mendapat pengampunan, Joel merindukan keselamatan
di dalam sel kecilnya di sayap keamanan maksimum.
Kota Padua berada di depan, lampu-lampu dan lalu lintas tampak semakin
banyak. "Betapa populasi Padua"" tanya Marco, kalimatnya yang pertama sejak
setengah jam lalu. ^ ratus ribu. Kenapa orang Amerika selalu "^tahu polulasi setiap kota dan
desa"" * kusangka pertanyaan im bikin masalah." Kau lapar""
t^tTl^"1 Ham perutnya berasal dari rasa "Tentu." u".., pat' taP* tetap saja
ia be . - merek mat ' LCtaP saja ia berkata,
wtut^^^rsetempattepat MalL-m*a dan lalu dengan segera
-an. &naP di penginapan desa 178
tereka met kecil-delapan kamar seukuran lemari-yang telah jjrniliki keluarga yang
sama sejak zaman Romawi. Tidak ada tanda yang mengiklankan tempat itu;
hanya salah satu tempat persinggahan Luigi. Jalan terdekat sangat sempit,
terbengkalai, dan sama sekali tidak dilewati mobil yang diproduksi setelah
tahun 1970. Bologna tak jauh dari sana.
Luigi berada di kamar sebelah, di balik tembok batu tebal yang sudah
berabad-abad usianya. K etika Joel Backman/Marco Lazzeri merangkak ke balik
selimut dan akhirnya memperoleh kehangatan, ia tidak bisa melihat setitik pun
cahaya sejauh mata memandang. Kegelapan total. Dan kesunyian total.
Suasana begitu senyap sehingga ia tak bisa memejamkan mata untuk waktu
yang lama. 179 Mi 11 Sesudah datang laporan kelima yang menyatakan Critz telah menelepon
dengan pertanyaan-pertanyaan tentang Joel Backman, Teddy Maynard
mengamuk, sesuatu yang jarang terjadi. Si goblok itu ada di London,
menelepon ke sana kemari, entah untuk alasan apa berusaha mencari
seseorang, siapa saja, yang bisa membawanya pada informasi tentang Joel
Backman. Pasti ada yang menawarkan uang pada Critz,"
dTrTki^ Wigline' SCOrang asisten depUtl
aitS* Cr bisa mensetahui di mana
octada, sahut Wieline Seharusnya ia tM,i, . T
hanya nwmperkcruK mencoba mencari tahu. I" Wigline b^uVhT^' h hatus
dinetralisir." oby' y^g mendadak meng-I8n
jijfan kegiatan mencatatnya. "Apa maksudmu,
Teddy"" . -Ia harus dinetralisir. "Ia warga negara Amerika Serikat." "Aku tahu! Ia juga
membahayakan operasi. Ada presedennya. Kita sudah pernah melakukannya."
Ia tidak repot-repot memberitahu mereka apa preseden itu, tapi mereka
berasumsi, karena Teddy sering menciptakan preseden-presedennya sendiri,
tak ada gunanya mendebat lebih jauh.
Hoby mengangguk seakan berkata: Ya, kita sudah pernah melakukannya.
Wigline mengenakkan rahang dan berkata, "Kuanggap kau ingin hal ini
dilaksanakan sekarang juga."
"Secepat mungkin," jawab Teddy. "Tunjukkan rencananya padaku dalam dua
jam mendatang." Mereka mengawasi Critz ketika ia meninggalkan apartemen sewaannya dan
memulai acara jalan-jalan sore yang lama, yang biasanya disudahi dengan
beberapa gelas bir. Setelah setengah jam berjalan dengan irama langkah yang
santai, ia mengarah ke Leicester Square dan masuk ke Dog and Duck, pub yang
sama seperti yang dikunjunginya kemarin.
Ia sudah menikmati gelas kedua di ujung belar kang bar, lantai satu, ketika
bangku di sebelahnya akhirnya kosong dan seorang agen bernama Greenland
menyusup ke sana dan berteriak meminta bir.
181 "Keberatan kalau aku merokok"" tanya G fand pada Critz, yang cuma
mengangkat bahuX menjawab, "Ini bukan Amerika."
"Yankee, ya"" tanya Greenland.
"Yep." Tinggal di sini""
Tidak, cuma berkunjung." Critz memusatkan perhatian penuh pada botol-botol yang berjajar di dinding bar, menghindari kontak mata, tidak ingin
terlibat dalam percakapan. Dalam waktu singkat ia menjadi terbiasa
menikmati' kesendirian di dalam pub yang ramal Ia senang duduk saja sambil
mendengarkan celoteh cepat orang-orang Inggris dan mengetahui bahwa tak
seorang pun kenal siapa dia. Meski demikian, ia masih penasaran dengan pria
bernama Ben im. Kalau benar mereka sedang mengawasinya, mereka
melakukannya dengan baik, dengan tetap bersembunyi di dalam bayang-bayang.
Gteenland meneguk birnya dalam upaya menyamai Critz. Sangat penting
untuk bisa memesan gelas kedua pada waktu yang bersamaan. Ia
mengembuskan asap rokoknya, menambah pekatnya gumpalan awan asap di
atas mereka. "Aku sudah tinggal di sini selama satu tahun," katanya.
Critz mengangguk saja tanpa menoleh. Minggat sana.
"Aku tidak keberatan menyetir A; " i
"aiyeur di sul jalan yang
182 salah, atau cuacanya yang payah, tapi yang benar-benar bikin aku jengkel
adalah acara olahraganya. Kau pernah nonton pertandingan kriket" Lamanya
empat hari." Critz memaksa diri menggeram dan berkata, "Olahraga tolol."
"Kalau bukan kriket, ya sepak bola. Orang-orang ini tergila-gila pada kedua
olahraga itu. Aku baru melewatkan musim dingin di sini tanpa NFL. Benar-benar
sengsara." Critz adalah pemegang tiket musiman Redskins yang setia, dan hanya sedikit
hal di dunia ini yang bisa membuatnya bersemangat selain tim kesayangannya.
Greenland penggemar biasa, tapi telah melewatkan satu hari penuh menghafal
statistik di rumah persembunyian CIA di utara London. Kalau skenario football
tidak bisa membuat Critz senang, berikutnya baru politik. Kalau im juga tidak
berhasil, ada wanita berpenampilan menarik yang sudah menunggu di luar,
walau Critz tidak memiliki reputasi hidung belang.
T iba-tiba saja Critz merasa rindu kampung halaman. Duduk di pub, jauh dari
rumah, jauh dari kemeriahan Super Bowl-tinggal dua hari lagi dan pers Inggris
sama sekali tidak peduli-seolah ia bisa mendengar sorak-sorai penonton dan
merasakan kegairahannya. Kalau Redskins lolos babak ploy off, ia tidak akan
minum-minum bir di London. Ia akan
all berada di Super BowJ, di kursi 50-yard, dijamu oleh salah satu perusahaan
yang bisa diandalkan bantuannya. '^n'A
Ia berpaling pada Greenland dan bertanya, "Patriots atau Packers""
"Timku tidak lolos, tapi aku selalu menyukai NFC"
"Aku juga. Apa tim favoritmu"" Barangkah', itu adalah pertanyaan paling
fatal yang pernah diajukan Robert Critz. Sewaktu Greenland menjawab,
"Redskins," Critz sungguh-sungguh tersenyum dan ingin mengobrol. Merela
melewatkan beberapa menit menentukan latar belakang kualitas-berapa lama
masing-masing telah menjadi fans Redskins, pertandingan-pertandingan hebat
yang pernah disaksikan, pemain-pemain hebat, kejuaraan-kejuaraan Super
Bowl. Greenland memesan bir untuk mereka, dan keduanya tampak siap
membahas pertandingan-pertandingan hingga berjam-jam lamanya. Critz tidak
sering mengobrol dengan Yankee di London, dan orang ini jelas teman bicara
yang menyenangkan. Greenland minta diri dan pergi untuk mencari kamar kecil. Kamar kecil ada
di atas, seukuran letnan sapu, dengan saw lubang pembuangan seperti
kebanyakan WC di London. Ia menyeiot pintu untuk mendapatkan privasi
beberapa detik dan dengan cekatan mencabut ponsel untuk me-laporkan perkembangannya. Rencana sudah siap dilaksanakan. Tim sudah
berada di jalan di bawah, menunggu. Tiga pria dan seorang wanita yang
berpenampilan menarik. Setengah jalan menikmati birnya yang keempat, dan sambil menyatakan
ketidaksetujuan atas rasio touchdown-banding-pencega.tan Sonny Jurgensen,
Critz akhirnya merasa perlu ke kamar kecil. Ia menanyakan arah dan
menghilang. Dengan gesit Greenland mencemplungkan sebutir tablet putih
kecil Rohypnol ke dalam gelas Critz-obat bius yang kuat namun tak berasa dan
tak berbau. Ketika Mr. Redskins kembali, ia sudah segar lagi dan siap untuk
minum. Mereka mengobrol tentang John Riggins dan Joe Gibbs, dan bersenang-senang sebelum kepala Critz mulai terangguk-angguk.
"Wow," ucapnya, lidahnya mulai terasa tebal. "Sebaiknya aku pulang
sekarang. Istri sudah menunggu."
"Yeah, aku juga," kata Greenland sambil mengangkat gelasnya. "Habiskan."
Mereka mengosongkan gelas dan berdiri untuk pergi; Critz di depan,
Greenland menunggu untuk menangkapnya. Mereka berhasil melewati
kerumunan yang memadati pintu masuk dan menuju trotoar, di mana angin
dingin menyegarkan Critz, walau hanya sesaat. Ia sudah melupakan teman
barunya dan tak sampai dua puluh langkah ia pun
terhuyung-huyung di atas tungkai yang goyah, lalu -menyambar riang lampu.
Greenland menangkapnya sewaku ia jatuh, dan demi kepentingan pasangan
muda yang sedang melewatinya, ia berkata keras-keras, "Sialan, Fred, kau
mabuk lagi." Fred sudah jauh melampaui taraf mabuk Sebuah mobil muncul entah dari
*mana dan melambat di sisi trotoar. Pintu belakang terbuka, dan Greenland
menyurukkan Critz yang sudah separo mati ke kursi belakang. Perhentian
pertama adalah gudang delapan blok jauhnya. Di sana, Critz, yang sudah tak
sadarkan diri sepenuhnya, dipindahkan ke van kecil tak bertanda dengan dua
pintu di bagian belakang. Sementara Critz terbaring di lantai mobil, seorang
agen menggunakan jarum hipodecmis dan menginjeknnya dengan heroin murni
berdosis tinggi. Keberadaan heroin selalu berhasil membungkam hasil autopsi,
yang rentu saja dilakukan atas paksaan pihak keluarga.
Dengan Critz yang nyaris tak bernapas, mobil itii meninggalkan gudang dan
menuju Whitcomb Street, tak jauh dari apartemennya. Pembunuhan itu
membutuhkan tiga mobil-van itu sendiri, diikuti Mercedes besar, dan mobil
penguntit yang dikendarai orang Inggris asli, yang akan tetap di sana untuk
mengoceh dengan polisi. Tujuan utama mobil penguntit itu adalah menjaga lalu


The Broker Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lintas sejauh mungkin di belakang Mercedes.
Pada usaha ketiga, dengan ketiga pengemudi berkomunikasi satu sama kin,
dan dua agen- termasuk wanita berpenampilan menarik im-bersembunyi di
trotoar dan juga mendengarkan, pintu van didorong terbuka, Critz terguling ke
jalan, Mercedes mengincar kepalanya dan berhasil melindasnya dengan bunyi
menjijikkan, lalu semua orang pun menghilang, kecuali si orang Inggris yang
berada di mobil penguntit. Orang im menjejak pedal rem dalam-dalam,
melompat keluar, dan berlari menghampiri si pemabuk malang yang
tersandung, jatuh ke jalan, dan terlindas mobil. Kemudian ia melihat
berkeliling dengan cepat untuk mencari saksi.
Tidak ada saksi, tapi ada taksi yang sedang mendekat di sisi jalan yang lain.
Ia melambaikan tangan memintanya berhenti, dan sejenak kemudian lalu lintas
pun terhenti. Tak berapa lama, orang-orang mulai berkerumun dan polisi
datang. Si orang Inggris di mobil penguntit mungkin orang pertama di tempat
kejadian, tapi ia hampir tak melihat apa-apa. Ia hanya melihat pria tersandung
di antara dua mobil yang diparkir di sana itu, jatuh ke jalan, dan ditabrak
sebuah mobil besar berwarna hitam. Atau mungkin hijau tua. Tidak yakin apa
merek dan modelnya. Tak pernah terlintas dalam pikirannya untuk
memerhatikan nomor polisi mobil itu. Tak bisa menggambarkan-rupa si
pengemudi tabrak lari itu. Ia terlalu kaget melihat pria mabuk yang men dadak muncul di tepi
jalan. Pada saat mayat Bob Critz dinaikkan ke ambulans untuk perjalanan ke
kamar jenazah, Greenland, si wanita berpenampilan menarik, dan dua anggota
nm yang lain, sudah berada di atas kereta yang meninggalkan London dan
menuju Paris. Mereka akan berpencar selama beberapa minggu, lalu kembali ke
Inggris, basis asal mereka.
Marco menginginkan sarapan terutama karena ia bisa mencium aromanyaham dan sosis di atas panggangan, di suatu tempat jauh di dalam rumah utama
-tapi Luigi sudah gelisah ingin segera angkat kaki. "Ada tamu-tamu lain dan
semua orang makan di meja yang sama," ia menjelaskan ketika mereka tergesa-gesa melemparkan tas-tas mereka ke dalam mobil "Ingat, kau meninggalkan
jejak, dan signm itu tidak akan melupakan apa pun."
Mereka melaju di jalan pedesaan, mencari jalan utama.
"Kita pergi ke mana"" tanya Marco. "Kita libat saja nanti."
"Berhentilah mempermainkanku!" raung Marco dan Lmg, sampai berjengit.
"Aku manusia bebas yang bisa turun dari mobil ini kan3n ". i mau!" *apan pun
aku "Ya, tapi-" "Jangan sok mengancam! Setiap kali aku bertanya, kau memberiku ancaman
samar bahwa aku tidak akan bertahan hidup sampai dua puluh empat jam kalau
sendirian. Aku ingin tahu apa yang terjadi. Kita mau ke mana" Berapa lama kita
akan berada di sana" Berapa lama lagi kau akan bersamaku" Beri aku jawaban,
Luigi, atau aku akan menghilang."
Luigi berbelok ke jalan empat jalur dan sebuah rambu jalan menyatakan
Bologna berada tiga puluh kilometer jauhnya dari sana. Ia menunggu
ketegangan mengendur sedikit, lalu berkata, "Kita akan ke Bologna selama
beberapa hari. Ermanno akan menjumpai kita di sana. Kau akan melanjutkan
pelajaranmu. Kau akan ditempatkan di rumah persembunyian selama beberapa
bulan. Lalu aku akan menghilang dan kau sendirian." "Terima kasih. Apa
sulitnya menjelaskan itu"" "Rencana berubah." "Aku tahu Ermanno bukan
mahasiswa." "Dia mahasiswa. Dia juga-bagian dari rencana." "Kau tahu betapa
konyolnya rencana itu" Pikirkanlah, Luigi. Seseorang menghabiskan waktu dan
uang untuk mengajariku bahasa asing dan budaya asing. Kenapa aku tidak
dinaikkan ke pesawat kargo lagi dan dibuang ke suatu tempat seperti Selandia
Baru"" "Itu ide bagus, Marco, tapi bukan aku yang me nentukan.
"Marco dengkulmu. Setiap kali aku menatap cer-min dan mengucapkan
Marco, aku ingin tertawa."
"Ini bukan lelucon. Kau kenal Robert Critz""
Marco terdiam sejenak. "Aku pernah bertemu dia beberapa kali selama
tahun-tahun itu. Tidak pernah menggunakan dia. Cuma budak politik, seperti
aku." "Sahabat dekat Presiden Morgan, kepala staf, direktur kampanye."
1afcT "Ia dibunuh semalam di London. Berarti ia orang kelima yang mari karena
kau-Jacy Hubbard, tiga pemuda Pakistan itu, sekarang Critz. Pembunuhan-pembunuhan im belum berhenti, Marco, dan belum akan berhenti. Bersabarlah
denganku. Aku h anya berusaha melindungimu-"
Marco mengenyakkan kepalanya di sandaran kepala dan memejamkan mata.
Ia tidak bisa mengaitkan potongan-potongan teka-teki im.
Mereka keluar dan jalan raya dan berhenti untuk mengisi bahan bakar. Luigi
kembali ke mobil sambil membawa dua cangkir kecil kopi kental. "Kopi untuk
dibawa," kata Marco senang. "Kusangka penghujatan semacam itu dilarang di
Italia." "Makanan cepat saji sudah mulai menjalar masuk. Sungguh menyedihkan,"
"Salahkan saja Amerika. Semua orang juga melakukannya kok."
Tak berapa lama kemudian, mereka sudah tersendat-sendat di antara lalu
lintas jam padat di pinggiran kota Bologna. Luigi berkata, "Mobil-mobil terbaik
kami dibuat di sekitar sini, kau tahu. Ferrari, Lamborghini, Maserati, mobil-mobil hebat itu."
"Aku boleh dapat satu"" "Sori, tidak masuk dalam anggaran." "Apa tepatnya
yang masuk dalam anggaran"" "Kehidupan tenang yang bersahaja." "Sudah
kuduga." "Jauh lebih mendingan daripada yang terakhir
kaualami." Marco menyesap kopinya dan mengamati lalu "lintas. "Kau dulu kuliah di
sini, bukan"" "Ya. Universitas itu sudah seribu tahun usianya. Salah satu yang terbaik di
dunia. Nanti akan kutunjukkan padamu."
Mereka memisahkan diri dari keramaian dan membelok ke daerah
pemukiman yang jalannya berbatu-batu. Jalanannya menjadi lebih pendek dan
sempit, dan Luigi tampaknya mengenal tempat ini dengan baik. Mereka
mengikuti rambu-rambu yang mengarahkan mereka ke pusar kota, dan
universitas. Tiba-tiba Luigi membanting setir, melompat ke atas trotoar, dan
menyusupkan Fiat itu di celah sempit
yang hampir rak cukup lebar untuk sepeda mot0t "Ayo kita makan sesuatu,"
ajaknya, dan begitu berhasil menyusup keluar dari mobil, mereka pm, berjalan
di trotoar dan bergegas menembus udara yang dingin.
Tempat persembunyian Marco berikutnya adalah hotel suram beberapa blok
jauhnya dari tepi luar kota tua. "Sudah ada gejala pemotongan anggaran,"
gumam Marco sambil membuntuti Luigi melalui lobi yang sumpek ke arah
tangga. "Untuk beberapa hari saja," kata Luigi.
"Lalu apa"" Marco kerepotan menaikkan tas-tasnya di tangga yang sempit.
Luigi tidak membawa apa-apa. Untung saja kamarnya ada di lantai dua, ruang
kecil dengan ranjang mungil dan tirai yang' sudah berhari-hari tidak dibuka.
"Aku lebih suka Treviso," ujar Marco sambil memandangi dinding.
Luigi menyibakkan tirai. Sinar matahari tak banyak membantu. "Lumayan
kok," katanya, tanpa keyakinan.
"Se\ penjaraku masih lebih mendingan." "Kau banyak mengeluh." "Untuk
alasan yang tepat." "Berbenahlah. Aku akan . ...
i t,__Zv!"1 men"nuimu di bawah
sepuluh menit lagi. Ermanno sudah m
suaan menunggu. Ermanno kelihatan sama terguncangnya dengan Marco akibat perubahan
lokasi yang amat mendadak. Ia bingung dan gugup, seolah telah berusaha
menyusul mereka sepanjang malam dari Treviso. Mereka berjalan bersamanya
beberapa blok menuju bangunan apartemen yang tak terpelihara. Tak terlihat
tanda-tanda adanya lift, jadi mereka mendaki empat lantai dan memasuki flat
kecil dua kamar, yang bahkan memiliki lebih sedikit perabot dibandingkan
apartemen di Treviso. Ermanno jelas telah mengemasi barang-barangnya
dengan terburu-buru, dan berbenah lebih cepat lagi.
"Tempat tinggalmu lebih buruk daripadaku tempatku," komentar Marco
sambil melihat berkeliling.
Di meja kecil tersebar bahan-bahan pelajaran yang mereka gunakan hari
sebelumnya, sudah menunggu beraksi lagi.
"Aku akan kembali saat makan siang," kata Luigi, dan seketika itu
menghilang. "Andiamo a studiare," tandas Ermanno. Mari kita belajar.
"Aku sudah lupa semuanya."
"Tapi kemajuan kita sudah bagus kemarin."
"Tak bisakah kita pergi ke bar saja untuk cari minum" Aku benar-benar
sedang tidak kepingin melakukan ini." Namun Ermanno telah menempatkan diri
di seberang meja dan membuka
buku manualnya. Dengan enggan Marco men bil tempat di kursi di
depannya. ^ Makan siang dan makan malam berlangsung tarm, kesan. Mereka hanya
makan seadanya di trattotk gadungan, versi Italia untuk rumah makan cepat
saji. Suasana hari Luigi sangat buruk dan di, berkeras, beberapa kali dengan
agak ngotot, agar mereka hanya bicara dalam bahasa Ita
lia. Luigi bicara perlahan, dengan jelas, dan mengulang kata-katanya sampai empat kali supaya
Marco benar-benar mengerti, lalu melanjutkannya dengan kalimat berikut.
Mustahil bisa menikmati makanan dalam suasana yang begitu menekan.
Pada tengah malam, Marco berbaring di ranjangnya, di dalam kamarnya
yang dingin, terbungkus rapat dalam selimut tipis, menyesap jus jeruk yang
dipesannya sendiri, dan berusaha menghafal daftar demi daftar kata kerja dan
kata sifat. V gaangan yang telah dilakukan Robert Critz rj"" ia *b"nuh oleh orang-orang
yang boleh itu SSedans mcncari Joel Backman" Pertanyaan ganjU untuk
majukan. Ia tak cS/f^f 'awab*nnya. Ia beranggap hukuman itu dT* J"4* ^putusan
pengampun"" memilua kernam m*1Uan presiden Morgan tak PUan unt"k
mengambil keputu"""
194 itu sendiri. Namun, di lain pihak, sulit sekali membayangku! Critz terlibat pada
aras yang lebih tinggi. Telah berpuluh-puluh tahun ia membuktikan ^jnya tak
lebih dari sekadar pelaksana yang baik ft^ya sedikit orang yang percaya
kepadanya. Tetapi jika masih ada orang-orang yang bertumbangan, sangat penting bagi
Marco untuk mempelajari kata kerja dan kata sifat yang berserakan di
ranjangnya. Kemampuan bahasa berarti kemampuan untuk bertahan hidup, dan
mobilitas. Luigi dan Ermanno tak lama lagi akan pergi, dan Marco Lazzeri harus
bisa berjuang sendiri. 195 12 Marco membebaskan diri dari kamar-atau "apartemen" begitu sebutannyayang menyaat kari, dan berjalan-jalan cukup jauh pada pagi han saat matahari
baru saja terbit. Trotoar hamp sama Iembapnya dengan udara yang menggigil
Berbekal peta saku yang diberikan Luigi padanya semua dalam bahasa Italia
tentu saja, ia berjalan menuju kota tua, dan begitu melewati reruntuhan
o^nding-dmding kuno Porta San Domto, ia pu mengarah ke batat di Via Irnerio,
di tepi utara kawasan universitas di Bologna. Trotoar di sana sudah berabad-abad usianya dan dinaungi port" melengkung yang tampak bermil-mil
panjangnya Terlihat jelas bahwa kehidupan di kawasan u1"' versitas itu dimulai
agak siang. Hanya seseW ada mobil lewat, diikuti satu-dua sepeda, tapi lal"
lintas pejalan kaki masih terlelap. Luigi pernah f menerangkan bahwa dalam
sejarah Bologna memiliki kecenderungan yang bersifat kiri, komunis. Sejarah
yang amat kaya, dan Luigi berjanji akan menjelaskan lebih jauh kepadanya.
Di depan, Marco melihat tanda neon hijau kecil yang mengiklankan Bar
Fontana, dan ketika berjalan ke sana ia langsung mencium aroma kopi yang
kuat. Bar itu terjepit di sudut bangunan kuno-tapi kenyataannya semua
bangunan di sana memang sudah kuno. Pintu terbuka dengan enggan,
dan'begitu berada di dalam, Marco nyaris tersenyum mencium aromanya-kopi,
rokok, pastri, sarapan yang sedang dipanggang di belakang. Lalu datanglah rasa
takut, kebimbangan seperti biasa ketika hendak memesan sesuatu dalam
bahasa asing. Bar Fontana bukan tempat untuk mahasiswa, ataupun wanita. Pengunjung-pengunjungnya sebaya dengannya, lima puluh tahun ke atas, dengan dandanan
yang sedikit nyentrik, serta cukup banyak pipa serta jenggot yang menandainya
sebagai tempat bersantai para dosen dan pengajar. Satu-dua orang meliriknya,
namun di tengah universitas dengan seratus ribu mahasiswa, sulir bagi siapa
pun untuk menarik perhatian orang lain.
Marco mendapatkan meja kecil terakhir di belakang, dan ketika akhirnya ia
sudah nyaman di 197 posisinya dengan punggung menghadap dindi, .boleh dibilang ia duduk
berdempetan deng tetangga-tetangganya yang baru, keduanya jam sama
tenggelam dalam koran pagi dan seperanj tak seorang pun memerhatikannya.
Dalam sak satu ceramah Luigi tentang kebudayaan Italia, i menjelaskan konsep
ruang di Eropa, dan bagai mana konsep tersebut sangat berbeda dengan
pemahaman Amerika. Di Eropa, ruang tersebut dibagi dengan orang lain, tidak
dilindungi dari orang lain. Orang-orang berbagi meja, dan berb; udara, karena
jelas tak seorang pita keberatan dengan asap rokok Mobil, rumah, bus,
apartemen kafe-begitu banyak aspek penting kehidupan yang terlalu sempit,
sehingga berdesakan, dan oJeh sebab ku harus dibagi dengan rela. Percakapan
h antarteman yang berlangsung dengan hid
ung nyaris bersentuhan tidak akan
dianggap tak sopan, karena tidak ada ruang pribadi yang dilanggar. Berbicara
dengan gerak rangan, pelukan, rangkulan, bahkan ciuman sesekali.
Bagi orang Amerika, bahkan untuk ukuran orang yang cukup ramah,
kedekatan seperti itu sangat sulit dimengerti.
Marco pun belum siap menyerahkan banyak ruang untuk dibagi. Diambilnya
menu yang sudah kusut di meja, dan dengan cepat ia memilih j makanan
pertama yang dikenalnya. Ketika pe- j
198 layan berhenti dan menunduk meliriknya, ia berkata, dengan gaya sesantai
mungkin yang bisa f dikerahkannya, "Espresso, e un panino al formaggio."
[ Sandwich keju kecil. Pelayan mengangguk mengerti. Tak seorang [ pun melirik karena mendengar
bahasa Italia-nya j yang beraksen. Tidak ada koran yang diturunkan [ untuk
melihat siapa yang tadi berkata-kata. Tak [ ada yang peduli. Mereka biasa
mendengar aksen : asing sepanjang waktu. Sewaktu meletakkan menu kembali
ke meja, Marco Lazzeri memutuskan ia mungkin menyukai Bologna, bahkan bila
terbukti tempat ini adalah sarang Komunis. Dengan begitu banyaknya
mahasiswa dan pengajar datang dan pergi, dan berasal dari seluruh penjuru
dunia, orang asing diterima sebagai bagian kebudayaan. Barangkali malah unik
bila orang memiliki aksen dan cara berpakaian yang berbeda. Barangkali tidak
masalah juga terang-terangan menyatakan diri sedang mempelajari bahasa.
Satu pertanda orang asing adalah ia mengamati segalanya, matanya
jelalatan kian kemari seolah tahu ia telah melanggar garis kebudayaan lain dan
tidak ingin ketahuan. Marco tidak akari tertangkap basah sedang mengamati
keadaan di Bar Fbnrana. Ia mengeluarkan buklet daftar kosa kata dan dengan
sekuat tenaga berusaha mengabaikan orang-orang dan pemandangan yang ingin
diamatinya. 3" Kan kerja, kara kerja, kata kerja. Ermanno seJa| berkata bahwa untuk
menguasai bahasa Italia, atau bahasa Romawi pada umumnya, orang harus
mengetahui kara kerja. Daftar itu memuat seribu kata kena dasar, dan
JErmanno menyatakan itu adalah titik berangkat yang baik.
Meski menghafal luar kepala amadah menjemukan, anehnya Marco senang
melakukannya, h mendapatkan kepuasan dalam menghafal cepat empat
halaman-seratus kata kerja, atau kata benda, atau apa pun juga-dan tak
melewatkan satu pun. Kalau ia melakukan satu kesalahan, atau keliru
mengucapkan, ia akan kembali dari awal dan menghukum dirinya dengan
mengulang semuanya. Ia telah menaklukkan tiga ratus kata kerja ketib kopi dan
sanduAch-nya datang, la menyesap kopinya, kembali bekerja seolah makanan
itu kurang penting dibandingkan kosa katanya, dan sedang melewati angka
empat ratus ketika Rudolph datang.
Kursi di seberang meja bundar Marco kosong, dan itu menarik perhatian


The Broker Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang lelaki gemuk j pendek, yang mengenakan pakaian hitam pudar sekujur
badan, dengan rambut kelabu ikal tebal yang mencuat dari seluruh bagian
kepalanya, beberapa nyark tak bisa ditahan baret hitam yang entah bagaimana
berha.il map bertengger di atii "m. ****** " libera"" \a berunya sopan, me- i
nun/uk kurs, kosong tersebut. Marco tidak terlalu
jtin dengan apa yang dikatakannya, tapi jelas mengerti apa yang ia
inginkan. Lalu ia menangkap f fata "Hberu" dan berasumsi itu berarti "bebas"
atau ! "kosong". "Si," kata Marco, berhasil mengucapkannya tanpa aksen. Lalu pria itu
melepas mantel hitamnya yang panjang, menyampirkanhya di kursi, dan
beringsut mencari posisi. Ketika akhirnya orang itu duduk, jarak di antara
mereka tak sampai semeter jauhnya. Konsep ruang memang berbeda di sini, f
Marco terus-menerus mengingatkan diri. Pria itu meletakkan koran L'Unitk di
meja, membuat mejanya bergoyang-goyang. Sejenak Marco mengkhawatirkan
espresso-nya. Untuk menghindari percakapan, ia membenamkan wajah semakin
jauh dalam daftar kosa kata Ermanno.
"Amerika"" tanya kawan barunya, dalam bahasa Inggris yang tidak beraksen
asing. Marco menurunkan bukletnya dan memandang mata yang berbinar tak jauh
darinya. "Cukup dekat. Kanada. Bagaimana kau tahu""
Orang itu mengangguk ke arah buklet itu dan berkata, "Kosa kata bahasa
Inggris-Itatia. Kau tidak kelihatan seperti onne insoria /adi kupikir kau oran
g Amerika, mungkin bukan berasal dari Upper
seperti orang Inggris, /a
Menilai aksennya, orang itu Midwest. Bu-Total ."u New Orleans. Setelah hampir seluruh negara bagj^ disisihkan, Marco mulai
menduga California. (W ta mulai merasa sangar trugup. Kebohongan in, akan
segera dimulai, dan ia belum cukup banvafc berkali.
"Dan kau dui mana"" ia bertanya.
"ftrhenrian terakhir Austin, Texas. lapi itu sudah tiga puluh tahun yang lalu.
Namaku Rudolph." "Selamat pagi, Rudolph, senang berkenalan de- ] aganmu. Aku Marco."
Mereka seperti murid taman | kanak-kanak yang tidak membutuhkan nama
keluarga "Kau tidak kedengaran seperti orang Texas."
"Syukurlah." u/ar orang itu sambil tertawa menye- I nangkan, nyaris tak
memperlihatkan mulurnya. 1 "Asli San Francisco."
Pelayan darang dan Rudolph memesan kopi f hitam, lalu sesuaru yang lain
dalam bahasa Italia j yang cepat Pelayan itu membalas, diikuti Rudolph f lagi,
dan Marco cak memahami separah kara pun yang mereka ucapkan. J
^P* yang membawamu ke Bologna"" tanya f Rudolph. Sepertinya ia ingin
sekali bercakap-cakap: mungkin tidak sering ia bisa menyudutkan sesama I
"raMarcTrika ,Jta,a * daJam kafe iritnya.
lihat pemandang J*" Scli"na setah""' m<"n* I nyx- w' "ennaha mempelajari
bahan Separo wajah Rudolph tertutup cambang kelabu " aJt terurus yang tumbuh
cukup tinggi di tulang II pipinya dan terus mencuat ke segala arah. Sebagian f besar hidungnya
masih kelihatan, begitu pula sebagian mulurnya. Entah untuk alasan aneh apa,
alasan yang tak akan pernah dipahami siapa pun karena tak akan ada orang
yang berani mengajukan pertanyaan sekonyol itu, Rudolph memiliki kebiasaan
mencukur daerah bundar kecil di bawah bibirnya, termasuk sebagian besar
dagu sebelah atas. Selain area keramat tersebut, jenggot dan cambang liar itu
diizinkan tumbuh bebas dan sepertinya tak tersentuh sabun juga. Bagian atas
kepalanya pun tak jauh berbeda- segumpal sesemakan kelabu terang yang rak
pernah terjamah, muncrat dari seputar topi baretnya.
Karena begitu banyak karakter wajahnya yang terhalang dari pandangan,
matanyalah yang mendapat perhatian penuh. Kedua mata itu hijau tua dan
memancarkan sinar yang, dari bawah alis lebar, memerhatikan segalanya.
"Berapa lama di Bologna"" tanya Rudolph. "Baru sampai di sini kemarin. Aku rida
k punya jadwal. Dan kau, apa yang membawamu kemari" Marco ingin segera
membelokkan percakapan menjauh dari dirinya.
Kedua mata itu menari-nari dan tak pernah berkedip. "Sudah tiga puluh
tahun aku tinggal di sini. Aku profesor di universitas-AHumya Marco menggigit sandwich kejunya, se. bagian karena lapar, rapi
yang lebih penting untuk membiarkan Rudolph terus bicara.
'Di mana rumahmu" ia bertanya.
Mengikuti skenario, Marco menjawab, Toronto. Kakek-nenekku berimigrasi
dari Milan. Aku memiliki darah Italia rapi tidak pernah mempelajari
bahasanya.* Tidak sulit kok," ujar Rudolph, kemudian kopinya datang. Dipegangnya
cangkir kecil itu dan disurukkannya dalam-dalam ke jenggotnya. Rupanya
cangkir mi berhasil menemukan mulurnya, la mendecakkan bibir dan
mencondongkan tubuh ke depan seperti hendak bicara. "Kau tidak kedengaran
seperti orang Kanada," kata Rudolph, mata itu tampak seperti
menertawakannya. Marco sudah berjuang keras berpenampilan, bertingkah, dan berbicara
seperti orang halia, la bahkan tidak punya waktu untuk memikirkan apakah
dirinya bergaya seperti orang Kanada. Bagaimana sebenarnya gaya Kanada itu"
Ia menggigit utndvnch-ttfa lagi, besar-besar, dan dengan mulut penuh ia
berkata, "Apa dayaku" Bagaimana kau bisa sampai di sini dari Austin""
"Ceritanya panjang"
Marco mengangkat bahu c"nUk s l i.
e" "anu seolah ia punya banyak
sekali waktu. ' "Aku dulu mengajar 8ebagai ^ ^ ^
Fakultas Hukum University of Texas. Sewaktu ' mereka memergoki aku
Komunis, mereka mulai menekanku agar pergi. Aku melawan. Mereka balas
melawan. Kata-kataku semakin keras, terutama di dalam kelas. Komunis tidak
punya banyak tempat " di Texas pada awal tahun tujuh puluhan, dan aku tak
yakin sekarang pun keadaannya jauh berbeda. Mereka tidak memberiku status
pengajar tetap, menyuruhku hengkang dari
sana, jadi aku datang ke Bologna,
jantung komunisme Italia."
"Kau mengajar apa di sini""
Turispridensi. Hukum. Teori-teori legal sayap-kiri radikal."
Semacam brioche bertabur gula halus muncul dan Rudolph melahap
separonya dengan gigitan pertama. Remah-remah bertaburan dari kedalaman
jenggotnya. "Masih jadi Komunis"" tanya Marco.
Tentu saja. Selalu. Mengapa aku harus berubah""
"Karena sepertinya sudah mandek, bukan" Ternyata bukan gagasan yang
terlalu bagus. Maksudku, lihat saja kekacauan yang dialami Rusia akibat Stalin
dan warisannya. Dan Korea Utara, mereka kelaparan di sana sementara
diktatornya membuat hulu-hulu ledak nuklir. Kuba ketinggalan lima puluh
tahun dari seluruh dunia. Sandinista kalah dalam pemilihan di Nikaragua. Cina
berpaling ke kapitalisme pasar bebas karena sistemnya yang lama gagal total. Gagasan
itu tidak berhasil, bukan""
Brioche itu jadi kehilangan daya tariknya; kedua mata yang hijau itu
menyipit. Marco bisa melihat datangnya pidato panjang penuh kemarahan,
mungkin ditingkahi sumpah serapah dalam bahasa Inggris dan Italia. Ia melirik
cepat ke sekelilingnya dan menyadari besar kemungkinan jumlah Komunis di
Bar Fontana cukup banyak untuk mengalahkannya.
Lagi pula, apa yang telah diberikan kapitalisme padanya"
Dengan sikap yang pantas mendapat pujian, Rudolph tersenyum dan
mengangkat bahu, lalu berkata dengan perasaan penuh nostalgia, "Barangkali
demikian, tapi jelas mengasyikkan menjadi Komunis tiga puluh tahun yang lalu,
terutama di Texas. Masa-masa yang menyenangkan."
Marco mengedikkan kepala ke arah surat kabar dan berkata, "Sering baca
koran dari kampung halaman""
"Kampung halamanku di sini, kawan. Aku sudah j menjadi warga negara
Italia dan belum pernah kembali lagi ke Amerika sejak dua puluh tahun lalu."
Backraan lega. Ia belum pernah melihat surat kabar Amerika sejak
dibebaskan, namun ia beranggapan ada liput" tentang dirinya. Mungkin juga
foto-foto lama. Masa . . Mardo bertanya-tanya sendiri, seperti itukah masa" depannya nantikewarganegaraan Italia. Kalaupun ia diberi kewarganegaraan. Dua puluh tahun
mendatang, apakah ia masih terus menjelajah Italia, tak lagi menoleh ke
belakang tapi senantiasa memikirkannya"
"Kau 'bilang 'kampung halaman'," sela Rudolph. "Itu Amerika Serikat atau
Kanada"" Marco tersenyum dan mengangguk ke tempat yang jauh. "Di sana, kurasa."
Kesalahan kecil, tapi seharusnya tidak terjadi. Untuk mengdihkan pembicaraan
dengan cepat, ia berkata, "Ini kunjungan pertamaku ke Bologna.' Aku tidak tahu
tempat ini adalah pusat komunisme di Italia."
Rudolph menurunkan cangkirnya dan mencecap bibirnya yang agak
tersembunyi. Lalu dengan kedua tangan ia menyibakkan jenggotnya perlahan
ke belakang, sangat mirip kucing tua yang menjilati bulunya. "Bologna itu
bermacam-macam, kawan," ujarnya, seolah sebentar lagi dimulailah kuliah
yang panjang. "Tempat ini selalu menjadi pusat kebebasan berpikir dan
aktivitas intelektual di Italia, yang memberinya nama pertama, la dotta, yang
berarti berpendidikan. Lalu ia menjadi markas politik kiri dan mendapatkan
sebutannya yang kedua, la rosso, merah. Dan Bolognesi tak pernah setengah-setengah kalau menyangkut makanan. Mereka yakin, dan mereka mungkin
benar, bahwa tempat ini adalah perut Italia. Karenanya, muncul-lah sebutan ketiga, la
grassa, lemak, panggilan yang ramah karena kau tidak akan banyak melihat
orang gemuk di sini. Kalau aku, aku sudah gemuk ketika datang."' Dengan
bangga ditepuk-tepuknya perutnya dengan sebelah tangan, sementara tangan
yang lain menghabiskan brioche-nya.
Pertanyaan yang menakutkan seketika menguasai Marco: Mungkinkah
Rudolph bagian dari dengung statis" Apakah ia rekan satu tim Luigj, Ermanno,
Stennet, dan siapa pun yang ada di balik bayang-bayang berusaha keras
menjaga Joel Backman tetap j hidup" Tidak mungkin. Pasti ia seperti apa yang
dikarakannya--profesor. Orang aneh, eksentrik, Komunis tua yang menemukan
kehidupan yang lebih baik di tempat lain.
Pikiran itu berlalu, namun tak sepenuhnya dilupakan. Marco menghabiskan
sandwich kecilnya dan memutuskan mereka sudah banyak bicara. Tiba-tiba ia
harus mengejar kereta untuk pergi melihat-lihat lagi. Ia berhasil membebaskan
diri dan meja dan mendapat ucapan selamat berpisah yang menyenangkan dari
Rudolph. "Aku datang kemari setiap pagi" ujarnya. "Datanglah lagi kalau kau
punya banyak waktu."
"Grazie,"ktta Marco. "Arrivederci." Di luar kafe, Via Irnerio mulai menggeliat
hidup i ketika mobil-mobil oeneanM.. ~. .t " . i, i pengantar memulai trayek-nya. Dua pengemudi saling berteriak, mungkin melontarkan ejekan
antarteman yang tak akan dipahami Marco. Ia bergegas pergi menjauh dari kafe
tersebut kalau-kalau terpikir oleh si Rudolph tua untuk menanyakan sesuatu
padanya dan mengejarnya ke luar. Ia berbelok di jalan kecil, Via Capo di Lucca
-ia melihat bahwa jalan-jalan itu memiliki tanda yang jelas dan mudah
ditemukan di petanya-dan menempuh jalur berliku-liku menuju pusat. Ia
melewati kafe lain yang tampak nyaman, lalu mundur kembali dan masuk untuk
menikmati secangkir cappuccino.
Tak ada Komunis yang mengusiknya di sana, tak seorang pun memerhatikan
dia. Marco dan Joel Backman menikmati saat itu-minuman kuat yang nikmat,
udara yang hangat dan padat, tawa pelan meteka yang bercakap-cakap. Saat
itu, tak seorang pun di dunia tahu di mana tepatnya ia berada, dan perasaan
itu sungguh" menggairahkan.
Atas desakan Marco, sesi pelajaran pagi itu dimulai pada pukul delapan,
bukannya tiga puluh menit kemudian. Ermanno, si mahasiswa, masih
membutuhkan jam-jam tidur nyenyak yang panjang, tapi ia tidak membantah
kehendak keras muridnya. Marco datang pada setiap sesi dengan daftar kosa
kara yang sudah dihafal dengan baik, dialog-dialog
situasional telah disempurnakan, dan hasratnya yang mendesak untuk
menyerap bahasa tersebut nyaris tak terbendung. Pada suatu ketika ia
mengusulkan mereka mulai pukul tujuh pagi.
Pada pagi hari ia bertemu Rudolph, Marco belajar tekun selama dua jam
tanpa henti, lalu tiba-tiba berkata, "Vorrei vedere luniversita." Aku ingin
melihat universitas. "Quando"" tanya Ermanno. Kapan" "Adesso. Andiamo a fare
una passeggiata." Sebiang. Mari kita berjalan-jalan.
"Perm che dobbiamo studiare." Kurasa sebaiknya kita belajar.
"SL Possiamo studiare a camminando." Kita bisa belajar sambil berjalan-jalan.
Marco sudah berdiri, mengambil mantelnya. Mereka meninggalkan bangunan
yang muram itu dan berjalan ke arah universitas.
"Quota via, come si chiafna"" tanya Ermanno. Apa nama jalan ini"
"B Via Donari," sahut Marco tanpa mencari tanda jalan tersebut. o$M
Mereka berhenti di depan toko kecil yang padat dan Ermanno bertanya,
"Che tipo di negozio e questo"" Toko apa ini"
"Una tabbacheria,"'Toko tembakau.
"Che cosa puoi comprare in questo negozio"" Api yang bisa kaubeli di sini"
"Poso comprare molte cose. Giornali, riviste, kncobolli, sigarette." Aku bisa
membeli banyak batang. Surat kabar, majalah, prangko, rokok.
Sesi pelajaran itu menjadi permainan tebak-tebakan nama benda. Ermanno
menuding dan bertanya, "Cosa k quello"" Itu apa" Sepeda, polisi, mobil bim, bus
kota, bangku, tong sampah, mahasiswa, bilik telepon, anjing kecil, kafe, toko
kue. Kecuali tiang lampu, Marco menjawab semuanya dalam bahasa Italia
dengan cepat. Juga semua kata kerja yang penting-berjalan, berbicara,
melihat, belajar, membeli, berpikir, mengobrol, bernapas, makan, minum,
bergegas, mengemudi-daftarnya tak kunjung henti dan Marco bisa
menerjemahkan semua dengan baik.
Beberapa menit selewat pukul sepuluh, universitas pun mulai tampak hidup.
Ermanno menjelaskan kampus pusat, tidak ada bangunan segi empat bergaya
Amerika dengan pepohonan di tepinya. Universita degli Studi dapat ditemukan
di puluhan bangunan tua yang kokoh, beberapa sudah berusia lima ratus tahun,
sebagian besar memenuhi Via Zamboni dari ujung ke ujung, walaupun seiring
abad-abad berlalu, sekolah itu telah berkembang dan sekarang memenuhi
seluruh bagian kota Bolegna.
Pelajaran bahasa Italia dilupakan sepanjang satu-dua blok sementara
mereka tersapu gelombang para mahasiswa yang bergegas ke dan dari kur ] mereka. Marco mendapati
dirinya mencari se0r pria tua dengan rambut kelabu terang--si KonuJ
favoritnya, kenalannya yang pertama sejak ia keW dari penjar
a. Ia sudah memutuskan untuk menemui Rudolph lagi.
Di Via Zamboni 22, Marco berhenti dan menatap papan nama di antara pintu
dan jendela: FACOITA DI GIURISPRUDENZA.
"Apakah ini fakultas hukum"" tanya Marco.
"51" Rudolph ada di suatu tempat di dalam, tak ragu lagi sedang menyebarkan
pandangan sayap-kiri di antara para mahasiswanya yang mudah percaya.
Mereka terus berjalan dengan langkah santai, tak terburu-buru sembari
meneruskan permainan tebak nama dan menikmati energi yang menguar di
jalan. 13 Lezione-a-piede, atau terjemahan bebasnya "pelajaran sambil berjalan-jalan", dilanjutkan keesokan bannya ketika Marco sudah muak dengan pelajaran
tata bahasa membosankan yang dipelajari langsung dari buku teks, dan ia
menuntut mereka pergi berjalan-jalan lagi.
Mo, deve imprare la grammatica," Ermanno ber-keras. Kau harus
mempelajari tata bahasa. Marco sudah mulai mengenakan mantelnya. "Di "tulah letak kesalahanmu,
Ermanno. Aku membutuhkan percakapan sungguhan, bukan struktur kalimat."
"Sono io l'insegnante." Akulah gurunya.
"Ayo. Andiamo. Bologna sudah menunggu. Jalanan dipenuhi anak muda yang
bahagia, udara terasa hidup oleh bunyi bahasamu, semua me-. """SB" """U* kuserap." Sewaktu Ermanno ragu. ragu, Marco tersenyum
padanya dan berkata, "Kumohon, kawan. Aku pernah dikurung dalam' sel kecil
seukuran apartemen ini. Kau tidak bisa mengharapkanku mendekam saja di
sini. Di luar sana ada kota yang meriah. Mari kita menjelajahinya3
Di luar udara bersih dan sejuk, tak ada awan sedikit pun, suatu hari di
musim dingin yang indah, yang menarik semua Bolognesi berdarah merah untuk
keluar membereskan urusan-urusan mereka dan mengobrol panjang-lebar


The Broker Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan teman-teman lama. Kantong-kantong pembicaraan yang intens j pun
terbentuk ketika para mahasiswa dengan mata mengantuk saling menyapa dan
ibu-ibu rumah tangga berkumpul untuk bertukar gosip. Pria-pria tua yang
mengenakan mantel dan dasi berjabat tangan lalu berbicara bersamaan. Para
pedagang di jalan berteriak-teriak mempromosikan penawaran terbaru mereka.
Namun bagi Ermanno, ini bukan acara jalan-jalan santai di taman. Kalau
muridnya menginginkan percakapan, ia jelas akan mendapatkannya. Ia
menunjuk seorang polisi dan berkata pada Marco, dalam bahasa Italia tentu
saja, "Datangi polisi itu dan tanyakan arah ke Piazza Maggiore. Pastikan arah
yang benar, lalu jelaskan padaku "
Marco berjalan lambat-lambat, membisikkan be-berapa kata pada diri sendiri, berusaha mengingat kata-kata lain. Selalu
mulai dengan senyum dan sapaan yang tepat. "Buon giorno," katanya sambil
menahan napas. "Buon giorno, "jawab polisi tersebut.
"Mi pud aiutare"" Dapatkah Anda membantuku"
"Certamente." Tentu saja.
"Sono Canadese. Non parlo molto bene." Aku orang Kanada. Aku tidak bisa
berbahasa Italia dengan lancar.
"Altera." Oke. Polisi itu masih tersenyum, sekarang agak bersemangat ingin
menolong. "Dove la Piazza Maggiore"" Polisi itu menoleh dan menatap
kejauhan, ke arah pusat kota Bologna. Ia berdeham dan Marco menyiapkan diri
mendengar rentetan penjelasan. Tak jauh dari situ, Ermanno ikut
mendengarkan setiap patah kata yang diucapkan.
Dengan irama yang lambat dan indah, polisi itu menjelaskan dalam bahasa
Italia, dan tentu saja menunjuk-nunjuk seperti yang biasa mereka lakukan.
'Tidak terlalu jauh. Ambil jalan ini, beloklah di tikungan pertama ke kanan,
yaitu Via Zamboni, lurus saja terus sampai Anda melihat dua menara. Beloklah
di Via Rizzoli, dan berjalanlah sejauh tiga blok."
Marco menyimak sebisa mungkin, lalu berusaha.
mengulang setiap kalimat. Polisi itu dengan sabar mengulang dari depan.
Marco mengucapkan terima kasih padanya, mengulang sedapatnya pada dirinya
sendiri, lalu menumpahkannya lagi pada Ermanno. "Non ce male," komentar
Ermanno. Tidak buruk. Bagian yang menyenangkan baru dimulai. Marco
menikmati kemenangan kecilnya, Ermanno mencari-cari tutor berikut yang tak
tahu apa-apa. Ia menemukan lelaki tua berjalan tersaruk-saruk dengan tongkat
dan mengepit surat kabar tebal. "Tanyakan padanya di mana ia membeli koran
itu," perintah Ermanno kepada muridnya.
Marco tidak tergesa-gesa, mengikuti pria tua itu beb
erapa langkah, dan ketika menurutnya ia sudah menemukan kata-kata yang tepat, ia berkata,
"Buon giorno, scusi." Lelaki tua itu berhenti dan melotot, sesaat ia tampak
seperti hendak mengangkat tongkatnya dan mengayunkannya ke kepala Marco.
Ia tidak membalas sapaan formalitas "Buon giorno".
"Dove ha comprato questo giornale"" Di mana Anda membeli surat kabar itu"
Si kakek menatap surat kabarnya seolah itu benda terlarang, lalu menatap
Marco seakan menjatuhkan kutukan ke atasnya. Ia mengedikkan kepala ke
sebelah kiri dan mengatakan sesuatu seperti, "Di sana." Dan percakapan pun
usai. Sementara orang itu kembali tersaruk-saruk pergi, Ermanno
menjajari langkah Marco dan berkata dalam bahasa Inggris, "Tidak banyak
omong, ya"" "Kurasa begitu."
Mereka masuk ke kafe kecil, tempat Marco memesan espresso yang
sederhana untuk dirinya sendiri. Ermanno tidak puas hanya dengan hal-hal yang
sederhana; sebaliknya, ia meminta kopi biasa dengan gula tapi tanpa krim, dan
pastri ceri yang kecil. Ia menyuruh Marco memesan semuanya dan tidak boleh
salah. Di meja mereka, Ermanno meletakkan beberapa lembar mata uang euro
dengan pecahan yang berbeda-beda, juga koin-koin lima puluh sen dan satu
euro, lalu mereka .pun berlatih menyebut angka dan berhitung. Kemudian
Ermanno memutuskan ia ingin kopi biasa, kali ini tanpa gula tapi dengan sedikit
krim. Marco mengambil dua euro dan kembali dengan kopi yang diminta. Ia
menghitung kembaliannya, i
Setelah jeda sejenak, mereka kembali ke jalan, menyusuri Via San Vitale,
salah satu jalan utama universitas, dengan portico yang menaungi trotoar di
kedua sisi jalan dan ribuan mahasiswa tergesa-gesa menuju kuliah pagi. Jalan
itu dipenuhi sepeda, sarana transportasi yang disukai untuk pergi ke mana-mana. Ermanno sudah kuliah tiga tahun di Bologna, begitu katanya, walaupun
Marso nyaris tak memercayai apa pun yang didengarnya dari gurunya maupun
pengawasnya. "Ini Piazza Verdi," icata Ermanno, menganggut ke arah lapangan kecil
tempat suatu gerakan protes sedang akan dimulai. Sesosok relik berambut
gondrong dari tahun 70-an sedang menyesuaikan mikrofon, tak ragu lagi
bersiap-siap meneriakkan tuduhan atas kesalahan yang dilakukan Amerika
entah dalam hal apa. Antek-anteknya berusaha membuka spanduk besar buatan
sendiri yang buruk dengan slogan yang bahkan tak dipahami oleh Ermanno.
Namun mereka datang terlalu dini. Para mahasiswa masih setengah terlelap
dan lebih kha- j watir akan terlambat masuk ke kelas.
"Mereka punya masalah apa"" tanya Marco ketika melewati mereka.
"Fjitahlah. Sesuatu yang ada hubungannya dengan Bank Dunia. Di sini selalu
ada demonstrasi." Meteka melanjutkan perjalanan, mengikuti arus bum muda itu, mencari
jalan di antara ia/u lintas pejalan kaki, dan secara umum mengarah ke //
centro. Luigj menjumpai mereka untuk makan siang di restoran bernama Testerino,
di dekat universitas. Dengan tagihan yang dibebankan pada pembayar pajak
Amerika, ia memesan banyak hidangan dan tanpa memedulikan harganya.
Ermanno, si mahasiswa berkantong kering, merasa jengah melihat kemewahan
itu, tapi, sebagai orang Italia, hatinya pun luluh membayangkan makan siang
yang lama. Acara makan itu menghabiskan waktu dua jam dan tak separah
kata pun diucapkan dalam bahasa Inggris. Percakapan dalam bahasa Italia itu
berlangsung perlahan, metodis, dan terkadang diulang, tapi tidak pernah
menyerah pada bahasa Inggris. Marco kesulitan menikmati hidangan yang enak
sementara otaknya dipaksa bekerja keras untuk mendengar, menangkap,
mencerna, memahami, dan menyiapkan tanggapan atas kalimat terakhir yang
dilontarkan kepadanya. Sering kali kalimat terakhir lewat begitu saja di
kepalanya, dengan hanya satu-dua bta yang sepertinya dikenal, lalu semua itu
segera dikejar kalimat-kalimat lain. Kedua temannya pun tidak hanya
mengobrol untuk bersenang-senang. Bila mereka menangkap tanda-tanda
sekecil apa pun bahwa Marco tidak mengikuti, bahwa ia hanya mengangguk
agar mereka terus berbicara dan ia bisa makan sesuap, mereka akan langsung
berhenti dan bertanya, "Che cosa ho detto"" Apa yang tadi kukatakan"
Marco bisa mengunyah selama beberapa de
tik, mengulur waktu untuk
memikirkan sesuatu-dalam bahasa Italia, sialan!-yang mungkin akan
membebaskannya dari mata kail. Tetap saja ia belajar mendengar, menangkap
kata-kata kunci. Kedua temannya berkali-kali mengatakan ia akan selalu
memahami lebih banyak daripada yang bisa diucapkannya.
Makanan itu menyelamatkannya. Satu hal yang penting adalah perbedaan
antara tortellini (pasta kecil dengan isian daging babi) dan tortelkni (pasta yang
lebih besar dengan keju ricotta). Sang koki, setelah mengetahui bahwa Marco
orang Kanada yang sangat ingin tahu tentang kuliner Bologna, berkeras
menghidangkan keduanya. Seperti biasa, Luigi menjelaskan bahwa kedua
hidangan tersebut ciptaan khas koki-koki hebat Bologna.
Marco terus makan, berusaha sedapatnya me- j lahap hidangan-hidangan
yang lezat itu sambil menghindari bahasa Italia.
Setelah dua jam, Marco, mendesak mereka j mengambil walau istirahat, la
menghabiskan espresso keduanya dan mengucapkan selamat tinggal. Ia
memisahkan diri dari mereka di depan restoran dan berjalan pergi, sendiri,
telinganya berdenging dan kepalanya berpusing akibat latihan intensif tadi.
Dua kali ia berputar sejauh dua blok di Via Rizzoli. Kemudian ia
melakukannya sekali lagi untuk memastikan tidak ada orang yang
membuntutinya. Trotoar beratap itu tempat yang tepat untuk bermain petak-umpet. Ketika jalanan kembali dipadati mahasiswa, ia menyeberangi Piazza
Verdi, tempat demonstrasi Bank Dunia tadi berubah menjadi pidato berapi-api
yang, untuk sesaat, membuat Marco bersyukur ia tidak memahami bahasa Italia. Ia berhenti di
Via Zamboni 22, dan sekali lagi menatap pintu kayu raksasa yang akan
membawanya ke Fakultas Hukum. Ia memasukinya dan sedapat mungkin
berusaha berlagak tempat itu tidak asing baginya. Tak terlihat papan petunjuk
apa pun, tapi ada papan buletin mahasiswa yang mengiklankan apartemen,
buku, perkumpulan, dan tampaknya segala sesuatu, termasuk program kuliah
musim panas di Fakultas Hukum Wake Forest
Sesudah selasar depan, bangunan itu membuka ke arah halaman tengah
terbuka tempat mahasiswa berlalu-lalang, mengobrol di ponsel, merokok,
menunggu kuliah berikut. Tangga di sebelah kiri menarik perhatiannya. Ia naik ke lantai tiga, tempat
ia akhirnya menemukan semacam direktori. Ia mengenali kata "uffici" dan
menyusuri koridor yang melewati dua ruang kelas sampai ia menemukan
kantor-kantor para pengajar. Kebanyakan mencantumkan nama, beberapa
tidak. Pintu terakhir adalah kantor Rudolph Viscovitch, sejauh ini satu-satunya
nama non Italia yang ada di gedung tersebut. Marco mengetuk pintu tapi tak
ada yang menjawab. Diputarnya kenop pintu, tapi pintu itu terkunci. Dari saku
mantelnya dengan cepat ia mengeluarkan secarik kertas yang diambilnya dari
Aibergo Campeol di Treviso dan menulis surat pendek:
Dear Rudolph: Aku sedang berjalan-jalan di kmPm> menemukan kantormu,
dan ingin me. W4 Mungkin kita akan bertemu lagi di Bot Fontana. Aku
menikmati obrolan kita kemarin. Senang juga mendengar bahasa Inggris
sesekali Teman Kanada-mu, Marco Lazzeri
Ia menyelipkan kertas itu di celah bawah pintu dan berjalan menuruni
tangga di belakang segerombolan mahasiswa Di Via Zamboni, ia kembali
terseret arus tanpa tujuan pasti. Ia berhenti untuk membeli gelato, lalu
berjalan lambat-lambat kembali ke hotelnya. Ia ingin tidur siang, tapi
kamarnya yang kecil dan gelap terlalu dingin. Pada dirinya sendiri ia berjanji
tidak akan bersungut-sungut lagi pada pengawasnya. Makan siang tadi tiga kali
lipat lebih mahal daripada ongkos menginap satu malam di kamar ini Tentu
Luigi dan orang-orang yang ada di belakangnya bisa mengeluarkan tambahan
biaya untuk tempat tinggal yang lebih layak.
Dengan enggan ia menyeret langkah ke apartemen Ermanno yang seukuran
lemari, untuk sesi pelajaran sore.
Di Bologna Centrale, dengan sabar Luigi menung-gu kedatangan kereta
Eurostar nonstop ke Milano. stasiun kereta itu tprka . .
'tu te!"ig sepi, jeda tenang se-222
belum jam sibuk pukul lima sore. Pada pukul 15.35, tepat sesuai jadwal,
kereta peluru mengilap itu menderu masuk untuk berhenti sejenak dan
Whitaker pun melompat turun.
Karena Whitaker tak pernah tersenyum, mereka hampir tak saling menyapa.
Setelah jabat tangan seperlunya, mereka berjalan menuju Fiat Luigi.
"Bagaimana bocah kita"" tanya Whitaker begitu ia menutup pintu mobil dengan
suara keras. "Baik-baik saja," jawab Luigi sambil menghidupkan mesin dan menjalankan
mobil. "Ia belajar mati-matian. Tak ada lagi yang bisa dilakukannya." "Dan ia
tidak pergi jauh-jauh"" "Benar. Ia suka jalan-jalan keliling kota, tapi takut
berkeliaran terlalu jauh. Tambahan lagi, ia tidak punya uang."
"Jaga agar kantongnya tetap kering. Bagaimana bahasa Italia-nya""
"Ia cepat belajar." Mereka sampai di Via dek" Indipendenza, jalan lebar yang
membawa mereka langsung ke selatan, ke pusat kota. "Sangat termotivasi."
"Apakah ia ketakutan"" "Kurasa begitu."
"Ia pintar, juga ahli manipulasi, Luigi, jangan lupa. Dan karena pintar, ia
juga sangar ketakutan. Ia tahu bahaya yang mengancamnya."
"Aku memberitahunya tentang Cntz.
"Dan"" Ia bingung setengah mati." . "Apakah hal itu membuatnya takut"" Ya, kurasa
begitu. Siapa yang menghabisi Critz""
"Aku beranggapan kitalah yang melakukannya, tapi lata tidak pernah tahu.
Rumah persembunyiannya sudah siap""
Ta." "Bagus. Mari kita melihat apartemen Marco."
Via Fondazza adalah daerah permukiman yang tenang di bagian tenggara
kota lama, beberapa blok sebelah selatan kompleks universitas. Seperti di
sebagian besar Bologna, trotoar di kedua sisi jalan , dinaungi portico. Pinru-pintu rumah dan apartemen j terbuka langsung ke jalan. Kebanyakan memiliki
di- j rektori bangunan yang tertera di plakat kuningan yang ditempelkan di
sebelah interkom, tapi Via Fondazza 122 tidak memiliki plakat semacam itu.
Tempat itu tak bertanda dan selama tiga tahun terakhir disewakan pada
seorang pengusaha misterius dari Milan yang membayar sewa tetapi jarang
menempatinya. Sudah satu tahun Whitaker tidak melihat tempat itu; walau
bukan berarti itu tempat yang menarik Apartemen tersebut sederhana, sekitar
55 meter persegi; memiliki empat ruangan berperabotan dasar, dengan sewa
1.200 euro sebulan. Ini adalah rumah persembunyian,
224 tak lebih, tak kurang; salah satu dari tiga tempat semacam itu di Italia
utara yang berada di bawah kendalinya.
Ada dua kamar tidur, dapur kecil, dan ruang duduk dengan sofa, meja tulis,
dua kursi kulit, tanpa TV Luigi menunjuk telepon dan, nyaris dengan bahasa
sandi, mereka membicarakan alat penyadap yang telah dipasang dan tidak akan
dapat dideteksi. Ada dua mikrofon tersembunyi di setiap ruangan, alat
pengumpul data kecil yang kuat, yang tidak akan melewatkan bunyi apa pun
yang ditimbulkan manusia. Ada pula dua kamera mikroskopis-satu tersembunyi
di retakan ubin tua, jauh di atas ruang duduk, dan kamera itu menyajikan
pemandangan i ke arah pintu depan. Yang lain tersembunyi di dudukan lampu
murahan yang tergantung di dinding dapur, dengan pemandangan tak terhalang
ke arah pintu belakang. Mereka tidak akan mengamari kamar tidur, dan Luigi mengatakan ia lega
karenanya. Kalau Marco berhasil menemukan wanita yang mau datang
berkunjung, mereka akan melihat wanita iru datang dan pergi melalui kamera
di ruang duduk, dan iru sudah cukup bagi Luigi. Jika ia sangat bosan, sebagai
hiburan ia bisa menghidupkan mikrofon dan mendengarkan.
Rumah persembunyian itu sebelah selatannya dibatasi apartemen lain,
dengan dinding batu tebal memisahkan keduanya. Luigi tinggal di apartemen tersebut,
bersembunyi di apartemen lima ruang yang sedikit lebih besar daripada
apartemen Marco. Pintu belakangnya terbuka ke arah kebun kecil yang tidak
bisa dilihat dari rumah persembunyian, sehingga gerakannya tidak akan
ketahuan. Dapurnya telah dimodifikasi menjadi ruang pengintaian berteknologi
canggih, tempat ia bisa menghidupkan kamera kapan pun ia mau dan melihat
apa yang terjadi di apartemen sebelah.
"Apakah mereka akan belajar di sini"" tanya Whitaker.
"Ya. Kurasa tempat ini cukup aman. Lagi pula aku bisa memonitor
segalanya." Whitaker masuk ke ruangan-ruangan itu lagi. Ketika sudah cukup puas
melihat-lihat, ia berkata, "Semua sudah siap di sebelah""
"Semuanya. Aku melewatkan dua malam terakhir j di sana. Kita sudah
siap." "Seberapa cepat kau bisa memindahkannya""
"Sore ini." "Bagus. Mari kita melihat bocah kita."
Mereka berjalan ke utara hingga ke ujung Via j Fondazza, lalu ke barat laut
di sepanjang jalan yang lebih besar, Strada Maggiore. Tempat pertemuan j itu
adalah kafe kecil bernama Lesrre's. Luigi me- j nemukan koran dan duduk
sendiri di sebuah meja. j Whitaker menemukan koran lain dan duduk di
226 meja lain, masing-masing tak menghiraukan yang lainnya. Pada pukul 16.30
tepat, Ermanno dan muridnya mampir untuk minum espresso sebentar dengan
Luigi. Sesudah sapaan-sapaan diucapkan dan mantel-mantel ditanggalkan, Luigi
bertanya, "Kau bosan dengan bahasa Italia, Marco""
"Muak sekali," jawab Marco sambil tersenyum.
"Bagus. Mari kita berbahasa Inggris."
Tuhan memberkatimu," ujar Marco.
Whitaker duduk satu setengah meter jauhnya, separo tersembunyi di balik
koran, merokok, seolah tak menaruh minat pada siapa pun di sekelilingnya.
Tentu saja ia mengenal Ermanno, walau belum pernah melihatnya. Marco lain
lagi ceritanya. Whitaker sedang berada di Washington untuk penugasan singkat di Langley,


The Broker Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekitar dua belas tahun yang lalu, tatkala semua orang mengenal sang broker.
Ia mengingat Joel Backman sebagai kekuatan politik yang menghabiskan hampir
seluruh waktunya membangun citranya, dan juga mewakili klien-kliennya yang
penting. Ia adalah simbol uang dan kekuasaan, kucing gemuk sempurna yang
bisa mengintimidasi, membujuk, dan menghambur-hamburkan cukup banyak
uang untuk mendapatkan apa pun yang ia inginkan.
Alangkah menakjubkan perubahan yang terjadi setelah enam tahun di
penjara. Backman sangat kurus sekarang, dan penampilannya sangat Eropa -di balik kacamata Armani
itu. Ada jenggot pendek i yang mulai kelabu di dagunya. Whitaker yakin tak ada
orang Amerika yang dapat mengenali Joel Backman bila ia masuk ke Les tres
saat ini. Marco memerhatikan pria yang duduk satu setengah meter jauhnya itu
terlalu sering melirik mereka, tapi tidak berpikir apa-apa. Mereka mengobrol
dalam bahasa Inggris, dan mungkin tak banyak orang yang melakukannya,
paling tidak di Lestres. Lebih dekat ke universitas, orang bisa mendengar
beberapa bahasa sekaligus di setiap warung kopi.
Ermanno meminta diri setelah minum secangkir espresso. Beberapa menit
kemudian Whitaket juga pergi. Ia berjalan beberapa blok dan menemukan kafe
Internet, yang pernah digunakannya dulu. la mencolokkan laptop-nyz, online,
dan mulai mengetik pesan untuk Julia Javier di Langley:
Flat Fondazza sudah siap, akan pindah ke sana malam ini. Melihat sasaran
kita, minum kopi bersama teman-teman kita. Kalau tidak begitu, tidak akan
dapat mengenalinya. Menyesuaikan diri dengan baik dengan kehidupan
barunya. Semua sudah beres di ,inU tidak aJa masakh sama sekali.
228 Setelah hari gelap, mobil Fiat itu berhenti di tengah Via Fondazza dan
penumpangnya keluar dengan segera. Marco tidak membawa banyak barang
karena ia nyaris tidak memiliki apa-apa. Hanya dua tas pakaian dan bebetapa
buku pelajaran bahasa Italia, dan ia siap pergi ke mana pun. Ketika ia masuk ke
apartemen barunya, hal pertama yang ia perhatikan adalah tempat itu memiliki
pemanas yang memadai. "Nah, begini lebih cocok," katanya pada Luigi.
"Aku akan memarkir mobil. Lihat-lihat saja dulu."
Marco berkeliling, menghitung ada empat ruangan dengan perabotan
lumayan, tidak berlebihan tapi lompatan yang cukup jauh dari tempat
tinggalnya yang terakhir. Hidup tampak lebih baik-sepuluh hari lalu ia
mendekam di sel penjara. Luigi kembali dengan cepat. "Bagaimana pen-dapatmu"" "Kuterima. Terima
kasih." "Kembali."
"Dan sampaikan ucapan terima kasihku pada orang-orang di Washington
juga. "Kau sudah melihat dapurnya"" tanya Lmgi sambil menjentikkan tombol
lampu-229 "Ya, bagus sekali. Berapa lama aku tinggal di sini, Luigi""
"Bukan aku yang mengambil keputusan. Kau tahu itu. "Aku tahu."
Mereka kembali ke ruang duduk. "Beberapa hal yang perlu kusampaikan,"
ujar Luigi. "Ermanno akan datang kemari setiap hari untuk belajar. Jam
delapan sampai sebelas, lalu jam dua sampai jam lima, atau kapan pun kau
ingin berhenti." "Bagus sekali. Tolong carikan aparteme
n baru untuk anak itu, oke" Tempat
sampah itu memalukan bagi pembayar pajak Amerika."
"Yang kedua, ini jalan yang sangat sepi, kebanyakan apartemen. Datang dan
pergilah dengan cepat, jangan mengobrol dengan tetangga, jangan cari teman.
Ingat, Marco, kau meninggalkan jejak Kalau Je)ak itu cukup besar, seseorang
akan dapat menemukanmu."
"Aku sudah menyimak pada sepuluh kali per-^kau mengatakannya"
j^u begitu simak lagi." mehCl" |S ^-tetanggaku tidak akan ^UZS1'^ nienyukai
tempat rtu. pada sel penjara."
14 Upacara pemakaman Robert Critz dilangsungkan di mausoleum mirip
country club di daerah permukiman mewah di tepi kota Philadelphia, kota
kelahirannya tapi juga tempat yang dihindarinya selama paling sedikit tiga
puluh tahun terakhir. Ia meninggal tanpa surat wasiat dan tanpa persiapan
untuk saat terakhir hidupnya, meninggalkan Mrs. Critz yang malang
menanggung beban sendirian, bukan hanya untuk membawanya pulang dati
London, tapi juga memutuskan cara yang P^ing pantas untuk membuang
jenazahnya. Se-0rang putranya mendesakkan gagasan kremasi da* kuburan rapi
berupa lemari marmer yang ^dung dari cuaca. Pada saarJ. , sedia menyetujui
rencana apa.p " ^ bai>g tujuh jam menyeberangi Au"
ekonomi) dengan jasad suaminya di suatu tempat di bawahnya, dalam kotak
transportasi udara yang dirancang khusus untuk membawa mayat, ia sudah
hampir kehilangan kewarasan. Kemudian ditambah kekacauan di bandara
ketika tak seorang pun ada di sana untuk menyambutnya dan mengambil alih
situasi. Alangkah membingungkan!
Upacara itu hanya dihadiri undangan, syarat yang diajukan oleh mantan
presiden Morgan, yang baru dua minggu di Barbados, sepertinya enggan
kembali dan dilihat oleh siapa pun. Jika ia benar-benar sedih akibat kematian
teman seumur hidupnya, ia tidak menunjukkannya. Ia tawar-menawar perihal
detail-detail upacara itu dengan keluarga Critz sampai nyaris saja ia diminta
tidak ikut campur. Tanggalnya pun digeser karena permintaan Morgan. Tata
cara pemakaman itu tidak sesuai dengan kehendaknya Dengan enggan ia
bersedia menyampaikan eulogi, tetapi yang singkat saja Kenyataannya, ia tidak
pernah menyukai Mrs. Critz dan Mrs. Critz pun tidak menyukainya.
Bagi sedikit teman dan keluarga, sungguh sukar dipercaya Robert Critz bisa
sedemikian mabuk di pub London sehingga terhuyung-huyung di jalan yang
ramai dan jatuh di depan mobil yang melaju. Sewaktu autopsi menunjukkan
kadar heroin yang cukup tinggi, Mrs. Critz menjadi sangat panik sehingga
bersikeras laporan itu dipetieskan
232 dan dikubur dalam-dalam. Ia bahkan tidak mau memberitahu anak-anaknya
tentang narkoba itu. Ia begitu yakin suaminya tidak pernah menyentuh obat
terlarang-ia memang banyak minum, tapi hanya sedikit orang yang tahunamun tetap saja ia bertekad untuk menjaga nama baik suaminya.
Polisi London segera menyetujui permintaan penyegelan hasil temuan
autopsi itu dan menutup kasus tersebut. Mereka memiliki pertanyaan-pertanyaan sendiri, tapi masih ada banyak kasus yang membuat mereka sibuk,
lagi pula ada seorang janda yang tak sabar ingin segera pulang dan melupakan
semua itu. Upacara dimulai pada pukul dua siang pada hari Kamis-Morgan juga yang
menentukan waktunya agar pesawat jetnya dapat terbang nonstop dari
Batbados ke Philly International-dan berlangsung satu jam. Delapan puluh dua
orang yang diundang dan 51 yang datang, kebanyakan lebih penasaran ingin
melihat Presiden Morgan daripada mengucapkan salam perpisahan pada Critz.
Seorang pendeta semi Protestan yang memimpin. Sudah lebih dari empat puluh
tahun Critz tidak melihat bagian dalam gedung gereja, kecuali saat pernikahan
dan pemakaman. Pendeta itu menemui kesulitan menghidupkan kenangan akan
seorang pria yang tak pernah ditemuinya, dan meskipun upayanya patut
diacungi jempol, ia gagal total. Ia
membaca dari kitab Mazmur. Diangkatnya j umum yang bisa digunakan
untuk rohaniwan ma" pun pembunuh berantai. Ia mengucapkan kata-J^
penghiburan bagi keluarga yang ditinggalkan, tapi sekali lagi, mereka orang-orang yang tak dikenal-nya.
Bukannya menjadi ucapan selamat jalan yang hangat, upacara tersebut
sama dinginnya dengan dinding
marmer kelabu kapel tiruan itu. Morgan,
dengan kulit kecokelatan yang tampak konyol di bulan Februari, mencoba
melontarkan lelucon tentang kawannya pada kerumunan kecil pelayat, tapi 'u
malah rampak tidak tulus dan sepertinya tak sabar ingin segera melompat naik
ke jetnya. Jam-jam yang dilewatkannya di bawah matahari Karibia telah meyakinkan
Morgan bahwa kesalahan kampanye pemilihan ulang yang menjadi malapetaka
itu sepenuhnya terletak di kaki Robert Critz. h tidak memberitahukan
kesimpulan itu pada siapa pun; tidak ada lagi tempat ia mengadu sejak rumah
pantai itu hanya dihuni Morgan dan beberapa staf lokal. Namun ia sudah mulai
mengemban prasangka, mempertanyakan pertemanan mereka.
Ia tidak tinggal lama ketika upacara itu mulai kehabisan bahan bakar dan
akhirnya usai juga. Dengan formalitas ia memeluk Mrs. Critz dan anak-anaknya,
bercakap-cakap sebentar dengan beberapa teman lama, berjanji untuk
bertemu beberapa minggu lagi, lalu digiring pergi oleh
pendamping Secret Service-nya. Kamera-kamera berita ditempatkan di
sepanjang pagar di luar area tersebut, tapi tidak berhasil menangkap gambar
mantan presiden. Ia merunduk di belakang salah satu dari dua van hitam itu.
Lima jam kemudian ia sudah berada di tepi kolam renang, menyaksikan
matahari terbenam di Karibia.
Sekalipun pemakaman itu hanya menarik sedikit perhatian, tetap saja ada
orang-orang yang mengawasinya dengan saksama. Ketika upacara itu
berlangsung, Teddy Maynard sudah memiliki daftar ke-51 tamu yang hadir.
Tidak ada yang bisa dicurigai. Tidak ada nama yang membuat alis terangkat.
Pembunuhan itu bersih. Hasil autopsinya sudah dikubur, sebagian berkat
Mrs. Critz dan sebagian lagi berkat tali-tali yang digerakkan pada aras yang
jauh lebih tinggi di atas kepolisian London. Mayat itu sekarang sudah menjadi
abu dan dalam waktu singkat dunia akan melupakan Robert Critz. Petualangan
coba-cobanya yang tolol dalam kasus hilangnya Backman dapat dihentikan
tanpa kerusakan pada rencana.
FBI telah mencoba, dan gagal, menempatkan kamera tersembunyi di dalam
kapel itu. Pemiliknya berubah pikiran, lalu menolak keras kendati didesak.
Namun ia mengizinkan kamera tersem-235
bunyi di luar, dan kamera itu menampilkan bar dekat para pelayat ketika
mereka datang fo, pergi. Masukan langsung itu disunting, daftar 51 orang itu
dengan segera dikumpulkan, dan satu jam sesudah upacara selesai Direktur
mendapat penjelasan. Sehari sebelum kematian Robert Critz, FBI menerima informasi yang sangat
mencengangkan. Informasi itu sama sekali tak terduga, tak diharapkan, dan
diberikan oleh bajingan korporasi yang sudah putus asa karena dihadapkan
pada hukuman empat puluh tahun penjara. Ia adalah manajer dana bersama
yang tertangkap basah menggelapkan uang jasa; hanya skandal Wall Street
biasa yang melibatkan beberapa miliar dolar. Namun dana bersamanya dimiliki
oleh kelompok perbankan internasional, dan selama bertahun-tahun bajingan
itu berhasil masuk ke lingkaran dalam inti organisasi. Dana tersebut sangat
menguntungkan, " berkat sumbangan bakatnya yang tidak kecil dalam hal
penggelapan, sehingga jumlahnya tak bisa diabaikan be^tu saja. la diangkat
menjadi salah satu anggota dewan direktur dan diberi kondominium mewah di
Bermuda, markas besar perusahaannya yang rahasia.
Dalam keputusasaan untuk mengelak dari hu-kuman seumur hidup di penjara, ia menjadi murah hati membagikan
rahasia. Rahasia perbankan. Uang kotor di luar negeri. Ia menyatakan bisa
membuktikan bahwa mantan presiden Morgan, pada hari terakhirnya di Oval
Office, telah menjual paling tidak satu pengampunan hukuman dengan imbalan
tiga juta dolar. Uang itu dikawatkan dari bank di Grand Cayman ke bank di
Singapura, keduanya diam-diam dikendalikan oleh kelompok bank rahasia yang
baru ditmggalkannya. Uang itu masih tersembunyi di Singapura, di dalam
rekening yang dibuka korporasi fiktif yang sesungguhnya dimiliki oleh kroni
lama Morgan. Uang ku, menurut si informan, diperuntukkan bagi Morgan.
Ketika transfer kawat dan rekening-rekening itu sudah dikonfirmasi oleh
FBI, tiba-tiba kesepakatan ditawarkan kepadanya. Bajingan itu kini hanya
di hadapkan pada dua tahun tahanan rumah yang ringan. Imbalan uang atas
grasi presiden merupakan kejahatan yang sensasional sehingga kasus itu
menjadi prioritas di Hoover Building.
Informan tersebut tidak berhasil mengidentifikasi uang siapa yang ditransfer
keluar dari Grand Cayman, tapi jelas bagi FBI hanya ada dua penerima grasi
Morgan yang berpotensi memiliki kemampuan memberikan sogokan sebesar itu.
Yang pertama dan paling mungkin adalah Duke Mongo,
f miliarder uzur yang memegang rekor paling banyak menggelapkan uang dari
IRS, setidaknya pada tingkat individual. Dalam kategori korporasi,
pemenangnya masih bisa diperdebatkan. Namun demikian, si informan yakin
benar bahwa Mongo tidak terlibat dalam hal ini karena ia memiliki sejarah
panjang dan buruk dengan bank-bank yang bersangkutan. Ia lebih menyukai
perbankan Swiss, dan hal itu dibenarkan oleh FBI.
.Tersangka kedua, tentu saja, adalah Joel Backman Sogokan sekaliber itu
tidak mengherankan datang dari operator seperti Backman. Walaupun FBI
selama bertahun-tahun yakin Backman tidak menyembunyikan kekayaan, selalu
saja ada keragu-raguan. Sewaktu masih menjadi broker ia menjalin hubungan
dengan bank-bank di Swiss dan di Karibia Ia menriliki jaringan koneksi rahasia,
kontak-kontak yang menduduki jabatan tinggi. Sogokan, upah, kontribusi
kampanye, uang jasa melobi-semua itu permainan yang biasa bagi sang broker.
Direktur FBI adalah sosok tahan banting bernama Anthony Price. Tiga tahun
sebelumnya ia telah ditunjuk oleh Presiden Morgan, yang lalu berusaha
memecatnya enam bulan kemudian. Price meminta waktu tambahan dan
mendapatkannya, namun kedua orang itu tak pernah akur. Untuk alasan yang
tak pernah bisa diingatnya, Price juga
membuktikan kehebatannya melalui adu pedang dengan Teddy Maynard.
Teddy tidak sering kalah dalam perang rahasia melawan FBI, dan ia jelas tidak
takut pada Anthony Price, bebek payah terakhir dalam barisan..
Namun Teddy tidak mengetahui konspirasi imbalan pengampunan hukuman
yang sekarang menyita seluruh perhatian Direktur FBI. Presiden yang baru telah
bersumpah akan menyingkirkan Anthony Price dan memperbarui bironya Ia juga
sudah berjanji akan memensiunkan Maynard, rapi ancaman semacam itu sudah
sering terdengar di Washington.
Mendadak Price memperoleh kesempatan bagus untuk menyelamatkan
pekerjaannya, dan kemungkinan sekaligus juga melenyapkan Maynard. Ia pergi
ke White House dan memberikan penjelasan pada Penasihat Keamanan
Nasional, yang sudah diberitahu sehari sebelumnya, tentang rekening
mencurigakan di Singapura itu. Ia memiliki implikasi kuat bahwa mantan
presiden Morgan terlibat dalam konspirasi ini. Ia menyarankan dengan tegas
agar Joel Backman ditemukan dan dibawa kembali ke Amerika Serikat untuk
ditanyai dan mungkin dikenai tuduhan. Kalau terbukti benar, ini akan menjadi
skandal yang mengguncang, unik, dan amat bersejarah. Penasihat Keamanan
Nasional mendengarkan 238 239 dengan saksama. Setelah taklimat selesai, ia langsung menuju kantor Wakil
Presiden, memerintahkan seluruh staf keluar, mengunci pintu, dan
menumpahkan segala hal yang baru saja didengarnya. Bersama-sama, mereka
memberitahu Presiden. Seperti biasa, tak ada belas kasihan di antara orang yang kini berkantor di
Oval Office dengan pendahulunya. Kampanye mereka sama-sama dibanjiri niat
tak baik dan trik-trik kotor yang telah menjadi standar tingkah laku dalam
politik Amerika. Bahkan setelah terjadinya kekalahan bak tanah longsoi hebat
dan kegembiraan setelah berbasil menduduki White House, presiden yang baru
pun masih belum bersedia mengangkat dirinya dari lumpur Ia menyukai gagasan
untuk sekali lagi mempermalukan Arthur Morgan. Ia membayangkan dirinya
sendiri, setelah adanya pengadilan dan vonis sensasional turun tangan pada
detik tetakhir dengan memberikan pengampunan untuk menyelamatkan citra
kepresidenan. Sungguh momen yang luar biasa! Pada pukul enam keesokan paginya, Wakil
Presiden diantar dengan mobil antipeluru seperti biasa ke markas besar C1A di
Langley. Tadinya Direkrut Maynard dipanggil ke White House, namun meminta
izin untuk tidak datang, dengan alasan ia menderita
vertigo dan terkurung di kantornya atas perintah dokter-dokternya. Ia "ering tidur dan makan di sana,
terutama bila vertigonya sedang menyerang dan membuatnya sakit kepala.
Vertigo adalah salah satu dalihnya yang betguna.
Pertemuan itu berlangsung singkat. Teddy duduk di ujung meja rapatnya
yang panjang, di kursi rodanya, terbungkus selimut rapat-rapat, dengan Hoby
di sisinya. Wakil Presiden masuk dengan hanya seorang ajudan, dan setelah
basa-basi canggung tentang pemerintahan yang baru dan sebagainya, ia
berkata, "Mr. Maynard, aku datang kemari untuk mewakili Presiden."
Tentu saja," kata Teddy dengan senyum kaku. Ia menduga akan dipecat;


The Broker Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akhirnya, setelah delapan belas tahun dan berbagai ancaman, inilah saatnya.
Akhirnya, presiden yang memiliki batu-batunya ; sendiri untuk menggantikan
Teddy Maynard. Ia telah menyiapkan Hoby untuk saat-saat seperu itu.
Sementara mereka menunggu Wakil Presiden, Teddy telah mengemukakan
ketakutannya. Seperti biasa Hoby mencoret-coret notesnya, menunggu menuliskan kata-kata yang telah dikhawatirkannya selama bertahun-tahun: Mr. Maynard,
Presiden meminta Anda mengundurkan diri.
Namun sebaliknya, Wakil Presiden mengatakan sesuatu yang sungguh *
Maynard, Presiden ingin tahu tentang s
man." Tak ada sesuatu pun yang dapat membuai Teddy Maynard berjengit. "Ada
apa dengan Joel Backman"" ia bertanya tanpa ragu-ragu.
"Beliau ingin tahu di mana ia berada dan berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk membawanya pulang."
"Mengapa""
"Aku tidak bisa mengatakannya."
"Kalau begitu aku juga tidak bisa."
"Hal ini penting sekali bagi Presiden."
"Aku menghormati hal itu. Tapi Mr. Backman sangat penting artinya bagi
operasi kami saat ini."
Wakil Presiden-Iah yang pertama kali mengerjap. Ia menoleh ke arah
ajudannya, yang juga sibuk dengan catatannya sendiri dan sama sekali tak
berguna. Untuk alasan apa pun mereka tidak akan memberitahu CIA tentang
transfer kawat dan imbalan atas pengampunan hukuman itu. Teddy akan
mencari cara untuk memanfaatkan informasi tetsebut demi kepentingannya
sendiri. Ia akan mencuri temuan emas mereka dan lolos lagi. No sir, Teddy
harus memilih akan bermain bersama mereka atau pada akhirnya dipecat.
Wakil Presiden menggeser sikunya lebih ke depan dan berkata, "Presiden
tidak akan berkompromi dalam hal ini, Mr. Maynard. Beliau akan mendapatkan
informasi itu, dan ia akan mendapatnya segera. Kaku tidak, beliau meminta
pengun-duran dm Anda. r 6
"Ia tidak akan mendapatkannya." "Perlukah aku memberitahu Anda bahwa
Anda mengabdi padanya"" Tidak perlu."
"Bagus. Perintahnya jelas. Anda datang ke White House membawa arsip
Backman dan membicarakannya panjang-lebar dengan kami, atau CIA akan
segera mendapatkan direktur baru."
"Keterusterangan semacam itu sungguh langka di kalangan Anda, Sir, dengan
segala hormat." "Aku akan menerimanya sebagai pujian."
Pertemuan itu pun usai. Seperti bendungan bocor, Hoover Building boleh dikata menyiramkan gosip
ke jalan-jalan Washington. Dan yang mengumpulkannya, di antara yang lain,
adalah Dan Sandberg dari The Washington Post. Namun sumber-sumbernya jauh
lebih baik daripada jurnalis investigasi kebanyakan, dan tak butuh waktu lama
sebelum ia mencium skandal dalam urusan pengampunan hukuman itu. Ia
mengaktifkan mata-matanya di pemerintahan White House yang baru dan
mendapatkan sebagian konfirmasi. Garis besar kisah itu mulai terbentuk, tapi
Sandberg tahu detail-detail yang penting hampir mustahil dikonfirmasi
kebenarannya. Ia tidak berharap akan melihat catatan tentang transfer
tersebut. iaa - Namun bila cerita ini benar-presiden va masih menjabat menjual
pengampunan hukun^j untuk imbalan uang pensiun yang tidak sedikitSandberg tidak bisa membayangkan cerita yang - lebih hebat lagi. Seorang
mantan presiden dikenai dakwaan, diadili, barangkali divonis dan dikirim ke
penjara. Benar-benar tak terbayangkan.
Ia sedang berada di meja kerjanya yang sarat ketika datang telepon dari
London. Dari teman lama, sesama wartawan kawakan yang menulis untuk The
Guardian. Mereka berbicara selama beberapa menit tentang pemerintahan
yang baru, yang merupakan topik resmi di Was
hington. Lagi pula saat itu bulan
Februari, dengan salju menumpuk tebal di tanah dan Kongres tenggelam dalam
pekerjaan komite tahunannya. Hidup berjalan relatif lambat dan tidak banyak
yang bisa dibicarakan. "Ada kabar tentang kematian Bob Critz"" tanya temannya.
"Tidak ada, hanya ada pemakamannya kemarin," "hut Sandberg. "Kenapa""
Ada bfberaPa pertanyaan rentang bagaimana si IZ8 ^itu Ditambah lagi,
kami tidak *"pLe^s** Kuki-m Tyans
"Mungkin begitu pat. Tidak ada S" T dltutuP dengan sangat ce-a *onW, asal
kau tahu, hanya acrali-gali ka1^ ada sesuatu J^g lin^ di I ^-ara akan menelepon beberapa
orang," kata f' rjjjdbetg yang kecurigaannya sudah timbul.
"Lakukanlah. Kita akan mengobrol lagi besok [ atau lusa."
Sandberg menutup telepon dan menatap monitor komputernya yang kosong.
Critz pasti ada di sana . f ketika pengampunan hukuman pada detik terakhir itu
diberikan oleh Morgan. Mengingat sifat paranoia mereka, kemungkinan besar
hanya Critz yang ada di Oval Office bersama Morgan ketika keputusan itu
diambil dan dokumen-dokumennya ditandatangani.
Barangkali Critz tahu terlalu banyak.
Tiga jam kemudian, Sandberg terbang dari Dulles menuju London.
245 15 Jauh sebelum matahari terbit, Marco sekali lagi terjaga di ranjang asing di
tempat yang asing, dan untuk waktu lama bersusah payah mengumpulkan
pikirannya-mengingat langkah-langkahnya, menganalisis situasinya yang
janggal, merencanakan bannya, berusaha melupakan masa lalunya sambil
mencoba memperkirakan apa yang akan terjadi dalam dua belas jam
mendatang. Tidurnya sama se-"dak nyenyak. Ia terlelap selama beberapa jam;
rasinya empat atau lima jam, tapi ia tidak yakin ka-^ta^rya ^ kecil dan hangat
masih gelap jatuh tertlduTT ^""^ ^perti biasa, ia Italia yangcltb malam den^ &M
Ia bersyukur ^^g-ngiang di telinganya, membuatnya W . Udara yang hangat.
Met^ ^gmandiRudlVdarhoteltem
perhentiannya yang terakhir pun tak kalah
Pat. , Apartemen baru ini memiliki dinding Inginnya- *v ...
bal jendela, dan sistem pemanas yang bekerja dcua't tenaga. Setelah
memutuskan harinya su-jjh dirancang dengan baik, perlahan-lahan ia
menapakkan kakinya di lantai ubin yang sangat hangat dan sekali lagi berterima
kasih pada Luigi atas petgantian tempat tinggal ini.
Tidak jelas berapa lama ia akan tinggal di sini, seperu juga masa depan yang
mereka rencanakan untuknya. Dihidupkannya lampu dan diperiksanya arlojihampir pukul lima. Di kamar mandi ia menyalakan lampu lain dan meneliti
dirinya sendiri di cermin. Kumis yang tumbuh di bawah hidung dan di sepanjang
sisi mulutnya dan menutupi dagunya telah berubah lebih kelabu daripada yang
diharapkannya! Bahkan, setelah seminggu dipelihara, jelas bahwa jenggotnya
akan terdin atas sembilan puluh persen rambut kelabu, dengan ditingkahi
sedikit warna cokelat di sana-sini. Persetan. Umurnya sudah 52 tahun. Ini
bagian penyamaran dan usahanya untuk tampak berbeda. De"gan wajah tirus,
pipi cekung, rambut dipotong Pendek, dan kacamata buatan desainer dengan
blngkai persegi tfuig trendi, dengan mudah ia o> >*nl sebagai Marco Lazzeri di
jalanan manapun di Bo "gna. Atau Mi ilan arau Florence atau tempat
mana pun yang ingjn dikunjunginya-246
Satu jam kemudian ia melangkah ke luar, di bawah portico yang dingin dan
diam, dibangun para pekerja yang telah mati tiga ratus tahun lalu.! Angin
bertiup tajam dan menggigit, dan sekali lagi ia mengingatkan diri sendiri untuk
mengeluhkan kurangnya pakaian musim dingin yang memadai pada
pengawasnya. Marco tidak membaca surat kabar dan tidak menonton televisi,
dan karena itu tidak mengetahui ramalan cuaca. Tapi jelas udara semakin
dingin. Ia tenis berjalan di bawah portico rendah sepanjang Via Fondazza, menuju
universitas, satu-satunya j sosok yang tampak bergerak. Ia tidak mau melihat
peta yang tersimpan di sakunya. Kalau tersesat, ia akan mengeluarkannya dan
mengakui kekalahan keen, tapi ia sudah bertekad akan mengenal kota ini
dengan berjalan kaki dan mengamati. Tiga puluh menit kemudian, dengan
matahari yang akhirnya menampakkan tanda-tanda kehidupan, ia sampai di Via
Itnerio di tepi utara kompleks universitas. Dari jendela depan
ia melihat segumpal rambut kelabu lebat. Rudolph sudah ada di sana.
Karena kebiasaan, Marco menunggu sejenak Ia menoleh ke Via Irnerio, dari
arah datangnya tadi, menanti seseorang mengendap-endap keluar dari bayang-bayang seperti anjing bloodhound. Ketika tak ada orang yang muncul, ia pun
masuk. "Kawanku Marco," kau Rudolph dengan seulas
senyum ketika mereka bertukar sapa. "Silakan duduk."
Kafe itu batu separo penuh, dengan tipe akademisi yang sama yang
tetbenam dalam koran pagi, hanyut dalam dunia mereka sendiri. Marco
memesan cappuccino sementara Rudolph mengisi kembali pipa meerschaum-nyz. Aroma yang menyenangkan menyelimuti sudut kecil mereka yang nyaman.
"Aku menerima pesanmu tempo hari," Rudolph berkata sambil
mengembuskan segumpal asap pipa ke seberang meja. "Menyesal tidak bertemu
dengan-I mu. Nah, dari mana saja kau""
Marco tidak pergi ke mana-mana, tapi sebagai turis Kanada berdarah Italia
ia telah mengumpulkan rancangan perjalanan palsu. "Beberapa hari di Flo- "
rence," ujarnya. "Ah, kota yang cantik."
Mereka beibicara tentang Florence selama beberapa saat, dengan Marco
mengoceh tentang situs, karya seni, dan sejarah tempat-tempat yang hanya
diketahuinya dari buku panduan murahan yang dipinjamkan Ermanno
kepadanya. Dalam bahasa Italia, tentu saja, yang berarti ia telah bekerja keras
berjam-jam dengan kamus untuk menerjemahkannya menjadi bahan
pembicaraan yang bisa diobrolkannya dengan Rudolph seolah ia telah
menghabiskan berminggu-minggu di sana.
049 Meja-meja lain mulai penuh dan para pefw jung yang darang belakangan
berkumpul di sekjt bar. Luigi reJah menjelaskan padanya bahwa j-Eropa, kalau
kau mendapatkan meja, meja itu akan menjadi miliknya sepanjang hari. Tidak
ada orang yang terburu-buru keluar supaya orang lain bisa duduk. Secangkir
kopi, surat kabar, rokok, dan tak ada yang peduli berapa lama kau menahan
meja sementara orang lain datang dan pergi.
Mereka memesan minuman lagi dan Rudolph mengisi kembali pipanya.
Untuk pertama kali Marco memerhatikan noda tembakau di jenggot liar yang
paling dekat dengan mulutnya. Di meja tergeletak tiga surat kabar, semua
dalam bahasa Italia. "Apakah ada koran berbahasa Inggris yang bagus di Bologna"" tanya Marco.
"Kenapa kau bertanya""
"Oh, entahlah. Kadang-kadang aku ingin tahu apa yang terjadi di seberang
samudra." "Sesekali aku membeli Herald Tribune. Membuatku bahagia karena aku
tinggal di sini, jauh dari segala kejahatan dan lalu lintas dan polusi dan politisi
dan skandal. Masyarakat Amerika Serikat sudah bobrok. Dan pemerintahannya
berada pada titik tertinggi kemunafikan-negara paling demokratis di dunia.
Babi Kongres itu dibeli dan diupah oleh pihak-pihak yang kaya."
Ketika tampaknya ia sudah siap meludah, Rudolph sekonyong-konyong
menyedot pipanya dan mulai menggigiti gagangnya. Marco menahan napas,
menunggu serangan beracun pada Amerika Serikat. Sesaat berlalu; mereka
menyesap kopi masing-masing.
"Aku benci Pemerintah Amerika Serikat," gerutu Rudolph dengan getir.
Nah, anak baik, pikir Marco. "Bagaimana dengan Kanada"" ia bertanya.
"Aku memberimu nilai yang lebih tinggi. Sedikit lebih tinggi."
Marco berpura-pura lega dan memutuskan untuk mengganti topik
pembicaraan. Ia berkata sedang mempertimbangkan akan pergi ke Venesia.
Tentu saja Rudolph sudah berkali-kali pergi ke sana dan punya banyak nasihat.
Marco bahkan mencatatnya, seolah tidak sabar ingin segera melompat ke
kereta. Dan tentu saja ada Milano, walaupun Rudolph tidak terlalu tertarik
dengan adanya "fasis sayap-kanan" yang berkeliaran di sana. "Tempat itu adalah
pusat kekuasaan Mussolini, kau tahu, katanya sambil mencondongkan tubuh ke
depan seolah Komunis-Komunis lain di Bar Fontana akan menyulut huru-hara
ketika mendengar seseorang menyebutkan nama diktator tersebut.
Ketika menjadi jelas bahwa Rudolph tak keberatan duduk dan bercakap-cakap sepanjang pagi,
Marco mulai berpamitan. Mereka sepakat untuk bertemu Jagi di tempat
yang sama dan waktu yang sama. Senin depan.
Salju tipis turun, meninggalkan jejak ban mobil pengantar di Via Irnerio.
Ketika meninggalkan kafe yang hangat itu, Marco sekali lagi m
engagumi para perencana kota Bologna zaman dulu kala, yang telah merancang trotoar
beratap sejauh hampir tiga puluh kilometer di area kota lama. Ia pergi sejauh
beberapa blok ke timur dan berbelok ke selatan di Via deh" Indipendenza, jalan
lebar dan anggun yang dibangun sekitar tahun 1870-an agar penduduk kelas
atas yang tinggal di pusat kota dapat berjalan dengan nyaman ke stasiun kereta
di sebelah utara j kota. Ketika menyeberangi Via Marsala, rak sengaja j ia
menginjak gundukan salju yang baru dikeruk dan mengernyit ketika salju
merembes membasahi kaki kanannya.
Ia menyumpahi Luigi karena tidak memberinya pakaian yang selayaknyacuaca semakin dingin, sewajarnyalah bila orang membutuhkan sepatu bot.
Pemikiran itu memicu rentetan tutukan dalam hati tentang kurangnya dana
yang Marco terima dari "apa pun yang bertanggung jawab atas
kesejahteraannya sekarang. Mereka membuangnya' di Bologna, Italia, dan
mereka jelas menghabiskan banyak uang untuk pelajaran bahasa, tempat
tinggal, personalia, dan terutama makanan untuk
menjaganya tetap hidup. Menurut pendapatnya, mereka hanya menyia-nyiakan waktu dan uang. Akan lebih baik kalau ia diselundupkan ke London
atau Sydney yang dihuni banyak orang Amerika dan semua orang bicara bahasa
Inggris. Ia bisa membaur lebih mudah di sana.
Orang yang bersangkutan menjajari langkahnya. "Buon giorno," sapa Luigi.
Marco menghentikan langkahnya, tersenyum, mengulurkan tangan untuk
bersalaman, dan berkata, "Well, buon giorno, Luigi. Kau membuntutiku J W
Tidak, aku baru keluar untuk jalan-jalan dan
melihatmu berjalan di sisi seberang. Aku menyukai
salju, Marco. Bagaimana denganmu""
Mereka berjalan lagi, dengan tempo santai. Marco ingin memercayai
temannya, tapi ia tidak yakin pertemuan mereka sekadar kebetulan. "Oke-oke
saja Lebih indah di Bologna sini ketimbang di Washington, D.C., saat jam sibuk
Apa sebenarnya yang kaulakukan sepanjang hari, Luigi" Kalau kau tak keberatan
aku bertanya"" Tidak apa-apa. Kau boleh bertanya apa saja."
"Itulah yang kupikirkan. Begini, aku punya dua keluhan. Tiga, sebenarnya."
"Tak mengherankan. Kau sudah minum kopi""
"Sudah, tapi aku mau minum lagi."
Luigi mengedikkan dagu ke arah kafe kecil
253 di sudut jalan di depan mereka. Mereka masak dan mendapati semua meja
sudah ditempati, jadi mereka berdiri bersama kerumunan di bar dan menyesap
espresso. "Apa keluhanmu yang pertama"" tanya Luigi dengan suara rendah.
Marco beringsut mendekat, boleh dibilang hidung mereka nyaris
bersentuhan. "Dua keluhan yang pertama sangat erat kaitannya. Pertama, soal
uang. Aku tidak minta banyak, tapi aku ingin memiliki semacam uang saku.
Tidak ada orang yang menyukai j kondisi bokek, Luigi. Aku akan lebih senang
kalau punya sedikit uang tunai di kantongku dan tahu aku tak pedu
menyimpannya." "Berapa""
"Oh, entahlah. Sudah lama sekali aku tidak menegosiasikan uang saku.
Bagaimana kalau seratus euro seminggu, sebagai permulaan. Dengan begitu aku
bisa membeli koran, buku, majalah, makanan-kau tahu, kebutuhan dasar.
Paman Sam membayar uang sewaku dan aku sangat berterima kasih. Bahkan
sebenarnya, ia membayar uang sewaku selama enam tahun terakhir."'
"Bisa saja kau masih di penjara sekarang ini."
"Oh, terima kasih, Luigi. Hal itu tak pernah terlintas di kepakku."
"Maaf, seharusnya aku tidak berkata begitu-"
"Dengar, Luigi, aku beruntung berada di sini, oke" Tapi, pada saat yang
bersamaan, aku sekarang ffaIga negara yang sudah mendapatkan pengampunan penuh, warga negara
mana aku tak tahu, pokoknya aku punya hak untuk diperlakukan de-- gan
sedikit hormat. Aku tidak suka bokek, dan aku tidak suka mengemis-emis demi


The Broker Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

uang. Aku ingin kau menjanjikan seratus euro seminggu." "Akan kulihat apa
yang bisa kulakukan." Terima kasih." "Keluhan yang kedua""
"Aku mau minta uang untuk membeli beberapa pakaian. Sekarang ini kakiku
kedinginan karena di luar turun salju dan aku tidak punya sepatu yang
memadai. Aku juga ingin punya mantel yang lebih tebal, mungkin beberapa
sweter." "Nanti kubelikan."
Tidak, aku mau membelinya, Luigi. Beri aku uang dan aku akan berbelanja
sendiri. Aku tidak minta banyak kok."
"A kan kuatur." Mereka saling menjauh beberapa sentimeter dan masing-masing menyesap
kopi. "Keluhan ketiga"" tanya Luigi.
"Soal Ermanno. Ia sudah kehilangan minat. Kami melewatkan enam jam
bersama dan ia mulai bosan dengan segalanya."
Luigi memutar mata frustrasi. "Aku tidak bisa sekadar menjentikkan jari dan
menemukan guru bahasa yang baru, Marco."
254 "Kau saja yang mengajariku. Aku menyukaimu, Luigi, kita akan bersenang-senang bersama. Kau tahu Ermanno itu membosankan. Ia masih muda dan ingin
tetap bersekolah. Tapi kau bisa jadi gum yang baik." "Aku bukan guru."
"Kalau begitu tolong carikan guru yang baru. Ermanno tidak ingin
melakukannya. Aku khawatir aku ridak maju-maju."
Luigi membuang muka dan mengamati dua pria j tua masuk dan terseok-seok lewat. "Ia memang sudah harus pergi," ujarnya. "Seperti yang kaukatakan,
ia ingin kembali ke sekolah."
"Masih berapa lama lagi aku harus belajar bahasa""
Luigi menggeleng seolah ia tidak tahu. "Bukan aku yang membuat
keputusan." "Aku punya keluhan keempat."
"lima, enam, tujuh. Mari kita dengarkan semuanya, lalu mungkin kita bisa
melewatkan beberapa minggu tanpa keluhan."
"Kau sudah pernah mendengarnya, Luigi. Semacam syarat yang terus
kuminta." "Apakah soal pengacara""
"Kau terlalu banyak menonton film Amerika. Aku sebenarnya ingin ditransfer
ke London. Ada sepuluh juta manusia di sana, mereka semua berbahasa Inggris.
Aku tidak akan menghabiskan
sepuluh jam per hari untuk mempelajari bahasa baru. Jangan salah, Luigi,
aku suka bahasa Italia. Semakin banyak yang kupelajari, semakin indah
kedengarannya. Tapi, pikirkanlah, kalau kau mau menyembunyikan aku,
buanglah aku di tempat yang memungkinkanku untuk bertahan hidup."
"Aku sudah menyampaikan hal ini, Marco. Bukan aku yang membuat
keputusan." "Aku tahu, aku tahu. Tapi tolong desaklah te-1 rus."
"Ayo kira pergi."
Salju turun semakin deras ketika mereka meninggalkan kafe dan kembali
menyusuri trotoar bernaungan. Orang-orang bisnis yang berpakaian rapi
melewati mereka dalam perjalanan ke tempat kerja. Orang-orang yang belanja
pagi-pagi sudah keluar-kebanyakan ibu-ibu rumah tangga yang pergi ke pasar.
Jalanan sibuk, dipenuhi mobil kecil dan skuter yang meliuk-liuk di sekitar bus-bus kota dan berusaha menghindari gundukan salju basah.
"Di sini sering turun salju"" tanya Marco.
"Beberapa kali setiap musim dingin. Tidak banyak, dan ada portico cantik ini
yang melindungi kita agar tidak basah."
Pedang Kayu Harum 4 Bu Kek Kang Sinkang Karya Kkabeh Perguruan Sejati 12

Cari Blog Ini