Ceritasilat Novel Online

The Name Of Rose 11

The Name Of The Rose Karya Umberta Eco Bagian 11


"Dan apa kau percaya bahwa Abbas itu, setelah apa yang sudah terjadi, mau ambil risiko kehilangan martabatnya yang tinggal kecil itu untuk seorang penyihir""
"Tetapi ia mau bertanggung jawab atas larinya Ubertino""
"Ubertino adalah salah seorang rahibnya dan belum dituduh apaapa.
Di samping itu, kau ini ngomong apa, sih" Ubertino seseorang yang penting; Bernard hanya bisa memukulnya dari belakang."
"Jadi, Kepala Gudang itu betul: penduduk biasa selalu dihukum untuk semua, bahkan bagi mereka
yang bicara atas nama mereka, bahkan bagi orang seperti Ubertino dan Michael, yang dengan kata kata penebusan dosa telah mendorong orang biasa untuk memberontak!" Aku merasa begitu putus asa sehingga tidak mempertimbangkan bahwa gadis itu justru bukan seorang Fraticello, dirayu oleh visi mistik Ubertino, tetapi seorang petani, akan dihukum untuk sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan dirinya."
"Begitulah," jawab William sedih. "Dan jika kau mau mencari sekilas keadilan, akan kuceritakan kepadamu bahwa suatu hari anjing-anjing besar itu, Paus dan Kaisar, dengan tujuan berdamai, akan mengabaikan mayat anjing-anjing lebih kecil yang saling menggigit demi melayani mereka. Dan Michael atau Ubertino akan diperlakukan seperti gadismu diperlakukan hari ini."
Sekarang aku tahu bahwa William sedang meramal atau, tepatnya, membenarkan, menyimpulkan dasar dari prinsip filsafat alam. Tetapi saat itu ramalan dan silogismenya tidak menghibur- ku sedikit pun. Hal satu-satunya yang pasti adalah bahwa gadis itu akan dibakar. Dan aku merasa bersalah, karena di atas pembakaran itu, seakan ia juga akan menghilangkan dosa yang telah kulakukan bersamanya.
Dengan amat malu aku menangis dan lari ke bilikku, sepanjang malam aku menggigiti dipanku dan mengerang tak berdaya, karena aku bahkan tidak diizinkan seperti yang mereka lakukan dalam romansa ksatria yang kubaca bersama temantemanku di Melk untuk meratap dan menyebut-nyebut nama kekasih.
Itu satu-satunya cinta duniawi hidupku, dan aku tidak bisa, waktu itu atau selamanya setelah itu, menyebut nama kekasihku itu. []
HARI KEENAM Martina Dalam cerita ini "para penguasa sederunt", dan Maleakhi jatuh ke lantai.
Kami turun untuk ikut matina. Bagian terakhir malam itu, pada hakikatnya bagian pertama hari baru yang hampir merekah, masih berkabut.
Waktu menyeberang kloster, kelembapan meresapi tulang-tulangku, terasa ngilu setelah tidur tidak nyenyak.
Meskipun gereja itu dingin, aku berlutut di bawah relung-relung itu sambil mendesah lega, terlindung oleh unsur elemen itu, dinyamankan oleh kehangatan tubuh lainnya, dan oleh doa.
Lantunan mazmur baru saja dimulai ketika William menunjuk ke deretan di depan kami: ada tempat kosong di antara Jorge dan Pacificus dari Tivoli. Itu adalah tempat Maleakhi, yang selalu duduk di sebelah orang buta tersebut. Bukan cuma kami yang memperhatikan ketidakhadiran orang itu. Di satu pihak aku melihat Abbas yang melirik dengan cemas, karena benar-benar menyadari, tentu saja,
bahwa kekosongan selalu membawa bentara menyedihkan.
Di lain pihak aku melihat bahwa Jorge tua itu luar biasa jengkel.
Wajahnya, yang biasanya amat sulit dipahami karena kedua matanya yang putih, hampir sepenuhnya gelap; tetapi kedua tangannya gugup dan tidak mau diam. Nyatanya, lebih dari sekali ia meraba tempat duduk di sebelahnya, seakan mau melihat apa ada yang menempati.
Ia mengulangi gerakan itu berkali-kali, selang waktu yang teratur, seakan berharap bahwa orang yang absen itu akan muncul kapan saja tetapi takut karena tidak menemukannya.
"Di mana ya, pustakawan itu"" bisikku kepada William.
"Maleakhi," jawab William, "sekarang ini satu-satunya pemilik buku itu. Jika ia tidak bersalah atas kejahatan-kejahatan itu, maka ia mungkin tidak tahu bahaya yang dikandung buku itu
Tidak ada lagi yang bisa dibicarakan. Kami hanya bisa menunggu. Dan kami menunggu: William dan aku, Abbas, yang terus menatap tempat kosong tersebut, dan Jorge, yang tidak pernah berhenti bertanya kepada kegelapan dengan kedua tangannya.
Waktu sampai pada akhir doa, Abbas itu mengingatkan para rahib dan novis akan perlunya menyiapkan Misa Agung Natal; oleh karena itu, seperti kebiasaan, saat sebelum lauda harus digunakan untuk melatih seluruh komunitas
menyanyikan beberapa lagu yang ditetapkan untuk kesempatan tersebut. Dengan sendirinya kumpulan orang saleh itu latihan sebagai satu tubuh, dalam suatu suara selaras tunggal; melalui suatu proses yang telah dikerjakan selama bertahun-tahun, mereka mengakui kesatuan mereka, menjadi sejiwa, dalam nyanyian mereka.
Abbas mengundang mereka menyanyikan "Sederunt";
Sederunt principes et adversus me loquebantur, iniqui persecuti sunt me. Adiuva me, Domine Deus meus, salvum me fac propter maqnam misericordiam tuam.[]
Aku bertanya dalam hati apakah Abbas itu tidak sengaja memilih gradual itu untuk dinyanyikan pada malam khusus itu, jeritan kepada Tuhan yang menghakimi, permohonan bantuan untuk melawan pangeran-pangeran jahat. Dan di sana, para duta kaisar ikut hadir dalam acara doa itu, untuk diingatkan tentang betapa selama berabad-abad ordo kami telah didorong untuk menolak penghakiman dari mereka yang berkuasa, berkat hubungan khususnya dengan Allah, Tuhan dalam hosti. Dan awal lagu itu memang menciptakan suatu kesan adanya kekuatan besar.
Pada suku kata pertama, koor yang saleh dan
lambat mulai bernyanyi, lusinan dan lusinan suara, yang bunyi basnya memenuhi bagian tengah gereja dan mengambang di atas kepala kami dan toh seakan bangkit dari jantung bumi. Bunyi itu tidak terputus, karena suara-suara lain mulai menjalin, di atas kalimat yang penuh makna dan berkesinambungan itu, serangkaian vokalise dan melisma, ini menyambung terus mendominasi dan tidak berhenti untuk seluruh waktu sehingga seorang pembicara perlu mengulang dua belas kali "Ave Maria" dengan suara lambat dan berirama. Dan seakan dibebaskan dari setiap ketakutan oleh keyakinan bahwa suku kata yang diperpanjang itu, alegori dari jangka waktu keabadian, memberi kepada doa-doa tersebut, suara-suara lain (dan khususnya suara para novis) di atas tempat lebih tinggi yang dasarnya sekuat-batu, pilar-pilar, puncak-puncak pencairan dan nema bernada rendah itu. Dan sementara hatiku bergolak oleh kemanisan vibrasi dari suatu nada klimaks atau nada porektus, suatu torkulus atau suatu salikus, suara-suara itu seakan berkata kepadaku bahwa jiwa (jiwa mereka yang tengah berdoa, dan jiwaku sendiri sementara mendengarkan suara-suara itu), tidak mampu menanggung perasaan terl
alu gembira, terkoyak akibat suara-suara itu untuk mengungkapkan kegembiraan, kesedihan, pujian, cinta, dalam suatu dorongan bunyi-bunyi indah. Sementara itu, suarasuara chthonian yang amat tegas itu tidak berhenti, seakan kehadiran musuh yang mengancam, dari mereka yang berkuasa yang
menghukum rakyat Tuhan, tetap tidak terselesaikan. Sebelum putaran keras Neptunian dari satu nada tunggal seakan terkuasai, atau paling sedikit diyakinkan dan dibuka, oleh Haleluya yang menggembirakan dari mereka yang menentangnya, dan semua orang larut ke dalam suatu paduan nada sempurna dan agung dan ke dalam suatu nema yang datar.
Begitu "sederunt" itu sudah dilantunkan dengan semacam kesulitan terus-menerus, nada untuk "principes" meningkat dengan ketenangan yang membahagiakan dan agung. Aku tidak lagi bertanya di dalam hati siapa orang kuat yang berbicara melawanku (melawan kami): bayangan dari hantu mengancam yang duduk di atas takhta itu telah memudar, telah menghilang.
Dan hantu-hantu lainnya, aku juga percaya, saat itu makin larut, karena ketika memandang tempat duduk Maleakhi lagi, setelah perhatianku terserap oleh nyanyian tersebut, aku melihat sosok pustakawan itu berdoa di antara orang-orang lainnya, seakan dia sudah sedari tadi duduk di situ. Aku memandang William dan melihat isyarat lega dalam matanya, kelegaan yang sama kulihat dalam mata Abbas di kejauhan. Akan halnya Jorge, sekali lagi ia mengulurkan tangannya, dan menyentuh tubuh orang yang duduk di sebelahnya, dan langsung menarik tangannya lagi. Tetapi aku tidak tahu perasaan apa yang bergejolak dalam dirinya.
Sekarang koor dengan gembira menyanyikan "Adiuva me", yang bunyi "a"nya melambung gembira
di seluruh gereja, dan bahkan bunyi "u"nya tidak terasa sedih seperti dalam kata "sederunt", tetapi penuh dengan semangat suci. Para rahib dan novis itu menyanyikan, menurut aturan yang diharuskan oleh lagu itu, sambil berdiri tegak, dengan tenggorokan bebas, kepala memandang ke atas, bukunya hampir setinggi bahu sehingga mereka dapat membaca tanpa harus menurunkan kepala dan dengan begitu membuat napas bisa keluar dari dada tanpa harus dipaksa keras. Tetapi hari masih malam, dan meskipun genderang kegembiraan menggelegar, hawa tidur menjebak banyak penyanyi, yang, mungkin kehilangan kemampuan menyanyikan nada yang panjang, sementara larut dalam gelombang lagu itu sendiri, berkali-kali mengangguk, diseret oleh kantuk.
Lalu rahib yang bertugas membangunkan, bahkan dalam situasi itu, menyoroti wajah-wajah dengan sebuah lampu, satu per satu, agar tubuh dan jiwa mereka terjaga kembali.
Dan orang yang bertugas membangunkan itu justru yang pertama memperhatikan Maleakhi bergoyang dalam suatu gaya yang aneh, seakan tiba-tiba tercebur kembali ke dalam kabut tidur Cimmeria yang mungkin belum ia nikmati sepanjang malam. Rahib itu menghampiri Maleakhi dengan lampu, menerangi wajahnya dan dengan sendirinya mulai menarik perhatianku. Pustakawan itu tidak bereaksi. Rahib itu menyentuhnya dan Maleakhi terjungkal ke depan dengan keras. Rahib yang bertugas membangunkan itu nyaris menangkapnya sebelum jatuh.
Nyanyian melambat, suara-suara berhenti, terasa suasana bingung sesaat. William sudah langsung melompat dari tempat duduknya dan bergegas ke tempat di mana Pacificus dari Tivoli dan rahib yang bertugas membangunkan itu sekarang membaringkan Maleakhi di atas lantai, tidak sadarkan diri.
Kami sampai ke tempat itu bersamaan dengan Abbas, dan dalam cahaya lampu kami melihat wajah orang malang itu. Aku sudah menggambarkan raut muka Maleakhi, tetapi malam itu, dalam cahaya lampu, wajah itu benar-benar menggambarkan kematian: hidung lancip itu, mata cekung itu, pelipis melesak yang putih itu, telinga berkerut dengan cuping ke arah luar, kulit wajahnya sekarang kaku, kencang, dan kering, warna pipinya kekuning-kuningan ditingkah bayangan gelap. Kedua mata itu masih terbuka dan bibir yang pecah-pecah itu masih berusaha mengeluarkan napas berat. Ia membuka mulutnya, dan ketika aku membungkuk di belakang William, yang sudah membungkuk di atas Maleakhi, aku melihat lidah kehitaman bergerak-ge
rak di dalam ruang giginya. William, lengannya memeluk bahu Maleakhi, membangunkannya, sambil menyeka selapis peluh yang membasahi kening Maleakhi dengan tangannya yang lain. Maleakhi merasakan suatu sentuhan, suatu kehadiran; ia menatap langsung ke depan, jelas tidak melihat, jelas tidak mengenali siapa yang ada di hadapannya. Ia mengangkat tangannya yang gemetar, mencengkeram dada William, sambil menarik wajah
William sampai wajah mereka hampir bersentuhan, lalu dengan suara lirih dan serak ia mengucapkan beberapa kata, "Ia menangkapku ... sungguh .... Ada kekuatan seribu kalajengking
"Siapa yang mengatakan kepadamu"" tanya William kepadanya.
"Siapa"" Maleakhi berusaha bicara lagi. Tetapi ia terenggut oleh getaran kuat dan kepalanya jatuh ke belakang. Wajahnya pasi, kehilangan semua rona kehidupan. Ia sudah mati.
William berdiri. Ia melihat Abbas di sampingnya, tetapi tidak berkata apa-apa. Lalu, di belakang Abbas, ia melihat Bernard Gui.
"Tuanku Bernard," tanya William, "siapa yang membunuh orang ini, setelah dengan pintar kau menemukan dan menangkap para pembunuh itu""
"Jangan tanya aku," kata Bernard. "Aku belum pernah bilang aku telah ditugasi menghakimi semua kriminal yang bebas berkeliaran dalam biara ini. Tentu saja aku akan melakukannya dengan senang hati, jika mampu." Ia memandang William. "Tetapi yang lainlainnya sekarang kuserahkan kepada kuatnya ... atau besarnya wewenang Tuanku Abbas." Abbas itu jadi pucat dan tetap diam. Lalu Bernard pergi.
Pada saat itu aku mendengar semacam rengekan, suatu isak tertahan.
Jorge, di atas tempat berlutut bangkunya, ditopang oleh seorang rahib yang tentunya telah menjelaskan apa yang telah terjadi.
"Ini tidak akan pernah berakhir .katanya dalam suara parau. "Ya, Tuhan, ampuni kami semua!"
William membungkuk di atas mayat itu beberapa saat. Ia meraih pergelangan tangan mayat itu, menengadahkan telapak tangan itu ke arah lampu. Bantal tiga jari pertama tangan kanan Maleakhi menghitam. []
Lauda Dalam cerita ini telah dipilih Kepala Gudang yang baru, tetapi pustakawan baru tidak dipilih.
Apa sekarang sudah saatnya lauda" Masih terlalu pagi atau sudah terlambat" Sejak saat itu selanjutnya aku kehilangan perasaan akan waktu. Mungkin jam berjalan terus, mungkin agak lambat, mayat Maleakhi sudah diletakkan di atas sebuah katafalk[Panggung tempat meletakkan peti mati-pen.] di dalam gereja, sementara para rahib membentuk setengah lingkaran mengelilinginya. Abbas mengeluarkan perintah untuk pemakaman segera. Aku mendengar beliau memanggil Benno dan Nicholas dari Morimondo. Dalam waktu kurang dari sehari, katanya, biara itu telah kehilangan Kepala Gudang dan pustakawannya. "Kau," katanya kepada Nicholas, "akan mengambil alih tugas Remigio. Kau tahu pekerjaan dari banyak orang, di biara sini. Tunjuk seseorang untuk menggantikan pekerjaanmu di bengkel, dan sediakan kebutuhan langsung hari ini di dapur, ruang makan.
Kau diizinkan tidak ikut doa. Pergilah." Lalu kepada Benno beliau bilang, "Baru kemarin malam kau ditunjuk menjadi asisten Maleakhi. Urus dibukanya skriptorium dan pastikan tak ada orang naik ke perpustakaan sendirian." Dengan malu, Benno menunjukkan bahwa ia belum dilantik ke dalam rahasia tempat itu. Abbas itu menatapnya dengan galak. "Tak ada yang mengatakan bahwa kau akan dilantik. Kau urus dulu agar pekerjaan terus berlangsung dan dipersembahkan sebagai suatu doa bagi saudara-saudara kita yang telah meninggal ... dan bagi mereka yang mungkin akan mati. Setiap rahib akan bekerja hanya dengan buku-buku yang sudah diberikan kepadanya. Mereka yang menginginkan boleh memeriksa katalog. Hanya itu. Kau diizinkan untuk tidak ikut vespers, karena saat itu kau harus mengunci semuanya."
"Tetapi bagaimana caranya aku bisa keluar"" tanya Benno.
"Pertanyaan bagus. Aku akan mengunci pintu-pintu sebelah luar setelah makan malam. Pergilah."
Benno keluar bersama mereka, sambil menghindari William, yang ingin bicara kepadanya. Dalam koor, tinggal kelompok kecil: Alinardo, Pacificus dari Tivoli, Aymaro dari Alessandria, dan Peter dari Sant'Albanno. Aymaro meny
eringai. "Marilah kita bersyukur kepada Allah," katanya. "Dengan meninggalnya si Jerman itu, ada risiko mendapatkan seorang pustakawan baru yang lebih barbar."
"Menurutmu siapa yang akan ditunjuk untuk posisi itu"" tanya William.
Peter dari Sant'Albano tersenyum penuh teka-teki. "Setelah segala sesuatu yang telah terjadi selama beberapa hari ini, masalahnya bukan lagi pustakawan, tetapi Abbas itu
"Hush," kata Pacificus kepadanya. Dan Alinardo, dengan pandangannya yang merenung seperti biasa, berkata, "Mereka akan melakukan ketidakadilan lagi ... seperti pada zamanku. Mereka harus dihentikan."
"Siapa"" tanya William. Pacificus diam-diam memegang tangan William dan mengajaknya menjauh dari orang tua itu, ke arah pintu.
"Alinardo ... kau tahu ... kami begitu mencintainya. Bagi kami dia mewakili tradisi lama dan hari-hari terbaik biara ini ....
Tetapi terkadang ia bicara tanpa memahami apa yang ia katakan.
Kami semua cemas tentang pustakawan baru. Orang itu harus pandai, matang, dan bijaksana .... Hanya itu yang seharusnya."
"Apa ia harus menguasai bahasa Yunani"" tanya William.
"Dan bahasa Arab, karena sudah tradisi: tugasnya menuntut itu.
Tetapi ada banyak di antara kami yang punya karunia itu. Aku, kalau boleh aku bilang begitu, dan Peter, dan Aymaro
"Benno tahu bahasa Yunani."
"Benno terlalu muda. Aku tidak tahu mengapa Maleakhi memilihnya sebagai asisten kemarin, tetapi
"Apa Adelmo menguasai bahasa Yunani""
"Kukira tidak. Tidak, jelas tidak."
"Tetapi Venantius tahu Yunani. Dan Berengar. Baiklah, terima kasih."
Kami pergi, untuk mengambil sesuatu dari dapur.
"Mengapa Anda ingin tahu siapa yang menguasai bahasa Yunani"" tanyaku.
"Karena semua yang meninggal dengan jari menghitam tahu bahasa Yunani. Oleh karena itu, ada baiknya berharap bahwa mayat selanjutnya adalah di antara mereka yang tahu bahasa Yunani. Termasuk aku. Kau aman."
"Dan apa pendapat Anda tentang kata-kata Maleakhi yang terakhir""
"Kau mendengarnya. Kalajengking. Sangkakala kelima antara lain mengumumkan kedatangan belalang yang akan menyerang manusia dengan sengat seperti kalajengking. Dan Maleakhi secara tidak langsung mengatakan bahwa ada seseorang yang telah memperingatkannya lebih dulu."
"Sangkakala keenam," kataku, "mengumumkan kuda-kuda dengan kepala singa yang dari mulutnya keluar asap dan api dan belerang, ditunggangi oleh orang-orang berbaju zirah, merah api dan biru dan kuning belerang warnanya."
"Terlalu banyak hal. Tetapi kejahatan berikutnya mungkin akan terjadi di dekat kandang kuda. Kita harus mengawasi tempat itu.
Dan kita harus menyiapkan diri kita untuk
sangkakala ketujuh. Masih ada dua korban. Siapa yang paling cocok menjadi calon" Jika tujuannya adalah rahasia dari finis Africae, calon korbannya adalah mereka yang mengetahuinya. Dan sejauh bisa kukatakan, itu berarti hanya Abbas tersebut. Kecuali kalau rencana jahatnya lain. Kau baru saja mendengar mereka, mulai membuat rencana jahat untuk menyingkirkan Abbas itu, tetapi Alinardo bicara dalam kata jamak
"Abbas itu harus diperingatkan," kataku.
"Akan apa" Bahwa mereka akan membunuhnya" Aku tidak punya bukti yang meyakinkan. Aku melanjutkan seakan si pembunuh dan aku berpikiran sama. Tetapi jika ia ingin mengejar rancangan lain"
Dan jika, khususnya, tidak ada seorang pembunuh""
"Maksud Anda""
"Aku tidak tahu persis. Tetapi seperti kukatakan kepadamu, kita harus membayangkan semua tata tertib yang mungkin, dan semua kekacauan." []
Prima Dalam cerita ini Nicholas menceritakan banyak hal sementara mereka mengunjungi gudang simpanan harta di bawah tanah.
Nicholas dari Morimondo, dalam posisinya yang baru sebagai kepala gudang, mulai
memberi perintah kepada tukang-tukang masak, dan mereka sedang memberikan informasi tentang cara kerja dapur kepada Nicholas. William ingin bicara kepadanya, tetapi Nicholas minta agar kami menunggu sebentar, sampai saat ia harus turun ke gudang simpanan harta di bawah tanah untuk memberi petunjuk pemolesan lemari-lemari kaca, yang masih menjadi tanggung jawabnya; di sini ia tentu akan punya lebih banyak waktu u
ntuk bercakapcakap. Tidak lama kemudian, ia benar-benar mengajak kami mengikutinya.
Ia masuk gereja, pergi ke belakang altar utama (sementara para rahib sedang menata katafalk di tengah gereja, untuk menjaga jenazah Maleakhi), dan mendahului kami menuruni anak tangga kecil. Sampai ke kaki anak tangga, ternyata kami berada
dalam sebuah ruangan dengan atap melengkung amat rendah yang disangga oleh pilar-pilar tebal dari batu kasar. Kami berada di gudang bawah tanah tempat harta biara itu disimpan, suatu tempat yang amat dibanggakan Abbas dan yang hanya ia izinkan dibuka pada waktuwaktu tertentu dan bagi tamu amat penting.
Pada setiap sisi ada almari dengan dimensi berbeda-beda, di dalamnya, benda-benda yang mengagumkan indahnya berkilauan dalam cahaya obor (dinyalakan oleh dua asisten kepercayaan Nicholas).
Jubah emas, tiara emas bertatahkan batu mulia, kotak kotak dari berbagai metal berukir dengan gambar-gambar, benda-benda terbuat dari niello dan gading. Dengan amat sangat gembira Nicholas menunjukkan kepada kami sebuah kitab Injil yang jilidnya memperagakan piagam-piagam menakjubkan dari email, yang membentuk suatu kesatuan beraneka ragam dari bagian-bagiannya, diperindah dengan benang emas halus dan diperkuat dengan batu mulia untuk menutupi paku-paku. Ia menunjukkan kepada kami sebuah aedicula dengan dua kolom lapis lazuli dan emas yang membingkai suatu gambar relief-timbul tentang pemakaman Kristus dari perak bagus yang di atasnya diberi sebuah salib emas berhias tiga belas berlian pada latar belakang onyx bergalur, sementara nok kecil itu di bawahnya dihiasi dengan agate dan rubi. Lalu aku melihat suatu batu tulis terbuat dari emas dan gading yang dibagi menjadi lima bagian, dengan lima
adegan dari kehidupan Kristus, dan di tengahnya sebuah lampu mistik terbuat dari kotak-kotak kecil disepuh perak dengan perekat kaca, suatu gambar polikrom di atas suatu dasar yang putih bagai lilin.
Wajah dan gerak-gerik Nicholas, ketika menjelaskan benda-benda itu bagi kami, berseri-seri bangga. William memuji benda-benda yang sudah ia saksikan, lalu menanyakan orang seperti apa Maleakhi itu dulu.
Nicholas membasahi satu jarinya untuk menggosok suatu permukaan kristal yang tidak sempurna polesannya, lalu menjawab sambil tersenyum sedikit, tanpa memandang wajah William, "Seperti kata orang banyak, Maleakhi kelihatan penuh pertimbangan, tetapi sebaliknya ia amat sederhana. Menurut Alinardo, ia bodoh."
"Alinardo mengeluh terhadap seseorang pada waktu dulu sekali, ketika ia ditolak menjadi pustakawan."
"Aku, juga, sudah mendengar percakapan tentang itu, tetapi itu kisah lama, terjadi paling sedikit lima puluh tahun yang lalu.
Waktu aku tiba di sini, pustakawannya adalah Robert dari Bobbio, dan para rahib tua mengeluh tentang ketidakadilan terhadap Alinardo. Robert punya seorang asisten, yang kemudian meninggal, dan Maleakhi, masih amat muda, ditunjuk untuk menggantikan.
Banyak yang bilang bahwa Maleakhi tidak pantas, karena meskipun menyatakan tahu bahasa Yunani dan Arab, itu tidak benar, ia cuma pandai
meniru, menyalin manuskrip dalam bahasa-bahasa itu ke dalam kaligrafi yang halus, tanpa memahami apa yang sedang ia salin. Alinardo menyindir bahwa Maleakhi diberi kedudukan itu demi memenangkan rencana jahat musuhnya, musuh Alinardo. Tetapi aku tidak mengerti maksudnya. Begitulah kisahnya. Selama ini selalu ada bisik-bisik bahwa Maleakhi melindungi perpustakaan itu bagai seekor anjing penjaga, tetapi tanpa pengetahuan tentang apa yang ia jaga. Untuk hal itu, juga mulai ada bisik-bisik terhadap Berengar, ketika Maleakhi memilihnya sebagai asisten. Mereka bilang bahwa pemuda itu tidak lebih pandai daripada gurunya, bahwa ia cuma seorang yang suka menimbulkan intrik. Mereka juga bilang tetapi tentunya kau sudah mendengar sendiri rumor itu bahwa ada hubungan aneh antara Berengar dan Maleakhi .... Gosip lama. Lalu, seperti kauketahui, ada yang menggunjingkan Berengar dan Adelmo, dan para penulis muda mengatakan bahwa Maleakhi diamdiam menderita cemburu yang mengerikan .... Dan juga ada bisikbisik tentang hubungan Maleakhi deng
an Jorge. Bukan, bukan dalam artian yang mungkin sudah kauduga tak seorang pun pernah menggerutu terhadap kebajikan Jorge! tetapi Maleakhi, sebagai pustakawan, menurut tradisi, seharusnya memilih Abbas sebagai bapa pengakuannya, sementara semua rahib lain pergi kepada Jorge untuk mengaku dosa (atau kepada Alinardo, tetapi orang tua itu sekarang hampir pikun) .... Yah, mereka bilang bahwa di samping itu, pustakawan tersebut terlalu sering
bercakap-cakap dengan Jorge, seakan Abbas yang mengarahkan jiwa Maleakhi, tetapi Jorge yang menguasai tubuhnya, tindakannya, pekerjaannya. Memang, seperti kau sendiri tahu dan mungkin sudah melihat, jika ada yang ingin tahu letak suatu buku kuno, sudah terlupakan, ia tidak tanya kepada Maleakhi, tetapi kepada Jorge. Maleakhi yang menyimpan katalog itu dan yang naik ke perpustakaan, tetapi Jorge tahu apa arti setiap judul
"Mengapa Jorge tahu begitu banyak hal tentang perpustakaan itu""
"Dia paling tua, setelah Alinardo; ia sudah tinggal di sini sejak muda. Sekarang Jorge tentu sudah di atas delapan puluh, dan konon ia sudah buta selama paling sedikit empat puluh tahun, mungkin lebih lama lagi
"Bagaimana dia bisa begitu pandai, sebelum buta""
"Oh, ada banyak legenda tentang dirinya. Agaknya dia sudah dikaruniai bakat suci waktu masih kecil, dan di Castile, tempat asalnya, ia membaca buku karangan para doktor Yunani dan Arab ketika masih kecil. Dan kemudian, bahkan setelah buta, bahkan sekarang, ia duduk berjam-jam di perpustakaan, menyuruh orang lain membacakan katalog dan mengambilkan buku-buku, dan seorang novis akan membacakan untuknya selama berjam-jam."
"Sekarang, karena Maleakhi dan Berengar sudah meninggal, tinggal siapa yang memiliki rahasia perpustakaan itu""
"Abbas, dan Abbas tentu akan menyampaikannya kepada Benno ... jika ia memilih ...T'
"Mengapa kau bilang 'jika ia memilih'""
"Karena Benno masih muda, dan ia ditunjuk menjadi asisten waktu Maleakhi masih hidup; menjadi asisten pustakawan lain dengan menjadi pustakawan. Menurut tradisi, pustakawan kelak akan menjadi Abbas
"Ah, jadi begitu .... Itu sebabnya pos pustakawan begitu dirindukan. Tetapi, apa dulu Abo seorang pustakawan""
"Tidak, Abo tidak. Ia sudah ditunjuk sebelum aku tiba di sini, sekarang pasti sudah tiga puluh tahun yang lalu. Sebelum itu, abbasnya Paul dari Rimini, seorang aneh yang tentang dia orang menceritakan kisah-kisah aneh. Agaknya ia seorang pembaca yang amat rajin, ia hafal semua buku di perpustakaan, tetapi ia punya cacat yang aneh: ia tidak bisa menulis. Mereka menjulukinya Abbas agrafikus .... Ia menjadi Abbas ketika masih amat muda, kabarnya mendapat dukungan Algirdan dari Cluny ... tetapi ini gosip antarrahib yang sudah kuno. Bagaimanapun juga, Paul jadi Abbas, dan Robert dari Bobbio menggantikannya di perpustakaan, tetapi ia jadi lemah karena suatu penyakit: mereka tahu ia tidak bakal bisa mengepalai biara ini, dan waktu Paul dari Rimini lenyap
"Meninggal""
"Tidak, dia lenyap, aku tidak tahu bagaimana. Suatu hari ia pergi melakukan perjalanan dan tidak
pernah pulang; mungkin dibunuh oleh begal di tengah perjalanan .... Bagaimanapun juga, waktu Paul lenyap, Robert tidak bisa menggantikannya, dan terjadi persekongkolan jahat yang tidak jelas. Abo konon adalah putra kandung tuan tanah distrik ini. Ia dibesarkan dalam Biara Fossanova; kata orang, sebagai anak muda ia sudah menunggui Santo Thomas waktu meninggal di sana dan mendapat tugas mengangkat tubuh yang besar itu menuruni anak tangga sebuah menara yang terlalu sempit untuk dilewati jenazah itu .... Orang-orang jahat di sini menggumam bahwa itu masa kejayaannya .... Nyatanya, ia dipilih menjadi Abbas, meskipun belum pernah jadi pustakawan, dan ia diberi instruksi oleh seseorang, aku yakin itu Robert, tentang semua misteri perpustakaan itu. Sekarang kau mengerti mengapa aku tidak tahu apa Abbas akan mau memberi instruksi kepada Benno: ini seakan sudah menunjuk Benno sebagai penggantinya, seorang pemuda tak acuh, seorang ahli tata bahasa setengah barbar dari Utara Jauh, bagaimana mungkin ia mengenal negeri ini, biara ini, hubungannya d
engan tuan-tuan tanah di kawasan ini""
"Tetapi Maleakhi juga bukan orang Italia, atau Berengar, dan toh keduanya ditunjuk ke perpustakaan."
"Ini yang misterius. Para rahib menggerutu bahwa sudah lebih dari setengah abad biara ini mengingkari tradisinya .... Itulah sebabnya, lebih dari lima puluh tahun lalu, mungkin lebih awal lagi, Alinardo menginginkan posisi pustakawan itu.
Pustakawan selalu orang Italia orang pandai tidak langka di negeri ini. Dan di samping itu, kau tahu
Di sini Nicholas termangu, seakan enggan mengucapkan apa yang akan ia katakan. "... kau tahu, Maleakhi dan Berengar meninggal, mungkin dengan begitu mereka tidak bakal jadi Abbas."
Ia bergerak-gerak, melambaikan tangannya di depan wajahnya seakan mau melenyapkan pikiran yang kurang jujur, lalu membuat tanda salib. "Hanya ini yang bisa kukatakan" Kau lihat, di negeri ini, selama bertahun-tahun sudah terjadi hal-hal memalukan, bahkan dalam biara, dalam istana paus, dalam gereja .... Konflik untuk mendapatkan kekuasaan, tuduhan bidah untuk memperoleh stipendium dari seseorang .... Buruk sekali! Aku mulai kehilangan kepercayaan dalam ras manusia; aku melihat persekongkolan dan konspirasi istana di mana-mana. Bahwa biara kami harus menjadi seperti ini, sarang ular beludak yang muncul lewat sihir gaib dalam apa yang selama ini merupakan kemenangan para santo. Lihat: masa lalu biara ini!"
Ia menuding harta karun yang berserakan di sekeliling, dan, sementara meninggalkan salib-salib dan bejana lainnya, ia mengajak kami melihat relikui-relikui, yang mewakili kejayaan tempat ini.
"Lihat," katanya, "ini adalah ujung tombak yang menembus pinggang Sang Penebus!" Kami melihat sebuah kotak keemasan dengan tutup kristal, berisi sebuah bantal ungu dengan sepotong besi di atasnya, bentuknya segitiga, dulu sudah aus oleh karat tetapi sekarang kembali mengilat karena
sering diolesi dengan minyak dan lilin. Tetapi ini masih bukan apa-apa. Karena di dalam kotak lain, dari perak bertatahkan batu ametis, panel bagian depannya transparan, aku melihat sepotong kayu mu'tabir dari salib suci, dibawa ke biara ini oleh Ratu Helena sendiri, ibu dari Kaisar Konstantin, setelah melakukan perziarahan ke tempat-tempat suci, menggali Bukit Golgota dan makam suci, dan membangun sebuah katedral di atasnya.
Lalu Nicholas menunjukkan benda-benda lain kepada kami, dan aku tidak bisa menggambarkan semuanya, karena banyak sekali dan merupakan benda langka. Juga ada, dalam sebuah kotak dari aquamarin, paku dari salib itu. Dalam sebuah ampul, ditaruh di atas
bantalan dari bunga-bunga mawar yang sudah layu, ada satu potongan mahkota duri; dan di dalam kotak lain, juga di atas tebaran bunga kering, secarik taplak yang sudah menguning dari meja jamuan malam terakhir. Dan kemudian ada kantong uang Santo Mateus, dari rantai-rantai perak. Dan dalam suatu silinder, diikat dengan sehelai pita ungu yang sudah dimakan usia dan disegel dengan emas, adalah sepotong tulang dari lengan Santa Anna.
Aku menyaksikan, keajaiban dari semua keajaiban, di bawah sebuah lonceng kaca, di atas bantalan merah bersulam mutiara, satu potongan dari palungan Betlehem, dan sobekan sepanjang tangan dari tunik ungu Santo Yohanes Pemandi, dua sambungan rantai yang mengikat tumit Petrus rasul di Roma, tengkorak Santo Adalbert, pedang
Santo Stephanus, sepotong tulang kering Santa Margaret, sebuah jari Santa Vitalis, sepotong rusuk Santa Sophia, dagu Santo Eobanus, bagian atas tulang bahu Santo Chrysostomus, dan cincin pertunangan Santo Yoseph, sebuah gigi Santo Yohanes Pemandi, cemeti Musa, secarik renda amat halus yang sudah berlubanglubang dari gaun pengantin Perawan Maria.
Dan benda-benda lain yang bukan relikui tetapi masih mengandung kesaksian abadi kepada semua keajaiban dan makhluk mengagumkan dari tanah-tanah yang jauh, dibawa ke biara ini oleh para rahib yang sudah melakukanperjalanan ke ujung paling jauh dunia ini: seekor basilisk dan hydra yang diisi kapuk, sebuah tanduk unicorn, sebutir telur yang ditemukan dalam telur lain oleh seorang petapa, sepotong roti manna yang telah memberi makan orang Hibrani di
padang gurun, gigi seekor ikan paus, sebutir kelapa, tulang belikat dari seekor hewan dari zaman sebelum Air Bah, gading seekor gajah, tulang rusuk seekor lumba-lumba. Dan kemudian lebih banyak benda kuno yang tidak bisa dikenali, yang makna relikuinya mungkin lebih berharga daripada benda itu sendiri, dan beberapa di antaranya (dilihat dari seni kerajinan wadahnya, dari perak bakar) amat kuno: rangkaian yang tak ada habisnya dari potongan, tulang, kain, kayu, metal, kaca. Dan piala dengan serbuk hitam, salah satunya, ternyata berisi abu sisa kota Sodom, dan yang lain berisi semacam bubuk dari dinding-dinding Yericho. Semua benda, bahkan yang paling
sederhana, yang untuk mendapatkannya seorang kaisar tentu mau menyerahkan lebih dari satu kastil, dan yang mewakili sekumpulan, bukan hanya harta yang amat tinggi martabatnya, tetapi juga kekayaan materi sebenarnya bagi biara yang melestarikan benda-benda itu.
Aku terus melihat-lihat, terpana, karena Nicholas sekarang berhenti menjelaskan benda-benda itu, masing-masing toh sudah dijelaskan oleh segulung perkamen; dan sekarang aku bebas keluyuran seenaknya di tengah pameran keajaiban yang tak ternilai itu, sambil berulang kali mengagumi benda-benda yang ada di bawah cahaya terang, berkali-kali melihat sekilas dalam setengah kegelapan, sementara pembantu Nicholas berjalan ke bagian lain ruang bawah tanah itu dengan obornya. Aku terpesona oleh potongan-potongan tulang rawan yang kekuningan itu, mistis sekaligus menjijikkan, transparan dan misterius; oleh sobekan baju dari suatu zaman yang tak diperingati, kusam, amat tipis, kadang digulung dalam suatu silinder bagai manuskrip kusam; oleh bahanbahan kumal yang menyatu dengan kain yang merupakan tempatnya, barang rongsokan suci dari suatu kehidupan yang dulunya binatang (dan rasional) dan sekarang, dikurung dalam tempat dari kristal atau metal yang dalam ukuran mini mereka memperagakan hebatnya katedral-katedral dengan menara dan menara berputar, semuanya seakan juga berubah menjadi bahan mineral. Apakah ini, waktu itu, caranya tubuh para santo, dikubur, menunggu kebangkitan
daging" Dari potongan-potongan itu, apa organisme yang dalam keagungan penampakan suci itu bisa direkonstruksi, sehingga mendapatkan kembali setiap kepekaan alami mereka, bisa merasakan, seperti ditulis oleh Pipernus, bahkan aroma paling kecil yang membedakan"
Aku tersadar dari meditasi ketika William menyentuh bahuku.
"Aku mau pergi," katanya. "Aku akan naik ke skriptorium. Ada sesuatu yang masih akan kutanyakan
"Tetapi tidak mungkin mendapat buku apa saja," kataku. "Benno sudah diberi perintah
"Aku hanya akan memeriksa kembali buku-buku yang tengah kubaca kemarin; semua masih ada di skriptorium, di atas meja Venantius.
Kalau mau, kau boleh tidak ikut. Ruang bawah tanah ini suatu epitom indah dari perdebatan tentang kemiskinan yang sudah kauikuti selama beberapa hari ini. Dan sekarang kau tahu mengapa saudara-saudaramu mencincang daging satu sama lain waktu mencitacitakan jabatan Abbas."
"Tetapi apa Anda percaya apa yang secara tidak langsung ditunjukkan oleh Nicholas" Apakah kejahatan-kejahatan itu berkaitan dengan suatu konflik atas pelantikan jabatan""
"Sudah kukatakan kepadamu bahwa untuk saat ini aku tidak mau mengubah hipotesisku ke dalam kata-kata. Nicholas mengatakan banyak hal. Dan beberapa menarik perhatianku. Tetapi sekarang aku
akan mengikuti jejak lain lagi. Atau mungkin jejak yang sama, tetapi dari arah yang berbeda. Dan jangan terlalu banyak tergoda oleh mantra dari kotak-kotak itu. Aku sudah melihat banyak potongan salib lainnya, di gereja lainnya. Jika semua asli, Tuhan kita mungkin tidak hanya disiksa pada beberapa papan yang dipaku jadi satu, tetapi pada seluruh hutan."
"Guru!" kataku, syok.
"Begitulah, Adso. Dan bahkan ada harta yang lebih kaya. Beberapa waktu yang lalu, di Katedral Cologne, aku melihat tengkorak Yohanes Pemandi pada usia dua belas tahun."
"Oh, ya"" seruku keheranan. Lalu, karena tiba-tiba ragu, aku menambahkan, "Tetapi Yohanes Pemandi dihukum mati pada usia yang jauh lebih tua!"
"Tengkorak yang lain tentu
nya berada dalam harta karun lain," kata William dengan wajah murung. Aku tidak pernah tahu kalau ia sedang bergurau. Di negeriku, kalau bergurau, kau mengatakan sesuatu dan kemudian tertawa terbahak-bahak, sehingga setiap orang ikut merasakan gurauan itu. Tetapi William hanya tertawa kalau mengatakan hal-hal yang serius, dan tetap amat serius kalau diduga ia sedang bergurau. []
Tersiat Dalam cerita ini Adso, sambil mendengarkan lagu "Dies irae" (lagu perkabungan) bermimpi, atau mendapat penampakan, terserah mau disebut apa.
William pamit dari Nicholas dan naik ke
skriptorium. Sekarang aku sudah kenyang melihat harta karun itu dan memutuskan masuk gereja untuk mendoakan jiwa Maleakhi. Aku belum pernah menyukai orang itu; dan tidak akan menyangkal bahwa aku sudah lama yakin ia bersalah dalam semua kejahatan itu. Tetapi sekarang aku sudah belajar bahwa mungkin ia seorang berengsek yang malang, ditindas oleh hasrat yang tak terpenuhi, sebuah bejana tanah liat di antara bejana besi, suka bermuka masam karena jengkel, diam dan mengelak karena sadar bahwa tidak ada yang bisa ia katakan. Aku merasakan suatu penyesalan tertentu terhadapnya, dan kukira mendoakan nasib supraalaminya bisa menghilangkan rasa bersalahku.
Gereja itu sekarang diterangi oleh cahaya remang remang, didominasi oleh jenazah orang malang itu, dan dipenuhi oleh gumam monoton para
rahib yang tengah mendoakan kebaikan orang mati itu.
Di biara di Melk, aku sudah beberapa kali menyaksikan kematian seorang saudara. Peristiwa itu tidak bisa kusebut peristiwa bahagia, tetapi tampak saleh, dikuasai ketenangan dan dengan rasa melakukan yang betul. Para rahib bergiliran jaga dalam bilik orang yang hampir mati itu, menghiburnya dengan kata-kata yang baik, dan dalam hati masing-masing mempertimbangkan betapa mujur orang yang hampir mati itu, karena ia hampir mengakhiri suatu kehidupan baik dan akan segera bergabung dengan koor para malaikat dalam kegembiraan yang tanpa akhir itu. Dan sebagian dari kesalehan ini, hawa daba dari kecemburuan suci itu, disampaikan kepada orang yang hampir mati tersebut, yang akhirnya meninggal dengan tenang. Betapa berbeda kematian yang terjadi selama beberapa hari ini! Akhirnya aku menyaksikan dari dekat bahwa seorang korban kalajengking kejam dari finis Africae meninggal, dan sudah tentu Venantius dan Berengar juga mati dengan cara seperti itu, sementara mencari kesembuhan dalam air, wajah mereka tampak putus asa seperti wajah Maleakhi.
Aku duduk di bagian belakang gereja itu, meringkuk untuk mengatasi hawa menggigil. Aku merasa agak hangat, dan mulai menggerakkan bibirku untuk bergabung dengan koor para saudara yang tengah berdoa itu. Aku mengikuti mereka tanpa menyadari apa yang diucapkan oleh bibirku,
sementara kepalaku mengangguk-angguk dan mataku ingin terpejam. Bermenit-menit lewat: kukira aku tertidur dan terjaga paling sedikit tiga atau empat kali. Lalu koor mulai menyenandungkan "Dies irae" .... Nyanyian itu membiusku bak narkotika.
Aku benar-benar tertidur. Atau mungkin, lebih dari sekadar mengantuk, aku pulas karena kelelahan dan amat nyenyak, meringkuk, bagai seorang bayi dalam rahim ibunya. Dan dalam kabut jiwa itu, sementara menemukan diriku seakan berada dalam suatu kawasan yang bukan dari dunia ini, aku mendapat penampakan, atau mimpi, terserah mau disebut apa.
Aku serasa menuruni anak tangga sempit memasuki suatu gang yang rendah, seakan mau memasuki ruang harta di bawah tanah, tetapi, karena terus turun, aku sampai dalam suatu gudang bawah tanah yang lebih luas, yaitu dapur dari Aedificium. Itu jelas dapur, tetapi yang terdengar bukan hanya bunyi oven dan pancipanci, tetapi juga bentakan dan palu godam, seakan bengkel Nicholas juga bergabung di situ. Segala sesuatunya menyala merah dari tungku-tungku dan belanga, dan panci yang mendidih mengeluarkan uap sementara buih-buih besar naik ke permukaan dan tibatiba meletus mengeluarkan bunyi letup lirih berulang-ulang. Para tukang masak mengacungkan sepit panas, sementara para novis, yang semua sudah berkumpul, melompat untuk menangkap ayam dan unggas l
ainnya yang ditusukkan pada besi-besi
panas itu. Tetapi di dekat situ para tukang besi memalu begitu kuat sampai memekakkan telinga, dan muncul percikan api dari landasan, bercampur dengan percikan yang memancar dari kedua oven itu.
Aku tidak bisa memahami apa aku sedang berada di neraka atau dalam semacam firdaus seperti yang mungkin sudah digambarkan oleh Salvatore, dengan sari buah menetes dan sosis beterbangan. Tetapi aku tidak sempat membayangkan di mana aku berada, karena dalam sekejap serombongan orang-orang kecil, orang kerdil dengan kepala berbentuk panci besar sekali, mendorongku ke ambang ruang makan, sambil memaksaku masuk.
Aula itu ditata untuk sebuah pesta. Permadani hiasan dan bendera besar-besar digantung pada dinding-dinding, tetapi gambar yang menghiasi keduanya bukan yang biasanya dipajang untuk peringatan orang saleh atau perayaan kemuliaan raja-raja.
Sebaliknya, gambar-gambar itu seakan diilhami oleh gambar tepi buku Adelmo, dan gambar-gambar itu mereproduksi gambaran Adelmo menjadi kurang aneh dan lebih lucu: kelinci menari-nari di seputar pohon kehidupan, sungai penuh ikan yang secara spontan melemparkan diri ke dalam panci penggorengan yang diulurkan oleh kera-kera berpakaian uskup-koki, monster berperut buncit melompat-lompat di sekitar ketel mendidih.
Di tengah meja duduklah Abbas, mengenakan baju pesta, dengan jubah bagus bersulam ungu,
sedang memegang garpunya yang menyerupai tombak. Di sampingnya, Jorge minum anggur dari cawan besar, dan Remigio, mengenakan baju seperti Bernard Gui, memegang sebuah buku berbentuk seperti seekor kalajengking, dengan saleh tengah membaca kisah kehidupan para santo dan bacaan dari Injil, tetapi itu semua kisah Yesus yang bercanda dengan para rasul, yang mengingatkannya bahwa ia sebuah batu dan di atas batu tak tahu malu yang menggelinding di atas dataran itu ia bisa membangun gerejanya. Atau kisah tentang Santo Yeremias yang mengomentari Kitab Suci dan mengatakan bahwa Tuhan ingin menggunduli pantat Jerusalem. Dan pada setiap kalimat yang dibaca oleh Kepala Gudang itu, Jorge tertawa, menjejak-jejak kaki di bawah meja, dan berteriak, "Kau akan menjadi Abbas berikutnya, demi perut Tuhan!"
Itu kata-kata Jorge sendiri, Allah, ampuni aku.
Atas isyarat ceria dari Abbas, masuklah prosesi para perawan.
Barisan gemerlapan dari para perempuan yang mengenakan gaun mewah, yang di tengahnya mula-mula kukira ibuku; kemudian aku menyadari kesalahanku, karena itu jelas perawan mengerikan bagai prajurit siap maju perang. Kecuali itu, ia mengenakan tiara mutiara putih, dua deret, dan dua untai mutiara jatuh di kedua sisi wajahnya, menyatu dengan dua deret lain yang bergantung pada dadanya, dan pada setiap mutiara bergantung sebuah berlian sebesar buah plum. Lebih jauh lagi,
dari kedua telinganya menggantung berderet-deret mutiara biru, yang menyatu menjadi kalung di dasar lehernya, putih dan kukuh bagai Menara Lebanon. Mantelnya berwarna biru laut, dan ia membawa sebuah piala emas bertatahkan berlian yang, entah bagaimana aku tahu, berisi racun mematikan yang pada suatu hari dicuri dari Severinus. Perempuan ini, cantik bagai dini hari, diikuti oleh sosok-sosok perempuan lainnya. Seorang mengenakan mantel putih bersulam di atas gaun warna gelap yang dihiasi selendang ganda bersulam bunga liar dengan benang emas; yang kedua mengenakan sehelai mantel damas kuning menutupi gaun merah jambu muda berhiaskan daun-daun hijau, dan gambar dua putaran segiempat besar berbentuk sebuah labirin gelap; dan yang ketiga mengenakan gaun zamrud saling berkait dengan binatang kecil-kecil warna merah, dan ia memegang sehelai selendang putih bersulam; aku tidak mengamati pakaian yang lainlainnya, karena aku mulai berusaha memahami siapa mereka, yang mengiringi perawan itu, yang sekarang menyerupai Perawan Maria; dan sepertinya masing-masing membawa segulung perkamen, atau seakan ada gulungan perkamen yang keluar dari masing-masing mulut perempuan itu, aku tahu mereka adalah Ruth, Sarah, Sussana, dan perempuan lainnya dari Kitab Suci.
Saat itu Abbas berteriak, "Ayoh masuk, kalian anak-an
ak pelacur!" dan masuk barisan lain terdiri atas orang-orang suci ke dalam ruang makan itu, dengan busana indah dan cermat, yang kukenali
dengan jelas. Di tengah kelompok itu ada satu yang duduk di atas singgasana, dia adalah Allah kita, tetapi bersamaan dengan itu Dia adalah Adam, mengenakan jubah ungu dengan diadem besar, merah dan putih dengan mutiara dan mirah, yang mengencangkan jubah itu pada kedua bahu-Nya, dan ia mengenakan tiara yang serupa dengan tiara perawan itu pada kepala-Nya. Ia membawa sebuah piala yang lebih besar, darah babi meluap di pinggirannya.
Pribadi lainnya paling suci yang akan kubicarakan, semua kukenal baik, mengelilinginya, bersama dengan serombongan serdadu pemanah Raja Prancis, mengenakan baju hijau maupun merah, dengan perisai emerald pucat yang menonjolkan monogram Kristus. Pemimpin rombongan ini memberi hormat kepada Abbas, sambil mengulurkan piala itu kepadanya. Pada saat itu Abbas berkata, "Age primum et septimum de quatuor," dan semua menyanyi, "In finibus Africae, amen." Lalu semua melantunkan "sederunt".
Waktu kedua rombongan tamu yang berhadapan itu menyebar sedemikian rupa, atas perintah Abbas Solomon, meja mulai diisi. Yakobus dan Andreas membawa setumpuk rumput kering. Adam menempatkan dirinya di tengah. Hawa berbaring di atas sehelai daun. Kain masuk sambil menarik bajak. Abel datang dengan sebuah ember untuk memerah Brunellus. Nabi Nuh masuk dengan gagah sambil mengayuh bahtera itu, Abraham duduk di bawah sebuah pohon, Ishak berbaring di atas altar emas
gereja, Musa merangkak ke atas sebuah batu, Daniel muncul dalam pelukan Maleakhi di atas katafalk, Tobias telentang di atas sebuah ranjang, Yoseph melemparkan dirinya ke atas sebuah gantang, Benyamin menyandar pada sebuah kantong, dan masih ada lainnya, tetapi penampakan itu makin membingungkan.
David berdiri di atas sebuah gundukan, Yohanes di lantai, Firaun di atas pasir (tentu saja, kataku dalam hati, tetapi mengapa"), Lazarus di atas meja, Yesus di tepi sebuah sumur, Zakheus di atas dahan pohon, Mateus duduk di atas bangku, Rahab duduk di atas tunggul jerami, Ruth di atas jerami, Tekla berdiri di bingkai jendela (dari luar wajah pucat Adelmo muncul, seakan memperingatkan Tekla bahwa ia bisa jatuh, turun ke karang), Susanna di taman, Yudas di tengah kuburan, Petrus di atas Singgasana, Yakobus di atas sebuah jala, Elias di atas sadel, Rahel di atas sebuah bungkusan. Dan Rasul Paulus, sambil meletakkan pedangnya, mendengarkan keluhan Esau, sementara Ayub meratap di atas tumpukan kotoran dan Rebeca bergegas membantunya dengan sehelai baju dan Yudith dengan sehelai selimut, Hagar membawa kain kafan, dan beberapa novis membawa belanga besar yang dari situ Venantius dari Salvemec melompat keluar, seluruhnya merah, lalu mulai membagikan saren babi.
Sekarang ruang makan itu makin lama makin penuh, dan semua makan dengan lahap; Yonas menaruh beberapa labu manis ke meja, Yesaya
menaruh sayuran, Yehezkiel buah beri hitam, Zakheus bunga sykamor, Hawa menaruh daun ara, Rahel apel, Ananias beberapa buah plum sebesar berlian, Lea bawang, Arron buah zaitun, Yoseph sebuah telur, Nuh anggur, Simeon biji buah pir, sementara Yesus mulai menyanyi "Dies irae" dan dengan gembira menuang ke semua hidangan anggur masak yang ia peras dari sebuah batu apung kecil yang ia ambil dari tombak salah seorang pemanah Raja Prancis.
Pada saat itu Jorge, sambil melepas vitra ad legendum nya, membakar sebuah semak; Sarah sudah siap mengipasinya, Jefta sudah membawanya, Yesaya sudah membongkarnya, Yoseph sudah mengukirnya.
Dan sementara Jakub membuka sumur dan Daniel duduk di samping danau, para pelayan membawa air, Nuh anggur, Hagar kantong kulit binatang, Abraham seekor anak sapi yang oleh Rahab diikat pada sebuah pancang sementara Yesus memegangi tali itu dan Elias mengikat kaki hewan itu. Kemudian Absalom menggantungnya pada rambutnya, Petrus menarik pedangnya, Kain membunuhnya, Herodes menumpahkan darahnya, Sem membuang isi perut dan kotorannya, Jakub menambah minyak, Molesadon garam; Antiochus menaruhnya di atas api, Rebeca memasaknya, dan Hawa yan
g pertama mencicipinya dan mual, tetapi Adam mengatakan untuk tidak usah dipedulikan dan memukul punggung Severinus waktu menyarankan untuk ditambah dengan daun bumbu yang aromatik.
Kemudian Yesus memecah roti dan membagikan beberapa ekor ikan ke sekeliling, Yakub berteriak karena Esau telah menghabiskan semua bubur, Ishak tengah menikmati seorang anak kecil panggang, dan Yunus seekor ikan paus rebus, dan Yesus berpuasa selama empat puluh hari empat puluh malam.
Sementara itu, semua masuk dan keluar sambil membawa permainan pilihan dengan segala warna dan bentuk, yang dari itu Benyamin selalu mendapat bagian terbesar dan Maria potongan paling bagus, sementara Martha mengeluh karena selalu harus mencuci piring, Lalu mereka membagi anak sapi itu, yang sementara itu sudah tumbuh besar sekali, dan Yohanes diberi kepalanya, Abessalom otaknya, Aaron lidahnya, Samson rahangnya, Petrus kupingnya, Holofernes kepalanya, Lea pantatnya, Saul lehernya, Yunus perutnya, Tobias empedunya, Hawa tulang rusuknya, Maria dadanya, Elisabeth vulvanya, Musa ekornya, Lot kedua kakinya, dan Yehezkiel tulang-tulangnya. Selama itu Yesus menikmati seekor keledai, Santo Fransiskus Assisi seekor serigala, Abel seekor biri biri, Hawa seekor lele, Yohanes Pemandi seekor belalang, Firaun seekor gurita (tentu saja, kataku dalam hati, tetapi mengapa") dan David sedang makan seekor lalat Spanyol, sambil menyandar pada nigra sed formosa, buah dada perawan hitam itu sementara Samson menggigit pantat seekor singa dan Tekla lari sambil menjerit-jerit, dikejar seekor laba-laba hitam berbulu.
Semuanya jelas mabuk sekarang, dan beberapa terpeleset di atas anggur, ada yang jatuh ke dalam guci dengan hanya kaki mereka yang mencuat, menyilang bagai dua pancang, dan semua jari Yesus hitam ketika menyodorkan halaman-halaman buku yang mengatakan: Ambillah dan makanlah, inilah teka-teki dari Synphosius, termasuk cerita tentang ikan yang adalah putra Allah dan Penyelamatmu.
Sambil berbaring telentang, Adam meneguk, dan anggur itu keluar dari tulang rusuknya, Nuh mengutuk Ham dalam tidurnya, Holofernes mendengkur, semua tidak curiga, Yunus tidur nyenyak, Petrus tetap berjaga sampai ayam berkokok, dan Yesus bangun dengan terkejut, karena mendengar Bernard Gui dan Bertrand del Poggetto mengadakan persekongkolan untuk membakar gadis itu; dan ia berteriak : Bapa, jika Engkau ini kehendak-Mu, ambillah cawan ini dariku!
Dan ada yang menuang seenaknya dan ada yang minum banyak, ada yang mati karena tertawa dan ada yang tertawa setengah mati, ada yang memikul jambangan dan ada yang minum dari cangkir orang lain. Susanna berteriak bahwa ia tidak bakal memberikan tubuh putih cantiknya kepada Kepala Gudang itu dan kepada Salvatore sebagai ganti seonggok jantung sapi busuk. Pilatus berjalan mondarmandi di seputar ruang makan bagaikan arwah gentayangan yang minta air untuk membasuh tangannya, dan Fra Dolcino, dengan topi berhias buah plum, membawakan air itu, lalu membuka bajunya, sambil menyeringai, dan
menunjukkan kemaluannya yang merah oleh darah, sementara Kain mengejeknya dan memeluk Margaret dari Trent yang cantik itu: dan Dolcino menangis dan pergi untuk menyandarkan kepalanya pada bahu Bernard Gui, sambil menyebutnya Paus Malaikat, Ubertino menghiburnya dengan sebuah pohon kehidupan, Michael dari Cesena dengan sebuah kantong uang emas, dan Maria Maria memercikinya dengan racun, dan Adam membujuknya untuk menggigit apel yang baru saja dipetik.
Setelah itu kubah Aedificium terbuka dan dari surga turunlah Roger Bacon naik mesin terbang, unico homine regente itu. Lalu David memainkan kecapinya, Salome menari dengan tujuh cadarnya, dan setiap kali sehelai cadar jatuh, ia meniup salah satu dari tujuh sangkakala dan menunjukkan salah satu dari tujuh meterai, sampai tinggal amicta sole itu. Setiap orang bilang bahwa tidak ada biara yang semeriah itu, dan Berengar mengangkat jubah setiap orang, lelaki dan perempuan, sambil mencium anus mereka semua.
Lalu Abbas mulai marah besar, karena katanya ia telah menyelenggarakan suatu pesta indah semacam itu dan tak seorang pun memberinya
apa-apa; sehingga mereka semua saling mendesak maju untuk memberinya hadiah dan benda berharga, seekor kerbau, seekor biri-biri, seekor singa, seekor unta, seekor kijang, seekor kuda betina, sebuah kereta matahari, dagu Santo Eubanus, ekor Santa Ubertina, uterus Santa
Venansia, leher Santa Burgosinna yang diukir seperti piala pada usia dua belas, dan satu salinan dari Pentagonum Salomonis. Tetapi Abbas mulai berteriak-teriak dan mereka berusaha mengalihkan perhatian Abbas dengan perilaku mereka, padahal sebenarnya mereka mulai merampok harta gudang bawah tanah itu, tempat di mana kami semua berada, dan sebuah buku paling berharga yang bicara tentang kalajengking dan tujuh sangkakala itu telah dicuri, dan Abbas memanggil semua pemanah Raja Prancis untuk mencari semua yang dicurigai. Dan, yang membuat setiap orang malu, para pemanah menemukan sehelai kain berwarna-warni pada tubuh Hagar, sebuah meterai emas pada tubuh Rachel, sebuah cermin perak dalam dada Tekla, sebuah pipa di bawah lengan Benyamin, sehelai kain seprai sutra di antara baju baju Yudith, sepucuk tombak di tangan Longinus, dan istri seorang tetangga dalam pelukan Abimelek. Tetapi yang terburuk adalah waktu mereka menemukan seekor ayam jantan hitam pada tubuh gadis itu, dia cantik dan hitam, seperti seekor kucing hitam, dan mereka menyebutnya seorang penyihir dan seorang Rasul Palsu, sehingga semua melemparkan diri mereka ke atas gadis itu, untuk menghukumnya. Yohanes Pemandi memenggal lehernya, Abel membelah tubuhnya, Adam menyeretnya keluar, Nebukadnezar menulis tandatanda zodiak pada payudaranya dengan tangan kejam, Elias membawanya pergi dengan sebuah kereta yang menderu, Noah melemparkannya ke air, Lot
mengubahnya menjadi sebuah pilar garam, Susanna menuduhnya berahi, Yoseph mengkhianatinya dengan perempuan lain, Ananias memasukkannya ke dalam sebuah pembakaran, Samson mengikatnya berdiri, Paulus mencambuknya, Petrus menyalibkan-nya dengan kepala di bawah, Stefanus melemparinya dengan batu, Laurentius membakarnya di atas sebuah pemanggang, Bartholomeus mengulitinya, Yudas mengutuknya, Kepala Gudang itu membakarnya, dan Petrus menyangkal segala sesuatunya. Lalu mereka semua berdiri di atasnya, berak di atas tubuhnya, kentut di wajahnya, kencing di atas kepalanya, muntah di atas dadanya, menjambak rambutnya, mencambuki pantatnya dengan obor menyala. Tubuh gadis itu, yang dulunya begitu rupawan dan cantik, sekarang tercabik-cabik, menjadi potongan kecil-kecil yang berserakan di antara kotak-kotak kaca dan relikui kristal-emas dalam ruang bawah tanah itu. Atau, lebih tepatnya, bukan tubuh gadis itu yang jadi memenuhi ruang bawah tanah itu, tetapi justru potongan-potongan gudang bawah tanah itu yang, sambil berputar-putar, yang pelan-pelan membentuk tubuh gadis tersebut, sekarang berupa semacam mineral, dan sekali lagi membuyar dan menyebar, debu suci potongan berakumulasi oleh penghujatan gila. Itu sekarang seakan sebuah tubuh tunggal yang besar telah, dalam jangka waktu milenia, lebur ke dalam bagianbagiannya, dan bagian-bagian itu telah ditata untuk memenuhi seluruh ruang bawah tanah itu, lebih indah daripada osarium dari rahib-rahib
yang sudah mati, tetapi sepertinya tidak, dan seakan bentuk penting tubuh manusia itu sendiri, ciptaan paling hebat, telah berserakan menjadi bentuk sementara yang terpisah dan berganda, dengan begitu mulai menjadi gambar dari kebalikannya sendiri, bentuk yang tidak lagi ideal tetapi duniawi, dari debu dan pecahan-pecahan berbau, hanya mampu menandakan kematian dan penghancuran ....
Sekarang aku tidak bisa lagi menemukan orang-orang yang berpesta atau hadiah yang mereka bawa, sekarang semua tamu simposium itu seakan berada dalam ruang bawah tanah, masing-masing menjadi mumi dalam sisanya sendiri, masing-masing diaphanous synecdoche, sebagian yang mewakili seluruh dirinya sendiri: Rahel sebagai sepotong tulang, Daniel sebagai sebuah gigi, Samson sebagai sebuah rahang, Yesus sebagai sesobek kain ungu. Dan jika, pada akhir acara, pesta tersebut berubah menjadi pembantaian gadis tersebut, ini sudah menjadi pembantaian univers
al, dan di sini aku melihat hasil akhirnya, tubuh-tubuh (bukan, seluruh tubuh orang bumi dan sublunar dari pengikut pesta yang serakah dan haus itu) berubah menjadi satu tubuh mati, cabik-cabik dan hancur seperti tubuh Dolcino setelah disiksa, berubah menjadi suatu harta karun yang amat banyak dan indah kembali, direntang kuatkuat bagaikan kulit seekor binatang yang digantung dan dikuliti, yang, toh tetap punya saraf-saraf kulit yang mengerikan, isi perut, dan semua organ, dan bahkan segi-segi
wajah. Kulit itu dengan masing-masing lipatannya, kerut merutnya, dan bekas lukanya, dengan bagian tubuhnya yang rata dan halus, rambutnya yang lebat, kudis, dada, pudenda, sementara sudah menjadi suatu kain damask yang mewah, dan payudara, kuku, formasi lancip di bawah tumit, bulu alis, zat mata yang berair, daging bibir, urat nadi halus di punggung, arsitektur tulang, segala sesuatunya berubah menjadi serbuk pasir, meskipun tidak ada yang kehilangan bentuknya sendiri atau penempatannya masing-masing, kaki-kaki menjadi kosong dan lemas seperti sepatu bot, daging mereka membentang datar bagai sebuah kasula dengan semua sulaman urat darah ungu, tumpukan isi perut yang berukir, rubi yang keras dan berlendir dari jantung, tumpukan gigi rata yang ditata bagai kalung mutiara, dengan lidah bagaikan sebuah liontin biru-dan-merah jambu, jari-jari berderet bagai lilin-lilin ramping, kunci pusar menyimpul lagi benang-benang permadani perut yang tidak digulung .... Dari setiap sudut ruang bawah tanah itu, sekarang aku menyeringai ke arah itu, berbisik kepada itu, ditakdirkan sampai mati oleh tubuh makro yang terbagi di antara kotak-kotak kaca dan relikui dan dibentuk lagi dalam keseluruhannya yang irasional dan luas, dan itu adalah tubuh yang sama yang telah dimakan pada perjamuan makan dan jatuh dengan cabul tetapi di sini, justru, tampak olehku terpasang dalam puing kebutaan dan ketulian yang tidak bisa diuraikan. Dan Ubertino, sambil menarik lenganku, sambil menanamkan
kukunya pada dagingku, berbisik kepadaku, "Kau lihat, itu sama saja, apa yang mula-mula menang dalam ketololannya dan menyukai dagelannya sekarang berada di sini, dihukum dan diberi hadiah, dibebaskan dari godaan berahi, dibuat kaku oleh keabadian, diserahkan kepada kebekuan abadi yang akan melestarikan dan memurnikannya, selamat dari kerusakan melalui kemenangan kerusakan, karena tak ada lagi yang bisa diperkecil menjadi debu yang memang sudah debu dan zat mineral, mors est quies viatoris, finis est omnis laboris
Tetapi tiba-tiba Salvatore masuk ke ruang bawah tanah itu, wajahnya merah seperti iblis dan berteriak, "Tolol! Apa kalian tidak bisa melihat bahwa ini Lyotard yang hebat" Apa yang kalian takuti, Guruku yang kecil" Nih, keju kocok!" Dan tiba-tiba ruang bawah tanah itu terang dengan kilas-kilas cahaya merah dan sekali lagi berubah menjadi dapur, tetapi tidak begitu serupa dapur karena seakan bagian dalam sebuah rahim, berlendir dan kental, dan di tengah seekor hewan hitam seperti gagak dengan seribu tangan dirantai pada sebuah panggangan besar, dan hewan itu menjulurkan tangan-tangan itu untuk merenggut setiap orang di sekelilingnya, dan seperti petani memeras setandan anggur kalau haus, begitu pula binatang buas besar itu memeras mereka yang sudah ia renggut sambil tangan-tangannya meremuk mereka semua, kaki beberapa orang, kepala orang-orang lain, dan kemudian, setelah puas, menyemburkan api yang sepertinya lebih bau
daripada belerang. Tetapi, misteri mengagumkan, adegan itu tidak lagi merangsang rasa takut dalam diriku, dan aku heran bahwa ternyata aku bisa dengan tenang mengamati "iblis baik" itu (menurutku begitu), yang setelah tidak ada orang lain kecuali Salvatore, karena sekarang aku tahu semua tentang tubuh manusia hidup, penderitaan dan kerusakannya, aku tidak takut apa-apa lagi. Nyatanya, dalam cahaya api itu, yang sekarang seakan lembut dan ramah, sekali lagi aku melihat semua tamu pada perjamuan malam itu, sekarang kembali pada bentuk mereka yang semula, sambil bernyanyi dan menyatakan bahwa segala sesuatunya akan dimulai lagi, dan di antara mereka
tampak gadis itu, utuh dan amat cantik lagi, yang mengatakan kepadaku, "Itu bukan apa-apa, bukan apa-apa, kau akan melihat: aku bahkan akan jadi lebih cantik daripada sebelumnya; biarkan saja aku pergi sebentar dan dibakar di atas pembakaran, lalu kita akan bertemu lagi di sini!" Dan ia memeragakan di depanku, Tuhan kasihanilah aku, vulvanya, yang ke dalamnya aku masuk, dan menemukan diriku sendiri dalam suatu gua yang cantik, yang kelihatannya lembah bahagia dari zaman keemasan, lembap dengan air dan buah-buahan dan pepohonan yang menghasilkan keju kocok.
Dan semua mengucapkan terima kasih kepada Abbas untuk pesta menyenangkan itu, dan mereka menunjukkan kasih mereka kepadanya dan humor baik dengan mendorongnya, menendangnya,
mencabik pakaiannya, membaringkannya di atas tanah, sambil memukuli batang tubuhnya dengan cabang-cabang, sementara Abbas tertawa dan memohon mereka agar berhenti menggelitiknya. Dan, sambil menunggang kuda yang lubang hidungnya mengeluarkan awan-awan belerang, masuklah para Rahib Hidup Dina, sambil membawa kantong-kantong penuh emas pada sabuk mereka yang dengan itu mereka mengubah serigala menjadi domba dan domba menjadi serigala dan mengangkat mereka menjadi kaisar dengan persetujuan kumpulan orang banyak itu, yang menyanyikan lagu-lagu pujian kepada kemahakuasaan abadi Tuhan.
"Ut cachinnis dissolvatur, torqueatur rictibus!"["Lucuti dengan ketawa, perotkan mulutmu dengan ejekan"- penerj.] teriak Yesus sambil melambaikan mahkota durinya. Paus Yohanes masuk, sambil mengutuk keributan itu dan berkata, "Sampai sekian aku tidak tahu di mana semua akan berakhir!" Tetapi setiap orang mengejeknya dan, digandeng oleh Abbas, Paus itu keluar bersama babi-babi untuk berburu jamur di hutan. Aku sudah hampir mengikuti mereka ketika aku melihat William di satu sudut, muncul dari labirin dan membawa magnet itu, yang menariknya dengan cepat ke arah utara.
"Jangan tinggalkan aku, Guru!" teriakku. "Aku, juga, ingin melihat apa yang ada dalam finis Africae!"
"Kau sudah melihatnya!" jawab William, sekarang sudah jauh sekali.
Dan aku bangun ketika kata-kata terakhir dari nyanyian pemakaman itu hampir selesai di gereja:
Lacrimosa dies ilia qua resurget ex fa villa iudicando homo reus: huic ergo parce deus! Pie lesu domine dona eis requiem.
Suatu pertanda bahwa penampakanku, hanya sekilas seperti semua penampakan, kalau tidak hanya selama suatu "amin" diucapkan, sudah berlangsung hampir sepanjang lagu "Dies irae". []
Setelah Tersiat Dalam cerita ini William menjelaskan mimpi Adso kepadanya.
Dengan pusing, aku keluar lewat pintu utama
dan menemukan sekelompok kecil orang di situ. Para Fransiskan mau meninggalkan biara itu, dan William datang untuk mengucapkan selamat jalan kepada mereka.
Aku bergabung dalam acara selamat jalan itu, saling berpelukan sebagai saudara. Lalu aku menanyakan kepada William kapan yang lainnya akan pergi, bersama para tawanan. Ia memberi tahu bahwa mereka sudah pergi, setengah jam sebelumnya, waktu kami berada dalam ruang harta bawah tanah, atau mungkin, pikirku, waktu aku tengah bermimpi.
Untuk sejenak aku termangu, kemudian aku sadar lagi. Lebih baik begitu. Aku tidak akan tahan menyaksikan orang-orang malang itu (maksudku Kepala Gudang berengsek malang dan Salvatore ... dan, tentu saja, maksudku gadis itu) diseret pergi, jauh dan untuk selamanya. Dan di samping itu, aku
masih begitu dikecewakan oleh mimpiku sehingga jiwaku seakan mati rasa.
Waktu karavan kaum Minorit itu menuju pintu gerbang, untuk meninggalkan biara ini, William dan aku tetap berdiri di depan gereja, sama-sama sedih, meskipun untuk alasan yang berbeda. Lalu aku memutuskan untuk menceritakan mimpiku kepada guruku. Walaupun penampakan itu bentuknya beraneka ragam dan tidak logis, herannya aku ingat dengan amat jelas, gambar demi gambar, tindakan demi tindakan, kata demi kata. Dan dengan begitu akan menceritakannya, tanpa mengurangi sedikit pun, karena aku tahu bahwa mimpi sering merupakan pesan misterius yang di dalamnya orang pandai bisa membaca ramalan yang jauh.
William mendengarkan cer itaku dengan diam, lalu bertanya, "Apa kau tahu apa yang sudah kauimpikan""
"Persis apa yang sudah kuceritakan jawabku, putus asa.
"Tentu saja, aku menyadari itu. Tetapi apa kau tahu sampai sejauh mana apa yang kauceritakan kepadaku sudah ditulis" Kau telah menambahkan orang-orang dan kejadian selama beberapa hari terakhir ini kepada suatu gambar yang sudah kaukenal baik, karena kau pernah membaca cerita dalam mimpimu itu di suatu tempat, atau diceritakan kepadamu waktu masih kecil, di sekolah, di biara. Ini adalah Coena Cypriani."
Aku tetap bingung sebentar. Lalu aku ingat. William betul! Mungkin aku sudah lupa judulnya,
tetapi apa yang membuat rahib dewasa atau novis muda kurang ajar tidak tersenyum atau tertawa tentang berbagai penampakan, dalam prosa atau sanjak, dari cerita ini, yang termasuk tradisi masa paschal dan ioca monachorum"[Masa paskah dan senda gurau biara- penerj.]
Meskipun karya itu sudah diberangus atau dimusnahkan oleh kalangan guru novis yang lebih keras, belum ada satu biara yang di dalamnya para rahib masih saling berbisik tentang itu, disingkat dan direvisi dengan berbagai cara, sementara beberapa dengan rajin menyalinnya, sambil menyatakan bahwa di balik sehelai kerudung keriangan, terdapat pelajaran moral rahasia, dan yang lain-lainnya membantu mengedarkan karena, kata mereka, melalui gurauannya, orang muda bisa lebih suka menghafal beberapa episode tertentu sejarah suci. Ada satu versi puisi yang telah ditulis untuk Paus Yohanes VIII, dengan inskripsi "Aku suka bergurau; terimalah aku Paus Yohanes tercinta, dalam gurauanku.
Dan kalau mau, Anda juga bisa tertawa." Dan kata orang, Charles si Botak diri telah memang-gungkannya, dengan selubung suatu misteri rahasia lucu, dalam suatu versi bersanjak untuk menghibur tamu-tamu agung pada perjamuan malam.
Dan berapa banyak celaan yang kuterima dari guru guruku ketika, bersama teman-temanku, aku membacakan tulisan dari situ!
Aku ingat seorang rahib tua di Melk yang biasa mengatakan bahwa seorang yang saleh seperti
Cyprian tidak mungkin menulis hal-hal tidak sopan seperti itu, suatu parodi Kitab Suci yang disakralkan, yang lebih berharga dari seorang penyembah berhala dan seorang badut daripada dari seorang martir yang suci ....
Selama bertahun-tahun aku sudah melupakan lelucon kekanak-kanakan itu. Mengapa pada hari ini Coena telah muncul lagi dengan begitu jelas dalam mimpiku" Dari dulu aku selalu mengira bahwa mimpi adalah pesan suci, atau sejelek-jeleknya suatu gagap absurd dari memori yang tertidur tentang hal-hal yang telah terjadi sehari itu. Sekarang aku menyadari bahwa orang juga bisa bermimpi tentang buku sehingga merupakan mimpi dari mimpi mimpi.
"Tentu saja aku suka menjadi Artemidorus untuk menafsirkan mimpimu dengan betul," kata William. "Tetapi menurutku, bahkan tanpa ilmu pengetahuan Artemidorus, jelas mudah untuk mengerti apa yang terjadi. Selama beberapa hari lalu ini, Anakku malang, kau telah mengalami serangkaian kejadian yang di dalamnya setiap peraturan yang jujur seakan sudah dihancurkan. Dan pagi ini, dalam pikiran tidurmu, kembalilah memori dari semacam komedi yang di dalamnya, meskipun dengan tujuan lain, dunia digambarkan terjungkir. Kau menyelipkan memorimu yang terbaru, kecemasanmu, rasa takutmu, ke dalam karya itu. Dari gambaran tepi buku Adelmo kau terus menghidupkan kembali suatu karnaval hebat yang di dalamnya segala sesuatu seakan akan menuju arah yang salah, dan toh, seperti dalam
Coena, masing-masing melakukan apa yang betulbetul ia kerjakan dalam hidup. Dan akhirnya kau bertanya kepada dirimu sendiri, dalam mimpi itu, dunia mana yang palsu, dan apa artinya berjalan dengan kepala di bawah. Mimpimu tidak lagi membedakan apa menjungkir dan apa yang berdiri tegak, di mana kehidupan dan di mana kematian. Mimpimu membuat kau mulai meragukan ajaran yang sudah kauterima."


The Name Of The Rose Karya Umberta Eco di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mimpiku," kataku sejujurnya, "bukan aku. Tetapi kalau begitu mimpi bukan pesan suci: mimpi adalah ocehan jahat, dan tidak mengandung kebenaran."
"Aku tidak tahu, Adso," kata William. "Kita sudah memiliki begitu banyak kebenaran sehingga jika h
ari itu tiba, ketika ada orang yang memaksa untuk mengambil suatu kebenaran bahkan dari mimpi kita, maka hari Antikristus itu betul-betul hampir tiba.
Dan toh, makin aku memikirkan mimpimu, bagiku seakan makin mengungkapkan. Mungkin tidak kepadamu, tetapi kepadaku. Maaf saja jika aku menggunakan mimpimu dalam rangka menggarap hipotesisku: aku tahu, ini suatu tindakan dasar, seharusnya tidak dilakukan .... Tetapi, aku yakin jiwamu yang sedang tidur memahami lebih banyak hal daripada yang kupahami selama enam hari ini, dan dalam keadaan terjaga
"Sungguh""
"Sungguh. Atau mungkin tidak. Kurasa mimpimu mulai mengungkapkan karena cocok dengan salah satu hipotesisku. Tetapi kau telah banyak
membantuku. Terima kasih."
"Tetapi apa yang membuatmu amat tertarik di dalam mimpiku. Ini omong kosong, seperti semua mimpi."
"Mimpimu punya arti lain seperti semua mimpi, dan penampakan.
Ini harus dibaca sebagai suatu alegori, atau suatu analogi
"Seperti Kitab Suci""
"Suatu mimpi adalah suatu kitab suci, dan banyak kitab suci yang hanya sekadar mimpi." []
Sexta Dalam cerita ini pergantian pustakawan direkonstruksi, dan ada informasi lebih jauh tentang buku misterius itu.
William memutuskan untuk naik kembali ke skriptorium, tempat dia baru saja turun. Ia
minta izin Benno untuk memeriksa katalog, dan ia membalik-balik halamannya dengan cepat. "Pasti di sekitar sini," katanya, "aku baru melihatnya sejam yang lalu Ia berhenti pada satu halaman. "Di sini," katanya, "baca judulnya."
Di bawah satu kata masukan ada sekelompok empat judul buku, yang menunjukkan bahwa satu buku berisi beberapa naskah. Aku membaca :
I. ar. de dictis cuiusdam stulti
II. syr. libellus alchemicus aegypt.
III. Expositio Magistri Alcofribae de coena beati Cypriani Cartaginensis Episcopi
IV. Liber acephalus de stupris virginum et meretricum amoribus
"Apa ini"" tanyaku.
"Ini buku kita," bisik William kepadaku. "Itu sebabnya mimpimu mengingatkan aku kepada sesuatu. Sekarang aku yakin inilah itu.
Dan nyatanya" ia melirik cepat ke halaman-halaman yang langsung sebelum dan sesudahnya "nyatanya, buku-buku yang kupikirkan ada di sini, semuanya. Tetapi ini bukan yang ingin kuperiksa. Lihat di sini. Apa kau bawa buku catatan" Bagus. Kita harus membuat kalkulasi, dan coba ingat-ingat apa yang diceritakan Alinardo kepada kita lusa yang lalu maupun apa yang kita dengar pagi ini dari Nicholas. Nah, Nicholas telah bercerita bahwa ia tiba di sini sekitar tiga puluh tahun yang lalu, dan Abo sudah dipilih menjadi Abbas. Abbas sebelumnya adalah Paul dari Rimini. Betul"
Kita katakan saja pergantian ini terjadi pada 1290, kurang lebih, tidak masalah. Nicholas juga menceritakan bahwa, waktu ia tiba, Robert dari Bobbio sudah menjadi pustakawan. Betul" Lalu Robert meninggal, dan pos ini diserahkan kepada Maleakhi, katakan saja pada awal abad ini. Tulis ini. Namun ada satu periode, sebelum Nicholas datang, ketika Paul dari Rimini menjadi pustakawan. Berapa lama dia menempati pos itu" Tidak ada informasi. Kita bisa memeriksa leger biara ini, tetapi kubayangkan Abbas yang menyimpannya, dan untuk saat ini aku lebih suka tidak minta untuk melihat itu. Kita andaikan saja Paul ditunjuk sebagai pustakawan enam puluh tahun yang lalu. Tulis itu. Mengapa Alinardo mengeluh tentang kenyataan bahwa, sekitar lima puluh tahun yang lalu,
seharusnya ia diberi pos pustakawan dan sebagai gantinya diberikan kepada orang lain" Apa maksudnya kepada Paul dari Rimini""
"Atau kepada Robert dari Bobbio!" kataku.
"Agaknya begitu. Tetapi sekarang lihat katalog ini. Seperti kauketahui, judul itu didaftar menurut urutan penerimaan. Dan siapa yang menuliskan judul-judul itu dalam leger ini"
Pustakawan. Karena itu, perubahan tulisan tangan dalam halamanhalaman tersebut bisa kita pakai untuk menetapkan pergantian pustakawan. Sekarang kita akan melihat katalog ini dari belakang: yang terakhir adalah tulisan tangan Maleakhi, kau lihat. Dan ini hanya memenuhi beberapa halaman. Biara ini tidak menerima banyak buku selama tiga puluh tahun terakhir ini. Lalu, kalau kita buka dari belakang,
ada sejumlah halaman yang ditulis oleh tangan yang gemetar. Dengan jelas aku membaca keberadaan Robert dari Bobbio, yang sakit. Mungkin Robert tidak lama menduduki posisi ini. Lalu apa lagi yang kita temukan. Halaman yang ditulis oleh tangan lain, tegak dan percaya diri, seluruh rangkaian penerimaan buku itu (termasuk kelompok buku yang kuperiksa beberapa saat yang lalu), amat mengesankan. Paul dari Rimini tentunya kerja keras!
Terlalu keras, jika kau masih ingat bahwa Nicholas menceritakan bahwa ia menjadi Abbas waktu masih muda. Tetapi mari kita andaikan bahwa pembaca yang rajin ini memperkaya biara ini dengan begitu banyak buku selama beberapa
tahun. Bukankah kita diberi tahu bahwa ia dijuluki Abbas agrafikus karena cacat aneh itu, atau penyakit, yang membuatnya tidak mampu menulis" Jadi siapa yang menulisi halaman-halaman ini" Aku yakin asisten pustakawannya. Tetapi jika kebetulan asisten pustakawan itu kelak ditunjuk menjadi pustakawan, maka sudah tentu ia melanjutkan tulisannya, dan kita tentu sudah membayangkan mengapa ada begitu banyak halaman di sini yang ditulis oleh tangan yang sama. Jadi, kalau begitu, di antara Paul dan Robert tentunya ada pustakawan lain, dipilih sekitar lima puluh tahun yang lalu, yang menjadi rival misterius dari Alinardo, yang mulai berharap, sebagai orang yang lebih tua, untuk menggantikan Paul. Lalu orang ini meninggal, dan entah kenapa, berlawanan dengan harapan Alinardo dan harapan orang-orang lain, tempatnya diisi Robert."
"Tetapi mengapa Anda begitu yakin ini urutan pergantian yang betul" Bahkan dengan mempertimbangkan bahwa tulisan tangan ini adalah tulisan pustakawan yang tak bernama, mengapa tidak bisa Paul juga telah menulis judul-judul dari halaman yang masih lebih awal""
"Karena di antara penerimaan yang mereka catat semua adalah bulla dan dekrit, dan ini diberi tanggal yang tepat. Maksudku, jika kau temukan di sini, seperti sekarang, Firma Cautela dari Bonifacius VII, bertahun 1296, maka kau tahu bahwa naskah itu tidak tiba sebelum tahun itu, dan kau bisa menyimpulkan naskah itu tiba tidak lama setelah
itu. Semua tonggak bersejarah ini, boleh dikatakan, ditempatkan sepanjang tahun-tahun tersebut, sehingga jika aku berani mengatakan bahwa Paul dari Rimini menjadi pustakawan pada 1265 dan menjadi Abbas pada 1275, dan aku menemukan bahwa tulisan tangannya, atau tangan seseorang lain yang bukan Robert dari Bobbio, di antara tahun 1265 dan 1285, jadi ada perbedaan waktu sepuluh tahun."
Guruku memang benar-benar tajam. "Tetapi kesimpulan apa yang Anda tarik dari perbedaan waktu ini"" tanyaku.
"Tidak ada," jawabnya. "Hanya beberapa alasan."
Lalu ia berdiri dan pergi untuk bicara dengan Benno yang masih setia di posnya, tetapi dengan ekspresi wajah amat tidak yakin.
Ia masih duduk di balik mejanya yang lama dan belum berani menduduki kursi Maleakhi di dekat katalog. William menyapanya dengan agak dingin. Kami belum melupakan adegan tidak menyenangkan tadi malam.
"Bahkan dalam posisimu yang berkuasa dan baru, Bruder Pustakawan, aku percaya kau mau menjawab satu pertanyaan. Pagi itu, ketika Adelmo dan lain-lainnya membicarakan teka-teki aneh di sini, dan Berengar langsung mengacu kepada finis Africae, apa ada orang yang menyebutkan Coena Cypriani""
"Ya," kata Benno, "apa aku belum cerita kepadamu" Sebelum mereka membicarakan tentang
teka-teki Symphosius, Venantius sendiri menyebutkan Coena itu, dan Maleakhi jadi marah, sambil mengatakan bahwa itu satu karya tidak sopan dan memperingatkan kami bahwa Abbas telah melarang siapa saja membacanya
"Abbas"" kata William. "Amat menarik. Terima kasih, Benno."
"Tunggu," kata Benno, "aku ingin bicara denganmu." Ia memberi isyarat kepada kami untuk mengikutinya keluar dari skriptorium, sampai ke tangga yang turun ke dapur, sehingga yang lain-lainnya tidak bisa mendengarnya. Bibirnya gemetaran.
"Aku takut, William," katanya. "Mereka telah membunuh Maleakhi.
"Sekarang tinggal aku yang tahu terlalu banyak. Di samping itu, kelompok orang Italia itu membenciku .... Mereka tidak menginginkan pustakawan asing lagi .... Aku yakin yang lai
n-lainnya dibunuh untuk alasan yang ini ... aku belum pernah menceritakan tentang kebencian Alinardo terhadap Maleakhi, bertahun-tahun yang lalu, kepedihan hatinya."
"Siapa yang merebut pos itu dari dia, bertahun-tahun yang lalu""
"Itu yang aku tidak tahu: ia selalu membicarakan tentang hal itu dengan samar-samar, dan bagaimanapun juga, itu sejarah lama.
Sekarang mereka semua tentu sudah mati. Tetapi kelompok Italia di seputar Alinardo sering bicara ... sering menyebut Maleakhi cuma boneka ...
ditaruh di sini oleh seseorang yang lain, dengan keterlibatan Abbas itu .... Tanpa menyadarinya, aku ... aku sudah jadi terlibat dalam konflik antara dua kelompok yang bertikai .... Aku baru menyadarinya pagi tadi .... Italia adalah suatu negeri yang penuh persekongkolan: mereka meracuni para paus di sini, jadi bayangkan saja seorang pemuda malang seperti aku ....
Kemarin aku belum paham, aku percaya buku itu penyebab segala sesuatunya tetapi sekarang aku tidak yakin lagi. Dalilnya begini: kau sudah melihat bahwa buku tersebut telah diketemukan tetapi Maleakhi juga mati ... aku harus ... aku ingin ... aku lebih suka melarikan diri. Apa saranmu tentang apa yang harus kulakukan""
"Tenang. Sekarang kau minta nasihat, ya kan" Kemarin malam kau seolah-olah penguasa dunia ini. Pemuda tolol, jika kau sudah membantuku kemarin, tentunya kita bisa mencegah kejahatan terakhir ini. Kau yang memberi Maleakhi buku yang membawa kepada kematiannya. Tetapi paling sedikit katakan satu hal kepadaku. Apa kau memegang buku itu, apa kau menyentuhnya, membacanya" Lalu kenapa kau tidak mati""
"Aku tidak tahu. Aku bersumpah tidak menyentuhnya; atau, tepatnya, aku menyentuhnya waktu mengambilnya dari laboratorium tetapi tanpa membukanya; aku menyembunyikannya di balik jubahku, lalu pergi dan menaruhnya di bawah dipan di bilikku. Aku tahu Maleakhi terus mengamatiku, maka aku langsung kembali ke skriptorium.
Dan setelah itu, waktu Maleakhi menawarkan untuk menjadikan aku asisten, buku itu kuberikan kepadanya. Itu cerita lengkapnya."
"Kau jangan bilang bahwa kau bahkan tidak membukanya."
"Ya, aku memang membukanya sebelum menyembunyikannya, untuk memastikan itu benar-benar buku yang juga kaucari-cari. Buku itu mulai dengan naskah Arab, lalu aku yakin satu dalam bahasa Syria, kemudian ada satu naskah Latin, dan akhirnya satu dalam bahasa Yunani
Aku ingat singkatan yang sudah kami lihat dalam katalog itu.
Dua judul pertama didaftar sebagai "ar." dan "syr." Itu adalah buku tersebut! Tetapi William mendesak, "Kau menyentuhnya dan kau tidak mati. Jadi, menyentuh saja tidak membunuh. Dan apa yang bisa kauceritakan kepadaku tentang naskah Yunani itu" Apa kau memeriksanya""
"Sebentar sekali. Hanya cukup lama untuk menyadari bahwa naskah itu tanpa judul; itu mulai seakan sebagian hilang
"Liber acephalus gumam William.
"Aku berusaha membaca halaman pertama, tetapi terus terang bahasa Yunaniku amat lemah. Dan kemudian rasa ingin tahuku tertarik oleh hal kecil lain, berkaitan dengan halaman-halaman dalam bahasa Yunani itu juga. Aku tidak membuka-buka semuanya, karena tidak bisa. Halaman-halaman itu bagaimana aku bisa menjelaskannya" lembap, lengket jadi satu. Sukar sekali memisahkan satu
halaman dari yang lain. Karena perkamennya aneh ... lebih empuk daripada perkamen lainnya, dan halaman pertama itu sudah rusak, dan hampir hancur. Itu ... yah, aneh."
"Aneh' adalah kata yang dipakai oleh Severinus," kata William.
"Perkamen itu tidak seperti perkamen .... Seakan seperti kain, tetapi amat halus Benno melanjutkan.
"Charta lintea, atau kertas linen," kata William. "Apa kau belum pernah melihatnya""
"Aku sudah mendengar tentang itu, tetapi rasanya aku belum pernah melihatnya. Konon harganya amat mahal, dan tipis. Itulah sebabnya kertas itu jarang dipakai. Yang membuat orang Arab, kan""
"Mereka yang pertama membuat. Tetapi juga dibuat di Italia sini, di Fabriano. Dan juga .... Hei, tentu saja, dengan sendirinya!" mata William bersinar. "Suatu pengungkapan yang amat menarik dan indah! Selamat, Benno! Terima kasih! Ya, aku membayangkan bahwa di perpustakaan s
ini pasti jarang ada charta lintea, karena tidak ada naskah terlalu baru yang masuk. Dan di samping itu, banyak yang takut kalau kertas linen tidak bisa tahan berabad-abad seperti perkamen, dan mungkin itu betul. Bayangkan, jika mereka menginginkan sesuatu di sini yang tidak lebih abadi daripada kuningan ... maka itu adalah charta lintea"
Baiklah. Selamat tinggal. Dan jangan cemas. Kau tidak dalam bahaya."
Kami menjauhi skriptorium sambil meninggalkan Benno yang lebih tenang, meskipun mungkin tidak sepenuhnya percaya diri lagi.
Abbas itu berada dalam ruang makan. William menghampirinya dan minta untuk bicara dengannya. Abo, karena tidak mampu menunda, sepakat untuk menemui kami sebentar lagi di rumahnya. []
Nona Dalam cerita ini Abbas tidak mau mendengarkan kata-kata William, justru bicara tentang bahasa permata, dan mengungkapkan satu keinginan bahwa tidak akan ada investigasi lebih jauh tentang kejadian-kejadian tidak menyenangkan yang belum lama ini terjadi.
Apartemen Abbas itu terletak di atas gedung pertemuan, dan dari jendela ruang utama yang mewah dan luas, tempat ia menerima kami, pada hari yang jernih dan berangin itu, melewati atap gereja biara, tampaklah Aedificium yang besar itu.
Abbas, sambil berdiri di dekat jendela, nyatanya sedang merenungkan Aedificium itu, dan ia menunjukkannya kepada kami dengan suatu sikap saleh.
"Suatu benteng yang terpuji," katanya, "yang proporsi proporsinya merangkum aturan emas yang menguasai pembangunan bahtera itu. Terbagi atas tiga lantai, karena tiga adalah angka Trinitas, tiga adalah para malaikat yang mengunjungi Abraham, lamanya hari yang dilewatkan Yunus dalam perut ikan besar, hari-hari yang dilewati Yesus dan Lazarus dalam makam; tiga kali Yesus mohon kepada Bapa untuk mengambil piala itu
daripadanya, dan tiga kali Dia menyembunyikan diri untuk berdoa bersama para rasul. Tiga kali Petrus menyangkal Dia, dan tiga kali Kristus muncul ke hadapan para pengikutnya setelah Kebangkitan. Kebajikan teologis ada tiga, dan ada tiga bahasa suci, tiga bagian jiwa, tiga kelas makhluk intelektual: malaikat, manusia, dan setan; ada tiga macam bunyi vox, flatus, pulsus[Suara, embusan, detak- penerj.] dan ada tiga masa dalam sejarah manusia, sebelum, selama, dan setelah hukum itu."
"Suatu keselarasan hubungan mistik yang menakjubkan," William mengiyakan.
"Tetapi juga bentuk segiempat itu," lanjut Abbas, "kaya akan pelajaran spiritual. Titik kardinal ada empat, dan musim, unsurunsurnya, dan panas, dingin, basah, dan kering; kelahiran, pertumbuhan, masa dewasa dan masa tua; spesies binatang, hewan angkasa, hewan bumi, hewan air dan hewan udara; warna-warna yang membentuk pelangi; dan jumlah tahun yang dibutuhkan untuk membentuk tahun kabisat."
"Oh, yang jelas," kata William, "tiga plus empat jadi tujuh, suatu angka mistik superlatif, sedangkan tiga kali empat jadi dua belas, seperti jumlah rasul, dan dua belas kali dua belas jadi seratus empat puluh empat, yang merupakan angka pemilihan." Dan mendengar peragaan terakhir dari pengetahuan mistik dari jagat angka yang ideal, Abbas tidak bisa menambahkan apa-apa lagi. Jadi, William bisa langsung pada masalahnya.
"Kita harus bicara tentang kejadian-kejadian terakhir, yang tentang itu sudah kurenungkan panjang lebar," katanya.
Abbas itu membalikkan punggungnya ke jendela dan langsung menatap William dengan wajah galak. "Dengan amat-terlalu lama, mungkin. Aku harus mengaku, Bruder William, bahwa aku mengharapkan lebih darimu. Hampir enam hari sudah lewat sejak kalian tiba di sini; empat rahib telah meninggal di samping Adelmo, dua telah ditangkap oleh Inkuisisi itu keadilan, tentu saja, tetapi kita seharusnya bisa menghindari rasa malu ini jika inkuisitor itu tidak merasa wajib melibatkan dirinya sendiri dengan kejahatan-kejahatan sebelumnya dan akhirnya pertemuan yang sudah kupimpin telah tepatnya karena semua perbuatan keji itu hasilnya amat disayangkan
William diam saja, malu. Tanpa bertanya, Abbas itu betul.
"Itu betul," ia mengakui, "aku belum memenuhi harapanmu, tetapi aku akan menjelaskan kenapa, Yang Tersuc
i. Kejahatan-kejahatan ini tidak berakar dari seorang budak feodal atau semacam dendam turun-temurun di kalangan para rahib, tetapi dari perbuatan yang, pada gilirannya, berakar pada sejarah amat lama biara ini
Abbas itu memandang William dengan gelisah. "Apa maksudmu" Aku sendiri menyadari bahwa kuncinya bukan masalah Kepala Gudang yang menjengkelkan itu, yang telah saling berkait dengan cerita lain.
Tetapi yang lain, ada lagi yang mungkin kuketahui tetapi tidak bisa mendiskusikannya Kuharap sudah jelas, dan bahwa Anda ingin membicarakan denganku tentang itu
"Yang Tersuci mulai memikirkan suatu perbuatan yang ia dengar dari pengakuan dosa Abbas itu memalingkan muka, dan William melanjutkan, "Jika Yang Mulia ingin tahu apa aku tahu, tanpa mendengarnya dari Yang Mulia, bahwa ada hubungan gelap antara Berengar dan Adelmo, dan antara Berengar dan Maleakhi, nah, yah, setiap orang di biara ini tahu
Abbas itu amat tersipu, "Kukira tidak ada gunanya membicarakan hal seperti itu di depan novis ini. Dan aku tidak percaya, karena sekarang pertemuan itu sudah usai, bahwa Anda masih membutuhkannya untuk mencatat. Pergilah, Nak," katanya kepadaku dengan angkuh.
Karena merasa direndahkan, aku pergi. Tetapi karena ingin tahu, aku jongkok di luar pintu aula, yang kubiarkan terbuka, sehingga aku bisa mengikuti dialog itu.
William bicara lagi, "Jadi, karena itu, hubungan gelap tersebut, andaikan memang terjadi, hampir tidak memengaruhi kejadian-kejadian menyedihkan itu. Kuncinya ada di tempat lain, yang kukira Anda sudah bisa membayangkan. Segala sesuatunya membelok ke arah pencurian dan kepemilikan sebuah buku, yang disimpan rapat-rapat dalam finis Africae, dan sekarang sudah kembali ke sana lagi berkat upaya Maleakhi, meskipun, seperti sudah
Anda saksikan, urutan kejahatan itu dengan demikian tidak menarik."
Lama mereka berdiam diri; lalu Abbas bicara lagi, dalam suara patah-patah, ragu-ragu, seperti seseorang yang terpukul oleh pengungkapan tak terduga. "Ini mustahil .... Anda .... Bagaimana Anda tahu tentang finis Africae" Apa Anda telah melanggar laranganku dan memasuki perpustakaan""
Seharusnya William menceritakan yang sebenarnya, tetapi kemarahan Abbas tidak mengenal kasihan. Toh, jelas guruku tidak mau berdusta. Ia lebih suka menjawab pertanyaan itu dengan pertanyaan lain, "Apa Yang Mulia tidak mengatakan kepadaku, waktu kita bertemu pertama kali, bahwa seseorang seperti diriku, yang telah menggambarkan Brunellus dengan begitu baik tanpa pernah melihat kuda itu, tentunya tidak sulit membayangkan tempat-tempat yang tidak bisa ia masuki""
"Jadi, begitu," kata Abo. "Tetapi mengapa Anda mengira seperti yang Anda pikirkan""
"Bagaimana aku sampai pada kesimpulanku adalah cerita yang terlalu panjang. Tetapi serangkaian kejahatan telah dilakukan untuk mencegah banyak orang menemukan sesuatu yang dianggap tidak diinginkan bagi mereka untuk menemukan. Sekarang mereka semua yang tahu sesuatu tentang rahasia perpustakaan itu, entah dengan cara benar maupun dengan muslihat, sudah mati. Hanya tinggal satu orang: Anda sendiri."
"Apa Anda ingin memancing .... Anda ingin memancing kata Abbas.
"Anda salah paham," kata William, yang mungkin memang ingin memancing. "Saya bilang bahwa ada seseorang yang tahu dan ingin tak seorang lain pun tahu. Sebagai orang terakhir yang tahu, Anda bisa jadi korban berikutnya. Kecuali Anda menceritakan kepada saya apa yang Anda ketahui tentang buku terlarang itu, dan khususnya, siapa dalam biara ini yang mungkin tahu apa yang Anda ketahui, dan mungkin lebih banyak, tentang perpustakaan itu."
"Di sini dingin," kata Abbas itu. "Mari kita keluar."
Aku cepat-cepat pindah dari pintu dan menunggu mereka di ujung atas anak tangga. Abbas itu melihatku dan tersenyum kepadaku.
"Betapa banyak hal menyedihkan yang pasti sudah didengar rahib muda ini selama beberapa hari terakhir ini! Ayolah, Nak, jangan membiarkan dirimu sendiri terlalu sedih. Agaknya kau lebih banyak mendengarkan cerita yang dibayangkan daripada yang nyata
Ia mengangkat satu tangannya dan membiarkan sinar matahari menerangi sebuah cincin indah
yang ia kenakan pada jari keempatnya, emblem kekuasaannya. Cincin itu berkilauan dengan semua kecemerlangan batu-batu permatanya.
"Kau mengenali ini, kan"" katanya kepadaku. "Simbol kewenanganku, tetapi juga beban batinku. Ini bukan hiasan: ini suatu silogi menakjubkan dari sabda suci yang harus kujaga." Dengan jarinya ia menyentuh batu permata itu atau, lebih tepatnya,
susunan berbagai batu permata yang membentuk seni manusia dan alam yang luar biasa menakjubkan itu. "Ini batu kecubung," katanya, "cermin kerendahan hati dan mengingatkan kita akan kesederhanaan dan kebaikan hati Santo Mateus; ini kalsedoni, tanda kemurahan hati, simbol kesalehan Yoseph dan Santo Yakobus Agung; ini jasper, yang meramalkan kesetiaan dan dihubungkan dengan Santo Petrus; dan sardis, simbol kemartiran, yang mengingatkan kepada Santo Bartolomeus; ini safir, harapan dan renungan, batu dari Santo Andreas dan Santo Paulus; dan beril, doktrin kuat, ilmu pengetahuan dan ketahanan menderita, kebajikan-kebajikan Santo Thomas .... Betapa mengagumkan bahasa batu mulia itu," ia melanjutkan, sementara tenggelam dalam penampakan mistiknya, "yang sudah diterjemahkan oleh tradisi pengasahan batu mulia dari pemikiran Aaron dan penggambaran Jerusalem surgawi dalam buku rasul itu. Dalam hal ini, dinding-dinding Sion dilapisi dengan batu mulia yang sama seperti yang menghiasi dada saudaranya Musa, kecuali delima merah, unam dan onyx, yang, telah disebutkan dalam kitab Keluaran, digantikan dengan kalsedonia, sardis, krisopras, lazuardi."
Ia menggerakkan cincinnya dan membuat mataku silau oleh kemerlapnya, seakan ia ingin membuatku terpana. "Bahasa yang luar biasa, kan" Bagi bapa-bapa lain batu mulia menandakan hal lain lagi.
Bagi Paus Innocent III, rubi memancarkan ketenangan dan kesabaran; akik merah tua,
kemurahan hati. Bagi Santo Bruno, batu akuamarin memusatkan pengetahuan teologis dalam kebajikan sinarsinarnya yang paling murni. Batu pirus menandakan kegembiraan; sardis memberi kesan malaikat serafin; ratna cempaka memberi kesan malaikat serubim; jasper, takhta; krisolit, wilayah; safir, kebajikan, onyx, kekuasaan; beril, prinsip kuat; rubi, para malaikat agung, dan zamrud, para malaikat. Ada banyak bentuk bahasa batu mulia; masing-masing mengungkapkan beberapa kebenaran, sesuai dengan rasa dan interpretasi yang dipilih, sesuai dengan konteks di mana mereka muncul. Dan siapa memutuskan apa itu derajat interpretasi dan apa itu konteks yang memadai"
Kau tahu, Anakku, karena mereka telah mengajarimu: itu adalah otoritas, komentator paling bisa dipercaya dari semua dan paling mengandung prestise, dan oleh karenanya dengan kesucian. Kalau tidak, bagaimana mau menginterpretasi tanda-tanda ganda yang ditetapkan dunia di depan mata pendosa kita, bagaimana menghindari kesalahpahaman yang ke dalamnya Iblis menggoda kita"
Ingat, betapa Iblis amat sangat membenci bahasa batu mulia, seperti dibuktikan oleh Santo Hildegard. Binatang buas jahat itu melihat suatu pesan di dalamnya yang diterangi oleh makna berbeda-beda atau derajat-derajat ilmu pengetahuan, dan tentu ia mau menghancurkannya karena dia, Musuh itu, merasakan gaung dari keajaiban yang dikuasainya sebelum kejatuhannya dalam
keindahan batu-batu mulia itu, dan ia mengerti bahwa cahaya ini dihasilkan oleh api, yang menyiksanya." Ia mengulurkan cincinnya untuk kucium, dan aku berlutut. Ia membelai kepalaku. "Dan begitulah, Nak, kau harus melupakan hal-hal, yang jelas keliru, yang sudah kaudengar selama hari-hari ini. Kau telah memasuki ordo terbesar, termulia dari semuanya; dari ordo ini aku adalah seorang Abbas, dan kau berada di dalam wilayah yurisdiksiku. Dengar perintahku: lupakan, dan semoga bibirmu tersegel selamanya. Bersumpahlah."
Karena terharu, takluk, sudah tentu aku mau bersumpah. Dan kalian, pembaca yang baik, sekarang tidak akan bisa membaca kronik setiaku ini. Tetapi pada saat ini William menyela, mungkin tidak untuk mencegahku bersumpah, tetapi bereaksi secara naluriah, lepas dari kejengkelan, untuk menyela Abbas itu, untuk menghancurkan mantra yang jelas ia lontarkan.
"Buat apa anak i tu harus berbuat begitu" Saya telah mengajukan suatu pertanyaan, saya memperingatkan adanya bahaya, saya minta Anda menyebutkan satu nama .... Apa sekarang Anda menginginkan saya, pula, mencium cincin itu dan bersumpah untuk melupakan apa yang telah kuketahui atau kucurigai""
"Ah, Anda kata Abbas itu dengan sedih. "Aku tidak mengharapkan seorang biarawan miskin memahami keindahan dari tradisitradisi kami, atau menghormati sikap bungkam, rahasia-rahasia, misteri dari kemurahan hati ... ya, kemurahan hati,
dan rasa mendapat kehormatan, dan sumpah diam yang menjadi dasar kebesaran kami .... Anda telah menceritakan kepadaku satu kisah aneh, satu cerita yang tak bisa dipercaya. Tentang sebuah buku terlarang yang telah menyebabkan serangkaian pembunuhan, tentang seseorang yang tahu apa yang seharusnya hanya aku yang tahu .... Dongeng, tuduhan tak berarti. Omongkan saja, kalau mau: tak seorang pun akan memercayaimu. Dan bahkan jika suatu unsur dari rekonstruksimu yang penuh angan-angan itu betul ... yah, sekarang segala sesuatunya sudah kukendalikan, yurisdiksiku. Aku akan menyelidikinya sendiri, aku punya sarana, aku punya otoritas.
Sudah sejak awal sekali aku telah melakukan kesalahan, dengan minta seorang luar, betapapun bijak, betapapun patut dipercaya, untuk menyelidiki hal-hal yang merupakan tanggung jawabku sendiri. Tetapi kau paham, seperti sudah kaukatakan kepadaku; sejak awal aku yakin bahwa itu melibatkan pelanggaran sumpah kemurnian, dan (aku memang lalai) aku ingin seseorang lain untuk memberitahukan apa yang sudah kudengar dalam pengakuan dosa. Baiklah, sekarang Anda sudah memberi tahu aku. Aku amat berterima kasih untuk apa yang sudah Anda lakukan atau berusaha lakukan.
Pertemuan kedua kelompok duta itu sudah terlaksana, misi Anda di sini sudah selesai. Kubayangkan Anda sudah sangat ditunggu di pengadilan kekaisaran; akhirnya orang tidak membuang orang
seperti Anda. Aku mengizinkan Anda meninggalkan biara ini. Hari ini mungkin terlalu malam: aku tidak ingin Anda melakukan perjalanan setelah matahari terbenam, karena jalanan tidak aman.
Anda akan berangkat besok pagi, pagi-pagi sekali. Oh, tidak usah mengucapkan terima kasih, aku senang Anda berkunjung di sini, seorang saudara di antara saudara-saudara, bisa menghormati Anda dengan keramahan kami. Anda boleh mundur sekarang bersama novismu untuk menyiapkan barang bawaan kalian. Aku akan mengucapkan selamat jalan lagi subuh esok hari. Aku berterima kasih kepada Anda, dengan sepenuh hati. Tentu saja Anda tidak perlu melanjutkan penyelidikan. Jangan ganggu lagi para rahib itu. Silakan."
Ini lebih dari mempersilakan pergi, ini pengusiran. William pamit dan kami menuruni anak tangga.
"Ini maksudnya apa"" tanyaku. Aku tidak paham apa-apa lagi.
"Coba susun satu hipotesis. Kau tentu sudah belajar caranya."
"Terus terang, aku sudah tahu bahwa aku harus menyusun paling sedikit dua, yang satu bertentangan dengan yang lain, dan keduanya tidak bisa dipercaya. Baiklah, kalau begitu Aku
menelan ludah: menyusun hipotesis membuatku gugup. "Hipotesis pertama: Abbas itu sudah tahu segala sesuatu dan membayangkan Anda tidak bakal menemukan apa-apa. Hipotesis kedua: Abbas itu tidak pernah mencurigai apa saja (tentang apa aku tidak tahu, karena aku tidak tahu apa yang
Anda pikirkan). Tetapi, toh ia tetap mengira bahwa itu semua hanya karena pertengkaran antara ... antara para rahib yang melakukan sodomi .... Sekarang, Anda toh telah membuka matanya, sudah memikirkan satu nama, punya gagasan persis tentang siapa yang bertanggung jawab atas kejahatan-kejahatan itu. Tetapi pada saat ini ia ingin menyelesaikan masalah itu sendiri dan ingin menyingkirkan Anda, demi menyelamatkan kehormatan biara ini."
"Bagus sekali. Nalarmu sudah mulai bagus. Tetapi kau sudah melihat bahwa dalam kedua kasus itu Abbas kita memprihatinkan nama baik biaranya. Mungkin saja ia akan jadi pembunuh atau korban berikut, namun ia tidak ingin kabar buruk tentang komunitas suci ini terdengar sampai di luar pegunungan ini. Bunuh rahibrahibnya, tetapi jangan sentuh kehormatan biaranya. Ah, demi William sekar
ang mulai jengkel. "Anak haram tuan tanah feodal itu, burung merak yang mendapat ketenaran karena pernah menjadi penggali kubur Aquinas, kantong kulit kambing yang digelembungkan yang ada, hanya karena mengenakan cincin sebesar dasar gelas! Sombong, sombong, kalian semua orang Cluny, lebih payah daripada para pangeran, bersikap lebih baron daripada para baron!"
"Guru...," aku menyela dalam nada marah.
"Diam kau, kau terbuat dari bahan yang sama. Kelompokmu bukan orang sederhana, atau putra-putra orang biasa. Jika seorang petani
mengikutimu, mungkin kau menerimanya, tetapi seperti kusaksikan kemarin, kau tidak ragu menyerahkannya ke tangan orang sekuler. Tetapi tidak, jika ia salah seorang dari kelompokmu sendiri, tidak; ia harus dilindungi. Abo mampu mengidentifikasi orang malang itu, bersedia menusuknya dalam ruang harta bawah tanah, dan membawa ginjalnya berkeliling di antara benda-benda relikui, asalkan kehormatan biara ini selamat .... Bagaimana kalau seorang Fransiskan, seorang Minorit kampungan, telah menemukan sarang tikus dalam rumah sucinya" Ah, tidak, dengan cara apa pun ini sesuatu yang tidak bisa diterima oleh Abo. Terima kasih, Bruder William, Kaisar membutuhkan Anda, Anda lihat cincin indah yang kumiliki, selamat jalan. Tetapi sekarang tantangannya bukan sekadar masalah antara aku dan Abo, ini adalah antara aku dan seluruh masalah itu: aku tidak akan meninggalkan temboktembok ini sebelum menemukan. Ia ingin aku berangkat besok pagi, ya kan" Bagus, ini rumahnya; tetapi besok pagi aku harus tahu. Harus."
"Harus" Siapa yang mengharuskan Anda sekarang""
"Tidak ada yang pernah mengharuskan kita untuk tahu, Adso. Kita harus, itu saja, bahkan jika kita tidak sepenuhnya memahami."
Aku masih bingung dan merasa terhina oleh kata-kata William terhadap ordoku dan abbas-abbasnya. Dan aku berusaha membenarkan Abo sebagian, dengan menyusun hipotesis ketiga, sambil melatih suatu keterampilan yang, menurutku, sudah
mulai kukuasai dengan tangkas. "Anda belum mempertimbangkan kemungkinan ketiga, Guru," kataku. "Selama beberapa hari ini kita telah memerhatikan, dan pagi ini agaknya cukup jelas bagi kita dari cerita Nicholas dan rumor yang kita dengar di gereja, bahwa kelompok rahib Italia itu enggan menoleransi pengangkatan pustakawan asing: mereka menuduh Abbas tidak menghormati tradisi, dan, menurut pemahamanku, mereka bersembunyi di belakang Alinardo tua, sambil mendorongnya maju seperti sebuah standar, untuk menuntut suatu pemerintahan biara yang berbeda. Jadi, mungkin Abbas takut kalau pengungkapan kita akan dijadikan senjata oleh musuh-musuhnya, dan ia ingin
menyelesaikan masalah itu dengan amat bijaksana..."
"Itu mungkin saja. Tetapi ia masih tetap sebuah kantong kulit kambing yang digelembungkan, dan ia akan menyebabkan dirinya sendiri terbunuh."
Kami berada dalam kloster. Angin mulai lebih marah sepanjang waktu, sinar matahari makin remang-remang, meskipun saat itu baru setelah nona. Hari sudah mulai senja, dan kami tinggal punya waktu sedikit.
"Sudah agak gelap," kata William. "Dan kalau seseorang cuma punya waktu sedikit, ia harus berusaha tetap tenang. Kita harus bertindak seakan kita masih punya keabadian di depan kita. Aku punya satu masalah untuk diselesaikan: caranya menembus finis Africae itu, karena jawaban terakhirnya pasti di sana. Kemudian kita harus
menyelamatkan seseorang, aku belum menetapkan yang mana. Akhirnya, kita harus mengharapkan sesuatu dari arah kandang kuda, kauawasi tempat ... lihat semua kesibukan itu
Nyatanya, pada jarak antara Aedificium dan kloster itu luar biasa ramai. Sesaat sebelumnya, seorang novis, muncul dari rumah Abbas, lalu lari ke arah Aedificium. Sekarang Nicholas keluar dari situ untuk menuju asrama. Di satu sudut, kelompok pagi itu, Pacificus, Aymaro, dan Petrus, asyik berdiskusi dengan Alinardo, seakan tengah berusaha meyakinkan dia tentang sesuatu.
Lalu mereka tampak sudah mencapai suatu keputusan. Aymaro menggandeng Alinardo yang masih enggan, dan pergi bersamanya ke arah kediaman Abbas. Mereka baru saja mau masuk ketika Nicholas keluar dari asrama, mengantar
Jorge ke arah yang sama. Ketika melihat kedua orang Italia itu masuk, ia membisikkan sesuatu ke telinga Jorge, dan orang tua itu menggelengkan kepala. Namun, mereka terus saja menuju gedung pertemuan.
"Abbas itu mulai mengendalikan situasi gumam William skeptis. Dari Aedificium muncul lebih banyak rahib, yang bekerja di skriptorium, dan mereka langsung diikuti oleh Benno, yang lalu menghampiri kami, lebih cemas daripada sebelumnya.
"Dalam skriptorium jadi resah," katanya kepada kami. "Tak seorang pun bekerja, mereka cuma mengobrol di antara mereka sendiri .... Apa yang tengah terjadi""
"Yang tengah terjadi adalah bahwa orangorang yang sampai pagi ini agaknya paling dicurigai, semua sudah mati. Sampai kemarin setiap orang mengawasi Berengar, tolol dan licik dan perayu, lalu Kepala Gudang itu, seorang yang dicurigai bidah, dan akhirnya Maleakhi, begitu tidak disukai orang banyak .... Sekarang mereka tidak tahu lagi siapa harus mengawasi siapa, dan mereka butuh sekali menemukan seorang musuh, atau kambing hitam. Dan setiap orang mencurigai yang lainnya; beberapa merasa takut, seperti kau; lainnya telah memutuskan untuk menakuti seseorang lain. Kalian semua terlalu resah. Adso, sekali-sekali tengok kandang kuda itu. Aku akan pergi dan istirahat."
Seharusnya aku heran: pergi dan istirahat padahal William tinggal punya waktu beberapa jam saja. Rasanya itu bukan keputusan paling bijaksana. Tetapi sekarang aku sudah kenal guruku. Makin rileks tubuhnya, makin bergelora pikirannya. []
Pasukan Kumbang Neraka 1 Pembunuhan Di Sungai Nil Death On The Nile Karya Agatha Christie Bloon Cari Jodoh 4

Cari Blog Ini